sikap bahasa indonesia siswa kelas xi ipa sma an

advertisement
SIKAP BAHASA INDONESIA SISWA KELAS XI IPA
SMA AN-NAJAH SUKAMULYA RUMPIN BOGOR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
NURUL RAHMADINI
NIM 1111013000004
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
ABSTRAK
Nurul Rahmadini, NIM: 1111013000004, “Sikap Bahasa Siswa
terhadap Bahasa Indonesia Studi kasus Pada Siswa kelas XI IPA SMA AnNajah Sukamulya Rumpin Bogor”. Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Pembimbing: Dr. Nuryani, M.A
Sikap bahasa dikaitkan dengan motivasi belajar suatu bahasa. Pada
hakikatnya, sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi terhadap suatu keadaan.
Dengan demikian, sikap bahasa menunjuk pada sikap mental dan sikap perilaku
dalam berbahasa. Sikap bahasa dapat diamati antara lain melalui perilaku
berbahasa atau perilaku bertutur. Oleh karena itu, siswa harus memiliki sikap
dalam berbahasa sebagai wujud rasa bangga dan cintanya terhadap bahasa
Indonesia.
Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana sikap bahasa siswa
terhadap bahasa Indonesia pada siswa kelas XI IPA SMA An-Najah. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sikap bahasa siswa kelas XI IPA
SMA An-Najah terhadap bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan sikap bahasa siswa kelas XI IPA SMA An-Najah Sukamulya
Rumpin Bogor terhadap bahasa Indonesia. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas XI IPA SMA An-Najah. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif, yakni penyelesaian masalah dengan memaparkan keadaan
objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampil sebagaimana adanya.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA An-Najah yang
berjumlah 40 orang. Metode pengumpulan data adalah angket dan wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukan sikap bahasa siswa kelas XI IPA SMA
An-Najah masuk ke dalam kategori positif. Kategori positif dipengaruhi oleh
faktor kekuatan dan kebanggaan bahasa yang berupa sikap selalu menggunakan
bahasa Indonesia ketika berdiskusi di dalam kelas.
Kata kunci: sikap bahasa, pembelajaran bahasa.
i
ABSTRACT
Nurul Rahmadini, NIM: 1111013000004, "Language Attitude
towards Indonesian Student Case Study On High School Students in grade
XI IPA An-Najah Sukamulya Rumpin Bogor". Education Indonesian
Language and Literature, Faculty of Science and Teaching of MT, State
Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, in 2016. Supervisor: Dr.
Nuryani, M.A
The attitude of the language associated with the motivation to learn a
language. In essence, the attitude of the language is a courtesy to react to a
situation. Thus, the attitude of the language refers to the mental attitude and
behavioral attitudes in the language. Language attitudes can be observed among
others through spoken language behavior or behavior. Therefore, students must
have an attitude in the language as a form of pride and love for Indonesian.
The problems studied are how the attitude of students towards
Indonesian language in class XI SMA An-Najah. The purpose of this study was
to describe the attitude of the language class XI IPA SMA An-Najah against
Indonesian. This study aimed to describe the attitude of the language class XI
IPA SMA An-Najah Sukamulya Rumpin against Indonesian Bogor. The
subjects of this study were students of class XI IPA SMA An-Najah. The
method used is descriptive qualitative, ie, solving problems by describing the
state of the object of study is based on the facts as they appear. Subjects in this
study were students of class XI SMA An-Najah totaling 40 people. Methods of
data collection are questionnaires and interviews.
These results indicate the attitude of the language class XI IPA SMA AnNajah into the positive category. Category positively influenced by the strength
and pride that the form of language always use Indonesian attitude when
discussing in the classroom.
Keywords: language attitudes, language learning.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah berikan kepada nabi Muhammad Saw,
keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Adapun penulisan skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis
banyak menerima saran, petunjuk, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Makyun Subuki, M.Hum. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang selalu mengarahkan dan memberikan semangat.
3. Dr. Nuryani sebagai Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan ilmunya kepada penulis.
4. Dr. Hindun, M.Pd dan DRA Mahmudah Fitriyah Z.A, M.Pd selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk skripsi penulis, yang
sudah banyak meluangkan waktu untuk proses menjadi lebih baik skripsi
penulis.
5. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dosen di Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan pengetahuan
dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
6. Pimpinan dan staf perpustakaan fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan dan
perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kepala sekolah SMA An-Najah Ibu Nok Siti Maesaroh yang telah memberikan
izin dan kesempatan penulis untuk melaksanakan penelitian.
8. Guru Bahasa Indonesia ibu Ida Farida dan ibu Dian Novitasari, S.Pd yang telah
memberikan banyak cerita tentang pelajaran dan cara pembelajaran Bahasa
Indonesia, sehingga dengan mudah penulis mengumpulkan data.
iii
9. Teristimewa untuk Bapak Iriyanto dan Mama Ida Farida, S.Pd yang selalu
menyayangi, mendoakan dan mensuport saya dalam penyusunan skripsi ini.
Terimakasih mamah dan bapak.
