Generasi Unggul

advertisement
Budaya Ilmiah Mewujudkan Generasi Muda Bangsa (Baca : Remaja)
Cerdas dan Unggul
Oleh : Heri Kuswara*
Abstraksi
Generasi unggul adalah generasi yang mampu mencurahkan setiap waktunya untuk
berbagai aktifitas/kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi diri maupun
lingkungannya. Remaja yang notabene sebagai generasi penerus bangsa mempunyai
tanggungjawab yang besar dalam meng”hitam-putih”kan nasib bangsa ini untuk
menjadikan bangsa yang semakin bermartabat atau ber”maksiat”. Membangun dan
meningkatkan aktifitas yang bersifat ilmiah merupakan bagian terpenting bagi generasi
muda (baca : remaja) didalam mengisi sendi kehidupannya baik dalam komunitas formal
maupun dilingkungannya. Dengan terciptanya budaya ilmiah dikalangan generasi muda
(baca : remaja) dipastikan akan menjadi solusi terbaik generasi bangsa ini menjadi
generasi yang cerdas dalam berilmu pengetahuan dan santun dalam berperilaku.
A. Latar Belakang.
Indonesia merupakan bangsa yang sebenarnya patut dibanggakan, bangsa yang kaya akan
sumber daya alamnya, bangsa yang menyimpan potensi budaya yang maha dahsyat dan
bangsa yang besar nilai perjuangannya. Sejarah telah banyak membuktikan bagaimana
semangat dan jiwa nasionalisme para pahlawan pendahulu kita dalam memperjuangkan
bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka, bermartabat dan bangsa mandiri yang mampu
menentukan arah hidupnya tanpa menjadi budak penjajah. Namun dewasa ini, Ibu pertiwi
sedang menangis, sedang bersusah hati melihat kondisi rakyatnya yang jauh dari nilainilai agama, budaya dan adat istiadat yang dianut. “Wabilkhusus” perilaku dan pergaulan
generasi muda (baca : remaja) yang diharapkan mampu menjadi pemuda harapan bangsa
menampilkan potret yang sangat memprihatinkan.
Tawuran antar sekolah bahkan antar perguruan tinggi yang sudah dijadikan hobi
mingguan, maraknya narkoba dikalangan remaja dari mulai pemakai, pencandu,
pengedar bahkan ada yang sudah “berhasil” menjadi bandar, meningkatnya jumlah
remaja yang melakukan seks pra nikah yang simultan dengan meningkatnya aborsi,
membumbungnya perokok dikalangan remaja, maraknya kasus kriminalitas yang
pelakunya adalah kalangan remaja
dan rendahnya kepedulian remaja terhadap
pendidikan adalah potret terbaru generasi muda (baca : remaja) bangsa dewasa ini.
Beberapa sumber memberikan persentase yang sangat memprihatinkan bahwa “Tercatat,
19 persen dari jumlah remaja di Indonesia atau sekitar 14 ribu remaja, diindikasikan
menjadi pengguna narkoba, Keadaan Darurat atau Siaga, Remaja Jakarta 45% Pemakai
Narkoba, hingga tahun 2010 sekitar 30,32 persen terjadi seks diluar nikah di Indonesia,
dari jumlah itu, 15 persen dilakukan kaum remaja. Sedangkan 46,19 persen HIV positif
di rata-rata usia 15 sampai 29 tahun. Dan ada 2,3 juta setiap tahun kasus aborsi yang
dilakukan penduduk Indonesia, 20 persennya adalah remaja. Jika seks bebas terus
dilakukan oleh remaja, maka beberapa tahun kedepan penduduk Indonesia hanya diisi
oleh nenek dan kakek, sebab remajanya meninggal dunia karena aborsi. Survei The
Global Youth Tobacco Survey 2006 lalu, di Indonesia tercatat 64,2 persen anak sekolah
terkena asap rokok selama mereka di rumah. Penelitian itu juga menyimpulkan 37,3
persen pelajar merokok, dan 3 dari 10 pelajar pertama kali merokok berumur 10 tahun”.
