BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air adalah senyawa kimia yang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari perpaduan dua atom H (hidrogen)
dan satu atom O (oksigen) dengan formula atau rumus molekul H2O. Air yang berada
dialam ditemukan dalam wujud padat, cair, dan gas pada tekanan atmosfer (76 cmHg) dan didinginkan sampai 0 . Air bersifat netral dalam keadaan normal (murni),
dan dapat melarutkan berbagai zat. Air akan pecah menjadi unsur H dan O pada suhu
2500
(Manik, 2009).
Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan. Semua
makhluk hidup memerlukan air, tanpa air tidak akan ada kehidupan. Kebutuhan air
menyangkut dua hal, yang pertama air untuk kehidupan kita sebagai makhluk hayati
dan yang kedua air untuk kehidupan kita sebagai yang makhluk berbudaya (Mahida,
1984).
Ketersediaan air bersih yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relatif
sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor, lebih dari 97% air di muka bumi
merupakan air laut yang tidak dapat digunakan oleh manusia secara langsung. Air
yang tersisa hanya 3% dan 2% di antaranya tersimpan sebagai gunung es (glacier) di
kutub dan uap air, yang juga tidak dapat dimanfaatkan secara langsung. Air yang
benar–benar tersedia bagi keperluan manusia hanya 0,62%, meliputi air yang terdapat
di danau, sungai, dan air tanah. Air yang memadai bagi konsumsi manusia hanya
0,003% dari seluruh yang ada, jika ditinjau dari segi kualitasnya (Effendi, 2003).
2.2
Sumber Air
2.2.1 Air Permukaan
Air yang mengalir di permukaan bumi akan membentuk air permukaan. Air
ini mendapat pengotoran selama pengalirannya. Pengotorannya seperti, lumpur,
batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri dan sebagainya. Pengotoran ini
terjadi secara fisik, kimia dan bakteriologi (biologi) sehingga menyebabkan kualitas
air permukaan menjadi berbeda–beda (Waluyo, 2009).
Air permukaan dibagi menjadi air sungai dan air rawa atau danau. Air sungai
mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Air minum harus melalui proses
panjang sedangkan air danau kebanyakan berwarna yang disebabkan oleh zat-zat
organik yang telah membusuk. Pembusukan dari zat-zat organik menyebabkan kadar
Fe dan Mn juga semakin tinggi sehingga kelarutan oksigen menjadi sangat berkurang
sampai mencapai keadaan anaerob (Waluyo, 2009).
Air danau atau air tawar biasanya ditumbuhi alga pada permukaannya.
Pengambilan air rawa sebaiknya dilakukan pada kedalaman yang tengah agar
endapan Fe dan Mn tidak terbawa demikian juga dengan alga dan lumut yang ada di
permukaan (Waluyo, 2009).
2.2.2 Air Tanah
Air tanah secara umum terbagi menjadi:
1. Air tanah dangkal
Air tanah dangkal terjadi akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah.
Lumpur dan bakteri akan tertahan sehingga air tanah dangkal terlihat jernih tetapi
banyak mengandung zat-zat kimia (garam-garam terlarut) karena melalui lapisan
tanah yang memiliki unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapis tanah. Air
tanah dangkal memiliki kedalaman sampai 15 meter.
2. Air tanah dalam
Air tanah dalam terdapat pada lapisan rapat air yang pertama. Kualitas air tanah
dalam lebih baik jika dibandingkan kualitas air tanah dangkal karena pada air
tanah dalam terjadi penyaringan yang lebih sempurna terutama untuk bakteri.
Susunan unsur-unsur kimia tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui.
Kualitas air tanah dalam masih sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.
3. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah.
Mata air yang berasal dari air tanah dalam hampir tidak dipengaruhi oleh musim
dan memiliki kualitas yang sama dengan air tanah dalam. Berdasarkan munculnya
ke permukaan tanah dibagi menjadi:
-
Rembesan, dimana air keluar dari lereng-lereng
-
Umbul, dimana air keluar kepermukaan pada suatu dataran (Waluyo, 2009).
