BAB II

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Harmonisa
Harmonisa adalah satu komponen sinusoidal dari satu perioda gelombang
yang mempunyai satu frekuensi yang merupakan kelipatan integer dari
gelombang fundamental. Jika frekuensi fundamental suatu sistem adalah ƒo, maka
frekuensi harmonisa orde ke-n adalah nƒo. Harmonisa biasa digunakan untuk
mendefenisikan distorsi gelombang sinus arus dan tegangan pada amplitudo dan
frekuensi yang berbeda.. Tegangan harmonisa ini muncul sebagai akibat dari
adanya arus harmonisa yang mengalir pada jaringan arus bolakbalik.
Tegangan ini akan berinterferensi dengan tegangan frekuensi dasar yang akan
menyebabkan naiknya tegangan efektif. Gelombang arus maupun tegangan pada
frekuensi harmonisa akan menghasilkan gelombang total. Gelombang ini
dihasilkan dari superposisi pada bentuk gelombang dengan frekuensi berbeda.
Gelombang dasar dan kelipatannya berbentuk deret harmonisa. Gelombang dasar
disebut sebagai harmonisa pertama. Harmonisa kedua mempunyai frekuensi
kedua dan seterusnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bentuk gelombang harmonisa
6
Harmonisa adalah deretan gelombang arus atau tegangan yang
frekuensinya merupakan kelipatan bilangan bulat dari frekuensi dasar tegangan
atau arus itu sendiri. Bilangan bulat pengali pada frekuensi harmonisa adalah orde
(n) dari harmonisa tersebut. Sebagai contoh, frekuensi dasar dari sistem
kelistrikan di Indonesia adalah 50 Hz maka harmonisa kedua adalah 2 x 50 Hz
(100 Hz), ketiga adalah 3 x 50 Hz (150Hz), dan seterusnya hingga harmonisa ke n
yang memiliki frekuensi n x 50 Hz.
Distorsi dari bentuk gelombang harmonisa-harmonisa yaitu kedua, ketiga
dan seterusnya dijumlahkan dengan gelombang dasar, maka bentuk gelombang
tegangan atau arus akan terdistorsi.
Adanya harmonisa pada sistem tenaga listrik akan mengakibatkan
berbagai efek, di bawah ini adalah pengaruh-pengaruh harmonisa pada sitem
tenaga listrik.
2.1.1. Saluran transmisi
Aliran dari harmonisa arus pada konduktor akan menyebabkan
bertambahnya rugi-rugi saluran sebagai akibat adanya pemanasan tambahan.
Pemanasan tambahan ini disebabkan adanya arus harmonisa yang mengalir di
saluran transmisi.
7
2.1.2. Transformator
Efek harmonisa pada transformator adalah harmonisa arus menyebabkan
meningkatnya rugi-rugi tembaga yang dinyatakan dengan:
.........................................................
2.1
Dimana : Pcu = Rugi tembaga
In = Arus pada harmonisa ke n
Rn = Resistansi pada harmonisa ke n
Selain dari itu harmonisa juga dapat menyebabkan pemanasan lebih pada
isolasi, sehingga dapat mempersingkat umur penggunaan isolasi.
2.1.3. Bank Kapasitor (Capasitor Banks)
Terjadinya distorsi tegangan menyebabkan rugi daya tambahan pada
kapasitor yang ditunjukkan oleh:
........................................................... 2.2
Dimana : tan δ = faktor rugi ( R/(1/ωC) )
ωn = 2πnf
Vn = tegangan root mean square (Vrms) harmonisa ke-n
8
Pada frekuensi yang lebih tinggi, besar reaktansi dari kapasitor akan menurun
sehingga arus harmonisa yang mengalir ke kapasitor juga semakin besar.
2.1.4. Pengaruh harmonisa pada peralatan konsumen
Peralatan elektronik pada konsumen juga dapat terpengaruh oleh
harmonisa.
a. Pada televisi: harmonisa akan mempengaruhi nilai puncak tegangan yang
dapat berdampak
perubahan pada ukuran gambar TV dan kecerahan TV.
b. Komputer: dapat mengganggu sistem pemrosesan data karena tegangan supply
terdistorsi.
c. Terjadi kesalahan pada pembacaan di alat pengukuran, contohnya adalah
kWH meter.
