BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur keuangan Indonesia masih didominasi oleh perbankan. Pangsa pasar industri perbankan dalam sistem keuangan pada Desember 2015 mencapai 74,4%. Angka tersebut cenderung turun dari Desember 2014 sebesar 78,8% dikarenakan perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik, pelemahan nilai tukar, dan kondisi ekonomi global (Kajian Stabilitas Keuangan No.24 dan No.26). Namun demikian, industri perbankan masih memegang peranan terbesar dalam sistem keuangan Indonesia dan kinerja perbankan yang tetap terjaga berkontribusi positif pada kestabilan sistem keuangan secara keseluruhan. Kinerja bank mendapat banyak perhatian dalam literatur ekonomi mengingat bahwa bank memainkan peranan penting dalam perekonomian. Kinerja bank dinyatakan dalam berbagai istilah seperti efisiensi, produktivitas dan profitabilitas (Bikker and Bos, 2008). Bank dengan kinerja yang lebih baik, lebih mampu menahan guncangan dan memberikan kontribusi bagi stabilitas sistem keuangan (Athanasoglou et al, 2008). Biro Riset InfoBank melakukan kajian terhadap 118 Bank berdasarkan laporan keuangan per Desember 2014 yang dipublikasikan. Kajian ini berdasarkan pada tujuh kriteria: (1) Profil Risiko; (2) Good Corporate Governance (GCG); (3) Permodalan, yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR); (4) Kualitas Aset, yaitu Non Performing Loans (NPL) dan pertumbuhan kredit yang diberikan; (5) Rentabilitas, yaitu Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan pertumbuhan laba tahun berjalan; (6) 1 2 Likuiditas, yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR), pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK), dan dana murah dibandingkan dengan DPK; (7) Efisiensi, yaitu Beban Operasional dibandingkan Pendapatan Operasional (BOPO) dan Net Interest Margin (NIM) (InfoBank 2015). ROA adalah rasio laba bersih dibandingkan dengan total aset. ROA digunakan untuk mengukur laba yang dihasilkan dari aset dan mencerminkan seberapa baik manajemen bank menggunakan sumber daya investasi riil untuk menghasilkan keuntungan (Naceur, 2003). ROA adalah rasio yang sering digunakan dalam mengukur profitabilitas suatu lembaga keuangan. Alasan dipilihnya ROA sebagai ukuran kinerja karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja keuangan semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat yang pada akhirnya dinikmati oleh pemegang saham (Brigham, 2001, h.90). Profitabilitas bank tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal saja, tetapi juga faktor eksternal. Faktor internal menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik spesifik bank antara lain: Beban Operasional per Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loans Gross (NPLs Gross), dan ukuran perbankan (Size). Ketidakpastian kondisi struktur industri finansial dan makroekonomi menjadikan faktor eksternal juga harus diperhatikan antara lain: rasio kapitalisasi pasar saham per total aset dari deposito bank/ratio stock market capitalization to total assets of the deposit money bank (MACPASS), rasio total aset dari deposito bank per GDP/ratio 3 total assets of the deposit money banks divided by the GDP (ASSGDP), concentration measure (CONC), Gross Domestic Product Growth (GDP), inflation (INF), money supply growth (MSG), (Kosmidou, 2008). Rasio BOPO adalah salah satu rasio untuk mengukur efisiensi kinerja perbankan dalam menjalankan kegiatan operasinya yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, sehingga biaya operasional dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan pendapatan bunga. Sehingga setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan. Laba bank dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknologi canggih dalam teknologi, komunikasi, dan infomasi. Penggunaan teknologi yang canggih bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional perbankan. Akibatnya, BOPO sebagai proksi efisiensi operasional akan menurun dan berdampak pada peningkatan laba bank (Trujilo-Ponce, 2012). Berdasarkan hal ini maka ada pengaruh terbalik antara BOPO dan profitabilitas. Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio ekuitas yang digunakan untuk menilai keamanan dan kesehatan bank dari sisi permodalan. Selain itu, CAR mencerminkan kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung risiko. Diharapkan bahwa semakin tinggi rasio ekuitas terhadap aset, maka semakin rendah kebutuhan untuk pendanaan eksternal bank dan semakin tinggi profitabilitas bank. Selain itu, bank yang memiliki permodalan baik dan memadai memiliki risiko yang lebih rendah ketika mengalami kebangkrutan sehingga mengurangi biaya dari segi pendanaan eksternal. Artinya bank lebih siap untuk menghadapi terjadinya risiko tak terduga. Zeitun (2012) dan Trujilo-Ponce (2012) 4 menemukan pengaruh positif antara modal dan profitabilitas. CAR secara positif berpengaruh pada kinerja bank dan signifikan secara statistik. Hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Berger, 1995b; Demirguc-Kunt dan Huizinga, 1999, dalam Kosmidou, 2008) yang menyatakan bahwa well-capitalized bank akan menghadapi risiko yang lebih rendah dari kebangkrutan dan mengurangi biaya pendanaan mereka. Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga (DPK). DPK antara lain terdiri dari tabungan, deposito, dan giro. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan kepada masyarakat akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit, sementara dana yang terhimpun di bank terlalu banyak maka akan menyebabkan bank rugi. LDR yang lebih tinggi dapat menunjukkan kinerja perusahaan lebih baik karena terjadi peningkatan pendapatan bunga dan profitabilitas (Fu dan Heffernan, 2008). Non Performing Loan (NPL) adalah rasio keuangan yang berkaitan dengan risiko kredit. Risiko kredit terjadi ketika tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan kepada debitur. NPL adalah rasio perbandingan antara total kredit bermasalah dengan total kredit yang diberikan kepada debitur. Bank dengan NPL yang tinggi artinya kredit yang bermasalah lebih besar daripada jumlah kredit yang diberikan kepada debitur. NPL yang tinggi menyebabkan biaya semakin besar, misalnya berkurangnya cadangan kerugian pinjaman maupun biaya lainnya yang pada akhirnya akan mengganggu kinerja bank tersebut. Pengaruh dari cadangan kerugian pinjaman terhadap ROA adalah negatif dan signifikan secara statistik baik dengan mempertimbangkan karakteristik bank saja atau tidak (Kosmidou, 2008). 5 Ukuran bank (size) dianggap menjadi faktor penting karena jika ukuran besar menunjukkan adanya skala ekonomi yang akan mengurangi biaya pengumpulan dan pengolahan informasi (Boyd dan Runkle, 1993 dalam Kosmidou, 2008). Seperti dalam kebanyakan studi perbankan, ukuran bank menggunakan total aset bank sebagai proksi ukuran untuk memperhitungkan ukuran terkait ekonomi atau disekonomis skala. Salah satu pertanyaan yang penting dalam kebijakan lembaga keuangan adalah tentang seberapa besar usaha bank untuk mengoptimalkan profitabilitas bank. Athanasoglou et al (2008) menjelaskan bahwa ukuran bank (size) yang berkembang mempunyai pengaruh positif terhadap profitabilitas bank. Semakin besar