BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pengertian Proyek
Umumnya suatu pekerjaan dapat dikerjakan oleh seseorang atau beberapa
orang dengan mencatat setiap poin-poin penting ke dalam ”to do list” yang simpel,
namun pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat berubah menjadi sebuah proyek ketika
terjadi perkembangan tugas dengan kompleks dan pada akhirnya tidak dapat
ditangani secara individual ketika menemukan batas waktu, budget, dan perusahaan
yang terkait.
Menurut Schwalbe (2009) Proyek merupakan suatu usaha yang bersifat
sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang unik. Sebuah proyek
juga memiliki
pengertian
sebagai
satu
kegiatan
bersifat
sementara
yang
berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan
dimaksudkan untuk menghasilkan produk atau deliverable yang kriteria mutunya
telah digariskan dengan jelas (Soeharto, 2002). Sedangkan menurut Smith (2013)
proyek merupakan kegiatan yang bersifat nonrutin dan memiliki tujuan ke depan
yang jelas, serta mengidentifikasikan bahwa suatu proyek dapat sukses apabila
didasari dengan kemampuan yang efektif tujuannya.
Di dalam bukunya Gray dan Larson (2008) sebuah proyek dapat
diartikan sebagai kegiatan yang kompleks, bersifat nonrutin, dan hanya terjadi satu
kali yang ruang lingkupnya dibatasi oleh waktu, budget, sumber daya, dan spesifikasi
desain penampilan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
2.2 Sejarah Manajemen Proyek
Pada 1950-an, diperkenalkan dua strategi baru perencanaan proyek.
Keduanya dimaksudkan untuk meminimalkan risiko pada jadwal proyek. Yang
pertama disebut Program Evaluation and Review Technique atau PERT. PERT
menggunakan teknik pembuatan diagram jaringan kerja yang disebut aktivitas pada
anak panah dan teknik estimasi yang dinamakan rata-rata tertimbang. Yang kedua
disebut Critical Path Method atau CPM juga merupakan diagram jaringan dan teknik
penjadwalan. Teknik ini menggunakan metode penyusunan diagram yang disebut
9
10
aktivitas pada titik dan menciptakan jadwal proyek berdasarkan jalan terpanjang
melalui jaringan.
Meski sudah ada banyak manajer proyek selama berabad-abad, pengakuan
atas manajemen proyek sebagai suatu profesi baru muncul belakangan. Pada 1970an, individu dan organisasi mulai mengakui bahwa manajer proyek memerlukan
keahlian yang berbeda dengan manajer fungsional. Menjelang akhir 1990-an,
manajemen proyek secara umum diakui sebagai profesi.
2.3 Manajemen Proyek dan Manajemen Bisnis
Manajemen proyek merupakan suatu pemikiran tentang manajemen yang
ditujukan untuk mengelola kegiatan yang berbentuk proyek. Manajemen proyek
memiliki arti berbeda karena menggambarkan suatu komitmen sumber daya dan
manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang penting dalam jangka waktu relatif ,
di mana setelah selesai manajemen akan dibubarkan. Terdapat tiga fase dalam
manajemen proyek, yaitu: perencanaan, penjadwalan dan pengendalian (Heizer &
Render, 2011).
Manajemen bisnis merupakan upaya pengaturan secara menyeluruh guna
menjalankan sebuah usaha bisnis yang profesional dan menghasilkan tujuan bisnis
yang diinginkan. Manajemen bisnis dibutuhkan dalam rangka tercapainya sebuah
tujuan sebuah usaha bisnis baik dari aspek profit maupun tujuan lain sesuai yang
diinginkan oleh pihak pengelola bisnis (Daft, 2010).
Sebuah proses pengaturan diperlukan agar sebuah usaha tidak sembarangan,
mampu melakukan perencanaan, target-target yang diinginkan serta dapat
mengantisipasi berbagai kemungkinan sebuah resiko usaha bisnis.
