30 bab ii pengaturan hubungan hukum para pihak dalam perjanjian

advertisement
30
BAB II
PENGATURAN HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK
DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG
PLAZA MEDAN FAIR OLEH DINAS PENDAPATAN DAERAH
A.
Pengertian Perjanjian di Indonesia
Sumber hukum Perjanjian di Indonesia yang berbentuk perundang-undangan
adalah KUH Perdata, khususnya buku III. Bagian-bagian Buku IIIyang berkaitan
dengan
Kontrak adalah sebagai berikut :
1.
Pengaturan tentang perikatan perdata. Pengaturan ini merupakan pengaturan pada
umumnya, yakni yang berlaku baik untuk perikatan yang berasal dari kontrak
maupun yang berlaku karena undang-undang.
2.
Pengaturan tentang perikatan yang timbul dari kontrak. Pengaturan perikatan
yang timbul dari kontrak ini menurut KUH Perdata diatur dalam Bab II Buku III.
3.
Pengaturan tentang hapusnya perikatan. Pengaturan ini terdapat dalam Bab IV
Buku III.
4.
Pengaturan tentang kontrak-kontrak tertentu. Pengaturan ini terdapat dalam Bab
V sampai dengan Bab XVIII Buku III.
Perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata adalah sebagai berikut :
perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian kerja, persskutuan
perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi,
untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utama dan perdamaian. Di luar
30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
KUH Perdata dikenal perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak
production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim, dan
lain sebagainya. Secara keseluruhan yang dijadikan sumber-sumber hukum dalam
merancang suatu kontrak atau perjanjian di Indonesia adalah :34
1. KUH Perdata, yang terdiri dari Buku III Pasal 1233 sampai dengan Pasal
1864.
2. Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
3. Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fiducia mengatur tentang pembebanan Jaminan Fiducia.
4. Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Secara umum, Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Suatu perjanjian akan
melahirkan perikatan pada pihak-pihak yang membuatnya seperti dinyatakan dalam
Pasal 1233 KUHPerdata bahwa “tiap-tip perikatan dilshirkan, baik karena perjanjian
maupun karena undang-undang”.
Meskipun bunyi Pasal 1313 KUHPerdata di atas tidak dinyatakan bahwa
suatu perikatan lahir karena perjanjian atau undang-undang tetapi pasal tersebut
34
H. Salim, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak dan Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 3.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
bermaksud menyatakan bahwa diluar perjanjian karena hal-hal yang ditetapkan
undang-undang tidak akan ada perikatan.35
Perikatan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta
kekayaan, karena setiap perjanjian akan selalu melahirkan perikatan maka perjanjian
juga akan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan bagi
pihak-pihak yang membuat perjanjian.
Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian secara
“sukarela” mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah
berjanji atau mengikatkan diri dengan jaminan atau tanggungan berupa harta
kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian atau
yang telah mengikatkan diri tersebut. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir
dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang
membuat perjanjian.
Pernyataan sukarela menunjukkan pada kita semua bahwa perikatan yang
bersumber dari perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak
yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut. Ini berbeda dari perikatan yang lahir
dari undang-undang, yang menerbitkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam
perikatan tersebut, meskipun sesungguhnya para pihak tidak menghendakinya.
35
Muljadi, Kartini dan Gunawan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Cetakan Kedua,
Jakarta, Grafindo Persada, 2004, hal. 2.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Selanjutnya pernyatan “dalam lapangan harta kekayaan”, dimaksud untuk
membatasi bahwa perjanjian yang dimaksudkan di sini adalah perjanjian yang
berkaitan dengan harta kekayaan.
“Segala kebendaan milik debitur, baikyang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari,
menjadi tanggungan segala perikatannya perseorangan”.36
Seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya, Pasal 1548 KUHPerdata
merumuskan bahwa sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan
dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan pembayaran suatu harga, yang
oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi pembayarannya.
M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, “sewa menyewa adalah
persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang
menyewakan atau pemilik menyerahkan barang barang yang hendak disewa kepada
penyewa untuk dinikmati sepenuhnya (volledige genot)”.37
Sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat
perseorangan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian
sewa menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah beralih kepada
penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan. Sewa menyewa tidak
memindahkan hak milik dari si yang menyewakan kepada si penyewa. Karena selama
36
37
Ibid, hal. 2-3.
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 19.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
berlangsungnya masa persewaan pihak yang menyewakan harus melindungi pihak
penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas benda atau barang yang
disewanyaagar pihak penyewa dapat menikmati barang yang disewanya dengan bebas
selama masa sewa berlangsung.38
Pasal 1576 KUHPerdata menyebutkan, “dengan dijual barang yang disewa,
suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila ini
telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang”. Berdasarkan pasal tersebut
bahwa apabila objek yang disewakan itu dijual oleh pemilik sebelum habis masa
sewanya dan hal ini tidak pernah dibicarakan sebelumnya oleh si penyewa, maka
perjanjian sewa menyewa itu tetap berlangsung dan tidak dapat berakhir.