Fenomena ini akan menjadi pertanda buruk bagi eksistensi bangsa, jika persoalan tersebut
tak segera dicarikan solusinya.
Melihat kondisi mengenaskan diatas, detik ini pula semua komponen bangsa wajib
hukumnya bahu membahu mengatasi berbagai permasalahan generasi muda (baca :
remaja) ini dengan berbagai program nyata yang mampu menjauhkan perilaku, pergaulan
dan kebiasaan buruk diatas. Jika didiamkan, tidak mustahil akan menenggelamkan
bangsa ini kedalam jurang kehancuran dan menjadi bangsa yang hina dan tidak
bermartabat. Bagaimana bisa bangsa ini menjadi bangsa yang maju, makmur dan
sejahtera manakala generasi muda pewaris estafet bangsa terjerumus kedalam perilaku
dan pergaulan yang sangat menyimpang.
Mengajak dan mengikutsertakan remaja dalam berbagai kegiatan baik kegiatan yang
bersifat sosial maupun kegiatan ilmiah adalah salah satu solusi terbaik dalam menjauhkan
remaja dari perilaku dan pergaulan buruk. Membudayakan aktifitas yang bersifat ilmiah
akan menjadikan generasi muda kita generasi yang cerdas dalam ilmu pengetahuan,
keterampilan maupun santun dalam interaksinya.
B. Pembahasan
Lembaga pendidikan (tingkat pertama, menengah dan tinggi) adalah media formal
dimana peserta didik mendapatkan pendidikan dan pengajaran didalamnya. Melalui
lembaga inilah diharapkan setiap generasi muda (baca : remaja) dapat mempersiapkan
dirinya baik ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk menjadi generasi
unggul yang mampu meneruskan estafet perjuangan bangsa ini. Sebagai institusi ilmiah,
lembaga pendidikan bukan hanya media pasif dalam mentransformasi ilmu pengetahuan
kepada peserta didiknya, namun lebih dari itu sudah sewajibnya lembaga pendidikan
menjadi garda terdepan dalam menciptakan komunitas ilmiah yang senantiasa
mengedepankan budaya ilmiah dalam aktifitas dan interaksinya.
Lembaga pendidikan yang senantiasa mendorong peserta didiknya untuk menghidupkan
budaya ilmiah berarti membantu mempercepat anak didiknya dalam menempatkan
perkataan dan perbuatan dengan landasan ilmiah. Pada dasarnya, manusia berbudaya
ilmiah adalah orang yang pada setiap pikiran, sikap dan perilaku didasarkan pada logika
atau akal. Mereka melakukan sesuatu berdasarkan logika dan mengerti hukum. Setiap
perbuatan dilakukan karena memang perlu, bukan karena ikut-ikutan atau diajak orang
lain. Budaya ilmiah dapat diartikan budaya yang mengedepankan suatu proses
obyektifitas yang tumbuh dan lahir dari rahim organisasi yang membiasakan
komunitasnya berkomunikasi secara sehat dan konstruktif yang tendensi pergulatan
pemikirannya sangat dipengaruhi oleh khasanah yang ilmiah (rasional, aktual, faktual dan
obyektif).
Perubahan pola belajar mengajar baik dari sisi muatan kurikulum, metode mengajar
guru/dosen, metode belajar siswa/mahasiswa harus segera dilakukan dalam rangka
menumbuhkembangkan budaya ilmiah bagi peserta didik. Lembaga pendidikan formal
tidak hanya bertanggungjawab terhadap mentransformasi muatan kurikulum formal
semata kepada anak didiknya namun lebih dari itu harus mampu mewujudkan peserta
didiknya menjadi insan yang berbudaya ilmiah baik dalam bersikap maupun berperilaku.
