NO. MODUL : 1 PERTEMUAN : MINGGU KE 1 POKOK BAHASAN

advertisement
NO. MODUL
:1
PERTEMUAN
: MINGGU KE 1
POKOK BAHASAN
: RUANG LINGKUP DAN KONSEP ESLA
A. Kata Kunci
1. Definisi Evaluasi Sumber Daya Lahan dan Air
2. Satuan Pemetaan Lahan
3. Sistem Hidrologi Daerah Aliran Sungai
4. Bentuk-bentuk Pemanfaatan Lahan dan Air beserta faktor-faktor penentunya
B. Pertanyaan/Diskusi
1. Apa yang dimaksud dengan lahan?
2. Apa yang dimaksud dengan kualitas lahan?
3. Apa definisi evaluasi lahan?
4. Jelaskan faktor-faktor pembentuk lahan?
5. Apakah yang dimaksud dengan satuan pemetaan lahan?
6. Diskusikan Daerah Aliran Sungai sebagai unit ekologi atau hidrologi!
7. Jelaskan faktor-faktor penentu pemanfaatan lahan dan air!
C. Materi
1. Definisi Evaluasi Sumber Daya Lahan dan Air
Evaluasi Sumber Daya Lahan
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur
dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian
dan
non-pertanian,
mengoptimalkan
memerlukan
penggunaan
teknologi
lahan
secara
tepat
guna
berkelanjutan.
dalam
upaya
Untuk
dapat
memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan
tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan
1
sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan,
terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi
cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya
perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Data
sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan
pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan dari kegiatan
survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh
pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi
keperluan tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk
menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan
informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai
harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi
lahan yang telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai
pendekatan, yaitu ada yang dengan sistem perkalian parameter, penjumlahan, dan
sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land
Qualities/Land Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang
disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan.
Sistem evaluasi lahan yang pernah digunakan dan yang sedang dikembangkan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian
Tanah Bogor diantaranya:
1. Klasifikasi kemampuan wilayah (Soepraptohardjo, 1970)
2. Sistem pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971)
3.
4.
Sistem yang digunakan oleh Proyek Penelitian Pertanian Menunjang
Transmigrasi atau P3MT (Staf PPT, 1983)
Sistem yang digunakan dalam Reconnaissance Land Resources Surveys
1:250.000 scale Atlas Format Procedures (CSR/FAO, 1983)
5. Land Evaluation Computer System atau LECS (Wood, and Dent, 1983)
6.
Automated Land Evalution System atau ALES (Rossiter D.G., and A.R.
Van Wambeke, 1997)
2
Adanya berbagai sistem atau metode yang digunakan dalam evaluasi lahan
tanpa mempertimbangkan tingkat dan skala peta dalam hubungannya dengan
ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat mengakibatkan terjadinya
kerancuan dalam interpretasi dan evaluasi lahan. Sebagai contoh sistem Atlas
Format (CSR/FAO, 1983) yang pada awalnya ditujukan untuk keperluan evaluasi
lahan pada tingkat tinjau (reconnaissance) skala 1:250.000, sering juga digunakan
untuk evaluasi lahan pada skala yang lebih besar (semi detil atau detil). Hal ini
mengakibatkan informasi dan data yang begitu lengkap dari hasil pemetaan semi
detil dan detil, tidak nampak peranannya dalam hasil evaluasi lahan, sehingga
hasil tersebut masih sulit digunakan untuk keperluan alih teknologi dalam
perencanaan pembangunan pertanian khususnya untuk skala mikro. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan
yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat pemetaan dan skala peta, serta tujuan
dari evaluasi lahan yang akan dilakukan dalam kaitannya dengan ketersediaan dan
validitas data. Petunjuk teknis ini disusun mengacu kepada “Kriteria Kesesuaian
Lahan untuk Komoditas Pertanian Versi 3.0” (Djaenudin et al., 2000), dan
dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil (skala peta
1:50.000).
Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan
(performance) lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi
pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuklahan, tanah vegetasi,
iklim dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi, dan membuat
perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO,
1976). Brinkman dan Smyth (1973) mendefinisikan evaluasi lahan sebagai
proses penelaahan dan interpretasi data dasar tanah, vegetasi, iklim dan
komponcn lahan lainnya agar dapat mengidentifikasikan dan membuat
perbandingan pertama antara berbagai altertnatif penggunaan lahan dalam
kontek sosio-ekonomi yang sederhana. Evaluasi lahan merupakan penghubung
antara berbagai aspek dan kualitas fisik, biologi, dan teknologi penggunaan
lahan dengan tujuan sosial ekonominya. Evaluasi lahan bukan ilmu ekonomi,
akan tetapi juga tidaklahhanya berupa disiplin fisik, evaluasi lahan adalah
3
penggunaan parameter sosial-ekonomi dalam menilai data fisik. Sehubungan
dengan kaitannya dengan parameter sosial-ekonomi, dapat dibedakan dua
evaluasi kualitatif.
