11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Neonatal Dini

advertisement
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Neonatal Dini
Neonatal dini adalah bayi lahir hidup dalam masa 7 hari sejak dilahirkan.
Neonatal dini merupakan bagian dari bagian neonatal yang dibagi untuk
mengidentifikasi penyebab kematian pada kelompok neonatal (WHO, 2001).
Neonatal adalah bayi yang lahir hidup hingga 28 hari sejak dilahirkan.
Neonatal merupakan bagian dari interval bayi yang dimulai dari lahir sampai tahun
pertama kehidupan (Benson & Martin, 2009).
Keadaan bayi waktu lahir dipengaruhi oleh keadaan bayi sewaktu dalam
rahim, terutama selama kehamilan dan persalinan. Keadaan pada saat lahir bervariasi
dari bayi normal yang menangis dan aktif sampai bayi yang sama sekali tidak
memberi respon dan mungkin meninggal jika tidak diberi bantuan nafas atau
resusitasi. Penyediaan pelayanan kebidanan dan perawatan bayi baru lahir harus siap
untuk memberikan pertolongan dan perawatan secara menyeluruh untuk bayi baru
lahir (Benson & Martin, 2009).
Perawatan neonatal yang optimal memerlukan pengetahuan mengenai riwayat
keluarga, riwayat kehamilan sebelumnya dan saat ini, serta keadaan waktu persalinan.
Kondisi seorang ibu memengaruhi keadaan dari neonatus yang dilahirkan.
Komplikasi kehamilan yang meningkatkan risiko pada kehamilan ibu dan neonatal,
komplikasi kehamilan, komplikasi medis maternal dan komplikasi obstetrik
11
Universitas Sumatera Utara
12
berpengaruh langsung pada neonatal sehingga kondisi morbiditas dan mortalitas dari
neonatal tersebut (Clarence et.al, 2014).
2.2 Kematian Neonatal Dini
Kematian neonatal dini adalah kematian yang terjadi pada minggu pertama
kehidupan bayi (WHO, 2001). Oleh karena itu, kematian neonatal dini adalah bayi
yang dilahirkan dalam keadaan hidup namun kemudian meninggal dalam 7 hari
pertama kehidupannya (yaitu pada minggu pertama setelah kelahirannya).
Kematian neonatal lanjut adalah jumlah bayi lahir hidup yang meninggal pada
rentang waktu antara 7 hingga 28 hari (yaitu dalam minggu kedua hingga keempat
dari kehidupannya). Setiap bayi yang lahir hidup mempunyai kondisi masa
kehamilan, proses kelahiran dan lingkungan yang mungkin juga berbeda serta akses
pelayanan terhadap fasilitas kesehatan yang mungkin juga berbeda. Hal ini
diperkirakan setiap bayi mempunyai kelangsungan hidup yang berbeda-beda
(Clarence et.al, 2014).
Angka kematian neonatal dini merupakan satu dari ukuran pelayanan perinatal
yang paling penting. Angka ini terutama menandai standar pelayanan kesehatan yang
diberikan pada ibu hamil selama persalinan dan bayi pada satu minggu pertama
kehidupannya. Standar pelayanan yang diberikan pada bayi merupakan faktor utama
yang menentukan angka kematian neonatal dini. Tingginya angka kematian neonatal
sangat menggambarkan buruknya standar pelayanan bagi bayi baru lahir.
Universitas Sumatera Utara
13
Dalam rangka mengetahui penyebab kematian neonatal terutama neonatal dini
perlu dilakukan pengelompokan penyebab kematian neonatal. Penyebab utama adalah
masalah atau penyakit yang diderita ibu selama kehamilan maupun persalinan yang
berakibat pada meninggalnya bayi. Namun, penyebab akhir kematian neonatal dini
juga harus dilihat. Penyebab akhir yang dimaksud adalah masalah klinis yang terjadi
pada saat kematian bayi. Baik penyebab utama maupun penyebab akhir kematian
harus ditentukan pada tiap kematian neonatal (WHO, 2001).
