9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pembelian sebagai Suatu Proses. Dalam banyak hal pembelian yang dilakukan konsumen bukan suatu tindakan tiba-tiba namun merupakan suatu rangkaian proses. Mengikuti model perilaku pembeli dari Philip Kotler (2002:183) yang dapat dilihat pada gambar 1 dapat dinyatakan bahwa pertama kali mempengaruhi konsumen adalah adanya rangsangan. Rangsangan diperoleh ketika konsumen menerima informasi dari berbagai sumber informasi yang dijumpai. Rangsangan tersebut dapat berasal dari rangsangan pemasaran maupun rangsangan lainnya. Rangsangan pemasaran terkait dengan unsur marketing mix yaitu : produk, harga, saluran pemasaran dan promosi. Rangsangan lain yang cukup berpengaruh pada perilaku pembelian antara lain : ekonomi, teknologi, politik dan budaya. Hal lain yang mempengaruhi konsumen adalah pengaruh yang berasal dari dalam diri konsumen yang meliputi budaya, sosial, pribadi dan psikologi. Dengan demikian perusahaan dituntut mampu mengidentifikasi dengan baik terhadap beberapa hal yang mempengaruhi konsumen dalam pembelian produk. Gambar 2.1 Model Perilaku Pembeli Sumber : Kotler, Philip. Susanto, AB. 2007. Manajemen Pemasaran Indonesia. Buku 2. 10 Keputusan dalam arti yang umum adalah "a decision is the selection of an option from two or more alternative choices" yaitu suatu keputusan seseorang dimana dia memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada. Definisi keputusan pembelian menurut Nugroho (2003:38) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasi sikap pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disampaikan bahwa keputusan pembelian adalah suatu keputusan seseorang dimana dia memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada dan proses integrasi yang mengkombinasi sikap pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Proses keputusan konsumen bukanlah berakhir dengan pembelian, namun berlanjut hingga pembelian tersebut menjadi pengalaman bagi konsumen dalam menggunakan produk yang dibeli tersebut. Pengalaman itu akan menjadi bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pembelian di masa depan (Ma’ruf, 2005:14). Menurut Kotler (2005:223) tahap evaluasi alternatif dan keputusan pembelian terdapat minat membeli awal, yang mengukur kecenderungan pelanggan untuk melakukan suatu tindakan tertentu terhadap produk secara keseluruhan. Para ahli telah merumuskan proses pengambilan keputusan model lima tahap, meliputi: a. Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali masalah atau kebutuhan, yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan internal misalnya dorongan memenuhi rasa lapar, haus dan seks yang mencapai ambang batas tertentu. Sedangkan rangsangan eksternal misalnya seseorang melewati toko kue dan melihat roti yang segar dan hangat sehingga terangsang rasa laparnya b. Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. c. Evaluasi Alternatif Konsumen memiliki sikap beragam dalam memandang atribut yang relevan dan penting menurut manfaat yang mereka cari. Kumpulan keyakinan atas merek 11 tertentu membentuk citra merek, yang disaring melalui dampak persepsi selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif. d. Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Faktor sikap orang lain dan situasi yang tidak dapat diantisipasi yang dapat mengubah niat pembelian termasuk faktorfaktor penghambat pembelian. Dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: keputusan merek, keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu dan keputusan metode pembayaran. e. Perilaku Pasca Pembelian Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian, yang tujuan utamanya adalah agar konsumen melakukan pembelian ulang. Gambar 2.2 Model Tahap Proses Pembelian Sumber : Engel, James F, et.al, 1994, Consumer Behavior 12 Kedua, apabila konsumen tertarik pada sesuatu produk maka ia akan mulai mencari informasi tentang produk tersebut. Ketiga, evaluasi alternative merupakan tahap dimana konsumen mulai menggunakan informasi yang telah diperoleh untuk mengevaluasi alternative-alternatif dalam pembelian produk. Evaluasi yang dilakukan konsumen sangat bervariasi tergantung pada produk yang