2.4 Perbedaan Kegiatan Proyek dengan Kegiatan Operasional
Terdapat beberapa ciri perbedaan yang mendasar antara kegiatan proyek
dengan kegiatan operasional, yaitu :
11
Tabel 2.1 Perbedaan antara Kegiatan Proyek dengan Kegiatan
Operasional
Kegiatan proyek
Kegiatan Operasional
Bercorak dinamis, non rutin
Berulang-ulang, rutin
Siklus proyek relatif pendek
Berlangsung dalam jangka
panjang
Intensitas kegiatan di dalam periode
Itensitas kegiatan relatif sama
siklus proyek berubah-ubah (naik
turun)
Kegiatan harus diselesaikan
Batasan anggaran dan jadwal
bedasarkan anggaran dan jadwal
tidak setajam proyek
Terdiri dari bermacam-macam
Macam kegiatan tidak banyak
kegiatan yang memerlukan disiplin
Keperluan sumber daya berubah,
Macam dan volume
baik macam maupun volumenya
keperluan sumber daya
relatif konstan
Sumber : Soeharto, 2002.
2.5 Batasan Dalam Proyek
Sebuah proyek memiliki 3 batasan yang saling terkait dalam menjalankan setiap
kegiatannya, yaitu (Soeharto, 2002) :
•
Anggaran atau Budgeting
Dimana sebuah proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak
melebihi anggaran, dan biaya tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan
•
Jadwal
Proyek memiliki batasan waktu tertentu, yaitu durasi waktu dimana mengatur
kapan proyek harus dimulai dan kapan proyek harus berakhir.
•
Mutu
Produk atau jasa yang dihasilkan harus memenuhi spesifikasi dan kriteria
yang dipersyaratkan.
12
Ketiga batasan tersebut diatas bersifat tarik menarik. Artinya jika ingin
meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya
harus diikuti dengan meningkatkan mutu. Hal ini selanjutnya dapat berakibat
pada naiknya biaya sehingga melebihi anggaran. Sebaliknya jika ingin menekan
biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan mutu atau jadwal (Soeharto, 2002).
2.6 Ukuran Keberhasilan Proyek
Menurut Mingus (2006) ukuran keberhasilan proyek adalah :
1.
Tepat waktu
2.
Sesuai anggaran
3.
Tujuan proyek terpenuhi
4.
Kualitas
5.
Sumber daya
Hubungan kelima tolak ukur tersebut bersifat tarik-menarik. Artinya jika
cakupan proyek bertambah setelah penetapan estimasi waktu dan biaya, maka harus
diikuti dengan meningkatkan waktu dan atau biaya. Jika waktu dan biaya tetap sama
maka dua komponen lainya yaitu sumber daya dan kualitas akan terganggu.
Faktor-faktor yang membantu keberhasilan proyek berdasarkan ukuran
kriteria-kriteria (Mingus, 2006):
1. Pernyataan tujuan dan kebutuhan proyek ditulis secara jelas dan disepakati.
2. Partisipasi sponsor proyek, klien, dan tim dalam proyek.
3. Estimasi waktu dan biaya proyek yang realistis.
4. Kendali mutu dan perubahan
Dengan mengetahui faktor-faktornya dan hubungan cakupan proyek maka
proyek dapat dijalankan.
2.7 Perencanaan Proyek
Perencanaan suatu proyek mensyaratkan bahwa tujuan proyek harus
dinyatakan dengan jelas sehingga manajer dan timnya mengetahui apa yang
diinginkannya.
Pada
fase
ini
didefinisikan
tujuan
dan
sasaran
proyek,
13
diidentifikasikan aktivitas, ditetapkan hubungan mendahului, dibuat estimasi waktu,
ditentukan waktu penyelesaian proyek, dan ditentukan kebutuhan sumber daya
(Taylor, 2012). Perencanaan proyek dimaksudkan untuk menjembatani antara
sasaran yang akan diraih dengan keadaan pada saat awal ( Herjanto, 2007).
2.7.1 Struktur Pemecahan Kerja (Work Breakdown Structure-WBS)
Gray dan Larson (2008) berpendapat pekerjaan proyek dapat dibagi menjadi
elemen-elemen yang lebih kecil. Hasil dari proses hierarkis ini disebut WBS. Dengan
penggunaan WBS ini maka semua produk dari elemen pekerjaan telah diidentifikasi,
untuk mengintegrasikan proyek dengan organisasi saat ini dan untuk membangun
basis pengendalian.
