BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang bertempat tinggal dalam satu lingkungan masyarakat. Budaya dapat bertahan dan berkembang karena adanya tindakan pelestarian yang dilakukan oleh pelaku budaya. Budaya dan Negara memiliki ikatan yang erat. Karakteristik suatu Negara dapat terlihat dari perkembangan budaya yang dimiliki oleh Negara tersebut. Ada banyak ahli yang menjelaskan pengertian budaya secara formal dan dengan gaya bahasa yang berbedah, akan tetapi memilki suatu maksud dan makna yang sama. E.B.Taylor adalah satu diantara sekian banyak ahli yang menjelaskan pengertian budaya. E.B. Taylor menjelaskan bahwa budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, kepercayaan, kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.1 Kebudayaan berkaitan erat dengan sistem religi yang terdapat pada suatu kelompok masyarakat yang secara turun temurun tetap terjaga dan dipertahankan. Sistem religi adalah salah satu unsur kebudayaan yang dapat kita temui ditengah- 1 http://id.wikipedia.org/wiki/budaya 2014/11/05(2:35pm) 1 tengah masyarakat dunia, tidak terkecuali Korea Selatan dan Indonesia. Menurut Koentjaraningrat sistem religi dapat berwujud suatu sistem keyakinan dan gagasan mengenai Tuhan, dewa-dewa, roh-roh (makhluk halus, neraka, surga dan sebagainya). Selain itu, dapat juga berbentuk upacara atau ritual, baik yang bersifat musiman maupun yang kadangkala, dan juga keyakinan akan bendabenda suci maupun benda yang bermakna religius. Meskipun di era modern seperti saat ini upacara tradisional terkadang di anggap tabu dan semakin dilupakan, akan tetapi tidak sedikit pula masyarakat yang masih melestarikan kebudayaan tradisional tersebut. Karena upacara tradisional biasanya berkaitan dengan sistem religi, maka bentuk kebudayaan ini akan sulit dihilangkan jika dibangdingkan dengan kebudayaan-kebudayaan yang lainnya. Setiap Negara memiliki keanekaragaman kebudayaan. Kebudayaan yang terdapat dalam suatu daerah atau Negara dapat tercipta karena adanya kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat atau juga karena warisan nenek moyang. Selain warisan atau amanat dari leluhur, masyarakat juga dapat menciptakan kebudayaan baru dalam lingkungannya. Kebudayaan baru ini diciptakan masyarakat tanpa melibatkan kebudayan lama yang telah terlebih berkembang. Dalam perjalanannya menjadi masyarakat modern, kita tidak serta merta meninggalkan adat istiadat atau pun norma-norma yang telah berkembang di masyarakat. Salah satu kebudayaan tradisional yang masih ada di tengah perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan atau yang biasa di sebut modernisasi seperti saat ini adalah upacara tradisional. 2 Korea Selatan dan Indonesia adalah dua dari sekian banyak Negara yang masih kental akan kebudayaan nasionalnya. Sebagai Negara maju dan Negara berkembang, Korea Selatan dan Indonesia masih menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan. Masih kentalnya kebudayaan tradisional dalam masyarakat di kedua Negara tersebut dapat dijadikan sebagai daya tarik tersendiri bagi wisatan asing yang berkunjung. Upacara tradisional merupakan upacara yang sering kali kita jumpai dikalangan masyarakat. Dalam siklus hidup manusia, ada tiga hal penting yang sering kali dilakukan dalam bentuk upacara tradisional. Tiga unsur yang merupakan siklus hidup manusia tersebut adalah pernikahan, kelahiran, dan kematian. Dalam pelaksanaan upacara pernikahan, kelahiran, atau pun kematian, ada aspek-aspek yang harus diperhatikan. Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan suatu keberkahan. Upacara pernikahan adalah salah satu upacara yang dalam pelaksanaannya masih mempertimbangkan unsur-unsur kebudayaan yang telah diciptakan oleh nenek moyang. Meskipun banyak masyarakat modern yang dalam melaksanakan upacara pernikahan dengan menggunakan konsep yang lebih praktis dan tanpa adanya ritual-ritual yang melelahkan. Namun, tidak sedikit pula masyarakat yang mulai menunjukan kembali upacara-upacara tradisional baik upacara pernikahan, kelahiran, dan juga kematian. Pernikahan merupakan satu dari sekian banyak ragam kebudayaan yang masih tetap eksis di era modern saat ini. Hal ini dikarenakan pernikahan merupakan cikal bakal terbentuknya kebudayaan baru dan juga sebagai pemegang estafet keberlangsungan kebudayaan lama. 3 Dalam kebudayaan Korea Selatan pernikahan merupakan proses penggabungan dua keluarga, yaitu keluarga mempelai pria dan keluarga mempelai wanita. Penggabungan dua keluarga besar tersebut dalam masyarakat Korea Selatan disebut dengan Taerye atau ritual besar. Masyarakat Korea Selatan ketika hendak melangsungkan upacara pernikahan biasanya memilih satu dari dua prosesi yang terdapat pada masyarakat, yaitu upacara pernikahan secara tradisional atau upacara pernikahan secara modern. Upacara pernikahan secara modern biasanya mengadaptasi kebudayaan barat atau western style. Sedangkan pernikahan secara tradisional adalah upacara pernikahan yang diturunkan oleh nenek moyang bangsa Korea. Pernikahan secara tradisional yang terdapat pada masyarakat Korea Selatan merupakan peninggalan dari kerajaan Joseon. Pada masa Dinasti Joseon, menikah pada usia 12 tahun merupakan hal yang biasa. Akan teteapi, kebanyakan gadis menikah pada usia 16 tahun. Untuk keluarga bangsawan, rata-rata usia pengantin laki-laki lebih muda dari pengantin wanita. Karena ajaran Konfusianisme yang terdapat pada masa Dinasti Joseon, maka perempuan dan laki-laki dilarang mengekspresikan cinta secara terbuka. Mereka hanya boleh menyimpan dalam hati saja. Oleh karena, itulah pada zaman dahulu laki-laki dan perempuan tidak dapat memilih pasangan sesuka hati. Jika di masa sekarang seseorang yang akan melangsungkan upacara pernikahan telah melalui proses jatuh cinta terlebih dahulu. Sedangkan pada zaman dahulu pernikahan dilangsungkan bukan berdasarkan cinta dari kedua mempelai, melainkan karena adanya perjodohan yang telah ditentukan oleh kedua 4 orangtua. Selain itu, sebelum upacara pernikhan dilangsungkan, pasangan calon pengantin masih harus dihadapkan pada perhitungan atau ramalan empat pilar (saju) kehidupan. Jika empat pilar (saju) pria dan wanita dianggap cocok dan akan memberikan kebaikan dimasa mendatang maka pernikahan pun dapat diselenggarakan. Seperti halnya di Korea Selatan, Indonesia juga memiliki tradisi yang unik saat pelaksanaan upacara pernikahan. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, maka ada banyak pula adat dan kebiasaan yang di jalani saat melangsungkan upacara pernikhan atau pun upacara-upacara yang lain. Salah satu upacara pernikahan yang terbilang unik adalah upacara pernikahan adat Yogyakarta. Upacara pernikahan ini berasal dari kebudayaan yang terdapat pada Kerajaan Kesultanan Yogyakarta. Upacara pernikahan yang diselenggarakan oleh keluarga Keraton Yogyakarta menggunakan adat Keraton Yogyakarta. Begitu pula pada pernikahan-pernikahan lain yang dilaksanakan oleh masyarakat Yogyakarta. Keraton Ngayogyakarta Hadingingrat adalah kiblat budaya masyarakat Yogyakarta. Oleh karena itu, ketika masyarakat Yogyakarta hendak melangsungkan upacara pernikahan, maka mereka akan menggunakan adat Keraton Yogyakarta. Ketika suatu kerajaan melangsungkan upacara pernikahan atau yang biasa dikenal dengan istilah royal wedding, maka upacara tersebut akan menjadi sorotan publik. Upacara tersebut tidak hanya akan menjadi perbincangan masyarakat dalam negeri, masyarakat mancanegara pun akan turut menyaksikan upacara tersebut. Begitu pula ketika Sri Sultang Hamengkubuwono X yang bertindak 5 sebagai raja dari Kerajaan Kasultanan Yogyakarta menikahkan putri-putrinya. Upacara tersebut pun menjadi pesta budaya yang begitu apik untuk