Evaluasi kualitatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan cara
mengelompokkan
lahan
ke
dalam
beberapa .
kategori
berdasarkan
perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan perhitungan secara
terinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan lahan teisebut.
Keadaan sosial-ekonomi hanya merupakan latar belakang umum. Dalam
bentuknya yang paling kuantitatif, evaluasi lahan dinyatakan dalam kontek
ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output). Untuk penggunaan
bukan pertanian, seperti rekreasi misalnya dinyatakan dalam kriteria sosial
yang dapat diukur. Evaluasi kuantitatif memerlukan data survei kelayakan
(feasibility grade land evaluation). Evaluasi kualitatif merupakan langkah
awal dan merupakan bahan untuk evaluasi kuantitatif. Evaluasi kuantitatif
biasanya dilaksanakan dengan melakukan klasifikasi lahan. Tergantung pada
tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampunn lahan
untuk klasifikasi kesesuaian lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan bersifat
spesifik untuk suatu tanaman (crop specific) atau untuk penggunaan tertentu
seperti : klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman semusim, kesesuaian
lahan untuk tanaman tahunan, kesesuaian lahan untuk tanaman jati,
kesesuaian lahan untuk irigasi, dan sebagainya (FAO, 1976; Arsyad, 1973).
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan
bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara
potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan
dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai
aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang,
seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan
konservasi
tanah
pada
suatu
lahan
tertentu.
Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan
kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam
4
penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila
dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan.
Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam
satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas:
iklim, landform (termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi.
Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan
interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land
Utilization Types = LUTs). Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik
lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities),
dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan
(land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai
hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan
berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan
komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi.
Dari beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk
keperluan evaluasi lahan bervariasi. Sebagai gambaran Tabel 1.1. menunjukkan
variasi dari karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi
kesesuaian lahan oleh beberapa sumber (Staf PPT, 1983; Bunting, 1981; Sys et
al., 1993; CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971).
Tabel 1.1. Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter
5
dalam evaluasi lahan.
Staf PPT (1983) Bunting
(1981)
Sys et al. (1993) CSR/FAO
(1983)
Driessen
(1971)
Tipe hujan
Periode
(Oldeman et al.) pertumbuhan
tanaman
Temperatur
rerata (°C) atau
elevasi
Temperatur
rerata (°C)
atau elevasi
Lereng
Kelas drainase
Temperatur
rerata pada
periode
pertumbuhan
Curah hujan
(mm)
Curah hujan
(mm)
Mikrorelief
Sebaran besar
butir (lapisan
atas)
Curah hujan
tahunan
Lamanya masa
kering (bulan)
Lamanya masa Keadaan
kering (bulan) batu
Kedalaman
efektif
Kelas drainase
Kelembaban
udara
Kelembaban
udara
Kelas
drainase
Ketebalan
gambut
Tekstur tanah Kelas Drainase
Kelas drainase
Regim
kelembaban
Dekomposisi
gambut/jenis
gambut
Kedalaman
perakaran
Tekstur/Struktur Tekstur
Salinitas/
alkalinitas
KTK
Reaksi tanah
(pH)
Bahan kasar
Bahan kasar
Kejenuhan
basa
Kejenuhan basa
Salinitas/
DHL
Kedalaman
tanah
Kedalaman
tanah
Reaksi tanah
(pH)
Reaksi tanah
(pH)
Pengambilan
hara (N, P, K) KTK liat
oleh tanaman
Ketebalan
gambut
Kadar pirit
Kematangan
gambut
Kadar bahan
organik
C-organik
Pengurasan
Kejenuhan basa
hara (N, P, K)
dari tanah
P-tersedia
Reaksi tanah
(pH)
KTK liat
Tebal bahan
organik
Salinitas/DHL
C-organik
Kejenuhan
basa
Tekstur
Reaksi tanah
(pH)
Struktur,
porositas,
dan
tingkatan
Kedalaman pirit
Aluminium
6
Lereng
(%)/mikrorelief
Salinitas/DHL
C-organik
Macam liat
Erosi
Alkalinitas
Aluminium
Bahan
induk/
cadangan
mineral
Kerusakan
karena banjir
Lereng
Salinitas/DHL
Kedalaman
efektif
Batu dan kerikil,
penghambat
pengolahan
tanah
Genangan
Alkalinitas
Pori air tersedia
Batuan di
permukaan
Kadar pirit
Penghambat
pertumbuhan
karena
kekurangan air
CaCO3
Lereng
Kesuburan tanah
Gypsum
Bahaya erosi
Permeabilitas
lapisan atas
Jumlah basa total Genangan
Batuan di
permukaan
Singkapan
batuan
Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei
dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan
diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut
digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas
tertentu. Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam
evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena
mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu
mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam
pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan
ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang
7
dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti
kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone
perakaran tanaman yang bersangkutan.