R. Subekti menyatakan, “jika ada suatu perjanjian yang demikian, si penyewa
tidak berhak menuntut suatu ganti rugi apabila tidak ada suatu janji tegas, tetapi jika
ada suatu janji tersebut belakangan ini, ia tidak diwajibkan mengosongkan barang
yang disewa selama ganti rugi terutang belum dilunasi.39
Pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari gangguan
serta tuntutan dari pihak ketiga selama pihak-pihak penyewa menikmati barang yang
disewa atau selama jangka waktu persewaan berlangsung, dan dalam hal ini
merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang
menyewakan.40
38
Ibid.
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1990, hal. 71.
40
Ibid.
39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
B. Syarat-Syarat Perjanjian Sewa Menyewa Yang Bersumber Dalam Hukum
Perdata Indonesia.
Ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata tentang perikatan, khususnya yang
berkaitan dengan kontrak/perjanjian berlaku terhadap :41
1. Kontrak bernama (kontrak khusus), contaoh : jual beli, sewa menyewa, hibah,
pinjam pakai, perdamaian, tukar menukar, dan lain-lain.
2. Kontrak tidak bernama (kontrak umum), contoh : leasing, beli sewa, joint
venture, franchise.
Dalam melakukan kontrak tentunya tidak lepas dari apa yang disebut sebagai
asas-asas kontrak. Tentunya dalam tinjauan yuridis ini adalah sesuai denganKUH
Perdata.
1.
Asas-asas Perjanjian dalam KUH Perdata.
a. Hukum Kontrak / Perjanian bersifat mengatur.42
Sebagaimana kita ketahui, hukum dibagi 2 yaitu :
1. Hukum memaksa (dwingend recht)
2. Hukum mengatur (aanvullen recht)
Maka hukum kontrak / perjanjian pada prinsipnya tergolong dalam hukum
mengatur. Artinya bahwa hukum tersebut baru akan berlaku sepanjang para pihak
tidak mengaturnya lain. Jika para pihak mengaturnya secara lain dari apa yang diatur
dalam perjanjian maka yang berlaku adalah apa yang diatur sendiri oleh para pihak
tersebut. Kecuali undang-undang menentukan lain.
41
42
Munir Fuady, Op.Cit., hal. 23.
Ibid, hal. 29.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
b. Asas Kebebasan Berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata, yang berbunyi:
”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya ”.
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan untuk :43
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2) Memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat perjanjian;
3) Memilih kausa perjanjian yang akan dibuatnya;
4) Menentukan objek perjanjian;
5) Menentukan bentuk suatu perjanjian dan;
6) Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat
opsional (aanvullen, optional).
Asas kebebasan berkontrak ini sifatnya universal, artinya berlaku juga dalam
berbagai sistem hukum perjanjian yang memiliki ruang lingkup yang sama.44
Sebagai satu kesatuan yang utuh maka penerapan asas ini sebagaimana
tersimpul dalam substansi Pasal 1338 KUH Perdata ayat (1) harus dikaitkan
dengan kerangka pemahaman pasal-pasal atau ketentuan lain yaitu :45
1) Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian.
43
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1993, hal. 36.
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 47.
45
Hasanuddin Rahman, Op.Cit, hal,. 14
44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
2) Pasal 1335 KUH Perdata mengenai pembuatan kontrak dikarenakan kausa
yang legal.
3) Pasal 1337 KUH Perdata mengenai kontrak tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
4) Pasal 1338 KUH Perdata yang menetapkan kontrak harus dilaksanakan
dengan itikad baik.
5) Pasal 1339 KUH Perdata yang menunjuk terikatnya perjanjian pada sifat
kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.
6) Pasal 1347 KUH Perdata yang mengatur mengenai hal-hal yang menurut
klebiasaan.
Kebenasan berkontrak harus dibatasi bekerjanya agar kontrak yang dibuat
berlandaskan asas itu tidak sampai merupakan perjanjian yang berat sebelah
atau timpang.46 Hal-hal tersebut di atas yang membatasi bekerjanya asas ini.
c. Asas Pacta Sunt Sevanda
Asas pacta sunt servanda (janji yang mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu
kontrak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. Asas
ini disebut juga sebagai asas kepastian hukum. KUH Perdata menganut
prinsip ini dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti undangundang bagi para pihak (Pasal 1338 KUH Perdata).
Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal didalam hukum Gereja.
Disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada kesepakatan kedua
46
Ibid, hal., 16.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
belah pihak dikuatkan dengan sumpah sehingga dikaitkan dengan unsur
keagamaan. Dengan perkembangannya pacta sunt servanda diberi arti pactum,
yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan
formalitas lainnya.47
d. Asas Konsensualisme dari suatu kontrak / perjanjian.