2.2 Penyebab Harmonisa
Harmonisa disebabkan oleh beban yang tidak seimbang, yang merupakan
peralatan elektronik yang didalamnya terdapat komponen semikonduktor. Dalam
sistem tenaga listrik dikenal dua jenis beban yaitu beban linear dan beban non
linier. Beban linier yang memberikan bentuk gelombang keluaran linier dimana
arus yang mengalir akan sebanding dengan impedansi dan perubahan tegangan,
sedang beban non linear bentuk gelombang keluarnya tidak sebanding dengan
tegangan dalam tiap setengah siklus sehingga bentuk gelombang arus maupun
tegangan keluarannya tidak sama dengan gelombang masukan beban non-linier
yang terpasang pada sistem. Penggunaan beban ini yang mengakibatkan arus dan
9
tegangan terdistorsi. Beban nonlinier yang terpasang menyebabkan arus bervariasi
sehingga tak sebanding dengan tegangan selama setiap setengah perioda.
Berikut ini bentuk gelombang arus dan tegangan harmonisa seperti pada
gambar 2.2 B & C.
Gambar 2.2. Bentuk gelombang arus dan tegangan harmonisa
2.3 Total Harmonic Distortion (THD)
Untuk menyatakan besarnya kandungan arus dan tegangan harmonisa
diperlukan suatu indeks umum yang disebut Total Harmonic Distortion (THD),
yangdidefenisikan sebagai berikut :
...................................... 2.3
Dimana : THDv = Total Harmonik Distorsi tegangan
10
THDi = Total Harmonik distorsi arus
Vh = Tegangan harmonisa
Ih = Arus harmonisa
V1 = Tegangan fundamental
I1 = Arus fundamental
Indeks ini didefenisikan sebagai perbandingan nilai rms komponen
harmonik terhadap komponen dasar dan biasanya dinyatakan dalam persen (%).
Induks ini digunakan untuk mengukur penyimpangan (deviation) dari bentuk
gelombang satu perioda yang mengandung harmonik pada gelombang sinus
sempurna. Untuk gelombang sinus ideal pada frekuensi fundamen, THD akan
bernilai nol.
Untuk menghitung harmonisa pada jaringan distribusi, digunakan persamaanpersamaan berikut ini:
2.3.1
Tegangan harmonisa
Tegangan harmonisa ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut:
Vh = V x √2 x sinøv ..................................................................
2.4
Dimana : Vh = Tegangan harmonisa
V = Tegangan fundamental
øv = Sudut harmonisa tegangan
11
2.3.2
Arus
Arus harmonisa ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut:
Ih = I x √2 x sinøi .....................................................................
2.5
Dimana : Ih = Arus harmonisa
I = Arus fundamental
øi = Sudut harmonisa arus
2.3.3 Faktor daya
Faktor daya harmonisa ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
øh = øv – øi ..............................................................................
2.6
Dimana : øh = Sudut harmonisa daya ( faktor daya )
øv= Sudut harmonisa tegangan
øi = Sudut harmonisa arus
2.3.4
Daya reaktif
Daya reaktif harmonisa ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut:
Qh = Vh x Ih x Sin øh ............................................................
2.7
Dimana : Qh = Daya reaktif harmonisa
12
Vh = Tegangan harmonisa
Ih = Arus harmonisa
øh = Sudut harmonisa daya
2.3.5
Daya aktif
Daya aktif harmonisa ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut:
Ph = Vh x Ih x Cos øh .........................................................
2.8
Dimana : Ph = Daya aktif harmonisa
Vh = Tegangan harmonisa
Ih = Arus harmonisa
øh = Sudut harmonisa daya
2.3.6
Daya semu
Daya semu harmonisa ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut:
Sh = Ph + jQ .........................................................................
2.9
Dimana : Sh = Daya semu harmonisa
Ph = Daya aktif harmonisa
jQ = Daya reaktif harmonisa
13
2.4 Filter Harmonisa
2.4.1
Filter Pasif (Passive Filter)
Filter pasif terdiri dari elemen induktansi, capasitansi dan resistansi (RLC).
Rangkaian tapis pasif pelewat rendah yang terdiri dari komponen induktan L,
tahanan dalam R dan kapasitor C, maka kwalitas atau ketajaman penalaan tapis
sangat dipengaruhi oleh faktor kualitas (quality factor) Q yang dapat dinyatakan
dengan menggunakan persamaan (2.10).
..............................
2.10
Dimana : Q = Faktor kualitas
R = Tahanan
C = Kapasitor
L = Induktansi
ωo = 2 πfo ( fo merupakan frekuensi resonansi )
Pada penelitian ini nilai induktansi dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan (2.11) dengan menentukan nilai kapasitornya
......................................................
