BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan sejarah masuknya Islam di Indonesia, Islam dapat diterima oleh sebagian kaum lapisan masyarakat Indonesia, mulai dari rakyat jelata hingga raja-raja dalam waktu yang relatif singkat. Sehingga penganut agama Islam pada akhir abad ke-6 H (abad ke-12 M), dan tahun-tahun selanjutnya, berhasil menjadi kekuatan muslim Indonesia yang ditakuti dan diperhitungkan.1 Hal ini merupakan catatan pergerakan dakwah yang ada di Indonesia di awal Islam Masuk di Indonesia. Terlepas dari perbedaan kapan agama Islam masuk di Indonesia, 2 terdapat catatan sejarah menyatakan bahwa Islam masuk di Indonesia terpengaruh adanya mistik. Sifat mistik dalam Islam tersebut diklaim sebagai daya tarik kaum pribumi yang dipengaruhi kebiasaan Hindu.3 Maka dapat dipahami dalam hal ini bahwa ketika masuknya Islam di Indonesia sudah terdapat agama lain yang sudah ada di Indonesia. Sehingga hal ini mempengaruhi pola perkembangan pemikiran dan perkembangan dakwah Islam. 1 Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 316. 2 Beberapa Ilmuwan tidak mencapai kata sepakat sebab diantara mereka mengatakan sejak abad kedelapan sedangkan yang lain mengatakan baru abad ketiga belas. 3 Mohammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah studi tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, terj. Soedarso Soekarno (Jakarta: INIS, 1993), hlm. 19. 1 Pengaruh mistik telah dianggap oleh beberapa ahli sejarah menjadi faktor cepatnya penganutan penduduk Indonesia ke dalam Islam sejak abad ketiga belas hingga seterusnya. Tokoh yang terkenal dalam hal ini antara lain Hamzah Fansuri, Sultan Iskandar Muda, ar-Raniri dan khusus di Jawa terkenal dengan Wali Sanga.4 Sehingga merekalah yang memperkenalkan mistik Islam atau aliran sufi kemudian berkembang hingga sekarang. Pemikiran tokoh ini dapat ditelusuri melalui berbagai peninggalan oleh berbagai tokoh di atas. Bahkan tokoh-tokoh tersebut dijadikan nama-nama instansi dan tempat-tempat umum lain sebagai tokoh yang berjasa dalam dakwah Islam serta dalam membela tanah air dari penjajahan dimasanya. Walaupun ajaran beraliran sufi berkembang, namun disisi lain juga muncul Kiai Haji Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah5 dan Kiai Haji Hasyim Asy’ari sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Tokoh agama yang giat berdakwah dan menarik di Indonesia serta memiliki pengaruh besar karena pemikiran dakwahnya di masyarakat yaitu Kiai Haji Sasmitaning Sukma (selanjutnya bisa disebut Ki H SS). Dia merupakan tokoh besar dari daerah Kulon Progo di daerah bukit Menoreh sisi utara, daerah perbatasan Magelang, Jawa Tengah. Daerah ini merupakan daerah terisolir yang sulit dijangkau oleh kendaraan. Penduduk di daerah ini sebagian besar adalah petani atau pekebun kopi atau cengkeh. 4 Mohammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia ..., hlm. 18. 5 Muhammadiyah berdiri pada tahun 1912 M. hlm. Suadi Asyari, Nalar Politik NU dan Muhammadiyah, terj. Mohammad Rapik, (Yogyakarta: LkiS, 2010), hlm. 40. 