10. Untuk ibu mertua saya ibu Husnah yang sudah sangat sabar mengurus anak saya
ketika saya berangkat ke kampus, dan sudah menganggap saya seperti anak
sendiri. Terimakasih Umi.
11. Untuk Suami tersayang Nasrudin, S.E yang sudah mensuport dan membantu
saya dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih ayah, akhirnya aku lulus, dan bisa
menjaga anak kita dengan baik.
12. Untuk semua keluarga yang telah mensuport saya, adik-adik saya semua yang
telah membantu pembuatan skripsi ini.
13. Teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2011 khususnya mahasiswa PBSI
kelas A (Indah Margarina, S.Pd, Fikri Ayu Putri, S.Pd, dan Anisah, S.Pd
akhirnya saya menyusul kalian teman-teman) yang telah membantu penulis
dengan berbagai pendapat dan tenaganya yang berkaitan dengan penulisan
skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang tak bisa
disebutkan satu per satu, karena telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Ungkapan kata memang takkan cukup untuk kebaikan kalian semua. Semoga Allah
SWT memberikan balasan dengan segala kebaikan dan pahala yang berlipat.
Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi isi, susunan kalimat dan sistematika penulisannya. Maka
dari itu, penulis berharap ada kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan sebelumnya. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat menjadi masukan yang positif dalam rangka meningkatkan
mutu pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di negeri ini.
Bogor, 04 Maret 2016
Penulis,
Nrd
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................
i
ABSTRACT ....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................
3
C. Rumusan Masalah ................................................................................
4
D. Tujuan Penelitian ..................................................................................
4
E. Manfaat Penelitian ................................................................................
4
BAB II KAJIAN TEORI
A. Sikap
.................................................................................................
5
B. Bahasa ..................................................................................................
7
C. Sikap Bahasa .......................................................................................
9
1. Kebanggan dan Kekuatan Bahasa ..................................................
12
2. Latar Belakang Sejarah Bangsa .....................................................
13
3. Faktor-faktor Sosial Tradisional ....................................................
13
4. Sistem Internal Bahasa ……………………………………………
14
D. Pembelajaran Bahasa ...........................................................................
15
E. Penelitian Yang Relevan .....................................................................
17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .....................................................................................
21
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
21
C. Subjek Penelitian .................................................................................
22
D. Metode Penelitian ................................................................................
22
v
E. Instrumen Penelitian ............................................................................
23
F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................
23
G. Teknik Analisis Data ...........................................................................
25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah SMA An-Najah .......................................................................
26
1. Profil Sekolah ................................................................................
26
2. Tujuan Sekolah ..............................................................................
26
3. Visi ................................................................................................
27
4. Misi ................................................................................................
27
5. Program Pembiasan .......................................................................
27
6. Kegiatan Ekstrakurikuler ...............................................................
27
7. Fasilitas ..........................................................................................
27
8. Struktur Organisasi SMA An-Najah ..............................................
28
B. Deskripsi Hasil Penelitian ...................................................................
28
1. Angket ...........................................................................................
29
2. Data Persentase Item Tentang Sikap Bahasa ..................................
30
C. Analisis Hasil Penelitian ......................................................................
44
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Bahasa Siswa Kelas XI IPA SMA
An-Najah .......................................................................................
44
a. Kebanggan dan Kekuatan Bahasa ...........................................
44
b. Latar Belakang Sejarah Bangsa ...............................................
46
c. Faktor-faktor Sosial dan Tradisional .......................................
47
d. Sistem Internal Bahasa ............................................................
48
2. Wawancara ....................................................................................
48
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................
50
B. Implikasi ............................................................................................
51
C. Saran ..................................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang
dalam kehidupan mereka setiap harinya. Baik untuk komunikasi antar
teman, murid dengan guru, maupun sebaliknya. Komunikasi yang berupa
pembicaraan itu dapat dilakukan secara langsung, melalui telepon, sms,
atau melalui surat. Pembicaraan secara langsung juga dapat terjadi dalam
pembelajaran, salah satunya pembelajaran bahasa Indonesia.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh
dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang
terjadi. Kaidah, aturan, dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi,
tata bentuk, dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan
dengan baik, penutur dan petutur harus menguasai bahasanya. Ragam
berbahasa terbagi menjadi dua, yaitu bahasa tulisan dan bahasa
lisan.bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Contoh bahasa tulis seperti
bahasa undang-undang, catatan, surat, majalah dan lain sebagainya. Ciri
dari
bahasa
tulisan
adalah
dengan
menggunakan
ejaan
yang
disempurnakan.
Bahasa lisan merupakan bahasa primer. Contoh bahasa lisan
seperti bahasa dalam percakapan, berpidato, berdiskusi, dan lain
sebagainya. Bahasa lisan lebih ekspresif karena mimik, intonasi, dan
gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung
komunikasi yang dilakukan. bahasa lisan terbagi menjadi dua, yaitu
bahasa lisan formal dan bahasa lisan nonformal. Komunikasi dalam bahasa
lisan terjadi secara langsung atau bertatap muka sehingga terikat oleh
kondisi, waktu, dan situasi.