2.2.3 Air Atmosfir
Air atmosfir dalam keadaan murni, sangat bersih tetapi sering terjadi
pengotoran karena industri, debu dan lain sebagainya. Air hujan dapat dijadikan
sebagai sumber air dengan cara pada waktu menampung air hujan jangan dimulai
pada saat hujan mulai turun karena masih banyak mengandung kotoran (Waluyo,
2009).
Air hujan memiliki sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun
bak-bak reservoir, sehingga hal ini mempercepat terjadinya karatan (korosi). Air
hujan juga memiliki sifat lunak sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun
(Waluyo, 2009).
2.2.4 Air Laut
Air laut mempunyai sifat asin karena mengandung berbagai garam, misalnya
NaCl. Garam NaCl memiliki kadar dalam air laut lebih kurang 3% sehingga air laut
tidak memenuhi syarat untuk air minum tanpa diolah terlebih dahulu (Waluyo, 2009).
2.3
Klasifikasi Mutu Air
Dalam upaya pengendalian pencemaran air, maka mutu air diklasifikasikan
menjadi empat kelas, yaitu:
a) Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
b) Kelas dua,
yaitu air
yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut,
c) Kelas tiga,
yaitu air
yang peruntukannya
dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
d) Kelas empat, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut (Manik, 2009).
2.4
Golongan Air
Air secara bakteriologis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan
jumlah bakteri koliform yang terkandunng dalam 100 cc sampel air/MPN. Golongan–
golongan air tersebut, antara lain:
1. Air tanpa pengotoran, mata air (artesis) bebas dari kontaminasi bakteri
koliform dan patogen atau zat kimia beracun
2. Air yang sudah mengalami proses desinfeksi, MPN< 50/100 cc
3. Air dengan penjernihan lengkap, MPN < 5000/ 100 cc
4. Air dengan penjernihan tidak lengkap, MPN < 5000/100 cc
5. Air dengan penjernihan khusus, MPN > 250000/100 cc (Chandra, 2011).
2.5
Syarat-Syarat Air Minum
Penggunaan sumber air minum bagi Perusahaan Air Minum (PAM) di kota-
kota besar masih menggantungkan dari sungai-sungai yang telah dicemari sehingga
treatment yang sempurna sangat diperlukan secara mutlak. Badan air yang akan
digunakan sebagai sumber air minum hendaknya memenuhi syarat-syarat kualitas air
minum (Ryadi, 1984).
Standar mutu air minum untuk kebutuhan rumah tangga berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002
tentang persyaratan kualitas air minum. Standar baku air minum tersebut disesuaikan
dengan standar yang dikeluarkan oleh WHO (Kusnaedi, 2010).
Air siap minum/air minum ialah air yang sudah terpenuhi syarat fisik, kimia,
bakteriologi serta level kontaminasi maksimum LKM (Maximum Contaminant
Level). Level kontaminasi maksimum meliputi sejumlah zat kimia, kekeruhan dan
bakteri koliform yang diperkenankan dalam batas-batas aman. Air siap minum/air
minum yang berkualitas harus terpenuhi syarat sebagai berikut :
-
Harus jernih, transparan dan tidak berwarna
-
Tidak dicemari bahan organik maupun bahan anorganik
-
Tidak berbau, tidak berasa, kesan enak bila diminum
-
Mengandung mineral yang cukup sesuai dengan standar
-
Bebas kuman/LKM coliform dalam batas aman (Gabriel, 2001).
2.6
Pengolahan Air
Prosedur yang umum digunakan dalam pemurnian buatan meliputi koagulasi
sedimentasi, penyaringan dan penggunaan bahan kimia seperti klor, ozon, dan
iodium. Langkah pertama yang umum digunakan untuk pengolahan air ialah
membuang bahan yang melayang didalamnya dan ini biasanya dicapai dengan
penambahan tawas (Aluminium Kalium Sulfat). Tawas membentuk endapan seperti,
gelatin yang mengendap pelan-pelan dengan membawa serta benda–benda partikel
yang meliputi sejumlah besar mikroorganisme. Setelah endapan tawas mengendap,
air dipompa ke alat penyaringan untuk menghilangkan partikel yang ketinggian dan
juga banyak bakteri yang tersisa. Penyaringan dibuat dari pasir dan kerikil dengan
partikel-partikel halus dekat dengan permukaan. Langkah akhir dalam pemurnian air
minum ialah memberikan perlakuan kimia untuk menjamin bahwa tidak ada
organisme patogen enterik. Hal ini dicapai dengan penambahan klor kedalam air
(Volk dan Margaret, 1989).
