Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat

advertisement
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI KITINOLITIK ASAL SUNGAI
POHARA SULAWESI TENGGARA SERTA OPTIMASI
PRODUKSI ENZIM KITINASE
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh
Derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
OLEH :
SUKMA PUSPITA UTAMY
F1C1 11 038
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
i
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu „Alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya dan Khatamul Anbiya‟
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya sehingga penulisan hasil
penelitian yang berjudul
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Kitinolitik Asal
Sungai Pohara Sulawesi Tenggara Serta Optimasi Produksi Enzim Kitinase
dapat terselesaikan.
Melalui kesempatan ini secara khusus dan tulus penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada Kakek Marten Deney
dan Ibunda Rosminah, yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih
sayang dan atas segala doa, restu, semangat, bimbingan, arahan, kepercayaan,
nasehat yang memberikan kedamaian hati serta ketabahan dalam mendidik, dan
menitipkan harapan besar kepada penulis.
Dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan terima kasih kepada
Ibu Desy Kurniawati, S.Si, M.Si dan Bapak Drs. H. Muh. Natsir, M.Si selaku
pembimbing pertama dan pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama
mengikuti perkuliahan maupun dalam proses penyelesaian hasil penelitian ini.
iii
Penulis juga tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Usman Rianse, Msi selaku Rektor Universitas Halu
Oleo Kendari.
2.
Bapak Dr. Muh. Zamrun F., M.Si, M.Sc selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.
3.
Bapak Dr. La Ode Ahmad Nur Ramadhan, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Halu Oleo.
4.
Ibu Desy Kurniawati, S.Si, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kimia Fakultas
MIPA Universitas Halu Oleo yang telah memberikan banyak bantuan
administratif.
5.
Bapak Amiruddin S.Si., M.Si. selaku Penasehat Akademik yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
6.
Bapak Dr. Imran, M.Si selaku kepala Laboratorium Kimia FMIPA
Universitas Halu Oleo yang telah memberikan izin, dorongan dan bantuan
kepada penulis selama melaksanakan penelitian.
7.
Bapak Dr. Imran, M.Si. Bapak Dr. Tamrin Azis, M.Si. dan Ibu Dr. Prima
Endang Susilowati, M.Si. selaku dewan penguji yang telah banyak
memberikan ide dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
8.
Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia, serta seluruh staf di lingkungan
FMIPA Universitas Halu Oleo atas segala fasilitas dan pelayanan yang
diberikan selama penulis menuntut ilmu.
9.
Kak Hafni dan Kak Hasma selaku Analis Laboratorium Kimia yang
telah membantu memperlancar berlangsungnya penelitian ini.
iv
10. Saudaraku Suci Muliawaty, Sukri Rezkyadi, Sufyan Jayadi, Surya Pribadi
dan Sadli Dassya Ayra yang telah memberikan semangat dan do‟a kepada
penulis.
11. Semua kemenakanku (Lucy, Yuuchan, Deedad dan Fahri) yang juga banyak
memberi semangat dan dukungan selama masa studi.
12. Teman spesial Imran Ntahe atas inspirasi, dukungan, fasilitas, dan
semangat yang diberikan kepada penulis.
13. Saudara-saudariku Angkatan 2011 (Diana S.Si, Ani, Fina S.Si, Kadek,
Osti, Tia, Tini S.Si, Ratih, Ain S.Si, Nur S.Si, Melani S.Si, Fetty S.Si, Fati,
Lia, Hasmi, Via S.Si, Didit S.Si, Risma, Sri S.Si, Ida, Lusi, Anatia, Herlin
S.Si, Mega S.Si, Fati, Suri, Anti, Tuti S.Si, Dedeng, Delvi S.Si, Chen Chen
S.Si, Andri, Hendra, Anugrah S.Si, Efraim S.Si, Dion S.Si, Jafar S.Si,
Adi, Herdin S.Si, Arham, Andi, Izar S.Si, Alfan, Wino, Razi S.Si,
Ahyar, Manan) Terima Kasih atas kerja samanya selama perkuliahan dan
penelitian.
14. Senior-senior yang baik hati Kak Hanas, Kak Ana, Kak Melani, Kak Asni,
Kak Jiran, Kak Dijah, Kak Heru, Kak Marni, Kak Yuyun, Kak Amel, Kak
Piteng, yang senantiasa menyumbangkan pemikiran dan ide maupun tenaga
kepada penulis.
15. Anak-anak Biokimia Diana, Ani, Ain, Kadek, Fina, Ratih, Osty, Fati,
Andri, Kak Dijah, Kak Piteng, Novianti, Fitri, Wulan, Yeti, Dahlia, Manan.
Terima kasih atas kerjasama, motivasi, kekompakan dan suka cita yang telah
dilalui selama ini sebagai rekan-rekan seperjuangan di Biokimia.
v
16. Tim kitinolitik : Ani, Anggi, kak Dija terima kasih telah membantu selama
penelitian berlangsung terutama bagian jurnal.
17. Seluruh Mahasiswa Kimia F-MIPA dari angkatan 2010-2015, yang
selalu memberikan dukungan kepada penulis yang telah banyak membantu
penulis dalam memberikan spirit mengerjakan penelitian ini.
Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak dan apabila masih terdapat kesalahan dalam hasil penelitian
ini, sudilah kiranya mengingatkan dan memberikan koreksi. Semoga Allah SWT
memberi taufik kepada kita semua untuk mencintai ilmu yang bermanfaat dan
amalan yang shalih dan memberikan ridho balasan yang sebaik-baiknya. Aamiin.
Kendari, April 2016
Penulis
vi
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI KITINOLITIK
ASAL SUNGAI POHARA
SERTA OPTIMASI PRODUKSI ENZIM KITINASE
Oleh :
SUKMA PUSPITA UTAMY
F1C1 11 038
INTISARI
Isolasi dan identifikasi bakteri kitinolitik asal sungai Pohara serta optimasi
produksi enzim kitinase telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengisolasi, mengkarakterisasi, dan mengoptimasi produksi enzim kitinase. Pada
penelitian ini dilakukan tahapan pekerjaan isolasi dan seleksi bakteri kitinolitik;
karakterisasi dan identifikasi isolat terpilih; optimasi produksi enzim (konsentrasi
substrat, suhu dan pH) serta penentuan kurva produksi enzim T3. Pengujian
aktivitas kitinase menggunakan metode Schales. Hasil skrining diperoleh 6 isolat
bakteri potensial kitinolitik. Isolat T3 selanjutnya dipilih untuk produksi enzim
karena memiliki indeks kitinolitik tertinggi dengan angka indeks 22,31 cm. Hasil
pengamatan morfologi dan uji biokimia, menunjukan isolat T3, merupakan
kelompok bakteri Aerobacter dengan sifat Gram negatif, berbentuk basil. Kondisi
optimum untuk produksi enzim kitinase adalah konsentrasi substrat kitin 0,06 %,
suhu 30ºC dan pada pH 6.
Kata kunci : kitinolitik, kitin, optimasi produksi enzim, sungai Pohara
vii
ISOLATION AND IDENTIFICATION OF CHITINOLYTIC BACTERIA
FROM POHARA RIVER AND OPTIMATION OF ENZYME CHITINASE
PRODUCTION
By :
SUKMA PUSPITA UTAMY
F1C1 11 038
ABSTRACT
Isolation and identification of chitinolytic bacteria from pohara river and
optimation of enzyme chitinase production was carried out. The aims of the study
were isolation, characterize and optimaze of enzyme chitinase production. This
study was carried out in three stages; isolation and identification of selected
isolates; determination of condition for enzyme production (substrate
concentration, temperature, and pH ), and determination of condition for enzyme
production curve. The chitinase activity assay was carried out using Schales
method. The screening result are six strains of chitinase-potential bacteria were
obtained. The strain T3 was then selected for the enzyme production, for it had the
highest chitinolytic index of 22.31 cm. The observation of morphological the
bacteria as well as biochemical tests reveal that it was found isolates T3 as a
group of bacteria Aerobacter. The nature of the Gram-negative, and shaped bacil.
The optimum condition for enzyme production in chitin substrat concentration
0.06%, temperature of 30ºC, and pH of 6.
Keywords: chitinolytic, chitin, optimation of enzyme production, Pohara river
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
xiv
I. PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan
3
D. Manfaat
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Kitin
5
B. Bakteri Kitinolitik
7
C. Kitinase
8
D. Identifikasi Mikroorganisme
9
E.
Kondisi Produksi Enzim
13
III. METODE PENELITIAN
17
A. Waktu dan Tempat Penelitian
17
B. Alat dan Bahan
17
1. Alat
17
2. Bahan
17
ix
C. Metode Penelitian
18
1. Pengambilan Sampel Mikroba
18
2. Isolasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik
19
3. Karakterisasi dan Identifikasi Isolat Terpilih
19
a. Pewarnaan Gram
19
b. Uji Biokimia
20
4. Optimasi Produksi Enzim Kitinase
21
a. Pengaruh Substrat terhadap produksi Enzim
21
b. Pengaruh Suhu terhadap terhadap produksi Enzim
21
c. Pengaruh pH terhadap terhadap produksi Enzim
22
d. Penentuan Aktivitas Enzim
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
25
A. Sampel Air Sungai Pohara
25
B. Isolasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik
25
C. Karakterisasi dan Identifikasi Isolat Terpilih
27
1. Pewarnaan Gram
27
2. Uji Biokimia
29
D. Optimasi Produksi Enzim Kitinase
32
a. Optimasi Substrat
33
b. Optimasi Suhu
34
c. Optimasi pH
35
d. Penentuan Waktu Produksi
36
V. PENUTUP
38
A. Kesimpulan
38
B. Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
44
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1
Perbedaan Gram Positif dan Gram Negatif
11
2
Kondisi Pada sumber air Sungai Pohara
25
3
Indeks Kitinolitik Isolat Sungai Pohara
26
4
Uji Biokimia Isolat T3
29
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1
Gambar Struktur Kitin
6
2
Morfologi koloni bakteri
10
3
Grafik Pengaruh pH terhadap pertumbuhan Mikroba
14
4
Grafik Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan Mikroba
14
5
Gambar Morfologi Bakteri
28
6
Optimasi Substrat Enzim Kitinase
34
7
Optimasi Suhu Enzim Kitinase
35
8
Optimasi pH Enzim Kitinase
36
9
Waktu Inkubasi Produksi Enzim Kitinase
37
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1
Letak Kecamatan Sampara, Konawe, Sulawesi Tenggara
44
2
Gambaran Umum Penelitian
45
3
Diagram Alir
46
4
Pembuatan Media dan Larutan
58
5
Hasil Penelitian
62
6
Dokumentasi
67
xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang / Singkatan
Arti Lambang / Singkatan
%
Persen
LB
Luria bertani
g
Gram
mL
Mili Liter
mg/mL
Mili gram per mili liter
μL
Mikro Liter
cm
Senti Meter
nm
Nano Meter
°C
Derajat Celsius
±
Kurang lebih
BTB
Brom Timol Blue
MR-VP
Methyl Red_Voges Proskauer
pH
Negatif Logaritma dari Konsentrasi
Ion H+
rpm
Rotasi per menit
λ
Panjang gelombang
T3
Sampel titik 3
U/mL
Unit per mili liter
xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber kekayaan perairan
yang sangat besar, baik perairan laut maupun perairan air tawar. Salah satu daerah
perairan air tawar di Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati yaitu sungai
Pohara. Sungai Pohara merupakan salah satu sungai yang terdapat di Kecamatan
Sampara Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara yang memiliki sumber
keanekaragaman
hayati
diantaranya
Bivalvia
dari
Filum
Mollusca
dengan jenis Batissa violacea celebensis yang dikenal oleh masyarakat setempat
dengan sebutan pokea. Pokea ialah salah satu jenis biota air tawar yang terdapat di
sungai Pohara selain dari keanekaragaman biota lain yang berada di sungai
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh No et al (2003), menyatakan bahwa
senyawa kimia yang terkandung dalam cangkang kerang adalah kitin, kalsium
karbonat, kalsium hidrosiapatit dan kalsium posfat. Adanya kitin yang terkandung
pada cangkang pokea memungkinkan adanya bakteri kitinolitik disekitaran air
pumbuangan cangkang pokea.
