Authentic Assessment dan Pembelajaran

advertisement
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
Authentic Assessment dan Pembelajaran Inovatif
dalam Pengembangan Kemampuan Siswa
Agung Haryono*)
Abstrak
The most important target in the Economics Course is developing student’s
competences particularly to implementing economics concepts in the real
world. So student able to doing economic activity as the economic man
(rational) and wise. This article briefly describes the role of teacher as a
professional to implementing authentic assessment and innovative learning
for achieve the target.
Key words: Authentic Assessment and Innovative Learning
Penilaian hasil belajar idealnya dapat
mengungkap
semua
aspek
domein
pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif
dan psikomotor. Sebab siswa yang memiliki
kemampuan kognitif baik saat diuji dengan
paper-and-pencil test belum tentu ia dapat
menerapkan dengan baik pengetahuannya
dalam mengatasi permasalahan kehidupan
sehari-hari. Penilaian hasil belajar sangat
terkait dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam proses pembelajaran. Pada umumnya
tujuan
pembelajaran
mengikuti
pengklasifikasian
hasil
belajar
yang
dilakukan oleh Bloom, yaitu cognitive,
affective dan psychomotor. Cognitive adalah
ranah
yang
menekankan
pada
pengembangan kemampuan dan ketrampilan
intelektual. Affective adalah ranah yang
berkaitan dengan pengembangan perasaan,
sikap nilai dan emosi. Sedangkan
psychomotor adalah ranah yang berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan atau ketrampilan
motorik (Degeng:2001). Namun ketiga
domein pembelajaran itu memang tidak
dapat dipaksakan pada semua mata pelajaran
dalam porsi yang sama. Untuk mata
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
pelajaran
ekonomi
misalnya
lebih
menekankan pada aspek kognigitive dan
affective dibandingkan dengan aspek
psychomotor yang lebih menekankan pada
ketrampilan motorik.
Kecenderungan
di
lapangan
menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar
lebih menitik beratkan pada aspek kognitif.
Terbukti
dengan
tes-tes
yang
diselenggarakan di sekolah baik lisan
maupun tulis lebih banyak mengarah pada
pengungkapan kemampuan aspek kognitif.
Tuntutan pada kurikulum KTSP penilaian
harus mengarah pada kompetensi siswa,
sesuai
dengan
kompetensi
tuntutan
kurikulum. Kompetensi yang dimaksud pada
kurikulum adalah kemampuan yang dapat
dilakukan peserta didik yang mencakup
pengetahuan, ketrampilan dan perilaku.
Penilaian harus mengacu pada pencapaian
standar kompetensi siswa.
Fenomena
di
sekolah
ada
kecenderungan lain, sekolah dikatakan
berkualitas jika lulusannya memiliki kualitas
akademis dan non akademis yang bagus.
Prestasi akademis antara lain; a) nilai
1
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
ulangan umum bagus, b) nilai ujian akhir
bagus (lokal/nasional), c) jumlah dan mutu
lomba-lomba
mata
pelajaran
yang
dimenangkan. Sedangkan prestasi non
akademis
adalah
prestasi
bidang
ekstrakurikuler.
Implikasi
dari
kecenderungan
pengukuran keberhasilan sekolah dengan
prestasi akademik siswa khususnya pada
kemampuan koginitif, telah mendorong
pengelola sekolah untuk mengejar prestasi
itu dengan segala cara. Sekolah memacu
kemampuan kognitif siswa seperti memberi
pelajaran tambahan, menggunakan metode
drill dengan tujuan siswa pada mata
pelajaran yang di UAN-kan mendapat nilai
tinggi. Kondisi ini didukung oleh orang tua
siswa, para orang tua tidak menginginkan
putra-putrinya gagal di sekolah hanya karena
kurang menguasai materi pelajaran yang di
UAN-kan. Untuk itu orang tua berusaha
menambah kemampuan putra-putrinya pada
mata pelajaran tertentu dengan cara
mengikutkan kursus-kursus di bimbingan
belajar atau privat pada mata pelajaran
tertentu saja. Suasana lingkungan tersebut
berpengaruh pada minat belajar siswa pada
matapelajaran tertentu. Siswa akan lebih
serius dalam mempelajari matapelajaran
yang di UAN-kan, karena ”masa depan”
siswa sangat ditentukan oleh mata pelajaran
tersebut.
Mata Pelajaran Ekonomi di SMA
termasuk mata pelajaran yang di UAN-kan,
dimana mayoritas soal UAN hanya
mengukur kemampuan kognitif. Kondisi ini
berdampak pada siswa dalam mempelajari
ekonomi hanya mengutamakan penguasaan
pengetahuan dibanding dengan implikasi
terhadap sikap dan perilaku sehari-hari.
Akibatnya siswa tidak dapat menerapkan
pengetahuan ekonominya dalam kehidupan
sehari-hari.
2
AUTHENTIC ASSESSMENT
Kecenderungan yang menunjukkan
bahwa penilaian hasil belajar lebih menitik
beratkan pada aspek cognitive dibuktikan
dengan tes-tes yang diselenggarakan
disekolah baik lisan maupun tulis lebih
banyak mengarah pada pengungkapan
kemapuan aspek cognitive.
