ISLAM DALAM PANDANGAN OLAF HERBERT SCHUMANN Skripsi

advertisement
ISLAM DALAM PANDANGAN OLAF HERBERT SCHUMANN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh
Ahmad Syafiq
NIM: 1111032100007
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H./2016 M.
ABSTRAK
Ahmad Syafiq, Islam Dalam Pandangan Olaf Herbert Schumann
Olaf Herbert Schumann adalah seorang Islamolog dari Jerman, sejak
kuliah semester 9 di Hamburg ia telah tertarik untuk mendalami agama-agama
lain salah satunya adalah agama Islam, setelah menyelesaikan kuliah di
Universitas Kiel, Tubingen, ia kemudian melanjutkan studinya di Kairo dari
sisnilah ia mulai mendalami agama Islam, dengan kegigihannya mempelajari
bahasa Arab iapun mampu mempelajari beberapa buku dengan literatur bahasa
Arab, hingga setelah menyelesaikan studinya ia menjadi Dosen bahasa Jeman di
Universitas Asiut Kairo, dan menjadi dosen terbang di beberapa Universitas Asia.
Menurut Schumann din Al-Islam adalah suatu agama yang mempunyai
kemiripan dalam konsep ketuhanan dengan Yahudi dan Krsiten, yaitu menyembah
Allah. Kata Islam adalah bahasa Arab yang berasal dari kata salam dan
mempunyai makna penyerahan diri untuk mendapatkan kedamaian, makna kata
Islam masih sama dengan kata aslinya yaitu umat Islam menyerahkan diri kepada
Allah dengan mentaati aturannya maka Allah membalas dengan memberikan
kedamaian serta perlindungan. Menurut Schuamnn kata din mempunyai makna
tertutup untuk suatu agama, namun Nabi Muhammad juga mengakui bahwa kata
din bukan hanya Islam tetapi juga untuk Yahudi dan Kristen, seperti yang dikatan
oleh Nabi Muhammad dalam Perjanjian Madinah kepada kaum Yahudi din
mereka. Menurut Schumann dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa, banyak nabinabi sebelum Muhammad diutus oleh Allah untuk menuntun umat dengan
mendirikan komunitas agama masing-masing, oleh karena itu banyaknya agama
yang ada hampir sama banyaknya dengan nabi-nabi.
Setelah membahas kandungan ayat Al-Qur’an yang menerangkan agamaagama serta nabi-nabi sebelum adanya Islam, kemudian ia menjelskan pemikiran
Nabi Muhammad tentang Perjanjian Madinah, ia menjelaskan bahwa Nabi
Muhammad adalah manusia yang mempunyai pemikiran sangat maju, hingga
konsep Perjanjian Madinah sering menjadi acuan oleh para pemikir Islam
Modern, dan ciri masyarakat modern adalah masyarakat majemuk yang identik
hidup bersama dalam perbedaan tanpa ada yang ditinggikan dan direndahkan,
Perjanjian Madinah adalah contoh Nabi Muhammad untuk umatnya bisa hidup
bersama dengan agama lain. Sebaliknya ia menjelaskan bahwa kekerasan yang
terjadi dalam setiap agama khususnya agama Islam pada hakikatnya bukan ajaran
dari agama itu sendiri, melainkan agama telah menjadi alat politik, karena agama
dan kekerasan sama sekali tidak ada hubungannya.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Rabb al-alamin, Segala puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian seru alam, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu tugas suci
dalam pengembangan keilmuan penulis.
Salawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabatnya yang telah memperkenalkan kita dinul Islam
sehingga terpancar cahaya-cahaya kebenaran yang mengantarkan manusia untuk
meneladani akhlaknya sehingga menjadi insan kamil.
Penulis sadar karya ini terjadi berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karenanya segala bantuan secara materi maupun moril penulis ucapkan
terimakasih kepada:
1.
Bapak Ismatu Ropi, selaku pembimbing skripsi ini dengan kesabaran dan
kesungguhan hati dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Bapak Hamid Nasuhi, selaku penasihat akademik yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam proses penulisan.
3.
Bapak Media Zainul Bahri, selaku ketua Jurusan Perbandingan Agama, yang
telah membantu penulis dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam
proses penulisan proposal skripsi ini.
iii
4.
Ibu Halimah dan Bapak Hakim, selaku Sekertaris dan Staf Jurusan yang telah
banyak membantu mengurusi korespondensi hingga penulis dapat melakukan
Munaqosah.
5.
Bapak Prof. Dr. Masri Mansur, selaku dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6.
Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7.
Segenap jajaran Dosen dan guru besar Perbandingan Agama, Ibu Siti Nadroh,
M.A., Ibu Dra. Hermawati, M.A., Bapak Prof. Dr. Kutsar Azhari Noer, Bapak
Prof. Dr. Ridhwan Lubis, Bapak Drs. M. Nuh Hasan, M. A., Bapak Prof. Dr.
Amin Nurdin,
dan lain-lain, yang senantiasa memberikan ilmu serta
wejangan yang tiada tara manfaatnya.
8.
Staf dan karyawan perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan perpustakaan
utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Atmajaya, yang banyak
membantu dalam menyediakan referensi yang dibutuhkan penulis.
9.
Keluarga penulis Bapak Muslimin dan Ibu Marfuah, yang telah membiayai
dan menyanyangi penulis sehingga sampai pada penyelesaian tugas akhir ini.
10. Sahabat penulis, Diana Puspasari dan Fahmi Zilfiqri atas segala bantuan dan
informasi yang sudah kalian berikan, terima kasih atas segala masukan dan
bimbingan yang senantiasa kamu berikan.
iv
11. Teman-teman seperjuangan PA 2011, yang memberikan keceriaan dan
kebahagiaan selama menimba ilmu di jurusan Perbandingan Agama.
12. Teman-teman KKN “BIMA SAKTI” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
banyak memberikan pelajaran berharga tentang makna hidup.
13. Teman-teman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) cabang ciputat yang
telah banyak memberikan wawasan tentang keorganisasian serta keilmuan.
14. Teman teman Forum Silaturahmi Santri Darunnajat (FOSILSADAR)
terutama Ust Zainal Arifin yang telah memberikan ilmu keislaman serta
nasihat-nasihat yang insyaAllah bermanfaat bagi penulis.
Penulis menyadari dalam karya skripsi ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Kekurangan tersebut adalah hal yang wajar karena
penulis hanyalah insan biasa yang tidak lepas dari salah dan lupa. Hanya saran
dan kritikan yang bersifat konstruktif dari pembaca yang penulis harapkan.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya
dan bagi penulis khususnya.
Amien.......
Ciputat, 25 April 2016
Penulis
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Penulisan transliterasi ini mengikuti buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh Center for Quality
Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
‫ا‬
Tidak dilambangkan
‫ب‬
b
be
‫ت‬
T
te
‫ث‬
ts
te dan es
‫ج‬
J
ˋje
‫ح‬
h dengan garis bawah
‫خ‬
Kh
ka dan ha
‫د‬
D
de
‫ذ‬
Dz
de dan zet
‫ر‬
R
Er
‫ز‬
Z
zet
‫س‬
S
Es
‫ش‬
sy
es dan ye
‫ص‬
es dengan garis di bawah
‫ض‬
de dengan garis di bawah
‫ط‬
te dengan garis di bawah
‫ظ‬
zet dengan garis di bawah
‫ع‬
‘
koma terbalik di atas hadap kanan
‫غ‬
gh
ge dan ha
‫ف‬
f
Ef
‫ق‬
q
Ki
‫ك‬
k
Ka
vi
‫ل‬
L
el
‫م‬
m
em
‫ن‬
n
En
‫و‬
w
We
‫هـ‬
h
Ha
‫ء‬
ˋ
apostrof
‫ي‬
y
Ye
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................
i
ABSTRAK ...................................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................ vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................ viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .........................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................
9
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................
9
E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 10
F. Metodologi Penelitian ............................................................................. 10
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 11
BAB II MENGENAL LEBIH DEKAT OLAF HERBERT SCHUMANN
A. Riwayat Hidup Olaf Herbert Schumann ................................................. 13
B. Karir Akademik ...................................................................................... 13
C. Menjadi Pendeta dan Guru Besar ........................................................... 14
D. Pemikiran ................................................................................................ 15
BAB III ISLAM DALAM PANDANGAN OLAF HERBERT SCHUMANN
A. Konsep Ketuhanan dalam Islam ............................................................. 20
B. Tasawuf Islam ......................................................................................... 28
C. Hukum Islam ........................................................................................... 38
D. Perkembangan Islam Kontemporer ........................................................ 43
viii
1. Islam dan Pluralisme ........................................................................... 43
2. Islam dan Radikalisme ........................................................................ 47
BAB IV ISLAM
DI
INDONESIA
MENURUT
OLAF
HERBERT
SCHUMANN
A. Islam di Indonesia ................................................................................... 55
1. Agama Islam di Sumatra dan Tanah Melayu ...................................... 57
2. Agama Islam di Jawa .......................................................................... 59
3. Agama Islam di Sulawesi .................................................................... 61
4. Agama Islam di Kalimantan ................................................................ 65
B. Misi dan Evangelisasi ............................................................................. 68
C. Organisasi Islam di Indonesia ................................................................. 77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 84
B. Saran ....................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 86
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Berbicara
mengenai
agama
Kristen,1
terdapat
banyak
hal
yang
dipertanyakan terutama kurang pahamnya orang Islam tentang ajaran-ajaran
Kristen yang sebenarnya. Oleh karena itu, ada semacam tuduhan yang
menyudutkan ajaran Kristen sehingga lama-kelamaan terjadilah salah paham.
Berangkat dari pengalaman yang terdahulu bahwa tiga agama yaitu (Yahudi,
Kristen dan Islam) masing-masing mempunyai argumen kebenaran sesuai dengan
apa yang dibawa oleh nabi-nabi. Di samping itu, pandangan orang Islam
mengenai agama Kristen itu sendiri pada dasarnya juga kurang objektif.
Permasalahan yang sering terjadi yaitu ketika Al-Qur‟an diposisikan sebagai
pengoreksi agama Kristen, misalnya pandangan mengenai ketuhanan Kristen yang
selama ini dianggap telah banyak menyimpang dari ajaran terdahulunya. Sehingga
ada kesan bahwa ajaran Kristen sudah tidak benar lagi.2
Tendensi semacam ini sebenarnya lebih dikarenakan oleh adanya faktor
ketidaktahuan orang Islam mengenai agama Kristen yang sebenarnya, sehingga
mereka lebih banyak menyalahkan daripada membenarkan. Menurut Waryono
1
Kata Kristen berasal dari kata Kristus, gelar kehormatan bagi Yesus dari Nazareth.
Kristus berasal dari bahasa Yunani (Khristos) yang berarti yang diurapi. Selain itu, agama ini
dinamakan juga agama Masehi, yang artinya sama dengan yang berasal dari bahasa Yunani. Nama
ini sama dengan yang diberikan Al-Qur‟an terhadap pembawa agama ini, yaitu al-Masih Isa ibn
Maryam (QS. 3:45, 4:157, 171, 172, 5: 17, 72, 75, 9: 30-31). Berdasarkan ini, pengikut agama
tersebut dinamakan an-Nashara (QS. 2: 72, 111, 113, 120, 135, 140, 5: 14, 18, 54, 69, 82, 9: 20,
22: 17). Maka, Agama Kristen sering disebut juga Agama Nasrani. Waryono, “Beberapa Problem
Teologis Antara Islam dan Kristen”, Yayasan Al-Hasanain, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2011) Vol. 1, h. 98.
2
Waryono, “Beberapa Problem Teologis,” h. 98.
1
2
agama yang sudah menyejarah mempunyai watak menyimpang, termasuk Krsiten
dan Islam.3
Selain itu nilai-nilai kemanusiaan juga terdapat dalam agama Islam,4 fakta
itu diperkuat oleh ajaran Nabi Muhammad tentang penghormatan terhadap hakhak manusia seperti larangan untuk mengganggu orang yang berbeda agama dan
menumpahkan darah. Islam tidak pernah mengajarkan terhadap umatnya untuk
berbuat jahat meskipun terhadap musuh sekalipun. Salah satu ajaran Islam yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad terkait penghormatan terhadap hak-hak kaum
non Muslim adalah adanya Piagam Madinah.5 Ketika Nabi Muhammad masih
hidup, peristiwa Piagam Madinah merupakan sebuah fakta yang harus dijalani
oleh semua pemeluk agama. Kondisi semacam itu berlangsung dengan damai
tanpa ada permusuhan. Tapi jika melihat realitas sekarang berbeda dengan kondisi
pada masa Nabi Muhammad masih hidup. Di zaman sekarang ini banyak
pemahaman yang kurang tepat terkait ajaran Islam yang sebenarnya, hal itu
3
Waryono, “Beberapa Problem Teologis,” h. 99.
Islam (Arab.‟penyerahan‟ kepada kehendak Allah). Agama yang mengakui Muhammad
(570-632) sebagai nabi Allah yang terakhir dalam garis yang berawal dari Abraham dan berlanjut
melalui Yesus. Muhammad mencela orang-orang Yahudi yang tidak mau menerima Yesus dan
mencela orang-orang Kristen karena jatuh kedalam Politeisme dengan ajaran mengenai Tritunggal.
Monoteisme mutlak dalam Islam menolak bahwa Allah mempunyai Putra. Yesus dihormati
sebagai Nabi; kematiannya di tiang salib ditolak dan dianggap hanya tampaknya demikian.
Dilarang secara mutlak untuk mempersentasikan Allah dalam gambar-gambar. Kesenian Islam
pada umumnya tidak menggambar manusia, karena manusia diciptakan menurut gambar Allah.
Orang Islam percaya bahwa Muhammad menerima pewahyuan yang selanjutnya dituliskan dalam
Qur’an, yang memuat beberapa tradisi PL dan PB. Gerald O‟ Collins, SJ & Edward G. Farrugia
SJ, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius anggota IKAPI 1991), h. 121.
5
Piagam Madinah adalah suatu inisiatif dan usaha Nabi Muhammad mengorganisir dan
mempersatukan pengikutnya dan golongan lain di Madinah, upaya ini dilakukan agar masyarakat
Madinah menjadi masayarakat yang teratur, berdiri sendiri, dan beradulat yang akhirnya menjadi
suatu negara dibawah pimpinan Ia sendiri. Suyuthi Pulungan, Prinsip pinsip Pemerintahan dalam
Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994),
h. 5.
4
3
diperkuat dengan adanya fakta mengenai kekerasan dengan mengatasnamakan
agama.
Olaf Herbert Schumann ialah seorang Islamolog dari Jerman, ia
menjelaskan bahwa Islam dikenal sebagai agama yang memiliki spiritualitas dan
tasawuf yang mendalam tentang Allah. Dalam agama Islam nama Allah
ditasbihkan dengan penyebutan sembilan puluh sembilan nama (al-asma alhusna). Nama-nama Allah ini disebut sesuai dengan sifatnya, kemudian namanama itu dihafal dan ditasbihkan dalam meditasi umat Islam.6
Lebih lanjut Schumann menjelaskan bahwa Muhammad menerangkan
tentang Tuhan Allah yang ia sembah berbeda dengan Tuhan atau Dewa yang lain.
Demi membedakan Tuhan Allah dengan Tuhan atau Dewa dalam agama lain,
cukuplah Dia disebut sebagai Allah yang tunggal, karena menurut Muhammad
ketika Allah itu disebut dengan nama-nama lain, hal itu menimbulkan asumsi
bahwa makna Tuhan dalam setiap agama yang berbeda adalah sama, hanya saja
berbeda penyebutannya.7
Setelah menjelaskan tentang Tuhan Allah dalam pandangan Muhammad,
lalu Schumann menjelaskan tentang hakikat agama, yaitu agama pada dasarnya
mengajarkan kebaikan hanya saja persepsi manusia yang kurang tepat dalam
memahami agama. Sehingga pemahaman konsep tentang Allah juga lebih
subyektif dan berasumsi keyakinannya yang paling benar, seperti kejadian Islam
di masa sekarang yang menimbulkan argumen hanya Islamlah yang berhak
6
Schumann, Pendekatan Pada Ilmu Agama-Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), h.
7
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 296.
292.
4
menyebut Tuhannya dengan nama Allah, dan agama lain ketika menyebut
Tuhannya dengan nama Allah tidaklah tepat.8
Menurut Schumann, ulama Muslim berpendapat bahwa Tuhan yang
disembah dalam agama lain berbeda dengan Tuhan Allah yang mereka yakini.
Perbedaan itu nampak ketika dalam ajaran Kristen, Tuhan dianggap mempunyai
tiga pribadi yaitu Bapa, Roh Kudus, dan Anak. Suatu ajaran yang sulit dimengerti
oleh Islam, karena konsep ajaran dalam Islam Allah adalah Esa, akibat dari
perbedaan ini orang Islam melarang orang Kristen menyebut Tuhannya dengan
nama Allah.9 Polemik ini terjadi di Malaysia pada tahun 1980, hingga pada tahun
1982 pemerintah Federal menyetujui pelarangan baik lisan maupun tertulis
terhadap umat Kristen di Malaysia untuk meyebut Tuhannya dengan nama
Allah.10
Dari polemik Islam dan Kristen Schumann lalu menjelaskan tentang kata
Allah:
“Allah adalah kata dalam bentuk tunggal: Dewa itu. Apabila bentuk jamak
hendak dibuat, pertama-tama kata Allah harus dikembalikan kepada asalnya,
yakni al-ilah. Dari kata ini bisa juga dibentuk jamaknya yang berbunyi aliha
(dewa-dewa), sebuah bentuk jamak yang tidak teratur” atau” jam‟ mukassar”.
Apabila kata itu ditentukan, ia menjadi (al aliha, dewa dewa itu).
Menyebutkannya sebagai “allah-allah” sebagaimana ia juga pernah dibuat dalam
terjemahan Al-Kitab bahasa Indonesia berarti mengingkari makna kata Allah itu
sendiri, yang dalam bentuk tersebut hanya dapat digunakan dalam bentuk tunggal
yang ditentukan oleh alif-lam. Kalau ia ditentukan oleh kata lain, misalnya suatu
mudhaf ilaihi, ia kembali menjadi „ilah”‟ ilah ibrahim.”11
Menurut Schumann, sejak zaman pra Islam kata Allah sebenarnya sudah
digunakan dalam agama lain seperti dalam bangsa Arab. Kata Allah ini
dilambangkan untuk Dewa yang maha agung. Karena keagungannya, Dewa ini
8
Schumann, Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan (Jakarta: BPK Gunung
Mulia 2014), h. 296.
9
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 296.
10
Yongky Karman, “Problem Terjemahan Nama Tuhan dalam Alkitab,” Jurnal Teologi dan
Pelayanan V, no 7/1 (April 2006): h. 1.
11
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 297.
5
tak pernah ikut campur dalam mengatur bangsa Arab saat itu, namun masyarakat
Arab percaya bahwa Dewa ini memantau kehidupan masyarakat Arab dari
kejauhan, dan Dewa inipun dipuja dan dipercaya sebagai pelindung orang-orang
Musafir.12
Menurut Schumann, siapa saja yang mengkaji konsep ketuhanan dalam
Islam yang termaktub dalam Al-Qur‟an akan menemukan kemiripan dengan
konsep ketuhanan dalam agama Kristen.13 Dalam agama Islam ajaran tentang
Tuhan telah banyak diterangkan dalam kitab Al-Qur‟an mengenai agama
terdahulu, yang menceritakan kisah nabi mencari Tuhan hingga memberikan
kabar tentang ajaran dari Tuhan.14
Setelah Schumann menjelaskan tentang agama Islam, kemudian ia
menjelaskan Islam dan Pluralitas. Menurut Schumann Islam pernah berada di
tempat yang majemuk, yaitu di Madinah kaum Muslimin hidup berdampingan
dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, dan telah dicetuskan perjanjian Madinah
yang secara garis besar perjanjian itu untuk semua yang hidup di Madinah agar
hidup rukun dalam kehidupan yang majemuk.15 Dijelaskan oleh Nurcholish
Madjid seorang pemikir dari Indonesia bahwa Nabi Muhammad adalah sosok
yang sangat toleran terhadap agama lain. Ajaran Islam sangat mengecam sentimen
rasialisme, berikut penjelasan tentang pluralitas agama:
“Baik dalam Al-Qur‟an maupun Hadits, ditegaskan bahwa Islam sangat
membenci kezaliman, dan sebaliknya, mewajibkan pada kita untuk menegakan
keadilan. Bahkan ditegaskan bahwa tindakan adil adalah jalan terdekat untuk
meraih martabat takwa (QS al-Maidah 5:8). Diantara tindakan zalim yang
dikutuk tuhan ialah sikap senang atau benci semata berdasarkan hawa nafsu, yang
salah satu manifestasinya ialah sentimen dan sikap rasialisme. dinyatakan dalam
12
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 297.
Schumann, Keluar Dari Benteng Pertahanan (Jakarta: PT Grasindo, 1996), h. 73.
14
Schumann, Sepuluh Ulama Berbicara Isa al-Masih Beserta Ajarannya (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2013), h. Xiii.
15
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 172.
13
6
Al-Qur‟an bahwa pluralitas etnis, bahasa, dan agama itu merupakan kehendak
dan desain Tuhan (QS al-Maidah5; 48, al-Rum/ 30:22). Siapa yang
mengingkarinya sama halnya dengan mengingkari sunnatullah. Yang dituntut
oleh Tuhan bukannya menciptakan keseragaman dengan cara menafikan atau
memusnahkan etnis, agama, dan budaya yang berbeda dari kita, melainkan
hendaknya masing-masing berpartisipasi berlomba berbuat kebaikan, sehingga
pluralitas itu merupakan aset bagi tumbuhnya sebuah sinergi sosial dalam rangka
menciptakan kehidupan yang lebih beradab dan penuh rahmat.”16
Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa dari segi historis maupun
doktrinnya, Islam digambarkan sebagai agama toleran terhadap agama lain. Hal
itu menjadi tolok ukur dari polemik yang pernah terjadi dalam dunia Islam saat
ini. Sehingga fenomena kekerasan yang mengatasnamakan agama adalah ajaran
yang dikecam. Menurut Amstrong, peperangan yang pernah terjadi di dunia Islam
pada zaman Nabi Muhammad merupakan sebuah pertahanan untuk membela diri
dan melawan ketidakadilan.17
Schumann juga menjelaskan bahwa Muhammad adalah seorang yang
demokratis,
permasalahan
hal
itu dapat
yang
diketahui
berkaitan
dengan
ketika Muhammad menyelesaikan
kehidupan
sosial,
Muhammad
menyelesaikannya berunding dengan masyarakat tetapi jika permasalahan itu
berkaitan dengan keagamaan maka beliau yang menentukan dan Al-Qur‟an yang
jadi sumbernya.18
Setelah menjelaskan hubungan Islam dengan pluralitas, Schumann lalu
menjelaskan konsep ketuhanan Kristen dalam pandangan Islam. Menurut
Schumann, Muhammad sebelum menjadi nabi ia telah bertemu orang Kristen di
Makkah, ada kemungkinan Muhammad mengenal orang Kristen dari Syiria, yaitu
Muhammad mengenal orang Kristen awam dan tahu konsep ketuhanan orang
16
New life options: Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman (Jakarta: Kompas
2001), h. 204.
17
Amstrong, Srjarah Tuhan (Bandung: Mizan, 2014), h. 246.
18
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 173.
7
Kristen khususnya tentang Yesus.19 Kemudian menurut Schumann, setelah
Muhammad hijrah ke Madinah ia lebih mengutamakan memahami Yesus di
banding Ibrahim, karena keadaan di Madinah Muhammad menyaksikan konflik
antara Islam dan Yahudi terjadi besifat politis, tetapi kesulitan antara Islam dan
Kristen bersifat dogmatis. Inti dari peselisihan antara Islam dan Kristen yaitu
tentang Allah dan Trinitas, dan pemahaman itu bertentangan dengan keesaan
Allah.20 Menurut Syahrastani, Nabi Muhammad menolak ajaran trinitas dalam
Kristen, karena ajaran trinitas dianggap menyimpang, hingga Al-Qur‟an
menjelaskan dalam Firman-Nya:
َ‫لَقَدََكَفَرََاَلَذَيَهََقَالَوَاَإنََللاََهَوَاَلمَسَيَحََإبَهََمَرَيَم‬
“Sesungguhnya kafilrlah orang-orang yang mengatakan bahwasannya Allah
salah satu dari yang tiga”(al-Maidah:73).21
Lebih lanjut Schumann menjelaskan tentang Yesus dalam pandangan
Islam. Diterangkan dalam Al-Qur‟an Nabi Isa adalah putra Maryam bukan lahir
dari Roh Kudus. Kehadiran Isa adalah sebagai utusan Tuhan, dia adalah hamba
Allah (abdullah) yang membawa risalah untuk menuntun manusia menjadi lebih
baik.22 Dijelaskan juga oleh Oddbjorn Leirvik bahawa dalam literatur Islam,
Yesus dianggap sebagai utusan (rasul) sebagaimana utusan sebelumnya,
keterangan itu ada pada surat Maryam ayat 19 Yesus untuk pertamakalinya
disebut.23
19
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 467.