Bakteri kitinolitik adalah bakteri yang dapat mendegradasi kitin dengan
menggunakan enzim kitinase. Bakteri ini diperoleh dari lingkungan air seperti
laut, danau, sungai, limbah udang dan sebagainya. Aktivitas kitinolitik juga terjadi
pada air dan tanah yang tercemar limbah cangkang hewan crustaseae, dimana
sebagian besar mikroorganisme pada air tersebut adalah pendegradasi kitin yang
baik dan sebagian mikroorganisme tersebut memanfaatkan kitin sebagai sumber
nitrogen dan karbon (Herdyastuti et al., 2010). Bakteri kitinolitik dapat dipeoleh
1
2
dengan cara screening, yaitu proses penapisan mikroorganisme yang mampu
menghasilkan enzim kitinase dengan menggunakan media yang mengandung
kitin.
Kitin merupakan polisakarida kedua terbanyak di alam setelah selulosa
yang
tersusun atas unit monomer β-1,4- N-asetil-D-glukosamin (Matsumoto,
2006). Oligomer dan turunan kitin yang bermanfaat dapat diperoleh melalui
degradasi senyawa kitin. Senyawa kitin dapat didegradasi secara kimia dan
enzimatik (Hirano, 1997). Degradasi kitin secara enzimatik lebih dipilih dari pada
secara kimia, karena degradasi secara kimia menggunakan bahan-bahan kimia
berupa asam kuat dan basa kuat yang diketahui bersifat korosif. Degradasi secara
enzimatik, yaitu dengan menggunakan enzim yang berasal dari bakteri kitinolitik
(Gohel et al., 2006).
Salah satu enzim yang banyak digunakan dalam bidang industri baik
pangan maupun non pangan ialah enzim kitinase. Peranan kitinase menjadi
perhatian besar karena berperan terhadap kehidupan masyarakat dalam bidang
pangan maupun non pangan mendorong ilmuwan dan peneliti melakukan
eksplorasi mikroorganisme kitinolitik. Mikroorganisme penghasil kitinase ini
masih belum banyak diketahui baik tentang jumlah, keragaman maupun fungsi
kitinase yang dihasilkan, walaupun kitin merupakan salah satu polimer yang
melimpah di alam (Haliza, W. 2012).
Enzim
kitinase
yang
dihasilkan
oleh
mikroorganisme
kitinolitik
mempunyai potensi tinggi untuk mendegradasi limbah yang mengandung kitin,
karena dengan adanya enzim kitinase memungkinkan konversi kitin yang
3
melimpah menjadi produk yang berguna (Hirano, 1997). Saat ini enzim kitinase
banyak digunakan sebagai agen biokontrol karena dapat mendegradasi kitin
menjadi produk yang ramah lingkungan dan dapat digunakan dalam bidang
kesehatan, pangan dan industri. Berdasarkan pemaparan diatas maka perlu
dilakukan penelitian mengenai isolasi dan identifikasi bakteri kitinolitik asal
sungai Pohara Sulawesi Tenggara serta optimasi enzim kitinase.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik bakteri kitinolitik yang berasal dari air sungai Pohara?
2. Bagaimana kemampuan bakteri kitinolitik dari air sungai Pohara dalam
mendegradasi kitin ?
3. Bagaimanakah kondisi optimum (konsentrasi substrat, pH, dan suhu) untuk
produksi enzim kitinase ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengatahui karakteristik bakteri kitinolitik yang berasal dari air sungai Pohara.
2. Mengetahui kemampuan bakteri kitinolitik dari air sungai Pohara dalam
mendegradasi kitin.
3. Menentukan kondisi optimum produksi enzim kitinase (konsentrasi substrat,
pH, dan suhu).
4
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan air sungai Pohara sebagai
penghasil bakteri kitinolitik dan kemampuan bakteri tersebut dalam
mendegradasi kitin.
2. Mengembangkan keterampilan untuk mengisolasi dan identifikasi bakteri
kitinolitik.
3. Menambah wawasan keilmuan peneliti, khususnya bidang bioteknologi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kitin
Kitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi, pertama
kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang
dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa kutikula
serangga jenis ekstrak yang disebut dengan nama kitin (Marganov, 2003).
Kitin merupakan polimer N-asetilglukosamin yang cukup banyak
ditemukan dalam dinding sel jamur dan eksoskeleton dari serangga dan krustasea
(Cohen-Kupiec & Chet, 1998). Kitin (C6H9O4. NHCOCH3)n merupakan zat padat
yang larut dalam asam-asam mineral pekat, tetapi tidak larut dalam air, pelarut
organik, alkali pekat, dan asam mineral lemah. Dengan adanya ikatan hidrogen
yang sangat kuat pada rantai kitin membuat kitin tidak dapat larut dalam air dan
membentuk fibril.
Di alam kitin tidak dalam bentuk bebas melainkan terikat dengan
molekul lain, terutama protein, pigmen dan kalsium karbonat (Muzzarelli, 1997).
Kitin di alam dapat ditemui pada alga, nematoda, kelompok arthropoda,
crustaceae, mollusca, protozoa, dan fungi. (Harman, 1993). Sumber kitin
terbanyak diperoleh dari kelas Crustacea seperti udang, rajungan, dan kepiting.
Kulit udang mengandung protein (25-40%), kitin (15-20%) dan kalsium karbonat
(45-50%) (Muzzarelli, 1985).
Kitin diperoleh dari berbagai sumber diketahui memiliki struktur yang
sama, kecuali
asosiasinya
dengan
protein
dan
kalsium
karbonat
yang
beragam. Kandungan protein dan kalsium karbonat pada kitin tergantung pada
5
6
proses pembuatannya. Untuk memperoleh kitin dari bahan bahan baku
melewati dua tahap proses, yaitu deproteinasi dan demineralisasi (Johnson et al.,
1982).
Perlakuan asam dan basa pada materi yang mengandung kitin melalui
tahap
deproteinasi
dan
demineralisasi.
Deproteinasi
bertujuan
untuk
menghilangkan sejumlah besar protein pada kitin dan demineralisasi untuk
menghilangkan mineral-mineral seperti kalsium karbonat. Penghilangan protein
dan kalsium karbonat dari kulit udang dengan perlakuan asam dan basa akan
memberikan materi yang kaku dan berpori, yang relatif tahan terhadap perlakuan
kimia (Wirawan, 1987).
Kitin merupakan polimer lurus yang saling berikatan beta antar unit
(1,4)-2-cincin GlcNAc (85%) serta unit (1,4(-2-amino-2-deoksi-D-glukosa (15%)
dengan bentuk tiga dimensi α-helik yang stabil melalui ikatan hidrogen
intramolekul. Kitin memiliki struktur kimia yang mirip dengan selulosa, karena
memiliki fungsional yang hampir sama (-OH, -NH2 dan –NHCOCH3). Kitin
yang diperoleh dari cangkang udang memiliki gugus NH2 sekitar 10-15%.
Keberadaan gugus amino menyebabkan ikatan hidrogen yang kuat antara
gugus OH fenolik dan NH2 pada kitin
Gambar 1. Struktur kitin (Aranaz, 2010).
7
Struktur kitin polimer lurus yang saling berikatan (Gambar 1), atom
karbon nomor 2 merupakan gugus asetamida. Berdasarkan struktur tersebut, maka
kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun
menurut Hargono (2008), dengan adanya gugus amida pada struktur kitin
mempermudah
untuk
memodifikasi
struktur
tersebut
sehingga dapat
diperoleh senyawa turunan yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah
satu turunan kitin adalah kitosan. Kitin ataupun kitosan pada dasarnya merupakan
ko-polimer N-asetil-D-Glukosamin dan D-Glukosamin.
B. Bakteri Kitinolitik
Bakteri kitinolitik adalah bakteri yang dapat menghasilkan enzim kitinase
yang digunakan untuk mendegradasi senyawa kitin. Bakteri kitinolitik dapat
diperoleh dengan cara screening, yaitu proses penapisan mikroorganisme yang
mampu menghasilkan enzim kitinase dengan menggunakan
media
yang
mengandung kitin. Besarnya clear zone yang dihasilkan tergantung pada
jumlah monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan dari proses hidrolisis kitin
dengan memutus ikatan β-1,4-N-Asetilglukosamin. Semakin besar jumlah
monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan maka akan semakin besar zona
bening yang terbentuk di sekitar koloni (Patil,1999).
Bakteri ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rhizosphere,
phyllosphere, tanah atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam atau
tambak udang dan sebagainya. Selain lingkungan mesofil, bakteri kitinolitik
juga telah berhasil diisolasi dari lingkungan termofilik seperti sumber air
panas, daerah geotermal dan lain-lain (Herdyastuti et al., 2009). Genus bakteri
8
yang sudah banyak dilaporkan
memiliki kitinase antara lain Aeromonas,
Alteromonas, Chromobacterium, Enterobacter, Ewingella, Pseudoalteromonas,
Pseudomonas, Seratia, Vibrio (Gooday, 1994), Bacillus, dan Pyrococcus
(Harman et al.,1993). Kitin atau derivatnya digunakan sebagai flokulan dalam
pengolahan limbah, agensia antifungi atau arthropoda hama (Suryanto et al.,
2005) serta dalam bidang biomedis yaitu sebagai antitumor, obat luka dan
membrane dialisa darah (Toharisman, 2007).
Bakteri kitinolitik juga merupakan kelompok bakteri yang mampu
menghasilkan enzim kitinase untuk menguraikan zat kitin (Budiani et al., 2004).
Beberapa bakteri yang telah diketahui mampu menghasilkan enzim kitinase
adalah
Bacillus
papandayan
(Rochima,
2006),
Bacillus
thuringiensis
(Blondine, 2005), Vibrio harveyi (Nasran et al., 2003) dan Aeromonas sp.
(Suryanto et al., 2005).
C. Kitinase
Kitinase
adalah
enzim
yang
mendegradasi
kitin
menjadi
N-
asetilglukosamin, degradasi kitin dapat dilakukan oleh organisme kitinolitik
dengan melibatkan enzim kitinase. Organisme pendegradasi kitin umumnya
berasal dari kelompok mikroorganisme diantaranya adalah dari kelompok bakteri.
Enzim kitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme kitinolitik mempunyai
potensi tinggi untuk mendegradasi limbah yang mengandung kitin, karena dengan
adanya enzim kitinase memungkinkan konversi kitin yang melimpah menjadi
produk yang berguna (Muharni, 2010).
9
Enzim kitinase juga berperan sebagai agen biokontrol terhadap jamur. Hal
ini dikarenakan kitin yang merupakan komponen utama dinding sel jamur dapat
didegradasi enzim kitinase menghasilkan produk yang ramah lingkungan
dibandingkan penggunaan zat kimia juga sebagai agen biokontrol terhadap
serangga patogen pada tumbuhan, biopestisida, terlibat dalam pembuatan protein
sel tunggal dan berperan sebagai obat terhadap penyakit parasit (Apriani, 2008).
Produksi enzim kitinolitik banyak dilakukan dengan memanfaatkan
bakteri kitinolitik karena medium pemeliharaan tidak mahal, sehingga dapat
mengurangi biaya produksi enzim (Saules et al., 2006). Sama seperti enzim pada
umumnya, aktivitas enzim kitinolitik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti pH, dan suhu, serta oleh faktor kimiawi tertentu secara khusus dapat
mempengaruhi enzim tersebut (Campbell et al., 2002). pH optimum enzim
kitinolitik berbeda bagi setiap organisme. pH optimum enzim kitinolitik pada
tumbuhan tingkat tinggi dan alga adalah 4-9, pada hewan 4,8-7,5 dan pada
mikroorganisme 3,5-8. Stabilitas enzim kitinolitik terhadap suhu juga bervariasi
untuk setiap organisme (Koga et al., 1999).
