BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Perbankan Dalam pembangunan suatu bangsa, mencakup didalamnya pembangunan ekonomi, memerlukan peran serta lembaga keuangan untuk membiayai, karena pembangunan sangat memerlukan ketersediaan dana. Oleh karena itu keberadaan lembaga keuangan dalam pembiayaan pembangunan sangat diperlukan. Lembaga keuangan yang terlibat dalam suatu pembiayaan pembangunan ekonomi dibagi menjadi dua, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Keduanya merupakan lembaga intermediasi keuangan. Susilo,dkk (2004:7) mengungkapkan pengertian lembaga keuangan sebagai berikut : “Lembaga keuangan baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank mempunyai peran penting bagi aktivitas perekonomian. Peran strategis bank dan lembaga keuangan bukan bank tersebut, sebagai wahana yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien ke arah peningkatan taraf hidup rakyat. Bank dan lembaga keuangan bukan bank merupakan lembaga perantara keuangan (finance intermediaries) sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian.” Dalam dunia modern sekarang ini, diperlukannya peran serta lembaga keuangan bagi pembangunan ekonomi, terutama peranan perbankan sangatlah besar dalam memajukan perekonomian. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa bank. Oleh karena itu, saat ini dan di masa yang akan datang dalam menjalankan aktivitas keuangan baik perorangan maupun lembaga, baik sosial atau perusahaan tidak akan terlepas dari dunia perbankan. 2.1.1 Pengertian Bank Bagi masyarakat, bank merupakan suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Bank adalah suatu tempat yang dijadikan sebagai tempat untuk melakukan transaksi yang berhubungan dengan keuangan seperti tempat 15 16 mengamankan uang, melakukan investasi, pengiriman uang, melakukan pembayaran, atau melakukan penagihan. Disamping itu peranan perbankan sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi suatu negara. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Agar pengertian bank menjadi jelas, penulis mengutip beberapa definisi atau rumusan yang dkemukakan para penulis sebagai berikut : Pengertian bank menurut Undang-undang No.10 Tahun 1998 sebagai berikut : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.” Pengertian Bank menurut Dendawijaya (2006:14) adalah : “Suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana (idle fund surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan.” Sedangkan menurut Kasmir (2003:2), bank didefinisikan sebagai berikut : “Bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.” Dari beberapa pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa bank merupakan sebuah lembaga atau perusahaan yang aktifitasnya menghimpun dana berupa giro, deposito, tabungan, dan simpanan yang lain dari pihak yang kelebihan dana, kemudian menempatkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana melalui penjualan jasa keuangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak. 17 2.1.2 Fungsi Bank Secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediaries. Secara spesifik fungsi bank seperti yang dikemukakan oleh Budisantoso dan Triandaru (2006:9), sebagai berikut : 1. Agent of Trust (Jasa dengan kepercayaan) Dasar utama perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik oleh bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat dengan dilandasi unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo. 2. Agent of Development (Jasa untuk pembangunan) Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil. Kedua sektor tersebut tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Sektor riil tidak akan berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi-distribusi-konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. 18 3. Agent of Service (Jasa pelayanan) Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan. Ketiga fungsi bank diatas diharapkan dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan lengkap mengenai fungsi bank dalam perekonomian, sehingga bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary institution). 2.1.3 Jenis-Jenis Bank Dalam praktiknya perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan seperti yang di atur dalam undang-undang Perbankan. Menurut Kasmir (2003:20) jenis-jenis perbankan dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu : 1. Segi Fungsi Menurut Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 yang dikutip oleh Kasmir (2003:20) jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari : a. Bank Umum b. Bank Pembangunan c. Bank Tabungan d. Bank Pasar e. Bank Desa f. Dan Bank Jenis Lainnya. Pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sesuai dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998 sebagai berikut : a. Bank Umum Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa 19 dalam lalu lintas pembiayaan. Sifat yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank umum sering disebut dengan bank komersil (commercial bank). b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya disini kegiatan Bank Perkreditan Rakyat jauh lebih sempit dibandingkan dengan kegiatan bank umum. 2. Segi Kepemilikan Ditinjau dari segi kepemilikan, yang maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis bank tersebut sebagai berikut : a. Bank Milik Pemerintah Bank milik pemerintah merupakan bank yang akte pendirian maupun modalnya sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Disamping itu ada bank milik pemerintah daerah (Pemda). Bank Pemerintah Daerah (BPD) berada di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Dan kepemilikan modal BPD sepenuhnya dimiliki oleh Pemda masingmasing tingkatan. b. Bank Milik Swasta Nasional Bank milik swasta nasional seluruh atau sebagian besar dimiliki oleh swasta nasional. Dalam hal ini bank swasta nasional akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, disamping itu pembagian keuntungannya untuk swasta pula. 20 c. Bank Milik Koperasi Bank milik koperasi adalah bank yang kepemilikan saham-sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh adalah Bank Umum Koperasi Indonesia (Bank Bukopin). d. Bank Milik Asing Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Bank milik asing ini kepemilikannya dimiliki sepenuhnya oleh pihak asing/luar negeri. e. Bank Milik Campuran Bank milik campuran kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Dalam hal ini, kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. 3. Segi Status Bank dilihat dari segi statusnya artinya dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, terutama bank umum. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya. Untuk memperoleh status tertentu diperlukan penilaian dengan kriteria tertentu pula. Berikut ini beberapa jenis bank dilihat dari segi statusnya diantaranya : a. Bank Devisa Bank devisa adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travellers cheque, pembukaan dan pembayaran letter of credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia. b. Bank Non Devisa Bank non devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat 21 melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi, bank non-devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara (dalam negeri). 4. Segi Cara Menentukan Harga Jenis bank jika dilihat dari segi cara menentukan harga, baik itu harga jual maupun harga beli, dibagi kedalam dua kelompok, yaitu : a. Bank yang Berdasarkan Prinsip Konvensional Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu : 1) Menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. 2) Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional menggunakan atau menetapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu seperti biaya administrasi, biaya provisi, sewa, iuran, dan biaya-biaya lainnya. b. Bank yang Berdasarkan Prinsip Syariah Bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam menentukan harga dari produknya sangat berbeda dengan bank dengan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah sebagai berikut : 1) Pembiayaan berdasarkan prinsip hasil bagi (mudharabah). 2) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah). 3) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah). 22 4) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah). 5) Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina). Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah, penentuan biaya-biaya jasa bank lainnya juga disesuaikan dengan Syariah Islam. Sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank dengan prinsip syariah dasar hukumnya adalah Al-Quran dan Sunnah Rasul. Bank berdasarkan prinsip syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu, karena bunga adalah riba. 2.1.4 Kegiatan-Kegiatan Bank Kegiatan bank sehari-hari tidak terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan perbankan secara sederhana dapat dikatakan adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Dalam pelaksanaan kegiatannya bank dibedakan antara kegiatan bank umum dengan bank perkreditan rakyat. Yang membedakannya secara garis besar adalah kegiatan bank umum yang lebih luas dari kegiatan bank perkreditan rakyat. Dalam hal ini produk yang ditawarkan oleh bank umum lebih beragam, hal ini disebabkan karena bank umum memiliki kebebasan dalam menentukan produk dan jasanya. Sedangkan bank perkreditan rakyat memiliki keterbatasan tertentu, itulah yang menyebabkan kegiatan bank perkreditan rakyat lebih sempit dibandingkan dengan bank umum. Berikut ini adalah kegiatan-kegiatan perbankan yang ada di Indonesia menurut Kasmir (2008:42) sebagai berikut : 1. Kegiatan-kegiatan Bank Umum a. Menghimpun dana dari masyarakat (funding) Kegiatan menghimpun dana (funding) merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Jenis-jenis simpanan tersebut diantaranya : 23 1) Simpanan Giro (Demand Deposit) Giro merupakan simpanan masyarakat pada bank yang penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro, atau surat pemindahbukuan yang lain. 2) Simpanan Tabungan (Saving Deposit) Tabungan merupakan simpanan masyarakat atau pihak lain yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati. Syarat-syarat tertentu tersebut misalnya harus ditarik secara tunai, penarikan hanya dalam kelipatan nominal tertentu, jumlah penarikan tidak boleh melebihi saldo minimal tersebut. 3) Simpanan Deposito (Time Deposit) Deposito merupakan simpanan masyarakat yang penarikannya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan (deposan) dengan bank yang bersangkutan. b. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending) Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dilakukan melalui pemberian pinjaman yang dalam masyarakat dikenal dengan nama kredit. Secara umum jenis kredit meliputi : 1) Kredit Investasi Kredit investasi merupakan kredit yang biasanya digunakan untuk perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik atau untuk keperluan rehabilitasi. 2) Kredit Modal Kerja Kredit modal kerja merupakan kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. 3) Kredit Perdagangan Kredit perdagangan adalah kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini 24 biasanya diberikan kepada suplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. c. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) Kegiatan ini banyak memberikan keuntungan bagi bank dari nasabahnya, dan memberikan kontribusi keuntungan yang besar bagi bank. Jasa-jasa bank yang ditawarkan diantaranya : 1) Transfer (kiriman uang) 2) Inkaso (collection) 3) Kliring (clearing) 4) Safe Deposit Box 5) Bank Card 6) Bank Notes (Valas) 7) Bank Garansi 8) Referensi Bank 9) Bank Draft 10) Letter of Credit (L/C) 11) Cek Wisata 12) Jual beli surat-surat berharga 13) Menerima setoran-setoran, seperti : a) Pembayaran pajak b) Pembayaran telepon c) Pembayaran air d) Pembayaran listrik e) Pembayaran uang kuliah 14) Melayani pembayaran-pembayaran, seperti : a) Membayar gaji/pensiun/honorarium b) Pembayaran deviden c) Pembayaran kupon d) Pembayaran bonus/hadiah 15) Di pasar modal perbankan dapat menjadi : a) Penjamin emisi (underwriter) 25 b) Penjamin (guarantor) c) Wali amanat (trustee) d) Perantara perdagangan efek (pialang/broker) e) Pedagang efek (dealer) f) Perusahaan pengelola dana (investment company) 16) Dan jasa-jasa lainnya 2. Kegiatan-kegiatan Bank Perkreditan Rakyat Secara garis besar kegiatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sama dengan Bank Umum, hanya jumlah jasa bank yang dilakukan BPR jauh lebih sempit. Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat, yaitu : a. Menghimpun dana dalam bentuk : 1) Simpanan Tabungan 2) Simpanan Deposito b. Menyalurkan dana dalam bentuk : 1) Kredit Investasi 2) Kredit Modal Kerja 3) Kredit Perdagangan 3. Kegiatan-kegiatan Bank Campuran dan Bank Asing Berikut ini adalah kegiatan-kegiatan bank campuran dan bank asing di Indonesia : a. Dalam mencari dana bank asing dan bank campuran dilarang menerima simpanan dalam bentuk simpanan tabungan. b. Kredit yang diberikan lebih diarahkan ke bidang-bidang tertentu seperti : 1) Perdagangan Internasional 2) Bidang Industri dan Produksi 3) Penanaman Modal Asing/Campuran 4) Kredit yang tidak dapat dipenuhi oleh bank swasta nasional. 26 c. Untuk jasa-jasa bank lainnya juga dapat dilakukan oleh bank campuran dan bank asing sebagaimana layaknya bank umum yang ada di Indonesia seperti berikut : 1) Jasa Transfer 2) Jasa Kliring 3) Jasa Inkaso 4) Jasa Jual Beli Valuta Asing 5) Jasa Bank Card 6) Jasa Bank Draft 7) Jasa Safe Deposit Box 8) Jasa Pembukaan dan Pembayaran L/C 9) Dan jasa bank umum lainnya. 2.1.5 Dana Bank 2.1.5.1 Pengertian Dana Bank Bank adalah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan yang memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan dana. Perusahaan keuangan memang bidang utama usahanya adalah menyediakan fasilitas pembiayaan dana bagi perusahaan lainnya dan hampir tidak ada badan usaha yang tidak memerlukan dana. Karena dana merupakan masalah pokok yang selalu muncul dalam setiap usaha. Dana bank memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan kegiatan operasional bank itu sendiri. Semakin banyak dana yang dimiliki suatu bank, semakin besar peluangnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, setiap bank selalu berusaha untuk memperoleh dana yang optimal. Yang dimaksud dengan sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana untuk membiayai operasinya. Hal ini sesuai dengan fungsinya bahwa bank adalah lembaga keuangan yang dimana kegiatan sehari-harinya adalah menghimpun dana dan memberikan pinjaman. Menurut Hasibuan (2005:56) bahwa dana bank atau loanable fund adalah sejumlah uang yang 27 dimiliki dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya. Dana untuk membiayai operasinya dapat diperoleh dari berbagai sumber, tergantung dari bank itu sendiri apakah secara pinjaman (titipan) dari masyarakat atau dari lembaga lainnya, tetapi yang paling penting bagi bank adalah bagaimana memilih dan mengelola sumber dana yang tersedia. 2.1.5.2 Sumber-sumber Dana Bank Bank mendapatkan dana untuk kegiatan operasionalnya yang berasal dari beberapa sumber yaitu sumber internal dan eksternal. Sumber internal yang disebut juga modal sendiri sifatnya tetap dan tidak membayar bunga tetap. Sumber eksternal berasal dari tabungan masyarakat, perusahaan dan pemerintah. Sumber eksternal ini disebut juga modal asing yang sifatnya sementara dan berbunga. Sumber-sumber dana bank yang dikemukakan oleh Kasmir (2008:66) sebagai berikut : 1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri. Sumber dana ini merupakan sumber dana dari modal sendiri. Modal sendiri maksudnya adalah modal setoran dari para pemegang sahamnya. Di samping itu, pihak perbankan dapat pula menggunakan cadangan-cadangan laba yang belum digunakan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa dana sendiri terdiri dari : a. Setoran modal dari pemegang saham. Yaitu jumlah uang yang disetor secara efektif oleh para pemegang saham pada waktu bank berdiri. b. Cadangan-cadangan bank. Maksudnya adalah cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagikan kepada para pemegang sahamnya. Candangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang. c. Laba bank yang belum dibagi/laba ditahan. Merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan untuk modal sementara waktu. 