ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEMBAKAU INDONESIA KE JERMAN SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang Oleh Dinan Arya Putra NIM 7111409079 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013 i PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbingan untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada : Hari : Tanggal : Pembimbing I Pembimbing II Dr. Sucihatiningsih DWP, M. Si NIP. 196812091997022001 Karsinah, S.E., M.Si NIP. 197010142009122001 Mengetahui, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Dr. Sucihatiningsih DWP, M. Si NIP. 196812091997022001 ii PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang pada : Hari : Tanggal : Penguji Anggota I Lesta Karolina Br. Sebayang,S.E., M.Si. NIP. 198007172008012016 Anggota II Dr. Sucihatiningsih DWP, M. Si NIP. 196812091997022001 Karsinah, S.E., M.Si NIP. 197010142009122001 Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi Dr. S. Martono, M.Si. NIP. 196603081989011001 iii PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentun yang berlaku. Semarang, Dinan Arya Putra NIM 7111409079 iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN Jangan mengatakan besok aja kita kerjakan kalau hari ini bisa kita kerjakan dan jangan menunda hal yang kecil karena hal kecil itu akan menjadi keterbiasaaan kita. Persembahan 1. Untuk diluar doa orang kota dan tuaku yang yang memberikan semangat jauh kepada penulis. Berkat dukungan dari keduanya dapat akhirnya menelesaikan penulis skripsi ini. 2. Untuk adik kecil yang selalu memberikan semangat dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Teman seperjuangan untuk lulus dalam skripsi grup The Gondeser Iid) v (Lutfi,Rendi Dan KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: ANALISI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEMBAKAU INDONESIA KE JERMAN”. Skripsi diajukan untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi, fakultas ekonomi jurusan ekonomi pembangunan, universitas negeri semarang. Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang 2. Dr. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi. 3. Dr. Sucihatiningsih DWP, M.Si selaku Kajur dan Dosen Pembimbing I yang dengan sabar dan tulus serta bersedia meluangkan banyak waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan saran, masukan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. vi 4. Karsinah, S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan wawasan, inspirasi, sumbangan pemikiran, dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh Bapak Dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan segala ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan. 6. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan motivasi serta bantuan moral dan material demi terselesainya skripsi ini, serta untuk ke dua adikku Rizki dan Fikky terima kasih dukungannya 7. Sahabat-sahabatku yang telah banyak membantu dalam skripsi ini riya, tika, agata, santika, karina, iid, lutfi, rendi, dan sahabat-sahabat di EP 2009 vii SARI Dinan Arya Putra. 2013. “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Tembakau Indonesia Ke Jerman”. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dr. Sucihatiningsih DWP, M. Si. II. Karsinah, S.E., M.Si Kata kunci : Ekspor, Komoditas Tembakau, Dan Metode Error Correction Model (ECM) Tembakau merupakan salah satu ekspor komoditas pertanian yang memiliki nilai jual yang tinggi, namun dalam lima tahun terakhr volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman mengalami kendala dimana banyaknya pesaing dari negara pengekspor selain Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis faktor-faktor yang memperngaruhi ekspor tembakau Indonesia ke Jerman. Metode analisis yang digunakan adalah OLS (Ordinary Least Square) yang selanjutnya di uji dengan menggunakan uji ECM (Error Correction Model). Dengan menggunakan data time series dengan kurun waktu 41 tahun (1970-2011), Hasil penelitian diperoleh nilai variabel yang signifikan 0,265 produksi, 0,784 harga dan 1,465 GDP Riil Jerman dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 64% yang berarti variabel bebas seperti luas lahan tembakau, produksi tembakau, harga tembakau dunia, dan GDP Riil Jerman, dapat menjelaskan volume ekspor tembakau ke Jerman sebesar 64% dan sisanya 36% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model penelitian ini. Kesimpulan yang bisa di ambil bahwa komoditas tembakau merupakan salah satu komoditas ekspor yang perlu adanya peran pemerintah dalam hal menjaga mutu dan kualitas produksi tembakau Indonesia yang sudah terkenal sejak tahun 1970 hingga sekarang maka untuk menjaga mata pencarian petani tembakau, saran yang bisa di lakukan pemerintah harus bekerja sama dengan petani dalam hal pembibitan serta menjaga mutu dan kualitas tembakau. viii ABSTRACT Dinan Arya Putra. 2013. “Factors Analysis that Influence Indonesia’s Export of Tobacco To Germany”. Skripsi. Economic Development Major. Economic Faculty. Semarang State University. 1st Lecturer. Dr. Sucihatiningsih DWP, M. Si. 2nd Karsinah, S.E., M.Si Keywords : Export, Tobacco Commodity, and Error Correction Model Method (ECM) Tobacco is one of agriculture commodity export which have high value, but for the last 5 years, volume of Indonesia’s tobacco export to Germany undergone a problem because there are many tobacco’s exporter be sides Indonesia. The aim of this research is to know factors analysis that influence Indonesia’s export tobacco to Germany. Analysis method used OLS (Ordinary Least Square) furthermore have a test used ECM (Error Correction Model). Using time series data with time frame 41 years (1970-2011). The research’s result got from significant variable value 0,265 production, 0,784 price and 1,465 Germany’s Rill GDP with determination coefficient (R2) in the amount of 64%, it means independent variable like tobacco’s area, tobacco’s production, world tobacco’s price and Germany’s Riil GDP can explain volume of tobacco export to Germany in the amount of 64% and the residue 36% explained by the other variable that didn’t add inside this research. The conclusion is tobacco commodity is the one of export commodity that needs function of government to keep Indonesia’s tobacco production quality that renowned since 1970 until now. To keep tobacco’s farmer occupation, government should make with the farmer to keep grade and quality of tobacco and also for fledging tobacco. ix DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ....................................................................... i PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................... ii PERNYATAAN........................................................................................................ iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv KATA PENGANTAR .............................................................................................. v SARI.......................................................................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................................ viii DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH........................................................... 1 1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 13 1.3 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................ 14 1.4 MANFAAT PENELITIAN........................................................................ 14 BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................... 16 2.1 PERDAGANGAN INTERNASIONAL .................................................... 16 2.2 PERMINTAAN ......................................................................................... 22 2.3 PENAWARAN .......................................................................................... 24 2.4 PENGERTIAN EKSPOR .......................................................................... 25 2.5 HARGA ..................................................................................................... 25 2.6 GDP ............................................................................................................ 26 x 2.7 PENELITIAN TERDAHULU ................................................................... 27 2.8 KERANGKA BERFIKIR .......................................................................... 30 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 31 3.1 JENIS DAN SUMBER DATA .................................................................. 31 3.2 VARIABEL PENELITIAN ....................................................................... 31 3.2.1 VARIABEL DEPENDEN ................................................................ 31 3.2.2 VARIABEL INDEPENDEN ............................................................ 32 3.3 METODE ANALISIS ................................................................................ 32 3.3.1 ORDINARY LEAST SQUARE ....................................................... 33 3.3.2 UJIAKAR UNIT ............................................................................... 37 3.3.3 UJI KOINTEGRASI ......................................................................... 38 3.3.4. ERROR CORRECTION MODEL................................................... 39 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 42 4.1 HASIL PENELITIAN................................................................................ 42 4.1.1 LUAS LAHAN TEMBAKAU.......................................................... 42 4.1.2 PRODUKTIVITAS TEMBAKAU ................................................... 43 4.1.3 HARGA TEMBAKAU ..................................................................... 45 4.2 ANALISIS HASIL REGRESI ................................................................... 46 4.2.1 PEMILIHAN MODEL ..................................................................... 46 4.2.2 UJI MULTIKOLINIERITAS ........................................................... 48 4.2.3 UJI NORMALITAS .......................................................................... 49 4.2.4 UJI HETEROSKEDASTISITAS ...................................................... 50 4.2.5 UJI AUTOKORELASI ..................................................................... 51 4.3 UJI AKAR UNIT ....................................................................................... 52 4.4 UJI KOINTEGRASI .................................................................................. 53 xi 4.5 ERROR CORECTION MODEL ............................................................... 55 4.6 PEMBAHASAN ........................................................................................ 58 4.6.1 PENGARUH LUAS LAHAN TERHADAP EKSPOR TEMBAKAU INDONESIA KE JERMAN....................................................................... 59 4.6.2 PENGARUH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR TEMBAKAU INDONESIA KE JERMAN....................................................................... 59 4.6.3 PENGARUH HARGA TERHADAP EKSPOR TEMBAKAU INDONESIA KER JERMAN .................................................................... 60 4.6.4 PENGARUH GDP TERHADAP EKSPOR TEMBAKAU INDONESIA KER JERMAN .................................................................... 61 BAB 5 PENUTUP .................................................................................................... 62 5.1 KESIMPULAN .......................................................................................... 62 5.2 SARAN ..................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65 LAMPIRAN .............................................................................................................. 67 xii DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Kontribusi Luas Areal Tembakau Di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, (Tahun 2008-2011)............................................................................. 4 Tabel 1.2. Sentra Produksi Tembakau Perkebunan Rakyat Di Indonesia, (Tahun 2006-2011) ................................................................................................................ 6 Tabel 1.3. Perkembangan Produktivitas Tembakau Indonesia (Tahun 2007-2011) . 6 Tabel 1.4. Perkembangan Harga Konsumen Tembakau Dunia (Tahun 2005-2011) 7 Tabel 1.5. Ekspor Tembakau Indonesia Menurut Negara Tujuan (Tahun 2007-2011) ................................................................................................................................... 10 Tabel 2.1. Data Hipotesis Teori Absolute Advantage Dari Adam Smith ................. 18 Tabel 2.2. Data Hipotesis Untuk Gain From Trade Berdasarkan Teori Absolute Advantage Dari Adam Smith .................................................................................... 19 Tabel 2.3. Data Hipotesis Biaya Komperatif ............................................................ 20 Tabel 2.4. Data Perhitungan Biaya Komperatif ........................................................ 