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH
Perdata. Pada pasal tersebut terkandung asas yang esensial dari hukum
perjanjian yaitu konsensualisme yang menentukan adanya perjanjian. 48 Di
dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri
dan menimbulkan kepercayaan (vertrouwen) diantara para pihak terhadap
peleburan perjanjian. Peleburan disini mempunyai arti adanya persetujuan
untuk melakukan penggabungan atau penyatuan kehendak yang dituangkan
dalam perjanjian. Asas kepercayaan (vertrouwenleer) merupakan nilai etis
yang bersumber dari moral.49 Asas Konsensualisme mempunyai hubungan
yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas mengikat yang terdapat
dalam Pasal 1338 (1) KUH Perdata. Hal ini sedasar dengan pendapat
Subekti50 yang menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal
1320 jo. Pasal 1338 KUH Perdata.
e. Asas Kepribadian (Personality).
47
48
H. Salim, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Op. Cit., hal. 3.
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bandung, 2001,
hal. 82.
49
50
Ibid, hal., 108-109.
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit., hal. 37.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja.51 Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menegaskan :
”Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian
selain untuk dirinya sendiri”.
Intinya ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian,
orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi :
”Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”.
Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak
hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan
itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diperkenalkan dalam Pasal 1317
KUH Perdata yang menyatakan :
”Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu
perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang
lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan
perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu
syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak
hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk
51
Salim HS., Op.Cit., hal. 13.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak
daripadanya.52
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUH Perdata mengatur
tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH
Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang
yang memperoleh hak dari yang membuatnya.
f. Asas Itikad Baik.
Pengaturan Pasal 1338 (3) KUH Perdata yang menetapkan bahwa persetujuan
harus dilaksanakan dengan itikad baik (contractus bonafidei-kontrak
berdasarkan itikad baik). Dalam praktik asas itikad baik, hakim menggunakan
wewenang untuk mancampuri isi perjanjian sehingga tampaknya itikad baik
bukan saja ada pada pelaksanaan perjanjian tetapi juga pada saat
ditandatanganinya atau dibuatnya perjanjian.53
2.
Syarat-syarat Sahnya Perjanjian.
Agar suatu kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah
pihak, maka kontrak/perjanjian tersebut harus memenuhi syata-syarat tertentu.
Syarat-syarat tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :54
a. Syarat sah yang umum, yaitu :
a) Syarat sah umum berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata yaitu :
52
Salim HS, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika,
Cetakan IV, Jakarta, 2006, hal. 12-13.
53
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, hal. 4.
54
Salim HS, Op.Cit., hal 10-11.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
1) Kesepakatan kehendak;
2) Berwenang untuk membuat;
3) Perihal tertentu;
4) Kausa yang legal.
b) Syarat sah umum di luar Pasal 1420 KUH Perdata, yaitu dalam Pasal 1335,
Pasal 1337, Pasal 1339 dan Pasal 1347 KUH Perdata :
1) Syarat itikad baik;
2) Syarat sesuai dengan kebiasaan;
3) Syarat sesuai dengan kepatutan;
4) Syarat sesuai dengan kepentingan umum.
b.
Syarat sah khusus yang terdiri dari :
1) Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu;
2) Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu;
3) Syarat akta pejabat tertentu(yang bukan notaris) untuk kontrak-kontrak
tertentu;
4) Syarat ijin dari yang berwenang.
Konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari syarat-
syarat sahnya suatu kontrak tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang
dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut : 55
a. Batal demi hukum (void). Kontrak ini tidak mempunyai akibat hukum, seolaholah tidak pernah terjadi suatu kontrak. Contoh kontrak untuk melakukan
55
Soedjono Dirjosisworo, Op.Cit., hal. 48.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
suatu tindak pidana. Apabila kontrak ini batal maka tidak ada satu pihak. Hal
ini terjadi bila dilanggarnya syarat objektif kontrak dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, syarat objektif tersebut adalah perihal tertentu, dan kausa yang legal.
b. Dapat dibatalkan (voidable). Kontrak dimana setidak-tidaknya satu pihak
mempunyai pilihan untuk meniadakan kewajiban dalam kontraknya. Kontrak
yang dapat dibatalkan ini kedua belah pihak dibebaskan dari kewajiban
mereka untuk memenuhinya. Apabila pihak dengan pilihan tadi memilih
untuk meratifikasi (yaitu melaksanakan kontrak tersebut) maka kedua belah
pihak harus secara penuh melaksanakan kewajiban tersebut. Dengan beberapa
pengecualian yaitu dalam hal tidak dipenuhinya syarat subjektif dalam Pasal
1320 KUH Perdata. Syarat subjektif itu adalah kesepakatan kehendak dan
kecakapan berbuat.
c. Kontrak tidak dapat dilaksanakan (un-enforceable).
Kontrak ini adalah kontrak yang unsur-unsur esensial untuk mencuptakan
kontrak telah terpenuhi namun terdapat perlawanan secara hukumbagi
dilaksanakannya kontrak. Jadi kontrak ini terdapat perlawanan hukum bagi
pelaksanaannya. Bedanya dengan kontrak yang batal (demi hukum) adalah
kontrak yang tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonversi menjadi
kontrak yang sah. Sedangkan bedanya dengan kontrak yang dapat dibatalkan
adalah dalam kontrak yang dapat dibatalkan ini kontraknya sudah sah,
mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkannyakontrak
tersebut. Contoh kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
tidak dalam bentuk tertulis, kendatipun Undang-Undang Penipuan telah
mensyaratkan agar dalam bentuk tertulis kontrak ini tidak dapat dilaksanakan.
