Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler Jantung terletak didalam

advertisement
 Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler
Jantung terletak didalam rongga mediastinum dari ronga dada (toraks) diantara
kedua paru. Selaput yang melapisi jantung disebut perikardium yang terdiri atas 2
lapisan:
-
Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan
selaput paru.
-
Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri yang
juga disebut epikardium.
Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan perikardium sebagai pelumas yang
berfungsi mengurangi gesekan akibat gerak jantung saat memompa.
Struktur Jantung
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan:
-
Lapisan luar disebut epikardium atau perikardium.
-
Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium.
-
Lapisan dalam disebut endokardium.
Ruang Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium
(serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).
a) Atrium
-
Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan darah yang rendah oksigen dari
seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior, vena kava
inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Dari atrium
kanan kemudian darah di pompakan ke ventrikel kanan.
-
Atrium kiri menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru melalui 4 buah
vena pulmonalis. Kemudian darah dialirkan ke ventrikel kiri.
-
Antara kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.
b) Ventrikel
-
Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan yang kemudian
dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis.
-
Ventrikel
kiri,
menerima
darah
dari
memompakannya ke seluruh tubuh melalui aorta.
atrium
kiri
kemudian
-
Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.
Katup Jantung
a)
Katup Atrioventrikuler
Merupakan katup yang terletak diantara atrium dan ventrikel.. katup antara
atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup disebut katup
trikuspidalis. Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai dua buah daun katup disebut katup bikuspidalis atau katup mitral.
Katup AV memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel
pada waktu diastole ventrikel, serta mencegah aliran balik ke atrium pada saat sistol
ventrikel.
b)
Katup Semilunar
-
Katup pulmonal, terletak antara arteri pulmonalis dan ventrikel
kanan.
-
Katup aorta, terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
-
Kedua katup semilunar terdiri dari 3 daun katup. Adanya katup
semilunar memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri
pulmonalis atau aorta selama sistol ventrikel, dan mencegah aliran balik ke
ventrikel sewaktu diastole ventrikel.
Arteri Koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi koroner
terdiri dari: arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Arteri koroner bermuara di
sebelah atas daun katup aorta yang disebut ”sinus valsava”.
Vena Jantung
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri koroner.
Sistem vena jantung terdiri dari 3 bagian: vena tebesian, vena kardiaka anterior, sinus
koronaria.
Pembuluh Darah
Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri,
arteriola, kapiler, venula dan vena.
-
Arteri
Arteri berfungsi untuk transportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke
seluruh jaringan tubuh. Dinding arteri kuat dan elastis (lentur), kelenturannya
membantu mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung. Dinding arteri
banyak mengandung jaringan elastis yang dapat teregang saat sistol dan mengadakan
rekoil saat diastol.
-
Arteriola
Merupakan cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai katup
pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Arteriol mempunyai dinding
yang kuat sehingga mampu kontriksi atau dilatasi beberapa kali ukuran normal,
sehingga dapat mengatur aliran darah ke kapiler. Otot arteriol dipersarafi oleh serabut
saraf kolinergik yang berfungsi vasodilatasi. Arteriol merupakan penentu utama
resistensi/tahanan aliran darah, perubahan pada diameternya menyebabkan perubahan
besar pada resistensi.
-
Kapiler
Merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis, yang
berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari jantung) dan vena
(membawa darah kembali ke jantung).
Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam
jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke dalam
darah.
-
Venula
Dari kapiler darah mengalir ke dalam venula lalu bergabung dengan venul-
venul lain ke dalam vena, yang akan membawa darah kembali ke jantung.
-
Vena
Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar
daripada arteri, sehingga vena dapat mengangkut darah dalam volume yang sama
tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan. Karena
tekanan dalam sistem vena rendah maka memungkinkan vena berkontraksi sehingga
mempunyai kemampuan untuk menyimpan atau menampung darah sesuai kebutuhan
tubuh.
Sirkulasi Jantung
Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat juga sirkulasi
koroner yang juga berperan sangat penting bagi sirkulasi jantung.
Sirkulasi Sistemik
-
Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh.
-
Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
-
Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
-
Banyak mengalami tahanan.
-
Kolom hidrostatik panjang.
-
Sirkulasi Pulmonal
-
Hanya mengalirkan darah ke paru.
-
Hanya berfungsi untuk paru-paru.
-
Mempunyai tekanan permulaan yang rendah.
-
Hanya sedikit mengalami tahanan.
-
Kolom hidrostatiknya pendek.
Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang
cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan
jantung
dan
membawa
oksigen
untk
intramiokardial yang kecil-kecil.
-
Aliran darah koroner meningkat pada:
-
Peningkatan aktifitas
-
Jantung berdenyut
-
Rangsang sistem saraf simpatis
miokardium
melalui
cabang-cabang
Mekanisme Biofisika Jantung
Tekanan Darah
Tekanan darah (blood pressure) adalah tenaga yang diupayakan oleh darah
untuk melewati setiap unit atau daerah dari dinding pembuluh darah. Faktor yang
mempengaruhi tekanan darah adalah: curah jantung, tahanan pembuluh darah perifer,
aliran, dan volume darah.
Bila seseorang mangatakan tekanan darahnya adalah 100 mmHg maka tenaga
yang dikeluarkan oleh darah dapat mendorong merkuri pada tabung setinggi 50 mm.
Aliran Darah
Aliran darah pada orang dewasa saat istirahat adalah 5 L/menit, ayang disebut
sebagai curah jantung (cardiac output). Aliran darah melalui pembuluh darah
dipengaruhi oleh dua faktor:
Perbedaan Tekanan ( DP: P1-P2), merupakan penyebab terdorongnya darah
melalui pembuluh.
Hambatan terhadap aliran darah sepanjang pembuluh, disebut juga sebagai
”vascular resistance” atau tahanan pembuluh.
Beda tekanan antara dua ujung pembuluh darah menyebabkan darah mengalir
dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, sedangkan resistensi /
tahanan menghambat aliran darah.
Rumus:
Q : DP
R
Q
: aliran
DP
R
: perbedaan tekanan
: resistensi
Resistensi
Resistensi/tahanan adalah hambatan terhadap aliran darah terhadap suatu
pembuluh yang tidak dapat diukur secara langsung. Resistensi dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu: diameter pembuluh darah (terutama arteriol) dan viskositas (kekentalan)
darah. Peningkatan diameter pembuluh darah (vasodilatasi) akan menurunkan
tahanan, sedangkan penurunan diameter pembuluh darah (vasokontriksi) dapat
meningkatkan resistensi. Viskositas sebagaian besar dipengaruhi oleh kadar
hematokrit (ht), yaiu prosentase volume darah yang ditempati oleh sel darah merah.
Semakin tinggi viskositas darah, maka semakin meningkat pula resistensi pembuluh
darah.
Siklus Jantung
Stiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang
saling terkait. Rangsang listrik dihasilkan dari beda potensial ion antar sel yang
selanjutnya akan merangsang otot untuk berkontraksi dan relaksasi. Kelistrikan
jantung merupakan hasil dari aktivitas ion-ion yang melewati membran sel jantung.
Aktivitas ion tersebut disebut sebagai potensial aksi. Mekanisme potensial aksi terdiri
dari fase depolarisasi dan repolarisasi:
Depolarisasi
Merupakan rangsang listrik yang menimbulkan kontraksi otot. Respon
mekanik dari fase depolarisasi otot jantung adalah adanya sistolik.
Repolarisasi
Merupakan fase istirahat/relaksasi otot, respon mekanik depolarisasi otot
jantung adalah diastolik.
Fase Siklus Jantung
-
Mid Diastole
Merupakan fase pengisian lambat ventrikel dimana atrium dan ventrikel dalam
keadaan istirahat. Darah mengalir secara pasif dari atrium ke ventrikel melalui katup
atrioventrikuler, pada saat ini katup semilunaris tertutup dan terdengar sebagai bunyi
jantung kedua.
-
Diastole Lanjut
Gelombang depolarisasi menyebar melalui atrium berhenti pada nodus
atrioventrikuler (nodus AV). Otot atrium berkontraksi memberikan 20%-30% pada isi
ventrikel.
-
Sistole Awal
Depolarisasi menyebar dari sinus AV menuju miokardium ventrikel. Ventrikel
berkontraksi menyebabkan tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dari tekanan atrium
sehingga menyebabkan katup atrioventrikuler menutup yang terdengar sebagai bunyi
jantung satu. Dalam keadaan ini tekanan dalam aorta dan arteri pulmo tetap lebih
besar, sehingga katup semilunar tetap tertutup. Kontraksi ventrikel ini disebut sebagai
kontraksi isovolumetrik.
-
Sistole Lanjut
Tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan pembuluh darah sehingga
menyebabkan katup semilunaris membuka. Setelah katup semilunar terbuka, terjadi
ejeksi isi ventrikel kedalam sirkulasi pulmoner dan sistemik.
-
Diastole Awal
Gelombang repolarisasi menyebar ke ventrikel sehingga ventrikel menjadi
relaksasi. Tekanan ventrikel turun melebihi tekanan atrium sehingga katum AV
membuka. Dengan terbukanya katup AV maka ventrikel akan terisi dengan cepat,
70%-80% pengisian ventrikel terjadi dalam fase ini
Faktor Penentuk Kerja Jantung
Jantung sebagai pompa fungsinya dipengaruhi oleh 4 faktor utama yang saling
terkait dalam menentukan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac
output) yaitu:
-
Beban awal (pre load)
-
Kontraktilitas
-
Beban akhir (after load)
-
Frekuensi jantung
Curah Jantung
Curah jantung merupakan faktor utama yang harus diperhitungkan dalam
sirkulasi, karena curah jantung mempunyai peranan penting dalam transportasi darah
yang memasok berbagai nutrisi. Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan
oleh ventrikel selama satu menit. Nilai normal pada orang dewasa adalah 5 L/mnt.
Isi Sekuncup (curah sekuncup)
Isi sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompakan keluar dari masingmasing venrikel setiap jantung berdenyut. Isi sekuncup tergantung dari tiga variabel:
beban awal, kontraktilitas, dan beban akhir.
Beban Awal
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir
pengisian ventrikel. Hal ini sesuai dengan Hukum Starling: peregangan serabut
miokardium selama diastole melalui peningkatan volume akhir diastole akan
meningkatkan kekuatan kontraksi pada saat sistolik. Sebagai contoh karet yang
diregangkan maksimal akan menambah kekuatan jepretan saat dilepaskan.
Dengan kata lain beban awal adalah kemampuan ventrikel meregang
maksimal saat diastolik sebelum berkontraksi/sistolik.
Faktor penentu beban awal:
-
Insufisiensi mitral menurunkan beban awal
-
Stensosis mitral menurunkan beban awal
-
Volume sirkualsi, peningkatan volume sirkulasi meningkatkan beban awal.
Sedangkan penurunan volume sirkulasi menurunkan beban awal.
-
Obat-obatan, obat vasokonstriktor meningkatkan beban awal. Sedangkan obatobat vasodilator menurunkan beban awal.
Beban Akhir
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel untuk dapat
memompakan darah saat sistolik. Beban akhir menggambarkan besarnya tahanan
yang menghambat pengosongan ventrikel. Beban akhir juga dapat diartikan sebagai
suatu beban pada ventrikel kiri untuk membuka katup semilunar aorta, dan
mendorong darah selama kontrakis/sistolik.
Beban akhir dipengaruhi:
-
Stenosis aorta meningkatkan beban akhir
-
Vasokontriksi perifer meningkatkan beban akhir
-
Hipertensi meningkatkan beban akhir
-
Polisitemia meningkatkan beban akhir
-
Obat-oabatan,
vasodilator
menurunkan
beban
akhir,
sedangkan
vasokonstriktor meningkatkan beban akhir.
-
Peningkatan secara drastis beban akhir akan meningkatkan kerja ventrikel,
menambah kebutuhan oksigen dan dapat berakibat kegagalan ventrikel.
Kontraktilitas
Kontraktilitas merupakan kemampuan otot-otot jantung untuk menguncup dan
mengembang. Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil dari interaksi protein otot
aktin-miosin yang diaktifkan oleh kalsium. Peningkatan kontraktilitas otot jantung
memperbesar curah sekuncup dengan cara menambah kemampuan ventrikel untuk
mengosongkan isinya selama sistolik.
Hukum Frank Starling
Makin besar isi jantung sewaktu diastol, semakin besar jumlah darah yang
dipompakan ke aorta.Dalam batas-batas fisiologis, jantung memompakan ke seluruh
tubuh darah yang kembali ke jantung tanpa menyebabkan penumpukan di vena.
Jantung dapat memompakan jumlah darah yang sedikit ataupun jumlah darah yang
besar bergantung pada jumlah darah yang mengalir kembali dari vena.
Regulasi Tekanan Darah
-
Sistem Saraf
Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi tahanan
pembuluh darah perifer. Dua mekanisme yang dilakukan adalah mempengaruhi
distribusi darah dan mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol
sistem saraf terhadap tekanan darah melibatkan: baroreseptor dan serabut2 aferennya,
pusat vasomotor dimedula oblongata serta serabut2 vasomotor dan otot polos
pembuluh darah. Kemoreseptor dan pusat kontrol tertinggi diotak juga mempengaruhi
mekanisme kontrol saraf.
Pusat
Vasomotor
mempengaruhi
diameter
pembuluh
darah
dengan
mengeluarkan epinefrin sebagai vasokonstriktor kuat, dan asetilkolin sebagai
vasodilator. Baroresptor, berlokasi pada sinus karotikus dan arkus aorta. Baroresptor
dipengaruhi oleh perubahan tekanan darah pembuluh arteri. Kemoresptor, berlokasi
pada badan karotis dan arkus aorta. Kemoreseptor dipengaruhi oleh kandungan O2,
CO2, atau PH darah.
