A. TUJUAN PERCOBAAN Mengidentifikasi senyawa golongan

advertisement
A. TUJUAN PERCOBAAN
Mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid dengan analisa kualitatif.
A DASAR TEORI
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik
dan terdapat ditetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal dari
hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik
biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral
yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini.
(id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid)
1. Sifat umum alkaloid :

Alkaloid tidak larut atau sukar larut didalam air, tetapi alkaloid yang berada dalam bentuk
garam biasanya mudah larut dalam air.

Alkaloid bebas (yang bersifat basa) biasanya larut dalam eter, CHCl3 atau pelarut organik
lainnya, tapi garamnya tidak larut. Sifat kelarutan ini digunakaan sebagai dasar untuk
isolasi & pemurnian alkaloid

Kebanyakan alkaloid berbentuk kristal padat, beberapa berbentuk amorf. Alkaloid yang
berbentuk cair tidak mempunyai atom O dalam molekulnya. Garam alkaloid tidak sama
bentuk kristalnya dan, bentuk kristal ini berguna untuk identifikasi secara mikroskopik.

Ikatan N dalam alkaloid biasanya berada dalam bentuk amin primer, sekunder, tersier,
kuartener, amonium hidroksida dan semua ikatan N ini bersifat basa. Alkaloid umunya
mempunyai sepasang elektron sunyi yang dapat mengikat proton secara kovalen sehingga
membentuk garamnya yang umumnya larut dalam air. (Rogers MF, Wink M. 1998).
1
Sifat fisika alkaloid
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1 atom N
seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder
maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur
molekul dan gugus fungsionalnya) Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan
kristal tidak larut dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit
alkaloid yang berbentuk amorf dan beberapa seperti; nikotin dan koniin berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, species aromatik
berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa
bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa pseudo alkaloid dan proto
alkaloid larut dalam air. Garam alkaloid quartener sangat larut dalam air.
1
Sifat kimia alkaloid
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan elektron pada
nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron,
sebagai contoh; gugus alkil, maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih
bersifat basa. Hingga trietilamin lebih basa daripada dietilamin dan senyawa dietilamin lebih
basa daripada etilamin. Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik
elektron (contoh; gugus karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh
yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam. Contoh ; senyawa yang
mengandung gugus amida.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi,
terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering berupa Noksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan
jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa
organik (tartarat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah
dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya
A ALAT DAN BAHAN
1. Alat

Tabung reaksi

Pipet tetes

Rak tabung reaksi

Gelas kimia

Bunsen

Kaki tiga

Cawan

Spatel
1
Bahan

Sampel No.14

Sampel No.42

Preaksi untuk mengidentifikasi
A PROSEDUR
A DATA HASIL PENGAMATAN
Sampel no.14 dan no.42
No.
Sampel
14
Cara Kerja

Bentuk sampel

Isolasi (pemisahan analit dari
matriks)
Sampel + air – kocok menggunakan
Hasil

Serbuk
vortex – lakukan filtrasi
42

Filtrat + FeCL3

Filtrat + CuSO4 + NaOH

Filtrat + HNO3 p

Bentuk sampel

Isolasi (pemisahan analit dari
matriks)

Biru

Biru tosca

Coklat, gas

Cairan/injeksi
Sampel (cair) + AgNO3 – kocok
menggunakan vortex – filtrasi

Filtrat + K2Cr2O7

Hijau tua

Filtrat + KMnO4 + H2SO4

Ungu muda
A PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang indentifikasi golongan alkaloid, sampel yang di
uji no.14 dengan bentuk sampel serbuk putih, dan sampel no.42 dengan bentuk larutan jernih
/ injeksi
Sebelum identifikasi sampel di isolasi terlebih dahulu untuk sampel no.14, sampel
dicampurkan dengan air dan di kocok menggunakan alat vortex agar kelarutnnya sempurna,
dalam sediaan serbuk/tablet senyawa alkaloid biasanya berbentuk garamnnya sehingga
kelarutannya mudah larut dalam air, sementara matriksnya (talk, mg.stearat) tidak larut
dengan air sehingga analit yang di cari terdapat dalam pelarut air, lakukan filtrasi. Stelah
terpisah dari matriks analit di identifikasi dengan menambahkan FeCl3 menghasilkan larutan
berwarna biru yang berarti positif golongan anilin, analit yang diduga parasetamol. Untuk
memastikannya direaksikan lagi C8H9NO2 (aq) + NaOH (aq) ↔ C8H8NO2Na (aq) + H2O
dan penambahan CuSO4 dan menghasilkan larutan biru tosca yang positif pada pengujian
parasetamol. Untuk lebih pastinya C8H9NO2 + HNO3 p dan menghasilkan larutan kuning
yang positif pada pengujian parasetamol.
Pada sampel no.42 dengan bentuk sampel larutan/injeksi, sampel diisolasi dengan
penambahan AgNO3 sehingga matriks yang terdapat dalam sampel akan tertarik dan menjadi
endapan berwarna putih, lakukan filtrasi dan analit yang di cari terdapat dalam filtratnya.
Filtrat di reaksikan dengan K2Cr2O7 dan menghasilkan larutan berwarna hijau tua, di duga
atropin HCl. Untuk memastikannya di reaksikan dengan KMnO4 + H2SO4 dan menghasilkan
larutan berwarna ungu muda. Hasil reaksi ini positif pada pengujian atropin HCl.
Adapun ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dengan literatur yang ada, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Alat yang digunakan kurang steril / terkontaminasi.
2. Kurangnnya ketelitian dalam melakukan percobaan.
3. Kurangnnya preaksi dalam uji penegasan.
A KESIMPULAN
Berdasarkan beberapa pengujian yang telah dilakukan dalam percobaan, dapat disimpulkan
bahwa sampel no.14 adalah Parasetamol, dan sampel no.42 adalah Atropin HCl. Namun
pada hasil seharusnya sampel no.42 adalah Procain HCl.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, Ralph J, dan Fessenden, Joan S. 1997. Dasar-dasatr Kimia Organik. Bina
Aksara. Jakarta.
Underwood, A. L, 2002. Analisis Kimia Kualitatif. Jakarta :Erlangga
http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid"Kategori: Senyawa organik | Metabolit sekunder | Alkaloid
(diakses 5 Oktober 2013 21:30)
Rogers MF, Wink M. (1998). Alkaloid: biokimia, ekologi, dan obat-obatan aplikasi. Plenum
Press. Plenum Press. pp. 2–3
Dinkes. 1995, Farmakope Indonesia Edisi lV, Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Underwood, A. L, 2002. Analisis Kimia Kualitatif. Jakarta :Erlangga
Vogel, 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro, edisi ke 5. PT.
Kalman Media Pustaka. Jakarta
Read more: http://sandy-permana.webnode.com/news/laporan-praktikum-kimia-farmasi-analitiki-alkaloid/
Create your own website for free: http://www.webnode.com
1.2 tujuan praktikum
 Mahasiswa mampu mengidentifikasi bbeberapa senyawa kimia bahan alam hayati dari berbagai
jenis ekstrak tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis
tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang bersifat basa dan
dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Alkaloid
dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti, biji, daun, ranting, dan kulit batang.
Alkaloid harus berasal dari campuran senyawa rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan.
(Anggarita, 2010)
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan yang berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih
tersebar daripada yang lainnya. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan
karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada sprektum UV dan sprektum tampak. Flavonoid
pada umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon
falvonoid yang mana pun mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk
kombinasi glikosida. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka
diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan
eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah
basa amonia, jadi mereka mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan.Tidak ada
benda lain yang begitu mencolok dibandingkan flavonoid yang member konstribusi keindahan
dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin akan memberikan warna kuning
atau jingga, antosianin akan member warna merah , ungu atau biru yaitu semua warna yang
terdapat pada pelangi terkecuali warna hijau. Secara biologis, flavonoid memainkan peranan
penting dalam kaitannya dengan penyerbukan pada tanaman oleh serangga. Sebagian flavonoid
memiliki rasa yang pahit sehingga dapat menolak sejenis ulat tertentu. (Sastroamidjoyo, 1996)
Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang
mempunyai ciri sama yaitu cinoin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil.
Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering kali berikatan
dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Peranan beberapa
golongan senyawa fenol sudah diketahui (misalnya lignin sebagai bahan pembangun dinding sel,
antosianin sebagai pigmen bunga).
Senyawa fenol dan asam fenolat lebih baik dibahas bersama karena biasanya, pada
analisa tumbuhan, mereka diidentifikasi bersama. Hidrolisis jaringan tumbuhan dalam suasana
asam membebaskan sejumlah asam fenolat yang larut dalam eter, beberapa diantaranya umum
penyebarannya. Senyawa asam fenolat ada hubungannya dengan lignin terikat sebagai ester atau
terdapat pada daun di dalam fraksi yang tidak larut dalam etanol, atau mungkin terdapat di dalam
fraksinasi yang larut dalam etanol, yaitu sebagai glikosida sederhana. (Harborne, 1987)
Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering
kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol; jadi
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanpa warna, sering kali
bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan pada
suhu kamar. (sheeny, 1996)
BAB III
METODOLOGI
3.1 alat dan bahan

Alat yang digunakan
 Botol semprot
 Erlenmeyer
 Gelas ukur 10 ml
 Pipet tetes
 Penangas air
 Kompor listrik / gas
 Pipet volume 5 ml
 Penjepit tabung reaksi
 Tabung reaksi + rak