28 Keuntungan dari sumber dana sendiri adalah tidak tidak perlu membayar bunga yang relatif lebih besar daripada jika meminjam ke pihak lain. 2. Dana yang berasal dari masyarakat luas. Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Sumber dana dari masyarakat luas dapat dilakukan dalam bentuk : a. Simpanan giro (demand deposit) Giro adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. b. Simpanan tabungan (saving deposit) Tabungan adalah simpanan pihak ketiga yang dikeluarkan oleh bank yang penyetoran dan penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing bank. c. Simpanan deposito (time deposit) Deposito adalah simpanan berjangka yang dikeluarkan oleh bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan sebelumnya. 3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya. Sumber dana ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana yang pertama dan kedua. Dana yang diperoleh dari sumber dana ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksitransaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari : a. Kredit likuiditas dari Bank Indonesia Merupakan kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya. 29 b. Pinjaman antar bank Biasanya pinjaman ini diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring. Pinjaman ini lebih bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi. c. Pinjaman dari bank-bank luar negeri Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri. d. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan. 2.1.5.3 Fungsi Sumber Dana Bank Sumber dana bank selain berfungsi untuk membiayai kegiatan operasional bank juga memiliki fungsi lain yang tidak kalah penting dalam kelangsungan operasional bank. Menurut Taswan (2006:32) bahwa beberapa fungsi sumber dana bagi bank, yaitu : 1. Sebagai Alat Pembayaran Kegiatan Usaha Dana yang dihimpun memiliki karakteristik yang berbeda baik dari jangka waktu, tingkat bunga, maupun cara penarikannya. Oleh karena itu sumber dana akan ditempatkan untuk membiayai usahanya dengan melihat karakteristiknya. Misalnya, untuk membiayai kebutuhan dana jangka pendek, kredit jangka pendek, kredit jangka panjang, perdagangan surat berharga, dll. 2. Sebagai Sumber Likuiditas Bank Dana yang dihimpun selain untuk membiayai kegiatan usahanya, juga untuk memelihara likuiditas bank. Pemeliharaan likuiditas bank dicermati dari dana yang ditempatkan pada kas ataupun giro wajib (giro BI). Semakin banyak sumber dana yang ditempatkan pada pos-pos tersebut, maka semakin likuid bank yang bersangkutan, sebaliknya semakin mengecil dana yang ditempatkan pada pos tersebut mengindikasikan likuiditas bank bank yang bersangkutan relatif ketat. 30 3. Sebagai Tolak Ukur Kepercayaan Masyarakat Terhadap Bank yang Bersangkutan Besarnya dana pihak ketiga dapat dijadikan indikasi tingkat kepercayaan masyarakat pada bank yang bersangkutan. Semakin tinggi dana pihak ketiga, maka masyarakat akan semakin percaya kepada bank yang bersangkutan. Sebaliknya bila dana pihak ketiga pada bank tersebut kecil, maka masyarakat semakin tidak percaya pada bank tersebut. 2.2 Laporan Keuangan 2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Setiap perusahaan mempunyai laporan keuangan yang bertujuan menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan secara ekonomi. Pengertian laporan keuangan menurut Martono dan Harjito (2005:51) sebagai berikut : “Laporan keuangan (financial statement) merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu.” Menurut Riyanto (2001:327) laporan keuangan adalah : “Laporan keuangan (financial statement) memberikan ikhtisar mengenai keadaan finansial suatu perusahaan, dimana neraca (balance sheet) mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan laporan laba rugi (income statement) mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama suatu periode tertentu biasanya meliputi periode satu tahun.” Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan bertujuan untuk memberikan berbagai informasi mengenai aktivitas perusahaan, keadaan keuangan perusahaan, dan posisi sumber daya yang dimiliki perusahaan pada suatu periode tertentu, yang dapat bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. 31 2.2.2 Tujuan dan Kegunaan Laporan Keuangan Pembuatan masing-masing laporan keuangan memiliki tujuan tersendiri. Menurut Harahap (2002:6), empat tujuan laporan keuangan adalah : 1. Membuat keputusan yang menyangkut penggunaan kekayaan yang terbatas dan untuk menetapkan tujuan. 2. Mengarahkan dan mengontrol secara efektif sumber daya manusia dan faktor produksi lainnya. 3. Memelihara dan melaporkan pengamanan terhadap kekayaan. 4. Membantu fungsi dan pengawasan sosial. Lebih lanjut menurut Harahap (2002:99), bahwa tujuan laporan keuangan dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari laporan keuangan adalah untuk menyajikan posisi keuangan, hasil usaha dan perubahan posisi keuangan lainnya secara wajar sesuai dengan GAAP (General Accepted Accounting Principle). 2. Tujuan Umum a. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber ekonomi, dan kewajiban perusahaan dengan maksud : 1) Untuk menilai kekuatan dan kelemahan perusahaan. 2) Untuk menunjukkan posisi keuangan dan investasinya. 3) Untuk menilai kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan hutang-hutangnya. 4) Menunjukkan kemampuan sumber-sumber kekayaannya yang ada untuk pertumbuhan perusahaan. b. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba dengan maksud : 1) Memberikan gambaran pemegang saham. tentang deviden yang diharapkan 32 2) Menunjukkan kewajiban kemampuan kepada perusahaan kreditur, supplier, untuk membayar pegawai, pajak, pengumpulan dana untuk pelunasan. 3) Memberikan informasi kepada manajemen untuk digunakan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan dan pengawasan. 4) Menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan mendapatkan laba dalam jangka panjang. c. Memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksirkan potensi perusahaan dalam menghasilkan laba. d. Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban. e. Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan keuangan. Laporan keuangan disamping menggambarkan kondisi keuangan suatu bank juga untuk menilai kinerja manajemen bank yang bersangkutan. Penilaian kinerja manajemen akan menjadi patokan apakah manajemen berhasil atau tidak dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan oleh perusahaan. 2.2.3 Pihak-Pihak yang Berkepentingan Pembuatan laporan keuangan ditujukan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak. Masing-masing pihak mempunyai kepentingan dan tujuan tersendiri terhadap laporan keuangan yang diberikan oleh bank. Menurut Harahap (2002:7), pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan bank sebagai berikut : 1. Pemilik Perusahaan Bagi pemilik perusahaan, laporan keuangan dimaksudkan untuk : a. Menilai prestasi atau hasil yang diperoleh manajemen b. Mengetahui hasil dividen yang akan diterima c. Menilai posisi keuangan perusahaan dan pertumbuhannya d. Mengetahui nilai saham dan laba perlembar saham e. Sebagai dasar untuk memprediksi kondisi perusahaan di masa datang 33 f. Sebagai dasar untuk mempertimbangkan menambah atau mengurangi investasi. 