D. Identifikasi Mikroorganisme
1. Morfologi koloni Bakteri (Makroskopis)
Identifikasi bakteri yang tumbuh pada media kultur dimulai dengan
mengamati karakteristik koloni bakteri. Hal ini penting dikarenakan, dari
karakteristik koloni tersebut kita bisa menentukan prosedur atau pemeriksaan
selanjutnya untuk identifikasi bakteri
yang pasti. Identifikasi terhadap
10
karakteristik koloni bakteri dilakukan secara visual langsung terhadap
pertumbuhan bakteri pada permukaan agar. Beberapa hal yang biasa dijadikan
sebagai acuan untuk menentukan karakteristik sebuah koloni bakteri, yaitu:
 Ukuran (biasanya dalam milimeter atau ukuran relatif seperti kecil, sedang,
besar)
 Warna/pigmentasi
 Bentuk (sirkuler, filamentosa, irreguler)
 Elevasi (datar, meninggi, konveks, umbilikasi)
 Batas (tegas, irreguler)
 Densitas (opak, translusen, transparan)
 Perubahan pada media (misalnya perubahan pH indikator) (Lay, 1994).
Gambar 2. Gambaran morfologi koloni bakteri
(Microbiology 101 Laboratory Manual, 2012)
11
2. Morfologi Sel Bakteri (Mikroskopis)
Pengamatan morfologi sel bakteri secara mikroskopis dilakukan dengan
bantuan pewarnaan yaitu pewarnaan Gram. Uji pewarnaan Gram termasuk dalam
pewarnaan differensial yang membutuhkan paling sedikit tiga reagen kimia yang
digunakan secara berurutan pada ulasan yang difiksasi menggunakan panas.
Pewarnaan bertujuan untuk membedakan bakteri kedalam kelompok Gram negatif
dan Gram positif. Berdasarkan bentuk dan efek pewarnaan Gram, bakteri
dikelompokkan menjadi kokus Gram positif dan Gram negatif, batang Gram
positif dan Gram negatif. Morfologi sel bakteri secara mikroskopis dapat
membantu untuk identifikasi bakteri. Perbedaan bakteri Gram positif dan Gram
negatif dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Gram Positif dan Gram Negatif
Perbedaan relatif
Ciri
Gram Positif
Gram negatif
Struktur dinding sel
Tebal (15-80 nm) berlapis Tipis (10-15 nm)
tunggal (mono)
Berlapis tiga (multi)
Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah Kandungan lipid tinggi
(1-4%)
(11-25%)
Peptidoglikan ada sebagai Peptidoglikan
ada
lapisan tunggal;komponen didalam lapisan kaku
utama merupakan lebih sebelah dalam; jumlahnya
dari 50% berat kering sedikit, sekitar 10% berat
pada sel bakteri
kering
Asam tekonat
Tidak ada asam tekonat
Kerentanan terhadap Lebih rentan
Kurang rentan
penisilin
Pertumbuhan dihambat Pertumbuhan
dihambat Pertumbuhan tidak begitu
oleh zat-zat warna dengan nyata
dihambat
dasar
Persyaratan nutrisi
Relatif rumit pada banyak Relatif sederhana
spesies
Resistensi
terhadap Lebih resisten
Kurang resisten
gangguan fisik
Sumber : (Pelczar, 1988)
12
3. Uji Biokimia
Penentuan karakteristik kultural dari mikroorganisme dilakukan dengan uji
biokimia terhadap metabolisme bakteri. Hal ini dilakukan untuk membantu dalam
mengidentifikasi
dan
mengklasifikasikan
organism
dalam
kelompok
taksonominya. Prinsip uji biokimia adalah bila mikroorganisme ditumbuhkan
dalam beberapa jenis media, maka mikroorganisme tersebut akan menunjukkan
suatu perbedaan secara makroskopik dalam pertumbuhannya. Perbedaan inilah
yang dengan karakteristik kultural. Data yang diperoleh digunakan sebagai dasar
pengelompokan mikroorganisme dalam taksonominya masing-masing.
Karakteristik kultural ditentukan dengan mengkulturasi mikroorganisme
pada media diferensial, yaitu media yang digunakan untuk membedakan secara
morfologi dan biokimia kelompok organisme. Media ini mengandung senyawa
kimia yang jika mikroorganisme diinokulasi atau inkubasi maka akan
menghasilkan perubahan pada penampakan pertumbuhannya atau media yang
mengelilingi koloni menunjukkan perbedaan (Cappucino, 1983). Uji karakterisasi
yang digunakan antara lain : uji fermentasi karbohidrat, uji hidrogen sulfida, uji
katalase, uji simmon sitrat dan uji methyl red adalah sebagai berikut :
a. Uji fermentasi karbohidrat bertujuan menentukan kemampuan mikroorganisme
mendegradasi
dan
memfermentasikan
karbohidrat
yang
diikuti
oleh
pembentukan gas atau asam atau keduanya.
b. Uji
hidrogen sulfida
merupakan uji
untuk
mengetahui
kemampuan
mikroorganisme dalam menghasilkan hidrogen sulfida dari senyawa seperti
asam amino yang mengandung sulfur atau senyawa sulfur anorganik.
13
c. Uji sitrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme menggunakan
sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon.
d. Uji katalase merupakan uji untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam
mendegradasi hidrogen peroksida dengan menghasilkan enzim katalase.
e. Metil merah adalah indikator pH antara 6,0 (berwarna kuning) sampai 4,4
(berwarna merah). Tes ini merupakan tes kuantitatif untuk bakteri yang
menghasilkan asam. Bakteri yang mampu menghasilkan asam kuat (laktat,
asetat, formik) dari glukosa melalui jalur fermentasi asam dapat dideteksi
dengan uji methyl red. Bakteri yang mempertahankan pH asam dalam jangka
waktu yang lama (inkubasi 48-72 jam) yang dikatakan tes metal merahnya
positif (Lay, 1994).
E. Kondisi Produksi Enzim
Produksi enzim memerlukan optimasi kondisi dalam labu erlenmeyer,
yaitu pH, suhu, konsentrasi subsrat dan aerasi. Penentuan pH kultivasi merupakan
faktor yang penting untuk pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan
produk metabolitnya. Lloyd dan Nelson (1984) menyatakan bahwa aktivitas
optimum enzim berkisar pada pH pertumbuhan mikrooganisme penghasil enzim
tersebut, sehingga pH optimum aktivitas enzim ini berbeda-beda tergantung
mikroorganisme penghasil enzimnya.
14
1
2
3
Alkalifilik
Neutrofilik
Acidofilik
4
5
6
7
8
10
9
11
12
pH
Gambar 3. Grafik Pengaruh pH Terhadap Pertumbuhan Mikroba
Suhu
berpengaruh
langsung
terhadap
kecepatan
perumbuhan
mikroorganisme, kecepatan sintesis enzim dan kecepatan inaktivasi enzim. Suhu
yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan proses pengeringan protein sehingga
dapat mengakibatkan kematian sel. Sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan aktivitas enzim berkurang dan pertumbuhan mikroorganisme
terganggu (Gambar 4).
Tipe Psirofilik
(Flavobacterium)
0
10
20
Tipe Termofilik
(Thermos)
Termofilik Ekstrim
Tipe Mesofilik
(Thermococcus)
(Eschercia)
30 40
50 60
70 80
90
100
Temperatur (°C)
Gambar 4. Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Mikroba
15
Aerasi berfungsi untuk mempertahankan kondisi aerobik untuk desorpsi
CO2, mengatur temperatur subsrat dan mengatur kadar air. Aerasi juga membantu
menghilangkan sebagian panas yang dihasilkan sehingga temperatur dapat
dipertahankan pada temperatur optimal untuk produksi enzim. Tingkat aerasi
dipengaruhi oleh sifat mikroorganisme. Tingkat O2 yang dibutuhkan untuk
sintesis produk, jumlah panas metabolik yang harus dihilangkan dari bahan yang
mudah menguap harus dihilangkan dan tingka ruang udara yang tersedia didalam
subsrat (Richana, 2000).
Menurut
Poedjiadi
(1994),
bahwa
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi kerja enzim yaitu:
a. Konsentrasi enzim
Kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim bergantung pada
konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan
reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
b. Konsentrasi substrat
Pada konsentrasi enzim yang tetap, pertambahan konsentrasi substrat akan
menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi, pada batas konsentrasi tertentu tidak
terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Untuk
dapat terjadi kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak antara enzim
dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang
disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini
hanya akan menampung substrat sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar,
makin banyak substrat yang akan berhubungan dengan enzim pada bagian aktif
16
tersebut. Dengan demikian kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini
menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi.
c. Suhu
Suhu dapat berpengaruh terhadap reaksi kimia, demikian pula reaksi
enzimatis. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada
suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Enzim adalah
suatu
protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi.
Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan
dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan
reaksinya pun akan menurun.
d. Pengaruh pH
Salah satu faktor yang mempengaruhi aktifitas enzim adalah pH.
Aktivitas enzim bervariasi dengan adanya perubahan pH, karena ion H+ yang ada
dalam larutan berpengaruh pada bagian katalitik enzim sehingga menyebabkan
terjadinya peubahan struktur konformasi enzim (Dennison, 2002).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo, mulai bulan Oktober 2015
sampai Maret 2016. Identifikasi isolat terpilih (pewarnaan gram dan morfologi
bakteri) dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Halu Oleo.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik (Acis),
autoklaf (Wiseclave), waterbath (HWS24), lemari pendingin (SHARP), pipet
mikro (DRAGON ONEMED), mistar, spidol, tabung eppendorf, jarum ose, tip,
cawan petri (Pyrex), gelas ukur (Pyrex) , gelas kimia (Pyrex), labu takar (Pyrex),
erlenmeyer (Pyrex), corong (Pyrex), batang L, spatula, dan pipet ukur, batang
pengaduk, hot plate, Oven (Memmert), Filler, Termomete, Spektrofotometer UVVis.
2. Bahan
Bahan yang digunakan yaitu air sungai Pohara, spritus, Alkohol, Medium
LB (Luria Bertani) (Pepton 0,4%, Yeast Extract 0,25%, NaCl 0,5%, Akuades,
MgSO4.7H2O 0,3%,), Medium NA (Nutrien agar) Reagen pewarnaan gram
(kristal violet, aquades, yodium, etanol, safranin), kaldu karbohidrat (glukosa,
sukrosa, laktosa, maltosa, manitol, BTB (Brom Timol Blue), kaldu methyl redVoges Proskauer (MR-VP) (Pepton 0,7% (b/v), dekstrosa 0,5% (b/v), dan
17
18
KH2PO4 0,5% (b/v)), media SIM (pepton 30 g/L, beef extract 3 g/L, ferro
ammonium sulfat 0,2 g/L, natrium tiosulfat 0,025 g/L, dan agar 3 g/L), kulit
udang, NaOH 3,5 %, aseton teknis 360 mL, akuades, HCl), medium koloidal kitin
(HCl pekat, NaOH 12 N) dan medium kitin (koloidal kitin, KH2PO4,
MgSO4.7H2O, NaCl, (NH4)2SO4, yeast extract dan agar), reagen schales
(K3[Fe(CN)6] 0,125 gr dan Na2CO3 0,5 M), kasa, kapas steril, alumunium foil,
kertas saring, kertas pH dan tisu.