Bahan yang digunakan
 NaOH
 H2SO4
 HNO3
 MgCl2
 I2
 CH3COOH
 CH3COONa
 Aquades
 Reagen nesler
3.2 cara kerja
 Reaksi salkowsky dan liberman-binehard ( tes terpenoid)
1. Siapkan dua buah tabung reaksi yang kering dan bersih.
2. Masukkan tabung reaksi I :
 Masukkan 2 tetes sampel kedalam tabung reaksi dan secara perlahan lahan tambahkan 2-10 tetes
asam sulfat pekat ( H2SO4 )
 Kocok perlahan-lahan.
 Amati apa yang terjadi.
3. Pada tabung reaksi II :
 Masukkan 2 tetes sampel kedalam tabung reaksi dan secara perlahan lahan tambahkan 2-10 tetes
asam sulfat pekat ( H2SO4 )
 Perhatikan apa yang terjadi.
 Selanjutnya tambahkan asam asetat anhidat sebanyak 2-10 tetes
 Kocok perlahan-lahan.
 Amati apa yang terjadi.
 Reaksi warna untuk alkaloid
1. Siapkan tiga buah tabung reaksi yang bersih.
2. Kedalam tiap tiap tabung tambahkan 2 tetes sampel :
 Tabung I
: tambahkan 1 ml reagen nesler
 Tabung II
: tambahkan 1 ml HNO3 pekat
 Tabung III
: tambahkan 2 ml yodium.
 Reaksi warna untuk steroida
1.
2.
3.
4.
Siapkan 1 buah tabung reaksi yang bersih.
Kedalam tabung reaksi tambahkan asam asetet anhidrat.
Kocok tabung reaksi.
Amati apa yang terjadi.
 Reaksi warna untuk flavonoida dan fhenyl propanoida
1. Siapkan 4 buah tabung reaksi yang bersih
2. Kedalam masing masing tabung reaksi tambahkan 2 tetes sampel :
 Tabung I
: 1 ml NaOH encer
 Tabung II
: 1 ml natrium asetat ( CH3 COONa )
 Tabung III
: 2 ml MgCl2
 Tabung IV
: 1 ml H2SO4 pekat
3. Amati apa yang terjadi.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
Reaksi salkowsky dan liberman-binchard ( tes terpenoid)
No
Percobaan
Nama sampel
1
Hasil pengamatan
Tabung reaksi
Lengkuas
Tbung reaksi I :
Coklat bening
Lengkuas
Sampel + H2SO4
Tabung reaksi II :
Warna hitam pekat
2
Sampel + H2SO4
+ CH3COOH anhidrat
Reaksi warna alkaloid
No
Nama sampel
Percobaan
Hasil pengamatan
1
Tabung I : sampel +
2
Ekstrak lengkuas
reagen nesler
Tabung II : sampel +
Kuning
Ekstrak lengkuas
HNO3 pekat
Tabung III : sampel
Hijau dengan gumpalan hitam
3
-
yodium
Reaksi warna steroida
Nama sampel
Eksterk lengkuas
Percobaan
Hasil pengamatan
Sampel + CH3COOH anhidrat +
Keruh da nada endapan warna
kocok
hitam
Reaksi warna untuk flavanoida polyketida dan fhenyl propanoida
Nama sampel
Percobaan
Hsail pengamatn
Lengkuas
Tabung I : sampel + NaOH encer
Keruh terdapat gumpalan
lengkuas
Tabung II : sampel + CH3COONa
Bening dan ada endapan agak
menyebar
Tabung III :sampel + MgCl 2
lengkuas
-
Tabung IV : sampel + H2SO4
sampel bening dan ada
pekat
endapan sangat menyebar
4.2 pembahasan
Pada percobaan diatas kita melakukan uji percobaan dengan menggunakan beberapa jenis
tumbuhan, yaitu dengan menggunakan ekstrak lengkuas sebagai sampel. Proses ekstraksi dari
semua sampel tumbuhan dilakukan secara seragam, Yaitu dengan menggunakan pelarut air dan
dipanaskan selama beberapa menit. Kemudian bias melihat
antara ekstrak dan residunya.
Perbedaan proses ekstraksi dilakukan hanya pada ekstrak yang akan digunakan untuk uji
alkaloid.
Berdasarkan prosedur yang ada, waktu pemanasan juga berfariasi untuk beberapa
ekstrak yang akan digunakan pada setiap ujinya. Secara teoritis lama waktu pemanasan akan
berpengaruh pada kadar atau kandungan senyawa tertentu yang terdapat pada ekstrak yang kita
lakukan. Boleh jadi senyawa yang kita inginkan mengalami perubahan dan modifikasi akibat
pemansan yang terlalu lama, atau boleh jadi senyawa yang kita inginkan belum terekstrak karena
proses pemanasan yang kurang lama.sadangkan untuk percobaan alkaloid dilakukan dengan cara
pencampuran sampel lengkuas dengan beberapa tetes zat pelarut,dengan menggunakan yodium
dan HNO3 pekat, sehingga menghasilkan warna yang berbeda dari masing masing tabung.
Untuk uji flavanoid juga dilakukan dengan manggunakan bahan campuran sampel
lengkuas seperti, NaOH, natrium asetat, MgCl2, H2SO4 pekat, yang menghasilkan warna bening
yang terdapat beberapa gumpalan.
BAB V
PENUTUP
5.1 kesimpulan
Kimia analisa adalah ilmu yang mempelajari cara – cara penganalisaan zat kimia yang
terdapat didalam suatu senyawa atau larutan yang akan dianalisa baik jenis maupun kadarnya.
Analisa Kualitatif Adalah penyelidikan kimia mengenai jenis unsur atau ion yang terdapat dalam
suatu zat tunggal atau campuran.Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang
terbanyak ditemukan di alam. .
Berdasarkan prosedur yang ada, waktu pemanasan juga
berfariasi untuk beberapa ekstrak yang akan digunakan pada setiap ujinya. Secara teoritis lama
waktu pemanasan akan berpengaruh pada kadar atau kandungan senyawa tertentu yang terdapat
pada ekstrak yang kita lakukan. Boleh jadi senyawa yang kita inginkan mengalami perubahan
dan modifikasi akibat pemansan yang terlalu lama, atau boleh jadi senyawa yang kita inginkan
belum terekstrak karena proses pemanasan yang kurang lama.
5.2 saran
saran saya adalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik saya harap semua bahan yang
akan di praktikumkan agar tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Anggarita, 2010, Alkaloid, Diakses melalui website : http//anggun.anggarita.blogspot.com pada
tanggal 17 mei 2014.
Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia, ITB; Bandung.
Sastriamidjoyo, Hardjono, 1996, Sintesis Bahan Alam, Gadjah Mada; Yogyakarta
Sheeny, Mico. 2010. Glikosida. Diakses melalui website : http // mirensheeny. Blogspot. Com.
Alkaloid merupakan golongan metabolit sekunder terbesar dan heterogen, istilah
alkaloid diperkenalkan oleh W. Meissner pada tahun 1918, dimana alkaloid berasal dari kata
“alkali”yang berarti basa dan “iod” yang berarti mirip atau menyerupai. Jadi alkaloid merupakan
suatu senyawa yang mempunyai sifat seperti alkali atau basa. Definisi umum dikemukakan oleh
Pellitier (1982), alkaloid adalah senyawa siklik yang mengandung nitrogen dalam tingkat
oksidasi negative yang terdistribusi terbatas dalam kehidupan organisme. Secara ilmiah, definisi
alkaloid pertama kali diberikan oleh Winterstein dan Trier yang menyatakan alkaloid sebagai
suatu senyawa yang bersifat basa, mengandung nitrogen, dan berasal dari tumbuhan atau hewan.
(Febriany, 2008).
Alkaloid adalah basa organic yang mengandung amina sekunder, tersier atau siklik.
Diperkirakan 5500 alkaloid telah diketahui, dan alkaloid adalah yang containing some 5500
alkaloids are known, yang merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari
tanaman. Tidak satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya
mencakup senyawa senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya sebagai bagian dari system siklik. Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat
heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana (Utami, at all, 2008).
Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahkan jenis alkaloid. Pereaksi
sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang memiliki
berat atom tinggi seperti merkuri, bismuth, tungsen, atau jood. Pereaksi mayer mengandung
kalium iodida dan merkuri klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat dan
merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip dengan pereaksi Wagner dan
mengandung kalium jodida dan jood. Pereaksi asam silikotungstat menandung kompleks silikon
dioksida dan tungsten trioksida. Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar
dalam halsensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda. Ditilik dari popularitasnya,
formulasi mayer kurang sensitif dibandingkan pereaksi wagner atau dragendorff (Basset, 1994).
Basset, J. dkk. 1994. Vogel Kimia Analisis Kualitatif Organik. Edisi 4. Penerbit buku
kedokteran. Jakarta
artiana,febriany. 2008. Isolasi Alkoloid Utama dari Tumbuhan. J. Sains Kimia. Vol.91 hal 57-58.
Harrizul. 2006. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta ; UI Press.
Rohman, Abdul, dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar
humm, Dorothy E.1992. Intisari Biokimia. Binarupa Aksara.
, Nurul, at all. 2008. Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari Ekstrak Heksana Daun Ageratum conyzoides. J Sains
Kimia.Vol 9(2) hal 82-84.
Pada praktikum kali ini akan mengidentifikasi senyawa alkaloid di dalam sample. alkaloid
adalah senyawa organik yang mengandung atom N dan bersifat basa (memiliki pasangan
elektron bebas) serta memiliki efek farmakologi bagi manusia atau hewan. Alkaloid dalam
paktikum ini dibagi kedalam beberapa golongan, diantaranya golongan xantin, pirazolon, aniline,
opium, dll.
Sample alkaloid yang akan dilakukan pengidentifikasian adalah sample nomor 44 dan 57.
Pada pengujian organoleptik kedua sample ini berbentuk serbuk, rasanya tentu pahit karena
alkaloid ini didapat dari tumbuhan yang pada umumnya berasa pahit. Pada sample nomor 44
berwarna putih kekuningan, sample 57 berwarna putih, keduanya mempunyai bau yang netral.
Pada pengujian golongan, dilakukan pengujian golongan xanthin terlebih dahulu dengan
cara mereaksikan dengan pereaksi parry dan ditambahkan dengan amoniak pekat, kemudian akan
didapat warna kuning. Dan jika dilarutkan dengan parry bewarna ungu. Pada uji golongan
pirazolon direaksikan antara sample dengan FeCl akan menghasilkan warna biru kehijauan. Pada
pengujian golongan ini dilakukan juga pada golongan aniline dan opium, tetapi pada keduanya
hasilnya negative. Untuk uji golongan pirazolon dengan prediksi sample 44 adalah antalgin
dengan mereaksikan dengan AgNO3 dan menghasilkan warna larutan ungu keruh dengan
endapan perak metalik, tetapi dalam kenyataannya negate, hasil yang benar adalah efedrin hcl
yang etrdapat pada golongan lain-lain. Efedrin adalah golongan alkaloid yang didapat dari
tumbuhan Ephedra vulgaris dan biasa digunakan sebagai obat asma. Untuk uji golongan yang
xantin diprediksikan adalah antara teofilin dan aminophilin. Tetapi setelah dilakukan dengan uji
penegasan dengan menggunakan aqua panas dan AgNO3 dan menghasilkan endapan putih
dengan cairan kental, ini berarti positif untuk teofilin pada sample nomor 57.
Alkaloid merupakan suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen (N), dimana
biasanya dalam bentuk siklik dan bersifat basa. Harborner dan Turner (1984)
mengungkapkan bahwa tidak satupun definisi alkoloid yang memuaskan, tetapi
umumnya alkoloid adalah senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa,yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam cincin heterosiklik, dan
bersifat aktif biologis menonjol. Senyawa ini tersebar luas dalam dunia tumbuhtumbuhan dan banyak diantaranya yang mempunyai efek fisiologis yang kuat.
Beberapa dari efek tersebut telah dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia primitif
jauh sebelum ilmu kimia organik berkembang. (Rangke, 1998)
L. Tobing, M.Sc., Rangke. 1989. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Depdikbud.
Lenny, S., 2006, Terpenoid dan Steroid, Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara,
Medan
Markham,K.R. 1988. Cara mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB, Bandung
Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifat
basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam
struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek
farmakologis pada manusia dan hewan. Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk
golongan alkaloid tapi atom N (Nitrogen)nya terdapat di dalam rantai lurus atau alifatis (Nadjeb,
2010).
Alkaloid di bagi menjadi beberapa kelompok menurut atom Nitrogennya. Yaitu Alkaloid
sebenarnya, protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Berdasarkan intinya penyusunnya (basa organiknya)
diklasifikasikan menjadi 12 kelompok yaitu; Benzena, Piridina, Piperidina, Kuinolina, Isokuinolina,
Fenantren, Pirolidina Siklo pentano perhidro fenantren, Imidazol, Indol, Purin dan Tropan.
Bervariasinya skema untuk klasifikasi alkaloid didasarkan pada konstitusinya, telah disarankan
dalam hal ini tata nama untuk alkaloid. Karena luasnya variasi kelompok alkaloid, akan tetapi tidak
satu pun yang sangat memuaskan (Nadjeb, 2010).
Karena alkaloid sebagai suatu kelompok senyawa yang terdapat sebagian besar pada
tanaman berbunga, maka para ilmuwan sangat tertarik pada sistematika aturan tanaman. Kelompok
tertentu alkaloid dihubungkan dengan famili atau genera tanaman tertentu. Berdasarkan sistem
Engler dalam tanaman yang tinggi terdapat 60 order. Sekitar 34 dari padanya mengandung alkaloid.
40% dari semua famili tanaman paling sedikit mengandung alkaloid. Namun demikian, dilaporkan
hanya sekitar 8,7% alkaloid terdapat pada disekitar 10.000 genus. Kebanyakan famili tanaman yang
mengandung alkaloid yang penting adalah Liliaceae, solanaceae dan Rubiaceae (Nadjeb, 2010).
Agestia Resi dan Sugrani Gandis. 2009. Flavonoid (Quercetin). (Online) (http://
pasche08.files.wordpress.com/2009/05/copy-of-copy-of-makalah-quercetin-2003.pdf diakses
tanggal 22 Oktober 2011).
Armelia. 2011. Fito-Kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker. (Online)
(http://www.kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1100397943&2 diakses tanggal 22 Oktober
2011).
Awan. 2010. Uji Fitokimia. (Online) (http://awanl.blogspot.com/2010/11/uji-fitokimia.html diakses
tanggal 22 Oktober 2011).
Dwi.
2010. Uji Fitokimia pada Buah Pedada (Sonneratia caseolaris). (Online)
(http://dwio08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/uji-fitokimia-pada-buah-pedada-sonneratiacaseolaris/ diakses tanggal 22 Oktober 2011).
Hartono. 2009. Saponin. (Online) (http://www.farmasi.asia/tag/saponin/ diakses tanggal 22 Oktober
2011).
Idawani. 2011. Rosella Bunga Cantik Berkhasiat Obat. (Online) (http://nad.litbang.
deptan.go.id/ind/files/buletin/2009/ROSELLA%20%20BUNGA%20%20CANTIK
%20%20BERKHASIAT%20%20OBAT.pdf diakses tanggal 22 Oktober 2011).
Lenny Sofia. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida. (Online)
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1842/1/06003489.pdf diakses tanggal 22
Oktober 2011).
Nadjeb. 2010. Alkaloid. (Online) (http://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/03/alka
loid.pdf diakses tanggal 22 Oktober 2011).
Nadjeb. 2010. Pembentukkan Alkaloid Melalui Jalur Tirosin. (Online) (http://nadjeeb
.files.wordpress.com/2010/06/tirosin.pdf diakses tanggal 22 Oktober 2011).
Ningsih Sri, et. all. 2005. Analisa Senyawa Golongan Flavonoid Herba Tempuyung
(Sorchus arvencis). (Online) (http://www.iptek.net.id/ind/pustaka_pangan/
pdf/Senaki_V/SRININGSIH.pdf diakses tanggal 22 Oktober 2011).
Soewolo. 1996. Pengaruh Anabolik Steroid terhadap Pembentukan Otot dan Kesehatan. (Online)
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/12961324.pdf diakses tanggal 22 Oktober 2011).
Wiyarsih
Antuni.
2011.
Khasiat
Bunga
Rosella
(hibiscus
sabdariffa).
(Online)
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/PPM%20Bunga%20Rosella.pdf diakses tanggal 22
Oktober 2011).
Wulandari Brilianti Dwi. 2010. Pengaruh Pemberian Seduhan Kelopak Bunga Rosella (hibiscus
sabdariffa) Dosis Bertingkat Selama 30 Hari terhadap Gambaran Histologik Ginjal Tikus Wistar.
(Online) (http://eprints.undip.ac.id
/23177/1/Brilianti.pdf diakses tanggal 22 Oktober 2011).
Pengertian Alkaloid
Alkaloid adalah Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus fungsi
amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah yang mengandung 1/ lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya
beracun, jadi banyak digunakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, sering
kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tapi hanya sedikit yang berupa cairan pada
suhu kamarPada umumnya, alkaloid tidak sering terdapat dalam gymospermae, paku-pakuan,
lumut dan tumbuhan rendah.Suatu
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa
dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal
dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk
amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan
berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin
dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid
jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari
biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer
dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi
rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam
biosintesis alkaloid.
Sejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia. Manusia telah menggunakan obat-obatan
yang mengandung alkaloid dalam minuman, kedokteran, the, tuan atau tapal, dan racun selama
4000 tahun. Tidak ada usaha untuk mengisolasi komponen aktif dari ramuan obat-obatan hingga
permulaan abad ke sembilan belas. Obat-obatan pertama yang diketemukan secara kimia adalah
opium, getah kering Apium Papaver somniferum. Opium telah digunakan dalam obat-obatan
selama berabad-abad dan sifat-sifatnya sebagai analgesik maupun narkotik telah diketahui.
Pada tahun 1803, Derosne mengisolasi alkaloid semi murni dari opium dan diberi nama
narkotin. Seturner pada tahun 1805 mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap opium dapat
berhasil mengisolasi morfin.
tahun 1817-1820 di Laboratorium Pelletier dan Caventon di
Fakultas Farmasi di Paris, melanjutkan penelitian di bidang kimia alkaloid yang menakjubkan.
Diantara alkaloid yang diperoleh dalam waktu singkat tersebut adalah Stikhnin, Emetin, Brusin,
Piperin, kaffein, Quinin, Sinkhonin, dan Kolkhisin. tahun 1826, Pelletier dan Caventon juga
memperoleh Koniin suatu alkaloid yang memiliki sejarah cukup terkenal. Alkaloid tersebut tidak
hanya yang bertanggung jawab atas kematian Socrates akibat dari hisapan udara yang beracun,
tetapi karena struktur molekulnya yang sederhana. Koniin merupakan alkaloid pertama yang
ditentukan sifat-sifatnya (1870) dan yang pertama disintesis (1886). Selama tahun 1884 telah
ditemukan paling sedikit 25 alkaloid hanya dari Chinchona. Kompleksitas alkaloid merupakan
penghalang elusidasi struktur molekul selama abad ke sembilan belas bahkan pada awal abad ke
dua puluh. Sebagai contoh adalah Stikhnin yang ditemukan pertama kali oleh Pelletier dan
Caventon pada tahun 1819 dan struktur akhirnya dapat ditentukan oleh Robinson dan kawankawan pada tahun 1946 setelah melakukan pekerjaan kimia yang ekstra sukar selama hampir 140
tahun.
Tahun 1939 hampir 300 alkaloida telah diisolasi dan ± 200 telah ditentukan struktur. Dalam
seri Alkaloida yang diterbitkan pertama oleh Manske pada 1950 memuat lebih 1000
alkaloida.Dikenalnya teknik sistem analisis kromatografi preparatif dan instrumen canggih maka
penemuan alkaloida meningkat cepat-nya. Buku terbitan 1973 mencatat 4959 alkaloida dapat
diisolasi dan 3293 ditentukan strukturnya. Perkembang Ilmu Pengetahuan dengan penemuan
berbagai macam kromatografi dan instrumen spektroskopii dengan sistem komputerisasi maka
isolasi dan penentuan struktur alkaloida sudah tidak terbilang lagi
Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur
sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya. Alkaloid
adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh
alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat
tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan
monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara
karakteristik di dalam tumbuh- tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan
fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar
diantaranya mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat
basa) dikarenakan adanya sepasang elektron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat
mendonorkan sepasang elektronnya. Kesulitan mendefinisikan alkaloid sudah berjalan bertahuntahun. Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa sebagai
hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah yang beragam senyawa alkaloid akhirnya harus
ditinggalkan (Hesse, 1981).Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat,
berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Alkaloid sering
kali optik aktif, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang dijumpai di alam, meskipun
dalam beberapa kasus dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu tumbuhan
mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung enantiomernya (Padmawinata,
1995). Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina. Sebagian
besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat farmakologi. Sebagai
contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi
sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan,
1969).
Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama karena
pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi fungsinya
dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai kemungkinan
perannya dalam tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata, 1995):
1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat dalam hewan (salah
satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen meskipun banyak
alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan
nitrogen.
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau pemangsa
tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang mendukung fungsi ini tidak
dikemukakan, mungkin merupakan konsep yang direka-reka dan bersifat ‘manusia sentris’.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur, beberapa alkaloid
menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangasang perkecambahan yang lainnya
menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat basa, dapat
mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan.
Perlu dicatat bahwa selama kimia organik berkembang pesat selama periode tersebut,
menjadi ilmu pengetahuan yang rumit pada saat ini, usaha pengembangan dalam kimia bahan
alam tumbuh sejalan, banyak reaksi yang sekarang merupakan reaksi klasik dalam kimia organik
adalah hasil penemuan pertama dari studi yang cermat degradasi senyawa bahan alam.
Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan,
dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik
ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid.
Awal alkaloida diketahui hanya terdapat dalam tumbuhan, terutama tumbuhan berbunga,
Angiospermae. Selanjutnya ternyata terdapat dalam hewan, serangga, biota laut, mikroorganisme
dan tumbuhan rendah. Contoh : Sebangsa rusa (muskopiridina), sejenis musang Kanada
(kastoramina).
Alkaloida sebagian besar dalam tumbuhan ber-bunga. Kelompok alkaloida tertentu dapat
dihubungkan dengan Keluarga (Famili) atau Marga (Genus). Sistem Engeler tumbuhan tinggi
ada 60 Bangsa (Ordo) dan ± 34 mengandung alkaloida, 4% semua Keluarga mengandung
sedikitnya satu alkaloida, hanya 8,7% pada sekitar 10.000 Marga. Keluarga mengandung
alkaloida: Liliaceae, Solanaceae dan Rubiaceae. Satu Keluarga beberapa Marga mengandung
alkaloida dan lainnya tidak, ada Marga sama mengandung alkaloida sama juga dari Keluarga
lain. Contoh : hiosiamin terdapat dalam 7 Marga yang berbeda dari Keluarga Solanaceae, sedang
vindolin dan morfin terda-pat terbatas hanya beberapa jenis tumbuhan dari Marga yang sama.
Alkaloida adalah senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik yang mengandung atom N
didalam intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam asam-asam serta membentuk
garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologis baik terhadap manusia ataupun hewan.
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas
pada tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada
Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki
struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok.
Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai
oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk
menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada
waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina).
Alkaloid adalah Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus fungsi
amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah yang mengandung 1/ lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya
beracun, jadi banyak digunakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, sering
kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tapi hanya sedikit yang berupa cairan pada
suhu kamarPada umumnya, alkaloid tidak sering terdapat dalam gymospermae, paku-pakuan,
lumut dan tumbuhan rendah.Suatu
Alkaloid merupakan senyawa organik bahan alam yang terbesar jumlahnya, baik dari segi
jumlahnya maupun sebarannya.Berikut berbagai definisi menurut:

Alkaloid menurut Winterstein dan Trier didefinisikan sebagai senyawa senyawa yang
bersifat basa, mengandung atom nitrogen berasal dari tumbuan dan hewan.

Harborne dan Turner (1984) mengungkapkan bahwa tidak satupun definisi alkaloid yang
memuaskan, tetapi umumnya alkaloid adalah senyawa metabolid sekunder yang bersifat
basa, yan mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam cincin heterosiklik,
dan bersifat aktif biologis menonjol.
Struktur alkaloid beraneka ragam, dari yang sederhana sampai rumit, dari efek biologisnya
yang menyegarkan tubuh sampai toksik.Satu contoh yang sederhana adalah nikotina. Nikotin
dapat menyebabkan penyakit jantung, kanker paru-paru, kanker mulut, tekanan darah tinggi, dan
gangguan terhadap kehamilan dan janin.
A. Tata Nama Senyawa Alkaloid
Alkaloida tidak mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu suatu alkaloida
dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin,morfin, dan stiknin. Hampir semua nama trivial
ini berakhiran –in yang mencirikan alkaloida.
Berikut ini beberapa contoh dari alkaloid:
 Contoh rumus bangun untuk golongan purin:
 Rumus bangun untuk golongan pirolidin
 Rumus bangun untuk golongan pyridine
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat
basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Sebagian besar alkaloida mempunyai
kerangka dasar polisiklik termasuk cincin heterosiklik nitrogen serta mengandung subtituen yang
tidak terlalu bervariasi. Atom nitrogen alkaloida hampir selalu berasal dalam bentuk gugus amin
(-NR2) atau gugus amida (-CO-NR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus nitro (NO2) atau
gugus diazo. Sedang subtituen oksigen biasanya hanya ditemukan sebagai gugus fenol (-OH),
metoksi (-OCH3) atau gugus metilendioksi (-O-CH2-O). Subtituen-subtituen oksigen ini dan
gugus N-metil merupakan ciri sebagian besar alkaloida.
Pada alkaloida aromatik terdapat suatu pola oksigenasi tertentu. Pada senyawa –senyawa
ini gugus fungsi oksigen ditemukan dalam posisi para atau para dan meta dari cincin aromatic.
Penamaan Alkaloida
 Beberapa penamaan alkaloid berdasarkan family/keluarga/genus dimana mereka ditemukan.
Contoh Papavarine, Punarnavin,ephidrin
 Berdasarkan spesies tumbuh asal. Contoh kokain, beladonin
 Berdasarkan nama umum tumbuhan penghasil. Contohnya alkaloid ergot
 Berdasarkan aktivitas fisik contohnya morfin yang dikenal dengan tanaman Dewa dari Mimpi.
Emitin yang berarti muntahan menurut penemu.
 Peletierine yang merupakan gugus yang ditemukan oleh P.J Peletier
 Ada beberapa nama dengan penambahan prefiks pada penamaan alkanoid. Contohnya epi, iso,
neo, pseodo, nor, CH
B. Sifat-Sifat Alkaloid
Beberapa sifat dari alkaloid yaitu :
1. Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino dan golongan heterogen.
2. Umumnya berupa Kristal atau serbuk amorf.
3. Alkaloid yang berbentuk cair yaitu konini, nikotin dan spartein.
4. Dalam tumbuhan berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida atau dalam bentuk
garamnya.
5. Umumnya mempunyai rasa yang pahit.
6. sering beracun.
7. bersifat optis aktif dan berupa sistim siklik
8. Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kloroform, eter dan
pelarut organik lainnya yang bersifat relative nonpolar.
9. Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air.
10. Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada atom N-nya.
11. biasanya banyak digunakan dibidang farmasi.
12. sampel yang mengandung alkaloid setelah drx akan berwarna merah.
1. Sifat-Sifat Fisika
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1 atom
N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa amin primer,
sekunder maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari
struktur molekul dan gugus fungsionalnya) Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa
padatan kristal tidak larut dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi.
Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf dan beberapa seperti; nikotin dan koniin berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, species aromatik
berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa
bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa pseudoalkalod dan
protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.
2. Sifat-Sifat Kimia
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan elektron
pada nitrogen.Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan
elektron, sebagai contoh; gugus alkil, maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan
senyawa lebih bersifat basa. Hingga trietilamin lebih basa daripada dietilamin dan senyawa
dietilamin lebih basa daripada etilamin. Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan
bersifat menarik elektron (contoh; gugus karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron
berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit
asam. Contoh ; senyawa yang mengandung gugus amida.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi,
terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering berupa Noksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan
jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa
organik (tartarat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah
dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.
C. Penggolongan Alkaloid
Alkaloida tidak mempunyai tatanan sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloida dinyatakan
dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin dan strikhnin. Hampir semua nama trivial ini
berakhiran –in yang mencirikan alkaloida. Klasifikasi alkaloida dapat dilakukan berdasarkan
beberapa cara, yaitu : (2,5)
1.
Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul.
Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis sperti alkaloida
pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin, alkaloida kuinolin, dan alkaloida indol.
2.
Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini digunakan untuk
menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada suatu jenis tumbuhan.
Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu aklakoida tembakau,
alkaloida amaryllidaceae, alkaloida erythrine dan sebagainya. Cara ini mempunyai kelemahan,
yaitu : beberapa alkaloida yang berasal dari tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang
berbeda-beda.
3. Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan hubungan antara
berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai jenis cincin heterosiklik. Dari
biosintesa alkaloida, menunjukkan bahwa alkaloida berasal hanya dari beberapa asam amino
tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama,
yaitu :
a.
b.
Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.
Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4dihidrofenilalanin.
c.
Alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptofan.
4.
Sistem klasifikasi berdasarkan Hegnauer yang paling banyak diterima, dimana alkaloida
dikelompokkan atas :
a. Alkaloida sesungguhnya
Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas,
hamper tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik,
diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik.
Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang
bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quartener yang bersifat
agak asam daripada bersifat basa.
b. Protoalkaloida
Protoalkaloida merupakan amin yang relative sederhana dimana nitrogen asam amino tidak
terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesa dari asam
amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini.
c. Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekusor asam amino. Senyawa ini biasanya bersifat basa.
Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu steroidal dan purin.
Berikut ini adalah pengelompokan alkaloid berdasarkan struktur cincin atau struktur
intinya yang khas, dimana pengelompokkan dengan cara ini juga secara luas digunakan :
1. Inti Piridin-Piperidin, misalnya lobelin, nikotin, konini dan trigonelin
2. Inti Tropan, misalnya hiosiamin, atropine, kokain.
3. Inti Kuinolin, misalnya kinin, kinidin
4. Inti Isokuinolin, misalnya papaverin, narsein
5. Inti Indol, misalnya ergometrin dan viblastin.
6. Inti Imidazol, misalnya pilokarpin.
7. Inti Steroid, misalnya solanidin dan konesin.
8. Inti Purin, misalnya kofein.
9. Amin Alkaloid, misalnya efedrin dan kolsikin
Alkaloid biasanya diklasifikasikan menurut kesamaan sumber asal molekulnya
(precursors),didasari dengan metabolisme pathway (metabolic pathway) yang dipakai untuk
membentuk molekul itu. Kalau biosintesis dari sebuah alkaloid tidak diketahui, alkaloid
digolongkan menurut nama senyawanya, termasuk nama senyawa yang tidak mengandung
nitrogen (karena struktur molekulnya terdapat dalam produk akhir. sebagai contoh: alkaloid
opium kadang disebut "phenanthrenes"), atau menurut nama tumbuhan atau binatang dimana
senyawa itu diisolasi. Jika setelah alkaloid itu dikaji, penggolongan sebuah alkaloid dirubah
menurut hasil pengkajian itu, biasanya mengambil nama amine penting secara biologi yang
mencolok dalam proses sintesisnya.
 Golongan Pyridine: piperine, coniine, trigonelline, arecoline, arecaidine, guvacine, cytisine,
lobeline, nikotina, anabasine, sparteine, pelletierine.
Pyridine adalah sederhana aromatik heterocyclic senyawa organik dengan rumus kimia
C5H5N digunakan sebagai pelopor ke Agrokimia dan obat-obatan, dan juga penting sebagai
larutan dan reagen. Hal ini terkait dengan struktur benzena, dimana CH diganti dengan atom
nitrogen.
Strukturnya:
 Golongan Pyrrolidine: hygrine, cuscohygrine, nikotina
Pirolidina, juga dikenal sebagai tetrahidropirola, merupakan senyawa organik dengan
rumus kimia C4H9N. Ia merupakan senyawa amina siklik dengan cincin beranggota lima yang
terdiri dari empat atom karbon dan satu atom nitrogen. Ia berupa cairan bening dengan aroma
tidak sedap seperti amonia.
Pirolidina ditemukan secara alami pada daun tembakau dan wortel. Struktur cincin pirolidina
dapat ditemukan pada banyak alkaloid alami, seperti nikotina dan higrina. Ia juga dapat
ditemukan pada banyak obat-obatan farmasi seperti prosiklidina dan bepridil. Ia juga menjadi
dasar senyawa rasetam (misalnya pirasetam dan anirasetam). Strukturnya:
 Golongan Tropane: atropine, kokaina, ecgonine, scopolamine, catuabine
 Golongan Quinoline: kinina, quinidine, dihydroquinine, dihydroquinidine, strychnine, brucine,
veratrine, cevadine
 Golongan Isoquinoline: alkaloid-alkaloid opium (papaverine, narcotine, narceine), sanguinarine,
hydrastine, berberine, emetine, berbamine, oxyacanthine
 Alkaloid Phenanthrene: alkaloid-alkaloid opium (morfin, codeine, thebaine)
 Golongan Phenethylamine: mescaline, ephedrine, dopamine
 Golongan Indole:
Tryptamines: serotonin, DMT, 5-MeO-DMT, bufotenine, psilocybin
Ergolines (alkaloid-alkaloid dari ergot ): ergine, ergotamine, lysergic acid
Beta-carboline: harmine, harmaline, tetrahydroharmine
Yohimbans: reserpine, yohimbine
Alkaloid Vinca: vinblastine, vincristine
Alkaloid Kratom (Mitragyna speciosa): mitragynine, 7-hydroxymitragynine
Alkaloid Tabernanthe iboga: ibogaine, voacangine, coronaridine
Alkaloid Strychnos nux-vomica: strychnine, brucine
 Golongan Purine:
o Xantina: Kafein, theobromine, theophylline
Purine adalah senyawa organic kompleks aromatik heterocyclic, yang terdiri dari cincin
pyrimidine yang tergabung ke sebuah cincin imidazole.
Struktur Purine:
Struktur Kafeine
 Golongan Terpenoid:
o Alkaloid Aconitum: aconitine
o Alkaloid Steroid (yang bertulang punggung steroid pada struktur yang
bernitrogen):

Solanum (contoh: kentang dan alkaloid tomat) (solanidine, solanine,
chaconine)

Alkaloid Veratrum (veratramine, cyclopamine, cycloposine, jervine,
muldamine)

Alkaloid Salamander berapi (samandarin)

