Mewujudkan Cita-Cita

advertisement
PESAN PIMPINAN
Mewujudkan Cita-Cita
Negara Pancasila
M
Ketua DPR RI Marzuki Alie
elihat kejadian kekerasan
ini, kita memang kembali
dituntut untuk meneguhkan kembali maksud cita-cita negara
Pancasila yang plural dan menghormati perbedaan, termasuk menolak
segala bentuk kekerasan yang terjadi
di negara kita.
Sesungguhnya, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indo-
nesia, telah mencakup banyak hal,
termasuk tujuan utama berdirinya
negara ini. Sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945,
tujuan negara kita adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan ini kemudian dicita-citakan dengan didasarkan pada lima (5) sila
yang kita kenal dengan Pancasila.
Cita-cita Negara Pancasila, sebagaimana dirintis dasar-dasar filosofisnya oleh the founding fathers
merupakan sumber nilai dan filosofi
bangsa sebagaimana terumuskan
dalam lima (5) silanya. Pancasila sebagai ideologi bangsa menegaskan
bahwa Indonesia bukan negara sekuler, tetapi juga bukan negara agama.
Indonesia adalah negara yang berKetuhanan, berPerikemanusiaan, yang
mengedepankan harmoni dan persatuan bangsa, menjunjung tinggi mus
yawarah dalam bingkai demokrasi,
dan mengedepankan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasi
la yang dicita-citakan oleh the founding fathers, juga merupakan pondasi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, menjadi pilar utama diantara empat pilar yang
sedang disosialisasikan oleh MPR.
Keempat pilar itu adalah Pancasila,
Undang Undang Negara Republik Indonesia, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Keempat pilar ini adalah wujud dari
peningkatan pemahaman kita terhadap sistem politik ketatanegaraan.
Sebelum Era Reformasi, Pancasila memang pernah ditempatkan
sebagai ideologi yang statis, eksklusif,
monolitik, serta menutup ruang dialog bagi kebhinekaan (keberagaman)
pandangan. Pancasila sebagai ideologi bangsa mengarah pada penafsiran
tunggal dengan tujuan untuk meligitimasi kekuasaan. Pada masa itu, oleh
berbagai kalangan, bahkan penguasa,
Pancasila seringkali dijadikan sebagai alat pukul politik (political hammer) terhadap perbedaan pendapat
atau pandangan. Untuk melegitimasi
kekuasaan, ditetapkan TAP MPR No.
V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/
MPR/1978 yang menegaskan secara
formal bahwa “Pancasila sebagai
sumber hukum dari segala sumber
hukum atau sumber tertib hukum di
Indonesia”. Untuk menguatkan legitimasi kekuasaan pula, dilakukanlah
Penataran P4 (yang ditetapkan melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1978
tentang
Pedoman
Penghayatan
Pengamalan Pancasila/Eka Prasetya
Pancakarsa) dan penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara, yang pada akhirnya memunculkan penafsiran tunggal atas
azas Pancasila. UU. No. 8 tahun 1985
Tentang Organisasi Kemasyarakatan,
yang mewajibkan setiap Organisasi
Kemasyarakatan untuk menggunakan
satu azas, yaitu azas Pancasila pada
akhirnya memecah beberapa Ormas,
karena pada dasarnya mereka sudah
memiliki azas organisasi misalnya
azas agama (azas islam, Kristen dll),
azas nasionalis dan sebagainya.
Pada Era Reformasi, kesadaran
terhadap arti penting Pancasila dijadikan pertimbangan untuk mencabut
berbagai TAP tersebut. Keluarnya TAP
MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang
pencabutan TAP MPR No. II/MPR/1978
tentang P4/ Eka Prasetya Pancakarsa dan tidak berlaku lagi TAP MPR
No. V/MPR/1973 dan TAP MPR No.
IX/MPR/1978, membuktikan bahwa
penafsiran terhadap cita-cita negara
Pancasila memang perlu direvitalisasi
kembali. Namun demikian, mengingat
era reformasi mengagungkan semangat demokratisasi, keterbukaan dan
kebebasan, spirit dasar Pancasila harus tetap dijaga. Spirit Pancasila yang
dimaksud adalah bahwa perbedaan
itu bisa benar-benar diwujudkan sebagai sebuah rahmat Tuhan, sehingga
perbedaan yang ada bukan menjadi
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
PESAN PIMPINAN
sumber perpecahan dan kekerasan.
Untuk menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai arah pada perjalanan
bangsa saat ini, maka kita harus mengambil makna sejarah bangsa sejak
kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang
sebenarnya merekomendasikan agar
Pancasila diposisikan sebagai ideologi terbuka atau ideologi yang inklusif, yaitu suatu ideologi bangsa yang
dinamis, adaptif, aktual, dan hidup.
Konsekuensinya, segenap permasalahan bangsa harus dapat dijawab dengan perspektif Pancasila kita suatu
perspektif yang hadir melalui proses
dialektika segenap anak bangsa yang
ber-Pancasila.
Dalam era reformasi ini pula,
Pancasila harus diaktualisasikan nilai-nilainya di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Reaktualisasi nilai-nilai
tersebut, ditumbuhkan dengan mem-
buka kembali kesadaran dan komitmen untuk menempatkan Pancasila
sebagai konsensus nasional, pijakan
dasar dalam melangkah, dan sebagai
common platform yang mempersatukan keberagaman kita sebagai
bangsa. Pancasila adalah titik temu
(bukan titik tengkar/mempertajam
perbedaan). Konsekwensinya, agar
nilai-nilai Pancasila menjadi arah bagi
perjalanan bangsa, maka segenap perundang-undangan, termasuk peraturan-peraturan daerah, harus merujuk pada spirit Pancasila dan merujuk
pada konstitusi UUD 1945. Tidak boleh ada undang-undang, peraturanperaturan pemerintah, perda-perda
yang “bermasalah”, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip atau
nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks ini
negara harus tegas untuk meluruskan,
manakala terdapat peraturan perundang-undangan “yang bermasalah”.
Apalagi sekarang sudah ada institusi
Mahkamah Konstitusi (MK), yang semakin dituntut untuk proaktif dalam
memperkuat ketaatan kita semua
dalam berkonstitusi.
Pancasila yang menjiwai Pembukaan UUD 1945, yang menjadi dasar
dalam tujuan kita berbangsa dan bernegara, dalam tataran implementasi
nya harus mengarah kepada terwujudnya cita-cita NKRI yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinnekaan.
Oleh karenanya, lembaga-lembaga
negara terkait, terutama pemerintah, tidak boleh ragu-ragu dalam
menyikapi berbagai fenomena yang
berkembang dalam masyarakat yang
ditengarai bertentangan dengan Pancasila dan sendi-sendi bangsa. Segala
tindakan yang melawan konstitusi
dan hukum, lebih-lebih yang bersifat
anarkhis dan memecah belah bangsa,
tentu harus diselesaikan dengan tegas pemerintah dan perangkat hukum
melalui jalur hukum yang berkeadilan
dan beradab.
Menjawab Tantangan
Dalam memperkuat konsolidasi
demokrasi, tantangan yang muncul
di tengah-tengah masyarakat lkita,
memperlihatkan bahwa integrasi
bangsa semakin dipertaruhkan oleh
hadirnya berbagai tantangan internal
dan eksternal. Secara internal, identitas Keindonesiaan kita yang berdasarkan Pancasila, terus diuji: bagaimana
substansi Pancasila mampu terefleksikan dengan baik di tengah-tengah masyarakat dan bangsa. Secara
eksternal, kita semakin dihadapkan
pada fenomena dinamika globalisasi
berikut dampak-dampaknya yang harus dapat kita respons dengan tepat.
Kita harus mampu hadir dan berkompetisi di tataran global, dengan kelebihan-kelebihan yang kita miliki.
Menjawab kedua tantangan
tersebut, tentu saja, perlu penegasan
kembali hal-hal seperti: menumbuhkan kesadaran kolektif dan komitmen
bersama terhadap Pancasila sebagai
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
sumber nilai/filosofi bangsa, sebagai
platform bersama kita semua dalam
meniti masa depan bangsa; perlunya digalakkan kembali sosialisasi
nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah
masyarakat, dengan melibatkan instrumen-instrumen negara, namun
dengan pendekatan yang lebih tepat,
tidak bersifat indoktrinatif, selaras
dengan tantangan zaman dimana
Pancasila harus dipandang sebagai
ideologi yang terbuka; Pancasila harus ditempatkan sebagai spirit dasar
dalam pembentukan perundang-undangan dan berbagai peraturan di
bawahnya. Tidak boleh ada UU dan
peraturan-peraturan di bawahnya
yang bertentangan dengan konstitusi kita. Sebaliknya, Pancasila harus
ditempatkan sebagai rujukan dasar
dalam menyelesaikan permasalahan
bangsa.
Melalui tulisan ini, pada akhirnya,
saya mengajak seluruh komponen
bangsa, untuk merajut kebersamaan
antar sesama anak bangsa demi masa
depan yang lebih cerah dan lebih baik
dibingkai oleh nilai-nilai Pancasila,
persatuan Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika.*
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
PESAN PIMPINAN
DPR RI Menyayangkan
Amerika Serikat (Masih)
Menggunakan Diplomasi Koboi
terhadap Penyelesaian Krisis di Libya
Dua hari setelah Dewan
Keamanan PBB (DK PBB)
mengadopsi Resolusi 1973
tentang Libya, tepatnya
pada tanggal 19 Maret
lalu, Pasukan Koalisi yang
dipimpin oleh Amerika
Serikat, Inggris dan
Perancis telah melakukan
agresi brutal terhadap
negara berdaulat Libya
melalui Operation
Odyssey Dawn yang
bertujuan untuk menghentikan tindak kekerasan
yang telah dilakukan oleh
Rezim Khadafi terhadap
warga Libya.
M
Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
enanggapi aksi agresi ini,
Wakil Ketua DPR RI/Korpolkam Priyo Budi Santoso
menyayangkan intervensi militer yang
telah terjadi. “Saya rasa apa yang telah
dilakukan oleh Rezim Khadafi terhadap warga Libya adalah suatu tindak
kejahatan yang harus diberikan hukuman namun saya tidak percaya bahwa
agresi militer adalah jenis hukuman
yang paling tepat.” ujarnya.
Pasukan Koalisi menggunakan
klausal Bab VII dari Piagam PBB yang
juga dicantumkan di dalam Resolusi
1973 sebagai dasar legalitas aksi agresi
brutal tersebut. DK PBB berpendapat
bahwa Resolusi 1973 ini bersifat mempertegas Resolusi DK PBB 1970 yang
sebelumnya telah disepakati. Resolusi
1973 berargumen bahwa Libya telah
sar dunia yaitu genosida, kejahatan
atas kemanusiaan, kejahatan perang
dan agresi. Padahal, Amerika Serikat
hingga saat ini belum meratifikasi
Statuta Roma yang mendasari terbentuknya ICC ini sehingga tidak adil jika
yang dimintai pertanggung jawaban
hanya Libya saja namun pihak agressor dapat bebas tanpa perlu mempertanggungjawabkan agresi brutal mereka.” ujarnya.
Lebih lanjut, Priyo menyerukan
masyarakat internasional untuk segera
mencari solusi agar agresi militer ini
tidak menimbulkan korban yang lebih
banyak. “Pasukan Koalisi harus tetap
tunduk terhadap hukum humaniter
internasional di dalam melakukan
agresinya. Mereka harus menghormati klausal-klausal yang disepakati
di dalam Konvensi Jenewa ke-4 pada
tahun 1949 yang mengatur tentang
perlindungan warga sipil pada saat
terjadinya perang. Aplikasi Konvensi
ini diperlukan untuk meminimalisir
jatuhnya korban sipil dalam agresi
tersebut. Untuk itu, peran humanita-
rian intervention seperti yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional
perlu diperkuat dan diberi akses yang
maksimal.” paparnya.
Terkait dengan sikap pemerintah
terhadap agresi militer ini, mantan
Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI
ini menyayangkan sikap ambigu yang
dipertunjukan oleh Kemlu RI. “Saya
mendapat kesan pemerintah tidak berani mengambil sikap yang lebih jelas
terkait agresi ini. Hal ini terlihat dari
ketiadaan suara ASEAN didalam menyikapi agresi Pasukan Koalisi ini padahal sebagai Ketua kolektif ASEAN,
Indonesia seharusnya bisa mendorong ASEAN untuk bersuara lantang
terhadap ancaman perdamaian yang
telah dipertontonkan oleh Pasukan
Koalisi. Cukup ironis jika ASEAN tidak
bersuara padahal slogan kepemimpinan Indonesia di ASEAN, yakni ASEAN
Community in A Global Community of
Nations, mengharuskan ASEAN bersifat sensitif terhadap kondisi perkembangan komunitas global saat ini.”
tandasnya.***
atacmag.com/internet
gagal di dalam mematuhi Resolusi
1970 yang berdampak kepada memburuknya kondisi keamanan serta terjadinya pembantaian sipil oleh Rezim
Khadafi. Mencermati argumentasi ini,
Presidium ICMI ini berpendapat bahwa seharusnya penggunanan Bab VII
menjadi last resort atau jalan terakhir
jika semua negosiasi diatas meja telah
mengalami deadlock. “Saya khawatir
bahwa Resolusi 1973 dipaksakan
menjadi dasar legalitas dan jalan pintas untuk melakukan agresi. Hal ini
tercermin dari penolakan yang dilakukan oleh setidaknya dua Anggota
Tetap DK PBB yakni Rusia dan Cina
terhadap resolusi ini.” ungkapnya. Selanjutnya, Priyo menyayangkan bahwa
Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Obama belum juga beranjak dari
diplomasi koboi (cowboy diplomacy)
di dalam menyelesaikan konflik internasional yang telah menjadi trade
mark kepemimpinan Bush sebelumnya. “Saya tidak mengerti mengapa
Presiden Obama bersikap tidak konsisten dengan komitmennya untuk
menciptakan dunia yang lebih damai
melalui solusi tanpa kekerasan seperti
yang pernah disampaikannya di Kairo
maupun di Jakarta beberapa waktu
silam.” tandasnya. Lebih jauh Priyo
menjelaskan bahwa Konggres AS
sendiri juga mempertanyakan kebijakan Obama untuk menyerang Libya.
“Ketua DPR AS saja mengkritik Obama
mempertanyakan apa misi dari agresi
ini dan mengapa Obama tidak lebih
dulu berkonsultasi dengan Konggres
seperti yang lazim dilakukan oleh
presiden-presiden AS sebelumnya.”
paparnya.
Selain itu, Ketua Dewan Penasehat Forum Silaturahmi Santri Nasional
ini juga mencermati isi Resolusi 1973
yang dianggapnya tidak berimbang.
“Jika kita menelaah preambular paragraph ke-14 dari Resolusi 1973 ini dimana DK PBB secara tegas meminta
pertanggung jawaban rezim Khadafi
dihadapan Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal CourtICC) yakni pengadilan yang mengadili
setidaknya empat jenis kejahatan be-
Situasi Perang di Libya
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Parlementaria Edisi 82 Tahun XLII 2011
PESAN PIMPINAN
Mewujudkan Cita-cita
Negara Pancasila
..................... 2
LAPORAN UTAMA
> Jalan Berliku Kode Etik DPR RI
> Gerindra dan Hanura Tetap
Terikat Kode Etik
> Anggota BK Sebaiknya Gunakan
Sistem Keterwakilan
> Anggota BK Proposional
Berkeadilan
..................... 12
..................... 15
..................... 18
..................... 20
SUMBANG SARAN
Kode Etik DPR:
Bukan Sekedar Formalitas
..................................... 22
PENGAWASAN
> Menuju PSSI Yang
Profesional dan Independent..................................
Laporan Utama
12 | Jalan Berliku Kode Etik DPR RI
Berdiri tegap di depan mimbar rapat
paripurna (Selasa, 29/3), Wakil Ketua Badan
Kehormatan Nudirman Munir menyampaikan
laporan Rancangan Kode Etik DPR RI. Ini
untuk kedua kalinya ia tampil di forum
tertinggi pengambilan putusan
di Parlemen.
Sorotan
30
ANGGARAN
Kenaikan Harga BBM
Perlu Dikaji Ulang
......................... 34
LEGISLASI
RUU Intelijen Negara
Wujud Reformasi
Keamanan Nasional
.......................... 43
PROFIL
Pius Lustrilanang:
Saya Hanya Ingin
Membuat Ibu Senang
................................ 48
KUNJUNGAN LAPANGAN
Harapkan Dukungan Teknis
dari Perguruan Tinggi
54 | Kapan Kisruh Susu Formula Berakhir
SOROTAN
“Pemerintah jangan anggap enteng masalah ini.
Jangan sampai ibu-ibu
demo turun ke jalan karena masalah susu”.
LIPUTAN KHUSUS
............................... 50
Kapan Kisruh Susu
Formula Berakhir ................................................. 54
11 kontraktor Ikut
Peleangan Gedung Baru DPR RI
SELEBRITIS
Aditya Gumay
............................... 60
................................................ 62
PERNIK
DPR Peringkat 5 Besar
Terbaik Dalam Keterbukaan
Informasi Publik
................................................ 64
POJOK PARLE
Repotnya Jadi Gayus
................................................ 70
Liputan Khusus
60 | 11 Kontraktor
Ikut Pelelangan
Gedung Baru DPR
Sebanyak 11 kontraktor telah
mendaftarkan diri sebagai
peserta lelang pembangunan
gedung baru DPR RI
“Menara Nusantara”
yang dimulai tahun 2011 ini.
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
SUSUNAN REDAKSI
PARLEMENTARIA EDISI 82 TH.XLII 2011
Pengawas Umum Pimpinan DPR RI
Penanggung Jawab/
Ketua Pengarah Dra. Nining Indra Shaleh, M.Si
Wakil Ketua Pengarah Achmad Djuned SH, M.Hum
Pimpinan Pelaksana Helmizar
Pimpinan Redaksi Djustiawan Widjaya
Wakil Pimpinan Redaksi Liber S. Silitonga,
Mediantoro SE
Anggota Redaksi Dra. Trihastuti
Nita Juwita, S.Sos, Sugeng Irianto, S.Sos
M. Ibnur Khalid, Suwarni, SE
Iwan Armanias, Suciati, S.Sos
Faizah Farah Diba, Agung Sulistiono, SH
Fotografer Eka Hindra
Rizka Arinindya
Sirkulasi Supriyanto
Alamat Redaksi/Tata Usaha
Bagian Pemberitaan DPR RI
Lt. II Gedung Nusantara II DPR RI,
Jl. Jend. Gatot Soebroto
Senayan, Jakarta
Telp. (021) 5715348, 5715350,
Fax (021) 5715341
Email : [email protected]
www.dpr.go.id/berita
!
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
PESAN PIMPINAN
Jangan lupakan
Palestina T
Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso
Pemberitaan yang sangat masif melaporkan
perkembangan terkini agresi Pasukan
Koalisi atas Libya telah menyita perhatian
masyarakat internasional. Namun di saat
yang bersamaan, masyarakat internasional
luput memantau agresi yang juga dilakukan
oleh Israel di Gaza.
10
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
erkait dengan agresi Israel
tersebut, Wakil Ketua DPR RI/
Korpolkam Priyo Budi Santoso
mengingatkan
masyarakat
internasional untuk tetap memantau
dan mengecam serangan militer yang
dilakukan oleh Israel. “Israel telah
melakukan tindakan yang sangat tidak
terpuji di saat perhatian masyarakat
dunia tertuju kepada agresi Pasukan
Koalisi atas Libya. Tindakan membombardir Gaza yang dilakukan oleh Israel
pada Senin lalu telah memukul mundur upaya negosiasi perdamaian yang
sedang dilakukan oleh kedua negara.
Saya secara pribadi mengecam agresi
militer Israel tersebut yang telah menewaskan sedikitnya 10 warga Palestina termasuk empat anak-anak.”
tandasnya.
Selanjutnya, mantan aktivis HMI
ini meminta masyarakat internasional
untuk tidak melupakan apa yang telah
dan sedang dilakukan oleh Israel terhadap masyarakat sipil Palestina.
“Sangat disayangkan jika masyarakat
internasional menutup mata atas aksi
brutal tentara Israel terhadap warga
sipil Palestina baik yang telah maupun sedang dilakukan. Masih segar
di ingatan saya bagaimana hukum
internasional telah dilanggar dan hak
asasi manusia warga Palestina direnggut pada agresi militer tentara Israel
di Gaza selama 22 hari yang berlangsung pada Desember 2008 hingga
Januari 2009 yang menewaskan lebih
dari 1000 penduduk Gaza.” paparnya.
Lebih jauh, Presidium ICMI ini mendorong masyarakat internasional
untuk mendesak Israel dan negaranegara yang berpengaruh terhadap
sikap politik Israel termasuk Amerika
Serikat dan Inggris untuk mendukung
kemerdekaan Palestina dan meminta
Israel untuk keluar dari tanah Palestina yang didudukinya paska perang
6 hari pada tahun 1967. Selanjutnya,
Priyo juga mendesak seluruh ele-
men di Palestina utamanya Fatah dan
Hamas agar bersatu dan merapatkan
barisan untuk berjuang mewujudkan
kemerdekaan Palestina.
Sehubungan dengan peran DPR
RI dalam membantu terwujudnya kemerdekaan Palestina, Ketua Dewan
Penasihat Forum Silaturahmi Santri
Nasional ini memaparkan bahwa DPR
RI hingga kini tetap konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina
baik dalam tingkat diplomasi bilateral maupun multilateral. “Kami selalu
memperjuangkan kemerdekaan Palestina di segala tingkatan diplomasi.
Di tingkat ASEAN melalui AIPA, di organisasi parlemen negara-negara OKI
melalui PUIC dan bahkan beberapa
tahun lalu, DPR RI berhasil mendorong diterimanya Parlemen Palestina
menjadi anggota Inter-Parliamentary
Union (IPU) atau organisasi Parlemen
sedunia setingkat dengan PBB, sehingga memungkinkan Parlemen Palestina dapat menyuarakan upaya kemerdekaannya di level diplomasi yang
lebih tinggi. Di internal DPR RI sendiri,
kita juga memiliki Kaukus Palestina
yang terus memantau perkembangan
konflik Palestina-Israel dan memberikan solusi keparlemenan atas permasalahan yang dihadapi oleh Palestina.”
ungkapnya.
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
11
LAPORAN UTAMA
Jalan Berliku
Kode Etik DPR RI
Wakil Ketua BK Nurdiman Munir
Berdiri tegap di depan mimbar rapat paripurna
(Selasa, 29/3), Wakil Ketua Badan Kehormatan
Nudirman Munir menyampaikan laporan Rancangan
Kode Etik DPR RI. Ini untuk kedua kalinya ia tampil
di forum tertinggi pengambilan putusan di Parlemen.
P
enampilan pertama pada rapat
paripurna (16/2) hasilnya, rancangan itu ditolak karena sebagian besar anggota merasa sosialisasi
belum berjalan.
Proses panjang itu sudah dimulai sejak Badan Musyawarah memberi
mandat kepada BK pada tanggal 11
Pebruari 2010, berdasarkan UU No.
27 tahun 2009 tentang MD3. Pasal
27 ayat 2 menyebut BK diberi tugas
mengevaluasi dan menyempurnakan
peraturan kode etik DPR.
“Inilah perbedaan utama Kode
Etik yang sekarang dengan sebelumnya. Kita sudah punya UU MD3 yang
sudah mengatur beberapa hal sehingga tidak perlu diulas lebih jauh dalam
kode etik,” jelas Nudirman kepada
Parle di Jakarta (8/3). Itulah sebabnya rancangan kode etik kali ini lebih
tipis terdiri dari 6 bab dan 16 pasal,
sementara kode etik DPR RI 20042009 terdiri atas 11 bab dan 20 pasal.
Ia menjelaskan dalam pembahasannya anggota Badan Kehormatan yang
berjumlah 11 orang telah menyepakati untuk menghindari redundansi atau
pengulangan. Segala hal yang sudah
diatur dalam undang-undang tidak
perlu lagi dimunculkan dalam kode
etik. “Kalau tidak Kode
Etik DPR bisa setebal bantal,” begitu Nudirman beralasan.
Selama satu tahun pembahasan,
BK telah menghimpun masukan dari
banyak pihak, akademisi, tokoh masyarakat, LSM untuk memperoleh ha-
12
Wakil Ketua BK Nudirman Munir
sil terbaik (lihat : Daftar Nara Sumber
BK). Upaya itu juga dilengkapi dengan
kegiatan studi banding ke parlemen
negara lain yang dinilai memiliki kode
etik lebih baik. “Sebenarnya saya mengusulkan mempelajari kode etik Parlemen Italia, karena disitulah negara
demokrasi tertua di dunia,” jelasnya.
Nudirman kalah suara, hasil voting
mayoritas anggota BK lebih memilih
Yunani.
Rencana BK studi banding ke
Yunani menuai reaksi pro dan kontra, bahkan ada kelompok masyarakat melakukan sweeping terhadap
anggota BK yang akan berangkat di
Bandara Soekarno Hatta. “Saya ada
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
di Bogor waktu mendengar ada aksi
sweeping,” kata mantan aktivis yang
pernah menjabat Ketua Senat Mahasiswa FH UI ini. Ia bersama anggota
BK kecuali Gayus Lumbuun akhirnya
tetap berangkat karena yakin kunjungan itu akan bermanfaat. “Nyatanyata disitulah embahnya kode etik
di dunia ini. Kalo kita mau jujur dan
kode etik mereka jauh lebih bagus
dari pada yang kita miliki, sehingga
studi komparatif ini sangat baik bagi
kepentingan kita,” tambahnya.
Studi banding itu menurut
Nudirman cukup berhasil, beberapa
masukan yang diperoleh diantaranya
pengaturan rapat, dan perlakuan ter-
hadap nara sumber yang diundang
parlemen. “Beberapa LSM yang mengkritisi keberangkatan kita, juga sudah
kita undang untuk membicarakan hasil studi banding ini. Malah ada yang
meminta kita memakai seluruh masukan yang diperoleh,” ujarnya. Namun
ketika diberitahu anggota parlemen
di Yunani memiliki kekebalan hukum,
tidak dapat dituntut selama masih
menjabat walaupun melakukan tindakan pidana, semua LSM meminta
bagian itu jangan sampai masuk kode
etik DPR.
Ia tertawa ketika mengingat
negara lain disamping itu menjalankan misi membangun komunikasi dan
kerjasama dengan parlemen negara
lain. Ia membandingkan anggota Kongres Amerika sudah 6 kali berkunjung
ke Indonesia, mereka bahkan secara
pro aktif mempertanyakan beberapa
kebijakan yang dibuat pemerintah.
Rapat Paripurna yang dipimpin
Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso pada akhirnya dapat mengesahkan
Rancangan Kode Etik tersebut, tetapi
kode etik cukup baik. Baginya Badan
Kehormatan adalah bagian dari upaya menegakkan citra DPR yang basis
nilainya keadilan. Kalau basis nilai keadilan ini tidak dimulai dengan mengakomodasi keadilan ia menyebut hal
itu sebagai langkah yang keliru. “Sejak awal Fraksi Hanura menginginkan
menjadi anggota BK bersama fraksi
yang lain. Tapi upaya kami tidak
mendapat respon positif dari pimpinan dan kawan fraksi lain. Jadi kami
putuskan tidak terlibat dalam proses
apapun,” tekannya.
