JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 Authentic Assessment dan Pembelajaran Inovatif dalam Pengembangan Kemampuan Siswa Agung Haryono*) Abstrak The most important target in the Economics Course is developing student’s competences particularly to implementing economics concepts in the real world. So student able to doing economic activity as the economic man (rational) and wise. This article briefly describes the role of teacher as a professional to implementing authentic assessment and innovative learning for achieve the target. Key words: Authentic Assessment and Innovative Learning Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua aspek domein pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Sebab siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji dengan paper-and-pencil test belum tentu ia dapat menerapkan dengan baik pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan kehidupan sehari-hari. Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Cognitive adalah ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan ketrampilan intelektual. Affective adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi. Sedangkan psychomotor adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau ketrampilan motorik (Degeng:2001). Namun ketiga domein pembelajaran itu memang tidak dapat dipaksakan pada semua mata pelajaran dalam porsi yang sama. Untuk mata Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] pelajaran ekonomi misalnya lebih menekankan pada aspek kognigitive dan affective dibandingkan dengan aspek psychomotor yang lebih menekankan pada ketrampilan motorik. Kecenderungan di lapangan menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar lebih menitik beratkan pada aspek kognitif. Terbukti dengan tes-tes yang diselenggarakan di sekolah baik lisan maupun tulis lebih banyak mengarah pada pengungkapan kemampuan aspek kognitif. Tuntutan pada kurikulum KTSP penilaian harus mengarah pada kompetensi siswa, sesuai dengan kompetensi tuntutan kurikulum. Kompetensi yang dimaksud pada kurikulum adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang mencakup pengetahuan, ketrampilan dan perilaku. Penilaian harus mengacu pada pencapaian standar kompetensi siswa. Fenomena di sekolah ada kecenderungan lain, sekolah dikatakan berkualitas jika lulusannya memiliki kualitas akademis dan non akademis yang bagus. Prestasi akademis antara lain; a) nilai 1 JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 ulangan umum bagus, b) nilai ujian akhir bagus (lokal/nasional), c) jumlah dan mutu lomba-lomba mata pelajaran yang dimenangkan. Sedangkan prestasi non akademis adalah prestasi bidang ekstrakurikuler. Implikasi dari kecenderungan pengukuran keberhasilan sekolah dengan prestasi akademik siswa khususnya pada kemampuan koginitif, telah mendorong pengelola sekolah untuk mengejar prestasi itu dengan segala cara. Sekolah memacu kemampuan kognitif siswa seperti memberi pelajaran tambahan, menggunakan metode drill dengan tujuan siswa pada mata pelajaran yang di UAN-kan mendapat nilai tinggi. Kondisi ini didukung oleh orang tua siswa, para orang tua tidak menginginkan putra-putrinya gagal di sekolah hanya karena kurang menguasai materi pelajaran yang di UAN-kan. Untuk itu orang tua berusaha menambah kemampuan putra-putrinya pada mata pelajaran tertentu dengan cara mengikutkan kursus-kursus di bimbingan belajar atau privat pada mata pelajaran tertentu saja. Suasana lingkungan tersebut berpengaruh pada minat belajar siswa pada matapelajaran tertentu. Siswa akan lebih serius dalam mempelajari matapelajaran yang di UAN-kan, karena ”masa depan” siswa sangat ditentukan oleh mata pelajaran tersebut. Mata Pelajaran Ekonomi di SMA termasuk mata pelajaran yang di UAN-kan, dimana mayoritas soal UAN hanya mengukur kemampuan kognitif. Kondisi ini berdampak pada siswa dalam mempelajari ekonomi hanya mengutamakan penguasaan pengetahuan dibanding dengan implikasi terhadap sikap dan perilaku sehari-hari. Akibatnya siswa tidak dapat menerapkan pengetahuan ekonominya dalam kehidupan sehari-hari. 2 AUTHENTIC ASSESSMENT Kecenderungan yang menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar lebih menitik beratkan pada aspek cognitive dibuktikan dengan tes-tes yang diselenggarakan disekolah baik lisan maupun tulis lebih banyak mengarah pada pengungkapan kemapuan aspek cognitive. Hasil penilaian cognitive ini jika dikaitkan dengan mutu pendidikan di Indonesia maka proses pendidikan masih bermutu rendah. Rendahnya mutu pendidikan ini mendorong berbagai pihak untuk melakukan pembaharuan dan