BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Boleh dikatakan semua urusan, semua persoalan, semua perkara, tidak ada ada yang sampai tuntas diurus dan diselesaikan. Dari yang tampaknya mungkin kecil, sampai yang kelihatannya cukup besar bahkan sangat besar, tetap saja tidak diurus sampai tuntas. Mengapa? Mungkin terlalu banyak benang kusut yang jalin-berjalin, kait-mengait, sudah sangat sulit mengusutnya. Dan mungkin kalaupun terus mau diusut akan ketemu biangkerok yang sesungguhnya, dan ini tidak mungkin diurus, sebab menyangkut banyak ikan paus, ikan-ikan besar dan meraksasa. Tak mungkin akan bisa diurus tuntas, percuma saja! Maka lalu ya sudahlah, biarkan saja berlalu. Kalaupun ada yang berani mau mengusut, di depan sana sudah menunggu ancaman, "okey, kalau kau terus mau ngotot mengusut, aku dan kami sudah siap dengan seperangkat bukti yang kamu dan kalian juga berbuat sama dengan yang kami buat! Boleh, silahkan, kita saling bongkar! Boleh coba, kita saling habis-habisan"! Maka masing-masing mundur teratur, dan perkara itu lalu HILANG BEGITU SAJA Begitu juga dengan budaya kita yang ada di daerah Banjarmasin ini. Di daerah ini ada budaya yang biasanya dilaksanakan pada bulan maulud yaitu pada kelahiran Nabi Muhammad SAW. Baayun Mulud terdiri dari dua kata, yaitu baayun dan mulud. Kata Baayun berarti melakukan aktivitas ayunan/buaian. Aktivitas mengayun bayi biasanya dilakukan oleh seseorang untuk menidurkan anaknya. Dengan 1 diayun-ayun, seorang bayi akan merasa nyaman sehingga ia akan dapat tidur dengan lelap. Sedangkan kata mulud (dari bahasa Arab maulud) merupakan ungkapan masyarakat Arab untuk peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, kata Baayun Mulud mempunyai arti sebuah kegiatan mengayun anak (bayi) sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW sang pembawa rahmat bagi sekalian alam. Sebagai sebuah tradisi yang setiap tahun digelar, Baayun Mulud ini sarat dengan makan sejarah, nilai, filosofis, akulturasi, dan prosesi budaya yang unik untuk dikaji secara komprehensif. Menurut catatan sejarah, Baayun Anak semula adalah prosesi ayau upacara adat peninggalan nenek moyang yang masih beragama Kaharingan. Sejarawan H.A.Gazali Usman menyatakan tradisi ini semula hanya ada di Kabupaten Tapin (khususnya di Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara). Namun kemudian, berkembang dan dilaksanakan di berbagai daerah di Kalimantan Selatan. Tradisi ini dapat dianggap sebagai penanda konversi agama orang-orang Dayak yang mendiami Banua Halat dan daerah sekitarnya, yang semula beragama Kaharingan kemudian memeluk agama Islam. Karena itu upacara Baayun Anak mempunyai kaitan yang kuat dengan sejarah masuknya Islam ke daerah ini. Sebagaimana diketahui, setelah Islam diterima dan dinyatakan sebagai agama resmi kerajaan oleh pendiri kerajaan Islam Banjar, Sultan Suriansyah, pada tanggal 24 September 1526, maka sejak itulah Islam dengan cepat berkembang di Banua Banjar, terutama di daerah-daerah aliran pinggir sungai 2 (DAS atau Daerah Batang Banyu) sebagai jalur utama transportasi dan perdagangan ketika itu. Jalur masuknya Islam ke Banua Halat adalah jalur lalu lintas sungai dari Banjarmasin ke Marabahan, Margasari, terus ke Muara Muning, hingga Muara Tabirai sampai ke Banua Gadang. Dari Banua Gadang dengan memudiki sungai Tapin sampailah ke kampung Banua Halat. Besar kemungkinan Islam sudah masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16. Sebelum Islam masuk, orang-orang Dayak Kaharingan yang berdiam di kampung Banua Halat biasanya melaksanakan acara Aruh Ganal. Upacara ini dilaksanakan secara