-
Kontrol Kimia
Selain CO2 dan O2, sejumlah kimia darah juga membantu regulasi tekanan
darah melalui refleks kemoreseptor yang akan dibawa ke pusat vasomotor.
Hormon yang mempengaruhi: epinefrin dan norepinefrin, Natriuretik Atrial, ADH,
angiotensin II, NO, dan alkohol.
 Proses penyakit Infeksi dan Inflamasi pada Sistem Kardiovaskuler
 Endokarditis
A. Pengertian.
Endokarditis merupakan infeksi katup dan permukaan endotel jantung yang
disebabkan oleh invasi langsung bakteri atau organisme lain dan menyebabkan
deformitas
bilah
katup.
Mikroorganisme
penyebab
meliputi
bakteri
(streptokokus, enterokokus, pneumokokus, stafilokokus), fungi/ jamur,
riketsia, dan streptokokus viridas.
B. Klasifikasi.
-
Endokartitis infeksius yang sering terjadi pada lanjut usia (lansia)
mungkin akibat menurunnya respons imunologis terhadap infeksi,
perubahan merabolisme akibat penuaan, dan meningkatnya
prosedur
diagnostik
invasif,
khususnya
pada
penyakit
genitourinaria.
Terdapatnya insidensi tinggi endokarditis stapilokokus di antara
pemakai obat intravena, penyakit yang terjadi paling sering pada
orang – orang yang secara umum sehat. Endokarditis yang didapat
di rumah sakit terjadi paling sering pada klien dengan penyakit
yang melemahkan, yang memakar kateter indweling, dan yan
menggunakan terapi intravena atau antibiotik jangka panjang.
Klien yang diberi pengobatan imunosupresif atau steroid juga dapat
mengalami endokarditis fungi.
-
Endokarditis rematik disebabkan langsung oleh demam rematik,
suatu penyakit sistemis yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup
A. Demam rematik memengaruhi semua persendian, menyebabkan
poliatritis. Jantung juga merupakan organ sasaran dan merupakan
bagian yang kerusakannya paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan
tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh
organisme tersebut, namun hal ini merupakan fenomena sensitivitas
atau reaksi, yang serting terjadi sebagai respon terhadap streptokokus
hemolitikus. Leukosit darah akan tertimbun pada jaringan yang terkena
dan membentuk nodul, yang kemudian akan diganti dengan jaringan
parut.
Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya
tumbuhan kecil yang transparan, yang menyerupai manik – manik
dengan ukuran sebesar kepala jarum pentul,tersusun dalam deretan
sepanjang tepi bilah katup. Manik – manik kecil tadi tidak tampak
berbahaya dan dapat menghilang tanpa bilah katup, namun yang lebih
sering mereka menimbulkan efek serius. Mereka menjadi awal
terjadinya suatu proses yang secara bertahap menebalkan bilah – bilah
katup, menyebabkannya menjadi memendek dan menebal dibandung
dengan bilah katup yang normal, sehingga tak dapat menutup dengan
sempurna. Sebagai akibatnya terjadilah kebocoran, keadaan ini disebut
regurtasi katup. Tempat yang paling sering mengalami regurgitasi
katup adalah katup mitral.
Pada klien lain, tepi bilah katup yang meradang menjadi lengket satu sama
lain, mengakibatkan stenosis katup, yaitu penyempitan lumen katup. Sebagian kecil
klien dengan demam rematik menjadi sakti berat dengan gagal jantung yang berat,
disritmia serius dan pneumonia rematik. Klien ini harus dirawat di ruang perawatan
intensif.
Kebanyakan klien dapat sembuh dengan segera dan biasanya sempurna.
Namun, meskipun klien telah bebas dari gejala, masih ada beberaoa efek residual
permanen yang tetap tinggal yang sering menimbulkan deformitas katup progresif.
Beratnya kerusakan jantung atau bahkan keberadaannya, mungkin tidak tampak pada
pemeriksaan fisik selama fase akut penyakit ini .
C. Etiologi
Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu
mikroorganisme yang hidup dalam saluran pernapasan bagian atas. Sebelum
ditemukan
antibiotik,
maka
90-95%
endokarditis
infeksi
disebabkan
oleh
streptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50%
penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain
dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang
menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah stertokokus
fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan
kandida.
Faktor-faktor predisposisi dan faktor pencetus.
1.
Faktor Predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung
dapat berupa penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung
prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung,
miokardiopati hipertrof obstruksi. Endokarditis infeksi sering timbul pada penyakit
jantung rematik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral
dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit
jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila
ada kelainan organik pada jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis
infeksi adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau
peritonial dialisis, serosis hepatis, diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun,
penyakit ginjal, lupus eritematosus, penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena.
2.
Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain
pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan
radang saluran pernapasan.
D. Patofisiologi
Terjadinya endokarditis karena menempelnya mikro organisme dari sirkulasi
darah pada permukaan endokardial, kemudian mengadakan multiplikasi, terutama
pada katup-katup yang telah cacat.
Penempelan bakteri-bakteri tersebut akan membentuk koloni, dimana
nutrisinya diambil dari darah.Adanya koloni bakteri tersebut memudahkan terjadinya
thrombosis, kejadian tersebut dipermudah oleh thromboplastin, yang ditimbulkan oleh
lekosit yang bereaksi dengan fibrin.
Jaringan fibrin yang baru akan menyelimuti koloni-koloni bakteri dan
menyebabkan vegetasi bertambah.Daerah endokardium yang sering terkena yaitu
katup mitral, aorta. Vegetasi juga terjadi pada tempat-tempat yang mengalami jet
lessions, sehingga endothelnya menajdi kasar dan terjadi fibrosis, selain itu terjadi
juga turbulensi yang akan mengenai endothelium.
Bentuk vegetasi dapat kecil sampai besar, berwarna putih sampai coklat,
koloni dari mikroorganisme tercampur dengan platelet fibrin dimana disekelilingnya
akan terjadi reaksi radang.Bila keadaan berlanjut akan terjadi absces yang akan
mengenai otot jantung yang berdekatan, dan secara hematogen akan menyebar ke
seluruh otot jantung.Bila absces mengenai sistim konduksi akan menyebabkan
arithmia dengan segala manifestasi kliniknya. Jaringan yang rusak tersebut akan
membentuk luka dan histiocyt akan terkumpul pada dasar 3 vegetasi. Sementara itu
endothelium mulai menutupi permukaan dari sisi peripher, proses ini akan berhasil
bila mendapat terapi secara baik. Makrophage akan memakan bakteri, kemudian
fibroblast akan terbentuk diikuti pembentukan jaringan ikat kolagen.
Pada jaringan baru akan terbentuk jaringan parut atau kadang-kadang terjadi
ruptur dari chordae tendinen, oto papillaris, septum ventrikel. Sehingga pada katup
menimbulkan bentuk katup yang abnormal, dan berpengaruh terahdap fungsinya.
Permukaan maupun bentuk katup yang abnormal/cacad ini akan memudahkan
terjadinya infeksi ulang. Vegetasi tersebut dapat terlepas dan menimbulkan emboli
diberbagai organ. Pasen dengan endokarditis biasanya mempunyai titer antibodi
terhadap mikroorganisme penyebab, hal tersebut akan membentuk immune
complexes, yang menyebabkan gromerulonephritis, arthritis, dan berbagai macam
manifestasi kelainan mucocutaneus, juga vasculitis.
|Faktor prediposisi:
Respon imunologis terhadap
infeksi
Perubahan metabolisme
akibat penuaan
Prosedur diagnostik infasif
Pengobatan imunosupresif
Mikroorganisme:
Bakteri (streptokokus
enterokokus,
pneumokokus,
stapilokokus), fungi,
riketsia, dan
streptokokus vindans.
Invasi ke katup
dan permukaan
endotel jantung
E. Tanda dan Gejala
Gejala Umum pasien dengan endokarditis biasanya ditemukan hal-hal seperti
berikut :
-
Demam. Karena adanya infeksi pada tanda gejala yang paling cepat
kita identitas adalah adanya demam. Demam endokarditis ini dapat
berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur
sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang
disertai menggigil dan keringat banyak.
-
Anemia. Anemia ini seringkali terjadi pada endokarditis yang telah
berlangsung lama.
-
Adanya pembesaran pada bagian limpa dan juga hati. Hanya saja tidak
selalu terjadi pada setiap kasus.
Gejala Khusus Pada Jantung dengan Endokarditis. Seperti yang telah disebut
diatas, maka karena jantung sendiri yang terkena atau pun lebih khususnya adalah
selaput jantung maka beberapa tanda gejala umum pada jantung yang dapa kita
temukan diantaranya yaitu :
-
Sesak napas.
-
Takikardi. (Nadi diatas normal).
-
Sianosis. (Kebiru-biruan karena oksigenasi yang kurang pada bagian
yang mengalami sianosi ini)
-
Jari tabuh (clubbing of the finger). Biasanya khas sekali pada kelainan
jantung bawaan yang berkaitan erat dengan endokarditis ini.
-
Gagal Jantung. Kelainan dan sampai terjadinya gagal jantung ini
biasanya pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering
terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada
kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan
non valvular
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan terdiri atas tes laboratorium,
ekokardiografi, dan penegakan diagnostis.
1)
Laboratorium
Leukosit dengan jenis neutrofil, anemia monokrom normositer, LED
meningkat, imunologlobin serum meningkat, uji fiksasi antigama globulin
positif, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun,
serta kadar bilirubin sedikit meningkat. Pada pemeriksaan umum urine,
ditemukan adanya proteinuria dan hematuria serta mikroskopik. Hal yang
penting adalah biakan mikroorganisme dari darah. Biakan darah diambil tiap
hari berturut – turi 2-5 hari sebanyak 10 ml, kemudian dibiakan dalam waktu
yang agak lama sekitar 1-3 minggu. Untuk mencari mikroorganisme yang
mungkin berkembang agak lambat, biakan bakteri harus ditempatkan dalam
media yang sesuai. Biakan darah diambil sebelum pemberian antibiotik.
Sehingga pada hasil biakan akan didapatkan antibiotik yang sensitid atau
resisten terhadap antibiotik yang diujikan.
2)
Ekokardiografi
Ekokardiografi bermanfaat untuk mengetahui hal – hal di bawah ini
a. Melihat vegetasi pada katup aorta, terutama vegetasi yang besar (>5mm)
b. Melihat dilatasi/ hipertrofi atrium dan ventrikel yang progresif
c. Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis (prolaps mitral,
fibrosis, dan klasifikasi katup mitral)
d. Penutupan katup mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destruksi
katup aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katup.
3)
Penegakan Diagnosis
Diagnosis endokarditis infeksi dapat ditegakkan dengan sempurna bila
ditemukan kelainan katup, kelainan jantung dengan murmur, fenomena
emboli, demam, dan pembiakan darah yang positif. Diagnosis dapat
ditegakkan bila memenuhi kriteria diatas.
Endokarditis pascabedah dapat diduga bila terjadi panas, leukositosis dan
anemia sesudah operasi kardiovaskular atau operasi pemasangan katup jantung
prostetik.
 Perikarditis
A.
Pengertian.
Perikarditis adalah peradangan perikardium parietal, perikardium viseral
atau keduanya.
B.
Klasifikasi Perikarditis
Perikarditis dibagi atas perikarditis akut, perikarditis sub akut dan
perikarditis kronis. Perikarditis sub akut dan perikarditis kronis mempunyai
etiologi, manifestasi klinis, pendekatan diagnostik, dan penatalaksanaan yang
sama.
Klasifikasi perikarditis baik secara klinis maupun etiologis sangat
berguna karena kelainan ini merupakan penyebab proses sakit paling umum
yang mengenai perikardium. Perikarditis merupakan inflamasi perikardium,
kantong membran yang membungkus jantung. Bisa merupakan penyakit
primer atau dapat terjadi sesuai perjalanan berbagai penyakit medikal dan
bedah
B. Patofisiologi
Proses inflamasi dan akibat sekunder dari fenomena infeksi pada perikarditis
akan memberikan respons sebagai berikut
1. terjadinya vasodilatasi dengan peningkatan akumulasi cairan ke
kantong perikardium.
2. peningkatan permeabelitas vaskular sehingga kandungan protein,
termasuk fibrinogen atau fibrin, di dalam cairan akan meningkat.
3. peningkatan perpindahan leukosit terutama pada perikarditis purulenta
4. perdarahan akibat trauma tembus juga merupakan penyebab yang
mungkin
perubahan patologis selanjutnya yang terjadi berupa terbentuknya jaringan
parut dan perlengketan disertai klasifikasi lapisan perikardium viseral maupun parietal
yang menimbulkan suatu perikarditis konstriktif yang apabila cukup berantakan
menghambat pengembangan volume jantung pada fase diastolik
pada kondisi lain terakumulasinya cairan pada perikardium yang sekresinya
melebihi absorpsi menyebabkan suatu efusi perikardium. Pengumpulan cairan
intraperikardium dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan obstruksi serius
terdahap masuknya darah ke kedua bilik jantung bisa menimbulkan tamponade
jantung. Salah satu komplikasi perikarditis paling fatal dan memerlukan tindakan
darurat adalah tamponade. Tamponade jantung merupakan peninggian tekanan
intraperikardium dan restriksi progresif pengisian ventrikel.