penyempurnaan sistem pendidikan secara menyeluruh agar bangsa ini dapat bersaing di era global yang semakin kompetitif. Dalam rangka melakukan pembaharuan sistem pendidikan tersebut, Departemen Pendidikan Nasional selalu melakukan penyempurnaan kurikulum nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Perubahan kurikulum kali ini hendaknya dipahami tidak hanya sekedar penyesuaian substansi materi dan format kurikulum dengan tuntutan perkembangan, tetapi pergeseran paradigma dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan pendidikan berorientasi hasil atau standard (outcome-based eduation). Secara lebih sederhana, apa yang harus ditetapkan sebagai kebijakan kurikuler secara nasional oleh Depdiknas bergeser dari pertanyaan tentang apa yang harus diajarkan (kurikulum) ke pertanyaan tentang apa yang harus dikuasai anak (standard kompetensi) pada tingkatan dan jenjang pendidikan tertentu. Diharapkan dengan adanya standar yang jelas guru memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasi anak di setiap jenjang, sehingga guru dapat merancang dan melakukan proses pembelajaran dan sistem Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 penilaian hasil belajar yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standard. Dengan demikian, guru didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) dan sistem penilain yang otentik. Salah satu implikasi dari diterapkannya standard kompetensi adalah proses penilaian yang dilakukan oleh guru baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standard kompetensi guru harus: • Mengembangkan matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang menjamin pengalaman belajar yang terarah. • Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benarbenar dikuasai dan dicapai. Berikut adalah prinsip-prinsip umum penilaian otentik. Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction) Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia sekolah (school work-kind of problems). Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar. Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik). Pada pelaksanaan penilaian hendaknya tujuan penilaian diarahkan pada empat (4) hal berikut. Keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana, Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran. Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum. Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, guru harus menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Tujuan dan pengalaman belajar tertentu mungkin cukup efektif dinilai melalui tes tertulis (paper-pencil test), sedangkan tujuan dan pengalaman belajar yang lain (seperti bercakap dan praktikum IPA) akan sangat efektif dinilai dengan tes praktek (performance assessment). Demikian juga metoda observasi sangat efektif digunakan untuk menilai aktivitas pembelajaran siswa dalam kelompok, dan skala sikap (rating scale) sangat cocok untuk menilai aspek afektif, minat dan motivasi anak didik. Oleh sebab itu, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang berbagai metoda dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat metoda dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan 3 JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Di samping itu, karena tujuan utama dari penilaian berbasis kelas yang dilakukan oleh guru adalah untuk memantau kemajuan dan pencapaian belajar siswa sesuai dengan matriks kompetensi belajar yang telah ditetapkan, guru atau wali kelas diharapkan mengembangkan sistem portofolio individu siswa (student portfolio) yang berisi kumpulan yang sistematis tentang kemajuan dan hasil belajar siswa. Portofolio siswa memberikan gambaran secara menyeluruh tentang proses dan pencapaian belajar siswa pada kurun waktu tertentu. Portofolio siswa dapat berupa rekaman perkembangan belajar dan psikososial anak (developmental), catatan prestasi khusus yang dicapai siswa (showcase), catatan menyeluruh kegiatan belajar siswa dari awal sampai akhir (comprehensive), atau kumpulan tentang kompetensi yang telah dikuasai anak secara kumulatif . Portofolio ini sangat berguna baik bagi sekolah maupun bagi orang tua serta pihak-pihak lain yang memerlukan informasi secara rinci tentang perkembangan belajar anak dan aspek psikososialnya sehingga mereka dapat memberikan bimbingan dan bantuan yang relevan bagi keberhasilan belajar anak. Penilaian yang Berkelanjutan Salah satu ciri dari sistem penilaian otentik adalah penilaian yang berkelanjutan. Sistem penilaian yang diterapkan untuk mengukur hasil belajar siswa menurut kurikulum 2006 adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Dimana untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki kompetensi dasar maka diperlukan suatu sistem penilaian yang menyeluruh dengan mengunakan indikator-indikator yang dikembangkan guru secara jelas. Berkelanjutan berarti semua indikator harus 4 ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai teknik penilaian dan ujian, seperti: pertanyaan lisan, kuis, ulangan harian, tugas rumah, ulangan praktek, dan pengamatan (Marpadi:2002). Pengembangan sistem penilaian otentik dapat dilakukan melalui beberapa langkah, antara lain: 1. Mengkaji standar kompetensi. Standar ini telah tercantum pada kurikulum yang menggambarkan kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh lulusan dalam setiap mata pelajaran. Standar ini memiliki implikasi yang sangat signifikan dalam perencanaan, implementasi dan pengelolaan penilaian. 2. Mengkaji kompetensi dasar. Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal yang harus dimiliki siswa pada bahasan tertentu. Untuk itu pada langkah ini guru sudah mulai memikirkan materi yang harus diberikan pada siswa agar siswa dapat memiliki kompetensi yang telah dirumuskan. 3. Pengembangan silabus penilaian yang mencakup indikator, jenis tagihan, bentuk, ranah penilaian dan jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester. Kegiatan ini akan lebih baik jika dilakukan bersamaan dengan pengembangan silabus materi pembelajaran. 4. Proses Implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian seperti yang telah direncakan dan pelaksanaan sesuai jadwal yang telah diinformasikan pada siswa. 5. Pencatatan, pengolahan, tindak lanjut dan pelaporan. Semua hasil penilaian diupayakan untuk selalu terdokumentasikan secara baik. Tindak Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 lanjut dari hasil penilaian laporan dapat berupa pengayaan atau remidi. IMPLEMENTASI AUTHENTIC ASSESSMENT DALAM PENGEMBANGAN KEMAMPUAN SISWA Secara sederhana pengembangan sistem penilaian dapat dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Dalam implementasi ketiga tahap itu jika siswa memperoleh informasi yang jelas maka akan membantu siswa dalam mencapai ketuntasan belajar. Keterlibatan siswa dalam perencanaan penilaian berarti siswa mengetahui dan turut memberi masukan pada guru tentang kapan akan ulangan harian dan penyelesaian tugas-tugas. Selain itu siswa juga mengatahui kriteria dan indikator penilaian yang digunakan oleh guru. Hasil survey Haryono (2008) yang mendukung dan memperkuat temuan bahwa keterlibatan siswa dalam perencanaan penilaian itu diperlukan adalah pendapat siswa yang menyatakan bahwa: Pada awal semester guru menginformasikan dan mendiskusikan rencana ulangan harian, tengah dan akhir semester. Kriteria penilaian yang digunakan sering dijelaskan kepada siswa. Jenis tes dan tugas yang akan dikerjakan siswa selalu didiskusikan diawal semester. Setiap akan ulangan guru memberi pengumuman pada siswa untuk belajar dengan baik. Pada proses penilaian dilihat dari variasi jenis tagihan dan soal yang digunakan guru dalam proses penilaian hasil belajar siswa, selain itu juga dilihat dari tingkat kemudahan soal atau perintah untuk dicerna oleh siswa. Hasil survey menujukan Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] bahwa secara umum proses penilaian yang diterapkan guru sudah baik. Temuan lain dalam survey ini yang mendukung bahwa proses penilaian pelajaran di sekolah cukup baik adalah pendapat siswa yang menyatakan bahwa: Soal-soal yang diberikan bapak/ibu guru pada ujian tulis mudah dicerna/dimengerti. Pada setiap semester bapak/ibu guru mengadakan ujian secara lisan. Pertanyaan-pertanyaan lisan bapak/ibu mudah dicerna/ dipahami Pada setiap semester bapak/ibu guru juga memberikan tugas-tugas terstruktur. Tugas-tugas terstruktur dari bapak/ibu guru dapat membantu saya dalam memahami materi pelajaran. Soal-soal ujian yang diberikan bapak/ibu guru sesuai dengan materi yang diajarkan. Soal-soal ujian yang diberikan bapak/ibu guru terkait dengan permasalahan seharihari. Pengolahan hasil penilaian dilihat dari fairness perolehan hasil yang dirasakan siswa dan tindak lanjut yang dilakukan oleh guru setelah melakukan penilaian, seperti pembahasan soal-soal ujian, pembagian hasil ujian atau tugas dan catatan pembetulan yang diguat oleh guru pada lembar jawaban atau tugas siswa. Secara umum tindak lanjut hasil penilaian menurut siswa sudah baik. Namun demikian masih ada sebagian kecil siswa yang merasakan bahwa tindak lanjut hasil penilaian kurang baik. Secara umum tindak lanjut hasil penilaian sudah baik, hal ini