lainnya: conessine
Struktur Terpenoida:
 Senyawa ammonium quaternary s: muscarine, choline, neurine
 Lain-lainnya: capsaicin, cynarin, phytolaccine, phytolaccotoxin
Hingga kini belum ada pendefinisian tunggal dan penggolongan yang jelas dari alkaloid.
Dalam bukunya, Matsjeh (2002) menerangkan beberapa klasifikasi alkaloid, diantaranya yaitu
berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula
kejadiannya (biosintesis) dan hubungannya dengan asam amino. Berdasarkan lokasi atom
nitrogen di dalam struktur alkaloid, alkaloid dapat dibagi atas 5 golongan:
Alkaloid heterosiklis
Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina
Alkaloid peptida
Alkaloid terpena
Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklis adalah sangat terbesar dan yang terkecil adalah
alkaloid alkaloid putressina, spermidina, dan spermina. Ini dapat dilihat dari jumlah anggota dari
masing-masing golongan seperti diterangkan di bawah ini:
1. Alkaloid heterosiklis, merupakan alkaloid dengan atom nitrogennya terdapat dalam cincin
heterosiklis. Alkaloid heterosiklis dibagi menjadi:
a. Alkaloid pirolidin
b. Alkaloid indol
c. Alkaloid piperidin
d. Alkaloid piridin
e. Alkaloid tropan dan basa yang berhubungan
f. Alkaloid histamin, imidazol dan guanidine
g. Alkaloid isokuinolin
h. Alkaloid kuinolin
i.
Alkaloid akridin
j.
Alkaloid kuinazolin
k. Alkaloid izidin
l.
Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
2. Alkaloid dengan nitrogen aksosiklis dan amina alifatis
a. Eritrofleum
b. Fenilalkilamina
c. Kapsaisin
d. Alkaloid dari jenis kolkina
3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina
4. Alkaloid peptida
5. Alkaloid terpena dan steroid
Sedangkan
berdasarkan
asal
mulanya
(biogenesis)
dan
hubungannya
dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: (1) True alkaloid, (2) Proto
alkaloid, dan (3) Pseudo alkaloid(seperti yang telah dijelaskan sebelumnya).
Sedangkan beberapa ahli mengklasifikasikan alkaloid sebagai berikut
Klasifikasi alkaloid
1. Berdasarkan taksonomi
Berdasarkan taksonomi seperti Solanaceaos, papilionaceae tanpa keterangan dari sifat kimianya
2. Berdasarkan Biosintesis
Pengelompokan alkaloid berdasarkan biosintesis didasarkan oleh typeprekursor atau senyawa
pembangun yang digunaan tumbuh-tumbuhan untukmensintesis struktur kompleks. Contoh
Morphine, Papaverine, nicotine, tubocurarin dan calchicins dalam penilalanin dan basa tirosin
3. Berdasrkan klasifikasi kimia
Pengelompokakn ini didasari oleh struktur cincin
1.nonheterosiklik alkaloid
herodinine (Horedeum Vulgare) Ephedrine (Ephendragerardiana), gentaeceae
2.heterosiklik alkaloida
a. pyrole-pyrrolidin
hygrinesCoca sp
b.pyrrolizine
seneciphylline, Senecia sp
c. pyudrin dan piperidine
Lobaline,piperidine. Ricinine
d.
piperidine(triptofan)
hyoscyomine, Atropine Hyoscine-Solanceae Cocan sp
e. Quinoline
Quinine, quinidine (Cinchona bark) Cinchonime. Cinchonidine dan Cusparin
f. Iso – quinolin
Papavarine, NArceine Emitine dan Cephalin
g.Reduce isoquinoline
Baldine (Peumus Baldus)
h.Nur lupinane
Spartine,luponine
i. Indole alkaloida
Yohimbine, Vincristin dan lain-lain
D. Isolasi Alkaloid
Satu-satunya sifat kimia alkaloid yang paling penting adalah kebasaannya. Metode
pemurnian dan pencirian ialah umumnya mengandalkan sifat ini, dan pendekatan khusus harus
dikembangkan untuk beberapa alkaloid misalnya rutaekarpina, kolkhisina, risinina) yang tidak
bersifat basa.
Umumnya isolasi bahan bakal sediaan galenik yang mengandung alkaloid dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu :
1. Dengan menarik menggunakan pelarut-pelarut organik berdasarkan azas Keller. Yaitu alkaloida
disekat pada pH tertentu dengan pelarut organik. Prinsip pengerjaan dengan azas Keller yaitu
alkaloida yang terdapat dalam suatu bakal sebagai bentuk garam, dibebaskan dari ikatan garam
tersebut menjadi alkaloida yang bebas. Untuk itu ditambahkan basa lain yang lebih kuat daripada
basa alkaloida tadi. Alkaloida yang bebas tadi diekstraksi dengan menggunakan pelarut –pelarut
organic misalnya Kloroform. Tidak dilakukan ekstraksi dengan air karena dengan air maka yang
masuk kedalam air yakni garamgaram alkaoida dan zat-zat pengotor yang larut dalam air,
misalnya glikosida-glikosida, zat warna, zat penyamak dan sebagainya. Yang masuk kedalam
kloroform disamping alkaloida juga lemaklemak, harsa dan minyak atsiri. Maka setelai alkaloida
diekstraksi dengan kloroform maka harus dimurnikan lagi dengan pereaksi tertentu. Diekstraksi
lagi dengan kloroform. Diuapkan, lalu didapatkan sisa alkaloid baik dalam bentuk hablur
maupun amorf. Ini tidak berate bahwa alkaloida yang diperoleh dalam bentuk murni, alkaloida
yang telah diekstaksi ditentukan legi lebih lanjut. Penentuan untuk tiap alkaloida berbeda untuk
tiap jenisnya. Hal-hal yang harus diperhatikan pada ekstraksi dengan azas Keller, adalah :
a.
Basa yang ditambahkan harus lebih kuat daripada alkaloida yang akan dibebaskan dari ikatan
garamnya, berdasarkan reaksi pendesakan.
b. Basa yang dipakai tidak boleh terlalu kuat karena alkaloida pada umumnya kurang stabil. Pada
pH tinggi ada kemungkinan akan terurai, terutama dalam keadaan bebas, terlebih bila alkaloida
tersebut dalam bentuk ester, misalnya : Alkaloid Secale, Hyoscyamin dan Atropin.
c.
Setelah bebas, alkaloida ditarik dengan pelarut organik tertentu, tergantung kelarutannya dalam
pelarut organik tersebut.
Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan tumbuhan memakai air
yang diasamkan yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan dapat dibasakan
dengan natrium karbonat dan sebagainya dan basa bebas diekstaksi dengan pelarut organik
seperti kloroform, eter dan sebagainya. Radas untuk ekstraksi sinabung dan pemekatan khusunya
digunakan untuk alkaloid yang tidak tahan panas. Beberapa alkaloid menguap seperti,nikotina
dapat dimurnikan dengan cara penyulingan uap dari larutanmyang diabasakan. Larutan dalam air
yang bersifat asam danmmengandung alkaloid dapat dibasakan dan alkaloid diekstaksim dengan
pelarut organik , sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut dalam air tertinggal dalam
air. Cara lain yang berguna untuk memperoleh alkaloid dari larutan asam adalah dengan
penjerapan menggunakan pereaksi Lloyd. Kemudian alkaloid dielusi dengan dammar XAD-2
lalu diendapkan dengan pereaksi Mayer atau Garam Reinecke dan kemudian endapan dapat
dipisahkan dengan cara kromatografi pertukaran ion. Masalah yang timbul pada beberapa kasus
adalah bahwa alkaloid berada dalam bentuk terikat yang tidak dapat dibebaskan pada kondisi
ekstraksi biasa. Senyawa pengkompleksnya barangkali polisakarida atau glikoprotein yang dapat
melepaskan alkaloid jika diperlakukan dengan asam.
2. Pemurnian alkaloida dapat dilakukan dengan cara modern yaitu dengan pertukaran ion.
3. Menyekat melalui kolom kromatografi dengan kromatografi partisi.
Cara kedua dan ketiga merupakan cara yang paling umum dan cocok untuk memisahkan
campuran alkaloid. Tata kerja untuk mengisolasi dan mengidentifikasi alkaloid yang terdapat
dalam bahan tumbuhan yang jumlahnya dalam skala milligram menggunakan gabungan
kromatografi kolom memakai alumina dan kromatografi kertas.
E. Identifikasi Senyawa Alkaloid
1. Berdasarkan sifat spesifik.
Alkaloid dalam larutan HCl dengan pereaksi Mayer dan Bouchardhat membentuk
endapan yang larut dalam alkohol berlebih. Protein juga memberikan endapan, tetapi tidak larut
dalam dalam alcohol berlebih.
2. Berdasarkan bentuk basa dan garam-nya / Pengocokan
Alkaloid sebagai basanya tidak larut dalam air, sebagai garamnya larut baik dalam air.
Sebaiknya pelarut yang digunakan adalah pelarut organik : eter dan kloroform. Pengocokan
dilakukan pada pH : 2, 7, 10 dan 14.Sebelum pengocokan, larutan harus dibasakan dulu,
biasanya menggunakan natrium hidroksida, amonia pekat, kadang-kadang digunakan natrium
karbonat dan kalsium hidroksida.
3. Reaksi Gugus Fungsionil
a.
Gugus Amin Sekunder
Reaksi SIMON : larutan alkaloida + 1% asetaldehid + larutan na.
nitroprussida = biru-ungu.
Hasil cepat ditunjukkan oleh Conilin, Pelletierin dan Cystisin.
Hasil lambat ditunjukkan oleh Efedrin, Beta eucain, Emetin, Colchisin dan Physostigmin.
b. Gugus Metoksi
Larutan dalam Asam Sulfat + Kalium Permanganat = terjadi formaldehid, dinyatakan dengan
reaksi SCHIFF. Kelebihan Kalium Permanganat dihilangkan dengan Asam Oksalat.
Hasil positif untuk Brucin, Narkotin, koden, Chiksin, Kotarnin, Papaverin, Kinidin, Emetin,
Tebain, dan lain-lain
c.
Gugus Alkohol Sekunder
Reaksi SANCHES : Alkaloida + Larutan 0,3% Vanilin dalam HCl pekat, dipanaskan diatas
tangas air = merah-ungu.Hasil positif untuk Morfin, Heroin, Veratrin, Kodein, Pronin, Dionin,
dan Parakonidin.
d. Gugus Formilen
Reaksi WEBER & TOLLENS :
Alkaloida + larutan Floroglusin 1% dalam Asam Sulfat (1:1),
panaskan = merah.
Reaksi LABAT :
Alkaloida + Asam Gallat + asam Sulfat pekat, dipanaskan diatas tangas air = hijau-biru.
Hasil positif untuk Berberin, Hidrastin, Kotarnin, Narsein, Hidrastinin, narkotin, dan Piperin.
e. Gugus Benzoil
Reaksi bau : Esterifikasi dengan alcohol + Asam Sulfat pekat = bau ester.
Hasil positif untuk Kokain, Tropakain, Alipin, Stivakain, Beta eukain, dan lain-lain.
f. Reaksi GUERRT
Alkaloida didiazotasikan lalu + Beta Naftol = merah-ungu.
Hasil positif untuk kokain, Atropin, Alipin, Efedrin, tropakain, Stovakain, Beta eukain, dan lainlain.
g. Reduksi Semu
Alkaloida klorida + kalomel + sedikit air = hitam Tereduksi menjadi logam raksa.
Raksa (II) klorida yang terbentuk terikat dengan alkaloid sebagai kompleks.
Hasil positif untuk kokain, Tropakain, Pilokarpin, Novokain, Pantokain, alipin, dan lain-lain.
h. Gugus Kromofor
· Reaksi KING :
Alkaloida + 4 volume Diazo A + 1 volume Diazo B + natrium Hidroksida = merah intensif. Hasil
positif untuk Morfin, Kodein, Tebain dan lain-lain.
· Reaksi SANCHEZ :
Alkaloida + p-nitrodiazobenzol (p-nitroanilin + Natrium Nitrit + Natrium Hidrolsida) = ungu
kemudian jingga. Hasil positif untuk alkaloida opium kecuali Tebain, Emetin, Kinin, kinidin
setelah dimasak dengan Asam Sulfat 75%.
4. Pereaksi untuk analisa lainnya
a.
Iodium-asam hidroklorida
Merupakan pereaksi untuk golongan Xanthin. Digunakan untuk pereaksi penyemprot pada
lempeng KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dimana akan memberikan hasil dengan noda ungu-biru
sampai coklat merah.
b. Iodoplatinat
Pereaksi untuk alkaloid, juga sebagai pereaksi penyemprot pada lempeng KLT dimana hasilnya
alkaloid akan tampak sebagai noda ungu sampai biru-kelabu.
c.
Pereaksi Meyer (Larutan kalium Tetraiodomerkurat)
Merupakan pereaksi pengendap untuk alkaloid.
4.
Kegunaan Alkaloida
Alkaloida telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama
karena pengaruh fisiologisnya terhadap binatangmenyusui dan pemakainnya di bidang farmasi,
tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa mendapat mengenai
kemungkinan perannya ialah sebagai berikut :
1. Salah satu pendapat yang dikemukakan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi, ialah
bahwa alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat
hewan.
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tendon penyimpanan nitrogen meskipun
banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut meskipun sangat
kekurangan nitrogen.
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dariserangan parasit atau
pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang mendukung fungsi
ini tidak dikemukakan, ini barangkali merupakan konsep yang direka-reka dan bersifat
“manusia sentries”.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh karena segi struktur, beberapa alkaloid
menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangsang perkecambahan, yang
lainnya menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian bersifat basa, dapat
mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan.
Sejalan dengan saran ini, pengamatan menunjukkan bahwa pelolohan nikotina ke dalam
biakan akar tembakau meningkatkan ambilan nitrat. Alkaloid dapat pula berfungsi
dengan cara pertukaran dengan kation tanah.
Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang
farmakologi :
Senyawa Alkaloid
(Nama Trivial)
Aktivitas Biologi
Nikotin
Stimulan pada syaraf otonom
Morfin
Analgesik
Kodein
Analgesik, obat batuk
Atropin
Obat tetes mata
Skopolamin
Sedatif menjelang operasi
Kokain
Analgesik
Piperin
Antifeedant (bioinsektisida)
Quinin
Obat malaria
Vinkristin
Obat kanker
Ergotamin
Analgesik pada migraine
Reserpin
Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi
Mitraginin
Analgesik dan antitusif
Vinblastin
Anti neoplastik, obat kanker
Saponin
Antibakteri
BAB III
KESIMPULAN
1.
Alkaloid adalah Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus fungsi
amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah yang mengandung 1/ lebih
atom nitrogen,
2.
Alkaloida tidak mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu suatu alkaloida dinyatakan
dengan nama trivial, misalnya kuinin,morfin, dan stiknin.
3.
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1 atom N
seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder
maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur
molekul dan gugus fungsionalnya)
4.
Klasifikasi alkaloid dapat berdasarkan
taksonomi, berdasarkan Biosintesis dan berdasrkan
klasifikasi kimia (nonheterosiklik alkaloid, herodinine (Horedeum Vulgare) Ephedrine
(Ephendragerardiana), gentaecea, heterosiklik alkaloida).
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, http://www.membuatblog.web.id/2010/03/senyawa-alkaloid.html, diakses 30 April 2012.
anonym , http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid, diakses 30 April 2012.
Linda Sutriani, Wahyu, S.Ked, http://medicafarma.blogspot.com/2009/01/berawal-dari-persamaantujuan-untuk.html, diakses 30 April 2012.
Anonim. Alkaloid : Senyawa Organik Terbanyak di Alam. www.chem-is-try.org. diakses 30 April 2012.
Sovia
Lenny.
2006.
Senyawa
Flavonoid,
Fenil
Propanoida
dan
Alkaloida.
http://library.usu.ac.id/download/fmipa/06003489.pdf. diakses 30 April 2012.
Anonim. 1982. Card System dan Reaksi Warna. ARS-PRAEPARANDI Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Anonim. 2009. Alkaloid. www.dieno.wordpress.com diakses 30 April 2012.
Trevor Robinson. 2000. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung.
