Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Tembakau

advertisement
 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EKSPOR TEMBAKAU
INDONESIA KE JERMAN
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Dinan Arya Putra
NIM 7111409079
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
i PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbingan untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada :
Hari
:
Tanggal
:
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Sucihatiningsih DWP, M. Si
NIP. 196812091997022001
Karsinah, S.E., M.Si
NIP. 197010142009122001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Dr. Sucihatiningsih DWP, M. Si
NIP. 196812091997022001
ii PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas
Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang pada :
Hari
:
Tanggal
:
Penguji
Anggota I
Lesta Karolina Br. Sebayang,S.E., M.Si.
NIP. 198007172008012016
Anggota II
Dr. Sucihatiningsih DWP, M. Si
NIP. 196812091997022001
Karsinah, S.E., M.Si
NIP. 197010142009122001 Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
Dr. S. Martono, M.Si.
NIP. 196603081989011001
iii PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari terbukti skripsi ini adalah
hasil jiplakan dari karya tulis orang lain maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
dengan ketentun yang berlaku.
Semarang,
Dinan Arya Putra
NIM 7111409079
iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Jangan mengatakan besok aja kita kerjakan kalau hari ini
bisa
kita
kerjakan
dan
jangan
menunda
hal
yang
kecil
karena hal kecil itu akan menjadi keterbiasaaan kita.
Persembahan
1. Untuk
diluar
doa
orang
kota
dan
tuaku
yang
yang
memberikan
semangat
jauh
kepada
penulis. Berkat dukungan dari
keduanya
dapat
akhirnya
menelesaikan
penulis
skripsi
ini.
2. Untuk adik kecil yang selalu
memberikan
semangat
dan
dukungan hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Teman
seperjuangan
untuk
lulus dalam skripsi grup The
Gondeser
Iid)
v (Lutfi,Rendi
Dan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:
ANALISI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEMBAKAU
INDONESIA KE JERMAN”. Skripsi diajukan untuk memperoleh gelar sarjana
ekonomi, fakultas ekonomi jurusan ekonomi pembangunan, universitas negeri
semarang.
Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di Universitas
Negeri Semarang
2. Dr. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi.
3. Dr. Sucihatiningsih DWP, M.Si selaku Kajur dan Dosen Pembimbing I yang
dengan sabar dan tulus serta bersedia meluangkan banyak waktu di tengah
kesibukannya untuk memberikan saran, masukan dan bimbingan kepada
penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.
vi 4. Karsinah, S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan wawasan, inspirasi, sumbangan pemikiran, dan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh Bapak Dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Pembangunan Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan segala ilmu dan pengetahuan selama
masa perkuliahan.
6. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan motivasi serta bantuan moral
dan material demi terselesainya skripsi ini, serta untuk ke dua adikku Rizki
dan Fikky terima kasih dukungannya
7. Sahabat-sahabatku yang telah banyak membantu dalam skripsi ini riya, tika,
agata, santika, karina, iid, lutfi, rendi, dan sahabat-sahabat di EP 2009
vii SARI
Dinan Arya Putra. 2013. “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor
Tembakau Indonesia Ke Jerman”. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas
Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dr. Sucihatiningsih DWP,
M. Si. II. Karsinah, S.E., M.Si
Kata kunci : Ekspor, Komoditas Tembakau, Dan Metode Error Correction
Model (ECM)
Tembakau merupakan salah satu ekspor komoditas pertanian yang memiliki
nilai jual yang tinggi, namun dalam lima tahun terakhr volume ekspor tembakau
Indonesia ke Jerman mengalami kendala dimana banyaknya pesaing dari negara
pengekspor selain Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
analisis faktor-faktor yang memperngaruhi ekspor tembakau Indonesia ke Jerman.
Metode analisis yang digunakan adalah OLS (Ordinary Least Square) yang
selanjutnya di uji dengan menggunakan uji ECM (Error Correction Model). Dengan
menggunakan data time series dengan kurun waktu 41 tahun (1970-2011),
Hasil penelitian diperoleh nilai variabel yang signifikan 0,265 produksi, 0,784
harga dan 1,465 GDP Riil Jerman dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 64%
yang berarti variabel bebas seperti luas lahan tembakau, produksi tembakau, harga
tembakau dunia, dan GDP Riil Jerman, dapat menjelaskan volume ekspor tembakau
ke Jerman sebesar 64% dan sisanya 36% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
disertakan dalam model penelitian ini.
Kesimpulan yang bisa di ambil bahwa komoditas tembakau merupakan salah
satu komoditas ekspor yang perlu adanya peran pemerintah dalam hal menjaga mutu
dan kualitas produksi tembakau Indonesia yang sudah terkenal sejak tahun 1970
hingga sekarang maka untuk menjaga mata pencarian petani tembakau, saran yang
bisa di lakukan pemerintah harus bekerja sama dengan petani dalam hal pembibitan
serta menjaga mutu dan kualitas tembakau.
viii ABSTRACT
Dinan Arya Putra. 2013. “Factors Analysis that Influence Indonesia’s Export of
Tobacco To Germany”. Skripsi. Economic Development Major. Economic Faculty.
Semarang State University. 1st Lecturer. Dr. Sucihatiningsih DWP, M. Si. 2nd
Karsinah, S.E., M.Si
Keywords : Export, Tobacco Commodity, and Error Correction Model Method
(ECM)
Tobacco is one of agriculture commodity export which have high value, but
for the last 5 years, volume of Indonesia’s tobacco export to Germany undergone a
problem because there are many tobacco’s exporter be sides Indonesia. The aim of
this research is to know factors analysis that influence Indonesia’s export tobacco to
Germany.
Analysis method used OLS (Ordinary Least Square) furthermore have a test
used ECM (Error Correction Model). Using time series data with time frame 41
years (1970-2011).
The research’s result got from significant variable value 0,265 production,
0,784 price and 1,465 Germany’s Rill GDP with determination coefficient (R2) in the
amount of 64%, it means independent variable like tobacco’s area, tobacco’s
production, world tobacco’s price and Germany’s Riil GDP can explain volume of
tobacco export to Germany in the amount of 64% and the residue 36% explained by
the other variable that didn’t add inside this research.
The conclusion is tobacco commodity is the one of export commodity that needs
function of government to keep Indonesia’s tobacco production quality that renowned
since 1970 until now. To keep tobacco’s farmer occupation, government should make
with the farmer to keep grade and quality of tobacco and also for fledging tobacco.
ix DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ....................................................................... i
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................... ii
PERNYATAAN........................................................................................................ iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
SARI.......................................................................................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH........................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 13
1.3 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................ 14
1.4 MANFAAT PENELITIAN........................................................................ 14
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................... 16
2.1 PERDAGANGAN INTERNASIONAL .................................................... 16
2.2 PERMINTAAN ......................................................................................... 22
2.3 PENAWARAN .......................................................................................... 24
2.4 PENGERTIAN EKSPOR .......................................................................... 25
2.5 HARGA ..................................................................................................... 25
2.6 GDP ............................................................................................................ 26
x 2.7 PENELITIAN TERDAHULU ................................................................... 27
2.8 KERANGKA BERFIKIR .......................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 31
3.1 JENIS DAN SUMBER DATA .................................................................. 31
3.2 VARIABEL PENELITIAN ....................................................................... 31
3.2.1 VARIABEL DEPENDEN ................................................................ 31
3.2.2 VARIABEL INDEPENDEN ............................................................ 32
3.3 METODE ANALISIS ................................................................................ 32
3.3.1 ORDINARY LEAST SQUARE ....................................................... 33
3.3.2 UJIAKAR UNIT ............................................................................... 37
3.3.3 UJI KOINTEGRASI ......................................................................... 38
3.3.4. ERROR CORRECTION MODEL................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 42
4.1 HASIL PENELITIAN................................................................................ 42
4.1.1 LUAS LAHAN TEMBAKAU.......................................................... 42
4.1.2 PRODUKTIVITAS TEMBAKAU ................................................... 43
4.1.3 HARGA TEMBAKAU ..................................................................... 45
4.2 ANALISIS HASIL REGRESI ................................................................... 46
4.2.1 PEMILIHAN MODEL ..................................................................... 46
4.2.2 UJI MULTIKOLINIERITAS ........................................................... 48
4.2.3 UJI NORMALITAS .......................................................................... 49
4.2.4 UJI HETEROSKEDASTISITAS ...................................................... 50
4.2.5 UJI AUTOKORELASI ..................................................................... 51
4.3 UJI AKAR UNIT ....................................................................................... 52
4.4 UJI KOINTEGRASI .................................................................................. 53
xi 4.5 ERROR CORECTION MODEL ............................................................... 55
4.6 PEMBAHASAN ........................................................................................ 58
4.6.1 PENGARUH LUAS LAHAN TERHADAP EKSPOR TEMBAKAU
INDONESIA KE JERMAN....................................................................... 59
4.6.2 PENGARUH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR TEMBAKAU
INDONESIA KE JERMAN....................................................................... 59
4.6.3 PENGARUH HARGA TERHADAP EKSPOR TEMBAKAU
INDONESIA KER JERMAN .................................................................... 60
4.6.4 PENGARUH GDP TERHADAP EKSPOR TEMBAKAU
INDONESIA KER JERMAN .................................................................... 61
BAB 5 PENUTUP .................................................................................................... 62
5.1 KESIMPULAN .......................................................................................... 62
5.2 SARAN ..................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65
LAMPIRAN .............................................................................................................. 67
xii DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Kontribusi Luas Areal Tembakau Di Indonesia Menurut Status
Pengusahaan, (Tahun 2008-2011)............................................................................. 4
Tabel 1.2. Sentra Produksi Tembakau Perkebunan Rakyat Di Indonesia, (Tahun
2006-2011) ................................................................................................................ 6
Tabel 1.3. Perkembangan Produktivitas Tembakau Indonesia (Tahun 2007-2011) . 6
Tabel 1.4. Perkembangan Harga Konsumen Tembakau Dunia (Tahun 2005-2011) 7
Tabel 1.5. Ekspor Tembakau Indonesia Menurut Negara Tujuan (Tahun 2007-2011)
................................................................................................................................... 10
Tabel 2.1. Data Hipotesis Teori Absolute Advantage Dari Adam Smith ................. 18
Tabel 2.2. Data Hipotesis Untuk Gain From Trade Berdasarkan Teori Absolute
Advantage Dari Adam Smith .................................................................................... 19
Tabel 2.3. Data Hipotesis Biaya Komperatif ............................................................ 20
Tabel 2.4. Data Perhitungan Biaya Komperatif ........................................................ 21
Tabel 2.5. Data Hipotesis Gain From Trade Berdasarkan Teori Keunggulan
Komparatif Dari David Ricardo ................................................................................ 21
Tabel 4.1. Luas Areal Tembakau Di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, (Tahun
2008-2011) ................................................................................................................ 42
Tabel 4.2. Perkembangan Produktivitas Tembakau Indonesia (Tahun 2007-2011) . 43
Tabel 4.3. Sentra Produksi Tembakau Perkebunan Rakyat Di Indonesia (Tahun
2006-2011)................................................................................................................... 44
Tabel 4.4. Perkembangan Harga Konsumen Tembakau Dunia (Tahun 2005-2011) 45
Tabel 4.5. Hasil Regresi OLS ................................................................................... 47
Tabel 4.6. Hasil Uji Multikolinieritas ....................................................................... 49
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas ................................................................................. 50
Tabel 4.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................... 51
xiii Tabel 4.9. Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................. 52
Tabel 4.10. Hasil Uji Unit Root Test ........................................................................ 53
Tabel 4.11 Hasil Uji Kointegrasi .............................................................................. 54
Tabel 4.12 Hasil Estimasi Regresi Jangka Pendek ................................................... 55
Tabel 4.13 Hasil Estimasi Regresi Jangaka Panjang ................................................ 56
xiv Daftar Gambar
Gambar 1.1. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia (Tahun 19712011) ........................................................................................................................ 4
Gambar 1.2. Perkembangan Produksi Tembakau Menurut Status Pengusahaan (Tahun
1971-2009) ................................................................................................................ 5
Gambar 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Tembakau Di Indonesia (Tahun 19712011) ......................................................................................................................... 8
Gambar 1.4. Negara Pengekspor Tembakau Terbesar Di Dunia (Tahun 2003-2007)
................................................................................................................................... 9
Gambar 1.5. Negara-Negara Pengimpor Tembakaudi Dunia (Tahun 2003-2007) ... 11
xv DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. UJI MWD TEST ............................................................................. 68
LAMPIRAN 2. UJI REGRESI OLS ......................................................................... 69
LAMPIRAN 3. UJI HETEROSKEDASTISITAS .................................................... 69
LAMPIRAN 4. UJI AUTOKORELASI ................................................................... 70
LAMPIRAN 5. UJI NORMALITAS ........................................................................ 72
LAMPIRAN 6. UJI UNIT ROOT TEST .................................................................. 72
LAMPIRAN 7. UJI ECM ......................................................................................... 73
xvi BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peran
penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari
banyaknya penduduk yang bekerja pada sektor pertanian. Pertanian memiliki dua
pengertian yaitu arti luas dan arti sempit. Arti sempit merupakan usaha pertanian
keluarga dimana diproduksinya bahan makanan utamanya sedangkan pertanian arti
luas dibedakan menjadi lima sektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, perternakan,
perikanan, dan kehutanan. Sebagian besar hasil pertanian dikonsumsi sendiri dan
sebagian seluruhnya hasil perkebunan adalah ekspor. Wilayah pedesaan yang
bercirikan pertanian sebagai basis ekonomi sedangkan wilayah perkotaan yang tidak
lepas dari aktivitas ekonomi baik yang sifatnya industri, perdagangan maupun jasa
mengalami pertentangan luar biasa di dalam rata-rata pertumbuhan pembangunan.
