BAB II LANDASAN TEORI A. Komunikasi 1. Definisi Komunikasi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah istilah komunikasi berasal dari bahasa latin
communicatio, yang bersumber dari kata komunis yang berarti sama. Sama
disini maksudnya adalah sama makna, jadi komunikasi dapat terjadi apabila
terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh
komunikator dan di terima oleh komunikan. Hovland mendefinisikan proses
komunikasi sebagai proses yang memungkinkan seseorang menyampaikan
rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain. (Mulyana, 2010: 62).
Dalam komunikasi
yang melibatkan dua
orang, komunikasi
berlangsung apabila adanya kesamaan makna. sesuai dengan definisi tersebut
pada dasarnya sesorang melakukan komunikasi adalah untuk mencapai
kesamaan makna antara manusia yang terlibat dalam komunikasi yang terjadi,
dimana kesepahaman yang ada dalam benak komunikator (penyampai pesan)
dengan komunikan (penerima pesan) mengenai pesan yang disampaikan
haruslah sama agar apa yang komunikator maksud juga dapat dipahami
dengan baik oleh komunikan sehingga komunikasi berjalan baik dan efektif
(Effendy, 2005: 9).
Komunikasi mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia,
dari kegiatan keseharian manusia dilakukan dengan berkomunikasi.
Dimanapun, kapanpun, dan dalam kesadaran atau situasi macam apapun
18
manusia selalu terjebak dengan komunikasi. Dengan berkomunikasi manusia
dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan-tujuan hidupnya, karna
dengan berkomunikasi merupakan suatu kebutuhan manusia yang amat
mendasar. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial manusia ingin
berhubungan dengan manusia lainnya. Manusia ingin mengetahui lingkungan
sekitarnya, Bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Dengan
rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia perlu berkomunikasi.
Dari definisi diatas menjelaskan bahwa, komunikasi merupakan
proses penyampaian simbol-simbol baik verbal maupun nonverbal. Maka dari
itu komunikasi terbagi menjadi 2 bagian yaitu komunikasi verbal dan
komunikasi nonverbal, komunikasi verbal adalah komunikasi yang terjadi
secara langsung dengan lisan atau tulisan. Didalam kegiatan komunikasi, kita
menempatkan kata verbal untuk menunjukan pesan yang dikirimkan atau
yang diterima dalam bentuk kata–kata baik lisan maupun lisan. Kata verbal
sendiri berasal dari bahasa latin, verbalis verbum yang sering pula
dimaksudkan dengan berarti atau bermakna melalui kata atau yang berkaitan
dengan kata yang digunakan untuk menerangkan fakta, ide atau tindakan
yang lebih sering berbentuk percakapan daripada tulisan (Liliweri, 2002:
135).
2. Unsur-Unsur Komunikasi
Berdasarkan
definisi
yang
dibuat
pakar
komunikasi
Harold
Lasswell (Effendy, 2005: 10), komunikasi memiliki lima unsur yang saling
berketergantungan satu sama lain, diantaranya adalah sumber (source), sering
19
disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator dan
pembicara.
Selanjutnya,
Lasswell
menyebutkan
lima
unsur
utama
komunikasi, yaitu:
1. Sumber (komunikator), yaitu pihak yang berinisiatif atau mempunyai atau
kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber bisa menjadi seorang individu,
kelompok, atau bahkan sebuah organisasi. Proses ini dikenal dengan
penyandian (encoding).
2. Pesan, yaitu seperangkat simbol verbal atau non-verbal yang mewakili
perasaan, nilai dan gagasan dari komunikator.
3. Saluran, yaitu alat atau wahana yang digunakan komunikator untuk
menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran merujuk kepada
penyampaian pesan, bisa melalui tatap muka, atau lewat media
(cetak/elektronik)
4. Penerima, yaitu orang yang menerima pesan dari sumber, yang biasa
disebut dengan sasaran/tujuan, komunikate, penyandi-balik, khalayak,
pendengar, atau penafsir.
5. Efek, yaitu kejadian pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut,
meliputi penambahan pengetahuan, terhibur, perubahan sikap, perubahan
keyakinan, atau perubahan perilaku.
3. Fungsi Komunikasi
Sejumlah pakar komunikasi memiliki pendapat yang berbeda-beda
soal fungsi komunikasi. Akan tetapi, semua merujuk pada titik yang sama,
20
yakni menyebarkan informasi untuk memberikan efek tertentu terhadap pesan
yang disampaikan oleh komunikator.
Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (Effendy, 2005: 5),
komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan
hidup sehari-hari, meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran
pribadi, menampilkan diri kita pada orang lain dan mencapai ambisi pribadi.
Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki
hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.
Sean MacBride (Effendy, 2006: 26-31) memberikan pandangannya
tentang fungsi komunikasi. Menurut MacBride, setidaknya komunikasi
memiliki delapan fungsi, yang terdiri dari:
1. Informasi, yakni pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran
berita, data, gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar yang
memberikan pengaruh terhadap lingkungan, serta mengambil keputusan
dengan tepat.
2. Sosialisasi,
yakni
penyediaan
sumber
ilmu
pengetahuan
yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat
yang efektif dan membuat dia sadar akan fungsi sosialnya, sehingga ia
dapat aktif di masyarakat.
3. Motivasi, yakni menjelaskan tujuan masyarakat baik jangka pendek
maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan
keinginannya, serta mendorong kegiatan individu dan kelompok
berdasarkan tujuan yang dikejar bersama.
21
4. Perdebatan dan diskusi, yakni menyediakan dan saling menukar fakta yang
diperlukan
untuk
memungkinkan
persetujuan
atau
menyelesaikan
perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyedakan bukti-bukti
yang relevan sesuai kebutuhan masyarakat umum dengan tujuan agar
masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut
kepentingan bersama.
5. Pendidikan,
yakni
pengalihan
ilmu
pengetahuan
sehingga
mengembangkan intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan
keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang
kehidupan.
6. Memajukan kebudayaan, yakni penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni
dengan
maksud
kebudayaan
melestarikan
dengan
warisan
memperluas
masa
horizon
lalu,
seseorang,
perkembangan
membangun
imajinasi, serta mendorong kreativitas seseorang sesuai kebutuhan
estetikanya.
7. Hiburan, yakni penyebarluasan simbol, sinyal, suara, dan citra dari drama,
tari, kesenian, kesusastraan, komedi, olah raga, dan lain sebagainya untuk
kesenangan.
8. Intergrasi, yakni menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu
kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang diperlukan agar
mereka dapat saling mengenal dan menghargai kondisi, pandangan, serta
keinginan orang lain.
22
4. Pola Komunikasi
Pola komunikasi adalah suatu gambaran yang sederhana dari proses
komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen - komunikasi
dengan komponen lainnya (Soejanto, 2005: 27). Pola komunikasi adalah
bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses
pengiriman dan penerimaan pesan yang mengaitkan dua komponen, yaitu
gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktivitas,
dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya
hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi.
B. Komunikasi Kelompok
1. Definisi Komunikasi Kelompok
Banyak
pakar
komunikasi
mengklasifikasikan
komunikasi
berdasarkan konteksnya. Sama halnya dengan definisi komunikasi,
konteks atau jenis komunikasi juga banyak didefinisikan secara berbedabeda. Menurut Verderber misalnya, konteks komunikasi terdiri dari
konteks fisik, konteks sosial, konteks historis, konteks psikologis, dan
konteks kultural.
Sementara itu, G.R. Miller membagi komunikasi menjadi enam
kategori. Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi
berdasarkan konteks atau tingkatanya adalah jumlah peserta yang terlibat
dalam komunikasi tersebut. Enam kategori tersebut terdiri dari,
komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok,
23
komunikasi publik, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.
Keenam kategori ini yang sering dipahami sebagai jenis-jenis komunikasi
yang absolut. (Mulyana, 2008: 78)
Komunikasi dalam kelompok ialah komunikasi antara seorang
dengan orang-orang lain dalam kelompok, berhadapan satu dengan
lainnya, sehingga memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi setiap
orang untuk memberikan respon secara verbal (Hadi, 2009: 3).
Dalam teori fungsional komunikasi kelompok (Morissan, 2009:
141) memandang proses sebagai instrumen yang digunakan kelompok
untuk mengambil keputusan dengan menekankan hubugan antara kualitas
komunikasi dan kualitas keluaran (output) kelompok. Menurut teori ini,
komunikasi berfungsi dalam sejumlah hal yang akan menentukan atau
memutuskan hasil- hasil yang dicapai kelompok.
Michael Burgoon dalam Wiryanto, (2005: 52) mendefinisikan
komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggotaanggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang
lain secara tepat. Sementara itu, kelompok kecil adalah sekumpulan
perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh
beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat kelompok tertentu di
antara mereka.
24
Robert F. Bales dalam Hadi, (2009: 3), mendefinisikan komunikasi
dalam kelompok kecil sebagai sejumlah orang yang terlibat dalam
interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka,
dimana setiap partisipan mendapat kesan atau peningkatan hubungan
antara satu sama lainnya yang cukup jelas. Sehingga baik pada saat
timbulnya pertanyaan maupun sesudahnya, dapat memberikan respon
kepada masing-masing sebagai perorangan beberapa definisi komunikasi
kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap
muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan
kelompok.
