Pengaruh perdagangan bebas ASEAN – China

advertisement
i
PENGARUH PERDAGANGAN BEBAS ASEAN – CHINA
(ACFTA) TERHADAP PEMASARAN MEBEL DI KOTA BOGOR
BAYU CAHYO NUGROHO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ii
PENGARUH PERDAGANGAN BEBAS ASEAN – CHINA
(ACFTA) TERHADAP PEMASARAN MEBEL DI KOTA BOGOR
BAYU CAHYO NUGROHO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan IPB
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
iii
Bayu Cahyo Nugroho. Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN – China
(ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor. Dibimbing oleh Dodik
Ridho Nurrichmat.
RINGKASAN
Dalam rangka mewujudkan “triple track strategy” (pro poor, pro job, dan
pro investment) pengembangan industri kehutanan hendaknya diarahkan untuk
mendorong tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang kompetitif.
Globalisasi perdagangan dunia yang ditandai dengan era perdagangan ASEAN
China Free Trade Area (ACFTA) tahun 2010 membawa dampak pada terciptanya
suatu kondisi industri yang semakin luas dan kompetitif pada negara-negara yang
tergabung dalam blok perdagangan tersebut. Kebijakan tersebut dapat berdampak
pada persaingan yang semakin berat antara produk lokal dengan produk impor
dari China. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
ACFTA terhadap pemasaran mebel lokal dan China. Dalam hal ini dilakukan
analisis pemasaran mebel dengan mengambil kasus di Kota Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa toko penjual mebel di kawasan
pusat perbelanjaan di kota Bogor pada bulan Oktober 2010. Metode pengambilan
contoh yang digunakan adalah ditentukan secara acak (random sampling) dengan
mengambil 40 responden yang merupakan konsumen/calon pembeli mebel.
Analisis data dilakukan melalui analisis korelasi, analisis faktor dan analisis
SWOT (Strength, Weakness. Opportunities, Threat). Variabel yang dianalisis
korelasinya meliputi: hubungan antara pola pembelian berupa perilaku, motivasi,
sikap dan preferensi dengan variabel karakteristik berupa umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan pendapatan. Posisi pasar berdasarkan matrik SWOT, bauran
pemasaran mebel lokal berada pada Kuadran 1 yaitu posisi SO (StrengthOpportunities). Posisi ini berarti bahwa industri kecil mebel harus menciptakan
strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Strategi SO yang dapat diciptakan untuk pemasaran mebel lokal diantaranya
adalah meningkatkan kualitas produk, menggunakan bahan baku yang baik
dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah, menjaga
kualitas rekam jejak (traceability) produk dan meningkatkan pelayanan kepada
konsumen serta mengoptimalkan kebijakan pemerintah dengan menggalakkan
kesadaran menggunakan produk dalam negeri.
Kata kunci: ACFTA, mebel, strategi pemasaran, preferensi konsumen
iv
Bayu Cahyo Nugroho. Study of the ASEAN China Free Trade Area Against
Marketing Furniture in Bogor City. Guided by Dodik Ridho Nurrichmat.
SUMMARY
In order to create a "triple track strategy" (pro-poor, pro-job, and proinvestment), the development of forestry industry should be directed to encourage
a growth of some competitive small and cottage industries. A world trade
globalization was indicated by the existence of ASEAN China Free Trade Area
(ACFTA) in 2010. Until now it has brought some impacts on the appearance of an
industry condition to be wider and more competitive for the countries which
involved in it’s trade block. This policy could coerce a local industry of Indonesia
to face a severe competition tightly. Therefore, it requires a study to determine
the influence of ACFTA to local and China furniture marketing. In this case a
market analysis of furniture in Bogor will be done.
This research was conducted at several furniture stores in the shopping
center area in Bogor and was held on October 2010. A sampling method used was
simple random sampling by choosing fourty consumers / potential buyers as a
respondents randomly. Then, a data were analyzed by using correlation analysis,
factor analysis, and SWOT analysis (Strength, Weakness. Opportunities, Threat).
For correlations analysis, some analyzed variables consisted of the relationship
between variables of consumption pattern (such as behaviour, motivation, attitude,
and preference) and variables of characteristics (such as age, gender, education,
and income). The preferences of consumer when choosing furniture was based on
the quality of products by considering the affordable price, the color of furniture,
the raw materials, and the furniture use in the country. The SWOT’s matrix
analysis had shown that a marketing mix of local furniture was located in
Quadrant 1 or SO (Strength-Opportunities). This position shown a point that a
small furniture industry ought to create a strategy which used a strengths to take
some advantages of existing opportunity. SO strategy could be built for local
furniture marketing was to improve the quality of products, the use of good raw
materials by utilizing the potential of abundant natural resources; to keep the
quality products; to improve a services to consumers; and to optimize the
government policy by promoting the awareness of using domestic products.
Keywords: ACFTA, furniture, marketing strategy, consumer preferences
v
PERNYATAAN
Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
skripsi
berjudul
“Pengaruh
Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di
Kota Bogor” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Bayu Cahyo Nugroho
vi
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap
Pemasaran Mebel di Kota Bogor
Nama
: Bayu Cahyo Nugroho
NIM
: E14062737
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. F.Trop
NIP. 19700329 199608 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal lulus :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat,
petunjuk, dan karuniaNya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul “Pengaruh
Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di
Kota Bogor” disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan penulis pada
bulan Oktober 2010.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan peran serta semua
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu dalam
penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.
Kedua orang tua penulis Bapak Bambang Nugroho dan Ibu Eka Hujannia,
serta Mas Dimas, Adik Iyo dan Rayhan yang senantiasa mendoakan dan
memberikan dorongan kepada penulis.
2.
Bapak Dr. Ir. Dodik Nurrochmat, M.Sc. F.Trop selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan masukan, bimbingan dan pelajaran berharga kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.
3.
Para pengusaha mebel di Pertokoan Bogor Indah Plaza (Toserba Jogja) atas
kerjasama dan bantuannya yang telah memberikan izin bagi penulis
melakukan penelitian.
4.
Teman-teman Manajemen Hutan ’43 atas suka duka, kebersamaan, dan
keceriaan yang terasa begitu indah.
5.
Teman-teman seorganisasi: BEM TPB’43, FMSC, DKM Ibadurrahman
terima kasih atas dukungan, kerja sama dan pengorbanan yang luar biasa.
6.
Sahabat terbaik sepanjang masa, Daniel Furqon atas persahabatan tulus yang
tercipta antar kita.
7.
Kepada Mbak Dwi Juli Styowati (MNH’41) atas sumbangsih berbagi
pengalaman memberikan inspirasi bagi penulis untuk menuntaskan penelitian
ini.
ii
8.
Sahabat seperjuangan maestro gatot untuk kebersamaan setiap pekan duduk
melingkar bersama saling mengingatkan dalam naungan keimanan dan
kesholehan.
9. Teman-teman seperjuangan Sonic IPB (Dhida Praja Sukmawan, Rido
Monthazeri, Yudhi Romansyah, Kusuma Ratih, Belinda Bunga Nagara, dan
Destya Kusuma Ariani) atas keceriaan, dukungan, dan doa yang diberikan.
10. Semua pihak yang telah membantu selama persiapan, pelaksanaan, dan
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Bogor, April 2011
Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 24 Februari 1988 sebagai anak kedua dari
empat bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Nugroho dan Ibu Eka Hujannia.
Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 2 Bekasi
dan masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) pada
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis telah mengikuti praktek lapang
diantaranya Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Baturaden dan
Cilacap, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Nityasa Idola Tbk, Kalimantan
Barat. Selain itu penulis juga aktif di beberapa lembaga kemahasiswaan antara
lain di BEM TPB IPB periode 2006-2007 sebagai Ketua Umum, himpunan
profesi manajemen hutan FMSC (Forest Management Students Club) sebagai
Wakil Ketua periode 2007-2008 dan Ketua Umum FMSC pada periode 20082009 serta penulis tercatat sebagai anggota DKM (Dewan Kerohanian
Mahasiswa) Ibadurrahman Fakultas Kehutanan IPB periode 2006-2010.
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana, penulis melakukan
penelitian dan membuat karya ilmiah “Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN –
China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor”.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...........................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses terjadinya ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) ........5
2.2 Mebel .................................................................................................7
2.3 Konsep Pemasaran ............................................................................7
2.4 Bauran Pemasaran .............................................................................8
2.5 Perilaku Konsumen ..........................................................................11
2.6 Lingkungan Industri .........................................................................12
2.7 Analisis Korelasi ..............................................................................16
2.8 Analisis SWOT ................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................21
3.2 Kerangka Pemikiran .........................................................................21
3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan ..............................................23
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................24
3.5 Analisis SWOT ................................................................................25
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Posisi Geografis ................................................................30
4.2 Topografi dan Jenis Tanah ................................................................30
4.3 Iklim ..................................................................................................30
4.4 Wilayah Admisnistrasi ......................................................................31
4.5 Demografi..........................................................................................32
4.6 “Outlets” Mebel di Yogya Departement Store ..................................32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................................34
5.2 Karakteristik Responden Konsumen Kota Bogor .............................37
5.3 Preferensi Konsumen antara Mebel Lokal dengan China .................39
5.4 Motivasi Konsumen ..........................................................................40
5.5 Uji Korelasi .......................................................................................41
5.6 Analisis SWOT .................................................................................49
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan........................................................................................60
6.2 Saran ..................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................62
LAMPIRAN ........................................................................................................64
iv
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Halaman
IFAS ........................................................................................................
27
EFAS .......................................................................................................
28
Jumlah penduduk dan pendapatan perkapita Kota Bogor .......................
32
Coding antara variabel karakteristik dengan pola pembelian .................
36
Karakteristik responden ..........................................................................
37
Preferensi konsumen antara mebel lokal dengan China .........................
39
Hasil uji korelasi kecenderungan ............................................................
42
Faktor-faktor unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya .............................
50
Faktor-faktor unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya...........................
52
Faktor-faktor unsur peluang dan nilai pengaruhnya ...............................
53
Faktor-faktor unsur ancaman dan nilai pengaruhnya ..............................
55
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Bagan bauran pemasaran (Marketing Mix) .............................................
Saluran pemasaran bagi industri .............................................................
Saluran pemasaran barang konsumsi ......................................................
Model perilaku konsumen.......................................................................
Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri ................
Kerangka pemikiran ................................................................................
Tahapan analisis SWOT ..........................................................................
Diagram matrik SWOT ...........................................................................
Matriks SWOT ........................................................................................
Diagram batang preferensi konsumen.....................................................
Diagram batang peringkat motivasi ........................................................
Scatter plot dari output SPSS kecenderungan umur dengan pola
pembeliaan ..............................................................................................
13. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan jenis kelamin dengan
pola pembeliaan ......................................................................................
14. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan pendidikan dengan pola
pembeliaan ..............................................................................................
15. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan pendapatan dengan pola
pembeliaan ..............................................................................................
16. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan jenis pekerjaan dengan
pola pembeliaan ......................................................................................
16. Hasil perhitungan data matrik SWOT .....................................................
18. Strategi faktor internal dan eksternal ......................................................
9
10
11
12
13
22
25
26
29
40
41
43
44
45
47
48
56
59
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Matriks IFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor ...............................
2. Matriks IFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor ...............................
3. Foto dokumentasi penelitian ......................................................................
4. Kuisioner penelitian ...................................................................................
65
66
67
68
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan “triple track strategy” (pro poor, pro job dan
pro investment), pengembangan industri kehutanan sebaiknya diarahkan untuk
mendorong tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang kompetitif. Sektor
kehutanan diharapkan mampu menghasilkan bahan mentah bagi kebutuhan rakyat,
meningkatkan daya beli dan dapat melanjutkan proses industrialisasi. Hal ini
sejalan dengan tujuan pengembangan industri yaitu untuk meningkatkan kualitas
hidup bangsa, melalui peningkatan kemandirian pembangunan industri yang
bersumber pada potensi objektif yang meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia.
Globalisasi perdagangan dunia yang ditandai dengan era perdagangan
ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) tahun 2010 membawa dampak pada
terciptanya suatu kondisi industri yang semakin luas dan kompetitif pada negaranegara yang tergabung dalam blok perdagangan tersebut. Penghapusan berbagai
hambatan perdagangan seperti tarif dan non-tarif, proteksi serta peraturanperaturan lain yang dinilai menghambat masuknya arus investasi asing merupakan
ancaman besar bagi perusahaan industri dalam negeri, namun juga sebagai
peluang besar perusahaan untuk memasuki pasar ekspor. ACFTA merupakan zona
perdagangan bebas yang digagas oleh negara-negara di kawasan ASEAN dengan
China melalui hubungan perdagangan ekspor dan impor. China merupakan salah
satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, produk yang
dihasilkan memiliki harga terjangkau sehingga dapat merambah hampir ke seluruh
dunia.
Berbagai kebijakan di China yang mendukung pengembangan industri
dalam negeri menyebabkan produk China sangat kompetitif dan menguasai pasar
dunia. Kemudahan dalam memberikan pinjaman bank dengan bunga yang rendah,
dukungan infrastruktur serta kemudahan izin mendorong lahirnya produk-produk
yang merambah negara-negara lain dengan harga relatif terjangkau. Kemudahankemudahan seperti di China hingga saat ini belum dapat ditemukan di Indonesia.
2
Hal ini yang memberikan kekhawatiran tersendiri atas dampak ACFTA di dalam
negeri. Produk dalam negeri dinilai belum mampu bersaing dengan produk dari
China karena biaya produksi di dalam negeri masih tinggi sehingga menyebabkan
harga jual produk jauh di atas produk China. Penerapan ACFTA akan
menyebabkan berubahnya peta perdagangan antara Indonesia, negara-negara
ASEAN dan China.