diminatinya. Pada tahap keempat yaitu keputusan membeli, konsumen benar-benar membeli produk sesuai keinginannya. Pada umumnya konsumen membeli suatu produk tergantung pada merk yang disenangi. Pada tahap ini konsumen akan berhadapan dengan dua factor yang akan menggagalkannya dalam memberli suatu produk yaitu factor sikap orang lain dan factor situasi yang tidak diharapkan. Apabila pembelian dilakukan, pengalaman penggunaan produk menimbulkan perilaku pasca pembelian. Kelima, tingkah laku pasca pembelian yang menentukan konsumen mengambil tindakan lebih lanjut berdasarkan pengalamannya dalam penggunaan produk yang telah dibelinya.Hal ini menciptakan rasa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen sebagai bentuk perimbangan antara harapan konsumen dan prestasi yang diterima dari produk. Oleh karenanya perusahaan harus benar-benar memperlihatkan produk yang ditawarkan sehingga pada saat konsumen membeli produk tersebut harapan akan manfaat yang diterima bisa terwujud. Lebih lanjut diharapkan bahwa konsumen tidak akan beralih atau mencoba produk lain agar tercipta pembelian lebih lanjut. Ketika keputusan pembelian sudah diambil, tahap selanjutnya adalah menggunakan produk yang dibeli tersebut. Dalam proses penggunaan produk akan terjadi evaluasi atas apa yang telah diputuskan. Ibu Wati akan menilai apakah terigu yang dibelinya sesuai dengan harapannya atau tidak. Berbagai pertanyaan bisa diajukan kepada konsumen berkaitan dengan kepuasan terhadap produk terigu yang dibelinya itu. Jika ternyata Ibu wati merasa harapannya terpenuhi dan oleh karena itu merasakan kepuasan atas pembelian terigu tersebut, maka kemungkinan besar ibu wati akan melakukan pembelian ulang merek terigu tersebut ketika membutuhkan terigu. Tetapi jika ibu wati merasa tidak puas atas pembelian merek terigu tertentu, maka ibu wati akan mencari kembali merek terigu lain yang menurut dirinya akan memenuhi harapannya. 13 Perilaku pasca pembelian ini dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: 1. Kepuasan Pasca Pembelian (Kotler, 2004:208) Setelah membeli suatu produk, seorang konsumen mungkin mendeteksi suatu kekurangan, Konsumen akan merasa sangat puas, agak puas, atau tidak puas terhadap suatu pembelian. Kepuasan pembeli adalah fungsi seberapa dekat. harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan pembeli, pembeli akan kecewa; jika ia sesuai harapan, pembeli akan puas; jika ia melebihi harapan, pembeli akan sangat puas. Kepuasan konsumen ini memegang peranan penting dalam menentukan besar kecilnya jarak (gap) yang terjadi antara harapan konsumen (consumer’s expectation) dan kemampuan produk (produk performance) dalam memuaskan konsumen. 2. Tindakan Pasca Pembelian (Kotler, 2000:209) Adanya kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami konsumen tentu akan mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, maka kemungkinan besar konsumen tersebut akan melakukan pembelian ulang pada kesempatan berikutnya. konsumen yang puas juga akan cenderung mengatakan halhal yang positif tentang merk tersebut kepada orang lain (word-of-mouth), yang memegang peranan cukup penting dalam pemasaran merek. Jika konsumen merasa tidak puas, maka ia akan mencoba mengurangi ketidakcocokan yang terjadi dengan jalan meninggalkan atau mengembalikan produk tersebut, bahkan konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada perusahaan, lembaga pemerintahan, lembaga perlindungan konsumen, atau mengajukan tuntutan hukum. Berdasarkan penelitian SCSI Solo dan sekitarnya tahun 2006 faktor-faktor yang sering dipertimbangkan pelanggan dalam Pembelian Simcard antara lain : a. Jaringan Luas Jangkauan sinyal dari pemancar agar pelanggan tetap dapat berkomunikasi b. Tarif Biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk dapat berkomunikasi c. Kualitas Layanan 14 Layanan dari suatu operator apabila ada keluhan dari pelanggannya d. Fitur Layanan Hal-hal yang dapat diperoleh pelanggan, apabila pelanggan memakai produk tersebut. e. Bonus dan Hadiah Hal-hal yang diterima pelanggan yang berupa hadiah f. Merek Terkenal Merek / nama dari produk yang lebih dikenal pelanggan nya. g. Iklan Cara mengenalkan / menginformasikan produk