Bagi Nudirman Munir, interupsi
tuduhan tim studi banding menonton tari perut di Turki. “Anggota BK
itu ada yang Ketua NU, ada Kyai, dan
ada yang berangkat didampingi istri
dengan biaya pribadi, mana dikasih
kita nonton aurat orang lain. Nggak
mungkinlah itu,” imbuhnya. Ia juga
bercerita tentang pengawasan melekat yang dilakukan anak-anaknya,
sehingga ini menjadi pemicu untuk
meraih hasil yang terbaik
Lebih jauh Nudirman meminta
agar publik jangan terlalu apriori terhadap studi banding yang dilakukan
DPR. Baginya anggota parlemen perlu
belajar dan punya wawasan terhadap
diwarnai aksi walk out anggota Fraksi
Gerindra dan Hanura.
“Sudah satu setengah tahun kita
perjuangkan agar seluruh anggota
dianggap setara. Jadi di BK itu ada
fraksi yang anggotanya 3 orang, ada
yang 2 tapi ada yang tidak ada sama
sekali yaitu Gerindra dan Hanura. Kita
tidak menolak, tapi karena tidak diikutsertakan kita tidak merasa terikat
mematuhinya,” kata Martin Hutabarat
anggota Fraksi Gerindra menjelaskan
sikap politiknya.
Sementara itu anggota Fraksi
Partai Hanura Erik Satria Wardana menyatakan secara substansi rancangan
yang muncul dalam rapat paripurna
dari Hanura, Gerindra sebenarnya bukan lagi dalam ranah BK. “Itu sudah
masuk wilayah pimpinan,” tandasnya.
Ia berharap pimpinan DPR, Fraksi dan
alat kelengkapan dapat mencari titik
temu dari masalah ini.
Ia menambahkan penolakan
Rancangan Kode Etik pada rapat paripurna pertama memberi ruang bagi
BK untuk melakukan penyesuaian beberapa pasal berdasarkan masukan
yang diterima. “Kita panggillah LSM
yang protes, tanyakan apa yang menjadi keberatan mereka,” kata mantan
Wakil Ketua Dewan Mahasiswa UI ini.
...
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
13
LAPORAN UTAMA
...
Masukan dari LSM seperti ICW
dan PSHK itu diantaranya tentang
masalah integritas. Dalam pasal 3 ayat
4 kode etik perlu ditambahkan periode atau jangka waktu dalam pelaporan harta kekayaan, misalnya setiap
setahun sekali. Terkait gratifikasi pada
pasal 3 ayat 6 perlu pengaturan yang
lebih detail.
Mengenai objektifitas BK dinilai
perlu memperjelas tentang “penggunaan jabatan” misalnya tidak boleh
berbicara ataupun berpendapat terkait dengan atau dapat mempengaruhi proses peradilan yang ditujukan
untuk kepentingan diri sendiri atau
pihak lain, temasuk dalam kasus yang
bersangkutan.
Hal lain yang dikritisi adalah tentang akuntabilitas, dalam pasal 5 ayat
1 disebutkan anggota DPR RI bertanggung jawab atas keputusan dan
tindakan yang diambil dalam rangka
menjalankan tugas dan wewenangnya
demi kepentingan negara. Bagi ICW
dan PSHK hal ini sulit diterapkan karena anggota DPR bertanggung jawab
kepada fraksi. Dua LSM ini juga meminta agar dalam kode etik ditegaskan tentang kewajiban menyampaikan kinerja kepada masyarakat atau
konstituen.
Input lain dalam kode etik hendaknya tegas diatur soal pelarangan
perjalanan dinas mengikutkan anggota keluarga walaupun dengan biaya
sendiri. Alasannya fasilitas keprotoko-
leran yang melekat selama perjalanan
dinas berlangsung. Anggota DPR seharusnya mempertimbangkan kepantasan mengikutsertakan keluarga,
karena sulit untuk menghindarkan keberadaan keluarga dari konsekuensi
penggunaan fasilitas keprotokoleran.
Sementara anggota Fraksi Partai Golkar Basuki Tjahaja Purnama
mengusulkan ketentuan pembuktian
terbalik diakomodir dalam kode etik.
Baginya ini menunjukkan keseriusan
DPR dalam memberantas korupsi,
apalagi Indonesia sudah meratifikasi
UNCIC, melalui UU no. 7 tahun 2006.
Menangggapi hal ini Wakil Ketua
BK, Nudirman Munir mengigatkan
kode etik DPR disusun selaras dengan UU. Gratifikasi dan pelaporan
kekayaan sudah diatur dalam UU tentang Tipikor. Namun memperhatikan
aspirasi yang masuk, pengulangan
akhirnya jadi pilihan. Pada bagian
Objektifitas pasal 4 ayat 4 rumusannya menjadi ; anggota DPR RI tidak
diperkenankan melakukan hubungan dengan Mitra Kerjanya dengan
maksud meminta atau menerima
gratifikasi atau hadiah untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan/atau golongan.
Sedangkan aturan pembuktian
terbalik sejauh ini menurut undangundang hanya diterapkan pada kasus
pencucian uang, bukan pada proses
pembuktian kekayaan. “Kode etik disusun tidak bertentangan dengan UU
yang ada, kita juga tegaskan setiap
pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan berarti pelanggaran
kode etik,” tegas Nudirman.
Kabar baik juga disampaikan
Ali Maschan Moesa anggota BK dari
Fraksi Kebangkitan Bangsa terkait
pemahaman keluarga dalam bab terkait konflik kepentingan. Dalam konsinyering terakhir masukan dari LSM
untuk memperluas makna keluarga
dapat diterima. “Jadi yang dimaksud
keluarga bukan hanya istri, suami dan
anak tapi diperluas sampai derajat 3
kesamping, bisa cucu, dan saudara
lainnya,” jelas guru besar IAIN Sunan
Ampel ini.
Masukan lain untuk melarang
anggota keluarga ikut serta dalam
kunjungan kerja belum dapat diterima. Ia menyebut keikutsertaan istri
atau anak, dalam kunjungan kerja
bisa dianggap bagian dari budaya Indonesia sebagai upaya membangun
interaksi sesama anggota keluarga,
dengan catatan tidak mengganggu
kinerja anggota dan dengan biaya
pribadi.
Pengamat kebijakan publik dari
UI Andrinov Caniago juga tidak mempermasalahkan itu. “Yang penting
keikutsertaan keluarga tidak mengganggu, karena itu bisa positif bisa
negatif. Bisa saja orang lebih nyaman,
konsentrasi apabila ada anggota keluarga,” imbuhnya. Baginya kode etik
DPR itu cukup mengatur hal-hal dasar,
masalah prinsipil tetapi dapat segera
dimengerti umum. (iky,tt)
Daftar Pemberi Masukan
Kode Etik DPR RI
1.
2.
3.
4.
5.
Fraksi PAN DPR RI
Basuki Tjahaja Purnama
anggota FPG DPR RI
Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan – PSHK
Indonesia Corruption Watch
– ICW
Lingkar Madani untuk
Indonesia – LIMA
Sumber : Sekretariat BK DPR RI
14
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
Gerindra dan Hanura Tetap
Terikat Kode Etik
tetap usulkan nanti dalam perubahan
UU MD3 supaya jumlahnya jangan 11
tapi 13 sehingga Gerindra dan Hanura
bisa masuk.
Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan
Rancangan Peraturan DPR tentang Kode Etik.
Dalam sidang itu Fraksi Gerindra dan Hanura
melakukan aksi walk out karena merasa tidak
dilibatkan sebagai anggota Badan Kehormatan.
U
sai sidang kepada Parle dan
beberapa wartawan, Wakil
Ketua DPR RI Priyo Budi Santosa menjelaskan kondisi ini. Berikut
petikannya.
Kode Etik DPR RI disahkan, tapi
Fraksi Gerindra dan Hanura walk
out, bagaimana?
Mengenai Badan Kehormatan
sudah berkali-kali Pimpinan DPR
mengadakan rapat konsultasi yang
dihadiri seluruh pimpinan fraksi-fraksi
untuk mencari jalan keluar terhadap
masalah keanggotaan yang diprotes
Gerindra dan Hanura. Sebenarnya kalau persoalan menyangkut tata tertib
kita berencana akan merubah itu. Tapi
perubahan itu menyangkut substansi
dari pada UU MD3. Jumlah anggota
Kapan revisi itu?
Ini kan lagi proses, revisi UU MD
3 dalam tahun-tahun sidang ini akan
kita bahas.
BK itu ada 11 dan dibagi secara proporsional. Memang Gerindra dan Hanura tidak mendapatkan jatah kursi
karena sisanya kalah kalau ditarik dengan Partai Demokrat maupun PDIP.
Sebenarnya kita mencari terobosan
jalan keluarnya, biarkan saja ini kita
tunggu sampai revisi UU MD3 nanti
clear, kita sempurnakan kembali bersama Presiden, senyampang itu kita
beri peluang kepada Gerindra dan
Hanura sebagai observer peninjau
atau kalau perlu kita naikkan menjadi
anggota Badan Kehormatan. Ini solusi
paling baik untuk mencari solusi terhadap masalah ini. Tetapi apa boleh
buat tawaran simpatik ini ditolak,
mereka lebih memilih jalan politiknya
dengan walk out. Kami hargai itu jadi
berarti tawaran itu kami pending, kita
Pilihan walk out, apakah itu
berarti Gerindra dan Hanura
tidak terikat ketentuan tata
tertib?
Peraturan DPR RI apakah dia menyatakan keberatan atau walk out itu
semuanya tidak menggugurkan Tata
Aturan Kode Etik yang sudah diketok
palu secara resmi tadi. Itu mengikat
seluruh anggota DPR, apakah dia anggota biasa, di komisi mana, anggota
Badan Kehormatan termasuk pimpinan dewan, harus patuh dan terikat
pada kode etik.
Hanura dan Gerindra mengusulkan solusi adanya pertukaran
anggota pada alat kelengkapan
lain?
Oh bisa saja, sebenarnya sudah
Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso saat memimpin Rapat Paripurna DPR RI, 29 Maret 2011
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
15
LAPORAN UTAMA
ada terobosan ke sana. Demokrat dan
PDIP, kalau Golkar kalau dijumlah kan
2 koma. Demokrat 3 PDIP 3 Golkar
2 kemudian yang lain 1. Yang paling
mungkin diambil dari Demokrat dan
PDIP. Persoalannya adalah dari segi
hitung-hitungan
proporsionalitas,
mereka mau nggak, ikhlas nggak. Kalau saya, tidak keberatan.
Begini..begini.. jangan begitu
pertanyaannya.. barang siapa menjadi
anggota DPR apakah dia Golkar Hanura dan Gerindra, termasuk anggota
Badan Kehormatan dia terikat pada
kode etik tersebut. Saya berharap ti-
dak ada anggota DPR yang terkena
kode etik tersebut. Ini perkembangan
yang sangat bagus, jadi DPR tidak sebebas yang anda sangka. Kami punya
nilai-nilai untuk menjaga kehormatan.
(iky,tt)
Pernah dibahas dalam rapim?
Sudah dibahas, jadi semua memandang BK itu lembaga yang penting. Mohon dimakfumi setiap fraksi
memandang itu penting ya nggak
apa-apa.
Jadi penegasannya kalau Hanura
dan Gerindra melanggar aturan
dalam kode etik mereka akan
tetap kena sanksi ?
Kalau Kode Etik Sah, D
Tidak ada Cerita
Wakil Ketua Badan Kehormatan Nudirman Munir
terlibat dalam evaluasi dan penyempurnaan Kode Etik
DPR RI sejak dari awal.
alam setiap kesempatan seperti dalam kunjungan kerja
di daerah ia mengaku sering
menerima masukan dari publik. Mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
ini berharap Kode Etik dapat meningkatkan kinerja, sekaligus mendukung
upaya memperbaiki citra DPR. Parle
melakukan wawancara ditengah kesibukannya mempersiapkan kunjungan
lapangan ke Sumatera Barat sebagai
anggota Tim Pengawasan Penanggulangan Bencana Alam DPR RI. Berikut
petikannya ;
Solusi untuk keinginan Gerindra
dan Hanura menjadi anggota BK
bagaimana?
Ini sudah berkali-kali kita rapatkan, konsinyering, perdebatan sengit,
bahkan ada yang sampai ‘berkelahi’
dan inilah hasil yang maksimal. Dalam
BK sendiri ada 7 fraksi, 7 sudah sepakat 2 lagi belum jangan memasung sehingga kode etik dan tata beracara itu
jadi tidak bisa disahkan. Soal anggota
kehormatan, sudah kita sampaikan
tapi mereka menolak. Kalau wacana
16
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
anggota BK menjadi 13 ditambah
Gerindra dan Hanura, ya rubahlah undang-undangnya.
Kehadiran anggota dalam rapatrapat harus secara fisik, sanksinya bagaimana?
Sanksi sudah diatur dalam UU.
Tapi memang dalam tata beracara ada
redundan disitu, kepentingannya untuk memperjelas. 6 kali absen sudah
ada dalam UU. Kenapa kita redundan,
supaya kita nggak pada ribut, ada tujuan itu. Saya sudah curiga, lebih baik
masukin dari pada ribut, tapi temanteman ada yang berpendapat, kalau
KUHP masuk semua kode etik bisa
sebesar bantal. Itu perdebatan terjadi.
Tapi didukung walaupun redundan.
Kali ini baik sidang paripurna maupun komisi, fisik harus ada. Ini satu
hal baru katakanlah yang lama tidak
tegas. Yang kedua selain kehadiran
fisik juga diatur anggota DPR harus
pro aktif dalam persidangan, jangan
datang, duduk, diam, duit.. terima gaji
tok.
Bagaiman kewenganan BK dalam
melakukan penindakan dalam
kode etik yang baru?
Kewenangan itu lebih terbuka,
dalam mengambil suara tadinya
setengah tambah satu, tapi menggelinding akhirnya kita sepakati untuk yang biasa-biasa saja keputusan
diambil setengah tambah satu, tapi
untuk pemberhentian itu dua pertiga
suara anggota. Supaya kita jangan
terbelenggu. Kita jangan seperti masa
lalu harus tanda tangan semua sehingga apabila ada yang tidak setuju
tidak bisa disahkan.
Bagaimana dengan pengaturan
gratifikasi?
Ada catatan yang perlu kita perhatikan, kalau anggota DPR menerima
honor sebagai nara sumber jelas tidak
kita larang. Misalnya narsum Tv One,
pulangnya diberi ongkos bensin, honor atau narsum ceramah di luar negeri. Tiket diganti, transportasi lokal,
uang makan saya diganti, ini hal yang
Wakil Ketua Badan Kehormatan Nudirman Munir
tidak dilarang. Jadi kita disitu memang
memfokuskan mitra kerja yang tidak
boleh, karena yang bukan mitra kerja
sudah ada UU yang mengatur. Nggak
mungkin yang sudah diatur kita atur
lagi, nggak lucu. Bahwa hal-hal yang
sudah diatur UU tidak kita atur lagi.
Pelaporan kekayaan diusulkan
LSM agar tegas disebut 1 tahun
sekali serta melampirkan SPT,
bagaimana?
Ini juga sudah diatur dalam undang-undang.
LSM melaporkan ada rapat tertutup di komisi IV membahas impor
daging ternyata disitu ada anggota yang diduga terlibat bisnis
ini, dalam kode etik bagaimana
pengaturannya?
Wah itu nggak boleh hadir mestinya, melanggar kode etik itu. Seharusnya anggota tersebut mengumumkan
saya tidak bisa bersuara karena ada
konflik kepentingan, harus disampaikan itu. Dalam kode etik kita ada.
Saya terlibat dalam masalah ini, apa
istri atau anak. Kalau dia sendiri tidak
boleh karena tidak boleh terkait bisnis
sampingan. Makanya bisnis perusahaan tidak boleh. kalau ikut organisasi, dia boleh asal tidak mengganggu
kegiatannya di DPR. Jadi katakanlah
saya di organisasi ICMI, atau Danau
Singkarak saya boleh duduk, tapi tidak boleh mengorbankan tugas kita
di DPR.
Ada anggota terkait kasus hukum, misalnya di Komisi III namun
kemudian dia membicarakan kasusnya dalam rapat kerja dengan
Jaksa Agung?
Ini sebetulnya pelanggaran kode
etik karena dia terlibat langsung. Kalau kode etik sudah disahkan tidak
ada cerita. (iky,tt)
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
17
LAPORAN UTAMA
Anggota BK Sebaiknya
Gunakan Sistem Keterwakilan
Rapat Paripurna DPR RI tanggal 29 Maret 2011
telah berhasil mengesahkan Rancangan Peraturan
DPR RI tentang Kode Etik, dan Rancangan
Peraturan DPR tentang Tata Beracara
Badan Kehormatan.
S
Wakil Ketua Fraksi Partai Hanura H. Sarifuddin Sudding
ebelumnya Badan Kehormatan (BK) DPR RI pada tanggal 16 Februari
2011 telah mengajukan pada Sidang Paripurna hasil pembahasan Peraturan DPR RI tentang Kode Etik DPR RI yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.
pada tanggal tersebut seharusnya Dewan mempunyai norma-norma atau
aturan-aturan yang merupakan landasan etik atau filosofis dengan peraturan
perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut
atau tidak patut dilakukan oleh anggota DPR RI.
Namun saat itu, Ketua Sidang Paripurna, Priyo Budi Santoso mengatakan
untuk menunda pembahasan kode etik dan menyerahkannya kepada Badan
Kehormatan agar menjadwalkan kembali kapan akan dibawa ke rapat paripurna
lagi.
Batalnya pengambilan keputusan dalam rapat paripurna tersebut karena
banyak sebab. Pertama, Fraksi Gerindra dan Fraksi Hanura merasa tidak dilibatkan dalam proses penyusunan. Penyebab kedua adalah soal sosialisasi. Sejumlah anggota dewan mengeluh tidak mengetahui isi draf Kode Etik itu. Sedangkan sebab ke tiga, adanya pasal yang melarang anggota DPR masuk ke komplek
18
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
pelacuran dan perjudian.
Wakil Ketua Fraksi Partai Hanura
H. Sarifuddin Sudding mengatakan,
sejak awal rapat Pimpinan fraksi dengan rapat Pimpinan Dewan, fraksinya
sudah mempersoalkan kenapa Fraksi
Hanura maupun Fraksi Gerindra tidak
Rapat Paripurna DPR RI, 29 Maret 2011
telibat dalam pembahasan tata tertib
itu. Menurutnya, bagaimana mungkin
suatu tata tertib diberlakukan kepada
orang yang tidak ikut terlibat membahasnya.
Saat itu, kata Sudding, Ketua DPR
RI Marzuki Alie mengatakan ke depan
akan dilakukan suatu perbaikan terhadap Tata Tertib itu.
Menurut Sudding, tidak terlibatnya dua fraksi dalam pembahasan
kode etik tersebut, dalam hal ini terjadi suatu perlakukan yang sangat
tidak berdasar, artinya di badanbadan alat kelengkapan dewan lainnya di satu sisi menganut sistem keterwakilan, tapi di sisi lain menganut
sistem proporsional.
Sebagai contoh Badan Akuntabi-litas Keuangan Negara DPR RI (BAKN)
yang anggotanya hanya berjumlah sembilan orang, tapi semua fraksi ada keterwakilan di situ. Jadi, dalam hal ini, BAKN menerapkan sistem keterwakilan.
Sudding mempersoalkan kenapa Badan Kehormatan yang jumlahnya 11
orang menggunakan sistem proporsional, padahal anggota Badan Kehormatan
lebih besar jumlah anggotanya dari pada BAKN. Fraksinya menggugat, kenapa
tidak menggunakan sistem keterwakilan fraksi seperti halnya BAKN.
Sudding menambahkan, adanya usulan agar Fraksi Partai Hanura menjadi
anggota kehormatan, usulan tersebut menurutnya tidak tepat, karena hanya sebatas menghadiri tanpa memiliki hak suara dalam hal pengambilan keputusan.
“Jadi untuk apa kita ada di situ kalau hanya sebatas menghadiri sidang-sidang
tanpa memiliki hak suara,” katanya.
Karena tidak ikut terlibat dalam pembahasan, fraksinya belum mengkaji secara mendalam Tata Tertib atau rumusan terhadap Draft rumusan Kode Etik itu.
Jadi,apa-apa yang dirumuskan oleh Badan Kehormatan, apakah memang tepat
diberlakukan, apakah tidak belum mengkaji secara mendalam.
Sudding mengatakan, solusi yang terbaik untuk mengatasi persoalan ini
tanpa harus merevisi Undang-undang adalah dengan cara bertukar anggota di
alat kelengkapan dewan. Misalnya, fraksi-fraksi yang mendudukkan dua atau
lebih anggotanya di Badan Kehormatan dapat bertukar tempat di Badan Alat
Kelengkapan lain. Dalam hal ini, bertukar dengan Hanura dan Gerindra.
“Saya rasa itu solusi yang paling bagus,” katanya.
Dengan cara bertukar tempat, masing-masing fraksi tetap dapat mengisi
anggotanya di Badan Alat Kelengkapan Dewan yang lain, sehingga masing-masing fraksi ada keterwakilan di situ.
Menurut Sudding, usulan ini juga sudah disampaikan kepada Pimpinan
DPR dan masih dibahas dalam rapat pimpinan.
Fraksi Hanura konsisten saat pengambilan keputusan ini dilakukan fraksinya walkout. Namun fraksinya sendiri berharap Kode Etik ini dapat segera
diberlakukan. Karena dalam menjalankan tugasnya sebagai Anggota DPR RI,
perlu memiliki Kode Etik yang bersifat mengikat dan wajib dipatuhi demi
menjaga martabat, kehormatan, citra
dan kredibilitas dewan.
Namun, kata Sudding, karena
kode etik ini diberlakukan secara internal, maka semua orang harus dilibatkan dalam pembahasannya. “Bagi
kami silahkan kalau tetap mau diambil
keputusan, tapi kami tidak bertanggung jawab terhadap hasil keputusan
itu,” kata politisi Fraksi Hanura ini.
Jadi, katanya, jika ada anggota
Fraksi Partai Hanura yang dianggap
melakukan pelanggaran Kode Etik,
Pimpinan Fraksi tidak akan mengijin
kan anggota tersebut dipanggil Badan
Kehormatan.
“Kami tidak mengijinkan anggota
kami diperiksa di Badan Kehormatan
sepanjang tidak ada keterwakilan anggota Hanura di Badan Kehormatan,”
tegasnya. Seperti Nurdin Tampubolon
berapa kali diminta bahkan dibujuk
kami tidak mengijinkan untuk menghadiri panggilan itu.
Dalam hal ini, Sudding berharap
tidak ada sikap arogan di Parlemen
yang masih memunculkan sikap-sikap
tirani mayoritas kepada yang minoritas. (tt,iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
19
LAPORAN UTAMA
Anggota BK Proposional Berkeadilan
Mensikapi Kode Etik DPR yang telah selesai disusun Badan Kehormatan DPR RI,
sama halnya dengan Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Gerindra dengan tegas
menolak Kode Etik itu sepanjang fraksinya tidak dilibatkan dalam pembahasan.
Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani
W
akil Ketua Fraksi Partai
Gerindra Ahmad Muzani
mengatakan, fraksinya sudah menyampaikan sikap Gerindra ini
dalam rapat Pimpinan DPR dengan
Pimpinan Fraksi.
Dalam rapat tersebut, Fraksi
Partai Gerindra diberikan solusi untuk menjadi Anggota Kehormatan.
Tapi, kata Muzani, fraksinya menolak
tawaran tersebut, karena jika hanya
menjadi Anggota Kehormatan, Fraksi
Gerindra punya hak bicara tapi tidak
mempunyai hak suara bagi anggota
Badan Kehormatan.
Tentu saja opsi ini dengan tegas
20
kami tolak,” kata Muzani. Fraksi Partai
Gerindra berkeinginan menjadi anggota penuh.
Fraksinya berpendapat, jika Kode
Etik itu mau ditetapkan, silahkan saja
Kode Etik itu mau ditetapkan sebagai
Kode Etik DPR. Tetapi, katanya, Fraksi
Partai Gerindra merasa tidak terikat
dengan Kode Etik itu.
Dengan tidak diakuinya Kode
Etik tersebut, pertanyaannya adalah
bagaimana jika ada anggota Fraksi
Partai Gerindra yang melanggar halhal yang dicantumkan dalam Kode
Etik itu. Menurut Muzani, adanya
pelanggaran bagi anggotanya men-
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
jadi tanggungjawab dan kewenangan
Fraksi Partai Gerindra. “Biarlah fraksi
kami yang memproses setiap pelanggaran yang dilakukan anggota kami,”
kata Muzani.
Namun Muzani berkeyakinan,
sampai detik ini, anggota fraksinya
masih konsisten berjalan pada aturanaturan yang benar
Pimpinan DPR, kata Muzani,
telah menjanjikan akan melakukan
perubahan atau amandemen Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Namun sampai sekarang, perubahan itu
belum dilakukan. Fraksinya akan tetap
menunggu perubahan itu untuk dapat
dimasukkannya anggota Fraksi Partai
Gerindra dalam Badan Kehormatan.
Dalam hal ini, sebetulnya fraksinya telah mengusulkan tukar guling.
Fraksi Partai Gerindra dapat menukar
anggotanya yang ada di alat kelengkapan lain untuk ditukar dengan anggota Badan Kehormatan dari fraksi
lain.
Namun, katanya, cara ini dianggap melanggar UU MD 3 yang mengatakan cara ini tidak menggunakan
sistem proporsional. “Ya sudah kalau
begitu, kami kan juga tidak akan memaksa, tapi jangan paksa-paksa kami,
“ kata Muzani.
Menurut Muzani, bagaimana
mungkin fraksinya dapat menyetujui
Kode Etik tersebut, sementara fraksinya tidak diajak bermusyawarah
untuk merumuskan. Dalam hal ini dia
melihat tafsir atau penjelasan atas
Undang-Undang MD3 dirasa kurang
pas. Untuk itulah perlunya direvisi UU
tersebut.
Pada saat awal-awal pembentukan alat kelengkapan Dewan, fraksinya dipaksa untuk menerima. Waktu
itu Gerindra sebagai fraksi yang baru
masih culun, nggak tahu apa yang
terjadi yang akhirnya seperti ini,” katanya.
Badan Kehormatan adalah polisi
internal bagi DPR. Seharusnya sebagai
polisi internal, anggota BK harus memenuhi azas keadilan. Jika sekarang
memakai sistem proporsional menurut fraksinya proporsional yang tidak
memenuhi asas keadilan. Jadi ditegaskan di sini, jika ingin ditetapkan, fraksinya tidak akan menghalangi, tapi
hal yang perlu diingat fraksinya tidak
terikat dengan Kode Etik yang telah
disahkan tersebut.