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-masih, h. 4.
21
Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset), h. 203.
22
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 467.
23
Oddbjorn Leirvik, Yesus dalam Literatur Islam (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002),
20
h. 161.
8
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, agar sebuah
penelitian ini terfokus pada satu tujuan, maka penulis hanya membatasi pada tema
Islam dalam Pandangan Olaf Herbert Schumann. Alasan penulis meneliti
tokoh Olaf Schumann untuk mewakili sarjana Barat yang berbicara tentang Islam
yaitu: Pertama, Schumann sebagai seorang sarjana memungkinkan untuk bersikap
lebih objektif dalam mengkaji agama Islam, di mana ia menyatakan bahwa
kebenaran suatu agama akan terlihat ketika diajarkan dengan tulus dan
kerendahan bukan dengan cercaan ataupun hinaan terhadap agama lain, ungkapan
ini untuk semua agama khususnya misionaris Kirsten ataupun mubaligh Muslim,24
Kedua, Schumann punya pengalaman belajar Islamologi di Tubingen dan Kairo
selama dua Tahun,25 ia juga seorang yang berusaha menghormati orang Islam baik
pribadi dan imannya,26 maka pandangan keislaman Schumann menarik untuk
dikaji. Ketiga, Ia sering mengadakan dialog kerukunan agama dengan orang Islam
diberbagai negara, sehingga Schumann mengetahaui bagaimana orang-orang
Islam menilai Kristen. Keempat, sala satu kelebihaan Schumann yaitu mengetahui
agama Islam yang mendalam,27 dalam karya-karyanya ia banyak menulis tentang
agama Islam yang dikaji secara historis.
Kemudian penulis merencanakan rumusan masalah dalam penelitian ini,
yaitu:
24
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 300.
Schumann, Sepuluh Ulama Berbicara Isa Al-Masih.
26
Schumann, Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2006), h. 161.
27
Schumann, Agama-Agama Kekerasan,h. Vii.
25
9
1.
Bagaimana pandangan Schumann tentang agama Islam?
2.
Bagaimana pandangan Schumann tentang agama Islam di Indonesia?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pandangan Olaf Schumann tentang agama Islam.
2.
Menambah literatur bahan bacaan tentang kajian Islamolog
3.
Memberikan nilai positif bagi perkembangan bahan pustaka tentang agama
Islam.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan
pengetahuan empiris mengenai Islam dalam pandangan Schumann.
2.
Memberikan sumbangan bagi khazanah Intelektual Ilmiah tentang agama
Islam sebagai realitas sosial yang memberikan ciri khas dan pemahaman
beragama.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan skripsi antara lain:
a.
Manfaat teoritis, skripsi ini bermanfaat mengembangkan kajian dalam
agama Islam, khususnya tentang Islam dalam pandangan Schumann.
b.
Manfaat bagi penulis, skripsi ini akan berguna untuk memperluas dan
menambah wawasan tentang masalah yang diteliti.
10
E.
Tinjauan Pustaka
Beberapa karya tulis Ilmiah yang telah membahas pemikiran Schumann
antara lain:
1. Skripsi yang ditulis oleh Shalihing yang berjudul, Membangun Dialog Agama
Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama (telaah atas pemikiran Olaf
Herbert Schumann) Pada tahun 2014. Isi dari skripsi tersebut bahwa
membangun
dialog
agama
setiap
umat
beragama
dituntut
untuk
mengembangkan teologi agama masing-masing, dengan demikian kesadaran
akan pluralisme dan kerukunan antar umat beragama dapat tercapai. Dalam
skripsi ini saya mengambil tentang Islam dalam pandangan Schumann dari segi
historis.
F.
Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan saya antara lain:
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam skripsi ini, penulis menggunakan studi kepustakaan (library
research),28 yaitu dengan cara mengambil data-data kepustakaan meliputi:
dokumen berupa buku dan jurnal Ilmiah yang relevan dalam penelitian ini.
Dan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif.
2. Sumber Penelitian
28
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),
h. 2.
11
Sumber dari penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer adalah sumber informasi yang secara
langsung berkaitan dengan tema dalam penelitian. Dalam hal ini yang
menjadi data primer adalah buku-buku yang ditulis oleh Olaf Herbert
Schumann yang berbahasa Indonesia yaitu: Olaf H. Schumann, AgamaAgama Kekerasan dan Perdamaian (2015), Olaf H. Schumann, Pendekatan
Pada Ilmu Agama-Agama (2013), Olaf H. Schumann, Sepuluh Ulama
Berbicara Isa al-Masih Serta Ajarannya (2013), Olaf H. Schumann,
Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan (2009), Olaf H.
Schumann, Meninjau Agama Islam di Indonesia (1978).
3. Metode penulisan
Metode penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
G.
Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan ini, maka perlu disusun
sistematika pembahasan, agar nantinya saya dapat menunjukkan totalitas yang
utuh dari sebuah penulisan skripsi. Dalam penelitian ini, pembahasan akan
disusun dalam sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I, pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan
dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitiaan, tinjauan pustaka,
kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
12
Bab II, mengenal lebih dekat Olaf Schumann yang meliputi,
Drseden, Jerman Perang Dunia II, Masa Remaja dan Karir Akademik,
Menjadi Pendeta dan Guru Besar.
Bab III, Islam dalam pandangan Olaf Schumann yang meliputi,
konsep
ketuhanan
dalam
Islam,
Tasawuf
Islam,
Hukum
Islam,
Perkembangan Islam Kontemporer yang meliputi Islam dan Pluralitas,
kemudian Islam dan Radikalisme.
Bab IV, Islam di Indonesia menurut Olaf Herbert Schumann, yang
meliputi Islam di Indonesia, Misi dan Evangelisasi, kemudian Organisasi
Islam di Indonesia.
Bab V, penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
MENGENAL LEBIH DEKAT OLAF HERBERT SCHUMANN
A.
Riwayat Hidup
Olaf Herbert Schumann lahir di Dresden, Jerman 5 November 1938, ia
terlahir dari orang tua yang memeluk agama Kristen Protestan, ia mengenyam
pendidikan dasar dan menengah di sekolah Oldensworts U/Husun dan Tonning,
kemudian ia melanjutkan pendidikan menengah keatas disekolah Staat
Nordseegymnasium di Bad St. Peter Ording.
Semasa mudanya ia menghabiskan waktu untuk mempelajari ilmu agama
lain, dimana ia terpengaruh oleh gurunya Walter Freytag yang mengatakan
bahwa, seorang yang hanya mengetahui satu agama yaitu agama yang dia imani
maka sesungguhnya ia tak mengetahui agama apapun. Oleh karena itu iapun fokus
untuk studi agama-agama salah satunya agama Islam.1
B.
Karir Akademik
Schumaan memulai karir akademiknya di Fakultas Teologi Univeritas Kiel,
Tubingen, Basel tahun 1959-1964.2 Sebagai seorang Protestan, Schumann tidak
hanya menekuni bidang teologi Protestan saja akan tetapi perhatiannya terhadap
hubungan antar agama, khususnya Islam dan Kristen.3
1
Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann, Balitbang PGI,
Agama Dalam Dialog: Pencerahan, Perdamaian dan Masa Depan Punjung Tulis 60 Tahun Prof.
Dr. Olaf Herbert Schumann (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2003), h. 522.
2
Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann, Agama Dalam
Dialog, h. 522.
3
Shalihing, “Membangun Dialog Agama Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat
Beragama: Telaah Atas Pemikiran Olaf Herbert Schumann” (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin,
Universitas Islam Negri Jakarta, 2014), h. 12.
13
14
Setelah menyelesaikan kuliahnya di Kiel iapun melanjutkan studinya di
Universitas Al-Azhar dengan beasiswa yang diperolehnya dari Deutscher
Akademischer Austauschdients. Studinya di Universitas inilah ia baru benar-benar
menggeluti Islam sebagai bidang studinya.4 Selama empat tahun belajar di Mesir
ia mendalami bahasa Arab, berkat kegigihannya mempelajari bahasa Arab dan
tentang keislaman halitu memudahkannya untuk mengkaji litertur Islam dari
buku-buku primer.5
Pada tahun 1966-1968 Schumann menjadi guru bahasa Jerman pada
Fakultas Ilmu Alam, Universitas Assiut di Mesir Selatan. Kemudian pada tahun
1969-1970 Schumann bekerja membantu pada lembaga penelitian dan Dewan
Gereja-Gereja di Indonesia.6 Pada waktu yang sama dia mengajar di Sekolah
Tinggi Teologi di Jakarta sampai dengan tahun 1981, setelah itu Schumann
dipanggil oleh Universitas Hamburg Jerman sebagai profesor Ilmu Agama dan
Missiologi.7
C.
Menjadi Pendeta dan Guru Besar
Ketika Schumann merampungkan kuliahnya di Mesir lalu ia melanjutkan
kuliahnya di Jerman dan di sana ia menjadi guru besar, setelah selama beberapa
tahun menjadi guru besar ia kemudian ditahbiskan menjadi pendeta pada salah
satu gereja Lutheran di Jerman, kemudian setelah itu schumann aktif dalam dialog
tentang kerukunan umat beragama di berbagai negara terutama di Asia khususnya
di Indonesia. Pada suatu ketika ada tawaran dari orang Indonesia bahwa ia
4
Shalihing, “Membangun Dialog Agama Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat
Beragama”, h. 12.
5
Komaruddin Hidayat, “Kata Pengantar”, dalam Schumann, Menghadapi Tantangan, h.
ix.
6
Schumann, Pemikiran Keagamaan dalam Tantangan (Jakarta: PT. Grasindo, 1993), h.
325.
7
Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann, Balitbang PGI,
Agama Dalam Dialog, h. 521.
15
menjadi anggota DGI di Indonesia hingga akhrirnya meskipun ia hidup di Jerman
sebagai Dosen tetapi ia dimudahkan cuti dan sering berkunjung ke Indonesia.
Nama Olaf Schumann di Indonesia tidak begitu asing, seperti Komarudin Hidayat
mantan rektor UIN, ia sering bertemu dengan Olaf Schumann guna berdialog
agama dengannya, pemahaman keislaman Olaf Schumann sangat mendalam
beberapa tulisannya yang kemudian dibukukan ialah yang berjudul Menghadapi
Tantangan Memperjuangkan Kerukunan.8
Olaf Schumann ketika pergi ke Indonesia, ia juga berkunjung ke negaranegara tetangga guna mengadakan dialog tentang kerukunan agama. Meskipun ia
adalah sosok yang sangat menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama,
namun disisi lain ia menolak paham pluralisme dalam agama. Ia pernah menolak
tentang pembentukan agama-agama seluruh dunia, karena menurutnya agama
pada hakikatnya berbeda meskipun ada juga suatu agama yang menyembah Tuhan
yang sama tetapi dalam setiap agama sudah ada cirikhas masing-masing, dan
ketika setiap agama disatukan itu akan menghilangkan nilai-nilai yang terkandung
dalam setiap agama.9
D.
Pemikiran
Schumann dalam bukunya menghadapi tantangan memperjuangkan
kerukunan, ia menjelaskan bahwa Islam pernah dianggap sebagai agama yang
keluar dari agama Krsiten dan dianggap sebagai agama Bidat, anggapan itu
dibukukan oleh Yohanes dari Damsyik seorang ahli dogmatika dalam agama
Kristen, jutifikasi itu nampaknya berlangsung lama hingga pada saat muncul
8
Komaruddin Hidayat “Kata Pengantar”,Schumann, Menghadapi Tantangan,h. ix.
Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann, Balitbang PGI,
Agama Dalam Dialog, h. 4.
9
16
gerkan agama Kristen di Jerman oleh Martin Luther10 Islam dianggap sebagai
agama Independent dan bukan agama Bidat ataupun keluar dari agama Kristen.11
Schumann sendiri adalah seorang pendeta dari gereja Lutehran, oleh karenaitu
iapun mempunyai pandangan senada dengan Martin Luther tentang agama Islam.
Schumann dalam pembahasannya mengenai agama-agama senantiasa
menekankan pendekatan dialogis. Yakni bersama-sama dengan pemeluk agama
yang bersangkutan untuk mengadakan dialog serta mencari titik temu akar
persoalan dengan memahami agama secara mendalam. Oleh karena itu, dalam
bukunya Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, ia ingin membangun kesadaran
hubungan Islam dan Kristen, dengan mempelajari para pemikiran Islam tentang
Isa al-Masih.12
Salasatunya tentang pemahaman Nabi Muhammad tentang Isa al- Masih,
permasalahan yang sering muncul dalam dialog Islam dan Kristen yaitu darimana
Muhammad mengetahui tentang agama Kristen?13 Tentunya hal ini harus dijawab
lewat
pendekatan
historis.
Schumann
menjelaskan
bahwa
pengetahuan
Muhammad tentang agama Kristen bisa terjadi atas tiga hal: Pertama iya melihat
para saudagar Kristen di Makkah dan disana ia sering duduk bersama dan
berbicara tentang keagamaan, Kedua yaitu adanya orang Kristen yang menjadi
budak dan menjadi pelayan Muhammad dan sahabat-sahabatnya, dan Ketiga yaitu
10
Menurut Schumann Martin Luther adalah seorang yang pada masa mudanya mengalami
musibah yaitu menghadapi angin taufan yang hebat, dalam ketakutannya ia berjanji bahwa jika ia
selamat ia akan mengabdikan dirinya kepada Tuhan dan menjadi rohaniawan, ketika selamat ia
pun menepati janjinya. Schumann menjelaskan bahwa tatkala Luther bertemu dengan rohaniawan
Katolik ia menemukan beberapa kejanggalan, dalam aturan maupun ajaran agama Katolik. Hingga
ia pun menentang aturan-aturan yang menyimpang dalam al-Kitab, seperti penghapusan dosa
menurutnya keselamatan hanya dapa dicapai dengan keimanan bukan dengan pengakuan di
hadapan Pastur, hingga iapun menjadi pelopor lahirnya Kristen Protestan yang menolak tirani
gereja Katolik. Lihat Schumann, Agama Kekerasan, h. 346.
11
Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 138.
12
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa al-Masih, h. Xxviii.
13
Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 191.
17
Muhammad pernah bepergian dengan khafilah ke Syiria. Disana Muhammad bisa
menyaksikan langsung kehidupan masyarakat Kristen Syiria.14
Kemudian dalam pembahasan yang lain, Schumann menjelaskan bahwa
salasatu cara untuk menyelesaikan masalah teologis dalam agama khususnya
Kristen dan Islam yaitu dilepasnya semua pemikiran tradisional dan langsung
merujuk pada Al-Kitab dan Al-Qur’an,15 dan salasatu pembahasan tentang
penyaliban Isa yang tertera dalam Al-Qur’an yaitu:
ْ َ‫صلَبُىْ يُ َولَ ِكه ُشبًَِّ لَهُ ْم َواِ َّن الَ ِذ ْيه‬
‫اختَلَفُىْ افِ ْي ًِ لَفِى‬
َ ‫ِللا َو َماقَتَلُىْ يُ َو َما‬
ِ ‫َوقَىْ لِ ِه ْم اِوَّاقَت َْلىَااَ ْل َم ِس ْي َح ِع ْي َسى اِ ْبهَ َمزْ يَ َم َرسُىْ َل‬
‫شَكِّ ِم ْىًُ َمالَهُ ْم بِ ًِ ِم ْه ِع ْل ٍم اِ ََّّلاِتَّبَا َع ْالظَّ ُّه َو َماقَتَلُىْ يُ يَقِ ْيىًا‬
“Dan oleh karena perkataan mereka: “sesungguhnya kami telah
membunuh Isa Ibn Maryam Rasul Allah, pada hal mereka sebenarnya tidak
membunuh Isa dan tidak menyalibnya, akan tetapi di samarkan Isa itu kepada
mereka. Dan sesungguhnya mereka yang berselisih tentang Isa, sungguh dalam
keraguan, bukanlah dengan pengetahuan yakin, melainkan menurut dugaandugaan saja. Mereka bukan membunuh Isa dengan yakin. (Q.S. 4: 157).16
Dalam penjelasan ini menurut Schumann kaum Yahudi tidak menyalibkanNya, “‫ ” َولَ ِكه ُشبًَِّ لَهُ ْم‬adalah orang lain yang diserupakan dengan-Nya, dan orang
Yahudi keliru menyalibkan Yesus, pemahaman seperti ini sering ditafsiri oleh
para penafsir Al-Qur’an seperti Ibn Jarir at Tabari bahwa yang disalibkan adalah
Yudas Iskaryat sahabat Yesus yang ingkar, menurut Schumann:
Jika dikaji secara bahasa terlihat bahwa Allah ًَِّ‫( ُشب‬Menyerupakan) ditulis
dalam bentuk pasif, dan pasif dalam tatabahasa Arab disebut fi’il majhul, kata kerja
di mana subyeknya tidak dikenal. Namun tafsiran itu memberikan kesan seolaholah subyek dikenal (Yudas Iskaryat); jadi dalam hal ini fi’il majhul tidak boleh
dipakai melainkan harus menjadi fi’il ma’ruf yakni aktif. Bahwa fi’il majhul di sini
membuktikan bahwa Al-Qur’an tidak mau menyebutkannya, maka ia bertentangan
dengan Al-Qur’an tidak menyebutkan subyek, dan seandainya ada penafsiran yang
menyebutkannya, maka ia bertentangan dengan Al-Qur’an. Tambah lagi: andaikata
yang dimaksudkan Al-Qur’an adalah bahwa seorang lain (yang tidak dikenal)
14
Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 192.
Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 237.
16
Moh.Rifa’i dan Rosihin Abdulghoni, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: CV
Wicaksana, 1991), h. 94.
15
18
diserupakan dengan Yesus, maka nats Arabnya harus berbunyi: lakin syubbiha
lahu bukan lahum) “Tapi diserupakan Dia”. Inipun tidak ditulis dalam Al-Qur’an.
Jadi tinggal kesimpulan bahwa apa yang “diserupakan bagi mereka” atau dalam hal
mana mereka ragu-ragu tidaklah jelas.17
Kemudian pandangan Schumann sendiri tentang agama Islam ia
menjelaskan bahwa, pada mulanya pemikiran tauhid Nabi Muhammad belum
mendalam, ia hanya menyerukan kepada seluruh manusia bahwa tiada Ilah yang
patut disembah selain Allah, namun ajaran itu bertentangan dengan orang Arab di
mana saat itu memiliki tradisi menyembah tiga Dewi yaitu al-Lat, al-Uzza, dan
Manat. Oleh karenaitu, Nabi Muhammadpun dimusuhi oleh masyarakat Arab,
namun masyarakat Makkah mengusulkan kompromi bahwa ia tidak akan
memusuhi Nabi Muhammad bahkan siap menjadi orang Mu’min dengan syarat
mereka (masyarakat Makkah) boleh menghortmati tiga Dewi itu. Pada mulanya
Muhammadpun menerima usulan mereka sebagai kesempatan untuk mengakhiri
permusuhan, namun diceritakan bahwa pada malam harinya ia ditegur oleh
malaikat Jibril yang meminta pertanggung jawaban. Disitu Muhammad menyadari
bahwa menghormati ketiga Dewi itu adalah menggambarkan pengakuan bahwa
Dewi itu ada dan dapat memberi syafaat terhadap masyarakat Makkah, oleh
karena itu usulan itupun ditarik kembali.
Dari uraian diatas Schumann menjelaskan bahwa ajaran tauhid dalam Islam
dirumuskan secara definitif dalam polemik dengan lawan-lawannya. Maka bukan
kebetulan jika setelah terjadi suatu polemik kemudian turun surat al-Ikhlas. Hal
itu membuktikan bahwa dalam ajaran Islam mengandung unsur apologetik
(pembelaan iman), dua ilmu yang saling berkaitan mengandung apologetik yaitu
ilmu kalam dan Ilmu fikih, sedangkan ilmu lain seperti filsafat dan tasawuf Islam
17
Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 208.
19
memilki sifat lain. Schumann menjelaskan bahwa Ilmu kalam dan Ilmu fikih
mengandung unsur dialogis yang sangat kuat. Para mazhab dalam fikih
mempunyai pendapat yang berbeda-beda dan berkembang tanpa mencapai kata
sepakat dalam segala hal, namun karena mereka mengakui tentang empat sumber
atau usul fikih maka mereka dapat saling menerima meskipun hanya dalam halhal tertentu.18
Menurut Schumann titik temu membangun hubungan Islam dan Kristen
tidak akan ditemukan dalam ilmu syariat, jika melihat hukum tentang tiada Ilah
selain Allah, tentu Islam memandang Kristen sebagai agama syirik dan sesat
karena mempertuhankan Yesus.19 Namun jika dilihat dari kacamata tasawuf
Yesus adalah sosok yang diteladani oleh kaum sufi20, dalam suatu bukunya
Schumann menjelaskan bahwa derajat Yesus lebih tinggi daripada Muhammad di
mana Yesus adalah seorang wali bagi para kaum sufi, sedangkan Muhammad
adalah nabi bagi kaum muslimin.21
18
Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 252.
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa al Masih, h. 10.
20
Yesus dipandang oleh kaum sufi sebagai seseorang yang terbebas dari ikatan-ikatan
duniawi, selama duapuluh tahun Yesus mengenakan Jubah dari bulu domba, dalam
pengembaraanya ia tidak mempunyai harta apapun kecuali sisir dan cankir, namun ketika ia
melihat orang menyisir dengan tangan iapun memberikan sisir itu, begitu juga dengan cangkirnya
ia berikan kepada orang yang minum dengan tangan, Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa al
Masih, h. 152.
21
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa al Masih, h. 153.
19
BAB III
ISLAM DALAM PANDANGAN OLAF HERBERT SCHUMANN
A.
Konsep Ketuhanan dalam Islam
Sejak kedatangannya 15 abad yang lalu Islam telah menjadi warna baru
dalam memperbaiki moral manusia, Nabi Muhammad adalah sosok paling sentral
untuk menjadi suri tauladan yang baik. Islam berkembang cukup cepat jika
dibandingkan dengan agama lainnya, sekitar 20 tahun da’wah Muhammad di
Makkah dan Madinah ia mendapat banyak pengikut yang memeluk Islam,
peradaban jahiliyah (kebodohan) diubah menjadi masyarakat beragama Islam
yang bermoral dan menganjurkan untuk menyembah Allah, karena dalam ajaran
Islam Dialah Allah satu-stunya Tuhan yang wajib disembah.
Yunasril Ali menjelaskan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang Esa,
dan segala sesuatu selain-Nya adalah serba ganda. Oleh karena itu, segala sesuatu
selain Allah tidak pernah berada dalam ketunggalan, sebegitu kecilnya suatu
makhluk tidak akan terlepas dari keserbagandaan.1 Menurut Schumann din AlIslam2, adalah suatu agama yang mempunyai kemiripan dalam konsep ketuhanan
dengan Yahudi dan Krsiten, yaitu menyembah Allah,3 seperti yang dijelaskan oleh
Amstrong bahwa Nabi Muhammad meyakini Allah adalah Dewa tertinggi dalam
1
Yunasril Ali, Sufisme dan Pluralisme Memahami Hakikat Agama dan Relasi AgamaAgama (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012), h. 21.
2
Kata din berasal dari bahasa Arab yang mencakup tentang hukum peradilan, seperti yang
dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa yaumaddin adalah hari penghakiman, dalam keterangan lain
bahwa menurut ajaran Islam agama yang benar di hadapan Allah adalah Islam (Qs 3:19).