ukuran bank, maka akan memperkokoh fundamental perbankan sehingga dapat mempengaruhi kemampuan perbankan dalam meningkatkan profitabilitas. MACPASS adalah perbandingan antara kapitalisasi pasar saham terhadap total aset dari deposito bank. Kapitalisasi pasar saham merupakan istilah bisnis yang menunjuk ke harga keseluruhan saham perusahaan yang harus dibayar seseorang untuk membeli sebuah perusahaan. Perkembangan dan pertumbuhan suatu kapitalisasi pasar saham seringkali menjadi ukuran penting dalam menilai keberhasilan atau kegagalan perusahaan (perbankan) terbuka. Kapitalisasi pasar saham diukur dengan mengalikan jumlah saham perusahaan yang beredar dengan harga saham sekarang. MACPASS saling melengkapi dan subsitusi antara pembiayaan bank dan pasar saham. Demirguc Kunt dan Huizinga (1990) dalam Kosmidou (2008) menemukan bahwa MACPASS mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas bank. ASSGDP merupakan perhitungan rasio total aset dari deposito bank dibagi dengan GDP. ASSGDP mencerminkan keseluruhan tingkat pengembangan sektor 6 perbankan dan mengukur pentingnya pembiayaan bank dalam perekonomian. Demirguc-Kunt dan Huizinga (1999) dalam Kosmidou (2008) menemukan bahwa bank-bank di negara-negara dengan sektor perbankan yang kompetitif, di mana aset perbankan merupakan porsi yang lebih besar daripada GDP memiliki marjin yang lebih kecil dan kurang menguntungkan. Diharapkan penelitian ini menghasilkan pengaruh negatif dan signifikan seperti hasil penelitian Kosmidou (2008). Risiko konsentrasi adalah salah satu risiko yang tercakup dalam Pilar 2 Basel II. Risiko konsentrasi merupakan risiko yang timbul akibat eksposur yang berlebihan terhadap satu individu atau entitas, sekelompok entitas yang saling terkait, suatu wilayah geografis, sektor industri, produk tertentu dan lain sebagainya yang mempunyai kriteria sistematik yang serupa, dengan potensi untuk menghasilkan kerugian yang cukup besar (dibandingkan dengan modal, total aset bank ataupun tingkat risiko secara keseluruhan) sehingga dapat mengancam kesehatan bank ataupun kemampuan bank dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Cara mengukur risiko konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengukuran tradisional, yaitu metode pengukuran konsentrasi tanpa mengunakan model matematik. CONC atau rasio konsentrasi dihitung dengan total aset yang dimiliki oleh lima bank umum terbesar di Indonesia dibagi dengan total aset seluruh bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Rasio konsentrasi merupakan salah satu indikator dalam menentukan struktur industri finansial. Rasio konsentrasi berkisar antara nol hingga satu dan dinyatakan dalam persentase. Apabila nilai konsentrasi mendekati angka nol maka mengindikasikan sejumlah n bank memiliki pangsa pasar yang relatif kecil. Sebaliknya jika nilai rasio konsentrasi mendekati angka satu mengindikasikan bahwa tingkat konsentrasi yang relatif tinggi. CONC akan menurun 7 apabila jumlah perusahaan dalam industri meningkat. Diharapkan penelitian ini menghasilkan pengaruh positif dan signifikan seperti hasil penelitian Kosmidou (2008). Gross Domestic Product (GDP) merupakan salah satu indikator makroekonomi yang paling umum digunakan karena menunjukkan ukuran dari total kegiatan ekonomi dalam perekonomian. GDP diharapkan memiliki pengaruh pada berbagai faktor yang terkait dengan penawaran deposito dan permintaan pinjaman. GDP mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ROAA (Kosmidou, 2008). Inflasi merupakan indikator risiko bisnis dalam makro ekonomi. Apabila tingkat inflasi tinggi maka