Dengan adanya kesepakatan ACFTA akan memberikan dampak positif dan
negatif dengan implikasi yang cukup luas di bidang ekonomi, industri dan
perdagangan. Di sisi konsumen kesepakatan ini memberikan angin segar karena
membuat pasar dibanjiri oleh produk-produk dengan harga lebih murah dan
banyak pilihan, yang akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat.
Di sisi lain, kesepakatan tersebut akan menjadikan industri lokal terancam, karena
industri lokal dinilai belum cukup siap menghadapi produk China dengan harga
terjangkau. Produk dalam negeri masih memiliki biaya produksi yang cukup
tinggi sehingga harga sulit ditekan. Keadaan ini dikhawatirkan akan memicu
pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat ditutupnya perusahaan dalam negeri
karena kalah bersaing. Masalah yang paling dikhawatirkan adalah pengaruh
ACFTA terhadap keberlangsungan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang
berkonsentrasi pada pasar dalam negeri.
Di Indonesia, kayu merupakan salah satu bahan baku utama yang diolah
oleh UKM menjadi produk turunan, terutama furniture. Permintaan kayu untuk
industri furniture (mebel) hingga saat ini cukup tinggi dan menunjukkan
kecenderungan permintaan yang terus meningkat. Penggunaan mebel untuk
kehidupan sehari-hari oleh masyarakat diantaranya untuk perlengkapan rumah
tangga yang sekarang ini semakin berkembang dalam jenis produk dan
penggunaannya. Selain bentuk dan variasi mebel terus berkembang, juga terjadi
reduksi penggunaan produk kayu seperti mebel karena substitusi oleh bahan
pengganti kayu. Dalam hal ini, yang dimaksud barang substitusi yaitu barangbarang yang dapat menggantikan kayu dengan manfaat yang sama. Perabotan
berbahan baku seperti plastik, rotan, bambu, kaca, serta logam merupakan barang
substitusi perabot dari kayu.
3
Untuk mengetahui pengaruh ACFTA terhadap pemasaran mebel lokal dan China,
maka perlu dilakukan analisis pemasaran mebel dengan mengambil kasus di Kota
Bogor.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam era globalisasi saat ini, kegiatan perdagangan antar negara dan
kerjasama ekonomi merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan diharapkan dapat
memperluas kesempatan berusaha dan memperoleh aneka produk menjadi lebih
mudah. Salah satu wujud kerjasama ekonomi regional adalah kesepakatan
ACFTA yang telah mulai berlaku sejak 1 Januari 2010 dengan menggunakan
prinsip perdagangan bebas. Perdagangan bebas didefinisikan sebagai tidak adanya
hambatan tarif yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan antar individu
maupun perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Bagi pendukung ACFTA, kesepakatan ini akan bermakna besar bagi
kepentingan geostrategis dan ekonomi Indonesia dan Asia Tenggara secara
keseluruhan. Namun bagi penentangnya, penerapan ACFTA dikhawatirkan dapat
menghancurkan industri nasional karena tarif bea masuk barang-barang dari China
ke ASEAN, khususnya Indonesia menjadi nol persen. Hal ini akan mengancam
industri dalam negeri akibat melimpahnya produk China dengan harga murah di
pasar domestik. Tanpa kebijakan yang sistematis dan terarah, kesepakatan
ACFTA hanya akan menjadi bumerang bagi Indonesia. Dampak dari ACFTA ini
diduga juga dirasakan oleh industri kerajinan mebel lokal yang mendadak
mendapatkan saingan serbuan mebel yang berasal dari China.
Seiring dengan diberlakukannya kebijakan ACFTA, maka keadaan dunia
usaha semakin bersifat dinamis. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis
mengenai pengaruh kebijakan ACFTA terhadap pemasaran produk mebel dan
faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih produk mebel.
Melihat pentingnya pengaruh ACFTA pada pemasaran mebel lokal, perlu adanya
penelitian tentang analisis preferensi konsumen produk mebel. Hal ini diharapkan
dapat memberikan solusi tentang strategi pemasaran yang efektif dan efisien.
Produsen mebel lokal diharapkan dapat mempertahankan dan mengembangkan
kualitas produk, sehingga produk mebel lokal bisa tetap bertahan di tengah
persaingan yang semakin ketat.
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1.
Menganalisis pengaruh mebel impor China terhadap pemasaran produk mebel
lokal di Kota Bogor.
2.
Menganalisis faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen Kota Bogor
dalam memilih produk mebel.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak yang
berkepentingan dalam pengembangan produk dan pemasaran mebel lokal.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses terjadinya ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA)
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara
negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan
perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan
perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa,
peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama
ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China (DKRDKPI 2010).
Pada tahun 2001, dalam pertemuan antara China dengan ASEAN di Bandar
Sri Begawan-Brunei Darussalam, China menawarkan sebuah proposal ASEANChina Free Trade Area untuk jangka waktu 10 tahun ke depan. Satu tahun
berikutnya, pada tahun 2002, pemimpin ASEAN dan China menandatangani
kerangka perjanjian Comprehensive Economic Cooperation (CEC), yang
didalamnya terdapat pula diskusi mengenai Free Trade Area (FTA). Proposal
yang ditawarkan oleh China dipandang menarik karena China dan ASEAN samasama melihat adanya kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan
dengan perjanjian tersebut. Inisiatif untuk bekerjasama dalam pengembangan
ekonomi datang dari China. ACFTA dirancang oleh para kepala pemerintahan
ASEAN dan China pada pertemuan puncak ASEAN dan Republik Rakyat China
6 November 2001 lalu. Inisiatif tersebut selanjutnya dikukuhkan menjadi
“Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara
Negara-negara Anggota ASEAN dan RRC” yang ditandatangani di Pnom Penh,
Kamboja tanggal 4 November 2004. Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2003
protokol perubahan persetujuan tersebut ditandatangani oleh Menteri-menteri
Ekonomi ASEAN-RRC. (Dewitari et al 2009).
Kerangka persetujuan CEC berisi tiga elemen, yaitu: liberalisasi, fasilitas
dan kerjasama ekonomi. Elemen liberalisasi meliputi barang perdagangan, servis
atau jasa dan investasi. Dalam liberalisasi, persetujuan juga menyediakan
ketentuan untuk pemeliharaan dan fleksibilitas dalam Early Harvest Program
6
yang mencakup binatang yang masih hidup; daging; ikan; produk-produk
binatang lainnya; pohon; sayuran dan buah-buahan. Produk-produk yang
termasuk dalam program ini dibagi menjadi tiga kategori dan akan dikenakan
pengurangan tarif serta penghapusan tarif. Tarif akan menjadi nol persen dalam
jangka waktu tiga tahun (Dewitari et al. 2009).
Beberapa kalangan menerima pemberlakuan ACFTA sebagai kesempatan,
tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang sebagai ancaman.
Bagi kalangan pendukung, ACFTA dipandang positif karena bisa memberikan
banyak keuntungan bagi Indonesia. Pertama, walaupun tidak dapat mengelakkan
pajak impor namun Indonesia berpotensi memperoleh pemasukan tambahan dari
Pajak Pertambahan Nilai (PPn) produk-produk impor yang diperdagangkan.
Tambahan pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek pajak dalam
bentuk jenis dan jumlah produk yang masuk ke Indonesia. Beragamnya produk
China yang masuk ke Indonesia dinilai berpotensi besar mendatangkan
pendapatan pajak bagi pemerintah. Kedua, persaingan usaha yang muncul akibat
ACFTA diharapkan memicu persaingan harga yang kompetitif sehingga pada
akhirnya akan menguntungkan konsumen (Jiwayana 2010).
Bila kalangan pendukung memandang ACFTA sebagai kesempatan,
kalangan yang menolak memandang ACFTA sebagai ancaman dengan berbagai
alasan. ACFTA di antaranya, berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan
dalam negeri. Bangkrutnya perusahaan dalam negeri merupakan imbas dari
membanjirnya produk China yang memiliki harga lebih murah. Secara perlahan
ketika kelangsungan industri mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal akan
terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) (Purna 2010).
Tekanan dari pengusaha industri agar pelaksanaan ACFTA ditunda
menandakan besarnya pengaruh negatif terhadap industri di Indonesia. Sementara
itu pemerintah tetap menjalankan kesepakatan dengan tetap mengkaji dan
mengevaluasi berbagai hal agar dapat meningkatkan daya saing Indonesia, antara
lain terkait dengan membangun dan memperbaiki sarana dan prasarana, menekan
ekonomi biaya tinggi, termasuk biaya transportasi, dan sektor makro lainnya.
Penting untuk digaris bawahi, sekalipun pemerintah menunda pelaksanaan
ACFTA untuk waktu tertentu bagi produk-produk tertentu, pada akhirnya
7
perlindungan tersebut juga harus dihilangkan sesuai kesepakatan. Jika pemerintah
melanggar kesepakatan dan terlalu melindungi industri dalam negeri, konsumen
dirugikan karena harus membayar produk dengan harga lebih mahal,
perekonomian dikhawatirkan menjadi tak berkembang karena industri dalam
negeri tidak efisien dan pemerintah dibebani subsidi yang terlalu besar. Produk
dalam negeri yang bersaing ketat di pasar adalah industri kerajinan seperti
furnitur, industri hasil hutan yang selama ini menjadi unggulan Indonesia dalam
pasar domestik maupun mancanegara serta sektor industri lainnya juga tak luput
bersaing di era perdagangan bebas ini (Jiwayana 2010).
2.2 Mabel
Kata mebel dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi furniture. Istilah
“mebel” digunakan karena sifat bergeraknya atau mobilitasnya sebagai barang
lepas di dalam interior arsitektural. Kata mebel berasal dari bahasa Perancis yaitu
meubel, atau bahasa Jerman yaitu mobel. Pengertian mebel secara umum adalah
benda pakai yang dapat dipindahkan, berguna bagi kegiatan hidup manusia, mulai
dari duduk, tidur, bekerja, makan, bermain dan sebagainya, yang memberi
kenyamanan dan keindahan bagi pemakainya (Marizar 2005).
Mebel
juga
merupakan
salah
satu
produk
kayu
olahan
yang
pertumbuhannya amat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini adalah produk
mebel. Berawal dari pekerjaan rumah tangga, produk mebel kini telah menjadi
industri yang cukup besar dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terdidik yang
tidak sedikit. Produk jenis ini secara prinsip dibagi dalam dua kategori yaitu
mebel untuk taman (garden) dan interior dalam rumah (Marizar 2005).
2.3 Konsep Pemasaran
Pemasaran adalah proses sosial dimana manusia baik individu maupun
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan dan mempertukarkan nilai dengan individu dan kelompok lainnya
(Kotler dan Amstrong 1997). Dalam mencapai tujuannya, perusahaan merancang
dan menerapkan strategi pemasaran bagi produknya.
Pemasaran merupakan salah satu unsur penting diantara kegiatan pokok
yang dilakukan oleh perusahaan dalam menentukan sukses suatu organisasi bisnis
8
demi kelangsungan hidup, berkembang dan memperoleh suatu keuntungan.
Berkembangnya teknologi, kuatnya posisi tawar menawar (bargaining power)
pelanggan dan banyaknya pesaing yang memasuki pasar, mengharuskan
perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam
mengelola bidang pemasaran dan penetapan keputusan strategi pemasaran yang
tepat (Kotler dan Amstrong
1997). Manajemen pemasaran adalah proses
perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, promosi dan distribusi
ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang
memuaskan tujuan-tujuan individu dan tujuan-tujuan organisasi (Kotler dan
Andreasen 1993).
Tjiptono dan Anastasia (2000) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai
alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan
mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar
yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar
sasaran tersebut. Strategi pemasaran adalah strategi yang disatukan luas,
terintegrasi, dan komprehensif yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan
dari pemasaran perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh
organisasi. Strategi pemasaran terdiri dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi
manajemen untuk mencapai tujuan bisnis dan permasalahannya dalam sebuah
pasar sasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran (Kotler dan Amstrong
1997).
2.4 Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan-perusahaan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran (Kotler dan
Amstrong
1997).
Keputusan-keputusan
dalam
bauran
pemasaran
dapat
dikelompokkan menjadi empat elemen yang merupakan bagian atau alat
pemasaran. Keempat elemen tersebut harus dikombinasikan secara tepat agar
dapat memuaskan kebutuhan pasar sasaran. Elemen bauran pemasaran tersebut
terdiri dari perencanaan produk (product planning), penetapan harga (pricing),
distribusi (placing) dan promosi (promotion), sehingga sering disebut dengan 4-P,
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.
9
Product
Keanekaragaman produk
Kualitas
Desain
Bentuk
Merek
Kemasan
Ukuran
Pelayanan
Jaminan
Pengembalian
Bauran
Pemasaran
Place
Saluran
Ruang lingkup
Penyortiran
Lokasi
Persediaan
Pengangkutan
Pasar Sasaran
Promotion
Promosi penjualan
Iklan
Usaha penjualan
Hubungan masyarakat
Pemasaran langsung
Price
Daftar harga
Rabat
Potongan
Syarat kredit
Jangka waktu
Pembayaran
Sumber : Kotler dan Amstrong (1997)
Gambar 1 Bagan bauran pemasaran (Marketing mix).
2.4.1 Produk
Produk adalah sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan,
dimiliki, dipakai, dan dikonsumsi sehingga memuaskan keinginan atau kebutuhan
(Kotler dan Amstrong 1997). Selain itu, produk didefinisikan sebagai sesuatu
yang dapat memenuhi kebutuhan manusia secara individu maupun organisasi.
Strategi produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu
perusahaan yang berhubungan erat dengan produk yang dipasarkan. Strategi ini
mencakup konsep produk total yang meliputi barang, kemasan, merek, label,
pelayanan dan jaminan.