Anonim. 1970. Galenika I-II. HMF ARS-PRAEPARANDI. Bandung.
Egon Stahl. 1985. Analisis obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerbit ITB. Bandung.
Dasar Teori
Pada hakekanya kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak
peradaban manusia tumbuh. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka perkembangan
kimia bahan alam tidak dapat lagi diragukan hingga sekarang. Kandungan kimia tumbuhan dapat
digolongkan menurut beberapa cara, penggolongan dapat didasarkan pada asal biosintesis sifat
kelarutan dan adanya gugus fungsi tertentu. Banyak analisis tumbuhan yang dicurahkan pada
isolasi dan identifikasi kandungan sekunder dalam jenis tumbuhan, dengan harapan ditemukan
beberapa kandungan yang strukturnya baku atau tidak biasa (Harborne, 1984).
Untuk analisis fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan segar. Beberapa menit
setelah dikumpulkan, bahan tumbuhan itu harus dicelupkan ke dalam alkohol mendidih. Kadangkadang tumbuhan yang tidak tersedia dan bahan mungkin harus disediakan oleh seorang
pengumpul yang tinggal di daerah lain.
Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada rekatan dan kandungan air bahan
tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu
membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim dan hidrolisis. Bila
mengisolasi senyawa antar jaringan hijau, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol berikatan
dengan beberapa klorofil (Harbone, 2006)
Sampel yang diambil harus bersifat representatif (mewakili) populasi zat atau bahan yang
akan dianalisis dan haruslah homogen. Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan zat
aktif yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi
adalah ekstrak yang merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dan simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
pelarut diuapkan (Gandjar, 2007).
Sukun adalah nama sejenis pohon dan buahnya sekali. Buah sukun tidak berbiji dan
memiliki bagian yang empuk, yang mirip roti setelah dimasak atau digoreng. Karena itu, orangorang Eropa mengenalnya sebagai "buah roti".
Sukun sesungguhnya adalah kultivar yang terseleksi sehingga tak berbiji. Kata "sukun"
dalam bahasa Jawa berarti "tanpa biji" dan dipakai untuk kultivar tanpa biji pada jenis buah
lainnya, seperti jambu klutuk dan durian. "Moyangnya" yang berbiji (dan karenanya dianggap
setengah liar) dikenal sebagai timbul, kulur (bahasa Sunda), atau kluwih (bahasa Jawa). Di
daerah Pasifik, kulur dan sukun menjadi sumber karbohidrat penting. Di sana dikenal dengan
berbagai nama, seperti kuru, ulu, atau uru. Nama ilmiahnya adalah Artocarpus altilis (Wikipedia,
2010).
Klasifikasi ilmiah sukun memiliki kerajaan plantae, filum megnoliophyta, kelas
magnoliopsida, ordo Rosales, famili moraceae, genus Artocarpus, dan spesies Artocarpus altilis.
Morfologi pohon sukun adalah pohon tinggi, dapat mencapai 30 m, meski umumnya di
pedesaan hanya belasan meter tingginya. Hasil perbanyakan dengan klon umumnya pendek dan
bercabang rendah. Batang besar dan lurus, hingga 8 m, sering dengan akar papan (banir) yang
rendah dan memanjang. Bertajuk renggang, bercabang mendatar dan berdaun besar-besar yang
tersusun berselang-seling; lembar daun 20-40 × 20-60 cm, berbagi menyirip dalam, liat agak
keras seperti kulit, hijau tua mengkilap di sisi atas, serta kusam, kasar dan berbulu halus di
bagian bawah. Kuncup tertutup oleh daun penumpu besar yang berbentuk kerucut. Semua bagian
pohon mengeluarkan getah putih (lateks) apabila dilukai (Wikipedia, 2010).
Perbungaan dalam ketiak daun, dekat ujung ranting. Bunga jantan dalam bulir berbentuk
gada panjang yang menggantung, 15-25 cm, hijau muda dan menguning bila masak, serbuk sari
kuning dan mudah diterbangkan angin. Bunga majemuk betina berbentuk bulat atau agak
silindris, 5-7 × 8-10 cm, hijau. Buah majemuk merupakan perkembangan dari bunga betina
majemuk, dengan diameter 10-30 cm. Forma berbiji (timbul) dengan duri-duri lunak dan pendek,
hijau tua. Forma tak berbiji (sukun) biasanya memiliki kulit buah hijau kekuningan, dengan duriduri yang tereduksi menjadi pola mata faset segi-4 atau segi-6 di kulitnya. Biji timbul berbentuk
bulat atau agak gepeng sampai agak persegi, kecoklatan, sekitar 2,5 cm, diselubungi oleh tenda
bunga. Sukun tidak menghasilkan biji, dan tenda bunganya di bagian atas menyatu, membesar
menjadi 'daging buah' sukun (Wikipedia, 2010).
Etanol (Aethanolum) merupakan campuran etilalkohol dan air. Mengandung tidak kurang
dari 94,7 % v/v atau 92,0 % dan tidak lebih dari 95,2 % C2H6O. Etanol merupakan cairan tak
berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar
dan memberikan nyala biru yang tidak berasap. Kelarutan etanol sangat mudah larut dalam air,
dalam kloroform P, dan dalam eter P (Sirait, M., 1979).
Aquadest (air suling) dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Air suling ini
merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa (Sirait, M.,
1979).
Kita dapat membedakan beberapa tipe reaksi, disini ditulis secara sistematik dalam
terminologi mekanisme reaksi organik.
1. Tipe kondensasi karbon-karbon Claisen (1) dan Michael (2) ditandai dengan dasar-dasar
polarisasi dan ionisasi. Pada sel hidup reaksi Claisen sesuai dengan asilasi yang dipercepat
dengan enzim tioester.
2. Substitusi nukleofilik C-, N-, dan O- alkilasi dengan S metionin dan fosfat.
3. Eliminasi. Dalam sistem biologi fosfat dan amonia merupakan leaving groups yang bagus dan B
adalah gugus nukleofil enzim, -OH, -NH2 , atau SH (hidroksi amino atau gugus merkapto).
4. Oksidasi, reduksi, dehidrogenasi. Mekanisme yang pasti belum terungkap. Reaksi dapat
diformulasikan baik sebagai transfer hidrida, transfer satu-elektron diikuti pengikatan hidrogen
atau sebagai transfer dua-elektron. Reaksi dipercepat oleh sistem enzim NAD +, FAD. Hal yang
khusus adalah hidroksilasi penyisipan molekul oksigen ke dalam hidrokarbon menghasilkan
alkohol, kadang-kadang reaksi melalui zat antara epoksida.
5. Tata ulang Wagner-Meerwein atau ion karbonium sering terjadi terutama pada biosintesis terpen
dan lazimnya pembentukan struktur tidak menurut aturan isoprena.
6. Karboksilasi dan dekarboksilasi. Reaksi mirip Grignard merupakan reaksi langka yang penting,
contoh pada sintesis asam lemak bila asetat diubah menjadi malonat. Reaksi adalah dapat balik.
(Sastohamidjojo,H, 1996)
Ekstrak adalah sediaan kental yang didapat dengan mengekstraksi zat aktif simplisia
dengan menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hamper semua pelarutnya
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sampai memenuhi bahan yang telah
ditetapkan. Parameter standar ekstrak meliputi kandungan organoleptik, kelarutan, keasaman,
bobot jenis, viskositas/kekentalan, kadar air, bahan padat total, zat identitas profit kromatografi,
analisa kualitatif dan kuantitatif, kemantapan fisika dan kimia(Sirait, M., 1979).
Maserasi adalah proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur
ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan
perendaman, sampel tumbuhan akan mengalami pemecahan dinding sel dan membran sel akibat
perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena
dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan
memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam
pelarut tersebut. Secara umum, pelarut metanol merupakan pelarut yang banyak digunakan
dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan
metabolit sekunder (Trevor, R., 1995).
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik
dan terdapat di tumbuhan (tetapi tidak terkecuali senyawa berasal dari hewan). Alkaloid biasanya
diklasifikasikan menurut keasaman sumber asal molekulnya (prekursor) didasari dengan
metabolisme pothway (metabolic pathway) yang dipakai untuk membentuk molekul itu.
Umumnya alkaloid mengandung 1 atom H meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1
atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom ini dapat berupa amin primer,
sekunder, maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari
struktur molekul dan gugus fungsionalnya). Kebanyakan alkaloid telah diisolasi berupa padatan
kristal tidak larut dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit
alkaloid yang berbentuk amorf dan beberapa seperti nikotin dan konin berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, species aromatik
berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa
bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa pseudoalkalod dan
protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.
Kebebasan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi,
terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering berupa Noksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan
jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa
organik (tartrat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida) sering mencegah dekomposisi
(Harborne, 1987).
Suatu steroid adalah suatu senyawa yang mengandung system cincin berikut. Keempat
cincin itu ditandai dengan A, B, C, dan D. Karbon-karbon dinomori seperti tertera, diawali
dengan cincin A, menuju ke cincin D, kemudian gugus metil angular (ujung titian), dan akhirnya
ke rantai samping yang ada. Banyak steroid dapat diberi nama sebagai derivat struktur yang
disebut kolestana. Steroid terdapat dalam hampir semua tipe sistem kehidupan. Dalam binatang
banyak steroid yang bertindak sebagai hormon. Steroid ini, demikian pula steroid sintetik
digunakan meluas sebagai bahan obat. Kolesterol merupakan steroid hewani yang terdapat paling
meluas dan dijumpai dalam hampir semua jaringan hewan. Kolesterol merupakan zat-antara
yang diperlukan dalam biosintesis hormon steroid; namun tak merupakan keharusan dalam
makanan, karena dapat disintesis dari asetilkoenzime A ( Fessenden, 1982).
Karatenoid adalah pigmen organik yang terjadi secara alamiah dalam tumbuhan dan
organisme berfotosintesis lainnya seperti ganggang, beberapa jenis fungi dan beberapa bakteri.
Ada sekitar 600 karatenoid yang dikenal; maka dibagi menjadi dua kelas, xantophyll dan karoten
(Wikipedia, 2010).
Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan
mempunyai sifat-sifat khas dapat mempunyai steroid dan membentuk larutan koloidal dalam air
dan membuh bila dikocok. Saponin merupakan senyawa yang berasa pahit, menusuk dan
menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga
bersifat menghancurkan butir darah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah
dingin dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin bila terhidrolisis akan
menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah
dipelajari dan dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dipelajari dan dimurnikan lebih lanjut.
Berdasarkan struktur aglikon maka dari glikosida dan saponin dapat dibagi 2 golongan, yaitu
saponin netral yang mempunyai struktur triterpenoid (Sheeny, M., 2010).
Antosianin adalah air-larut vakuolar pigmen yang mungkin muncul merah, ungu atau biru
sesuai dengan pH. Mereka termasuk kelas induk dari molekul yang disebut flavonoid. Disintesis
melalui fenil propanoid salur yaitu tidak berbau dan hampir tanpa rasa, memberikan kontribusi
untuk rasa sebagai zat sensasi cukup. Antosianin terdapat pada semua jaringan tanaman yang
lebih tinggi termasuk daun, batang, akar, bunga dan buah-buahan. Antosianin ditemukan dalam
vakuola sel, terutama di bunga dan buah-buahan tetapi juga di daun, batang dan akar. Dalam
bagian ini antosianin terutama ditemukan di lapisan luar sel seperti epidermis dan sel-sel mesofil
perifer (Harborne, 2006).
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dengan angiespermae tedapat khusus
dalam jaringan kayu. Menurut batasnya, tanin dapat bereaksi dengan protein, membentuk
kopolimer yang tidak larut dalam air. Pada industri, tanin ialah senyawa yang berasal dari
tumbuhan yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya meyambung silang protein (Herborne, 1987).
Karbohidrat yang berasal dari makanan, dalm tubuh mengalami perubahan atau
metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam darah,
sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel
pada jaringan otot, sebagai sumber energi. Berbagai senyawa yang termasuk kelompok
karbohidrat mempunyai molekul yang berbeda-beda ukurannya, yaitu dari senyawa yang
mempunyai berat molekul 30 sampai 500.000 bahkan lebih. Berbagai senyawa itu dibagi dalam
tiga golongan, yaitu monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida
dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat
sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis
kuantitatif. Sifat pereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam
molekul karbohidrat (Poedjiadi, 2006).
Fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki
cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil (OH-) dan gugus-gugus lain penyertanya.
Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol
kebanyakan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol.
Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavanoid, yang merupakan senyawa yang secara
umumdapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan. Biasanya satu jenis tumbuhan mengandung
beberapa macam flavanoid dan hamper setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavanoid yang
khas. Kerangka penyusun flavanoid adalah C6-C3-C6.. inti flavanoid biasanya berikatan dengan
gugusan gula sehingga membentuk glikosida yang larut air. Pada tumbuhan flavanoid biasa
disimpan dalam vakuolasel. Beberapa jenis flavon, flavonon, dan flavonol menyerap cahaya
tampak, sehingga membuat bunga dan bagian tumbuhan yang lain berwarna kuning atau krem
terang. Sedangkan jenis-jenis yang tidak berwarna merupakan zat penolak makan bagi serangga
ataupun racun (Achmad S.A., 1986).
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang
mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua hidroksil. Senyawa
fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan
gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 2006).
Peranan beberapa golongan senyawa fenol sudah diketahui (misalnya lignin sebagai bahan
pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen buangan), sedangkan peranan senyawa yang