Hasil penilaian cognitive ini jika
dikaitkan dengan mutu pendidikan di
Indonesia maka proses pendidikan masih
bermutu
rendah.
Rendahnya
mutu
pendidikan ini mendorong berbagai pihak
untuk
melakukan
pembaharuan
dan
penyempurnaan sistem pendidikan secara
menyeluruh agar bangsa ini dapat bersaing
di era global yang semakin kompetitif.
Dalam rangka melakukan pembaharuan
sistem pendidikan tersebut, Departemen
Pendidikan Nasional selalu melakukan
penyempurnaan kurikulum nasional untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Perubahan kurikulum kali ini hendaknya
dipahami tidak hanya sekedar penyesuaian
substansi materi dan format kurikulum
dengan tuntutan perkembangan, tetapi
pergeseran paradigma dari pendekatan
pendidikan yang berorientasi masukan
(input-oriented education) ke pendekatan
pendidikan berorientasi hasil atau standard
(outcome-based eduation). Secara lebih
sederhana, apa yang harus ditetapkan
sebagai kebijakan kurikuler secara nasional
oleh Depdiknas bergeser dari pertanyaan
tentang apa yang harus diajarkan
(kurikulum) ke pertanyaan tentang apa yang
harus dikuasai anak (standard kompetensi)
pada tingkatan dan jenjang pendidikan
tertentu.
Diharapkan dengan adanya standar
yang jelas guru memiliki orientasi yang jelas
tentang apa yang harus dikuasi anak di setiap
jenjang, sehingga guru dapat merancang dan
melakukan proses pembelajaran dan sistem
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
penilaian hasil belajar yang ia pandang
paling efektif dan efisien untuk mencapai
standard. Dengan demikian, guru didorong
untuk
menerapkan
prinsip-prinsip
pembelajaran tuntas (mastery learning) dan
sistem penilain yang otentik.
Salah
satu
implikasi
dari
diterapkannya standard kompetensi adalah
proses penilaian yang dilakukan oleh guru
baik yang bersifat formatif maupun sumatif
harus menggunakan acuan kriteria. Untuk
itu, dalam menerapkan standard kompetensi
guru harus:
• Mengembangkan matriks kompetensi
belajar (learning competency matrix)
yang menjamin pengalaman belajar yang
terarah.
• Mengembangkan
penilaian
otentik
berkelanjutan (continuous authentic
assessment) yang menjamin pencapaian
dan penguasaan kompetensi.
Penilaian otentik adalah proses
pengumpulan informasi oleh guru tentang
perkembangan dan pencapaian pembelajaran
yang dilakukan anak didik melalui berbagai
teknik yang mampu mengungkapkan,
membuktikan atau menunjukkan secara tepat
bahwa tujuan pembelajaran telah benarbenar dikuasai dan dicapai. Berikut adalah
prinsip-prinsip umum penilaian otentik.
ƒ Proses penilaian harus merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari proses
pembelajaran, bukan bagian terpisah dari
proses pembelajaran (a part of, not apart
from, instruction)
ƒ Penilaian harus mencerminkan masalah
dunia nyata (real world problems),
bukan masalah dunia sekolah (school
work-kind of problems).
ƒ Penilaian harus menggunakan berbagai
ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai
dengan
karakteristik
dan
esensi
pengalaman belajar.
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
ƒ
Penilaian harus bersifat holistik yang
mencakup semua aspek dari tujuan
pembelajaran (kognitif, afektif, dan
sensori-motorik).
Pada pelaksanaan penilaian hendaknya
tujuan penilaian diarahkan pada empat (4)
hal berikut.
ƒ Keeping track, yaitu untuk menelusuri
agar proses pembelajaran anak didik
tetap sesuai dengan rencana,
ƒ Checking-up, yaitu untuk mengecek
adakah kelemahan-kelemahan yang
dialami anak didik dalam proses
pembelajaran.
ƒ Finding-out, yaitu untuk mencari dan
menemukan hal-hal yang menyebabkan
terjadinya kelemahan dan kesalahan
dalam proses pembelajaran.
ƒ Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan
apakah anak didik telah mencapai
kompetensi yang ditetapkan atau belum.
Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, guru
harus menggunakan berbagai metoda dan
teknik penilaian yang beragam sesuai
dengan
tujuan
pembelajaran
dan
karakteristik pengalaman belajar yang
dilaluinya. Tujuan dan pengalaman belajar
tertentu mungkin cukup efektif dinilai
melalui tes tertulis (paper-pencil test),
sedangkan tujuan dan pengalaman belajar
yang lain (seperti bercakap dan praktikum
IPA) akan sangat efektif dinilai dengan tes
praktek
(performance
assessment).
Demikian juga metoda observasi sangat
efektif digunakan untuk menilai aktivitas
pembelajaran siswa dalam kelompok, dan
skala sikap (rating scale) sangat cocok untuk
menilai aspek afektif, minat dan motivasi
anak didik. Oleh sebab itu, guru hendaknya
memiliki pengetahuan dan kemahiran
tentang berbagai metoda dan teknik
penilaian sehingga dapat memilih dan
melaksanakan dengan tepat metoda dan
teknik yang dianggap paling sesuai dengan
3
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
tujuan dan proses pembelajaran, serta
pengalaman belajar yang telah ditetapkan.