Dari segi isi, Kode Etik yang baru
ini menurut Muzani bagus. Tapi ada
hal-hal yang menurutnya bersifat jamak. Misalnya tidak dijelaskan tentang larangan anggota DPR untuk
menerima suap. “Di sini malahan tidak
diatur secara tegas,” katanya.
Kode Etik ini justru mengakomodir hal-hal yang bersifat pribadi, misalnya anggota DPR dilarang memasuki tempat-tempat yang dipandang
tidak pantas secara etika, moral, dan
norma yang berlaku umum di masyarakat, seperti kompleks pelacuran
dan perjudian.
Selain itu, terhadap masalah kehadiran anggota, dalam Pasal 8 Kode
Etik tersebut disebutkan Anggota
DPR RI harus menghadiri secara fisik
setiap Rapat yang menjadi kewajibannya. Menurutnya hal itu akan menjadi
masalah. Karena kehadiran anggota
DPR dalam satu hari bisa dua atau
tiga kali rapat, baik rapat komisi, rapat
badan, rapat pansus atau rapat-rapat
yang lain. “Ketika saya rapat di komisi,
saat yang bersamaan saya harus rapat
di Badan Akuntabilitas Keuangan
Negara (BAKN), berarti rapat di komisi harus saya tinggal, terus bagaimana
rapat yang di komisi ini,” tanyanya.
Karena itu dia berpendapat, Pasal
ini seharusnya ditinjau ulang, dan perlu dilakukan sedikit penyempurnaan.
(tt,iky)
Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
21
SUMBANG SARAN
Dr. TA. Legowo (FORMAPPI)
Kode Etik DPR:
Bukan Sekedar Formalitas
kan itu harus dilakukan
agar dapat makin efektif
menumbuhkan kepercayaan publik terhadap
DPR.
Pedoman Perilaku
R
encana DPR melakukan revisi
Kode Etik mengundang kontroversi. Ini dipicu oleh draft revisi Kode Etik yang disiapkan oleh BK
DPR. Dalam draft revisi itu, diusulkan
beberapa aturan baru tetapi beberapa
ketentuan lama yang dinilai penting
dihapus. Terlepas dari kontroversi itu,
selama ini memang menjadi pertanyaan, seberapa efektifkah Kode Etik
DPR telah mampu memandu perilaku
anggota DPR dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai perwakilan
politik rakyat sehingga menjaga kehormatan anggota DPR dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap
DPR sebagai lembaga perwakilan
rakyat? Menjawab pertanyaan ini
akan mengarahkan pada masalahmasalah apa yang perlu diperbaiki
dari Kode Etika DPR yang selama ini
telah berlaku, dan bagaimana perbai-
22
Istilah kode etik
merupakan
terjemahan dari code of ethics.
Seringkali code of ethics
dipakai secara bergantian dengan istilah code
of conducts, karena dianggap kedua istilah
itu mempunyai arti dan
makna yang sama.
Tetapi, menurut Andrew Brien (1998), kedua
istilah itu mempunyai
perbedaan makna dan
operasional yang mendasar. Untuk mempermudah pemahaman, code of ethics
dan code of conducts sebaiknya diterjemahkan masing-masing dengan istilah “pedoman etika” dan “pedoman
perilaku.”
Secara ringkas, penjelasan tentang perbedaan ke dua pedoman
itu adalah sebagai berikut: pedoman
etika biasanya memuat nilai dan prinsip etis sebagai fondasi suatu organisasi, sedangkan pedoman perilaku
mencakup panduan rinci tentang
perilaku yang boleh dan tidak boleh
dikerjakan; keduanya sama-sama bertujuan untuk menegakkan kredibilitas
organisasi, tetapi pedoman perilaku
lebih memberikan tekanan pada
kredibilitas perorangan yang jika terpelihara akan menopang kredibilitas organisasi; dan pedomana etika
bersifat ideal, sedangkan pedoman
perilaku bersifat operasional. (Brien
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
1998) Berdasar pada pemahaman ini,
pedoman perilaku berperan sebagai
panduan operasional atas implementasi panduan etika.
Mungkin karena latar belakang
seperti itu, kebanyakan parlemen
menggunakan code of conducts daripada code of ethics untuk memberikan panduan perilaku yang pantas
dan selayaknya bagi anggota parlemen yang harus menjaga kehormatan dan kepercayaan lembaga di
hadapan masyarakat. Namun jelas,
tidak semua perilaku yang boleh dan
yang dilarang, serta yang pantas dan
tidak pantas, dituangkan dalam pedoman perilaku. Sebab, jika semua itu
dituangkan dalam pedoman perilaku,
ini sama saja melecehkan anggota
parlemen karena mengasumsikan
anggota parlemen tidak tahu sama
sekali tentang apa yang boleh dan tidak boleh serta pantas dan tidak pantas dilakukan. Jadi, pergi ke tempat
pelacuran, atau selingkuh tidak perlu
dicatumkan dalam pedoman perilaku,
karena tindakan seperti itu jelas-jelas
tidak pantas dilakukan oleh anggota
parlemen yang terhormat. Tindakan ini
bersifat pribadi, dan pada dasarnya tidak ada kaitannya dengan wewenang
ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi
(anggota) parlemen. Tetapi jelas juga,
jika tindakan itu dilakukan dan, secara
sengaja atau tidak sengaja, diketahui
publik, ini akan berakibat pada citra
buruk anggota parlemen dan parlemen sebagai lembaga negara.
Pengalaman negara lain menunjukkan, meski tanpa pedoman tertulis, anggota parlemen ketahuan oleh
publik melakukan prostitusi ataupun
selingkuh biasanya langsung menjadi
skandal politik dan akan memaksa
anggota bersangkutan mundur dari
keanggotaan parlemen.
Komitmen Individual Kolektif
Pedoman perilaku memuat
tindakan-tindakan apa yang boleh dan tidak boleh, serta yang
pantas dan tidak pantas, dilakukan anggota parlemen yang terkait dengan, dan atau berdampak
pada, wewenang yang dimilikinya
serta pelaksanaan fungsi dan tugas sebagai anggota parlemen.
Melanggar pedoman perilaku ini berarti anggota parlemen melanggar pertauran perundang-undangan yang lebih
umum maupun jelas-jelas melanggar pedoman itu sendiri.
Tekanan ini penting, karena
pedoman perilaku merupakan
suatu peraturan sendiri yang
bersifat khusus karena mengurai bentuk dan macam tindakan
anggota parlemen; dan karena
itu, pedoman ini berbeda dengan
peraturan perundang-unda-ngan.
Pedoman perilaku mengatur tindakan-tindakan perorangan anggota
parlemen. Karena itu, isi pedoman
perilaku biasanya dinyatakan sebagai
komitmen pribadi masing-masing
anggota parlemen. Meski sebagai
komitmen pribadi, isi pedoman sama
dan berlaku sama bagi setiap anggota
parlemen. Aturan perilaku ini menjadi
pedoman, pada saat di-nyatakan secara bersama-sama oleh seluruh anggota parlemen. Biasanya pedoman
perilaku ini disebut sebagai collective
individual commitment.
Sebagai komitment individual
yang dinyatakan secara bersamasama juga menjawab pertanyaan
mengapa anggota parlemen memerlukan pedoman perilaku. Bukankah
undang-undang telah cukup memuat
ketentuan tentang apa yang wajib,
boleh dan tidak boleh dilakukan anggota parlemen secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama? Jika pedoman perilaku mengatur ketentuanketentuan yang tidak ada bedanya
dengan ketentuan-ketentuan yang
sama di dalam peraturan perundangundangan, pedoman perilaku seperti
itu tidak ada gunanya sama sekali.
Demikian juga, jika pedoman perilaku
mencakup hanya ketentuan-ketentuan umum yang bersifat ideal dan
sulit diimplementasikan, maka pedoman seperti itu hanya sia-sia karena
nampak ditujukan sekedar memenuhi
formalitas.
Karena itu, pedoman perilaku
harus bersifat operasional yang menjabarkan nilai dan prinsip etika serta
kewajiban dan larangan yang dirumuskan secara umum dalam peraturan
perundang-undangan. Pedoman ini
diperlukan karena akan memandu
tindakan-tindakan (perilaku) anggota parlemen agar terhindar dari
penyalahgunaan dan pemanfaatan
jabatan untuk kepentingan pribadi
dan atau kelompok. Sebab, pada saat
seseorang terpilih dan disumpah sebagai anggota parlemen, pada saat
itu juga dia menjadi pejabat publik.
Sebagai pejabat publik, dia mempunyai wewenang (kekuasaan) untuk
menjalankan fungsi dan tugasnya.
Tetapi, kekuasaan selalu berwajah
ganda: untuk kebaikan atau untuk kemungkaran. (bdk., Clegg 1989: 75-83)
Disadari atau tidak, anggota parlemen
akan senantiasa berada dalam ranah
“wajah ganda” kekuasan itu.
Multi Kepentingan
Hannah F. Pitkins (1972: 219-221)
menggambarkan, begitu seseorang
menjadi anggota parlemen (wakil
rakyat, anggota DPR-Indonesia) yang
dipilih melalui pemilu demokratis,
mulai saat itu juga dia terikat dengan
bemacam-ragam kepentingan.
Pertama, anggota parlemen harus melayani konstituennya di daerah
pemilihan. Tetapi harus disadari, konstituen bukan entitas tunggal dengan
kepentingan yang beraneka macam.
Kedua, anggota parlemen adalah politisi profesional dalam kerangka kerja
lembaga politik. Dia anggota partai
politik yang mempunyai keinginan untuk dipilih kembali, dan anggota legis
latif bersama-sama dengan anggota
legislatif lainnya. Ia harus sensitif terhadap partai politiknya (pada tingkat
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
23
SUMBANG SARAN
nasional dan daerah), dan terhadap
bermacam-macam kelompok dan
kepentingan publik maupun privat.
Ketiga, anggota parlemen adalah perwakilan politik yang juga mempunyai
pandangan dan pendirian, serta kepentingan dan ekspektasi. Mengajukan pandangan dan bertahan pada
pendirian, serta memperjuangkan
kepentingan dan merealisasi harapan
dapat mengantarkan pada perkatian
yang rumit antara ranah publik yang
harus dilayaninya sebagai hal yang
utama dan ranah privat yang harus diletakkan di bawah kepentingan
publik yang harus dilayaninya.
Aneka ragam kepentingan yang
saling bertolak belakang itu akan
senantiasa tarik-menarik dalam diri
anggota parlemen. Wajah ganda
kekuasaan di dalam dirinya tidak menampilkan batasan yang jelas dan tegas tentang pilihan-pilihan utama dari
tarik menarik kepentingan yang harus
dimenangkan dalam diri dan oleh anggota parlemen. Peraturan perundangundanganpun, karena terlalu ideal
dan umum mengatur parlemen dan
perilaku anggota parlemen, seringkali
disiasati demi terlayani kepentingan
pribadi atau kelompok anggota parlemen dengan tetap terhindar dari
dakwaan pelanggaran undang-undang. Meski terhindar dari dakwaan
hukum, siasat semacam itu jelas tidak
etis dan tidak terhormat jika dilakukan
oleh anggota parlemen. Untuk terhindar dari siasat-siasat seperti ini, pedoman perilaku memberikan panduan
yang konkrit. Dengan terus berpandu
pada pedoman perilaku, anggota parlemen akan senantiasa terpercaya di
mata publik, dan sekaligus menopang
tingkat kepercayaan publik terhadap
kinerja parlemen sebagai lembaga
perwakilan rakyat. Selanjutnya, pedoman perilaku yang diumumkan terbuka akan berguna bagi publik sebagai
standar penilaian bagi perilaku anggota DPR; dan dengan begitu, publik
pun membantu anggota parlemen
menjaga mutu perilakunya sebagai
perwakilan politik.
24
Revisi Kode Etik
Anggota DPR pada dasarnya
terikat dengan pedoman etika utama,
yaitu: sumpah jabatan. Ikatan yang
dihasilkan oleh sumpah jabatan bersifat individual. Sumpah harus dipatuhi.
Tetapi sumpah jabatan seperti dapat
dibaca dalam UU 27/2009 pasal 76
tidak mengurai secara rinci tindakan
dan perilaku yang boleh dan tidak boleh bagi anggota parlemen agar tidak
melanggar sumpah tersebut.
Sumpah jabatan memang harus bersifat umum tetapi menyeluruh.
Operasionalisasi sumpah ini mestinya
terjabarkan dalam pedoman perilaku.
Penjabaran itu harus mencakup, misalnya: bagaimana pemenuhan kewajiban sebagai anggota DPR yang dijalankan dengan “sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya ....” dirumuskan dalam
tindakan-tindakan
yang
konkrit;
bagaimana wujud tindakan yang
menunjukkan bahwa anggota DPR
“mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara daripada kepentingan
pribadi, seseorang dan golongan;”
dan bagaimana tindakan-tindakan
anggota DPR yang tidak “memperjuangkan aspirasi rakyat..,” dan karena
itu harus dilarang dalam pedoman
perilaku anggota DPR. Kode Etik
DPR 2004-2005 belum secara khusus
menjabarkan rincian tindakan yang
diperbolehkan dan dilarang sebagai
konsekuensi dari sumpah jabatan
anggota DPR.
Demikian juga, pedoman perilaku
seharusnya memuat ketentuan-ketentuan konkrit sebagai penjabaran
dari pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang larangan-larangan yang ditujukan langsung bagi anggota DPR.
Ketentuan-ketentuan konkrit itu harus
terkait secara langsung maupun tidak
langsung kemungkinan-kemungkinan tindakan dan atau perilaku anggota DPR yang bila dilakukan akan
menciderai kredilitas, kinerja dan kebanggaan dirinya sebagai anggota
parlemen yang terhormat yang menjalankan perwakilan politik bagi rakyat. Dalam hal ini, misalnya, pedoman
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
perilaku anggota DPR harus dapat
menjabarkan secara operasional UU
27/2009 pasal 208 khusunya ayat (3),
yang menegaskan: “Anggota DPR dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme, serta dilarang menerima
gratifikasi.” Kode Etik DPR 2004-2005
(yang direncanakan akan direvisi ini)
pada dasarya telah menjabarkan ketentuan tersebut dalam pasal-pasal
9 (a), 11 sampai dengan 14. Namun
pasal-pasal ini terlihat masih terbatas,
dan kurang menunjukkan tindakantindakan konkrit.
Karena itu, pasal-pasal ini perlu
disempurnakan dan dijabarkan lebih
rinci (bukan malahan dihilangkan
seperti dalam rancangan revisi Kode
Etik DPR, lihat: “Empat Pasal Krusial
di Kode Etik DPR Hilang.htm” dalam
Okezone.com). Misalnya, penyempurnaan pasal 14 yang diperlukan karena
pasal ini masih terbatas berkaitan
dengan pemanfaatan jabatan untuk
keuntungan pribadi, keluarga, kroni
dan sebagainya dalam hubungannya dengan bisnis dan atau penanaman modal untuk usaha. Bagaimana
dengan pemanfaatan wewenang untuk memasukkan anggota keluarga,
kroni atau yang lainnya sebagai staf
sekertariat DPR dengan status pegawai pegawai khusus ataupun pegawai
negeri? Ini mestinya masuk dalam
kategori pelanggaran etika anggota
dewan yang terhormat.
Kode etik DPR 2004-2005 memang perlu direvisi. Dan, tentu saja
arah revisi adalah memperbaiki dan
menyempurnakan ketentuan-ketentuan tentang pedoman perilaku sehingga makin efektif dalam memandu
tindakan-tindakan anggota DPR terutama dalam meningkatkan kualitas
kinerjanya sebagai perwakilan politik
rakyat.
Arah seperti ini juga perlu dibaca
bahwa revisi Kode Etik harus makin
memberikan jaminan dan ketegasan
tentang tindakan-tindakan yang
mendukung peningkatan kualitas kinerja anggota DPR dari waktu ke waktu. Ini merujuk, misalnya, pada Kode
Etik DPR 2004-2005 pasal 6 ayat (2):
“Ketidakhadiran Anggota secara fisik
sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dalam rapat sejenis, tanpa ijin dari
Pimpinan Fraksi, merupakan suatu
pelanggaran kode etik.” Secara kualitas rumusan harus bisa ditingkatkan
dengan menetapkan bahwa “Ketidakhadiran Anggota secara fisik sebanyak tiga (tiga) kali dalam rapat-rapat
pada satu masa sidang, tanpa ijin dari
Pimpinan Fraksi, merupakan suatu
pelanggaran Sumpah Jabatan.” Ketidakhadiran anggota DPR dalam suatu
rapat bisa berarti kehilangan peluang
bagi anggota bersangkutan dalam
memperjuangkan aspirasi rakyat. Padahal dalam sumpah jabatan anggota
bersangkutan telah “bersumpah” untuk memperjuangkan aspirasi rakyat.
Dengan rumusan seperti itu, pedoman
perilaku menjadi jelas, dan rumusan
seperti itu dapat meningkatkan kepercayaan rakyat kepada perwakilan
politik.
Revisi Kode Etik yang merencanakan memperlonggar ketentuan
tentang ketidakhadiran ini, jelas tidak
mempunyai dasar untuk perbaikan
kualitas Kode Etik DPR.
Kode Etik DPR selama ini terlihat
kurang dapat ditegakkan secara efektif. Ini disebabkan sebagian besar oleh
lemahnya instrumen penegakan kode
etik. Instrumen utama yang ada sampai saat ini adalah Badan Kehormatan
(BK) DPR. Di samping wewenang yang
terbatas, BK DPR bersifat sangat partisan-politis. Wewenang yang terbatas
terlihat pada kapasitas BK yang tidak
diberi wewenang melakukan gugatan
atas anggota DPR yang diduga melanggar kode etik.
Dengan kata lain, BK hanya
melakukan penyelidikan jika ada atau
berdasarkan pada gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga, yang dalam
hal ini adalah pimpinan DPR dan
masyarakat atau konstituen pemilih.
Demikian juga, BK kurang didukung
oleh aparat atau unit yang secara keseharian (day to day) bekerja untuk
mencatat tindakan-tindakan anggota
DPR yang secara sengaja atau tidak
langsung terkait dengan pemenuhan
dan atau indikasi pelanggaran atas
Kode Etik DPR. Misalnya, pernyataanpernyataan tentang konflik kepentingan yang disampaikan anggota DPR
dalam rapat-rapat DPR harus menjadi
catatan resmi di BK. Sebab, pernyataan ini penting bukan saja pada saat itu
dinyatakan dalam rapat, tetapi juga
pada peristiwa-peristiwa setelah rapat
selesai, yakni: sejauh mana konflik
kepentingan itu tetap dihindari oleh
anggota DPR bersangkutan.
Kelemahan instrumental ini diperparah oleh rawannya keanggotaan
BK atas kepentingan-kepentingan
politik praktis, kalaupun bukan pragmatis.
Keanggotaan BK mestinya
berisi tokoh-tokoh yang mampu dan
bersedia melepaskan kepentingan
politik praktis atau pragmatisnya
demi memelihara kehormatan anggota DPR. Ini mengasumsikan juga
bahwa partai politik bersedia menjaga
independensi BK, dan mestinya mendukung komposisi keanggotaan BK
tidak didasarkan pada proporsionalitas kekuatan partai-partai politik di
DPR. Dengan asumsi ini, keanggotaan
BK dapat dirampingkan, yang terdiri
dari tokoh-tokoh yang dipercaya oleh
mayoritas anggota DPR. Maka, anggota BK harus dipilih secara terbuka
oleh para anggota DPR.
Catatan Penutup
Kajian ini ingin menegaskan bahwa revisi Kode Etik DPR perlu dilakukan tetapi dengan arah yang memperbaiki dan makin menyempurnakan
baik dalam hal substansi maupun
efektivitasnya. Kode Etik semestinya
dipahami sebagai pedoman perilaku
yang meterjemahkan secara operasional substansi sumpah jabatan anggota DPR, dan berbagai prinsip dan
nilai etika yang terkandung dalam
konstitusi maupun peraturan perundang-undangan terkait dengan kewajiban dan larangan terhadap anggota DPR. Termasuk dalam efektivitas
Kode Etik adalah pembaruan institusi
penegakan kode etik.
Jika BK DPR akan tetap dipertahankan, misalnya, maka harus dapat
dipastikan keberadaan dan fungsi
BK bukan sedar “hiasan politis” untuk memenuhi formalitas. Perspektif utama lainnya yang harus menjadi dasar bagi revisi Kode Etik DPR
adalah prinsip bahwa Kode Etik DPR
yang baru harus dapat secara efektif mendorong makin tumbuhnya
kepercayaan publik atas anggota
DPR, sistem keperwakilan politik dan
pemerintahan demokratis Indonesia. Karena itu, revisi Kode Etik harus
dapat secara terfokus mengurus ketentuan-ketentuan fundamental tentang tindakan dan perilaku anggota
DPR yang terkait dengan wewenang
publik dan kepentingan-kepentingan
pribadi dan praktis yang selalu menyelimuti anggota dewan. Ini juga berarti bahwa meskipun Kode Etik DPR
berlaku secara internal bagi anggota
DPR, dia perlu diumumkan kepada
publik atau masyarakat. Dengan cara
ini, masyarakat akan memiliki standar
penilaian yang sama-sama diakui oleh
anggota DPR.
Rujukan:
Brien, Andrew (1998), “A Code of
Conduct for Parliamentarians?” Aus-
tralia Parliamentary Research Paper 2
1998-99.
Pitkin, Hannah Fenichel, The Concept of Representation, London, Eng-
land; Berkeley and Los Angeles, California: University of California Press,
First Paperback Edition, 1972.
Clegg, Stuart R., The Framework
of Power, London, Newbury Park, New
Delhi: Sage Publications, 1989.
Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia Nomor:
18/DPR RI/2004-2005 Tentang Kode
Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Undang Undang No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
25
PENGAWASAN
Menuju PSSI Yang Profesional
dan Independent
Kepentingan bangsa dan negara diharapkan menjadi hal utama dalam pelaksanaan
Kongres Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Dengan begitu, kinerja lembaga
PSSI dan prestasi sepak bola nasional dapat meningkat dan bisa sejajar dengan
negara-negara lain yang persepakbolaannya sudah maju. Harapan itu diutarakan
sejumlah anggota DPR terkait kisruh PSSI belakangan ini.
Menpora Andi Mallarangeng
26
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
Ketua Umum PSSI Nurdin Halid
A
Anggota Komisi X DPR Dedi Gumelar (F-PDIP)
benar dan di isi oleh orang-orang
yang benar juga,”tandasnya.
Seperti diketahui, FIFA telah
memerintahkan PSSI untuk segera
mengadakan kongres untuk pemili-
han ketua umum. Bahkan, FIFA mendeadline selambatlambatnya PSSI
harus membentuk Komite Pemilihan
pada 26 Maret mendatang. Dalam
pembentukan Komite Pemilihan itu,
hardian-pambudi.blogspot.com
nggota Komisi X DPR dari
Fraksi PDIP Dedi Gumelar
mengatakan, dinamika yang
berkembang jelang kongres PSSI, ada
yang lebih besar dari sekadar olahraga dan sepakbola, yakni kepentingan
bangsa dan negara. Dan itu yang harus dikedepankan oleh sejumlah pihak
yang terlibat dalam kongres.
“Sesuai dengan tujuan awal
pendirian PSSI, yakni menjadi alat
pemersatu kekuatan bangsa. Jangan
malah sebaliknya,” ungkap pria yang
akrab disapa Miing itu, di Jakarta, Kamis (10/3).
Dengan berlarutnya kekisruhan
yang terjadi, Dedi Gumelar melihat
ada keterlambatan dari pihak pemerintah untuk menjalankan perannya
sesuai aturan yang ada. Meskipun,
Dedi juga menegaskan, jangan sampai semua pihak terjebak dalam kepentingan politiknya masing-masing.
“Kalau sudah seperti ini, ongkos
sosialnya kan jadi lebih tinggi. Semua
pihak harus bersikap untuk kepentingan yang lebih besar, yakni bangsa
dan negara. Selain itu, tetap professional dan independen,” tegasnya.
Dalam perkembangannya, menurut Politisi Partai Berlambang Banteng
ini, meski permasalahan ini domainnya
pemerintah dan PSSI, ia melihat kekisruhan ini sudah semakin mengkerucut
dan tertib, “Agar kasus ini tuntas, dan
PSSI ber afiliasi ke FIFA maka mutlak
menggunakan statuta FIFA,”tegasnya.
Lebih lanjut ia berharap, dengan
di eliminasinya ke 4 (empat) bakal
calon ketua umum PSSI oleh FIFA,
maka calon panitia seleksi yang akan
muncul saat kongres nantinya murni,
independent dan professional.
“Tinggal bagaimana kita mengawasi agar kongres nanti betul-betul
memilih anggota seleksi yang betulbetul independen, yang tidak punya
relasi atau tidak punya kaitan dengan
para calon atau kandidat yang akan
mencalonkan diri,”tegasnya.
Dedi berharap, jika kongres PSSI
telah dilaksanakan, jangan lagi berbicara tentang organisasi tapi prestasi,
“Prestasi bisa di capai kalau organisasi
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
27
rajaoriza.blogspot.com
PENGAWASAN
Timnas Indonesia saat berlaga di Piala AFF
PSSI juga wajib berkiblat pada standar electoral code FIFA. Setelah itu,
Komite Pemilihan harus mengadakan
kongres selambatnya 30 April mendatang.
Di tengah kisruh PSSI, saat ini
muncul lembaga baru yang menamakan diri Komite Penyelamat
Persepakbolaan Nasional (KPPN)
yang kabarnya akan menggelar kongres tersendiri. Komite ini diketuai
oleh Sukawi Sutarip, dan rencananya
KPPN akan menjalinkan koordinasi
pemerintah dengan FIFA, dan melaksanakan tugas kongres paling lambat 60 hari ke depan.
Mereka juga ingin mengembalikan statuta PSSI dengan mengacu
secara lebih benar pada statuta FIFA.
Hasilnya akan dilaporkan kepada
pemerintah melalui menteri pemuda
dan olahraga. Sebelas anggota komite
tersebut adalah Sukawi Sutarip, Syahrial K Damopoli, Saleh Mukadar, Tuty
Dau, Umuh Muchtar, Ilham Arif Siradjuddin, Algia Abu Bakar, Bons Rumbruren, Adnan Dambea, Dirk Soplanit,
dan Ujib Abdal Sender Ijong.
Menanggapi hal ini, Dedi Gu-
28
melar menghimbau agar KPPN untuk
melakukan reformasi PSSI sesuai dengan Statuta FIFA. Penyelenggaraan
kongres untuk membentuk Komite
Pemilihan pada 26 Maret di Surabaya
menurut Dedi berpotensi menambah
rumit masalah.
Ia menegaskan KPPN seharusnya
mengikuti aturan FIFA dalam membenahi persepakbolaan nasional saat
ini, jangan terbawa emosi dengan
menggelar kongres tandingan. “Penyelenggaraan kongres oleh KPPN justru akan menambah runyam masalah,
dan Indonesia bisa dijatuhi sanksi oleh
FIFA,” katanya.
KPPN sebaiknya menurut dia
menempatkan diri sebagai kekuatan
rakyat yang mengawal dan mengawasi penyelenggaraan kongres oleh
PSSI supaya sesuai dengan koridor
aturan FIFA.