Pihak-pihak bisa saja secara sukarela membuat kontrak yang tidak dapat
dilaksanakan.
d. Sanksi Administratif.
Ada juga kontrak yang apabila tidak dipenuhihanya mengakibatkan sanksi
administratif saja. Misalnya kontrak yang memerlukan ijin atau pelaporan
terhadap instansi tertentu kepada Bank Indonesia untuk kontrak OffshoreLoan
(Peminjaman ke luar negeri).
Uraian tentang syarat sah suatu kontrak adalah sebagai berikut :
a. Kesepakatan
Seperti telah disebutkan sesuai Pasal 1320 KUH Perdata, bahwa salah satu
syarat sahnya suatu kontrak adalah adanya kesepakatan. Kesepakatan ini
adalah kesepakatan kehendak. Syarat ini bersama dengan syarat kewenangan
berbuat merupakan syaratsubjektif dari kontrak.
Suatu kesepakatan kehendak dimulai dari adanya unsur penawaran (offer)
oleh salah satu pihak diikuti oleh penerimaan penawaran (acceptance) dari
pihak lainnya, sehingga terjadilah suatu kontrak.56
Apabila dalam suatu kontrak terjadi salah satu unsur-unsur paksaan (dwang)
dan kesilapan (dwaling) maka terhadap kontrak tersebut tidak terpenuhi syarat
kesepakatan kehendak.
56
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 24.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Penjelasan dari unsur-unsur itu adalah :57
1) Unsur Paksaan. Unsur paksaan (dwang,duress) ketentuannya bisa dilihat
dalam Pasal 1324KUH Perdata yaitu :
“Paksaan telah terjadi apabila perbuatan itu sedemikian rupa hinggá
dapat menakutkan seseorang yang berfikiran sehat, dan apabila perbuatan
itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau
kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata.
Dalam mempertimbangkan hal itu harus diperhatikan usia, kelamin, dan
kedudukan orang-orang yang bersangkutan.
Paksaan dapat merupakan alasan untuk minta pembatalan perjanjian apabila
dilakukan terhadap :58
a. Orang atau pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1323 KUH Perdata)
b. Suami atau istri dari pihak perjanjian atau sanak keluarga dalam garis
ke atas maupun ke bawah (Pasal 1325 KUH Perdata).
2) Unsur Penipuan (bedrog, fraud, misrepresentation) dalam kontrak.
Ketentuan ini bisa dilihat dalam Pasal 1328 KUH Perdata yaitu :
”Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila
tipu-muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikan rupa
hingga terang dan nhyta bahwa pihak yang lain tidak telah membuat
perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak
dipersangkakan tetapi harus dibuktikan”.
Penipuan harus dibuktikan, tidak dapat dipersangkakan. Dalam bahasa
Inggris disebut juga misrepresentation yang diartikan sebagai suatu
57
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1993hal. 66.
58
Ibid, hal. 70.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
pernyataan tentang fakta yang tidak benar.59 Hal ini diatu dalam ketentuan
Pasal 1328 KUH Perdata.
3) Unsur Kesilapan (dwaling, mistake) dalam suatu kontrak. Unsur ini
ketentuannya bisa dilihat pada Pasal 1322 KUH Perdata yaitu :
”Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila
kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok
perjanjian. Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan
itu hanya mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud
membuat suatu perjanjian, kecuaali jika perjanjian itu telah dibuat
terutama karena mengingat dirinya orang tersebut”.
Terdapat kesesatan apabila dikaitkan dengan hakikat benda atau orang
dan pihak lawan harus mengetahui atau setidak-tidaknya mengetahui
bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan kesesatan bagi pihak lain
sangat menentukan.60
b. Kecakapan
Salah satu syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1320 KUH Perdata adalah para pihak dalam keadaan ”cakap
berbuat” (bevoegd). Siapakah pihak-pihak yang dimaksudkan cakap ini?
Menurut ketentuan yang berlaku bahwa semua orang yang cakap
(berwenang) kecuali mereka yang tergolong sebagai berikut yaitu dalam
Pasal 1330 KUH Perdata:
”Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah” :
1) Orang-orang yang belum dewasa
59
60
Hardijan Rusli, Op.Cit., hal. 72.
Hardijan Rusli, Op.Cit., hal. 66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undangundang yang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Berbicara mengenai syarat-syarat perjanjian sewa menyewa haruslah
berpedoman pada syarat-syarat sah dan terjadinya perjanjian seperti yang diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak yang
melakukan perjanjian, para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut haruslah
cakap bertindak dalam hukum, harus ada objek yang diperjanjikan dalam suatu hal
yang halal. Hal tersebut juga termaksud dengan jelas pada memori Penjelasan Pasal 4
ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 1963 yang menyebutkan bahwa,
hubungan sewa menyewa umumnya tercipta karena ada kata sepakat antara pihak
pemilik dan penyewa. Suatu perjanjian merupakan dasar yang umum untuk hubungan
sewa menyewa.61
Untuk pencapaian syarat keadilan ataupun kepastian hukum, syarat-syarat
esensial atau pokok mengenai perjanjian mutlak diperlukan. Adapun syarat-syarat
dari terjadinya dan sahnya perjanjian sewa menyewa ini terdiri atas syarat subyektif
mengenai orang-orang atau para pihak dalam perjanjian sewa menyewa, dan syarat
obyektif yakni mengenai objek atau barang yang dijadikan sebagai objek beserta
persyaratannya dalam perjanjian sewa menyewa.