Dengan kemajuan yang dicapai sektor pertanian tanaman pangan, maka
pembangunan sektor industri yang didukung sektor pertanian juga semakin maju
(Alkadri, 1999:10)
Hasil pertanian di Indonesia antara lain padi, jagung, ubi, ketela pohon,
tebu, tembakau, karet, rosella, kopi, kina. Tembakau termasuk salah komoditas
yang mempunyai arti penting karena memberikan manfaat ekonomi, manfaat
1 sosialnya pun sangat dirasakan. Peran tembakau didalam perekonomian
Indonesia dapat ditunjukkan terutama oleh besarnya cukai yang disumbangkan
sebagai penerimaan negara dan banyaknya tenaga kerja yang terserap baik dalam
tahap penanaman dan pengolahan tembakau sebelum diekspor atau dibuat rokok,
maupun pada tahap pembuatan rokok. Penerimaan negara dari tembakau
sangat besar yaitu dari cukai dan setiap tahun terus meningkat pada tahun 2007
sebesar 42 trilyun, tahun 2008 sebesar 50,2 trilyun dan tahun 2009 ditargetkan
mencapai 52 trilyun demikian juga pada periode 5 tahun terakhir devisa yang
dihasilkan dari eksport tembakau senilai US $ 100.627 (48.278 ton)
(www.ditjenbun.deptan.go.id)
Perkembangan tembakau di Indonesia tidak bisa terlepas dari keberadaan
industri, peran tembakau dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari beberapa
indikator seperti peranannya dalam penerimaan negara (PDB). Hasil kajian
(Sudaryanto et al., 2009:254) dalam perekonomian nasional peran agribisnis
tembakau dan industri rokok dalam penciptaan nilai output, nilai tambah, dan
penyerapan tenaga kerja kurang signifikan, namun kedua sektor tersebut mempunyai
angka pengganda (multiplier effect) output. Hal ini terjadi karena dalam
perdangangan internasional, komoditi tembakau dan rokok lebih banyak menguras
daripada menghasilkan devisa negara, sedangkan agribisnis tembakau mampu
menarik sektor hulu dan mendorong sektor hilir untuk berkembang.
2 Peningkatan harga rokok eceran di akibatkan dari naiknya cukai tembakau,
dimana dalam kenaikan cukai tembakau tidak di ikuti oleh kenaikan hasil produksi
rokok itu sendiri. Di samping Indonesia sebagai eksportir produk tembakau,
Indonesia juga sebagai importer produk tembakau, baik produk daun tembakau
maupun rokok. Secara keseluruhan posisi Indonesia dalam perdagangan dunia
tembakau adalah net eksportir, dalam arti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor.
Produk tembakau yang utama di perdagangkan adalah daun tembakau dan rokok.
Tembakau dan rokok merupakan produk yang bernilai ekonomis. Untuk peningkatan
pangsa dalam dan luar negeri sektor pertanian terutama dibidang pertembakauan
harus ditingkatkan dengan memperkuat produk yang telah mempunyai pasar yang
baik, memprioritaskan tembakau bahan baku cerutu (Na Oogst) yang lebih berdaya
saing dan mengalihkan produksi rokok dari rokok kretek ke rokok putih yang
berorientasi ekspor.
Gambar 1.1 menyajikan perkembangan luas areal dan produksi perkebunan
seluruh Indonesia selama tahun 1971 – 2011. Perkembangan total luas areal
tembakau pada tahun 1971-2011 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,23% per
tahun, dimana total luas areal tembakau menunjukan peningkatan laju perkembangan
mencapai 4,76% pada tahun 1971 – 1997. Akan tetapi antara 1998 – 2011
pertumbuhan luas areal tembakau menurun dikisaran 0,07% per tahun. Hal ini
dikarenakan tembakau Indonesia hanya diusahakan oleh Perkebunan milik swasta,
3 Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar Negara (PBN), sementara
perkebunan besar swasta (PBS) tidak melakukan penanaman sama sekali.
Gambar 1.1. Luas Area Dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia
(Tahun 1971-2011)
Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id
Tabel 1.1.
Kontribusi Luas Areal Tembakau di Indonesia Menurut Status Pengusahaan,
(Tahun 2008-2011)
Perkebunan
Perkebunan
Perkebunan
Tahun
Besar Swasta (Hektar)
Besar Negara (Hektar)
Rakyat (Hektar)
2008
4.565
192.062
2009
4.226
200.224
2010
4.226
189.690
2011
5.298
202.121
Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id
Berdasarkan pada tabel 1.1 yang menunjukan kontribusi luas areal tembakau
di Indonesia tahun 2008 – 2010. Perkembangan luas area perkebunan tembakau
oleh perkebunan rakyat pada tahun 2008 dengan luas areal 192.062 hektar memiliki
4 kontribusi sebesar 98%, sedangkan pada perkebunan besar negara tahun 2008
memiliki kontribusi relative kecil yaitu 4.565 hektar dimana memiliki kontribusi
sebesar 2%, dan seterusnya. Sedangkan pada perkebunan besar swasta tidak
melakukan penanaman tembakau.
Gambar. 1.2 Perkembangan Produksi Tembakau Menurut Status
Pengusahaan (tahun 1971-2009)
Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id
Gambar 1.2 menyajikan perkembangan produksi tembakau menurut status
pengusahaannya tahun 1971-2009. Pada gambar 1.2 menunjukan perkembangan
produksi tembakau Indonesia yang terus meningkat dengan laju pertumbuhan ratarata sebesar 7,43% per tahun. Sementara itu perkebunan besar negara hanya
memberikan kontribusi sebesar 1,53% per tahun hal ini dikarenakan tidak adanya
kontribusi dari perkebunan besar swasta pada periode tersebut. Dengan demikian
secara umum terjadi peningkatan total produksi tembakau di Indonesia dari 57,35
ribu ton pada 1971 menjadi 176,94 ribu ton pada tahun 2009.
5 Tabel 1.2.
Sentra Produksi Tembakau Perkebunan Rakyat di Indonesia,
(Tahun 2006-2011)
No
Provinsi
1
2
3
4
5
Jawa Timur
Ntb
Jawa Tengah
Jawa Barat
Lainnya
Indonesia
2006
81,887
31,590
18,440
5,749
8,599
146,265
2007
78,343
42,793
29,679
6,396
7,640
164,851
Produksi (Ton)
2008
2009
77,852
79,469
51,006
57,232
25,329
25,418
6,769
6,772
7,081
8,046
168,037 176,937
2010
53.228
38,894
26,530
7,658
7,560
80,695
2011*
78,635
17,589
23,748
2,218
8,052
130,242
RataRata
Share
(%)
78,578
32,547
24,663
5,784
7,984
149,556
48,30
28,03
14,86
4,09
4,95
Sumber: Ditjen perkebunan
*) Angka Sementara
Berdasarkan tabel 1.2 secara umum produksi tembakau perkebunan
rakyat pada periode tahun 2006 - 2011 didominasi oleh 4 provinsi, yaitu: Jawa
Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Keempat provinsi
tersebut memberikan sumbangan kontribusi sebesar 95% terhadap total produksi
tembakau Indonesia. Jawa timur berkontribusi sebesar 48,40%, Nusa Tengagara Barat
berkontribusi sebesar 27,83%, Jawa Tengah berkontribusi sebesar 15,07%, Jawa Barat
dan provinsi lainnya masing-masing berkontribusi 3,92% dan 4,78%.
Tabel 1.3
Perkembangan Produktivitas Tembakau Indonesia Tahun 2007-2011
Produktivitas (Ton/Ha)
Tahun
Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Negara
2007
2008
2009
2010*
2011**
rata-rata
0,97
0,98
0,97
0,96
0,97
0,97
0,03
0,02
0,03
0,04
0,03
0,03
6 Sumber ditjen, perkebunan
Keterangan :
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
Perkembangan produktivitas tembakau di Indonesia selama empat tahun
terakhir (2007-2011) cenderung memiliki pola yang seragam sesuai dengan jenis
pengusahaannya. Rata-rata produktivitas untuk perkebunan rakyat dan
perkebunan besar negara masing-masing sebesar 0,97 ton/ha dan 0,03 ton/ha
Krisis global yang terjadi pada pertengahan tahun 2008 perekonomian
Indonesia mengalami kontraksi. Salah satu dampak krisis yaitu mempengaruhi sektor
komoditi pertanian dimana komoditi tembakau. Di Indonesia yang pada saat itu
mengalami surplus produksi tembakau tidak bisa terserap secara keseluruhan oleh
produsen tembakau Indonesia dan hal ini diperburuk oleh menurunnya harga
tembakau di dalam negeri.
Tabel 1.4
Perkembangan Harga Konsumen Tembakau Dunia
Tahun 2005-2011
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Harga dunia $ Kenaikan harga %
2,790
2,969
3,315
3,589
4,235
4,333
4,485
7 (%)
0,69
1,34
1,06
2,51
0,38
0,5
Sumber :databank.worldbank
Pada tabel 1.4 tahun 2005-2011 perkembangan harga tembakau di dunia
cenderung mengalami peningkatan pada harga nominal tembakau dimulai harga $
2,790 per kg pada tahun 2005 dan terus meningkat pada harga tembakau pada tahun
2011 menjadi sebesar $ 4,485 per kg. dan rata-rata laju pertumbuhannya sebesar
0,77%.
Gambar 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Tembakau Di Indonesia
Tahun 1971-2011
Sumber http://faostat3.fao.org/home/index.html#VISUALIZE
Gambar 1.3 menyajikan perkembangan volume ekspor tembakau di Indonesia
tahun 1971-2011, dapat dilihat perkembangan volume ekspor tembakau di Indonesia
pada tahun 1971-2011 Indonesia merupakan salah satu negara yang volume kuota
ekspornya meningkat dan di ikuti oleh meningkatnya volume kuota impor pada
tahun 1971-2011. Dimana dalam gambar grafik di atas ekspor lebih besar di
bandingkan dengan impor ini dikarenakan naiknya nilai ekspor dipengaruhi naiknya
harga jual komoditi yang menjadi andalan pabrikan cerutu di jerman dan di beberapa
negara lainnya.
8 Gambar 1.4. Negara Pengekspor Tembakau Terbesar Di Dunia
(Tahun 2003-2007)
Sumber : http://faostat3.fao.org
Gambar 1.4 menunjukan peningkatan permintaaan ekspor produk pertanian
tembakau secara global dan dari tahun ke tahun kualitas tembakau di berbagai negara
mengalami meningkat termasuk Indonesia, dengan banyaknya negara sebagai
pengeksportir tembakau komoditas tembakau Indonesia bersaing dengan tembakau
dari negara lain dengan kualitas dan mutu yang sama. Hal penurunan dalam
perekonomian ini menyebabkan penurunan daya beli masyarakat tujuan ekspor
Indonesia di daerah benua Eropa dan Amerika.
Melihat dampak yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi terhadap perekonoman
nasional, terutama permintaan ekspor Indonesia yang semakin menurun di pasar
Eropa dan Amerika maka Indonesia perlu adanya pasar baru dan penanaman jenis
tembakau baru supaya bisa menembus pasar Cina dengan menanam jenis tembaku
Virginia, guna untuk mengangkat volume ekspor yang tiap tahun turun
9 ekspor
tembakau tahun 2011 tercatat senilai 43.870 ton sedangkan pada tahun 2010
mencapai 117.200 ton
Tabel 1.5
Ekspor Tembakau Indonesia Menurut Negara Tujuan
Tahun 2007-2011
Negara Tujuan
Sri Lanka
Amerika Serikat
Republik Dominika
Belanda
Perancis
Jerman
Belgia
Denmark
Spanyol
Rusia
Lainnya
Jumlah
Sri Lanka
Amerika Serikat
Republik Dominika
Belanda
Perancis
Jerman
Belgia
Denmark
Spanyol
Rusia
Lainnya
Jumlah
tahun
2009
2007
2008
Berat Bersih : Ton
353,7
410
387,7
3165,9
5517,5
5319,2
191,2
330,0
351,6
1246,8
687,2
1624,7
918,3
845,6
567,4
1984,1
794,0
1106,1
3034,6
4597,6
5082,3
199,4
40,7
196,0
360,8
395,5
245,1
4580,0
4015,9
2993,7
9673,6 12275,5 15037,5
25708,4 29909,7 32911,3
Nilai FOB :000 US$
4742,8
6192,5
6375,1
4304,4
6961,8
8833,0
991,0
2566,8
3481,2
2853,6
2016,5
4852,8
1229,6
892,8
1449,1
8851,0
4586,7
5112,1
9584,7 12818,7 15537,6
901,4
162,6
630,9
2580,1
859,0
1031,4
2873,6
2873,6
2735,5
17828,0 33752,5 43508,6
56733,7 73683,5 93547,3
Sumber : Badan Pusat Statistika
10 2010
2011
341,1
4338,6
424,0
1704,6
116,5
1616,7
4193,4
28,1
197,3
3386,6
11608,8
27955,7
415,5
3400,6
345,2
672,8
989,6
470,6
4120,6
9,6
507,1
715,8
7207,1
18854,5
5886,4
6192,8
2757,5
4393,7
17,0
3795,7
15951,5
111,9
858,5
4072,8
29698,5
73736,3
9471,5
4562,9
743,3
1763,7
352,2
3214,8
17084,3
40,8
2752,6
923,8
20722,9
61632,8
Pada tabel 1.5 menjelaskan ekspor tembakau Indonesia menurut negara tujuan
tahun 2007-2011. Dari tabel tersebut diketahui bahwa Amerika Serikat merupakan
negara tujuan ekspor tembakau terbesar dari Indonesia karena kuota ekspor yang
besar dan pertahun mengalami kenaikan kuota ekspor dari negara pengimpor,
Amerika Serikat menduduki peringkat pertama disusul dengan Rusia, Belgia,
Belanda, Perancis, Jerman, Spanyol, Sri Lanka, dan lain-lain. Kondisi ini
perkembangan ekspor tembakau yang cepat berdampak pada naiknya pertumbuhan
Gross Domestik Production (GDP).
