PESAN PIMPINAN Mewujudkan Cita-Cita Negara Pancasila M Ketua DPR RI Marzuki Alie elihat kejadian kekerasan ini, kita memang kembali dituntut untuk meneguhkan kembali maksud cita-cita negara Pancasila yang plural dan menghormati perbedaan, termasuk menolak segala bentuk kekerasan yang terjadi di negara kita. Sesungguhnya, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indo- nesia, telah mencakup banyak hal, termasuk tujuan utama berdirinya negara ini. Sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, tujuan negara kita adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan ini kemudian dicita-citakan dengan didasarkan pada lima (5) sila yang kita kenal dengan Pancasila. Cita-cita Negara Pancasila, sebagaimana dirintis dasar-dasar filosofisnya oleh the founding fathers merupakan sumber nilai dan filosofi bangsa sebagaimana terumuskan dalam lima (5) silanya. Pancasila sebagai ideologi bangsa menegaskan bahwa Indonesia bukan negara sekuler, tetapi juga bukan negara agama. Indonesia adalah negara yang berKetuhanan, berPerikemanusiaan, yang mengedepankan harmoni dan persatuan bangsa, menjunjung tinggi mus yawarah dalam bingkai demokrasi, dan mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasi la yang dicita-citakan oleh the founding fathers, juga merupakan pondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, menjadi pilar utama diantara empat pilar yang sedang disosialisasikan oleh MPR. Keempat pilar itu adalah Pancasila, Undang Undang Negara Republik Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat pilar ini adalah wujud dari peningkatan pemahaman kita terhadap sistem politik ketatanegaraan. Sebelum Era Reformasi, Pancasila memang pernah ditempatkan sebagai ideologi yang statis, eksklusif, monolitik, serta menutup ruang dialog bagi kebhinekaan (keberagaman) pandangan. Pancasila sebagai ideologi bangsa mengarah pada penafsiran tunggal dengan tujuan untuk meligitimasi kekuasaan. Pada masa itu, oleh berbagai kalangan, bahkan penguasa, Pancasila seringkali dijadikan sebagai alat pukul politik (political hammer) terhadap perbedaan pendapat atau pandangan. Untuk melegitimasi kekuasaan, ditetapkan TAP MPR No. V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/ MPR/1978 yang menegaskan secara formal bahwa “Pancasila sebagai sumber hukum dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum di Indonesia”. Untuk menguatkan legitimasi kekuasaan pula, dilakukanlah Penataran P4 (yang ditetapkan melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila/Eka Prasetya Pancakarsa) dan penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, yang pada akhirnya memunculkan penafsiran tunggal atas azas Pancasila. UU. No. 8 tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang mewajibkan setiap Organisasi Kemasyarakatan untuk menggunakan satu azas, yaitu azas Pancasila pada akhirnya memecah beberapa Ormas, karena pada dasarnya mereka sudah memiliki azas organisasi misalnya azas agama (azas islam, Kristen dll), azas nasionalis dan sebagainya. Pada Era Reformasi, kesadaran terhadap arti penting Pancasila dijadikan pertimbangan untuk mencabut berbagai TAP tersebut. Keluarnya TAP MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan TAP MPR No. II/MPR/1978 tentang P4/ Eka Prasetya Pancakarsa dan tidak berlaku lagi TAP MPR No. V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978, membuktikan bahwa penafsiran terhadap cita-cita negara Pancasila memang perlu direvitalisasi kembali. Namun demikian, mengingat era reformasi mengagungkan semangat demokratisasi, keterbukaan dan kebebasan, spirit dasar Pancasila harus tetap dijaga. Spirit Pancasila yang dimaksud adalah bahwa perbedaan itu bisa benar-benar diwujudkan sebagai sebuah rahmat Tuhan, sehingga perbedaan yang ada bukan menjadi | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | PESAN PIMPINAN sumber perpecahan dan kekerasan. Untuk menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai arah pada perjalanan bangsa saat ini, maka kita harus mengambil makna sejarah bangsa sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang sebenarnya merekomendasikan agar Pancasila diposisikan sebagai ideologi terbuka atau ideologi yang inklusif, yaitu suatu ideologi bangsa yang dinamis, adaptif, aktual, dan hidup. Konsekuensinya, segenap permasalahan bangsa harus dapat dijawab dengan perspektif Pancasila kita suatu perspektif yang hadir melalui proses dialektika segenap anak bangsa yang ber-Pancasila. Dalam era reformasi ini pula, Pancasila harus diaktualisasikan nilai-nilainya di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reaktualisasi nilai-nilai tersebut, ditumbuhkan dengan mem- buka kembali kesadaran dan komitmen untuk menempatkan Pancasila sebagai konsensus nasional, pijakan dasar dalam melangkah, dan sebagai common platform yang mempersatukan keberagaman kita sebagai bangsa. Pancasila adalah titik temu (bukan titik tengkar/mempertajam perbedaan). Konsekwensinya, agar nilai-nilai Pancasila menjadi arah bagi perjalanan bangsa, maka segenap perundang-undangan, termasuk peraturan-peraturan daerah, harus merujuk pada spirit Pancasila dan merujuk pada konstitusi UUD 1945. Tidak boleh ada undang-undang, peraturanperaturan pemerintah, perda-perda yang “bermasalah”, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks ini negara harus tegas untuk meluruskan, manakala terdapat peraturan perundang-undangan “yang bermasalah”. Apalagi sekarang sudah ada institusi Mahkamah Konstitusi (MK), yang semakin dituntut untuk proaktif dalam memperkuat ketaatan kita semua dalam berkonstitusi. Pancasila yang menjiwai Pembukaan UUD 1945, yang menjadi dasar dalam tujuan kita berbangsa dan bernegara, dalam tataran implementasi nya harus mengarah kepada terwujudnya cita-cita NKRI yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinnekaan. Oleh karenanya, lembaga-lembaga negara terkait, terutama pemerintah, tidak boleh ragu-ragu dalam menyikapi berbagai fenomena yang berkembang dalam masyarakat yang ditengarai bertentangan dengan Pancasila dan sendi-sendi bangsa. Segala tindakan yang melawan konstitusi dan hukum, lebih-lebih yang bersifat anarkhis dan memecah belah bangsa, tentu harus diselesaikan dengan tegas pemerintah dan perangkat hukum melalui jalur hukum yang berkeadilan dan beradab. Menjawab Tantangan Dalam memperkuat konsolidasi demokrasi, tantangan yang muncul di tengah-tengah masyarakat lkita, memperlihatkan bahwa integrasi bangsa semakin dipertaruhkan oleh hadirnya berbagai tantangan internal dan eksternal. Secara internal, identitas Keindonesiaan kita yang berdasarkan Pancasila, terus diuji: bagaimana substansi Pancasila mampu terefleksikan dengan baik di tengah-tengah masyarakat dan bangsa. Secara eksternal, kita semakin dihadapkan pada fenomena dinamika globalisasi berikut dampak-dampaknya yang harus dapat kita respons dengan tepat. Kita harus mampu hadir dan berkompetisi di tataran global, dengan kelebihan-kelebihan yang kita miliki. Menjawab kedua tantangan tersebut, tentu saja, perlu penegasan kembali hal-hal seperti: menumbuhkan kesadaran kolektif dan komitmen bersama terhadap Pancasila sebagai | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | sumber nilai/filosofi bangsa, sebagai platform bersama kita semua dalam meniti masa depan bangsa; perlunya digalakkan kembali sosialisasi nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah masyarakat, dengan melibatkan instrumen-instrumen negara, namun dengan pendekatan yang lebih tepat, tidak bersifat indoktrinatif, selaras dengan tantangan zaman dimana Pancasila harus dipandang sebagai ideologi yang terbuka; Pancasila harus ditempatkan sebagai spirit dasar dalam pembentukan perundang-undangan dan berbagai peraturan di bawahnya. Tidak boleh ada UU dan peraturan-peraturan di bawahnya yang bertentangan dengan konstitusi kita. Sebaliknya, Pancasila harus ditempatkan sebagai rujukan dasar dalam menyelesaikan permasalahan bangsa. Melalui tulisan ini, pada akhirnya, saya mengajak seluruh komponen bangsa, untuk merajut kebersamaan antar sesama anak bangsa demi masa depan yang lebih cerah dan lebih baik dibingkai oleh nilai-nilai Pancasila, persatuan Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.* | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | PESAN PIMPINAN DPR RI Menyayangkan Amerika Serikat (Masih) Menggunakan Diplomasi Koboi terhadap Penyelesaian Krisis di Libya Dua hari setelah Dewan Keamanan PBB (DK PBB) mengadopsi Resolusi 1973 tentang Libya, tepatnya pada tanggal 19 Maret lalu, Pasukan Koalisi yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Inggris dan Perancis telah melakukan agresi brutal terhadap negara berdaulat Libya melalui Operation Odyssey Dawn yang bertujuan untuk menghentikan tindak kekerasan yang telah dilakukan oleh Rezim Khadafi terhadap warga Libya. M Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | enanggapi aksi agresi ini, Wakil Ketua DPR RI/Korpolkam Priyo Budi Santoso menyayangkan intervensi militer yang telah terjadi. “Saya rasa apa yang telah dilakukan oleh Rezim Khadafi terhadap warga Libya adalah suatu tindak kejahatan yang harus diberikan hukuman namun saya tidak percaya bahwa agresi militer adalah jenis hukuman yang paling tepat.” ujarnya. Pasukan Koalisi menggunakan klausal Bab VII dari Piagam PBB yang juga dicantumkan di dalam Resolusi 1973 sebagai dasar legalitas aksi agresi brutal tersebut. DK PBB berpendapat bahwa Resolusi 1973 ini bersifat mempertegas Resolusi DK PBB 1970 yang sebelumnya telah disepakati. Resolusi 1973 berargumen bahwa Libya telah sar dunia yaitu genosida, kejahatan atas kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi. Padahal, Amerika Serikat hingga saat ini belum meratifikasi Statuta Roma yang mendasari terbentuknya ICC ini sehingga tidak adil jika yang dimintai pertanggung jawaban hanya Libya saja namun pihak agressor dapat bebas tanpa perlu mempertanggungjawabkan agresi brutal mereka.” ujarnya. Lebih lanjut, Priyo menyerukan masyarakat internasional untuk segera mencari solusi agar agresi militer ini tidak menimbulkan korban yang lebih banyak. “Pasukan Koalisi harus tetap tunduk terhadap hukum humaniter internasional di dalam melakukan agresinya. Mereka harus menghormati klausal-klausal yang disepakati di dalam Konvensi Jenewa ke-4 pada tahun 1949 yang mengatur tentang perlindungan warga sipil pada saat terjadinya perang. Aplikasi Konvensi ini diperlukan untuk meminimalisir jatuhnya korban sipil dalam agresi tersebut. Untuk itu, peran humanita- rian intervention seperti yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional perlu diperkuat dan diberi akses yang maksimal.” paparnya. Terkait dengan sikap pemerintah terhadap agresi militer ini, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI ini menyayangkan sikap ambigu yang dipertunjukan oleh Kemlu RI. “Saya mendapat kesan pemerintah tidak berani mengambil sikap yang lebih jelas terkait agresi ini. Hal ini terlihat dari ketiadaan suara ASEAN didalam menyikapi agresi Pasukan Koalisi ini padahal sebagai Ketua kolektif ASEAN, Indonesia seharusnya bisa mendorong ASEAN untuk bersuara lantang terhadap ancaman perdamaian yang telah dipertontonkan oleh Pasukan Koalisi. Cukup ironis jika ASEAN tidak bersuara padahal slogan kepemimpinan Indonesia di ASEAN, yakni ASEAN Community in A Global Community of Nations, mengharuskan ASEAN bersifat sensitif terhadap kondisi perkembangan komunitas global saat ini.” tandasnya.*** atacmag.com/internet gagal di dalam mematuhi Resolusi 1970 yang berdampak kepada memburuknya kondisi keamanan serta terjadinya pembantaian sipil oleh Rezim Khadafi. Mencermati argumentasi ini, Presidium ICMI ini berpendapat bahwa seharusnya penggunanan Bab VII menjadi last resort atau jalan terakhir jika semua negosiasi diatas meja telah mengalami deadlock. “Saya khawatir bahwa Resolusi 1973 dipaksakan menjadi dasar legalitas dan jalan pintas untuk melakukan agresi. Hal ini tercermin dari penolakan yang dilakukan oleh setidaknya dua Anggota Tetap DK PBB yakni Rusia dan Cina terhadap resolusi ini.” ungkapnya. Selanjutnya, Priyo menyayangkan bahwa Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Obama belum juga beranjak dari diplomasi koboi (cowboy diplomacy) di dalam menyelesaikan konflik internasional yang telah menjadi trade mark kepemimpinan Bush sebelumnya. “Saya tidak mengerti mengapa Presiden Obama bersikap tidak konsisten dengan komitmennya untuk menciptakan dunia yang lebih damai melalui solusi tanpa kekerasan seperti yang pernah disampaikannya di Kairo maupun di Jakarta beberapa waktu silam.” tandasnya. Lebih jauh Priyo menjelaskan bahwa Konggres AS sendiri juga mempertanyakan kebijakan Obama untuk menyerang Libya. “Ketua DPR AS saja mengkritik Obama mempertanyakan apa misi dari agresi ini dan mengapa Obama tidak lebih dulu berkonsultasi dengan Konggres seperti yang lazim dilakukan oleh presiden-presiden AS sebelumnya.” paparnya. Selain itu, Ketua Dewan Penasehat Forum Silaturahmi Santri Nasional ini juga mencermati isi Resolusi 1973 yang dianggapnya tidak berimbang. “Jika kita menelaah preambular paragraph ke-14 dari Resolusi 1973 ini dimana DK PBB secara tegas meminta pertanggung jawaban rezim Khadafi dihadapan Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal CourtICC) yakni pengadilan yang mengadili setidaknya empat jenis kejahatan be- Situasi Perang di Libya | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | DAFTAR ISI DAFTAR ISI Parlementaria Edisi 82 Tahun XLII 2011 PESAN PIMPINAN Mewujudkan Cita-cita Negara Pancasila ..................... 2 LAPORAN UTAMA > Jalan Berliku Kode Etik DPR RI > Gerindra dan Hanura Tetap Terikat Kode Etik > Anggota BK Sebaiknya Gunakan Sistem Keterwakilan > Anggota BK Proposional Berkeadilan ..................... 12 ..................... 15 ..................... 18 ..................... 20 SUMBANG SARAN Kode Etik DPR: Bukan Sekedar Formalitas ..................................... 22 PENGAWASAN > Menuju PSSI Yang Profesional dan Independent.................................. Laporan Utama 12 | Jalan Berliku Kode Etik DPR RI Berdiri tegap di depan mimbar rapat paripurna (Selasa, 29/3), Wakil Ketua Badan Kehormatan Nudirman Munir menyampaikan laporan Rancangan Kode Etik DPR RI. Ini untuk kedua kalinya ia tampil di forum tertinggi pengambilan putusan di Parlemen. Sorotan 30 ANGGARAN Kenaikan Harga BBM Perlu Dikaji Ulang ......................... 34 LEGISLASI RUU Intelijen Negara Wujud Reformasi Keamanan Nasional .......................... 43 PROFIL Pius Lustrilanang: Saya Hanya Ingin Membuat Ibu Senang ................................ 48 KUNJUNGAN LAPANGAN Harapkan Dukungan Teknis dari Perguruan Tinggi 54 | Kapan Kisruh Susu Formula Berakhir SOROTAN “Pemerintah jangan anggap enteng masalah ini. Jangan sampai ibu-ibu demo turun ke jalan karena masalah susu”. LIPUTAN KHUSUS ............................... 50 Kapan Kisruh Susu Formula Berakhir ................................................. 54 11 kontraktor Ikut Peleangan Gedung Baru DPR RI SELEBRITIS Aditya Gumay ............................... 60 ................................................ 62 PERNIK DPR Peringkat 5 Besar Terbaik Dalam Keterbukaan Informasi Publik ................................................ 64 POJOK PARLE Repotnya Jadi Gayus ................................................ 70 Liputan Khusus 60 | 11 Kontraktor Ikut Pelelangan Gedung Baru DPR Sebanyak 11 kontraktor telah mendaftarkan diri sebagai peserta lelang pembangunan gedung baru DPR RI “Menara Nusantara” yang dimulai tahun 2011 ini. | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | SUSUNAN REDAKSI PARLEMENTARIA EDISI 82 TH.XLII 2011 Pengawas Umum Pimpinan DPR RI Penanggung Jawab/ Ketua Pengarah Dra. Nining Indra Shaleh, M.Si Wakil Ketua Pengarah Achmad Djuned SH, M.Hum Pimpinan Pelaksana Helmizar Pimpinan Redaksi Djustiawan Widjaya Wakil Pimpinan Redaksi Liber S. Silitonga, Mediantoro SE Anggota Redaksi Dra. Trihastuti Nita Juwita, S.Sos, Sugeng Irianto, S.Sos M. Ibnur Khalid, Suwarni, SE Iwan Armanias, Suciati, S.Sos Faizah Farah Diba, Agung Sulistiono, SH Fotografer Eka Hindra Rizka Arinindya Sirkulasi Supriyanto Alamat Redaksi/Tata Usaha Bagian Pemberitaan DPR RI Lt. II Gedung Nusantara II DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348, 5715350, Fax (021) 5715341 Email : [email protected] www.dpr.go.id/berita ! | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | PESAN PIMPINAN Jangan lupakan Palestina T Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso Pemberitaan yang sangat masif melaporkan perkembangan terkini agresi Pasukan Koalisi atas Libya telah menyita perhatian masyarakat internasional. Namun di saat yang bersamaan, masyarakat internasional luput memantau agresi yang juga dilakukan oleh Israel di Gaza. 10 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | erkait dengan agresi Israel tersebut, Wakil Ketua DPR RI/ Korpolkam Priyo Budi Santoso mengingatkan masyarakat internasional untuk tetap memantau dan mengecam serangan militer yang dilakukan oleh Israel. “Israel telah melakukan tindakan yang sangat tidak terpuji di saat perhatian masyarakat dunia tertuju kepada agresi Pasukan Koalisi atas Libya. Tindakan membombardir Gaza yang dilakukan oleh Israel pada Senin lalu telah memukul mundur upaya negosiasi perdamaian yang sedang dilakukan oleh kedua negara. Saya secara pribadi mengecam agresi militer Israel tersebut yang telah menewaskan sedikitnya 10 warga Palestina termasuk empat anak-anak.” tandasnya. Selanjutnya, mantan aktivis HMI ini meminta masyarakat internasional untuk tidak melupakan apa yang telah dan sedang dilakukan oleh Israel terhadap masyarakat sipil Palestina. “Sangat disayangkan jika masyarakat internasional menutup mata atas aksi brutal tentara Israel terhadap warga sipil Palestina baik yang telah maupun sedang dilakukan. Masih segar di ingatan saya bagaimana hukum internasional telah dilanggar dan hak asasi manusia warga Palestina direnggut pada agresi militer tentara Israel di Gaza selama 22 hari yang berlangsung pada Desember 2008 hingga Januari 2009 yang menewaskan lebih dari 1000 penduduk Gaza.” paparnya. Lebih jauh, Presidium ICMI ini mendorong masyarakat internasional untuk mendesak Israel dan negaranegara yang berpengaruh terhadap sikap politik Israel termasuk Amerika Serikat dan Inggris untuk mendukung kemerdekaan Palestina dan meminta Israel untuk keluar dari tanah Palestina yang didudukinya paska perang 6 hari pada tahun 1967. Selanjutnya, Priyo juga mendesak seluruh ele- men di Palestina utamanya Fatah dan Hamas agar bersatu dan merapatkan barisan untuk berjuang mewujudkan kemerdekaan Palestina. Sehubungan dengan peran DPR RI dalam membantu terwujudnya kemerdekaan Palestina, Ketua Dewan Penasihat Forum Silaturahmi Santri Nasional ini memaparkan bahwa DPR RI hingga kini tetap konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina baik dalam tingkat diplomasi bilateral maupun multilateral. “Kami selalu memperjuangkan kemerdekaan Palestina di segala tingkatan diplomasi. Di tingkat ASEAN melalui AIPA, di organisasi parlemen negara-negara OKI melalui PUIC dan bahkan beberapa tahun lalu, DPR RI berhasil mendorong diterimanya Parlemen Palestina menjadi anggota Inter-Parliamentary Union (IPU) atau organisasi Parlemen sedunia setingkat dengan PBB, sehingga memungkinkan Parlemen Palestina dapat menyuarakan upaya kemerdekaannya di level diplomasi yang lebih tinggi. Di internal DPR RI sendiri, kita juga memiliki Kaukus Palestina yang terus memantau perkembangan konflik Palestina-Israel dan memberikan solusi keparlemenan atas permasalahan yang dihadapi oleh Palestina.” ungkapnya. | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 11 LAPORAN UTAMA Jalan Berliku Kode Etik DPR RI Wakil Ketua BK Nurdiman Munir Berdiri tegap di depan mimbar rapat paripurna (Selasa, 29/3), Wakil Ketua Badan Kehormatan Nudirman Munir menyampaikan laporan Rancangan Kode Etik DPR RI. Ini untuk kedua kalinya ia tampil di forum tertinggi pengambilan putusan di Parlemen. P enampilan pertama pada rapat paripurna (16/2) hasilnya, rancangan itu ditolak karena sebagian besar anggota merasa sosialisasi belum berjalan. Proses panjang itu sudah dimulai sejak Badan Musyawarah memberi mandat kepada BK pada tanggal 11 Pebruari 2010, berdasarkan UU No. 27 tahun 2009 tentang MD3. Pasal 27 ayat 2 menyebut BK diberi tugas mengevaluasi dan menyempurnakan peraturan kode etik DPR. “Inilah perbedaan utama Kode Etik yang sekarang dengan sebelumnya. Kita sudah punya UU MD3 yang sudah mengatur beberapa hal sehingga tidak perlu diulas lebih jauh dalam kode etik,” jelas Nudirman kepada Parle di Jakarta (8/3). Itulah sebabnya rancangan kode etik kali ini lebih tipis terdiri dari 6 bab dan 16 pasal, sementara kode etik DPR RI 20042009 terdiri atas 11 bab dan 20 pasal. Ia menjelaskan dalam pembahasannya anggota Badan Kehormatan yang berjumlah 11 orang telah menyepakati untuk menghindari redundansi atau pengulangan. Segala hal yang sudah diatur dalam undang-undang tidak perlu lagi dimunculkan dalam kode etik. “Kalau tidak Kode Etik DPR bisa setebal bantal,” begitu Nudirman beralasan. Selama satu tahun pembahasan, BK telah menghimpun masukan dari banyak pihak, akademisi, tokoh masyarakat, LSM untuk memperoleh ha- 12 Wakil Ketua BK Nudirman Munir sil terbaik (lihat : Daftar Nara Sumber BK). Upaya itu juga dilengkapi dengan kegiatan studi banding ke parlemen negara lain yang dinilai memiliki kode etik lebih baik. “Sebenarnya saya mengusulkan mempelajari kode etik Parlemen Italia, karena disitulah negara demokrasi tertua di dunia,” jelasnya. Nudirman kalah suara, hasil voting mayoritas anggota BK lebih memilih Yunani. Rencana BK studi banding ke Yunani menuai reaksi pro dan kontra, bahkan ada kelompok masyarakat melakukan sweeping terhadap anggota BK yang akan berangkat di Bandara Soekarno Hatta. “Saya ada | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | di Bogor waktu mendengar ada aksi sweeping,” kata mantan aktivis yang pernah menjabat Ketua Senat Mahasiswa FH UI ini. Ia bersama anggota BK kecuali Gayus Lumbuun akhirnya tetap berangkat karena yakin kunjungan itu akan bermanfaat. “Nyatanyata disitulah embahnya kode etik di dunia ini. Kalo kita mau jujur dan kode etik mereka jauh lebih bagus dari pada yang kita miliki, sehingga studi komparatif ini sangat baik bagi kepentingan kita,” tambahnya. Studi banding itu menurut Nudirman cukup berhasil, beberapa masukan yang diperoleh diantaranya pengaturan rapat, dan perlakuan ter- hadap nara sumber yang diundang parlemen. “Beberapa LSM yang mengkritisi keberangkatan kita, juga sudah kita undang untuk membicarakan hasil studi banding ini. Malah ada yang meminta kita memakai seluruh masukan yang diperoleh,” ujarnya. Namun ketika diberitahu anggota parlemen di Yunani memiliki kekebalan hukum, tidak dapat dituntut selama masih menjabat walaupun melakukan tindakan pidana, semua LSM meminta bagian itu jangan sampai masuk kode etik DPR. Ia tertawa ketika mengingat negara lain disamping itu menjalankan misi membangun komunikasi dan kerjasama dengan parlemen negara lain. Ia membandingkan anggota Kongres Amerika sudah 6 kali berkunjung ke Indonesia, mereka bahkan secara pro aktif mempertanyakan beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah. Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso pada akhirnya dapat mengesahkan Rancangan Kode Etik tersebut, tetapi kode etik cukup baik. Baginya Badan Kehormatan adalah bagian dari upaya menegakkan citra DPR yang basis nilainya keadilan. Kalau basis nilai keadilan ini tidak dimulai dengan mengakomodasi keadilan ia menyebut hal itu sebagai langkah yang keliru. “Sejak awal Fraksi Hanura menginginkan menjadi anggota BK bersama fraksi yang lain. Tapi upaya kami tidak mendapat respon positif dari pimpinan dan kawan fraksi lain. Jadi kami putuskan tidak terlibat dalam proses apapun,” tekannya. Bagi Nudirman Munir, interupsi tuduhan tim studi banding menonton tari perut di Turki. “Anggota BK itu ada yang Ketua NU, ada Kyai, dan ada yang berangkat didampingi istri dengan biaya pribadi, mana dikasih kita nonton aurat orang lain. Nggak mungkinlah itu,” imbuhnya. Ia juga bercerita tentang pengawasan melekat yang dilakukan anak-anaknya, sehingga ini menjadi pemicu untuk meraih hasil yang terbaik Lebih jauh Nudirman meminta agar publik jangan terlalu apriori terhadap studi banding yang dilakukan DPR. Baginya anggota parlemen perlu belajar dan punya wawasan terhadap diwarnai aksi walk out anggota Fraksi Gerindra dan Hanura. “Sudah satu setengah tahun kita perjuangkan agar seluruh anggota dianggap setara. Jadi di BK itu ada fraksi yang anggotanya 3 orang, ada yang 2 tapi ada yang tidak ada sama sekali yaitu Gerindra dan Hanura. Kita tidak menolak, tapi karena tidak diikutsertakan kita tidak merasa terikat mematuhinya,” kata Martin Hutabarat anggota Fraksi Gerindra menjelaskan sikap politiknya. Sementara itu anggota Fraksi Partai Hanura Erik Satria Wardana menyatakan secara substansi rancangan yang muncul dalam rapat paripurna dari Hanura, Gerindra sebenarnya bukan lagi dalam ranah BK. “Itu sudah masuk wilayah pimpinan,” tandasnya. Ia berharap pimpinan DPR, Fraksi dan alat kelengkapan dapat mencari titik temu dari masalah ini. Ia menambahkan penolakan Rancangan Kode Etik pada rapat paripurna pertama memberi ruang bagi BK untuk melakukan penyesuaian beberapa pasal berdasarkan masukan yang diterima. “Kita panggillah LSM yang protes, tanyakan apa yang menjadi keberatan mereka,” kata mantan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa UI ini. ... | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 13 LAPORAN UTAMA ... Masukan dari LSM seperti ICW dan PSHK itu diantaranya tentang masalah integritas. Dalam pasal 3 ayat 4 kode etik perlu ditambahkan periode atau jangka waktu dalam pelaporan harta kekayaan, misalnya setiap setahun sekali. Terkait gratifikasi pada pasal 3 ayat 6 perlu pengaturan yang lebih detail. Mengenai objektifitas BK dinilai perlu memperjelas tentang “penggunaan jabatan” misalnya tidak boleh berbicara ataupun berpendapat terkait dengan atau dapat mempengaruhi proses peradilan yang ditujukan untuk kepentingan diri sendiri atau pihak lain, temasuk dalam kasus yang bersangkutan. Hal lain yang dikritisi adalah tentang akuntabilitas, dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan anggota DPR RI bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang diambil dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya demi kepentingan negara. Bagi ICW dan PSHK hal ini sulit diterapkan karena anggota DPR bertanggung jawab kepada fraksi. Dua LSM ini juga meminta agar dalam kode etik ditegaskan tentang kewajiban menyampaikan kinerja kepada masyarakat atau konstituen. Input lain dalam kode etik hendaknya tegas diatur soal pelarangan perjalanan dinas mengikutkan anggota keluarga walaupun dengan biaya sendiri. Alasannya fasilitas keprotoko- leran yang melekat selama perjalanan dinas berlangsung. Anggota DPR seharusnya mempertimbangkan kepantasan mengikutsertakan keluarga, karena sulit untuk menghindarkan keberadaan keluarga dari konsekuensi penggunaan fasilitas keprotokoleran. Sementara anggota Fraksi Partai Golkar Basuki Tjahaja Purnama mengusulkan ketentuan pembuktian terbalik diakomodir dalam kode etik. Baginya ini menunjukkan keseriusan DPR dalam memberantas korupsi, apalagi Indonesia sudah meratifikasi UNCIC, melalui UU no. 7 tahun 2006. Menangggapi hal ini Wakil Ketua BK, Nudirman Munir mengigatkan kode etik DPR disusun selaras dengan UU. Gratifikasi dan pelaporan kekayaan sudah diatur dalam UU tentang Tipikor. Namun memperhatikan aspirasi yang masuk, pengulangan akhirnya jadi pilihan. Pada bagian Objektifitas pasal 4 ayat 4 rumusannya menjadi ; anggota DPR RI tidak diperkenankan melakukan hubungan dengan Mitra Kerjanya dengan maksud meminta atau menerima gratifikasi atau hadiah untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan/atau golongan. Sedangkan aturan pembuktian terbalik sejauh ini menurut undangundang hanya diterapkan pada kasus pencucian uang, bukan pada proses pembuktian kekayaan. “Kode etik disusun tidak bertentangan dengan UU yang ada, kita juga tegaskan setiap pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan berarti pelanggaran kode etik,” tegas Nudirman. Kabar baik juga disampaikan Ali Maschan Moesa anggota BK dari Fraksi Kebangkitan Bangsa terkait pemahaman keluarga dalam bab terkait konflik kepentingan. Dalam konsinyering terakhir masukan dari LSM untuk memperluas makna keluarga dapat diterima. “Jadi yang dimaksud keluarga bukan hanya istri, suami dan anak tapi diperluas sampai derajat 3 kesamping, bisa cucu, dan saudara lainnya,” jelas guru besar IAIN Sunan Ampel ini. Masukan lain untuk melarang anggota keluarga ikut serta dalam kunjungan kerja belum dapat diterima. Ia menyebut keikutsertaan istri atau anak, dalam kunjungan kerja bisa dianggap bagian dari budaya Indonesia sebagai upaya membangun interaksi sesama anggota keluarga, dengan catatan tidak mengganggu kinerja anggota dan dengan biaya pribadi. Pengamat kebijakan publik dari UI Andrinov Caniago juga tidak mempermasalahkan itu. “Yang penting keikutsertaan keluarga tidak mengganggu, karena itu bisa positif bisa negatif. Bisa saja orang lebih nyaman, konsentrasi apabila ada anggota keluarga,” imbuhnya. Baginya kode etik DPR itu cukup mengatur hal-hal dasar, masalah prinsipil tetapi dapat segera dimengerti umum. (iky,tt) Daftar Pemberi Masukan Kode Etik DPR RI 1. 2. 3. 4. 5. Fraksi PAN DPR RI Basuki Tjahaja Purnama anggota FPG DPR RI Pusat Studi Hukum dan Kebijakan – PSHK Indonesia Corruption Watch – ICW Lingkar Madani untuk Indonesia – LIMA Sumber : Sekretariat BK DPR RI 14 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | Gerindra dan Hanura Tetap Terikat Kode Etik tetap usulkan nanti dalam perubahan UU MD3 supaya jumlahnya jangan 11 tapi 13 sehingga Gerindra dan Hanura bisa masuk. Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan Rancangan Peraturan DPR tentang Kode Etik. Dalam sidang itu Fraksi Gerindra dan Hanura melakukan aksi walk out karena merasa tidak dilibatkan sebagai anggota Badan Kehormatan. U sai sidang kepada Parle dan beberapa wartawan, Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santosa menjelaskan kondisi ini. Berikut petikannya. Kode Etik DPR RI disahkan, tapi Fraksi Gerindra dan Hanura walk out, bagaimana? Mengenai Badan Kehormatan sudah berkali-kali Pimpinan DPR mengadakan rapat konsultasi yang dihadiri seluruh pimpinan fraksi-fraksi untuk mencari jalan keluar terhadap masalah keanggotaan yang diprotes Gerindra dan Hanura. Sebenarnya kalau persoalan menyangkut tata tertib kita berencana akan merubah itu. Tapi perubahan itu menyangkut substansi dari pada UU MD3. Jumlah anggota Kapan revisi itu? Ini kan lagi proses, revisi UU MD 3 dalam tahun-tahun sidang ini akan kita bahas. BK itu ada 11 dan dibagi secara proporsional. Memang Gerindra dan Hanura tidak mendapatkan jatah kursi karena sisanya kalah kalau ditarik dengan Partai Demokrat maupun PDIP. Sebenarnya kita mencari terobosan jalan keluarnya, biarkan saja ini kita tunggu sampai revisi UU MD3 nanti clear, kita sempurnakan kembali bersama Presiden, senyampang itu kita beri peluang kepada Gerindra dan Hanura sebagai observer peninjau atau kalau perlu kita naikkan menjadi anggota Badan Kehormatan. Ini solusi paling baik untuk mencari solusi terhadap masalah ini. Tetapi apa boleh buat tawaran simpatik ini ditolak, mereka lebih memilih jalan politiknya dengan walk out. Kami hargai itu jadi berarti tawaran itu kami pending, kita Pilihan walk out, apakah itu berarti Gerindra dan Hanura tidak terikat ketentuan tata tertib? Peraturan DPR RI apakah dia menyatakan keberatan atau walk out itu semuanya tidak menggugurkan Tata Aturan Kode Etik yang sudah diketok palu secara resmi tadi. Itu mengikat seluruh anggota DPR, apakah dia anggota biasa, di komisi mana, anggota Badan Kehormatan termasuk pimpinan dewan, harus patuh dan terikat pada kode etik. Hanura dan Gerindra mengusulkan solusi adanya pertukaran anggota pada alat kelengkapan lain? Oh bisa saja, sebenarnya sudah Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso saat memimpin Rapat Paripurna DPR RI, 29 Maret 2011 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 15 LAPORAN UTAMA ada terobosan ke sana. Demokrat dan PDIP, kalau Golkar kalau dijumlah kan 2 koma. Demokrat 3 PDIP 3 Golkar 2 kemudian yang lain 1. Yang paling mungkin diambil dari Demokrat dan PDIP. Persoalannya adalah dari segi hitung-hitungan proporsionalitas, mereka mau nggak, ikhlas nggak. Kalau saya, tidak keberatan. Begini..begini.. jangan begitu pertanyaannya.. barang siapa menjadi anggota DPR apakah dia Golkar Hanura dan Gerindra, termasuk anggota Badan Kehormatan dia terikat pada kode etik tersebut. Saya berharap ti- dak ada anggota DPR yang terkena kode etik tersebut. Ini perkembangan yang sangat bagus, jadi DPR tidak sebebas yang anda sangka. Kami punya nilai-nilai untuk menjaga kehormatan. (iky,tt) Pernah dibahas dalam rapim? Sudah dibahas, jadi semua memandang BK itu lembaga yang penting. Mohon dimakfumi setiap fraksi memandang itu penting ya nggak apa-apa. Jadi penegasannya kalau Hanura dan Gerindra melanggar aturan dalam kode etik mereka akan tetap kena sanksi ? Kalau Kode Etik Sah, D Tidak ada Cerita Wakil Ketua Badan Kehormatan Nudirman Munir terlibat dalam evaluasi dan penyempurnaan Kode Etik DPR RI sejak dari awal. alam setiap kesempatan seperti dalam kunjungan kerja di daerah ia mengaku sering menerima masukan dari publik. Mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini berharap Kode Etik dapat meningkatkan kinerja, sekaligus mendukung upaya memperbaiki citra DPR. Parle melakukan wawancara ditengah kesibukannya mempersiapkan kunjungan lapangan ke Sumatera Barat sebagai anggota Tim Pengawasan Penanggulangan Bencana Alam DPR RI. Berikut petikannya ; Solusi untuk keinginan Gerindra dan Hanura menjadi anggota BK bagaimana? Ini sudah berkali-kali kita rapatkan, konsinyering, perdebatan sengit, bahkan ada yang sampai ‘berkelahi’ dan inilah hasil yang maksimal. Dalam BK sendiri ada 7 fraksi, 7 sudah sepakat 2 lagi belum jangan memasung sehingga kode etik dan tata beracara itu jadi tidak bisa disahkan. Soal anggota kehormatan, sudah kita sampaikan tapi mereka menolak. Kalau wacana 16 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | anggota BK menjadi 13 ditambah Gerindra dan Hanura, ya rubahlah undang-undangnya. Kehadiran anggota dalam rapatrapat harus secara fisik, sanksinya bagaimana? Sanksi sudah diatur dalam UU. Tapi memang dalam tata beracara ada redundan disitu, kepentingannya untuk memperjelas. 6 kali absen sudah ada dalam UU. Kenapa kita redundan, supaya kita nggak pada ribut, ada tujuan itu. Saya sudah curiga, lebih baik masukin dari pada ribut, tapi temanteman ada yang berpendapat, kalau KUHP masuk semua kode etik bisa sebesar bantal. Itu perdebatan terjadi. Tapi didukung walaupun redundan. Kali ini baik sidang paripurna maupun komisi, fisik harus ada. Ini satu hal baru katakanlah yang lama tidak tegas. Yang kedua selain kehadiran fisik juga diatur anggota DPR harus pro aktif dalam persidangan, jangan datang, duduk, diam, duit.. terima gaji tok. Bagaiman kewenganan BK dalam melakukan penindakan dalam kode etik yang baru? Kewenangan itu lebih terbuka, dalam mengambil suara tadinya setengah tambah satu, tapi menggelinding akhirnya kita sepakati untuk yang biasa-biasa saja keputusan diambil setengah tambah satu, tapi untuk pemberhentian itu dua pertiga suara anggota. Supaya kita jangan terbelenggu. Kita jangan seperti masa lalu harus tanda tangan semua sehingga apabila ada yang tidak setuju tidak bisa disahkan. Bagaimana dengan pengaturan gratifikasi? Ada catatan yang perlu kita perhatikan, kalau anggota DPR menerima honor sebagai nara sumber jelas tidak kita larang. Misalnya narsum Tv One, pulangnya diberi ongkos bensin, honor atau narsum ceramah di luar negeri. Tiket diganti, transportasi lokal, uang makan saya diganti, ini hal yang Wakil Ketua Badan Kehormatan Nudirman Munir tidak dilarang. Jadi kita disitu memang memfokuskan mitra kerja yang tidak boleh, karena yang bukan mitra kerja sudah ada UU yang mengatur. Nggak mungkin yang sudah diatur kita atur lagi, nggak lucu. Bahwa hal-hal yang sudah diatur UU tidak kita atur lagi. Pelaporan kekayaan diusulkan LSM agar tegas disebut 1 tahun sekali serta melampirkan SPT, bagaimana? Ini juga sudah diatur dalam undang-undang. LSM melaporkan ada rapat tertutup di komisi IV membahas impor daging ternyata disitu ada anggota yang diduga terlibat bisnis ini, dalam kode etik bagaimana pengaturannya? Wah itu nggak boleh hadir mestinya, melanggar kode etik itu. Seharusnya anggota tersebut mengumumkan saya tidak bisa bersuara karena ada konflik kepentingan, harus disampaikan itu. Dalam kode etik kita ada. Saya terlibat dalam masalah ini, apa istri atau anak. Kalau dia sendiri tidak boleh karena tidak boleh terkait bisnis sampingan. Makanya bisnis perusahaan tidak boleh. kalau ikut organisasi, dia boleh asal tidak mengganggu kegiatannya di DPR. Jadi katakanlah saya di organisasi ICMI, atau Danau Singkarak saya boleh duduk, tapi tidak boleh mengorbankan tugas kita di DPR. Ada anggota terkait kasus hukum, misalnya di Komisi III namun kemudian dia membicarakan kasusnya dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung? Ini sebetulnya pelanggaran kode etik karena dia terlibat langsung. Kalau kode etik sudah disahkan tidak ada cerita. (iky,tt) | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 17 LAPORAN UTAMA Anggota BK Sebaiknya Gunakan Sistem Keterwakilan Rapat Paripurna DPR RI tanggal 29 Maret 2011 telah berhasil mengesahkan Rancangan Peraturan DPR RI tentang Kode Etik, dan Rancangan Peraturan DPR tentang Tata Beracara Badan Kehormatan. S Wakil Ketua Fraksi Partai Hanura H. Sarifuddin Sudding ebelumnya Badan Kehormatan (BK) DPR RI pada tanggal 16 Februari 2011 telah mengajukan pada Sidang Paripurna hasil pembahasan Peraturan DPR RI tentang Kode Etik DPR RI yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan. pada tanggal tersebut seharusnya Dewan mempunyai norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan oleh anggota DPR RI. Namun saat itu, Ketua Sidang Paripurna, Priyo Budi Santoso mengatakan untuk menunda pembahasan kode etik dan menyerahkannya kepada Badan Kehormatan agar menjadwalkan kembali kapan akan dibawa ke rapat paripurna lagi. Batalnya pengambilan keputusan dalam rapat paripurna tersebut karena banyak sebab. Pertama, Fraksi Gerindra dan Fraksi Hanura merasa tidak dilibatkan dalam proses penyusunan. Penyebab kedua adalah soal sosialisasi. Sejumlah anggota dewan mengeluh tidak mengetahui isi draf Kode Etik itu. Sedangkan sebab ke tiga, adanya pasal yang melarang anggota DPR masuk ke komplek 18 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | pelacuran dan perjudian. Wakil Ketua Fraksi Partai Hanura H. Sarifuddin Sudding mengatakan, sejak awal rapat Pimpinan fraksi dengan rapat Pimpinan Dewan, fraksinya sudah mempersoalkan kenapa Fraksi Hanura maupun Fraksi Gerindra tidak Rapat Paripurna DPR RI, 29 Maret 2011 telibat dalam pembahasan tata tertib itu. Menurutnya, bagaimana mungkin suatu tata tertib diberlakukan kepada orang yang tidak ikut terlibat membahasnya. Saat itu, kata Sudding, Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan ke depan akan dilakukan suatu perbaikan terhadap Tata Tertib itu. Menurut Sudding, tidak terlibatnya dua fraksi dalam pembahasan kode etik tersebut, dalam hal ini terjadi suatu perlakukan yang sangat tidak berdasar, artinya di badanbadan alat kelengkapan dewan lainnya di satu sisi menganut sistem keterwakilan, tapi di sisi lain menganut sistem proporsional. Sebagai contoh Badan Akuntabi-litas Keuangan Negara DPR RI (BAKN) yang anggotanya hanya berjumlah sembilan orang, tapi semua fraksi ada keterwakilan di situ. Jadi, dalam hal ini, BAKN menerapkan sistem keterwakilan. Sudding mempersoalkan kenapa Badan Kehormatan yang jumlahnya 11 orang menggunakan sistem proporsional, padahal anggota Badan Kehormatan lebih besar jumlah anggotanya dari pada BAKN. Fraksinya menggugat, kenapa tidak menggunakan sistem keterwakilan fraksi seperti halnya BAKN. Sudding menambahkan, adanya usulan agar Fraksi Partai Hanura menjadi anggota kehormatan, usulan tersebut menurutnya tidak tepat, karena hanya sebatas menghadiri tanpa memiliki hak suara dalam hal pengambilan keputusan. “Jadi untuk apa kita ada di situ kalau hanya sebatas menghadiri sidang-sidang tanpa memiliki hak suara,” katanya. Karena tidak ikut terlibat dalam pembahasan, fraksinya belum mengkaji secara mendalam Tata Tertib atau rumusan terhadap Draft rumusan Kode Etik itu. Jadi,apa-apa yang dirumuskan oleh Badan Kehormatan, apakah memang tepat diberlakukan, apakah tidak belum mengkaji secara mendalam. Sudding mengatakan, solusi yang terbaik untuk mengatasi persoalan ini tanpa harus merevisi Undang-undang adalah dengan cara bertukar anggota di alat kelengkapan dewan. Misalnya, fraksi-fraksi yang mendudukkan dua atau lebih anggotanya di Badan Kehormatan dapat bertukar tempat di Badan Alat Kelengkapan lain. Dalam hal ini, bertukar dengan Hanura dan Gerindra. “Saya rasa itu solusi yang paling bagus,” katanya. Dengan cara bertukar tempat, masing-masing fraksi tetap dapat mengisi anggotanya di Badan Alat Kelengkapan Dewan yang lain, sehingga masing-masing fraksi ada keterwakilan di situ. Menurut Sudding, usulan ini juga sudah disampaikan kepada Pimpinan DPR dan masih dibahas dalam rapat pimpinan. Fraksi Hanura konsisten saat pengambilan keputusan ini dilakukan fraksinya walkout. Namun fraksinya sendiri berharap Kode Etik ini dapat segera diberlakukan. Karena dalam menjalankan tugasnya sebagai Anggota DPR RI, perlu memiliki Kode Etik yang bersifat mengikat dan wajib dipatuhi demi menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas dewan. Namun, kata Sudding, karena kode etik ini diberlakukan secara internal, maka semua orang harus dilibatkan dalam pembahasannya. “Bagi kami silahkan kalau tetap mau diambil keputusan, tapi kami tidak bertanggung jawab terhadap hasil keputusan itu,” kata politisi Fraksi Hanura ini. Jadi, katanya, jika ada anggota Fraksi Partai Hanura yang dianggap melakukan pelanggaran Kode Etik, Pimpinan Fraksi tidak akan mengijin kan anggota tersebut dipanggil Badan Kehormatan. “Kami tidak mengijinkan anggota kami diperiksa di Badan Kehormatan sepanjang tidak ada keterwakilan anggota Hanura di Badan Kehormatan,” tegasnya. Seperti Nurdin Tampubolon berapa kali diminta bahkan dibujuk kami tidak mengijinkan untuk menghadiri panggilan itu. Dalam hal ini, Sudding berharap tidak ada sikap arogan di Parlemen yang masih memunculkan sikap-sikap tirani mayoritas kepada yang minoritas. (tt,iky) | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 19 LAPORAN UTAMA Anggota BK Proposional Berkeadilan Mensikapi Kode Etik DPR yang telah selesai disusun Badan Kehormatan DPR RI, sama halnya dengan Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Gerindra dengan tegas menolak Kode Etik itu sepanjang fraksinya tidak dilibatkan dalam pembahasan. Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani W akil Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, fraksinya sudah menyampaikan sikap Gerindra ini dalam rapat Pimpinan DPR dengan Pimpinan Fraksi. Dalam rapat tersebut, Fraksi Partai Gerindra diberikan solusi untuk menjadi Anggota Kehormatan. Tapi, kata Muzani, fraksinya menolak tawaran tersebut, karena jika hanya menjadi Anggota Kehormatan, Fraksi Gerindra punya hak bicara tapi tidak mempunyai hak suara bagi anggota Badan Kehormatan. Tentu saja opsi ini dengan tegas 20 kami tolak,” kata Muzani. Fraksi Partai Gerindra berkeinginan menjadi anggota penuh. Fraksinya berpendapat, jika Kode Etik itu mau ditetapkan, silahkan saja Kode Etik itu mau ditetapkan sebagai Kode Etik DPR. Tetapi, katanya, Fraksi Partai Gerindra merasa tidak terikat dengan Kode Etik itu. Dengan tidak diakuinya Kode Etik tersebut, pertanyaannya adalah bagaimana jika ada anggota Fraksi Partai Gerindra yang melanggar halhal yang dicantumkan dalam Kode Etik itu. Menurut Muzani, adanya pelanggaran bagi anggotanya men- | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | jadi tanggungjawab dan kewenangan Fraksi Partai Gerindra. “Biarlah fraksi kami yang memproses setiap pelanggaran yang dilakukan anggota kami,” kata Muzani. Namun Muzani berkeyakinan, sampai detik ini, anggota fraksinya masih konsisten berjalan pada aturanaturan yang benar Pimpinan DPR, kata Muzani, telah menjanjikan akan melakukan perubahan atau amandemen Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Namun sampai sekarang, perubahan itu belum dilakukan. Fraksinya akan tetap menunggu perubahan itu untuk dapat dimasukkannya anggota Fraksi Partai Gerindra dalam Badan Kehormatan. Dalam hal ini, sebetulnya fraksinya telah mengusulkan tukar guling. Fraksi Partai Gerindra dapat menukar anggotanya yang ada di alat kelengkapan lain untuk ditukar dengan anggota Badan Kehormatan dari fraksi lain. Namun, katanya, cara ini dianggap melanggar UU MD 3 yang mengatakan cara ini tidak menggunakan sistem proporsional. “Ya sudah kalau begitu, kami kan juga tidak akan memaksa, tapi jangan paksa-paksa kami, “ kata Muzani. Menurut Muzani, bagaimana mungkin fraksinya dapat menyetujui Kode Etik tersebut, sementara fraksinya tidak diajak bermusyawarah untuk merumuskan. Dalam hal ini dia melihat tafsir atau penjelasan atas Undang-Undang MD3 dirasa kurang pas. Untuk itulah perlunya direvisi UU tersebut. Pada saat awal-awal pembentukan alat kelengkapan Dewan, fraksinya dipaksa untuk menerima. Waktu itu Gerindra sebagai fraksi yang baru masih culun, nggak tahu apa yang terjadi yang akhirnya seperti ini,” katanya. Badan Kehormatan adalah polisi internal bagi DPR. Seharusnya sebagai polisi internal, anggota BK harus memenuhi azas keadilan. Jika sekarang memakai sistem proporsional menurut fraksinya proporsional yang tidak memenuhi asas keadilan. Jadi ditegaskan di sini, jika ingin ditetapkan, fraksinya tidak akan menghalangi, tapi hal yang perlu diingat fraksinya tidak terikat dengan Kode Etik yang telah disahkan tersebut. Dari segi isi, Kode Etik yang baru ini menurut Muzani bagus. Tapi ada hal-hal yang menurutnya bersifat jamak. Misalnya tidak dijelaskan tentang larangan anggota DPR untuk menerima suap. “Di sini malahan tidak diatur secara tegas,” katanya. Kode Etik ini justru mengakomodir hal-hal yang bersifat pribadi, misalnya anggota DPR dilarang memasuki tempat-tempat yang dipandang tidak pantas secara etika, moral, dan norma yang berlaku umum di masyarakat, seperti kompleks pelacuran dan perjudian. Selain itu, terhadap masalah kehadiran anggota, dalam Pasal 8 