di saksikan bagi para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Upacara pernikahan yang di selenggarakan oleh keluarga Keraton Yogyakarta menggunakan tradisi adat jawa. Dimana dalam pelaksanaanya melewati tahapantahapan yang panjang. Tahapan-tahapan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu, upacara sebelum pernikahan, upacara pernikahan, dan upacara setelah pernikahan. Dari ketiga kelompok inilah kemudian dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian yang harus dijalani oleh calon pengantin dan juga keluarga besarnya. Tahap demi tahap prosesi ini diharapkan mendapatkan keberkahan dari Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi masyarakat Yogyakarta sebelum dilangsungkannya upacara pernikahan, calon pengantin harus mengenal lebih dekat pasangan dan keluarganya, dalam masyarakat jawa hal ini disebut dengan istilah nantomi. Kemudian setelah dianggap cocok barulah dilangsungkan lamaran dan peningsetan. Dalam kebudayaan masyarakat Yogyakarta persiapan menuju hari pernikahan haruslah melalu enam tahapan. Setelah melalui enam tahapan dalam rangka mempersiapkan upacara pernikahan, barulah upacara pernikahan dapat dilangsungkan. Ketika upacara pernikahan telah berlangsung pun, kedua mempelai masih harus melewati beberapa tahapan yang dianggap penting. Jika tahapan demi tahapan selama 6 proses pernikahan telah dilaksanakan, maka usailah seluru rangkain upacara pernikahan tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai prosesi pernikahan tradisional Kerajaan Joseon dan pernikahan tradisional Kerajaan Kesultanan Yogyakarta. Penelitian ini dianggap layak untuk diteliti karena akan ditemukannya banyak hal yang menarik dan unik dari kedua kerajaan yang berbedah latar belakang budaya tersebut. Selain itu, karena kedua prosesi upacara tersebut merupakan warisan budaya yang harus di lestarikan, maka perlu kiranya dilakukan penelitian ini agar dapat diketahui makna dan pesan moral yang terkandung dalam setiap prosesi yang dilakukan pada upacara pernikahan dari kedua kerajaan tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Dari masalah tersebut, secara khusus ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana prosesi pernikahan tradisional Kerajaan Joseon dan Kerajaan Kasultanan Yogyakarta? 2. Apa saja persamaan dan perbedaan prosesi pernikahan Kerajaan Joseon dan Kerajaan Kasultanan Yogyakarta? 7 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Yang menjadi ruang lingkup dari penelitian ini adalah kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Korea Selatan dan masyarakat Indonesia. Karena kajian mengenai kebudayaan sangat luas cakupannya, maka penelitian ini hanya akan menitik beratkan pada salah satu unsur budaya yaitu pernikahan yang terdapat pada Kerajaan Joseon dan Kerajaan Kasultanan Yogyakarta. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: a. Mendeskripsikan bagaimana prosesi upacara pernikahan tradisional Kerajaan Joseon dan Kerajaan Kasultanan Yogyakarta. b. Mendeskripsikan apa saja persamaan dan perbedaan prosesi pernikahan tradisional Kerajaan Joseon dan Karajaan Kesultanan Yogyakarta. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu pendidikan, baik pendidikan yang bersifat umum maupun pendidikan dalam bidang sejarah. Dengan demikian kita dapat terus melestarikan budaya bangsa yang telah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang 8 agar tidak tergerus perubahan jaman, selain itu kita juga dapat mengetahui dengan jelas kebudayaan yang kita miliki serta kebudayaan yang terdapat di Negara lain. 1.6 Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua metode yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis. Adapun rincihan dari kedua metode diatas sebagai berikut: a. Metode pengumpulan data Dalam proses pengumpulan data ini, penulis melakukan tinjaun pustaka. Tujuan