Kajian Hukum atas Putusan Mahkamah Agung No. 62/Pdt. P/2010

advertisement
Kajian Hukum atas Putusan Mahkamah
Agung No. 62/Pdt. P/2010/PN.Mkd. tentang
Permohonan Pengangkatan Anak oleh Warga
Negara Asing Menurut Hukum Singapura
disusun oleh
Indira Sarah Lumbanraja
0906519740
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2012
1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama Penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena hanya atas berkat dan rahmat-Nya saja Penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Penulis ingin berterima kasih kepada Tim Dosen Mata Kuliah Kapita
Selekta Hukum Perdata Internasional atas segala ilmu yang dibagikan sehingga
Penulis dapat mengerjakan makalah ini sesuai dengan ilmu yang didapat sejauh
ini.
Tujuan penulisan makalah ini, selain sebagai pemenuhan tugas makalah
individu, adalah agar pembaca dapat lebih mengerti tentang masalah
pengangkatan anak yang marak terjadi belakangan ini khususnya di Singapura.
Dalam makalah ini, Penulis mencoba untuk membahas salah satu Putusan
Mahkamah Agung terkait masalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh warga
negara asing. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis juga berterima kasih kepada pihak lain yang membantu selama
penulisan makalah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca.
Akhir kata, Penulis meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah
ini. Sekian dan terima kasih.
Depok, April 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Pokok Permasalahan
C. Tujuan Penulisan
D. Kerangka Konsepsional
E. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Pengangkatan Anak di Singapura
B. Titik Taut dalam Masalah Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional
C. Pengaturan tentang Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional di
Singapura
D. Kasus Posisi
E. Analisis Kasus
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengangkatan anak merupakan salah satu fenomena di bidang
hukum yang tidak jarang lagi terjadi. Alasan-asalan seperti tidak dapat
mempunyai anak atau bahkan ingin mempunyai anak dengan jalan
pengangkatan anak menjadi dasar para pasangan untuk melakukan
pengangkatan anak. Seiring dengan berkembangnya zaman, khususnya di
era globalisasi ini, perbuatan hukum antar negara merupakan suatu hal
yang biasa. Begitu juga dengan pengangkatan anak ini. Pengangkatan anak
tidak lagi dilakukan dalam wilayah satu negara, tetapi juga antar negara.
Pengangkatan anak oleh warga negara asing telah menjadi salah
satu isu yang cukup sering terjadi belakangan ini. Beragam kasus terkait
masalah pengangkatan anak oleh warga negara asing pun mulai muncul.
Pada umumnya, pengangkatan anak dilakukan oleh pasangan warga
negara asing atau setidaknya oleh
pasangan perkawinan campuran.
Namun pada kasus ini, pihak yang memohonkan pengangkatan anak
adalah seorang perempuan, atau biasa disebut sebagai orang tua tunggal.
Perempuan
berkewarganegaraan
Singapura
ini
memohonkan
pengangkatan anak atas anak berkewarganegaraan Indonesia dengan
alasan bahwa perempuan ini sangat mendambakan kehadiran seorang anak
walaupun belum menikah. Hal ini yang mendasari penulis memilih kasus
ini menjadi bahan untuk dibahas secara komprehensif. Seperti yang
dikatakan sebelumnya, pihak pemohon yang pada umumnya adalah
pasangan suami istri namun pada kasus kali ini pihak pemohon adalah
seorang wanita yang dengan kata lain orang tua tunggal. Apakah memang
keputusan akhir dari Mahkamah Agung sudah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku baik di Singapura. Kualitas pihak
pemohon dan kepentingan sang anak menjadi perhatian penulis, apakah
4
penerapannya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ketika
membahas
tentang
pengangkatan
anak,
khususnya
pengangkatan anak oleh warga negara asing maka beberapa peraturan
perundang-undangan yang terkait adalah:
1. Convention
on
Jurisdiction,
Applicable
Law
and
Recognition of Decrees Relating to Adoptions
Konvensi ini mengakomodasi adopsi (pengangkatan anak)
internasional. Seperti yang dikatakan dalam Article 1: “the
present Convention applies to an adoption between: on the
one hand, a person who, possessing the nationality of one
of the Contracting States, has his habitual residence within
one of there States, or spouses each of whom, possessing
the nationality of one of the Contracting States, has his or
her habitual residence within one of these States, and on
the other hand, a child who has not attained the age of
eighteen years at the time when the application for
adoption is made and has not been married and who,
possessing the nationality of one of the Contracting States,
has his habitual residence within one of these States.”