C. Tanda dan Gejala Perikarditis
Tanda yang khas:
Friction rub(suara tambahan)adalah bising gesek yang terjadi karena kantong
berisi cairan membengkak.
Gejala-gejala :
1.
Sesak nafas saat bekerja
2.
Panas badan 39º c -40ºc
3.
Malaesa
4.
Kadang nyeri dada
5.
Effuse cardial
6.
Nyeri dapat menyebar dari leher,bahu,punggung atau perut
7.
Rasa tajam menusuk
8.
Berkeringat
E. Pemeriksaan Diagnostik
Foto rontgen dada bisa normal bila efusi perikardium hanya sedikit, tetapi
dapat tampak bayangan jantung membesar seperti botol air dengan vaskularisasi paru
normal dan adanya efusi perikardium yang banyak.
Pada eufusi perikardium, gambaran rontgen dada memperlihatkan suatu
konfigurasi bayangan jantung berbentuk buli – buli air, tetapi dapat juga normal atau
hampir normal.
Ekokadiografi memperlihatkan elevasi segmen ST tanpa perubahan respirokal,
voltase QRS yang rendah (Low Voltage) tapi EKG bisa juga normal atau hanya
terdapat gangguan irama berupaya fibrilasi atrium. Pemeriksaan ekokardiografi MMode atau dua dimensi sangat baik untuk memastikan adanya efusi perikardium dan
memperkirakan banyaknya cairan perikard.
Komplikasi
1.Efusi pericardium
2.Tamponade jantung
 Miokarditis
A. Definisi. miokarditis adalah peradangan jantung yang tidak berkaitan
dengan penyakit arteri koroner atau infark miokard. Miokarditis paling sering terjadi
akibat virus pada miokardium, tetapi dapat juga disebabkan oleh infeksi bakteri atau
jamur yang sering diduga adalah infeksi coxsackievirus. Penyakit sistemik seperti
lupus eritemstosus juga dapat menimbulkan gangguan ini.
Miokarditis menyebabkan kelemahan dan penurunan kontraktilititas jantung.
Jantung menjadi’lembek’ dan ‘melebar’ dengan banyak fokus pendarahan berbintik
yang terbentuk di lapisan endokardium, epikardium, dan miokardium.
B. Patofisiologi
Terbagi menjadi 3 fase dan setiap fase memiliki respon yang berbeda, yaitu :
1. Invasi oleh virus
2. Respons imun
3. Dilatasi kardiomiopati
No Fase
1
Invasi oleh virus
2
Respon Imun
Respon
- Ekspresi Cytokine
-
Respon imun
-
Inflamasi
Kematian sel
-
Disrupsi
Ekstraseluler matrix
3
Dilatasi Kardiopati
-
Disfungsi Myocite
-
Fibrosis myokardial
Aktivasi RAS
-
Aktivasi beta-Ar
Tabel: Fase Miokarditis
Fase akut berlangsung kira-kira satu minggu, dimana terjadi invasi virus
kemiokard,replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk neutralizing antibody dan
virus akan dibersihkan atau dikurangi jumlahnya dengan bantuan makrofag dan
natural killercell(selNK).
Pada fase berikutnya miokard diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan system
immune akan diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibody terhadap miokard,
akibat perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung
beberapa minggu sampai beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokard dari yang
minimal sampai yang berat (FKUI, 1999).
Enterovirus sebagai penyebab miokarditis viral juga merusak sel-sel endotel
juga antibody endotel, diduga menjadi penyebab spasme mikrovaskular. Walaupun
kelainan mikrovaskular belum pasti, tapi sangat mungkin berasal dari respon imun
atau kerusakan endotel akibat infeksi virus. Jadi pada dasarnya terjadi spasme
sirkulasi mikro yang menyebabkan proses berulang antara obstruksi dan reperfusi
yang mengakibatkan larutnya matriks miokardium dan habisnya otot jantung secara
fokal menyebabkan rontoknya serabut otot, dilatasi jantung, dan hipertrofi miosit
yang tersisa. Akibatnya proses ini mengakibatkan habisnya kompensasi mekanis dan
biokimiawi yang berakhir dengan payah jantung.
C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala miokarditis adalah :
-
Menggigil, demam, anoreksia, nyeri dada, dispnea dan
disritmia, tamponade ferikardial/kompresi (pada efusi perikardial).
-
Letih, napas pendek (cepat dan sesak), detak jantung tidak
teratur, demam,dan gejala-gejala lain karena gangguan yang mendasarinya.
(Menurut DEPKES, 1993)
D. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik
terdiri
atas
pemeriksaan
nilai
laboratorium,
elektrokardiografi, foto dada dan ekokardiografo.
1) Laboratorium
Dijumpai leukositosis dengan polimorfonuklear atau limfosit yang dominan,
bergantung pada penyebabnya. Pada infeksi parasit ditemukan eosinofilia.
Laju Endap Darah biasanya meningkat, enzim jantung dan kreatin kinase atau
laktat dehidrogenase (LDH) dapat juga meningkat bergantung pada luasnya
nekrosis miokard. Pemeriksaan berkelanjutan dapat juga menentukan
progresivitas atau penyembuhan miokarditis.
2) Elektrokardiografi
Kelainan didapat bersifat sementara dan lebih sering ditemukan dibandingkan
kelainan klinis jantung. Temuan yang paling sering adalah sinus takikardia,
perubahan sefmen ST dan atau gelombang T, serta Low Voltage. Kadang –
kadang ditemukan aritmia atrial atau ventrikular, AV block,Intra ventrikular
conduction defect,
didapatkan
dan QT memanjang. Pada penyakit Chaga sering
right branck block yang lengkap. AV block total sifatnya
sementara dan hilang tanpa bekas, tetapi kadang – kadang dapat sebagai
penyebab kematian mendadak pada miokarditis.
3) Foto Dada
Ukuran jantung sering membesar walaupun dapat juga normal. Kadang –
kadang disertai kongesti paru.
4) Ekokardiografi
Sering didapatkan hipokinesis kedua ventrikel walaupun kadang – kadang
bersifat regional, terutama di apeks. Dapat juga ditemukan penebalan dinding
ventrikel, trombus ventrikel kiri, pengisian diastolik yang abnormal atau efusi
perikardial.
 Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans
A. Definisi
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit
oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang.
Terutama mengenai pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior.
Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak
dan jarang pada alat-alat dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali
terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah
mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan
bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.
Penyakit ini berbeda dengan penyakit pembuluh darah lainnya dari segi
gambaran mikroskopisnya. Berlawanan dengan aterosklerosis, penyakit Buerger
dipercaya merupakan penyakit autoimun yang mengakibatkan penyumbatan pada
pembuluh darah distal. Meskipun kondisi ini berbeda dengan aterosklerosis, namun
pada klien manula dengan penyakit buerger, aterosklerosis dapat menyerang
pembuluh darah kecil.
B. Etiologi
Penyebab penyakit Buerger tidak diketahui, namun dipercaya merupakan
suatu vaskulitis autoimun. Kebanyakan terjadi pada usia 20 dan 35 tahun, dan
dilaporkan pada semua ras di seluruh wilayah dunia. Ada banyak bukti bahwa
merokok dapat merupakan faktor penyebab atau faktor yang memperberat.
C. Patofisiologi
Peradangan pada arteri perifer akan menyebabkan suatu oklusi arteri. Respons
peradangan hampir sama seperti peradangan di tempat lain dengan manifestasi akhir
adalah terjadi penyembuhan dengan disertai lesi trombosis yang menyebabkan
obstruksi vaskular.
Peradangan pada arteri perifer akan menyebabkan suatu oklusi arteri.
Umumnya yang terkena adalah ekstremitas bawah, namun arteri pada ekstermitas atas
dan visera dapat juga terlibat. Mungkin terdapat tromboflebitis superfisial sebagai
manifestasi pembentukan trombus kecil yang menyerang arteri kecil.
Apabila penyakit berlanjut, akan terjadi kemerahan atau sianosis bila
ekstremitas dalam posisi tergantung. Perubahan warna kadang hanya mengenai satu
ekstremitas atau hanya beberapa jari. Respons oklusi pada arteri ini dilanjutkan
dengan terhentinya aliran darah secara lokal dan terjadi iskemia jaringan lokal sesuai
distribusi aliran darah yang mengalami penyumbatan yang lama – kelamaan dapat
berkembang menjadi ulkus. Apabila manifestasi ini tidak segera dilakukan intervensi,
maka akhirnya terjadilah ulkus dan gangren.
D. Tanda dan Gejala
-
nyeri terjadi justru waktu istirahat.
-
Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin,
-
nyeri juga dapat bersifat paroksimal
-
ketika telah ada tukak atau gangren, maka nyeri sangat hebat dan menetap.
-
meliputi rasa gatal dan bebal pada tungkai dan penomena Raynaud ( suatu
kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika
terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada
penyakit buerger
E. Pemeriksaan Diagnosis
Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis
penyakit Buerger. Tidak seperti penyakit vaskulitis lainnya, reaksi fase akut (seperti
angka sedimen eritrosit dan level protein C reaktif) pasien penyakit Buerger adalah
normal.
Pengujian yang direkomendasikan untuk mendiagnosis penyebab terjadinya
vaskulitis termasuk didalamnya adalah pemeriksaaan darah lengkap; uji fungsi hati;
determinasi konsentrasi serum kreatinin, peningkatan kadar gula darah dan angka
sedimen, pengujian antibody antinuclear, faktor rematoid, tanda-tanda serologi pada
CREST (calcinosis cutis, Raynaud phenomenon, sklerodaktili and telangiektasis)
sindrom dan scleroderma dan screening untuk hiperkoagulasi, screening ini meliputi
pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan homocystein pada pasien buerger sangat
dianjurkan.
Angiogram pada ekstremitas atas dan bawah dapat membantu dalam
mendiagnosis penyakit Buerger. Pada angiografii tersebut ditemukan gambaran
“corkscrew” dari arteri yang terjadi akibat dari kerusakan vaskular, bagian kecil arteri
tersebut pada bagian pergelangan tangan dan kaki. Angiografi juga dapat
menunjukkan oklusi (hambatan) atau stenosis (kekakuan) pada berbagai daerah dari
tangan dan kaki.
 Proses penyakit Obstuksi pada Sistem Kardiovaskuler
 Mitral Stenosis
A. Pengertian. Stenosis mitral adalah suatu keadaan di mana terjadi gangguan
aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level
katup mitra. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga
timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastole.
B. Etiologi.
Penyebab tersering stenosis mitral adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi
yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokkus. Penyebab lain
walaupun jarang dapat juga stenosis mitral congenital, deformitas parasut mitral,
vegetasi dari systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, eposit amiloid,
akibat obat fenfluramin/phentermin, rhemotoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus
maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degenerative.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran masuk ke
ventrikel kiri seperti Cor triatrium, miksoma atrium serta thrombus sehingga
menyerupai stenosis mitral. Dari pasien dengan penyakit jantung katup ini 60%
dengan riwayat demam rematik, sisanya menyangkal. Selain dari pada itu, 50% pasien
dengan karditis rematik akut tidak berlanjut sebagai penyakit jantung katup secara
klinik (Rahimtoola). Pada kasus di klinik (data tidak dipublikasi) juga terlihat
beberapa kasus demam rematik akut yang tidak berlanjut menjadi penyakit jantung
katup, walaupun ada di antaranya memberi manifestasi chorea. Kemungkinan hal ini
disebabkan karena pengenalan dini dan terapi atibiotik yang adekuat.
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses
ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi kommisura,
fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan
menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup
mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button
hole). Fusi dari kommisura ini akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer
sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.
Pada endokarditis rematika, daun katup dan korda akan mengalami sikatris
dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan
penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shaped.
C. Patofisiologi
Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri
selama fase diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan
mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih
besar guna mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Sehingga, selisih
tekanan atau gradien tekanan antara dua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan
normal selisih tekanan tersebut minimal.
D. Tanda dan Gejala
-
Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan
darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal
jantung, dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema
pulmoner).Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat
hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat.
-
Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah
dan sesak nafas.Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu
melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam
keadaan istirahat.Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika
berbaring dengan disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk
tegak.
-
Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang
menderita stenosis katup mitral.Tekanan tinggi pada vena paru-paru
dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan
ringan atau berat ke dalam paru-paru.
-
Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana
denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur.
E. Pemeriksaan diagnostik
Akibat perubahan tersebut atrium menjadi tidak stabil secara elektris,
akibatnya terjadi disritmia atrium permanen. Pada aukultasi sering didapatkan bising
diagnostik dan bunyi jantung pertama (sewaktu katup AV menutup) mengeras dan
opening sneap akibat hilangnya kelenturan daun katup. Alat bantu diagnostik bagi
kardiologist adalah elektrokardiografi, ekokardiografi dan kateterisasi jantung dengan
angiografi untuk menentukan beratnya stenosis mitral.
Elektrokardiografi dilakukan jika terjadi pembesaran atrium kiri ( gelombang
P melebar dan bertakik) dikenal sebagai P mitral, bila irama sinus normal, hipertrofi
ventrikel kanan dan fibrilasi atrium. Radiogram dada dilakukan jika terjadi
pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan, kongesti vena pulmonalis, edema pari –
paru interstitial, tedistribusi vaskular paru – paru ke lobus atas, serta kalsifikasi katup
mitralis.