Belajar bahasa Indonesia sama dengan belajar sejarah budaya
Indonesia. Selain belajar menggunaka bahasa Indonesia siswa juga belajar
berkomunikasi dengan santun sesuai dengan budaya Indonesia. Melalui
pembelajaran bahasa, secara tidak langsung ditumbuhkan rasa bangga
1
2
menggunakan bahasa Indonesia sehingga tumbuh penghargaan akan
pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa Indonesia.
Pada arus globalisasi seperti sekarang ini tentu saja akan
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Pengaruh itu akan terlihat pada
bidang pendidikan dan kebudayaan, salah satu yang akan dihadapi dunia
pendidikan adalah masalah identitas bangsa. Ketika membicarakan
identitas bangsa tentunya berbicara kebudayaan, dan ketika berbicara
kebudayaan, jelas berbicara persoalan bahasa. Pengaruh arus globalisasi
dapat terlihat dari sikap yang lebih mengutamakan bahasa asing ketimbang
bahasa Indonesia.
Seseorang yang menguasai dua bahasa biasa disebut bilingual
(dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan) sedangkan
kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam
bahasa Indonesia disebut kedwibahasawan). Sebagai seorang yang terlibat
dengan penggunaan dua bahasa dan juga dengan dua budaya, seorang
dwibahasawan tentu tidak terlepas dari akibat penggunaan dua bahasa.
Salah satu akibatnya adalah tumpang tindih antara dua sistem bahasa yag
dipakai atau digunakannya dari unsur bahasa yang satu ke bahasa yang
lain. Ini dapat terjadi karena kurang penguasaan bahasa kedua oleh penutur
atau bahkan karena kebiasaan.
Dalam masyarakat dwibahasa seperti masyarakat kita, pemilihan
ragam bahasa itu berjalin pula dengan pemilihan bahasa yang akan kita
pakai. Dalam suatu peristiwa kita memilih apakah menggunakan Bahasa
Indonesia atau bahasa daerah.
Pada kenyataan yang kita lihat sering masyarakat menganggap
bahwa bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa yang harus digunakan di
lingkungan formal atau hanya dalam kalangan-kalangan tertentu yang
kedengarannya akan janggal jika digunakan dalam kehidupan sehari-hari
khususnya siswa SMA An-Najah mereka menganggap bahwa bahasa
Indonesia adalah bahasa formal yang hanya dipakai oleh kalangan tertentu
saja. Padahal bahasa Indonesia lazim digunakan oleh siapa saja
(masyarakat Indonesia). Namun, kenyataan yang terjadi di SMA An-Najah
3
bahwa siswa lebih suka menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa
pengantar sehari-hari.
SMA An-Najah adalah salah satu contoh masyarakat yang hidup di
tengah-tengah masyarakat yang menggunakan dua bahasa sekaligus
sebagai
alat
untuk
berkomunikasi
atau
sering
disebut
sebagai
dwibahasawan yang biasanya menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa
ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Meskipun ada
kecenderungan siswa menggunakan dua bahasa dalam kehidupan seharihari, namun bahasa Indonesia juga dipakai dalam lingkungan formal.
Mengingat siswa SMA An-Najah terdiri dari beragam suku (Jawa dan
Betawi) ternyata mereka masih menghargai bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar resmi.
Dalam berinteraksi di lingkungan sekolah, hampir sebagian besar
siswa tidak memperhatikan kaidah bahasa Indonesia. Hal ini terjadi
kemungkinan karena mereka merasa sebagai masyarakat yang masih
tinggal di daerah yang masih kental dengan adat dan norma yang terdapat
di daerah tersebut yaitu bahasa Sunda dan norma-norma adat yang masih
melekat di kehidupan masyarakat desa tersebut mereka tidak perlu
memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia mereka sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia karena mereka berprinsip, yang penting dapat
dimengerti.
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin meneliti sikap bahasa pada
siswa An-Najah khususnya kelas XI IPA SMA An-Najah.
B. Identifikasi Masalah
1. Kecendrungan memakai bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua.
2. Di lingkungan seluruh siswa tidak memperhatikan kaidah bahasa
Indonesia.
3. Kurangnya penguasaan bahasa kedua oleh penutur atau bahkan karena
kebiasaan.
C. Rumusan Masalah
4
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sikap bahasa siswa terhadap bahasa Indonesia pada siswa
kelas XI IPA SMA An-Najah?
D. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Sikap bahasa siswa terhadap bahasa Indonesia pada siswa kelas XI
IPA SMA An-Najah di dalam kelas.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sikap bahasa
siswakelas XI IPA SMA An-Najah terhadap bahasa Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak di bawah ini:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk:
a. Penulis, sebagaimana penulis memperoleh ilmu baru.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ragam
bahasa yang digunakan. Sejalan dengan perkembangan zaman,
bahasa selalu berubah dan berkembanng karena adanya pengaruh
dari bahasa lain yang akan memunculkan sikap bahasa. Diharapkan
penelitian ini bermanfaat untuk guru dan siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai
hal-hal yag berkaitan dengan sikap bahasa.
b. Bagi sekolah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi
dan memperkaya informasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia
dalam berbicara.
c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai
referensi penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan sikap
bahasa.
