ISLAM DALAM PANDANGAN OLAF HERBERT SCHUMANN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Oleh Ahmad Syafiq NIM: 1111032100007 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H./2016 M. ABSTRAK Ahmad Syafiq, Islam Dalam Pandangan Olaf Herbert Schumann Olaf Herbert Schumann adalah seorang Islamolog dari Jerman, sejak kuliah semester 9 di Hamburg ia telah tertarik untuk mendalami agama-agama lain salah satunya adalah agama Islam, setelah menyelesaikan kuliah di Universitas Kiel, Tubingen, ia kemudian melanjutkan studinya di Kairo dari sisnilah ia mulai mendalami agama Islam, dengan kegigihannya mempelajari bahasa Arab iapun mampu mempelajari beberapa buku dengan literatur bahasa Arab, hingga setelah menyelesaikan studinya ia menjadi Dosen bahasa Jeman di Universitas Asiut Kairo, dan menjadi dosen terbang di beberapa Universitas Asia. Menurut Schumann din Al-Islam adalah suatu agama yang mempunyai kemiripan dalam konsep ketuhanan dengan Yahudi dan Krsiten, yaitu menyembah Allah. Kata Islam adalah bahasa Arab yang berasal dari kata salam dan mempunyai makna penyerahan diri untuk mendapatkan kedamaian, makna kata Islam masih sama dengan kata aslinya yaitu umat Islam menyerahkan diri kepada Allah dengan mentaati aturannya maka Allah membalas dengan memberikan kedamaian serta perlindungan. Menurut Schuamnn kata din mempunyai makna tertutup untuk suatu agama, namun Nabi Muhammad juga mengakui bahwa kata din bukan hanya Islam tetapi juga untuk Yahudi dan Kristen, seperti yang dikatan oleh Nabi Muhammad dalam Perjanjian Madinah kepada kaum Yahudi din mereka. Menurut Schumann dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa, banyak nabinabi sebelum Muhammad diutus oleh Allah untuk menuntun umat dengan mendirikan komunitas agama masing-masing, oleh karena itu banyaknya agama yang ada hampir sama banyaknya dengan nabi-nabi. Setelah membahas kandungan ayat Al-Qur’an yang menerangkan agamaagama serta nabi-nabi sebelum adanya Islam, kemudian ia menjelskan pemikiran Nabi Muhammad tentang Perjanjian Madinah, ia menjelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah manusia yang mempunyai pemikiran sangat maju, hingga konsep Perjanjian Madinah sering menjadi acuan oleh para pemikir Islam Modern, dan ciri masyarakat modern adalah masyarakat majemuk yang identik hidup bersama dalam perbedaan tanpa ada yang ditinggikan dan direndahkan, Perjanjian Madinah adalah contoh Nabi Muhammad untuk umatnya bisa hidup bersama dengan agama lain. Sebaliknya ia menjelaskan bahwa kekerasan yang terjadi dalam setiap agama khususnya agama Islam pada hakikatnya bukan ajaran dari agama itu sendiri, melainkan agama telah menjadi alat politik, karena agama dan kekerasan sama sekali tidak ada hubungannya. ii KATA PENGANTAR Alhamdulillah Rabb al-alamin, Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian seru alam, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu tugas suci dalam pengembangan keilmuan penulis. Salawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah memperkenalkan kita dinul Islam sehingga terpancar cahaya-cahaya kebenaran yang mengantarkan manusia untuk meneladani akhlaknya sehingga menjadi insan kamil. Penulis sadar karya ini terjadi berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya segala bantuan secara materi maupun moril penulis ucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Ismatu Ropi, selaku pembimbing skripsi ini dengan kesabaran dan kesungguhan hati dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Bapak Hamid Nasuhi, selaku penasihat akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses penulisan. 3. Bapak Media Zainul Bahri, selaku ketua Jurusan Perbandingan Agama, yang telah membantu penulis dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses penulisan proposal skripsi ini. iii 4. Ibu Halimah dan Bapak Hakim, selaku Sekertaris dan Staf Jurusan yang telah banyak membantu mengurusi korespondensi hingga penulis dapat melakukan Munaqosah. 5. Bapak Prof. Dr. Masri Mansur, selaku dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Segenap jajaran Dosen dan guru besar Perbandingan Agama, Ibu Siti Nadroh, M.A., Ibu Dra. Hermawati, M.A., Bapak Prof. Dr. Kutsar Azhari Noer, Bapak Prof. Dr. Ridhwan Lubis, Bapak Drs. M. Nuh Hasan, M. A., Bapak Prof. Dr. Amin Nurdin, dan lain-lain, yang senantiasa memberikan ilmu serta wejangan yang tiada tara manfaatnya. 8. Staf dan karyawan perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Atmajaya, yang banyak membantu dalam menyediakan referensi yang dibutuhkan penulis. 9. Keluarga penulis Bapak Muslimin dan Ibu Marfuah, yang telah membiayai dan menyanyangi penulis sehingga sampai pada penyelesaian tugas akhir ini. 10. Sahabat penulis, Diana Puspasari dan Fahmi Zilfiqri atas segala bantuan dan informasi yang sudah kalian berikan, terima kasih atas segala masukan dan bimbingan yang senantiasa kamu berikan. iv 11. Teman-teman seperjuangan PA 2011, yang memberikan keceriaan dan kebahagiaan selama menimba ilmu di jurusan Perbandingan Agama. 12. Teman-teman KKN “BIMA SAKTI” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang banyak memberikan pelajaran berharga tentang makna hidup. 13. Teman-teman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) cabang ciputat yang telah banyak memberikan wawasan tentang keorganisasian serta keilmuan. 14. Teman teman Forum Silaturahmi Santri Darunnajat (FOSILSADAR) terutama Ust Zainal Arifin yang telah memberikan ilmu keislaman serta nasihat-nasihat yang insyaAllah bermanfaat bagi penulis. Penulis menyadari dalam karya skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Kekurangan tersebut adalah hal yang wajar karena penulis hanyalah insan biasa yang tidak lepas dari salah dan lupa. Hanya saran dan kritikan yang bersifat konstruktif dari pembaca yang penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya. Amien....... Ciputat, 25 April 2016 Penulis v PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Penulisan transliterasi ini mengikuti buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh Center for Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: Huruf Arab Huruf Latin Keterangan ا Tidak dilambangkan ب b be ت T te ث ts te dan es ج J ˋje ح h dengan garis bawah خ Kh ka dan ha د D de ذ Dz de dan zet ر R Er ز Z zet س S Es ش sy es dan ye ص es dengan garis di bawah ض de dengan garis di bawah ط te dengan garis di bawah ظ zet dengan garis di bawah ع ‘ koma terbalik di atas hadap kanan غ gh ge dan ha ف f Ef ق q Ki ك k Ka vi ل L el م m em ن n En و w We هـ h Ha ء ˋ apostrof ي y Ye vii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ i ABSTRAK ................................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................ vi DAFTAR ISI ................................................................................................................ viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 8 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 9 D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9 E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 10 F. Metodologi Penelitian ............................................................................. 10 G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 11 BAB II MENGENAL LEBIH DEKAT OLAF HERBERT SCHUMANN A. Riwayat Hidup Olaf Herbert Schumann ................................................. 13 B. Karir Akademik ...................................................................................... 13 C. Menjadi Pendeta dan Guru Besar ........................................................... 14 D. Pemikiran ................................................................................................ 15 BAB III ISLAM DALAM PANDANGAN OLAF HERBERT SCHUMANN A. Konsep Ketuhanan dalam Islam ............................................................. 20 B. Tasawuf Islam ......................................................................................... 28 C. Hukum Islam ........................................................................................... 38 D. Perkembangan Islam Kontemporer ........................................................ 43 viii 1. Islam dan Pluralisme ........................................................................... 43 2. Islam dan Radikalisme ........................................................................ 47 BAB IV ISLAM DI INDONESIA MENURUT OLAF HERBERT SCHUMANN A. Islam di Indonesia ................................................................................... 55 1. Agama Islam di Sumatra dan Tanah Melayu ...................................... 57 2. Agama Islam di Jawa .......................................................................... 59 3. Agama Islam di Sulawesi .................................................................... 61 4. Agama Islam di Kalimantan ................................................................ 65 B. Misi dan Evangelisasi ............................................................................. 68 C. Organisasi Islam di Indonesia ................................................................. 77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................. 84 B. Saran ....................................................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 86 ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai agama Kristen,1 terdapat banyak hal yang dipertanyakan terutama kurang pahamnya orang Islam tentang ajaran-ajaran Kristen yang sebenarnya. Oleh karena itu, ada semacam tuduhan yang menyudutkan ajaran Kristen sehingga lama-kelamaan terjadilah salah paham. Berangkat dari pengalaman yang terdahulu bahwa tiga agama yaitu (Yahudi, Kristen dan Islam) masing-masing mempunyai argumen kebenaran sesuai dengan apa yang dibawa oleh nabi-nabi. Di samping itu, pandangan orang Islam mengenai agama Kristen itu sendiri pada dasarnya juga kurang objektif. Permasalahan yang sering terjadi yaitu ketika Al-Qur‟an diposisikan sebagai pengoreksi agama Kristen, misalnya pandangan mengenai ketuhanan Kristen yang selama ini dianggap telah banyak menyimpang dari ajaran terdahulunya. Sehingga ada kesan bahwa ajaran Kristen sudah tidak benar lagi.2 Tendensi semacam ini sebenarnya lebih dikarenakan oleh adanya faktor ketidaktahuan orang Islam mengenai agama Kristen yang sebenarnya, sehingga mereka lebih banyak menyalahkan daripada membenarkan. Menurut Waryono 1 Kata Kristen berasal dari kata Kristus, gelar kehormatan bagi Yesus dari Nazareth. Kristus berasal dari bahasa Yunani (Khristos) yang berarti yang diurapi. Selain itu, agama ini dinamakan juga agama Masehi, yang artinya sama dengan yang berasal dari bahasa Yunani. Nama ini sama dengan yang diberikan Al-Qur‟an terhadap pembawa agama ini, yaitu al-Masih Isa ibn Maryam (QS. 3:45, 4:157, 171, 172, 5: 17, 72, 75, 9: 30-31). Berdasarkan ini, pengikut agama tersebut dinamakan an-Nashara (QS. 2: 72, 111, 113, 120, 135, 140, 5: 14, 18, 54, 69, 82, 9: 20, 22: 17). Maka, Agama Kristen sering disebut juga Agama Nasrani. Waryono, “Beberapa Problem Teologis Antara Islam dan Kristen”, Yayasan Al-Hasanain, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011) Vol. 1, h. 98. 2 Waryono, “Beberapa Problem Teologis,” h. 98. 1 2 agama yang sudah menyejarah mempunyai watak menyimpang, termasuk Krsiten dan Islam.3 Selain itu nilai-nilai kemanusiaan juga terdapat dalam agama Islam,4 fakta itu diperkuat oleh ajaran Nabi Muhammad tentang penghormatan terhadap hakhak manusia seperti larangan untuk mengganggu orang yang berbeda agama dan menumpahkan darah. Islam tidak pernah mengajarkan terhadap umatnya untuk berbuat jahat meskipun terhadap musuh sekalipun. Salah satu ajaran Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad terkait penghormatan terhadap hak-hak kaum non Muslim adalah adanya Piagam Madinah.5 Ketika Nabi Muhammad masih hidup, peristiwa Piagam Madinah merupakan sebuah fakta yang harus dijalani oleh semua pemeluk agama. Kondisi semacam itu berlangsung dengan damai tanpa ada permusuhan. Tapi jika melihat realitas sekarang berbeda dengan kondisi pada masa Nabi Muhammad masih hidup. Di zaman sekarang ini banyak pemahaman yang kurang tepat terkait ajaran Islam yang sebenarnya, hal itu 3 Waryono, “Beberapa Problem Teologis,” h. 99. Islam (Arab.‟penyerahan‟ kepada kehendak Allah). Agama yang mengakui Muhammad (570-632) sebagai nabi Allah yang terakhir dalam garis yang berawal dari Abraham dan berlanjut melalui Yesus. Muhammad mencela orang-orang Yahudi yang tidak mau menerima Yesus dan mencela orang-orang Kristen karena jatuh kedalam Politeisme dengan ajaran mengenai Tritunggal. Monoteisme mutlak dalam Islam menolak bahwa Allah mempunyai Putra. Yesus dihormati sebagai Nabi; kematiannya di tiang salib ditolak dan dianggap hanya tampaknya demikian. Dilarang secara mutlak untuk mempersentasikan Allah dalam gambar-gambar. Kesenian Islam pada umumnya tidak menggambar manusia, karena manusia diciptakan menurut gambar Allah. Orang Islam percaya bahwa Muhammad menerima pewahyuan yang selanjutnya dituliskan dalam Qur’an, yang memuat beberapa tradisi PL dan PB. Gerald O‟ Collins, SJ & Edward G. Farrugia SJ, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius anggota IKAPI 1991), h. 121. 5 Piagam Madinah adalah suatu inisiatif dan usaha Nabi Muhammad mengorganisir dan mempersatukan pengikutnya dan golongan lain di Madinah, upaya ini dilakukan agar masyarakat Madinah menjadi masayarakat yang teratur, berdiri sendiri, dan beradulat yang akhirnya menjadi suatu negara dibawah pimpinan Ia sendiri. Suyuthi Pulungan, Prinsip pinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 5. 4 3 diperkuat dengan adanya fakta mengenai kekerasan dengan mengatasnamakan agama. Olaf Herbert Schumann ialah seorang Islamolog dari Jerman, ia menjelaskan bahwa Islam dikenal sebagai agama yang memiliki spiritualitas dan tasawuf yang mendalam tentang Allah. Dalam agama Islam nama Allah ditasbihkan dengan penyebutan sembilan puluh sembilan nama (al-asma alhusna). Nama-nama Allah ini disebut sesuai dengan sifatnya, kemudian namanama itu dihafal dan ditasbihkan dalam meditasi umat Islam.6 Lebih lanjut Schumann menjelaskan bahwa Muhammad menerangkan tentang Tuhan Allah yang ia sembah berbeda dengan Tuhan atau Dewa yang lain. Demi membedakan Tuhan Allah dengan Tuhan atau Dewa dalam agama lain, cukuplah Dia disebut sebagai Allah yang tunggal, karena menurut Muhammad ketika Allah itu disebut dengan nama-nama lain, hal itu menimbulkan asumsi bahwa makna Tuhan dalam setiap agama yang berbeda adalah sama, hanya saja berbeda penyebutannya.7 Setelah menjelaskan tentang Tuhan Allah dalam pandangan Muhammad, lalu Schumann menjelaskan tentang hakikat agama, yaitu agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan hanya saja persepsi manusia yang kurang tepat dalam memahami agama. Sehingga pemahaman konsep tentang Allah juga lebih subyektif dan berasumsi keyakinannya yang paling benar, seperti kejadian Islam di masa sekarang yang menimbulkan argumen hanya Islamlah yang berhak 6 Schumann, Pendekatan Pada Ilmu Agama-Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), h. 7 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 296. 292. 4 menyebut Tuhannya dengan nama Allah, dan agama lain ketika menyebut Tuhannya dengan nama Allah tidaklah tepat.8 Menurut Schumann, ulama Muslim berpendapat bahwa Tuhan yang disembah dalam agama lain berbeda dengan Tuhan Allah yang mereka yakini. Perbedaan itu nampak ketika dalam ajaran Kristen, Tuhan dianggap mempunyai tiga pribadi yaitu Bapa, Roh Kudus, dan Anak. Suatu ajaran yang sulit dimengerti oleh Islam, karena konsep ajaran dalam Islam Allah adalah Esa, akibat dari perbedaan ini orang Islam melarang orang Kristen menyebut Tuhannya dengan nama Allah.9 Polemik ini terjadi di Malaysia pada tahun 1980, hingga pada tahun 1982 pemerintah Federal menyetujui pelarangan baik lisan maupun tertulis terhadap umat Kristen di Malaysia untuk meyebut Tuhannya dengan nama Allah.10 Dari polemik Islam dan Kristen Schumann lalu menjelaskan tentang kata Allah: “Allah adalah kata dalam bentuk tunggal: Dewa itu. Apabila bentuk jamak hendak dibuat, pertama-tama kata Allah harus dikembalikan kepada asalnya, yakni al-ilah. Dari kata ini bisa juga dibentuk jamaknya yang berbunyi aliha (dewa-dewa), sebuah bentuk jamak yang tidak teratur” atau” jam‟ mukassar”. Apabila kata itu ditentukan, ia menjadi (al aliha, dewa dewa itu). Menyebutkannya sebagai “allah-allah” sebagaimana ia juga pernah dibuat dalam terjemahan Al-Kitab bahasa Indonesia berarti mengingkari makna kata Allah itu sendiri, yang dalam bentuk tersebut hanya dapat digunakan dalam bentuk tunggal yang ditentukan oleh alif-lam. Kalau ia ditentukan oleh kata lain, misalnya suatu mudhaf ilaihi, ia kembali menjadi „ilah”‟ ilah ibrahim.”11 Menurut Schumann, sejak zaman pra Islam kata Allah sebenarnya sudah digunakan dalam agama lain seperti dalam bangsa Arab. Kata Allah ini dilambangkan untuk Dewa yang maha agung. Karena keagungannya, Dewa ini 8 Schumann, Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2014), h. 296. 9 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 296. 10 Yongky Karman, “Problem Terjemahan Nama Tuhan dalam Alkitab,” Jurnal Teologi dan Pelayanan V, no 7/1 (April 2006): h. 1. 11 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 297. 5 tak pernah ikut campur dalam mengatur bangsa Arab saat itu, namun masyarakat Arab percaya bahwa Dewa ini memantau kehidupan masyarakat Arab dari kejauhan, dan Dewa inipun dipuja dan dipercaya sebagai pelindung orang-orang Musafir.12 Menurut Schumann, siapa saja yang mengkaji konsep ketuhanan dalam Islam yang termaktub dalam Al-Qur‟an akan menemukan kemiripan dengan konsep ketuhanan dalam agama Kristen.13 Dalam agama Islam ajaran tentang Tuhan telah banyak diterangkan dalam kitab Al-Qur‟an mengenai agama terdahulu, yang menceritakan kisah nabi mencari Tuhan hingga memberikan kabar tentang ajaran dari Tuhan.14 Setelah Schumann menjelaskan tentang agama Islam, kemudian ia menjelaskan Islam dan Pluralitas. Menurut Schumann Islam pernah berada di tempat yang majemuk, yaitu di Madinah kaum Muslimin hidup berdampingan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, dan telah dicetuskan perjanjian Madinah yang secara garis besar perjanjian itu untuk semua yang hidup di Madinah agar hidup rukun dalam kehidupan yang majemuk.15 Dijelaskan oleh Nurcholish Madjid seorang pemikir dari Indonesia bahwa Nabi Muhammad adalah sosok yang sangat toleran terhadap agama lain. Ajaran Islam sangat mengecam sentimen rasialisme, berikut penjelasan tentang pluralitas agama: “Baik dalam Al-Qur‟an maupun Hadits, ditegaskan bahwa Islam sangat membenci kezaliman, dan sebaliknya, mewajibkan pada kita untuk menegakan keadilan. Bahkan ditegaskan bahwa tindakan adil adalah jalan terdekat untuk meraih martabat takwa (QS al-Maidah 5:8). Diantara tindakan zalim yang dikutuk tuhan ialah sikap senang atau benci semata berdasarkan hawa nafsu, yang salah satu manifestasinya ialah sentimen dan sikap rasialisme. dinyatakan dalam 12 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 297. Schumann, Keluar Dari Benteng Pertahanan (Jakarta: PT Grasindo, 1996), h. 73. 14 Schumann, Sepuluh Ulama Berbicara Isa al-Masih Beserta Ajarannya (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013), h. Xiii. 15 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 172. 13 6 Al-Qur‟an bahwa pluralitas etnis, bahasa, dan agama itu merupakan kehendak dan desain Tuhan (QS al-Maidah5; 48, al-Rum/ 30:22). Siapa yang mengingkarinya sama halnya dengan mengingkari sunnatullah. Yang dituntut oleh Tuhan bukannya menciptakan keseragaman dengan cara menafikan atau memusnahkan etnis, agama, dan budaya yang berbeda dari kita, melainkan hendaknya masing-masing berpartisipasi berlomba berbuat kebaikan, sehingga pluralitas itu merupakan aset bagi tumbuhnya sebuah sinergi sosial dalam rangka menciptakan kehidupan yang lebih beradab dan penuh rahmat.”16 Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa dari segi historis maupun doktrinnya, Islam digambarkan sebagai agama toleran terhadap agama lain. Hal itu menjadi tolok ukur dari polemik yang pernah terjadi dalam dunia Islam saat ini. Sehingga fenomena kekerasan yang mengatasnamakan agama adalah ajaran yang dikecam. Menurut Amstrong, peperangan yang pernah terjadi di dunia Islam pada zaman Nabi Muhammad merupakan sebuah pertahanan untuk membela diri dan melawan ketidakadilan.17 Schumann juga menjelaskan bahwa Muhammad adalah seorang yang demokratis, permasalahan hal itu dapat yang diketahui berkaitan dengan ketika Muhammad menyelesaikan kehidupan sosial, Muhammad menyelesaikannya berunding dengan masyarakat tetapi jika permasalahan itu berkaitan dengan keagamaan maka beliau yang menentukan dan Al-Qur‟an yang jadi sumbernya.18 Setelah menjelaskan hubungan Islam dengan pluralitas, Schumann lalu menjelaskan konsep ketuhanan Kristen dalam pandangan Islam. Menurut Schumann, Muhammad sebelum menjadi nabi ia telah bertemu orang Kristen di Makkah, ada kemungkinan Muhammad mengenal orang Kristen dari Syiria, yaitu Muhammad mengenal orang Kristen awam dan tahu konsep ketuhanan orang 16 New life options: Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman (Jakarta: Kompas 2001), h. 204. 17 Amstrong, Srjarah Tuhan (Bandung: Mizan, 2014), h. 246. 18 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 173. 