Temuan hemodinamik didapatkan peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi
katup mitralis. Peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis
dengan gelombang yang prominent. Peningkatan tekanan arteri di paru, curah jantung
rendah, peningkatan tekanan jantung sebelah kanan, serta tekanan vena jugularis
dengan gelombang V yang bermakna dibagian atrium kanan atau vena jugularis jika
ada insufisiensi trikuspidalis.
Foto Thorax, dapat menunjukkan pembesaran atrium, pelebaran arteri
pulmonal, aorta yang relatif kecil, pembesaran ventrikel kanan, perkapuran di daerah
katup mitral atau perkardium ,pada paru-paru terlihat tanda-tanda bendungan vena,
edem Interstitial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium
kiri < 20 mmHg dan 70% pada tekanan atrium >20 mmHg.
Ekokardiografi, pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-Doppler sangat
penting dalam penegakan diagnosis. Dapat digunakan untuk menentukan derajat
stenosis, dimensi ruang untuk jantung, ada tidaknya kelainan penyerta, ada tidaknya
trombus pada atrium kiri.
Kateterisasi jantung, kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk
menentukan luas dan jenispenyumbatannya. Walaupun demikian pada keadaan
tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur ekokardiografi yang lengkap. Saat ini
kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi
non bedah yaitu valvulotomi.
 Stenosis Katup Aorta
A. Pengertian.
Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup
aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara
maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta.
Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan menutup dan
membuka sehingga darah bisa melewatinya.
Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup sehingga
lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya ventrikel kiri
harus memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta.
B.Etiologi.
Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa bermacam-macam. Namun yang
paling sering adalah RHD (Rheumatic Heart Disease) atau yang biasa kita kenal
dengan demam rematik. Berikut etiologi stenosis katup aorta lebih lengkap :
-
Kelainan kongenital
Tidak banyak bayi lahir dengan kelainan kongenital berupa penyempitan
katup aorta . sedangkan sebagian kecil lainnya dilahirkan dengan katup aorta yang
hanya mempunyai dua daun (normal katup aorta terdiri dari tiga daun). Pada katup
aorta dengan dua daun dapat tidak menimbulkan masalah atauupun gejala yang berarti
sampai ia dewasa dimana katup mengalami kelemahan dan penyempitan sehingga
membutuhkan penanganan medis.
-
Penumpukan kalsium pada daun katup
Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium
(kalsifikasi katup aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan pada
darah. Seiring dengan aliran darah yang melewati katup aorta maka menimbulkan
akumulasi kalsium pada katup jantung yang kemudian dapat menimbulkan
penyempitan pada katup aorta jantung. Oleh karena itulah stenosis aorta yang berasla
dari proses kalsifikasi banyak terjadi pada lansia di atas 65 tahun, namun gejalanya
beru timbul saat klien berusia 70 tahun.
-
Demam rheumatik
Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya
kuman atau bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan
sampainya kuman datau bakteri tersebut ke jantung. Saat kuman tersebut mencapai
katup aorta maka terjadilah kematian jaringan pada katup aorta. Jaringan yang mati
ini dapat menyebabkan penumpukan kalsium yang dikemudian hari dapat
menyebabkan stenosis aorta. Demam reumatik dapat menyebabkan kerusakan pada
lebih dari satu katup jantung dalam berbegai cara. Kerusakan katup jantung dapat
berupa ketidakmampuan katup untuk membuka atau menutup bahkan keduanya.
C. Patofisiologi
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan
dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan
tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang
dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi
ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard
menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium
menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan
pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan
menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard.
Iskemia miokard timbul timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard
yang hipertrofi.
Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri dengan aorta
mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2,maka
stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan adaptasi
miokard menghadapi
stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru muncul bertahun tahun kemudian.
Hambatan aliran darah pada stenosis katup aorta(progressive pressure overload of left
ventricle akibat stenosis aorta) akan merangtsang mekanisme RAA(ReninAngiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami
hipertrofi.Penambahan massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan intraventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut dan mempertahankan
wall stress yang normal berdasarkan rumus Laplace: Stress= (pressurexradius):
2xthickness. Namun bila tahanan aorta bertambah,maka hipertrofi akan berkembang
menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen dan menyebabkan kekakuan
dinding ventrikel,penurunan cadangan diastolic,penigkatan kebutuhan miokard dan
iskemia miokard .Pada akhirnya performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari
asinkroni gerak dinding ventrikel dan after load mismatch. Gradien trans-valvular
menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat menyebabkan sesak
nafas.Gejala
yang
mentolok
adalah
sinkope,iskemia
sub-endokard
yang
menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal jantung kongestif).
Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari kebutuhan yang meningkat
hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan
koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta.
Sinkop umumnya timbul saat aktifitas karena ketidak mampuan jantung
memenuhi peningkatan curah jantung saat aktifitas ditambah dengan reaksi penurunan
resistensi perifer. Aritmia supra maupun ventricular, rangsangan baroreseptor karena
peningkatan tekanan akhir diastolik dapat menimbulkan hipotensi dan sinkop.
Gangguan fungsi diastolic maupun sistolik ventrikel kiri dapat terjadi pada
stenosis aorta yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan jasmani,foto toraks dan
enongkatan Peptida Natriuretik. Hipertrofi ventrikel akan menigkatkan kekakuan
seluruh dinding jantung. Deposisi kolagen akan menambah kekauan miokard dan
menyebabkan gisfungsi diastolik. Setelah penebalan miokard maksimal, maka wall
stress tidak lagi dinormalisasi sehingga terjadi peninggian tekanan diastolic ventrikel
kiri menghasilkan penurunan fraksi ejeksi dan penurunan curah jantung yang disebut
sebagai disfungsi sistolik
D. Tanda dan Gejala
Stenosis katup aorta dapat terjadi dari tahap ringan hingga berat. Tipe gejala
dari stenosis katup aorta berkembang ketika penyempitan katup semakin parah.
Regurgitasi katup aorta terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal ini
dikarenakan jantung telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup aorta.
Berikut manifestasi klinis dari stenosis katup aorta :
-
Nyeri dada
Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan
akhirnya pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada
pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang
dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery disease).
Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai tekanan dibahwah
tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan dihilangkan dengan
beristirahat. Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada
disebabkan oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri-arteri
koroner yang menyempit. Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada
seringkali terjadi tanpa segala penyempitan dari arteri-arteri koroner yang
mendasarinya. Otot jantung yang menebal harus memompa melawan tekanan yang
tinggi untuk mendorong darah melalui klep aortic yang menyempit. Ini meningkatkan
permintaan oksigen otot jantung yang melebihi suplai yang dikirim dalam darah,
menyebabkan nyeri dada (angina).
E. Pemeriksaan Diagnostik
-
Electrocardiogram (EKG)
EKG adalah suatu perekaman dari aktivitas elektrik jantung. Pola-pola
abnormal pada EKG dapat mencerminkan suatu otot jantung yang menebal dan
menyarankan diagnosis dari aortic stenosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,
kelainan konduksi elektrik dapat juga terlihat.
-
Chest x-ray
Chest x-ray (x-ray dada) biasanya menunjukan suatu bayangan jantung yang
normal. Aorta diatas klep aortic seringkali membesar. Jika gagal jantung hadir, cairan
di jaringan paru dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar di daerah-daerah
paru bagian atas seringkali terlihat.
-
Echocardiography
Echocardiography menggunakan gelombang-gelombang ultrasound untuk
memperoleh gambar-gambar (images) dari ruang-ruang jantung, klep-klep, dan
struktur-struktur yang mengelilinginya. Ii adalah suatu alat non-invasive yang
berguna, yang membntu dokter-dokter mendiagnosa penyakit klep aortic. Suatu
echocardiogram dapat menunjukan suatu klep aortic yang menebal dan kalsifikasi
yang membuka dengan buruk. Ia dapat juga menunjukan ukuran dan kefungsian dari
ruang-ruang jantung. Suatu teknik yang disebut Doppler dapat digunakan untuk
menentukan perbedaan tekanan pada setiap sisi dari klep aortic dan untuk menaksir
area klep aortic.
-
Cardiac catheterization
Cardiac catheterization adalah standar emas dalam mengevaluasi aortic
stenosis. Tabung-tabung plastik berongga yang kecil (catheters) dimasukan dibawah
tuntunan x-ray ke klep aortic dan kedalam ventricle kiri. Bersama tekanan-tekanan
diukur pada kedua sisi dari klep aortic. Kecepatan dari aliran darah diseluruh klep
aortic dapat juga diukur menggunakan suatu kateter khusus.
F. Komplikasi
-
Gagal jantung
-
Hipertensi sisitemik
-
Nyeri dada (angina pectoris)
-
Sesak nafas
 Stenosis Pulmonal
A. Pengertian Stenosis Pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk
arteri pulmonalis. Tahanan yang merintangi aliran darah menyebabkan hipertrofi
ventrikel kanan dan penurunan aliran darah paru. Stenosis arteri pulmonal bisa terjadi
pada begian valvuler, supra valvuler maupun infundibuler. Sangat jarang kelainan ini
disebabkan oleh reaktivasi rema, tapi umumnya merupakan kelainan jantung
konginental, yang dibawa sejak lahir. Stenosis pulmonal tipe valvuler lebih banyak
ditemukan pada anak dibandingkan dengan tipe infundibuler. Sementara itu, stenosis
pulmonal tipe infundibuler jarang sekali ditemukan sebagai kelainan yang berdiri
sendiri, tetapi biasanya menyertai kelainan jantung yang lain, seperti pada tetralogi
fallot. Demikian pula stenosis pulmonal tipe supravalvuler sangat jarang ditemukan
tersendiri, tapi justru merupakan salah satu bagian dari suatu kelainan konginental
yang lebih kompleks, seperti sindrom noonan, sindrom wiliam, atau rubella
konginental.
Pada stenosis pulmonal yang ringan, umumnya pasien asimptomatik dan tidak
memburuk oleh bertambahnya usia. Tumbuh kembang pun tidak terganggu. Tapi
sebagaimana halnya dengan kelainan jantung konginental yang lain, profilaksis
antibiotic terhadap endokarditis bacterial perlu diperhatikan. Pada stenosis pulmonal
yang moderat atau cukup berat, berbagai keluhan dan komplikasi dapat berkembang
lebih buruk di waktu-waktu mendatang.
B. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui
secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor
tersebut antara lain :
Faktor endogen
-
Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
-
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
-
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.
Faktor eksogen
-
Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau
suntik,minum
obat-obatan
tanpa
resep
dokter,
(thalidmide,
dextroamphetamine. aminopterin, amethopterin, jamu)
-
Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
-
Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus
penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan
kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.
C. Patofisiologi
Karena stenosis yang terjadi pada katup pulmonal ( tipe valvuler ), atau pada
pangkal arteri pulmonal ( tipe supravalvuler ), atau pada infundibulum ventrikel kanan
( tipe subvalveler ), maka ventrikel kanan akan menghadapi beban tekanan berlebihan
yang kronis. Dilatasi pasca stenotik pada arteri pulmonal merupakan pertanda yang
karakteristik bagi stenosis pulmonal tipe valvuler dan tidak ditemukan pada tipe
stenosis pulmonal yang lain. Katup pulmonal tampak doming pada waktu systole,
tebal dan mengalami fibrosis, tapi jarang sekali disertai klasifikasi. Jika ditemukan
proses klasifikasi, biasanya disebabkan oleh infiksi endokarditis bacterial.
Adanya hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan bahwa stenosis pulmonal
cukup signifikan. Bagian infundibuler akan mengalami hipertrofi pula dan hal ini
akan memperberat stenosis pulmonal. Tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kanan
pun meninggi. Elastisitas miokard berkurang dan akhirnya timbul gejala gagal jantung
kanan.
Severitas stenosis pulmonal umumnya dibedakan sebagai stenosis pulmonal
yang ringan, yang moderat dan yang berat, walaupun perbedaan ini hanya bersifat
arbitrer dan sering overlapping, bahkan mengalami perubahan yang progresif. Pada
stenosis pulmonal yang ringan, tekanan sistolik di ventrikel kanan biasanya kurang
dari 50 mmHg dan itu berarti kurang dari 50% tekanan sistemik. Pada stenosis
pulmonal yang moderat, tekanan sistolik ventrikel kanan berkisar antara 50-75% dari
tekanan sistemik, atau antara 50-75mmHg. Dan stenosis pulmonal dianggap berat,
apabila tekanan sistolik ventrikel kanan lebih dari 75% tekanan sistemik, atau lebih
dari 75 mmHg. Kemudian stenosis pulmonal dianggap sudah kritis apabila tekanan
sistolik ventrikel kanan melebihi tekanan sistemik.
Pada pasien PS, tentu dapat dilakukan upaya agar pembukaannya dapat lebih
lebar. Pertama dengan jalan operasi. Tetapi dalam 15 tahun terakhir ini dapat
dilakukan pula dengan upaya non-bedah yakni dengan balonisasi katup untuk
melebarkan katup yang sempit tersebut (pasien datang pagi hari, dan pulang keesokan
harinya). Dapat dilakukan di RS2 yang ada fasilitas kateterisasi dan dilakukan dokter
jantung yang berpengalaman melakukan tindakan ini.
D. Tanda dan Gejala
Pasien stenosis pulmonal biasanya asimtomatik, kecuali keluhan cepat capek
karena curah jantung berkurang. Apabila stenosis pulmonal cukup berat, disertai
dengan defek septum atrium atau defek septum ventrikel, maka kelainan seperti itu
dapat memberikan gejala sianosis yang signifikan, yang disebabkan oleh terjadinya
pirau aliran darah dari kanan ke kiri.
