Kajian Hukum atas Putusan Mahkamah Agung No. 62/Pdt. P/2010/PN.Mkd. tentang Permohonan Pengangkatan Anak oleh Warga Negara Asing Menurut Hukum Singapura disusun oleh Indira Sarah Lumbanraja 0906519740 Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2012 1 KATA PENGANTAR Pertama-tama Penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas berkat dan rahmat-Nya saja Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis ingin berterima kasih kepada Tim Dosen Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Perdata Internasional atas segala ilmu yang dibagikan sehingga Penulis dapat mengerjakan makalah ini sesuai dengan ilmu yang didapat sejauh ini. Tujuan penulisan makalah ini, selain sebagai pemenuhan tugas makalah individu, adalah agar pembaca dapat lebih mengerti tentang masalah pengangkatan anak yang marak terjadi belakangan ini khususnya di Singapura. Dalam makalah ini, Penulis mencoba untuk membahas salah satu Putusan Mahkamah Agung terkait masalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh warga negara asing. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis juga berterima kasih kepada pihak lain yang membantu selama penulisan makalah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata, Penulis meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah ini. Sekian dan terima kasih. Depok, April 2012 Penulis 2 DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Pokok Permasalahan C. Tujuan Penulisan D. Kerangka Konsepsional E. Sistematika Penulisan Bab II Pembahasan A. Pengangkatan Anak di Singapura B. Titik Taut dalam Masalah Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional C. Pengaturan tentang Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional di Singapura D. Kasus Posisi E. Analisis Kasus Bab III Penutup A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka Lampiran 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkatan anak merupakan salah satu fenomena di bidang hukum yang tidak jarang lagi terjadi. Alasan-asalan seperti tidak dapat mempunyai anak atau bahkan ingin mempunyai anak dengan jalan pengangkatan anak menjadi dasar para pasangan untuk melakukan pengangkatan anak. Seiring dengan berkembangnya zaman, khususnya di era globalisasi ini, perbuatan hukum antar negara merupakan suatu hal yang biasa. Begitu juga dengan pengangkatan anak ini. Pengangkatan anak tidak lagi dilakukan dalam wilayah satu negara, tetapi juga antar negara. Pengangkatan anak oleh warga negara asing telah menjadi salah satu isu yang cukup sering terjadi belakangan ini. Beragam kasus terkait masalah pengangkatan anak oleh warga negara asing pun mulai muncul. Pada umumnya, pengangkatan anak dilakukan oleh pasangan warga negara asing atau setidaknya oleh pasangan perkawinan campuran. Namun pada kasus ini, pihak yang memohonkan pengangkatan anak adalah seorang perempuan, atau biasa disebut sebagai orang tua tunggal. Perempuan berkewarganegaraan Singapura ini memohonkan pengangkatan anak atas anak berkewarganegaraan Indonesia dengan alasan bahwa perempuan ini sangat mendambakan kehadiran seorang anak walaupun belum menikah. Hal ini yang mendasari penulis memilih kasus ini menjadi bahan untuk dibahas secara komprehensif. Seperti yang dikatakan sebelumnya, pihak pemohon yang pada umumnya adalah pasangan suami istri namun pada kasus kali ini pihak pemohon adalah seorang wanita yang dengan kata lain orang tua tunggal. Apakah memang keputusan akhir dari Mahkamah Agung sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik di Singapura. Kualitas pihak pemohon dan kepentingan sang anak menjadi perhatian penulis, apakah 4 penerapannya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketika membahas tentang pengangkatan anak, khususnya pengangkatan anak oleh warga negara asing maka beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait adalah: 1. Convention on Jurisdiction, Applicable Law and Recognition of Decrees Relating to Adoptions Konvensi ini mengakomodasi adopsi (pengangkatan anak) internasional. Seperti yang dikatakan dalam Article 1: “the present Convention applies to an adoption between: on the one hand, a person who, possessing the nationality of one of the Contracting States, has his habitual residence within one of there States, or spouses each of whom, possessing the nationality of one of the Contracting States, has his or her habitual residence within one of these States, and on the other hand, a child who has not attained the age of eighteen years at the time when the application for adoption is made and has not been married and who, possessing the nationality of one of the Contracting States, has his habitual residence within one of these States.” Konvensi ini tidak berlaku atas pengangkatan anak jika warga negara dari kedua pihak, yaitu yang melakukan pengangkatan anak dan anak yang diangkat adalah sama. Sesuai dengan judul dari Konvensi ini, dalam konvensi ini diatur tentang jurisdiksi, hukum yang berlaku, dan pengakuan dari pengangkatan anak yang dilakukan secara internasional. 