BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) dalam Valeria (2013) menyebutkan bahwa teori agensi
adalah teori yang menjelaskan tentang hubungan antara principal dan agen. Yang dimaksud
principal adalah pemilik atau pemilik modal, sedangkan agen adalah orang yang diberi kuasa
oleh principal yaitu manajemen yang mengelola perusahaan.
Menurut Putriani (2010) dalam Valeria (2013) adanya pemisahan kepemilikan oleh
principal dan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan
konflik keagenan. Manager kebanyakan akan melaporkan laporan keuangan yang dapat
mengorbankan kepentingan para pemegang saham.
Untuk meminimalkan terjadinya konflik keagenan, teori agensi menekankan
pentingnya mekanisme yang dirancang untuk memonitor perilaku manajemen perusahaan
(Frankforter et al., 2000) dalam Valeria (2013).
2.1.2. Corporate Social Responsibility
Menurut The World Business Council on Sustainable Development (WBCSD),
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan
sebuah komitmen perusahaan untuk melaksanakan etika keperilakukan dan berkontribusi
terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan. Sehingga suatu organisasi, terutama
perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata
berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden,
tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya
itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang.
Menurut Hackston dan Milne (1996) corporate social responsibility merupakan
proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi
terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Aktivitas Corporate Social Responsibility yang dilakukan oleh perusahaan bermanfaat dalam
meningkatkanpenjualan, meningkatkan citra perusahaan, menunjukan brand positioning,
sertameningkatkan daya tarik perusahaan baik di mata investor maupun analiskeuangan
Megawati dan Yulius (2011).
2.1.3. Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD)
Menurut Griffin dan Ebert (2009) bahwa pengungkapan sebagai suatu usaha
perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap kelompok dan
individual dalam lingkungan perusahaan. Tujuan dari pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan atau Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD) adalah agar perusahaan
dapat menyampaikan tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan perusahaan dalam
periode tertentu (Sari, 2012).Penjelasan mengenai CSRD ini biasanya terdapat dalam laporan
tahunan (annual report) perusahaan yang dipertanggung jawabkan oleh manajemen. Laporan
ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan perseroan yang dilaksanakan
selama tahun buku berakhir (Nor Hadi. 2011:206).
Menurut Ghozali dan Chariri (2007) praktik pengungkapan sosial perusahaan
memainkan peranan penting bagi perusahaan karena perusahaan hidup di lingkungan
masyarakat dan kemungkinan aktivitasnya memiliki dampak sosial lingkungan.
Anggraini (2006) mengatakan bahwa corporate social reporting terbagi menjadi tiga
kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, dan kinerja sosial. Sedangkan Zhegal dan
Ahmed (1990) mengidentifikasikan hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial
perusahaan, yaitu:
1. Lingkungan, meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan
terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan pengungkapan lain yang
berkaitan dengan lingkungan.
2. Energi, meliputi konservasi energi, efisiensi energi.
3. Praktik bisnis yang wajar, meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan,
dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial.
4. Sumber daya manusia, meliputi aktivitas di dalam suatu komunitas, dalam kaitan
dengan pelayanan kesehatan, pendidikan dan seni.
5. Produk, meliputi keamanan, pengurangan polusi.
Seiring berjalannya waktu dengan berkembangnya peraturan-peraturan terkait laporan
pertanggung jawaban sosial, mengakibatkan laporan CSR berubah dari sukarela (voluntary)
menjadi wajib (mandatory).
2.1.4. Karakteristik Perusahaan
Karakteristik perusahaan merupakan faktor-faktor yang membedakan perusahaan
tersebut dengan perusahaan yang lain (Septiani, 2013). Karakteristik yang dipakai dalam
penelitian ini adalah ukuran perusahaan (size), profitabilitas, profil perusahaan, ukuran
dewan komisaris, leverage, kepemilikan luar negeri. Pada karakteristik ukuran perusahaan,
profitabilitas, profil, ukuran dewan komisaris dan leverage pernah dilakukan penelitian oleh
Sembiring (2005). Peneliti menambahkan karakteristik kepemilikan luar negeri yang dirasa
memiliki pengaruh terhadap pelaporan tanggung jawab sosial.
2.1.4.1. Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran perusahaan merupakan salah satu variabel yang banyak digunakan dalam
penelitian untuk mejelaskan pengungkapan laporan pertanggung jawaban sosial. Ukuran
perusahaan adalah ukuran atau besarnya aset yang dimiliki oleh perusahaan (Septiani, 2013).
Normalnya, perusahaan besar akan lebih mengungkapkan informasi yang luas dibanding
perusahaan kecil. Perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan
yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial
perusahaan (Sembiring, 2005)
Terdapat tiga alternatif dalam perhitungan untuk menentukan besar kecilnya suatu
perusahaan, yaitu: melalui ukuran aktiva, penjualan bersih, dan kapitalisasi pasar (market
capitalized). Namun, total aktiva dianggap lebih mencerminkan ukuran perusahaan, seperti
penelitian Fitriani dalam Septiani (2013) bahwa total aset lebih menunjukkan size perusahaan
dibandingkan kapitalisasi pasar (market capitalization).