Di samping itu, karena tujuan utama dari
penilaian berbasis kelas yang dilakukan oleh
guru adalah untuk memantau kemajuan dan
pencapaian belajar siswa sesuai dengan
matriks kompetensi belajar yang telah
ditetapkan, guru atau wali kelas diharapkan
mengembangkan sistem portofolio individu
siswa (student portfolio) yang berisi
kumpulan yang sistematis tentang kemajuan
dan hasil belajar siswa. Portofolio siswa
memberikan gambaran secara menyeluruh
tentang proses dan pencapaian belajar siswa
pada kurun waktu tertentu. Portofolio siswa
dapat berupa rekaman perkembangan belajar
dan psikososial anak (developmental),
catatan prestasi khusus yang dicapai siswa
(showcase), catatan menyeluruh kegiatan
belajar siswa dari awal sampai akhir
(comprehensive), atau kumpulan tentang
kompetensi yang telah dikuasai anak secara
kumulatif . Portofolio ini sangat berguna
baik bagi sekolah maupun bagi orang tua
serta pihak-pihak lain yang memerlukan
informasi secara rinci tentang perkembangan
belajar anak dan aspek psikososialnya
sehingga mereka dapat memberikan
bimbingan dan bantuan yang relevan bagi
keberhasilan belajar anak.
Penilaian yang Berkelanjutan
Salah satu ciri dari sistem penilaian
otentik adalah penilaian yang berkelanjutan.
Sistem penilaian yang diterapkan untuk
mengukur hasil belajar siswa menurut
kurikulum 2006 adalah sistem penilaian
yang
berkelanjutan.
Dimana
untuk
mengetahui seberapa jauh peserta didik telah
memiliki kompetensi dasar maka diperlukan
suatu sistem penilaian yang menyeluruh
dengan mengunakan indikator-indikator
yang dikembangkan guru secara jelas.
Berkelanjutan berarti semua indikator harus
4
ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk
menentukan kompetensi dasar yang telah
dimiliki dan yang belum, serta untuk
mengetahui kesulitan peserta didik. Untuk
itu perlu dikembangkan berbagai teknik
penilaian dan ujian, seperti: pertanyaan lisan,
kuis, ulangan harian, tugas rumah, ulangan
praktek, dan pengamatan (Marpadi:2002).
Pengembangan sistem penilaian
otentik dapat dilakukan melalui beberapa
langkah, antara lain:
1. Mengkaji standar kompetensi. Standar
ini telah tercantum pada kurikulum yang
menggambarkan kemampuan minimal
yang harus dimiliki oleh lulusan dalam
setiap mata pelajaran. Standar ini
memiliki
implikasi
yang
sangat
signifikan
dalam
perencanaan,
implementasi dan pengelolaan penilaian.
2. Mengkaji kompetensi dasar. Kompetensi
dasar adalah kemampuan minimal yang
harus dimiliki siswa pada bahasan
tertentu. Untuk itu pada langkah ini guru
sudah mulai memikirkan materi yang
harus diberikan pada siswa agar siswa
dapat memiliki kompetensi yang telah
dirumuskan.
3. Pengembangan silabus penilaian yang
mencakup indikator, jenis tagihan,
bentuk, ranah penilaian dan jadwal
kegiatan penilaian dalam satu semester.
Kegiatan ini akan lebih baik jika
dilakukan
bersamaan
dengan
pengembangan
silabus
materi
pembelajaran.
4. Proses Implementasi menggunakan
berbagai teknik penilaian seperti yang
telah direncakan dan pelaksanaan sesuai
jadwal yang telah diinformasikan pada
siswa.
5. Pencatatan, pengolahan, tindak lanjut
dan pelaporan. Semua hasil penilaian
diupayakan
untuk
selalu
terdokumentasikan secara baik. Tindak
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
lanjut dari hasil penilaian laporan dapat
berupa pengayaan atau remidi.
IMPLEMENTASI AUTHENTIC
ASSESSMENT DALAM
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN
SISWA
Secara sederhana pengembangan
sistem penilaian dapat dikelompokkan dalam
tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan
dan tindak lanjut. Dalam implementasi
ketiga tahap itu jika siswa memperoleh
informasi yang jelas maka akan membantu
siswa dalam mencapai ketuntasan belajar.
Keterlibatan
siswa
dalam
perencanaan
penilaian
berarti
siswa
mengetahui dan turut memberi masukan
pada guru tentang kapan akan ulangan
harian dan penyelesaian tugas-tugas. Selain
itu siswa juga mengatahui kriteria dan
indikator penilaian yang digunakan oleh
guru. Hasil survey Haryono (2008) yang
mendukung dan memperkuat temuan bahwa
keterlibatan siswa dalam perencanaan
penilaian itu diperlukan adalah pendapat
siswa yang menyatakan bahwa:
ƒ Pada awal semester guru
menginformasikan dan mendiskusikan
rencana ulangan harian, tengah dan akhir
semester.
ƒ Kriteria penilaian yang digunakan sering
dijelaskan kepada siswa.
ƒ Jenis tes dan tugas yang akan dikerjakan
siswa selalu didiskusikan diawal
semester.