agar pelanggan lebih mengenal produk tersebut. h. Gaya Hidup Pengaruh pemakaian produk terhadap pelanggan yang menggunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pelanggan berdasarkan waktu sebelum, pada saar dan sesudah membeli sesuatu produk. Secara sistematis dapat dilihat pada table berikut : Tabel 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pelanggan Dihubungkan dengan Waktu Pembelian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perseps Pelanggan Dihubungkan dengan Waktu Pembelian Sebelum Membeli Produk Image (citra dan nama merk perusahaan) Pengalaman sebelumnya Opini dari teman Reputasi tempat penjualan Publikasi hasil-hasil Saat Membeli Produk Spesifikasi kinerja Sesudah Membeli Produk Kemudahan instalasi dan penggunaan Komentar dari penjualan Penanganan perbaikan, produk pengaduan, jaminan Kondisi atau persyaratan Ketersediaan suku cadang (spare jaminan part) Kebijakan perbaikan dan pelayanan Program-program Efektifitas pelayanan purnajual Keandalan produk 15 pengujian produk pendukung Harga (untuk kinerja) yang Harga (untuk kinerja) dilakukan yang ditetapkan Kinerja komparatif Sumber : Takeuchi dan Guelch dalam Nasution (2005:51) 2.1.2 Keputusan Pembelian Ulang Pembelian yang dilakukan oleh konsumen, menurut Schiffman-Kanuk (2004:569) terdiri dari dua tipe, yaitu pembelian percobaan dan pembelian ulang. Jika konsumen membeli suatu produk dengan merek tertentu untuk pertama kalinya, maka disebut pembelian percobaan. Jadi, pembelian percobaan merupakan tahap penyelidikan dari perilaku pembelian dimana konsumen berusaha mengevaluasi produk dengan langsung mencoba. Jika suatu produk dibeli dengan percobaan ternyata memuaskan atau lebih memuaskan dari merek Menurut Hawkins dkk (2007) pembelian kembali sebagai suatu kegiatan membeli kembali yang dilakukan oleh konsumen terhadap suatu produk denganmerek yang sama tanpa diikuti oleh perasaan yang berarti terhadap produk tersebut. Terdapat dua kemungkinan yang dapat menyebabkan seseorang melakukan pembelian kembali suatu produk.Pertama, konsumen merasa puas dengan pembelian yang mereka lakukan.Kedua, pelanggan merasa tidak puas, tetapi mereka tetap melakukan pembelian kembali. Untuk kemungkinan kedua ini biasanya disebabkan mereka menganggap biaya yang harus mereka keluarkanuntuk mencari, mengevaluasi, dan mengadopsi produk dengan merek lain (switching cost) terlalu tinggi. Mengenai alasan pembelian ulang Blackwell dkk (2001) berpendapat bahwa ketika muncul pembelian kembali itu berarti ada dua kemungkinan, yaitu: pembelian yang diulangi dalam rangka memecahkan masalah (repeated problem solving), atau karena kebiasaan dalam pengambilan keputusan (habitual decision making). Menurut Blackwell dkk (2001) keputusan pembelian kembali merupakan salah satu keputusan pembelian konsumen yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor psikologi konsumen. Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi loyalitas bahkan lebih penting dari kepuasan.Griffin (2005) menyebutkan bahwa jika tidak ada pembelian berulang maka itu berarti bahwa tidak ada loyalitas.Motivasi untuk 16 membeli kembali berasal dari lebih tingginya sikap positif yang ditunjukkan terhadap barang/jasa tertentu, dibanding sikap positif terhadap barang/jasa alternatif yang potensial. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian ulang adalah perilaku konsumen dalam melakukan pengambilan keputusan pembelian merek yang sama dengan pembelian sebelumnya, frekuensi membeli lebih sering dan/atau membeli dengan kuantitas yang cenderung lebih banyak. Singkatnya, keputusan pembelian ulang adalah keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen pada merek yang sama dengan pembelian sebelumnya dengan kuantitas dan intensitas pembelian yang cenderung lebih tinggi. Sejauh ini telah terdapat berbagai penelitian tentang pembelian ulang. Umumnya pemasar tertarik untuk menyelidiki pengaruh stimuli pemasaran terhadap keputusan pembelian ulang.Berbagai produk telah diteliti dalam konteks ini, diantaranya mencakup berbagai produk seperti otomotif, kamera, peralatan fotografi, jasa restoran, dan jasa broker (Kim et al, 2003).Konsumen cenderung melakukan pembelian kembali untuk produk-produk ternama atau produk dengan merk yang telah dikenal luas terlepas dari apalah produk tersebut berharga mahal atau murah dan apakah produk high involvement atau low involvement (Akir dan Othman, 2010). 