NO. MODUL :1 PERTEMUAN : MINGGU KE 1 POKOK BAHASAN : RUANG LINGKUP DAN KONSEP ESLA A. Kata Kunci 1. Definisi Evaluasi Sumber Daya Lahan dan Air 2. Satuan Pemetaan Lahan 3. Sistem Hidrologi Daerah Aliran Sungai 4. Bentuk-bentuk Pemanfaatan Lahan dan Air beserta faktor-faktor penentunya B. Pertanyaan/Diskusi 1. Apa yang dimaksud dengan lahan? 2. Apa yang dimaksud dengan kualitas lahan? 3. Apa definisi evaluasi lahan? 4. Jelaskan faktor-faktor pembentuk lahan? 5. Apakah yang dimaksud dengan satuan pemetaan lahan? 6. Diskusikan Daerah Aliran Sungai sebagai unit ekologi atau hidrologi! 7. Jelaskan faktor-faktor penentu pemanfaatan lahan dan air! C. Materi 1. Definisi Evaluasi Sumber Daya Lahan dan Air Evaluasi Sumber Daya Lahan Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian, mengoptimalkan memerlukan penggunaan teknologi lahan secara tepat guna berkelanjutan. dalam upaya Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan 1 sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi lahan yang telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan, yaitu ada yang dengan sistem perkalian parameter, penjumlahan, dan sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land Qualities/Land Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan. Sistem evaluasi lahan yang pernah digunakan dan yang sedang dikembangkan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian Tanah Bogor diantaranya: 1. Klasifikasi kemampuan wilayah (Soepraptohardjo, 1970) 2. Sistem pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971) 3. 4. Sistem yang digunakan oleh Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi atau P3MT (Staf PPT, 1983) Sistem yang digunakan dalam Reconnaissance Land Resources Surveys 1:250.000 scale Atlas Format Procedures (CSR/FAO, 1983) 5. Land Evaluation Computer System atau LECS (Wood, and Dent, 1983) 6. Automated Land Evalution System atau ALES (Rossiter D.G., and A.R. Van Wambeke, 1997) 2 Adanya berbagai sistem atau metode yang digunakan dalam evaluasi lahan tanpa mempertimbangkan tingkat dan skala peta dalam hubungannya dengan ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam interpretasi dan evaluasi lahan. Sebagai contoh sistem Atlas Format (CSR/FAO, 1983) yang pada awalnya ditujukan untuk keperluan evaluasi lahan pada tingkat tinjau (reconnaissance) skala 1:250.000, sering juga digunakan untuk evaluasi lahan pada skala yang lebih besar (semi detil atau detil). Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang begitu lengkap dari hasil pemetaan semi detil dan detil, tidak nampak peranannya dalam hasil evaluasi lahan, sehingga hasil tersebut masih sulit digunakan untuk keperluan alih teknologi dalam perencanaan pembangunan pertanian khususnya untuk skala mikro. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat pemetaan dan skala peta, serta tujuan dari evaluasi lahan yang akan dilakukan dalam kaitannya dengan ketersediaan dan validitas data. Petunjuk teknis ini disusun mengacu kepada “Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian Versi 3.0” (Djaenudin et al., 2000), dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil (skala peta 1:50.000). Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan (performance) lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuklahan, tanah vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi, dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Brinkman dan Smyth (1973) mendefinisikan evaluasi lahan sebagai proses penelaahan dan interpretasi data dasar tanah, vegetasi, iklim dan komponcn lahan lainnya agar dapat mengidentifikasikan dan membuat perbandingan pertama antara berbagai altertnatif penggunaan lahan dalam kontek sosio-ekonomi yang sederhana. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek dan kualitas fisik, biologi, dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonominya. Evaluasi lahan bukan ilmu ekonomi, akan tetapi juga tidaklahhanya berupa disiplin fisik, evaluasi lahan adalah 3 penggunaan parameter sosial-ekonomi dalam menilai data fisik. Sehubungan dengan kaitannya dengan parameter sosial-ekonomi, dapat dibedakan dua evaluasi kualitatif. Evaluasi kualitatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan cara mengelompokkan lahan ke dalam beberapa . kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan perhitungan secara terinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan lahan teisebut. Keadaan sosial-ekonomi hanya merupakan latar belakang umum. Dalam bentuknya yang paling kuantitatif, evaluasi lahan dinyatakan dalam kontek ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output). Untuk penggunaan bukan pertanian, seperti rekreasi misalnya dinyatakan dalam kriteria sosial yang dapat diukur. Evaluasi kuantitatif memerlukan data survei kelayakan (feasibility grade land evaluation). Evaluasi kualitatif merupakan langkah awal dan merupakan bahan untuk evaluasi kuantitatif. Evaluasi kuantitatif biasanya dilaksanakan dengan melakukan klasifikasi lahan. Tergantung pada tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampunn lahan untuk klasifikasi kesesuaian lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan bersifat spesifik untuk suatu tanaman (crop specific) atau untuk penggunaan tertentu seperti : klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman semusim, kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan, kesesuaian lahan untuk tanaman jati, kesesuaian lahan untuk irigasi, dan sebagainya (FAO, 1976; Arsyad, 1973). Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu. Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam 4 penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan. Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform (termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types = LUTs). Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan). Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Dari beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Sebagai gambaran Tabel 1.1. menunjukkan variasi dari karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi kesesuaian lahan oleh beberapa sumber (Staf PPT, 1983; Bunting, 1981; Sys et al., 1993; CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971). Tabel 1.1. Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter 5 dalam evaluasi lahan. Staf PPT (1983) Bunting (1981) Sys et al. (1993) CSR/FAO (1983) Driessen (1971) Tipe hujan Periode (Oldeman et al.) pertumbuhan tanaman Temperatur rerata (°C) atau elevasi Temperatur rerata (°C) atau elevasi Lereng Kelas drainase Temperatur rerata pada periode pertumbuhan Curah hujan (mm) Curah hujan (mm) Mikrorelief Sebaran besar butir (lapisan atas) Curah hujan tahunan Lamanya masa kering (bulan) Lamanya masa Keadaan kering (bulan) batu Kedalaman efektif Kelas drainase Kelembaban udara Kelembaban udara Kelas drainase Ketebalan gambut Tekstur tanah Kelas Drainase Kelas drainase Regim kelembaban Dekomposisi gambut/jenis gambut Kedalaman perakaran Tekstur/Struktur Tekstur Salinitas/ alkalinitas KTK Reaksi tanah (pH) Bahan kasar Bahan kasar Kejenuhan basa Kejenuhan basa Salinitas/ DHL Kedalaman tanah Kedalaman tanah Reaksi tanah (pH) Reaksi tanah (pH) Pengambilan hara (N, P, K) KTK liat oleh tanaman Ketebalan gambut Kadar pirit Kematangan gambut Kadar bahan organik C-organik Pengurasan Kejenuhan basa hara (N, P, K) dari tanah P-tersedia Reaksi tanah (pH) KTK liat Tebal bahan organik Salinitas/DHL C-organik Kejenuhan basa Tekstur Reaksi tanah (pH) Struktur, porositas, dan tingkatan Kedalaman pirit Aluminium 6 Lereng (%)/mikrorelief Salinitas/DHL C-organik Macam liat Erosi Alkalinitas Aluminium Bahan induk/ cadangan mineral Kerusakan karena banjir Lereng Salinitas/DHL Kedalaman efektif Batu dan kerikil, penghambat pengolahan tanah Genangan Alkalinitas Pori air tersedia Batuan di permukaan Kadar pirit Penghambat pertumbuhan karena kekurangan air CaCO3 Lereng Kesuburan tanah Gypsum Bahaya erosi Permeabilitas lapisan atas Jumlah basa total Genangan Batuan di permukaan Singkapan batuan Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu. Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang 7 dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman yang bersangkutan. Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976). Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993). . Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993) disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993). CSR/FAO, 1983 FAO, 1983 Sys et.al., 1993 Temperatur Kelembaban Sifat iklim Ketersediaan air Ketersediaan hara Topografi Ketersediaan oksigen Ketersediaan oksigen Kelembaban Media perakaran Media untuk perkembangan akar Sifat fisik tanah 8 Retensi hara Kondisi untuk pertumbuhan Sifat kesuburan tanah Toksisitas Kemudahan diolah Salinitas/alkalinitas Sodisitas Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas Bahaya sulfidik Retensi terhadap erosi Bahaya erosi Bahaya banjir Penyiapan lahan Temperatur Energi radiasi dan fotoperiode Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan) Kelembaban udara Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan. Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah.Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah: Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara praktis (teras, tanaman sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan pemeliharaan jalan penghubung. Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/lahan pertanian. Lokasi dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi (input), dan 9 pemasaran hasil (aspek ekonomi). Dalam Juknis ini kualitas lahan yang dipilih sebagai berikut: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, bahan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya banjir, dan penyiapan lahan. - temperatur : ditentukan oleh keadaan temperatur rerata ditentukan oleh keadaan curah hujan, kelembaban, lama masa - ketersediaan air : - ketersediaan oksigen kering, sumber air tawar, atau amplitudo pasangsurut, tergantung jenis komoditasnya ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen tergantung : jenis komoditasnya ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar dan kedalaman - media perakaran : - gambut : ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut - retensi hara : - bahaya keracunan : - bahaya erosi : ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi - bahaya banjir : - penyiapan lahan tanah ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20, dan Corganik ditentukan oleh salinitas, alkalinitas, dan kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2) ditentukan oleh genangan : ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan Fasilitas yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian lahan secara ekonomi atau economy land suitability class (Rossiter, 1995). Hal ini dengan pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara fisik suatu wilayah, tanpa ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah tersebut. 10 Evaluasi Sumber Daya Air Air adalah peradaban dan tanpa air kehidupan akan musnah. Dapatkah peradaban dan eksistensi suatu bangsa musnah? Pelajarilah sejarah kemanusiaan dan memang benar suatu bangsa dapat musnah. Perhatikanlah bahwa Tuhan lah yang mempunyai kerajaan. Dia berikan kerajaan kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia cabut kerajaan dari orang yang Dia kehendaki. Dia muliakan orang yang Dia kehendaki dan Dia hinakan orang yang Dia kehendaki. Di tangan Dia lah segala kebajikan dan sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia masukan malam ke dalam siang dan Dia masukan siang ke dalam malam. Dia keluarkan yang hidup dari yang mati dan Dia keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Dia berikan rezeki siapa yang Dia kehendaki tanpa batas. Perhatikan pula bahwa jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu? (Al Qur'an 3:26-27 dan 67:50). Air adalah asal muasal dari segala macam bentuk kehidupan di planet bumi ini. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Logika sederhananya, tanpa air peradaban akan surut dan bahkan kehidupan akan musnah karena planet bumi akan menjadi sebuah bola batu dan pasir raksasa yang luar biasa panas, masif, dan mengambang di alam raya menuju kemusnahan. Air menopang kehidupan manusia, termasuk kehidupan dan kesinambungan rantai pangan mahluk hidup di bumi. Karena itulah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia; artinya, setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian air. Namun, inilah yang saat ini menjadi pokok masalah kita, umat manusia. Air secara sangat cepat menjadi sumberdaya yang makin langka dan tidak ada sumber penggantinya. Walaupun sekitar 70 persen permukaan bumi ditempati