ƒ Setiap akan ulangan guru memberi
pengumuman pada siswa untuk belajar
dengan baik.
Pada proses penilaian dilihat dari
variasi jenis tagihan dan soal yang
digunakan guru dalam proses penilaian hasil
belajar siswa, selain itu juga dilihat dari
tingkat kemudahan soal atau perintah untuk
dicerna oleh siswa. Hasil survey menujukan
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
bahwa secara umum proses penilaian yang
diterapkan guru sudah baik. Temuan lain
dalam survey ini yang mendukung bahwa
proses penilaian pelajaran di sekolah cukup
baik adalah pendapat siswa yang
menyatakan bahwa:
ƒ Soal-soal yang diberikan bapak/ibu guru
pada
ujian
tulis
mudah
dicerna/dimengerti.
ƒ Pada setiap semester bapak/ibu guru
mengadakan ujian secara lisan.
ƒ Pertanyaan-pertanyaan lisan bapak/ibu
mudah dicerna/ dipahami
ƒ Pada setiap semester bapak/ibu guru juga
memberikan tugas-tugas terstruktur.
ƒ Tugas-tugas terstruktur dari bapak/ibu
guru dapat membantu saya dalam
memahami materi pelajaran.
ƒ Soal-soal ujian yang diberikan bapak/ibu
guru sesuai dengan materi yang
diajarkan.
ƒ Soal-soal ujian yang diberikan bapak/ibu
guru terkait dengan permasalahan seharihari.
Pengolahan hasil penilaian dilihat
dari fairness perolehan hasil yang dirasakan
siswa dan tindak lanjut yang dilakukan oleh
guru setelah melakukan penilaian, seperti
pembahasan soal-soal ujian, pembagian hasil
ujian atau tugas dan catatan pembetulan
yang diguat oleh guru pada lembar jawaban
atau tugas siswa. Secara umum tindak lanjut
hasil penilaian menurut siswa sudah baik.
Namun demikian masih ada sebagian kecil
siswa yang merasakan bahwa tindak lanjut
hasil penilaian kurang baik. Secara umum
tindak lanjut hasil penilaian sudah baik, hal
ini dibuktikan dengan pendapat siswa terkait
dengan pelaksanaan tindak lanjut hasil
penilaian ekonomi di sekolah adalah sebagai
berikut:
ƒ Bapak/ibu guru memberikan penilaian
terhadap hasil ulangan secara adil,
5
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
sesuai dengan kreteria yang sudah
disepakati.
ƒ Bapak/ibu guru melakukan pembahasan
terhadap soal-soal ujian terutama pada
soal-soal yang menurut saya sulit.
ƒ Hasil ulangan dan tugas selalu
dibagikan kepada saya dan temanteman.
ƒ Bapak/ibu guru memberikan catatan
berupa saran atau pembetulan pada hasil
ulangan dan tugas-tugas yang telah
dibagikan.
ƒ Bapak/ibu guru melakukan tes lagi
(remidi) kepada kami yang hasil
ujiannya belum memenuhi standar.
Temuan penelitian ini searah dengan teori
penilaian, bahwa penilaian yang dilakukan
oleh guru baik yang bersifat formatif
maupun sumatif harus menggunakan
penilaian otentik. Yaitu penilaian yang
merupakan proses pengumpulan informasi
oleh guru tentang perkembangan dan
pencapaian pembelajaran yang dilakukan
anak didik melalui berbagai teknik yang
mampu mengungkapkan, membuktikan, atau
menunjukkan secara tepat bahwa tujuan
pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan
dicapai.
Moon (2005) menyatakan bahwa
penilaian otentik selalu memberi kesempatan
pada
siswa
untuk
menunjukkan
pengetahuan dan skillnya dengan baik.
Penilaian otentik menurut Moon memiliki
karakteristik sebagai berikut:
ƒ fokus pada materi yang penting, ide-ide
besar atau kecapan-kecakapan khusus;
ƒ merupakan penilaian yang mendalam;
ƒ mudah dilakukan di kelas atau di
lingkungan sekolah;
ƒ menekankan pada kualitas produk atau
kinerja dari pada jawaban tunggal;
ƒ dapat mengembangkan kekuatan dan
penguasaan materi pembelajaran pada
siswa;
6
ƒ
memiliki kriteria yang sudah diketahui,
dimengerti dan dinegosiasi oleh siswa
dan guru sebelum penilaian dimulai;
ƒ menyediakan
banyak
cara
yang
memungkinkan
siswa
dapat
menunjukkan bahwa ia telah memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan;
ƒ pemberian skor penilaian didasarkan
pada esensi tugas.
Penelitian yang dilakukan Moon telah
membuktikan
bahwa
pengembangan
penilaian otentik disekolah telah mendapat
respon yang positif baik oleh guru maupun
siswa. Hasil penilaian otentik lebih dapat
memberikan informasi hasil belajar yang
konsisten dibanding dengan teknik penilaian
yang tradisional (paper and pencil test).
La Lopa (2005) menyatakan bahwa
penilaian
yang
dapat
mengungkap
pengetahuan siswa secara baik, yang
merujuk pada taksonomi Bloom yaitu:
knowledge, comprehension, application,
analysis, synthesis, dan evaluation guru
harus mengungkap dengan berbagai teknik.