Konvensi ini tidak berlaku atas pengangkatan anak jika
warga negara dari kedua pihak, yaitu yang melakukan
pengangkatan anak dan anak yang diangkat adalah sama.
Sesuai dengan judul dari Konvensi ini, dalam konvensi ini
diatur tentang jurisdiksi, hukum yang berlaku, dan
pengakuan dari pengangkatan anak yang dilakukan secara
internasional.
2. Adoption of Children Act Singapore
5
B. Pokok Permasalahan
Dalam membahas kasus permohonan pengangkatan anak, pada
dasarnya banyak hal yang dapat dijadikan bahasan. Tetapi Penulis ingin
membatas beberapa hal yang akan menjadi pokok permasalahan dan
menjadi bahasan makalah ini ke depannya. Adapun pokok permasalahan
yang dimaksud, yaitu:
1. Bagaimanakah tata cara pengangkatan anak warga negara
asing (Indonesia) dan syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh pemohon (warga negara Singapura) menurut hukum
Singapura?
2. Apakah konsep pengangkatan anak yang diterapkan dalam
Putusan Mahkamah Agung No. 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd
sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Singapura?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan tata cara yang harus ditempuh pemohon dan anak
yang bersangkutan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
rangka mengajukan permohonan pengangkatan anak (adopsi)
internasional menurut hukum Singapura
2. Mengetahui apakah konsep pengangkatan anak yang diterapkan
dalam Putusan Mahkamah Agung No. 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd
sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Singapura
D. Kerangka Konsepsial
Dalam makalah ini, akan ditemukan beberapa istilah yang mungkin
memiliki pemahaman dan pengertian yang berbeda-beda. Untuk itu,
penulis ingin menyamakan persepsi dan pengertian antara penulis dan
pembaca. Adapun beberapa istilah tersebut adalah:
1. Pengangkatan anak, atau yang selanjutnya disebut sebagai adopsi
adalah suatu proses hukum yang memindahkan hak dan tanggung
6
jawab orang tua biologis kepada orang tua angkat atas anak yang
bersangkutan
2. Orang tua angkat atau pemohon adalah pihak yang mengajukan
permohonan pengangkatan anak atas seorang anak kepada orang
tua biologisnya
3. Anak angkat adalah anak yang ingin diangkat menjadi seolah-olah
anak kandung dari pemohon
E. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Pokok Permasalahan
C. Tujuan Penulisan
D. Kerangka Konsepsional
E. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Pengangkatan Anak di Singapura
B. Titik
Taut
dalam
Masalah
Pengangkatan
Anak
(Adopsi)
Internasional
C. Pengaturan tentang Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional
menurut Hukum Singapura
D. Kasus Posisi
E. Analisis Kasus
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
7
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengangkatan Anak di Singapura
Menurut pengertian di Singapura, “adoption is a legal process by
which the rights and responsibilities for a child are given up by the
biological parents and taken on by the adoptive parents” 1 . Dalam
pengertian di atas, tidak secara jelas dinyatakan bagaimana status
hubungan biologis sang anak dengan orang tua kandungnya. Pengertian
pengangkatan anak (adopsi) menurut hukum Singapura hanya memandang
hubungan hak dan tanggung jawab antara orang tua dan anak yang
bersangkutan.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua angkat
adalah : warga Singapura; setidaknya berusia 25 tahun; dan setidaknya
berusia 21-50 tahun lebih tua dari sang anak. Namun syarat-syarat tersebut
dapat
disampingkan
jika
keadaan
tertentu
yang
membenarkan
pengangkatan anak tersebut (misalnya apabila orang tua angkat dan anak
yang akan diadopsi adalah kerabat dekat). Tetapi jika pemohon adalah
seorang pria yang belum menikah, maka tidak diperbolehkan untuk
