7 VAKSIN 7.1 PENDAHULUAN Peranan vaksin dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit infeksi telah sejak lama kita ketahui. Terutama sejak dunia terbebas dari penyakit cacat, karena keberhasilan para peneliti dalam menghasilkan vaksin cacar yang dapat terjangkau masyarakat diseluruh pelosok terepencil sekalipun diseluruh dunia saat ini dunia terbebas dari penyakit cacar yang mematikan itu. (Radji, M., 2011) Keberhasilan serupa diharapkan pula oleh WHO terhadap vaksinasi polio dengan telah dicanangkannya dunia bebas polio pada tahun 2005. Sampai dengan akhir tahun 1990an melalui kampanye internasional terhadap penanggulangan penyakit utama penyebab infeksi seperti difteri, pertossis, polio, campak, tetanus dan tuberculosis, lebih dari 80% balita diseluruh dunia telah divaksinasi dengan keenam jenis vaksin tersebut, sehingga dapat menurunkan tingkat kematian bayi diseluruh dunia secara signifikan. (Radji, M., 2011) Vaksin konvensional terdiri dari vaksin generasi pertama dan veksin generasi kedua. Vaksin generasi pertama merupakan vaksin yang mengandung mikroorganisme hidup yang telah dilemahkan. Dalam penggunaannya vaksin generasi pertama ini seringkali dapat bermutasi kembali menjadi virulen sehingga menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Umumnya jenis vaksin yang dilemahkan ini tidak dianjurkan diberikan kepada penderita imunokompromais. (Radji, M., 2011) Vaksin generasi kedua merupakan vaksin yang mengadung mikroorganisme yang telah dimatikan menggunakan zat kimia tertantu, biasanya menggunakan formalin atau fenol. Dalam penggunaannya vaksin yang mengandung mikroorganisme yang telah dimatikan,sering mengalami kegagalan atau tidak mampu merangsang timbulnya respon imun dalam tubuh. (Radji, M., 2011) Untuk mengatasi beberapa kelemahan yang terjadi pada penggunaan vaksin generasi pertama dan kedua, telah dikembangkan vaksin generasi ketiga yaitu vaksin rekombinan yang 86 juga dikenal dengan vaksin subunit yang mengandunng fragmen antigenic suatu mikroorganisme yang dapat merangsang respon imun. (Radji, M., 2011) 7.2 VAKSIN KONVENSIONAL Sejak vaksin diperkenalkan Edward Jenner 1796, vaksinasi sering dilakukan untuk melindungi manusia dan hewan terhadap infeksi virus. Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya penyakit-penyakit infeksi pada manusia dan hewan ternak. Puncak keberhasilan ini terwujud dengan adanya vaksinasi smallpox masal. Vaksinasi smallpox dilakukan menggunakan vaksin virus cowpox yaitu virus vaccinia. Produksi vaksin ini relatif mudah dan stabilitasnya dapat dipertahankan dengan membuat sediaan freeze-dried, sehingga dapat dikirim ke seluruh dunia tanpa pendinginan. Selain itu vaksinasi mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang mahal. Vaksinasi sekarang menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen terhadap manusia atau binatang dalam membangkitkan respon kekebalan. Vaksin potensiil merupakan syarat utama untuk tujuan ini sehingga dapat mengontrol penyakit secara efektif. Keberhasilan mengeliminasi smallpox telah memacu para ahli untuk mengembangkan vaksin-vaksin lainnya, seperti Sabin's live vaccine untuk melawan poliomielitis. Kebanyakan vaksin virus yang digunakan saat ini merupakan sel utuh yang telah dilemahkan atau dimatikan. Keuntungan vaksin ini pada umumnya mampu menghasilkan imunitas cukup lama dan merangsang seluruh reaksi kekebalan pada host yaitu humoral antibody dan cell-mediated. Cara pembuatan vaksin ini telah berhasil mengeliminasi ancaman smallpox, tuberkulosis dan berbagai penyakit lainnya. Walaupun cara konvensionil telah mampu mengeliminasi berbagai penyakit, masih banyak penyakit infeksi dan parasit yang belum dapat diatasi dengan vaksinasi karena belum dapat dibuat vaksinnya. Hal demikian dapat dimaklumi karena sederhananya teknik ini dan kompleksnya sumber penyakit yang beraneka ragam. Misalnya : masalah yang paling jelas yaitu tidak adanya metode untuk memelihara sumber penyakit (organisme) di luar host aslinya seperti virus hepatitis A & B, sehingga tidak dapat dibiakkan in vitro dan sulit untuk memproduksi vaksin dalam jumlah besar. Berkembangnya bioteknologi terutama rekombinan DNA 20 tahun terakhir ini telah membuka harapan-harapan baru. Teknologi ini memungkinkan memproduksi vaksin yang saat ini belum dapat dibuat. Selain itu teknologi ini juga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki vaksin yang sudah ada sehingga didapatkan vaksin yang lebih aman dan efektif. Inovasi teknologi ini memungkinkan pembuatan vaksin subunit, vaksin Vaccinia dan sebagainya. 