Kemampuan siswa tersebut tidak dapat
hanya diungkap dengan paper and pencil
test. Salah satu cara yang diutarakan oleh La
Lopa adalah dengan teknik penilaian yang
menyeluruh, baik secara tertulis maupun
lisan.
Searah dengan La Lopa, Walstad
(2006)
menyatakan
bahwa
untuk
mengungkapkan pemahan siswa terhadap
ekonomi perlu diungkap dengan berbagai
cara. Walstad menyatakan bahwa untuk
dapat mengungkap pemahanan siswa yang
mendalam tentang materi ekonomi maka
guru perlu menguji siswa dengan soal-soal
essay. Hal ini membuktikan bahwa variasi
bentuk test dan rumusan soal sangat
menentukan kualitas penilaian.
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
PEMBELAJARAN INOVATIF
Sebagai seorang profesional guru
memahami tugas-tugas profesionalnya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas
harus selalu mengacu pada model-model
pembelajaran yang memungkinkan
berkembangnya kemampuan siswa secara
maksimal. Seperti diungkap oleh Orlich,
D.C (2007) bahwa guru profesional harus
memiliki motivasi altruistik (altruistically
motivated) sehingga selalu memberikan
layanan pembelajaran yang terbaik bagi
siswanya.
Pendekatan Pembelajaran
Pengembangan
pembelajaran
inovatif pada dasarnya tetap mengacu pada
pendekatan pembelajaran yang sudah ada
dipadukan dengan kreatifitas guru dalam
menggunakan sumberdaya pembelajaran.
Dewasa ini ada dua pendekatan teori proses
yang banyak didiskusikan, yaitu teori belajar
behavioristik dan konstruktivistik. Teori
belajar behavioristik pada prinsipnya
memandang bahwa belajar adalah suatu
proses yang harus dilalui oleh peserta didik
sehingga terjadi perubahan perilaku. Untuk
pendekatan ini menyarankan bahwa proses
belajar harus didesain sedemikian rupa,
sehingga proses yang dilalui peserta didik
menjadi jelas dan perubahan perilaku yang
diharapkan juga jelas. Pada pendekatan
behavioristik peran guru sangat aktif dalam
mendesain dan mengarahkan selama proses
belajar berlangsung. Sebaliknya pendekatan
konstruktivistik memberi kebebasan pada
peserta didik untuk menentukan aktivitas
yang akan dilaluinya. Sehingga perencanaan
dan proses pembelajaran ditentukan oleh
peserta didik sendiri. Degeng (2001)
menyatakan
bahwa
pendekatan
ini
merupakan pendekatan yang dibangun dari
kesemrawutan. Diantara kedua pendekatan
itu memang tidak ada yang paling hebat atau
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
benar, keduanya memiliki pardigma yang
berbeda, sehingga secara objektif tidak dapat
di
bandingkan,
keduanya
memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing.
Kegiatan
pembelajaran
yang
dilaksanakan
guru
dituntut
dapat
menyenangkan peserta didik, untuk itu guru
harus mendesain pendekatan dan metode
pembelajaran yang yang menyenangkan.
Ada beberapa jenis pendekan pembelajaran
antara
lain
pendekatan
kompetensi,
pendekatan keterampilan proses, pendekatan
lingkungan, pendekatan kontekstual, dan
pendekatan tematik.
Pendekatan Kompetensi
Ada tiga landasan teoretis yang
mendasari
pendidikan
berdasarkan
pendekatan kompetensi (Mulyasa:2005).
Pertama,
adanya
pergeseran
dari
pembelajaran
kelompok
ke
arah
pembelajaran
individual.
Melalui
pembelajaran individual peserta didik
diharapkan dapat belajar sendiri, tidak
bergantung pada orang lain. Setiap peserta
didik dapat belajar dengan cara dan
berdasarkan kemampuan masing-masing.
Hal ini membutuhkan pengaturan kelas yang
fleksibel, baik sarana maupun waktu, karena
dimungkinkan peserta didik belajar dengan
kecepatan yang berbeda, penggunan alat
yang berbeda, serta mempelajari bahan ajar
yang
berbeda
pula.
Kedua
pengembangan konsep belajar tuntas
(mastery learning). Landasan ketiga,
perkembangan pendidikan berdasarkan
kompetensi adalah usaha penyusunan
kembali definisi bakat.
Implikasi terhadap pembelajaran
adalah
sebagai
berikut.
Pertama,
pembelajaran perlu lebih menekankan pada
pembelajaran
individual
meskipun
dilaksanakan secara klasikal, dalam pembe7
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
lajaran perlu diperhatikan perbedaan peserta
didik. Dalam hal ini misalnya tugas
diberikan secara individu, bukan secara
kelompok. Kedua, perlu diupayakan
lingkungan belajar yang kondusif, dengan
metode dan media yang bervariasi yang
memungkinkan setiap peserta didik
mengikuti kegiatan belajar dengan tenang
dan
menyenangkan.