2.11
Dimana : C = Kapasitor
L = Induktansi
ωo = 2 πfo ( fo merupakan frekuensi resonansi )
14
.........................................................
2.12
Dimana : C = Kapasitor
L = Induktansi
ωo = 2 πfo ( fo merupakan frekuensi resonansi )
Gambar 2.3. Rangkaian filter pasif pelewat rendah
Tipe filter pasif yang digunakan adalah tipe LC, dimana nilai impedans
rangkaian filternya dapat ditentukan dengan persamaan (2.16) pada sisi sumber
atau input, dan pada sisi output nilai impedans dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan (2.13).
...........................................
2.13
Dimana : Z = Impedansi
15
R = Tahanan
C = Kapasitor
L = Induktansi
ω = 2 πf
Bagian imajiner impedans akan mempunyai nilai nol jika :
.......................................................................
2.14
..................................................................
2.15
sehingga nilai ωo adalah
Dimana : C = Kapasitor
L = Induktansi
ωo = 2 πfo ( fo merupakan frekuensi resonansi )
ω = 2 πf
dimana ωo = 2 πfo dengan fo merupakan frekuensi resonansi atau cut-off dimana
nilai impedansi bagian imajiner pada frekuensi ini adalah nol (David Irwin,1996).
Tipe yang paling sederhana dari filter pasif adalah Tapis Penala Tunggal (TPP),
tersusun dari tahanan R induktans L dan capasitans C yang terhubung seri
Hubungan antara impedansi tapis dan frekuensi untuk nilai R, L dan C tertentu
dengan frekuensi resonansi 50 Hz Impedansi tapis:
...........................................
2.16
16
Dimana : Z = Impedansi
R = Tahanan
C = Kapasitor
L = Induktansi
ω = 2 πf
Nilai impedansi tergantung pada nilai R, L, C dan f. Sedangkan Q
didefinisikan sebagai perbandingan induktans (atau kapasitans) dan tahanan pada
frekuensi resonansi. Nilai impedansi terkecil terjadi pada ωo apabila:
........................................................
2.17
Dimana : C = Kapasitor
L = Induktansi
ωo = 2 πfo ( fo merupakan frekuensi resonansi )
Nilai Q menentukan Ketajaman penalaan dengan Q adalah:
................................................................
2.18
Dimana : Q = Ketajaman penalaan
Xo = Induktansi
R = Tahanan
17
Tapis peredam orde pertama terdiri atas tahanan R dan indukatans L yang
tersusun seri. Hubungan antara impedansi dan frekuensi untuk nilai R dan L
tertentu dengan Impedansi tapis adalah:
Z = R + jωL ........................................................................
2.19
Dimana : Z = Impedansi
R = Tahanan
C = Kapasitor
L = Induktansi
ω = 2 πf
Nilai impedansi tergantung pada nilai R, L dan f, sedangkan kecuraman grafik
tergantung pada Q dengan Q adalah:
...................................................................
2.20
Dimana : Q = Ketajaman penalaan
Xo = Induktansi
R = Tahanan
Filter pasif tersusun dari kapasitor dan induktor yang bekerja pada frekuensi yang
disettingkan dengan cara menahan sebahagian frekuensi sesuai dengan rancangan
filter.
18
Dengan adanya harmonisa yang mencemari sistem distribusi elektrik maka
sistem akan bekerja dari peralatan-peralatan elektronik juga terganggu, selain itu
harmonisa mengakibatkan pengaruh buruk pada faktor daya. Semakin besar
kandungan harmonisa maka semakin besar pula nilai THD. Akibatnya, semakin
besar nilai THD maka semakin besar pula perbedaan antara nilai rms arus total
dengan nilai rms arus dasar.
2.4.2
Filter Aktif
Filter Aktif adalah suatu perangkat elektronik yang dapat memperbaiki
kwalitas daya yang dikirimkan dari sumber ke beban. Filter sistem tenaga listrik
biasanya terdiri dari Filter Aktif dan Filter Pasif. Menurut Izhar et al, pemakaian
Filter Aktif pada sistem tenaga listrik lebih fleksibel daripada Filter Pasif karena
dari segi penggunaan dan unjuk kerja (performance) Filter Aktif lebih ekonomis.
Filter Aktif biasanya menggunakan perangkat switching berupa pengatur
modulasi lebar pulsa tegangan atau arus yang disebut Pulse Witdh Modulation
Voltage Source Inverter (PWM VSI) atau Current Source Inverter (PWM CSI)
yang dihubungkan ke level sistem tegangan rendah dan juga tegangan tinggi
tergantung pada permasalahan kwalitas daya .