2.1.3 Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Keputusan Pembelian Modernitas dengan kemajuan teknologi akan mengakibatkan persaingan yang ketat untuk memperoleh dan mempertahankan pelanggan. Kualitas pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan perusahaan supaya mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan gaya hidup pelanggan menuntut perusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Keberhasilan persusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas.Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zenthaml (dalam Ika, 2010). 17 Pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihakpada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu (Kotler, 2005). Selanjutnya menurut Kotler, Bowen, Makens (dalamSamuel dkk, 2007) terdapat 4 karakteristik pelayanan yaitu: 1. Tidak berwujud (intangibility) Tidak seperti barang yang dijual, layanan tidak bisa dilihat, dicicipi, dirasakan, didengar, atau dicium sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian yangdisebabkan oleh service intangibility, pelanggan berusaha untuk mencari bukti yangdapat dilihat atau tangible yang dapat memberikan informasi dan keyakinan mengenaipelayanan tersebut. 2. Tidak dapat dipisahkan (inseparability) Service Inseparability mengandung arti bahwa pelanggan merupakan bagian dariproduk Di sebagian besar bisnis layanan, penjual maupun pembeli harus hadir sehingga transaksi dapat terjadi. Pelanggan menghubungi karyawan merupakan bagian dari produkyang dijual. 3. Variability/heterogeneity/inconsistency Pelayanan senantiasa mengalami perubahan tergantung dari siapa penyedia pelayanan dan kondisi dimana pelayanan tersebut diberikan. Pelayanan bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantng pada siapa, kapan, dan di mana pelayanan tersebut dihasilkan. Ada tiga factor yang menyebabkan variabilitas kualitas pelayanan (Bovee, Houston, dan Thill,1995, dalam Tjiptono, 2002:17) yaitu kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan. 4. Tidak tahan lama (Perishability) Pelayanan tidak dapat disimpan sebagai persediaan yang siap dijual atau dikonsumsi pada saat diperlukan, karena hal tersebut maka pelayanan tidak tahan lama. Dengan demikian bila suatu pelayanan tidak digunakan, maka pelayanan tersebut akan berlalu begitu saja. 18 5. Lack of ownership Lack of ownership merupakan perbedaan dasar antara barang dan jasa/pelayanan. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa atau pelayanan, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas. Pembayaran biasanya ditujukan untuk pemakaian, akses atau penyewaan item-item tertentu berkaitan dengan jasa/pelayanan yang ditawarkan. Pelayanan merupakan kegiatan yang tidak dapat didefenisikan secara tersendiri yang pada hakikatnya bersifat intangible (tidak berwujud), yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau pelayanan lain. Kualitas pelayanan seperti yang dikatakan oleh Parasuraman et al. (dalam Lupiyoadi, 2001:148) dapat didefenisikan yaitu : “Seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan yang mereka terima atau peroleh”. Dapat dikatakan dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, setiap pelaku usaha harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dan sangat memperhatikan dimensi kualitasnya Hal ini sangat penting agar pelanggan tidak mengurungkan niatnya ketika akan melakukan keputusan pembelian. 