C. Metode Penelitian
1. Pengambilan Sampel Mikroba
Sampel mikroba diambil dari air sungai Pohara Konawe Sulawesi
Tenggara pada bagian tengah dan pinggir sungai yang dekat dengan pembuangan
cangkang pokea. Pengambilan sampel dilakukan pada 6 titik berbeda namun
terlebih dahulu dilakukan pengukuran parameter suhu dan pH. Selanjutnya,
sampel tiap titik dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilisasi dan dibawa
ke Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Halu oleo.
2. Pembuatan Koloidal Kitin
Koloidal kitin dibuat dengan melarutkan 5 gram bubuk kitin dalam 75 mL
HCl pekat, lalu diaduk selama 1 jam. Kemudian ditambahkan akuades sebanyak
500 mL, larutan kemudian disaring untuk diambil residu, dicuci dengan akuades
sampai pH koloid kitin menjadi 3,5 (Hsu dan Lockwood, 1975).
3. Pembuatan Medium Kitin
Medium kitin yang dimodifikasi yaitu dengan mencampurkan koloidal
kitin 2 gram, KH2PO4 0,1 g, MgSO4.7H2O 0,01 g, NaCl 3 g, (NH4)2SO4 0,7 g,
19
yeast extract 0,05 g dan agar 2 g dalam 100 mL akuades, larutan kemudian
dihomogenkan dengan magnetik stirrer dan dipanaskan hingga larut kemudian
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Medium yang telah
steril tersebut kemudian dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan hingga
mengeras (Park et al., 2000).
4. Isolasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik
Sampel air dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 3 mL. Kemudian
ditambahkan media LB cair sebanyak 1 mL dan diinkubasi selama 48 jam.
Selanjutnya diinokulasi dengan teknik pour plate pada media LB padat yang
mengandung koloidal kitin. Bakteri pada sampel air yang sudah diinokulasi pada
media tersebut selanjutnya diinkubasi pada suhu 27°C selama 48 jam.
5. Karakterisasi Bakteri Kitinolitik
a. Uji Morfologi
1. Pewarnaan Gram
Kaca penutup dan kaca obyek dibersihkan dengan alkohol hingga bebas
lemak, kemudian dilewatkan di atas nyala lampu spritus. Diambil secara aseptik
sebanyak satu ose isolat bakteri dan diletakkan pada kaca obyek seluas ± 1 cm2
kemudian dilakukan fiksasi di atas nyala lampu spritus. Diteteskan zat warna
dasar (kristal violet) sebanyak 2 tetes dan didiamkan selama 1 menit. Setelah itu
dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan. Apusan kemudian ditetesi dengan
larutan lugol iodine dan didiamkan selama 1 menit. Setelah kering, dicuci dengan
larutan peluntur (alkohol 96%) selama ± 30 detik. Selanjutnya dicuci dengan air
mengalir
lalu
dikeringkan.
Setelah
kering
diberi
larutan
zat
warna
20
pembanding/penutup (safranin) selama 2 menit dan dicuci dengan air mengalir
lalu dikeringkan. Setelah itu diamati dengan mikroskop, bakteri Gram positif
tampak berwarna biru keunguan sedangkan Gram negatif berwarna merah (Lay,
1994).
b. Uji Biokimia
1.
Uji Fermentasi Karbohidrat
Uji fermentasi karbohidrat dapat dilakukan dengan menyiapkan kaldu
karbohidrat 1% yaitu glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa, dan manitol. Kaldu
karbohidrat yang mengandung BTB (Brom Timol Blue) dimasukan dalam tabung
reaksi. Biakan bakteri diinokulasi pada media salanjutnya diinkubasi pada suhu
27°C selama 24 jam. Uji positif, bila terjadi pembentukan asam (kaldu berubah
menjadi warna kuning) (Lay, 1994).
2.
Uji Metil Merah
Uji Metil merah dapat dilakukan dengan menyiapkan kaldu methyl red-
Voges Proskauer (MR-VP) (Pepton 0,7% (b/v), dekstrosa 0,5% (b/v), dan
KH2PO4 0,5% (b/v)). Biakan bakteri kemudian diinokulasikan kedalam kaldu
MR-VP dan diinkubasi pada suhu 27ºC selama 72 jam. Hari berikutnya
ditambahkan reagen Metil merah. Hasil uji positif bila berwarna merah, dan jika
warna kaldu berwarna kuning maka hasil uji negatif (Lay, 1994).
3.
Uji Sitrat
Biakan diinokulasi pada media Simmon sitrat agar ((NH4)2PO4 0,1% (b/v),
KH2PO4 0,1% (b/v), NaCl 0,5% (b/v), Na-Sitrat 0,2% (b/v), MgSO4 0,02% (b/v),
BTB 0,08% (b/v), Agar 3% (b/v)) dengan inokulum yang tipis, kemudian
21
diinkubasi pada suhu 27°C selama 48 jam. Jika terjadi perubahan warna hijau
menjadi biru menunjukan hasil uji positif (Lay,1994).
4.
Uji Katalase
Biakan ditumbuhkan pada media Nutrien Agar (NA) dengan cara
ditotolkan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu optimum kemudian
ditambahkan reagen H2O2 3%. Uji positif ditandai dengan pembentukan
gelembung udara pada biakan dan di sekitarnya (Lay, 1994).
5.
Uji Hidrogen Sulfida (H2S)
Uji produksi H2S dilakukan dengan menginokulasi biakan bakteri ke
media SIM (pepton 30 g/L, beef extract 3 g/l, ferro ammonium sulfat 0,2 g/L,
natrium tiosulfat 0,025 g/L, dan agar 3 g/L) selama 24-48 jam pada suhu
optimum. Uji positif dengan terbentuknya endapan hitam (Lay,1994).
6. Optimasi Kondisi Produksi Enzim Kitinase
a. Konsentrasi Substrat Optimum
Isolat kitinolitik dimasukkan kedalam media LB cair dengan ditambah
koloidal kitin berbagai konsentrasi yang berbeda (0,02-0,14% (b/v)), selanjutnya
diinkubasi selama 48 jam, kemudian diuji aktivitas enzimnya dengan metode
schales menggunakan spektrofotometer UV-Vis panjang gelombang 584 nm
(Wulandari dan Herdyastuti., 2013).
b. Suhu Optimum
Dilakukan uji aktivitas kitinase pada suhu yang berbeda-beda, yaitu 27, 30,
37, 40 dan 50°C, selanjutnya diinkubasi selama 48 jam, kemudian diuji aktivitas
22
enzimnya dengan metode schales menggunakan spektrofotometer UV-Vis
panjang gelombang 584 nm
c. pH Optimum
Isolat kitinolitik ditumbuhkan pada media LB cair dengan waktu inkubasi
16-18 jam. Setelah bakteri tumbuh, dimasukkan ke dalam media LB cair dengan
ditambah koloidal kitin yang maksimal dan pH yang berbeda (3-8). Diinkubasi
selama 48 jam, kemudian diuji aktivitas enzimnya dengan metode schales
menggunakan spektrofotometer UV-Vis panjang gelombang 584 nm (Wulandari
dan Herdyastuti, 2013).
7. Pengukuran Aktivitas Enzim (Imoto dan Yagashita, 1971)
Campuran tersebut kemudian disentrifugasi 10000 rpm selama 4 menit.
Selanjutnya 500 µL filtratnya diambil, ditambahkan 500 µL akuades dan 1 mL
pereaksi schales, dipanaskan selama 10 menit untuk menghentikan aktivitas enzim
dan setelah dingin diukur absorbansinya pada panjang gelombang 584 nm. Nasetilglukosamin sebagai kurva standar.
8. Analisis Data
a. Penentuan Indeks Kitinolitik
Penentuan indeks kitinolitik (IK) dilakukan dengan cara mengukur
diameter zona bening yang terbentuk disekitar koloni bakteri, kemudian
dibagi dengan diameter koloni yang tumbuh (Tresnawati et al., 2006).
Indeks Kitinolitik = Diameter Zona Bening - Diameter Koloni
Diameter Koloni
23
b. Penetuan aktivitas kitinase
Aktivitas enzim kitinase dihitung berdasarkan data N-asetilglukosamin
relatif sebagai mg N-asetilglukosamin yang dihasilkan per mL filtrat enzim
dengan menggunakan rumus :
dimana, A
= aktivitas enzim kitinase (Unit/mL)
[N-asetilglukosamin]
= kadar n-asetil hasil hidolisis (mg/L)
B.M N-asetilglukosamin = Berat molekul N-asetilglukosamin (g/mL)
t
Satu
= Waktu inkubasi (menit)
unit aktivitas kitinase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
diperlukan untuk melepas 1µmol gula pereduksi/menit atau setara dengan 1 µmol
n-asetilglukosamin/menit. Penentuan kadar n-asetilglukosamin hasil hidrolisis
oleh enzim kitinase didasarkan pada kurva larutan standar n-asetilglukosamin dan
diukur serapannya setelah penambahan Schales secara spektrofotometri pada
panjang gelombang 584 nm (Richana, 2002).
9.
Pembuatan Kitin
Proses isolasi kitin dilakukan sesuai metoda Hang (Fahmi, 1997). Isolasi
kitin dari kulit udang meliputi tahap deproteinisasi, demineralisasi dan
dekolorisasi.
a. Deproteinase
Kulit udang yang telah dibersihkan dan dikeringkan, diperkecil ukurannya
kemudian ditimbang sebanyak 45 gram. Setelah itu, kulit udang dipanaskan
hingga suhu diatas 100ºC menggunakan pelarut NaOH 3,5% yaitu sebanyak 420
24
mL yang dilengkapi dengan pengaduk, termometer dan diletakkan diatas
penangas air. Pemanasan ini bertujuan untuk proses penghilangan kalsium
karbonat yang berlangsung selama 3 jam dengan pengadukan terus-menerus.
Kemudian dicuci beberapa kali dengan air bersih sampai pH netral dan
dikeringkan pada suhu 50ºC selama 12 jam.
b. Demineralisasi
Kitin kasar hasil deproteinasi sebanyak 25 gram dimasukkan dalam gelas
kimia 1000 mL. Kemudian sempel ditambahkan HCl sebanyak 375 mL kemudian
dilakukan pengadukan tanpa proses pemanasan selama 1 jam. Setelah itu,
dilakukan penyaringan sehingga diperoleh residu dan filtrat. Terjadinya
pemisahan mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas CO2 yang berupa
gelembung-gelembung udara pada saat larutan HCl ditambah ke dalam sampel.
Residunya dicuci dengan akuades sampai pH netral. Kemudian residu dikeringkan
dalam oven pada suhu 60oC selama 24 jam, sehingga diperoleh kitin kering.
c. Dekolorisasi
Kitin yang telah didemineralisasi kemudian didekolorisasi dengan cara
merendamnya dengan larutan aseton teknis sebanyak 360 mL atau sampai seluruh
kitin telah terendam. Proses perendaman berlangsung selama 7 jam. Setelah
proses perendaman, kitin tersebut terlebih dahulu dicuci dengan air mengalir
hingga pH netral. Kemudian dikeringkan di udara terbuka.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sampel air sungai Pohara
Sungai pohara merupakan salah satu sungai yang terletak di Kecamatan
Sampara, Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Lokasi ini berada kurang lebih
23 kilometer arah utara Kota Kendari. Pengambilan sampel air dilakukan pada
enam titik di sekitaran sungai Pohara. Sampel mikroba yang diperoleh diharapkan
mampu mewakili keanekaragaman mikroba di sungai Pohara. Data kondisi pada
titik sampling ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kondisi Pada sumber air Sungai Pohara
No.
Sampel
1
T1
2
3
4
5
6
T2
T3
T4
T5
T6
Titik Pengambilan
Sampel
Pembuangan cangkang
pokea
±1 meter dari T1
±1,5 meter dari T2
±1 meter dari T3
±3 meter dari T4
±1,5 meter dari T5
pH
Suhu (ºC)
7
27
7
7
7
7
7
27
27
27
27
27
B. Isolasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik
Isolasi dan pemurnian bakteri telah dilakukan dari enam titik tempat
pengambilan sampel air sungai Pohara. Skrining dilakukan untuk menentukan
bakteri yang memiliki aktivitas kitinase tertinggi berdasarkan diameter zona
bening pada media yang mengandung kitin.
