BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis 2.1.1. Definisi

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tuberkulosis
2.1.1. Definisi
Menurut Kamus Kedokteran Dorlan (2002), tuberkulosis adalah setiap
penyakit menular pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh
Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan
nekrosis kaseosa pada jaringan-jaringan.
Terdapat beberapa istilah lain yang perlu diketahui dalam memahami
penyakit tuberkulosis. Infeksi Mycobacterium tuberculosis yang masih
dapat ditahan oleh sistem imun sehingga tidak bermanifestasi klinis
disebut infeksi tuberkulosis laten, sementara jika sudah menimbulkan
manifestasi
klinis
dengan
konfirmasi
isolasi
organisme
Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan disebut tuberkulosis
aktif . Tuberkulosis primer merupakan hasil dari kontak pertama
dengan
basil
tuberkulosis
sementara
tuberkulosis
postprimer
merupakan hasil dari infeksi laten yang mengalami reaktivasi.
(Weinberger, 2008)
2.1.2 Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri anaerob berbentuk batang,
Mycobacterium tuberculosis dari famili Mycobacteriaceae dan ordo
Actinomycetales.
tuberculosis,
Dari
keseluruhan
kompleks
Mycobacterium
Mycobacterium tuberculosis adalah mikroorganisme
tersering yang menginfeksi manusia. Mikroorganisme lain dalam
Universitas Sumatera Utara
kompleks Mycobacterium tuberculosis adalah M. bovis, M. caprae, M.
africanum, M. Microti, M. Pinnipedii, M.canettii (Raviglione,2008).
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri aerobik berbentuk batang
lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.
Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm.
Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari
lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel
Mycobacterium tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks
(complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam
mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang
dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang
terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang
kompleks tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis
bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam –
alkohol. (PDPI, 2002)
Manusia
adalah
satu-satunya
reservoir
bagi
Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini menyebar melalui udara tepatnya melalui
droplets dari manusia yang terinfeksi. Droplet ini berukuran 1-5πm,
dimana satu kali batuk dapat menghasilkan 3000 droplet, dimana
hanya 10 bacil yang diperlukan untuk menginisiasi infeksi. (Herchline,
2011)
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Faktor Risiko
Yang termasuk faktor resiko dari tuberkulosis paru adalah:
•
Merokok
Merokok termasuk dalam faktor resiko TBC terkait pada
menurunnya sistem pernapasan seseorang dikarenakan merokok.
•
Umur
Imunitas seseorang yang telah lanjut usia, biasa lebih rendah
daripada orang yang masi muda.
•
Lingkungan
 Kepadatan dari lingkungan sekitar rumah
 Kebersihan sekitar rumah
 Fentilasi rumah maupun kamar
 Kelembapan (suhu) sekitar pemukiman
•
Lifestyle (pola hidup)
Tindakan yang mempengaruhi kesehatan pada pederita dan calon
penderita tersebut yang dikaitkan dengan seberapa besar penularan
akan terjadi. (Tuberkulosis Klinis,2002)
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Patogenesis
Infeksi primer terjadi pada saat kontak pertama kali dengan basil
tuberkulosis. Basil yang terinhalasi kemudian masuk ke alveolus
terminal, bermultiplikasi dan membentuk fokus Gohn. Melalui saluran
lymph, basil tuberkulosis masuk ke kelenjar getah bening di hilus
kemudian
menyebabkan
hilar
lymphadenopathy.
Hilar
lymphadenopathy dan fokus Gohn kemudian disebut kompleks primer.
Dari kompleks primer, basil tuberkulosis dapat terbawa ke kelenjarkelenjar getah bening regional, kemudian ke kelenjar getah bening lain
di seluruh tubuh, ataupun melewati saluran lymph dan masuk ke
pembuluh darah dan menginfeksi organ-organ lain di seluruh tubuh
(Mohapatra, 2009)
Menurut Wallgren dalam Smith (2003),
penyakit tuberkulosis
mengikuti satu pola tertentu yang terbagi dalam 4 tahap. Tahap
pertama, yaitu 3-8 minggu setelah droplet yang mengandung bacil
tuberkulosis sampai di alveoli, bakteri ini akan menyebar mengikuti
sirkulasi limfatik ke regional lymph nodes di paru, membentuk Ghoncomplex. Tahap kedua, berlangsung sekitar 3 bulan, ditandai dengan
penyebaran bakteri tuberkulosis secara hematogen ke organ-organ
lain. Pada tahap ketiga, terjadi inflamasi pada permukaan pleura yang
dapat menyebabkan rasa nyeri dada. Tahap ini dapat berlangsung
sekitar 3-7 bulan, tetapi dapat tertunda hingga kurang lebih 2 tahun.