Menurut Gurning et al., (2012: 3) sifat-sifat komunikasi kelompok
adalah: 1) Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka 2) Kelompok
memiliki sedikit partisipan 3) Kelompok bekerja di bawah arahan
seseorang pemimpin 4) Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama
5) Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain Komunikasi
kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian, dan penerapan yang
menitikberatkan, tidak hanya pada proses kelompok secara umum tetapi
juga pada perilaku komunikasi individu-individu pada tatap muka
kelompok diskusi kecil (Goldberg dan Larson 1985: 6 dalam Gurning et
al., 2012: 3). Ada beberapa unsur dalam komunikasi kelompok,
diantaranya adalah komunikasi lisan, kepemimpinan, tujuan kelompok,
norma kelompok, peranan, kohesivitas kelompok, dan situasi kelompok
(Gurning et al., 2012: 3).
25
2. Fungsi Komunikasi Kelompok
Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh
adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut
mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan
masalah, dan pembuatan keputusan, serta fungsi terapi. Semua fungsi ini
dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok, dan para anggota
kelompok itu sendiri. Menurut Bungin (2009: 274) fungsi komunikasi
kelompok antara lain adalah:
a. Fungsi hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok
mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di antara para
anggotanya, seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin
memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan
aktivitas yang informal, santai, dan menghibur.
b. Fungsi pendidikan adalah bagaimana sebuah kelompok secara formal
maupun informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan
pengetahuan.
c. Fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya memersuasi
anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Seseorang yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok,
membawa risiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya.
d. Fungsi problem solving, kelompok juga dicerminkan dengan
kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat
keputusan-keputusan.
26
e. Fungsi terapi. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok
lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Tentunya
individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya
guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu
diri sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus.
3. Penggolongan Komunikasi Kelompok
Dalam komunikasi kelompok terdapat klasifikasi kelompok yang
terbagi menjadi tiga bagian (Rakhmat, 2005: 85), yaitu:
a. Kelompok primer dan sekunder.
Kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya
berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan
kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang
anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan
tidak menyentuh hati kita. Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok
ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
1) Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan
meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling
tersembunyi, menyingkap unsur- unsur backstage (perilaku yang
kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit
sekali
kendala
berkomunikasi.
yang
Pada
menentukan
kelompok
rentangan
primer
dan
bersifat
cara
pribadi
menggunakan berbagai lambang, verbal maupun nonverbal,
27
sedangkan kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan
terbatas (umumnya bersifat verbal dan sedikit nonverbal).
2) Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan
kelompok sekunder nonpersonal.
3) Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan
daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah
sebaliknya.
4) Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan
kelompok sekunder instrumental.
5) Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan
kelompok sekunder formal.
b. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat
proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran,
dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga,
yaitu kelompok tugas; kelompok pertemuan; dan kelompok penyadar.
Kelompok
tugas
bertujuan
memecahkan
masalah,
misalnya
transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok
pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka
sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar
lebih banyak tentang dirinya.
28
Kelompok penyadar mempunyai tugas terapi di rumah sakit jiwa
adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai
tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus
ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok.
Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok
preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel,
forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
c. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya
secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu.
Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan
sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk
membentuk sikap.
C. Teori Berpikir Kelompok
Teori Berpikir Kelompok (groupthink) lahir dari penelitian yang
dilakukan oleh Irvin L Janis. Groupthink menunjukkan suatu metode berpikir
sekelompok orang yang kohesif (solid) untuk mencapai kata mufakat.
Menurut teori ini, proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok
yang sangat kohesif, dilakukan oleh anggota-anggotanya yang selalu berusaha
mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya
menjadi tidak efektif lagi (Rakhmat. 2004: 152).
29
Selanjutnya, Irving Janis dalam karyanya ‘Victims of Groupthink : A
Psychological Study of Foreign Decisions and Fiascoes (1972)’ menjelaskan
bahwa kelompok yang sangat kohesif biasanya terlalu banyak menyimpan
atau menginvestasikan energi untuk memelihara niat baik dalam kelompok
ini. Sehingga sering mengorbankan pembuatan keputusan yang baik dari
proses tersebut. Groupthink juga dapat didefinisikan sebagai suatu situasi
dalam proses pengambilan keputusan yang menunjukkan timbulnya
kemerosotan efesiensi mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang
disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok.