21 Tabel 2.5. Data Hipotesis Gain From Trade Berdasarkan Teori Keunggulan Komparatif Dari David Ricardo ................................................................................ 21 Tabel 4.1. Luas Areal Tembakau Di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, (Tahun 2008-2011) ................................................................................................................ 42 Tabel 4.2. Perkembangan Produktivitas Tembakau Indonesia (Tahun 2007-2011) . 43 Tabel 4.3. Sentra Produksi Tembakau Perkebunan Rakyat Di Indonesia (Tahun 2006-2011)................................................................................................................... 44 Tabel 4.4. Perkembangan Harga Konsumen Tembakau Dunia (Tahun 2005-2011) 45 Tabel 4.5. Hasil Regresi OLS ................................................................................... 47 Tabel 4.6. Hasil Uji Multikolinieritas ....................................................................... 49 Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas ................................................................................. 50 Tabel 4.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................... 51 xiii Tabel 4.9. Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................. 52 Tabel 4.10. Hasil Uji Unit Root Test ........................................................................ 53 Tabel 4.11 Hasil Uji Kointegrasi .............................................................................. 54 Tabel 4.12 Hasil Estimasi Regresi Jangka Pendek ................................................... 55 Tabel 4.13 Hasil Estimasi Regresi Jangaka Panjang ................................................ 56 xiv Daftar Gambar Gambar 1.1. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia (Tahun 19712011) ........................................................................................................................ 4 Gambar 1.2. Perkembangan Produksi Tembakau Menurut Status Pengusahaan (Tahun 1971-2009) ................................................................................................................ 5 Gambar 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Tembakau Di Indonesia (Tahun 19712011) ......................................................................................................................... 8 Gambar 1.4. Negara Pengekspor Tembakau Terbesar Di Dunia (Tahun 2003-2007) ................................................................................................................................... 9 Gambar 1.5. Negara-Negara Pengimpor Tembakaudi Dunia (Tahun 2003-2007) ... 11 xv DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. UJI MWD TEST ............................................................................. 68 LAMPIRAN 2. UJI REGRESI OLS ......................................................................... 69 LAMPIRAN 3. UJI HETEROSKEDASTISITAS .................................................... 69 LAMPIRAN 4. UJI AUTOKORELASI ................................................................... 70 LAMPIRAN 5. UJI NORMALITAS ........................................................................ 72 LAMPIRAN 6. UJI UNIT ROOT TEST .................................................................. 72 LAMPIRAN 7. UJI ECM ......................................................................................... 73 xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peran penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang bekerja pada sektor pertanian. Pertanian memiliki dua pengertian yaitu arti luas dan arti sempit. Arti sempit merupakan usaha pertanian keluarga dimana diproduksinya bahan makanan utamanya sedangkan pertanian arti luas dibedakan menjadi lima sektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, perternakan, perikanan, dan kehutanan. Sebagian besar hasil pertanian dikonsumsi sendiri dan sebagian seluruhnya hasil perkebunan adalah ekspor. Wilayah pedesaan yang bercirikan pertanian sebagai basis ekonomi sedangkan wilayah perkotaan yang tidak lepas dari aktivitas ekonomi baik yang sifatnya industri, perdagangan maupun jasa mengalami pertentangan luar biasa di dalam rata-rata pertumbuhan pembangunan. Dengan kemajuan yang dicapai sektor pertanian tanaman pangan, maka pembangunan sektor industri yang didukung sektor pertanian juga semakin maju (Alkadri, 1999:10) Hasil pertanian di Indonesia antara lain padi, jagung, ubi, ketela pohon, tebu, tembakau, karet, rosella, kopi, kina. Tembakau termasuk salah komoditas yang mempunyai arti penting karena memberikan manfaat ekonomi, manfaat 1 sosialnya pun sangat dirasakan. Peran tembakau didalam perekonomian Indonesia dapat ditunjukkan terutama oleh besarnya cukai yang disumbangkan sebagai penerimaan negara dan banyaknya tenaga kerja yang terserap baik dalam tahap penanaman dan pengolahan tembakau sebelum diekspor atau dibuat rokok, maupun pada tahap pembuatan rokok. Penerimaan negara dari tembakau sangat besar yaitu dari cukai dan setiap tahun terus meningkat pada tahun 2007 sebesar 42 trilyun, tahun 2008 sebesar 50,2 trilyun dan tahun 2009 ditargetkan mencapai 52 trilyun demikian juga pada periode 5 tahun terakhir devisa yang dihasilkan dari eksport tembakau senilai US $ 100.627 (48.278 ton) (www.ditjenbun.deptan.go.id) Perkembangan tembakau di Indonesia tidak bisa terlepas dari keberadaan industri, peran tembakau dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari beberapa indikator seperti peranannya dalam penerimaan negara (PDB). Hasil kajian (Sudaryanto et al., 2009:254) dalam perekonomian nasional peran agribisnis tembakau dan industri rokok dalam penciptaan nilai output, nilai tambah, dan penyerapan tenaga kerja kurang signifikan, namun kedua sektor tersebut mempunyai angka pengganda (multiplier effect) output. Hal ini terjadi karena dalam perdangangan internasional, komoditi tembakau dan rokok lebih banyak menguras daripada menghasilkan devisa negara, sedangkan agribisnis tembakau mampu menarik sektor hulu dan mendorong sektor hilir untuk berkembang. 2 Peningkatan harga rokok eceran di akibatkan dari naiknya cukai tembakau, dimana dalam kenaikan cukai tembakau tidak di ikuti oleh kenaikan hasil produksi rokok itu sendiri. Di samping Indonesia sebagai eksportir produk tembakau, Indonesia juga sebagai importer produk tembakau, baik produk daun tembakau maupun rokok. Secara keseluruhan posisi Indonesia dalam perdagangan dunia tembakau adalah net eksportir, dalam arti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor. Produk tembakau yang utama di perdagangkan adalah daun tembakau dan rokok. Tembakau dan rokok merupakan produk yang bernilai ekonomis. Untuk peningkatan pangsa dalam dan luar negeri sektor pertanian terutama dibidang pertembakauan harus ditingkatkan dengan memperkuat produk yang telah mempunyai pasar yang baik, memprioritaskan tembakau bahan baku cerutu (Na Oogst) yang lebih berdaya saing dan mengalihkan produksi rokok dari rokok kretek ke rokok putih yang berorientasi ekspor. Gambar 1.1 menyajikan perkembangan luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia selama tahun 1971 – 2011. Perkembangan total luas areal tembakau pada tahun 1971-2011 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,23% per tahun, dimana total luas areal tembakau menunjukan peningkatan laju perkembangan mencapai 4,76% pada tahun 1971 – 1997. Akan tetapi antara 1998 – 2011 pertumbuhan luas areal tembakau menurun dikisaran 0,07% per tahun. Hal ini dikarenakan tembakau Indonesia hanya diusahakan oleh Perkebunan milik swasta, 3 Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar Negara (PBN), sementara perkebunan besar swasta (PBS) tidak melakukan penanaman sama sekali. Gambar 1.1. Luas Area Dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia (Tahun 1971-2011) Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id Tabel 1.1. Kontribusi Luas Areal Tembakau di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, (Tahun 2008-2011) Perkebunan Perkebunan Perkebunan Tahun Besar Swasta (Hektar) Besar Negara (Hektar) Rakyat (Hektar) 2008 4.565 192.062 2009 4.226 200.224 2010 4.226 189.690 2011 5.298 202.121 Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id Berdasarkan pada tabel 1.1 yang menunjukan kontribusi luas areal tembakau di Indonesia tahun 2008 – 2010. Perkembangan luas area perkebunan tembakau oleh perkebunan rakyat pada tahun 2008 dengan luas areal 192.062 hektar memiliki 4 kontribusi sebesar 98%, sedangkan pada perkebunan besar negara tahun 2008 memiliki kontribusi relative kecil yaitu 4.565 hektar dimana memiliki kontribusi sebesar 2%, dan seterusnya. Sedangkan pada perkebunan besar swasta tidak melakukan penanaman tembakau. Gambar. 1.2 Perkembangan Produksi Tembakau Menurut Status Pengusahaan (tahun 1971-2009) Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id Gambar 1.2 menyajikan perkembangan produksi tembakau menurut status pengusahaannya tahun 1971-2009. Pada gambar 1.2 menunjukan perkembangan produksi tembakau Indonesia yang terus meningkat dengan laju pertumbuhan ratarata sebesar 7,43% per tahun. Sementara itu perkebunan besar negara hanya memberikan kontribusi sebesar 1,53% per tahun hal ini dikarenakan tidak adanya kontribusi dari perkebunan besar swasta pada periode tersebut. Dengan demikian secara umum terjadi peningkatan total produksi tembakau di Indonesia dari 57,35 ribu ton pada 1971 menjadi 176,94 ribu ton pada tahun 2009. 5 Tabel 1.2. Sentra Produksi Tembakau Perkebunan Rakyat di Indonesia, (Tahun 2006-2011) No Provinsi 1 2 3 4 5 Jawa Timur Ntb Jawa Tengah Jawa Barat Lainnya Indonesia 2006 81,887 31,590 18,440 5,749 8,599 146,265 2007 78,343 42,793 29,679 6,396 7,640 164,851 Produksi (Ton) 2008 2009 77,852 79,469 51,006 57,232 25,329 25,418 6,769 6,772 7,081 8,046 168,037 176,937 2010 53.228 38,894 26,530 7,658 7,560 80,695 2011* 78,635 17,589 23,748 2,218 8,052 130,242 RataRata Share (%) 78,578 32,547 24,663 5,784 7,984 149,556 48,30 28,03 14,86 4,09 4,95 Sumber: Ditjen perkebunan *) Angka Sementara Berdasarkan tabel 1.2 secara umum produksi tembakau perkebunan rakyat pada periode tahun 2006 - 2011 didominasi oleh 4 provinsi, yaitu: Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Keempat provinsi tersebut memberikan sumbangan kontribusi sebesar 95% terhadap total produksi tembakau Indonesia. Jawa timur berkontribusi sebesar 48,40%, Nusa Tengagara Barat berkontribusi sebesar 27,83%, Jawa Tengah berkontribusi sebesar 15,07%, Jawa Barat dan provinsi lainnya masing-masing berkontribusi 3,92% dan 4,78%. Tabel 1.3 Perkembangan Produktivitas Tembakau Indonesia Tahun 2007-2011 Produktivitas (Ton/Ha) Tahun Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Negara 2007 2008 2009 2010* 2011** rata-rata 0,97 0,98 0,97 0,96 0,97 0,97 0,03 0,02 0,03 0,04 0,03 0,03 6 Sumber ditjen, perkebunan Keterangan : *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Perkembangan produktivitas tembakau di Indonesia selama empat tahun terakhir (2007-2011) cenderung memiliki pola yang seragam sesuai dengan jenis pengusahaannya. Rata-rata produktivitas untuk perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara masing-masing sebesar 0,97 ton/ha dan 0,03 ton/ha Krisis global yang terjadi pada pertengahan tahun 2008 perekonomian Indonesia mengalami kontraksi. Salah satu dampak krisis yaitu mempengaruhi sektor komoditi pertanian dimana komoditi tembakau. Di Indonesia yang pada saat itu mengalami surplus produksi tembakau tidak bisa terserap secara keseluruhan oleh produsen tembakau Indonesia dan hal ini diperburuk oleh menurunnya harga tembakau di dalam negeri. Tabel 1.4 Perkembangan Harga Konsumen Tembakau Dunia Tahun 2005-2011 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Harga dunia $ Kenaikan harga % 2,790 2,969 3,315 3,589 4,235 4,333 4,485 7 (%) 0,69 1,34 1,06 2,51 0,38 0,5 Sumber :databank.worldbank Pada tabel 1.4 tahun 2005-2011 perkembangan harga tembakau di dunia cenderung mengalami peningkatan pada harga nominal tembakau dimulai harga $ 2,790 per kg pada tahun 2005 dan terus meningkat pada harga tembakau pada tahun 2011 menjadi sebesar $ 4,485 per kg. dan rata-rata laju pertumbuhannya sebesar 0,77%. Gambar 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Tembakau Di Indonesia Tahun 1971-2011 Sumber http://faostat3.fao.org/home/index.html#VISUALIZE Gambar 1.3 menyajikan perkembangan volume ekspor tembakau di Indonesia tahun 1971-2011, dapat dilihat perkembangan volume ekspor tembakau di Indonesia pada tahun 1971-2011 Indonesia merupakan salah satu negara yang volume kuota ekspornya meningkat dan di ikuti oleh meningkatnya volume kuota impor pada tahun 1971-2011. Dimana dalam gambar grafik di atas ekspor lebih besar di bandingkan dengan impor ini dikarenakan naiknya nilai ekspor dipengaruhi naiknya harga jual komoditi yang menjadi andalan pabrikan cerutu di jerman dan di beberapa negara lainnya. 