Pada pemeriksaan fisik, komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 terdengar lemah atau
bahkan tidak terdengar sama sekali, sehingga bunyi jantung ke-2 terdengar seperti
tunggal. Murmur ejeksi sistolik dapat di deteksi di daerah pulmonal, pada sela iga 2-3
kiri parasternal, didahului sebelumnya oleh klik ejeksi sistolik dan dapat diraba
sebagai thrill.
Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventikel kanan karena
beban tekanan berlebih. Gelombang P tampak tinggi, karena hipertrofi atrium kanan.
Foto thorak pada stenosis pulmonal tanpa kelainan konginental yang lain, biasanya
memberikan gambaran jantung yang relative normal, dengan vaskulerisasi paru yang
normal pula. Pada stenosis pulmonal yang sangat berat apalagi disertai pirau dari
kanan ke kiri-vaskularisasi paru bisa tampak oligemik. Hanya konus pulmonal tampak
sangat menonjol, yang disebabkan oleh dilatasai pasca stenotik. Apabila hipertrofi
ventrilkel kanan sudah begitu lanjut, bahkan mulai timbul gejala gagal jantung kanan,
maka rekaman foto thorak menunjukkan dilatasi ventrikel kanan dean atrium kanan,
disertai tanda-tanda bendungan pada paru.
Pada stenosis pulmonal yang ringan, elektrokardiografi dan foto torak
mungkin tidak berubah dan masih berada dalam batas-batas normal. Kadang-kadang
beberapa kelainan memberikan gejala yang mirip dengan stenosis pulmonal, seperti
straight back syndrome, dilatasi ideopatik arteri pulmonal, dan sebagainya.
E. Pemeriksaan Diagnosis
-
Ekokardiografi
Dengan posisi pengambilan aksis bujur dan aksis lintang parasternal atau
subsifoid, dapat direkam kedua pembuluh darah besar (aorta dan pulmonal) dan
hubungannya dengan kedua ventrikel tempat asal keluarnya. Tampak kedua pembuluh
darah besar berjalan paralel pada rekaman aksisi bujur para sternal. Pada rekaman
aksis lintang parasternal, tampak posisi katup aorta justru berada disebelah anterior
dan katub pulmonal di sebelah posterior.dan apabila transduser kemudian lebih
diarahkan ke posterior pada aksis lintang itu, maka akan tampak percabangan dari
pembuluh darah yang berada di sebelah posterior dan percabangan ini menunjukkan
bahwa pembuluh darah itu adalah arteri pulmonal.
Dimensi ventrikel kanan biasanya besar dan ventrikel kiri dalam batas normal,
kecuali sudah terjadi hipertrofi biventrikuler. Pada pemeriksaan ekokardiografi,
identifikasi morfologi tiap ruang ventrikel sangat penting dipehatikan, seprti bentuk
trabekelnya, ada tidaknya infundibulum, jumlah daun katup, dan jumlah otot papiler
yang dimiliki ruangan itu.
-
Kateterisasi
Pemeriksaan kateterisasi menunjukkan bahwa saturasi oksigen di aorta
umumnya lebih rendah dari arteri pulmonal. Tekanan diventrikel kiri relatif sama atau
bahkan bisa lebih rendah dibandingkan dengan ventrikel kanan.
Ventrikulografi harus dilakukan pada kedua ventrikel dengan posisi
pengambilan laterak dan frontal, untuk mengetahui hubungan transposisi ventrikuloarterial itu dan kemungkinan adanya kelainan kongenital lainnya. Angiografi aorta
dilakukan untuk melihat adanya duktus arteriosus atau koartasio aorta yang mungkin
menyertainya pula. Dan seperti halnya dengan kelainan jantung kongenital sianotik
lainnya, kadang-kadang terlihat berkembangnya MAPCA pada transposisi pembuluh
darah besar yang mampu bertahan hidup sampai usia 1-2 tahun.
Pada waktu kateterisasi, hendaknya dilakukan septostomi atrial dengan kateter
balon rashkind ataupun septektomi atrial menurut blalock-harlon, sebagai tindakan
paliatif untuk memungkinkan terjadinya percampuran pada tingkat atrium. Dengan
demikian, percampuran darah pada tingkat ventrikel dapat dikurangi dengan operasi
penutupan defek septum ventrikel atau pengikatan (banding) arteri pulmonal, untuk
mengatasi gejala-gejala gagal jantung kongestif. Apabila transposisi pembuluh darah
besar disertai dengan stenosis pulmonal yang berat, maka perlu dilakukan
anastomosis lebih dahulu antara pembuluh darah sistemik dengan arteri pulmonal
secara blalock-taussig, potts atau waterston, sebelum tidakan komisurotomi pulmonal
dipertimbangkan dikemudian hari.
 Proses penyakit Degeneratif pada Sistem Kardiovaskuler
 Hipertensi
A. Pengertian.
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak
pada tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia,
sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation dan Treatment of High Blood
Pressure yang ke 7 telah mempublikasikan revisi panduan nilai tekanan darah sistolik
dan diastolik yang optimal dan hipertensif. Pada
B. Etiologi.
Penyebab Hipertensi bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup, dan TPR, peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak di
kompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau
hormonal yang abnormal pada nodus SA. Peningkatan denyut jantung yang kronis
seringkali menyertai kondisi hipertiroidisme. Akan tetapi, peningkatan denyut jantung
biasanya dikompensasi dengan penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak
mengakibatkan hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup yang kronis dapat terjadi jika volume plasma
meningkat dalam waktu lama, karena peningkatan volume plasma direfleksikan
dengan peningkatan volume diastolik akhir sehingga volume sekuncup dan tekanan
darah meningkat. Peningkatan volume diastolik akhir dihubungkan dengan
peningkatan preload jantung. Peningkatan preload biasanya berhubungan dengan
peningkatan hasil peningkatan pengukuran tekanan darah sistolik.
Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf
simpatis atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol
terhadap rangsangan normal kedua hal tersebut menyebabkan penyempitan pembuluh
darah. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa lebih kuat, dan dengan
demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintasi
pembuluh yang menyempit.
C. Patofisiologi
Pengaturan tekanan arteri meliputi kontrol sistem saraf yang kompleks dan
hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam memengaruhi curah jantung
dan tahanan vaskular perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan tekanan darah
adalah refleks baroreseptor dengan mekanisme di bawah ini. Curah jantung
ditentukan oleh volume sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan
oleh diameter arteriol. Bila diameternya menurun ( vasokontriksi) tahanan perifer
meningkat. Bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifernya akan
menurun.
Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroreseptor pada sinus
karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls ke pusat saraf simpatis.
Bila tekanan arteri meningkat, maka ujung – ujung baroreseptor akan teregang dan
memberikan respon terhadap penghambat pusat simpatis, dengan respon terjadinya
pusat akselerasi gerak jantung dihambat. Sebaliknya, hal ini akan menstimulasi pusat
penghambat penggerak jantung yang bermanifestasi pada penurunan curah jantung.
Hal lain dari pengaruh stimulasi baroreseptor adalah dihambatnya pusat vasomotor
sehingga terjadi vasodilatasi. Gabungan vasodilatasi dan penurunan curah jantung
akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah. Sebaliknya, pada saat tekana
darah turun, maka respons reaksi cepat untuk melakukan proses homeostatis tekanan
darah supaya berada dalam kisaran normal.
Mekanisme lain mempunyai reaksi jangka panjang dari adanya peningkatan
tekanan darah oleh faktor ginjal. Renin yang dilepaskan oleh ginjal ketika aliran darah
ke ginjal menurun akan mengakibatkan terbentuknya angiotensin I, yang akan
berubah menjadi angotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan
mengakibatkan kontraksi langsung arteriol sehingga terjadi peningkatan resistensi
perifer (TPR) yang secara tidak langsung juga merangsang pelepasan aldosteron,
sehingga terjadi retensi natrium dan air dalam ginjal serta menstimulasi perasaan
haus. Pengaruh ginjal lainnya adalah pelepasan erirtopoetin yang menyebabkan
peningkatan produksi sel darah merah. Manifestasi dari ginjal secara keseluruhan
akan menyebabkan peningkatan volume darah dan peningkatan tekanan darah secara
simultan.
Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan konstriksi arteriol,
tahanan
perifer
total
meningkat
dan
tekanan
arteri
ditingkatkan
untuk
mempertahankan keseimbangan sistem. Hal tersebut diperlukan untuk mengatasi
tahanan, sehingga pemberian oksigen dan nutrien ke dalam sel serta pembuangan
produk sampah sel tetap terpelihara. Untuk meningkatkan curah jantung, sistem saraf
simpatis akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga meningkatkan
volume sekuncup dengan cara membuat vasokontriksi selektif pada organ perifer,
sehingga darah yang kembali ke jantung lebih banyak. Dengan adanya hipertensi
kronis, baroreseptor akan terpasang dengan level yang lebih tinggi dan akan merespon
meskipun level yang baru tersebut sebenarnya normal.
Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifa kompensasi. Namun, proses adaptif
tersebut terlihat mekanisme tersebut bersifat kompensasi. Namun, proses adaptif
tersebut membuka jalan dengan memberikan pembebanan pada jantung. Pada saat
yang sama, terjadilah perubahan degeneratif pada arteriol yang menanggung tekanan
tinggi terus- menerus. Perubahan tersebut terjadi dalam seluruh organ tubuhm
termasuk jantung akibat berkurangnya pasokan darah ke miokardium. Untuk
memompa darah, jantung harus bekerja kerasa guna mengatasi tekanan balik muara
aorta. Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertrofi atau membesar.
Terjadilah dilatasi dan pembesaran jantung. Kedua perubahan struktural tersebut
bersifat adaptif, keduanya meningkatkan isi sekuncup jantung. Pada saat istirahat,
respon kompensasi tersebut mungkin memadai, namun dalam keadaan pembebanan
jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh, orang tersebut menjadi cepat lelah
dan nafasnya pendek.
D. Tanda dan Gejala
-
Perubahan detak jantung
National Institutes of Health menyatakan bahwa seseorang yang mengalami
hipertensi mungkin merasakan adanya perubahan denyut jantung menjadi tidak
teratur. Biasanya akan lebih terasa pada saat merasakan sakit kepala atau ketegangan
pada leher, tetapi banyak yang tidak menyadari perubahan detak jantung ini.
-
Sakit kepala
Pada awal-awal hipertensi sakit kepala jarang dirasakan tetapi seiring
berjalannya waktu sakit kepala bisa bertambah berat sesuai dengan kenaikan tekanan
darah. Pusing juga sering dialami penderita hipertensi. Pusing dan sakit kepala
berbeda pusing disertai dengan menurunnya keseimbangan tubuh sedangkan sakit
kepala hanya rasa sakit saja.
-
Mimisan
Ini karena pembuluh darah dalam hidung sangat rapuh sehingga saat terjadi
kenaikan tekanan darah dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di hidung atau
mimisan.
-
Perubahan kognitif
Orang dengan hipertensi dapat mengalami kemunduran kognitif seperti sering
merasa bingung dan gangguan pandangan. Gangguan pandangan seperti mata
berkunang-kunang, penglihatan ganda, buram atau melihat obyek lain merupakan
gejala hipertensi yang serius dan harus mendapatkan terapi.
-
Telinga berdenging
Telinga berdenging dalam bahasa kedokteran disebut sebagai tinitus. Ada
banyak penyebab tinitus salah satunya adalah hipertensi. Tekanan yang tinggi didalam
telinga dapat menyebabkan telinga berdenging yang terus menerus atau bisa juga
hanya beberapa menit.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia
(peningkatan urine pada malam hari) dan azotemia ( peningkatan nitrogen dalam
darah – BUN dan kretinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan
stroke atau srangan trans-iskemik (TIA) yang bermanifestasi sebagai paralisis
sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan. Pada
penderita stroke dan hipertensi disertai serangan iskemia. Insiden infark otak
mencapai 80% (Smeltzer & Bare,2002).
Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elektrokardiografi. Protein dalam
urin dapat dideteksi melalui urinalisis. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk
mengonsentrasi urine dan peningkatan nitrogen urea darah. Pemeriksaan khusus
seperti renogram, pielogram intravena, arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal
terpisah dan penentuan kadar urine dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasi klien
dengan penyakit renovaskuler. Adanya faktro risiko lainnya juga harus dikaji dan
dievaluasi.
 Varises
A. Definisi.
Varises adalah suatu keadaan ketika terjadi dilatasi abnormal pada vena
supervisial dengan manifestasi vena menjadi panjang dan berkelok – kelok yang
disebabkan oleh katup vena yang tidak kompeten. Biasanya kondisi ini terjadi pada
ekstremitas bawah dan vena safena atau badan bawah, namun sebenarnya dapat
terjadi dimanapun.
Diperkirakan varises pada ekstremitas bawah terjadi pada satu diantara lima
orang di dunia. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita dan orang yang
pekerjaannya menuntuk untuk berdiri lama, seperti tenaga pemasaran, tukang cukur,
ahli kecantikan, operator lift, perawat dan dokter gigi.
B. Etiologi
Varises dibedakan menjadi primer dan sekunder. Namun, penyebab varises
vena yang pasti belum diketahui. Penyebab varises primer adalah kelemahan
struktural pada dinding pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai
gangguan katup vena, karena daun katup tidak mampu menutup dan menahan aliran
refluks. Varises primer cenderung terjadi pada vena- vena permukaan karena
kurangnya dukungan atau kurangnya resistensi jaringan subkutan.
