perlakuan akuntansi murabahah berdasarkan psak

advertisement
PERLAKUAN AKUNTANSI MURABAHAH BERDASARKAN PSAK 102
PADA BMT AL-FATH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
Ita Yuliana Setia Ningsih
NIM : 207046100203
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, naka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 25 Februari 2011
Ita Yuliana Setia Ningsih
PERLAKUAN AKUNTANSI MURABAHAH BERDASARKAN PSAK 102
PADA BMT AL-FATH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
Ita Yuliana Setia Ningsih
NIM : 207046100203
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Supriyono,SE.,MM.
Muhammad Maksum, S.Ag.MA
NIP. 197807152003121007
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Perlakuan Akuntansi Murabahah Berdasarkan PSAK 102
Pada BMT Al-Fath” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24
Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) pada Program Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 24 Maret 2011
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. HM. Amin Suma, SH., MA., MM
NIP. 1955 0505 1982 0310 12
PANITIA UJIAN
1. Ketua
: Drs. H. Ahmad Yani, MA
NIP. 1964 0412 1994 0310 04
(………………)
2. Sekretaris
: Moch. Syafii, SEI
(………………)
3. Pembimbing I
: Supriyono, SE., MM
(………………)
4. Pembimbing II
: Muhammad Maksum, S.Ag., MA
NIP. 1978 0715 2003 1210 07
(………………)
5. Penguji I
: Dr. Umar Al-Haddad, MA
NIP. 1968 0904 1994 0110 01
(………………)
6. Penguji II
: M. Mujiburrahman, MA
NIP. 1976 0408 2007 1010 01
(………………)
ABSTRAK
PERLAKUAN AKUNTANSI MURABAHAH BERDASARKAN PSAK 102
PADA BMT AL-FATH
BMT Al-Fath merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah di
Indonesia yang memiliki produk-produk ekonomi syariah yang sangat variatif yang
sesuai dengan hukum Islam. BMT Al-Fath dengan badan hukum
650/BH/KWK.10/V1/1998, akte perubahan 518/BH/PAD/Koperasi/2005. Merupakan
salah satu dari Baitul Maal wa Tamwil ( Lembaga Keuangan Mikro yang beroperasi
berdasarkan prinsip-prinsip Syariah) yang berada di daerah Tangerang Selatan. BMT
Al-Fath dalam hal operasionalnya tidak berbeda dengan lembaga keuangan syariah
pada umumnya, yaitu sebagai media perantara dari pihak yang kelebihan dana kepada
pihak yang membutuhkan dana. Salah satu bentuk pembiayaan yang disalurkannya
adalah murabahah, murabahah adalah produk penyaluran dana yang paling banyak
peminatnya.
Akuntansi pada hakikatnya mencatat transaksi yang dilakukan perusahaan,
karena adanya perbedaan sistem akan menimbulkan perbedaan pencatatan dan
memungkinkan juga pengungkapan. Oleh karena tidak diberlakukannya sistem riba
(bunga) dalam kegiatan operasional pada BMT, maka dalam hal jual beli murabahah
akan berbeda perlakuan akuntansinya dibandingkan perlakuan akuntansi jual beli
barang pada umumnya pada perusahaan konvensional. Berkaitan dengan kegiatan
operasional dan legalitas BMT, di dalam bentuk penyusunan laporan keuangannya,
BMT harus mengacu kepada PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 102
yang diterbitkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions), yaitu mengenai standart akutansi murabahah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep akuntansi
pembiayaan murabahah serta aplikasi penerapan PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan) 102 dalam pembiayaan murabahah pada BMT Al-Fath.
Pada aplikasinya BMT Al-Fath memberikan pembiayaan murabahah dalam
bentuk transaksi jual beli, terdapat juga wakalah murabahah, dimana pembeli
mewakilkan BMT untuk membeli barang yang dibutuhkannya atas nama BMT AlFath. Bentuk perlakuan akuntansi murabahah yang telah diterapkan pada BMT AlFath telah mengacu pada PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 102, baik
pada saat pengakuan dan pengukuran, penyajian dan pengungkapan.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirobilalamin penulis panjatkan atas segenap rahmat dan nikmat
tak dapat terukur yang dikaruniakan-Nya pada penulis hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan
skripsi
ini
dengan
judul
“PERLAKUAN
AKUNTANSI
MURABAHAH BERDASARKAN PSAK 102 PADA BMT AL-FATH”. Shalawat
beserta salam penulis panjatkan kepada nabi Muhamad SAW beserta keluarga, para
sahabat sampai para pengikutnya.
Pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan juga, namun penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, baik dalam penyusunan
kata-kata maupun dalam penyajiannya. Bentuk nyata skripsi ini, bukan karena buah
dari kerja keras penulis saja, akan tetapi banyak pihak yang telah ikut membantu,
mendoakan serta memberikan dorongan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Prof. Dr. Drs. H. Muhamad Amin Suma,
SH., M.A., M.M.
2. Ketua Jurusan Muamalat Dr. Euis Amalia, M.Ag., dan sekretaris Jurusan H.
Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H, terimakasih atas bimbingan baik secara
langsung maupun tidak langsung selama penulis menempuh masa studi.
3. Dosen pembimbing bapak Supriyono dan bapak Muhamad Maksum, yang
senantiasa meluangkan waktu untuk memberiakan bimbingan pengarahan,
pemikiran dan semangat kepada penulis di tengah kepadatan kegiatan beliau,
ii
semoga Allah SWT mempermudah setiap gerak langkah perjuangan beliau
dan senantiasa melimpahkan kebaikan, amin.
4. Manager Tamwil BMT Al-Fath IKMI, Bapak Saimin dan Kabag Operasional
Bapak Djaelani yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan
penelitian dengan memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penulis
dalam penelitian ini. keluarga Besar BMT Al-Fath IKMI.
5. Bapak dan Ibu dosen serta serta segenap Civitas Akademika UIN Syarif
Hidayatullah yang telah memberikan berbagai bekal ilmu kepada penulis.
6. Pimpinan Perpustakaan, baik Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas dan bantuan
untuk mendapatkan referensi yang penulis butuhkan dalam penelitian ini.
7. Ayahanda Masduqie dan Ibunda Nining Rohyati Ningsih dan Ibunda Nur
Halimah, terimakasih yang tak terhingga banyaknya atas dukungan dalam
kesabaran, keikhlasan, perhatian dan kasih sayang tak terbatas, senantiasa
motivasi dan menguatkan penulis disaat lelah dan lemah hingga dalam do’a
dan munajatnya tak pernah berhenti memohon pada-Nya untuk memberikan
yang terbaik untuk penulis.
8. Adik-adik ku tersayang, Winda Laela Turis Qiyah dan Wildan Ahmad Fathin,
kakakku M. Thorip, dan sepupu-sepupu ku M. Sholeh, Ahmad Kuseri, Jenal
Arifin, Sulistiowati, Rahmawati, dan keponakan-keponakan ku tersayang,
alwi dan salsa, nenek dan kakek ku tersayang, mbah putri Daniyah, nini Utin,
dan Mbah akung Ma’ruf, paman dan bibiku, yang selalu menemani penulis
iii
dengan canda dan kasih sayang, terimakasih menjadikan hidup ini terasa amat
berharga dan berwarna.
9. Teruntuk do’a, kasih dan dukungan yang menemani penulis Adi Pratomo, dan
serta sahabat-sahabat tempat penulis berbagi, k’ Syafi’i, k’ Fida, oyan, fi’i,
QQ, Bang Jaly.
10. Semua sahabat-sahabat yang selalu ikhlas membantu penulis, Perbankan
Syariah A Non-Reguler angkatan 2007 khususnya Sari, Auliana, Maharani,
Nurul dan Ahmad aulia. Dan teman-teman kelompok KKN 25 terimakasih
atas warna-warni yang telah kalian berikan dalam hari-hari penulis.
11. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi
ini dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
Jakarta, 25 Februari 2011
Penulis
Ita Yuliana Setia Ningsih
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .............................................................................................
ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7
D. Metode Penelitian ............................................................................... 8
E. Review Studi Terdahulu ..................................................................... 10
F. Landasan Teori ................................................................................... 12
G. Teknik Penulisan ................................................................................ 14
H. Sistematika Penulisan ......................................................................... 15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Jual Beli Murabahah
1. Pengertian Jual Beli Murabahah ................................................. 17
2. Landasan Syariah ........................................................................ 19
3. Jenis-Jenis Murabahah ................................................................ 20
v
4. Rukun dan Syarat ........................................................................ 22
5. Transaksi Murabahah dalam Baitul Maal wa Tamwil
(Koperasi Syariah) ...................................................................... 24
B. Akuntansi Syariah
1. Pengertian Akuntansi Syariah ..................................................... 25
2. Sejarah Akuntansi Syariah .......................................................... 27
3. Landasan Hukum Penerapannya ................................................. 29
4. Akuntansi Murabahah (PSAK 102) dalam Perbankan syariah
dan Lembaga Keuangan Syariah (BMT).................................... 29
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(Baitul Maal wa Tamwil atau Koperasi Syariah)
1. Sejarah Lahirnya BMT ................................................................ 46
2. Dasar Hukum BMT atau Koperasi Syariah ................................ 49
3. Fungsi, Peran dan Prinsip Koperasi Syariah (BMT)................... 50
4. Jenis Koperasi Syariah (BMT) .................................................... 51
B. Profil Perusahaan
1. Sejarah Berdirinya ....................................................................... 51
2. Visi dan Misi ............................................................................... 52
3. Struktur Organisasi ..................................................................... 53
4. Produk-Produk yang Dikeluarkan ............................................... 54
vi
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Perlakuan Akuntansi Murabahah pada BMT Al-Fath yang sesuai
dengan PSAK 102 ............................................................................. 57
B. Penerapan Akuntansi Pembiayaan Murabahah BMT Al-Fath
1. Persyaratan, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Pembiayaan
Murabahah di BMT Al-Fath....................................................... 64
2. Perlakuan dan Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Murabahah .. 65
3. Perhitungan Margin Keuntungan Murabahah. ............................ 81
C. Perbedaan antara PSAK 59 dan PSAK 102 ...................................... 82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 87
B. Saran .................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 90
LAMPIRAN ............................................................................................................. 92
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
: Pencatatan jurnal uang muka ............................................................ 36
Tabel 2.2
: Penyerahan uang wakalah kepada mitra .......................................... 36
Tabel 2.3
: Pembelian barang diberitahukan kepada BMT ................................. 36
Tabel 2.4
: Penyerahan barang murabahah ......................................................... 37
Tabel 2.5
: Jurnal pembelian barang pesanan secara tunai.................................. 37
Tabel 2.6
: Pembelian barang pesanan secara kredit ........................................... 38
Tabel 2.7
: Pelunasan utang................................................................................. 38
Tabel 2.8
: Saat akad murabahah tidak jadi disepakati ....................................... 38
Tabel 2.9
: Jurnal penjualan barang murabahah .................................................. 39
Tabel 2.10 : Jurnal uang muka sebagai pelunasan murabahah.............................. 39
Tabel 2.11 : Pencatatan biaya-biaya ditanggung mitra ......................................... 40
Tabel 2.12 : Pembayaran angsuran jatuh tempo.................................................... 41
Tabel 2.13 : Angsuran setelah tanggal jatuh tempo .............................................. 41
Tabel 2.14 : Pencatatan angsuran mitra setelah jatuh tempo ................................ 42
Tabel 2.15 : Pembayaran angsuran sebagian saat jatuh tempo ............................. 42
Tabel 2.16 : Pembayaran angsuran setelah jatuh tempo ...................................... 43
Tabel 2.17 : Pembayaran angsuran setelah jatuh tempo dan denda ...................... 43
Tabel 2.18 : Potongan diberikan saat pelunasan ................................................... 44
Tabel 2.19 : Potongan setelah pelunasan............................................................... 45
viii
Tabel 4.1
: Pencatatan (Pengakuan dan Pengukuran) Perlakuan akuntansi
BMT Al-Fath dan perlakuan akuntansi PSAK 102........................... 57
Tabel 4.2
: Penyajian perlakuan akuntansi BMT Al-Fath dan Perlakuan
akuntansi menurut PSAK 102 ........................................................... 62
Tabel 4.3
: Pengungkapan perlakuan akuntansi murabahah BMT Al-Fath dan
perlakuan akuntansi murabahah PSAK 102 ...................................... 63
Tabel 4.4
: Pembelian barang murabahah lansung kepada pemasok .................. 66
Tabel 4.5
: Pembelian barang murabahah diwakilkan oleh mitra ....................... 66
Tabel 4.6
: Pegakuan uang muka......................................................................... 66
Tabel 4.7
: Pencatatan penjualan murabahah ...................................................... 67
Tabel 4.8
: Saat akad murabahah tidak jadi disepakati ....................................... 67
Tabel 4.9
: Pembayaran angsuran dan pengakuan margin .................................. 68
Tabel 4.10 : Pembayaran angsuran setelah tanggal jatuh tempo tanpa dikenakan
denda ................................................................................................. 69
Tabel 4.11 : Pembayaran angsuran sebagian saat jatuh tempo dan sebagian
setelah jatuh tempo tanpa dikenakan denda ...................................... 70
Tabel 4.12 : Saat nasabah membayar kekurangan angsuran ................................ 71
Tabel 4.13 : Pembayaran angsuran setelah jatuh tempo dan pengenaan denda .... 71
Tabel 4.14 : Jurnal potongan pelunasan dini ......................................................... 73
Tabel 4.15 : Pencatatan pelunasan angsuran oleh mitra ........................................ 73
Tabel 4.16 : Angsuran pembiayaan Murabahah Bapak Yahya ............................. 77
Tabel 4.17 : Jurnal pengakuan uang muka ............................................................ 78
ix
Tabel 4.18 : Pembelian barang pesanan ................................................................ 79
Tabel 4.19 : Saat akad murabahah disepakati ....................................................... 79
Tabel 4.20 : Pembayara angsuran dan pengakuan margin .................................... 80
Tabel 4.21 : Potongan pelunasan dini ................................................................... 80
Tabel 4.22 : Pencatatan pelunasan angsuran oleh mitra ........................................ 81
Tabel 4.23 : Perbedaan PSAK 59 paragraf 52-68 dan PSAK 102 ........................ 83
x
DAFTAR GAMBAR
Struktur Organisasi BMT Al-Fath ............................................................................ 53
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia konsep ekonomi syariah mulai diterapkan sejak 1991
yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI), kemudian
secara bergelombang muncul pula lembaga keuangan sejenis lainnya.
Termasuk lembaga keuangan yang memposisikan dirinya bagi usaha kecil dan
mikro, yaitu koperasi syariah atau lebih dikenal dengan Baitul Maal wa
Tamwil (BMT). Dasar hukum BMT adalah koperasi syariah, oleh karena
berbadan hukum koperasi maka BMT harus tunduk pada undang-undang No.
25 tahun 1992 tentang perkoperasian dan PP No. 9 tahun 1995 tentang
pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh KEP.
MEN No. 91 tahun 2004 tentang koperasi jasa keuangan syariah, undangundang tersebut sebagai payung berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro
Syariah).