dibuktikan dengan pendapat siswa terkait dengan pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian ekonomi di sekolah adalah sebagai berikut: Bapak/ibu guru memberikan penilaian terhadap hasil ulangan secara adil, 5 JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 sesuai dengan kreteria yang sudah disepakati. Bapak/ibu guru melakukan pembahasan terhadap soal-soal ujian terutama pada soal-soal yang menurut saya sulit. Hasil ulangan dan tugas selalu dibagikan kepada saya dan temanteman. Bapak/ibu guru memberikan catatan berupa saran atau pembetulan pada hasil ulangan dan tugas-tugas yang telah dibagikan. Bapak/ibu guru melakukan tes lagi (remidi) kepada kami yang hasil ujiannya belum memenuhi standar. Temuan penelitian ini searah dengan teori penilaian, bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan penilaian otentik. Yaitu penilaian yang merupakan proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Moon (2005) menyatakan bahwa penilaian otentik selalu memberi kesempatan pada siswa untuk menunjukkan pengetahuan dan skillnya dengan baik. Penilaian otentik menurut Moon memiliki karakteristik sebagai berikut: fokus pada materi yang penting, ide-ide besar atau kecapan-kecakapan khusus; merupakan penilaian yang mendalam; mudah dilakukan di kelas atau di lingkungan sekolah; menekankan pada kualitas produk atau kinerja dari pada jawaban tunggal; dapat mengembangkan kekuatan dan penguasaan materi pembelajaran pada siswa; 6 memiliki kriteria yang sudah diketahui, dimengerti dan dinegosiasi oleh siswa dan guru sebelum penilaian dimulai; menyediakan banyak cara yang memungkinkan siswa dapat menunjukkan bahwa ia telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan; pemberian skor penilaian didasarkan pada esensi tugas. Penelitian yang dilakukan Moon telah membuktikan bahwa pengembangan penilaian otentik disekolah telah mendapat respon yang positif baik oleh guru maupun siswa. Hasil penilaian otentik lebih dapat memberikan informasi hasil belajar yang konsisten dibanding dengan teknik penilaian yang tradisional (paper and pencil test). La Lopa (2005) menyatakan bahwa penilaian yang dapat mengungkap pengetahuan siswa secara baik, yang merujuk pada taksonomi Bloom yaitu: knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation guru harus mengungkap dengan berbagai teknik. Kemampuan siswa tersebut tidak dapat hanya diungkap dengan paper and pencil test. Salah satu cara yang diutarakan oleh La Lopa adalah dengan teknik penilaian yang menyeluruh, baik secara tertulis maupun lisan. Searah dengan La Lopa, Walstad (2006) menyatakan bahwa untuk mengungkapkan pemahan siswa terhadap ekonomi perlu diungkap dengan berbagai cara. Walstad menyatakan bahwa untuk dapat mengungkap pemahanan siswa yang mendalam tentang materi ekonomi maka guru perlu menguji siswa dengan soal-soal essay. Hal ini membuktikan bahwa variasi bentuk test dan rumusan soal sangat menentukan kualitas penilaian. Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 PEMBELAJARAN INOVATIF Sebagai seorang profesional guru memahami tugas-tugas profesionalnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas harus selalu mengacu pada model-model pembelajaran yang memungkinkan berkembangnya kemampuan siswa secara maksimal. Seperti diungkap oleh Orlich, D.C (2007) bahwa guru profesional harus memiliki motivasi altruistik (altruistically motivated) sehingga selalu memberikan layanan pembelajaran yang terbaik bagi siswanya. Pendekatan Pembelajaran Pengembangan pembelajaran inovatif pada dasarnya tetap mengacu pada pendekatan pembelajaran yang sudah ada dipadukan dengan kreatifitas guru dalam menggunakan sumberdaya pembelajaran. Dewasa ini ada dua pendekatan teori proses yang banyak didiskusikan, yaitu teori belajar behavioristik dan konstruktivistik. Teori belajar behavioristik pada prinsipnya memandang bahwa belajar adalah suatu proses yang harus dilalui oleh peserta didik sehingga terjadi perubahan perilaku. Untuk pendekatan ini menyarankan bahwa proses belajar harus didesain sedemikian rupa, sehingga proses yang dilalui peserta didik menjadi jelas dan perubahan perilaku yang diharapkan juga jelas. Pada pendekatan behavioristik peran guru sangat aktif dalam mendesain dan mengarahkan selama proses belajar berlangsung. Sebaliknya pendekatan konstruktivistik memberi kebebasan pada peserta didik untuk menentukan aktivitas yang akan dilaluinya. Sehingga perencanaan dan proses pembelajaran ditentukan oleh peserta didik sendiri. Degeng (2001) menyatakan bahwa pendekatan ini merupakan pendekatan yang dibangun dari kesemrawutan. Diantara