30 BAB II PENGATURAN HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG PLAZA MEDAN FAIR OLEH DINAS PENDAPATAN DAERAH A. Pengertian Perjanjian di Indonesia Sumber hukum Perjanjian di Indonesia yang berbentuk perundang-undangan adalah KUH Perdata, khususnya buku III. Bagian-bagian Buku IIIyang berkaitan dengan Kontrak adalah sebagai berikut : 1. Pengaturan tentang perikatan perdata. Pengaturan ini merupakan pengaturan pada umumnya, yakni yang berlaku baik untuk perikatan yang berasal dari kontrak maupun yang berlaku karena undang-undang. 2. Pengaturan tentang perikatan yang timbul dari kontrak. Pengaturan perikatan yang timbul dari kontrak ini menurut KUH Perdata diatur dalam Bab II Buku III. 3. Pengaturan tentang hapusnya perikatan. Pengaturan ini terdapat dalam Bab IV Buku III. 4. Pengaturan tentang kontrak-kontrak tertentu. Pengaturan ini terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII Buku III. Perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata adalah sebagai berikut : perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian kerja, persskutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utama dan perdamaian. Di luar 30 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31 KUH Perdata dikenal perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim, dan lain sebagainya. Secara keseluruhan yang dijadikan sumber-sumber hukum dalam merancang suatu kontrak atau perjanjian di Indonesia adalah :34 1. KUH Perdata, yang terdiri dari Buku III Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864. 2. Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. 3. Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fiducia mengatur tentang pembebanan Jaminan Fiducia. 4. Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Secara umum, Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Suatu perjanjian akan melahirkan perikatan pada pihak-pihak yang membuatnya seperti dinyatakan dalam Pasal 1233 KUHPerdata bahwa “tiap-tip perikatan dilshirkan, baik karena perjanjian maupun karena undang-undang”. Meskipun bunyi Pasal 1313 KUHPerdata di atas tidak dinyatakan bahwa suatu perikatan lahir karena perjanjian atau undang-undang tetapi pasal tersebut 34 H. Salim, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak dan Memorandum Of Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 3. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 32 bermaksud menyatakan bahwa diluar perjanjian karena hal-hal yang ditetapkan undang-undang tidak akan ada perikatan.35 Perikatan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan, karena setiap perjanjian akan selalu melahirkan perikatan maka perjanjian juga akan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian secara “sukarela” mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau mengikatkan diri dengan jaminan atau tanggungan berupa harta kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tersebut. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian. Pernyataan sukarela menunjukkan pada kita semua bahwa perikatan yang bersumber dari perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut. Ini berbeda dari perikatan yang lahir dari undang-undang, yang menerbitkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam perikatan tersebut, meskipun sesungguhnya para pihak tidak menghendakinya. 35 Muljadi, Kartini dan Gunawan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Cetakan Kedua, Jakarta, Grafindo Persada, 2004, hal. 2. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 33 Selanjutnya pernyatan “dalam lapangan harta kekayaan”, dimaksud untuk membatasi bahwa perjanjian yang dimaksudkan di sini adalah perjanjian yang berkaitan dengan harta kekayaan. “Segala kebendaan milik debitur, baikyang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari, menjadi tanggungan segala perikatannya perseorangan”.36 Seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya, Pasal 1548 KUHPerdata merumuskan bahwa sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi pembayarannya. M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, “sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang barang yang hendak disewa kepada penyewa untuk dinikmati sepenuhnya (volledige genot)”.37 Sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan. Sewa menyewa tidak memindahkan hak milik dari si yang menyewakan kepada si penyewa. Karena selama 36 37 Ibid, hal. 2-3. M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 19. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34 berlangsungnya masa persewaan pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas benda atau barang yang disewanyaagar pihak penyewa dapat menikmati barang yang disewanya dengan bebas selama masa sewa berlangsung.38 Pasal 1576 KUHPerdata menyebutkan, “dengan dijual barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang”. Berdasarkan pasal tersebut bahwa apabila objek yang disewakan itu dijual oleh pemilik sebelum habis masa sewanya dan hal ini tidak pernah dibicarakan sebelumnya oleh si penyewa, maka perjanjian sewa menyewa itu tetap berlangsung dan tidak dapat berakhir. R. Subekti menyatakan, “jika ada suatu perjanjian yang demikian, si penyewa tidak berhak menuntut suatu ganti rugi apabila tidak ada suatu janji tegas, tetapi jika ada suatu janji tersebut belakangan ini, ia tidak diwajibkan mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi terutang belum dilunasi.39 Pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari gangguan serta tuntutan dari pihak ketiga selama pihak-pihak penyewa menikmati barang yang disewa atau selama jangka waktu persewaan berlangsung, dan dalam hal ini merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang menyewakan.40 38 Ibid. R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1990, hal. 71. 40 Ibid. 39 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35 B. Syarat-Syarat Perjanjian Sewa Menyewa Yang Bersumber Dalam Hukum Perdata Indonesia. Ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata tentang perikatan, khususnya yang berkaitan dengan kontrak/perjanjian berlaku terhadap :41 1. Kontrak bernama (kontrak khusus), contaoh : jual beli, sewa menyewa, hibah, pinjam pakai, perdamaian, tukar menukar, dan lain-lain. 2. Kontrak tidak bernama (kontrak umum), contoh : leasing, beli sewa, joint venture, franchise. Dalam melakukan kontrak tentunya tidak lepas dari apa yang disebut sebagai asas-asas kontrak. Tentunya dalam tinjauan yuridis ini adalah sesuai denganKUH Perdata. 1. Asas-asas Perjanjian dalam KUH Perdata. a. Hukum Kontrak / Perjanian bersifat mengatur.42 Sebagaimana kita ketahui, hukum dibagi 2 yaitu : 1. Hukum memaksa (dwingend recht) 2. Hukum mengatur (aanvullen recht) Maka hukum kontrak / perjanjian pada prinsipnya tergolong dalam hukum mengatur. Artinya bahwa hukum tersebut baru akan berlaku sepanjang para pihak tidak mengaturnya lain. Jika para pihak mengaturnya secara lain dari apa yang diatur dalam perjanjian maka yang berlaku adalah apa yang diatur sendiri oleh para pihak tersebut. Kecuali undang-undang menentukan lain. 41 42 Munir Fuady, Op.Cit., hal. 23. Ibid, hal. 29. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36 b. Asas Kebebasan Berkontrak. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ”. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan untuk :43 1) Membuat atau tidak membuat perjanjian; 2) Memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat perjanjian; 3) Memilih kausa perjanjian yang akan dibuatnya; 4) Menentukan objek perjanjian; 5) Menentukan bentuk suatu perjanjian dan; 6) Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullen, optional). Asas kebebasan berkontrak ini sifatnya universal, artinya berlaku juga dalam berbagai sistem hukum perjanjian yang memiliki ruang lingkup yang sama.44 Sebagai satu kesatuan yang utuh maka penerapan asas ini sebagaimana tersimpul dalam substansi Pasal 1338 KUH Perdata ayat (1) harus dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal atau ketentuan lain yaitu :45 1) Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian. 43 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1993, hal. 36. Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 47. 45 Hasanuddin Rahman, Op.Cit, hal,. 14 44 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37 2) Pasal 1335 KUH Perdata mengenai pembuatan kontrak dikarenakan kausa yang legal. 3) Pasal 1337 KUH Perdata mengenai kontrak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. 4) Pasal 1338 KUH Perdata yang menetapkan kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik. 5) Pasal 1339 KUH Perdata yang menunjuk terikatnya perjanjian pada sifat kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. 6) Pasal 1347 KUH Perdata yang mengatur mengenai hal-hal yang menurut klebiasaan. Kebenasan berkontrak harus dibatasi bekerjanya agar kontrak yang dibuat berlandaskan asas itu tidak sampai merupakan perjanjian yang berat sebelah atau timpang.46 Hal-hal tersebut di atas yang membatasi bekerjanya asas ini. c. Asas Pacta Sunt Sevanda Asas pacta sunt servanda (janji yang mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. Asas ini disebut juga sebagai asas kepastian hukum. KUH Perdata menganut prinsip ini dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti undangundang bagi para pihak (Pasal 1338 KUH Perdata). Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal didalam hukum Gereja. Disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada kesepakatan kedua 46 Ibid, hal., 16. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 38 belah pihak dikuatkan dengan sumpah sehingga dikaitkan dengan unsur keagamaan. Dengan perkembangannya pacta sunt servanda diberi arti pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.47 d. Asas Konsensualisme dari suatu kontrak / perjanjian. Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Pada pasal tersebut terkandung asas yang esensial dari hukum perjanjian yaitu konsensualisme yang menentukan adanya perjanjian. 48 Di dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan (vertrouwen) diantara para pihak terhadap peleburan perjanjian. Peleburan disini mempunyai arti adanya persetujuan untuk melakukan penggabungan atau penyatuan kehendak yang dituangkan dalam perjanjian. Asas kepercayaan (vertrouwenleer) merupakan nilai etis yang bersumber dari moral.49 Asas Konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 (1) KUH Perdata. Hal ini sedasar dengan pendapat Subekti50 yang menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo. Pasal 1338 KUH Perdata. e. Asas Kepribadian (Personality). 47 48 H. Salim, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Op. Cit., hal. 3. Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bandung, 2001, hal. 82. 49 50 Ibid, hal., 108-109. Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit., hal. 37. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 39 Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja.51 Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menegaskan : ”Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Intinya ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi : ”Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diperkenalkan dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan : ”Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk 51 Salim HS., Op.Cit., hal. 13. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 40 kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.52 Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. f. Asas Itikad Baik. Pengaturan Pasal 1338 (3) KUH Perdata yang menetapkan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik (contractus bonafidei-kontrak berdasarkan itikad baik). Dalam praktik asas itikad baik, hakim menggunakan wewenang untuk mancampuri isi perjanjian sehingga tampaknya itikad baik bukan saja ada pada pelaksanaan perjanjian tetapi juga pada saat ditandatanganinya atau dibuatnya perjanjian.53 2. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian. Agar suatu kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak/perjanjian tersebut harus memenuhi syata-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :54 a. Syarat sah yang umum, yaitu : a) Syarat sah umum berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata yaitu : 52 Salim HS, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika, Cetakan IV, Jakarta, 2006, hal. 12-13. 53 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, hal. 4. 54 Salim HS, Op.Cit., hal 10-11. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 41 1) Kesepakatan kehendak; 2) Berwenang untuk membuat; 3) Perihal tertentu; 4) Kausa yang legal. b) Syarat sah umum di luar Pasal 1420 KUH Perdata, yaitu dalam Pasal 1335, Pasal 1337, Pasal 1339 dan Pasal 1347 KUH Perdata : 1) Syarat itikad baik; 2) Syarat sesuai dengan kebiasaan; 3) Syarat sesuai dengan kepatutan; 4) Syarat sesuai dengan kepentingan umum. b. Syarat sah khusus yang terdiri dari : 1) Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu; 2) Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu; 3) Syarat akta pejabat tertentu(yang bukan notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu; 4) Syarat ijin dari yang berwenang. Konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari syarat- syarat sahnya suatu kontrak tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut : 55 a. Batal demi hukum (void). Kontrak ini tidak mempunyai akibat hukum, seolaholah tidak pernah terjadi suatu kontrak. Contoh kontrak untuk melakukan 55 Soedjono Dirjosisworo, Op.Cit., hal. 48. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42 suatu tindak pidana. Apabila kontrak ini batal maka tidak ada satu pihak. Hal ini terjadi bila dilanggarnya syarat objektif kontrak dalam Pasal 1320 KUH Perdata, syarat objektif tersebut adalah perihal tertentu, dan kausa yang legal. b. Dapat dibatalkan (voidable). Kontrak dimana setidak-tidaknya satu pihak mempunyai pilihan untuk meniadakan kewajiban dalam kontraknya. Kontrak yang dapat dibatalkan ini kedua belah pihak dibebaskan dari kewajiban mereka untuk memenuhinya. Apabila pihak dengan pilihan tadi memilih untuk meratifikasi (yaitu melaksanakan kontrak tersebut) maka kedua belah pihak harus secara penuh melaksanakan kewajiban tersebut. Dengan beberapa pengecualian yaitu dalam hal tidak dipenuhinya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat subjektif itu adalah kesepakatan kehendak dan kecakapan berbuat. c. Kontrak tidak dapat dilaksanakan (un-enforceable). Kontrak ini adalah kontrak yang unsur-unsur esensial untuk mencuptakan kontrak telah terpenuhi namun terdapat perlawanan secara hukumbagi dilaksanakannya kontrak. Jadi kontrak ini terdapat perlawanan hukum bagi pelaksanaannya. Bedanya dengan kontrak yang batal (demi hukum) adalah kontrak yang tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonversi menjadi kontrak yang sah. Sedangkan bedanya dengan kontrak yang dapat dibatalkan adalah dalam kontrak yang dapat dibatalkan ini kontraknya sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkannyakontrak tersebut. Contoh kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 43 tidak dalam bentuk tertulis, kendatipun Undang-Undang Penipuan telah mensyaratkan agar dalam bentuk tertulis kontrak ini tidak dapat dilaksanakan. Pihak-pihak bisa saja secara sukarela membuat kontrak yang tidak dapat dilaksanakan. d. Sanksi Administratif. Ada juga kontrak yang apabila tidak dipenuhihanya mengakibatkan sanksi administratif saja. Misalnya kontrak yang memerlukan ijin atau pelaporan terhadap instansi tertentu kepada Bank Indonesia untuk kontrak OffshoreLoan (Peminjaman ke luar negeri). Uraian tentang syarat sah suatu kontrak adalah sebagai berikut : a. Kesepakatan Seperti telah disebutkan sesuai Pasal 1320 KUH Perdata, bahwa salah satu syarat sahnya suatu kontrak adalah adanya kesepakatan. Kesepakatan ini adalah kesepakatan kehendak. Syarat ini bersama dengan syarat kewenangan berbuat merupakan syaratsubjektif dari kontrak. Suatu kesepakatan kehendak dimulai dari adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak diikuti oleh penerimaan penawaran (acceptance) dari pihak lainnya, sehingga terjadilah suatu kontrak.56 Apabila dalam suatu kontrak terjadi salah satu unsur-unsur paksaan (dwang) dan kesilapan (dwaling) maka terhadap kontrak tersebut tidak terpenuhi syarat kesepakatan kehendak. 56 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 24. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 44 Penjelasan dari unsur-unsur itu adalah :57 1) Unsur Paksaan. Unsur paksaan (dwang,duress) ketentuannya bisa dilihat dalam Pasal 1324KUH Perdata yaitu : “Paksaan telah terjadi apabila perbuatan itu sedemikian rupa hinggá dapat menakutkan seseorang yang berfikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Dalam mempertimbangkan hal itu harus diperhatikan usia, kelamin, dan kedudukan orang-orang yang bersangkutan. Paksaan dapat merupakan alasan untuk minta pembatalan perjanjian apabila dilakukan terhadap :58 a. Orang atau pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1323 KUH Perdata) b. Suami atau istri dari pihak perjanjian atau sanak keluarga dalam garis ke atas maupun ke bawah (Pasal 1325 KUH Perdata). 2) Unsur Penipuan (bedrog, fraud, misrepresentation) dalam kontrak. Ketentuan ini bisa dilihat dalam Pasal 1328 KUH Perdata yaitu : ”Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu-muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikan rupa hingga terang dan nhyta bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan”. Penipuan harus dibuktikan, tidak dapat dipersangkakan. Dalam bahasa Inggris disebut juga misrepresentation yang diartikan sebagai suatu 57 Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993hal. 66. 58 Ibid, hal. 70. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 45 pernyataan tentang fakta yang tidak benar.59 Hal ini diatu dalam ketentuan Pasal 1328 KUH Perdata. 3) Unsur Kesilapan (dwaling, mistake) dalam suatu kontrak. Unsur ini ketentuannya bisa dilihat pada Pasal 1322 KUH Perdata yaitu : ”Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuaali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut”. Terdapat kesesatan apabila dikaitkan dengan hakikat benda atau orang dan pihak lawan harus mengetahui atau setidak-tidaknya mengetahui bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan kesesatan bagi pihak lain sangat menentukan.60 b. Kecakapan Salah satu syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah para pihak dalam keadaan ”cakap berbuat” (bevoegd). Siapakah pihak-pihak yang dimaksudkan cakap ini? Menurut ketentuan yang berlaku bahwa semua orang yang cakap (berwenang) kecuali mereka yang tergolong sebagai berikut yaitu dalam Pasal 1330 KUH Perdata: ”Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah” : 1) Orang-orang yang belum dewasa 59 60 Hardijan Rusli, Op.Cit., hal. 72. Hardijan Rusli, Op.Cit., hal. 66 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46 2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undangundang yang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Berbicara mengenai syarat-syarat perjanjian sewa menyewa haruslah berpedoman pada syarat-syarat sah dan terjadinya perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak yang melakukan perjanjian, para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut haruslah cakap bertindak dalam hukum, harus ada objek yang diperjanjikan dalam suatu hal yang halal. Hal tersebut juga termaksud dengan jelas pada memori Penjelasan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 1963 yang menyebutkan bahwa, hubungan sewa menyewa umumnya tercipta karena ada kata sepakat antara pihak pemilik dan penyewa. Suatu perjanjian merupakan dasar yang umum untuk hubungan sewa menyewa.61 Untuk pencapaian syarat keadilan ataupun kepastian hukum, syarat-syarat esensial atau pokok mengenai perjanjian mutlak diperlukan. Adapun syarat-syarat dari terjadinya dan sahnya perjanjian sewa menyewa ini terdiri atas syarat subyektif mengenai orang-orang atau para pihak dalam perjanjian sewa menyewa, dan syarat obyektif yakni mengenai objek atau barang yang dijadikan sebagai objek beserta persyaratannya dalam perjanjian sewa menyewa. Sebagai langkah awal dalam melaksanakan suatu perjanjian sewa menyewa terlebih dahulu haruslah ada persetujuan dan kesepakatan di antara para pihak 61 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 47 penyewa dengan pihak yang menyewakan yang bersifat bebas dan secara sukarela tanpa adanya suatu paksaan dan tekanan dari pihak mana pun juga, dan dalam kesepakatan tersebut harualah dengan itikad tanpa adanya unsure penipuan ataupun perbuatan melawan hukum lainnya. Kecakapan juga merupakan hal yang penting dalam melakukan perjanjian sewa menyewa, yaitu penyewa dan yang menyewakan haruslah orang-orang yang cakap untuk membuat dan mengadakan suatu perjanjian yaitu orang-orang dewasa yang sehat pikirannya serta tidak dilarang oleh undang-undang. Pentingnya kecakapan para pihak dalam membuat dan mengadakan perjanjian sewa menyewa adalah dikarenakan akibat dan tanggung jawab yang ditimbulkan dengan terjadinya perjanjian itu dipikul oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian dan hanya orang-orang yang cakap bertindak dalam hukum yang dapat melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan baik.62 Wiryono Prodjodikoro menyebutkan bahwa : “Subjek yang merupakan seorang manusia, haruslah memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu dewasa, sehat pikirannya, dan tidak oleh peraturan hukum dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah”.63 Syarat lain yang mendasari suatu perjanjian sewa menyewa adalah suatu hal (objek) tertentu, dengan maksud objek atau barang dalam suatu perjanjian sewa menyewa haruslah tertentu dan bertujuan untuk mempermudah terjadinya 62 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.67. 63 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradnya Pramita, 1987, hal. 91. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 48 pelaksanaan perjanjian tersebut serta untuk lebih mempermudah hak dan kewajiban yang harus dipikul pihak penyewa dan yang menyewakan juga terhadap kemungkinan yang akan timbul dikemudian hari.64 Isi dan ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa menyewa inipun haruslah yang halal dalam arti tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, karena apabila isi serta ketentuan-ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa menyewa tersebut tidak halal atau bertentangan dengan hukum, maka perjanjian batal demi hukum. Suatu perjanjian sewa menyewa yang diperbuat tanpa suatu sebab adalah merupakan perjanjian yang tidak mempunyai kekuatan hukum atau diperbuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang (Pasal 1335 KUHPerdata).65 C. Hubungan Para Pihak dilihat dari Hak dan Kewajiban Para Pihak Yang Mengadakan Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Plaza Medan Fair 1. Hak dan Kewajiban Pihak Pertama (Pemilik/Investor). Hukum Perjanjian sebagai suatu perikatan hukum yang dilahirkan oleh suatu perjanjian mengakibatkan lahirnya hak dan kewajiban yang melakukan perikatan tersebut.66 Perjanjian sewa menyewa gedung Plaza Medan Fair oleh Dina Pendapatan Daerah ini pada hakikatnya tidak berbeda dengan hak dan kewajiban para pihak 64 Moegini Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Pramita, Jakarta, 1979, hal. 75. Ibid, hal. 76. 