Sebagai langkah awal dalam melaksanakan suatu perjanjian sewa menyewa
terlebih dahulu haruslah ada persetujuan dan kesepakatan di antara para pihak
61
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
penyewa dengan pihak yang menyewakan yang bersifat bebas dan secara sukarela
tanpa adanya suatu paksaan dan tekanan dari pihak mana pun juga, dan dalam
kesepakatan tersebut harualah dengan itikad tanpa adanya unsure penipuan ataupun
perbuatan melawan hukum lainnya.
Kecakapan juga merupakan hal yang penting dalam melakukan perjanjian
sewa menyewa, yaitu penyewa dan yang menyewakan haruslah orang-orang yang
cakap untuk membuat dan mengadakan suatu perjanjian yaitu orang-orang dewasa
yang sehat pikirannya serta tidak dilarang oleh undang-undang. Pentingnya
kecakapan para pihak dalam membuat dan mengadakan perjanjian sewa menyewa
adalah dikarenakan akibat dan tanggung jawab yang ditimbulkan dengan terjadinya
perjanjian itu dipikul oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian dan hanya
orang-orang yang cakap bertindak dalam hukum yang dapat melaksanakan tanggung
jawab tersebut dengan baik.62
Wiryono Prodjodikoro menyebutkan bahwa : “Subjek yang merupakan
seorang manusia, haruslah memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu
perbuatan hukum secara sah, yaitu dewasa, sehat pikirannya, dan tidak oleh peraturan
hukum dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah”.63
Syarat lain yang mendasari suatu perjanjian sewa menyewa adalah suatu hal
(objek) tertentu, dengan maksud objek atau barang dalam suatu perjanjian sewa
menyewa haruslah tertentu dan bertujuan untuk mempermudah terjadinya
62
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001, hal.67.
63
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradnya Pramita, 1987, hal. 91.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
pelaksanaan perjanjian tersebut serta untuk lebih mempermudah hak dan kewajiban
yang harus dipikul pihak penyewa dan yang menyewakan juga terhadap
kemungkinan yang akan timbul dikemudian hari.64
Isi dan ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa menyewa inipun haruslah
yang halal dalam arti tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum
dan kesusilaan, karena apabila isi serta ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
perjanjian sewa menyewa tersebut tidak halal atau bertentangan dengan hukum, maka
perjanjian batal demi hukum. Suatu perjanjian sewa menyewa yang diperbuat tanpa
suatu sebab adalah merupakan perjanjian yang tidak mempunyai kekuatan hukum
atau diperbuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang (Pasal 1335
KUHPerdata).65
C. Hubungan Para Pihak dilihat dari Hak dan Kewajiban Para Pihak Yang
Mengadakan Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Plaza Medan Fair
1.
Hak dan Kewajiban Pihak Pertama (Pemilik/Investor).
Hukum Perjanjian sebagai suatu perikatan hukum yang dilahirkan oleh suatu
perjanjian mengakibatkan lahirnya hak dan kewajiban yang melakukan perikatan
tersebut.66
Perjanjian sewa menyewa gedung Plaza Medan Fair oleh Dina Pendapatan
Daerah ini pada hakikatnya tidak berbeda dengan hak dan kewajiban para pihak
64
Moegini Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Pramita, Jakarta, 1979, hal. 75.
Ibid, hal. 76.
66
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta, 2002, hal. 65.
65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
dalam perjanjian sewa menyewa pada umumnya. Dimana terdapat pihak penyewa
dan yang menyewakan. Objeknya berupa suatu benda tertentu dalam hal ini adalah
gedung. Dalam perjanjian sewa menyewa gedung ini, pemilik menyewakan gedung
miliknya tersebut kepada pihak penyewa. Hal tersebut terus berlanjut sesuai dengan
perjanjian sewa menyewa yang telah pihak pemilik dan penyewa sepakati.67
Manurut ketentuan hukum perdata antara hak dan kewajiban para pihak dalam
hukum perjanjian bersifat timbale balik. Hak dari pihak yang satu merupakan
kewajiban dari pihak yang lainnya. Demikian halnya dengan perjanjian sewa
menyewa gedung Plaza Medan Fair, apa yang menjadi hak penyewa juga merupakan
kewajiban dari pihak pemilik gedung dan begitu pula sebaliknya, kewajiban dari
pihak penyewa merupakan hak dari pihak pemilik gedung. Untuk lebih jelasnya akan
dijelaskan sebagai berikut :
Berdasarkan Perjanjian Sewa Menyewa gedung Plaza Medan Fair, hak dari
Pemilik atau Yang Menyewakan adalah :
Yang Menyewakan berhak atas seluruh kewajiban pembayaran yang akan
menjadi beban Penyewa serta hak-hak lain yang terdapat atau berhubungan
dengan Pelaksanaan Perjanjian ini yang menjadi hak Yang Menyewakan
untuk tidak mengembalikan Deposit Sewa, jaminan telepon Penyewa serta
pembayaran uang sewa dan Biaya Pemeliharaan yang telah diterima dimuka
oleh Yang Menyewakan dari Penyewa apabila Penyewa memutuskan sewa
sebelum Jangka Waktu Sewa berakhir.