2.4.2 Harga
Harga adalah sejumlah nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh konsumen
untuk dapat mendapatkan suatu produk. Terdapat beberapa tujuan dalam strategi
penetapan harga yaitu tujuan yang berorientasi laba, tujuan berorientasi volume
(volume pricing object), tujuan berorientasi citra (image of value), dan
mempertahankan loyalitas konsumen. Strategi harga meliputi strategi penetapan
10
harga, keseragaman harga, potongan harga, tingkat harga dan syarat-syarat
pembayaran (Kotler dan Amstrong 1997).
2.4.3 Distribusi
Saluran distribusi merupakan seperangkat lembaga yang melakukan semua
kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status
kepemilikan dari produsen ke konsumen. Dalam saluran distribusi terdapat
beberapa perantara yang jumlahnya sangat bervariasi (Gambar 3 dan Gambar 4).
Tingkatan-tingkatan dalam saluran distribusi berdasarkan jumlah perantaranya,
terdiri dari saluran tingkat nol (zero level channel) yang menunjukkan tidak
adanya perantara dalam pemasaran, saluran tingkat satu (one level channel)
dimana perantara yang digunakan hanya satu, saluran tingkat dua (two level
channel) yang menggunakan dua perantara, dan seterusnya (Kotler dan Amstrong
1997).
P
R
O
D
U
S
E
N
Distributor
Perwakilan
Produsen
Industri
KONSUMEN
(INDUSTRI)
Cabang Penjualan
produsen
Sumber : Kotler dan Amstrong (1997)
Gambar 2 Saluran pemasaran bagi industri.
P
K
R
O
Pengecer
O
D
U
N
S
Pedagang
Besar
Pengecer
U
S
M
E
E
N
Pedagang besar
Pemborong
Pengecer
Sumber : Kotler dan Amstrong (1997)
Gambar 3 Saluran pemasaran barang konsumsi.
N
11
2.4.4 Promosi
Promosi pada hakekatnya adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk
menyampaikan dan mengkomunikasikan suatu produk kepada pasar sasaran untuk
memberikan informasi tentang suatu keistimewaan kegunaan dan terutama
tentang keberadaannya dengan tujuan untuk mengubah sikap ataupun mendorong
orang dalam bertindak. Bauran promosi terdiri dari empat alat utama yaitu iklan,
promosi penjualan, publisitas, dan penjualan pribadi atau wiraniaga (Kotler dan
Amstrong 1997).
2.5 Perilaku Konsumen
Menurut (Engel et al. 1995) perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlihat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk
dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini.
Terdapat tiga peubah yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu: pengaruh
lingkungan (budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi),
pengaruh perbedaan individu (motivasi dan keterlibatan, sumber daya konsumen,
pemahaman, sikap, kepribadian, nilai dan gaya hidup), proses psikologis (proses
informasi, pembelajaran, perubahan, sikap dan prilaku). Hubungan ketiga faktor
tersebut dengan proses keputusan konsumen dan implikasinya dalam strategi
pemasaran dapat dijabarkan dalam Gambar 4.
Pengaruh Lingkungan
Keluarga, Kelas Sosial, Budaya, dan Situasi
Perbedaan
Individu
Sumeber Daya
Konsumen, Motivasi
dan Keterlibatan,
Pengetahuan, Sikap,
Kepribadiaan
Proses Psikologis
Proses Keputusan
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Strategi Pemasaran
Produk, Harga, Promosi, dan tempat
Sumber: Engel et al (1995)
Gambar 4 Model perilaku konsumen.
Pengolahan
Informasi,
Pembelajaran,
Perubahan Sikap
dan Perilaku
12
2.6 Lingkungan Industri
Menurut (Pearce dan Robinson 1997), lingkungan industri adalah tingkatan
dari lingkungan organisasi yang menghasilkan komponen-komponen yang secara
normal memiliki implikasi relatif lebih spesifik dan langsung terhadap operasional
perusahaan. Suatu perusahaan dalam jangka panjang akan mampu bertahan jika
berhasil mengembangkan strategi untuk menghadapi lima kekuatan yang
membentuk suatu struktur persaingan dalam industri yang terdiri atas persaingan
usaha sejenis dalam industri, ancaman pendatang baru, ancaman produk
substitusi, kekuatan daya tawar pemasok, dan kekuatan daya tawar pembeli. Lima
kekuatan bersaing dalam industri dapat dilihat pada Gambar 5.
Pendatang baru
“Kekuatan tawarmenawar pemasok”
Ancaman
produk a
Pemasok
“Ancaman masuknya
pendatang baru”
Persaingan di
kalangan anggota
industri
Pembeli
Persaingan di antara
perusahaan yang ada
“Ancaman produk atau
jasa pengganti”
“Kekuatan tawar
menawar pembeli”
Produk pengganti
Sumber: Porter (1990)
Gambar 5 Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri.
a.
Ancaman Masuknya Pendatang Baru
Masuknya perusahaan pendatang baru akan berimplikasi terhadap
perusahaan yang sudah ada, seperti bertambahnya jumlah produk sejenis di pasar
akan bertambah, terjadinya perebutan pangsa pasar dan perebutan sumberdaya
produksi yang terbatas. Terdapat beberapa faktor penghambat pendatang baru
untuk masuk ke dalam suatu industri yang sering disebut hambatan masuk, adalah
sebagai berikut: (Pearce dan Robinson 1997)
13
1) Skala Ekonomis
Skala ekonomis menggambarkan turunnya biaya satuan (unit cost)
suatu produk apabila volume absolut per periode meningkat. Skala ekonomis
ini dapat menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa para
pendatang baru tersebut untuk masuk pada skala besar dan menghadapi risiko
adanya reaksi keras dari pesaing yang ada atau masuk dengan skala kecil dan
beroperasi dengan biaya yang tidak menguntungkan.
2) Diferensiasi Produk
Diferensiasi menciptakan hambatan masuk dengan memaksa pendatang
baru mengeluarkan biaya yang besar untuk mengatasi kesetiaan pelanggan
yang ada. Kondisi ini biasanya akan berdampak terhadap kerugian di saat
awal dan seringkali bertahan untuk waktu yang cukup panjang.
3) Kebutuhan Modal
Kebutuhan untuk menanamkan sumberdaya keuangan yang besar agar
mampu bersaing dapat menciptakan hambatan masuk bagi pemain baru,
terutama jika modal tersebut diperlukan untuk periklanan di saat awal yang
tidak dapat kembali atau untuk kegiatan riset dan pengembangan yang penuh
risiko.
4) Biaya Beralih Pemasok
Biaya beralih pemasok adalah biaya satu kali yang harus dikeluarkan
pembeli apabila berpindah dari produk pemasok tertentu ke produk pemasok
lainnya. Jika biaya beralih ini tinggi, maka pendatang baru harus menawarkan
penyempurnaan yang besar dalam hal biaya atau prestasi agar pembeli mau
beralih dari pemasok lama.
5) Akses ke Saluran Distribusi
Apabila saluran distribusi untuk produk tersebut telah dikuasai oleh
perusahaan yang sudah mapan, perusahaan baru mungkin sulit memasuki
saluran yang ada dan harus mengeluarkan biaya yang besar untuk
membangun saluran sendiri.
6) Biaya Tidak Menguntungkan Terlepas dari Skala
Perusahaan yang telah mapan mungkin mempunyai keunggulan biaya
yang mungkin tidak dapat ditiru oleh pendatang baru yang akan masuk ke
14
dalam industri, seperti teknologi produk milik sendiri, penguasaan atas bahan
baku, lokasi yang menguntungkan, subsidi pemerintah, dan kurva belajar atau
pengalaman.
b.
Daya Tawar Menawar Pemasok
Kelompok pemasok yang terkuat menurut Pearce dan Robinson (1997),
yaitu jika didominasi oleh sedikit perusahaan dan lebih terkonsentrasi daripada
industri di tempat mereka menjual produknya, produk pemasok bersifat unik atau
jika terdapat biaya pengalihan, pemasok tidak bersaing dengan produk-produk
lain dalam industri, pemasok memiliki kemampuan untuk melakukan intergasi
maju ke industri pembelinya, serta industri bukan merupakan pelanggan penting
bagi pemasok. Kekuatan tawar menawar pemasok dapat menaikkan harga atau
menurunkan kualitas barang atau jasa yang dijualnya.
c.
Daya Tawar Menawar Pembeli
Pearce dan Robinson (1997) menyebutkan bahwa kriteria pembeli yang kuat
adalah jika pembeli terkonsentrasi atau membeli dalam jumlah yang banyak,
produk yang terbeli tidak terdiferensiasi atau standar, produk yang dibeli dari
industri merupakan komponen penting dari produk pembeli dan merupakan
komponen biaya yang cukup besar, pembeli menerima laba rendah, produk
industri tidak penting bagi kualitas produk atau jasa pembeli, produk industri tidak
menghasilkan penghematan energi bagi pembeli, serta pembeli memiliki
kemampuan untuk melakukan integrasi baik.
d.
Ancaman Produk Substitusi
Ancaman produk substitusi terjadi jika industri tidak mampu meningkatkan
kualitas produk dan mendiferensiasikannya. Produk pengganti yang harus
diperhatikan adalah kualitasnya mampu menandingi kualitas produk industri dan
dihasilkan oleh industri yang memiliki laba bersih tinggi.
e.
Persaingan di Antara Industri Sejenis
Persaingan di antara kalangan anggota industri terjadi karena perebutan
posisi dan dengan menggunakan berbagai taktik, seperti persaingan harga
introduksi produk, dan perang iklan. Faktor yang menyebabkan persaingan antara
anggota industri menurut Pearce dan Robinson (1997), yaitu:
15
1) Jumlah peserta persaingan banyak dan setara dalam hal kekuatan.
2) Pertumbuhan industri lambat mengakibatkan perebutan bagian pasar
yang dilakukan perusahaan yang ingin melakukan ekspansi.
3) Produk atau jasa tidak terdiferensiasi atau tidak membutuhkan biaya
pengalihan.
4) Biaya tetap tinggi atau produk mudah rusak menyebabkan keinginan
untuk menurunkan harga.
5) Penambahan kapasitas harus dalam jumlah besar.
6) Hambatan keluar tinggi dan para anggota persaingan beragam dalam hal
strategi.
2.7 Analisis Korelasi
Korelasi merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur kekuatan
hubungan antar variabel. Analisis korelasi adalah alat untuk mengetahui ada atau
tidak adanya hubungan antar variabel misalnya hubungan dua variabel. Apabila
terdapat hubungan antar variabel maka perubahan-perubahan yang terjadi pada
salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada variabel
lainnya. Korelasi yang terjadi antar dua variabel dapat berupa korelasi positif,
korelasi negatif, tidak ada korelasi, ataupun korelasi sempurna (Hasan 2001).
2.7.1 Korelasi Positif
Korelasi positif adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila variabel
yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel lainnya (Y) cenderung
untuk meningkat atau menurun pula.
2.7.2 Korelasi Negatif
Korelasi negatif adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila variabel
yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel lainnya (Y) cenderung
untuk meningkat atau menurun.
2.7.3 Tidak ada Korelasi
Tidak ada korelasi terjadi apabila kedua variabel (X dan Y) tidak
menunjukkan adanya hubungan.
16
2.7.4 Korelasi Sempurna
Korelasi sempurna adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila kenaikan
atau penurunan variabel yang satu (variabel X) berbanding dengan kenaikan atau
penurunan variabel lainnya (variabel Y) (Hasan 2001).
2.8 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi suatu sistem (perusahaan). Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rangkuti 2000). Proses penggunaan
analisis SWOT menghendaki nadanya suatu survey internal tentang strengths
(kekuatan) dan weaknesses (kelemahan), serta survei eksternal atas opportunities
(peluang/kesempatan) dan threats (ancaman) (Subroto 2003).
Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya,
konsep mengenai strategi terus berkembang (Rangkuti 2000). Menurut Nickols
(2000), strategi dapat diartikan dalam beberapa hal seperti rencana, pola, posisi,
serta pandangan. Sebagai rencana, strategi berhubungan dengan bagaimana
memfokuskan perhatian dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai
pola, strategi berarti suatu ketetapan yang berdasarkan alasan-alasan tertentu
dalam menentukan keputusan akhir untuk memadukan kenyataan yang dihadapi
dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai posisi, strategi berarti sikap yang
diambil untuk mencapai tujuan, dan sebagai pandangan strategis berarti cara
memandang bentuk dan acuan dalam mengambil keputusan atau tindakan.
Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu keputusan sehingga
mampu mencapai tujuan obyektifnya (David 2002). Esensi strategi merupakan
keterpaduan dinamis faktor eksternal dan faktor internal yang berisikan strategi itu
sendiri. Strategi merupakan respon yang secara terus-menerus ataupun adaptif
terhadap peluang dan ancaman eksernal serta kekuatan dan kelemahan internal
(Rangkuti 2000). Teknik perumusan strategi yang dikembangkan oleh David
(2002), dilakukan dengan tiga tahap pelaksanaan dan menggunakan matriks
sebagai model analisisnya. Tiga tahapan kerangka kerja yang dimaksud adalah
17
tahap input (the input stage), tahap pencocokan (the matching stage) dan tahap
keputusan (the decision stage).
2.8.1 Lingkungan Internal
Analisis lingkungan internal perusahaan dapat dilihat dari beberapa aspek
yaitu aspek produksi, aspek pemasaran, aspek keuangan dan aspek sumberdaya
manusia (Kotler dan Amstrong 2007).