Kode Etik tersebut disebutkan Anggota DPR RI harus menghadiri secara fisik setiap Rapat yang menjadi kewajibannya. Menurutnya hal itu akan menjadi masalah. Karena kehadiran anggota DPR dalam satu hari bisa dua atau tiga kali rapat, baik rapat komisi, rapat badan, rapat pansus atau rapat-rapat yang lain. “Ketika saya rapat di komisi, saat yang bersamaan saya harus rapat di Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), berarti rapat di komisi harus saya tinggal, terus bagaimana rapat yang di komisi ini,” tanyanya. Karena itu dia berpendapat, Pasal ini seharusnya ditinjau ulang, dan perlu dilakukan sedikit penyempurnaan. (tt,iky) Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 21 SUMBANG SARAN Dr. TA. Legowo (FORMAPPI) Kode Etik DPR: Bukan Sekedar Formalitas kan itu harus dilakukan agar dapat makin efektif menumbuhkan kepercayaan publik terhadap DPR. Pedoman Perilaku R encana DPR melakukan revisi Kode Etik mengundang kontroversi. Ini dipicu oleh draft revisi Kode Etik yang disiapkan oleh BK DPR. Dalam draft revisi itu, diusulkan beberapa aturan baru tetapi beberapa ketentuan lama yang dinilai penting dihapus. Terlepas dari kontroversi itu, selama ini memang menjadi pertanyaan, seberapa efektifkah Kode Etik DPR telah mampu memandu perilaku anggota DPR dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai perwakilan politik rakyat sehingga menjaga kehormatan anggota DPR dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat? Menjawab pertanyaan ini akan mengarahkan pada masalahmasalah apa yang perlu diperbaiki dari Kode Etika DPR yang selama ini telah berlaku, dan bagaimana perbai- 22 Istilah kode etik merupakan terjemahan dari code of ethics. Seringkali code of ethics dipakai secara bergantian dengan istilah code of conducts, karena dianggap kedua istilah itu mempunyai arti dan makna yang sama. Tetapi, menurut Andrew Brien (1998), kedua istilah itu mempunyai perbedaan makna dan operasional yang mendasar. Untuk mempermudah pemahaman, code of ethics dan code of conducts sebaiknya diterjemahkan masing-masing dengan istilah “pedoman etika” dan “pedoman perilaku.” Secara ringkas, penjelasan tentang perbedaan ke dua pedoman itu adalah sebagai berikut: pedoman etika biasanya memuat nilai dan prinsip etis sebagai fondasi suatu organisasi, sedangkan pedoman perilaku mencakup panduan rinci tentang perilaku yang boleh dan tidak boleh dikerjakan; keduanya sama-sama bertujuan untuk menegakkan kredibilitas organisasi, tetapi pedoman perilaku lebih memberikan tekanan pada kredibilitas perorangan yang jika terpelihara akan menopang kredibilitas organisasi; dan pedomana etika bersifat ideal, sedangkan pedoman perilaku bersifat operasional. (Brien | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 1998) Berdasar pada pemahaman ini, pedoman perilaku berperan sebagai panduan operasional atas implementasi panduan etika. Mungkin karena latar belakang seperti itu, kebanyakan parlemen menggunakan code of conducts daripada code of ethics untuk memberikan panduan perilaku yang pantas dan selayaknya bagi anggota parlemen yang harus menjaga kehormatan dan kepercayaan lembaga di hadapan masyarakat. Namun jelas, tidak semua perilaku yang boleh dan yang dilarang, serta yang pantas dan tidak pantas, dituangkan dalam pedoman perilaku. Sebab, jika semua itu dituangkan dalam pedoman perilaku, ini sama saja melecehkan anggota parlemen karena mengasumsikan anggota parlemen tidak tahu sama sekali tentang apa yang boleh dan tidak boleh serta pantas dan tidak pantas dilakukan. Jadi, pergi ke tempat pelacuran, atau selingkuh tidak perlu dicatumkan dalam pedoman perilaku, karena tindakan seperti itu jelas-jelas tidak pantas dilakukan oleh anggota parlemen yang terhormat. Tindakan ini bersifat pribadi, dan pada dasarnya tidak ada kaitannya dengan wewenang ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi (anggota) parlemen. Tetapi jelas juga, jika tindakan itu dilakukan dan, secara sengaja atau tidak sengaja, diketahui publik, ini akan berakibat pada citra buruk anggota parlemen dan parlemen sebagai lembaga negara. Pengalaman negara lain menunjukkan, meski tanpa pedoman tertulis, anggota parlemen ketahuan oleh publik melakukan prostitusi ataupun selingkuh biasanya langsung menjadi skandal politik dan akan memaksa anggota bersangkutan mundur dari keanggotaan parlemen. Komitmen Individual Kolektif Pedoman perilaku memuat tindakan-tindakan apa yang boleh dan tidak boleh, serta yang pantas dan tidak pantas, dilakukan anggota parlemen yang terkait dengan, dan atau berdampak pada, wewenang yang dimilikinya serta pelaksanaan fungsi dan tugas sebagai anggota parlemen. Melanggar pedoman perilaku ini berarti anggota parlemen melanggar pertauran perundang-undangan yang lebih umum maupun jelas-jelas melanggar pedoman itu sendiri. Tekanan ini penting, karena pedoman perilaku merupakan suatu peraturan sendiri yang bersifat khusus karena mengurai bentuk dan macam tindakan anggota parlemen; dan karena itu, pedoman ini berbeda dengan peraturan perundang-unda-ngan. Pedoman perilaku mengatur tindakan-tindakan perorangan anggota parlemen. Karena itu, isi pedoman perilaku biasanya dinyatakan sebagai komitmen pribadi masing-masing anggota parlemen. Meski sebagai komitmen pribadi, isi pedoman sama dan berlaku sama bagi setiap anggota parlemen. Aturan perilaku ini menjadi pedoman, pada saat di-nyatakan secara bersama-sama oleh seluruh anggota parlemen. Biasanya pedoman perilaku ini disebut sebagai collective individual commitment. Sebagai komitment individual yang dinyatakan secara bersamasama juga menjawab pertanyaan mengapa anggota parlemen memerlukan pedoman perilaku. Bukankah undang-undang telah cukup memuat ketentuan tentang apa yang wajib, boleh dan tidak boleh dilakukan anggota parlemen secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama? Jika pedoman perilaku mengatur ketentuanketentuan yang tidak ada bedanya dengan ketentuan-ketentuan yang sama di dalam peraturan perundangundangan, pedoman perilaku seperti itu tidak ada gunanya sama sekali. Demikian juga, jika pedoman perilaku mencakup hanya ketentuan-ketentuan umum yang bersifat ideal dan sulit diimplementasikan, maka pedoman seperti itu hanya sia-sia karena nampak ditujukan sekedar memenuhi formalitas. Karena itu, pedoman perilaku harus bersifat operasional yang menjabarkan nilai dan prinsip etika serta kewajiban dan larangan yang dirumuskan secara umum dalam peraturan perundang-undangan. Pedoman ini diperlukan karena akan memandu tindakan-tindakan (perilaku) anggota parlemen agar terhindar dari penyalahgunaan dan pemanfaatan jabatan untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok. Sebab, pada saat seseorang terpilih dan disumpah sebagai anggota parlemen, pada saat itu juga dia menjadi pejabat publik. Sebagai pejabat publik, dia mempunyai wewenang (kekuasaan) untuk menjalankan fungsi dan tugasnya. Tetapi, kekuasaan selalu berwajah ganda: untuk kebaikan atau untuk kemungkaran. (bdk., Clegg 1989: 75-83) Disadari atau tidak, anggota parlemen akan senantiasa berada dalam ranah “wajah ganda” kekuasan itu. Multi Kepentingan Hannah F. Pitkins (1972: 219-221) menggambarkan, begitu seseorang menjadi anggota parlemen (wakil rakyat, anggota DPR-Indonesia) yang dipilih melalui pemilu demokratis, mulai saat itu juga dia terikat dengan bemacam-ragam kepentingan. Pertama, anggota parlemen harus melayani konstituennya di daerah pemilihan. Tetapi harus disadari, konstituen bukan entitas tunggal dengan kepentingan yang beraneka macam. Kedua, anggota parlemen adalah politisi profesional dalam kerangka kerja lembaga politik. Dia anggota partai politik yang mempunyai keinginan untuk dipilih kembali, dan anggota legis latif bersama-sama dengan anggota legislatif lainnya. Ia harus sensitif terhadap partai politiknya (pada tingkat | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 23 SUMBANG SARAN nasional dan daerah), dan terhadap bermacam-macam kelompok dan kepentingan publik maupun privat. Ketiga, anggota parlemen adalah perwakilan politik yang juga mempunyai pandangan dan pendirian, serta kepentingan dan ekspektasi. Mengajukan pandangan dan bertahan pada pendirian, serta memperjuangkan kepentingan dan merealisasi harapan dapat mengantarkan pada perkatian yang rumit antara ranah publik yang harus dilayaninya sebagai hal yang utama dan ranah privat yang harus diletakkan di bawah kepentingan publik yang harus dilayaninya. Aneka ragam kepentingan yang saling bertolak belakang itu akan senantiasa tarik-menarik dalam diri anggota parlemen. Wajah ganda kekuasaan di dalam dirinya tidak menampilkan batasan yang jelas dan tegas tentang pilihan-pilihan utama dari tarik menarik kepentingan yang harus dimenangkan dalam diri dan oleh anggota parlemen. Peraturan perundangundanganpun, karena terlalu ideal dan umum mengatur parlemen dan perilaku anggota parlemen, seringkali disiasati demi terlayani kepentingan pribadi atau kelompok anggota parlemen dengan tetap terhindar dari dakwaan pelanggaran undang-undang. Meski terhindar dari dakwaan hukum, siasat semacam itu jelas tidak etis dan tidak terhormat jika dilakukan oleh anggota parlemen. Untuk terhindar dari siasat-siasat seperti ini, pedoman perilaku memberikan panduan yang konkrit. Dengan terus berpandu pada pedoman perilaku, anggota parlemen akan senantiasa terpercaya di mata publik, dan sekaligus menopang tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat. Selanjutnya, pedoman perilaku yang diumumkan terbuka akan berguna bagi publik sebagai standar penilaian bagi perilaku anggota DPR; dan dengan begitu, publik pun membantu anggota parlemen menjaga mutu perilakunya sebagai perwakilan politik. 24 Revisi Kode Etik Anggota DPR pada dasarnya terikat dengan pedoman etika utama, yaitu: sumpah jabatan. Ikatan yang dihasilkan oleh sumpah jabatan bersifat individual. Sumpah harus dipatuhi. Tetapi sumpah jabatan seperti dapat dibaca dalam UU 27/2009 pasal 76 tidak mengurai secara rinci tindakan dan perilaku yang boleh dan tidak boleh bagi anggota parlemen agar tidak melanggar sumpah tersebut. Sumpah jabatan memang harus bersifat umum tetapi menyeluruh. Operasionalisasi sumpah ini mestinya terjabarkan dalam pedoman perilaku. Penjabaran itu harus mencakup, misalnya: bagaimana pemenuhan kewajiban sebagai anggota DPR yang dijalankan dengan “sebaik-baiknya dan seadil-adilnya ....” dirumuskan dalam tindakan-tindakan yang konkrit; bagaimana wujud tindakan yang menunjukkan bahwa anggota DPR “mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang dan golongan;” dan bagaimana tindakan-tindakan anggota DPR yang tidak “memperjuangkan aspirasi rakyat..,” dan karena itu harus dilarang dalam pedoman perilaku anggota DPR. Kode Etik DPR 2004-2005 belum secara khusus menjabarkan rincian tindakan yang diperbolehkan dan dilarang sebagai konsekuensi dari sumpah jabatan anggota DPR. Demikian juga, pedoman perilaku seharusnya memuat ketentuan-ketentuan konkrit sebagai penjabaran dari pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang larangan-larangan yang ditujukan langsung bagi anggota DPR. Ketentuan-ketentuan konkrit itu harus terkait secara langsung maupun tidak langsung kemungkinan-kemungkinan tindakan dan atau perilaku anggota DPR yang bila dilakukan akan menciderai kredilitas, kinerja dan kebanggaan dirinya sebagai anggota parlemen yang terhormat yang menjalankan perwakilan politik bagi rakyat. Dalam hal ini, misalnya, pedoman | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | perilaku anggota DPR harus dapat menjabarkan secara operasional UU 27/2009 pasal 208 khusunya ayat (3), yang menegaskan: “Anggota DPR dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi.” Kode Etik DPR 2004-2005 (yang direncanakan akan direvisi ini) pada dasarya telah menjabarkan ketentuan tersebut dalam pasal-pasal 9 (a), 11 sampai dengan 14. Namun pasal-pasal ini terlihat masih terbatas, dan kurang menunjukkan tindakantindakan konkrit. Karena itu, pasal-pasal ini perlu disempurnakan dan dijabarkan lebih rinci (bukan malahan dihilangkan seperti dalam rancangan revisi Kode Etik DPR, lihat: “Empat Pasal Krusial di Kode Etik DPR Hilang.htm” dalam Okezone.com). Misalnya, penyempurnaan pasal 14 yang diperlukan karena pasal ini masih terbatas berkaitan dengan pemanfaatan jabatan untuk keuntungan pribadi, keluarga, kroni dan sebagainya dalam hubungannya dengan bisnis dan atau penanaman modal untuk usaha. Bagaimana dengan pemanfaatan wewenang untuk memasukkan anggota keluarga, kroni atau yang lainnya sebagai staf sekertariat DPR dengan status pegawai pegawai khusus ataupun pegawai negeri? Ini mestinya masuk dalam kategori pelanggaran etika anggota dewan yang terhormat. Kode etik DPR 2004-2005 memang perlu direvisi. Dan, tentu saja arah revisi adalah memperbaiki dan menyempurnakan ketentuan-ketentuan tentang pedoman perilaku sehingga makin efektif dalam memandu tindakan-tindakan anggota DPR terutama dalam meningkatkan kualitas kinerjanya sebagai perwakilan politik rakyat. Arah seperti ini juga perlu dibaca bahwa revisi Kode Etik harus makin memberikan jaminan dan ketegasan tentang tindakan-tindakan yang mendukung peningkatan kualitas kinerja anggota DPR dari waktu ke waktu. Ini merujuk, misalnya, pada Kode Etik DPR 2004-2005 pasal 6 ayat (2): “Ketidakhadiran Anggota secara fisik sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam rapat sejenis, tanpa ijin dari Pimpinan Fraksi, merupakan suatu pelanggaran kode etik.” Secara kualitas rumusan harus bisa ditingkatkan dengan menetapkan bahwa “Ketidakhadiran Anggota secara fisik sebanyak tiga (tiga) kali dalam rapat-rapat pada satu masa sidang, tanpa ijin dari Pimpinan Fraksi, merupakan suatu pelanggaran Sumpah Jabatan.” Ketidakhadiran anggota DPR dalam suatu rapat bisa berarti kehilangan peluang bagi anggota bersangkutan dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Padahal dalam sumpah jabatan anggota bersangkutan telah “bersumpah” untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Dengan rumusan seperti itu, pedoman perilaku menjadi jelas, dan rumusan seperti itu dapat meningkatkan kepercayaan rakyat kepada perwakilan politik. Revisi Kode Etik yang merencanakan memperlonggar ketentuan tentang ketidakhadiran ini, jelas tidak mempunyai dasar untuk perbaikan kualitas Kode Etik DPR. Kode Etik DPR selama ini terlihat kurang dapat ditegakkan secara efektif. Ini disebabkan sebagian besar oleh lemahnya instrumen penegakan kode etik. Instrumen utama yang ada sampai saat ini adalah Badan Kehormatan (BK) DPR. Di samping wewenang yang terbatas, BK DPR bersifat sangat partisan-politis. Wewenang yang terbatas terlihat pada kapasitas BK yang tidak diberi wewenang melakukan gugatan atas anggota DPR yang diduga melanggar kode etik. Dengan kata lain, BK hanya melakukan penyelidikan jika ada atau berdasarkan pada gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah pimpinan DPR dan masyarakat atau konstituen pemilih. Demikian juga, BK kurang didukung oleh aparat atau unit yang secara keseharian (day to day) bekerja untuk mencatat tindakan-tindakan anggota DPR yang secara sengaja atau tidak langsung terkait dengan pemenuhan dan atau indikasi pelanggaran atas Kode Etik DPR. Misalnya, pernyataanpernyataan tentang konflik kepentingan yang disampaikan anggota DPR dalam rapat-rapat DPR harus menjadi catatan resmi di BK. Sebab, pernyataan ini penting bukan saja pada saat itu dinyatakan dalam rapat, tetapi juga pada peristiwa-peristiwa setelah rapat selesai, yakni: sejauh mana konflik kepentingan itu tetap dihindari oleh anggota DPR bersangkutan. Kelemahan instrumental ini diperparah oleh rawannya keanggotaan BK atas kepentingan-kepentingan politik praktis, kalaupun bukan pragmatis. Keanggotaan BK mestinya berisi tokoh-tokoh yang mampu dan bersedia melepaskan kepentingan politik praktis atau pragmatisnya demi memelihara kehormatan anggota DPR. Ini mengasumsikan juga bahwa partai politik bersedia menjaga independensi BK, dan mestinya mendukung komposisi keanggotaan BK tidak didasarkan pada proporsionalitas kekuatan partai-partai politik di DPR. Dengan asumsi ini, keanggotaan BK dapat dirampingkan, yang terdiri dari tokoh-tokoh yang dipercaya oleh mayoritas anggota DPR. Maka, anggota BK harus dipilih secara terbuka oleh para anggota DPR. Catatan Penutup Kajian ini ingin menegaskan bahwa revisi Kode Etik DPR perlu dilakukan tetapi dengan arah yang memperbaiki dan makin menyempurnakan baik dalam hal substansi maupun efektivitasnya. Kode Etik semestinya dipahami sebagai pedoman perilaku yang meterjemahkan secara operasional substansi sumpah jabatan anggota DPR, dan berbagai prinsip dan nilai etika yang terkandung dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan terkait dengan kewajiban dan larangan terhadap anggota DPR. Termasuk dalam efektivitas Kode Etik adalah pembaruan institusi penegakan kode etik. Jika BK DPR akan tetap dipertahankan, misalnya, maka harus dapat dipastikan keberadaan dan fungsi BK bukan sedar “hiasan politis” untuk memenuhi formalitas. Perspektif utama lainnya yang harus menjadi dasar bagi revisi Kode Etik DPR adalah prinsip bahwa Kode Etik DPR yang baru harus dapat secara efektif mendorong makin tumbuhnya kepercayaan publik atas anggota DPR, sistem keperwakilan politik dan pemerintahan demokratis Indonesia. Karena itu, revisi Kode Etik harus dapat secara terfokus mengurus ketentuan-ketentuan fundamental tentang tindakan dan perilaku anggota DPR yang terkait dengan wewenang publik dan kepentingan-kepentingan pribadi dan praktis yang selalu menyelimuti anggota dewan. Ini juga berarti bahwa meskipun Kode Etik DPR berlaku secara internal bagi anggota DPR, dia perlu diumumkan kepada publik atau masyarakat. Dengan cara ini, masyarakat akan memiliki standar penilaian yang sama-sama diakui oleh anggota DPR. Rujukan: Brien, Andrew (1998), “A Code of Conduct for Parliamentarians?” Aus- tralia Parliamentary Research Paper 2 1998-99. Pitkin, Hannah Fenichel, The Concept of Representation, London, Eng- land; Berkeley and Los Angeles, California: University of California Press, First Paperback Edition, 1972. Clegg, Stuart R., The Framework of Power, London, Newbury Park, New Delhi: Sage Publications, 1989. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 18/DPR RI/2004-2005 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Undang Undang No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 25 PENGAWASAN Menuju PSSI Yang Profesional dan Independent Kepentingan bangsa dan negara diharapkan menjadi hal utama dalam pelaksanaan Kongres Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Dengan begitu, kinerja lembaga PSSI dan prestasi sepak bola nasional dapat meningkat dan bisa sejajar dengan negara-negara lain yang persepakbolaannya sudah maju. Harapan itu diutarakan sejumlah anggota DPR terkait kisruh PSSI belakangan ini. Menpora Andi Mallarangeng 26 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | Ketua Umum PSSI Nurdin Halid A Anggota Komisi X DPR Dedi Gumelar (F-PDIP) benar dan di isi oleh orang-orang yang benar juga,”tandasnya. Seperti diketahui, FIFA telah memerintahkan PSSI untuk segera mengadakan kongres untuk pemili- han ketua umum. Bahkan, FIFA mendeadline selambatlambatnya PSSI harus membentuk Komite Pemilihan pada 26 Maret mendatang. Dalam pembentukan Komite Pemilihan itu, hardian-pambudi.blogspot.com nggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP Dedi Gumelar mengatakan, dinamika yang berkembang jelang kongres PSSI, ada yang lebih besar dari sekadar olahraga dan sepakbola, yakni kepentingan bangsa dan negara. Dan itu yang harus dikedepankan oleh sejumlah pihak yang terlibat dalam kongres. “Sesuai dengan tujuan awal pendirian PSSI, yakni menjadi alat pemersatu kekuatan bangsa. Jangan malah sebaliknya,” ungkap pria yang akrab disapa Miing itu, di Jakarta, Kamis (10/3). Dengan berlarutnya kekisruhan yang terjadi, Dedi Gumelar melihat ada keterlambatan dari pihak pemerintah untuk menjalankan perannya sesuai aturan yang ada. Meskipun, Dedi juga menegaskan, jangan sampai semua pihak terjebak dalam kepentingan politiknya masing-masing. “Kalau sudah seperti ini, ongkos sosialnya kan jadi lebih tinggi. Semua pihak harus bersikap untuk kepentingan yang lebih besar, yakni bangsa dan negara. Selain itu, tetap professional dan independen,” tegasnya. Dalam perkembangannya, menurut Politisi Partai Berlambang Banteng ini, meski permasalahan ini domainnya pemerintah dan PSSI, ia melihat kekisruhan ini sudah semakin mengkerucut dan tertib, “Agar kasus ini tuntas, dan PSSI ber afiliasi ke FIFA maka mutlak menggunakan statuta FIFA,”tegasnya. Lebih lanjut ia berharap, dengan di eliminasinya ke 4 (empat) bakal calon ketua umum PSSI oleh FIFA, maka calon panitia seleksi yang akan muncul saat kongres nantinya murni, independent dan professional. “Tinggal bagaimana kita mengawasi agar kongres nanti betul-betul memilih anggota seleksi yang betulbetul independen, yang tidak punya relasi atau tidak punya kaitan dengan para calon atau kandidat yang akan mencalonkan diri,”tegasnya. Dedi berharap, jika kongres PSSI telah dilaksanakan, jangan lagi berbicara tentang organisasi tapi prestasi, “Prestasi bisa di capai kalau organisasi | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 27 rajaoriza.blogspot.com PENGAWASAN Timnas Indonesia saat berlaga di Piala AFF PSSI juga wajib berkiblat pada standar electoral code FIFA. Setelah itu, Komite Pemilihan harus mengadakan kongres selambatnya 30 April mendatang. Di tengah kisruh PSSI, saat ini muncul lembaga baru yang menamakan diri Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) yang kabarnya akan menggelar kongres tersendiri. Komite ini diketuai oleh Sukawi Sutarip, dan rencananya KPPN akan menjalinkan koordinasi pemerintah dengan FIFA, dan melaksanakan tugas kongres paling lambat 60 hari ke depan. Mereka juga ingin mengembalikan statuta PSSI dengan mengacu secara lebih benar pada statuta FIFA. Hasilnya akan dilaporkan kepada pemerintah melalui menteri pemuda dan olahraga. Sebelas anggota komite tersebut adalah Sukawi Sutarip, Syahrial K Damopoli, Saleh Mukadar, Tuty Dau, Umuh Muchtar, Ilham Arif Siradjuddin, Algia Abu Bakar, Bons Rumbruren, Adnan Dambea, Dirk Soplanit, dan Ujib Abdal Sender Ijong. Menanggapi hal ini, Dedi Gu- 28 melar menghimbau agar KPPN untuk melakukan reformasi PSSI sesuai dengan Statuta FIFA. Penyelenggaraan kongres untuk membentuk Komite Pemilihan pada 26 Maret di Surabaya menurut Dedi berpotensi menambah rumit masalah. Ia menegaskan KPPN seharusnya mengikuti aturan FIFA dalam membenahi persepakbolaan nasional saat ini, jangan terbawa emosi dengan menggelar kongres tandingan. “Penyelenggaraan kongres oleh KPPN justru akan menambah runyam masalah, dan Indonesia bisa dijatuhi sanksi oleh FIFA,” katanya. KPPN sebaiknya menurut dia menempatkan diri sebagai kekuatan rakyat yang mengawal dan mengawasi penyelenggaraan kongres oleh PSSI supaya sesuai dengan koridor aturan FIFA. “Jika di dalam KPPN ada 87 pemilik suara dari 100 pemegang hak suara PSSI, tidak perlu takut untuk mengikuti kongres yang diselenggarakan oleh PSSI. Jika Nurdin Halid maju lagi, jangan berikan suaranya ke dia, kan selesai, ujar Dedi. | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | Meski begitu, Dedi mendukung keberadaan KPPN sebagai kekuatan sosial yang mengawasi reformasi sepak bola nasional. KPPN bisa mengontrol kongres pemilihan