menunjukkan risiko bisnis yang tinggi pula. Jika inflasi meningkat, maka Bank Indonesia akan mengambil kebijakan dengan menurunkan BI-rate. Penurunan BI-rate tersebut direspon oleh bank umum dengan menaikkan suku bunga pinjaman yang lebih tinggi daripada suku bunga deposito. Sehingga orang akan cenderung lebih banyak menyimpan uang daripada meminjam uang di bank. Hal tersebut mengakibatkan pendapatan bunga dan laba bank menurun. Zeitun (2012) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terbalik antara inflasi dan profitabilitas. Money Supply Growth (MSG), menurut teori kuantitas uang yaitu perubahan dalam penyediaan uang terhadap perubahan nominal GDP dan perubahan harga. Peredaran uang mengacu pada kuantitas yang tersedia dan tergantung pada kebijakan moneter yang berlaku. Jumlah uang beredar ditentukan oleh kebijakan Bank Sentral, namun dipengaruhi oleh perilaku rumah tangga yang memegang uang dan bank di mana uang disimpan. Mamatzakis dan Remoundos (2003) dalam Kosmidou (2008) menggunakan supply uang sebagai ukuran pasar dan menemukan bahwa secara 8 signifikan mempengaruhi profitabilitas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pertumbuhan jumlah uang yang beredar (MSG) dan diharapkan memiliki pengaruh positif pada keuntungan bank, namun tidak berpengaruh signifikan. Namun dalam kenyataannya tidak semua teori yang telah dipaparkan di atas sesuai dengan bukti empiris yang ada. Seperti yang terjadi pada perkembangan perbankan Indonesia selama tahun 2008 sampai tahun 2015, terjadi ketidaksesuaian antara teori dengan bukti empiris. Ada pun data tentang dinamika pergerakan rasiorasio keuangan perbankan Indonesia selama tahun 2008 sampai tahun 2015, gambaran secara umum ditampilkan seperti pada Tabel 1.1. berikut ini: 9 Tabel 1.1. Dinamika Rasio Keuangan ROA, BOPO, CAR, LDR, dan NPL Perbankan Indonesia Tahun 2008 sampai Tahun 2015 (dalam persen) Periode ROA BOPO CAR LDR NPL 2008 2.3 84.1 16.2 77.2 1.5 2009 2.6 86.6 17.4 72.9 0.3 2010 2.9 86.1 17.2 75.5 0.3 2011 3.0 85.3 16.1 79.0 0.4 2012 3.1 74.2 17.3 83.9 0.7 2013 3.1 74.1 18.1 89.7 1.9 2014 2.9 76.9 19.6 89.4 2.2 2015 2.3 81.5 21.4 92.1 2.4 Sumber: Laporan Pengawasan Perbankan 2008 – 2012 oleh Bank Indonesia dan Laporan Profil Industri Perbankan 2013 -2015 dipublikasikan oleh Otorisasi Jasa Keuangan (data dimodifikasi) Tabel 1.1. menunjukkan pergerakan ROA yang cukup stabil dan meningkat dari tahun 2008 sampai tahun 2012. Namun pada tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 0,2% yaitu dari 3,1% menjadi 2,9%, kemudian cenderung menurun lagi pada tahun 2015 hingga 2,3%. Selama delapan tahun terakhir perbankan di Indonesia berhasil mencapai standar terbaik untuk angka ROA yaitu 1,5%. Jika dilihat dari tingkat efisiensi operasi perbankan di mana perolehan BOPO dari tahun 2008 sampai tahun 2015 mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian teori yang ada, di mana seharusnya pengaruh antara BOPO dengan ROA adalah berbanding terbalik. Angka standar BOPO dikatakan 10 sehat apabila berkisar pada 70%-75%. (InfoBank 2015). Apabila rasio BOPO yang dihasilkan suatu bank melebihi angka tersebut, maka kemungkinan bank tersebut tidak efisien dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Jika rasio BOPO berada pada kondisi efisien, laba yang diperoleh juga akan semakin besar karena biaya operasi yang ditanggung bank semakin kecil. Peningkatan laba akan diikuti dengan peningkatan ROA (profitabilitas). Dari Tabel 1.1. jika kita amati lebih teliti dalam kaitannya dengan pergerakan ROA, pada umumnya sesuai dengan teori bahwa ROA berbanding terbalik