“Jika di dalam KPPN ada 87 pemilik suara dari 100 pemegang hak
suara PSSI, tidak perlu takut untuk
mengikuti kongres yang diselenggarakan oleh PSSI. Jika Nurdin Halid
maju lagi, jangan berikan suaranya ke
dia, kan selesai, ujar Dedi.
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
Meski begitu, Dedi mendukung
keberadaan KPPN sebagai kekuatan sosial yang mengawasi reformasi sepak bola nasional. KPPN bisa
mengontrol kongres pemilihan ketua
umum dan komite eksekutif PSSI
karena mereka mayoritas pemilik suara.
Pada saat kongres pembentukan
Komite Pemilihan, lanjut Dedi, para
pemilik suara yang jumlahnya 87 itu
bisa menentukan orang-orang yang
dinilai memiliki kredibilitas dan profesional. Kontrol yang dilakukan sesuai dengan koridor aturan FIFA itulah
yang sebaiknya dilakukan oleh KPPN,
bukan menggelar kongres sendiri.
“KPPN seharusnya berpikir dengan kepala dingin dan tidak menggelar kongres tandingan. Kongres itu
bisa menambah runyam masalah, dan
belum tentu diakui oleh FIFA,” ujar
Dedi.
Sekedar informasi, sebelumnya,
KPPN enggan mengikuti Kongres
PSSI. Hal ini karena mereka sudah tidak percaya dengan kepemimpinan
Nurdin Halid. Hal ini dibuktikan dengan pembuatan mosi tidak percaya
kepada Nurdin.
Namun akhirmya KPPN memutuskan untuk mengikuti kongres PSSI
yang sesuai dengan petunjuk dan kebijakan Menpora dan Ketua Umum
KONI/KOI bahwa kongres harus dilaksanakan di bawah Komite Eksekutif
periode 2007-2011.
Dan KPPN pun mengajukan beberapa syarat yang salah satunya agar
pelaksanaan Kongres PSSI harus mengacu pada Statuta FIFA, standar Statuta FIFA, standar Electoral Code FIFA,
UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan, Statuta AFC, AFC Diciplinary Code, serta anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga KOI dan
KONI.
KPPN meminta dalam personalia
panitia pelaksana kongres PSSI harus
terdiri dari unsur eksekutif Komite
PSSI dan KPPN. Serta personalia kesekretariatan PSSI dalam persiapan
penyelenggaraan kongres harus terdiri dari unsur Komite Eksekutif PSSI
dan KPPN.
Sementara itu Anggota Komisi
X DPR dari Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir mengajak semua pihak
agar secara bijak tidak mencampuri
urusan PSSI yang akan memilih ketuanya. Menurut Kahar, PSSI sebagai
organi-sasi sosial kemasyarakatan di
bidang olahraga sepakbola, sudah
mempunyai mekanisme sendiri untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang
muncul.
Kahar menyayangkan jika pihakpihak luar PSSI, apalagi yang tidak
punya hak pilih dalam Kongres PSSI
nanti, ikut campur tangan sehingga
terjadihal-hal seperti aksi gembok
(kantor PSSI-red). “Itu sudah tindakan
anarkis,” kata Kahar.
Harapan yang sama disampaikan
oleh Zulfadhli (F-PG), menurut anggota DPR yang bertugas di Komisi X
ini, PSSI seharusnya mematuhi keputusan yang sudah dikeluarkan FIFA,
dan Komisi X siap menjadi tim mediasi
untuk menyelesaikan kekisruhan ini.
“Namun menurut perkembangan
terakhir yang ketahui semua pihak telah melakukan komunikasi dengan FI
FA, bahkan Presiden FIFA telah menge
luarkan pernyataan dan keputusannya
mengenai masalah ini,”katanya.
Zulfadhli berharap, agar dalam
perkembangan kedepan nantinya tidak lagi muncul persoalan yang perlu di permasalahkan, dan PSSI siap
melaksanakan kongres dan Komisi X
DPR akan terus memantau serta meminta semua pihak untuk memegang
prinsip-prinsip organisasi yang dipegang oleh PSSI, terutama yang menyangkut dengan Statuta FIFA.
Ketika ditanya tentang keberadaan KPPN, ia menjelaskan bahwa lembaga tersebut hendaknya tidak
mengambil langkah-langkah yang ins
konstitusional, “Saya mengharapkan
KPPN dapat bersatu dengan PSSI untuk ikut membantu membenahi PSSI,
tentunya melalui system dan aturan
yang ada,”tegasnya.
Menurut Zulfadhli, dalam kongres
nanti yang rencananya akan dipantau
langsung oleh utusan dari perwakilan
FIFA, Komisi X DPR berharap kongres
berjalan dengan baik dan memulai titik awal demu memajukan persepak
bolaan Indonesia.
Sekedar informasi, beberapa
waktu yang lalu, Komisi X DPR telah
mengeluarkan kesimpulan mengenai rapat dengar pendapat dengan
Menegpora, PSSI dan Liga Primer In-
donesia (LPI) pada Selasa (2/3). Sebagian besar anggota cukup mengapresiasi kemunculan LPI. Apalagi, sebagai
kompetisi yang baru lahir LPI dinilai
cukup menjanjikan.
Namun, ada beberapa anggota
menyayangkan langkah yang ditempuh LPI, terutama cara mereka yang
dianggap menentang dan menyudutkan PSSI. Karenanya, diharapkan agar
LPI terus berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan PSSI.
Langkah ini dilakukan, sehingga
nantinya legalitas liga gagasan pe
ngusaha Arifin Panigoro ini sebagai sebuah kompetisi profesional
mendapat pengakuan resmi dari PSSI
dan juga FIFA.
Adapun kesimpulan Komisi X DPR
diantaranya, Komisi X DPR menghargai langkah LPI dalam mewujudkan
sistem persepakbolaan yang mandiri,
dan profesional dengan mengedepankan sportivitas.
Komisi X DPR juga berharap, LPI
melakukan komunikasi dengan PSSI,
untuk membahas organisasi LPI, dan
masalah persepakbolaan nasional.
Komisi X DPR juga memediasi pertemuan antara PSSI, LPI dan Menegpora, dalam rangka mencari solusi
permasalah persepakbolaan nasional.
(nt)
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
29
PENGAWASAN
BPK Diminta Lakukan Audit
Investigasi PT. PLN
Sebagai lembaga auditor Negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta oleh
Panja Hulu Listrik Komisi VII DPR, untuk segera melakukan audit investigasi secara
komprehensif terhadap PT.PLN (Persero). Audit ini dimaksutkan untuk melihat
sejauhmana pengelolaan PLN terhadap energy primer yang disinyalir banyak
menyebabkan pemborosan.
K
Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon
arena adanya permintaan tersebut, panja Komisi VII menemui
BPK, Selasa, (18/01) Panitia
Kerja, Komisi VII DPR dipimpin Wakil
Ketua Komisi Effendi Simbolon (Fraksi
PDI Perjua-ngan) menemui BPK guna
mengetahui langkah-langkah yang
akan dilakukan BPK
Mengenai kewenangan serta
mekanisme audit investigasi tersebut, Effendi mengatakan, pihaknya
menyerahkan sepenuhnya kepada
BPK. “Meskipun Komisi VII diberitahu
mengenai skema pemeriksaannya,
tapi bagaimana tata cara audit serta
pelaksanaannya, sepenuhnya merupakan kewenangan BPK,” terangnya
30
Ia mengaku salah satu pemicu
permintaan audit tersebut, antara
lain disebabkan ada beberapa indikasi temuan Komisi VII, bahwa adanya
pemborosan, baik disengaja maupun
tidak disengaja, perlakuan diskriminatif oleh PLN terhadap para pemasokpemasok energy primer apakah itu
batubara, gas, BBM, namun hal itu
tidak bisa diungkapkan karena semua
akan menjadi objek pemeriksaan yang
dimintakan kepada BPK.
Komisi VII DPR kata dia, akan
menggunakan barameter hasil audit,
karena pihaknya tidak ingin berpolemik diluar fakta yang dihasilkan oleh
tim audit. “Hasil audit BPK nanti akan
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
dijadikan sebagai dasar penyelidikan
panja listrik,” tegasnya.
“Banyak pembangkit yang seharusnya menggunakan batubara tapi
menggunakan BBM, dan ini kita tidak
bisa biarkan terus menerus, harus ada
terobosan, Karena itu, Komisi VII DPR
meminta BPK sebagai lembaga auditor negara untuk melakukan audit investigasi untuk tujuan tertentu,”tukas
Effendi menambahkan.
Ia mengatakan, skema yang
dikemukakan BPK saat pertemuan
berlangsung sudah mengakomodir
keinginan panja Komisi VII. Selain itu,
BPK juga akan masuk ke objek pemeriksaan sampai ke BP Migas, BPH Migas, Pertamina serta pihak-pihak Lain
yang ada kaitannya dengan pasokan
energy primer ke PLN. “Karena disitulah kita menduga banyaknya ketidakbecusan dalam pengelolaan PLN,”
tegasnya.
Ia menegaskan, panja Komisi
VII tidak ingin hanya menyelesaikan
di sektor hilir saja, karena pihaknya
beranggapan, justru persoalan yang
mendasar itu ada di sektor hulu, dimana terdapat belanja PLN yang begitu boros.
Namun ia mengakui, terkadang
hal tersebut bukan atas kehendak PLN
melainkan karena faktor-faktor luar,
seperti karena regulasi, pengaruh dari
pihak lain, serta karena aturan-aturan
yang membuat PLN mau tidak mau
melakukan sesuai dengan keadaan
yang ada.
Lebih lanjut ia mengatakan, se-
mentara panja Komisi VII menunggu
hasil audit BPK, pihaknya akan melakukan proses rapat dan kunjungan spesifik guna meneliti serta melengkapi
hipotesa bahwa pemborosan ditubuh
PLN, termasuk memanggil pihak PLN.
Hasil pertemuan tersebut, kata
dia, Komisi VII DPR sudah mendapat
kepastian bahwa akhir Juni BPK akan
menyelesaikan audit terhadap PLN
secara menyeluruh, mencakup halhal yang sangat krusial di sektor hulu
energi, sehingga menyebabkan Biaya Penyediaan Produksi (BPP) setiap
KWH di PLN sangat tinggi, subsidi
yang begitu tinggi, mengakibatkan
harga jual PLN juga selalu tinggi serta
membebani rakyat dengan biaya per
KWH yang begitu tinggi.
“BPK berjanji akhir Juni selesai
auditnya. Komrehensif, detail sampai
berapa belanja energi primer setiap
item, mulai dari mesin diesel, BBM,
gas, sampai ke panas bumi. Lengkap,
selama ini belum pernah terungkap,”
katanya.
BPK juga mengaudit uang jaminan
listrik. Ia mengingatkan, uang tersebut telah dipungut selama berpuluhpuluh tahun, sejak tahun 1940 silam,
sehingga akumulasinya sudah cukup
besar.
Tidak hanya saat pemasangan
tarif, tapi juga ketika pelanggan hendak menambah jumlah watt. Saat ini
kata dia, uang tersebut sudah mencapai Rp. 6triliun. Dirinya menegaskan,
uang jaminan listrik ini bukan merupakan Pendapatan Negara Bukan
Pajak (PNBP) namun oleh PLN uang
tersebut telah diinvestasikan.
“PLN menginvestasikan uang ini
kemana, atas dasar apa, izinnya kepada siapa. Lalu selama ini disimpan
Uang Jaminan Listrik
Selain berbagai permasalahan
PLN, Anggota Panja Listrik Komisi VII,
Daryatmo mardianto meminta agar
Anggota Komisi VII DPR Daryatmo Mardiyanto
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
31
PENGAWASAN
dalam rekeningnya atas nama siapa,”
tandasnya. Sebagai uang rakyat, bila
uang tersebut dipergunakan untuk investasi, maka PLN wajib meminta izin
kepada rakyat atau minimal kepada
wakil rakyat. Karena itu, ia meminta
PLN dapat mempertanggungjawabkan keberadaan serta peruntukkan
uang dimaksud.
Usulan ini mendapat dukungan
dari Anggota Panja Komisi VII lainnya
Azwir Dainy Tara (Fraksi PG). Ia menambahkan, pasca bencana gempa
dan bencana banjir, masyarakat korban tidak lagi menggunakan listrik,
harusnya uang jaminan yang sudah
mereka bayarkan itu, dikembalikan
oleh PLN.
Selain itu, kata Azwir, selama ini
dengan nomimal yang cukup tinggi
pastinya PLN mendapatkan bunga
dari uang tersebut. “Lalu bagaimana
dengan hasil bunganya, PLN pergunakan untuk apa, bagaimana PLN
mempertanggungjawabkannya. Tolong diaudit seluruhnya supaya dapat
kepastian,” tanya Azwir
Menanggapi pernyataan itu, Auditor Utama Keuangan Negara VII BPK
Ilya Avianti menyakinkan, pihaknya
32
akan melakukan audit investigasi
terhadap PLN secara menyeluruh,
termasuk mengenai uang jaminan
pelanggan.
Ilya mengatakan BPK sepakat menilai PLN selama ini tidak transparan.
“Jangan khawatir, tidak akan ada yang
luput dari perhatian kami, kami akan
menelusuri hingga keujung jarum,”
katanya.
Mengenai uang jaminan listrik
tersebut, ia mengungkapkan, sejak
tahun 2009, sudah menjadi temuan
bagi BPK sebesar Rp 5,9triliun dan iapun menegaskan, bahwa uang jaminan itu tidak boleh diinvestasikan.
Komisi VII Akan Telusuri
Sektor Hulu PLN
Anggota Komisi VII DPR Daryatmo Mardiyanto (Fraksi PDI Perjuangan) yang juga tergabung dalam
Panitia Kerja Sektor Hulu Listrik, menyatakan pihaknya akan menelusuri
kinerja PLN tanpa terkecuali dan akan
dimulai dari sektor hulu.
Selama ini, kata dia, PLN sering
mengklaim diri bahwa pihaknya
mengalami kerugian, padahal selalu
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
mendapatkan subsidi dari pemerintah. Salah satu temuan awal, penyebab kerugian tersebut disinyalir karena biaya produksi tinggi. Misalnya,
Panja Komisi VII mengetahui komposisi bahan baku yang digunakan pembangkit listrik PLN sangat tergantung
kepada bahan bakar minyak (BBM)
dan solar.
“Jadi komposisinya hampir 60
persen menggunakan bbm dan solar, baru sisanya menggunakan batubara, gas dan sebagainya, padahal
kita semua tahu, harga BBM dan Solar
sangat tinggi,” ungkap Daryatmo.
Karena itu, Komisi VII memutuskan untuk membuat panja, dengan
tujuan untuk menurunkan ketergantungan tersebut serta agar melakukan
pembauran energy dengan baik. Namun disisi lain, peningkatan penggunaan gas untuk PLN akan berhadapan
dengan kepentingan untuk gas bahan
bakar juga gas untuk kebutuhan pupuk.
Panja Komisi VII akan melakukan
kerjasama dengan mengajak BPK, sebagai auditor Negara, lembaga yang
mempunyai kompetensi untuk membantu, guna mengantisipasi secara
persis mengenai pertama, kebutuhan
mengenai volume, kedua, komposisi anggota perwilayahnya baik solar,
gas, batubara, panas bumi, air maupun tentang tingkat harga keekonomian masing-masing, sehingga akan
dibandingkan dengan berbagai jenis
pembangkit lainnya.
“BPK diminta secara spesifik
melakukan audit khusus, bukan audit
kelembagaan PLN secara keseluruhan
tapi audit pada pembangkit listrik
sektor hulu.
Menurut Daryatmo, semua jenis pembangkit ditubuh PLN maupun
yang merupakan pembangkit kerjasama, serta pembangkit anak perusahaan PLN berikut variable-variabelnya,
semua tidak akan lepas dari pantauan
tim audit juga akan dikaji penggunaan
bahan bakarnya. Diharapkan nantinya
dapat diketahui persis berapa tingkat
rasio yang paling tepat dan harga
yang paling pas, supaya intervalnya
juga rendah dengan masing-masing
bahan bakar tersebut .
“kita ingin komposisi solar dari
baruan gas, batubara, air dan panas
bumi itu makin kecil, karena solar harganya paling mahal,” ujarnya
Lebih lanjut Daryatmo mengatakan, panja Komisi VII juga ingin
mengulas masalah impor. Pasalnya
impor yang dilakukan PLN tersebut
menyedot anggaran. “Sebenarnya tidak pernah ada rumusan yang jelas
mengenai besaran impor, begitu juga
dengan standar harganya. Padahal
impor itu beresiko apabila terdapat
perbedaan harga. Kita juga ingin tahu,
berapa persisnya standar harga impor
itu,”
Ia menegaskan, pihaknya tidak
mempermasalahkan jika harus menghadapi pelaku impor, namun ia berharap proses impor tersebut dapat
dilakukan secara transparan, sehingga
dapat diketahui dan dijelaskan bahwa
itu memakan uang rakyat.
“Tidak masalah, yang penting
terbuka saja, toh itu untuk memenuhi
kebutuhan hajat hidup orang banyak,
apalagi nanti kalau trend dari lifting
minyak dan gas makin lama makin
berkurang, ditambah adanya peran
listrik swasta, serta kemungkinan menaikkan jumlah gas yang diekspor,”
terangnya.
Selain itu, terkait mengenai kontribusi pasar dalam negeri (domestic
market obligation) juga harus ditegaskan, karena jika tidak, dikhawatirkan
akan mengganggu kemandirian maupun kedaulatan tentunya.
Lebih Jauh lagi basis yang dikembangkan untuk mewujudkan amanat
undang-undang energy serta rencana
umum energy nasional yang dibuat
oleh dewan energy nasional yakni
kemandirian energy. Hal tersebut,
katanya harus diiringi dengan kemandirian pengelolaan energy. “Kemandirian dan pengelolaan energy,
sudah saatnya dan harus menjadi
fokus kita,”tegasnya.
Seiring dengan pertambahan
penduduk, Daryatmo juga menya-
rankan, agar PLN membuka kesempatan yang luas bagi pertumbuhan
pembangkit-pembangkit baru sehingga bisa menghasilkan listrik lebih
banyak, juga untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan industry. Namun
ia mempertanyakan darimana sumber
energinya serta pihak yang mampu
menjamin ketersediaan energinya.
“Jadi itu yang kita harapkan, untuk itu, kita memulai dengan menggunakan audit investigasi dari BPK
tentang energy sektor hulu yang
digunakan untuk pembangkit-pembangkit,” terangnya.
Pihaknya berharap, PLN bersedia
untuk lebih transparan serta harus berani membuka diri dalam memberikan
informasi, seperti perhitungan tarif
dasar listrik, proses tender, pengadaan barang, masalah impor serta
memberikan peluang kepada para investor. (sw/tm)
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
33
ANGGARAN
Kenaikan Harga BBM
Perlu Dikaji Ulang
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital
dalam semua aktifitas ekonomi. Kenaikan harga BBM bukan saja memperbesar beban
masyarakat kecil tetapi juga bagi dunia usaha.
H
al ini dikarenakan terjadi kenaikan pada biaya produksi
sehingga
meningkatkan
biaya secara keseluruhan
dan mengakibatkan kenaikan harga
pokok produksi yang akhirnya akan
menaikkan harga jual produk. Di lain
pihak dengan kenaikan harga Bahan
Bakar Minyak tersebut akan memberatkan beban hidup masyakarat yang
pada akhirnya akan menurunkan daya
beli masyarakat secara keseluruhan.
Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan tidak terserapnya semua
hasil produksi banyak perusahaan
sehingga secara keseluruhan akan
34
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
menurunkan penjualan yang pada
akhirnya akan menurunkan laba perusahaan.
Gejolak harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000. Tiga tahun berikutnya harga
terus naik seiring dengan menurunnya
kapasitas cadangan. Ada sejumlah
faktor penyebab terjadinya gejolak
ini, salah satunya adalah persepsi terhadap rendahnya kapasitas cadangan
harga minyak yang ada saat ini, yang
kedua adalah naiknya permintaan dan
di sisi lain terdapat kekhawatiran atas
ketidakmampuan negara-negara produsen untuk meningkatkan produksi.
Sejak pecahnya kerusuhan sipil
pada pertengahan Februari, produksi
minyak Libya yang besarnya 2% dari
total pasokan minyak dunia mengalami penurunan sekitar 60 sampai 90%
dari produksi totalnya yang mencapai 1,6 juta barel per hari. Walaupun
hanya 2% dari pasokan minyak dunia,
namun apa yang terjadi di Libya
sangat berpengaruh pada kondisi
Anggota DPR (F-PKS) Ahmad Riyaldi
pasar minyak mentah dunia. Kontrak
WTI telah meningkat lebih dari 20%
selama dua minggu terakhir. Saat ini
harga minyak WTI untuk pengiriman
April 2011 berada pada US$ 104.63
per barel, sementara minyak Brent
US$ 113.06 per barel.
Keadaan tersebut membuat
pemerintah dilanda dilema terkait
dengan harga bahan bakar minyak.
Di satu sisi, pemerintah telah berjanji
akan melakukan pembatasan BBM
bersubsidi alias premium mulai awal
April 2011. Namun, di sisi lain, muncul
perkembangan baru manakala harga
minyak mentah di pasar internasional
terus membumbung hingga membuat harga pertamax juga meroket.
Keadaan ini menjadikan pemerintah terlihat mundur lagi dengan
rencananya untuk pembatasan BBM
bersubsidi itu. Dikhawatirkan perbedaan harga yang tinggi antara premium dengan pertamax justru memunculkan masalah baru. Dengan
perbandingan harga premium yang
Rp 4.500 per liter dengan pertamax
yang melampaui Rp 8.000 per liter,
memungkinkan munculnya spekulasi pasar gelap. Belum lagi, dampak
negatif lainnya kemungkinan terjadinya aksi penimbunan BBM oleh
pihak-pihak tertentu demi meraup
keuntungan, dan mengakibatkan
terjadinya kelangkaan BBM dimanamana, mengingat harga BBM yang
terus menunjukkan trend peningkatan signifikan.
Saat ini, pemerintah pun terkesan sangat berhati-hati terkait kebijakan ini. Sampai-sampai pemerintah
harus menunggu paparan kajian dari
beberapa perguruan tinggi terkait
pembatasan premium ini. Dari pihak
pemerintah yang dinyatakan oleh
Menteri ESDM sebenarnya telah mengeluarkan opsi di antaranya adalah
untuk menaikkan harga premium
sebesar Rp 500 hingga menjadi Rp
5.000 per liter namun ada cashback
untuk angkutan umum. Selain itu juga
masih ada opsi lain, yaitu penjatahan.
Keragu-raguan Pemerintah dalam menentukan Kebijakan Pengaturan BBM Bersubsidi ini akhirnya
mengakibatkan
timbulnya
Panic
Buying ditengah masyarakat. Hal ini
telihat dari munculnya kelangkaan
BBM diberbagai daerah khususnya di
Pekanbaru dan Pontianak, yang diduga adanya penimbunan menunggu
keputusan Pemerintah terkait harga
BBM Bersubsidi.
Situasi seperti ini tentunya harus
segera dikendalikan oleh pemerintah.
Pemerintah harus segera mengambil
keputusan. Secepatnya dan setepat
mungkin. Di sinilah pemerintah akan
diuji. Apakah pemerintah mampu menyelamatkan APBN sekaligus tidak
menyengsarakan rakyat?
Ahmad Rilyadi (F-PKS) menilai
dengan kenaikan minyak dunia tidak
perlu berpengaruh pada kenaikan
harga BBM di Indonesia dan kenaikan
harga BBM ini jangan dijadikan seperti opsi terakhir yang harus dilakukan untuk menyelamatkan anggaran
negara.
“Jangan selalu menjadikan opsi
kenaikan harga BBM menjadi opsi terakhir yang paling baik yang dilakukan
pemerintah, karena sebetulnya jika pemerintah menaikkan harga BBM, berarti secara tidak langsung menaikkan
harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, dan sebagainya,”tegasnya
saat diwawancarai di Jakarta, Kamis
(10/3).
Anggota Dewan yang akrab di
sapa Irel, kini bertugas di komisi VII
yang membidangi Energi Sumber
Daya Mineral, Lingkungan Hidup,
Riset dan Teknologi ini, lebih menginginkan untuk adanya pembenahan
di sektor perpajakan yang jelas-jelas
merupakan sumber pendapatan negara.
Menurutnya, dengan adanya
pembenahan di sektor perpajakan
tentunya akan menambah pendapatan negara, yang nantinya tentu
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
35
ANGGARAN
pemerintah tidak perlu lagi dipusingkan mengenai subsidi yang diberikan
kepada rakyatnya, entah itu subsidi
pendidikan, kesehatan, listrik, BBM
ataupun subsidi lainnya.
Setiap tahunnya pemerintah menyiapkan anggaran keuangan yang
disebut Anggaran Pendapatan dan
Belanja yang berfungsi sebagai kebijakan keuangan pemerintahan dalam
memperoleh dan mengeluarkan uang
yang digunakan untuk menjalankan
ngat baik, dan akan lebih membantu
masyarakat kecil untuk menambah
subsidi di bidang pendidikan dan kesehatan,” terangnya.
Munculnya kasus Gayus Tambunan yang diketahui sebagai salah
satu makelar pajak dan telah merugikan Negara, membuat kesadaran
masyarakat untuk membayar pajak
yang telah sejak lama dibangun, menjadi terpuruk jatuh kembali. Hal ini
dibuktikan dengan dengan muncul-
BBM, Irel mengatakan, pemerintah
sebenarnya tidak perlu melakukan
pembatasan subsidi BBM, mengingat
masyarakat menengah ke atas tentunya memiliki mobil yang di produksi
di atas tahun 2000 ke atas, yang secara tidak langsung memang harus
diisi dengan bensin pertamax.
“Sebenarnya masyarakat menengah keatas, tentunya memiliki mobil yang di produksi diatas tahun
2000 atau yang secara tidak lang-
pemerintahan. Anggaran ini memperlihatkan jumlah pendapatan dan belanja yang diantisipasikan dalam tahun berikut. Dalam unsur pendapatan
yang paling utama dan penting adalah
pendapatan yang berasal pajak.
Menurut Irel, jika faktor perpajakan ini dapat segera dibenahi,
tentunya akan sangat mempengaruhi pendapatan Negara. “Jika saja
pemerintah benar-benar serius untuk
memperbaiki masalah pajak, saya yakin pendapatan pemerintah akan sa-
nya ” Gerakan Boikot Bayar Pajak” di
facebook yang hingga saat ini jumlah
pendukungnya mencapai 53 ribu dan
terus bertambah.
“Saya yakin, masih banyak ”Gayus” lainnya yang berkeliaran di luar
sana, yang tentunya sangat merugikan pendapatan pemerintah, untuk
itu saya menginginkan agar kasus
Gayus itu cepat diselesaikan agar perekonomian Negara pun dapat kembali stabil,”jelas Irel.