2.1.4.2. Profitabilitas
Menurut Kusumadilaga (2010) profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan perusahaan pada periode akuntansi.
Perusahaan dengan profitabilitas tinggi akan mendorong para manager untuk memberikan
informasi yang lebih rinci sehingga dapat meyakinkan investor dan kreditor terhadap kinerja
keuangan perusahaan (Septiani, 2013). Oleh karena itulah profitabiltias ini merupakan salah
satu faktor penting dalam pengambilan keputusan.
Semakin tinggi tingkat profitabilitas, maka semakin rinci pula informasi yang
diberikan oleh manajer sebab pihak manajemen ingin meyakinkan investor tentang
profitabilitas perusahaan (Anggraini, 2006).
2.1.4.3. Profil Perusahaan
Profil atau bisa disebut sebagai tipe industri perusahaan dideskripsikan berdasarkan
lingkup operasi, risiko perusahaan serta kemampuan dalam menghadapi tantangan bisnis
(Sari, 2012). Tipe industri ini sendiri dibedakan menjadi industri low profile dan high profile.
Menurut Indrawati (2009), perusahaan-perusahaan high profile pada umumnya merupakan
perusahaan yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki
potensi untuk bersinggungan dengan kepentingan luas. Sebaliknya, perusahaan low profile
adalah perusahaan yang tidak terlalu memperoleh sorotan luas dari masyarakat, manakala
operasi yang mereka lakukan mengalami kegagalan atau kesalahan pada aspek tertentu dalam
proses atau hasil produksinya
2.1.4.4.Ukuran Dewan Komisaris
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1 ayat 6 menjelaskan
bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.
Dewan komisaris ini sendiri ditunjuk oleh Rapat Umum Pemagang Saham (RUPS).
Menurut Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa
semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk
mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan
pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin
besar untuk mengungkapkannya.
2.1.4.5.Leverage
Menurut Sriayu dan Putu (2013) leverage merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur pembiayaan asset perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Belkaoui dan Karpik
(1989) keputusan untuk mengungkapkan informasi sosial akan mengikuti suatu pengeluaran
untuk pengungkapan yang menurunkan pendapatan. Hal ini mengakibatkan perusahaan
dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang
lebih luas daripada perusahaan dengan rasio laverage yang rendah.
2.1.4.6.Kepemilikan Luar Negeri
Berdasar Undang-Undang No.25 tahun 2007 pasal 1 angka 6tentang penanaman
modal asing, penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha
asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara
Republik Indonesia. Kepemilikan
asing
dianggap
sebagai
pihak
yang
memiliki
kepedulian yang tinggi terhadap program corporate social responsibility (CSR).
2.2.
Hipotesis
2.2.1. Pengaruh ukuran (size) perusahaan terhadap Corporate Social Resposibility
Disclosure (CSRD)
Berdasarkan teori agensi seperti yang dijelaskan oleh Sembiring (2005) dimana
perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan
informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Di samping itu
perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar
merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.
Pada penelitian terdahulu banyak yang mendukung hubungan variabel size ini, antara
lain penelitian Hackston dan Milne (1996), Sembiring (2005), Sari (2012), Septiani (2013),
Sriayu dan Putu (2013). Bertolak belakang dengan penelitian Anggraini (2006), Nadiah
(2012) yang tidak menemukan adanya pengaruh dari variabel size ini. Berdasarkan penjelasan
di atas dan dukungan teori agensi, maka peneliti mengajukan hipotesis berupa:
H1:Size perusahaan berpengaruh positif terhadap CSRD
2.2.2. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Corporate Social Resposibility Disclosure (CSRD)
Menurut Heinze (1976) dalam Hackston dan Milne (1996) sesuai dengan teori agensi
bahwa profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan
fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham.
Sedangkan menurut Kamil dan Herusetya (2012) tingkat profitabilitas yang semakin tinggi
mencerminkan kemampuan entitas dalam menghasilkan laba yang semakin tinggi, sehingga
entitas mampu untuk meningkatkan tanggung jawab sosial, serta melakukan pengungkapan
tanggung jawab sosialnya dalam laporan keuangan dengan lebih luas.