Menurut Akagi pada dasarnya Filter Aktif dalam sistem tenaga dibagi dalam 2
topologi yaitu topologi secara paralel disebut Shunt Active Filter dan secara seri
disebut Series Active Filter.
19
2.4.2.1 Filter Aktif Paralel (Shunt Active Filter)
Prinsip dasar Filter Aktif Paralel adalah memfilter arus harmonisa dengan
menghasilkan arus filter kompensasi (ifilter) yang berbanding secara terbalik arus
harmonisa beban (ibeban). Saat fasa arus Filter Aktif Shunt dan fasa arus beban
mempunyai fasa yang sama ataupun fasanya berlawanan pada frekwensi
harmonisa maka kedua fasa akan saling meniadakan sehingga jumlah vektor arus
menjadi nol pada suplai arus (isuplai) di Point of Common Coupling (PCC)
sehingga arus suplai mendekati sinusoidal, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.4
dan Gambar 2.5 merupakan topologi Filter Aktif Paralel (Shunt) dan bentuk
gelombang.
Gambar 2.4 Topologi filter aktif paralel (Shunt)
Filter Aktif Paralel terdiri dari inverter, output inverter dihubung dengan L
ataupun LC dipasang secara paralel dengan beban yang mengandung arus
harmonisa sehingga terjadi kompensasi arus.
20
Gambar 2.5 Bentuk gelombang setelah dipasang filter aktif paralel, arus sumber,
arus beban non linear dan arus kompensasi.
2.4.2.2 Filter Aktif Seri (Series Active Filter)
Filter Aktif Seri banyak digunakan untuk memfilter harmonisa dan
memkompensasi distorsi tegangan seperti tegangan kedip, fliker tegangan dan
tegangan tidak seimbang pada level sistem tegangan tinggi dan tegangan rendah.
Filter aktif seri terdiri dari inverter dan keluaran (output) inverter dihubungkan
dengan filter L atau LC kemudian dikopling dengan transformator. Filter Aktif
Seri dihubungkan secara seri diantara suplai dengan beban seperti diperlihatkan
pada Gambar 2.6.
21
Gambar 2.6 Topologi filter aktif seri (Series)
Dalam memfilter arus harmonisa, inverter menghasilkan tegangan
keluaran (vfilter) yang sebanding terhadap arus harmonisa sumber (isuplai). Pada
tegangan keluaran (v2) kopling transformator sisi sekunder sebanding terhadap
rasio transformator kopling. Pada dasarnya bentuk gelombang tegangan dan arus
listrik dalam sistem tenaga merupakan gelombang sinusoidal murni. Dengan
perkembangan
beban listrik semakin kompleks terutama penggunaan beban listrik tak linear
sehingga menimbulkan terjadi perubahan distorsi bentuk gelombang tegangan dan
arus. Tegangan sisi sekunder (v2) transformator kopling adalah sebanding
terhadap arus mengalir melalui transformator kopling atau disebut tahanan aktif
pada frekwensi harmonisa. Arus harmonisa pada sumber akan berkurang dengan
22
naiknya impedansi frekwensi harmonisa sumber yang disebabkan oleh tahanan
aktif. Unjuk kerja Filter Aktif Seri sangat efektif mengurangi harmonisa pada
impedansi beban rendah dibandingkan dengan impedansi beban tinggi .
Seperti telah disebutkan di atas, menurut Tung et al , Filter Aktif Seri juga
digunakan untuk memfilter harmonisa tegangan dan kompensasi kedip tegangan.
Bentuk suplai gelombang tegangan setelah pemasangan filter aktif seri
diperlihatkan pada Gambar 2.7, di mana tegangan suplai mendekati tegangan
gelombang sinusoidal dan tegangan beban non linear mendekati bentuk
gelombang square wave. Sedangkan tegangan filter aktif seri mempunyai bentuk
gelombang output kompensasinya terdistorsi.
Gambar 2.7 Bentuk gelombang setelah dipasang filter aktif seri, tegangan suplai,
tegangan beban non linear dan tegangan kompensasi
2.5
Prinsip Inverter VSI 6 Pulsa
Definisi secara umum dari inverter adalah peralatan elektronika daya yang
berfungsi mengubah tegangan searah (DC) menjadi tegangan bolak-balik (AC).
23
Tipe inverter ada dua jenis yaitu inverter sumber tegangan (VSI) dan inverter
sumber arus (CSI). Inverter VSI seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8 dibawah
ini.