5
d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah untuk mengurangi negatifnya masalahnya
sikap bahasa.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab kajian teori akan dijelaskan landasan teori yang mendukung
penelitian sikap bahasa siswa. Teori yang akan dijelaskan antara lain mengenai
sikap, bahasa, sikap bahasa, serta pembelajaran bahasa. Pada bab ini juga
disajikan hasil penelitian dari laporan penelitian yang relevan.
A. Sikap
Secara historis, istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh
Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai
status mental seseorang.1 Maka dari itu, bagaimana mental seseorang
ditentukan oleh bagaimana mereka bersikap. Ketika sikap itu positif maka
mental pun akan menjadi positif dan terlihat menjadi lebih tenang. Namun
sebaliknya, jika sikap menunjukkan sikap negatif maka dampak dari sikap
tersebut adalah mental yang menjadi tidak tenang dan terlihat emosi.
Menurut pandangan ini, sikap mempersiapkan seseorang untuk
bereaksi terhadap stimulus dengan suatu cara tertentu. Kesiapan yang
dimaksudkan merupakan kecenderungan untuk potensial untuk bereaksi
dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
mengehendaki adanya respons.2 Terlepas dengan teori di atas menunjukkan
bahwa sikap adalah apa yang keluar dari jiwa seseorang ketika mendapatkan
respon. Contohnya adalah, ketika seseorang senang melihat seekor hewan
seperti kucing, maka sikap yang keluar adalah menjadi baik terhadap hewan
tersebut, ingin memeliharanya, memberi makan, dan sebagainya. Beda
dengan seseorang yang membenci atau tidak suka terhadap kucing itu, bisa
saja mereka akan acuh dan tidak peduli terhadap kucing tersebut, bahkan bisa
saja ada yang mengusirnya agar tidak dekat-dekat dengannya.
1
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar), 2011, hlm. 3
2
Ibid, hlm. 5
6
7
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah berupa perasaan
mendukung atau tidak mendukung.3 Ketika melihat acara pertunjukkan
pemilihan bintang misalnya, akan ada saja orang yang suka atau tidak suka.
Kedua sikap orang tersebut akan berbeda, orang yang suka dengan salah satu
bintang akan memberikan support dengan cara mengirim sms, selalu
memujinya misalnya, lalu bagaimana dengan yang tidak suka? Dia akan
mengejek, atau bahkan tidak akan melihatnya sama sekali ketika si bintang
tersebut tampil.
Pengertian attitude itu dapat kita terjemahkan dengan sikap terhadap
objek tertentu,yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan,
tetapi sikap tersebut disertai oleh kecendrungan untuk bertindak sesuai
dengan sikap yang objek tadi itu. Jadi attitude itu tepat diterjemahkan sebagai
sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Attitude itu senantiasa
terarahkan terhadap suatu hal, suatu objek. Tidak ada attitude tanpa
objeknya.4 Ketika ada sikap maka disitulah terdapat objek yang bisa dinilai
atau diamati. Ketika objek berbuat aneh maka sikap seseorang pun akan
menjadi aneh. Begitupun sebaliknya, ketika objek menjadi lebih baik atau
lebih ramah, maka seseorang itu pula akan menajadi baik atau ramah pula.
Setidak-tidaknya terdapat dua pandangan yang saling berkompetisi
dalam kaitannya dengan sikap. Pandangan pertama diikuti oleh kaum
mentalis yang memandang sikap sebagai suatu keadaan kesiapan mental,
suatu variabel antara yang menjembatani suatu stimulus tertentu dikenakan
pada seseorang dengan respon terhadap stimulus itu.5
Sikap dapat dikatakan suatu reaksi emosional terhadap suatu objek
psikologis. Reaksi yang timbul bisa bersifat positif atau negatif. Sikap juga
dapat berupasuasana batin seseorang. Seseorang yang menyetujui terhadap
suatu objek akan menunjukkan sikap mendukung atau sebaliknya. Sikap
bersifat kompleks, karena pembentukannya melibatkan semua aspek
kepribadian, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi secara utuh. Pada komponen
3
Ibid, hlm. 4
Gerungan, Psikologi Sosiologi. (Bandung: Eresco. 1988), hlm. 149
4
5
Sumarsono dan Paina Partana, sosiolinguistik, (Yogyakarta: Sabda, 2002), hlm.
8
kognisi tercakup keyakinan akan suatu objek, komponen afeksi tercakup
perasaan-perasaan emosional yang berkaitan dengan keyakinan kognisi,
sedangkan komponen konasi merupakan kecenderungan bertindak yang
meliputikesiapan merespon suatu objek sikap. Dengan demikian sikap
terhadap sesuatumenunjukkan besarnya nilai keyakinan dan hasil evaluasi
tentang objek sikap, yang akhirnya melahirkan suatu keputusan senang atau
tidak senang, setuju atau tidak setuju, menerima atau menolak terhadap
keberadaan objek sikap.