Kata Islam adalah bahasa Arab yang berasal dari kata salam dan mempunyai makna
penyerahan diri untuk mendapatkan kedamaian, makna kata Islam masih sama dengan kata aslinya
yaitu umat Islam menyerahkan diri kepada Allah dengan mentaati aturannya maka Allah
membalas dengan memberikan kedamaian serta perlindungan. Menurut Schuamnn kata din
mempunyai makna tertutup untuk suatu agama, namun Nabi Muhammad juga mengakui bahwa
kata din bukan hanya Islam tetapi juga untuk Yahudi dan Kristen, seperti yang dikatan oleh Nabi
Muhammad dalam penjanjian Madina kepada kaum Yahudi din mereka. Lihat pada Schumann,
Ilmu Agama-Agama, h. 98.
3
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 147.
20
21
keyakinan masyarakat Arab kuno, dan identik dengan Tuhan yang disembah oleh
umat Yahudi dan Krsiten.4 Hal senada juga dikatakan oleh Schumann bahwa
Allah adalah Dewa yang telah lama dikenal oleh orang Arab pra Islam, dengan
pendekatan sejarah ia menelusuri makna kata Allah dari perkembangan
keagamaan masyarakat Arab pra Islam. Pada zaman pra Islam masyarakat Arab
telah mengenal banyak Dewa-Dewi, seperti Dewi al-Uzzah yang kuat, atau Dewi
Manat yang menentukan nasib namun dari beberapa Dewa-Dewi yang diyakini,
Masyarakat Arab meyakini ada satu Dewa yang di hormati karena telah
menciptakan langit dan bumi, Dewa itu adalah Al-Ilah yang kemudian disebut
Allah (Dewa itu).5
Dari penjelasan di atas Schumann menyamakan pribadi Tuhan Allah dalam
ajaran Islam dengan kepercayaan orang Arab pra Islam yang menganggap sebagai
Dewa, namun keterangan lain mengungkapkan bahwa Tuhan Allah dalam ajaran
Islam tidaklah disebut debagai Dewa melainkan sebagai Tuhan, menurut
Herlianto sejarah telah menunjukkan bahwa Tuhan Allah telah dikenal oleh
masyarakat Arab jauh sebelum Islam ada, namun Allah di pahami untuk
menyebut Dewa, seperti Dewa air maupun Dewa bulan, hal ini nampaknya
berbeda dengan keyakinan umat Islam ataupun keyakinan semitik lainnya, seperti
kata Abdullah yaitu nama bapak Nabi Muhammad, tentunya di pahami sebagai
hamba Allah bukan hamba Dewa.6 Oleh karena itu Tuhan Allah tidak identik
dengan Dewa yang diyakini oleh orang Arab pra Islam.
4
Amstrong, Sejarah Tuhan, h. 215.
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 297.
6
Herlianto, Gerakan Nama Suci, Nama Allah Yang Dipermasalahkan (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2002), h. 126.
5
22
Schumann menjelaskan bahwa pengalaman Nabi Muhammad ketika
mendapatkan wahyu pertama adalah kesadaran bahwa Allah adalah pencipta alam
semesta:
Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, Menciptakan manusia
dari segumpal darah, Bacalah! Tuhanmulah Yang paling Mulia! Yang
mengajarkan dengan Kalam, Mengajara manusia apa yang tiada ia tahu!.7
Menurut Schumann pemahaman Muhammad tentang Allah sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan ketuhanan masyarakat Arab pra Islam, seperti yang
telah disinggung di pendahuluan, bahwa Allah telah dikenal sebagai Dewa yang
telah menarik dirinya ke surga. Namun ada yang berbeda dari ajaran Nabi
Muhammad, yaitu Allah telah menyampaikan ajaran kepada manusia berbentuk
kalam yang kemudian dicatat, hingga Muhammad mengabarkan kepada orang
Arab bahwa ajaran yang ia bawa adalah hal-hal yang berkaitan dengan urusan
duniawi dan kepentingan masyarakat, dan menjadi jelas pula ketika kalam itu
mengandung makna yang mendalam dan bahasa yang indah hingga masayarakat
Arabpun takjub oleh kalam tersebut.8
Oleh karena itu, Nabi Muhammad tidak membawa ajaran baru terhadap
kaum Quraisy, seperti yang dijelaskan oleh Amstrong bahwa turunnya Al-Qur’an
adalah sebagai “pengingat” terhadap apa yang sudah diketahui oleh mereka. Hal
itu diperkuat oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang berbunyi: “Apakah kalian tidak
melihat?”, “atau apakah kalian tidak berfikir?” Firman Allah tidak serta merta
memerintah terhadap kaum Quraisy untuk taat kepada-Nya, tetapi juga mengajak
berdialog.9
7
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 147.
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 148.
9
Amstrong, Sejarah Tuhan, h. 225.
8
23
Menurut Schumann Nabi Muhammad mengajarkan kepada pengikutnya
bahwa Allah adalah Esa, tidak ada Tuhan selain-Nya dan kepada-Nya kita
menyembah, dan ajaran Muhammad adalah untuk orang-orang yang belum
beriman terhadap Allah, tetapi bagi yang telah mengimani-Nya Muhammad
menekankan untuk menampakan ibadah terhadap Allah.10
Setelah Nabi Muhammad wafat, ajaran teologi Islam semakin berkembang
dan melahirkan beberapa sekte ilmu kalam. Secara historis perkembangan ilmu
kalam berawal dari perpecahan umat yang ditimbulkan oleh permasalahan politik,
kemudian berkembang menjadi sekte yang berbeda-beda.11 Seperti yang
dijelaskan oleh Ignaz Goldziher bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad, umat
Islam mengalami perpecahan yang disebabkan oleh permasalahan politik, lalu
agama dicampurkan ke permasalahan itu, hingga melahirkan sekte-sekte dalam
Islam,12 beberapa sekte itu diantaranya: Syi’ah13, Mu’tazilah14, Qadariyah,
Jabariyah15dan As’ariyah16.
10
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 304.
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam Teologi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada),
11
h. 72.
12
Ignaz Goldziher, Pengantar Teologi dan Hukum Islam (Jakarta: Inis, 1991), h. 164.
Syi’ah adalah golongan Islam yang hanya mengikuti Ali dan berpendapat bahwa
Khilafah dan Imamah harus ditetapkan secara demokrasi, lihat Al-Syahrastani, Al Milal wa Al
Nihal (Bandung: Mizhan, 2004), 225.
14
Mu’tazilah adalah kaum rasionalis Islam yang memahami setiap ajaran Islam dengan
akal. Sejarah kemunculan aliran ini berawal dari seseorang yang bernama Wasil Ibn Atto yang
selalu bersama dengan sahabatnya yaitu Amr Ibn Ubaid suatu ketika ia berfikir tentang orang yang
melakukan dosa besar kelak di akhirat akan ditempatkan di surga atau neraka, kemudian Wasil
bearanggapan orang yang melakukan dosa besar tidak di neraka ataupun surga melainkan di antara
keduanya, setelah kejadian itu wasil selalu memisah (i’tazala’anna), dari situlah meurut
Syahrastani orang-orang sezamannya menganggap bahwa Wasil adalah Mu’tazilah lihat pada
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI-PRESS,
2011), h. 40.
15
Qadariyah adalah paham tentang kebebasan, manusia mempunyai kebebasan dan
kekuatan sendiri untuk melakukan segala sesuatu, paham ini berasal dari kata Qadar bahwa
manusia harus tunduk pada Qadar Tuhan, sedangkan Jabariyah sebaliknya yaitu paham bahwa
manusia tidakbisa berbuat sesukanya, dalam paham ini manusia terikat dengan kehendak Tuhan
dan perbuatan manusia sudah ditentukan dari semula oleh Qada dan Qadar Tuhan, lihat pada
Nasution, Teologi Islam, h.33.
13
24
Menurut Schumann sekte Syi’ah Imamiyah pernah melahirkan teolog yang
berpendapat bahwa Allah menciptakan Adam sesuai dengan citra-Nya,
penampakan Allah mirip dengan penampakan manusia, Allah juga mempunyai
panca indra seperti manusia, namun dijelaskan bahwa Allah tak berbentuk dari
daging dan darah layaknya mausia, melainkan ia adalah pancaran cahaya, teolog
ini yaitu Hisyam bin Salim al-Jawaliqi hidup pada (150 H/ 767 M), kemudian
pemikiran yang mirip dengannya yaitu, Hisyam bin al-Hakam hidup pada (179 H/
759 M), ia berpendapat bahwa:
Allah memiliki suatu tubuh tertentu, tiga dimensi, yang bergerak, “yang
ukurannya tujuh jengkal-Nya sendiri”, namun ia juga menganggap bahwa ada
“kemiripan” (tasyabuh) antara Allah dengan tubuh yang kasatmata, karena ia
menyatakan bahwa Allah adalah suatu tubuh “tetapi tidak serperti tubuh-tubuh
yang lain”, Hisyam b. al-Hakam berpendapat bahwa Allah adalah suatu tubuh
karena, menurut definisinya, hanya tubuh-tubuh saja yang ada (maujud), padahal
Allah juga ada dan hidup.17
Pemahaman Hisyam al-Hakam menjadi banyak pembicaraan para teolog
sesudahnya, dan menuai banyak komentar baik itu secara halus maupun kasar.
Dijelaskan oleh al-Qasim bahwa Menurut Ibn Taimiyah Hisyam al-Hakam adalah
teolog pertama yang memahami Tuhan mempunyai sifat jism (badan) seperti
manusia, ia hidup sezaman dengan Ja’far al-Shadiq dan Musa al-Kazhim,
penjelasannya tentang jism Tuhan telah banyak dijelaskan oleh beberapa teolog,
seperti al-Asy’ari yang menjelaskan bahwa menurut Hisyam al-Hakam sifat tuhan
bukanlah bentuk tetapi Tuhan adalah jism yang berbeda dengan jism yang lain.18
16
As’ariyah, atau paham Ahlusunnah wal Jama’ah, yaitu paham yang dibawa oleh Abu
Musa al-As’ari, dalam sejarahnya As’ari adalah seorang Mu’tazilah namun ia tidak puas dengan
ajaran Mu’tazila hingga akhirnya ia memisahkan diri dan pahamnya dikenal dengan Ahlusunnah
wal Jama’ah, dan ajarannya sampai sekarang masih ada dan dikenal dengan Islam Sunni. lihat
pada Nasution, Teologi Islam, h. 11.
17
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 114.
18
Al-Qasim Ibn Ibrahim, Bukti Keberadaan Allah (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2002), h. 200.
25
Menurut Schumann pemahaman teolog Syi’ah tantang Allah yang mirip
dengan ciptaan-Nya ditentang oleh beberapa teolog Islam yaitu: Abu Utsman Amr
b. Bhr al-Jahiz, Abu al-Hassan Ali b. Sahl Rabban al-Tabari, Jahm Ibn Safwan,
dan Abu al-Hudzayl.
1. Al-Jahizz adalah tokoh yang menolak antropomorfisme (pemahaman tentang
Allah yang mirip dengan manusia), menurutnya Allah tidak bisa di analogikan
dengan ciptaan-Nya, dan bagi siapa saja yang menjelaskan Allah dengan
menyerupakan cipataan-Nya maka ia telah syirik, berikut penjelasan penolakan
al-Jahizz terhadap paham antropomorfisme:
Orang yang mengenakan sifat-sifat manusia kepada Allah, yang mengatakan
Allah mirip dengan ciptaan-Nya, atau mendekati hamba-hamba-Nya, maka ia tidak
berhormat kepada Allah dan tidak pula memahami Ilahiyyat-Nya.19
2. Abu al-Hassan Ali b. Sahl Rabban al-Tabari, ia terlahir dari orang tua yang
beragama Kristen Nestorian, ketika berumur 70 tahun ia masuk Islam dan
bermazhab Hanafi.20 Alasan at-Tabari memeluk Islam yaitu kesederhanaan
syahadat Islam yang tetap menjaga kemutlakan Allah sebagai tuhan yang Esa,
dan ia menemukan solusi permasalahan Kristen Nestorian di dalam syahadat
Islam, yaitu bagaimana mungkin Allah yang kekal pernah hadir pada manusia
(Yesus).21 Oleh sebab itu, at-Tabari adalah salah satu teolog yang menolak
paham hulul (Allah hadir pada pribadi manusia), derajat manusia adalah
sebagai makhluk yang pada saatnya akan mengalami kehancuran, sedangkan
Allah adalah keabadian yang tiada awal dan tiada akhir.
Berikut penjelasan at-Tabari tentang syariat Islam:
19
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 115.
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 85.
21
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 83.
20
26
Islam adalah percaya kepada Allah Yang Hidup, Yang tidak akan mati, Yang
Satu, Yang Sendiri, Raja Yang Suci, Yang Baik Hati, Yang Adil, Ilah Ibrahim,
Islamil, Ishak, Yaqub, Isa, dan Para nabi yang lain, dan Ilah semua ciptaan;
Tiada permulaan kepada-Nya dan tiada berakhirnya, tiada setara dan tiada
anak-anak, tiada rekan, tiada penyebab-Nya, dan Dialah Pencipta segala sesuatu
dari yang tidak ada, dengan tiada batas (pada-Nya), dan tiada contoh (bagi-Nya),
melainkan sebagaimana Ia menghendakinya (saja), yakni bahwa Ia berkata Jadilah,
dan jadilah dia berdasarkan penetapan kekuasaan-Nya; Yang Berkuasa, Yang
Memberi kebaikan, yang tidak membuat kelaliman biar sebiji besarnya, dan tiada
sesuatu yang serupa dengan Dia di bumi maupun di surga. Dialah Yang Menang
Yang tidak akan dikalahkan, Pemurah Hati yang tiada pelit padanya, Yang Maha
Tahu dan tiada apa yang Ia tidak mengetahui, tiada ketidakadilan seorang jahat
yang luput dari pada-Nya, tiada yang bersembunyi di hadapan-Nya. Ia mengetahui
apa yang bersembunyi di dalam bumi, apa yang keluar dari padanya, dan apa yang
turun dari langit dan yang naik kepadanya: semua taat kepada-Nya. Dan bahwa
Muhammad doa dan damai di atasnya! Adalah nabi-Nya dan utusan-Nya, demikian
pula Musa dan Isa doa Allah diatas mereka dan semua nabi yang lain dan kita tidak
membedakan di antara satupun dari antara utusan-Nya, dan bahwa saat itu akan
datang tanpa syak apapun, dan bahwa Allah akan bangkit mereka yang ada dalam
kuburan, bahwa orang-orang benar akan peroleh nikmat, dan bahwa yang jahat
22
akan peroleh siksaan.
3. Jahm Ibn Safwan, ia menjelaskan bahwa sifat Allah diluar definisi manusia,
Allah yang menciptakan alam ini dan manusia, Ia tidak bisa serupa dengan
ciptaan-Nya, jika Ia bisa menyerupai ciptaan-Nya maka Ia mirip dengan yang
diciptakan, sedangkan menurut Jahm Allah tidak tercipta hanya Allah yang
tahu diri-Nya, Ia immateri, Ia tak bisa diserupakan dengan sifat manapun yang
ada pada ciptaan-Nya. Allah aktif menciptakan sesuatu yang hidup.23
Jahm Ibn Safwan menjelaskan bahwa, Allah adalah yang menciptakan
pengetahuan, ketika Allah akan menciptakan alam ini maka sebenarnya alam
ini telah ada, perlu dijelaskan bahwa pengetahuan akan selalu berubah karena
ia baru dan tidak mungkin sesuatu yang baru menyatu dengan Allah yang
kekal, oleh karena itu pengetahuan adalah suatu perantara di luar Allah.
Menurut Jahm, Allah adalah maha kuasa dan maha pencipta, namun
kemahakuasaan Allah bukan sifat-Nya, melainkan tindakan-Nya yang menyatu
22
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 83.
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 102.
23
27
dengan aktivitas Allah. Jadi Jahm menerima pemahaman keterikatan Allah
dengan aktivitasnya sebagai pencipta namun menolak sifat Allah yang
berkaitan dengan hakikat Allah sendiri.24
4. Kemudian Abu al-Hudzayl hidup pada tahun (80/700-131/749), ia menjelaskan
barang siapa yang memahami Sifat Allah itu Qadim, maka ia telah mengakui
dua Tuhan, yaitu sifat yang Qadim dan Allah yang Qadim. Schumann
menjelaskan bahwa Syahrastani berpendapat bahwa penolakan al-Hudzayl
terhadap sifat Allah tidaklah semuanya, tetapi yang perlu di ketahui bahwa
seluruh teolog Mu’tazilah menolak paham Allah terikat dengan sifatnya.
Pemikiran al-Hudzayl tentang pemisahan antara Allah dan sifat-Nya
bukan berarti Dia bodoh ataupun lemah, oleh karena itu ia menjelaskan:
Allah dengan pengetahuan-Nya, dengan kekuasaan-Nya, dengan
kemelihatan-Nya, dan kemendengaran-Nya, dengan bijaksana-Nya, dengan sifatsifat zat-Nya, tidak berarti bahwa Allah adalah pengetahuan, kekuasaan dan lainlain. Melainkan al-Hudzayl ingin menunjukan, bahwa zat Allah secara aktif
mengetahui, berkuasa, hidup, melihat, mendengar dan lain-lain, pada akhirnya
semua akan kembali kepada kekuasaan Allah, dan dengan sifat-sifat lain itu
identik. Fakta bahwa mereka di beda-bedakan bukan disebabkan substansi
mereka, tetapi disebabkan objek yang dikaitkan dengan-Nya.25
Jadi setiap sekte dalam Islam memiliki paham atau konsep teologi yang
berbeda-beda, semuanya menjelaskan bahwa Allah adalah Tuhan tertinggi dan
maha kuasa, adapun pemahaman yang paling berbeda yaitu teolog Syi’ah
imamiyah yang menjelaskan Tuhan mirip dengan pribadi manusia, namun jika
diteliti lebih dalam aliran ini begitu terbatas oleh beberapa faktor yaitu sedikitnya
tafsir-tafsir yang menjelaskan tentang ilmu tauhid hingga menimbulkan paham
antropomorfisme.26
24
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al Masih, h. 104.
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al Masih, h. 108.
26
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al Masih, h. 109.
25
28
Paham antropomorfisme terjadi juga pada sekte agama lain khususnya
agama-agama Yunani pra Kristen yang menggambarkan Dewa mirip dengan
manusia, oleh karena itu pemahaman seperti itu adalah paham paling primitif
dalam sejarah manusia mencari Tuhannya, seperti yang dijelaskan oleh
Xenophanes bahwa jika binatang seperti kuda, kerbau, dan singa mereka
mempunyai tangan untuk melukis, mereka akan melukis wujud para dewa seperti
tubuhnya sendiri.27
B.
Tasawuf Islam
Dalam sejarah manusia memeluk agama, terdapat ajaran kehidupan serba
saleh dan sederhana, di Yunani ajaran itu dikenalkan dalam filsafat Phytagoras,
dikalangan bangsa Persia, ajaran itu mewujud dalam filsafat Mani dan Zaroaster
dan di India ajaran itu dikenalkan oleh Hindu dan Buddha. Semuanya
mengajarkan kedamaian untuk menuntun manusia menjadi lebih baik. Begitujuga
dalam agama Islam, ajaran hidup serba saleh dan sederhana itu mewujud dalam
tasawuf, oleh karena itu berbagai pemikir Islam menyimpulkan bahwa tasawuf
adalah ajaran universal.28
Menurut Schumann secara bahasa kata tasawuf berasal dari kata suf yaitu
bulu domba, yaitu bahan dari bulu domba yang dipakai oleh sufi zaman dahulu
dan untuk menunjukkan mereka adalah orang yang menolak kehidupan mewah,29
istilah sufi berasal dari direndahkan mereka oleh orang-orang kaya.30 Namun
definisi lain menjelaskan bahwa sufi berasal dari kata Yunani yang berasal dari
27
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 27.
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak (Jakarta: Amzah, 2011), h. 3.
29
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h.148.
30
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 369.
28
29
kata sophos yang bermakna bijaksana, dan ajaran sufi terpengaruh oleh tradisi
Neo-Platonis yang ada dalam filsafat Yunani.31
Dalam ajaran Islam, tasawuf dikenal dengan aliran mistik dan identik
dengan kehidupan asketis terhadap dunia. Kemudian secara definisi tasawuf
mempunyai keragaman makna yang berbeda-beda. Menurut Ibnu Khaldun
tasawuf adalah menjaga hubungan baik dengan Allah dengan mentaati perintahNya, serta berhati-hati dalam setiap berprilaku agar mendapatkan kebersihan hati.
Pendapat kedua yaitu oleh Ath-Thusi, ia menjelaskan tasawuf atau sufi ialah
mereka orang-orang yang alim yang menganal Allah dan mengenal hukumhukum Allah, mengamalkan apa yang diajarkan Allah dan mentaati perintah
Allah.32
Berbagai pendapat tentang definisi tasawuf telah penulis deskripsikan
dengan berkesimpulan bahwa tasawuf ialah ajaran untuk mendekatkan diri
terhadap Allah dengan menjalankan aturan-aturan-Nya yang telah ditetapkan
dalam Al-Qur’an. Schumann menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam sebenarnya
ada pelarangan atau batasan untuk manusia hidup yang tidak sewajarnya, seperti
meninggalkan hal-hal yang berhubungan dengan duniawi dan memilih hidup
asketis.33 Menjalani kehidupan aksetis sebenarnya dianjurkan oleh ajaran Islam,
dimana manusia harus melakukan perenungan menyendiri dan menjauhkan diri
dari duniawi, namun perenungan itu haruslah untuk orang banyak bukan hanya
untuk dirinya saja.
31
Julian Baldick, Islam Mistik Mengantar Anda ke Dunia Tasawuf Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta), h. 46.
32
Hajjaj, Tasawuf Islam, h. 4.
33
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 369.
30
Dijelaskan oleh Abuddin Nata bahwa contoh kehidupan asketis untuk
memikirkan orang banyak adalah Nabi Muhammad, ia menyendiri di dalam gua
hira berpikir mencari solusi tentang masyarakat Arab yang saat itu masih dalam
keadaan bodoh, ia ingin menjadikan masyarkat Arab menjadi orang-orang yang
beradab dan lepas keterikatan dari dewa-dewa patung, oleh karena itu menurut
Abuddin Nata tasawuf seperti itulah yang dianjurkan oleh syariat Islam.34
Schumann menjelaskan bahwa ajaran tasawuf mencakup tiga tuntunan
yang harus ditaati, yaitu Syari’ah, Tariqah, dan Haqiqah. Syari’ah ialah ajaran
untuk menyucikan batin dari larangan-larangan Allah, dan Tariqah ialah jalan
mistis
tasawuf,
dan
Haqiqah,
ialah
menggambarkan
manusia
sudah
mencerminkan sifat Allah dengan mentaati aturan-aturan Allah yang telah
ditetapkan.35
Schumann menjelaskan bahwa ajaran tasawuf sebenarnya sudah ada sejak
masa kehidupan Nabi Muhammad, ajaran tasawuf mengajarkan hubungan yang
tak terpisahkan antara Islam dan Iman, Islam yaitu penyerahan terhadap ketentuan
Allah dan Iman percaya terhadap kekuasaan Allah. Kemudian ajaran tasawuf
berkembang dalam diri umat Islam, salah satu tokoh yang mengamalkan ajaran
tasawuf yaitu:
1.
Hasan Al-Basri, ia menjelaskan contoh orang yang saleh dan sederhana
adalah Nabi Isa al-Masih, ia meninggalkan hal duniawi yang tidak diperlukan dan
pakaiannya yaitu yang melekat pada tubuhnya. Nabi Isa percaya bahwa kekayaan
yang sesungguhnya yaitu milik Allah yang telah memberikan banyak kenikmatan
34
Abuddi Nata, Studi Islam Komperhensif (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 318.
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 150.
35
31
terhadap manusia, dan sifat zuhud Isa menjadi contoh oleh para sufi.36 Dalam
keterangan lain ia menjelaskan bahwa dunia ini ibarat ular halus dalam
genggaman tangan yang mempunyai bisa mematikan,37 oleh karena itu keindahan
dunia terkadang menidurkan manusia, hingga secara perlahan ia tidak sadar
bahwa hatinya telah mati dan melupakan akhirat.
Menurut Schumann dalam kurun waktu 50 tahun setelah kematian Nabi
Muhammad, ajaran tasawuf meluas di dareah Basrah, Kufa, hingga muncullah
ideologi baru dalam ajaran tasawuf yaitu sifat Zuhud yang dilakukan oleh orangorang Zahid.38
2.