Gambar 2.8 Inverter VSI (Voltage Source Inverter)
Inverter CSI pada dc bus dilengkapi dengan Induktansi seperti diperlihatkan pada
Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Inverter CSI (Current Source Inverter)
Inverter 3 fasa dapat dibentuk dengan 3 kali inverter 1 fasa terdiri dari 6
semikonduktor dengan 2 tipe sinyal kontrol yang dapat dipakai yaitu konduksi
120° atau 180°.
24
Dalam perancangan filter aktif seri ini digunakan inverter 3 fasa sumber
tegangan (VSI). Konfigurasi dasar inverter 3 fasa atau VSI 6 pulsa yang terhubung
ke sumber tegangan AC melalui transformator kopling. Device elektronik VSI
menggunakan transistor IGBT. IGBT dianggap sebagai saklar yang berfungsi
sebagai inverter dan dioda anti paralel sebagai jalur untuk pemindahan energi dari
sisi AC ke DC untuk mengisi kapasitor. Proses penyaklaran (switching) yang tepat
pada inverter akan menghasilkan gelombang tegangan AC tiga fasa pada terminal
tegangan keluaran inverter (Vo).
Penyaklaran inverter dapat dilakukan pada konduksi 120° atau 180°.
Untuk konduksi 180° ada 3 buah saklar yang menyala pada setiap waktu,
penyaklaran konduksi 180° lebih baik dan disukai daripada konduksi 120° .
Pada konduksi 180° ada 6 mode operasi dalam satu siklus dengan durasi setiap
mode 60° dan saklar dinomori dengan urutan penyaklarannya yaitu 123, 234, 345,
456, 561 dan 612. Pada saat peralihan cepat saklar bekerja, dan tegangan dc pada
kapasitor harus dijaga konstan. Metode konduksi 180° pada inverter 6 pulsa dan
bentuk gelombang keluarannya seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10, 2.11 dan
2.12.
Tiap gate diaktifkan dengan sinyal pulsa yang dihasilkan oleh rangkaian
pembangkit pulsa PWM.
25
Gambar 2.10 Rangkaian Inverter VSI 6 Pulsa 3 Fasa
Gambar 2.11 Inverter 6 Pulsa konduksi 180°
26
Gambar 2.12 Bentuk gelombang keluaran fasa tegangan Inverter 6 Pulsa konduksi
180°
2.6 Teknik Modulasi Lebar Pulsa (PWM)
Kontrol tegangan keluaran VSI adalah dengan memanfaatkan penyaklaran
(switching) frekwensi tinggi menggunakan teknik modulasi lebar pulsa (PWM)
pada sumber tegangan dc yang dijaga konstan, kemudian diambil rata-rata dari
bentuk gelombang keluaran untuk mendapatkan komponen fundamental tegangan
yang diatur magnitudanya. Teknik PWM memberikan keuntungan di mana
komponen harmonisa urutan komponen rendah berkurang sehingga akan
mengurangi jumlah harmonisa dan memfilter harmonisa. Semakin tinggi rasio
frekwensi switching terhadap frekwensi fundamental maka semakin berkurang
komponen harmonisa yang muncul.
Ada beberapa teknik PWM yang sering digunakan sebagai berikut :
1. Single Pulse Width Modulation.
27
2. Multiple Pulse Width Modulation.
3. Sinusoidal Pulse Width Modulation.
2.6.1
Single Pulse Width Modulation
Metode Single pulse width modulation hanya ada satu pulsa setiap setengah
siklus dan lebar pulsa variasi untuk mengatur tegangan keluaran inverter. Sinyal
gating dibangkitkan dengan membandingkan sinyal referensi segiempat
(rectangular) beramplitudo Ar terhadap sinyal segi-tiga pembawa (triangular
carrier) beramplitudo Ac. Frekwensi fundamnetal tegangan keluaran Vo. Rasio Ar
terhadap Ac adalah merupakan variabel pengaturan juga disebut indeks modulasi
(M) yang diberikan seperti pada Persamaan (2.21) sebagai berikut:
................................................................................
2.21
Dimana : M = Modulasi
Ar = sinyal referensi segiempat (rectangular) beramplitudo
Ac = sinyal referensi segiempat (rectangular) beramplitudo
Dengan merubah nilai Ar dari nol hingga Ac, lebar pulsa δ dapat berubah
dari 0° sampai 180° dan tegangan rms keluaran Vo bervariasi dari nol sampai Vs
seperti pada Persamaan (2.22) yaitu:
28
.....................................
