1 PENDAHULUAN Pelepasan senyawa-senyawa organik dan anorganik ke dalam lingkungan terjadi hampir setiap tahun akibat dari aktivitas manusia. Jika ditinjau secara kimia, maka senyawa organik dan anorganik tersebut adalah limbah. Dalam beberapa kasus, limbah tersebut dibuang dengan sengaja, misalnya hasil industri, dan dalam kasus lainnya adalah suatu kecelakaan, misalnya tumpahan minyak. Senyawasenyawa tersebut adalah toksik dan terakumulasi dalam lingkungan tanah dan perairan. Kontaminasi pada tanah, permukaan, dan air bawah tanah merupakan akibat adanya akumulasi yang terus menerus dari senyawa toksik tersebut dengan jumlah yang melewati ambang batas (Abraham 2008). Kegiatan industri perminyakan, seperti eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi semakin meningkat, sejalan dengan peningkatan kebutuhan manusia terhadap minyak bumi sebagai sumber energi. Proses eksploitasi dari minyak bumi ini akan menghasilkan produk berupa minyak dan gas. Akan tetapi selain menghasilkan produk yang bermanfaat juga dihasilkan sisa proses sebagai limbah. Limbah minyak bumi atau produknya juga dapat berasal dari kegiatan industri yang umumnya terbuang ke sungai dan akan mencemari lingkungan akuatik khususnya laut, sedangkan limbah sisanya dapat mencemari lingkungan lain, yaitu tanah dan udara (Udiharto 1996). Bila dilihat dari jenisnya, limbah minyak bumi ada beberapa macam bergantung pada sumber minyak yang dihasilkan. Salah satunya adalah limbah minyak bumi yang berasal dari minyak fraksi berat, yang terdiri atas hidrokarbon berantai panjang yang sulit untuk didegradasi. Pada awalnya cara penanganan limbah minyak bumi ini adalah dengan cara dibuang langsung ke lingkungan, karena berbagai macam tuntutan pada zaman sekarang ini, maka aspek lingkungan pun sangat penting untuk diperhatikan. Salah satu penanganannya adalah dengan cara biologi, yaitu bioremediasi. Bioremediasi merupakan alternatif pengolahan limbah minyak bumi dengan cara degradasi oleh mikroorganisme yang menghasilkan senyawa akhir yang stabil dan tidak beracun. Proses degradasi ini relatif murah, efektif, dan ramah lingkungan, namun metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan cara fisika atau kimia. Bioremediasi mengandalkan reaksi mikrobiologis di dalam tanah. Teknik ini mengondisikan mikrob sedemikian rupa sehingga mampu mengurai senyawa hidrokarbon yang terperangkap di dalam tanah. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah tanah yang tercemar minyak bumi fraksi berat yang disebut dengan heavy oil waste (HOW). Teknik bioremediasi yang digunakan adalah bioremediasi ex-situ karena limbah tidak diperlakukan di tempat asalnya, melainkan dipindahkan ke dalam suatu tempat untuk mendapat perlakuan. Selama proses degradasi limbah minyak bumi ini, terjadi perubahan senyawa kimia dari yang bersifat toksik menjadi lebih aman untuk dibuang ke lingkungan. Dari proses biodegradasi ini, senyawa hidrokarbon yang memiliki rantai panjang dan bobot molekul yang tinggi dipecah menjadi senyawa hidrokarbon dengan bobot molekul lebih rendah. Selama proses ini akan dihasilkan gas, yang merupakan indikasi dari adanya proses degradasi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gas apa saja yang dihasilkan dari adanya proses biodegradasi ini. Eris (2006) pernah melakukan penelitian terhadap pembentukan gas yang dihasilkan pada proses biodegradasi minyak diesel dengan menggunakan teknik bioremediasi slurry bioreaktor, dan gas yang berhasil diamati adalah CH4, CO, dan CO2. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi produksi gas yang dihasilkan selama proses biodegradasi limbah HOW berlangsung. TINJAUAN PUSTAKA Minyak Bumi Minyak bumi adalah hasil proses alami dari penguraian bahan-bahan organik berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan suhu atmosfer berupa fase cair, padat, dan gas, termasuk aspal, lilin mineral, atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia 2003). Berdasarkan Cookson (1995), minyak bumi maupun produknya merupakan campuran senyawa organik yang terdiri atas senyawa hidrokarbon dan nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi (lebih dari 90%) sedangkan sisanya berupa senyawa nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organik yang terdiri atas karbon dan hidrogen. 