BMT merupakan lembaga keuangan kecil dan mikro yang berbadan
hukum koperasi ini di operasionalkan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh
kembangkan bisnis usaha kecil dan mikro dalam rangka mengangkat derajat
dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan
atas prakarsa dan modal awal dari tokoh masyarakat setempat dengan
berlandaskan pada system ekonomi yang berasaskan keselamatan, berintikan
1
2
keadilan, kedamaian dan kesejahteraan. Peran bank syariah cenderung kurang
optimal dalam mengembangkan UKM dikarenakan manajemen bank syariah
menghimpun dananya secara langsung atau terpusat. Dalam artian, bank
syariah ternyata cenderung menghimpun dananya secara massal dan
mengeluarkannya untuk pembiayaan dalam jumlah besar juga. Akibatnya
dapat dilihat dari pengucuran dana bank syariah terhadap UKM yang sangat
sedikit. Adanya keinginan yang kuat untuk mengatasi kendala-kendala diatas
itulah yang menginpirasi kehadiran BMT. Kekuatan BMT memang belum
seberapa, dari total pembiayaan yang disalurkan kepada UKM. Namun jika
ditinjau dari segi jumlah penerimaan manfaat maka kita dapat melihat jumlah
yang dilayani oleh BMT jauh lebih banyak, dan yang lebih menarik lagi
jumlah pembiayaan tiap unit usahapun lebih kecil, sehingga dapatlah
disimpulkan bahwa pembiayaan pada BMT lebih mampu untuk menyentuh
pengusaha mikro sebagai unit usaha terkecil, akan tetapi memiliki jumlah unit
usaha yang paling besar di Indonesia.
Kontribusi penyaluran dana terbanyak pada BMT adalah akad
murabahah. Perlakuan akuntansi murabahah pada BMT harus sesuai dengan
PSAK 102 yang merupakan revisi PSAK 59. Standar akuntansi tersebut harus
menyajikan informasi yang cukup jelas, dapat dipercaya dan relevan bagi
penggunanya, namun tetap pada konteks syariah Islam. Penyajian informasi
yang semacam itu penting bagi proses pembuatan keputusan ekonomi oleh
pihak-pihak yang berhubungan dengan lembaga keuangan mikro syariah, baik
3
pihak intern yaitu pengurus BMT, pengelola BMT, dan anggota BMT
sedangkan pihak extern adalah PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil)
sebagai pendamping, masyarakat dan siapapun yang berkepentingan dengan
BMT tersebut.
Pada perkembangannya BMT mengalami perkembangan yang cukup
signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Lembaga keuangan mikro memiliki
potensi besar. Juga berperan penting dalam menggerakan sektor rill dan
pengentasan kemiskinan. Saat ini, ada sekitar 5000 BMT, 4000 diantaranya
berbadan hukum koperasi, bernaung dibawah kementrian koperasi dan usaha
kecil menengah. Sisanya tidak mau berbadan hukum koperasi. Masing-masing
BMT rata-rata mendanai 1000 usaha mikro dengan nilai pinjaman rata-rata
2,5 juta, artinya saat ini ada sekitar 5 juta usaha mikro yang mendapat
pendanaan dari BMT senilai Rp. 12,5 triliun.1
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi
kehadiran BMT telah membantu perekonomian masyarakat di Indonesia.
Apalagi dalam prakteknya BMT sekaligus mengemban misi Islam dalam
berperan serta melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem
syariah, dan menjadi pilar ekonomi syariah. Selain peran ekonomi yang
diembannya, BMT juga memiliki peran sosial, yakni menyalurkan Zakat,
Infaq dan Shadaqah (ZIS).
1
Putu Anggreni,”5 Ribu BMT 5 Juta Usaha Mikro”, dalam majalah Investor, (September
2010): h. 73
4
Ada banyak produk penghimpunan dan penyaluran dana yang secara
teknis-finansial dapat dikembangkan sebuah lembaga keuangan syariah
termasuk BMT. Pada umumnya, BMT menempuh cara memberikan
pembiayaan berdasarkan jual beli (al-Bai’) seperti murabahah, prinsip sewa
atau multijasa (Ijarah), prinsip kemitraan (partnership) yaitu prinsip
penyertaan (musyarakah), prinsip bagi hasil (mudharabah), dan prinsip nonprofit (Al-Qordhul Hasan).2
Ada dua jenis murabahah yaitu murabahah dengan pesanan (murabaha
to the purchase order) dan murabahah tanpa pesanan.3 Kedua jenis akad
murabahah ini perbedaannya hanya pada sifatnya jika jenis yang pertama
yaitu murabahah dengan pesanan sifatnya mengikat sedangkan yang kedua
murabahah tanpa pesanan sifatnya tidak mengikat.
Akuntansi sebagai salah satu aspek muamalah sangat urgen kaitannya
dengan segala bentuk transaksi yang ada. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat
282 menjadi dasar implikasi akutansi, didalamnya menyatakan secara tegas
rambu-rambu yang harus ditaati hubungannya dengan penerapan akuntansi
dan pencatatan yang dilakukan selama bermuamalah.
2
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), h.
101-103
3
Sri Nurhayati & Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009),
Edisi. 2, h. 163-164
5
Pada tanggal 1 Mei 2002 Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) dari Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah mengeluarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Syariah (PSAK) No. 59 Akuntansi Perbankan
Syariah. PSAK No. 59 tersebut berisi kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan syariah terhadap transaksi-transaksi yang lazim
dipraktekkan di Perbankan Syariah atau Lembaga Keuangan Syariah non bank
seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan sejenisnya. Dalam perjalanannya,
ketentuan mengenai akuntansi syariah terus mengalami perkembangan.
Menyusul PSAK No.59, Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntansi
Keuangan menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Syariah (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan Syariah sebagai revisi PSAK
No. 59 tahun 2001. PSAK tersebut telah disahkan oleh Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) tanggal 27 Juni 2007 dan
berlaku mulai 1 Januari 2008. Penyusunan PSAK tersebut mengacu pada
Pernyataan Standar Akuntansi Syariah (PAPSI) Bank Indonesia dan fatwa
akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh DSN MUI.4
Revisi PSAK Kerangka Dasar Peyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah yang dikeluarkan oleh DSAK IAI merupakan kerangka
dasar yang lengkap, karena mencakup tidak hanya tentang akuntansi
4
“ Akuntansi Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Arafah Solo (Perspektif Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Syariah 2007)”, http://www.pdf-searcher.com/AKUNTANSI-BAITUL-MALWA-TAMWIL-(BMT)-ARAFAH-SOLO-(Perspektif-...html#, diakses pada tanggal 25 November
2010.
6
keuangan dan pelaporannya, namun juga seluruh aspek fiqih atas transaksi
yang sesuai dengan syariah. Selain itu juga, PSAK Syariah ini mencakup
perusahaan seluruh industri yang melakukan transaksi syariah dan tidak
terbatas hanya untuk lembaga keuangan syariah seperti standar AAOIFI.5
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai perlakuan akuntansi murabahah sesuai dengan PSAK No.
59 yang disempurnakan menjadi PSAK NO. 102 pada lembaga keuangan
mikro syariah dengan judul : PERLAKUAN AKUNTANSI MURABAHAH
BERDASARKAN PSAK NO. 102 PADA BMT AL-FATH.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan dan penelitian ini, maka penulis
membatasinya pada permasalahan tentang perlakuan akuntansi murabahah
berdasarkan PSAK No. 102 penyempurnaan dari PSAK No. 59. Penelitian
ini dilakukan pada BMT Al-Fath Ciputat.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada pembahasan akan
dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :
5
Sri Nurhayati & Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009),
Edisi. 2, h. 108
7
a. Bagaimana perlakuan akuntansi murabahah berdasarkan PSAK
102?
b. Bagaimana perlakuan akuntansi murabahah yang diterapkan pada
BMT Al-Fath dan Relevansinya dengan PSAK 102?
c. Bagaimana perbedaan antara PSAK 59 dan PSAK 102 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui sistem dan penerapan akuntansi murabahah di
BMT Al-Fath.
b. Untuk mengetahui kesesuaian perlakuan akuntansi murabahah pada
BMT Al-Fath dengan PSAK No.102 yang merupakan penyempurnaan
dari PSAK No.59
2. Manfaat penelitian
Secara lebih spesifik manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Dapat menambah pengetahuan bagi penulis mengenai mekanisme dan
proses akuntansi murabahah pada BMT Al-Fath.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat bagi BMT Al-Fath tentang komitmen perlakuan akuntansi
murabahah dengan mengacu pada PSAK No.59 dan PSAK 102.
8
c. Dapat memberikan informasi dan gambaran yan jelas bagi pihak lain
mengenai produk, mekanisme perhitungan fee, dan perlakuan
akuntansi murabahah yang sudah diterapkan oleh BMT Al-Fath.
D. Metode Penelitian
1. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskritif kualitatif dalam bentuk
desain deskriptif dan metode pengumpulan data dengan cara observasi.
Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian deskriptif kualitatif yang
menggambarkan
serta
menjelaskan
penerapan
sistem
akuntansi
murabahah pada BMT (Baitul Maal wa tamwil). Objek penelitian ini
adalah aplikasi akuntansi murabahah pada BMT Al-Fath. Untuk
memperoleh data-data yang diperlukan dalam pembahasan skripsi ini,
penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode-metode
sebagai berikut:
1. Penelitian Lapangan (Field Research). Dalam penelitian ini penulis
mengumpulkan data dengan meninjau langsung ketempat objek
penelitian, yaitu BMT Al-Fath. Adapun cara yang dilakukan yaitu:
a. Wawancara mendalam dan terbuka. Data yang diperolah terdiri
dari kutipan langsung dari orang-orang tetntang pengalaman,
9
pendapat, perasaan, dan pengetahuannya.6 Wawancara yaitu
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan
oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Pewawancara
mengacu pada pedoman wawancara yang telah disiapkan
sebelumnya. Berkaitan dengan skripsi ini maka dilakukan
wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten
atapun memperoleh lansung data-data relevan yang ada di
perusahaan.
b. Studi
Dokumentasi,
yaitu
dilakukan
dengan
cara
mengumpulkan data berdasarkan pada dokumen-dokumen
tentang perlakuan akuntansi murabahah yang ada pada BMT
Al-Fath dan laporan-laporan lainnya yang terkait dengan
masalah penelitian.
2. Penelitian
Kepustakaan
(Library
Research).
Yaitu
tehnik
pengumpulan data dimana penulis melakukan kunjungan langsung
ke beberapa perpustakaan untuk membaca, mempelajari serta
menelaah beberapa sumber tertulis dari buku-buku bacaan, artikel,
6
Bagong Suyanto & Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan,
(Jakarta: Kencana, 2008), Cet Ke-4, h. 186
10
majalah, hasil-hasil seminar dan lain sebagainya yang berkaitan
dengan pembahasan yang penulis bahas.
2. Teknik pengolahan data
Seleksi data yaitu setelah memperoleh data dan bahan baik melalui
field research dan library research, lalu data diperiksa kembali satu persatu
agar tidak terjadi kekeliruan. Dan selanjutnya pengolahan data dengan
klafikasi data yaitu setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan dalam
bentuk dan jenis tertentu, kemudian diambil suatu kesimpulan.
3. Analisi data
Penulis menganalisis data dengan menggunakan metode analisa
isi, yaitu suatu analisis dimana penulis menjabarkan data-data yang
diperoleh, kemudian menganalisanya dengan berpedoman pada sumbersumber yang diperoleh
E. Review Studi Terdahulu
Sebelum membuat skripsi ini, penulis melakukan perbandingan antara
penelitian-penelitian yang terdahulu untuk mendukung materi dalam
penelitian ini. Sebelumnya terdapat beberapa penelitian skripsi yang
mengangkat tema mengenai akutansi murabahah. Salah satu diantaranya
11
penelitian yang dilakukan oleh Syukron Abdul Majid.7 Dalam penelitiannya,
Syukron membahas tentang penerapan prinsip akuntansi pada pembiayaan
murabahah pada BPRS Wakalumi. Dalam penelitiannya didapatkan bahwa
dalam proses akuntansi pembiayaan murabahah pencatatan transaksi
dilakukan oleh bagian yang terpisah dengan menggunakan komputer. Dalam
prosedur penyaluran pembiayaan murabahah, dilakukan oleh bagian
pembiayaan dan teller lalu di entry oleh bagian akuntansi dan bisa
dipertanggungjawabkan. Kemudian dalam mekanisme perhitungan margin
keuntungan murabahah BPRS Wakalumi menggunakan dua pendekatan yaitu
pendekatan tukang sayur dan pendekatan lending rate bank konvensional atau
menggunakan presentase. Kedua pendekatan ini pada intinya menggambarkan
prinsip keadilan karena kedua pendekatan ini tetap harus ada kesepakatan dari
kedua belah pihak.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Naidy Sultony. 8 Dalam
penelitiannya, Naidy membahas tentang analisis kesesuaian PSAK No. 102
terhadap perlakuan akuntansi murabahah pada BTN Syariah Jakarta. Ia pun
membahas tentang kesesuaian perlakuan akuntansi murabahah yang dilakukan
oleh PT. BTN Syariah dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum yakni
7
Syukron Abdul Majid, “Penerapan Prinsip Akuntansi Pada Pembiayaan Murabahah (Studi
Kasus pada PT. BPRS Wakalumi Ciputat)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2006), h. 67-70
8
Naidy Sultony, “Analisis Kesesuaian PSAK 102 Terhadap Perlakuan Akuntansi Murabahah
Pada PT. BTN Syariah Jakarta”, (Skripsi S1 Faku ltas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 92-98
12
PSAK No. 102 dan PAPSI 2003. Kemudian membuat perbandingan jurnal
pembiayaan murabahah berdasarkan PSAK 102 dan perlakuan akuntansi
murabahah pada BTN Syariah, lalu memaparkan tentang perbedaan PSAK
No. 59 dan PSAK 102.
Dari penelitian-penelitian yang diangkat tersebut diatas, sudah jelas
terdapat perbedaan yang akan penulis angkat, yakni mengenai “Analisis
Perlakuan Akuntansi Murabahah yang Sesuai dengan PSAK 102 pada
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi kasus: BMT Al-Fath IKMI
Ciputat).” Disini penulis lebih menekankan pada kesesuaian perlakuan
akuntansi murabahah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah seperti BMT
dengan PSAK 102. Objek penelitian yang penulis teliti juga berbeda dan
belum pernah ada penelitian serupa pada objek penelitian, yaitu perlakuan
akuntansi murabahah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT Al-Fath
Ciputat).
F. Landasan Teori
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) adalah salah satu lembaga keuangan
mikro yang ada di Indonesia selain koperasi dan lembaga keuangan mikro
lainnya. Awal mula munculnya BMT di Indonesia adalah pada bulan Juni
1992 di Jakarta, oleh prakarsa beberapa orang mendirikan lembaga keuangan
tanpa bunga dengan nama BMT Insan Kamil. Lembaga keuangan non
perbankan ini mengenalkan konsep bagi hasil dalam bentuk akad
13
mudharabah, dan konsep jual beli yaitu murabahah serta akad kerjasama
bisnis dengan musyarakah. Oleh karenanya, kedudukan BMT sangat strategis,
apalagi pangsa pasar di bidang permodalan usaha masih didominasi oleh
UKM yang jumlahnya jutaan dibandingkan jumlah usaha-usaha besar.9
Pada perkembangannya BMT mengalami perkembangan yang cukup
signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Juga berperan penting dalam
menggerakan sektor rill dan pengentasan kemiskinan. Saat ini, ada sekitar
5000 BMT, 4000 diantaranya berbadan hukum koperasi, sisanya tidak mau
berbadan hukum koperasi.10
BMT sebagai lembaga keuangan mikro yang berpegang teguh pada
prinsip-prinsip syariah sudah semestinya menggunakan proses akuntansi yang
berlandaskan syariah. Pemberlakuan PSAK harusnya menjadi acuan praktek
akuntansi bagi lembaga keuangan islam baik bank maupun non bank di
Indonesia. Dengan demikian BMT sebagai lembaga keuangan Islam non bank
dalam menyusun laporan keuangan mengacu pada ketentuan akuntansi
syariah.
