BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen merupakan suatu proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. (Fuad dkk, 2006:92) Manajemen adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan, pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi (Griffin, 2004:27). 2.1.1.1 Fungsi Dasar Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2007:38) konsep manajemen memiliki empat fungsi dasar, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling). 1. Perencanaan Proses menentukan tujuan dan target-target yang akan dicapai di masa mendatang serta merumuskan tindakan dan strategi yang akan dijalankan untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang manajer yang efektif hendaknya sadar bahwa isi porsi dari waktu yang tersedia baginya diabadikan untuk menyusun berbagai rencana. Bagi manajer personel, perencanaan berarti menetapkan 7 terlebih dahulu program-program kepegawaian yang dapat memberi andil terhadap pencapain tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.. 2. Pengorganisasian Proses mendesain pekerjaan, mengelompokkan pekerjaan ke dalam unit-unit yang dapat dikelola dan menetapkan pola wewenang di antara pekerjaan dan kelompok pekerjaan. Setelah program-program disusun dan ditetapkan, perlu dibentuk organisasi yang akan melaksanakan program-program tadi dengan cara merancang struktur yang menggambarkan hubungan antar tugas-tugas, antar pegawai, dan antar faktor-faktor fisik. 3. Kepemimpinan Proses mengarahkan, memandu, dan memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Langkah berikutnya adalah pengarahan atau pemberian motivasi atau pemberian komando agar pegawai mulai bekerja. Pada dasarnya fungsi ini akan menumbuhkan kemauan pegawai untuk mulai bekerja secara efektif 4. Pengendalian Proses mengevaluasi kinerja suatu organisasi serta mengambil tindakan-tindakan koreksi yang diperlukan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Kegiatankegiatan yang biasa dilakukan dalam proses pengendalian berupa observasi terhadap kegiatan-kegiatan dengan perencanaan. Di samping itu juga melakukan koreksi-koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi selama rencana sedang dilaksanakan. 2.1.1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 7 Gary Dessler (2003) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai berikut : “Human resource management means the policies and practices one needs to carry out the people or human resource aspects of management position, including recruiting, screening, training, rewarding, and appraising.” Manajemen sumber daya manusia adalah keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, kebijakan, dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektifitas organisasi dengan cara yang secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan. Aktivitas berarti melakukan berbagai kegiatan, misalnya melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, analisis jabatan, rekrutmen, seleksi, orientasi, memotivasi, dan lain-lain. Menentukan berbagai kebijakan sebagai arah tindakan seperti lebih mengutamakan sumber dari dalam untuk mengisi jabatan yang kosong, memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mengisi jabatan dan lain-lain, dan program seperti melakukan program-program latihan dalam aspek metode yang dilakukan, orang yang terlibat, dan lain-lain. Secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan artinya semua aktivitas dilakukan dengan tidak bertentangan dengan norma-norma dalam masyarakat yang berlaku. (Hariandja, 2007:3) Manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. (Umar, Husein, 2005:3) 2.1.1.3 Tujuan Utama Manajemen Sumber Daya Manusia 7 Tujuan manajemen sumber daya manusia yaitu untuk meningkatkan dukungan sumber daya manusia dalam usaha meningkatkan efektivitas organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Secara operasional untuk meningkatkan produktivitias pegawai, mengurangi tingkat absensi, mengurangi tingkat perputaran kerja, atau meningkatkan loyalitas para pegawai pada organisasi. Kegiatan atau aktivitas MSDM secara umum dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu (Hariandja, 2007: 4-6) : 1. Persiapan dan Pengadaan Kegiatan persiapan dan pengadaan meliputi banyak kegiatan, di antaranya adalah kegiatan analisis jabatan, yaitu kegiatan untuk mengetahui jabatan-jabatan yang ada dalam organisasi beserta tugas-tugas yang dilakukan dan persyaratan yang harus dimiliki oleh pemegang jabatan tersebut dan lingkungan kerja di mana aktivitas tersebut dilakukan. Untuk dapat melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran, manajemen