2.1.4 Hubungan Karakteristik Produk dengan Keputusan Pembelian Di dalam menjalankan suatu bisnis, produk maupun jasa yang dijual harus memiliki kualitas yang baik atau sesuai dengan harga yang ditawarkan.Agar suatu usaha atau perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan, terutama persaingan dari segi kualitas, perusahaan perlu terus meningkatkan karakteristik produk atau jasanya. Karena peningkatan karakteristik produk dapat membuat konsumen merasa puas terhadap produk atau jasa yang mereka beli, dan akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian ulang. Menurut Kotler dan Keller (2007 : 4) produk adalahSegala sesuatu yang dapat ditawarkan kedalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan/semua kebutuhan. Dalam hal ini memberikan batasan produk dianggap memuaskan kebutuhan dan 19 keinginan. Produk dapat berupa suatu benda (object), rasa (service), kegiatan (acting), orang (person), tempat (place), organisasi dan gagasan dimana suatu produk akan mempunyai nilai lebih dimata konsumen, jika memiliki keunggulan dibanding dengan produk lain sejenis. Persepsi konsumen terhadap karakteristik produk, dapat dipengaruhi oleh harga produk.Konsumen memiliki persepsi, apabila semakin tinggi harga suatu produk maka semakin tinggi pula kualitas dari produk tersebut. Konsumen dapat mempunyai persepsi seperti itu ketika mereka tidak memiliki petunjuk atau acuan lain dari karakteristik produk, selain harga produk. Namun sebenarnya persepsi kualitas suatu produk dapat dipengaruhi pula oleh reputasi toko, iklan, dan variabel-variabel lainnya. Menurut Kotler dan Amstrong (2008) kualitas adalah karakteristik dari produk dalam kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan dan bersifat laten. Sedangkan menurut Garvin dan A. Dale Timpe (1990, dalam Alma, 2011) kualitas adalah keunggulan yang dimiliki oleh produk tersebut. Kualitas dalam pandangan konsumen adalah hal yang mempunyai ruang lingkup tersendiri yang berbeda dengan kualitas dalam pandangan produsen saat mengeluarkan suatu produk yang biasa dikenal kualitas sebenarnya. Menurut Kotler (2009), kualitas didefinisikan sebagai keseluruhan ciri serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Sedangkan menurut Tjiptono (2008), kualitas merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana keluaran dapat memenuhi prasyarat kebutuhan pelanggan atau menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik itu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan suatu produk dan jasa yang melalui beberapa tahapan proses dengan memperhitungkan nilai suatu produk dan jasa tanpa adanya kekurangan sedikitpun nilai suatu produk dan jasa, dan menghasilkan produk dan jasa sesuai harapan tinggi dari pelanggan. Untuk mencapai kualitas produk yang diinginkan maka diperlukan suatu standarisasi kualitas. Cara ini dimaksudkan untuk menjaga agar produk yang dihasilkan 20 memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga konsumen tidak akan kehilangan kepercayaan terhadap produk yang bersangkutan. Pemasar yang tidak memperhatikan kualitas produk yang ditawarkan akan menanggung tidak loyalnya konsumen sehingga penjualan produknya pun akan cenderung menurun. Jika pemasar memperhatikan kualitas, bahkan diperkuat dengan periklanan dan harga yang wajar maka konsumen tidak akan berpikir panjang untuk melakukan pembelian terhadap produk (Kotler dan Amstrong, 2008). Menurut Kotler and Amstrong (2008) arti dari kualitas produk adalah “the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah keseluruhan barang dan jasa yang berkaitan dengan keinginan konsumer yang secara keunggulan produk sudah layak diperjualkan sesuai harapan dari pelanggan. Hal ini membuat beberapa produk yang bernilai lebih mahal dari kompetitornya cenderung dipersepsikan oleh konsumen sebagai produk atau jasa yang berkualitas lebih tinggi. Sebaliknya, ada beberapa produk yang berkualitas sama(dengan barang yang harganya lebih mahal) tetapi harganya murah cenderung dipersepsikan pelanggan sebagai produk atau jasa yang memiliki kualitas lebih rendah. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna karena orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan, seperti kesesuian dengan persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian perbaikan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan, melakukan segala sesuatu yang membahagiakan Menurut Garvin ada 5 definisi mengenai kualitas, diantaranya berikut ini : a) Definisi Transcendent (kualitas relatif): Kualitas adalah sesuatu yang secara umum telah diakui, yang berhubungan dengan perbandingan fitur (features) dan karakteristik produk-produk. b) Definisi Berbasiskan Produk: 21 Kualitas adalah ketepatan dan keterukuran variabel. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan kuantitas beberapa atribut produk. c) Definisi Berbasiskan Pengguna Kesesuaian terhadap kegunaan yang diinginkan. d) Definisi Berbasiskan Manufactur Kesesuaian terhadap spesifikasi e) Definisi Berbasiskan Nilai Definisi kualitas dikaitkan dengan biaya dan harga. Suatu produk dikatakan berkualitas adalah produk tersebut menyediakan kinerja tertentu pada tingkat harga yang dapat diterima atau sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Ketika konsumen akan mengambil suatu keputusan pembelian, variabel produk merupakan pertimbangan paling utama, karena produk adalah tujuan utama bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Jika konsumen merasa cocok dengan suatu produk dan produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya, maka konsumen akan mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut terus menerus (Nabhan dan Kresnaini, 2005). Menurut Tedjakusuma, Hartini, dan Muryani (2001), untuk produk yang merupakan kebutuhan pokok seperti makanan dan minuman, konsumen sangat mempertimbangkan kualitasnya. Karena merupakan kebutuhan pokok dan sangat berhubungan dengan kesehatan manusia, maka karakteristik produk sangat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian produk. Apabila karakteristik produk ditingkatkan, perilaku konsumen untuk melakukan pembelian juga akan meningkat. 2.1.5 Hubungan Ekuitas Merek terhadap Keputusan Pembelian Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Definisi lain mengenai ekuitas merek adalah seperangkat aktiva (assets) dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbol, yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada sebuah perusahaan atau pelanggan perusahaan. Aktiva dan kewajiban yang 22 mempengaruhi ekuitas merek meliputi loyalitas merek, kesadaran merek, persepsi mutu, dan berbagai asosiasi merek lainnya, dan aset merek swamilik (misalnya, hak paten). Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Pendekatan berbasis pelanggan memandang ekuitas merek dari perspektif konsumen (baik perorangan maupun organisasi). Prinsip dari ekuitas merek berbasis pelanggan adalah bahwa kekuatan merek terletak pada apa yang dilihat, dibaca, didengar, dipelajari, dipikirkan, dirasakan pelanggan tentang merek sepanjang waktu.Ekuitas merek berbasis pelanggan (customer based brand equity) adalah pengaruh diferensial yang dimiliki konsumen atas pengetahan merek terhadap pemasaran merek tersebut. Sebuah merek mempunyai ekuitas merek berbasis pelanggan yang positif ketika konsumen bereaksi lebih positif terhadap produk dan cara produk itu dipasarkan ketika merek itu teridentifikasi, dibandingkan ketika merek itu tidak teridentifikasi. Sebaliknya, merek mempunyai ekuitas merek berbasis pelanggan yang negatif jika konsumen tidak terlalu menyukai aktifitas pemasaran untuk merek itu dalam keadaan yang sama. Ada tiga bahan kunci ekuitas merek berbasis pelanggan : Pertama, ekuitas merek timbul akibat perbedaan respons konsumen. Jika tidak ada perbedaan, maka pada intinya produk nama merek merupakan suatu komoditas atau versi generik dari produk. Persaingan kemungkinan timbul dari harga. Kedua, perbedaan respons adalah akibat pengetahuan konsumen tentang merek. Pengetahuan merek (brand knowladge) terdiri atas semua pikiran, perasaan, citra, pengalaman, keyakinan, dan lain-lain yang berhubungan dengan merek. Secara khusus, merek harus menciptakan asosiasi merek yang kuat, menyenangkan, dan unik dengan pelanggan. Ketiga, diferensial dari konsumen yang membentuk ekuitas merek tercermin dalam persepsi, preferensiasi, dan perilaku yang berhubungan dengan semua aspek pemasaran merek. Merek yang lebih kuat menghasilkan pendapatan yang lebih besar. Tantangan bagi pemasar dalam membangun merek yang kuat adalah memastikan bahwa pelanggan memiliki jenis pengalaman yang tepat dengan produk, jasa, dan program pemasaran untuk menciptakan pengetahuan merek yang diinginkan. Pengetahuan 23 konsumenlah yang menimbulkan perbedaan-perbedaan yang kemudian memanifestasikan diri dalam ekuitas merek. Beberapa manfaat kunci dari ekuitas merek adalah 1. Memperbaiki persepsi kinerja produk. 2. Loyalitas lebih besar. 