Prof Komarudin menyampaikan ”Formalisasi pendidikan yang menjadikan bangsa kita
tidak maju”.
Beberapa contoh budaya ilmiah dari penulis yang harus ditumbuhkembangkan oleh
remaja sehingga akan mencerminkan eksistensi dan kompetensi diri adalah sebagai
berikut :
1. Budayakan Membaca. Membaca adalah jantung pendidikan. Menurut Francis
Baron, Membaca menciptakan manusia yang lengkap. Membaca adalah pintu
menuju gerbang ilmu pengetahuan, dengan membaca setiap kita akan mengetahui
dan memahami berbagai informasi untuk memperkaya khasanah keilmuan.
Dengan membaca yang tidak diketahui menjadi tahu dan yang tidak dimengerti
menjadi dimengerti. Dalam berbagai kesempatan remaja harus mulai
membiasakan membaca, apapun sumber bacaannya (positif). Menumbuhkan
kepedulian membaca, akan semakin memperbanyak pustaka ilmu pengetahuan
pada diri remaja, dengan membaca, remaja akan mengedepankan budaya ilmiah
terutama dalam hal komentar dan ucapannya sesuai sumber terpercaya yang dia
baca. Untuk itu membacalah dengan fokus detik ini juga sesuai minat, bakat dan
kecintaan anda terhadap bidang/jurusan yang anda geluti, niscaya anda akan
menjadi referensi pustaka bagi yang lainnya.
2. Budayakan Menulis. Frank tibolt dalam bukunya berjudul meraih yang terbaik,
membuktikan bahwa dengan menulis bermacam masalah dan kerumitan akan
terpecahkan dengan baik sehingga dia mengatakan menulis adalah mitra dan
solusi terpercaya. Menulis adalah bentuk ekspresi diri yang didasari dengan ide,
konsep dan gagasan seseorang untuk maksud dan tujuan tertentu. Kegiatan
menulis dalam bentuk apapun (buku, jurnal, karya ilmiah, artikel, dan yang
lainnya) akan menjadikan kita mempunyai kapasitas dan kapabelitas keilmuan
dimata orang lain. Remaja yang memaksakan untuk mencoba menulis sesuatu hal
yang dia ketahui akan mendorong mereka menjadi terbiasa mencurahkan isi
hatinya dalam bentuk tulisan. Dengan terbiasa maka menulis akan tumbuh
menjadi budaya yang melekat pada diri remaja untuk mengekspresikan ide dan
pemikirannya sebagai sumbangsih remaja dalam mendorong terciptanya budaya
ilmiah dikalangan remaja.
3. Budayakan Berdiskusi. Apa yang telah kita baca dan tulis belum pasti
kebenarannya meskipun jelas sumbernya. Untuk meyakinkan sejauh mana
kebenarannya sehingga diterima/tidaknya argumentasi kita maka sangat perlu
untuk didiskusikan. Diskusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai
Pustaka (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; 1990) memiliki arti
"pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah". Biasanya
dalam diskusi para peserta mencari penyelesaian suatu masalah, minimal mereka
mengajukan usul atau ide yang mungkin bisa menyelesaikan masalah yang
mereka diskusikan. Diskusi adalah forum untuk menguji sejauhmana kemampuan
ilmu pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki untuk dijadikan konsensus
atau untuk dikritisi sebagai sesuatu yang masih banyak kelemahan dan
kekurangannya dari berbagai aspek kajian. Oleh karenanya dengan diskusi kita
akan semakin memahami betul akan pentingnya masukan, kritikan dan saran atas
apa yang kita ketahui dan kita pahami selama ini. Dengan diskusi pula akan
semakin meningkatkan kualitas komunikasi kita (communication skill) untuk
dapat meyakinkan dan mempengaruhi orang lain.