dengan BOPO, tetapi pada tahun 2008 ke tahun 2009 ROA dan BOPO bersamaan mengalami peningkatan yaitu ROA sebesar 0,3% dan BOPO juga meningkat sebesar 2,5%. Hal tersebut bertentangan dengan teori yang ada, di mana jika rasio BOPO meningkat, maka seharusnya ROA mengalami penurunan. Dari Tabel 1.1. juga bisa kita amati dari sisi permodalan yang diproksikan dengan rasio CAR, dari grafik dapat disimpulkan bahwa pergerakan CAR sangat fluktuatif dari tahun 2008 hingga 2011. Mulai tahun 2011 hingga tahun 2015 pergerakan CAR mengalami peningkatan dengan angka tertinggi 21,4% pada tahun 2015. Memang secara umum rasio CAR memenuhi persyaratan yaitu ratio CAR lebih dari 14% (Investor Daily, 2012), tapi jika fluktuasi CAR kita bandingkan dengan fluktuasi pada rasio ROA, pergerakan naik-turunnya CAR sangat tajam dibanding pergerakan rasio ROA. Serta ada beberapa periode di mana pergerakan CAR berbanding terbalik dengan pergerakan ROA, yaitu pada tahun 2009 ke tahun 2010, tahun 2010 ke tahun 2011, tahun 2013 ke tahun 2014, dan tahun 2014 ke tahun 2015. Hal tersebut bertentangan dengan teori yang ada, di mana jika ratio CAR meningkat, maka seharusnya ROA juga mengalami peningkatan. 11 Pada pergerakan rasio LDR, dari Tabel 1.1. terlihat pada tahun 2008 ke tahun 2009 menurun sebesar 4,3% dari 77,2% menjadi 72,9% dan meningkat lagi pada tahun 2010 hingga tahun 2013 menjadi 89,7%. Tetapi pada tahun 2013 menurun lagi sebesar 0,3% dari tahun 2014. Namun pada tahun 2015 LDR menunjukkan angkat terbaik yaitu sebesar 92,1%. Selama lima tahun terakhir LDR telah memenuhi target yang ditetapkan BI yaitu 78%-100%. Hal tersebut menunjukkan performa terbaik dalam pengelolaan dana sebesar 92,1% dan mencapai LDR ideal yang berkisar antara 85% hingga 110%. Jika kita kaitkan lagi dengan ROA maka akan jelas terlihat bahwa pergerakan LDR terhadap ROA yang berbanding terbalik pada tahun 2008 - tahun 2009 dan tahun 2014 – tahun 2015, hal ini tidak sesuai dengan teori di mana seharusnya hubungan LDR dan ROA berbanding lurus. Fenomena mengenai rasio-rasio keuangan juga terjadi pada NPL dan pengaruhnya terhadap ROA, di mana seharusnya mempunyai pengaruh terbalik. Dari Tabel 1.1. dapat terlihat bahwa penurunan NPL tidak diiringi dengan peningkatan ROA. Dari tahun 2008 hingga tahun 2010, angka NPL mempunyai kecenderungan menurun dari angka 1,5% menjadi 0,3%. Angka pergerakan NPL yang semakin baik dengan angka rasio yang semakin kecil menunjukkan kredit bermasalah yang dihadapi bank-bank semakin kecil. Sayangnya pada tahun 2010 hingga tahun 2015 angka NPL terus meningkat sebesar 2,1%. Angka tersebut diimbangi dengan semakin meningkatnya rasio ROA, sehingga hal ini tidak sesuai dengan teori yang berlaku di mana penurunan NPL seharusnya disertai dengan peningkatan ROA begitu juga sebaliknya. Permasalahan lain juga ditunjukkan dengan adanya research gap mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas perbankan yang masih belum 12 mendapatkan hasil yang memuaskan dan tidak konsisten. Ukuran bank (size) memberikan pengaruh yang ambigu terhadap kinerja bank, yaitu semakin besar ukuran bank maka akan menimbulkan biaya yang lebih besar sehingga akan berpengaruh negatif terhadap kinerja bank. Penelitian yang dilakukan oleh Wu (2006) juga menunjukkan hasil berbeda yaitu menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara ukuran bank (size) dengan profitabilitas bank. Semakin besar ukuran bank ditunjukkan dengan semakin besarnya total aset bank sehingga dapat menurunkan profitabilitas yang menimbulkan penurunan efisiensi dari perusahaan (Hassan dan Bashir, 2003). Meskipun