Dalam rangka memberikan landasan bagi pernyataan standar keuangan
akuntansi keuangan No. 59 mengenai akuntansi perbankan syariah IAI (2002)
telah menyusun kerangka dasar dan penyajian laporan keuangan bank syariah
9
http://sobisy.blogspot.com/2009/05/perkembangan-bmt-di-Indonesia.html, “Perkembangan
BMT di Indonesia”, diakses pada tanggal 25 November 2010
10
Putu Anggreni, “5 Ribu BMT 5 Juta Usaha Mikro”, h. 73
14
di Indonesia.11 Menyusul PSAK No. 59, Komite Akutansi Syariah Dewan
Standar Akuntansi Keuangan menerbitkan enam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah sebagai
revisi PSAK No. 59 tahun 2001. PSAK tersebut telah di sahkan DSN MUI
tanggal 27 Juni 2007 dan diberlakukan 1 Januari 2008. Penyusunan tersebut
mengacu pada PAPSI Bank Indonesia dan fatwa akad keuangan syariah yang
diterbitkan oleh DSN MUI.12
Dengan adanya PSAK syariah yang terbaru ini yakni tahun 2007 ini
maka seluruh lembaga keuangan syariah mulai dapat mengadopsi ketentuan
PSAK walaupun belum seluruh transaksi syariah diatur. Setidaknya, lembaga
keuangan syariah tidak mengalami kebuntuan dalam mencari standar untuk
penyusunan laporan keuangan.
G. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan karya ilmiah ini merujuk pada buku
“pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007”.
11
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan
PSAK dan PAPSI, (Jakarta: PT. Grasindo, 2006), Cet- kedua, h. 74
12
“ Akuntansi Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Arafah Solo (Perspektif Pernyataan Standar
Akutansi Keuangan Syariah 2007)”, http://www.pdf-searcher.com/AKUNTANSI-BAITUL-MALWA-TAMWIL-(BMT)-ARAFAH-SOLO-(Perspektif-...html#, diakses pada tanggal 25 November
2010.
15
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi
lima bab, dan masing-masing bab terbagi ke dalam sub-sub bab, dengan
perincian sebagai berikut yakni:
BAB I
PENDAHULUAN, menguraikan latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian,
tinjauan
pustaka,
kerangka
konsep,
metode
penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS, mengenai konsep murabahah dan
akuntansi syariah, merupakan landasan teori mengenai
pengertian jual beli murabahah, landasan syariahnya, rukun
syaratnya, jenis-jenis murabahah, pengertian akuntansi syariah,
sejarah akuntansi syariah, landasan hukum penerapannya, dan
akuntansi dalam perbankan syariah dan lembaga keuangan
mikro syariah (BMT). PSAK 1O2
BAB III
GAMBARAN UMUM BMT AL-FATH, mengenai pengertian
lembaga keuangan mikro syariah, profil perusahaan yang
meliputi: sejarah singkat berdirinya, visi dan misi, struktur
organisasi,
produk-produk,
pembiayaan murabahah.
dan
persyaratan
pengajuan
16
BAB VI
ANALISIS
DAN
PEMBAHASAN,
mengenai:
analisis
perlakuan akuntansi murabahah yang sesuai dengan PSAK 102
yang telah diterapkan pada BMT Al-Fath, penerapan akuntansi
murabahah pada BMT Al-Fath yang meliputi: persyaratan,
prosedur, dan tata cara memperoleh pembiayaan murabahah di
BMT Al-Fath, perlakuan dan pencatatan akuntansi pembiayaan
murabahah, perhitungan margin keuntungan murabahah,
menganalisis Perbedaan PSAK 59 dan PSAK 102.
BAB V
PENUTUP, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran dari
hasil pembahasan bab-bab sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Jual Beli Murabahah
1.
Pengertian Jual Beli Murabahah
Jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar saling rela.
Jual beli adalah proses pemindahan hak milik (barang atau harta) kepada
pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.1 Prinsip jual-beli
dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang.
Salah satu skim fiqh yang populer digunakan oleh lembaga keuangan syariah
termasuk salah satunya BMT adalah skim jual-beli murabahah.
Murabahah berasal dari kata “Ribh” yang berarti keuntungan, laba, atau
tambahan. Murabahah faktanya adalah suatu istilah dalam fiqh Islam yang
menunjukan suatu jenis jual beli yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan
pembiayaan. Murabahah dalam pengertian aslinya menurut Islam adalah “is
simply a sale”, jual beli. Pembayarannya, bisa dilakukan secara tunai (at spot)
atau nanti pada suatu tanggal yang telah disepakati (a subsequent date) para
pihak.2
1
Hertanto Widodo, dkk, PAS (Pedoman Akuntansi Syariah): PANDUAN PRAKTIS
OPERASIONAL BMT (Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 2000), Cet- kedua, h. 48
2
Sugeng Widodo, Seluk Beluk Jual Beli Murabahah Perspektif Aplikatif, (Yogyakarta: Asgar
Chapter, 2010), h. 19
17
18
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Hal yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal
adalah penjual secara jelas memberitahukan kepada pembeli berapa harga
pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya.
Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar menawar atas besar margin
keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan.3
Dalam murabahah, BMT dapat bertindak sebagai penjual dan juga
pembeli. Sebagai penjual apabila BMT menjual barang kepada nasabah,
sedangkan sebagai pembeli apabila BMT membeli barang kepada supplier
untuk dijual kepada nasabah.4Murabahah adalah jual beli barang pada harga
asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak lembaga
keuangan syariah dan nasabah. Dalam murabahah, penjual menyebutkan
harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atas laba
dalam jumlah tertentu.5
3
Sri Nurhayati&Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: SalembaEmpat, 2009),
Edisi. 2, h. 160
4
SlametWiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan PSAK
dan PAPSI, (Jakarta: PT. Grasindo, 2006), Cet- kedua, h. 81
5
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia, 2008), h. 69
19
Murabahah adalah jual
beli
suatu barang dengan pembayaran
ditangguhkan. Maksudnya, pembeli baru membayar pada waktu jatuh tempo
dengan harga jual sebesar harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati.6
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Akad murabahah merupakan salah satu bentuk natural certainly contracts
(NCC), karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profitnya
(keuntungan yang ingin diperoleh).7
Dalam draft Ed. PSAK 102, Murabahah adalah akad jual beli barang
dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang
disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut
kepada pembeli.8
2.
Landasan Syariah
QS Al-Baqarah: 275
      
Artinya :
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
6
Hertanto Widodo, dkk, PAS (Pedoman Akuntansi Syariah): PANDUAN PRAKTIS
OPERASIONAL BMT, h. 49
7
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), Ed. 3, h. 113
8
IAI, PSAK No. 102, (Jakarta: 2007), Paragraf 5
20
QS Al-Baqarah: 280
 ..       
Artinya :
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai ia berkelapangan...”
Dari Abu Sa’id Al-Khudri Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.”(HR. Al-Baihaqi, Ibnu Majah,
dan Shahih Menurut Ibnu Hibban)9
3.
Jenis - Jenis Murabahah
Ada dua jenis murabahah, yaitu:
1) Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order)
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah
ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat
mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang
dipesannya. Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli harus membeli barang
yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset
murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan
mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli
maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi
nilai akad.10
9
Sri Nurhayati&Wasilah, AkuntansiSyariah di Indonesia, h. 164
10
Ibid, h. 163
21
Dalam teori, murabahah dengan pesanan terbagi atas dua, yaitu yang
bersifat mengikat dan bersifat tidak mengikat nasabah untuk membeli
barang yang dipesan (PSAK 102 paragraf 7). Dalam praktiknya, umumnya
barang yang dipesan nasabah bersifat mengikat untuk dibeli nasabah.
Dengan pertimbangan kepraktisan dan menghindari kesalahan spesifikasi
yang diinginkan nasabah, DSN membolehkan BMT atau bank mewakilkan
kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga atas nama bank.
Hal ini diperbolehkan dengan catatan akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. Transaksi
mewakilkan pembelian barang kepada nasabah biasanya didasarkan atas
akad wakalah (Fatwa DSN No. 10 Tahun 2000). Dalam hal ini, aspek
syariah yang harus diperhatikan adalah pembelian tersebut atas nama bank.
Dengan demikian, saat jual beli antara bank dengan nasabah dilakukan,
barang yang dijual adalah barang milik bank.11
2. Murabahah tanpa pesanan
Murabahah jenis ini tidak mengikat. Pemilikan barang oleh BMT sebelum
adanya pesanan disebut murabahah tanpa pesanan. Murabahah tanpa
pesanan, maksudnya ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak,
BMT menyediakan barang dagangannya. Namun, dalam prakteknya di
Indonesia yang berlaku adalah bentuk murabahah dengan pesanan.
11
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah;Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta:
Salemba Empat, 2009), 182
22
4.
Rukun dan Syarat
Rukun dalam transaksi murabahah, yaitu:12
a.
Penjual (Bai’i)
Penjual dalam hal ini adalah Lembaga Keuangan Syariah, dapat berupa
Bank Syariah, BPRS, BMT yang disebut juga dengan istilah KJKS.
b.
Pembeli (Musytari)
Pembeli yang dimaksudkan disini adalah nasabah, baik berlaku sebagai
pembeli akhir ataupun selaku pedagang. Para pihak yang berakad
dipersyaratkan harus cakap menurut hukum. Dalam pengertian hukum
syara’ harus sudah baligh, dan dalam kaitannya dengan hukum perdata
sebagai hukum positif, yang bersangkutan minimal harus berusia 21 tahun
atau orang yang sudah menikah.
c.
Barang yang menjadi obyek jual-beli (Mabi’)
Barang-barang yang menjadi obyek jual beli dipersyaratkan harus jelas
dari segi sifat, jumlah, jenis yang akan diperjualbelikan termasuk halalan
thoyiban, dan tidak tergolong pada barang yang haram atau yang
mendatangkan mudharat. Selain itu sifat barang harus bernilai. Obyek
murabahah dipersyaratkan telah menjadi milik dan dalam penguasaan si
penjual. Kepemilikan mana bisa bersifat faktual/fisikal, dapat pula
12
Widodo, Seluk Beluk Jual Beli Murabahah Perspektif Aplikatif, h. 25-26
23
bersifat konstruktif. Menurut fatwa DSN, bank atau BMT harus memiliki
terlebih dahulu aset yang akan dijualnya kepada nasabah.
d.
Harga barang (Tsaman)
Harga barang dan keuntungan harus disebutkan secara jelas jumlahnya
dan dalam mata uang apa (rupiah atau mata uang/valuta asing). Demikian
juga cara pembayarannya, apakah dibayar secara tunai atau tangguh. Jika
dibayar secara tangguh haruslah jelas waktunya berapa lama, dan waktu
pembayarannya. Dalam konteks pembiayaan, harga jual barang adalah
batas maksimal pembiayaan yang disebut plafon atau limit.
e.
Kontrak/Akad (Sighat/Ijab kabul)
Kontraknya dalam praktek dapat dibuat secara tertulis dibawah tangan,
namun bisa pula dibuat oleh dan dihadapan notaris (secara notarial).
Perjanjian notarial adalah perjanjian otentik. Dibandingkan perjanjian
dibawah tangan, perjanjian notarial sangat kuat karena tidak memerlukan
pembuktian lagi, sementara perjanjian dibawah tangan tidak demikian.13
Adapun syarat murabahah adalah:14
1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
2. Kontrak pertama harus syah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3. Kontrak harus bebas dari riba.
13
Irma Devita dan Suswinarno, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas,
Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka), Cet Ke-1, h. 4445
14
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah; dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.
102
24
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian.
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
5.
Transaksi murabahah dalam Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
Mengingat basis murabahah adalah jual beli, maka sifat transaksinya
adalah bilateral (antara dua pihak, yakni pembeli dengan penjual). Namun
seiring dengan kemajuan zaman serta variatifnya praktek perdagangan, maka
untuk kondisi sekarang ini dan nanti, dimungkinkan bahwa secara
keseluruhan, proses jual beli dimaksud tidak hanya melibatkan beberapa pihak
terkait.15
Murabahah bisa dilakukan oleh perusahaan trading yang melakukan
aktivitas bisnisnya dengan cara membeli barang, kemudian menjual kembali
tanpa melakukan perubahan barang tersebut. Lembaga keuangan syariah salah
satunya BMT dapat mengadopsi transaksi ini, kaitannya dengan kebutuhan
nasabah untuk memiliki barang tertentu, tetapi tidak cukup memiliki dana,
sehingga Lembaga Keuangan Syariah (BMT) bisa memenuhi kebutuhan
nasabah dengan skim murabahah. Mekanisme transaksi ini, BMT melakukan
akad dengan nasabah kemudian BMT membeli barang yang dibutuhkan oleh
15
Widodo, Seluk Beluk Jual Beli Murabahah Perspektif Aplikatif, h. 27
25
nasabah kepada supplier secara tunai, setelah itu BMT menjual kepada
nasabah dengan pembayaran angsuran.16
Kalangan lembaga keuangan syariah salah satunya BMT di Indonesia
banyak menggunakan murabahah secara berkelanjutan (roll over/evergreen)
seperti untuk modal kerja, padahal sebenarnya, murabahah adalah kontrak
jangka pendek dengan sekali akad (one short deal). Murabahah tidak tepat
diterapkan untuk skema modal kerja. Akad mudharabah lebih sesuai untuk
skema tersebut. Hal ini mengingat prinsip mudharabah memiliki fleksibilitas
yang sangat tinggi.17Aplikasinya, pada transaksi pembiayaan murabahah
merupakan transaksi jual beli antara bank syariah atau BMT (selaku penjual)
dengan nasabah (selaku pembeli), yang harga beli beserta keuntungannya
(margin) diberitahukan secara jelas.
B. Akuntansi Syariah
1.
Pengertian Akuntansi Syariah
Akuntansi berasal dari kata account yang selanjutnya bahwa dikenal
acconuting yang lebih menunjukan kegiatannya. Beberapa pengertian
akuntansi diantaranya adalah sebagai berikut: dalam buku A Statement of
Basic
Accounting
Theory,
dinyatakan
akuntansi
adalah
proses
mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai
16
Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan PSAK dan
PAPSI, h. 87
17
Syafi’i Antonio, Bank Syariah; dari Teori ke Praktik, h.106
26
bahan pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya.
AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) mendefinisikan
akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan
cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian
yang umumnya bersifat keuangan, termasuk menafsirkan hasil-hasilnya. APB
(Accounting Principles Board) Statement No. 4 mendefinisikan akuntansi
sebagai suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi
kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi,
yang digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif. Berdasarkan
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa inti akutansi adalah sarana
informasi dalam pengambilan keputusan bisnis.18
Secara sederhana, pengertian akuntansi syariah dapat dijelaskan melalui
akar kata yang dimilikinya yaitu akuntansi dan syariah. Definisi bebas dari
akuntansi adalah identifikasi transaksi yang kemudian diikuti dengan kegiatan
pencatatan, penggolongan serta pengikhtisaran transaksi tersebut sehingga
menghasilkan laporan keungan yang dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan. Definisi bebas dari syariah adalah aturan yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT untuk dipatuhi oleh manusia dalam menjalani segala aktivitas
18
Dwi Suwiknyo, Pengantar Akuntansi Syariah; Lengkap dengan kasus-kasus penerapan
PSAK Syariah untuk Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 5
27
hidupnya didunia. Jadi, akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses
akuntansi atas transaksi-transaksi yang sesuai dengan aturan Allah SWT.19
Oleh sebab itu, akuntansi syariah diperlukan untuk mendukung kegiatan
yang harus dilakukan sesuai syariah, karena tidak mungkin dapat menerapkan
akuntansi yang sesuai dengan syariah jika transaksi yang dicatat oleh proses
akuntansi tersebut tidak sesuai dengan syariah.
2.
Sejarah Akuntansi Syariah
Akuntansi merupakan salah satu profesi tertua didunia. Dari sejak zaman
prasejarah. Menurut penyelidikan para ahli, semenjak manusia mengenal uang
sebagai alat pembayaran, orang sudah menemukan berbagai cara untuk
mencatat keluar masuknya uang, timbulnya utang piutang, dan sebagainya.
Pencatatan itu mula-mula dilakukan diatas lempengan tanah liat, yang
kemudian berkembang dengan menggunakan daun lontar. Naskah-naskah
yang menggunakan daun lontar kebanyakan berasal dari Mesir. Pada waktu
itu Mesir merupakan koloni Romawi, hingga sekarang sebagian dari naskahnaskah tersebut masih tersimpan dengan baik.
Pada awal abad XV, pembukuan yang menggunakan angka-angka arab
berkembang dengan baik di Italia, sejalan dengan penemuan sistem
pembukuan yang lengkap. Sistem baru ini disebut pembukuan berpasangan,
19
Sri Nurhayati & Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, h. 2
28
yang menurut banyak dugaan diperkenalkan secara lisan di Italia oleh Para
pedagang Arab.20
Akuntansi bukanlah suatu profesi yang baru, dalam bentuk yang sangat
sederhana telah dilakukan pada zaman sebelum masehi. Luca paciolli dengan
bukunya tahun 1494 M dengan bukunya: summa de arithmetica goemetria
proportionalita (A Riview of Arithmetic, geometry, and proportions) pada
tahun 1494 M menerangkan mengenai double entry book keeping sehingga
ditetapkan sebagai penemu akutansi modern, walaupun ia mengatakan bahwa
hal tersebut telah dilakukan lebih dari satu abad yang lampau. Dari hasil
penelusuran pemikir Islam, ditemukan bahwa ada hubungan antara para
pedagang italia dan pedagang muslim, yang membuka kemungkinan bahwa
akuntansi modern tersebut diperoleh paciolli dari hubungannya dengan
pedagang muslim.21
Peradaban Islam yang Pertama yang sudah memiliki “Baitul Mal” yang
merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai “Bendahara Negara”
serta menjamin kesejahteraan sosial. Masyarakat muslim sejak itu memiliki
jenis akuntansi yang disebut “Kitabat al-Amwal” (pencatatan uang).22Telah
disebutkan diawal bahwa akuntansi sebagai bagian dari ilmu sosial
memungkinkan terjadinya pengulangan (repetition) diberbagai masyarakat,
20
Dwi Suwiknyo, Pengantar Akuntansi Syariah; Lengkap dengan kasus-kasus penerapan
PSAK Syariah untuk Perbankan Syariah, h. 3
21
Sri Nurhayati & Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, h. 63
22
Muhamad, Pengantar Akuntansi Syariah, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 8
29
sehingga keterlibatan akuntansi syariah dalam perkembangan akutansi
konvensional atau pun sebaliknya masih diperdebatkan hingga saat ini.
3.
Landasan Hukum Penerapannya
Dalam QS Al-Baqarah (2): 282, Allah Swt. Berfirman :
           
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya
dengan benar...”
Dalam suatu hadist, Rasulullah Saw. Bersabda:
“sesungguhnya Allah Swt. Mewajibkan kalian untuk berlaku baik dan
profesional (ihsan) dalam segala hal”.
Dari dalil-dalil diatas tampak jelas bahwa Islam sangat memperhatikan
hal-hal yang berkaitan dengan pencatatan (akuntansi). Proses pekerjaan
akuntansi merupakan sebuah siklus, yang dimulai dari pembuatan bukti
sampai penyusunan laporan keuangan.
4.
Akuntansi murabahah (PSAK 102) dalam Perbankan Syariah dan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (BMT)
Baitul
Maal
wa Tamwil
(BMT) pada
dasarnya merupakan
pengembangan dari konsep ekonomi dalam Islam terutama dalam bidang
30
keuangan. Penyaluran dana dalam bentuk jual beli dalam pembayaran
ditangguhkan adalah penjualan barang dari BMT kepada nasabah, dengan
harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang ditambah margin keuntungan
yang disepakati untuk keuntungan BMT.
Dalam murabahah bank syariah atau BMT dapat bertindak sebagai
penjual dan juga pembeli. Sebagai penjual apabila bank syariah atau BMT
menjual barang kepada nasabah, sedangkan apabila sebagai pembeli apabila
bank syariah atau BMT membeli barang kepada pemasok untuk dijual kepada
nasabah. Perlakuan akuntansi murabahah di BMT dan bank syariah diatur
dalam PSAK 102 dan PAPSI 2003. PSAK 102 ini menggantikan PSAK 59
yang
berhubungan
dengan
pengakuan,
pengukuran,
penyajian,
dan
pengungkapan murabahah.Standar ini juga mengatur berbagai definisi terkait
transaksi murabahah dan memberikan penjelasan tentang karakteristik
transaksi murabahah sebagaimana yang terdapat pada fatwa DSN.
Berbagai transaksi yang perlu diakui dalam transaksi ini oleh penjual
antara lain penerimaan uang muka murabahah, pengakuan dan pengukuran
terkait aset murabahah pada saat perolehan, aset murabahah setelah perolehan
jika terjadi penurunan nilai aset atau diskon pembelian. Adapun pada saat
akad dilakukan, standar ini memberikan panduan tentang pengakuan dan
pengukuran piutang murabahah, keuntungan murabahah, denda jika pembeli
lalai dalam melakukan kewajibannya, potongan pelunasan piutang murabahah
dan potongan angsuran murabahah. PSAK 102 juga memberikan panduan
31
pada pembeli akhir. Beberapa hal yang secara khusus diatur dalam standar ini
adalah utang yang timbul dari transaksi, aset yang diperoleh, beban
murabahah, diskon pembelian yang diterima dari penjual, denda yang dibayar
akibat kelalaian dan potongan uang muka akibat pembatalan pembelian.
Perlakuan Akuntansi Murabahah menurut PSAK 102 adalah sebagai berikut:23
Pengakuan dan Pengukuran
1.
Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar
biaya perolehan.
2.
Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
(a) Jika murabahah pesanan mengikat:
(i) Dinilai sebesar biaya perolehan; dan
(ii) Jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak, atau kondisi
lainnya sebelum diserahkan kenasabah, penurunan nilai tersebut
diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
(b)Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak
mengikat:
(i)
Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang
dapat direalisasi, mana yang lebih rendah
23
IAI, Standar Akuntansi Keuangan PER 1 Juli 2009 (Jakarta: SalembaEmpat, 2009), PSAK
102
32
(ii) Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
3.
Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai berikut:
(a) Jika terjadi sebelum akad murabahah maka sebagai pengurangan biaya
perolehan aset murabahah;
(b) Jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati
maka bagian yang menjadi hak nasabah;
(i) Dikembalikan kepada nasabah jika nasabah masih berada
dalam proses penyeleseian kewajiban; atau
(ii) Kewajiban kepada nasabah jika nasabah telah menyeleseikan
kewajiban.
(c) Jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang menjadi
bagian hak lembaga keuangan syariah diakui sebagai tambahan
keuntungan murabahah;
(d) Jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam
akad diakui sebagai pendapatan operasional lain.
4.
Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon pembelian
akan tereliminasi pada saat:
(a) Dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah potongan
setelah dikurangi dengan biaya pengembalian; atau
(b) Dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat
dijangkau oleh penjual.
33
5.
Pengakuan piutang
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya
perolehan aset murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada
akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai
bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan
kerugian piutang.
6.
Pengakuan keuntungan
Keuntungan murabahah diakui:
(a) Pada saat terjadinya akad murabahah jika dilakukan secara tunai atau
secara tangguh sepanjang masa angsuran murabahah tidak melebihi
satu periode laporan keuangan; atau
(b)Selama periode akad secara proporsional, jika akad melampaui satu
periode keuangan.
7.
Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli
yang melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang
disepakati diakui dengan menggunakan salah satu metode berikut:
(a) Jika diberikan pada saat penyeleseian, maka penjual mengurangi
piutang murabahah dan keuntungan murabahah; atau
(b) Jika diberikan setelah penyeleseian, maka penjual terlebih dahulu
menerima pelunasan piutang murabahah dari pembeli, kemudian
penjual membayar potongan pelunasan (muqasah) kepada pembeli
dengan mengurangi keuntungan murabahah.
34
8.
Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:
(a) Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu
diakui sebagai pengurangan keuntungan murabahah;
(b) Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli
diakui sebagai beban.
9.
Pengakuan denda
Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya
sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai dana
kebajikan.
10. Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
(a) Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang
diterima;
(b) Jika barang jadi di beli oleh pembeli,maka uang muka diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian pokok);
(c) Jika barang batal di beli oleh pembeli,maka uang muka dikembalikan
kepada pembeli setelah di perhitungkan dengan biaya-biaya yang
telah dikeluarkan oleh penjual.
Penyajian
Piutang murabahah di sajikan sebesar nilai yang dapat direalisasikan, yaitu
saldo piutang murabahah di kurangi penyisihan kerugian piutang.
Margin murabahah tangguh disajikan sebagai pengurang (contra account)
piutang murabahah.
35
Pengungkapan
Penjual
mengungkapkan
hal-hal
yang
terkait
dengan
transaksi
murabahah,tetapi tidak terbatas pada:
(a) Harga perolehan aset murabahah;
(b) Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai
kewajiban atau bukan;
(c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang penyajian
laporan keuangan syariah.
Akuntansi Murabahah (PSAK 102) :24
Saat negosiasi
Pada waktu negosiasi, bank syariah dan BMT tidak melakukan jurnal apapun
mengingat negosiasi tersebut belum memiliki implikasi terhadap posisi
keuangan bank syariah.
Pengakuan uang muka
Berdasarkan PSAK 102 paragraf 30 disebutkan bahwa uang muka pembelian
sebesar jumlah yang diterima. Dalam praktiknya terdapat tiga macam
alternatif mekanisme perlakuan uang muka. Sekiranya yang digunakan adalah
kebijakan pendebitan langsung untuk mengakui adanya uang muka, saldo
rekening nasabah langsung berkurang sebesar nilai uang muka yang
disepakati.
24
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah;Teori dan Praktik Kontemporer, h. 190
36
Tabel. 2.1: Tabel pencatatan jurnal uang muka
Tgl
Rekening
Debit
Db. kas
Kredit
xx
Kr. Uang muka
xx
Pembelian barang murabahah oleh mitra atau nasabah (wakalah)
Apabila mitra tidak diberi barang, tapi diberi uang, dan mitra yang melakukan
pembelian barang murabahah atas nama BMT, maka jurnalnya adalah :

Pada saat penyerahan uang kepada mitra :
Tabe 2.2: Tabel penyerahan uang wakalah kepada mitra
Tgl
Rekening
Db. Piutang wakalah
Debit
Kredit
xx
Kr. kas

xx
Pada saat pemebelian barang diberitahukan nasabah (mitra) kepada BMT
Tabel 2.3: Tabel pembelian barang diberitahukan mitra kepada BMT
Tgl
Rekening
Db. Persediaan murabahah
Kr. Piutang wakalah
Debit
Kredit
xx
xx
37

Penyerahan barang murabahah kepada nasabah atau mitra (dimulainya
akad)
Tabel 2.4: Tabel penyerahan barang murabahah mitra (dimulainya akad)
Tgl
Rekening
Db. Piutang murabahah
Debit
Kredit
xx
Kr. Persediaan murabahah
xx
Kr. Margin murabahah ditangguhkan
xx
Pembelian barang pesanan25
Dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu 1). Bank atau BMT membeli
sendiri barang yang dipesan; dan 2). Bank atau BMT mewakilkan kepada
nasabah pembeli membeli barang yang dipesan atas nama bank syariah atau
BMT.
Alternatif 1a: membeli langsung barang secara tunai kepada pemasok
Tabel 2.5: Tabel jurnal pembelian barang pesanan secara tunai
Tgl
Rekening
Db. Persedian aset murabahah
Debit
Kredit
xx
Kr. Kas -pemasok
Alternatif 1b: membeli langsung barang secara kredit kepada pemasok
25
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah;Teori dan Praktik Kontemporer, h. 190-191
xx
38
Tabel 2.6: Tabel jurnal pembelian barang pesanan secara kredit
Tgl
Rekening
Db. Persediaan aset murabahah
Debit
Kredit
xx
Kr. Utang pada pemasok
xx
Selanjutnya, jurnal saat pelunasan utang pada pemasok:
Tabel 2.7: Tabel jurnal pelunasan utang pada pemasok
Tgl
Rekening
Db. utang pada pemasok
Debit
Kredit
Xx
Kr. Kas/rekening pemasok
xx
Saat akad murabahah tidak jadi disepakati26
Berdasarkan PSAK 102 paragraf 7 disebutkan bahwa murabahah berdasarkan
pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat untuk pembelian barang
yang dipesannya.Selanjutnya, berdasarkan PSAK 102 paragraf 30 disebutkan
bahwa jika barang batal dibeli oleh pembeli. Maka uang muka dikembalikan
kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh penjual.
Tabel 2.8: Tabel jurnal saat akad murabahah tidak jadi disepakati
Tgl
26
Rekening
Debit
Kredit
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah;Teori dan Praktik Kontemporer, h. 191-192
39
Db. Uang muka
xx
Kr. Pendapatan operasional
xx
Kr. Kas
xx
Saat akad murabahah disepakati 27
Pada saat akad murabahah jadi disepakati tersebut terdapat beberapa transaksi
yang perlu dicatat, yaitu:
1.
Pencatatan penjualan murabahah
Berdasarkan PSAK 102 paragraf 22, piutang murabahah diakui sebesar
biaya perolehan aset keuntungan yang disepakati.
Tabel 2.9: Tabel jurnal penjualan barang murabahah
Tgl
Rekening
Db. Piutang murabahah
2.