Dalam bahasa Indonesia kata sikap dapat mengacu pada bentuk tubuh,
posisi berdiri yang tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau
tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan (pendirian, keyakinan, atau
pendapat) sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian. Sesungguhnya,
sikap itu adalah fenomena kejiwaan, yang biasanya termanisfestasi dalam
bentuk tindakan atau perilaku.6
Sikap itu diwarnai pula oleh sikap menghormati, bertanggung jawab,
dan ikut memiliki bahasa itu. Sikap bertanggung jawab akan melahirkan
kemauan baik secara pribadi maupun kelompok untuk membina dan
mengembangkan bahasanya.7 Orang yang mempunyai sikap yang baik
(positif) terhadap apa yang dilihatnya atau disukainya, dia akan merasa
bertanggung jawab. Seperti kelompok diskusi, seseorang yang ditunjuk
sebagai ketua, dia akan melakukan sikap yang baik karena merasa ada
tanggung jawab dalam dirinya.
B. Bahasa
Penguasaan terhadap bahasa, melebihi atribut apa pun, serta
membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Untuk memahami
kemanusiaan kita, orang harus memahami atau mengetahui bahasa yang
menjadikan kita sebagai manusia. Hanya dengan mempelajari bahasa anak
dapat menjadi manusia. Oleh karena itu, menurut kepercayaan ini kita semua
menjadi “manusia” karena kita setidak-tidaknya menguasai (mengetahui)
sebuah bahasa.8
6
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hlm. 149-150
7
Mansoer Pateda, Sosiolinguistik, (Bandung: Angkasa, 1994), hlm. 25
8
Ahmad HP dan Alek Abdullah, linguistik umum, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 3
9
Sebagai alat untuk berkomunikasi, bahasa harus mampu menampung
perasaan dan pikiran pemakainya, serta mampu menimbulkan adanya saling
mengerti antara penutur dengan pendengar atau antara penulis dengan
pembacanya.9 Bahasa sebagai alat komunikasi harus mudah dipahami oleh
pembaca maupun penulis, oleh penutur maupun pendengar. Jika bahasa tidak
dapat dipahami oleh satu sama lain, maka komunikasi akan menjadi salah,
hingga akhirnya ada kesalah pahaman antara pendengar dan penutur,
pembaca dan penulis.
Merupakan serangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
secara sadar, berarti hanya manusia yang dalam keadaan sadarlah yang dapat
menghasilkan bunyi yang disebut bahasa. Semua bunyi yang tidak dihasilkan
oleh alat ucap manusia, tidak dapat disebut bahasa, walaupun bunyi tersebut
dapat dipakai untuk berkomunikasi. Bunyi peluit, tambur, kentongan, dan
sebagainya, tidak dapat disebut bahasa. Isyarat komunikasi yang berwujud
bahasa itu telah dimiliki oleh masyarakat pemakainya sejak ia dijumpai. Asal
mula bahasa tersebut tidak dapat ditentukan, orang tidak dapat lagi
menentukan bagaimana bahasa itu terjadi. bahasa itu tidak diciptakan oleh
seseorang atau oleh kelompok orang. Bahasa itu sudah ada di sana dan
dipergunakan oleh masyarakatnya sebagai salah satu isyarat komunikasi.10
Semua yang hidup di dunia ini pasti menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi. Hewan, manusia, kendaraan, dan sebagainya. Manusialah
memiliki bahasa yang sempurna, beda dengan yang lain hanya menggunakan
isyarat atau hanya dengan suara tanpa harus merangkai huruf-huruf seperti
manusia.
Bahasa itu merupakan suatu gejala alamiah dan manusiawi. Pertamatama kita harus melihat bahasa sebagai satu gejala alamiah. Semua kita tahu
bahwa salah satu gejala alam yang manusiawi yang terdapat pada sebuah
paguyuban atau masyarakat, suku, atau bangsa ialah pemilikan satu isyarat
komunikasi yang disebut bahasa.11
Dalam masyarakat kita (Indonesia), kata bahasa sering dipergunakan
dalam berbagai konteks dan berbagai makna.Ada berbicara tentang bahasa
warna, bahasa bunga, bahasa komputer, bahasa diplomasi, bahasa militer,
bahasa politik, dan sebagainya. Di samping itu dalam kalangan terbatas,
terutama dalam kalangan orang yang mendalami seluk beluk bahasa, ada
sejumlah sebutan bahasa, seperti bahasa lisan, bahasa tulisan, dan bahasa
tutur. Di sini yang dimaksudkan dengan bahasa adalah sistem lambang bunyi
9
Kusno Budi Santoso, Problematika Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktis Bahasa
Baku, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 1
10
Ibid, hlm. 1
11
Jos Daniel Parera, Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi
Struktural, (Jakarta: Erlangga, 199), hlm. 6
10
yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. 12
Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi adalah suatu bagian, atau
subsistem, dari sistem kebudayaan. bahasa terlibat dalam semua aspek
kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah bagi
unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan itu. Lebih penting dari itu,
kebudayaan manusia tidak akan dapat terjadi tanpa bahasa; bahasalah faktor
yang memungkinkan terbentuknya kebudayaan.13
Seseorang dikatakan terampil berbahasa Indonesia apabila ia telah
menguasai sistem Bahasa Indonesia secara keseluruhan. Keterampilan
berbahasa yang lengkap mencakup empat keterampilan, yaitu mendengarkan
atau memahami bahasa lisan, berbicara, membaca atau memahami bahasa
tulisan, dan menulis atau menggunakan bahasa secara tertulis.
