RABU ABU SEBAGAI MOMENTUM AWAL MENGGANTUNGI DOA BAPA KAMI Oleh: Nurcahyo Teguh Prasetyo Pengantar Singkat tentang Kalender Gerejawi Allah telah berkarya atas umatNya “di dalam rangkaian waktu”. Umat Allah pun memperingati dan merayakan karya Allah yang telah berpuncak pada karya penyelamatan Tuhan Yesus Kristus itu, melalui penyelenggaraan ibadah-ibadah dan perayaan-perayaan secara sinambung dan berkala. Jadwal perayaan-perayaan dan ibadah-ibadah yang dilaksanakan berdasarkan karya kehidupan dan penyelamatan Allah melalui Tuhan Yesus Kristus itu disebut Kalender Gerejawi, meskipun sebenarnya ada bermacam-macam istilah yang dipakai oleh gereja atau umat Kristen untuk menyebut Kalender Gereja, misalnya antaralain: Tahun Liturgi, Tahun Kristen, Tahun Rohani, atau juga Hari Raya Gerejawi. Mengacu dari buku yang ditulis Rasid Rachman, secara garis besar ada tiga masa di dalam Kalender Gerejawi: 1. Masa Raya Paskah: - Rabu Abu (awal perendahan diri selama 40 hari, tanpa memperhitungkan hari-hari Minggu, hingga Minggu Kebangkitan). - Minggu Palem (memperingati Yesus masuk ke Yerusalem dengan dielu-elukan). - Kamis Putih (memperingati malam perjamuan terakhir Yesus dengan para murid). - Jumat Agung (memperingati kematian Yesus di atas kayu salib). - Sabtu sunyi. - Minggu Kebangkitan, sebagai awal Masa Raya Paskah. - 40 hari kemudian, peringatan kenaikan Tuhan Yesus. - 10 hari setelah kenaikan adalah peringatan Pentakosta (mahkota Masa Raya Paskah). 2. Masa Raya Natal. - Minggu-minggu Adven. - Natal Pertama (24 Des) dan Natal pagi (25 Des). - Hari Minggu setelah Natal. - 1 Januari. - Epifania. 3. Masa Biasa. - Bagian I: Berlangsung antara Masa Epifania hingga Rabu Abu. - Bagian II: Berlangsung antarea Pentakosta hingga Adven. Tidak hanya cukup sebagai suatu peringatan dan perayaan, karya Allah yang dirayakan dan diperingati melalui Kalender Gerejawi itu pun memberi dampak pada kehidupan kita saat ini melalui kerja kuasa Roh Kudusnya. Donna Fletcher Crow, seorang penulis Kristen, menyatakan bahwa seperti siklus yang Tuhan berikan kepada benih-benih untuk beristirahat, ditanam, tumbuh, dan dituai, demikianlah manusia membutuhkan siklus musim-musim untuk pertumbuhan rohani. Manusia membutuhkan struktur, kita memerlukan peristiwa-peristiwa untuk menandai perjalanan hari-hari kita. 1 Donna Crow menulis bahwa mengikuti Kalender Gerejawi benar-benar merupakan cara yang sepenuhnya berbeda untuk memahami perjalanan waktu. Mengikuti Kalender Gerejawi berarti hidup tiap-tiap hari dalam kaitannya dengan kehidupan Yesus Kristus dahulu ketika Ia hidup dan berkarya di bumi. Memelihara Kalender Gerejawi mengkontraskan kita dengan komunitas dunia ini, karena waktu dalam gereja Kristen, ditentukan oleh kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus, bukan oleh hari-hari libur sipil atau nasional. Artikel singkat berikut ini semoga dapat menjadi awal yang bermanfaat untuk kita mengenal sedikit demi sedikit isi Kalender Gerejawi tersebut di atas, dimulai dari Hari Raya Rabu Abu dan 40 hari setelahnya. Semoga beberapa aksi konkret yang dituliskan di bawah ini, dapat dimanfaatkan untuk semakin menghayati karya Allah melalui