Pada tahap ini, bakteri bebas dan
komponen-komponennya
berinteraksi dengan CD4 Lymphocytes dan menimbulkan reaksi
inflamasi. Tahap terakhir, yaitu tahap resolusi, dimana penyakit ini
tidak berkembang lagi, berlangsung selama 3 tahun. Dalam tahap ini
lesi ekstrapulmonal sering menunjukkan gejala klinis , misalnya di
Universitas Sumatera Utara
sendi atau tulang bermanifestasi sebagai nyeri punggung kronik.
(Smith, 2003)
Pada infeksi primer, penderita tuberkulosis umumnya tidak akan
mengalami gejala yang bermakna. Hal yang akan muncul pada infeksi
primer hanya respon lokal jaringan setempat dan tanda-tanda
sensitisasi sistem imun oleh basil tuberkulosis yang dapat dilihat
dengan tes tuberkulin yang positif. Hanya sekitar 5% infeksi primer
tuberkulosis yang tidak dapat dikontrol oleh sistem imun dan
menyebabkan gejala pada tuberkulosis primer. Hal ini dapat terjadi
apabila seseorang mengalami imunodefisiensi oleh karena obatobatan, alkoholisme, HIV/AIDS, atau keganasan. Walaupun hampir
seluruh infeksi primer dapat diatasi oleh sistem imun, tetapi belum
tentu seluruh basil tereliminasi dari tubuh penderita. Sejumlah basil
tuberkulosis akan tetap tinggal dalam fase dorman. (Weinberger,
2009)
Pada umumnya manusia yang terinfeksi TB tidak akan mengalami
perkembangan penyakit lagi setelah infeksi primer (Smith, 2003).
Akan tetapi jika pada suatu saat terjadi ketidakseimbangan respon
imun dan infeksi, fokus dorman basil tuberkulosis tersebut dapat
menjadi aktif dan menyebabkan gejala penyakit, atau disebut juga
reaktivasi tuberkulosis (Weinberger, 2009)
Faktor resiko yang dapat menyebabkan perubahan dari infeksi primer
asimptomatik menjadi penyakit yang aktif yaitu usia, status imun yang
imunodefisiensi, malnutrisi, alkoholik, malabsorbsi, gastrektomi,
pengobatan dengan steroid jangka panjang, pengunaan kemoterapi
sitotoksik, silikosis. Faktor resiko yang meningkatkan resiko terinfeksi
Universitas Sumatera Utara
tuberkulosis yaitu tinggal di lingkungan yang terlalu padat dan
ventilasi yang kurang memadai.(Ali, 2005)
2.1.5 Klasifikasi (Badan Pemeriksa Nasional TB)
-
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
•
Tuberkulosis paru : tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus.
•
Tuberkulosis ekstra paru : tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
-
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,
yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA
negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika
non OAT (Obat Anti-Tuberkulosis)
Universitas Sumatera Utara
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobat
-
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan.
Bentuk
berat
bila
gambaran
foto
toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe,
pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,
Universitas Sumatera Utara
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan
alat kelamin.
Catatan:
•
Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru,
maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus
dicatat sebagai pasien TB paru.
•
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ,
maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang
penyakitnya paling berat.
-
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu:
a.
Kasus baru yaitu pasien yang belum pernah diobati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (4 minggu).
b.
Kasus kambuh (Relaps) yaitu pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
c.
Kasus setelah putus berobat (Default ) yaitu pasien yang
telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d.
Kasus setelah gagal (Failure) yaitu pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
e.
Kasus
Pindahan
(Transfer
In)
yaitu
pasien
yang
dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya
f.
Kasus lain yaitu semua kasus yang tidak memenuhi
ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus
Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami
kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat
jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan),
radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
2.2.
Tuberkulosis Paru
2.2.1. Definisi
Definisi tuberkulosis paru menurut Dorland (2002) adalah infeksi paru
oleh Mycobacterium tuberculosis.
2.2.2. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala untuk PTB adalah batuk > 2 minggu, peningkatan
produksi sputum dan batuk, dan terdapat gejala penurunan berat
badan, anoreksia, fatigue, demam, dan keringat malam. Tanda yang
spesifik PTB adalah haemoptysis atau adanya darah pada sputum
(Varaine et al, 2010)
Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis oleh
Departamen Kesehatan Republik Indonesia (2007), gejala utama
Universitas Sumatera Utara
pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan
fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Setiap orang yang datang
ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2.2.3. Diagnosa
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang
dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti
foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran
kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit
(Depkes, 2007)
2.2.4. Pemeriksaan Laboratorium
•
Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
Universitas Sumatera Utara
penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
•
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain
atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
-
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan
posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
-
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular
-
Bayangan bercak milier
-
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
-
Fibrotik
-
Kalsifikasi
-
Schwarte atau penebalan pleura
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1
Luluh paru (destroyed Lung) adalah gambaran radiologik yang menunjukkan
kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru .
Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti
dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya
berdasarkan
gambaran
radiologik
tersebut.
Perlu
dilakukan
pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
-
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di
atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak
dijumpai kaviti
-
Lesi luas yaitu bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Universitas Sumatera Utara
Download