2. Manajemen Perusahaan Bagi manajemen perusahaan, laporan keuangan ini digunakan untuk : a. Alat untuk mempertanggung jawabkan pengelolaan kepada pemilik b. Mengukur tingkat biaya dari setiap kegiatan operasi perusahaan, divisi, bagian, atau segmen tertentu c. Mengukur tingkat efisiensi dan tingkat keuntungan perusahaan, divisi, bagian, atau segmen d. Menilai hasil kerja individu yang diberi tugas dan tanggung jawab e. Untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan perlu tidaknya diambil kebijaksanaan baru f. Memenuhi ketentuan dalam undang-undang, peraturan, anggaran dasar, pasar modal, dan lembaga regulator lainnya. 3. Investor Bagi investor, laporan keuangan dimaksudkan untuk : a. Menilai kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan b. Menilai kemungkinan menanamkan dana dalam perusahaan c. Menilai kemungkinan melakukan divestasi pada perusahaan d. Menjadi dasar memprediksi kondisi perusahaan di masa datang. 4. Kreditur atau Banker Bagi kreditur, banker, atau supplier, laporan keuangan digunakan untuk : a. Menilai kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang b. Menilai kualitas jaminan kredit atau investasi untuk menopang kredit yang akan diberikan c. Melihat dan memprediksi prospek keuntungan yang mungkin diperoleh dari perusahaan atau menilai rate of return perusahaan d. Menilai kemampuan likuiditas, solvabilitas, rentabilitas perusahaan sebagai dasar dalam pertimbangan keputusan kredit 34 e. Menilai sejauh mana perusahaan mengikuti perjanjian kredit yang sudah disepakati. 5. Pemerintah dan Regulator Bagi pemerintah atau regulator, laporan keuangan dimaksudkan untuk : a. Menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar b. Sebagai dasar dalam penetapan-penetapan kebijaksanaan baru c. Menilai apakah perusahaan memerlukan bantuan atau tindakan lain d. Menilai kepatuhan perusahaan terhadap aturan yang ditetapkan e. Bagi lembaga pemerintahan lainnya bisa menjadi bahan penyusunan data dan statistik. 6. Analis, Akademis, Pusat Data Bisnis Para analis, akademis, dan juga lembaga-lembaga pengumpulan data bisnis seperti PDBI, Moody’s, Perfindo, dan yang lainnya, laporan keuangan ini penting sebagai bahan atau sumber informasi primer yang diolah sehingga menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi analisa, ilmu pengetahuan, dan komoditi informasi. 2.2.4 Jenis-Jenis Laporan Keuangan Sama seperti lembaga keuangan lainnya, bank juga memiliki beberapa jenis laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan PSAK. Artinya laporan keuangan ini dibuat sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Dimana menurut Hessel (2003:147) jenis-jenis laporan keuangan utama bank yang dimaksud sebagai berikut : 1. Neraca (Balance Sheet) Neraca adalah suatu laporan tentang posisi finansial sebuah perusahaan pada waktu tertentu. Dalam neraca terdapat dua komponen utama yaitu aset (aktiva) dan kewajiban (pasiva). 2. Laporan Laba Rugi (Income Statement) Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang merangkum pendapatanpendapatan (revenues) dan biaya-biaya (expenses) perusahaan pada suatu periode akuntansi, biasanya satu tahun. Dalam laporan laba rugi ini juga 35 bisa dicantumkan informasi tentang laba per lembar saham (EPS) dan dividen per lembar saham (DPS). 3. Laporan Laba Ditahan (Statement of Retained Earnings) Laporan laba ditahan adalah suatu laporan yang menunjukkan berapa besar laba perusahaan yang ditahan (untuk ekspansi bisnis) dan berapa yang dibayarkan sebagai dividen. 4. Laporan Arus Kas Laporan arus kas adalah suatu laporan yang menunjukkan aliran kas yang terjadi sebagai akibat kegiatan operasi, investasi dan pembiayaan perusahaan pada suatu periode akuntansi. 2.3 Tingkat Kesehatan Bank 2.3.1 Pengertian Tingkat Kesehatan Bank Penilaian tingkat kesehatan bank pada prinsipnya merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik,pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank dan Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank, dan pihak lainnya. Tingkat kesehatan bank menurut Taswan (2006:381) adalah : “Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar.” Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat. Standar untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia dengan cara bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun berkala mengenai seluruh aktivitasnya. Dari laporan ini dipelajari dan dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi kesehatannya dan akan memudahkan bank itu sendiri untuk memperbaiki kesehatannya. Kesehatan suatu bank menurut Susilo,dkk (2003:22) adalah : 36 “Kesehatan suatu bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajiban dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.” Menyadari arti pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehatihatian (prudential banking) dalam dunia perbankan, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Dengan adanya aturan tentang kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat, sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Tolak ukur dalam penilaian tingkat kesehatan bank adalah penilaian faktor CAMEL yang terdiri dari permodalan (capital), kualitas aset (asset quality), manajemen (management), rentabilitas (earning), dan likuiditas (liquidity). Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang. 2.3.2 Penilaian Kecukupan Permodalan (Capital) Bank-bank yang ada di Indonesia tidak semua dapat dikatakan sehat, khususnya di bidang permodalan. Peranan modal sangat penting dalam usaha perbankan. Kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan lancar apabila bank tersebut memiliki modal yang cukup sehingga pada saat-saat kritis, bank tetap dalam posisi aman karena memiliki cadangan modal di Bank Indonesia. Penilaian pertama dalam analisis CAMEL adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Kecukupan modal (capital adequacy) adalah nilai yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Penilaian tersebut didasarkan pada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan oleh BI, yaitu perbandingan antara modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). 37 Bank Indonesia melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.23/67/Kep/DIR Tanggal 28 Februari 1991 (PakFeb’91) yang dipertegas melalui Peraturan Bank Indonesia No.3/21/PBI/2001 tentang kewajiban modal minimum bank, menetapkan bahwa rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) harus mencapai 8%. 2.3.2.1 Pengertian Modal Bank Bank didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, karena itu manajemen bank selalu berusaha menjaga keberlangsungan operasi bank. Untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan lembaga perbankan diperlukan daya saing yang memadai. Untuk dapat bersaing, bank harus bekerja pada tingkat efisiensi yang tinggi dan selalu berusaha menekan risiko. Selain itu bank harus dapat menciptakan pengembangan sistem dan prosedur pelayanan serta sistem informasi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan operasional bank semakin lancar dan juga bank memiliki modal yang cukup dan sehat sebagai penggerak operasi bank. Pengertian modal bank menurut Taswan (2006:71) adalah : “Modal bank adalah dana yang diinvestasikan pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank disamping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter. Menurut Dendawijaya (2006:38), modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri dari : 1. Modal Inti Modal inti adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. Komponen modal inti pada prinsipnya terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak, dengan perincian sebagai berikut : a. Modal disetor Modal disetor adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. 