dari tinjaun pustaka ini adalah untuk mengkaji buku-buku serta literatur yang dianggap relevan. b. Metode analisis Metode analisis yang digunakan oleh penulis adalah analisis kualitatif terhadap data dan informasi yang telah diperoleh selama pengumpulan data. 1.7 Tinjaun Pustaka Dari hasil penelitian selama ini, belum perna ditemukan buku atau tulisan apapun yang berkaitan dengan perbandingan prosesi pernikahan tradisional antara Kerajaan Korea dan salah satu kerajaan yang terdapat di Indonesia. Oleh karena 9 itu, dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian tentang prosesi pernikahan tradisional dari dua latar belakang kebudayaan yang berbeda. Tinjauan pustaka yang dipakai dalam penelitian ini adalah buku dari Aep S.Hamidin yang berjudul “Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara” dan diterbitkan oleh Divapress. Buku tersebut menjelaskan tentang uraian prosesi pernikahan tradisional masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu, buku dari R.Sri Supadmi Murtiadji dan R.Suwardanidjaya yang berjudul “Tata Rias Pengantin Dan Adat Pernikahan Gaya Yogyakarta Klasik Corak Puteri” yang diterbitkan oleh Gramedia. Buku ini menjelaskan tata cara serta makna dari simbol-simbol yang muncul pada pernikahan tradisioanal Yogyakarta. Isi dari kedua buku tersebut akan digunakan untuk meneliti prosesi pernikahan adat Kerajaan Kesultanan Yogyakarta. Buku lain yang digunakan untuk sumber pustaka tentang upacara penikahan tradisional Kerajaan Joseon adalah “Korean Architecture Tradisional And Modern”. Buku ini merupakan kumpulan berbagai artikel tentang budaya dan kehidupan masyarakat Korea yang didalamnya terdapat bab yang berjudul “Even Royal Wedding Ceremony Reliving The Spinder Of A Bygone Era”, Choi Yong-Shik pada 1999 yang terangkum dalam Korean Art And Culture vol 13. Untuk melengkapi data dari penelitian ini digunakan juga buku karya Prof. Yang Seung-Yoon yang berjudul “Seputar Kebudayaan Korea” yang diterbitkan oleh Hankuk University Of Foreign Studies pada 1995. Buku ini menjelaskan seputar kebudayaan Korea dari sejarah Hangeul hingga upacara-upacara tradisional. Buku lain yang digunakan adalah “Menjelajah 10 Wajah Negeri Gingseng” buku ini merupakan kumpulan makalah lokakarya tentang korea IV yang diterbitkan oleh Korea Foundation dan Pusat Study Korea UGM (2008). Dalam buku ini terdapat satu bab yang berjudul “Mengenal Kebudayaan Korea Melalui Pendekatan Lintas Budaya Studi Kasus Kesusastraan dan Adat-Istiadat Korea” yang ditulis oleh Novi Siti Kussuji Indrastuti. Makalah ini menjelaskan tentang kebudayaan Korea yang berkaitan dengan kesusastraan Korea. Selain buku, sumber lain yang digunakan sebagai bahan acuan adalah tugas akhir yang berjudul “Tata Cara Pernikahan Secara Tradisional Dan Modern Di Korea Selatan”, Yunita Ira Safitri (2011) yang mendeskripsikan perbandingan tentang pernikahan tradisional dan modern pada masyarakat Korea Selatan. Skripsi yang berjudul “Makna Perlengkapan Upacara Pernikahan Tradisional Korea Dalam Drama “Princess Hours” Kajian Sematik Pierce”, Yendras Siswo Rini (2012). Laporan penelitian tersebut mendeskripsikan dan menganalisis makna dari tanda-tanda yang muncul dalam prosesi pernikahan kerajaan Korea dalam Drama Princess Hours. 1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri atas Bab I yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penelitian. Bab II berisi tentang landasan teori yang akan digunakan oleh penulis dalam rangka menyelesaikan penulisan tugas akhir. Bab III berisi tentang uraian pembahasan 11 secara terperinci dari pokok permasalahan yang diteliti. Bab IV berisi tentang perbandingan antara prosesi upacara pernikahan di kedua kerajaan. Dan yang terakhir adalah Bab V berisi tentang kesimpulan yang diperoleh oleh penulis dari pembahasan selama berlangsungnya penelitian. 12