2. Adoption of Children Act Singapore 5 B. Pokok Permasalahan Dalam membahas kasus permohonan pengangkatan anak, pada dasarnya banyak hal yang dapat dijadikan bahasan. Tetapi Penulis ingin membatas beberapa hal yang akan menjadi pokok permasalahan dan menjadi bahasan makalah ini ke depannya. Adapun pokok permasalahan yang dimaksud, yaitu: 1. Bagaimanakah tata cara pengangkatan anak warga negara asing (Indonesia) dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon (warga negara Singapura) menurut hukum Singapura? 2. Apakah konsep pengangkatan anak yang diterapkan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Singapura? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Menjelaskan tata cara yang harus ditempuh pemohon dan anak yang bersangkutan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam rangka mengajukan permohonan pengangkatan anak (adopsi) internasional menurut hukum Singapura 2. Mengetahui apakah konsep pengangkatan anak yang diterapkan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Singapura D. Kerangka Konsepsial Dalam makalah ini, akan ditemukan beberapa istilah yang mungkin memiliki pemahaman dan pengertian yang berbeda-beda. Untuk itu, penulis ingin menyamakan persepsi dan pengertian antara penulis dan pembaca. Adapun beberapa istilah tersebut adalah: 1. Pengangkatan anak, atau yang selanjutnya disebut sebagai adopsi adalah suatu proses hukum yang memindahkan hak dan tanggung 6 jawab orang tua biologis kepada orang tua angkat atas anak yang bersangkutan 2. Orang tua angkat atau pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan pengangkatan anak atas seorang anak kepada orang tua biologisnya 3. Anak angkat adalah anak yang ingin diangkat menjadi seolah-olah anak kandung dari pemohon E. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Pokok Permasalahan C. Tujuan Penulisan D. Kerangka Konsepsional E. Sistematika Penulisan Bab II Pembahasan A. Pengangkatan Anak di Singapura B. Titik Taut dalam Masalah Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional C. Pengaturan tentang Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional menurut Hukum Singapura D. Kasus Posisi E. Analisis Kasus Bab III Penutup A. Kesimpulan B. Saran 7 BAB II PEMBAHASAN A. Pengangkatan Anak di Singapura Menurut pengertian di Singapura, “adoption is a legal process by which the rights and responsibilities for a child are given up by the biological parents and taken on by the adoptive parents” 1 . Dalam pengertian di atas, tidak secara jelas dinyatakan bagaimana status hubungan biologis sang anak dengan orang tua kandungnya. Pengertian pengangkatan anak (adopsi) menurut hukum Singapura hanya memandang hubungan hak dan tanggung jawab antara orang tua dan anak yang bersangkutan. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua angkat adalah : warga Singapura; setidaknya berusia 25 tahun; dan setidaknya berusia 21-50 tahun lebih tua dari sang anak. Namun syarat-syarat tersebut dapat disampingkan jika keadaan tertentu yang membenarkan pengangkatan anak tersebut (misalnya apabila orang tua angkat dan anak yang akan diadopsi adalah kerabat dekat). Tetapi jika pemohon adalah seorang pria yang belum menikah, maka tidak diperbolehkan untuk mengangkat seorang anak perempuan yang tidak berada dalam keadaan tertentu seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Seseorang yang sudah menikah harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pasangannya untuk mengadakan pengangkatan anak tersebut. Jika pasangannya tidak dapat ditemukan dan dinyatakan tidak memiliki kualitas untuk memberikan persetujuan, atau sedang hidup terpisah yang bertujuan permanen maka pengadilan setempat mungkin akan mempertimbangkan keadaan tersebut. Selain persetujuan dari pasangan, dibutuhkan juga persetujuan