ANALISIS FAKTOR - FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA SKRIPSI Skripsi Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S1) – Psikologi Oleh : MUTIA KUSUMA DEWI NIM. 107070002312 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2011 M ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi Oleh: MUTIA KUSUMA DEWI NIM: 107070002312 Di bawah bimbingan: Pembimbing I Pembimbing II Drs. Akhmad Baidun, M.Si NIP: 19640814 100112 1 001 Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP: 19821214 200801 2 006 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 12 Desember 2011 Sidang Munaqasyah Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris Jahja Umar, Ph.D NIP: 130 885 522 Dra. Fadhilah Suralaga,M.Si NIP: 19561223 198303 2 001 Anggota: Dra. Netty Hartati, M.Si Drs. Akhmad Baidun, M.Si NIP : 19531002 198303 2 001 NIP: 19640814 100112 1 001 Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP: 19821214 200801 2 006 PERNYATAAN ORISINALITAS Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mutia Kusuma Dewi NIM : 107070002312 Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTORFAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Jakarta, 6 Desember 2011 Mutia Kusuma Dewi . NIM: 107070002312 MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO: Berdo’a dan berusaha menjadi yang terbaik untuk orang-orang yang kita sayangi Tiada kata menyerah sebelum apa yang kita inginkan dapat kita raih (Mutia Kusuma Dewi) “Kepuasan itu terletak pada usaha, bukan pada pencapaian hasil. Berusaha keras adalah kemenangan besar.” Mahatma Gandhi. “Kemuliaan paling besar bukanlah karena kita tidak pernah terpuruk, tapi karena kita selalu mampu bangkit setelah terjatuh”. Oliver Goldsmith. PERSEMBAHAN: “Skripsi ini ku persembahkan untuk : Mama yang terhebat dan sangat aku sayangi , yang tak kenal lelah menyemangati hari-hari ku.. Bapak tersayang yang selalu memberikan aku kekuatan untuk menampilkan usaha terbaikku.. I Love You My Lovely Parents.. This’s I Presented to You.. ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Desember 2011 (C) Mutia Kusuma Dewi (D) xvi + 159 halaman + 31 lampiran (E) Analisis Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi pada Wanita Karir Berkeluarga (F) Komitmen organisasi menjadi hal yang penting bagi pencapaian tujuan suatu perusahaan dan secara implisit juga sangat penting bagi kehidupan wanita karir yang berkeluarga dalam memainkan Multiple Roles mereka. karena arti bekerja yang awalnya berorientasi pada kodrat wanita sebagai pemelihara rumah tangga menuju ke arah arti bekerja yang berorientasi pada fungsi wanita sebagai individu yang bekerja. Untuk itu, komitmen organisasi harus mampu mengembangkan sikap loyalitas pekerja secara terus-menerus kepada organisasi untuk keberhasilan organisasinya. Komitmen organisasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu keterlibatan kerja, konflik peran ganda, Perceived Organizational Support (POS), dan faktor demografi (seperti: usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan masa kerja). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 8 variabel, yaitu 7 variabel sebagai independent variable (yakni, usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, masa kerja, keterlibatan kerja, konflik peran ganda, dan Perceived Organizational Support (POS), dan 1 variabel sebagai dependent variable, yaitu komitmen organisasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non-probability sampling dan jumlah sampel dalam penelitian ini, yaitu sebanyak 156 wanita karir berkeluarga yang bekerja di perusahaan swasta di Jakarta. Uji validitas penelitian ini menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis), dan untuk menguji apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara dependent variable (DV) dan independent variable (IV), peneliti menggunakan uji analisis regresi berganda (Multiple Regression) dengan standar taraf signifikan 0,05 atau 5%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, masa kerja, keterlibatan kerja, konflik peran ganda, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, dengan taraf signifikasi sebesar 0.000 atau P < 0,05. Adapun R-square dari semua variabel yang telah diujikan adalah sebesar 0.414 atau 41,4%. Artinya proporsi varians dari komitmen organisasi yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 41.4%. Dari ketujuh IV yang diujikan, hanya terdapat tiga variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, yaitu variabel keterlibatan kerja [dengan nilai sig. 0.000 (p < 0.05)], masa kerja [dengan nilai sig. 0,044 (p < 0.05)], dan Perceived Organizational Support (POS) [dengan nilai sig. 0,005 (p < 0.05)]. Dalam pengujian proporsi varians, terdapat tiga variabel yang sumbangannya signifikan terhadap komitmen organisasi, yaitu variabel usia, keterlibatan kerja, dan Perceived Organizational Support (POS). Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi karyawan, yakni keterlibatan kerja dan Perceived Organizational Support (POS) khususnya pada karyawan wanita. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengembangan teori komitmen organisas, sehingga dapat mengembangkan khazanah ilmu psikologi. Daftar Bacaan: 50, 21 buku; 25 jurnal; 4 website. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim… Syukur Alhamdulillah, puja dan puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, kekuatan dan kasih sayang yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi pada Wanita Karir Berkeluarga”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dan dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka, berakhirlah langkah awal dari sebuah perjuangan panjang yang penuh dengan kesabaran, kerja keras, dan do‟a yang telah memberikan banyak pelajaran hidup yang berarti bagi penulis. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis meyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukanlah semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat dukungan, bantuan dorongan, semangat, dan bimbingan yang tidak ternilai harganya dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Ibu Fadhila Suralaga, M.Si, pembantu dekan I Fakultas Psikologi UIN Syatif Hidayatullah. 2. Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si, pembimbing I, dan Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi, pembimbing II, terima kasih telah berkenan memberikan bimbingan, waktu, arahan, petunjuk, dan sumbangan pikiran dalam penulisan, serta saran demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Yufi Adriani, M.Psi, dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan, perhatian, dan masukannya selama Penulis menjalani perkuliahan. 4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, dari awal perkuliahan hingga selesai skripsi ini. Para pegawai bidang akademik dan kemahasiswaan, bagian keuangan, bagian umum, serta seluruh civitas akademika Fakultas Psikologi. 5. Kedua orangtuaku tercinta, Mat Ali dan Umamah, yang senantiasa memberikan doa yang selalu menyertai penulis, dan memberikan cinta, kasih sayang, perhatian, pengertian, semangat, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materil yang tidak akan pernah bisa terganti dan terbayar oleh apapun. My love for you will never run out. 6. Kakek-nenekku tersayang, H. Mad Ali, dan Hj. Awinah, yang senantiasa memberikan do‟a untuk penulis, perhatian, dan kasih-sayang yang tak terhingga. Ketika penulis merasa bosan dan jenuh, kalian selalu memberikan kisah-kisah lucu dan bermakna, sehingga penulis merasa kembali bersemangat, dan ingin mentauladani “kehebatan” kalian dalam menjalani kehidupan. 7. Kakak-kakaku tersayang, bang „Jak, ka‟ Nana, bang „Iin, ka‟ Eva, dan ka‟ Novi, yang selalu setia menyemangatiku. Setiap kita berkumpul bersama, semangatku untuk bisa membanggakan dan membahagiakan kedua orangtua kita semakin besar. Semoga penulis bisa mewujudkan harapan kalian di masa depan. 8. Sahabatku tersayang, Hazmi Imama, yang telah memberikan semangat, selalu menemani dan membantu dalam suka dan duka. Terima kasih, untuk candatawa dan kesedihan yang kita bagi bersama, dan untuk semua waktu, dan pengalaman “hebat” yang telah kita hadapi bersama. Semoga persahabatan kita takkan lekang, hanya karena jarak dan waktu. I’m proud to be your friend. 9. Untuk “kucingku”, Fauzah Shaumiyah. Terima kasih, telah menjadi pendengar setia keluhan segala masalah dan rasa galau-ku. Kata terima kasih, mungkin takkan cukup untuk membalas semua nasihat dan kalimat-kalimat penyemangatmu. 10. Sahabat dan ayank-ayank, Pury, Afifah, Renny „eyang”, Chahyu „mamih‟, Imel, Reza, Zya, dan Vhia „tante‟. Terima kasih untuk cerita, dan canda tawa yang telah dibagi, untuk kisah pertemanan kita yang penuh warna, dan terima kasih untuk segala ketulusan dan kebaikan yang telah diberikan untuk penulis. 11. Seluruh teman-teman kelas A angkatan 2007, terima kasih untuk semua kebersamaan kita selama 4 tahun ini, untuk semua cerita dan pengalaman yang luar biasa serta suasana belajar dan diskusi yang menyenangkan dalam setiap mata kuliah. 12. Teman sesama bimbingan skripsi, Gilang Raka Pratama, dan Rifky Anugrah. Terima kasih sudah menemani hari-hari Penulis selama menjalani bimbingan, dan menghabiskan waktu menunggu penuh motivasi dan kesabaran. 13. Bapak Ahmad Baydhowi, terima kasih telah mengajari penulis penggunaan Lisrel. 14. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Jakarta, 6 Desember 2011 Penulis DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Pembimbing ..........................................................................i Lembar Pengesahan Panitia Ujian ....................................................................... ii Lembar Orisinalitas ............................................................................................ iii Motto dan Persembahan ......................................................................................iv Abstrak .................................................................................................................. v Kata Pengantar ................................................................................................... vii Daftar Isi ................................................................................................................. x Daftra Tabel ...................................................................................................... xiii Daftar Gambar .................................................................................................... xv Daftar Lampiran .................................................................................................xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................... 14 1.2.1 Pembatasan Masalah ............................................................................. 14 1.2.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 16 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 17 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 17 1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................... 18 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komitmen Organisasi ................................................................................... 20 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi ........................................................ 20 2.1.2 Jenis Komitmen ................................................................................... 25 2.1.3 Antesenden dari Komitmen Organisasi ................................................ 28 2.1.4 Menciptakan Komitmen Organisasi ..................................................... 34 2.2 Keterlibatan Kerja ......................................................................................... 36 2.2.1 Pengertian Keterlibatan Kerja ............................................................. 36 2.2.2 Ciri-ciri Keterlibatan Kerja .................................................................. 37 2.2.2 Aspek-aspek Keterlibatan Kerja .......................................................... 39 2.3 Konflik Peran ............................................................................................... 42 2.3.1 Bentuk Konflik Peran Ganda .............................................................. 45 2.4 Masa Kerja (Tenure) ..................................................................................... 49 2.4.1 Pengertian Masa Kerja ......................................................................... 49 2.4.2 Konsep Masa Kerja ............................................................................. 50 2.3 Perceived Organizational Support (POS) .................................................... 51 2.3.1 Definisi Perceived Organizational Support (POS) ............................. 51 2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perceived Organizational Support (POS) .......................................... 54 2.4 Kerangka Berpikir ........................................................................................ 58 2.5 Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 62 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................................. 64 3.2 Populasi dan Sampel ..................................................................................... 64 3.2.1 Populasi ............................................................................................... 64 3.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 65 3.3 Variabel Penelitian ....................................................................................... 66 3.3.1 Definisi Konseptual Variabel .............................................................. 67 3.4 Pengumpulan Data ....................................................................................... 68 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 68 3.4.2 Instrumen Penelitian ............................................................................ 72 3.5 Uji Instrumen ................................................................................................ 79 3.5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................... 79 3.5.2 Uji Validitas Skala Komitmen Organisasi .......................................... 81 3.5.3 Uji Validitas Skala Konflik Peran Ganda ............................................ 86 3.5.4 Uji Validitas Skala Keterlibatan Kerja .............................................. 104 3.5.5 Uji Validitas Skala Perceived Organizational Support (POS) .......... 109 3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................. 111 3.6 Prosedur Penelitian ..................................................................................... 115 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian .................................................... 116 4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................................... 119 4.1.1 Kategorisasi Skor Variabel ................................................................ 121 4.1.2 Analisis Uji Daya Beda Variabel Demografi ................................... 123 4.3 Uji Hipotesis ............................................................................................... 125 4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ................................................ 125 4.3.2 Pengujian Proporsi Varians Independent Variable ........................... 132 4.3.2 Pengujian Analisis Regresi Berdasarkan Sub-Kelompok Variabel Demografi .......................................................................... 138 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 141 5.1.1 Hipotesis Mayor ................................................................................. 141 5.1.2 Hipotesis Minor .................................................................................. 142 5.2 Diskusi ....................................................................................................... 145 5.3 Saran ........................................................................................................... 151 5.3.1 Saran Metodologis ............................................................................. 152 5.3.2 Saran Praktis ...................................................................................... 153 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 155 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 3.20 Tabel 3.21 Tabel 3.22 Tabel 3.23 Tabel Skor Skala Model Likert ............................................................................72 70 Tabel Skor Skala Model Penilaian .......................................................................73 71 Blue Print Komitmen Organisasi ........................................................................72 73 Blue Print Konflik Peran .....................................................................................72 75 Blue Print Keterlibatan Kerja................................................................................72 76 Blue Print Perceived Organizational Support (POS) ...........................................72 77 Tabel Skala Alternatif ...........................................................................................72 78 Muatan Faktor Item Komitmen Organisasi ..........................................................73 83 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Komitmen Organisasi ..........................................................................................72 84 Muatan Faktor Item Pengasuhan Anak untuk Konflik Peran ...............................72 88 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Pengasuhan Anak ..................................................................................................72 89 Muatan Faktor Item Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga untuk Konflik Peran ..............................................................................................72 90 Muatan Faktor Item Komunikasi dan Interaksi dengan Anak dan Suami untuk Konflik Peran ..................................................................73 92 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Komunikasi dan Interaksi dengan Anak dan Suami .............................................72 93 Muatan Faktor Item Waktu untuk Keluarga untuk Konflik Peran .....................................................................................................................72 95 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Waktu untuk Keluarga ..........................................................................................72 95 Muatan Faktor Item Menentukan Prioritas untuk Konflik Peran .....................................................................................................................72 97 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Menentukan Prioritas ............................................................................................73 98 Muatan Faktor Item Tekanan Karir dan Keluarga untuk Konflik Peran ........................................................................................................72 100 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Tekanan Karir dan Keluarga .................................................................................73 100 Muatan Faktor Item Pandangan Suami Terhadap Peran Ganda Wanita untuk Konflik Peran ......................................................................72 102 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Pandangan Suami Terhadap Peran Ganda Wanita................................................72 103 Muatan Faktor Item Keterlibatan Kerja ................................................................72 105 Tabel 3.24 Tabel 3.25 Tabel 3.26 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Keterlibatan Kerja .................................................................................................72 107 Muatan Faktor Item Perceived Organizational Support (POS).....................................................................................................................73 110 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Perceived Organizational Support (POS) ............................................................73 111 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia ...................................................72 116 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Perkawinan ................................73 117 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan.............................................................................................................72 118 Distribusi Sampel Berdasarkan Masa Kerja .........................................................72 119 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ................................................................72 120 Penyebaran Skot Komitmen Organisasi ...............................................................72 121 Penyebaran Skor Keterlibatan Kerja .....................................................................72 122 Penyebaran Skor Konflik Peran Ganda ................................................................73 122 Penyebaran Skor Perceived Organizational Support (POS) ................................72 123 Uji Beda Komitmen Organisasi ............................................................................73 124 Tabel R-Square .....................................................................................................72 126 Tabel Anova ..........................................................................................................72 126 Koefisien Regresi ..................................................................................................72 128 Proporsi Varians untuk Masing-masing Independent Variable.................................................................................................................72 133 Analisis Regresi Sub-Kelompok Variabel Demografi ..........................................72 138 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 4.1 Tipologi Komitmen Organisasi.............................................................................72 26 Kerangka Berfikir Faktor-faktor Komitmen Organisasi .......................................73 62 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel Komitmen Organisasi .............................................................................................................72 82 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Pengasuhan Anak ..............................72 87 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga .....................................................................................72 89 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Komunikasi dan Interaksi dengan Anak dan Suami ........................................................................72 91 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Waktu untuk Keluarga ................................................................................................................72 94 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Menentukan Prioritas .................................................................................................................73 96 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Tekanan Karir dan Keluarga ................................................................................................72 99 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Pandangan Suami terhadap Peran Ganda Wanita ...................................................................72 101 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel Keterlibatan Kerja ......................................................................................................................72 104 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel Perceived Organizational Support (POS) ............................................................72 109 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual .......................................73 137 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A : Surat Keterangan Penelitian Lampiran B : Output Uji Validitas CFA Skala Penelitian Outpur Analisis Uji Regresi dengan Menggunakan SPSS 17.0 Angket Kuesioner Penelitian Daftar Data Input Skoring Item Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia kerja di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat, baik dalam sektor formal maupun informal. Implikasinya, akan terbuka lapangan kerja baru bagi tenaga kerja. Namun, lapangan kerja yang banyak terbuka, dapat dipastikan tidak akan mampu menampung banyaknya jumlah tenaga kerja yang semakin besar. Data Badan Pusat Statistika menyebutkan