kedua pendekatan itu memang tidak ada yang paling hebat atau Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] benar, keduanya memiliki pardigma yang berbeda, sehingga secara objektif tidak dapat di bandingkan, keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru dituntut dapat menyenangkan peserta didik, untuk itu guru harus mendesain pendekatan dan metode pembelajaran yang yang menyenangkan. Ada beberapa jenis pendekan pembelajaran antara lain pendekatan kompetensi, pendekatan keterampilan proses, pendekatan lingkungan, pendekatan kontekstual, dan pendekatan tematik. Pendekatan Kompetensi Ada tiga landasan teoretis yang mendasari pendidikan berdasarkan pendekatan kompetensi (Mulyasa:2005). Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Melalui pembelajaran individual peserta didik diharapkan dapat belajar sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Setiap peserta didik dapat belajar dengan cara dan berdasarkan kemampuan masing-masing. Hal ini membutuhkan pengaturan kelas yang fleksibel, baik sarana maupun waktu, karena dimungkinkan peserta didik belajar dengan kecepatan yang berbeda, penggunan alat yang berbeda, serta mempelajari bahan ajar yang berbeda pula. Kedua pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning). Landasan ketiga, perkembangan pendidikan berdasarkan kompetensi adalah usaha penyusunan kembali definisi bakat. Implikasi terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut. Pertama, pembelajaran perlu lebih menekankan pada pembelajaran individual meskipun dilaksanakan secara klasikal, dalam pembe7 JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 lajaran perlu diperhatikan perbedaan peserta didik. Dalam hal ini misalnya tugas diberikan secara individu, bukan secara kelompok. Kedua, perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif, dengan metode dan media yang bervariasi yang memungkinkan setiap peserta didik mengikuti kegiatan belajar dengan tenang dan menyenangkan. Ketiga, dalam pembelajaran perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelesaian tugas/praktek pembelajaran agar setiap peserta didik dapat mengerjakan tugas belajar dengan baik. Apabila waktu yang tersedia di sekolah tidak mencukupi, berilah kebebasan kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan di luar kelas. Dalam kaitannya dengan pengembangan pembelajaran berdasarkan pendekatan kompetensi, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu menetapkan kompetensi yang ingin dicapai, mengembangkan strategi untuk mencapai kompetensi, dan evaluasi. Strategi mencapai kompetensi (the enabling strategy), merupakan strategi untuk membantu peserta didik dalam menguasai kompetensi yang ditetapkan. Untuk itu, dapat dibuat sejumlah alternatif kegiatan, misalnya membaca, mendengarkan, berkreasi, berinteraksi, observasi, dan sebagainya sampai terbentuk suatu kompetensi. Evaluasi dilakukan untuk menggambarkan perilaku hasil belajar (behavioral outcomes) dengan respon peserta didik yang dapat diberikan berdasarkan apa yang diperoleh dari belajar. Pendekatan Keterampilan Proses Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, 8 aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Dalam pengertian tersebut, termasuk di antaranya keterlibatan fisik, mental, dan sosial peserta didik dalam proses pembelajaran, untuk mencapai suatu tujuan. Indikator-indikator pendekatan keterampilan proses antara lain kemampuan mengidentifikasi, mengklasifikasi, menghitung, mengukur, mengamati, mencari hubungan, menafsirkan, menyimpulkan, menerapkan, mengkomunikasi-kan, dan mengekspresikan diri dalam suatu kegiatan untuk menghasilkan suatu karya. Kemampuan-kemampuan yang menunjukkan keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilihat melalui partisipasi dalam kegiatan pembelajaran berikut. Kemampuan bertanya. Kemampuan melakukan pengamatan. Kemampuan mengidentifikasi dan mengklasifikasi hasil pengamatan. Kemampuan menafsirkan hasil identifikasi dan klasifikasi. Kemampuan menggunakan alat dan bahan untuk memperoleh pengalaman secara langsung. Kemampuan merencanakan suatu kegiatan penelitian. Kemampuan menggunakan dan menerapkan konsep yang telah dikuasai dalam suatu situasi baru. Kemampuan menyajikan suatu hasil pengamatan dan atau hasil penelitian. Pendekatan keterampilan bertolak dari suatu pandangan bahwa peserta didik memiliki potensi berbeda, dan dalam situasi normal, mereka proses setiap yang yang dapat Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 mengembangkan potensinya secara optimal. Oleh karena itu, tugas guru adalah memberikan kemudahan kepada