termasuk golongan lain masih merupakan hasil dugaan belaka, misalnya tampak penting pada
pengaturan pengendalian tubuh pada tanaman kacang. Pengaruhnya yang merugikan terhadap
kebiasaan makan serangga telah menunjukkan bahwa flavonoid mungkin karena faktor
pertahanan alam. Tapi kedua peran itu belum dibuktikan (Harborne, 2006).
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau
khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang
berikatan dengan cincin fenil. Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan, dan dapat
digunakan sebagai antiseptik (Harborne, 2006).
Flavanoid ditemukan dalam tingkatan-tingkatan yang sangat tinggi di dalam buah apel,
bawang-bawang dan teh. Flavanoid mempunyai sifat yang khas yaitu bau yang sangat tajam,
sebagian besar merupakan pigmen warna kuning, dapat larutdalam air dan pelarut organic,
mudah terurai pada temperature tinggi. Flavanoid sering terdapat sebagai glikosida. Flavanoid
mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai
dari fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan flavanoid, terdapat dalam bagian vegetative
maupun dalam bunga. Peranan flavanoid yang demikian itu dapat menghalangi terjadinya
tahapan inisasi penyempitan pembuluh darah. Pada akhirnya dapat mengurangi resiko serangan
jantung “koroner dan stroke”. Flavanoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang
digunakan untik mengobati gangguan fungsi hati, digunakan untuk melindungi membran sel hati
dan menghambat sintesis prostaglandin, penghambatan reaksi hidroksilasi pada mikrosom.
Dalam makanan flavanoid dapat menurunkan agregasi platelet dan mengurangi pembekuan
darah (Dinat, A., 2010).
BAB II
METODE KERJA
A.
1.
Alat dan Bahan
Alat
a.
Corong
b.
Tabung reaksi
c.
Rak tabung
d.
Gelas kimia
e.
Sendok tanduk
f.
Lumpang dan alu
g.
Penjepit tabung
h.
Pipet tetes
i.
Pisau / cutter
j.
Gunting
k.
Water batch
2.
Bahan
a.
Aquadest
b.
Aluminium Foil
c.
Ekstrak kulit batang sukun
d.
Etanol
e.
Kertas Saring
f.
Kloroform
g.
Larutan HCl 10 %
h.
Larutan HCl encer
i.
Larutan H2SO4 pekat
j.
Larutan CH3COOH
k.
Larutan NaOH
l.
Larutan NaCl
m.
Larutan FeCl3
n.
Larutan Amonia encer
o.
Larutan Kalium Heksasianoferrat
p.
Methanol
q.
Pereaksi Mayer
r.
Pereaksi Dragendorff
s.
Pereaksi Molisch
t.
Pita Magnesium (Mg)
B.
1.
a.
1).
Prosedur Kerja
Ekstraksi
Pelarut air
Dikupas hingga bersih kulit batang sukun, kemudian dipotong kecil. Dan dimasukkan ke
dalam lumpang
2).
Ditumbuk hingga permukaan kulit batang terpecah.
3).
Dimasukkan hasil yang telah ditumbuk ke dalam dua gelas kimia
4).
Ditambahkan air, kemudian didiamkan.
5).
Disaring dan didapatkan ekstraknya.
b.
Pelarut etanol
1).
Dikupas hingga bersih kulit batang sukun, kemudian dipotong-potong kecil. Dan dimasukkan
kedalam lumpang.
2).
Ditumbuk hingga permukaan kulit batang terpecah.
3).
Dimasukkan hasil yang telah ditumbuk ke dalam dua gelas kimia
4).
Ditambahkan etanol, kemudian didiamkan.
5).
Diaduk-aduk dan didiamkan sesaat. Disaring dan didapatkan ekstraksnya.
2.
Pengujian sampel
a.
Alkaloid
1).
Ekstrak yang dilarutkan air atau etanol ditambahkan HCl.
2).
Dibagi dalam tiga buah tabung reaksi. Tabung I sebagai pembanding, tabung II dan III sebagai
tabung uji.
3).
Pada tabung II ditambahkan 2 sampai 3 tetes pereaksi dragendoff.
4).
Pada tabung III ditambahkan 2 sampai 3 tetes pereaksi mayer.
5).
Diamati pada setiap tabung apakah terdapat endapan atau tidak.
b.
Garam alakaloid dan basa kuartener
1).
Dituang 3 mL ekstrak, ditambahkan 1 mL HCl 10 %, dipanaskan dan diaduk.
2).
Dibagi dua, untuk uji garam alkaloid, dan uji basa kuartener.
3).
Pada uji garam alkaloid, ditambahkan amonia encer 1 mL lalu difraksinasi dengan
eter/kloroform 1 mL, diuapkan.
4).
Dilarutkan dalam 1,5 mL HCl 2 %, dibagi 3. Tabung 1 sebagai pembanding, tabung II untuk
pereaksi Mayer, tabung III untuk pereaksi Dragendorff, kemudian diamati.
5).
Pada uji basa kuartener ditambahkan 10 tetes NaCl dan 1 mL HCl 10 %, kemudian dibagi dua.
6).
Tabung 1 ditambahkan pereaksi Mayer, tabung II ditambahkan pereaksi Dragendorff.
7).
Ditambahkan 1 mL amonia pekat, dan 1 mL eter/kloroform.
8).
Diamati. Positif jika terdapat kekeruhan atau endapan putih kekuningan untuk Mayer dan
endapan jingga kecoklatan untuk Dragendorff.
c.
Steroid
1).
Ekstrak yang dilarutkan air atau etanol.ditambahkan asam asetat.
2).
Lalu dilanjutkan dengan penambahan klorofrom.
3).
Ditambahkan 2 sampai 3 tetes H2SO4.
4).
Diamati. Positif jika terbentuk cincin merah kecoklatan.
d.
Karatenoid
1).
Ekstrak yang dilarutkan air atau etanol, dimasukkan dalam tabung reaksi.
2).
Ditambahkan kloroform dan dilanjutkan dengan penambahan 2 sampai 3 tetes H2SO4.
3).
Diamati. Positif jika terbentuk warna biru kehijauan.
e.
Antosianin
1).
Disiapkan 1 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2).
Ditambahkan HCl 10% untuk uji asam.
3).
Diamati. Jika positif berwarna merah.
4).
Ditambahkan 1 mL NaOH untuk uji basa.
5).
Diamati. Jika positif berwarna hijau.
f.
Saponin
1).
Disiapkan 1 mL ekstrak, dimasukkan dalm tabung reaksi
2).
Diuapkan sampai separuhnya, dikocok ± 5 menit. Diamati setelah 15 menit.
3).
Jika masih terdapat buih, ditambahkan 1 mL HCl 10%. Diamati.
4).
Diamati. Positif jika masih terdapat buih pada larutan.
g.
Tanin
1).
Disiapkan 1 ml ekstrak, dilarutkan dalam tabung reaksi.
2).
Ditambahkan 1 ml air dan larutan FeCl3.
3).
Diamati. Positif jika warna biru kehitaman dan hijau kehitaman.
h.
Karbohidrat
1).
Disiapkan 1 mL ekstrak, dimasukkan dalam tabung reaksi.
2).
Ditambahkan 1 mL pereaksi Molisch.
3).
Ditambahkan 1 mL H2SO4 pekat di dinding tabung.
4).
Diamati. Positif jika terbentuk cincin merah atau jingga.
i.
Fenolik
1).
Diambil 2 buah tabung reaksi, masing-masing diisi sebanyak 1 mL ekstrak kulit batang sukun
ekstrak air dan dengan ekstrak etanol.
2).
Ditambahkan larutan besi (III) klorida (FeCl3) pada masing-masing tabung sebanyak 1 mL.
3).
Diamati perubahan waarnanya, positif jika warna larutan hijau, ungu, biru sampai hitam.
j.
Fenol-fenol
1).
Diambil 2 buah tabung reaksi, masing-masing diisi sebanyak 1 mL ekstrak kulit batang sukun
ekstrak air dan dengan ekstrak etanol.
2).
Ditambahkan 3 tetes larutan kalium heksasianoferrat (III) LP dan larutan besi (III) klorida, 1
mL pada masing-masing tabung.
3).
Diamati perubahanya, positif jika timbul warna biru sampai hitam pada larutan.
k.
Fenilpropanoid
1).
Diambil 2 buah tabung reaksi, masing-masing diisi sebanyak 1 mL ekstrak kulit batang sukun
ekstrak air dan dengan ekstrak etanol.
2).
Masing-masing tabung dipanaskan di penangas air, lalu tabung 1 digunakan sebagai
pembanding dan tabung 2 ditambahkan 0,5 mL amonia encer.
3).
Tabung 2 kemudian diamati di bawah sinar UV, positif bila warna violet yang hilang seketika
pada larutan.
l.
Flavonoid
1).
Diambil 2 buah tabung reaksi, masing-masing diisi sebanyak 1 mL ekstrak kulit batang sukun
ekstrak air dan dengan ekstrak etanol.
2).
Ditambahkan 1-2 mL metanol pada masing-masing tabung, lalu dipanaskan selama kurang
lebih 5 menit.
3).
Dimasukkan pita Mg pada masing-masing tabung lalu ditambahkan 4-5 tetes larutan HCl
pekat.
4).
Diamati, positif apabila terjadi perubahan warna merah atau jingga.
m.
Antrakuinon
1).
Diambil 2 buah tabung reaksi, masing-masing diisi sebanyak 1 mL ekstrak kulit batang sukun
ekstrak air dan dengan ekstrak etanol.
2).
Ditambahkan masing-masing tabung sebanyak 1 mL larutan amonia.
3).
Dikocok lalu diamati perubahannya, positif jika terbentuk warna merah.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
A.
Uji Organoleptis
No
1.
2.
3.
B.
Organoleptis
Rasa
Bau
Warna
Keterangan
Kelat
Khas
Kuning kehijauan
Uji Kandungan Kimia
Keterangan
No
Pengujian
Perlakuan
Hasil
Terhadap Uji
Positif
Ekstrak air
a. HCl + pereaksi Mayer
b. HCl + pereaksi Dragendorff
1.
(+) putih
(+) coklat
Mayer :
terbentuk 
putih
kekuningan
Alkaloid
Dragendorff :
Ekstrak etanol
a. HCl + pereaksi Mayer
b. HCl + pereaksi Dragendorff
terbentuk
(+) kuning
warna coklat/
(+) jingga
jingga
(-) kuning
Tidak terben-
Ekstrak air
Ekstrak + CH3COOH +
Kloroform + H2SO4
2.
Steroid
tuk cincin
Ekstrak etanol
Ekstrak + CH3COOH +
Kloroform + H2SO4
merah
(-) bening
kecoklatan
Ekstrak air
Ekstrak + kloroform + H2SO4
3.
Karatenoid
Ekstrak etanol
Ekstrak + kloroform + H2SO4
4.
Garam
(-) keruh
kehijauan
Mayer :
Garam ekstrak + HCl 10 % +
Terbentuk 2
amonia encer + kloroform,
lapisan
diuapkan, dibagi 3 :
a.
Pembanding
b.
+ pereaksi mayer
terbentuk biru
(-) bening
Ekstrak air
alakaloid
Tidak
Terbentuk 
putih
kekuningan
kuning keruh
Dragendorff :
Terbentuk
 putih
c.
+ pereaksi dragendorff
Jingga
Ekstrak etanol
Garam ekstrak + HCl 10 % +
amonia encer + kloroform,
diuapkan, dibagi 3 :
a.
pembanding
b.
+ pereaksi mayer
c.
+ pereaksi dragendorff
Terbentuk dua
lapisan
warna coklat/
jingga
Kuning bening
 kuning
Jingga
Ekstrak air
Mayer :
Ekstrak + HCl 10 % + NaCl +
Terbentuk 
HCl 10 %, kemudian dibagi 2 :
a.
5.
Basa b.
kuartener
+ pereaksi mayer
 kuning keruh
+ pereaksi dragendorff
Jingga
putih
kekuningan
Ekstrak etanol
Dragendorff :
Ekstrak + HCl 10 % + NaCl +
Terbentuk
HCl 10 %,kemudian dibagi 2 :
a.
+ peraksi mayer
b.
+ pereaksi dragendorff
warna coklat/
 putih kuning
jingga
Jingga
Ekstrak air
a.
asam : 1 ml ekstrak +
(-) putih kuning
tidak
1 mL HCl
b.
6.
Antosianin
a.
Basa : 1 mL ekstrak +
Ekstrak etanol
1 mL HCl
b.
basa : 1 mL ekstrak +
1 mL HCl
7.
Tanin
(-) putih keruh
1 mL HCl
asam : 1 mL ekstrak +
terbentuk
warna merah
Basa :
(-)  kuning
tidak
bening
terbentuk
(-)  kuning
warna hijau
bening
Ekstrak air
1 mL ekstrak + 1 mL air + 3
Asam :
tidak
(-)Kuning keruh
terbentuk
tetes FeCl3
warna hijau /
Ekstrak etanol
biru
1 mL ekstrak + 1 mL air + 3
tetes FeCl3
(-)Kuning bening
kehitaman
Ekstrak air
1 mL ekstrak diuapkan +
8.
Saponin
dikocok + HCl
Ekstrak air
1 mL ekstrak + 1 mL molisch +
Karbohidrat
Tidak
Ekstrak etanol
1 mL ekstrak diuapkan +
9.
(-) tidak ada buih
dikocok + HCl 10 %
terdapat buih
(-) tidak ada buih
(-)  ungu
1 mL H2SO4
terbentuk
Ekstrak etanol
cincin merah
1 mL ekstrak + 1 mL molisch +
1 mL H2SO4
atau jingga
(-)  ungu
Ekstrak air
10.
Fenolik
Tidak
Ekstrak + FeCl3
Terbentuk
(+) hijau tua
Ekstrak etanol
Ekstrak + FeCl3
warna
hijau,ungu,
(+) hijau tua
biru, hitam
Ekstrak + kalium heksa-
(+) biru
Terbentuk
sianoferrat + FeCl3
kehitaman
warna biru
Ekstrak air
11.
Fenol-Fenol
kehitaman
Ekstrak etanol
Ekstrak + kalium heksaSianoferrat + FeCl3
(+) biru
kehitaman
Ekstrak air
Ekstrak + metanol + Mg + HCl
12.
Flavonoid
warna merah
Ekstrak etanol
Pekat
Tidak
terbentuk
Pekat
Ekstrak + metanol + Mg + HCl
13.
(-) keruh
(-) bening
atau jingga
Fenil
Propanoid
Ekstrak air
Ekstrak + amonia
Ekstrak etanol
Tidak
(-) putih keruh
terbentuk
warna violet
Ekstrak + amonia
(-) putih bening
Ekstrak air
14.
Antrakuinon
Ekstrak + amonia 25 %
(-) putih keruh
Ekstrak etanol
Ekstrak + amonia 25 %
Tidak
terbentuk
warna merah
(-) putih bening
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini bertujuan untuk menguji adanya kandungan senyawa alkaloid, steroid,
karatenoid, garam alkaloid dan basa kuartener, antosianin, saponin, tannin, karbohidrat, senyawa
fenolik, fenol-fenol, flavonoid, fenil propanoid dan antrakuinon yang terdapat dalam sampel kulit
batang sukun.
Sebelum diidentifikasi, sampel terlebih dahulu dibersihkan dan diekstraksi menggunakan
pelarut yang sesuai dengan prinsip maserasi. Sampel kulit batang sukun dikupas dan dibersihkan
kemudian dirajang. Setelah itu dihaluskan di dalam mortir dan dibagi ke dalam dua gelas kimia.
Gelas kimia pertama menggunakan pelarut air, gelas kimia kedua menggunakan pelarut etanol.
Selanjutnya ampas disaring dan filtratnya ditampung dalam tabung reaksi. Ekstraksi etanol dan
air pada sampel siap digunakan.
Sampel yang digunakan barasal dari tanaman sukun yaitu pada kulit batang sukun yang
diujikan. Pada kulit kayu sukun ditemukan senyawa turunan flavaroid yang terpenilasi yaitu
artonol B dan sikloartobilosanton.kulit kayunya digunakan sebagai salah satu bagian minuman di
ambon pada wanita setelah melahirkan. Sedangkan kulit batang sukun menghasilkan serat yang
bagus pada masa lalu pernah digunakan sebagai pakaian lokal. Sebelumnya sampel kulit batang
pohon sukun dibuat ekstrak sehingga dapat mempermudah pengambilan senyawa aktif dengan
menggunakan pelarut air atau pun etanol.
Ekstrak adalah sediaan kental yang didapat dengan mengekstraksi zat aktif simplisia dengan
menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hamper semua pelarutnya diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sampai memenuhi bahan yang telah ditetapkan.
Parameter standar ekstrak meliputi kandungan organoleptik, kelarutan, keasaman, bobot jenis,
viskositas/kekentalan, kadar air, bahan padat total, zat identitas profit kromatografi, analisa
kualitatif dan kuantitatif, kemantapan fisika dan kimia.
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan zat yang dapat larut dengan pelarut yang sesuai.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan ekstraksi adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui
lapisan batas antara pelarut dengan simplisia. Struktur kimia yang berbeda mempengaruhi
kelarutan dan stabilitas zat aktif terhadapa pemanasan, logam berat, udara, cahaya dan derajat
keasaman.
Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada
temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena
dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat
perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena
dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Secara umum, pelarut metanol merupakan pelarut
yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat
melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.
Tipe reaksi secara sistematik dalam terminologi mekanisme reaksi organik meliputi, tipe
kondensasi karbon-karbon Claisen (1) dan Michael (2) ditandai dengan dasar-dasar polarisasi
dan ionisasi, substitusi nukleofilik C-, N-, dan O- alkilasi dengan S metionin dan fosfat,
eliminasi, oksidasi, reduksi, dehidrogenasi, tata ulang Wagner-Meerwein atau ion karbonium
sering terjadi terutama pada biosintesis terpen dan lazimnya pembentukan struktur tidak menurut
aturan isoprena, karboksilasi dan dekarboksilasi.
Pengujian senyawa alkaloid di dalam sampel kulit batang sukun. Uji ini dilakukan dengan
dua ekstrak, yaitu ekstrak etanol dan ekstrak air. Kedua sampel ini mendapatkan perlakuan yang