mengangkat seorang anak perempuan yang tidak berada dalam keadaan
tertentu seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Seseorang yang sudah menikah harus mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari pasangannya untuk mengadakan pengangkatan anak
tersebut. Jika pasangannya tidak dapat ditemukan dan dinyatakan tidak
memiliki kualitas untuk memberikan persetujuan, atau sedang hidup
terpisah yang bertujuan permanen maka pengadilan setempat mungkin
akan mempertimbangkan keadaan tersebut. Selain persetujuan dari
pasangan, dibutuhkan juga persetujuan dari orang-orang berikut:
1. Orang tua biologis sang anak
1
http://singapore.angloinfo.com/countries/singapore/adoption.asp
8
2. Wali sang anak
3. Orang yang memegang hak asuh sang anak
4. Orang yang bertugas untuk mendukung kebutuhan sang anak
5. Orang tua atau wali dari orang tua biologis, jika orang tua
biologisnya berusia di bawah 21 tahun.
Orang tua angkat harus mendapatkan persetujuan sesuai dengan yang
tertera di atas dan memastikan kepada mereka bahwa adopsi yang akan
dilakukan atas anak tersebut bersifat permanen yang akan mengambil hak
orang tuanya secara permanen. Jika lima persetujuan di atas tidak dapat
diperoleh maka orang tua angkat tersebut dapat memintakan permohonan
kepada Pengadilan setempat untuk mengabaikan syara-syarat tersebut jika
orang-orang tersebut telah meninggalkan sang anak dengan sengaja; tidak
dapat ditemukan; dan tidak dapat merawat sang anak dengan baik dan
dilihat bahwa keadaan ini akan terus berlanjut.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sang anak yang
bersangkutan adalah: anak tersebut haruslah berusia di bawah 21 tahun
dan merupakan warga Singapura.
Syarat lain yang harus diperhatikan terdapat dalam Section 11 dari
Adoption of Children Act (Chapter 4) yang menyatakan bahwa: “It shall
not be lawful for any adopter or of any parent of guardian except with the
sanction of the court to receive any payment or other reward in
consideration of the adoption of any infant under this Act or for any
person to make or give or agree to make or give to any adopter or to any
parent or guardian any such payment or reward.” 2 Jadi, baik orang tua
angkat maupun orang tua biologis sang anak tidak diperbolehkan untu
memberi dan/atau menerima uang atau tanda terima kasih dalam bentuk
apapun.
Dalam melakukan pengangkatan anak, terdapat cukup banyak agen
adopsi yang ada di Singapura. Lewat agen inilah kemudian calon orang
2
http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/ImportantConsiderationsbeforeAdo
ption.html
9
tua angkat tersebut mengajukan permohonan kepada salah satu bentuk
pengadilan yang disebut Family Court Adoption Petition Service yang ada
di Attorney General’s Chambers. Selanjutnya Family Court akan
menunjuk Direktur dari Ministry of Community Development, Youth, and
Sport (MCYS) sebagai pelindung hukum adopsi atau wali sang anak
tersebut untuk sementara (Guardian in Adoption). Setelah Family Court
memproses semua berkas dan merasa bahwa kedua pihak (calon orang tua
angkat dan calon anak) telah memenuhi syarat-syarat yang ada maka
permohonan tersebut akan dikabulkan dan kemudian diterbitkanlah
sertifikat tanda lahir yang baru untuk anak yang bersangkutan.
B. Titik
Taut
dalam
Masalah
Pengangkatan
Anak
(Adopsi)
Internasional
Ketika berbicara tentang masalah pengangkatan anak (adopsi)
internasional maka yang menjadi titik taut yang menjadikan masalah ini
adalah masalah HPI adalah kewarganegaraan. Baik kewarganegaraan
calon anak angkat maupun calon orang tua angkat. Titik taut lain yang
dapat dibicarakan dalam hal ini adalah domisili. Dengan demikian, ketika
berbicara mengenai masalah pengangkatan anak (adopsi) internasional hal
yang menjadi titik taut adalah status personal.