Terdapat ragam hasil penelitian pada variabel ini. Penelitian yang tidak menemukan
hubungan variabel profitabilitas ini antara lain Hackston dan Milne (1996), Sembiring
(2005), Anggraini (2006), dan Septiani (2013). Peneliti yang berhasil menemukan hubungan
kedua variabel ini adalah Sari (2012). Berdasar keragaman hasil di atas, hipotesis kedua yang
diajukan peneliti adalah:
H2: Profitabilitas berpengaruh postif terhadap CSRD
2.2.3. Pengaruh Profil Perusahaan Terhadap Corporate Social Resposibility Disclosure
(CSRD)
Penelitian yang berkaitan dengan variabel profil perusahaan kebanyakan menemukan
hasil bahwa perusahaan dengan High-profile akan lebih mengungkapkan laporan CSR
dibanding perusahaan dengan Low-Profile. Menurut Indrawati (2009), perusahaanperusahaan High-profile pada umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan
dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan dengan
kepentingan luas. Sebaliknya, perusahaan Low-profile adalah perusahaan yang tidak terlalu
memperoleh sorotan luas dari masyarakat, terutama apabila operasi yang mereka lakukan
mengalami kegagalan atau kesalahan pada aspek tertentu dalam hasil produksinya.
Beberapa penelitian berhasil menemukan hubungan antara kedua variabel ini, seperti
pada Hackston dan Milne (1996), Sembiring (2005), Anggraini (2006), Sari (2012), dan
Nadiah (2012). Berdasar uraian di atas, maka diambil hipotesis sebagai berikut:
H3: Profil perusahaan berpengaruh positif terhadap CSRD
2.2.4. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Corporate Social Resposibility
Disclosure (CSRD)
Berkaitan dengan penelitian ukuran dewan komisaris, Sembiring (2005) semakin
besar jumlah anggota dewan komisaris, pengendalian terhadap CEO akan lebih mudah dan
efektif. Berdasarkan teori agensi berhubungan dengan laporan pertanggung jawaban sosial,
maka tekanan terhadadap manajemen untuk mengungkapkan laporan pun akan lebih besar
pula.
Terdapat beragam hasil di dapatkan dalam meneliti hubungan kedua variabel ini.
Peneliti yang mendapatkan hasil negatif adalah Nadiah (2012), Sriayu dan Putu (2013).
Sedangkan yang berhasil menemukan hubungan kedua variabel ini adalah Sembiring (2005),
Septiani (2013). Adanya perbedaan hasil yang di dapat dalam meneliti variabel ini, maka
hipotesis yang diajukan peneliti adalah:
H4: Ukuran Dewan Komisaris Berpengaruh Positif terhadap CSRD
2.2.5. Pengaruh Leverage Terhadap Corporate Social Resposibility Disclosure (CSRD)
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Anggraini (2006) teori keagenan
memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan
mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur
modal seperti itu lebih tinggi. Sedangkan menurut Sari (2012) perusahaan dengan tingkat
leverage yang tinggi cenderung ingin melaporkan laba lebihtinggi agar dapat mengurangi
kemungkinan perusahaanmelanggar perjanjian utang.
Penelitian pada Sembiring (2005), Anggraini (2006), Sari (2012), dan Septiani (2013)
tidak menemukan adanya hubungan antara kedua variabel tersebut. Berdasarkan uraian di
atas, peneliti mengajukan hipotesis yang kelima berupa:
H5: Leverage berpengaruh negatif terhadap CSRD
2.2.6. Pengaruh Kepemilikan Luar Negeri Terhadap Pengungkapan CSR
Menurut Sriayu dan Putu (2013) kepemilikan luar negeri merupakan proporsi
kepemilikan saham perusahaan yang ada di Indonesia oleh pihak asing baik individu maupun
lembaga. Sesuai dengan teori agensi pun demikian, bahwa dengan adanya kepemilikan dari
luar negeri maka pengungkapan terhadap tanggung jawab sosial pun lebih besar. Hal ini
dikarenakan pihak luar negeri cenderung memperhatikan terkait tanggung jawab sosial suatu
perusahaan.
Penelitian terkait kepemilikan luar negeri sendiri masih terbilang jarang. Penelitian
oleh Anggraini (2006) tidak menemukan adanya hubungan antara variabel kepemilikan luar
negeri ini, sedangkan penelitian dengan hasil berbeda ditemukan oleh Sriayu dan Putu (2013)
serta Politon dan Sri (2013) yang menunjukan bahwa kepemilikan luar negeriberpengaruh
terhadap laporan CSR.
Berdasar perbedaan hasil yang di dapat pada penelitian sebelumnya, hipotesis yang
diajukan adalah:
H6: Kepemilikan Luar Negeri Berpengaruh Positif Terhadap CSRD
2.3.
Kerangka Pemikiran Penelitian
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disusun kerangka
konseptual sebagi berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Size Perusahaan
H1 +
Profitabilitas
Perusahaan
Profil Perusahaan
H2 +
H3 +
H4 +
Ukuran Dewan
Komisaris
H5 -
Leverage
H6 +
Kepemilikan Luar
Negeri
Corporate Social
Responsibility
Disclosure
Download