Salah satu tokoh tasawuf yang Zuhud adalah Abu Yazid, ia berpendapat
bahwa cintanya hamba terhadap Allah akan menjadi kekal dan segala yang fana
akan hancur dan ditinggalkan.39 Dalam keterangan yang lain Abu Yazid
menjelaskan tentang ajarannya dengan menggambarkan dirinya adalah seekor
burung dengan pohon tauhid, kemudian ia melihat tanah, akar, daun dan buah ia
tolak karena menurutnya semuanya adalah tipuan,40 penjelasannya tentang cinta
terhadap Allah telah membuat dirinya tidak membutuhkan sesuatu apapun, karena
kesalehan dan cinta terhadap sang Khaliq akan menjadi kekal sampai manusia
menemukan jati diri yang sesungguhnya, seperti yang dikatakan oleh Jalaludin
36
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 371.
Abuddin Nata, Studi Islam, h. 312.
38
Para Zahid ialah orang-orang yang memandang segala hal yang berkaitan dengan
duniawi dipandang negatif, dan tujuan utama mereka adalah fokus untuk cinta terhadap Allah,
karena bagi orang Zahid Allah dipandang bukan saja sebagai sang pencipta dan pembuat hukum,
tetapi Allah adalah salasatu tujuan utama untuk di sembah dan di cintai dengan jalan keimanan,
lihat Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 372.
39
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 373.
40
Baldick, Islam Mistik, h. 52.
37
32
Rumi bahwa, anda akan mengenal Tuhan anda setelah anda mengenal diri anda
sendiri.41
3.
Schumann menjelaskan bahwa ajaran asketis Abu Yazid dikembangkan
oleh muridnya yang bernama al-Junaid.42 Al-Junaid adalah tokoh tasawuf yang
menaruh perhatian besar terhadap rambu-rambu jalan menuju Allah, ia
menjelaskan bahwa jalan kedekatan seorang hamba terhadap Tuhannya harus
dimulai
dengan
taubat
secara
sungguh-sungguh
dan
komitmen
tidak
mengulanginya, dengan hati yang bersih serta terlepas dari belenggu duniawi
menjadi perjalanan awal para sufi untuk menaiki tangga-tangga tasawuf hingga
jenjang-jenjang irfani43, dengan begitu manusia bisa melupakan maksiat yang
pernah dilakukannya karena dalam pikirannya terpenuhi cinta terhadap Allah.44
Schumann menjelaskan bahwa menurut al-Junaid dalam diri manusia ada
sifat individual dan kolektif, individual adalah keinginan manusia yang muncul
dari dalam hati agar selalu dekat dengan Tuhannya, dan kolektif yaitu manusia
ingin dekat dengan manusia lain, gambaran tentang unsur manusia ini telah
diramalkan oleh Allah, dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa ketika manusia
belum diciptakan dan masih dalam alam ruh, ia ditanya oleh Allah: “apakah aku
adalah Tuhanmu?” dan ruh ini mengatakan aku bersaksi bahwa engkau adalah
Tuhanku dan Muhammad adalah utusan-Mu. Oleh kerena itu, dalam pemahaman
41
M.Muhsin, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik Tafsir Sosial Sufi Nusantara
(Yogyakata: Pustaka Belajar, 2015), h. 59.
42
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 372.
43
Irfani adalah memperoleh sesuatu ma’rifat dari Tuhan dan itu tidak berdasarkan
mengkaji atau menganalisa teks-teks dari buku, melainkan Ilmu yang datang pada manusia dari
Tuhan, lihat pada A Khudori Soleh, Model-Model Epistimologi Islam, h. 196. article diakes pada 9
Februari 2016 dari, http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Model-ModelEpistemologi-Islam.pdf
44
Hajjaj, Tasawuf Islam, h. 79.
33
Islam dari sebelum lahir di dunia manusia sebenarnya sudah punya kedekatan
dengan Allah.45
4.
Setelah membahas tasawuf al-Junaid Schumann menjelaskan tasawuf Abu
Mansur al-Hallaj, ia menjelaskan bahwa Abu mansur al-Hallaj meminjam teologi
aliran Nestorian46 tentang paham hulul, dalam sejarahnya ia tidak bisa
membedakan lagi mana dirinya dan mana Tuhannya, jadi antara jiwa telah
menyatu dengan Tuhan. Dalam kisahnya al-Hallaj mengatakan bahwa "ana
alhaq”47 yang artinya akulah kebenaran.48 Para kaum sufi tidak semua sepaham
dengan ajaran hulul al-Hallaj, salah satu sufi yang menolak paham hulul yaitu alJunaid, ia menjelaskan bahwa Allah tersucikan dari segala kesalahan, Dia tidak
hulul atau masuk dalam wujud makhluk-Nya, setinggi apapun derajat manusia ia
tetaplah hamba dan tidak akan sederajat dengan Allah.49
5.
Tokoh sufi selanjutnya yang mengamalkan ajaran tasawuf yaitu imam al
Ghazali, ia menjelaskan bahwa sebuah kesalehan sejati tidak terlepas dari cinta
terhadap Allah dan manusia, cinta terhadap manusia akan tercapai dengan diawali
cinta terhadap Allah, dan dengan cinta terhadap Allah manusia akan menemukan
sumber kekuatannya.50
Schumann
menjelaskan
bahwa
menurut
al-Ghazli
ajaran
tasawuf
mempunyai dua golangan: pertama ilmu tasawuf menjadi bagian dari ilmu agama,
yaitu yang tetap membedakan antara hakikat Allah dan hakikat manusia, manusia
45
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 373.
Aliran Kritsten Nestorian adalah memahami tuhan Allah hadir pada pribadi Isa AlMasih (Yesus), lihat Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 73.
47
Perkataan al-Hallaj tentang ana alhaq bukan bermakna bahwa dia adalah tuhan Allah
tetapi ana alhaq adalah salasatu nama Allah, namun oleh orang yang tidak sependapat dengan alHallaj, ia beranggapan bahwa dirinya adalah Allah, dan kerena perkataannya iapun dihukm mati
dengan alasan membahayakan aqidah Islam, lihat Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 374.
48
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 374.
49
Hajjaj, Tasawuf Islam, h. 112.
50
Schumann, Sepuluh Ulama Bicara Isa Al-Masih, h. 145.
46
34
merasakan kehadiran Allah namun tetap dibedakan dengan dirinya, jadi manusia
merasakan kehadiran Allah pada dirinya sendiri. Kedua yaitu yang menyamakan
hakikat Allah dan hakikat manusia, golongan kedua ini berpendapat bahwa Allah
dan manusia bisa mencapai kesatuan jiwa (wahdat al-Wujud), pemahaman seperti
ini berlandaskan bahwa wujud adalah salahsatu sifat Allah, dan Allah hanya
mempunyai satu wujud jika membedakan antara wujud Allah dan wujud manusia
berarti percaya ada dua wujud.51
Dari keduanya al-Ghazali membenarkan ide yang pertama, dimana ajaran
tasawuf dianggap sebagai unsur ketiga dalam pedoman agama Islam setelah
teologi dan ilmu fiqih, namun pemahaman yang kedua, al-Ghazali menolak karena
hanya Allah yang mempunyai sifat wajibul wujud sedangkan manusia adalah
ciptaan-Nya yang memupuyai sifat mumkinul wujud.52
6.
Setelah membahas tentang ajaran tasawuf al-Ghazali, Schumann
membahas ajaran tasawuf Muhyi ad-din Ibn al-Arabi 1165-1240. Ia menjelaskan
bahwa ketika manusia masih di alam ide, kewujudan manusia sudah tampak
namun belum berdiri sendiri. Jadi dalam paham wujud antara Allah dan manusia
Ibn al-Arabi tidak memisahkan atau mengidentikan keduanya.53 Pemahamannya
tentang wujud Ibn al-Arabi berlandaskan al Qur’an(QS. Al-A’raaf: 172).
ُ ‫َّإِ ْرأَخَ َز َسبُكَ ِه ْي بٌَِٔ ءآ َد َم ِه ْي ُظُُِْْ ِس ُِ ْن ُرسِّ يَتَُِ ْن َّأَ َشَِ َذُُ ْن َعلَٔ أَ ًْفُ ِس ِِ ْن أَلَس‬
َٔ‫ْت بِ َشبِ ُك ْن قَبلُْْ بَل‬
‫َش ِِ ْذًَبأَ ْى تَقُْْ لُْا يَْْ َم ْالقِيَ َو ِة إًَِّب ُكٌَّبع َْي َُ َزاغَبفِلِيْي‬
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu melahirkan keturunanmu dari para anak
Adam dari tulang rusuknya dan menyuruh mereka bersaksi terhadap dirinya
sendiri, atas pertanyaan: Bukankah Aku Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul
51
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 375.
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 375.
53
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 376.
52
35
(Engkau Tuhan Kami). Kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu)
agar dihari kiamat nanti kamu tidak berkata: Kami tidak mengetahui hal itu.54
Ibn al-Arabi berpendapat bahwa manusia pada hakikatnya berada dalam
Ma’rifat (pengetahuan) Allah, jika manusia sebagai yang kedua mempunyai
hakikat berada diluar pengetahuan Allah, seharusnya manusia mempunyai
pengetahuan tentang Allah sebagai dirinya yang keluar dan berwujud. Oleh karena
itu menurut Ibn al-Arabi mustahil manusia menjadi kedua yang mengetahui
hakikat Allah.55 Dalam keterangan lain Ibn Arabi menjelaskan bahwa segala yang
materi ialah eksistensi terbatas yang berasal dari eksistensi absolut, dan setiap
yang terbatas akan hancur dan kembali kepada yang absolut, penggambaran
tentang eksistensi absolut adalah Allah yang tidak mempunyai sifat lahiriah.56
7.
Menurut Schumann pemikiran Ibn al-Arabi diteruskan oleh Abd al-Karim
al-Jili dari Persia, ia menulis buku tentang al-Insan al-Kamil (Manusia
Sempurna). Dijelaskan oleh al-Jili bahwa manusia sempurna adalah yang belum
diciptakan atau belum keluar menjadi wujud, dan setelah manusia telah berwujud
ia kelihatan terpisah dari Allah, namun menurut al-Jili adajuga manusia yang telah
berwujud namun tetap menjadi manusia yang sempurna yaitu para nabi yang
tauhidnya tetap sempurna, contoh nabi yang menjadi gambaran sebagai manusia
sempurna oleh al-Jili yaitu nabi Muhammad.
Al-Jili berpendapat pada dasarnya manusia berada dalam bayangan Allah,
kemudian Ia menciptakan bakal manusia pertama yang masih berbentuk nur yang
kemudian nur itu menjadi wujud Nabi Muhammad, menurut al-Jili Nabi
Muhammad secara wujud terpisah dari Allah tetapi secara hakikat ia tidak terlepas
54
Moh. Rifa’i dan Rosihin Abdulghoni, Al-Qur’an, h. 156.
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 376.
56
Affifi, Filsafat Mistis Ibnu Arabi (Jakarta: PT Gaya Media Pratama, 1995), h. 17.
55
36
dari-Nya. Menurut al-Jili segala keturunan manusia pada hakikatnya terbentuk
lewat karunia Allah melalui nur Muhammad,57 Khaja Khan menjelaskan bahwa
dari nur Muhammad segala eksistensi mewujud secara lenkap, hal itu diperkuat
oleh perkataan Nabi Muhammad bahwa “Ana nabiyyuna wa Adamu bainal maa-i
wat-tiin” yang artinya “Aku sudah menjadi nabi ketika Adam masih diantara air
dan tanah liat”.58
8.
Menurut Schumann paham al-Jili ini dipakai oleh seorang tasawuf
Nusantara yaitu Hamzah Fansuri,59 dalam falsafah wujud Fansuri menjelaskan
bahwa Allah menampakan sifat-Nya lewat penciptaan alam semesta, penciptaan
manusia menurun secara teratur kedalam lima martabat, yaitu dari yang universal
(umum) ke khusus, dari yang luas ke sempit, dari yang tinggi ke rendah, dari yang
atas turun ke bawah, sedangkan Allah sendiri menurutnya sebagai sosok la
ta’ayyun atau Dia yang tidak nyata, dengan alasan akal manusia tidak akan
mampu memahami Allah, ia hanya dapat di kagumi dengan keagungan ciptaanNya, seperti yang di katakan oleh nabi Muhammd bahwa “Pikirkan saja apa yang
diciptakan Allah, tetapi jangan pikirkan tentang Dzat-Nya”.60
Menurut Schumann konsep tasawuf Fansuri dibagi dua: pertama
menjelaskan tentang eksistensi Tuhan yang kemudian menciptakan makhluk-Nya
melalui proses emanasi, dan proses emansasi itu terbagi menjadi tiga yaitu
Ahad61, wahda62 dan Wahidiyya63. Kedua alam ini dipandang oleh Fansuri sebagai
57
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 377.
Khan Sahib Khaja Khan, Cakrawala Tasawuf (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h. 81.
59
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 377.
60
Abdul Hadi, Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya (Bandung: Mizan,
1995), h. 38.
61
Ahad: atau yang Esa adalah proses penciptaan belum ada, hanya Allah dengan
sendirinya dan tanpa ada yang memikirkan (Ahadiya), karena pada proses pertama ini Allah belum
menciptakan apapun, yaitu kosong dan tenang dianalogikan seperti laut yang tenang dan tanpa
ombak sekecil apapun. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 379.
58
37
alam bayangan yang sebenarnya tidak nyata, karena semua itu akan kembali
kepada Allah melalui jalan tanazul. Alam ini dan manusia diciptakan melalui ide
Allah dan akan kembali kepada-Nya, seperti air dari laut yang dihisap oleh awan
dan turun menjadi hujan kecil-kecil dan berkumpul kemudian mengalir kesungai
dan kembali kelaut lagi, bagitu juga manusia yang diciptakan oleh Allah dengan
proses tanazul dan pada akhirnya akan kembali kepada Allah dan prosesnya
melalui alam Arwah64, kemudian alam Mithal65 dan alam Ajsam66.
Schumann menjelaskan bahwa menurut Fansuri, setelah manusia keluar
menjadi wujud, mereka terlena terhadap ikatan duniawi, akibatnya manusia lupa
terhada Allah yang telah menciptakannya,67 hal itu diperkuat oleh tabiat manusia
itu sendiri, ada salah satu pendapat bahwa dalam bahasa Arab manusia bermakna
insan dan berasal dari kata “nas” yang bermakna lupa, karena manusia hidup di
62
Wahda: yaitu yang satu, perbedaan dengan ahad, jika ahad belum mengenal sesuatu
masih kosong tetapi wahda sudah mengenal menyatu, dan wahda telah mengenal empat unsur
yang menyatu yaitu ilmu, wujud, syhud, dan nur, (pengetahuan, eksistensi, kesaksian dan cahaya).
Semuanya saling berkaitan dan mempunyai ketergantungan, seperti Ilmu sebuah pengetahuan
harus ada pasanganya yaitu yang mengetahui, dan dalam proses penciptaan manusia disini belum
terwujud namun manusia sudah ada dalam bayangan Allah atau dalam alam ide, jadi penciptaan
adam beserta keturunannya sudah ada dalam alam ide, dan tahap ini juga yang mulai muncul ide
tentang penciptaan tumbuhan dan penciptaan hewan, hingga kemudian terciptanya Adam yang
mempunyai wujud yaitu ketika sudah bersaksi terhadap Allah dan kerasulan Muhaammad,
disitulah menurut Hamzah, Adam adalah orang pertama yang mengetahui insan al kamil lewat nur
Muhammad. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 379.
63
Wahidiyya: yaitu penampakan atau kenyataan, materi yang sebelumnya masih dalam
alam ide mulai tampak namun masih belum terpisah dengan Allah, hanya saja proses penciptaan
alam dan seisinya semakin jelas, tetapi perlu di garis bawahi keadaan ini masih bersifat logis
bukan ontologi. Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 379.
64
Alam Arwah, secara individu roh sudah terpisah dengan individu lain dan siap berpisah
atau keluar menjadi wujud, dianalogikan seperti air yang sudah terhisap oleh awan dan siap turun
menjadi rintikan hujan, bentuk-bentuk yang nyata sudah siap keluar menjadi wujud. Schumann,
Ilmu Agama-Agama, h. 380.
65
Alam Mithal atau disebut sebagai alam penciptaan yaitu alam individu yang sudah
diberikan bentuk dan bisa membedakan dengan individu yang lain, tahap ini disebut juga sebagai
kun fayakun, yaitu terjadi penciptaan dan kemudian menuju tahap selajutnya. Schumann, Ilmu
Agama-Agama, h. 380.
66
Alam Ajsam adalah alam bentuk, individu yang telah tercipta kemudian ia keluar
manjadi materi dan dalam tahap ini individu-individu telah menjadi wujud, seolah-olah wujud ini
sudah terpisah dengan alam arwah dan Mithal, hingga dalam tahap ini manusia banyak yang lupa
dan tak mengenal dirinya. Lihat Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 380.
67
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 380.
38
dunia ini diawali dari terlupa dan akan berakhir dengan kelupaan.68 Oleh karena
itu, ajaran taswuf adalah untuk menuntun menusia untuk taat terhadap allah
sekaligus menyadarkan bahwa mereka adalah individu-individu yang tercipta oleh
Allah dan kelak akan kembali kepada-Nya.69
C.
Hukum Islam
Manusia sejak awal penciptaannya secara invidu sudah beragam, dan antara
individu dengan individu lainnya saling membutuhkan, karena perkembangan
kemampuan manusia adalah hasil dari pergaulannya dengan yang lain, telah
dikenal sejak dulu bahwa kehidupan manusia berkelmpok-kelompok, hal itu
menandakan bahwa kehidupan manusia membutuhkan yang lainnya.
Namun ada naluri egois pada diri manusia yang bisa menimbulkan
kerusakan, kerusakan itu bisa terjadi pada dirinya ataupun pada manusia lain,
telah banyak dijelaskan dalam sejarah manusia, dimana banyak terjadi suatu
golongan atau suku tidak menerima individu dari suku lain, hingga manusia
merasa nyaman dengan kehidupannya, ia akan mudah menindas orang lain yang
lemah.70
Oleh karenaitu, dibentuklah suatu hukum untuk mengatur manusia agar
tidak mendzalimi dirinya maupun orang lain, dalam ajaran Islam hukum terbagi
menjadi dua: Pertama hukum wadh’i, yaitu hukum yang dibentuk oleh suatu
pemimpin dalam kelompok dan bersifat duniawi seperti mengatur manusia hidup
rukun dengan yang lainnya, namun hukum ini tidak menjamin kepuasan untuk
68
Khaja Khan, Cakrawala Tasawuf, h. 80.
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 380.
70
Syekh Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum
Islam (Jakarta: Akademia Presindo, 1996), h. 5.
69
39
semua orang, oleh karena itu hukum ini bisa digugat. Kedua hukum langit yaitu
hukum yang bersumber dari Allah, hukum ini berguna untuk menuntun manusia
agar menjadi manusia yang bermoral dan taat terhadap Allah.71
Berbicara tentang hukum Wadh’i, hukum ini terkadang terasa tidak adil
ketika dipegang oleh pemimpin yang zhalim, dalam sejarah Islam sendiri tentang
ketidakadilan hukum sering dirasakan. Hal senada dengan apa yang dijelaskan
oleh Schumann bahwa dalam sejarah Islam, pemikiran tentang hukum yang dibuat
oleh petinggi negara terkadang hanya menguntungkan untuk mereka saja,
sedangkan untuk masyarakat justru terkadang menjadi tekanan, dan yang lebih
parah lagi bahwa hukum negara terasa tidak adil ketika para petinggi negara
banyak yang dzalim dan melakukan penyalahgunaan hukum.
Kasus penyalahgunaan hukum yang banyak terjadi yaitu pada masa khalifah
Muawiya, yaitu diawali perpecahan yang terjadi karena proses kepemimpinan
yang tidak demokrasi, ketika Muawiyah memerangi Ali dan mengangkat dirinya
sendiri sebagai khalifah yang kelima, kekuatan militer Mu’awiya sangat besar
dalam kepemimpinannya banyak masyarakat Islam yang merasa terasing, dan
kecewa hingga menolak kerjasama dengan Khalifah.72
Kemudian hukum langit adalah suatu hukum yang bersumber dari Allah,
menurut Syekh Muhammad Ali As-Sayis hukum Allah dinamakan “agama” atau
“Millah” atau “syariat”. Ia disebut agama karena disembah dan dipercayai, ia
disebut Millah karena diperkenalkan kepada manusia dan disebut syariat karena ia
merupakan hukum-hukum yang disyariatkan dan sebagai jalan yang jelas.73
71
Ali As-Syais, Perkembangan Hukum Islam, h. 6.
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 451.
73
Ali As-Syais, Perkembangan Hukum Islam, h. 6.
72
40
Dalam ajaran Islam hukum mencakup tiga aspek yaitu “aqidah, syariah, dan
akhlak”, pada aspek syariah dan akhlak yaitu berkaitan dengan ibadah muamalah
dan sikap-sikap yang berkaitan dengan Allah dan makhluk, sedangkan aqidah
berkaitan dengan keimanan terhadap Allah dan para nabi serta rasul-Nya.74 Hal
itu senada dengan pendapat Schumann, ia menjelaskan dalam ajaran Islam
mengandung hukum yang mengatur manusia yang terkait dengan ibadah dan
hubungan langsung antara manusia terhadap Allah, hukum ini dikenal dengan
lima macam hukum yaitu “wajib, sunah, mubah, makruh dan haram”, dan hukum
ini bisa menggugat manusia ketika ia melakukan hal-hal yang wajib dan yang
haram.75 Schumann menjelaskan bahwa dalam Islam tidak dikenal ajaran bahwa
Iblis mencoba menghancurkan Tuhan layaknya dalam ajaran Kristen bahwa
didunia ini dipahami sebagai medan perang antara Allah dan Iblis,76 tetapi tujuan
Iblis dalam pemahaman Islam adalah untuk menggoda manusia.77
Dalam pandangan Islam manusia akan celaka oleh dua hal: pertama karena
manusia tergoda oleh Iblis hingga akhirnya terpedaya dan menjadi pengikutnya,
kedua yaitu karena kelalaian manusia itu sendiri karena lupa. Oleh karena
itu,menurut ajaran Islam dunia ini sebagai tempat ujian manusia.78Ajaran hukum
dalam Islam disebut sebagai fiqh yang bersumber pada Al-Qur’an, ajaran hukum
ini menjadi ajaran kedua setelah ilmu kalam, oleh karena itu hukum Islam masih
74
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), h. 32.
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 462.
76
Dalam ajaran Krsiten dijelaskan bahwa tuhan memiliki dua kerajaan, Pertama yaitu
kerajaan duniawi dikenal dengan Civitas Terena atau regnum, (Babel), Kedua yaitu kerajaan langit
atau kerajaan Gereja, (Jerusalem) dikenal dengan Civitas Dey atau Sacerdotium. Menurut Luther
kerajaan dunia ini telah diperangi oleh iblis, dimana ia ingin menguasai kerajaan dunia ini, namun
pada akhirnya iblis akan kalah, tetapi dunia ini masih dalam perebutan antara Allah dan iblis
hingga keadaan ini masih campuran atau disebut Civitas Parmixta lihat Schumann, Ilmu AgamaAgama, h. 387-486.
77
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 448.
78
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 450.
75
41
termasuk Ulum ad-din (ilmu agama), dan Ilmu hukum juga ikut menentukan
kedudukan orang mukmin dihadapan Allah. Menurut Schumann orang yang biasa
menetapkan hukum dalam Islam disebut Fuqaha (Ahli hukum), para ahli hukum
ini adalah bagian dari para ulama yang menjadi panutan masyarakat Islam.79
Dalam ajaran Islam hukum Allah telah berlaku sejak awal adanya manusia,
ketika Nabi Adam melakukan kesalahan hingga kemudian ia diturunkan kedunia,
namun tidak mengajarkan dosa waris dari Nabi Adam hingga kemudian Yesus
menjadi penebus dosa tersebut, setelah Nabi Adam diturunkan kedunia ini, ia
memohon ampun terhadap Allah dan mengakui kesalahannya, dan setelah itu
Nabi Adam dapat berhubungan baik dengan Allah.80
Dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa fitrah manusia padahakikatnya suci,
meskipun ia melakukan dosa manusia tetap suci dan masih bisa berhubungan baik
dengan Allah, tetapi manusia terkadang lupa akan kenikmatan yang Allah berikan
dan hukum Allah bagi orang yang tidak menyukuri nikmat Allah disebut kafir.