66 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2002, hal. 65. 65 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 49 dalam perjanjian sewa menyewa pada umumnya. Dimana terdapat pihak penyewa dan yang menyewakan. Objeknya berupa suatu benda tertentu dalam hal ini adalah gedung. Dalam perjanjian sewa menyewa gedung ini, pemilik menyewakan gedung miliknya tersebut kepada pihak penyewa. Hal tersebut terus berlanjut sesuai dengan perjanjian sewa menyewa yang telah pihak pemilik dan penyewa sepakati.67 Manurut ketentuan hukum perdata antara hak dan kewajiban para pihak dalam hukum perjanjian bersifat timbale balik. Hak dari pihak yang satu merupakan kewajiban dari pihak yang lainnya. Demikian halnya dengan perjanjian sewa menyewa gedung Plaza Medan Fair, apa yang menjadi hak penyewa juga merupakan kewajiban dari pihak pemilik gedung dan begitu pula sebaliknya, kewajiban dari pihak penyewa merupakan hak dari pihak pemilik gedung. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut : Berdasarkan Perjanjian Sewa Menyewa gedung Plaza Medan Fair, hak dari Pemilik atau Yang Menyewakan adalah : Yang Menyewakan berhak atas seluruh kewajiban pembayaran yang akan menjadi beban Penyewa serta hak-hak lain yang terdapat atau berhubungan dengan Pelaksanaan Perjanjian ini yang menjadi hak Yang Menyewakan untuk tidak mengembalikan Deposit Sewa, jaminan telepon Penyewa serta pembayaran uang sewa dan Biaya Pemeliharaan yang telah diterima dimuka oleh Yang Menyewakan dari Penyewa apabila Penyewa memutuskan sewa sebelum Jangka Waktu Sewa berakhir. 67 Wawancara dengan Pihak Penyewa yaitu Sjafaruddin. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 50 Mengenai kewajiban-kewajiban pihak Pemilik atau Yang Menyewakan dalam Perjanjian Sewa Menyewa diatur dalam Pasal 1550, Pasal 1551, dan Pasal 1554 KUHPerdata, yaitu : Pihak yang menyewakan berkewajiban untuk menyerahkan barang yang disewakan kepada pihak penyewa. Di dalam pelaksanaan perjanjian yang menyewakan kepada pihak penyewa haruslah dengan penyerahan secara nyata (Feitelijke Levering). Pihak yang menyewakan juga berkewajiban untuk memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga barang itu tetap dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan dalam perjanjian sewa menyewa. Pihak yang menyewakan berkewajiban untuk memberikan kepada pihak penyewa kenikmatan dan ketentraman atas barang yang disewakannya selama berlangsungnya masa sewa. Pihak yang menyewakan tidak boleh merubah bangunan serta susunan barang yang disewakan selama masih berlangsungnya perjanjian sewa menyewa (Pasal 1554 KUHPerdata). Pihak yang menyewakan berkewajiban untuk menyerahkan barang yang disewakan kepada pihak penyewa dalam keadaan baik dan terpelihara dari segala-galanya (Pasal 1551 KUHPerdata).68 Kewajiban pihak yang menyewakan seperti tersebut di atas adalah kewajiban mutlak karena apabila ternyata pihak yang menyewakan tidak memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan barang yang disewakannya dalam keadaan baik dan terpelihara dari segala-galanya, ikatan dan hak apapun atas barang yang disewakan, maka pihak yang mneyewakan dapat dituntut telah melakukan ingkar janji atau cidera janji ataupun wanprestasi, diman pihak penyewa dapat menuntut penggantian kerugian ataupun meminta pembatalan perjanjian sewa menyewa tersebut meski jangka waktu berakhirnya masa sewa belum berakhir.69 68 69 R. Subekti dan R. Tjiptosudibio, Op. Cit, hal. 325. Kartini Muljadi, Op. Cit, hal. 70. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 51 Hak dan kewajiban pihak penyewa dan pihak yang menyewakan terdapat suatu hubungan atau terciptanya suatu hubungan yang mengikat kedua belah pihak, yang dikatakan sebagai hubungan timbale balik atau bilateral. Artinya suatu pihak memperoleh hak-hak dari perjanjian yang juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak-hak yang diperolehnya. Sebaliknya satu pihak memikul kewajiban-kewajiban dan juga memperoleh hak-hak yang dianggap sebagai kebalikan dari kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya sehingga lahirlah suatu hubungan yang dinamakan dengan hubungan sewa menyewa secara mengikat yang mau tidak mau harus ditaati oleh kedua belah pihak.70 Kewajiban dari pemilik sebagai pihak yang menyewakan dalam Perjanjian Sewa Menyewa gedung Plaza Medan Fair adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan Objek Sewa Setelah Penyewa membayar Harga Sewa, Deposit Sewa, Telepon Deposit, dan melaksanakan kewajiban Penyewa yang terdapat dalam Lampiran IV ini, Penyewa berhak untuk menikmati Objek Sewa selama Jangka Waktu Sewa. Yang Menyewakan menjamin bahwa selama berlangsungnya Jangka Waktu Sewa, Penyewa tidak akan dituntut dan atau digugat pihak lain yang menyatakan turut mempunyai hak terlebih dahulu dan tidak dijaminkan kepada pihak lain. 2. Pemeliharaan Bangunan Untuk mempertahankan pemeliharaan yang baik dan bersih terhadap atap, saluran-saluran utama, pipa-pipa, semua dinding bagian luar, tempat parker dan lain-lain, maka dimana perlu dan pada waktu-waktu tertentu Penyewa setuju untuk mengijinkan Yang Menyewakan dan atau Pengelola untuk masuk melalui Objek Sewa melakukan perbaikan pemeliharaan. 