87 Kebanyakan vaksin yang dikenal saat ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga grup yaitu vaksin hidup yang dilemahkan, vaksin dimatikan (killed vaccine) dan vaksin subunit. Contoh yang pertama yaitu meningitis, tuberkulosis, virus measles,rubella dsb. Vaksin dimatikan misalnya bakteri kolera, pertusis, tifoid, virus rabies, virus influenza; sedangkan vaksin subunit contohnya virus hepatitis B, influenza dan sebagainya. Pembuatan vaksin dengan cara melemahkan organisme penyebab infeksi untuk memperoleh strain yang virulerisinya sangat berkurang, sudah diakui keampuhannya. Namun demikian vaksin ini masih banyak kelemahannya, vaksin hidup mempunyai potensi untuk berubah menjadi virulen, sehingga dapat membahayakan pemakainya. Beberapa virus mungkin sukar atau tidak dapat dilemahkan sehingga menjadi kendala pembuatan vaksin ham. Sebelum vaksin hidup digunakan sediaan vaksin yang dimatikan telah digunakan sebagai vaksin. Inaktivasi virus biasanya dengan merusak kemampuan replikasi tetapi antigen yang berkaitan dengan penyebab penyakit masih terpelihara sifat antigeniknya. Vaksin yang diperoleh dengan inaktivasi ini juga mempunyai beberapa masalah. Vaksinasi memerlukan jumlah antigen lebih besar dan jumlah fragmen sel (yang tidak bersifat antigenik) selain antigen juga besar, sehingga jika ada substansi toksik dalam fragmen tersebut akan dapat menimbulkan masalah toksisitas. Untuk inaktivasi, organisme tersebut memerlukan perlakuan relatif keras supaya inaktivasi dapat sempurna; kondisi tersebut dapat merusak antigen. Aplikasi vaksin ini juga biasanya lebih rumit daripada vaksin hidup, karena harus diberikan dengan injeksi, sedangkan vaksin hidup dapat diberikan peroral atau intranasal. Selain itu kekebalan yang diinduksi oleh vaksin yang dimatikan biasanya berlangsung dalam waktu relatif singkat. Kondisi penyimpanan kadang-kadang juga menjadi masalah, misalnya pada foot & mouth disease. Vaksin ini biasanya diperoleh dengan menginaktivasi virus yang dibiakkan dalam baby hamster kidney atau bovine tongue epithelial cells. Vaksin ini efektif tetapi perlu disimpan pada temperature dingin, sehingga kurang sesuai untuk negara tropis. Prinsip yang penting pada pembuatan vaksin ialah metode inaktivasi harus memusnahkan infektivitas organisme, tetapi sifat antigeniknya harus tidak berubah. Untuk mengurangi beberapa masalah yang terdapat pada kedua cara pembuatan vaksin tersebut, kemudian dikembangkan pembuatan vaksin subunit. Sediaan ini pada prinsipnya diperoleh dengan memisahkan partikel agen infeksi yang bersifat antigenik dan memurnikannya dari partikel-partikel lain, sehingga didapat antigen murni. Sebagai contoh adalah antigen hepatitis B yang didapat dengan memurnikan plasma manusia pembawa virus hepatitis B. Namun populasi pembawa 88 virus hepatitis B sangat terbatas sehingga sangat sulit memproduksi vaksin dalam jumlah besar. Cara ini hasilnya relatif kurang efektif dalam memacu reaksi kekebalan. Dalam perkembangan selanjutnya inovasi dalam bidang rekayasa genetika diharapkan dapat menutup kekurangan yang telah ada. Salah satu keuntungan dari kemajuan rekayasa genetika adalah kemampuannya menganalisa gen secara terperinci, sehingga memungkinkan melakukan cloning atau substitusi gen yang tak diinginkan dengan gen yang dikehendaki. Informasi ini sangat penting dalam pengembangan vaksin sub unit, karena dengan demikian dapat dilakukan cloning bagian DNA pengkode protein antigenik sehingga antigen tersebut dapat diproduksi oleh bakteri atau yeast dalam jumlah besar. Cara ini sangat efektif untuk memproduksi vaksin subunit dari berbagai agen infeksi. Vektor untuk mengekspresikan antigen bisa bervariasi seperti E. coli, yeast atau sel mamalia. Ada beberapa contoh vaksin subunit yang telah berhasil dipasarkan atau masih dalam pengembangan. Vaksin hepatitis B dapat pula diproduksi dengan yeast, S. cerevisiae atau Pichia pastoris atau sel bakteri E. coil atau sel mamalia chinese hamster ovary cells. Vaksin cholera menggunakan vektor E. colL Vaksin herpes simplex dengan chinese hamster ovary cells. Vaksin tetanus C. tetani menggunakan E. coil dan masih banyak lagi vaksin yang akan dapat diproduksi dengan cara ini. Pendekatan pembuatan vaksin