Pada dasarnya belum ada definisi pasti mengenai status personal
itu sendiri. Namun sejauh yang dapat dirumuskan, status personal adalah
kelompok kaidah-kaidah yang mengikuti seseorang di mana pun ia pergi.
Kaidah-kaidah ini dengan demikian mempunyai lingkungan-kuasa-berlaku
serta extra-teritorial, atau universal, tidak terbatas kepada territorial dari
suatu negara tertentu.3
Prinsip penentuan status personal dengan konsep tempat tinggal
(domisili) dikenal oleh negara-negara yang menganut sistem hukum
Common Law, atau yang biasa disebut sebagai negara-negara Anglo
Saxon. Menurut prinsip ini, status personal seseorang mengikuti tempat
3
Sudargo Gautama, op cit., hlm 3.
10
tinggal orang tersebut. Dengan kata lain, hukum yang berlaku atasnya
adalah hukum dari tempat tinggal orang tersebut. Singapura merupakan
salah satu negara yang menganut konsep ini.
Prinsip penentuan status personal dengan konsep kewarganegaraan
(nasionalitas) dikenal oleh negara-negara yang menganut sistem hukum
Civil Law, atau yang biasa disebut sebagai negara-negara Eropa
Kontinental. Prinsip nasionalitas berkata bahwa hukum yang berlaku atas
seseorang bergantung kepada kewarganegaraan orang tersebut, dimana
pun dia berada. Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut
konsep nasionalitas. Di Indonesia, prinsip nasionalitas ini didasarkan pada
Pasal 16 AB (Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie),
dengan pengertian bahwa mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
bidang status personal dari setiap warga negara Indonesia dimanapun ia
berada (sekalipun berada di luar negeri) berlaku Hukum Nasional
Indonesia. Demikian juga sebaliknya untuk warga negara asing yang
berada di wilayah Republik Indonesia, maka mengenai hal-hal yang
berkenaan
dengan
status
personalnya
akan
diterapkan
hukum
nasionalnya.4
C. Pengaturan tentang Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional di
Singapura
Adopsi internasional yang dimaksud dalam hal ini dapat berarti
dua hal, yaitu adopsi yang dilakukan warga negara Singapura atas anak
warga negara asing dan adopsi oleh warga negara asing atas anak warga
negara Singapura.
Untuk adopsi oleh warga negara asing atas anak Singapura, calon
orang tua angkat tersebut hendaknya berkonsultasi dengan Kedutaan
negaranya sebelum mengajukan permohonan adopsi dan kemudian
mendapatkan surat pernyataan yang berisikan dukungan dan persetujuan
4
Erna Sofwan Syukrie, Pengaturan Adopsi Internasional, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman, 1992), hlm. 34-35.
11
dari Kedutaan atas adopsi tersebut. Surat pernyataan tersebut harus
berisikan:
1. identitas orang tua angkat
2. asal negara sang anak yang bersangkutan. Jika orang tua angkat
tersebut masih belum dapat memutuskan dari negara mana ia
akan
mengangkat
anaknya
maka
diperbolehkan
untuk
mencantumkan lebih dari satu negara
3. pernyataan bahwa adopsi tersebut diperbolehkan dan didukung
oleh Kedutaan lalu terdapat persetujuan yang diberikan kepada
si anak untuk memasuki negara orang tua angkat setelah
adopsinya dianggap benar secara hukum Singapura.
4. Orang tua angkat yang bersangkutan dapat melakukan adopsi
di negara asal mereka.
Bagi orang tua angkat yang melakukan pengangkatan anak yang
berasal dari negara lain, sebelumnya diperlukan Dependant’s Pass dari
Ministry of Community Development, Youth, and Sport (MCYS). Secara
umum, seorang warga Singapura yang ingin mengangkat anak warga
negara asing haruslah:
1. Mendapatkan Home Study Report dari MCYS (dapat memakan
waktu sampai lima minggu).