2.3 Faktor Risiko dan Kehamilan Risiko Tinggi
Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan untuk
terjadinya suatu keadaan gawat darurat yang tidak diinginkan pada masa yang akan
datang yaitu kemungkinan terjadinya komplikasi obstetrik pada saat persalinan yang
dapat menyebabkan kematian, kesakitan, kecacatan, ketidaknyamanan atau ketidak
puasan pada ibu dan atau bayi (Rochjati, 2003)
Definisi yang erat hubungannya dengan risiko tinggi (high risk):
1. Wanita risiko tinggi (High Risk Women) : Adalah wanita yang dalam lingkaran
hidupnya dapat terancam kesehatan dan jiwanya oleh karena sesuatu penyakit atau
oleh kehamilan, persalinan dan nifas.
2. Ibu risiko tinggi (High Risk Mother) : Adalah faktor ibu yang dapat mempertinggi
risiko kematian neonatal atau maternal.
Universitas Sumatera Utara
14
3. Kehamilan risiko tinggi (High Risk Pregnancies) : Kehamilan risiko tinggi adalah
keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan
yang dihadapi (Manuaba, 2010).
Risiko tinggi atau komplikasi kebidanan pada kehamilan merupakan keadaan
penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan
kematian ibu maupun bayi. Untuk menurunkan angka kematian ibu dan juga bayi
secara bermakna maka deteksi dini dan penanganan ibu hamil berisiko atau
komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik fasilitas pelayanan KIA maupun
di masyarakat.
a. Faktor-faktor Risiko Ibu Hamil
Beberapa keadaan yang menambah risiko kehamilan, tetapi tidak secara langsung
meningkatkan risiko kematian. Keadaan tersebut dinamakan faktor risiko.
Semakin banyak ditemukan faktor risiko pada ibu hamil, semakin tinggi risiko
kehamilannya. Bebarapa peneliti menetapkan kehamilan dengan risiko tinggi
sebagai berikut :
a) Puji Rochayati: primipara muda berusia < 16 tahun, primipara tua berusia >
35 tahun, primipara skunder dangan usia anak terkecil diatas 5 tahun, tinggi
badan < 145 cm, riwayat kehamilan yang buruk (pernah keguguran, pernah
persalinan prematur, lahir mati, riwayat persalinan dengan tindakan (ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep, operasi sesar), pre-eklamsi-eklamsia, gravid
serotinus, kehamilan dengan perdarahan antepartum, kehamilan dengan
Universitas Sumatera Utara
15
kelainan letak, kehamilan dengan penyakit ibu yang mempengaruhi
kehamilan.
b) Gastelazo Ayala: faktor antenatal, faktor intrapartum, faktor obstetri dan
neonatal, faktor umum serta pendidikan.
c) Ida Bagus Gede Manuaba Usia ibu (<19 tahun, > 35 tahun, perkawinan lebih
dari 5 tahun).
b. Pembagian Faktor Risiko
Kelompok I :
1. Primi muda terlalu muda, hamil I umur ≤1 6 tahun
2. Primi tua : terlalu tua, hamil I umur ≥ 35 tahun, dan terlalu lambat hamil, kawin ≥
4 tahun
3. Primi tua sekunder terlalu lama punya anak lagi, terkecil ≥ 10 tahun
4. Anak terkecil < 2 tahun terlalu cepat punya anak lagi, terkecil < 2 tahun
5. Grande multi terlalu banyak punya anak, 4 atau lebih
6. Umur ≥35 tahun terlalu tua, hamil umur 35 tahun atau lebih
7. Tinggi Badan ≤145 cm terlalu pendek pada saat hamil I, kedua atau lebih dan
belum pernah melahirkan normal dengan bayi cukup bulan dan hidup
8. Pernah gagal kehamilan pernah abortus, lahir hidup kemudian mati
9. Pernah melahirkan dengan: tarikan tang/vakum, uri dirogoh, diberi infuse/tranfusi
10. Pernah melahirkan bayi dengan operasi sesar.
Universitas Sumatera Utara
16
Kelompok II:
1. Penyakit Ibu hamil :
a. Anemia
b. Malaria
c. TB paru
d.