subunit sedang dikembangkan oleh beberapa perusahaan bioteknologi baik untuk vaksin manusia maupun veteriner. Namun produksi vaksin subunit menggunakan cara rekombinan masih mempunyai masalah yang sama dengan produksi vaksin subunit konvensionil yaitu vaksin ini kurang efektif dalam menginduksi respon kekebalan host dibandingkan dengan vaksin sel utuh (whole cells). Untuk menutupi kekurangan ini telah dikembangkan cara baru menghasilkan vaksin hidup whole cells menggunakan virus vaccinia sebagai vektor. Prinsipnya memasukkan gen pengkode antigen spesifik kedalam virus vaccinia sehingga antigen ditimbulkan oleh virus tersebut. Teknik ini memungkinkan pembuatan vaksin hidup untuk berbagai penyakit virus, bakteri dan parasit pada manusia & binatang. Selain itu dengan cara ini dapat diproduksi vaksin hidup yang dapat merangsang reaksi kekebalan dengan efektif seperti halnya infeksi alami. 7.3 PROSES PEMBUATAN VAKSIN Produksi vaksin antivirus saat ini merupakan sebuah proses rumit bahkan setelah tugas yang berat untuk membuat vaksin potensial di laboratorium. Perubahan dari produksi vaksin potensial dengan jumlah kecil menjadi produksi bergalon-galon vaksin yang aman dalam 89 sebuah situasi produksi sangat dramatis, dan prosedur laboratorium yang sederhana tidak dapat digunakan untuk meningkatkan skala produksi. 7.3.1 Benih Virus Produksi vaksin dimulai dengan sejumlah kecil virus tertentu (atau disebut benih). Virus harus bebas dari „kotoran‟, baik berupa virus yang serupa atau variasi dari jenis virus yang sama. Selain itu, benih harus disimpan dalam kondisi “ideal”, biasanya beku, yang mencegah virus menjadi lebih kuat atau lebih lemah dari yang diinginkan. Benih disimpan dalam gelas kecil atau wadah plastik. Jumlah yang kecil hanya 5 atau 10 sentimeter kubik, mengandung ribuan hingga jutaan virus, nantinya dapat dibuat menjadi ratusan liter vaksin. Freezer dipertahankan pada suhu tertentu. Grafik di luar freezer akan mencatat secara terus menerus suhu freezer. Sensor terhubung dengan alarm yang dapat didengar atau alarm komputer yang akan menyala jika suhu freezer berada di luar suhu yang seharusnya. 7.3.2 Pertumbuhan Virus Setelah mencairkan dan memanaskan benih virus dalam kondisi tertentu secara hati-hati (misalnya, pada suhu kamar atau dalam bak air), sejumlah kecil sel virus ditempatkan ke dalam “pabrik sel,” sebuah mesin kecil yang telah dilengkapi sebuah media pertumbuhan yang tepat sehingga sel memungkinkan virus untuk berkembang biak. Setiap jenis virus tumbuh terbaik di media tertentu, namun semua media umumnya mengandung protein yang berasal dari mamalia, misalnya protein murni dari darah sapi. Media juga mengandung protein lain dan senyawa organik yang mendorong reproduksi sel virus. Penyediaan media yang benar, pada suhu yang tepat, dan dengan jumlah waktu yang telah ditetapkan, virus akan bertambah banyak. Selain suhu, faktor-faktor lain harus dipantau adalah pH. pH adalah ukuran keasaman atau kebasaan, diukur pada skala dari 0 sampai 14. dan virus harus disimpan pada pH yang tepat dalam pabrik sel. Air tawar yang tidak asam atau basa (netral) memiliki pH 7. Meskipun wadah di mana sel-sel tumbuh tidak terlalu besar (mungkin ukuran pot 4-8 liter), terdapat sejumlah katup, tabung, dan sensor yang terhubung dengannya. Sensor memantau pH dan suhu, dan ada berbagai koneksi untuk menambahkan media atau bahan kimia seperti oksigen untuk mempertahankan pH, tempat untuk mengambil sampel untuk analisis mikroskopik, dan pengaturan steril untuk menambahkan komponen ke pabrik sel dan mengambil produk setengah jadi ketika siap. 90 Virus dari pabrik sel ini kemudian dipisahkan dari media, dan ditempatkan dalam media kedua untuk penumbuhan tambahan. Metode awal yang dipakai 40 atau 50 tahun yang lalu yaitu menggunakan botol untuk menyimpan campuran, dan pertumbuhan yang dihasilkan berupa satu lapis virus di permukaan media. Peneliti kemudian menemukan bahwa jika botol itu berubah posisi saat virus tumbuh, virus bisa tetap dihasilkan karena lapisan virus tumbuh pada semua permukaan dalam botol. Gambar 7.1. Proses pembuatan vaksin skala laboratorium Sebuah penemuan penting dalam tahun 1940-an adalah bahwa pertumbuhan sel sangat dirangsang oleh penambahan enzim pada medium, yang paling umum digunakan yaitu tripsin. Enzim adalah protein yang juga berfungsi sebagai katalis dalam memberi makan dan pertumbuhan sel. Dalam praktek saat ini, botol tidak digunakan sama sekali. Virus yang sedang tumbuh disimpan dalam wadah yang lebih besar namun mirip dengan pabrik sel, dan dicampur dengan “manik-manik,” partikel mikroskopis dimana virus dapat menempelkan diri. Penggunaan “manik-manik” memberi virus daerah yang lebih besar untuk menempelkan diri, dan akibatnya, pertumbuhan virus menjadi yang jauh lebih besar. Seperti dalam pabrik sel, suhu dan pH dikontrol secara ketat. Waktu yang dihabiskan virus untuk tumbuh bervariasi sesuai dengan jenis virus yang diproduksi, dan hal itu sebuah rahasia yang dijaga ketat oleh pabrik. 