Komposisi media pertumbuhan bakteri yaitu pepton dan Yeast extract yang
berfungsi sebagai sumber asam amino, nukleotida, vitamin dan juga sumber
karbon. Mineral yang harus ada dalam media pertumbuhan yaitu NaCl yang
berfungsi sebagai sumber natrium, MgSO4.7H2O sebagai kofaktor enzim , CaCl
25
26
sebagai sumber kalsium, agar sebagai agen pemadat, penambahan koloidal kitin
dalam media berfungsi sebagai substrat untuk enzim kitinolitik.
Terbentuknya zona bening akibat dari aktivitas enzim kitinase yang
terbentuk keluar sel memecah makromolekul kitin menjadi molekul yang lebih
kecil (Suryadi et al. 2013). Menurut Gohel et al. (2006) aktivitas kitinase secara
kualitatif ditentukan adanya zona bening di sekitar koloni isolat yang tumbuh
pada medium agar kitin. Mikroba yang mampu memproduksi kitinase secara
kualitatif setelah waktu inkubasi tertentu ditandai dengan adanya zona bening
(Suryadi et al. 2014).
Hasil seleksi terhadap kemampuan hidup isolat pada media yang
mengandung substrat koloidal kitin, diperoleh beberapa isolat yang mampu
mendegradasi kitin salah satu yang mempunyai kemampuan yang lebih baik
diambil dan diuji kakterisitik morfologi,uji biokimia dan produksi enzimnya.
Tabel 3. Indeks Kitinolitik Isolat Sungai Pohara
Sampel
Indeks kitinolitik
T1
19,06
T2
10,91
T3
22,31
T4
8,59
T5
8,85
T6
8,11
Hasil penelitian menunjukkan isolat T3 mempunyai indeks kitinolitik yang
besar. Indeks kitinolitik menunjukkan kemampuan degradasi mikroba terhadap
kitin. Semakin banyak enzim yang dihasilkan maka zona bening
semakin luas karena kitin yang terdegradasi semakin banyak.
juga akan
27
C. Karakteristik dan Identifikasi Isolat Terpilih
Identifikasi isolat bakteri dilakukan dengan mengetahui ciri morfologis
dan karakteristik biokimia. Secara morfologis, biakan maupun sel bakteri yang
berbeda dapat tampak serupa, oleh karena itu ciri fisiologi dan biokimiawi
merupakan kriteria yang penting didalam identifikasi spesimen yang tidak
dikenal.
Ciri fisiologi ataupun biokimia merupakan kriteria yang amat penting
didalam identifikasi spesimen bakteri yang tidak dikenal karena secara morfologis
biakan ataupun sel bakteri
yang berbeda dapat tampak serupa, tanpa hasil
pengamatan fisiologis yang memadai mengenai organik yang diperiksa, maka
penentuan spesiesnya tidak mungkin dilakukan. Karakteristik dan klasifikasi
sebagian mikroba seperti bakteri berdasarkan pada reaksi enzimatik ataupun
biokimia. Mikroba dapat tumbuh pada beberapa tipe media yang dapat terdeteksi
dengan interaksi mikroba dengan reagen test yang menghasilkan perubahan warna
reagen (Murray,2005).
Uji fisiologi biasanya identik dengan uji biokimia. Uji-uji biokimia yang
biasanya dipakai dalam kegiatan identifikasi bakteri atau mikroorganisme antara
lain uji katalase, uji methyl red, uji gelatin, uji hidrogen sulfida, uji urease, dan uji
sitrat (Dwidjoseputro, 1994).
1. Pewarnaan Gram
Teknik pewarnaan Gram bertujuan membedakan permeabilitas dinding sel
suatu bakteri. Perbedaan pewarnaan Gram positif dan Gram negatif didasarkan
pada komponen yang terdapat pada dinding sel tersebut. Warna merah dan biru
28
yang tampak pada saat pewarnaan Gram berasal dari permukaan dinding sel
bakteri. Bakteri kelompok Gram positif akan memberikan warna biru pada saat
pewarnaan, sedangkan kelompok Gram negatif akan memberikan warna merah
pada saat pewarnaan Gram (Vanadianingrum, 2008).
Perbedaan reaksi bakteri Gram positif dan Gram negatif terhadap pewarnaan
Gram disebabkan bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang tebal yang akan
menyusut pada saat pembilasan alkohol, sehingga pori-porinya menutup dan
mecegah keluarnya kompleks pewarna primer pada saat pemucatan. Sedangkan
dinding sel bakteri Gram negatif mengandung banyak lipid yang larut dalam
alkohol pada saat pembilasan. Larutnya lipid memperbesar pori-pori dinding sel
dan menyebabkan proses pemucatan berlangsung cepat (cappuccino and Sherman,
1983). Berdasarkan hasil identifikasi morfologi sel bakteri menunjukkan isolat
potensial T3 yang diperoleh memiliki bentuk sel basil dengan sifat gram negatif
(Gambar 5).
Gambar 5. Morfologi bakteri (perbesaran 100x10)
Identifikasi
sifat
isolat
T3
secara
kualitatif
dilakukan
dengan
memfermentasikan bakteri pada berbagai sumber nutrisi sebagai uji biokimia.
Tabel 3 menunjukkan hasil uji biokimia terhadap isolat T3.
29
2. Uji Biokimia
Uji-uji biokimia yang dilakukan antara lain uji fermentasi karbohidrat, uji
methyl red, uji sitrat, uji katalase, uji hidrogen sulfida. Hasil identifikasi secara
biokimia pada isolat T3 dalam memfermentasikan berbagai sumber nutrisi
ditunjukkan pada (Tabel 3). Uji fermentasi karbohidrat bertujuan untuk
mengetahui kemampuan bakteri dalam memfermentasikan berbagai karbohidrat.
Kemampuan tersebut ditandai dengan adanya produksi asam organic (asam asetat,
asam laktat, asam formiat) dan gas (karbondioksida dan hidrogen) (cappuccino
dan Sherman, 1983). Produksi asam organic menyebabkan pH media fermentasi
menurun sebagai indikator bromthymol blue yang terdapat pada media berubah
dari biru menjadi kuning. Hasil akhir fermentasi karbohidrat akan menentukan
sifat mikroba.
Uji fermentasi karbohidrat pada penelitian ini menunjukkan isolat T3
mampu melakukan fermentasi karbohidrat dengan substrat glukosa, maltosa,
sukrosa, laktosa, dan manitol. Hal ini ditandai dengan berubahnya kaldu
karbohidrat dari warna biru menjadi warna kuning.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 4. Uji Biokimia Isolat T3
Jenis Uji
Hasil Uji
Fermentasi Karbohidrat
- Glukosa
Positif
- Maltosa
Positif
- Sukrosa
Positif
- Laktosa
Positif
- Manitol
Positif
Uji Metil merah
Positif
Uji Sitrat
Positif
Uji Katalase
Negatif
Uji Hidrogen Sulfida
Positif
30
Uji Metil merah bertujuan untuk menentukan adanya hasil fermentasi
berupa asam campuran. Beberapa bakteri mampu memfermentasikan glukosa dan
menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam sehingga akan menurunkan pH
pada media pertumbuhannya. Penambahan indikator pH Metil merah dapat
menunjukkan adanya perubahan pH menjadi asam. Bila terjadi fermentasi asam
maka campuran kaldu biakan akan tetap berwarna merah, dan bila tidak terjadi
fermentasi asam maka kaldu berubah menjadi warna kuning setelah penambahan
reagen Metil merah, hal ini dikarenakan indikator metil merah berwarna merah
pada pH asam dan berwarna kuning pada pH netral. Hasil uji Metil merah pada
penelitian ini yaitu terjadi fermentasi asam campuran yang ditandai dengan warna
kaldu tetap warna merah.
Uji sitrat digunakan untuk melihat kemampuan bakteri menggunakan sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan Brom-thymolblue sebagai indikator pH. Bakteri positif dapat menggunakan sitrat sebagai
sumber energi ditandai dengan perubahan warna medium pertumbuhan dari hijau
menjadi biru. Hal ini dapat terjadi karena bakteri memiliki enzim sitrat permease
(Cappucino and Sherman, 1983). Enzim ini berperan sebagai pembawa sitrat dari
luar sel kedalam sel. Sitrat yang telah berada di dalam selakan masuk kedalam
siklus Krebs, karena sitrat merupakan intermediet utama pada siklus Krebs.
Reaksi selanjutnya pada siklus Krebs, yaitu sitrat akan diubah menjadi asam
oksaloasetat dan asam asetat dengan bantuan enzim sitrase. Asam oksaloasetat
dan asam asetat selanjutnya diubah menjadi asam piruvat dan karbondioksida.
Karbondioksida yang dihasilkan akan bereaksi dengan air dan natrium yang
31
terdapat pada media Simmons citrate agar sehingga membentuk
natrium
bikarbonat. Keberadaan natrium bikarbonat mengakibatkan media bersifat basa
sehingga merubah warna indikator brom thymol blue dari hijau menjadi biru.
Hasil tes penggunaan sitrat pada penelitian ini menunjukkan, isolat T3 memiliki
enzim sitrat permease (Tabel 3)
Katalase merupakan salah satu enzim yang digunakan oleh mikroorganisme
untuk menguraikan hidrogen peroksida. Pada uji katalase yang dilakukan, tidak
terbentuk gelembung gas di sekitar koloni ketika ditambahkan H2O2. Penentuan
adanya katalase diuji dengan larutan H2O2 3%, dimana terbentuk gelembung
udara yang merupakan gas O2 di sekitar koloni jika uji yang dilakukan
memberikan hasil positif (Lay,1994).
H2O2
H2O
Katalase
+
½ O2
Gelembung Udara
Pembentukan H2S oleh mikroorganisme memnunjukan adanya penguraian
asam amino yang mengandung sulfur. Produksi H2S dapat terlihat dengan
menggunakan media yang banyak mengandung polipeptida dan kaya akan asam
amino yang mengandung sulfur dan ion Fe2+. Dalam hal ini, dapat digunakan
media TSIA (Triple Sugar Iron Agar). Pada media ini H2S akan bereaksi dengan
Fe menjadi FeS yang berwarna hitam. Hasil pengujian isolat T3 menunjukkan
adanya endapan hitam yang terbentuk pada media setelah inkubasi.
Berdasarkan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, karakteristik
morfologi dan hasil uji biokimia isolat T3 menunjukkan ciri-ciri dari genus
Aerobacter. Genus Aerobacter umumnya memiliki bentuk sel batang dalam
bentuk tunggal maupun berpasangan. Hal ini sesuai dengan morfologi koloni
32
bakteri yang diperlihatkan pada (Gambar 4). Berikut adalah taksonomi Genus
Aerobacter berdasarkan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (1994).
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Aerobacter
Spesies
: Aerobacter aerogenes
3. Optimasi Produksi Enzim Kitinase
Penentuan substrat, suhu dan pH merupakan faktor penting untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan produk metabolitnya. Sebelum
memproduksi enzim kitinase perlu dilakukan optimasi kondisi yaitu variasi
substrat, suhu, pH dan waktu inkubasi.
Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai
katalis suatu reaksi, karena merupakan suatu protein, enzim ini sangat rentan
terhadap kondisi lingkungan (Hamid et al. 2013). Setiap enzim mempunyai pH
dan suhu tertentu yang menyebabkan aktivitasnya mencapai keadaan optimum
(Brzezinska et al., 2013, Hamid et al., 2013). Kondisi pH dan suhu yang optimum
akan mendukung enzim kitinase dalam melakukan katalisa suatu reaksi dengan
baik (Hamid et al., 2013). pH dan suhu yang kurang sesuai akan mengakibatkan
kerusakan atau tidak aktifnya protein dalam suatu enzim, menyebabkan fungsi
dan aktivitas dari enzim tersebut berkurang (Gurung et al., 2013).