meriah dan besar-besaran ketika pahumaan menghasilkan banyak padi, sehingga sebagai ungkapan rasa syukur sehabis panen mereka pun melaksanakan Aruh Ganal, yang diisi oleh pembacaan mantra dari para Balian. Tempat pelaksanaan upacara adalah Balai. Setelah Islam masuk dan berkembang serta berkat perjuangan dakwah para ulama, akhirnya upacara tersebut bisa “diislamisasikan”. Jika sebelumnya upacara ini diisi dengan bacaan-bacaan balian, mantra-mantra, doa dan persembahan kepada para dewa dan leluhur, atau nenek moyang di Balai, akhirnya digantikan dengan pembacaan syair-syair maulud, yang berisi sejarah, perjuangan, dan pujian terhadap Nabi Muhammad SAW, dilaksanakan di masjid, sedangkan sistem dan pola pelaksanaan upacara tetap. Akulturasi terhadap tradisi ini terjadi secara damai dan harmonis serta menjadi substansi yang berbeda dengan sebelumnya, karena ia berubah dan menjadi tradisi baru yang bernafaskan Islam. 3 Jadi, Baayun Mulud merupakan sebuah tradisi yang dapat dimaknai sebagai suatu upaya menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Bagaimana pun dakwah kultural menghendaki adanya kecerdikan dalam memahami kondisi masyarakat dan kemudian mengemasnya sesuai dengan pesan-pesan dakwah Islam. Dengan begitu, umat akan tetap mampu menjaga dan melestarikan sebuah tradisi dengan prinsip “setiap budaya yang tidak merusak akidah dapat dibiarkan hidup”, sekaligus mewariskan dan menjaga nilai-nilai dasar kecintaan umat kepada Nabi Muhammad Saw, untuk dijadikan teladan (uswah) dan super idol dalam setiap aspek kehidupan. B. Pembatasan Masalah Agar pembahasan tidak terlampau jauh, maka pembahasan makalah ini saya batasi pada budaya beayun maulud yang ada di Banjarmasin. C. Perumusan Masalah 1) Apa yang dimaksud dengan Beayun Maulud ? 2) Apa yang menyebabkan Beayun Maulud sudah jarang dilaksanakan ? 3) Bagaimana Solusi yang aplikatif ? D. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. 4 2. Mengetahui faktor penyebab memudarnya budaya Beayun Maulud. 3. Dapat memberikan solusi yang Aplikatif untuk permasalahan budaya Beayun Maulud. 5 BAB II KERANGKA TEORI Baayun Mulud terdiri dari dua kata, yaitu baayun dan mulud. Kata Baayun berarti melakukan aktivitas ayunan/buaian. Aktivitas mengayun bayi biasanya dilakukan oleh seseorang untuk menidurkan anaknya. Dengan diayun-ayun, seorang bayi akan merasa nyaman sehingga ia akan dapat tidur dengan lelap. Sedangkan kata mulud (dari bahasa Arab maulud) merupakan ungkapan masyarakat Arab untuk peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, kata Baayun Mulud mempunyai arti sebuah kegiatan mengayun anak (bayi) sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad pembawa SAW sang rahmat bagi sekalian alam. Sebagai sebuah tradisi yang setiap tahun digelar, Baayun Mulud ini sarat dengan makan sejarah, nilai, filosofis, akulturasi, dan prosesi budaya yang unik untuk dikaji secara komprehensif. Salah satu tradisi masyarakat Banjar yang ramai dilakukan pada saat bulan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah tradisi upacara baayun mulud. Baayun asal katanya dari „ayun‟, jadi bisa diterjemahkan bebas „melakukan proses ayunan/buaian‟. Bayi yang mau ditidurkan biasanya akan diayun oleh ibunya, ayunan ini memberikan 6 kesan melayang-layang bagi si bayi sehingga ia bisa tertidur lelap. Asal kata „mulud‟ dari sebutan masyarakat untuk peristiwa maulud Nabi. Upacara ini dilakukan di dalam masjid, pada ruangan tengah masjid dibuat ayunan yang membentang pada tiang-tiang masjid. Ayunan yang dibuat ada tiga lapis, lapisan atas digunakan kain sarigading (sasirangan), lapisan tengah