2 Senyawa-senyawa non hidrokarbon misalnya nitrogen, belerang, oksigen, dan logam. Produk pengolahan minyak bumi berupa gas, bahan bakar cair bensin, kerosin, solar dan produk lain seperti minyak bakar, minyak pelumas, lilin parafin, dan aspal. Heavy Oil Waste (HOW) Limbah minyak bumi adalah sisa atau residu yang terbentuk dari proses pengolahan minyak mentah yang terdiri atas kontaminan yang sudah ada di dalam minyak, maupun kontaminan yang terkumpul dan terbentuk dalam penanganan suatu proses, dan tidak dapat digunakan kembali dalam proses produksi. Pengolahan limbah minyak bumi adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah minyak bumi untuk menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya dan atau sifat racun (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia 2003). Limbah minyak yang digunakan berasal dari minyak fraksi berat atau disebut dengan HOW. HOW merupakan limbah fraksi berat minyak bumi yang berbentuk cairan sangat kental, berwarna hitam pekat, dan tidak mudah dialirkan. HOW memiliki viskositas dan densitas yang lebih tinggi dibanding minyak konvensional. Gambar dari heavy oil seperti ditunjukkan pada Gambar 1 (Clark 2007). Menurut Chen (2006), hampir semua minyak mentah memiliki densitas antara 30° dan 40° yang telah ditetapkan American Petroleum Institute (API). Gambar 1 Heavy oil. Heavy oil memiliki kekentalan yang tinggi. HOW berdasarkan kekentalanya termasuk dalam kelompok kelas B (extra heavy oil). Heavy oil, extra-heavy oil, dan aspal kekurangan akan hidrogen dan memiliki kandungan karbon yang tinggi, belerang, dan logam berat (Clark 2007). Biodegradasi Limbah minyak bumi dapat diolah menjadi bahan yang bisa dibuang ke lingkungan dengan proses biodegradasi menggunakan mikroorganisme. Menurut Sudrajat (1996), biodegradasi dapat diartikan sebagai penguraian lengkap dari suatu senyawa oleh mikroorganisme menjadi karbondioksida, dan air. Senyawa kimia dapat mengalami perubahan secara enzimatis dalam proses degradasi. Enzim yang dapat berpengaruh dalam peristiwa ini adalah enzim oksidase reduktase, hidroksilase, dekarboksilase, deaminase, dehalogenase, dan lain sebagainya. Istilah biodegradasi ini sering dihubungkan dengan ekologi, manajemen limbah, dan remediasi lingkungan yang dikenal dengan bioremediasi. Materi organik dapat didegradasi secara aerobik dengan oksigen atau secara anaerobik tanpa oksigen. Tingkat biodegradasi hidrokarbon di lingkungan ditentukan oleh populasi mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon yang berasal dari tanah itu sendiri, kemampuan fisiologis dari populasi tersebut, dan berbagai faktor abiotik yang memengaruhi tingkat pertumbuhan dari populasi mikrob pendegradasi hidrokarbon. Kemampuan biodegradasi mikroorganisme terhadap beberapa senyawa berbeda-beda bergantung pada spesiesnya (Atlas 1991). Stoner (1994) menyatakan bahwa hidrokarbon alifatik cenderung mudah terdegradasi dibandingkan dengan senyawa aromatik. Hidrokarbon alifatik rantai lurus pada umumnya lebih mudah terdegradasi daripada hidrokarbon rantai bercabang. Hidrokarbon jenuh lebih mudah terdegradasi daripada hidrokarbon tak jenuh dan hidrokarbon rantai panjang lebih mudah terdegradasi daripada rantai pendek. Hidrokarbon dengan panjang rantai kurang dari sembilan karbon sukar didegradasi karena senyawa ini bersifat toksik bagi mikroorganisme. Menurut Cookson (1995), n-alkana dapat didegradasi melalui oksidasi monoterminal, diterminal (ω-oksidasi), atau subterminal. Biodegradasi dari n-alkana pada umumnya melalui modifikasi alkana menjadi alkohol primer diikuti dengan oksidasi selanjutnya menjadi aldehida dan asam monokarboksilat. Degradasi asam karboksilat terjadi melalui βoksidasi dengan pembentukan asetil koenzim A. Asetil koenzim A didapatkan dari alkana melalui central metabolic pathways yang akan melepaskan CO2. Menurut Atlas dan Bartha (1987) dalam proses biodegradasi, rantai alkana dioksidasi membentuk alkohol, aldehida, dan asam lemak. Setelah terbentuk asam lemak, proses katabolisme terjadi secara β oksidasi. Rantai panjang dari asam lemak dikonversi oleh asil koenzim A yang merupakan enzim pembentuk asetil koenzim 3 A, dan rantai pendek asam lemak yang telah berkurang dua unit gugus karbonnya yang berlangsung secara berulang-ulang. Asetil koenzim A diubah menjadi CO2 melalui siklus asam sitrat. Salah satu dari teknik biodegradasi adalah bioremediasi. Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri, atau enzim). Bioremediasi dapat dikembangkan untuk menghilangkan kontaminan tanah, seperti degradasi hidrokarbon oleh bakteri (PKSPL-IPB 2008). Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu insitu dan ex-situ. Pembersihan in-situ adalah pembersihan pada lokasi tercemar. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan ex-situ meliputi penggalian tanah yang tercemar kemudian dibawa ke daerah yang aman, lalu tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya ialah tanah tersebut disimpan di bak yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke dalam bak tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan exsitu ini jauh lebih mahal dan rumit. Dalam penelitian ini jenis bioremediasi yang digunakan adalah bioremediasi ex-situ dengan perlakuan secara bioaugmentasi dan biostimulasi. Berdasarkan CRA (2003), bioaugmentasi dapat dilakukan dengan menambahkan kultur mikrob untuk meningkatkan populasi mikrob pada tempat perlakuan. Alasan rasional penambahan mikroorganisme eksogen pendegradasi hidrokarbon ialah populasi mikroorganisme indigenus tidak mampu mendegradasi substrat potensial yang terdapat dalam campuran komplek seperti hidrokarbon. Sementara biostimulasi adalah suatu teknik dengan penambahan nutrien dan oksigen pada tanah yang terkontaminasi untuk mendorong pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang ada pada tanah tersebut. Berdasarkan Evans dan Furlong (2003), secara sederhana proses bioremediasi bagi lingkungan dilakukan dengan mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah minyak bumi yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Bakteri mampu menggunakan sumber karbon dan mendegradasi sejumlah kontaminan yang khas sampai sejumlah besar yang biasanya ditemukan dalam tanah. Dengan meningkatkan dan mengoptimumkan kondisinya, mikrob dapat melakukan degradasi secara alami dengan lebih cepat dan efisien. Faktor lingkungan yang utama dalam pelaksanaan bioremediasi adalah suhu, pH, dan tipe tanah. Bioremediasi cenderung mampu berjalan secara alami pada organisme yang berasal dari tanah, juga perlakuan dapat terjadi pada suhu 0-50 °C Bagaimanapun juga, untuk lebih efisien, batas suhu yang ideal 2030 °C, hal ini cenderung dengan pengoptimuman aktivitas enzim. Batas pH ideal yang optimum, yaitu 6,5-7,5, meskipun pada pH 5,0-9,0 juga masih dapat diterima, bergantung pada spesies yang terlibat. Teknik Landfarming Ada beberapa macam metode bioremediasi dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik landfarming. Konsep landfarming pertama kali dikembangkan dan dilaksanakan oleh industri penyulingan minyak Amerika Serikat sekitar tahun 1954. Metode perlakuan secara biologi ini meliputi aplikasi yang diamati dari banyak atau sedikitnya akan ketersediaan limbah organik dalam bentuk cair, semipadat, atau padat pada permukaan tanah dan zona tanah yang tercemar limbah (Genouw et al. 1994). Pemilihan metode ini bergantung pada kegunaan dan segi ekonomi dari teknologi ini untuk pembersihan pada lahan yang spesifik. Teknik landfarming ini membutuhkan penggalian dan penempatan pada tumpukantumpukan. Tumpukan-tumpukan itu secara berkala dicampur dan diatur kelembabannya. Pengaturan pH tanah dan penambahan nutrisi dibutuhkan untuk meningkatkan aktivitas biologi (Poon 1996). Menurut Marin et al. (2005), teknik landfarming merupakan metode yang seringkali dipilih untuk tanah yang terkontaminasi hidrokarbon karena relatif lebih murah, dan memiliki potensi untuk berhasil. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Bioremediasi menggunakan mikroorganisme untuk menguraikan atau mendegradasi limbah minyak bumi. Mikroorganisme yang umum digunakan dalam bioremediasi adalah bakteri, tetapi jamur indigenus juga mempunyai peran yang penting. Bakteri dan jamur pengurai 4 hidrokarbon banyak terdapat di tanah, perairan laut maupun air tawar. Isolat yang umum digunakan untuk mendegradasi hidrokarbon adalah Pseudomonas, Arthrobacter, Corynobacterium, Mycobacterium, dan Flavobacterium (Wong et al. 1997). Penelitian Bartha dan Bossert (1984) menjelaskan ada 22 jenis bakteri yang hidup di lingkungan minyak bumi, isolat yang mendominasi terdiri atas beberapa jenis, yaitu Alcaligenes, Artrobacter, Acinetobacter, Nocordia, Achromobacter, Bacillus, Flavabacterium, dan Pseudomonas. Penelitian dengan teknik landfarming ini menggunakan bakteri konsorsium untuk mendegradasi limbah minyak. Menurut Prescott (2003), seluruh mikroorganisme berada di alam membentuk populasi atau merupakan kumpulan dari sejumlah organisme yang sejenis hingga membentuk suatu komunitas dari sejumlah populasi yang berbeda. Mikroorganisme dapat berasosiasi dengan organisme lain secara fisik melalui dua mekanisme, yaitu keberadaan suatu organisme yang umumnya memiliki ukuran lebih kecil pada permukaan organisme lainnya yang umumnya berukuran lebih besar. Simbiosis pada skala mikrob dikenal pula dengan istilah konsorsium. Istilah konsorsium dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu interaksi fisik di antara mikrob. Pada mekanisme konsorsium, tidak selalu menghasilkan pertukaran informasi di antara mikrob tersebut. Secara umum, konsorsium diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu konsorsium yang sifatnya positif (mutualisme, sintrofisme, protokooperasi, dan komensalisme) dan negatif (predasi, parasitisme, amensalisme, dan kompetisi). Hari dan Putra (2008) menerangkan bahwa bioremediasi dapat memanfaatkan aktivitas metabolisme konsorsium bakteri agen bioremediasi yang terdiri atas bakteri nitrifikasi, denitrifikasi, dan fotosintetik anoksigenik. Pada teknologi bioremediasi ini bakteri nitrifikasi akan mendegradasi amonia menjadi nitrit dan nitrat, bakteri denitrifikasi akan mendegradasi nitrat atau nitrit menjadi gas nitrogen, sedangkan bakteri fotosintetik anoksigenik akan mendegradasi senyawa hidrogen sulfida menjadi unsur sulfur. Sathiskumar et al. (2008), melaporkan bahwa konsorsium bakteri yang mengandung sejumlah mikroorganisme yang mensintesis enzim pendegradasi telah dipertimbangkan cocok untuk mendegradasi hidrokarbon aromatik. Mikroorganisme tersebut tidak terlibat secara langsung dalam proses degradasi, tetapi berperan dalam memproduksi mikronutrien atau surfaktan untuk melarutkan hidrokarbon aromatik tersebut. Biodegradasi yang diakibatkan oleh campuran mikrob ini lebih efektif dibandingkan dengan yang diakibatkan oleh kultur alami, yang paling utama karena kompleksitas produk minyaknya. Berbagai organisme memiliki kemampuan mendegradasi berbagai bentuk dari hidrokarbon dan ketika konsorsium bakteri ini diaplikasikan untuk mendegradasi berbagai bentuk dari hidrokarbon seperti minyak mentah, hasil total degradasinya lebih efektif. Produksi Gas Selama Proses Biodegradasi Selama proses biodegradasi, akan dihasilkan gas-gas yang sebagian merupakan indikasi adanya proses biodegradasi. Menurut Wahyuni et al. (2003), materi organik yang mengandung karbon (C), nitrogen (N), dan sulfur (S) pada proses dekomposisi akan menghasilkan materi anorganik baik di lingkungan aerobik maupun anaerobik. C organik pada lingkungan aerobik akan terdekomposisi menjadi CO2 dan pada lingkungan anaerobik akan menjadi CH4. N organik pada lingkungan aerobik terdekomposisi menjadi NO3- dan pada lingkungan anaerobik menjadi NH3. S organik pada lingkungan aerobik terdekomposisi menjadi SO4-2 dan pada lingkungan anaerobik menjadi H2S. Sumarsih (2003) juga menyatakan bahwa karbon didaur secara aktif antara CO2 anorganik dan macam-macam bahan organik penyusun sel hidup. Metabolisme ototrof jasad fotosintetik dan kemolitotrof menghasilkan produksi primer dari perubahan CO2 anorganik menjadi C-organik. Metabolisme respirasi dan fermentasi mikrob heterotrof mengembalikan CO2 anorganik ke atmosfer. Proses perubahan dari C-organik menjadi anorganik pada dasarnya