ketua umum dan komite eksekutif PSSI karena mereka mayoritas pemilik suara. Pada saat kongres pembentukan Komite Pemilihan, lanjut Dedi, para pemilik suara yang jumlahnya 87 itu bisa menentukan orang-orang yang dinilai memiliki kredibilitas dan profesional. Kontrol yang dilakukan sesuai dengan koridor aturan FIFA itulah yang sebaiknya dilakukan oleh KPPN, bukan menggelar kongres sendiri. “KPPN seharusnya berpikir dengan kepala dingin dan tidak menggelar kongres tandingan. Kongres itu bisa menambah runyam masalah, dan belum tentu diakui oleh FIFA,” ujar Dedi. Sekedar informasi, sebelumnya, KPPN enggan mengikuti Kongres PSSI. Hal ini karena mereka sudah tidak percaya dengan kepemimpinan Nurdin Halid. Hal ini dibuktikan dengan pembuatan mosi tidak percaya kepada Nurdin. Namun akhirmya KPPN memutuskan untuk mengikuti kongres PSSI yang sesuai dengan petunjuk dan kebijakan Menpora dan Ketua Umum KONI/KOI bahwa kongres harus dilaksanakan di bawah Komite Eksekutif periode 2007-2011. Dan KPPN pun mengajukan beberapa syarat yang salah satunya agar pelaksanaan Kongres PSSI harus mengacu pada Statuta FIFA, standar Statuta FIFA, standar Electoral Code FIFA, UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan, Statuta AFC, AFC Diciplinary Code, serta anggaran dasar dan anggaran rumah tangga KOI dan KONI. KPPN meminta dalam personalia panitia pelaksana kongres PSSI harus terdiri dari unsur eksekutif Komite PSSI dan KPPN. Serta personalia kesekretariatan PSSI dalam persiapan penyelenggaraan kongres harus terdiri dari unsur Komite Eksekutif PSSI dan KPPN. Sementara itu Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir mengajak semua pihak agar secara bijak tidak mencampuri urusan PSSI yang akan memilih ketuanya. Menurut Kahar, PSSI sebagai organi-sasi sosial kemasyarakatan di bidang olahraga sepakbola, sudah mempunyai mekanisme sendiri untuk menyelesaikan setiap persoalan yang muncul. Kahar menyayangkan jika pihakpihak luar PSSI, apalagi yang tidak punya hak pilih dalam Kongres PSSI nanti, ikut campur tangan sehingga terjadihal-hal seperti aksi gembok (kantor PSSI-red). “Itu sudah tindakan anarkis,” kata Kahar. Harapan yang sama disampaikan oleh Zulfadhli (F-PG), menurut anggota DPR yang bertugas di Komisi X ini, PSSI seharusnya mematuhi keputusan yang sudah dikeluarkan FIFA, dan Komisi X siap menjadi tim mediasi untuk menyelesaikan kekisruhan ini. “Namun menurut perkembangan terakhir yang ketahui semua pihak telah melakukan komunikasi dengan FI FA, bahkan Presiden FIFA telah menge luarkan pernyataan dan keputusannya mengenai masalah ini,”katanya. Zulfadhli berharap, agar dalam perkembangan kedepan nantinya tidak lagi muncul persoalan yang perlu di permasalahkan, dan PSSI siap melaksanakan kongres dan Komisi X DPR akan terus memantau serta meminta semua pihak untuk memegang prinsip-prinsip organisasi yang dipegang oleh PSSI, terutama yang menyangkut dengan Statuta FIFA. Ketika ditanya tentang keberadaan KPPN, ia menjelaskan bahwa lembaga tersebut hendaknya tidak mengambil langkah-langkah yang ins konstitusional, “Saya mengharapkan KPPN dapat bersatu dengan PSSI untuk ikut membantu membenahi PSSI, tentunya melalui system dan aturan yang ada,”tegasnya. Menurut Zulfadhli, dalam kongres nanti yang rencananya akan dipantau langsung oleh utusan dari perwakilan FIFA, Komisi X DPR berharap kongres berjalan dengan baik dan memulai titik awal demu memajukan persepak bolaan Indonesia. Sekedar informasi, beberapa waktu yang lalu, Komisi X DPR telah mengeluarkan kesimpulan mengenai rapat dengar pendapat dengan Menegpora, PSSI dan Liga Primer In- donesia (LPI) pada Selasa (2/3). Sebagian besar anggota cukup mengapresiasi kemunculan LPI. Apalagi, sebagai kompetisi yang baru lahir LPI dinilai cukup menjanjikan. Namun, ada beberapa anggota menyayangkan langkah yang ditempuh LPI, terutama cara mereka yang dianggap menentang dan menyudutkan PSSI. Karenanya, diharapkan agar LPI terus berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan PSSI. Langkah ini dilakukan, sehingga nantinya legalitas liga gagasan pe ngusaha Arifin Panigoro ini sebagai sebuah kompetisi profesional mendapat pengakuan resmi dari PSSI dan juga FIFA. Adapun kesimpulan Komisi X DPR diantaranya, Komisi X DPR menghargai langkah LPI dalam mewujudkan sistem persepakbolaan yang mandiri, dan profesional dengan mengedepankan sportivitas. Komisi X DPR juga berharap, LPI melakukan komunikasi dengan PSSI, untuk membahas organisasi LPI, dan masalah persepakbolaan nasional. Komisi X DPR juga memediasi pertemuan antara PSSI, LPI dan Menegpora, dalam rangka mencari solusi permasalah persepakbolaan nasional. (nt) | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 29 PENGAWASAN BPK Diminta Lakukan Audit Investigasi PT. PLN Sebagai lembaga auditor Negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta oleh Panja Hulu Listrik Komisi VII DPR, untuk segera melakukan audit investigasi secara komprehensif terhadap PT.PLN (Persero). Audit ini dimaksutkan untuk melihat sejauhmana pengelolaan PLN terhadap energy primer yang disinyalir banyak menyebabkan pemborosan. K Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon arena adanya permintaan tersebut, panja Komisi VII menemui BPK, Selasa, (18/01) Panitia Kerja, Komisi VII DPR dipimpin Wakil Ketua Komisi Effendi Simbolon (Fraksi PDI Perjua-ngan) menemui BPK guna mengetahui langkah-langkah yang akan dilakukan BPK Mengenai kewenangan serta mekanisme audit investigasi tersebut, Effendi mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada BPK. “Meskipun Komisi VII diberitahu mengenai skema pemeriksaannya, tapi bagaimana tata cara audit serta pelaksanaannya, sepenuhnya merupakan kewenangan BPK,” terangnya 30 Ia mengaku salah satu pemicu permintaan audit tersebut, antara lain disebabkan ada beberapa indikasi temuan Komisi VII, bahwa adanya pemborosan, baik disengaja maupun tidak disengaja, perlakuan diskriminatif oleh PLN terhadap para pemasokpemasok energy primer apakah itu batubara, gas, BBM, namun hal itu tidak bisa diungkapkan karena semua akan menjadi objek pemeriksaan yang dimintakan kepada BPK. Komisi VII DPR kata dia, akan menggunakan barameter hasil audit, karena pihaknya tidak ingin berpolemik diluar fakta yang dihasilkan oleh tim audit. “Hasil audit BPK nanti akan | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | dijadikan sebagai dasar penyelidikan panja listrik,” tegasnya. “Banyak pembangkit yang seharusnya menggunakan batubara tapi menggunakan BBM, dan ini kita tidak bisa biarkan terus menerus, harus ada terobosan, Karena itu, Komisi VII DPR meminta BPK sebagai lembaga auditor negara untuk melakukan audit investigasi untuk tujuan tertentu,”tukas Effendi menambahkan. Ia mengatakan, skema yang dikemukakan BPK saat pertemuan berlangsung sudah mengakomodir keinginan panja Komisi VII. Selain itu, BPK juga akan masuk ke objek pemeriksaan sampai ke BP Migas, BPH Migas, Pertamina serta pihak-pihak Lain yang ada kaitannya dengan pasokan energy primer ke PLN. “Karena disitulah kita menduga banyaknya ketidakbecusan dalam pengelolaan PLN,” tegasnya. Ia menegaskan, panja Komisi VII tidak ingin hanya menyelesaikan di sektor hilir saja, karena pihaknya beranggapan, justru persoalan yang mendasar itu ada di sektor hulu, dimana terdapat belanja PLN yang begitu boros. Namun ia mengakui, terkadang hal tersebut bukan atas kehendak PLN melainkan karena faktor-faktor luar, seperti karena regulasi, pengaruh dari pihak lain, serta karena aturan-aturan yang membuat PLN mau tidak mau melakukan sesuai dengan keadaan yang ada. Lebih lanjut ia mengatakan, se- mentara panja Komisi VII menunggu hasil audit BPK, pihaknya akan melakukan proses rapat dan kunjungan spesifik guna meneliti serta melengkapi hipotesa bahwa pemborosan ditubuh PLN, termasuk memanggil pihak PLN. Hasil pertemuan tersebut, kata dia, Komisi VII DPR sudah mendapat kepastian bahwa akhir Juni BPK akan menyelesaikan audit terhadap PLN secara menyeluruh, mencakup halhal yang sangat krusial di sektor hulu energi, sehingga menyebabkan Biaya Penyediaan Produksi (BPP) setiap KWH di PLN sangat tinggi, subsidi yang begitu tinggi, mengakibatkan harga jual PLN juga selalu tinggi serta membebani rakyat dengan biaya per KWH yang begitu tinggi. “BPK berjanji akhir Juni selesai auditnya. Komrehensif, detail sampai berapa belanja energi primer setiap item, mulai dari mesin diesel, BBM, gas, sampai ke panas bumi. Lengkap, selama ini belum pernah terungkap,” katanya. BPK juga mengaudit uang jaminan listrik. Ia mengingatkan, uang tersebut telah dipungut selama berpuluhpuluh tahun, sejak tahun 1940 silam, sehingga akumulasinya sudah cukup besar. Tidak hanya saat pemasangan tarif, tapi juga ketika pelanggan hendak menambah jumlah watt. Saat ini kata dia, uang tersebut sudah mencapai Rp. 6triliun. Dirinya menegaskan, uang jaminan listrik ini bukan merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) namun oleh PLN uang tersebut telah diinvestasikan. “PLN menginvestasikan uang ini kemana, atas dasar apa, izinnya kepada siapa. Lalu selama ini disimpan Uang Jaminan Listrik Selain berbagai permasalahan PLN, Anggota Panja Listrik Komisi VII, Daryatmo mardianto meminta agar Anggota Komisi VII DPR Daryatmo Mardiyanto | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 31 PENGAWASAN dalam rekeningnya atas nama siapa,” tandasnya. Sebagai uang rakyat, bila uang tersebut dipergunakan untuk investasi, maka PLN wajib meminta izin kepada rakyat atau minimal kepada wakil rakyat. Karena itu, ia meminta PLN dapat mempertanggungjawabkan keberadaan serta peruntukkan uang dimaksud. Usulan ini mendapat dukungan dari Anggota Panja Komisi VII lainnya Azwir Dainy Tara (Fraksi PG). Ia menambahkan, pasca bencana gempa dan bencana banjir, masyarakat korban tidak lagi menggunakan listrik, harusnya uang jaminan yang sudah mereka bayarkan itu, dikembalikan oleh PLN. Selain itu, kata Azwir, selama ini dengan nomimal yang cukup tinggi pastinya PLN mendapatkan bunga dari uang tersebut. “Lalu bagaimana dengan hasil bunganya, PLN pergunakan untuk apa, bagaimana PLN mempertanggungjawabkannya. Tolong diaudit seluruhnya supaya dapat kepastian,” tanya Azwir Menanggapi pernyataan itu, Auditor Utama Keuangan Negara VII BPK Ilya Avianti menyakinkan, pihaknya 32 akan melakukan audit investigasi terhadap PLN secara menyeluruh, termasuk mengenai uang jaminan pelanggan. Ilya mengatakan BPK sepakat menilai PLN selama ini tidak transparan. “Jangan khawatir, tidak akan ada yang luput dari perhatian kami, kami akan menelusuri hingga keujung jarum,” katanya. Mengenai uang jaminan listrik tersebut, ia mengungkapkan, sejak tahun 2009, sudah menjadi temuan bagi BPK sebesar Rp 5,9triliun dan iapun menegaskan, bahwa uang jaminan itu tidak boleh diinvestasikan. Komisi VII Akan Telusuri Sektor Hulu PLN Anggota Komisi VII DPR Daryatmo Mardiyanto (Fraksi PDI Perjuangan) yang juga tergabung dalam Panitia Kerja Sektor Hulu Listrik, menyatakan pihaknya akan menelusuri kinerja PLN tanpa terkecuali dan akan dimulai dari sektor hulu. Selama ini, kata dia, PLN sering mengklaim diri bahwa pihaknya mengalami kerugian, padahal selalu | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | mendapatkan subsidi dari pemerintah. Salah satu temuan awal, penyebab kerugian tersebut disinyalir karena biaya produksi tinggi. Misalnya, Panja Komisi VII mengetahui komposisi bahan baku yang digunakan pembangkit listrik PLN sangat tergantung kepada bahan bakar minyak (BBM) dan solar. “Jadi komposisinya hampir 60 persen menggunakan bbm dan solar, baru sisanya menggunakan batubara, gas dan sebagainya, padahal kita semua tahu, harga BBM dan Solar sangat tinggi,” ungkap Daryatmo. Karena itu, Komisi VII memutuskan untuk membuat panja, dengan tujuan untuk menurunkan ketergantungan tersebut serta agar melakukan pembauran energy dengan baik. Namun disisi lain, peningkatan penggunaan gas untuk PLN akan berhadapan dengan kepentingan untuk gas bahan bakar juga gas untuk kebutuhan pupuk. Panja Komisi VII akan melakukan kerjasama dengan mengajak BPK, sebagai auditor Negara, lembaga yang mempunyai kompetensi untuk membantu, guna mengantisipasi secara persis mengenai pertama, kebutuhan mengenai volume, kedua, komposisi anggota perwilayahnya baik solar, gas, batubara, panas bumi, air maupun tentang tingkat harga keekonomian masing-masing, sehingga akan dibandingkan dengan berbagai jenis pembangkit lainnya. “BPK diminta secara spesifik melakukan audit khusus, bukan audit kelembagaan PLN secara keseluruhan tapi audit pada pembangkit listrik sektor hulu. Menurut Daryatmo, semua jenis pembangkit ditubuh PLN maupun yang merupakan pembangkit kerjasama, serta pembangkit anak perusahaan PLN berikut variable-variabelnya, semua tidak akan lepas dari pantauan tim audit juga akan dikaji penggunaan bahan bakarnya. Diharapkan nantinya dapat diketahui persis berapa tingkat rasio yang paling tepat dan harga yang paling pas, supaya intervalnya juga rendah dengan masing-masing bahan bakar tersebut . “kita ingin komposisi solar dari baruan gas, batubara, air dan panas bumi itu makin kecil, karena solar harganya paling mahal,” ujarnya Lebih lanjut Daryatmo mengatakan, panja Komisi VII juga ingin mengulas masalah impor. Pasalnya impor yang dilakukan PLN tersebut menyedot anggaran. “Sebenarnya tidak pernah ada rumusan yang jelas mengenai besaran impor, begitu juga dengan standar harganya. Padahal impor itu beresiko apabila terdapat perbedaan harga. Kita juga ingin tahu, berapa persisnya standar harga impor itu,” Ia menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan jika harus menghadapi pelaku impor, namun ia berharap proses impor tersebut dapat dilakukan secara transparan, sehingga dapat diketahui dan dijelaskan bahwa itu memakan uang rakyat. “Tidak masalah, yang penting terbuka saja, toh itu untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak, apalagi nanti kalau trend dari lifting minyak dan gas makin lama makin berkurang, ditambah adanya peran listrik swasta, serta kemungkinan menaikkan jumlah gas yang diekspor,” terangnya. Selain itu, terkait mengenai kontribusi pasar dalam negeri (domestic market obligation) juga harus ditegaskan, karena jika tidak, dikhawatirkan akan mengganggu kemandirian maupun kedaulatan tentunya. Lebih Jauh lagi basis yang dikembangkan untuk mewujudkan amanat undang-undang energy serta rencana umum energy nasional yang dibuat oleh dewan energy nasional yakni kemandirian energy. Hal tersebut, katanya harus diiringi dengan kemandirian pengelolaan energy. “Kemandirian dan pengelolaan energy, sudah saatnya dan harus menjadi fokus kita,”tegasnya. Seiring dengan pertambahan penduduk, Daryatmo juga menya- rankan, agar PLN membuka kesempatan yang luas bagi pertumbuhan pembangkit-pembangkit baru sehingga bisa menghasilkan listrik lebih banyak, juga untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan industry. Namun ia mempertanyakan darimana sumber energinya serta pihak yang mampu menjamin ketersediaan energinya. “Jadi itu yang kita harapkan, untuk itu, kita memulai dengan menggunakan audit investigasi dari BPK tentang energy sektor hulu yang digunakan untuk pembangkit-pembangkit,” terangnya. Pihaknya berharap, PLN bersedia untuk lebih transparan serta harus berani membuka diri dalam memberikan informasi, seperti perhitungan tarif dasar listrik, proses tender, pengadaan barang, masalah impor serta memberikan peluang kepada para investor. (sw/tm) | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 33 ANGGARAN Kenaikan Harga BBM Perlu Dikaji Ulang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam semua aktifitas ekonomi. Kenaikan harga BBM bukan saja memperbesar beban masyarakat kecil tetapi juga bagi dunia usaha. H al ini dikarenakan terjadi kenaikan pada biaya produksi sehingga meningkatkan biaya secara keseluruhan dan mengakibatkan kenaikan harga pokok produksi yang akhirnya akan menaikkan harga jual produk. Di lain pihak dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tersebut akan memberatkan beban hidup masyakarat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil produksi banyak perusahaan sehingga secara keseluruhan akan 34 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | menurunkan penjualan yang pada akhirnya akan menurunkan laba perusahaan. Gejolak harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000. Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan. Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak ini, salah satunya adalah persepsi terhadap rendahnya kapasitas cadangan harga minyak yang ada saat ini, yang kedua adalah naiknya permintaan dan di sisi lain terdapat kekhawatiran atas ketidakmampuan negara-negara produsen untuk meningkatkan produksi. Sejak pecahnya kerusuhan sipil pada pertengahan Februari, produksi minyak Libya yang besarnya 2% dari total pasokan minyak dunia mengalami penurunan sekitar 60 sampai 90% dari produksi totalnya yang mencapai 1,6 juta barel per hari. Walaupun hanya 2% dari pasokan minyak dunia, namun apa yang terjadi di Libya sangat berpengaruh pada kondisi Anggota DPR (F-PKS) Ahmad Riyaldi pasar minyak mentah dunia. Kontrak WTI telah meningkat lebih dari 20% selama dua minggu terakhir. Saat ini harga minyak WTI untuk pengiriman April 2011 berada pada US$ 104.63 per barel, sementara minyak Brent US$ 113.06 per barel. Keadaan tersebut membuat pemerintah dilanda dilema terkait dengan harga bahan bakar minyak. Di satu sisi, pemerintah telah berjanji akan melakukan pembatasan BBM bersubsidi alias premium mulai awal April 2011. Namun, di sisi lain, muncul perkembangan baru manakala harga minyak mentah di pasar internasional terus membumbung hingga membuat harga pertamax juga meroket. Keadaan ini menjadikan pemerintah terlihat mundur lagi dengan rencananya untuk pembatasan BBM bersubsidi itu. Dikhawatirkan perbedaan harga yang tinggi antara premium dengan pertamax justru memunculkan masalah baru. Dengan perbandingan harga premium yang Rp 4.500 per liter dengan pertamax yang melampaui Rp 8.000 per liter, memungkinkan munculnya spekulasi pasar gelap. Belum lagi, dampak negatif lainnya kemungkinan terjadinya aksi penimbunan BBM oleh pihak-pihak tertentu demi meraup keuntungan, dan mengakibatkan terjadinya kelangkaan BBM dimanamana, mengingat harga BBM yang terus menunjukkan trend peningkatan signifikan. Saat ini, pemerintah pun terkesan sangat berhati-hati terkait kebijakan ini. Sampai-sampai pemerintah harus menunggu paparan kajian dari beberapa perguruan tinggi terkait pembatasan premium ini. Dari pihak pemerintah yang dinyatakan oleh Menteri ESDM sebenarnya telah mengeluarkan opsi di antaranya adalah untuk menaikkan harga premium sebesar Rp 500 hingga menjadi Rp 5.000 per liter namun ada cashback untuk angkutan umum. Selain itu juga masih ada opsi lain, yaitu penjatahan. Keragu-raguan Pemerintah dalam menentukan Kebijakan Pengaturan BBM Bersubsidi ini akhirnya mengakibatkan timbulnya Panic Buying ditengah masyarakat. Hal ini telihat dari munculnya kelangkaan BBM diberbagai daerah khususnya di Pekanbaru dan Pontianak, yang diduga adanya penimbunan menunggu keputusan Pemerintah terkait harga BBM Bersubsidi. Situasi seperti ini tentunya harus segera dikendalikan oleh pemerintah. Pemerintah harus segera mengambil keputusan. Secepatnya dan setepat mungkin. Di sinilah pemerintah akan diuji. Apakah pemerintah mampu menyelamatkan APBN sekaligus tidak menyengsarakan rakyat? Ahmad Rilyadi (F-PKS) menilai dengan kenaikan minyak dunia tidak perlu berpengaruh pada kenaikan harga BBM di Indonesia dan kenaikan harga BBM ini jangan dijadikan seperti opsi terakhir yang harus dilakukan untuk menyelamatkan anggaran negara. “Jangan selalu menjadikan opsi kenaikan harga BBM menjadi opsi terakhir yang paling baik yang dilakukan pemerintah, karena sebetulnya jika pemerintah menaikkan harga BBM, berarti secara tidak langsung menaikkan harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, dan sebagainya,”tegasnya saat diwawancarai di Jakarta, Kamis (10/3). Anggota Dewan yang akrab di sapa Irel, kini bertugas di komisi VII yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral, Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi ini, lebih menginginkan untuk adanya pembenahan di sektor perpajakan yang jelas-jelas merupakan sumber pendapatan negara. Menurutnya, dengan adanya pembenahan di sektor perpajakan tentunya akan menambah pendapatan negara, yang nantinya tentu | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 35 ANGGARAN pemerintah tidak perlu lagi dipusingkan mengenai subsidi yang diberikan kepada rakyatnya, entah itu subsidi pendidikan, kesehatan, listrik, BBM ataupun subsidi lainnya. Setiap tahunnya pemerintah menyiapkan anggaran keuangan yang disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja yang berfungsi sebagai kebijakan keuangan pemerintahan dalam memperoleh dan mengeluarkan uang yang digunakan untuk menjalankan ngat baik, dan akan lebih membantu masyarakat kecil untuk menambah subsidi di bidang pendidikan dan kesehatan,” terangnya. Munculnya kasus Gayus Tambunan yang diketahui sebagai salah satu makelar pajak dan telah merugikan Negara, membuat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak yang telah sejak lama dibangun, menjadi terpuruk jatuh kembali. Hal ini dibuktikan dengan dengan muncul- BBM, Irel mengatakan, pemerintah sebenarnya tidak perlu melakukan pembatasan subsidi BBM, mengingat masyarakat menengah ke atas tentunya memiliki mobil yang di produksi di atas tahun 2000 ke atas, yang secara tidak langsung memang harus diisi dengan bensin pertamax. “Sebenarnya masyarakat menengah keatas, tentunya memiliki mobil yang di produksi diatas tahun 2000 atau yang secara tidak lang- pemerintahan. Anggaran ini memperlihatkan jumlah pendapatan dan belanja yang diantisipasikan dalam tahun berikut. Dalam unsur pendapatan yang paling utama dan penting adalah pendapatan yang berasal pajak. Menurut Irel, jika faktor perpajakan ini dapat segera dibenahi, tentunya akan sangat mempengaruhi pendapatan Negara. “Jika saja pemerintah benar-benar serius untuk memperbaiki masalah pajak, saya yakin pendapatan pemerintah akan sa- nya ” Gerakan Boikot Bayar Pajak” di facebook yang hingga saat ini jumlah pendukungnya mencapai 53 ribu dan terus bertambah. “Saya yakin, masih banyak ”Gayus” lainnya yang berkeliaran di luar sana, yang tentunya sangat merugikan pendapatan pemerintah, untuk itu saya menginginkan agar kasus Gayus itu cepat diselesaikan agar perekonomian Negara pun dapat kembali stabil,”jelas Irel. Mengenai pembatasan subsidi sung memang mengkonsumsi bensin pertamax, sehingga tidak perlu adanya pembatasan subsidi BBM, lagipula masyarakat menengah keatas, biasanya mempunyai pembantu rumah tangga lebih dari satu, yang berarti telah membuka lapangan pekerjaan yang secara tidak langsung telah membantu pemerintah dalam penyediaan lapangan pekerjaan, sehingga menurut saya tidak ada yang salah,”jelas Irel. Irel menambahkan, sebenarnya 36 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | semua masyarakat berhak mendapatkan subsidi, tidak saja masyarakat kecil, karena menurutnya, seluruh masyarakat yang membayar pajak, sudah selayaknya mendapatkan fasilitas yang sama dari pemerintah. Pemerintah sudah selayaknya memberikan subsidi kepada rakyat, bukan dalam bentuk uang (bantuan langsung tunai) yang hanya membuat masyarakat bertambah malas, melainkan