33
Produksi enzim kitinase dilakukan dengan menumbuhkan isolat bakteri
pada media yang mengandung kitin sebagai substrat dan diinkubasi pada waktu,
pH, dan suhu tertentu. Faktor waktu, pH, dan suhu inkubasi perlu dikontrol untuk
mendapatkan produksi enzim yang maksimal (Kamil et al., 2007).
a. Optimasi substrat
Optimasi konsentrasi substrat dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
substrat optimum sehingga menghasilkan aktivitas kitinase tertinggi. Kitin
berfungsi sebagai sumber karbon untuk nutrisi
pertumbuhan bakteri. Kitin
difungsikan untuk mengantar isolat T3 mencapai sel dengan kualitas terbaik,
sehingga ketika diinduksi dengan kitin, sel mensekresi enzim kitinase secara
optimum. Aktivitas kitinase meningkat pada media yang mengandung substrat
dengan konsentrasi 0,02% (b/v) sampai 0,06% (b/v) (Gambar 6). Aktivitas
tertinggi tercapai oleh adanya substrat kitin 0,06% (b/v) pada media, dengan
aktivitas enzim sebesar 0,343 U/mL.
Aktivitas kitinase kemudian menurun pada media yang mengandung
substrat 0,08% sampai 0,14% (b/v). Meningkatnya aktivitas enzim pada
konsentrasi substrat kitin 0,02% (b/v) sampai 0,06% (b/v) menunjukkan nutrisi
yang dibutuhkan bakteri untuk hidup dan melakukan aktivitasnya masih tercukupi
hingga mencapai optimum pada konsentrasi substrat kitin 0,06%. Aktivitas yang
mulai menurun setelah mencapai optimum yaitu pada konsentrasi 0,08% (b/v)
hingga 0,14% (b/v). Penurunan ini dikarenakan konsentrasi substrat terlalu tinggi,
diduga dapat menghambat pertumbuhan isolat T3 dan menyebabkan racun,
sehingga dapat menghambat aktivitas produksi enzim kitinase. Wulandari dan
34
Herdyastuti (2013) mendapatkan bahwa isolat kitinolitik LA 21 dari tambak
udang lamongan memiliki aktivitas enzim sebesar 0,06%.
Gambar 6. Pengaruh Substrat Terhadap Enzim Kitinase
b. Optimasi Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme, kecepatan sintesis enzim dan kecepatan inaktivasi enzim (Knob
dan Carmona, 2008). Menurut Nasran et al, (2003) bakteri kitinolitik dapat
memproduksi enzim kitinase secara optimal pada suhu kamar (28-31ºC), karena
pada suhu ini bakteri sangat cepat melakukan adaptasi pada periode starter dan
menurut Dewi (2008) bakteri kitinolitik termofilik yang berasal dari sumber air
panas tinggi raja dapat memproduksi enzim kitinase pada suhu 70 ºC.
Hasil penelitian menunjukan isolat T3 termasuk bakteri mesofilik karena
mampu hidup pada suhu 30ºC dengan aktivitas enzim 1,327 U/mL (Gambar 7),
suhu tersebut tidak jauh berbeda dengan sumber habitat mikroba yaitu suhu 27ºC.
Penelitian mengenai optimasi produksi enzim kitinase juga telah dilakukan oleh
35
Bhattacharya et al. (2012), yang menyatakan bahwa bakteri kitinolitik Serratia
marcescens memiliki aktivitas produksi enzim maksimal pada suhu 30ºC.
Gambar 7. Pengaruh suhu terhadap enzim kitinase
c. Optimasi pH
Setiap enzim memiliki pH optimum yang berbeda-beda, pH optimum
adalah pH dimana enzim menghasilkan aktivitas tertinggi dalam mengkatalisis
suatu reaksi. Adanya penurunan atau peningkatan aktivitas enzim kitinase setelah
pH optimum disebabkan adanya perubahan keadaan ion enzim dan keadaan ion
substrat. Perubahan kondisi ion enzim dapat terjadi pada residu asam amino yang
berfungsi katalitik mengikat substrat atau residu asam amino yang berfungsi
mempertahankan struktur tersier dan kuartener enzim aktif.
Aktivitas enzim yang mengalami penurunan dapat dipulihkan dengan
merubah kondisi reaksi enzimatik pada pH optimalnya. Pada pH tertentu
perubahan muatan ion pada rantai samping yang dapat terionisasi dari residu asam
amino enzim menjadi terlalu besar sehingga mengakibatkan perubahan struktur
tersiernya. Menurut Imas et al., (1989) pH optimum untuk produksi enzim
36
kitinase dilakukan pada rentang pH 3-8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH
optimum untuk isolat T3 yaitu pH 6 dengan aktivitas sebesar 0,151 U/mL
(Gambar 8). Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh
Purkan et al, (2014), yang menyatakan bahwa bakteri penghasil kitinase
P.pseudomallei memiliki aktivitas kitinase tertinggi tercapai pada pH 6 dengan
aktivitas sebesar 1,776 U/mL dan penelitian Okazaki pada tahun 1995 dengan
menggunakan Streptomyces sp J-13-3, bahwa pH optimum dua kitinase yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut adalah 6,0 (Rahayu, 2000).
Gambar 8. Grafik Optimasi pH Produksi Enzim Kitinase
Gambar 8. Pengaruh pH terhadap enzim kitinase
4. Waktu Produksi Enzim Kitinase
Optimasi waktu produksi dilakukan untuk mengetahui waktu panen yang
tepat selama proses produksi enzim kitinase, dimana isolat T3 menghasilkan
kitinase dengan aktivitas tertinggi. Untuk menentukan waktu optimum, maka
dilakukan produksi enzim pada 0 jam sampai 24 jam dengan selang waktu 2 jam
dilakukan sampling untuk penentuan aktivitas kitinase yang dihasilkan. Aktivitas
kitinase yang diperoleh dari supernatan kultur meningkat pada jam ke 0 sampai 20
37
jam, aktivitas enzim tertinggi berada pada 20 jam yang dinyatakan dengan nilai
aktivitas enzim sebesar 135,37 U/mL dan kemudian menurun pada 20 jam sampai
24 jam (Gambar 9).
Peningkatan aktivitas enzim menunjukkan bahwa semakin banyak substrat
yang terhidrolisis. Aktivitas enzim kitinase terus meningkat dari 2 jam inkubasi
hingga mencapai waktu inkubasi optimum, hal ini dapat terjadi karena pada 2 jam
masih sedikit enzim yang bereaksi dengan substrat dan akan meningkat seiring
dengan peningkatan waktu inkubasi hingga mencapai waktu inkubasi optimum.
Setelah mencapai waktu optimum, aktivitas enzim menurun dikarenakan telah
terjadi akumulasi produk hidrolisis yang selanjutnya dapat menghambat aktivitas
enzim.
Gambar 9. Waktu inkubasi terhadap enzim kitinase
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut.
1. Bakteri kitinolitik asal sungai Pohara memiliki kemampuan yang baik
dalam mendegradasi kitin. Hal ini dibuktikan dengan zona bening dan
indeks kitinolitik sebesar 22,31 cm.
2. Karakteristik bakteri kitinolitik asal sungai Pohara menunjukkan ciri-ciri
berwarna putih, bersifat Gram negatif, bentuk basil dengan genus
Aerobacter.
3. Kondisi optimum enzim kitinase tertinggi pada substrat koloidal kitin
0,06%, suhu 30ºC, dengan pH 6.
b. Saran
1. Perlu dilakukan isolasi dan pemurnian enzim kitinase dari isolat kitinolitik
sungai pohara.
2. Perlu dilakukan optimasi konsentrasi enzim kitinase serta analisis aktivitas
spesifiknya.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
Apriani dan Lisda. 2008. Seleksi Bakteri Penghasil Enzim Kitinolitik Serta
Pengujian Beberapa Variasi Suhu dan pH untuk Produksi Enzim.
Fakultas Mamatematika dan Ilmu Pengatahuan Alam. Departemen
Biologi. Universitas Indonesia: Depok.
Aranaz. I., Ruth., Harris dan Angeles. H. 2010. Chitosan Amphiphilic Derivatives
Chemistry dan Applications. Current Organic Chemistry. 14 : 308 –
330.
Bhattacharya. S., Chakrabortty. S., dan Das. A. 2012. Optimization of Process
Parameters for Chitinase Production by a Marine Isolate of Serratia
marcescens. J. Pharm. Biol. Sci. 2:2, 8-20
Brzezinska MS. Jankiewicz U. Lisiecki K. 2013. Optimization Of Cultural
Conditions for the Production of Antifungal Chitinase by Streptomyces
Sporovirgulis.
Appl
Biochem
Microbiol
DOI:
10.1134/S0003683813020014.
Blondine
Ch.P.. 2005. Pengendalian Vektor Malaria An. maculatus
Menggunakan Bacillus Thuringiensis H-14 Galur Lokal di Kecamatan
Kokap. Kabupaten Kulon Progo. DIY. Jurnal Kedokteran Yarsi. 13 (1):
11-23.
Budiani, A., Santoso, D.A., Susanti, I. Mawardi S., dan Siswanto. 2004. Ekspresi
β -1,3 Glukanase dan Kitinase pada Tanaman Kopi Arabika (Coffea
arabica L.) Tahan dan Rentan Karat Daun. Jurnal Menara Perkebunan.
72 (2): 57-71
Campbell. N.A.. J.B. Reece dan L.G. Mitchell. 2002. Biologi. Terjemahan dari
Biology. Oleh Lestari. R.. E.I.N. Aidil dan N. Anita. Edisi Kelima.
Penerbit Erlangga.
Cappucino. J.G.. dan Sherman. N. 1983. Microbiology: A laboratory Manual.
Addison-Wesley Publishing Company. Inc. Menlo Park. California.
Chauhan M dan Singh P. 2013. Production, Optimization dan characterization of
chitinase enzyme by Bacillus subtilis. AGRIWAYS 1: 5-11.
Cohen-Kupiec R &Chet, I. 1998. The Molecular Biology Of Chitin Digestion,
Curr. Opinion Biothecnol. 331-334.
Darkuni, M. N. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi).
Universitas Negeri Malang.
40
Dennison, C. 2002. A Guide To Protein Isolation. Kluwer Academic Publishers.
New York.
Dewi, I.M. 2008. Isolasi bakteri dan Uji Aktivitas kitinase Termofilik Kasar dari
Sumber Air Panas Tinggi Raja, Simalungan, Sumatera Utara. Tesis.
Universitas Sumatera Utara.
Dudgeon, D. dan B. Morton. 1983. The Population Dynamics dan Sexual
Strategy of Anodonta woodiana (Bivalvia: Unionidae) in Plover Cove
Reservior. Hongkong. JZool.. Lond. 201:11-183.
Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambaran.
Gohel. V., Singh. A., Vimal, M., Ashwini. P., dan Chatpar. H. S. 2006.
Bioprospecting
dan
antifungal
potential
of
chitinolytic
microorganism. African. J. Biotechnol. 5(2):54–72.
Gooday, GW. 1994. Physiology of microbial degradation of chitin and chitosan.
in Ratledge C, editor. Biochemistry of microbial degradation.
Netherlands: Kluwer Academic Publ.p: 279-312.
Gurung. N., Ray. S., Bose. S., dan Rai V. 2013. A broader view: Microbial
enzymes dan their relevance in industries. medicine. dan beyond.
BioMed Research Intl. DOI:10.1155/2013/329121.
Hamid. R., Khan. MA ., Ahmad. M., Ahmad. MM., Abdin. M. Z., Musarrat. J.,
dan Javed. S. 2013. Chitinases: An update. J Pharm Bioallied Sci. DOI:
10.4103/0975-7406.106559.