sama. Setiap sampel dibagi menjadi dua tabung reaksi, setiap tabung diberi pereaksi yang
berbeda. Pada tabung 1 diberi pereaksi dragendoff, pereaksi ini mengandung bismut nitrat dan
merkuri klorida dalam asam nitrit dan pada tabung 2 diberi pereaksi mayer, pereaksi ini
mengandung kalium iodida dan merkuri klorida. Pada sampel yang ditambahkan air, saat
penambahan pereaksi mayer membentuk endapan putih yang berlebihan. Pada sampel yang
ditambahkan dengan etanol pada pereaksi mayer membentuk larutan kuning keruh dan pada
pereaksi dragendorff membentuk endapan jingga. Adanya alkaloid dalam ekstrak yang di uji
dengan pereaksi mayer berikatan dengan kalium iodida dan merkuri klorida sehingga terbentuk
endapan kekuningan. Sedangkan adanya alkaloid dalam ekstrak yang di uji dengan pereaksi
dragendorff berikatan dengan bismuth dan merkuri klorida sehingga terbentuk jingga kecoklatan.
Berdasarkan hasil percobaan ditunjukkan bahwa terdapat alkaloid dalam sampel kulit batang
sukun. Hal ini ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi mayer dan larutan
coklat pada pereaksi dragendorff untuk ekstrak air dan terbentuk endapan kuning pada pereaksi
mayer serta larutan jingga pada pereaksi dragendorff untuk ekstrak etanol.
Pengujian steroid dalam sampel kulit batang sukun. Pertama-tama ekstrak etanol atau air
ditambah asam asetat anhidrat. Kemudian ditambah kloroform dan dimasukkan ke dalam tabung
dan diteteskan dengan asam sulfat pekat. Uji steroid pada pelarut air dan etanol sama-sama
bereaksi negatif. Apabila hasilnya positif akan membentuk cincin merah kecoklatan. Fungsi
penambahan asam asetat anhidrat untuk membentuk adanya turunan asetil yang terdapat pada
steroid. Pada uji ini digunakan kloroform yang berfungsi untuk melarutkan steroid. Selanjutnya
yaitu penambahan asam sulfat yang berfungsi untuk mengekstraksi sehingga terbentuk cincin
merah kecoklatan antara air maupun etanol dengan kloroform.
Pengujian senyawa karatenoid pada sampel kulit batang sukun. Pada pengujian ini sampel
ditambahkan dengan asam asetat dan dilanjutkan dengan kloroform, lalu ditambahkan H 2SO4
dengan tujuan untuk menurunkan zat yang ada sehingga dapat menjadi pembatas dan terbentuk
cincin. Uji ini positif mengandung karatenoid ditandai dengan terbentuknya warna biru
kehitaman. Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel yang dilarutkan dengan air membentuk
larutan keruh dan pada sampel yang dilarutkan dengan etanol membentuk larutan bening. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat senyawa karatenoid di dalam sampel kulit batang sukun.
Pengujian garam alkaloid pada sampel kulit batang sukun. Pada ekstrak air dan etanol
ditambahkan HCl 10%, amonia encer dan kloroform, yang kemudian dibagi 3, yaitu
pembanding, mayer dan dragendorff. Penambahan HCl 10 % memberikan suasana asam pada
larutan, sedangkan amonia encer memberikan suasana alkalis pada sampel. Penambahan
kloroform berfungsi untuk memfraksinasi dan membentuk alkaloid dalam bentuk basa bebasnya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel yang dilarutkan dengan air maupun etanol
membentuk endapan putih kekuningan pada pengujian pereaksi mayer dan terbentuk larutan
coklat pada pengujian pereaksi dragendorff. Hal ini menunjukkan bahwa sampel kulit batang
sukun positif mengandung garam alkaloid. Begitu pula dengan uji basa kuartener. Pada
tumbuhan fungsi alkaloid adalah untuk melindungi diri dari serangan predator karena alkaloid
rasanya pahit dan dan toksik. Sebagai pengatur tumbuh, karena alkaloid mengandung atom
nitrogen yang merupakan unsur hara yang penting bagi tanaman untuk mengikat O 2 yang penting
untuk fotosintesis, sebagai sumber energi dan penyimpanan nitrogen.
Pengujian senyawa antosianin di dalam sampel kulit batang sukun. Uji ini dilakukan
dengan cara masing-masing ekstrak diberi larutan asam dan basa. Penambahan asam
menggunakan HCl 10% yang berfungsi memberikan suasana asam, sedangkan penambahan
NaOH berfungsi untuk memberikan suasana basa. Pada pengujian ini untuk ekstrak air maupun
etanol untuk menguji pengaruh larutan basa positif jika terbentuk warna hijau dan untuk
pengaruh larutan asam positif jika terbentuk warna merah. Berdasarkan hasil pengamatan
diketahui bahwa tidak terdapat senyawa antosianin di dalam sampel kulit batang sukun. Hal ini
ditandai dengan terbentuknya larutan kuning pada fraksi etanol dan endapan putih pada fraksi air
untuk pengujian larutan asam. Sedangkan pengujian larutan basa untuk fraksi etanol terbentuk
larutan kuning dan fraksi air terbentuk larutan putih keruh.
Pengujian senyawa saponin di dalam sampel kulit batang sukun. Pada uji ini mula-mula
kedua tabung yang berisi ekstrak air maupun etanol diuapkan sampai tersisa setengah dari
volume awalnya. Pada pengujian ini digunakan peraksi HCl 10 % yang berfungsi menghilangkan
busa yang terbentuk setelah pengocokan, dan rata-rata waktu penghilangan busa setelah
pengocokan selama kurang lebih 15 menit. Pada pengujian ini positif jika terdapat buih.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tidak terdapat senyawa saponin di dalam sampel
kulit batang sukun. Hal ini ditandai dengan tidak terdapat buih pada ekstrak air maupun etanol.
Pengujian senyawa tanin di dalam sampel kulit batang sukun. Uji ini dilakukan dengan cara
ekstrak sampel ditambahkan 1 ml air yang bertujuan untuk diencerkan. Kemudian ditambahkan
larutan FeCl3 yang berfungsi untuk membentuk warna biru atau hijau kehitaman yang
menandakan terdapat senyawa tanin di dalam sampel. Namun pada percobaan ini hasilnya
negatif yang ditandai dengan terbentuknya larutan kuning keruh pada ekstrak air dan warna
kuning bening pada ekstrak etanol. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat senyawa tanin di
dalam sampel kulit batang sukun.
Pengujian senyawa karbohidrat (metabolit primer) di dalam sampel kulit batang sukun.
Pada uji ini dibutuhkan 2 tabung reaksi untuk ekstrak air dan etanol. Keduanya ditambahkan 1
ml pereaksi Molisch. Pereaksi ini merupakan larutan alfa naftol dalam alkohol, apabila
direaksikan dengan asam sulfat akan membentuk dua lapisan zat cair, antara terjadinya
kondensasi furfural dan alfa naftol. Asam sulfat ini membentuk dua lapisan zat cair yang
merupakan terbentuknya cincin merah atau jingga. Berdasrkan hasil percobaan diketahui bahwa
tidak terdapat karbohidrat di dalam sampel kulit batang sukun yang ditandai dengan larutan
kuning keruh pada ekstrak air dan larutan kuning bening pada estrak etanol.
Pengujian senyawa fenolik di dalam sampel kulit batang sukun. Pengujian ini dilakukan
dengan cara ekstrak air dan ekstrak etanol direaksikan dengan larutan besi klorida sama-sama
terbentuk warna hijau tua. Hal ini dikarenakan pada pengujian fenolik dengan penambahan
larutan besi klorida berfungsi untuk membentuk kompleks sehingga terjadi perubahan warna
hijau, ungu, biru sampai hitam. Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa untuk ekstrak air
maupun etanol terbentuk warna hijau tua. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat senyawa
fenolik dalam sampel kulit batang sukun.
Pengujian senyawa fenol-fenol pada sampel kulit batang sukun. Pada ekstrak air maupun
ekstrak etanol sama-sama terbentuk warna biru kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
senyawa fenol-fenol di dalam sampel kulit batang sukun. Fungsi dari kalium heksasianoferrat
untuk membantu reaksi FeCl3 apabila kedua larutan digunakan (kalium heksasianoferrat dan
FeCl3) warnan yang dihasilkan lebih pekat.
Pengujian senyawa flavonoid pada sampel kulit batang sukun. Pada ekstraksi air setelah
ditambah metanol, pita Mg dan HCl pekat warna dihasilkan larutan yang keruh, sedangkan pada
ekstrak etanol larutan bening, hal ini menunjukan hasil yang negative. Pada pengujian ini
dilakukan pemanasan yang berfungsi dalam mempercepat terjadinya reaksi. Pita magnesium juga
berfungsi untuk direaksikan bersama HCl. Pita Mg ini bereaksi habis dengan HCl. Apabila
hasilnya positif akan terbentuk warna merah atau jingga. Berdasarkan hasil percobaan maka
dapat diketahui bahwa tidak terdapat senyawa flavonoid di dalam sampel kulit batang sukun
yang ditandai dengan terbentuk warna keruh pada ekstrak air dan terbentuk warna bening pada
ekstrak etanol.
Pengujian senyawa fenil propanoid pada sampel kulit batang sukun. Pada ekstrak air setelah
ditambah amonia larutan berwarna putih keruh dan pada ekstrak etanol larutannya bening, ini
berarti hasilnya negatif. Apabila hasilnya positif larutan menghasilkan warna violet yang hilang
seketika saat disinari dengan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm. Bereaksi
positif terjadi disebabkan karena pemotongan, koagulan dan oksidasi. Biasanya dikarenakan
terjadinya oksidasi pada perubahan warna pada larutan. Amonia berfungsi dalam pengubahan
struktur kimia pada sampel, senyawa ini sangat mudah dideteksi bila disinari dengan sinar
ultraviolet yang berfluorosensi khas yang makin kuat bila diuapkan dengan amonia.
Pengujian senyawa antrakuinon pada sampel kulit batang sukun. Pada ekstrak air setelah
ditambahkan amonia menghasilkan larutan putih keruh dan pada ekstrak etanol berwarna kuning
bening, ini berarti hasilnya negatif, apabila hasilnya positif akan mengahasilkan warna merah
yang disebabkan bahwa amonia berfungsi dalam menyebabkan terjadinya eliminasi struktur
kimia. Dan pengocokan berfungsi untuk membantu mempercepat proses reaksi sehingga
terbentuk warna merah. Beda dari pengujian antara uji fenil propanoid dengan uji antrakuinon
yaitu pada uji antrakuinon dilakukan pengocokan larutan, persamaan dari uji ini yaitu sama-sama
menggunakan larutan amonia. Pada fenil propanoid dilakukan pemanasan pada penangas air.
Fungsi dari pemanasan untuk mengeluarkan zat aktifnya dan mempercepat reaksi.
Jadi, berdasarkan hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat senyawa alkaloid,
garam alkaloid dan basa kuartener, fenolik dan fenol-fenol di dalam sampel kulit batang pohon
sukun.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan sampel dengan pelarut air dan etanol disimpulkan bahwa :
1.
Sampel kulit batang sukun terdapat kandungan senyawa alkaloid, garam alkaloid, basa
kuartener, fenolik dan fenol-fenol.
2.
Sampel kulit batang sukun tidak terdapat kandungan senyawa steroid, karatenoid, tanin,
saponin, antosianin, karbohidrat, fenil propanoid, flavonoid, dan antrakuinon.
B.
Saran
Dibutuhkan ketelitian pada praktikan untuk dapat mengidentifikasi senyawa-senyawa yang
terkandung di dalamnya. Sebaiknya kesalahan praktikan diminimalisir agar hasil yang didapat
lebih valid.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad S., A., 1986, Kimia Organik bahan Alam, Universitas Terbuka;Jakarta
Anonim, 2010, Sukun, (http://id.wikipedia.org/wiki/Sukun, diakses tanggal 23 mei 2010
Dinata, Arda, 2010, Laporan Praktikum Fitokimia, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi; Padang
Fessenden, Ralph J. dan Fessenden, Joan S., 1982, Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid II,
Erlangga ; Jakarta
Gandjar, I. G., dan Rahman,A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar; Yogyakarta
Harborne, J.B., 2006, Metode Fitokimia, Penerbit ITB; Bandung
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penerbit
ITB; Bandung
Poedjiadi, A., dan Supriyanti, 2006, Dasar-Dasar Biokimia, Universitas
Indonesia; jakarta
Sastrohamidjojo, H, 1996, Sintesis Bahan Alam, Gadjah Mada University Press; Yogyakarta
Sherny, Mica., 2010, Glukosida, diakses melalui website http://mica_sherny.blogspot.com,
tanggal 2 Mei 2010
Sirait, Midian, dkk., 1979, Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, Depkes RI; Jakarta
Trevor, R., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerbit ITB; Bandung
Diposkan ol
I. DASAR TEORI
Golongan alkaloid adalah golongan senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik dan
mengandung atom N di dalam intinya. Sifat umum yang dimiliki oleh golongan senyawa ini
adalah basa, rasa pahit, umumnya berasal dari tumbuhan dan berkhasiat secara farmakologis.
Struktur golongan alkaloid amat beragam, dari yang sederhana sampai yang rumit. nikotin adalah
contoh yang sederhana (Lexicons, 1896).
Alkaloid telah dikenal karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di
bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Sifat alkaloid :
1. Mengandung atom N dan bersifat basa
2. Bereaksi dengan logam dan mengendap
3.
Alkaloid yang mengandung atom O bersifat padat dan dapat dkristalkan pada suhu kamar,
kecuali poliketida dan arekolin
4.
Alkaloid yang tidak mengandung atom O bersifat cairan dan mudah menguap serta
menimbulkan bau yang sangat kuat
5. Banyak terdapat di tumbuhan daripada di hewan
6. Disintesis dari asam amino
7. Larut membentuk garam, yang bersifat lebih larut dalam air pelarut organik, sebaliknya. alkaloid
sendiri lebih larut dalam pelarut organik daripada air
Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat basa, dapat
mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan
(Padmawinata, 1995).
Senyawa yang mengandung alkaloid lainnya adalah opium. Opium adalah getah mentah dari
polong biji tumbuhan opium. Jika getah ini dimurnikan, diperoleh dua alkaloid penting, morfina
dan kodeina yang dapat dipisahkan dalam bentuk murni. Morfina adalah obat anti nyeri paling
mujarab, banyak digunakan untuk mengatasi kesulitan manusia. Kodeina adalah analgetika yang
manjur dan penekan batuk. Senyawa ini sejak lama dipakai sebagai obat batuk, tetapi telah
diganti oleh dekstrometorfan, alkaloid sintetik yang sama ampuhnya (Lide, 1981).
Efedrin (EPH) adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra yang biasa tumbuh di
daerah Asia tengah. Tanaman ini biasanya hijau sepanjang tahun dan biji keringnya digunakan
sebagai obat. Efedrin biasanya digunakan sebagai obat asma dan penurun berat badan. Efedrin
dijual dalam bentuk garam hidroklorida dan sulfat. Efedrin pertama kali diisolasi dari tanaman
Ephedra vulgaris pada tahun 1885 oleh Nagayoshi Nagai. Di Cina, efedrin di jual dalam bentuk
jamu dengan nama Ma Huang. Saat ini industri efedrin telah menghasilkan US $13 juta untuk
ekspor 30.000 ton efedrin setiap tahun, 10 kali lebih besar dari obat tradisional Cina. (Wikipedia,
2008).
II. ALAT DAN BAHAN
Alat :