2 Dia merupakan figure yang menarik untuk dikaji. Dia melakukan perubahan pola pikir yang dilandasi dengan ilmu tasawuf dan juga merupakan tokoh yang menentang ajaran gereja dimasanya yang didukung pemerintah Belanda. Hal itu dia wujudkan dalam melawan upaya kristenisasi kepada umat Islam. Selain itu dia juga merupakan tokoh penggerak dakwah yang mengajarkan dengan menggunakan istilah bahasa jawa. Selain itu dia juga menggunakan beberapa istilah serta beberapa lambang singkat untuk memudahkan masyarakat memahami pemikiran dakwahnya. Beberapa kondisi seperti rendahnya pendidikan, lemahnya pemahaman agama dan akses ekonomi yang merupakan sebab tersendiri akan adanya gerakan pemikiran dakwah Ki H SS. Hal ini pula juga telah digunakan adanya upaya misionaris kristen untuk melaksakan progam mereka. Gerakan mereka didukung dari pemerintah kolonial dengan mendirikan, mendirikan Rumah Sakit, Sekolah, Panti Asuhan di daerah Boro, Sidoharjo, Samigaluh, Kulon Progo. Penyampaian pemikiran dalam dakwahnya telah menarik ribuan orang disekitarnya. Namun, kegigihannya dalam dakwah bukan berarti tanpa halangan. Hasutan dan permintaan untuk adanya pembubaran pemikiran dakwahnya sempat terjadi. Permintaan ini dipelopori oleh beberapa orang yang cemburu dan tidak suka pemikiran Ki H SS yang berkembang. Pada saat itulah tampil seorang da’i muda, pegawai Departemen Agama Kulon Progo, sekaligus pengurus Persyarikatan Muhammadiyah dan 3 Partai Masyumi (Thoharudin Masyhuri), membela ajaran Ki H SS bahwa ajarannya tidak sesat. Tokoh muda ini mampu meyakinkan pemerintah bahwa ajaran Ki H SS ini semata-mata mengajak kepada pemurnian tauhid, bukan ajaran sesat selaras dengan visi dan misi Muhammadiyah. Pemerintah menerima argumentasi K.H Thoharudin Masyhuri hingga akhirnya ajaran kelompok pengajian K.H SS ini bisa selamat tetap diijinkan berkembang hingga saat ini. Atas jasanya tersebut maka K.H Thoharudin diangkat sebagai wakil Guru Ki H SS dalam persoalan pemerintahan dan politik. Akulturasi budaya Jawa Pra Islam oleh kelompok keagamaan saat itu banyak memunculkan percampuran antara ajaran Islam dengan kepercayaan lokal (Hindu dan Budha ) serta tumbuh suburnya kesyirikan. Lebih dari itu Kolonialisme Belanda telah menjadikan sekelompok orang Islam lebih mendewakan harta, mereka rela menjadi antek-antek Belanda dengan imbalan kemewahan dunia. Sehingga lupa dengan tujuan hakiki penciptaan manusia di dunia. Selain itu, rusaknya pola pikir, dengan munculnya pola hidup materialaisme, hedonisme ini semakin merata di masyarakat. Dalam hal ini, kaum priyayi dan masyarakat awam rela menjual agamanya menjadi Nasrani demi mendapatkan materi. Mereka lupa dengan hakiat esensi dan tujuan penciptaannya. Terdapat pergeseran orientasi hidup yaitu hanya sekedar memenuhi nafsu untuk meraih kenikmatan dunia, menumpuk-numpuk harta dan tidak peduli dengan agamanya. Sedangkan, akherat bukan lagi menjadi visi misi hidupnya, ibadah disepelekan, dan dakwah tidak dihiraukan, masjidmasjid semakin tidak dipedulikan. Kondisi kaum muslimin yang demikian ini 4 pula mendorong Ki H SS melakukan gerakan dakwah pemurnian aqidah yang bersumber kepada Tauhid Uluhiyyah. Lain halnya dengan K.H Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah, K.H Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdhotul Ulama, K.H Sasmitaning Sukma tidak mendirikan organisasi kemasyarakatan atau persyarikatan. Ia hanya mengumpulkan para pemuda dari masyarakat sekitar untuk dididik dan digembleng dengan pendalaman agama yang menitik beratkan pada masalah aqidah, tazkiyatun nafs, dan semangat jihad melalui jalan dakwah. Para kader ini diharapkan mampu menyebarkan ide-ide dan pemikran Ki H SS kepada masyarakat muslim. Diantara murid-muridnya ada sembilan orang yang dianggap mampu melanjutkan pemikiran dan gagasan Ki H SS. Sembilan murid ini kemudian diangkat sebagai murid senior tempat berguru para jamaah pengikutnya dengan gelar mujaddid. Ki H SS ini merupakan