Namun manusia bisa menutupi dosanya dengan perbuatan yang baik, seperti amal
saleh membantu orang lain dan sebagainya, karena selamat atau tidaknya manusia
di dunia maupun di akhirat adalah kehendak Allah, karena Allah menyukai
hambanya yang bertakwa.81
Schumann menjelaskan bahwa dalam hukum Islam ada dosa besar yang
tidak akan dimaafkan oleh Allah yaitu menyembah selain Allah (Syirik),
dijelaskan dalam ajaran Islam bahwa Allah tidak akan mengampuni dan akan
menutup pintu surga untuk selama-lamanya bagi hamba-Nya yang melakukan
kemusyrikan. Oleh karena itu, dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa manusia
79
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 463.
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 447.
81
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 449.
80
42
hidup didunia ini adalah untuk taat terhadap Allah, namun manusia terlihat
sebagai makhluk yang lemah dan mudah tergoda oleh Iblis yang akan selalu
menjebak, tetapi manusia menurut fitrahnya akan tetap mampu mentaati hukum
Allah.82
Oleh karena itu, dibentuknya suatu hukum baik dalam tatanan negara
maupun agama, ialah untuk membimbing manusia menjadi pribadi yang lebih
baik, seperti yang dijelaskan oleh Abuddin Nata bahwa kegunaan ilmu fiqh atau
hukum Islam adalah sebagai solusi untuk manusia dari berbagai permasalahan
kehidupan
serta
untuk
menjelaskan
fungsi
manusia
sebagai
makhluk
bermasyarakat, agar dalam kehidupan masyarakat berjalan tertib, damai, dan
harmonis.83
D.
Perkembangan Islam Kontemporer
1.
Islam dan Pluralitas
Pada era sekarang ini kehidupan majemuk tidak bisa dihindari dimana
semakin bertambahnya umat manusia dan mengalami perpindahan dari tempat
satu ketempat lainnya, akibatnya manusia harus beradaptasi dengan lingkungan
baru, tetapi terkadang seserorang yang memeluk suatu tradisi dan agama tertentu
tidak mau menerima kemajemukan, seperti yang dijelaskan oleh Harun Nasution
bahwa dalam agama tertentu ajaran dogmatis bisa mempengaruhi manusia
menjadi pribadi yang tertutup dan menolak terhadap hal-hal yang bertentangan
82
Schumann, Ilmu Agama-Agama, h. 450.
Abuddin Nata, Study Islam, h. 239.
83
43
dengan dogmanya. Sikap dogmatis membuat manusia menjadi orang yang
bersikap tradisional, emosional, dan tidak rasional.84
Namun pemahaman tertutup, ataupun tradisional tidak sesuai dengan ajaran
Islam seperti yang dijelaskan oleh Yunasril Ali bahwa dalam ajaran Islam terdapat
larangan untuk memaksakan suatu agama terhadap orang lain, oleh karena itu
keberagamaan seseoran harus tulus dari dalam hati, larangan itu termaktub dalam
ayat Al-Qur’an yang berbunyi,
“Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya semua manusia yang ada di bumi beriman
seluruhnya. Hendak kau paksa jugakah orang supaya beriman” (QS. Yunus
10:99).85
Kehidupan Manusia secara global tidak terlepas dari pluralitas, baik itu
pluralitas Ras, Etnic dan Agama, hal itu dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an:
“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku”
(QS. Hujurat 49, 13) “Dan diantara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah
menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu”
(QS. Ar-Rum 30:22).86
Oleh karenaitu, kehidupan pluralitas sebenarnya telah diramalkan dalam AlQur’an, hal itu seharusnya sebagai bukti bahwa Islam adalah agama yang
menerima pluralitas bukan sebaliknya sebagai agama eksklusif yang tak
menerima perbedaan, Schumann menjelaskan bahwa dalam era modern ini Barat
memahami orang Islam sebagai golongan yang sulit untuk membuka diri dalam
hidup bersama dengan masyarakat lain yang beda agama.87 Di dunia Barat sendiri
banyak orientalis memandang orang Islam negatif, seperti yang dijelaskan oleh
84
Nasution, Perkembangan Modern dalam Islam (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1985), h. 2.
85
Ali, Sufisme dan Pluralisme, h. 22.
86
Ali, Sufisme dan Pluralisme, h. 22.
87
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 172.
44
Imam Yahya bahwa salah satu orientalis yaitu Edmund Bosworth yang
menyatakan bahwa Islam adalah agama yang disebarkan dengan pedang,
pernyataan itu tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar karena pada
sejarahnya sejak abad 8 samapai abad 17 umat Islam dihiasi dengan peperangan.88
Namun ada juga para Ilmuwan yang memandang Islam secara postiif, seperti
Wiliam Montgomery Watt dimana pandangan keislamannya menjadi rujukan
Schumann dalam mempelajari agama Islam.89
Schumann menjelaskan bahwa sejak awal, Islam sudah hidup dalam
kemajemukan, yaitu ketika nabi Muhammad hijrah ke Madinah ia menyatukan
masyarakat yang berbeda suku dan agama lewat perjanjian Madinah. 90 Seperti
yang dijelaskan oleh Al-Hamid bahwa dalam perjanjian Madinah, Nabi
Muhammad membuat aturan untuk hidup damai dan tidak membeda-bedakan
antara kabilah Yahudi dan Arab, kepada mereka Muhammad memperlakukan hal
yang sama, begitu juga umat Yahudi, ia berhak mendapat pertolongan dan
perlakuan baik serta bebas untuk menjalankan agamanya.91 Perjanjian Madinah
sering dijadikan acuan oleh para pemikir Islam modern bahwa umat Islam bisa
hidup bersama dalam kemajemukan.92
Menurut Schumann Nabi Muhammad adalah orang pertama sebagai
penafsir Al-Quran, dalam sejarah hidupnya ia sering mengadakan musyawarah
guna menemukan tatanan hidup yang lebih baik, dalam hal keagamaan
Muhammad menjadi panutan umat Islam, namun dalam hal sosial nasihat Nabi
88
Imam Yahya, Jihad dan Perang dalam Literatur Muslim, dalam buku Islam dan
Urusan Kemanusiaan (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2015), h. 134.
89
Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 92.
90
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 420.
91
Al-Hamid Al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw (Bandung:
Pustaka Hidayah, 2011), h. 540.
92
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 178.
45
Muhammad tidak semuanya dituruti, Nabi Muhammad juga adalah seorang yang
menerima perbedaan dalam memahami atau menafsirkan Al-Qur’an, Nabi
Muhammad menjelaskan bahwa perbedaan pemikiran adalah anugrah, jadi
perbedaan pendapat tidak ditolak selagi tidak mempengaruhi penyembahan
terhadap Allah dan ajaran tauhid tetap terlindungi.93
Schumann menjelaskan bahwa Muhammad memandang umat Yahudi
sebagai satu golongan yang berbeda dalam din namun tetap sebagai penyembah
Tuhan yang sama yaitu Allah, diterangkan dalam surat Al-Kafirun untuk kamu din
kamu dan untuk aku din aku, Oleh karena itu Muhammad melihat status agama
Yahudi dan agama Islam sejajar.94
Begitu juga dengan agama Kristen, Muhammad memandang agama Kristen
sebagai suatu agama dimana masih dalam satu umat dengan Islam, meskipun pada
saat pembuatan piagam Madinah umat Ksriten tidak ada namun pada tahun 727
M, ada utusan Nasara dari Najran yang bertemu dengan Nabi Muhammad untuk
berdiskusi tentang perbedaan pemahaman tentang konsep ketuhanan dan
kepribadian Isa Al-Masih, Nabi Muhammad juga dengan suka cita membolehkan
mereka melaksanakan Ibadahnya di dekat mushalah umat Islam.95 Dijelaskan oleh
Ibn Ishaq bahwa utusan dari Najran yang bertemu dengan nabi Muhammad
dipimpin oleh tiga orang yaitu aqib (pemimpin rakyat), sayyid (administratur) dan
seorang Imam, kedatangan mereka bertemu dengan Nabi Muhammad adalah
untuk merundingkan perjanjian dengan Muhammad.96
93
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 173.
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 179.
95
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 180.
96
Hugh Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam Kristen (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2013), h. 50.
94
46
Schumann menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa banyak
nabi-nabi sebelum Muhammad diutus oleh Allah untuk menuntun umat dengan
mendirikan komunitas agama masing-masing, oleh karena itu banyaknya agama
yang ada hampir sama banyaknya dengan nabi-nabi. Dijelaskan oleh Madjid
bahwa nabi-nabi yang diutus oleh Allah ialah untuk memberikan kabar kepada
umat manusia untuk hidup dijalan yang benar, perintah Allah yang dikabarkan
kepada para nabi menjelaskan bahwa manusia harus percaya dan tunduk tehadap
kekuasaan Allah.97
Menurut Schumann Nabi Muhammad adalah manusia yang mempunyai
pemikiran sangat maju, hingga konsep perjanjian Madinah sering menjadi acuan
oleh para pemikir Islam Modern,98 dan ciri masyarakat modern adalah masyarakat
majemuk yang identik hidup bersama dalam perbedaan tanpa ada yang
ditinggikan dan direndahkan,
perjanjian Madinah adalah contoh Nabi
Muhammad untuk umatnya bisa hidup bersama dengan agama lain. Oleh karena
itu, semakin membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menerima perbedaan
baik itu dalam pemikiran keagamaan maupun secara sosial untuk hidup dalam
kemajemukan.99
2.
Islam dan Radikalisme
Radikalisme merupakan hasil labelisasi tentang gerakan-gerakan keagamaan
yang memiliki ciri pembeda dengan gerakan Islam yang menjadi maenstreem
yang bertujuan untuk menegakkan Islam sesuai dengan masa lalu (Salaf alShahih). Dan mempunyai visi dan misi untuk menegakkan Islam sesuai dengan
97
Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. x.
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 182.
99
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 182.
98
47
tatanan masyarakat Islam di zaman Rasulullah sesuai dengan Al-Quran dan
Sunnah. Pelabelan sepihak oleh beberapa orang yang menganggap Islam sebagai
agama radikal patut menjadi perhatian. Karena pada dasarnya, sejarah mencatat
hampir di semua negara yang dihuni oleh masyarakat yang menganut agama
tertentu bisa melakukan radikalisme.100
Radikalisme atau fenomena kekerasan yang mengatasnamakan agama
sering kali dipicu oleh berbagai faktor. Pada masa kontemporer misalnya,
kekerasan berbau agama atau atas nama agama lebih sering disebabkan oleh
faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang memberikan lahan cukup
subur bagi tumbuhnya “culture of violence” (budaya kekerasan).101 Mulai dari
penerapan syariah secara kaffah di dalam negara, keinginan memberantas segala
kemaksiatan, pluralisme dan interaksi antar agama, protes terhadap kedatangan
artis manca yang berbau porno, penolakan ajang Miss World yang
diselenggarakan di Indonesia, protes campur tangan asing seperti kapitalisme
yang merebak dan lain sebagainya. Respon ini biasanya berakhir dengan anarkis
dan banyak pihak, khususnya umat Islam sendiri menilai kontra-produktif
terhadap yang dilakukan kelompok ini.102
Schumann dalam bukunya Agama-agama Kekerasan dan perdamaian
mengatakan bahwa radikalisme sudah muncul sejak awal abad ke 19 sebagai
jawaban atas berbagai pengalaman politik yang dialami banyak komunitas Islam
di seluruh dunia. Faktor utamanya adalah konfrontasi dengan kolonialisme Barat
100
Muh. Fajar Shodiq, “Radikalisme Dalam Islam Antara Pelabelan dan Konstruksi
Sosiologi,”
article
Diakses
pada
25
Januari
2016
dari
http://journal.uniba.ac.id/index.php/GM/article/download/90/89.
101
Azyumardi Azra “Kata Pengantar” dalam Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. ix
102
Fajar Shodiq, “Radikalisme Dalam Islam.”
48
dan setelah Kongres Wina 1815103, kekuatan besar imperialisme Eropa, terutama
Inggris, Rusia, dan Prancis. Tandingan mereka di pihak Muslim yang masih ada
pada waktu itu adalah Kesultanan Moghul di India, Kesultanan Ottoman (Turki),
dan
kemaharajaan
Persia
yang
sejak
tahun
1501
menetapkan
Shi’a
ithna’ashariyya sebagai agama resmi.104
Menurut Schumann Kesultanan Ottoman memiliki keistimewaan dari
kesultanan lainnya karena ia memegang gelar “Khalifah”. Dan gelar ini yang
menandainya sebagai pemimpin seluruh umat Islam105. Sementara kerajaankerajaan Islam yang disebutkan di atas sanggup memelihara kedaulatan mereka,
paling tidak selama paruh pertama abad ke-19 hampir semua daerah lainnya
dihuni oleh mayoritas orang Muslim.106
Isu-isu Politisi yang terjadi pada masa demi masa yang dibahas oleh
Schumann ini berkaitan dengan tiga hal, yakni Khalifah, Ukhuwah Islamiyah dan
Jihad. Pada masa Kesultanan Ottoman Khilafat dipahami sebagai lembaga politis
dan militer yang juga mempunyai wibawa dalam bidang hukum sebagai bagian
tugas pemerintahannya. Sultan terakhir yang menggunakan gelar ini secara
103
Wina adalah ibu kota kekaisaran Habsburg yang meliputi sebagaian besar Italia,
Australia, Jerman, Netherland, dan Spanyol, dan hampir dapat dikatakan bahwa kota itu sebagai
ibu kota Eropa Barat kecuali Perancis dan Swiss. Kota itu terus menerus dibela dari segala
serangan pihak Osmani, maka tidak heran ketika propaganda mereka (negara-negara Eropa)
menempel sifat jelek, lihat Schumann, Pemikiran Keagamaan, h. 233.
104
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 189.
105
Sultan Ottoman dikenal oleh umat Islam sebagai pemimpin yang punya wibawa dan
mengatur hukum, namun keadaan Sultan Ottoman yang pada realitanya sudah jauh dari harapan
umat Islam, sejak kepemimpinan bani Abbas Sultan Ottoman mengalami penurunan, dijelaskan
oleh Schumann bahwa khalifah Abbazid yang terakhir melarikan diri ke Kairo karena kota
Baghdad dan kerajaannya dihancurkan oleh tentara Mongol pada tahun 1258, iapun menjadi
khalifah bayangan di kairo Mesir. Lebih lanjut lihat Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 195.
106
Daerah tersebut seperti Aljazair (1830) dan daerah lainnya di Afrika Utara (Kecuali
Libya yang baru pada awal abad ke-20 dikuasai Italia), Asia Tenggara, Asia Tengah, beberapa
daerah di Timur dan Barat Afrika, dan terakhir India Utara (1857), jatuh kedalam Imperialisme
Barat. Lebih lanjut lihat Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 190.
49
demonstratif dalam politiknya ialah Sulaiman al-Kanuni (memerintah 1520-1566,
yang di Barat dikenal sebagai Sulaiman yang Mulia).107
Sultan-sultan setelah Sulaiman al-Kanuni tidak banyak peduli pada gelar
Khalifah. Bukan gelar itu yang menarik, meskipun ia mula-mula menandai fungsi
ketentaraan (sebagai amir al-mu’minin). Namun ingatan pada fungsi itu sudah
lama lenyap sedangkan kekuatan Kesultanan Ottoman yang hendak bangkit
sekarang terpusat pada kekuatan tentaranya sendiri, entah dengan gelar itu atau
tidak. Pendirian ini baru mulai berubah sejak akhir abad ke-18. Di Eropa
Tenggara, Kesultanan sudah mulai mengalami beberapa kekalahan, dan salah satu
pihak yang turut mengalahkan mereka ialah Kekaisaran Rusia.108
Pada abad ke-19, khususnya pada masa Sultan Hamid II (memerintah tahun
1876-1909),
melihat
kekuatan
politisi
mereka
berangsur-angsur
surut.
Menghadapi masalah itu, Abdulhamid II berusaha untuk meningkatkan
otoritasnya dengan mengangkat kembali gelar khalifah.109
Selanjutnya terkait Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) Schumann
mengatakan tujuan utama dari ideologi itu ialah membangkitkan kembali perasaan
persaudaraan sebagaimana pernah menjiwai umat Islam pada permulaan
sejarahnya ketika ia sangat cepat dapat meluas dan mendirikan kerajaan yang
kuat. Kekuatan itu yang perlu dibangkitkan kembali, dan usaha itu hanya dapat
berhasil apabila perasaan kesamaan, atau persaudaraan, dikukuhkan kembali.
Hal ini terjadi pada masa Kesultanan Abdulhamid II setelah ia mengangkat
kembali gelar khilafah, akan tetapi politisi realis dari kesultanannya bertentangan
dengan khilafah. Sehingga pada saat itu posisi politiknya melemah, Ekonomi
107
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 195.
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 196.
109
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 197.
108
50
merosot akibat korupsi dimana-mana, dan kerajaan hanya bisa bertahan berkat
bantuan negara-negara kapitalis yang menanam modal mereka dan mengharapkan
bunga yang lumayan, sekaligus menguasai ekonomi kesultanan melalui
pengawasan ketat.110
Schumann dengan pandangannya terkait tujuan dari ideologi Ukhuwah
Islamiyahnya, menyatakan bahwa, semangat dari rasa persaudaraan tersebut
biasanya dihubungkan dengan konsep ide jihad.111
Jihad merupakan salah satu asas agama yang diwajibkan bagi setiap
mukallaf, kewajiban tersebut banyak menimbulkan kesalah fahaman baik bagi
non Islam maupun orang-orang Islam sendiri.112 Dan saat ini Istilah jihad telah
banyak mengalami perubahan makna serta pemutarbalikan gagasan.113 Schumann
mengatakan dalam bukunya, dulu yang pertama-tama dibela dalam jihad adalah
“membela diri” serta hormat kepada Tuhan, akan tetapi selama beberapa abad lalu
dan khususnya pada abad ke-19, maka “membela diri” semakin kehilangan
dimensi keagamaannya dan semakin memperoleh pemahaman politisi.114Dan
menurut Schumann saat ini jihad sebagai perang semakin lebih digemari
dikalangkan bukan Islam daripada dalam umat Islam sendiri, di mana hal itu
semakin menjadi pegangan kelompok-kelompok radikal yang sektarian di
pinggiran umat.115
110
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 199.
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 199.
112
Ali Yasir, Jihad Masa Kini (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2015), h. 29.
113
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 200.
114
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 200.
115
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 231.
111
51
Jika melihat fenomena pada era modern ini nampaknya jihad telah
mengalami miskonsepsi116 yang memakanai jihad sebagai perang atau qital,
Hasan al-Banna menjelaskan bahwa ajaran jihad dalam Islam bertujuan untuk
menjamin keamanan dan kedamaian dengan mengamalkan ataupun mengajarkan
risalah yang telah Allah amanatkan terhadap kaum Muslimin, bukan sebaliknya
yaitu mencari permusuhan dintara sesama manusia dan bukan juga untuk
membukan jalan ke dalam ketamakan terhadap duniawi.117
Schumann menjelaskan bahwa bila pada waktu Perang Dunia I, jihad yang
diajak oleh Sultan Ottoman dicap sebagai “jihad Madein Germany”, dan pada
perang dunia II, atau perang pasifik, Jepang di identifikasi sebagai pendorong
jihad sehingga menjadi “jihad Madein Japan”, maka tinggal diteliti siapa yang
menjadi produsen jihad-jihad yang sekarang hendak diproklamasikan di manamana.
Siapa yang menggunakan mujahidun sebagai kuda tarik dari depan kereta
yang memuat kepentingan mereka? Kebanyakan mereka yang tertarik dengan
seruan jihad adalah para pemuda yang kurang memahami sejarah dan ajaran
Islam, yang mengisap indoktrinitas saja. Jadi, apa yang mereka perjuangkan?
Kepentingan siapa yang mereka layani dengan rezim dan tindakan mereka yang
kejam, yang tidak hanya menuntut korban jiwa manusia dikalangan orang
sebangsa yang bukan Islam, melainkan juga dikalangkan yang seagama dengan
mereka sendiri?118
116
Idris, Fundamentalisme Islam: Analisis Pemikiran Politik Bassam Tibi, (Skripsi S1,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negri Jakarta, 2007), h. 55.
117
Al-Imam Ash-Shaid Hasan Al-Banna, Risalah Jihad (I.I.F.S.O) h. 39.
118
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 231.
52
Politisasi agama-agama mengikutsertakannya ke dalam konflik-konflik
politis juga, dari sana ke radikalisasi, dan sering lebih lanjut ke fanatisme, bahkan
terorisme. Hal itu hanya menambah masalah dan tidak mampu memecahkan
masalah-masalah. Persoalan yang bersifat politis memerlukan juga pemecahan
secara politis.
Pada
era
sekarang
ini
sering
terjadi
gerakan
radikal
dengan
mengatasnamakan agama, di Indonesia sendiri kasus yang paling baru yaitu
pengeboman yang terjadi di jalan Thamrin Sarinah pada tanggal 14 januari,119
kemudian dalam isu internasional yaitu gerakan Isis di Irak dan Syuriah yang
semakin membawa kabar negatif terhadap agama Islam. Seorang warga
berkembangsaan Amerika Donald Trump yang saat itu sebagai kandidat Presiden
dari partai republik, dengan tegas mengatakan bahwa orang Islam harus keluar
dari negara Amerika, ia menjelaskan bahwa orang Islam benci tehadap warga
Amerika, gerakan jihad dalam Islam harus secepatnya di atasi karena menurutnya
mereka tidak punya rasa hormat terhadap nyawa manusia.120
Schumann menegaskan bahwa kekerasan dengan mengatas namakan agama
dalam Islam sering terjadi, bahkan terorisme dalam Islam akhir-akhir ini makin
menyeramkan,
namun
orang
yang
melakukan
kekerasan
dengan
mengatasnamakan agama menurutnya terjadi tidak hanya dalam Islam saja, tetapi
kekerasan tersebut terjadi pula dalam umat agama lain.121 Lebih lanjut ia
menjelaskan bahwa kekerasan yang terjadi dalam setiap agama pada hakikatnya
119
Bom dan Ledakan di Sarinah Jakarta, Polisi Sudah Mendapat Peringatan Sebelumnya
dari NIIS. “Kompas,” 12 Februari 2016, h. 1.
120
Donald Trump Minta Kaum Muslimin dilarang Masuk AS. “BBC Indonesia,” 8
Desember 2015, h. 1.
121
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 230.