bahwa pada tahun 2011, jumlah tenaga kerja di indonesia mencapai 119,4 juta orang, yang naik sebesar 2,9 juta orang dibanding keadaan Agustus 2010, dan naik 3,4 juta orang dibanding keadaan Februari 2010, dan diprediksi jumlah pengangguran saat ini mencapai mencapai 8,1 juta orang. Seiring dengan peningkatannya jumlah tenaga kerja, setahun terakhir (Februari 2010 Februari 2011), hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, namun, angka pekerja yang dibutuhkan tidak seimbang dengan jumlah pelamar kerja yang ada. Akibatnya, akan terjadi persaingan yang ketat dan dapat dipastikan hanya individu yang dapat bersaing secara kompetitif dan professional yang dapat memenangkan persaingan tersebut. Tenaga kerja yang kompetitif dan profesional dengan kriteria memiliki komitmen organisasi yang tinggi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi efektifitas kerja untuk mencapai keberhasilan organisasi. Menurut Greenberg dan Baron (2003) tenaga kerja yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi, yaitu tenaga kerja yang produktif sehingga pada akhirnya akan lebih menguntungkan bagi organisasi. Ketika komitmen organisasi seseorang tinggi, maka efektifitas pelaksanaan tugas akan lebih optimal. Secara teoritis, komitmen organisasi dijabarkan oleh Baron (2003), yang mengatakan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap pekerja terhadap organisasi tempat individu bekerja. Karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan menunjukkan sikap positif, yaitu memiliki harapan dan motivasi yang tinggi dalam bekerja di sebuah organisasi. Komitmen ini memerlukan suatu pengorbanan dan pengabdian individu di dalam organisasi, sehingga dapat diartikan sebagai kesetiaan untuk melakukan apa saja yang telah di putuskan oleh organisasi. Komitmen organisasi juga merupakan hubungan antara individu dengan organisasi tempat individu bekerja, yang diartikan bahwa individu mempunyai keyakinan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, adanya kerelaan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh demi kepentingan organisasi serta mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi. Dalam sebuah jurnal penelitian mengenai komitmen organisasi oleh Ali Nina (dalam Seniati, 2002), mengungkapkan bahwa karyawan yang memiliki keinginan untuk bekerja sampai pensiun, dan karyawan yang memiliki kesempatan untuk berkembang di dalam organisasi mempunyai tingkat komitmen organisasi yang tinggi, yakni ditandai dengan tingkat turnover yang rendah dan keterlibatan kerja yang aktif dalam organisasinya. Hal tersebut selaras dengan konsep yang dijabarkan oleh Steers dan Porter (dalam Yuwono, dkk., 2005) yang mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat terikat oleh tindakannya. Melalui tindakan ini akan menimbulkan keyakinan yang menunjang aktivitas dan keterlibatannya. Sehingga seorang pekerja dengan komitmen yang tinggi pada umumnya mempunyai kebutuhan yang besar untuk mengembangkan diri dan senang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di organisasi tempat mereka bekerja. Hasilnya mereka jarang terlambat, tingkat absensi yang rendah, produktivitas yang tinggi, serta berusaha menampilkan kinerja yang terbaik. Di samping itu, pekerja dengan komitmen yang tinggi juga dapat menurunkan turn over (dalam Greenberg dan Baron, 1995). Secara teoritis, Allen dan Meyer (dalam Yuwono, dkk., 2005) mengemukakan komponen model komitmen organisasi, yaitu (1) Komitmen afektif (affective commitment) yang dimaknai bahwa keikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam suatu organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri; (2) Komitmen kesinambungan (continuance commitment) yang dimaknai bahwa komitmen individu didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila akan meninggalkan organisasi. Individu memutuskan untuk menetap pada suatu organisasi karena menganggapnya sebagai suatu pemenuhan kebutuhan; (3) Komitmen normatif (normative commitment) yang dimaknai bahwa keyakinan individu tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Individu akan tetap tinggal pada suatu organisasi karena merasa wajib untuk loyal kepada organisasi tersebut. Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Perwujudan tingkah laku pada karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif akan berbeda dengan karyawan dengan dasar continuance, dan begitu pula untuk karyawan dengan dasar normatif. Karyawan yang ingin menetap (betah) dalam organisasi karena keinginannya sendiri (affective) memiliki keinginan menggunakan usaha agar sesuai dengan tujuan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar continuance cenderung menghindari kerugian finansial sehingga usaha yang dilakukan untuk organisasi kurang maksimal, misalnya individu takut tidak mendapatkan gaji sebagaimana yang saat ini didapat, dan takut tidak mendapatkan pekerjaan sebagaimana yang saat ini dijalankan. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh mana perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Komponen normatif menimbulkan perasaaan kewajiban pada karyawan untuk member balasan atas apa saja yang telah diterimanya dari organisasi (Kuncoro, dalam Yuwono, dkk., 2005). Van Dyne dan Graham, (dalam Coetzee, 2005) menjelaskan mengenai beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu faktor personal, faktor posisional, dan faktor situasional. Faktor personal berhubungan dengan elemen pribadi yang terdapat di dalam diri individu. Faktor posisional berhubungan dengan kedudukan seseorang dalam lingkungan kerjanya, sedangkan faktor situasional berhubungan dengan situasi atau keadaan di dalam organisasi. Beberapa faktor personal yang mempengaruhi komitmen organisasi diantaranya yaitu faktor demografik (usia, tingkat pendidikan, dan status perkawinan), keterlibatan kerja dan konflik peran. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di sebuah perusahaan di Malaysia, Asri dan Hamrilah (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor demografik dapat memberikan efek positif dan efek negatif terhadap komitmen organisasi karyawan. Sjabadhyni, dkk. (2001) menyatakan bahwa faktor demografik, seperti usia, tingkat pendidikan, dan status perkawinan memang memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi. Selanjutnya, Sjabadhyni menguraikannya sebagai berikut: (1) usia, dalam penelitian Mowday, Porter, dan Steers (1982) menunjukkan bahwa usia mempunyai hubungan secara positif dengan komitmen organisasi. March dan Simon (1958) mengemukakan bahwa kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia individu; (2) tingkat pendidikan, Mowday, Porter, dan Steers (1982) mengatakan bahwa tingkat pendidikan sering ditemukan berhubungan negatif dengan komitmen organisasi, meskipun hasil penelitian tersebut tidak seluruhnya konsisten. Hal ini disebabkan oleh pendidikan sering membentuk keterampilan yang kadang-kadang tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya dalam pekerjaan sehingga harapan individu sering tidak terpenuhi dan menimbulkan kekecewaan terhadap organisasi. Dengan demikian, makin tinggi tingkat pendidikan individu makin banyak pula harapannya yang mungkin tidak dapat dipenuhi atau tidak sesuai dengan organisasi tempat di mana ia bekerja; dan yang terakhir, (3) status perkawinan, dalam sebuah penelitian oleh Vera Racmayati (dalam Seniati, 2002) menyatakan bahwa status perkawinan mempunyai kontribusi negatif terhadap komitmen organisasi. Hal tersebut, dapat saja terjadi, terutama pada individu yang telah berkeluarga dan berkaitan dengan manajemen peran yang diperankan oleh pihak laki-laki maupun wanita. Komitmen organisasi seorang laki-laki dan wanita mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Apalagi, persaingan gender di dalam dunia kerja terlihat semakin nyata. Dahulu, dunia kerja hanya didominasi oleh kaum laki-laki, seperti yang dinyatakan oleh Beechey (dalam Imanoviani, 2011) bahwa hampir setiap jenis pekerjaan tampak laki-laki lebih mempunyai kekuasaan dibandingkan wanita. Namun, di zaman teknologi dan informasi yang semakin canggih, siapapun memiliki kesempatan yang sama dalam hal mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa partisipasi wanita dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama (Februari 2006-Februari 2007), jumlah pekerja wanita bertambah 2,12 juta orang, terbesar di sektor pertanian dan perdagangan, sedangkan jumlah pekerja laki-laki hanya bertambah 287 ribu orang. Namun disayangkan jumlah tenaga kerja yang banyak tidak diimbangi dengan lahirnya perusahaan baru yang siap ”menampung” lulusan sarjana wanita. Mowday (dalam Sjabadhyni, 2001) menyatakan bahwa wanita dalam dunia kerja cenderung memiliki komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria, karena wanita pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka dalam organisasi sehingga keanggotaan dalam organisasi menjadi lebih penting bagi mereka. Faktor personal yang selanjutnya akan dijelaskan keterkaitannya dengan komitmen organisasi, yaitu keterlibatan kerja (job involvement). Dunnete (dalam Gading, 1997) menerangkan bahwa keterlibatan kerja seseorang dalam pekerjaannya terlibat pada keseriusan dalam melakukan pekerjaan, memiliki nilai-nilai yang penting yang selalu dipertahankan dalam hubungannya dengan pekerjaan, dan perasaan menikmati pekerjaan. Gading (1997) yang menyimpulkan beberapa pendapat pakar, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan keterlibatan kerja adalah tingkat dimana seseorang mengidentifikasikan diri secara psikologis terhadap pekerjaan, serta dapat dikatakan sebagai tingkat kesuksesan dalam kerja yang mempengaruhi kerja dirinya, serta pentingnya kerja bagi kehidupan seseorang. Keterlibatan kerja ini ditandai oleh harapan yang besar terhadap pekerjaan, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, kesiapan dalam menghadapi tugas, kebanggaan terhadap pekerjaan, ambisi, serta keinginan untuk mobilitas ke atas. Keterlibatan kerja penting bagi kualitas kehidupan kerja karyawan dan diperlukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Diefendorff et al., (dalam Yekty, 2006), karyawan yang melibatkan diri secara penuh dalam bekerja akan memperhatikan kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya. Karyawan menjadi lebih peduli terhadap fungsi organisasi yang efektif, berusaha memelihara perilaku yang menguntungkan organisasi dan mengerahkan seluruh kemampuan serta keahliannya dalam bekerja. Keterlibatan kerja membuat karyawan lebih berkomitmen dalam bekerja, karena adanya pandangan bahwa usaha dan kinerja yang dilakukan memiliki makna positif bagi kesejahteraan dirinya dan organisasi. Keterlibatan kerja (Job involvement) seseorang berhubungan secara positif dengan komitmen organisasi (Chughtai dan Zafar, dalam Srimulyani, 2009). Mowday et al. (dalam Srimulyani, 2009) menerangkan seorang karyawan lebih dahulu dijadikan terbiasa dengan pekerjaannya dan dilibatkan dalam pekerjaan tertentu, dan kemudian, ketika kebutuhan mereka terpenuhi, hal ini akan mengembangkan rasa komitmen untuk organisasi. Penjelasan mengenai faktor terakhir dari personal factor yang berhubungan dengan komitmen organisasi, yaitu konflik peran seorang wanita. Saat ini, peran wanita telah bergeser dari peran tradisional menjadi modern. Dari hanya memiliki peran tradisional untuk melahirkan anak dan mengurus rumah tangga, kini wanita mempunyai peran sosial dimana dapat berkarir dalam bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan didukung pendidikan yang tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya konflik peran ganda sebagai pekerja dan ibu rumah tangga bagi wanita yang telah berkeluarga. Wanita sebagai partner kaum pria, tidak hanya di rumah tapi juga dalam bekerja dengan menyalurkan potensi dan bakat mereka. Bagi wanita pekerja, bagaimanapun mereka juga merupakan ibu rumah tangga yang tetap terikat dengan lingkungan keluarga. Anoraga (2005) menjelaskan bahwa dalam meniti karir, wanita lebih mempunyai beban dan hambatan yang lebih berat dibandingkan dengan pria. Kedua peran yang dipegang oleh seorang wanita, kenyataannya cukup banyak wanita yang tidak mampu mengatasinya, sehingga menimbulkan konflik peran dalam kehidupannya. Konflik peran menurut Frieze, Parsons, Johnson, Ruble & Zellman (dalam Geraldine M. Menger, BA, 1988) merupakan keadaan dimana individu menghadapi tututan atau harapan yang saling bertentangan dari dua peran atau lebih yang dilakukannya. Konflik peran pada wanita akan menimbulkan dua keadaan (situasi) yang mempengaruhi proses terbentuknya komitmen organisasi, yaitu situasi keluarga dan situasi pekerjaan. Keduanya situasi tersebut (keluarga dan pekerjaan) menuntut tanggung jawab lebih dari individu yang bersangkutan. Hal tersebut lebih banyak dialami oleh seorang wanita. Dalam teori Kopelman (1983) dan Burley (1989) (dalam Herts, 2003) menyatakan tentang konflik peran pada wanita. Teori tersebut dikembangkan dari teori Interrole Conflict, yaitu adanya konflik antara pekerjaan dengan keluarga. hal tersebut dapat terjadi karena wanita lebih dihadapkan pada permintaan antara peran kerja dan peran keluarga secara bersamaan yang memerlukan prioritas dalam menjalankan kedua peran tersebut. Kedua peran ini (pekerjaaan dan keluarga) jika dilakukan tidak sejalan atau tidak seimbang maka akan timbul konflik peran atau yang disebut sebagai work-family conflict yang bisa mempengaruhi komitmen organisasi individu dalam perusahaan ditempat individu bekerja. Situasi pekerjaan dan situasi keluarga merupakan hal yang mempengaruhi proses komitmen. Dalam sebuah penelitian, Nurul Mahvira Harahap dan Cherly Kumala (2010) membuktikan bahwa konflik peran (work-family conflict) pada wanita karir berkeluarga pada usia (20-45 tahun), berkorelasi negatif dengan komitmen organisasi. Hal tersebut membuktikan bahwa seorang Wanita yang bekerja dan berkeluarga sulit untuk dapat mengatur kehidupannya, yaitu bagaimana ia harus bertindak dalam mengatasi masalah keluarga dan pekerjaan. Misalnya, ketika seorang wanita dihadapkan diwaktu yang bersamaan kepada pilihan untuk menjaga anaknya yang sakit di rumah atau menghadiri rapat penting dengan atasannya di kantor. Hal tersebut dapat menjadi suatu indikasi atau pemicu terjadinya konflik peran ganda, bila wanita tersebut tidak dapat mengambil keputusan secara cerdas dan tepat. Selanjutnya, mengenai faktor posisional. Van Dyen dan Graham (dalam Coetzee, 2005) menjabarkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu masa kerja. Sjabandhyni, dkk., (2001) menguraikan studi yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981), Hrebeniak (1974), Morris dan Sherman (1981), dan Sheldon (1971), yang menunjukkan bahwa prediktor masa kerja dan komitmen organisasi mempunyai hubungan yang postitif, karena semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, semakin ia memberi peluang untuk menerima tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan untuk bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih besar dan peluang mendapat promosi yang lebih tinggi. Jika seseorang telah lama bekerja dalam suatu organisasi adanya peluang investasi pribadi, yang berupa pikiran, tenaga, dan waktu untuk organisasi yang makin besar, sehingga makin sulit untuk meninggalkan organisasi tersebut, serta dalam diri individu tersebut telah memiliki keterlibatan sosial yang dalam dengan organisasi dan individu-individu yang ada, hubungan sosial yang lebih bermakna, sehingga membuat individu semakin berat meninggalkan organisasi. Semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi juga berdampak pada kesempatan orang tersebut untuk mendapatkan Akses informasi pekerjaan baru, karena mungkin faktor usia yang semakin lama semakin bertambah, (Cohen, 1993). Sebuah penelitian dijelaskan bahwa hubungan antara masa kerja dan komitmen organisasi mempunyai hubungan yang positif, pada penelitian tentang Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi oleh Darwito (2008) , terdapat data persepsi mengenai hubungan masa kerja dan komitmen organisasi, menurut data tersebut pegawai dengan masa kerja di atas (2-10 tahun) (Advancement Stage), memiliki komitmen organisasi yang tinggi, dan terdapat dampak positif pada komitmen organisasi itu sendiri. Seorang pegawai akan setia melayani organisasinya, dan enggan untuk meninggalkan organisasinya, karena terdapat faktor-faktor tertentu yang menguatkannya, seperti pangkat yang tinggi (status jabatan), atau imbalan (gaji) yang sesuai dengan yang diharapkan, tak elak juga faktor dari hubungan sosial dengan rekan kerja dan atasan yang baik dan nyaman. Faktor terakhir yang akan dibahas dalam latar belakang ini yaitu, faktor situasional. Faktor situasional yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu Perceived Organizational Support (POS) yang disebut juga dengan persepsi terhadap dukungan organisasi. Perceived Organizational Support dapat diartikan sebagai keyakinan pegawai tentang bagaimana organisasi menghargai kontribusi pegawai dalam perusahaan dan bagaimana organisasi memperhatikan kesejahteraan pegawai (Rhoades dan Eisenberger, 2002). Eisenberger dkk, (dalam Rhoades, Eisenberger, dan Armeli, 2001) menjelaskan bahwa dukungan organisasi akan diukur dari persepsi individu mengenai kesiapan organisasi untuk member reward pada peningkatan usaha-usaha yang dilakukan individu dan seberapa besar organisasi menilai kontribusi dan memperhatikan kesejahteraan karyawan, yang disebut sebagai Perceived Organizational Support (POS). Pack dan Soetjipto (dalam Srimulyani, 2009) menyatakan bahwa persepsi dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif komitmen organisasi. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal karyawan dan juga menghargai kontribusi karyawan pada organisasi maka karyawan mau mengikatkan diri dan menjadi bagian dari organisasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini terdapat tiga faktor yang akan diteliti pengaruhnya terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, yaitu faktor personal (yang meliputi: usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, keterlibatan kerja, dan konflik peran), faktor posisional (yaitu, masa kerja), dan faktor situasional (yaitu, Perceived Organizational Support). Peneliti berpendapat bahwa ketiga faktor tersebut secara bersamasama memberi pengaruh terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, baik berpengaruh negatif ataupun positif. Karena, seperti yang telah kita ketahui bahwa arti bekerja yang semula berorientasi pada kodrat wanita sebagai pemelihara rumah tangga kearah arti bekerja yang berorientasi pada fungsi mereka sebagai makhluk yang bekerja (homo laboran) menjadi sangat unik untuk diteliti lebih lanjut. (Setiawan, dalam Jurnal Sikap Karir Pustakawan Wanita, Erlina Inderasari, 2007). Oleh karena itu, peneliti tertarik mengambil judul penelitian, yaitu: Analisis faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi tentang pengaruh faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berikut ini merupakan batasan-batasan objek dan variabel yang diteliti, yaitu: 1. Komitmen Organisasi, Allen dan Meyer (1990) (dalam Sjabadhyni, 2001), yaitu kepercayaan dan penerimaan atas nilai dan tujuan organisasi, sehingga membuat orang itu untuk betah dan tetap ingin bertahan di organisasi, yang meliputi dimensi afektif, continuance, dan normatif. 2. Usia, yaitu usia seseorang terhitung dari seseorang tersebut lahir. 3. Tingkat pendidikan, yaitu tingkat pendidikan yang telah ditempuh individu dimulai dari pendidikan dasar, hingga pendidikan tingkat tinggi. 4. Status perkawinan, yaitu seseorang yang telah menikah yang telah menempuh hidup berpasangan (suami – isteri). 5. Job Involvement, keterlibatan kerja adalah tingkat sejauh mana orang mengidentifikasikan diri secara psikologis terhadap pekerjaan, sejauh mana tingkat kesuksesan dalam kerja mempengaruhi kerja dirinya, serta pentingnya kerja bagi kehidupan seseorang. Keterlibatan kerja ini ditandai oleh harapan yang besar terhadap pekerjaan, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, kesiapan dalam menghadapi tugas, kebanggaan terhadap pekerjaan, ambisi, serta keinginan untuk mobilitas ke atas (dalam Gading, 1998). 6. Konflik peran yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu konflik yang berasal dari Kopelman (1983) dan Burley (1989) (dalam Herts, 2003) yakni, konflik peran pada istri yang dikembangkan dari teori Interrole Conflict, yaitu adanya konflik antara pekerjaan dengan keluarga. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen wanita karir diduga berasal dari peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga yaitu pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami, waktu untuk keluarga, penentuan prioritas, tekanan karir dan tekanan keluarga, serta pandangan suami terhadap peran ganda wanita (Azwar, 2005). 7. Masa kerja, yaitu lamanya seorang karyawan bekerja dalam sebuah perusahaan tempat ia bekerja. 8. Perceived Organizational Support (POS) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala tindakan yang dilakukan oleh organisasi yang diwujudkan melalui kebijakan organisasi, aturan, dan tanggung jawab keuangan. Hal ini sebagai kekuatan organisasi dalam menggerakkan karyawan agar lebih giat dalam bekerja dan di sini lah karyawan dapat melihat apakah organisasi memperlakukan mereka secara baik atau tidak. 9. Wanita karir yang bekerja yang akan diteliti merupakan wanita karir yang berkeluarga (mempunyai anak) dan bekerja di kantor atau di sebuah perusahaan atau di instansi lainnya (bukan wanita wirausahawan), berusia 20-45 tahun, minimal telah bekerja selama 2 tahun pada posisinya, dan berpendidikan minimal SLTA . 1.2.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, perumusan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara usia terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga? 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga? 3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara status perkawinan terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga? 4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga? 5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara konflik peran terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga? 6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara masa kerja terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga? 7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara perceived organizational support (POS) terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dan manfaat subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan penelitiannya yaitu: 1. Untuk melihat pengaruh faktor-faktor psikologis, yakni usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, job involvement, konflik peran, masa kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. 2. Melihat variabel mana yang paling besar mempengaruhi komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis: Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan teori tentang komitmen organisasi, khususnya yang berhubungan pada faktor-faktor psikologis yang mempengaruhinya, sehingga dapat mengembangkan dan menambah khazanah dalam ilmu psikologi. b. Manfaat Praktis: Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna bagi masyarakat umum, bagi perusahaan atau instansi terkait yang memberdayakan wanita sebagai karyawannya, dan terutama para wanita karir, baik yang belum maupun yang sudah berkeluarga, sehingga mereka mampu berkomitmen dengan baik, dan dapat menyeimbangkan kehidupan mereka baik dirumah maupun di dalam organisasi. 1.5 Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan pedoman penyusunan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu dengan mengadopsi sistematika penulisan dari American Psychology Assosiation Style (APA Style). Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini sebagai berikut: BAB I Pendahuluan: Berisi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Kerangka Teori: Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta hipotesis penelitian. BAB III Metodelogi Penelitian: Bab ini meliputi, subyek penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis data. BAB IV Analisis Hasil Penelitian: Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data. BAB V Penutup: Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran. DAFTAR PUSTAKA BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Komitmen Organisasi 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Pengertian komitmen organisasi (organizational commitment) banyak dikemukakan oleh para ahli. Steers (dalam Yuwono, dkk., 2005:133) menjelaskan bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan peristiwa ketertarikan individu terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasi. Ahli lain, Menurut Mowday dan Porter (dalam Jex, 2002:133), pada tingkat yang sangat umum komitmen organisasi dapat diartikan sebagai penelitian, sejauh mana karyawan mendedikasikan diri pada organisasi yang telah mempekerjakan mereka dan siap bekerja demi kepentingan organisasi, serta memiliki keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya. Armstrong (dalam Yuwono dkk., 2005:134) menyatakan bahwa pengertian komitmen mempunyai 3 (tiga) area perasaan atau perilaku terkait dengan perusahaan tempat seseorang bekerja: 1. Kepercayaan, pada area ini seseorang melakukan penerimaan bahwa organisasi tempat bekerja atau tujuan-tujuan organisasi di dalamnya merupakan sebuah nilai yang diyakini kebenarannya. 