91 7.3.3 Pemisahan Virus Ketika sudah tercapai jumlah virus yang cukup banyak, virus dipisahkan dari manik-manik dalam satu atau beberapa cara. Kaldu ini kemudian dialirkan melalui sebuah filter dengan bukaan yang cukup besar yang memungkinkan virus untuk melewatinya, namun cukup kecil untuk mencegah manik-manik dapat lewat. Campuran ini sentrifugasi beberapa kali untuk memisahkan virus dari manik-manik dalam wadah sehingga virus kemudian dapat dipisahkan. Alternatif lain yaitu dengan mengaliri campuran manik-manik dengan media lain sehingga mencuci manik-manik dari virus. Gambar 7.2. Skema pemisahan strain virus untuk membuat vaksin virus 7.3.4 Memilih Strain Virus Vaksin bisa dibuat baik dari virus yang dilemahkan atau virus yang dimatikan. Pemilihan satu dari yang lain tergantung pada sejumlah faktor termasuk kemanjuran vaksin yang dihasilkan dan efek sekunder. Virus yang dibuat hamper setiap tahun sebagai respon terhadap varian baru virus penyebab, biasanya berupa virus yang dilemahkan. Virulensi virus bisa menentukan pilihan; vaksin rabies, misalnya, selalu vaksin dari virus yang dimatikan. Jika vaksin dari virus dilemahkan, virus biasanya dilemahkan sebelum dimulai proses produksi. Strain yang dipilih secara hati-hati dibudidayakan (ditumbuhkan) berulang kali di berbagai media. Ada jenis virus yang benar-benar menjadi kuat saat mereka tumbuh. Strain ini jelas tidak dapat digunakan untuk vaksin „attenuated‟. Strain lainnya menjadi terlalu lemah karena dibudidayakan berulang-ulang, dan ini juga tidak dapat diterima untuk penggunaan vaksin. Seperti bubur, kursi, dan tempat tidur yang disukai Goldilocks, hanya 92 beberapa virus yang “tepat” mencapai tingkat atenuasi yang membuat mereka dapat diterima untuk penggunaan vaksin, dan tidak mengalami perubahan dalam kekuatannya. Teknologi molekuler terbaru telah memungkinkan atenuasi virus hidup dengan memanipulasi molekul, tetapi metode ini masih langka. Gambar 7.3. Skema kultivasi sel hospes untuk membuat vaksin Virus ini kemudian dipisahkan dari media tempat dimana virus itu tumbuh. Vaksin yang berasal dari beberapa jenis virus (seperti kebanyakan vaksin) dikombinasikan sebelum pengemasan. Jumlah aktual dari vaksin yang diberikan kepada pasien akan relatif kecil dibandingkan dengan jumlah medium yang dengan apa vaksin tersebut diberikan. Keputusan mengenai apakah akan menggunakan air, alkohol, atau solusi lain untuk injeksi vaksin, misalnya, dibuat setelah tes berulang-ulang demi keselamatan, steritilitas, dan stabilitas. 7.3.5 Pengontrolan Kualitas Untuk melindungi kemurnian vaksin dan keselamatan pekerja yang membuat dan mengemas vaksin, kondisi kebersihan laboratorium diamati pada seluruh prosedur. Semua transfer virus dan media dilakukan dalam kondisi steril, dan semua instrumen yang digunakan disterilisasi dalam autoklaf (mesin yang membunuh organisme dengan suhu tinggi, dan yang berukuran sekecil kotak perhiasan atau sebesar lift) sebelum dan sesudah digunakan. Pekerja yang melakukan prosedur memakai pakaian pelindung yang meliputi gaun Tyvek sekali pakai, sarung tangan, sepatu bot, jaring rambut, dan masker wajah. Ruangan pabrik sendiri memakai AC yang khusus sehingga jumlah partikel di udara minimal. 