Pada teori ini, disebutkan bahwa dalam kelompok yang memiliki
kohesivitas tinggi, maka para anggotanya akan lebih antusias dalam
menjalankan tugas-tugas mereka. Para anggota juga merasa dimampukan
untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan. Akan tetapi, biasanya anggota
kelompok tidak bersedia untuk mengemukakan keberatan mereka mengenai
solusi yang diambil. Sebab, pemikirian kolektif ini selalu mementingkan
hubungan yang tetap baik, tetap bersatu, memiliki semangat kebersamaan,
dan memiliki kohesivitas tinggi.
Anggota-anggota kelompok sering kali terlibat di dalam sebuah gaya
pertimbangan dimana pencarian konsensus lebih diutamakan dibandingkan
dengan pertimbangan akal sehat. Kelompok yang memiliki kemiripan antar
anggotanya dan memiliki hubungan baik satu sama lain, cenderung gagal
menyadari akan adanya pendapat yang berlawanan. Mereka menekan konflik
hanya agar dapat bergaul dengan baik antar anggota. Lahirnya konsep
30
groupthink juga didorong oleh kajian secara mendalam mengenai komunikasi
kelompok yang telah dikembangkan oleh Raimond Cattel (Richard, 2008:
273). Melalui penelitiannya, ia memfokuskannya pada kepribadian kelompok
sebagai tahap awal. Teori yang dibangun menunjukkan bahwa terdapat polapola tetap dari perilaku kelompok yang dapat diprediksi, yaitu:
1. Sifat-sifat dari kepribadian kelompok
2. Struktural internal hubungan antar anggota
3. Sifat keanggotaan kelompok.
Akan tetapi, temuan teoritis tersebut masih belum mampu
memberikan jawaban atas suatu pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh
hubungan antar pribadi dalam kelompok. Hal inilah yang memunculkan suatu
hipotesis dari Janis untuk menguji beberapa kasus terperinci yang ikut
memfasilitasi keputusan-keputusan yang dibuat kelompok. Hasil pengujian
yang dilakukan Janis menunjukkan bahwa terdapat suatu kondisi yang
mengarah pada munculnya kepuasan kelompok yang baik. Menurut Janis,
asumsi penting dari groupthink adalah:
1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang menunjukkan
kohesivitas tinggi.
2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang
menyatu.
3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali
bersifat kompleks.
31
Ilustrasi Janis (1972) selanjutnya mengungkapkan kondisi nyata suatu
kelompok
yang
dihinggapi
oleh
pikiran
kelompok,
yaitu
dengan
menunjukkan delapan gejala perilaku kelompok, yang dijelaskan sebagai
berikut:
1. Persepsi yang keliru (illusions), bahwa ada keyakinan kalau kelompok
tidak akan terkalahkan.
2. Rasionalitas kolektif, dengan cara membenarkan hal-hal yang salah
sebagai seakan-akan masuk akal.
3. Percaya pada moralitas terpendam yang ada dalam diri kelompok.
4. Stereotip terhadap kelompok lain (menganggap buruk kelompok lain).
5. Tekanan langsung pada anggota yang pendapatnya berbeda dari
pendapat kelompok.
6. Sensor diri sendiri terhadap penyimpangan dari sensus kelompok.
7. Ilusi bahwa semua anggota kelompok sepakat dan bersuara bulat.
8. Otomatis menjaga mental untuk mencegah atau menyaring informasiinformasi yang tidak mendukung, hal ini dilakukan oleh para penjaga
pikiran kelompok.
Dalam Groupthink, para anggota kelompok akan memberikan
penilaian yang berlebihan terhadap kelompoknya. Biasanya, mereka
menganggap kelompoknya yang paling benar. Selain itu, pemikiran individu
akan tertutup oleh pemikiran kelompok. Ketika suatu kelompok memiliki
pikiran yang tertutup, kelompok ini tidak akan mengindahkan pengaruhpengaruh dari keluar kelompok. Akan selalu ada tekanan untuk mencapai
32
keseragaman, adanya pikiran untuk mencapai kebulatan suara, meskipun pada
dasarnya ada di antara kelompok yang tidak mendukung.
D. Komunitas
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme
yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki keterikatan dan habitat yang
sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat
memiliki maksut, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, resiko
dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa latin
communitas yang berarti “kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari
communis yang berarti “sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak”
(Tubbs & Moss, 1996: 66).
Komunitas yang sudah bertahan lama tentunya memahami pentingnya
komunitas menjaga solidaritas antar anggota dan mempertahankan eksistensi
komunitas. Proses komunitas itu mencakup seluruh yang dapat dilihat,
didengar, dan dirasakan oleh mereka tentang segala sesuatu yang menyangkut
komunitas.