2.6.1 Metode Pengolahan Fisik
1. Penyaringan
Penyaringan digunakan untuk memastikan bahwa satuan utama dalam suatu
instalasi pengolahan bekerja lebih efisien, maka diperlukan pembuangan sampahsampah besar yang mengambang dan terapung., misalnya batang-batang kayu.
Saringan kasar dari batang yang berjarak kira-kira 0,75 hingga 2 inci (20 hingga 50
mm), sedangkan saringan-saringan mikro (atau ayakan mikro) dibuat dalam bentuk
suatu drum yang ditutup dengan saringan jala halus yang ditunjang oleh suatu jala
kasar sebagai penguat. Lubang-lubang saringan bervariasi antara kira-kira 23 hingga
65 mikron.
2. Aerasi
Aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai
variasi operasi, yaitu: (1) tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan
terlarut (2) pembuangan karbondioksida, (3) pembuangan hidrogen sulfida untuk
menghilangkan bau dan rasa, (4) pembuangan minyak yang mudah menguap dan
bahan-bahan penyebab bau dan rasa.
3. Pencampuran
Bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk pengolahan air dapat
dimasukkan dengan mesin pemasukan larutan atau mesin pemasukan kering. Bahanbahan kimia ini haruslah tersebar dengan baik dalam air dengan pencampuran yang
sempurna agar diperoleh hasil pencampuran yang efektif.
4. Flokulasi
Air yang mengandung kekeruhan akan membentuk suatu kumpulan partikel
yang turun mengendap (koagulasi) jika ditambahkan bahan-bahan pengental ke air
tersebut. Pembuangan kumpulan partikel yang pada awalnya sangat kecil ini
dilakukan dengan cara pengadukan secara cepat dan harus diikuti dengan suatu
jangka waktu pengadukan halus (flokulasi) selama 20 – 30 menit. Hal ini akan
menyebabkan bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan
membentuk partikel-partikel yang lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit.
Berhubung dengan kerapatannya, partikel-partikel besar ini dapat dibuang dengan
pengendapan gaya berat.
5. Pengendapan
Laju pengendapan suatu partikel di dalam air tergantung pada kekentalan dan
kerapatan air maupun ukuran, bentuk, dan jenis partikel yang bersangkutan.
Pemurnian air dengan cara pengendapan dimaksudkan untuk menciptakan suatu
kondisi sedemikian rupa, sehingga bahan-bahan terapung di dalam air dapat
diendapkan.
6. Filtrasi
Filter yang biasa digunakan terdiri dari selapis pasir atau pasir dan tumbukan
batu bara yang ditunjang diatas suatu tumpukan kerikil. Air yang lolos melalui filter
tersebut, partikel-partikel terapung dan bahan-bahan flokulan akan bersentuhan dan
melekat dengan butir-butir pasir tersebut. Hal ini akan memperkecil ukuran celahcelah yang dapat dilalui air dan menghasilkan daya penyaringan (Linsley dan Joseph,
1985).
2.6.2 Metode Pengolahan Kimia
1. Koagulasi
Bahan-bahan padat terapung yang berukuran halus atau koloidal di dalam air
dapat dihilangkan dengan menggunakan bahan-bahan kimia agar dapat terapung
dengan lebih sempurna. Koagulan bereaksi dengan air dan partikel-partikel yang
membuat keruh untuk membentuk endapan flokulan. Koagulan yang paling sering
digunakan adalah alum [Al2(SO4)3.18H2O], yang bereaksi dengan alkalinitas di dalam
air untuk membentuk suatu kumpulan aluminum hidroksida (Linsley dan Joseph,
1985).