7 Kristen khususnya tentang Yesus.19 Kemudian menurut Schumann, setelah Muhammad hijrah ke Madinah ia lebih mengutamakan memahami Yesus di banding Ibrahim, karena keadaan di Madinah Muhammad menyaksikan konflik antara Islam dan Yahudi terjadi besifat politis, tetapi kesulitan antara Islam dan Kristen bersifat dogmatis. Inti dari peselisihan antara Islam dan Kristen yaitu tentang Allah dan Trinitas, dan pemahaman itu bertentangan dengan keesaan Allah.20 Menurut Syahrastani, Nabi Muhammad menolak ajaran trinitas dalam Kristen, karena ajaran trinitas dianggap menyimpang, hingga Al-Qur‟an menjelaskan dalam Firman-Nya: َلَقَدََكَفَرََاَلَذَيَهََقَالَوَاَإنََللاََهَوَاَلمَسَيَحََإبَهََمَرَيَم “Sesungguhnya kafilrlah orang-orang yang mengatakan bahwasannya Allah salah satu dari yang tiga”(al-Maidah:73).21 Lebih lanjut Schumann menjelaskan tentang Yesus dalam pandangan Islam. Diterangkan dalam Al-Qur‟an Nabi Isa adalah putra Maryam bukan lahir dari Roh Kudus. Kehadiran Isa adalah sebagai utusan Tuhan, dia adalah hamba Allah (abdullah) yang membawa risalah untuk menuntun manusia menjadi lebih baik.22 Dijelaskan juga oleh Oddbjorn Leirvik bahawa dalam literatur Islam, Yesus dianggap sebagai utusan (rasul) sebagaimana utusan sebelumnya, keterangan itu ada pada surat Maryam ayat 19 Yesus untuk pertamakalinya disebut.23 19 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 467. Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-masih, h. 4. 21 Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset), h. 203. 22 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 467. 23 Oddbjorn Leirvik, Yesus dalam Literatur Islam (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), 20 h. 161. 8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, agar sebuah penelitian ini terfokus pada satu tujuan, maka penulis hanya membatasi pada tema Islam dalam Pandangan Olaf Herbert Schumann. Alasan penulis meneliti tokoh Olaf Schumann untuk mewakili sarjana Barat yang berbicara tentang Islam yaitu: Pertama, Schumann sebagai seorang sarjana memungkinkan untuk bersikap lebih objektif dalam mengkaji agama Islam, di mana ia menyatakan bahwa kebenaran suatu agama akan terlihat ketika diajarkan dengan tulus dan kerendahan bukan dengan cercaan ataupun hinaan terhadap agama lain, ungkapan ini untuk semua agama khususnya misionaris Kirsten ataupun mubaligh Muslim,24 Kedua, Schumann punya pengalaman belajar Islamologi di Tubingen dan Kairo selama dua Tahun,25 ia juga seorang yang berusaha menghormati orang Islam baik pribadi dan imannya,26 maka pandangan keislaman Schumann menarik untuk dikaji. Ketiga, Ia sering mengadakan dialog kerukunan agama dengan orang Islam diberbagai negara, sehingga Schumann mengetahaui bagaimana orang-orang Islam menilai Kristen. Keempat, sala satu kelebihaan Schumann yaitu mengetahui agama Islam yang mendalam,27 dalam karya-karyanya ia banyak menulis tentang agama Islam yang dikaji secara historis. Kemudian penulis merencanakan rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 24 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 300. Schumann, Sepuluh Ulama Berbicara Isa Al-Masih. 26 Schumann, Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), h. 161. 27 Schumann, Agama-Agama Kekerasan,h. Vii. 25 9 1. Bagaimana pandangan Schumann tentang agama Islam? 2. Bagaimana pandangan Schumann tentang agama Islam di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pandangan Olaf Schumann tentang agama Islam. 2. Menambah literatur bahan bacaan tentang kajian Islamolog 3. Memberikan nilai positif bagi perkembangan bahan pustaka tentang agama Islam. Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan empiris mengenai Islam dalam pandangan Schumann. 2. Memberikan sumbangan bagi khazanah Intelektual Ilmiah tentang agama Islam sebagai realitas sosial yang memberikan ciri khas dan pemahaman beragama. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan skripsi antara lain: a. Manfaat teoritis, skripsi ini bermanfaat mengembangkan kajian dalam agama Islam, khususnya tentang Islam dalam pandangan Schumann. b. Manfaat bagi penulis, skripsi ini akan berguna untuk memperluas dan menambah wawasan tentang masalah yang diteliti. 10 E. Tinjauan Pustaka Beberapa karya tulis Ilmiah yang telah membahas pemikiran Schumann antara lain: 1. Skripsi yang ditulis oleh Shalihing yang berjudul, Membangun Dialog Agama Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama (telaah atas pemikiran Olaf Herbert Schumann) Pada tahun 2014. Isi dari skripsi tersebut bahwa membangun dialog agama setiap umat beragama dituntut untuk mengembangkan teologi agama masing-masing, dengan demikian kesadaran akan pluralisme dan kerukunan antar umat beragama dapat tercapai. Dalam skripsi ini saya mengambil tentang Islam dalam pandangan Schumann dari segi historis. F. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan saya antara lain: 1. Teknik Pengumpulan Data Dalam skripsi ini, penulis menggunakan studi kepustakaan (library research),28 yaitu dengan cara mengambil data-data kepustakaan meliputi: dokumen berupa buku dan jurnal Ilmiah yang relevan dalam penelitian ini. Dan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. 2. Sumber Penelitian 28 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 2. 11 Sumber dari penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah sumber informasi yang secara langsung berkaitan dengan tema dalam penelitian. Dalam hal ini yang menjadi data primer adalah buku-buku yang ditulis oleh Olaf Herbert Schumann yang berbahasa Indonesia yaitu: Olaf H. Schumann, AgamaAgama Kekerasan dan Perdamaian (2015), Olaf H. Schumann, Pendekatan Pada Ilmu Agama-Agama (2013), Olaf H. Schumann, Sepuluh Ulama Berbicara Isa al-Masih Serta Ajarannya (2013), Olaf H. Schumann, Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan (2009), Olaf H. Schumann, Meninjau Agama Islam di Indonesia (1978). 3. Metode penulisan Metode penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan ini, maka perlu disusun sistematika pembahasan, agar nantinya saya dapat menunjukkan totalitas yang utuh dari sebuah penulisan skripsi. Dalam penelitian ini, pembahasan akan disusun dalam sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I, pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitiaan, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan. 12 Bab II, mengenal lebih dekat Olaf Schumann yang meliputi, Drseden, Jerman Perang Dunia II, Masa Remaja dan Karir Akademik, Menjadi Pendeta dan Guru Besar. Bab III, Islam dalam pandangan Olaf Schumann yang meliputi, konsep ketuhanan dalam Islam, Tasawuf Islam, Hukum Islam, Perkembangan Islam Kontemporer yang meliputi Islam dan Pluralitas, kemudian Islam dan Radikalisme. Bab IV, Islam di Indonesia menurut Olaf Herbert Schumann, yang meliputi Islam di Indonesia, Misi dan Evangelisasi, kemudian Organisasi Islam di Indonesia. Bab V, penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II MENGENAL LEBIH DEKAT OLAF HERBERT SCHUMANN A. Riwayat Hidup Olaf Herbert Schumann lahir di Dresden, Jerman 5 November 1938, ia terlahir dari orang tua yang memeluk agama Kristen Protestan, ia mengenyam pendidikan dasar dan menengah di sekolah Oldensworts U/Husun dan Tonning, kemudian ia melanjutkan pendidikan menengah keatas disekolah Staat Nordseegymnasium di Bad St. Peter Ording. Semasa mudanya ia menghabiskan waktu untuk mempelajari ilmu agama lain, dimana ia terpengaruh oleh gurunya Walter Freytag yang mengatakan bahwa, seorang yang hanya mengetahui satu agama yaitu agama yang dia imani maka sesungguhnya ia tak mengetahui agama apapun. Oleh karena itu iapun fokus untuk studi agama-agama salah satunya agama Islam.1 B. Karir Akademik Schumaan memulai karir akademiknya di Fakultas Teologi Univeritas Kiel, Tubingen, Basel tahun 1959-1964.2 Sebagai seorang Protestan, Schumann tidak hanya menekuni bidang teologi Protestan saja akan tetapi perhatiannya terhadap hubungan antar agama, khususnya Islam dan Kristen.3 1 Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann, Balitbang PGI, Agama Dalam Dialog: Pencerahan, Perdamaian dan Masa Depan Punjung Tulis 60 Tahun Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2003), h. 522. 2 Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann, Agama Dalam Dialog, h. 522. 3 Shalihing, “Membangun Dialog Agama Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama: Telaah Atas Pemikiran Olaf Herbert Schumann” (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negri Jakarta, 2014), h. 12. 13 14 Setelah menyelesaikan kuliahnya di Kiel iapun melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar dengan beasiswa yang diperolehnya dari Deutscher Akademischer Austauschdients. Studinya di Universitas inilah ia baru benar-benar menggeluti Islam sebagai bidang studinya.4 Selama empat tahun belajar di Mesir ia mendalami bahasa Arab, berkat kegigihannya mempelajari bahasa Arab dan tentang keislaman halitu memudahkannya untuk mengkaji litertur Islam dari buku-buku primer.5 Pada tahun 1966-1968 Schumann menjadi guru bahasa Jerman pada Fakultas Ilmu Alam, Universitas Assiut di Mesir Selatan. Kemudian pada tahun 1969-1970 Schumann bekerja membantu pada lembaga penelitian dan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia.6 Pada waktu yang sama dia mengajar di Sekolah Tinggi Teologi di Jakarta sampai dengan tahun 1981, setelah itu Schumann dipanggil oleh Universitas Hamburg Jerman sebagai profesor Ilmu Agama dan Missiologi.7 C. Menjadi Pendeta dan Guru Besar Ketika Schumann merampungkan kuliahnya di Mesir lalu ia melanjutkan kuliahnya di Jerman dan di sana ia menjadi guru besar, setelah selama beberapa tahun menjadi guru besar ia kemudian ditahbiskan menjadi pendeta pada salah satu gereja Lutheran di Jerman, kemudian setelah itu schumann aktif dalam dialog tentang kerukunan umat beragama di berbagai negara terutama di Asia khususnya di Indonesia. Pada suatu ketika ada tawaran dari orang Indonesia bahwa ia 4 Shalihing, “Membangun Dialog Agama Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama”, h. 12. 5 Komaruddin Hidayat, “Kata Pengantar”, dalam Schumann, Menghadapi Tantangan, h. ix. 6 Schumann, Pemikiran Keagamaan dalam Tantangan (Jakarta: PT. Grasindo, 1993), h. 325. 7 Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann, Balitbang PGI, Agama Dalam Dialog, h. 521. 15 menjadi anggota DGI di Indonesia hingga akhrirnya meskipun ia hidup di Jerman sebagai Dosen tetapi ia dimudahkan cuti dan sering berkunjung ke Indonesia. Nama Olaf Schumann di Indonesia tidak begitu asing, seperti Komarudin Hidayat mantan rektor UIN, ia sering bertemu dengan Olaf Schumann guna berdialog agama dengannya, pemahaman keislaman Olaf Schumann sangat mendalam beberapa tulisannya yang kemudian dibukukan ialah yang berjudul Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan.8 Olaf Schumann ketika pergi ke Indonesia, ia juga berkunjung ke negaranegara tetangga guna mengadakan dialog tentang kerukunan agama. Meskipun ia adalah sosok yang sangat menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama, namun disisi lain ia menolak paham pluralisme dalam agama. Ia pernah menolak tentang pembentukan agama-agama seluruh dunia, karena menurutnya agama pada hakikatnya berbeda meskipun ada juga suatu agama yang menyembah Tuhan yang sama tetapi dalam setiap agama sudah ada cirikhas masing-masing, dan ketika setiap agama disatukan itu akan menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap agama.9 D. Pemikiran Schumann dalam bukunya menghadapi tantangan memperjuangkan kerukunan, ia menjelaskan bahwa Islam pernah dianggap sebagai agama yang keluar dari agama Krsiten dan dianggap sebagai agama Bidat, anggapan itu dibukukan oleh Yohanes dari Damsyik seorang ahli dogmatika dalam agama Kristen, jutifikasi itu nampaknya berlangsung lama hingga pada saat muncul 8 Komaruddin Hidayat “Kata Pengantar”,Schumann, Menghadapi Tantangan,h. ix. Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann, Balitbang PGI, Agama Dalam Dialog, h. 4. 9 16 gerkan agama Kristen di Jerman oleh Martin Luther10 Islam dianggap sebagai agama Independent dan bukan agama Bidat ataupun keluar dari agama Kristen.11 Schumann sendiri adalah seorang pendeta dari gereja Lutehran, oleh karenaitu iapun mempunyai pandangan senada dengan Martin Luther tentang agama Islam. Schumann dalam pembahasannya mengenai agama-agama senantiasa menekankan pendekatan dialogis. Yakni bersama-sama dengan pemeluk agama yang bersangkutan untuk mengadakan dialog serta mencari titik temu akar persoalan dengan memahami agama secara mendalam. Oleh karena itu, dalam bukunya Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, ia ingin membangun kesadaran hubungan Islam dan Kristen, dengan mempelajari para pemikiran Islam tentang Isa al-Masih.12 Salasatunya tentang pemahaman Nabi Muhammad tentang Isa al- Masih, permasalahan yang sering muncul dalam dialog Islam dan Kristen yaitu darimana Muhammad mengetahui tentang agama Kristen?13 Tentunya hal ini harus dijawab lewat pendekatan historis. Schumann menjelaskan bahwa pengetahuan Muhammad tentang agama Kristen bisa terjadi atas tiga hal: Pertama iya melihat para saudagar Kristen di Makkah dan disana ia sering duduk bersama dan berbicara tentang keagamaan, Kedua yaitu adanya orang Kristen yang menjadi budak dan menjadi pelayan Muhammad dan sahabat-sahabatnya, dan Ketiga yaitu 10 Menurut Schumann Martin Luther adalah seorang yang pada masa mudanya mengalami musibah yaitu menghadapi angin taufan yang hebat, dalam ketakutannya ia berjanji bahwa jika ia selamat ia akan mengabdikan dirinya kepada Tuhan dan menjadi rohaniawan, ketika selamat ia pun menepati janjinya. Schumann menjelaskan bahwa tatkala Luther bertemu dengan rohaniawan Katolik ia menemukan beberapa kejanggalan, dalam aturan maupun ajaran agama Katolik. Hingga ia pun menentang aturan-aturan yang menyimpang dalam al-Kitab, seperti penghapusan dosa menurutnya keselamatan hanya dapa dicapai dengan keimanan bukan dengan pengakuan di hadapan Pastur, hingga iapun menjadi pelopor lahirnya Kristen Protestan yang menolak tirani gereja Katolik. Lihat Schumann, Agama Kekerasan, h. 346. 11 Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 138. 12 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa al-Masih, h. Xxviii. 13 Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 191. 17 Muhammad pernah bepergian dengan khafilah ke Syiria. Disana Muhammad bisa menyaksikan langsung kehidupan masyarakat Kristen Syiria.14 Kemudian dalam pembahasan yang lain, Schumann menjelaskan bahwa salasatu cara untuk menyelesaikan masalah teologis dalam agama khususnya Kristen dan Islam yaitu dilepasnya semua pemikiran tradisional dan langsung merujuk pada Al-Kitab dan Al-Qur’an,15 dan salasatu pembahasan tentang penyaliban Isa yang tertera dalam Al-Qur’an yaitu: ْ َصلَبُىْ يُ َولَ ِكه ُشبًَِّ لَهُ ْم َواِ َّن الَ ِذ ْيه اختَلَفُىْ افِ ْي ًِ لَفِى َ ِللا َو َماقَتَلُىْ يُ َو َما ِ َوقَىْ لِ ِه ْم اِوَّاقَت َْلىَااَ ْل َم ِس ْي َح ِع ْي َسى اِ ْبهَ َمزْ يَ َم َرسُىْ َل شَكِّ ِم ْىًُ َمالَهُ ْم بِ ًِ ِم ْه ِع ْل ٍم اِ ََّّلاِتَّبَا َع ْالظَّ ُّه َو َماقَتَلُىْ يُ يَقِ ْيىًا “Dan oleh karena perkataan mereka: “sesungguhnya kami telah membunuh Isa Ibn Maryam Rasul Allah, pada hal mereka sebenarnya tidak membunuh Isa dan tidak menyalibnya, akan tetapi di samarkan Isa itu kepada mereka. Dan sesungguhnya mereka yang berselisih tentang Isa, sungguh dalam keraguan, bukanlah dengan pengetahuan yakin, melainkan menurut dugaandugaan saja. Mereka bukan membunuh Isa dengan yakin. (Q.S. 4: 157).16 Dalam penjelasan ini menurut Schumann kaum Yahudi tidak menyalibkanNya, “ ” َولَ ِكه ُشبًَِّ لَهُ ْمadalah orang lain yang diserupakan dengan-Nya, dan orang Yahudi keliru menyalibkan Yesus, pemahaman seperti ini sering ditafsiri oleh para penafsir Al-Qur’an seperti Ibn Jarir at Tabari bahwa yang disalibkan adalah Yudas Iskaryat sahabat Yesus yang ingkar, menurut Schumann: Jika dikaji secara bahasa terlihat bahwa Allah ًَِّ( ُشبMenyerupakan) ditulis dalam bentuk pasif, dan pasif dalam tatabahasa Arab disebut fi’il majhul, kata kerja di mana subyeknya tidak dikenal. Namun tafsiran itu memberikan kesan seolaholah subyek dikenal (Yudas Iskaryat); jadi dalam hal ini fi’il majhul tidak boleh dipakai melainkan harus menjadi fi’il ma’ruf yakni aktif. Bahwa fi’il majhul di sini membuktikan bahwa Al-Qur’an tidak mau menyebutkannya, maka ia bertentangan dengan Al-Qur’an tidak menyebutkan subyek, dan seandainya ada penafsiran yang menyebutkannya, maka ia bertentangan dengan Al-Qur’an. Tambah lagi: andaikata yang dimaksudkan Al-Qur’an adalah bahwa seorang lain (yang tidak dikenal) 14 Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 192. Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 237. 16 Moh.Rifa’i dan Rosihin Abdulghoni, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: CV Wicaksana, 1991), h. 94. 15 18 diserupakan dengan Yesus, maka nats Arabnya harus berbunyi: lakin syubbiha lahu bukan lahum) “Tapi diserupakan Dia”. Inipun tidak ditulis dalam Al-Qur’an. Jadi tinggal kesimpulan bahwa apa yang “diserupakan bagi mereka” atau dalam hal mana mereka ragu-ragu tidaklah jelas.17 Kemudian pandangan Schumann sendiri tentang agama Islam ia menjelaskan bahwa, pada mulanya pemikiran tauhid Nabi Muhammad belum mendalam, ia hanya menyerukan kepada seluruh manusia bahwa tiada Ilah yang patut disembah selain Allah, namun ajaran itu bertentangan dengan orang Arab di mana saat itu memiliki tradisi menyembah tiga Dewi yaitu al-Lat, al-Uzza, dan Manat. Oleh karenaitu, Nabi Muhammadpun dimusuhi oleh masyarakat Arab, namun masyarakat Makkah mengusulkan kompromi bahwa ia tidak akan memusuhi Nabi Muhammad bahkan siap menjadi orang Mu’min dengan syarat mereka (masyarakat Makkah) boleh menghortmati tiga Dewi itu. Pada mulanya Muhammadpun menerima usulan mereka sebagai kesempatan untuk mengakhiri permusuhan, namun diceritakan bahwa pada malam harinya ia ditegur oleh malaikat Jibril yang meminta pertanggung jawaban. Disitu Muhammad menyadari bahwa menghormati ketiga Dewi itu adalah menggambarkan pengakuan bahwa Dewi itu ada dan dapat memberi syafaat terhadap masyarakat Makkah, oleh karena itu usulan itupun ditarik kembali. Dari uraian diatas Schumann menjelaskan bahwa ajaran tauhid dalam Islam dirumuskan secara definitif dalam polemik dengan lawan-lawannya. Maka bukan kebetulan jika setelah terjadi suatu polemik kemudian turun surat al-Ikhlas. Hal itu membuktikan bahwa dalam ajaran Islam mengandung unsur apologetik (pembelaan iman), dua ilmu yang saling berkaitan mengandung apologetik yaitu ilmu kalam dan Ilmu fikih, sedangkan ilmu lain seperti filsafat dan tasawuf Islam 17 Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 208. 19 memilki sifat lain. Schumann menjelaskan bahwa Ilmu kalam dan Ilmu fikih mengandung unsur dialogis yang sangat kuat. Para mazhab dalam fikih mempunyai pendapat yang berbeda-beda dan berkembang tanpa mencapai kata sepakat dalam segala hal, namun karena mereka mengakui tentang empat sumber atau usul fikih maka mereka dapat saling menerima meskipun hanya dalam halhal tertentu.18 Menurut Schumann titik temu membangun hubungan Islam dan Kristen tidak akan ditemukan dalam ilmu syariat, jika melihat hukum tentang tiada Ilah selain Allah, tentu Islam memandang Kristen sebagai agama syirik dan sesat karena mempertuhankan Yesus.19 Namun jika dilihat dari kacamata tasawuf Yesus adalah sosok yang diteladani oleh kaum sufi20, dalam suatu bukunya Schumann menjelaskan bahwa derajat Yesus lebih tinggi daripada Muhammad di mana Yesus adalah seorang wali bagi para kaum sufi, sedangkan Muhammad adalah nabi bagi kaum muslimin.21 18 Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 252. Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa al Masih, h. 10. 20 Yesus dipandang oleh kaum sufi sebagai seseorang yang terbebas dari ikatan-ikatan duniawi, selama duapuluh tahun Yesus mengenakan Jubah dari bulu domba, dalam pengembaraanya ia tidak mempunyai harta apapun kecuali sisir dan cankir, namun ketika ia melihat orang menyisir dengan tangan iapun memberikan sisir itu, begitu juga dengan cangkirnya ia berikan kepada orang yang minum dengan tangan, Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa al Masih, h. 152. 21 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa al Masih, h. 153. 19 BAB III ISLAM DALAM PANDANGAN OLAF HERBERT SCHUMANN A. Konsep Ketuhanan dalam Islam Sejak kedatangannya 15 abad yang lalu Islam telah menjadi warna baru dalam memperbaiki moral manusia, Nabi Muhammad adalah sosok paling sentral untuk menjadi suri tauladan yang baik. Islam berkembang cukup cepat jika dibandingkan dengan agama lainnya, sekitar 20 tahun da’wah Muhammad di Makkah dan Madinah ia mendapat banyak pengikut yang memeluk Islam, peradaban jahiliyah (kebodohan) diubah menjadi masyarakat beragama Islam yang bermoral dan menganjurkan untuk menyembah Allah, karena dalam ajaran Islam Dialah Allah satu-stunya Tuhan yang wajib disembah. Yunasril Ali menjelaskan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang Esa, dan segala sesuatu selain-Nya adalah serba ganda. Oleh karena itu, segala sesuatu selain Allah tidak pernah berada dalam ketunggalan, sebegitu kecilnya suatu makhluk tidak akan terlepas dari keserbagandaan.1 Menurut Schumann din AlIslam2, adalah suatu agama yang mempunyai kemiripan dalam konsep ketuhanan dengan Yahudi dan Krsiten, yaitu menyembah Allah,3 seperti yang dijelaskan oleh Amstrong bahwa Nabi Muhammad meyakini Allah adalah Dewa tertinggi dalam 1 Yunasril Ali, Sufisme dan Pluralisme Memahami Hakikat Agama dan Relasi AgamaAgama (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012), h. 21. 