Berdasarkan tabel 1.5 dapat dilihat juga nilai ekspor komoditas tembakau
Indonesia ke negara pengimportir lewat nilai FOB. Berdasarkan nilai FOB yang
berada di tabel 1.5 tahun 2007-2011 menunjukan negara yang memiliki nilai ekspor
tinggi komoditas tembakau berada di negara Belgia yang memiliki nilai FOB sebesar
17084,3 $ sedangkan Sri Lanka nilai FOB sebesar 9471,5 $ sedangkan pada posisi ke
tiga Amerika Serikat 4562,9 $ nilai FOB sebesar 5,112 .
Gambar 1.5. Negara-Negara Pengimpor Tembakau Di Dunia
Tahun 2003-2007
Sumber : http://faostat3.fao.org
11 Pada gambar 1.5 menyajikan tentang negara pengimpor tembakau dunia tahun
2003-2007. Dimana terdapat 10 negara pengimpor tembakau dengan kuota terbesar,
dimana pada posisi pengimpor tembakau dengan kuota terbesar ditempati oleh urutan
pertama negara Jerman sebagai pengimpor tembakau terbesar dengan kuota 991 ribu
ton. Disusul kemudian oleh Cina, Jepang, Belgium dan Francis masing-masing
sebesar 379 ribu ton, 232 ribu ton, 286 ribu ton dan 209 ribu ton.
Berdasarkan
teori
yang
menyatakan
bahwa
ekspor
dapat
memacu
pertumbuhan ekonomi nasional (eksport lead growth), maka upaya mempertahankan
dan meningkatkan kapasitas perekonomian nasional dilakukan dengan cara
menekankan pada aspek peningkatan ekspor komoditas subsektor perkebunan yang
tinggi. Secara umum sangat mutlak untuk diperhatikan dengan serius atas dasar
pemikiran maka faktor luar negeri dalam hal ini pendapatan riil Jerman, harga
komoditi tembakau dunia. Permintaan ekspor Indonesia maka kebijakan akan
penanganan yang tepat serta kemampuan dalam memprediksi perekonomian nasional
khususnya dan perekonomian global
Berdasarkan uraian di atas, tembakau merupakan salah satu komoditi ekspor
pertanian yang ikut serta dalam salah satu penyumbang PDB di sektor pertanian.
Semakin meningkatnya pengekspor tembakau di dunia maka semakin terjadinya
persaingan mutu dan kualitas tembakau itu sendiri di pasaaran sehingga akan
berakibat semakin meningkatnya ekspor ke negara tujuan tau menurunnya kuota
ekspor ke negara tersebut dikarenakan persaingan komoditi tembakau. Dalam
12 masalah ini peneliti ingin menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
tembakau Indonesia ke Jerman dari tahun 1971-2011. Penelitian ini mengangkat
judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Tembakau Indonesia Ke
Jerman”
1.2.
Rumusan Masalah
Perkebunan Indonesia yang menjadi salah satu penyumbang PDB pada sektor
pertanian harus dikembangkan hal ini dikarenakan berbagai negara pengekspor
tembakau di dunia mengalami peningkatan ekspornya. Faktor yang menyebabkan
kenaikan ekspor tembakau adalah peningkatan harga tembakau di dunia salah satunya
peningkatan harga komoditas tembakau ke Jerman dari latar belakang diatas terdapat
pertanyaan penelitian sebagai berikut;
1. Apakah luas lahan tembakau di Indonesia berpengaruh terhadap volume
ekspor tembakau Indonesia ke Jerman
2. Apakah produksi tembakau Indonesia berpengaruh terhadap volume
ekspor tembakau Indonesia ke Jerman
3. Bagaimana pengaruh harga tembakau terhadap volume permintaan ekspor
komoditi tembakau Indonesia
4. Bagaimana pengaruh GDP riil Jerman terhadap volume permintaan ekspor
komoditi tembakau Indonesia ke Jerman
13 1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengukur pengaruh luas lahan terhadap volume ekspor tembakau
Indonesia ke Jerman
2. Untuk mengukur pengaruh produksi tembakau terhadap volume ekspor
tembakau Indonesia ke Jerman
3. Untuk mengukur pengaruh harga komoditi tembakau terhadap volume
ekspor tembakau Indonesia ke Jerman
4. Untuk menganalisis pengaruh GDP riil Jerman terhadap volume
permintaan ekspor komoditi tembakau ke Jerman
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat
1. Sebagai bahan masukan pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai
pengambil keputusan untuk dapat membuat kebijakan yang tepat dalam
perekomomian
2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
perdagangan internasional serta faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
komoditas tembakau Indonesia ke negara tujuan ekspor terutama Negara
14 Jerman sehingga dapat memberikan manfaat lebih bagi para pelaku usaha
pertanian dan pihak terkait tentang kondisi perdaganan tembakau
Indonesia
3. Menambah khasanah literatur mengenai studi komoditi tembakau
Indonesia bagi pihak yang berkepentingan sehingga dapat menambah
wawasan baru bagi masyarakat
15 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Perdagangan Internasional
Permasalahan pokok yang dihadapi ekonomi internasional tidak jauh berbeda
permasalahn pokok ilmu ekonomi yaitu mengenai masalah kelangkaan produk dan
masalah pilihan produk, masalah muncul karena adanya permintaan dan kebutuhan
dan keinginan manusia yang sifatnya tidak terbatas dan penawaran atau supply dari
sumber daya yang bersifat terbatas. Permasalahan ekonomi tersebut bersifat
internasional karena dalam permintaan atau demand yang berasal dari dalam ataupun
luar negeri. Rasio ekspor dan impor terhadap pendapatan nasional semakin tinggi,
rasio tersebut akan semakin besar apabila tingkat keterbukaan perekonomian negara
bersangkutan semakin besar efek terhadap konsumsi yang berakibat dari perdagangan
internasional terbukanya pasar bebas yang menimbulkan tatanan dunia baru yang
mengakibatkan negara-negara yang berkembang secara tidak langsung tidak dapat
memperluas ekspor mereka malahan sebaliknya memerlukan barang impor.
Penyebab utama terjadinya perdagangan luar negeri adalah perbedaan
kemampuan dalam produksi. Dalam kondisi ekstrim, suatu negara tidak mampu
memproduksi barang dan harus membeli dari negara lain, secara teori perdagangan
luar negeri dapat membawa perekonomian pada suatu titik efisiensi tertinggi namun
bagi negara yang lemah dan kurang kompetitif dapat menjadi malapetaka. Dalam
16 perdagangan internasional didukung manakala kekuatan ekonomi negara-negara
didunia sudah setara, akan tetapi pada saat ini sebagian besar negara di dunia adalah
negara miskin yang belum terbiasa dengan budaya persaingan bebas, sehingga
perdagangan ekonomi bisa melahirkan ketidakadilan. Banyak negara berkembang
meragukan arah perdagangan luar negeri secara ekonomi serta munculnya tuntutan
free trade dan fair trade dalam perdagangan luar negeri. Hal ini dikarenakan negaranegara maju ternyata masih memberikan subsidi yang besar untuk pertanian dan
perternakan.
1. Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage)
Adam Smith mengemukakan teori absolute advantage dimana setiap negara
akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan
mutlak ( Hamdy Hady ; 2009).
Teori absolute advantage ini didasarkan pada asumsi pokok yaitu : (1) faktor
produksi yang digunakan hanya tenaga kerja, (2) kualitas barang yang diproduksi
kedua Negara sama, (3) pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang, dan (4)
biaya transportasi diabaikan.
Sebagai gambaran mengenai keunggulan mutlak ditunjukan pada tabel
berikut ini.
17 Tabel 2.1
Data Hipotesis Teori Absolute Advantage Dari Adam Smith
Produk Per Satuan
Tembakau Sutra
DTDN
Tenaga Kerja/Hari
Indonesia
12kg
3m
4kg = 1m
1kg = 1/4m
Cina
4kg
8m
1/2kg = 1m
1kg = 2m
Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:29)
Keterangan : DTDN = Dasar Tukar Dalam Negeri
Jika Indonesia dan Jerman melakukan perdagangan luar negeri maka
berdasarkan DTDN antara produsen teh dan sutra kedua negara itu akan menjadi
seperti berikut:
1. Di Indonesia
-
1 kg tembakau dinilai sama dengan ¼ m sutra.
-
1 m sutra dinilai sama dengan 4 kg teh.
2. Di Jerman
-
1 kg tembakau dinilai sama dengan 2 m sutra.
-
1m sutra dinilai sama dengan ½ kg teh.
Dengan spesialisasi dan mengekspor 1 kg tembakau ke jerman, Indonesia
akan dapat 2 sutra, sedangkan di dalam negeri hanya dinilai atau dapat diukur dengan
¼ sutra. Dengan demikian, melalui spesialisasi produksi dan perdagangan
internasional Indonesia akan mendapatkan keuntungan (gain from trade) sebesar 2 m
– ¼ = 1 ¾ m sutra.
18 Sebaliknya, dengan spesialisasi dan mengkspor 1m sutra ke Indonesia, jerman
akan mendapatkan 4kg tembakau, sedangkan didalam negeri hanya dinilai atau dapat
ditukarkan dengan ½ kg tembakau. Dengan demikian, melalui spesialisasi produksi
dan perdagangan internasional, Jerman akan mendapatkan keuntungan sebesar 4 kg –
½ kg = 3 ½ kg tembakau
Berdasarkan data hipotesis tersebut, maka peningkatan yang terjadi tersebut
dapat diketahui pada tabel 2.2 dibawah ini :
Tabel 2.2.
Data Hipotesis Untuk Gain From Trade Berdasarkan Teori Absolute
Advantage Dari Adam Smith
Produk Per Satuan
Tembakau
Sutra
Tenaga Kerja/Hari
Ts
Ds
Ts
Ds
Indonesia
12kg
24kg
3m
0m
Jerman
4kg
0kg
8m
16m
Produk Dua Negara
16kg
24kg
11m
16m
Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:31)
Keterangan
TS = Tanpa Spesialisasi
DS = Dengan Spesialisasi
Analisis manfaat perdagangan internasional atau gain from trade ini juga
dapat dilihat dari terjadinya peningkatan produksi dunia untuk tembakau dan sutra
setelah kedua negara melakukan spesialisasi (24 kg tembakau dan 16 m sutra)
dibandingkan dengan sebelum melakukan spesialisasi (16kg tembakau dan 11 m
sutra).
19 2. Comparative Advantage
Teori David Ricardo Comparative Advantage didasarkan pada nilai tenaga
kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu
produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk
memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage, suatu negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang ke negara lain yang memproduksi relatife lebih
efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatife kurang
tidak efisien.
Tabel 2.3
Data Hipotesis Biaya Komperatif
produksi
negara
1kg tembakau
1m kain
indonesia
3hari kerja
4hari kerja
jerman
6hari kerja
5hari kerja
Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:33)
Berdasarkan data hipotesis di atas jika di tinjau dari keunggulan mutlak atau
absolute advantage Adam Smith, maka Indonesia unggul mutlak karena labor costNya lebih efisien dibandingkan dengan Jerman, baik dalam kondisi 1kg tembakau
maupun 1m kain dengan demikian, tentunya tidak akan terjadi perdagangan antara
kedua negara jika didasarkan pada teori Adam Smith.
Sebagai contoh, Indonesia dalam memproduksi 1 kg tembakau membutuhkan
3 hari kerja, sementara Jerman membutuhkan 6 hari kerja. Sedangkan untuk
menghasilkan kain, Indonesia membutuhkan 4 hari kerja sedangkan Jerman
20 membutuhkan 5 hari kerja. Walaupun Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam
memproduksi dua barang tersebut, namun tetap dapat terjadi perdagangan yang
menguntungkan kedua Negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut
memiliki keunggulan komparatif.
Tabel 2.4
Data Perhitungan Biaya Komperatif
perhitungan Cost Comparative Advantage (labor efficiency)
Perbandingan Cost
1kg tembakau
1m kain
Indonesia/Jerman
3/6 hari kerja
4/5hari kerja
Jerman/Indonesia
3/6 hari kerja
5/4 hari kerja
Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:33)
Berdasarkan perbandingan biaya keunggulan komperatif atau efisiensi tenaga
kerja di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibandingkan
tenaga kerja Jerman dalam memproduksi 1kg tembakau (3/6 atau ½ hari kerja)
daripada memproduksi 1m kain (4/5 hari kerja) hal ini mendorong Indonesia
melakukan spesialisasi produksi dan ekspor tembakau.
Berdasarkan tabel 2.4 di atas dapat disusun perbandingan kemampuan
produksi setiap tenaga kerja pada masing-masing negara sebagai berikut.