2.22
Dimana : Vo = Tegangan keluaran
Vs = Tegangan sumber
δ = Lebar pulsa
Inverter satu fasa jembatan gelombang penuh yang terdiri dari dari 4 buah
transistor dengan sumber tegangan Vs seperti diperlihatkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.14 adalah sinyal gating dan tegangan keluaran Vo. Urutan penyaklaran
transistor tersebut 12, 23, 34 dan 41. Komponen harmonisa yang lebih dominan
muncul urutan ketiga pada tegangan keluaran Vo dibandingkan komponen urutan
harmonisa lainnya.
Gambar 2.13 Inverter 1 fasa jembatan gelombang penuh
29
Gambar 2.14 Sinyal gating dan tegangan keluaran Inverter Single Pulse Width
Modulation
2.6.2
Multiple Pulse Width Modulation
Teknik multiple pulse witdh modulation dapat mengurangi kandungan
harmonisa dengan membangkit beberapa pulsa yang menggunakan setengah
siklus tegangan keluaran seperti diperlihatkan pada Gambar 2.15. Sinyal gating
dibangkitkan dengan membandingkan sinyal referensi segiempat (square)
beramplitudo Ar terhadap sinyal segitiga (triangular) pembawa beramplitudo Ac.
Frekwensi dari sinyal referensi menentukan frekwensi outputnya fo, dan sinyal
frekwensi pembawa (carrier) fc menentukan jumlah pulsa p selama setengah
siklus. Rasio Ar tehadap Ac merupakan variabel pengaturan disebut indeks
modulasi M, yang menentukan tegangan keluaran Vo. Jumlah pulsa p untuk
setengah siklus seperti pada Persamaan (2.23) adalah:
30
.......................................................................
2.23
Dimana : p = Jumlah pulsa
fc = Frekwensi pembawa
fo = frekwensi outputnya
mf = Rasio frekuensi modulasi ( fc/fo )
Gambar 2.15 Sinyal gating dan tegangan keluaran Inverter Multiple Pulse Width
Modulation 1 Fasa
Bila δ dianggap lebar dari setiap pulsa maka tegangan rms keluaran Vo adalah:
...................................
2.24
Dimana : Vo = Tegangan keluaran
Vs = Tegangan sumber
δ = Lebar pulsa
p = Jumlah pulsa
31
2.6.3
Sinusoidal PWM
Pada Sinusoidal PWM atau SPWM lebar pulsa sinyal gating dibangkitkan
dengan membandingkan sinyal referensi sinusoidal terhadap sinyal segitiga
pembawa frekwensi fc yang diperlihatkan pada Gambar 2.16. Teknik SPWM
sangat banyak dipergunakan pada aplikasi industri. Frekwensi sinyal referensi fr
menentukan frekwensi keluaran inverter fo, amplitudo sinyal referensi Ar
menentukan indeks modulasi (M) yang mempengaruhi tegangan rms keluaran Vo.
Jumlah pulsa untuk setiap setengah siklus tergantung pada frekwensi pembawa fc.
Harmonisa dan komponennya yang muncul pada tegangan keluaran PWM
berada di sekitar penyaklaran inverter. Tegangan rms keluaran Vo dapat
divariasikan dengan merubah indeks modulasi (M). Bila δm adalah lebar dari pulsa
ke m, maka Persamaan (2.24) dapat dikembangkan untuk mendapatkan tegangan
rms keluaran Vo yang diberikan seperti Persamaan (2.25) yaitu:
..................................................................
2.25
Dimana : Vo = Tegangan keluaran
Vs = Tegangan sumber
δ = Lebar pulsa
p = Jumlah pulsa
32
Gambar 2.16 Sinyal gating dan tegangan keluaran Inverter Sinusoidal PWM 1
Fasa
2.7
Inverter Sinusoidal PWM 3 Fasa
Inverter 3 fasa dapat dipertimbangkan sebagai 3 gabungan dari 3 buah inverter
1 fasa di mana tegangan keluaran (output) masing-masing inverter 1 fasa bergeser
120°. Pembangkitan sinyal gating inverter SPWM 3 fasa yang diperlihatkan pada
Gambar 2.17(a). Ada 3 sinyal referensi sinusoidal (Vra, Vrb, Vrc) yang berbeda
fasa 120°. Sinyal pembawa dibandingkan dengan sinyal referensi (Vra, Vrb, Vrc)
untuk menghasilkan sinyal gating. Sinyal pembawa (Vcr) dibandingkan dengan
sinyal referensi fasa (Vra, Vrb, Vrc) menghasilkan sinyal gating berturutan g1,g3
dan g5 yang diperlihatkan pada Gambar 2.17(b). Tegangan keluaran sesaat Vab =
Vs(g1 – g3) seperti diperlihatkan Gambar 2.17(c). Tegangan rms fasa - fasa (Vab)
33
keluaran (output) inverter adalah fungsi tegangan dc bus dan indeks modulasi (M)
diberikan seperti pada Persamaan (2.26) sebagai berikut:
............................................
