Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler Jantung terletak didalam rongga mediastinum dari ronga dada (toraks) diantara kedua paru. Selaput yang melapisi jantung disebut perikardium yang terdiri atas 2 lapisan: - Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru. - Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri yang juga disebut epikardium. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan perikardium sebagai pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan akibat gerak jantung saat memompa. Struktur Jantung Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan: - Lapisan luar disebut epikardium atau perikardium. - Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium. - Lapisan dalam disebut endokardium. Ruang Jantung Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium (serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik). a) Atrium - Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior, vena kava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Dari atrium kanan kemudian darah di pompakan ke ventrikel kanan. - Atrium kiri menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah dialirkan ke ventrikel kiri. - Antara kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium. b) Ventrikel - Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan yang kemudian dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis. - Ventrikel kiri, menerima darah dari memompakannya ke seluruh tubuh melalui aorta. atrium kiri kemudian - Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel. Katup Jantung a) Katup Atrioventrikuler Merupakan katup yang terletak diantara atrium dan ventrikel.. katup antara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup disebut katup trikuspidalis. Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup disebut katup bikuspidalis atau katup mitral. Katup AV memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada waktu diastole ventrikel, serta mencegah aliran balik ke atrium pada saat sistol ventrikel. b) Katup Semilunar - Katup pulmonal, terletak antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. - Katup aorta, terletak antara ventrikel kiri dan aorta. - Kedua katup semilunar terdiri dari 3 daun katup. Adanya katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistol ventrikel, dan mencegah aliran balik ke ventrikel sewaktu diastole ventrikel. Arteri Koroner Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi koroner terdiri dari: arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Arteri koroner bermuara di sebelah atas daun katup aorta yang disebut ”sinus valsava”. Vena Jantung Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri koroner. Sistem vena jantung terdiri dari 3 bagian: vena tebesian, vena kardiaka anterior, sinus koronaria. Pembuluh Darah Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri, arteriola, kapiler, venula dan vena. - Arteri Arteri berfungsi untuk transportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke seluruh jaringan tubuh. Dinding arteri kuat dan elastis (lentur), kelenturannya membantu mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung. Dinding arteri banyak mengandung jaringan elastis yang dapat teregang saat sistol dan mengadakan rekoil saat diastol. - Arteriola Merupakan cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai katup pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Arteriol mempunyai dinding yang kuat sehingga mampu kontriksi atau dilatasi beberapa kali ukuran normal, sehingga dapat mengatur aliran darah ke kapiler. Otot arteriol dipersarafi oleh serabut saraf kolinergik yang berfungsi vasodilatasi. Arteriol merupakan penentu utama resistensi/tahanan aliran darah, perubahan pada diameternya menyebabkan perubahan besar pada resistensi. - Kapiler Merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis, yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari jantung) dan vena (membawa darah kembali ke jantung). Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke dalam darah. - Venula Dari kapiler darah mengalir ke dalam venula lalu bergabung dengan venul- venul lain ke dalam vena, yang akan membawa darah kembali ke jantung. - Vena Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada arteri, sehingga vena dapat mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan. Karena tekanan dalam sistem vena rendah maka memungkinkan vena berkontraksi sehingga mempunyai kemampuan untuk menyimpan atau menampung darah sesuai kebutuhan tubuh. Sirkulasi Jantung Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat juga sirkulasi koroner yang juga berperan sangat penting bagi sirkulasi jantung. Sirkulasi Sistemik - Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh. - Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda. - Memerlukan tekanan permulaan yang besar. - Banyak mengalami tahanan. - Kolom hidrostatik panjang. - Sirkulasi Pulmonal - Hanya mengalirkan darah ke paru. - Hanya berfungsi untuk paru-paru. - Mempunyai tekanan permulaan yang rendah. - Hanya sedikit mengalami tahanan. - Kolom hidrostatiknya pendek. Sirkulasi Koroner Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa oksigen untk intramiokardial yang kecil-kecil. - Aliran darah koroner meningkat pada: - Peningkatan aktifitas - Jantung berdenyut - Rangsang sistem saraf simpatis miokardium melalui cabang-cabang Mekanisme Biofisika Jantung Tekanan Darah Tekanan darah (blood pressure) adalah tenaga yang diupayakan oleh darah untuk melewati setiap unit atau daerah dari dinding pembuluh darah. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah: curah jantung, tahanan pembuluh darah perifer, aliran, dan volume darah. Bila seseorang mangatakan tekanan darahnya adalah 100 mmHg maka tenaga yang dikeluarkan oleh darah dapat mendorong merkuri pada tabung setinggi 50 mm. Aliran Darah Aliran darah pada orang dewasa saat istirahat adalah 5 L/menit, ayang disebut sebagai curah jantung (cardiac output). Aliran darah melalui pembuluh darah dipengaruhi oleh dua faktor: Perbedaan Tekanan ( DP: P1-P2), merupakan penyebab terdorongnya darah melalui pembuluh. Hambatan terhadap aliran darah sepanjang pembuluh, disebut juga sebagai ”vascular resistance” atau tahanan pembuluh. Beda tekanan antara dua ujung pembuluh darah menyebabkan darah mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, sedangkan resistensi / tahanan menghambat aliran darah. Rumus: Q : DP R Q : aliran DP R : perbedaan tekanan : resistensi Resistensi Resistensi/tahanan adalah hambatan terhadap aliran darah terhadap suatu pembuluh yang tidak dapat diukur secara langsung. Resistensi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: diameter pembuluh darah (terutama arteriol) dan viskositas (kekentalan) darah. Peningkatan diameter pembuluh darah (vasodilatasi) akan menurunkan tahanan, sedangkan penurunan diameter pembuluh darah (vasokontriksi) dapat meningkatkan resistensi. Viskositas sebagaian besar dipengaruhi oleh kadar hematokrit (ht), yaiu prosentase volume darah yang ditempati oleh sel darah merah. Semakin tinggi viskositas darah, maka semakin meningkat pula resistensi pembuluh darah. Siklus Jantung Stiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Rangsang listrik dihasilkan dari beda potensial ion antar sel yang selanjutnya akan merangsang otot untuk berkontraksi dan relaksasi. Kelistrikan jantung merupakan hasil dari aktivitas ion-ion yang melewati membran sel jantung. Aktivitas ion tersebut disebut sebagai potensial aksi. Mekanisme potensial aksi terdiri dari fase depolarisasi dan repolarisasi: Depolarisasi Merupakan rangsang listrik yang menimbulkan kontraksi otot. Respon mekanik dari fase depolarisasi otot jantung adalah adanya sistolik. Repolarisasi Merupakan fase istirahat/relaksasi otot, respon mekanik depolarisasi otot jantung adalah diastolik. Fase Siklus Jantung - Mid Diastole Merupakan fase pengisian lambat ventrikel dimana atrium dan ventrikel dalam keadaan istirahat. Darah mengalir secara pasif dari atrium ke ventrikel melalui katup atrioventrikuler, pada saat ini katup semilunaris tertutup dan terdengar sebagai bunyi jantung kedua. - Diastole Lanjut Gelombang depolarisasi menyebar melalui atrium berhenti pada nodus atrioventrikuler (nodus AV). Otot atrium berkontraksi memberikan 20%-30% pada isi ventrikel. - Sistole Awal Depolarisasi menyebar dari sinus AV menuju miokardium ventrikel. Ventrikel berkontraksi menyebabkan tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dari tekanan atrium sehingga menyebabkan katup atrioventrikuler menutup yang terdengar sebagai bunyi jantung satu. Dalam keadaan ini tekanan dalam aorta dan arteri pulmo tetap lebih besar, sehingga katup semilunar tetap tertutup. Kontraksi ventrikel ini disebut sebagai kontraksi isovolumetrik. - Sistole Lanjut Tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan pembuluh darah sehingga menyebabkan katup semilunaris membuka. Setelah katup semilunar terbuka, terjadi ejeksi isi ventrikel kedalam sirkulasi pulmoner dan sistemik. - Diastole Awal Gelombang repolarisasi menyebar ke ventrikel sehingga ventrikel menjadi relaksasi. Tekanan ventrikel turun melebihi tekanan atrium sehingga katum AV membuka. Dengan terbukanya katup AV maka ventrikel akan terisi dengan cepat, 70%-80% pengisian ventrikel terjadi dalam fase ini Faktor Penentuk Kerja Jantung Jantung sebagai pompa fungsinya dipengaruhi oleh 4 faktor utama yang saling terkait dalam menentukan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) yaitu: - Beban awal (pre load) - Kontraktilitas - Beban akhir (after load) - Frekuensi jantung Curah Jantung Curah jantung merupakan faktor utama yang harus diperhitungkan dalam sirkulasi, karena curah jantung mempunyai peranan penting dalam transportasi darah yang memasok berbagai nutrisi. Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel selama satu menit. Nilai normal pada orang dewasa adalah 5 L/mnt. Isi Sekuncup (curah sekuncup) Isi sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompakan keluar dari masingmasing venrikel setiap jantung berdenyut. Isi sekuncup tergantung dari tiga variabel: beban awal, kontraktilitas, dan beban akhir. Beban Awal Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel. Hal ini sesuai dengan Hukum Starling: peregangan serabut miokardium selama diastole melalui peningkatan volume akhir diastole akan meningkatkan kekuatan kontraksi pada saat sistolik. Sebagai contoh karet yang diregangkan maksimal akan menambah kekuatan jepretan saat dilepaskan. Dengan kata lain beban awal adalah kemampuan ventrikel meregang maksimal saat diastolik sebelum berkontraksi/sistolik. Faktor penentu beban awal: - Insufisiensi mitral menurunkan beban awal - Stensosis mitral menurunkan beban awal - Volume sirkualsi, peningkatan volume sirkulasi meningkatkan beban awal. Sedangkan penurunan volume sirkulasi menurunkan beban awal. - Obat-obatan, obat vasokonstriktor meningkatkan beban awal. Sedangkan obatobat vasodilator menurunkan beban awal. Beban Akhir Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel untuk dapat memompakan darah saat sistolik. Beban akhir menggambarkan besarnya tahanan yang menghambat pengosongan ventrikel. Beban akhir juga dapat diartikan sebagai suatu beban pada ventrikel kiri untuk membuka katup semilunar aorta, dan mendorong darah selama kontrakis/sistolik. Beban akhir dipengaruhi: - Stenosis aorta meningkatkan beban akhir - Vasokontriksi perifer meningkatkan beban akhir - Hipertensi meningkatkan beban akhir - Polisitemia meningkatkan beban akhir - Obat-oabatan, vasodilator menurunkan beban akhir, sedangkan vasokonstriktor meningkatkan beban akhir. - Peningkatan secara drastis beban akhir akan meningkatkan kerja ventrikel, menambah kebutuhan oksigen dan dapat berakibat kegagalan ventrikel. Kontraktilitas Kontraktilitas merupakan kemampuan otot-otot jantung untuk menguncup dan mengembang. Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil dari interaksi protein otot aktin-miosin yang diaktifkan oleh kalsium. Peningkatan kontraktilitas otot jantung memperbesar curah sekuncup dengan cara menambah kemampuan ventrikel untuk mengosongkan isinya selama sistolik. Hukum Frank Starling Makin besar isi jantung sewaktu diastol, semakin besar jumlah darah yang dipompakan ke aorta.Dalam batas-batas fisiologis, jantung memompakan ke seluruh tubuh darah yang kembali ke jantung tanpa menyebabkan penumpukan di vena. Jantung dapat memompakan jumlah darah yang sedikit ataupun jumlah darah yang besar bergantung pada jumlah darah yang mengalir kembali dari vena. Regulasi Tekanan Darah - Sistem Saraf Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi tahanan pembuluh darah perifer. Dua mekanisme yang dilakukan adalah mempengaruhi distribusi darah dan mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol sistem saraf terhadap tekanan darah melibatkan: baroreseptor dan serabut2 aferennya, pusat vasomotor dimedula oblongata serta serabut2 vasomotor dan otot polos pembuluh darah. Kemoreseptor dan pusat kontrol tertinggi diotak juga mempengaruhi mekanisme kontrol saraf. Pusat Vasomotor mempengaruhi diameter pembuluh darah dengan mengeluarkan epinefrin sebagai vasokonstriktor kuat, dan asetilkolin sebagai vasodilator. Baroresptor, berlokasi pada sinus karotikus dan arkus aorta. Baroresptor dipengaruhi oleh perubahan tekanan darah pembuluh arteri. Kemoresptor, berlokasi pada badan karotis dan arkus aorta. Kemoreseptor dipengaruhi oleh kandungan O2, CO2, atau PH darah. - Kontrol Kimia Selain CO2 dan O2, sejumlah kimia darah juga membantu regulasi tekanan darah melalui refleks kemoreseptor yang akan dibawa ke pusat vasomotor. Hormon yang mempengaruhi: epinefrin dan norepinefrin, Natriuretik Atrial, ADH, angiotensin II, NO, dan alkohol. Proses penyakit Infeksi dan Inflamasi pada Sistem Kardiovaskuler Endokarditis A. Pengertian. Endokarditis merupakan infeksi katup dan permukaan endotel jantung yang disebabkan oleh invasi langsung bakteri atau organisme lain dan menyebabkan deformitas bilah katup. Mikroorganisme penyebab meliputi bakteri (streptokokus, enterokokus, pneumokokus, stafilokokus), fungi/ jamur, riketsia, dan streptokokus viridas. B. Klasifikasi. - Endokartitis infeksius yang sering terjadi pada lanjut usia (lansia) mungkin akibat menurunnya respons imunologis terhadap infeksi, perubahan merabolisme akibat penuaan, dan meningkatnya prosedur diagnostik invasif, khususnya pada penyakit genitourinaria. Terdapatnya insidensi tinggi endokarditis stapilokokus di antara pemakai obat intravena, penyakit yang terjadi paling sering pada orang – orang yang secara umum sehat. Endokarditis yang didapat di rumah sakit terjadi paling sering pada klien dengan penyakit yang melemahkan, yang memakar kateter indweling, dan yan menggunakan terapi intravena atau antibiotik jangka panjang. Klien yang diberi pengobatan imunosupresif atau steroid juga dapat mengalami endokarditis fungi. - Endokarditis rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu penyakit sistemis yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. Demam rematik memengaruhi semua persendian, menyebabkan poliatritis. Jantung juga merupakan organ sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya paling serius. Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organisme tersebut, namun hal ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang serting terjadi sebagai respon terhadap streptokokus hemolitikus. Leukosit darah akan tertimbun pada jaringan yang terkena dan membentuk nodul, yang kemudian akan diganti dengan jaringan parut. Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya tumbuhan kecil yang transparan, yang menyerupai manik – manik dengan ukuran sebesar kepala jarum pentul,tersusun dalam deretan sepanjang tepi bilah katup. Manik – manik kecil tadi tidak tampak berbahaya dan dapat menghilang tanpa bilah katup, namun yang lebih sering mereka menimbulkan efek serius. Mereka menjadi awal terjadinya suatu proses yang secara bertahap menebalkan bilah – bilah katup, menyebabkannya menjadi memendek dan menebal dibandung dengan bilah katup yang normal, sehingga tak dapat menutup dengan sempurna. Sebagai akibatnya terjadilah kebocoran, keadaan ini disebut regurtasi katup. Tempat yang paling sering mengalami regurgitasi katup adalah katup mitral. Pada klien lain, tepi bilah katup yang meradang menjadi lengket satu sama lain, mengakibatkan stenosis katup, yaitu penyempitan lumen katup. Sebagian kecil klien dengan demam rematik menjadi sakti berat dengan gagal jantung yang berat, disritmia serius dan pneumonia rematik. Klien ini harus dirawat di ruang perawatan intensif. Kebanyakan klien dapat sembuh dengan segera dan biasanya sempurna. Namun, meskipun klien telah bebas dari gejala, masih ada beberaoa efek residual permanen yang tetap tinggal yang sering menimbulkan deformitas katup progresif. Beratnya kerusakan jantung atau bahkan keberadaannya, mungkin tidak tampak pada pemeriksaan fisik selama fase akut penyakit ini . C. Etiologi Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran pernapasan bagian atas. Sebelum ditemukan antibiotik, maka 90-95% endokarditis infeksi disebabkan oleh streptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50% penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah stertokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida. Faktor-faktor predisposisi dan faktor pencetus. 1. Faktor Predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof obstruksi. Endokarditis infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis, diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus, penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena. 2. Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang saluran pernapasan. D. Patofisiologi Terjadinya endokarditis karena menempelnya mikro organisme dari sirkulasi darah pada permukaan endokardial, kemudian mengadakan multiplikasi, terutama pada katup-katup yang telah cacat. Penempelan bakteri-bakteri tersebut akan membentuk koloni, dimana nutrisinya diambil dari darah.Adanya koloni bakteri tersebut memudahkan terjadinya thrombosis, kejadian tersebut dipermudah oleh thromboplastin, yang ditimbulkan oleh lekosit yang bereaksi dengan fibrin. Jaringan fibrin yang baru akan menyelimuti koloni-koloni bakteri dan menyebabkan vegetasi bertambah.Daerah endokardium yang sering terkena yaitu katup mitral, aorta. Vegetasi juga terjadi pada tempat-tempat yang mengalami jet lessions, sehingga endothelnya menajdi kasar dan terjadi fibrosis, selain itu terjadi juga turbulensi yang akan mengenai endothelium. Bentuk vegetasi dapat kecil sampai besar, berwarna putih sampai coklat, koloni dari mikroorganisme tercampur dengan platelet fibrin dimana disekelilingnya akan terjadi reaksi radang.Bila keadaan berlanjut akan terjadi absces yang akan mengenai otot jantung yang berdekatan, dan secara hematogen akan menyebar ke seluruh otot jantung.Bila absces mengenai sistim konduksi akan menyebabkan arithmia dengan segala manifestasi kliniknya. Jaringan yang rusak tersebut akan membentuk luka dan histiocyt akan terkumpul pada dasar 3 vegetasi. Sementara itu endothelium mulai menutupi permukaan dari sisi peripher, proses ini akan berhasil bila mendapat terapi secara baik. Makrophage akan memakan bakteri, kemudian fibroblast akan terbentuk diikuti pembentukan jaringan ikat kolagen. Pada jaringan baru akan terbentuk jaringan parut atau kadang-kadang terjadi ruptur dari chordae tendinen, oto papillaris, septum ventrikel. Sehingga pada katup menimbulkan bentuk katup yang abnormal, dan berpengaruh terahdap fungsinya. Permukaan maupun bentuk katup yang abnormal/cacad ini akan memudahkan terjadinya infeksi ulang. Vegetasi tersebut dapat terlepas dan menimbulkan emboli diberbagai organ. Pasen dengan endokarditis biasanya mempunyai titer antibodi terhadap mikroorganisme penyebab, hal tersebut akan membentuk immune complexes, yang menyebabkan gromerulonephritis, arthritis, dan berbagai macam manifestasi kelainan mucocutaneus, juga vasculitis. |Faktor prediposisi: Respon imunologis terhadap infeksi Perubahan metabolisme akibat penuaan Prosedur diagnostik infasif Pengobatan imunosupresif Mikroorganisme: Bakteri (streptokokus enterokokus, pneumokokus, stapilokokus), fungi, riketsia, dan streptokokus vindans. Invasi ke katup dan permukaan endotel jantung E. Tanda dan Gejala Gejala Umum pasien dengan endokarditis biasanya ditemukan hal-hal seperti berikut : - Demam. Karena adanya infeksi pada tanda gejala yang paling cepat kita identitas adalah adanya demam. Demam endokarditis ini dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. - Anemia. Anemia ini seringkali terjadi pada endokarditis yang telah berlangsung lama. - Adanya pembesaran pada bagian limpa dan juga hati. Hanya saja tidak selalu terjadi pada setiap kasus. Gejala Khusus Pada Jantung dengan Endokarditis. Seperti yang telah disebut diatas, maka karena jantung sendiri yang terkena atau pun lebih khususnya adalah selaput jantung maka beberapa tanda gejala umum pada jantung yang dapa kita temukan diantaranya yaitu : - Sesak napas. - Takikardi. (Nadi diatas normal). - Sianosis. (Kebiru-biruan karena oksigenasi yang kurang pada bagian yang mengalami sianosi ini) - Jari tabuh (clubbing of the finger). Biasanya khas sekali pada kelainan jantung bawaan yang berkaitan erat dengan endokarditis ini. - Gagal Jantung. Kelainan dan sampai terjadinya gagal jantung ini biasanya pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular F. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan terdiri atas tes laboratorium, ekokardiografi, dan penegakan diagnostis. 1) Laboratorium Leukosit dengan jenis neutrofil, anemia monokrom normositer, LED meningkat, imunologlobin serum meningkat, uji fiksasi antigama globulin positif, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, serta kadar bilirubin sedikit meningkat. Pada pemeriksaan umum urine, ditemukan adanya proteinuria dan hematuria serta mikroskopik. Hal yang penting adalah biakan mikroorganisme dari darah. Biakan darah diambil tiap hari berturut – turi 2-5 hari sebanyak 10 ml, kemudian dibiakan dalam waktu yang agak lama sekitar 1-3 minggu. Untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat, biakan bakteri harus ditempatkan dalam media yang sesuai. Biakan darah diambil sebelum pemberian antibiotik. Sehingga pada hasil biakan akan didapatkan antibiotik yang sensitid atau resisten terhadap antibiotik yang diujikan. 2) Ekokardiografi Ekokardiografi bermanfaat untuk mengetahui hal – hal di bawah ini a. Melihat vegetasi pada katup aorta, terutama vegetasi yang besar (>5mm) b. Melihat dilatasi/ hipertrofi atrium dan ventrikel yang progresif c. Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis (prolaps mitral, fibrosis, dan klasifikasi katup mitral) d. Penutupan katup mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destruksi katup aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katup. 3) Penegakan Diagnosis Diagnosis endokarditis infeksi dapat ditegakkan dengan sempurna bila ditemukan kelainan katup, kelainan jantung dengan murmur, fenomena emboli, demam, dan pembiakan darah yang positif. Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria diatas. Endokarditis pascabedah dapat diduga bila terjadi panas, leukositosis dan anemia sesudah operasi kardiovaskular atau operasi pemasangan katup jantung prostetik. Perikarditis A. Pengertian. Perikarditis adalah peradangan perikardium parietal, perikardium viseral atau keduanya. B. Klasifikasi Perikarditis Perikarditis dibagi atas perikarditis akut, perikarditis sub akut dan perikarditis kronis. Perikarditis sub akut dan perikarditis kronis mempunyai etiologi, manifestasi klinis, pendekatan diagnostik, dan penatalaksanaan yang sama. Klasifikasi perikarditis baik secara klinis maupun etiologis sangat berguna karena kelainan ini merupakan penyebab proses sakit paling umum yang mengenai perikardium. Perikarditis merupakan inflamasi perikardium, kantong membran yang membungkus jantung. Bisa merupakan penyakit primer atau dapat terjadi sesuai perjalanan berbagai penyakit medikal dan bedah B. Patofisiologi Proses inflamasi dan akibat sekunder dari fenomena infeksi pada perikarditis akan memberikan respons sebagai berikut 1. terjadinya vasodilatasi dengan peningkatan akumulasi cairan ke kantong perikardium. 2. peningkatan permeabelitas vaskular sehingga kandungan protein, termasuk fibrinogen atau fibrin, di dalam cairan akan meningkat. 