8 Gambar 1.4. Negara Pengekspor Tembakau Terbesar Di Dunia (Tahun 2003-2007) Sumber : http://faostat3.fao.org Gambar 1.4 menunjukan peningkatan permintaaan ekspor produk pertanian tembakau secara global dan dari tahun ke tahun kualitas tembakau di berbagai negara mengalami meningkat termasuk Indonesia, dengan banyaknya negara sebagai pengeksportir tembakau komoditas tembakau Indonesia bersaing dengan tembakau dari negara lain dengan kualitas dan mutu yang sama. Hal penurunan dalam perekonomian ini menyebabkan penurunan daya beli masyarakat tujuan ekspor Indonesia di daerah benua Eropa dan Amerika. Melihat dampak yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi terhadap perekonoman nasional, terutama permintaan ekspor Indonesia yang semakin menurun di pasar Eropa dan Amerika maka Indonesia perlu adanya pasar baru dan penanaman jenis tembakau baru supaya bisa menembus pasar Cina dengan menanam jenis tembaku Virginia, guna untuk mengangkat volume ekspor yang tiap tahun turun 9 ekspor tembakau tahun 2011 tercatat senilai 43.870 ton sedangkan pada tahun 2010 mencapai 117.200 ton Tabel 1.5 Ekspor Tembakau Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2007-2011 Negara Tujuan Sri Lanka Amerika Serikat Republik Dominika Belanda Perancis Jerman Belgia Denmark Spanyol Rusia Lainnya Jumlah Sri Lanka Amerika Serikat Republik Dominika Belanda Perancis Jerman Belgia Denmark Spanyol Rusia Lainnya Jumlah tahun 2009 2007 2008 Berat Bersih : Ton 353,7 410 387,7 3165,9 5517,5 5319,2 191,2 330,0 351,6 1246,8 687,2 1624,7 918,3 845,6 567,4 1984,1 794,0 1106,1 3034,6 4597,6 5082,3 199,4 40,7 196,0 360,8 395,5 245,1 4580,0 4015,9 2993,7 9673,6 12275,5 15037,5 25708,4 29909,7 32911,3 Nilai FOB :000 US$ 4742,8 6192,5 6375,1 4304,4 6961,8 8833,0 991,0 2566,8 3481,2 2853,6 2016,5 4852,8 1229,6 892,8 1449,1 8851,0 4586,7 5112,1 9584,7 12818,7 15537,6 901,4 162,6 630,9 2580,1 859,0 1031,4 2873,6 2873,6 2735,5 17828,0 33752,5 43508,6 56733,7 73683,5 93547,3 Sumber : Badan Pusat Statistika 10 2010 2011 341,1 4338,6 424,0 1704,6 116,5 1616,7 4193,4 28,1 197,3 3386,6 11608,8 27955,7 415,5 3400,6 345,2 672,8 989,6 470,6 4120,6 9,6 507,1 715,8 7207,1 18854,5 5886,4 6192,8 2757,5 4393,7 17,0 3795,7 15951,5 111,9 858,5 4072,8 29698,5 73736,3 9471,5 4562,9 743,3 1763,7 352,2 3214,8 17084,3 40,8 2752,6 923,8 20722,9 61632,8 Pada tabel 1.5 menjelaskan ekspor tembakau Indonesia menurut negara tujuan tahun 2007-2011. Dari tabel tersebut diketahui bahwa Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor tembakau terbesar dari Indonesia karena kuota ekspor yang besar dan pertahun mengalami kenaikan kuota ekspor dari negara pengimpor, Amerika Serikat menduduki peringkat pertama disusul dengan Rusia, Belgia, Belanda, Perancis, Jerman, Spanyol, Sri Lanka, dan lain-lain. Kondisi ini perkembangan ekspor tembakau yang cepat berdampak pada naiknya pertumbuhan Gross Domestik Production (GDP). Berdasarkan tabel 1.5 dapat dilihat juga nilai ekspor komoditas tembakau Indonesia ke negara pengimportir lewat nilai FOB. Berdasarkan nilai FOB yang berada di tabel 1.5 tahun 2007-2011 menunjukan negara yang memiliki nilai ekspor tinggi komoditas tembakau berada di negara Belgia yang memiliki nilai FOB sebesar 17084,3 $ sedangkan Sri Lanka nilai FOB sebesar 9471,5 $ sedangkan pada posisi ke tiga Amerika Serikat 4562,9 $ nilai FOB sebesar 5,112 . Gambar 1.5. Negara-Negara Pengimpor Tembakau Di Dunia Tahun 2003-2007 Sumber : http://faostat3.fao.org 11 Pada gambar 1.5 menyajikan tentang negara pengimpor tembakau dunia tahun 2003-2007. Dimana terdapat 10 negara pengimpor tembakau dengan kuota terbesar, dimana pada posisi pengimpor tembakau dengan kuota terbesar ditempati oleh urutan pertama negara Jerman sebagai pengimpor tembakau terbesar dengan kuota 991 ribu ton. Disusul kemudian oleh Cina, Jepang, Belgium dan Francis masing-masing sebesar 379 ribu ton, 232 ribu ton, 286 ribu ton dan 209 ribu ton. Berdasarkan teori yang menyatakan bahwa ekspor dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional (eksport lead growth), maka upaya mempertahankan dan meningkatkan kapasitas perekonomian nasional dilakukan dengan cara menekankan pada aspek peningkatan ekspor komoditas subsektor perkebunan yang tinggi. Secara umum sangat mutlak untuk diperhatikan dengan serius atas dasar pemikiran maka faktor luar negeri dalam hal ini pendapatan riil Jerman, harga komoditi tembakau dunia. Permintaan ekspor Indonesia maka kebijakan akan penanganan yang tepat serta kemampuan dalam memprediksi perekonomian nasional khususnya dan perekonomian global Berdasarkan uraian di atas, tembakau merupakan salah satu komoditi ekspor pertanian yang ikut serta dalam salah satu penyumbang PDB di sektor pertanian. Semakin meningkatnya pengekspor tembakau di dunia maka semakin terjadinya persaingan mutu dan kualitas tembakau itu sendiri di pasaaran sehingga akan berakibat semakin meningkatnya ekspor ke negara tujuan tau menurunnya kuota ekspor ke negara tersebut dikarenakan persaingan komoditi tembakau. Dalam 12 masalah ini peneliti ingin menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tembakau Indonesia ke Jerman dari tahun 1971-2011. Penelitian ini mengangkat judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Tembakau Indonesia Ke Jerman” 1.2. Rumusan Masalah Perkebunan Indonesia yang menjadi salah satu penyumbang PDB pada sektor pertanian harus dikembangkan hal ini dikarenakan berbagai negara pengekspor tembakau di dunia mengalami peningkatan ekspornya. Faktor yang menyebabkan kenaikan ekspor tembakau adalah peningkatan harga tembakau di dunia salah satunya peningkatan harga komoditas tembakau ke Jerman dari latar belakang diatas terdapat pertanyaan penelitian sebagai berikut; 1. Apakah luas lahan tembakau di Indonesia berpengaruh terhadap volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman 2. Apakah produksi tembakau Indonesia berpengaruh terhadap volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman 3. Bagaimana pengaruh harga tembakau terhadap volume permintaan ekspor komoditi tembakau Indonesia 4. Bagaimana pengaruh GDP riil Jerman terhadap volume permintaan ekspor komoditi tembakau Indonesia ke Jerman 13 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengukur pengaruh luas lahan terhadap volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman 2. Untuk mengukur pengaruh produksi tembakau terhadap volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman 3. Untuk mengukur pengaruh harga komoditi tembakau terhadap volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman 4. Untuk menganalisis pengaruh GDP riil Jerman terhadap volume permintaan ekspor komoditi tembakau ke Jerman 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat 1. Sebagai bahan masukan pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai pengambil keputusan untuk dapat membuat kebijakan yang tepat dalam perekomomian 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran perdagangan internasional serta faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditas tembakau Indonesia ke negara tujuan ekspor terutama Negara 14 Jerman sehingga dapat memberikan manfaat lebih bagi para pelaku usaha pertanian dan pihak terkait tentang kondisi perdaganan tembakau Indonesia 3. Menambah khasanah literatur mengenai studi komoditi tembakau Indonesia bagi pihak yang berkepentingan sehingga dapat menambah wawasan baru bagi masyarakat 15 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perdagangan Internasional Permasalahan pokok yang dihadapi ekonomi internasional tidak jauh berbeda permasalahn pokok ilmu ekonomi yaitu mengenai masalah kelangkaan produk dan masalah pilihan produk, masalah muncul karena adanya permintaan dan kebutuhan dan keinginan manusia yang sifatnya tidak terbatas dan penawaran atau supply dari sumber daya yang bersifat terbatas. Permasalahan ekonomi tersebut bersifat internasional karena dalam permintaan atau demand yang berasal dari dalam ataupun luar negeri. Rasio ekspor dan impor terhadap pendapatan nasional semakin tinggi, rasio tersebut akan semakin besar apabila tingkat keterbukaan perekonomian negara bersangkutan semakin besar efek terhadap konsumsi yang berakibat dari perdagangan internasional terbukanya pasar bebas yang menimbulkan tatanan dunia baru yang mengakibatkan negara-negara yang berkembang secara tidak langsung tidak dapat memperluas ekspor mereka malahan sebaliknya memerlukan barang impor. Penyebab utama terjadinya perdagangan luar negeri adalah perbedaan kemampuan dalam produksi. Dalam kondisi ekstrim, suatu negara tidak mampu memproduksi barang dan harus membeli dari negara lain, secara teori perdagangan luar negeri dapat membawa perekonomian pada suatu titik efisiensi tertinggi namun bagi negara yang lemah dan kurang kompetitif dapat menjadi malapetaka. Dalam 16 perdagangan internasional didukung manakala kekuatan ekonomi negara-negara didunia sudah setara, akan tetapi pada saat ini sebagian besar negara di dunia adalah negara miskin yang belum terbiasa dengan budaya persaingan bebas, sehingga perdagangan ekonomi bisa melahirkan ketidakadilan. Banyak negara berkembang meragukan arah perdagangan luar negeri secara ekonomi serta munculnya tuntutan free trade dan fair trade dalam perdagangan luar negeri. Hal ini dikarenakan negaranegara maju ternyata masih memberikan subsidi yang besar untuk pertanian dan perternakan. 1. Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage) Adam Smith mengemukakan teori absolute advantage dimana setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak ( Hamdy Hady ; 2009). Teori absolute advantage ini didasarkan pada asumsi pokok yaitu : (1) faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja, (2) kualitas barang yang diproduksi kedua Negara sama, (3) pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang, dan (4) biaya transportasi diabaikan. Sebagai gambaran mengenai keunggulan mutlak ditunjukan pada tabel berikut ini. 17 Tabel 2.1 Data Hipotesis Teori Absolute Advantage Dari Adam Smith Produk Per Satuan Tembakau Sutra DTDN Tenaga Kerja/Hari Indonesia 12kg 3m 4kg = 1m 1kg = 1/4m Cina 4kg 8m 1/2kg = 1m 1kg = 2m Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:29) Keterangan : DTDN = Dasar Tukar Dalam Negeri Jika Indonesia dan Jerman melakukan perdagangan luar negeri maka berdasarkan DTDN antara produsen teh dan sutra kedua negara itu akan menjadi seperti berikut: 1. Di Indonesia - 1 kg tembakau dinilai sama dengan ¼ m sutra. - 1 m sutra dinilai sama dengan 4 kg teh. 2. Di Jerman - 1 kg tembakau dinilai sama dengan 2 m sutra. - 1m sutra dinilai sama dengan ½ kg teh. Dengan spesialisasi dan mengekspor 1 kg tembakau ke jerman, Indonesia akan dapat 2 sutra, sedangkan di dalam negeri hanya dinilai atau dapat diukur dengan ¼ sutra. Dengan demikian, melalui spesialisasi produksi dan perdagangan internasional Indonesia akan mendapatkan keuntungan (gain from trade) sebesar 2 m – ¼ = 1 ¾ m sutra. 18 Sebaliknya, dengan spesialisasi dan mengkspor 1m sutra ke Indonesia, jerman akan mendapatkan 4kg tembakau, sedangkan didalam negeri hanya dinilai atau dapat ditukarkan dengan ½ kg tembakau. Dengan demikian, melalui spesialisasi produksi dan perdagangan internasional, Jerman akan mendapatkan keuntungan sebesar 4 kg – ½ kg = 3 ½ kg tembakau Berdasarkan data hipotesis tersebut, maka peningkatan yang terjadi tersebut dapat diketahui pada tabel 2.2 dibawah ini : Tabel 2.2. Data Hipotesis Untuk Gain From Trade Berdasarkan Teori Absolute Advantage Dari Adam Smith Produk Per Satuan Tembakau Sutra Tenaga Kerja/Hari Ts Ds Ts Ds Indonesia 12kg 24kg 3m 0m Jerman 4kg 0kg 8m 16m Produk Dua Negara 16kg 24kg 11m 16m Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:31) Keterangan TS = Tanpa Spesialisasi DS = Dengan Spesialisasi Analisis manfaat perdagangan internasional atau gain from trade ini juga dapat dilihat dari terjadinya peningkatan produksi dunia untuk tembakau dan sutra setelah kedua negara melakukan spesialisasi (24 kg tembakau dan 16 m sutra) dibandingkan dengan sebelum melakukan spesialisasi (16kg tembakau dan 11 m sutra). 