4. Aktif pada Forum/Organisasi Ilmiah. Forum/organisasi ilmiah merupakan tempat
dimana berkumpulnya masyarakat/komunitas intelektual dan ilmiah,
implementasi program kerja dari forum/organisasi ilmiah biasanya difokuskan
pada kajian mendalam dan kontinyu terhadap suatu bidang keilmuan untuk
mewujudkan generasi intelektual yang mampu menghasilkan karya ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek. Remaja diharapkan berperan
aktif didalam berbagai forum/organisasi ilmiah untuk memperdalam ilmu
pengetahuan dan turut serta menyumbangkan ide dan pemikirannya. Melalui
forum/organisasi ilmiah, setiap remaja akan terlihat cerdas dan unggul baik
wawasan maupun ilmu pengetahun yang digelutinya.
5. Jadilah Student Center Learning. Student Center Learning adalah proses
pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. SCL merupakan aktivitas yang di
dalamnya peserta didik bekerja secara individual maupun kelompok untuk
mengeksplorasi masalah, mencari pengetahuan secara aktif dan bukannya
penerima pengetahuan secara pasif (Harmon & Harumi, 1996). Peserta didik
merupakan komponen utama di dalam kelas, peserta didik merupakan fokus, dan
pengajar berfungsi sebagai fasilitator bagi pembelajar dalam diskusi kelompok
kecil, SCL merupakan lawan dari “teacher-centered” (Eaton, 1994).
Peserta
didik sebagai “partners” dengan pengajar di dalam pendidikan (Alley, 1996). Ada
banyak sistem dan metode pembelajaran yang harus dirubah oleh Lembaga
pendidikan, pengajar dan peserta didik dalam mengimplementasikan metode
student center learning. Melalui metode ini, peserta didik diharapkan mampu
membangun Paradigma pembelajaran dengan melibatkan penciptaan lingkungan
dan pengalaman yang memungkinkan mereka mencari, menemukan, dan
mengkonstruksi pengetahuan dan memposisikan diri dari behaviorism menjadi
constructivism. Peserta didik harus membangun suasana belajar yang proaktif,
kritis dan dialogis untuk menguasai ilmu pengetahuan, memahami hubungan
antara pengetahuan dengan dunia nyata (analitis, sintesis, artikulasi).
C. Kesimpulan
Fakta mengenai kondisi generasi muda bangsa yang dewasa ini sangat memprihatinkan,
dari mulai tawuran antar pelajar bahkan antar mahasiswa, maraknya narkoba dikalangan
remaja dari mulai pemakai, pencandu, pengedar bahkan ada yang sudah “berhasil”
menjadi bandar, meningkatnya jumlah remaja yang melakukan seks pra nikah yang
simultan dengan meningkatnya aborsi, membumbungnya perokok dikalangan remaja,
maraknya kasus kriminalitas yang pelakunya adalah kalangan remaja dan rendahnya
kepedulian remaja terhadap pendidikan sudah saatnya dihentikan (ditekan seminimal
mungkin). Generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa harus menjadi garda
terdepan dalam membasmi dan mencegah penyakit remaja tersebut.
Membangun dan menumbuhkembangkan budaya ilmiah adalah salah satu solusi terbaik
dalam mencegah terjadinya perilaku dan pergaulan remaja yang memprihatinkan. Melalui
budaya ilmiah setiap generasi muda (baca : remaja) dituntut untuk membudayakan halhal yang bersifat keilmuan seperti membaca, menulis, berdiskusi, aktif dalam berbagai
forum/organisasi ilmiah dan menjadi student center learning dilingkungan pendidikan.
Dengan menyibukan diri pada berbagai aktifitas positif diatas, generasi muda (baca :
remaja) diharapkan menjadi generasi bangsa yang cerdas, berwawasan dalam ilmu
pengetahuan dan menjadi SDM yang unggul dalam berbagai bidang. Inilah generasi
muda bangsa (baca : remaja) yang akan menjadikan bangsa ini bermartabat dan disegani
bangsa lain. *Ketua Gema Asgar Jakarta 2010-2012
Download