38 b. Agio saham Agio saham adalah selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat dari harga saham yang melebihi nilai nominalnya. c. Cadangan umum Cadangan umum adalah cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba ditahan atau laba bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai anggaran masing-masing. d. Cadangan tujuan Cadangan tujuan adalah bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. e. Laba ditahan Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan. f. Laba tahun lalu Laba tahun lalu adalah laba bersih tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. g. Laba tahun berjalan Laba tahun berjalan adalah laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak. h. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan nilai penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut. 2. Modal Pelengkap Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang tidak dibentuk dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal. Secara terperinci modal pelengkap dapat berupa : 39 a. Cadangan revaluasi aktiva tetap Cadangan revaluasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Direktorat Jendral Pajak. b. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasi Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasi adalah cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. c. Modal pinjaman Modal pinjaman adalah hutang yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal dan mempunyai ciri-ciri tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan BI. d. Pinjaman subordinasi Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang harus memenuhi berbagai syarat, seperti ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman yang mendapat persetujuan dari Bank Indonesia dan tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, telah disetor penuh minimal 5 tahun dan pelunasan sebelum jatuh tempo harus atas persetujuan Bank Indonesia. 2.3.2.2 Fungsi Modal Bank Modal bank berfungsi untuk membiayai seluruh kegiatan operasional bank, dan juga untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan bank tersebut untuk tetap eksis dan menjalankan usahanya dengan baik dan bertanggung jawab. Menurut Taswan (2006:72) fungsi dari modal bank adalah : 1. Untuk melindungi deposan dengan menangkal semua kerugian usaha perbankan sebagai akibat salah satu atau kombinasi risiko perbankan, misalnya likuidasi bank. 40 2. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat berkenaan dengan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dan memberi keyakinan mengenai kelanjutan operasi bank meskipun terjadi kerugian. 3. Untuk membiayai kebutuhan aktiva tetap seperti gedung, peralatan dan sebagainya. 4. Untuk memenuhi regulasi permodalan yang sehat menurut otoritas moneter. 2.3.2.3 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas harus meyesuaikan diri terhadap perkembangan perbankan internasional untuk dapat menyiapkan perbankan nasional menjadi bank yang siap bersaing. Untuk itu pula maka Bank Indonesia mengeluarkan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang dapat menjadi persyaratan bagi bank dalam mengelola modalnya tanpa mengabaikan risiko. Ketentuan tentang penyediaan modal minimum bank umum yang berlaku di Indonesia mengikuti standar Bank of International Settlements (BIS). Sejalan dengan standar tersebut, dalam kerangka paket deregulasi tanggal 28 Februari 1991 (PakFeb’91), Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar 8% dari total aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Berikut adalah langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank menurut Dendawijaya (2006:41) : 1. ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masingmasing pos aktiva neraca tersebut. 2. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos rekening tersebut. 3. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva administratif. 41 4. Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank (modal inti + modal pelengkap) dan total ATMR. Hasil perhitungan rasio diatas kemudian dibandingkan dengan kewajiban penyediaan modal minimum yaitu sebesar 8%. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, dapatlah diketahui apakah bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal) atau tidak. Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio modal dan kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan 100% atau lebih, modal bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal). Sebaliknya, bila hasilnya kurang dari 100% berarti modal bank tersebut tidak memenuhi ketentuan CAR. 2.3.2.4 Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio keuangan yang digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank yang dilihat dari aspek Capital. Rasio ini mengukur tingkat kecukupan modal yang dimiliki oleh suatu bank. Berikut ini adalah beberapa pengertian CAR menurut beberapa ahli, yaitu : Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR) menurut Susilo,dkk (2003:27) sebagai berikut : “Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kewajiban penyediaan modal minimum yang selalu harus dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dati total aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).” Menurut Dendawijaya (2006:121) Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah: “Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan.” Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan suatu indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga, 42 dengan rasio minimum 8% atas permodalan terhadap aktiva yang menggandung risiko. Besarnya nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) suatu bank menurut Taswan (2006:383) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : CAR Modal Bank ATMR Susilo,dkk (2003:28) menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) didapat dengan cara membagi modal inti ditambah modal pelengkap dibagi ATMR. ATMR adalah nilai total masing-masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva tersebut. Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot 0%, dan aktiva yang paling berisiko diberi bobot 100%. Dengan demikian ATMR menunjukkan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang cukup. Perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR) secara lengkap dapat dijelaskan seperti dibawah ini : 1. Dasar perhitungan kebutuhan modal Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada ATMR. Pengertian aktiva dalam perhitungan ini mencakup aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana yang tercermin pada kewajiban yang masih bersifat kontijen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Dalam menghitung ATMR terhadap masing-masing pos aktiva diberikan bobot risiko yang didasarkan pada golongan nasabah penjamin serta sifat agunan. Dapat ditambahkan bahwa untuk kredit-kredit yang penarikannya dilakukan secara bertahap, maka bobot risiko dihitung berdasarkan besarnya penarikan kredit pada tahap yang bersangkutan. 2. Bobot risiko aktiva neraca Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tersebut diatas, maka rincian bobot risiko untuk semua aktiva neraca bank baik dalam rupiah maupun valuta asing sebagai berikut : 0% : a. Kas b. Emas dan mata uang emas 43 c. Tagihan kepada, atau tagihan yang dijamin oleh, atau surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh : 1) Pemerintah Pusat Republik Indonesia 2) Bank Indonesia 3) Bank sentral negara lain 4) Pemerintah pusat negara lain d. Tagihan yang dijamin dengan uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas, serta giro, deposito, dan tabungan pada bank yang bersangkutan sebesar nilai jaminannya. Jaminan jenis ini dalam laporan bulanan dilaporkan dengan sandi golongan penjamin dari bank yang bersangkutan. 