oleh air, namun 97 persen darinya adalah air asin dan tidak dapat langsung dikonsumsi manusia. Dari jumlah yang sedikit yang mungkin dapat dimanfaatkan tersebut, manusia masih menghadapi permasalahan yang amat mendasar. Pertama, adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan air. Pada musim hujan, beberapa bagian dunia mengalami kelimpahan air yang 11 luar biasa besar dibandingkan dengan bagian lain sehingga berakibat terjadinya banjir dan kerusakan lain yang ditimbulkannya. Pada musim kering, kekurangan air dan kekeringan menjadi bencana yang mengerikan di beberapa bagian dunia lainnya yang mengakibatkan terjadinya bencana kelaparan dan kematian. Sungai Gangga di India, misalnya, mengakumulasi debit sampai dua juta kaki kubik per detik pada musim hujan dan menyusut sampai kurang dari 10.000 kaki kubik per detik di musim kemarau. Beberapa bagian dunia seperti Afrika Utara dan Timur Tengah yang mempunyai jumlah penduduk lebih dari lima persen penduduk dunia hanya memiliki potensi sekitar kurang dari satu persen dari persediaan air segar dunia 1 dalam setahun . Permasalahan mendasar yang kedua adalah terbatasnya jumlah air segar di planet bumi yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan jumlah penduduk dunia yang terus bertambah menyebabkan konsumsi air segar meningkat secara drastis, dan kerusakan lingkungan termasuk kerusakan sumber daya air terjadi secara konsisten. Pemakaian air global meningkat lima kali lipat pada abad yang lalu ketika penduduk dunia meningkat dari satu setengah sampai enam miliar orang, dan ketersediaan air per kapita diperkirakan akan menurun dengan sepertiganya pada beberapa decade mendatang ketika penduduk dunia mencapai hampir sembilan miliar orang di tahun 2025. Peningkatan jumlah penduduk dunia ini tidak hanya akan meningkatkan secara drastis konsumsi air segar dunia, akan tetapi juga kebutuhan akan bahan pangan yang pada gilirannya juga membutuhkan lebih banyak air untuk pertanian, industri, dan air bersih yang kesemuanya berujung pada kebutuhan air yang lebih banyak lagi. 2. Satuan Pemetaan Lahan Peta tanah adalah sebuah peta yang menggambarkan satuan-satuan tanah yang dikelompok-kelompokkan menurut satuan-satuan pemetaan tanah. Peta tanah berisi satuan-satuan pemetaan tanah yang merupakan kesatuan dari satuan pemetaan lahan (satuan lahan) dan satuan-satuan tanah yang ada di dalamnya dengan komposisinya masing-masing. Dengan demikian dalam pemetaaan tanah dikenal dua istilah yang berbeda makna secara tegas namun sering menjadi 12 kerancuan bagi orang yang belum memahami secara mendalam mengenai pemetaan tanah (Sartohadi, 2006), yaitu satuan pemetaan lahan (land mapping unit) dan satuan tanah (soil unit). Gabungan keduanya merupakan satuan pemetaan tanah (soil mapping unit). Dalam rangka memperjelas konsep satuan pemetaan lahan tersebut maka diperlukan sebuah latihan secara langsung mengenai langkah-langkah penyusunannya. Terkait dengan penyusunan satuan pemetaan lahan, maka diperlukan sebuah pendekatan yang tepat untuk mendasarinya. Hingga saat ini kajian mengenai terapan geomorfologi untuk studi pedologi sudah sangat berkembang serta telah diakui bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat di antara keduanya. Oleh karena itu di dalam acara ini akan menggunakan pendekatan geomorfologi sebagai dasar dalam penyusunan satuan pemetaan tanah. Thornbury (1957) menyatakan bahwa tanah adalah bagian dari permukaan bumi yang ditandai oleh lapisan yang sejajar dengan permukaan, sebagai hasil modifikasi oleh proses-proses fisis, khemis maupun biologis yang bekerja dibawah kondisi tertentu dan bekerja selama periode tertentu. Studi tentang bentanglahan (landscape) yang di dalamnya termasuk studi bentuklahan (landform) merupakan objek utama dalam geografi. Bentuklahan merupakan pengaruh faktor-faktor struktur, proses dan stadia (Sartohadi 2006). Faktor struktur merupakan gambaran dari faktor topografi dan batuan. Sedangkan faktor proses adalah akibat pengaruh faktor iklim yang menyebabkan proses geomorfologi dan pedogen. Faktor stadia merupkan faktor waktu. Konsep geomorfologi yang dijabarkan oleh Verstappen (1983), terdapat empat aspek utama dalam geomorfologi yaitu, bentuklahan, proses, genesis dan lingkungan. Lebih lanjut, Mangunsukardjo (1986) menjabarkan aspek geomorfologi menjadi: 1. Studi mengenai bentuklahan, atau disebut sebagai morfologi, mempelajari relief secara umum yang meliputi aspek: a. Morfografi; yakni aspek-aspek yang bersifat pendeskripsian bentuk suau daerah, seperti teras sungai, beting gisik, plato. 