Santosa (2008) juga memaparkan
bahwa pemecahan ini memudahkan
pembuatan penjadwalan proyek dan estimasi ongkos serta menentukan siapa yang
harus bertanggung jawab. Sampai sejauh mana pedoman harus dipecah tidak ada
pedoman yang baku. Sejauh pekerjaan itu sudah cukup mudah dilaksanakan, dapat
ditentukan waktu penyelesaiannya, sumber daya apa yang diperlukan dan biaya yang
diperlukan dapat dihitung, itu berarti sudah cukup memadai.
Struktur
pemecahan
kerja
memiliki
tingkatan
sebagai
berikut
(Santosa, 2008) :
Tabel 2.2 Tingkatan Pemecahan Proyek
Tingkat
Deskripsi
1
Proyek
2
Tugas
3
Subtugas
4
Paket Pekerjaan
Sumber : Santosa, 2008
Terdapat 3 manfaat utama kegunaan WBS dalam perencanaan dan
pengendalian proyek menurut Santosa (2008) :
1. Selama analisis WBS manajer fungsional dan personel akan terlibat dalam
pengerjaan WBS. Persetujuan mereka membantu memastikan tingkat akurasi
14
dan kelengkapan pendefinisian pekerjaan dan mendapatkan komitmennya
terhadap proyek.
2. WBS menjadi dasar penganggaran dan penjadwalan.
3. WBS menjadi alat kontrol pelaksanaan proyek.
2.7.2 Penjadwalan Proyek
Metode yang pertama kali digunakan dalam penyusunan jadwal yaitu Bagan
Gantt (Gantt Charts) yang diberi nama sesuai dengan nama penemunya Henry L.
Gantt (Santosa, 2008). Adapun cara penyusunan penjadwalan proyek, yaitu dengan
mengurutkan setiap kegiatan yang berhubungan dengan waktu, dan digambarkan
sesuai batas waktunya. Namun Gantt Charts tidak bisa secara eksplisit menunjukkan
keterkaitan antar aktivitas dan bagaimana suatu aktivitas berakibat pada aktivitas lain
bila waktunya terlambat atau dipercepat, sehingga perlu dilakukan modifikasi
terhadap Gantt Charts. Oleh karena itu, dikembangkan teknik baru yang bisa
mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada Gantt Charts. Teknik baru itu
dinamakan Network (Santosa, 2008).
No
Aktivitas
Minggu
1
1
Aktivitas A
2
Aktivitas B
3
Aktivitas C
4
Aktivitas D
5
Aktivitas E
6
Aktivitas F
7
Dst
2
3
4
5
6
7
8
Sumber : Santosa, 2008
2.8 Pengendalian Proyek Konstruksi
Pengendalian adalah proses membandingkan kinerja aktual dengan kinerja
yang direncanakan untuk mengidentifikasi penyimpangan, mengevaluasi tindakan
alternatif yang mungkin, dan mengambil tindakan korektif yang sesuai (Gray dan
15
Larson, 2008). Ervianto memaparkan dalam bukunya teori aplikasi manajemen
konstruksi (2007) bahwa Proyek konstruksi memiliki karakteristik unik yang tidak
berulang. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu proyek
konstruksi berbeda satu sama lain. Pengendalian diperlukan untuk menjaga
kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan. Tiap pekerjaan yang dilaksanakaan
harus benar-benar diinspeksi dan dicek. Dengan perencanaan dan pengendalian yang
baik terhadap kegiatan-kegiatan yang ada, maka terjadinya keterlambatan jadwal
yang mengakibatkan pembengkakan biaya proyek dapat dihindari. Untuk
mengantisipasi perubahan kondisi lapangan yang tidak pasti, maka diperlukan suatu
pengendalian.
Pengendalian terhadap mutu fisik konstruksi dilakukan secara tersendiri
olehpengawas teknik melalui gambar-gambar rencana dan spesifikasi teknis.
Pengendalian jadwal dan biaya dimasukkan dalam manajemen proyek yang
mencakup pemantauan kemajuan pekerjaan (progress), reduksi biaya, optimasi,
model, dan analisis. Pengendalian berjalan sepanjang daur hidup proyek guna
mewujudkan performa yang baik dalam setiap tahap. Sepanjang daur hidup proyek
hanya sekitar 20% kegiatan manajemen proyek berupa perencanaan, selebihnya
adalah kegiatan pengendalian. Perencanaan sebagian besar dilakukan sebelum
proyek dilaksanakaan. Begitu dimulai, fungsi manajemen didominasi oleh kegiatan
pengendalian (Ervianto, 2007).
