BAB I PENDAHULUAN Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA) yang disertai elevasi segmen ST. Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Berbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya PJK, mulai dari teknik non invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasif seperti arteriografi koroner. Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA dengan ditemukannya ketinggian (elevasi) segmen ST dan adanya gelombang Q patologis. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kumpulan gejala dan tanda iskemia miokard yang terdiri dari angina tak stabil, infark miokard tanpa elevasi ST dan infark miokard dengan elevasi ST. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. ANAMNESIS Tingkat dimana arteri koroner tersumbat biasanya berkorelasi dengan gejala yang timbul dan variasi dalam marker jantung serta temuan elektrokardiografi. Angina, atau nyeri dada, terus dianggap sebagai gejala klasik SKA. Pada angina tidak stabil, nyeri dada biasanya terjadi baik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan hasilnya adalah terbatasnya kegiatan. Nyeri dada yang berhubungan dengan NSTEMI biasanya durasinya lebih panjang dan rasa nyeri dada lebih parah dibandingkan dengan angina tidak stabil. Dalam kedua kondisi, frekuensi dan intensitas nyeri dapat meningkat jika tidak diselesaikan dengan istirahat, nitrogliserin, dan dapat bertahan lebih lama dari 15 menit. Nyeri bisa terjadi dengan atau tanpa radiasi ke leher, lengan, punggung, atau daerah epigastrium. Selain angina, pasien dengan SKA juga hadir dengan sesak napas, diaforesis, mual, dan kepala yang terasa ringan. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, tachypnea, hipertensi, atau hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SaO2) atau kelainan irama jantung dapat juga terjadi. Lokasi : substernal, retrosternal dan prekordial Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, ditindih beban berat, ditusuk, dipelintir, dan diperas. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 2 Penjalaran: lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan lengan kanan. Nyeri membaik atau menghilang saat istirahat atau obat nitrat. Faktor pencetus : latihan fisik, emosi, udara dingin dan sesudah makan Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas. Gejala SKA atipikal Banyak wanita hadir dengan gejala atipikal, sehingga diagnosis dan pengobatan tertunda. Pada wanita lebih sering mengalami sesak napas, kelelahan, kelesuan, gangguan pencernaan, dan kecemasan sebelum infark miokard akut dan mungkin tidak ada gejala-gejala penyakit jantung. Ini juga penting bagi dokter untuk menyadari bahwa wanita cenderung mengalami rasa sakit di punggung daripada substernally atau di sisi kiri dada dan tidak mencirikan sebagai rasa sakit, namun mungkin laporan mati rasa, kesemutan, membakar, atau sensasi menusuk, dalam kenyataannya, penelitian terakhir menemukan bahwa, bila dibandingkan dengan laki-laki, wanita yang didiagnosis dengan SKA lebih sering dilaporkan gangguan pencernaan, jantung berdebar, mual, mati rasa di tangan, dan kelelahan atipikal dari nyeri dada. Silent Iskemia Iskemia dapat juga terjadi tanpa tanda-tanda dan gejala-gejala yang jelas. Framingham Heart Study menemukan bahwa 50% pasein yang didiagnosa infark miokard mengalami silent iskemia dan tidak terdapat sama sekali gejala-gejala klasik SKA. Pada populasi saat ini lebih banyak yang mengalami silent iskemia termasuk pasien dengan diabetes mellitus, wanita, lansia, dan pasien dengan riwayat gagal jantung. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat atau lebih lama, mungkin itmbul pada waktu istirahat atau timbul karena aktifitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 3 Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG dilakukan segera pada pasien yang memiliki gejala khas. Jika pemantauan EKG awal tidak ditemukan adanya elevasi ST namun pasien tetap simptomatik maka pasien dipantau secara serial dengan interval setiap 5-10 menit atau secara kontinu. AHA dan ACC merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan EKG 12 lead pada pasien dengan SKA dan segera diinterpretasikan oleh dokter dalam waktu 10 menit setelah kedatangan. Dalam EKG akan dapat dibedakan antara iskemi, injury atau infark miokard; lokasi yang terkena; dan menemukan kelainan yang berkaitan dengan konduksi jantung. Dengan EKG dapat ditemukan gambaran angina tak stabil, atau infark miokard akut tanpa ST elevasi ataupun dengan ST elevasi, depresi segmen ST dan gelombang T terbalik. ST depresi akan kembali menjadi normal setelah nyeri dada atau iskemi hilang, meskipun inversi gelombang T dapat menetap. Dokter juga harus mengecek kembali temuan EKG dan diseuaikan dengan kadar biomarker jantung untuk mebedakan angina tak stabil dengan infark miokard tanpa ST elevasi (NSTEMI). Elevasi ST pada EKG 12 lead ditemukan pada 2 lead yang berurutan merupakan diagnosis untuk infark miokard dengan ST elevasi (STEMI). Pada STEMI, dapat ditemukan inversi gelombang T. perubahan ini dapat menghilang beberapa jam setelah serangan infark miokard. Adanya gelombang Q abnormal pada EKG pada infark miokard merupakan hasil dari perubahan konduktivitas listrik pada sel-sel miokard yang infark. Sekali terdapat gelombang Q abnormal maka akan bertahan secara permanen pada EKG. Gelombang Q abnormal tidak selalu mengindikasikan serangna infark miokard akut, namun dapat juga mengindikasinkan adanya infark miokard lama. Penanda Jantung Penanda jantung yang digunakan yang paling penting untuk diagnosis sindrom koroner akut adalah cTn T dan I serta CKMB. Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan American College of Cardiology (ACC) dianggap terdapat mionekrosis bila cTn T dan I positif dalam 24 jam. cTn tetap positif dalam 2 minggu. CKMB kurang spesifik untuk diagnosis karena ditemukan juga pada otot skelet, tapi berguna untuk diagnosis iskemia akut dan akan meningkat dalam beberapa jam, kembali normal dalam 48 jam. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 4 Peningkatan nilai 2 kali nilai normal menandakan adanya infark miokard. CKMB : meningkat setelah 3 jam, mencapai puncak dalam 10-13 jam dan kembali normal dalam 2-4hari. Troponin : cTn T dan cTn I. meningkat setelah 2 jam, mencapai puncak dalam 10-24 jam, cTn T masih bias dideteksi dalam 5-14 hari, sedangkan cTn I masih dapat dideteksi dalam 5-10 hari. Mioglobin: dapat dideteksi setelah 1 jam dan mencapai puncak dalam 4-8jam Kreatin Kinase : meningkat setelah 3-8 jam, mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. Laktak Dehidrogenase : meningkat setelah 24-36 jam, mencapai puncak dalam 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 5 Menurut Braunwald berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik. Beratnya angina : 1. Kelas I angina yang berat untuk pertama kali atau semakin bertambahnya nyeri dada. 2. Kelas II angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan tapi ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir. 3. Kelas III angina pada waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau berulang dalam waktu 48 jam terakhir. Keadaan klinis : 1. Kelas A angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi atau febris 2. Kelas B angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstra cardiac. 3. Kelas C angina yang timbul setelah seranga infark miokard Intensitas pengobatan : 1. Tak ada pengobatan atau hanya pengobatan minimal. 2. Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi standar 3. Masih timbul serangan angina walaupun telah diberi pengobatan yang maksimum, dengan beta blocker, nitrat, dan antagonis kalsium. Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan antara angina pectoris tak stabil dengan infark miokard tanpa elevasi segmen ST adalah adanya penanda jantung pada pemeriksaan. Diagnosis angina pectoris tak stabil bila pasien memiliki keluhan iskemia tanpa disertai kenaikan penanda jantung seperti troponin dan CK-MB, dengan atau tanpa disertai perubahan EKG untuk iskemia seperti depresi segmen ST atau elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T negative. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 6 PENATALAKSANAAN TERAPI AWAL Terapi awal untuk pasien dengan angina antara lain aspirin, oksigen, nitrogliserin dan morfin sulfat. Biasanya disingkat dengan MONA yaitu singkatan dari morfin, oksigen, nitrogliserin, aspirin (meskipun tidak sesuai dengan urutan yang sebenarnya). Pasien dapat diberikan aspirin dengan dosis 162-325 mg per oral (dapat digerus atau dikunyah) secepat mungkin setelah serangan timbul, kecuali ada kontraindikasi. Aspirin menghambat agregasi trombosit dan vasokonstriksi dengan menghambat produksi tromboksan A2. Aspirin dikontraindikasikan pada pasien dengan ulkus peptikm, kelainan perdarahan, dan alergi terhadap penisilin. Oksigen diberikan melalui kanul nasal dengan kecepatan 2-4 L/menit untuk menjaga SaO2 lebih dari 90%. Perhatikan tanda-tanda hipoksemia, seperti konfusi, agitasi, restlessness, pucat, dan perubahan pada temperatur kulit. Dengan meningkatnya jumlah oksigen yang dialirkan ke miokard, penambahan oksigen akan mengurangi nyeri yang berhubungan dnegan iskemik miokard. Nitrogliserin tablet (0,3-0,4 mg) harus diberikan sublingual setiap lima menit, hingga tiga kali pemberian. Nitrogliserin menyebabkan dilatasi arteri dan vena, yang akan menurunkan baik preload dan afterload dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung. Tersedia dalam bentuk tablet atau spray atau juga dapat diberikan secara intravena. Karena nitrogliserin dapat menyebabkan hipotensi, pasien sebaiknya berada di tempat tidur atau diposisikan duduk sebelum pemberian obat. Jika setelah pemebrian sebanyak tiga kali rasa nyeri tidak menghilang atau berkurang dapat diberikan nitrogliserin intravena dimulai dengan dosis 10-20 mcg per menit dan perlahan-lahan dititrasi 10 mcg setiap 3-5 menit hingga rasa nyerinya berkurang atau pasien menjadi hipotensi. Dosis maksimum adalah 200 mcg per menit. Nitrogliserin dikontraindikasikan pada pasien yang mengkonsumsi sildenafil (viagra) 24 jam sebelumnya. Jika pasien tidak membaik setelah pemebrian nitrogliserin, maka dapat diberikan morfin sulfat dengan dosis inisial 2-4 mg intravena dapat diulang setiap 5 hingga 15 menit hingga rasa Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 7 nyeri dapat terkontrol. Morfin menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena, menurunkan preload dan afterload, dan kemampuan analgesiknya dapat mengurangi nyeri dan kecemasan yang diakibatkan SKA. Namun, morfin dapat menyebabkan hipotensi dan depresi pernapasan, sehingga tekana darah, frekuensi napas, tingkat SaO2 harus dimonitor. TERAPI LANJUTAN Terapi lanjutan dimaksudkan untuk memperbaiki outcome pasien SKA. Penggunaan beta bloker secara dini selama atau setelah infark miokard masih kontroversial. Menurut ACC dan AHA pada tahun 2013, beta bloker menurunkan angka reinfark dan kematian akinat aritmia pada pasien STEMI dan NSTEMI namun tidak secara langsung menurunkan angka kematian, terutama pada pasein dengan gagal jantung atau hemodinamik yang tidak stabil. Jika tidka terdapat kontraindikasi beta bloker dapat diberikan dalam waktu 24 jam dan diteruskan setelah keadaan membaik. Pasein yang mendapat terapi beta bloker harus dimonitor untuk keadaan hipotensi, bradikardi, gejala gagal jantung, hipoglikemi, dan bronkospasme. ACE inhibitor menurunkan resiko disfungsi ventrikel kanan dan kematian pada pasien dengan SKA dan harus diberikan dalam waktu 24 jam dan diteruskan kecuali terdpaat kontraindikasi. Perlu diawasi untuk keadaan hipotensi, jumlah urin