lapangan pekerjaan seluas luasnya. Pemerintah juga harus dapat memaksimalkan pendapatan Negara dari pajak agar pembangunan di seluruh faktor dapat dibangun secara merata. Senada dengan hal tersebut, Anggota DPR RI Komisi VII, Sohibul Iman menegaskan ”Bulan Maret-April ini adalah moment yang sangat tepat bagi Pemerintah untuk bersikap, karena pada bulan ini trend inflasi sangat rendah, dilihat dari trend selama tahun 2006 – 2010.” Rekomendasi Tim Kajian Independent pun sudah diterima Pemerintah. Ada 3 Opsi pengaturan BBM Bersubsidi yang ditawarkan Tim yang dipimpin Anggito Abimanyu tersebut. ”Namun 3 opsi itu bukan harga mati, Pemerintah bisa saja merekomendasikan ke DPR opsi lain, atau gabungan dari beberapa opsi, karena itu Pemerintah harus tegas dan punya standing position yang jelas” ujar Sohibul. Politisi asal PKS ini memberikan alternatif misalnya opsi menaikan harga Premium menjadi Rp.5.500, tapi ada cash back Rp.1.000 untuk angkutan umum dan kendaraan usaha kecil menengah, sementara kendaraan pribadi punya pilihan, mau pakai Pertamax yang harganya dikisaran Rp.8000an, atau Premium Rp.5.500. Opsi ini tidak begitu membebani rakyat kecil karena mereka dapat cash back Rp.1.000 dengan sistem elektronik. ”Yang penting, apapun opsi yang dipilih, harusnya tidak membebani masyarakat kurang mampu, sebagaimana komitmen Pemerintah dan DPR bahwa BBM Bersubsidi jangan sampai dikonsumsi oleh mobil mewah, mobil pejabat dan masyarakat yang kaya raya” pungkasnya. Sementara Fraksi PDI Perjuangan secara tegas menolak kebijakan pemerintah melakukan pembatasan BBM bersubsidi karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan badan litbang partai itu disimpulkan yang menikmati BBM bersubsidi justru lapisan masyarakat menengah ke bawah. Menurut Ketua Poksi Komisi VII FPDIP DPR, Effendi Simbolon menerangkan, pihaknya telah melakukan survei independen tentang rencana pemerintah melakukan pembatasan BBM bersubsidi di kawasan Jabodetabek beberapa waktu lalu. “Dari hasil survei itu dijumpai fakta bahwa sebagian besar pengkonsumsi BBM bersubsidi itu justru lapisan masyarakat menengah ke bawah dan semua data hasil penelitian itu akan kita sampaikan langsung kepada pemerintah, termasuk presiden,” ujar Simbolon Dijelaskannya, survei yang mengkaji rencana pembatasan BBM bersubsidi itu dilakukan berdasarkan tiga asumsi, yakni upaya membatasi BBM bersubsidi telah melanggar konstitusi dan kepentingan nasional, kebijakan itu sangat prematur dan akan berdampak negatif pada perekonomian Indonesia mengingat sebagian besar BBM bersubsidi itu dinikmati oleh masyarakat kelompok menengah ke bawah. Selain itu, menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR ini, masih ada banyak alternatif kebijakan yang lebih adil ketimbang melakukan pembatasan BBM bersubsidi. Berbagai alternatif yang diabaikan pemerintah tersebut di antaranya adalah belum dilakukannya perbaikan formula pembebanan subsidi BBM dan bagi hasil minyak, melakukan reformasi tata niaga migas, menaikkan pajak kendaraan bermotor serta menerapkan modal PSC untuk meningkatkan bagian minyak pemerintah. Lebih lanjut Simbolon mengatakan, makna pembatasan BBM bersubsidi itu adalah premium akan segera ditarik dari pasaran dan selanjutnya masyarakat dipaksa untuk mengkonsumsi pertamax atau BBM non subsidi. (ra/si) Anggota DPR (F-PKS) Ahmad Riyaldi | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 37 LEGISLASI RUU Perubahan Sistem Resi Gudang Lebih Menjamin Komoditi Yang Tersimpan Dalam Kontek pemberdayaan dan pembinaan pelaku industri kecil dan menengah yang didalamnya terdapat petani dan buruh petani, Resi Gudang merupakan salah satu solusi untuk memperoleh pembiayaan dengan jaminan komoditi yang tersimpan di gudang. S etelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, Maka Sistem Resi Gudang di Indonesia diharapkan dapat berjalan dengan baik dan meningkat dengan cepat. “perkembangannnya ditemukan beberapa kelemahan di lapangan yang sangat menghambat perkembangan Sistem Resi gudang, sehingga Komisi VI DPR RI melakukan Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang,” kata Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kelemahan tersebut antara lain adalah tidak tersedianya mekanisme jaminan atau asuransi yang relative terjangkau bagi pelaku usaha apabila pengelola gudang mengalami pailit atau melakukan kelalaian dalam pengelolaan, sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya mengembalikan barang yang disimpan di gudang dengan kualitas atau kuantitas yang tertera dalam Resi Gudang. Jaminan pelaksanaan (performance guarantee) bagi pelaksanaan kewajiban pengelola gudang antara lain dapat diperoleh dengan kewajiban pengelola gudang untuk memiliki jaminan asuransi (in- surance bond). Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima 38 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat pada era globalisasi diperlukan kesiapan dunia usaha untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di bidang ekonomi khususnya perdagangan antara lain melalui instrument dalam penataan system perdagangan yang efektif dan efisien, sehingga harga barang yang ditawarkan dapat bersaing di pasar global. Efisiensi perdagangan dapat nue.okstate.edu/internet sanaan stabilisasi harga dan pemasaran komoditi menuju perdagangan komoditi yang didasarkan kepada mekanisme pasar. Pada Negara berkembang, Aria Bima menjelaskan sistem resi gu- ensi dari intervensi pemerintah dalam stabilisasi harga komoditi. Masih kurangnya aspek legalitas yang integrative yang mendukung resi gudang sebagai instrument keuangan yang dapat diperdagangkan, kurang- dang ini kurang berkembang karena adanya hambatan antara lain, kurang insentif atau peluang bagi berkembangnya sistem pergudangan uang efisien yang diselenggarakan pihak swasta. Hal ini merupakan konseku- nya pemahaman dari sektor-sektor komersial tentang Resi Gudang sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan, serta fluktuasi tingkat bunga yang belum stabil, menyebabkan kurang menariknya sistem ini picasaweb.google.com/internet tercapai apabila didukung oleh iklim usaha yang kondusif dengan tersedianya dan tertatanya sistem pembiayaan perdagangan yang dapat diakses oleh setiap pelaku usaha secara tepat waktu. Sistem pembiayaan perdagangan sangat diperlukan bagi dunia usaha untuk menjamin kelancaran usahanya terutama bagi usaha kecil dan menengah, termasuk petani yang umumnya menghadapi masalah pembiayaan karena keterbatasan akses dan jaminan kredit. Dalam konteks pemberdayaan dan pembinaan kepada pelaku industri kecil dan menengah yang di dalamnya terdapat petani dan buruh tani, Resi Gudang merupakan salah satu solusi untuk memperoleh pembiayaan dengan jaminan komoditi yang tersimpan di gudang. Melalui Resi Gudang, akses untuk memperoleh pembiayaan dilakukan dengan mekanisme yang sederhana. Dalam perkembangan pasar komoditi saat ini, resi gudang merupakan bagian dari instrument keuangan yang dapat digunakan dalam bernegosiasi. Instrument ini merupakan alat yang dapat berperan dalam masa transisi dimana pemerintah mulai mengurangi perannya dalam kebijak- | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 39 LEGISLASI khususnya dukungan dari perbankan. Menurut Aria Bima, hal baru yang diatur dalam UU SRG adalah mengenai Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi, yaitu Lembaga Dana Jaminan adalah badan hukum yang menjamin hak dan kepentingan Pemegang Resi Gudang atau Penerima Hak Jaminan terhadap kegagalan, kelalian atau ketidakmampuan Pengelola Gudang dalam melaksanakan kewajibannya dalam menyimpan dan menyerahkan barang. Selanjutnya Penerima Hak Jaminan adalah pihak yang memegang atau berhak atas Hak Jaminan atas Resi Gudang sesuai dengan Akta Pembebanan Hak Jaminan. Sedangkan statusnya adalah badan hukum yang melaksanakan tugas dan wewenangnya secara indepanden, transparan, dan akuntabel, serta bertanggungjawab kepada Menteri yang bertanggungjawab pada bidang perdagangan. Yang berkedudukan di Ibukota Negara RI dan dapat dibentuk kantor perwakilan di daerah yang persyaratan dan tata cara pembentukannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Lembaga Dana Jaminan ini akan melindungi hak Pemegang Resi Gudang dan Penerima Hak Jaminan apabila terjadi kegagalan, ketidakmampuan, dan kebangkrutan Pengelola Gudang dalam menjalankan kewajibannya, dan memelihara stabilitas dan integritas sistem resi gudang sesuai dengan kewenangannya. Aria Bima menjelaskan RUU ini, juga menjelaskan Lembaga Dana Jaminan juga berwenang melakukan penyelesaian dan penanganan pengelola gudang gagal, juga dapat bertindak sebagai kreditur terhadap pengelolaan gudang berdasarkan hak subrogasi dari pemegang resi gudang dan pemegang hak jaminan yang dapat mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Lembaga Dana Jaminan juga dapat meminta data, informasi dan dokumen kepada pihak lain. “Pengumpulan dana, pengelolaan dana dan cara serta persyaratan menggunakan dana dari Lembaga Jaminan serta struktur dan fungsi administrasinya diatur dengan Peraturan Pemerintah,” jelasnya. Dana yang terkumpul dalam Lembaga Dana Jaminan hanya dapat Suasana rapat Komisi VI DPR bersama Pemerintah membahas perubahan RUU Sistem Resi Gudang 40 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | digunakan untuk melindungi kepentingan Pemegang Resi gudang dan keamanan Penerima Hak Jaminan terhadap kegagalan atau ketidakmampuan dari Pengelola Gudang untuk melaksanakan kewajibannya. “adanya kewajiban bagi setiap Pengelola Gudang untuk menjadi pesarta penjaminan yang dilaksanakan Lembaga Dana Jaminan,” papar Aria Bima. Wakil Ketua Komisi VI ini menegaskan agar ketentuan Resi Gudang ini bias berjalan efektif, maka ditambahkan ketentuan kewenangan dari Lembaga Dana Jaminan untuk mengenakan sanksi adminstratif kepada Pengelola Gudang yang tidak membayar uang kontribusi dan tidak membayar atas barang yang disimpan. “Sanksi administrative berupa debda administrative atau bunga,” tegas Politisi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Selain itu, setiap orang yang menolak memberikan data, informasi dan data dokumen yang diminta oleh Lembaga Data Jaminan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam RUU Perubahan UU SRG ini. (as) impijatengdiy.com/internet Wakil Ketua Komisi VIII DPR Gondo Radityo Gambiro Beberapa warga miskin yang tinggal dibawah kolong jembatan sungai di Jakarta Pengentasan Kemiskinan Melalui UU Fakir Miskin Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanganan Fakir Miskin harus dilandaskan pada pemikiran yang matang dalam memandang persoalan kemiskinan, sehingga RUU ini bisa menjadi dasar yang komprehensif dalam penanganan kemiskinan. S elain itu, diharapkan RUU ini kedepannya juga harus sampai pada penetapan minimal anggaran penanggulangan kemiskinan, sehingga konsep dan strategi yang akan dijalankan guna mengentaskan kemiskinanan ini menjadi jelas dan terarah. Bahkan, Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding mengatakan kehadiran RUU ini bertujuan agar adanya instrumen negara yang lebih fokus dalam penanganan terhadap kelompok masyarakat yang disebut fakir miskin. Hal ini juga didukung oleh adanya kesepahaman baik DPR maupun pemerintah yang menyepakati bahwa untuk menangani fakir miskin harus dilaku- kan secara multidimensi, karena masalah kemiskinan sangat kompleks. Namun, Wakil Ketua Komisi VIII DPR (FPD) Gondo Radityo Gambiro mengatakan, penanganan fakir miskin tidak hanya terbatas penyuluh dan relawan. “Butuh tenaga khusus yang terdidik dan trampil,” kata Gondo. Gondo mengatakan, persoalan kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, tetapi juga berkaitan dengan tingkat kedalaman dan keadaan dari kemiskinan tersebut. “Sehingga kebijakan penanganan fakir miskin disamping mampu memperkecil jumlah penduduk miskin tetapi sekaligus mampu mengurangi kondisi kemiski- nan,” tegasnya. Untuk itu, diperlukan kebijakan peningkatan akses fakir miskin terhadap sumber daya sosial ekonomi, peningkatan prakarsa dan peran aktif warga masyarakat dalam pemberdayaan fakir miskin dan perlindungan hak-hak dasar fakir miskin. Gondo menambahkan, perlu juga pengaturan yang tegas berkaitan dengan siapa yang berwenang untuk menentapkan data fakir miskin, melakukan pendataan dan melakukan verifikasi data yang dapat digunakan untuk seluruh sektor dalam penanganan fakir miskin. Dia berharap agar RUU tentang Penanganan Fakir Miskin ini dapat cepat dalam pembahasan dan dapat diimplementasikan. “Karena RUU ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat untuk memberikan kepastian dan keadilan,” jelasnya. Dalam rapat kerjanya dengan DPR, Rabu (2/3) lalu di Gedung DPR, Jakarta, Mensos Salim Sagaf Al Jufri menyampaikan sebanyak 275 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam draff RUU usul inisiatif DPR itu, dengan empat klasifikasi, yakni: 77 DIM substansi tetap, 24 DIM substansi perubahan redaksional, 33 DIM perubahan substansi, dan 141 substansi | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 41 LEGISLASI dihapus. Salim Sagaf mengutarakan bahwa pada substansi judul, pemerintah mengharapkan agar kata “penanganan” dihapus, karena dengan judul RUU Penanganan Fakir Miskin, maka materi yang akan diatur menjadi terbuka dan lebih konfrehensif dan tidak terbatas pengaturannya pada penangan fakir miskin saja, tetapi dimungkinkan dalam pembahasan apabila ada hal yang belum diatur dalam pembahasan RUU nantinya dapat diakomodir. Mengenai definisi Fakir Miskin yang tercantu dalam RUU, Salim Sagaf mengatakan pemerintah memandang akan mengalami kesulitan dalam operasional karena ada pembatasan definisi fakir miskin yang didasarkan hanya pada mereka yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok. “Definisi fakir miskin agar lebih operasional,” kata Salim. miskin dari RUU ini. Karena menurutnya materi tersebut sama dengan sumber pendanaan bagi penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang KesejahteraanSosial. Hal itu dengan pertimbangan untuk menghindari adanya tumpang tindih atau duplikasi pengaturan. Namun apabila diperlukan adanya pengaturan sumber pendanaan bagi fakir miskin, pemerintah mengusulkan agar pengaturan sumber dana fakir miskin tidak bersifat umum, tapi dari sumber yang bersifat khusus. Selanjutnya, Pemerintah mengusulkan perlu ada pengaturan penanggungjawab pelaksanaan penangan fakir miskin, yang didasarkan pada lingkup wilayah, yaitu tingkat nasional penanggungjawabnya Menteri Sosial, tingkat provinsi penanggungjawab Gubernur, dan bupati atau walikota bertanggungjawab di tingkat Kabupaten atau Kota. Suasana rapat Komisi VIII DPR dengan Mensos Dalam hal pendataan fakir miskin perlu dilakukan sinkronisasi pengaturan dengan pendataan dan penetapan fakir miskin sebagaimana diatur dalam peraturan pelaksana UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Selain itu, Salim Sagaf berpandangan untuk menghapuskan materi pengaturan sumber pendanaan fakir 42 Sedangkan, mengenai pengaturan ketentuan pidana sebaiknya tidak diatur dalam UU ini, karena delik pidana bersifat umum yaitu pemalsuan dan penyalahgunaan yang telah diatur dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), “Delik Pidana yang diatur dalam RUU ini sudah otomatis tunduk pada ketentuan pidana yang diatur KUHP,” katanya. | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | Ia juga mengungkapkan bahwa DIM RUU tentang Penanganan Fakir Miskin disusun dan dibahas dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait. Kementerian dan lembaga terkait tersebut, kata Mensos diantaranya adalah Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/KetuaBappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Kesehatan, Sekretariat Negara, Sekretariat Wakil Presiden, dan Badan Pusat Statistik. Sementara itu anggota Komisi VIII DPR dari FPKS Jazuli Juwaini mengatakan anggaran untuk penanganan fakir miskin sebaiknya bisa lebih terfokus, tidak tersebar pada 18 kementerian/lembaga seperti saat ini. Dengan demikian penggunaan biaya negara akan terpusat untuk pengentasan kemiskinan dan karena itu akan lebih mudah untuk diawasi dalam pelaksanaannya. “Semangatnya bagaimana menyelesaikan kemiskinan secara serius, kita ingin anggaran kemiskinan ini terfokus supaya lebih mudah mengawasinya,” kata anggota Jazuli Juwaini Meski demikian, politisi PKS ini tidak setuju jika untuk penanganan fakir miskin diserahkan kepada badan atau lembaga khusus, karena akan menambah beban negara. “Karena ada pejabatnya lagi, ada gaji pejabatnya lagi, ada fasilitas pejabatnya lagi. Pertahankan saja lembaga yang sudah ada,” ujarnya. Menurut dia, diperlukan komitmen yang kuat dari DPR dan pemerintah dalam pembahasan RUU Fakir miskin . “Saya kira baik DPR atau pemerintah harus sama-sama menyadari betapa pentingnya RUU ini untuk segera diselesaikan. Kalau persoalan secara substansial yang perlu didalami dalam pembahasan, kita ditantang untuk serius ingin menyelesaikan persoalan kemiskinan ini. ” ujarnya.(nt) RUU Intelijen Negara Wujud Reformasi Keamanan Nasional Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama Pemerintah mulai membahas RUU tentang Intelijen Negara. Komisi I mengharapkan RUU tentang Intelijen Negara menjadi salah satu langkah penting dalam rangka reformasi sektor keamanan nasional. Badan-badan Intelijen tersebut terus tumbuh sejalan dengan kebutuhan maupun perkembangan situasi sampai dengan saat ini. Dengan adanya situasi dan kondisi perkembangan globalisasi yang mengusung antara lain masalah tentang demokratisasi, hak asasi manusia, supremasi hukum, dan akuntabilitas dunia yang semakin enurut Mahfudz Siddiq, negara dalam rangka pencapaian tujuan nasional dan sejalan dengan perubahan, serta perkembangan situasi, perlu untuk melakukan deteksi dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang bersifat kompleks serta memiliki spektrum yang luas. Dalam melakukan deteksi dini dan mencegah terjadinya pendadakan dari berbagai ancaman tersebut, diperlukan adanya Intelijen Negara yang profesional serta penguatan kerjasama dan koordinasi Intelijen Negara yang telah ada selama ini sekaligus mendukung tegaknya hukum, nilainilai demokrasi dengan menegakkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Berbagai kejadian dan perkembangan di setiap tingkat tataran kemasyarakatan baik secara global, regional, maupun nasional, dan bahkan hingga ke tingkat lokal, menunjukkan pentingnya peningkatan kapasitas profesional intelijen. Bagi Indonesia, jelas tuntutan kapasitas intelijen ini, menjadi sebuah kebutuhan mutlak untuk menjawabnya. Tanpa kemampuan menjawab tuntutan tersebut, dikhawatirkan akan terjadi kesenjangan kapasitas instrumen keamanan nasional terhadap berbagai potensi ancaman, gangguan, dan hambatan yang berkembang semakin cepat dan bersifat multi transparan, maka Intelijen Negara Republik Indonesia harus mampu menghadapi tuntutan-tuntutan perkembangan dimaksud. Dalam hal ini, diperlukan suatu landasan hukum bagi Intelijen Negara M Pimpinan Komisi I DPR Mahfudz Siddiq saat membuka Raker pembahasan Intelijen Negara dimensi. Mahfudz Siddiq politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menjelaskan aktivitas Intelijen pada saat menjelang dan setelah kemerdekaan Indonesia, menunjukkan bahwa memang telah terbentuk badan-badan Intelijen. | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 43 LEGISLASI dalam melakukan tugasnya. “Dengan adanya landasan hukum yang kuat, aktivitas Intelijen dapat terkoordinasi secara tertib dan efektif, lebih memiliki keabsahan di mata rakyat yang semakin kritis, menghargai prinsip universal mengenai hak asasi manusia, serta mampu mewujudkan prinsip tata kelola pemerintahan (good governance) yang baik,” tegas Ketua Komisi I tersebut. Segera di selesaikan Komisi I DPR RI dan Pemerintah berkomitmen akan segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang Intelijen Negara. Komitmen tersebut diwujud nyatakan dengan dimulainya pembahasan tingkat I (tanggal 16 maret 2011) antara Komisi I dengan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Hukum dan Ham Patrialis Akbar, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, dan Kepala Badan Intelijen Negara Sutanto. RUU ini terdiri dari 10 Bab dan 46 Pasal, yang mengatur antara lain mengenai masalah asas-asas yang dianut dalam Penyelenggaraan Intelijen Negara, meliputi asas professional, kerahasiaan, kompartementasi, koordinatif, integratif, netral, akuntabilitas, dan obyektivitas. RUU menetapkan bahwa Intelijen Negara pada hakekatnya merupakan lini pertama dalam sistim keamanan nasional. RUU ini mengatur, bahwa Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Fungsi penyelidikan terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi informasi Intelijen, serta menyajikan sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Adapun penyelenggaraan fungsi pengamanan terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah atau melawan upaya, pekerjaan, kegi- 44 atan Intelijen atau Pihak Lawan yang merugikan kepentingan dan stabilitas nasional. Sedangkan fungsi penggalangan terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah, dan berproses untuk mempengaruhi Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan stabilitas nasional. Mengenai masalah Peran, Tujuan, Fungsi, dan Ruang Lingkup, antara lain disebutkan bahwa Ruang Lingkup Intelijen Negara sebagai bidang masalah dan wilayah meliputi beberapa hal, yaitu dalam negeri, luar negeri, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan/atau keamanan, hukum, sumber daya alam, dan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut Siddiq penyelenggara- untuk berkoordinasi dengan lembaga koordinasi intelijen negara melalui pimpinan tertinggi dari masing-masing organisasinya,” paparnya. Selain itu, RUU ini mengatur pula mengenai masalah Personil Intelijen Negara yang merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas Intelijen. Personil Intelijen Negara berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugas, upaya, pekerjaan, kegiatan, dan fungsi Intelijen, mendapatkan perlindungan bagi keluarganya pada saat Personil Intelijen Negara melaksanakan tugas, upaya, pekerjaan, kegiatan, dan fungsi an Intelijen Negara dilaksanakan oleh penyelenggara Intelijen Negara dan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian atau pemerintahan daerah yang menyelenggarakan fungsi Intelijen. “Penyelenggara intelijen negara adalah terdiri atas Intelijen Tentara Nasional Indonesia, Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia. Para Penyelenggara Intelijen Negara tersebut berkewajiban Intelijen, dan mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan penugasan Intelijen secara berjenjang dan berkelanjutan. Sedangkan terkait kewajiban personil Intelijen Negara meliputi merahasiakan seluruh upaya, pekerjaan, kegiatan, sasaran, informasi, fasilitas khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan, atau personil yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi dan aktivitas Intelijen | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | Negara. Selanjutnya, RUU ini juga mengatur mengenai kerahasiaan informasi intelijen. Masalah ini meliputi beberapa hal yaitu sistem intelijen negara, akses-akses yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatannya, data intelijen kriminal yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional, rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional, dokumen