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat
kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan
(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan
tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land
characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara
langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian
karakteristik lahan (FAO, 1976). Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak
digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf
PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode
evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada
CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993). . Kualitas lahan yang dipakai
pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et
al. (1993) disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut
CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993).
CSR/FAO, 1983
FAO, 1983
Sys et.al., 1993
Temperatur
Kelembaban
Sifat iklim
Ketersediaan air
Ketersediaan hara
Topografi
Ketersediaan
oksigen
Ketersediaan oksigen
Kelembaban
Media perakaran
Media untuk perkembangan akar
Sifat fisik tanah
8
Retensi hara
Kondisi untuk pertumbuhan
Sifat kesuburan
tanah
Toksisitas
Kemudahan diolah
Salinitas/alkalinitas
Sodisitas
Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas
Bahaya sulfidik
Retensi terhadap erosi
Bahaya erosi
Bahaya banjir
Penyiapan lahan
Temperatur
Energi radiasi dan fotoperiode
Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan)
Kelembaban udara
Periode kering untuk pemasakan
(ripening) tanaman
Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan
lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya
menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat
negatif akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu,
sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan
dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian
pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas
lahan.
Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain
(lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman
dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur,
dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam
penampang tanah.Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap
manajemen dan masukan yang diperlukan adalah:
Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara
praktis (teras, tanaman sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan
pemeliharaan jalan penghubung.
Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/lahan pertanian.
Lokasi dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi (input), dan
9
pemasaran hasil (aspek ekonomi). Dalam Juknis ini kualitas lahan yang dipilih
sebagai berikut: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media
perakaran, bahan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik,
bahaya erosi, bahaya banjir, dan penyiapan lahan.
- temperatur
: ditentukan oleh keadaan temperatur rerata
ditentukan oleh keadaan curah hujan, kelembaban, lama masa
- ketersediaan air
:
- ketersediaan oksigen
kering, sumber air tawar, atau amplitudo pasangsurut,
tergantung jenis komoditasnya
ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen tergantung
:
jenis komoditasnya
ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar dan kedalaman
- media perakaran
:
- gambut
: ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut
- retensi hara
:
- bahaya keracunan
:
- bahaya erosi
: ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi
- bahaya banjir
:
- penyiapan lahan
tanah
ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20, dan Corganik
ditentukan oleh salinitas, alkalinitas, dan kedalaman sulfidik
atau pirit (FeS2)
ditentukan oleh genangan
: ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan
Fasilitas yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu
kesesuaian lahan secara ekonomi atau economy land suitability class (Rossiter,
1995). Hal ini dengan pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara fisik suatu
wilayah, tanpa ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak
memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah tersebut.
10
Evaluasi Sumber Daya Air
Air adalah peradaban dan tanpa air kehidupan akan musnah. Dapatkah
peradaban dan eksistensi suatu bangsa musnah? Pelajarilah sejarah kemanusiaan
dan memang benar suatu bangsa dapat musnah. Perhatikanlah bahwa Tuhan lah
yang mempunyai kerajaan. Dia berikan kerajaan kepada orang yang Dia
kehendaki dan Dia cabut kerajaan dari orang yang Dia kehendaki. Dia muliakan
orang yang Dia kehendaki dan Dia hinakan orang yang Dia kehendaki. Di tangan
Dia lah segala kebajikan dan sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dia masukan malam ke dalam siang dan Dia masukan siang ke dalam malam. Dia
keluarkan yang hidup dari yang mati dan Dia keluarkan yang mati dari yang
hidup. Dan Dia berikan rezeki siapa yang Dia kehendaki tanpa batas. Perhatikan
pula bahwa jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapakah yang akan
mendatangkan air yang mengalir bagimu? (Al Qur'an 3:26-27 dan 67:50).
Air adalah asal muasal dari segala macam bentuk kehidupan di planet
bumi ini. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan
berkembang. Logika sederhananya, tanpa air peradaban akan surut dan bahkan
kehidupan akan musnah karena planet bumi akan menjadi sebuah bola batu dan
pasir raksasa yang luar biasa panas, masif, dan mengambang di alam raya menuju
kemusnahan. Air menopang kehidupan manusia, termasuk kehidupan dan
kesinambungan rantai pangan mahluk hidup di bumi. Karena itulah Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia;
artinya, setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama
terhadap pemakaian air. Namun, inilah yang saat ini menjadi pokok masalah kita,
umat manusia. Air secara sangat cepat menjadi sumberdaya yang makin langka
dan tidak ada sumber penggantinya. Walaupun sekitar 70 persen permukaan bumi
ditempati oleh air, namun 97 persen darinya adalah air asin dan tidak dapat
langsung dikonsumsi manusia. Dari jumlah yang sedikit yang mungkin dapat
dimanfaatkan tersebut, manusia masih menghadapi permasalahan yang amat
mendasar. Pertama, adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan
air. Pada musim hujan, beberapa bagian dunia mengalami kelimpahan air yang
11
luar biasa besar dibandingkan dengan bagian lain sehingga berakibat terjadinya
banjir dan kerusakan lain yang ditimbulkannya.