2 Kata din berasal dari bahasa Arab yang mencakup tentang hukum peradilan, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa yaumaddin adalah hari penghakiman, dalam keterangan lain bahwa menurut ajaran Islam agama yang benar di hadapan Allah adalah Islam (Qs 3:19). Kata Islam adalah bahasa Arab yang berasal dari kata salam dan mempunyai makna penyerahan diri untuk mendapatkan kedamaian, makna kata Islam masih sama dengan kata aslinya yaitu umat Islam menyerahkan diri kepada Allah dengan mentaati aturannya maka Allah membalas dengan memberikan kedamaian serta perlindungan. Menurut Schuamnn kata din mempunyai makna tertutup untuk suatu agama, namun Nabi Muhammad juga mengakui bahwa kata din bukan hanya Islam tetapi juga untuk Yahudi dan Kristen, seperti yang dikatan oleh Nabi Muhammad dalam penjanjian Madina kepada kaum Yahudi din mereka. Lihat pada Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 98. 3 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 147. 20 21 keyakinan masyarakat Arab kuno, dan identik dengan Tuhan yang disembah oleh umat Yahudi dan Krsiten.4 Hal senada juga dikatakan oleh Schumann bahwa Allah adalah Dewa yang telah lama dikenal oleh orang Arab pra Islam, dengan pendekatan sejarah ia menelusuri makna kata Allah dari perkembangan keagamaan masyarakat Arab pra Islam. Pada zaman pra Islam masyarakat Arab telah mengenal banyak Dewa-Dewi, seperti Dewi al-Uzzah yang kuat, atau Dewi Manat yang menentukan nasib namun dari beberapa Dewa-Dewi yang diyakini, Masyarakat Arab meyakini ada satu Dewa yang di hormati karena telah menciptakan langit dan bumi, Dewa itu adalah Al-Ilah yang kemudian disebut Allah (Dewa itu).5 Dari penjelasan di atas Schumann menyamakan pribadi Tuhan Allah dalam ajaran Islam dengan kepercayaan orang Arab pra Islam yang menganggap sebagai Dewa, namun keterangan lain mengungkapkan bahwa Tuhan Allah dalam ajaran Islam tidaklah disebut debagai Dewa melainkan sebagai Tuhan, menurut Herlianto sejarah telah menunjukkan bahwa Tuhan Allah telah dikenal oleh masyarakat Arab jauh sebelum Islam ada, namun Allah di pahami untuk menyebut Dewa, seperti Dewa air maupun Dewa bulan, hal ini nampaknya berbeda dengan keyakinan umat Islam ataupun keyakinan semitik lainnya, seperti kata Abdullah yaitu nama bapak Nabi Muhammad, tentunya di pahami sebagai hamba Allah bukan hamba Dewa.6 Oleh karena itu Tuhan Allah tidak identik dengan Dewa yang diyakini oleh orang Arab pra Islam. 4 Amstrong, Sejarah Tuhan, h. 215. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 297. 6 Herlianto, Gerakan Nama Suci, Nama Allah Yang Dipermasalahkan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), h. 126. 5 22 Schumann menjelaskan bahwa pengalaman Nabi Muhammad ketika mendapatkan wahyu pertama adalah kesadaran bahwa Allah adalah pencipta alam semesta: Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, Menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah! Tuhanmulah Yang paling Mulia! Yang mengajarkan dengan Kalam, Mengajara manusia apa yang tiada ia tahu!.7 Menurut Schumann pemahaman Muhammad tentang Allah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan ketuhanan masyarakat Arab pra Islam, seperti yang telah disinggung di pendahuluan, bahwa Allah telah dikenal sebagai Dewa yang telah menarik dirinya ke surga. Namun ada yang berbeda dari ajaran Nabi Muhammad, yaitu Allah telah menyampaikan ajaran kepada manusia berbentuk kalam yang kemudian dicatat, hingga Muhammad mengabarkan kepada orang Arab bahwa ajaran yang ia bawa adalah hal-hal yang berkaitan dengan urusan duniawi dan kepentingan masyarakat, dan menjadi jelas pula ketika kalam itu mengandung makna yang mendalam dan bahasa yang indah hingga masayarakat Arabpun takjub oleh kalam tersebut.8 Oleh karena itu, Nabi Muhammad tidak membawa ajaran baru terhadap kaum Quraisy, seperti yang dijelaskan oleh Amstrong bahwa turunnya Al-Qur’an adalah sebagai “pengingat” terhadap apa yang sudah diketahui oleh mereka. Hal itu diperkuat oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang berbunyi: “Apakah kalian tidak melihat?”, “atau apakah kalian tidak berfikir?” Firman Allah tidak serta merta memerintah terhadap kaum Quraisy untuk taat kepada-Nya, tetapi juga mengajak berdialog.9 7 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 147. Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 148. 9 Amstrong, Sejarah Tuhan, h. 225. 8 23 Menurut Schumann Nabi Muhammad mengajarkan kepada pengikutnya bahwa Allah adalah Esa, tidak ada Tuhan selain-Nya dan kepada-Nya kita menyembah, dan ajaran Muhammad adalah untuk orang-orang yang belum beriman terhadap Allah, tetapi bagi yang telah mengimani-Nya Muhammad menekankan untuk menampakan ibadah terhadap Allah.10 Setelah Nabi Muhammad wafat, ajaran teologi Islam semakin berkembang dan melahirkan beberapa sekte ilmu kalam. Secara historis perkembangan ilmu kalam berawal dari perpecahan umat yang ditimbulkan oleh permasalahan politik, kemudian berkembang menjadi sekte yang berbeda-beda.11 Seperti yang dijelaskan oleh Ignaz Goldziher bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad, umat Islam mengalami perpecahan yang disebabkan oleh permasalahan politik, lalu agama dicampurkan ke permasalahan itu, hingga melahirkan sekte-sekte dalam Islam,12 beberapa sekte itu diantaranya: Syi’ah13, Mu’tazilah14, Qadariyah, Jabariyah15dan As’ariyah16. 10 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 304. Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam Teologi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 11 h. 72. 12 Ignaz Goldziher, Pengantar Teologi dan Hukum Islam (Jakarta: Inis, 1991), h. 164. Syi’ah adalah golongan Islam yang hanya mengikuti Ali dan berpendapat bahwa Khilafah dan Imamah harus ditetapkan secara demokrasi, lihat Al-Syahrastani, Al Milal wa Al Nihal (Bandung: Mizhan, 2004), 225. 14 Mu’tazilah adalah kaum rasionalis Islam yang memahami setiap ajaran Islam dengan akal. Sejarah kemunculan aliran ini berawal dari seseorang yang bernama Wasil Ibn Atto yang selalu bersama dengan sahabatnya yaitu Amr Ibn Ubaid suatu ketika ia berfikir tentang orang yang melakukan dosa besar kelak di akhirat akan ditempatkan di surga atau neraka, kemudian Wasil bearanggapan orang yang melakukan dosa besar tidak di neraka ataupun surga melainkan di antara keduanya, setelah kejadian itu wasil selalu memisah (i’tazala’anna), dari situlah meurut Syahrastani orang-orang sezamannya menganggap bahwa Wasil adalah Mu’tazilah lihat pada Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI-PRESS, 2011), h. 40. 15 Qadariyah adalah paham tentang kebebasan, manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk melakukan segala sesuatu, paham ini berasal dari kata Qadar bahwa manusia harus tunduk pada Qadar Tuhan, sedangkan Jabariyah sebaliknya yaitu paham bahwa manusia tidakbisa berbuat sesukanya, dalam paham ini manusia terikat dengan kehendak Tuhan dan perbuatan manusia sudah ditentukan dari semula oleh Qada dan Qadar Tuhan, lihat pada Nasution, Teologi Islam, h.33. 13 24 Menurut Schumann sekte Syi’ah Imamiyah pernah melahirkan teolog yang berpendapat bahwa Allah menciptakan Adam sesuai dengan citra-Nya, penampakan Allah mirip dengan penampakan manusia, Allah juga mempunyai panca indra seperti manusia, namun dijelaskan bahwa Allah tak berbentuk dari daging dan darah layaknya mausia, melainkan ia adalah pancaran cahaya, teolog ini yaitu Hisyam bin Salim al-Jawaliqi hidup pada (150 H/ 767 M), kemudian pemikiran yang mirip dengannya yaitu, Hisyam bin al-Hakam hidup pada (179 H/ 759 M), ia berpendapat bahwa: Allah memiliki suatu tubuh tertentu, tiga dimensi, yang bergerak, “yang ukurannya tujuh jengkal-Nya sendiri”, namun ia juga menganggap bahwa ada “kemiripan” (tasyabuh) antara Allah dengan tubuh yang kasatmata, karena ia menyatakan bahwa Allah adalah suatu tubuh “tetapi tidak serperti tubuh-tubuh yang lain”, Hisyam b. al-Hakam berpendapat bahwa Allah adalah suatu tubuh karena, menurut definisinya, hanya tubuh-tubuh saja yang ada (maujud), padahal Allah juga ada dan hidup.17 Pemahaman Hisyam al-Hakam menjadi banyak pembicaraan para teolog sesudahnya, dan menuai banyak komentar baik itu secara halus maupun kasar. Dijelaskan oleh al-Qasim bahwa Menurut Ibn Taimiyah Hisyam al-Hakam adalah teolog pertama yang memahami Tuhan mempunyai sifat jism (badan) seperti manusia, ia hidup sezaman dengan Ja’far al-Shadiq dan Musa al-Kazhim, penjelasannya tentang jism Tuhan telah banyak dijelaskan oleh beberapa teolog, seperti al-Asy’ari yang menjelaskan bahwa menurut Hisyam al-Hakam sifat tuhan bukanlah bentuk tetapi Tuhan adalah jism yang berbeda dengan jism yang lain.18 16 As’ariyah, atau paham Ahlusunnah wal Jama’ah, yaitu paham yang dibawa oleh Abu Musa al-As’ari, dalam sejarahnya As’ari adalah seorang Mu’tazilah namun ia tidak puas dengan ajaran Mu’tazila hingga akhirnya ia memisahkan diri dan pahamnya dikenal dengan Ahlusunnah wal Jama’ah, dan ajarannya sampai sekarang masih ada dan dikenal dengan Islam Sunni. lihat pada Nasution, Teologi Islam, h. 11. 17 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 114. 18 Al-Qasim Ibn Ibrahim, Bukti Keberadaan Allah (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 200. 25 Menurut Schumann pemahaman teolog Syi’ah tantang Allah yang mirip dengan ciptaan-Nya ditentang oleh beberapa teolog Islam yaitu: Abu Utsman Amr b. Bhr al-Jahiz, Abu al-Hassan Ali b. Sahl Rabban al-Tabari, Jahm Ibn Safwan, dan Abu al-Hudzayl. 1. Al-Jahizz adalah tokoh yang menolak antropomorfisme (pemahaman tentang Allah yang mirip dengan manusia), menurutnya Allah tidak bisa di analogikan dengan ciptaan-Nya, dan bagi siapa saja yang menjelaskan Allah dengan menyerupakan cipataan-Nya maka ia telah syirik, berikut penjelasan penolakan al-Jahizz terhadap paham antropomorfisme: Orang yang mengenakan sifat-sifat manusia kepada Allah, yang mengatakan Allah mirip dengan ciptaan-Nya, atau mendekati hamba-hamba-Nya, maka ia tidak berhormat kepada Allah dan tidak pula memahami Ilahiyyat-Nya.19 2. Abu al-Hassan Ali b. Sahl Rabban al-Tabari, ia terlahir dari orang tua yang beragama Kristen Nestorian, ketika berumur 70 tahun ia masuk Islam dan bermazhab Hanafi.20 Alasan at-Tabari memeluk Islam yaitu kesederhanaan syahadat Islam yang tetap menjaga kemutlakan Allah sebagai tuhan yang Esa, dan ia menemukan solusi permasalahan Kristen Nestorian di dalam syahadat Islam, yaitu bagaimana mungkin Allah yang kekal pernah hadir pada manusia (Yesus).21 Oleh sebab itu, at-Tabari adalah salah satu teolog yang menolak paham hulul (Allah hadir pada pribadi manusia), derajat manusia adalah sebagai makhluk yang pada saatnya akan mengalami kehancuran, sedangkan Allah adalah keabadian yang tiada awal dan tiada akhir. Berikut penjelasan at-Tabari tentang syariat Islam: 19 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 115. Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 85. 21 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 83. 20 26 Islam adalah percaya kepada Allah Yang Hidup, Yang tidak akan mati, Yang Satu, Yang Sendiri, Raja Yang Suci, Yang Baik Hati, Yang Adil, Ilah Ibrahim, Islamil, Ishak, Yaqub, Isa, dan Para nabi yang lain, dan Ilah semua ciptaan; Tiada permulaan kepada-Nya dan tiada berakhirnya, tiada setara dan tiada anak-anak, tiada rekan, tiada penyebab-Nya, dan Dialah Pencipta segala sesuatu dari yang tidak ada, dengan tiada batas (pada-Nya), dan tiada contoh (bagi-Nya), melainkan sebagaimana Ia menghendakinya (saja), yakni bahwa Ia berkata Jadilah, dan jadilah dia berdasarkan penetapan kekuasaan-Nya; Yang Berkuasa, Yang Memberi kebaikan, yang tidak membuat kelaliman biar sebiji besarnya, dan tiada sesuatu yang serupa dengan Dia di bumi maupun di surga. Dialah Yang Menang Yang tidak akan dikalahkan, Pemurah Hati yang tiada pelit padanya, Yang Maha Tahu dan tiada apa yang Ia tidak mengetahui, tiada ketidakadilan seorang jahat yang luput dari pada-Nya, tiada yang bersembunyi di hadapan-Nya. Ia mengetahui apa yang bersembunyi di dalam bumi, apa yang keluar dari padanya, dan apa yang turun dari langit dan yang naik kepadanya: semua taat kepada-Nya. Dan bahwa Muhammad doa dan damai di atasnya! Adalah nabi-Nya dan utusan-Nya, demikian pula Musa dan Isa doa Allah diatas mereka dan semua nabi yang lain dan kita tidak membedakan di antara satupun dari antara utusan-Nya, dan bahwa saat itu akan datang tanpa syak apapun, dan bahwa Allah akan bangkit mereka yang ada dalam kuburan, bahwa orang-orang benar akan peroleh nikmat, dan bahwa yang jahat 22 akan peroleh siksaan. 3. Jahm Ibn Safwan, ia menjelaskan bahwa sifat Allah diluar definisi manusia, Allah yang menciptakan alam ini dan manusia, Ia tidak bisa serupa dengan ciptaan-Nya, jika Ia bisa menyerupai ciptaan-Nya maka Ia mirip dengan yang diciptakan, sedangkan menurut Jahm Allah tidak tercipta hanya Allah yang tahu diri-Nya, Ia immateri, Ia tak bisa diserupakan dengan sifat manapun yang ada pada ciptaan-Nya. Allah aktif menciptakan sesuatu yang hidup.23 Jahm Ibn Safwan menjelaskan bahwa, Allah adalah yang menciptakan pengetahuan, ketika Allah akan menciptakan alam ini maka sebenarnya alam ini telah ada, perlu dijelaskan bahwa pengetahuan akan selalu berubah karena ia baru dan tidak mungkin sesuatu yang baru menyatu dengan Allah yang kekal, oleh karena itu pengetahuan adalah suatu perantara di luar Allah. Menurut Jahm, Allah adalah maha kuasa dan maha pencipta, namun kemahakuasaan Allah bukan sifat-Nya, melainkan tindakan-Nya yang menyatu 22 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 83. Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 102. 23 27 dengan aktivitas Allah. Jadi Jahm menerima pemahaman keterikatan Allah dengan aktivitasnya sebagai pencipta namun menolak sifat Allah yang berkaitan dengan hakikat Allah sendiri.24 4. Kemudian Abu al-Hudzayl hidup pada tahun (80/700-131/749), ia menjelaskan barang siapa yang memahami Sifat Allah itu Qadim, maka ia telah mengakui dua Tuhan, yaitu sifat yang Qadim dan Allah yang Qadim. Schumann menjelaskan bahwa Syahrastani berpendapat bahwa penolakan al-Hudzayl terhadap sifat Allah tidaklah semuanya, tetapi yang perlu di ketahui bahwa seluruh teolog Mu’tazilah menolak paham Allah terikat dengan sifatnya. Pemikiran al-Hudzayl tentang pemisahan antara Allah dan sifat-Nya bukan berarti Dia bodoh ataupun lemah, oleh karena itu ia menjelaskan: Allah dengan pengetahuan-Nya, dengan kekuasaan-Nya, dengan kemelihatan-Nya, dan kemendengaran-Nya, dengan bijaksana-Nya, dengan sifatsifat zat-Nya, tidak berarti bahwa Allah adalah pengetahuan, kekuasaan dan lainlain. Melainkan al-Hudzayl ingin menunjukan, bahwa zat Allah secara aktif mengetahui, berkuasa, hidup, melihat, mendengar dan lain-lain, pada akhirnya semua akan kembali kepada kekuasaan Allah, dan dengan sifat-sifat lain itu identik. Fakta bahwa mereka di beda-bedakan bukan disebabkan substansi mereka, tetapi disebabkan objek yang dikaitkan dengan-Nya.25 Jadi setiap sekte dalam Islam memiliki paham atau konsep teologi yang berbeda-beda, semuanya menjelaskan bahwa Allah adalah Tuhan tertinggi dan maha kuasa, adapun pemahaman yang paling berbeda yaitu teolog Syi’ah imamiyah yang menjelaskan Tuhan mirip dengan pribadi manusia, namun jika diteliti lebih dalam aliran ini begitu terbatas oleh beberapa faktor yaitu sedikitnya tafsir-tafsir yang menjelaskan tentang ilmu tauhid hingga menimbulkan paham antropomorfisme.26 24 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al Masih, h. 104. Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al Masih, h. 108. 26 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al Masih, h. 109. 25 28 Paham antropomorfisme terjadi juga pada sekte agama lain khususnya agama-agama Yunani pra Kristen yang menggambarkan Dewa mirip dengan manusia, oleh karena itu pemahaman seperti itu adalah paham paling primitif dalam sejarah manusia mencari Tuhannya, seperti yang dijelaskan oleh Xenophanes bahwa jika binatang seperti kuda, kerbau, dan singa mereka mempunyai tangan untuk melukis, mereka akan melukis wujud para dewa seperti tubuhnya sendiri.27 B. Tasawuf Islam Dalam sejarah manusia memeluk agama, terdapat ajaran kehidupan serba saleh dan sederhana, di Yunani ajaran itu dikenalkan dalam filsafat Phytagoras, dikalangan bangsa Persia, ajaran itu mewujud dalam filsafat Mani dan Zaroaster dan di India ajaran itu dikenalkan oleh Hindu dan Buddha. Semuanya mengajarkan kedamaian untuk menuntun manusia menjadi lebih baik. Begitujuga dalam agama Islam, ajaran hidup serba saleh dan sederhana itu mewujud dalam tasawuf, oleh karena itu berbagai pemikir Islam menyimpulkan bahwa tasawuf adalah ajaran universal.28 Menurut Schumann secara bahasa kata tasawuf berasal dari kata suf yaitu bulu domba, yaitu bahan dari bulu domba yang dipakai oleh sufi zaman dahulu dan untuk menunjukkan mereka adalah orang yang menolak kehidupan mewah,29 istilah sufi berasal dari direndahkan mereka oleh orang-orang kaya.30 Namun definisi lain menjelaskan bahwa sufi berasal dari kata Yunani yang berasal dari 27 Mohammad Adib, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 27. Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak (Jakarta: Amzah, 2011), h. 3. 29 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h.148. 30 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 369. 28 29 kata sophos yang bermakna bijaksana, dan ajaran sufi terpengaruh oleh tradisi Neo-Platonis yang ada dalam filsafat Yunani.31 Dalam ajaran Islam, tasawuf dikenal dengan aliran mistik dan identik dengan kehidupan asketis terhadap dunia. Kemudian secara definisi tasawuf mempunyai keragaman makna yang berbeda-beda. Menurut Ibnu Khaldun tasawuf adalah menjaga hubungan baik dengan Allah dengan mentaati perintahNya, serta berhati-hati dalam setiap berprilaku agar mendapatkan kebersihan hati. Pendapat kedua yaitu oleh Ath-Thusi, ia menjelaskan tasawuf atau sufi ialah mereka orang-orang yang alim yang menganal Allah dan mengenal hukumhukum Allah, mengamalkan apa yang diajarkan Allah dan mentaati perintah Allah.32 Berbagai pendapat tentang definisi tasawuf telah penulis deskripsikan dengan berkesimpulan bahwa tasawuf ialah ajaran untuk mendekatkan diri terhadap Allah dengan menjalankan aturan-aturan-Nya yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Schumann menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam sebenarnya ada pelarangan atau batasan untuk manusia hidup yang tidak sewajarnya, seperti meninggalkan hal-hal yang berhubungan dengan duniawi dan memilih hidup asketis.33 Menjalani kehidupan aksetis sebenarnya dianjurkan oleh ajaran Islam, dimana manusia harus melakukan perenungan menyendiri dan menjauhkan diri dari duniawi, namun perenungan itu haruslah untuk orang banyak bukan hanya untuk dirinya saja. 31 Julian Baldick, Islam Mistik Mengantar Anda ke Dunia Tasawuf Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta), h. 46. 32 Hajjaj, Tasawuf Islam, h. 4. 33 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 369. 30 Dijelaskan oleh Abuddin Nata bahwa contoh kehidupan asketis untuk memikirkan orang banyak adalah Nabi Muhammad, ia menyendiri di dalam gua hira berpikir mencari solusi tentang masyarakat Arab yang saat itu masih dalam keadaan bodoh, ia ingin menjadikan masyarkat Arab menjadi orang-orang yang beradab dan lepas keterikatan dari dewa-dewa patung, oleh karena itu menurut Abuddin Nata tasawuf seperti itulah yang dianjurkan oleh syariat Islam.34 Schumann menjelaskan bahwa ajaran tasawuf mencakup tiga tuntunan yang harus ditaati, yaitu Syari’ah, Tariqah, dan Haqiqah. Syari’ah ialah ajaran untuk menyucikan batin dari larangan-larangan Allah, dan Tariqah ialah jalan mistis tasawuf, dan Haqiqah, ialah menggambarkan manusia sudah mencerminkan sifat Allah dengan mentaati aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan.35 Schumann menjelaskan bahwa ajaran tasawuf sebenarnya sudah ada sejak masa kehidupan Nabi Muhammad, ajaran tasawuf mengajarkan hubungan yang tak terpisahkan antara Islam dan Iman, Islam yaitu penyerahan terhadap ketentuan Allah dan Iman percaya terhadap kekuasaan Allah. Kemudian ajaran tasawuf berkembang dalam diri umat Islam, salah satu tokoh yang mengamalkan ajaran tasawuf yaitu: 1. Hasan Al-Basri, ia menjelaskan contoh orang yang saleh dan sederhana adalah Nabi Isa al-Masih, ia meninggalkan hal duniawi yang tidak diperlukan dan pakaiannya yaitu yang melekat pada tubuhnya. Nabi Isa percaya bahwa kekayaan yang sesungguhnya yaitu milik Allah yang telah memberikan banyak kenikmatan 34 Abuddi Nata, Studi Islam Komperhensif (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 318. Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 150. 35 31 terhadap manusia, dan sifat zuhud Isa menjadi contoh oleh para sufi.36 Dalam keterangan lain ia menjelaskan bahwa dunia ini ibarat ular halus dalam genggaman tangan yang mempunyai bisa mematikan,37 oleh karena itu keindahan dunia terkadang menidurkan manusia, hingga secara perlahan ia tidak sadar bahwa hatinya telah mati dan melupakan akhirat. Menurut Schumann dalam kurun waktu 50 tahun setelah kematian Nabi Muhammad, ajaran tasawuf meluas di dareah Basrah, Kufa, hingga muncullah ideologi baru dalam ajaran tasawuf yaitu sifat Zuhud yang dilakukan oleh orangorang Zahid.38 2. Salah satu tokoh tasawuf yang Zuhud adalah Abu Yazid, ia berpendapat bahwa cintanya hamba terhadap Allah akan menjadi kekal dan segala yang fana akan hancur dan ditinggalkan.39 Dalam keterangan yang lain Abu Yazid menjelaskan tentang ajarannya dengan menggambarkan dirinya adalah seekor burung dengan pohon tauhid, kemudian ia melihat tanah, akar, daun dan buah ia tolak karena menurutnya semuanya adalah tipuan,40 penjelasannya tentang cinta terhadap Allah telah membuat dirinya tidak membutuhkan sesuatu apapun, karena kesalehan dan cinta terhadap sang Khaliq akan menjadi kekal sampai manusia menemukan jati diri yang sesungguhnya, seperti yang dikatakan oleh Jalaludin 36 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 371. Abuddin Nata, Studi Islam, h. 312. 