2.26
Dimana : Vabrms = Tegangan rms keluaran
Vs = Tegangan sumber
M = Modulasi
Daya output inverter:
...............................................................
2.27
Dimana : S = Daya keluaran
Vdc = Tegangan keluaran
M = Modulasi
Gambar 2.17 Sinyal gating dan tegangan keluaran Inverter SPWM 3 Fasa
34
2.8
Harmonisa Sistem
Harmonisa adalah cacat gelombang yang disebabkan oleh interaksi antara
bentuk gelombang sinus sistem dengan komponen gelombang lain yaitu
komponen gelombang lain yang mempunyai frekwensi kelipatan bilangan dasar
dari komponen fundamentalnya. Bentuk gelombang harmonisa tersebut yang
diperlihatkan pada Gambar 2.18 dibawah ini.
Gambar 2.18 Gelombang harmonisa dan komponennya
Pada dasarnya bentuk gelombang tegangan dan arus listrik dalam sistem
tenaga merupakan gelombang sinusoidal murni. Dengan perkembangan beban
listrik semakin kompleks terutama penggunaan beban listrik tak linear sehingga
menimbulkan pada perubahan bentuk gelombang tegangan dan arus.
Untuk mengambarkan hubungan antara aliran daya pada frekwensi
fundamental dan aliran daya pada frekwensi harmonisa, dapat dilihat pada
Gambar 2.19 dan Gambar 2.20. Sistem mempunyai sumber tegangan dari
generator yang memberikan suplai daya tegangan sinusoidal murni, daya dialirkan
35
melalui suatu jaringan listrik dengan impedansi Rs + jXs. Beban sistem ini
merupakan beban konverter yang mengontrol beban RL
Gambar 2.19 Aliran daya
Gambar 2.20 Aliran daya harmonisa
Aliran daya pada sistem tenaga listrik arus bolak balik AC, terdiri dari aliran
daya fundamental dan aliran daya harmonisa. Konverter dianggap sebagai sumber
arus harmonisa. Selama tegangan generator sinusoidal murni maka generator
hanya menyuplai daya fundemental dan digambar sebagai impedansi pada
frekwensi harmonisa. Sebagian daya fundamental ditransformasikan dalam bentuk
daya harmonisa, adalah bentuk Psh (resistansi sistem) dan Pgh (resistansi generator)
dan sebagian lagi mengalir kebeban yaitu Plh.
36
Menurut Standar IEEE 519 – 1989, untuk total distorsi harmonisa atau cacat
gelombang sinusoidal diperlihatkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 sebagai berkut:
Tabel 2.1 Batas distorsi harmonisa arus untuk sistem tegangan 120 V sampai 69 kV
THD arus harmonisa dibatasi 25% dari harmonisa urutan ganjil diatas, distorsi
arus yang disebabkan sebuah penyearah setengah gelombang
dc tidak diizinkan
atau tidak termasuk pada tabel diatas. Semua peralatan tenaga dibatasi untuk
besar distorsi arus tersebut tanpa memperhatikan aktual Isc/IL
dimana:
ISC: Maksimun arus short circuit PCC
IL : Maksimun arus permintaan beban (komponen frekwensi fundamental) di PCC
Untuk standar pambatasan distorsi tegangan di PCC diperlihatkan pada Tabel 2.2.
37
Tabel 2.2 Batas Distorsi Tegangan
Bus Voltage at PCC
Individual
Voltage THD (%)
Distortion (%)
69 kV and below
3,0
5,0
69,001 kV through 161 kV
1,5
2,5
161,001 kV and above
1,0
1,5
2.9 Resonansi
Efek distorsi gelombang sinusoidal pada sistem menyebabkan terjadinya
resonansi, yaitu adanya kapasitor pada jaringan sistem tegangan rendah yang
biasanya dipakai untuk memperbaiki power faktor dapat menimbulkan resonansi
pada sistem lokal yang diikuti dengan naiknya arus yang sangat besar yang
merugikan kapasitor itu sendiri. Resonansi pada sistem dibagi 2 yaitu resonansi
paralel dan resonansi seri .