peserta didik dengan menciptakan lingkungan yang kondusif agar semua peserta didik dapat berkembang secara optimal. Pembelajaran berdasarkan pendekatan keterampilan proses perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Keaktifan peserta didik didorong oleh kemauan untuk belajar karena adanya tujuan yang ingin dicapai (asas motivasi). Keaktifan peserta didik akan berkembang jika dilandasi dengan pendayagunaan potensi yang dimilikinya. Suasana kelas dapat mendorong atau mengurangi aktivitas peserta didik. Suasana kelas harus dikelola agar dapat merangsang aktivitas dan kreativitas belajar peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar melalui bimbingan dan motivasi untuk mencapai tujuan. Kegiatankegiatan yang dapat dilakukan untuk mendorong aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran antara lain: diskusi, pengamatan, penelitian, praktikum, tanya jawab, karyawisata, studi kasus, bermain peran, dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Pendekatan Lingkungan Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik jika apa yang Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] dipelajari diangkat dari lingkungan, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah bagi lingkungannya. Dalam pendekatan lingkungan, pelajaran disusun sekitar hubungan dan faedah lingkungan. Isi dan prosedur disusun hingga mempunyai makna dan ada hubungannya antara peserta didik dengan lingkungannya. Pengetahuan yang diberikan harus memberi jalan ke luar bagi peserta didik dalam menanggapi lingkungannya. Pemilihan tema sebaiknya ditentukan oleh kebutuhan lingkungan peserta didik. Misalnya di lingkungan petani, tema yang berkaitan dengan pertanian akan memberikan makna yang lebih mendalam bagi para peserta didik. Demikian halnya di lingkungan pantai, tema tentang kehidupan pantai akan sangat menarik minat dan perhatian peserta didik. Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti peserta didik mendapatkan pengetahuan dan pemahaman dengan cara mengamati sendiri apa-apa yang ada di lingkungan sekitar, baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Peserta didik dapat menanyakan sesuatu yang ingin diketahui kepada orang lain di lingkungan mereka yang dianggap tabu tentang masalah yang dihadapi. Adapun jenis-jenis lingkungan yang dapat didayagunakan oleh peserta didik untuk kepentingan pembelajaran: Lingkungan yang meliputi faktorfaktor fisik, biologi, sosio ekonomi, dan budaya yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung, dan berinteraksi dengan kehidupan peserta didik. Sumber masyarakat yang meliputi setiap unsur atau fasilitas yang ada dalam suatu kelompok masyarakat. Ahli-ahli setempat yang meliputi tokoh9 JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan khusus dan berkaitan dengan kepentingan pembelajaran. Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara: Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan p e mb e l a j a r a n . H a l i n i b i s a dilakukan dengan me t o d e karyawisata, metode pemberian tugas. Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah (kelas) untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli, seperti nara sumber, bisa juga sumber tiruan, seperti model, dan gambar. Guru sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mendayagunakannya dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan tema dan lingkungan yang akan didayagunakan hendaknya didiskusikan dengan peserta didik. Pendekatan Kontekstual Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang sering disingkat dengan CTL merupakan salah satu model pembelajaran berbasis kompetensi yang dapat digunakan untuk mengefektifkan dan menyukseskan implementasi Kurikulum 2006. CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan 10 memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya. CTL memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajarinya. Pembelajaran kontekstual mendorong peserta didik memahami hakekat, makna, dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan belajar. Kondisi tersebut terwujud, ketika peserta didik menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk hidup, dan bagaimana cara menggapainya. Pada pembelajaran kontekstual tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat erat kaitannya. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari dalam diri peserta didik (internal), dan dari luar dirinya atau dari lingkungan di sekitarnya (eksternal). Sehubungan dengan itu, Zahorik (dalam Mulyasa:2005) mengungkapkan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran konteksual, sebagai berikut. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 bagian khusus. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara; menyusun konsep sementara; melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; merevisi dan mengembangkan konsep. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari. Pendekatan Tematik (Thematic Approach) Pendekatan tematik (Thematic Approach) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam implementasi Kurikulum 2004, terutama di Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal (TK dan RA), Serta pada kelas rendah di Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah (SD dan MI). Pendekatan tematik merupakan pendekatan pembelajaran untuk mengadakan hubungan yang erat dan serasi antara berbagai aspek yang mempengaruhi peserta didik dalam proses belajar. Oleh karena itu pendekatan tematik sering juga disebut pendekatan terpadu (integrated). Perlunya pendekatan tematik pada pembelajaran yang mempunyai korelasi tinggi ialah kenyataan bahwa "dunia nyata" itu menunjukkan adanya keterpaduan dan bahwa peserta didik ternyata lebih baik bila belajar menghubung-hubungkan berbagai fakta yang ada. Pendekatan tematis atau pendekatan terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menyatu-padukan serangkaian pengalaman belajar, sehingga terjadi saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dan berpusat pada sebuah pokok atau persoalan. Pendekatan Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected] ini didasari oleh Psikologi Gestalt yang menyatakan bahwa keseluruhan/keterpaduan itu lebih berarti dari pada bagianbagiannya. Hal tersebut disebabkan adanya sinergistik efek (efek keterpaduan) yang ditimbulkan sebagai basil dari keterpaduan tersebut. Pembelajaran tematik sangat menuntut kreatifitas guru dalam memilih dan mengembangkan tema pembelajaran, serta menyorotinya dari berbagai aspek. Demikian halnya dalam mengembangkan ilustrasi dan contoh-contoh yang menarik dalam pembelajaran. Jika pendekatan tematik dilakukan oleh seorang guru, maka guru harus memiliki pemahaman yang luas tentang tema yang dipilih dalam kaitannya dengan berbagai mata pelajaran. Sedangkan pembelajaran tematik yang dilakukan oleh beberapa orang guru menuntut kekompakkan dalam membentuk pemahaman, kompetensi, dan pribadi peserta didik. Tema yang dipilih hendaknya diangkat dari lingkungan kehidupan peserta didik, agar pembelajaran menjadi hidup, dan tidak kaku. KESIMPULAN Peningkatan kualitas penilaian guru pada siswa harus melalui meningkatkan keterlibatan siswa, proses dan tindak-lanjut hasil penilaian. Pada peningkatan kualitas perencaan yang perlu dilakukan guru adalah meningkatkan transparansi kriteria penilaian. Semakin jelas dan tranparan kriteria penilaian yang digunakan guru maka siswa akan semakin terpacu untuk dapat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran sebaiknya guru memperkaya variasi model dan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan materi dan kondisi siswa. Pembelajaran inovatif sangat ditentukan oleh kreatifitas guru dalam mengemas materi dan 11 JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009 sumberdaya pembelajaran yang dimiliki. Pembelajaran inovatif juga sangat relatif karena sangat dipengaruhi oleh lingkungan siswa dan kondisi sekolah. Sehingga model yang baik disatu sekolah belum tentu sesuai dengan siswa di sekolah lain. DAFTAR RUJUKAN Degeng, I N. S. 2001. Kumpulan Bahan Pembelajaran; Menuju Pribadi Unggul Melalui Perbaikan Proses Pembelajaran, Malang: LP3, UM. Haryono, A. 2008. Pengaruh Sistem Pembelajaran dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Economic Literacy Siswa SMA Di Kota Malang. Disertasi, PPS UM. Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya. Orlich D.C, et all. 2007, Teaching Strategies A Guide to Effective Instruction, Boston, New York: Houghton Mifflin Company. Walstad, W.B. 2006. Testing for Depth on Understanding in Economics Using Essay Questions. The Journal of Economic Education, Volume 37 No 1, Winter 2006. La Lopa, J.M. 2005. Developing a StudentBased Evaluation Tool for Authentic Assessment, Journal of Teaching And Learning, no.100, Winter. Marpadi, D. 2002. Pola Induk Sistem Pengujian Hasil KBM Berbasis Kemampuan Dasar, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Moon T.R. et. al. 2005. Development of Authentic Assessments for the Middle School Classroom, The Journal of Secondary Gifted Education Vol XVI No.2/3 Winter/Spring. 12 Alamat korespondensi: Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi_UM Email: [email protected]