19 2. Comparative Advantage Teori David Ricardo Comparative Advantage didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang ke negara lain yang memproduksi relatife lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatife kurang tidak efisien. Tabel 2.3 Data Hipotesis Biaya Komperatif produksi negara 1kg tembakau 1m kain indonesia 3hari kerja 4hari kerja jerman 6hari kerja 5hari kerja Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:33) Berdasarkan data hipotesis di atas jika di tinjau dari keunggulan mutlak atau absolute advantage Adam Smith, maka Indonesia unggul mutlak karena labor costNya lebih efisien dibandingkan dengan Jerman, baik dalam kondisi 1kg tembakau maupun 1m kain dengan demikian, tentunya tidak akan terjadi perdagangan antara kedua negara jika didasarkan pada teori Adam Smith. Sebagai contoh, Indonesia dalam memproduksi 1 kg tembakau membutuhkan 3 hari kerja, sementara Jerman membutuhkan 6 hari kerja. Sedangkan untuk menghasilkan kain, Indonesia membutuhkan 4 hari kerja sedangkan Jerman 20 membutuhkan 5 hari kerja. Walaupun Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam memproduksi dua barang tersebut, namun tetap dapat terjadi perdagangan yang menguntungkan kedua Negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki keunggulan komparatif. Tabel 2.4 Data Perhitungan Biaya Komperatif perhitungan Cost Comparative Advantage (labor efficiency) Perbandingan Cost 1kg tembakau 1m kain Indonesia/Jerman 3/6 hari kerja 4/5hari kerja Jerman/Indonesia 3/6 hari kerja 5/4 hari kerja Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:33) Berdasarkan perbandingan biaya keunggulan komperatif atau efisiensi tenaga kerja di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Jerman dalam memproduksi 1kg tembakau (3/6 atau ½ hari kerja) daripada memproduksi 1m kain (4/5 hari kerja) hal ini mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor tembakau. Berdasarkan tabel 2.4 di atas dapat disusun perbandingan kemampuan produksi setiap tenaga kerja pada masing-masing negara sebagai berikut. Tabel 2.5 Data Hipotesis Gain From Trade Berdasarkan Teori Keunggulan Komparatif Dari David Ricardo Perbandingan Produksi / TK / HK Dasar Tukar Dalam Negara Tembakau Kain Negeri (DTDN) Indonesia 1/3 Kg 1/4 M 4kg = 3m 1kg = 3/4 M 4kg = 3m 4/3kg = 1m Jerman 1/6kg 1/5m 5kg = 6m 1kg = 6/5m 5kg = 6m 5/6kg = 1kg Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:33) 21 Berdasarkan matriks diatas dapat dilihat sebagai berikut: a. Bila Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor 1kg Tembakau ke Jerman, maka akan memperoleh 6/5 m kain, sedangkan DTDN hanya memperoleh ¾ m kain. Jadi dengan spesialisasi produksi dan ekspor tembakau, Indonesia akan memperoleh keuntungan sebesar 9/20 m b. Sebaliknya, bila Jerman melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor 1 m kain ke Indonesia maka akan memperoleh ¾ kg tembakau, sedangkan berdasarkan DTDN hanya memperoleh 5/6 tembakau. Jika dengan spesialisasi produksi dan ekspor kain, Jerman akan memperoleh keuntungan sebesar 9/18 kg c. Keuntungan yang diperoleh masing-masing negara dari perdagangan internasional ini merupakan gain from trade atau manfaat perdagangan internasional karena adanya perbedaan labor efficiency atau cost comparative advantage. 2.2. Permintaan Permintaan adalah berbagai jumlah barang dan jasa yang diminta pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu dengan asumsi (cateris paribus) komponen komponen lain yang mempengaruhi permintaan dianggap tetap contoh : pendapatan, selera, harga barang lain dll. Penjelasan mengenai perilaku konsumen paling sederhana terdapat dalam hukum permintaan. Dalam hukum permintaan dikatakan bahwa, bila harga suatu 22 barang naik, maka jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut akan menurun (cateris paribus). Kondisi sebaliknya ,bila harga barang tersebut mengalami penurunan, Cateris paribus berarti semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah yang diminta dianggap tidak berubah. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan konsumen berperilaku seperti yang dinyatakan oleh hukum permintaan (Boediono, 2008:17) 1. Pendekatan marginal utility : Pendekatan ini bertitik tolak pada anggapan bahwa kepuasan setiap konsumen bisa diukur dengan uang atau dengan satuan lain (bersifat cardinal). 2. Pendekatan indefferencce curve : Pendekatan ini tidak memerlukan adanya anggapan bahwa kepuasan konsumen bisa diukur. Pendekatan indefferencce curve menganggap bahwa tingkat kepuasan bisa dikatakan lebih rendah atau tinggi tanpa mengatakan berapa lebih tinggi atau lebih rendah (bersifat ordinal). Keunggulan pendekatan Indefference curve dibandingkan dengan pendekatan marginal utility adalah : (a) tidak perlunya menganggap bahwa utility konsumen bersifat ordinal; (b) efek perubahan harga terhadap jumlah yang diminta bisa dipecah lebih lanjut menjadi dua, yaitu efek subtitusi dan efek pendapatan; (c) dapat menunjukkan faktor lain yang mempengaruhi permintaan konsumen akan suatu barang. 23 Faktor yang menjelaskan perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat dari perubahan harga barang dapat dijelaskan dengan efek substitusi dan efek pendapatan. Efek subtitusi menjelaskan bahwa ketika harga suatu barang turun, maka konsumen akan membeli lebih banyak barang tersebut dan mengurangi pembelian terhadap barang subtitusinya. Hal ini dilakukan konsumen agar tingkat kepuasan yang diperoleh dapat meningkat. Sedangkan menurut efek pendapatan, perilaku konsumen yang menambah pembelian barang yang mengalami penurunan harga dikarenakan pendapatan riil konsumen meningkat. Dengan turunnya harga, maka konsumen mengeluarkan uang lebih sedikit untuk membeli jumlah barang yang sama. 2.3. Penawaran Penawaran suatu komoditi baik barang maupun jasa merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa antara harga dan jumlah yang ditawarkan ini mempunyai hubungan yang positif yaitu jika harga naik maka jumlah komoditi yang ditawarkan semakin banyak. Adapun sumber penawaran meliputi produksi pada waktu tertentu dan persediaan (stok) pada waktu sebelumnya ( Lipsey, 1995:47). Kurva Permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang dapat menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang diminta oleh para pembeli (Sadono Sukirno, 2005:17) 24 Kurva Permintaan adalah kurva yang dapat menggambarkan bagaimana atau berapa jumlah barang yang diminta selama satu periode waktu tertentu akan mengalami perubahan sebagai akibat adanya perubahan harga barang tersebut, apabila faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan (Nopirin, 1991:77) 2.4. Pengertian Ekspor Penjualan ekspor adalah upaya untuk melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain dengan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing, serta melakukan komunikasi dengan bahasa asing. (Amir M.S 2008:1), Ekspor merupakan suatu kegiatan yang banyak memberikan keuntungankeuntungan bagi para pelakunya. Adapun keuntungan tersebut antara lain : meningkatkan laba perusahaan dan deviden negara, membuka pasar baru di luar negeri, memanfaatkan kelebihan kapasitas dalam negeri dan membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional ( Lipsey, 1995:60). Ekspor dapat meningkatkan dan menciptakan pembagian lapangan kerja dan skala setiap produsen domestik agar mampu menghadapi persaingan dari yang lain (Salvatore, 1997:73). 2.5. Harga Harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi berhubungan secara negatif. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang, ceteris paribus. Untuk harga 25 ekspor, menyatakan bahwa suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga yang ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta, atau dengan kata lain semakin besar harga komoditi maka akan sedikit kuantitas komoditi tersebut yang diminta. Sebaliknya, harga berhubungan secara positif dengan penawaran. Semakin tinggi harga maka akan semakin banyak kuantitas komoditi tersebut yang ditawarkan ( Lipsey, 1995:47). 2.6. GDP (Gross Domestic Product) Gross Domestic Product (GDP) merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa. GDP merupakan nilai dari total produksi barang dan jasa suatu negara yang dinyatakan sebagai produksi nasional dan nilai total produksi tersebut juga menjadi pendapatan total negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, produk nasional sama dengan pendapatan nasional. Produk nasional atau pendapatan nasional dapat diukur dalam bentuk pendapatan nasional bruto (PNB) atau pendapatan domestik bruto (PDB). GDP sering dianggap sebagai cerminan kinerja ekonomi. GDP diartikan sebagai perekonomian total dari setiap orang di dalam perekonomian (Mankiw, 2000:89). GDP menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara, dimana semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Bagi negara 26 importir, semakin besar GDP maka akan meningkatkan impor komoditi negara tersebut. Peningkatan GDP merupakan peningkatan pendapatan masyarakatnya. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan terhadap suatu komoditi, pada akhirnya meningkatkan impor komoditi tersebut. Sehingga besarnya GDP yang dimiliki negara importer akan mempengaruhi besarnya volume perdagangan. 2.7. Penelitian Terdahulu Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaaan ekspor sepatu olah raga dan sepatu kulit Indonesia (tahun 2002-2006). Dalam penelitian ini menggunakan data panel untuk mengestimasi permintaan ekspor sepatu olah raga dan sepatu kulit model yang terbaik adalah fixed effect (Zainal, 2007: iv) Permintaan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke India dengan menggunakan model ECM dimana variabel bebasnya terdiri dari harga CPO dunia, harga minyak kedelai dan nilai tukar (Rp/US). Hasil analisis regresi terhadap persamaan permintaan ekspor dengan menggunakan pendekatan ECM mengindikasi permintaan ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia ke India tidak dapat hubungan dalam jangka panjang yang diindikasikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari faktor error correction model (ECM). Dalam jangka pendek permintaan ekspor kelapa sawit dunia sebesar 2,74 indeks produksi dengan elastisitas sebesar 2,69 dan koefisien penyesuaian yang direfleksikan dengan permintaan ekspor India tahun lalu sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan diikuti oleh meningkatnya jumlah minyak 27 sawit yang di ekspor. Penurunan pajak ekspor sebesar 10% akan meningkatkan harga sawit dalam negeri sebesar 14,83 % (Munadi, 2007:iv) Analisis Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Ke Jepang Dan Amerika Serikat Tahun 1984-2003. menganalisis kinerja ekspor serta faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor perikanan Indonesia ke Jepang dan Amerika Serikat dengan analisis constant market share dan adaptasi model calna-falcetti. Dengan membagi dua data time series 10 tahun ekspor perikanan, memperlihatkan bahwa ekspor Jepang (1984-1993) mengalami kenaikkan sedangkan pada tahun (1994-2003) mengalami penurunan kedua periode ekspor ini di dorong oleh efek pertumbuhan pasar Jepang. Ekspor ke jepang signifkan di pengaruhi oleh pendapatan Jepang. Harga ekspor relatife berhubungan negatife sedangkan pendapatan mitra dagang berhubungan positif dengan permintaan ekspor (Aji, 2006:v) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia Di Malaysia, Singapura dan Cina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia ke tiga wilayah tersebut. Metode analisis yang digunakan adalah data panel dengan variabel sebagai berikut : harga ekspor biji kakao Indonesia, populasi penduduk Malaysia, Singapura dan Cina, nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap US$, dan pendapatan per kapita Malaysia, Singapura dan Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina dari tahun ke tahun terus meningkat meskipun jumlah 28 permintaannya masih berfluktuatif. Dari hasil estimasi dengan menggunakan panel data melaui pendekatan fixed effect diketahui bahwa dari empat variabel yang digunakan terdapat satu variabel yang berpengaruh negatife dan tidak signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia yaitu variabel harga ekspor. Hal ini dikarenakan harga ekspor biji kakao Indonesia di pasar internasional lebih rendah dibanding harga pesaing. Sehingga peningkatan harga ekspor biji kakao di Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia. Faktor utama yang dominan mempengaruhi permintaan biji kakao di tiga Negara tersebut adalah jumlah penduduk. Hal ini menunjukan bahwa selera penduduk di ketiga Negara tersebut sangat besar terhadap coklat sehingga peningkatan jumlah penduduk yang terus terjadi memberikan peluang Indonesia terhadap peningkatan volume ekspor biji kakao (Yuli Widianingsih, 2009: vii). Data dari tahun 1970-1998 dengan menggunakan persamaan model simultan, hasil dari penelitian ini menyarankan bahwa permintaan terhadap ekspor India meningkat ketika harga produk ekspor turun dibandingkan dengan harga produk dunia. Dari penelitian juga dapat terlihat bahwa apresiasi terhadap nilai mata uang India telah mempunyai pengaruh yang negatif pada tingkat yang lebih rendah daripada negara mitra dagang dan penggunaan nilai tukar yang mengambang harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa peningkatan mata uang dapat dikendalikan (Sharman, 2000: vi) 29 2.8. KERANGKA BERFIKIR Sehubungan dengan pemikiran ini penulis membuat kerangka berfikir yang dapat menggambarkan ruang lingkup penelitian ini sebagaimana tergambar pada gambar 2.1 sebagai berikut : Tembakau Luas Lahan Tembakau (Ha) Produksi Tembakau (Ton) Harga tembakau dunia ($) GDP Riil ($) Volume Ekspor (Ton) Peningkatan Ekspor Sumber : (Thorny Samanhudi, 2009:39, Marissa Ambarinati, 2007:41 ) di modifikasi 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang dicatat secara sistematis yang berbentuk data runtut waktu (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data luas lahan, produksi tembakau, harga tembakau dunia, GDP Riil Jerman dan volume ekspor tembakau tahun 1970-2011. 