sumber daya manusia sudah harus mengetahui keseluruhan tugas yang ada dalam organisasi berikut dengan rincian tugas (job description), persyaratan tugas (job specification), dan standar kinerja (job performance standard). Selanjutnya, sebagai landasan kegiatan dilakukan perencanaan sumber daya manusia, yaitu memprediksi dan menentukan kebutuhan tenaga kerja pada masa sekarang dan yang akan datang, baik jumlahnya maupun keahliannya atau jenisnya. Rencana sumber daya manusia akan menunjukkan jumlah yang akan direkrut dan kapan dilakukan rekrutmen untuk menarik calon pegawai yang berpotensi untuk mengisi jabatan. Setelah sekumpulan pelamar diperoleh, dilakukan seleksi untuk mendapatkan pegawai yang memenuhi persyaratan. Kemudian, setelah mereka diterima, seringkali kemampuan mereka sepenuhnya belum sesuai dengan 7 keingingan organsiasi, sehingga dilakukanlah program orientasi, setelah itu dilakukan penempatan. 2. Pengembangan dan Penilaian Setelah karyawan bekerja, secara berkala harus dilakukan program pelatihan untuk meningkatkan produktivitas pegawai dan memperbaharui kemampuan pegawai sesuai dengan perubahan dalam lingkungan kerja. Penilaian dilakukan untuk melihat apakah kinerja karyawan sesuai dengan yang diharapkan, serta memberikan umpan balik untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja. 3. Pengompensasian dan Perlindungan Untuk mempertahankan dan memelihara semangat kerja dan motivasi, para pegawai diberi kompensasi dan beberapa keuntungan lainnya dalam bentuk program kesejahteraan. Hal ini disebabkan pegawai menginginkan balas jasa yang layak sebagai konsekuensi pelaksanaan pekerjaan. Selain itu juga untuk melindungi pegawai dari akibat buruk yang mungkin timbul dair pelaksanaan pekerjaan, serta untuk menjaga kesehatan pegawai. 4. Hubungan – Hubungan Kepegawaian Hubungan-hubungan kepegawaian meliputi usaha untuk memotivasi pegawai, memberdayakan pegawai, yang dilakukan melalui penataan pekerjaan yang baik, meningkatkan disiplin pegawai agar mematuhi aturan, kebijakan-kebijakan yang ada, dan melakukan bimbingan. Kemudian bila dalam organisasi terbentuk organisasi atau serikat pekerja, organisasi harus melakukan kerja sama yang sinergis dalam arti saling menguntungkan antara pegawai dan organisasi. Selanjutnya, dalam waktu-waktu 7 tertentu harus dilakukan penilaian tentang sejauh mana manajemen sumber daya manusia tersebut memenuhi fungsinya, yang dilakukan melalui audit sumber daya manusia. 2.1.2 Pengertian Kepemimpinan Banyak ahli yang mendefinisikan kepemimpinan. Dari sekian banyak itu, Stoner mencoba menggabungkannya menjadi satu pengertian, bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mengenai pengarahan dan usaha untuk memengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan anggota kelompok. (Umar, H, 2003:80) Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi, memotivasi, dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. (Fuad dkk, 2006:98-99) Menurut Djoko Purwanto, Gaya Kepemimpinan pada dasarnya merupakan suatu cara bagaimana seorang pemimpin memengaruhi, mengarahkan, memotivasi, dan mengendalikan bawahannya dengan cara-cara tertentu, sehingga bawahan dapat menyelesaikan tugas pekerjaannya secara efektif dan efisien. (2006:24) Dalam dunia bisnis, penerapan Gaya Kepemimpinan (leadership style) seseorang akan dapat memengaruhi sikap dan perilaku bawahannya (para karyawan/pegawai) dalam melakukan pekerjaan mereka. Kepemimpinan dalam suatu organisasi terjadi karena adanya interaksi antara tiga komponen penting, yaitu manajer, karyawan dan situasi atau kondisi lingkungan kerja tertentu. Kepemimpinan adalah hubungan pengaruh antara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan nyata dan hasil yang mencerminkan tujuan bersama mereka (Daft, R.L, 2008:4) 7 Kepemimpinan adalah sebuah proses di mana seorang individu memengaruhi sebuah group dari individu untuk mencapai tujuan bersama (Peter, 2010 : 3). Kepemimpinan adalah proses pengaruh antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi melalui perubahan di mana proses pengaruh tersebut tidak hanya pemimpin memengaruhi pengikut tetapi pengaruh dua arah. (Lussier, Achua, 2010 :6) Berdasarkan pandangan dan pendapat dari beberapa ahli yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan adalah proses di mana seseorang dapat memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. 