C. Sikap bahasa
Sikap bahasa dikaitkan dengan motivasi belajar suatu bahasa. Pada
hakikatnya, sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi terhadap suatu
keadaan.Dengan demikian, sikap bahasa menunjuk pada sikap mental dan
sikap perilaku dalam berbahasa. Sikap bahasa dapat diamati antara lain
melalui perilaku berbahasa atau perilaku bertutur.14
Menurut KBBI sikap bahasa merupakan posisi mental atau perasaan
terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Sikap bahasa (language
attitude) yaitu posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau
bahasa orang lain.15
Sikap merupakan bagian dari sikap bahasa yang bertalian erat dengan
psikologi dan penggunaan bahasa-bahasa. Setiap masyarakat pasti akan
berinteraksi dengan sesuatu yang ada di sekitar lingkungannya, baik terhadap
manusia, peristiwa, norma-norma, gejala sosial maupun aktivitas-aktivitas
12
Ahmad HP dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 3
P.W.J. Nababan, Sosiolinguistik Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1993), hlm. 50
14
Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, (Bandung: PT Refika Aditama,
2007), hlm. 10
15
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2009), hlm. 221
13
11
tertentu. Hal ini terjadi karena sikap terhadap sesuatu saja (masyarakat
indonesia).
Sikap bahasa dari seorang pemakai bahasa atau masyarakat bahasa
baik yang dwibahasawan maupun yang multibahasawan akan berwujud
berupa perasaan bangga atau mengejek, menolak atau sekaligus menerima
suatu bahasa tertentu atau masyarakat pemakai bahasa tertentu, baik terhadap
bahasa yang dikuasai oleh setiap individu maupun oleh anggota masyarakat.
Hal itu ada hubungannya dengan status bahasa dalam masyarakat, termasuk
di dalamnya status politik dan ekonomi. Demikian juga penggunaan bahasa
diasosiasikan dengan kehidupan kelompok masyarakat tertentu, sering
bersifat stereotip karena bahasa bukan saja merupakan alat komunikasi
melainkan juga menjadi identitas sosial.
Menurut Anderson dalam buku Abdul Chaer membagi sikap atas dua
macam.(1) sikap kebahasaan, dan (2) sikap nonkebahasaan, seperti sikap
politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan. Kedua jenis sikap ini
(kebahasaan dan nonkebahasaan) dapat menyangkut keyakinan atau kognisi
mengenai bahasa. Maka dengan demikian, menurut Anderson, sikap bahasa
adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagia
mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan
kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya.
Namun, perlu diperhatikan karena sikap itu bisa positif (kalau dinilai baik
atau disukai) dan bisa negatif (kalau dinilai tidak baik atau tidak disukai),
maka sikap terhadap bahasa pun demikian.16
Walker menyatakan, tekanan sosiolinguistik suatu masyarakat Bahasa
merupakan faktor-faktor yang membentuk sikap bahasa. Tekanan tersebut dapat
termasuk faktor eksternal, antara lain (a) kontak dengan bahasa nasional, (b)
pendidikan, (c) pekerjaan atau status ekonomi, (d) emigrasi; maupun faktor
internal yang antara lain, (a) identitas etnik, (b) pemakaian bahasa Jawa, (c)
ikatan dengan budaya tradisi (upaya ritual, upacara seremonial), (d) daya budaya
tradisional (kesenian tradisi). Sikap positif terhadap bahasa tertentu akan
mempertinggi keberhasilan belajar bahasa itu. Sikap positif itu merupakan
16
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Sebuah Perkenalan, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010), hlm. 151
12
kontributor utama bagi keberhasilan belajar bahasa. Karsana mengungkapkan
bahwa sikap positif adalah
Sikap positif terhadap suatu bahasa dapat dilihat dalam perilakunya
terhadap sesuatu bahasa itu, ditunjukkan antara lain jika seseorang lebih
banyak menggunakan bahasa tersebut sebagai alat komunikasi dalam
berbagai situasi dan kondisi pembicaraan, memiliki tingkat penguasaan
yang relatif tinggi terhadap bahasa tersebut, tidak banyak terpengaruh
oleh dialek-dialek lain yang akan merusak keberadaan bahasa tersebut
dalam dirinya dan juga turut memperjuangkan bahasa tersebut dari halhal yang merugikan.