2.8.2 Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor
lingkungan mikro dan faktor lingkungan makro. Lingkungan mikro menurut
Kotler dan Amstrong (1997), meliputi:
a. Pemasok, yaitu perusahaan bisnis dan individi-individu yang menyediakan
sumberdaya yang diperlukan oleh perusahaan dan para pesaing untuk
memproduksi barang dan jasa.
b. Perantara,
yaitu
perusahaan
bisnis
yang
membantu
perusahaan
menemukan pelanggan atau mendekatkan penjualan kepada perusahaan.
c. Pelanggan, yaitu suatu perusahaan mengaitkan dirinya dengan beberapa
pemasok dan perantara sehingga dapat memasok secara efisien produkproduk dan jasanya kepada pasar sasaran.
d. Pesaing, yaitu suatu perusahaan yang menjual sendiri ke suatu pasar
pelanggan tertentu.
e. Publik atau masyarakat, yaitu sekelompok orang mempunyai kepentingan
aktual/potensial
atau
mempunyai
dampak
terhadap
kemampuan
perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Lingkungan makro menurut Kotler dan Amstrong (1997), memiliki enam
kekuatan utama , yaitu:
a. Lingkungan demografi, yaitu kondisi lingkungan yang pertama-tama
mempunyai kepentingan terhadap pemasaran yaitu populasi karena
manusia membentuk pasar. Pemasar sangat berkepentingan terhadap
jumlah penduduk dunia. Kedua, distribusi yakni letak geografis dan
kepadatannya, kecenderungan pergerakannya, distribusi umurnya, tingkat
18
kelahirannya, perkawinannya dan kematiannya, rasialnya, kesukuan dan
struktur keagamaannya.
b. Lingkungan ekonomi; lingkungan ekonomi terdiri dari faktor-faktor yang
mempengaruhi daya beli konsumen dan pola pengeluarannya. Pasar
memerlukan daya beli selain jumlah orang. Daya beli total tergantung pada
pendapatan sekarang, harga-harga, tabungan dan utang. Pemasar harus
menyadari kecenderungan utama dalam pendapatan dan pola pengeluaran
konsumen yang berubah-ubah.
c. Lingkungan alam; kondisi lingkungan alam yang memburuk merupakan
salah satu dari masalah utama yang dihadapi bisnis dan masyarakat di
tahun 1990-an. Di banyak kota-kota dunia polusi udara dan air telah
mencapai tingkat yang membahayakan.
d. Lingkungan teknologi; kekuatan yang paling dramatis yang membentuk
hidup manusia adalah teknologi. Setiap teknologi baru merupakan
kekuatan untuk penghancuran yang praktis. Tingkat pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh beberapa penemuan teknologi baru yang besar.
e. Lingkungan politik; keputusan pemasaran sangat dipengaruhi oleh
perkembangan dalam lingkungan politik. Lingkungan ini terdiri dari
Undang-undang, lembaga pemerintah dan golongan yang mempengaruhi
dan membatasi berbagai organisasi dan individu dalam masyarakat.
f. Lingkungan kebudayaan; lingkungan sosial dimana orang tumbuh menjadi
dewasa membentuk kepercayaan, nilai dan norma-norma pokok mereka.
Secara tidak sadar menyerap suatu pandangan umum yang menentukan
hubungan mereka dengan mereka sendiri, dengan orang lain, dengan alam
dan dengan seluruh dunia.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada outlets mebel di kawasan pusat
perbelanjaan “Yogya Departement Store” di Jalan Baru, Bogor. Pemilihan lokasi
telah ditentukan sebelumnya dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut
merupakan lokasi yang memasarkan mebel kayu China dan lokal, serta mampu
menyediakan data yang dibutuhkan pada penelitian ini. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Oktober tahun 2010.
3.2 Kerangka Pemikiran
Masuknya produk-produk China dalam jumlah besar ke Indonesia yang
merupakan dampak dari dilaksanakannya kebijakan ACFTA menjadi pesaing
utama bagi produk lokal diberbagai jenis termasuk mebel. Produk asal China yang
dikenal memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan produk lokal membuat
konsumen dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan produk mebel China atau
mebel lokal.
Oleh karena itu perlu diketahui perilaku konsumen dengan analisis SWOT
agar dapat memberikan gambaran yang jelas dan terarah tentang apa yang
disarankan untuk dilakukan oleh produsen mebel lokal dalam menggunakan setiap
kesempatan atau peluang berdasarkan perilaku konsumen. Maka dihasilkan
rekomendasi strategi pemasaran terhadap peningkatan penjualan dan kualitas
mebel lokal. Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai pengaruh mebel impor
China terhadap pemasaran produk mebel lokal di Kota Bogor yang diharapkan
dapat memberikan solusi tentang strategi pemasaran yang efektif dan efisien
sehingga produsen mebel lokal dapat mempertahankan dan mengembangkan
produknya. Penjelasan kerangka pemikiran tersebut di atas disajikan pada Gambar
6.
20
ACFTA
(ASEAN China Free Trade Area)
PERSAINGAN
USAHA
MEBEL
ASING (China)
LOKAL
Analisis bauran
pemasaran
1. Produk
2. Harga
3. Distribusi
4. Promosi
Perilaku
Konsumen
Analisis SWOT
Rekomendasi Strategi Pemasaran
Gambar 6 Kerangka pemikiran.
3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara
terhadap 40 responden calon konsumen mebel di Yogya Department Store dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Diketahui rata-rata jumlah
pengunjung dalam sehari mencapai 10-15 orang. Sehingga jika dirata-ratakan
dalam sebulan jumlah konsumen yang datang sekitar 400 orang. Penentuan 40
responden ini berdasarkan penggunaan rumus Slovin dengan perhitungan sebagai
berikut:
21
N
n=
1 + N e²
Keterangan:
n
= ukuran sampel
N
= ukuran populasi
E
= persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir.
Dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian
sebesar 15%, maka dengan menggunakan rumus di atas diperoleh sampel sebesar:
n=
400
= 40 orang
1 + 400 (0.15)²
Pemilihan responden ditentukan secara acak (random sampling). Responden
yang dipilih adalah calon konsumen mebel dan pemilik atau penjaga outlets.
Adapun kriteria outlets mebel yang dipilih sebagai responden yaitu telah
menjalankan
usaha mebel selama minimal tiga tahun, responden mampu
berkomunikasi dengan baik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dan
memiliki tempat untuk memasarkan produk mebel, sedangkan untuk data
sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dan dari literatur yang
relevan.
Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara :
1.
Teknik observasi, dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek
yang diteliti.
2.
Teknik wawancara, dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap
responden. Wawancara dilakukan secara terstruktur yang dilakukan dengan
membuat daftar pertanyaan atau kuisioner yang telah disiapkan untuk
mengetahui karakteristik konsumen. Selain itu juga dilakukan pengamatan
langsung di lapangan untuk memperoleh informasi tambahan yang
mendukung.
3.
Pengumpulan data berupa informasi yang mendukung dari instansi-instansi
terkait dan literatur yang relevan.
22
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data meliputi entry, editing, dan coding. Data yang diperoleh
dianalisis secara statistik deskriptif dengan sistem komputerisasi menggunakan
Microsoft Excel 2007. Hubungan antara variabel kategorik
dianalisis secara
statistik dengan menggunakan analisis korelasi grafik regresi linear. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 for windows.
Kuesioner preferensi konsumen mebel disusun dengan menggunakan
pertanyaan tertutup yang berisi pernyataan untuk mengetahui tentang motivasi,
preferensi, sikap konsumen, tanggung jawab dan kepercayaan konsumen, norma
perilaku konsumen, serta perilaku konsumen.
Data karakteristik sampel meliputi data jenis kelamin, usia, pendidikan, dan
tingkat pendapatan. Jenis kelamin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu laki-laki dan
perempuan. Usia diklasifikasikan menjadi lima, yaitu 15-24 tahun, 25-34 tahun,
35-44 tahun, 45-54 tahun, dan ≥ 55 tahun. Pengolahan data menggunakan
program SPSS 16.0 for windows dan Microsoft Excel 2007.
Variabel yang akan dianalisis meliputi: hubungan antara pola pembelian
berupa perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi dengan variabel karakteristik
berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan.
3.4.1 Analisis Korelasi
Dalam studi ini korelasi antar variabel diduga dengan menggunakan
analisis grafik regresi linear dengan menggunakan program SPSS 16.0 for
windows. Berdasarkan grafik tersebut dapat diduga kecenderungan hubungan
antara karakteristik responden dengan pola pembelian (perilaku, motiasi, sikap,
dan preferensi) baik positif, negatif, atau netral.
3.5 Analisis SWOT
Analisis SWOT studi perdagangan bebas ASEAN-China terhadap
pemasaran mebel di Kota Bogor ini mengacu pada tahapan analisis SWOT
menurut Rangkuti (2000). Analisis SWOT membandingkan antara faktor internal
terdiri dari kekuatan dan kelemahan (Strength dan Weakness) dengan faktor
eksternal terdiri dari peluang dan ancaman (Opportunity dan Threat). Adapun
tahapan analisinya disajikan pada Gambar 7.
23
Tahap Pengumpulan data
Tahap pengidentifikasian faktor internal dan eksternal
Analisis faktor internal
Analisis faktor ekternal
Matriks IFAS
Matriks EFAS
Tahap pemaduan data
Matriks Grand Strategy
Tahap pengambilan keputusan
(strategi usaha)
Sumber: Rangkuti (2000)
Gambar 7 Tahapan analisis SWOT.
IFAS
STRENGTH (S)
WEAKNESSES (W)
Tentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal
Tentukan 5-10 faktorfaktor kelemahan
internal
STRATEGI SO
STRATEGI WO
EFAS
OPPORTUNITIES (O)
Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang
peluang eksternal
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
THREATS (T)
STRATEGI ST
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
STRATEGI WT
Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang
ancaman eksternal
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi
ancaman
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman
Sumber: Rangkuti (2000)
Gambar 8 Diagram Matrik SWOT.
24
3.5.1 Analisis IFE (Internal Factor Evaluation)
Cara analisis faktor strategi internal (IFAS) adalah:
1.
Menyusun 5-10 faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 1.
2.
Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat
penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktorfaktor terhadap posisi strategi perusahaan (semua bobot tersebut jumlahnya
tidak boleh melebihi skor total 1,00).
3.
Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor yang
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk
kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik)
dengan membandingkan dengan rata-rata industri/dengan pesaing utama.
Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya. Contohnya jika
kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri,
nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata
industri, nilainya adalah 4.
4.
Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari
4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
5.
Kolom 5 digunakan untuk memberikan komentar/catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
6.
Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor
strategi internalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan
perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang
sama.
25
Tabel 1 IFAS
FAKTOR-FAKTOR
Bobot
Rating
STRATEGI INTERNAL
Bobot X
Komentar
Rating
Kekuatan
Kelemahan
Sumber : Rangkuti (2000)
3.5.2 Analisis EFE (Eksternal Factor Evaluation)
Cara analisis faktor strategi eksternal (EFAS) adalah:
1.
Menyusun 5-10 faktor peluang dan ancaman pada kolom 1.
2.
Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat
penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut
kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.
3.
Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor yang
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif
(peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil
diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancamannya sangat besar, ratingnya
adalah 1, sebaliknya jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4.
4.
Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari
4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
5.
Memberikan komentar/catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan
bagaimana skor pembobotannya dihitung pada kolom 5.
6.
Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor
strategi eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan
26
perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang
sama.
Tabel 2 EFAS
FAKTOR-FAKTOR
Bobot
Rating
Bobot X
STRATEGI EKSTERNAL
Komentar
Rating
Peluang
Ancaman
Sumber : Rangkuti (2000)
Berdasarkan hasil analisis menghasilkan matrik SWOT yang bisa digunakan
untuk mempermudah dalam memberikan pemilihan alternatif strategi sesuai
dengan posisi yang terletak pada kuadran seperti disajikan Gambar 8 di bawah ini.
Peluang (O)
Kuadran 3 (WO)
Kuadran 1 (SO)
Kelemahan (W)
Kekuatan (S)
Kuadran 4 (WT)
Kuadran 2 (ST)
Ancaman (T)
Gambar 9 Matrik SWOT.
Keterangan:
SO
= Strategi Strength-Opportunities
WO = Strategi Weakness-Opportunities
ST
= Strategi Strength-Threat
WT = Strategi Weakness-Threat
27
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Posisi Geografis
Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS.
Lokasi Kota Bogor sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang
strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan
nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata
(Pemerintah Kota Bogor 2011).
4.2 Topografi dan Jenis Tanah
Kota Bogor berada pada ketinggian antara 190-330 m dari permukaan laut.
Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15% dan sebagian kecil daerahnya
mempunyai kemiringan antara 15–30%. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah
adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm
dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi (Pemerintah
Kota Bogor 2011).
4.3 Iklim
Suhu rata-rata di Kota Bogor 26° C dengan suhu terendah 21,8° C dan suhu
tertinggi 30,4° C. Kelembaban udara 70 %, curah hujan rata-rata setiap tahun
sekitar 3.500 – 4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan
Januari. Arah angin pada bulan Mei-Maret dipengaruhi oleh angin Muson Barat.
Bogor terletak pada kaki Gunung Salak dan Gunung Gede sehingga sangat kaya
akan hujan orografi. Angin laut dari Laut Jawa yang membawa banyak uap air
masuk ke pedalaman dan naik secara mendadak di wilayah Bogor sehingga uap
air langsung terkondensasi dan menjadi hujan. Hampir setiap hari turun hujan di
kota ini dalam setahun (70%) sehingga dijuluki "Kota Hujan". Keunikan iklim
lokal ini dimanfaatkan oleh para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan
Bogor sebagai pusat penelitian botani dan pertanian, yang diteruskan hingga
sekarang (Pemerintah Kota Bogor 2011).
28
4.4 Wilayah Administrasi
Luas Wilayah Kota bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68
kelurahan. Secara Administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31
kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu: Desa
Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210
dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor adalah
sebagai berikut:
a.
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan
Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.
b.
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor.
c.
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan
Ciomas, Kabupaten Bogor.
d.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan
Caringin, Kabupaten Bogor. (Pemerintah Kota Bogor 2011).
