BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Secara umum nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis. Nyeri akut berlangsung secara tiba-tiba dan umumnya berhubungan dengan adanya suatu trauma atau cedera spesifik. Nyeri kronis didefinisikan sebagai suatu keadaan yang berlangsung secara konstan atau menetap sepanjang suatu periode waktu (Mutaqin, 2008). Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Analgetika dibagi menjadi dua golongan berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekulnya yaitu analgetika narkotika dan non narkotika. Analgetika golongan narkotika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif digunakan untuk mengurangi rasa sakit moderat maupun berat, seperti kanker dan serangan jantung akut. Analgetika non narkotika dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan struktur kimianya yaitu analgetik antipiretika dan obat anti radang bukan steroid (Non Steroidal Antiinflamatory Drugs = NSAID) (Soekardjo dan Siswandono, 2000). Turunan asam salisilat merupakan salah satu kelompok NSAID yang dibedakan berdasarkan struktur kimianya. Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik dan antirematik, namun tidak dapat diberikan secara oral karena terlalu toksik sehingga yang banyak digunakan sebagai 1 analgesik-antipiretik adalah senyawa turunannya. Turunan asam salisilat kurang efektif untuk mengurangi sakit kram, kolik dan migrain. Turunan asam salisilat menimbulkan efek samping iritasi lambung (Soekardjo dan Siswandono, 2000). Pratiwi (2009), telah memodifikasi struktur turunan asam salisilat dengan penambahan gugus 3-klorometilbenzoil klorida. Modifikasi struktur turunan asam salisilat menghasilkan senyawa analgesik baru yaitu asam 3klorometilbenzoil salisilat atau dengan nama International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) adalah senyawa asam 2-(3- (klorometil)benzoiloksi)benzoat. Hasil uji akivitas analgesik senyawa asam 2-(3-(klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan metode stimulasi kimiawi akibat induksi senyawa asam asetat pada mencit, menunjukan Effective Dose50 (ED50) sebesar 14,05 mg/kgBB, lebih kecil dibandingkan dengan harga ED50 asam asetilsalisilat, yaitu sebesar 20,83 mg/kgBB. Berdasarkan data tersebut senyawa asam 2-(3-(klorometil)benzoiloksi)benzoat lebih aktif dan potensial sebagai analgesik, dibandingkan dengan senyawa asam asetilsalisilat. Natalia, dkk (2013), telah memodelkan turunan potensial asam benzilsalisilat dengan reseptor enzim siklooksigenase-2 menggunakan program Glide (lisensi Schrodinger). Hasil penelitian tersebut menunjukan nilai GScore) senyawa asam 2-(3-(klorometil)benzoiloksi)benzoat sebesar 9,48. Nilai tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan senyawa analgetika lain seperti asam asetilsalisilat (GScore sebesar -5,88), piroksikam (GScore sebesar -8,77), dan asam mefenamat (GScore sebesar 9,40). Semakin kecil nilai Gscore, semakin stabil ikatan obat dan reseptor yang terbentuk. Berdasarkan hasil tersebut, senyawa asam 2-(3- (klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki ikatan obat dan reseptor yang 2 lebih stabil. Stabilnya ikatan obat dengan reseptor tersebut, akan menghasilkan efek farmakologi yang lebih baik. Salah satu syarat suatu senyawa dapat dijadikan obat adalah diuji keamanannya terlebih dahulu melalui uji praklinik, di antaranya melalui uji toksisitas akut dan subkronis. Perbedaan uji toksisitas tersebut terletak pada dosis pemberian zat uji dan lama pemberian. Uji toksisitas akut adalah pemberian zat uji dengan dosis tunggal yang diberikan selama 14 hari. Uji toksisitas subkronis adalah pemberian zat uji dengan dosis berulang yang diberikan selama 28 hari sampai 90 hari (BPOM, 2014). Dewi (2012), telah melakukan penelitian uji toksisitas akut, untuk mengetahui efek samping penggunaan senyawa asam 2-(3- (klorometil)benzoiloksi)benzoat dosis besar yang diujikan pada