67
Wawancara dengan Pihak Penyewa yaitu Sjafaruddin.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
Mengenai kewajiban-kewajiban pihak Pemilik atau Yang Menyewakan dalam
Perjanjian Sewa Menyewa diatur dalam Pasal 1550, Pasal 1551, dan Pasal 1554
KUHPerdata, yaitu :
Pihak yang menyewakan berkewajiban untuk menyerahkan barang yang
disewakan kepada pihak penyewa. Di dalam pelaksanaan perjanjian yang
menyewakan kepada pihak penyewa haruslah dengan penyerahan secara nyata
(Feitelijke Levering).
Pihak yang menyewakan juga berkewajiban untuk memelihara barang yang
disewakan sedemikian rupa sehingga barang itu tetap dipakai untuk keperluan
yang dimaksudkan dalam perjanjian sewa menyewa.
Pihak yang menyewakan berkewajiban untuk memberikan kepada pihak
penyewa kenikmatan dan ketentraman atas barang yang disewakannya selama
berlangsungnya masa sewa.
Pihak yang menyewakan tidak boleh merubah bangunan serta susunan barang
yang disewakan selama masih berlangsungnya perjanjian sewa menyewa
(Pasal 1554 KUHPerdata).
Pihak yang menyewakan berkewajiban untuk menyerahkan barang yang
disewakan kepada pihak penyewa dalam keadaan baik dan terpelihara dari
segala-galanya (Pasal 1551 KUHPerdata).68
Kewajiban pihak yang menyewakan seperti tersebut di atas adalah kewajiban
mutlak karena apabila ternyata pihak yang menyewakan tidak memenuhi
kewajibannya untuk menyerahkan barang yang disewakannya dalam keadaan baik
dan terpelihara dari segala-galanya, ikatan dan hak apapun atas barang yang
disewakan, maka pihak yang mneyewakan dapat dituntut telah melakukan ingkar
janji atau cidera janji ataupun wanprestasi, diman pihak penyewa dapat menuntut
penggantian kerugian ataupun meminta pembatalan perjanjian sewa menyewa
tersebut meski jangka waktu berakhirnya masa sewa belum berakhir.69
68
69
R. Subekti dan R. Tjiptosudibio, Op. Cit, hal. 325.
Kartini Muljadi, Op. Cit, hal. 70.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
Hak dan kewajiban pihak penyewa dan pihak yang menyewakan terdapat
suatu hubungan atau terciptanya suatu hubungan yang mengikat kedua belah pihak,
yang dikatakan sebagai hubungan timbale balik atau bilateral. Artinya suatu pihak
memperoleh hak-hak dari perjanjian yang juga menerima kewajiban-kewajiban yang
merupakan kebalikan dari hak-hak yang diperolehnya. Sebaliknya satu pihak
memikul kewajiban-kewajiban dan juga memperoleh hak-hak yang dianggap sebagai
kebalikan dari kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya sehingga lahirlah
suatu hubungan yang dinamakan dengan hubungan sewa menyewa secara mengikat
yang mau tidak mau harus ditaati oleh kedua belah pihak.70
Kewajiban dari pemilik sebagai pihak yang menyewakan dalam Perjanjian
Sewa Menyewa gedung Plaza Medan Fair adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan Objek Sewa
Setelah Penyewa membayar Harga Sewa, Deposit Sewa, Telepon Deposit, dan
melaksanakan kewajiban Penyewa yang terdapat dalam Lampiran IV ini,
Penyewa berhak untuk menikmati Objek Sewa selama Jangka Waktu Sewa.
Yang Menyewakan menjamin bahwa selama berlangsungnya Jangka Waktu
Sewa, Penyewa tidak akan dituntut dan atau digugat pihak lain yang
menyatakan turut mempunyai hak terlebih dahulu dan tidak dijaminkan
kepada pihak lain.
2. Pemeliharaan Bangunan
Untuk mempertahankan pemeliharaan yang baik dan bersih terhadap atap,
saluran-saluran utama, pipa-pipa, semua dinding bagian luar, tempat parker
dan lain-lain, maka dimana perlu dan pada waktu-waktu tertentu Penyewa
setuju untuk mengijinkan Yang Menyewakan dan atau Pengelola untuk masuk
melalui Objek Sewa melakukan perbaikan pemeliharaan.
