II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara taksonomi tanaman kedelai diklasifikasikan ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Polypetales, familli Leguminosae, Spesies Glycine max [L.] Merrill (Rukamana dan Yuniarsih, 1996). Kedelai merupakan tanaman dikotil semusim dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah (Sutomo, 2011). Tanaman kedelai mempunyai struktur perakaran yang terdiri atas akar lembaga, akar tunggang, dan akar serabut. Pada tanah subur panjang akar tanaman dapat mencapai kedalaman 2 m. Namun rata-rata pertumbuhan akar hanya mencapai kedalaman 20—50 cm (Adisarwanto, 2005). Kedelai berdasarkan morfologinya termasuk tanaman perdu. Batang tanaman kedelai tumbuh hingga ketinggian 30—100 cm dari permukaan tanah. Batang tanaman beruas-ruas dengan jumlah cabang 3—6 buah. Tanaman kedelai 10 memiliki tiga tipe pertumbuhan, yaitu tipe determinate, indeterminate, dan semideterminate (Suprapto,1998). Tanaman kedelai memiliki dua jenis daun, yaitu daun tunggal dan daun trifoliate. Daun kedelai memiliki dua bentuk yaitu berbentuk oval dan lancip, perbedaan bentuk daun ini dipengaruhi oleh faktor genetik. Setiap daun memiliki trichome yang berwarna cerah dengan jumlah yang bervariasi. Tanaman kedelai mulai berbunga rata-rata umur 5—7 minggu setelah tanam. Tangkai bunga umumnya muncul pada ketiak daun. Bunga pertama akan muncul pada buku ke lima atau ke enam. Kondisi suhu yang tinggi dengan kelembaban yang rendah akan merangsang pembentukan bunga. Jumlah bunga pada setiap tanaman bervariasi antara 20—25 bunga. Bunga tanaman kedelai dapat dibedakan menjadi dua yaitu warna putih dan ungu (Adisarwanto, 2005). Bunga kedelai berbentuk seperti kupu-kupu, terdiri atas kelopak, tajuk, benang sari (anteredium) dan kepala putik (stigma). Warna mahkota bunga kedelai putih atau ungu tergantung dari varietasnya. Bunga jantan pada kedelai terdiri atas sembilan benang sari yang membentuk tabung benang sari. Bila bunga masih kuncup, kedudukan kepala sari berada di bawah kepala putik, tetapi pada saat kepala sari menjelang pecah tangkai sari memanjang sehingga kepala sari menyentuh kepala putik yang menyebabkan terjadi penyerbukan pada saat bunga masih tertutup menjelang mekar (Kasno dkk., 1992). Polong kedelai pertama kali terbentuk setelah 7—10 hari munculnya bunga pertama. Jumlah polong pada setiap bukunya beragam antara 1—10 polong setiap kelompoknya. Pada setiap polong terdapat 2—3 biji (Adisarwanto, 2005). 11 2.1.2 Syarat Tumbuh Kedelai Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase dan aerasi tanah cukup baik serta ketersediaan air yang cukup selama masa pertumbuhan (Sutomo, 2011). Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 900 m dpl. Untuk tumbuh dengan baik tanaman kedelai membutuhkan temperatur antara 25—27 °C, kelembaban 65%, penyinaran matahari 12 jam/hari, dan curah hujan paling optimum 100—200 mm/bulan (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Tanaman kedelai cocok pada lahan dengan kesuburan tinggi. Agar dapat tumbuh dengan baik, kedelai membutuhkan lahan dengan kisaran pH 5,8—7 (Kanisius, 1989). 2.2 Varietas kedelai Kedelai varietas Wilis dilepas tanggal 21 Juli 1983 berdasarkan SK Mentan TP240/519/Kpts/7/1983, nomor induk B 3034. Varietas ini merupakan hasil seleksi keturunan persilangan Orba x No. 1682 dan hasil rata-rata sebesar 1,6 ton/ha. Warna hipokotilnya ungu, warna batang hijau, warna daun hijau tua, warna bulu coklat tua, warna bunga ungu, warna kulit biji kuning, warna polong tua coklat tua, warna hylum coklat tua, tipe tumbuh determinate, umur berbunga ±39 hari, umur matang 85–90 hari, tinggi tanaman ± 50 cm, bentuk biji oval dan agak pipih, bobot 100 biji ± 10 g, kandungan protein sebesar 37%, dan kandungan minyak 18%. Varietas ini tahan rebah, agak tahan karat daun dan virus (Balitkabi, 2011). 12 Kedelai Malang 2521 dicirikan dengan warna testa biji berwarna kehijauan, tanaman akan membelit jika ternaungi dan kedelai ini termasuk kedelai yang tahan terhadap serangan virus CPMMV (Barmawi, 2007). 