93 Gambar 7.4. Gaun Tyvek untuk melindungi pekerja yang membuat dan mengemas vaksin 7.3.6 Proses Perizinan Dalam rangka untuk peresepan obat untuk dijual di Amerika Serikat, produsen obat harus memenuhi persyaratan lisensi yang ketat yang ditetapkan oleh hukum dan diberlakukan oleh Food and Drug Administration (FDA). Semua obat yang diresepkan harus menjalani tiga tahap pengujian, meskipun data dari fase kedua kadang-kadang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tahap ketiga. Tahap 1 pengujian harus membuktikan bahwa obat aman, atau setidaknya tidak ada efek yang tidak diinginkan atau tak terduga akan terjadi dari pemberiannya. Jika obat dapat melewati tahap 1 pengujian, di samping harus diuji efektivitasnya (obat harus memiliki efek apa yang seharusnya). Obat-obatan yang tidak berguna tidak dapat dijual, atau yang membuat klaim untuk efek yang sebenarnya tidak dimiliki. Akhirnya, tahap 3 pengujian ini dirancang untuk mengukur efektivitas obat. Meskipun vaksin diharapkan memiliki efektivitas hampir 100%, obat-obat tertentu mungkin dapat diterima bahkan jika mereka mempunyai efektivitas yang minimal, asalkan dokter yang meresepkan mengetahuinya. Seluruh proses produksi ditelaah dengan hati-hati oleh FDA dengan mempelajari catatan prosedur serta mengunjungi tempat produksi itu sendiri. Setiap langkah dalam proses produksi harus didokumentasikan, dan produsen harus menunjukkan suatu “kontrol yang tetap” untuk proses produksi. Ini berarti bahwa prsedur yang teliti harus terjaga untuk setiap langkah dalam proses, dan harus ada instruksi tertulis untuk setiap langkah dari proses. Kecuali dalam kasus-kasus kesalahan yang memilukan, FDA tidak menentukan apakah setiap langkah dalam proses benar, tetapi hanya bahwa itu aman dan cukup terdokumentasi dengan baik untuk dilakukan, seperti yang ditetapkan oleh produsen. 94 7.3.7 Masa depan Vaksin Memproduksi vaksin antivirus yang aman dan dapat dimanfaatkan melibatkan sejumlah besar langkah yang, sayangnya, tidak selalu dapat dilakukan pada setiap virus. Masih banyak yang harus dilakukan dan dipelajari. Metode baru dari manipulasi molekul telah menyebabkan lebih dari satu ilmuwan meyakini bahwa teknologi vaksin baru sekarang memasuki “zaman keemasan.” Perbaikan vaksin sangat mungkin dilakukan di masa depan. vaksin Rabies, misalnya, menghasilkan efek samping yang membuat vaksin tidak memuaskan untuk imunisasi masal, di Amerika Serikat, vaksin rabies sekarang digunakan hanya pada pasien yang telah tertular virus dari hewan yang terinfeksi dan mungkin bila tanpa imunisasi, menjadi penyakit yang fatal. 7.4 VAKSIN DNA Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping cytomegalovirus sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia sudah lama dikenal dan digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pemberiannya. Virus vaccinia mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genome yang dapat menerima banyak DNA asing, mudah ditumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai range host yang lebar pada manusia dan hewan. Sifat virus vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan mampu mengekspresikan informasi antigen asing dari berbagai patogen. Bila vaksin hidup hasil rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka binatang tersebut akan memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen patogenik yang dimaksud. Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan vaksinasi binatang percobaan dengan virus rekombinan berhasil melindungi binatang ini terhadap penyakit yang berhubungan. Beberapa laporan telah mengekspresikan berbagai penyakit, seperti herpes simplex virus glycoprotein, influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen, rabies virus glycoprotein, plasmodium knowlesi sporozoite antigen dan sebagainya. Rekombinan ini telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap patogen-patogen tersebut. 95 Ekspresi gen asing pada hewan dapat dicapai melalui administrasi sederhana DNA rekombinan, seperti penelitian yang pertama menunjukkan lebih dari 20 tahun yang lalu meskipun dorongan untuk aplikasi terakhir untuk vaksin biasanya ditelusuri Wolff dkk. pada tahun 1990. Segera setelah itu, induksi respon antibodi, respon T-limfosit sitotoksik (CTL), dan kekebalan protektif oleh vaksin DNA dalam model hewan mematikan dilaporkan. Sejak itu, bidang vaksin DNA (juga disebut vaksin genetik) telah sangat aktif. Selama satu dekade terakhir, utilitas umum pendekatan ini untuk profilaksis dan terapi dari penyakit menular dan tidak menular telah ditetapkan , yang berpuncak pada uji klinis banyak vaksin DNA yang berbeda terhadap manusia. Beberapa teknologi vaksin DNA generasi kedua telah dikembangkan dan beberapa sekarang memasuki evaluasi klinis. 