Selain faktor positif, Chaer mengungkapkan bahwa sikap negatif
terhadap suatu bahasa bisa terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang
sudah tidak lagi mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya, serta mengalihkan
bahasa lain yang bukan miliknya. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan
hilangnya rasa bangga terhadap bahasa sendiri, dan menumbuhkan pada bahasa
lain, antara lain faktor politik, ras, etnik, gengsi, dan sebagainya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap bahasa. Pada
kebanyakan studi, kebanggan atau kekuatan bahasa, latar belakang historis
yang terkait dengan bahasa dan penggunanya, perubahan sosial yang
ditemukan dalam masyarakat, dan pengalaman dalam belajar bahasa yang
paling sering menjadi faktor yang mempengaruhi dalam sikap terhadap
penggunaan
bahasa.17
Dalam
kehidupan
sehari-hari
banyak
yang
mempengaruhi sikap bahasa seseorang, contohnya adalah kebanggaannya
terhadap bahasa Indonesia. Seseorang dikatakan bangga atau kuatnya
menggunakan bahasa
Indonesia adalah ketika kesehariannya selalu
menggunakan bahasa Indonesia. Faktor di dalam kelas pun sangat
berpengaruh ketika belajar bahasa Indonesia dengan guru, dan berinteraksi
dengan teman.
17
Made Iwan Indrawan Jendra, Sosiolinguistik: The Study of Societities’ Language,
(Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010), hlm. 109
13
1. Kebanggan dan kekuatan bahasa
Di banyak Negara di seluruh dunia, antusiasme untuk mempelajari
bahasa Inggis adalah lazim. Beberapa orang berasumsi bahwa mempelajari
bahasa asing (bahasa Inggris, misalnya) akan berkorelasi dengan menolak
loyalitas nasional dari para pembelajar bahasa. Namun, para cendekiawan
telah mempelajari bahwa antusiasme dalam mempelajari sebuah bahasa asing
tidak selalu berkaitan dengan perilaku negatif terhadap rasa nasionalisme atau
kebudayaan dari pembelajar bahasa. Sebuah penelitian pada anak
berkebangsaan
Jepang
yang
mempelajari
bahasa
Inggris
misalnya,
membuktikan bahwa meskipun para pembelajar bahasa menunjukkan
ketertarikan yang besar terhadap kebudayaan Barat begitu juga bahasanya
yang dipelajari, mereka tetap berpegang teguh pada identitas kebangsaan
Jepangnya dan lolalitas bahasanya.
Namun sejak jumlah pengguna bahasa Inggris di seluruh dunia begitu
banyak, para pembicara bahasa asing lainnya melihat situasi ini sebagai
tekanan dari kelompok yang dominan (pendukung bahasa Inggris). Meskipun
begitu, pemerintah dari sebuah Negara mungkin menganggap hal itu
diperlukan untuk mengeluarkan beberapa regulasi untuk melindungi bahasa
rakyatnya dari dominasi bahasa Inggris.Situasi ini bisa ditemukan di Negara
Perancis seperti yang digambarkan dalam baris yang mengikutinya.
Pemerintah di Paris melarang bahasa Inggris dalam mengiklankan dan
mengatur sejumlah film berbahasa Inggris yang mungkin ditayangkan
dalam Negara. Para pejabat tingkatkcabinet, menteri kebudayaan dan
komunikasi, bertanggungjawab untuk mengawasi kesejahteraan dari
bahasa nasional.18
Karena jumlah pengguna bahasa Inggris di seluruh dunia begitu besar,
penutur bahasa lain melihat situasi sebagai tekanan dari kelompok dominan
(pendukung Inggris). Dengan demikian, pemerintah suatu negara mungkin
menganggap perlu untuk melepaskan beberapa peraturan untuk melindungi
18
Ibid, hlm.109
14
bahasa rakyatnya dari dominasi Inggris. Situasi ini dapat ditemukan di
Perancis seperti yang dijelaskan dalam baris berikut.
2. Latar Belakang Sejarah Bangsa
Beberapa orang berkebangsaan Timur Tengah mungkin tidak ingin
memperlajari bahasa Inggris karena mereka belajar dari sejarah mereka
bahwa orang Barat adalah kolonialis. Pandangan itu mungkin diperkuat
dengan beberapa perselisihan kontemporer yang rumit antara budaya Barat
dan Arab (Muslim).
Penderitaan yang diakibatkan oleh bom atom yang dijatuhkan pada
Negara mereka di masa lalu, beberapa orang Jepang di masa kini mungkin
tidak ingin menganggap bahasa Inggris sebagai bahsa global yang penting
yang perlu untuk dipelajari. Meskipun begitu, keduanya orang Timur Tengah
dan Jepang berpengangan pada perilaku negatif terhadap bahasa Inggris
sebagai bahasa internasional karena beberapa latar belakang sejarahnya.
Perilaku yang sama mungkin ditemukan diantara beberapa orang Indonesia
saat mereka berpikir adalah salah mempelajari bahasa Belanda dan Jepang
karena bahasa itu berhubungan dengan penjajahan Negara mereka di masa
lalu.
3. Faktor-Faktor Sosial dan Tradisional
Dalam masyarakat, situasi diglosia ditemukan pada variasi bahasa
yang lebih tinggi, biasanya dianggap sebagai bentuk yang lebih baik daripada
variasi bahasa yang lebih rendah. Kutipan di bawah menggambarkan hal ini.