Ketiga,
dalam
pembelajaran perlu diberikan waktu yang
cukup, terutama dalam penyelesaian
tugas/praktek pembelajaran agar setiap
peserta didik dapat mengerjakan tugas
belajar dengan baik. Apabila waktu yang
tersedia di sekolah tidak mencukupi,
berilah kebebasan kepada peserta didik
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan di luar kelas.
Dalam
kaitannya
dengan
pengembangan
pembelajaran
berdasarkan pendekatan kompetensi, ada tiga
hal yang perlu diperhatikan, yaitu
menetapkan kompetensi yang ingin
dicapai, mengembangkan strategi untuk
mencapai kompetensi, dan evaluasi.
Strategi mencapai kompetensi (the
enabling strategy), merupakan strategi
untuk membantu peserta didik dalam
menguasai kompetensi yang ditetapkan.
Untuk itu, dapat dibuat sejumlah alternatif
kegiatan,
misalnya
membaca,
mendengarkan, berkreasi, berinteraksi,
observasi, dan sebagainya sampai terbentuk
suatu kompetensi. Evaluasi dilakukan
untuk menggambarkan perilaku hasil
belajar (behavioral outcomes) dengan
respon peserta didik yang dapat
diberikan berdasarkan apa yang diperoleh
dari belajar.
Pendekatan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses
merupakan pendekatan pembelajaran
yang menekankan pada proses belajar,
8
aktivitas dan kreativitas peserta didik
dalam
memperoleh
pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap, serta
menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Dalam pengertian tersebut, termasuk di
antaranya keterlibatan fisik, mental, dan
sosial peserta didik dalam proses
pembelajaran, untuk mencapai suatu tujuan.
Indikator-indikator
pendekatan
keterampilan
proses
antara
lain
kemampuan
mengidentifikasi,
mengklasifikasi,
menghitung,
mengukur, mengamati, mencari hubungan,
menafsirkan, menyimpulkan, menerapkan,
mengkomunikasi-kan,
dan
mengekspresikan diri dalam suatu kegiatan
untuk menghasilkan suatu karya.
Kemampuan-kemampuan
yang
menunjukkan keterlibatan peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran tersebut dapat
dilihat melalui partisipasi dalam kegiatan
pembelajaran berikut.
ƒ Kemampuan bertanya.
ƒ Kemampuan melakukan pengamatan.
ƒ Kemampuan mengidentifikasi dan
mengklasifikasi hasil pengamatan.
ƒ Kemampuan menafsirkan hasil
identifikasi dan klasifikasi.
ƒ Kemampuan menggunakan alat dan
bahan untuk memperoleh pengalaman
secara langsung.
ƒ Kemampuan merencanakan suatu
kegiatan penelitian.
ƒ Kemampuan menggunakan dan
menerapkan konsep yang telah dikuasai
dalam suatu situasi baru.
ƒ Kemampuan menyajikan suatu hasil
pengamatan dan atau hasil penelitian.
Pendekatan keterampilan
bertolak dari suatu pandangan bahwa
peserta didik memiliki potensi
berbeda, dan dalam situasi
normal,
mereka
proses
setiap
yang
yang
dapat
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
mengembangkan
potensinya
secara
optimal. Oleh karena itu, tugas guru adalah
memberikan kemudahan kepada peserta
didik dengan menciptakan lingkungan
yang kondusif agar semua peserta didik
dapat berkembang secara optimal.
Pembelajaran berdasarkan
pendekatan keterampilan proses perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
ƒ Keaktifan peserta didik didorong oleh
kemauan untuk belajar karena adanya
tujuan yang ingin dicapai (asas
motivasi).
ƒ Keaktifan peserta didik akan
berkembang jika dilandasi dengan
pendayagunaan potensi yang
dimilikinya.
ƒ Suasana kelas dapat mendorong atau
mengurangi aktivitas peserta didik.
Suasana kelas harus dikelola agar
dapat
merangsang aktivitas dan
kreativitas belajar peserta didik.
Dalam kegiatan pembelajaran, tugas
guru adalah memberikan kemudahan
belajar melalui bimbingan dan motivasi
untuk mencapai tujuan. Kegiatankegiatan yang dapat dilakukan untuk
mendorong aktivitas dan kreativitas peserta
didik dalam pembelajaran antara lain:
diskusi, pengamatan, penelitian, praktikum,
tanya jawab, karyawisata, studi kasus,
bermain peran, dan kegiatan-kegiatan lain
yang dapat menunjang tercapainya tujuan
pembelajaran.
Pendekatan Lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang
berusaha untuk meningkatkan keterlibatan
peserta didik melalui pendayagunaan
lingkungan sebagai sumber belajar.
Pendekatan
ini
berasumsi
bahwa
kegiatan pembelajaran akan menarik
perhatian peserta didik jika apa yang
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
dipelajari diangkat dari lingkungan,
sehingga apa yang dipelajari berhubungan
dengan kehidupan dan berfaedah bagi
lingkungannya.
Dalam pendekatan lingkungan,
pelajaran disusun sekitar hubungan dan
faedah lingkungan. Isi dan prosedur disusun
hingga mempunyai makna dan ada
hubungannya antara peserta didik dengan
lingkungannya. Pengetahuan yang diberikan
harus memberi jalan ke luar bagi peserta
didik dalam menanggapi lingkungannya.