2. Keinginan, untuk bekerja atau berusaha di dalam organisasi sebagai kontrak hidupnya. Pada konteks ini orang akan memberikan waktu, kesempatan, dan kegiatan pribadinya untuk bekerja di organisasi atau berkorban demi organisasi tanpa mengharapkan imbalan personal. 3. Keinginan, untuk bertahan dan menjadi bagian dari organisasi. Jadi, pengertian komitmen tidak sekedar menjadi anggota dalam organisasi saja dan bekerja saja, tetapi lebih dari itu, orang akan bersedia untuk mengusahakan pada derajat upaya tertinggi untuk kepentingan organisasi, demi kemajuan organisasi, serta untuk mencapai tujuan organisasi (Yuwono dkk., 2005:134). Selanjutnya, Robbins (dalam Sjabadhyni, dkk, 2001:456) memandang komitmen organisasi sebagai satu sikap kerja. Karena merefleksikan perasaan orang (suka atau tidak suka) terhadap organisasi di tempat ia bekerja. Bila ia menyukai organisasi tersebut, ia akan berupaya mendefinisikannya untuk tetap bekerja sebagai suatu orientasi di sana. Robbins individu terhadap organisasi yang mencakup loyalitas, identifikasi, dan keterlibatan. Jadi, komitmen terhadap organisasi mendefinisikan unsur orientasi hubungan (aktif) antara individu dan organisasinya; orientasi hubungan tersebut mengakibatkan individu sebagai pekerja berkehendak dan bersedia memberikan sesuatu; dan sesuatu yang diberikan itu demi merefleksikan dukungannya untuk tercapainya tujuan organisasi. John B. Minner (1992:124) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah sikap, memiliki ruang lingkup yang lebih global dari pada kepuasan kerja, karena komitmen organisasi menggambarkan pandangan terhadap organisasi secara kesuluruhan, bukan hanya aspek pekerjaan saja. Komitmen organisasi didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda. Pendekatan-pendekatan teoritis atau komponen utama yang muncul dari riset sebelumnya, yaitu: a). Pendekatan Sikap (Attitudinal Approach) Komitmen menurut pendekatan ini, menunjuk pada permasalahan keterlibatan dan loyalitas. Menurut pendekatan ini, komitmen dipandang sebagai suatu sikap keterikatan kepada organisasi, yang berperan penting pada pekerjaan tertentu dan perilaku yang terkait. Sebagai contoh, pegawai yang memiliki komitmen tinggi, akan rendah tingkat absensinya, dan lebih kecil kemungkinannya untuk meninggalkan organisasi dengan sukarela, dibandingkan dengan pegawai yang memiliki komitmen yang rendah. Konsep komitmen organisasi dari Mowday, Porter, dan Steers (dalam Luthans, 1995:130), merupakan pendekatan sikap; dimana, komitmen didefinisikan sebagai: 1. Keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu. 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi. 3. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. b). Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach) Pendekatan ini menitikberatkan pandangan bahwa investasi karyawan (berupa waktu, pertemanan, pensiun, dan lain-lain) membuat ia terikat untuk loyal terhadap organisasi. Dalam pendekatan ini, Kanter, dalam Suliman dan Iles (dalam Yuwono, dkk., 2005:142) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai: “profit associated with continued participation and a `cost' associated with leaving”. Menurut White (dalam Yuwono, dkk., 2005:142), komitmen organisasi terdiri dari tiga area keyakinan ataupun perilaku yang ditampilkan oleh karyawan terhadap perusahaan dimana ia bekerja. Ketiga area tersebut adalah : 1. Keyakinan dan penerimaan terhadap organisasi, tujuan, dan nilai-nilai yang ada di organisasi tersebut. 2. Adanya keinginan untuk berusaha sebaik mungkin sesuai dengan keinginan organisasi. Hal ini tercakup di antaranya menunda waktu libur untuk kepentingan organisasi dan bentuk pengorbanan yang lain tanpa mengharapkan personal gain secepatnya. 3. Keyakinan untuk mempertahankan keanggotaannya di organisasi tersebut. Spector, (dalam Sopiah, 2008:157), menyebutkan dua perbedaan konsepsi tentang komitmen organisasi, yaitu sebagai berikut: 1. Pendekatan pertukaran (exchange approach), dimana komitmen pada organisasi sangat ditentukan oleh pertukaran kontribusi yang dapat diberkan oleh perusahaan terhadap anggota dan anggota terhadap organisasi, sehingga semakin besar kesesuaian pertukaran yang didasari pandangan anggota maka semakin besar pula komitmen mereka pada organisasi. 2. Pendekatan psikologis (Psychology Approach), dimana pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap atau pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan mengaitkan keadaan seseorang dengan organisasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Angle & Perry, serta Bateman & Stresser (dalam Yuwono, dkk., 2005:142) menemukan kenyataan bahwa individu yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi memiliki kondisi: (a) individu-individu tersebut lebih mampu beradaptasi; (b) jumlah karyawan yang keluar-masuk (turnover) lebih sedikit; (c) kelambatan dalam bekerja lebih sedikit dijumpai; (d) kepuasan kerja lebih tinggi. Mathieu dan Zajack (dalam Yuwono, dkk., 2005:142) menyatakan bahwa seseorang yang terlalu berkomitmen pada organisasi akan cenderung mengalami stagnasi dalam kariernya serta cenderung berkurang pengembangan dirinya (self development); dan bila komitmen mencerminkan identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi, maka organisasi akan mendapat keuntungan dengan berkurangnya turnover, adanya prestasi yang lebih baik. Berdasarkan definisi dan pengertian para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa pegawai yang memiliki komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki organisasi; memiliki keinginan kuat untuk tetap bergabung dengan organisasi; terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya; dan menampilkan tingkah laku yang sesuai dengan tujuan organisasi, serta bersedia atas kemauan sendiri untuk memberikan sesuatu yang ada pada dirinya guna membantu merealisasikan tujuan dan kelangsungan organisasi. 2.1.2 Jenis Komitmen Jenis komitmen organisasi dari Allen dan Meyer, merupakan pendekatan multidimensi (the multidemensional approach). Meyer dan Allen (dalam Coetzee, 2005: 5.4) membedakan komitmen organisasi atas tiga komponen, yaitu : 1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan didalam suatu organisasi. 2. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan tentang kewajiban pekerjaan yang harus ia berikan kepada organisasi. 3. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Organizational Commitment Affective Commitment Continuance Commitment Normative Commitment Gambar 2.1 Tipologi Komitmen Organisasi Sumber: Meyer dan Allen (dalam Sri Mulyani, 2009:2) Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah want to, dalam tipe komitmen ini, individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi. Sementara itu, karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Komitmen ini didasarkan kepada kebutuhan rasional. Dengan kata lain komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to). Karyawan yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya. Komitmen ini didasarkan kepada norma yang ada di dalam diri karyawan, yang berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to). Tipe komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan secara pribadi. Ketiga mencerminkan jenis suatu komitmen individu tersebut keadaan psikologis, yaitu di atas keinginan, kebutuhan, dan kewajiban untuk berkomitmen pada organisasi yang ada dalam diri individu dan merupakan hasil dari pengalaman berbeda-beda yang diterima individu selama aktif pada suatu organisasi. Individu berkomitmen pada organisasi karena adanya kebutuhan untuk berkomitmen karena dirasakan bahwa organisasi memberikan keuntungan baginya. Individu juga merasa harus berkomitmen pada organisasi karena adanya suatu kewajiban dalam dirinya, serta memberikan pandangan bahwa komitmen merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan individu untuk tetap berada atau meninggalkan organisasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk komitmen pada organisasi yang dikemukakan oleh Allen & Meyer (1990) yaitu, komitmen afektif, komitmen kesinambungan, dan komitmen normative. Karena lebih sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada sampel wanita karir berkeluarga. 2.1.3 Anteseden dari Komitmen Organisasi Van Dyne and Graham (dalam Coetzee, 2005: 5.11) menyatakan bahwa, faktor-faktor : personal, situasional, dan posisional dapat mempengaruhi komitmen pegawai pada organisasi. Beberapa personal characteristic dianggap memiliki hubungan dengan komitmen organisasi di antaranya, yaitu: a. Personal Characteristic 1). Usia. Steers (1977); Mathieu dan Zajac (1990); Meyer dan Allen (1997) (dalam Srimulyani, 2009:11) usia berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Usia dalam hal ini mempengaruhi kinerja pada karyawan. Robbins (2001:43) menjelaskan bahwa semakin seseorang bertambah tua, maka akan semakin kecil seseorang berhenti dari pekerjaan. Dengan makin tuanya seorang karyawan, maka semakin sedikit kesempatan alternatif pekerjaan bagi individu tersebut. Di samping itu, pekerja yang lebih tua mempunyai kemungkinan yang kecil untuk berhenti dari pekerjaannya, karena masa kerja mereka yang lebih panjang cenderung memberikan kepada mereka tingkat upah yang lebih tinggi, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik. Dan hal tersebut pula yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang, 2). Tingkat Pendidikan. Steers (1977); Glisson dan Durick, (1988) (dalam Srimulyani, 2009:11) Makin tinggi tingkat pendidikan, makin banyak pula harapan individu yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi, sehingga komitmennya semakin rendah. 3). Jenis Kelamin. Tomhill et al., (dalam Srimulyani, 2009:11) menjelaskan bahwa wanita pada umumnya menghadapi tantangan yang lebih besar dalam pencapaian kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi. 4). Status Perkawinan. Johannes dan Taylor (1999); Tsui et al., (1994) (dalam Srimulyani, 2009:11). Seseorang yang sudah menikah menjadi merasa lebih terikat dengan organisasi tempatnya bekerja dibandingkan seseorang yang belum menikah. 5). Keterlibatan kerja (Job involvement). Janis (1989); Loui (1995) (dalam Srimulyani, 2009:11). Tingkat keterlibatan kerja seseorang berhubungan secara positif dengan komitmen organisasi Mowday et al. (dalam Srimulyani, 2009:11) menerangkan seorang karyawan lebih dahulu dijadikan terbiasa dengan pekerjaannya dan dilibatkan dalam pekerjaan tertentu, dan kemudian, ketika kebutuhan mereka terpenuhi, hal ini akan mengembangkan rasa komitmen untuk organisasi. 6). Konflik Peran, timbul jika harapan dari karyawan mengenai perannya dalam suatu pekerjaan bertentangan dengan harapan perannya yang lain. b. Situational Factors 1. Workplace Value Shared values adalah suatu komponen kritis dari hubungan keterikatan (covenantal relationship). Nilai-nilai seperti: quality, innovation, cooperation, participation, trust, mempermudah anggota organisasi untuk saling berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para pegawai percaya bahwa nilai-nilai organisasinya adalah quality products, para pegawai akan terlibat dalam perilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan itu. Para pegawai akan lebih berkeinginan mencari solusi dan membuat usulan untuk berperan dalam mencapai kesuksesan organisasi (dalam Coetzee, 2005: 5.12). 2. Organizational Justice Organizational justice atau keadilan organisasi meliputi: distributive justice, procedural justice, dan interactional justice. Distributive justice berkaitan dengan kewajaran alokasi sumber daya, sedangkan procedural justice memusatkan pada kewajaran proses pengambilan keputusan. Interactional justice mengacu persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi atau informal interaction antara karyawan yang menerima keputusan dengan pembuat keputusan. Schmiesing dan Safrit mengemukakan bahwa persepsi positif dari keadilan organisasional mengakibatkan perilaku positif seperti kepuasan kerja, komitmen, dan kepercayaan (dalam Srimulyani, 2009:12). Cropanzano dan Folger serta Tang dan Sarsfield Baldwin mengatakan bahwa Komitmen berkembang pelan-pelan dan secara konsisten dari waktu ke waktu, sebagai hasil hubungan pegawai dengan pemberi kerja. Sikap ini secara signifikan dipengaruhi oleh persepsi pegawai tentang keadilan di dalam organisasi yang bersangkutan (dalam Srimulyani, 2009:12-13). 3. Job Characteristics Job characteristic ini meliputi: meaningfull work, otonomi, dan umpan balik merupakan motivasi kerja yang bersifat internal. Menurut Jernigan, Beggs dan Kohut (dalam Coetzee, 2005: 5.12) kepuasan atas otonomi (perceived independence), status (sense of importance) dan kebijakan (satisfaction with organizational demands) merupakan prediktor penting dari komitmen. Dengan demikian, karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab pegawai dan konsekuensinya; serta rasa keterikatan dengan organisasi. 4. Organizational Support Dukungan organisasional ini didefinisikan sebagai sejauh mana pegawai mempersepsikan bahwa organisasi (lembaga, atasan, dan rekan kerja) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi pegawai, dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Pack dan Soetjipto (dalam Srimulyani, 2009:13) menyatakan bahwa persepsi dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif komitmen organisasi. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal karyawan dan juga menghargai kontribusi karyawan pada organisasi maka karyawan mau mengikatkan diri dan menjadi bagian dari organisasi. 5. Positional Factors 1). Organizational Tenure Dari hasil studi yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981); Meyer dan Allen (dalam Srimulyani, 2009:14), menunjukkan bahwa salah satu anteseden dari komitmen organisasi adalah masa kerja (tenure) seseorang pada organisasi tertentu. 2). Hierarchial Job Level (Status Jabatan), berbagai penelitian terdahulu secara konsisten menemukan status socioeconomic sebagai prediktor komitmen yang paling kuat sebab status yang tinggi cenderung meningkatkan baik motivasi maupun kemampuan untuk aktif terlibat (Coetzee, 2005:5.14). 2.1.4 Menciptakan Komitmen Organisasi Menurut Martin dan Nicholss (dalam Srimulyani, 2009:1517), ada tiga (3) pilar besar dalam komitmen. Ketiga pilar itu meliputi: 1. Perasaan memiliki kepada perusahaan (A sense of belonging to the organization) Untuk mencapai rasa memiliki tersebut, maka salah satu pihak dalam manajemen harus mampu membuat karyawan: a) mampu mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi; b) merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya/pekerjaannya adalah berharga bagi organisasi tersebut; c) merasa nyaman dengan organisasi tersebut; d) merasa mendapat dukungan yang penuh dari organisasi dalam bentuk misi yang jelas ( apa yang direncanakan untuk dilakukan); nilai-nilai yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen) dan norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang bisa diterima oleh organisasi). 2. Perasaan bergairah terhadap pekerjaan (a sense of excitement in the job) Perasaan seperti ini bisa dimunculkan dengan cara: a) mengenali faktor faktor motivasi intrinsik dalam mengatur desain pekerjaan (job design); b) kualitas kepemimpinan; c) kemauan manajer dan supervisor untuk mengenali bahwa motivasi dan komitmen pegawai bisa meningkat jika ada perhatian terus menerus, memberi delegasi atas wewenang, serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi pegawai untuk menggunakan ketrampilan dan keahliannya secara maksimal. 3. Pentingnya rasa memiliki (ownership) Rasa memiliki bisa muncul jika pegawai merasa bahwa mereka benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari organisasi. Konsep penting dari ownership akan meluas dalam bentuk partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan mengubah praktik kerja, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keterlibatan pegawai. Jika pegawai merasa dilibatkan dalam membuat keputusan-keputusan dan jika pegawai merasa ide-idenya didengar dan jika pegawai merasa memberi kontribusi yang ada pada hasil yang dicapai, maka pegawai akan cenderung menerima keputusan-keputusan atau perubahan yang dilakukan. Hal ini dikarenakan pegawai merasa dilibatkan, bukan karena dipaksa. 2.2 Keterlibatan Kerja 2.2.1 Pengertian Keterlibatan Kerja Sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam suatu perusahaan maka kita perlu tahu keterlibatan kerja karyawannya atau Job Involvement. Belum ada kesepakatan yang lengkap mengenai apa yang diartikan dengan istilah keterlibatan kerja ini. Kanungo mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai "identifikasi psikologis dengan pekerjaan" (dalam Zatz, 1995). Definisi ini menurut Lawler & Hall (dalam Zatz, 1995) menyiratkan bahwa seseorang yang terlibat dalam pekerjaan atau dia melihat pekerjaannya "sebagai bagian penting dari konsep dirinya", dan Kanungo (dalam Zatz, 1995) menambahkan bahwa pekerjaan itu "mendefinisikan konsep diri seseorang dalam suatu cara utama". Lodahl dan Kejner (dalam Ciliana dan Wilman, 2008) mengemukakan bahwa keterlibatan kerja merupakan derajat dimana seseorang mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya, berpartisipasi secara aktif, dan menyadari bahwa performa yang ia tampilkan merupakan hal yang penting bagi harga dirinya. Keterlibatan kerja dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang kuat, memiliki otonomi, keberagaman, identitas tugas yang jelas, umpan balik, dan memungkinkan bekerja untuk memiliki partisipasi yang tinggi. Hal ini berarti individu yang terlibat dalam pekerjaannya memiliki kebutuhan pertumbuhan yang kuat dan berpartisipasi secara aktif dalam pekerjaannya. Individu tersebut akan lebih siap untuk berubah karena perubahan dapat memenuhi kebutuhannya untuk terus bertumbuh dan berkembang dalam pekerjaannya. Dunnette (dalam Gading, 1998) menerangkan bahwa keterlibatan seseorang dalam pekerjaannya terlihat pada keseriusan dalam melakukan pekerjaan, suasana hati yang selalu di pengaruhi pengalaman dalam pekerjaan, dan perasaan menikmati pekerjaan. Gading (1997) menyimpulkan beberapa pendapat ahli bahwa yang dimaksud dengan keterlibatan kerja adalah tingkat sejauh mana seseorang mengidentifikasikan diri secara psikologis pekerjaan, sejauhmana tingkat kesuksesan dalam kerja mempengaruhi harga dirinya, serta pentingnya kerja bagi kehidupan seseorang. 2.2.2 Ciri- ciri Keterlibatan Kerja Faktor-faktor keterlibatan kerja dilihat dari sejauh mana seorang karyawan ikut berpartisipasi dengan seluruh kemampuannya dalam membuat peningkatan kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan. Ramsey et al., Blau & Boal, dan Balay (dalam Uygur, Ozean Journal of Applied Sciences, 2009) mengemukakan ada beberapa cirri-ciri yang dapat dipakai untuk melihat keterlibatan kerja seorang karyawan, dimana ciri-ciri ini telah banyak digunakan para ahli untuk studi - studi keterlibatan kerja yaitu: 1. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunjukkan seorang pekerja terlibat dalam pekerjaan/job involvement-nya. Aktif partisipasi adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu. Dari tingkat atensi inilah maka dapat diketahui seberapa seseorang karyawan perhatian, peduli dan menguasai bidang yang menjadi bagiannya. 2. Menunjukkan pekerjaannya sebagai yang utama Faktor view it as a central life interest pada karyawan dapat mewakili tingkat keterlibatan kerjanya. Apabila karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaanya adalah hal yang utama. Seorang karyawan yang mengutamakan pekerjaannya akan selalu berusaha yang terbaik untuk pekerjaannya dan mengganggap pekerjaannya sebagai pusat yang menarik dalam hidup dan yang pantas untuk diutamakan. 3. Melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri Keterlibatan kerja dapat dilihat dari sikap seorang pekerja dalam pikiran mengenai pekerjaannya, dimana seorang karyawan menganggap pekerjaan itu penting bagi harga dirinya. Harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan penghormatan diri, mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan kehidupan dan penuh keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan sanggup mengatasi masalah kehidupan. Apabila pekerjaan tersebut dirasa berarti dan sangat berharga baik secara materi dan psikologis bagi pekerja tersebut maka pekerja tersebut akan menghargai dan akan melakukan pekerjaannya sebaik mungkin sehingga keterlibatan kerja dapat tercapai, dan karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaan mereka penting bagi harga dirinya. 2.2.3 Aspek – aspek Keterlibatan Kerja Dalam keterlibatan kerja banyak aspek-aspek yang menjadi ukuran seberapa besar keterlibatan kerja karyawan terhadap organisasi. Untuk meningkatkannya karyawan perlu memperhatikan berbagai aspek yang harus dikembangkan dan ditingkatkan. Dalam keterlibatan kerja terdapat lima aspek, menurut Lodahl & Kejner (dalam Gading, 1998) aspek-aspek tersebut, yaitu: a. Adanya harapan yang besar terhadap pekerjaan Harapan terhadap pekerjaan muncul pada pandangan individu bahwa dirinya memiliki berbagai macam kebutuhan yang perlu dipenuhi baik sandang, pangan maupun papan. Selain itu, seorang individu juga memiliki harapan yang besar terhadap pekerjaannya untuk memberikan kesejahteraan bagi dirinya dimasa depan. Setiap individu mempunyai keinginan untuk dapat mencapai hasil yang semaksimal sesuai harapan individu. Harapan inilah yang nantinya akan mempengaruhi tinggi rendahnya keterlibatan kerja individu dalam melakukan kerja atau tugas. b. Adanya keterlibatan emosional terhadap pekerjaan Keterlibatan secara emosional atau keterlibatan psikologis karyawan terhadap pekerjaan muncul melalui pengabdian yang dilakukan untuk memperoleh keberhasilan dalam mendapatkan kepuasan dari keberhasilan pribadi dalam menyelesaikan pekerjaan. Selain kemampuan dalam bidang pengetahuan individu pun dalam bekerja perlu melibatkan emosionalnya. Tidak dipungkiri bahwa banyak individu yang melibatkan emosi dan perannya dalam mengambil sebuah keputusan. c. Adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan Rasa tanggung jawab yang tinggi dari seorang karyawan muncul berdasarkan pelaksanaan kerjanya yang banyak dan ditentukan oleh usaha atau peranan penting dirinya dalam bekerja serta konsistensi identitas yang dimiliki dirinya daripada faktorfaktor kebetulan diluar pengendalian dirinya atau berdasarkan kerjasama. Rasa tanggung jawab pada individu yaitu menilai dan memahami tugas dan pekerjaan yang dilakukannya. d. Adanya rasa bangga terhadap pekerjaan Rasa bangga yang dirasakan oleh seseorang karyawan terbentuk karena organisasi tempat dirinya bekerja mampu memberikan penghargaan, penghormatan dan status. Pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan juga dihargai dan hal ini yang dapat mendorong karyawan untuk mencapai target yang telah ditentukan oleh organisasi. e. Adanya keinginan untuk maju untuk visi dimasa depan (mobilitas ke atas) Setiap karyawan menginginkan mobilitas ke atas terhadap pekerjaannya, dimana hal ini dapat diwujudkan oleh karyawan yang menyumbangkan ide-ide atau brainstorming dirinya guna penacapaian tujuan dan sasaran organisasi. Dalam aktivitas bekerjanya, karyawan lebih memiliki semangat kerja tinggi dan lebih kreatif. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil aspek keterlibatan dari Lodahl dan Kejner, karena menurut peneliti berbagai aspek tersebut dapat mewakili intisari dari keterlibatan kerja secara praktis. 