13 b. Morfomeri; yakni aspek-aspek kuantitatif dari suatu daerah, seperti kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk lembah, pola aliran. 2. Studi mengenai proses geomorfologi, yakni proses yang mengakibatkan perubahan betuklahan dalam waktu pendek serta proses terjadinya bentuklahan yang mencakup morfogenesa, mencakup aspek-aspek: a. Morfo-struktur pasif, meliputi litologi (tipe dan struktur batuan) yang berhubungan dengan pelapukan b. Morfo-struktur aktif, berupa tenaga endogen c. Morfo-dinamik berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga angin, air, es gerak masa batuan dan volkanisme 3. Studi geomorfologi yang menekankan pada evolusi pertumbuhan bentuklahan atau morfo-kronologi, menentukan dan mendeskripsikan bentuklahan dan proses yang mempengaruhinya dari umur relatif dan umur mutlak 4. Geomorfologi yang mempelajari hubungan dengan lingkungan, studi ini mempelajari hubungan antara bentuklahan dengan unsur-unsur batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan. Proses geomorfologi adalah semua proses yang menyebabkan perubahan konfigurasi permukaan bumi. Relief mengontrol persebaran tanah di permukaan bumi. Keterdapatan proses tersebut bersamaan dengan keterdapatan tanah maka semua proses geomorfologi melibatkan tanah yang menutup permukaan lahan. Proses geomorfologi yang terjadi menghasilkan variasi profil tanah. Dengan demikian terdapat kesamaan antara faktor-faktor pembentuk tanah dengan faktorfaktor pembentuk bentuklahan. Geomorfologi dan tanah tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena mempunyai proses yang sama. Oleh karena itu proses apapun yang terjadi maka dapat saling terkait di antara keduanya. Satuan bentuklahan yang merupakan satuan kajian dalam geomorfologi pada hakekatnya mempunyai faktor-faktor pembentukan yang mirip dengan faktorfaktor pembentuk tanah. Perbedaannya terletak pada pengertian bahan induk tanah 14 yang tidak selalu berasal dari batuan induk yang ada di bawahnya. Hal ini dikarenakan, mungkin bahan induk tanah berasal dari bahan terangkut dari daerah lain. Interpretasi morfoaransemen satuan bentuklahan dapat menjawab asal usul bahan induk tanah pada suatu daerah. Faktor waktu pembentukan satuan bentuklahan juga berbeda dengan faktor waktu dalam proses pembentukan tanah. Waktu dalam pembentukan tanah dihitung sejak bahan induk tanah terbentuk (dapat berarti diendapkan atau merupakan bahan insitu). Faktor iklim dan organisme pada proses pembentukan tanah tercermin pada proses geomorfologi pada faktor pembentuk satuan bentuklahan. Proses geomorfologi (morfodinamik) merupakan hasil interaksi yang kompleks antara iklim, organisme (termasuk vegetasi didalamnya), dan batuan serta relief. Pemahaman yang komprehensif mengenai bentuklahan akan dapat menggambarkan persebaran satuan-satuan tanah yang ada di suatu daerah kajian yang tentunya mempunyai ketahanan/resistensi yang spesifik terhadap proses erosi. Informasi geomorfologis suatu daerah sangat penting untuk diketahui dan dipahami terutama dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan yang pernah, sedang dan akan terjadi. Proses-proses geomorfologis yang mencakup proses endogenik dan eksogenik yang terjadi pada kala umur manusia dapat dipahami dan diinterpretasikan dari satuan-satuan bentuklahan yang menyusun suatu daerah. Analisis morfometri, morfogenesis, morfokronologi dan morfoaransemen merupakan kunci dalam memahami proses-proses geomorfologi suatu daerah. Proses-proses geomorfologi yang terjadi pada suatu daerah dengan laju diatas normal biasanya merupakan masalah lingkungan yang serius dalam hal menimbulkan kerugian material dan bahkan jiwa manusia. Bentuk-bentuk proses geomorfologi yang sering menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia salah satunya adalah erosi tanah. Proses erosi sendiri jarang yang menimbulkan kerugian besar dan bahkan jiwa manusia secara langsung, namun