2. Disinfeksi
Disinfeksi bermaksud membunuh bakteri patogen yang penyebarannya
melalui air, seperti bakteri penyebab tifus, kolera, disentri, dan lain-lain. Metode
disinfeksi merupakan salah satu cara untuk membunuh bakteri patogen, karena ada 3
cara yaitu:
- Cara kimia, yaitu dengan cara penambahan bahan kimia
- Cara fisika, yaitu dengan pemanasan dengan air, sinar ultraviolet
- Cara mekanis, yaitu dengan pengendapan (bakteri berkurang 25 – 75%).
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan cara
yang akan dipilih, yaitu:
- Daya (kekuatan) dalam membunuh mikroorganisme patogen
- Tingkat kemudahan dalam memantau konsentrasi di dalam air
- Kemampuan dalam memproduksi residu yang akan berfungsi sebagai pelindung
kualitas air pada sistem distribusi
- Kualitas estetika (warna, rasa, bau) dari air yang didisinfeksi
- Teknologi pengadaan dan penggunaan yang tersedia
- Faktor ekonomi (Waluyo, 2009).
2.6.3 Metode Pengolahan Khusus
1. Menghilangkan Rasa dan Bau
Rasa dan bau disebabkan oleh gas-gas terlarut, zat-zat organik hidup, zat-zat
organik yang membusuk, limbah industri dan klorin, baik sebagai residu atau dalam
gabungan dengan fenol atau bahan-bahan organik yang membusuk. Aerasi, adsorpsi,
dan oksidasi adalah beberapa metode yang telah dipergunakan untuk menghilangkan
rasa dan bau.
2. Menghilangkan Besi dan Mangan
Metode yang digunakan untuk menghilangkan besi dan mangan , penambahan
bahan-bahan kimia dan pengendapan serta filtrasi, filtrasi melalui zeolit mangan, dan
pertukaran ion, namun metode yang paling banyak digunakan untuk menghilangkan
besi dan mangan adalah metode oksidasi dan presipitasi (Linsley dan Joseph, 1985).
2.7
Klorin
2.7.1 Proses Klorinasi
Klorinasi (chlorination) adalah proses pemberian klorin ke dalam air setelah
menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi
air. Klorin banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang,
dan air minum di negara-negara berkembang karena sebagai desinfektan, biayanya
relatif lebih murah, mudah, dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang umum
digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor
dioksida, bromin klorida, dihidroisosianurate dan kloramin (Chandra, 2011).
Klor memiliki beberapa kualitas yang mendukung penggunaannya dalam
persediaan air, keunggulannya adalah senyawa bakterisida yang sangat efektif bahkan
bila digunakan dalam konsentrasi 1 ppm. Klor juga cukup stabil (tanpa adanya bahan
organik yang berkelebihan) dan cukup murah (Volk dan Margaret, 1989).
Klorinasi dipraktikkan dalam berbagai cara, tergantung pada mutu air mentah
dan kondisi-kondisi lainnya. Klorinasi-akhir, yaitu pemakaian klorin setelah
pengolahan merupakan metode yang umum, sedangkan klorinasi-awal, yaitu
pemakaian klorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurai
beban filter dan mencegah tumbuhnya ganggang. Klorinasi awal dan klorinasi akhir
sering digunakan bersama-sama. Pemakaian klorin diberikan sedemikian rupa
sehingga meninggalkan residu besar yang berlebihan (superklorinasi) sering
dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau tertentu (Linsley dan Joseph, 1985).
Berikut beberapa kegunaan klorin:
1. Memiliki sifat bakterisidal.
2. Dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hidrogen sulfida.
3. Dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air.
4. Dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentuk lumut yang
dapat mengubah bau dan rasa pada air.
5. Dapat membantu proses koagulasi (Chandra, 2011).
2.7.2 Cara Kerja Klorin
Klorin di dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian
dinetralisasi oleh sifat basa dari air sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen dan
ion hipoklorit. Klorin sebagai desinfektan terutama bekerja dalam bentuk asam
hipoklorit (HOCL) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OCL-). Klorin
dapat bekerja secara efektif sebagai desinfektan jika berada di dalam air dengan pH
sekitar 7. Nilai pH lebih dari 8,5 menyebabkan 90% dari asam hipoklorit itu akan
mengalami ionisasi menjadi hipoklorit sehingga khasiat desinfektan yang dimiliki
kloron menjadi lemah dan berkurang (Chandra, 2011).