Haliza, W. dan M.T. Suhartono. 2012. Karakteristik Kitinase dari Mikroba. Balai
Teknologi Pascapanen Pertanian. 8(1).
Hargono, 2008, Pembuatan Kitosan dari Kulit Udang untuk Mengadsorbsi
Logam Tembaga (Cu2+), Jurnal Teknik Kimia, Universitas Dipongoro,
Semarang.
Harman, G. E., C.K. Hayes, M. Lorito, R. M. Broadway, A. Di Pietro, C.
Peterbauer and A. Tronsmo. 1993. Chitinolytic Enzymes of Trichoderma
harzianum: Purification of Chitobiosidase and Endochitinase.
Phytopathology 83: 313-318.
Herdyastuti. N., Raharjo. T.J., Mudasir dan Matsjeh. S. 2009. Chitinase dan
Chitinolytic Mikroorganism: Isolation. Characterization dan Potential.
J. Chem. 9:1. 37-47.
41
Hirano. S. 1997. Chitin Biotechnology Applications. Biotechnol Annu Rev. 2 :
237 – 258.
Hsu. S.C dan Lockwood JL. 1975. Powdered chitin agar as a selective medium for
enumeration of actinomycetes in water dan soil. Applied Microbiology.;
29 (3):422-426.
Imoto, I. dan K, Yagashita. 1971. A Simple Activity Measurement Of
Lisoenzyme. Agric. Biol Chem. 35 : 1154-1156
Johnson, E.L., dan Q.P. Peniston, 1982, Utilization of shellfish waste for
chitin and chitosan production, AI Publishing Company.
Kamil Z.. M. Rizk. M. Saleh dan S. Moustafa. 2007. Isolation dan Identification
of Rhizosphere Soil Chitinolytic Bacteria dan their Potential in
Antifungal Biocontrol. Global Journal of Molecular Sciences 2:2. 57-66.
2007. IDOSI Publications.
Knob, A dan Carmona, E.C. 2008. Xylanase production by Penicillium
Sclerotiorum and its Characterization. World Applied Sciences Journal 4
(2): 277-283.
Koga. D., M. Mitsutomi. M., M. Kono dan M. Matsumiya. 1999. Biochemistry of
Chitinases. Dalam: Jolles. P. dan R.A.A Muzzarelli. 1999. Chitin dan
Chitinases. Birkhauser Verlag. Basel.
Lay., B.W. 1994. Analisis Mikroba dilaboratorium. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Lloyd, N.E dan W.J. Nelson. 1984. Glucose and fructose containing sweeteners
from starch. In Whesler et al. (Eds). Starch. Chemistry and technology.
Academic press. Page : 611659.
Marganov. 2003. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal.
Kadmium. Dan Tembaga) Di Perairan Malaka Pribadi. Laporan
Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Matsumoto, Y., Saucedo-Castaneda, G., Revah, S., dan Shirai K. 2006. Process
Biochemistry. 39:6, 665-671.
Meirina, P. D., Jeyanthi, R.L., Shaimila, S., Anu, Ankita, B., dan Dhiraj, K. 2012.
Identification and Optimization of Cultural Conditions for Chitinase
Production by Bacillus amyloliquefaciens SM3. Journal of Chemical
and Pharmceutical Researh. Vol. 4 (12), 4969-49774.
42
Muharni. 2010. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Kitinase dari Sumber
Air Panas Danau Ranau Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains.
10:06-09.
Mulyono, HAM. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. PT. Bumi
Aksara: Jakarta.
Murray. 2005. Buku Ajar Mikrobiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Muzzarelli, R.A.A. 1985. Chitin : G.O. Aspinal (Ed) The Polysacharides
Academic Press Inc. New York. Vol. 3. pp. 417-450.
Muzzarelli, R.A.A., 1997, Chitin, New York: Pergamon Press, Oxford.
Nasran. S., Ariyani. F., dan Indriat. N. 2003. Produksi Kitinase dan Kitin
Deastilase dari Vibrio harveyi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 9
(5): 33-38.
No. H.K., Lee. S.H., Park. N.Y., dan Meyers. S.P. 2003. Comparison Of
Phsycochemical Binding Dan Antibacterial Properties Of Chitosans
prepared Without Dan With Deprotei Ization process. Journal of
agriculture dan food chemistry 51:7659-7663.
Park, S.H., J. Lee dan H.K. Lee. 2000. Purification And Characterization From A
Marine Bacterium, Vibrio sp. 98CJ11027. The Journal of Microbiology.
Vol. 38 No. 4.
Patil. R.S., Ghormade. V., Mukund. V., dan Deshpande 2000. Chitinolytic
Enzymes: An Exploration. Enzyme dan Microbial Technology.Vol
26. No. 2000. hal 473-483.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Purkan. Azizah. B., Baktir. A., Sumarsih. S. 2014. Eksplorasi Bakteri Kitinolitik
Dari Sampah Organik : Isolasi dan Karaktrisasi Enzim Kitinase.
Departemen Kimia. Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Airlangga.
Richana. N., P. Lestari., A. Thontowi., dan Rosmimik. 2000. Seleksi Isolat
Bakteri Lokal Penghasil ilanase, Jurnal Mikrobiologi Indonesia Vol 5.
No. 2
Rochima. E. 2005. Pemurnian dan Karakterisasi Kitin Deasetilase Termostabil
dari Bacillus papdanayan Asal Kawah Mojang. Jawa Barat. Makalah
Seminar Nasional dan Kongres PA TPI. Jakarta. Hal: 193-209.
43
Saules. Meija. J.E., K.N. Waliszewski., M.A. Garcia dan R. Cruz-camarillo. 2006.
The Use of Crude Shrimp Shell for Chitinase Production by Serratia
marcescens. WF. Food Technol. Biotechnol. Vol. 44 No. 1.
Suryadi Y, Priyatno TP, Susilowati DN, Samudra IM, Yudhistira N,
Purwakusumah ED. 2013. Isolasi dan karakterisasi kitinase asal
Bacillus cereus 11 UJ. J Biol Indon 9 (1): 51-62.
Suryadi Y, Susilowati DN, Lestari P, Priyatno TP, Samudra IM, Hikmawati N dan
Mubarik NR. 2014. Characterization of bacterial UJ. J Biol Indon 9
(1): 51-62.
Suryanto. D. 2005. Eksplorasi Bakteri Kitinolitik: Keragaman Gen Kitinase pada
Berbagai Jenis Bakteri dan Pemanfaatannya. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Toharisman. A., Suhartono. M.T., Spindler. B.M., Hwang. J.K. dan Pyun. Y.R.
2007. Purification dan Characterization of a Thermostable Chitinase
from Bacillus licheniformis MB-2. World J. Microbiol. Biotechnol.21
(5): 730–738.
Vanadianingrum. E.S. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri penghasil enzim
ilanase dari Cairan Rumen Kambing dan Domba dan sumber Air Panas
di Cipanas. Skripsi Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
Wirawan, B., 1987, Imobilisasi Papain (E.C.3.4.22.3) pada Kitin Kulit Udang
dan Penggunaan sebagai pencegah “Haze” pada Bir [Kripsi], Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Intitut Pertanian Bogor.
Wulandari. H., dan Herdayastuti. N. 2013. Optimasi Pertumbuhan Isolat
Kitinolitik LA 21 yang Diisolasi dari Tambak Udang Lamongan. UNESA
Journal of Chemistry Vol. 2. No. 2.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Kecamatan Sampara, Konawe, Sulawesi Tenggara
Tempat pengambilan
sampel
Denah Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai Pohara
Keterangan :
: titik pengambilan sampel air
: jarak dari sampel ke sampel
: jarak sampel dari pinggir sungai pohara
44
45
Lampiran 2. Gambaran Umum Penelitian
Sampel Air dari Sungai Pohara
Sulawesi Tenggara
Isolasi dan Seleksi bakteri
Kitinolitik
Identifikasi Isolat Terpilih
Identifikasi
Karakteristik
Mikroskopi
 Uji Bakteri
Gram +/ Bentuk Sel
Optimasi Produksi
Enzim
Karakteristik Sifat
Biokimia
 Uji Katalase
 Uji Fermentasi
Karbohidrat
 Uji Sitrat
 Uji Methyl Red
 Uji H2S
 Substrat Optimum
 Suhu Optimum
 pH Optimum
46
Lampiran 3. Diagram Alir Pengambilan Sampel, Isolasi dan Seleksi Bakteri
Kitinolitik, Uji Mikroskopi dan Biokimia
1.
Pengambilan Sampel
Sampel air
-
Ditentukan pH dan suhunya
Diambil pada 6 titik berbeda
Dimasukan dalam botol steril
Hasil
2.
Isolasi Bakteri
a. Inokulasi Sampel pada Media Luria Bertani (LB) Cair
Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
-
Titik 5
Titik 6
dimasukan ke dalam 6 botol ampul
masing-masing 3 mL
ditambahkan 1 mL media LB cair
diinkubasi pada suhu 27˚C Selama
48 jam
Hasil Pengamatan
47
b. Seleksi Bakteri dari Sampel Air Sungai Pohara
Kultur bakteri dalam
media LB cair
-
diambil 20 µL
disebar pada cawan petri berisi media agar selektif
kitinase
diinkubasi selama 48 jam
Kultur bakteri
kitinolitik
-
diuji pada media koloidal kitin 2%
diinkubasi selama 48 jam pada suhu 27°C
diamati zona bening yang terbentuk
Bakteri kitinolitik
terpilih
Karakterisasi
Uji mikroskopi
Uji Fermentasi Karbohidrat
Uji Biokimia
Uji Katalase
Uji H2S
Uji Sitrat
Uji Metil Merah
48
3. Uji Morfologi dan Uji Biokimia
a. Pewarnaan Gram
Isolat Bakteri
-Diambil 1 ose
-Dioleskan pada kaca objek steril
-Difiksasi di atas lampu spiritus
-Diteteskan zat Kristal violet sebanyak 2 tetes
dan didiamkan 1 menit
-Dicuci dengan air, lalu dikeringkan
-Ditesi dengan lugol iodin dan didiamkan 1
menit, lalu dikeringkan
-Dicuci dengan alkohol 96 % ± 30 detik
-Dicuci dengan air lalu dikeringkan
-Diberi larutan safranin dan didiamkan 2 menit
lalu dikeringkan.
Preparat
-
Diamati di bawah mikroskop
Disterilkan sifat gramnya
Hasil Pengamatan
b. Uji Fermentasi Karbohidrat
Kaldu Karbohidrat 1%
-
Dimasukan ke dalam tabung reaksi
Diionokulasi biakan bakteri pada media
Diinkubasi pada suhu 27ºC selama 48 jam
Diamati perubahan warna yang terjadi
Hasil Pengamatan
49
c. Uji Metil Merah
Biakan bakteri
-
Diinokulasi kedalam kaldu MR-VP
Diinkubasi pada suhu 27˚C selama 48 jam
Ditambahkan reagen Metil Merah dihari
berikutnya
Diamati perubahan warna yang terjadi
Hasil Pengamatan
d. Uji Sitrat
Biakan bakteri
-
Diinokulasi pada media Simon Sitrat dengan
inokulum yang tipis
Diinkubasi pada suhu 27˚C selama 48 jam
Diamati perubahan warna yang terjadi
-
Hasil Pengamatan
e. Uji Katalase
Biakan bakteri
-
-
ditumbuhkan pada media Nutrien Agar (NA)
dengan cara ditotolkan diinkubasi pada suhu 27˚C
selama 48 jam
Ditambahkan reagen H2O2 3%
Diamati perubahan yang terjadi
Hasil Pengamatan
50
f. Uji Hidrogen Sulfida (H2S)
Biakan bakteri
-
Diinokulasi kemedia SIM
Diinkubasi pada suhu 27˚C selama 48 jam
Diamati perubahan yang terjadi
Hasil Pengamatan
51
Lampiran 4. Pembuatan Koloidal Kitin
Bubuk Kitin
- dimasukkan ke dalam gelas kimia 1000 mL
sebanyak 5 gram
- ditambahkan 75 mL HCl pekat
- diaduk selama 1 jam
- ditambahkan akuades sebanyak 500 mL
- disaring
Residu
- Dicuci dengan akuades sampai
pH 3,5
Endapan: Koloidal kitin
Filtrat
52
Lampiran 5. Pembuatan Medium Kitin
Koloidal Kitin 2%
-
dimasukkan kedalam erlenmeyer
dimasukkan akuades sebanyak 100 mL
ditambahkan KH2PO4 0,1 g
ditambahkan MgSO4.7H2O 0,01 g
ditambahkan NaCl 3 g
ditambahkan (NH4)2SO4 0,7 g
ditambahkan yeast extract 0,05 g
ditambahkan agar 2 g
dipanaskan sambil dihomogenkan dengan magnetic stirer
hingga larut
- disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit
- dituang kedalam cawan petri
- dibiarkan memadat
Medium Kitin
53
Lampiran 6. Pembuatan Medium
1. Medium Luria Bertani (LB) cair
30 ml akuades
- dimasukan dalam erlenmeyer
- ditambahkan pepton 0,15 gr
- ditambahkan yeast extract 0,075 gr
- ditambahkan NaCl 0,15 gr
- ditambahkan MgSO4.7H2O 0,09 gr
- ditambahkan CaCl2, 0,003 gr
- disterilisasi dalam autoklf pada suhu
121 °C selama 15 menit.