Tabel 2.5
Data Hipotesis Gain From Trade Berdasarkan Teori Keunggulan Komparatif
Dari David Ricardo
Perbandingan Produksi / TK / HK
Dasar Tukar Dalam
Negara
Tembakau
Kain
Negeri (DTDN)
Indonesia
1/3 Kg
1/4 M
4kg = 3m 1kg = 3/4 M
4kg = 3m 4/3kg = 1m
Jerman
1/6kg
1/5m
5kg = 6m 1kg = 6/5m
5kg = 6m 5/6kg = 1kg
Sumber : data sekunder (Hady. Hamady. 2009:33)
21 Berdasarkan matriks diatas dapat dilihat sebagai berikut:
a. Bila Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor 1kg
Tembakau ke Jerman, maka akan memperoleh 6/5 m kain, sedangkan
DTDN hanya memperoleh ¾ m kain. Jadi dengan spesialisasi produksi
dan ekspor tembakau, Indonesia akan memperoleh keuntungan sebesar
9/20 m
b. Sebaliknya, bila Jerman melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
1 m kain ke Indonesia maka akan memperoleh ¾ kg tembakau, sedangkan
berdasarkan DTDN hanya memperoleh 5/6 tembakau. Jika dengan
spesialisasi produksi dan ekspor kain, Jerman akan memperoleh
keuntungan sebesar 9/18 kg
c. Keuntungan yang diperoleh masing-masing negara dari perdagangan
internasional ini merupakan gain from trade atau manfaat perdagangan
internasional karena adanya perbedaan labor efficiency atau cost
comparative advantage.
2.2.
Permintaan
Permintaan adalah berbagai jumlah barang dan jasa yang diminta pada berbagai
tingkat harga pada suatu waktu tertentu dengan asumsi (cateris paribus) komponen
komponen lain yang mempengaruhi permintaan dianggap tetap contoh : pendapatan,
selera, harga barang lain dll.
Penjelasan mengenai perilaku konsumen paling sederhana terdapat dalam
hukum permintaan. Dalam hukum permintaan dikatakan bahwa, bila harga suatu
22 barang naik, maka jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut akan
menurun (cateris paribus). Kondisi sebaliknya ,bila harga barang tersebut mengalami
penurunan, Cateris paribus berarti semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi
jumlah yang diminta dianggap tidak berubah.
Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan konsumen
berperilaku seperti yang dinyatakan oleh hukum permintaan (Boediono, 2008:17)
1. Pendekatan marginal utility : Pendekatan ini bertitik tolak pada anggapan
bahwa kepuasan setiap konsumen bisa diukur dengan uang atau dengan satuan
lain (bersifat cardinal).
2. Pendekatan indefferencce curve : Pendekatan ini tidak memerlukan adanya
anggapan bahwa kepuasan konsumen bisa diukur. Pendekatan indefferencce
curve menganggap bahwa tingkat kepuasan bisa dikatakan lebih rendah atau
tinggi tanpa mengatakan berapa lebih tinggi atau lebih rendah (bersifat
ordinal).
Keunggulan pendekatan Indefference curve dibandingkan dengan pendekatan
marginal utility adalah : (a) tidak perlunya menganggap bahwa utility konsumen
bersifat ordinal; (b) efek perubahan harga terhadap jumlah yang diminta bisa dipecah
lebih lanjut menjadi dua, yaitu efek subtitusi dan efek pendapatan; (c) dapat
menunjukkan faktor lain yang mempengaruhi permintaan konsumen akan suatu
barang.
23 Faktor yang menjelaskan perubahan jumlah barang yang diminta sebagai
akibat dari perubahan harga barang dapat dijelaskan dengan efek substitusi dan efek
pendapatan. Efek subtitusi menjelaskan bahwa ketika harga suatu barang turun, maka
konsumen akan membeli lebih banyak barang tersebut dan mengurangi pembelian
terhadap barang subtitusinya. Hal ini dilakukan konsumen agar tingkat kepuasan
yang diperoleh dapat meningkat. Sedangkan menurut efek pendapatan, perilaku
konsumen yang menambah pembelian barang yang mengalami penurunan harga
dikarenakan pendapatan riil konsumen meningkat. Dengan turunnya harga, maka
konsumen mengeluarkan uang lebih sedikit untuk membeli jumlah barang yang sama.
2.3.
Penawaran
Penawaran suatu komoditi baik barang maupun jasa merupakan jumlah
komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar
pada tingkat harga dan waktu tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa antara harga
dan jumlah yang ditawarkan ini mempunyai hubungan yang positif yaitu jika
harga naik maka jumlah komoditi yang ditawarkan semakin banyak. Adapun
sumber penawaran meliputi produksi pada waktu tertentu dan persediaan (stok)
pada waktu sebelumnya ( Lipsey, 1995:47).
Kurva Permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang dapat
menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah
barang tersebut yang diminta oleh para pembeli (Sadono Sukirno, 2005:17)
24 Kurva Permintaan adalah kurva yang dapat menggambarkan bagaimana
atau berapa jumlah barang yang diminta selama satu periode waktu tertentu akan
mengalami perubahan sebagai akibat adanya perubahan harga barang tersebut,
apabila faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan (Nopirin, 1991:77)
2.4.
Pengertian Ekspor
Penjualan ekspor adalah upaya untuk melakukan penjualan komoditi yang
kita miliki kepada bangsa lain dengan mengharapkan pembayaran dalam bentuk
valuta asing, serta melakukan komunikasi dengan bahasa asing. (Amir M.S 2008:1),
Ekspor merupakan suatu kegiatan yang banyak memberikan keuntungankeuntungan bagi para pelakunya. Adapun keuntungan tersebut antara lain :
meningkatkan laba perusahaan dan deviden negara, membuka pasar baru di luar
negeri, memanfaatkan kelebihan kapasitas dalam negeri dan membiasakan diri
bersaing dalam pasar internasional ( Lipsey, 1995:60).
Ekspor dapat meningkatkan dan menciptakan pembagian lapangan kerja dan
skala setiap produsen domestik agar mampu menghadapi persaingan dari yang lain
(Salvatore, 1997:73).
2.5.
Harga
Harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi berhubungan secara
negatif. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah permintaan
terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang, ceteris paribus. Untuk harga
25 ekspor, menyatakan bahwa suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa
untuk kebanyakan komoditi, harga yang ditawarkan berhubungan secara negatif
dengan jumlah yang diminta, atau dengan kata lain semakin besar harga
komoditi maka akan sedikit kuantitas komoditi tersebut yang diminta.
Sebaliknya, harga berhubungan secara positif dengan penawaran. Semakin
tinggi harga maka akan semakin banyak kuantitas komoditi tersebut yang
ditawarkan ( Lipsey, 1995:47).
2.6.
GDP (Gross Domestic Product)
Gross Domestic Product (GDP) merupakan pendapatan total dan
pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa. GDP merupakan
nilai dari total produksi barang dan jasa suatu negara yang dinyatakan sebagai
produksi nasional dan nilai total produksi tersebut juga menjadi pendapatan total
negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, produk nasional sama dengan
pendapatan nasional. Produk nasional atau pendapatan nasional dapat diukur
dalam bentuk pendapatan nasional bruto (PNB) atau pendapatan domestik bruto
(PDB). GDP sering dianggap sebagai cerminan kinerja ekonomi. GDP diartikan
sebagai perekonomian total dari setiap orang di dalam perekonomian (Mankiw,
2000:89).
GDP menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara,
dimana semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara semakin besar pula
kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Bagi negara
26 importir, semakin besar GDP maka akan meningkatkan impor komoditi negara
tersebut.
Peningkatan GDP merupakan peningkatan pendapatan masyarakatnya.
Peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan terhadap suatu komoditi,
pada akhirnya meningkatkan impor komoditi tersebut. Sehingga besarnya GDP yang
dimiliki negara importer akan mempengaruhi besarnya volume perdagangan.
2.7.
Penelitian Terdahulu
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaaan ekspor sepatu olah raga dan
sepatu kulit Indonesia (tahun 2002-2006). Dalam penelitian ini menggunakan data
panel untuk mengestimasi permintaan ekspor sepatu olah raga dan sepatu kulit model
yang terbaik adalah fixed effect (Zainal, 2007: iv)
Permintaan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke India dengan
menggunakan model ECM dimana variabel bebasnya terdiri dari harga CPO dunia,
harga minyak kedelai dan nilai tukar (Rp/US). Hasil analisis regresi terhadap
persamaan permintaan ekspor dengan menggunakan pendekatan ECM mengindikasi
permintaan ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia ke India tidak dapat hubungan
dalam jangka panjang yang diindikasikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari
faktor error correction model (ECM). Dalam jangka pendek permintaan ekspor
kelapa sawit dunia sebesar 2,74 indeks produksi dengan elastisitas sebesar 2,69 dan
koefisien penyesuaian yang direfleksikan dengan permintaan ekspor India tahun lalu
sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan diikuti oleh meningkatnya jumlah minyak
27 sawit yang di ekspor. Penurunan pajak ekspor sebesar 10% akan meningkatkan harga
sawit dalam negeri sebesar 14,83 % (Munadi, 2007:iv)
Analisis Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Ke Jepang Dan Amerika Serikat
Tahun
1984-2003.
menganalisis
kinerja
ekspor
serta
faktor-faktor
yang
mempengaruhi ekspor perikanan Indonesia ke Jepang dan Amerika Serikat dengan
analisis constant market share dan adaptasi model calna-falcetti. Dengan membagi
dua data time series 10 tahun ekspor perikanan, memperlihatkan bahwa ekspor
Jepang (1984-1993) mengalami kenaikkan sedangkan pada tahun (1994-2003)
mengalami penurunan kedua periode ekspor ini di dorong oleh efek pertumbuhan
pasar Jepang. Ekspor ke jepang signifkan di pengaruhi oleh pendapatan Jepang.
Harga ekspor relatife berhubungan negatife sedangkan pendapatan mitra dagang
berhubungan positif dengan permintaan ekspor (Aji, 2006:v)
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao
Indonesia Di Malaysia, Singapura dan Cina. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor yang dominan mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao
Indonesia ke tiga wilayah tersebut. Metode analisis yang digunakan adalah data panel
dengan variabel sebagai berikut : harga ekspor biji kakao Indonesia, populasi
penduduk Malaysia, Singapura dan Cina, nilai tukar mata uang negara pengimpor
terhadap US$, dan pendapatan per kapita Malaysia, Singapura dan Cina. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa permintaan ekspor biji kakao Indonesia di
Malaysia, Singapura dan Cina dari tahun ke tahun terus meningkat meskipun jumlah
28 permintaannya masih berfluktuatif. Dari hasil estimasi dengan menggunakan panel
data melaui pendekatan fixed effect diketahui bahwa dari empat variabel yang
digunakan terdapat satu variabel yang berpengaruh negatife dan tidak signifikan
terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia yaitu variabel harga ekspor. Hal ini
dikarenakan harga ekspor biji kakao Indonesia di pasar internasional lebih rendah
dibanding harga pesaing. Sehingga peningkatan harga ekspor biji kakao di Indonesia
tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia. Faktor
utama yang dominan mempengaruhi permintaan biji kakao di tiga Negara tersebut
adalah jumlah penduduk. Hal ini menunjukan bahwa selera penduduk di ketiga
Negara tersebut sangat besar terhadap coklat sehingga peningkatan jumlah penduduk
yang terus terjadi memberikan peluang Indonesia terhadap peningkatan volume
ekspor biji kakao (Yuli Widianingsih, 2009: vii).
Data dari tahun 1970-1998 dengan menggunakan persamaan model simultan,
hasil dari penelitian ini menyarankan bahwa permintaan terhadap ekspor India
meningkat ketika harga produk ekspor turun dibandingkan dengan harga produk
dunia. Dari penelitian juga dapat terlihat bahwa apresiasi terhadap nilai mata uang
India telah mempunyai pengaruh yang negatif pada tingkat yang lebih rendah
daripada negara mitra dagang dan penggunaan nilai tukar yang mengambang harus
dilakukan untuk meyakinkan bahwa peningkatan mata uang dapat dikendalikan
(Sharman, 2000: vi)
29 2.8.
KERANGKA BERFIKIR
Sehubungan dengan pemikiran ini penulis membuat kerangka berfikir yang
dapat menggambarkan ruang lingkup penelitian ini sebagaimana tergambar pada
gambar 2.1 sebagai berikut :
Tembakau Luas Lahan Tembakau (Ha) Produksi Tembakau (Ton) Harga tembakau dunia ($) GDP Riil ($) Volume Ekspor (Ton) Peningkatan Ekspor Sumber : (Thorny Samanhudi, 2009:39, Marissa Ambarinati, 2007:41 ) di modifikasi
30 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data yang dicatat secara sistematis yang berbentuk data runtut waktu
(time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data luas lahan, produksi
tembakau, harga tembakau dunia, GDP Riil Jerman dan volume ekspor tembakau
tahun 1970-2011.
3.2.
Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Arikunto, 2002:118). Penelitian ini berasal dari data sekunder yang
berasal dari publikasi resmi. Badan Pusat Statistik. Bank Indonesia. World Bank.
Departemen Pertanian dan sumber-sumber lain yang dipublikasikan serta penelitian
sebelumnya tahun data 1970-2011
3.2.1. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang timbul sebagai akibat langsung
pengaruh variabel bebas (Sandjaja dan Heriyanto 2006:85). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman yaitu kuantitas
31 ekspor tembakau Indonesia ke Jerman yang dilakukan tiap tahun dan dinyatakan
dalam ton/tahun
3.2.2. Variabel Independen
Variabel Independen adalah variabel yang diduga sebagai penyebab
timbulnya variabel lain (Sandjaja dan Heriyanto 2006:84). Variabel dalam penelitian
ini adalah :
3.3.
1
X1 yang merupakan luas lahan tembakau (Ha)
2
X2 merupakan produksi tembakau (Ton)
3
X3 merupakan harga tembakau dunia ($ US)
4
X4 merupakan GDP riil Negara Jerman ($ US)
Metode Analisis
Untuk melihat seberapa besar faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
tembakau selama kurung waktu 1971-2011 dengan menggunakan metode Ordinary
Least Square (OLS) dan Error correction Model (ECM) yang merupakan metode
yang digunakan untuk mengoreksi persamaan regesi diantara variabel-variabelnya.