Payah jantung
e. Diabetes Mellitus
f.
Penyakit Menular Seksual,dll
2. Preeklamsi ringan bengkak tungkai dan tekanan darah tinggi
3. Hamil kembar perut ibu sangat besar, gerak anak dibanyak tempat
4. Hamil kembar air/hydramnion perut ibu sangat besar, gerak anak kurang terasa
5. Hamil lebih bulan/serotinus hamil lebih 2 minggu dari perkiraan dan belum
melahirkan
6. Janin mati dalam rahim ibu hamil tidak merasakan pergerakan anak lagi, perut
mengecil
7. Letak sungsang
8. Letak lintang
Kelompok III:
1. Perdarahan sebelum bayi lahir mengeluarkan darah saat hamil sebelum kelahiran
bayi.
2. Preeklamsi berat/eklamsia kehamilan > 6 bulan : sakit kepala, bengkak
tungkai/wajah, tekanan darah tinggi, pemeriksaan urine ada albumin
Universitas Sumatera Utara
17
3. Ibu dengan faktor risiko kelompok III sangat membutuhkan pengenalan dini,
dirujuk dengan segera, tepat waktu, penanganan adekuat di pusat rujukan dalam
upaya penyelamatan nyawa ibu dan bayinya.
2.4 Penyebab Kematian Neonatal Dini
Penyebab utama penting untuk diketahui karena sebagian besar diantaranya
dapat dihindarkan. Cara penanganan untuk mengurangi risiko kematian neonatal dini
biasanya ditujukan untuk mencegah atau menangani kasus-kasus ini. Penyebab utama
kasus lahir mati dan kematian neonatal dini adalah hampir sama/mirip sehingga
sebaiknya dipertimbangkan bersama-sama.
Penyebab utama kematian neonatal dini adalah masalah obstetrik selama
kehamilan maupun persalinan yang dapat mengakibatkan kematian. Penyebab utama
kematian neonatal dini adalah:
1. Persalinan prematur.
2. Hipoksia intrapartum.
3. Perdarahan antepartum.
4. Hipertensi dalam kehamilan.
5. Infeksi.
6. Kelainan janin atau anomali.
7. Gangguan pertumbuhan intrauterin.
8. Trauma.
9. Penyakit sistemik pada ibu hamil
Universitas Sumatera Utara
18
Mengetahui penyebab utama kematian dapat membantu mengenali cara
menghindarkan terjadinya kematian. Yang paling sering terjadi adalah tidak
ditemukannya dasar-dasar dari berbagai masalah yang terjadi.
Persalinan prematur (yaitu persalinan sebelum 37 minggu usia kehamilan),
mungkin disebabkan oleh:
1. korioamnionitis (kadang asimptomatik).
2. ketuban pecah dini (dengan atau tanpa korioamnionitis).
3. inkompetensi serviks.
Penyebab hipoksia intrapartum adalah:
1. Distosia atau partus macet, disproporsi kepala-pelvik dan kontraksi hipertonik
2. Prolapsus tali pusat.
Kecuali pada kasus prolapsus tali pusat, hipoksia intrapartum hampir selalu
disebabkan oleh kelainan kontraksi uterus, khususnya bila tidak terjadi relaksasi
normal diantara kontraksi. Hipoksia intrapartum ditandai dengan tanda gawat janin
dalam persalinan. Diagnosis dini dan penanggulangan secara tepat berbagai faktor
yang membahayakan janin dan mencegah partus macet, merupakan hal yang sangat
penting untuk dilakukan.