Debit
Kredit
xx
Kr. Persediaan aset murabahah
xx
Kr. Margin murabahah yang ditangguhkan
xx
Pencatatan uang muka sebagai bagian pelunasan murabahah
Berdasarkan PSAK 102 paragraf 30, disebutkan bahwa jika barang jadi
oleh pembeli (akad jual beli disepakati), uang muka diakui sebagai
27
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah;Teori dan Praktik Kontemporer, h. 192-193
40
pembayaran piutang. Untuk uang muka yang sebelumnya diakui
dengan mendebit rekening nasabah.
Tabel 2.10: Tabel jurnal uang muka sebagai pelunasan murabahah
Tgl
Rekening
Debit
Db. Uang muka
Kredit
xx
Kr. Piutang murabahah
3.
xx
Pencatatan biaya-biaya yang ditaggung nasabah
Sehubungan dengan pembiayaan yang diberikan, pada umumnya bank
membebankan beberapa jenis biaya kepada nasabah.
Tabel 2.11:Tabel pencatatan biaya-biaya ditanggung mitra
Tgl
Rekening
Db. kas
Debit
Kredit
xx
Kr. Pendapatan administrasi
xx
Kr. Persediaan materai
xx
Kr. Rekening notaris
xx
Kr. Rekening perusahaan asuransi
xx
Pembayaran angsuran dan pengakuan keuntungan murabahah28
28
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah;Teori dan Praktik Kontemporer, h. 194-201
41
Pengakuan keuntungan murabahah dibedakan berdasarkan waktu pelunasan
piutang murabahah, yaitu masa satu tahun atau lebih. Jika murabahah
dilakukan secara tunai atau tangguh yang tidak melebihi satu tahun, maka
keuntungan murabahah dilakukan secara tunai (PSAK 102 paragraf 23 (a)).
Jika murabahah dilakukan dengan transaksi tangguh lebih dari satu tahun,
terdapat beberapa alternatif metode pengakuan yang sesuai dengan
karakteristik resiko dan upaya transaksi murabahahnya (PSAK 102 paragraf
23(b).
1.
Pembayaran angsuran dilakukan pada waktu tanggal jatuh tempo.
Tabel 2.12: Tabel pembayaran angsuran jatuh tempo
Tgl
Rekening
Db. Kas
Debit
xx
Kr. Piutang murabahah
Db. Margin murabahah yang ditangguhkan
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah
2.
Kredit
xx
Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo tanpa
dikenakan denda. Mitra atau nasabah menunggak angsurannya.
Tabel 2.13: Tabel angsuran setelah tanggal jatuh tempo
Tgl
Rekening
Db. piutang murabahah jatuh tempo
Debit
xx
Kredit
42
Kr. Piutang murabahah
Db. Margin murabahah yang ditangguhkan
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah-akrual
xx
Saat mitra (nasabah) membayar angsuran :
Tabel 2.14: Tabel pencatatan angsuran mitra setelah jatuh tempo
Tgl
Rekening
Db. kas
Debit
Kredit
xx
Kr. Piutang murabahah jatuh tempo
Db. Pendapatan margin murabahah-akrual
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah
3.
xx
Pembayaran angsuran dilakukan sebagian pada waktu tanggal jatuh
tempo dan sebagian lagi setelah jatuh tempo tanpa dikenakan denda.
Tabel 2.15: Tabel pembayaran angsuran sebagian saat jatuh tempo
Tgl
Rekening
Debit
Db. kas
xx
Db.Piutang murabahah jatuh tempo
xx
Kr. Piutang murabahah
Db. Margin murabahah yang ditangguhkan
Kr. Pendapatan margin murabahah
Kredit
xx
xx
xx
43
Kr. Pendatan margin murabahah-akrual
Nasabah
membayar
kekurangan
pembayaran
xx
angsuran,
Jurnal
pembayarannya:
Tabel 2.16: Tabel pembayaran angsuran setelah jatuh tempo
Tgl
Rekening
Db. Kas
Debit
xx
Kr. Piutang murabahah
Db. pendapatan margin murabahah-akrual
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah
4.
Kredit
xx
Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo dengan
pengenaan denda keterlambatan.
Bank syariah/BMT diperbolehkan mengenakan denda pada nasabah yang
memiliki kemampuan untuk membayar angsurannya, tetapi sengaja
menunda-nunda pembayarannya. Berdasarkan PSAK 102 paragraf 29
disebutkan bahwa denda yang diterima diakui sebagai bagian dana
kebajikan.
Tabel 2.17: Tabel pembayaran angsuran setelah jatuh tempo dan denda
Tgl
Rekening
Db. Piutang murabahah jatuh tempo
Debit
xx
Kredit
44
Kr. Piutang murabahah
Db. Margin murabahah yang ditangguhkan
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah-akrual
Db. Kas
xx
xx
Kr. Piutang murabahah jatuh tempo
Db. Pendapatan margin murabahah-akrual
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah
Db. Kas
xx
xx
Kr. Rekening dana kebajikan
5.
xx
Pembayaran untuk melunasi piutang lebih awal dari waktu yang
ditentukan (pelunasan dini).
Berdasarkan PSAK 102 tentang Akutansi Murabahah, potongan
pelunasan piutang murabahah dapat diberikan pada pembeli yang
melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati
(paragraf 26).
Alternatif 1: potongan diberikan pada saat pelunasan
Berdasarkan metode ini, bank atau BMT, sebagai penjual mengurangi
piutang murabahah dan keuntungan murabahah.
Tabel 2.18: Tabel potongan diberikan saat pelunasan
Tgl
Rekening
Debit
Kredit
45
Db. Kas
xx
Db. margin murabahah yang ditangguhkan
xx
Kr. Piutang murabahah
Db. Margin murabahah yang ditangguhkan
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah
xx
Alternatif 2: potongan diberikan setelah pelunasan.
Pada metode ini, bank atau BMT sebagai penjual menerima pelunasan
piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan pelunasannya
kepada pembeli.
Tabel 2.19: Tabel potongan setelah pelunasan
Tgl
Rekening
Db. Kas
Debit
xx
Kr. Piutang murabahah
Db. Margin murabahah yang ditangguhkan
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah
Db. Pendapatan margin murabahah
Kr. Kas
Kredit
xx
xx
xx
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Baitul Maal wa Tamwil)
1. Sejarah Lahirnya BMT
Sejarah berdirinya Bank Muamalat Indonesia timbul peluang untuk
mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasionalisasi BMI kurang
menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah maka muncul usaha untuk
mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti BPR syariah dan BMT
yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasionalisasi di daerah. Sejarah
gerakan BMT telah dimulai pada era 1980-an antara lain dengan upaya penggiat
Masjid Salman ITB di Bandung menggagas lembaga teknosa, lembaga semacam
BMT yang sembah tumbuh pesat.1
Disamping itu di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang hidup serba
berkecukupan
muncul
kekhawatiran
akan
timbulnya
pengikisan
akidah.
Pengikisanakidah ini bukan hanya dipengaruhidari aspek syiar Islam tetapi juga
dipengaruhi oleh lemahnya ekonomi masyarakat sebagaimana diriwayatkan dari
rasulullah saw, “kefakiran itu
mendekati kekufuran” maka keberadaan BMT
diharapkan mampu mengatasi masalah ini lewat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
ekonomi masyarakat. Lembaga keuangan mikro syariah (BMT) adalah ujung
1
Euis Amalia, Keadilan dalam distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan Peran LKM dan
UKM di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 88
46
47
tombak dari penyaluran investasi bank syariah pada segmen masyarakat paling
bawah yang memiliki kemampuan produktif.
BMT merupakan suatu lembaga ekonomi rakyat, yang secara konsepsi dan
secara nyata memang lebih fokus kepada masyarakat bawah yang miskin dan
nyaris miskin. BMT berupaya membantu pengembangan usaha mikro dan usaha
kecil, terutama bantuan permodalan. Pembiayaan dalam khasanah keuangan
modern, maka BMT juga berupaya menghimpun dana, terutama sekali berasal dari
masyarakat lokal disekitarnya.
BMT (Baitul Maal wa Tamwil) merupakan salah satu lembaga ekonomi dan
keuangan yang dikenal luas pada masa-masa awal. BMT berkembang pada masamasa awal kejayaan Islam berfungsi sebagai institusi keuangan publik, yang oleh
sebagian pengamat ekonomi disejajarkan dengan lembaga yang menjalankan
fungsi perekonomian modern, bank sentral. Keberadaan BMT sebagai salah satu
lembaga keuangan syariah mengalami dinamika yang bagus seiring dengan
dinamika dan perkembangaan lembaga ekonomi dan keuangan Islam lainnya
ditanah air. Munculnya lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT merupakan
salah satu multiplier efect dari pertumbuhan dan perkembangan lembaga ekonomi
dan keuangan bank syariah. Lembaga ekonomi mikro ini lebih dekat dengan
kalangan masyarakat bawah.2
2
Muhamad, Lembaga Ekonomi Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), Edisi Ke-1, h. 59
48
BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan dengan
kegiatan
mengembangkan
usaha-usaha
produktif
dan
investasi
dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan
antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonominya.3
Lembaga keuangan mikro syariah yang lahir dari swadaya dan berakat di
masyarakat bawah ini, menurut catatan Amin Aziz (2004), telah menjadi
kenyataan yang berdiri paling depan dalam menyaingi para rentenir. Karena itu,
para rentenir dan pendukung gelapnya terhadap BMT memperlakukan BMT
dengan cara yang tidak layak, dilemuri kotoran manusia di depan kantornya, dan
pengelolanya mendapat ancaman. Meski, menghadapi berbagai tantangan, BMT
telah berada di garda depan dalam berdakwah secara rill, bil haal, merobah nasib
umat dalam kacamata ekonomi kerakyatan, sekaligus dalam kacamata jihad,
membangun peradaban umat yang berkembang dan benderang.4
Kinerja lembaga keuangan mikro syariah (BMT) yang beroperasi atas dasar
sistem syariah dimaksudkan untuk menggambarkan kemampuan LKMS (BMT)
dalam memediasikan diri sebagai bank rakyat miskin, menyentuh lapisan
masayarakat miskin yang sulit disentuh oleh lembaga keuangan formal (bank),
yang selama ini lebih berpihak kepada orang kaya dari pada orang miskin.
3
Janwari, Lembaga-Lembaga perekonomian umat sebuah pengenalan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), Cet-1, h. 183
4
Muhamad, Lembaga Keuangan Mikro Syariah; Penggulatan Melawan Kemiskinan dan
Penetrasi Ekonomi Global, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 82
49
2. Dasar Hukum BMT atau Koperasi Syariah
Dasar hukum koperasi syariah (BMT) adalah :
Al-Maidah (5) : 2
                 
    
Artinya :
”..Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah
kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksa-Nya.”
Sebagian besar BMT, sejak awal memang berbentuk koperasi karena konsep
koperasi sudah dikenal luas oleh masyarakat dan bisa memberi status legal formal
yang dibutuhkan. Hingga saat ini status kelembagaan atau badan hukum yang
memayungi keabsahn BMT adalah koperasi.
Dasar hukum BMT atau Koperasi syariah: UU No. 25 tahun 1992 tentang
perkoperasian, PP No9 tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan USP oleh
koperasi, KEPMEN kop dan UKM No. 351/Kep/M/XII/1998 tentang petunjuk
pelaksanaan kegiatan USP oleh koperasi, KEPMEN KOP dan UKM No.
91/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang juklak kegiatan KJKS.5
Penggunaan badan hukum KSM dan koperasi untuk BMT itu disebabkan
karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan UU
No. 7 tahun 1992 dan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, yang dapat
5
Pusat Ekonomi Syariah (PKES), 2009
50
dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Namun
demikian, kalau BMT dengan badan hukum KSM atau Koperasi ituntelah
berkembang dan telah memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak manajemen dapat
mengusulkan diri kepada pemerintah agar BMT itu dijadikan sebagai BPRS
dengan badan hukum koperasi atau perseroan terbatas.6
3. Fungsi, Peran dan Prinsip Koperasi Syariah (BMT)
Fungsi dan peran koperasi syariah (BMT):
a. Mengembangkan potensi anggota dan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
b. Berperan serta secara aktif untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia
dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
ekonomi nasional.
d. Mencapai pengembangan ekonomi nasional berdasar asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.
Sebagian BMT, terutama berfungsi sebagai suatu lembaga keuangan syariah
yang melakukan upaya penghimpunan dana dan penyaluran dana berdasarkan
prinsip syariah.
Prinsip koperasi syariah (BMT) adalah:
a. Keanggotaan terbuka dan sukarela
6
Janwari, H.A, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat Sebuah Pengenalan, h. 187
51
b. Kekuasaan tertinggi ada pada RAT
c. Pembagian SHU berdasar jasa anggota
d. Batasan bunga atas modal
e. Meningkatkan kesejahteraan anggota & masyarakat
f. Pengelolaan usaha bersifat terbuka
g. Swadaya, swakerta, & swasembada
BMT pada prinsipnya berupaya mengorganisasi usaha saling menolong antar
warga masyarakat suatu wilayah dalam masalah ekonomi.
4. Jenis Koperasi Syariah (BMT)
Jenis Koperasi syariah didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan
anggota:7
a. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah Koperasi yang kegiatan
usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola
bagi hasil (syariah).
b. Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) adalah Unit Koperasi yang bergerak di
bidang usaha pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil
(syariah) sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan
B. Profil Perusahaan
1. Sejarah berdirinya BMT Al-Fath
7
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), 2009
52
BMT Al-Fath IKMI berdiri pada tahun 1996 (13 Oktober 1996), sebagai
koperasi primer dengan anggota awal 25 orang badan pendiri dan kini 36 anggota
badan pendiri. Ide pendirian BMT Al-Fath IKMI bermulai dari para pengurus
IKMI (Ikatan Masjid Indonesia) yang tergabung dalam kegiatan ta’lim. Dengan
badan
hukum
650/BH/KWK.10/VI/1998,
akte
perubahan
518/BH/PAD/Koperasi/2005, NPWP 02.021.735-2.411.000, SIUP 1086/1004/PK/XII/2000.
Gagasan untuk mendirikan sebuah lembaga keuangan mikro syariah didasari
oleh idealisme yang kuat untuk turut andil dalam membantu saudara-saudara kita
yang bergerak dibidang usaha, tetapi sulit untuk berkembang, banyaknya praktek
rentenir, sistem ekonomi liberal yang melahirkan kaum kapitalis sehingga
distribusi pendapatan tidak merata. Disamping itu keinginan mengembangkan pola
dakwah yang selama ini lebih banyak dibidang dakwah bil lisan. Dicoba dibarengi
dengan dakwah bilhal sehingga harapan besar dimasa mendatang sistem ekonomi
Islam dapat diterapkan di bumi Indonesia.
2. Visi dan Misi BMT Al-Fath
VISI
Meningkatkan kualitas anggota dan mitra binaan sehingga mampu berperan
sebagai khalifah Allah.
53
MISI
Menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan ekonomi, memberdayakan
pengusaha kecil dan menengah, serta membina kepedulian aghniya kepada dhuafa
secara terpola dan berkesinambungan.
3. Struktur Organisasi
Struktur BMT Al-Fath IKMI
RAT
PENGURUS
PENGAWAS
MANAGER
TAMWIL
MANAGER
MAAL
KAB.
OPERASIONAL
KANTOR
KAS
PEMBUKU
AN
KABAG.