Yesus Kristus dan membangun spritualitas kita. Praktek Rabu Abu dalam Sejarah Donna Crow menulis bahwa Apostolic Tradition of Hippolytus yang ditulis ± 200 M melaporkan secara terperinci tentang upacara-upacara Puasa menjelang Paskah. Di Roma berlangsung praktek dimana, orang-orang Kristen baru, memulai sebuah periode penyesalan publik pada hari itu. Mereka mengenakan baju dari kain karung, dan tetap terpisah dari kontak sosial, hingga mereka diperdamaikan kembali dengan komunitas Kristen pada hari Kamis putih (hari Kamis, tepat sebelum Jumat Agung). Pada abad ke-6 (500-an M), Paus Gregorius I menambahkan praktek memerciki para petobat dengan abu, yang menyebabkan hari itu disebut Rabu Abu. Lebih lanjut Donna Crow menulis bahwa dalam jurnal tertanggal 27 Februari 1745, John Wesley menulis, “(Hari Rabu Abu). Setelah doa-doa publik, jemaat kecil di rumah kami bertemu bersama-sama. Segala kesalahpahaman dijernihkan, dan kami semua sepakat untuk memulai dari awal lagi.” Dan belakangan, Wesley mengutip, “Berkumpul untuk hari Rabu Abu” dari The Book of Common Prayer, “Tuhan yang Mahakuasa, yang mengampuni dosadosa mereka yang menyesal, ciptakan dan jadikanlah di dalam kami, hati yang baru dan menyesal; agar kami, yang meratapi dosa-dosa kami, dan mengakui betapa celakanya kami, kiranya beroleh maaf dan pengampunanMu yang sempurna, melalui Yesus Kristus Tuhan kami.” Setelah kita dengan sepenuh hati mengucapkan doa seperti di atas, mulai dari Rabu Abu dan sepanjang 40 hari perendahan diri setelahnya, kita dapat belajar mengembangkan kehidupan doa kita dengan mengacu pada doa yang diajarkan Tuhan Yesus sendiri. Demikian menurut Crow, pada masa Rabu Abu, kita memikirkan pengorbanan Tuhan kita, dan belajar berdoa sesuai pola yang telah diajarkanNya, yang terkenal disebut sebagai “Doa Bapa Kami”. Kita juga dipimpin untuk meneladani kehidupanNya dengan cara-cara yang lebih aktif melalui tindakan-tindakan pengorbanan berpuasa, dan memberikan derma. Doa Bapa Kami sebagai Model Doa Donna Crow menulis bahwa dalam menggunakan Doa Bapa Kami sebagai model di dalam masa Rabu Abu, kita perlu mempertimbangkan fungsi yang dicapai oleh tiap-tiap frase: Yang pertama adalah sapaan atau pembuka, “Bapa Kami…” – yang mirip dengan salam dalam sebuah surat. Dalam penulisan surat yang baik, seperti halnya dengan percakapan yang baik, kita memfokus diri kepada pribadi, yang kepadanya kita berbicara. Doa yang sesungguhnya merupakan komunikasi 2 terfokus dengan seorang Pribadi kepada siapa kita berbicara secara pribadi. Lalu ikutilah isi doa tersebut dengan permohonan-permohonan. Inti dari doa Tuhan Yesus adalah permohonan. Kita harus meminta kepada Tuhan, keinginan-keinginan terdalam hati kita, percaya bahwa keinginan-keinginan itu telah ditanamkan di dalam hati kita olehNya. Tugas kita adalah memohonkan hal-hal yang akan membangun Kerajaan itu. Frasa di dalam Doa Bapa Kami yang bersifat permohonan adalah sebagai berikut: “Berikanlah kami pada hari ini, makanan kami yang secukupnya”: Memfokuskan pikiran kita pada mempercayai Tuhan untuk kebutuhankebutuhan fisik dan rohani, dan kita akan melihat kaitan antara makanan biasa kita dengan