3. Asuransi Sepanjang Jangka Waktu Sewa, Yang Menyewakan tetap mengasuransikan Bangunan/Gedung Pertokoan termasuk Objek Sewa akan tetapi tidak termasuk barang-barang milik Penyewa yang terdapat di dalamnya, terhadap kerusakan kebakaran sampai nilai penuhnya yang dapat diasuransikan. 70 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 52 4. Keamanan Yang Menyewakan akan memperkerjakan Petugas Keamanan (SATPAM) untuk menjaga keamanan pada malam hari dari Bangunan/Gedung dan tempat-tempat yang ada di dalamnya, Yang Menyewakan tidak bertanggung jawab untuk suatu kehilangan dan kerusakan yang diderita Penyewa oleh karena kelalaian atau kesalahan penjaga itu atau pihak lain siapapun juga sebagai upaya untuk membantu dan menjaga keamanan umum komplek pertokoan malam hari, tetapi upaya tersebut tidak dapat diartikan dengan ini Yang Menyewakan menjamin atau menanggung resiko atas barang-barang milik Penyewa dan kehilangan barang-barang milik Penyewa atau pegawainya.71 2. Hak dan Kewajiban Pihak Kedua/Penyewa (Dinas Pendapatan Daerah) Yang merupakan hak penyewa dari setiap perjanjian sewa menyewa adalah pihak penyewa berhak untuk menerima barang yang disewakan untuk dinikmatinya dari pihak yang menyewakan dalam keadaan baik dan bebas dari iktan tuntutan hak apapun yang datangnya dari pihak ketiga, dan karenanya pihak penyewa juga berhak mendapat perlindungan dari pihak yang menyewakan atas barang yang disewakan. Mengenai kewajiban dari pihak penyewa ini selengkapnya telah diatur dalam Pasal 1560, Pasal 1564, dan Pasal 1571 KUHPerdata, yaitu : Pihak penyewa berhak untuk memakai barang yang disewanya sebagai bapak rumah yang baik sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang tersebut atau jika tidak ada status perjanjian mengenai itu ádalah menurut persetujuan yang dipersengketakan berhubungan dengan keadaan. Pihak penyewa juga berkewajiban untuk membayar harga sewa kepada pihak yang menyewakan tepat pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian itu. Pihak penyewa juga berkewajiban dan bertanggung jawab untuk segala kerusakan-kerusakan yang diterbitkan oleh pihak penyewa sendiri pada barang yang disewanya selama berlangsungnya waktu sewa terkecuali apabila pihak penyewa daapt membuktikan bahwa terjadinya kerusakan tersebut ádalah di luar kesalahan atau dengan kata lain kerusakan itu terjadi dengan statu keadaan yang memaksa (Pasal 1564 KUHPerdata). 71 Perjanjian Sewa Menyewa gedung Plaza Medan Fair, Op. Cit. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 53 Pihak penyewa berkewajiban untuk mengembalikan barang yang telah disewanya lepada pihak yang menyewakan dengan baik tanpa syarat apabila waktu ataupun jangka waktu sewa telah habis dan telah lampau dalam keadaan sebagaimana barang tersebut diserahkan oleh pihak yang menyewakan, kepada pihak penyewa pada waktu membuat perjanjian sewa menyewa terdahulu.72 Yang menjadi hak Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa ini adaalh sebagai berikut : 1. Menempati dan mempergunakan Objek Sewa sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Inti dan Lampiran-lampirannya. 2. Hak lain yang merupakan isi atau bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Inti dan Lampiran-lampirannya. Kewajiban dari Pihak Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa gedung ini ádalah Penyewa baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang-orang yang mendapat hak darinya dengan ini wajib : 1. Menandatangani Perjanjian Penyewa wajib menandatangani Perjanjian Inti dan memberikan paraf di setiap halaman Lampiran-lampirannya selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah 2 (dua) rangkap Perjanjian asli diterima. 2. Melengkapi Objek Sewa Menyediakan/melengkapi Objek Sewa dengan interior maupun exterior aksesoris sesuai keinginan Penyewa yang telah disetujui oleh Yang Menyewakan. 3. Melakukan Pembayaran Membayar semua kewajiban yang menjadi beban Penyewa sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang telah ditetapkan dan yang akan ditetapkan oleh Yang Menyewakan. 