38 Para Zahid ialah orang-orang yang memandang segala hal yang berkaitan dengan duniawi dipandang negatif, dan tujuan utama mereka adalah fokus untuk cinta terhadap Allah, karena bagi orang Zahid Allah dipandang bukan saja sebagai sang pencipta dan pembuat hukum, tetapi Allah adalah salasatu tujuan utama untuk di sembah dan di cintai dengan jalan keimanan, lihat Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 372. 39 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 373. 40 Baldick, Islam Mistik, h. 52. 37 32 Rumi bahwa, anda akan mengenal Tuhan anda setelah anda mengenal diri anda sendiri.41 3. Schumann menjelaskan bahwa ajaran asketis Abu Yazid dikembangkan oleh muridnya yang bernama al-Junaid.42 Al-Junaid adalah tokoh tasawuf yang menaruh perhatian besar terhadap rambu-rambu jalan menuju Allah, ia menjelaskan bahwa jalan kedekatan seorang hamba terhadap Tuhannya harus dimulai dengan taubat secara sungguh-sungguh dan komitmen tidak mengulanginya, dengan hati yang bersih serta terlepas dari belenggu duniawi menjadi perjalanan awal para sufi untuk menaiki tangga-tangga tasawuf hingga jenjang-jenjang irfani43, dengan begitu manusia bisa melupakan maksiat yang pernah dilakukannya karena dalam pikirannya terpenuhi cinta terhadap Allah.44 Schumann menjelaskan bahwa menurut al-Junaid dalam diri manusia ada sifat individual dan kolektif, individual adalah keinginan manusia yang muncul dari dalam hati agar selalu dekat dengan Tuhannya, dan kolektif yaitu manusia ingin dekat dengan manusia lain, gambaran tentang unsur manusia ini telah diramalkan oleh Allah, dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa ketika manusia belum diciptakan dan masih dalam alam ruh, ia ditanya oleh Allah: “apakah aku adalah Tuhanmu?” dan ruh ini mengatakan aku bersaksi bahwa engkau adalah Tuhanku dan Muhammad adalah utusan-Mu. Oleh kerena itu, dalam pemahaman 41 M.Muhsin, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik Tafsir Sosial Sufi Nusantara (Yogyakata: Pustaka Belajar, 2015), h. 59. 42 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 372. 43 Irfani adalah memperoleh sesuatu ma’rifat dari Tuhan dan itu tidak berdasarkan mengkaji atau menganalisa teks-teks dari buku, melainkan Ilmu yang datang pada manusia dari Tuhan, lihat pada A Khudori Soleh, Model-Model Epistimologi Islam, h. 196. article diakes pada 9 Februari 2016 dari, http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Model-ModelEpistemologi-Islam.pdf 44 Hajjaj, Tasawuf Islam, h. 79. 33 Islam dari sebelum lahir di dunia manusia sebenarnya sudah punya kedekatan dengan Allah.45 4. Setelah membahas tasawuf al-Junaid Schumann menjelaskan tasawuf Abu Mansur al-Hallaj, ia menjelaskan bahwa Abu mansur al-Hallaj meminjam teologi aliran Nestorian46 tentang paham hulul, dalam sejarahnya ia tidak bisa membedakan lagi mana dirinya dan mana Tuhannya, jadi antara jiwa telah menyatu dengan Tuhan. Dalam kisahnya al-Hallaj mengatakan bahwa "ana alhaq”47 yang artinya akulah kebenaran.48 Para kaum sufi tidak semua sepaham dengan ajaran hulul al-Hallaj, salah satu sufi yang menolak paham hulul yaitu alJunaid, ia menjelaskan bahwa Allah tersucikan dari segala kesalahan, Dia tidak hulul atau masuk dalam wujud makhluk-Nya, setinggi apapun derajat manusia ia tetaplah hamba dan tidak akan sederajat dengan Allah.49 5. Tokoh sufi selanjutnya yang mengamalkan ajaran tasawuf yaitu imam al Ghazali, ia menjelaskan bahwa sebuah kesalehan sejati tidak terlepas dari cinta terhadap Allah dan manusia, cinta terhadap manusia akan tercapai dengan diawali cinta terhadap Allah, dan dengan cinta terhadap Allah manusia akan menemukan sumber kekuatannya.50 Schumann menjelaskan bahwa menurut al-Ghazli ajaran tasawuf mempunyai dua golangan: pertama ilmu tasawuf menjadi bagian dari ilmu agama, yaitu yang tetap membedakan antara hakikat Allah dan hakikat manusia, manusia 45 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 373. Aliran Kritsten Nestorian adalah memahami tuhan Allah hadir pada pribadi Isa AlMasih (Yesus), lihat Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 73. 47 Perkataan al-Hallaj tentang ana alhaq bukan bermakna bahwa dia adalah tuhan Allah tetapi ana alhaq adalah salasatu nama Allah, namun oleh orang yang tidak sependapat dengan alHallaj, ia beranggapan bahwa dirinya adalah Allah, dan kerena perkataannya iapun dihukm mati dengan alasan membahayakan aqidah Islam, lihat Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 374. 48 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 374. 49 Hajjaj, Tasawuf Islam, h. 112. 50 Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 145. 46 34 merasakan kehadiran Allah namun tetap dibedakan dengan dirinya, jadi manusia merasakan kehadiran Allah pada dirinya sendiri. Kedua yaitu yang menyamakan hakikat Allah dan hakikat manusia, golongan kedua ini berpendapat bahwa Allah dan manusia bisa mencapai kesatuan jiwa (wahdat al-Wujud), pemahaman seperti ini berlandaskan bahwa wujud adalah salahsatu sifat Allah, dan Allah hanya mempunyai satu wujud jika membedakan antara wujud Allah dan wujud manusia berarti percaya ada dua wujud.51 Dari keduanya al-Ghazali membenarkan ide yang pertama, dimana ajaran tasawuf dianggap sebagai unsur ketiga dalam pedoman agama Islam setelah teologi dan ilmu fiqih, namun pemahaman yang kedua, al-Ghazali menolak karena hanya Allah yang mempunyai sifat wajibul wujud sedangkan manusia adalah ciptaan-Nya yang memupuyai sifat mumkinul wujud.52 6. Setelah membahas tentang ajaran tasawuf al-Ghazali, Schumann membahas ajaran tasawuf Muhyi ad-din Ibn al-Arabi 1165-1240. Ia menjelaskan bahwa ketika manusia masih di alam ide, kewujudan manusia sudah tampak namun belum berdiri sendiri. Jadi dalam paham wujud antara Allah dan manusia Ibn al-Arabi tidak memisahkan atau mengidentikan keduanya.53 Pemahamannya tentang wujud Ibn al-Arabi berlandaskan al Qur’an(QS. Al-A’raaf: 172). ُ َّإِ ْرأَخَ َز َسبُكَ ِه ْي بٌَِٔ ءآ َد َم ِه ْي ُظُُِْْ ِس ُِ ْن ُرسِّ يَتَُِ ْن َّأَ َشَِ َذُُ ْن َعلَٔ أَ ًْفُ ِس ِِ ْن أَلَس َْٔت بِ َشبِ ُك ْن قَبلُْْ بَل َش ِِ ْذًَبأَ ْى تَقُْْ لُْا يَْْ َم ْالقِيَ َو ِة إًَِّب ُكٌَّبع َْي َُ َزاغَبفِلِيْي Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu melahirkan keturunanmu dari para anak Adam dari tulang rusuknya dan menyuruh mereka bersaksi terhadap dirinya sendiri, atas pertanyaan: Bukankah Aku Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul 51 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 375. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 375. 53 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 376. 52 35 (Engkau Tuhan Kami). Kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat nanti kamu tidak berkata: Kami tidak mengetahui hal itu.54 Ibn al-Arabi berpendapat bahwa manusia pada hakikatnya berada dalam Ma’rifat (pengetahuan) Allah, jika manusia sebagai yang kedua mempunyai hakikat berada diluar pengetahuan Allah, seharusnya manusia mempunyai pengetahuan tentang Allah sebagai dirinya yang keluar dan berwujud. Oleh karena itu menurut Ibn al-Arabi mustahil manusia menjadi kedua yang mengetahui hakikat Allah.55 Dalam keterangan lain Ibn Arabi menjelaskan bahwa segala yang materi ialah eksistensi terbatas yang berasal dari eksistensi absolut, dan setiap yang terbatas akan hancur dan kembali kepada yang absolut, penggambaran tentang eksistensi absolut adalah Allah yang tidak mempunyai sifat lahiriah.56 7. Menurut Schumann pemikiran Ibn al-Arabi diteruskan oleh Abd al-Karim al-Jili dari Persia, ia menulis buku tentang al-Insan al-Kamil (Manusia Sempurna). Dijelaskan oleh al-Jili bahwa manusia sempurna adalah yang belum diciptakan atau belum keluar menjadi wujud, dan setelah manusia telah berwujud ia kelihatan terpisah dari Allah, namun menurut al-Jili adajuga manusia yang telah berwujud namun tetap menjadi manusia yang sempurna yaitu para nabi yang tauhidnya tetap sempurna, contoh nabi yang menjadi gambaran sebagai manusia sempurna oleh al-Jili yaitu nabi Muhammad. Al-Jili berpendapat pada dasarnya manusia berada dalam bayangan Allah, kemudian Ia menciptakan bakal manusia pertama yang masih berbentuk nur yang kemudian nur itu menjadi wujud Nabi Muhammad, menurut al-Jili Nabi Muhammad secara wujud terpisah dari Allah tetapi secara hakikat ia tidak terlepas 54 Moh. Rifa’i dan Rosihin Abdulghoni, Al-Qur’an, h. 156. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 376. 56 Affifi, Filsafat Mistis Ibnu Arabi (Jakarta: PT Gaya Media Pratama, 1995), h. 17. 55 36 dari-Nya. Menurut al-Jili segala keturunan manusia pada hakikatnya terbentuk lewat karunia Allah melalui nur Muhammad,57 Khaja Khan menjelaskan bahwa dari nur Muhammad segala eksistensi mewujud secara lenkap, hal itu diperkuat oleh perkataan Nabi Muhammad bahwa “Ana nabiyyuna wa Adamu bainal maa-i wat-tiin” yang artinya “Aku sudah menjadi nabi ketika Adam masih diantara air dan tanah liat”.58 8. Menurut Schumann paham al-Jili ini dipakai oleh seorang tasawuf Nusantara yaitu Hamzah Fansuri,59 dalam falsafah wujud Fansuri menjelaskan bahwa Allah menampakan sifat-Nya lewat penciptaan alam semesta, penciptaan manusia menurun secara teratur kedalam lima martabat, yaitu dari yang universal (umum) ke khusus, dari yang luas ke sempit, dari yang tinggi ke rendah, dari yang atas turun ke bawah, sedangkan Allah sendiri menurutnya sebagai sosok la ta’ayyun atau Dia yang tidak nyata, dengan alasan akal manusia tidak akan mampu memahami Allah, ia hanya dapat di kagumi dengan keagungan ciptaanNya, seperti yang di katakan oleh nabi Muhammd bahwa “Pikirkan saja apa yang diciptakan Allah, tetapi jangan pikirkan tentang Dzat-Nya”.60 Menurut Schumann konsep tasawuf Fansuri dibagi dua: pertama menjelaskan tentang eksistensi Tuhan yang kemudian menciptakan makhluk-Nya melalui proses emanasi, dan proses emansasi itu terbagi menjadi tiga yaitu Ahad61, wahda62 dan Wahidiyya63. Kedua alam ini dipandang oleh Fansuri sebagai 57 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 377. Khan Sahib Khaja Khan, Cakrawala Tasawuf (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h. 81. 59 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 377. 60 Abdul Hadi, Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya (Bandung: Mizan, 1995), h. 38. 61 Ahad: atau yang Esa adalah proses penciptaan belum ada, hanya Allah dengan sendirinya dan tanpa ada yang memikirkan (Ahadiya), karena pada proses pertama ini Allah belum menciptakan apapun, yaitu kosong dan tenang dianalogikan seperti laut yang tenang dan tanpa ombak sekecil apapun. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 379. 58 37 alam bayangan yang sebenarnya tidak nyata, karena semua itu akan kembali kepada Allah melalui jalan tanazul. Alam ini dan manusia diciptakan melalui ide Allah dan akan kembali kepada-Nya, seperti air dari laut yang dihisap oleh awan dan turun menjadi hujan kecil-kecil dan berkumpul kemudian mengalir kesungai dan kembali kelaut lagi, bagitu juga manusia yang diciptakan oleh Allah dengan proses tanazul dan pada akhirnya akan kembali kepada Allah dan prosesnya melalui alam Arwah64, kemudian alam Mithal65 dan alam Ajsam66. Schumann menjelaskan bahwa menurut Fansuri, setelah manusia keluar menjadi wujud, mereka terlena terhadap ikatan duniawi, akibatnya manusia lupa terhada Allah yang telah menciptakannya,67 hal itu diperkuat oleh tabiat manusia itu sendiri, ada salah satu pendapat bahwa dalam bahasa Arab manusia bermakna insan dan berasal dari kata “nas” yang bermakna lupa, karena manusia hidup di 62 Wahda: yaitu yang satu, perbedaan dengan ahad, jika ahad belum mengenal sesuatu masih kosong tetapi wahda sudah mengenal menyatu, dan wahda telah mengenal empat unsur yang menyatu yaitu ilmu, wujud, syhud, dan nur, (pengetahuan, eksistensi, kesaksian dan cahaya). Semuanya saling berkaitan dan mempunyai ketergantungan, seperti Ilmu sebuah pengetahuan harus ada pasanganya yaitu yang mengetahui, dan dalam proses penciptaan manusia disini belum terwujud namun manusia sudah ada dalam bayangan Allah atau dalam alam ide, jadi penciptaan adam beserta keturunannya sudah ada dalam alam ide, dan tahap ini juga yang mulai muncul ide tentang penciptaan tumbuhan dan penciptaan hewan, hingga kemudian terciptanya Adam yang mempunyai wujud yaitu ketika sudah bersaksi terhadap Allah dan kerasulan Muhaammad, disitulah menurut Hamzah, Adam adalah orang pertama yang mengetahui insan al kamil lewat nur Muhammad. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 379. 63 Wahidiyya: yaitu penampakan atau kenyataan, materi yang sebelumnya masih dalam alam ide mulai tampak namun masih belum terpisah dengan Allah, hanya saja proses penciptaan alam dan seisinya semakin jelas, tetapi perlu di garis bawahi keadaan ini masih bersifat logis bukan ontologi. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 379. 64 Alam Arwah, secara individu roh sudah terpisah dengan individu lain dan siap berpisah atau keluar menjadi wujud, dianalogikan seperti air yang sudah terhisap oleh awan dan siap turun menjadi rintikan hujan, bentuk-bentuk yang nyata sudah siap keluar menjadi wujud. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 380. 65 Alam Mithal atau disebut sebagai alam penciptaan yaitu alam individu yang sudah diberikan bentuk dan bisa membedakan dengan individu yang lain, tahap ini disebut juga sebagai kun fayakun, yaitu terjadi penciptaan dan kemudian menuju tahap selajutnya. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 380. 66 Alam Ajsam adalah alam bentuk, individu yang telah tercipta kemudian ia keluar manjadi materi dan dalam tahap ini individu-individu telah menjadi wujud, seolah-olah wujud ini sudah terpisah dengan alam arwah dan Mithal, hingga dalam tahap ini manusia banyak yang lupa dan tak mengenal dirinya. Lihat Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 380. 67 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 380. 38 dunia ini diawali dari terlupa dan akan berakhir dengan kelupaan.68 Oleh karena itu, ajaran taswuf adalah untuk menuntun menusia untuk taat terhadap allah sekaligus menyadarkan bahwa mereka adalah individu-individu yang tercipta oleh Allah dan kelak akan kembali kepada-Nya.69 C. Hukum Islam Manusia sejak awal penciptaannya secara invidu sudah beragam, dan antara individu dengan individu lainnya saling membutuhkan, karena perkembangan kemampuan manusia adalah hasil dari pergaulannya dengan yang lain, telah dikenal sejak dulu bahwa kehidupan manusia berkelmpok-kelompok, hal itu menandakan bahwa kehidupan manusia membutuhkan yang lainnya. Namun ada naluri egois pada diri manusia yang bisa menimbulkan kerusakan, kerusakan itu bisa terjadi pada dirinya ataupun pada manusia lain, telah banyak dijelaskan dalam sejarah manusia, dimana banyak terjadi suatu golongan atau suku tidak menerima individu dari suku lain, hingga manusia merasa nyaman dengan kehidupannya, ia akan mudah menindas orang lain yang lemah.70 Oleh karenaitu, dibentuklah suatu hukum untuk mengatur manusia agar tidak mendzalimi dirinya maupun orang lain, dalam ajaran Islam hukum terbagi menjadi dua: Pertama hukum wadh’i, yaitu hukum yang dibentuk oleh suatu pemimpin dalam kelompok dan bersifat duniawi seperti mengatur manusia hidup rukun dengan yang lainnya, namun hukum ini tidak menjamin kepuasan untuk 68 Khaja Khan, Cakrawala Tasawuf, h. 80. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 380. 70 Syekh Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam (Jakarta: Akademia Presindo, 1996), h. 5. 69 39 semua orang, oleh karena itu hukum ini bisa digugat. Kedua hukum langit yaitu hukum yang bersumber dari Allah, hukum ini berguna untuk menuntun manusia agar menjadi manusia yang bermoral dan taat terhadap Allah.71 Berbicara tentang hukum Wadh’i, hukum ini terkadang terasa tidak adil ketika dipegang oleh pemimpin yang zhalim, dalam sejarah Islam sendiri tentang ketidakadilan hukum sering dirasakan. Hal senada dengan apa yang dijelaskan oleh Schumann bahwa dalam sejarah Islam, pemikiran tentang hukum yang dibuat oleh petinggi negara terkadang hanya menguntungkan untuk mereka saja, sedangkan untuk masyarakat justru terkadang menjadi tekanan, dan yang lebih parah lagi bahwa hukum negara terasa tidak adil ketika para petinggi negara banyak yang dzalim dan melakukan penyalahgunaan hukum. Kasus penyalahgunaan hukum yang banyak terjadi yaitu pada masa khalifah Muawiya, yaitu diawali perpecahan yang terjadi karena proses kepemimpinan yang tidak demokrasi, ketika Muawiyah memerangi Ali dan mengangkat dirinya sendiri sebagai khalifah yang kelima, kekuatan militer Mu’awiya sangat besar dalam kepemimpinannya banyak masyarakat Islam yang merasa terasing, dan kecewa hingga menolak kerjasama dengan Khalifah.72 Kemudian hukum langit adalah suatu hukum yang bersumber dari Allah, menurut Syekh Muhammad Ali As-Sayis hukum Allah dinamakan “agama” atau “Millah” atau “syariat”. Ia disebut agama karena disembah dan dipercayai, ia disebut Millah karena diperkenalkan kepada manusia dan disebut syariat karena ia merupakan hukum-hukum yang disyariatkan dan sebagai jalan yang jelas.73 71 Ali As-Syais, Perkembangan Hukum Islam, h. 6. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 451. 73 Ali As-Syais, Perkembangan Hukum Islam, h. 6. 72 40 Dalam ajaran Islam hukum mencakup tiga aspek yaitu “aqidah, syariah, dan akhlak”, pada aspek syariah dan akhlak yaitu berkaitan dengan ibadah muamalah dan sikap-sikap yang berkaitan dengan Allah dan makhluk, sedangkan aqidah berkaitan dengan keimanan terhadap Allah dan para nabi serta rasul-Nya.74 Hal itu senada dengan pendapat Schumann, ia menjelaskan dalam ajaran Islam mengandung hukum yang mengatur manusia yang terkait dengan ibadah dan hubungan langsung antara manusia terhadap Allah, hukum ini dikenal dengan lima macam hukum yaitu “wajib, sunah, mubah, makruh dan haram”, dan hukum ini bisa menggugat manusia ketika ia melakukan hal-hal yang wajib dan yang haram.75 Schumann menjelaskan bahwa dalam Islam tidak dikenal ajaran bahwa Iblis mencoba menghancurkan Tuhan layaknya dalam ajaran Kristen bahwa didunia ini dipahami sebagai medan perang antara Allah dan Iblis,76 tetapi tujuan Iblis dalam pemahaman Islam adalah untuk menggoda manusia.77 Dalam pandangan Islam manusia akan celaka oleh dua hal: pertama karena manusia tergoda oleh Iblis hingga akhirnya terpedaya dan menjadi pengikutnya, kedua yaitu karena kelalaian manusia itu sendiri karena lupa. Oleh karena itu,menurut ajaran Islam dunia ini sebagai tempat ujian manusia.78Ajaran hukum dalam Islam disebut sebagai fiqh yang bersumber pada Al-Qur’an, ajaran hukum ini menjadi ajaran kedua setelah ilmu kalam, oleh karena itu hukum Islam masih 74 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), h. 32. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 462. 76 Dalam ajaran Krsiten dijelaskan bahwa tuhan memiliki dua kerajaan, Pertama yaitu kerajaan duniawi dikenal dengan Civitas Terena atau regnum, (Babel), Kedua yaitu kerajaan langit atau kerajaan Gereja, (Jerusalem) dikenal dengan Civitas Dey atau Sacerdotium. Menurut Luther kerajaan dunia ini telah diperangi oleh iblis, dimana ia ingin menguasai kerajaan dunia ini, namun pada akhirnya iblis akan kalah, tetapi dunia ini masih dalam perebutan antara Allah dan iblis hingga keadaan ini masih campuran atau disebut Civitas Parmixta lihat Schumann, Ilmu AgamaAgama, h. 387-486. 77 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 448. 78 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 450. 75 41 termasuk Ulum ad-din (ilmu agama), dan Ilmu hukum juga ikut menentukan kedudukan orang mukmin dihadapan Allah. Menurut Schumann orang yang biasa menetapkan hukum dalam Islam disebut Fuqaha (Ahli hukum), para ahli hukum ini adalah bagian dari para ulama yang menjadi panutan masyarakat Islam.79 Dalam ajaran Islam hukum Allah telah berlaku sejak awal adanya manusia, ketika Nabi Adam melakukan kesalahan hingga kemudian ia diturunkan kedunia, namun tidak mengajarkan dosa waris dari Nabi Adam hingga kemudian Yesus menjadi penebus dosa tersebut, setelah Nabi Adam diturunkan kedunia ini, ia memohon ampun terhadap Allah dan mengakui kesalahannya, dan setelah itu Nabi Adam dapat berhubungan baik dengan Allah.80 Dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa fitrah manusia padahakikatnya suci, meskipun ia melakukan dosa manusia tetap suci dan masih bisa berhubungan baik dengan Allah, tetapi manusia terkadang lupa akan kenikmatan yang Allah berikan dan hukum Allah bagi orang yang tidak menyukuri nikmat Allah disebut kafir. Namun manusia bisa menutupi dosanya dengan perbuatan yang baik, seperti amal saleh membantu orang lain dan sebagainya, karena selamat atau tidaknya manusia di dunia maupun di akhirat adalah kehendak Allah, karena Allah menyukai hambanya yang bertakwa.81 Schumann menjelaskan bahwa dalam hukum Islam ada dosa besar yang tidak akan dimaafkan oleh Allah yaitu menyembah selain Allah (Syirik), dijelaskan dalam ajaran Islam bahwa Allah tidak akan mengampuni dan akan menutup pintu surga untuk selama-lamanya bagi hamba-Nya yang melakukan kemusyrikan. Oleh karena itu, dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa manusia 79 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 463. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 447. 81 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 449. 80 42 hidup didunia ini adalah untuk taat terhadap Allah, namun manusia terlihat sebagai makhluk yang lemah dan mudah tergoda oleh Iblis yang akan selalu menjebak, tetapi manusia menurut fitrahnya akan tetap mampu mentaati hukum Allah.82 Oleh karena itu, dibentuknya suatu hukum baik dalam tatanan negara maupun agama, ialah untuk membimbing manusia menjadi pribadi yang lebih baik, seperti yang dijelaskan oleh Abuddin Nata bahwa kegunaan ilmu fiqh atau hukum Islam adalah sebagai solusi untuk manusia dari berbagai permasalahan kehidupan serta untuk menjelaskan fungsi manusia sebagai makhluk bermasyarakat, agar dalam kehidupan masyarakat berjalan tertib, damai, dan harmonis.83 D. Perkembangan Islam Kontemporer 1. Islam dan Pluralitas Pada era sekarang ini kehidupan majemuk tidak bisa dihindari dimana semakin bertambahnya umat manusia dan mengalami perpindahan dari tempat satu ketempat lainnya, akibatnya manusia harus beradaptasi dengan lingkungan baru, tetapi terkadang seserorang yang memeluk suatu tradisi dan agama tertentu tidak mau menerima kemajemukan, seperti yang dijelaskan oleh Harun Nasution bahwa dalam agama tertentu ajaran dogmatis bisa mempengaruhi manusia menjadi pribadi yang tertutup dan menolak terhadap hal-hal yang bertentangan 82 Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 450. Abuddin Nata, Study Islam, h. 239. 83 43 dengan dogmanya. Sikap dogmatis membuat manusia menjadi orang yang bersikap tradisional, emosional, dan tidak rasional.84 Namun pemahaman tertutup, ataupun tradisional tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti yang dijelaskan oleh Yunasril Ali bahwa dalam ajaran Islam terdapat larangan untuk memaksakan suatu agama terhadap orang lain, oleh karena itu keberagamaan seseoran harus tulus dari dalam hati, larangan itu termaktub dalam ayat Al-Qur’an yang berbunyi, “Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya semua manusia yang ada di bumi beriman seluruhnya. Hendak kau paksa jugakah orang supaya beriman” (QS. Yunus 10:99).85 Kehidupan Manusia secara global tidak terlepas dari pluralitas, baik itu pluralitas Ras, Etnic dan Agama, hal itu dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an: “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku” (QS. Hujurat 49, 13) “Dan diantara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu” (QS. Ar-Rum 30:22).86 Oleh karenaitu, kehidupan pluralitas sebenarnya telah diramalkan dalam AlQur’an, hal itu seharusnya sebagai bukti bahwa Islam adalah agama yang menerima pluralitas bukan sebaliknya sebagai agama eksklusif yang tak menerima perbedaan, Schumann menjelaskan bahwa dalam era modern ini Barat memahami orang Islam sebagai golongan yang sulit untuk membuka diri dalam hidup bersama dengan masyarakat lain yang beda agama.87 Di dunia Barat sendiri banyak orientalis memandang orang Islam negatif, seperti yang dijelaskan oleh 84 Nasution, Perkembangan Modern dalam Islam (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985), h. 2. 85 Ali, Sufisme dan Pluralisme, h. 22. 86 Ali, Sufisme dan Pluralisme, h. 22. 87 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 172. 44 Imam Yahya bahwa salah satu orientalis yaitu Edmund Bosworth yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang disebarkan dengan pedang, pernyataan itu tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar karena pada sejarahnya sejak abad 8 samapai abad 17 umat Islam dihiasi dengan peperangan.88 Namun ada juga para Ilmuwan yang memandang Islam secara postiif, seperti Wiliam Montgomery Watt dimana pandangan keislamannya menjadi rujukan Schumann dalam mempelajari agama Islam.89 Schumann menjelaskan bahwa sejak awal, Islam sudah hidup dalam kemajemukan, yaitu ketika nabi Muhammad hijrah ke Madinah ia menyatukan masyarakat yang berbeda suku dan agama lewat perjanjian Madinah. 90 Seperti yang dijelaskan oleh Al-Hamid bahwa dalam perjanjian Madinah, Nabi Muhammad membuat aturan untuk hidup damai dan tidak membeda-bedakan antara kabilah Yahudi dan Arab, kepada mereka Muhammad memperlakukan hal yang sama, begitu juga umat Yahudi, ia berhak mendapat pertolongan dan perlakuan baik serta bebas untuk menjalankan agamanya.91 Perjanjian Madinah sering dijadikan acuan oleh para pemikir Islam modern bahwa umat Islam bisa hidup bersama dalam kemajemukan.92 Menurut Schumann Nabi Muhammad adalah orang pertama sebagai penafsir Al-Quran, dalam sejarah hidupnya ia sering mengadakan musyawarah guna menemukan tatanan hidup yang lebih baik, dalam hal keagamaan Muhammad menjadi panutan umat Islam, namun dalam hal sosial nasihat Nabi 88 Imam Yahya, Jihad dan Perang dalam Literatur Muslim, dalam buku Islam dan Urusan Kemanusiaan (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2015), h. 134. 89 Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 92. 90 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 420. 91 Al-Hamid Al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw (Bandung: Pustaka Hidayah, 2011), h. 540. 92 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 178. 45 Muhammad tidak semuanya dituruti, Nabi Muhammad juga adalah seorang yang menerima perbedaan dalam memahami atau menafsirkan Al-Qur’an, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa perbedaan pemikiran adalah anugrah, jadi perbedaan pendapat tidak ditolak selagi tidak mempengaruhi penyembahan terhadap Allah dan ajaran tauhid tetap terlindungi.93 Schumann menjelaskan bahwa Muhammad memandang umat Yahudi sebagai satu golongan yang berbeda dalam din namun tetap sebagai penyembah Tuhan yang sama yaitu Allah, diterangkan dalam surat Al-Kafirun untuk kamu din kamu dan untuk aku din aku, Oleh karena itu Muhammad melihat status agama Yahudi dan agama Islam sejajar.94 Begitu juga dengan agama Kristen, Muhammad memandang agama Kristen sebagai suatu agama dimana masih dalam satu umat dengan Islam, meskipun pada saat pembuatan piagam Madinah umat Ksriten tidak ada namun pada tahun 727 M, ada utusan Nasara dari Najran yang bertemu dengan Nabi Muhammad untuk berdiskusi tentang perbedaan pemahaman tentang konsep ketuhanan dan kepribadian Isa Al-Masih, Nabi Muhammad juga dengan suka cita membolehkan mereka melaksanakan Ibadahnya di dekat mushalah umat Islam.95 Dijelaskan oleh Ibn Ishaq bahwa utusan dari Najran yang bertemu dengan nabi Muhammad dipimpin oleh tiga orang yaitu aqib (pemimpin rakyat), sayyid (administratur) dan seorang Imam, kedatangan mereka bertemu dengan Nabi Muhammad adalah untuk merundingkan perjanjian dengan Muhammad.96 93 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 173. Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 179. 95 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 180. 96 Hugh Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam Kristen (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013), h. 50. 94 46 Schumann menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa banyak nabi-nabi sebelum Muhammad diutus oleh Allah untuk menuntun umat dengan mendirikan komunitas agama masing-masing, oleh karena itu banyaknya agama yang ada hampir sama banyaknya dengan nabi-nabi. Dijelaskan oleh Madjid bahwa nabi-nabi yang diutus oleh Allah ialah untuk memberikan kabar kepada umat manusia untuk hidup dijalan yang benar, perintah Allah yang dikabarkan kepada para nabi menjelaskan bahwa manusia harus percaya dan tunduk tehadap kekuasaan Allah.97 Menurut Schumann Nabi Muhammad adalah manusia yang mempunyai pemikiran sangat maju, hingga konsep perjanjian Madinah sering menjadi acuan oleh para pemikir Islam Modern,98 dan ciri masyarakat modern adalah masyarakat majemuk yang identik hidup bersama dalam perbedaan tanpa ada yang ditinggikan dan direndahkan, perjanjian Madinah adalah contoh Nabi Muhammad untuk umatnya bisa hidup bersama dengan agama lain. Oleh karena itu, semakin membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menerima perbedaan baik itu dalam pemikiran keagamaan maupun secara sosial untuk hidup dalam kemajemukan.99 2. Islam dan Radikalisme Radikalisme merupakan hasil labelisasi tentang gerakan-gerakan keagamaan yang memiliki ciri pembeda dengan gerakan Islam yang menjadi maenstreem yang bertujuan untuk menegakkan Islam sesuai dengan masa lalu (Salaf alShahih). Dan mempunyai visi dan misi untuk menegakkan Islam sesuai dengan 97 Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. x. Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 182. 99 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 182. 98 47 tatanan masyarakat Islam di zaman Rasulullah sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Pelabelan sepihak oleh beberapa orang yang menganggap Islam sebagai agama radikal patut menjadi perhatian. Karena pada dasarnya, sejarah mencatat hampir di semua negara yang dihuni oleh masyarakat yang menganut agama tertentu bisa melakukan radikalisme.100 Radikalisme atau fenomena kekerasan yang mengatasnamakan agama sering kali dipicu oleh berbagai faktor. Pada masa kontemporer misalnya, kekerasan berbau agama atau atas nama agama lebih sering disebabkan oleh faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang memberikan lahan cukup subur bagi tumbuhnya “culture of violence” (budaya kekerasan).101 Mulai dari penerapan syariah secara kaffah di dalam negara, keinginan memberantas segala kemaksiatan, pluralisme dan interaksi antar agama, protes terhadap kedatangan artis manca yang berbau porno, penolakan ajang Miss World yang diselenggarakan di Indonesia, protes campur tangan asing seperti kapitalisme yang merebak dan lain sebagainya. Respon ini biasanya berakhir dengan anarkis dan banyak pihak, khususnya umat Islam sendiri menilai kontra-produktif terhadap yang dilakukan kelompok ini.102 Schumann dalam bukunya Agama-agama Kekerasan dan perdamaian mengatakan bahwa radikalisme sudah muncul sejak awal abad ke 19 sebagai jawaban atas berbagai pengalaman politik yang dialami banyak komunitas Islam di seluruh dunia. Faktor utamanya adalah konfrontasi dengan kolonialisme Barat 100 Muh. Fajar Shodiq, “Radikalisme Dalam Islam Antara Pelabelan dan Konstruksi Sosiologi,” article Diakses pada 25 Januari 2016 dari http://journal.uniba.ac.id/index.php/GM/article/download/90/89. 101 Azyumardi Azra “Kata Pengantar” dalam Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. ix 102 Fajar Shodiq, “Radikalisme Dalam Islam.” 48 dan setelah Kongres Wina 1815103, kekuatan besar imperialisme Eropa, terutama Inggris, Rusia, dan Prancis. Tandingan mereka di pihak Muslim yang masih ada pada waktu itu adalah Kesultanan Moghul di India, Kesultanan Ottoman (Turki), dan kemaharajaan Persia yang sejak tahun 1501 menetapkan Shi’a ithna’ashariyya sebagai agama resmi.104 Menurut Schumann Kesultanan Ottoman memiliki keistimewaan dari kesultanan lainnya karena ia memegang gelar “Khalifah”. Dan gelar ini yang menandainya sebagai pemimpin seluruh umat Islam105. Sementara kerajaankerajaan Islam yang disebutkan di atas sanggup memelihara kedaulatan mereka, paling tidak selama paruh pertama abad ke-19 hampir semua daerah lainnya dihuni oleh mayoritas orang Muslim.106 Isu-isu Politisi yang terjadi pada masa demi masa yang dibahas oleh Schumann ini berkaitan dengan tiga hal, yakni Khalifah, Ukhuwah Islamiyah dan Jihad. Pada masa Kesultanan Ottoman Khilafat dipahami sebagai lembaga politis dan militer yang juga mempunyai wibawa dalam bidang hukum sebagai bagian tugas pemerintahannya. Sultan terakhir yang menggunakan gelar ini secara 103 Wina adalah ibu kota kekaisaran Habsburg yang meliputi sebagaian besar Italia, Australia, Jerman, Netherland, dan Spanyol, dan hampir dapat dikatakan bahwa kota itu sebagai ibu kota Eropa Barat kecuali Perancis dan Swiss. Kota itu terus menerus dibela dari segala serangan pihak Osmani, maka tidak heran ketika propaganda mereka (negara-negara Eropa) menempel sifat jelek, lihat Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 233. 104 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 189. 105 Sultan Ottoman dikenal oleh umat Islam sebagai pemimpin yang punya wibawa dan mengatur hukum, namun keadaan Sultan Ottoman yang pada realitanya sudah jauh dari harapan umat Islam, sejak kepemimpinan bani Abbas Sultan Ottoman mengalami penurunan, dijelaskan oleh Schumann bahwa khalifah Abbazid yang terakhir melarikan diri ke Kairo karena kota Baghdad dan kerajaannya dihancurkan oleh tentara Mongol pada tahun 1258, iapun menjadi khalifah bayangan di kairo Mesir. Lebih lanjut lihat Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 195. 106 Daerah tersebut seperti Aljazair (1830) dan daerah lainnya di Afrika Utara (Kecuali Libya yang baru pada awal abad ke-20 dikuasai Italia), Asia Tenggara, Asia Tengah, beberapa daerah di Timur dan Barat Afrika, dan terakhir India Utara (1857), jatuh kedalam Imperialisme Barat. Lebih lanjut lihat Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 190. 49 demonstratif dalam politiknya ialah Sulaiman al-Kanuni (memerintah 1520-1566, yang di Barat dikenal sebagai Sulaiman yang Mulia).107 Sultan-sultan setelah Sulaiman al-Kanuni tidak banyak peduli pada gelar Khalifah. Bukan gelar itu yang menarik, meskipun ia mula-mula menandai fungsi ketentaraan (sebagai amir al-mu’minin). Namun ingatan pada fungsi itu sudah lama lenyap sedangkan kekuatan Kesultanan Ottoman yang hendak bangkit sekarang terpusat pada kekuatan tentaranya sendiri, entah dengan gelar itu atau tidak. Pendirian ini baru mulai berubah sejak akhir abad ke-18. Di Eropa Tenggara, Kesultanan sudah mulai mengalami beberapa kekalahan, dan salah satu pihak yang turut mengalahkan mereka ialah Kekaisaran Rusia.108 Pada abad ke-19, khususnya pada masa Sultan Hamid II (memerintah tahun 1876-1909), melihat kekuatan politisi mereka berangsur-angsur surut. Menghadapi masalah itu, Abdulhamid II berusaha untuk meningkatkan otoritasnya dengan mengangkat kembali gelar khalifah.109 Selanjutnya terkait Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) Schumann mengatakan tujuan utama dari ideologi itu ialah membangkitkan kembali perasaan persaudaraan sebagaimana pernah menjiwai umat Islam pada permulaan sejarahnya ketika ia sangat cepat dapat meluas dan mendirikan kerajaan yang kuat. Kekuatan itu yang perlu dibangkitkan kembali, dan usaha itu hanya dapat berhasil apabila perasaan kesamaan, atau persaudaraan, dikukuhkan kembali. Hal ini terjadi pada masa Kesultanan Abdulhamid II setelah ia mengangkat kembali gelar khilafah, akan tetapi politisi realis dari kesultanannya bertentangan dengan khilafah. Sehingga pada saat itu posisi politiknya melemah, Ekonomi 107 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 195. Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 196. 109 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 197. 108 50 merosot akibat korupsi dimana-mana, dan kerajaan hanya bisa bertahan berkat bantuan negara-negara kapitalis yang menanam modal mereka dan mengharapkan bunga yang lumayan, sekaligus menguasai ekonomi kesultanan melalui pengawasan ketat.110 Schumann dengan pandangannya terkait tujuan dari ideologi Ukhuwah Islamiyahnya, menyatakan bahwa, semangat dari rasa persaudaraan tersebut biasanya dihubungkan dengan konsep ide jihad.111 Jihad merupakan salah satu asas agama yang diwajibkan bagi setiap mukallaf, kewajiban tersebut banyak menimbulkan kesalah fahaman baik bagi non Islam maupun orang-orang Islam sendiri.112 Dan saat ini Istilah jihad telah banyak mengalami perubahan makna serta pemutarbalikan gagasan.113 Schumann mengatakan dalam bukunya, dulu yang pertama-tama dibela dalam jihad adalah “membela diri” serta hormat kepada Tuhan, akan tetapi selama beberapa abad lalu dan khususnya pada abad ke-19, maka “membela diri” semakin kehilangan dimensi keagamaannya dan semakin memperoleh pemahaman politisi.114Dan menurut Schumann saat ini jihad sebagai perang semakin lebih digemari dikalangkan bukan Islam daripada dalam umat Islam sendiri, di mana hal itu semakin menjadi pegangan kelompok-kelompok radikal yang sektarian di pinggiran umat.115 110 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 199. Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 199. 112 Ali Yasir, Jihad Masa Kini (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2015), h. 29. 113 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 200. 114 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 200. 115 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 231. 111 51 Jika melihat fenomena pada era modern ini nampaknya jihad telah mengalami miskonsepsi116 yang memakanai jihad sebagai perang atau qital, Hasan al-Banna menjelaskan bahwa ajaran jihad dalam Islam bertujuan untuk menjamin keamanan dan kedamaian dengan mengamalkan ataupun mengajarkan risalah yang telah Allah amanatkan terhadap kaum Muslimin, bukan sebaliknya yaitu mencari permusuhan dintara sesama manusia dan bukan juga untuk membukan jalan ke dalam ketamakan terhadap duniawi.117 Schumann menjelaskan bahwa bila pada waktu Perang Dunia I, jihad yang diajak oleh Sultan Ottoman dicap sebagai “jihad Madein Germany”, dan pada perang dunia II, atau perang pasifik, Jepang di identifikasi sebagai pendorong jihad sehingga menjadi “jihad Madein Japan”, maka tinggal diteliti siapa yang menjadi produsen jihad-jihad yang sekarang hendak diproklamasikan di manamana. Siapa yang menggunakan mujahidun sebagai kuda tarik dari depan kereta yang memuat kepentingan mereka? Kebanyakan mereka yang tertarik dengan seruan jihad adalah para pemuda yang kurang memahami sejarah dan ajaran Islam, yang mengisap indoktrinitas saja. Jadi, apa yang mereka perjuangkan? Kepentingan siapa yang mereka layani dengan rezim dan tindakan mereka yang kejam, yang tidak hanya menuntut korban jiwa manusia dikalangan orang sebangsa yang bukan Islam, melainkan juga dikalangkan yang seagama dengan mereka sendiri?118 116 Idris, Fundamentalisme Islam: Analisis Pemikiran Politik Bassam Tibi, (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negri Jakarta, 2007), h. 55. 117 Al-Imam Ash-Shaid Hasan Al-Banna, Risalah Jihad (I.I.F.S.O) h. 39. 118 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 231. 52 Politisasi agama-agama mengikutsertakannya ke dalam konflik-konflik politis juga, dari sana ke radikalisasi, dan sering lebih lanjut ke fanatisme, bahkan terorisme. Hal itu hanya menambah masalah dan tidak mampu memecahkan masalah-masalah. Persoalan yang bersifat politis memerlukan juga pemecahan secara politis. Pada era sekarang ini sering terjadi gerakan radikal dengan mengatasnamakan agama, di Indonesia sendiri kasus yang paling baru yaitu pengeboman yang terjadi di jalan Thamrin Sarinah pada tanggal 14 januari,119 kemudian dalam isu internasional yaitu gerakan Isis di Irak dan Syuriah yang semakin membawa kabar negatif terhadap agama Islam. Seorang warga berkembangsaan Amerika Donald Trump yang saat itu sebagai kandidat Presiden dari partai republik, dengan tegas mengatakan bahwa orang Islam harus keluar dari negara Amerika, ia menjelaskan bahwa orang Islam benci tehadap warga Amerika, gerakan jihad dalam Islam harus secepatnya di atasi karena menurutnya mereka tidak punya rasa hormat terhadap nyawa manusia.120 Schumann menegaskan bahwa kekerasan dengan mengatas namakan agama dalam Islam sering terjadi, bahkan terorisme dalam Islam akhir-akhir ini makin menyeramkan, namun orang yang melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama menurutnya terjadi tidak hanya dalam Islam saja, tetapi kekerasan tersebut terjadi pula dalam umat agama lain.121 Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kekerasan yang terjadi dalam setiap agama pada hakikatnya 119 Bom dan Ledakan di Sarinah Jakarta, Polisi Sudah Mendapat Peringatan Sebelumnya dari NIIS. “Kompas,” 12 Februari 2016, h. 1. 120 Donald Trump Minta Kaum Muslimin dilarang Masuk AS. “BBC Indonesia,” 8 Desember 2015, h. 1. 121 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 230. 53 bukan ajaran dari agama itu sendiri, melainkan agama telah menjadi alat politik, karena agama dan kekerasan sama sekali tidak ada hubungannya.122 Dari pemaparan Schumann diatas nampaknya ia melihat agama Islam selalu mengajarkan kedamaian yang sama sekali tidak mengandung penegasan dalam beberapa hal, menurut penulis radikalisme atau paham kekerasan dalam agama Islam terjadi bukan hanya karena politik saja melainkan Islam mempunyai hukum sangat kompleks dan tegas, seperti ayat Al-Qur’an berikut ini: اًَِّباَ ًْ َز ْلٌَباَ ْلتِّْْ َسىةَفِ ْيَِبُُذَٓ ًُْْ سيَحْ ُك ُن بَِِبالٌَّبِيْْ ىَ الَّ ِز ْييَ اَ ْسلَ ُوْْ الِل َّ ِز ْييَ َُب ُدّاَّْ ال َّشبَّبًِيْْ ىَ َّ ْالَحْ بَب ُسبِ َوبا ْستَحْ فَظُْْ ا ِه ْي ْ َّ بس ُ َّ َه ْي لَ ْن يَحْ ُك ْن بِ َوباَ ًْزَ َل للا, اخ َشْْ ىَ َّ َلتَ ْشتَ ُشّْ ابِبَيَتِي ثَ َوٌبقَلِ ْي َل َ ٌَّب للاِ َّ َكبًُْْ ا َعلَ ْي َِ ُشَِ َذا َء فَ َلتَ ْخ َش ُْاال ِ َِكت َك ُُ ُو ْبل َكفِ ُشّْ ى َ ِفَب ُّْ لَئ Sesungguhnya kami telah menurunkan Taurat, berisi petunjuk dan cahaya yang terang; dengan (Taurat) itulah para Nabi dahulu yang tunduk dan menyerah diri kepada Allah menghukum orang-orang Yahudi. Begitu pula ulama-ulama dan pendeta-pendeta mereka menetapkan hukum dengannya, karena mereka telah diperintah memelihara kitab-kitab Allah; dan adalah mereka menjadi penjaga dan pengawas kitab itu. Karena itu janganlah engkau takut akan manusia dan takutlah engkau akan daku dan janganlah kamu tukar ayat-ayat Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tiada memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir. (Al-Maidah: 44).123 Dalam keterangan lain Hassan al-Banna menjelaskan bahwa, dalam ajaran Islam jihad adalah suatu kewajiban yang sangat di anjurkan, dan tidak boleh dipandang sebagai suatu perbuatan yang ringan. Jihad mencakup malawan hawa nafsu ataupun memerangi kaum kafir, ia mengutip ayat Al-Qur’an, yaitu: , َّ َع َسٔ أَ ْى تُ ِحبْْ ا َش ْيئب َُُّ َْ َششلَ ُك ْن, َّ َع َسٔ أَ ْى تَ ْك َشُُْْ ا َش ْيئب َُُّ َْ َخيْشلَ ُك ْن, ب َعلَ ْي ُك ُن ْالقِتَب ُل َُّ َُْ ُكشْ ٍ لَ ُك ْن َ ُِكت ََّللُ يَ ْعلَ ُن َّأَ ًْتُ ْن َلتَ ْعلَ ُوْْ ى Di wajibkan di atas kamu berperang, sedang berperang itu kamu benci, tetapi boleh jadi kamu benci kekpada sesuatu benda, sedang benda itu lebih baik bagi-mu, dan kamu kasihi sesuatu benda, sedang benda itu mendatangkan 122 Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 231. Rifa’i, Al-Qur’an, h. 105. 