7.4.1 Pembentukan Vaksin DNA dan Imunologi Vaksin yang efektif memiliki tiga komponen utama, yaitu (1) antigen terhadap respon imun adaptif yang dihasilkan, (2) stimulus kekebalan (adjuvan) untuk sinyal sistem kekebalan tubuh bawaan untuk mempotensiasi respon antigen spesifik, dan (3) sistem pengiriman (delivery system) untuk memastikan bahwa antigen dan adjuvant dikirim bersama-sama pada waktu dan lokasi yang tepat. Untuk vaksin DNA, antigen diproduksi in situ, meskipun pada tingkat yang sangat rendah. Jadi, potensi vaksinDNA tergantung, kepada efektifitas plasmid ekspresifnya. 7.4.2 Ekspresi Vaksin DNA Plasmid Sebagian besar vaksin DNA yang diuji selama decade terakhir terjadi dari plasmid konvensional dengan ekspresi eukariotik. Elemen pentinng dari plasmid tersebut adalah promoter, yang memasukkan gen, sekuens poliadenilasi, asal bakteri replikasi untuk memperoduksi pada Escherichia coli, dan gen resistensi antibiotic untuk seleksi. Biasanya digunakan promoter virus yang kuat, seperti promoter inisiasi intermediate sitomegalovirus dengan intron A. hal ini memastikan, produksi antigen yang tinggi dalam banyak jenis jaringan, untuk meningkatkan respon imun. Jenis promoter tertentu, termasuk mereka yang Jenis tertentu promotor, termasuk mereka yang ekspresi mungkin terbatas pada jenis tertentu jaringan, juga telahdigunakan dengan sukses. Ini termasuk otot creatine kinase, major histocompatibility complex (MHC) kelas I, desmin, dan faktor elongasi 1-α promotor. Keuntungan potensipromotor jaringan-spesifik atas promotor virus adalah mereka dapat 96 memberikan keamanan karena distribusi iproduksi antigen yang terbatas setelah vaksinasi. Juga, promotor virus tertentu dapat pula diatur oleh sitokin, yang diproduksi in situ setelah vaksinasi DNA. Tipe lain dari vaksin DNA plasmid diperkenalkan baru-baru ini mengkodekan replicon RNA alphavirus. Alphavirus plasmid replikan berdasarkan virus Sindbis menggabungkan “replikase” gen protein nonstruktural dan sinyal cis replikasi, sehingga transkripsi primer dari promotor RNA polymerase II (misalnya CMV) membuat replicon vector RNA mampu mengarahkan amplifikasi sitoplasmiknya sendiri dan mengekspresikan gen heterolog encoded penjelasan yang mungkin untuk meningkatkan efektivitas ini meliputi: (1) amplifikasi mRNA pada sitoplasma oleh replicon RNA yang dapat meningkatkan tingkatekspresi, (2) kehadiran dsRNA intermediate yang dapat bertindak untuk merangsang sistem kekebalan tubuh bawaan, (3) ekspresi lain protein nonstruktural Alphavirus yang mungkin menyediakan tambahan epitop sel T-helper, dan (4) induksi apoptosis kematian sel pada sel transfected dengan pSIN, yang dapat mempermudah cross-priming respon sel Tl. Jenis ketiga vaksin DNA terdiri dari rangkaian DNA linear yang mengandung hanya promotor, gen, dan polyadenylation site. Vaksin DNA ini bisa dalam bentuk urutan DNA bersebelahan yang mengandung semua elemen diatas atau gen hibridisasi dengan urutan promotor danpengakhiran. Versi terakhir memberikan kesempatan untuk cepat menghasilkan vaksin DNA dengan amplifikasi PCR tanpa perlu untuk transformasi bakteri sehinggamemfas ilitasi pemutaran sejumlah besar kandidat vaksin 7.4.3 Pengiriman Vaksin DNA Setelah penyuntikan IM, DNA plasmid dengan cepat terdegradasi oleh nucleases yang ada dalam jaringan dan oleh makrofag dalam otot yang DNA phagocytose, dengan DNA yang sangat sedikit disuntik akhirnya menyebabkan transfeksi sel. Selain itu, menyuntikkan DNA memiliki distribusi terbatas dalam otot, yang terkonsentrasi, misalnya, di tempat suntikan dan pinggiran jaringan pada tikus. Dengan demikian, jarum injeksi sederhana adalah cara yang efisien untuk memberikan vaksin DNA. Akibatnya, berbagai metode untuk memfasilitasi pengiriman DNAvaccines telah dieksplorasi. Alternatif yang paling umum untuk jarum injeksi adalah gene gun, yang mendorong manik-manik emas dilapisi dengan DNA langsung ke dalam sel di kulit Berbagai noninvasif rute pengiriman DNA juga telah dievaluasi. Termasuk intranasal, oral, intravaginal, dan secara topikal pada kulit. Dalam banyak kasus, khususnya melalui rute oral, nakedDNA tidak efektif karena degradasi yang cepat oleh enzim hidrolitik. Oleh karena itu, dirancang 97 formulasi untuk melindungi DNA dari pencernaan, seperti enkapsulasi menjadi partikel kitosan, polylactidecoglycolide[PLG], atau liposom. Untuk injeksi vaksin DNA secara parenteral,naked DNA telah efektif dalam model binatang kecil, tapi, seperti yang disebutkan di atas, ada banyak ruang untuk memperbaiki efisiensi pengiriman DNA. Untuk tujuan ini, dua pendekatan dasar telah diambil: (1) untuk meningkatkan