3. peningkatan perpindahan leukosit terutama pada perikarditis purulenta 4. perdarahan akibat trauma tembus juga merupakan penyebab yang mungkin perubahan patologis selanjutnya yang terjadi berupa terbentuknya jaringan parut dan perlengketan disertai klasifikasi lapisan perikardium viseral maupun parietal yang menimbulkan suatu perikarditis konstriktif yang apabila cukup berantakan menghambat pengembangan volume jantung pada fase diastolik pada kondisi lain terakumulasinya cairan pada perikardium yang sekresinya melebihi absorpsi menyebabkan suatu efusi perikardium. Pengumpulan cairan intraperikardium dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan obstruksi serius terdahap masuknya darah ke kedua bilik jantung bisa menimbulkan tamponade jantung. Salah satu komplikasi perikarditis paling fatal dan memerlukan tindakan darurat adalah tamponade. Tamponade jantung merupakan peninggian tekanan intraperikardium dan restriksi progresif pengisian ventrikel. C. Tanda dan Gejala Perikarditis Tanda yang khas: Friction rub(suara tambahan)adalah bising gesek yang terjadi karena kantong berisi cairan membengkak. Gejala-gejala : 1. Sesak nafas saat bekerja 2. Panas badan 39º c -40ºc 3. Malaesa 4. Kadang nyeri dada 5. Effuse cardial 6. Nyeri dapat menyebar dari leher,bahu,punggung atau perut 7. Rasa tajam menusuk 8. Berkeringat E. Pemeriksaan Diagnostik Foto rontgen dada bisa normal bila efusi perikardium hanya sedikit, tetapi dapat tampak bayangan jantung membesar seperti botol air dengan vaskularisasi paru normal dan adanya efusi perikardium yang banyak. Pada eufusi perikardium, gambaran rontgen dada memperlihatkan suatu konfigurasi bayangan jantung berbentuk buli – buli air, tetapi dapat juga normal atau hampir normal. Ekokadiografi memperlihatkan elevasi segmen ST tanpa perubahan respirokal, voltase QRS yang rendah (Low Voltage) tapi EKG bisa juga normal atau hanya terdapat gangguan irama berupaya fibrilasi atrium. Pemeriksaan ekokardiografi MMode atau dua dimensi sangat baik untuk memastikan adanya efusi perikardium dan memperkirakan banyaknya cairan perikard. Komplikasi 1.Efusi pericardium 2.Tamponade jantung Miokarditis A. Definisi. miokarditis adalah peradangan jantung yang tidak berkaitan dengan penyakit arteri koroner atau infark miokard. Miokarditis paling sering terjadi akibat virus pada miokardium, tetapi dapat juga disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur yang sering diduga adalah infeksi coxsackievirus. Penyakit sistemik seperti lupus eritemstosus juga dapat menimbulkan gangguan ini. Miokarditis menyebabkan kelemahan dan penurunan kontraktilititas jantung. Jantung menjadi’lembek’ dan ‘melebar’ dengan banyak fokus pendarahan berbintik yang terbentuk di lapisan endokardium, epikardium, dan miokardium. B. Patofisiologi Terbagi menjadi 3 fase dan setiap fase memiliki respon yang berbeda, yaitu : 1. Invasi oleh virus 2. Respons imun 3. Dilatasi kardiomiopati No Fase 1 Invasi oleh virus 2 Respon Imun Respon - Ekspresi Cytokine - Respon imun - Inflamasi Kematian sel - Disrupsi Ekstraseluler matrix 3 Dilatasi Kardiopati - Disfungsi Myocite - Fibrosis myokardial Aktivasi RAS - Aktivasi beta-Ar Tabel: Fase Miokarditis Fase akut berlangsung kira-kira satu minggu, dimana terjadi invasi virus kemiokard,replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk neutralizing antibody dan virus akan dibersihkan atau dikurangi jumlahnya dengan bantuan makrofag dan natural killercell(selNK). Pada fase berikutnya miokard diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan system immune akan diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibody terhadap miokard, akibat perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokard dari yang minimal sampai yang berat (FKUI, 1999). Enterovirus sebagai penyebab miokarditis viral juga merusak sel-sel endotel juga antibody endotel, diduga menjadi penyebab spasme mikrovaskular. Walaupun kelainan mikrovaskular belum pasti, tapi sangat mungkin berasal dari respon imun atau kerusakan endotel akibat infeksi virus. Jadi pada dasarnya terjadi spasme sirkulasi mikro yang menyebabkan proses berulang antara obstruksi dan reperfusi yang mengakibatkan larutnya matriks miokardium dan habisnya otot jantung secara fokal menyebabkan rontoknya serabut otot, dilatasi jantung, dan hipertrofi miosit yang tersisa. Akibatnya proses ini mengakibatkan habisnya kompensasi mekanis dan biokimiawi yang berakhir dengan payah jantung. C. Tanda dan gejala Tanda dan gejala miokarditis adalah : - Menggigil, demam, anoreksia, nyeri dada, dispnea dan disritmia, tamponade ferikardial/kompresi (pada efusi perikardial). - Letih, napas pendek (cepat dan sesak), detak jantung tidak teratur, demam,dan gejala-gejala lain karena gangguan yang mendasarinya. (Menurut DEPKES, 1993) D. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik terdiri atas pemeriksaan nilai laboratorium, elektrokardiografi, foto dada dan ekokardiografo. 1) Laboratorium Dijumpai leukositosis dengan polimorfonuklear atau limfosit yang dominan, bergantung pada penyebabnya. Pada infeksi parasit ditemukan eosinofilia. Laju Endap Darah biasanya meningkat, enzim jantung dan kreatin kinase atau laktat dehidrogenase (LDH) dapat juga meningkat bergantung pada luasnya nekrosis miokard. Pemeriksaan berkelanjutan dapat juga menentukan progresivitas atau penyembuhan miokarditis. 2) Elektrokardiografi Kelainan didapat bersifat sementara dan lebih sering ditemukan dibandingkan kelainan klinis jantung. Temuan yang paling sering adalah sinus takikardia, perubahan sefmen ST dan atau gelombang T, serta Low Voltage. Kadang – kadang ditemukan aritmia atrial atau ventrikular, AV block,Intra ventrikular conduction defect, didapatkan dan QT memanjang. Pada penyakit Chaga sering right branck block yang lengkap. AV block total sifatnya sementara dan hilang tanpa bekas, tetapi kadang – kadang dapat sebagai penyebab kematian mendadak pada miokarditis. 3) Foto Dada Ukuran jantung sering membesar walaupun dapat juga normal. Kadang – kadang disertai kongesti paru. 4) Ekokardiografi Sering didapatkan hipokinesis kedua ventrikel walaupun kadang – kadang bersifat regional, terutama di apeks. Dapat juga ditemukan penebalan dinding ventrikel, trombus ventrikel kiri, pengisian diastolik yang abnormal atau efusi perikardial. Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans A. Definisi Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam. Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan. Penyakit ini berbeda dengan penyakit pembuluh darah lainnya dari segi gambaran mikroskopisnya. Berlawanan dengan aterosklerosis, penyakit Buerger dipercaya merupakan penyakit autoimun yang mengakibatkan penyumbatan pada pembuluh darah distal. Meskipun kondisi ini berbeda dengan aterosklerosis, namun pada klien manula dengan penyakit buerger, aterosklerosis dapat menyerang pembuluh darah kecil. B. Etiologi Penyebab penyakit Buerger tidak diketahui, namun dipercaya merupakan suatu vaskulitis autoimun. Kebanyakan terjadi pada usia 20 dan 35 tahun, dan dilaporkan pada semua ras di seluruh wilayah dunia. Ada banyak bukti bahwa merokok dapat merupakan faktor penyebab atau faktor yang memperberat. C. Patofisiologi Peradangan pada arteri perifer akan menyebabkan suatu oklusi arteri. Respons peradangan hampir sama seperti peradangan di tempat lain dengan manifestasi akhir adalah terjadi penyembuhan dengan disertai lesi trombosis yang menyebabkan obstruksi vaskular. Peradangan pada arteri perifer akan menyebabkan suatu oklusi arteri. Umumnya yang terkena adalah ekstremitas bawah, namun arteri pada ekstermitas atas dan visera dapat juga terlibat. Mungkin terdapat tromboflebitis superfisial sebagai manifestasi pembentukan trombus kecil yang menyerang arteri kecil. Apabila penyakit berlanjut, akan terjadi kemerahan atau sianosis bila ekstremitas dalam posisi tergantung. Perubahan warna kadang hanya mengenai satu ekstremitas atau hanya beberapa jari. Respons oklusi pada arteri ini dilanjutkan dengan terhentinya aliran darah secara lokal dan terjadi iskemia jaringan lokal sesuai distribusi aliran darah yang mengalami penyumbatan yang lama – kelamaan dapat berkembang menjadi ulkus. Apabila manifestasi ini tidak segera dilakukan intervensi, maka akhirnya terjadilah ulkus dan gangren. D. Tanda dan Gejala - nyeri terjadi justru waktu istirahat. - Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, - nyeri juga dapat bersifat paroksimal - ketika telah ada tukak atau gangren, maka nyeri sangat hebat dan menetap. - meliputi rasa gatal dan bebal pada tungkai dan penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit buerger E. Pemeriksaan Diagnosis Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis penyakit Buerger. Tidak seperti penyakit vaskulitis lainnya, reaksi fase akut (seperti angka sedimen eritrosit dan level protein C reaktif) pasien penyakit Buerger adalah normal. Pengujian yang direkomendasikan untuk mendiagnosis penyebab terjadinya vaskulitis termasuk didalamnya adalah pemeriksaaan darah lengkap; uji fungsi hati; determinasi konsentrasi serum kreatinin, peningkatan kadar gula darah dan angka sedimen, pengujian antibody antinuclear, faktor rematoid, tanda-tanda serologi pada CREST (calcinosis cutis, Raynaud phenomenon, sklerodaktili and telangiektasis) sindrom dan scleroderma dan screening untuk hiperkoagulasi, screening ini meliputi pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan homocystein pada pasien buerger sangat dianjurkan. Angiogram pada ekstremitas atas dan bawah dapat membantu dalam mendiagnosis penyakit Buerger. Pada angiografii tersebut ditemukan gambaran “corkscrew” dari arteri yang terjadi akibat dari kerusakan vaskular, bagian kecil arteri tersebut pada bagian pergelangan tangan dan kaki. Angiografi juga dapat menunjukkan oklusi (hambatan) atau stenosis (kekakuan) pada berbagai daerah dari tangan dan kaki. Proses penyakit Obstuksi pada Sistem Kardiovaskuler Mitral Stenosis A. Pengertian. Stenosis mitral adalah suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitra. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastole. B. Etiologi. Penyebab tersering stenosis mitral adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokkus. Penyebab lain walaupun jarang dapat juga stenosis mitral congenital, deformitas parasut mitral, vegetasi dari systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, eposit amiloid, akibat obat fenfluramin/phentermin, rhemotoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degenerative. Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran masuk ke ventrikel kiri seperti Cor triatrium, miksoma atrium serta thrombus sehingga menyerupai stenosis mitral. Dari pasien dengan penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam rematik, sisanya menyangkal. Selain dari pada itu, 50% pasien dengan karditis rematik akut tidak berlanjut sebagai penyakit jantung katup secara klinik (Rahimtoola). Pada kasus di klinik (data tidak dipublikasi) juga terlihat beberapa kasus demam rematik akut yang tidak berlanjut menjadi penyakit jantung katup, walaupun ada di antaranya memberi manifestasi chorea. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pengenalan dini dan terapi atibiotik yang adekuat. Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi kommisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari kommisura ini akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Pada endokarditis rematika, daun katup dan korda akan mengalami sikatris dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shaped. C. Patofisiologi Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar guna mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Sehingga, selisih tekanan atau gradien tekanan antara dua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal. D. Tanda dan Gejala - Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner).Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat. - Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas.Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. - Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup mitral.Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru. - Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur. E. Pemeriksaan diagnostik Akibat perubahan tersebut atrium menjadi tidak stabil secara elektris, akibatnya terjadi disritmia atrium permanen. Pada aukultasi sering didapatkan bising diagnostik dan bunyi jantung pertama (sewaktu katup AV menutup) mengeras dan opening sneap akibat hilangnya kelenturan daun katup. Alat bantu diagnostik bagi kardiologist adalah elektrokardiografi, ekokardiografi dan kateterisasi jantung dengan angiografi untuk menentukan beratnya stenosis mitral. Elektrokardiografi dilakukan jika terjadi pembesaran atrium kiri ( gelombang P melebar dan bertakik) dikenal sebagai P mitral, bila irama sinus normal, hipertrofi ventrikel kanan dan fibrilasi atrium. Radiogram dada dilakukan jika terjadi pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan, kongesti vena pulmonalis, edema pari – paru interstitial, tedistribusi vaskular paru – paru ke lobus atas, serta kalsifikasi katup mitralis. Temuan hemodinamik didapatkan peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitralis. Peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis dengan gelombang yang prominent. Peningkatan tekanan arteri di paru, curah jantung rendah, peningkatan tekanan jantung sebelah kanan, serta tekanan vena jugularis dengan gelombang V yang bermakna dibagian atrium kanan atau vena jugularis jika ada insufisiensi trikuspidalis. Foto Thorax, dapat menunjukkan pembesaran atrium, pelebaran arteri pulmonal, aorta yang relatif kecil, pembesaran ventrikel kanan, perkapuran di daerah katup mitral atau perkardium ,pada paru-paru terlihat tanda-tanda bendungan vena, edem Interstitial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri < 20 mmHg dan 70% pada tekanan atrium >20 mmHg. Ekokardiografi, pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-Doppler sangat penting dalam penegakan diagnosis. Dapat digunakan untuk menentukan derajat stenosis, dimensi ruang untuk jantung, ada tidaknya kelainan penyerta, ada tidaknya trombus pada atrium kiri. Kateterisasi jantung, kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenispenyumbatannya. Walaupun demikian pada keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur ekokardiografi yang lengkap. Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi non bedah yaitu valvulotomi. Stenosis Katup Aorta A. Pengertian. Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta. Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan menutup dan membuka sehingga darah bisa melewatinya. Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup sehingga lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya ventrikel kiri harus memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta. B.Etiologi. Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa bermacam-macam. Namun yang paling sering adalah RHD (Rheumatic Heart Disease) atau yang biasa kita kenal dengan demam rematik. Berikut etiologi stenosis katup aorta lebih lengkap : - Kelainan kongenital Tidak banyak bayi lahir dengan kelainan kongenital berupa penyempitan katup aorta . sedangkan sebagian kecil lainnya dilahirkan dengan katup aorta yang hanya mempunyai dua daun (normal katup aorta terdiri dari tiga daun). Pada katup aorta dengan dua daun dapat tidak menimbulkan masalah atauupun gejala yang berarti sampai ia dewasa dimana katup mengalami kelemahan dan penyempitan sehingga membutuhkan penanganan medis. - Penumpukan kalsium pada daun katup Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium (kalsifikasi katup aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan pada darah. Seiring dengan aliran darah yang melewati katup aorta maka menimbulkan akumulasi kalsium pada katup jantung yang kemudian dapat menimbulkan penyempitan pada katup aorta jantung. Oleh karena itulah stenosis aorta yang berasla dari proses kalsifikasi banyak terjadi pada lansia di atas 65 tahun, namun gejalanya beru timbul saat klien berusia 70 tahun. - Demam rheumatik Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya kuman atau bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan sampainya kuman datau bakteri tersebut ke jantung. Saat kuman tersebut mencapai katup aorta maka terjadilah kematian jaringan pada katup aorta. Jaringan yang mati ini dapat menyebabkan penumpukan kalsium yang dikemudian hari dapat menyebabkan stenosis aorta. Demam reumatik dapat menyebabkan kerusakan pada lebih dari satu katup jantung dalam berbegai cara. Kerusakan katup jantung dapat berupa ketidakmampuan katup untuk membuka atau menutup bahkan keduanya. C. Patofisiologi Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi. Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri dengan aorta mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2,maka stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah pada stenosis katup aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat stenosis aorta) akan merangtsang mekanisme RAA(ReninAngiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami hipertrofi.Penambahan massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan intraventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut dan mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan rumus Laplace: Stress= (pressurexradius): 2xthickness. Namun bila tahanan aorta bertambah,maka hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen dan menyebabkan kekakuan dinding ventrikel,penurunan cadangan diastolic,penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard .Pada akhirnya performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding ventrikel dan after load mismatch. Gradien trans-valvular menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat menyebabkan sesak nafas.Gejala yang mentolok adalah sinkope,iskemia sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta. Sinkop umumnya timbul saat aktifitas karena ketidak mampuan jantung memenuhi peningkatan curah jantung saat aktifitas ditambah dengan reaksi penurunan resistensi perifer. Aritmia supra maupun ventricular, rangsangan baroreseptor karena peningkatan tekanan akhir diastolik dapat menimbulkan hipotensi dan sinkop. Gangguan fungsi diastolic maupun sistolik ventrikel kiri dapat terjadi pada stenosis aorta yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan jasmani,foto toraks dan enongkatan Peptida Natriuretik. Hipertrofi ventrikel akan menigkatkan kekakuan seluruh dinding jantung. Deposisi kolagen akan menambah kekauan miokard dan menyebabkan gisfungsi diastolik. Setelah penebalan miokard maksimal, maka wall stress tidak lagi dinormalisasi sehingga terjadi peninggian tekanan diastolic ventrikel kiri menghasilkan penurunan fraksi ejeksi dan penurunan curah jantung yang disebut sebagai disfungsi sistolik D. Tanda dan Gejala Stenosis katup aorta dapat terjadi dari tahap ringan hingga berat. Tipe gejala dari stenosis katup aorta berkembang ketika penyempitan katup semakin parah. Regurgitasi katup aorta terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal ini dikarenakan jantung telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup aorta. Berikut manifestasi klinis dari stenosis katup aorta : - Nyeri dada Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan akhirnya pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery disease). Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai tekanan dibahwah tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan dihilangkan dengan beristirahat. Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada disebabkan oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri-arteri koroner yang menyempit. Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada seringkali terjadi tanpa segala penyempitan dari arteri-arteri koroner yang mendasarinya. Otot jantung yang menebal harus memompa melawan tekanan yang tinggi untuk mendorong darah melalui klep aortic yang menyempit. Ini meningkatkan permintaan oksigen otot jantung yang melebihi suplai yang dikirim dalam darah, menyebabkan nyeri dada (angina). E. Pemeriksaan Diagnostik - Electrocardiogram (EKG) EKG adalah suatu perekaman dari aktivitas elektrik jantung. Pola-pola abnormal pada EKG dapat mencerminkan suatu otot jantung yang menebal dan menyarankan diagnosis dari aortic stenosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, kelainan konduksi elektrik dapat juga terlihat. - Chest x-ray Chest x-ray (x-ray dada) biasanya menunjukan suatu bayangan jantung yang normal. Aorta diatas klep aortic seringkali membesar. Jika gagal jantung hadir, cairan di jaringan paru dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar di daerah-daerah paru bagian atas seringkali terlihat. - Echocardiography Echocardiography menggunakan gelombang-gelombang ultrasound untuk memperoleh gambar-gambar (images) dari ruang-ruang jantung, klep-klep, dan struktur-struktur yang mengelilinginya. Ii adalah suatu alat non-invasive yang berguna, yang membntu dokter-dokter mendiagnosa penyakit klep aortic. Suatu echocardiogram dapat menunjukan suatu klep aortic yang menebal dan kalsifikasi yang membuka dengan buruk. Ia dapat juga menunjukan ukuran dan kefungsian dari ruang-ruang jantung. Suatu teknik yang disebut Doppler dapat digunakan untuk menentukan perbedaan tekanan pada setiap sisi dari klep aortic dan untuk menaksir area klep aortic. - Cardiac catheterization Cardiac catheterization adalah standar emas dalam mengevaluasi aortic stenosis. Tabung-tabung plastik berongga yang kecil (catheters) dimasukan dibawah tuntunan x-ray ke klep aortic dan kedalam ventricle kiri. Bersama tekanan-tekanan diukur pada kedua sisi dari klep aortic. Kecepatan dari aliran darah diseluruh klep aortic dapat juga diukur menggunakan suatu kateter khusus. F. Komplikasi - Gagal jantung - Hipertensi sisitemik - Nyeri dada (angina pectoris) - Sesak nafas Stenosis Pulmonal A. Pengertian Stenosis Pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk arteri pulmonalis. Tahanan yang merintangi aliran darah menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan penurunan aliran darah paru. Stenosis arteri pulmonal bisa terjadi pada begian valvuler, supra valvuler maupun infundibuler. Sangat jarang kelainan ini disebabkan oleh reaktivasi rema, tapi umumnya merupakan kelainan jantung konginental, yang dibawa sejak lahir. Stenosis pulmonal tipe valvuler lebih banyak ditemukan pada anak dibandingkan dengan tipe infundibuler. Sementara itu, stenosis pulmonal tipe infundibuler jarang sekali ditemukan sebagai kelainan yang berdiri sendiri, tetapi biasanya menyertai kelainan jantung yang lain, seperti pada tetralogi fallot. Demikian pula stenosis pulmonal tipe supravalvuler sangat jarang ditemukan tersendiri, tapi justru merupakan salah satu bagian dari suatu kelainan konginental yang lebih kompleks, seperti sindrom noonan, sindrom wiliam, atau rubella konginental. Pada stenosis pulmonal yang ringan, umumnya pasien asimptomatik dan tidak memburuk oleh bertambahnya usia. Tumbuh kembang pun tidak terganggu. Tapi sebagaimana halnya dengan kelainan jantung konginental yang lain, profilaksis antibiotic terhadap endokarditis bacterial perlu diperhatikan. Pada stenosis pulmonal yang moderat atau cukup berat, berbagai keluhan dan komplikasi dapat berkembang lebih buruk di waktu-waktu mendatang. B. Etiologi Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor tersebut antara lain : Faktor endogen - Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom - Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan - Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan. Faktor eksogen - Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin, amethopterin, jamu) - Ibu menderita penyakit infeksi : rubella - Pajanan terhadap sinar –X Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai. C. Patofisiologi Karena stenosis yang terjadi pada katup pulmonal ( tipe valvuler ), atau pada pangkal arteri pulmonal ( tipe supravalvuler ), atau pada infundibulum ventrikel kanan ( tipe subvalveler ), maka ventrikel kanan akan menghadapi beban tekanan berlebihan yang kronis. Dilatasi pasca stenotik pada arteri pulmonal merupakan pertanda yang karakteristik bagi stenosis pulmonal tipe valvuler dan tidak ditemukan pada tipe stenosis pulmonal yang lain. Katup pulmonal tampak doming pada waktu systole, tebal dan mengalami fibrosis, tapi jarang sekali disertai klasifikasi. Jika ditemukan proses klasifikasi, biasanya disebabkan oleh infiksi endokarditis bacterial. Adanya hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan bahwa stenosis pulmonal cukup signifikan. Bagian infundibuler akan mengalami hipertrofi pula dan hal ini akan memperberat stenosis pulmonal. Tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kanan pun meninggi. Elastisitas miokard berkurang dan akhirnya timbul gejala gagal jantung kanan. Severitas stenosis pulmonal umumnya dibedakan sebagai stenosis pulmonal yang ringan, yang moderat dan yang berat, walaupun perbedaan ini hanya bersifat arbitrer dan sering overlapping, bahkan mengalami perubahan yang progresif. Pada stenosis pulmonal yang ringan, tekanan sistolik di ventrikel kanan biasanya kurang dari 50 mmHg dan itu berarti kurang dari 50% tekanan sistemik. Pada stenosis pulmonal yang moderat, tekanan sistolik ventrikel kanan berkisar antara 50-75% dari tekanan sistemik, atau antara 50-75mmHg. Dan stenosis pulmonal dianggap berat, apabila tekanan sistolik ventrikel kanan lebih dari 75% tekanan sistemik, atau lebih dari 75 mmHg. Kemudian stenosis pulmonal dianggap sudah kritis apabila tekanan sistolik ventrikel kanan melebihi tekanan sistemik. Pada pasien PS, tentu dapat dilakukan upaya agar pembukaannya dapat lebih lebar. Pertama dengan jalan operasi. Tetapi dalam 15 tahun terakhir ini dapat dilakukan pula dengan upaya non-bedah yakni dengan balonisasi katup untuk melebarkan katup yang sempit tersebut (pasien datang pagi hari, dan pulang keesokan harinya). Dapat dilakukan di RS2 yang ada fasilitas kateterisasi dan dilakukan dokter jantung yang berpengalaman melakukan tindakan ini. D. Tanda dan Gejala Pasien stenosis pulmonal biasanya asimtomatik, kecuali keluhan cepat capek karena curah jantung berkurang. Apabila stenosis pulmonal cukup berat, disertai dengan defek septum atrium atau defek septum ventrikel, maka kelainan seperti itu dapat memberikan gejala sianosis yang signifikan, yang disebabkan oleh terjadinya pirau aliran darah dari kanan ke kiri. Pada pemeriksaan fisik, komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 terdengar lemah atau bahkan tidak terdengar sama sekali, sehingga bunyi jantung ke-2 terdengar seperti tunggal. Murmur ejeksi sistolik dapat di deteksi di daerah pulmonal, pada sela iga 2-3 kiri parasternal, didahului sebelumnya oleh klik ejeksi sistolik dan dapat diraba sebagai thrill. Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventikel kanan karena beban tekanan berlebih. Gelombang P tampak tinggi, karena hipertrofi atrium kanan. Foto thorak pada stenosis pulmonal tanpa kelainan konginental yang lain, biasanya memberikan gambaran jantung yang relative normal, dengan vaskulerisasi paru yang normal pula. Pada stenosis pulmonal yang sangat berat apalagi disertai pirau dari kanan ke kiri-vaskularisasi paru bisa tampak oligemik. Hanya konus pulmonal tampak sangat menonjol, yang disebabkan oleh dilatasai pasca stenotik. Apabila hipertrofi ventrilkel kanan sudah begitu lanjut, bahkan mulai timbul gejala gagal jantung kanan, maka rekaman foto thorak menunjukkan dilatasi ventrikel kanan dean atrium kanan, disertai tanda-tanda bendungan pada paru. Pada stenosis pulmonal yang ringan, elektrokardiografi dan foto torak mungkin tidak berubah dan masih berada dalam batas-batas normal. Kadang-kadang beberapa kelainan memberikan gejala yang mirip dengan stenosis pulmonal, seperti straight back syndrome, dilatasi ideopatik arteri pulmonal, dan sebagainya. E. Pemeriksaan Diagnosis - Ekokardiografi Dengan posisi pengambilan aksis bujur dan aksis lintang parasternal atau subsifoid, dapat direkam kedua pembuluh darah besar (aorta dan pulmonal) dan hubungannya dengan kedua ventrikel tempat asal keluarnya. Tampak kedua pembuluh darah besar berjalan paralel pada rekaman aksisi bujur para sternal. Pada rekaman aksis lintang parasternal, tampak posisi katup aorta justru berada disebelah anterior dan katub pulmonal di sebelah posterior.dan apabila transduser kemudian lebih diarahkan ke posterior pada aksis lintang itu, maka akan tampak percabangan dari pembuluh darah yang berada di sebelah posterior dan percabangan ini menunjukkan bahwa pembuluh darah itu adalah arteri pulmonal. Dimensi ventrikel kanan biasanya besar dan ventrikel kiri dalam batas normal, kecuali sudah terjadi hipertrofi biventrikuler. Pada pemeriksaan ekokardiografi, identifikasi morfologi tiap ruang ventrikel sangat penting dipehatikan, seprti bentuk trabekelnya, ada tidaknya infundibulum, jumlah daun katup, dan jumlah otot papiler yang dimiliki ruangan itu. - Kateterisasi Pemeriksaan kateterisasi menunjukkan bahwa saturasi oksigen di aorta umumnya lebih rendah dari arteri pulmonal. Tekanan diventrikel kiri relatif sama atau bahkan bisa lebih rendah dibandingkan dengan ventrikel kanan. Ventrikulografi harus dilakukan pada kedua ventrikel dengan posisi pengambilan laterak dan frontal, untuk mengetahui hubungan transposisi ventrikuloarterial itu dan kemungkinan adanya kelainan kongenital lainnya. Angiografi aorta dilakukan untuk melihat adanya duktus arteriosus atau koartasio aorta yang mungkin menyertainya pula. Dan seperti halnya dengan kelainan jantung kongenital sianotik lainnya, kadang-kadang terlihat berkembangnya MAPCA pada transposisi pembuluh darah besar yang mampu bertahan hidup sampai usia 1-2 tahun. Pada waktu kateterisasi, hendaknya dilakukan septostomi atrial dengan kateter balon rashkind ataupun septektomi atrial menurut blalock-harlon, sebagai tindakan paliatif untuk memungkinkan terjadinya percampuran pada tingkat atrium. Dengan demikian, percampuran darah pada tingkat ventrikel dapat dikurangi dengan operasi penutupan defek septum ventrikel atau pengikatan (banding) arteri pulmonal, untuk mengatasi gejala-gejala gagal jantung kongestif. Apabila transposisi pembuluh darah besar disertai dengan stenosis pulmonal yang berat, maka perlu dilakukan anastomosis lebih dahulu antara pembuluh darah sistemik dengan arteri pulmonal secara blalock-taussig, potts atau waterston, sebelum tidakan komisurotomi pulmonal dipertimbangkan dikemudian hari. Proses penyakit Degeneratif pada Sistem Kardiovaskuler Hipertensi A. Pengertian. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation dan Treatment of High Blood Pressure yang ke 7 telah mempublikasikan revisi panduan nilai tekanan darah sistolik dan diastolik yang optimal dan hipertensif. Pada B. Etiologi. Penyebab Hipertensi bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR, peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak di kompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal yang abnormal pada nodus SA. Peningkatan denyut jantung yang kronis seringkali menyertai kondisi hipertiroidisme. Akan tetapi, peningkatan denyut jantung biasanya dikompensasi dengan penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak mengakibatkan hipertensi. Peningkatan volume sekuncup yang kronis dapat terjadi jika volume plasma meningkat dalam waktu lama, karena peningkatan volume plasma direfleksikan dengan peningkatan volume diastolik akhir sehingga volume sekuncup dan tekanan darah meningkat. Peningkatan volume diastolik akhir dihubungkan dengan peningkatan preload jantung. Peningkatan preload biasanya berhubungan dengan peningkatan hasil peningkatan pengukuran tekanan darah sistolik. Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf simpatis atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal kedua hal tersebut menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa lebih kuat, dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintasi pembuluh yang menyempit. C. Patofisiologi Pengaturan tekanan arteri meliputi kontrol sistem saraf yang kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam memengaruhi curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan tekanan darah adalah refleks baroreseptor dengan mekanisme di bawah ini. Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diameter arteriol. Bila diameternya menurun ( vasokontriksi) tahanan perifer meningkat. Bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifernya akan menurun. Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroreseptor pada sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls ke pusat saraf simpatis. Bila tekanan arteri meningkat, maka ujung – ujung baroreseptor akan teregang dan memberikan respon terhadap penghambat pusat simpatis, dengan respon terjadinya pusat akselerasi gerak jantung dihambat. Sebaliknya, hal ini akan menstimulasi pusat penghambat penggerak jantung yang bermanifestasi pada penurunan curah jantung. Hal lain dari pengaruh stimulasi baroreseptor adalah dihambatnya pusat vasomotor sehingga terjadi vasodilatasi. Gabungan vasodilatasi dan penurunan curah jantung akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah. Sebaliknya, pada saat tekana darah turun, maka respons reaksi cepat untuk melakukan proses homeostatis tekanan darah supaya berada dalam kisaran normal. Mekanisme lain mempunyai reaksi jangka panjang dari adanya peningkatan tekanan darah oleh faktor ginjal. Renin yang dilepaskan oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal menurun akan mengakibatkan terbentuknya angiotensin I, yang akan berubah menjadi angotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan mengakibatkan kontraksi langsung arteriol sehingga terjadi peningkatan resistensi perifer (TPR) yang secara tidak langsung juga merangsang pelepasan aldosteron, sehingga terjadi retensi natrium dan air dalam ginjal serta menstimulasi perasaan haus. Pengaruh ginjal lainnya adalah pelepasan erirtopoetin yang menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah. Manifestasi dari ginjal secara keseluruhan akan menyebabkan peningkatan volume darah dan peningkatan tekanan darah secara simultan. Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan konstriksi arteriol, tahanan perifer total meningkat dan tekanan arteri ditingkatkan untuk mempertahankan keseimbangan sistem. Hal tersebut diperlukan untuk mengatasi tahanan, sehingga pemberian oksigen dan nutrien ke dalam sel serta pembuangan produk sampah sel tetap terpelihara. Untuk meningkatkan curah jantung, sistem saraf simpatis akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga meningkatkan volume sekuncup dengan cara membuat vasokontriksi selektif pada organ perifer, sehingga darah yang kembali ke jantung lebih banyak. Dengan adanya hipertensi kronis, baroreseptor akan terpasang dengan level yang lebih tinggi dan akan merespon meskipun level yang baru tersebut sebenarnya normal. Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifa kompensasi. Namun, proses adaptif tersebut terlihat mekanisme tersebut bersifat kompensasi. Namun, proses adaptif tersebut membuka jalan dengan memberikan pembebanan pada jantung. Pada saat yang sama, terjadilah perubahan degeneratif pada arteriol yang menanggung tekanan tinggi terus- menerus. Perubahan tersebut terjadi dalam seluruh organ tubuhm termasuk jantung akibat berkurangnya pasokan darah ke miokardium. Untuk memompa darah, jantung harus bekerja kerasa guna mengatasi tekanan balik muara aorta. Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertrofi atau membesar. Terjadilah dilatasi dan pembesaran jantung. Kedua perubahan struktural tersebut bersifat adaptif, keduanya meningkatkan isi sekuncup jantung. Pada saat istirahat, respon kompensasi tersebut mungkin memadai, namun dalam keadaan pembebanan jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh, orang tersebut menjadi cepat lelah dan nafasnya pendek. D. Tanda dan Gejala - Perubahan detak jantung National Institutes of Health menyatakan bahwa seseorang yang mengalami hipertensi mungkin merasakan adanya perubahan denyut jantung menjadi tidak teratur. Biasanya akan lebih terasa pada saat merasakan sakit kepala atau ketegangan pada leher, tetapi banyak yang tidak menyadari perubahan detak jantung ini. - Sakit kepala Pada awal-awal hipertensi sakit kepala jarang dirasakan tetapi seiring berjalannya waktu sakit kepala bisa bertambah berat sesuai dengan kenaikan tekanan darah. Pusing juga sering dialami penderita hipertensi. Pusing dan sakit kepala berbeda pusing disertai dengan menurunnya keseimbangan tubuh sedangkan sakit kepala hanya rasa sakit saja. - Mimisan Ini karena pembuluh darah dalam hidung sangat rapuh sehingga saat terjadi kenaikan tekanan darah dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di hidung atau mimisan. - Perubahan kognitif Orang dengan hipertensi dapat mengalami kemunduran kognitif seperti sering merasa bingung dan gangguan pandangan. Gangguan pandangan seperti mata berkunang-kunang, penglihatan ganda, buram atau melihat obyek lain merupakan gejala hipertensi yang serius dan harus mendapatkan terapi. - Telinga berdenging Telinga berdenging dalam bahasa kedokteran disebut sebagai tinitus. Ada banyak penyebab tinitus salah satunya adalah hipertensi. Tekanan yang tinggi didalam telinga dapat menyebabkan telinga berdenging yang terus menerus atau bisa juga hanya beberapa menit. E. Pemeriksaan Diagnostik Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urine pada malam hari) dan azotemia ( peningkatan nitrogen dalam darah – BUN dan kretinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau srangan trans-iskemik (TIA) yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan. Pada penderita stroke dan hipertensi disertai serangan iskemia. Insiden infark otak mencapai 80% (Smeltzer & Bare,2002). Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elektrokardiografi. Protein dalam urin dapat dideteksi melalui urinalisis. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk mengonsentrasi urine dan peningkatan nitrogen urea darah. Pemeriksaan khusus seperti renogram, pielogram intravena, arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urine dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasi klien dengan penyakit renovaskuler. Adanya faktro risiko lainnya juga harus dikaji dan dievaluasi. Varises A. Definisi. Varises adalah suatu keadaan ketika terjadi dilatasi abnormal pada vena supervisial dengan manifestasi vena menjadi panjang dan berkelok – kelok yang disebabkan oleh katup vena yang tidak kompeten. Biasanya kondisi ini terjadi pada ekstremitas bawah dan vena safena atau badan bawah, namun sebenarnya dapat terjadi dimanapun. Diperkirakan varises pada ekstremitas bawah terjadi pada satu diantara lima orang di dunia. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita dan orang yang pekerjaannya menuntuk untuk berdiri lama, seperti tenaga pemasaran, tukang cukur, ahli kecantikan, operator lift, perawat dan dokter gigi. B. Etiologi Varises dibedakan menjadi primer dan sekunder. Namun, penyebab varises vena yang pasti belum diketahui. Penyebab varises primer adalah kelemahan struktural pada dinding pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena, karena daun katup tidak mampu menutup dan menahan aliran refluks. Varises primer cenderung terjadi pada vena- vena permukaan karena kurangnya dukungan atau kurangnya resistensi jaringan subkutan. C. Patofisiologi Varises sekunder disebabkan oleh gangguan patologi sistem vena dalam, yang timbul kongenital atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan dilatasi vena – vena permukaan, penghubung atau kolateral. Misalnya, kerusakan katup vena pada sistem vena dalam akan mengganggu aliran darah menuju jantung, resultan statis, dan penimbunan darah menyebabkan hipertensi vena dalam. Jika katup vena penghubung (penyambung) tidak berfungsi dengan baik, maka peningkatan tekanan sirkuit vena akan menyebabkan aliran darah ke dalam vena penghubung. Darah vena akan dialirkan ke vena permukaan dari vena dalam. Hal ini merupakan faktor predisposisi timbulnya varises sekunder pada vena – vena permukaan. Pada keadaan ini, vena permukaan berfungsi sebagai pembuluh kolateral untuk sistem vena dalam, memirau darah dari daerah yang mati. D. Tanda dan Gejala - Tegang, kram otot, sampai kelelahan otot tungkai bawah. - Edema tumit dan rasa berat tungkai dapat pula terjadi, sering terjadi kram di malam hari. - Terjadi peningkatan kepekaan terhadap cedera dan infeksi. - Apabila terjadi obstruksi vena dalam pada varises, pasien akan menunjukkan tanda dan gejala insufisiensi vena kronis; edema, nyeri, pigmentasi, dan ulserasi. - Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih ringan pada pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu.Gejala yang muncul umumnya berupa kaki terasa berat, nyeri atau kedengan sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, keram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan memberat setelah berdiri terlalu lama. - Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena membaik bila beraktifitas seperti berjalan atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada insufisiensi arteri akan bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat. E. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik pada pemeriksaan klien vena varikosa adalah uji Brodie-Trendelenburg dan uju Pethes. 1) Uji Brodie-Trendelenburg Merupakan uji yang paling sering dilakukan pada varises. Uji ini memperliharkan aliran balik darah melalui katup inkompeten vena superfisial dan cabang – cabang yang berhubungan dengan vena dalam tungkai. Klien diminta untuk berbaring, tungkai yang terkena ditinggikan untuk mengosongkan vena. Selanjutnya pasang torniket karet lunak di sekeliling tungkai atas untuk menyumbat vena dan klien diminta berdiri. Apabila kaup vena komunikans inkompeten, maka darah akan mengalir dari vena dalam ke vena superfisial. Apabila pada saat tourniket dilepas darah mengalir dengan cepat dari atas ke vena superfisial, artinya bahwa katup vena supervisial juga inkompeten. Uji ini digunakan untuk menentukan jenis penanganan yang direkomendasikan untuk varies. 2) Uji Perthes Adalah suatu prosedur diagnostik yang dengan mudah menunjukkan apakah sistem vena dalam dan vena komunikans semuanya kompeten. Sebuah torniket dipasang tepat dibawah lutut, kemudian klien diminta untuk berjalan – jalan. Apabila varises menghilang, artinya sistem vena dalam dan pembuluh komunikans kompetens. Apabila pembuluh darah tidak mampu mengosongkan diri, namun justru mengalami distensi saat berjalan, artinya terjadi inkompentensi atau obstruksi. Uji diagnostik tambahan untuk mengetahui adanya varises adalah Dopller flow meter,venografi, dan pletismografi. Dopller flow meter dapat mendeteksi adanya aliran balik di vena superfisial dengan inkompetensi katup setelah penekanan tungkai. Venografi meliputi penyuntikan media kontras radiografi ke dalam vena tungkai sehingga anatomi vena dapat ditampilkan melalui penelitian sinar X pada berbagai gerakan tungkai. Pletismpgrafi mengukur perubahan dalam volume darah vena. Gagal Jantung A. Definisi Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal. Namun, definisi – definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas oada suatu sistem organ, melainkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan suatu bentuk respons hemodinamik, renal, neural dan hormonal, serta suatu keadaan patofisiologi dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian. Saat ini dikenal beberapa istilah gagal jantung, yaitu : o Gagal jantung kiri : terdapat benrungan paru, hipotensi, asites dan peningkatan tekanan penurunan perfusi jaringan o Gagal jantung kanan : ditandai dengan adanya edema perifer, asites, dan peningkatan tekanan vena jugularis o Gagal jantung kongesif : nadalah gabungan kedua gambaran tersebut. Namun, definisi – definisi tersebut tidak terlalu bermanfaat, karena baik kelainan fungsi jantung kiri maupun jantung kanan sering terdapat bersamaan (walaupun kelainan pada saru sisi mungkin lebih dominan daripada sisi lainnya). Istilah gagal jantung ke muka/foward(untuk menunjukkan tanda- tanda edema paru dan perifer) atau ke belakang /backward (untuk menggambarkan pengertian sindrom gagal jantung yang terlalu sederhana). B. Derajat Gagal jantung Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya gejala seperti klasifiskasi menurut New York Heart Assosiation (NYHA). Klasifikasi tersebut digunakan secara luas di dunia internasional untuk mengelompokkan gagal jantung. Gagal jantung ringan, sedang, dan berat ditentukan berdasarkan gejala, khususnya sesak nafas(dispnea). Meskipun klasifikasi ini berguna untuk menentukan tingkat ketidakmampuan fisik dan beratnya gejala, namun pembagian tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan lain. Kelas I Definisi Istilah Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel pembatasan aktivitas fisik dengan kelainan kiri jantung yang asimtomatik yang Gagal jantung II Klien III menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas fisik ringan Klien dengan kelainan jantung yang Gagal IV menyebabkan banyak pembatasan aktivitas fisik Sedang Klien dengan kelainan jantung yang segala Gagal jantung Berat jantung bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan keluhan Klasfisikasi NYHA tidak dapat digunakan untuk menulai beratnya penyakit jantung yang menjadi penyebab, misalnya pada gagal jantung ringan belum tentu disebabkan oleh penyakit jantung yang ringan. Beratnya gejala tidak menunjukkan atau sebanding dengan beratnya disfungsi ventrikel kiri yang ada. Justru sebaliknya, fraksi ejeksi ventrikel kiri terbukti menentukan mortalitas gagal jantung. Adanya bendungan paru yanag ditemukan pada pemeriksaan klinis atau radiologis pada klien infark miokardium menunjukkan prognosis yang buruk. Meskipun gagal jantung adalah gangguan multisistem, tidak ada satupun gejala yang spesifik untuk organ terterntu. Sebagai contoh, dispnea dapat disebabkan oleh penyakit paru, sedangkan edema perifer disebabkan oleh insufiensi vena atau penyakit hati dan ginjal. Walaupun belum ada data yang akurat untuk data gagal jantung di Indonesia, tapi sebagai perbandingan yang menyatakan bahwa gagal jantungkini dianggal sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Sindrom ini merupakan penyebab rawat inap paling sering pada klien tua, baik di Amerika Serikat maupun di Inggris. Gagal jantung mempunyai mortilitas tinggi, bahkan golongan terburuk mempunyai harapan hidup 1 tahun kurang dari 50% (Stephen G.Ball, 1996). C. Etiologi Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun yang didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan – keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan – keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta, cacat septum vertikel dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi setenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomipati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, ada faktor –faktor fisiologis lain yang dapat pula mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor – faktor yang mengganggu pengisian ventrikel, seperti stenosis katup atrioventrikularis dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan – keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponande jantung mengakibatkan gagal jantung melalui gabungan beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian, jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologis atau gabungan berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung. Efektifitas jantungs ebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis. Faktor – faktor yang memicu perkembangan gagal jantung melalui penekana sirkulasi yang mendadak berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru,dan emboli paru. Aritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respon mekanis. Respon mekanis jantung yang tersinkronisasi dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil, karena : o Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap metabolisme yang meningkat. o Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan sehingga memicu terjadinya gagal jantung kanan. D. Patofisiologi Bila cadangan jantung untuk berespon terhadap sterss tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal melakukan tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah gagal jantung. Juga pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan. Jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan, respon fisiologis tertentu pada curah jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukka upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital normal. Sebagai respon terhadpa gagal jantung, ada tiga mekanisme respon primer . 1. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpats 2. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas neurohormon 3. Hipertrofi ventrikel Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung, mekanisme – mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Akan tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. E. Tanda dan Gejala Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu: - Dispnu Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND) Batuk - Mudah lelah Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk. - Kegelisahan dan kecemasan Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Gagal jantung kanan 1. Kongestif jaringan perifer dan viseral. 2. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan, 3. Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar 4. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen. 5. Nokturia 6. Kelemahan. F. Pemeriksaan Diagnostik Diagnosis gagal jantung seharusnya menggunakan kriteria klinis maupun penilaian jantung secara objektif. Diagnosis tersebut sangat perlu ditegakkan sebelum mulai memberikan penatalaksanaan. Alat diagnosis dasar untuk gagal jantung semuanya bersifat non-invasif, yaitu ekokardiografi, elektrokardiografi(EKG), dan foto sinar X dada. Hemoglobin, elektrolit, urea darah dan fungsi tiroid seharusnya juga diukur secara rurin. Pemeriksaan lain yang lebih khusus, misalnya kateterisasi jantung, arteriografi jantung, dan uji latihan juga dapat digunakan pada klien tertentu tergantung ketersediaannya. Teknik khusus ini sering tidak dibutuhkan karena prosedur non-invasif, terutama ekokardiografi sudah demikian maju. Pemeriksaan objektif diperlukan karena dua alasan yaitu, untuk menilai kinerja jantung dan untuk menentukan penyebab dasar gagal jantung, khususnya jika penyebab ini dapat diobati atau bahkan dihilangkan, misalnya kelainan katup, endokarditis infektif, efusi perikardialm dan emboli paru yang berulang. Penyakit jantung koroner A. Definisi Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan otot jantung atas oksigen dengan penyediaan yang di berikan oleh pembuluh darah koroner. Ketidak mampuan pembuluh darah koroner untuk menyediakan kebutuhan oksigen biasanya diakibatkan oleh penyumbatan athroma (plak) B. Etiologi Pria dan wanita dapat terkena penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat diturunkan secara turun temurun (keturunan). Mungkin juga merupakan perkembangan seperti pada usia lanjut dan pembentukan paque didalam arteri yang berlangsung lama. Anda bisa terkena penyakit jantung koroner jika anda mepunyai berat badan yang berlebihan (overweight) atau seseorang dengan tekanan darah tinggi dan diabetes. Kolesterol tinggi bisa juga menjadi penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner bersumber dari aneka pilihan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kebiasaan makan dengan tinggi lemak dan kurangnya olah raga. Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan faktor penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah: Diet kaya lemak, Merokok, Malas berolah raga. Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun. Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter) bisa menurunkan kadar kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner. Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki faktor resiko berikut: Merokok sigaret, Tekanan darah tinggi, Kegemukan, Malas berolah raga, Kadar trigliserida tinggi # Keturunan # Steroid pria (androgen). C. Patofisiologi Manifestasi PJK disebabkan karena ketidak seimbangan antara kebutuhan O2 sel otot jantung dengan masukannya. Masukan O2 untuk sel otot jantung tergantung dari O2 dalam darah dan pembuluh darah arteri koroner. Penyaluran O2 yang kurang dari a. Koroner akan menyebabkan kerusakan sel otot jantung. Hal ini terutama disebabkan karena proses pembentukan plak aterosklerosis (sumbatan di pembuluh darah koroner). Sebab lainnya dapat berupa spasme (kontraksi) pembuluh darah atau kelainan kongenital (bawaan). Iskemia (kerusakan) yang berat dan mendadak akan menimbulkan kematian sel otot jantung, yaitu disebut dengan infark jantung akut yang ireversibel (tidak dapat sembuh kembali). Hasil dari kerusakan ini juga akan menyebabkan gangguan metabolik yang akan berefek ganggu D. Tanda dan Gejala - Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar; dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang) - Sesak napas - Berdebar-debar - Denyut jantung lebih cepat - Pusing - Mual - Kelemahan yang luar biasa Resiko dan insidensi Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di USA.Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993). Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai berikut: 1. Sifat pribadi Aterogenik. Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991). 2. Kebisasaan hidup atau faktor lingkungan yang tidak ditentukan semaunya Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya. Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991). 3. Faktor resiko kecil lainnya Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada. Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991). E. Pemeriksaan Diagnostik - ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis. - Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam. - Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia. - Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan. - Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut. - Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis. - Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler. - Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung. - Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas. Infark Miokardium A. Definisi Infark miokardium akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokontriksi, inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Kadang – kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis (perki,2004). B. Patofisiologi Pada aterosklorosus, intima (lapisan dalam ) arteri mengalami perubahan. Terbentuknya ateroma dan perubahan dinding pembuluh darah pada aterosklerosis merupakan proses yang panjang, sehingga akan mengganggu absorpsi nutrien oleh sel – sel endotel karena menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menymbat aliran darah karena timbunan ini menonjol di dalam lumen pembuluh darah. Disfungsi endotelial akan membentuk jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Peningkatan ukuran plak berlanjut pada titik melambatnya aliran darah arteri dari keadaan terdesak sampai sedikit mengalir sesuai penurunan diameter arteri. Diyakini bahwa banyak bagian dinding infark yang tebal atau infark nontransmural terjadi akibat spasme koroner. Arteri koroner yang mengalami ateroslorosis berespons terhadap rangsangan vasodilator secara paradoksial, sehingga menyebabkan vasokontriksi. Spasme arteriol dan penyempitan menyebabkan aliran darah arteri menurun serta kebutuhan oksigen dan nutrien jaringan miokardium berlanjut. Kerja serupa dari pemompaan dari darah harus diselesaikan dengan ketersediaan energi dan oksigen yang sedikit. Metabolisme anaerob dapat memberikan hanya 6% dari energi total yang diperlukan. Pengambilan glukosa oleh sel sangat meningkat saat vadangan glikogen dan adenosin trifosfat berkurang., kalium dengan cepat bergerak dari sel miokardium selama iskemia. Asidosis seluler terjadi yang selanjutnya mengganggu metabolisme seluler. Penting untuk diketahuo bahwa lesi – lesi aterosklerosis biasanya berkembang pada segmen epikardial proksimal dari arteri koronaria, yaitu pada tempat lengkungan yang tajam, percabangan, atau perlekatan. Lesi – lesi ini cenderung terlokalisir dan lokal penyebarannya. Akan tetapi, pada tahap yang lanjut lesi – lesi yang tersebar berdifusi menjadi menonjol/ Selanjutnya, sebagai respons trombolik dan akibat adanya statis pada arteri koroner yang terserang, terbentuklah suatu trombus yang kaya akan fibrin dan eritrosit serta meluas ke atas maupun ke bawah. Trombus yang terbentuk kemudian mengikuti aliran darah dan terhenti pada lumen pembuluh yang lebih kecil, sehingga menyebabkan oklusi total pembuluh darah. Penyumbatan ini bermanifestasi dengan tidak adanyanya aliran darah dan menyebabkan suplai darah ke area lokal terhenti dan terjadi iskemia total. C. Tanda dan Gejala - Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus menerus tidak mereda - Keparahan nyeri dapat meningkat secara bertahap menetap sampai nyeri tak tertahankan - Nyeri tersebut sangat sakit, seperti ditusuk – tusuk yang menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan - Nyeri mulai secara spontan, menetap selama beberapa jam atau beberapa hari dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin - Nyeri menjalar ke arah rahang dan leher - Nyeri disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening dan mual muntah D. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik utama pada klien infark miokardium adalah EKG dan pemeriksaan enzim jantung. 1) pemeriksaan EKG EKG memberi informasi mengenai elektrofisiologi jantung, melalui pembacaan dari waktu ke waktu, dokter mampu memantau perkembangan dan resolusi suatu infark miokardium. Lokasi dan ukuran infark juga dapat ditentukan dengan EKG. 2) Pemeriksaan Laboratorium Analisis enzim jantung dengan plasma merupakan bagian dari profil diagnostik yang meliputi riwayat, gejala dan elektrokardiogram untuk mendiagnosis infark miokardium. Enzim dilepaskan dari sel bila sel mengalami cedera dan membrannya pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam hubungannya dengan organ tertentu yang rusak. Seperti telah diketahui CKMB tidak terlalu spesifik untuk otot jantung (Andi Wijaya,2000). Sepuluh tahun terakhir ini, troponin T (cTnT) dan troponin I ( cTnT) merupakan indikator yang sensitif dan spesifik untuk infark miokardium. Lebih pentingnya lagi dapat digunakan untuk stratifikasi resiko klien dengan infark miokardium. Parameter biokimiawai diyakini akan terus berkembang sebagai penunjang diagnosis infark miokardium,infarck sizing, stratifikasi risiko dan pemantauan reperfusi. Bahkan akan mempunyai peran pada continuum dari ACS(acute coronary syndrome) dari hancurnya plak. Terdapat inflamasi dan iskemia, sampai manifestasi klinis berupa angina dan infark miokardium. Evaluasi pertanda jantung generasi baru harus dibandingkan dengan CK-MB yang selama ini telah menjadi gold standard. Kinetik pelepasan enzim dan pertanda jantung lain akan meningkan bila klien infark miokard berhasil diberikan pengobatan trombolitik ataupun angoplasti yang dinyatakan dengan terjadinya reperfusi dari arteri koroner yang tersumbat. Proses penyakit Keganasan pada Sistem Kardiovaskular Tumor jantung A. Definisi Tumor adalah penyakit sejenis kelainan akibat adanya pertumbuhan yang tidak normal dan seharusnya dalam tubuh. Tumor bisa bersifat bukan kanker dan kanker (keganasan). Tumor adalah jenis pertumbuhan yang tidak normal, baik bersifat kanker (malignant) atau bukan kanker (benign). Tumor yang dimulai di jantung disebut tumor primer. Yang bisa terbentuk disetiap jaringan jantung atau bisa bersifat kanker atau bukan kanker. Tumor jantung primer langka, terjadi kurang dari 1 berbanding 2000 orang. Pada orang dewasa, sekitar setengah dari tumor jantung primer tidak bersifat kanker adalah myxomas. Myxomas biasanya terbentuk di ruang sebelah kiri atas jantung (atrium). Bisa terbentuk dari sel embrio terletak pada lapisan dalam (lining) dari dinding jantung. B. Klasifikasi Sedangkan tumor jantung terbagi menjadi dua jenis, premier dan sekunder. a) Tumor premier: tumor ini tumbuh langsung dari dalam jantung, dan biasa tumbuh dimanapun di dalam organ jantung, bisa bersifat kanker dan bukan kanker. b) Tumor sekunder: tumor ini berasal dari bukan organ jantung, tetapi kemudian penyebarannya sampai ke jaringan jantung biasanya selalu bersifat kanker (ganas). Tumor tadinya bisa tumbuh di payudara, darah, kulit dan paru-paru atau lainnya, kemudian merembet ke jantung. Tumor jenis ini lebih sering ditemukan. C. Etiologi Beberapa hal yang bisa menyebabkan tumor jantung adalah: - Karena penyumbatan pada aliran darah yang menuju jantung. - Jantung fibrosis, kekakuan pada otot jantung. - endokarditis marantic, Interferensi pada katup jantung. Tumor jantung (premier atau sekunder) mempunyai kemungkinan untuk menyerang kantung jantung dan berakibat pada tertekannya jantung. Dan hal ini bisa berakibat pada rasa sakit di dada bahkan gagal jantung. D. Patofisiologis E. Tanda dan Gejala Tanda-tanda tumor jantung biasanya tidak menampakkan gejala tertentu yang mencolok. Tumor jantung sendiri biasanya tidak menyebabkan gangguan tertentu pada fungsi jantung, tidak seperti jenis penyakit jantung lainnya yang bisa berakibat membahayakan. Beberapa kelainan yang mungkin bisa terjadi adalah: - Terjadi gagal jantung yang tiba-tiba - Detak jantung yang tidak teratur - Adanya penurunan tekanan darah tiba-tiba yang disebabkan oleh perdarahan di kantung jantung. Stroke A. Pengertian Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000). Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65, 70% terjadi pada mereka yang 65tahun keatas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun Stroke diklasifikasikan menjadi dua : 1. Stroke Non Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008). 2. Stroke Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008). B. Etiologi Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu: 1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher. 2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain. 3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak 4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi. Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah: 1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium. 2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat. C. Patofisiologi Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna. Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu : 1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. 2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage). 3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak. 4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak. Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalurjalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen. Skema Patofisiologi Sumber : Satyanegara, 1998 (Wanhari, 2008). D. Tanda dan Gejala Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih. E. Penatalaksanaan Medis Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi: 1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. 2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. 3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. F. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah: 1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan. 2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. 3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki. G. Pemeriksaan Diagnostik Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah: 1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur. 2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark. 3. Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi. 4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena. 5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena. 6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. 7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral. Penatalaksanaan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler CVP A. Pengertian CVP adalah memasukkan kateter poli ethylene dari vena tepi sehingga ujungnya berada di dalam atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga kateterisasi vena sentralis (KVS) Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan. Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg. Perawat harus memperhatikan perihal : 1) Mengadakan persiapan alat – alat 2) Pemasangan manometer pada standard infus 3) Menentukan titik nol 4) Memasang cairan infus 5) Fiksasi 6) Fisioterapi dan mobilisasi B. Tujuan 1) Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS) 2) Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN) ; makanan kalori tinggi secara intravena 3) Untuk mengambil darah vena 4) Untuk memberikan obat – obatan secara intra vena 5) Memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat 6) Dilakukan pada penderita gawat yang membutuhkan erawatan yang cukup lama CVP bukan merupakan suatu parameter klinis yang berdiri sendiri, harus dinilai dengan parameter yang lainnya seperti : - Denyut nadi - Tekanan darah - Volume darah - CVP mencerminkan jumlah volume darah yang beredar dalam tubuh penderita, yang ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung. Misal : syock hipovolemik –> CVP rendah C. Persiapan untuk pemasangan a) Persiapan pasien Memberikan penjelasan pd klien dan klg ttg: – tujuan pemasangan, – daerah pemasangan, & – prosedur yang akan dikerjakan b) Persiapan alat – Kateter CVP – Set CVP – Spuit 2,5 cc – Antiseptik – Obat anaestesi lokal – Sarung tangan steril – Bengkok – Cairan NaCl 0,9% (25 ml) – Plester D. Cara Kerja a) Daerah yang Dipasang : - Vena femoralis - Vena cephalika - Vena basalika - Vena subclavia - Vena jugularis eksterna - Vena jugularis interna b) Cara Pemasangan : 1. Penderita tidur terlentang (trendelenberg) 2. Bahu kiri diberi bantal 3. Pakai sarung tangan 4. Desinfeksi daearah CVP 5. Pasang doek lobang 6. Tentukan tempat tusukan 7. Beri anestesi lokal 8. Ukur berapa jauh kateter dimasukkan 9. Ujung kateter sambungkan dengan spuit 20 cc yang diisi NaCl 0,9% 2-5 cc 10. Jarum ditusukkan kira – kira 1 jari kedepan medial, ke arah telinga sisi yang berlawanan 11. Darah dihisap dengan spuit tadi 12. Kateter terus dimasukkan ke dalam jarum, terus didorong sampai dengan vena cava superior atau atrium kanan 13. Mandrin dicabut kemudian disambung infus -> manometer dengan three way stopcock 14. Kateter fiksasi pada kulit 15. Beri betadhin 10% 16. Tutup kasa steril dan diplester E. Keuntungan Pemasangan di Daerah Vena Sublavia 1) Mudah dilaksanakan (diameter 1,5 cm – 2,5 cm) 2) Fiksasi mudah 3) Menyengkan penderita 4) Tidak mengganggu perawatan rutin dapat dipertahankan sampai 1 minggu F. Cara Menilai CVP dan Pemasangan Manometer 1. Cara Menentukan Titik Nol - Penderita tidur terlentang mendatar - Dengan menggunakan slang air tang berisi air ± setengahnya -> membentuk lingkaran dengan batas air yang terpisah - Titik nol penderita dihubungkan dengan batas air pada sisi slang yang satu. Sisi yang lain ditempatkan pada manometer. - Titik nol manometer dapat ditentukan - Titik nol manometer adalah titik yang sama tingginya dengan titik aliran V.cava superior, atrium kanan dan V.cava inferior bertemu menjadi satu. CVP manometer Posisi klien saat pengukuran CVP G. Penilaian CVP - Kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock -> amati infus lancar atau tidak - Penderita terlentang - Cairan infus kita naikkan ke dalam manometer sampai dengan angka tertinggi -> jaga jangan sampai cairan keluar - Cairan infus kita tutup, dengan memutar stopcock hubungkan manometer akan masuk ke tubuh penderita - Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi sesuai irama nafas, turun (inspirasi), naik (ekspirasi) - Undulasi berhenti -> disitu batas terahir -> nilai CVP - Nilai pada angka 7 -> nilai CVP 7 cmH2O - Infus dijalankan lagi setelah diketahui nilai CVP H. Nilai CVP - Nilai rendah : < 4 cmH2O - Nilai normal : 4 – 10 cmH2O - Nilai sedang : 10 – 15 cmH2O - Nilai tinggi : > 15 cmH2O I. Penilaian CVP dan Arti Klinisnya CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan penilaiannya adalah sebagai berikut : 1) CVP rendah (< 4 cmH2O) - Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat. - Bila CVP normal, tanda shock hilang -> shock hipovolemik - Bila CVP normal, tanda – tanda shock bertambah -> shock septik 2) CVP normal (4 – 14 cmH2O) - Bila darah atau cairan dengan hati – hati dan dipantau pengaruhnya dalam sirkulasi. - Bila CVP normal, tanda – tanda shock negatif -> shock hipovolemik - Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif -> septik shock, cardiogenik shock 3) CVP tinggi (> 15 cmH2O) - Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung (insufisiensi kardiak) - Terapi : obat kardiotonika (dopamin). J. Faktor -faktor yang Mempengaruhi CVP a) Volume darah : - Volume darah total - Volume darah yang terdapat di dalam vena - Kecepatan pemberian tranfusi/ cairan b) Kegagalan jantung dan insufisiensi jantung c) Konstriksi pembuluh darah vena yang disebabkan oleh faktor neurologi d) Penggunaan obat – obatan vasopresor e) Peningkatan tekanan intraperitoneal dan tekanan intrathoracal, misal : - Post operasi illeus - Hematothoraks - Pneumothoraks - Penggunaan ventilator mekanik - Emphysema mediastinum f) Emboli paru – paru g) Hipertensi arteri pulmonal h) Vena cava superior sindrom i) Penyakit paru – paru obstruksi menahun j) Pericarditis constrictiva k) Artevac ; tersumbatnya kateter, ujung kateter berada di dalam v.jugularis inferior EKG A. Definisi Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung. Elektokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung. adalah grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. Namanya terdiri atas sejumlah bagian yang berbeda: elektro, karena berkaitan dengan elektronika, kardio, kata Yunani untuk jantung, gram, sebuah akar Yunani yang berarti “menulis”. Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi diagnostik yang penting. B. Tujuan a) Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung b) Kelainan-kelainan otot jantung c) Pengaruh/efek obat-obat jantung d) Ganguan -gangguan elektrolit e) Perikarditis f) Memperkirakan adanya pembesaran jantung g) dan lain-lain C. Cara pemeriksaan 1) PERSIAPAN ALAT-ALAT EKG. a. Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai berikut : b. Satu kabel untuk listrik (power) c. Satu kabel untuk bumi (ground) d. Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan diberi tanda dan warna. e. Plat elektrode yaitu f. 4 buah elektrode extremitas dan manset g. 6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap. h. Jelly elektrode / kapas alkohol i. Kertas EKG (telah siap pada alat EKG) j. Kertas tissue 2) PERSIAPAN PASIEN b. Pasieng diberitahu tentang tujuan perekaman EKG c. Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam keadaan tenang selama perekaman. D. Cara menempatkan Elektrode Sebelum pemasangan elektrode, bersihkan kulit pasien di sekitar pemasangan manset, beri jelly kemudian hubungkan kabel elektrode dengan pasien. 1. Elektrode extremitas atas dipasang pada pergelangan tangan kanan dan kiri searah dengan telapak tangan. 2. Pada extremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan kiri sebelah dalam. 3. Posisi pada pengelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan dapatlah dipasang sampai ke bahu kiri dan kanan dan pangkal paha kiri dan kanan. Kemudian kabel-kabel dihubungkan : - Merah (RA / R) lengan kanan - Kuning (LA/ L) lengan kiri - Hijau (LF / F ) tungkai kiri - Hitam (RF / N) tungkai kanan (sebagai ground) Hasil pemasangan tersebut terjadilah 2 sandapan (lead) 1) Sandapan bipolar (sandapan standar) dan ditandai dengan angka romawi I, II, III. 2) Sandapan Unipolar Extremitas (Augmented axtremity lead) yang ditandai dengan simbol aVR, aVL, aVF. 4. Pemasangan elektroda dada (Sandapan Unipolar Prekordial), ini ditandai dengan huruf V dan disertai angka di belakangnya yang menunjukkan lokasi diatas prekordium, harus dipasang pada : - VI : sela iga ke 4 garis sternal kanan - V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri - V3 : terletak diantara V2 dan V4 - V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid klavikula kiri - V5 ; garis aksilla depan sejajar dengan V4 - V6 ; garis aksila tengah sejajar dengan V4 - Sandapan tambahan - V7 : garis aksila belakang sejajar dengan V4 - V8 : garis skapula belakang sejajar dengan V4 - V9 : batas kin dan kolumna vetebra sejajar dengan V4 - V3R - V9R posisinya sama dengan V3 - V9, tetapi pada sebelah kanan. Jadi pada umumnya pada sebuah EKG dibuat 12 sandapan (lead) yaitu - I II III aVR aVL aVF - VI V2 V3 V4 V5 V6 Sandapan yang lain dibuat bila perlu. Lokasi permukaan otot jantung dapat dilihat pada EKG, seperti : 1. Anterior : V2, V3, V4 2. Septal : aVR, V1, V2 3. Lateral : I, aVL, V5, V6 4. Inferior : II, III, aVF Aksis terletak antara : - 30 sampai + 110 (deviasi aksis normal) Lebih dari – 30 : LAD (deviasi aksis kiri) Lebih dari dari + 110 : RAD (deviadi aksis kanan) E. Cara merekam EKG 1) Hidupkan mesin EKG dan tunggu sebentar untuk pemanasan. 2) Periksa kembali standarisasi EKG antara lain a. Kalibrasi 1 mv (10 mm) b. Kecepatan 25 mm/detik Setelah itu lakukan kalibrasi dengan menekan tombol run/start dan setelah kertas bergerak, tombol kalibrasi ditekan 2 -3 kali berturut-turut dan periksa apakah 10 mm. 3) Dengan memindahkan lead selector kemudian dibuat pencatatan EKG secara berturut-turut yaitu sandapan (lead) I, II, III, aVR,aVL,aVF,VI, V2, V3, V4, V5, V6. Setelah pencatatan, tutup kembali dengan kalibrasi seperti semula sebanyak 2-3 kali, setelah itu matikan mesin EKG 4) Rapikan pasien dan alat-alat. a. Catat di pinggir kiri atas kertas EKG b. Nama pasien c. Umur d. Tanggal/Jam e. Dokter yang merawat dan yang membuat perekaman pada kiri bawah 5) Dibawah tiap lead, diberi tanda lead berapa, perhatian Perhatian ! 1. Sebelum bekerja periksa dahulu tegangan alat EKG. 2. Alat selalu dalam posisi stop apabila tidak digunakan. 3. Perekaman setiap sandapan (lead) dilakukan masing - masing 2 - 4 kompleks 4. Kalibrasi dapat dipakai gambar terlalu besar, atau 2 mv bila gambar terlalu kecil. 5. Hindari gangguan listrik dan gangguan mekanik seperti ; jam tangan, tremor, bergerak, batuk dan lain-lain. 6. Dalam perekaman EKG, perawat harus menghadap pasien. F. Cara membaca EKG Ukuran-Ukuran pada kertas EKG : Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horisontal dan vertikal berbentuk bujur sangkar dengan jarak 1 mm. Garis yang lebih tebal (kotak besar) terdapat pada setiap 5 mm. Garis horizontal menggambarkan waktu (detik) yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,04 detik, 5 mm (1 kotak besar) = 0,20 detik. Garis vertical menggambarkan voltase yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,1 mV. Pada perekaman EKG standar telah ditetapkan yaitu : 1. Kecepatan rekaman 25 mm/detik (25 kotak kecil) 2. Kekuatan voltage 10 mm = 1 millivolt (10 kotak kecil) Jadi ini berarti ukuran dikertas EKG adalah a) Pada garis horisontal - tiap satu kotak kecil = 1 mm = 1/25 detik = 0,04 detik - tiap satu kotak sedang = 5 mm = 5/25 detik = 0,20 detik - tiap satu kotak besar = 25 mm = 25125” = I ,00 detik b) pada garis vertikal - 1 kotak kecil = 1 mm =0.1 mv - 1 kotak sedang = 5 mm = 0,5 mv - 2 kotak sedang = 10 mm= I milivolt 1) Menentukan frekuensi jantung Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : a. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’ b. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’ c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik tsb kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5 2)Menentukan irama jantung Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah sebagai berikut - Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak - Tentukan berapa frekwensi jantung (HR) - Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak - Tentukan interval PR normal atau tidak - Tentukan gelombang QRS normal atau tidak Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka irmanya disebut dengan Irama Sinus (“Sinus Rhytem”) Kriteria Irama Sinus adalah : - Iramanya teratur - frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit - Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T - Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik) - PR interval normal (0,12-0,20 detik) Irama yang tidak mempunyai criteria tersebut di atas kemungkinan suatu kelainan G. Nilai – nilai EKG normal Gelombang P Nilai normal : • Lebar ≤ 0,12 detik • Tinggi ≤ 0,3 mV • Selalu (+) di lead II • Selau (-) di lead aVR Interval PR Diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai normal berkisar 0,12-0,20 detik. Gelombang QRS (kompleks QRS) Nilai normal : lebar 0,04 - 0,12 detik, tinggi tergantung lead. Gelombang Q : defleksi negatif pertama gelombang QRS Nilai normal : lebar < 0,04 detik, dalam < 1/3 gelombang R. Jika dalamnya > 1/3 tinggi gelombang R berarti Q patologis. Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS. Umumnya di Lead aVR, V1 dan V2, gelombang S terlihat lebih dalam, dilead V4, V5 dan V6 makin menghilang atau berkurang dalamnya. Gelombang T Merupakan gambaran proses repolirisasi Ventrikel. Umumnya gelombang T positif, di hampir semua lead kecuali di aVR Gelombang U Adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya. Penyebabnya timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun diduga timbul akibat repolarisasi lambat sistem konduksi Interventrikuler. Interval PR Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi Atrium dan jalannya implus melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi Ventrikuler Segmen ST Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang T. segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekkordial dapat berpariasi dari – 0,5 sampai +2mm. segmen ST yang naik diatas garis isoelektris disebut ST eleveasi dan yang turun dibawah garis isoelektris disebut ST depresi Cara menilai EKG - Tentukan apakah gambaran EKG layak dibaca atau tidak - Tentukan irama jantung ( “Rhytm”) - Tentukan frekwensi (“Heart rate”) - Tentukan sumbu jantung (“Axis”) - Tentukan ada tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium / ventrikel) - Tentukan ada tidaknya tanda tanda kelainan miokard (iskemia/injuri/infark) - Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan, gangguan keseimbangan elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada pasien yang terpasang pacu jantung)