53
bukan ajaran dari agama itu sendiri, melainkan agama telah menjadi alat politik,
karena agama dan kekerasan sama sekali tidak ada hubungannya.122
Dari pemaparan Schumann diatas nampaknya ia melihat agama Islam selalu
mengajarkan kedamaian yang sama sekali tidak mengandung penegasan dalam
beberapa hal, menurut penulis radikalisme atau paham kekerasan dalam agama
Islam terjadi bukan hanya karena politik saja melainkan Islam mempunyai hukum
sangat kompleks dan tegas, seperti ayat Al-Qur’an berikut ini:
‫اًَِّباَ ًْ َز ْلٌَباَ ْلتِّْْ َسىةَفِ ْيَِبُُذَٓ ًُْْ سيَحْ ُك ُن بَِِبالٌَّبِيْْ ىَ الَّ ِز ْييَ اَ ْسلَ ُوْْ الِل َّ ِز ْييَ َُب ُدّاَّْ ال َّشبَّبًِيْْ ىَ َّ ْالَحْ بَب ُسبِ َوبا ْستَحْ فَظُْْ ا ِه ْي‬
ْ َّ ‫بس‬
ُ‫ َّ َه ْي لَ ْن يَحْ ُك ْن بِ َوباَ ًْزَ َل للا‬, ‫اخ َشْْ ىَ َّ َلتَ ْشتَ ُشّْ ابِبَيَتِي ثَ َوٌبقَلِ ْي َل‬
َ ٌَّ‫ب للاِ َّ َكبًُْْ ا َعلَ ْي َِ ُشَِ َذا َء فَ َلتَ ْخ َش ُْاال‬
ِ َ‫ِكت‬
َ‫ك ُُ ُو ْبل َكفِ ُشّْ ى‬
َ ِ‫فَب ُّْ لَئ‬
Sesungguhnya kami telah menurunkan Taurat, berisi petunjuk dan cahaya
yang terang; dengan (Taurat) itulah para Nabi dahulu yang tunduk dan menyerah
diri kepada Allah menghukum orang-orang Yahudi. Begitu pula ulama-ulama dan
pendeta-pendeta mereka menetapkan hukum dengannya, karena mereka telah
diperintah memelihara kitab-kitab Allah; dan adalah mereka menjadi penjaga
dan pengawas kitab itu. Karena itu janganlah engkau takut akan manusia dan
takutlah engkau akan daku dan janganlah kamu tukar ayat-ayat Ku dengan harga
yang sedikit. Barangsiapa yang tiada memutuskan dengan apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir. (Al-Maidah: 44).123
Dalam keterangan lain Hassan al-Banna menjelaskan bahwa, dalam ajaran
Islam jihad adalah suatu kewajiban yang sangat di anjurkan, dan tidak boleh
dipandang sebagai suatu perbuatan yang ringan. Jihad mencakup malawan hawa
nafsu ataupun memerangi kaum kafir, ia mengutip ayat Al-Qur’an, yaitu:
, ‫ َّ َع َسٔ أَ ْى تُ ِحبْْ ا َش ْيئب َُُّ َْ َششلَ ُك ْن‬, ‫ َّ َع َسٔ أَ ْى تَ ْك َشُُْْ ا َش ْيئب َُُّ َْ َخيْشلَ ُك ْن‬, ‫ب َعلَ ْي ُك ُن ْالقِتَب ُل َُّ َُْ ُكشْ ٍ لَ ُك ْن‬
َ ِ‫ُكت‬
َ‫َّللُ يَ ْعلَ ُن َّأَ ًْتُ ْن َلتَ ْعلَ ُوْْ ى‬
Di wajibkan di atas kamu berperang, sedang berperang itu kamu benci,
tetapi boleh jadi kamu benci kekpada sesuatu benda, sedang benda itu lebih baik
bagi-mu, dan kamu kasihi sesuatu benda, sedang benda itu mendatangkan
122
Schumann, Agama-Agama Kekerasan, h. 231.
Rifa’i, Al-Qur’an, h. 105.
123
54
kejahatan (mudharrat) bagi kamu. Allah yang mengetahui, tetapi kamu tidak
mematuhinya.124
Oleh karenaitu penulis berkesimpulan bahwa fenomena kekerasan yang
terjadi pada masyarakat Islam, disebabkan oleh ajaran hukum yang sudah
selayaknya ditegakan, dan hal itu yang menimbulkan asumsi oleh orang-orang
non Islam khususnya Barat bahwa Islam identik dengan kekerasan.
124
Al Banna, Jihad, h. 3.
BAB IV
ISLAM DI INDONESIA MENURUT OLAF HERBERT SCHUMANN
A.
Islam di Indonesia
Berbagai catatan sejarah tentang proses masuknya agama Islam ke
Indonesia banyak pendapat yang berbeda-beda, namun beberapa sumber
menjelaskan bahwa kemungkinan paling kuat tentang awal masuknya agama
Islam ke Indonesia yaitu oleh orang India. Di India sendiri agama Islam
dikenalkan oleh orang-orang Arab, di sana orang Arab banyak yang menetap dan
menyebarkan Islam madzhab Syafi’i. Setelah Islam tersebar di India kemudian
agama Islam di sebarkan ke Nusantara lewat jalur perdagangan.1
Tentang masuknya Islam ke Indonesia nampaknya masih banyak berbagai
pendapat seperti yang dijelaskan oleh Nur Huda, ia mengumpulkan beberapa teori
tentang masuknya Islam ke Indonesia yaitu berasal dari negara India 2, Persia3,
Tiongkok4 dan Arab5, semua teori itu berdasarkan para tokohnya masing-masing.
1
Nor Huda, Islam Nusantara, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2007), h. 32.
2
Teori India yaitu di jelaskan oleh Snouck Hurgronje, ia berpendapat bahwa Islam yang
disebarkan ke Indonesia berasal dari India selatan, tepatnya dari wilayah Malabar dan
Coromandel, dalam sejarahnya banyak saudagar dari wilayah tersebut hijrah ke Indonesia, dalam
jumlah yang cukup banyak orang-orang yang berasal dari India menetap ke beberapa wilyah
Indonesia dan menyebarkan agama Islam. Huda, Islam Nusantara, h. 32.
3
Teori dari Persia yaitu dijelaskan oleh Djajadiningrat, ia berpendapat bahwa ajaran
mistik yang berkembang di Indonesia, banyak di pengaruhi oleh ajaran mistik dari persia seperti
paham Manunggaling Kawulo Gusti Syeikh Siti Jenar, banyak di pengaruhi oleh paham Wahdat
al-Wujud al-Hallaj dari Persia. Lebih lengkap baca Huda, Islam Nusantara, h. 37.
4
Teori dari Arab yaitu dijelaskan oleh Keyzer, ia berpendapat bahwa Islam di Indonesia
yaitu berasal dari Arab, hal itu didasarkan banyaknya madzhab Syafi’i yang berkembang di
Indonesia selain itu islam di Indonesia di sebarkan lewat jalur perdagangan dan pernikahan, di
jelaskan oleh P.J Veth bahwa dalam sejarah penyebaran agama Islam di Indoneaia salasatunya
yaitu lewat jalur pernikahan, dan dari sekian saudagar asing yang hijrah ke Indonesi saudagar Arab
adalah orang-orang yang gemar menikah dengan masyarakat pribumi. Lihat Huda, Islam
Nusantara, h. 36.
5
Teori Cina yaitu dijelaskan oleh H.J. de Graff ia berpendapat bahwa Islam yang
berkembang di Indonesia banyak di pengaruhi oleh orang-orang Cina halitu berdasarkan literartur
Jawa klasik yang memperlihatkan pengaruh orang Cina terhadap penyebaran agama Islam di
Indonesia, kemudian seperti di tanah Jawa menurutnya tokoh keturunan Cina yang berperan besar
55
56
Menurut Schumann pada mulanya agama Islam dikenalkan ke Indonesia
oleh para pedagang dari Arab, India dan Persia. Namun penyebaran agama Islam
mulai berpengaruh saat mereka (orang-orang Arab) melakukan perjalanan di
daerah pelabuhan yang menghubungkan negeri mereka dengan negara Tiongkok
dan daerah yang menanam banyak rempah-rempah khususnya di Maluku. Sejak
abad satu masehi Jalur perdagangan antara Indonesia dengan negara lainnya telah
terbentuk, karena masyarakat Indonesia dikenal telah melakukan hubungan
diplomatik, baik itu kepentingan kerajaan maupun penyebaran agama, dan India
adalah negara pertama yang menjalin hubungan perdagangan dengan Indonesia
kemudian mengenalkan pemikiran keagamaan yang mereka anut.6 Hubungan baik
antara tanah melayu dengan negara India mencapai pekembangan besar saat
Sriwijaya mencapai kejayaan yaitu abad 7-12 Masehi, kemungkinan besar
kerajaan Sriwiaya mengawasi langsung hubungan perdagangan antara India dan
Tiongkok pada abad 10 masehi.7
Menurut Niemann dan de Hollander orang Arab yang menyebarkan agama
Islam berasal dari Hadramaut,8 hal itu diperkuat oleh peninggalan berupa catatan
biografis yang ditulis oleh orang Arab atau Persi dalam ukiran batu nisan,
Schumann menjelaskan bahwa peninggalan tertua orang-orang Arab Muslim di
Asia tenggara yaitu pada abad 9 Masehi, kemudian pada tahun-tahun berikutnya
pengaruh mereka semakin bertambah. 9
dalam menyebarkan agama Islam seperti Sunan Ampel dan muridnya yaitu Raden Patah. Lihat
Huda, Islam Nusantara, h. 38.
6
Schumann, “Meninjau Agama Islam di Indonesia,” Naskah Terbatas Tidak di
Publikasikan (April 1978), h. 1.
7
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 1.
8
Huda, Islam Nusantara, h. 36.
9
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 2.
57
1.
Agama Islam di Sumatra dan Tanah Melayu
Daerah Aceh adalah tempat pertama-tama agama Islam tumbuh dan
berkembang di Indonesia, pada tahun 1202 orang Barat yaitu Jehan Syah menikah
dengan seorang putri bangsawan di Pasai kemudian menyebarkan agama Islam
dan mendirikan wangsa yang kemudian menjadi wangsa terhormat di Aceh. Pada
tahun 1285 aliran Syi’ah menjadi aliran resmi di Pasai. Menurut suatu sumber
sejarah di Tingkok pada tahun 1282, kerajaan pasai mengutus dua orang bernama
Husain dan Sulaiman dan kemudian di terima oleh kasiar di ibu kota Tiongkok
untuk menyebarkan agama Islam. Ketika raja Pasai al-Malik as-Saleh meninggal
dunia pada tahun 1297, tulisan yang terukir pada batu nisannya banyak
mengandung ajaran tasawuf, salah satu ukirannya menjelaskan bahwa “dunia ini
adalah fana, barang siapa yang telah masuk dalam dunia ini harus meninggalkan
kembali.”10 Dalam keterangan yang lain orang-orang Arab (Hadramaut) telah
datang ke Indonesia sejak abad ke-tiga Hijriyah, seperti yang di jelaskan oleh
Muhyidin Al Alusi kemungkinan besar orang-orang Hadramaut itulah yang
pertama-tama menyebarkan agama Islam di Indonesia,11 mereka adalah para
saudagar yang mendapat sambutan bagus oleh masyarakat pribumi, faktor
pendukungnya yaitu proses perdagangan yang sebagian besar masih dengan cara
barter.12
10
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 3.
Adil Muhyid Din Al Allusi, Arab Islam di Indonesia dan India (Jakarta: Gema Insani
Press,1992), h. 23.
12
Al-Allusi, Arab Islam di Indonesia, h. 24.
11
58
Schumann menjelaskan bahwa Menurut Marcopolo13 seorang perantau dari
Italia ia menjelajahi 6 dari 8 kerajaan yang ada di Sumatra, ia menjelaskan bahwa
pada tahun 1292 di Indonesia kota yang penduduknya menganut agama Islam
yaitu hanya di kota Perlak, agama Islam di sebarkan oleh Sarasen sebutan bagi
para sodagar Arab oleh bangsa Eropa, yang mengintegrasikan dirinya melalui
perkawinan.14 Dalam penjelasan yang lain menurut Marcopolo penyebaran agama
Islam disebarkan oleh orang Arab melalui jalur perdagangan.15
Kemudian pada abad 14 paham Sunni mulai dominan di Sumatra, yaitu
penganut paham Hanafi yang mulai berkurang dan berganti dengan madzhab
Syafi’i, meskipun pengaruh bangsa Persia masih dirasakan sampai pertengahan
abad 14. Schumann menjelaskan bahwa seorang perantau dari Arab bernama Ibnu
Batuta berkunjung ke Samudra Pasai tahun 746 H, Ia mencatat bahwa madzhab
Syafi’i menjadi paham yang banyak diikuti.
Dari daerah Pasai agama Islam disyi’arkan sampai ke Semenanjung Malaya,
dan ketika pelabuhan Malaka di bangun kembali yaitu pada tahun 1403, disana
agama Islam dijadikan agama resmi, pendiri Malaka sendiri yaitu Bhre
Parameshwara Aji Ratna Pangkaya (Iskandar Syah)16. Sebagai seorang raja,
13
Menurut Rahayu Permana, Marcopolo adalah orang Eropa pertama yang hijrah ke
Indonesia. Pada mulanya Marcopolo hijrah ke negri Cina, kemudian ia diutus oleh kaisar Cina
untuk mengantarkan putrinya yang di persembahkan untuk kaisar Romawi, namun dalam
perjalanannya ia berlabuh ke Indonesia tepatnya di Sumatra Utara, di sana ia menyaksikan ada
kerajaan Islam yaitu kerajaan Samudera dengan ibukotanya yaitu Pasai. Lihat pada Rahayu
Permana, “Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia,” artikel diakses pada 24 Febuari 1016 dari
http://pensa-sb.info/wp-content/uploads/2011/03/SEJARAH-MASUKNYA-ISLAM-KEINDONESIA.pdf
14
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 3.
15
Permana, “Sejarah Masuknya Islam”.
16
Bhre Parameshwara Aji Ratna Pangkaya beasal dari Palembang (Sriwijaya). Dalam
sejarahnya ia pernah menentang pengaruh dari Majapahit yang mulai menguasai daerah-daerah
Kerajaan Sriwijaya, hingga akhirnya ia harus melarikan diri dan menetap di Malaka dan
membangun kembali pelabuhan itu, dan pada tahun 1414 ia menikah dengan putri Sultan dari
59
Iskandar Syah melihat ancaman agama Islam dari dua arah: Pertama dari daerah
Thailand yang meayoritas memeluk agama Buddha, Kedua yaitu dari Kerajaan
Majapahit yang beragama Hindu, oleh karena itu ia pun mencari sekutu
diantaranya ia mulai dekat dengan raja Tiongkok yaitu Wangsa Ming yang
simpati dengan agama Islam dan juga yang membantu mendirikan pelabuhan
Malaka serta berhasil menaklukan beberapa pusat perdagangan di tanah Melayu
dan Sumatra, tempat-tempat itu kemudian mejadi pusat pendidikan agama
Islam.17
Di Aceh sendiri agama Islam bertambah kuat yaitu setelah dipersatukannya
dua kerajaan (Almari-dan dar al-Kamal) dan menjadi Dar as-Salam sekitar awal
abad 16. Kejayaan Aceh bertepatan dengan takluknya jalur perdagangan Malaka
ketangan Portugis yaitu pada tahun 1511 M, akibatnya para saudagar Islam pindah
jalur perdagangannya ke Pulau Sumatra dan memilih Aceh sebagai jalur
perdagangannya, oleh karena itu Aceh adalah daerah yang mewarisi jalur
perdagangan Islam di Indonesia.18
2.
Agama Islam di Jawa
Pada mulanya pulau Jawa adalah tempat yang dikuasai oleh kerajaan
Majapahit yang beragama Hindu, namun pada tahun 1451 banyak perantau
Muslim dari Tionkok yang hijrah ke pulau Jawa, selain berdagang tujuan mereka
hijrah ke Indonesia adalah menyebarkan agama Islam, pusat penyebaran agama
Islam ke pulau Jawa yaitu di Surabaya tepatnya di Ngampel Delta, disana terdapat
Kerajaan Pasai dan sekaligus memeluk agama Islam, setelah itu ia lebih dikenal dengan panggilan
Iskandar Syah. Lihat pada Schumann “Islam di Indonesia,” h. 4.
17
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 5.
18
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 5.
60
tokoh Islam yang sangat berpengaruh dia adalah Raden Rahmat19, ia banyak
menarik murid-murid dari Jawa untuk mngikuti tarekat sufi, dan mebuka tempat
zawiya yaitu semacam sanggar agar para muridnya dapat menginap.20
Dijelaskan oleh Agus Sunyoto bahwa demi menyebarkan agama Islam
Raden Rahmat mengikat hubungan kekerabatan lewat pernikahan, ia menikahkan
putrinya yang bernama Mas Murtosiyah dinikahkan dengan santrinya yaitu Raden
Paku dan putri satunya lagi yang bernama Mas Murtosiman dinikahkan dengan
santrinya yang bernama Raden Patah,21 sedangkan cucu perempuannya yang
bernama Nyai Wilis dinikahkan dengan adik Raden Patah, dalam sejarahnya
Raden Patah kemudian menjadi Adipati Demak.22 Schumann menjelaskan bahwa
Raden Rahmat dan Raden Patah adalah orang yang membangun perkampungan di
daerah Demak,23 beberapa tahun berikutnya Raden Patah membangun Kerajaan
Islam di daerah itu.24 Setelah memiliki prajurit cukup kuat Raden Patah
menyerang kerajaan Majapahit, pada tahun 1478 iapun dapat menaklukan
kerajaan Majapahit dan menyebarkan ajaran Islam terhadap orang-orang Hindu.25
Agama Islam mencapai kejayaan di tanah Jawa ketika kerajaan Demak
dipimpin oleh sultan Trenggana yaitu anak dari Raden Patah, saat itu ia di bantu
oleh Maualana Makdum yang berasal dari pasai namun setelah berangkat Haji ia
pulang ke tanah Jawa dan menikah dengan putri dari saudara Sultan Trenggana,
19
Raden Rahmat atau dikenal dengan sunan Ampel adalah salasatu dari sembilan wali
yang paling tua, ia memiliki peranan besar dalam perkembangan agama Islam di tanah Jawa. Lihat
Agus Sunyoto, Wali Songo (Jakarta: Transhop Printing, 2011), h. 109.
20
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 17.
21
Raden Patah adalah keturunan dari Raja Majapahit Brawijaya, dan Istrinya yaitu Tan
Go What yaitu seorang pedagang yang beragama Islam. Lihat Schumann, “Meninjau Agama Islam
di Indonesia,” h. 17.
22
Sunyoto, Wali Songo, h. 114.
23
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 17.
24
Teguh Panji, Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit (Jakarta: Laksana 2015), h. 291.
25
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 17.
61
kemudian ia diutus untuk menetap di Jawa Barat guna menyebarkan agama Islam
serta membendung pengaruh Hindu Buddha di daerah Sunda. Pada tahun 1525 ia
berhasil menguasai jalur perdagangan lada, dengan pencapaiannya yang gemilang
ia pun disebut Fatahillah26 sekaligus diberikan nama baru daerah Sunda kelapa
menjadi Jayakarta.27
Menurut Schumann Islam di Jawa Barat adalah aliran yang paling ortodoks
di banding dengan Islam di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena di Jawa Barat
mereka pemuka agama Islam mendatangkan langsung para pengajar Islam dari
Aceh dan Arab, ajarannya kental dengan paham Syattariyah Abdurauf28 dari
Singgkil.29 Dijelaskan oleh Damanhuri bahwa tarikat Syattariyah berkembang
dari Aceh kemudian ke Sumatra Barat dan sampai ke Cirebon oleh murid
Abdurrauf yaitu Abdul Muhyi.30
3.
Agama Islam di Maluku dan Sulawesi
Menurut Schumann sejak zaman dahulu daerah Maluku terkenal banyak
menanam rempah-rempah, oleh karena itu banyak saudagar yang hijrah di daerah
itu, salah satunya yaitu para pedagang Asia, sedangkan penyebaran Islam sendiri
yaitu oleh para pedagang Jawa sambil mencari rempah-rempah ke daerah Maluku
26
Raden Fatahillah adalah seorang yang giat menyebarkan agama Islam di Cirebon hingga
meluas ke daerah Banten, ia pun akhirnya menetap di daerah Cirebon dan meninggal pada tahun
1570, ia dimakamkan di gunug jati dan ia terkenal dengan nama sunan Gunung Jati yaitu salasatu
dari sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Lihat Schumann, “Islam di
Indonesia,” h. 19.
27
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 19.
28
Syattariya Abu ar-Rauf adalah seorang yang berasal dari Aceh, ia belajar agama Islam
khususnya ajaran tasawuf di Madinah, ia pernah berguru kepada ahmad Al-Qhasashi, dari gurunya
Abdurrauf mendapat ajaran sufi tarekat batiniyah, sepulangnya ke Nusantara ia mendirikan tarikat
Syattiriya yang didapatinya ketika belajar di Madinah. Lihat Damanhuri, “Umdah Al-Muhtajan:
Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara,” article di akses pada 4 Maret 2016 dari
http://oaji.net/articles/2015/1792-1440647039.pdf.
29
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 20.
30
Damanhuri, “Umdah Al-Muhtajan.”
62
dan Sulawesi, sekaligus para saudagar Jawa sebagai pengurus kapal yang akan
mengimpor rempah-rempah ke Barat maupun ke Tiongkok. Terlebih setelah
Malaka ditaklukan oleh Portugis, setelah kejadian itu para saudagar Jawa ingin
memperkuat kekuatan di daerah Maluku dan Sulawesi dari pengaruh Portugis.
Namun sumber lain mengatakan bahwa pada mulanya agama Islam
dikenalkan ke daerah Maluku oleh para saudagar Timur Tengah, seperti yang
dijelaskan oleh Jan. S. Aritonang bahwa mereka penyebar agama Islam ke
Maluku adalah para Saudagar dari Timur tengah (Arab, Mesir dan Persia), setelah
agama Islam dikenalkan kepada beberapa kerajaan di Maluku dalam waktu
singkat agama Islam menjadi agama kerajaan, beberapa sultan kerajaan yang
memeluk agama Islam yaitu kerajaan Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo.31
Schumann menjelaskan bahwa salah satu cara untuk menentang pengaruh
Portugis di Maluku yaitu disebarkannya agama Islam yang bertentangan dengan
agama orang Portugis yang mayoritas memeluk agama Kristen Katolik, dan
beberapa putri bangsawan daerah itu dinikahkan dengan para saudagar Jawa,
setelah hubungan bangsawan Maluku dan saudagar Jawa cukup dekat, kemudian
dibangunlah sebuah markas pertahanan oleh orang Jawa di Ambon.32
Pada masa awal Islam menjadi agama kerajaan para sultan kerajaan di
Ternate selain sebagai pemimpin kerajaan, ia juga penyebar agama Islam yang
cukup giat, dijelaskan oleh Aritonang bahwa dalam memperluas jaringan Para
Sultan di Maluku membiarkan kerajaan-kerajaan yang ditaklukannya untuk
berdiri sendiri, namun ia menekan baik raja maupun masyarakat kerajaan tersebut
31
Jan. S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006) h.15.
32
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 33.
63
untuk memeluk Islam, sultan ternate juga menjalin hubungan dengan kerajaan
Islam di Jawa, seperti kerajaan Gresik.33
Schumann menjelaskan bahwa pada abad 16 para sultan Ternate menjalin
hubungan dengan tentara Portugis hingga dari hubungan itu, pada tahun 1522
tentara Portugis diizinkan untuk membangun Markas di Ternate, namun hubungan
itu menjadi dingin ketika terbunuhnya sultan Hairun oleh tentara Portugis pada
tahun 1570.34 Dijelaskan oleh Aritonang bahwa hubungan buruk antara para
Sultan Ternate dengan tentara Portugis dimuali pada awal 1523, dimana tentara
Portugis melakukan tindakan tidak bermoral, dari perbuatan itu hubungan antara
portugis dengan masyarakat Hitu menjadi rusak, terlebih setelah Protugis
menyerang armada Jawa pada tahun 1538. Dan masih banyak kerusuhankerusuhan lain yang ditimbulkan oleh pertikaian antara Portugis dengan
masyarakat Maluku, hingga pada tahun 1570 telah terbentuk perjanjian damai
antara Portugis dengan masyarakat Maluku dengan mengundang Sultan Hairun
namun pada keesokan harinya Sultan dibunuh oleh orang portugis bernama
Martin Alfonso Pimenta, hal itu disebabkan sebagai balas dendam atas
penganiayaan Sultan terhadap orang Kristen.35
Schumann menjelaskan bahwa setelah terbunuhnya sultan Hairun
kepemimpinan di ganti dengan Sultan Babullah, dalam kepemimpinannya sebagai
Sultan ia membalas kematian Sultan Hairun dengan memerangi tentara Portugis
dan berhasil menghacurkan marakas tentara Portugis di Ternate, dari kejadian itu
33
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h.16.
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 34.
35
Aritonang. Kristen dan Islam di Indonesia, h.16.
34
64
pengaruh agama Islam di daerah Ternate semakin kuat.36 Pada tahun 1580, Sultan
Babullah berkunjung ke Gowa, di sana ia melihat agama Islam telah tersebar luas
di beberapa pusat pesisir pantai Sulawesi Selatan. Dijelaskan oleh Ahmad Sewang
bahwa Islamisasi di daerah Sulawesi Selatan tidak jauh berbeda dengan daerah
Indonesia yang lainnya, pertama-tama agama Islam diperkenalkan oleh para
saudagar kemudian beberapa masyarakat pribumi masuk Islam hingga kemudian
tersebar luas.37 Faktor pendukung tersebarnya agama Islam di Sulawesi Selatan
yaitu di awali sultan dari daerah Tallo dan Gowa yang memeluk Islam, Schumann
menjelaskan bahwa pada tanggal 22 September 1605 raja Tallo I Mallingkaang
Daen Nyori mengucapkan Syahadat Islam di depan umum, setelah masuk Islam ia
terkenal dengan nama Sultan Abdullah Awwalul Islam (Hamba Allah dan Muslim
yang pertama), julukan itu adalah untuk Raja pertama di Sulawesi Selatan yang
memeluk agama Islam.