20% : Tagihan kepada atau tagihan yang dijamin oleh, atau surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh : a. Bank-bank di dalam negeri (termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri) b. Pemerintah daerah di Indonesia c. Lembaga non departemen di Indonesia d. Bank-bank pembangunan multilateral e. Bank-bank utama (prime bank) di luar negeri 50% : a. Kredit kepemilikan rumah (KPR) yang dijamin oleh hipotik pertama dengan tujuan untuk dihuni. b. Tagihan kepada atau tagihan yang dijamin oleh, atau surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh BUMN dan perusahaan milik pemerintah pusat megara lain. 100% : a. Tagihan kepada atau tagihan yang dijamin oleh atau surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh : 1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2) Koperasi 3) Perusahaan Swasta 4) Perorangan 5) Lainnya 44 b. Penyertaan yang tidak dikonsolidasikan termasuk penyertaan pada bank lain . c. Aktiva tetap dan inventori (nilai buku) d. Rupa-rupa aktiva e. Antar kantor aktiva neto yaitu antar kantor aktiva dikurangi pasiva. 2.3.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Capital Adequacy Ratio (CAR) Nilai CAR dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, khususnya oleh kinerja bank itu sendiri yang dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam mengelola permodalannya. Menurut Amaliawati (2001:42), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi posisi CAR dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tingkat kualitas manajemen bank yang bersangkutan 2. Tingkat likuiditas yang dimilikinya 3. Tingkat kualitas dari aset 4. Struktur dari depositonya 5. Tingkat kualitas dari sistem dan prosedur operasinya 6. Tingkat kualitas dari karakter para pemilik sahamnya 7. Kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek maupun jangka panjang 8. Riwayat pemupukan modal dan pertautan laba yang diperolehnya. 2.3.3 Penilaian Kualitas Aktiva Produktif (Asset) 2.3.3.1 Pengertian Aktiva Produktif Aktiva produktif (Asset Quality) ini menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya, yaitu apakah lancar, kurang lancar, diragukan atau macet. Perbedaan tingkat kolektibilitas tersebut diperlukan untuk mengetahui besarnya cadangan minimum penghapusan aktiva produktif yang harus disediakan oleh 45 bank untuk menutup risiko kemungkinan kerugian yang terjadi. Berdasarkan PakFeb 1991, bank wajib membentuk cadangan tersebut sekurang-kurangnya sebesar 1 % dari seluruh aktiva produktif ditambah dengan : 1. 3 % dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar 2. 50% dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan 3. 100% dari aktiva produktif yang digolongkan macet. Menurut Budisantoso dan Triandaru (2006:53), penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : 1. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan total aktiva produktif 2. Debitor inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit 3. Perkembangan aktiva produktif bermasalah (non performing asset) dibandingkan aktiva produktif 4. Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) 5. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif 6. Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif 7. Dokumentasi aktiva produktif 8. Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. 2.3.3.2 Non Performing Loan (NPL) Selain itu, penentuan tingkat kesehatan kualitas aktiva produktif yang sehat menurut Bank Indonesia sangat erat kaitannya dengan tingkat Non Performing Loan (NPL) yang boleh dimiliki bank. NPL merupakan salah satu rasio yang digunakan dalam menilai Kualitas Aktiva Produktif (KAP). Non Performing Loan (NPL) menurut Taswan (2006:382) adalah : “Non Performing Loan (NPL) adalah tingkat kredit bermasalah yang dibandingkan dengan total kredit yang telah diberikan kepada pihak ketiga namun tidak termasuk kredit yang diberikan ke bank lain.” Kredit bermasalah adalah kredit yang diklasifikasikan dalam kredit kurang lancar, diragukan, dan macet. Sedangkan kredit bermasalah itu sendiri dihitung 46 secara kotor (gross) dengan tidak mengurangkan dengan penyisihan penghapusan aktiva produktif. Penyesuaian terhadap KAP dilakukan karena di Indonesia hanya Bank Indonesia dan bank yang bersangkutan yang mengetahui tingkat kolektibilitas kualitas aktiva tersebut. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan salah satunya melalui penilaian terhadap komponen non performing loan yaitu membandingkan antara kredit tidak lancar dengan total kredit yang diberikan (Budisantoso dan Triandaru, 2006:53). Batas aman NPL yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu maksimal sebesar 5%. Non Performing Loan (NPL) ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Secara formulasi menurut Taswan (2006:390) sebagai berikut: NPL Kredit Bermasalah Total Kredit Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.23/12/BPPD tanggal 28 Februari 1991, yang termasuk ke dalam aktiva produktif adalah : 1. Surat berharga 2. Penempatan pada bank lain 3. Penyertaan 4. Kredit yang disalurkan 5. Transaksi rekening administratif. 2.3.4 Penilaian Manajemen (Management) Penilaian manajemen ini menunjukkan kemampuan manajemen bank untuk mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul melalui kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya untuk mencapai target. Penilaian manajemen menurut penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum adalah : 47 “Penilaian manajemen merupakan penilaian terhadap kemampuan manajerial pengurus bank untuk menjalankan usahanya, kecukupan manajemen risiko, dan kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.” Keberhasilan dari manajemen bank didasarkan pada penilaian kualitatif terhadap manajemen yang mencakup beberapa komponen. Komponen tersebut terdiri dari manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen profitabilitas, dan manajemen likuiditas yang keseluruhannya meliputi 250 aspek. Manajemen bank dapat diklasifikasikan sebagai sehat apabila sekurang-kurangnya telah memenuhi 81% dari seluruh aspek tersebut. 2.3.5 Penilaian Profitabilitas (Earning) Penilaian profitabilitas (earning) menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan trend earning tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas earning. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif dan kualitatif terhadap profitabilitas bank yang diukur melalui beberapa komponen. Komponen-komponen tersebut menurut Taswan (2006:400) terdiri dari : 1. Return on Asset (ROA) 2. Return on Equity (ROE) 3. Net Interest Margin (NIM) 4. Biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional (BOPO) 5. Perkembangan laba operasional 6. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan 7. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya 8. Prospek laba operasional 2.3.5.1 Pengertian Profitabilitas Profitabilitas bank merupakan kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Kemampuan ini dilakukan dalam satu periode. Bank yang sehat adalah bank yang 48 diukur secara profitabilitas atau rentabilitas yang terus meningkat diatas standar yang ditetapkan. Menurut Hasibuan (2005:100), bahwa : “Rentabilitas atau profitabilitas bank adalah suatu kemampuan bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam persentase.” Sedangkan menurut Dendawijaya (2006:118), pengertian profitabilitas adalah : “Profitabilitas atau rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.” Profitabilitas menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan trend earning, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas earning. Hasibuan (2005:100) menyatakan bahwa, Bank Indonesia menilai kondisi profitabilitas perbankan di Indonesia didasarkan pada dua indikator yaitu : 1. Return on Asset (ROA) atau tingkat pengembalian aset, dan 2. Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Suatu bank dapat dimasukkan ke dalam kualifikasi sehat apabila : 1. Rasio tingkat pengembalian atau ROA mencapai sekurang-kurangnya 1,2% 2. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional tidak melebihi 93,5%. 