tokoh Muhammadiyah dan sekaligus tokoh Masyumi. Dia juga merupakan murid K. H Amad Dahlan. Sehingga pemikirannya juga tidak berbeda dengan gurunya terutama tentang ajaran tauhid, serta memberantas bid’ah, tahayul dan khurafat. Walaupun demikian, terdapat perbedaan dalam hal metode pendekatan dakwahnya. Dia menggunakan metode pendekatan dakwah yang bercorak tasawuf. Kajian dan kegelisahan akademik yang menarik diteliti dari pemikiran tasawuf K. H SS adalah adanya perbedaan dengan tasawuf pada umumnya. Tasawuf pada umumnya dianggap sesat oleh sebagian besar dari kalangan 5 muslim sendiri. Namun Ki H SS ini mampu menampilkan ajaran tasawuf yang berlandaskan dari ayat-ayat al Quran dan Hadits. Seperti penolakan wahdatul wujud, penolakan konsep hulul, penolakan konsep nur muhammad, dan lainlain. Dalam hal ini, pemikiran tasawuf dari Ki H SS perlu untuk dianalisis lebih lanjut. Selain itu, hal yang menarik untuk dianalisis adalah implementasi dari pemikirannya terhadap gerakan dakwah dan pengaruhnya terhadap pengamalan agama masyarakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar diperoleh pembahasan yang konsisten mengenai obyek penelitian ini, maka dapat dirumuskan beberapa pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Pokok masalah tersebut adalah : 1. Bagaimana pemikiran Ki H SS dalam pembaharuan pemikiran tasawuf? 2. Bagaimana implementasi dari pemikiran Ki H SS terhadap gerakan dakwah dan pengaruhnya terhadap pengamalan Agama Masyarakat? C. Tujuan dan Kegunaan 1. Mengetahui pemikiran Ki H SS dalam pembaharuan tasawuf. 2. Mengetahui implementasi dari pemikiran Ki H SS terhadap gerakan dakwah dan pengaruhnya terhadap pengamalan Agama Masyarakat. Adapun kegunaan penelitian ini secara praktis diharapkan mampu memperjelas maksud pemikiran tasawuf sesuai pemahaman para ulama salaf, serta mampu mendudukkan beberapa persoalan yang kelihatannya terdapat 6 perbedaan antara jamaah Ruhama’ dengan pemahaman aqidah para ulama ahlus sunnah lainnya. Sedangkan secara teorotis dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya studi pemikiran Islam. Penelitian ini diharakan menjadi kajian baru dalam pemikiran tokoh sufi di Indonesia. Persoalan dalam mensosialisakan pemikiran Islam merupakan hal yang penting di abad yang modern. Penelitian ini tidak memberikan teori baru dalam pemikiran Islam, tetapi lebih cenderung kepada memberikan gambaran aplikasi dan implikasi pemikiran Islam seorang tokoh. D. Telaah Pustaka Pembahasan mengenai permikiran tokoh telah banyak dikupas dalam beberapa buku, hasil penelitian, jurnal, dan karya ilmiah lannya. Kesemuanya telah ditulis dengan sudut pandang yang berbeda dan menghasilkan yang berbeda pula. Berikut merupakan beberapa karya yang berkaita dengan tasawuf dan Ki H SS. Skripsi yang ditulis oleh Kusbandi, mahasiswa S1 Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 1996, Ki Haji Sangadi Sastro Widarso Dan Perjuangannya (1916 – 1976).6 Skripsi ini hanya menulis tentang deskripsi perjuangan Ki Haji SS dari sisi sejarah, bukan meneropong dari sisi ajaran yang ia bawa.7 Penelitian ini merupakan salah satu penelitian yang terkait erat dengan objek penelitian yang sama. Namun penelitian ini hanya sebatas 6 Kusbandi, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 1996, Ki Haji Sangadi Sastro Widarso Dan Perjuangannya ( 1916 – 1976 ), (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1996). 7 Kusbandi, mahasiswa S1 Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 1996, Ki Haji Sangadi Sastro Widarso Dan Perjuangannya ( 1916 – 1976 ). 