2.8.1 Proses Pengendalian Proyek
Langkah-langkah pengendalian proyek (Gray dan Larson, 2008) :
1. Menetapkan rencana Baseline
Baseline diperoleh dari informasi biaya dan durasi yang ada pada
database WBS dan data sekuensi waktu dari jaringan dan keputusan
penjadwalan proyek. WBS menentukan pekerjaan pada paket-paket
kerja yang terpisah yang berkaitan dengan
deliverable dan
unit
organisasi. Dari WBS, jadwal jaringan proyek digunakan untuk
time-phase semua pekerjaan, sumber daya, dan anggaran ke dalan satu
rencana baseline.
16
2. Mengukur kemajuan dan kinerja
Waktu merupakan ukuran kuantitatif kinerja yang cocok dengan sistem
informasi terintegrasi. Pengukuran kinerja waktu relatif mudah dan
jelas, yakni apakah jalur kritis selesai lebih cepat , sesuai jadwal, atau
terlambat, apakah slack pada jalur kritis menyebabkan aktivitas kritis
yang baru.
3. Menbandingkan rencana versus kondisi actual
Karena rencana jarang terjadi seperti yang diharapkan, maka sangatlah
penting untuk mengukur penyimpangan dari rencana untuk menentukan
tindakan apa yang perlu dilakukan. Monitoring dan pengukuran yang
dilakukan secara berkala terhadap suatu proyek dapat mendukung
dilakukannya perbandingan antara kondisi aktual versus rencana yang
diharapkan.
4. Mengambil tindakan
Jika penyimpangan dari rencana cukup signifikan, maka diperlukan
tindakan korektif untuk membawa proyek kembali sejalan dengan
rencana asli atau rencana yang telah direvisi.
2.9 Jaringan Kerja (Network)
Gray dan Larson dalam bukunya manajemen proyek menyebutkan network
adalah alat yang digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan
kemajuan proyek. Diagram jaringan ini merupakan metode yang dianggap mampu
menyuguhkan teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu kegiatan,
yang pada giliran selanjutnya dapat dipakai untuk memperkirakan waktu
penyelesaian proyek secara keseluruhan (2008).
Berikut ini beberapa istilah yang digunakan untuk membangun jaringan proyek
(Gray dan Larson, 2008):
•
Aktivitas (activity)
: Merupakan sebuah elemen proyek yang memerlukan
waktu.
•
Aktivitas Gabungan : Merupakan sebuah aktivitas yang memiliki lebih
dari satu aktivitas yang mendahuluinya (lebih dari
17
satu anak panah ketergantungan).
•
Aktivitas paralel
: Merupakan aktivitas yang terjadi pada saat yang sama
atau aktivitas yang dapat terjadi selagi aktivitas ini
terjadi.
•
Jalur
: Sebuah urutan dari berbagai aktivitas yang
berhubungan dan tergantung.
•
Predecessor
: Aktivitas pendahulu
•
Successor
: Aktivitas pengganti atau aktivitas yang
mengikuti
aktivitas ini.
•
Jalur kritis
: Jalur terpanjang pada jaringan. Jika sebuah
aktivitas pada jalur ditunda, proyek juga tertunda
untuk waktu yang bersamaan.
•
Aktivitas
Menggelembung
: Aktivitas ini mempunyai lebih dari satu aktivitas
yang mengikuti
ketergantungan
(lebih
dari
yang
satu
anak
panah
mengalir
dari
aktivitas tersebut).
•
Event
: Istilah ini digunakan untuk menunjukkan satu titik
waktu di mana sebuah aktivitas dimulai atau
diselesaikan.
2.9.1 Pendekatan AON dan AOA
Dua pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan jaringan proyek
adalah activity-on-node (AON) dan activity-on-arrow (AOA). Kedua metode
tersebut mengunakan dua blok pembangunan, yaitu anak panah dan node (Gray dan
Larson, 2008). Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca diagram jaringan,
berikut ini penjelasan anak panah dan node menurut Herjanto (2007) :
•
Activity / anak panah : Anak panah menggambarkan arah kegiatan, sehingga
dapat diketahui kegiatan terdahulu (predecessor) dan
kegiatan yang megikuti (sucessore). Setiap anak
panah
biasanya
disertai
dengan
notasi
yang
18
memberikan
identitas
nama/jenis
kegiatan
dan
estimasi waktu penyelesaian untuk jaringan AOA.