MARKETING
JASA
MITRA
TELLER
Keterangan: Garis Pengawas
Garis Perintah
ACOUNT
OFFICER
FUNDING
OFFICER
KOLEK
TOR
PEMBUKUAN
KEUANGAN
54
4. Produk-Produk yang Dikeluarkan BMT Al-Fath
a. Produk Penghimpunan Dana
TAWAKAL (Tabungan Wadiah BMT Al-Fath IKMI) merupakan
simpanan lancar mitra yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat.
Tabungan ini menggunakan prinsip wadiah/titipan. Dalam tabungan ini BMT
Al-Fath IKMI tidak wajib memberikan hasil kepada penabung BMT Al-Fath
IKMI boleh memberikan bonus setiap bulan sesuai dengan kebijakan BMT
Al-Fath IKMI.
TABAH (Tabungan Berjangka Al-Fath) merupakan tabungan / investasi
dengan menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah yang penarikannya dapat
dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang dikehendaki. Pilihan jangka
waktu yang dapat dipilih: 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12 bulan dengan nisbah
bagi hasil yang kompetitif.
SIDIK (Simpanan Pendidikan) yaitu bentuk simpanan yang alokasi
dananya diperuntukan untuk dana pendidikan bagi putra putri mitra. Penarikan
dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, pertama pada saat tahun ajaran
baru, kedua pada saat semester. Mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah.
SIMPANAN QURBAN yaitu produk simpanan yang memberikan
kemudahan dalam perencanaan ibadah Qurban bagi mitra. Dengan mitra
bebas menentukan setoran sehingga cukup membantu pelaksanaan qurban
mitra. Penarikan dilakukan satu kali menjelang ibadah qurban. Simpanan ini
55
menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah dan mendapatkan bagi hasil
sesuai dengan nisbah.
SIMPANAN IDUL FITRI yaitu simpanan yang direncanakan untuk
keperluan idul fitri. Seperti mudik lebaran, belanja kebutuhan lebaran dan
lain-lain. Penarikan dilakukan satu kali menjelang idul fitri. Simpanan ini
menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah, dan mendapatkan bagi hasil
sesuai dengan nisbah.
SIMPANAN NIKAH yaitu produk simpanan yang diperuntukan bagi
mereka para pemuda-pemudi yang merencanakan pernikahan. Banyak
pemuda-pemudi menunda nikah salah satu faktornya adalah biaya. Produk
tabungan ini sangat untuk membantu perencanaan keuangan pernikahan mitra.
Penarikan dilakukan satu kali, satu bulan menjelang pernikahan. Simpanan ini
menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah, dan mendapatkan bagi hasil
sesuai dengan nisbah.
b. Produk Penyaluran Dana
PIUTANG MURABAHAH yaitu akad jual beli barang antara mitra
dengan BMT Al-Fath IKMI dengan menyatakan harga perolehan/harga
beli/harga pokok ditambah keuntungan/margin yang disepakati kedua belah
pihak. BMT membelikan barang-barang yang dibutuhkan mitra atau BMT
memberi kuasa kepada mitra untuk membeli barang-barang kebutuhan mitra
atas nama BMT. Lalu barang tersebut dijual kepada mitra dengan harga pokok
56
ditambah dengan keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama dan
diangsur selama jangka waktu tertentu.
PIUTANG IJARAH yaitu akad sewa menyewa barang atau jasa antara
BMT Al-Fath IKMI dan mitra. BMT Al-Fath IKMI menyewakan jasa atau
barang kepada mitra dengan harga sewa yang telah disepakati dan diangsur
selama jangka waktu tertentu.
PEMBIAYAAN MUDHARABAH yaitu akad kerjasama antara BMT
selaku pemilik modal (Shahibul Maal) dengan mitra selaku pengelola usaha
(mudharib) untuk mengelola usaha yang produktif dan halal. Dan hasil
keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua belah pihak.
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH yaitu akad kerjasama usaha produktif
dan halal antara BMT dengan mitra dimana sumber modalnya dari kedua
belah pihak. Keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua
belah pihak. Sedangkan kerugian ditanggung kedua belah pihak sesuai dengan
porsi modal masing-masing.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Perlakuan Akuntansi Murabahah pada BMT Al-Fath IKMI yang Sesuai
dengan PSAK 102
Setelah melihat bagaimana perlakuan akuntansi mengenai transaksi
murabahah yang ada di BMT Al-Fath IKMI melalui contoh jurnal di bawah
ini, Sekarang penulis akan mencoba menganalisa apakah perlakuan akuntansi
murabahah yang ada di BMT Al-Fath IKMI telah sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, yaitu PSAK 102 tentang akuntansi murabahah.
Analisa tersebut disesuaikan dengan contoh jurnal yang ada, berikut di bawah
ini analisa yang dapat di ambil oleh penulis, yaitu:
Tabel 4.1: Tabel pencatatan (Pengakuan dan Pengukuran) Perlakuan akuntansi
BMT Al-Fath dan perlakuan akuntansi PSAK 102
Pencatatan (Pengakuan dan Pengukuran)
No.
Perlakuan Akuntansi pada
Perlakuan
Keterangan
BMT Al-Fath
Akuntansi Menurut
PSAK No. 102
1.
Piutang
murabahah
dicatat Pada
saat
sebesar harga jual yaitu harga murabahah,
pokok
ditambah
dengan murabahah
57
akad Pencatatan
piutang yang
diakui dilakukan
58
margin/keuntungan.
ditangguhkan
Margin sebesar
nilai BMT Al-Fath
merupakan perolehan
ditambah dalam piutang
selisih antara harga jual dengan keuntungan
nilai persediaan/harga pokok
yang murabahah
disepakati.
telah
sesuai
dengan PSAK
No. 102
2.
BMT
Al-Fath
mendapatkan Urbun diakui sebagai Pencatatan
urbun
sebagai
uang
pembelian
pada
saat
muka uang
muka yang
akad pembelian
sebesar dilakukan
sesuai kesepakatan. Uang muka jumlah yang diterima BMT Al-Fath
menjadi
bagian
piutang
murabahah
transaksi
keseriusan
dan
mitra
transaksi
(lembaga pada
apabila keuangan
murabahah
dilaksanakan
untuk
pelunasan bank
jadi BMT)
syariah, penerimaan
pada
tanda diterima.
saat urbun
pembiayaan dilaksanakan
maka 102
apabila urbun diakui sebagai
batal uang muka dikembalikan pembayaran piutang
kepada
dikurangi
muncul
nasabah
setelah (bagian
kerugian
akibat
telah
Jika sesuai dengan
(nasabah) transaksi murabahah PSAK
murabahah. Namun,
saat
angsuran
yang pembelian). Dan jika
pembatalan transaksi murabahah
No.
59
tersebut.
Jika
tersebut
lebih
uang
kecil
muka tidak
dilaksanakan,
dari maka
urbun
kerugian BMT Al-Fath maka dikembalikan kepada
BMT meminta tambahan dari nasabah
setelah
nasabah.
dengan
dikurangi
biaya-biaya
yang
telah
dikeluarkan
bank
(lembaga
keuangan
syariah,
BMT).
3.
Jika BMT Al-Fath mendapat Jika
penjual Pencatatan
potongan dari pemasok, maka mendapatkan diskon yang
potongan itu merupakan hak sebelum
akad dilakukan
mitra
maka BMT Al-Fath
potongan
(nasabah).
Apabila murabahah,
tersebut
terjadi diskon itu merupakan dalam
setelah akad maka pembagian hak pembeli. Diskon potongan aset
potongan
tersebut
terjadi atas
pembelian murabahah
setelah akad maka pembegian barang yang diterima telah
potongan tersebut dilakukan setelah
berdasarkan perjanjian
dimuat dalam akad.
akad dengan PSAK
yang murabahah disepakati No. 102
diperlakukan
sesuai
sesuai
60
dengan
kesepakatan
dalam akad tersebut.
Jika
dalam
tidak
diatur
akad,
diskon
maka
tersebut
menjadi hak penjual.
4.
Apabila sebelum jangka waktu Potongan
pelunasan Pencatatan
pelunasan angsuran tersebut piutang
murabahah yang
jatuh tempo mitra (nasabah) yang
diberikan dilakukan
melakukan pelunasan dini atau kepada pembeli yang BMT Al-Fath
percepatan
pembayaran
mitra
pelunasan melunasi tepat waktu pada
angsuran
(nasabah)
berhak waktu
yang pelunasan
mendapat
potongan disepakati
pembayaran
pelunasan sebagai pengurangan sesuai dengan
dipercepat.
5.
maka atau lebih cepat dari potongan
keuntungan
PSAK
murabahah.
102
Pada saat terjadi tunggakan Pada
angsuran
dan
angsuran
tunggakan,
diakui dini
saat
penerimaan tunggakan
saat dan
telah
No.
terjadi Pencatatan
angsuran jurnal
penerimaan tunggakan
terjadi tunggakan BMT Al-Fath angsuran tunggakan, angsuran dan
61
tidak mengakui apapun. Tetapi margin
diakui penerimaan
jika pada bulan berikutnya proporsional dengan angsuran
mitra
(nasabah)
tunggakan
mencatatnya
membayar kas yang diterima.
BMT
sesuai
tunggakan
Al-Fath
yang
dengan
dilakukan
angsuran perbulan yang telah
BMT Al-Fath
ditetapkan diawal.
belum sesuai
dengan PSAK
No. 102
6.
Apabila mitra (nasabah) tidak Denda dikenakan jika Pencatatan
dapat
memenuhi
piutang pembeli lalai dalam yang
murabahah sesuai dengan yang melakukan
dilakukan
diperjanjikan, BMT Al-Fath kewajibannya sesuai BMT Al-Fath
akan
mengenakan
denda dengan
akad,
dan dalam
hal
kecuali jika dapat dibuktikan denda yang diterima penetapan
bahwa nasabah tidak mampu diakui sebagai bagian denda
telah
melunasi. Dana dari denda dana kebajikan
sesuai dengan
diperuntukan
PSAK
sebagai
kebajikan (Qordhul hasan)
dana
102
No.
62
Tabel 4.2: Tabel Penyajian perlakuan akuntansi BMT Al-Fath dan Perlakuan
akuntansi menurut PSAK 102
Penyajian
Perlakuan akuntansi
Perlakuan Akuntansi menurut
pada BMT Al-Fath
PSAK No. 102
Pencatatan
transaksi
untuk Piutang
murabahah
Keterangan
disajikan Pencatatan
pelunasan sebesar nilai bersih yang dapat yang
angsuran oleh nasabah direalisasikan yaitu saldo piutang dilakukan
yang nilainya sebesar murabahah dikurangi penyisihan BMT Al-Fath
jumlah
pokok
seluruh
sisa kerugian
ditambah sebagai
dengan bonus margin murabahah.
yang
telah
diperhitungkan
atau
dengan kata lain pada
saat penyelesaian BMT
hanya
mengurangi pendapatan
margin.
Margin telah
sesuai
pembiayaan murabahah tangguhan disajikan dengan PSAK
(piutang)
Al-Fath
piutang.
pengurang
piutang No. 102
63
Tabel 4.3: Tabel Pengungkapan perlakuan akuntansi murabahah BMT Al-Fath
dan perlakuan akuntansi murabahah PSAK 102
Pengungkapan
Perlakuan akuntansi
Perlakuan Akuntansi menurut
pada BMT Al-Fath
PSAK No. 102
Kebijakan
akuntansi Hal-hal yang harus diungkapkan Pengungkapan
yang ada di BMT Al- dalam
Fath
catatan
transaksi-transaksi
murabahah
laporan yang
dengan
transaksi BMT Al-Fath
murabahah tetapi tidak terbatas dalam
seperti pada
perolehan
piutang
atas
juga keuangan adalah hal-hal yang dilakukan oleh
mengungkapkan tentang terkait
murabahah,
Keterangan
harga
aset murabahah,
perolehan
janji
hal
aset pengungkapan
pemesanan kebijakan
persediaan dalam murabahah berdasarkan akuntansi
murabahah, pesanan sebagai kewajiban atau murabahah
margin murabahah dan bukan dan yang diperlukan sesuai yang ada di
lain sebagainya.
PSAK 101 tentang penyajian BMT
Laporan Keuangan Syariah.
telah
sesuai dengan
PSAK
102.
B. Penerapan Akuntansi Pembiayaan Murabahah pada BMT Al-Fath
No.
64
1. Persyaratan, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Pembiayaan Murabahah
di BMT Al-Fath
Keberadaan BMT sebagai salah satu lembaga keuangan mikro syariah
mengalami dinamika yang bagus seiring dinamika dan perkembangan
lembaga ekonomi dan keuangan Islam lainnya di tanah air. Munculnya
lembaga keuangan mikro seperti BMT merupakan salah satu multiplier
efect dari pertumbuhan dan perkembangan lembaga ekonomi dan
keuangan bank syariah. Lembaga ekonomi mikro ini lebih dekat dengan
kalangan masyarakat bawah. Salah satu BMT tersebut adalah BMT AlFath, dalam menyalurkan dananya BMT Al-Fath memiliki persyaratan,
prosedur dan tatacara tersendiri tapi sesuai dengan mekanisme penyaluran
dana pada umumnya. Dalam produk pembiayaan murabahah BMT AlFath hanya menyediakan satu produk pembiayaan murabahah dengan
nama murabahah, pembiayaan murabahah pada BMT Al-Fath diterapkan
dengan sistem wakalah murabahah ataupun murabahah saja. Dalam
mengajukan pembiayaan murabahah kepada BMT Al-Fath, barang yang
diajukan harus jelas dan halal. Dan nasabah pemohon pembiayaan
murabahah sudah menjadi anggota BMT Al-Fath. Adapun persyaratan
yang harus dipenuhi oleh mitra (nasabah) pemohon pembiayaan
murabahah diantaranya :
a) Kartu tanda penduduk (KTP)
b) Kartu keluarga (KK)
65
c) Surat nikah (kalau sudah menikah)
d) Pas Foto 3 X 4
e) Data pekerjaan pemohon
f) Slip gaji
g) Data perusahaan
h) Fotocopy agunan 1 set
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, pemohon mengisi formulir
aplikasi permohonan pembiayaan, kemudian menyerahkan syarat-syarat
yang disebutkan diatas dengan lengkap.1
2. Perlakuan dan Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Murabahah
Dari transaksi pembiayaan murabahah yang terjadi pada BMT Al-Fath
maka pencatatan-pencatatan yang terkait dengan pembiayaan murabahah
pada BMT Al-Fath antara lain :
-
Saat melakukan pembelian barang murabahah (sepeda motor) dari
pemasok
Jika BMT Al-Fath membeli langsung kepada pemasok secara tunai,
maka jurnalnya adalah :
1
Wawancara Langsung dengan Bp. Jaelani (Kabag Operasional), Mengenai prosedur
Pembiayaan Murabahah pada BMT Al-Fath, pada tanggal 16 Februari 2011.
66
Tabel 4.4: Tabel contoh jurnal pembelian barang murabahah lansung
kepada pemasok
Tgl
Rekening
Debit
Db. Persedian aset murabahah
Kredit
xx
Kr. Kas-pemasok
xx
Jika nasabah (mitra) sendiri yang membeli langsung kepada pemasok
atas nama BMT Al-Fath, maka jurnalnya adalah :
Tabel
4.5:Tabel
contoh
jurnal
pembelian
barang murabahah
diwakilkan oleh mitra
Tgl
Rekening
Db. Persediaan murabahah
Debit
Kredit
xx
Kr. Piutang wakalah
xx
Persediaan dicatat sebesar harga perolehan, yaitu seluruh biaya yang
dikeluarkan hingga barang tersebut siap untuk dipakai atau dijual.