4.5 Demografi
Keadaan penduduk Kota Bogor tersaji dalam Tabel 3, sebagai berikut :
Tabel 3 Jumlah penduduk dan pendapatan perkapita penduduk Kota Bogor per
kecamatan menurut jenis kelamin tahun 2006
Kecamatan
Laki-
Perempuan
Jumlah
Laki
Perkapita
Bogor Selatan
77.254
73.881
151.135
Bogor Timur
38.307
38.958
77.265
Bogor Utara
64.148
61.710
125.858
Bogor Barat
86.496
84.148
170.644
Bogor Tengah
46.235
46.620
92.855
Tanah Sareal
67.006
65.487
132.493
Kota Bogor
379.446
370.804
750.250
Sumber: Pemerintah Kota Bogor (2011)
Pendapatan
Rp 4.281.752,38
29
4.6 “Outlets” Mebel di Yogya Department Store
Di “Yogya Department Store”, terdapat 12 outlets mebel. Produk yang
dipasarkan bervariasi jenisnya, antara lain: kasur, kursi, sofa, rak buku, lemari,
meja dan aksesoris pelengkap rumah tangga lainnya. Mayoritas mebel yang
dipasarkan berasal dari produk lokal, namun menjelang awal tahun 2010 produk
import khususnya yang berasal dari China mulai banyak memasuki pasar
penjualan.
Apabila ditinjau dari harga, maka produk yang dipasarkan pada masingmasing outlets berkisar antara Rp 350.000,00 hingga Rp 10.000.000,00 per unit
tergantung model, merek dan bahan yang digunakan. Meja makan misalnya, dijual
dengan harga Rp 1.500.000,00, tempat tidur dengan harga Rp 4.500.000,00.
Untuk produk lain seperti meja belajar dijual dengan harga Rp 1.100.000,00 per
unit dan lemari kaca dengan harga Rp 2.000.000,00.
Menurut informasi dari beberapa pengusaha mebel, pada umumnya
pemilihan produk berdasarkan model yang sedang trend atau populer di pasaran
maupun selera konsumen. Dengan cara itu model-model yang dihasilkan tidak
ketinggalan jaman dan terus mengikuti trend permintaan konsumen.
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap penjaga outlets, diketahui
bahwa rata-rata jumlah pengunjung dalam sehari mencapai 10-15 orang. Sehingga
jika dirata-ratakan dalam sebulan jumlah konsumen yang datang sekitar 400
orang. Mayoritas calon konsumen yang datang berpenghasilan diatas UMR (Upah
Minimum Regional) Kota Bogor sebesar Rp 971.200,00.
Pemasaran produk mebel di outlets ”Yogya Department Store” dilakukan
melalui pemesanan atau pembeli datang langsung ke lokasi untuk membeli sesuai
selera dan permintaan. Produk yang dipesan digunakan langsung untuk keperluan
pribadi oleh konsumen bukan untuk dijual atau dipasarkan kembali di tempat lain.
30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Umur yaitu identitas usia konsumen yang dibagi ke dalam lima kelas
umur, yaitu: usia 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, usia
diatas 55 tahun.
2. Jenis Kelamin yaitu identitas biologis konsumen yang terbagi atas dua
kategori, yaitu laki-laki dan perempuan.
3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang terakhir
ditempuh oleh konsumen yang dibedakan menjadi tiga kategori yaitu:
pendidikan rendah (SD), pendidikan menengah (SMP dan SMA), dan
pendidikan tinggi (Diploma, Sarjana, dan Pasca Sarjana).
4. Tingkat Pendapatan adalah jumlah uang dalam rupiah yang dihasilkan oleh
konsumen dalam waktu sebulan yang dikategorikan sebagai berikut:
penghasilan kurang dari Rp 500.000, penghasilan antara Rp 500.000 – Rp
1.000.000, penghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000, penghasilan
antara Rp 2.000.000 – Rp 3.000.000, penghasilan antara Rp 3.000.000 –
Rp 5.000.000, dan penghasilan diatas Rp 5.000.000
5. Pekerjaan adalah mata pencarian yang dimiliki oleh konsumen.
Dikategorikan sebagai berikut:
a. Pekerja Negeri Sipil (PNS)
b. Karyawan
c. Wirausaha
d. Mahasiswa
e. Ibu rumah tangga
f. Lain-lain
Dari keenam jenis pekerjaan yang dicantumkan, dapat dikategorikan
kedalam dua bagian, yaitu pekerjaan yang terikat dengan institusi tertentu
(PNS, Karyawan) dan pekerjaan yang tidak terkait dengan institusi tertentu
(Wirausaha, Mahasiswa, Ibu rumah tangga dan lain-lain).
31
6. Perilaku adalah tindakan langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi
dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusul ketika memilih mebel yang akan dibeli. Nilai
dari kode perilaku konsumen yang tinggi, menunjukkan konsumen
memilih berdasarkan kualitas dari mebel tersebut. Sedangkan perilaku
yang bernilai kode yang rendah, menunjukkan konsumen memilih mebel
berdasarkan kebutuhan yang diperlukan.
7. Sikap adalah cara menempatkan, membawa diri atau cara merasakan, dan
jalan pikiran konsumen dalam menyikapi penetapan kebijakan ACFTA di
Indonesia. Semaikin tinggi nilai dari kode sikap yang ditunjukkan oleh
konsumen, hal ini berarti konsumen semakin mendukung penerapan
kebijakan ACFTA di Indonesia. Sedangkan semakin rendah nilai dari kode
sikap menunjukkan konsumen menolak penerapan kebijakan ACFTA di
Indonesia.
8. Motivasi adalah sesuatu yang menggerakan atau mengarahkan tujuan
konsumen dalam tindakan-tindakannya dalam memilih mebel. Nilai dari
kode motivasi konsumen yang tinggi, menunjukkan konsumen memilih
berdasarkan tampilan produk mebel tersebut. Sedangkan motivasi yang
bernilai kode rendah, menunjukkan konsumen memilih mebel berdasarkan
daya beli konsumen.
9. Preferensi adalah suatu proses pilihan suka atau tidak suka oleh konsumen
terhadap suatu produk dalam hal ini perbandingan antara mebel buatan
lokal dan mebel buatan China. Nilai preferensi konsumen dengan kode
yang tinggi, menunjukkan konsumen lebih menyukai produk mebel lokal
dari pada China. Sedangkan preferensi yang bernilai kode rendah,
menunjukkan konsumen lebih menyukai mebel China dari pada lokal.
Untuk mempermudah mendeskripsikan hasil, pengujian ini dilakukan
dengan coding dari setiap variabel karakteristik dan pola pembelian. Keterangan
coding ditampilkan pada Tabel 4.
32
Tabel 4 Coding antara variabel karakteristik dengan pola pembelian
Nilai
Variabel
1
2
3
4
5
15-24
tahun
25-34
tahun
35-44
tahun
45-54
tahun
>= 55
tahun
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan
Tinggi
Pendapatan
< Rp
500.000
Rp
500.000Rp
1.000.000
Rp
1.00.000Rp
2.000.000
Rp
2.000.000Rp
3.000.000
Rp
3.000.000Rp
5.000.000
>Rp
5.000.000
PNS
Pekerja
Swasta
Wirausaha
Mahasiswa
/Pelajar
Ibu
Rumah
Tangga
Lain-lain
Sekali
Jarang
Sering
Selalu
Kurang
Setuju
Raguragu
Lebih
Disukai
Setuju
Sangat
Setuju
Umur
Jenis
Kelamin
Pekerjaan
Perilaku
Sikap
Preferensi
Tidak
Pernah
Tidak
Setuju
Kurang
Disukai
Sama
6
5.2 Karakteristik Responden Konsumen Mebel Kota Bogor
Berdasarkan data yang berisikan karakteristik responden konsumen mebel
kota Bogor dapat diketahui beberapa karakteristik, antara lain: jenis kelamin, usia,
pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan perbulan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Karakteristik responden
No.
1. Jenis kelamin
2.
Usia
3.
Pendidikan
4.
Pekerjaan
Karakteristik
Laki-laki
Perempuan
Total
15-24 tahun
25-34 tahun
35-44 tahun
45-54 tahun
>=55 tahun
Total
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Total
PNS
Karyawan
Wirausaha
Mahasiswa
Jumlah
23
17
40
7
13
77
11
2
40
2
2
20
16
40
11
14
7
4
Persentase (%)
57,5
42,5
100,0
17,5
32,5
17,5
27,5
5,0
100,0
5,0
5,0
50,0
40,0
100,0
27,5
35,0
17,5
10,0
33
5.
Pendapatan
Ibu rumah tangga
Lain-lain
Total
< Rp 500.000
Rp 500.000-Rp 1.000.000
Rp 1.000.000-Rp 2.000.000
Rp 2.000.000-Rp 3.000.000
Rp 3.000.000-Rp 5.000.000
>Rp 5.000.000
Total
2
2
40
1
8
12
7
8
4
40
5,0
5,0
100,0
2,5
20,0
30,0
17,5
20,0
10,0
100,0
Terlihat bahwa jenis kelamin responden didominasi oleh jenis kelamin lakilaki sebesar 57,5 persen dan wanita sebesar 42,5 persen. Usia responden
menyebar ke dalam beberapa kelompok umur. Sebagian besar konsumen berusia
25-34 tahun dengan persentasi 32,5 persen selanjutnya 45-54 tahun dengan 27,5
persen. Untuk yang berusia 15-24 tahun dan 35-44 tahun memiliki persentase
yang sama besar yakni 17,5 persen. Terakhir usia >= 55 tahun sebesar lima
persen.
Pendidikan adalah tingkatan atau jenjang tertinggi sekolah terakhir yang
pernah ditempuh oleh para konsumen mebel. Tingkatan pendidikan konsumen
mebel yang ditemui terbanyak adalah SMA sebesar 50 persen dari total responsen.
Kemudian untuk tingkat pendidikan Perguruan Tinggi memiliki persentase yaitu
sebesar 40 persen serta terakhir SD dan SMP sebesar lima persen.
Berdasarkan hasil yang didapat, pekerjaan konsumen mayoritas adalah
sebagai pegawai swasta sebesar 35 persen. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar
27,5 persen, kemudian wirausaha sebesar 17,5 persen. Konsumen dari kalangan
mahasiswa sebesar 10 persen dan yang terakhir ibu rumah tangga serta pekerjaan
lainnya sebesar lima persen.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat pendapatan konsumen digolongkan
menjadi enam bagian. Pertama konsumen yang berpenghasilan sebesar kurang
dari Rp 500.000,00 dengan jumlah 2,5 persen, kedua konsumen berpenghasilan
Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00 dengan jumlah 20 persen, ketiga konsumen
berpenghasilan Rp 1.000.000,00 – Rp Rp 2.000.000,00 dengan jumlah 30 persen,
keempat konsumen berpenghasilan Rp 2.000.000,00 – Rp Rp 3.000.000,00
sebesar 17,5 persen, kelima konsumen berpenghasilan Rp 3.000.000,00 – Rp Rp
5.000.000,00 dengan jumlah
20 persen, dan keenam konsumen yang
berpenghasilan lebih dari Rp 5.000.000,00 dengan jumlah sebesar 10 persen.
34
5.3 Preferensi Konsumen antara Mebel Lokal dengan China
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat diketahui preferensi
konsumen mebel kota Bogor dalam memilih antara mebel lokal dengan mebel
buatan China. Dari kelima jenis mebel yang ada, yaitu: meja, kursi/sofa, lemari,
tempat tidur, dan rak buku diperoleh preferensi konsumen kota bogor yang lebih
menyukai mebel buatan dalam negeri (lokal) dari pada mebel buatan China. Dari
hasil yang didapat, disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Preferensi konsumen antara mebel lokal dengan China
No.
Jenis mebel
1.
Meja
2.
Kursi/sofa
3.
Lemari
4.
Tempat tidur
5.
Rak buku
Preferensi
Mebel lokal kurang disukai
Sama
Mebel lokal lebih disukai
Total
Mebel lokal kurang disukai
Sama
Mebel lokal lebih disukai
Total
Mebel lokal kurang disukai
Sama
Mebel lokal lebih disukai
Total
Mebel lokal kurang disukai
Sama
Mebel lokal lebih disukai
Total
Mebel lokal kurang disukai
Sama
Mebel lokal lebih disukai
Total
Jumlah
2
5
33
40
3
8
29
40
4
7
29
40
3
6
31
40
7
6
27
40
Persentase
(%)
5,0
12,5
82, 5
100,0
7,5
20,0
72,5
100,0
10,0
17,5
72,5
100,0
7,5
15,0
77,5
100,0
17,5
15,0
67, 5
100,0
Konsumen yang lebih menyukai mebel lokal sebesar 82, 5 persen (meja),
72,5 persen (kursi/sofa), 72,5 persen (lemari), 77,5 persen (tempat tidur), dan
67,5 persen (rak buku). Sedangkan untuk yang berpendapat kurang menyukai
mebel lokal dari pada China sebesar lima persen (meja), 7,5 persen (kursi/sofa),
10 persen (lemari), 7,5 persen (tempat tidur), dan 17,5 persen (rak buku). Sisanya
berpendapat sama saja antara mebel lokal dengan mebel yang berasal dari China.
Adapun hasil perbandingan menunjukkan mayoritas responden memiliki
preferensi lebih menyukai produk mebel dalam negeri dibandingkan dengan
mebel yang berasal dari China. Preferensi konsumen mebel lokal dengan China
dari kelima jenis mebel ditampilkan dalam Gambar 10.
35
Gambar 10 Diagram batang preferensi konsumen.
5.4 Motivasi Konsumen
Motivasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri
individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang
mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan
terdorong untuk memperoleh produk tersebut. Implikasinya dalam pemasaran
adalah kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek
yang ditawarkan.