Mengenai pembatasan subsidi
sung memang mengkonsumsi bensin pertamax, sehingga tidak perlu
adanya pembatasan subsidi BBM,
lagipula masyarakat menengah keatas, biasanya mempunyai pembantu
rumah tangga lebih dari satu, yang
berarti telah membuka lapangan pekerjaan yang secara tidak langsung
telah membantu pemerintah dalam
penyediaan lapangan pekerjaan, sehingga menurut saya tidak ada yang
salah,”jelas Irel.
Irel menambahkan, sebenarnya
36
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
semua masyarakat berhak mendapatkan subsidi, tidak saja masyarakat kecil, karena menurutnya, seluruh masyarakat yang membayar pajak, sudah
selayaknya mendapatkan fasilitas
yang sama dari pemerintah.
Pemerintah sudah selayaknya
memberikan subsidi kepada rakyat,
bukan dalam bentuk uang (bantuan
langsung tunai) yang hanya membuat masyarakat bertambah malas,
melainkan lapangan pekerjaan seluas
luasnya. Pemerintah juga harus dapat
memaksimalkan pendapatan Negara
dari pajak agar pembangunan di seluruh faktor dapat dibangun secara
merata.
Senada dengan hal tersebut,
Anggota DPR RI Komisi VII, Sohibul
Iman menegaskan ”Bulan Maret-April
ini adalah moment yang sangat tepat
bagi Pemerintah untuk bersikap, karena pada bulan ini trend inflasi sangat
rendah, dilihat dari trend selama tahun 2006 – 2010.”
Rekomendasi Tim Kajian Independent pun sudah diterima Pemerintah. Ada 3 Opsi pengaturan BBM
Bersubsidi yang ditawarkan Tim yang
dipimpin Anggito Abimanyu tersebut.
”Namun 3 opsi itu bukan harga mati,
Pemerintah bisa saja merekomendasikan ke DPR opsi lain, atau gabungan
dari beberapa opsi, karena itu Pemerintah harus tegas dan punya standing position yang jelas” ujar Sohibul.
Politisi asal PKS ini memberikan
alternatif misalnya opsi menaikan
harga Premium menjadi Rp.5.500, tapi
ada cash back Rp.1.000 untuk angkutan umum dan kendaraan usaha
kecil menengah, sementara kendaraan pribadi punya pilihan, mau pakai
Pertamax yang harganya dikisaran
Rp.8000an, atau Premium Rp.5.500.
Opsi ini tidak begitu membebani
rakyat kecil karena mereka dapat cash
back Rp.1.000 dengan sistem elektronik.
”Yang penting, apapun opsi yang
dipilih, harusnya tidak membebani
masyarakat kurang mampu, sebagaimana komitmen Pemerintah dan
DPR bahwa BBM Bersubsidi jangan
sampai dikonsumsi oleh mobil mewah, mobil pejabat dan masyarakat
yang kaya raya” pungkasnya.
Sementara Fraksi PDI Perjuangan secara tegas menolak kebijakan
pemerintah melakukan pembatasan
BBM bersubsidi karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
badan litbang partai itu disimpulkan
yang menikmati BBM bersubsidi justru lapisan masyarakat menengah ke
bawah.
Menurut Ketua Poksi Komisi VII
FPDIP DPR, Effendi Simbolon menerangkan, pihaknya telah melakukan
survei independen tentang rencana
pemerintah melakukan pembatasan
BBM bersubsidi di kawasan Jabodetabek beberapa waktu lalu.
“Dari hasil survei itu dijumpai
fakta bahwa sebagian besar pengkonsumsi BBM bersubsidi itu justru
lapisan masyarakat menengah ke
bawah dan semua data hasil penelitian itu akan kita sampaikan langsung
kepada pemerintah, termasuk presiden,” ujar Simbolon
Dijelaskannya, survei yang mengkaji rencana pembatasan BBM bersubsidi itu dilakukan berdasarkan tiga
asumsi, yakni upaya membatasi BBM
bersubsidi telah melanggar konstitusi
dan kepentingan nasional, kebijakan
itu sangat prematur dan akan berdampak negatif pada perekonomian
Indonesia mengingat sebagian besar
BBM bersubsidi itu dinikmati oleh
masyarakat kelompok menengah ke
bawah.
Selain itu, menurut Wakil Ketua
Komisi VII DPR ini, masih ada banyak
alternatif kebijakan yang lebih adil
ketimbang melakukan pembatasan
BBM bersubsidi. Berbagai alternatif
yang diabaikan pemerintah tersebut
di antaranya adalah belum dilakukannya perbaikan formula pembebanan
subsidi BBM dan bagi hasil minyak,
melakukan reformasi tata niaga migas, menaikkan pajak kendaraan bermotor serta menerapkan modal PSC
untuk meningkatkan bagian minyak
pemerintah.
Lebih lanjut Simbolon mengatakan, makna pembatasan BBM
bersubsidi itu adalah premium akan
segera ditarik dari pasaran dan selanjutnya masyarakat dipaksa untuk
mengkonsumsi pertamax atau BBM
non subsidi. (ra/si)
Anggota DPR (F-PKS) Ahmad Riyaldi
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
37
LEGISLASI
RUU Perubahan Sistem Resi
Gudang Lebih Menjamin
Komoditi Yang Tersimpan
Dalam Kontek pemberdayaan dan
pembinaan pelaku industri kecil dan
menengah yang didalamnya terdapat
petani dan buruh petani,
Resi Gudang merupakan salah satu solusi
untuk memperoleh pembiayaan dengan
jaminan komoditi yang tersimpan
di gudang.
S
etelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2006 tentang Sistem Resi Gudang, Maka Sistem Resi Gudang di
Indonesia diharapkan dapat berjalan
dengan baik dan meningkat dengan
cepat. “perkembangannnya ditemukan beberapa kelemahan di lapangan
yang sangat menghambat perkembangan Sistem Resi gudang, sehingga
Komisi VI DPR RI melakukan Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang,” kata Wakil Ketua Komisi VI Aria
Bima dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Kelemahan tersebut antara lain
adalah tidak tersedianya mekanisme
jaminan atau asuransi yang relative
terjangkau bagi pelaku usaha apabila
pengelola gudang mengalami pailit
atau melakukan kelalaian dalam pengelolaan, sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya mengembalikan barang yang disimpan di gudang
dengan kualitas atau kuantitas yang
tertera dalam Resi Gudang. Jaminan
pelaksanaan (performance guarantee)
bagi pelaksanaan kewajiban pengelola gudang antara lain dapat diperoleh
dengan kewajiban pengelola gudang
untuk memiliki jaminan asuransi (in-
surance bond).
Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima
38
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
Dalam menghadapi persaingan
yang semakin ketat pada era globalisasi diperlukan kesiapan dunia usaha
untuk menghadapi perubahan yang
sangat cepat di bidang ekonomi
khususnya perdagangan antara lain
melalui instrument dalam penataan
system perdagangan yang efektif dan
efisien, sehingga harga barang yang
ditawarkan dapat bersaing di pasar
global. Efisiensi perdagangan dapat
nue.okstate.edu/internet
sanaan stabilisasi harga dan pemasaran komoditi menuju perdagangan
komoditi yang didasarkan kepada
mekanisme pasar.
Pada Negara berkembang, Aria
Bima menjelaskan sistem resi gu-
ensi dari intervensi pemerintah dalam
stabilisasi harga komoditi.
Masih kurangnya aspek legalitas
yang integrative yang mendukung resi
gudang sebagai instrument keuangan
yang dapat diperdagangkan, kurang-
dang ini kurang berkembang karena
adanya hambatan antara lain, kurang
insentif atau peluang bagi berkembangnya sistem pergudangan uang
efisien yang diselenggarakan pihak
swasta. Hal ini merupakan konseku-
nya pemahaman dari sektor-sektor
komersial tentang Resi Gudang sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan, serta fluktuasi tingkat
bunga yang belum stabil, menyebabkan kurang menariknya sistem ini
picasaweb.google.com/internet
tercapai apabila didukung oleh iklim
usaha yang kondusif dengan tersedianya dan tertatanya sistem pembiayaan perdagangan yang dapat diakses oleh setiap pelaku usaha secara
tepat waktu.
Sistem pembiayaan perdagangan sangat diperlukan bagi dunia
usaha untuk menjamin kelancaran
usahanya terutama bagi usaha kecil dan menengah, termasuk petani
yang umumnya menghadapi masalah
pembiayaan karena keterbatasan akses dan jaminan kredit. Dalam konteks pemberdayaan dan pembinaan
kepada pelaku industri kecil dan
menengah yang di dalamnya terdapat
petani dan buruh tani, Resi Gudang
merupakan salah satu solusi untuk
memperoleh pembiayaan dengan
jaminan komoditi yang tersimpan di
gudang. Melalui Resi Gudang, akses untuk memperoleh pembiayaan
dilakukan dengan mekanisme yang
sederhana.
Dalam perkembangan pasar komoditi saat ini, resi gudang merupakan bagian dari instrument keuangan
yang dapat digunakan dalam bernegosiasi. Instrument ini merupakan
alat yang dapat berperan dalam masa
transisi dimana pemerintah mulai
mengurangi perannya dalam kebijak-
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
39
LEGISLASI
khususnya dukungan dari perbankan.
Menurut Aria Bima, hal baru yang
diatur dalam UU SRG adalah mengenai Lembaga Dana Jaminan Ganti
Rugi, yaitu Lembaga Dana Jaminan
adalah badan hukum yang menjamin
hak dan kepentingan Pemegang Resi
Gudang atau Penerima Hak Jaminan
terhadap kegagalan, kelalian atau
ketidakmampuan Pengelola Gudang
dalam melaksanakan kewajibannya
dalam menyimpan dan menyerahkan
barang.
Selanjutnya Penerima Hak Jaminan adalah pihak yang memegang
atau berhak atas Hak Jaminan atas
Resi Gudang sesuai dengan Akta
Pembebanan Hak Jaminan.
Sedangkan statusnya adalah
badan hukum yang melaksanakan
tugas dan wewenangnya secara indepanden, transparan, dan akuntabel,
serta bertanggungjawab kepada Menteri yang bertanggungjawab pada bidang perdagangan. Yang berkedudukan di Ibukota Negara RI dan dapat
dibentuk kantor perwakilan di daerah
yang persyaratan dan tata cara pembentukannya diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Lembaga Dana Jaminan ini akan
melindungi hak Pemegang Resi Gudang dan Penerima Hak Jaminan
apabila terjadi kegagalan, ketidakmampuan, dan kebangkrutan Pengelola Gudang dalam menjalankan kewajibannya, dan memelihara stabilitas
dan integritas sistem resi gudang sesuai dengan kewenangannya.
Aria Bima menjelaskan RUU ini,
juga menjelaskan Lembaga Dana
Jaminan juga berwenang melakukan penyelesaian dan penanganan
pengelola gudang gagal, juga dapat
bertindak sebagai kreditur terhadap
pengelolaan gudang berdasarkan hak
subrogasi dari pemegang resi gudang
dan pemegang hak jaminan yang
dapat mengajukan permohonan pailit
kepada Pengadilan Niaga.
Dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, Lembaga Dana Jaminan juga dapat meminta data, informasi dan dokumen kepada pihak
lain. “Pengumpulan dana, pengelolaan dana dan cara serta persyaratan
menggunakan dana dari Lembaga
Jaminan serta struktur dan fungsi administrasinya diatur dengan Peraturan
Pemerintah,” jelasnya.
Dana yang terkumpul dalam
Lembaga Dana Jaminan hanya dapat
Suasana rapat Komisi VI DPR bersama Pemerintah membahas perubahan RUU Sistem Resi Gudang
40
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
digunakan untuk melindungi kepentingan Pemegang Resi gudang dan
keamanan Penerima Hak Jaminan terhadap kegagalan atau ketidakmampuan dari Pengelola Gudang untuk
melaksanakan kewajibannya. “adanya
kewajiban bagi setiap Pengelola Gudang untuk menjadi pesarta penjaminan yang dilaksanakan Lembaga Dana
Jaminan,” papar Aria Bima.
Wakil Ketua Komisi VI ini menegaskan agar ketentuan Resi Gudang ini bias berjalan efektif, maka
ditambahkan ketentuan kewenangan
dari Lembaga Dana Jaminan untuk
mengenakan sanksi adminstratif kepada Pengelola Gudang yang tidak
membayar uang kontribusi dan tidak
membayar atas barang yang disimpan. “Sanksi administrative berupa
debda administrative atau bunga,”
tegas Politisi Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan.
Selain itu, setiap orang yang menolak memberikan data, informasi
dan data dokumen yang diminta oleh
Lembaga Data Jaminan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,
dikenakan sanksi pidana yang diatur
dalam RUU Perubahan UU SRG ini.
(as)
impijatengdiy.com/internet
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Gondo Radityo Gambiro
Beberapa warga miskin yang tinggal dibawah kolong jembatan sungai di Jakarta
Pengentasan Kemiskinan
Melalui UU Fakir Miskin
Pembahasan Rancangan Undang-Undang
(RUU) Penanganan Fakir Miskin harus
dilandaskan pada pemikiran yang matang
dalam memandang persoalan kemiskinan,
sehingga RUU ini bisa menjadi dasar yang
komprehensif dalam penanganan kemiskinan.
S
elain itu, diharapkan RUU ini
kedepannya juga harus sampai
pada penetapan minimal anggaran penanggulangan kemiskinan,
sehingga konsep dan strategi yang
akan dijalankan guna mengentaskan
kemiskinanan ini menjadi jelas dan
terarah.
Bahkan, Ketua Komisi VIII Abdul
Kadir Karding mengatakan kehadiran
RUU ini bertujuan agar adanya instrumen negara yang lebih fokus dalam
penanganan terhadap kelompok masyarakat yang disebut fakir miskin.
Hal ini juga didukung oleh adanya kesepahaman baik DPR maupun pemerintah yang menyepakati bahwa untuk
menangani fakir miskin harus dilaku-
kan secara multidimensi, karena masalah kemiskinan sangat kompleks.
Namun, Wakil Ketua Komisi VIII
DPR (FPD) Gondo Radityo Gambiro
mengatakan, penanganan fakir miskin
tidak hanya terbatas penyuluh dan
relawan. “Butuh tenaga khusus yang
terdidik dan trampil,” kata Gondo.
Gondo mengatakan, persoalan
kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk
miskin, tetapi juga berkaitan dengan
tingkat kedalaman dan keadaan dari
kemiskinan tersebut. “Sehingga kebijakan penanganan fakir miskin disamping mampu memperkecil jumlah penduduk miskin tetapi sekaligus
mampu mengurangi kondisi kemiski-
nan,” tegasnya.
Untuk itu, diperlukan kebijakan
peningkatan akses fakir miskin terhadap sumber daya sosial ekonomi,
peningkatan prakarsa dan peran aktif warga masyarakat dalam pemberdayaan fakir miskin dan perlindungan
hak-hak dasar fakir miskin.
Gondo menambahkan, perlu juga pengaturan yang tegas berkaitan
dengan siapa yang berwenang untuk menentapkan data fakir miskin,
melakukan pendataan dan melakukan
verifikasi data yang dapat digunakan
untuk seluruh sektor dalam penanganan fakir miskin.
Dia berharap agar RUU tentang
Penanganan Fakir Miskin ini dapat
cepat dalam pembahasan dan dapat
diimplementasikan. “Karena RUU ini
sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat untuk memberikan kepastian
dan keadilan,” jelasnya.
Dalam rapat kerjanya dengan
DPR, Rabu (2/3) lalu di Gedung DPR,
Jakarta, Mensos Salim Sagaf Al Jufri
menyampaikan sebanyak 275 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam
draff RUU usul inisiatif DPR itu, dengan empat klasifikasi, yakni: 77 DIM
substansi tetap, 24 DIM substansi
perubahan redaksional, 33 DIM perubahan substansi, dan 141 substansi
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
41
LEGISLASI
dihapus.
Salim Sagaf mengutarakan bahwa pada substansi judul, pemerintah
mengharapkan agar kata “penanganan” dihapus, karena dengan judul
RUU Penanganan Fakir Miskin, maka
materi yang akan diatur menjadi terbuka dan lebih konfrehensif dan tidak terbatas pengaturannya pada
penangan fakir miskin saja, tetapi dimungkinkan dalam pembahasan apabila ada hal yang belum diatur dalam
pembahasan RUU nantinya dapat diakomodir.
Mengenai definisi Fakir Miskin
yang tercantu dalam RUU, Salim Sagaf
mengatakan pemerintah memandang
akan mengalami kesulitan dalam
operasional karena ada pembatasan
definisi fakir miskin yang didasarkan
hanya pada mereka yang sama sekali
tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok. “Definisi
fakir miskin agar lebih operasional,”
kata Salim.
miskin dari RUU ini. Karena menurutnya materi tersebut sama dengan
sumber pendanaan bagi penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2009
tentang KesejahteraanSosial.
Hal itu dengan pertimbangan
untuk menghindari adanya tumpang
tindih atau duplikasi pengaturan. Namun apabila diperlukan adanya pengaturan sumber pendanaan bagi fakir miskin, pemerintah mengusulkan
agar pengaturan sumber dana fakir
miskin tidak bersifat umum, tapi dari
sumber yang bersifat khusus.
Selanjutnya, Pemerintah mengusulkan perlu ada pengaturan penanggungjawab pelaksanaan penangan
fakir miskin, yang didasarkan pada
lingkup wilayah, yaitu tingkat nasional
penanggungjawabnya Menteri Sosial,
tingkat provinsi penanggungjawab
Gubernur, dan bupati atau walikota
bertanggungjawab di tingkat Kabupaten atau Kota.
Suasana rapat Komisi VIII DPR dengan Mensos
Dalam hal pendataan fakir miskin perlu dilakukan sinkronisasi pengaturan dengan pendataan dan
penetapan fakir miskin sebagaimana
diatur dalam peraturan pelaksana UU
Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional.
Selain itu, Salim Sagaf berpandangan untuk menghapuskan materi
pengaturan sumber pendanaan fakir
42
Sedangkan, mengenai pengaturan ketentuan pidana sebaiknya tidak diatur dalam UU ini, karena delik
pidana bersifat umum yaitu pemalsuan dan penyalahgunaan yang telah
diatur dalam Kitab UU Hukum Pidana
(KUHP), “Delik Pidana yang diatur
dalam RUU ini sudah otomatis tunduk
pada ketentuan pidana yang diatur
KUHP,” katanya.
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
Ia juga mengungkapkan bahwa
DIM RUU tentang Penanganan Fakir
Miskin disusun dan dibahas dengan
melibatkan kementerian dan lembaga
terkait. Kementerian dan lembaga
terkait tersebut, kata Mensos diantaranya adalah Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat,
Kementerian Sosial, Kementerian
Keuangan, Kementerian Hukum dan
HAM, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/KetuaBappenas,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Kementerian Kesehatan, Sekretariat
Negara, Sekretariat Wakil Presiden,
dan Badan Pusat Statistik.
Sementara itu anggota Komisi
VIII DPR dari FPKS Jazuli Juwaini mengatakan anggaran untuk penanganan fakir miskin sebaiknya bisa lebih
terfokus, tidak tersebar pada 18 kementerian/lembaga seperti saat ini.
Dengan demikian penggunaan biaya
negara akan terpusat untuk pengentasan kemiskinan dan karena itu akan
lebih mudah untuk diawasi dalam
pelaksanaannya.
“Semangatnya bagaimana menyelesaikan kemiskinan secara serius,
kita ingin anggaran kemiskinan ini
terfokus supaya lebih mudah mengawasinya,” kata anggota Jazuli Juwaini
Meski demikian, politisi PKS ini
tidak setuju jika untuk penanganan
fakir miskin diserahkan kepada badan
atau lembaga khusus, karena akan
menambah beban negara. “Karena
ada pejabatnya lagi, ada gaji pejabatnya lagi, ada fasilitas pejabatnya lagi.
Pertahankan saja lembaga yang sudah ada,” ujarnya.
Menurut dia, diperlukan komitmen yang kuat dari DPR dan pemerintah dalam pembahasan RUU Fakir miskin . “Saya kira baik DPR atau
pemerintah harus sama-sama menyadari betapa pentingnya RUU ini
untuk segera diselesaikan. Kalau persoalan secara substansial yang perlu
didalami dalam pembahasan, kita
ditantang untuk serius ingin menyelesaikan persoalan kemiskinan ini. ”
ujarnya.(nt)
RUU Intelijen Negara
Wujud Reformasi Keamanan Nasional
Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia bersama Pemerintah mulai membahas
RUU tentang Intelijen Negara.
Komisi I mengharapkan RUU tentang Intelijen
Negara menjadi salah satu langkah penting dalam
rangka reformasi sektor keamanan nasional.
Badan-badan Intelijen tersebut
terus tumbuh sejalan dengan kebutuhan maupun perkembangan situasi
sampai dengan saat ini. Dengan adanya situasi dan kondisi perkembangan
globalisasi yang mengusung antara
lain masalah tentang demokratisasi,
hak asasi manusia, supremasi hukum,
dan akuntabilitas dunia yang semakin
enurut Mahfudz Siddiq,
negara dalam rangka pencapaian tujuan nasional
dan sejalan dengan perubahan, serta
perkembangan situasi, perlu untuk
melakukan deteksi dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman baik
dari dalam negeri maupun luar negeri,
yang bersifat kompleks serta memiliki
spektrum yang luas.
Dalam melakukan deteksi dini
dan mencegah terjadinya pendadakan dari berbagai ancaman tersebut,
diperlukan adanya Intelijen Negara
yang profesional serta penguatan kerjasama dan koordinasi Intelijen Negara yang telah ada selama ini sekaligus
mendukung tegaknya hukum, nilainilai demokrasi dengan menegakkan
penghormatan terhadap hak asasi
manusia.
Berbagai kejadian dan perkembangan di setiap tingkat tataran kemasyarakatan baik secara global, regional, maupun nasional, dan bahkan
hingga ke tingkat lokal, menunjukkan
pentingnya peningkatan kapasitas
profesional intelijen.
Bagi Indonesia, jelas tuntutan
kapasitas intelijen ini, menjadi sebuah
kebutuhan mutlak untuk menjawabnya. Tanpa kemampuan menjawab
tuntutan tersebut, dikhawatirkan akan
terjadi kesenjangan kapasitas instrumen keamanan nasional terhadap
berbagai potensi ancaman, gangguan, dan hambatan yang berkembang semakin cepat dan bersifat multi
transparan, maka Intelijen Negara Republik Indonesia harus mampu menghadapi tuntutan-tuntutan perkembangan dimaksud.
Dalam hal ini, diperlukan suatu
landasan hukum bagi Intelijen Negara
M
Pimpinan Komisi I DPR Mahfudz Siddiq saat membuka Raker pembahasan Intelijen Negara
dimensi.
Mahfudz Siddiq politisi Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera menjelaskan
aktivitas Intelijen pada saat menjelang
dan setelah kemerdekaan Indonesia,
menunjukkan bahwa memang telah
terbentuk badan-badan Intelijen.
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
43
LEGISLASI
dalam melakukan tugasnya. “Dengan
adanya landasan hukum yang kuat,
aktivitas Intelijen dapat terkoordinasi
secara tertib dan efektif, lebih memiliki keabsahan di mata rakyat yang
semakin kritis, menghargai prinsip
universal mengenai hak asasi manusia, serta mampu mewujudkan prinsip tata kelola pemerintahan (good
governance) yang baik,” tegas Ketua
Komisi I tersebut.
Segera di selesaikan
Komisi I DPR RI dan Pemerintah
berkomitmen akan segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang
tentang Intelijen Negara. Komitmen
tersebut diwujud nyatakan dengan
dimulainya pembahasan tingkat I
(tanggal 16 maret 2011) antara Komisi I dengan Pemerintah yang diwakili
oleh Menteri Hukum dan Ham Patrialis Akbar, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, dan Kepala Badan
Intelijen Negara Sutanto.
RUU ini terdiri dari 10 Bab dan
46 Pasal, yang mengatur antara lain
mengenai masalah asas-asas yang dianut dalam Penyelenggaraan Intelijen
Negara, meliputi asas professional,
kerahasiaan, kompartementasi, koordinatif, integratif, netral, akuntabilitas,
dan obyektivitas. RUU menetapkan
bahwa Intelijen Negara pada hakekatnya merupakan lini pertama dalam
sistim keamanan nasional.
RUU ini mengatur, bahwa Intelijen Negara menyelenggarakan
fungsi penyelidikan, pengamanan,
dan penggalangan. Fungsi penyelidikan terdiri atas serangkaian upaya,
pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah untuk
mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi
informasi Intelijen, serta menyajikan
sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan.
Adapun penyelenggaraan fungsi
pengamanan terdiri atas serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah
atau melawan upaya, pekerjaan, kegi-
44
atan Intelijen atau Pihak Lawan yang
merugikan kepentingan dan stabilitas
nasional.
Sedangkan fungsi penggalangan
terdiri atas serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terencana, terarah,
dan berproses untuk mempengaruhi
Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan stabilitas nasional.
Mengenai masalah Peran, Tujuan,
Fungsi, dan Ruang Lingkup, antara
lain disebutkan bahwa Ruang Lingkup
Intelijen Negara sebagai bidang masalah dan wilayah meliputi beberapa
hal, yaitu dalam negeri, luar negeri,
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan/atau keamanan, hukum, sumber daya alam, dan
teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut Siddiq penyelenggara-
untuk berkoordinasi dengan lembaga
koordinasi intelijen negara melalui
pimpinan tertinggi dari masing-masing organisasinya,” paparnya.
Selain itu, RUU ini mengatur pula
mengenai masalah Personil Intelijen Negara yang merupakan warga
negara Indonesia yang memenuhi
persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang
berwenang untuk mengabdikan diri
dalam dinas Intelijen. Personil Intelijen Negara berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugas,
upaya, pekerjaan, kegiatan, dan fungsi
Intelijen, mendapatkan perlindungan
bagi keluarganya pada saat Personil
Intelijen Negara melaksanakan tugas,
upaya, pekerjaan, kegiatan, dan fungsi
an Intelijen Negara dilaksanakan oleh
penyelenggara Intelijen Negara dan
kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian atau pemerintahan daerah yang menyelenggarakan
fungsi Intelijen. “Penyelenggara intelijen negara adalah terdiri atas Intelijen
Tentara Nasional Indonesia, Intelijen
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Intelijen Kejaksaan Republik
Indonesia. Para Penyelenggara Intelijen Negara tersebut berkewajiban
Intelijen, dan mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan penugasan Intelijen secara berjenjang dan berkelanjutan.
Sedangkan terkait kewajiban personil Intelijen Negara meliputi merahasiakan seluruh upaya, pekerjaan,
kegiatan, sasaran, informasi, fasilitas
khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan, atau personil
yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi dan aktivitas Intelijen
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
Negara.
Selanjutnya, RUU ini juga mengatur mengenai kerahasiaan informasi
intelijen. Masalah ini meliputi beberapa hal yaitu sistem intelijen negara,
akses-akses yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatannya, data intelijen kriminal yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional,
rencana-rencana yang berhubungan
dengan pencegahan dan penanganan
segala bentuk kejahatan transnasional, dokumen tentang Intelijen yang
berkaitan dengan penyelenggaraan
Keamanan Nasional, dan personil Intelijen negara yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Keamanan Nasional.