Berdasarkan faktor risiko dari neonatal, berikut ini merupakan risiko tinggi
neonatal yang berisiko mengalami kematian (Munuaba, 2010) :
-
Bayi baru lahir dengan asfiksia
-
Bayi baru lahir dengan tetanus neonatorum
-
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah < 2500 gram)
Universitas Sumatera Utara
19
-
Bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum (ikterus > 10 hari setelah lahir)
-
Bayi baru lahir dengan sepsis.
-
Bayi kurang bulan dan lebih bulan.
-
Bayi baru lahir dengan cacat bawaan.
-
Bayi lahir melalui proses persalinan dengan tindakan.
2.5 Determinan Kematian Bayi dan Balita
Banyak faktor yang terkait dengan kematian bayi, penelusuran kematian
berdasarkan penyebab kematian merupakan hal yang penting dalam melihat
deteminan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi
ada dua macam yaitu kematian bayi endogen dan kematian bayi eksogen. Kematian
bayi endogen atau yang umum disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang
terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktorfaktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian eksogen atau kematian post
neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang
usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh
lingkungan luar (Utomo, 1988).
Teori – teori tentang keterkaitan determinan yang di jelaskan Mosley dan
Chen (1984) yang membagi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup anak menjadi dua, yaitu : variabel sosial ekonomi (seperti
budaya, sosial, ekonomi, masyarakat dan faktor regional), variabel endogenous atau
Universitas Sumatera Utara
20
faktor biomedikal (seperti pola pemberian ASI, kebersihan sanitasi dan nutrisi).
Variabel sosial ekonomi atau variabel pengaruh, yang menunjukkan bagaimana
determinan ini melalui variabel antara memengaruhi tingkat gangguan pertumbuhan
dan mortalitas.
Determinan sosial ekonomi dikelompokkan ke dalam tiga kategori variabel
umum yang biasanya digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu : variabel tingkat
individu: produktivitas
(ayah,ibu), tradisi/norma/sikap, variabel tingkat rumah
tangga: pendapatan/kekayaan, variabel tingkat masyarakat: lingkungan ekologi,
ekonomi politik dan sistem kesehatan.
Variabel yang berkaitan erat dengan kondisi kelangsungan hidup anak yang
ada pada determinan sosial ekonomi ini adalah variabel individu. Dalam variabel
individu terdapat produktivitas individu, unsur-unsur yang menentukan produktivitas
anggota rumah tangga adalah keterampilan (khususnya diukur dari tingkat
pendidikan), kesehatan dan waktu, dimana produktivitas ibu berpengaruh secara
langsung terhadap variabel antara. Tingkat pendidikan ibu memberi dampak langsung
terhadap kelangsungan hidup anak terkait dengan pilihan-pilihan ibu dan
meningkatnya keterampilan ibu dalam upaya perawatan kesehatan.
Variabel sosial ekonomi sebagai variabel pengaruh memberikan pengaruh
melalui variabel antara. Variabel antara dikelompokkan ke dalam lima kategori :
1.
Faktor ibu : umur, paritas, dan jarak kelahiran
2.
Pencemaran lingkungan: udara, makanan/air/jari/kulit/tamah/zat penularan
kuman penyakit, serangga pembawa penyakit.
Universitas Sumatera Utara
21
3.
Kekurangan gizi: kalori, protein, gizi-mikro (vitamin dan mineral)
4.
Luka: kecelakaan, luka yang disengaja;
5.
Pengendalian penyakit perorangan: usaha-usaha preventif perorangan, perawatan
dokter.
Melihat penyebab kematian neonatal, terutama kematian pada periode neonatal
dini sangat erat kaitannya dengan dari saat kehamilan dan persalinan yang sangat erat
kaitannya dengan faktor orangtua terutama ibu. Determinan sosial ekonomi yang
memengaruhi determinan antara dari faktor ibu serta faktor pengendalian penyakit
perorangan terutama perawatan kesehatan ibu selama masa kehamilan. Faktor ibu
yang dianggap paling berpengaruh adalah :
a. Umur Ibu
Faktor umur ibu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil
akhir suatu kehamilan. Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan
ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat
reproduksi untuk hamil.