Pada musim kering, kekurangan air dan kekeringan menjadi bencana yang
mengerikan di beberapa bagian dunia lainnya yang mengakibatkan terjadinya
bencana kelaparan dan kematian. Sungai Gangga di India, misalnya,
mengakumulasi debit sampai dua juta kaki kubik per detik pada musim hujan dan
menyusut sampai kurang dari 10.000 kaki kubik per detik di musim kemarau.
Beberapa bagian dunia seperti Afrika Utara dan Timur Tengah yang mempunyai
jumlah penduduk lebih dari lima persen penduduk dunia hanya memiliki potensi
sekitar kurang dari satu persen dari persediaan air segar dunia 1 dalam setahun .
Permasalahan mendasar yang kedua adalah terbatasnya jumlah air segar di planet
bumi yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan jumlah penduduk dunia
yang terus bertambah menyebabkan konsumsi air segar meningkat secara drastis,
dan kerusakan lingkungan termasuk kerusakan sumber daya air terjadi secara
konsisten. Pemakaian air global meningkat lima kali lipat pada abad yang lalu
ketika penduduk dunia meningkat dari satu setengah sampai enam miliar orang,
dan ketersediaan air per kapita diperkirakan akan menurun dengan sepertiganya
pada beberapa decade mendatang ketika penduduk dunia mencapai hampir
sembilan miliar orang di tahun 2025. Peningkatan jumlah penduduk dunia ini
tidak hanya akan meningkatkan secara drastis konsumsi air segar dunia, akan
tetapi juga kebutuhan akan bahan pangan yang pada gilirannya juga
membutuhkan lebih banyak air untuk pertanian, industri, dan air bersih yang
kesemuanya berujung pada kebutuhan air yang lebih banyak lagi.
2. Satuan Pemetaan Lahan
Peta tanah adalah sebuah peta yang menggambarkan satuan-satuan tanah yang
dikelompok-kelompokkan menurut satuan-satuan pemetaan tanah. Peta tanah
berisi satuan-satuan pemetaan tanah yang merupakan kesatuan dari satuan
pemetaan lahan (satuan lahan) dan satuan-satuan tanah yang ada di dalamnya
dengan komposisinya masing-masing. Dengan demikian dalam pemetaaan tanah
dikenal dua istilah yang berbeda makna secara tegas namun sering menjadi
12
kerancuan bagi orang yang belum memahami secara mendalam mengenai
pemetaan tanah (Sartohadi, 2006), yaitu satuan pemetaan lahan (land mapping
unit) dan satuan tanah (soil unit). Gabungan keduanya merupakan satuan
pemetaan tanah (soil mapping unit).
Dalam rangka memperjelas konsep satuan pemetaan lahan tersebut maka
diperlukan
sebuah
latihan
secara
langsung
mengenai
langkah-langkah
penyusunannya. Terkait dengan penyusunan satuan pemetaan lahan, maka
diperlukan sebuah pendekatan yang tepat untuk mendasarinya. Hingga saat ini
kajian mengenai terapan geomorfologi untuk studi pedologi sudah sangat
berkembang serta telah diakui bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat di antara
keduanya. Oleh karena itu di dalam acara ini akan menggunakan pendekatan
geomorfologi sebagai dasar dalam penyusunan satuan pemetaan tanah.
Thornbury (1957) menyatakan bahwa tanah adalah bagian dari permukaan
bumi yang ditandai oleh lapisan yang sejajar dengan permukaan, sebagai hasil
modifikasi oleh proses-proses fisis, khemis maupun biologis yang bekerja
dibawah kondisi tertentu dan bekerja selama periode tertentu. Studi tentang
bentanglahan (landscape) yang di dalamnya termasuk studi bentuklahan
(landform) merupakan objek utama dalam geografi. Bentuklahan merupakan
pengaruh faktor-faktor struktur, proses dan stadia (Sartohadi 2006). Faktor
struktur merupakan gambaran dari faktor topografi dan batuan. Sedangkan faktor
proses adalah akibat pengaruh faktor iklim yang menyebabkan proses
geomorfologi dan pedogen. Faktor stadia merupkan faktor waktu.