2. Setelah anak yang bersangkutan diidentifikasi, calon orang tua
angkat tersebut harus menyerahkan Home Study Report dan
permintaan Dependant’s Pass kepada MCYS.
3. MCYS kemudian mengeluarkan persetujuan in-prinsipil akan
Dependant’s Pass tersebut dan mengajukan visa untuk anak
tersebut (dapat memakan waktu sampai empat minggu).
4. Calon orang tua angkat tersebut kemudian harus pergi ke
negara asal sang anak dan mengajukan adopsi atas anak
tersebut (jika diperlukan), dengan merencanakan untuk
membawa anak tersebut ke Singapura.
12
5. Ketika anak tersebut sudah sampai di Singapura, maka sang
orang tua angkatnya harus membawanya ke MCYS untuk
mendapatkan Dependant’s Pass (dan visa, jika diperlukan).
6. Orang tua angkat yang bersangkutan harus menandatangani
sebuah perjanjian yang disebut sebagai Security Bond yang
berisikan bahwa mereka akan bertanggung jawab akan
perawatan sang anak dan membayar Security Deposit.
7. Setelah itu, langkah-langkah selanjutnya sama dengan proses
adopsi atas anak-anak yang berasal dari Singapura (adopsi
nasional).
8. Sampai kepada orang tua angkat tersebut menerima sertifikat
tanda lahir sang anak, mereka kemudian dapat mengajukan
permohonan kewarganegaraan atas sang anak pada saat yang
sama.
Jika ingin melakukan pengangkatan anak atas anak dari Cina,
maka ada beberapa ketentuan khusus yang harus ditempuh. Seperti yang
dikatakan sebelumnya, bahwa adopsi di Singapura dilakukan melalui
agensi-agensi yang cukup banyak tersebar di daerah di Singapura. Namun
untuk adopsi anak dari Cina harus dibuat melalui agensi tertentu yang
sudah diakreditasi oleh MCYS dan Ministry Civil Affairs (MCA) dari
Cina. Agensi tersebut yaitu Touch Family Service Limited (TFS) dan Fei
Yue Community Services (FYCS). Lewat agensi inilah kemudian para
orang tua angkat menjalani proses pemenuhan dokumen-dokumen tertentu
seperti yang sudah disebutkan sebelumnya misalnya permohonan adopsi,
Home Study Report dan lainnya. Kemudian agensi ini akan memberikan
semua dokumen tersebut kepada China Centre for Children’s Welfare and
Adoption (CCWA), yang merupakan badan yang berwenang untuk
memproses semua permohonan adopsi di Cina. Adopsi yang dimaksud
dalam hal ini hanya berlaku bagi anak-anak yatim piatu dari institusi sosial
yang ada di Cina, anak tiri, dan keponakan. Calon orang tua angkat
13
dimohon untuk tidak mencari tahu sendiri atau bahkan menerima anakanak yang ditawarkan oleh organisasi lain selain institusi sosial tersebut.
D. Kasus Posisi
Dalam kasus ini, Pemohon bernama Fattimah Bteshekh Adip Ally.
Pemohon berumur 45 tahun, berkewarganegaraan Singapura, bekerja
sebagai SPA Manager, beragama Islam, dan bertempat tinggal di Bali.
Pemohon mengajukan Surat Permohonan di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Mungkid yang berisikan bahwa pemohon dengan umur kurang
lebihnya 45 tahun dan belum menikah namun sangat mendambakan
kehadiran seorang anak dalam kehidupannya sehingga pemohon ingin
mengangkat seorang anak bernama Aydan Ally. Aydan Ally adalah
seorang anak yang lahir pada tanggal 9 Februari 2010 dari seorang gadis
yang masih muda, belum bekerja atau berpenghasilan dan belum menikah
yang bernama Winarsih. Winarsih berumur 18 tahun, berkewarganegaraan
Indonesia. Dengan kondisi yang terbatas, Winarsih tidak sanggup untuk
membesarkan Aydan Ally dan dari pihak keluarga juga tidak ada yang
bersedia
untuk
mengangkat
Aydan
menjadi
anak
mereka
dan
membesarkan Aydan seperti anak sendiri. Oleh karena keadaan ini,
Pemohon kemudian mengajukan permohonan pengangkatan anak atas
Aydan Ally kepada ibu kandung dan keluarganya.