kain kuning (kain belacu yang diberi warna kuning dari sari kunyit), dan lapisan bawah memakai kain bahalai (kain panjang tanpa sambungan jahitan). Pada bagian tali ayunan diberi hiasan berupa anyaman janur berbentuk burung-burungan, ular-ularan, katupat bangsur, halilipan, kambang sarai, rantai, hiasan-hiasan mengunakan buah-buahan atau kue tradisional seperti cucur, cincin, kue gelang, pisang, kelapa, dan lain-lain. Kepada setiap orang tua yang mengikutsertakan anaknya pada upacara ini harus menyerahkan piduduk, yaitu sebuah sasanggan yang berisi beras kurang lebih tiga setengah liter, sebiji gula merah, sebiji kelapa, sebiji telur ayam, benang, jarum, sebongkah garam, dan uang perak. Piduduk ini bukan maksud untuk musyrik tetapi nanti akan dimakan beramai-ramai oleh orang yang hadir. Upacara baayun mulud ini sudah merupakan upacara tahunan yang selalu digelar bersamasama oleh masyarakat Banjar. Peserta baayun mulud ini tidak terbatas pada bayi yang ada di kampung yang melaksanakan saja, tetapi boleh saja peserta dari kampung lain ikut meramaikan. Bahkan saat ini ada saja orang yang sudah tua ikut baayun karena mereka merasa waktu kecil dulu tidak sempat ikut upacara baayun mulud. Dalam upacara nanti akan dibacakan berbagai syair, seperti syair barzanji, syair syarafal anam, dan syair diba‟i. Anak-anak yang ingin diayun akan dibawa saat dimulai 7 pembacaan asyarakal, si anak langsung dimasukkan ke dalam ayunan yang telah disediakan. Saat pembacaan asyarakal dikumandangkan, anak dalam ayunan diayun secara perlahan-lahan dengan cara menarik selendang yang diikat pada ayunan. Maksud diayun pada saat itu adalah untuk mengambil berkah atas kemuliaan Nabi Muhammad SAW, orang tua yang hadir berharap anak yang diayun menjadi umat yang taat, bertakwa kepada Allah SWT dan RasulNya. Upacara baayun mulud dilaksanakan pada pagi hari dimulai pukul 10.00, lebih afdhol apabila dilaksanakan bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal. Bagi orang tua yang mendapat kesempatan untuk mengikutsertakan anaknya dalam upacara ini akan merasa sangat bahagia dan beruntung. Tradisi yang dilakukan secara massal ini sebagai pencerminan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat bagi sekalian alam, upacara ini diibatkan melakukan penyambutan berupa puji-pujian yang diucapkan dalam syair-syair merdu. Jadi, Baayun Mulud merupakan sebuah tradisi yang dapat dimaknai sebagai suatu upaya menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Bagaimana pun dakwah kultural menghendaki adanya kecerdikan dalam memahami kondisi masyarakat dan kemudian mengemasnya sesuai dengan pesanpesan dakwah Islam. Dengan begitu, umat akan tetap mampu menjaga dan melestarikan sebuah tradisi dengan prinsip “setiap budaya yang tidak merusak akidah dapat dibiarkan 8 hidup”, sekaligus mewariskan dan menjaga nilai-nilai dasar kecintaan umat kepada Nabi Muhammad Saw, untuk dijadikan teladan (uswah) dan super idol dalam setiap aspek kehidupan. 9 BAB III A. PEMBAHASAN Baayun Mulud terdiri dari dua kata, yaitu baayun dan mulud. Kata Baayun berarti melakukan aktivitas ayunan/buaian. Aktivitas mengayun bayi biasanya dilakukan oleh seseorang untuk menidurkan anaknya. Dengan diayun-ayun, seorang bayi akan merasa nyaman sehingga ia akan dapat tidur dengan lelap. Sedangkan kata mulud (dari bahasa Arab maulud) merupakan ungkapan masyarakat Arab untuk peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, kata Baayun Mulud mempunyai arti sebuah kegiatan mengayun anak (bayi) sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW sang pembawa rahmat bagi sekalian alam. Tradisi baayun