dari orang-orang berikut: 1. Orang tua biologis sang anak 1 http://singapore.angloinfo.com/countries/singapore/adoption.asp 8 2. Wali sang anak 3. Orang yang memegang hak asuh sang anak 4. Orang yang bertugas untuk mendukung kebutuhan sang anak 5. Orang tua atau wali dari orang tua biologis, jika orang tua biologisnya berusia di bawah 21 tahun. Orang tua angkat harus mendapatkan persetujuan sesuai dengan yang tertera di atas dan memastikan kepada mereka bahwa adopsi yang akan dilakukan atas anak tersebut bersifat permanen yang akan mengambil hak orang tuanya secara permanen. Jika lima persetujuan di atas tidak dapat diperoleh maka orang tua angkat tersebut dapat memintakan permohonan kepada Pengadilan setempat untuk mengabaikan syara-syarat tersebut jika orang-orang tersebut telah meninggalkan sang anak dengan sengaja; tidak dapat ditemukan; dan tidak dapat merawat sang anak dengan baik dan dilihat bahwa keadaan ini akan terus berlanjut. Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sang anak yang bersangkutan adalah: anak tersebut haruslah berusia di bawah 21 tahun dan merupakan warga Singapura. Syarat lain yang harus diperhatikan terdapat dalam Section 11 dari Adoption of Children Act (Chapter 4) yang menyatakan bahwa: “It shall not be lawful for any adopter or of any parent of guardian except with the sanction of the court to receive any payment or other reward in consideration of the adoption of any infant under this Act or for any person to make or give or agree to make or give to any adopter or to any parent or guardian any such payment or reward.” 2 Jadi, baik orang tua angkat maupun orang tua biologis sang anak tidak diperbolehkan untu memberi dan/atau menerima uang atau tanda terima kasih dalam bentuk apapun. Dalam melakukan pengangkatan anak, terdapat cukup banyak agen adopsi yang ada di Singapura. Lewat agen inilah kemudian calon orang 2 http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/ImportantConsiderationsbeforeAdo ption.html 9 tua angkat tersebut mengajukan permohonan kepada salah satu bentuk pengadilan yang disebut Family Court Adoption Petition Service yang ada di Attorney General’s Chambers. Selanjutnya Family Court akan menunjuk Direktur dari Ministry of Community Development, Youth, and Sport (MCYS) sebagai pelindung hukum adopsi atau wali sang anak tersebut untuk sementara (Guardian in Adoption). Setelah Family Court memproses semua berkas dan merasa bahwa kedua pihak (calon orang tua angkat dan calon anak) telah memenuhi syarat-syarat yang ada maka permohonan tersebut akan dikabulkan dan kemudian diterbitkanlah sertifikat tanda lahir yang baru untuk anak yang bersangkutan. B. Titik Taut dalam Masalah Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional Ketika berbicara tentang masalah pengangkatan anak (adopsi) internasional maka yang menjadi titik taut yang menjadikan masalah ini adalah masalah HPI adalah kewarganegaraan. Baik kewarganegaraan calon anak angkat maupun calon orang tua angkat. Titik taut lain yang dapat dibicarakan dalam hal ini adalah domisili. Dengan demikian, ketika berbicara mengenai masalah pengangkatan anak (adopsi) internasional hal yang menjadi titik taut adalah status personal. Pada dasarnya belum ada definisi pasti mengenai status personal itu sendiri. Namun sejauh yang dapat dirumuskan, status personal adalah kelompok kaidah-kaidah yang mengikuti seseorang di mana pun ia pergi. Kaidah-kaidah ini dengan demikian mempunyai lingkungan-kuasa-berlaku serta extra-teritorial, atau universal, tidak terbatas kepada territorial dari suatu negara tertentu.3 Prinsip penentuan status personal dengan konsep tempat tinggal (domisili) dikenal oleh negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law, atau yang biasa disebut sebagai negara-negara Anglo Saxon. Menurut prinsip ini, status personal seseorang mengikuti tempat 3 Sudargo Gautama, op cit., hlm 3. 10 tinggal orang tersebut. Dengan kata lain, hukum yang berlaku atasnya adalah hukum dari tempat tinggal orang tersebut. Singapura merupakan salah satu negara yang menganut konsep ini. Prinsip penentuan status personal dengan konsep kewarganegaraan (nasionalitas) dikenal oleh negara-negara yang menganut sistem hukum Civil Law, atau yang biasa disebut sebagai negara-negara Eropa Kontinental. Prinsip nasionalitas berkata bahwa hukum yang berlaku atas seseorang bergantung kepada kewarganegaraan orang tersebut, dimana pun dia berada. Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut konsep nasionalitas. Di Indonesia, prinsip nasionalitas ini didasarkan pada Pasal 16 AB (Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie), dengan pengertian bahwa mengenai hal-hal yang berhubungan dengan bidang status personal dari setiap warga negara Indonesia dimanapun ia berada (sekalipun berada di luar negeri) berlaku Hukum Nasional Indonesia. Demikian juga sebaliknya untuk warga negara asing yang berada di wilayah Republik Indonesia, maka mengenai hal-hal yang berkenaan dengan status personalnya akan diterapkan hukum nasionalnya.4 C. Pengaturan tentang Pengangkatan Anak (Adopsi) Internasional di Singapura Adopsi internasional yang dimaksud dalam hal ini dapat berarti dua hal, yaitu adopsi yang dilakukan warga negara Singapura atas anak warga negara asing dan adopsi oleh warga negara asing atas anak warga negara Singapura. Untuk adopsi oleh warga negara asing atas anak Singapura, calon orang tua angkat tersebut hendaknya berkonsultasi dengan Kedutaan negaranya sebelum mengajukan permohonan adopsi dan kemudian mendapatkan surat pernyataan yang berisikan dukungan dan persetujuan 4 Erna Sofwan Syukrie, Pengaturan Adopsi Internasional, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1992), hlm. 34-35. 11 dari Kedutaan atas adopsi tersebut. Surat pernyataan tersebut harus berisikan: 1. identitas orang tua angkat 2. asal negara sang anak yang bersangkutan. Jika orang tua angkat tersebut masih belum dapat memutuskan dari negara mana ia akan mengangkat anaknya maka diperbolehkan untuk mencantumkan lebih dari satu negara 3. pernyataan bahwa adopsi tersebut diperbolehkan dan didukung oleh Kedutaan lalu terdapat persetujuan yang diberikan kepada si anak untuk memasuki negara orang tua angkat setelah adopsinya dianggap benar secara hukum Singapura. 4. Orang tua angkat yang bersangkutan dapat melakukan adopsi di negara asal mereka. Bagi orang tua angkat yang melakukan pengangkatan anak yang berasal dari negara lain, sebelumnya diperlukan Dependant’s Pass dari Ministry of Community Development, Youth, and Sport (MCYS). Secara umum, seorang warga Singapura yang ingin mengangkat anak warga negara asing haruslah: 1. Mendapatkan Home Study Report dari MCYS (dapat memakan waktu sampai lima minggu). 2. Setelah anak yang bersangkutan diidentifikasi, calon orang tua angkat tersebut harus menyerahkan Home Study Report dan permintaan Dependant’s Pass kepada MCYS. 3. MCYS kemudian mengeluarkan persetujuan in-prinsipil akan Dependant’s Pass tersebut dan mengajukan visa untuk anak tersebut (dapat memakan waktu sampai empat minggu). 4. Calon orang tua angkat tersebut kemudian harus pergi ke negara asal sang anak dan mengajukan adopsi atas anak tersebut (jika diperlukan), dengan merencanakan untuk membawa anak tersebut ke Singapura. 12 5. Ketika anak tersebut sudah sampai di Singapura, maka sang orang tua angkatnya harus membawanya ke MCYS untuk mendapatkan Dependant’s Pass (dan visa, jika diperlukan). 6. Orang tua angkat yang bersangkutan harus menandatangani sebuah perjanjian yang disebut sebagai Security Bond yang berisikan bahwa mereka akan bertanggung jawab akan perawatan sang anak dan membayar Security Deposit. 7. Setelah itu, langkah-langkah selanjutnya sama dengan proses adopsi atas anak-anak yang berasal dari Singapura (adopsi nasional). 8. Sampai kepada orang tua angkat tersebut menerima sertifikat tanda lahir sang anak, mereka kemudian dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan atas sang anak pada saat yang sama. Jika ingin melakukan pengangkatan anak atas anak dari Cina, maka ada beberapa ketentuan khusus yang harus ditempuh. Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa adopsi di Singapura dilakukan melalui agensi-agensi yang cukup banyak tersebar di daerah di Singapura. Namun untuk adopsi anak dari Cina harus dibuat melalui agensi tertentu yang sudah diakreditasi oleh MCYS dan Ministry Civil Affairs (MCA) dari Cina. Agensi tersebut yaitu Touch Family Service Limited (TFS) dan Fei Yue Community Services (FYCS). Lewat agensi inilah kemudian para orang tua angkat menjalani proses pemenuhan dokumen-dokumen tertentu seperti yang sudah disebutkan sebelumnya misalnya permohonan adopsi, Home Study Report dan lainnya. Kemudian agensi ini akan memberikan semua dokumen tersebut kepada China Centre for Children’s Welfare and Adoption (CCWA), yang