Tabung reaksi
Rak tabung
Pipet tetes
Kertas saring
Corong
Gelas kimia
Bahan :


Sampel
Pereaksi mayer



III.
NaOH
KMnO4
FeCl3
PROSEDUR
SAMPEL
Ujikelarutan
Reaksisublimat
IV.
DATA HASIL PENGAMATAN
Penentuan
Sampel 32
Sampel 11
Uji Golongan alkaloida
Sampel + pereaksi mayer
Sampel + pereaksi mayer
tidak ada
ada endapan
endapan
Dugaan
Bukan golongan alkaloid
Golongan alkaloid
Uji Penegasan
Sampel+ NaOH + KMnO4
hijau
Sampel + FeCl3
Coklat
Sampel + FeCl3
Kuning
terang
Dugaan
V.

Lidocain HCL
Antalgin
PEMBAHASAN
Sampel 32
Pengujian golongan alkaloid terhadap sampel 32 dilakukan dengan penambahan pereaksi
mayer ,dan hasil yang didapat adalah negative untuk golongan alkaloid . Kemudian dilanjutkan
dalam uji penegasan dan memberikan hasil larutan berwarna hijau setelah direaksikan dengan
NaOH dan KMnO4.
Untuk lebih memastikan ,sampel diuji kembali dan bereaksi ketika
ditambahkan FeCl3 yang memberi warna kuning terang . maka dapat disimpulkan sampel 32

merupakan golongan anastesi lidocain HCl .
Sampel 11
Sampel no 11 tidak dapat larut dalam aquadest ,tidak larut dalam basa (NaOH) dan juga tidak
larut dalam pelarut organic . Karena sampel tidak dapat larut maka dilakukan filtrasi . Residu
diambil dan dilakukan pengujian golongan alkaloid . Residu direaksikan dengan pereaksi mayer
dan dapat bereaksi karena hasilnya membentuk endapan putih . sampel 11 merupakan golongan
alkaloid . Senyawa alkaloid mempunyai kemampuan bereaksi dengan pereaksi mayer karena
dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang masih memiliki satu pasangan electron
bebas yang menyebabkan senyawa alkaloid bersifat nukleofilik. Akibatnya senyawa alkaloid
mampu mengikat ion logam berat yang bermuatan positive dan membentuk senyawa kompleks
tertentu yang berwarna. Selanjutnya dilakukan uji penegasan ,memberikan hasil positive dan
bereaksi dengan FeCl3 yang membentuk larutan coklat .
VI.
KESIPULAN
Sampel 11 merupakan golongan alkaloid karena mempunyai kemampuan bereaksi dengan
pereaksi mayer karena dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang masih
memilikinsatu pasangan electron bebas yang menyebabkan senyawa alkaloid bersifat nukleofilik.
Sampel 32 merupakan golongan anastesi ,karena dalam uji penggolongan alkaloid tidak ada
endapan .
VII.
DAFTAR PUSTAKA
DepKes.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
;
Jakarta.
Riawan, S .1990 . Kimia Organik. Binapura Aksara ; Jakarta .
B. Tinjauan Pustaka
Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan
atau senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel. Dengan kata lain, analisa kualitatis berkaitan
dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang dituju dalam suatu sampel.
Berbagai sifat atau kimia dapat digunakan sebagai suatu identifikasi kualitatif atau
kuantitatif. Jika sifatnya (pengukuran analit) adalah spesifik dan selektif, maka tahap pemisahan
dan perlakuan awal smapel dapay disederhanakan. Pengubah analit ke bentuk yang sesuai
sehingga analit dapat dideteksi atau dapat diukur harus jga diperhatikan. Tahapan ini berkaitan
dengan metode pemisahan untuk suatu situasi yang spesifik tergantung pada sejumlah faktor.
Pemilihan teknik ini umumnya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan hasil analisis yang
diperlukan (Rohman, 2007).
Pada flouresensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi
sinar terjadi dalam waktu yang sangat singkat setelah penyerapan (10 -8 detik). Jika penyinaran
kemudian dihentikan, pemancaran kembali oleh molekul tersebut juga berhenti. Flouresensi
berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energy elektonik singlet dalam suatu molekul. Supaya
suatu molekul berflouresensi, maka molekul tersebut harus menyerap radiasi. Jika konsentrasi
senyawa yang menyerap radiasi tersebut sangat tinggi, maka sinar yang mengenai sampel akan
diabsorbso oleh lapisan pertama larutan dan hanya sedikit radiasi yang diserap oleh bagian lain
sampel pada jarak yang lebih jauh (Gholib, ibnu, 2007).
Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk karena penggabungan dua atau lebih
senyawa sederhana, yang masing-masing dapat berdiri sendiri. Senyawa kompleks digunakan
sebagai petunjuk kesempurnaan reaksi. Menurut Werner, orang yang pertama kali berhasil
mengkaji senyawa kompleks ini, beberapa ion logam cenderung berikatan koordinasi dengan zatzat tertentu membentuk senyawa kompleks yang mantap. Kelarutan senyawa kompleks
koordinasi dalam air bergantung terutama pada muatan kompleksnya. Senyawa kompleks yang
bermuatan lazimnya mudah larut dalam air, sebaliknya senyawa kompleks yang tak bermuatan
biasanya sukar larut dalam air (Rivai, 2006).
Senyawa-senyawa yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi merupakan calon
senyawa yang mampu berfluoresensi. Meskipun tidak ada aturan umum yang terkait dengan
terbentuknya flouresensi akan tetapi beberapa kaidah dapat membantu analisis utuk membuat
keputusan terkait dengan penggunaan flouresensi sebagai teknik analisis untuk melakukan
analisis kuantitatif obat dan metabolitnya. Sebagai contoh, gugus-gugus yang memberikan
electron seperti gugus hidroksil, amino atau metoksi yang terikat secara langsung pada system
ikatan pi dapat memfasilitasi terjadinya proses flouresensi (Gholib,Ibnu dan Rohman,Abdul,
2007).
Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman yang mengandung
alkaloid. Prosedur Wall, meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman kering yang direfluks
dengan 80% etanol. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci dengan 80% etanol dan kumpulan
filtrat diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan dalam air, disaring, diasamkan dengan asam
klorida 1% dan alkaloid diendapkan baik dengan pereaksi Mayer atau dengan Siklotungstat. Bila
hasil tes positif, maka konfirmasi tes dilakukan dengan cara larutan yang bersifat asam
dibasakan, alkaloid diekstrak kembali ke dalam larutan asam. Jika larutan asam ini menghasilkan
endapan dengan pereaksi tersebut di atas, ini berarti tanaman mengandung alkaloid. Fasa basa
berair juga harus diteliti untuk menentukan adanya alkaloid quartener (Anonim, 1979).
Alkaloid merupakan golongan metabolit sekunder terbesar dan heterogen, istilah
alkaloid diperkenalkan oleh W. Meissner pada tahun 1918, dimana alkaloid berasal dari kata
“alkali”yang berarti basa dan “iod” yang berarti mirip atau menyerupai. Jadi alkaloid merupakan
suatu senyawa yang mempunyai sifat seperti alkali atau basa. Definisi umum dikemukakan oleh
Pellitier (1982), alkaloid adalah senyawa siklik yang mengandung nitrogen dalam tingkat
oksidasi negative yang terdistribusi terbatas dalam kehidupan organisme. Secara ilmiah, definisi
alkaloid pertama kali diberikan oleh Winterstein dan Trier yang menyatakan alkaloid sebagai
suatu senyawa yang bersifat basa, mengandung nitrogen, dan berasal dari tumbuhan atau hewan.
(Febriany, 2008).
Alkaloid adalah basa organic yang mengandung amina sekunder, tersier atau siklik.
Diperkirakan 5500 alkaloid telah diketahui, dan alkaloid adalah yang containing some 5500
alkaloids are known, yang merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari
tanaman. Tidak satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya
mencakup senyawa senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya sebagai bagian dari system siklik. Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat
heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana (Utami, at all, 2008).
Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahkan jenis alkaloid. Pereaksi
sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang memiliki
berat atom tinggi seperti merkuri, bismuth, tungsen, atau jood. Pereaksi mayer mengandung
kalium iodida dan merkuri klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat dan
merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip dengan pereaksi Wagner dan
mengandung kalium jodida dan jood. Pereaksi asam silikotungstat menandung kompleks silikon
dioksida dan tungsten trioksida. Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar
dalam halsensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda. Ditilik dari popularitasnya,
formulasi mayer kurang sensitif dibandingkan pereaksi wagner atau dragendorff (Basset, 1994).
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecil yang memiliki
fungsi vital dalam metabolisme organisme. Nama ini berasal dari gabungan kata latin vita yang
artinya hidup dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom
nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak
vitamin sama sekali tidak memiliki atom N (Schumm,1992).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Gelas kimia 250 ml 1 buah
b) Mortal dan festol kecil 1 buah
c) Tabung reaksi
d) Timbangan analitik
e) Penjepit kayu
f)
Hotplate
g) Pipet tetes.
2. Bahan
a1) Efedrin-HCl
b) Asam salisilat 1 gram
c) Kanji 1 gram
d) Alfa naptol 2,5 gram
e) Asetosal
f)
Vitamin B1
g) Natrium nitrat.
D. Prosedur Kerja
1)
Vitamin B1
Organoleptis
Hasil ?
Dibau
2)
Asam salisilat
Flouresensi di bawah sinar ultraviolet
-
Diletakkan dibawah sinar ultraviolet
Hasil ??
3) Golongan karbohidrat
Kanji 1 gram
-
Dilarutkan dalam air
Ditambahkan larutan alfa naptol dalam alkohol
Ditetesi larutan H2SO4 pekat
Hasil ??
4) Golongan Fenol/salisilat
Asam salisilat 0,5 g
-
Ditimbang
Dimasukan ke tabung reaksi
Ditambahkan aquades
Hasil ??
Ditetesi FeCl3
Asam salisilat 0,5 g
-
Ditimbang
Dimasukan kedalam tabung reaksi
Dutambahkan methanol
Kocok
Ditambahkan H2SO4 pekat
Hasil ??
Dipanaskan
Asetosal
-
Dihaluskan
Dimasukan ke tabung reaksi
Ditambahkan etanol
Hasil ??
5) Golongan alkaloid
Efedrin HCl
-
Dihaluskan
Dimasukan kedalam tabung reaksi
Ditambahkan H2SO4
Ditambahkan HCl
Hasil ??
E. Hasil Pengamatan
Bahan
Asam salisilat
Perlakuan
Ditambahkan aquades
Hasil
Perubahan warna menjadi ungu
Ditetesi FeCl3
Disimpan dibawah sinar
Cahaya ungu
ultraviolet
Ditambahkan methanol
Bau metil salisilat
Dikocok
Efedrin-HCl
Kanji
Ditambahkan H2SO4
Ditambahkan H2SO4 dan HCl
Diencerkan dgn air
Negative (tidak terdapat endapan)
Negative (tidak terjadi perubahan
Ditambah alfa naftol dlm alcohol warna)
Asetosal
(bodrexin)
Vit. B1
Ditetesi H2SO4 pekat
Ditambahkan etanol
Negative (tidak berubah warna
Dibau
Bau seperti tape
F.
Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan analisis kualitatif terhadap beberapa bahan obat. Obat
merupakan suatu bahan yang digunakan dalam penyembuhan penyakit. Pada sebuah obat
terkandung didalamnya beberapa bahan obat atau bahan kimia yang bila dikonsumsi dapat
memberikan efek terapi dan bila berlebihan dalam dosis dapat menimbulkan efek toksik. Obatobat yang digunakan pada praktikum ini merupakan obat-obat bebas yang bisa diperoleh tanpa
menggunakan resep.
Percobaan pertama dilakukan analisis organoleptis, yaitu dengan menggunakan indra
sebagai alat untuk menganalisis unsur. Indra yang digunakan pada percobaan ini yaitu indra
pembau, bahan yang digunakan vitamin B1. Berdasarkan teori vitamin B1 memiliki bau khas
seperti bau ragi. Percobaan selanjutnya dilakukan uji kuantitatif terhadap kandungan karbohidrat
dalam kanji dengan menggunakan reaksi mollisch. Kanji diencerkan dengan aquades hingga
menjadi larutan kanji, lalu pada tabung lain alcohol dicampurkan dengan reagen mollisch yaitu
alfa naftol hingga homogeni. Selanjutnya larutan kanji dimasukan kedalam tabung yang berisi
alcohol dan reagen lalu dikocok hingga larut. Setelah pencampuran atau homogenisasi, H 2SO4
pekat perlahan-lahan dituangkan kedalam tabung melalui dinding tabung reaksi, hal ini
dimasudkan agar larutan H2SO4 tidak bercampur dengan larutan tetapi hanya membentuk lapisan
pada permukaan.
Reaksi yang terjadi :
Pada saat asam sulfat pekat mulai bercampur dengan larutan, asam sulfat menghidrolisis
ikatan sakarida untuk menghasilkan fulfural, dimana fulfural ini akan bereaksi dengan reagen
mollisch membentuk cincin yang berwarna ungu.
Penentuan kandungan fenol atau salisilat dalam bahan obat asam salisilat dilakukan
dengan 2 cara, cara pertama asam salisilat dicampurkan dengan besi (III) klorida. Bila ditinjau
dari bentuk molekulnya, asam salisilat terdiri atas gugus fenol, yang bila gugus fenol bebas ini
bereaksi dengan FeCl3 maka akan merubah warna larutan menjadi ungu Ar-OH + FeCl3
Ar-OFeCl2 + HCl. Hal ini membuktikan bahwa asam salisilat mengandung fenol. Lalu untuk
mengidentifikasi unsure salisilat dalam asam salisilat digunakan methanol dan asam sulfat pekat
sebagai katalis. Asam salisilat dilarutkan dengan methanol dalam tabung reaksi, asam salisilat
dengan cepat larut dalam methanol dikarenakan persamaan sifat yaitu sama-sama semipolar
sehingga kelarutannya besar. Lalu dimasukan asam sulfat pekat, dimana asam sulfat pekat ini
hanya berfungsi sebagai katalis yang bertugas untuk mempercepat laju reaksi dan menurunkan
energy aktifitasnya. Setelah homogen, tabung dipanaskan didalam gelas kimia yang telah diisi
oleh air diatas hotplate. Pemanasan bertujuan untuk memacu reaksi antara methanol dan asam
salisilat, dimana pada saat dipanaskan, molekul methanol dan asam salisilat saling bertumbukan
dan terjadi reaksi. Reaksi yang terjadi :
Apabila pada saat dipanaskan tercium bau metil salisilat atau bau gondopuro, maka hal ini
membuktikan adanya salisilat dalam asam salisilat. Percobaan selanjutnya serbuk asam salisilat
disinari ultraviolet dengan menggunakan UV VIS. Asam salisilat memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi dan mampu menyerap cahaya pada daerah 200-800 nm pada radiasi
elektromagnetik sehingga dapat berfluoresensi dan asil fluoresensinya adalah cahaya ungu.
Percobaan selanjutnya pada golongan alkaloid, untuk mengidentifikasi kandungan
alkaloid dalam efedrin-HCl. Dalam mengidentifikasinya digunakan reagen mayer atau asam
sulfat pekat dan HCl. Pertama yang dilakukan adalah menggerus tablet efedrin-HCl dengan
tujuan untuk mempercepat kelarutan bila ditambahkan dengan pelarut. Lalu dimasukan asam
sulfat dan HCl. Hasil yang diperoleh tidak terjadi endapan, hal ini dikarenakan oleh tidak semua
alkaloid mengendap saat direaksikan oleh reaktan mayer, endapan yang terbentuk dipengaruhi
oleh rumus bangun alkaloidnya.
G. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini, yaitu :
Untuk mengidentifikasi unsur yang terdapat dalam suatu bahan obat, dapat digunakan beberapa
analisis, yaitu menggunakan organ atau organoleptis, dengan menguji kelarutannya, metode
flouresensi dengan UV VIS, pengarangan dan pemijaran, analisis elemen, analisis gugus, dan
penggunaan reagen reaksi. Hasil reaksi dapat berupa perubahan warna untuk pencampuran suatu
bahan obat dengan reagen, terlihatnya warna khas suatu bahan obat pada analisis UV VIS, dan
tercium bau khas pada analisis organoleptis.
Daftar Pustaka
Basset, J. dkk. 1994. Vogel Kimia Analisis Kualitatif Organik. Edisi 4. Penerbit buku
kedokteran. Jakarta
artiana,febriany. 2008. Isolasi Alkoloid Utama dari Tumbuhan. J. Sains Kimia. Vol.91 hal 57-58.
Harrizul. 2006. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta ; UI Press.
Rohman, Abdul, dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar
humm, Dorothy E.1992. Intisari Biokimia. Binarupa Aksara.
, Nurul, at all. 2008. Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari Ekstrak Heksana Daun Ageratum conyzoides. J Sains
Kimia.Vol 9(2) hal 82-84.
Download