demikian erosi dapat dipandang sebagai pemicu bencana yang lebih besar yang potensial merugikan kehidupan. Penurunan kesuburan tanah, sedimentasi pada bangunan bendung, menurunnya kualitas dan kuantitas sumber 15 air, dan bahkan erosi pada lokasi-lokasi tertentu dapat bertindak sebagai pemicu terjadinya longsoran yang potensial menimbulkan kerugian besar pada satu kejadian. Proses erosi tanah oleh tenaga air diawali dengan terjadinya erosi percik karena tetes hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah. Untuk selanjutnya, proses erosi akan berubah menjadi erosi lembar, alur, gully, dan saluran sungai (river channel erosion). Erosi percik hingga erosi alur pada umumnya hanya mengangkut material tanah dengan ketebalan maksimum sampai kedalaman 30 cm (horison A dan bagian atas horison B). Erosi gully dan saluran sungai proses pengikisan dan pengangkutan tidak hanya terjadi pada material tanah saja, namun juga material batuan dasar. Untuk itu maka dalam survei dan pemetaan erosi, informasi tanah yang biasanya didapat dari peta tanah saja tidak cukup. Informasi mengenai batuan dasar dan informasi morfologi yang lengkap juga sangat diperlukan. Untuk itu pengetahuan mengenai satuan-satuan bentuklahan yang ada di suatu daerah yang akan dilakukan kajian erosinya perlu dipelajari dan diketahui, disamping juga pengetahuan mengenai satuan-satuan tanah yang ada di daerah kajian. Satuan bentuklahan yang merupakan satuan kajian dalam geomorfologi pada hakekatnya mempunyai faktor-faktor pembentukan yang mirip dengan faktor-faktor pembentuk tanah. Perbedaannya terletak pada pengertian bahan induk tanah yang tidak selalu berasal dari batuan induk yang ada di bawahnya. Hal ini dikarenakan, mungkin bahan induk tanah berasal dari bahan terangkut dari daerah lain. Interpretasi morfoaransemen satuan bentuklahan dapat menjawab asal usul bahan induk tanah pada suatu daerah. Faktor waktu pembentukan satuan bentuklahan juga berbeda dengan faktor waktu dalam proses pembentukan tanah. Waktu dalam pembentukan tanah dihitung sejak bahan induk tanah terbentuk (dapat berarti diendapkan atau merupakan bahan insitu). Faktor iklim dan organisme pada proses pembentukan tanah tercermin pada proses geomorfologi pada faktor pembentuk satuan bentuklahan. Proses geomorfologi (morfodinamik) merupakan hasil interaksi yang kompleks antara iklim, organisme (termasuk 16 vegetasi didalamnya), dan batuan serta relief. Pemahaman yang komprehensif mengenai satuan akan dapat menggambarkan persebaran satuan-satuan tanah yang ada di suatu daerah kajian yang tentunya mempunyai ketahanan/resistensi yang spesifik terhadap proses erosi. Berbagai tipe tanah mempunyai kepekan erosi yang berbeda-beda. Sifatsifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menahan air, sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan yang jatuh dan aliran permukaan. Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu faktor paling penting terhadap terjadinya erosi tanah yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan tersebut kebanyakan berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi, misalnya perubahan penutup tanah akibat penggundulan/pembabatan hutan untuk permukiman, lahan pertanian, atan gembalaan. Perubahan topografi secara mikro akibat penerapan terasering, penggemburan tanah dengan pengolahan, serta pemakaian stabiliser dan pupuk yang berpengaruh pada struktur tanah. Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Kegiatan-kegiatan manusia di muka bumi sering mengganggu keseimbangan antara regenerasi (pembentukan) tanah dengan laju erosi tanah. Tentu saja, terbuka kemungkinan bagi manusia untuk melindungi tanah dari bahaya erosi melalui kegiatan konservasi, serta penghijauan, terasering, dan lainlain. Satuan lahan adalah bagian dari lahan yang mempunyai karakteristik yang spesifik. Sembarang bagian dari lahan yang menggambarkan karakteristik lahan yang jelas dan nyata, tidak peduli bagaimana caranya dalam membuat batasbatasnya, dapat dipandang sebagai satuan lahan untuk suatu evaluasi lahan. Namun demikian evaluasi lahan akan lebih mudah dilakukan apabila satuan lahan didefinisikan atas kriteria-kriteria karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan (FAO, 1990). 