3. Tidak terlalu rentan terhadap tindakan pemasaran kompetitif. 4. Tidak terlalu rentan terhadap krisis pemasaran. 5. Margin yang lebih besar. 6. Respon konsumen yang lebih tidak elastis terhadap peningkatan harga. 7. Respon konsumen yang lebih elastis terhadap penurunan harga. 8. Kerjasama dan dukungan dagang yang lebih besar. 9. Efektifitas komunikasi pemasaran yang meningkat. 10. Kemungkinan peluang lisensi . 11. Peluang perluasan merek tambahan Pengakuan nilai (ekuitas) sebuah nama merek dan pengelolaan nama penting guna memperoleh keunggulan kompetitif maksimal bagi pemilik nama. Ekuitas merek yang tinggi memberikan sejumlah keunggulan kompetitif: 1. Perusahaan akan menikmati penurunan biaya pemasaran karena tingkat kesadaran konsumen dan loyalitas konsumen yang tinggi. 2. Perusahaan akan memiliki tuasan dagang dalam berunding dengan para distributor dan pengecer karena ada maksud untuk menjual merek tersebut. 3. Perusahaan dapat mematok harga yang lebih tinggi dibandingkan para pesaing karena merek itu mempunyai mutu yang tinggi (menurut anggapan para konsumen). 4. Perusahaan dapat dengan mudah meluncurkan perluasan merek karena nama merek mempunyai kredibilitas yang tinggi. 5. Merek menawarkan perlindungan kepada perusahaan melawan kompetisi harga yang alot. 24 Merek yang kuat adalah merek yang memiliki ekuitas merek yang tinggi. Ekuitas merek semakin tinggi dengan semakin tingginya kesetiaan merek, kesadaran nama, mutu yang diyakini, hubungan merek yang kuat, dan aktiva lainnya seperti paten, hak dagang, dan hubungan distribusi. 2.2 Penelitian Terdahulu Tabel Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Analisis Pengaruh Harga, 1 Nova Dhita Karakteristik produk dan Kurniasari Kualitas Pelayanan (2013) terharap Keputusan Pembelian Analisis Pengaruh Tingkat I Putu Gde 2 Sosiantara (2007) Kesuksesan Produk Baru dalam Meningkatkan X3 : Kualitas Pelayanan keputusan pembelian. X1 : Karakteristik Produk Pengaruh karakteristik X2 : Strategi Kompetitif Pasar Produk Baru Supadiyono Keputusan Pembelian (2008) Produk dengan Kepuasan sebagai Variabel Moderasi Bayu Analisis Pengaruh Hadyanto Karakteristik produk dan Mulyono Kualitas Layana terhadap (2011) Kepuasan Konsumen kualitas layanan Y : Keputusan Pembelian Y : Tingkat Kesuksesan (Customer Value) terhadap karakteristik produk dan signifikan terhadap Telkomsel Wilayah Kota Agus Pengaruh harga, berpengaruh positif dan X3 : Merek Pengaruh Nilai Pelanggan 4 X2 : Karakteristik produk Kinerja Outlet pada PT. Semarang 3 X1 : Harga Hasil Penelitian produk, strategi kompetitif pasar dan merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kesuksesan produk baru. X : Nilai Konsumen dan Customer Value dan Customer Value Kepuasan memiliki Y : Keputusan Pembelian Produk pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian produk Mentari MV : Kepuasan Konsumen X1 : Karakteristik produk X2 : Kualitas Layanan Indosat. Pengaruh karakteristik produk dan layanan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan Y : Kepuasan Konsumen Sumber : Peneliti (2015) konsumen. 25 2.3 Kerangka Pemikiran Kualitas Layanan Karakteristik produk Keputusan Pembelian Kepercayaan Terhadap Merek Pembelian Ulang 2.4 Hipotesis Pengertian Hipotesis Penelitian menurut Sugiyono (2009;96), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori. Hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini diambil dari model gambar diatas yaitu : T1 H1 = Kualitas layanan, karakteristik produk dan ekuitas merek berpengaruh secara simultan terhadap keputusan pembelian. H1a = Kualitas layanan berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian H1b = Karakteristik produk berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian H1c = Ekuitas Merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian 26 T2 = Keputusan pembelian berpengaruh positif terhadap pembelian ulang T3 H3a = Kualitas layanan berpengaruh positif terhadap pembelian ulang H3b = Karakteristik produk berpengaruh positif terhadap pembelian ulang H3c = Ekuitas Merek berpengaruh positif terhadap pembelian ulang T4 = Kualitas layanan, karakteristik produk dan ekuitas merek berpengaruh terhadap pembelian ulang setelah konsumen membeli