2.3. Konflik dan Peran Pengertian konflik yang lebih mendasar adalah suatu kenyataan yang muncul karena adanya kehidupan bersama yang dibentuk manusia yang tidak dapat di atasi secara tuntas selama kehidupan masih terus berlangsung (dalam Anoraga, 2001:99). Konflik menggambarkan suatu kondisi dimana seseorang berada di bawah tekanan untuk berespon secara simultan terhadap dua atau lebih dorongan yang bertentangan (Atwaeter, dalam Triwahyuni 2011:3). Dalam hidup bermasyarakat setiap individu memiliki peran-peran tertentu sesuai dengan posisinya. Masing-masing peran memiliki tuntutan yang berkaitan dengan pola tingkah laku yang diharapkan oleh masyarakat, misalnya kedudukan sebagai ibu yang menuntut perilaku tertentu, seperti mendidik anak-anaknya dan menjadi tauladan bagi anak-anaknya. Dengan demikian ibu yang bekerja, sesuai dengan statusnya sebagai wanita yang telah menikah, memiliki peran sebagai isteri, ibu rumah tangga, dan orang tua (ibu dari anak-anaknya). Tetapi, sebagai wanita yang bekerja, maka ia pun mempunyai peran yang lain yaitu sebagai pekerja, yang mana dari masing-masing peran memiliki peran memiliki tuntutan dan harapan tertentu yang berbeda. Ralph Linton dalam bukunya The Study of Man (1936:115) membagi peran menjadi dua (2) yaitu: a. Ascribed Roles adalah peran-peran yang dimiliki seseorang sejak dilahirkan dan peran-eran yang diperoleh seseorang tanpa ada usaha atau keinginan dari orang itu, misalnya: peran jenis kelamin dan peran yang berkaitan dengan pertalian keluarga, seperti ibu, anak, dan lainlain. b. Achieved Roles adalah peran yang diterima setelah beberapa proses atau usaha. Peran ini biasanya menuntut sejumlah keahlian atau pelatihan, misalnya: peran dan pekerjaan. Seorang ibu yang bekerja menjalani kehidupan kedua peran di atas, perannya sebagai isteri dan ibu merupakan Ascribed Roles. Sedangkan, perannya sebagai pegawai adalah Achieved Roles. Dengan demikian peran yang dimiliki wanita bekerja yang berkaitan dengan keluarga (isteri dan ibu) merupakan peran yang berbeda dengan perannya sebagai pegawai. Peran wanita dalam rumah tangga seringkali bertentangan dengan perannya sebagai pekerja sehingga menimbulkan masalah atau konflik pada diri wanita berperan ganda. Wanita yang bekerja seringkali mengalami konfik dan stress sehubungan dengan usahanya untuk menggabungkan perannya dalam keluarga dan perannya sebagai pekerja. Konflik yang seperti ini disebut sebagai konflik peran. Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek & Rosenthal (dalam Geraldine, 1988:8) mendefinisikan konflik peran sebagai: “A type of stress occurring when conflicting and competing demands or expectancies were perceived from two or more roles enacted by an individual”. Defini lain menurut Frieze, Parsons, Johnson, Ruble & Zellman (dalam a comparative study of transitional role strain in reentry women students oleh Geraldine M. Menger, BA, 1988:9) adalah: “Another form of role conflict was based on external time demands rather than inherent contradictions in expectations” Dari kedua definisi di atas dapat dikatakan konflik peran merupakan keadaan dimana individu menghadapi tekanan, tuntutan, atau harapan yang saling bertentangan dari dua peran atau lebih yang dilakukannya. Duxbury dan Higgins menambahkan bahwa Konflik (ketegangan) peran yang dialami oleh ibu rumah tangga yang bekerja di kantor dan memiliki tuntutan yang berbeda dari dua peran yang harus dilakukan secara bersamaan, yakni di rumah dan di dalam organisasi (kantor), dapat diistilahkan dengan Multiple Roles (Duxbury dan Higgins, 1991:3). Duxbury dan Higgins, (1991:3) mengatakan bahwa akibat dari berbagai peran yang dimiliki (Multiple Roles) individu akan menghasilkan ketegangan fisik dan psikologis dalam dua cara, yaitu: a. Beban peran yang berlebih (Role Overload), yang menimbulkan kesulitan untuk menentukan prioritas peran mana yang akan didahulukan. Seorang wanita bekerja yang memiliki peran sebagai ibu rumah tangga, pekerja dan sebagai anggota Dharma Wanita misalnya, akan mengalami kesulitan untuk menentukan prioritas ketika ketiga perannya tersebut menuntut untuk dipenuhi pada suatu saat yang sama. b. Tuntutan terhadap kedua peran akan menimbulkan kesulitan untuk memenuhi harapan dari kedua peran tersebut. Pada contoh di atas, wanita mengalami kesulitan untuk memenuhi harapan dari ketiga peran yang dimilikinya, karena kedua peran tersebut menuntut untuk dipenuhi. 2.3.1 Bentuk Konflik Peran Ganda Menurut Greenhaus dan Beutell (dalam Carlson, dkk. 2000:250) ada tiga bentuk konflik peran ganda, yaitu: a. Time-Based conflict Konflik yang terjadi karena tuntutan waktu dari peran yang satu mempengaruhi partisipasi dalam peran lain. Konsep yang termasuk dalam konflik ini diantaranya: waktu bekerja yang berlebihan, kurangnya waktu untuk pasangan atau anak, atau jadwal yang tidak fleksibel. b. Strains-Based conflict Konflik yang disebabkan oleh gejala stress seperti kelelahan dan mudah marah, yang diakibatkan oleh satu peran mengganggu peran yang lain. Konflik ini melibatkan stress dalam keluarga dan pekerjaan, meluapnya emosi yang negatif dan dukungan dari pasangan. c. Behavior-Based conflict Konflik yang terjadi jika tingkah laku tertentu dituntut oleh satu peran lain, yang kemudian dapat mempersulit individu dalam memenuhi tuntutan peran yang lain, misalnya tuntutan peran keluarga dengan tuntutan pekerjaan. Allen (1968:9) menjelaskan sebuah tipe konflik peran, yaitu Interrole Conflict (Konflik antar Peran). Interrole Conflict terjadi ketika seorang memainkan dua peran sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Hall juga menambahkan (dalam Geraldine, 1988:41) dalam konflik ini ketegangan sering kali terjadi pada wanita disebabkan karena adanya Multiple Roles yang harus dilakukan pada suatu saat yang sama karena adanya harapan dan tuntutan yang menekan. Greenhaus dan Beutell (dalam Simanjuntak, 2007:97) mengatakan bahwa Interrole Conflict terjadi ketika muncul tekanan peran dari domain karir dan keluarga yang satu sama lain bertentangan dalam beberapa aspek. Oleh karena itu, partisipasi dalam peran karir (keluarga) dibuat lebih sulit dengan partisipasi yang baik dalam peran keluarga (karir). Seorang wanita yang berprofesi sebagai pengacara misalnya, pada suatu saat diharapkan untuk hadir dalam persidangan suatu kasus penting. Namun, pada saat yang sama ia juga diharapkan untuk memberikan prioritas utamanya pada keluarganya di rumah karena suami atau anaknya sedang sakit. Hall (dalam Geraldine, 1988:43) menjelaskan bahwa inti dari Interrole Conflict yang dialami wanita adalah ketidaksesuaian harapan yang berlebih (Role Overload) pada dirinya, yang kemudian menyebabkan wanita merasa sulit untuk memenuhi harapan dari masing-masing peran tersebut karena keterbatasan waktu yang dimilikinya. Konflik peran yang dialami oleh wanita adalah tidak cukupnya waktu untuk melakukan semua tugas-tugas dan kewajiban yang diharapkan dari dirinya terutama setelah ia menikah dan memiliki anak kecil serta ketika pekerjaan menuntut waktu kerja yang panjang. Imelda Luki Arinta (dalam Azwar, 2005:160) dalam penelitiannya mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran Ganda pada Ibu Bekerja, menyatakan bahwa konflik peran ganda pada wanita diperkirakan berasal dari peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga. Hal tersebut mengacu pada teori Kopelman (1983) dan Burley (1989) (dalam Herts, 2003:13-15) yang menyatakan dalam studinya tentang konflik peran pada istri yang dikembangkan dari teori Interrole Conflict, yaitu adanya konflik antara pekerjaan dengan keluarga. Kopelman hanya membahas mengenai faktor-faktor penyebab dari munculnya Interrole Conflict, yaitu a) waktu kerja yang berlebihan; b) konflik jadwal/kegiatan; dan c) kelelahan/marah. Ketiga aspek tersebut masuk ke dalam dua (2) bentuk global dari teori Kopelman mengenai Interrole Conflict, yaitu : Time – Based, yang berdasarkan waktu dan Strain-Based (Excessive Strains), yang berdasarkan kepada tekanan/stress. Menurut Burley (dalam Herts, 2003:15), dari penjabaran Kopelman tersebut, ia hanya mewakili pekerjaan yang menghambat keluarga (work interference with family). Artinya konflik perjadi antarperan dimana tuntutan waktu dan ketegangan secara keseluruhan yang dihasilkan dari pekerjaan mempengaruhi pekerja untuk memenuhi tanggung jawab yang berkaitan dengan keluarga, sedangkan untuk bukan keluarga yang menghambat pekerjaan (family interference with work) adalah bentuk konflik antarperan dimana tuntutan waktu dan ketegangan secara keseluruhan dihasilkan dari keluarga yang mempengaruhi pekerja untuk memenuhi tanggung jawab yang berkaitan dengan pekerjaan. Lalu, Burley merekonstruksi teori tersebut dengan memfokuskan kajian family interference with work dengan membuat skala pengukuran. Berdasarkan atas teori Kopelman (1983) dan Burley (1989), Imelda Luki Arinta (dalam Azwar, 2005:160) mengelompokkan konflik peran ganda menjadi 7 aspek, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Pengasuhan anak Bantuan pekerjaan rumah tangga Komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami Waktu untuk keluarga Menentukan prioritas Tekanana karir dan tekanan keluarga Pandangan suami terhadap peran ganda wanita Berdasarkan ketujuh aspek tersebut, maka peneliti akan menjadikan aspek-aspek tersebut menjadi landasan dalam membuat skala pengukuran dalam melakukan penelitian konflik peran ganda wanita. 2.4 Masa Kerja (Tenure) 2.4.1 Pengertian masa kerja Menurut Robbins (2001:45) masa kerja adalah “masa seseorang menjalankan pekerjaan tertentu” atau dapat disebut juga sebagai senioritas. Sjabandhyni, dkk. (2001) menyatakan bahwa pada umumnya karyawan ditetapkan untuk promosi antara lain karena pengalaman kerjanya dan karyawan akan diberikan kedudukan atau jabatan lebih tinggi, yaitu karena pengalaman, usia atau kemampuan karyawan yang diperoleh dari umur atau lamanya bekerja. Studi yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981), Hrebeniak (1974), Morris dan Sherman (1981), serta Sheldon (1971) (dalam Sjabandhyni ,2001:458), menunjukkan bahwa salah satu anteseden dari komitmen organisasi, yaitu masa kerja (tenure) seseorang pada organisasi tertentu. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Makin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, semakin ia memberi peluang untuk menerima tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan untuk bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih besar dan peluang mendapat promosi yang lebih tinggi. b. Adanya peluang investasi pribadi, yang berupa pikiran, tenaga, dan waktu untuk organisasi yang makin besar, sehingga makin sulit untuk meninggalkan organisasi tersebut. c. Adanya keterlibatan sosial yang dalam dengan organisasi dan individu-individu yang ada, hubungan sosial yang lebih bermakna, sehingga membuat individu semakin berat meninggalkan organisasi. d. Akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang, karena mobilitas individu berkurang dan terlalu lama berada dalam suatu organisasi. 2.4.2 Konsep Masa Kerja Gould & Hawkins, Mount, Sturnpf & Rabinowitz (dalam Cohen 1997:149), mengelompokkan masa kerja menjadi 3 tahap, yaitu yang terdiri dari: 1. Tahap Perkembangan (Establish Stage), yaitu masa kerja kurang dari 2 Tahun. 2. Tahap lanjutan (Advancement Stage). Yaitu masa kerja antara 2 sampai 10 tahun. 3. Tahap pemeliharaan (MaintenanceStage), yaitu masa kerja lebih dari 10 tahun. 2.5 Perceived Organizational Support (POS) 2.5.1 Definisi Perceived Organizational Support (POS) Perceived Organizational Support dapat diartikan sebagai keyakinan pegawai tentang bagaimana organisasi menghargai kontribusi pegawai dalam perusahaan dan bagaimana organisasi memperhatikan kesejahteraan pegawai (Rhoades dan Eisenberger, 2002). Perkembangan POS didorong oleh kecenderungan karyawan dalam menentukan karakteristik kemanusiaan dalam organisasi (Eisenberger et al., 1986 dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002). Levinson (1965, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002) mencatat bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh organisasi dilihat sebagai indikasi dalam mencapai tujuan organisasi, bukan hal yang semata-mata dilakukan berdasarkan motif kesadaran organisasi. Hal ini diwujudkan melalui kebijakan organisasi, aturan, dan tanggung jawab keuangan. Perwujudan ini sebagai kekuatan organisasi dalam menggerakkan keryawan agar lebih giat dalam bekerja. Menurut Eisenberger et al., (1986; Eisenberger, Cummings, Armeli, dan Lynch, 1997, serta Shore dan Shore, 1995, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002), imbalan organisasi dan kondisi kerja yang baik seperti gaji, promosi, pekerjaan yang berkembang serta pengaruh asuransi organisasi dapat lebih memiliki kontribusi terhadap POS jika karywan meyakini bahwa tindakan tersebut dilakukan atas dasar sukarela, bukan karena adanya paksaan seperti perundingan terlebih dahulu. Di sinilah karyawan dapat melihat apakah organisasi memperlakukan mereka secara baik atau tidak. Teori Organizational Support juga menunjukkan proses psikologis yang mengakibatkan Perceived Organizational Support (POS). Pertama, pada kaidah pertukaran (jika pekerja melakukan pekerjaan dengan baik maka akan mendapat imbalan dari organisasi), POS dapat menghasilkan perasaan wajib dalam diri karyawan untuk memperdulikan kesejahteraan organisasi dan menolong organisasi menuju sasarannya. Kedua, kepedulian, persetujuan dan rasa menghargai ditimbulkan oleh POS yang memenuhi kebutuhan sosioemosional, menuju keanggotaan pekerja yang bersatu dan status peran pada identitas sosial mereka. Ketiga, POS akan menguatkan keyakinan pegawai bahwa organisasi akan memberi penghargaan terhadap peningkatan kinerja (performance reward expectancies). Proses ini akan menimbulkan kebaikan baik dari individu (peningkatan kepuasan kerja dan suasana hati yang positif) maupun bagi organisasi (meningkatnya komitmen afektif dan kinerja serta berkurangnya pergantian). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Perceived Organizational Support adalah keyakinan pegawai tentang sejauh mana organisasi menghargai kontribusi mereka dalam perusahaan dan sejauh mana organisasi memperhatikan kesejahteraan pegawai yang diwujudkan melalui kebijakan organisasi, aturan, dan tanggung jawab keuangan dan di sinilah karyawan dapat melihat apakah organisasi memperlakukan mereka secara baik atau tidak. Dalam sejumlah penelitian, POS mempunyai hubungan yang positif dengan beberapa variable lain, diantaranya, yaitu: 1. Komitmen organisasi afektif (Eisenberger et al., 1990; Setton, Bennet, dan Liden, 1996; Rhoades, eisenberger dan Armeli, 2001; Shore dan Tetrick, 1991 dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002), 2. Effort-reward expectancies atau harapan bahwa segala upaya akan dibalas dengan imbalan (Eisenberger et al., 1990, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002), 3. Komitmen kesinambungan (Shore dan Tetrik, 1991, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002), 4. Leader-member exchange atau pertukaran anggota dengan pemimpin (Setton et al., 1996; Wayne, Shore dan Liden, 1997, dalam Rhodes dan Eisenberger, 2002), 5. Dukungan pengawas dalam organisasi (Kottke dan Sharafinski, 1988; Malatesta 1995; Shore dan Tetrik, 1991, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002), 6. Perceived organizational politics atau penerimaan dukungan politik (Andrews dan Kacmar, 2001; Cropanzano, Howes, Graney dan Toth, 1997; M. L. Randall, Cropanzano, Bornmann, dan Birjulin, 1999, dalam Rhoades et al., 2001, dalam Rhoades dan Eisenberger 2002), 7. Keadilan prosedural (Andrews dan Kacmar, 2001; Rhoades et al., 2001, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002) dan, 8. Kepuasan kerja (Aquino dan Griffeth, 1999; Eisenberger et al., 1997; Shore dan Tetrick, 1991, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002). 2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Perceived Organizational Support Berdasarkan pada teori Organizational Support (Eisenberger et al., 1986, dalam Rhodes dan Eisenberger, 2002), tiga bentuk umum dari penerimaan perlakuan yang baik dari organisasi (seperti kejujuran, dukungan pengawas organisasi, serta imbalan organisasi dan kondisi kerja) dapat meningkatkan POS, yaitu: 1. Kejujuran atau Keterbukaan Keadilan prosedural berhubungan dengan kejujuran yang digunakan untuk mengukur pembagian sumber penghasilan di antara pegawai (Grenberg, 1990, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002) berpendapat bahwa suatu hal yang berhubungan dengan kejujuran yang dilakukan secara berulangulang dalam memutuskan sumber penghasilan akan menimbulkan efek POS dengan menunjukkan kesejahteraan pegawai. Cropanzano dan Grenberg (1997, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002) membedakan antara aspek struktural dan aspek sosial pada keadilan prosedural. Aspek struktural sebagai faktor penentu adanya peran formal dan asuransi mengenai keputusan yang dapat mempengaruhi pegawai, termasuk pemberitahuan yang memuaskan sebelum sebuah keputusan dilaksanakan, menerima informasi yang akurat dan pegawai diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan. Aspek sosial dari keadilan prosedural memperlakukan pegawai dengan kewibawaan dan penuh penghargaan serta melengkapi pegawai dengan informasi mengenai bagaimana sebuah hasil diukur. Penerimaan politik organisasi juga berhubungan dengan keadilan prosedural, seperti berusaha mempengaruhi orang lain untuk membuat dirinya menarik, bahkan terkadang memberikan imbalan kepada orang lain (Cropanzano et al., 1997; Kacmar dan Carlson, 1997; Nye dan Witt, 1993; M. L. Randall et al., 1999, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002). Persepsi skala politik menganggap pandangan mengenai sesuatu yang menurutnya lazim yakni mendapatkan hasil yang bernilai dengan berperan dengan gaya bekerja, memberikan nasehat yang tidak baik mengenai keputusan manajemen agar perilakunya aman dan memperoleh bayaran tambahan dan mempromosikan kualitas dirinya (Kacmar dan Carlson, 1997, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002). 2. Dukungan Pengawas Persepsi umum pegawai mengenai penilaian terhadap organisasi mereka mengembangkan pandangan umum mengenai tingkatan, pengawas mana yang memberi nilai kontribusi mereka tentang kesejahteraan pegawai (Kottke dan Sharafinski, 1988, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002). Karena tugas pengawas sebagai wakil dari perusahaan, memiliki tanggung jawab dalam memerintah dan mengevaluasi kinerja bawahan, pegawai melihat pengawas mereka memperlakukan mereka dengan baik atau tidak sebagai indikasi dukungan organisasi (Eisenberger et al., Levinson, 1965, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002). 3. Imbalan organisasi dan kondisi kerja. Shore dan Shore (dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002) berpendapat bahwa praktek sumber daya manusia (SDM) yang memberikan penghargaan pada pegawai yang memiliki kontribusi terhadap perusahaan berhubungan positif dengan POS. Segala sesuatu yang berhubungan dengan imbalan organisasi dan kondisi kerja di antaranya adalah : a. Penghargaan, gaji dan promosi (Recognition, pay, and promotions). Pada teori Organizational Support, kesempatan baik untuk penghargaan yang tepat dapat memberikan nilai positif bagi kontribusi pegawai dan kontribusi pada POS itu sendiri. b. Keamanan Kerja (Job security). Asuransi yang dimiliki organisasi demi keselamatan pegawai diharapkan menjadi bagian dari POS. c. Otonomi (Autonomy). Dengan otonomi, diharapkan pegawai dapat mengontrol pekerjaan mereka, seperti penjadwalan, prosedur kerja, dan tugas yang beragam. d. Penekan Peran (Role Stressor). Penekan ini berhubungan dengan lingkungan yang mana pegawai merasa tidak mampu mengatasi sebuah permasalahan dalam organisasi. e. Pelatihan (Training). Wayne et al., (1997, dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002) berpendapat bahwa pelatihan kerja adalah sebuah kegiatan yang dapat ditentukan sebagai investasi bagi pegawai yang dapat meningkatkan POS. f. Ukuran Organisasi (Organization Size). Dekker dan Barling (1995, dalam Rhoades dan Eisenbergert, 2002) berpendapat bahwa individu merasa kurang bernilai dalam sebuah organisasi yang besar, dengan asuransi yang besar dan prosedur yang mungkin dapat mengurangi sifat fleksibel sebagai kebutuhan pegawai. Organisasi yang besar, dapat menunjukkan kedermawanan kepada kelompok pegawai, kemudian mengurangi keluwesan pegawai dalam bekerja, hal ini dapat mengurangi POS. Teori yang digunakan untuk mengetahui persepsi wanita karir berkeluarga mengenai dukungan perusahaan mengenai kesejahteraan mereka, maka peneliti mengunakan adaptasi skala Perceived Organizational Support (POS) dari Eisenberger. 2.6 Kerangka Berpikir Komitmen organisasi (organizational commitment) merupakan salah satu tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai independent variable (variabel bebas), maupun sebagai dependent variable (variabel terikat). Hal ini antara lain dikarenakan organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan produksi jasa dan barang yang dihasilkan. Indikasi yang paling jelas dapat dilihat ketika komitmen karyawan mempunyai komitmen organisasi yang rendah adalah tingginya jumlah karyawan yang mengundurkan diri atau keluar dari organisasi (dalam Yuwono, dkk. 2005:142). Pada penelitian ini, komitmen organisasi sebagai variabel terikat. Dalam hal ini, peneliti ingin membuktikan teori oleh Van Dyen dan Graham (dalam Coetzee, 2005) yang menguraikan 3 (tiga) faktor psikologis yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu: (1) faktor personal, meliputi usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, keterlibatan kerja (job involvement), dan konflik peran; (2) faktor posisional, meliputi masa kerja dan status jabatan; dan yang terakhir, (3) faktor situasional, yakni Perceived Organizational Support (POS). Dalam banyak penelitian, masing-masing faktor telah dibuktikan kontribusinya dalam komitmen organisasi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ali Nina (1996) pada sejumlah karyawan di Jakarta (dalam Seniati, 2002) yang membuktikan bahwa faktor personal seperti status penikahan, dan tingkat pendidikan berhubungan negatif dengan komitmen organisasi. Beberapa hasil penelitian lain mengenai dampak masa kerja terhadap komitmen organisasi, dikemukakan oleh Cherington, Condie dan England (dalam Sjabadhyni, 2001) yang melaporkan bahwa pekerja yang lebih tua (senior) memiliki komitmen organisasi yang tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda (junior). Seniati (2002) menjabarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Vera Rachmayati pada karyawan perusahaan di Jakarta, yakni konflik peran (pada wanita) mempunyai hubungan negatif dengan komitmen organisasi. Jika dilihat menurut kaca mata peneliti, hal tersebut terjadi karena dalam segi peranan wanita sebagai wanita karier dan wanita yang berkeluarga yang tidak diorganisir dengan baik. Kerancuan peran dapat saja terjadi, apabila kedua peran tersebut mengalami ketimpangan, dan wanita dihadapkan kepada pilihan yang sulit, yakni mengurus keluarga (suami dan anak) atau bekerja untuk mendapatkan tambahan pemasukan finansial. Dalam Robbins (2001) komitmen organisasi dan keterlibatan kerja memiliki hubungan yang positif. Keterlibatan kerja dalam aspek sikap kerja dari komitmen organisasi menimbulkan tingkat dimana seorang karyawan memihak dan terlibat secara aktif dalam pekerjaannya. Bukti riset memperlihatkan bahwa seseorang yang memiliki komitmen dan keterlibatan yang positif, maka tingkat keluar masuknya (turnover) individu dalam organisasi sangat rendah. Dalam sejumlah penelitian, Perceived Organizational Support (persepsi terhadap dukungan organisasi) yang termasuk kedalam faktor situasional, mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen organisasi afektif (Eisenberger et al., 1990; Setton, Bennet, dan Liden, 1996; Rhoades, eisenberger dan Armeli, 2001; Shore dan Tetrick, 1991 dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002). hal tersebut karena komitmen afektif berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginannya sendiri. Kunci dari tipe komitmen ini dengan POS adalah individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan dengan nilai-nilai organisasi. Berbagai penelitian yang telah diuraikan di atas sesuai dengan asumsi peneliti, bahwa kontribusi faktor-faktor psikologis yang dijabarkan menjadi faktor personal, posisional, dan situasional tersebut yang mempunyai kontribusi positif dan negatif pada komitmen organisasi. Namun, hasil yang disimpulkan dari sebuah penelitian tidak mutlak mempunyai hasil yang sama, jika diuji dengan sampel yang berbeda dalam sebuah populasi tertentu. Peneliti mengamati bahwa banyak penelitian yang menggunakan sampel secara umum, yakni lebih menekankan kepada karyawan pada sebuah perusahaan, baik itu laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik mengambil sampel penelitian dengan sasaran utama wanita karir berkeluarga. Hal tersebut diminati untuk melihat lebih spesifik kepada satu peran gender secara utuh. Pada dasarnya faktor personal, faktor posisional, dan faktor situasional pada komitmen organisasi, masing-masing faktor mempunyai kontribusi yang positif dan negatif. Namun, bagaimana hal itu akan benarbenar mempengaruhi secara nyata, adalah tergantung dari individu itu sendiri. Bagaimana cara dia untuk menyikapi kehidupan organisasinya, yaitu bagaimana individu tersebut dapat memaknai eksistensinya dalam sebuah organisasi sebagai hal yang penting bagi organisasinya sendiri, orang lain, maupun untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, untuk mengtahui hal tersebut lebih lanjut. Maka, peneliti akan mencoba meneliti topik tersebut, agar mendapatkan hasil yang faktual. USIA Tingkat Pendidikan Faktor Personal Status Perkawinan Keterlibatan Kerja (Job Involvement) Konflik Peran Faktor Posisional MASA KERJA Faktor Situasional Perceived Organizational Support (POS) KOMITMEN ORGANISASI Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Faktor – faktor Komitmen Organisasi 2.7 Hipotesis Penelitian Hipotesis Mayor: H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, keterlibatan kerja, konflik peran, masa kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi wanita karir berkelurga. Hipotesis Minor: Ho1 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara usia terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkelurga. Ho2 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkelurga. Ho3 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara status perkawinan terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkelurga. Ho4 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkelurga. Ho5 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara konflik peran ganda terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkelurga. Ho6 : Tidak ada pengaruh yang signifikana antara masa kerja terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkelurga. Ho7 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkelurga. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu pendekatan kuantitatif. Menurut Creswell (1994), penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat atau frekuensi) yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain. Dengan pendekatan ini peneliti mengharapkan akan mendapatkan data yang lebih spesifik dan lebih akurat. Dengan pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikasi perbedaan kelompok atau signifikasi antar variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis berusaha melihat pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. 3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Dalam buku Metodologi Penelitian, W.Gulo (2005) mengatakan bahwa populasi adalah “sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, yang dari padanya terkandung informasi yang ingin diketahui”. Subjek dalam penelitian ini, yaitu wanita yang memiliki kriteria sebagai berikut: a. Masih aktif bekerja (menjadi pekerja) atau karyawan dan telah menikah, berusia 20–45 tahun, dan memiliki anak yang masih memerlukan asuhan, atau masih harus terlibat dalam pengasuhan anaknya. b. Karyawan tetap di perusahaannya dan telah bekerja minimal 2 tahun di tempat atau posisinya sekarang, dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa subjek memiliki pengalaman dan penghayatan yang sama berkaitan dengan perusahaan dan pekerjaannya. c. Berpendidikan minimal SLTA, sehingga diharapkan subjek tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami dan mengisi kuesioner yang diberikan peneliti. 3.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Pada penelitian ini subjek diambil dari populasi wanita yang bekerja dan berkeluarga. Sampel yang akan diambil peneliti, yaitu 156 orang wanita yang berasal dari dua perusahaan (nama perusahaan tidak diizinkan untuk disebutkan). Metode pengambilan sampel menggunakan Non-Probability Sampling, yaitu pengambilan sampel dimana setiap objek penelitian yang diambil tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel penelitian. Sampel yang diambil hanya sampel yang memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti. Jadi, setiap karyawati yang telah berkeluarga yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan bersedia menjadi subjek penelitian akan ditetapkan sebagai sampel. 3.3 Variabel Penelitian Menurut Kerlinger (dalam Gulo, 2005) mengatakan bahwa: Variable is a property that takes on different values … A variable is a symbol which numerals or values are assigned. Variabel merupakan suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih dari nilai atau sifat yang berdiri sendiri, serta menyebut variabel sebagai suatu konstruk (properties) atau sifat yang diteliti. Hal yang sama dikatakan oleh Arikunto (1997) yang mengatakan bahwa, variabel adalah suatu objek penelitian. Variabel dalam penelitian ini, yaitu komitmen organisasi sebagai Dependent Variable (DV). Independent Variable (IV) merupakan sehimpunan variabel yang digunakan untuk memprediksi atau menjelaskan bagaimana suatu variabel dapat mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. IV dalam penelitian ini, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Usia; Tingkat pendidikan; Status perkawinan; Keterlibatan kerja (job involvement); Konflik peran; Masa kerja; dan, Perceived Organizational Support (POS). 3.3.1 Definisi Operasional Variabel Dependent variable: Variabel komitmen organisasi adalah skor yang diperoleh dari pengukuran aspek-aspek dalam komitmen organisasi yang meliputi komitmen afektif (Affective comitment), komitmen berkelanjutan (continuence commitment) dan komitmen normatif (normative commitment). Dengan mengadaptasi skala baku dari Allen dan Meyer (1997), yaitu Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) dengan 18 item. Independent Variable: 1. Variabel usia adalah hasil yang diperoleh dari usia subjek berupa data mengenai usia subjek. 2. Variabel tingkat pendidikan adalah hasil yang diperoleh dari subjek berupa data mengenai tingkat pendidikan yang telah ditempuh subjek. 3. Variabel status perkawinan adalah hasil yang diperoleh dari subjek berupa data mengenai status dan usia perkawinan subjek. 4. Variabel konflik peran adalah skor yang diperoleh dari hasil pengukuran dari skala konflik peran ganda, yang meliputi aspek pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami, waktu untuk keluarga, menentukan prioritas, tekanan karir dan tekanan keluarga, pandangan suami terhadap peran ganda wanita. 5. Variabel keterlibatan kerja (job involvement) adalah skor yang diperoleh dari hasil pengukuran skala mengenai harapan yang besar terhadap pekerjaan, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, kesiapan dalam menghadapi tugas, kebanggaan terhadap pekerjaan, ambisi, serta keinginan untuk mobilitas ke atas. 6. Variabel masa kerja adalah skor yang diperoleh dari subjek berupa data mengenai lamanya subjek bekerja sebagai karyawan/pegawai dalam sebuah perusahaan. 7. Variabel Perceived Organizational Support (POS) adalah skor yang diperoleh dari hasil pengukuran skala baku mengenai keyakinan karyawan mengenai penghargaan yang diberikan organisasi kepada karyawan melaui kebijakan organisasi, aturan dan tanggung jawab keuangan. 3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Established Instrument yaitu alat ukur yang sudah dikembangkan oleh peneliti lain. Instrumen yang diadaptasi, yaitu pengukuran untuk komitmen organisasi, dan Perceived Organizational Support (POS) diadaptasi dalam bahasa inggris, sehingga kemudian peneliti akan melakukan penerjemahan item-item dalam instrumen tersebut ke dalam bahasa Indonesia. Dalam menerjemahkan instrumen-instrumen penelitian, peneliti dibantu oleh ahli Bahasa Inggris, dan mencari berbagai literatur yang terkait dengan instrumen penelitian. Sedangkan, untuk instrument pengukuran konflik peran, peneliti mengadaptasi skala yang dibuat oleh peneliti dari Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode skala sebagai alat pengumpul data, yaitu sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden. Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert dengan variasi pilihan respon dan skala penilaian. Skala model Likert adalah suatu himpunan butir pernyataan sikap yang kesemuanya dipandang kira-kira sama dengan ‟nilai sikap‟, subjek menanggapi setiap butir dengan menggunakan taraf setuju atau tidak setuju, atau taraf sesuai atau tidak sesuai. Pernyataan (item) dalam skala model Likert ini terdiri dari pernyataan positif dan negatif (favorable dan unfavorable). Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan alat ukur model Likert dan skala model penilaian antara lain adalah terdapat variasi pilihan respon yang masing-masing terdiri empat alternatif jawaban yang disediakan. Untuk mengukur variabelvariabel penelitian ini, peneliti menggunakan skala model Likert yang telah dimodifikasi yaitu dengan menghilangkan jawaban netral, agar mendorong reponden untuk memilih dan memutuskan respon negatif ataupun positif, sehingga terlihat “kecenderungan sentral” (central tendency) dari jawaban responden. Selanjutnya pernyataan tertinggi untuk pernyataan unfavorable diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat setuju. Setiap katagori memiliki nilai sebagai berikut: Tabel 3.1 Tabel Skor Skala Model Likert Respon Pilihan Jawaban Variasi I Variasi 2 SS SS (Sangat Setuju) (Sangat Sesuai) S S (Setuju) (Sesuai) TS TS (Tidak Setuju) (Tidak Sesuai) STS STS (Sangat Tidak (Sangat Tidak Setuju) Sesuai) Skor Skor Favorable Unfavorable 4 1 3 2 2 3 1 4 Skala model Likert dipilih untuk mengukur variabel komitmen organisasi, skala keterlibatan kerja, dan skala POS (Perceived Organizational Support). Untuk skala model penilaian menurut Sevilla (dalam Sevilla, dkk., 1993) merupakan salah satu alat pengamatan tidak langsung, karena responden diminta untuk mencarikan penilaian berdasarkan pengamatan yang telah berlalu atau tentang bagaimana peranannya terhadap objek, situasi, atau orang yang dinilai. Subjek menanggapi setiap butir pernyataan dengan respon pilihan jawaban: tidak pernah, kadang-kadang, seringkali, dan selalu. Skala model penilaian ini digunakan untuk pengukuran skala konflik peran, dengan alternatif jawaban sebagai berikut: Tabel 3.2 Tabel Skor Skala Model Penilaian Respon Pilihan Jawaban Tidak Pernah (TP) Kadang-Kadang (KD) Seringkali (SR) Selalu (SL) Skor 1 2 3 4 Dalam penelitian ini, subjek akan diberikan kuesioner yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Bagian pengantar, berisi tentang nama peneliti, tujuan dari penelitian, kerahasian jawaban yang diberikan oleh responden, dan ucapan terima kasih peneliti. b. Bagian data, berisi tentang data-data subjek seperi nama inisial, usia, usia bekerja (masa kerja), status jabatan, tingkat pendidikan, dan status perkawinan. c. Bagian inti, berisi empat alat ukur penelitian yaitu alat ukur komitmen organisasi, alat ukur keterlibatan kerja, alat ukur konflik peran, dan alat ukur Perceived Organizational Support (POS). Pada saat penelitian, subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan oleh responden dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban. 3.4.2 Instrumen Penelitian Alat ukur yang digunakan dalam penelitian sebanyak 4 alat ukur, yaitu: 1. Alat ukur komitmen organisasi Untuk mengukur komitmen organisasi, peneliti mengadaptasi skala baku OCQ (Organizational Commitment Questionnaire) dari Allen dan Meyer (1990). Skala ini menggunakan skala model Likert dengan alternatif jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala terdiri dari 18 butir item pernyataan yang mengukur komitmen organisasi dengan 3 dimensi utama, yaitu komitmen afektif, komitmen kesinambungan, dan komitmen normatif (masing-masing terdiri dari 6 item). Tabel 3.3 Blue Print Komitmen Organisasi No. Dimensi 1. Affective Commitment 2. Continuance Commitment 3. Normative Commitment Indikator Merasa senang berkarir di organisasi. Merasa masalah perusahan masalah saya juga. Merasa perusahaan ini sangat berarti. Merasa sangat memiliki perusahaan ini. Merasa ada ikatan batin. Merasa bagian perusahaan. Merasa tetap dalam perusahaan merupakan kebutuhan dan keinginan saya. Merasa sangat berat bila meninggalkan pekerjaan. Merasa akan terganggu bila keluar dari perusahaan. Merasa mempunyai sedikit pilihan bila keluar dari perusahaan. Jika belum terlalu berkecimpung dalam perusahaan mungkin memilih kerja di tempat lain. Salah satu konsekuensi negatif meninggalkan perusahaan adalah jarangnya alternatif pekerjaan yang tersedia. Kewajiban untuk tetap bekerja di organisasi. Perasaan karyawan bila keluar dari organisasi. Loyalitas dalam bekerja. Tidak keluar dari organisasi karena memiliki tanggung jawab. Merasa dibutuhkan oleh orang-orang dalam perusahaan. Merasa berhutang budi. Jumlah ∑ 6 6 6 18 2. Alat ukur konflik peran Untuk mengukur konflik peran pada wanita karir berkeluarga, peneliti menggunakan skala konflik peran ganda Luki Arinta (1993) dengan model skala penilaian dengan alternatif pilihan jawaban Tidak Pernah (TP), Kadang-Kadang (KD), Seringkali (SR), dan Selalu (SL). Skala baku ini disusun untuk mengungkap tingkat konflik peran ganda pada wanita karir, dimana konflik peran diperkirakan berasal dari peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga. Skala ini dibuat dengan mengacu pada Skala Konflik Peran Ganda oleh Sekaran (1986) dan Work-Family Conflict Scale dari Kopelman, dkk., (1983) dan Burley (1989). Dari kedua skala tersebut oleh Imelda Luki Arinta (1993) dikelompokkan menjadi 7 aspek, yaitu aspek pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami, waktu untuk keluarga (anak-anak dan suami), menentukan prioritas, tekanan karir dan tekanan keluarga, dan pandangan suami terhadap peran ganda wanita. Dari skala 41 item tersebut didapatkan hasil koefisien rix bergerak dari 0,304 sampai dengan 0,701. Pengujian reliabilitas Skala Konflik Peran Ganda ini menggunakan pendekatan Alpha, hasilnya menunjukkan koefisien reliabilitas Alpha sebesar 0,914. Tabel 3.4 Blue Print Konflik Peran Ganda No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Aspek Pengasuhan Anak Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga Komunikasi & Interaksi dengan Anak & Suami Waktu untuk Keluarga Menentukan Prioritas Tekanan Karir & Tekanan Keluarga Pandangan Suami terhadap Peran Ganda Wanita Jumlah Nomor Butir 1, 7, 13, 19, 24, 29, 33, ∑ 8, 14 2 2, 9, 15, 20, 25, 30, 40, 41 3, 10, 21, 34, 37 4, 18, 26, 31, 38 5, 11, 16, 17, 22, 32, 35 6, 12, 23, 27, 28, 36, 39 7 8 5 5 7 7 41 3. Alat ukur keterlibatan kerja Alat ukur keterlibatan kerja merupakan alat ukur yang mengukur keterlibatan karyawan di perusahaan tempat individu bekerja. Penilaiannya meliputi penilaian terhadap jawaban responden mengenai aspek harapan yang besar terhadap pekerjaan, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, kesiapan dalam menghadapi tugas, kebanggaan terhadap pekerjaan, ambisi, serta keinginan untuk mobilitas ke atas. Peneliti membuat sendiri skala berdasarkan 5 aspek tersebut. Skala tersebut menggunakan skala model Likert dengan alternatif jawaban Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Masing-masing aspek memiliki item untuk mewakili aspek yang diukur dengan total keseluruhan item, yaitu 30 item. Tabel 3.5 Blue Print Keterlibatan Kerja Item Favorable Unfavorable No Aspek 1. 2. 3. 4. 5. Harapan yang besar terhadap pekerjaan Keterlibatan Secara emosional terhadap pekerjaan Rasa Tanggung jawab terhadap pekerjaan Rasa bangga terhadap pekerjaan Keinginan mobilitas keatas Jumlah ∑ 1, 10, 22 6, 16 5 12, 18, 26, 29 2, 23, 28 7 5, 11, 27, 30 7, 15, 24 7 4, 14, 21 9, 19 5 8, 17, 20 3, 13, 25 6 17 13 30 4. Alat ukur POS Alat ukur Perceived Organizational Support adalah alat ukur yang mengukur persepsi karyawan mengenai penilaiannya terhadap kebijakan yang diterapkan di dalam perusahaan. Alat ukur ini bernama Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) yang diciptakan oleh Eisenberger, R. Huntington, S. Hutchinson dan D. Sowa (1986) yang kemudian diadaptasi oleh peneliti untuk digunakan dalam penelitian ini. Alat ukur ini menggunakan skala model Likert dengan alternatif jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala tersebut terdiri dari 36 item pernyataan, namun hanya 8 item yang memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi (Eisenberger, 2002). Oleh karena itu peneliti menggunakan 8 item tersebut sebagai acuan penelitian yaitu pada no. item: 1, 3, 7, 9, 17, 21, 23, 27 . Blue print alat ukur Perceived Organizational Support, yaitu sebagai berikut: Tabel 3.6 Blue print Perceived Organizational Support (POS) Aspek – aspek POS No. 1. Keyakinan pegawai organisasi menghargai tentang Favorable Unfavorable ∑ sejauhmana kontribusi mereka dalam perusahaan dan sejauhmana organisasi 1, 9, 21, memperhatikan kesejahteraan pegawai yang 27 3, 7, 17, 23 8 4 8 diwujudkan melalui kebijakan organisasi, aturan, dan tanggung jawab. Jumlah 4 5. Item untuk mengukur usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, masa kerja, dan status jabatan. Item pengkuran dikembangkan sendiri oleh peneliti berupa pertanyaan dengan empat pilihan jawaban. Alat ukur usia, masa kerja, status jabatan, status perkawinan, dan tingkat pendidikan menggunakan model pilihan dan isian dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti. Tabel 3.7 Tabel Skala Alternatif Jawaban Score Berdasarkan tabel, a 1 b 2 c 3 d 4 skala disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberi tanda silang (x) pada pilihan yang telah disediakan. Item tersebut, sebagai berikut: 1. Usia saya saat ini a. ≥ 20 tahun b. 25 – 30 tahun c. 31 – 40 tahun d. > 41 tahun 2. Tingkat Pendidikan : a. SMA b. Diploma c. S-1 d. S-2 3. Status Perkawinan Menikah/Bercerai Menikah : .... Tahun 4. Pekerjaan/Jabatan: (ISIAN) 5. Saya telah bekerja selama a. 2 tahun b. 3 – 5 tahun c. 6 – 8 tahun d. > 8 tahun 3.5 Uji Instrumen 3.5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software Lisrel 8.70 (Joreskog dan Sorbom, 2004). adapun langkah-langkah untuk mendapatkan kriteria item yang baik pada CFA, yaitu sebagai berikut: 1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat nilai Chi-Square yang dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (P>0.05) berarti semua item hanya mengukur satu faktor saja. Namun jika nilai Chi-Square signifikan (P<0.05), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yang diuji sesuai dengan langkah kedua berikut ini. 2. Jika nilai Chi-Square signifikan (P<0.05), maka dilakukan modifikasi model pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item mengukur selain konstruk yang ingin diukur, item tersebut juga mengukur hal yang lain (mengkur lebih dari satu konstruk/multidimensional). Setelah beberapa kesalahan pengkuran dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh model yang fit, maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya. 3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai koefisien positif. 4. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah data untuk mendapatkan faktor skornya. Selanjutnya, melakukan pengolahan data menggunakan SPSS 17.0 dengan ketentuan tidak mengikutsertakan skor mentah dari item yang dieliminasi. Terdapat kriteria item yang baik pada CFA, yaitu (Wijanto, 2008): 1. Menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktornya dengan melihat nilai t bagi koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah jika t > 1.96 maka item tersebut tidak akan didrop dan sebaliknya. 2. Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah diskoring dengan favorable (pada skala model likert 1-4), maka nilai koefisien muatan faktor harus bermuatan positif, dan sebaliknya. Apabila item favorable, namun muatan faktor item bernilai negatif, maka item tersebut akan didrop dan sebaliknya. 3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka item tersebut akan didrop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain (multidimensi). Dalam penelitian ini data yang akan dianalisis adalah hasil pengukuran dalam bentuk skor faktor seperti yang diperoleh pada langkah keempat dalam melakukan uji validitas CFA di atas, kecuali untuk variabel usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, masa kerja, dan status jabatan. adapun uji validitas alat ukur akan dipaparkan pada subbab berikut ini: 3.5.2. Uji Validitas Skala Komitmen Organisasi Dalam subbab ini peneliti menguji apakah 18 item yang ada bersifat unidmensional dalam mengukur komitmen organisasi. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 856.67, df = 135, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.186. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model sebagai berikut: fit seperti pada gambar di bawah ini: . Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel Komitmen Organisasi Dari gambar 3.1, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, dan dapat disimpulkan bahwa seluruh item terbukti mengukur satu faktor saja, yaitu komitmen organisasi. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masingmasing. Selanjutnya, untuk mengetahui kualitas dari item dapat dilihat melalui signifikasi item dalam mengukur faktor yang hendak diukur. Hal tersebut juga dapat menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji merupakan hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada table 3.8 berikut: Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Komitmen Organisasi No Koefisien 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0.40 0.02 0.57 0.34 0.59 0.54 0.30 0.50 0.46 Standar error 0.08 0.08 0.07 0.08 0.08 0.07 0.08 0.08 0.09 Nilai t 5.02 0.20 7.72 4.36 7.53 7.33 3.78 6.50 5.43 Sig. No Koefisien V X V V V V V V V 10 11 12 13 14 15 16 17 18 0.09 0.21 0.68 0.50 0.81 0.77 0.66 0.67 0.56 Standar error 0.09 0.08 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.08 Nilai t 0.99 2.56 9.72 6.65 11.56 11.02 9.26 9.34 7.29 Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 2 dan 10 tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan. Dengan demikian, item no. 2 dan 10 akan di drop. Artinya, bobot nilai pada item 2 dan 10 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya, melihat muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan negatif. Dari tabel 3.8 pada kolom koefisien tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Dengan demikian tidak ada item yang di drop, kecuali item no 2 dan 10. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya, dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing- Sig. X V V V V V V V V masing. Korelasi kesalahan pengukuran item ditampilkan pada tabel di bawah ini, yaitu: Tabel 3.9 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Komitmen Organisasi 1 1 1 2 V 2 3 4 V 1 4 V V V 7 V V V V V V V 10 V V V 12 V V 1 V V V 1 V V V 1 V V V V V V V V V V 15 V V 14 15 16 17 18 V 1 1 V 1 V 1 V 16 18 11 12 13 1 V 14 17 10 1 V 11 13 9 1 V V 8 1 8 9 7 1 V V 6 6 1 3 5 5 V V V V V 1 V V V 1 V 1 Keterangan: tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari table di atas dapat dilihat korelasi antar kesalahan pengukuran item. Item yang baik memiliki kesalahan pengukuran yang tidak berkorelasi satu sama lain. Namun, pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang tidak berkorelasi, tetapi paling tidak ada item yang hanya memiliki satu kesalahan pengukuran korelasi terhadap item lainnya, yaitu: item 2, 3, dan 8. Sedangkan, untuk item yang tidak bagus, yaitu: item 9, 10, 11, 12, 14, 17, dan 18, karena paling banyak mempunyai tanda V, yang berarti kesalahan pengukuran item-item tersebut berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Hal itu juga berarti bahwa item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Dengan demikian, item 9, 10, 11, 12, 14, 17, dan 18 akan didrop, artinya bobot nilai item-item tersebut tidak akan dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Langkah terakhir, item-item komitmen organisasi yang tidak didrop dihitung faktor skornya. Faktor skor ini dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi, penghitungan faktor skor ini tidak menjumlahkan item-item variabel pada umumnya, tetapi justru dihitung true score pada tiap item. Setelah didapatkan faktor skor, peneliti mentransformasikan faktor skor menjadi t-score yang berfungsi menghilangkan bilangan negatif dari z-score. Semua skor ditransformasi ke skala t yang semuanya positif dengan menetapkan harga mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya, yaitu melakukan proses komputasi melalui formula T-score = 50 + 10.z (Mc.Call dalam Crocker dan Algina, 1986). Setelah didapatkan faktor skor yang telah dirubah menjadi t-score, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu dicatat, bahwa hal yang sama juga berlaku untuk variabel konflik peran, keterlibatan kerja, dan Perceived Organizational Support (POS). 3.5.3. Uji Validitas Skala Konflik Peran Ganda Dalam hal ini peneliti menguji apakah 41 item pada skala konflik peran bersifat unidimensional. Dari hasil yang diperoleh dari variabel konflik peran, model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan Chi-Square = 2616.31, df = 780, dan P-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.123. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, peneliti tidak mendapatkan hasil yang fit pada skala tersebut. Oleh karena itu, peneliti memecah skala konflik peran tersebut menjadi 7 bagian sesuai dengan dimensi (aspek) dari skala konflik peran tersebut, yaitu sebagai berikut: 1. Validitas konstruk aspek pengasuhan anak Dalam hal ini peneliti menguji apakah 7 item tersebut bersifat unidimensional. Dari hasil yang diperoleh pada aspek tersebut, model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan ChiSquare = 40.49, df = 14, dan P-value = 0.00021, dan RMSEA = 0.110. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik Dari Aspek Pengasuhan Anak Dari gambar 3.2 di atas, nilai Chi-Square menghasilkan P > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat terima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu pengasuhan anak. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat di simpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikasi tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisen muatan faktor, seperti pada tabel 3.10 berikut ini: Tabel. 3.10 Muatan Faktor Item Aspek Pengasuhan Anak Untuk Konflik Peran Ganda No Koefisien 1 7 13 19 24 29 33 0.67 0.72 0.80 0.79 0.67 0.65 0.77 Standar error 0.08 0.07 0.07 0.07 0.08 0.08 0.07 Nilai t 8.89 9.78 11.41 11.24 8.86 8.54 10.91 Sig. V V V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dilihat dari muatan faktornya 7 item yang mengukur pengasuhan anak, semua menghasilkan hasil yang signifikan karena t-value bermuatan positif (t>1,96), yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Adapun matriks korelasinya dijelaskan di bawah ini: Tabel 3.11 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Aspek Pengasuhan Anak 1 1 4 3 4 5 6 7 1 2 3 2 1 V 1 1 5 1 6 V 7 1 1 Keterangan: tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel di atas terlihat bahwa kesalahan pengukuran item yang berkorelasi terlihat pada item 13 dan item 29. 2. Validitas konstruk aspek bantuan pekerjaan rumah tangga Dalam hal ini peneliti menguji apakah 2 item tersebut bersifat unidimensional. Dari hasil yang diperoleh pada aspek tersebut, model satu faktor (unidimensional) fit, dengan ChiSquare = 0.00, df = 0, dan P-value = 1.00, dan RMSEA = 0.000, yaitu seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik Aspek Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga Dari gambar 3.3 di atas, nilai Chi-Square menghasilkan P > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat terima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu bantuan pekerjaan rumah tangga. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikasi tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisen muatan faktor, seperti pada tabel 3.12 berikut ini: Tabel. 3.12 Muatan Faktor Item Aspek Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga Untuk Konflik Peran No Koefisien 8 14 0.99 0.83 Standar error 0.06 0.07 Nilai t 17.29 12.62 Sig. V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dilihat dari muatan faktornya 2 item yang mengukur bantuan pekerjaaan rumah tangga, semua menghasilkan hasil yang signifikan karena t-value bermuatan positif (t>1,96), yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Adapun untuk tabel matrix korelasi dari aspek tersebut, peneliti tidak mencantumkannya, karena kedua item tersebut tidak memiliki kesalahan pengukuran yang berkorelasi, sehingga dapat dinyatakan bahwa kedua item tersebut akan ikut diolah kedalam skor faktor. 3. Validitas konstruk aspek komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami Dalam hal ini peneliti menguji apakah 8 item tersebut bersifat unidimensional. Dari hasil yang diperoleh pada aspek tersebut, model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan ChiSquare = 280.42, df = 17, dan P-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.316 . Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatorik Aspek Komunikasi Dan Interaksi Dengan Anak Dan Suami Dari gambar 3.4 di atas, nilai Chi-Square menghasilkan P > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat terima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat di simpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikasi tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisen muatan faktor, seperti pada tabel 3.13 berikut ini: Tabel. 3.13 Muatan Faktor Item Aspek Komunikasi dan Interaksi Dengan Anak dan Suami untuk Konflik Peran No Koefisien 2 9 15 20 25 30 40 41 0.41 0.70 0.74 0.88 0.51 0.81 0.61 0.58 Standar error 0.08 0.07 0.07 0.07 0.08 0.07 0.07 0.08 Nilai t 5.09 9.65 10.46 12.95 6.61 11.10 8.16 7.78 Sig. V V V V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dilihat dari muatan faktornya 8 item yang mengukur komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami, semua menghasilkan hasil yang signifikan karena t-value bermuatan positif (t>1,96), yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Adapun matriks korelasinya dijelaskan di bawah ini: Tabel 3.14 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Aspek Komunikasi dan Interaksi Anak dan Suami 1 1 1 2 V 3 2 3 6 5 6 8 1 1 V 1 V 1 7 8 7 1 4 5 4 1 V V 1 Keterangan: tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel di atas terlihat bahwa kesalahan pengukuran item yang berkorelasi terlihat pada item 9, 25, 30 dan 41. 4. Validitas konstruk aspek waktu untuk keluarga Dalam hal ini peneliti menguji apakah 5 item tersebut bersifat unidimensional. Dari hasil yang diperoleh pada aspek tersebut, model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan Chi- Square = 27.82, df = 5, dan P-value = 0.00004, dan RMSEA = 0.172 . Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik Aspek Waktu untuk Keluarga Dari gambar 3.5 di atas, nilai Chi-Square menghasilkan P > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat terima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu waktu untuk keluarga. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat di simpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikasi tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisen muatan faktor, seperti pada tabel 3.15 berikut ini: Tabel. 3.15 Muatan Faktor Item Aspek Waktu untuk Keluarga untuk Konflik Peran No Koefisien 3 10 21 34 37 0.54 0.57 0.78 0.75 0.85 Standar error 0.08 0.08 0.07 0.07 0.07 Nilai t 6.80 7.00 10.69 10.24 11.98 Sig. V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dilihat dari muatan faktornya, 5 item yang mengukur menentukan prioritas, semua menghasilkan hasil yang signifikan karena t-value bermuatan positif (t>1,96), yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Adapun matriks korelasinya dijelaskan di bawah ini : Tabel 3.16 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Waktu untuk Keluarga 1 1 1 2 V 3 4 5 2 3 4 5 1 V 1 1 1 Keterangan: tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel di atas terlihat bahwa kesalahan pengukuran item yang berkorelasi terlihat pada item 10 dan item 21. 5. Validitas konstruk aspek menentukan prioritas Dalam hal ini peneliti menguji apakah 5 item tersebut bersifat unidimensional. Dari hasil yang diperoleh pada aspek tersebut, model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan ChiSquare = 11.71, df = 5, dan P-value = 0.03905, dan RMSEA = 0.093 . Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatorik Dari Menentukan Prioritas Dari gambar 3.6 di atas, nilai Chi-Square menghasilkan P > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat terima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu menentukan prioritas. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat di simpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikasi tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisen muatan faktor, seperti pada tabel 3.17 berikut ini: Tabel. 3.17 Muatan Faktor Item Menentukan Prioritas untuk Konflik Peran No Koefisien 4 18 26 31 38 0.56 0.55 0.54 0.51 0.60 Standar error 0.09 0.09 0.10 0.09 0.10 Nilai t 6.21 6.13 5.39 5.68 6.10 Sig. V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dilihat dari muatan faktornya, 5 item yang mengukur menentukan prioritas, semua menghasilkan hasil yang signifikan karena t-value bermuatan positif (t>1,96), yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Adapun matriks korelasinya dijelaskan di bawah ini : Tabel 3.18 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Menentukan Prioritas 1 1 2 3 2 3 5 1 1 1 4 5 4 1 V 1 Keterangan: tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel di atas terlihat bahwa kesalahan pengukuran item yang berkorelasi terlihat pada item 38. 6. Validitas konstruk aspek tekanan karir dan keluarga Dalam hal ini peneliti menguji apakah 7 item tersebut bersifat unidimensional. Dari hasil yang diperoleh pada aspek tersebut, model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan ChiSquare = 56.95, df = 14, dan P-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.141 . Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatorik Aspek Tekanan Karir dan Keluarga Dari gambar 4.7 di atas, nilai Chi-Square menghasilkan P > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat terima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu tekanan karir dan keluarga. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat di simpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikasi tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisen muatan faktor, seperti pada tabel 3.19 berikut ini: Tabel. 3.19 Muatan Faktor Item Aspek Tekanan Karir dan Keluarga Untuk Konflik Peran No Koefisien 5 11 16 17 22 32 35 0.66 0.67 0.80 0.76 0.60 0.60 0.52 Standar error 0.08 0.08 0.07 0.07 0.08 0.08 0.08 Nilai t 8.51 8.79 11.04 10.27 7.48 7.66 644 Sig. V V V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dilihat dari muatan faktornya 7 item yang mengukur tekanan karir dan keluarga, semua menghasilkan hasil yang signifikan karena t-value bermuatan positif (t>1,96), yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Adapun matriks korelasinya dijelaskan di bawah ini: Tabel 3.20 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Untuk Tekanan Karir dan Keluarga 1 1 2 3 2 3 4 5 6 7 1 1 1 4 1 5 V 1 6 V 1 7 V V 1 Keterangan: tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel di atas terlihat bahwa kesalahan pengukuran item yang berkorelasi terlihat pada item 22, 32, dan item 35. 7. Validitas konstruk aspek pandangan suami terhadap peran ganda wanita Dalam hal ini peneliti menguji apakah 7 item tersebut bersifat unidimensional. Dari hasil yang diperoleh pada aspek tersebut, model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan ChiSquare = 127.17, df = 14, dan P-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.228 . Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatorik Aspek Pandangan Suami Terhadap Peran Ganda Wanita Dari gambar 3.8 di atas, nilai Chi-Square menghasilkan P > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat terima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu pandangan suami terhadap peran ganda wanita. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat di simpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikasi tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisen muatan faktor, seperti pada tabel 3.21 berikut ini: Tabel. 3.21 Muatan Faktor Item Pandangan Suami Terhadap Peran Ganda Wanita untuk Konflik Peran No Koefisien 6 12 23 27 28 36 39 0.66 0.72 0.72 0.70 0.66 0.70 0.60 Standar error 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 Nilai t 8.46 9.16 9.17 8.76 8.14 8.73 7.21 Sig. V V V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dilihat dari muatan faktornya 7 item yang mengukur pandangan suami terhadap peran ganda wanita, semua menghasilkan hasil yang signifikan karena t-value bermuatan positif (t>1,96), yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Adapun matriks korelasinya dijelaskan di bawah ini : Tabel 3.22 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Pandangan Suami Terhadap Peran Ganda Wanita 1 1 2 2 3 4 5 6 7 1 1 3 1 4 V 1 5 V V 6 7 1 V 1 V V 1 Keterangan: tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel di atas terlihat bahwa kesalahan pengukuran item yang berkorelasi terlihat pada item 27, 28, 36, dan 39. Jadi, kesimpulan dalam uji validitas dari skala konflik peran ganda yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, yaitu peneliti menggunakan 41 item skala tersebut untuk digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel keterlibatan kerja. Karena pada dasarnya, item-item tersebut mempunyai t-value yang lebih besar daripada 1.96 (t > 1,96). 3.5.4. Uji Validitas Skala Keterlibatan Kerja Dalam subbab ini peneliti menguji apakah 30 item yang ada bersifat unidmensional dalam mengukur keterlibatan kerja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 1209,99, df = 405, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.113. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.9 Analisis Faktor Konfirmatorik Dari Variabel Keterlibatan Kerja Dari gambar 3.9, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, dan dapat disimpulkan bahwa seluruh item terbukti mengukur satu faktor saja, yaitu keterlibatan kerja. Selanjutnya, untuk mengetahui kualitas dari item dapat dilihat melalui signifikasi item dalam mengukur faktor yang hendak diukur. Hal tersebut juga dapat menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada table 3.23 berikut: Tabel 3.23 Muatan Faktor Item Keterlibatan Kerja No Koefisien 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0.76 0.59 0.59 0.53 0.62 0.34 0.22 0.77 0.44 0.85 0.67 0.62 0.47 0.73 0.58 Standar error 0.07 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.09 0.07 0.08 0.07 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 Nilai t 10.20 7.48 7.20 6.72 7.80 4.05 2.53 10.25 5.34 12.21 8.64 8.06 5.69 9.66 7.50 Sig. No Koefisien V V V V V V V V V V V V V V V 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 0.10 0.50 0.72 0.27 0.72 0.78 0.57 0.14 0.29 0.44 0.68 0.62 0.22 0.37 0.57 Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Standar error 0.09 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.09 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.09 0.08 Nilai t 1.09 6.34 9.51 3.27 9.47 10.29 7.11 1.55 3.39 5.38 9.01 7.81 2.67 4.31 7.24 Sig. X V V V V V V X V V V V V V V Pada tabel di atas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 16 dan 23 yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan. Dengan demikian, item no. 16 dan 23 akan di drop. Artinya, bobot nilai pada item 16 dan 23 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya, melihat muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan negatif. Dari tabel 4.9, pada kolom koefisien tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Dengan demikian tidak ada item yang di drop, kecuali item no 16 dan 23. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya, dapat disimpulkan bahwa itemitem tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Korelasi kesalahan pengukuran item ditampilkan pada tabel di bawah ini, yaitu: Tabel 3.24 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Dari Item Keterlibatan Kerja 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 1 2 3 1 V V 1 4 5 7 1 V 1 8 9 1 V V 1 10 12 13 1 V 1 14 15 1 V 1 16 17 1 V 1 18 19 20 21 1 V 1 22 23 24 25 1 V V 1 V 1 26 27 1 V 1 28 29 1 V 1 30 1 V V 1 V V 1 V V V V V 11 1 V V V V V 6 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 1 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 1 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V Keterangan: tanda “V” menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item V V V V V 1 V V V V V V V V V V V 1 Dari table di atas dapat dilihat korelasi antar kesalahan pengukuran item. Item yang baik memiliki kesalahan pengukuran yang tidak berkorelasi satu sama lain. Namun, pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang tidak berkorelasi, tetapi paling tidak ada item yang sama sekali tidak memiliki kesalahan pengukuran korelasi terhadap item lainnya, yaitu: item 2, selain itu pada variabel tersebut juga terdapat item yang hanya memiliki satu kesalahan pengukuran korelasi terhadap item lainnya, yaitu item 3, 4, 5, 6, 8, dan 11. Sedangkan, item yang paling banyak mempunyai tanda V, yang berarti kesalahan pengukuran item-item tersebut berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item, yaitu: item 7, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, dan 30. Hal itu juga berarti bahwa item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Namun, peneliti mengingat dari 30 item keterlibatan kerja hanya terdapat 2 item yang tidak signifikan, yaitu item no. 16 dan 23 (karena taraf signifikasinya t<1.96 maka, peneliti menggunakan 28 item (selain item no.16 dan 23) untuk digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel keterlibatan kerja. Dalam hal ini, peneliti menggunakan kriteria no. 2 dalam mendrop item. Sehingga, apabila ditemukan keseluruhan nilai t > 1.96, maka dapat diartikan bahawa item tersebut signifikan dan dapat digunakan dalam mendapatkan true-score untuk variabel keterlibatan kerja. 3.5.5. Uji Validitas Skala Perceived Organizational Support (POS) Dalam subbab ini peneliti menguji apakah 8 item yang ada bersifat unidmensional dalam mengukur Perceived Organizational Support (POS). Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 176.71, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.223. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.10 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel Perceived Organizational Support (POS) Dari gambar 3.10, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, dan dapat disimpulkan bahwa seluruh item terbukti mengukur satu faktor saja, yaitu Perceived Organizational Support (POS). Selanjutnya, untuk mengetahui kualitas dari item dapat dilihat melalui signifikasi item dalam mengukur faktor yang hendak diukur. Hal tersebut juga dapat menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada table 3.25 berikut: Tabel 3.25 Muatan Faktor Item Perceived Organizational Support (POS) No Koefisien 1 2 3 4 5 6 7 8 0.80 0.72 0.31 0.81 0.60 0.98 0.76 0.69 Standar error 0.07 0.07 0.08 0.07 0.07 0.06 0.07 0.07 Nilai t 12.06 10.47 3.99 11.81 8.24 16.49 11.08 9.68 Sig. V V V V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, 8 item merupakan item yang baik, karena nilai t dari item tersebut signifikan (valid), yaitu t>1.96 dan bermuatan Positif, artinya item-item tersebut dapat mengukur Perceived Organizational Support (POS). Oleh karena itu, 8 item tersebut akan diikutsertakan dalam menghitung faktor skor dari variabel POS. skor faktor inilah yang akan digunakan dalam analisis regresi ketika dilakukan uji hipotesis penelitian. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya, dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masingmasing. Korelasi kesalahan pengukuran item ditampilkan pada tabel di bawah ini, yaitu: Tabel. 3.26 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Dari Item POS 1 1 2 4 5 6 7 8 1 2 1 3 V 4 V 5 V V 1 1 V 1 V 6 7 3 V 1 V 8 1 1 Keterangan: tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel di atas terlihat bahwa kesalahan pengukuran item yang berkorelasi terlihat pada item 3, 4, 5, 6 dan 7. 3.6 Teknik Analisia Data Untuk menjawab pernyataan penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis regresi berganda. Teknik analisis berganda ini digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dan ditujukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari variabel bebas (IV) (Sugiyono, 2009)., yaitu konflik peran, keterlibatan kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap variabel bebas (DV) komitmen organisasi. Regresi berganda merupakan metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan lebih dari satu variabel bebas (independen; predictor; X). Persamaan garis regresi penelitian, yaitu: Y` = a + b1X1 + b2X2 + …… + bpXp Keterangan: Y` = Dependent Variable (DV) yang dalam hal ini adalah komitmen organisasi. a = Konstanta X1, X2,….,Xp = Independent Variable (IV), yakni: X1 = Usia X2 = Tingkat pendidikan X3 = Status perkawinan X4 = Konflik peran X5 = Keterlibatan kerja X6 = Masa kerja X7 = Perceived Organizational Support (POS) p = Jumlah independent variable (IV) b1, b2,….,bp = Koefisien regresi untuk masing-masing IV Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang paling sesuai (memiliki error terkecil) dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis, yaitu: 1. R2 (koefisien determinasi berganda) Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara komitmen organisasi dengan independent variable. Besarnya komitmen organisasi yang disebabkan faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda R2. R2 menunjukkan variasi atau perubahan variabel terikat (Y) disebabkan variabel bebas (X) atau digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians dari komitmen organisasi yang dijelaskan oleh independent variable. Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus: Keterangan: R2 = Proporsi varians SSreg = Sum of Square Regression (jumlah kuadrat regresi) SSy = Sum of Square Y (jumlah kuadrat Y) 2. Uji F Untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau tidak, maka digunakan uji F. dari hasil uji F yang dilakukan, maka dapat dilihat apakah independent variable yang diujikan memiliki pengaruh terhadap dependent variable. Untuk membuktikan hal tersebut menggunakan rumus: Keterangan: R2 K N = Proporsi varians = Jumlah independent variable = Jumlah sampel 3. Uji T Uji T digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan variabel bebas (X) signifikan terhadap variabel terikat (Y) secara sendiri-sendiri atau parsial. Uji ini digunakan untuk menguji apakah sebuah variabel bebas (X) benar-benar memberikan kontribusi terhadap variable terikat (Y). Hasil uji T ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya. Uji T yang akan dilakukan menggunakan rumuas sebagai berikut: Keterangan: b Sb = Koefisien regresi = Standart error Estimates 3.7 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: a. Tahap persiapan 1. Menyusun proposal penelitian. 2. Menyusun perumusan masalah. 3. Menentukan variabel yang akan diteliti. 4. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis yang tepat mengenai variabel penelitian. 5. Menentukan subjek penelitian. 6. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu mengenai komitmen organisasi, komponen keterlibatan kerja, konflik peran, usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, masa kerja, dan Perceived Organizational Support (POS). 7. Persiapan segala hal yang menyangkut perizinan. b. Tahap pelaksanaan 1. Menentukan jumlah sampel penelitian. 2. Memberikan penjelasan tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi skala dalam penelitian. 3. Melaksanakan pengambilan data. c. Tahap pengolahan data 1. Melakukan skoring terhadap skala hasil jawaban responden. 2. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan membuat tabel data. 3. Menganalisis data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis. 4. Membuat kesimpulan dan laporan hasil penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah 156 wanita karir yang mempunyai anak dan aktif bekerja di perusahaan swasta. Berikutnya, peneliti akan memaparkan gambaran subjek berdasarkan usia, tingkat pendidikan, masa kerja, dan usia perkawinan. Subjek dalam penelitian ini berasal dari usia yang berbeda meskipun masih dalam satu tahap perkembangan dewasa, yaitu mulai dari usia 20 tahun sampai dengan 45 tahun. Berikut ini merupakan hasil distribusi responden berdasarkan usia, yaitu: Tabel 4.1 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Rentang Usia Frequency Percent (%) 3 1.9 20 – 26 Tahun 53 34.0 27 – 33 Tahun 52 33.3 Valid 34 – 40 Tahun 48 30.8 41 – 47 Tahun 156 100.0 Total Berdasarkan tabel di atas, responden dalam penelitian didominasi oleh responden dengan rentang usia (27 – 33) tahun dan (34 – 40) tahun, dengan persentase masing-masing, yaitu 34% (53 orang) dan 33,3% (52 orang). Sedangkan, untuk rentangan usia (41 – 47) tahun diperoleh persentase 30,8%, yaitu sebanyak 48 orang. Sisa responden berjumlah 3 orang, yaitu usia (20 – 26) tahun dengan presentase 1,9% . Artinya, bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki rentang usia yang berkisar antara (20 – 40) tahun ke atas, maka dapat dikatakan bahwa sampel memenuhi syarat penelitian, karena sesuai dengan karakteristik sampel yang ditetapkan oleh peneliti. Gambaran subjek berdasarkan usia perkawinan dalam penelitian ini berasal dari usia perkawinan yang berbeda, mulai dari usia 2 tahun sampai dengan 24 tahun. Untuk mempermudahkan perhitungan maka peneliti mengkategorikan usia perkawinan ke dalam empat kategori, yaitu dapat dilihat dalam tabel 4.2 di bawah ini: Tabel 4.2 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Perkawinan Rentangan Valid 1-6 Tahun 7-12 Tahun 13-18 Tahun 19-24 Tahun Total Frequency 64 29 29 34 156 Percent % 41.0 18.6 18.6 21.8 100.0 Berdasarkan tabel di atas, dapat dideskripsikan bahwa responden dalam penelitian ini didominasi oleh 64 orang yang memiliki usia perkawinan antara (1 – 6) tahun, dengan presentase 41% . Sedangkan, 34 orang responden memiliki usia perkawinan antara (19 – 24) tahun, dengan presentase 21,8% . sisanya responden dengan usia perkawinan (7 – 12) tahun dan usia (13 – 18) tahun, masing-masing berjumlah sebanyak 29 orang, dan dengan presentase masing-masing 18,6%. Selanjutnya, akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan. Subjek dalam penelitian ini berasal dari tingkat pendidikan yang berbeda, mulai dari SMA, Diploma, S1, dan S2. Hal tersebut dapat dilihat pada table 4.3, sebagai berikut: Tabel 4.3 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan Rentangan SMA Diploma Valid S-1 S-2 Total Frequency 40 28 71 17 Percent (%) 25.6 17.9 45.5 10.9 156 100.0 Berdasarkan tabel di atas, dapat dideskripsikan bahwa responden penelitian yang berpendidikan SMA terdapat 40 orang dengan persentase 40%. Sedangkan untuk tingkat Diploma terdapat 28 orang dengan persentase 17.9%. Selanjutnya untuk tingkat pendidikan S-1 memiliki jumlah tertinggi, yaitu sebanyak 71 orang responden dengan persentase 45,5%, dan yang terakhir untuk tingkat pendidikan S-2 mempunyai jumlah yang paling sedikit, yaitu 17 orang responden dengan presentase 10,9%. Terakhir, peneliti akan memaparkan mengenai distribusi sampel penelitian berdasarkan masa kerja yang dikategorikan menjadi 4 (empat) kelompok, sebagai berikut: Tabel 4.4 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Masa Kerja Rentangan Frequency 2 Tahun 3 - 5 Tahun Valid 6 - 8 Tahun > 8 Tahun Total 23 28 39 66 156 Percent (%) 14.7 17.9 25.0 42.3 100.0 Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sebaran responden terbanyak berdasarkan masa kerja, yaitu pada didominasi pada rentangan masa kerja di atas 8 tahun sebanyak 66 orang responden dengan persentase 42,3%. selanjutnya, untuk rentangan (6 – 8) tahun terdapat 39 orang responden dengan presentase 25%, untuk rentangan usia (3 – 5) tahun terdapat 28 responden dengan presentase 17,9%, dan yang terakhir, untuk rentangan usia 2 tahun memiliki presentase yang paling kecil 14,7% dengan jumlah 23 orang. 4.2 Deskripsi Hasil Penelitian Sebelum diuraikan secara lebih detail tentang beberapa sub bab selanjutnya, perlu dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor murni (t-score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini ditujukan agar mudah dalam membandingkan antarskor hasil pengukuran variabel yang diteliti. Dengan demikian semua raw score pada setiap variabel mesti diletakkan pada skala yang sama. Secara teknis komputasinya yang ditempuh, yaitu dengan melakukan tranformasi dari raw score menjadi z-score. Untuk menghilangkan bilangan negatif dari z-score, semua skor ditransformasi ke skala T yang semuanya positif dengan menetapkan harga mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya, yaitu melakukan proses komputasi melalui formula T-score = 50 + 10.z (McCall dalam Crocker dan Algina, 1986). Selanjutnya untuk menjelaskan gambaran umum tentang statististik deskriptif dari variabel-variabel dalam penelitian ini, indeks yang menjadi patokan adalah nilai mean, median, standar deviasi (SD), nilai maksimal dan minimal dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Statistics Perceived Komitmen Keterlibatan Organisasi Kerja 156 156 156 156 0 0 0 0 Mean 50.00 50.00 50.00 50.00 Std. Deviation 9.017 9.575 9.791 9.400 Minimum 27 27 31 22 Maximum 67 70 71 67 N Valid Missing Konflik Peran Organizational Support Berdasarkan tabel 4.5 skor komitmen organisasi terendah, yaitu 27 dan skor tertinggi 67 dengan nilai rata-rata 50, dan standar deviasi 9.017. Berikutnya, untuk keterlibatan kerja skor terendah, yaitu 27 dan tertinggi 70 dengan nilai rata-rata 50, dan standar deviasi 9,575. Kemudian, untuk konflik peran skor terendah, yaitu 31 dan tertinggi 71 dengan nilai rata-rata 50, dan standar deviasi 9,791. Dan yang terakhir, untuk Perceived Organizational Support (POS) skor terendah, yaitu 22 dan skor tertinggi 67 dengan nilai rata-rata 50, dan standar deviasi 9,400. Nilai rentangan terbesar (nilai maximum-minimum) terdapat pada variabel Perceived organizational Support (POS), yaitu sebesar 45. Hal ini berarti POS merupakan variabel yang paling heterogen diantara variabel-variabel yang lainnya. 4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel Peneliti membagi klasifikasi skor komitmen organisasi, keterlibatan kerja, konflik peran, dan Perceived Organizational Support (POS), menjadu tiga (3) kategori skor, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Rumus untuk mengkategorisasikannya, yaitu: Nilai maximum – Nilai minimum Kategori 1. Kategori skor komitmen organisasi Tabel 4.6 Penyebaran Skor Komitmen Organisasi Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi 54 - 67 52 33,3% Sedang 41 - 53 85 54,5% Rendah 27 - 40 19 12,2 % 156 100% Total Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor komitmen organisasi yang tinggi sebanyak 52 orang dari jumlah responden 156 orang, dan 85 orang responden memiliki skor sedang, dan terdapat 19 orang memiliki skor komitmen organisasi yang rendah. 2. Kategori skor keterlibatan kerja Tabel 4.7 Penyebaran Skor Keterlibatan Kerja Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi 56 - 70 41 26.3% Sedang 42 - 55 90 57.7% Rendah 27 - 41 25 16% 156 100 Total Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor keterlibatan kerja yang tinggi sebanyak 41 orang dari jumlah responden 156 orang, dan 90 orang responden memiliki skor sedang, dan terdapat 25 orang memiliki skor keterlibatan kerja yang rendah. 3. Kategori skor konflik peran ganda Tabel 4.8 Penyebaran Skor Konflik Peran Ganda Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi 58 - 71 33 21,2% Sedang 45 - 57 72 46,2% Rendah 31 - 44 51 32,7% 156 100% Total Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor konflik peran ganda yang tinggi sebanyak 33 orang dari jumlah responden 156 orang, dan 72 orang responden memiliki skor sedang, dan terdapat 51 orang memiliki skor konflik peran ganda yang rendah. 4. Kategori skor Perceived Organizational Support (POS) Tabel 4.9 Penyebaran Skor Perceived Organizational Support (Pos) Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi 53 - 67 52 33,3% Sedang 38 - 52 94 60,3% Rendah 22 - 37 10 6,4% 156 100% Total Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor Perceived Organizational Support (POS) yang tinggi sebanyak 52 orang dari jumlah responden 156 orang, dan 94 orang responden memiliki skor sedang, dan terdapat 10 orang memiliki skor Perceived Organizational Support (POS) yang rendah. 4.2.2 Analisis Uji Daya Beda Variabel Demografi Untuk mengetahui uji beda komitmen organisasi terhadap variabel demografi penelitian, maka peneliti menggunakan uji anova (One-Way Anova) yang perhitungannya menggunakan SPSS 17.0, berikut ini merupakan hasil ringkasannya: Tabel 4.10 Uji Beda Komitmen Organisasi Klasifikasi uji beda komitmen organisasi Usia 20 - 26 Tahun 27 - 33 Tahun 34 - 40 Tahun 41 - 47 Tahun Usia Perkawinan 1 - 6 Tahun 7 - 12 Tahun 13 - 18 Tahun 19 - 24 Tahun Tingkat Pendidikan SMA Diploma S-1 S-2 2 Tahun 3 - 5 Tahun Masa Kerja 6 - 8 Tahun > 8 Tahun (keterangan: tanda * : signifikan) Mean 31,31 49,64 50,03 51,54 48,39 51,33 52,12 50,08 47,27 51,47 50,93 50,13 47,37 49,62 49,76 51,22 Std. Deviasi 6.573 9.446 8.297 8.247 9.651 8.170 10.187 6.991 9.857 9.195 8.027 10.006 9.488 9.774 9.039 8.480 F Sig. 5.179 .002* 1.433 .235 1.740 .161 1.082 .359 Dengan melihat nilai F dan signifikasi dari uji beda pada tabel 4.10, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan komitmen organisasi dengan usia responden, yakni dengan nilai F = 5.179 dan nilai sig. sebesar 0,002 (P<0,05). Artinya usia responden memiliki dampak yang signifikan dalam menentukan tinggi rendahnya komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. Namun, untuk usia perkawinan, tingkat pendidikan, dan masa kerja tidak memiliki perbedaan yang signifikan karena nilai signifikasinya lebih dari 0,05 (P>0,05). Artinya usia perkawinan, tingkat pendidikan, dan masa kerja tidak memiliki dampak yang signifikan dalam menentukan tinggi rendahnya komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. 4.3 Uji Hipotesis 4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 17.0. Seperti yang sudah disebutkan pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu pertama, melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Kedua, apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, dan yang ketiga, melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing – masing IV. Langkah pertama peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut: Tabel 4.11 Tabel R-square Model Summary Model R R Square 1 .644 a b Adjusted R Std. Error of Square the Estimate .387 7.06157 .414 a. Predictors: (Constant), Perceived Organizational Support, Status Perkawinan "Menikah" dengan usia perkawinan, Tingkat Pendidikan, Konflik Peran, Keterlibatan Kerja, Masa Kerja, Usia Responden b. Dependent Variable: Komitmen Organisasi Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.414 atau 41,4%. Artinya proporsi varians dari komitmen organisasi yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 41.4%, sedangkan 58,6% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variable terhadap komitmen organisasi. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut: Tabel 4.12 Tabel Anova b ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square F Sig. 14.960 .000 Regression 5222.045 7 746.006 Residual 7380.143 148 49.866 Total a 12602.188 155 a. Predictors: (Constant), Perceived Organizational Support, Status Perkawinan "Menikah" dengan usia perkawinan, Tingkat Pendidikan, Konflik Peran, Keterlibatan Kerja, Masa Kerja, Usia Responden b. Dependent Variable: Komitmen Organisasi Jika melihat taraf sig. pada kolom ke-6 dari tabel di atas, diketahui bahwa (p < 0.05) yang berarti nilai F yang dihasilkan signifikan, maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari seluruh independen variabel terhadap komitmen organisasi ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan antara usia, tingkat pendidikan, status perkawinan “menikah” (dilihat berdasarkan usia perkawinan), keterlibatan kerja, konflik peran, masa kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi. Langkah terakhir, yaitu melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Jika nilai t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Adapun penyajiannya ditampilkan pada table 4.13 berikut: Tabel 4.13 Koefisien Regresi Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model 1 a t Sig. 2.389 .018 B Std. Error Beta (Constant) 13.177 5.517 Usia Responden 2.426 1.437 .229 1.687 .094 Tingkat Pendidikan .697 .617 .077 1.130 .260 -.296 .159 -.236 -1.857 .065 Keterlibatan Kerja .401 .074 .426 5.415 .000 Konflik Peran -.081 .061 -.088 -1.326 .187 Masa Kerja 1.489 .734 .181 2.029 .044 .217 .075 .226 2.872 .005 Status Perkawinan "Menikah" dengan usia perkawinan Perceived Organizational Support a. Dependent Variable: Komitmen Organisasi Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.13, dapat kita hasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Persamaan regresi komitmen organisasi Komitmen Organisai = 13.177 + 2.426 Usia + 0,697 Tingkat Pendidikan – 0,296 Status Perkawinan + 0,401 Keterlibatan Kerja* – 0,081 Konflik Peran + 1.489 Masa Kerja* + 0,217 POS* (Keterangan: Tanda * : signifikan) Dari tabel 4.13, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan. Untuk mengetahui signifikasi variabel, lihat nilai sig. pada kolom ke-6 pada tabel di atas, jika p < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap komitmen organisasi dan sebaliknya. Dari hasil analisis regresi di atas, hasil yang signifikan terdapat pada koefisien regresi variabel keterlibatan kerja, masa kerja dan Perceived Organizational Support (POS), sedangkan untuk variabel lainnya tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa dari 7 hipotesis minor hanya terdapat tiga yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut: 1. Variabel usia responden. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +2.426, dengan nilai signifikasi 0,094 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel usia responden secara positif mempengaruhi komitmen organisasi tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tua usia responden maka semakin tinggi tinggi komitmen organisasi, walaupun tidak signifikan secara statistik. 2. Variabel tingkat pendidikan. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +0,697 dengan nilai signifikasi 0,260 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel tingkat pendidikan secara positif mempengaruhi komitmen organisasi tetapi, tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula komitmen organisasi, walaupun secara statistik tidak signifikan. 3. Variabel status perkawinan “menikah” (*berdasarkan usia perkawinan), diperoleh nilai koefisien regresi sebesar –0,296, dengan nilai signifikasi 0,065 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel status perkawinan “menikah” dengan usia perkawinan antara rentangan (2 – 24) tahun secara negatif mempengaruhi komitmen organisasi, tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi usia perkawinan seseorang, maka semakin rendah komitmen organisasinya, walaupun secara statistik tidak signifikan. 4. Variabel keterlibatan kerja. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +0,401, dengan nilai signifikasi 0.000 (p < 0.05), yang berarti bahwa variabel keterlibatan kerja secara positif mempengaruhi komitmen organisasi, dan signifikan. Jadi, semakin tinggi keterlibatan kerja seseorang, maka semakin tinggi komitmen organisasinya. 5. Variabel konflik peran. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar –0.081 dengan nilai signifikasi 0,187 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel konflik peran secara negatif mempengaruhi komitmen organisasi, dan tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi konflik peran ganda seseorang, maka semakin rendah komitmen organisasinya. 6. Variabel masa kerja. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +1.489, dengan nilai signifikasi 0,044 (p < 0.05), yang berarti bahwa variabel masa kerja secara positif mempengaruhi komitmen organisasi, dan signifikan. Jadi, semakin tinggi masa kerja seseorang di tempat ia bekerja, maka semakin tinggi komitmen organisasinya. 7. Variabel Perceived Organizational Support (POS). Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +0,217, dengan nilai signifikasi 0,005 (p < 0.05), yang berarti bahwa variabel POS secara positif mempengaruhi komitmen organisasi, dan signifikan. Jadi, semakin tinggi POS seseorang, maka semakin tinggi komitmen organisasinya. Pada tabel 4.13 koefisien regresi di atas, dari dua IV yang berpengaruh signifikan terhadap DV dapat diketahui mana yang memiliki pengaruh lebih besar. Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antara tiap IV terhadap DV dapat diketahui dengan dua cara, yaitu melihat nilai signifikansinya (p) dan melihat Standardized coefficients (beta) (Umar, 2011). Maka dari tabel di atas dapat diketahui perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh terbesar adalah sebagai berikut: 1. Keterlibatan kerja, dengan nilai beta sebesar = 0,426 2. Perceived Organizational Support (POS), dengan nilai beta sebesar = 0,226 3. Masa kerja, dengan nilai beta sebesar = 0,181 4.3.2 Pengujian Proporsi Varians Independent Variable Pada subbab ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-masing independent variable terhadap dependent variable, yaitu komitmen organisasi. Pada tabel 4.14, kolom pertama merupakan IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua berisi tentang penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut. Kolom ketiga berisi tentang nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu. Kolom keempat merupakan nilai F hitung bagi IV yang diteliti, kolom DF merupakan derajat bebas bagi IV tersebut, yang terdiri dari numerator dan denumerator, F tabel merupakan nilai IV pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada komitmen organisasi dapat dilihat pada table 4.14, sebagai berikut: Tabel 4.14 Proporsi Varians untuk Masing–masing Independent Variable Model Summaryh Change Statistics Model R R Square R Square Change F Change df1 df2 F Table Sig. F Change 1 .173 .030 .030 4.725 1 154 3.902 .031 2 .198 .039 .009 1.482 1 153 3.902 .225 3 .244 .060 .020 3.301 1 152 3.903 .071 4 .593 .352 .292 68.069 1 151 3.903 .000 5 .606 .367 .015 3.666 1 150 3.904 .057 6 .618 .382 .015 3.502 1 149 3.904 .063 7 .644 .414 .033 8.251 1 148 3.904 .005 Keterangan : X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 : Usia Responden : Tingkat Pendidikan : Status Perkawinan : Keterlibatan Kerja : Konflik Peran : Masa Kerja : Perceived Organizational Support (POS) Dari tabel di atas dapat disampaikan informasi sebagai berikut : 1. Dari tabel terlihat bahwa R2-change dari usia responden terhadap komitmen organisasi adalah 0,030, ini berarti 3.0% varians dari komitmen organisasi dipengaruhi oleh usia individu. Angka signifikansinya, berdasarkan F-hitung, yaitu sebesar 4.725, ini berarti sumbangan usia terhadap komitmen organisasi signifikan, karena F-hitung (4.725) > F tabel (3.902). 2. Dari tabel terlihat bahwa R2-change dari tingkat pendidikan terhadap komitmen organisasi adalah 0,009, ini berarti 0.9% varians dari komitmen organisasi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Angka signifikansinya berdasarkan F-hitung, yaitu sebesar 1.482, ini berarti sumbangan tingkat pendidikan terhadap komitmen organisasi tidak signifikan karena F-hitung (1.482) < F tabel (3.902). 3. Dari tabel terlihat bahwa R2-change dari status perkawinan terhadap komitmen organisasi adalah 0,020, ini berarti 2.0% varians dari komitmen organisasi dipengaruhi oleh status perkawinan. Angka signifikasinya berdasarkan F-hitung, yaitu sebesar 3.301, ini berarti sumbangan status perkawinan terhadap komitmen organisasi tidak signifikan karena F-hitung (3.301) < F tabel (3.903). 4. Dari tabel terlihat bahwa R2-change dari keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasi adalah 0,292, ini berarti 29.2% varians dari komitmen organisasi dipengaruhi oleh keterlibatan kerja. Angka signifikansinya berdasarkan F-hitung, yaitu sebesar 68.069, ini berarti sumbangan keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasi signifikan karena F-hitung (68.069) > F tabel (3.903). 5. Dari tabel terlihat bahwa R2-change dari konflik peran terhadap komitmen organisasi adalah 0.015, ini berarti 1.5% varians dari komitmen organisasi dipengaruhi oleh konflik peran. Angka signifikansinya berdasarkan F-hitung, yaitu sebesar 3.666, ini berarti sumbangan konflik peran terhadap komitmen organisasi tidak signifikan karena F-hitung (3.666) < F tabel (3.904). 6. Dari tabel terlihat bahwa R2-change dari masa kerja terhadap komitmen organisasi adalah 0.015, ini berarti 1.5% varians dari komitmen organisasi dipengaruhi oleh masa kerja. Angka signifikansinya berdasarkan F-hitung, yaitu sebesar 3.502, ini berarti sumbangan masa kerja terhadap komitmen organisasi tidak signifikan karena F-hitung (3.502) < F tabel (3.904). 7. Dari tabel terlihat bahwa R2-change dari Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi adalah 0.033, ini berarti 3.3% varians dari komitmen organisasi dipengaruhi oleh POS. Angka signifikansinya berdasarkan F-hitung, yaitu sebesar 8.251, ini berarti sumbangan POS terhadap komitmen organisasi signifikan karena F-hitung (9.002) > F tabel (3.904). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 3 IV, yaitu usia responden, keterlibatan kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) yang signifikan sumbangannya terhadap komitmen organisasi, jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan IV (sumbangan proporsi varians yang diberikan). Dari ketiga IV tersebut dapat dilihat mana yang paling besar memberikan sumbangan terhadap DV. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat nilai R2-change nya, semakin besar nilainya maka, semakin banyak sumbangan yang diberikan terhadap DV (Umar, 2011). Dari tabel 4.14 di atas diketahui urutan IV yang signifikan memberikan sumbangan dari yang terbesar hingga yang terkecil ialah usia responden dengan persentase 3,0%, Perceived Organizational Support (POS) dengan persentase 3,3%, dan keterlibatan kerja dengan persentase 29,2%. Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi agar hasil analisis regresi dengan metode least square dapat dipercaya adalah bahwa distribusi frekuensi dari residual mengikuti distribusi normal. Distribusi normal adalah satu cara untuk mengetahui apakah residualnya adalah normal. Apabila residual berada disekitar garis harapan untuk kurva normal, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi ini memiliki error atau residual yang distribusinya mengikuti kurva normal. Artinya, hasil persamaan regresi beserta interpretasinya dapat dipercaya. Berikut adalah gambar 4.1 “residual plot” untuk variabel komitmen organisasi yang dihasilkan dengan menggunakan software SPSS 17.0. Gambar 4.1 Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa distribusi dari residual yang dihasilkan adalah normal. Dengan demikian, uji hipotesis dan penelitian dengan analisis regresi pada komitmen organisasi dapat dipercaya. 4.3.3 Pengujian Analisis Regresi Berdasarkan Sub-Kelompok Variabel Demografi Tabel 4.15 Tabel Analisis Regresi Sub-Kelompok Variabel Demografi Klasifikasi uji regresi komitmen organisasi N 20 - 33 Tahun 56 34 - 47 Tahun 100 1 - 12 Tahun 93 13 - 24 Tahun 63 S-1 ke bawah 68 S-1 ke atas 88 2-5 Tahun 51 6-8 Tahun 105 Usia Usia Perkawinan Tingkat Pendidikan Masa Kerja Model Keterlibatan Kerja Konflik Peran POS Keterlibatan Kerja Konflik Peran POS Keterlibatan Kerja Konflik Peran POS Keterlibatan Kerja Konflik Peran POS Keterlibatan Kerja Konflik Peran POS Keterlibatan Kerja Konflik Peran POS Keterlibatan Kerja Konflik Peran POS Keterlibatan Kerja Konflik Peran POS Unstd. Coefficients B .473 -.082 .184 .357 -.074 .223 .440 -.062 .151 .321 -.075 .375 .431 -.071 .273 .279 -.146 .207 .613 -.059 -.058 .338 -.041 .372 Std. Coefficients Std. Error .121 .112 .130 .096 .072 .095 .092 .080 .093 .130 .095 .138 .111 .091 .122 .119 .090 .103 .125 .106 .124 .091 .072 .094 Beta t Sig. .524 -.076 .192 .368 -.089 .236 .490 -.066 .165 .312 -.084 .358 .487 -.077 .274 .275 -.161 .225 .699 -.060 -.066 .338 -.045 .367 3.890 -.739 1.423 3.715 -1.031 2.362 4.806 -.775 1.618 2.464 -.788 2.717 3.892 -.781 2.243 2.349 -1.619 2.015 4.914 -.553 -.486 3.707 -.568 3.970 .000* .463 .161 .000* .305 .020* .000* .441 .109 .017* .434 .009* .000* .438 .028* .021* .109 .047* .000* .583 .642 .000* .571 .000* (Keterangan: Tanda * : signifikan) Berdasarkan tabel 4.15 di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Usia: berdasarkan rentangan usia (20 – 33) tahun, dapat diketahui bahwa hanya terdapat satu variabel yang signifikan dengan komitmen organisasi, yaitu variabel keterlibatan kerja dengan nilai sig. .000, dengan nilai koefisien regresi +0,473. Sedangkan, untuk rentangan usia (34 – 47) tahun, keterlibatan kerja dan POS secara signifikan mempengaruhi komitmen organisasi dengan masingmasing nilai sig. dan nilai koefisien, yaitu 0,000 dan +0,357 (untuk keterlibatan kerja), dan 0,020 dan +0,223 (untuk POS). 2. Usia Perkawinan: berdasarkan rentangan usia perkawinan (1 – 12) tahun, dapat diketahui bahwa hanya terdapat satu variabel yang signifikan dengan komitmen organisasi, yaitu variabel keterlibatan kerja dengan nilai sig. .000, dengan nilai koefisien regresi +0,440. Sedangkan, untuk rentangan usia perkawinan (13 – 24) tahun, keterlibatan kerja dan POS secara signifikan mempengaruhi komitmen organisasi dengan masing-masing nilai sig. dan nilai koefisien, yaitu 0,017 dan +0,321 (untuk keterlibatan kerja), dan 0,009 dan +0,375 (untuk POS). 3. Tingkat Pendidikan: berdasarkan tingkat pendidikan S1-ke bawah, dapat diketahui bahwa terdapat dua variabel yang signifikan dengan komitmen organisasi, yaitu variabel keterlibatan kerja dengan nilai sig. 0,000 , dengan nilai koefisien regresi +0,431 dan variabel POS dengan nilai sig. 0,028 , dengan nilai koefisien regresi +0,273. Sedangkan, untuk tingkat pendidikan S1-ke atas, keterlibatan kerja dan POS secara signifikan mempengaruhi komitmen organisasi dengan masing-masing nilai sig. dan nilai koefisien, yaitu 0,021 dan +0,279 (untuk keterlibatan kerja), dan 0,047 dan +0,207 (untuk POS). 