17 3. Sistem Hidrologi Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau/laut (Manan, 1979). DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur utama vegetasi, tanah, air dan manusia dengan segala upaya yang dilakukan di dalamnya (Soeryono, 1979). Sebagai suatu ekosistem, di DAS terjadi interaksi antara faktor biotik dan fisik yang menggambarkan keseimbangan masukan dan keluran berupa erosi dan sedimentasi. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pengertian DAS adalah sebagai berikut : a) Suatu wilayah daratan yang menampung, menyimpan kemudian mengalirkanair hujan ke laut atau danau melalui satu sungai utama. b) Suatu daerah aliran sungai yang dipisahkan dengan daerah lain oleh pemisah topografis sehingga dapat dikatakan seluruh wilayah daratan terbagi atas beberapa DAS. c) Unsur-unsur utama di dalam suatu DAS adalah sumberdaya alam (tanah, vegetasi dan air) yang merupakan sasaran dan manusia yang merupakan pengguna sumberdaya yang ada. d) Unsur utama (sumberdaya alam dan manusia) di DAS membentuk suatu ekosistem dimana peristiwa yang terjadi pada suatu unsur akan mempengaruhi unsur lainnya. Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola dimana bentuk ini akan menentukan pola hidrologi yang ada. Coarak atau pola DAS dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS. Sosrodarsono dan Takeda (1977) mengklasifikasikan bentuk DAS sebagai berikut : DAS bulu burung. Anak sungainya langsung mengalir ke sungai utama. DAS atau Sub-DAS ini mempunyai debit banjir yang relatif kecil karena waktu tiba yang berbeda. 18 DAS Radial. Anak sungainya memusat di satu titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran. DAS atau sub-DAS radial memiliki banjir yang relatif besar tetapi relatif tidak lama. Das Paralel. DAS ini mempunyai dua jalur sub-DAS yang bersatu. DAS merupakan kumpulan dari beberapa Sub-DAS. Mangundikoro (1985) mengemukakan Sub-DAS merupakan suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui sungai. Manusia dengan aktivitasnya dan sumberdaya tanah, air, flora serta fauna merupakan komponen ekosistem di Sub-DAS yang saling berinteraksi dan berinterdependensi. Pengelolaan DAS dapat dianggap sebagai suatu sistem dengan input manajemen dan input alam untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan baik di tempat (on site) maupun di luar (off-site). Secara ekonomi ini berarti bentuk dari proses produksi dengan biaya ekonomi untuk penggunaan input manajemen dan input alam serta hasil ekonomi berupa nilai dari outputnya (Hulfschmidt, 1985). Tujuan pengelolaan DAS secara ringkas adalah (a) menyediakan air, mengamankan sumber-sumber air dan mengatur pemakaian air; (b) menyelamatkan tanah dari erosi serta meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah; c) meningkatkan pendapatan masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan ini maka perlu diperhatikan aspek-aspek seperti : i. Aspek fisik teknis yaitu pemolaan tata guna lahan sebagai prakondisi dalam mengusahakan dan menerapkan teknik atau perlakuan yang tepat sehingga pengelolaan DAS akan memberikan manfaat yang optimal dan kelestarian lingkungan tercapai ii. Aspek manusia, yaitu mengembangkan pengertian, kesadaran sikap dan kemauan agar tindakan dan pengaruh terhadap sumberdaya alam di DAS dapat mendukung usaha dan tujuan pengelolaan iii. Aspek institusi yaitu menggerakkan aparatur sehingga struktur dan prosedur dapat mewadahi penyelenggaraan pengelolaan DAS secara efektif dan efisien 19 iv. Aspek hukum, yaitu adanya peraturan perundangan yang mengatur penyelenggaraan pengelolaan DAS Hakekas DAS Sebagai bentanglahan (landscape); mempunyai fungsi: - ruang - produksi habitat Gambar 1.1 DAS sebagai Bentanglahan Sebagai sistem hidrologi; mempunyai fungsi: - menangkap hujan - menyimpan air (surface storage, sub-surface storage) - menyalurkan air (stream flow ataurunoff) 20 Gambar 1.2 Pembagian Zona pada DAS Sebagai ekosistem; dalam DAS terjadi: - rantai makan dan aliran energi - daur gas, materi dan mineral (DAUR BIOGEOKIMIA) - interaksi, interrelasi dan interdependensi komponen lingkungan 21 Gambar 1.3 Komponen Daur Hdrologi DAS (Chorley, 1969) 22 Gambar 1.4 Daur Hidrologi DAS 23 4. Bentuk-bentuk Pemanfaatan Lahan dan Air beserta faktor-faktor