Kerahasiaan Informasi Intelijen
intersepsi komunikasi dan pemeriksaan aliran dana yang diduga kuat untuk membiayai terorisme, serta segala
macam gangguan yang mengancam
kedaulatan negara.
Dalam memeriksa aliran dana
tersebut lembaga koordinasi intelijen
negara dapat meminta bantuan kepada Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), lembaga keuangan bukan
bank, dan lembaga jasa pengiriman
uang.
Dibiayai APBN
Biaya penyelenggaraan Intelijen
Negara dan pelaksanaan tugas lembaga koordinasi intelijen negara dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara. Dalam rangka
melakukan pendalaman dan penyelesaian masalah terhadap kebijakan,
kegiatan, dan penggunaan anggaran
Intelijen Negara, RUU mengatur dilakukannya pengawasan kebijakan,
kegiatan, dan penggunaan anggaran
Intelijen Negara. terkait penegakkan
asas Akuntabilitas.
Komisi di DPR yang membidangi
masalah Intelijen Negara dapat membentuk Panitia Kerja tersebut dibentuk sesuai dengan kebutuhan, dalam
rangka menjalankan tugas dan wewenangnya. Dia mengatakan RUU
mengatur, bahwa Panitia Kerja wajib
menjaga kerahasiaan Informasi Intelijen. Selain itu, RUU ini juga mengatur tentang pemidanaan bagi setiap
orang yang sengaja ataupun lalai telah
membocorkan informasi Intelijen.
Komisi I DPR bersama Pemerintah membahas RUU Intelijen
ditentukan oleh Masa Retensi Informasi Intelijen. Masa Retensi Informasi
Intelijen berlaku selama 20 tahun.
Masa Retensi Informasi Intelijen dapat
diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari DPR RI. RUU ini mengatur juga mengenai masalah lembaga
koordinasi intelijen negara yang menyelenggarakan fungsi Intelijen dan
dan pengoordinasian Intelijen Negara,
termasuk mengatur mengenai tugas,
wewenang, serta wewenang khusus
pertanggungjawaban, dilakukan pelaporan secara tertulis oleh Intelijen Negara kepada Presiden melalui
Kepala lembaga koordinasi intelijen
Negara. “Lembaga koordinasi intelijen negara dibiayai APBN, dan bertanggung jabab kepada Presiden,”
jelasnya.
Sedangkan, terkait penegakkan
asas Akuntabilitas Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR
RI) melakukan pengawasan untuk
Pemidanaan bagi Personil Intelijen Negara yang telah membocorkan
informasi Intelijen, dan pemidanaan
bagi Personil Intelijen Negara yang
melakukan intersepsi komunikasi di
luar fungsi Penyelidikan, Pengamanan, dan Penggalangan, “Pemberatan
pidana 1/3 dari masing-masing ancaman pidana maksimumnya kepada
Personil Intelijen yang membocorkan
kerahasiaan Informasi Intelijen pada
saat perang,”paparnya. (as)
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
45
PROFIL
Saya Hanya Ingin Membuat
Ibu Senang
S
enyum yang hangat dan tulus.
Cara bicara yang lembut namun
getarannya menunjukkan pribadi yang tegas dan berwawasan. Itu
kesan yang terasa ketika pertama kali
saling bertegur sapa dengan Ibu Nani
Jamilus. Ia adalah Ibunda Pius Lustrilanang Wakil Ketua BURT. Parle berkesempatan bertemu dalam perjala
“Ibu berasal dari
Solo Jawa tengah,
sementara Bapak
Padang, besar di
Palembang. “Saya
itu seperti tidak
punya suku,” kata
Pius
nan ke Surabaya (Selasa 1/3) mengikuti kunjungan kerja ke Universita Airlangga dalam rangka sosialisasi Ren-
Pius Lustrilanang
cana Strategis (Renstra) DPR RI.
“Ibu saya kebetulan mau ke
Surabaya menemui adik yang bungsu.
Saya kebetulan mau tugas ke tempat
yang sama jadi kami putuskan berangkat bareng. Tapi Ibu dengan biaya
pribadi ya..,” demikian Pius menjelaskan. Mantan aktifis 98 ini menambahkan ditengah kesibukannya sebagai
anggota dewan, waktu pertemuan
46 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
dengan anggota keluarga termasuk Ibu semakin berkurang. Mau tidak mau ia
harus pintar pintar menyiasati seperti dalam perjalanan kali ini.
“Sejak menjadi anggota DPR, praktis saya hanya bertemu Ibu pada saat
liburan Natal,” imbuhnya. Itulah sebabnya dalam perjalanan Ibu dan anak ini
terlihat saling bercerita hangat, kebersamaan sesaat seakan untuk membayar
pertemuan yang banyak terlewatkan.
Tinggal di daerah berbeda memang membuat mereka semakin jarang
bertatap muka, Nani Jamilus tinggal di Palembang, sedangkan Pius di Jakarta.
“Kami sekeluarga dari sononya memang sudah sangat meng-Indonesia,” tegas
Bu Nani saat memulai pembicaraan dengan Parle disela-sela menikmati sarapan
pagi di sebuah hotel di Surabaya. Ia berasal dari Solo, namun cintanya berlabuh
dengan seorang pria dari Solok, Sumatera Barat. Jamilus dosen Tehnik Kimia di
Pada tahun l989, Pius pertama kalinya terjun bersama teman-temannya
yang bergabung dengan Badan Koordinasi mahasiswa Bandung, yang ikut
membela nasib para petani Badega,
Jawa barat. Pada tahun l990, Pius
bergabung dengan KPM-URI, tahun
l991 Pius juga bergabung dengan beberapa temannya mendirikan Komite
Pergerakan Mahasiswa Bandung atau
disebut KPMB. Organisasi ini diikuti
sebelas Kampus di Bandung kemu-
Universitas Sriwijaya akhirnya memboyongnya ke Palembang.
Pius Lustrilanang lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 10 Oktober l968,
beragama Katolik, mempunyai seorang istri dan tiga orang anak. Pada tahun
1987 Pius telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas De Brito
Yogyakarta, Pius meneruskan kuliah di Universitas Katolik Parahiyangan Bandung mengambil jurusan Fisip Hubungan Internasional, kemudian S2 nya di
Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 2006.
dian pada tahun l993, Pius merintis
Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera)
sampai tahun l994.
Sang ibu mengatakan bahwa
Pius anak yang pintar bicara, yang ia
dapat dari keturunan neneknya yang
memang pande bicara didepan orang
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
47
PROFIL
banyak. Ibu pun berharap dan berdoa agar anaknya nanti bisa menjadi
bintang keluarga, dan Pius kecilpun
tumbuh seperti layaknya anak yang
memang anak periang.
Disitulah Pius lahir dan dibesarkan dengan dinamika Indonesia yang
sebenarnya Ibu berasal dari Solo Jawa
tengah, sementara Bapak Padang,
besar di Palembang. “Saya itu seperti tidak punya suku,” kata Pius pada
kesempatan berbeda. Tapi dengan
latar belakang yang beragam membantunya berfikir lebih nasional, lepas
dari sekat-sekat yang ada. KeIndonesiaan Pius sebagai anggota DPR
RI menjadi semakin tegas setelah ia
terpilih mewakili daerah pemilihan
Nusa Tenggara Timur. Itulah sebabnya kekerapannya pulang ke Palembang semakin jauh berkurang, bahkan
pada hari Natal tahun lalu ia memilih
merayakan hari Natalnya di NTT bersama konstituennya.
48
Politisi dari Partai Gerindra ini
menilai ada kemajuan luar biasa dari
sistem demokrasi Indonesia yang
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
bahkan telah melampaui negara besar seperti Amerika Serikat. “Indonesia jadi model baru, bahkan negara
seperti Amerika juga belajar dengan
Indonesia. Bagaimana negeri seperti
Indonesia bisa bertahan,” demikian
Pius. Namun ditengah kemajuan itu
ia juga mengkhawatirkan dinamika
otonomi daerah yang pada beberapa
sampul malah seperti bergerak mundur.
Pius mengatakan aturan pemilukada ada yang menguatkan kembali
syarat-syarat calon harus putra daerah. “Ini reformasi yang malah mundur, berarti orang seperti saya yang
sudah sangat menasional tidak punya
panggung lagi di daerah “ungkapnya.
Bagi Nani Jamilus putra ketiganya itu punya semangat yang sama
dengan ayahnya. Ia meyakini dalam
setiap gerak perjuangan mulai dari
ketika menjadi aktifis mahasiswa yang
menyerukan reformasi, sampai menjadi anggota DPR RI, semangat NKRInya tidak perlu diragukan lagi. “Doa
saya bagi Pius, Tuhan tariklah anakku
padaMu. Anggota DPR itu rawan tidak
jujur, jadi dalam bekerja jangan jauh
dariNYA. Jangan sampai pada akhir
tugas nanti, diperiksa, dikorek-korek
aparat penegak hukum,” ujarnya.
Perempuan yang senang berke-
baya ini menyebut masih ada tugas
reformasi yang sampai sekarang belum tuntas dilaksanakan. Era orde baru
dibawah kepemimpinan Soeharto
telah menumbuhkan mental korupsi
bagi rakyatnya. Banyak urusan pelayanan publik baru dapat diselesaikan
dengan uang, bahkan untuk urusan
remeh temeh ditingkat RT dan RW.
“Pada saat itu banyak orang kaya baru
yang muncul tidak jelas dari mana
hartanya,” katanya. Sampai sekarang
upaya memperbaiki itu menurutnya
belum berhasil, bahkan ada kecendrungan semakin manjadi-jadi.
Nani Jamilus memasuki usia tuanya lebih banyak berkeliling ke beberapa daerah termasuk mendatangi
para cucu. “Anak saya ada yang di
Medan, Palembang, Bogor, Jakarta,
termasuk saudara yang masih ada di
Yogya, dan Surabaya,” jelasnya. Selama
dalam perjalanan itu ia masih sempat
mengamati, mendengar, mendapat
masukan tentang Indonesia dari kaca
mata orang-orang yang ditemuinya.
Harapan seorang Ibu tentu bangsa
ini terus semakin baik dan berkualitas,
seraya berharap proses perbaikan itu
juga digerakkan oleh para wakil rakyat
yang ada di Senayan.
Pembicaraan terhenti sejenak ketika salah seorang staf dari sekretariat
BURT memberi tahu sudah saatnya
mempersiapkan diri untuk pertemuan
di Kampus C Universitas Airlangga. Bu
Nani sejenak menghentikan sarapannya yang didominasi makanan sehat,
sayur dan buah. Ia terlihat membisikkan sesuatu kepada anaknya Pius Lustrilanang yang akan segera berangkat bekerja. Parle tahu diri, mundur
sejenak untuk memberi ruang bagi
percakapan keluarga antara Ibu dan
anak.
Dari kejauhan terlihat Bu Nani
seperti menyampaikan nasehat kepada anaknya. Sekali waktu tangannya
terangkat seakan menekankan sesuatu. Sementara Pius terlihat menganguk-angguk, seperti menunjukkan
ia paham akan apa yang disampaikan
Ibunya. Ritual keluarga itu ditutup
dengan berdoa, telapak tangan kanan
sang Ibu diletakkan di dahi anaknya.
Sekilas seperti membelai kepala sang
anak.
Kepada Parle, Pius Lustrilang menyatakan rasa syukur punya kesempatan bertemu dengan Ibunya ditengah
padatnya jadwal kunjungan kerja di
Surabaya. Ia menyebut pertemuan
singkat ini sebagai pertemuan yang
berkualitas. Ketika ditanya tentang
obsesi khusus yang ingin diwujudkannya sebagai seorang anak. “Saya hanya ingin membuat Ibu senang saja,”
demikian Pius.(Tim Parle).
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
49
KUNJUNGAN LAPANGAN
Sosialisasi Renstra DPR RI :
Harapkan Dukungan
Teknis dari Perguruan Tinggi
Citra DPR yang buruk di kalangan masyarakat
menjadi PR besar bagi kalangan anggota dewan
untuk memperbaikinya.
P
ersoalan citra yang buruk
disebabkan beberapa faktor
diantaranya, kinerja tugas dan
fungsi dewan yang menurun,
dan kurang tersosialisasinya kinerja
Anggota Dewan yang disebabkan
publikasi yang menyoroti sisi negatifnya saja, oleh karena itu, untuk meluruskan persepsi masyarakat dan
memunculkan pemahaman obyektif
terhadap kinerja DPR, Badan Urusan
Rumah Tangga (BURT) DPR mengupayakan penguatan kelembagaan
DPR dengan membuat Rencana Strategis (Renstra) DPR 2010-2014.
Hasil Renstra tersebut, kemudian
disosialisaskan ke beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia,
diantaranya UGM, Unair, Universitas Lambung Mangkurat. BURT akan
menggalakkan sosialisasi ke 10 universitas guna menemukan persepsi
yang sama terkait Rencana Strategi
(Renstra) Dewan.
Di era reformasi ini, tuntutan
publik terhadap Anggota DPR sangat tinggi. Renstra mengusung misi
terwujudnya DPR sebagai Lembaga
Perwakilan Rakyat yang benar-benar
kredibel dalam mengemban tanggung jawab. “Kalau integritas kita
tinggi dan produktif, kita akan menjadi lembaga yang kuat dan bisa menjadi penyeimbang dari lembaga eksekutif”. Ujar Wakil Ketua BURT DPR Dr.
Indrawati Sukadis (F-PD) yang sekaligus sebagai Ketua Tim Renstra, saat
sosialisasi Renstra DPR ke Kantor Majalah Kedaulatan Rakyat Grup Jogya,
diterima Pimpinan Redaksi KR Octo
50
Lampito serta beberapa wartawan.
Baru-baru ini.
Dalam pertemuan tersebut, tim
Renstra mendapat beberapa pertanyaan dari para wartawan terhadap
kinerja Anggota DPR yang buruk di
kalangan masyarakat. Anggota BURT
DPR Djamal Aziz mengatakan, DPR
tidak tuli dan tetap peduli dengan aspirasi masyarakat. DPR tanggap kritik,
melakukan instropeksi dan evaluasi,
serta berupaya memperbaiki diri. Hal
ini dilakukan sebagai proses legislasi
DPR guna meningkatkan kinerja legislasi di masa mendatang.
“DPR itu orang biasa, yang juga
butuh pemberitaan yang positif
dan jangan dibuat-buat. Sekali-kali
wartawan liput kucing makan tikus,
jangan hanya tikus makan kucing. Ini
artinya DPR juga butuh kritik yang
membangun dan bukan hanya pencitraan yang buruk, ini untuk perbaikan,” Tegas Djamal.
Rekomendasi dari masyarakat
dan Renstra DPR nantinya akan menjadi pedoman sekaligus sebagai jalan
dalam menuntun DPR menuju kinerja
idealnya. Paling tidak, tekad DPR untuk melakukan perbaikan diri secara
terus-menerus tergambar jelas. Namun semua ini juga berpulang kepada
segenap Anggota DPR RI. Konsisten
pada visi, misi, dan perencanaan yang
tercantum dalam Renstra atau mengorbankan Renstra dengan tunduk
pada tekanan publik dan lebih meng
utamakan pencitraan pribadi maupun partai ketika pelaksanaannya
mendapat kecaman luas. Pilihan yang
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
diambil ada resiko biaya, baik biaya
sosial, biaya ekonomi, maupun biaya
politik.
Sebelumnya, tim Renstra BURT
DPR melakukan sosialisasi Renstra
ke Universitas UGM, diterima Rektor
UGM Prof. Ir. Sudjarwadi, Meng, PhD,
didampingi antara lain Wakil Rektor
Senior Bidang Administrasi, Keuangan dan Sumber Daya Manusia, Prof.
Ainun Na’im, MBA, PhD, Wakil Rektor
Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha, Prof. Ir. Atyanto Dharoko,
M.Phil, PhD, para Dekan, Direktur dan
pimpinan unit di universitas di DIY di
ruang Multimedia UGM.
Dalam pertemuan tersebut, Indrawati mengatakan bahwa kunjungan Tim Renstra DPR adalah untuk
menyebarluaskan kepada seluruh
stake holder terhadap rencana kerja
DPR selama lima tahun yaitu 20102014. Beliau juga mengharapkan
munculnya pemahaman yang obyektif terhadap kinerja DPR oleh masyarakat. “kunjungan ini bertujuan
agar ada pemahaman obyektif dari
masyarakat terhadap kinerja Anggota
visi, misi, tujuan, strategi, arah kebijakan, program dan kegiatan pokok
serta indikator kinerja sesuai dengan
tugas dan fungsi lembaga DPR dan
bersifat indikatif. Sehingga mereka
bisa mengukur keberhasilan setiap
pelaksanaan program dan kegiatan
secara efektif dan efisien.
“Untuk mengukur keberhasilan
setiap pelaksanaan dan kegiatan secara efektif dan efisien, maka Renstra
juga menetapkan suatu ukuran kinerja”. Jelas Indrawati.
Politisi partai Demokrat ini juga
menjelaskan bahwa Renstra yang
telah dibuat jauh dari kesempurnaan.
“Kita sadar Renstra yang sudah kita
selesaikan jauh dari sempurna. Disinilah pentingnya dukungan dari masyarakat sebagai bentuk tanggung
jawab untuk reformasi kelembagaan
DPR RI yang bukan cuma dilakukan
Anggota DPR atau dari ke-Setjen-an
tetapi dari seluruh komponen bangsa
khususnya dari warga Jogya yang terkenal kritis”.
Renstra merupakan perencanaan
jangka menengah lembaga dalam
menjalankan amanat tugas konstitusional, menjadi arah dan pedoman bagi segenap unsur yang ada
dalam lingkungan DPR RI. Ini sesuai
Undang-Undang No. 25 tahun 2004
yang menggariskan setiap kementerian atau lembaga wajib memiliki
Renstra.
Pimpinan dan Anggota BURT DPR RI bersama Rektor Unair
Prof. Dr. Fasich Apt sebelum acara sosialisasi Renstra
DPR, sehingga tidak ada kesalahan
pemahaman,”Ujarnya.
Menurutnya, kunjungan ke DIY
bertujuan untuk mencari dan meminta masukan dari kalangan akademisi,
dalam hal ini UGM maupun beberapa
perguruan tinggi lain di DIY terhadap
rencana kerja lima tahun DPR. Dalam
Renstra DPR RI 2010-2014 yang telah
ditetapkan dalam rapat paripurna
29 juli 2010 lalu, disebutkan agenda
prioritasnya antara lain penguatan
kelembagaan, penguatan kehumasan
DPR, kemandirian pengelolaan anggaran, pengembangan prasarana utama,
perpustakaan parlemen, penguatan
sarana representasi dan pengembangan e-parliament.
Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Renstra antara lain
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
51
KUNJUNGAN LAPANGAN
Rektor UGM Prof. Ir Sudjarwadi
menyatakan bahwa pihaknya mendukung dan mengapresiasi kegiatan
yang dilakukan oleh tim Renstra, melalui sosialisasi Renstra DPR diharapkan ada integrasi dan koneksi dengan
program dari UGM dalam menyiapkan para pemimpin bangsa.”Melalui
penelitian misalnya bisa menjadi sarana pembelajaran bagi mahasiswa,”
Ujarnya.
Anggota BURT Djuwarto mengatakan,
Renstra
menerjemahkan semua kegiatan Dewan secara
transparan yang diukur dengan satuan
kinerja. DPR mengharapkan masukan
masyarakat untuk mengkritisi Renstra,
sehingga DPR bisa menjalankan fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan, serta mewujudkan fungsi
representasi DPR yang kuat, aspiratif,
responsif dan akomodatif.
al kampus Unair berlangsung dinamis.
Nurul Fadizah wakil Dekan II Fakultas
Hukum menyoroti arah kebijakan dan
indikator kinerja Program Pelaksanaan
Fungsi Legislasi DPR. “Saya hanya melihat ukuran yang kuantitatif, persentase, tidak pada segi kualitas. Sebagai
pengajar di kampus saya miris dengan kualitas undang-undang yang
telah diselesaikan yang beberapa kemudian menjadi PR bagi hakim MK.
Aspek yang mestinya diatur dalam
PP ternyata sudah dituangkan dalam
undang-undang. Ini bagi kami juga
menjadi kesulitan tersendiri dalam
menjelaskannya kepada mahasiswa,”
ujarnya.
lai keluhuran yang sudah ada pada
bangsa.
Masalah utama saat ini menurut Falih Suaedi, Ketua Departemen
Administrasi Fisip Unair adalah citra
DPR yang masih jauh dari ideal. Upaya mewujudkan dewan yang kredibel
seperti yang tertuang dalam visi Renstra adalah sebuah perjalanan panjang. Ia meyakini perbaikan citra itu
dapat dilakukan dengan membangun
kompetensi dengan dua pilar utama,
sistem dan manusia. “Sistem yang bagus dapat menghasilkan culture, selanjutnya proses reengineering manusia menjadi lebih baik,” jelasnya. Restra
baginya adalah awal yang baik bagi
Sementara Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Unair, Prof. Romziah
Sidik meminta BURT memberi perhatian pada pengaturan persidangan di
DPR. “Etika bersidang kurang diperhatikan, terus terang kami agak malu
melihatnya,” katanya. Ia berharap
anggota DPR dapat memberikan contoh suasana rapat yang menurutnya
akan menjadi panutan bagi rakyat
yang melihatnya. Intelektual perempuan dari kampus yang menekankan
budaya organisasi ‘exellence with morality’ ini, memandang persidangan
juga patut mengedepankan nilai-ni-
DPR namun ia berharap wakil rakyat
tidak terjebak dengan kondisi umum
birokrasi di Indonesia,”paparnya.
Abdul Hakim anggota BURT DPR
RI menyambut baik beragam masukan dari para intelektual Unair, sinergi
ini menurutnya mesti terus dibangun
secara berkesinambungan. Baginya
salah satu kelemahan DPR saat ini
adalah kurangnya tenaga ahli yang
dapat mendukung kinerja, sangat berbeda dengan kementrian pemerintah
yang memiliki banyak pakar. “Proses
penguatan DPR saat ini sedang dilakukan dengan membentuk Badan Fung-
Kunlap ke Unair
Menurut Wakil Ketua BURT Pius
Lustrilanang, Renstra merupakan pemicu anggota dewan dalam bekerja
dan merealisasikan target DPR dimasa
mendatang.
“Kalau dianggap Renstra itu sulit
terlaksana bagi saya harusnya itu dijadikan pimicu bagi DPR untuk bekerja,” demikian pernyataan Wakil Ketua
BURT Pius Lustrilanang dalam acara
sosialisasi Rencana Strategis DPR RI
2010-2014 di Universitas Airlangga,
kampus C Mulyorejo, Surabaya, Jawa
Timur, baru-baru ini.
Pernyataan itu disampaikan Pius
untuk menjawab masukan kritis yang
disampaikan Sekretaris Departemen
Administrasi FISIP Unair, Roestoto
Hartojo Putro salah seorang peserta
sosialisasi. Secara umum Roestoto
menilai proses penyusunan Renstra
DPR cukup bagus, apalagi sejak awal
melibatkan para akademisi dari perguruan tinggi, namun ia meragukan
tindak lanjutnya.
“Datang dari beragam kepentingan membuat saya meragukan SDM
yang ada, dapat menopang Renstra
ini,” tegas Roestoto.
Sosialisasi yang diikuti intelektu-
52
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
sional Keahlian yang nantinya akan
menghimpun para ahli,” jelasnya. Ia
berharap intelektual dengan beragam
keahlian di Unair dapat mendukung
upaya ini.
Terkait persidangan politisi PKS
ini menyebut proses pembenahan
masih terus dilakukan, termasuk dengan mempelajari sistem persidangan
di beberapa negara yang parlemennya dinilai sudah lebih maju. Ia menggambarkan suasana parlemen negara
lain yang sangat formal dengan sistem
persidangan yang menurutnya dapat
meningkatkan wibawa parlemen. “Itu
bertahap, bagi sebagian orang gedung DPR adalah gedung milik rakyat,
pengaturan baru cendrung dijawab
protes,” ujarnya.
Anggota BURT dari Fraksi PKB,
Muhammad
Toha
mengejutkan
peserta sosialisasi dengan mempertanyakan kenapa peserta sosialisasi
tidak ada yang ingin mengetahui
rencana pembangunan gedung baru.
“Kok pertanyaan yang muncul alimalim semua ya, biasanya galak langsung tegas menyoal rencana gedung
baru,” katanya sambil berseloroh. Ini
kontan disambut derai tawa peserta
yang datang dari seluruh perwakilan
fakultas.
Ia menyebut dalam Renstra 20102014 rencana pembangunan kawasan
parlemen dan gedung DPR RI menjadi kepentingan mendesak untuk
dilaksanakan. Prioritas utama adalah
melakukan evaluasi terhadap rencana
dan rancangan yang telah disiapkan
dan sekaligus melakukan persiapan
untuk mengawali konstruksinya. “Ruangan saya sekarang sudah semakin
sempit, berbagi dengan tenaga ahli
dan tumpukan berkas serta bahan
persidangan yang tiap hari terus bertambah,” jelasnya.
Harapkan Dukungan Keahlian
Saat kunjungan ke Universitas
Lambung Mangkurat, Kalsel, Badan
Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI
mengharapkan Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin memberikan
dukungan dari sisi keahlian terhadap
tugas dan fungsi Dewan maupun
dalam membangun Rencana Strategis
DPR kedepannya.
Pendapat tersebut disampaikan
oleh wakil Ketua BURT Pius Lustrilanang, saat mengadakan sosialisasi
Rencana Strategi DPR di Ruang Rektorat Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, baru-baru ini.
“Tujuan kita bertatap muka de-
Sosialisasi Renstra DPR RI tahun 2010 - 2014 dengan Akademik Universitas Lambung Mangkurat
dipimpin oleh Wakil Ketua Pius Lustrilanang
ngan cendikiawan di Universitas Lambung Mangkurat yaitu menyampaikan
sosialisasi renstra DPR periode 5 tahun
ini, dan diharapkan para cendikiawan
dapat memberikan dukungan yang sifatnya keahlian,”terangnya.
Menurut Pius, DPR akan terus
berupaya memperbaiki kualitasnya
mulai dari proses pembuatan UU,
proses budgeting maupun pengawasan. “kita berharap dapat terlahir
kerjasama dengan adanya sosialisasi
ini,”katanya.
Pius menambahkan, secara bersamaan Tim BURT juga mengadakan
sosialisasi kebeberapa Universitas
terkemuka di Indonesia diantaranya
yaitu Unair, Universitas Gajah Mada
dan Universitas andalas. “Rencananya
kita akan berkunjung ke-10 perguruan tinggi yang mewakili provinsi di
Indonesia dan kita memilih universitas
yang berpengaruh terhadap kebijakan
publik,”katanya.
Menyinggung banyaknya kritikan terhadap BURT, Pius menjelaskan,
sebaiknya kita melihat secara menyeluruh jangan melihat sepotong-potong program yang ada. “Jika melihat
sepotong memang terlihat hanya
anggaran semata, namun semuanya
itu merupakan bagian rencana besar
DPR,”paparnya.