7 gambaran pemikiran Ki H SS secara umum dan menganalisis sejarah sosial pemikirannya serta implikasinya. Mulyadi Kartanegara dengan bukunya berjudul Menyelami Lubuk Tasawuf, diterbitkan Gelora Aksara Pratama, 2006.8 Buku ini merupakan refleksinya tentang berbagai masalah atau pertanyaan berkenaan dengan rasawuf. Tema-tema tasawuf disajikan dalam buku ini secara jelas walaupun tanpa catatan rujukan di setiap halamannya. Beberapa hal yang terkait dengan tasawuf yang ada dalam buku ini, yaitu: pengertian tasawuf, deskrispsi ontologis tentang realitas, makrifat, tarekat dan peranan tasawuf di dunia modern. Penelitian dalam buku ini tidak mengacu kepada tokoh tertentu dan hanya lebih teoritis tentang tema-tema penting tasawuf. Penelitian mengenai pemikiran tokoh tasawuf dapat ditemui dalam penelitian Syarifuddin, Memperdebat Wujudiyah Syeikh Hamzah Fansuri (Kajian Hermeneutik atas Karya Sastra Hamzah Fansuri dalam Jurnal Religia Vol. 13, No. 2, Oktober 2010, hlm. 139-156.9 Penelitian ini digunakan untuk menganalisis pemikiran-pemikiran sufistik Hamzah Fansuri yang terlembagakan dalam karya-karyanya dengan pendekatan hermeunetik. Selain itu, penelitian ini mengkaji dasar yang digunakan oleh para penulis terdahulu dalam mengkritisi ajaran sufi wuhjudiyahnya dan dasar yang mereka gunakan dalam memberikan dukungan terhadap ajaran tersebut. 8 Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2006). 9 Syarifuddin, “Memperdebat Wujudiyah Syeikh Hamzah Fansuri (Kajian Hermeneutik atas Karya Sastra Hamzah Fansuri“ dalam Jurnal Religia Vol. 13, No. 2, Oktober 2010. 8 Tesis yang ditulis oleh Aina Noor Habibah, Pemikiran Tasawuf Akhlaqi K. H Asyari Marzuki (Studi tentang Ajaran Tasawuf dalam Kehidupan Modern), IAIN Sunan Ampel, 2012.10 Penelitian ini meneliti pemikiran K. H Asyhari Marzuki dan implimentasinya terhadap pemikiran tasawuf modern saat ini. Penelitan ini menghasilkan kesimpulan bahwa pemikiran K. H Asyhari Marzuki berkaitan dengan akhlak individu dan ahklak kepada sesama. Terkait dengam ahklak individu ada beberapa hal antara lain: Pertama, taubat dan taqarrub; cara taubat dan taqarrub bisa dilakukan dengan shalat, dhikir; kedua, dengan syukur nikmat; ketiga, memperbanyak membaca al-Qur’an. Adapun akhlak terhadap sesama, yaitu: pertama, al-amr bil ma’ruf wa an-nahyu anMunkar (mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran); kedua, ziarah kubur; K. H Asyhari berpendapat bahwa ziarah kubur merupakan ungkapan ingat akan mati; ketiga, menyampaikan amanat; keempat, husnuzon sebagai solusi khilafiyah. Hal-hal inilah yang dianggap sebagai filter yang mampu membendung krisis multidimensi saat ini adalah dengan berakhlak yang mulia. Penelitian ini menegaskan bahwa bangsa yang bangkit sangat membutuhkan etika, akhlak yang unggul, kuat dan kokoh serta jiwa yang besar, tinggi dan bercita-cita besar. Penelitian tentang tasawuf lainnya juga terdapat dalam tulisan Syahrul, Tasawuf Sosial Analisis Pemikiran Tasawuf Syekh Yusuf Al-Makassari,dalam 10 Aina Noor Habibah, Pemikiran Tasawuf Akhlaqi K. H Asyari Marzuki (Studi tentang Ajaran Tasawuf dalam Kehidupan Modern), ( Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012). 9 Jurnal Al-Fikr Volume 17 Nomor Tahun 2013.11 Penelitian ini menjelaskan ajaran Syekh Yusuf Al-Makassari yang dapat diterima di Makasar, dan juga dapat diterima di dunia khusunya di benua Afrika. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis. Penelitian ini menghasilkan penemuan bahwa ajaran Syekh Yusuf Al-Makassari di antaranya adalah toleransi yang membedakan dengan tasawuf lain. Ajaran ini sangat diperlukan dalam masyarakat yang multikultural, multietnik, dan multi agama seperti Indonesia. Hal inilah yang membuat ajarannya diterima di pelosok nusantara dan umat manusia di dunia. Dari semua hasil-hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian ini belum ada yang sama baik dalam materi atau dari sisi pendekatan pembahasannya. Penelitian ini akan cenderung historis sosiologis, yaitu menggambarkan keadaan masyarakat yang telah ada dimasa lampau dengan melihat aspek kehidupan sosial yang ada. Penelitian ini memang akan berorientasi kepada pemikiran tokoh sufi di wilayah Kulon Progo sekaligus menganalisis dampak dalam kehidupan masyarakat dalam keseharian mereka. E. Kerangka Teoritik Secara bahasa, istilah pembaharuan berasal dari kata baru atau baharu. Kata ini mempunyai kesamaan arti yang banyak, diantaranya adalah modern, sedangkan pembaharuan atau pembaruan berarti usaha untuk menjadikan sesuatu menjadi baru atau modern.12 11 Syahrul, “Tasawuf Sosial Analisis Pemikiran Tasawuf Syekh Yusuf AlMakassari”, Jurnal Al-Fikr Volume 17 Nomor Tahun 2013. 12 Tim Redaksi kamus bahasa indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008) hlm 119 dan 142 10 Pendapat Harun Nasution menjelaskan sebagaimana dikutip oleh Tobobatussadah, pembaharuan dapat dianalogikan dengan mordenisme karena istilah ini mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi lama, dan sebagaianya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.13 Menurut Fazlur Rahman, mordenisasi dibedakan menjadi dua macam berdasarkan latar belakang munculnya. Kedua itu, yaitu: mordenisme klasik, mordenisme kontemporer. Mordenisme klasik berkepentingan atas reformasi internal, sedangkan mordenisme kontemporer berkempentingan atas reformasi dan rekontruksi internal. Modernisme kontemporer bergerak secara parsial, tidak sistematis dan cenderung lambat, karena secara teoritis sebagai upaya pengamanan Islam atas kritikan Barat.14 Menurut Soegijanto Padmo, kemajuan umat Islam di Indonesia tidak lepas dari peran tokoh dan berbagai organisasi keislaman yang secara aktif melakan amal usaha yang meliputi bidang agama, pendidikan, kemasyarakatan, dan lain-lain. Munculnya tokoh dan berbagai organisasi Islam merupakan pendorong bagi transformasi sosial dan budaya yang signifikan dalam sejarah bangsa Indonesia. Menurutnya, kemiskinan dan keterbelakangan menimbulkan 13 Tobibatussaadah, “Pembaruan Pemikiran Dalam Konteks Keindonesaan: Studi Terhadap Pemikiran Hukum Islam Munawir Sjadzali serta Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Hukum Islam di Indonesia”, (STAIN Jurai Siwo Metro: Jurnal Istinbath, 2004), hlm. 59. 14 Ibid ..., hlm. 59-60 11 berbagai penyakit masyarakt seperti bid’ah, tahayul dan khurafat serta perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam.15 Kamarudin Salleh dan Khoiruddin menjelaskan bahwa dinamika pemikiran Islam berubah dan berkembang sepanjang perjalanan sejarah agama itu sendiri. Pemikiran Islam tersebut ada yang bersifat tradisional, fundamental, sederhana, modern dan liberal. Dalam hal ini usaha-usaha untuk memahami, mentafsir, dan berpegang teguh pada al-Quran dan Hadits melahirkan pentafsiran dan pemaknaan yang berbeda. Namun dalam memahami sumber ajaran ini dan pentafsiran serta pelaksanannya senantiasa mengalami proses aktualisasi ke dalam realita pemeluknya.16 