4. Masa Kerja: berdasarkan rentangan masa kerja (2 – 5) tahun, dapat diketahui bahwa hanya terdapat satu variabel yang signifikan dengan komitmen organisasi, yaitu variabel keterlibatan kerja dengan nilai sig. .000, dengan nilai koefisien regresi +0,613. Sedangkan, untuk rentangan masa kerja (6 – 8) tahun, keterlibatan kerja dan POS secara signifikan mempengaruhi komitmen organisasi dengan masing-masing nilai sig. dan nilai koefisien, yaitu 0,000 dan +0,338 (untuk keterlibatan kerja), dan 0,000 dan +0,372 (untuk POS). Jadi, dapat disimpulkan bahwa diantara empat sub-kelompok variabel demografi di atas yang menunjukkan pengaruh yang lebih besar terhadap komitmen organisasi, yaitu kelompok usia responden (34 – 47) tahun, kelompok usia perkawinan (13 – 24) tahun, kelompok tingkat pendidikan S1 - ke bawah dan S1 ke atas, dan kelompok masa kerja (6 – 8) tahun. Dari simpulan tersebut dapat ditarik kesimpulan kembali bahwa kelompok-kelompok dengan rentangan masa/rentangan yang besar (tinggi) berpengaruh secara signifikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada kelompok-kelompok tersebut variabel keterlibatan kerja dan POS mempengaruhi komitmen organisasi pad wanita karir berkeluarga secara signifikan. BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sebelum peneliti menjelaskan kesimpulan hasil penelitian yang telah dibuktikan melalui analisa data pada subbab sebelumnya, peneliti ingin memunculkan kembali pernyataan hipotesis mayor dan hipotesis minor agar pembaca lebih mudah memahami kesimpulan dari hasil penelitian. Berikut pernyataan hipotesis mayor dan hipotesis minor: 5.1.1 Hipotesis Mayor H0 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan antara usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, keterlibatan kerja, konflik peran, masa kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, keterlibatan kerja, konflik peran, masa kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga, yaitu sebesar 41,4%. Jadi, dapat dikatakan bahwa hipotesis mayor ditolak. 5.1.2 Hipotesis Minor H01 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara usia terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara usia terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Jadi, dapat dikatakan bahwa hipotesis minor (H01) diterima. Variabel usia memberikan sumbangan kepada komitmen organisasi sebesar 3,0%. H02 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. Jadi, dapat dikatakan bahwa hipotesis minor (H02) diterima. Variabel tingkat pendidikan memberikan sumbangan kepada komitmen organisasi sebesar 0,9%. H03 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara status perkawinan terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara status perkawinan “menikah” terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Jadi, dapat dikatakan bahwa hipotesis minor (H03) diterima. Variabel status perkawinan “menikah” memberikan sumbangan kepada komitmen organisasi sebesar 2,0% H04 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. Jadi, dapat dikatakan bahwa hipotesis minor (H04) ditolak. Variabel keterlibatan kerja memberikan sumbangan kepada komitmen organisasi sebesar 29,2% H05 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara konflik peran terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara konflik peran ganda terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. Jadi, dapat dikatakan bahwa hipotesis minor (H05) diterima. Variabel konflik peran ganda memberikan sumbangan kepada komitmen organisasi, yaitu sebesar 1,5% H06 : Tidak ada pengaruh yang signifikana antara masa kerja terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara masa kerja terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. Jadi, dapat dikatakan bahwa hipotesis minor (H06) ditolak. Variabel masa kerja memberikan sumbangan kepada komitmen organisasi, yaitu sebesar 1,5%. H07 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan antara Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. Jadi, dapat dikatakan bahwa hipotesis minor (H07) ditolak. Variabel status perkawinan “menikah” memberikan sumbangan kepada komitmen organisasi sebesar 3,3%. 5.2 Diskusi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka didapatkan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, keterlibatan kerja, konflik peran, masa kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi. Hasil yang didapatkan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Van Dyne and Graham (dalam Coetzee, 2005), bahwa usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan keterlibatan kerja (yang masuk ke dalam faktor personal responden), serta masa kerja (yang masuk ke dalam faktor posisional), dan POS (yang masuk ke dalam faktor situasional), masingmasing memberikan pengaruh (kontribusi) yang positif maupun negatif pada komitmen organisasi. Selanjutnya, untuk variabel konflik peran ganda, mendukung penelitian yang dilakukan oleh Vera Rachmayati (dalam, Seniati, 2002), bahwa konflik peran ganda memberikan pengaruh yang negatif kepada komitmen organisasi. Berdasarkan hasil penelitian ini, variabel usia memberi sumbangan sebanyak 3,0% terhadap komitmen organisasi dan memberi pengaruh yang positif, namun tidak signifikan. Kesimpulan tersebut, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mowday, Porter, dan Steers (1982, dalam Sjabandhyni, 2001) bahwa usia berhubungan secara positif dengan komitmen organisasi. Hal tersebut terjadi karena kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan di organsasi yang baru menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia individu tersebut. Selain itu, dengan bertambahnya usia individu juga dapat memberikan dampak positif terhadap persepsi individu terhadap perusahaan tempat mereka bekerja, misalnya: meningkatnya rasa kenyamanan terhadap organisasi dan rekan kerja (March dan Simon, 1958), serta kecenderungan untuk mendapatkan posisi dan jabatan yang lebih tinggi dan kestabilan posisi individu di dalam perusahaan. Penelitian terdahulu, di dalam sebuah jurnal Ekonomi dan Bisnis oleh R.A. Supriyono, Universitas Gajah Mada (2006), menjabarkan tentang pengaruh usia dan komitmen organisasi pada manager di sebuah perusahaan swasta, didapatkan hasil yang positif, namun tidak signifikan mempengaruhi komitmen organisasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini, walaupun dengan sampel yang berbeda, yaitu karyawan wanita yang telah berkeluarga. R.A. Supriyono menjabarkan bahwa semakin tua individu, maka loyalitas dan komitmen individu akan semakin tinggi dibandingkan oleh karyawan yang berusia muda, hal ini dapat terjadi karena semakin bertambahnya usia kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan di organisasi yang lain semakin terbatas. Kesempatan tersebut, menyebabkan karyawan yang berusia semakin tua cenderung mempertahankan komitmen mereka terhadap perusahaan tempat mereka bekerja (March dan Simon, 1985). Selain itu, semakin tua usia individu, maka pengalaman dalam bekerja pun semakin tinggi, sehingga faktor-faktor seperti sikap-sikap positif terhadap perusahaan semakin terbentuk, dan realisasi harapan individu terhadap perusahaan pun semakin berkembang (dalam, Sjabandhyni, dkk. 2001). Dalam penelitian ini, untuk variabel tingkat pendidikan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, dan memberikan sumbangan yang positif untuk komitmen organisasi sebesar 0,9%. Namun, Pada penelitian sebelumnya, Mathieu dan Zajac (1990, dalam Seniati, 2002) menemukan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi negatif dengan komitmen organisasi. Angle dan Perry (1981) serta Steers (1977) (dalam Seniati, 2002) berpendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula harapannya sehingga tidak mungkin dipenuhi oleh organisasi; akibatnya semakin rendah komitmen karyawan pada organisasi. Mowday, Porter, dan Steers (dalam Sjabandhyni, 2001) menambahkan bahwa untuk tingkat pendidikan yang berpengaruh negatif dengan komitmen organisasi, tidak sepenuhnya menampilkan hasil yang konsisten. Hal tersebut disebabkan oleh pendidikan sering membentuk keterampilan yang kadangkadang tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya dalam pekerjaan sehingga harapan individu sering tidak terpenuhi dan menimbulkan kekecewaan terhadap organisasi. Dalam penelitian ini, untuk hasil pengaruh tingkat pendidikan yang berpengaruh positif memungkinkan bahwa responden penelitian telah terpenuhi harapannya kepada organisasi tempat mereka bekerja. Hal tersebut ternyata sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ryan Artiana (2004) yang manyatakan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh secara positif terhadap komitmen berorganisasi, hal ini dinyatakan bahwa tingkat pendidikan dapat membentuk identitas karir individu, tujuan, dan nilai-nilai, yang menjaga individu tetap setia kepada organisasinya. Selanjutnya, hasil penelitian untuk status pernikahan “menikah” bedasarkan usia pernikahan (2 – 24 tahun) berhubungan negatif, tetapi tidak signifikan dengan komitmen organisasi. Hal tersebut menyiratkan bahwa status pernikahan “menikah” menyebabkan rendahnya komitmen organisasi. Soekanto (2000), menyatakan bahwa, Perkawinan (marriage) adalah ikatan yang sah antara seorang pria dan wanita yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara mereka maupun turunannya. Oleh karena itu, apabila seseorang telah mempunyai status pernikahan “menikah” maka, tanggung jawabnya akan bertambah, dimana individu tersebut mempunyai kewajiban kepada perusahaan tempat ia berkerja, dan kewajiban sebagai istri/ibu dalam kehidupan berumah tangga. Jadi, ketika status pernikahan berpengaruh negatif, maka komitmen organisasi wanita akan rendah, namun pengaruh ini tidak signifikan terjadi. Keterlibatan kerja karyawan secara positif mempengaruhi komitmen organisasi, dan signifikan. Hal ini berarti semakin tinggi keterlibatan karyawan, maka semakin tinggi komitmen organisasi mereka. Mowday et all. (dalam Srimulyani, 2009) menerangkan seorang karyawan lebih dahulu dijadikan terbiasa dengan pekerjaannya dan dilibatkan dalam pekerjaan tertentu, dan kemudian, ketika kebutuhan mereka terpenuhi, hal ini akan mengembangkan rasa komitmen untuk organisasi. Dalam sebuah penelitian, oleh Kartiningsih (2007), tentang analisis pengaruh budaya organisasi dan keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasi dalam meningkatkan kinerja karyawan, menjabarkan pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen organisasi. Hal ini mendukung penelitian ini yang menunjukkan bahwa keterlibatan kerja memang berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi, dengan nilai sumbangan sebesar 29,2% dengan sampel wanita karir berkeluarga. Berikutnya, untuk variabel konflik peran dengan komitmen organisasi berpengaruh negatif, hal tersebut dijelaskan oleh Kusnadi (1999, dalam Handayani, 2008) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa wanita yang bekerja dan menjunjung tinggi (berkomitmen) kepada profesinya akan lebih mengalami konflik peran. Dalam penelitian Wiwik Handayani (2008) memaparkan mengenai pengaruh konflik peran dan komitmen organisasi menghasilkan nilai negatif dan signifikan. Jadi, semakin wanita mengalami konflik peran, maka semakin rendah komitemen organisasinya. Hal tersebut dapat terjadi ketika wanita karir berkeluarga memiliki tuntutan yang berbeda dari dua peran yang harus dilakukan secara bersamaan, yakni di rumah dan di dalam organisasi (kantor), dapat diistilahkan dengan Multiple Roles (Duxbury dan Higgins, 1991:3). Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara masa kerja terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. Masa kerja memberikan sumbangan yang positif kepada komitmen organisasi, yaitu sebesar 1,5%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara signifikan, semakin lama seseorang bekerja dalam sebuah organisasi, maka semakin tinggi komitmen organisasinya. hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Mowday, Porter, dan Steers (dalam Sjabandhyni, dkk., 2001) yang menunjukkan bahwa masa kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Dijelaskan oleh studi yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981), Hrebeniak (1974), Morris dan Sherman (1981), dan Sheldon (1971), (dalam Sjabandhyni, 2001) yang menjelaskan bagaimana masa kerja menjadi salah satu prediktor komitmen organisasi, yakni dengan empat alasan utama, yaitu yang pertama, bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam sebuah organisasi, maka semakin memberi peluang untuk menerima tugas-tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan dalam bekerja, dan peluang menduduki jabatan yang lebih tinggi semakin besar. Kedua, semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, maka peluang investasi pribadi (pikiran, tenaga, dan waktu) untuk organisasi semakin besar. Ketiga, keterlibatan individu dalam lingkungan organisasi semakin besar, menyebabkan individu segan untuk meninggalkan organisasi. Dan yang keempat, mobilitas individu berkurang karena lama berada suatu organisasi, sehingga berakibat kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin kecil. Dukungan organisasional didefinisikan sebagai sejauh mana pegawai mempersepsikan bahwa organisasi (lembaga, atasan, dan rekan kerja) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi pegawai, dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya (Perceived Organizational Support). Di dalam penelitian ini POS memberikan kontribus positif dan secara signifikan mempengaruhi komitmen organisasi wanita karir berkeluarga. Hal tersebut sesuai dengan Pack dan Soetjipto (2005, dalam Srimulyani, 2009) yang menyatakan bahwa persepsi dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif komitmen organisasi. Terdapat juga penelitian yang sesuai untuk variabel Perceived Organizational Support (POS), yang dilakukan oleh Esther M. Kembaren (2002) yang meneliti tentang pengaruh Trait kepribadian, komitmen pekerjaan, POS terhadap komitmen Dosen Perguruan Tinggi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa POS memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal karyawan dan juga menghargai kontribusi karyawan pada organisasi maka karyawan mau mengikatkan diri dan menjadi bagian dari organisasi dan dengan rela setia melayani organisasi. 5.3 Saran Peneliti menyadari bahawa masih banyak keterbatasan dan kelemahan yang ada di dalam penelitian ini. Namun, hal tersebut merupakan pembelajaran yang sangat berharga untuk dapat menjadi bahan evaluasi baik bagi peneliti sendiri maupun peneliti lain di masa yang akan datang. Berdasarkan hasil penelitan yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran yang mungkin dapat bermanfaat, yaitu sebagai berikut: 5.3.1 Saran Metodologis 1. Proporsi varians dari komitmen organisasi yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 41.4%, dan sedangkan 58,6% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Oleh karena itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti atau menganalisa pengaruh variabel lain yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi karyawan, yaitu di antaranya variabel jenis kelamin, status jabatan, job characteristics, workplace value, organizational justice, Organizational Citizenship Behavior (OCB), dll. 2. Desain kuesioner secara keseluruhan perlu diperhatikan agar tidak menyebabkan kejenuhan responden sehingga mau memberikan jawaban secara benar dan lengkap. 3. Diharapkan dapat melakukan pilot study kepada responden yang akan diteliti, sehingga dapat meminimalisir kesalahan pada penelitian. 4. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan Multivariate Regression Analysis agar hasil penelitian bisa lebih komprehensif, khususnya pada variabel komitmen organisasi, agar dibedakan hal (variabel) mana saja yang berpengaruh terhadap komitmen afektif, continuance, dan normatif. 5.3.2. Saran Praktis 1. Bagi Perusahaan/Organisasi a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi karyawan, khususnya pada wanita, dan terutama pada konstruk variabel keterlibatan kerja dan Perceived Organizational Support (POS). b. Akan lebih memudahkan jika setiap perusahaan memiliki dukungan kebijakan (Organizational Support) yang ramah untuk perempuan bekerja, yaitu dengan cara menciptakan perusahaan yang ramah perempuan. Misalnya, berinvestasi fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan pekerja sebagai orangtua, yaitu dengan memberikan fasilitas ibu menyusui, penitipan anak, dan fleksibilitas waktu untuk ibu bekerja (contohnya: memberikan waktu untuk cuti hamil dan melahirkan) 2. Bagi wanita karir yang berkeluarga a. Diharapkan para wanita karir berkeluarga dapat meningkatkan komitmen berorganisasi mereka di perusahaan tempat mereka bekerja, yakni dengan cara wanita harus bisa melakukan perannya dengan seimbang (menjadi ibu, dan pekerja), agar terciptanya perusahaan dan pekerja wanita yang sejahtera. b. Diharapkan seorang ibu bekerja harus bisa menempatkan diri agar berguna bagi perusahaan tempatnya bekerja, yakni dengan meningkatkan keterlibatan kerja mereka di perusahaan dan menyesuaikan diri serta memanfaatkan fasilitas dan kebijaksanaan perusahaan yang diberikan (Organizational Support) kepada mereka secara optimal dalam situasi tertentu. DAFTAR PUSTAKA Abdullah. (2011). Evaluation of Allen and Meyers organizational commitment scale: A cross-cultural application in Pakistan. Journal of Education and Vocational Research. Internasional Islamic University , Vol. 1, No. 3, pp. 80-86, June 2011: Islamad, Pakistan. Allen, and Evert Van De Vliet. (1968). Role transition exploration and explanation. Plenum Press: New York and London. Allen, and John Meyer. (1990). The measurement and anteendent of affective, continuance, and normative commitment to the organization. Journal of Occupational Psychology. The British Psychological Society. Anoraga, Pandji. (2001). Psikologi kerja. PT Rineka Cipta: Jakarta. Arikunto, S. (1997). Prosedur penelitian (suatu pendekatan praktek). Rineka Cipta: Jakarta. Artianan, Ryan. (2004). Tesis: Pengaruh faktor kepribadian dan demografi terhadap komitmen karir. Program Studi Magister Manajemen. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro: Semarang. Azwar, Saifuddin. (2005). Penyusunan skala psikologi. Penerbit Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Azwar, Saifuddin. (2003). Reliabilitas dan validitas. Penerbit Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Carlson, & K. Michele Kacmar, et., all. (2000). Construction and initial validation of a multidimensional measure of work–family conflict. Journal of Vocational Behavior: 56, 249–276. online at http://www.idealibrary.com. Ciliana, dan Wilman. (2008). Jurnal: Pengaruh kepuasan kerja, keterlibatan kerja, stress kerja, dan komitmen organisasi terhadap kesiapan untuk berubah pada karyawan PT Bank Y. Fakultas Psikologi: Universitas Indonesia: Depok. Coetzee, M. (2005). Employee commitment. University of Pretoria. Cohen, Aaron. (1997). Age and tenure in relation to organizational commitment: A meta-analysis. Applied and Social Psychology Journal. Departement of Political Science of Haifa. Lawrence Erlbaum Associates. Creswell, John W. (1994). Research design : Qualitative and quantitative approaches. Sage Production : USA. Crocker, Linda M. (1986). Introduction to classical and modern test theory. Library of Congress Cataloging : Holt, Rinehart and Winston: New-York. Darwito. (2008). Skripsi: Analisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawan. Program Studi Magister Manajemen. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro: Semarang. Duxbury, and Crish Higgins. (1991).Work-life balance in the new millennium: where are we? where do we need to go?. Work Network Canadian Policy Research Networks, Inc.: Ottawa. Eisenberger, and Robin Huntington. (1986). Perceived organizational support. Journal of Applied Psychology, Vol. 71, No.3, 500 – 507. The American Psychological Association, Inc. Gading, I Ketut. (1997). Jurnal: Kepuasan kerja, keterlibatan kerja, orientasi nilai terhadap kerja dan produktivitas kerja para pekerja wanita pada sektor informal di kota Singaraja. Aneka Widya STKIP: Singaraja. Gading, I Ketut. (1998). Jurnal: Hubungan antara kepuasan dan keterlibatan kerja dengan produktivitas kerja para pekerja wanita di sektor informal di Bali. Aneka Widya STKIP: Singaraja. Greenberg, Jerald & Robert A. Baron. (1995). Behavior in organizations: Understanding and managing the human side of work. Prentice-Hall: New Jersey. Greenberg, Jerald & Robert A. Baron. (2003). Behavior in organizations: Understanding and managing the human side of work. Pearson Education International: Canada. Gulo, W. (2005). Metodologi penelitian. PT Grasindo: Jakarta. Herts, David E. Loran. (2003). Cross-cultural measurement invariance of work/family conflict scales across English – speaking samples. A Dissertation Department of Psychology: College of Arts and Sciences, University of South Florida. Imanoviani, Tera, dan Eko Djuniarto. (2011). Difference in Burnout Tendencie level on married and single career woman. Fakultas Psikologi: Universitas Gunadarma. Inderasari, Erlina. (2007). Jurnal: Sikap karir pustakawan wanita. Universitas Indonesia: Depok. Jex, Steve M. (2002). Organizational psychology : a scientist-practitioner approach. John Wiley & Sons : New York. Linton, Ralph. (1936). The study of man: An introduction. Appleton – Century – Crofts, inc: New York. Luthans, Fred. (1995). Organizational behavior. 7th Edition. Mc. Graw-Hill: Singapore. Marsidi, Asri dan Hamrila Abdul Latip. (2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen pekerja di organisasi awam. Jurnal Kemanusiaan No.10. Fakultas Ekonomi dan Perniagaan . Universitas Malaysia Sarawak. Menger, Geraldine M. (1988). A comparative study of transitional roll strain in reentry women students. Dissertation in education. The Graduate Faculty of Texas Tech.University: Texas. Miner, John B. (1992) .Industrial-organizational psychology. McGraw Hill: Singapore. Rhoades, and Robert Eisenberger. (2002). Perceived organizational support: The review of the literature. Journal of Applied Psychology, Vol. 87, No.4, 698 – 714. The American Psychological Association, Inc. Robbins, Stphen P. (2001). Perilaku organisasi: Konsep, kontroversi, aplikasi. Prentice Hall : Pearson Education Asia. PT Prehalindo: Jakarta. Seniati, Liche. (2002). Seputar komitmen organisasi. Disampaikan dalam Acara Arisan Angkatan ‟86, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta. Simanjuntak, Megawati. (2007). Permasalahan keluarga: Konflik antara pekerjaan dan keluarga. Sekolah Pascasarjana: Fakultas Ekologi Manusia. IPB: Bogor. Sjabadhyni, Bertina., dkk. (2001). Pengembangan kualitas SDM dari perspektif PIO. Penerbit Bagian Fakultas Psikologi: Universitas Indonesia. Sevilla, Consuelo G.. (1993). Pengantar metode penelitian. Universitas Indonesia Press: Jakarta. Sopiah. (2008). Perilaku organisasional. Andi: Yogyakarta. Srimulyani, Veronika Agustini. (2007). Tipologi dan anteseden komitmen organisasi, program studi manajemen. Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandala: Madiun. p. 5-18. Sugiyono. (2009). Metode penelitian administrasi. IKAPI. CV. Alfabeta: Bandung. Supriyono, R.A. (2006). Pengaruh variabel perantara komitmen organisasi dan partisipasi penganggaran terhadap hubungan dengan usia dan kinerja manager di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis: Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Srimulyani, Veronika Agustini. (2007). Tipologi dan anteseden komitmen organisasi, program studi manajemen. Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandala: Madiun. p. 5-18. Triwahyuni, Bunga. (2011). Dual role conflict relationship with satisfaction work on the married women teachers. Fakultas Psikologi: Universitas Gunadarma. Uygur, Akyay & Gonca Kilic. (2009). A study into organizational commitment and job involvement. Ozean Journal of Applied Sciences 2. Ozean Publication. Wijanto, Setyo Hari. (2008). Structural equation modeling dengan LISREL 8.8. Ed. 1. Graha Ilmu: Yogyakarta. Yekty, Rakhesma Pasaty. (2006). Skripsi: Analisis pengaruh iklim psikologis terhadap keterlibatan kerja dan kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan. Universitas Diponegoro: Semarang. Yuwono, Ino.dkk. (2005). Psikologi industri dan organisasi. Fakultas Psikologi. Universitas Airlangga: Surabaya. WEB SITE : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17669?mode=simple&submit_simpl e=Show+simple+item+record diunduh pada tanggal 3 Juni (2011), Skripsi oleh Nurul Mahvira Harahap dan Cherly Kumala; Universitas Sumatera Utara : 2010. http://www.toolpack.info/articles/job-involvement.html. Review of Journal: Zatz, D.A. (1995). Job involvement and interrole conflict. (Doctoral dissertation, Columbia University, 1995). http://www.bps.go.id/. Berita resmi statistik : No. 33/05/Th. XIV, 5 Mei 2011. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2011. http://www.bps.go.id/. Berita resmi statistik No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2007.