Dalam penelitian menggunakan alat bantuan softwere eviews 6.
32 3.3.1. Ordinary Least Square (OLS)
Tehnik ini tidak berbeda dengan membuat regresi dengan data cross section
atau time series. Akan tetapi, untuk data panel, sebelum membuat regresi kita harus
menggabungkan data cross section dengan data time series. Kemudian data gabungan
ini diperlakukan sebagai satu kesatuan pengamatan yang digunakan untuk
mengestimasi model dengan metode OLS
Uji Asumsi klasik
1. Multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi ketika terjadi korelasi pada regresor. Istilah
multikolinearitas pada mulanya diartikan sebagai keberadaan dari hubungan
linear yang sempurna
atau tepat diantara sebagian atau seluruh variabel
penjelas dalam sebuah variabel. Saat ini, istilah multikolinearitas digunakan
dalam pengertian yang lebih luas yaitu tidak hanya menyatakan keberadaan
hubungan linear yang sempurna, akan tetapi juga hubungan linear yang tidak
sempurna (Gujarati, 2010:215).
Konsekuensi dari adanya multikolinearitas berbeda tergantung
seberapa erat hubungan linear yang terjadi pada variabel penjelas. Pada kasus
multikolinearitas sempurna, konsekuensi yang ditimbulkan adalah koefisien
regresi dari variabel independen tidak dapat ditentukan dan standard errornya tidak terhingga. Sedangkan pada kasus multikolinearitas yang kurang
33 sempurna, konsekuwensi dari adanya multikolinearitas adalah koefisien
regresi memiliki standard error yang besar (dalam kaitannya dengan
koefisien regresi itu sendiri) sehingga koefisien-koefisien tidak dapat
diestimasi dengan tingkat keakuratan yang tinggi. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa meskipun terjadi multikolinearitas (kurang sempurna) estimator regresi
yang dihasilkan masih merupakan estimator yang terbaik, linear, dan tidak
bias (best linear unbiased estimator- BLUE). Meskipun demikian, varians dan
kovarians yang dihasilkan akan besar. Hal inilah yang membuat estimasi yang
akurat sulit diperoleh. Konsekuensi lain dari varians dan kovarians yang besar
adalah : interval kepercayaan cenderung lebar, satu atau lebih variabel
penjelas tidak signifikan akan tetapi memiliki R2 yang sangat tinggi, dan
estimator OLS dan standard error-nya dapat bersifat sensitif terhadap
perubahan kecil pada data (Gujarati, 2010:216).
Deteksi multikolinearitas yang dilakukan merupakan pendeteksian
terhadap derajat multikolinearitas yang terjadi seperti yang disarankan oleh
Kmenta dalam (Gujarati, 2010:216). Deteksi multikolienearitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat koefisien korelasi
diantara masing-masing variabel bebas pada matriks korelasi. Ketentuan yang
digunakan adalah bahwa multikolinearitas dianggap menjadi masalah atau
memiliki dampak yang serius terhadap model jika koefisien korelasi diantara
masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0.8.
34 2. Heterokedastisitas
Pada model OLS, untuk menghasilkan estimator yang BLUE maka
diasumsikan bahwa model memiliki varian yang kostan atau Var (ei) = σ2.
Suatu model dikatakan memiliki masalah heterokedastisitas jika variabel
gangguan memiliki varian yang konstan. Konsekuensi dari adanya masalah
heterokedastisitas adalah estimator β1 yang kita dapatkan akan mempunyai
varian yang tidak minimum. Meskipun estimator metode OLS masih linear
dan tidak bias, varian yang tidak minimum akan membuat perhitungan
standard error metode OLS tidak bisa lagi dipercaya kebenarannya. Hal ini
menyebabkan interval estimasi maupun uji hipotesis yang didasarkan pada
distribusi t maupun F tidak lagi bisa dipercaya untuk mengevaluasi hasil
regresi.
Masalah heterokedastisitas mengandung konsekuensi serius pada
estimator OLS. Karena tidak lagi BLUE. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mendeteksi adanya masalah heterokedastisitas. Ada berbagai metode
yang dikembangkan untuk mendeteksi masalah heterokedastisitas Seperti Uji
Park, Uji Glejser, Uji Korelasi Spearman, Uji Goldfeld-Quandt, Uji Breusch
Pagan, dan Uji White. Metode yang digunakan untuk mendeteksi masalah
heterokedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan Uji White. Keunggulan
Uji White adalah tidak diperlukannya asumsi normalitas pada variabel
gangguan.seperti pada metode Breusch-Pagan.
35 3. Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi antar variabel gangguan satu
observasi dengan observasi lainnya yang berlainan waktu. Dalam kaitannya
dengan metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel
gangguan dengan variabel gangguan yang lain. Sedangkan salah satu asumsi
penting metode OLS berkaitan dengan variabel gangguan adalah tidak adanya
hubungan antara variabel gangguan satu dengan variabel gangguan lainnya.
Autokorelasi sering ditemukan dalam data time series. Hal ini dikarenakan
suatu gejolak ekonomi (shock) tidak hanya akan berpengaruh pada periode
tersebut, tetapi juga periode-periode berikutnya. Begitu juga dengan kebijakan
pemerintah yang dilakukan akan memerlukan periode waktu untuk
mempengaruhi sistem ekonomi.
Konsekuensi adanya masalah autokorelasi adalah estimator OLS tidak
mempunyai varian yang minimum meskipun estimator OLS masih linear dan
tidak bias. Sama seperti masalah heterokedastisitas, jika varian tidak
minimum maka akan membuat perhitungan standard error metode OLS tidak
bias lagi dipercaya kebenarannya. Hal ini menyebabkan interval estimasi
maupun uji hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak lagi
bisa dipercaya untuk mengevaluasi hasil regresi.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah
autokorelasi adalah metode Durbin-Watson, dan Breusch-Godfrey. Pada
36 penelitian ini, deteksi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Uji
Breusch-Godfrey. Hal ini dikarenakan metode Breusch-Godfrey dianggap
merupakan pengembangan dari Uji Durbin Watson yang memiliki beberapa
kelemahan seperti : Pertama, Uji Durbin Watson hanya berlaku jika variabel
independen bersifat random atau stokastik. Artinya jika kita memasukan
variabel independen yang bersifat non stokastik seperti lag dari variabel
dependen sebagai maka Uji Durbin Watson tidak bisa digunakan. Kedua, uji
durbin Watson hanya berlaku jika hubungan autokorelasi antar residual dalam
order pertama atau autoregresif order pertama disingkat AR (1). Uji ini tidak
bisa digunakan untuk model autoregressif yang lebih tinggi seperti AR(2), AR
(3) dan seterusnya. Ketiga, model durbin Watson juga tidak bisa digunakan
dalam kasus rata-rata bergerak dari residual yang lebih tinggi.
3.3.2. Dekteksi stasioneritas : Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Stasioneritas merupakan salah satu prasyarat penting dalam
model ekonometrika untuk data runtut waktu (time series). Data stasioner
adalah data yang menunjukkan mean, varians dan autovarians (pada variasi
lag) tetap sama pada waktu kapan saja data itu dibentuk atau dipakai, artinya
dengan data yang stasioner model time series dapat dikatakan lebih stabil.
Apabila data yang digunakan dalam model ada yang tidak stasioner,
maka data tersebut dipertimbangkan kembali validitas dan kestabilannya,
karena hasil regresi yang berasal dari data yang tidak stasioner akan
37 menyebabkan spurious regression. Spurious regression adalah regresi yang
memiliki R2 yang tinggi, namun tidak ada hubungan yang berarti dari
keduanya.
Salah satu konsep formal yang dipakai untuk mengetahui
stasioneritas data adalah melalui uji akar unit (unit root test). Uji ini
merupakan pengujian yang populer, dikembangkan oleh David Dickey dan
Wayne Fuller dengan sebutan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Jika
suatu data time series tidak stasioner pada orde nol, I(0), maka stasioneritas
data tersebut bisa dicari melalui order berikutnya sehingga diperoleh tingkat
stasioneritas pada order ke-n (first difference atau I(1), atau second difference
atau I(2), dan seterusnya
3.3.3. Uji Kointegrasi (Cointegration Approach)
Setelah dapat diketahui stasioner atau tidak sebuah data., maka harus
dicari pada tingkat berapa data tersebut stasioner. Ketika salah satu data
stasioner pada tingkat tertentu, maka variabel lain dalam model harus
stasioner pada tingkat tersebut. Secara umum bisa dikatakan bahwa jika data
time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level, tetapi menjadi
stasioner pada diferensiasi (difference) yang sama yaitu Y adalah I(d) dan X
adalah I(d) dimana d tingkat diferensiasi yang sama maka kedua data adalah
terkointegrasi. Dengan kata lain uji kointegrasi hanya bisa dilakukan ketika
data yang digunakan dalam penelitian berintegrasi pada derajat yang sama.
38 Beberapa metode yang dikembangkan untuk menguji kointegrasi seperti : uji
kointegrasi dari Engle-Granger (EG), uji cointegrating regression Durbin
Watson (CRDW), dan uji kointegrasi yang dikembangkan oleh Johansen.
Uji kointegrasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah Uji
Johansaen. Kelebihan uji johansen adalah dapat digunakan untuk menentukan
kointegrasi sejumlah vector. Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji
likelihood ratio (LR). Jika nilai hitung LR lebih besar dari nilai nilai kritis LR
maka kita menerima adanya kointegrasi sejumlah variabel. Sebaliknya jika
nilai hitung LR lebih kecil dari nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi.
3.3.4. Error Correction Model (ECM)
Error Correction Model (ECM) pertama kali diperkenalkan oleh
Sargan dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Hendry dan akhirnya
dipopulerkan oleh Engle Granger. ECM merupakan model yang tepat untuk
mengatasi masalah data yang tidak stasioner yang sering dijumpai dalam data
time series. Hal ini penting agar hasil regresi tidak meragukan atau disebut
regresi lancung (spurious regression). Selain itu, masalah
perbedaan
kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang
dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode
selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga
penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Thomas, 1997:150).
39 Thomas dalam Mardianti (2005) mengatakan bahwa Error Correction Model
(ECM) lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan
hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara proporsi
disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya, sehingga tidak
ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang.
Munculnya ketidak seimbangan (disequilibrium Error) itu sendiri terjadi karena dua
hal. Pertama, kesalahan membuat definisi variabel dan cara mengukurnya. Ketiga
kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia dalam input data.
ECM merupakan salah satu medel dinamik yang diterapkan secara luas dalam
analisis ekonomi. Konsep mengenai ECM pertama kali diperkenalkan oleh sargan
dan gujarati pada tahun 1964 (Mardianti, 2005:371). Model ini bertujuan untuk
mengatasi masalah permasalahan data time series yang tidak stasioner dan regresi
palsu
Dalam penggunaan ECM mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai berikut
(Thomas 2005:165)
1. Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data
time series yang non stasioner dan regresi yang palsu (spurious regression)
2. Model
dengan
variabel-variabel
mengeliminasi tred dari variabel
40 dalam
bentuk
first
difference
3. ECM dapat diestimasi dengan menggunakan metode OLS(ordinary least
sqyuare)
4. Membantu mengatasi masalah pengolahan data lanjutan seperti masalah
multikolineritas antar data menyebabkan standar error yang sanagat besar,
5. Membedakan dengan jelas antara parameter jangka panjang sehingga
sangat ideal untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis,
6. Jika terdapat variabel yang tidak nyata, pengeliminasian variabel tersebut
dapat dilakukan sehingga efisiensi estimasi.
Kelebihan dari ECM adalah sebuah komponen dan informasi pada tingkat
variabel telah dimasukan dalam model, memasukan semua bentuk kesalahan untuk
dikoreksi yaitu dengan cara mendaur ulang error yang tebentuk pada periode
sebelumnya, menghindari terjadinya trend dan regresi palsu (spurious regression).
Selain itu dalam pendekatan ECM sifatnya statistic yang diinginkan dari model akan
memberikan makna lebih sederhana artinya model ECMmampu memberikan makna
lebih luas dari estimasi model ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel
independen terhadap dependen dalam hubungan jangka panjang (Enders, 2004-362)
41 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
4.1.1. Luas Lahan Tembakau
Tembakau di Indonesia diproduksi oleh perkebunan besar negara dan
perkebunan rakyat. Selama kurun waktu 4 tahun luas areal tembakau yang dimiliki
oleh perkebunan besar negara 5.298 Ha dan perkebunan rakyat 202.121 Ha. Untuk
dapat melihat luas areal tembakau di Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1.
Luas Areal Tembakau di Indonesia Menurut Status Pengusahaan
(Tahun 2008-2011)
PBS
PBN
PR
total luas
Tahun
(Hektar)
(Hektar)
(Hektar)
lahan (Ha)
2008
4.565
192.062
196.627
2009
4.226
200.224
204.450
2010
4.226
189.690
193.916
2011*
5.298
202.121
207.419
Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id
*) angka sementara
Tabel 4.1 menunjukan bahwa tahun 2008 hingga 2011 luas areal tembakau
mengalami kenaikan sebesar 3,6% dari 196.627 Ha, menjadi 207.419 Ha pada tahun
2011. Kenaikan luas areal tembakau di Indonesia dari tahun 2008-2011 didominasi
oleh kenaikan luas areal tembakau milik perkebunan rakyat yang disebabkan karena
keinginan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena beralih fungsinya luas
areal hutan menjadi lahan penanaman tembakau yang terbilang lebih menjanjikan.