Pemilihan tema sebaiknya ditentukan oleh
kebutuhan lingkungan peserta didik. Misalnya
di lingkungan petani, tema yang berkaitan
dengan pertanian akan memberikan makna
yang lebih mendalam bagi para peserta
didik. Demikian halnya di lingkungan pantai,
tema tentang kehidupan pantai akan sangat
menarik minat dan perhatian peserta didik.
Belajar
dengan
pendekatan
lingkungan
berarti
peserta
didik
mendapatkan
pengetahuan
dan
pemahaman dengan cara mengamati
sendiri apa-apa yang ada di lingkungan
sekitar, baik di lingkungan rumah maupun di
lingkungan sekolah. Peserta didik dapat
menanyakan
sesuatu
yang
ingin
diketahui kepada orang lain di
lingkungan mereka yang dianggap tabu
tentang masalah yang dihadapi. Adapun
jenis-jenis
lingkungan
yang
dapat
didayagunakan oleh peserta didik untuk
kepentingan pembelajaran:
ƒ Lingkungan yang meliputi faktorfaktor fisik, biologi, sosio ekonomi,
dan budaya yang berpengaruh
secara
langsung
maupun tidak
langsung, dan berinteraksi dengan
kehidupan peserta didik.
ƒ Sumber masyarakat yang meliputi
setiap unsur atau fasilitas yang ada
dalam suatu kelompok masyarakat.
ƒ Ahli-ahli setempat yang meliputi tokoh9
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
tokoh masyarakat yang memiliki
pengetahuan khusus dan berkaitan
dengan kepentingan pembelajaran.
Pembelajaran
berdasarkan
pendekatan lingkungan dapat dilakukan
dengan dua cara:
ƒ Membawa peserta didik ke lingkungan
untuk kepentingan p e mb e l a j a r a n .
H a l i n i b i s a dilakukan dengan
me t o d e karyawisata, metode pemberian
tugas.
ƒ Membawa
sumber-sumber
dari
lingkungan ke sekolah (kelas) untuk
kepentingan pembelajaran. Sumber
tersebut bisa sumber asli, seperti nara
sumber, bisa juga sumber tiruan, seperti
model, dan gambar.
Guru sebagai pemandu pembelajaran
dapat memilih lingkungan dan menentukan
cara-cara
yang
tepat
untuk
mendayagunakannya
dalam
kegiatan
pembelajaran.
Pemilihan
tema
dan
lingkungan yang akan didayagunakan
hendaknya didiskusikan dengan peserta
didik.
Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran
Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) yang
sering disingkat dengan CTL merupakan
salah satu model pembelajaran berbasis
kompetensi yang dapat digunakan untuk
mengefektifkan
dan
menyukseskan
implementasi Kurikulum 2006. CTL
merupakan konsep pembelajaran yang
menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia kehidupan
peserta didik secara nyata, sehingga para
peserta didik mampu menghubungkan dan
menerapkan kompetensi hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari. Melalui proses
penerapan kompetensi dalam kehidupan
sehari-hari, peserta didik akan merasakan
pentingnya belajar, dan mereka akan
10
memperoleh makna yang mendalam
terhadap apa yang dipelajarinya. CTL
memungkinkan proses belajar yang
tenang dan menyenangkan, karena
pembelajaran dilakukan secara alamiah,
sehingga peserta didik dapat mempraktekkan
secara langsung apa-apa yang dipelajarinya.
Pembelajaran
kontekstual
mendorong
peserta didik memahami hakekat, makna,
dan
manfaat
belajar,
sehingga
memungkinkan
mereka
rajin,
dan
termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan
kecanduan belajar. Kondisi tersebut
terwujud, ketika peserta didik menyadari
tentang apa yang mereka perlukan untuk
hidup, dan bagaimana cara menggapainya.
Pada pembelajaran kontekstual
tugas guru adalah memberikan kemudahan
belajar kepada peserta didik, dengan
menyediakan berbagai sarana dan sumber
belajar yang memadai. Guru bukan hanya
menyampaikan materi pembelajaran yang
berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan
dan
strategi
pembelajaran
yang
memungkinkan peserta didik belajar.
Lingkungan belajar yang kondusif sangat
penting dan sangat menunjang pembelajaran
kontekstual, dan keberhasilan pembelajaran
secara keseluruhan.
Dalam
pelaksanaannya,
pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang sangat erat
kaitannya. Faktor-faktor tersebut bisa
datang dari dalam diri peserta didik
(internal), dan dari luar dirinya atau dari
lingkungan di sekitarnya (eksternal).
Sehubungan dengan itu, Zahorik (dalam
Mulyasa:2005) mengungkapkan lima
elemen yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran konteksual, sebagai berikut.
ƒ Pembelajaran harus memperhatikan
pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
peserta didik. Pembelajaran dimulai dari
keseluruhan (global) menuju bagian-Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
ƒ
ƒ
ƒ
bagian khusus.
Pembelajaran harus ditekankan pada
pemahaman, dengan cara; menyusun
konsep sementara; melakukan sharing
untuk memperoleh masukan dan
tanggapan dari orang lain; merevisi dan
mengembangkan konsep.