tentang Intelijen yang berkaitan dengan penyelenggaraan Keamanan Nasional, dan personil Intelijen negara yang berkaitan dengan penyelenggaraan Keamanan Nasional. Kerahasiaan Informasi Intelijen intersepsi komunikasi dan pemeriksaan aliran dana yang diduga kuat untuk membiayai terorisme, serta segala macam gangguan yang mengancam kedaulatan negara. Dalam memeriksa aliran dana tersebut lembaga koordinasi intelijen negara dapat meminta bantuan kepada Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lembaga keuangan bukan bank, dan lembaga jasa pengiriman uang. Dibiayai APBN Biaya penyelenggaraan Intelijen Negara dan pelaksanaan tugas lembaga koordinasi intelijen negara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam rangka melakukan pendalaman dan penyelesaian masalah terhadap kebijakan, kegiatan, dan penggunaan anggaran Intelijen Negara, RUU mengatur dilakukannya pengawasan kebijakan, kegiatan, dan penggunaan anggaran Intelijen Negara. terkait penegakkan asas Akuntabilitas. Komisi di DPR yang membidangi masalah Intelijen Negara dapat membentuk Panitia Kerja tersebut dibentuk sesuai dengan kebutuhan, dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya. Dia mengatakan RUU mengatur, bahwa Panitia Kerja wajib menjaga kerahasiaan Informasi Intelijen. Selain itu, RUU ini juga mengatur tentang pemidanaan bagi setiap orang yang sengaja ataupun lalai telah membocorkan informasi Intelijen. Komisi I DPR bersama Pemerintah membahas RUU Intelijen ditentukan oleh Masa Retensi Informasi Intelijen. Masa Retensi Informasi Intelijen berlaku selama 20 tahun. Masa Retensi Informasi Intelijen dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari DPR RI. RUU ini mengatur juga mengenai masalah lembaga koordinasi intelijen negara yang menyelenggarakan fungsi Intelijen dan dan pengoordinasian Intelijen Negara, termasuk mengatur mengenai tugas, wewenang, serta wewenang khusus pertanggungjawaban, dilakukan pelaporan secara tertulis oleh Intelijen Negara kepada Presiden melalui Kepala lembaga koordinasi intelijen Negara. “Lembaga koordinasi intelijen negara dibiayai APBN, dan bertanggung jabab kepada Presiden,” jelasnya. Sedangkan, terkait penegakkan asas Akuntabilitas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melakukan pengawasan untuk Pemidanaan bagi Personil Intelijen Negara yang telah membocorkan informasi Intelijen, dan pemidanaan bagi Personil Intelijen Negara yang melakukan intersepsi komunikasi di luar fungsi Penyelidikan, Pengamanan, dan Penggalangan, “Pemberatan pidana 1/3 dari masing-masing ancaman pidana maksimumnya kepada Personil Intelijen yang membocorkan kerahasiaan Informasi Intelijen pada saat perang,”paparnya. (as) | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 45 PROFIL Saya Hanya Ingin Membuat Ibu Senang S enyum yang hangat dan tulus. Cara bicara yang lembut namun getarannya menunjukkan pribadi yang tegas dan berwawasan. Itu kesan yang terasa ketika pertama kali saling bertegur sapa dengan Ibu Nani Jamilus. Ia adalah Ibunda Pius Lustrilanang Wakil Ketua BURT. Parle berkesempatan bertemu dalam perjala “Ibu berasal dari Solo Jawa tengah, sementara Bapak Padang, besar di Palembang. “Saya itu seperti tidak punya suku,” kata Pius nan ke Surabaya (Selasa 1/3) mengikuti kunjungan kerja ke Universita Airlangga dalam rangka sosialisasi Ren- Pius Lustrilanang cana Strategis (Renstra) DPR RI. “Ibu saya kebetulan mau ke Surabaya menemui adik yang bungsu. Saya kebetulan mau tugas ke tempat yang sama jadi kami putuskan berangkat bareng. Tapi Ibu dengan biaya pribadi ya..,” demikian Pius menjelaskan. Mantan aktifis 98 ini menambahkan ditengah kesibukannya sebagai anggota dewan, waktu pertemuan 46 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | dengan anggota keluarga termasuk Ibu semakin berkurang. Mau tidak mau ia harus pintar pintar menyiasati seperti dalam perjalanan kali ini. “Sejak menjadi anggota DPR, praktis saya hanya bertemu Ibu pada saat liburan Natal,” imbuhnya. Itulah sebabnya dalam perjalanan Ibu dan anak ini terlihat saling bercerita hangat, kebersamaan sesaat seakan untuk membayar pertemuan yang banyak terlewatkan. Tinggal di daerah berbeda memang membuat mereka semakin jarang bertatap muka, Nani Jamilus tinggal di Palembang, sedangkan Pius di Jakarta. “Kami sekeluarga dari sononya memang sudah sangat meng-Indonesia,” tegas Bu Nani saat memulai pembicaraan dengan Parle disela-sela menikmati sarapan pagi di sebuah hotel di Surabaya. Ia berasal dari Solo, namun cintanya berlabuh dengan seorang pria dari Solok, Sumatera Barat. Jamilus dosen Tehnik Kimia di Pada tahun l989, Pius pertama kalinya terjun bersama teman-temannya yang bergabung dengan Badan Koordinasi mahasiswa Bandung, yang ikut membela nasib para petani Badega, Jawa barat. Pada tahun l990, Pius bergabung dengan KPM-URI, tahun l991 Pius juga bergabung dengan beberapa temannya mendirikan Komite Pergerakan Mahasiswa Bandung atau disebut KPMB. Organisasi ini diikuti sebelas Kampus di Bandung kemu- Universitas Sriwijaya akhirnya memboyongnya ke Palembang. Pius Lustrilanang lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 10 Oktober l968, beragama Katolik, mempunyai seorang istri dan tiga orang anak. Pada tahun 1987 Pius telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas De Brito Yogyakarta, Pius meneruskan kuliah di Universitas Katolik Parahiyangan Bandung mengambil jurusan Fisip Hubungan Internasional, kemudian S2 nya di Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 2006. dian pada tahun l993, Pius merintis Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) sampai tahun l994. Sang ibu mengatakan bahwa Pius anak yang pintar bicara, yang ia dapat dari keturunan neneknya yang memang pande bicara didepan orang | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 47 PROFIL banyak. Ibu pun berharap dan berdoa agar anaknya nanti bisa menjadi bintang keluarga, dan Pius kecilpun tumbuh seperti layaknya anak yang memang anak periang. Disitulah Pius lahir dan dibesarkan dengan dinamika Indonesia yang sebenarnya Ibu berasal dari Solo Jawa tengah, sementara Bapak Padang, besar di Palembang. “Saya itu seperti tidak punya suku,” kata Pius pada kesempatan berbeda. Tapi dengan latar belakang yang beragam membantunya berfikir lebih nasional, lepas dari sekat-sekat yang ada. KeIndonesiaan Pius sebagai anggota DPR RI menjadi semakin tegas setelah ia terpilih mewakili daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur. Itulah sebabnya kekerapannya pulang ke Palembang semakin jauh berkurang, bahkan pada hari Natal tahun lalu ia memilih merayakan hari Natalnya di NTT bersama konstituennya. 48 Politisi dari Partai Gerindra ini menilai ada kemajuan luar biasa dari sistem demokrasi Indonesia yang | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | bahkan telah melampaui negara besar seperti Amerika Serikat. “Indonesia jadi model baru, bahkan negara seperti Amerika juga belajar dengan Indonesia. Bagaimana negeri seperti Indonesia bisa bertahan,” demikian Pius. Namun ditengah kemajuan itu ia juga mengkhawatirkan dinamika otonomi daerah yang pada beberapa sampul malah seperti bergerak mundur. Pius mengatakan aturan pemilukada ada yang menguatkan kembali syarat-syarat calon harus putra daerah. “Ini reformasi yang malah mundur, berarti orang seperti saya yang sudah sangat menasional tidak punya panggung lagi di daerah “ungkapnya. Bagi Nani Jamilus putra ketiganya itu punya semangat yang sama dengan ayahnya. Ia meyakini dalam setiap gerak perjuangan mulai dari ketika menjadi aktifis mahasiswa yang menyerukan reformasi, sampai menjadi anggota DPR RI, semangat NKRInya tidak perlu diragukan lagi. “Doa saya bagi Pius, Tuhan tariklah anakku padaMu. Anggota DPR itu rawan tidak jujur, jadi dalam bekerja jangan jauh dariNYA. Jangan sampai pada akhir tugas nanti, diperiksa, dikorek-korek aparat penegak hukum,” ujarnya. Perempuan yang senang berke- baya ini menyebut masih ada tugas reformasi yang sampai sekarang belum tuntas dilaksanakan. Era orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto telah menumbuhkan mental korupsi bagi rakyatnya. Banyak urusan pelayanan publik baru dapat diselesaikan dengan uang, bahkan untuk urusan remeh temeh ditingkat RT dan RW. “Pada saat itu banyak orang kaya baru yang muncul tidak jelas dari mana hartanya,” katanya. Sampai sekarang upaya memperbaiki itu menurutnya belum berhasil, bahkan ada kecendrungan semakin manjadi-jadi. Nani Jamilus memasuki usia tuanya lebih banyak berkeliling ke beberapa daerah termasuk mendatangi para cucu. “Anak saya ada yang di Medan, Palembang, Bogor, Jakarta, termasuk saudara yang masih ada di Yogya, dan Surabaya,” jelasnya. Selama dalam perjalanan itu ia masih sempat mengamati, mendengar, mendapat masukan tentang Indonesia dari kaca mata orang-orang yang ditemuinya. Harapan seorang Ibu tentu bangsa ini terus semakin baik dan berkualitas, seraya berharap proses perbaikan itu juga digerakkan oleh para wakil rakyat yang ada di Senayan. Pembicaraan terhenti sejenak ketika salah seorang staf dari sekretariat BURT memberi tahu sudah saatnya mempersiapkan diri untuk pertemuan di Kampus C Universitas Airlangga. Bu Nani sejenak menghentikan sarapannya yang didominasi makanan sehat, sayur dan buah. Ia terlihat membisikkan sesuatu kepada anaknya Pius Lustrilanang yang akan segera berangkat bekerja. Parle tahu diri, mundur sejenak untuk memberi ruang bagi percakapan keluarga antara Ibu dan anak. Dari kejauhan terlihat Bu Nani seperti menyampaikan nasehat kepada anaknya. Sekali waktu tangannya terangkat seakan menekankan sesuatu. Sementara Pius terlihat menganguk-angguk, seperti menunjukkan ia paham akan apa yang disampaikan Ibunya. Ritual keluarga itu ditutup dengan berdoa, telapak tangan kanan sang Ibu diletakkan di dahi anaknya. Sekilas seperti membelai kepala sang anak. Kepada Parle, Pius Lustrilang menyatakan rasa syukur punya kesempatan bertemu dengan Ibunya ditengah padatnya jadwal kunjungan kerja di Surabaya. Ia menyebut pertemuan singkat ini sebagai pertemuan yang berkualitas. Ketika ditanya tentang obsesi khusus yang ingin diwujudkannya sebagai seorang anak. “Saya hanya ingin membuat Ibu senang saja,” demikian Pius.(Tim Parle). | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 49 KUNJUNGAN LAPANGAN Sosialisasi Renstra DPR RI : Harapkan Dukungan Teknis dari Perguruan Tinggi Citra DPR yang buruk di kalangan masyarakat menjadi PR besar bagi kalangan anggota dewan untuk memperbaikinya. P ersoalan citra yang buruk disebabkan beberapa faktor diantaranya, kinerja tugas dan fungsi dewan yang menurun, dan kurang tersosialisasinya kinerja Anggota Dewan yang disebabkan publikasi yang menyoroti sisi negatifnya saja, oleh karena itu, untuk meluruskan persepsi masyarakat dan memunculkan pemahaman obyektif terhadap kinerja DPR, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR mengupayakan penguatan kelembagaan DPR dengan membuat Rencana Strategis (Renstra) DPR 2010-2014. Hasil Renstra tersebut, kemudian disosialisaskan ke beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, diantaranya UGM, Unair, Universitas Lambung Mangkurat. BURT akan menggalakkan sosialisasi ke 10 universitas guna menemukan persepsi yang sama terkait Rencana Strategi (Renstra) Dewan. Di era reformasi ini, tuntutan publik terhadap Anggota DPR sangat tinggi. Renstra mengusung misi terwujudnya DPR sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat yang benar-benar kredibel dalam mengemban tanggung jawab. “Kalau integritas kita tinggi dan produktif, kita akan menjadi lembaga yang kuat dan bisa menjadi penyeimbang dari lembaga eksekutif”. Ujar Wakil Ketua BURT DPR Dr. Indrawati Sukadis (F-PD) yang sekaligus sebagai Ketua Tim Renstra, saat sosialisasi Renstra DPR ke Kantor Majalah Kedaulatan Rakyat Grup Jogya, diterima Pimpinan Redaksi KR Octo 50 Lampito serta beberapa wartawan. Baru-baru ini. Dalam pertemuan tersebut, tim Renstra mendapat beberapa pertanyaan dari para wartawan terhadap kinerja Anggota DPR yang buruk di kalangan masyarakat. Anggota BURT DPR Djamal Aziz mengatakan, DPR tidak tuli dan tetap peduli dengan aspirasi masyarakat. DPR tanggap kritik, melakukan instropeksi dan evaluasi, serta berupaya memperbaiki diri. Hal ini dilakukan sebagai proses legislasi DPR guna meningkatkan kinerja legislasi di masa mendatang. “DPR itu orang biasa, yang juga butuh pemberitaan yang positif dan jangan dibuat-buat. Sekali-kali wartawan liput kucing makan tikus, jangan hanya tikus makan kucing. Ini artinya DPR juga butuh kritik yang membangun dan bukan hanya pencitraan yang buruk, ini untuk perbaikan,” Tegas Djamal. Rekomendasi dari masyarakat dan Renstra DPR nantinya akan menjadi pedoman sekaligus sebagai jalan dalam menuntun DPR menuju kinerja idealnya. Paling tidak, tekad DPR untuk melakukan perbaikan diri secara terus-menerus tergambar jelas. Namun semua ini juga berpulang kepada segenap Anggota DPR RI. Konsisten pada visi, misi, dan perencanaan yang tercantum dalam Renstra atau mengorbankan Renstra dengan tunduk pada tekanan publik dan lebih meng utamakan pencitraan pribadi maupun partai ketika pelaksanaannya mendapat kecaman luas. Pilihan yang | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | diambil ada resiko biaya, baik biaya sosial, biaya ekonomi, maupun biaya politik. Sebelumnya, tim Renstra BURT DPR melakukan sosialisasi Renstra ke Universitas UGM, diterima Rektor UGM Prof. Ir. Sudjarwadi, Meng, PhD, didampingi antara lain Wakil Rektor Senior Bidang Administrasi, Keuangan dan Sumber Daya Manusia, Prof. Ainun Na’im, MBA, PhD, Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha, Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil, PhD, para Dekan, Direktur dan pimpinan unit di universitas di DIY di ruang Multimedia UGM. Dalam pertemuan tersebut, Indrawati mengatakan bahwa kunjungan Tim Renstra DPR adalah untuk menyebarluaskan kepada seluruh stake holder terhadap rencana kerja DPR selama lima tahun yaitu 20102014. Beliau juga mengharapkan munculnya pemahaman yang obyektif terhadap kinerja DPR oleh masyarakat. “kunjungan ini bertujuan agar ada pemahaman obyektif dari masyarakat terhadap kinerja Anggota visi, misi, tujuan, strategi, arah kebijakan, program dan kegiatan pokok serta indikator kinerja sesuai dengan tugas dan fungsi lembaga DPR dan bersifat indikatif. Sehingga mereka bisa mengukur keberhasilan setiap pelaksanaan program dan kegiatan secara efektif dan efisien. “Untuk mengukur keberhasilan setiap pelaksanaan dan kegiatan secara efektif dan efisien, maka Renstra juga menetapkan suatu ukuran kinerja”. Jelas Indrawati. Politisi partai Demokrat ini juga menjelaskan bahwa Renstra yang telah dibuat jauh dari kesempurnaan. “Kita sadar Renstra yang sudah kita selesaikan jauh dari sempurna. Disinilah pentingnya dukungan dari masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab untuk reformasi kelembagaan DPR RI yang bukan cuma dilakukan Anggota DPR atau dari ke-Setjen-an tetapi dari seluruh komponen bangsa khususnya dari warga Jogya yang terkenal kritis”. Renstra merupakan perencanaan jangka menengah lembaga dalam menjalankan amanat tugas konstitusional, menjadi arah dan pedoman bagi segenap unsur yang ada dalam lingkungan DPR RI. Ini sesuai Undang-Undang No. 25 tahun 2004 yang menggariskan setiap kementerian atau lembaga wajib memiliki Renstra. Pimpinan dan Anggota BURT DPR RI bersama Rektor Unair Prof. Dr. Fasich Apt sebelum acara sosialisasi Renstra DPR, sehingga tidak ada kesalahan pemahaman,”Ujarnya. Menurutnya, kunjungan ke DIY bertujuan untuk mencari dan meminta masukan dari kalangan akademisi, dalam hal ini UGM maupun beberapa perguruan tinggi lain di DIY terhadap rencana kerja lima tahun DPR. Dalam Renstra DPR RI 2010-2014 yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna 29 juli 2010 lalu, disebutkan agenda prioritasnya antara lain penguatan kelembagaan, penguatan kehumasan DPR, kemandirian pengelolaan anggaran, pengembangan prasarana utama, perpustakaan parlemen, penguatan sarana representasi dan pengembangan e-parliament. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Renstra antara lain | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 51 KUNJUNGAN LAPANGAN Rektor UGM Prof. Ir Sudjarwadi menyatakan bahwa pihaknya mendukung dan mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh tim Renstra, melalui sosialisasi Renstra DPR diharapkan ada integrasi dan koneksi dengan program dari UGM dalam menyiapkan para pemimpin bangsa.”Melalui penelitian misalnya bisa menjadi sarana pembelajaran bagi mahasiswa,” Ujarnya. Anggota BURT Djuwarto mengatakan, Renstra menerjemahkan semua kegiatan Dewan secara transparan yang diukur dengan satuan kinerja. DPR mengharapkan masukan masyarakat untuk mengkritisi Renstra, sehingga DPR bisa menjalankan fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan, serta mewujudkan fungsi representasi DPR yang kuat, aspiratif, responsif dan akomodatif. al kampus Unair berlangsung dinamis. Nurul Fadizah wakil Dekan II Fakultas Hukum menyoroti arah kebijakan dan indikator kinerja Program Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPR. “Saya hanya melihat ukuran yang kuantitatif, persentase, tidak pada segi kualitas. Sebagai pengajar di kampus saya miris dengan kualitas undang-undang yang telah diselesaikan yang beberapa kemudian menjadi PR bagi hakim MK. Aspek yang mestinya diatur dalam PP ternyata sudah dituangkan dalam undang-undang. Ini bagi kami juga menjadi kesulitan tersendiri dalam menjelaskannya kepada mahasiswa,” ujarnya. lai keluhuran yang sudah ada pada bangsa. Masalah utama saat ini menurut Falih Suaedi, Ketua Departemen Administrasi Fisip Unair adalah citra DPR yang masih jauh dari ideal. Upaya mewujudkan dewan yang kredibel seperti yang tertuang dalam visi Renstra adalah sebuah perjalanan panjang. Ia meyakini perbaikan citra itu dapat dilakukan dengan membangun kompetensi dengan dua pilar utama, sistem dan manusia. “Sistem yang bagus dapat menghasilkan culture, selanjutnya proses reengineering manusia menjadi lebih baik,” jelasnya. Restra baginya adalah awal yang baik bagi Sementara Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Unair, Prof. Romziah Sidik meminta BURT memberi perhatian pada pengaturan persidangan di DPR. “Etika bersidang kurang diperhatikan, terus terang kami agak malu melihatnya,” katanya. Ia berharap anggota DPR dapat memberikan contoh suasana rapat yang menurutnya akan menjadi panutan bagi rakyat yang melihatnya. Intelektual perempuan dari kampus yang menekankan budaya organisasi ‘exellence with morality’ ini, memandang persidangan juga patut mengedepankan nilai-ni- DPR namun ia berharap wakil rakyat tidak terjebak dengan kondisi umum birokrasi di Indonesia,”paparnya. Abdul Hakim anggota BURT DPR RI menyambut baik beragam masukan dari para intelektual Unair, sinergi ini menurutnya mesti terus dibangun secara berkesinambungan. Baginya salah satu kelemahan DPR saat ini adalah kurangnya tenaga ahli yang dapat mendukung kinerja, sangat berbeda dengan kementrian pemerintah yang memiliki banyak pakar. “Proses penguatan DPR saat ini sedang dilakukan dengan membentuk Badan Fung- Kunlap ke Unair Menurut Wakil Ketua BURT Pius Lustrilanang, Renstra merupakan pemicu anggota dewan dalam bekerja dan merealisasikan target DPR dimasa mendatang. “Kalau dianggap Renstra itu sulit terlaksana bagi saya harusnya itu dijadikan pimicu bagi DPR untuk bekerja,” demikian pernyataan Wakil Ketua BURT Pius Lustrilanang dalam acara sosialisasi Rencana Strategis DPR RI 2010-2014 di Universitas Airlangga, kampus C Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur, baru-baru ini. Pernyataan itu disampaikan Pius untuk menjawab masukan kritis yang disampaikan Sekretaris Departemen Administrasi FISIP Unair, Roestoto Hartojo Putro salah seorang peserta sosialisasi. Secara umum Roestoto menilai proses penyusunan Renstra DPR cukup bagus, apalagi sejak awal melibatkan para akademisi dari perguruan tinggi, namun ia meragukan tindak lanjutnya. “Datang dari beragam kepentingan membuat saya meragukan SDM yang ada, dapat menopang Renstra ini,” tegas Roestoto. Sosialisasi yang diikuti intelektu- 52 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | sional Keahlian yang nantinya akan menghimpun para ahli,” jelasnya. Ia berharap intelektual dengan beragam keahlian di Unair dapat mendukung upaya ini. Terkait persidangan politisi PKS ini menyebut proses pembenahan masih terus dilakukan, termasuk dengan mempelajari sistem persidangan di beberapa negara yang parlemennya dinilai sudah lebih maju. Ia menggambarkan suasana parlemen negara lain yang sangat formal dengan sistem persidangan yang menurutnya dapat meningkatkan wibawa parlemen. “Itu bertahap, bagi sebagian orang gedung DPR adalah gedung milik rakyat, pengaturan baru cendrung dijawab protes,” ujarnya. Anggota BURT dari Fraksi PKB, Muhammad Toha mengejutkan peserta sosialisasi dengan mempertanyakan kenapa peserta sosialisasi tidak ada yang ingin mengetahui rencana pembangunan gedung baru. “Kok pertanyaan yang muncul alimalim semua ya, biasanya galak langsung tegas menyoal rencana gedung baru,” katanya sambil berseloroh. Ini kontan disambut derai tawa peserta yang datang dari seluruh perwakilan fakultas. Ia menyebut dalam Renstra 20102014 rencana pembangunan kawasan parlemen dan gedung DPR RI menjadi kepentingan mendesak untuk dilaksanakan. Prioritas utama adalah melakukan evaluasi terhadap rencana dan rancangan yang telah disiapkan dan sekaligus melakukan persiapan untuk mengawali konstruksinya. “Ruangan saya sekarang sudah semakin sempit, berbagi dengan tenaga ahli dan tumpukan berkas serta bahan persidangan yang tiap hari terus bertambah,” jelasnya. Harapkan Dukungan Keahlian Saat kunjungan ke Universitas Lambung Mangkurat, Kalsel, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI mengharapkan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin memberikan dukungan dari sisi keahlian terhadap tugas dan fungsi Dewan maupun dalam membangun Rencana Strategis DPR kedepannya. Pendapat tersebut disampaikan oleh wakil Ketua BURT Pius Lustrilanang, saat mengadakan sosialisasi Rencana Strategi DPR di Ruang Rektorat Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, baru-baru ini. “Tujuan kita bertatap muka de- Sosialisasi Renstra DPR RI tahun 2010 - 2014 dengan Akademik Universitas Lambung Mangkurat dipimpin oleh Wakil Ketua Pius Lustrilanang ngan cendikiawan di Universitas Lambung Mangkurat yaitu menyampaikan sosialisasi renstra DPR periode 5 tahun ini, dan diharapkan para cendikiawan dapat memberikan dukungan yang sifatnya keahlian,”terangnya. Menurut Pius, DPR akan terus berupaya memperbaiki kualitasnya mulai dari proses pembuatan UU, proses budgeting maupun pengawasan. “kita berharap dapat terlahir kerjasama dengan adanya sosialisasi ini,”katanya. Pius menambahkan, secara bersamaan Tim BURT juga mengadakan sosialisasi kebeberapa Universitas terkemuka di Indonesia diantaranya yaitu Unair, Universitas Gajah Mada dan Universitas andalas. “Rencananya kita akan berkunjung ke-10 perguruan tinggi yang mewakili provinsi di Indonesia dan kita memilih universitas yang berpengaruh terhadap kebijakan publik,”katanya. Menyinggung banyaknya kritikan terhadap BURT, Pius menjelaskan, sebaiknya kita melihat secara menyeluruh jangan melihat sepotong-potong program yang