C. Patofisiologi
Varises sekunder disebabkan oleh gangguan patologi sistem vena dalam, yang
timbul kongenital atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan dilatasi vena – vena
permukaan, penghubung atau kolateral. Misalnya, kerusakan katup vena pada sistem
vena dalam akan mengganggu aliran darah menuju jantung, resultan statis, dan
penimbunan darah menyebabkan hipertensi vena dalam. Jika katup vena penghubung
(penyambung) tidak berfungsi dengan baik, maka peningkatan tekanan sirkuit vena
akan menyebabkan aliran darah ke dalam vena penghubung. Darah vena akan
dialirkan ke vena permukaan dari vena dalam. Hal ini merupakan faktor predisposisi
timbulnya varises sekunder pada vena – vena permukaan. Pada keadaan ini, vena
permukaan berfungsi sebagai pembuluh kolateral untuk sistem vena dalam, memirau
darah dari daerah yang mati.
D. Tanda dan Gejala
-
Tegang, kram otot, sampai kelelahan otot tungkai bawah.
-
Edema tumit dan rasa berat tungkai dapat pula terjadi, sering terjadi kram di
malam hari.
-
Terjadi peningkatan kepekaan terhadap cedera dan infeksi.
-
Apabila terjadi obstruksi vena dalam pada varises, pasien akan menunjukkan
tanda dan gejala insufisiensi vena kronis; edema, nyeri, pigmentasi, dan
ulserasi.
-
Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih
ringan pada pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya
waktu.Gejala yang muncul umumnya berupa kaki terasa berat, nyeri atau
kedengan sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, keram pada malam hari, edema,
perubahan kulit dan kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun
dirasakan terus-menerus dan memberat setelah berdiri terlalu lama.
-
Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena membaik bila beraktifitas seperti
berjalan atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada insufisiensi
arteri akan bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pemeriksaan klien vena varikosa adalah uji
Brodie-Trendelenburg dan uju Pethes.
1) Uji Brodie-Trendelenburg
Merupakan uji yang paling sering dilakukan pada varises. Uji ini
memperliharkan aliran balik darah melalui katup inkompeten vena
superfisial dan cabang – cabang yang berhubungan dengan vena dalam
tungkai.
Klien diminta untuk berbaring, tungkai yang terkena ditinggikan untuk
mengosongkan vena. Selanjutnya pasang torniket karet lunak di sekeliling
tungkai atas untuk menyumbat vena dan klien diminta berdiri. Apabila
kaup vena komunikans inkompeten, maka darah akan mengalir dari vena
dalam ke vena superfisial. Apabila pada saat tourniket dilepas darah
mengalir dengan cepat dari atas ke vena superfisial, artinya bahwa katup
vena supervisial juga inkompeten. Uji ini digunakan untuk menentukan
jenis penanganan yang direkomendasikan untuk varies.
2) Uji Perthes
Adalah suatu prosedur diagnostik yang dengan mudah menunjukkan
apakah sistem vena dalam dan vena komunikans semuanya kompeten.
Sebuah torniket dipasang tepat dibawah lutut, kemudian klien diminta
untuk berjalan – jalan. Apabila varises menghilang, artinya sistem vena
dalam dan pembuluh komunikans kompetens. Apabila pembuluh darah
tidak mampu mengosongkan diri, namun justru mengalami distensi saat
berjalan, artinya terjadi inkompentensi atau obstruksi.
Uji diagnostik tambahan untuk mengetahui adanya varises adalah Dopller
flow meter,venografi, dan pletismografi. Dopller flow meter dapat
mendeteksi adanya aliran balik di vena superfisial dengan inkompetensi
katup setelah penekanan tungkai. Venografi meliputi penyuntikan media
kontras radiografi ke dalam vena tungkai sehingga anatomi vena dapat
ditampilkan melalui penelitian sinar X pada berbagai gerakan tungkai.
Pletismpgrafi mengukur perubahan dalam volume darah vena.
 Gagal Jantung
A. Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan
pengisian vena normal. Namun, definisi – definisi lain menyatakan bahwa gagal
jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas oada suatu sistem organ, melainkan
suatu sindrom klinis yang ditandai dengan suatu bentuk respons hemodinamik, renal,
neural dan hormonal, serta suatu keadaan patofisiologi dimana kelainan fungsi
jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhinya dengan meningkatkan tekanan
pengisian.
Saat ini dikenal beberapa istilah gagal jantung, yaitu :
o
Gagal jantung kiri : terdapat benrungan paru, hipotensi,
asites dan peningkatan tekanan penurunan perfusi jaringan
o
Gagal jantung kanan : ditandai dengan adanya edema
perifer, asites, dan peningkatan tekanan vena jugularis
o
Gagal jantung kongesif : nadalah gabungan kedua
gambaran tersebut.
Namun, definisi – definisi tersebut tidak terlalu bermanfaat, karena baik
kelainan fungsi jantung kiri maupun jantung kanan sering terdapat bersamaan
(walaupun kelainan pada saru sisi mungkin lebih dominan daripada sisi lainnya).
Istilah gagal jantung ke muka/foward(untuk menunjukkan tanda- tanda edema paru
dan perifer) atau ke belakang /backward (untuk menggambarkan pengertian sindrom
gagal jantung yang terlalu sederhana).
B. Derajat Gagal jantung
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya gejala
seperti klasifiskasi menurut New York Heart Assosiation (NYHA). Klasifikasi
tersebut digunakan secara luas di dunia internasional untuk mengelompokkan gagal
jantung.
Gagal jantung ringan, sedang, dan berat ditentukan berdasarkan gejala,
khususnya sesak nafas(dispnea). Meskipun klasifikasi ini berguna untuk menentukan
tingkat ketidakmampuan fisik dan beratnya gejala, namun pembagian tersebut tidak
dapat digunakan untuk keperluan lain.
Kelas
I
Definisi
Istilah
Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel
pembatasan aktivitas fisik
dengan
kelainan
kiri
jantung
yang
asimtomatik
yang Gagal
jantung
II
Klien
III
menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas fisik
ringan
Klien
dengan
kelainan
jantung
yang Gagal
IV
menyebabkan banyak pembatasan aktivitas fisik
Sedang
Klien dengan kelainan jantung yang segala Gagal jantung Berat
jantung
bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan
keluhan
Klasfisikasi NYHA tidak dapat digunakan untuk menulai beratnya penyakit
jantung yang menjadi penyebab, misalnya pada gagal jantung ringan belum tentu
disebabkan oleh penyakit jantung yang ringan. Beratnya gejala tidak menunjukkan
atau sebanding dengan beratnya disfungsi ventrikel kiri yang ada. Justru sebaliknya,
fraksi ejeksi ventrikel kiri terbukti menentukan mortalitas gagal jantung. Adanya
bendungan paru yanag ditemukan pada pemeriksaan klinis atau radiologis pada klien
infark miokardium menunjukkan prognosis yang buruk.
Meskipun gagal jantung adalah gangguan multisistem, tidak ada satupun
gejala yang spesifik untuk organ terterntu. Sebagai contoh, dispnea dapat disebabkan
oleh penyakit paru, sedangkan edema perifer disebabkan oleh insufiensi vena atau
penyakit hati dan ginjal.
Walaupun belum ada data yang akurat untuk data gagal jantung di Indonesia,
tapi sebagai perbandingan yang menyatakan bahwa gagal jantungkini dianggal
sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Sindrom ini merupakan
penyebab rawat inap paling sering pada klien tua, baik di Amerika Serikat maupun di
Inggris. Gagal jantung mempunyai mortilitas tinggi, bahkan golongan terburuk
mempunyai harapan hidup 1 tahun kurang dari 50% (Stephen G.Ball, 1996).
C. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun yang didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung mencakup keadaan – keadaan yang meningkatkan beban awal, beban
akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan – keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi
aorta, cacat septum vertikel dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
setenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokardium dan kardiomipati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis
yang menyebabkan gagal jantung, ada faktor –faktor fisiologis lain yang dapat pula
mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa.
Faktor – faktor yang mengganggu pengisian ventrikel, seperti stenosis katup
atrioventrikularis dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan – keadaan seperti
perikarditis konstriktif dan tamponande jantung mengakibatkan gagal jantung melalui
gabungan beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi
ventrikel. Dengan demikian, jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme
fisiologis atau gabungan berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya
gagal jantung. Efektifitas jantungs ebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai
gangguan patofisiologis. Faktor – faktor yang memicu perkembangan gagal jantung
melalui penekana sirkulasi yang mendadak berupa : aritmia, infeksi sistemik dan
infeksi paru,dan emboli paru.
Aritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah
rangsangan listrik yang memulai respon mekanis. Respon mekanis jantung yang
tersinkronisasi dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang
stabil, karena :
o Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi
kebutuhan tubuh terhadap metabolisme yang meningkat.
o Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
ejeksi ventrikel kanan sehingga memicu terjadinya gagal jantung
kanan.
D. Patofisiologi
Bila cadangan jantung untuk berespon terhadap sterss tidak adekuat dalam
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal melakukan tugasnya
sebagai pompa, akibatnya terjadilah gagal jantung. Juga pada tingkat awal, disfungsi
komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan. Jika cadangan jantung normal
mengalami payah dan kegagalan, respon fisiologis tertentu pada curah jantung adalah
penting. Semua respon ini menunjukka upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi
organ vital normal.
Sebagai respon terhadpa gagal jantung, ada tiga mekanisme respon primer .
1. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpats
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas neurohormon
3. Hipertrofi ventrikel
Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung,
mekanisme – mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung
pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan
istirahat. Akan tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.
E. Tanda dan Gejala
Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu:
-
Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam
hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
Batuk
-
Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan
insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
-
Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
Gagal jantung kanan
1.
Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2.
Edema
ekstrimitas
bawah
(edema
dependen),
biasanya edema pitting, penambahan berat badan,
3.
Hepatomegali. Dan nyeri tekan
pada kuadran
kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar
4.
Anorexia dan mual. Terjadi akibat
pembesaran
vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
5.
Nokturia
6.
Kelemahan.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis gagal jantung seharusnya menggunakan kriteria klinis maupun
penilaian jantung secara objektif. Diagnosis tersebut sangat perlu ditegakkan sebelum
mulai memberikan penatalaksanaan. Alat diagnosis dasar untuk gagal jantung
semuanya bersifat non-invasif, yaitu ekokardiografi, elektrokardiografi(EKG), dan
foto sinar X dada. Hemoglobin, elektrolit, urea darah dan fungsi tiroid seharusnya
juga diukur secara rurin. Pemeriksaan lain yang lebih khusus, misalnya kateterisasi
jantung, arteriografi jantung, dan uji latihan juga dapat digunakan pada klien tertentu
tergantung ketersediaannya. Teknik khusus ini sering tidak dibutuhkan karena
prosedur non-invasif, terutama ekokardiografi sudah demikian maju.
Pemeriksaan objektif diperlukan karena dua alasan yaitu, untuk menilai
kinerja jantung dan untuk menentukan penyebab dasar gagal jantung, khususnya jika
penyebab ini dapat diobati atau bahkan dihilangkan, misalnya kelainan katup,
endokarditis infektif, efusi perikardialm dan emboli paru yang berulang.
 Penyakit jantung koroner
A. Definisi
Penyakit
Jantung
Koroner
(PJK)
adalah
keadaan
dimana
terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan otot jantung atas oksigen dengan penyediaan
yang di berikan oleh pembuluh darah koroner.
Ketidak mampuan pembuluh darah koroner untuk menyediakan kebutuhan
oksigen biasanya diakibatkan oleh penyumbatan athroma (plak)
B. Etiologi
Pria dan wanita dapat terkena penyakit jantung koroner. Penyakit jantung
koroner dapat diturunkan secara turun temurun (keturunan). Mungkin juga merupakan
perkembangan seperti pada usia lanjut dan pembentukan paque didalam arteri yang
berlangsung lama. Anda bisa terkena penyakit jantung koroner jika anda mepunyai
berat badan yang berlebihan (overweight) atau seseorang dengan tekanan darah tinggi
dan diabetes. Kolesterol tinggi bisa juga menjadi penyakit jantung koroner. Penyakit
jantung koroner bersumber dari aneka pilihan gaya hidup yang tidak sehat seperti
merokok, kebiasaan makan dengan tinggi lemak dan kurangnya olah raga.
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian
paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan
merupakan faktor penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor
yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah: Diet kaya lemak,
Merokok, Malas berolah raga.
Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar
kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi
peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit
arteri koroner akan menurun.
Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan
bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter) bisa menurunkan kadar kolesterol.
Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa memperlambat atau
mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner.
Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang
memiliki faktor resiko berikut: Merokok sigaret, Tekanan darah tinggi, Kegemukan,
Malas berolah raga, Kadar trigliserida tinggi # Keturunan # Steroid pria (androgen).
C. Patofisiologi
Manifestasi PJK disebabkan karena ketidak seimbangan antara kebutuhan O2
sel otot jantung dengan masukannya. Masukan O2 untuk sel otot jantung tergantung
dari O2 dalam darah dan pembuluh darah arteri koroner. Penyaluran O2 yang kurang
dari a. Koroner akan menyebabkan kerusakan sel otot jantung. Hal ini terutama
disebabkan karena proses pembentukan plak aterosklerosis (sumbatan di pembuluh
darah koroner). Sebab lainnya dapat berupa spasme (kontraksi) pembuluh darah atau
kelainan kongenital (bawaan).