123 54 kejahatan (mudharrat) bagi kamu. Allah yang mengetahui, tetapi kamu tidak mematuhinya.124 Oleh karenaitu penulis berkesimpulan bahwa fenomena kekerasan yang terjadi pada masyarakat Islam, disebabkan oleh ajaran hukum yang sudah selayaknya ditegakan, dan hal itu yang menimbulkan asumsi oleh orang-orang non Islam khususnya Barat bahwa Islam identik dengan kekerasan. 124 Al Banna, Jihad, h. 3. BAB IV ISLAM DI INDONESIA MENURUT OLAF HERBERT SCHUMANN A. Islam di Indonesia Berbagai catatan sejarah tentang proses masuknya agama Islam ke Indonesia banyak pendapat yang berbeda-beda, namun beberapa sumber menjelaskan bahwa kemungkinan paling kuat tentang awal masuknya agama Islam ke Indonesia yaitu oleh orang India. Di India sendiri agama Islam dikenalkan oleh orang-orang Arab, di sana orang Arab banyak yang menetap dan menyebarkan Islam madzhab Syafi’i. Setelah Islam tersebar di India kemudian agama Islam di sebarkan ke Nusantara lewat jalur perdagangan.1 Tentang masuknya Islam ke Indonesia nampaknya masih banyak berbagai pendapat seperti yang dijelaskan oleh Nur Huda, ia mengumpulkan beberapa teori tentang masuknya Islam ke Indonesia yaitu berasal dari negara India 2, Persia3, Tiongkok4 dan Arab5, semua teori itu berdasarkan para tokohnya masing-masing. 1 Nor Huda, Islam Nusantara, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 32. 2 Teori India yaitu di jelaskan oleh Snouck Hurgronje, ia berpendapat bahwa Islam yang disebarkan ke Indonesia berasal dari India selatan, tepatnya dari wilayah Malabar dan Coromandel, dalam sejarahnya banyak saudagar dari wilayah tersebut hijrah ke Indonesia, dalam jumlah yang cukup banyak orang-orang yang berasal dari India menetap ke beberapa wilyah Indonesia dan menyebarkan agama Islam. Huda, Islam Nusantara, h. 32. 3 Teori dari Persia yaitu dijelaskan oleh Djajadiningrat, ia berpendapat bahwa ajaran mistik yang berkembang di Indonesia, banyak di pengaruhi oleh ajaran mistik dari persia seperti paham Manunggaling Kawulo Gusti Syeikh Siti Jenar, banyak di pengaruhi oleh paham Wahdat al-Wujud al-Hallaj dari Persia. Lebih lengkap baca Huda, Islam Nusantara, h. 37. 4 Teori dari Arab yaitu dijelaskan oleh Keyzer, ia berpendapat bahwa Islam di Indonesia yaitu berasal dari Arab, hal itu didasarkan banyaknya madzhab Syafi’i yang berkembang di Indonesia selain itu islam di Indonesia di sebarkan lewat jalur perdagangan dan pernikahan, di jelaskan oleh P.J Veth bahwa dalam sejarah penyebaran agama Islam di Indoneaia salasatunya yaitu lewat jalur pernikahan, dan dari sekian saudagar asing yang hijrah ke Indonesi saudagar Arab adalah orang-orang yang gemar menikah dengan masyarakat pribumi. Lihat Huda, Islam Nusantara, h. 36. 5 Teori Cina yaitu dijelaskan oleh H.J. de Graff ia berpendapat bahwa Islam yang berkembang di Indonesia banyak di pengaruhi oleh orang-orang Cina halitu berdasarkan literartur Jawa klasik yang memperlihatkan pengaruh orang Cina terhadap penyebaran agama Islam di Indonesia, kemudian seperti di tanah Jawa menurutnya tokoh keturunan Cina yang berperan besar 55 56 Menurut Schumann pada mulanya agama Islam dikenalkan ke Indonesia oleh para pedagang dari Arab, India dan Persia. Namun penyebaran agama Islam mulai berpengaruh saat mereka (orang-orang Arab) melakukan perjalanan di daerah pelabuhan yang menghubungkan negeri mereka dengan negara Tiongkok dan daerah yang menanam banyak rempah-rempah khususnya di Maluku. Sejak abad satu masehi Jalur perdagangan antara Indonesia dengan negara lainnya telah terbentuk, karena masyarakat Indonesia dikenal telah melakukan hubungan diplomatik, baik itu kepentingan kerajaan maupun penyebaran agama, dan India adalah negara pertama yang menjalin hubungan perdagangan dengan Indonesia kemudian mengenalkan pemikiran keagamaan yang mereka anut.6 Hubungan baik antara tanah melayu dengan negara India mencapai pekembangan besar saat Sriwijaya mencapai kejayaan yaitu abad 7-12 Masehi, kemungkinan besar kerajaan Sriwiaya mengawasi langsung hubungan perdagangan antara India dan Tiongkok pada abad 10 masehi.7 Menurut Niemann dan de Hollander orang Arab yang menyebarkan agama Islam berasal dari Hadramaut,8 hal itu diperkuat oleh peninggalan berupa catatan biografis yang ditulis oleh orang Arab atau Persi dalam ukiran batu nisan, Schumann menjelaskan bahwa peninggalan tertua orang-orang Arab Muslim di Asia tenggara yaitu pada abad 9 Masehi, kemudian pada tahun-tahun berikutnya pengaruh mereka semakin bertambah. 9 dalam menyebarkan agama Islam seperti Sunan Ampel dan muridnya yaitu Raden Patah. Lihat Huda, Islam Nusantara, h. 38. 6 Schumann, “Meninjau Agama Islam di Indonesia,” Naskah Terbatas Tidak di Publikasikan (April 1978), h. 1. 7 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 1. 8 Huda, Islam Nusantara, h. 36. 9 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 2. 57 1. Agama Islam di Sumatra dan Tanah Melayu Daerah Aceh adalah tempat pertama-tama agama Islam tumbuh dan berkembang di Indonesia, pada tahun 1202 orang Barat yaitu Jehan Syah menikah dengan seorang putri bangsawan di Pasai kemudian menyebarkan agama Islam dan mendirikan wangsa yang kemudian menjadi wangsa terhormat di Aceh. Pada tahun 1285 aliran Syi’ah menjadi aliran resmi di Pasai. Menurut suatu sumber sejarah di Tingkok pada tahun 1282, kerajaan pasai mengutus dua orang bernama Husain dan Sulaiman dan kemudian di terima oleh kasiar di ibu kota Tiongkok untuk menyebarkan agama Islam. Ketika raja Pasai al-Malik as-Saleh meninggal dunia pada tahun 1297, tulisan yang terukir pada batu nisannya banyak mengandung ajaran tasawuf, salah satu ukirannya menjelaskan bahwa “dunia ini adalah fana, barang siapa yang telah masuk dalam dunia ini harus meninggalkan kembali.”10 Dalam keterangan yang lain orang-orang Arab (Hadramaut) telah datang ke Indonesia sejak abad ke-tiga Hijriyah, seperti yang di jelaskan oleh Muhyidin Al Alusi kemungkinan besar orang-orang Hadramaut itulah yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di Indonesia,11 mereka adalah para saudagar yang mendapat sambutan bagus oleh masyarakat pribumi, faktor pendukungnya yaitu proses perdagangan yang sebagian besar masih dengan cara barter.12 10 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 3. Adil Muhyid Din Al Allusi, Arab Islam di Indonesia dan India (Jakarta: Gema Insani Press,1992), h. 23. 12 Al-Allusi, Arab Islam di Indonesia, h. 24. 11 58 Schumann menjelaskan bahwa Menurut Marcopolo13 seorang perantau dari Italia ia menjelajahi 6 dari 8 kerajaan yang ada di Sumatra, ia menjelaskan bahwa pada tahun 1292 di Indonesia kota yang penduduknya menganut agama Islam yaitu hanya di kota Perlak, agama Islam di sebarkan oleh Sarasen sebutan bagi para sodagar Arab oleh bangsa Eropa, yang mengintegrasikan dirinya melalui perkawinan.14 Dalam penjelasan yang lain menurut Marcopolo penyebaran agama Islam disebarkan oleh orang Arab melalui jalur perdagangan.15 Kemudian pada abad 14 paham Sunni mulai dominan di Sumatra, yaitu penganut paham Hanafi yang mulai berkurang dan berganti dengan madzhab Syafi’i, meskipun pengaruh bangsa Persia masih dirasakan sampai pertengahan abad 14. Schumann menjelaskan bahwa seorang perantau dari Arab bernama Ibnu Batuta berkunjung ke Samudra Pasai tahun 746 H, Ia mencatat bahwa madzhab Syafi’i menjadi paham yang banyak diikuti. Dari daerah Pasai agama Islam disyi’arkan sampai ke Semenanjung Malaya, dan ketika pelabuhan Malaka di bangun kembali yaitu pada tahun 1403, disana agama Islam dijadikan agama resmi, pendiri Malaka sendiri yaitu Bhre Parameshwara Aji Ratna Pangkaya (Iskandar Syah)16. Sebagai seorang raja, 13 Menurut Rahayu Permana, Marcopolo adalah orang Eropa pertama yang hijrah ke Indonesia. Pada mulanya Marcopolo hijrah ke negri Cina, kemudian ia diutus oleh kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang di persembahkan untuk kaisar Romawi, namun dalam perjalanannya ia berlabuh ke Indonesia tepatnya di Sumatra Utara, di sana ia menyaksikan ada kerajaan Islam yaitu kerajaan Samudera dengan ibukotanya yaitu Pasai. Lihat pada Rahayu Permana, “Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia,” artikel diakses pada 24 Febuari 1016 dari http://pensa-sb.info/wp-content/uploads/2011/03/SEJARAH-MASUKNYA-ISLAM-KEINDONESIA.pdf 14 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 3. 15 Permana, “Sejarah Masuknya Islam”. 16 Bhre Parameshwara Aji Ratna Pangkaya beasal dari Palembang (Sriwijaya). Dalam sejarahnya ia pernah menentang pengaruh dari Majapahit yang mulai menguasai daerah-daerah Kerajaan Sriwijaya, hingga akhirnya ia harus melarikan diri dan menetap di Malaka dan membangun kembali pelabuhan itu, dan pada tahun 1414 ia menikah dengan putri Sultan dari 59 Iskandar Syah melihat ancaman agama Islam dari dua arah: Pertama dari daerah Thailand yang meayoritas memeluk agama Buddha, Kedua yaitu dari Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, oleh karena itu ia pun mencari sekutu diantaranya ia mulai dekat dengan raja Tiongkok yaitu Wangsa Ming yang simpati dengan agama Islam dan juga yang membantu mendirikan pelabuhan Malaka serta berhasil menaklukan beberapa pusat perdagangan di tanah Melayu dan Sumatra, tempat-tempat itu kemudian mejadi pusat pendidikan agama Islam.17 Di Aceh sendiri agama Islam bertambah kuat yaitu setelah dipersatukannya dua kerajaan (Almari-dan dar al-Kamal) dan menjadi Dar as-Salam sekitar awal abad 16. Kejayaan Aceh bertepatan dengan takluknya jalur perdagangan Malaka ketangan Portugis yaitu pada tahun 1511 M, akibatnya para saudagar Islam pindah jalur perdagangannya ke Pulau Sumatra dan memilih Aceh sebagai jalur perdagangannya, oleh karena itu Aceh adalah daerah yang mewarisi jalur perdagangan Islam di Indonesia.18 2. Agama Islam di Jawa Pada mulanya pulau Jawa adalah tempat yang dikuasai oleh kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, namun pada tahun 1451 banyak perantau Muslim dari Tionkok yang hijrah ke pulau Jawa, selain berdagang tujuan mereka hijrah ke Indonesia adalah menyebarkan agama Islam, pusat penyebaran agama Islam ke pulau Jawa yaitu di Surabaya tepatnya di Ngampel Delta, disana terdapat Kerajaan Pasai dan sekaligus memeluk agama Islam, setelah itu ia lebih dikenal dengan panggilan Iskandar Syah. Lihat pada Schumann “Islam di Indonesia,” h. 4. 17 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 5. 18 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 5. 60 tokoh Islam yang sangat berpengaruh dia adalah Raden Rahmat19, ia banyak menarik murid-murid dari Jawa untuk mngikuti tarekat sufi, dan mebuka tempat zawiya yaitu semacam sanggar agar para muridnya dapat menginap.20 Dijelaskan oleh Agus Sunyoto bahwa demi menyebarkan agama Islam Raden Rahmat mengikat hubungan kekerabatan lewat pernikahan, ia menikahkan putrinya yang bernama Mas Murtosiyah dinikahkan dengan santrinya yaitu Raden Paku dan putri satunya lagi yang bernama Mas Murtosiman dinikahkan dengan santrinya yang bernama Raden Patah,21 sedangkan cucu perempuannya yang bernama Nyai Wilis dinikahkan dengan adik Raden Patah, dalam sejarahnya Raden Patah kemudian menjadi Adipati Demak.22 Schumann menjelaskan bahwa Raden Rahmat dan Raden Patah adalah orang yang membangun perkampungan di daerah Demak,23 beberapa tahun berikutnya Raden Patah membangun Kerajaan Islam di daerah itu.24 Setelah memiliki prajurit cukup kuat Raden Patah menyerang kerajaan Majapahit, pada tahun 1478 iapun dapat menaklukan kerajaan Majapahit dan menyebarkan ajaran Islam terhadap orang-orang Hindu.25 Agama Islam mencapai kejayaan di tanah Jawa ketika kerajaan Demak dipimpin oleh sultan Trenggana yaitu anak dari Raden Patah, saat itu ia di bantu oleh Maualana Makdum yang berasal dari pasai namun setelah berangkat Haji ia pulang ke tanah Jawa dan menikah dengan putri dari saudara Sultan Trenggana, 19 Raden Rahmat atau dikenal dengan sunan Ampel adalah salasatu dari sembilan wali yang paling tua, ia memiliki peranan besar dalam perkembangan agama Islam di tanah Jawa. Lihat Agus Sunyoto, Wali Songo (Jakarta: Transhop Printing, 2011), h. 109. 20 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 17. 21 Raden Patah adalah keturunan dari Raja Majapahit Brawijaya, dan Istrinya yaitu Tan Go What yaitu seorang pedagang yang beragama Islam. Lihat Schumann, “Meninjau Agama Islam di Indonesia,” h. 17. 22 Sunyoto, Wali Songo, h. 114. 23 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 17. 24 Teguh Panji, Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit (Jakarta: Laksana 2015), h. 291. 25 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 17. 61 kemudian ia diutus untuk menetap di Jawa Barat guna menyebarkan agama Islam serta membendung pengaruh Hindu Buddha di daerah Sunda. Pada tahun 1525 ia berhasil menguasai jalur perdagangan lada, dengan pencapaiannya yang gemilang ia pun disebut Fatahillah26 sekaligus diberikan nama baru daerah Sunda kelapa menjadi Jayakarta.27 Menurut Schumann Islam di Jawa Barat adalah aliran yang paling ortodoks di banding dengan Islam di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena di Jawa Barat mereka pemuka agama Islam mendatangkan langsung para pengajar Islam dari Aceh dan Arab, ajarannya kental dengan paham Syattariyah Abdurauf28 dari Singgkil.29 Dijelaskan oleh Damanhuri bahwa tarikat Syattariyah berkembang dari Aceh kemudian ke Sumatra Barat dan sampai ke Cirebon oleh murid Abdurrauf yaitu Abdul Muhyi.30 3. Agama Islam di Maluku dan Sulawesi Menurut Schumann sejak zaman dahulu daerah Maluku terkenal banyak menanam rempah-rempah, oleh karena itu banyak saudagar yang hijrah di daerah itu, salah satunya yaitu para pedagang Asia, sedangkan penyebaran Islam sendiri yaitu oleh para pedagang Jawa sambil mencari rempah-rempah ke daerah Maluku 26 Raden Fatahillah adalah seorang yang giat menyebarkan agama Islam di Cirebon hingga meluas ke daerah Banten, ia pun akhirnya menetap di daerah Cirebon dan meninggal pada tahun 1570, ia dimakamkan di gunug jati dan ia terkenal dengan nama sunan Gunung Jati yaitu salasatu dari sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Lihat Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 19. 27 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 19. 28 Syattariya Abu ar-Rauf adalah seorang yang berasal dari Aceh, ia belajar agama Islam khususnya ajaran tasawuf di Madinah, ia pernah berguru kepada ahmad Al-Qhasashi, dari gurunya Abdurrauf mendapat ajaran sufi tarekat batiniyah, sepulangnya ke Nusantara ia mendirikan tarikat Syattiriya yang didapatinya ketika belajar di Madinah. Lihat Damanhuri, “Umdah Al-Muhtajan: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara,” article di akses pada 4 Maret 2016 dari http://oaji.net/articles/2015/1792-1440647039.pdf. 29 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 20. 30 Damanhuri, “Umdah Al-Muhtajan.” 62 dan Sulawesi, sekaligus para saudagar Jawa sebagai pengurus kapal yang akan mengimpor rempah-rempah ke Barat maupun ke Tiongkok. Terlebih setelah Malaka ditaklukan oleh Portugis, setelah kejadian itu para saudagar Jawa ingin memperkuat kekuatan di daerah Maluku dan Sulawesi dari pengaruh Portugis. Namun sumber lain mengatakan bahwa pada mulanya agama Islam dikenalkan ke daerah Maluku oleh para saudagar Timur Tengah, seperti yang dijelaskan oleh Jan. S. Aritonang bahwa mereka penyebar agama Islam ke Maluku adalah para Saudagar dari Timur tengah (Arab, Mesir dan Persia), setelah agama Islam dikenalkan kepada beberapa kerajaan di Maluku dalam waktu singkat agama Islam menjadi agama kerajaan, beberapa sultan kerajaan yang memeluk agama Islam yaitu kerajaan Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo.31 Schumann menjelaskan bahwa salah satu cara untuk menentang pengaruh Portugis di Maluku yaitu disebarkannya agama Islam yang bertentangan dengan agama orang Portugis yang mayoritas memeluk agama Kristen Katolik, dan beberapa putri bangsawan daerah itu dinikahkan dengan para saudagar Jawa, setelah hubungan bangsawan Maluku dan saudagar Jawa cukup dekat, kemudian dibangunlah sebuah markas pertahanan oleh orang Jawa di Ambon.32 Pada masa awal Islam menjadi agama kerajaan para sultan kerajaan di Ternate selain sebagai pemimpin kerajaan, ia juga penyebar agama Islam yang cukup giat, dijelaskan oleh Aritonang bahwa dalam memperluas jaringan Para Sultan di Maluku membiarkan kerajaan-kerajaan yang ditaklukannya untuk berdiri sendiri, namun ia menekan baik raja maupun masyarakat kerajaan tersebut 31 Jan. S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006) h.15. 32 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 33. 63 untuk memeluk Islam, sultan ternate juga menjalin hubungan dengan kerajaan Islam di Jawa, seperti kerajaan Gresik.33 Schumann menjelaskan bahwa pada abad 16 para sultan Ternate menjalin hubungan dengan tentara Portugis hingga dari hubungan itu, pada tahun 1522 tentara Portugis diizinkan untuk membangun Markas di Ternate, namun hubungan itu menjadi dingin ketika terbunuhnya sultan Hairun oleh tentara Portugis pada tahun 1570.34 Dijelaskan oleh Aritonang bahwa hubungan buruk antara para Sultan Ternate dengan tentara Portugis dimuali pada awal 1523, dimana tentara Portugis melakukan tindakan tidak bermoral, dari perbuatan itu hubungan antara portugis dengan masyarakat Hitu menjadi rusak, terlebih setelah Protugis menyerang armada Jawa pada tahun 1538. Dan masih banyak kerusuhankerusuhan lain yang ditimbulkan oleh pertikaian antara Portugis dengan masyarakat Maluku, hingga pada tahun 1570 telah terbentuk perjanjian damai antara Portugis dengan masyarakat Maluku dengan mengundang Sultan Hairun namun pada keesokan harinya Sultan dibunuh oleh orang portugis bernama Martin Alfonso Pimenta, hal itu disebabkan sebagai balas dendam atas penganiayaan Sultan terhadap orang Kristen.35 Schumann menjelaskan bahwa setelah terbunuhnya sultan Hairun kepemimpinan di ganti dengan Sultan Babullah, dalam kepemimpinannya sebagai Sultan ia membalas kematian Sultan Hairun dengan memerangi tentara Portugis dan berhasil menghacurkan marakas tentara Portugis di Ternate, dari kejadian itu 33 Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h.16. Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 34. 35 Aritonang. Kristen dan Islam di Indonesia, h.16. 34 64 pengaruh agama Islam di daerah Ternate semakin kuat.36 Pada tahun 1580, Sultan Babullah berkunjung ke Gowa, di sana ia melihat agama Islam telah tersebar luas di beberapa pusat pesisir pantai Sulawesi Selatan. Dijelaskan oleh Ahmad Sewang bahwa Islamisasi di daerah Sulawesi Selatan tidak jauh berbeda dengan daerah Indonesia yang lainnya, pertama-tama agama Islam diperkenalkan oleh para saudagar kemudian beberapa masyarakat pribumi masuk Islam hingga kemudian tersebar luas.37 Faktor pendukung tersebarnya agama Islam di Sulawesi Selatan yaitu di awali sultan dari daerah Tallo dan Gowa yang memeluk Islam, Schumann menjelaskan bahwa pada tanggal 22 September 1605 raja Tallo I Mallingkaang Daen Nyori mengucapkan Syahadat Islam di depan umum, setelah masuk Islam ia terkenal dengan nama Sultan Abdullah Awwalul Islam (Hamba Allah dan Muslim yang pertama), julukan itu adalah untuk Raja pertama di Sulawesi Selatan yang memeluk agama Islam. Raja Gowa yaitu I Mangu rangi Daeng Nanra’bia mengikuti jejak Sultan Abdullah yaitu memeluk agama Islam, sebagai Sultan ia sangat giat menyebarkan agama Islam kepada rakyatnya, hingga pada tahun 1607 tepatnya ketika sedang salat Jum’at, agama Islam diikrarkan sebagai agama mayoritas daerah Goa dan Tallo. Salah satu tokoh Islam berpengaruh di Makasar yaitu Abdul Ma’mur, ia berasal dari kota Minangkabau dan pernah berguru kepada Sunan Giri, pemahaman keislamannya banyak dipengaruhi oleh mistisisme pribumi.38 Selain Abdul Ma’mur orang-orang Islam yang giat menyebarkan agama Islam yaitu, Sulaiman, Khatib Sulung (Datuk Patimang) dan Abdul Jawad (Datuk ri Tiro), 36 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 34. Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), h. 37 80. 38 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 35. 65 mereka bertiga adalah para Mubaligh yang di datangkan secara khusus untuk membendung kristenisasi di daerah Makasar.39 4. Islam di Kalimantan Sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit orang-orang Islam Melayu dan Tionghoa sudah banyak yang hijrah ke Kalimantan, pada mulanya agama Islam di Kalimantan hanya menyebar di pesisir pantai dan tidak sampai ke pedalaman, karena saat itu suku pedalaman Kalimantan di huni oleh orang-orang Dayak yang sudah mempunyai tradisi dan agama sendiri yaitu agama Kaharingan, suku ini sangat tertutup terhadap tradisi maupun agama dari daerah lain. Kemudian pada tahun 1514 seorang Sultan Islam yang berasal dari keturunan Johore membangun kesultanan di daerah Sambas Kalimantan Barat, dan pada tahun 1771, seorang perantau dari Arab membangun kesultanan di Pontianak.40 Menurut keterangan yang lain Islam masuk ke daerah Sambas pada tahun 1407 yaitu disebarkan oleh orang Cina, kemudian pada tahun 1463 laksamana Cheng Ho atas perintah kaisar Cheng Tsu ia beberapakali datang ke Kalimantan Barat, dan beberapa anak buahnya menetap di daerah tersebut dan membaur dengan masyarakat pribumi.41 Schumann menjelaskan bahwa sejak abad 6 Kalimantan telah menjadi pusat kebudayaan orang-orang Budhis, bahkan jauh sebelum agama Islam sampai ke sana daerah Kalimantan Barat telah didatangi oleh orang-orang asing, karena di Kalimantan banyak ditemukan batu intan.42 Menurut Irwin sejak tahun 600 39 Sewang, Kerajaan Gowa, h. 89. Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 37. 41 Moh Haitami Salim dkk, Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat (Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, 2011), h. 27. 42 Schumann, “Meninjau Agama Islam di Indonesia,” h. 37. 40 66 samapi 1500 Masehi masyarakat Cina secara turun temurun telah mukim di daerah Sambas.43 Setelah membahas Islam di Kalimantan Barat Schumann membahas penyebaran Islam di Kalimantan Selatan tepatnya di daerah Banjar. Ia menjelaskan bahwa suku Banjar adalah suku pertama yang memeluk Islam di Kalimantan Selatan yaitu pada tahun 1520. Dalam sejarahnya ada dua penuntut tahta kerajaan Banjar yaitu pangeran Samudera dan pangeran Tumenggung, keduanya berperang hingga pangeran Samudera meminta bantuan kepada kerajaan Demak, kerajaan Demakpun membantunya namun dengan syarat setelah kemenangannya pangeran Samudera dan pengikutnya harus memeluk agama Islam, kemenangan pun akhirnya di peroleh dan mereka akhirnya menjadi suku Muslim pertama yang ada di Kalimantan Selatan.44 Setelah itu agama Islam tersebar di Kalimantan Barat kemudian Islam dikenalkan ke Banjarmasin oleh para da’i dari Palembang, kemudian datang juga para penda’i sukarela dari Demak, sehingga agama Islam tersebar di wilayah Kalimantan.45 Setelah penduduk Banjar banyak yang menjadi Muslim, agama Islam mulai meluas ke daerah lainnya yaitu Sampit, Waringin dan Lawei. Agama Islam yang ada di Kalimantan adalah pengaruh dari Demak yang kental dengan adat Jawa, terlebih lagi banyak orang-orang Kalimantan yang menikah dengan bangsawan Jawa, hal itu semakin manambah eratnya hubungan Jawa dan Kalimantan.46 43 Moh Haitami Salim dkk, Sejarah Kesultanan Sambas, h. 72. Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 39. 45 Abdul Muhyid Din Al Allusi, Arab Islam di Indonesia (Jakarta: Gema Insani Press, 1992), h. 33. 46 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 39. 44 67 Menurut Schumann Islam di Pulau Kutai (Kaliman Timur) yaitu berasal dari Makasar dan Bugis, dalam sejarahnya masyarakat Bugis mendirikan jajahan di daerah Kutai dan Pasir, selain menjajah mereka juga mengajarkan agama Islam terhadap penduduk daerah tersebut. Di Pulau Pasir sendiri Islam diajarkan dengan mengundang langsung guru dari Arab, sedangkan di Kutai agama Islam diajarkan oleh guru yang berasal dari Makasar. Schumann menjelaskan bahwa demi mengajar agama Islam sorang guru Islam bernama Dato dari Bandang sering berkunjung ke Kutai, namun tokoh yang paling berpengaruh dalam menyebarkan agama Islam yaitu tuan di Parangan yang sering menunjukkan ajaran mistis47. Begitulah gambaran masuknya agama Islam ke Indonesia di mana diawali dari Aceh kemudian ke pulau Jawa hingga sampai kepulauan Maluku dan Kalimantan adalah dengan jalur perdagangan yang kemudian disusul oleh para da’i yang selalu giat membangun kader-kader Islam guna menyebarkan agama Islam keseluruh pulau yang ada di Indonesia.48 Sedangkan kesulitan masuknya agama Islam di Indonesia yaitu disebabkan oleh faktor bahasa, pada mulanya saudagar Arab yang pergi ke Nusantara menyebarkan agama Islam dengan praktik ritual yang berbahasa Arab namun agama Islam dapat dipahami oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa Melayu, seperti di daerah Jawa Islam berkembang dengan ciri khas Jawa dan banyak tercampur dengan aliran kejawen.49 Namun yang perlu digarisbawahi bahwa sesungguhnya penyebaran agama Islam ke Indonesia bukan dengan kekerasan 47 Meskipun Raja Islam pertama di Kutai yaitu Raja Mahkota sangat keras dalam menyebarkan agama Islam, namun hanya sedikit yang memeluk agama Islam di Kutai, bahkan di lungkunga keraton yitu Tenggarong banyak kebiasaan Pra-Islam yang masih digunakan. Lihat Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 40. 48 Al Allusi, Arab Islam di Indonesia, h. 35. 49 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 17. 68 serta tidak terkonsep secara rapih, dan kekerasan yang pernah terjadi adalah akibat dari serangan-serangan misionaris Kristen yang datang dari Eropa.50 B. Misi dan Evangelisasi Sejak zaman dahulu negara Indonesia sudah sering disinggahi oleh orang- orang asing, seperti yang dijelaskan sebelumnya baik itu dari negara Asia seperti Cina atau daerah Arab seperti Yaman dan Mesir maupun orang Eropa seperti Portugis dan Belanda, mereka semua hijrah ke Indonesia dengan tujuannya masing-masing, baik itu berdagang maupun mencari rempah-rempah, namun dari berbagai tujuan mereka salah satunya adalah memperkenalkan agama. Seperti peneyabar agama Kristen dari Barat yang dikenal dengan zendeling,51 ataupun para penyebar Islam dari Arab yang dikenal dengan sarasen.52 Mereka para misioner agama baik itu kalangan Islam maupun Kristen sangat giat dalam menyebarkan agama, namun dari keduanya Islam adalah agama yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Schumann menjelaskan bahwa penyebab banyaknya masyarakat Indonesia lebih memilih Islam yaitu mereka para penyebar agama Islam pandai berbaur dengan mudah, terlebih para saudagar Arab yang hijrah ke Indonesia banyak yang akhirnya menikah dengan masyarakat pribumi, pada beberapa tahun berikutnya agama Islam berkembang luas di Indonesia.53 Sedangkan agama Kristen pada mulanya diperkenalkan ke Indonesia oleh orang Nestorian yaitu pada abad 10. Selain orang Nestorian agama Kristen 50 Al Allusi, Arab Islam di Indonesia, h. 36. Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 110. 52 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 3. 53 Schumann, Kehidupan Berasama Umat Kristen dan Umat Muslim di Indonesia di Masa Depan, artikel diakses pada 27 Februari 2016 dari http://www.oaseonline.org/artikel/06.html 51 69 juga dikenalkan oleh tentara Portugis.54 Dijelaskan oleh Aritonang bahwa sekitar abad ke 7 orang Nestorian dari (Khaldea/Syiria dan Persia) telah hadir ke Indonesia tepatnya di pantai Barat Sumatra Utara, namun orang Nestorian tidak meninggalkan jejak yang sampai sekarang bisa terpelihara, oleh karena itu data yang benar-benar kuat tentang masuknya orang Kristen ke Indonesia yaitu diawali oleh Portugis.55 Jan Bank dalam bukunya menjelaskan bahwa para Misionaris yang datang ke Indonesia adalah mereka yang mengikuti jejak tentara Portugis dan Spanyol yang melakukan ekspansi besar-besaran dari daratan Eropa menuju daerah Timur Asia, sekitar tahun 1500 mereka menjajaki kepulauan Nusantara yaitu Ambon, Halmahera Ternate dan Tidore, salah satu zendeling katolik di kawasan itu adalah Franciscus Xaverius dari Ordo Yesuit.56 Schumann menjelaskan bahwa kedatangan tentara Portugis ke Indonesia adalah untuk menjajah, pertama-tama mereka merebut pelabuhan Malaka pada tahun 1511 kemudian berlanjut dengan mengusir sultan Mahmud dan menetap dengan para bangsawan pribumi. Akibat dari penjajahan itu, masyarakat Indonesia bersikap dingin terhadap tentara Portugis, dan faktor itu juga yang menyebabkan sulitnya orang Portugis berbaur dengan masyarakat Indonesia,57 di mana dirasakan pula oleh para Pastur yang berusaha menybarkan agama Kristen, mereka seakan-akan terasa asing dan terisolasi oleh rakyat Indonesia yang memandang orang Eropa sebagai penjajah.58 54 Schumann, “Kehidupan Berasama Umat Kristen dan Umat Muslim.” Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 13. 56 Jan Bank, Katolik di Masa Revolusi Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999), h. 1. 57 Schumann, “Umat Kristen dan Umat Muslim di Indonesia.” 58 Schumann, “Umat Kristen dan Umat Muslim di Indonesia.” 55 70 Permasalahan di atas nampaknya berakibat pula terhadap citra agama Kristen yang diperkenalkan oleh para Portugis.59 Schumann menjelaskan bahwa pada mulanya tujuan orang Portugis datang ke Indonesia adalah untuk mencari rempah-rempah yang diperlukan sebagai bumbu makanan, saat itu perdagangan Indonesia dikuasai oleh orang-orang Islam, mereka mengatur pengiriman rempah-rempah ke Eropa, oleh karena itu mereka ingin merebut monopoli perdagangan. Selain untuk menjajah, datangnya orang Portugis ke Indonesia bersamaan membawa misi, di mana telah diberi mandat oleh Paus untuk menyebarkan Injil dan Iman Kristen kepada orang yang mereka jumpai.60 Menurut Jan Bank peperangan yang terjadi di Nusantara antara orang Portugis dengan sudagar Islam dari Arab adalah sebagai lanjutan peperangan di Jazirah Iberia. Oleh karena itu, tujuan perluasan daerah yang dilakukan oleh orang Portugis adalah untuk membendung Islamisasi di Nusantara, namun kedatangan mereka telah didahului oleh saudagar Islam hingga kemudian mereka tentara Portugis memeranginya dengan tujuan mengambil keuntungan serta menyebarkan agama.61 Setelah membahas tentang perjumpaan Kristen dan Islam pada era portugis Schumann menjelaskan pertikain antara Kristen dan Islam pada era modern. Ia menjelaskan bahwa di Indonesia kehidupan beragama dijamin oleh Pancasila, salah satu aturan Pancasila yaitu melarang untuk menyebarkan agama terhadap orang yang telah memeluk agama. Karena dalam sejarahnya sebuah misi dalam setiap agama banyak menimbulkan permasalahan. Namun orang Islam nampaknya menyadari tentang permasalahan itu, oleh karena itu para pendakwah 59 Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 71. Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 20. 61 Jan Bank, Katolik di Masa Revolusi, h. 2. 60 71 membatasi dirinya untuk tidak menyebarkan agama terhadap suatu masyarakat yang telah memeluk agama lain.62 Etika itu seharusnya menjadi contoh baik sebagai negara yang menjujung tinggi kerukunan umat beragama serta menerima perbedaan, Schumann menjelaskan bahwa negara Indonesia memiliki moto Bhineka Tunggal Ika yang mengandung makna sebagai kesatuan dalam perbedaan, di mana didalamnya mencakup agama, ras etnik dan bahasa. Namun moto itu nampaknya perlu dipertanyakan, karena dalam kehidupan modern saat ini masih selaraskah moto itu dengan keadaan sekarang? Setidaknya warga Indonesia harus menjaga filosofi Bhineka Tunggal Ika seperti yang dijelaskan oleh punjangga Jawa Empu Tantular, bahwa meskipun kita Bhineka namun kita satu.63 Schumann menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam ada suatu pelajaran yang bisa menjadi tuntunan untuk menyikapi agama lain di mana Nabi Muhammad pernah mengajak orang Kristen untuk beribadah di masjidnya, ini membuktikan bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam konsep ketuhanan tetapi mereka saling jujur dalam keimanan, dan menyadari bahwa keduanya menyembah tuhan yang sama, hal itulah yang akan menentukan kerukunan bukan malah mengoreksi cara atau pemahaman keagamaan yang berbeda.64 Menurut Schumann dalam sejarahnya permasalahan misi dan dakwah telah menimbulkan polemik yang tidak bermanfaat,65 agama yang seharusnya menjadi tuntunan manusia menjadi pribadi yang baik sebaliknya malah menjadi doktrin yang tidak mempunyai nilai-nilai keagamaan, akibatnya para pemeluk agama 62 Schumann “Islam Di Indonesia,” h. 62. Schumann, “Peran Umat Beragama Dalam Membangun Masyarakat Pluralis.” 64 Schumann, “Tranformasi Agama dan Budaya ditengah-tengah Kekerasan Sosial,” article diakses pada 4 Maret 2116 dari http://www.oaseonline.org/artikel/kt3.htm 65 Schumann “Islam Di Indonesia,” h. 63. 63 72 seakan di bawa kembali ke zaman jahiliyah.66 Kasus kericuhan yang telah terjadi di Indonesia seperti konflik di Ambon penyebab utamanya adalah rencana jahat para politisi dan penguasa yang menggunakan agama sebagai alat politik.67 Schumann menjelaskan bahwa pada tahun 1967 Presiden Soeharto mengadakan musyawarah untuk merespon permasalahan agama (Kristen dan Islam) di Indonesia, saat itu diundang para pemimpin agama-agama agar mereka merundingkan soal toleransi dan membangun sikap saling menghormati dalam pidatonya Suharto mengatakan: “Jiwa yang terkandung dalam Pancasila ini, kemudian di tegaskan dalam pasal 29 Undang-undang Dasar 1945, yaitu: Petama: Negara berdasarkan atas ke Tuhanan Yang Maha Esa Kedua: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya”. Dalam rangka penyebaran dan penyiaran agama ini hendaknya setiap pemimpin keagamaan yang bertanggungjawab dalam penyebaran dan penyiaran agama itu benar-benar menyadari dan melaksanakan jiwa dan semangat yang terkandung dalam pancasila seperti yang saya sebutkan diatas. Setiap agama di turunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa justru untuk perbaikan tata kehidupan umat manusia di dunia maupun di akhirat nanti. Oleh karena itu, akan bertentangan dengan ajaran-ajaran agama itu sendiri, apabila dalam melaksanakan penyebaran dan penyiaran agama justru akan menimbulkan perpecahan di antara umat manusia”.68 Musyawarah yang diadakan oleh presiden Suharto nampaknya tidak menemukan hasil yang mufakat dari para pemuka agama-agama yang berbeda, seperti yang diungkapkan oleh wakil dari orang Islam yaitu Prof. Dr. H.M. Rasjidi yang mengatakan: “Toleransi yang sekarang didengung-dengungkan oleh pihak Kristen berarti bahwa umat Islam dikristenkan di mana-mana dengan segala macam usaha dah bujukan materiil. Hal ini tak dapat diterima.”69 66 Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 126. Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 126. 68 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 63. 69 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 64. 67 73 Schumann menjelaskan bahwa menurut Rasjidi inti dari masalahnya adalah soal missio yang dilakukan oleh pihak Kristen, dan inilah yang harus dihentikan. Setelah terjadinya musyawarah yang dilakukan oleh Soeharto salah satu pembahasan yang tidak menemukan kata sepakat yaitu: “masyarakat harus membantu pemerintah pusat untuk menciptakan saling pengertian antar semua umat beragama,” dalam kata lain setiap orang yang telah memeluk suatu agama dilarang untuk menjadi sasaran penyebaran agama.70 Schumann menjelaskan bahwa pada tahun 1973 hubungan antara Umat Islam dan Krsiten baik itu (Protestan maupun Katolik) mengalami ketegangan yang disebabkan oleh beberapa peristiwa, salah satunya adalah rancangan hukum perkawinan yang di rencanakan oleh pemerintah. Saat itu hukum pernikahan yang ada di Indonesia adalah warisan Belanda yang masih memberlakukan hukum pernikahan golongan-golongan agama atau suku tertentu, oleh karena itu pemerintah Indonesia merencanakan hukum pernikahan nasional yang tidak membeda-bedakan dan urusan perkawinan menjadi urusan negara. Namun rancangan ini mendapat penolakan oleh politisi Islam, hal itu dianggap sebagai usaha sekulerisasi, negara dianggap telah merampas hukum yang seharusnya menjadi bidang agama. Adapun anggapan lain yang menjelaskan bahwa rancangan hukum dibuat tanpa terlebih dahulu dikonsultasikan dengan masyarakat Muslim maupun dengan departemen agama,71 oleh karena itu rancangan hukum perkawinan dicurigai. Salah satu pemuka Islam yang mengamati rancangan itu adalah H.M Rasjidi, ia menganggap bahwa Rancangan Undan-Undang (RUU) adalah salah satu cara untuk mengkristenkan Indonesia, 70 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 64. Aritonang Kristen dan Islam Di Indonesia, h. 406. 71 74 dan saat itu orang Kristen sangat mendukung tentang rancangan pernikahan negara.72 Dalam penjelasan lain Rasjidi mengaitakan dugaan ini dengan pernikahan sunan solo, BRA Kus Supiah, dengan seorang Kristen bernama Sylvanus, yang saat itu menjabat sebagai gubernur Kalimantan Tengah pada tahun 1973.73 Peristiwa lainnya yang menyebabkan ketegangan antara umat Islam dan Kriten adalah kasus “Yusuf Roni”, yaitu seorang muslim yang kemudian memeluk agama Kristen, ia meninggalkan agama Islam dengan merujuk terhadap beberapa ayat Al-Qur’an yang di tafsirkan berbeda dengan umat Islam pada umumnya, bahkan ia menyalahkan orang-orang Islam dalam menafsirkan AlQur’an, kesaksiannya kemudian direkam dan kasetnnya disebarluaskan ke semua orang Kristen, akibatnya ia dituduh oleh orang Islam sebagai penghasut dan menhina agama Islam, pada akhirnya ia pun di tangkap kemudian ditahan dan tidak diajukan ke pengadilan.74 Peristiwa yang terakhir yaitu terbunuhnya Pendeta Anglikan oleh tiga orang Islam dari Jakarta, saat itu di Jakarta akan diadakan sidang raya yang kelima oleh Dewan Gereja se-Dunia (DGD) pada tahun 1975.75 Berbagai tokoh Islam menolak diadakannya sidang raya itu salah satu orang Islam bernama Hasyim berniat ingin menggagalkan sidang raya itu oleh karenanya ia pun membunuh salah satu Pastur.76 Akibat terjadinya pembunuhan itu sidang raya dipindahkan ke ibukota 72 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 65. Aritonang Kristen dan Islam Di Indonesia, h. 407. 74 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 66. 75 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 68. 76 Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 417. 73 75 Kenya, keputusan ini disambut baik oleh orang Islam di Indonesia terutama mereka yang tahu peran DGD.77 Setelah terjadinya beberapa ketegangan yang diakibatkan oleh polemik antara misi Kristen dan dakwah Islam, kemudian pada tahun 1976 diadakanlah sebuah konfrensi oleh international Review of Mission di Chambesy (Swiss), guna membahas akibat-akibat misioner yang dilakukan oleh orang Kristen dan Islam.78 saat itu di undanglah kelompok-kelompok Islam politis yang menolak keras keputusan Dewan Gereja-geraja se-Dunia untuk menyelenggarakan sidang raya pada tahun 1975 di Jakarta. Mereka para kelompok Islam berdialog dengan orang Kristen serta menjelaskan pengertian misi dan dakwah supaya tercipta kerukunan umat beragama saat itu Schumann adalah perwakilan dari agama Kristen guna menjelaskan tentang misi dalam agama Kristen, sedangkan perwakilan Islam oleh Ismail al-Faruqi. Di mana menurutnya ajaran Islam adalah sebagai pengingat, atas pangakuan dasar manusia terhadap Allah sebagai pencipta, pengakuan ini sudah jadi milik manusia sebelum terlahir di dunia.79 Mengenai misi sendiri Schumann menjelaskan bahwa sebagai seorang Kristiani kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk menjadi Kristen, karena tugas itu adalah milik Roh Kudus, oleh karena itu sebaiknya masalah setrategisetrategi misi diserahkan kepada Roh Kudus.80 Begitujuga dengan dakwah dalam ajaran Islam yang dimaknai sebagai panggilan untuk mengikuti jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah di tetapkan oleh Allah untuk menuntun manusia melalui wahyu yang disampaikan kepada utusan-Nya, di mana menyampaikan ajaran 77 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 68. Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 61. 79 Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 68-69. 80 Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 67. 78 76 agama terhadap orang-orang yang sudah percaya maupun yang belum percaya terhadap Allah adalah hal yang wajib81, namun pemakasaan untuk memeluk suatu agama tidaklah dianjurkan, karena iman tidak menuntun ke dalam isolasi tetapi menjadi teladan dalam melakukan kebaikan dan menolak hal yang buruk.82 Permasalahan misi dan dakwah yang dilakukan oleh kedua agama (Kristen dan Islam) telah menimbulkan beberapakali ketegangan dan konflik, di mana rasa takut masyarakat Indonesia terhadap misioner menjadi alat para politisi untuk menghacurkan hubungan baik antar agama Kristen dan Islam di Indonesia.83 Jan Bank menjelaskan bawa proses Kristenisasi yang dilakukan oleh tentara Portugis pernah menjadi boomerang sendiri ketika mereka melakukan perluasan daerah jajahan kemudian menyebarkan agama terhadap orang Indonesia yang telah memeluk agama Islam.84 Kemudian dalam era modern respon umat Islam yang takut terhadap Kristenisasi terselubung nampkanya tidak semuanya salah, seperti yang dijelaskan oleh Aritonan dalam pembahasannya mengenai peristiwa di Makasar pada 1967 bahwa terjadi perusakan gedung Gereja oleh orang Islam adalah akibat dari usaha mereka (orang Kristen) memurtadkan umat Islam dari agamanya.85 Oleh karena itu hemat penulis mengatakan kerukunan antar umat agama di Indonesia tidak akan terwujud jika mereka para misoner tidak menampakan etika yang baik, yaitu sikap tidak jujur dalam menyebarkan agama serta kecurigaan terhadap orang lain yang beda agama. 81 Nabi Muhammad menekankan untuk berdakwah kedua Arah yaitu kedalam umat Islam, ataupun terhadap orang-orang non Islam. Berdakwah terhadap orang Islam adalah untuk penguatan keimanan ataupun untuk memperdalam keisalaman, sedangkan berdakwah terhadap orang yang belum masuk Islam yaitu untuk memberikan jalan kesadaran dengan menunjukan ajaran Tauhid bahwa tiada Tuhan selain Allah. Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 69. 82 Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 68. 83 Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 126. 84 Bank, Revolusi Indonesia, h. 2. 85 Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 385. 