Konsep geomorfologi yang dijabarkan oleh Verstappen (1983), terdapat
empat aspek utama dalam geomorfologi yaitu, bentuklahan, proses, genesis dan
lingkungan.
Lebih
lanjut,
Mangunsukardjo
(1986)
menjabarkan
aspek
geomorfologi menjadi:
1. Studi mengenai bentuklahan, atau disebut sebagai morfologi, mempelajari
relief secara umum yang meliputi aspek:
a. Morfografi; yakni aspek-aspek yang bersifat pendeskripsian bentuk
suau daerah, seperti teras sungai, beting gisik, plato.
13
b. Morfomeri; yakni aspek-aspek kuantitatif dari suatu daerah, seperti
kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk
lembah, pola aliran.
2. Studi mengenai proses geomorfologi, yakni proses yang mengakibatkan
perubahan betuklahan dalam waktu pendek serta proses terjadinya
bentuklahan yang mencakup morfogenesa, mencakup aspek-aspek:
a. Morfo-struktur pasif, meliputi litologi (tipe dan struktur batuan)
yang berhubungan dengan pelapukan
b. Morfo-struktur aktif, berupa tenaga endogen
c. Morfo-dinamik berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan
tenaga angin, air, es gerak masa batuan dan volkanisme
3. Studi geomorfologi yang menekankan pada evolusi pertumbuhan
bentuklahan atau morfo-kronologi, menentukan dan mendeskripsikan
bentuklahan dan proses yang mempengaruhinya dari umur relatif dan
umur mutlak
4. Geomorfologi yang mempelajari hubungan dengan lingkungan, studi ini
mempelajari hubungan antara bentuklahan dengan unsur-unsur batuan,
struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan.
Proses geomorfologi adalah semua proses yang menyebabkan perubahan
konfigurasi permukaan bumi. Relief mengontrol persebaran tanah di permukaan
bumi. Keterdapatan proses tersebut bersamaan dengan keterdapatan tanah maka
semua proses geomorfologi melibatkan tanah yang menutup permukaan lahan.
Proses geomorfologi yang terjadi menghasilkan variasi profil tanah. Dengan
demikian terdapat kesamaan antara faktor-faktor pembentuk tanah dengan faktorfaktor pembentuk bentuklahan. Geomorfologi dan tanah tidak dapat dipisahkan
satu sama lain karena mempunyai proses yang sama. Oleh karena itu proses
apapun yang terjadi maka dapat saling terkait di antara keduanya.
Satuan bentuklahan yang merupakan satuan kajian dalam geomorfologi pada
hakekatnya mempunyai faktor-faktor pembentukan yang mirip dengan faktorfaktor pembentuk tanah. Perbedaannya terletak pada pengertian bahan induk tanah
14
yang tidak selalu berasal dari batuan induk yang ada di bawahnya. Hal ini
dikarenakan, mungkin bahan induk tanah berasal dari bahan terangkut dari daerah
lain. Interpretasi morfoaransemen satuan bentuklahan dapat menjawab asal usul
bahan induk tanah pada suatu daerah.
Faktor waktu pembentukan satuan bentuklahan juga berbeda dengan faktor
waktu dalam proses pembentukan tanah. Waktu dalam pembentukan tanah
dihitung sejak bahan induk tanah terbentuk (dapat berarti diendapkan atau
merupakan bahan insitu). Faktor iklim dan organisme pada proses pembentukan
tanah tercermin pada proses geomorfologi pada faktor pembentuk satuan
bentuklahan. Proses geomorfologi (morfodinamik) merupakan hasil interaksi yang
kompleks antara iklim, organisme (termasuk vegetasi didalamnya), dan batuan
serta relief. Pemahaman yang komprehensif mengenai bentuklahan akan dapat
menggambarkan persebaran satuan-satuan tanah yang ada di suatu daerah kajian
yang tentunya mempunyai ketahanan/resistensi yang spesifik terhadap proses
erosi.
Informasi geomorfologis suatu daerah sangat penting untuk diketahui dan
dipahami terutama dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan yang
pernah, sedang dan akan terjadi. Proses-proses geomorfologis yang mencakup
proses endogenik dan eksogenik yang terjadi pada kala umur manusia dapat
dipahami dan diinterpretasikan dari satuan-satuan bentuklahan yang menyusun
suatu
daerah.
Analisis
morfometri,
morfogenesis,
morfokronologi
dan
morfoaransemen merupakan kunci dalam memahami proses-proses geomorfologi
suatu daerah. Proses-proses geomorfologi yang terjadi pada suatu daerah dengan
laju diatas normal biasanya merupakan masalah lingkungan yang serius dalam hal
menimbulkan kerugian material dan bahkan jiwa manusia.