ada. “Jika melihat sepotong memang terlihat hanya anggaran semata, namun semuanya itu merupakan bagian rencana besar DPR,”paparnya. Dia mengatakan, langkah ini merupakan bagian rencana DPR jangka panjang yang muaranya memberikan terbaik buat rakyat Indonesia. Ditanya mengenai Kalsel yang sering diabaikan pemerintah pusat, Pius mengatakan, politik anggaran selama ini belum mencerminkan keadilan di daerah-daerah yang telah memberikan kontribusi terbanyak untuk pemerintah pusat. Mereka seringkali diabaikan oleh pusat. “Ini merupakan bagian aspirasi daerah yang banyak muncul dan banyak terjadi di Indonesia bagian timur lainnya,”katanya. Karena itu, lanjut Pius, dirinya berjanji akan memperjuangkan politik anggaran yang berkeadilan. “Ini merupakan tugas kita, kalau tidak lebih baik dari sebelumnya kita tidak melakukan apa-apa,”terangnya. (si/jay/iky) | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 53 SOROTAN KAPAN KISRUH SUSU FORMULA BERAKHIR “Pemerintah jangan anggap K enteng masalah ini. mrsliawibowo.blogspot.com/internet Jangan sampai ibu-ibu demo turun ke jalan karena masalah susu” 54 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | isruh masalah susu formula berbakteri bermula pada Februari 2008 ketika tim peneliti Institute Pertanian Bogor (IPB) merilis hasil penelitiannya. Mereka menemukan 22,73% dari 22 sampel susu formula dan 40% dari 15 sampel makanan bayi yang beredar di pasaran tahun 2003-2006 terkontaminasi bakteri Enterobacter Sakazakii. Namun, tim IPB tidak bersedia menyebutkan merk susu formula dan makanan bayi yang terkontaminasi bakteri tersebut. Bakteri Enterobacter Sakazakii dapat menyebabkan penyakit pada Balita yang tergolong hebat, dari sakit hingga menyebabkan kematian. Daya tahan tubuh Balita yang masih rentan menjadi alasan mengapa sakazakii sangat ditakuti oleh ibu-ibu yang memberi asupan susu formula bagi Balitanya. Meskipun jarang, infeksi karena Enterobacter sakazakii dapat mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam jiwa, di antaranya adalah neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak berlebihan), sepsis (infeksi berat), dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat pada saluran cerna). Adapun pada beberapa kasus dilaporkan terjadi infeksi saluran kencing. Terkait dengan hal tersebut, Maret 2008, seorang pengacara David ML Tobing yang memiliki dua bayi Kemenkes, BPOM dan IPB saat mengikuti Raker dengan Komisi IX DPR RI (saat itu) menggugat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), IPB, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ia menuntut ketiga pihak tersebut membuka produk susu formula yang tercemar bakteri. Alasannya, sebagai orang tua dari anak yang meminum susu formula, dia berhak tahu produk susu mana yang aman dikonsumsi. Permohonan David dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Melalui putusan pada 20 Agustus 2008 dan majelis hakim menyatakan Kemenkes, IPB, dan BPOM telah melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis hakim menghukum mereka secara bersama untuk mengumumkan hasil penelitian itu. Para tergugat lalu banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Tapi, lagi-lagi David menang. Vonis dari PN Jakarta Pusat dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, pada 6 April 2009. Di tingkat Mahkamah Agung (MA) pun demikian. Dalam putusannya, Majelis Kasasi Mahkamah Agung memerintahkan tiga lembaga tersebut untuk mengumumkan susu formula dan makanan bayi yang terkontaminasi oleh bakteri Enterobacter Sakazakii. Putusan ini dibacakan 26 April 2010 oleh majelis kasasi yang di ketuai Harifin A. Tumpa dan anggota Muchsin serta I Made Tara. Dalam amar putusannya disebutkan bahwa penelitian yang menyangkut kepentingan publik harus diumumkan. Sebab bisa meresahkan masyarakat dan merugikan konsumen. Upaya kasasi yang dilakukan tergugat pun kemudian gagal. Januari lalu, MA memutuskan menolak kasasi yang diajukan Kemenkes, BPOM, dan IPB. Atas putusan itu, Kemenkes bersama IPB, BPOM dan Ikatan Dokter Anak Indonesia menggelar jumpa pers pada 10 Februari 2011. Semula publik menduga siaran pers ini akan mengumumkan nama-nama merk susu yang mengandung bakteri itu. Namun faktanya tidak. Dalam jumpa pers tersebut Menteri Kesehatan (Menkes) mengaku tidak mengetahui hasil penelitian tim IPB pada 2008, IPB sebagai universitas independen tidak wajib melaporkan hasil penelitiannya kepada Kemenkes. IPB juga menolak mengumumkan dengan alasan belum menerima surat keputusan Mahkamah Agung secara resmi. Karena masalah susu formula ini sudah menimbulkan kekhawati- ran yang meluas di masyarakat, DPR melalui Komisi IX yang membidangi kesehatan memanggil Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih untuk meminta penjelasan. Komisi IX menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Menkes Endang Rahayu Sedianingsih khusus membahas susu formula yang terkontaminasi bakteri Enterobacter Sakazakii pada 17 Februari 2011. Raker Komisi IX yang dihadiri pula Kepala BPOM Kustantinah, Dekan IPB I Wayan Teguh Wibawan dan Ketua YLKI Husna Zahir berjalan sangat alot. Komisi IX DPR mendesak Menkes, Kepala BPOM dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB untuk membuka merk susu formula yang mengandung Enterobacter Sakazakii saat itu juga, namun ketiganya menolak. Kemenkes Tidak Tahu Merek Susu Formula Yang Diteliti Menkes menyatakan bahwa pemerintah tidak mungkin melaksanakan putusan MA, Kemenkes tidak pernah terlibat dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB selama kurun waktu 2003-2006 tersebut. “Kementerian Kesehatan tidak pernah mengetahui merk dan jenis susu formula yang diteliti IPB, sehingga putusan kasasi MA tidak mungkin dapat dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan,” katanya. Menurut Endang, penelitian yang diperkarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini dilakukan atas nama Fakultas Kedokteran Hewan IPB sebagai institusi perguruan tinggi yang memiliki kebebasan akademik. Sementara itu, Kemenkes tak pernah terlibat, ataupun dimintai ijin penelitian. Sementara itu, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Kustantinah mengatakan, BPOM selama ini melakukan inspeksi rutin terhadap susu formula di 33 provinsi. Hasilnya, tidak ada satupun susu formula tersebut yang terkon- | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 55 SOROTAN taminasi sakazakii. Sedangkan Dekan IPB I Wayan Teguh Wibawan menjelaskan bahwa produk-produk susu yang dijadikan 22 sampel pada penelitian tahun 2003-2006 oleh peneliti IPB Sri Estuningsih memang diketahui mengandung Enterobacter sakazakii. Namun, ketika penelitian digelar kembali pada tahun 2009 dengan 42 sampel dari sejumlah produk susu yang sama, Wayan mengatakan tak satu pun sampel menunjukkan kandungan bakteri ini. Menurut dia, IPB tak menutup mata ketika memperoleh fakta bahwa ditemukan bakteri ini pada susu formula bubuk pada penelitian tersebut. Begitu diperoleh faktanya, Wayan mengatakan, peneliti dan sejumlah staf IPB sudah mempresentasikannya secara ilmiah dan langsung kepada pemimpin perusahaan produk susu yang dimaksud, agar ada perubahan ke depannya. Wayan tidak bersedia membuka merek susu yang menjadi sampel penelitian IPB dengan alasan bahwa pihaknya belum menerima salinan resmi Keputusan MA. Setelah menerima salinan putusan tersebut, IPB baru akan menentukan sikap yang tidak melawan hukum. Wayan mengaku harus berkonsultasi dengan Rektor IPB untuk mengambil keputusan pengungkapan nama susu formula. “Supaya jangan salah langkah,” katanya. Ketetapan hati Wayan membuat para anggota DPR berang. Interupsi demi interupsi dilontarkan oleh anggota Komisi IX DPR. DPR menilai IPB tidak bertanggung jawab dan mencurigai ada “kongkalikong” antara IPB dan produsen susu yang dimaksud. Anggota Komisi IX dari F-PDIP Rieke Dyah Pitaloka menyesalkan sikap IPB dan pemerintah. “Ada upaya untuk tidak melindungi hak konsumen,” ujarnya sembari meninggalkan ruang sidang sebelum rapat usai. Rieke melontarkan bahwa PDI-Perjuangan tak bertanggungjawab terhadap putusan di Komisi Kesehatan tersebut. Sikap serupa ditunjukkan Ang- 56 Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka gota Komisi IX dari F-PAN Riski Sadiq dan dari F-PKB Chusnuniah juga meninggalkan rapat sebelum ada keputusan. “Kami tidak bertanggung jawab dalam putusan tersebut,” jelasnya. Pihaknya menyesal tak ada kejelasan nama merek susu yang telah meresahkan masyarakat. Meski menuai hujan interupsi dan sikap walk-out dari Fraksi PDI-P, PAN, dan PKB, namun Wayan tetap pada pendirianya. Wakil Ketua Komisi IX DPR Ahmad Nizar Shihab yang memimpin rapat kerja tersebut mengemukakan paham situasi yang dialami Wayan dan memutuskan menghentikan rapat. “Rapat kerja hari ini dihentikan karena ketiga pihak tak mau mengumumkan merk dagang yang menjadi sampel penelitian Enterobacter Sakazakii tahun 2006,” urainya membacakan keputusan rapat kerja. Rapatpun akhirnya ditunda dan | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | DPR memutuskan akan memanggil Rektor IPB beserta Peneliti Sri Estuningsih, Menkes beserta Kepala BPOM senin, 21 Februari 2011. Namun Rapat Kerja Komisi IX dengan Menkes, Rektor IPB dan Kepala BPOM yang sedianya diagendakan Senin, 21 Februari 2011 batal. Hal ini terganjal ijin pemanggilan Rektor IPB dari Komisi X DPR yang menangani bidang pendidikan. Rapat Kerja Lanjutan Komisi IX DPR akhirnya digelar Kamis, 24 Februari 2011 untuk menuntaskan masalah susu formula yang tercemar bakteri Sakazakii. Hadir dalam rapat kerja Menkes, Kepala BPOM, Rektor IPB Herry Suhardiyanto dan Kepala LIPI Lukman Hakim. IPB Tetap Menolak Umumkan Merek Susu Formula Namun sayang beribu sayang, saat yang sangat dinantikan oleh masyarakat inipun kandas. Menkes, BPOM terutama Rektor IPB tetap me- nolak membuka merek susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter Sakazakii ini. Dalam rapat kerja tersebut Menkes kembali menegaskan, institusinya tetap menolak melaksanakan putusan MA Nomor 2975 K/Pdt/2009 tertanggal 26 April 2010 yang mewajibkan pihaknya (Kemenkes), Badan POM dan IPB membuka daftar susu tercemar ke publik. Menkes berdalih, pihaknya tidak memiliki data hasil penelitian IPB. Ia juga membantah tudingan bahwa penolakannya tersebut demi melindungi produsen susu. Untuk meredakan keresahan, kendati Badan POM telah menjamin susu formula yang beredar aman, Menkes akan menunjuk Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes untuk meriset ulang susu formula yang beredar di masyarakat. Dengan alasan yang sama Kepala Badan POM juga menyatakan ketidak-sanggupannya memenuhi putusan MA. Dengan alasan materi yang diminta MA tidak ada pada Badan POM. Kemenkes bersama-sama Badan POM menunjuk Jaksa Agung Basrief Arif sebagai kuasa hukum untuk melakukan perlawanan hukum terhadap putusan MA. Penolakan dilontarkan pula oleh Rektor IPB dengan dalih sama seperti yang diungkapkan Dekan IPB sebelumnya. Bahwa IPB sampai saat ini belum menerima relaas (pemberitahuan) putusan kasasi MA. Herry Suhardiyanto menyatakan bahwa disatu sisi IPB ingin taat hukum dengan mengumumkan nama merk susu formula sesuai putusan Mahkamah Agung, tapi di sisi lain, IPB juga ingin taat pada aturan universal. “Kami akan mencari jalan keluar yang berlandaskan hukum tanpa IPB melanggar etika akademik yang dijunjung tinggi seluruh peneliti di seluruh dunia,” katanya menegaskan. Karena itu, lanjut Herry, pihaknya baru akan mencari upaya hukum setelah membaca salinan putusan MA secara seksama. “Saya sudah dapat Kemenkes, BPOM dan Rektor IPB saat Raker dengan komisi IX DPR informasi bahwa salinan putusan MA itu akan diterima IPB dalam dua hari ke depan, karena salinannya sudah diantar ke Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor,” tuturnya. Namun Rektor IPB tidak menjelaskan apakah akan mengumumkan merek susu formula tercemar jika salinan putusan MA sudah mereka terima dari Pengadilan Negeri Bogor. Rektor IPB hanya menegaskan akan mengambil sejumlah opsi terbaik yang kini tengah diinventarisir. Sementara itu, Kepala LIPI menjelaskan bahwa susu formula memang tidak mungkin dibuat steril. Alasannya, karena masalah ekonomi. “Tidak ada susu formula yang steril. Susu formula tidak mungkin dibuat steril karena ini terkait masalah ekonomis,” ujar Lukman. Lukman menegaskan, seharusnya susu bubuk harus nihil dari bakteri penyebab diare. Ia mencontohkan sebuah wabah diare di Belgia dan Belanda pada 1968. “Ini yang membuat mereka meningkatkan standar higienitas bakteri sakazakii,” imbuhnya. Lantaran kecewa dengan sikap Menkes, Kepala BPOM dan Rektor IPB yang tetap menolak mengumumkan merek susu yang terkontaminasi bakteri Enterobacter Sakazakii, Komisi IX DPR menggagas pembentukan Panitia Kerja (Panja). Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning yang memimpin Rapat Kerja tersebut menjelaskan, bahwa panja perlu dibentuk untuk meminta klarifikasi dari pihak-pihak terkait. Hal ini akan dibahas dalam Rapat Internal Dewan yang bisa berujung pada keputusan pengajuan hak interpelasi (hak bertanya). Ribka menegaskan, ketidakjelasan pengungkapan susu formula terkontaminasi bakteri yang berlarutlarut telah meresahkan masyarakat. Ia mengingatkan pemerintah, Ibu-ibu yang memiliki anak yang paling ketarketir soal itu. “Pemerintah jangan anggap enteng masalah ini. Jangan | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 57 nengpika.multiply.com/internet SOROTAN sampai ibu-ibu demo turun ke jalan karena masalah susu,” terangnya. Rieke Dyah Pitaloka dari Fraksi PDIP menegaskan, pilihan untuk mengumumkan merek-merek susu yang dipakai sebagai sampel penelitian IPB pada 2003-2006 dan diketahui terkontaminasi Enterobacter sakazakii mutlak dilakukan. Ia mengatakan pangkal persoalan ada di pihak IPB yang mengaku belum memperoleh salinan putusan dan enggan melanggar etika akademik jika mengumumkan merekmerek tersebut. Namun, lanjutnya, sebenarnya pemerintah, Menkes dan BPOM, bisa memaksa IPB untuk membukanya kepada publik. “Pemerintah bisa memaksa. Kalau cuma mengimbau itu bagian alim ulama. Kalau tidak mau memaksa, ini namanya bentuk kealpaan negara,” tegasnya. Rieke mengatakan putusan MA sudah diumumkan, bahkan diputuskan pada April 2010 lalu. Oleh karena itu, alasan belum menerima salinan putusan dari pengadilan tak dapat dijadikan alibi bagi institusi pemerintahan maupun IPB untuk tidak mengumumkannya. Untuk menyelesaikan masalah ini, Rieke bahkan mengancam bakal 58 menggalang hak angket (penyelidikan). Anggota Komisi IX dari F-PG Budi Supriyanto menyayangkan sikap Rektor IPB yang bingung menentukan sikap, bagaimana caranya agar tidak melanggar etika penelitian dan etika hukum, akhirnya masyarakat resah. Menurut Budi dia sepakat bahwa semua harus taat pada hukum, maka Ia menyarankan agar IPB melaksanakan keputusan MA. “Jika kita melanggar hukum, mau jadi apa kita. Tentunya | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | ada sanksi hukum. Melanggar etika, jelas,” paparnya. Namun harus diingat menurut Budi bahwa maksud dari penelitian adalah untuk pengabdian masyarakat. “Pengertian saya relaas sudah sampai, sebagai warga negara yang taat hukum mestinya kita proaktif meminta salinan keputusan dan laksanakan keputusan,” tegasnya. “Sebagai insan ilmiah kita punya tanggung jawab moral, maka umumkan saja. Membuat resah masyarakat, justru melanggar etika,” imbuhnya. Komisi IX Kecewa atas Pengajuan PK Menkes dan BPOM Kekecewaan Komisi IX tidak hanya pada penolakan Menkes, BPOM dan IPB mengumumkan merek susu formula yang tercemar bakteri sakazakii, tetapi Komisi IX juga kecewa dengan langkah yang diambil Kemenkes dan BPOM yang mengajukan PK terhadap putusan MA. Kemenkes bersama-sama BPOM memberikan kuasa khusus kepada Kejaksaan Agung selaku pengacara negara dalam mengajukan upaya PK ini. Menurut Jaksa Agung Muda Per- Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaningsih (kanan) saat memimpin Raker dengan BPOM, Kemenkes dan IPB waspada.co.id/internet data dan Tata Usaha Negara Kamal Sofya, PK ini diajukan 180 hari sejak diterimanya salinan putusan. Meski demikian, Kamal menegaskan bahwa pengajuan PK tidak lantas menghalangi eksekusi. “Kalau misalnya dimintakan eksekusi, kami bisa melakukan aanmaning (teguran). Itu kan sudah ada (hukum) acaranya,” kata dia. Kamal menambahkan, pengajuan PK diajukan karena ada novum atau keadaan baru yang belum masuk dalam pertimbangan hakim. Novum yang dimaksud adalah kapasitas David dalam mengajukan gugatan. Menurut Kamal, yang meminum susu formula tersebut adalah anak David Tobing sehingga perlu diperhitungkan kapasitasnya. “Tahun sekian sudah berumur sekian, sehingga tidak mungkin lagi ini,” kata dia. Fakta lain yang akan diajukan dalam novum adalah tak ada korban akibat susu berbakteri ini di Indonesia. Di dunia pun ada dengan jumlah hanya 40 orang. Itu pun belum dipastikan apakah penyebab kematian ini karena susu berbakteri. Atas pengajuan PK ini, tidak menghentikan langkah David ML Tobing. Pengacaranya meminta bantuan Komisi Yudisial (KY), mendesak Menkes, IPB, dan BPOM untuk mematuhi putusan Mahkamah Agung terkait susu formula yang mengandung bakteri Enterobacteri Sakazakii. Selasa 22 Februari 2011, Komisi Yudisial telah meminta Kemenkes, BPOM dan IPB untuk mematuhi perintah putusan MA. Menurut Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki, harus diumumkan, “Karena tujuannya untuk keadilan,” katanya. “Kalau tidak berarti pemerintah dalam hal ini Menkes tidak patuh pada hukum,” jelas Suparman. Dia pun berjanji Komisi Yudisial akan mengawal proses pelaksaan putusan itu. “Sesuai kewenangan kami, sebagai bagian dari instansi yang bertanggung jawab untuk tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia,” tambahnya. (sc) | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 59 LIPUTAN KHUSUS 11 Kontraktor Ikut Pelelangan Gedung Baru DPR Sebanyak 11 kontraktor telah mendaftarkan diri sebagai peserta lelang pembangunan gedung baru DPR RI “Menara Nusantara” yang dimulai tahun 2011 ini. K esebelas perusahaan kontraktor yang didominasi kontraktor BUMN itu adalah PT Hutama Karya, PT Waskita Karya (Persero), PT PP (Persero), PT Tetra Konstruksindo, PT Nindya Karya (Persero), KSO Adhi-Wika, PT Duta Graha Indah (Tbk), PT Krakatau Engineering, PT Abdi Mulia Berkah, PT Jaya Konstruksi MP, PT Tiga Mutiara. “Sampai hari ini sebanyak 11 perusahaan telah mendaftar. Hari ini jam 14 penutupan pendaftaran peserta lelang. Selanjutnya pemenang pra-kualifikasi akan diumumkan 6 April,”ujar Sekjen DPR Nining Indra Saleh didampingi oleh Kepala Biro Harbangin Soemirat, Karo Humas dan Protokol Helmizar, dalam jumpa pers di pressroom DPR RI, Jakarta, Jum’at (25/3). Nining menjelaskan bahwa Jum’at (25/3) pagi, seluruh peserta tender pembangunan gedung baru 60 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | telah diarahkan oleh Ketua DPR RI Marzuki Alie menyangkut teknis pelaksanaan pembangunan. Dalam arahannya, Marzuki meminta agar proses lelang mesti seusai prosedur yakni Perpres No.54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kedua, Marzuki Alie juga tak memberikan arahan apapun terkait pemenang tender pembangunan gedung DPR. “Kalau ada orang-orang yang menamakan Ketua DPR itu tidak ada dan tidak benar. Tak ada arahan dari Ketua DPR terkait penentuan pemenang tender,”ujarnya. Marzuki Alie, kata Nining juga meminta agar panitia tender pembangunan gedung DPR tak merekayasa untuk memenangkan satu peserta tender. Panitia juga dilarang mengakal-akali peraturan, melainkan mengikuti semua Perpres No. 54 tahun 2010. “Panitia lelang juga tidak mengakal-akali, tapi ikuti semua Perpres No.54. Ini sudah tegas arahan Ketua, “ ujar Nining Nining menambahkan, MA juga meminta semua bekerja secara profesional dan sesuai bidang masing-masing, dari preoses hingga harga juga disaksikan oleh KPK.”Sampai dengan aanwigsing, hingga evaluasi harga KPK, LSM akan kita undang dalam satu ruangan nanti, siapa yang lulus akan diumumkan tanggal 6 April,setelah data-data digodok oleh tim Setjen DPR RI,”paparnya. Sementara, Kepala Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi (Harbangin) Soemirat mengatakan, berdasarkan Perpres Nomor 54 tahun 2010 peserta melakukan proses pendaftaran dan pengambilan dokumen kualifikasi dimulai tanggal 14-24 maret 2011 sampai pukul 14.00 WIB ini. Dia menambahkan, panitia lelang pada tanggal 28 Maret-1 April 2011 melakukan evaluasi dokumen kualifikasi dan pembuktian kualifikasi. “Pada tanggal, 6-12 april 2011 merupakan masa sanggah kualifikasi itu saja yang bisa kita laporkan,”katanya. Ditanya apakah pengurangan anggaran pembangunan gedung mengurangi volume ruangan anggota, Soemirat menjelaskan, tidak akan ada pengurangan volume tetapi yang ada hanya efisiensi ruangan. “dari 120 ternyata dapat lebih efisien ruangannya sesuai standar harga menjadi 111,1 dengan asumsi 1 anggota, dengan 5 tenaga ahli dan 1 sekretaris,”jelasnya. Mengenai profile perusahaan yang mendaftar tersebut, Soemirat menegaskan, tidak akan ada rekayasa dan semuanya akan dibuktikan didalam evaluasi prakualifikasi dan pembuktian kualifikasi. “Semuanya akan diumumkan secara jelas kriterianya. mengenai KSO, sudah ada aturan perpres 54 tahun 2010 artinya sejak pendaftaran sudah ada akte notaris, bidang perusahaan, sharing persentase dan leadernya kita terbuka aja dan dibuktikan di kualifikasi Ketua DPR RI Marzuki Alie juga,”jelasnya. Dia menambahkan, khusus Sub kontraktor akan terbuka artinya yang akan menawar barang harus memiliki data pendukung produk dan bukti surat dukungan untuk kontraktor awal. ‘Kita mengharapkan kasus kalibata tidak terulang kembali didalam pembangunan proyek ini, jadi kita tahu dukungan kontraktor dan subnya, spek, volume dan harga yang jelas,”ungkapnya. (si) Sekjen DPR RI Nining Indra Saleh | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 61 SELEBRITIS Aditya Gumay Surprise Ada A Nonton Bareng Dari DPR (film keluarga karya sutradara Aditya Gumay, berjudul Rumah Tanpa Jendala) “Saya pikir baik kalau pemerintah dan anggota DPR menonton film ini, karena realita yang ditampilkan adalah suara dan harapan rakyat yang harus mereka bela,” tekannya. 