Bentuk anak panah dapat disesuaikan dengan keadaan
jaringan kerja, jadi tidak selalu garis lurus.
•
Event / node
: Node menggambarkan peristiwa. Setiap kegiatan
biasanya selalu dimulai dengan peristiwa mulainya
kegiatan
dan
diakhiri
dengan
peristiwa
selesainya kegiatan itu.
Gambar 2.1 Node dan Anak Panah
Sumber : Heizer & Render, 2011
Pada AON sebuah aktivitas diwakili oleh sebuah node. Ketergantungan
antaraktivitas dilukiskan degan anak panah diantara node pada jaringan AON.
Sedangkan AOA, anak panah menunjukkan aktivitas proyek individual yang
memerlukan waktu dan node menunjukkan sebuah peristiwa (event) (Gray dan
Larson, 2008).
19
Gray and Larson berpendapat terdapat 8 aturan yang berlaku secara umum
ketika mengembangkan sebuah jaringan proyek (2008):
1. Jaringan umumnya mengalir dari kiri ke kanan
2. Sebuah aktivitas dapat dimulai sampai semua aktivitas yang
mendahuluinya telah dikerjakan.
3. Panah
pada
jaringan
menandakan
adanya
aktivitas
yang
mendahului jalur.Panah dapat bersilang satu sama lain.
4. Masing-masing aktivitas harus memiliki nomor identitas (ID) unik
5. Nomor identifikasi sebuah aktivitas (ID) harus lebih besar dari semua
aktivitas yang mendahuluinya.
6. Pengulangan tidak diperbolehkan
7. Pernyataan bersyarat tidak diperbolehkan (jenis pernyataan ini
seharusnya tidak ada).
8. Ketika ada banyak start, dapat digunakan sebuah node start yang
umunya untuk mengindikasikan permulaan proyek pada jaringan.
Dengan cara yang sama,node akhir proyek tuggal dapat digunakan
untuk mengindikasikan akhir proyek.
20
Gambar 2.2 Perbandingan antara Konvensi AON dan AOA
Sumber : Heizer & Render, 2011
Selain gambar aktivitas dan kegiatan di atas, maka terdapat pula aktivitas
semu (dummy) untuk memperjelas hubungan. Kegiatan semu berfungsi sebagai
penghubung yang tidak membutuhkan sumber daya maupun waktu penyelesaian
(Santosa, 2008). Dummy diperlukan bila sebuah jaringan mempunyai dua kegiatan
dengan kejadian mulai dan akhir yang sama. Aktivitas semu (dummy) juga
digambarkan sebagai anak panah putus-putus dan mempunyai waktu penyelesaian
nol (Heizer & Render, 2011).
21
Gambar 2.3 Hubungan Ketergantungan dengan Memakai Dummy
Sumber : Soeharto, 2002
2.9.2 Terminologi dan Perhitungan
Dalam proses identifikasi jalur kritis, dikenal beberapa terminologi dan
rumus-rumus perhitungan sebagai berikut ( Soeharto, 2002):
•
ES
Yaitu waktu paling awal suatu kegiatan (Earliest Start Time). Bila waktu
kegiatan dinyatakan atau berlangsung dalam hari, maka waktu ini adalah hari
paling awal kegiatan dimulai.
•
EF
Yaitu waktu selesai paling awal suatu kegiatan (Earliest Finish Time). Bila
hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu
merupakan ES kegiatan berikutnya.
•
LS
Yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai (Latest Allowable Start
Time), Waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat
proyek secara keseluruhan.
•
LF
Yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh selesai (Latest Allowable Finish
Time) tanpa memperlambat penyelesaian proyek.
22
•
Slack (S) atau Float
Waktu bebas dari sebuah kegiatan, di mana waktu yang dimiliki oleh sebuah
kegiatan
dapat
diundur,
tanpa
menyebabkan
keterlambatan
proyek
keseluruhan (Heizer & Render, 2011).