3. Asuransi
Sepanjang Jangka Waktu Sewa, Yang Menyewakan tetap mengasuransikan
Bangunan/Gedung Pertokoan termasuk Objek Sewa akan tetapi tidak
termasuk barang-barang milik Penyewa yang terdapat di dalamnya, terhadap
kerusakan kebakaran sampai nilai penuhnya yang dapat diasuransikan.
70
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
4. Keamanan
Yang Menyewakan akan memperkerjakan Petugas Keamanan (SATPAM)
untuk menjaga keamanan pada malam hari dari Bangunan/Gedung dan
tempat-tempat yang ada di dalamnya, Yang Menyewakan tidak bertanggung
jawab untuk suatu kehilangan dan kerusakan yang diderita Penyewa oleh
karena kelalaian atau kesalahan penjaga itu atau pihak lain siapapun juga
sebagai upaya untuk membantu dan menjaga keamanan umum komplek
pertokoan malam hari, tetapi upaya tersebut tidak dapat diartikan dengan ini
Yang Menyewakan menjamin atau menanggung resiko atas barang-barang
milik Penyewa dan kehilangan barang-barang milik Penyewa atau
pegawainya.71
2.
Hak dan Kewajiban Pihak Kedua/Penyewa (Dinas Pendapatan Daerah)
Yang merupakan hak penyewa dari setiap perjanjian sewa menyewa adalah
pihak penyewa berhak untuk menerima barang yang disewakan untuk dinikmatinya
dari pihak yang menyewakan dalam keadaan baik dan bebas dari iktan tuntutan hak
apapun yang datangnya dari pihak ketiga, dan karenanya pihak penyewa juga berhak
mendapat perlindungan dari pihak yang menyewakan atas barang yang disewakan.
Mengenai kewajiban dari pihak penyewa ini selengkapnya telah diatur dalam
Pasal 1560, Pasal 1564, dan Pasal 1571 KUHPerdata, yaitu :
Pihak penyewa berhak untuk memakai barang yang disewanya sebagai bapak
rumah yang baik sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang tersebut
atau jika tidak ada status perjanjian mengenai itu ádalah menurut persetujuan
yang dipersengketakan berhubungan dengan keadaan.
Pihak penyewa juga berkewajiban untuk membayar harga sewa kepada pihak
yang menyewakan tepat pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian
itu.
Pihak penyewa juga berkewajiban dan bertanggung jawab untuk segala
kerusakan-kerusakan yang diterbitkan oleh pihak penyewa sendiri pada
barang yang disewanya selama berlangsungnya waktu sewa terkecuali apabila
pihak penyewa daapt membuktikan bahwa terjadinya kerusakan tersebut
ádalah di luar kesalahan atau dengan kata lain kerusakan itu terjadi dengan
statu keadaan yang memaksa (Pasal 1564 KUHPerdata).
71
Perjanjian Sewa Menyewa gedung Plaza Medan Fair, Op. Cit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
Pihak penyewa berkewajiban untuk mengembalikan barang yang telah
disewanya lepada pihak yang menyewakan dengan baik tanpa syarat apabila
waktu ataupun jangka waktu sewa telah habis dan telah lampau dalam
keadaan sebagaimana barang tersebut diserahkan oleh pihak yang
menyewakan, kepada pihak penyewa pada waktu membuat perjanjian sewa
menyewa terdahulu.72
Yang menjadi hak Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa ini adaalh
sebagai berikut :
1. Menempati dan mempergunakan Objek Sewa sebagaimana tertuang dalam
Perjanjian Inti dan Lampiran-lampirannya.
2. Hak lain yang merupakan isi atau bagian yang tidak terpisahkan dari
Perjanjian Inti dan Lampiran-lampirannya.
Kewajiban dari Pihak Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa gedung ini
ádalah Penyewa baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang-orang yang
mendapat hak darinya dengan ini wajib :
1. Menandatangani Perjanjian
Penyewa wajib menandatangani Perjanjian Inti dan memberikan paraf di
setiap halaman Lampiran-lampirannya selambat-lambatnya 1 (satu) minggu
setelah 2 (dua) rangkap Perjanjian asli diterima.
2. Melengkapi Objek Sewa
Menyediakan/melengkapi Objek Sewa dengan interior maupun exterior
aksesoris sesuai keinginan Penyewa yang telah disetujui oleh Yang
Menyewakan.
3. Melakukan Pembayaran
Membayar semua kewajiban yang menjadi beban Penyewa sesuai dengan
ketentuan dan tata cara yang telah ditetapkan dan yang akan ditetapkan oleh
Yang Menyewakan.
4. Mematuhi Peraturan dan Tata Tertib Membuka Usaha
Mematuhi dan melaksanakansemua peraturan, ketentuan yang berlaku serta
adat istiadat di Negara Republik Indonesia baik yang tertulis maupun yang
telah ditepkan Yang Menyewakan dalam Lampiran V Perjanjian Inti dan
Lampiran-lampirannya dan dalam peraturan lainnya yang dibuat oleh Yang
Menyewakan.