Dalam rangka mendukung dan menguatkan sang bayi, Aydan Ally,
Pemohon telah mendapat Rekomendasi dari Kepada Dinas dan
Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Magelang. Selanjutnya, sejak
tanggal 10 Februari 2010 berdasarkan kesepakatan yang diketahui oleh
Kepala Dusun dan Kepala Desa, maka bayi tersebut diserahkan kepada
Pemohon untuk dirawat dan diasuh sampai dengan sekarang. Pemohon
mengakui bahwa maksud dan tujuannya merawat dan mengangkat Aydan
adalah untuk kesejahteraan dan masa depan anak tersebut, juga untuk
kepentingan Pemohon kelak di hari tua nanti. Pemohon juga mengaku
bahwa ia sangat menyayangi dan merawat, mengasuh serta mendidik anak
14
tersebut seperti layaknya anak kandung sendiri. Kemudian, untuk
kepastian hukum di masa yang akan datang, Pemohon kemudian
mengajukan pengesahan Pengangkatan Anak tersebut ke Pengadilan
Negeri Mungkid.
Pada
akhirnya,
Mahkamah
Agung
memutuskan
bahwa
permohonan pengangkatan anak oleh Fattimah ditolak karena Fattimah
sebagai pemohon belum memenuhi syarat mutlak yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak.
E. Analisis Kasus
Berlakunya hukum Indonesia atas kasus ini didasarkan pada status
personal anak yang diangkat, yang dalam hal ini adalah Indonesia. Namun
ketika melihat status personal calon orang tua angkat, yang dalam hal ini
adalah Singapura. Seperti yang kita ketahui, Singapura adalah salah satu
negara yang menggunakan sistem hukum Common Law atau biasa disebut
dengan negara Anglo Saxon. Dengan demikian, penentuan status personal
dari warga negaranya menggunakan konsep domisili. Menurut konsep
domisili ini, penentuan hak dan kewajiban warga negara disesuaikan
dengan hukum yang berlaku di tempat tinggal (domisili) warga negaranya
pada saat itu. Dalam kasus ini, Fattimah yang merupakan warga negara
Singapura akan mematuhi hukum Indonesia terkait dengan hak dan
kewajibannya, khususnya pada kasus permohonan pengangkatan anak di
atas. Dengan demikian, sudah tepat jika digunakan hukum Indonesia
dalam menyelesaikan kasus ini karena memang hukum Singapura tidak
dapat diberlakukan dalam kasus ini.
Permohonan Fattimah untuk mengangkat Aydan sebagai anak
sahnya kemudian ditolak oleh Mahkamah Agung dengan alasan bahwa ia
tidak memenuhi syarat mutlak sebagai orang tua angkat, sesuai dengan
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007. Dalam
Peraturan tersebut terdapat syarat bahwa calon orang tua angkat haruslah
15
sudah menikah selama minimal 5 tahun. Oleh karena dalam kasus ini
Fattimah belum menikah maka ia tidak memiliki kualitas untuk menjadi
orang tua angkat atas anak warga negara Indonesia. Dalam Peraturan
tersebut memang diatur tentang orang tua angkat yang tunggal (yang
belum menikah), tetapi yang diperbolehkan menjadi orang tua angkat
tunggal adalah hanya warga negara Indonesia saja.