-
Saat pengakuan uang muka
Tabel 4.6: Tabel contoh jurnal pegakuan uang muka
Tgl
Rekening
Db. kas
Debit
xx
Kredit
67
Kr. Uang muka
-
xx
Saat akad murabahah disepakati
Pencatatan penjualan murabahah
Tabel 4.7: Tabel contoh jurnal pencatatan penjualan murabahah
Tgl
Rekening
Debit
Db. Piutang murabahah
xx
Kr. Persediaan aset murabahah
Kr.
Margin
murabahah
Kredit
xx
yang
xx
ditangguhkan
Piutang murabahah dicatat sebesar harga jual yaitu harga pokok
ditambah margin keuntungan. Margin ditangguhkan merupakan selisih
antara harga jual dengan nilai persediaan atau harga pokok.
-
Saat akad murabahah tidak jadi disepakati
Tabel 4.8: Tabel contoh jurnal saat akad murabahah tidak jadi
disepakati
Tgl
Rekening
Db. Uang muka
Debit
Kredit
xx
Kr. Pendapatan operasional
xx
Kr. Kas
xx
68
Jika pembeli membatalkan perjanjian pembiayaan murabahah, maka
uang muka mitra dikembalikan setelah diperhitungkan dengan biayabiaya yang telah dikeluarkan oleh BMT Al-Fath.
-
Saat pembayaran angsuran dan pengakuan keuntungan murabahah
Pembayaran angsuran dilakukan pada waktu tanggal jatuh tempo.
Tabel 4.9: Tabel contoh jurnal pembayaran angsuran dan pengakuan
margin
Tgl
Rekening
Debit
Db. Kas
xx
Kr. Piutang murabahah
Db.Margin
Kredit
murabahah
xx
yang
xx
ditangguhkan
Kr. Pendapatan margin murabahah
xx
Pengakuan pokok dan margin harus dilakukan secara merata dan flat
selama jangka waktu angsuran. Apabila mitra (nasabah) melakukan
pembayaran lebih kecil dari kewajibannya maka pengakuan margin
dilakukan secara proporsional juga atau sebanding dengan porsi
margin yang terkandung dalam angsuran normalnya.
-
Saat terjadi tunggakan angsuran
69
BMT Al-Fath tdk mencatat jurnal apapun, saat angsuran jatuh tempo
dianggap nunggak. Dan akan berpengaruh pada kolektibilitas mitra
(nasabah) tersebut, kolektibilitas berubah dan volume peringkat lancar
atau tidak lancarnya berubah menjadi menurun, misalkan yang tadinya
lancar (volume 1) menjadi tidak lancar (volume 2).
Pada jurnal saat terjadi tunggakan angsuran ini tidak sesuai dengan
PSAK 102, jurnal yang seharusnya dicatat yaitu :
1. Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo tanpa
dikenakan denda.
Tabel 4.10: Tabel contoh jurnal pembayaran angsuran setelah
tanggal jatuh tempo tanpa dikenakan denda
Tgl
Rekening
Debit
Db. piutang murabahah jatuh tempo
xx
Kr. Piutang murabahah
Db.
Margin
murabahah
Kredit
xx
yang
xx
ditangguhkan
Kr. Pendapatan margin murabahahakrual
xx
70
Db. kas/rekening nasabah
xx
Kr. Piutang murabahah jatuh tempo
Db.
Pendapatan
margin
murabahah-
xx
xx
akrual
Kr. Pendapatan margin murabahah
xx
2. Pembayaran angsuran dilakukan sebagian pada waktu tanggal
jatuh tempo dan sebagian lagi setelah jatuh tempo tanpa dikenakan
denda.
Tabel 4.11: Tabel contoh jurnal pembayaran angsuran sebagian
saat jatuh tempo dan sebagian setelah jatuh tempo
tanpa dikenakan denda
Tgl
Rekening
Debit
Db. kas
xx
Db.Piutang murabahah jatuh tempo
xx
Kr. Piutang murabahah
Db.Margin
murabahah
Kredit
xx
yang
xx
ditangguhkan
Kr. Pendapatan margin murabahah
xx
71
Kr.Pendatan
margin
murabahah-
xx
akrual
Nasabah
membayar
kekurangan
pembayaran
angsuran,
Jurnal
pembayarannya:
Tabel 4.12: Tabel contoh jurnal saat nasabah membayar kekurangan
angsuran
Tgl
Rekening
Db. kas
Debit
Kredit
xx
Kr. Piutang murabahah
Db. pendapatan margin murabahah-akrual
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah
xx
3. Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
dengan pengenaan denda keterlambatan.
Tabel 4.13: Tabel contoh jurnal pembayaran angsuran setelah jatuh
tempo dan pengenaan denda
Tgl
Rekening
Db. Piutang murabahah jatuh tempo
Kr. Piutang murabahah
Debit
Kredit
xx
xx
72
Db. Margin murabahah yang ditangguhkan
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah-
xx
akrual
Db. Kas
xx
Kr. Piutang murabahah jatuh tempo
Db. Pendapatan margin murabahah-akrual
xx
xx
Kr. Pendapatan margin murabahah
Db. kas
Kr. Rekening dana kebajikan
-
xx
xx
xx
Apabila mitra (nasabah) melakukan pelunasan dini
Mitra diperkenankan melunasi pembiayaan yang didapatnya lebih
awal dari waktu yang disepakati, bagi BMT pelunasan lebih awal
merupakan hal yang sangat baik karena mengurangi beban
pengawasan dan administrasi di masa depan. Apabila sebelum jangka
waktu pelunasan angsuran tersebut jatuh tempo nasabah melakukan
pelunasan dini. Maka mitra (nasabah) berhak mendapat potongan
pembayaran pelunasan dini. BMT Al-Fath dalam hal ini hanya
memberikan potongan pada marginnya saja atau marginnya tidak
dibayar oleh mitra (nasabah) karena itu sebagai potongan pembayaran
73
pelunasan dini. Jadi nasabah hanya membayar pokoknya saja dan tidak
membayarkan marginnya atau mendapatkan potongan marginnya.
Dan BMT akan melakukan pencatatan untuk transaksi pemberian
potongan pelunasan dini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.14: Tabel contoh jurnal potongan pelunasan dini
Tgl
Rekening
Db. Pendapatan margin murabahah
Debit
Kredit
xx
Kr. Piutang Murabahah
xx
Kemudian dalam pencatatan untuk transaksi pelunasan angsuran oleh
mitra (nasabah) yang nilainya sebesar jumlah seluruh sisa pokok
pembiayaan (Piutang Murabahah) ditambah dengan bonus margin
yang telah diperhitungkan atau margin yang tidak harus dibayar karena
pelunasan dini, dengan kata lain pada saat penyelesaian BMT Al-Fath
hanya mengurangi marginnya saja atau bahkan marginnya tidak harus
dibayar oleh mitra.
Tabel 4.15: Tabel contoh jurnal pencatatan pelunasan angsuran oleh
mitra
Tgl
Rekening
Debit
Db. Kas
xx
Db. margin murabahah yang ditangguhkan
xx
Kredit
74
Kr. Piutang murabahah
Db. Margin murabahah yang ditangguhkan
Kr. Pendapatan margin murabahah
xx
xx
xx
Sehubungan dengan bentuk transaksi murabahah, pembebanan margin dan
perlakuan akutansi murabahah yang dilakukan oleh BMT Al-Fath akan diperjelas
dalam contoh kasus dibawah ini :
Contoh kasus murabahah :
5 januari 2009
Bapak Yahya Syafrudin, merupakan nasabah BMT Al-Fath
sejak pertengahan tahun 2007, saat ini beliau ingin mengajukan
permohonan pembiayaan murabahah pesanan, yakni berupa
sebuah kendaraan motor. Ia membutuhkan dana untuk
pembelian motor tersebut dengan jumlah pembiayaan yang
diajukan Rp. 10.000.000,- . Bapak Yahya mengajukan
permohonan pembiayaan tersebut selama 12 bln, yang akan
dibayarkan setiap awal bulan dan memberikan uang muka
sebesar 1 juta untuk bukti bahwa Ia serius dengan pembiayaan
murabahah yang Ia ajukan.
Sebelum menyetujui permohonan pembiayaan yang diajukan oleh Bapak
Yahya, BMT Al-Fath akan melakukan survei terhadap mitra (nasabah) tersebut dan
selanjutnya account officer membuata analisa, apakah permohonan pembiayaannya
75
tersebut
layak
untuk
dibiayai
atau
tidak.
Selanjutnya
account
officer
mempresentasikan hasil analisanya pada rapat komite untuk memperoleh persetujuan
pembiayaan. Pembiayaan dibawah Rp. 5.000.000,- wewenang pengambilan
keputusan ditangan manager. Tapi jika pembiayaan diatas Rp. 5.000.000,- wewenang
pengambilan keputusan ditangan komite yang terdiri dari : ketua pengurus, pengurus
bidang pembiayaan, manager tamwil, Kabag pembiayaan, analisnya.2 Setelah
permohonan pembiayaan Bapak Yahya disetujui, lebih lanjut BMT Al-Fath akan
menentukan jumlah angsuran yang akan dibebankan kepada Bapak Yahya sebagai
harga jual melalui margin yang telah ditetapkan dan disepakati bersama antara BMT
Al-Fath dan nasabah. Dengan rincian sebagai berikut :
1. Harga barang Rp. 10.000.000,- dengan margin murabahah sebesar Rp.
2.250.000,-3 . Sehingga harga jual sepeda motor tersebut kepada Bapak Yahya
sebesar Rp. 12.250.000,4
Dengan jangka waktu 12 bulan atau 1 tahun. Bapak Yahya akan melakukan
pembayaran pada awal bulan berikutnya.
2. Angsuran perbulan yang harus dibayar oleh Bapak Yahya :
AP
=
Pokok pembiayaan + margin
Waktu pembiayaan
2
Wawancara Langsung dengan Bp. Jaelani (Kabag Operasional), Mengenai Prosedur
Pembiayaan Murabahah pada BMT Al-Fath, pada tanggal 22 Februari 2011.
3
(Pembiayaan/Harga barang)xmargin , (Rp. 9.000.000/Rp. 10.000.000)*Rp. 2.500.000 = Rp.
2.250.000,4
(Harga barang + margin), Rp. 10.000.000 + Rp. 2.250.000 = Rp. 12.250.000,-
76
=
Rp. 9.000.000 + Rp. 2.250.000
12
=
Rp.937.500,- perbulan
Jadi jumlah angsuran perbulan yang harus dibayarkan oleh Bapak
Yahya kepada BMT Al-Fath adalah sebesar Rp. 937.500,- tiap bulannya.
3. Angsuran margin yang harus dibayarkan Bapak Yahya :
Margin perbulan
=
Rp. 2.250.000
12
Pokok perbulan
=
Rp. 187.500,-
=
Rp. 937.500 – Rp. 187.500
=
Rp. 750.000,-
Dengan demikian, untuk setiap pembayaran angsuran sebesar Rp.
937.500,- perbulan terkandung didalamnya margin sebesar Rp. 187.500,- dan
pokok sebesar Rp. 750.000,4. Total Angsuran yang harus dibayarkan Bapak Yahya :
TA
=
angsuran pokok + angsuran margin
=
Rp. 750.000 + Rp. 187.500
=
Rp. 937.500,-
Jadi jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh Bapak Yahya
kepada BMT Al-Fath sebesar Rp. 937.500,- perbulan.
5. Bapak Yahya memberikan uang muka
77
5 Januari 2009
uang muka sebesar Rp 1.000.000,-
6. Pembelian barang pesanan oleh BMT Al-Fath dengan secara tunai kepada
pemasok.
7 Januari 2009
sebesar 10.000.000,Pada tanggal ini juga BMT Al-Fath memberikan barang
pesanan pada nasabah (Bapak Yahya).
7. Setiap tanggal 5 bapak Yahya harus membayar pembayaran angsuran dan
angsuran margin
, dan seterusnya bapak Yahya membayar pembayaran
angsuran dan angsuran margin sampai bulan ke 12. Bapak Yahya tidak pernah
menunggak angsurannya dan tidak mempercepat pembayaran angsurannya.
Sampai akhir pembayaran bulan ke 12.
Tabel 4.16 : Tabel Angsuran Pembiayaan Murabahah Bapak Yahya
No.
Harga barang
Rp. 10.000.000,-
Uang muka
Rp. 1.000.000,-
Pembiayaan oleh BMT
Rp. 9.000.000,-
Margin
Rp. 2.250.000,-
Harga jual
Rp. 12.250.000,-
Jangka waktu
12 bulan atau 1 tahun
Tanggal
Angsuran (Rp)
Margin
Pokok
Sisa pembiayaan
Jumlah
78
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5 Feb 2009
5 Maret 2009
5 April 2009
5 Mei 2009
5 Juni 2009
5 Juli 2009
5 Agust 2009
5 Sept 2009
5 Okt 2009
5 Nov 2009
5 Des 2009
5 Jan 2010
187.500,187.500,187.500,187.500,187.500,187.500,187.500,187.500,187.500,187.500,187.500,187.500,-
750.000,750.000,750.000,750.000,750.000,750.000,750.000,750.000,750.000,750.000,750.000,750.000,-
937.500,937.500,937.500,937.500,937.500,937.500,937.500,937.500,937.500,937.500,937.500,937.500,-
2.250.000,-
9.000.000,-
11.250.000,-
9.000.000,8.250.000,7.500.000,6.750.000,6.000.000,5.250.000,4.500.000,3.750.000,3.000.000,2.250.000,1.500.000,750.000,(0)
Berikut di bawah ini adalah pencatatan transaksi-transaksi yang terjadi selama masa
akad murabahah pada BMT Al-Fath berlangsung, yaitu:
1. Pada saat negoisasi
Pada waktu negoisasi, BMT Al-Fath tidak mencatat jurnal apapun.
2. Pengakuan uang muka
Pada tanggal 5 Januari 2009, BMT Al-Fath menerima uang muka dari mitra
(nasabah) sebesar Rp. 1.000.000,- uang muka ini dianggap dana titipan dari
mitra kepada BMT Al-Fath. Pencatatan yang dilakukan oleh BMT Al-Fath
pada saat penerimaan uang muka dari mitra (nasabah), adalah :
Tabel 4.17: Tabel contoh jurnal pengakuan uang muka
Tgl
5/01/09 Db. kas
Rekening
Debit (Rp)
1.000.000
Kredit (Rp)
79
Kr. Uang muka/dana titipan
1.000.000
3. Pembelian barang pesanan
BMT Al-Fath membeli langsung barang secara tunai kepada pemasok, maka
jurnalnya adalah :
Tabel 4.18: Tabel contoh jurnal pembelian barang pesanan
Tgl
Rekening
Debit (Rp)
7/01/09 Db. Persediaan aset Murabahah
Kredit (Rp)
10.000.000
Kr. kas
10.000.000
4. Saat akad murabahah disepakati
Pencatatan penjualan murabahah yang dilakukan oleh BMT Al-Fath pada saat
akad murabahah jadi disepakati, piutang murabahah diakui sebesar biaya
perolehan aset murabahah dan ditambah
keuntungan yang disepakati.