2.3.5.2 Return on Equity (ROE) Return on Equity mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak modal sendiri sebagai tingkat pengembalian ekuitas saham biasa. Menurut pendapat Keown et al (2005:81) bahwa : “Return on common equity is indicated the accounting rate of return of the stakeholder’s investment as measured by net income relative to common equity.” 49 Artinya bahwa profitabilitas modal sendiri merupakan suatu bentuk rasio yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengembalian bagi para pemegang saham dengan ukuran laba bersih dibandingkan dengan modal sendiri yang digunakan untuk berinvestasi tersebut. Menurut Martono dan Harjito (2003:60), bahwa : “Return on Equity sering disebut rentabilitas modal sendiri dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri.” Dari pengertian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang sering digunakan untuk menilai tingkat keuntungan yang diperoleh pada periode waktu tertentu dibandingkan dengan modal yang dimiliki perusahaan. Return on Equity (ROE) adalah perbandingan antara laba yang tersedia bagi pemegang saham setelah pajak (dikurangi deviden saham biasa) dengan ekuitas yang telah diinvestasikan selama periode perhitungan dilakukan. Menurut Horne (2005:226) bahwa : “Rasio ini menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atau investasi berdasarkan nilai buku para pemegang saham.” Menurut Brigham dan Houston (2004:88), Return on Equity (ROE) dapat diformulasikan sebagai berikut : ROE Laba Setelah Pajak Modal Sendiri Menurut Irawati (2006:61), penjelasan umum diatas dapat berarti bahwa Return on Equity (ROE) yang tinggi memungkinkan perusahaan tersebut untuk memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi pemegang saham. Laba yang digunakan dalam menganalisis kinerja tersebut adalah laba bersih dipotong pajak dan bunga atau biasa disebut EAT. Rasio ini sangat umum digunakan oleh investor karena rasio ini merefleksikan kemungkinan tingkat laba yang bisa diperoleh pemegang saham, karena pemegang saham berarti sebagai pemilik perusahaan. 50 2.3.6 Penilaian Likuiditas (Liquidity) Likuiditas menunjukkan ketersediaan dana dan sumber dana bank pada saat ini dan masa yang akan datang. Pengaturan likuiditas bank terutama dimaksudkan agar bank setiap saat dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus segera dibayar. Berdasarkan PakFeb 1991, bank wajib memelihara likuiditasnya yang didasarkan pada dua rasio dengan bobot yang sama. Rasio tersebut adalah : 1. Perbandingan jumlah kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar yaitu kas dan giro pada Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia, dan Surat Berharga Pasar Uang dalam rupiah yang diendos oleh bank lain, dan 2. Perbandingan antara kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima dengan jangka waktu lebih dari 3 bulan. Nilai Kredit Predikat 81-100 Sehat 66-80 Cukup sehat 51-66 Kurang sehat <51 Tidak sehat Sumber : Kasmir (2003:261) 2.3.6.1 Pengertian Likuiditas Bank Likuiditas bank sangat penting karena besar likuiditas wajib minimum (LWM) atau giro wajib minimum (GWM) bank telah ditetapkan Bank Indonesia selaku bank sentral. Likuiditas bank menurut Hasibuan (2005:94) adalah : “Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk membayar semua hutang jangka pendeknya dengan alat-alat likuid yang dikuasainya.” Sedangkan menurut Dendawijaya (2006:114) sebagai berikut : “Kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.” Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2004:280), dalam pengelolaan likuiditas bank ada beberapa risiko yang mungkin timbul antara lain sebagai berikut : 51 1. Risiko Pendanaan (funding risk) Risiko ini timbul apabila bank tidak cukup dana untuk memenuhi kewajibannya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan risiko pendanaan adalah penarikan deposito dan pinjaman dalam jumlah besar yang tidak diduga sebelumnya, atau jatuh tempo (maturity profile) dari aset maupun kewajiban tidak terdeteksi dan sebagainya. 2. Risiko Bunga (interest risk) Adanya berbagai variasi tingkat suku bunga dalam aset maupun liabilitis dapat menimbulkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang diperoleh. Pengelolaan likuiditas ditujukan untuk memperkecil risiko likuiditas yang disebabkan oleh adanya kekurangan dana, sehingga dalam memenuhi kewajibannya bank tidak perlu mencari dana dengan suku bunga yang relatif tinggi di pasar uang atau bank terpaksa menjual sebagian asetnya dengan kerugian yang relatif besar yang akan mempengaruhi pendapatan bank. Apabila keadaan ini terjadi dan terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan akan terjadi erosi kepercayaan masyarakat terhadap bank. 2.3.6.2 Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Menurut Surat Edaran BI No. 25/5/BPPP, tanggal 29 Mei 1993, yang termasuk dalam pengertian dana yang diterima bank sebagai berikut : 1. Giro, deposito, dan tabungan masyarakat 2. Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, tidak termasuk pinjaman subordinasi 3. Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan 4. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan 5. Modal pinjaman 6. Modal inti. 52 Menurut Taswan (2006:405), LDR dapat diformulasikan sebagai berikut : LDR Kredit yang Diberikan Dana Pihak Ketiga Menurut Kasmir (2003:261) Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio yang menunjukkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh benk untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi lebih besar. Dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan sebagai berikut : 1. Untuk rasio LDR sebesar 110% atau lebih diberi nilai kredit 0, artinya likuiditas bank tersebut dinilai tidak sehat 2. Untuk rasio LDR dibawah 110% diberi nilai kredit 100, artinya likuiditas bank tersebut dinilai sehat. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Loan to Deposit Ratio (LDR) suatu bank adalah sekitar 80%. Namun, batas toleransi berkisar antara 85% sampai 100%. 2.4 Saham 2.4.1 Pengertian Saham Saham adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut sesuai dengan proporsi kepemilikannya yang tertera pada saham. Menurut (wikipedia.com) saham adalah 53 satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Menurut Sundjaja dan Barlian (2003:381) mengartikan bahwa : “Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut juga pemilik sebagian dari perusahaan itu.” Sedangkan menurut Budisantoso dan Triandaru (2006:293) mendefinisikan saham yaitu : “Saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut.” Jadi dapat disimpulkan bahwa saham adalah tanda bukti keikutsertaan dalam permodalan perusahaan dan mempunyai hak atas sebagian kekayaan perusahaan itu dan proporsinya sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham tersebut. Saham sebagai tanda bukti atas penyertaan atas modal, untuk itu kepada pemegang saham dikeluarkan surat saham. Seseorang yang memiliki saham perusahaan tertentu, maka dia juga merupakan bagian dari pemilik perusahaan tersebut. 2.4.2 Jenis-Jenis Saham Saham terdiri dari beberapa jenis dan dapat dibedakan melalui cara pengalihan dan manfaat yang diperoleh para pemegang saham. Menurut Ahmad (2004:74), jenis saham dibedakan menurut : 1. Menurut Cara Pengalihan a. Saham atas unjuk (bearer stock). Diatas sertifikat saham ini tidak ditulis nama pemiliknya sehingga kepemilikan atas unjuk dapat dengan mudah dialihkan atau dipindahtangankan kepada orang lain karena sifatnya mirip dengan uang. 54 b. Saham atas nama (registered stock). Diatas sertifikat ditulis nama pemiliknya. Cara pengalihannya harus melalui suatu prosedur tertentu yaitu dengan dokumen pengalihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang harus memuat daftar nama pemegang saham. Jika sertifikat ini hilang, pemilik dapat memintakan penggantian karena namanya sudah ada dalam buku perusahaan. 2. Menurut Hak Tagihan (klaim) a. Saham biasa (common stock). Surat berharga yang paling banyak dan luas perdagangannya. Pemegang surat berharga ini mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Saham biasa menempatkan pemiliknya paling akhir terhadap pembagian deviden dan hak atas keuangan perusahaan setelah dilikuidasi dibandingkan dengan saham preferen. b. Saham preferen (preferred stock). Didalam praktiknya terdapat beberapa jenis saham preferen yaitu : 1) Cumulative preferred stock. Pemilik saham jenis ini memiliki hak kepada pemiliknya atas pembagian deviden yang sifatnya kumulatif dalam suatu persentase atau jumlah tertentu. Dalam arti bahwa jika dalam tahun tertentu deviden yang dibayarkan tidak mencukupi atau tidak dibayar sama sekali maka hal ini akan dipertimbangkan pada tahun-tahun berikutnya. 2) Non cumulative preferred stock. Pemilik saham jenis ini mendapatkan prioritas dalam pembagian deviden sampai pada suatu persentase atau jumlah tertentu, tetapi bersifat kumulatif. Dengan demikian apabila pada suatu tahun tertentu deviden yang dibayarkan lebih besar daripada jumlah yang ditentukan atau yang tidak dibayar sama sekali, maka hal ini tidak diperhitungkan pada tahun berikutnya. 3) Participatin preferred stock. Pemilik saham jenis ini selain memperoleh deviden ekstra, setelah itu deviden dibayarkan penuh kepada pemegang saham preferen, mereka juga memperoleh deviden ekstra bersama-sama dengan pemegang saham biasa. 55 2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Nilai pasar saham ini dipengaruhi oleh faktor yang langsung dan tidak langsung. Nilai saham dapat berubah setiap saat, tergantung kondisi pasar, persepsi investor terhadap perusahaan, informasi yang berkembang atau isu lain yang menerpa pasar modal. Disamping itu, harga saham pada dasarnya sangat terkait dengan kesehatan perusahaan. Ketika penghasilan perusahaan naik, keyakinan investor juga tinggi, sehingga harga saham pun biasanya naik. Jika perusahaan mengalami kerugian atau tidak mencapai target yang diharapkan harga sahamnya biasanya jatuh. Menurut Weston dan Brigham (2004:24), bahwa harga perusahaan tergantung pada faktor-faktor berikut : 1. Proyeksi laba per tahun 2. Waktu diperolehnya laba 3. Tingkat risiko dari proyeksi laba 4. Proporsi hutang perusahaan setiap ekuitas (DER) 5. Kebijakan pembagian deviden. Selanjutnya menurut Damodaran (2002:23) bahwa : “Stock price determined demand or trade between buyers and sellers, and price established flow demand.” Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa harga saham ditentukan oleh permintaan atau perdagangan harian antara penjual dan pembeli. Arus permintaan ditentukan oleh harga, jika permintaan lebih besar dari penawaran maka harga akan naik. Jika penawaran lebih besar dari permintaan maka harga akan turun. Disamping itu, harga saham juga ditentukan oleh kondisi perusahaan yang bersangkutan, artinya semakin baik kinerja perusahaan, makin tinggi laba, makin besar keuntungan yang dinikmati pemegang saham dan makin besar pula kemungkinan harga saham naik. Selain kinerja perusahaan, prospek, dan perkembangan industri dimana perusahaan berada, kondisi mikro dan makro ekonomi juga mempengaruhi harga saham. 56 2.5 Pengaruh CAR, NPL, ROE, dan LDR terhadap Harga Saham Sebelum penulis melakukan penelitian mengenai pengaruh CAR, NPL, ROE, dan LDR terhadap harga saham bank, telah dilakukan terlebih dahulu penelitian serupa oleh Purnomo (2007) dan Jouzar (2010). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa hasil penelitian untuk uji keseluruhan menyatakan hipotesis penelitian (Ha) diterima yang berarti terdapat pengaruh CAR, ROA, LDR, dan NPL terhadap saham bank. Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Rangga (2010) terdapat pengaruh ROE terhadap harga saham. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keempat faktor tersebut, yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL) , Return on Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap harga saham bank. 2.5.1 Pengaruh CAR terhadap Harga Saham Kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian. Agar mampu berkembang dan bersaing secara sehat, maka permodalan perlu disesuaikan dengan ukuran internasional yang dikenal sebagai standar BIS (Bank of International Settlement). Maka ketentuan CAR perbankan di Indonesia sebesar 8% yang bertujuan untuk : 1. Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan 2. Melindungi dana pihak ketiga pada bank yang bersangkutan 3. Untuk memenuhi ketetapan BIS. Dimana penelitian yang dilakukan oleh Latifah (2007) mengungkapkan bahwa semakin tinggi CAR maka semakin besar pula modal bank tersebut sehingga harga saham pun semakin naik. Kinerja keuangan CAR akan menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan dananya. Oleh karena itu, semakin banyak investor yang berinvestasi berarti menunjukkan sinyal positif bagi pihak perusahaan. Dalam penelitian tersebut CAR berpengaruh secara signifikan dan bersifat positif terhadap harga saham. 57 2.5.2 Pengaruh NPL terhadap Harga Saham Menurut Taswan (2006:382), Non Performing Loan adalah kredit bermasalah yang dibandingkan dengan total kredit yang telah diberikan kepada pihak ketiga namun tidak termasuk kredit yang diberikan bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit yang diklasifikasikan dalam kredit kurang lancar, diragukan, dan macet. Sedangkan kredit bermasalah itu sendiri dihitung secara kotor (gross) dengan tidak mengurangkan dengan penyisihan penghapusan aktiva produktif. Purnomo (2007) menyatakan dalam penelitiannya bahwa jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan akan berisiko menjadi kredit macet. Dengan kredit macet itu maka akan menaikkan tingkat NPL. Dengan NPL yang tinggi maka bank akan mempunyai risiko yang tinggi pula dan investor tidak mempunyai kepercayaan terhadap perbankan yang akan menyebabkan penurunan harga saham. Maka dari itu NPL memiliki hubungan yang negatif dengan harga saham. 2.5.3 Pengaruh ROE terhadap Harga Saham Return on Equity mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak modal sendiri sebagai tingkat pengembalian ekuitas saham biasa. Dengan demikian ROE yang tinggi memungkinkan perusahaan tersebut untuk memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar dan berdampak pula pada penigkatan harga saham. Menurut Rangga (2010) terdapat pengaruh ROE terhadap harga saham. Menurut Husnan (2001:317), bahwa : “Kalau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat maka harga saham akan meningkat, dengan kata lain tingkat profitabilitas akan mempengaruhi harga saham.” Dari pernyataan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa jika suatu perusahaan mempunyai nilai ROE yang tinggi maka para investor akan tertarik 58 untuk menanamkan modalnya pada saham perusahaan yang bersangkutan dan akan berdampak pada kenaikan harga saham perusahaan tersebut. 2.5.4 Pengaruh LDR terhadap Harga Saham Tinggi rendahnya LDR juga akan mempengaruhi harga saham. Dari aspek likuiditas, LDR yang tinggi berarti risiko dalam berinvestasi menjadi tinggi pula. Dengan likuiditas bank yang rendah maka hal tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan konsumen pada bank tersebut. Kalau masyarakat sudah kehilangan kepercayaannya pada suatu bank, maka investor pun enggan untuk membeli saham bank tersebut. Dengan terjadinya hal tersebut maka secara otomatis akan berdampak pada menurunnya harga saham bank tersebut. LDR berpengaruh terhadap harga saham didasarkan pada penelitian Anita (2007) bahwa LDR mempunyai pengaruh yang negatif terhadap harga saham. LDR berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan. Dengan likuiditas yang tinggi, dalam hal ini masih dalam batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu maksimal sebesar 110%, maka hal tersebut akan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap bank tersebut.