berkurang, batuk, hiperkalemia, dan insufisiensi ginjal pada pengguna ACE inhibitor. Pada pasein yang intoleransi denganACE inhibitor, angiotensin reseptor bloker dapat digunakan sebagai terapi alternatif. Statin harus diberikan pada pasein SKA dengan kadar kolesterol lebih dari 100 mg/dL. Kadar lemak dan kolesterol harus selalu dikontrol pada pasien SKA. Clopidogrel (plavix) menghambat agragasi trombosit dan dapat diberikan pada pasien andina tak stabil atau NSTEMI yang alergi terhadap penisilin. Clopidogrel juga dapat diberikan sebagai tambahan pada terapi aspirin dan tidak boleh diberikan pada pasien yang akan menjalani operasi bypass arteri koroner dalam waktu 5 hingga 7 hati ke depan karena menignkatkan resiko perdarahan. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa merupakan anti platelet yang digunakan untuk angina tak stabil dan NSTEMI yang dijadwalkan akan dilakukan tindakan diagnostik invasif. Pilihan untuk Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 8 terapi antikoagulan pada pasien dengan angina tak stabil atau NSTEMI antara lain enoxaparin (Lovenox), unfractionated heparin, bivalirudin (Angiomax) dan fondaparinux (Arixtra). Enoxaparin dan unfractionated heparin sangat direkomendasikan pada pasien yang memilih panegobatan konservatif, namun fondaparinux dipilih unutk mereka yang memiliki reiko tinggi perdarahan. PENCEGAHAN • Merubah gaya hidup • Mengkonsumsi makanan sehat • Mengontrol kadar kolesterol darah • Mengontrol kadar gula darah • Stop merokok • Berolahraga secara teratur • Mencegah obesitas • Menghindari stress Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 9 BAB III PENUTUP KESIMPULAN Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA), infark miokard akut dengan elevasi ST dan infark miokard akut tanpa elevasi ST merupakan bagian dari sindrom koroner akut (acute coronary syndrome = ACS) Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis. Berbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya PJK, mulai dari teknik non invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasif seperti arteriografi koroner. Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA dengan ditemukannya ketinggian (elevasi) segmen ST dan adanya gelombang Q patologis. Namun demikian, ketinggian (elevasi) segmen ST dapat juga ditemukan di perikarditis, repolarisasi cepat yang normal, dan aneurisma ventrikel kiri. Pemeriksaan biomarker jantung juga penting untuk menegakkan diagnosis sindrom koroner akut. Dengan ditegakkannya diagnosis secara tepat dan cepat, maka dapat dilakukan pentalaksanaan yang tepat pula sehingga progosisnya akan baik. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 10 DAFTAR PUSTAKA 1. Nawawi R.A, Fitriani, Rusli B. Troponin T value/cTnT of patients with acute coronary syndrome. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 2006; 12(3):123-126. 2. Yeghiazarians Y, Braunstein JB, Askari A, and Stone P. Unstable angina pectoris. N Engl J Med 2000; 342:101-11. 3. Trisnohadi H. Angina Pektoris Tak Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. p1606-10. 4. Alwi Idrus. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. p1615-26. 5. Bertrand ME, Chair, Simoons ML, et al. Management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. European Heart Journal 2002; 23: 1809–1840 6. By Kristen J. Overbaugh, MSN, RN, APRN-BC. Acute Coronary Syndrome. American Journal of Nursing 2009; 109(3): p89-95. 7. Hamm C, Heeschen C, Falk E, Fox Keith A. Acute coronary syndromes: pathophysiology, diagnosis and risk stratification in European society textbook of cardiovascular medicine. 1st edition. Blackwell Publishing, 2006. p333-60. 8. Crawfors HM, Chyu K. Unstable Angina/Non-ST Elevation Myocardial Infarction in CURRENT Diagnosis & Treatment : Cardiology 3rd Edition: McGraw-Hill Companies, 2009. p247-63 Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 11