Bentuk-bentuk proses geomorfologi yang sering menimbulkan kerugian
bagi kehidupan manusia salah satunya adalah erosi tanah. Proses erosi sendiri
jarang yang menimbulkan kerugian besar dan bahkan jiwa manusia secara
langsung, namun demikian erosi dapat dipandang sebagai pemicu bencana yang
lebih besar yang potensial merugikan kehidupan. Penurunan kesuburan tanah,
sedimentasi pada bangunan bendung, menurunnya kualitas dan kuantitas sumber
15
air, dan bahkan erosi pada lokasi-lokasi tertentu dapat bertindak sebagai pemicu
terjadinya longsoran yang potensial menimbulkan kerugian besar pada satu
kejadian.
Proses erosi tanah oleh tenaga air diawali dengan terjadinya erosi percik
karena tetes hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah. Untuk selanjutnya,
proses erosi akan berubah menjadi erosi lembar, alur, gully, dan saluran sungai
(river channel erosion). Erosi percik hingga erosi alur pada umumnya hanya
mengangkut material tanah dengan ketebalan maksimum sampai kedalaman 30
cm (horison A dan bagian atas horison B). Erosi gully dan saluran sungai proses
pengikisan dan pengangkutan tidak hanya terjadi pada material tanah saja, namun
juga material batuan dasar. Untuk itu maka dalam survei dan pemetaan erosi,
informasi tanah yang biasanya didapat dari peta tanah saja tidak cukup. Informasi
mengenai batuan dasar dan informasi morfologi yang lengkap juga sangat
diperlukan. Untuk itu pengetahuan mengenai satuan-satuan bentuklahan yang ada
di suatu daerah yang akan dilakukan kajian erosinya perlu dipelajari dan
diketahui, disamping juga pengetahuan mengenai satuan-satuan tanah yang ada di
daerah kajian.
Satuan bentuklahan yang merupakan satuan kajian dalam geomorfologi
pada hakekatnya mempunyai faktor-faktor pembentukan yang mirip dengan
faktor-faktor pembentuk tanah. Perbedaannya terletak pada pengertian bahan
induk tanah yang tidak selalu berasal dari batuan induk yang ada di bawahnya.
Hal ini dikarenakan, mungkin bahan induk tanah berasal dari bahan terangkut dari
daerah lain. Interpretasi morfoaransemen satuan bentuklahan dapat menjawab asal
usul bahan induk tanah pada suatu daerah. Faktor waktu pembentukan satuan
bentuklahan juga berbeda dengan faktor waktu dalam proses pembentukan tanah.
Waktu dalam pembentukan tanah dihitung sejak bahan induk tanah terbentuk
(dapat berarti diendapkan atau merupakan bahan insitu). Faktor iklim dan
organisme pada proses pembentukan tanah tercermin pada proses geomorfologi
pada faktor pembentuk satuan bentuklahan. Proses geomorfologi (morfodinamik)
merupakan hasil interaksi yang kompleks antara iklim, organisme (termasuk
16
vegetasi didalamnya), dan batuan serta relief. Pemahaman yang komprehensif
mengenai satuan akan dapat menggambarkan persebaran satuan-satuan tanah yang
ada di suatu daerah kajian yang tentunya mempunyai ketahanan/resistensi yang
spesifik terhadap proses erosi.
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekan erosi yang berbeda-beda. Sifatsifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menahan air, sifat tanah
yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan
oleh butir-butir air hujan yang jatuh dan aliran permukaan.
Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu faktor paling penting
terhadap terjadinya erosi tanah yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan tersebut
kebanyakan berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
erosi, misalnya perubahan penutup tanah akibat penggundulan/pembabatan hutan
untuk permukiman, lahan pertanian, atan gembalaan. Perubahan topografi secara
mikro akibat penerapan terasering, penggemburan tanah dengan pengolahan, serta
pemakaian stabiliser dan pupuk yang berpengaruh pada struktur tanah.
Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang
diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif
secara lestari. Kegiatan-kegiatan manusia di muka bumi sering mengganggu
keseimbangan antara regenerasi (pembentukan) tanah dengan laju erosi tanah.
Tentu saja, terbuka kemungkinan bagi manusia untuk melindungi tanah dari
bahaya erosi melalui kegiatan konservasi, serta penghijauan, terasering, dan lainlain. Satuan lahan adalah bagian dari lahan yang mempunyai karakteristik yang
spesifik. Sembarang bagian dari lahan yang menggambarkan karakteristik lahan
yang jelas dan nyata, tidak peduli bagaimana caranya dalam membuat batasbatasnya, dapat dipandang sebagai satuan lahan untuk suatu evaluasi lahan.
Namun demikian evaluasi lahan akan lebih mudah dilakukan apabila satuan lahan
didefinisikan atas kriteria-kriteria karakteristik lahan yang digunakan dalam
evaluasi lahan (FAO, 1990).