Dia mengatakan, langkah ini
merupakan bagian rencana DPR jangka panjang yang muaranya memberikan terbaik buat rakyat Indonesia.
Ditanya mengenai Kalsel yang
sering diabaikan pemerintah pusat,
Pius mengatakan, politik anggaran selama ini belum mencerminkan keadilan di daerah-daerah yang telah memberikan kontribusi terbanyak untuk
pemerintah pusat. Mereka seringkali
diabaikan oleh pusat. “Ini merupakan
bagian aspirasi daerah yang banyak
muncul dan banyak terjadi di Indonesia bagian timur lainnya,”katanya.
Karena itu, lanjut Pius, dirinya
berjanji akan memperjuangkan politik
anggaran yang berkeadilan. “Ini merupakan tugas kita, kalau tidak lebih baik
dari sebelumnya kita tidak melakukan
apa-apa,”terangnya. (si/jay/iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
53
SOROTAN
KAPAN KISRUH
SUSU FORMULA
BERAKHIR
“Pemerintah jangan anggap
K
enteng masalah ini.
mrsliawibowo.blogspot.com/internet
Jangan sampai ibu-ibu
demo turun ke jalan karena
masalah susu”
54
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
isruh masalah susu formula
berbakteri bermula pada
Februari 2008 ketika tim
peneliti Institute Pertanian
Bogor (IPB) merilis hasil penelitiannya.
Mereka menemukan 22,73% dari 22
sampel susu formula dan 40% dari 15
sampel makanan bayi yang beredar
di pasaran tahun 2003-2006 terkontaminasi bakteri Enterobacter Sakazakii. Namun, tim IPB tidak bersedia
menyebutkan merk susu formula dan
makanan bayi yang terkontaminasi
bakteri tersebut.
Bakteri Enterobacter Sakazakii
dapat menyebabkan penyakit pada
Balita yang tergolong hebat, dari
sakit hingga menyebabkan kematian.
Daya tahan tubuh Balita yang masih
rentan menjadi alasan mengapa sakazakii sangat ditakuti oleh ibu-ibu yang
memberi asupan susu formula bagi
Balitanya.
Meskipun jarang, infeksi karena
Enterobacter sakazakii dapat mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam
jiwa, di antaranya adalah neonatal
meningitis (infeksi selaput otak pada
bayi), hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak berlebihan), sepsis (infeksi berat), dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat pada saluran
cerna). Adapun pada beberapa kasus dilaporkan terjadi infeksi saluran
kencing.
Terkait dengan hal tersebut, Maret 2008, seorang pengacara David
ML Tobing yang memiliki dua bayi
Kemenkes, BPOM dan IPB saat mengikuti Raker dengan Komisi IX DPR RI
(saat itu) menggugat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), IPB, dan
Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM). Ia menuntut ketiga pihak
tersebut membuka produk susu formula yang tercemar bakteri. Alasannya, sebagai orang tua dari anak yang
meminum susu formula, dia berhak
tahu produk susu mana yang aman
dikonsumsi.
Permohonan David dikabulkan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Melalui putusan pada 20 Agustus 2008
dan majelis hakim menyatakan Kemenkes, IPB, dan BPOM telah melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis hakim menghukum mereka secara
bersama untuk mengumumkan hasil
penelitian itu.
Para tergugat lalu banding di
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Tapi,
lagi-lagi David menang. Vonis dari PN
Jakarta Pusat dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, pada 6 April 2009.
Di tingkat Mahkamah Agung
(MA) pun demikian. Dalam putusannya, Majelis Kasasi Mahkamah
Agung memerintahkan tiga lembaga
tersebut untuk mengumumkan susu
formula dan makanan bayi yang terkontaminasi oleh bakteri Enterobacter
Sakazakii. Putusan ini dibacakan 26
April 2010 oleh majelis kasasi yang di
ketuai Harifin A. Tumpa dan anggota
Muchsin serta I Made Tara.
Dalam amar putusannya disebutkan bahwa penelitian yang menyangkut kepentingan publik harus
diumumkan. Sebab bisa meresahkan masyarakat dan merugikan konsumen.
Upaya kasasi yang dilakukan tergugat pun kemudian gagal. Januari
lalu, MA memutuskan menolak kasasi
yang diajukan Kemenkes, BPOM, dan
IPB.
Atas putusan itu, Kemenkes bersama IPB, BPOM dan Ikatan Dokter
Anak Indonesia menggelar jumpa
pers pada 10 Februari 2011. Semula
publik menduga siaran pers ini akan
mengumumkan nama-nama merk
susu yang mengandung bakteri itu.
Namun faktanya tidak.
Dalam jumpa pers tersebut Menteri Kesehatan (Menkes) mengaku tidak mengetahui hasil penelitian tim
IPB pada 2008, IPB sebagai universitas
independen tidak wajib melaporkan
hasil penelitiannya kepada Kemenkes.
IPB juga menolak mengumumkan dengan alasan belum menerima
surat keputusan Mahkamah Agung
secara resmi.
Karena masalah susu formula
ini sudah menimbulkan kekhawati-
ran yang meluas di masyarakat, DPR
melalui Komisi IX yang membidangi
kesehatan memanggil Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
untuk meminta penjelasan.
Komisi IX menggelar Rapat Kerja
(Raker) dengan Menkes Endang Rahayu Sedianingsih khusus membahas susu formula yang terkontaminasi
bakteri Enterobacter Sakazakii pada
17 Februari 2011.
Raker Komisi IX yang dihadiri pula Kepala BPOM Kustantinah,
Dekan IPB I Wayan Teguh Wibawan
dan Ketua YLKI Husna Zahir berjalan
sangat alot.
Komisi IX DPR mendesak Menkes, Kepala BPOM dan Dekan Fakultas
Kedokteran Hewan IPB untuk membuka merk susu formula yang mengandung Enterobacter Sakazakii saat
itu juga, namun ketiganya menolak.
Kemenkes Tidak Tahu Merek
Susu Formula Yang Diteliti
Menkes
menyatakan bahwa
pemerintah tidak mungkin melaksanakan putusan MA, Kemenkes tidak
pernah terlibat dalam penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dari Fakultas
Kedokteran Hewan IPB selama kurun
waktu 2003-2006 tersebut.
“Kementerian Kesehatan tidak
pernah mengetahui merk dan jenis
susu formula yang diteliti IPB, sehingga putusan kasasi MA tidak mungkin
dapat dilaksanakan oleh Kementerian
Kesehatan,” katanya.
Menurut Endang, penelitian yang
diperkarakan di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat ini dilakukan atas nama
Fakultas Kedokteran Hewan IPB sebagai institusi perguruan tinggi yang
memiliki kebebasan akademik. Sementara itu, Kemenkes tak pernah
terlibat, ataupun dimintai ijin penelitian.
Sementara itu, Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM), Kustantinah mengatakan,
BPOM selama ini melakukan inspeksi
rutin terhadap susu formula di 33
provinsi. Hasilnya, tidak ada satupun
susu formula tersebut yang terkon-
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
55
SOROTAN
taminasi sakazakii.
Sedangkan Dekan IPB I Wayan
Teguh Wibawan menjelaskan bahwa
produk-produk susu yang dijadikan
22 sampel pada penelitian tahun
2003-2006 oleh peneliti IPB Sri Estuningsih memang diketahui mengandung Enterobacter sakazakii. Namun,
ketika penelitian digelar kembali pada
tahun 2009 dengan 42 sampel dari sejumlah produk susu yang sama, Wayan mengatakan tak satu pun sampel
menunjukkan kandungan bakteri ini.
Menurut dia, IPB tak menutup
mata ketika memperoleh fakta bahwa
ditemukan bakteri ini pada susu formula bubuk pada penelitian tersebut.
Begitu diperoleh faktanya, Wayan
mengatakan, peneliti dan sejumlah
staf IPB sudah mempresentasikannya
secara ilmiah dan langsung kepada
pemimpin perusahaan produk susu
yang dimaksud, agar ada perubahan
ke depannya.
Wayan tidak bersedia membuka
merek susu yang menjadi sampel
penelitian IPB dengan alasan bahwa
pihaknya belum menerima salinan
resmi Keputusan MA. Setelah menerima salinan putusan tersebut, IPB baru
akan menentukan sikap yang tidak
melawan hukum.
Wayan mengaku harus berkonsultasi dengan Rektor IPB untuk mengambil keputusan pengungkapan
nama susu formula. “Supaya jangan
salah langkah,” katanya.
Ketetapan hati Wayan membuat
para anggota DPR berang. Interupsi
demi interupsi dilontarkan oleh anggota Komisi IX DPR. DPR menilai IPB
tidak bertanggung jawab dan mencurigai ada “kongkalikong” antara IPB
dan produsen susu yang dimaksud.
Anggota Komisi IX dari F-PDIP
Rieke Dyah Pitaloka menyesalkan sikap
IPB dan pemerintah. “Ada upaya untuk tidak melindungi hak konsumen,”
ujarnya sembari meninggalkan ruang
sidang sebelum rapat usai. Rieke melontarkan bahwa PDI-Perjuangan tak
bertanggungjawab terhadap putusan
di Komisi Kesehatan tersebut.
Sikap serupa ditunjukkan Ang-
56
Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka
gota Komisi IX dari F-PAN Riski Sadiq
dan dari F-PKB Chusnuniah juga meninggalkan rapat sebelum ada keputusan.
“Kami tidak bertanggung jawab
dalam putusan tersebut,” jelasnya.
Pihaknya menyesal tak ada kejelasan
nama merek susu yang telah meresahkan masyarakat.
Meski menuai hujan interupsi
dan sikap walk-out dari Fraksi PDI-P,
PAN, dan PKB, namun Wayan tetap
pada pendirianya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Ahmad Nizar Shihab yang memimpin
rapat kerja tersebut mengemukakan
paham situasi yang dialami Wayan
dan memutuskan menghentikan
rapat.
“Rapat kerja hari ini dihentikan
karena ketiga pihak tak mau mengumumkan merk dagang yang menjadi
sampel penelitian Enterobacter Sakazakii tahun 2006,” urainya membacakan keputusan rapat kerja.
Rapatpun akhirnya ditunda dan
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
DPR memutuskan akan memanggil
Rektor IPB beserta Peneliti Sri Estuningsih, Menkes beserta Kepala BPOM
senin, 21 Februari 2011.
Namun Rapat Kerja Komisi IX
dengan Menkes, Rektor IPB dan Kepala BPOM yang sedianya diagendakan Senin, 21 Februari 2011 batal. Hal
ini terganjal ijin pemanggilan Rektor
IPB dari Komisi X DPR yang menangani bidang pendidikan.
Rapat Kerja Lanjutan Komisi IX
DPR akhirnya digelar Kamis, 24 Februari 2011 untuk menuntaskan masalah
susu formula yang tercemar bakteri
Sakazakii. Hadir dalam rapat kerja
Menkes, Kepala BPOM, Rektor IPB
Herry Suhardiyanto dan Kepala LIPI
Lukman Hakim.
IPB Tetap Menolak Umumkan
Merek Susu Formula
Namun sayang beribu sayang,
saat yang sangat dinantikan oleh
masyarakat inipun kandas. Menkes,
BPOM terutama Rektor IPB tetap me-
nolak membuka merek susu formula
yang tercemar bakteri Enterobacter
Sakazakii ini.
Dalam rapat kerja tersebut Menkes kembali menegaskan, institusinya
tetap menolak melaksanakan putusan
MA Nomor 2975 K/Pdt/2009 tertanggal 26 April 2010 yang mewajibkan pihaknya (Kemenkes), Badan POM dan
IPB membuka daftar susu tercemar ke
publik. Menkes berdalih, pihaknya tidak memiliki data hasil penelitian IPB.
Ia juga membantah tudingan bahwa
penolakannya tersebut demi melindungi produsen susu.
Untuk meredakan keresahan,
kendati Badan POM telah menjamin
susu formula yang beredar aman,
Menkes akan menunjuk Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes
untuk meriset ulang susu formula
yang beredar di masyarakat.
Dengan alasan yang sama Kepala
Badan POM juga menyatakan ketidak-sanggupannya memenuhi putusan MA. Dengan alasan materi yang
diminta MA tidak ada pada Badan
POM.
Kemenkes bersama-sama Badan
POM menunjuk Jaksa Agung Basrief Arif sebagai kuasa hukum untuk
melakukan perlawanan hukum terhadap putusan MA.
Penolakan dilontarkan pula oleh
Rektor IPB dengan dalih sama seperti
yang diungkapkan Dekan IPB sebelumnya. Bahwa IPB sampai saat ini belum menerima relaas (pemberitahuan)
putusan kasasi MA.
Herry Suhardiyanto menyatakan
bahwa disatu sisi IPB ingin taat hukum dengan mengumumkan nama
merk susu formula sesuai putusan
Mahkamah Agung, tapi di sisi lain, IPB
juga ingin taat pada aturan universal.
“Kami akan mencari jalan keluar
yang berlandaskan hukum tanpa IPB
melanggar etika akademik yang dijunjung tinggi seluruh peneliti di seluruh dunia,” katanya menegaskan.
Karena itu, lanjut Herry, pihaknya
baru akan mencari upaya hukum
setelah membaca salinan putusan MA
secara seksama. “Saya sudah dapat
Kemenkes, BPOM dan Rektor IPB saat Raker dengan komisi IX DPR
informasi bahwa salinan putusan MA
itu akan diterima IPB dalam dua hari
ke depan, karena salinannya sudah diantar ke Pengadilan Negeri Cibinong,
Bogor,” tuturnya.
Namun Rektor IPB tidak menjelaskan apakah akan mengumumkan
merek susu formula tercemar jika salinan putusan MA sudah mereka terima
dari Pengadilan Negeri Bogor. Rektor
IPB hanya menegaskan akan mengambil sejumlah opsi terbaik yang
kini tengah diinventarisir.
Sementara itu, Kepala LIPI menjelaskan bahwa susu formula memang
tidak mungkin dibuat steril. Alasannya,
karena masalah ekonomi. “Tidak ada
susu formula yang steril. Susu formula
tidak mungkin dibuat steril karena ini
terkait masalah ekonomis,” ujar Lukman.
Lukman menegaskan, seharusnya susu bubuk harus nihil dari bakteri penyebab diare. Ia mencontohkan
sebuah wabah diare di Belgia dan Belanda pada 1968. “Ini yang membuat
mereka meningkatkan standar higienitas bakteri sakazakii,” imbuhnya.
Lantaran kecewa dengan sikap
Menkes, Kepala BPOM dan Rektor IPB
yang tetap menolak mengumumkan
merek susu yang terkontaminasi bakteri Enterobacter Sakazakii, Komisi IX
DPR menggagas pembentukan Panitia Kerja (Panja).
Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning yang memimpin Rapat Kerja
tersebut menjelaskan, bahwa panja
perlu dibentuk untuk meminta klarifikasi dari pihak-pihak terkait. Hal
ini akan dibahas dalam Rapat Internal Dewan yang bisa berujung pada
keputusan pengajuan hak interpelasi
(hak bertanya).
Ribka menegaskan, ketidakjelasan pengungkapan susu formula
terkontaminasi bakteri yang berlarutlarut telah meresahkan masyarakat.
Ia mengingatkan pemerintah, Ibu-ibu
yang memiliki anak yang paling ketarketir soal itu. “Pemerintah jangan
anggap enteng masalah ini. Jangan
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
57
nengpika.multiply.com/internet
SOROTAN
sampai ibu-ibu demo turun ke jalan
karena masalah susu,” terangnya.
Rieke Dyah Pitaloka dari Fraksi
PDIP menegaskan, pilihan untuk mengumumkan merek-merek susu yang
dipakai sebagai sampel penelitian IPB
pada 2003-2006 dan diketahui terkontaminasi Enterobacter sakazakii
mutlak dilakukan.
Ia mengatakan pangkal persoalan ada di pihak IPB yang mengaku
belum memperoleh salinan putusan
dan enggan melanggar etika akademik jika mengumumkan merekmerek tersebut. Namun, lanjutnya,
sebenarnya pemerintah, Menkes dan
BPOM, bisa memaksa IPB untuk membukanya kepada publik.
“Pemerintah bisa memaksa. Kalau cuma mengimbau itu bagian alim
ulama. Kalau tidak mau memaksa, ini
namanya bentuk kealpaan negara,”
tegasnya.
Rieke mengatakan putusan MA
sudah diumumkan, bahkan diputuskan pada April 2010 lalu. Oleh karena
itu, alasan belum menerima salinan
putusan dari pengadilan tak dapat
dijadikan alibi bagi institusi pemerintahan maupun IPB untuk tidak mengumumkannya.
Untuk menyelesaikan masalah
ini, Rieke bahkan mengancam bakal
58
menggalang hak angket (penyelidikan).
Anggota Komisi IX dari F-PG
Budi Supriyanto menyayangkan sikap
Rektor IPB yang bingung menentukan
sikap, bagaimana caranya agar tidak
melanggar etika penelitian dan etika
hukum, akhirnya masyarakat resah.
Menurut Budi dia sepakat bahwa
semua harus taat pada hukum, maka Ia
menyarankan agar IPB melaksanakan
keputusan MA. “Jika kita melanggar
hukum, mau jadi apa kita. Tentunya
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
ada sanksi hukum. Melanggar etika,
jelas,” paparnya.
Namun harus diingat menurut
Budi bahwa maksud dari penelitian
adalah untuk pengabdian masyarakat.
“Pengertian saya relaas sudah sampai,
sebagai warga negara yang taat hukum mestinya kita proaktif meminta
salinan keputusan dan laksanakan
keputusan,” tegasnya.
“Sebagai insan ilmiah kita punya
tanggung jawab moral, maka umumkan saja. Membuat resah masyarakat,
justru melanggar etika,” imbuhnya.
Komisi IX Kecewa atas
Pengajuan PK Menkes dan
BPOM
Kekecewaan Komisi IX tidak hanya pada penolakan Menkes, BPOM
dan IPB mengumumkan merek susu
formula yang tercemar bakteri sakazakii, tetapi Komisi IX juga kecewa
dengan langkah yang diambil Kemenkes dan BPOM yang mengajukan
PK terhadap putusan MA.
Kemenkes bersama-sama BPOM
memberikan kuasa khusus kepada
Kejaksaan Agung selaku pengacara
negara dalam mengajukan upaya PK
ini.
Menurut Jaksa Agung Muda Per-
Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaningsih (kanan) saat memimpin Raker dengan BPOM, Kemenkes dan IPB
waspada.co.id/internet
data dan Tata Usaha Negara Kamal
Sofya, PK ini diajukan 180 hari sejak
diterimanya salinan putusan. Meski
demikian, Kamal menegaskan bahwa
pengajuan PK tidak lantas menghalangi eksekusi. “Kalau misalnya dimintakan eksekusi, kami bisa melakukan
aanmaning (teguran). Itu kan sudah
ada (hukum) acaranya,” kata dia.
Kamal menambahkan, pengajuan
PK diajukan karena ada novum atau
keadaan baru yang belum masuk
dalam pertimbangan hakim. Novum
yang dimaksud adalah kapasitas David dalam mengajukan gugatan.
Menurut Kamal, yang meminum
susu formula tersebut adalah anak
David Tobing sehingga perlu diperhitungkan kapasitasnya. “Tahun sekian
sudah berumur sekian, sehingga tidak
mungkin lagi ini,” kata dia.
Fakta lain yang akan diajukan
dalam novum adalah tak ada korban
akibat susu berbakteri ini di Indonesia. Di dunia pun ada dengan jumlah
hanya 40 orang. Itu pun belum dipastikan apakah penyebab kematian ini
karena susu berbakteri.
Atas pengajuan PK ini, tidak
menghentikan langkah David ML
Tobing. Pengacaranya meminta bantuan Komisi Yudisial (KY), mendesak
Menkes, IPB, dan BPOM untuk mematuhi putusan Mahkamah Agung
terkait susu formula yang mengandung bakteri Enterobacteri Sakazakii.
Selasa 22 Februari 2011, Komisi
Yudisial telah meminta Kemenkes,
BPOM dan IPB untuk mematuhi perintah putusan MA.
Menurut Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki, harus diumumkan,
“Karena tujuannya untuk keadilan,”
katanya.
“Kalau tidak berarti pemerintah
dalam hal ini Menkes tidak patuh pada
hukum,” jelas Suparman. Dia pun berjanji Komisi Yudisial akan mengawal
proses pelaksaan putusan itu. “Sesuai
kewenangan kami, sebagai bagian
dari instansi yang bertanggung jawab
untuk tegaknya hukum dan keadilan
di Indonesia,” tambahnya. (sc)
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
59
LIPUTAN KHUSUS
11 Kontraktor
Ikut Pelelangan Gedung Baru DPR
Sebanyak 11 kontraktor telah
mendaftarkan diri sebagai peserta lelang
pembangunan gedung baru DPR RI
“Menara Nusantara”
yang dimulai tahun 2011 ini.
K
esebelas perusahaan kontraktor yang didominasi
kontraktor BUMN itu adalah
PT Hutama Karya, PT Waskita Karya (Persero), PT PP (Persero), PT
Tetra Konstruksindo, PT Nindya Karya
(Persero), KSO Adhi-Wika, PT Duta
Graha Indah (Tbk), PT Krakatau Engineering, PT Abdi Mulia Berkah, PT
Jaya Konstruksi MP, PT Tiga Mutiara.
“Sampai hari ini sebanyak 11
perusahaan telah mendaftar. Hari
ini jam 14 penutupan pendaftaran
peserta lelang. Selanjutnya pemenang
pra-kualifikasi akan diumumkan 6
April,”ujar Sekjen DPR Nining Indra
Saleh didampingi oleh Kepala Biro
Harbangin Soemirat, Karo Humas dan
Protokol Helmizar, dalam jumpa pers
di pressroom DPR RI, Jakarta, Jum’at
(25/3).
Nining
menjelaskan
bahwa
Jum’at (25/3) pagi, seluruh peserta
tender pembangunan gedung baru
60 | PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
telah diarahkan oleh Ketua DPR RI
Marzuki Alie menyangkut teknis
pelaksanaan pembangunan. Dalam
arahannya, Marzuki meminta agar
proses lelang mesti seusai prosedur yakni Perpres No.54 tahun 2010
tentang pengadaan barang dan jasa
pemerintah. Kedua, Marzuki Alie juga
tak memberikan arahan apapun terkait pemenang tender pembangunan
gedung DPR. “Kalau ada orang-orang
yang menamakan Ketua DPR itu tidak
ada dan tidak benar. Tak ada arahan
dari Ketua DPR terkait penentuan pemenang tender,”ujarnya.
Marzuki Alie, kata Nining juga
meminta agar panitia tender pembangunan gedung DPR tak merekayasa untuk memenangkan satu
peserta tender. Panitia juga dilarang
mengakal-akali peraturan, melainkan
mengikuti semua Perpres No. 54 tahun 2010. “Panitia lelang juga tidak
mengakal-akali, tapi ikuti semua Perpres No.54. Ini sudah tegas arahan
Ketua, “ ujar Nining
Nining menambahkan, MA juga
meminta semua bekerja secara profesional dan sesuai bidang masing-masing, dari preoses hingga harga juga
disaksikan oleh KPK.”Sampai dengan
aanwigsing, hingga evaluasi harga
KPK, LSM akan kita undang dalam satu
ruangan nanti, siapa yang lulus akan
diumumkan tanggal 6 April,setelah
data-data digodok oleh tim Setjen
DPR RI,”paparnya.
Sementara, Kepala Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi
(Harbangin) Soemirat mengatakan,
berdasarkan Perpres Nomor 54 tahun 2010 peserta melakukan proses
pendaftaran dan pengambilan dokumen kualifikasi dimulai tanggal 14-24
maret 2011 sampai pukul 14.00 WIB
ini.
Dia menambahkan, panitia lelang
pada tanggal 28 Maret-1 April 2011
melakukan evaluasi dokumen kualifikasi dan pembuktian kualifikasi. “Pada
tanggal, 6-12 april 2011 merupakan
masa sanggah kualifikasi itu saja yang
bisa kita laporkan,”katanya.
Ditanya apakah pengurangan
anggaran pembangunan gedung
mengurangi volume ruangan anggota, Soemirat menjelaskan, tidak
akan ada pengurangan volume tetapi
yang ada hanya efisiensi ruangan.
“dari 120 ternyata dapat lebih efisien
ruangannya sesuai standar harga
menjadi 111,1 dengan asumsi 1 anggota, dengan 5 tenaga ahli dan 1
sekretaris,”jelasnya.
Mengenai profile perusahaan
yang mendaftar tersebut, Soemirat
menegaskan, tidak akan ada rekayasa dan semuanya akan dibuktikan
didalam evaluasi prakualifikasi dan
pembuktian kualifikasi. “Semuanya
akan diumumkan secara jelas kriterianya. mengenai KSO, sudah ada
aturan perpres 54 tahun 2010 artinya sejak pendaftaran sudah ada akte
notaris, bidang perusahaan, sharing
persentase dan leadernya kita terbuka aja dan dibuktikan di kualifikasi
Ketua DPR RI Marzuki Alie
juga,”jelasnya.
Dia menambahkan, khusus Sub
kontraktor akan terbuka artinya yang
akan menawar barang harus memiliki
data pendukung produk dan bukti
surat dukungan untuk kontraktor
awal. ‘Kita mengharapkan kasus kalibata tidak terulang kembali didalam
pembangunan proyek ini, jadi kita
tahu dukungan kontraktor dan subnya, spek, volume dan harga yang
jelas,”ungkapnya. (si)
Sekjen DPR RI Nining Indra Saleh
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
61
SELEBRITIS
Aditya Gumay
Surprise Ada A
Nonton Bareng
Dari DPR
(film keluarga karya sutradara Aditya Gumay,
berjudul Rumah Tanpa Jendala)
“Saya pikir baik kalau pemerintah dan anggota DPR
menonton film ini, karena realita yang ditampilkan
adalah suara dan harapan rakyat yang
harus mereka bela,” tekannya.
62
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
da pemandangan menarik
ketika menyaksikan penonton dari salah satu bioskop 21 di Ibukota Jakarta
beberapa waktu lalu. Hampir semua
penonton keluar dengan mata merah,
sebagian masih memegang tisu mengusap mata memastikan tidak ada
lagi air mata yang tersisa. Mereka
baru saja menyaksikan film keluarga
karya sutradara Aditya Gumay, berjudul Rumah Tanpa Jendala.
“Saya tidak bermaksud membuat
film yang akan menguras air mata.
Itu sebenarnya film musikal, tapi kalau akhirnya menyentuh, ada yang
menangis itu berarti masih punya jendela hati..,” kata Aditya saat memulai
wawancara dengan Parle Rabu, 9/3.
Ia kemudian bercerita di pusat
kota megapolitan Jakarta, diantara
rimba gedung apartemen dan hotel
mewah yang menjulang tinggi, masih ada warga negara yang tinggal di
rumah petak yang ukurannya 1,5 x 2
meter. Rumah itu dibangun seadanya
dari triplek bekas, atapnya dari seng
yang kalau hujan dipastikan bocor.
Semua tanpa jendela. “Itu mungkin
seluas kamar mandi orang-orang
yang tinggal di apartemen tidak jauh
dari lokasi,” tambahnya.