Raja Gowa yaitu I Mangu rangi Daeng Nanra’bia mengikuti jejak Sultan
Abdullah yaitu memeluk agama Islam, sebagai Sultan ia sangat giat menyebarkan
agama Islam kepada rakyatnya, hingga pada tahun 1607 tepatnya ketika sedang
salat Jum’at, agama Islam diikrarkan sebagai agama mayoritas daerah Goa dan
Tallo. Salah satu tokoh Islam berpengaruh di Makasar yaitu Abdul Ma’mur, ia
berasal dari kota Minangkabau dan pernah berguru kepada Sunan Giri,
pemahaman keislamannya banyak dipengaruhi oleh mistisisme pribumi.38 Selain
Abdul Ma’mur orang-orang Islam yang giat menyebarkan agama Islam yaitu,
Sulaiman, Khatib Sulung (Datuk Patimang) dan Abdul Jawad (Datuk ri Tiro),
36
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 34.
Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), h.
37
80.
38
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 35.
65
mereka bertiga adalah para Mubaligh yang di datangkan secara khusus untuk
membendung kristenisasi di daerah Makasar.39
4.
Islam di Kalimantan
Sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit orang-orang Islam Melayu dan
Tionghoa sudah banyak yang hijrah ke Kalimantan, pada mulanya agama Islam di
Kalimantan hanya menyebar di pesisir pantai dan tidak sampai ke pedalaman,
karena saat itu suku pedalaman Kalimantan di huni oleh orang-orang Dayak yang
sudah mempunyai tradisi dan agama sendiri yaitu agama Kaharingan, suku ini
sangat tertutup terhadap tradisi maupun agama dari daerah lain. Kemudian pada
tahun 1514 seorang Sultan Islam yang berasal dari keturunan Johore membangun
kesultanan di daerah Sambas Kalimantan Barat, dan pada tahun 1771, seorang
perantau dari Arab membangun kesultanan di Pontianak.40 Menurut keterangan
yang lain Islam masuk ke daerah Sambas pada tahun 1407 yaitu disebarkan oleh
orang Cina, kemudian pada tahun 1463 laksamana Cheng Ho atas perintah kaisar
Cheng Tsu ia beberapakali datang ke Kalimantan Barat, dan beberapa anak
buahnya menetap di daerah tersebut dan membaur dengan masyarakat pribumi.41
Schumann menjelaskan bahwa sejak abad 6 Kalimantan telah menjadi pusat
kebudayaan orang-orang Budhis, bahkan jauh sebelum agama Islam sampai ke
sana daerah Kalimantan Barat telah didatangi oleh orang-orang asing, karena di
Kalimantan banyak ditemukan batu intan.42 Menurut Irwin sejak tahun 600
39
Sewang, Kerajaan Gowa, h. 89.
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 37.
41
Moh Haitami Salim dkk, Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat (Puslitbang
Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, 2011), h. 27.
42
Schumann, “Meninjau Agama Islam di Indonesia,” h. 37.
40
66
samapi 1500 Masehi masyarakat Cina secara turun temurun telah mukim di
daerah Sambas.43
Setelah membahas Islam di Kalimantan Barat Schumann membahas
penyebaran Islam di Kalimantan Selatan tepatnya di daerah Banjar. Ia
menjelaskan bahwa suku Banjar adalah suku pertama yang memeluk Islam di
Kalimantan Selatan yaitu pada tahun 1520. Dalam sejarahnya ada dua penuntut
tahta kerajaan Banjar yaitu pangeran Samudera dan pangeran Tumenggung,
keduanya berperang hingga pangeran Samudera meminta bantuan kepada
kerajaan Demak, kerajaan Demakpun membantunya namun dengan syarat setelah
kemenangannya pangeran Samudera dan pengikutnya harus memeluk agama
Islam, kemenangan pun akhirnya di peroleh dan mereka akhirnya menjadi suku
Muslim pertama yang ada di Kalimantan Selatan.44 Setelah itu agama Islam
tersebar di Kalimantan Barat kemudian Islam dikenalkan ke Banjarmasin oleh
para da’i dari Palembang, kemudian datang juga para penda’i sukarela dari
Demak, sehingga agama Islam tersebar di wilayah Kalimantan.45
Setelah penduduk Banjar banyak yang menjadi Muslim, agama Islam mulai
meluas ke daerah lainnya yaitu Sampit, Waringin dan Lawei. Agama Islam yang
ada di Kalimantan adalah pengaruh dari Demak yang kental dengan adat Jawa,
terlebih lagi banyak orang-orang Kalimantan yang menikah dengan bangsawan
Jawa, hal itu semakin manambah eratnya hubungan Jawa dan Kalimantan.46
43
Moh Haitami Salim dkk, Sejarah Kesultanan Sambas, h. 72.
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 39.
45
Abdul Muhyid Din Al Allusi, Arab Islam di Indonesia (Jakarta: Gema Insani Press,
1992), h. 33.
46
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 39.
44
67
Menurut Schumann Islam di Pulau Kutai (Kaliman Timur) yaitu berasal dari
Makasar dan Bugis, dalam sejarahnya masyarakat Bugis mendirikan jajahan di
daerah Kutai dan Pasir, selain menjajah mereka juga mengajarkan agama Islam
terhadap penduduk daerah tersebut. Di Pulau Pasir sendiri Islam diajarkan dengan
mengundang langsung guru dari Arab, sedangkan di Kutai agama Islam diajarkan
oleh guru yang berasal dari Makasar. Schumann menjelaskan bahwa demi
mengajar agama Islam sorang guru Islam bernama Dato dari Bandang sering
berkunjung ke Kutai, namun tokoh yang paling berpengaruh dalam menyebarkan
agama Islam yaitu tuan di Parangan yang sering menunjukkan ajaran mistis47.
Begitulah gambaran masuknya agama Islam ke Indonesia di mana diawali
dari Aceh kemudian ke pulau Jawa hingga sampai kepulauan Maluku dan
Kalimantan adalah dengan jalur perdagangan yang kemudian disusul oleh para
da’i yang selalu giat membangun kader-kader Islam guna menyebarkan agama
Islam keseluruh pulau yang ada di Indonesia.48
Sedangkan kesulitan masuknya agama Islam di Indonesia yaitu disebabkan
oleh faktor bahasa, pada mulanya saudagar Arab yang pergi ke Nusantara
menyebarkan agama Islam dengan praktik ritual yang berbahasa Arab namun
agama Islam dapat dipahami oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa Melayu,
seperti di daerah Jawa Islam berkembang dengan ciri khas Jawa dan banyak
tercampur dengan aliran kejawen.49 Namun yang perlu digarisbawahi bahwa
sesungguhnya penyebaran agama Islam ke Indonesia bukan dengan kekerasan
47
Meskipun Raja Islam pertama di Kutai yaitu Raja Mahkota sangat keras dalam
menyebarkan agama Islam, namun hanya sedikit yang memeluk agama Islam di Kutai, bahkan di
lungkunga keraton yitu Tenggarong banyak kebiasaan Pra-Islam yang masih digunakan. Lihat
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 40.
48
Al Allusi, Arab Islam di Indonesia, h. 35.
49
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 17.
68
serta tidak terkonsep secara rapih, dan kekerasan yang pernah terjadi adalah akibat
dari serangan-serangan misionaris Kristen yang datang dari Eropa.50
B.
Misi dan Evangelisasi
Sejak zaman dahulu negara Indonesia sudah sering disinggahi oleh orang-
orang asing, seperti yang dijelaskan sebelumnya baik itu dari negara Asia seperti
Cina atau daerah Arab seperti Yaman dan Mesir maupun orang Eropa seperti
Portugis dan Belanda, mereka semua hijrah ke Indonesia dengan tujuannya
masing-masing, baik itu berdagang maupun mencari rempah-rempah, namun dari
berbagai tujuan mereka salah satunya adalah memperkenalkan agama. Seperti
peneyabar agama Kristen dari Barat yang dikenal dengan zendeling,51 ataupun
para penyebar Islam dari Arab yang dikenal dengan sarasen.52
Mereka para misioner agama baik itu kalangan Islam maupun Kristen
sangat giat dalam menyebarkan agama, namun dari keduanya Islam adalah agama
yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Schumann menjelaskan bahwa
penyebab banyaknya masyarakat Indonesia lebih memilih Islam yaitu mereka para
penyebar agama Islam pandai berbaur dengan mudah, terlebih para saudagar Arab
yang hijrah ke Indonesia banyak yang akhirnya menikah dengan masyarakat
pribumi, pada beberapa tahun berikutnya agama Islam berkembang luas di
Indonesia.53 Sedangkan agama Kristen pada mulanya diperkenalkan ke Indonesia
oleh orang Nestorian yaitu pada abad 10. Selain orang Nestorian agama Kristen
50
Al Allusi, Arab Islam di Indonesia, h. 36.
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 110.
52
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 3.
53
Schumann, Kehidupan Berasama Umat Kristen dan Umat Muslim di Indonesia di Masa
Depan, artikel diakses pada 27 Februari 2016 dari http://www.oaseonline.org/artikel/06.html
51
69
juga dikenalkan oleh tentara Portugis.54 Dijelaskan oleh Aritonang bahwa sekitar
abad ke 7 orang Nestorian dari (Khaldea/Syiria dan Persia) telah hadir ke
Indonesia tepatnya di pantai Barat Sumatra Utara, namun orang Nestorian tidak
meninggalkan jejak yang sampai sekarang bisa terpelihara, oleh karena itu data
yang benar-benar kuat tentang masuknya orang Kristen ke Indonesia yaitu diawali
oleh Portugis.55
Jan Bank dalam bukunya menjelaskan bahwa para Misionaris yang datang
ke Indonesia adalah mereka yang mengikuti jejak tentara Portugis dan Spanyol
yang melakukan ekspansi besar-besaran dari daratan Eropa menuju daerah Timur
Asia, sekitar tahun 1500 mereka menjajaki kepulauan Nusantara yaitu Ambon,
Halmahera Ternate dan Tidore, salah satu zendeling katolik di kawasan itu adalah
Franciscus Xaverius dari Ordo Yesuit.56 Schumann menjelaskan bahwa
kedatangan tentara Portugis ke Indonesia adalah untuk menjajah, pertama-tama
mereka merebut pelabuhan Malaka pada tahun 1511 kemudian berlanjut dengan
mengusir sultan Mahmud dan menetap dengan para bangsawan pribumi. Akibat
dari penjajahan itu, masyarakat Indonesia bersikap dingin terhadap tentara
Portugis, dan faktor itu juga yang menyebabkan sulitnya orang Portugis berbaur
dengan masyarakat Indonesia,57 di mana dirasakan pula oleh para Pastur yang
berusaha menybarkan agama Kristen, mereka seakan-akan terasa asing dan
terisolasi oleh rakyat Indonesia yang memandang orang Eropa sebagai penjajah.58
54
Schumann, “Kehidupan Berasama Umat Kristen dan Umat Muslim.”
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 13.
56
Jan Bank, Katolik di Masa Revolusi Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1999), h. 1.
57
Schumann, “Umat Kristen dan Umat Muslim di Indonesia.”
58
Schumann, “Umat Kristen dan Umat Muslim di Indonesia.”
55
70
Permasalahan di atas nampaknya berakibat pula terhadap citra agama Kristen
yang diperkenalkan oleh para Portugis.59
Schumann menjelaskan bahwa pada mulanya tujuan orang Portugis datang
ke Indonesia adalah untuk mencari rempah-rempah yang diperlukan sebagai
bumbu makanan, saat itu perdagangan Indonesia dikuasai oleh orang-orang Islam,
mereka mengatur pengiriman rempah-rempah ke Eropa, oleh karena itu mereka
ingin merebut monopoli perdagangan. Selain untuk menjajah, datangnya orang
Portugis ke Indonesia bersamaan membawa misi, di mana telah diberi mandat
oleh Paus untuk menyebarkan Injil dan Iman Kristen kepada orang yang mereka
jumpai.60 Menurut Jan Bank peperangan yang terjadi di Nusantara antara orang
Portugis dengan sudagar Islam dari Arab adalah sebagai lanjutan peperangan di
Jazirah Iberia. Oleh karena itu, tujuan perluasan daerah yang dilakukan oleh orang
Portugis adalah untuk membendung Islamisasi di Nusantara, namun kedatangan
mereka telah didahului oleh saudagar Islam hingga kemudian mereka tentara
Portugis memeranginya dengan tujuan mengambil keuntungan serta menyebarkan
agama.61
Setelah membahas tentang perjumpaan Kristen dan Islam pada era portugis
Schumann menjelaskan pertikain antara Kristen dan Islam pada era modern. Ia
menjelaskan bahwa di Indonesia kehidupan beragama dijamin oleh Pancasila,
salah satu aturan Pancasila yaitu melarang untuk menyebarkan agama terhadap
orang yang telah memeluk agama. Karena dalam sejarahnya sebuah misi dalam
setiap agama banyak menimbulkan permasalahan. Namun orang Islam
nampaknya menyadari tentang permasalahan itu, oleh karena itu para pendakwah
59
Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 71.
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 20.
61
Jan Bank, Katolik di Masa Revolusi, h. 2.
60
71
membatasi dirinya untuk tidak menyebarkan agama terhadap suatu masyarakat
yang telah memeluk agama lain.62 Etika itu seharusnya menjadi contoh baik
sebagai negara yang menjujung tinggi kerukunan umat beragama serta menerima
perbedaan, Schumann menjelaskan bahwa negara Indonesia memiliki moto
Bhineka Tunggal Ika yang mengandung makna sebagai kesatuan dalam
perbedaan, di mana didalamnya mencakup agama, ras etnik dan bahasa. Namun
moto itu nampaknya perlu dipertanyakan, karena dalam kehidupan modern saat
ini masih selaraskah moto itu dengan keadaan sekarang? Setidaknya warga
Indonesia harus menjaga filosofi Bhineka Tunggal Ika seperti yang dijelaskan
oleh punjangga Jawa Empu Tantular, bahwa meskipun kita Bhineka namun kita
satu.63
Schumann menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam ada suatu pelajaran yang
bisa menjadi tuntunan untuk menyikapi agama lain di mana Nabi Muhammad
pernah mengajak orang Kristen untuk beribadah di masjidnya, ini membuktikan
bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam konsep ketuhanan tetapi mereka saling
jujur dalam keimanan, dan menyadari bahwa keduanya menyembah tuhan yang
sama, hal itulah yang akan menentukan kerukunan bukan malah mengoreksi cara
atau pemahaman keagamaan yang berbeda.64
Menurut Schumann dalam sejarahnya permasalahan misi dan dakwah telah
menimbulkan polemik yang tidak bermanfaat,65 agama yang seharusnya menjadi
tuntunan manusia menjadi pribadi yang baik sebaliknya malah menjadi doktrin
yang tidak mempunyai nilai-nilai keagamaan, akibatnya para pemeluk agama
62
Schumann “Islam Di Indonesia,” h. 62.
Schumann, “Peran Umat Beragama Dalam Membangun Masyarakat Pluralis.”
64
Schumann, “Tranformasi Agama dan Budaya ditengah-tengah Kekerasan Sosial,”
article diakses pada 4 Maret 2116 dari http://www.oaseonline.org/artikel/kt3.htm
65
Schumann “Islam Di Indonesia,” h. 63.
63
72
seakan di bawa kembali ke zaman jahiliyah.66 Kasus kericuhan yang telah terjadi
di Indonesia seperti konflik di Ambon penyebab utamanya adalah rencana jahat
para politisi dan penguasa yang menggunakan agama sebagai alat politik.67
Schumann menjelaskan bahwa pada tahun 1967 Presiden Soeharto
mengadakan musyawarah untuk merespon permasalahan agama (Kristen dan
Islam) di Indonesia, saat itu diundang para pemimpin agama-agama agar mereka
merundingkan soal toleransi dan membangun sikap saling menghormati dalam
pidatonya Suharto mengatakan:
“Jiwa yang terkandung dalam Pancasila ini, kemudian di tegaskan dalam
pasal 29 Undang-undang Dasar 1945, yaitu:
Petama: Negara berdasarkan atas ke Tuhanan Yang Maha Esa
Kedua: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya”.
Dalam rangka penyebaran dan penyiaran agama ini hendaknya setiap
pemimpin keagamaan yang bertanggungjawab dalam penyebaran dan penyiaran
agama itu benar-benar menyadari dan melaksanakan jiwa dan semangat yang
terkandung dalam pancasila seperti yang saya sebutkan diatas. Setiap agama di
turunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa justru untuk perbaikan tata kehidupan umat
manusia di dunia maupun di akhirat nanti. Oleh karena itu, akan bertentangan
dengan ajaran-ajaran agama itu sendiri, apabila dalam melaksanakan penyebaran
dan penyiaran agama justru akan menimbulkan perpecahan di antara umat
manusia”.68
Musyawarah yang diadakan oleh presiden Suharto nampaknya tidak
menemukan hasil yang mufakat dari para pemuka agama-agama yang berbeda,
seperti yang diungkapkan oleh wakil dari orang Islam yaitu Prof. Dr. H.M. Rasjidi
yang mengatakan:
“Toleransi yang sekarang didengung-dengungkan oleh pihak Kristen berarti
bahwa umat Islam dikristenkan di mana-mana dengan segala macam usaha dah
bujukan materiil. Hal ini tak dapat diterima.”69
66
Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 126.
Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 126.
68
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 63.
69
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 64.
67
73
Schumann menjelaskan bahwa menurut Rasjidi inti dari masalahnya adalah
soal missio yang dilakukan oleh pihak Kristen, dan inilah yang harus dihentikan.
Setelah terjadinya musyawarah yang dilakukan oleh Soeharto salah satu
pembahasan yang tidak menemukan kata sepakat yaitu: “masyarakat harus
membantu pemerintah pusat untuk menciptakan saling pengertian antar semua
umat beragama,” dalam kata lain setiap orang yang telah memeluk suatu agama
dilarang untuk menjadi sasaran penyebaran agama.70
Schumann menjelaskan bahwa pada tahun 1973 hubungan antara Umat
Islam dan Krsiten baik itu (Protestan maupun Katolik) mengalami ketegangan
yang disebabkan oleh beberapa peristiwa, salah satunya adalah rancangan hukum
perkawinan yang di rencanakan oleh pemerintah. Saat itu hukum pernikahan yang
ada di Indonesia adalah warisan Belanda yang masih memberlakukan hukum
pernikahan golongan-golongan agama atau suku tertentu, oleh karena itu
pemerintah Indonesia merencanakan hukum pernikahan nasional yang tidak
membeda-bedakan dan urusan perkawinan menjadi urusan negara.
Namun rancangan ini mendapat penolakan oleh politisi Islam, hal itu
dianggap sebagai usaha sekulerisasi, negara dianggap telah merampas hukum
yang seharusnya menjadi bidang agama. Adapun anggapan lain yang menjelaskan
bahwa rancangan hukum dibuat tanpa terlebih dahulu dikonsultasikan dengan
masyarakat Muslim maupun dengan departemen agama,71 oleh karena itu
rancangan hukum perkawinan dicurigai. Salah satu pemuka Islam yang
mengamati rancangan itu adalah H.M Rasjidi, ia menganggap bahwa Rancangan
Undan-Undang (RUU) adalah salah satu cara untuk mengkristenkan Indonesia,
70
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 64.
Aritonang Kristen dan Islam Di Indonesia, h. 406.
71
74
dan saat itu orang Kristen sangat mendukung tentang rancangan pernikahan
negara.72 Dalam penjelasan lain Rasjidi mengaitakan dugaan ini dengan
pernikahan sunan solo, BRA Kus Supiah, dengan seorang Kristen bernama
Sylvanus, yang saat itu menjabat sebagai gubernur Kalimantan Tengah pada tahun
1973.73
Peristiwa lainnya yang menyebabkan ketegangan antara umat Islam dan
Kriten adalah kasus “Yusuf Roni”, yaitu seorang muslim yang kemudian
memeluk agama Kristen, ia meninggalkan agama Islam dengan merujuk terhadap
beberapa ayat Al-Qur’an yang di tafsirkan berbeda dengan umat Islam pada
umumnya, bahkan ia menyalahkan orang-orang Islam dalam menafsirkan AlQur’an, kesaksiannya kemudian direkam dan kasetnnya disebarluaskan ke semua
orang Kristen, akibatnya ia dituduh oleh orang Islam sebagai penghasut dan
menhina agama Islam, pada akhirnya ia pun di tangkap kemudian ditahan dan
tidak diajukan ke pengadilan.74
Peristiwa yang terakhir yaitu terbunuhnya Pendeta Anglikan oleh tiga orang
Islam dari Jakarta, saat itu di Jakarta akan diadakan sidang raya yang kelima oleh
Dewan Gereja se-Dunia (DGD) pada tahun 1975.75 Berbagai tokoh Islam menolak
diadakannya sidang raya itu salah satu orang Islam bernama Hasyim berniat ingin
menggagalkan sidang raya itu oleh karenanya ia pun membunuh salah satu
Pastur.76 Akibat terjadinya pembunuhan itu sidang raya dipindahkan ke ibukota
72
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 65.
Aritonang Kristen dan Islam Di Indonesia, h. 407.
74
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 66.
75
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 68.
76
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 417.
73
75
Kenya, keputusan ini disambut baik oleh orang Islam di Indonesia terutama
mereka yang tahu peran DGD.77
Setelah terjadinya beberapa ketegangan yang diakibatkan oleh polemik
antara misi Kristen dan dakwah Islam, kemudian pada tahun 1976 diadakanlah
sebuah konfrensi oleh international Review of Mission di Chambesy (Swiss),
guna membahas akibat-akibat misioner yang dilakukan oleh orang Kristen dan
Islam.78 saat itu di undanglah kelompok-kelompok Islam politis yang menolak
keras keputusan Dewan Gereja-geraja se-Dunia untuk menyelenggarakan sidang
raya pada tahun 1975 di Jakarta. Mereka para kelompok Islam berdialog dengan
orang Kristen serta menjelaskan pengertian misi dan dakwah supaya tercipta
kerukunan umat beragama saat itu Schumann adalah perwakilan dari agama
Kristen guna menjelaskan tentang misi dalam agama Kristen, sedangkan
perwakilan Islam oleh Ismail al-Faruqi. Di mana menurutnya ajaran Islam adalah
sebagai pengingat, atas pangakuan dasar manusia terhadap Allah sebagai pencipta,
pengakuan ini sudah jadi milik manusia sebelum terlahir di dunia.79
Mengenai misi sendiri Schumann menjelaskan bahwa sebagai seorang
Kristiani kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk menjadi Kristen, karena
tugas itu adalah milik Roh Kudus, oleh karena itu sebaiknya masalah setrategisetrategi misi diserahkan kepada Roh Kudus.80 Begitujuga dengan dakwah dalam
ajaran Islam yang dimaknai sebagai panggilan untuk mengikuti jalan yang lurus,
yaitu jalan yang telah di tetapkan oleh Allah untuk menuntun manusia melalui
wahyu yang disampaikan kepada utusan-Nya, di mana menyampaikan ajaran
77
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 68.
Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 61.
79
Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 68-69.
80
Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 67.
78
76
agama terhadap orang-orang yang sudah percaya maupun yang belum percaya
terhadap Allah adalah hal yang wajib81, namun pemakasaan untuk memeluk suatu
agama tidaklah dianjurkan, karena iman tidak menuntun ke dalam isolasi tetapi
menjadi teladan dalam melakukan kebaikan dan menolak hal yang buruk.82
Permasalahan misi dan dakwah yang dilakukan oleh kedua agama (Kristen
dan Islam) telah menimbulkan beberapakali ketegangan dan konflik, di mana rasa
takut masyarakat Indonesia terhadap misioner menjadi alat para politisi untuk
menghacurkan hubungan baik antar agama Kristen dan Islam di Indonesia.83 Jan
Bank menjelaskan bawa proses Kristenisasi yang dilakukan oleh tentara Portugis
pernah menjadi boomerang sendiri ketika mereka melakukan perluasan daerah
jajahan kemudian menyebarkan agama terhadap orang Indonesia yang telah
memeluk agama Islam.84 Kemudian dalam era modern respon umat Islam yang
takut terhadap Kristenisasi terselubung nampkanya tidak semuanya salah, seperti
yang dijelaskan oleh Aritonan dalam pembahasannya mengenai peristiwa di
Makasar pada 1967 bahwa terjadi perusakan gedung Gereja oleh orang Islam
adalah akibat dari usaha mereka (orang Kristen) memurtadkan umat Islam dari
agamanya.85 Oleh karena itu hemat penulis mengatakan kerukunan antar umat
agama di Indonesia tidak akan terwujud jika mereka para misoner tidak
menampakan etika yang baik, yaitu sikap tidak jujur dalam menyebarkan agama
serta kecurigaan terhadap orang lain yang beda agama.