Slack = LS – ES atau Slack = LF –EF
2.9.3 Menghitung waktu Slack / Float dan Mengidentifikasi Jalur Kritis
Pengidentifikasian jalur kritis dilakukan sesudah mengetahui ES , EF, LF, LS
dan juga float. Waktu slack atau waktu bebas ialah waktu yang dimiliki oleh setiap
kegiatan
untuk
bisa
diundur,
tanpa
menyebabkan
keterlambatan
proyek
keseluruhan. Secara matematis (Heizer & Render,2011) :
Slack = LS – ES atau slack = LF – EF
Ada dua tipe float (Heizer & Render, 2011):
•
Free float adalah lamanya suatu tugas dapat mundur tanpa menunda tugas
berikutnya.
•
Total float adalah lamanya suatu tugas dapat mundur tanpa menunda seluruh
proyek.
Dalam proyek sederhana, free float dan total float biasanya sama, tetapi
dalam proyek dengan beberapa jalur paralel, keduanya dapat berbeda secara
signifikan.
Jalur kritis merupakan suatu hal yang selalu menjadi perhatian dalam
penjadwalan proyek disamping umur proyek, karena terlambat atau tidaknya proyek
tergantung dari terlambat atau tidaknya kegiatan yang berada pada lintasan kritis itu
(Herjanto, 2007).
Kegiatan pada slack = 0 disebut sebagai kegiatan kritis dan berada pada jalur kritis.
Jalur kritis adalah jalur tidak terputus melalui jaringan proyek yang (Heizer
& Render, 2011) :
23
•
Mulai pada kegiatan pertama proyek
•
Berhenti pada kegiatan terakhir proyek
•
Terdiri dari hanya kegiatan kritis (yaitu kegiatan yang tidak memiliki
waktu slack)
2.10 Teknik Manajemen Proyek : PERT dan CPM
Program evaluation and review technique (PERT) dan chritical path method
(CPM) dikembangkan di tahun 1950-an untuk membantu para manajer membuat
penjadwalan , memonitor, dan mengendalikan proyek besar dan complex. Meskipun
pada dasarnya terdapat persamaan pendekatan antara metode CPM dengan metode
PERT, namun keduanya memiliki perbedaan yang mendasar dalam mengestimasi
waktu kegiatan (Render, Stair, dan Hanna, 2011).
CPM dan PERT keduanya memiliki enam langkah sebagai berikut (Heizer &
Render, 2011):
a. Mendefinisikan proyek dan menyiapkan struktur pecahan kerja
b. Membangun hubungan antara kegiatan, memutuskan kegiatan mana
yang harus lebih dahulu dan mana yang harus mengikuti kegiatan.
c. Menggambarkan jaringan yang menghubungkan seluruh kegiatan.
d. Menetapkan perkiraan waktu dan biaya untuk tiap kegiatan.
e. Menghitung jalur waktu terpanjang melalui jaringan. Ini yang disebut
jalur kritis.
f. Menggunakan jaringan untuk membantu perencanaan, penjadwalan
dan pengendalian proyek.
2.10.1 Teknik Manajemen Proyek : PERT (Program Evaluation and Review
Technique)
PERT memiliki banyak kesamaan dengan CPM. Seperti dalam CPM , PERT
menggunakan teknik diagram AOA/AON (Ervianto, 2007). Metode PERT
merupakan teknik dengan menggunakan probabilitas, yaitu yang memungkinkan
24
untuk merumuskan probabilitas yang dapat terjadi pada estimasi waktu yang
berbeda-beda. Terdapat tiga jenis estimasi waktu untuk setiap kegiatan dalam PERT,
yaitu ( Heizer dan Rander, 2011):
1. Waktu optimis (optimistic time) (a).
Waktu yang dibutuhkan oleh sebuah kegiatan jika semua hal berlangsung
sesuai rencana. Dalam memperkirakan nilai ini, biasanya terdapat peluang
terkecil (katakanlah, 1/100) bahwa waktu kegiatan akan < a
2. Waktu pesimis (pesimistic time) (b).
Waktu yang dibutuhkan sebuah kegiatan dengan asumsi kondisi yang
ada sangat tidak diharapkan nilai ini, biasanya terdapat peluang yang juga
terkecil (juga, 1/100) bahwa waktu kegiatan akan > b.
3. Waktu realistis (most likely time) (m).
Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah kegiatan yang
paling realistis.
Metode PERT (Program Evaluation and Review Technique) mengasumsikan
penyusunan estimasi waktu bedasarkan pendistribusian probabilitas beta (Beta
Probability Distribution) (Render, Stair, dan Hanna, 2011).