2.7.3 Prinsip-Prinsip Pemberian Klorin
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan ketika melakukan proses klorinasi,
antara lain:
1. Air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air akan menghambat
proses klorinasi.
2. Kebutuhan klorin harus diperhitungkan secara cermat agar dapat dengan
efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat membunuh kuman
patogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air.
3. Tujuan klorinasi pada air adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas
sebesar 0,2 mg/l di dalam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety (nilai
batas keamanan) pada air untuk membunuh kuman patogen yang
mengotaminasi pada saat penyimpangan dan pendistribusian air.
4. Dosis klorin yang tepat adalah jumlah klorin dalam air yang dapat dipakai
untuk membunuh kuman patogen serta untuk mengoksidasi bahan organik
dan untuk meninggalkan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l dalam air
(Chandra, 2011).
2.7.4 Metode Klorinasi
Pemberian klorin pada desinfeksi air dapat dilakukan melalui beberapa cara
yaitu dengan pemberian:
1. Gas klorin
2. Kloramin
3. Perkloron
Gas klorin merupakan pilihan utama karena harganya murah, kerjanya cepat,
efisien, dan mudah digunakan. Gas klorin harus digunakan secara hati-hati karena gas
ini beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat klorinasi berbahan gas
klorin ini disebut sebagai chlorinating equipments. Alat yang sering dipakai adalah
paterson’s chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur pemberian gas
klorin pada persedian air (Chandra, 2011).
Kloramin juga dapat dipakai dan merupakan persenyawaan lemah dari klorin
dan amoniak. Zat ini kurang memberikan rasa klorin pada air dan sisa klorin bebas di
dalam air lebih persisten walau kerjanya lambat dan tidak sesuai untuk klorinasi
dalam skala besar, sedangkan perkloron sering juga disebut sebagai high test
hypochlorite. Zat ini merupakan persenyawaan antara kalsium dan 65-75% klorin
yang di lepaskan di dalam air (Chandra, 2011).
2.7.5 Dampak Klorinasi Air
Proses klorinasi yang dilakukan pada air yang mengandung bahan-bahan
organik dengan konsentrasi tinggi akan membentuk senyawa halogen organik yang
mudah menguap seperti volatilehalogenated organics yang biasa disingkat dengan
VHO. Senyawa-senyawa tersebut sebagian besar ditemukan dalam bentuk
trihalomethane (THM) yang berbahaya bagi kesehatan. Penurunan konsentrasi THM
dalam air yang akan menjalani klorinasi dapat dilakukan dengan menghilangkan
dahulu penyebab terbentuknya THM, yaitu zat-zat organik (Chandra, 2011).
Alternatif yang dapat dilakukan untuk menghilangkan penyebab terbentuknya
THM, yaitu:
1. Memindahkan proses klorinasi ke bagian paling akhir agar kandungan bahan
organik dalam air sudah hilang sebelum proses klorinasi dimulai
2. Jika klorinasi dilakukan setelah proses koagulasi dan pengendapan atau setelah
proses pelunakan dan pengendapan, proses-proses tersebut perlu diperbaiki untuk
mengoptimalkan penghilangan bahan-bahan organik.
3. Optimalisasi proses-proses pendahuluan sebelum proses klorinasi untuk
menghilangkan bahan-bahan organik
4. Penggunaan absorben (karbon aktif) untuk menghilangkan bahan-bahan organik
sebelum proses klorinasi
5. Memperbaiki kualitas air baku atau memilih sumber alternatif yang tidak
mengandung bahan organik dalam konsentrasi tinggi
6. Penggunaan kombinasi cara-cara tersebut dan juga cara mereduksi dosis klorin,
sebaiknya dilakukan tanpa mempengaruhi efek desinfeksi
7. Air direbus terlebih dahulu sebelum di konsumsi sebagai air minum sampai
mendidih selama 3 – 5 menit (Chandra, 2011).
Download