sendiri diduga berasal dari ritual masyarakat Dayak di Kalsel, yakni semacam menolak bala dan hajatan terhadap setiap anak yang baru lahir. Bahkan, di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, masyarakat Dayak Meratus setempat masih m elakukan tradisi ini sampai sekarang, yakni dilaksanaan sehari setelah perayaan Aruh Ganal, berupa syukuran panen padi. Pada bagian tali ayunan diberi hiasan berupa anyaman janur berbentuk burung-burungan, ular-ularan, katupat bangsur, halilipan, kambang sarai, rantai, hiasan-hiasan mengunakan buah-buahan atau kue tradisional seperti cucur, cincin, kue gelang, pisang, kelapa, dan lain-lain. 10 Kepada setiap orang tua yang mengikutsertakan anaknya pada upacara ini harus menyerahkan piduduk, yaitu sebuah sasanggan yang berisi beras kurang lebih tiga setengah liter, sebiji gula merah, sebiji kelapa, sebiji telur ayam, benang, jarum, sebongkah garam, dan uang perak. Piduduk ini bukan maksud untuk musyrik tetapi nanti akan dimakan beramai-ramai oleh orang yang hadir. Upacara baayun mulud ini sudah merupakan upacara tahunan yang selalu digelar bersamasama oleh masyarakat Banjar. Pada pelaksanaan upacara adat beayun maulud ini dibutuhkan biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan oleh setiap orang tua bayi nya. Tentu saja pada jaman sekarang ini pertimbangan ekonomi sangatlah menjadi pertimbangan utama bagi setiap orang tua untuk melaksanakannya. Penyebab lain yang juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan budaya baayun maulud ini adalah karena para orang – orang tua yang tidak menceritakan upacara ini kepada anak cucu mereka dan juga mereka sudah tidak lagi mengadakan acara ini di lingkungan keluarga mereka sehingga banyak sebagian masyarakat banjar sendiri yang tidak mengetahui akan upacara ini kapan acaranya dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya itu semua karena orang tua mereka yang tidak menjelaskan bagaimana pentingnya upacara adat ini. Hal ini juga karena kondisi lingkungan yang sudah tidak kondusif lagi untuk mengadakan upacara ini. Dan kalau dipersentasikan warga masyarakat banjar yang tidak mengetahui budaya ini adalah mungkin akan mencapai 80% warga masyarakat banjar tidak mengetahuinya. Karena sudah terpengaruh dengan adanya modernisai dan westernisasi dan akhirnya budaya beayun maulud ini terlupakan. 11 Kondisi saat sekarang ini dimana semua serba susah semakin membuat orang untuk tidak ingin direpotkan lagi dengan hal-hal yang mereka anggap kurang penting bagi mereka karena mereka menganggap hal yang terpenting pada saat ini adalah urusan perut mereka, belum lagi urusan-urusan keluarga mereka, pendidikan anak-anak mereka, kesehatan anak-anak merka. Sehingga mereka tidak mengadakan lagi upacara adat ini. Kalaupun ada masyarakat banjar yang melaksanakan acara ini biasanya mereka tidak melaksanakannya secara sendiri-sendiri di keluarga mereka melainkan mereka biasanya mengikuti acara-acara yang diadakan oleh pemerintah dan dinas pariwisata dalam usaha pengembangan tempet-tempet wisata alam di kalimantan selatan. B. Solusi Semua permasalahan pasti ada solusinya. Begitulah sebuah kalimat yang cukup sering terdengar ditelinga kita. Permasalahan budaya tidak lepas dari kebiasaan suatu mayarakat. Karena dari kebiasaan itulah munculnya suatu budaya. Dan kenapa masyarakat banjar tidak merasa memiliki dan mengetahui budaya banjar ini? sukarnya informasi yang diperoleh dari media cetak , media internet,bahkan televisi lokal yang ada di banjarmasin sendiri juga sudah sangat jarang memberikan tontonan tentang budaya asli banjar beayun maulud yang merupakan