Berdasarkan hasil yang didapat, diketahui bahwa motivasi mulai dari yang
tertinggi hingga yang paling rendah ketika konsumen memilih mebel yaitu:
model, kualitas, bahan baku, harga, warna, ukuran, dan asal daerah atau negara
pembuat. Kedelapan motivasi ini dapat dilihat dalam diagram batang yang
disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Diagram batang peringkat motivasi.
36
5.5 Uji Korelasi
Untuk mengukur kekuatan hubungan antar variabel yang saling terkait dan
ada tidaknya hubungan antar variabel maka digunakanlah uji korelasi. Setelah
dilakukan uji dari analisis korelasi, maka dapat diduga hubungan antar variabel
tersebut. Pada penelitian ini dipergunakan uji korelasi grafik regresi linear untuk
melihat kecenderungan hubungan antar variabel.
Adapun variabel yang akan dianalisis meliputi: hubungan antara pola
pembelian berupa perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi dengan variabel
karakteristik berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan.
Tujuan analisis ini adalah mengembangkan dan menguji apakah sebuah
model sesuai dengan data yang dilengkapi juga dengan penjabaran deskriptif.
Dari hasil analisis maka akan diperoleh nilai dari korelasi antar variable.
Pada Tabel 7 dijelaskan uraian dari masing-masing korelasi tersebut:
Tabel 7 Hasil uji korelasi kecenderungan
Variabel
Karakteristik
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pendapatan
Pekerjaan
Pola Pembelian
Perilaku
Motivasi
Sikap
Preferensi
Tidak ada
Kecenderungan
Kecenderungan
Kecenderungan
kecenderungan
negatif lemah
negatif lemah
positif lemah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
kecenderungan
kecenderungan
kecenderungan
kecenderungan
Kecenderungan
Kecenderungan
Tidak ada
Kecenderungan
positif lemah
positif lemah
kecenderungan
positif
Kecenderungan
Tidak ada
Kecenderungan
Kecenderungan
positif lemah
kecenderungan
negatif lemah
positif lemah
Kecenderungan
Kecenderungan
Kecenderungan
Kecenderungan
negatif lemah
negatif lemah
positif lemah
negatif lemah
5.5.1 Korelasi Antara Umur dan Pola Pembelian
Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara
umur dengan pola pembelian (perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi) dengan
coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
1.
Umur tidak menunjukkan adanya kecenderungan kepada perilaku konsumen
mebel.
37
2.
Umur menunjukkan adanya kecenderungan negatif yang lemah dengan
motivasi. Semakin dewasa umur konsumen maka motivasi dalam memilih
mebel menunjukkan kecenderungan berdasarkan daya beli konsumen.
3.
Umur menunjukkan adanya kecenderungan negatif yang lemah dengan sikap.
Semakin dewasa umur seseorang maka sikap konsumen terhadap kebijakan
ACFTA akan semakin tidak mendukung.
4.
Umur menunjukkan adanya kecenderungan positif yang lemah dengan
preferensi. Semakin dewasa umur seseorang maka preferensi konsumen akan
lebih menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel impor China.
Keterangan:
(a)
(b)
(c)
(d)
a) Umur dan Perilaku
b) Umur dan Motivasi Pembelian
c) Umur dan Sikap
d) Umur dan Preferensi
Gambar 12 Scatter plot output SPSS kecenderungan umur dengan pola
pembelian.
5.5.2 Korelasi Antara Jenis Kelamin dan Pola Pembelian
38
Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan
antara jenis kelamin dengan pola pembelian
(perilaku, motivasi, sikap, dan
preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil bahwa jenis kelamin tidak
menunjukkan adanya kecenderungan kepada seluruh pola pembelian.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 13 Scatter plot output SPSS kecenderungan jenis kelamin dengan pola
pembelian.
Keterangan:
a) Jenis Kelamin dan Perilaku
b) Jenis Kelamin dan Motivasi
c) Jenis Kelamin dan Sikap
d) Jenis Kelamin dan Preferensi
5.5.3 Korelasi Antara Pendidikan dan Pola Pembelian
Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan
antara pendidikan dengan pola pembelian
(perilaku, motivasi, sikap, dan
preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
39
1.
Pendidikan
menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan
perilaku konsumen mebel. Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen
maka kecenderungan konsumen memiliki perilaku yang mengutamakan
kualitas ketika memilih mebel.
2.
Pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan
motivasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka motivasi dalam
memilih mebel menunjukkan kecenderungan berdasarkan tampilan produk.
3.
Pendidikan menunjukkan tidak adanya kecenderungan dengan sikap.
4.
Pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan positif dengan preferensi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka preferensi konsumen
akan lebih menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel impor China.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 14 Scatter plot output SPSS kecenderungan pendidikan dengan pola
pembelian.
Keterangan:
a) Jenis Kelamin dan Perilaku
b) Jenis Kelamin dan Motivasi
c) Jenis Kelamin dan Sikap
d) Jenis Kelamin dan Preferensi
40
5.5.4 Korelasi Antara Pendapatan dan Pola Pembelian
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan:
a) Jenis Kelamin dan Perilaku
b) Jenis Kelamin dan Motivasi
c) Jenis Kelamin dan Sikap
d) Jenis Kelamin dan Preferensi
Gambar 15 Scatter plot output SPSS kecenderungan pendapatan dengan pola
pembelian.
Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan
antara pendapatan dengan pola pembelian
(perilaku, motivasi, sikap, dan
preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
1.
Pendapatan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan
perilaku konsumen mebel. Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen
maka kecenderungan konsumen memiliki perilaku yang mengutamakan
kualitas ketika memilih mebel.
2.
Pendapatan menunjukkan tidak adanya kecenderungan dengan motivasi.
41
3.
Pendapatan menunjukkan kecenderungan negatif lemah dengan sikap.
Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka menunjukkan sikap tidak
mendukung kebijakan ACFTA.
4.
Pendapatan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan
preferensi. Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka preferensi
konsumen akan lebih menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel
impor China.
5.5.5 Korelasi Antara Jenis Pekerjaan dan Pola Pembelian
Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan
antara jenis pekerjaan dengan pola pembelian (perilaku, motivasi, sikap, dan
preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
1.
Jenis pekerjaan menunjukkan kecenderungan negatif lemah dengan perilaku.
Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka
kecenderungan konsumen memiliki perilaku yang mengutamakan kebutuhan
ketika memilih mebel.
2.
Jenis pekerjaan menunjukkan kecenderungan negatif lemah dengan motivasi.
Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka
menunjukkan motivasi memilih mebel karena daya beli konsumen.
3.
Jenis pekerjaan menunjukkan kecenderungan positif lemah dengan sikap.
Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka
menunjukkan sikap mendukung kebijakan ACFTA.
4.
Jenis pekerjaan menunjukkan adanya kecenderungan negatif lemah dengan
preferensi. Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi
tertentu maka preferensi konsumen akan kurang menyukai mebel lokal
dibandingkan dengan mebel impor China.
42
(a)
(b)
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 16 Scatter plot output SPSS kecenderungan jenis pekerjaan dengan pola
pembelian.
Keterangan:
a) Jenis Kelamin dan Perilaku
b) Jenis Kelamin dan Motivasi
c) Jenis Kelamin dan Sikap
d) Jenis Kelamin dan Preferensi
5.6 Analisis SWOT
Salah satu upaya untuk mempertahankan keberlangsungan suatu usaha
diperlukan suatu evaluasi guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dari usaha tersebut dengan melakukan analisis SWOT. Dengan
melakukan analisis SWOT dapat diketahui faktor eksternal yang berisi peluang
dan ancaman dan faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang
mempengaruhi usaha tersebut. Dari hasil analisis SWOT akan diperoleh nilai
pengaruh dari peubah pada masing-masing faktor.
43
5.6.1 Kekuatan (Strength)
Dalam menjalankan usahanya suatu perusahaan memerlukan kekuatan
untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Ada beberapa faktor yang
menjadi kekuatan bagi produk mebel lokal (buatan Indonesia) diantaranya adalah
produk yang berkualitas, bahan baku yang bermutu baik, jumlah sumber daya
alam sebagai bahan baku melimpah, memiliki cukup banyak merek mebel lokal
yang sudah terkenal, track record kualitas produk yang baik, dan persepsi
masyarakat yang positif terhadap mebel lokal.
Dari hasil analisis diperoleh nilai pengaruh dan ranking dari masing-masing
faktor. Berdasarkan ranking tersebut diketahui faktor yang menjadi kekuatan
paling besar sampai dengan paling kecil yang bisa dijadikan pertimbangan bagi
perusahaan untuk pengambilan keputusan dalam mengembangkan usahanya.
Berdasarkan hasil analisis matrik IFE diketahui bahwa kekuatan terbesar
pada produk mebel lokal adalah produk yang berkualitas (ranking 1), bahan baku
yang bermutu baik (ranking 2), track record produk yang baik (ranking 3),
persepsi masyarakat yang positif akan mebel lokal (ranking 4), jumlah sumber
daya alam sebagai bahan baku melimpah (ranking 5) dan memiliki cukup banyak
merek mebel lokal yang sudah terkenal (ranking 6). Faktor-faktor dan nilai
pengaruhnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Faktor-faktor unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya
No.
1
2
3
4
5
6
Faktor-faktor strategi internal
Produk yang berkualitas
Bahan baku yang bermutu baik
Jumlah sumber daya alam sebagai
bahan baku melimpah
Memiliki cukup banyak merek mebel
lokal yang sudah terkenal
Track record kualitas yang produk
baik
Persepsi masyarakat yang positif
terhadap mebel lokal
Nilai
pengaruh
0,39
0,35
0,26
Ranking
1
2
5
0,19
6
0,30
3
0,27
4
Pada Tabel 8 berdasarkan hasil perhitungan matrik IFE terlihat bahwa
kekuatan terbesar adalah produk yang berkualitas dengan jumlah skor 0,39. Faktor
tersebut merupakan faktor penentu dalam kelangsungan hidup mebel lokal.
Berdasarkan hasil wawancara kebanyakan dari responden mengatakan bahwa
44
pertimbangan utama dalam membeli suatu produk mebel adalah kualitas yang
baik. Pertimbangan kualitas sangat diperhatikan ketika kegiatan pemasaran
berlangsung.
Proses
pengecekan
kualitas
sering
dilakukan
dengan
membandingkan kualitas dari mebel lokal dengan mebel buatan luar negeri.
Bahan baku yang bermutu baik adalah faktor kedua yang menentukan
pemasaran mebel lokal dengan skor 0,35. Hal ini terkait dengan kualitas dan
kekuatan produk yang dijual. Bahan baku berpengaruh cukup tinggi untuk
menentukan ketahanan suatu mebel. Sehingga konsumen akan memilih produk
mebel yang dapat bertahan lama dan tidak mudah rusak. Oleh karena itu mebelmebel lokal harus mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dari produk
mebel yang dijual.
Track record kualitas produk yang baik adalah faktor ketiga yang
menentukan kekuatan mebel lokal dengan jumlah skor 0,30 yang harus
dipertahankan. Track record produk yang baik memberikan pertimbangan yang
kuat kepada para calon pembeli mebel untuk tetap setia memilih dan
menggunakan mebel lokal ketika suatu saat memutuskan untuk membeli mebel
sedangkan untuk kekuatan yang paling kecil yaitu pada faktor memiliki cukup
banyak merek mebel lokal yang sudah terkenal. Mulai tumbuhnya mebel yang
bertaraf nasional ternyata belum terlalu besar mempengaruhi preferensi konsumen
untuk membeli mebel berdasarkan merek-merek terkenal. Strategi yang harus
dimanfaatkan oleh perusahaan adalah memanfaatkan kekuatan yang ada dengan
menjual produk-produk yang terjangkau harganya akan tetapi masih tetap
memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan.
5.6.2 Kelemahan (Weakness)
Kelemahan merupakan salah satu unsur yang dapat menghambat semua
kegiatan dalam setiap usaha mulai dari kegiatan produksi sampai dengan kegiatan
pemasaran produk. Faktor-faktor yang menjadi kelemahan pada mebel lokal
diantaranya adalah skala produksi kecil, model produk kurang bervariasi,
ketersediaan modal, harga jual masih tinggi, target pasar yang terbatas dan
kurangnya promosi.
45
Dari hasil analisis diperoleh nilai pengaruh dan ranking yang mempunyai
faktor kelemahan terbesar sampai dengan terkecil. Perusahaan dapat menghindari
kelemahan yang ada dengan mencari strategi untuk meminimalkan kelemahan
tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan matrik IFE, sentra penjualan di lokasi
penelitian mebel lokal memiliki kelemahan utama pada skala produksi yang masih
kecil, persediaan modal yang terbatas (ranking 2), harga jual masih relatif tinggi
(ranking 3), target pasar masih terbatas (ranking 4), model produk kurang
bervariatif (ranking 5), dan kurang gencarnya promosi yang dilakukan (ranking
6). Faktor-faktor dan nilai pengaruhnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Faktor-faktor unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Faktor-faktor strategi internal
Skala produksi kecil
Model produk kurang bervariasi
Keterbatasan modal
Harga jual masih relatif tinggi
Target pasar yang terbatas
Kurangnya promosi
Nilai
pengaruh
0,096
0,108
0,099
0,100
0,104
0,113
Ranking
1
5
2
3
4
6
Dari Tabel 9 terlihat bahwa kelemahan utama dari mebel lokal adalah proses
produksi kecil dengan jumlah skor 0,096. Pengusaha yang kebanyakan adalah
pengrajin mebel industri kecil masih belum dapat memproduksi mebel dalam
sekala besar. Hal ini menyebabkan masih sulitnya mebel lokal bersaing di kancah
internasional dalam skala besar. Kelemahan utama ini diakibatkan keterbatasan
modal terbatas pada skor 0,099. Faktor lain yang menjadi kelemahan adalah harga
jual masih relatif tinggi (skor 0,100), target pasar yang terbatas (skor 0,104),
model produk kurang bervariasi (skor 0,108), dan kurangnya promosi (skor
0,113). Dengan mengetahui kelemahan yang ada, diharapkan perusahaan
menciptakan strategi-strategi yang dapat meminimalkan kelemahan dengan
memanfaatkan kekuatan yang ada untuk mempertahankan kondisi supaya bisa
menghadapi persaingan yang semakin kompetitif untuk merebut pangsa pasar baik
nasional maupun internasional.