Iskemia (kerusakan) yang berat dan mendadak akan menimbulkan kematian
sel otot jantung, yaitu disebut dengan infark jantung akut yang ireversibel (tidak dapat
sembuh kembali). Hasil dari kerusakan ini juga akan menyebabkan gangguan
metabolik yang akan berefek ganggu
D. Tanda dan Gejala
-
Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar;
dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang)
-
Sesak napas
-
Berdebar-debar
-
Denyut jantung lebih cepat
-
Pusing
-
Mual
-
Kelemahan yang luar biasa
Resiko dan insidensi
Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan
merupakan penyebab utama kematian di USA.Walaupun data epidemiologi
menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan
tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan
penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang
berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Dep.kes, 1993).
Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di
golongkan secara logis sebagai berikut:
1.
Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus.
Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis
(Kaplan & Stamler, 1991).
2.
Kebisasaan hidup atau faktor lingkungan yang
tidak ditentukan semaunya
Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.
Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet
yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh
kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret
dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).
3.
Faktor resiko kecil lainnya
Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan
keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada
kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.
Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur
dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).
E. Pemeriksaan Diagnostik
-
ECG menunjukan: adanya S-T elevasi
yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang
merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan
adanya nekrosis.
-
Enzym dan isoenzym pada jantung:
CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam.
Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
-
Elektrolit:
ketidakseimbangan
yang
memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas
jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
-
Whole blood cell: leukositosis mungkin
timbul pada keesokan hari setelah serangan.
-
Analisa
gas
darah:
Menunjukan
terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
-
Kolesterol
atau
trigliseid:
mungkin
mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
-
Chest X ray: mungkin normal atau
adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
-
Echocardiogram:
Mungkin
harus
di
lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang
pada jantung.
-
Exercise
stress
test:
Menunjukan
kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.

Infark Miokardium
A. Definisi
Infark miokardium akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium
yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri
koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri
koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokontriksi, inflamasi,
dan mikroembolisasi distal. Kadang – kadang sumbatan akut ini dapat pula
disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis (perki,2004).
B. Patofisiologi
Pada aterosklorosus, intima (lapisan dalam ) arteri mengalami perubahan.
Terbentuknya ateroma dan perubahan dinding pembuluh darah pada aterosklerosis
merupakan proses yang panjang, sehingga akan mengganggu absorpsi nutrien oleh sel
– sel endotel karena menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menymbat
aliran darah karena timbunan ini menonjol di dalam lumen pembuluh darah. Disfungsi
endotelial akan membentuk jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin
sempit dan aliran darah terhambat.
Peningkatan ukuran plak berlanjut pada titik melambatnya aliran darah arteri
dari keadaan terdesak sampai sedikit mengalir sesuai penurunan diameter arteri.
Diyakini bahwa banyak bagian dinding infark yang tebal atau infark nontransmural
terjadi akibat spasme koroner. Arteri koroner yang mengalami ateroslorosis berespons
terhadap rangsangan vasodilator secara paradoksial, sehingga menyebabkan
vasokontriksi.
Spasme arteriol dan penyempitan menyebabkan aliran darah arteri menurun
serta kebutuhan oksigen dan nutrien jaringan miokardium berlanjut. Kerja serupa dari
pemompaan dari darah harus diselesaikan dengan ketersediaan energi dan oksigen
yang sedikit. Metabolisme anaerob dapat memberikan hanya 6% dari energi total
yang diperlukan. Pengambilan glukosa oleh sel sangat meningkat saat vadangan
glikogen dan adenosin trifosfat berkurang., kalium dengan cepat bergerak dari sel
miokardium selama iskemia. Asidosis seluler terjadi yang selanjutnya mengganggu
metabolisme seluler. Penting untuk diketahuo bahwa lesi – lesi aterosklerosis
biasanya berkembang pada segmen epikardial proksimal dari arteri koronaria, yaitu
pada tempat lengkungan yang tajam, percabangan, atau perlekatan. Lesi – lesi ini
cenderung terlokalisir dan lokal penyebarannya. Akan tetapi, pada tahap yang lanjut
lesi – lesi yang tersebar berdifusi menjadi menonjol/
Selanjutnya, sebagai respons trombolik dan akibat adanya statis pada arteri
koroner yang terserang, terbentuklah suatu trombus yang kaya akan fibrin dan eritrosit
serta meluas ke atas maupun ke bawah. Trombus yang terbentuk kemudian mengikuti
aliran darah dan terhenti pada lumen pembuluh yang lebih kecil, sehingga
menyebabkan oklusi total pembuluh darah. Penyumbatan ini bermanifestasi dengan
tidak adanyanya aliran darah dan menyebabkan suplai darah ke area lokal terhenti dan
terjadi iskemia total.
C. Tanda dan Gejala
-
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus menerus tidak
mereda
-
Keparahan nyeri dapat meningkat secara bertahap menetap sampai
nyeri tak tertahankan
-
Nyeri tersebut sangat sakit, seperti ditusuk – tusuk yang menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan
-
Nyeri mulai secara spontan, menetap selama beberapa jam atau
beberapa hari dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin
-
Nyeri menjalar ke arah rahang dan leher
-
Nyeri disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening dan mual muntah
D. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik utama pada klien infark miokardium adalah EKG dan
pemeriksaan enzim jantung.
1) pemeriksaan EKG
EKG memberi informasi mengenai elektrofisiologi jantung, melalui pembacaan
dari waktu ke waktu, dokter mampu memantau perkembangan dan resolusi suatu
infark miokardium. Lokasi dan ukuran infark juga dapat ditentukan dengan EKG.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Analisis enzim jantung dengan plasma merupakan bagian dari profil diagnostik
yang meliputi riwayat, gejala dan elektrokardiogram untuk mendiagnosis infark
miokardium.
Enzim dilepaskan dari sel bila sel mengalami cedera dan membrannya pecah.
Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam hubungannya dengan organ tertentu yang
rusak. Seperti telah diketahui CKMB tidak terlalu spesifik untuk otot jantung
(Andi Wijaya,2000). Sepuluh tahun terakhir ini, troponin T (cTnT) dan troponin I
( cTnT) merupakan indikator yang sensitif dan spesifik untuk infark miokardium.
Lebih pentingnya lagi dapat digunakan untuk stratifikasi resiko klien dengan
infark miokardium.
Parameter biokimiawai diyakini akan terus berkembang sebagai penunjang
diagnosis infark miokardium,infarck sizing, stratifikasi risiko dan pemantauan
reperfusi. Bahkan akan mempunyai peran pada continuum dari ACS(acute
coronary syndrome) dari hancurnya plak. Terdapat inflamasi dan iskemia, sampai
manifestasi klinis berupa angina dan infark miokardium.
Evaluasi pertanda jantung generasi baru harus dibandingkan dengan CK-MB yang
selama ini telah menjadi gold standard. Kinetik pelepasan enzim dan pertanda
jantung lain akan meningkan bila klien infark miokard berhasil diberikan
pengobatan trombolitik ataupun angoplasti yang dinyatakan dengan terjadinya
reperfusi dari arteri koroner yang tersumbat.
Proses penyakit Keganasan pada Sistem Kardiovaskular

Tumor jantung

A. Definisi
Tumor adalah penyakit sejenis kelainan akibat adanya pertumbuhan yang
tidak normal dan seharusnya dalam tubuh. Tumor bisa bersifat bukan kanker dan
kanker (keganasan). Tumor adalah
jenis pertumbuhan yang tidak normal, baik
bersifat kanker (malignant) atau bukan kanker (benign). Tumor yang dimulai di
jantung disebut tumor primer. Yang bisa terbentuk disetiap jaringan jantung atau bisa
bersifat kanker atau bukan kanker. Tumor jantung primer langka, terjadi kurang dari 1
berbanding 2000 orang. Pada orang dewasa, sekitar setengah dari tumor jantung
primer tidak bersifat kanker adalah myxomas. Myxomas biasanya terbentuk di ruang
sebelah kiri atas jantung (atrium). Bisa terbentuk dari sel embrio terletak pada lapisan
dalam (lining) dari dinding jantung.
B. Klasifikasi
Sedangkan tumor jantung terbagi menjadi dua jenis, premier dan sekunder.
a) Tumor premier: tumor ini tumbuh langsung dari dalam jantung, dan
biasa tumbuh dimanapun di dalam organ jantung, bisa bersifat kanker
dan bukan kanker.
b) Tumor sekunder: tumor ini berasal dari bukan organ jantung, tetapi
kemudian penyebarannya sampai ke jaringan jantung biasanya selalu
bersifat kanker (ganas). Tumor tadinya bisa tumbuh di payudara,
darah, kulit dan paru-paru atau lainnya, kemudian merembet ke
jantung. Tumor jenis ini lebih sering ditemukan.
C. Etiologi
Beberapa hal yang bisa menyebabkan tumor jantung adalah:
-
Karena penyumbatan pada aliran darah yang menuju jantung.
-
Jantung fibrosis, kekakuan pada otot jantung.
-
endokarditis marantic, Interferensi pada katup jantung.
Tumor jantung (premier atau sekunder) mempunyai kemungkinan untuk
menyerang kantung jantung dan berakibat pada tertekannya jantung. Dan hal
ini bisa berakibat pada rasa sakit di dada bahkan gagal jantung.
D. Patofisiologis
E. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda tumor jantung biasanya tidak menampakkan gejala tertentu yang
mencolok. Tumor jantung sendiri biasanya tidak menyebabkan gangguan tertentu
pada fungsi jantung, tidak seperti jenis penyakit jantung lainnya yang bisa berakibat
membahayakan.
Beberapa kelainan yang mungkin bisa terjadi adalah:
-
Terjadi gagal jantung yang tiba-tiba
-
Detak jantung yang tidak teratur
-
Adanya penurunan tekanan darah tiba-tiba yang disebabkan oleh
perdarahan di kantung jantung.
 Stroke
A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau
perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya
secara mendadak.
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari
stroke terjadi sebelum usia 65, 70% terjadi pada mereka yang 65tahun keatas. Risiko
stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese,
nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan).
Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke
trombotik (Wanhari, 2008).
2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan
intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan
kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil
mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
B.
Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu
empat kejadian yaitu:
1.
Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2.
Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain.
3.
Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4.
Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke
otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1.
Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke,
penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2.
Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol
dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
C. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1.
Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan
sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,
selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2.
Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah
ke kejaringan (hemorrhage).
3.
Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4.
Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang
interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih
mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalurjalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi
pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah
dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah
ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga
aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri..
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
Skema Patofisiologi
Sumber : Satyanegara, 1998 (Wanhari, 2008).
D. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala
penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda
atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala
mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau
mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
E.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1.
Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2.
Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
3.
Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
F.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002) adalah:
1.
Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan.
2.
Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah,
curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi
adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah
dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi
ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3.
Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
akan
menurunkan
aliran
darah
serebral.
Disritmia
dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian
trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus
serebral dan harus diperbaiki.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah:
1.
Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik
oklusi/ ruptur.
2.
CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
3. Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack)
atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan
yang
mengandung
darah
menunjukkan
adanya
hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
Penatalaksanaan pada klien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler

CVP
A. Pengertian
CVP adalah memasukkan kateter poli ethylene dari vena tepi sehingga ujungnya
berada di dalam atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga kateterisasi
vena sentralis (KVS)
Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan.
Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan
ventrikel kanan pada akhir diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal
tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto
(2004) nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.
Perawat harus memperhatikan perihal :
1) Mengadakan persiapan alat – alat
2) Pemasangan manometer pada standard infus
3) Menentukan titik nol
4) Memasang cairan infus
5) Fiksasi
6) Fisioterapi dan mobilisasi
B. Tujuan
1) Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS)
2) Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN) ; makanan kalori
tinggi secara intravena
3) Untuk mengambil darah vena
4) Untuk memberikan obat – obatan secara intra vena
5) Memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat
6) Dilakukan pada penderita gawat yang membutuhkan erawatan yang
cukup lama
CVP bukan merupakan suatu parameter klinis yang berdiri sendiri, harus
dinilai dengan parameter yang lainnya seperti :
-
Denyut nadi
-
Tekanan darah
-
Volume darah
-
CVP mencerminkan jumlah volume darah yang beredar dalam tubuh
penderita, yang ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung. Misal : syock
hipovolemik –> CVP rendah
C. Persiapan untuk pemasangan
a) Persiapan pasien
Memberikan penjelasan pd klien dan klg ttg:
–
tujuan pemasangan,
–
daerah pemasangan, &
–
prosedur yang akan dikerjakan
b) Persiapan alat
–
Kateter CVP
–
Set CVP
–
Spuit 2,5 cc
–
Antiseptik
–
Obat anaestesi lokal
–
Sarung tangan steril
–
Bengkok
–
Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
–
Plester
D. Cara Kerja
a)
Daerah yang Dipasang :
-
Vena femoralis
-
Vena cephalika
-
Vena basalika
-
Vena subclavia
-
Vena jugularis eksterna
-
Vena jugularis interna
b)
Cara Pemasangan :
1.
Penderita tidur terlentang
(trendelenberg)
2.
Bahu kiri diberi bantal
3.
Pakai sarung tangan
4.
Desinfeksi daearah CVP
5.
Pasang doek lobang
6.
Tentukan tempat tusukan
7.
Beri anestesi lokal
8.
Ukur berapa jauh kateter
dimasukkan
9.
Ujung kateter sambungkan
dengan spuit 20 cc yang diisi NaCl 0,9% 2-5 cc
10.
Jarum ditusukkan kira – kira 1
jari kedepan medial, ke arah telinga sisi yang berlawanan
11.
Darah dihisap dengan spuit tadi
12.
Kateter terus dimasukkan ke
dalam jarum, terus didorong sampai dengan vena cava superior atau
atrium kanan
13.