efisiensi uptake DNA oleh sel-sel dalam injected tissue (misalnya miosit) untuk memfasilitasi cross-priming dari respon imun dan (2) untuk menargetkan DNA ke APC untuk memfasilitasi cross-priming respon imun. Pertama, untuk meningkatkan distribusi DNA dan uptake pada infected tissue, teknik fisik umumnya sudah merupakan yang paling efektif. Ini termasuk pendekatan gene gun tersebut, perangkat jarum-bebas (seperti Biojector) dirancang untuk menghasilkan distribusi yang lebih baik dari vaksin, dalam elektroporasi vivo atau sonoporation untuk menimbulkan diskontinuitas transient dalam membran plasma sel, danpenggunaan inokulasi bervolume besar untuk menimbulkan tekanan hidrostatiktinggi lokal dalam jaringan . Teknik ini membutuhkan perangkat dan ada pula yang rumit, melibatkan prosedur invasive yang mungkin tidaksesuai atau praktis untuk digunakan secara luas dengan vaksin profilaksis. Kedua,untuk target APC untuk penyerapan vaksin DNA, formulasi umumnya digunakan. Liposom dan mikropartikel berdasarkan PLG dan kitosan telahmenjadi strategi yang sangat efektif ( dalam teori) ,karena dengan ukuran hampir sama mereka untuk patogen. Bekerjadengan vaksin DNA teradsorpsi ke permukaan mikropartikel PLG telahmenun jukkan secara efisien ke DC in vitro, peningkatan transfeksi sel dalam kelenjar getah bening tikus yang dikeringkan, dan ditandai peningkatanpotensi vaksin DNA, tergantung pada ukuran mikropartikel. Pengamatan ini konsisten dengan hipotesis bahwa target mikropartikel vaksin DNA untuk APC in vivo. Teknik ini untuk pengambilan DNA oleh selsel meningkatkan langkah pertama dalam memfasilitasi transfeksi. Setelah di endosome, plasmid DNA harus menemukan jalan mereka ke dalam sitoplasma dan kemudian inti. Dengan demikian, perbaikan lebih lanjut dalam pengiriman DNAdapat dicapai melalui dimasukkannya komponen yang mendestabilisasi membranendosomal dan target DNA inti. Yangterakhir ini mungkin sangat penting untuk transfeksi sel otot, yang terminally dibedakan, sehingga nuclearmembranetetap utuh. 98 7.4.4 Aplikasi Teknik Nuklir Dalam Pembuatan Vaksin Berdasarkan bahan dasarnya, vaksin dibagi menjadi empat tipe yaitu (1) vaksin dengan bahan dasar organisme patogen yang dimatikan atau inaktif; (2) vaksin dengan parasit yang dilemahkan atau daya virulensinya rendah; (3) vaksin dengan subunit protein hasil purifikasi, rekombinasi atau proses kimia; dan (4) vaksin asam nukleat baikdeoxyribonucleic acid (DNA) maupun ribonucleic acid (RNA). Hal yang mulai dikembangkan untuk pembuatan vaksin adalah dengan memanfaatkan efek radiasi. Suatu materi hidup seperti sel, bila terkena sinar gamma akan mengalami kerusakan secara langsung atau tidak langsung. Efek langsung adalah terjadinya pemutusan ikatan senyawa-senyawa penyusun sel. Efek tidak langsung terjadi karena materi sel terbanyak adalah air yang apabila terkena sinar gamma akan mengalami hidrolisis dan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebaslah yang akan menyebabkan kerusakan materi sel. Target utama bagian sel adalah DNA yang merupakan sumber informasi genetik sel. Perubahan genetik sel akan berakibat pada terganggunya kinerja atau kematian sel. DNA yang terkena radiasi akan mengalami pemutusan rantai dan dapat kembali menyusun ulang urutan basa nitrogennya. Hasil penyusunan kembali tersebut dapat sama atau berbeda dengan semula. Penyusunan ulang yang berbeda dapat berakibat pada kematian sel, mutasi atau transformasi. Efek-efek yang ditimbulkan sinar gamma tersebut dapat digunakan untuk mengiradiasi agen penyakit yang berasal dari virus, bakteri, protozoa dan cacing. Vaksin yang menggunakan iradiasi dibagi menjadi dua macam, yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin dengan bahan dasar organisme hidup yang telah dilemahkan dengan proses iradiasi, sedangkan vaksin inaktif adalah vaksin dengan bahan dasar organisme mati hasil iradiasi. Vaksin inaktif sendiri dibagi menjadi dua, yaitu vaksin aktif rekombinan dan non rekombinan. Vaksin inaktif rekombinan diperoleh dengan cara melemahkan organism terlebih dahulu melalui teknik rekombinan setelah itu diinaktivasi dengan iradiasi. Vaksin inaktif non rekombinan adalah pemakaian iradiasi untuk inaktivasi organisme patogen secara langsung. Vaksin aktif yang telah dilemahkan biasanya digunakan untuk parasit yang bersifat intraselular yang berasal dari protozoa dan cacing. Beberapa penelitian vaksin yang