81
Nabi Muhammad menekankan untuk berdakwah kedua Arah yaitu kedalam umat Islam,
ataupun terhadap orang-orang non Islam. Berdakwah terhadap orang Islam adalah untuk
penguatan keimanan ataupun untuk memperdalam keisalaman, sedangkan berdakwah terhadap
orang yang belum masuk Islam yaitu untuk memberikan jalan kesadaran dengan menunjukan
ajaran Tauhid bahwa tiada Tuhan selain Allah. Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 69.
82
Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 68.
83
Schumann, Menghadapi Tantangan, h. 126.
84
Bank, Revolusi Indonesia, h. 2.
85
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 385.
77
C.
Organisasi Islam di Indoensia.
Ketika Islam telah berkembang luas di Indonesia yaitu tepatnya pada abad
20, kemudian muncullah gagasan untuk membetuk suatu organisasi Islam guna
menjadi suatu pergerakan untuk mengembalikan kejayaan Islam, seperti yang
dijelaskan oleh Sugijanto Padmo bahwa munculnya organisasi Islam di Indonesia
adalah untuk merealisasikan cita-cita umat Islam, dan tidak dipungkiri bahwa
peran organisasi Islam adalah salah satunya menghasilkan kemerdekaan
Indonesia.86
Berbagai oragnisasi Islam yang lahir di Indonesia diantaranya yaitu
organisasi politik seperti Serikat Islam dan Nahdlatul Ulama, maupun organisasi
yang berafiliasi sosial dan pendidikan seperti Muhammadiyah dan Persis.
Shumann menjelaskan bahwa latar belakang lahirnya serikat Islam yaitu berasal
dari organisasi serikat dagang Islam yang didirikan oleh Samanhudi di Solo pada
tahun 1905. Tujuan dibentuknya organisasi ini adalah untuk menentang pengaruh
yang semakin meningkat dari para pedagang batik keturunan Cina.87 Menurut
Aritonang para pedagang Cina yang hijrah ke Indonesia memiliki kekuatan
Ekonomi yang kuat, saat itu para pedagan batik Indonesia bergantung terhadap
pedegang Cina yang menguasai perdagangan kain mori dan lilin, akibatnya para
penjual batik di Indonesia merasa dirugikan.88 Kemudian pada tahun 1911
Organisasi SDI direvisi oleh Omar Said Cokroaminoto89 menjadi Serikat Islam
86
Soegijanto Padmo, “Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia dari Masa ke Masa: Sebuah
Pengantar,” (Humaniora, 2007) Vol. 19, h. 151.
87
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 43.
88
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 153.
89
Omar Said Tjokroaminoto adalah keturunan ningrat, ia adalah seorang yang menentang
Kolonial Belanda, Belanda adalah negri penjajah Indonesia, ia menolak semua kerjasama dengan
kolonial Belanda dan lebih meilih membangun kerjasama dengan Paratai Komunis. Lebih lanjut
lihat Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 44.
78
(SI) dan menjadi organisasi politik pertama di Indonesia.90 Cokroaminoto
menggeluti organisasi Serikat Islam sampai akhir hidupnya yaitu pada tahun
1934, dengan organisasi Serikat Islam ia berkeinginan Islam dijadikan inspirasi
baru dalam bidang politik untuk membentuk sebuah kepemerintahan yang
demokratis,91 tidak dipungkiri bahwa tujuan organisasi ini tidak hanya sebagai
organisasi Islam, melainkan sebagai organisasi yang menolak penjajahan Belanda
karena pada mulanya organisasi ini juga mengumpulkan orang-orang non Muslim
untuk berdiri dibawah bendera Serikat Islam.92
Schumann menjelaskan bahwa demi mencapai cita-cita organisasi Serikat
Islam, Cokroaminoto bekerjasama dengan organisasi Marxis, hal itu disebabkan
ada persamaan cita-cita organisasi Marxis dengan Serikat Islam yaitu menentang
deskriminasi serta menuntut agar hak-hak kebebasan semua warga khususnya
mereka yang lemah dan miskin. Dengan kerjasama itu Cokroaminoto
menginginkan Indonesia merdeka dari jajahan kolonialime Belanda. Namun
gagasan ini menuai kecaman dari tokoh tokoh Islam yang lain, hal itu disebabkan
Marxis dianggap sebagai organisiasi Atheis sedangkan Islam adalah organisasi
yang mempunyai nilai-nila ajaran tentang ketauhidan. Salah satu tokoh Islam
yang mengecam itu adalah Agus Salim, hingga pada tahun 1921 ia membebaskan
organisasi SI dari kerja sama komunis.93
Oraganisasi SI pada perkembangannya mengalami krisis yang disebabkan
oleh dua faktor yaitu Eksternal dan Internal. Faktor eksternal yaitu oraganisasi
Serikat Islam mendapat saingan dari partai nasional Indonesia yang di pimpin
90
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 43.
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 44.
92
Schumann, “Kehidupan Bersama Umat Kristen dan Umat Muslim.”
93
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 45.
91
79
oleh Soekarno dengan nama PNI pada tahun 1927, Soekarno sendiri pernah
menjadi murid Cokroaminoto. Dalam sikap keagamaan PNI lebih memilih netral
terhadap semua agama, hal itu disebabkan anggota PNI banyak yang mengeyam
pendidikan di Barat. Oleh karena itu PNI bercita-cita ingin Indonesia menjadi
negara yang merdeka dengan ide-ide Modern dan sekuler. Dengan demikian PNI
sebagai lawan dari organisasi serikat Islam yang ingin membentuk negara
Indoneisa menjadi negara Islam.94
Sedangkan faktor internal yaitu disebabkan kebingungan dengan tujuan
serikat Islam itu sendiri, dari problem ini banyak anggota yang keluar dari SI dan
membentuk organisasi baru yaitu Nahdlatul Ulama (NU), NU adalah organisasi
Islam yang sangat menekankan madzhab Syafi’i sebagai ajarannya. Pada awalnya
organisasi NU berkembang di Jawa Timur dan Kalimantan, dan munculnya
organisasi ini berdampak semakin krisisnya organisasi SI yang banyak
pengikutnya pindah kepada organisasi NU terutama di dua daerah tersebut.95
Ketika organisasi ini di pimpin oleh Abdurrahman Wahid yaitu pada tahun1984,
mereka berusaha untuk menguatkan ekonomi dan pendidikan khususnya bagi
masyarakat lemah.96
Schumann menjelaskan bahwa selain adanya oraganisasi Serikat Islam dan
Nahdlatul Ulama, di Indonesia juga ada organisasi Muhammadiyah yang lahir di
Yogyakarta yang didirikan oleh Ahmad Dahlan97. Organisasi Muhammadiyah
94
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 48.
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 47
96
Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 242.
97
Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1868, sejak kecil ia dikenal
dengan panggilan Muhammad Darwis, ia terlahir dari seorang Ayah bernama K.H Abu Bakar dan
ibunya bernama Aminah, lihat pada Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), h. 16.
95
80
mempunyai kemiripan dengan cita-cita Buditomo yaitu meningkatkan pelayanan
sosial dan pendidikan pada rakyat banyak. Sedangkan dalam bidang keagamaan
organisasi ini mirip dengan paham salafiyah yaitu ingin memurnikan ajara Islam
dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Muhammadiyah sendiri tidak
mengaggap sebagai organisasi politik melainkan sebagai organisasi keagamaan
yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan,98 meskipun organisasi ini
mempunyai hubungan baik dengan serikat Islam namun Muhammadiyah
menghindari aktivitas politiknya.99
Dalam penjelasan yang lain tujuan berdirinya Muhammadiyah yaitu:
pertama untuk menyebarkan agama Islam di Indonesia khususnya di daerah
Yogyakarta, kedua berusaha untuk menyejahterakan orang-orang Islam. Beberapa
puluh tahun berikutnya tujuan organisasi Muhammadiyah mengalami perbaikan
seiring tersebarnya Muhammadiyah ke Jawa, Sumatra, Sulawesi dan kota-kota
lainnya.100
Setelah membahas organisasi Muhammadiyah Schumann menjelaskan
organisasi Persatuan Islam (Persis), ia menjelaskan bahwa organisasi Persis
didirikan oleh saudagar dan guru-guru dari Minangkabau di Bandung. Menurut
Aritonang Persis didirkan pada tanggal 12 September 1923 oleh umat Islam yang
berminat dalam belajar keagamaan dan di pimpin oleh Zamzam dan Muhammad
Yunus.101 Organisasi ini fokus pada tabligh, yaitu pengajaran dan penyebaran
agama Islam, selain itu persis juga mendirikan taman kanak-kanak dan sekolah-
98
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 48.
Robert Van Niel, Munculnya Elit Modern Indonesia (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya,
2009), h. 215.
100
Majlis Diktilitbang, 1 Abad Muhammadiyah, h. 28.
101
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 176,
99
81
sekolah, dari kegiatannya pengaruh persis terkenal di Minang Kabau dan
Kalimantan Selatan.102 Menurut Aritonang Persis adalah salah satu organisasi
Islam yang semangat menyebarkan gagasan pembaharuan Islam, beberpa
tokohnya mengecam kebijakan Belanda yang dirasa merugikan masyarakat
pribumi.103
Dalam proses perkembangannya hubungan organisasi-organisasi Islam di
Indonesia sering mengalami ketegangan namun pada akhirnya mereka menyadari
bahwa perbedaan pemikiran yang sering terjadi adalah paham tradisional dan
modernis. Untuk meminimalisir perbedaan tersebut di bentuklah Majelis Islam
A’laa Indonesia (MIAI). Dengan terbentuknya MIAI anggota organisasi terbebut
mempunyai cita-cita bahwa negara Indonesia dituntut untuk setiap presiden
Indonesia harus dari orang Islam, dan menuntut adanya sebuah kementiran khusus
untuk mengurusi agama Islam serta mempunyai program kerja untuk membangun
Masjid dan Musholah serta madrasah dan sekolah-sekoalah.104
Menurut Aritonang beberapa organisasi yang terlibat dalam MIAI
diantaranya: NU, Muhammadiyah, PSII, Persatuan Umat Islam, Al-Islam dan AlIrsyad.105 Dengan terbentuknya MIAI para pemuka Islam bercita-cita menciptakan
hubungan baik antar umat Islam di Indonesia dengan umat Islam di luar
Indonesia. Namun organisasi ini diubah secara menyeluruh tepatnya sejak
kedatangan Jepang pada tahun 1942. Organisasi MIAI diganti dengan nama
102
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 49.
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 176.
104
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 49.
105
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 187.
103
82
Majlis Syuro Muslim Indonesia atau Masyumi. Dalam organisasi ini para anggota
terbesar yaitu dari NU dan Muhammadiyah. 106
Schumann menjelaskan bahwa dibanding dengan organisasi nasional dan
organisasi Islam lainya, masyumi adalah organisasi Islam yang banyak mendapat
dukungan oleh tentara Jepang, dengan demikian organisasi Masyumi menjadi
salah satu saluran hubungan diplomatis dengan tentara Jepang. Namun pada
beberapa tahun berikutnya organisasi Masyumi merasa tertekan oleh tentara
Jepang, dan hubungan itu kemudian menjadi dingin, kemudian pada awal tahun
1945 terjadi pergerakan pada masyarakat Indonesia untuk melawan tentara
Jepang, dan dibentuklah badan kabinet persiapan kemerdekaan Indonesia.107
Schumann menjelaskan bahwa salah satu organisasi Islam lain yang
berkembang di Indonesia yaitu Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI),
organisasi ini didirikan tepatnya pada tahun 1990 oleh B.J. Habiebie di
(Malang).108 Menurut Aritonang secara formal ICMI lahir pada tanggal 7
Desember 1990 di Universitas Brawijaya dan dipelopori oleh 5 mahasiswa
Unibraw.109 Pada awalnya ICMI di pimpin oleh Amin Rais dan tujuan
debentuknya ICMI adalah untuk menjadi pusat perkumpulan para cendekiawan
Muslim serta memberdayakannya.110 Menurut Huda meskipun organisasi ini
berdampak besar terhadap politik masa orde baru namun ICMI bukan organisasi
politik melainkan hanya gerakan akidah yang didalangi oleh kelas menengah dan
106
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 50.
Schumann, “Islam di Indonesia,” h. 50.
108
Schumann, “Prospek Hubungan-Hubungan Masadepan Antara Umat Islam dan Kristen
di Indonesia,” article diakse pada 4 Maret 2016 dari http://www.oaseonline.org/artikel/schum.html
109
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 457.
110
Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 247.
107
83
usahawan.111 Pada awal pembetukannya ICMI ditugaskan untuk mengganti fungsi
(CSIS)112 untuk mengatur perancanaan sosial.113 Hal senada juga dikatakan oleh
Aritonang bahwa setelah ICMI bekerjasama dengan Centre for Information and
Development Studies (CIDES), ICMI berhasil menjadi pemikiran baru dan
mengganti peranan CSIS.114
Itulah beberapa organisasi Islam yang ada di Indonesia, secara garis besar
organisasi Islam lahir bersamaan dengan awal terjadinya pergerakan di Indonesia
oleh Karena itu setiap organisasi Islam baik itu yang bertujuan politik maupun
yang sosialis, keduanya mempunyai kesamaan yaitu ingin membangun negara
Indonesia lebih maju baik itu keilmuannya maupun perekonomiannya serta tujuan
paling utama adalah menciptakan kader Islam yang lebih baik.
111
Huda, Islam Nusantara, h. 137.
CSIS atau (Center for Strategic and International Studies) adalah organisasi yang
didirikan oleh Ali Murtopo dan Sudjono Humardani, keduanya adalah teman seperjalanan presiden
Suharto. Lihat Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 245.
113
Schumann, Mengahadapi Tantangan, h. 247.
114
Aritonang, Kristen dan Islam di Indonesia, h. 462.
112
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dan analisa di atas mengenai Islam dalam
pandangan Teolog Kristen studi atas pemikiran Olaf Herbert Schumann, maka
saya mengambil beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Olaf Schumann adalah seorang yang mempunyai pandangan agama Islam
cukup mendalam, hal itu tertera dalam buku-bukunya yang telah panjang lebar
membahas agama Islam dari zaman Nabi Muhammad sampai isu-isu
kontemporer, ia sebenarnya adalah tokoh yang rajin dalam dialog agama demi
menciptakan kerukunan umat beragama, oleh karena itu setiap pembahasannya
tentang agama-agama ia ingin menciptakan hubungan yang baik antar agama,
begitujuga pandangan keislamannya, setiap pembahasan dari konsep ketuhanan,
ajaran tasawuf, hukum serta isu kontemporer seperti pluralitas dan radikal ia
bahas secara objektif.
Mengenai pembahasan Islam di Indonesia Schumann mengupas agama
Islam dari awal masuknya serta proses penyebarannya, hingga perjumpaanya
dengan agama-agama lain yang dihiasi dengan ketegangan maupun kerja sama, ia
nampaknya tidak memihak dalam suatu agama manapun, seperti pembahasan
tentang ketidakjujuran antara misi orang Kristen dan dakwah orang Islam, hingga
menimbulkan
ketegangan
yang
berujung
konflik.
Begitu
juga
dengan
pembahasannya tentang organisasi Islam di Indonesia, beserta kontribusinya
84
85
untuk kemajuan masyarakat Indonesia, dengan analisa dari beberapa buku saya
menemukan penjelasan yang senada.
B.
Saran
Dari semua penjelasan ini, hemat penulis ada beberapa hal yang pantas
dijadikan saran konstruktif adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai seorang akademisi kita dituntut untuk mencari pengetahuan yang
sebenar-benarnya dalam artian seobjektif mungkin, seperti penelitian dalam
sekripsi ini yaitu mempelajari agama Islam menurut teolog Kristen, mempelajari
agama Islam lewat pandang pemeluk agama lain tentulah sangat penting guna
menjadi analisis serta banyak kritikan yang dapat diambil pelajaran.
2.
Kepada pemerintah diharapkan untuk mengantisipasi segala macam bentuk
ketegangang agama, sebelum terjadinya konflik dan peperangan, karena di
Indonesia telah banyak terjadi konflik yang berujung dengan kematian seseorang,
oleh karenaitu saya juga mengaharapkan agar pemerintah menfasilitasi peraturan
penyiaran agama untuk semua kepentingan umat agama yang telah di akui oleh
negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Al Allusi, Adil Muhyid Din. Arab Islam di Indonesia dan India. Jakarta: Gema
Insani Press, 1992.
Al-Husaini, Al-Hamid. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw.
Bandung: Pustaka Hidayah, 2011.
Ali As-Sayis, Syekh Muhammad. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan
Hukum Islam. Jakarta: Akademia Presindo, 1996.
Adib, Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Affifi. Filsafat Mistis Ibnu Arabi. Jakarta: PT Gaya Media Pratama, 1995.
Al-Banna, Al-Imam Ash-Shaid Hasan. Risalah Jihad (I.I.F.S.O)
Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009.
Ali, Yunasril. Sufisme dan Pluralisme Memahami Hakikat Agama dan Relasi
Agama-Agama. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012.
Al-Syharastani. Al Milal wa Al Nihal. Bandung: Mizan, 2004.
Amstrong, Karen.Sejarah Tuhan, Kisah 4000 Tahun Pencarian Tuhan dalam
Agama-Agama Manusia.Bandung: Mizan, 2013.
Aritonang, Jan. S. Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006.
Baldick, Julian. Islam Mistik Mengantar Anda ke Dunia Tasawuf. Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta.
Collins, Gerald O, & Farrugia, Edward G. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius
Anggota IKAPI, 1991.
Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah.
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010.
Fauqi Hajjaj, Muhammad. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah, 2011.
Goddard, Hugh. Sejarah Perjumpaan Islam Kristen. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2013.
Goldziher, Ignaz. Pengantar Teologi dan Hukum Islam. Jakarta: Inis, 1991.
Hadi, Abdul. Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya. Bandung:
Mizan, 1995.
86
87
Herlianto. Gerakan Nama Suci, Nama Allah Yang Dipermasalahkan. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2002.
Huda, Nor. Islam Nusantara, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Ibn Ibrahim, Al-Qasim. Bukti Keberadaan Allah. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2002.
Idris, Fundamentalisme Islam: Analisis Pemikiran Politik Bassam Tibi, Skripsi
S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negri Jakarta,
2007.
Khaja Khan, Khan Sahib. Cakrawala Tasawuf. Jakarta: CV Rajawali, 1987.
Leirvik, Oddbjorn. Yesus Dalam Literatur Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru,
2002.
Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta: Paramadina, 2003.
Muhsin, M. Tarekat dan Dinamika Sosial Politik Tafsir Sosial Sufi Nusantara.
Yogyakata: Pustaka Belajar, 2015.
Nasir, Sahilun A. Pemikiran Kalam Teologi dan Hukum Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Jakarta: UI-PRESS, 2011.
Nasution, Harun. Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1985.
Nata, Abuddi. Studi Islam Komperhensif. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
New life options: Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta:
Kompas, 2001.
Teguh Panji. Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit. Jakarta: Laksana 2015.
Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr Olaf Herbert Schumann, Balitbang
PGI. Agama Dalam Dialog: Pencerahan dan Masa Depan Punjung Tulis
60 Tahun Prof Dr. Olaf Herbert Schumann. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2003.
Pulungan, Suyuthi. Prinsip Pinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah
Ditinjau Dari Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1994.
88
Shalihing. Membangun Dialog Agama Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat
Beragama: Telaah Atas Pemikiran Olaf Herbert Schumann. Skripsi S1,
Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negri Jakarta, 2014.
Schumann, Olaf Herbert. Agama-Agama Kekerasan dan Perdamaian. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2014.
__________. Pendekatan Pada Ilmu Agama-Agama. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2015.
__________. Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2013.
__________. Sepuluh Ulama Berbicara Isa al Masih Serta Ajarannya. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2013.
__________. Pemikiran Keagamaan Dalam Tantangan. Jakarta: PT Grasindo,
1993.
__________. Keluar Dari Benteng Pertahanan. Jakarta: PT Grasindo, 1996.
__________. “Meninjau Agama Islam di Indonesia,” Naskah Terbatas Tidak di
Publikasikan, April 1978.
Syahrastani. Al-Milal wa Al-Nihal. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset.
Sunyoto, Agus. Wali Songo, Reskontruksi Sejarah Yang Disingkirkan. Jakarta:
Transhop Printing, 2011.
Van Niel, Robert. Munculnya Elite Modern Indonesia. Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya, 2009.
Yahya, Imam. Jihad dan Perang dalam Literatur Muslim, dalam buku Islam dan
Urusan Kemanusiaan. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2015.
Yasir, Ali. Jihad Masa Kini. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2015.
Sumbert Internet
BBC Indonesia, Donald Trump Minta Kaum Muslimin dilarang Masuk AS, h. 1.
di
akses
pada
2
Februari
2016
dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/12/151208_dunia_amerika_tru
mp_muslim
Damanhuri, “Umdah Al-Muhtajan: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara,”
article di akses pada 4 Maret 2016 dari http://oaji.net/articles/2015/17921440647039.pdf.
89
Karman, Yongky. “Problem Terjemahan Nama Tuhan Dalam Alkitab.” Article
Dikases
pada
8
Februari
2016
dari
http://www.seabs.ac.id/journal/april2006/Problem%20Terjemahan%20Nama%20
Tuhan%20di%20Alkitab.pdf
Kompas Bom dan Ledakan di Sarinah Jakarta, Polisi Sudah Mendapat Peringatan
Sebelumnya dari NIIS Jakarta 14 Januari, 2016., diakses pada 2 Februari,
2016 dari http://print.kompas.com/baca/2016/01/14/Bom-dan-Ledakan-diSarinah-Jakarta%2c-Polisi-Sudah-M
Permana, Rahayu. “Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia,” artikel diakses pada
24
Febuari
1016
dari
http://pensa-sb.info/wpcontent/uploads/2011/03/SEJARAH-MASUKNYA-ISLAM-KEINDONESIA.pdf
Schumann, “Kehidupan Berasama Umat Kristen dan Umat Muslim di Indonesia
di Masa Depan”, artikel diakses pada 27 Februari 2016 dari
http://www.oaseonline.org/artikel/06.html
_________, “Peran Umat Beragama Dalam Membangun Masyarakat Pluralis
Yang Harmonis Di Maluku Utara Dalam Perspektif Kristiani,” Article di
akses pada 4 Maret 2016 dari http://www.oaseonline.org/olafschumann/
_________, “Prospek Hubungan-Hubungan Masadepan Antara Umat Islam dan
Kristen di Indonesia,” article diakse pada 4 Maret 2016 dari
http://www.oaseonline.org/artikel/schum.html
_________, “Tranformasi Agama dan Budaya ditengah-tengah Kekerasan
Sosial,”
article
diakses
pada
4
Maret
2116
dari
http://www.oaseonline.org/artikel/kt3.htm
Shodiq, Muh. Fajar. “Radikalisme Dalam Islam Antara Pelabelan dan Konstruksi
Sosiologi,”
article
Diakses
pada
25
Januari
2016
dari
http://journal.uniba.ac.id/index.php/GM/article/download/90/89
Soleh, A Khudori. “Model-Model Epistimologi Islam, h. 196. article diakes pada 9
Februari
2016
dari,
http://psikologi.uin-malang.ac.id/wpcontent/uploads/2014/03/Model-Model-Epistemologi-Islam.pdf
Soegijanto Padmo, “Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia dari Masa ke Masa:
Sebuah Pengantar,” article diakses pada 2016 dari,
Waryono. “Beberapa Problem Teologis Antara Islam dan Kristen.” Article
diakses
pada
8
Februari
2016
dari
http://www.seabs.ac.id/journal/april2006/Problem%20Terjemahan%20Na
ma%20Tuhan%20di%20Alkitab.pdf
Download