17
3. Sistem Hidrologi Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang dibatasi
oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan
yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau/laut (Manan,
1979). DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur utama vegetasi, tanah,
air dan manusia dengan segala upaya yang dilakukan di dalamnya (Soeryono,
1979). Sebagai suatu ekosistem, di DAS terjadi interaksi antara faktor biotik dan
fisik yang menggambarkan keseimbangan masukan dan keluran berupa erosi dan
sedimentasi. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pengertian DAS adalah
sebagai berikut :
a) Suatu wilayah daratan yang menampung, menyimpan kemudian mengalirkanair
hujan ke laut atau danau melalui satu sungai utama.
b) Suatu daerah aliran sungai yang dipisahkan dengan daerah lain oleh pemisah
topografis sehingga dapat dikatakan seluruh wilayah daratan terbagi atas beberapa
DAS.
c) Unsur-unsur utama di dalam suatu DAS adalah sumberdaya alam (tanah,
vegetasi dan air) yang merupakan sasaran dan manusia yang merupakan pengguna
sumberdaya yang ada.
d) Unsur utama (sumberdaya alam dan manusia) di DAS membentuk suatu
ekosistem dimana peristiwa yang terjadi pada suatu unsur akan mempengaruhi
unsur lainnya.
Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola
dimana bentuk ini akan menentukan pola hidrologi yang ada. Coarak atau pola
DAS dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS.
Sosrodarsono dan Takeda (1977) mengklasifikasikan bentuk DAS sebagai
berikut :

DAS bulu burung. Anak sungainya langsung mengalir ke sungai utama.
DAS atau Sub-DAS ini mempunyai debit banjir yang relatif kecil karena
waktu tiba yang berbeda.
18

DAS Radial. Anak sungainya memusat di satu titik secara radial sehingga
menyerupai bentuk kipas atau lingkaran. DAS atau sub-DAS radial
memiliki banjir yang relatif besar tetapi relatif tidak lama.

Das Paralel. DAS ini mempunyai dua jalur sub-DAS yang bersatu.
DAS merupakan kumpulan dari beberapa Sub-DAS. Mangundikoro
(1985) mengemukakan Sub-DAS merupakan suatu wilayah kesatuan ekosistem
yang terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui sungai.
Manusia dengan aktivitasnya dan sumberdaya tanah, air, flora serta fauna
merupakan komponen ekosistem di Sub-DAS yang saling berinteraksi dan
berinterdependensi.
Pengelolaan DAS dapat dianggap sebagai suatu sistem dengan input
manajemen dan input alam untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan
baik di tempat (on site) maupun di luar (off-site). Secara ekonomi ini berarti
bentuk dari proses produksi dengan biaya ekonomi untuk penggunaan input
manajemen dan input alam serta hasil ekonomi berupa nilai dari outputnya
(Hulfschmidt, 1985).
Tujuan pengelolaan DAS secara ringkas adalah (a) menyediakan air,
mengamankan
sumber-sumber
air
dan
mengatur
pemakaian
air;
(b)
menyelamatkan tanah dari erosi serta meningkatkan dan mempertahankan
kesuburan tanah; c) meningkatkan pendapatan masyarakat.
Untuk mewujudkan tujuan ini maka perlu diperhatikan aspek-aspek
seperti :
i. Aspek fisik teknis yaitu pemolaan tata guna lahan sebagai prakondisi dalam
mengusahakan dan menerapkan teknik atau perlakuan yang tepat sehingga
pengelolaan DAS akan memberikan manfaat yang optimal dan kelestarian
lingkungan
tercapai
ii. Aspek manusia, yaitu mengembangkan pengertian, kesadaran sikap dan
kemauan agar tindakan dan pengaruh terhadap sumberdaya alam di DAS dapat
mendukung usaha dan tujuan pengelolaan iii. Aspek institusi yaitu menggerakkan
aparatur sehingga struktur dan prosedur dapat mewadahi penyelenggaraan
pengelolaan DAS secara efektif dan efisien
19
iv. Aspek hukum, yaitu adanya peraturan perundangan yang mengatur
penyelenggaraan pengelolaan DAS
Hakekas DAS
Sebagai bentanglahan (landscape); mempunyai fungsi:
- ruang
- produksi
habitat
Gambar 1.1 DAS sebagai Bentanglahan
Sebagai sistem hidrologi; mempunyai fungsi:
- menangkap hujan
- menyimpan air (surface storage, sub-surface storage)
- menyalurkan air (stream flow ataurunoff)
20
Gambar 1.2 Pembagian Zona pada DAS
Sebagai ekosistem; dalam DAS terjadi:
- rantai makan dan aliran energi
- daur gas, materi dan mineral (DAUR BIOGEOKIMIA)
- interaksi, interrelasi dan interdependensi komponen lingkungan
21
Gambar 1.3 Komponen Daur Hdrologi DAS (Chorley, 1969)
22
Gambar 1.4 Daur Hidrologi DAS
23
4. Bentuk-bentuk Pemanfaatan Lahan dan Air beserta faktor-faktor
penentunya
Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas:
penggunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman
semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang dalam polanya dapat dengan
rotasi atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim dengan periode
biasanya kurang dari setahun. Penggunaan lahan tanaman tahunan merupakan
penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil
tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman
perkebunan. Penggunaan lahan permanen diarahkan pada lahan yang tidak
diusahakan untuk pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan
sarananya, lapangan terbang, dan pelabuhan. Dalam Juknis ini penggunaan lahan