5. Melakukan Pemeliharaan dan Perbaikan
72
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
Memelihara dan memperbaiki bagian dalam dari Objek Sewa termasuk lantai,
plesteran, dinding, langit-langit, jendela, kabel, instalasi, dan perkakasperkakas tetap dalam keadaan baik dan layak untuk disewakan lagi kecuali
keusangan yang wajar dan kerusakan oleh kebakaran, pedir, ledakan,
keributan, kegaduhan sipil atau sebab lain yang timbal dari tindakan atau
kesalahan Penyewa dan pegawainya.
6. Mengijinkan Peninjauan dan Perbaikan Oleh Yang Menyewakan
Mengijinkan Yang Menyewakan maupun orang-orang yang diberi kuasa oleh
Yang Menyewakan, karenanya Penyewa mengakui bahwa mereka
mempunyai wewenang penuh untuk setiap saat memasuki Objek Sewa baik
untuk memeriksa maupun melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
Apabila karena satu dan lain hal terjadi kerusakan-kerusakan di Objek Sewa
karena kesalahan Penyewa, maka Penyewa dalam waktu 3 (tiga) hari harus
sudah memperbaikinya atas biaya Penyewa seluruhnya. Apabila Penyewa
tidak lalai melakukannya dalam waktu yang telah ditetapkan maka Yang
Menyewakan akan memperingatkan secara tertulis untuk melakukan hal ini.
Apabila Penyewa tetap belum memperbaikinya maka Yang Menyewakan
akan memperbaikinya dan semua biaya/ongkos yang berhubungan dengan itu
menjadi tanggung jawab dan harus dibayar oleh Penyewa sepenuhnya.
7. Memberi Ganti Rugi
Bertanggung jawab atas kerusakan dan atau cacat yang terjadi atas Objek
Sewa atau pada salah satu bagian Bagunan/Gedung atau terhadap seseorang
yang disebabkan oleh kelalaian Penyewa atau pelayan-pelayan, agen-agen,
pemegang izin, orang yang menjadi tanggung jawab penyewa atau karena
binatang/hewan maupun benda/benda atau barang-barang milik Penyewa.
8. Menjaga Kenyamanan Pengunjung dan Penyewa Lain
Penyewa wajib menjaga kenyamanan pengunjung dan Penyewa lain dengan
tidak melakukan kegiatan yang dapat mengganggu Pengunjung maupun
Penyewa lainnya.
9. Menyediakan Alat Pemadam Kebakaran
Penyewa wajib menyediakan alat pemadam kebakaran yang diletakkan di
tempat yang mudah terjangkau apabila terjadi kebakaran. Alat kebakaran
tersebut dapat berupa sprinkler dengan sistem tersendiri atau alat pemadam
kebakaran portable.
10. Bersedia Dipindahkan
Apabila yang Menyewakan sewaktu-waktu memerlukan Objek Sewa,
Penyewa bersedia dipindahkan ke tempat lain dengan pemberitahuan terlabih
dahulu dari Yang Menyewakan dan akan dibicarakan antara Penyewa dan
Yang Menyewakan.
11. Menandatangani Perjanjian
Penyewa wajib menandatangani Perjanjian ini dan apabila Penyewa tidak
menandatangani Perjanjian, maka Yang Menyewakan berhak memutuskan
fasilitas listrik dan fasilitas lainnya untuk sementara waktu sampai dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
ditandatanganinya Perjanjian Inti dan Lampiran-lampirannya ini oleh
Penyewa.
12. Merenovasi Ruangan Sewa
Sebelum memperpanjang/melanjutkan Jangka Waktu Sewa, Penyewa wajib
merenovasi Objek Sewa sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah
ditentukan oleh Yang Menyewakan.
Dalam hal perjanjian sewa menyewa gedung, kondisi phisik gedung juga
haruslah dilihat. Kondisi gedung harus terlihat terpelihara dengan baik, demikian
fasilitas, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh gedung. Kalaupun ada, hanya
perbaikan-perbaikan yang bersifat rutinitas tidak sampai menimbulkan gangguan
terhadap penyewa. Misalnya perbaikan jaringan telepon, air, dan jaringan listrik.
Hasil Penelitian :
Tabel I : Alasan dan Kendala yang dihadapi Penyewa Gedung Samsat Plaza Medan
Fair
NO
1.
Alasan dan Kendala Yang Dihadapi
Ya
Tidak
- Karena tempatnya strategis
Ya
-
- Gedung ditujukan untuk pelayanan dengan harapan sewa
Ya
-
Ya
-
Ya
-
Alasan memilih Lokasi
Lebih murah
2.
Kendala atau Hambatan
- Harga sewa dan jasa pelayanan yang terlalu tinggi
dibanding gedung milik
- Tidak dapat dijadikan jaminan kredit
Tabel II : Masalah Yang Dihadapi Pengelola Gedung Samsat Plaza Medan Fair
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
NO
1.
Alasan dan Permasalahan Yang Dihadapi
Ya
Tidak
Alasan Pembangunan Gedung :
- Untuk menyediakan sarana kebutuhan masyarakat yang
membutuhkan tempat melakukan kegiatan usaha
2.
Permasalahan Yang Dihadapi :
-
Sipenyewa
memanfaatkan
ruang
tidak
sesuai
peruntukannya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Download