Pembelajaran ditekankan pada upaya
mempraktekkan secara langsung apa-apa
yang dipelajari.
Adanya refleksi terhadap strategi
pembelajaran dan pengembangan
pengetahuan yang dipelajari.
Pendekatan Tematik (Thematic Approach)
Pendekatan
tematik
(Thematic
Approach) merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang digunakan dalam
implementasi Kurikulum 2004, terutama di
Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal
(TK dan RA), Serta pada kelas rendah di
Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah (SD
dan MI). Pendekatan tematik merupakan
pendekatan
pembelajaran
untuk
mengadakan hubungan yang erat dan serasi
antara berbagai aspek yang mempengaruhi
peserta didik dalam proses belajar. Oleh
karena itu pendekatan tematik sering
juga
disebut
pendekatan
terpadu
(integrated). Perlunya pendekatan tematik
pada pembelajaran yang mempunyai
korelasi tinggi ialah kenyataan bahwa
"dunia nyata" itu menunjukkan adanya
keterpaduan dan bahwa peserta didik
ternyata
lebih
baik
bila
belajar
menghubung-hubungkan berbagai fakta
yang ada.
Pendekatan tematis atau pendekatan
terpadu merupakan suatu pendekatan
pembelajaran
yang
menyatu-padukan
serangkaian pengalaman belajar, sehingga
terjadi saling berhubungan satu dengan
yang lainnya, dan berpusat pada
sebuah pokok atau persoalan. Pendekatan
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
ini didasari oleh Psikologi Gestalt yang
menyatakan bahwa keseluruhan/keterpaduan
itu lebih berarti dari pada bagianbagiannya. Hal tersebut disebabkan
adanya sinergistik efek (efek keterpaduan)
yang ditimbulkan sebagai basil dari
keterpaduan tersebut.
Pembelajaran
tematik
sangat
menuntut kreatifitas guru dalam memilih dan
mengembangkan tema pembelajaran, serta
menyorotinya dari berbagai aspek. Demikian
halnya dalam mengembangkan ilustrasi dan
contoh-contoh
yang
menarik
dalam
pembelajaran. Jika pendekatan tematik
dilakukan oleh seorang guru, maka guru
harus memiliki pemahaman yang luas
tentang tema yang dipilih dalam kaitannya
dengan berbagai mata pelajaran. Sedangkan
pembelajaran tematik yang dilakukan oleh
beberapa
orang
guru
menuntut
kekompakkan
dalam
membentuk
pemahaman, kompetensi, dan pribadi peserta
didik. Tema yang dipilih hendaknya
diangkat dari lingkungan kehidupan
peserta didik, agar pembelajaran menjadi
hidup, dan tidak kaku.
KESIMPULAN
Peningkatan kualitas penilaian guru
pada siswa harus melalui meningkatkan
keterlibatan siswa, proses dan tindak-lanjut
hasil penilaian. Pada peningkatan kualitas
perencaan yang perlu dilakukan guru adalah
meningkatkan transparansi kriteria penilaian.
Semakin jelas dan tranparan kriteria
penilaian yang digunakan guru maka siswa
akan semakin terpacu untuk dapat memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan.
Untuk
peningkatan kualitas proses pembelajaran
sebaiknya guru memperkaya variasi model
dan metode pembelajaran yang disesuaikan
dengan materi dan kondisi siswa.
Pembelajaran inovatif sangat ditentukan oleh
kreatifitas guru dalam mengemas materi dan
11
JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
sumberdaya pembelajaran yang dimiliki.
Pembelajaran inovatif juga sangat relatif
karena sangat dipengaruhi oleh lingkungan
siswa dan kondisi sekolah. Sehingga model
yang baik disatu sekolah belum tentu sesuai
dengan siswa di sekolah lain.
DAFTAR RUJUKAN
Degeng, I N. S. 2001. Kumpulan Bahan
Pembelajaran;
Menuju
Pribadi
Unggul Melalui Perbaikan Proses
Pembelajaran, Malang: LP3, UM.
Haryono, A. 2008. Pengaruh Sistem
Pembelajaran dan Status Sosial
Ekonomi
Terhadap
Tingkat
Economic Literacy Siswa SMA Di
Kota Malang. Disertasi, PPS UM.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru
Profesional
Menciptakan
Pembelajaran
Kreatif
dan
Menyenangkan, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Orlich D.C, et all. 2007, Teaching Strategies
A Guide to Effective Instruction,
Boston, New York: Houghton
Mifflin Company.
Walstad, W.B. 2006. Testing for Depth on
Understanding in Economics Using
Essay Questions. The Journal of
Economic Education, Volume 37 No 1,
Winter 2006.
La Lopa, J.M. 2005. Developing a StudentBased Evaluation Tool for Authentic
Assessment, Journal of Teaching And
Learning, no.100, Winter.
Marpadi, D. 2002. Pola Induk Sistem
Pengujian Hasil KBM Berbasis
Kemampuan
Dasar,
Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Moon T.R. et. al. 2005. Development of
Authentic Assessments for the Middle
School Classroom, The Journal of
Secondary Gifted Education Vol
XVI No.2/3 Winter/Spring.
12
Alamat korespondensi:
Agung Haryono: Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi_UM
Email: [email protected]
Download