untuk keperluan evaluasi diarahkan pada: kelompok tanaman pangan (serealia,
umbi-umbian, dan kacang-kacangan), kelompok tanaman hortikultura (sayuran,
buah-buahan, dan tanaman hias), kelompok tanaman industri/perkebunan,
kelompok tanaman rempah dan obat, kelompok tanaman hijauan pakan ternak,
dan perikanan air payau. Dalam evaluasi lahan penggunaan lahan harus dikaitkan
dengan tipe penggunaan lahan (Land Utilization Type) yaitu jenis-jenis
penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detil karena menyangkut
pengelolaan, masukan yang diperlukan dan keluaran yang diharapkan secara
spesifik. Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan
lahan. Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dari klasifikasi
penggunaan lahan, tetapi mengacu kepada penggunaan lahan tertentu yang
tingkatannya dibawah kategori penggunaan lahan secara umum, karena berkaitan
dengan aspek masukan, teknologi, dan keluarannya.
Sifat-sifat penggunaan lahan mencakup data dan/atau asumsi yang
berkaitan dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber
tenaga, pengetahuan teknologi penggunaan lahan, kebutuhan infrastruktur, ukuran
dan bentuk penguasaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit
produksi atau unit areal. Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya
24
dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound. Multiple, tipe
penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan
(komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama dari
sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta
memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan
dengan kakao atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan. Demikian juga
yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili
atau pisang. Compound, tipe penggunaan lahan yang tergolong compound terdiri
lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal
dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal.
Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan
waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal
yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama.
Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagian areal secara terpisah (satu
blok/petak) digunakan untuk tanaman karet, dan blok/petak lainnya untuk kelapa
sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama. Semua
jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan
yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal
memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk memudahkan dalam
pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas
lahan dan karakteristik lahan yang telah dibahas. Persyaratan karakteristik lahan
untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian
yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut.
Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur,
kelembaban, oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban
umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan
(FAO, 1983). Persyaratan lain berupa media perakaran, ditentukan oleh drainase,
tekstur, struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif (tempat perakaran
berkembang). Ada tanaman yang memerlukan drainase terhambat seperti padi
sawah. Tetapi pada umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik, dimana
25
pada kondisi demikian aerasi tanah cukup baik, sehingga di dalam tanah cukup
tersedia oksigen, dengan demikian akar tanaman dapat berkembang dengan baik,
dan mampu menyerap unsur hara secara optimal. Persyaratan tumbuh atau
persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas
mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum untuk masingmasing karakteristik lahan. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman
atau penggunaan lahan merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang
paling sesuai (S1). Sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan
batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan/atau
sesuai marginal (S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara
fisik tergolong tidak sesuai (N).
26
DAFTAR PUSTAKA
Todd, D. 1959. Groundwater Hydrology. John Willey & Sons Inc.
Jankowski, J., 2002. HYdrogeocgemistry, Short Course Note, School of Geology,
University Of New South Wales, Sydney, Australia
Fetter, C.W. 1988. Applied Hydrology 2nd Edition. Mexrill Publishing
Hem, J.D., 1985, Study and Interpretation of The Chemical Characteristics of
Natural Water-3rd edition. USGS Water Supply Paper 2254.
ILRI. 1974. Drainage Principles and Applications, Volume III. ILRI, Wageningen
The Netherlands
Nagle G, and K.Spencer. 1997. Advanced Geography.Oxford University
Press,New York.
Seyhan E. 1977. Fundamental Hydrology. Institut der Rijkuniversiteit Utrecht,
Netherland.
Seyhan E. 1977. Watershed as a Hydrological Unit Geografisch Institut der
Rijkuniversiteit Utrecht, Netherland.
Thornth Waite C.W. and Mather J.R. 1957. Instructions and Tables for
Computing Potential Evapotranspiration and Water Balance. Centerton, New
Jersey.
Van Dam J.C., Raaf W.R. and Volker A. 1972. Veldboek Volume D:
Climatology. ILRI: Wageningen, The Netherlands.
27
Download