Untuk menemukan waktu kegiatan yang diharapkan (expected activity time)
,t, distribusi beta memberikan bobot perkiraan ketiga waktu sebagai berikut:
t = (a + 4m + b)/6
keterangan :
t = bobot rata-rata waktu aktivitas a = waktu aktivitas optimistik
b = waktu aktivitas pesimistik
m = waktu aktivitas yang paling mungkin
hal ini berarti waktu realistis (m) diberikan bobot empat kali lipat daripada waktu
optimis (a) dan waktu pesimis (b). Waktu perkiraan t dihitung menggunakan
persamaan diatas untuk setiap kegiatan yang digunakan pada jaringan proyek untuk
menghitung semua waktu terdahulu dan terakhir.
25
Gambar 2.4 Distribusi Peluang Beta dengan Tiga Perkiraan Waktu
Sumber: Heizer dan Render, 2011
Untuk menghitung dispersi (dispersion) atau varian waktu penyelesaian kegiatan
(variance of activity completion time), kita menggunakan rumus:
Varians = [(b – a)/6]2
PERT menggunakan varians kegiatan jalur
kritis untuk membantu
menentukan
varians proyek keseluruhan. Varians proyek dihitung dengan menjumlahkan varians
kegiatan kritis:
σP
= Varian Proyek = ∑ = (kegiatan pada jalur kritis)
Contoh :
Waktu kegiatan f adalah: a = 1 minggu, b = 9 minggu, m = 2 minggu
Maka:
•
waktu penyelesaian yang diharapkan kegiatan f :
t = (a + 4m + b)/6 = (1+4(2)+9)/6 =18/6 = 3 minggu
•
varians kegiatan f :
varians = [(b – a)/6]2 = [(9 – 1)/6]2 = [8)/6]2= 64/36 = 1,78
•
varians keseluruhan proyek :
varians proyek = keg a + keg b + keg c + keg d + keg e + kegf
= 0,11+0,11+0,11+0,44+1+1,78
= 3,55
26
Deviasi standar = √3,55 = 1,88 minggu
Selanjutnya untuk mengetahui peluang penyelesaian proyek adalah dengan rumus :
Z
= ࢞ – ࣆ /࣌
Dimana :
Z = Probabilitas
x = Waktu penyelesaian proyek yang diharapkan berdasarkan data perusahaan
ࣆ = tp ,yaitu diperoleh dengan melihat waktu terpanjang (Maksimal EF atau LF).
2.10.2 Metode Jalur Kritis (CPM)
CPM dikembangkan pada tahun 1950-an yang kira-kira sama dengan
pengembangan PERT (Management Science). CPM muncul terlebih dahulu di tahun
1957, sebagai alat yang dikembangkan oleh J.E. Kelly dan M.R.Walker, sedangkan
Pert baru dikembangkan tahun 1958 oleh Booz, Allen, dan Hamilton (Heizer &
Render, 2011). CPM mengasumsikan bahwa waktu kegiatan diketahui pasti sehingga
hanya memerlukan satu perkiraan waktu untuk tiap kegiatan inilah perbedaan
utamanya dengan metode PERT (Heizer & Render, 2011). Sama halnya dengan
PERT, CPM juga menggunakan jaringan kerja untuk menggambarkan kegiatan
proyek. Soeharto (2002) berpendapat bahwa dalam metode CPM terdapat adanya
jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan
dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukan kurun waktu penyelesaian
proyek yang tercepat. Jadi jalur kritis terdiri dari tediri dari rangkaian kegiatan kritis,
dimulai dari kegiatan pertama sampai kegiatan terakhir proyek. Jalur kritis penting
dalam pelaksanaan proyek, karena pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila
pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan proyek secara
keseluruhan. Terkadang dalam jaringan kerja terdapat lebih dari satu jalur kritis.
Peran jalur kritis juga sangat penting dalam sebuah proyek karena
kegiatanyang terletak di jalur kritis dapat menyebabkan keterlambatan sebuah proyek
apabila tidak dijalankan dengan efektif (Render, Stair, dan Hanna, 2011). Untuk
menemukan jalur kritis dahulu diperlukan identifikasi terhadap setiap kegiatan dalam
jaringan kerja (Render, Stair, Hanna, 2011) yaitu:
1. Earliest start time (ES)
: Yaitu waktu tercepat untuk memulai suatu
27
kegiatan.