Umur seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak
terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi
untuk melahirkan. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap fisik, emosi,
psikologi, sosial dan ekonomi (Tanjung, 2004).
a. Usia ibu kurang dari 20 tahun
Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun
pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk
Universitas Sumatera Utara
22
hamil. Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurun
waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun. Keadaan tersebut akan makin
menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress) psikologi, sosial, ekonomi,
sehingga memudahkan terjadinya keguguran (Manuaba, 2007).
Manuaba (2007), menambahkan bahwa kehamilan remaja dengan usia di bawah 20
tahun mempunyai risiko:
1) Sering mengalami anemia.
2) Gangguan tumbuh kembang janin.
3) Keguguran, prematuritas, atau BBLR.
4) Gangguan persalinan.
5) Preeklamsi.
6) Perdarahan antepartum.
b. Usia ibu lebih dari 35 tahun
Risiko keguguran spontan tampak meningkat dengan bertambahnya usia
terutama setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita
dengan usia lebih tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal atau
abnormal (Wiknjosastro, 2007).
Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada, indung
telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia
wanita, maka risiko terjadi abortus, makin meningkat karena menurunnya kualitas sel
telur atau ovum dan meningkatnya risiko kejadian kelainan kromosom (Saifuddin,
Universitas Sumatera Utara
23
2002). Pada gravida tua terjadi abnormalitas kromosom janin sebagai salah satu
faktor etiologi abortus (Friedman, 1998).
Sebagian besar wanita yang berusia di atas 35 tahun mengalami kehamilan
yang sehat dan dapat melahirkan bayi yang sehat pula. Tetapi beberapa penelitian
menyatakan semakin matang usia ibu dihadapkan pada kemungkinan terjadinya
beberapa risiko tertentu, termasuk risiko kehamilan.
Para tenaga ahli kesehatan sekarang membantu para wanita hamil yang
berusia 30 dan 40 tahun lebih untuk menuju ke kehamilan yang lebih aman. Ada
beberapa teori mengenai risiko kehamilan di usia 35 tahun atau lebih, di antaranya:
1) Wanita pada umumnya memiliki beberapa penurunan dalam hal kesuburan mulai
pada awal usia 30 tahun. Hal ini belum tentu berarti pada wanita yang berusia 30
tahunan atau lebih memerlukan waktu lebih lama untuk hamil dibandingkan
wanita yang lebih muda usianya. Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat
kesuburan mungkin saja memang ada hubungan, misalnya mengenai berkurangnya
frekuensi ovulasi atau mengarah ke masalah seperti adanya penyakit
endometriosis, yang menghambat uterus untuk menangkap sel telur melalui tuba
fallopii yang berpengaruh terhadap proses konsepsi.
2) Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat terjadi dan berakibat terhadap
kehamilan di atas 35 tahun adalah munculnya masalah kesehatan yang kronis. Usia
berapa pun seorang wanita harus mengkonsultasikan diri mengenai kesehatannya
ke dokter sebelum berencana untuk hamil. Kunjungan rutin ke dokter sebelum
masa kehamilan dapat membantu memastikan apakah seorang wanita berada
Universitas Sumatera Utara
24
dalam kondisi sehat. Pemeriksaan kehamilan
ini menjadi sangat penting jika
seorang wanita memiliki masalah kesehatan yang kronis, seperti menderita
penyakit diabetes mellitus atau tekanan darah tinggi. Kondisi ini, merupakan
penyebab penting yang biasanya terjadi pada wanita hamil berusia 30-40an tahun
dibandingkan pada wanita yang lebih muda, karena dapat membahayakan
kehamilan dan pertumbuhan bayinya.