adalah upaya mikrob dan jasad lain untuk memperoleh energi. Selama proses penguraian, mikrob akan mengasimilasi sebagian C, N, P, S, dan unsur lain untuk sintesis sel, jumlahnya berkisar 1070% bergantung pada sifat-sifat tanah dan jenis-jenis mikrob yang aktif. Setiap 10 bagian C diperlukan 1 bagian N (nisbah C/N=10) untuk membentuk plasma sel. Hasil perombakan mikrob proses aerobik meliputi CO2, NH4, NO3, SO4, dan H2PO4. Pada proses anaerobik dihasilkan asam-asam organik, CH4, CO2, NH3, H2S, dan zat-zat lain yang 5 berupa senyawa tidak teroksidasi sempurna, serta akan terbentuk biomassa tanah yang baru maupun humus sebagai hasil dekomposisi yang relatif stabil. Secara total, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: (CH2O)x + O2 CO2 + H2O + hasil antara + nutrien+ humus + sel + energi. Baptista et al. (2005) menerangkan bahwa adanya produksi CO2 merupakan penunjuk dari adanya tingkat respirasi pada mikroorganisme, yang diproduksi selama proses bioremediasi. Peningkatan kelarutan CO2 pada air dalam tanah menunjukkan adanya proses biodegradasi. Degradasi pada total petroleum hydrocarbon (TPH) berhubungan dengan respirasi mikrob dan hasilnya ditunjukkan dengan terbentuknya gas CO2 ini. Eris (2006) juga pernah melakukan pengamatan terhadap pembentukan gas yang dihasilkan pada proses biodegradasi, tetapi dengan menggunakan teknik bioremediasi slurry bioreaktor. Gas yang berhasil diamati adalah CH4, CO, dan CO2. Penelitian Ramos et al. (2009) menyebutkan bahwa dalam proses biodegradasi dari tanah yang terkontaminasi hidrokarbon juga dihasilkan gas yang mengandung N anorganik seperti amonia dan NO2, dan hal ini juga merupakan suatu indikasi adanya proses biodegradasi. Adanya penambahan nutrien seperti kompos dan pupuk akan meningkatkan keluaran gas yang dihasilkan. Pengambilan sampel gas dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut impinger. Teknik pengumpulan gas dengan menggunakan peralatan impinger ini termasuk pada teknik absorpsi, yaitu teknik pengumpulan gas berdasarkan kemampuan gas terabsorpsi atau bereaksi dengan larutan pereaksi spesifik (larutan absorben). Pereaksi kimia yang digunakan harus spesifik artinya hanya dapat bereaksi dengan gas pencemar tertentu yang akan di analisis. Efisiensi pengumpulannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari gas, yaitu kemampuan absorpsi zat pencemar pada larutan spesifik, waktu kontak antara gas pereaksi spesifik, dan luas permukaan bidang kontak atau ukuran gelembung. Untuk melakukan pengumpulan gas pencemar tersebut diperlukan alat absorber, salah satunya ialah alat impinger (Gambar 2). Dalam melakukan pengumpulan gas pencemar dengan metode ini perlu diperhatikan efisiensi pengumpulan gas pencemar. Hal-hal yang harus diperhatikan tersebut adalah dengan menggunakan alat impinger, pereaksi kimia, waktu pencuplikan, dan laju aliran yang sesuai dengan prosedur standar yang ditetapkan (Harianti 2008). → Gambar 2 Peralatan pencuplikan gas. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah HOW yang diperoleh dari ladang minyak Duri, kompos, tanah liat yang didapat dari Duri, konsorsium bakteri yang sudah dibuat terlebih dahulu yang berasal dari kotoran sapi dan kuda dari Fakultas Peternakan, larutan penyerap TCM. Alat-alat yang digunakan adalah peralatan pencuplikan gas, botol film, flow meter, dan spektrofotometer UV-VIS 1700 Shimadzu. Metode Penelitian Persiapan Sampel Persiapan sampel meliputi beberapa kegiatan, yaitu pengumpulan bahan baku, penggilingan, dan pengeringan. Bahan baku HOW (diperoleh dari ladang minyak Duri, Riau), tanah liat, kompos, dan konsorsium bakteri. Sampel digiling terlebih dahulu dan tanah liat dikeringkan supaya mudah untuk dihaluskan. Sampel diberi perlakuan yang berbeda, yang terdiri atas sampel (HOW), tanah liat, dan kompos dengan nisbah yang berbeda-beda dengan bobot keseluruhan 10 kg. Komposisi perlakuan sampel seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Setiap perlakuan ada 2 buah wadah yang diperlakukan secara bioaugmentasi dengan penambahan suspensi bakteri ± 200 mL dan 1 buah wadah sebagai kontrol yang diperlakukan secara biostimulasi.