4. Mematuhi Peraturan dan Tata Tertib Membuka Usaha Mematuhi dan melaksanakansemua peraturan, ketentuan yang berlaku serta adat istiadat di Negara Republik Indonesia baik yang tertulis maupun yang telah ditepkan Yang Menyewakan dalam Lampiran V Perjanjian Inti dan Lampiran-lampirannya dan dalam peraturan lainnya yang dibuat oleh Yang Menyewakan. 5. Melakukan Pemeliharaan dan Perbaikan 72 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 54 Memelihara dan memperbaiki bagian dalam dari Objek Sewa termasuk lantai, plesteran, dinding, langit-langit, jendela, kabel, instalasi, dan perkakasperkakas tetap dalam keadaan baik dan layak untuk disewakan lagi kecuali keusangan yang wajar dan kerusakan oleh kebakaran, pedir, ledakan, keributan, kegaduhan sipil atau sebab lain yang timbal dari tindakan atau kesalahan Penyewa dan pegawainya. 6. Mengijinkan Peninjauan dan Perbaikan Oleh Yang Menyewakan Mengijinkan Yang Menyewakan maupun orang-orang yang diberi kuasa oleh Yang Menyewakan, karenanya Penyewa mengakui bahwa mereka mempunyai wewenang penuh untuk setiap saat memasuki Objek Sewa baik untuk memeriksa maupun melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Apabila karena satu dan lain hal terjadi kerusakan-kerusakan di Objek Sewa karena kesalahan Penyewa, maka Penyewa dalam waktu 3 (tiga) hari harus sudah memperbaikinya atas biaya Penyewa seluruhnya. Apabila Penyewa tidak lalai melakukannya dalam waktu yang telah ditetapkan maka Yang Menyewakan akan memperingatkan secara tertulis untuk melakukan hal ini. Apabila Penyewa tetap belum memperbaikinya maka Yang Menyewakan akan memperbaikinya dan semua biaya/ongkos yang berhubungan dengan itu menjadi tanggung jawab dan harus dibayar oleh Penyewa sepenuhnya. 7. Memberi Ganti Rugi Bertanggung jawab atas kerusakan dan atau cacat yang terjadi atas Objek Sewa atau pada salah satu bagian Bagunan/Gedung atau terhadap seseorang yang disebabkan oleh kelalaian Penyewa atau pelayan-pelayan, agen-agen, pemegang izin, orang yang menjadi tanggung jawab penyewa atau karena binatang/hewan maupun benda/benda atau barang-barang milik Penyewa. 8. Menjaga Kenyamanan Pengunjung dan Penyewa Lain Penyewa wajib menjaga kenyamanan pengunjung dan Penyewa lain dengan tidak melakukan kegiatan yang dapat mengganggu Pengunjung maupun Penyewa lainnya. 9. Menyediakan Alat Pemadam Kebakaran Penyewa wajib menyediakan alat pemadam kebakaran yang diletakkan di tempat yang mudah terjangkau apabila terjadi kebakaran. Alat kebakaran tersebut dapat berupa sprinkler dengan sistem tersendiri atau alat pemadam kebakaran portable. 10. Bersedia Dipindahkan Apabila yang Menyewakan sewaktu-waktu memerlukan Objek Sewa, Penyewa bersedia dipindahkan ke tempat lain dengan pemberitahuan terlabih dahulu dari Yang Menyewakan dan akan dibicarakan antara Penyewa dan Yang Menyewakan. 11. Menandatangani Perjanjian Penyewa wajib menandatangani Perjanjian ini dan apabila Penyewa tidak menandatangani Perjanjian, maka Yang Menyewakan berhak memutuskan fasilitas listrik dan fasilitas lainnya untuk sementara waktu sampai dengan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 55 ditandatanganinya Perjanjian Inti dan Lampiran-lampirannya ini oleh Penyewa. 12. Merenovasi Ruangan Sewa Sebelum memperpanjang/melanjutkan Jangka Waktu Sewa, Penyewa wajib merenovasi Objek Sewa sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Yang Menyewakan. Dalam hal perjanjian sewa menyewa gedung, kondisi phisik gedung juga haruslah dilihat. Kondisi gedung harus terlihat terpelihara dengan baik, demikian fasilitas, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh gedung. Kalaupun ada, hanya perbaikan-perbaikan yang bersifat rutinitas tidak sampai menimbulkan gangguan terhadap penyewa. Misalnya perbaikan jaringan telepon, air, dan jaringan listrik. Hasil Penelitian : Tabel I : Alasan dan Kendala yang dihadapi Penyewa Gedung Samsat Plaza Medan Fair NO 1. Alasan dan Kendala Yang Dihadapi Ya Tidak - Karena tempatnya strategis Ya - - Gedung ditujukan untuk pelayanan dengan harapan sewa Ya - Ya - Ya - Alasan memilih Lokasi Lebih murah 2. Kendala atau Hambatan - Harga sewa dan jasa pelayanan yang terlalu tinggi dibanding gedung milik - Tidak dapat dijadikan jaminan kredit Tabel II : Masalah Yang Dihadapi Pengelola Gedung Samsat Plaza Medan Fair UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 56 NO 1. Alasan dan Permasalahan Yang Dihadapi Ya Tidak Alasan Pembangunan Gedung : - Untuk menyediakan sarana kebutuhan masyarakat yang membutuhkan tempat melakukan kegiatan usaha 2. Permasalahan Yang Dihadapi : - Sipenyewa memanfaatkan ruang tidak sesuai peruntukannya UNIVERSITAS SUMATERA UTARA