2. Earliest finish time (EF)
: Yaitu waktu tecepat untuk menyelesaikan
kegiatan.
3. Latest start time (LS)
: Yaitu waktu terlama untuk dapat memulai
suatu kegiatan
4. Latest finish time (LF)
: Yaitu waktu terlama untuk dapat
menyelesaikan suatu kegiatan.
2.10.3 Crashing Proyek
Wajar bagi seorang manajer proyek menghadapi salah satu situasi berikut
(Heizer & Render, 2011):
1. Proyek tertinggal dari jadwal yang telah ditetapkan
2. Waktu penyelesaian proyek yang telah dijadwalakan dimajukan
Dalam situasi manapun, beberapa atau semua kegiatan yang ada harus dipercepat
untuk menyelesaiakan proyek pada batas waktu yang diinginkan. Proses di mana kita
ingin memperpendek jangka waktu suatu proyek dengan biaya paling rendah disebut
sebagai crashing proyek. Seberapa banyak sebuah kegiatan bisa diperpendek
(perbedaan antara waktu normal dan waktu crash) bergantung pada kegiatannya,
mungkin juga terdapat kegiatan yang tidak dapat diperpendek sama sekali.
Percepatan waktu proyek seringkali bertujuan untuk memperoleh biaya total yang
minimum atau terkadang bertujuan untuk mengejar suatu momen tertentu (Herjanto,
2007).
Demikian pula biaya crashing sebuah kegiatan tergantung pada sifat proyek tersebut.
Biasanya lebih disukai percepatan sebuah proyek dengan biaya tambahan yang
paling sedikit. Karenanya, kita memilih kegiatan mana yang dilakukan crash, dan
seberapa banyak , harus memastikan hal berikut ( Heizer & Render, 2011):
•
Jumlah yang diperbolehkan pada sebuah kegiatan untuk dilakukan crash
•
Secara bersamaan, jangka waktu kegiatan yang diperpendek menjadikan kita
dapat menyelesaikan proyek pada batas waktunya
28
•
Biaya total crashing sekecil mungkin
Berikut langkah crashing sebuah proyek sebagai berikut :
Langkah 1 : Hitung biaya crash per minggu (atau satuan waktu lain) untuk setiap
kegiatan dalam jaringan. Jika biaya crash linear menurut waktu, maka
rumus berikut dapat digunakan :
Biaya crash per periode = ( biaya crash – biaya normal) / (waktu
normal – waktu crash)
Langkah 2 : Dengan menggunakan waktu kegiatan sekarang temukan jalur kritis
pada jaringan proyek. Kenali kegiatan kritis.
Langkah 3 : Jika hanya ada satu jalur kritis, pilihlah kegiatan jalur kritis yang (a)
masih bisa dilakukan crash dan (b) mempunyai biaya crash terkecil
per preiode. Jika terdapat lebih dari satu jalur kritis ,maka pilih satu
kegiatan dari setiap jalur kritis sedemikian rupa sehingga (a) setiap
kegiatan yang dipilih masih bisa dilakukan crash dan (b) biaya crash
total per periode dari semua kegiatan yang dipilih merupakan yan
terkecil. Crash setiap kegiatan dengan satu periode.
Langkah 4 : Perbaharui semua waktu kegiatan. Jika waktu kegiatan yang diinginkan
telah tercapai berhenti. Jika tidak, kembali ke langkah 2.
2.11 Perbedaan antara CPM dan PERT
Telah dijelaskan sebelumnya mengenai metode PERT dan CPM, berikut ini
perbedaan antara PERT dan CPM :
29
Tabel 2.3 Perbedaan CPM dan PERT
No
CPM
PERT
1
Deterministik, satu angka
Probabilitas, tiga angka
2
Kurun waktu penyelesaian proyek
Kurun waktu penyelesaian proyek di
ditandai
tandai suatu angka tertentu ditambah
dengan suatu angka tertentu
varians
Hitungan analisis untuk probability tidak
Dapat menghitung dan menganalisis
3
ada
4
prosedur jelas dalam menganalisi jadwal
Dalam menganalisis jadwal
yang ekonomis
ekonomisperlu dikonversikan ke CPM
dahulu
Sumber : Soeharto, 2002
30
2.12 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.5 Kerangka pemikiran
Sumber : data diolah tahun 2014
Download