2.1.2.1 Komponen Kepemimpinan Meskipun banyak cara di mana kepemimpinan telah dikonsep, komponenkomponen berikut dapat diidentifikasi sebagai pusat fenomena tersebut. (Northouse, 2010:2) a. Kepemimpinan adalah sebuah proses. Mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses berarti bahwa itu bukan sifat atau karakteristik yang berada dalam pemimpin, melainkan peristiwa transaksional yang terjadi antara pemimpin dan pengikut. Proses menyiratkan bahwa seorang pemimpin memengaruhi dan dipengaruhi oleh para pengikutnya. Ini menekankan bahwa kepemimpinan bukanlah linear atau satu arah, melainkan sebuah tindakan interaktif. Ketika kepemimpinan didefinisikan dengan cara ini, kepemimpinan berarti tersedia untuk semua orang. Hal ini tidak terbatas pada pemimpin yang secara resmi ditunjuk dalam kelompok. b. Kepemimpinan melibatkan pengaruh. 7 Kepemimpinan melibatkan pengaruh. Hal ini berkaitan dengan bagaimana pemimpin memengaruhi pengikutnya. Tanpa pengaruh kepemimpinan tidak ada. c. Kepemimpinan terjadi dalam kelompok. Kepemimpinan terjadi dalam kelompok. Kelompok adalah konteks di mana kepemimpinan berlangsung. Kepemimpinan melibatkan, memengaruhi sekelompok individu yang memiliki tujuan yang sama. Ini bisa menjadi kelompok tugas kecil, kelompok masyarakat, atau kelompok besar meliputi kepemimpinan organisasi. Kepemimpinan adalah individu yang memengaruhi sekelompok orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok dibutuhkan agar kepemimpinan terjadi. d. Kepemimpinan melibatkan tujuan bersama. Kepemimpinan mencakup perhatian pada tujuan bersama. Pemimpin mengarahkan kekuatan mereka pada individu yang sedang mencoba untuk mencapai sesuatu bersama. Bersama, kita artikan bahwa pemimpin dan pengikut memiliki tujuan yang sama. Perhatian pada tujuan bersama memberikan pemimpin sebuah tambahan etika karena hal tersebut menekankan kebutuhan untuk seorang pemimpin untuk bekerja dengan pengikutnya untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Menekankan kebersamaan (mutualitas) akan mengurangi kemungkinan bahwa pemimpin mungkin bertindak dalam cara yang tidak etis kepada pengikut. Itu juga meningkatkan kemungkinan bahwa pemimpin dan pengikut akan bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. 2.1.2.2 Tipe Gaya Kepemimpinan 7 Menurut University of Lowa Studies, Lewin menyimpulkan ada tiga gaya kepemimpinan; gaya kepemimpinan autokratis, gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan Laissez-Faire (Kendali Bebas). (Dessler & Philips, 2008 : 387). 1) Gaya Kepemimpinan Autokratis Seorang pemimpin yang memusatkan kekuasaan, membuat keputusan sendiri dan mengharapkan pengikut atau bawahannya dengan mudah mengikuti instruksi menggunakan tipe gaya kepemimpinan autokratis. (Dessler & Philips, 2008 : 387) Menurut Rivai, kepemimpinan autokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi (2004:61). Robbins dan Coulter (2010 : 149 - 150) menyatakan gaya kepemimpinan autokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasi partisipasi karyawan. Ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis adalah : a. Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin. b. Teknik dan langkah-langkah kegiatannya didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkatan yang luas. c. Pemimpin biasanya membagi tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota. 7 Sedangkan menurut Handoko dan Reksohadiprodjo, ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis : a. Pemimpin kurang memerhatikan kebutuhan bawahan. b. Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja. c. Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota. d. Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya. 2) Gaya kepemimpinan Demokratis / Partisipatif Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri (Rivai, 2006:61). Menurut Robbins dan Coulter 2010:150), gaya kepemimpinan demokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan. Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis : a. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin. 7 b. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih. c. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok. Lebih lanjut ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis adalah: a. Lebih memerhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. b. Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas. c. Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan. 3. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire (Kendali Bebas) Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai (Robbins dan Coulter, 2010 - 150). Menurut Sukanto ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas adalah : a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin. b. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya. c. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas. 7 d. Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian. Ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas: a. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri. b. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum. c. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok. 2.1.3 Pengertian Motivasi Kata Motivasi diperoleh dari bentuk kata motif (alasan, tujuan, maksud). Motif mungkin diperoleh sebagai sebuah pernyataan tindakan dari pikiran kita yang menggerakkan dan mengarahkan tindakan kita menuju tujuan kita. Motif adalah ekspresi dari tujuan atau kebutuhan seseorang. Mereka memberikan arahan untuk kebutuhan manusia untuk mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhan, motif membangkitkan dan memberikan tenaga pada tindakan seseorang. Motivasi mungkin diartikan sebagai proses menstimulasi seseorang untuk mengadopsi tindakan yang diinginkan. Untuk meningkatkan keinginan seseorang untuk bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi, motif mereka harus dipuaskan dengan menawarkan insentif. Sebuah insentif adalah sesuatu yang individual rasakan sebagai penolong untuk mencapai tujuannya. Insentif hadir untuk memuaskan kebutuhan manusia. (Kumar, dkk, 2003 : 12) Menurut Menurut Robert-Dubin, motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dan terus melanjutkan tindakan yang telah dia mulai. (Kumar, dkk, 2003 : 12) 7 Menurut Dalton E McFarland “motivasi adalah cara di mana desakan, dorongan, keinginan, perjuangan, aspirasi atau kebutuhan secara langsung mengontrol atau menjelaskan tindakan dari seorang manusia. (Kumar, dkk, 2003 : 12) Motivasi adalah proses pemberian motif (penggerak) kepada karyawan untuk dapat bekerja sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efisien dan efektif. (Fuad, dkk, 2006:97) Menurut Stephen Robin (2008:222), motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan beberapa pandangan beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan Motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 2.1.3.1 Proses Motivasi Motivasi adalah hasil dari sebuah interaksi antara kebutuhan manusia dan insentif. Seseorang merasa termotivasi ketika insentif yang tersedia mengarah pada kepuasan dari motif atau kebutuhan mereka. Langkah dari proses motivasi digambarkan seperti di bawah ini : Gambar 2.1 Proses Motivasi Sumber : Kumar, dkk, 2003 : 13 Kesadaran akan kebutuhan adalah langkah awal dalam proses motivasi. Motif diarahkan pada realisasi akan tujuan tertentu, yang akan mendefinisikan sikap 7 seseorang. Tindakan ini mengarahkan pada perilaku tujuan yang diarahkan untuk mencapai dan memuaskan tujuan. (Kumar, dkk, 2003 : 13) Untuk mendorong pekerja menjadi bersemangat, menyukai pekerjaannya, menggangap tugas mereka penuh tantangan, dan menyukai lingkungan kerja mereka, ada dua jenis motivasi yang dapat ditanamkan, yaitu : • Motivasi positif Proses memengaruhi orang lain dengan memberikan tambahan tingkat kepuasan tertentu, misalnya memberikan promosi, tambahan penghasilan, menciptakan kondisi kerja yang nyaman, dan sebagainya. • Motivasi negatif Yaitu proses memengaruhi orang lain dengan memberikan ancaman atau mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dengan terpaksa. Misalnya memberikan ancaman dengan penurunan pangkat, pemotongan gaji, atau dipecat dari jabatannya. Pimpinan dapat mengombinasikan penggunaan motivasi positif maupun negatif dalam memberikan dorongan kepada bawahan. Dalam hal ini, proporsi tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang dihadapi. (Fuad dkk, 2006:97) 2.1.3.2 Teori Motivasi A. Hierarki Kebutuhan Maslow Inti teori Maslow adalah bahwa kebutuhan tersusun dalam suatu hierarki. Kebutuhan di tingkat yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis, dan kebutuhan di tingkat 7 yang paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut didefinisikan sebagai berikut : 1. Fisiologis (physiological). Kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, dan bebas dari rasa sakit. 2. Keamanan dan keselamatan (safety and security). Kebutuhan untuk bebas dari ancaman, diartikan sebagai aman dari peristiwa atau lingkungan yang mengancam. 3. Kebersamaan, sosial, dan cinta (belongingness, social, and love). Kebutuhan akan pertemanan, afiliasi, interaksi, dan cinta. 4. Harga diri (esteem). Kebutuhan akan harga diri dan rasa hormat dari orang lain. 5. Aktualisasi diri (self-actualization). Kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan secara maksimum menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi. Gambar di bawah ini menunjukkan sifat hierarki dari teori Maslow. Untuk setiap tingkat kebutuhan, gambar tersebut menyediakan contoh dari faktor yang berkaitan dengan pekerjaan yang mungkin berkaitan dengan pemuasan kebutuhan. 