46
5.6.3 Peluang (Opportunities)
Peluang merupakan salah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai alat
untuk mengembangkan perusahaan guna memperluas pasar sasaran yang ada
dengan memanfaatkan peluang yang ada guna mempertahankan kondisi
perusahaan. Ada beberapa faktor yang menjadi peluang pada pemasaran mebel
lokal. Diantaranya adalah meningkatnya produksi mebel dalam negeri, tumbuhnya
semangat berkompetisi dan meningkatkan geliat perekonomian, muncul gerakan
kampanye cinta produk dalam negeri, dukungan pemerintah dan perkembangan
teknologi.
Hasil analisis berdasarkan pendapat responden melalui kuisioner dan
wawancara terhadap faktor strategis eksternal berupa peluang, menyatakan bahwa
tumbuhnya semangat berkompetisi dan meningkatkan geliat perekonomian
memberikan pengaruh yang paling besar terhadap kondisi pemasaran mebel lokal.
Kemudian diikuti oleh gencarnya gerakan kampanye cinta produk dalam negeri
pada peringkat kedua, dukungan kebijakan dari pemerintah di peringkat ketiga,
sehingga terjadi peningkatan produksi mebel dalam negeri di peringkat keempat
dan perkembangan teknologi memberikan pengaruh paling kecil terhadap kondisi
pemasaran mebel lokal. Faktor-faktor dan nilai pengaruhnya disajikan pada Tabel
10.
Tabel 10 Faktor-faktor unsur peluang dan nilai pengaruhnya
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Faktor-faktor strategi eksternal
Peningkatan produksi mebel dalam
negeri
Semangat berkompetisi dan kondisi
perekonomian yang membaik
Munculnya gerakan kampanye cinta
produk dalam negeri
Dukungan kebijakan pemerintah
Perkembangan teknologi
Nilai pengaruh
Ranking
0,18
4
0,43
1
0,31
2
0,19
0,06
3
5
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa produk mebel lokal memiliki potensi
peluang paling besar pada faktor semakin tumbuhnya semangat berkompetisi
industri mebel lokal dan kondisi perekonomian yang membaik untuk dapat
bersaing dengan para produsen lain terutama persaingan dengan produk mebel
dari luar negeri. Hal ini juga didukung oleh munculnya gerakan kampanye cinta
produk dalam negeri (skor 0,31), munculnya dukungan pemerintah (skor 0,19),
47
meningkatan produksi mebel dalam negeri (skor 0,18), serta perkembangan
teknologi (skor 0,06). Dalam rangka memperluas pangsa pasar, maka diharapkan
para pengusaha mebel lokal dapat memanfaatkan peluang sebesar-besarnya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup usaha dan tetap bertahan menghadapi
gempuran mebel luar negeri yang sudah membanjiri pasar lokal.
5.6.4 Ancaman (Threats)
Dalam menjalankan usaha, suatu produk tentu memiliki ancaman. Ancaman
tersebut akan berakibat fatal terhadap kesuksesan usahanya jika tidak diatasi atau
dihindari secara dini. Faktor-faktor yang menjadi ancaman pada pemasaran mebel
lokal terhadap munculnya kebijakan perdagangan bebas ACFTA diantaranya
adalah mengganggu stabilitas ekonomi nasional, mempengaruhi daya beli
konsumen, kekuatan tawar menawar konsumen, persaingan antar industri sejenis
dan brand image dari pesaing yang sangat kuat.
Hasil analisis tentang faktor strategis eksternal berupa ancaman,
menyatakan bahwa semakin kuatnya posisi tawar konsumen memberikan
pengaruh yang paling besar terhadap kondisi pemasaran mebel lokal. Kemudian
diikuti oleh mempengaruhi daya beli konsumen pada peringkat kedua. Brand
image dari pesaing yang sangat kuat pada peringkat ketiga, mengganggu stabilitas
ekonomi nasional pada peringkat keempat persaingan antar industri sejenis
memberikan pengaruh paling kecil terhadap kondisi pemasaran mebel lokal.
Faktor-faktor dan nilai pengaruhnya disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Faktor-faktor unsur ancaman dan nilai pengaruh bagi produsen mebel
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Faktor-faktor strategi eksternal
Mengganggu stabilitas ekonomi nasional
Mempengaruhi daya beli konsumen
brand image dari pesaing yang sangat kuat
Persaingan antar industri sejenis
Semakin kuatnya posisi tawar konsumen
Nilai pengaruh
0,13
0,16
0,14
0,06
0,34
Ranking
4
2
3
5
1
Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa kekuatan tawar menawar konsumen
merupakan ancaman yang paling besar dihadapi oleh industri mebel lokal. Dari
penuturan salah satu responden bahwasannya sering ada konsumen yang tidak jadi
membeli produk yang dijual karena ketidaksepakatan harga dalam proses tawar
48
menawar. Sehingga komponen lain mempengaruhi daya beli masyarakat pun
menjadi ancaman. Selanjutnya yang mempengaruhi pada penjualan mebel adalah
brand image dari pesaing yang sangat kuat. Selain itu dalam segala besar dapat
menimbulkan gangguan stabilitas ekonomi nasional serta komponen lain yang
menjadi ancaman adalah persaingan antar industri sejenis, hal ini disebabkan oleh
banyaknya bermunculan perusahaan sejenis. Strategi yang harus diambil oleh para
pengusaha mebel lokal adalah mempertahankan harga produk mebel ketika proses
tawar menawar berlangsung antara penjual dengan pembeli.
5.6.5 Diagram Analisis SWOT
Setelah mengetahui nilai pengaruh dari masing-masing faktor baik faktor
internal maupun eksternal, dapat diketahui posisi produk. Posisi produk dapat
diketahui berdasarkan selisih total nilai pengaruh pada unsur internal (kekuatan
dan kelemahan) dan selisih total nilai pengaruh pada unsur eksternal (peluang dan
ancaman). Analisis ini menghasilkan matrik SWOT yang bisa digunakan
mempermudah dalam memberikan pemilihan alternatif strategi yang disajikan di
bawah ini. Berdasarkan diagram SWOT, mebel lokal berada pada Kuadran 1 yaitu
posisi SO (Strength-Opportunities). Posisi ini berarti bahwa mebel lokal harus
menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
yang ada. Strategi pada masing-masing sel ditampilkan pada diagram matrik
SWOT berikut ini
Peluang (O)
Kuadran
1
Kuadran
3
(1,1;0,3)
Kelemahan (W)
Kekuatan (S)
)
-4
-2
2
4
Kuadran
2
Kuadran
4
Ancaman (T)
Gambar 17 Hasil perhitungan data matrik SWOT.
49
Strategi SO yang dapat diciptakan untuk pemasaran mebel lokal diantaranya
adalah meningkatkan kualitas produk, menggunaan bahan baku yang baik dengan
memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah, menjaga tract record
kualitas produk yang baik senantiasa terjaga dan persepsi masyarakat tetap positif
terhadap produk mebel lokal dengan meningkatkan pelayanan kepada konsumen
serta mengoptimalkan kebijakan pemerintah dengan menggalakan kesadaran
menggunakan produk dalam negeri.
Produsen diharapkan menggunakan bahan finishing yang baik dan tepat
untuk meningkatkan kualitas produk. Selain itu, mempekerjakan karyawan yang
terampil dalam penanganan produksi dapat menjaga kualitas produk yang
dihasilkan. Pemberian perlakuan khusus pada produk dapat juga dijadikan salah
satu cara yang dilakukan untuk memberikan kesan unik pada produk mebel yang
biasanya disukai oleh beberapa konsumen. Selain itu, dalam rangka meningkatan
kualitas produk dengan tidak mengeluarkan banyak biaya maka perlu ditingkatkan
pengadaan alat-alat produksi yang lebih baik.
Pelayanan terhadap konsumen dapat dilakukan dengan cara menerapkan
lima dimensi berikut ini yaitu keandalan (reliability), responsif (responsiveness),
keyakinan (assurance), berwujud (tangibles), dan empati (empathy). Keandalan
merupakan kemampuan dari penyedia jasa untuk memberikan pelayanan yang
telah dijanjikan secara akurat, dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Dengan kata
lain, keandalan berarti sejauh mana mampu memberikan apa yang telah
dijanjikannya kepada konsumen. Sedangkan responsif merupakan kesediaan
penjual untuk membantu konsumen serta memberikan pelayanan yang tepat sesuai
kebutuhan konsumen. Dimensi ini menekankan pada sikap dari penyedia jasa
yang penuh perhatian, cepat, dan tepat dalam menghadapi permintaan, pertanyaan,
keluhan, dan masalah konsumen. Keyakinan atau assurance merupakan dimensi
yang menekankan kemampuan penjual untuk membangkitkan rasa percaya dan
keyakinan diri konsumen bahwa mampu memenuhi kebutuhan konsumennya.
Sedangkan dimensi berwujud atau tangible yaitu penampilan fisik penjual seperti
gedung, tata letak peralatan, interior dan eksterior, serta penampilan fisik dari
personel penjual. Dimensi terakhir empati (empathy) merupakan kemampuan
50
penyedia jasa dalam memperlakukan konsumen sebagai individu-individu yang
spesial.
Menggunakan bahan baku yang berkualitas baik untuk menarik pelanggan
tentu merupakan strategi yang baik untuk senantiasa dijalankan. Didukung dengan
berlimpahnya sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku tentu
menjadi nilai tambah bagi mebel lokal yang memang sudah terkenal dengan
kualitas bahan baku yang masih diatas rata-rata dari negara-negara produsen
mebel lainnya.
Sejalan dengan tujuan pengembangan industri yaitu untuk meningkatkan
kualitas hidup bangsa, maka pemerintah dalam rangka menghadapi globalisasi
perdagangan dunia yang ditandai dengan era perdagangan ASEAN China Free
Trade Area (ACFTA) mengeluarkan kebijakan “triple track strategy” (pro poor,
pro job, dan pro investment) bagi pengembangan industri kehutanan yang
diarahkan untuk mendorong tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang
berorientasi global yang diharapkan mampu menghasilkan bahan mentah bagi
kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli dan dapat melanjutkan proses
industrialisasi. Disisi lain untuk mendorong kebijakan tersebut, pemerintah juga
melakukan kampanye guna menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk bangga
menggunakan produk buatan dalam negeri.
51
IFAS
EFAS
OPPRTUNITIES (O)
Peningkatan
produksi mebel
dalam negeri.
Semangat
berkompetisi dan
kondisi
perekonomian
yang baik.
Munculnya
gerakan kampanye
cinta produk dalam
negeri.
Dukungan
kebijakan
pemerintah.
Perkembangan
teknologi.
THREATS (T)
Mengganggu
stabilitas ekonomi
nasional.
Mempengaruhi
daya beli
konsumen.
brand image dari
pesaing yang
sangat kuat.
Persaingan antar
industri sejenis.
Kuatnya posisi
tawar konsumen.






STRENGTH (S)
Produk yang berkualitas.
Bahan baku yang
bermutu baik Sistem
persediaan baik.
Jumlah sumber daya
alam sebagai bahan baku
melimpah.
Memiliki cukup banyak
merek mebel lokal yang
sudah terkenal.
Track record produk
baik.
Persepsi masyarakat
yang positif akan mebel
lokal
STRATEGI SO
Meningkatkan kualitas
produk, menggunaan
bahan baku yang baik
dengan memanfaatkan
potensi sumber daya
alam yang berlimpah.
Menjaga tract record
produk yang baik dan
persepsi masyarakat
tetap positif terhadap
produk mebel lokal
dengan meningkatkan
pelayanan kepada
konsumen.
Mengoptimalkan
kebijakan pemerintah
dengan menggalakan
kesadaran menggunakan
produk dalam negeri.
STRATEGI ST
Meningkatkan kualitas
produk untuk mengatasi
persaingan antar industri
sejenis
Meningkatkan
pengendalian sistem
quality control untuk
mendapatkan produk
berkualitas baik
Menjaga pola pikir
masyarakat tetap positif
terhadap produk lokal
untuk mengatasi brand
image dari pesaing yang
sangat kuat
WEAKNESSES(W)
Skala produksi kecil.
Model produk kurang
bervariatif Persediaan
modal.
Persediaan modal
belum kuat.
Harga jual masih
relative tinggi.
Target pasar terbatas.
Kurangnya promosi.
STRATEGI WO
Menciptakan strategi
untuk menjual produk
dengan harga lebih
murah.
 Memanfaatkan
perkembangan
teknologi untuk
meningkatkan promosi.
 Memperluas target
pasar dengan cara
meningkatkan kualitas
dan kuantitas produksi.






STRATEGI WT
Menjual produk dengan
harga lebih murah
untuk mengatasi
kekuatan tawar
menawar konsumen
Meningkatkan promosi
Memperluas target
pasar
Mencari tambahan
modal
Meningkatkan kualitas
produk
Gambar 18 Strategi faktor internal dan eksternal.
52
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.I Kesimpulan
1. Kebijakan ACFTA (Asean China Free Trade Area) di sektor perdagangan
dengan masuknya mebel impor dari China sampai dengan saat ini belum
berpengaruh terhadap pemasaran mebel lokal di Kota Bogor. Konsumen
menunjukkan fakta lebih memilih dan menyukai produk mebel lokal
dibandingkan dengan mebel buatan China.
2. Faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen Kota Bogor dalam
memilih produk mebel adalah pertimbangan kualitas produk, harga yang
terjangkau, warna mebel, bahan baku mebel yang akan dibeli serta
kecintaan terhadap penggunaan mebel dalam negeri.