Walaupun memang hukum Singapura tidak dapat diberlakukan
dalam hal ini, tetapi jika ditinjau menurut hukum Singapura pengangkatan
anak yang dilakukan oleh Fattimah sah adanya. Hukum Singapura tidak
melarang pengangkatan anak dilakukan oleh seorang yang belum
menikah, hanya terdapat ketentuan khusus bagi calon orang tua angkat
tunggal yang berjenis kelamin laki-laki untuk tidak diperbolehkan
mengadopsi anak perempuan. Dalam hal kasus di atas, calon orang tua
angkat yaitu Fattimah adalah seorang perempuan. Dengan kata lain,
permohonan adopsi yang diajukan oleh Fattimah adalah sah karena baik
Fattimah sebagai pemohon maupun Aydan sebagai anak sudah memenuhi
syarat-syarat yang ada menurut hukum Singapura.
Sekilas kasus di atas masuk ke dalam ruang lingkup adopsi
internasional menurut Article 1 Convention on Juridiction, Applicable Law
and Recognition of Decrees Relating to Adoptions yang mengatakan
bahwa: “the present Convention applies to an adoption between: on the
one hand, a person who, possessing the nationality of one of the
Contracting States, has his habitual residence within one of there States,
or spouses each of whom, possessing the nationality of one of the
Contracting States, has his or her habitual residence within one of these
States, and on the other hand, a child who has not attained the age of
eighteen years at the time when the application for adoption is made and
has not been married and who, possessing the nationality of one of the
Contracting States, has his habitual residence within one of these States.”
16
Indonesia memang merupakan salah satu negara yang menjadi
negara peserta dari Konvensi ini, tetapi Singapura belum menjadi negara
peserta Konvensi ini. Oleh karena itu, kasus di atas tidak termasuk ke
dalam ruang lingkup adopsi internasional yang diatur dalam Konvensi
tersebut karena calon orang tua angkat berkewarganegaraan Singapura,
dimana Singapura belum menjadi negara peserta. Dengan demikian,
Konvensi ini tidak dapat diberlakukan atas kasus ini.
17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah pembahasan dan penjelasan terkait kasus di atas maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Tata cara pengangkatan oleh warga negara asing dan atas
anak warga negara asing mengacu serta syarat-syarat yang
harus dipenuhi menurut hukum Singapura mengacu kepada
Hukum Keluarga Singapura dan Adoption of Children Act.
2. Konsep pengangkatan anak yang diterapkan dalam Putusan
Mahkamah Agung No. 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd sudah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia sebagai hukum yang seharusnya diberlakukan
tetapi tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di
Singapura.
B. Saran
Terkait dengan kasus permohonan pengangkatan anak di atas,
Penulis tidak memiliki saran untuk diberikan kepada pembaca. Namun
terkait dengan kasus pengangkatan anak yang mungkin timbul, Penulis
memberikan
saran
agar
hendaknya
pembaca
dapat
benar-benar
memperhatikan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, khususnya dalam hal ini di Indonesia dan Singapura, ketika
ingin melakukan pengangkatan anak, terutama jika salah satu pihak adalah
warga negara asing agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kepentingan
anak angkat dan orang tua angkat dapat sama-sama dilindungi dan
dijamin.
18
DAFTAR PUSTAKA
Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jilid II Bagian I Buku
ke-2. Alumni: Bandung. 1972.
Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jilid III Bagian I
Buku ke-7. Alumni: Bandung. 2010.
Syukrie, Erna Sofwan. Pengaturan Adopsi Internasional. Badan Pembinaan
Hukum Nasional Departemen Kehakiman: Jakarta. 1992.
http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/AdoptionProcess/A
doptaChildFromthePeoplesRepublicofChina(PRC).html
http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/AdoptionProcess/F
oreignAdoption.html
http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/AdoptionProcess/L
ocalAdoption.html
http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/EligibilityIssues/Ca
nIAdopt.html
http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/EligibilityIssues/W
hatRequirementsMusttheChildFulfil.html
http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/EligibilityIssues/W
hoseConsentMustIObtain.html
http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/ImportantConsidera
tionsbeforeAdoption.html
19
http://singapore.angloinfo.com/countries/singapore/adoption.asp
http://www.helplinelaw.com/article/singapore/136
20
Download