Perjamuan Kudus – kita bahkan akan melihat bahwa Doa Bapa Kami merupakan rangkuman dari apa yang terjadi ketika kita berkumpul di seputar Meja Perjamuan. “Ampunilah kami akan kesalahan kami”: Kita mencermati kebutuhan kita sendiri akan pengakuan, tempat pengakuan dalam kehidupan gereja dan orang Kristen yang percaya, dan kebutuhan kita untuk mengampuni oranglain. “Pimpinlah kami (lead us)”: Memfokuskan pada kebutuhan kita untuk mencari dan percaya pada bimbingan Tuhan. Bagian terakhir dari doa tersebut adalah himne pujian agung. Doksologi (himne pujian) yang indah ini, bisa berdiri sendiri sebagai sebuah doa, atau awal dan akhirnya dapat dikombinasikan sebagai sebuah doa khusus kepada Bapa untuk kerajaanNya, “Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah namaMu. Datanglah kerajaanMu. Jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga…. Karena Engkaulah yang empunya kerajaan, dan kuasa, dan kemuliaan, sampai selama-lamanya. Amin.” Berikut beberapa penjelasan lebih lanjut: “Dikuduskanlah namaMu”: Menuntun kita unutk memfokus pada kekudusan Tuhan, kurangnya kekudusan di dunia, dan kebutukan kita akan kekudusan pribadi. “Di bumi seperti di sorga”: Mengeksplorasi hasrat dan kemungkinan mengalami sorga di bumi. “Kuasa dan kemuliaan”: Kita melihat keagungan Tuhan serta tempat pujian dan ucapan syukur dalam doa dan penyembahan. Menggantungi Doa Bapa Kami Menurut Donna Crow, istilah “menggantungi Doa Bapa Kami” berasal dari Carl Staple Lewis. Maksud dari istilah ini adalah bahwa kita menggantungkan permohonan-permohonan kita sendiri, di bawah frasa demi frasa dari isi Doa Bapa Kami. Bayangannya adalah seperti kita menggantungi sebuah pohon dengan hiasan-hiasan saat Natal – bukan untuk mengubah sifat pohon itu, melainkan untuk menjadikannya sebagai sifat kita sendiri. Berikut ini gambaran konkretnya: 3 “Dikuduskanlah….” “Datanglah KerajaanMu” “Jadilah kehendakMu” Ungkapkan aspek-aspek dari sifat Tuhan yang Doakan dunia atau kupuji. daerah-daerah lokal kemana Kerajaan Tuhan perlu datang. Berdoa bagi situasisituasi dimana kehendak Tuhan perlu jadi. “Makanan ini” “Seperti kami mengampuni” kami hari “Ampunilah kami” Berdoa tentang perkaraBerdoa bagi kebutuhan- perkara yang atasnya aku Mendoakan kebutuhan jasmani atau memerlukan orang yang rohani untuk diriku pengampunan. kuampuni. sendiri atau oranglain. juga orangperlu “Pimpinlah kami” “Lepaskanlah kami” “Kuasa dan kemuliaan” Berdoa untuk hal-hal dimana aku memerlukan dan mencari bimbingan Tuhan. Doakan area-area dimana aku atau oranglain membutuhkan pertolongan khusus. Pujilan Tuhan atas jawaban-jawaban dimana Tuhan telah menunjukkan kuasaNya. Donna Crow mengingatkan, iika kita berdoa mengikuti model di atas, jangan khawatir jika ada area-area yang kosong dari daftar kita atau ada hal-hal yang masih belum terpikirkan. Nantikanlah bimbingan Roh Kudus untuk membimbing kita dalam kehidupan doa kita (Roma 8:26). 4 Sumber: Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003). Donna Fletcher Crow, Seasons of Prayer (Musim-musim Doa): Menemukan Kembali Doadoa Klasik di Sepanjang Kalender Kristen, terj. Jennifer E. Silas (Batam Centre: Santo Press, 2003). 5