3.2. Variabel Penelitian Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:118). Penelitian ini berasal dari data sekunder yang berasal dari publikasi resmi. Badan Pusat Statistik. Bank Indonesia. World Bank. Departemen Pertanian dan sumber-sumber lain yang dipublikasikan serta penelitian sebelumnya tahun data 1970-2011 3.2.1. Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang timbul sebagai akibat langsung pengaruh variabel bebas (Sandjaja dan Heriyanto 2006:85). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman yaitu kuantitas 31 ekspor tembakau Indonesia ke Jerman yang dilakukan tiap tahun dan dinyatakan dalam ton/tahun 3.2.2. Variabel Independen Variabel Independen adalah variabel yang diduga sebagai penyebab timbulnya variabel lain (Sandjaja dan Heriyanto 2006:84). Variabel dalam penelitian ini adalah : 3.3. 1 X1 yang merupakan luas lahan tembakau (Ha) 2 X2 merupakan produksi tembakau (Ton) 3 X3 merupakan harga tembakau dunia ($ US) 4 X4 merupakan GDP riil Negara Jerman ($ US) Metode Analisis Untuk melihat seberapa besar faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tembakau selama kurung waktu 1971-2011 dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Error correction Model (ECM) yang merupakan metode yang digunakan untuk mengoreksi persamaan regesi diantara variabel-variabelnya. Dalam penelitian menggunakan alat bantuan softwere eviews 6. 32 3.3.1. Ordinary Least Square (OLS) Tehnik ini tidak berbeda dengan membuat regresi dengan data cross section atau time series. Akan tetapi, untuk data panel, sebelum membuat regresi kita harus menggabungkan data cross section dengan data time series. Kemudian data gabungan ini diperlakukan sebagai satu kesatuan pengamatan yang digunakan untuk mengestimasi model dengan metode OLS Uji Asumsi klasik 1. Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi ketika terjadi korelasi pada regresor. Istilah multikolinearitas pada mulanya diartikan sebagai keberadaan dari hubungan linear yang sempurna atau tepat diantara sebagian atau seluruh variabel penjelas dalam sebuah variabel. Saat ini, istilah multikolinearitas digunakan dalam pengertian yang lebih luas yaitu tidak hanya menyatakan keberadaan hubungan linear yang sempurna, akan tetapi juga hubungan linear yang tidak sempurna (Gujarati, 2010:215). Konsekuensi dari adanya multikolinearitas berbeda tergantung seberapa erat hubungan linear yang terjadi pada variabel penjelas. Pada kasus multikolinearitas sempurna, konsekuensi yang ditimbulkan adalah koefisien regresi dari variabel independen tidak dapat ditentukan dan standard errornya tidak terhingga. Sedangkan pada kasus multikolinearitas yang kurang 33 sempurna, konsekuwensi dari adanya multikolinearitas adalah koefisien regresi memiliki standard error yang besar (dalam kaitannya dengan koefisien regresi itu sendiri) sehingga koefisien-koefisien tidak dapat diestimasi dengan tingkat keakuratan yang tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa meskipun terjadi multikolinearitas (kurang sempurna) estimator regresi yang dihasilkan masih merupakan estimator yang terbaik, linear, dan tidak bias (best linear unbiased estimator- BLUE). Meskipun demikian, varians dan kovarians yang dihasilkan akan besar. Hal inilah yang membuat estimasi yang akurat sulit diperoleh. Konsekuensi lain dari varians dan kovarians yang besar adalah : interval kepercayaan cenderung lebar, satu atau lebih variabel penjelas tidak signifikan akan tetapi memiliki R2 yang sangat tinggi, dan estimator OLS dan standard error-nya dapat bersifat sensitif terhadap perubahan kecil pada data (Gujarati, 2010:216). Deteksi multikolinearitas yang dilakukan merupakan pendeteksian terhadap derajat multikolinearitas yang terjadi seperti yang disarankan oleh Kmenta dalam (Gujarati, 2010:216). Deteksi multikolienearitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat koefisien korelasi diantara masing-masing variabel bebas pada matriks korelasi. Ketentuan yang digunakan adalah bahwa multikolinearitas dianggap menjadi masalah atau memiliki dampak yang serius terhadap model jika koefisien korelasi diantara masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0.8. 34 2. Heterokedastisitas Pada model OLS, untuk menghasilkan estimator yang BLUE maka diasumsikan bahwa model memiliki varian yang kostan atau Var (ei) = σ2. Suatu model dikatakan memiliki masalah heterokedastisitas jika variabel gangguan memiliki varian yang konstan. Konsekuensi dari adanya masalah heterokedastisitas adalah estimator β1 yang kita dapatkan akan mempunyai varian yang tidak minimum. Meskipun estimator metode OLS masih linear dan tidak bias, varian yang tidak minimum akan membuat perhitungan standard error metode OLS tidak bisa lagi dipercaya kebenarannya. Hal ini menyebabkan interval estimasi maupun uji hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak lagi bisa dipercaya untuk mengevaluasi hasil regresi. Masalah heterokedastisitas mengandung konsekuensi serius pada estimator OLS. Karena tidak lagi BLUE. Oleh karena itu, sangat penting untuk mendeteksi adanya masalah heterokedastisitas. Ada berbagai metode yang dikembangkan untuk mendeteksi masalah heterokedastisitas Seperti Uji Park, Uji Glejser, Uji Korelasi Spearman, Uji Goldfeld-Quandt, Uji Breusch Pagan, dan Uji White. Metode yang digunakan untuk mendeteksi masalah heterokedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan Uji White. Keunggulan Uji White adalah tidak diperlukannya asumsi normalitas pada variabel gangguan.seperti pada metode Breusch-Pagan. 35 3. Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi antar variabel gangguan satu observasi dengan observasi lainnya yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan yang lain. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan variabel gangguan adalah tidak adanya hubungan antara variabel gangguan satu dengan variabel gangguan lainnya. Autokorelasi sering ditemukan dalam data time series. Hal ini dikarenakan suatu gejolak ekonomi (shock) tidak hanya akan berpengaruh pada periode tersebut, tetapi juga periode-periode berikutnya. Begitu juga dengan kebijakan pemerintah yang dilakukan akan memerlukan periode waktu untuk mempengaruhi sistem ekonomi. Konsekuensi adanya masalah autokorelasi adalah estimator OLS tidak mempunyai varian yang minimum meskipun estimator OLS masih linear dan tidak bias. Sama seperti masalah heterokedastisitas, jika varian tidak minimum maka akan membuat perhitungan standard error metode OLS tidak bias lagi dipercaya kebenarannya. Hal ini menyebabkan interval estimasi maupun uji hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak lagi bisa dipercaya untuk mengevaluasi hasil regresi. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah metode Durbin-Watson, dan Breusch-Godfrey. Pada 36 penelitian ini, deteksi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Uji Breusch-Godfrey. Hal ini dikarenakan metode Breusch-Godfrey dianggap merupakan pengembangan dari Uji Durbin Watson yang memiliki beberapa kelemahan seperti : Pertama, Uji Durbin Watson hanya berlaku jika variabel independen bersifat random atau stokastik. Artinya jika kita memasukan variabel independen yang bersifat non stokastik seperti lag dari variabel dependen sebagai maka Uji Durbin Watson tidak bisa digunakan. Kedua, uji durbin Watson hanya berlaku jika hubungan autokorelasi antar residual dalam order pertama atau autoregresif order pertama disingkat AR (1). Uji ini tidak bisa digunakan untuk model autoregressif yang lebih tinggi seperti AR(2), AR (3) dan seterusnya. Ketiga, model durbin Watson juga tidak bisa digunakan dalam kasus rata-rata bergerak dari residual yang lebih tinggi. 3.3.2. Dekteksi stasioneritas : Uji Akar Unit (Unit Root Test) Stasioneritas merupakan salah satu prasyarat penting dalam model ekonometrika untuk data runtut waktu (time series). Data stasioner adalah data yang menunjukkan mean, varians dan autovarians (pada variasi lag) tetap sama pada waktu kapan saja data itu dibentuk atau dipakai, artinya dengan data yang stasioner model time series dapat dikatakan lebih stabil. Apabila data yang digunakan dalam model ada yang tidak stasioner, maka data tersebut dipertimbangkan kembali validitas dan kestabilannya, karena hasil regresi yang berasal dari data yang tidak stasioner akan 37 menyebabkan spurious regression. Spurious regression adalah regresi yang memiliki R2 yang tinggi, namun tidak ada hubungan yang berarti dari keduanya. Salah satu konsep formal yang dipakai untuk mengetahui stasioneritas data adalah melalui uji akar unit (unit root test). Uji ini merupakan pengujian yang populer, dikembangkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller dengan sebutan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Jika suatu data time series tidak stasioner pada orde nol, I(0), maka stasioneritas data tersebut bisa dicari melalui order berikutnya sehingga diperoleh tingkat stasioneritas pada order ke-n (first difference atau I(1), atau second difference atau I(2), dan seterusnya 3.3.3. Uji Kointegrasi (Cointegration Approach) Setelah dapat diketahui stasioner atau tidak sebuah data., maka harus dicari pada tingkat berapa data tersebut stasioner. Ketika salah satu data stasioner pada tingkat tertentu, maka variabel lain dalam model harus stasioner pada tingkat tersebut. Secara umum bisa dikatakan bahwa jika data time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level, tetapi menjadi stasioner pada diferensiasi (difference) yang sama yaitu Y adalah I(d) dan X adalah I(d) dimana d tingkat diferensiasi yang sama maka kedua data adalah terkointegrasi. Dengan kata lain uji kointegrasi hanya bisa dilakukan ketika data yang digunakan dalam penelitian berintegrasi pada derajat yang sama. 38 Beberapa metode yang dikembangkan untuk menguji kointegrasi seperti : uji kointegrasi dari Engle-Granger (EG), uji cointegrating regression Durbin Watson (CRDW), dan uji kointegrasi yang dikembangkan oleh Johansen. Uji kointegrasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah Uji Johansaen. Kelebihan uji johansen adalah dapat digunakan untuk menentukan kointegrasi sejumlah vector. Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likelihood ratio (LR). Jika nilai hitung LR lebih besar dari nilai nilai kritis LR maka kita menerima adanya kointegrasi sejumlah variabel. Sebaliknya jika nilai hitung LR lebih kecil dari nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi. 3.3.4. Error Correction Model (ECM) Error Correction Model (ECM) pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Hendry dan akhirnya dipopulerkan oleh Engle Granger. ECM merupakan model yang tepat untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner yang sering dijumpai dalam data time series. Hal ini penting agar hasil regresi tidak meragukan atau disebut regresi lancung (spurious regression). Selain itu, masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Thomas, 1997:150). 39 Thomas dalam Mardianti (2005) mengatakan bahwa Error Correction Model (ECM) lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya, sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang. Munculnya ketidak seimbangan (disequilibrium Error) itu sendiri terjadi karena dua hal. Pertama, kesalahan membuat definisi variabel dan cara mengukurnya. Ketiga kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia dalam input data. ECM merupakan salah satu medel dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. Konsep mengenai ECM pertama kali diperkenalkan oleh sargan dan gujarati pada tahun 1964 (Mardianti, 2005:371). Model ini bertujuan untuk mengatasi masalah permasalahan data time series yang tidak stasioner dan regresi palsu Dalam penggunaan ECM mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai berikut (Thomas 2005:165) 1. Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data time series yang non stasioner dan regresi yang palsu (spurious regression) 2. Model dengan variabel-variabel mengeliminasi tred dari variabel 40 dalam bentuk first difference 3. ECM dapat diestimasi dengan menggunakan metode OLS(ordinary least sqyuare) 4. Membantu mengatasi masalah pengolahan data lanjutan seperti masalah multikolineritas antar data menyebabkan standar error yang sanagat besar, 5. Membedakan dengan jelas antara parameter jangka panjang sehingga sangat ideal untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis, 6. Jika terdapat variabel yang tidak nyata, pengeliminasian variabel tersebut dapat dilakukan sehingga efisiensi estimasi. Kelebihan dari ECM adalah sebuah komponen dan informasi pada tingkat variabel telah dimasukan dalam model, memasukan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi yaitu dengan cara mendaur ulang error yang tebentuk pada periode sebelumnya, menghindari terjadinya trend dan regresi palsu (spurious regression). Selain itu dalam pendekatan ECM sifatnya statistic yang diinginkan dari model akan memberikan makna lebih sederhana artinya model ECMmampu memberikan makna lebih luas dari estimasi model ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independen terhadap dependen dalam hubungan jangka panjang (Enders, 2004-362) 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Luas Lahan Tembakau Tembakau di Indonesia diproduksi oleh perkebunan besar negara dan perkebunan rakyat. Selama kurun waktu 4 tahun luas areal tembakau yang dimiliki oleh perkebunan besar negara 5.298 Ha dan perkebunan rakyat 202.121 Ha. Untuk dapat melihat luas areal tembakau di Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1. Luas Areal Tembakau di Indonesia Menurut Status Pengusahaan (Tahun 2008-2011) PBS PBN PR total luas Tahun (Hektar) (Hektar) (Hektar) lahan (Ha) 2008 4.565 192.062 196.627 2009 4.226 200.224 204.450 2010 4.226 189.690 193.916 2011* 5.298 202.121 207.419 Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id *) angka sementara Tabel 4.1 menunjukan bahwa tahun 2008 hingga 2011 luas areal tembakau mengalami kenaikan sebesar 3,6% dari 196.627 Ha, menjadi 207.419 Ha pada tahun 2011. Kenaikan luas areal tembakau di Indonesia dari tahun 2008-2011 didominasi oleh kenaikan luas areal tembakau milik perkebunan rakyat yang disebabkan karena keinginan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena beralih fungsinya luas areal hutan menjadi lahan penanaman tembakau yang terbilang lebih menjanjikan. 42 Peningkatan luas areal tembakau Indonesia dari tahun 2008-2011 tidak lepas dari adanya program yang dilakukan pemerintah dengan tujuan agar Indonesia dapat menjadi negara eksportir tembakau terbesar pada tahun 2015. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman tembakau, sebagian besar di wilayah Jawa Timur dan NTB (anwar, 2006:2). Luas areal perkebunan tembakau tahun 2011 tercatat mencapai kurang lebih 207.419 Ha yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. 4.1.2. Produktivitas Tembakau Produksi tembakau di Indonesia mencapai 130,242 ribu ton, 97% diantaranya diproduksi perkebunan rakyat dan 3% diproduksi perkebunan besar negara, untuk melihat perkembangan produktivitas dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Perkembangan Produktivitas Tembakau Indonesia Tahun 2007-2011 Produktivitas (Ton/Ha) Tahun Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Negara 2007 2008 2009 2010* 2011** rata-rata 0,97 0,98 0,97 0,96 0,97 0,97 0,03 0,02 0,03 0,04 0,03 0,03 Sumber ditjen, perkebunan Keterangan : *) Angka sementara **) Angka sangat sementara 43 Perkebunan tembakau terbesar di Indonesia merupakan perkebunan milik rakyat, kemudian disusul oleh perkebunan besar negara. Produktivitas tembakau Indonesia sendiri didominasi oleh 4 provinsi dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Sentra Produksi Tembakau Perkebunan Rakyat di Indonesia, (Tahun 2006-2011) No Provinsi 1 2 3 4 5 Jawa Timur Ntb Jawa Tengah Jawa Barat Lainnya Indonesia 2006 81,887 31,590 18,440 5,749 8,599 146,265 2007 78,343 42,793 29,679 6,396 7,640 164,851 Produksi (Ton) 2008 2009 77,852 79,469 51,006 57,232 25,329 25,418 6,769 6,772 7,081 8,046 168,037 176,937 2010 53.228 38,894 26,530 7,658 7,560 80,695 2011* 78,635 17,589 23,748 2,218 8,052 130,242 RataRata Share (%) 78,578 32,547 24,663 5,784 7,984 149,556 48,30 28,03 14,86 4,09 4,95 Sumber: Ditjen Perkebunan *) Angka Sementara Tabel 4.3 menunjukan bahwa produktivitas tembakau Indonesia dari tahun 2006-2011 memiliki kecenderungan meningkat dengan peningkatan sebesar 4,8% peningkatan terjadi karena pemerintah mulai menggunakan bibit unggul dalam pengembangan tembakau tetapi produktivitas masih tergolong rendah mengingat luas areal tembakau Indonesia terluas di miliki oleh rakyat. Kondisi tersebut terjadi karena sebagian besar tanaman masih menggunakan biji tembakau tanpa pemeliharaan yang baik, dan tingginya proporsi areal tembakau yang sudah tidak produktif serta teknologi pengolahanpun masih tergolong tradisional (ratnawati, 2011:67). Namun apabila dilihat secara periodik, produktivitas tembakau mengalami kenaikan pada tahun 2009. 44 Produktivitas tembakau Indonesia paling rendah pada tahun 2010 karena dimana rata-rata produktivitas perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara mengalami penurunan hampir setengah. Produktivitas hal ini dikarenakan keterbatasan modal baik untuk membeli bibit unggul maupun saran produksi lain seperti herbisida dan pupuk. Selain itu ketersediaan sarana produksi pertanian tersebut di tingkat petani juga mengalami terbatas. Bahan tanam tembakau unggul yang terjamin mutunya hanya tersedia dibalai penelitian atau para penakar benih binaan melalui sistem waralaba di sentra-sentra pembibitan yang juga masih sangat terbatas jumlahnya. 4.1.3. Harga tembakau Pada tahun 2005-2011 perkembangan harga tembakau di dunia cenderung mengalami peningkatan harga tembakau dimulai harga $ 2,790 per kg pada tahun 2005 dan terus meningkat pada harga tembakau pada tahun 2011 menjadi sebesar $4,485 per kg dan rata-rata laju pertumbuhannya sebesar 0,77% Perkembangan dapat dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4.4 Perkembangan Harga Konsumen Tembakau Dunia Tahun 2005-2011 Tahun Harga Dunia $ Kenaikan Harga % 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2,790 2,969 3,315 3,589 4,235 4,333 4,485 0,69 1,34 1,06 2,51 0,38 0,5 45 Sumber :databank.worldbank Pada tabel 4.4 menunjukan bahwa pergerakan harga tembakau memiliki kecenderungan yang terus meningkat. Harga tembakau dunia dari tahun 2005-2011 terus merangkak naik dengan harga tertinggi pada tahun 2011 sebesar 4,485$ per ton. Kenaikan harga tembakau didunia dikarenakan negara-negara pengimpor perekonomiannya sedang berkembang atau meningkat dan mendorong harga komoditas secara tidak langsung meningkat. 4.2. Analisis Regresi Pada bab ini akan disajikan hasil estimasi berdasarkan metode penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, dan pembahasan analisis hasil estimasi tersebut. Pembahasan dilakukan secara sistematis mulai dari pengujian stasioneritas data, pengujian derajat integrasi, pengujian kointegrasi hingga pengujian Error Correction Model berikut interpretasinya 4.2.1. Pemilihan Model Berdasarkan model yang dirumuskan yaitu model linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS), maka pada bagian ini disajikan nilai-nilai dan hasil pendugaan model secara keseluruhan yaitu koefisien determinasi (R2), uji F, uji t statistic, uji multikolinier, dan korelasi. Selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai implikasi ekonomi dari tanda dan besaran parameter dugaan serta nilai-nilai elastisitas yang relevan untuk setiap persamaan dalam model. Pada penelitian ini model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tembakau Indonesia ke Jerman dimodifikasi menjadi bentuk logaritma natural 46 logaritma natural menghasilkan estimasi nilai koefisian determinasi 0.649905 (R2) yang jauh lebih baik, daripada nilai koefisien determinasi 0.580137 (R2) yang dihasilkan pada bentuk model persamaan linier biasa yang telah dilakukan uji MWD, selain itu transformasi model tersebut meniadakan heteroskedastisitas pada model bisa di lihat pada lampiran. Pada umumnya hasil model ekspor tembakau Indonesia baik, dimana memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 64,9% untuk persamaan ekspor Indonesia ke Jerman. Nilai R2 sebesar 64,9 % pada model persamaan produksi beras Indonesia menjelaskan bahwa kemampuan variabel eksogen dalam menjelaskan variabel endogennya sebesar 64,9 % dan sisanya sebesar 35,1 % dijelaskan oleh variabel eksogen di luar model dapat dijelaskan pada tabel 4.5 . Tabel 4.5. Hasil Regresi OLS variabel koefisien t-statistic prob C -4.095.494 -3.742.140 0.0006 LOGLUAS -0.825595 -1.825.961 0.0762 LOGPRODUKSI 0.265648 0.767649 0.4477 LOGHARGA 0.784236 2.167.930 0.0369 LOGGDP 1.465.788 4.161.038 0.0002 R-squared 0.649066 0.610073 Adjusted R-squared Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah Pengaruh variabel independen tersebut dapat ditunjukan oleh persamaan regresi berganda sebagai berikut: Expt = β0 + β1 LLt + β2 Prt + β3 Ht + β4 GDPt 47 Dimana Expt = Volume Ekspor Tembakau pada periode t = Luas Lahan Tembakau pada periode t LL Pr = Produksi Tembakau pada periode t H = Harga Tembakau Dunia pada periode t GDP = Gross Domestik Production Jerman pada periode t LogExpt = -40.95494 -0.825595 Log LLt + 0.265648 Log Prt + 0.784236 Log Ht + 1.465788 Log GDPt Pengujian parameter secara keseluruhan untuk faktor yang mempengaruhi ekspor tembakau Indonesia ke Jerman, dimaksudkan untuk melihat pengaruh bersama-sama antar variabel bebas (variabel eksogen) dengan variabel bebas (endogen). Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai P value pada Analisis Of Variance yaitu sebesar 0,000 yang menunjukan bahwa variabel -variabel penjelas yang ada di dalam model berpengaruh nyata pada taraf sebesar 10% secara bersamasama terhadap volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman. Hal ini menunjukan bahwa variasi peubah-peubah eksogen dalam persamaan tersebut secara bersamasama dapat menjelaskan dengan baik variasi pengubah endogennya. 4.2.2. Uji Multikolinieritas Hasil uji multikolinearitas, diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran. Bila dilihat satu persatu nilai koefisien korelasi antar variabel. Ada beberapa variabel yang nilainya tinggi yaitu GDP dan produksi tembakau. Nilai yang tinggi ini disebabkan karena harga dari ketiga variabel ini tidak berbeda jauh satu dengan yang lainnya dapat dilihat pada tabel 4.6 . 48 Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas LOGEKSPOR LOGLUAS LOGPRODUKSI LOGHARGA 1,000000 0,088417 0,538066 0,088417 1,000000 0,713455 0,538066 0,713455 1,000000 -0,077245 -0,182554 -0,305304 0,745978 0,364924 0,794041 Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah LOGEKSPOR LOGLUAS LOGPRODUKSI LOGHARGA LOGGDP -0,077245 -0,182554 -0,305304 1,000000 -0,385691 LOGGDP 0,745978 0,364924 0,794041 0,385691 1,000000 Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa tidak ada masalah multikollinieritas dalam persamaan regresi berganda. Hal ini dikarenakan nilai matriks korelasi dari semua variabel adalah kurang dari 0,8. Tapi bila dilihat secara umum, semua variabel ini tidak jauh satu dengan yang lainnya. Tapi bila dilihat secara umum, semua variabel independen memiliki nilai koefisien korelasi yang rendah sehingga dapat disimpulkan data tersebut bebas dari unsur multikolinearitas. 4.2.3. Uji Normalitas Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah residual berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Bera yang dilakukan pada variabel volume ekspor persamaan regresinya, diperoleh probabilitas sebesar 0,85 tabel 4.7. Sesuai dengan kriteria pengambilan keputusan yang telah ditetapkan, maka data berdistribusi normal karena probabilitiy yang lebih besar dari α (10%) di tunjukan pada tabel 4.7 49 Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas 12 Series: Residuals Sample 1971 2011 Observations 41 10 8 6 4 2 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 5.68e-15 0.016901 0.670285 -0.548444 0.267174 0.190573 3.197690 Jarque-Bera Probability 0.314936 0.854304 0 -0.6 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 0.6 Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah 4.2.4. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan masalah regresi yang faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama atau variannya tidak konstan. Hal ini akan memunculkan berbagai permasalahan yaitu penaksiran OLS yang bias, varian dari koefisien OLS akan salah. Dalam penelitian ini menggunakan denan uji White Heteroscedasticity. Hasil yang pdiperhatikan dari uji ini adalah nilai F dan Obs* R-squared. Jika nilai Obs* R-squared lebih kecil dari X2 tabel, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Demikian juga sebaliknya setelah melakukan uji White, diperoleh nilai probabilitas dari Obs* R-squared sebesar 0,44 dapat dilihat di tabel 4.8 50 Tabel 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji White Test F-statistic Obs*R-squared Prob. Chi-Square(14) 0.963978 1.400.971 0.449 Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah Sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, karena nilai probabilitas lebih besar dari 10% maka data terbebas dari masalah heteroskedastisitas (0,44 > 0,1) maka dengan tingkat keyakinan 90% tidak adanya heterokedastisitas 4.2.5. Uji Autokorelasi Autokorelasi menunjukan adanya korelasi antar anggota serangkaian observasi. Jika model mempunyai korelasi, parameter yang diestimasi menjadi bias dan variasinya tidak lagi minimum dan model menjadi tidak efisien. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam model digunakan uji Lagrange-Multipler (LM). Prosedur pengujian LM adalah jika nilai Obs* R-squared lebih kecil dari nilai λ2 tabel maka model dapat dikatakan tidak mengandung autokorelasi. Selain itu juga dapat dilihat dari nilai probabilitas chi-squares (λ2), jika nilai probabilitas λ2 lebih besar dari nilai α yang dipilih maka berarti tidak ada masalah autokorelasi. Untuk menguji apakah persamaan regresi yang dibuat bebas autokorelasi, dapat dilihat dari nilai di Durbin Watson dapat dilihat pada tabel 4.9 51 Tabel 4.9 Hasil Uji Autokorelasi Uji Breusch-Godfrey test F-statistic 1.450.838 Obs*R-squared 2.427.103 Prob. F(18,18) 0.2188 Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah Pada tabel dimana jika nilai probabilitas dari Obs* R-square melebihi tingkat kepercayaan, maka tidak adanya masalah autokorelasi yaitu uji Lagrange-Multiplier sebesar 0,2188 atau lebih besar dari 10 % (lampiran). Sesuai dengan kreteria pengambil keputusan, apabila nilai probabilitas dari Obs* R-squared lebih besar dari 10% maka persamaan regresi yang dihasilkan bebas dari autokorelasi. 4.3. Uji Akar Unit (Unit Root Test) Untuk menguji perilaku data melalui uji akar unit dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller (ADF). Uji ADF digunakan untuk mengetahui stasioner data pada tingkat level. Pengujian uji Unit Root Test digunakan apakah data yang digunakan dalam penelitian ini ditemukan stasioner atau tidaknya. Pada pengujian tingkat level nilai probabilitasnya lebih besar dari α 10% dimana variabel yang tidak stasioner pada tingkat level. Maka stasioneritas data tersebut bisa dicari melalui tahapan ke 2 pengujian pada tingkat 1st difference pada intercept, semua variabel ekspor tembakau Indonesia ke Jerman telah stasioner di tingkat 1st difference pada intercept pada α = 10% pada tabel 4.10. 52 intercept trend and ekspor intercept none intercept trend and luas intercept none intercept trend and produksi intercept none intercept trend and harga intercept none intercept trend and gdp intercept none Tabel 4.10 Hasil Uji Unit Root Test 1st level difference 0,7838 0,0000 2nd difference 0,0000 0,4216 0,9205 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,7372 0,0051 0,0004 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,9181 0,0019 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0006 0,6164 0,3556 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,7445 1,0000 0,0005 0,0016 0,0001 0,0000 Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah 4.4. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan lanjutan dari akar unit dan derajat integrasi. Uji kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui perilaku data dalam jangka panjang antar variabel terkait apakah berkointegrasi atau tidak seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi. Uji kointegrasi dilakukan untuk menguji integrasi keseimbangan jangka panjang hubungan antar variabel. Syarat untuk melakukan uji kointegrasi ini terlebih dahulu harus diyakini bahwa variabel-variabel yang terkait dalam penelitian telah derajat integrasi yang sama. 53 Untuk menguji kointegrasi antar variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini, digunakan metode residual based test. Metode ini dilakukan dengan memakai uji statistik ADF, yaitu dengan melihat residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Syaratnya untuk melanjutkan tahap berikutnya yaitu dengan metode Error Correction Model residual harus stasioner pada tingkat 1st difference. Setelah mengetahui bahwa data tidak stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan indentifikasi apakah data terkointegrasi. Untuk itu diperlukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk memberikan indikasi awal bahwa model yang digunakan memiliki hubungan jangka panjang (cointegration relation) dapat dilihat pada tabel 4.11 Tabel 4.11 Hasil Uji Kointegrasi 1st difference prob ekspor luas produksi harga gdp intercept intercept intercept intercept intercept 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah Hasil uji kointegrasi didapatkan dengan membentuk residual yang diperloleh dengan cara meregresikan variabel independen terhadap variabel dependen secara OLS. Residual tersebut harus stasioner pada tingkat 1st difference untuk dapat dikatakan memiliki kointegrasi. Setelah melakukan uji DF untuk menguji residual yang dihasilkan, didapatkan bahwa residual telah stasioner yang dapat dilihat dari nilai t-statistik yang signifikan pada α sebesar 10%. 54 4.5. Error Correction Model (ECM) Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan error correction model (ECM), yaitu teknik untuk mengoreksi ketidak seimbangan jangka pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang. Error correction model digunakan untuk mengestimasi model ekspor (jangka pendek). Salah satu cara mengidentifikasi hubungan di antara variabel yang bersifat non-stasionary adalah dengan melakukan pemodelan koreksi kesalahan. Dengan syarat bahwa pada sekelompok variabel non-stationary terdapat suatu kointegrasi, maka pemodelan koreksi kesalahan adalah valid. Syarat ini dinyatakan dalam teorema reprentasi Engle-Granger (1987). Bagian ini akan membahas suatu bentuk sederhana dari model koreksi kesalahan, yaitu model koreksi kesalahan persamaan tunggal (single equation error correction model). Model ini digunakan jika kita dapat mengidentifikasi dengan baik bentuk hubungan kointegrasi yang ada pada sekelompok variabel. Hasil regresi adalah sebagai berikut. Tabel 4.12 Hasil Estimasi Regresi Jangka Pendek variabel Koefisien t-statistic Prob D(LOGLUAS) -0.10619 -0.45309 0.6534 D(LOGPRODUKSI) -0.1844 -1.191.079 0.2419 D(LOGHARGA) 0.599116 2.175.496 0.0366 D(LOGGDP) 0.622161 0.388629 0.7 RESID04 -0.38132 -2.745.714 0.0096 C 0.034485 0.785169 0.4378 55 R-squared Adjusted R-squared 0.363962 0.270427 Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah Adapun persamaan yang diperoleh dari uji ECM adalah : Expt = β0 + β1 DLLt + β2 DPrt + β3 DHt + β4 DGDPt + ETC(-1) Expt = 0.034485 - 0.106186 DLLt - 0.184404 DPrt + 0.599116 DHt + 0.622161 DGDPt - 0.381324 ETC(-1) Model ECM Engle-Granger ini dikatakan valid jika tanda koefisien koreksi kesalahan ini bertanda negatif dan signifikan secara statistik. Berdasarkan pada hasil estimasi dengan menggunakan metode Error Correction Model diperoleh nilai ECT (Error Correction Trem) dengan tanda negatif yaitu nilainya sebesar -0.38. Jangka panjang merupakan suatu periode yang memungkinkan untuk mengadakan penyesuaian penuh untuk setiap perubahan yang timbul, sehingga dapat menunjukan sejauh mana perubahan pada variabel independen menyesuaikan secara penuh variabel dependen hasil regresinya adalah sebagai berikut. Tabel 4.13 Hasil Estimasi Regresi Jangka Panjang variabel koefisien t-statistic prob LOGLUAS -0.825595 -1.825.961 0.0762 LOGPRODUKSI 0.265648 0.767649 0.4477 LOGHARGA 0.784236 2.167.930 0.0369 LOGGDP 1.465.788 4.161.038 0.0002 C -4.095.494 -3.742.140 0.0006 R-squared 0.649066 56 Adjusted R-squared 0.610073 Adapun persamaan yang diperoleh dari model ECM adalah : Expt = β0 + β1 DLLt + β2 DPrt + β3 DHt + β4 DGDPt + E Expt = -40.95494β0 -0.825595β1 DLLt + 0.265648β2 DPrt + 0.784236β3 DHt + 1.465788β4 DGDPt + E Persamaan di atas merupakan model dinamik Expt untuk jangka pendek, dimana variabel Ekspor tidak hanya dipengaruhi oleh DLLt, DPrt, DHt, dan DGDPt tetapi juga dipengaruhi oleh variabel error term et kelihatan disini nilai koefisien et signifikan untuk ditempatkan dalam model sebagai koreksi jangka pendek untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. Oleh karena itu dalam ECM variabel et sering dikatakan pula sebagai faktor kelambanan, yang memiliki nilai lebih kecil dari nol, et < 0. Pada model ini nilai koefisien et mencapai -0.381324, yang menandakan bahwa nilai ekspor berada diatas nilai jangka panjangnya. Tanda-tanda koefisien variabel sesuai dengan yang diharapkan sesuai dengan teori. Luas lahan berpengaruh negatif terhadap ekspor tembakau Indonesia, dan signifikan secara statisik pada α sebesar 10%. Hal ini sejalan dengan teori dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa luas lahan dalam proses produksinya bisa dioptimalkan untuk meningkatkan produksi, tanah yang ada saat ini apakah mampu untuk peningkatan produksinya atau tidak, kalau tidak maka hal yang diperlukan adalah membuka lahan baru untuk peningkatan produksinya. 57 Berdasarkan hasil pengelolaan data dengan metode Error Correction Model didapatkan nilai F-hitung sebesar 16,64582 dengan df – (41), α – 10% sebesar 1,303. Hal ini menunjukan bahwa F-hitung lebih besar dari F-tabel maka keputusannya adalah signifikan. Sehingga hasil dari uji F dapat disimpulkan bahwa variabel luas, produksi harga dan GDP berpengaruh secara bersama-sama terhadap ekspor tembakau Indonesia ke Jerman tahun 1971-2011. 4.6. Pembahasan Model ECM mampu menjelaskan perilaku dinamis jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek dapat dilihat dari nilai estimasi Error Correction Model, sedangkan jangka panjang dilihat dari nilai estimasi Ordinary Least Square. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan model Error Correction Model, diperoleh nilai koefisien sebesar 0,034 sedangkan pada Ordinary Least Square diperoleh nilai koefisien konstanta sebesar -40,954, yang berarti apabila variabel independen seperti luas lahan, produksi tembakau, harga tembakau, dan GDP diasumsikan sama dengan nol, maka volume ekspor sebesar -40,954 jika salah satu variabel independen mengalami kenaikan 1 unit maka akan mengakibatkan perubahan volume ekspor. Sedangkan model ECM mampu menjelaskan perilaku dinamis jangka pendek dan jangka panjang. 58 4.6.1. Pengaruh Luas Lahan Terhadap Ekspor Tembakau Indonesia Ke Jerman Hasil dalam estimasi Error Correction Model (ECM) variabel luas lahan berpengaruh negatif dan tidak signifikan dilihat dari nilai koefisien -0,106 dengan α sebesar 10% dalam jangka pendek yang bernilai negatif mempunyai pengaruh terhadap ekspor. Sedangkan jangka panjang variabel luas lahan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan ekspor dilihat dari nilai koefisien sebesar -0,8255 dengan α sebesar 10% dalam jangka panjang hal ini dapat diartikan apabila terjadi perubahan pada luas lahan sebesar 1% maka akan terjadi perubahan volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman sebesar 0,8255% dengan arah yang berlawanan pada tingkat kepercayaan 64% α sebesar 10%. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penggunaan tanah terus menerus tanpa adanya variasi dalam proses penanaman akan mengakibatkan kesuburan tanah berkurang. 4.6.2. Pengaruh Produksi Terhadap Ekspor Tembakau Indonesia Ke Jerman Hasil dalam estimasi Error Correction Model (ECM) variabel produksi berpengaruh negatif dan tidak signifikan dilihat dari nilai koefisien sebesar -0,184 dengan α sebesar 10% dalam jangka pendek yang bernilai negatif mempunyai pengaruh terhadap ekspor. Sedangkan jangka panjang variabel produksi mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perubahan ekspor dengan nilai koefisien sebesar 0,2656 dengan α sebesar 10% maka akan terjadi perubahan volume 59 ekspor tembakau Indonesia ke Jerman sebesar 0,2656% dengan arah yang sama pada tingkat kepercayaan 64% α sebesar 10%. Artinya dampak perubahan produksi tembakau terhadap volume ekspor Indonesia ke Jerman besar. Dengan besarnya pengaruh produksi terhadap volume ekspor Indonesia maka efek negatif. Hal ini berhubungan dengan regresi luas lahan dimana hukum the low of diminishing return tambahan 1 unit tenaga kerja secara terus menerus akan mengakibatkan tambahan nilai produksi dari suatu proses produksi akan menjadi berkurang, bahkan bernilai negatif. 4.6.3. Pengaruh Harga Terhadap Ekspor Tembakau Indonesia Ke Jerman Hasil dalam estimasi Error Correction Model (ECM) variabel harga berpengaruh positif dan signifikan dilihat dari nilai koefisien sebesar 0,599 dengan α sebesar 10% dalam jangka pendek yang bernilai positif mempunyai pengaruh terhadap ekspor. Sedangkan jangka panjang variabel harga mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ekspor dengan nilai koefisien 0,7842 hal ini dapat diartikan apabila terjadi perubahan pada harga tembakau sebesar 1% maka akan terjadi perubahan volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman sebesar 0,7842% dengan arah yang berlawanan pada tingkat kepercayaan 64% (α = 10%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa variabel harga bersifat inelastis terhadap permintaan dan penawaran tembakau. Karena sifat dari tembakau tersebut bergantung dengan kondisi alam yang tersedia, dan keadaan ekonomi 60 4.6.4. Pengaruh GDP Terhadap Ekspor Tembakau Indonesia Ke Jerman Hasil dalam estimasi Error Correction Model (ECM) variabel GDP berpengaruh positif dan signifikan dilihat dari nilai koefisien sebesar 0,622 dengan α sebesar 10% dalam jangka pendek yang bernilai positif mempunyai pengaruh terhadap ekspor. Sedangkan jangka panjang variabel GDP mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ekspor dengan nilai koefisien sebesar 1,4657 hal ini dapat diartikan apabila terjadi perubahan pada GDP Jerman sebesar 1% maka akan terjadi perubahan volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman sebesar 1,4657% dengan arah yang sama pada tingkat kepercayaan 64% (α = 10%). Artinya dampak perubahan dari GDP Jerman terhadap volume ekspor sangat besar. Dengan besarnya pengaruh GDP Jerman terdapat perekonomian Indonesia bila perekonomian Jerman mengalami kontraksi. Hal ini dirasakan pada krisis global tahun 2008 dimana pertumbuhan ekonomi Jerman mengalami penurunan sehingga ekspor tembakau Indonesia mengalami penurunan akibat kurangnya permintaan ekspor oleh Jerman. Ekspor tembakau Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2011 mencapai 15.698 ton atau senilai 85,3 juta, produk-produk tembakau yang sangat digemari di Jerman adalah cerutu linting asal Sumatra karena cerutu tembakau merupakan produk eksklusif di Jerman (di unduh tanggal 30-05-2013 melalui jaringnews.com) 61 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tembakau Indonesia ke Jerman dengan menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) dan asumsi klasik didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Luas lahan tembakau dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak signifikan sedangkan jangka panjang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan ekspor tembakau Indonesia ke Jerman. 2. Produksi tembakau dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak signifikan sedangkan jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ekspor tembakau Indonesia ke Jerman. 3. Harga tembakau dunia dalam jangka pendek dan jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ekspor tembakau Indonesia ke Jerman. 4. GDP Jerman dalam jangka pendek dan jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor tembakau Indonesia ke Jerman. 62 5.2. Saran Saran yang dapat diberikan oleh penulis pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Melihat hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek dan jangka panjang luas lahan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor tembakau pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan terhadap pembatasan lahan untuk penanaman tembakau. Hal ini berhubungan dengan mata pencarian penduduk yang menganggap tembakau mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dari komoditas pertanian, maka pemerintah harus memaksimalkan penyerapan tembakau petani lokal untuk di ekspor lebih tinggi. 2. Pemerintah dan petani bekerja sama untuk pemaksimalan mutu komoditas ekspor tembakau ke negara tujuan karena negara tujuan mengandalkan mutu dan kualitas produksi tembakau Indonesia yang sudah terkenal sejak tahun 1970 hingga sekarang. Pemerintah hanya saja kurangnya perhatian terhadap petani tembakau hal ini bisa dilihat dari tempat pembibitan tanaman tembakau yang sampai sekarang tidak tersebar merata di berbagai daerah hal inilah yang mengakibatkan mutu dan kualitas tembakau berkurang. 3. Harga bibit tembakau yang memiliki mutu dan kualitas tinggi sulit didapatkan oleh petani tembakau yang mengakibatkan mahalnya bibit tembakau tersebut 63 mengakibatkan petani tembakau hanya menanam tembakau mutu dan kualitas rendah maka peran pemerintah dalam hal ini untuk memaksimalkan tempat pembibitan di berbagai daerah. 64 DAFTAR PUSTAKA Ayu Lestari. 2010 Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Karet Alam Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB Amir M.S 2008. File Unikom Silver Caesar.O Andrian D. Lubis. 2010 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Ekspor Indonesia. Penelitian Pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdangagan Luar Negeri. Jakarta Aji, Heriyanto P. 2006. Analisis Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Ke Jepang dan Amerika Serikat I, Program Pascasarjana FEUI, Depok. Fan Hu,dkk. 1994. Declining U.S. Tobacco Exports To Australisa: A Derived Demand Approach To Competitiveness. North Carolina State University Gujarati, Damodar. 2010. Dasar-dasar Ekonometrika. Buku 1 Edisi 5. (diterjemahkan oleh Eugenia Mardanugraha, dkk). Jakarta. Salemba Empat Hady. Hamady. 2009. Ekonomi Internasional. Cetakan Kelima. Jilid Satu. Ghalian Indonesia Lipsey, R. G. P. N. Courant, D. D. Purvis dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Edisi Kesepuluh, Jakarta : binarupawan Mankiw N Gregoru. 2003. Macroeconomics, Fifth Editions, New York : Worth Publisher, 41 Madison Avenue Munadi, E.2007. penurunan pajak ekspor dan dampaknya terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesian ke india (pendekatan error correction model) informatika pertanian volume 16 No. 2, 2007 Rahmat H. Setianto,dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasai EViews. Salemba Empat Sumarno, S.B., dan Mudrajad Kuncoro, Kinerja, dan Kluster Industri Rokok Kretek: Indonesia, 1996-1999. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Universitas Gajah Mada, 2002. Sharman. Khishor. 2000. Exsport Growth In India: has fdi plyed a role ? Charles sturt University. Australia. 65 Sri Nuryanti, dan Muchjidin Rachmat, Dinamika Agribisnis Tembakau Dunia dan Implikasinya Bagi Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Thomas. Samanhudi. 2009. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Produk Pertanian Indonesia Ke Amerika Serikat. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pembangunan. Universitas Sumatera Utara Zainal, A. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan ekspor sepatu olah raga dan sepatu kulit Indonesia (tahun 2002-2006), fakultas ekonomi UI 66 67 UJI MWD TEST Dependent Variabel: EKSPOR Method: Least Squares Date: 07/01/13 Time: 14:39 Sample: 1971 2011 Included observations: 41 Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LUAS PRODUKSI HARGA GDP Z1 C -0.204459 -0.025937 23.32297 2.46E-11 2.335553 -19.69363 0.128336 0.136921 19.18310 1.70E-11 2.222141 25.02687 -1.593149 -0.189427 1.215809 1.446075 1.051037 -0.786899 0.1201 0.8509 0.2322 0.1571 0.3004 0.4366 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.580137 0.520157 13.27796 6170.644 -160.9632 9.672116 0.000007 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 34.66620 19.16821 8.144546 8.395313 8.235862 0.797181 Dependent Variabel: LOGEKSPOR Method: Least Squares Date: 07/01/13 Time: 14:42 Sample: 1971 2011 Included observations: 41 Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOGLUAS LOGPRODUKSI LOGHARGA LOGGDP Z2 C -0.782110 0.172230 0.947415 1.689383 0.008854 -48.31414 0.481979 0.476313 0.671993 0.850341 0.030562 27.71754 -1.622704 0.361590 1.409858 1.986713 0.289688 -1.743089 0.1136 0.7198 0.1674 0.0548 0.7738 0.0901 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood 0.649905 0.599891 0.285279 2.848448 -3.507122 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. 68 3.435191 0.451005 0.463762 0.714529 0.555077 F-statistic Prob(F-statistic) 12.99457 0.000000 Durbin-Watson stat 0.711254 Dependent Variabel: LOGEKSPOR Method: Least Squares Date: 05/13/13 Time: 05:43 Sample: 1971 2011 Included observations: 41 Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOGLUAS LOGPRODUKSI LOGHARGA LOGGDP C -0.825595 0.265648 0.784236 1.465788 -40.95494 0.452143 0.346054 0.361744 0.352265 10.94426 -1.825961 0.767649 2.167930 4.161038 -3.742140 0.0762 0.4477 0.0369 0.0002 0.0006 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.649066 0.610073 0.281626 2.855277 -3.556216 16.64582 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 3.435191 0.451005 0.417376 0.626349 0.493473 0.708622 Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 0.963978 14.00971 11.86869 Prob. F(14,26) Prob. Chi-Square(14) Prob. Chi-Square(14) 0.5119 0.4490 0.6168 Test Equation: Dependent Variabel: RESID^2 Method: Least Squares Date: 05/13/13 Time: 10:58 Sample: 1971 2011 Included observations: 41 Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C LOGLUAS LOGLUAS^2 LOGLUAS*LOGPRODUKSI LOGLUAS*LOGHARGA LOGLUAS*LOGGDP 1483.162 -96.06723 1.781631 -3.023314 1.791647 2.761524 654.8114 70.95573 2.692059 3.372687 2.286399 1.946577 2.265021 -1.353904 0.661810 -0.896411 0.783611 1.418656 0.0321 0.1874 0.5139 0.3783 0.4403 0.1679 69 LOGPRODUKSI LOGPRODUKSI^2 LOGPRODUKSI*LOGHARGA LOGPRODUKSI*LOGGDP LOGHARGA LOGHARGA^2 LOGHARGA*LOGGDP LOGGDP LOGGDP^2 56.99303 0.873268 -1.838246 -1.237758 -104.3952 0.380289 3.480611 -67.40418 0.547082 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.341700 -0.012769 0.105188 0.287675 43.49316 0.963978 0.511916 42.82063 1.086155 1.544913 1.079746 60.87165 1.287431 1.694001 35.10908 0.595339 1.330971 0.804000 -1.189870 -1.146342 -1.715005 0.295386 2.054669 -1.919851 0.918943 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.1948 0.4287 0.2448 0.2621 0.0982 0.7700 0.0501 0.0659 0.3666 0.069641 0.104522 -1.389910 -0.762994 -1.161622 1.684540 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 1.450838 24.27103 Prob. F(18,18) Prob. Chi-Square(18) 0.2188 0.1463 Test Equation: Dependent Variabel: RESID Method: Least Squares Date: 05/24/13 Time: 11:16 Sample: 1971 2011 Included observations: 41 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOGLUAS LOGPRODUKSI LOGHARGA LOGGDP C RESID(-1) RESID(-2) RESID(-3) RESID(-4) RESID(-5) RESID(-6) RESID(-7) RESID(-8) RESID(-9) 0.250754 -0.038626 0.013962 -0.189971 4.054921 0.704128 -0.162819 -0.215989 0.407867 -0.241512 -0.096947 0.241875 -0.015383 -0.144628 0.526822 0.397887 0.582050 0.394091 12.41555 0.244442 0.321131 0.330702 0.377299 0.390447 0.345277 0.341535 0.357410 0.370636 0.475974 -0.097077 0.023988 -0.482047 0.326600 2.880551 -0.507018 -0.653125 1.081016 -0.618553 -0.280780 0.708199 -0.043039 -0.390216 0.6398 0.9237 0.9811 0.6356 0.7477 0.0100 0.6183 0.5219 0.2940 0.5440 0.7821 0.4879 0.9661 0.7010 70 RESID(-10) RESID(-11) RESID(-12) RESID(-13) RESID(-14) RESID(-15) RESID(-16) RESID(-17) RESID(-18) -0.090065 0.021143 -0.241034 0.305268 -0.077415 -0.234242 0.149427 -0.277102 -0.095832 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.591976 0.093281 0.254408 1.165021 14.82060 1.187049 0.359288 0.351412 0.355086 0.348925 0.374297 0.360707 0.354798 0.411046 0.416083 0.364699 -0.256294 0.059545 -0.690790 0.815577 -0.214621 -0.660214 0.363529 -0.665979 -0.262770 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.8006 0.9532 0.4985 0.4254 0.8325 0.5175 0.7204 0.5139 0.7957 5.68E-15 0.267174 0.398995 1.360267 0.749038 1.931540 Normalitas 12 Series: Residuals Sample 1971 2011 Observations 41 10 8 6 4 2 0 -0.6 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 Null Hypothesis: D(LOGEKSPOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) 71 0.4 0.6 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 5.68e-15 0.016901 0.670285 -0.548444 0.267174 0.190573 3.197690 Jarque-Bera Probability 0.314936 0.854304 Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -6.268068 -3.610453 -2.938987 -2.607932 0.0000 t-Statistic Prob.* -9.589182 -3.610453 -2.938987 -2.607932 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LOGLUAS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LOGPRODUKSI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -8.568216 -3.615588 -2.941145 -2.609066 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LOGHARGA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 72 t-Statistic Prob.* -6.377232 -3.626784 -2.945842 -2.611531 0.0000 Null Hypothesis: D(LOGGDP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -5.221521 -3.610453 -2.938987 -2.607932 0.0001 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Dependent Variabel: DRESID Method: Least Squares Date: 05/16/13 Time: 00:06 Sample (adjusted): 1972 2011 Included observations: 40 after adjustments Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RESID02 C -0.348437 0.009457 0.128081 0.033347 -2.720439 0.283606 0.0098 0.7783 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.163010 0.140984 0.210765 1.688039 6.548698 7.400791 0.009779 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.012761 0.227404 -0.227435 -0.142991 -0.196903 1.787951 Dependent Variabel: LOGEKSPOR Method: Least Squares Date: 05/16/13 Time: 07:53 Sample: 1971 2011 Included observations: 41 Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. SER01 LOGLUAS LOGPRODUKSI LOGHARGA LOGGDP C 0.073678 -0.658447 0.178501 0.659582 -2.085410 57.64651 0.022025 0.402278 0.306614 0.321524 1.106190 31.01853 3.345215 -1.636794 0.582166 2.051426 -1.885218 1.858454 0.0020 0.1106 0.5642 0.0478 0.0677 0.0715 73 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.734086 0.696098 0.248627 2.163535 2.131004 19.32427 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 3.435191 0.451005 0.188732 0.439498 0.280047 0.951590 Dependent Variabel: D(LOGEKSPOR) Method: Least Squares Date: 05/20/13 Time: 14:18 Sample (adjusted): 1972 2011 Included observations: 40 after adjustments Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LOGLUAS) D(LOGPRODUKSI) D(LOGHARGA) D(LOGGDP) RESID04 C -0.106186 -0.184404 0.599116 0.622161 -0.381324 0.034485 0.234359 0.154821 0.275393 1.600914 0.138880 0.043920 -0.453090 -1.191079 2.175496 0.388629 -2.745714 0.785169 0.6534 0.2419 0.0366 0.7000 0.0096 0.4378 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.363962 0.270427 0.190175 1.229660 12.88530 3.891187 0.006767 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 74 0.041222 0.222648 -0.344265 -0.090933 -0.252668 1.329881