7 Gambar 2.2 Hierarki Kebutuhan Maslow dalam Hubungannya Dengan Pekerjaan Sumber : Ivancevich, Konopaske, Matteson, 2007 : 148-149 Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memuaskan kebutuhan yang mendasar (kebutuhan fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku mereka pada pemuasan kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi. Beberapa hal pokok dalam pemikiran Maslow penting kita ketahui untuk memahami pendekatan hierarki kebutuhan. 1. Kebutuhan yang sudah terpuaskan akan berhenti memberikan motivasi. Sebagai contoh, ketika seseorang menganggap dirinya telah mendapatkan imbalan yang cukup karena telah memberikan kontribusi kepada organisasi, uang kehilangan kekuatannya dalam memberkan motivasi. Perusahaan seperti 7 Household International dan Prudential Insurance berusaha mencegah masalah semacam itu dengan menawarkan cafetaria-stye benefit plan. Dengan mengizinkan karyawan memilih dan mengubah tunjangan selama beberapa waktu, perusahaan ini memungkinkan karyawannya untuk terus memenuhi kebutuhan mereka yang berubah. 2. Kebutuhan yang tidak terpuaskan dapat menyebabkan rasa frustasi, konflik, dan stress. Dari perspektif manajerial, kebutuhan yang tidak terpuaskan akan berbahaya karena kebutuhan ini mungkin menyebabkan hasil kinerja yang tidak diinginkan. 3. Maslow mengasumsikan bahwa orang memiliki kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dan sebagai akibatnya akan terus berusaha bergerak ke atas dalam hierarki untuk memenuhi kepuasan. Asumsi ini mungkin benar untuk beberapa karyawan, tapi tidak benar untuk lainnya. Maslow berpendapat bahwa umumnya orang dewasa di masyarakat telah memenuhi 85 persen kebutuhan fisiologis; 70 persen kebutuhan keselamatan dan keamanan; 50 persen kebutuhan kebersamaan, sosial, dan cinta; 40 persen kebutuhan harga diri; dan 10 persen kebutuhan aktualisasi diri. Akan tetapi banyak pengkritik tidak setuju dengan angka-angka tersebut terutama angka 10 persen untuk aktualisasi diri. (Ivancevich, Konopaske, Matteson, 2007 : 148-149) B. Teori Dua-Faktor Herzberg 7 Herzberg mengembangkan teori ini yang dikenal sebagai teori motivasi duafaktor. Kedua faktor tersebut disebut dissatisfier-satisfier, motivator higiene, atau faktor ekstrinsik-intrinsik, bergantung pada pembahasan dari teori. Penelitian awal yang memancing munculnya teori ini memberikan dua kesimpulan spesifik. Pertama, adanya serangkaian kondisi ekstrinsik, konteks pekerjaan, yang menimbulkan ketidakpuasan antara karyawan ketika kondisi tersebut tidak ada. Jika kondisi tersebut ada, kondisi tersebut tidak selalu memotivasi karyawan. Kondisi ini adalah dissatisfier atau faktor higiene, karena faktor-faktor itu diperlukan untuk mempertahankan setidaknya suatu tingkat dari “tidak adanya ketidakpuasan”. Faktor-faktor tersebut di antaranya : 1. Gaji 2. Keamanan pekerjaaan 3. Kondisi kerja 4. Status 5. Prosedur perusahaan 6. Kualitas pengawasan teknis 7. Kualitas hubungan interpersonal antar rekan kerja, dengan atasan, dan dengan bawahan. Kedua, serangkaian kondisi intrinsik – isi pekerjaan – ketika ada dalam pekerjaan, dapat membentuk motivasi yang kuat hingga dapat menghasilkan kinerja pekerjaan yang baik. Jika kondisi tersebut tidak ada, pekerjaan tidak terbukti memuaskan. Faktor-faktor dalam rangkaian ini disebut satisfier atau motivator dan beberapa di antaranya adalah : 7 1. Pencapaian 2. Pengakuan 3. Tangung jawab 4. Kemajuan 5. Pekerjaan itu sendiri 6. Kemungkinan untuk tumbuh Motivator ini secara langsung berkaitan dengan sifat pekerjaan atau tugas itu sendiri. Ketika ada, faktor-faktor ini berkontribusi terhadap kepuasan. Hal ini, pada akhirnya akan menghasilkan motivasi tugas intrinsik. Merujuk pada gambar 2.3 beberapa implikasi manajerial yang penting dari teori Herzberg termasuk : 1. Tidak ada ketidakpuasan kerja, kepuasan kerja tinggi. Seorang karyawan yang dibayar dengan baik, memiliki rasa aman dengan memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan supervisor (faktor higiene ada = tidak ada ketidakpuasan kerja) dan diberikan tugas yang menantang, akan termotivasi. Manajer seharusnya terus memberikan tugas yang menantang dan mentransfer tanggung jawab kepada bawahan yang berkinerja tinggi. Kenaikan gaji, keamanan pekerjaan, dan pengawasan yang baik harus terus berlangsung. 