Pengertian Komunitas Menurut Kertajaya Hermawan (2008: 11),
adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang
seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat
antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau
values.
Loren O. Osbarn dan Martin H. Neumeyer (1984: 59), mengatakan:
“Pada dasarnya setiap orang itu lahir dalam suatu keluarga, dan pada
mulanya dia tidak mengetahui bahwa ia merupakan anggota dari suatu
33
ketetanggaan. Akan tetapi, apabila dia mulai dapat berjalan serta
bermain, maka dia akan bermain dengan anak-anak tetangga atau
beberapa dari antara mereka. Dalam perkembangan selanjutnya, dia
akan mengetahui bahwa ia tinggal dalam suatu kampung atau suatu desa
atau juga dalam suatu kota. Pada tahap selanjutnya dia akan mengetahui
pula bahwa dia merupakan anggota suatu bangsa atau suatu Negara.”
Deskripsi tersebut di atas menunjukkan bahwa seseorang itu dapat
merupakan anggota dari beberapa kelompok; dan kecuali keluarga (sebagai
primary group) kesemuanya mungkin dapat dikategorikan sebagai community
atau komunitas. Loren O. Osbarn dan Martin H. Neumeyer (1984: 59)
menyatakan bahwa komunitas adalah
“a group of a people having in a contiguous geographic area, having
common centers interests and activities, and functioning together in the
chief concern of life.”
Dengan demikian suatu komunitas merupakan suatu kelompok sosial
yang dapat dinyatakan sebagai “masyarakat setempat”, suatu kelompok yang
bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu dengan batas-batas tertentu
pula, dimana kelompok itu dapat memenuhi kebutuhan hidup dan dilingkupi
oleh perasaan kelompok serta interaksi yang lebih besar di antara para
anggotanya.
Menurut Vanina Delobelle (dalam Hermawan, 2008), definisi suatu
komunitas adalah group beberapa orang yang berbagi minat yang sama, yang
terbentuk oleh 4 faktor, yaitu:
1. Komunikasi dan keinginan berbagi: Para anggota saling menolong satu
sama lain.
2. Tempat yang disepakati bersama untuk bertemu.
3. Ritual dan kebiasaan: Orang-orang datang secara teratur dan periode.
34
4. Influencer: merintis sesuatu hal dan para anggota selanjutnya.
Vanina juga menjelaskan bahwa komunitas mempunyai beberapa
aturan sendiri, yaitu:
1. Saling berbagi: Mereka saling menolong dan berbagi satu sama Lain
dalam komunitas.
2. Komunikasi: Mereka saling respon dan komunikasi satu sama lain.
3. Kejujuran: Dilarang keras berbohong. Sekali seseorang berbohong, maka
akan segera ditinggalkan.
4. Transparansi: Saling bicara terbuka dan tidak boleh menyembunyikan
sesuatu hal.
5. Partisipasi: Semua anggota harus disana dan berpartisipasi pada acara
bersama komunitas.
Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama
lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi
pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya
kesamaan interest atau values (Hermawan, 2008). Komunitas adalah sebuah
identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi
kebutuhan fungsional (Soenarno, 2002).
E. Suporter
Suporter merupakan sebuah kelompok amnesia yang tergabung dalam
sebuah pemikiran dan kesamaan pada sebuah hal. Menurut Chols, kata
supporter‚ berasal dari kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris to support dan
35
akhiran (suffict)-er. To support artinya mendukung, sedangkan akhiran -er
menunjukkan pelaku. Suporter dapat diartikan sebagai orang yang
memberikan suporter atau dukungan (Chols dan Hassan, 2005: 85).
Suporter merupakan orang yang memberikan dukungan, sehingga
bersifat aktif. Di lingkungan sepak bola, suporter erat kaitannya dengan
dukungan yang dilandasi oleh perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim
(Soekanto, 1990: 93).
Suporter merupakan bagian dari penonton sepak bola, menurut
Soemanto (dalam Handoko, 2008: 14) suporter atau supporters merupakan
penonton yang berpihak kepada tim tertentu. Penonton sepak bola di luar
suporter terdapat penonton yang murni ingin menikmati permainan cantik
saja, tidak peduli tim mana pun.
Suporter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai
pendukung atau pemberi bantuan semangat di pertandingan. Supporter adalah
salah satu elemen penting dalam pertandingan. Bersama para pemain dan
ofisial serta perangkat pertandingan, supporter menciptakan suasana
sedemikian rupa seingga meningkatkan daya juang klub yang didukung
bahkan melemahkan mental lawan (Hapsari, Wibowo, 2015: 53).
36
Download