3. Berdasarkan analisis SWOT posisi mebel lokal di outlets "Yogya
Department Store” berada pada posisi SO (Strength Opportunities) artinya
mebel lokal harus menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi SO yang dapat diciptakan
adalah meningkatkan kualitas produk, menggunaan bahan baku yang baik
dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah, menjaga
tract record kualitas produk yang baik dan menjaga persepsi masyarakat
tetap positif terhadap produk mebel lokal dengan meningkatkan pelayanan
kepada konsumen serta mengoptimalkan kebijakan pemerintah dengan
menggalakkan kesadaran menggunakan produk dalam negeri.
6.2 Saran
1. Meningkatkan kualitas produk mebel lokal dengan cara penggunaan bahan
finishing yang lebih baik dan tepat serta memperbaharui alat-alat produksi
agar tetap dapat menjaga dan meningkatkan kualitas produk serta dapat
menekan biaya produksi.
2. Meningkatkan pelayanan terhadap konsumen yang dapat dilakukan dengan
cara menerapkan lima dimensi, yaitu: keandalan (reliability), responsif
53
(responsiveness), keyakinan (assurance), berwujud (tangibles), dan empati
(empathy) sehingga menumbuhkan rasa cinta terhadap produk lokal.
3. Memilih menggunakan bahan baku yang baik dan senantiasa melakukan
inovasi dengan melakukan pengembangan usaha baik berupa penetrasi
pasar, pengembangan pasar, serta pengembangan produk agar menjaga
kualitas (track record) produk lokal yang sudah dikenal sangat baik.
54
DAFTAR PUSTAKA
David FR. 2002. Manajemen Strategi Konsep Edisi Ketujuh. Jakarta: PT.
Prehillindo.
Dewitari M, Erika RA, Andrianto T. 2009. ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA) Agreement as an International Regime: The Impact Analysis on
ASEAN. http://eprints.undip.ac.id/22703/1/SKRIPSI.pdf [12 Februari
2011]
[DKRDKPI] Direktorat Kerjasama Regional Dirjen Perdagangan Internasional.
2010. ASEAN – China Free Trade Area. DKRDKPI. Jakarta.
Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1995. Perilaku Konsumen Jilid 1. Jakarta
: Binarupa Aksara.
Hasan I. 2001. Pokok-Pokok Materi Statistika 1 (Statistika Deskriptif) Edisi
Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Jiwayana. 2010. ACFTA, Kesempatan atau Ancaman, Kompas, 6 Februari 2010
Kotler P, Andreasen A. 1993. Strategi Untuk Organisasi Nirlaba. Yogyakarta:
Gajah Mada
University Press.
Kotler P, Amstrong G. 1997. Manajemen Pemasaran Jilid 2. PT. Prenhalindo.
Jakarta.
Marizar ES. 2005. Designing Furniture. Media Pressindo : Yogyakarta.
Nickols, F. 2000. Strategy is A Lot of Things. http://home.att.net/nickols/strategy_is.htm [27 Januari 2011].
Pearce JA, Robinson RB. 1997. Formulation, Implementation, and Control of
Competitive Strategy. USA : Mcgraw-hill Professional. 127.
[Pemerintah Kota Bogor]. 2011. Sekilas Bogor. http://kotabogor.go.id
[12 Februari 2011].
Porter ME. 1990. Strategi Bersaing. Maulana A, penerjemah; Hutauruk G,
editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Competitive Strategy.
Purna
I. 2010. ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang
Kompetitif. Kompas, 18 Jan 2010.
Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Santoso S. 1999. Aplikasi Excell dalam Statistik Bisnis. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Subroto G. 2003. Analisis SWOT Tinjauan Awal Pendekatan Manajemen.
http://www.depdiknas.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No.026/analisis_sw
ot gatot.htm [27 Juli 2006].
Tjiptono F, Anastasia D. 2000. Prinsip dan Dinamika Pemasaran. Jogjakarta:
J&J Learning.
55
LAMPIRAN
56
Lampiran 1 Matriks IFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor
No.
Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Skor Terbobot
(a)
(b)
(axb)
Peringkat
Kekuatan
1
Kualitas produk teruji baik
0,099811
3,925
0,391756629
1
2
Bahan baku yang baik
0,092898
3,825
0,355333807
2
3
Jumlah SDA sebagai bahan baku melimpah
0,073295
3,575
0,262031250
5
4
Memiliki cukup banyak produk bermerek terkenal
0,060417
3,225
0,194843750
6
5
Track record produk yang baik
0,079640
3,775
0,300641572
3
6
Persepsi masyarakat
0,076042
3,650
0,277552083
4
Kekurangan
1
Skala produksi kecil
0,098674
0,975
0,096207386
1
2
Model produk kurang bervariatif
0,088352
1,225
0,108231534
5
3
Keterbatasan modal
0,088542
1,125
0,099609375
2
4
Harga jual masih tergolong mahal
0,096117
1,050
0,100923295
3
5
Target pasar masih terbatas
0,080587
1,300
0,104763258
4
6
Kurang gencarnya promosi
0,065625
1,725
0,113203125
6
Total
1
2,405097064
Catatan:
Bobot: Nilai yang diberikan kepada masing-masing faktor berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap posisi strategis perusahaan.
Rating: Nilai yang diberikan untuk masing-masing faktor dengan skala mulai dari 4 sampai 1 berdasarkan pengaruh faktor tersebut dengan kondisi
perusahaan.
Skor terbobot: Nilai yang diperoleh dari hasil kali antara bobot dan rating. Menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap faktor strategi
internalnya.
57
Lampiran 2 Matriks EFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor
No.
Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Skor Terbobot
(a)
(b)
(axb)
Peringkat
Peluang
1
Peningkatan produksi mebel dalam negeri
0,104722
1,725
0,180645833
4
2
Semangat berkompetisi dan kondisi perekonomian yang membaik
0,131528
3,275
0,430753472
1
3
Munculnya gerakan masyarakat kampanye cinta produk dalam negeri
0,119306
2,625
0,313177083
2
4
Dukungan kebijakan pemerintah
0,105139
1,900
0,199763889
3
5
Perkembangan teknologi
0,060833
1,075
0,065395833
5
Ancaman
1
Mengganggu stabilitas ekonomi nasional
0,096111
1,450
0,139361111
4
2
Mempengaruhi daya beli konsumen
0,100278
1,625
0,162951389
2
3
Brand image dari pesaing yang sangat kuat
0,095278
1,500
0,142916667
3
4
Persaingan antar industri sejenis
0,062917
1,050
0,066062500
5
5
Kuatnya posisi tawar konsumen
0,123889
2,825
0,349986111
1
Catatan:
Bobot: Nilai yang diberikan kepada masing-masing faktor berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap posisi strategis perusahaan.
Rating: Nilai yang diberikan untuk masing-masing faktor dengan skala mulai dari 4 sampai 1 berdasarkan pengaruh faktor tersebut
dengan kondisi perusahaan.
Skor terbobot: Nilai yang diperoleh dari hasil kali antara bobot dan rating. Menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap
faktor strategi eksternalnya.
i
Lampiran 3 Foto Dokumentasi penelitian
Contoh produk mebel buatan China dan responden pemilik outlets mebel
Contoh produk mebel lokal berbahan baku dari China
Responden konsumen mebel outlets mebel di Yogya Department Store
ii
Kode:
KUESIONER PENELITIAN
PREFERENSI KONSUMEN MEBEL
Terima kasih atas partisipasi Saudara/i untuk menjadi salah satu responden yang secara sukarela
mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penulisan skripsi oleh Bayu Cahyo
Nugroho, mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Insitut Pertanian Bogor.
Informasi yang diberikan adalah sejujurnya sesuai dengan keyakinan Saudara/i. Semua data dan
informasi yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya. Atas kerjasama dan bantuannya, saya ucapkan
terima kasih.
IDENTITAS RESPONDEN
1.
Nama
2.
Jenis
Kelamin
3.
Usia
[ ] Laki-laki
[ ] Perempuan
[
[
[
[
[
] 15-24 tahun
] 25-34 tahun
] 35-44 tahun
] 45-54 tahun
] ≥55 tahun
5.
Alamat
7.
Jumlah
anggota
keluarga
8.
Pekerjaan
[ ] SD
4.
Pendidika
n terakhir
[
[
[
[
[
] SMP
] SMA
] Diploma
] Sarjana
] Pasca sarjana
10.
Pendapatan
perbulan
[
[
[
[
[
[
] Pekerja Negeri Sipil
] Pekerja Swasta
] Wirausaha/Pengusaha
] Mahasiswa/Pelajar
] Ibu Rumah Tangga
] Lainnya………………
[
[
[
[
[
[
] <Rp.500.000
] Rp.500.000 - Rp.1.000.000
] Rp.1.000.000 - Rp.2.000.000
] Rp.2.000.000 - Rp.3.000.000
] Rp.3.000.000 - Rp.5.000.000
] >Rp.5.000.000
I. Motivasi
Urutkan atribut dibawah ini yang memotivasi anda membeli mebel (mulailah dengan angka 1 untuk
alasan yang paling dipentingkan, angka 2 untuk alasan berikutnya, dst.)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nama Atribut
Bahan Baku
Model
Warna
Harga
Merek
Kualitas
Ukuran
Asal Daerah/Negara Pembuat
Nilai
iii
II. Preferensi
Berilah tanda checklist (√) pada pilihan Anda beserta alasannya.
Jika dibandingkan dengan mebel buatan lokal dibawah ini dengan mebel impor China maka manakah
yang anda sukai?
No
1.
2.
3.
4.
5.
Mebel lokal
Lebih
disukai
Dari pada Mebel Impor China
Kurang
Sama
Alasan
disukai
Meja
Kursi/sofa
Lemari
Tempat tidur
Rak Buku
III.SIKAP KONSUMEN
Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda paling sesuai!
SS: Sangat Setuju; S: Setuju; R: Ragu-ragu; KS: Kurang Setuju; TS: Tidak Setuju
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pertanyaan
Penting untuk mencari tahu dari negara mana mebel itu
berasal
Terdapat perbedaan jenis mebel impor dengan mebel lokal
dari segi kualitas
mebel yang banyak beredar pasar di Indonesia adalah
mebel impor
Membeli mebel lokal adalah baik untuk membantu
perekonomian para pengrajin kecil (produsen) mebel di
Indonesia
Merasa bersalah jika membeli mebel impor karena sebagai
konsumen saya tidak ikut membantu mensejahterakan
pengrajin mebel di Indonesia*
Merasa bangga jika menggunakan mebel dari Indonesia
Menggunakan mebel lokal daripada impor merupakan
prioritas utama bagi saya dalam memilih mebel
Sebagai warga negara Indonesia, merasa khawatir dengan
banyaknya mebel impor yang banyak beredar di pasar saat
ini
Tidak tertarik/memilih untuk membeli mebel yang
memiliki merek/nama dari suatu negara, seperti mebel
Cina, dll.
SS
S
R
KS
TS
R
KS
TS
V. TANGGUNG JAWAB DAN KEPERCAYAAN KONSUMEN
Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda paling sesuai!
SS: Sangat Setuju; S: Setuju; R: Ragu-ragu; KS: Kurang Setuju; TS: Tidak Setuju
No
Pertanyaan
1.
Sebagai warga negara Indonesia, merasa bertanggung
jawab untuk membeli mebel lokal daripada mebel impor
Percaya bahwa dengan membeli mebel lokal akan
membantu kesejahteraan pengrajin mebel di Indonesia
Tidak percaya bahwa mebel impor yang beredar dipasaran
memiliki kualitas lebih baik daripada mebel lokal
Taraf hidup yang lebih baik tidak dipengaruhi oleh lebih
banyaknya mebel impor yang dimiliki*
2.
3.
4.
SS
S
iv
No
Pertanyaan
5.
Jika membeli mebel impor status sosial meningkat*
Harus berhati-hati terhadap mebel impor karena dapat
mengganggu stabilitas perekonomian Indonesia.
Percaya bahwa pembelian mebel lokal akan selalu menjadi
pilihan yang terbaik
Jika membeli mebel, berkeinganan berhenti membeli
produk mebel impor dan beralih ke produk mebel buatan
Indonesia
Bukan hanya pemerintah tetapi kita sebagai konsumen
juga ikut bertanggung jawab atas banyaknya permintaan
mebel impor dan menurunnya penjualan mebel lokal
6.
7.
8.
9.
SS
S
R
KS
TS
VI. NORMA PERSONAL KONSUMEN
Atribut yang penting diperhatikan dalam memilih mebel
Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda paling sesuai!
SP: Sangat Penting; P: Penting; R: Ragu-ragu; TP: Tidak Penting; STP: Sangat Tidak Penting
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pernyataan
Asal negara mebel yang dibeli
Harga mebel yang terjangkau
Memilih mebel yang bermerek terkenal.
Kualitas mebel yang ingin dibeli
Ukuran mebel yang besar
Memilih warna mebel yang sesuai selera
Bahan baku mebel yang akan dibeli
Penggalakan kampanye cinta produk Indonesia guna
mengajak masyarakat menggunakan produk dalam negeri.
SP
P
R
TP
STP
VII. PERILAKU KONSUMEN (Hal-hal yang Dilakukan Saat Membeli Mebel)
Berilah tanda silang (x) pada bobot (angka) yang menurut anda paling sesuai!
No
Atribut
Bobot penilaian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Menanyakan/mengetahui asal negara
mebel yang akan dibeli
Mempertimbangkan harga yang
terjangkau
Membeli mebel yang bermerek
terkenal
Mengetahui kualitas mebel yang ingin
dibeli
Memilih ukuran mebel yang besar
saat membeli
Memilih warna mebel yang sesuai
selera
Mempertimbangkan bahan baku
mebel yang akan dibeli
Membeli/menggunakan mebel dalam
negeri
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Download