Lokasinya di kawasan kuburan
Cina lama, Menteng Pulo, kawasan
Casablanka, Jakarta Selatan. Warga
yang tinggal disini sebagian besar
pemulung, pekerja kasar di pasar, kuli
bangunan. Mereka sebagian tinggal
bersama anggota keluarga, istri dan
anak-anak. Mandi, cuci, kakus dilakukan di tempat darurat yang tentu jauh
dari layak. Area pemakaman menjadi
tempat bercengkrama, berbagi cerita
tentang kepahitan hidup tapi kadang
disampaikan dengan nada ceria. “Kita
bisa juga menyaksikan anak-anak
belajar, mengerjakan PR di makam
beralaskan batu nisan. Karena dalam
rumah tanpa jendela, mereka tidak
punya meja belajar,” lanjut Aditya
yang juga pimpinan Sanggar Ananda
yang pernah melejit dengan Lenong
Bocah.
Sebagian pendukung film Rumah
Tanpa Jendela datang dari keluarga
menengah atas yang tentu terkagetkaget melihat realita ini. “Tapi mereka akhirnya paham, kemudian malah
menjadi teman bermain selama
proses shooting yang berlangsung
selama 2 bulan,” jelasnya. Bagi warga
masyarakat lain yang mungkin tidak
dapat melihat langsung bagaimana
kehidupan mereka, media film ini bisa
jadi perantara.
Aditya menambahkan sejauh ini
animo masyarakat di seluruh tanah
air untuk menonton film keduanya
ini cukup tinggi. Beberapa undangan nonton bareng telah diterimanya
diantaranya dari pemerintah kota
Palembang, Palangkaraya dan Banjarmasin. Ada beberapa pesan yang
mengemuka dari film ini, tentang kemiskinan, perjuangan anak dengan
perlakuan khusus – autis, tentang
kesetiakawanan. Ia mengaku surprise
ketika mengetahui film Rumah Tanpa
Jendala juga mendapat apresiase dari
Fraksi PKS DPR RI yang khusus menggelar acara nonton bareng beberapa
waktu lalu.
“Saya pikir baik kalau pemerintah
dan anggota DPR menonton film ini,
karena realita yang ditampilkan adalah
suara dan harapan rakyat yang harus
mereka bela,” tekannya. Film ini hanya
mencoba menyampaikan tanpa mencoba sinis dalam mengkritisi sesuatu.
Bicara tentang seorang anak dengan
mimpi punya jendela, kemudian anak
yang memiliki kebutuhan khusus yang
menjadi jendela bagi keluarganya untuk melihat kenyataan.
Keberhasilan film ini baginya
seakan jadi pembuktian terutama
kepada produser kalau penonton Indonesia tidak hanya menantikan film
dengan tema horor dan mistis yang
saat ini sangat mendominasi. “Kita
sudah balik modallah. Sekarang tinggal menunggu keuntungan yang 100
persen akan disumbangkan untuk
kegiatan sosial,” jelas Aditya. Sejauh
ini beberapa yayasan sosial sudah
sepakat untuk bekerja sama, diantaranya Dompet Dhuafa Republika yang
berjanji akan membangun rumah sakit
bagi penderita autis, khususnya bagi
masyarakat yang tidak mampu. Keuntungan lain akan disampaikan melalui
Kak Seto yang mengalokasikan untuk
perlindungan anak, membantu bea
siswa pelajar dari keluarga miskin,
serta beberapa rumah baca.
Seakan tahu pertanyaan selanjutnya Aditya Gumay menjelaskan bukan berarti ia dan timnya tidak dapat
apa-apa dari film ini. “Kita bisa dapatlah dari hak rekam DVD, penjualan
hak siar televisi dan pemutaran di luar
bioskop,” imbuhnya. Hak siar televisi telah dibeli kelompok MNC yang
menurutnya nilainya cukup lumayan.
Dijadwalkan mulai tahun depan film
Rumah Tanpa Jendela sudah dapat
disaksikan di layar kaca.
Sebenarnya perlu tidak proteksi
untuk film Indonesia? Sutradara yang
cukup sukses dengan film Emang Ingin Naik Haji ini terdiam beberapa
saat sebelum menjawab, “Proteksi
yang konkrit dan wajar boleh saja.” Ia
menggambarkan ditengah persaingan
dengan film asing, pengusaha bioskop
sering tidak sabar dalam menayangkan film Indonesia. Akhir pekan Sabtu,
Minggu penonton masih ramai, tetapi
ketika hari Selasa dan Rabu penonton
berkurang film biasanya langsung di-
turunkan. “Proteksinya dengan memberi kesempatan kepada film Indonesia untuk paling tidak tayang dua
kali akhir pekan. Biasanya kalau sudah
ketemu dua kali Sabtu Minggu hasilnya cukup lumayan,” katanya.
Ia juga mendengar kegelisahan
para politisi di Senayan yang mengritik
film Indonesia yang saat ini didominasi tema horor dan mistis. Baginya sulit
melarang apalagi menghadang kondisi ini, apalagi pasar ternyata menerimanya. “Bagi saya film harus dilawan
dengan film, gak bisa dengan hanya
teriak,” tekannya. Aditya menantang
pihak-pihak yang peduli dan punya
uang untuk terjun langsung berinvestasi dibidang ini.
Aditya Gumay juga berharap
anggota DPR RI dapat mendorong
perusahaan untuk menyalurkan anggaran CSR atau Corporate Social Responsbility mendukung pembuatan
film dengan thema tertentu seperti
kesetiakawanan. Aditya mengaku sebenarnya punya banyak ide dan sumber daya, namun selama ini terkendala pembiayaan. Apalagi para produser
biasanya jarang melirik film-film bertema sosial dengan alasan tidak menguntungkan. (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
63
PERNIK
DPR Peringkat 5 Besar
Terbaik Dalam Keterbukaan
Informasi Publik
Keterbukaan Informasi Publik menjadi isu sentral saat ini di berbagai
lembaga pemerintah, dengung keterbukaan dan harapan masyarakat
terhadap lembaga pemerintah semakin kencang seiring diberlakukannya
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
64
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
U
U No.14 Tahun 2008 Pasal
17 menyatakan, setiap badan
publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi
publik untuk mendapatkan informasi
publik. Sejatinya bahwa, informasi
merupakan kebutuhan pokok setiap
orang bagi pengembangan pribadi
dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan
nasional.
Selain itu, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan Keterbukaan Informasi Publik merupakan salah satu ciri penting
negara demokratis yang menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara.
Dengan konsep keterbukaan
ini, diharapkan dapat menjadi sarana
mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggara Negara
dan badan publik lainnya dan segala
sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Guna merespons dan
menjalankan amanah UU No. 14 Tahun 2008, DPR terus berbenah dalam
menyiapkan perangkat pendukung
yang menyangkut KIP di DPR.
Sebagai peraturan pendukung
dari UU No. 14 Tahun 2008, DPR telah
menyiapkan perangkat peraturan
DPR RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di
DPR menyangkut tentang ruang lingkup informasi-informasi yang ada di
DPR, baik informasi publik yang wajib
tersedia setiap saat, informasi publik
yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, dan informasi
publik yang dikecualikan.
“KIP ini yang menjadi ruang lingkup informasi-informasi yang ada di
DPR yang bisa diakses oleh publik,”
kata Wakil Ketua Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID)
DPR Suratna. Jadi, lanjutnya, secara
detail masyarakat bisa mengetahui
informasi-informasi yang ada di DPR.
Suratna menambahkan, UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik itu
berlaku dua tahun setelah diundangkan, taktis pada tanggal 30 April yang
Ketua PPID Helmizar
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat meninjau ruangan KIP (layanan informasi publik)
Rekapitulasi Permohonan Informasi tahun 2011
No.
Permintaan Informasi
Total
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Surat
Fax
Telepon
Email
Langsung
Total
24
4
19
47
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
65
PERNIK
lalu itu batas akhir persiapan badanbadan publik untuk melaksanakan UU
tersebut. “Alhamdulillah, kita sudah
mengantisipasi itu. Karena DPR sebagai badan publik ini sangat responsif terhadap UU dimaksud dan UU itu
merupakan usul inisiatif dewan sehingga dewan harus mempersiapkan
itu,” tuturnya.
UU Nomor 14 Tahun 2008 memberi kewenangan juga untuk mencoba
mengidentifikasi informasi-informasi
yang berada di badan publik masingmasing. “DPR saat ini mendapatkan
predikat 5 (lima) besar terbaik dalam
merespons pelaksanaan UU Nomor
14 Tahun 2008 itu,” katanya.
Lebih jauh, Suratna menjelaskan, bahwa setiap badan publik itu
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan masih ada perbedaan
persepsi antara badan publik dengan
pemohon informasi. Seperti, perbedaan tentang informasi yang dikecualikan itu. “Kalau di UU No.14 Tahun
2008 itu ‘kan sudah jelas itu informasi
yang dikecualikan. Namun badanbadan publik itu, masih dalam era
transisi, karena saat ini masih paradigma informasi yang semula itu tertutup menjadi terbuka, kecuali yang
dikecualikan di dalam Pasal 17 dari
UU tersebut,” paparnya.
Saat ini, DPR masih dalam era
masa transisi dan penerapan UU KIP
akan terus disosialisasikan kepada seluruh bagian di lingkungan DPR. “Kita
sendiri sudah membentuk PPID yang
diketuai oleh Kepala Biro Humas dan
Pemberitaan,” tegasnya.
Peraturan DPR Nomor 1 Tahun
2010 tentang Keterbukaan Informasi
menyangkut tentang ruang lingkup
informasi-informasi yang ada di DPR,
baik itu informasi publik yang wajib
tersedia setiap saat, informasi publik
yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, dan informasi
publik yang dikecualikan itu ada disana, tuturnya.
“Kita terus mau berbenah dan
kita terus mau menyiapkan dimana
UU No.14 Tahun 2008 itu bisa beroperasional, dan kita sudah menyiap-
66
kan Standar Operasional Prosedur
(SOP) seperti SOP permohonan informasi, SOP tentang uji konsekuensi, SOP tentang bagaimana pengorganisasian permohonan informasi di
dalam,” tambahnya.
Menurut Suratna, PPID sekarang
tidak mempunyai informasi-informasi
yang dibutuhkan, sementara informasi-informasi itu adanya di unit-unit, di
alat-alat kelengkapan dewan sehingga
kita perlu membuat SOP bagaimana
informasi-informasi itu bisa didapatkan oleh PPID.
Ia berharap, kalau bisa PPID itu
menjadi unit tersendiri. Karena itu,
seluruh unit kerja diharapkan bisa
membantu PPID dalam menyiapkan
informasi-informasi yang diminta
oleh pemohon informasi. “Sekarang
sudah semakin baik karena kita sudah
berkoordinasi dengan unit-unit lain
sehingga mereka bisa memberikan
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
informasi-informasi yang sebelumnya dianggap rahasia. Ia memberikan
contoh, misalnya masalah RKA-K/L,
masalah DIPA, masalah Realisasi Anggaran. Sekarang kita dengan mudah
mendapatkan informasi-informasi itu
atas permintaan pemohon,” katanya.
Menyinggung masalah permintaan risalah rapat, Suratna menjelaskan,
semua permintaan risalah rapat dapat
kita siapkan dan ada beberapa pemohon informasi yang bertujuan untuk
penelitian atau disertasi segera di
siapkan. “Selain itu kita juga melakukan mediasi terkait dengan permohonan informasi dari ICW tentang
Laporan Studi Banding. Mereka sangat apresiasi PPID DPR yang dapat
memberikan Laporan Studi Banding,
Alat-alat Kelengkapan Dewan. Saya
kira ini suatu hal yang bagus karena
ICW sangat apresiasi,” ujarnya.
Suratna menegaskan, sekali lagi
kita berharap seluruh unit kerja bisa
membantu PPID dalam menyiapkan
informasi-informasi yang diminta oleh
pemohon informasi.
Apresiasi Positif PPID
Indonesian Corruption Watch
(ICW) mengapresiasi positif peran
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) DPR RI dalam memberikan informasi dan data mengenai
DPR. “ICW mengapresiasi DPR yang
telah memberikan informasi kepada
kita,” kata Peneliti ICW Abdullah Dahlan kepada parlementaria, di Gedung
DPR, baru-baru ini.
Menurut Abdullah, pihaknya
telah mengajukan permintaan informasi mengenai studi banding dan
angggarannya kepada DPR tanggal
24 November tahun lalu. “Kemudian
pada tanggal 31 Desember muncul
surat keberatan Sekjen DPR,” pa-
parnya.
Pada tanggal 24 Januari, papar
Abdullah, PPID menyampaikan kepada ICW bahwa Setjen DPR belum
dapat memberikan data mengenai
laporan studi banding dan keuangannya. “Mereka beralasan menunggu
proses audit BPK, karena itu kita meminta KIP untuk melakukan mediasi
terkait persoalan ini,” katanya.
Akhirnya, tambah Abdullah, sebelum dilakukan mediasi oleh KIP,
PPID telah memberikan data dan informasinya karena itu, pada pertemuan tersebut, ICW akan mencabut
gugatannya kepada PPID.
Dia menambahkan, untuk informasi kepada publik seyogyanya dapat
diakses melalui media seperti internet. “Laporan studi banding seharusnya bisa diakses lewat website, karena
itu DPR RI harus segera membangun
transparansi,” tandasnya.
Menurutnya, ICW mengharapkan adanya transparansi di semua alat
kelengkapan dewan dan secara keseluruhan ingin membangun sistem
yang ada. “kita ingin melihat dari sisi
mekanisme dan format pelaporannya,
dan pengelolaan dimensi laporan dari
studi banding ini,” paparnya.
Selain itu, terangnya, ICW juga
ingin mencari tahu proses studi banding yang dilakukan serta informasi
yang didapat oleh tim yang berangkat
ke luar negeri. “Pola-pola studi banding juga dapat terlihat apakah masih
relevan atau tidak,” jelasnya.
Sementara Ketua PPID Helmizar mengatakan, PPID akan segera
mempublikasikan kepada masyarakat
mengenai informasi terkait dengan
DPR. “Kita sedang membangun website khusus KIP, agar memudahkan
masyarakat memperoleh informasi,”
terangnya. (parle)
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
67
PERNIK
Seminar KPK dengan DPR
Bangun Kapasitas Penguatan
Kelembagaan DPR RI
Tugas dan Peran penguatan fungsi Kelembagaan DPR RI menjadi perhatian kita semua
tanpa terkecuali dengan KPK. Selaku Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan DPR RI telah mengadakan seminar sehari bertema penguatan dan pembangunan
kapasitas kelembagaan DPR RI di hotel Sultan Jakarta, baru-baru ini.
T
Narasumber Seminar Penguatan dan Pembangunan kapasista Kelembagaan DPR RI
ujuan seminar ini untuk
memperoleh masukan atas
konsep penguatan dan pembangunan kapasitas kelembagaan DPR RI sebagai fungsi representasi rakyat. Sementara, tata kelola
pemerintahan yang ingin diwujudkan
selaku kelembagaan DPR RI adalah
membangun system pengawasan
internal yang kuat di DPR RI serta
membangun infrastruktur demokrasi
untuk lebih menyempurnakan proses
demokrasi.
Seminar tersebut mendapat
perhatian semua komponen bangsa
tanpa terkecuali perwakilan kalangan
akademisi di Indonesia. Saat seminar,
terlihat Mantan Wapres Jusuf Kala,
Ketua DPR RI Marzuki Alie, Pengamat
Politik Syamsuddin Haris, Tiri-Making
Integrity Work, Kevin Evans, dan Mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto,
68
dan Formappi Sebastian Salang menjadi pembicara dalam acara tersebut.
Selaku pembicara seminar dalam
acara tersebut, Ketua DPR Marzuki
Alie mengatakan, dalam rangka penguatan kelembagaan DPR RI terdapat beberapa program diantaranya
program dukungan manajemen dan
pelaksanaan tugas teknis serta peningkatan sarana dan prasarananya.
Terkait dengan program peningkatan sarana dan prasarana, terang
Marzuki, terdapat kegiatan pembangunan gedung DPR yang akan dimulai pada tahun 2010 dan diselesaikan pada tahun 2014. Namun
dengan pertimbangan sosiologis dan
politis rencana tersebut harus ditunda
dan direncanakan akan dilaksanakan
pada tahun 2011.
“Seharusnya anggota dewan
mempunyai komitmen dan konsis-
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
tensi dalam bersikap. Bahwa komitmen dan konsistensi sangat diperlukan sebagai dasar dalam membangun
negara ini,”jelasnya saat memberikan
sambutan dalam Seminar penguatan
dan pembangunan kapasitas kelembagaan DPR RI di Hotel Sultan.
Marzuki menyayangkan sikap
karakter anak bangsa yang tidak sportif karena tidak memiliki komitmen
dan konsistensi terhadap keputusan
yang diambilnya. “Bagaimana mungkin membangun bangsa dan negara
ini jika karakter anak bangsa jauh dari
sikap sportif dan bagaimana kita mau
dipercaya kalau kita tidak komit dan
konsisten,”paparnya.
Penguatan kelembagaan merupakan hal yang substantif bukan
politis, artinya, bilamana persoalan
substantif diputuskan dengan pertimbangan politis maka jangan diharapkan terdapat perubahan yang signifikan terhadap lembaga perwakilan
rakyat dan lembaga kepercayaan masyarakat.
Usulan Kantor Tetap Dapil
Pada kesempatan tersebut, Pengamat dari Tiri Making Integrity Work
Kevin Evans mengusulkan perlu adanya perwakilan atau kantor tetap di
Dapil dimana semua Biaya atau ongkos kantor dibebankan pada APBN
(alokasi DPR).
“Tidak boleh dibayar oleh partai
kantor tersebut sebagai tempat menerima input rakyat dan Kantor tersebut tidak boleh dipakai untuk kegiatan
atau kampanye partai. Walaupun
disadari penuh bahwa setiap ucapan
atau tindakan anggota DPR memang
bersifat kampanye dalam arti luas (bukan sekedar hokum formal). Semua
anggota masyarakat harus merasa
nyaman masuk ke kantor,”jelasnya.
Selain itu, anggota DPR cukup
menunjukkan wilayah lokasi bukan
bangunan atau gedung secara spesifik
dan mereka tidak boleh ikut campur
menentukan kontrak dengan pemilik
bangunan atau gedung. “Staf secretariat ditugaskan melalui kontrak tidak
boleh ada benturan kepentingan baik
dengan angagota DPR, kelompoknya
maupun staf secretariat,”jelasnya.
Kantor, jelasnya, harus dilengkapi
dengan staf yang bukan anggota partai dan memiliki ATK yang memadai.
Kantor juga harus disertai satu sekretaris dan satu staf program komunikasi ada staf tetap selama anggota
berjasa.
Menyoal Gedung baru DPR, jelas
Kevin, dapat dipastikan akan ditolak
oleh masyarakat umum sebagai akibat persepsi negative kinerja DPR.
“Berdasarkan pengamatan atas pertemuan dengan beberapa anggota
DPR dari bermacam-macam Fraksi
memang dibutuhkan tempat lebih
besar untuk masing-masing anggota. Kapasitas riset dan ahli peranggota sangat dibutuhkan agar bisa
mengimbangi informasi dari eksekutif
yang punya kementerian dan didukung banyak staf ahli bukan 1 staf
peranggota,”katanya.
Mengenai dana aspirasi, lanjutnya, persoalan itu sangat rawan
dan berbahaya siapa yang mengawasi penggunaannya, jika pemerintah maka garis pengawasan terbalik,
kalau dari dalam kita harus berkaca
dari pengalaman DPR Inggris. “Paling
sedikit perlu melakukan diskusi dengan public tentang tingkat kepatutan semua hal tersebut supaya lebih
terbuka dan jelas.”tambahnya.
Sementara Mantan Wapres Yusuf
Kalla menilai, output Legislasi merupakan yang paling rendah dibandingkan yang lain. Persoalan saat ini,
lanjutnya, anggota dewan banyak dari
pengusaha yang memang kurang berminat membahas legislasi, dan tidak
membuka peluang dari PNS ataupun
TNI. “Apabila mereka ingin mencalonkan harus mundur dari PNS bagaimana
apabila tidak terpilih, karena itu sebelumnya Partai Golkar pernah mengusulkan apabila Pegawai Negeri ingin
menjadi anggota dewan harus cuti diluar tanggungan negara,”paparnya.
Dia menambahkan, entrance
(pintu masuk) menjadi anggota dewan harus kuat. Saat ini, hamper
semua orang ingin menjadi di panitia anggaran karena itu hamper
semua orang yang masuk KPK adalah
eks alumni Panitia anggaran. “Ini dikarenakan wewenang DPR sangat
powerful maka efeknya sangat besar
solusinya yaitu transparansi di bidang
anggaran,”paparnya.
Penguatan sistem pendukung
Kordinator Formappi Sebastian
Salang mengatakan, perlu dilakukan reformasi di tubuh Setjen DPR
RI guna merespon perubahan DPR
yang semakin dinamis. “Sistem pendukung sangat penting untuk dikuatkan. Setjen dengan 2000 pegawai dan
stafnya menjadi lamban, saat ini Kesekretariat Jenderal bukan layaknya birokrasi masa lalu tetapi harus menjadi
pendukung kedewanan,”paparnya.
Dia melihat Setjen DPR begitu
powerful hingga DPR tidak berdaya
bahkan seringkali apabila bicara fungsi anggaran DPR, para wakil rakyat tidak memahami mendalam mengenai
anggaran dan seringkali kalah dengan eksekutif. “Dari dulu DPR harusnya dilengkapi dengan budget house
sehingga tidak muncul mengenai
negosiasi,”paparnya.
Pada fungsi legislasi, lanjut Sebastian, DPR seringkali tidak memenuhi target bombastisnya dan
seringkali tidak realistis karena itu
diperlukan suatu badan pendukung
yang professional sehingga dapat
diukur kinerjanya.”Menata kembali
kesekretariat jenderal itu merupakan
pilihan utama saat ini,”jelasnya..
Selain itu, tambah Sebastian, DPR
sangat kesulitan menyusun desain komunikasi antara wakil rakyat dengan
konstituennya bahkan seringkali kita
kesulitan melihat seberapa jauh kinerja mereka. “Perlu dirumuskan sistem
yang jelas dan terukur antara dirinya
dengan konstituen dan seringkali
mereka berdasarkan pengalaman dan
kreativitasnya membuat poster, dan
website, ini masih belum jelas ukurannya bagaimana mereka menyerap aspirasi konstituennya,”lanjutnya. (si)
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat mengklarifikasi Pembangunan Gedung DPR RI di acara Seminar
Penguatan dan Pembangunan Kapasitas Kelembagaan DPR RI di Hotel Sultan Jakarta
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
69
POJOK PARLE
Repotnya
Jadi Gayus
Jika seseorang punya nama
yang hampir mirip dengan
tokoh-tokoh terkenal
seperti Yusul Kalla, Agung
Laksono, Habibie atau artis
terkenal seperti Titi DJ,
Ruth Sahanaya, Melly
Guslaw, orang tentu akan
bangga dengan nama yang
disandangnya.
Tapi bagaimana kalau nama
tersebut mirip dengan
nama orang yang sedang
menjadi topik hangat di
media massa karena
perbuatannya sebagai
mafia pajak ?
B
erbulan-bulan sejak Gayus
Tambunan, seorang pegawai Ditjen Pajak dengan
Golongan III A melakukan
penggelapan pajak, berita tentang
Gayus tak pernah lepas dari bidikan
media massa.
Kasus Gayus ini bahkan menjadi
perhatian yang sangat serius di DPR
dengan membentuk Panja Pajak untuk menangani bukan hanya kasus
Gayus, tapi juga kasus-kasus mafia
pajak lainnya.
Tak hanya sampai di situ, beberapa anggota Dewan mengusulkan
kasus mafia pajak ini diteruskan dengan Hak Angket DPR RI.
Mungkin agenda DPR RI yang
menjadi sorotan terbanyak insan
Pers terjadi pada Selasa, 22 Februari
2011 saat Rapat Paripurna Pengambilan Keputusan atas Usul Hak Angket
Anggota DPR RI tentang Perpajakan
menjadi Hak Angket DPR. Nasib jadi
atau tidaknya Hak Angket kasus mafia
pajak akan ditentukan hari itu.
Rapat Paripurna yang dipimpin
Ketua DPR RI Marzuki Alie dipenuhi
hujan interupsi. Satu demi satu anggota dewan melakukan interupsi, ada
Rapat Paripurna pengambilan keputusan atas usul Hak Angket Anggota DPR RI tentang perpajakan menjadi Hak Angket DPR, selasa 22-02-2011.
70
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
yang pro dan ada yang kontra dibentuknya Hak Angket DPR RI.
Tibalah giliran Aria Bima, Wakil
Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi PDI
Perjuangan. Dengan lantang Aria
Bima mengatakan : Pimpinan…….. jangan disamakan antara penyelidikan
KPK terhadap kasus Gayus Lumbuun
dengan Hak Angket Pajak. Karena Hak
Angket ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah perpajakan di tanah
air,” katanya.
Terdengar suara tawa
bergemuruh yang memecah seiisi ruang Paripurna, suasana yang tadinya tegang seketika menjadi
cair dengan interupsi dari Aria
Bima itu.
Dari mikrophone yang lain
terdengar nyaring anggota lain
mengatakan : ralat dulu Pak Aria
Bima bukan Gayus Lumbuun……..
tapi Gayus Tambunan.
Tersadarlah Aria Bima bahwa
yang disebutnya tadi salah, maka
segera dia meralat, maksud saya bukan Gayus Lumbuun tapi Gayus Tambunan……………………
Namun penyebutan itu sudah
terlanjur dia ucapkan, sehingga butuh
beberapa saat untuk kembali menenangkan ruang paripurna yang masih
diwarnai dengan gelak tawa yang hadir.
Tak hanya anggota yang tertawa gemuruh, wartawan yang
memadati Balkon Paripurna
pun tertawa sambil
berkomentar kepada
temannya :” Makanya
kalau kamu nanti punya
anak jangan dikasih nama
Gayus, repot jadinya kan.
Belum lagi kalau dijalan dipanggil-panggil orang, salahsalah bisa ditangkep,” katanya.
Temannya pun akhirnya menjawab :” ya enggak lah……….nanti
kalau pas aku punya anak, yang kena
kasus bukan Gayus lagi, tapi bisa aja
Agus, Roni, Untung, Slamet atau bahkan bisa Bejo,” katanya.
Mendengar jawaban tersebut
temannya berpikir :” Iya juga ya,
mungkin saja pada tahun-tahun berikutnya nama Gayus itu
jadi menteri…………. siapa yang
tahu…….. ,” pikirnya sambil terus
mendengarkan interupsi yang
disampaikan anggota-anggota
berikutnya. (tt)
gp
an
ta
go
nt
I te
RR
DP
g
An
ket
g
n
kA
Ha 011
n
2
sa 2utu 2-0
ep asa 2
k
n el
bila , s
am t DPR
g
n
pe gke
ng An
oti Hak
v
t
i
Saaenjad
m
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
71
an
jak
a
erp
PERNIK
72
| PARLEMENTARIA | Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
Download