42 Peningkatan luas areal tembakau Indonesia dari tahun 2008-2011 tidak lepas dari
adanya program yang dilakukan pemerintah dengan tujuan agar Indonesia dapat
menjadi negara eksportir tembakau terbesar pada tahun 2015.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk
penanaman tembakau, sebagian besar di wilayah Jawa Timur dan NTB (anwar,
2006:2). Luas areal perkebunan tembakau tahun 2011 tercatat mencapai kurang lebih
207.419 Ha yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.
4.1.2. Produktivitas Tembakau
Produksi tembakau di Indonesia mencapai 130,242 ribu ton, 97% diantaranya
diproduksi perkebunan rakyat dan 3% diproduksi perkebunan besar negara, untuk
melihat perkembangan produktivitas dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Perkembangan Produktivitas Tembakau Indonesia Tahun 2007-2011
Produktivitas (Ton/Ha)
Tahun
Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Negara
2007
2008
2009
2010*
2011**
rata-rata
0,97
0,98
0,97
0,96
0,97
0,97
0,03
0,02
0,03
0,04
0,03
0,03
Sumber ditjen, perkebunan
Keterangan :
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
43 Perkebunan tembakau terbesar di Indonesia merupakan perkebunan milik
rakyat, kemudian disusul oleh perkebunan besar negara. Produktivitas tembakau
Indonesia sendiri didominasi oleh 4 provinsi dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3
Sentra Produksi Tembakau Perkebunan Rakyat di Indonesia,
(Tahun 2006-2011)
No
Provinsi
1
2
3
4
5
Jawa Timur
Ntb
Jawa Tengah
Jawa Barat
Lainnya
Indonesia
2006
81,887
31,590
18,440
5,749
8,599
146,265
2007
78,343
42,793
29,679
6,396
7,640
164,851
Produksi (Ton)
2008
2009
77,852
79,469
51,006
57,232
25,329
25,418
6,769
6,772
7,081
8,046
168,037 176,937
2010
53.228
38,894
26,530
7,658
7,560
80,695
2011*
78,635
17,589
23,748
2,218
8,052
130,242
RataRata
Share
(%)
78,578
32,547
24,663
5,784
7,984
149,556
48,30
28,03
14,86
4,09
4,95
Sumber: Ditjen Perkebunan
*) Angka Sementara
Tabel 4.3 menunjukan bahwa produktivitas tembakau Indonesia dari tahun
2006-2011 memiliki kecenderungan meningkat dengan peningkatan sebesar 4,8%
peningkatan terjadi karena pemerintah mulai menggunakan bibit unggul dalam
pengembangan tembakau tetapi produktivitas masih tergolong rendah mengingat luas
areal tembakau Indonesia terluas di miliki oleh rakyat. Kondisi tersebut terjadi karena
sebagian besar tanaman masih menggunakan biji tembakau tanpa pemeliharaan yang
baik, dan tingginya proporsi areal tembakau yang sudah tidak produktif serta
teknologi pengolahanpun masih tergolong tradisional (ratnawati, 2011:67). Namun
apabila dilihat secara periodik, produktivitas tembakau mengalami kenaikan pada
tahun 2009.
44 Produktivitas tembakau Indonesia paling rendah pada tahun 2010 karena
dimana rata-rata produktivitas perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara
mengalami penurunan hampir setengah. Produktivitas hal ini dikarenakan
keterbatasan modal baik untuk membeli bibit unggul maupun saran produksi lain
seperti herbisida dan pupuk. Selain itu ketersediaan sarana produksi pertanian
tersebut di tingkat petani juga mengalami terbatas. Bahan tanam tembakau unggul
yang terjamin mutunya hanya tersedia dibalai penelitian atau para penakar benih
binaan melalui sistem waralaba di sentra-sentra pembibitan yang juga masih sangat
terbatas jumlahnya.
4.1.3. Harga tembakau
Pada tahun 2005-2011 perkembangan harga tembakau di dunia cenderung
mengalami peningkatan harga tembakau dimulai harga $ 2,790 per kg pada tahun
2005 dan terus meningkat pada harga tembakau pada tahun 2011 menjadi sebesar
$4,485 per kg dan rata-rata laju pertumbuhannya sebesar 0,77% Perkembangan dapat
dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Perkembangan Harga Konsumen Tembakau Dunia
Tahun 2005-2011
Tahun Harga Dunia $ Kenaikan Harga %
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2,790
2,969
3,315
3,589
4,235
4,333
4,485
0,69
1,34
1,06
2,51
0,38
0,5
45 Sumber :databank.worldbank
Pada tabel 4.4 menunjukan bahwa pergerakan harga tembakau memiliki
kecenderungan yang terus meningkat. Harga tembakau dunia dari tahun 2005-2011
terus merangkak naik dengan harga tertinggi pada tahun 2011 sebesar 4,485$ per ton.
Kenaikan
harga
tembakau
didunia
dikarenakan
negara-negara
pengimpor
perekonomiannya sedang berkembang atau meningkat dan mendorong harga
komoditas secara tidak langsung meningkat.
4.2.
Analisis Regresi
Pada bab ini akan disajikan hasil estimasi berdasarkan metode penelitian
yang telah dibahas pada bab sebelumnya, dan pembahasan analisis hasil estimasi
tersebut. Pembahasan dilakukan secara sistematis mulai dari pengujian
stasioneritas data, pengujian derajat integrasi, pengujian kointegrasi hingga
pengujian Error Correction Model berikut interpretasinya
4.2.1. Pemilihan Model
Berdasarkan model yang dirumuskan yaitu model linier berganda dengan
metode Ordinary Least Square (OLS), maka pada bagian ini disajikan nilai-nilai dan
hasil pendugaan model secara keseluruhan yaitu koefisien determinasi (R2), uji F, uji t
statistic, uji multikolinier, dan korelasi. Selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai
implikasi ekonomi dari tanda dan besaran parameter dugaan serta nilai-nilai
elastisitas yang relevan untuk setiap persamaan dalam model.
Pada penelitian ini model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
tembakau Indonesia ke Jerman dimodifikasi menjadi bentuk logaritma natural
46 logaritma natural menghasilkan estimasi nilai koefisian determinasi 0.649905 (R2)
yang jauh lebih baik, daripada nilai koefisien determinasi 0.580137 (R2) yang
dihasilkan pada bentuk model persamaan linier biasa yang telah dilakukan uji MWD,
selain itu transformasi model tersebut meniadakan heteroskedastisitas pada model
bisa di lihat pada lampiran.
Pada umumnya hasil model ekspor tembakau Indonesia baik, dimana
memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 64,9% untuk persamaan ekspor
Indonesia ke Jerman. Nilai R2 sebesar 64,9 % pada model persamaan produksi beras
Indonesia menjelaskan bahwa kemampuan variabel eksogen dalam menjelaskan
variabel endogennya sebesar 64,9 % dan sisanya sebesar 35,1 % dijelaskan oleh
variabel eksogen di luar model dapat dijelaskan pada tabel 4.5 .
Tabel 4.5.
Hasil Regresi OLS
variabel
koefisien
t-statistic
prob
C
-4.095.494 -3.742.140 0.0006
LOGLUAS
-0.825595 -1.825.961 0.0762
LOGPRODUKSI
0.265648 0.767649 0.4477
LOGHARGA
0.784236 2.167.930 0.0369
LOGGDP
1.465.788 4.161.038 0.0002
R-squared
0.649066
0.610073
Adjusted R-squared
Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah
Pengaruh variabel independen tersebut dapat ditunjukan oleh persamaan
regresi berganda sebagai berikut:
Expt = β0 + β1 LLt + β2 Prt + β3 Ht + β4 GDPt
47 Dimana
Expt = Volume Ekspor Tembakau pada periode t
= Luas Lahan Tembakau pada periode t
LL
Pr
= Produksi Tembakau pada periode t
H
= Harga Tembakau Dunia pada periode t
GDP = Gross Domestik Production Jerman pada periode t
LogExpt = -40.95494 -0.825595 Log LLt + 0.265648 Log Prt + 0.784236 Log
Ht + 1.465788 Log GDPt
Pengujian parameter secara keseluruhan untuk faktor yang mempengaruhi
ekspor tembakau Indonesia ke Jerman, dimaksudkan untuk melihat pengaruh
bersama-sama antar variabel bebas (variabel eksogen) dengan variabel bebas
(endogen). Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai P value pada Analisis
Of Variance yaitu sebesar 0,000 yang menunjukan bahwa variabel -variabel penjelas
yang ada di dalam model berpengaruh nyata pada taraf sebesar 10% secara bersamasama terhadap volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman. Hal ini menunjukan
bahwa variasi peubah-peubah eksogen dalam persamaan tersebut secara bersamasama dapat menjelaskan dengan baik variasi pengubah endogennya.
4.2.2. Uji Multikolinieritas
Hasil uji multikolinearitas, diperoleh hasil seperti yang terdapat pada
lampiran. Bila dilihat satu persatu nilai koefisien korelasi antar variabel. Ada
beberapa variabel yang nilainya tinggi yaitu GDP dan produksi tembakau. Nilai yang
tinggi ini disebabkan karena harga dari ketiga variabel ini tidak berbeda jauh satu
dengan yang lainnya dapat dilihat pada tabel 4.6 .
48 Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolinieritas
LOGEKSPOR LOGLUAS LOGPRODUKSI LOGHARGA
1,000000
0,088417
0,538066
0,088417
1,000000
0,713455
0,538066
0,713455
1,000000
-0,077245
-0,182554
-0,305304
0,745978
0,364924
0,794041
Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah
LOGEKSPOR
LOGLUAS
LOGPRODUKSI
LOGHARGA
LOGGDP
-0,077245
-0,182554
-0,305304
1,000000
-0,385691
LOGGDP
0,745978
0,364924
0,794041
0,385691
1,000000
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa tidak ada masalah multikollinieritas
dalam persamaan regresi berganda. Hal ini dikarenakan nilai matriks korelasi dari
semua variabel adalah kurang dari 0,8. Tapi bila dilihat secara umum, semua variabel
ini tidak jauh satu dengan yang lainnya. Tapi bila dilihat secara umum, semua
variabel independen memiliki nilai koefisien korelasi yang rendah sehingga dapat
disimpulkan data tersebut bebas dari unsur multikolinearitas.
4.2.3. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah residual berdistribusi
normal atau tidak. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat
dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Bera yang dilakukan pada variabel
volume ekspor persamaan regresinya, diperoleh probabilitas sebesar 0,85 tabel 4.7.
Sesuai dengan kriteria pengambilan keputusan yang telah ditetapkan, maka data
berdistribusi normal karena probabilitiy yang lebih besar dari α (10%) di tunjukan
pada tabel 4.7
49 Tabel 4.7
Hasil Uji Normalitas
12
Series: Residuals
Sample 1971 2011
Observations 41
10
8
6
4
2
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
5.68e-15
0.016901
0.670285
-0.548444
0.267174
0.190573
3.197690
Jarque-Bera
Probability
0.314936
0.854304
0
-0.6
-0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
0.6
Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah
4.2.4. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan masalah regresi yang faktor gangguan tidak
memiliki varian yang sama atau variannya tidak konstan. Hal ini akan memunculkan
berbagai permasalahan yaitu penaksiran OLS yang bias, varian dari koefisien OLS
akan salah. Dalam penelitian ini menggunakan denan uji White Heteroscedasticity.
Hasil yang pdiperhatikan dari uji ini adalah nilai F dan Obs* R-squared. Jika nilai
Obs* R-squared lebih kecil dari X2 tabel, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Demikian juga sebaliknya setelah melakukan uji White, diperoleh nilai probabilitas
dari Obs* R-squared sebesar 0,44 dapat dilihat di tabel 4.8
50 Tabel 4.8
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji White Test
F-statistic
Obs*R-squared
Prob. Chi-Square(14)
0.963978
1.400.971
0.449
Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah
Sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, karena nilai probabilitas
lebih besar dari 10% maka data terbebas dari masalah heteroskedastisitas (0,44 > 0,1)
maka dengan tingkat keyakinan 90% tidak adanya heterokedastisitas
4.2.5. Uji Autokorelasi
Autokorelasi menunjukan adanya korelasi antar anggota serangkaian
observasi. Jika model mempunyai korelasi, parameter yang diestimasi menjadi bias
dan variasinya tidak lagi minimum dan model menjadi tidak efisien. Dalam penelitian
ini, untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam model digunakan uji
Lagrange-Multipler (LM). Prosedur pengujian LM adalah jika nilai Obs* R-squared
lebih kecil dari nilai λ2 tabel maka model dapat dikatakan tidak mengandung
autokorelasi. Selain itu juga dapat dilihat dari nilai probabilitas chi-squares (λ2), jika
nilai probabilitas λ2 lebih besar dari nilai α yang dipilih maka berarti tidak ada
masalah autokorelasi. Untuk menguji apakah persamaan regresi yang dibuat bebas
autokorelasi, dapat dilihat dari nilai di Durbin Watson dapat dilihat pada tabel 4.9
51 Tabel 4.9
Hasil Uji Autokorelasi
Uji Breusch-Godfrey test
F-statistic
1.450.838
Obs*R-squared
2.427.103
Prob. F(18,18)
0.2188
Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah
Pada tabel dimana jika nilai probabilitas dari Obs* R-square melebihi tingkat
kepercayaan, maka tidak adanya masalah autokorelasi yaitu uji Lagrange-Multiplier
sebesar 0,2188 atau lebih besar dari 10 % (lampiran). Sesuai dengan kreteria
pengambil keputusan, apabila nilai probabilitas dari Obs* R-squared lebih besar dari
10% maka persamaan regresi yang dihasilkan bebas dari autokorelasi.
4.3. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Untuk menguji perilaku data melalui uji akar unit dalam penelitian ini
menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller (ADF). Uji ADF digunakan untuk
mengetahui stasioner data pada tingkat level. Pengujian uji Unit Root Test digunakan
apakah data yang digunakan dalam penelitian ini ditemukan stasioner atau tidaknya.
Pada pengujian tingkat level nilai probabilitasnya lebih besar dari α 10% dimana
variabel yang tidak stasioner pada tingkat level. Maka stasioneritas data tersebut bisa
dicari melalui tahapan ke 2 pengujian pada tingkat 1st difference pada intercept,
semua variabel ekspor tembakau Indonesia ke Jerman telah stasioner di tingkat 1st
difference pada intercept pada α = 10% pada tabel 4.10.
52 intercept
trend and
ekspor
intercept
none
intercept
trend and
luas
intercept
none
intercept
trend and
produksi
intercept
none
intercept
trend and
harga
intercept
none
intercept
trend and
gdp
intercept
none
Tabel 4.10
Hasil Uji Unit Root Test
1st
level
difference
0,7838 0,0000
2nd difference
0,0000
0,4216
0,9205
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0001
0,7372
0,0051
0,0004
0,0000
0,0000
0,0001
0,0000
0,0000
0,0000
0,9181
0,0019
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0006
0,6164
0,3556
0,0000
0,0000
0,0001
0,0000
0,0000
0,0000
0,7445
1,0000
0,0005
0,0016
0,0001
0,0000
Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah
4.4. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi merupakan lanjutan dari akar unit dan derajat integrasi. Uji
kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui perilaku data dalam jangka panjang antar
variabel terkait apakah berkointegrasi atau tidak seperti yang dikehendaki oleh teori
ekonomi. Uji kointegrasi dilakukan untuk menguji integrasi keseimbangan jangka
panjang hubungan antar variabel. Syarat untuk melakukan uji kointegrasi ini terlebih
dahulu harus diyakini bahwa variabel-variabel yang terkait dalam penelitian telah
derajat integrasi yang sama.
53 Untuk menguji kointegrasi antar variabel-variabel yang ada dalam penelitian
ini, digunakan metode residual based test. Metode ini dilakukan dengan memakai uji
statistik ADF, yaitu dengan melihat residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak.
Syaratnya untuk melanjutkan tahap berikutnya yaitu dengan metode Error Correction
Model residual harus stasioner pada tingkat 1st difference. Setelah mengetahui bahwa
data tidak stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan indentifikasi apakah
data terkointegrasi. Untuk itu diperlukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan
untuk memberikan indikasi awal bahwa model yang digunakan memiliki hubungan
jangka panjang (cointegration relation) dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11
Hasil Uji Kointegrasi
1st difference
prob
ekspor
luas
produksi
harga
gdp
intercept
intercept
intercept
intercept
intercept
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0001
Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah
Hasil uji kointegrasi didapatkan dengan membentuk residual yang diperloleh
dengan cara meregresikan variabel independen terhadap variabel dependen secara
OLS. Residual tersebut harus stasioner pada tingkat 1st difference untuk dapat
dikatakan memiliki kointegrasi. Setelah melakukan uji DF untuk menguji residual
yang dihasilkan, didapatkan bahwa residual telah stasioner yang dapat dilihat dari
nilai t-statistik yang signifikan pada α sebesar 10%.
54 4.5. Error Correction Model (ECM)
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan error
correction model (ECM), yaitu teknik untuk mengoreksi ketidak seimbangan jangka
pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang. Error correction model
digunakan untuk mengestimasi model ekspor (jangka pendek). Salah satu cara
mengidentifikasi hubungan di antara variabel yang bersifat non-stasionary adalah
dengan melakukan pemodelan koreksi kesalahan. Dengan syarat bahwa pada
sekelompok variabel non-stationary terdapat suatu kointegrasi, maka pemodelan
koreksi kesalahan adalah valid. Syarat ini dinyatakan dalam teorema reprentasi
Engle-Granger (1987).
Bagian ini akan membahas suatu bentuk sederhana dari model koreksi
kesalahan, yaitu model koreksi kesalahan persamaan tunggal (single equation error
correction model). Model ini digunakan jika kita dapat mengidentifikasi dengan baik
bentuk hubungan kointegrasi yang ada pada sekelompok variabel. Hasil regresi
adalah sebagai berikut.
Tabel 4.12
Hasil Estimasi Regresi Jangka Pendek
variabel
Koefisien t-statistic
Prob
D(LOGLUAS)
-0.10619
-0.45309
0.6534
D(LOGPRODUKSI)
-0.1844 -1.191.079
0.2419
D(LOGHARGA)
0.599116 2.175.496
0.0366
D(LOGGDP)
0.622161
0.388629
0.7
RESID04
-0.38132 -2.745.714
0.0096
C
0.034485
0.785169
0.4378
55 R-squared
Adjusted R-squared
0.363962
0.270427
Sumber : data sekunder tahun 1970-2011 diolah
Adapun persamaan yang diperoleh dari uji ECM adalah :
Expt = β0 + β1 DLLt + β2 DPrt + β3 DHt + β4 DGDPt + ETC(-1)
Expt = 0.034485 - 0.106186 DLLt - 0.184404 DPrt + 0.599116 DHt + 0.622161
DGDPt - 0.381324 ETC(-1)
Model ECM Engle-Granger ini dikatakan valid jika tanda koefisien koreksi
kesalahan ini bertanda negatif dan signifikan secara statistik. Berdasarkan pada hasil
estimasi dengan menggunakan metode Error Correction Model diperoleh nilai ECT
(Error Correction Trem) dengan tanda negatif yaitu nilainya sebesar -0.38.
Jangka panjang merupakan suatu periode yang memungkinkan untuk
mengadakan penyesuaian penuh untuk setiap perubahan yang timbul, sehingga dapat
menunjukan sejauh mana perubahan pada variabel independen menyesuaikan secara
penuh variabel dependen hasil regresinya adalah sebagai berikut.
Tabel 4.13
Hasil Estimasi Regresi Jangka Panjang
variabel
koefisien
t-statistic
prob
LOGLUAS
-0.825595
-1.825.961
0.0762
LOGPRODUKSI
0.265648
0.767649
0.4477
LOGHARGA
0.784236
2.167.930
0.0369
LOGGDP
1.465.788
4.161.038
0.0002
C
-4.095.494
-3.742.140
0.0006
R-squared
0.649066
56 Adjusted R-squared
0.610073
Adapun persamaan yang diperoleh dari model ECM adalah :
Expt = β0 + β1 DLLt + β2 DPrt + β3 DHt + β4 DGDPt + E
Expt =
-40.95494β0 -0.825595β1
DLLt +
0.265648β2
DPrt +
0.784236β3
DHt +
1.465788β4
DGDPt + E
Persamaan di atas merupakan model dinamik Expt untuk jangka pendek, dimana
variabel Ekspor tidak hanya dipengaruhi oleh DLLt, DPrt, DHt, dan DGDPt tetapi juga
dipengaruhi oleh variabel error term et kelihatan disini nilai koefisien et signifikan
untuk ditempatkan dalam model sebagai koreksi jangka pendek untuk mencapai
keseimbangan jangka panjang. Oleh karena itu dalam ECM variabel et sering
dikatakan pula sebagai faktor kelambanan, yang memiliki nilai lebih kecil dari nol, et
< 0. Pada model ini nilai koefisien et mencapai
-0.381324,
yang menandakan bahwa
nilai ekspor berada diatas nilai jangka panjangnya.
Tanda-tanda koefisien variabel sesuai dengan yang diharapkan sesuai dengan
teori. Luas lahan berpengaruh negatif terhadap ekspor tembakau Indonesia, dan
signifikan secara statisik pada α sebesar 10%. Hal ini sejalan dengan teori dalam ilmu
ekonomi yang menyatakan bahwa luas lahan dalam proses produksinya bisa
dioptimalkan untuk meningkatkan produksi, tanah yang ada saat ini apakah mampu
untuk peningkatan produksinya atau tidak, kalau tidak maka hal yang diperlukan
adalah membuka lahan baru untuk peningkatan produksinya.
57 Berdasarkan hasil pengelolaan data dengan metode Error Correction Model
didapatkan nilai F-hitung sebesar 16,64582 dengan df – (41), α – 10% sebesar 1,303.
Hal ini menunjukan bahwa F-hitung lebih besar dari F-tabel maka keputusannya
adalah signifikan. Sehingga hasil dari uji F dapat disimpulkan bahwa variabel luas,
produksi harga dan GDP berpengaruh secara bersama-sama terhadap ekspor
tembakau Indonesia ke Jerman tahun 1971-2011.
4.6. Pembahasan
Model ECM mampu menjelaskan perilaku dinamis jangka pendek dan
jangka panjang. Untuk jangka pendek dapat dilihat dari nilai estimasi Error
Correction Model, sedangkan jangka panjang dilihat dari nilai estimasi Ordinary
Least Square.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan model Error
Correction Model, diperoleh nilai koefisien sebesar 0,034 sedangkan pada Ordinary
Least Square diperoleh nilai koefisien konstanta sebesar -40,954, yang berarti
apabila variabel independen seperti luas lahan, produksi tembakau, harga tembakau,
dan GDP diasumsikan sama dengan nol, maka volume ekspor sebesar -40,954 jika
salah satu variabel independen mengalami kenaikan 1 unit maka akan
mengakibatkan perubahan volume ekspor. Sedangkan model ECM mampu
menjelaskan perilaku dinamis jangka pendek dan jangka panjang.
58 4.6.1. Pengaruh Luas Lahan Terhadap Ekspor Tembakau Indonesia Ke
Jerman
Hasil dalam estimasi Error Correction Model (ECM) variabel luas lahan
berpengaruh negatif dan tidak signifikan dilihat dari nilai koefisien -0,106 dengan α
sebesar 10% dalam jangka pendek yang bernilai negatif mempunyai pengaruh
terhadap ekspor. Sedangkan jangka panjang variabel luas lahan mempunyai pengaruh
negatif dan signifikan terhadap perubahan ekspor dilihat dari nilai koefisien sebesar
-0,8255 dengan α sebesar 10% dalam jangka panjang hal ini dapat diartikan apabila
terjadi perubahan pada luas lahan sebesar 1% maka akan terjadi perubahan volume
ekspor tembakau Indonesia ke Jerman sebesar 0,8255% dengan arah yang berlawanan
pada tingkat kepercayaan 64% α sebesar 10%. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa penggunaan tanah terus menerus tanpa adanya variasi dalam
proses penanaman akan mengakibatkan kesuburan tanah berkurang.
4.6.2. Pengaruh Produksi Terhadap Ekspor Tembakau Indonesia Ke
Jerman
Hasil dalam estimasi Error Correction Model (ECM) variabel produksi
berpengaruh negatif dan tidak signifikan dilihat dari nilai koefisien sebesar -0,184
dengan α sebesar 10% dalam jangka pendek yang bernilai negatif mempunyai
pengaruh terhadap ekspor. Sedangkan jangka panjang variabel produksi mempunyai
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perubahan ekspor dengan nilai
koefisien sebesar 0,2656 dengan α sebesar 10% maka akan terjadi perubahan volume
59 ekspor tembakau Indonesia ke Jerman sebesar 0,2656% dengan arah yang sama pada
tingkat kepercayaan 64% α sebesar 10%. Artinya dampak perubahan produksi
tembakau terhadap volume ekspor Indonesia ke Jerman besar. Dengan besarnya
pengaruh produksi terhadap volume ekspor Indonesia maka efek negatif. Hal ini
berhubungan dengan regresi luas lahan dimana hukum the low of diminishing return
tambahan 1 unit tenaga kerja secara terus menerus akan mengakibatkan tambahan
nilai produksi dari suatu proses produksi akan menjadi berkurang, bahkan bernilai
negatif.
4.6.3. Pengaruh Harga Terhadap Ekspor Tembakau Indonesia Ke Jerman
Hasil dalam estimasi Error Correction Model (ECM) variabel harga
berpengaruh positif dan signifikan dilihat dari nilai koefisien sebesar 0,599 dengan α
sebesar 10% dalam jangka pendek yang bernilai positif mempunyai pengaruh
terhadap ekspor. Sedangkan jangka panjang variabel harga mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap perubahan ekspor dengan nilai koefisien 0,7842 hal ini
dapat diartikan apabila terjadi perubahan pada harga tembakau sebesar 1% maka akan
terjadi perubahan volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman sebesar 0,7842%
dengan arah yang berlawanan pada tingkat kepercayaan 64% (α = 10%). Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa variabel harga bersifat inelastis terhadap
permintaan dan penawaran tembakau. Karena sifat dari tembakau tersebut bergantung
dengan kondisi alam yang tersedia, dan keadaan ekonomi
60 4.6.4. Pengaruh GDP Terhadap Ekspor Tembakau Indonesia Ke Jerman
Hasil dalam estimasi Error Correction Model (ECM) variabel GDP
berpengaruh positif dan signifikan dilihat dari nilai koefisien sebesar 0,622 dengan α
sebesar 10% dalam jangka pendek yang bernilai positif mempunyai pengaruh
terhadap ekspor. Sedangkan jangka panjang variabel GDP mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap perubahan ekspor dengan nilai koefisien sebesar
1,4657 hal ini dapat diartikan apabila terjadi perubahan pada GDP Jerman sebesar 1%
maka akan terjadi perubahan volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman sebesar
1,4657% dengan arah yang sama pada tingkat kepercayaan 64% (α = 10%). Artinya
dampak perubahan dari GDP Jerman terhadap volume ekspor sangat besar. Dengan
besarnya pengaruh GDP Jerman terdapat perekonomian Indonesia bila perekonomian
Jerman mengalami kontraksi. Hal ini dirasakan pada krisis global tahun 2008 dimana
pertumbuhan ekonomi Jerman mengalami penurunan sehingga ekspor tembakau
Indonesia mengalami penurunan akibat kurangnya permintaan ekspor oleh Jerman.