merupakan badan yang berwenang untuk memproses semua permohonan adopsi di Cina. Adopsi yang dimaksud dalam hal ini hanya berlaku bagi anak-anak yatim piatu dari institusi sosial yang ada di Cina, anak tiri, dan keponakan. Calon orang tua angkat 13 dimohon untuk tidak mencari tahu sendiri atau bahkan menerima anakanak yang ditawarkan oleh organisasi lain selain institusi sosial tersebut. D. Kasus Posisi Dalam kasus ini, Pemohon bernama Fattimah Bteshekh Adip Ally. Pemohon berumur 45 tahun, berkewarganegaraan Singapura, bekerja sebagai SPA Manager, beragama Islam, dan bertempat tinggal di Bali. Pemohon mengajukan Surat Permohonan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Mungkid yang berisikan bahwa pemohon dengan umur kurang lebihnya 45 tahun dan belum menikah namun sangat mendambakan kehadiran seorang anak dalam kehidupannya sehingga pemohon ingin mengangkat seorang anak bernama Aydan Ally. Aydan Ally adalah seorang anak yang lahir pada tanggal 9 Februari 2010 dari seorang gadis yang masih muda, belum bekerja atau berpenghasilan dan belum menikah yang bernama Winarsih. Winarsih berumur 18 tahun, berkewarganegaraan Indonesia. Dengan kondisi yang terbatas, Winarsih tidak sanggup untuk membesarkan Aydan Ally dan dari pihak keluarga juga tidak ada yang bersedia untuk mengangkat Aydan menjadi anak mereka dan membesarkan Aydan seperti anak sendiri. Oleh karena keadaan ini, Pemohon kemudian mengajukan permohonan pengangkatan anak atas Aydan Ally kepada ibu kandung dan keluarganya. Dalam rangka mendukung dan menguatkan sang bayi, Aydan Ally, Pemohon telah mendapat Rekomendasi dari Kepada Dinas dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Magelang. Selanjutnya, sejak tanggal 10 Februari 2010 berdasarkan kesepakatan yang diketahui oleh Kepala Dusun dan Kepala Desa, maka bayi tersebut diserahkan kepada Pemohon untuk dirawat dan diasuh sampai dengan sekarang. Pemohon mengakui bahwa maksud dan tujuannya merawat dan mengangkat Aydan adalah untuk kesejahteraan dan masa depan anak tersebut, juga untuk kepentingan Pemohon kelak di hari tua nanti. Pemohon juga mengaku bahwa ia sangat menyayangi dan merawat, mengasuh serta mendidik anak 14 tersebut seperti layaknya anak kandung sendiri. Kemudian, untuk kepastian hukum di masa yang akan datang, Pemohon kemudian mengajukan pengesahan Pengangkatan Anak tersebut ke Pengadilan Negeri Mungkid. Pada akhirnya, Mahkamah Agung memutuskan bahwa permohonan pengangkatan anak oleh Fattimah ditolak karena Fattimah sebagai pemohon belum memenuhi syarat mutlak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. E. Analisis Kasus Berlakunya hukum Indonesia atas kasus ini didasarkan pada status personal anak yang diangkat, yang dalam hal ini adalah Indonesia. Namun ketika melihat status personal calon orang tua angkat, yang dalam hal ini adalah Singapura. Seperti yang kita ketahui, Singapura adalah salah satu negara yang menggunakan sistem hukum Common Law atau biasa disebut dengan negara Anglo Saxon. Dengan demikian, penentuan status personal dari warga negaranya menggunakan konsep domisili. Menurut konsep domisili ini, penentuan hak dan kewajiban warga negara disesuaikan dengan hukum yang berlaku di tempat tinggal (domisili) warga negaranya pada saat itu. Dalam kasus ini, Fattimah yang merupakan warga negara Singapura akan mematuhi hukum Indonesia terkait dengan hak dan kewajibannya, khususnya pada kasus permohonan pengangkatan anak di atas. Dengan demikian, sudah tepat jika digunakan hukum Indonesia dalam menyelesaikan kasus ini karena memang hukum Singapura tidak dapat diberlakukan dalam kasus ini. Permohonan Fattimah untuk mengangkat Aydan sebagai anak sahnya kemudian ditolak oleh Mahkamah Agung dengan alasan bahwa ia tidak memenuhi syarat mutlak sebagai orang tua angkat, sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007. Dalam Peraturan tersebut terdapat syarat bahwa calon orang tua angkat haruslah 15 sudah menikah selama minimal 5 tahun. Oleh karena dalam kasus ini Fattimah belum menikah maka ia tidak memiliki kualitas untuk menjadi orang tua angkat atas anak warga negara Indonesia. Dalam Peraturan tersebut memang diatur tentang orang tua angkat yang tunggal (yang belum menikah), tetapi yang diperbolehkan menjadi orang tua angkat tunggal adalah hanya warga negara Indonesia saja. Walaupun memang hukum Singapura tidak dapat diberlakukan dalam hal ini, tetapi jika ditinjau menurut hukum Singapura pengangkatan anak yang dilakukan oleh Fattimah sah adanya. Hukum Singapura tidak melarang pengangkatan anak dilakukan oleh seorang yang belum menikah, hanya terdapat ketentuan khusus bagi calon orang tua angkat tunggal yang berjenis kelamin laki-laki untuk tidak diperbolehkan mengadopsi anak perempuan. Dalam hal kasus di atas, calon orang tua angkat yaitu Fattimah adalah seorang perempuan. Dengan kata lain, permohonan adopsi yang diajukan oleh Fattimah adalah sah karena baik Fattimah sebagai pemohon maupun Aydan sebagai anak sudah memenuhi syarat-syarat yang ada menurut hukum Singapura. Sekilas kasus di atas masuk ke dalam ruang lingkup adopsi internasional menurut Article 1 Convention on Juridiction, Applicable Law and Recognition of Decrees Relating to Adoptions yang mengatakan bahwa: “the present Convention applies to an adoption between: on the one hand, a person who, possessing the nationality of one of the Contracting States, has his habitual residence within one of there States, or spouses each of whom, possessing the nationality of one of the Contracting States, has his or her habitual residence within one of these States, and on the other hand, a child who has not attained the age of eighteen years at the time when the application for adoption is made and has not been married and who, possessing the nationality of one of the Contracting States, has his habitual residence within one of these States.” 16 Indonesia memang merupakan salah satu negara yang menjadi negara peserta dari Konvensi ini, tetapi Singapura belum menjadi negara peserta Konvensi ini. Oleh karena itu, kasus di atas tidak termasuk ke dalam ruang lingkup adopsi internasional yang diatur dalam Konvensi tersebut karena calon orang tua angkat berkewarganegaraan Singapura, dimana Singapura belum menjadi negara peserta. Dengan demikian, Konvensi ini tidak dapat diberlakukan atas kasus ini. 17 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Setelah pembahasan dan penjelasan terkait kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tata cara pengangkatan oleh warga negara asing dan atas anak warga negara asing mengacu serta syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut hukum Singapura mengacu kepada Hukum Keluarga Singapura dan Adoption of Children Act. 2. Konsep pengangkatan anak yang diterapkan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 62/Pdt.P/2010/PN.Mkd sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai hukum yang seharusnya diberlakukan tetapi tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di Singapura. B. Saran Terkait dengan kasus permohonan pengangkatan anak di atas, Penulis tidak memiliki saran untuk diberikan kepada pembaca. Namun terkait dengan kasus pengangkatan anak yang mungkin timbul, Penulis memberikan saran agar hendaknya pembaca dapat benar-benar memperhatikan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dalam hal ini di Indonesia dan Singapura, ketika ingin melakukan pengangkatan anak, terutama jika salah satu pihak adalah warga negara asing agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kepentingan anak angkat dan orang tua angkat dapat sama-sama dilindungi dan dijamin. 18 DAFTAR PUSTAKA Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jilid II Bagian I Buku ke-2. Alumni: Bandung. 1972. Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jilid III Bagian I Buku ke-7. Alumni: Bandung. 2010. Syukrie, Erna Sofwan. Pengaturan Adopsi Internasional. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman: Jakarta. 1992. http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/AdoptionProcess/A doptaChildFromthePeoplesRepublicofChina(PRC).html http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/AdoptionProcess/F oreignAdoption.html http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/AdoptionProcess/L ocalAdoption.html http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/EligibilityIssues/Ca nIAdopt.html http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/EligibilityIssues/W hatRequirementsMusttheChildFulfil.html http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/EligibilityIssues/W hoseConsentMustIObtain.html http://fcd.ecitizen.gov.sg/ChildrenNParenthood/AdoptAChild/ImportantConsidera tionsbeforeAdoption.html 19 http://singapore.angloinfo.com/countries/singapore/adoption.asp http://www.helplinelaw.com/article/singapore/136 20