77 C. Organisasi Islam di Indoensia. Ketika Islam telah berkembang luas di Indonesia yaitu tepatnya pada abad 20, kemudian muncullah gagasan untuk membetuk suatu organisasi Islam guna menjadi suatu pergerakan untuk mengembalikan kejayaan Islam, seperti yang dijelaskan oleh Sugijanto Padmo bahwa munculnya organisasi Islam di Indonesia adalah untuk merealisasikan cita-cita umat Islam, dan tidak dipungkiri bahwa peran organisasi Islam adalah salah satunya menghasilkan kemerdekaan Indonesia.86 Berbagai oragnisasi Islam yang lahir di Indonesia diantaranya yaitu organisasi politik seperti Serikat Islam dan Nahdlatul Ulama, maupun organisasi yang berafiliasi sosial dan pendidikan seperti Muhammadiyah dan Persis. Shumann menjelaskan bahwa latar belakang lahirnya serikat Islam yaitu berasal dari organisasi serikat dagang Islam yang didirikan oleh Samanhudi di Solo pada tahun 1905. Tujuan dibentuknya organisasi ini adalah untuk menentang pengaruh yang semakin meningkat dari para pedagang batik keturunan Cina.87 Menurut Aritonang para pedagang Cina yang hijrah ke Indonesia memiliki kekuatan Ekonomi yang kuat, saat itu para pedagan batik Indonesia bergantung terhadap pedegang Cina yang menguasai perdagangan kain mori dan lilin, akibatnya para penjual batik di Indonesia merasa dirugikan.88 Kemudian pada tahun 1911 Organisasi SDI direvisi oleh Omar Said Cokroaminoto89 menjadi Serikat Islam 86 Soegijanto Padmo, “Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia dari Masa ke Masa: Sebuah Pengantar,” (Humaniora, 2007) Vol. 19, h. 151. 87 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 43. 88 Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 153. 89 Omar Said Tjokroaminoto adalah keturunan ningrat, ia adalah seorang yang menentang Kolonial Belanda, Belanda adalah negri penjajah Indonesia, ia menolak semua kerjasama dengan kolonial Belanda dan lebih meilih membangun kerjasama dengan Paratai Komunis. Lebih lanjut lihat Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 44. 78 (SI) dan menjadi organisasi politik pertama di Indonesia.90 Cokroaminoto menggeluti organisasi Serikat Islam sampai akhir hidupnya yaitu pada tahun 1934, dengan organisasi Serikat Islam ia berkeinginan Islam dijadikan inspirasi baru dalam bidang politik untuk membentuk sebuah kepemerintahan yang demokratis,91 tidak dipungkiri bahwa tujuan organisasi ini tidak hanya sebagai organisasi Islam, melainkan sebagai organisasi yang menolak penjajahan Belanda karena pada mulanya organisasi ini juga mengumpulkan orang-orang non Muslim untuk berdiri dibawah bendera Serikat Islam.92 Schumann menjelaskan bahwa demi mencapai cita-cita organisasi Serikat Islam, Cokroaminoto bekerjasama dengan organisasi Marxis, hal itu disebabkan ada persamaan cita-cita organisasi Marxis dengan Serikat Islam yaitu menentang deskriminasi serta menuntut agar hak-hak kebebasan semua warga khususnya mereka yang lemah dan miskin. Dengan kerjasama itu Cokroaminoto menginginkan Indonesia merdeka dari jajahan kolonialime Belanda. Namun gagasan ini menuai kecaman dari tokoh tokoh Islam yang lain, hal itu disebabkan Marxis dianggap sebagai organisiasi Atheis sedangkan Islam adalah organisasi yang mempunyai nilai-nila ajaran tentang ketauhidan. Salah satu tokoh Islam yang mengecam itu adalah Agus Salim, hingga pada tahun 1921 ia membebaskan organisasi SI dari kerja sama komunis.93 Oraganisasi SI pada perkembangannya mengalami krisis yang disebabkan oleh dua faktor yaitu Eksternal dan Internal. Faktor eksternal yaitu oraganisasi Serikat Islam mendapat saingan dari partai nasional Indonesia yang di pimpin 90 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 43. Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 44. 92 Schumann, “Kehidupan Bersama Umat Kristen dan Umat Muslim.” 93 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 45. 91 79 oleh Soekarno dengan nama PNI pada tahun 1927, Soekarno sendiri pernah menjadi murid Cokroaminoto. Dalam sikap keagamaan PNI lebih memilih netral terhadap semua agama, hal itu disebabkan anggota PNI banyak yang mengeyam pendidikan di Barat. Oleh karena itu PNI bercita-cita ingin Indonesia menjadi negara yang merdeka dengan ide-ide Modern dan sekuler. Dengan demikian PNI sebagai lawan dari organisasi serikat Islam yang ingin membentuk negara Indoneisa menjadi negara Islam.94 Sedangkan faktor internal yaitu disebabkan kebingungan dengan tujuan serikat Islam itu sendiri, dari problem ini banyak anggota yang keluar dari SI dan membentuk organisasi baru yaitu Nahdlatul Ulama (NU), NU adalah organisasi Islam yang sangat menekankan madzhab Syafi’i sebagai ajarannya. Pada awalnya organisasi NU berkembang di Jawa Timur dan Kalimantan, dan munculnya organisasi ini berdampak semakin krisisnya organisasi SI yang banyak pengikutnya pindah kepada organisasi NU terutama di dua daerah tersebut.95 Ketika organisasi ini di pimpin oleh Abdurrahman Wahid yaitu pada tahun1984, mereka berusaha untuk menguatkan ekonomi dan pendidikan khususnya bagi masyarakat lemah.96 Schumann menjelaskan bahwa selain adanya oraganisasi Serikat Islam dan Nahdlatul Ulama, di Indonesia juga ada organisasi Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta yang didirikan oleh Ahmad Dahlan97. Organisasi Muhammadiyah 94 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 48. Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 47 96 Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 242. 97 Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1868, sejak kecil ia dikenal dengan panggilan Muhammad Darwis, ia terlahir dari seorang Ayah bernama K.H Abu Bakar dan ibunya bernama Aminah, lihat pada Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), h. 16. 95 80 mempunyai kemiripan dengan cita-cita Buditomo yaitu meningkatkan pelayanan sosial dan pendidikan pada rakyat banyak. Sedangkan dalam bidang keagamaan organisasi ini mirip dengan paham salafiyah yaitu ingin memurnikan ajara Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Muhammadiyah sendiri tidak mengaggap sebagai organisasi politik melainkan sebagai organisasi keagamaan yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan,98 meskipun organisasi ini mempunyai hubungan baik dengan serikat Islam namun Muhammadiyah menghindari aktivitas politiknya.99 Dalam penjelasan yang lain tujuan berdirinya Muhammadiyah yaitu: pertama untuk menyebarkan agama Islam di Indonesia khususnya di daerah Yogyakarta, kedua berusaha untuk menyejahterakan orang-orang Islam. Beberapa puluh tahun berikutnya tujuan organisasi Muhammadiyah mengalami perbaikan seiring tersebarnya Muhammadiyah ke Jawa, Sumatra, Sulawesi dan kota-kota lainnya.100 Setelah membahas organisasi Muhammadiyah Schumann menjelaskan organisasi Persatuan Islam (Persis), ia menjelaskan bahwa organisasi Persis didirikan oleh saudagar dan guru-guru dari Minangkabau di Bandung. Menurut Aritonang Persis didirkan pada tanggal 12 September 1923 oleh umat Islam yang berminat dalam belajar keagamaan dan di pimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus.101 Organisasi ini fokus pada tabligh, yaitu pengajaran dan penyebaran agama Islam, selain itu persis juga mendirikan taman kanak-kanak dan sekolah- 98 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 48. Robert Van Niel, Munculnya Elit Modern Indonesia (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2009), h. 215. 100 Majlis Diktilitbang, 1 Abad Muhammadiyah, h. 28. 101 Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 176, 99 81 sekolah, dari kegiatannya pengaruh persis terkenal di Minang Kabau dan Kalimantan Selatan.102 Menurut Aritonang Persis adalah salah satu organisasi Islam yang semangat menyebarkan gagasan pembaharuan Islam, beberpa tokohnya mengecam kebijakan Belanda yang dirasa merugikan masyarakat pribumi.103 Dalam proses perkembangannya hubungan organisasi-organisasi Islam di Indonesia sering mengalami ketegangan namun pada akhirnya mereka menyadari bahwa perbedaan pemikiran yang sering terjadi adalah paham tradisional dan modernis. Untuk meminimalisir perbedaan tersebut di bentuklah Majelis Islam A’laa Indonesia (MIAI). Dengan terbentuknya MIAI anggota organisasi terbebut mempunyai cita-cita bahwa negara Indonesia dituntut untuk setiap presiden Indonesia harus dari orang Islam, dan menuntut adanya sebuah kementiran khusus untuk mengurusi agama Islam serta mempunyai program kerja untuk membangun Masjid dan Musholah serta madrasah dan sekolah-sekoalah.104 Menurut Aritonang beberapa organisasi yang terlibat dalam MIAI diantaranya: NU, Muhammadiyah, PSII, Persatuan Umat Islam, Al-Islam dan AlIrsyad.105 Dengan terbentuknya MIAI para pemuka Islam bercita-cita menciptakan hubungan baik antar umat Islam di Indonesia dengan umat Islam di luar Indonesia. Namun organisasi ini diubah secara menyeluruh tepatnya sejak kedatangan Jepang pada tahun 1942. Organisasi MIAI diganti dengan nama 102 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 49. Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 176. 104 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 49. 105 Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 187. 103 82 Majlis Syuro Muslim Indonesia atau Masyumi. Dalam organisasi ini para anggota terbesar yaitu dari NU dan Muhammadiyah. 106 Schumann menjelaskan bahwa dibanding dengan organisasi nasional dan organisasi Islam lainya, masyumi adalah organisasi Islam yang banyak mendapat dukungan oleh tentara Jepang, dengan demikian organisasi Masyumi menjadi salah satu saluran hubungan diplomatis dengan tentara Jepang. Namun pada beberapa tahun berikutnya organisasi Masyumi merasa tertekan oleh tentara Jepang, dan hubungan itu kemudian menjadi dingin, kemudian pada awal tahun 1945 terjadi pergerakan pada masyarakat Indonesia untuk melawan tentara Jepang, dan dibentuklah badan kabinet persiapan kemerdekaan Indonesia.107 Schumann menjelaskan bahwa salah satu organisasi Islam lain yang berkembang di Indonesia yaitu Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), organisasi ini didirikan tepatnya pada tahun 1990 oleh B.J. Habiebie di (Malang).108 Menurut Aritonang secara formal ICMI lahir pada tanggal 7 Desember 1990 di Universitas Brawijaya dan dipelopori oleh 5 mahasiswa Unibraw.109 Pada awalnya ICMI di pimpin oleh Amin Rais dan tujuan debentuknya ICMI adalah untuk menjadi pusat perkumpulan para cendekiawan Muslim serta memberdayakannya.110 Menurut Huda meskipun organisasi ini berdampak besar terhadap politik masa orde baru namun ICMI bukan organisasi politik melainkan hanya gerakan akidah yang didalangi oleh kelas menengah dan 106 Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 50. Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 50. 108 Schumann, “Prospek Hubungan-Hubungan Masadepan Antara Umat Islam dan Kristen di Indonesia,” article diakse pada 4 Maret 2016 dari http://www.oaseonline.org/artikel/schum.html 109 Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 457. 110 Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 247. 107 83 usahawan.111 Pada awal pembetukannya ICMI ditugaskan untuk mengganti fungsi (CSIS)112 untuk mengatur perancanaan sosial.113 Hal senada juga dikatakan oleh Aritonang bahwa setelah ICMI bekerjasama dengan Centre for Information and Development Studies (CIDES), ICMI berhasil menjadi pemikiran baru dan mengganti peranan CSIS.114 Itulah beberapa organisasi Islam yang ada di Indonesia, secara garis besar organisasi Islam lahir bersamaan dengan awal terjadinya pergerakan di Indonesia oleh Karena itu setiap organisasi Islam baik itu yang bertujuan politik maupun yang sosialis, keduanya mempunyai kesamaan yaitu ingin membangun negara Indonesia lebih maju baik itu keilmuannya maupun perekonomiannya serta tujuan paling utama adalah menciptakan kader Islam yang lebih baik. 111 Huda, Islam Nusantara, h. 137. CSIS atau (Center for Strategic and International Studies) adalah organisasi yang didirikan oleh Ali Murtopo dan Sudjono Humardani, keduanya adalah teman seperjalanan presiden Suharto. Lihat Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 245. 113 Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 247. 114 Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 462. 112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dan analisa di atas mengenai Islam dalam pandangan Teolog Kristen studi atas pemikiran Olaf Herbert Schumann, maka saya mengambil beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Olaf Schumann adalah seorang yang mempunyai pandangan agama Islam cukup mendalam, hal itu tertera dalam buku-bukunya yang telah panjang lebar membahas agama Islam dari zaman Nabi Muhammad sampai isu-isu kontemporer, ia sebenarnya adalah tokoh yang rajin dalam dialog agama demi menciptakan kerukunan umat beragama, oleh karena itu setiap pembahasannya tentang agama-agama ia ingin menciptakan hubungan yang baik antar agama, begitujuga pandangan keislamannya, setiap pembahasan dari konsep ketuhanan, ajaran tasawuf, hukum serta isu kontemporer seperti pluralitas dan radikal ia bahas secara objektif. Mengenai pembahasan Islam di Indonesia Schumann mengupas agama Islam dari awal masuknya serta proses penyebarannya, hingga perjumpaanya dengan agama-agama lain yang dihiasi dengan ketegangan maupun kerja sama, ia nampaknya tidak memihak dalam suatu agama manapun, seperti pembahasan tentang ketidakjujuran antara misi orang Kristen dan dakwah orang Islam, hingga menimbulkan ketegangan yang berujung konflik. Begitu juga dengan pembahasannya tentang organisasi Islam di Indonesia, beserta kontribusinya 84 85 untuk kemajuan masyarakat Indonesia, dengan analisa dari beberapa buku saya menemukan penjelasan yang senada. B. Saran Dari semua penjelasan ini, hemat penulis ada beberapa hal yang pantas dijadikan saran konstruktif adalah sebagai berikut: 1. Sebagai seorang akademisi kita dituntut untuk mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya dalam artian seobjektif mungkin, seperti penelitian dalam sekripsi ini yaitu mempelajari agama Islam menurut teolog Kristen, mempelajari agama Islam lewat pandang pemeluk agama lain tentulah sangat penting guna menjadi analisis serta banyak kritikan yang dapat diambil pelajaran. 2. Kepada pemerintah diharapkan untuk mengantisipasi segala macam bentuk ketegangang agama, sebelum terjadinya konflik dan peperangan, karena di Indonesia telah banyak terjadi konflik yang berujung dengan kematian seseorang, oleh karenaitu saya juga mengaharapkan agar pemerintah menfasilitasi peraturan penyiaran agama untuk semua kepentingan umat agama yang telah di akui oleh negara Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Al Allusi, Adil Muhyid Din. Arab Islam di Indonesia dan India. Jakarta: Gema Insani Press, 1992. Al-Husaini, Al-Hamid. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw. Bandung: Pustaka Hidayah, 2011. Ali As-Sayis, Syekh Muhammad. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam. Jakarta: Akademia Presindo, 1996. Adib, Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Affifi. Filsafat Mistis Ibnu Arabi. Jakarta: PT Gaya Media Pratama, 1995. Al-Banna, Al-Imam Ash-Shaid Hasan. Risalah Jihad (I.I.F.S.O) Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009. Ali, Yunasril. Sufisme dan Pluralisme Memahami Hakikat Agama dan Relasi Agama-Agama. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012. Al-Syharastani. Al Milal wa Al Nihal. Bandung: Mizan, 2004. Amstrong, Karen.Sejarah Tuhan, Kisah 4000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-Agama Manusia.Bandung: Mizan, 2013. Aritonang, Jan. S. Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006. Baldick, Julian. Islam Mistik Mengantar Anda ke Dunia Tasawuf. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Collins, Gerald O, & Farrugia, Edward G. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI, 1991. Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010. Fauqi Hajjaj, Muhammad. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah, 2011. Goddard, Hugh. Sejarah Perjumpaan Islam Kristen. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013. Goldziher, Ignaz. Pengantar Teologi dan Hukum Islam. Jakarta: Inis, 1991. Hadi, Abdul. Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya. Bandung: Mizan, 1995. 86 87 Herlianto. Gerakan Nama Suci, Nama Allah Yang Dipermasalahkan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002. Huda, Nor. Islam Nusantara, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007. Ibn Ibrahim, Al-Qasim. Bukti Keberadaan Allah. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002. Idris, Fundamentalisme Islam: Analisis Pemikiran Politik Bassam Tibi, Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negri Jakarta, 2007. Khaja Khan, Khan Sahib. Cakrawala Tasawuf. Jakarta: CV Rajawali, 1987. Leirvik, Oddbjorn. Yesus Dalam Literatur Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002. Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta: Paramadina, 2003. Muhsin, M. Tarekat dan Dinamika Sosial Politik Tafsir Sosial Sufi Nusantara. Yogyakata: Pustaka Belajar, 2015. Nasir, Sahilun A. Pemikiran Kalam Teologi dan Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-PRESS, 2011. Nasution, Harun. Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985. Nata, Abuddi. Studi Islam Komperhensif. Jakarta: Prenada Media Group, 2011. New life options: Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta: Kompas, 2001. Teguh Panji. Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit. Jakarta: Laksana 2015. Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr Olaf Herbert Schumann, Balitbang PGI. Agama Dalam Dialog: Pencerahan dan Masa Depan Punjung Tulis 60 Tahun Prof Dr. Olaf Herbert Schumann. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003. Pulungan, Suyuthi. Prinsip Pinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994. 88 Shalihing. Membangun Dialog Agama Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama: Telaah Atas Pemikiran Olaf Herbert Schumann. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negri Jakarta, 2014. Schumann, Olaf Herbert. Agama-Agama Kekerasan dan Perdamaian. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014. __________. Pendekatan Pada Ilmu Agama-Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015. __________. Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013. __________. Sepuluh Ulama Berbicara Isa al Masih Serta Ajarannya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013. __________. Pemikiran Keagamaan Dalam Tantangan. Jakarta: PT Grasindo, 1993. __________. Keluar Dari Benteng Pertahanan. Jakarta: PT Grasindo, 1996. __________. “Meninjau Agama Islam di Indonesia,” Naskah Terbatas Tidak di Publikasikan, April 1978. Syahrastani. Al-Milal wa Al-Nihal. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset. Sunyoto, Agus. Wali Songo, Reskontruksi Sejarah Yang Disingkirkan. Jakarta: Transhop Printing, 2011. Van Niel, Robert. Munculnya Elite Modern Indonesia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2009. Yahya, Imam. Jihad dan Perang dalam Literatur Muslim, dalam buku Islam dan Urusan Kemanusiaan. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2015. Yasir, Ali. Jihad Masa Kini. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2015. Sumbert Internet BBC Indonesia, Donald Trump Minta Kaum Muslimin dilarang Masuk AS, h. 1. di akses pada 2 Februari 2016 dari http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/12/151208_dunia_amerika_tru mp_muslim Damanhuri, “Umdah Al-Muhtajan: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara,” article di akses pada 4 Maret 2016 dari http://oaji.net/articles/2015/17921440647039.pdf. 89 Karman, Yongky. “Problem Terjemahan Nama Tuhan Dalam Alkitab.” Article Dikases pada 8 Februari 2016 dari http://www.seabs.ac.id/journal/april2006/Problem%20Terjemahan%20Nama%20 Tuhan%20di%20Alkitab.pdf Kompas Bom dan Ledakan di Sarinah Jakarta, Polisi Sudah Mendapat Peringatan Sebelumnya dari NIIS Jakarta 14 Januari, 2016., diakses pada 2 Februari, 2016 dari http://print.kompas.com/baca/2016/01/14/Bom-dan-Ledakan-diSarinah-Jakarta%2c-Polisi-Sudah-M Permana, Rahayu. “Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia,” artikel diakses pada 24 Febuari 1016 dari http://pensa-sb.info/wpcontent/uploads/2011/03/SEJARAH-MASUKNYA-ISLAM-KEINDONESIA.pdf Schumann, “Kehidupan Berasama Umat Kristen dan Umat Muslim di Indonesia di Masa Depan”, artikel diakses pada 27 Februari 2016 dari http://www.oaseonline.org/artikel/06.html _________, “Peran Umat Beragama Dalam Membangun Masyarakat Pluralis Yang Harmonis Di Maluku Utara Dalam Perspektif Kristiani,” Article di akses pada 4 Maret 2016 dari http://www.oaseonline.org/olafschumann/ _________, “Prospek Hubungan-Hubungan Masadepan Antara Umat Islam dan Kristen di Indonesia,” article diakse pada 4 Maret 2016 dari http://www.oaseonline.org/artikel/schum.html _________, “Tranformasi Agama dan Budaya ditengah-tengah Kekerasan Sosial,” article diakses pada 4 Maret 2116 dari http://www.oaseonline.org/artikel/kt3.htm Shodiq, Muh. Fajar. “Radikalisme Dalam Islam Antara Pelabelan dan Konstruksi Sosiologi,” article Diakses pada 25 Januari 2016 dari http://journal.uniba.ac.id/index.php/GM/article/download/90/89 Soleh, A Khudori. “Model-Model Epistimologi Islam, h. 196. article diakes pada 9 Februari 2016 dari, http://psikologi.uin-malang.ac.id/wpcontent/uploads/2014/03/Model-Model-Epistemologi-Islam.pdf Soegijanto Padmo, “Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia dari Masa ke Masa: Sebuah Pengantar,” article diakses pada 2016 dari, Waryono. “Beberapa Problem Teologis Antara Islam dan Kristen.” Article diakses pada 8 Februari 2016 dari http://www.seabs.ac.id/journal/april2006/Problem%20Terjemahan%20Na ma%20Tuhan%20di%20Alkitab.pdf