2.3 Karakter Tanaman Karakter tanaman adalah sifat-sifat yang muncul pada tanaman. Menurut Komariah dkk. (2007), suatu karakter dikendalikan oleh sejumlah gen dan aksi gen tertentu. Jumlah dan aksi gen yang mengendalikan suatu karakter akan menentukan mudah tidaknya karakter tersebut diwariskan. Karakter tanaman dibagi menjadi dua yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif merupakan karakter yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan, karakter ini dikendalikan oleh sedikit gen sedangkan karakter kuantitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh banyak gen (Rachmadi, 2000). Penanganan karakter kuantitatif dalam pemuliaan tidak sesederhana karakter kualitatif yang dapat diarahkan dengan menggunakan nisbah Mendel. Ciri yang dapat digunakan untuk membedakan karakter kuantitatif dan karakter kualitatif menurut Allard (1995) adalah 1. Pada karakter kuantitatif terdapat ragam kontinu pada kurva sebaran frekuensi di dalam generasi bersegregasi. 2. Pada karakter kualitatif terdapat ragam terputus pada kurva sebaran frekuensi dengan munculnya kembali ragam tetua di dalam generasi bersegregasi. 13 2.4 Pola Pewarisan Kedelai merupakan tanaman diploid yang menyerbuk sendiri. Tanaman sebagai organisme diploid memiliki dua set kromosom, keduanya dapat saling bergabung membentuk gen dengan dua alel yang berbeda (Fehr, 1987). Menurut Crowder (1997), sesuai dengan mekanismenya setiap kali terjadi penyerbukan sendiri maka frekuensi alel homozigot akan meningkat sedangkan alel heterozigot akan menurun frekuensinya. Fenotipe suatu individu ditentukan oleh genotipenya dan pengaruh lingkungan, yang dinyatakan sebagai fenotipe = genotipe + lingkungan. Fenotipe mengacu pada penampilan atau pengukuran karakter, genotipe mengacu pada gen yang mengendalikan karakter, sedangkan lingkungan meliputi seluruh faktor luar yang dapat mempengaruhi penampilan gen yang mengendalikan karakter, seperti kelembaban, kesuburan tanah, suhu, dan tindakan manusia (Fehr, 1987). Penampilan suatu tanaman dengan tanaman lainnya pada dasarnya akan berbeda. Perbedaan yang ditimbulkan dari suatu penampilan tanaman akan menimbulkan variasi atau keragaman. Keragaman suatu karakter tanaman disebabkan oleh variabilitas genetik, penyusun populasi, variabilitas lingkungan, dan variabilitas interaksi genotipe x lingkungan (Rahmadi, 2000). Pewarisan sifat tidak selalu mengikuti pewarisan Mendel. Penyimpangan terhadap pewarisan Mendel dapat terjadi disebabkan adanya interaksi antar-alel pada lokus yang sama yang disebut dengan dominan tak sempurna. Nisbah pada dominan tak sempurna yaitu 1 : 2 : 1. Selain itu, adanya interaksi alel pada lokus 14 berbeda yang biasa disebut dengan epistasis. Pada interaksi ini akan dihasilkan nisbah 12:3:1 jika interaksi interlokus epistasi dominan, 9:3:4 untuk epistasi resesif, 15:1 untuk duplikat epistasis dominan, 9:7 untuk duplikat epistasis resesif, dan 13:3 untuk interaksi dominan dan resesif (Stansfield, 1991). 2.5 Modifikasi Nisbah Mendel Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1. 1. Modifikasi Nisbah 3 : 1 a. Semi dominansi Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul. Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan. Akibatnya, pada generasi F2 tidak didapatkan nisbah fenotipe 3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya nisbah genotipe. b. Kodominansi Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan samasama diekspresikan dan tidak saling menutupi. 15 2. Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1 Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen non-alelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya. Ada beberapa macam epistasis, masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F2. a. Epistasis resesif Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila alel resesif pada satu lokus menekan penampakan fenotipe pada lokus yang lain. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4. b. Epistasis dominan Pada peristiwa epistasis dominan terjadi apabila alel dominan pada satu lokus mempengaruhi penampakan fenotipe dari gen lokus lain. Nisbah fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1. c. Epistasis resesif ganda Apabila homozigot resesif pada dua lokus mempengaruhi penampakan fenotipe yang sama. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2. d. Epistasis dominan ganda Terjadi apabila dua gen berperan hampir sama dan saling menggantikan. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2. 16 e. Epistasis domian-resesif Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan pada satu lokus dan gen resesif pada lokus lain mempengaruhi penampakan fenotipe yang sama. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3. f. Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif Terjadi apabila gen bukan alel bekerja secara aditif untuk menampakkan sifat yang baru. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 6 : 1 (Crowder, 1997).