62 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | da pemandangan menarik ketika menyaksikan penonton dari salah satu bioskop 21 di Ibukota Jakarta beberapa waktu lalu. Hampir semua penonton keluar dengan mata merah, sebagian masih memegang tisu mengusap mata memastikan tidak ada lagi air mata yang tersisa. Mereka baru saja menyaksikan film keluarga karya sutradara Aditya Gumay, berjudul Rumah Tanpa Jendala. “Saya tidak bermaksud membuat film yang akan menguras air mata. Itu sebenarnya film musikal, tapi kalau akhirnya menyentuh, ada yang menangis itu berarti masih punya jendela hati..,” kata Aditya saat memulai wawancara dengan Parle Rabu, 9/3. Ia kemudian bercerita di pusat kota megapolitan Jakarta, diantara rimba gedung apartemen dan hotel mewah yang menjulang tinggi, masih ada warga negara yang tinggal di rumah petak yang ukurannya 1,5 x 2 meter. Rumah itu dibangun seadanya dari triplek bekas, atapnya dari seng yang kalau hujan dipastikan bocor. Semua tanpa jendela. “Itu mungkin seluas kamar mandi orang-orang yang tinggal di apartemen tidak jauh dari lokasi,” tambahnya. Lokasinya di kawasan kuburan Cina lama, Menteng Pulo, kawasan Casablanka, Jakarta Selatan. Warga yang tinggal disini sebagian besar pemulung, pekerja kasar di pasar, kuli bangunan. Mereka sebagian tinggal bersama anggota keluarga, istri dan anak-anak. Mandi, cuci, kakus dilakukan di tempat darurat yang tentu jauh dari layak. Area pemakaman menjadi tempat bercengkrama, berbagi cerita tentang kepahitan hidup tapi kadang disampaikan dengan nada ceria. “Kita bisa juga menyaksikan anak-anak belajar, mengerjakan PR di makam beralaskan batu nisan. Karena dalam rumah tanpa jendela, mereka tidak punya meja belajar,” lanjut Aditya yang juga pimpinan Sanggar Ananda yang pernah melejit dengan Lenong Bocah. Sebagian pendukung film Rumah Tanpa Jendela datang dari keluarga menengah atas yang tentu terkagetkaget melihat realita ini. “Tapi mereka akhirnya paham, kemudian malah menjadi teman bermain selama proses shooting yang berlangsung selama 2 bulan,” jelasnya. Bagi warga masyarakat lain yang mungkin tidak dapat melihat langsung bagaimana kehidupan mereka, media film ini bisa jadi perantara. Aditya menambahkan sejauh ini animo masyarakat di seluruh tanah air untuk menonton film keduanya ini cukup tinggi. Beberapa undangan nonton bareng telah diterimanya diantaranya dari pemerintah kota Palembang, Palangkaraya dan Banjarmasin. Ada beberapa pesan yang mengemuka dari film ini, tentang kemiskinan, perjuangan anak dengan perlakuan khusus – autis, tentang kesetiakawanan. Ia mengaku surprise ketika mengetahui film Rumah Tanpa Jendala juga mendapat apresiase dari Fraksi PKS DPR RI yang khusus menggelar acara nonton bareng beberapa waktu lalu. “Saya pikir baik kalau pemerintah dan anggota DPR menonton film ini, karena realita yang ditampilkan adalah suara dan harapan rakyat yang harus mereka bela,” tekannya. Film ini hanya mencoba menyampaikan tanpa mencoba sinis dalam mengkritisi sesuatu. Bicara tentang seorang anak dengan mimpi punya jendela, kemudian anak yang memiliki kebutuhan khusus yang menjadi jendela bagi keluarganya untuk melihat kenyataan. Keberhasilan film ini baginya seakan jadi pembuktian terutama kepada produser kalau penonton Indonesia tidak hanya menantikan film dengan tema horor dan mistis yang saat ini sangat mendominasi. “Kita sudah balik modallah. Sekarang tinggal menunggu keuntungan yang 100 persen akan disumbangkan untuk kegiatan sosial,” jelas Aditya. Sejauh ini beberapa yayasan sosial sudah sepakat untuk bekerja sama, diantaranya Dompet Dhuafa Republika yang berjanji akan membangun rumah sakit bagi penderita autis, khususnya bagi masyarakat yang tidak mampu. Keuntungan lain akan disampaikan melalui Kak Seto yang mengalokasikan untuk perlindungan anak, membantu bea siswa pelajar dari keluarga miskin, serta beberapa rumah baca. Seakan tahu pertanyaan selanjutnya Aditya Gumay menjelaskan bukan berarti ia dan timnya tidak dapat apa-apa dari film ini. “Kita bisa dapatlah dari hak rekam DVD, penjualan hak siar televisi dan pemutaran di luar bioskop,” imbuhnya. Hak siar televisi telah dibeli kelompok MNC yang menurutnya nilainya cukup lumayan. Dijadwalkan mulai tahun depan film Rumah Tanpa Jendela sudah dapat disaksikan di layar kaca. Sebenarnya perlu tidak proteksi untuk film Indonesia? Sutradara yang cukup sukses dengan film Emang Ingin Naik Haji ini terdiam beberapa saat sebelum menjawab, “Proteksi yang konkrit dan wajar boleh saja.” Ia menggambarkan ditengah persaingan dengan film asing, pengusaha bioskop sering tidak sabar dalam menayangkan film Indonesia. Akhir pekan Sabtu, Minggu penonton masih ramai, tetapi ketika hari Selasa dan Rabu penonton berkurang film biasanya langsung di- turunkan. “Proteksinya dengan memberi kesempatan kepada film Indonesia untuk paling tidak tayang dua kali akhir pekan. Biasanya kalau sudah ketemu dua kali Sabtu Minggu hasilnya cukup lumayan,” katanya. Ia juga mendengar kegelisahan para politisi di Senayan yang mengritik film Indonesia yang saat ini didominasi tema horor dan mistis. Baginya sulit melarang apalagi menghadang kondisi ini, apalagi pasar ternyata menerimanya. “Bagi saya film harus dilawan dengan film, gak bisa dengan hanya teriak,” tekannya. Aditya menantang pihak-pihak yang peduli dan punya uang untuk terjun langsung berinvestasi dibidang ini. Aditya Gumay juga berharap anggota DPR RI dapat mendorong perusahaan untuk menyalurkan anggaran CSR atau Corporate Social Responsbility mendukung pembuatan film dengan thema tertentu seperti kesetiakawanan. Aditya mengaku sebenarnya punya banyak ide dan sumber daya, namun selama ini terkendala pembiayaan. Apalagi para produser biasanya jarang melirik film-film bertema sosial dengan alasan tidak menguntungkan. (iky) | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 63 PERNIK DPR Peringkat 5 Besar Terbaik Dalam Keterbukaan Informasi Publik Keterbukaan Informasi Publik menjadi isu sentral saat ini di berbagai lembaga pemerintah, dengung keterbukaan dan harapan masyarakat terhadap lembaga pemerintah semakin kencang seiring diberlakukannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). 64 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | U U No.14 Tahun 2008 Pasal 17 menyatakan, setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik. Sejatinya bahwa, informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional. Selain itu, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan Keterbukaan Informasi Publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara. Dengan konsep keterbukaan ini, diharapkan dapat menjadi sarana mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggara Negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Guna merespons dan menjalankan amanah UU No. 14 Tahun 2008, DPR terus berbenah dalam menyiapkan perangkat pendukung yang menyangkut KIP di DPR. Sebagai peraturan pendukung dari UU No. 14 Tahun 2008, DPR telah menyiapkan perangkat peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di DPR menyangkut tentang ruang lingkup informasi-informasi yang ada di DPR, baik informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, dan informasi publik yang dikecualikan. “KIP ini yang menjadi ruang lingkup informasi-informasi yang ada di DPR yang bisa diakses oleh publik,” kata Wakil Ketua Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) DPR Suratna. Jadi, lanjutnya, secara detail masyarakat bisa mengetahui informasi-informasi yang ada di DPR. Suratna menambahkan, UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik itu berlaku dua tahun setelah diundangkan, taktis pada tanggal 30 April yang Ketua PPID Helmizar Ketua DPR RI Marzuki Alie saat meninjau ruangan KIP (layanan informasi publik) Rekapitulasi Permohonan Informasi tahun 2011 No. Permintaan Informasi Total 1. 2. 3. 4. 5. 6. Surat Fax Telepon Email Langsung Total 24 4 19 47 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 65 PERNIK lalu itu batas akhir persiapan badanbadan publik untuk melaksanakan UU tersebut. “Alhamdulillah, kita sudah mengantisipasi itu. Karena DPR sebagai badan publik ini sangat responsif terhadap UU dimaksud dan UU itu merupakan usul inisiatif dewan sehingga dewan harus mempersiapkan itu,” tuturnya. UU Nomor 14 Tahun 2008 memberi kewenangan juga untuk mencoba mengidentifikasi informasi-informasi yang berada di badan publik masingmasing. “DPR saat ini mendapatkan predikat 5 (lima) besar terbaik dalam merespons pelaksanaan UU Nomor 14 Tahun 2008 itu,” katanya. Lebih jauh, Suratna menjelaskan, bahwa setiap badan publik itu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan masih ada perbedaan persepsi antara badan publik dengan pemohon informasi. Seperti, perbedaan tentang informasi yang dikecualikan itu. “Kalau di UU No.14 Tahun 2008 itu ‘kan sudah jelas itu informasi yang dikecualikan. Namun badanbadan publik itu, masih dalam era transisi, karena saat ini masih paradigma informasi yang semula itu tertutup menjadi terbuka, kecuali yang dikecualikan di dalam Pasal 17 dari UU tersebut,” paparnya. Saat ini, DPR masih dalam era masa transisi dan penerapan UU KIP akan terus disosialisasikan kepada seluruh bagian di lingkungan DPR. “Kita sendiri sudah membentuk PPID yang diketuai oleh Kepala Biro Humas dan Pemberitaan,” tegasnya. Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2010 tentang Keterbukaan Informasi menyangkut tentang ruang lingkup informasi-informasi yang ada di DPR, baik itu informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, dan informasi publik yang dikecualikan itu ada disana, tuturnya. “Kita terus mau berbenah dan kita terus mau menyiapkan dimana UU No.14 Tahun 2008 itu bisa beroperasional, dan kita sudah menyiap- 66 kan Standar Operasional Prosedur (SOP) seperti SOP permohonan informasi, SOP tentang uji konsekuensi, SOP tentang bagaimana pengorganisasian permohonan informasi di dalam,” tambahnya. Menurut Suratna, PPID sekarang tidak mempunyai informasi-informasi yang dibutuhkan, sementara informasi-informasi itu adanya di unit-unit, di alat-alat kelengkapan dewan sehingga kita perlu membuat SOP bagaimana informasi-informasi itu bisa didapatkan oleh PPID. Ia berharap, kalau bisa PPID itu menjadi unit tersendiri. Karena itu, seluruh unit kerja diharapkan bisa membantu PPID dalam menyiapkan informasi-informasi yang diminta oleh pemohon informasi. “Sekarang sudah semakin baik karena kita sudah berkoordinasi dengan unit-unit lain sehingga mereka bisa memberikan | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | informasi-informasi yang sebelumnya dianggap rahasia. Ia memberikan contoh, misalnya masalah RKA-K/L, masalah DIPA, masalah Realisasi Anggaran. Sekarang kita dengan mudah mendapatkan informasi-informasi itu atas permintaan pemohon,” katanya. Menyinggung masalah permintaan risalah rapat, Suratna menjelaskan, semua permintaan risalah rapat dapat kita siapkan dan ada beberapa pemohon informasi yang bertujuan untuk penelitian atau disertasi segera di siapkan. “Selain itu kita juga melakukan mediasi terkait dengan permohonan informasi dari ICW tentang Laporan Studi Banding. Mereka sangat apresiasi PPID DPR yang dapat memberikan Laporan Studi Banding, Alat-alat Kelengkapan Dewan. Saya kira ini suatu hal yang bagus karena ICW sangat apresiasi,” ujarnya. Suratna menegaskan, sekali lagi kita berharap seluruh unit kerja bisa membantu PPID dalam menyiapkan informasi-informasi yang diminta oleh pemohon informasi. Apresiasi Positif PPID Indonesian Corruption Watch (ICW) mengapresiasi positif peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) DPR RI dalam memberikan informasi dan data mengenai DPR. “ICW mengapresiasi DPR yang telah memberikan informasi kepada kita,” kata Peneliti ICW Abdullah Dahlan kepada parlementaria, di Gedung DPR, baru-baru ini. Menurut Abdullah, pihaknya telah mengajukan permintaan informasi mengenai studi banding dan angggarannya kepada DPR tanggal 24 November tahun lalu. “Kemudian pada tanggal 31 Desember muncul surat keberatan Sekjen DPR,” pa- parnya. Pada tanggal 24 Januari, papar Abdullah, PPID menyampaikan kepada ICW bahwa Setjen DPR belum dapat memberikan data mengenai laporan studi banding dan keuangannya. “Mereka beralasan menunggu proses audit BPK, karena itu kita meminta KIP untuk melakukan mediasi terkait persoalan ini,” katanya. Akhirnya, tambah Abdullah, sebelum dilakukan mediasi oleh KIP, PPID telah memberikan data dan informasinya karena itu, pada pertemuan tersebut, ICW akan mencabut gugatannya kepada PPID. Dia menambahkan, untuk informasi kepada publik seyogyanya dapat diakses melalui media seperti internet. “Laporan studi banding seharusnya bisa diakses lewat website, karena itu DPR RI harus segera membangun transparansi,” tandasnya. Menurutnya, ICW mengharapkan adanya transparansi di semua alat kelengkapan dewan dan secara keseluruhan ingin membangun sistem yang ada. “kita ingin melihat dari sisi mekanisme dan format pelaporannya, dan pengelolaan dimensi laporan dari studi banding ini,” paparnya. Selain itu, terangnya, ICW juga ingin mencari tahu proses studi banding yang dilakukan serta informasi yang didapat oleh tim yang berangkat ke luar negeri. “Pola-pola studi banding juga dapat terlihat apakah masih relevan atau tidak,” jelasnya. Sementara Ketua PPID Helmizar mengatakan, PPID akan segera mempublikasikan kepada masyarakat mengenai informasi terkait dengan DPR. “Kita sedang membangun website khusus KIP, agar memudahkan masyarakat memperoleh informasi,” terangnya. (parle) | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 67 PERNIK Seminar KPK dengan DPR Bangun Kapasitas Penguatan Kelembagaan DPR RI Tugas dan Peran penguatan fungsi Kelembagaan DPR RI menjadi perhatian kita semua tanpa terkecuali dengan KPK. Selaku Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan DPR RI telah mengadakan seminar sehari bertema penguatan dan pembangunan kapasitas kelembagaan DPR RI di hotel Sultan Jakarta, baru-baru ini. T Narasumber Seminar Penguatan dan Pembangunan kapasista Kelembagaan DPR RI ujuan seminar ini untuk memperoleh masukan atas konsep penguatan dan pembangunan kapasitas kelembagaan DPR RI sebagai fungsi representasi rakyat. Sementara, tata kelola pemerintahan yang ingin diwujudkan selaku kelembagaan DPR RI adalah membangun system pengawasan internal yang kuat di DPR RI serta membangun infrastruktur demokrasi untuk lebih menyempurnakan proses demokrasi. Seminar tersebut mendapat perhatian semua komponen bangsa tanpa terkecuali perwakilan kalangan akademisi di Indonesia. Saat seminar, terlihat Mantan Wapres Jusuf Kala, Ketua DPR RI Marzuki Alie, Pengamat Politik Syamsuddin Haris, Tiri-Making Integrity Work, Kevin Evans, dan Mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto, 68 dan Formappi Sebastian Salang menjadi pembicara dalam acara tersebut. Selaku pembicara seminar dalam acara tersebut, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, dalam rangka penguatan kelembagaan DPR RI terdapat beberapa program diantaranya program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis serta peningkatan sarana dan prasarananya. Terkait dengan program peningkatan sarana dan prasarana, terang Marzuki, terdapat kegiatan pembangunan gedung DPR yang akan dimulai pada tahun 2010 dan diselesaikan pada tahun 2014. Namun dengan pertimbangan sosiologis dan politis rencana tersebut harus ditunda dan direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2011. “Seharusnya anggota dewan mempunyai komitmen dan konsis- | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | tensi dalam bersikap. Bahwa komitmen dan konsistensi sangat diperlukan sebagai dasar dalam membangun negara ini,”jelasnya saat memberikan sambutan dalam Seminar penguatan dan pembangunan kapasitas kelembagaan DPR RI di Hotel Sultan. Marzuki menyayangkan sikap karakter anak bangsa yang tidak sportif karena tidak memiliki komitmen dan konsistensi terhadap keputusan yang diambilnya. “Bagaimana mungkin membangun bangsa dan negara ini jika karakter anak bangsa jauh dari sikap sportif dan bagaimana kita mau dipercaya kalau kita tidak komit dan konsisten,”paparnya. Penguatan kelembagaan merupakan hal yang substantif bukan politis, artinya, bilamana persoalan substantif diputuskan dengan pertimbangan politis maka jangan diharapkan terdapat perubahan yang signifikan terhadap lembaga perwakilan rakyat dan lembaga kepercayaan masyarakat. Usulan Kantor Tetap Dapil Pada kesempatan tersebut, Pengamat dari Tiri Making Integrity Work Kevin Evans mengusulkan perlu adanya perwakilan atau kantor tetap di Dapil dimana semua Biaya atau ongkos kantor dibebankan pada APBN (alokasi DPR). “Tidak boleh dibayar oleh partai kantor tersebut sebagai tempat menerima input rakyat dan Kantor tersebut tidak boleh dipakai untuk kegiatan atau kampanye partai. Walaupun disadari penuh bahwa setiap ucapan atau tindakan anggota DPR memang bersifat kampanye dalam arti luas (bukan sekedar hokum formal). Semua anggota masyarakat harus merasa nyaman masuk ke kantor,”jelasnya. Selain itu, anggota DPR cukup menunjukkan wilayah lokasi bukan bangunan atau gedung secara spesifik dan mereka tidak boleh ikut campur menentukan kontrak dengan pemilik bangunan atau gedung. “Staf secretariat ditugaskan melalui kontrak tidak boleh ada benturan kepentingan baik dengan angagota DPR, kelompoknya maupun staf secretariat,”jelasnya. Kantor, jelasnya, harus dilengkapi dengan staf yang bukan anggota partai dan memiliki ATK yang memadai. Kantor juga harus disertai satu sekretaris dan satu staf program komunikasi ada staf tetap selama anggota berjasa. Menyoal Gedung baru DPR, jelas Kevin, dapat dipastikan akan ditolak oleh masyarakat umum sebagai akibat persepsi negative kinerja DPR. “Berdasarkan pengamatan atas pertemuan dengan beberapa anggota DPR dari bermacam-macam Fraksi memang dibutuhkan tempat lebih besar untuk masing-masing anggota. Kapasitas riset dan ahli peranggota sangat dibutuhkan agar bisa mengimbangi informasi dari eksekutif yang punya kementerian dan didukung banyak staf ahli bukan 1 staf peranggota,”katanya. Mengenai dana aspirasi, lanjutnya, persoalan itu sangat rawan dan berbahaya siapa yang mengawasi penggunaannya, jika pemerintah maka garis pengawasan terbalik, kalau dari dalam kita harus berkaca dari pengalaman DPR Inggris. “Paling sedikit perlu melakukan diskusi dengan public tentang tingkat kepatutan semua hal tersebut supaya lebih terbuka dan jelas.”tambahnya. Sementara Mantan Wapres Yusuf Kalla menilai, output Legislasi merupakan yang paling rendah dibandingkan yang lain. Persoalan saat ini, lanjutnya, anggota dewan banyak dari pengusaha yang memang kurang berminat membahas legislasi, dan tidak membuka peluang dari PNS ataupun TNI. “Apabila mereka ingin mencalonkan harus mundur dari PNS bagaimana apabila tidak terpilih, karena itu sebelumnya Partai Golkar pernah mengusulkan apabila Pegawai Negeri ingin menjadi anggota dewan harus cuti diluar tanggungan negara,”paparnya. Dia menambahkan, entrance (pintu masuk) menjadi anggota dewan harus kuat. Saat ini, hamper semua orang ingin menjadi di panitia anggaran karena itu hamper semua orang yang masuk KPK adalah eks alumni Panitia anggaran. “Ini dikarenakan wewenang DPR sangat powerful maka efeknya sangat besar solusinya yaitu transparansi di bidang anggaran,”paparnya. Penguatan sistem pendukung Kordinator Formappi Sebastian Salang mengatakan, perlu dilakukan reformasi di tubuh Setjen DPR RI guna merespon perubahan DPR yang semakin dinamis. “Sistem pendukung sangat penting untuk dikuatkan. Setjen dengan 2000 pegawai dan stafnya menjadi lamban, saat ini Kesekretariat Jenderal bukan layaknya birokrasi masa lalu tetapi harus menjadi pendukung kedewanan,”paparnya. Dia melihat Setjen DPR begitu powerful hingga DPR tidak berdaya bahkan seringkali apabila bicara fungsi anggaran DPR, para wakil rakyat tidak memahami mendalam mengenai anggaran dan seringkali kalah dengan eksekutif. “Dari dulu DPR harusnya dilengkapi dengan budget house sehingga tidak muncul mengenai negosiasi,”paparnya. Pada fungsi legislasi, lanjut Sebastian, DPR seringkali tidak memenuhi target bombastisnya dan seringkali tidak realistis karena itu diperlukan suatu badan pendukung yang professional sehingga dapat diukur kinerjanya.”Menata kembali kesekretariat jenderal itu merupakan pilihan utama saat ini,”jelasnya.. Selain itu, tambah Sebastian, DPR sangat kesulitan menyusun desain komunikasi antara wakil rakyat dengan konstituennya bahkan seringkali kita kesulitan melihat seberapa jauh kinerja mereka. “Perlu dirumuskan sistem yang jelas dan terukur antara dirinya dengan konstituen dan seringkali mereka berdasarkan pengalaman dan kreativitasnya membuat poster, dan website, ini masih belum jelas ukurannya bagaimana mereka menyerap aspirasi konstituennya,”lanjutnya. (si) Ketua DPR RI Marzuki Alie saat mengklarifikasi Pembangunan Gedung DPR RI di acara Seminar Penguatan dan Pembangunan Kapasitas Kelembagaan DPR RI di Hotel Sultan Jakarta | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 69 POJOK PARLE Repotnya Jadi Gayus Jika seseorang punya nama yang hampir mirip dengan tokoh-tokoh terkenal seperti Yusul Kalla, Agung Laksono, Habibie atau artis terkenal seperti Titi DJ, Ruth Sahanaya, Melly Guslaw, orang tentu akan bangga dengan nama yang disandangnya. Tapi bagaimana kalau nama tersebut mirip dengan nama orang yang sedang menjadi topik hangat di media massa karena perbuatannya sebagai mafia pajak ? B erbulan-bulan sejak Gayus Tambunan, seorang pegawai Ditjen Pajak dengan Golongan III A melakukan penggelapan pajak, berita tentang Gayus tak pernah lepas dari bidikan media massa. Kasus Gayus ini bahkan menjadi perhatian yang sangat serius di DPR dengan membentuk Panja Pajak untuk menangani bukan hanya kasus Gayus, tapi juga kasus-kasus mafia pajak lainnya. Tak hanya sampai di situ, beberapa anggota Dewan mengusulkan kasus mafia pajak ini diteruskan dengan Hak Angket DPR RI. Mungkin agenda DPR RI yang menjadi sorotan terbanyak insan Pers terjadi pada Selasa, 22 Februari 2011 saat Rapat Paripurna Pengambilan Keputusan atas Usul Hak Angket Anggota DPR RI tentang Perpajakan menjadi Hak Angket DPR. Nasib jadi atau tidaknya Hak Angket kasus mafia pajak akan ditentukan hari itu. Rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPR RI Marzuki Alie dipenuhi hujan interupsi. Satu demi satu anggota dewan melakukan interupsi, ada Rapat Paripurna pengambilan keputusan atas usul Hak Angket Anggota DPR RI tentang perpajakan menjadi Hak Angket DPR, selasa 22-02-2011. 70 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | yang pro dan ada yang kontra dibentuknya Hak Angket DPR RI. Tibalah giliran Aria Bima, Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan. Dengan lantang Aria Bima mengatakan : Pimpinan…….. jangan disamakan antara penyelidikan KPK terhadap kasus Gayus Lumbuun dengan Hak Angket Pajak. Karena Hak Angket ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah perpajakan di tanah air,” katanya. Terdengar suara tawa bergemuruh yang memecah seiisi ruang Paripurna, suasana yang tadinya tegang seketika menjadi cair dengan interupsi dari Aria Bima itu. Dari mikrophone yang lain terdengar nyaring anggota lain mengatakan : ralat dulu Pak Aria Bima bukan Gayus Lumbuun…….. tapi Gayus Tambunan. Tersadarlah Aria Bima bahwa yang disebutnya tadi salah, maka segera dia meralat, maksud saya bukan Gayus Lumbuun tapi Gayus Tambunan…………………… Namun penyebutan itu sudah terlanjur dia ucapkan, sehingga butuh beberapa saat untuk kembali menenangkan ruang paripurna yang masih diwarnai dengan gelak tawa yang hadir. Tak hanya anggota yang tertawa gemuruh, wartawan yang memadati Balkon Paripurna pun tertawa sambil berkomentar kepada temannya :” Makanya kalau kamu nanti punya anak jangan dikasih nama Gayus, repot jadinya kan. Belum lagi kalau dijalan dipanggil-panggil orang, salahsalah bisa ditangkep,” katanya. Temannya pun akhirnya menjawab :” ya enggak lah……….nanti kalau pas aku punya anak, yang kena kasus bukan Gayus lagi, tapi bisa aja Agus, Roni, Untung, Slamet atau bahkan bisa Bejo,” katanya. Mendengar jawaban tersebut temannya berpikir :” Iya juga ya, mungkin saja pada tahun-tahun berikutnya nama Gayus itu jadi menteri…………. siapa yang tahu…….. ,” pikirnya sambil terus mendengarkan interupsi yang disampaikan anggota-anggota berikutnya. (tt) gp an ta go nt I te RR DP g An ket g n kA Ha 011 n 2 sa 2utu 2-0 ep asa 2 k n el bila , s am t DPR g n pe gke ng An oti Hak v t i Saaenjad m | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 | 71 an jak a erp PERNIK 72 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |