I. Pendahuluan Kulit merupakan panca indra yang sangat penting bagi manusia karena kulit mempunyai banyak fungsi antara lain: sebagai indra peraba, secara tidak langsung kulit juga melidungi manusia dari radiasi sinar matahari yang tidak menguntungkan. Akan tetapi penduduk Indonesia masih dikategorikan kurang memperhatikan kesehatan kulit, terutama masalah kulit bayi. Bayi mempunyai kulit yang sangat sensitif sehingga kulit bayi memerlukan perlindungan yang lebih intensif dibandingkan orang dewasa. Kulit bayi mudah mengalami iritasi yang salah satunya disebabkan oleh bakteri. Salah satu bagian tubuh bayi yang mudah terserang bakteri adalah sekitar alat kelamin bayi sehingga perlu adanya usaha pencegahan gangguan kesehatan kulit bayi yang disebabkan oleh bakteri, salah satunya dengan cara penggunaan pakaian dan popok (pampers) pada bayi. Dalam beberapa tahun terakhir ini, penggunaan popok bayi atau pampers mengalami peningkatan yang sangat tajam. Namun seringkali, popok bayi atau pampers tersebut hanya satu kali pakai saja dan menimbulkan limbah rumah tangga sehingga perlu adanya penanggulangan untuk meminimalisirnya dengan cara recycle popok tersebut. Peningkatan nilai dari popok (pampers) dapat dilakukan dengan penambahan agen antibakteri. Agen antibakteri yang selama ini sering digunakan merupakan agent antibakteri yang bersifat toksik dan cenderung menimbulkan pencemaran lingkungan seperti senyawa-senyawa organotin (timah organik) (anonim, 2003). Oleh karena itu, perlu adanya alternative agent bakteri yang ramah lingkungan dan tidak toksik. Zat anti bakteri ini dapat di peroleh dari kitosan yang dapat di temukan pada rangka luar crustaceae seperti cangkang udang Udang pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk beku yang telah dibuang kepala, ekor dan kulitnya. Kitosan yang terdapat limbah udang dapat dimanfaatkan sebagai anti bakteri. Namun sampai saat ini limbah tersebut belum diolah dan dimanfaatkan secara maksimal sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya bau dan estetika lingkungan yang buruk. Udang merupakan anggota filum Arthropoda, sub filum Mandibulata dan tergolong dalam kelas Crustacea (Jasin, 1987). Cangkang udang terdiri dari ruas ruas yang terbungkus oleh kerangka luar atau eksoskeleton dari zat tanduk atau kitin dan diperkuat oleh bahan kapur kalsium karbonat (Soetomo, 1990). Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan udang berasal dari kepala, kulit dan ekornya. Kulit udang mengandung protein (25%- 40%), kitin (15%-20%) dan kalsium karbonat (45%-50%) (Marganof, 2003). Kandungan kitin dari kulit udang lebih sedikit dibandingkan dengan kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada limbah kepiting mencapai 50%-60%, sementara limbah udang menghasilkan 42%-57%, sedangkan cumi-cumi dan kerang, masing-masing 40% dan 14%-35%. Namun karena bahan baku yang mudah diperoleh adalah udang, maka proses kitin dan kitosan biasanya lebih memanfaatkan limbah udang (Annonim, 2003). Kitosan adalah kitin yang telah dihilangkan gugus asetil melalui proses destilasi. Kitosan memiliki gugus amina bebas yang menjadikan polimer ini potensial diaplikasikan sebagai bahan anti bakteri, absorben, obat-obatan, hingga pengolahan makanan serta dalam bidang bioteknologi. Kitosan diharapkan menjadi suatu bahan anti bakteri ramah lingkungan yang dapat diaplikasan pada popok bayi sehingga dapat menjaga kesehatan bayi dengan lebih baik dan dapat meminimalisir permasalahan limbah cangkang udang. Melalui penelitian ini akan dikaji aktivitas antibakteri kitosan pada popok bayi dan recycle popok bekas menggunakan kitosan.