Medium LB
Hasil Sterilisasi
- Didinginkan
- Dimasukkan isolat sebanyak 200 µL
- Diinkubasi selama 48 jam
Medium LB
54
Lampiran 9. Optimasi Kondisi Produksi Enzim Kitinase
a. Substrat Optimum
0,5 mL Isolat Bakteri
- ditumbuhkan pada media LB cair modifikasi
dengan konsentrasi (0,02-0,14 %)
- diinkubasi selama 48 jam pada suhu 27ºC
- di uji nilai Optical Density (OD) pada
spektrofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang 584 nm.
Substrat Optimum Enzim
b. Suhu Optimum
0,5 mL Isolat Bakteri
- ditumbuhkan pada media cair LB yang mengandung
substrat optimum
- di variasikan suhu pertumbuhannya yaitu 27, 30, 37,
40 dan 50°C selama 48 jam
- diukur aktivitasnya dengan spektrofotometer pada λ
584 nm menggunakan larutan standar N-asetil
glukosamin
Suhu Optimum Enzim
c. pH Optimum
0,5 mL isolat bakteri
- ditumbuhkan pada media cair LB yang mengandung
substrat optimum dengan variasi pH 3 - 8
- diinkubasi pada suhu optimum yang didapatkan dari hasil
optimasi produksi enzim selama 48 jam
- diukur aktivitasnya menggunakan spektrofotometer pada λ
584 nm dengan larutan standar N-asetil glukosamin
pH Optimum Enzim
55
Lampiran 10. Pengukuran Aktivitas Enzim
200 µL ekstrak kasar enzim
- ditambahkan 200 µL substrat kitin 0,3 %
- ditambahkan 200 µL buffer pH 7
- diinkubasi selama 30 menit suhu optimum
- disentrifugasi 10000 rpm selama 4 menit
- dipisahkan
Filtrat
-
diambil 500 µL
ditambahkan 500 µL akuades
ditambahkan 1 mL pereaksi Schales
dipanaskan selama 10 menit
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 584 nm.
N-asetilglukosamin sebagai kurva standar
Aktivitas Enzim
Residu
56
Lampiran 12. Diagram Pembuatan Kitin Dari Kulit Udang
a. Deproteinasi
Kulit udang
- dibersihkan dan dikeringkan
- ditimbang sebanyak 45 gram
- dipanaskan hingga suhu diatas 100ºC dengan pelarut
NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10 (b/v) selama 3 jam
- dicuci beberapa kali dengan air mengalir sampai pH netral
- dikeringkan pada suhu 50ºC selama 12 jam
Kulit udang deproteinasi
b. Demineralisasi
Kulit udang deproteinasi
- diambil sebanyak 25 gram
- dimasukkan ke dalam gelas kimia 1000 mL
- ditambahkan HCl sebanyak 375 mL dengan perbandingan
1:15 (b/v)
- diaduk tanpa proses pemanasan selama 1 jam
- disaring
Filtrat
Residu
-
dicuci dengan akuades hingga pH netral
dikeringkan pada suhu 60°C selama 24 jam
Kulit udang demineralisasi
57
c. Dekolorisasi
Kulit udang demineralisasi
- direndam dengan aseton teknis sebanyak 360 mL selama 7
jam
- dicuci dengan air mengalir hingga pH netral
- dikeringkan di udara terbuka
Kitin
58
Lampiran 13. Pembuatan Media dan Larutan
1. Pembuatan Media LB Cair 30 mL (Park et al., 2000).
Bahan :
 Pepton: 0,15 g
 Yeast Extract : 0,075 g
 NaCl : 0,15 g
 MgSO4.7H2O : 0,09 g
 CaCl : 0,003 g
 Pelarut : akuades
2. Pembuatan Media LB Padat Modifikasi 120 mL (Park et al., 2000).
Bahan :
 Koloidal Kitin : 2,4 g
 KH2PO4 : 1,2 g
 MgSO4.7H2O : 0,012 g
 NaCl : 3,6 g
 Yeast Extract : 0,06 g
 Ammonium Sulfat : 0,84 g
 Agar
: 3,36 g
 Pelarut : akuades
59
3. Pembuatan Larutan Standar N-asetilglukosamin
Bahan :
 N-asetilglukosamin murni : 10 mg
 Akuades
: 10 ml

= 1000 ppm

Untuk konsentrasi 2,5 µg/mL
Contoh : 5 µg/mL. V1 = 2,5 µg/mL . 10 mL
V1 = 25/5 = 5 mL
4. Pembuatan Buffer pH (Mulyono, H.A.M, 2006)
 Larutan buffer Kalium Hidrogen Ptalat (KHP) – Hidrogen Clorida
(HCL)
 Larutan A (KHP):
Timbang 5,11 gram KHP dimasukan kedalam labu takar 250 mL ¼ labu,
dan homogenkan; tambah lagi akuades sampai tanda batas.

Larutan x (HCl 0,1 M) :
Dipipet 0,82 mL HCl 0,1 M dimasukan kedalam labu takar 100 mL ¼
labu, dan homogenkan; tambah lagi akuades sampai tanda batas.
pH
3,00
3,50
4,00
A (50 mL) +
x (mL)
y (mL)
22,3
27,7
8,2
41,8
1,0
49,0
Keterangan: A = larutan KHP
X = larutan HCl 0,1 M
60
 Larutan buffer Kalium Hidrogen Ptalat (KHP)–Natrium Hidroksida
(NaOH)
 Larutan x (NaOH 0,1 M)
Dipipet 7,51 mL NaOH 0,1 M dimasukan kedalam labu takar 100 mL ¼
labu, dan homogenkan; tambah lagi akuades sampai tanda batas.
A (50 mL) +
x (mL)
y (mL)
22,6
27,4
pH
5,00
Keterangan : A = Larutan KHP
X = Larutan NaOH 0,1 M
Y = Akuades
 Larutan buffer Kalium Dihidrogen Fosphat (KH2PO4)- Natrium
Hidroksida (NaOH)
 Larutan A (KH2PO4)
Ditimbang 1,361 gram KH2PO4 dimasukan kedalam labu takar 100 mL ¼
labu, dan homogenkan; tambah lagi akuades sampai tanda batas.
pH
6,00
7,00
8,00
A (50 mL) +
x (mL)
y (mL)
5,6
44,4
29,1
20,9
46,1
3,9
61
5. Pembuatan Larutan Schales (Imoto dan Yagashita, 1971)
Ditimbang 13,25 g Na2CO3 dimasukkan kedalam dimasukkan labu takar
250 mL ¼ labu, dan homogenkan kemudian ditambahkan 0,125 g K3[Fe(CN)6];
tambah lagi akuades sampai tanda batas.
62
Lampiran 14. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Aktivitas Bakteri Kitinolitik Metode Difusi Sumur
Sampel
Diameter zona
bening (cm)
9,53
5,46
11,16
4,3
4,43
4,06
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Diameter koloni
Contoh Perhitungan :
= 2231 mm atau 22,31 cm.
2. Kurva Standar N-Asetilglukosamin (λ 584)
Konsentrasi
(µg/mL)
Absorbansi
2,5
0.011
5
0.018
7,5
0.023
10
0.027
12,5
0.032
15
0.036
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Indeks kitinolitik
(cm)
19,06
10,91
22,31
8,59
8,85
8,11
63
3. Optimasi Substrat Enzim Kitinase (λ 584)
Konsentrasi
Substrat
Absorbansi
Aktivitas Enzim (U/mL)
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0,14
0,403
0,360
0,444
0,373
0,341
0,335
0,340
0,311
0,277
0,343
0,288
0,262
0,039
0,039
Contoh Perhitungan :
Absorbansi = 1,696
Y
= 0,002 X + 0,007
0,444 = 0,002 X + 0,007
X = 218,5 mg/mL
= 0,311 µmol/menit.mL
= 0,311 U/mL
64
4. Optimasi Suhu Enzim Kitinase (λ 584)
Suhu (ºC)
27
30
37
40
50
Contoh Perhitungan :
Absorbansi = 1,696
Y
= 0,002 X + 0,007
1,696 = 0,002 X + 0,007
X = 844,5 mg/mL
= 1,327µmol/menit . mL
= 1,327 U/mL
Absorbansi
0,978
1,696
1,551
1,512
0,764
Aktivitas Enzim (U/mL)
0,763
1,327
1,213
1,182
0,593
65
5. Optimasi pH Enzim Kitinase (λ 584)
pH
Absorbansi
3
4
5
6
7
8
Contoh Perhitungan :
Absorbansi = 0,199
Y
= 0,002 X + 0,007
0,199 = 0,002 X + 0,007
X = 96 mg/mL
= 0,151 µmol/menit.mL
= 0,151 U/mL
0,076
0,077
0,110
0,199
0,040
0,065
Aktivitas Enzim
(U/mL)
0,054
0,055
0,081
0,151
0,026
0,046
66
6. Penentuan Kurva Pertumbuhan Optimasi produksi Enzim Kitinase
Waktu Inkubasi
(Jam)
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Contoh Perhitungan :
Absorbansi = 1,073
Y
= 0,002 X + 0,007
1,073 = 0,002 X + 0,007
X = 533 mg/mL
= 80,392 µmol/menit.mL
= 80,392 U/mL
Absorbansi
0,470
0,544
0,620
0,778
1,003
1,073
1,330
1,593
1,686
1,802
1,706
1,631
Aktivitas Enzim
(U/mL)
32,202
40,498
46,229
58,145
75,113
80,392
99,774
119,608
126,621
135,37
128,13
122,474
67
Lampiran 15. Dokumentasi
1.
Pengambilan Sampel Air di Sungai Pohara Konawe Sulawesi Tenggara
Titik 1
Titik 3
Titik 5
Titik 2
Titik 4
Titik 6
68
2.
Skrining Bakteri Air Sungai Pohara
Zona Bening T3
Koloni bakteri
69
3. Identifikasi Bakteri
Fermentasi Karbohidrat
Uji Metil Merah
Uji sitrat
Uji Sitrat
Uji H2S
Uji Katalase
70
4. Optimasi Produksi Enzim Kitinase
Optimasi Substrat
Optimasi Substrat
Optimasi Suhu
Optimasi pH
71
5. Pembuatan Koloidal Kitin
Kitin
Kitin + HCl + Air
Kitin + HCl
Koloidal Kitin
Download