7 Gambar 2.3 Pandangan tradisional vs pandangan Herzberg mengenai kepuasan kerja Sumber : Ivancevich, Konopaske, Matteson, 2007 : 148-149 2. Tidak ada ketidakpuasan kerja, tidak ada kepuasan kerja. Seorang karyawan yang dibayar dengan baik memiliki keamanan pekerjaan, dan memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan supervisor (faktor higiene ada = tidak ada ketidakpuasan kerja), tapi tidak diberikan penugasan yang menantang dan merasa sangat bosan dengan pekerjaannya (tidak ada motivator = tidak ada kepuasan kerja) tidak akan termotivasi. Manajer seharusnya mengevaluasi deskripsi pekerjaan bawahan dan memperluasnya dengan memberikan penugasan yang lebih manantang dan lebih menarik. Kenaikan gaji, kemanan pekerjaan, dan supervisi yang baik perlu diteruskan. 3. Ketidakpuasan kerja tinggi, tidak ada kepuasan kerja. Seorang karyawan yang tidak digaji dengan baik, memiliki keamanan pekerjaanyang rendah, memiliki hubungan yang buruk dengan rekan kerja dan supervisor (faktor higiene tidak 7 ada = ketidakpuasan kerja tinggi), dan tidak diberikan penugasan yang menantang dan merasa sangat bosan dengan pekerjaannya (motivator tidak ada = tidak ada kepuasan kerja) tidak akan termotivasi. Untuk mencegah kinerja yang rendah, absen, dan perputaran karyawan, manajer seharusnya membuat perubahan drastis dengan menambahkan faktor higiene dan motivator. Herzberg menyatakan bahwa faktor motivator (kondisi intrinsik) dan faktor higiene dapat diaplikasikan untuk memahami pekerja pabrik (kondisi ekstrinsik) di sebagian besar negara dan budaya. Sebagai contoh, di Itali 60 persen dari pekerja menyatakan bahwa motivator memengaruhi kepuasan kerja. Di lain pihak, 90 persen dari pekerja di Finlandia melaporkan bahwa motivator memengaruhi kepuasan kerja. Dalam studi yang berkaitan mengenai karyawan di Turki, Siprus, Nigeria, dan Inggris, dukungan umum untuk teori dua-faktor Herzberg ditemukan. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan sikap pekerja dari negara-negara tersebut dapat dipisahkan ke dalam dua kategori yang berbeda, yaitu motivator dan higiene. Salah satu aspek menarik dari penjelasan Herzberg mengenai motivasi adalah bahwa terminologi tersebut berorientasi pada pekerjaan. Kita tidak perlu menerjemahkan terminologi psikologis ke dalam bahasa sehari-hari. 2.1.4 Pengertian Komitmen Organisasi 7 Menurut Stephen Robbins (2008 : 100) Komitmen organisasi adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organsiasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Porter et al mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keyakinan yang kuat dan penerimaan diri dari tujuan dan nilai organisasi, kesediaan untuk memberikan usaha yang besar atas kepentingan organisasi, dan suatu keinginan yang kuat untuk tetap berada dalam organisasi (Ivancevich dkk : 2007 :169) 2.1.4.1 Manfaat Komitmen Organisasi Komitmen, baik terhadap organisasi dan kepada tim di mana seseorang berada-secara positif berhubungan dengan “kesediaan untuk membantu”. Komitmen oganisasi berhubungan dengan kemampuan karyawan dan organisasi untuk beradaptasi dengan kejadian yang tidak dapat diketahui sebelumnya. Komitmen memiliki manfaat lainnya. Karyawan yang memiliki komitmen cenderung memiliki catatan kehadiran yang lebih baik dan masa kerja yang lebih lama dari karyawan yang kurang memiliki komitmen. Tidak mengejutkan, mereka juga cenderung untuk bekerja lebih keras dalam pekerjaan mereka dan berkinerja lebih baik dari mereka yang memiliki komitmen yang lemah. Secara singkat, terdapat bukti yang cukup kuat bahwa karyawan yang memiliki komitmen merupakan karyawan yang lebih berharga daripada mereka yang memiliki komitmen yang lemah. 2.1.4.2 Cara Meningkatkan Komitmen Organisasi 7 Berikut adalah tinjauan yang berguna mengenai tindakan yang diperlukan untuk memenangkan komitmen dan bagaimana mengimplemetasikan mereka. (Ivancevich dkk, 2005:169-177) 1. Memperjelas dan mengomunikasikan misi anda. Komitmen dalam sebuah komunitas diciptakan dengan menciptakan hubungan yang kuat antara misi dan ideologi di satu pihak dan pemahaman seseorang mengenai bagaimana perannya dalam komunitas sesuai dengan misi yang lainnya. a. Menjelaskan misi dan ideologi. Suatu misi dan ideologi yang jelas menyediakan keuntungan ganda: misi menyediakan fokus di mana karyawan dapat berkomitmen, sementara nilai membentuk ideologi perusahaan yang memberikan pedoman yang terinternalisasi bagi perilaku mereka. b. Menjadikannya karismatik. Menciptakan suatu misi yang membangkitkan panggilan karismatik yang lebih tinggi yang dapat didukung oleh karyawan. c. Menggunakan praktik penerimaan pekerja berdasarkan nilai Proses menghubungkan karyawan dengan ideologi dimulai sebelum pekerja dipekerjakan, dengan praktik penerimaan pegawai berdasarkan nilai. Mula-mula menjelaskan nilai dasar, kemudian menetapkan prosedur untuk menyeleksi karyawan baru. d. Orientasi dan pelatihan berdasarkan stres 7 Proses orientasi yang bertujuan menyatukan karyawan baru ke dalam nilai dan budaya organisasi. Dikombinasikan dengan pelatihan yang berorientasi pada tim dan kualitas yang terus menerus. e. Membangun tradisi Membangun tradisi, cerita, tata cara, dan upacara yang dapat meningkatkan konversi karyawan menjadi penganut budaya. 