Para peneliti mengatakan wanita di atas 35 tahun dua kali lebih rawan
dibandingkan wanita berusia 20 tahun untuk menderita tekanan darah tinggi dan
diabetes pada saat pertama kali kehamilan. Wanita yang hamil pertama kali pada usia
di atas 40 tahun memiliki kemungkinan sebanyak 60% menderita tekanan darah
tinggi dan 4 kali lebih rawan terkena penyakit diabetes selama kehamilan
dibandingkan wanita yang berusia 20 tahun.
Hal ini membuat pemikiran sangatlah penting ibu yang berusia 35 tahun ke
atas mendapatkan perawatan selama kehamilan lebih dini dan lebih teratur. Dengan
diagnosis awal dan terapi yang tepat, kelainan-kelainan tersebut tidak menyebabkan
risiko besar baik terhadap ibu maupun bayinya.
Hubungan antara umur ibu dengan kematian neonatal merupakan suatu kurve
berbentuk U (U shape) yaitu terjadinya kematian neonatal tinggi pada usia ibu < 20
tahun dan kecenderungan menurun pada umur ibu antara 21-34 tahun, kemudian
kematian neonatal meningkat pada umur ibu diatas 35 tahun. Dinyatakan pula bahwa
paritas dan umur juga mempunyai hubungan erat terhadap kematian neonatal dimana
ibu dengan kelahiran pertama, kematian neonatal meningkat secara simultan mulai
Universitas Sumatera Utara
25
umur 20 tahun sampai dengan umur diatas 35 tahun sebanyak 3 kali lipat. Sedangkan
untuk kelahiran kedua, kematian neonatal rendah pada usia 20-24 tahun dan kematian
neonatal tertinggi terjadi pada usia < 20 tahun (Wandira dkk, 2012).
b. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin yang dilahirkan.
Paritas menggambarkan jumlah persalinan yang telah dialami seorang ibu baik lahir
hidup maupun lahir mati. Paritas 2 – 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari
sudut kematian maternal dan perinatal.
Paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan
persalinan yang dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari ibu ke janin yang
akan menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari Apgar Score menit pertama
setelah lahir. Depresi pernafasan bayi baru lahir dikarenakan kehamilan dan faktor
persalinan. Faktor kehamilan dari sebab meternal salah satunya adalah grande
multipara. Untuk paritas 3 atau lebih hasilnya sama yaitu meningkatkan risiko
persalinan dengan tindakan (Manuba, 2007).
Dari pencatatan statistik diperoleh hubungan antara jumlah paritas dengan
derajat kesehatan bayi yang dilahirkan. Dinyatakan bahwa semakin besar angka
gravida semakin besar kemungkinannya melahirkan anak yang lemah.
Berbagai penyakit pada janin atau bayi dapat dipengaruhi oleh paritas, antara
lain adalah inkompatibilitas golongan darah ibu dan bapak, baik itu golongan darah
sistem ABO maupun sistem Rhesus. Pada inkompatibilitas golongan darah ABO,
Universitas Sumatera Utara
26
biasanya anak yang pertama akan lahir mati, sedangkan pada kasus Rhesus, anak
yang menderita adalah anak yang kedua, ketiga, dan seterusnya.
Makin tinggi paritas, risiko kematian perinatal makin tinggi sebab pada waktu
melahirkan pembuluh darah pada dinding rahim yang rusak tidak dapat pulih
sepenuhnya seperti sebelum melahirkan. Karena itu, kehamilan dan persalinan yang
berulang-ulang menyebabkan kerusakan pembuluh darah di dinding rahim. Dan
makin banyak yang akan mempengaruhi sirkulasi makanan ke janin dan dapat
menimbulkan gangguan / hambatan pada pertumbuhan janin di dalam kandungan,
abortus, cacat bawaan, BBLR, dan anemia pada bayi yang dilahirkan.
Menurut Wiknjosastro (2007) paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal dan perinatal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih
dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat
ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi
dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada
paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
Hubungan paritas dengan kematian neonatal menunjukkan pola yang hampir
sama dengan faktor umur. Beberapa penelitan yang dilakukan di Norwegia, Amerika,
didapatkan kecenderungan kematian neonatal meningkat 7,3 kali pada ibu dengan
riwayat kelahiran sebelumnya mengalami 2 kali kematian pada periode neonatal
sedang ibu dengan riwayat kematian neonatal pada kelahiran pertama maka
kemungkinan untuk mengalami kematian neonatal pada kelahiran berikutnya adalah
sebesar 4,5 kali, dinyatakan bahwa paritas > 3 menunjukkan proporsi kematian
Universitas Sumatera Utara
27
neonatal sebesar 41,08 %. Dikatakan pula bahwa kelahiran anak >5 merupakan faktor
risiko untuk mengalami kematian neonatal (Mugeni, 2010)
c. Jarak Kelahiran
Jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat,
kehamilan adalah dimulainya pembuahan sel telur oleh sperma sampai dengan
lahirnya janin dihitung dari hari pertama haid terakhir (BKKBN, 2008). Jadi jarak
kehamilan adalah ruang sela antara kehamilan yang lalu dengan kehamilan
berikutnya.
Jarak kehamilan sebaiknya lebih dari 2 tahun. Ibu hamil yang jarak
kehamilannya kurang dari 2 tahun, kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh
istirahat (Rochjati, 2003). Jarak kehamilan dengan spacing kurang dari 2 tahun atau
lebih 4 tahun dapat menyebabkan berat badan lahir rendah, nutrisi kurang, lama
menyusui berkurang, kompetensi dalam sumber–sumber keluarga, lebih sering
terkena penyakit, tumbuh kembang lambat, pendidikan akademi lebih rendah. Oleh
karena itu jarak kehamilan yang baik adalah 2 sampai 4 tahun (Manuaba, 1998).
Selain itu dampak dari interval antar kehamilan kurang dari 18 bulan dan interval atau
lebih dari 60 bulan ada hubungan risiko kelahiran premature, Small for Gestasional
Age (SGA), Intrauterine Growth Retardation (IUGR) dan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR).
Seorang wanita yang hamil dan melahirkan kembali dengan jarak yang
pendek dari kehamilan sebelumnya, akan memberikan dampak yang buruk terhadap
kondisi kesehatan ibu dan bayi. Hal ini disebabkan, karena bentuk dan fungsi organ
Universitas Sumatera Utara
28
reproduksi belum kembali sempurna. Sehingga fungsinya akan terganggu apabila
terjadi kehamilan dan persalinan kembali. Jarak kehamilan minimal organ reproduksi
dapat berfungsi kembali dengan baik adalah 24 bulan. Jarak antara dua persalinan
yang terlalu dekat menyebabkan meningkatnya anemia yang dapat menyebabkan
BBLR, kelahiran preterm, dan lahir mati, yang memengaruhi proses persalinan dari
faktor bayi (Kusumawati, 2006).
Risiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua
kehamilan < 2 tahun atau > 4 tahun. Jarak kehamilan yang aman ialah antara 2-4
tahun. Jarak antara dua kehamilan yang < 2 tahun berarti tubuh ibu belum kembali ke
keadaan normal akibat kehamilan sebelumnya sehingga tubuh ibu akan memikul
beban yang lebih berat. Jarak kelahiran anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim
dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, kehamilan dalam keadaan ini perlu
diwaspadai karena adanya kemungkinan pertumbuhan janin yang kurang baik,
mengalami persalinan yang lama atau perdarahan. Sebaliknya jika jarak kehamilan
antara dua kehamilan > 4 tahun, disamping usia ibu yang sudah bertambah juga
mengakibatkan persalinan berlangsung seperti kehamilan dan persalinan pertama
(Depkes RI, 2001)
Jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan bertambahnya umur
ibu. Hal ini akan terjadi proses degeneratif melemahnya kekuatan fungsi-fungsi otot
uterus dan otot panggul yang sangat berpengaruh pada proses persalinan apabila
terjadi kehamilan berikutnya. Jarak kehamilan ataupun persalinan merupakan faktor
Universitas Sumatera Utara
29
risiko terhadap kejadian distosia persalinan yang berdampak pada kesehatan dari
neonatal (Kusumawati, 2006).