Ekspor tembakau Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2011 mencapai 15.698
ton atau senilai 85,3 juta, produk-produk tembakau yang sangat digemari di Jerman
adalah cerutu linting asal Sumatra karena cerutu tembakau merupakan produk
eksklusif di Jerman (di unduh tanggal 30-05-2013 melalui jaringnews.com)
61 BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tembakau Indonesia ke Jerman dengan
menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) dan asumsi klasik
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Luas lahan tembakau dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak
signifikan sedangkan jangka panjang berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap perubahan ekspor tembakau Indonesia ke Jerman.
2. Produksi tembakau dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak
signifikan sedangkan jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perubahan ekspor tembakau Indonesia ke Jerman.
3. Harga tembakau dunia dalam jangka pendek dan jangka panjang berpengaruh
positif dan signifikan terhadap perubahan ekspor tembakau Indonesia ke
Jerman.
4. GDP Jerman dalam jangka pendek dan jangka panjang berpengaruh positif
dan signifikan terhadap ekspor tembakau Indonesia ke Jerman.
62 5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis pada penelitian ini, yaitu sebagai
berikut :
1. Melihat hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek dan jangka
panjang luas lahan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor
tembakau pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan terhadap
pembatasan lahan untuk penanaman tembakau. Hal ini berhubungan dengan
mata pencarian penduduk yang menganggap tembakau mempunyai nilai jual
yang lebih tinggi dari komoditas pertanian, maka pemerintah harus
memaksimalkan penyerapan tembakau petani lokal untuk di ekspor lebih
tinggi.
2. Pemerintah dan petani bekerja sama untuk pemaksimalan mutu komoditas
ekspor tembakau ke negara tujuan karena negara tujuan mengandalkan mutu
dan kualitas produksi tembakau Indonesia yang sudah terkenal sejak tahun
1970 hingga sekarang. Pemerintah hanya saja kurangnya perhatian terhadap
petani tembakau hal ini bisa dilihat dari tempat pembibitan tanaman tembakau
yang sampai sekarang tidak tersebar merata di berbagai daerah hal inilah yang
mengakibatkan mutu dan kualitas tembakau berkurang.
3. Harga bibit tembakau yang memiliki mutu dan kualitas tinggi sulit didapatkan
oleh petani tembakau yang mengakibatkan mahalnya bibit tembakau tersebut
63 mengakibatkan petani tembakau hanya menanam tembakau mutu dan kualitas
rendah maka peran pemerintah dalam hal ini untuk memaksimalkan tempat
pembibitan di berbagai daerah.
64 DAFTAR PUSTAKA
Ayu Lestari. 2010 Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor
Karet Alam Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekstensi Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB
Amir M.S 2008. File Unikom Silver Caesar.O
Andrian D. Lubis. 2010 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Ekspor
Indonesia. Penelitian Pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perdangagan Luar Negeri. Jakarta
Aji, Heriyanto P. 2006. Analisis Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Ke Jepang dan
Amerika Serikat I, Program Pascasarjana FEUI, Depok.
Fan Hu,dkk. 1994. Declining U.S. Tobacco Exports To Australisa: A Derived
Demand Approach To Competitiveness. North Carolina State University
Gujarati, Damodar. 2010. Dasar-dasar Ekonometrika. Buku 1 Edisi 5. (diterjemahkan
oleh Eugenia Mardanugraha, dkk). Jakarta. Salemba Empat
Hady. Hamady. 2009. Ekonomi Internasional. Cetakan Kelima. Jilid Satu. Ghalian
Indonesia
Lipsey, R. G. P. N. Courant, D. D. Purvis dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar
Makroekonomi. Edisi Kesepuluh, Jakarta : binarupawan
Mankiw N Gregoru. 2003. Macroeconomics, Fifth Editions, New York : Worth
Publisher, 41 Madison Avenue
Munadi, E.2007. penurunan pajak ekspor dan dampaknya terhadap ekspor minyak
kelapa sawit Indonesian ke india (pendekatan error correction model)
informatika pertanian volume 16 No. 2, 2007
Rahmat H. Setianto,dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasai EViews. Salemba Empat
Sumarno, S.B., dan Mudrajad Kuncoro, Kinerja, dan Kluster Industri Rokok Kretek:
Indonesia, 1996-1999. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Universitas
Gajah Mada, 2002.
Sharman. Khishor. 2000. Exsport Growth In India: has fdi plyed a role ? Charles sturt
University. Australia.
65 Sri Nuryanti, dan Muchjidin Rachmat, Dinamika Agribisnis Tembakau Dunia dan
Implikasinya Bagi Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian.
Thomas. Samanhudi. 2009. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor
Produk Pertanian Indonesia Ke Amerika Serikat. Skripsi. Program Studi
Ekonomi Pembangunan. Universitas Sumatera Utara
Zainal, A. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan ekspor sepatu olah
raga dan sepatu kulit Indonesia (tahun 2002-2006), fakultas ekonomi UI
66 67 UJI MWD TEST
Dependent Variabel: EKSPOR
Method: Least Squares
Date: 07/01/13 Time: 14:39
Sample: 1971 2011
Included observations: 41
Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LUAS
PRODUKSI
HARGA
GDP
Z1
C
-0.204459
-0.025937
23.32297
2.46E-11
2.335553
-19.69363
0.128336
0.136921
19.18310
1.70E-11
2.222141
25.02687
-1.593149
-0.189427
1.215809
1.446075
1.051037
-0.786899
0.1201
0.8509
0.2322
0.1571
0.3004
0.4366
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.580137
0.520157
13.27796
6170.644
-160.9632
9.672116
0.000007
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
34.66620
19.16821
8.144546
8.395313
8.235862
0.797181
Dependent Variabel: LOGEKSPOR
Method: Least Squares
Date: 07/01/13 Time: 14:42
Sample: 1971 2011
Included observations: 41
Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOGLUAS
LOGPRODUKSI
LOGHARGA
LOGGDP
Z2
C
-0.782110
0.172230
0.947415
1.689383
0.008854
-48.31414
0.481979
0.476313
0.671993
0.850341
0.030562
27.71754
-1.622704
0.361590
1.409858
1.986713
0.289688
-1.743089
0.1136
0.7198
0.1674
0.0548
0.7738
0.0901
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
0.649905
0.599891
0.285279
2.848448
-3.507122
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
68 3.435191
0.451005
0.463762
0.714529
0.555077
F-statistic
Prob(F-statistic)
12.99457
0.000000
Durbin-Watson stat
0.711254
Dependent Variabel: LOGEKSPOR
Method: Least Squares
Date: 05/13/13 Time: 05:43
Sample: 1971 2011
Included observations: 41
Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOGLUAS
LOGPRODUKSI
LOGHARGA
LOGGDP
C
-0.825595
0.265648
0.784236
1.465788
-40.95494
0.452143
0.346054
0.361744
0.352265
10.94426
-1.825961
0.767649
2.167930
4.161038
-3.742140
0.0762
0.4477
0.0369
0.0002
0.0006
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.649066
0.610073
0.281626
2.855277
-3.556216
16.64582
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
3.435191
0.451005
0.417376
0.626349
0.493473
0.708622
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
0.963978
14.00971
11.86869
Prob. F(14,26)
Prob. Chi-Square(14)
Prob. Chi-Square(14)
0.5119
0.4490
0.6168
Test Equation:
Dependent Variabel: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 05/13/13 Time: 10:58
Sample: 1971 2011
Included observations: 41
Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LOGLUAS
LOGLUAS^2
LOGLUAS*LOGPRODUKSI
LOGLUAS*LOGHARGA
LOGLUAS*LOGGDP
1483.162
-96.06723
1.781631
-3.023314
1.791647
2.761524
654.8114
70.95573
2.692059
3.372687
2.286399
1.946577
2.265021
-1.353904
0.661810
-0.896411
0.783611
1.418656
0.0321
0.1874
0.5139
0.3783
0.4403
0.1679
69 LOGPRODUKSI
LOGPRODUKSI^2
LOGPRODUKSI*LOGHARGA
LOGPRODUKSI*LOGGDP
LOGHARGA
LOGHARGA^2
LOGHARGA*LOGGDP
LOGGDP
LOGGDP^2
56.99303
0.873268
-1.838246
-1.237758
-104.3952
0.380289
3.480611
-67.40418
0.547082
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.341700
-0.012769
0.105188
0.287675
43.49316
0.963978
0.511916
42.82063
1.086155
1.544913
1.079746
60.87165
1.287431
1.694001
35.10908
0.595339
1.330971
0.804000
-1.189870
-1.146342
-1.715005
0.295386
2.054669
-1.919851
0.918943
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.1948
0.4287
0.2448
0.2621
0.0982
0.7700
0.0501
0.0659
0.3666
0.069641
0.104522
-1.389910
-0.762994
-1.161622
1.684540
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.450838
24.27103
Prob. F(18,18)
Prob. Chi-Square(18)
0.2188
0.1463
Test Equation:
Dependent Variabel: RESID
Method: Least Squares
Date: 05/24/13 Time: 11:16
Sample: 1971 2011
Included observations: 41
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOGLUAS
LOGPRODUKSI
LOGHARGA
LOGGDP
C
RESID(-1)
RESID(-2)
RESID(-3)
RESID(-4)
RESID(-5)
RESID(-6)
RESID(-7)
RESID(-8)
RESID(-9)
0.250754
-0.038626
0.013962
-0.189971
4.054921
0.704128
-0.162819
-0.215989
0.407867
-0.241512
-0.096947
0.241875
-0.015383
-0.144628
0.526822
0.397887
0.582050
0.394091
12.41555
0.244442
0.321131
0.330702
0.377299
0.390447
0.345277
0.341535
0.357410
0.370636
0.475974
-0.097077
0.023988
-0.482047
0.326600
2.880551
-0.507018
-0.653125
1.081016
-0.618553
-0.280780
0.708199
-0.043039
-0.390216
0.6398
0.9237
0.9811
0.6356
0.7477
0.0100
0.6183
0.5219
0.2940
0.5440
0.7821
0.4879
0.9661
0.7010
70 RESID(-10)
RESID(-11)
RESID(-12)
RESID(-13)
RESID(-14)
RESID(-15)
RESID(-16)
RESID(-17)
RESID(-18)
-0.090065
0.021143
-0.241034
0.305268
-0.077415
-0.234242
0.149427
-0.277102
-0.095832
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.591976
0.093281
0.254408
1.165021
14.82060
1.187049
0.359288
0.351412
0.355086
0.348925
0.374297
0.360707
0.354798
0.411046
0.416083
0.364699
-0.256294
0.059545
-0.690790
0.815577
-0.214621
-0.660214
0.363529
-0.665979
-0.262770
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.8006
0.9532
0.4985
0.4254
0.8325
0.5175
0.7204
0.5139
0.7957
5.68E-15
0.267174
0.398995
1.360267
0.749038
1.931540
Normalitas
12
Series: Residuals
Sample 1971 2011
Observations 41
10
8
6
4
2
0
-0.6
-0.4
-0.2
-0.0
0.2
Null Hypothesis: D(LOGEKSPOR) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
71 0.4
0.6
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
5.68e-15
0.016901
0.670285
-0.548444
0.267174
0.190573
3.197690
Jarque-Bera
Probability
0.314936
0.854304
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.268068
-3.610453
-2.938987
-2.607932
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-9.589182
-3.610453
-2.938987
-2.607932
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOGLUAS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOGPRODUKSI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.568216
-3.615588
-2.941145
-2.609066
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOGHARGA) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
72 t-Statistic
Prob.*
-6.377232
-3.626784
-2.945842
-2.611531
0.0000
Null Hypothesis: D(LOGGDP) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.221521
-3.610453
-2.938987
-2.607932
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Dependent Variabel: DRESID
Method: Least Squares
Date: 05/16/13 Time: 00:06
Sample (adjusted): 1972 2011
Included observations: 40 after adjustments
Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RESID02
C
-0.348437
0.009457
0.128081
0.033347
-2.720439
0.283606
0.0098
0.7783
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.163010
0.140984
0.210765
1.688039
6.548698
7.400791
0.009779
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.012761
0.227404
-0.227435
-0.142991
-0.196903
1.787951
Dependent Variabel: LOGEKSPOR
Method: Least Squares
Date: 05/16/13 Time: 07:53
Sample: 1971 2011
Included observations: 41
Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SER01
LOGLUAS
LOGPRODUKSI
LOGHARGA
LOGGDP
C
0.073678
-0.658447
0.178501
0.659582
-2.085410
57.64651
0.022025
0.402278
0.306614
0.321524
1.106190
31.01853
3.345215
-1.636794
0.582166
2.051426
-1.885218
1.858454
0.0020
0.1106
0.5642
0.0478
0.0677
0.0715
73 R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.734086
0.696098
0.248627
2.163535
2.131004
19.32427
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
3.435191
0.451005
0.188732
0.439498
0.280047
0.951590
Dependent Variabel: D(LOGEKSPOR)
Method: Least Squares
Date: 05/20/13 Time: 14:18
Sample (adjusted): 1972 2011
Included observations: 40 after adjustments
Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LOGLUAS)
D(LOGPRODUKSI)
D(LOGHARGA)
D(LOGGDP)
RESID04
C
-0.106186
-0.184404
0.599116
0.622161
-0.381324
0.034485
0.234359
0.154821
0.275393
1.600914
0.138880
0.043920
-0.453090
-1.191079
2.175496
0.388629
-2.745714
0.785169
0.6534
0.2419
0.0366
0.7000
0.0096
0.4378
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.363962
0.270427
0.190175
1.229660
12.88530
3.891187
0.006767
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
74 0.041222
0.222648
-0.344265
-0.090933
-0.252668
1.329881
Download