2. Menjamin keadilan organisasi Menciptakan prosedur dan proses yang adil dan ditaati. a. Memiliki prosedur keluhan yang komprehensif b. Menyedikan komunikasi dua-arah yang ekstensif. Menyediakan banyak kesempatan untuk terciptanya komunikasi dua arah merupakan cara lain untuk menciptakan komitmen. 3. Menciptakan rasa komunitas. a. Membangun homogenitas berdasarkan nilai b. Saling memiliki dan memiliki hal yang sama c. Menekankan gotong royong. d. Saling mengambil manfaat dan kerja sama tim. e. Berkumpul bersama. 4. Mendukung pengembangan karyawan. a. Berkomitmen terhadap aktualisasi. Pemberi kerja berusaha untuk mengaktualisasikan karyawan mereka sehingga mereka harus mulai dengan berkomitmen untuk melakukan hal tersebut, dan kemudian mengingat komitmen tersebut dalam literatur dan pelatihan manajemen mereka. b. Memperkaya dan memberdayakan. 7 Pemerkayaan pekerjaan dengan meningkatkan kedalaman tanggung jawab dan manajemen diri dalam pekerjaan sebagai suatu cara untuk menarik kebutuhan karyawan. c. Mempromosikan dari dalam. Manajer dapat melakukan beberapa hal untuk menciptakan praktik promosi dari dalam yang lebih berarti. Penilaian yang berorientasi pada karir merupakan salah satu komponennya. d. Menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kerja meski tanpa jaminan. 5. Berkomitmen pada nilai people-first. Proses pembangunan komitmen-menjelaskan dan mengomunikasikan suatu misi, menjamin keadilan organisasional, menciptakan suatu rasa komunitas, dan mendukung perkembangan karyawan – semua bergantung pada satu fondasi, yaitu komitmen pemberi kerja terhadap nilai yang mendahulukan kepentingan karyawan. a. Mempekerjakan manajer yang tepat. Menerapkan nilai people first dalam perusahaan berarti bahwa manajer harus menginternalisasikan dan berkomitmen terhadap nilai-nilai tersebut. b. Penuhi janji. 2.1.4.3 Dimensi Komitmen Organisasi Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional adalah (Robbins, Judge, 2008:101): 7 1. Komitmen afektif (affective commitment) – perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Sebagai contoh, seorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan. 2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) – nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya. 3. Komitmen normatif (normative commitment) – kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Sebagai contoh, seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit” bila ia pergi. Pada umumnya, tampak bahwa komitmen afektif memiliki hubungan yang lebih erat dengan hasil-hasil organisasional seperti kinerja dan perputaran karyawan bila dibandingkan dengan dua dimensi komitmen lain. Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi berbagai hasil (persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, niat untuk pergi) dalam 72 persen kasus, dibandingkan dengan hanya 36 persen untuk komitmen normatif dan 7 persen untuk komitmen berkelanjutan. Hasil-hasil yang lemah untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan sebuah komitmen yang kuat. Dibandingkan kesetiaan (komitmen afektif) atau kewajiban (komitmen normatif) untuk seorang pemberi kerja, sebuah komitmen berkelanjutan 7 mendeskripsikan seorang karyawan yang “terikat” dengan seorang pemberi kerja hanya karena tidak ada hal lain yang lebih baik. 2.1.5 Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Stephen P. Robbins kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Menurut Mathis dan Jackson (2006 : 378), kinerja adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh karyawan. Veizal Rivai (2004) mengemukakan kinerja adalah merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karaywan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. 2.1.5.1 Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Pencapaian Kinerja Menurut Mangkunegara (2000:67), faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja adalah pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan faktor motivasi (motivation). a. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media, dan informasi yang diterima. b. Keterampilan (skill) 7 Kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki karyawan. Seperti keterampilan konseptual (conceptual skill), keterampilan manusia (human skill), dan keterampilan teknik (technical skill). c. Faktor motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi sebaliknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006, p113-114), kinerja para karyawan adalah suatu awal dari suatu keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya. Ada 3 faktor utama yang memengaruhi kinerja karyawan, yaitu : 1. Kemampuan individual Kemampuan individual ini mencakup bakat, minat, dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki seorang karyawan berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, kecakapan teknis. Dengan demikian, kemungkinan seorang karyawan akan mempunya kinerja yang baik, jika karyawan tersebut memiliki tingkat keterampilan baik, maka karyawan tersebut akan menghasilkan kinerja yang baik pula. 2. Usaha yang dicurahkan 7 Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usahanya, merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Dari itu, kalaupun karyawan mempunyai tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan antara tingkat keterampilan dengan tingkat upaya. Tingkat keterampilan merupakan cermin dari apa yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan cermin apa yang dilakukan. 3. Dukungan organisasional Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi dan manajemen. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang memengaruhi sebanyak mereka memberikan kontribusi pada organisasi. 2.1.5.2 Langkah – Langkah Meningkatkan Kinerja Karyawan Menurut Mangkunegara (2000) peningkatan kinerja, paling tidak terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut : • Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja. Dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu : a. Mengidentifikasikan masalah melalui data dan informasi dikumpulkan terus-menerus mengenai fungsi-fungsi bisnis. b. Mengidentifikasikan masalah melalui karyawan. c. Memerhatikan masalah yang ada. 7 yang • Mengenal kekurangan dan tingkat keseriusan Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan beberapa informasi, antara lain: a. Mengidentifikasi masalah setepat mungkin. b. Menentukan tingkat keseriusan masalah dengan mempertimbangkan : - Harga yang harus dibayar bila tidak ada kegiatan. - Harga yang harus dibayar bila ada campur tangan dan penghematan yang diperoleh apabila ada penutupan kekurangan kinerja. • Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem ataupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri. • Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut. • Melakukan rencana tindakan tersebut. • Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum. Kerangka Pemikiran Gaya Kepemimpinan - Gaya Kepemimpinan Demokratis 7 Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Keterangan : Menggambarkan pengaruh secara simultan Menggambarkan pengaruh secara individual Hipotesis T-1 : Untuk mengetahui dan menganalisa seberapa besar pengaruh Gaya Kepemimpinan Entrepreneur terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik. Ho : Variabel Gaya Kepemimpinan Entrepreneur (X1) tidak berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik (Y). 7 Ha : Variabel Gaya Kepemimpinan Entrepreneur (X1) berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik (Y). T-2 : Untuk mengetahui dan menganalisa seberapa besar pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik. Ho : Variabel Motivasi (X2) tidak berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik (Y). Ha : Variabel Motivasi (X2) berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik (Y). T-3 : Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik. Ho : Variabel Komitmen Organisasi (X3) tidak berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik (Y). Ha : Variabel Komitmen Organisasi (X3) berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik (Y). T-4 : Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Gaya Kepemimpinan Entrepreneur, Motivasi, dan Komitmen Organisasi secara simultan terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik. Ho : Variabel Gaya Kepemimpinan Entrepreneur (X1), Motivasi (X2), dan Komitmen Organisasi (X3) tidak berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik (Y). Ha : Variabel Gaya Kepemimpinan Entrepreneur (X1), Motivasi (X2), dan Komitmen Organisasi (X3) berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja Karyawan PD. Mandiri Jaya Elektronik (Y). 7