Mandrin dicabut kemudian
disambung infus -> manometer dengan three way stopcock
14.
Kateter fiksasi pada kulit
15.
Beri betadhin 10%
16.
Tutup kasa steril dan diplester
E. Keuntungan Pemasangan di Daerah Vena Sublavia
1) Mudah dilaksanakan (diameter 1,5 cm – 2,5 cm)
2) Fiksasi mudah
3) Menyengkan penderita
4) Tidak mengganggu perawatan rutin dapat dipertahankan sampai 1
minggu
F. Cara Menilai CVP dan Pemasangan Manometer
1.
Cara Menentukan Titik Nol
-
Penderita tidur terlentang mendatar
-
Dengan menggunakan slang air tang berisi air ±
setengahnya -> membentuk lingkaran dengan batas air yang terpisah
-
Titik nol penderita dihubungkan dengan batas
air pada sisi slang yang satu. Sisi yang lain ditempatkan pada
manometer.
-
Titik nol manometer dapat ditentukan
-
Titik nol manometer adalah titik yang sama
tingginya dengan titik aliran V.cava superior, atrium kanan dan V.cava
inferior bertemu menjadi satu.
CVP manometer
Posisi klien saat pengukuran CVP
G. Penilaian CVP
-
Kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock -> amati
infus lancar atau tidak
-
Penderita terlentang
-
Cairan infus kita naikkan ke dalam manometer sampai dengan angka
tertinggi -> jaga jangan sampai cairan keluar
-
Cairan infus kita tutup, dengan memutar stopcock hubungkan
manometer akan masuk ke tubuh penderita
-
Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi sesuai
irama nafas, turun (inspirasi), naik (ekspirasi)
-
Undulasi berhenti -> disitu batas terahir -> nilai CVP
-
Nilai pada angka 7 -> nilai CVP 7 cmH2O
-
Infus dijalankan lagi setelah diketahui nilai CVP
H. Nilai CVP
-
Nilai rendah : < 4 cmH2O
-
Nilai normal : 4 – 10 cmH2O
-
Nilai sedang : 10 – 15 cmH2O
-
Nilai tinggi : > 15 cmH2O
I. Penilaian CVP dan Arti Klinisnya
CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan penilaiannya adalah
sebagai berikut :
1) CVP rendah (< 4 cmH2O)
-
Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat.
-
Bila CVP normal, tanda shock hilang -> shock
hipovolemik
-
Bila CVP normal, tanda – tanda shock
bertambah -> shock septik
2) CVP normal (4 – 14 cmH2O)
-
Bila darah atau cairan dengan hati – hati dan
dipantau pengaruhnya dalam sirkulasi.
-
Bila CVP normal, tanda – tanda shock negatif ->
shock hipovolemik
-
Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif ->
septik shock, cardiogenik shock
3) CVP tinggi (> 15 cmH2O)
-
Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung
(insufisiensi kardiak)
-
Terapi : obat kardiotonika (dopamin).
J. Faktor -faktor yang Mempengaruhi CVP
a)
Volume darah :
-
Volume darah total
-
Volume darah yang terdapat di dalam vena
-
Kecepatan pemberian tranfusi/ cairan
b)
Kegagalan jantung dan insufisiensi jantung
c)
Konstriksi pembuluh darah vena yang disebabkan oleh
faktor neurologi
d)
Penggunaan obat – obatan vasopresor
e)
Peningkatan
tekanan
intraperitoneal
dan
tekanan
intrathoracal, misal :
-
Post operasi illeus
-
Hematothoraks
-
Pneumothoraks
-
Penggunaan ventilator mekanik
-
Emphysema mediastinum
f)
Emboli paru – paru
g)
Hipertensi arteri pulmonal
h)
Vena cava superior sindrom
i)
Penyakit paru – paru obstruksi menahun
j)
Pericarditis constrictiva
k)
Artevac ; tersumbatnya kateter, ujung kateter berada di
dalam v.jugularis inferior
 EKG
A. Definisi
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung.
Elektokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung.
adalah grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang merekam aktivitas
kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. Namanya terdiri atas sejumlah bagian yang
berbeda: elektro, karena berkaitan dengan elektronika, kardio, kata Yunani untuk
jantung, gram, sebuah akar Yunani yang berarti “menulis”. Analisis sejumlah
gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi
diagnostik yang penting.
B. Tujuan
a) Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung
b) Kelainan-kelainan otot jantung
c) Pengaruh/efek obat-obat jantung
d) Ganguan -gangguan elektrolit
e) Perikarditis
f) Memperkirakan adanya pembesaran jantung
g) dan lain-lain
C. Cara pemeriksaan
1)
PERSIAPAN ALAT-ALAT EKG.
a.
Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai
berikut :
b.
Satu kabel untuk listrik (power)
c.
Satu kabel untuk bumi (ground)
d.
Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan
diberi tanda dan warna.
e.
Plat elektrode yaitu
f.
4 buah elektrode extremitas dan manset
g.
6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap.
h.
Jelly elektrode / kapas alkohol
i.
Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)
j.
Kertas tissue
2)
PERSIAPAN PASIEN
b.
Pasieng diberitahu tentang tujuan perekaman EKG
c.
Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam
keadaan tenang selama perekaman.
D. Cara menempatkan Elektrode
Sebelum pemasangan elektrode, bersihkan kulit pasien di sekitar
pemasangan manset, beri jelly kemudian hubungkan kabel elektrode dengan pasien.
1.
Elektrode
extremitas
atas
dipasang pada pergelangan tangan kanan dan kiri searah dengan telapak
tangan.
2.
Pada extremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan kiri
sebelah dalam.
3.
Posisi pada pengelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan
dapatlah dipasang sampai ke bahu kiri dan kanan dan pangkal paha kiri
dan kanan.
Kemudian kabel-kabel dihubungkan :
-
Merah (RA / R) lengan kanan
-
Kuning (LA/ L) lengan kiri
-
Hijau (LF / F ) tungkai kiri
-
Hitam (RF / N) tungkai kanan (sebagai ground)
Hasil pemasangan tersebut terjadilah 2 sandapan (lead)
1)
Sandapan bipolar (sandapan
standar) dan ditandai dengan angka romawi I, II, III.
2)
Sandapan
Unipolar
Extremitas (Augmented axtremity lead) yang ditandai dengan simbol
aVR, aVL, aVF.
4.
Pemasangan elektroda dada (Sandapan Unipolar Prekordial),
ini ditandai dengan huruf V dan disertai angka di belakangnya yang
menunjukkan lokasi diatas prekordium, harus dipasang pada :
-
VI : sela iga ke 4 garis sternal kanan
-
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
-
V3 : terletak diantara V2 dan V4
-
V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid klavikula kiri
-
V5 ; garis aksilla depan sejajar dengan V4
-
V6 ; garis aksila tengah sejajar dengan V4
-
Sandapan tambahan
-
V7 : garis aksila belakang sejajar dengan V4
-
V8 : garis skapula belakang sejajar dengan V4
-
V9 : batas kin dan kolumna vetebra sejajar
dengan V4
-
V3R - V9R posisinya sama dengan V3 - V9,
tetapi pada sebelah kanan. Jadi pada umumnya pada sebuah EKG
dibuat 12 sandapan (lead) yaitu
-
I II III aVR aVL aVF
-
VI V2 V3 V4 V5 V6
Sandapan yang lain dibuat bila perlu.
Lokasi permukaan otot jantung dapat dilihat pada EKG, seperti :
1.
Anterior : V2, V3, V4
2.
Septal : aVR, V1, V2
3.
Lateral : I, aVL, V5,
V6
4.
Inferior : II, III, aVF
Aksis terletak antara : - 30 sampai + 110 (deviasi aksis normal)
Lebih dari – 30 : LAD (deviasi aksis kiri)
Lebih dari dari + 110 : RAD (deviadi aksis kanan)
E. Cara merekam EKG
1) Hidupkan mesin EKG dan tunggu sebentar untuk pemanasan.
2) Periksa kembali standarisasi EKG antara lain
a. Kalibrasi 1 mv (10 mm)
b. Kecepatan 25 mm/detik
Setelah itu lakukan kalibrasi dengan menekan tombol run/start dan setelah
kertas bergerak, tombol kalibrasi ditekan 2 -3 kali berturut-turut dan periksa
apakah 10 mm.
3) Dengan memindahkan lead selector kemudian dibuat pencatatan EKG secara
berturut-turut yaitu sandapan (lead) I, II, III, aVR,aVL,aVF,VI, V2, V3, V4,
V5, V6. Setelah pencatatan, tutup kembali dengan kalibrasi seperti semula
sebanyak 2-3 kali, setelah itu matikan mesin EKG
4) Rapikan pasien dan alat-alat.
a. Catat di pinggir kiri atas kertas EKG
b. Nama pasien
c. Umur
d. Tanggal/Jam
e. Dokter yang merawat dan yang membuat perekaman pada kiri bawah
5) Dibawah tiap lead, diberi tanda lead berapa, perhatian
Perhatian !
1. Sebelum bekerja periksa dahulu tegangan alat EKG.
2. Alat selalu dalam posisi stop apabila tidak digunakan.
3. Perekaman setiap sandapan (lead) dilakukan masing - masing 2 - 4
kompleks
4. Kalibrasi dapat dipakai gambar terlalu besar, atau 2 mv bila gambar terlalu
kecil.
5. Hindari gangguan listrik dan gangguan mekanik seperti ; jam tangan,
tremor, bergerak, batuk dan lain-lain.
6. Dalam perekaman EKG, perawat harus menghadap pasien.
F. Cara membaca EKG
Ukuran-Ukuran pada kertas EKG : Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri
dari garis horisontal dan vertikal berbentuk bujur sangkar dengan jarak 1 mm. Garis
yang lebih tebal (kotak besar) terdapat pada setiap 5 mm. Garis horizontal
menggambarkan waktu (detik) yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,04 detik, 5 mm (1
kotak besar) = 0,20 detik. Garis vertical menggambarkan voltase yang mana 1 mm (1
kotak kecil) = 0,1 mV.
Pada perekaman EKG standar telah ditetapkan yaitu :
1. Kecepatan rekaman 25 mm/detik (25 kotak kecil)
2. Kekuatan voltage 10 mm = 1 millivolt (10 kotak kecil)
Jadi ini berarti ukuran dikertas EKG adalah
a) Pada garis horisontal
-
tiap satu kotak kecil = 1 mm = 1/25 detik = 0,04 detik
-
tiap satu kotak sedang = 5 mm = 5/25 detik = 0,20 detik
-
tiap satu kotak besar = 25 mm = 25125” = I ,00 detik
b) pada garis vertikal
-
1 kotak kecil = 1 mm =0.1 mv
-
1 kotak sedang = 5 mm = 0,5 mv
-
2 kotak sedang = 10 mm= I milivolt
1) Menentukan frekuensi jantung
Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan
3 cara yaitu :
a. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’
b. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’
c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam
6 detik tsb kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5
2)Menentukan irama jantung
Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah
sebagai berikut
-
Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak
-
Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)
-
Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak
-
Tentukan interval PR normal atau tidak
-
Tentukan gelombang QRS normal atau tidak
Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA,
maka irmanya disebut dengan Irama Sinus (“Sinus Rhytem”)
Kriteria Irama Sinus adalah :
-
Iramanya teratur
-
frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit
-
Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T
-
Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik)
-
PR interval normal (0,12-0,20 detik)
Irama yang tidak mempunyai criteria tersebut di atas kemungkinan suatu kelainan
G. Nilai – nilai EKG normal
Gelombang P
Nilai normal :
•
Lebar ≤ 0,12 detik
•
Tinggi ≤ 0,3 mV
•
Selalu (+) di lead II
•
Selau (-) di lead aVR
Interval PR
Diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai
normal berkisar 0,12-0,20 detik.
Gelombang QRS (kompleks QRS)
Nilai normal : lebar 0,04 - 0,12 detik, tinggi tergantung lead.
Gelombang Q : defleksi negatif pertama gelombang QRS
Nilai normal : lebar < 0,04 detik, dalam < 1/3 gelombang R. Jika dalamnya > 1/3
tinggi gelombang R berarti Q patologis.
Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS. Umumnya di
Lead aVR, V1 dan V2, gelombang S terlihat lebih dalam, dilead V4, V5 dan V6
makin menghilang atau berkurang dalamnya.
Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolirisasi Ventrikel. Umumnya gelombang T positif,
di hampir semua lead kecuali di aVR
Gelombang U
Adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya.
Penyebabnya timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun diduga timbul
akibat repolarisasi lambat sistem konduksi Interventrikuler.
Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS.
Nilai normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik ini merupakan waktu yang dibutuhkan
untuk depolarisasi Atrium dan jalannya implus melalui berkas His sampai permulaan
depolarisasi Ventrikuler
Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang T.
segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekkordial dapat berpariasi dari –
0,5 sampai +2mm. segmen ST yang naik diatas garis isoelektris disebut ST eleveasi
dan yang turun dibawah garis isoelektris disebut ST depresi
Cara menilai EKG
-
Tentukan apakah gambaran EKG layak dibaca atau tidak
-
Tentukan irama jantung ( “Rhytm”)
-
Tentukan frekwensi (“Heart rate”)
-
Tentukan sumbu jantung (“Axis”)
-
Tentukan ada tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium / ventrikel)
-
Tentukan ada tidaknya tanda tanda kelainan miokard (iskemia/injuri/infark)
-
Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan, gangguan
keseimbangan elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada pasien yang
terpasang pacu jantung)
Download