2.6 Landasan Teori
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka, untuk menganalisis hubungan kematian
neonatal mengacu pada teori Mosley dan Chen (1984). Determinan sosial ekonomi
memengaruhi variabel-variabel yang ada dalam determinan antara. Salah satu faktor
yang dianggap memengaruhi adalah faktor ibu (umur, paritas dan jarak kelahiran).
Dengan melihat faktor ibu yang ada pada determinan antara dapat memengaruhi
kematian neonatal.
Masing-masing faktor ibu mempunyai pengaruh tersendiri terhadap hasil
kehamilan dan kelangsungan hidup neonatal melalui pengaruhnya terhadap kesehatan
ibu. Umur, paritas dan jarak kelahiran ibu yang berisiko akan menyebabkan seorang
ibu akan berada pada kondisi kehamilan yang berisiko tinggi, terlalu muda (< 20
tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun), paritas yang lebih dari 4 serta jarak kelahiran < 24
bulan. Kehamilan yang berisiko secara langsung akan membuat ibu mengalami
beberapa kendala dalam proses persalinan, sehingga menyebabkan ibu melahirkan
neonatal yang berisiko tinggi mengalami sakit atau mengalami kematian.
Pengaruh tersebut secara langsung maupun tidak langsung dari penyakit ibu
tersebut memberi kontribusi terhadap kelangsungan hidup anak. Faktor yang juga
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak yang berkaitan dengan dari faktor ibu
berada dalam determinan sosial ekonomi yang akan memengaruhi kelangsungan
Universitas Sumatera Utara
30
hidup anak melalui deteminan antara, semua faktor memengaruhi dengan kematian
neonatal tersebut diatas dapat digambarkan dalam suatu landasan teori dibawah ini :
DETERMINAN SOSIAL EKONOMI
Faktor Ibu
Pencemaran
Lingkungan
KESEHATAN
Luka
Kekurangan
Gizi
SAKIT
Pencegahan
Pengobatan
Pengendalian
Penyakit
Perorangan
Gangguan
Pertumbuahan
MORTALITAS
Gambar 2.1 Kerangka Kelangsungan Hidup Anak Teori Mosley dan Chen
Sumber : Singarimbun, 1984
2.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini merupakan penyederhanaan dari
kerangka teori yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui
Universitas Sumatera Utara
31
pengaruh faktor ibu terhadap kematian neonatal. Faktor ibu yang diteliti adalah umur,
paritas dan jarak kelahiran.
Setiap ibu hamil mempunyai risiko tinggi untuk mengalami komplikasi
kehamilan di sepanjang masa kehamilannya dan risiko ini bersifat dinamis.
Karakteristik yang mendasar yang melekat pada ibu seperti umur, paritas dan jarak
kelahiran.
Dengan dasar teori tersebut, pada penelitian ini dipilih variabel karakteristik
ibu untuk diketahui pengaruhnya terhadap kematian neonatal. Seperti yang
diungkapkan dalam tinjuan pustaka, terdapat beberapa faktor ibu dari determinan
antara yang menjadi determinan kematian neonatal. Adapun kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen
Faktor Ibu
- Umur
- Paritas
- Jarak Kelahiran
Variabel Dependen
Neonatal Dini :
- Mengalami Kematian
- Tidak Mengalami Kematian
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download