penentunya Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas: penggunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang dalam polanya dapat dengan rotasi atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim dengan periode biasanya kurang dari setahun. Penggunaan lahan tanaman tahunan merupakan penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman perkebunan. Penggunaan lahan permanen diarahkan pada lahan yang tidak diusahakan untuk pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, lapangan terbang, dan pelabuhan. Dalam Juknis ini penggunaan lahan untuk keperluan evaluasi diarahkan pada: kelompok tanaman pangan (serealia, umbi-umbian, dan kacang-kacangan), kelompok tanaman hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias), kelompok tanaman industri/perkebunan, kelompok tanaman rempah dan obat, kelompok tanaman hijauan pakan ternak, dan perikanan air payau. Dalam evaluasi lahan penggunaan lahan harus dikaitkan dengan tipe penggunaan lahan (Land Utilization Type) yaitu jenis-jenis penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan keluaran yang diharapkan secara spesifik. Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dari klasifikasi penggunaan lahan, tetapi mengacu kepada penggunaan lahan tertentu yang tingkatannya dibawah kategori penggunaan lahan secara umum, karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi, dan keluarannya. Sifat-sifat penggunaan lahan mencakup data dan/atau asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, pengetahuan teknologi penggunaan lahan, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan bentuk penguasaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit produksi atau unit areal. Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya 24 dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound. Multiple, tipe penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan. Demikian juga yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau pisang. Compound, tipe penggunaan lahan yang tergolong compound terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan untuk tanaman karet, dan blok/petak lainnya untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama. Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan yang telah dibahas. Persyaratan karakteristik lahan untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut. Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan lain berupa media perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif (tempat perakaran berkembang). Ada tanaman yang memerlukan drainase terhambat seperti padi sawah. Tetapi pada umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik, dimana 25 pada kondisi demikian aerasi tanah cukup baik, sehingga di dalam tanah cukup tersedia oksigen, dengan demikian akar tanaman dapat berkembang dengan baik, dan mampu menyerap unsur hara secara optimal. Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum untuk masingmasing karakteristik lahan. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling sesuai (S1). Sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan/atau sesuai marginal (S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (N). 26 DAFTAR PUSTAKA Todd, D. 1959. Groundwater Hydrology. John Willey & Sons Inc. Jankowski, J., 2002. HYdrogeocgemistry, Short Course Note, School of Geology, University Of New South Wales, Sydney, Australia Fetter, C.W. 1988. Applied Hydrology 2nd Edition. Mexrill Publishing Hem, J.D., 1985, Study and Interpretation of The Chemical Characteristics of Natural Water-3rd edition. USGS Water Supply Paper 2254. ILRI. 1974. Drainage Principles and Applications, Volume III. ILRI, Wageningen The Netherlands Nagle G, and K.Spencer. 1997. Advanced Geography.Oxford University Press,New York. Seyhan E. 1977. Fundamental Hydrology. Institut der Rijkuniversiteit Utrecht, Netherland. Seyhan E. 1977. Watershed as a Hydrological Unit Geografisch Institut der Rijkuniversiteit Utrecht, Netherland. Thornth Waite C.W. and Mather J.R. 1957. Instructions and Tables for Computing Potential Evapotranspiration and Water Balance. Centerton, New Jersey. Van Dam J.C., Raaf W.R. and Volker A. 1972. Veldboek Volume D: Climatology. ILRI: Wageningen, The Netherlands. 27