Jurnalnya adalah :
Tabel 4.19: Tabel contoh jurnal saat akad murabahah disepakati
Tgl
Rekening
Debit (Rp)
7/01/09 Db. Piutang Murabahah
12.250.000
Kredit (Rp)
Kr. Persediaan aset murabahah
10.000.000
Kr.
2.250.000
Margin
ditangguhkan
murabahah
yang
80
5. Pembayaran angsuran dan pengakuan keuntungan murabahah
Pembayaran angsuran pada tanggal jatuh tempo, pencatatan yang dilakukan
oleh BMT Al-Fath pada saat penerimaan pembayaran angsuran dari mitra
(nasabah) dan pengakuan keuntungan murabahah, adalah :
Tabel 4.20: Tabel contoh jurnal pembayara angsuran dan pengakuan margin
Tgl
Rekening
Debit (Rp)
5/02/09 Db. kas
937.500
Kr. Piutang murabahah
937.500
Db. margin murabahah ditangguhkan
Kr.
Kredit (Rp)
Pendapatan
187.500
margin
187.500
murabahah
6. Pada tanggal 5 November 2009, Bapak Yahya mempercepat pelunasan
kewajiban angsurannya dan membayar seluruh sisa angsuran. Atas percepatan
pelunasan dini ini, BMT Al-Fath memberikan potongan pelunasan sebesar
Rp. 2.250.000,- Bapak Yahya hanya membayarkan pokoknya saja dan dia
tidak membayar marginnya.
Tabel 4.21: Tabel contoh jurnal potongan pelunasan dini
Tgl
Rekening
5/11/09 Db. Pendapatan margin murabahah
Debit (Rp)
2.250.000
Kredit (Rp)
81
Kr. Piutang murabahah
2.250.000
Kemudian dalam pencatatan untuk transaksi pelunasan angsuran oleh mitra
(nasabah) yang nilainya sebesar jumlah seluruh sisa pokok pembiayaan
(Piutang Murabahah).
Tabel 4.22: Tabel contoh jurnal pencatatan pelunasan angsuran oleh mitra
Tgl
5/11/09
Rekening
Db. Kas
Kr. Piutang murabahah
Debit
Kredit
2.250.000
2.250.000
3. Perhitungan Margin Keuntungan Murabahah
Dalam menentukan harga jual yang diterapkan oleh BMT Al-Fath
tidak berbeda dengan perlakuan yang diterapkan oleh BMT-BMT pada
umumnya, yaitu menetapkan margin terlebih dahulu. Pada saat ini margin
yang dikenakan pada BMT Al-Fath berkisar antara 2% sampai dengan
2.5%. Margin yang dibebankan pada mitra ditentukan berdasarkan jangka
waktu dan jumlah pembiayaan yang mitra ajukan pada BMT Al-Fath.
Pembiayaan murabahah pada BMT-BMT umum terjadi dalam
prakteknya merupakan jual beli ulang antara BMT dan nasabah dengan
menggunakan sistem beli dengan pembayaran tangguh, dan pengambilan
margin merupakan keuntungan yang diperoleh BMT. Penetapan margin
82
keuntungan pada BMT merupakan selisih antara pembelian dan penjualan
atas suatu barang yang diambil berdasarkan besaran pembiayaan yang
telah dikeluarkan BMT.
BMT dalam perhitungan margin keuntungan bersifat flat (tetap), yang
tidak akan terjadi perubahan harga, baik dalam kondisi ekonomi yang
stabil ataupun tidak stabil, dan berlaku sejak akad pembiayaan
ditandatangani antara pihak mitra (nasabah) dengan pihak BMT hingga
masa jatuh tempo dari pembiayaan.
Adapun dalam perhitungan margin murabahah pada BMT Al-Fath
juga menggunakan perhitungan flat (tetap). Dari awal angsuran sampai
pada jatuh tempo pelunasan pembiayaan murabahah. Mitra (nasabah)
angsurannya tetap dan tidak berubah.
C. Perbedaan antara PSAK 59 dan PSAK 102
Munculnya akutansi syariah di Indonesia di mulai dengan adanya
PSAK Syariah yaitu lahirnya PSAK 59 tentang Perbankan Syariah. PSAK 59
disahkan pada tanggal 1 Mei 2002. PSAK yang merupakan produk Dewan
Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntansi Indonesia (DSAK-IAI)
berlaku hanya dalam tempo 5 tahun.
Saat ini telah terbit Standar Akuntansi Keuangan yang terbaru yaitu
PSAK No. 101-106 yang disahkan pada tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku
efektif mulai tanggal 1 Januari 2008. Sedangkan PSAK yang mengatur secara
83
khusus tentang akuntansi murabahah adalah PSAK No. 102 yang merupakan
penyempurnaan PSAK No. 59 paragraf 52-68 yang terkait dengan perlakuan
akuntansi murabahah yang berlaku pada Lembaga Keuangan Syariah
(Entensitas Syariah).
Tabel 4. 23 : Perbedaan PSAK 59 paragraf 52-68 dan PSAK 102
Perbedaan isi dari kedua PSAK ini antara lain :5
PSAK 59 Paragraf 52-68
Pernyataannya
diterapkan
PSAK 102
hanya Pernyataannya
diterapkan
untuk
untuk aktivitas bank syariah, bank perbankan syariah, lembaga keuangan
umum
syariah,
bank
perkreditan syariah dan koperasi syariah non
rakyat syariah, dan kantor cabang bank
syariah bank konvensional.
seperti
pembiayaan,
asuransi,
lembaga
BMT,
lembaga
pembiayaan dan dana pensiun.
Potongan pembelian dari pemasok Diskon pembelian aset murabahah
diakui
sebagai
pengurang
perolehan aktiva murabahah.
biaya diakui sebagai : (a) pengurang biaya
perolehan aset murabahah, jika terjadi
sebelum
kewajiban
5
akad
murabahah;
kepada
pembeli,
(b)
jika
IAI, Standar Akuntansi Keuangan PER 1 Juli 2009 (Jakarta: SalembaEmpat, 2009), PSAK
59 dan 102
84
terjadi setelah akad murabahah dan
sesuai akad yang disepakati menjadi
hak
pembeli;
(c)
tambahan
keuntungan murabahah, jika terjadi
setelah akad murabahah dan sesuai
akad menjadi hak penjual; atau (d)
pendapatan operasional lain, jika
terjadi setelah akad murabahah dan
tidak diperjanjikan dalam akad.
Kewajiban penjual kepada pembeli Kewajiban penjual kepada pembeli
atas pengembalian diskon pembelian atas pengembalian diskon pembelian
tidak diatur dalam PSAK 59.
akan tereleminasi pada saat : (a)
dilakukan
pembayaran
kepada
pembeli sebesar jumlah potongan
setelah
dikurangi
dengan
biaya
pengembalian; atau (b) dipindahkan
sebagai dana kebajikan jika pembeli
sudah tidak dapat dijangkau oleh
penjual.
Keuntungan murabahah diakui : (a) Keuntungan murabahah diakui : (a)
pada periode terjadinya, apabila akad pada
saat
terjadinya
penyerahan
85
berakhir
pada
periode
laporan barang jika dilakukan secara tunai
keuangan yang sama; atau (b) selama atau secara tangguh
yang tidak
periode akad secara proporsional, melebihi satu tahun; atau (b) selama
apabila akad melampui satu periode periode akad sesuai dengan tingkat
laporan keuangan
risiko
dan
upaya
untuk
merealisasikan keuntungan tersebut
untuk transaski tangguh lebih dari
satu tahun. Metode-metode berikut
ini digunakan, dan dipilih yang paling
sesuai dengan karakteristik risiko dan
upaya transaksi murabahahnya ; (i)
keuntungan diakui saat penyerahan
aset
murabahah.
(ii)
keuntungan
diakui proporsional dengan besaran
kas yang berhasil ditagih dari piutang
murabahah. (iii) keuntungan diakui
saat
seluruh
piutang
murabahah
berhasil ditagih.
Potongan angsuran murabahah diatur Potongan angsuran murabahah diakui
dalam PSAK 59 tetapi tidak terlalu sebagai berikut : (a) jika disebabkan
mendetail penjelasannya.
oleh pembeli yang membayar secara
86
tepat waktu, maka diakui sebagai
pengurangan keuntungan murabahah;
(b) jika disebabkan oleh penurunan
kemampuan
pembayaran
pembeli,
maka diakui sebagai beban.
Dalam PSAK ini tidak ada aturan Mengatur tentang akutansi untuk
tentang akutansi untuk pembeli akhir.
pembeli akhir.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dibahas dan dijabarkan oleh penulis
dalam skripsi ini, penulis dapat mengambil kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1. Perlakuan akuntansi murabahah pada BMT Al-Fath yang sesuai dengan
PSAK No. 102 yaitu baik pengakuan dan pengukuran, penyajian dan
pengungkapan sudah hampir sesuai dengan PSAK No. 102, tetapi belum
sepenuhnya sesuai.
2. Secara garis besar perlakuan akuntansi terhadap pembiayaan murabahah
yang dilakukan pada BMT Al-Fath telah sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum yaitu PSAK 102. Tetapi masih ada saat terjadi
tunggakan
angsuran
dan
penerimaan
angsuran
tunggakan,
implementasinya BMT Al-Fath tidak mencatat jurnal apapun atau tidak
ada perlakuan akuntansi. Seharusnya dalam PSAK 102 diatur bahwa saat
terjadi tunggakan angsuran dan penerimaan angsuran tunggakan, margin
diakui proporsional dengan kas yang diterima.
3. Perbedaan PSAK 59 dan PSAK 102 adalah pada saat potongan angsuran
murabahah, dalam PSAK 59 diatur tentang Potongan angsuran murabahah
tetapi tidak terlalu mendetail, tetapi dalam PSAK 102 Potongan angsuran
murabahah diakui sebagai berikut : (a) jika disebabkan oleh pembeli yang
87
88
membayar secara tepat waktu, maka diakui sebagai pengurangan
keuntungan murabahah; (b) jika disebabkan oleh penurunan kemampuan
pembayaran pembeli, maka diakui sebagai beban. Dan pada intinya
perbedaan kedua PSAK ini yaitu PSAK 59 tidak mengatur tentang
akuntansi untuk pembeli akhir, sedangkan di PSAK 102 diatur tentang
akuntansi pembeli akhir.
B. Saran
1. Diharapkan BMT Al-Fath dapat mengembangkan produk pembiayaan
murabahah, tidak hanya pada pembiayaan barang saja, melainkan dapat
memberikan pembiayaan murabahah dalam bentuk jual beli rumah atau
kontrakan untuk masyarakat bawah yang ingin memiliki rumah.
2. BMT Al-Fath pada khususnya, dan BMT-BMT lain pada umumnya,
diharapkan dapat tetap menjalankan kegiatan pencatatan dan penyusunan
laporan akuntansinya sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku yaitu
PSAK 102 demi menjaga rasa kepercayaan dan keterbukaan mitra
(nasabah).
3. BMT
Al-Fath
sebagai
lembaga
keuangan
mikro
syariah
perlu
mensosialisakan produk-produk yang dimiliki kepada masyarakat mikro,
sehingga konsep-konsep Islam yang tercemin dari produk-produk BMT
tersebut dapat dilaksanakan secara kaffah. Dan seharusnya BMT dalam
penyaluran pembiayaan, pengambilan marginnya jangan terlalu besar.
89
Karena seperti selogan BMT sendiri yaitu mitra usaha kecil, maka dalam
pengambilan margin seharusnya lebih kecil dari pada Bank-Bank Syariah
pada umumnya.
4. Pada saat terjadi tunggakan angsuran BMT Al-Fath tidak mencatat jurnal
apapun, seharusnya dalam PSAK 102 diatur bahwa saat terjadi tunggakan
angsuran dan penerimaan angsuran tunggakan, margin diakui proporsional
dengan kas yang diterima. Semoga kedepannya BMT Al-Fath dapat
menerapkan perlakuan akuntansi murabahah pada saat terjadi tunggakan
sesuai dengan PSAK 102.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber-Sumber Tercetak
Al-Qur’an Al- Karim
Al-Hadist
Anggreni, Putu.”5 Ribu BMT 5 Juta Usaha Mikro”. Investor XII/207, (September
2010): h. 72-73.
Antonio, Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001
Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan
UKM di Indonesia.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.
Devita, Irma Purnamasari dan Suswinarno. Panduan Lengkap Hukum Praktis
Populer Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad
Syariah.Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2011.
IAI, Standar Akutansi Keuangan PER 1 Juli 2009. Jakarta: Salemba Empat, 2009.
IAI. PSAK 102. Jakaarta: 2007
Janwari. Lembaga-Lembaga perekonomian umat sebuah pengenalan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002.
Karim, Adiwarman. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007
Majid, Syukron Abdul.“Penerapan Prinsip Akutansi Pada Pembiayaan Murabahah
(Studi Kasuspada PT. BPRS Wakalumi Ciputat)”. Skripsi S1 Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2006.
Muhamad. Lembaga Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Muhamad. Lembaga Keuangan Mikro Syariah Penguatan Melawan Kemiskinan dan
Penetrasi Ekonomi Global. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Muhamad. Pengantar Akutansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2002.
Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akutansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat,
2009.
90
91
Pusat Ekonomi Syariah (PKES), 2009
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana, 2009.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, 2005
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi.
Yogyakarta: Ekonisia, 2008.
Sultony, Naidy.”Analisis Kesesuaian PSAK 102 Terhadap Perlakuan Akutansi
Murabahah pada PT. BTN Syariah Jakarta”.Skripsi S1 FakultasSyariahdan
Hukum, Universitas Islam NegeriSyarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Suwiknyo, Dwi. Pengantar Akutansi Syariah; Lengkap dengan kasus-kasus
penerapan PSAK Syariah untuk Perbankan Syariah, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010
Suyanto, bagong dan Sutinah.Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2008.
Widodo, Hertanto, dkk. PAS (Pedoman Akutansi Syariah): PANDUAN PRAKTIS
OPERASIONAL BMT. Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 2000.
Widodo, Sugeng. Seluk Beluk Jual Beli Murabahah Perspektif Aplikatif. Yogyakarta:
Asgar Chapter, 2010.
Wiyono, Slamet .Cara Mudah Memahami AKUTANSI PERBANKAN SYARIAH
Berdasarkan PSAK dan PAPSI. Jakarta: PT. Grasindo, 2005.
Yaya, Rizal, dkk, Akutansi Perbankan Syariah; Teori dan Praktik Kontemporer.
Jakarta: Salemba Empat, 2009
B. Sumber-Sumber Internet
Ashul. “Perkembangan BMT di Indonesia”. Diakses pada tanggal 25 November 2010
dari
http://sobisy,blogspot.com/2009/05/perkembangan-bmt-diIndonesia.html
Basuki, Agus. “Akutansi Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Arafah Solo (Perspektif
Pernyataan Standar Akutansi Keuangan Syariah 2007)”. Artikel Skripsi
diakses pada tanggal 25 November 2010 dari http://www.pdfsearcher.com/AKUTANSI-BAITUL-MAL-WA-TAMWIL-(BMT)ARAFAH-SOLO-(Perspektif-...html#
http://www.bi.go.id
http://hendrakholid.net/blog/2010/04/06/bmt/
Download