Resonansi paralel menghasilkan impedansi yang tinggi pada frekwensi
resonansi. Sumber harmonisa dianggap sebagai arus yang menaikan tegangan
harmonisa dan arus harmonisa yang tinggi pada setiap lengan impedansi paralel.
38
2.9.1
Resonansi Paralel
Resonansi paralel dapat terjadi pada beberapa cara yang paling sederhana
mungkin ketika sebuah kapasitor dihubungkan pada busbar yang sama dengan
sumber harmonisa. Dengan asumsi bahwa sumber harmonisa bersifat induktif.
Sebuah resonansi paralel dapat terjadi diantara sumber dan kapasitor dengan
frekwensi resonansi seperti diberikan pada Persamaan (2.28) adalah:
........................................................................
2.28
Di mana: f = Frekwensi fundamental (Hz)
fp = Frekwensi resonansi paralel (Hz)
SS = Rating sumber Short Circuit (VAr)
S C= Rating kapasitor (VAr)
Gambar 2.21 Sistem resonansi paralel pada Point of Common Coupling (PCC)
Resonansi paralel terjadi ketika sistem pada Gambar 2.21, arus harmonisa
dari konsumen sebagai sumber pembangkit harmonisa pada sistem bertemu
dengan impedansi harmonisa yang tinggi pada busbar. Hal ini akan menghasilkan
39
sebuah resonansi antara induktasi sistem (Ls) dan kapasitansi sistem lain atau
kapasitansi beban (CL
Untuk menentukan kondisi resonansi yang ada diperlukan pengukuran arus
harmonisa pada setiap beban konsumen dan suplai, bersama tegangan harmonisa
pada busbar. Jika aliran arus yang masuk ke sistem tenaga dari busbar adalah
kecil ketika tegangan harmonisa, menandakan resonansi antara induktansi sistem
kapasitor dan kapasitor beban telah terjadi.
2.9.2
Resonansi Seri
Pada resonansi seri yang diperlihatkan pada Gambar 2.26, di mana pada
frekwensi yang lebih tinggi beban dapat diabaikan sebagai penekan impedansi
kapasitif. Pada kondisi frekwensi resonansi seri terjadi seperti diberikan pada
Persamaan (2.29) sebagai berikut:
.......................................................
2.29
Di mana: f = Frekwensi dasar (Hz)
fs = Frekwensi resonansi (Hz)
ST = Rating transformator (VA)
S L = Rating beban (VA)
40
S C = Rating dari kapasitor bank (VAr)
ZT = Impedansi transformator dalam p.u
Gambar 2.22 Resonansi seri pada sistem distribusi
Pada kondisi resonansi seri, arus kapasitor yang tinggi dapat mengalir
untuk tegangan harmonisa yang relatif kecil.
Gambar 2.23 Rangkaian resonansi seri
41
2.10 Kompensasi distorsi tegangan
Untuk kompensasi distorsi tegangan maka dibentuk suatu persamaan seperti
pada Persamaan (2.30) sebagai berikut:
................................................
2.30
Untuk arus inverter dan arus kapasitor filter seperti diberikan pada Persamaan
(2.31) dan (2.32) sebagai berikut:
.........................................................................
2.31
.......................................................................
2.32
Berdasarkan Persamaan (2.30) maka dapat dibentuk suatu persamaan pengatur
tegangan VSAFsebagai berikut:
.................................................. 2.33
Untuk kompensasi distorsi tegangan rendah diberikan seperti Persamaan (2.34)
yaitu:
V1 = VSAF + V3....................................................................
(2.34)
42
Dimana : Vi= Tegangan output inverter
Vc= Tegangan kapasitor
If= Arus filter
Ic= Arus kapasitor
Il= Arus beban
Ltr= Leakage induktansi dan winding resistansi transformator
injeksi
LfRf= Induktansi dan resistansi filter
Cf= Kapasitansi filter
n:1= Rasio transformasi transformator injeksi
VSAF= Tegangan injeksi SAF (Filter Aktif Seri)
V1= Tegangan suplai
V3= Tegangan beban
Arus yang dihasilkan oleh masing-masing penyaklaran (switching)
inverter adalah arus maksimun filter LC (IAF). Dengan menggunakan hukum arus
kirchoff pada sumber arus seperti pada Persamaan (2.17) sebagai berikut:
Is = IF + INL..…………….……….…...………….......................
(35)
Dimana: IS = Arus sumber
I F = Arus filter aktif
I NL = Arus beban non linear
43
Download