Penelitian ini akan menggunakan teori di atas dengan penggunaan sesuai dengan objek penelitian. Teori pembaharuan pemikiran Islam sebagaimana hal tersebut di atas digunakan untuk menganalisis permasalahan yang pertama yaitu tentang pemikiran Ki H SS. Sedangkan untuk analisis tentang implikasi pemikiran dan gerakan dakwahnya akan dianalisis dengan teori peranan tokoh agama serta adanya perubahan sosial dalam masyarakat. F. Metode Penelitian Demi mewujudkan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka penelitian ini dalam mengumpulkan data terkait dan mendeskripsikannya serta menyimpulkannya menggunakan metode sebagai berikut: 15 Soegijanto Padmo, “Gerakan Pembaharuan Islam ndonesia dari Masa ke Masa: Sebuah Pengantar”, (Yogyakarta: Humaniora, Vol. 19 No. 2 Juni 2007), hlm. 151. 16 Kamarudin Salleh dan Khoiruddin, “Gus Dur dan Pemikiran Liberalisme”, ArRaniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No. 2, Desember 2014, hlm. 259 12 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian lapangan (field research), penelitian ini memfokuskan pada hasil pengumpulan data dari beberapa hasil observasi dan wawancara yang telah ditentukan. Walaupun penelitan ini merupakan penelitan lapangan tapi dalam penelitian ini juga menggunakan referensi-referensi berupa buku maupun dari jurnal yang erat kaitannya dengan permasalahan penelitian. 2. Sumber Data Tesis ini menetikberatkan pada telaah pemikiran keagamaan K.H SS yang berhubungan dengan aspek adat, tasawuf dan syariah dalam kapasitasnya sebagai tokoh pembaharuan tokoh di Kulon Progo. Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini diperlukan sumber data tertulis, lisan, dan observasi. Data pada penelitian ini bersumber dari data hasil observasi dan wawancara di lapangan. Sumber data lisan dalam penelitian ini diambil dari hasil wawancar dengan ulama yang masih hidup. Ulama yang dimaksud disini adalah ulama yang memiliki kedekatan dengan K.H SS. Interview ini diambil sebagai langkah untuk mengetahui masa lampu K.H SS yang berkaitan dengan gerakan pembaharuannya dan implementasinya dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini tentu saja berkaitan dengan erat para figur yang memiliki kaitan langsung erat dengan tokoh K.H SS. Sedangkan metode observasi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat peninggalan pemikiran tokoh KH SS yang masih ada sampai 13 sekarang. Tentu saja peninggalan yang dimaksud adalah peninggalan yang pernah digunakan K.H SS yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Hal ini untuk memperkuat bukti lisan dan wawancara yang berkaitan dengan ketokohan dan implilasi pemikiran KH SS. Selain itu, penelitian ini menggunakan data sekunder yang sudah dalam bentuk jadi, seperti dokumen dan publikasi. Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun rinciannya sebagai berikut: Sumber Data primer dalam penelitan ini bersumber dari tulisan-tulisan tokoh tersebut dan atau dari tulisan-tulisan para muridnya yang masih hidup. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulisan para penulis lain tentang dirinya dalam bentuk penelitian dan buku, sebagimana yang terdapat dalam kepustakaan. Sumber data tertulis dilacak melalui pembacaan buku-buku, artikel, jurnal, dokumentasi, dan atau dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian. 3. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini bersifat deskriftif analitis. Deskriftif yaitu menggambarkan secara umum riwayat hidup dan perjuangan yang pernah dilakukan oleh KH SS. Analisis digunakan untuk menelaah pemikiran dan implikasi pemikiran Ki H SS dengan teori serta dikaitkan dengan pandangan atau pendapat tokoh lain. 4. Teknik Pengumpulan Data 14 Data penelitian ini diambil dari hasil observasi dan wawancara. Selain itu juga menggunakan data sekunder yang menjelaskan data primer, kedua data tersebut digunakan untuk mengetahui bagaimana ketokohan, deskripsi pemikiran Ki H Sasmitaning Sukma tentang masalah tasawuf, dan bagaimana implementasi dari pemikiran Ki H Sasmitaning Sukma terhadap gerakan dakwahnya dan pengaruhnya terhadap pengamalan agama masyarakat. 5. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis sosiologis. Pendekatan historis yang dimaksud untuk melihat datadata yang melatar belakangi pemikiran Ki H Sasmitaning Sukma dan reaksi yang muncul terhadap gerakannya. Selain itu, dimaksudkan untuk melihat riwayat hidup dan perjuanganya. Pendekatan sosiologis dimaksudkan untuk melihat implementasi gerakan dakwah Ki H Sasmitaning Sukma dan pengaruhnya terhadap pengamalan agama masyarakat. 6. Analisis Data Semua data yang sudah terkumpul baik dari observasi, wawancara dan pustaka kemudian diklarifikasi menurut sifat-sifatnya masing-masing, kemudian diinterpretasikan, dan dianalisis menggunakan analisis kualitatif. Sehingga ditemukan jawaban dari permasalahan penelitian secara tepat. Analisis data dilakukan dengan cara menelaah data dengan teori yang ada dalam penelitian. Dalam hal ini bisa menggambarkan pemikiran 15 Ki H SS dan juga bisa menjelaskan implementasi pemikirannya. Sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang benar. G. Sistematika Pembahasan Pembahasan pada tesis ini disajikan ke dalam lima bab. Bab Pertama berisi pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian, kajian pustaka, kerangka teoritik, dan sistematika pembahasan. Bab ini merupakan pengantar bagi bab-bab selanjutnya. Pada bab kedua akan terdapat beberapa hal yang terkait dengan kajian tasawuf. Bab ini berisi pengertian tasawuf, sejarah perkembangan tasawuf, dan pendapat tokoh-tokoh tasawuf. Bab ini merupakan gambaran secara umum dan teoritis tentang tasawuf. Pada bab ketiga akan dibahas mengenai biografi Kyai Haji Sasmitaning Sukma. Beberapa hal yang terkait hal ini adalah Biografi Ki H Sasmitaning Sukma, latar belakang pemikiran Ki H Sasmitaning Sukma, dan Ajaran-ajaran Ki H Sasmitaning Sukma dan murid-muridnya. Bab Ketiga ini merupakan gambaran umum sebagai objek yang dikaji dalam penelitian. Bab keempat berisi tentang analisis tentang deskripsi pemikiran Ki H Sasmitaning Sukma tentang masalah tasawuf, dan bagaimana implementasi dari pemikiran Ki H Sasmitaning Sukma terhadap gerakan dakwahnya dan pengaruhnya terhadap pengamalan agama masyarakat. Analisis dalam pemikiran Ki H SS dapat dianalisis melalui beberapa bait yang terdapat dalam 16 tulisan-tulisan dengan teori di bab sebelumnya. Sedangkan analisis terkait dengan implikasi pemikiran dan gerakan dakwahnya bisa dicermati dari adanya respon masyarakat, reaksi masyarakat, usaha-usaha Ki H SS serta beberapa hal lain yang ada dalam masyarakat terhadap pemikiran Ki H SS. Bab kelima merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari uraian sebelumnya, dan saran kepada pihak-pihak yang terkait. Kesimpulan merupakan hasill akhir penelitian dari bab-bab sebelumnya. Adapun saran yang dimaksud merupakan bentuk suatu bentuk saran dalam penelitan berikutnya ataupun kepada pihak instasi yang memiliki peranan terhadap objek penelitian. 17