saat ini dikembangkan baik pada manusia maupun hewan menggunakan teknik nuklir untuk melemahkan organisme patogen, seperti untuk protozoa dan cacing. Keuntungan vaksin jenis ini adalah dapat mengaktifkan seluruh fase sistem imun, meningkatkan respon imun terhadap seluruh antigen (proses inaktivasi dapat menyebabkan perubahan antigenisitas), durasi imunisitas lebih panjang, biaya lebih murah, lebih cepat 99 menimbulkan respon imunitas, mudah dibawa ke lapangan, dapat mengurangi wild type. Tetapi vaksin jenis ini memiliki beberapa kelemahan dimana vaksin ini kurang baik apabila digunakan pada daerah tropis dan pada penderita penyakit defisiensi imun serta adanya kemungkinan terjadi mutasi balik yang menyebabkan daya virulensi menjadi tinggi. Hasil percobaan terdahulu menunjukkan bahwa booster yang diberikan akan bermanfaat apabila diberikan pada saat tingkat produksi/titer antibodi menjelang puncaknya, sehingga akan meningkatkan daya kekebalan pada hewan yang bersangkutan. Disamping itu pertambahan bobot badan hewan tidak terganggu karena parasit penantang yang diberikan tidak bisa berkembang dan tidak infektif lagi. Kegiatan percobaan ini merupakaan kelanjutan dalam menguji bahan vaksin iradiasi untuk melihat potensi dan keamanannya serta penerapannya pada kondisi lapang. Dosis iradiasi terhadap parasit yang digunakan adalah 45 Gy di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN Jakarta. Contoh vaksin aktif protozoa adalah malaria pada stadium sporozoit dengan dosis iradiasi berkisar 150 – 200 Gy. Vaksin inaktif contohnya Leishmania, yaitu penyakit Kala-azar yang ditimbulkan oleh protozoa. Keuntungan vaksin ini adalah memberikan imunitas humoral yang tinggi bila diberikan booster, tidak menyebabkan mutasi atau reversi, dapat digunakan untuk pasien defisiensi imun, cocok digunakan untuk daerah tropis tetapi vaksin jenis ini membutuhkanbiaya yang lebih tinggi karena membutuhkan booster. Vaksin inaktif rekombinan contohnya untuk penyakit yang disebabkan bakteri Brucellaabortus, yaitu penyakit menyebabkan keguguran pada ternak ruminansia maupun manusia. Rekombinasi dilakukan untuk melemahkan bakteri dengan cara menginsersikan karakteristik gen plasmid membran yang bakteri Escherichia samadengan E. coli sehingga B. coli. Selanjutnya abortus memiliki mutan tersebut yang diinaktivasi dengan iradiasi sinar gamma dengan dosis 300 Gy. Hal yang penting selain mendapatkan dosis optimum iradiasi selama melakukan pengembangan vaksin adalah optimasi laju dosis. Laju dosis akan mempengaruhi proses kualitas vaksin yang diinaktivasi atau dilemahkan. 7.5 VAKSIN VIRUS POLIO Dalam proses imunisasi polio, ada dua macam vaksin yang digunakan, yaitu IPV (inactivated poliovirus vaccine) dan OPV (oral poliovirus vaccine). Kedua jenis vaksin ini berasal dari virus polio yang dikulturkan pada sel Vero yang berasal dari Monkey kidney dan keduanya mengandung vaksin virus polio serotype 1, 2, dan 3. Perbedaan kedua vaksin ini adalah, kalau IPV merupakan virus yang sudah dinonaktifkan (inactivated) dengan formaldehyde, 100 sehingga sifat virusnya hilang termasuk sifat perkembang biakannya, sedangkan OPV adalah virus yang masih hidup. Pada IPV, yang berfungsi sebagai vaksin (antigen) adalah protein-protein dari virus tersebut, terutama protein kapsid (capsid protein) yang mengandung gugusan epitop antigen (antigenic epitope). Berlawanan dengan IPV, OPV adalah virus yang masih hidup dan mempunyai kamampuan untuk berkembang biak, tetapi hampir tidak bersifat patogen karena sifat patogennya sudah dilemahkan. Oleh karena itu OPV juga dinamakan live-attenuated poliovirus vaccine. Pada OPV yang berfungsi sebagai antigen adalah virus itu sendiri. Karena OPV mampu berkembang biak, setelah vaksinasi, virus akanberkembang biak di usus penerima vaksin (resepien) dan menyebar ke seluruh tubuh melalui saluran darah. Oleh karena itu, OPV akan membuat daya imun yang lama dan bahkan dikatakan bisa untuk seumur hidup. Selain itu, virus yang terekresi oleh resepien akan terinfeksi kepada orangorang yang berhubungan dengan resepien, dan otomatis berkembang biak dan memberi daya imun terhadap orang-orang tersebut. 7.6 REFERENSI 1. 2. Kayser, O., dan Muller, R.H. (2004). Pharmaceutical Biotechnology; Drug Discovery and Clinical Applications. Willey-VCH: German. Radji, M. (2011). Rekayasa Genetika; Pengantar untuk Profesi Kesehatan. Sagung Seto: Jakarta. 101