beberapa penelitian empiris ditemukan berpengaruh langsung antara inflasi dan profitabilitas, tetapi secara teoritis dan rasional hubungannya adalah negatif. Menurut Perry (1992) dalam Kosmidou (2008), pengaruh inflasi terhadap kinerja bank tergantung pada apakah inflasi mampu diantisipasi atau tidak terduga. Dalam kasus pertama yaitu inflasi yang dapat diantisipasi, suku bunga dapat segera disesuaikan sehingga mampu menghasilkan pendapatan yang lebih cepat dan meningkat daripada biaya dengan pengaruh positif pada profitabilitas. Dalam kasus inflasi yang tak terduga, suku bunga mungkin lambat disesuaikan sehingga menghasilkan kenaikan biaya yang lebih cepat daripada pendapatan bank yang akibatnya memiliki pengaruh negatif pada profitabilitas bank. Sedangkan, penelitian Sufian (2011); Gull, Irshad dan Zaman (2011); Trujilo-Ponce (2012) menemukan pengaruh positif antara inflasi dan profitabiltas. Penilaian profitabilitas bank adalah penting, digunakan sebagai ukuran kinerja bank yang bermanfaat untuk menjaga kepercayaan para pemegang saham, tolak ukur bagi nasabah dalam memilih bank yang berkualitas dan sehat, serta memiliki fungsi 13 vital dalam stabilitas sistem keuangan Indonesia. Serta permasalahan lain yang ditunjukkan dengan adanya ketidaksesuaian antara teori dengan data empiris dan adanya research gap mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas perbankan yang masih belum mendapatkan hasil yang memuaskan dan tidak konsisten membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian di bidang perbankan secara spesifik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan bank dalam menghasilkan laba yang akan dituangkan dalam penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal terhadap Profitabilitas Bank (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2015)” 1.2. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: Untuk menganalisis pengaruh faktor internal (BOPO, CAR, LDR, NPL, dan SIZE) dan faktor eksternal (MACPASS, ASSGDP, CONC, GDP, INF, dan MSG) terhadap profitabilitas bank (ROAA). 1.3. Manfaat Penelitian 1. Bagi Aspek Praktik Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan antara teori yang diperoleh di bangku kuliah berbasis pada disiplin keilmuan dengan realitas yang terjadi di lapangan. 14 2. Bagi Perbankan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk keputusankeputusan yang ada kaitannya dengan profitabilitas bank dan aspek-aspek yang mempengaruhi. 3. Bagi Investor Dapat digunakan oleh para pemilik modal (investor) untuk menilai kinerja keuangan dan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi yang baik. 4. Bagi Peneliti Hasil penelitian dapat digunakan untuk tambahan informasi dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya 1.4. Sistematika Penulisan Penulisan ini disajikan dengan sistem penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Menjelaskan latar belakang pemilihan topik, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Menjelaskan tinjauan pustaka tentang pengertian bank, kinerja perbankan, dan hal-hal lain yang berhubungan dan mendukung penelitian serta pengembangan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Menjelaskan populasi dan pemilihan sampel, proses pengumpulan data, alat-alat statistik, dan pengujian hipotesis. BAB IV ANALISIS DATA 15 Menjelaskan seluruh hasil analisis terhadap data dan sampel yang digunakan dalam penelitian. BAB V PENUTUP Menjelaskan kesimpulan yaitu berupa jawaban dari permasalahan yang didapat dari hasil analisis, keterbatasan serta saran-saran yang terkait dengan kesimpulan tersebut.