bab 1 pendahuluan 1.1 latar belakang

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sindroma Koroner Akut merupakan salah satu manifestasi klinis dari
penyakit jantung koroner selain stable angina (angina stabil). Proses
aterosklerosis dianggap menjadi penyebab utama munculnya sindroma ini,dengan
sebagian besar kasus terjadi karena adanya gangguan dari lesi sebelumnya yang
bersifat tidak parah. Namun apabila lesi ini sudah menyebabkan aterosklerosis
dan menyumbat arteri koroner yang memasok darah dan oksigen ke sel-sel otot
jantung maka dapat menghasilkan manifestasi klinis Sindroma Koroner Akut
(SKA)i.Pada SKA untuk gejala klinis yang berkena dengan iskemik myocardial
akut dan mencakup dari keadan klinis mulai dari UA (Unstable Angina) dan nonST-segment elevation myocardial infarction dan ST-segment elevation myocardial
infarction(STEMI)ii. Menurut Heart Disease and Stroke Statistics 2008 Update
from the American Heart(AHA), 1,413,000 pasien rumah sakit di Amerika Serikat
adalah pasien yang menderita ACS pada tahun 2005.Sekitar 80% dari kasus
tersebut adalah UA atau non-ST-segment elevation myocardial infarction
(NSTEMI), dan sekitar 20% adalah kasus dari ST-segment elevation myocardial
infarction (STEMI)iii.Sindroma Koroner Akut sendiri juga merupakan salah satu
manifestasi klinis PJK (Penyakit Jantung Koroner). SKA terjadi ketika plak
atherosclerotic pada arteri coroner menstimulasi agregasi platelet dan thrombus
formation dimana thrombus formation ini akan menghambat aliran darah dan
mencegah terjadinya myocardial perfusioniv.
Menurut WHO (World Health Organization) ,CVD(CardioVascular
Disease) adalah penyebab kematian nomor 1 diseluruh dunia: banyak orang yang
meninggal
disebabkan
oleh
CVD
dibandingkan
dengan
penyakit
lain
.Diperkirakan 17.5 juta orang meninggal dikarenakan CVD pada tahun 2012,
mewakili 31% dari keseluruhan kematian di dunia.Dari kematian tersebut,
diperkirakan 7.4 juta disebabkan oleh coronary heart disease dan 6.7 juta
Universitas Sumatera Utara
2
disebabkan oleh stroke. Lebih dari 16 juta kematian dibawah umur 70 tahun
disebabkan oleh penyakit tidak menular , 82% dari Negara dengan pemasukan
rendah – sedang dan 32 % disebabkan oleh penyakit kardiovaskularv.Di Indonesia
sendiri ,prevalensi PJK di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan
sekitar 883.447 orang, sedangkan,estimasi jumlah penderita penyakit jantung
koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang
(0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling
sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan diagnosis/gejala,
estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi
Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling
sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%)vi.
Pada SKA terdapat 2 faktor resiko yaitu : Modifiable Risk Factor dan
Nonmodifiable Risk Factor,yang termasuk Modifiable Risk Factor diabetes tipe 2,
merokok, obesitas , hipertensi , dan stress. Sedangkan untuk Nonmodifiable Risk
Factor adalah : umur , jenis kelamin, riwayat keluarga, ras dan etnikvii.Pada
keadaan infark myocard,terjadi pelepasan enzim-enzim atau biomarker jantung ,
menurut American Heart Association definisi kasus untuk infark myocard
membutuhkan ―adequate set‖ dari biomarker yaitu 2 hasil yang sama dari satu
marker setidaknya 6 jam . Enzim jantung yang dapat digunakan untuk mendeteksi
Myocard Infarct adalah LDH , aspartate transaminase (Serum Glutamate
Oxaloacetate Transaminase,SGOT), dan CK-MBviii.
SGOT umumnya dapat dijumpai pada hati dan jantung.Menurut Sobel and
Shell (1972) pada pasien dengan serangan myocard infarct , aktivitas SGOT
melewati batas normal dalam 8 sampai 12 jam dari onset nyeri dada, mencapai
puncak elevasi 2-10 kali dalam 18 sampai 36 jam, dan menurun ke batas normal
dalam 3 sampai 4 hari.SGOT akan meningkat berhubungan dengan berbagai
penyakit , meskipun sering pada waktu enzim SGOT meningkat kontras dengan
pasien yang tipikal dengan Myocard Infarct. Hepatic Kongesti , primary liver
disease, skeletal muscle disorders, dan shock dapat berkontribusi pada
peningkatan SGOT.Aktivitas peningkatan SGOT diikuti tachyaritmia pada lebih
Universitas Sumatera Utara
3
dari 50% dari kasus ketika HR melebihi 140x/menit setidaknya 30 menit pada
ketiadaan dari Myocard Infarctix.
Myocarditis dapat menyebabkan SGOT menjadi elevasi , pada
pericarditis, SGOT yang mengalami elevasi kurang dari 15% dari pasien dan
peningkatan tersebut dapat menggambarkan supepicardial injury.Berdasarkan
penelitian oleh B. L. Chapman (1972) dengan meningkatnya kadar SGOT
terdapat peningkatan insidens yaitu
supraventricular aritmia,ventricular
arrhythmia, complete heart block, bundle-branch block,semua derajat dari
myocardial insufficiency,dan secondary cardiac arrest9.
Berdasarkan data diatas,dengan terjadinya peningkatan kadar SGOT pada
penderita SKA, maka penulis tertarik untuk mengetahui kadar SGOT pada
Penderita SKA.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Apakah ada perbedaan kadar SGOT pada penderita Sindroma Koroner
Akut di RSUP H. Adam Malik tahun 2014 – 2015 ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan kadar SGOT pada penderita Sindroma Koroner
Akut di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014-2015
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kadar SGOT pada UA
2. Mengetahui kadar SGOT pada STEMI
3. Mengetahui kadar SGOT pada NSTEMI
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
a. Sebagai sumbangan informasi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran (IPTEKDOK)
Universitas Sumatera Utara
4
b. Sebagai masukkan dan tambahan untuk mahasiswa yang akan melakukan
penelitian terkait
c. Untuk peneliti dapat dijadikan pengalaman dalam membuat penelitian
d. Sebagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat,
sehingga dapat mengatur pola hidup untuk menghindari serangan jantung
yang merupakan manifestasi SKA
Universitas Sumatera Utara
Download