salah satu khasanah budaya kalimantan selatan. Kita masih dapat mempertahankan budaya beayun maulud ini dan terus melestarikanya dengan memperluas akses informasi dan kita harus memperdalam nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya 12 Terkait dengan permasalahan perekonomian pada saat ini dimana semua kebutuhan meningkat tetapi tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat. Diperparah lagi dengan kondisi pasar yang dimana harga barang terus naik akibat nilai tukar dolar terhadap rupiah yang melemah, harga BBM yang terus melambung dan tak kunjung turun walaupun pemerintah sudah menjanjikan akan turun. Dengan permasalahan sekarang ini yang sudah sangat komplek seharusnya kebudayaan itu bisa di mixe atau di padu padankan dengan kondisi sekarang sehingga dalam keadaan seperti ini budaya itu tetap ada dan tidak akan mengurang nilai esensial yang terkandung dalam budaya itu sendiri dan akan tetap lestari sampai ke anak cucu kita nanti. Kita harus mengenalkan budaya banjar beayun ini sejak dini, kepada anak – anak usia sekolah dan membiasakan mereka untuk mengenal dan mengetahui budaya beayun maulud ini seperti halnya anak-anak mengenal kain sasirangan kita ingat kata pepatah “tak kenal maka tak sayang” oleh karena itulah kita harus sering-sering membiasakan masyarakat terhadap beayun maulud ini agar tetap menjadi budaya masyarakat banjar di kalimantan selatan. Saran bagi pemerintah, pemerintah seharusnya memberikan stimulus atau rangsangan terhadap penyebaran informasi ini kepada masyarakat dengan mengadakan even-even yang dimuat dalam kalender wisata kalimantan selatan agar bisa menarik para wisatawan untuk datang melihat acara ini dan tertarik untuk mendalami kebudayaan baayun maulud ini. 13 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dalam makalah saya dari urain di atas dapat disimpulkan : 1. Budaya baayun maulu adalah melakukan proses ayunan/buaian‟. Bayi yang mau ditidurkan biasanya akan diayun oleh ibunya, ayunan ini memberikan kesan melayang-layang bagi si bayi sehingga ia bisa tertidur lelap yang dilaksanakan pada bulan mulud yaitu pada hari kelahiran nabi Muhammad SAW. Asal kata „mulud‟ dari sebutan masyarakat untuk peristiwa maulud Nabi. 2. Permasalahan yang ada dalam kebudayaan maulud ini karena keadaan masyarakat yang saat sekarang ini serba susah dan sudah terpengaruh budaya modernisasi dan westernisasi. Dan kurangnya akses informasi yang sampai kepada masyarakat tentang budaya ini. 3. Solusinya, masyarakat harus bisa memadu padankan budaya beayun maulud ini dengan kondisi lingkungan dan ekonomi saat ini sehingga budaya ini akan terus ada dan tetap dilaksanakan sampai anak cucu kita nanti. B. Saran Kita harus tetap melestarikan budaya baayun maulud kita walaupun berada dalam pengaruh mderenisasi dan westernsasi. 14 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Baayun maulud. Artikel (online). Http://kompas.com / diakses 30 mei 2009. Anonim. 2008. Baayun anak masuk kalender wisata. Artikel (online). http://kapanlagi.com/ diakses 30 mei 2009. Anonim. 2009. Baayun maulid di kota banjarmasin. Artikel (online). http://melayuonline.com/ diakses 30 mei 2009. Anonim. 2009. Baayun maulid: tradisi khas banjar merayakan maulid nabi. Artikel (online). http://republikaonline.com/ diakses 30 mei 2009. Helmi. 2008. Upacara beayun maulud. Artikel(online). http://helmi.kabarku.com/ diakses 30 mei 2009. Irfan. 2008. Tahapan budaya beayun anak. Artikel(online). http://scribd.com/ diakses 30 mei 2009. Sobron aidit. 2009. Budaya hilang begitu saja. Artikel (online). http://budaya.com/ diakses 30 mei 2009. 15