mencit, dengan metode uji penelitian mengacu pada Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) 425. Senyawa asam 2-(3(klorometil)benzoiloksi)benzoat memberikan gejala penurunan aktivitas motorik, perubahan bobot organ vital, dan kerusakan pada lambung. Anggraini (2014), telah melakukan uji toksisitas subkronis senyawa asam 2-(3-(klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan dosis 1,3 mg/20 gBB dan 2,6 mg/20 gBB. Penelitian ini diujikan pada mencit jantan dan betina untuk melihat pengaruh obat pada profil darah dan urin dengan metode mengacu pada OECD 407. Hasil pengujian hematologi uji toksisitas subkronis dengan uji Tukey terdapat perbedaan bermakna pada mencit jantan terutama jumlah trombosit, hemoglobin dan hematokrit sedangkan pada mencit betina terjadi perbedaan bermakna pada parameter hematokrit dan hemoglobin. Apabila dilihat dari parameter urin dan penampang makroskopis lambung tidak menunjukkan adanya perbaikan, 3 sehingga efek samping yang ditimbulkan dari senyawa asam 2-(3(klorometil)benzoiloksi)benzoat sama dengan senyawa asam asetilsalisilat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melanjutkan uji toksisitas subkronis senyawa asam 2-(3-(klorometil)benzoiloksi)benzoat pada hewan rodensia lain, selain mencit yaitu tikus. Uji toksisitas subkronis pada penelitian ini mengacu pada OECD 407 dengan dosis 500 dan 1000 mg/70kgBB yang setelah dikonversikan ke bobot tikus menjadi 45 dan 90 mg/kgBB. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan aktivitas yang meliputi uji platform, straub, piloereksi, ptosis, reflek pineal, lakrimasi, haffner, grooming, urinasi, dan defekasi. Uji aktivitas dilakukan untuk melihat efek toksik obat terhadap aktivitas hewan coba yang dibandingkan dengan aktivitas dari kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan PGA 3 %. Pada hari 28 dilakukan terminasi kelompok uji dan pada hari 42 dilakukan terminasi kelompok satelit. Pengamatan yang dilakukan setelah terminasi adalah pengamatan indeks organ yang dilakukan untuk melihat efek dari pemberian senyawa uji terhadap organ vital hewan coba. Pada penelitian ini organ vital yang diamati adalah ginjal, hati, paru-paru, jantung, testis, dan limpa. Senyawa uji merupakan obat analgesik golongan NSAID yang memiliki efek spesifik pada organ lambung, sehingga pada penelitian ini dilakukan juga pengamatan secara makroskopis pada organ lambung untuk melihat efek iritasi lambung yang mungkin ditimbulkan oleh senyawa uji. 4 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1. Apakah pemberian dosis 45 mg/kgBB dan 90 mg/kgBB dari senyawa asam 2-(3-(klorometil)benzoiloksi)benzoat menimbulkan perubahan aktivitas pada tikus putih jantan? 1.2.2. Apakah pemberian dosis 45 mg/kgBB dan 90 mg/kgBB dari senyawa asam 2-(3-(klorometil)benzoiloksi)benzoat menimbulkan perubahan indeks organ pada tikus putih jantan? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Mengetahui pengaruh dari senyawa asam 2-(3- (klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan dosis 45 mg/kgBB dan 90 mg/kgBB terhadap perubahan aktivitas pada tikus putih jantan. 1.3.2. Mengetahui pengaruh dari senyawa asam 2-(3- (klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan dosis 45 mg/kgBB dan 90 mg/kgBB terhadap perubahan indeks organ pada tikus putih jantan. 1.4 Hipotesis Penelitian 1.4.1. Tidak terjadinya perubahan aktivitas pada tikus putih jantan setelah diberikan senyawa asam 2-(3-(klorometil)benzoiloksi) benzoat. 1.4.2. Pada indeks organ tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok uji pada tikus putih 5 jantan setelah diberikan senyawa asam 2-(3- (klorometil)benzoiloksi)benzoat. 1.5 Manfaat Penelitian Data hasil penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai referensi ilmiah untuk mengembangkan senyawa asam 2-(3-(klorometil) benzoiloksi)benzoat, sebagai calon obat analgesik baru, yang memiliki efek toksik lebih rendah. 6