Dimana rakyat memiliki variasi linguistik dalam hubungan
diglosia, perilaku biasanya adalah bahasa Tingkat Tinggi lebih murni
dan baik daripada bahasa Tingkat Rendah.Tentu saja, fungsi
pemersatu dan pemisah kemungkinan besar terpenuhi oleh bahasa
Tingkat Rendah.19
Dalam masyarakat dengan poliglosia tradisional, perilaku negatif
mungkin didemonstrasikan terhadap penggunaan bahasa yang berhubungan
dengan kelas yang lebih tinggi, khususnya jika dianggap sebagai alat untuk
19
Ibid, hlm.110
15
mengendalikan atau menurunkan tingkatan orang lain. Beberapa orang
bersuku Bali misalnya, mungkin saja menolak untuk menggunakan variasi
yang lebih tinggi (alus) dari bahasa asli mereka sendiri saat berbicara pada
orang yang secara tradisional „lebih tinggi‟ khususnya saat orang
membahasanya dalam tanggapan yang bervariasi dalam variasi yang lebih
rendah bagi mereka. Namun, jika disglosia tradisional semacam itu atau
situasi poliglosia menghilang, reaksi positif terhadap sistem mungkin muncul.
Demikian, untuk memelihara tradisi masyarakat yang percaya bahawa hal itu
perlu untuk dipelajari dan menggunakan variasi bahasa yang lebih tinggi
begitu pula yang lebih rendah.20
4. Sistem Internal bahasa
Orang sering kali menunjukkan perilaku positif dalam mempelajari
sebuah bahasa karena tata bahasa, pelafalan, dan kosa kata secara relatif
mudah. Sebagai sistem nominal berbasis gender dari bahasa adalah sulit
untuk mempelajari bahasa Inggris, daripada bahasa Perancis dan Jerman.
Perilaku negatif mungkin juga ditemukan terhadap orang yang mempelajari
bahasa Cina dengan pelafalan suara yang rumit dan yang berhubungan
dengan sistem ejaan.
Situasi diglosia atau poliglosia mungkin juga penting. Demikian
meskipun orang bersuku Jawa memiliki lebih banyak orang yang memakai
bahasanya, namun bahasa ini tidak dipilih untuk menjadi bahasa Indonesia
nasional, untuk itu bahasa itu diklasifikasikan lebih tinggi (kromo, inggil),
tengah (kromo), dan variasi yang lebih bawah (ngoko) hal itu tidaklah mudah
untuk digunakan oleh pembicara bahasa lainnya secara umum.21 Diglosia
adalah suatu situasi bahasa di mana terdapat pembagian fungsional atas
variasi-variasi bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di masyarakat. Yang
dimaksud ialah bahwa terdapat perbedaan antara ragam formal atau resmi dan
tidak resmi atau non-formal. Contohnya, misalkan di Indonesia terdapat
perbedaan antara bahasa tulis dan bahasa lisan. Di Indonesia juga ada
perbedaan ragam bahasa Indonesia, ragam bahasa tulis digunakan dalam
20
Ibid, hlm.111
Ibid, hlm.111
21
16
situasi formal seperti di dalam pendidikan; sedangkan ragam bahasa
lisandigunakan dalam sistuasi nonformal seperti dalam pembicaraan dengan
teman karib, dan sebagainya.
D. Pembelajaran bahasa
Dalam setiap proses pendidikan peserta didik merupakan komponen
masukan yang mempunyai kedudukan sentral. Tidak ada proses pendidikan
yang berlangsung tanpa kehadiran peserta didik. Ketika memasuki proses
pembelajara di sekolah, peserta didik mempunyai latar belakang tertentu,
yang menetukan keberhasilannya dalam mengikuti proses belajar. 22
Rombepanjung mengungkapkan bahwa pembelajaran (learning) berarti
belajar di bawah pengawasan guru. Pernyataan tersebut kemudian dikuatkan oleh
Brown yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah penguasaan atau
pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan
belajar, pengalaman, atau instruksi. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
pengalaman belajar yang dialami oleh siswa dalam proses menguasai tujuan
khusus pembelajaran.
Tarigan menyatakan bahwa melalui pembelajaran bahasa siswa
diarahkan untuk menghargai dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara. Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi
sebagai sarana meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar.
Kata belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
Dalam bahasa sederhana kata belajar dimaknai sebagai menuju ke arah yang
lebih baik dengan cara sistematis. Bruner (dalam Iskandarwassid)
mengemukakan proses belajar yang terdiri atas tiga tahapan, yaitu tahap
informasi, transformasi, dan evaluasi. Melalui pembelajaran bahasa siswa
diarahkan untuk menghargai dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara. Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi
sebagai sarana meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar.23
22
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Pt
Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 127
23
Ibid, hlm. 4
17
Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan
kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan
yang semakin ketat di antara bangsa yang lainnya yang lebih dahulu maju
karena belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.24
Penelusuran dalam kamus-kamus kontemporer menunjukkan bahwa
pembelajaran adalah penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang
suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau
intruksi.
25
ketika seseorang sudah belajar, maka harus ada perubahan sikap
atau mental untuk terjun ke lapangan seperti menjadi guru. Bertambahnya
pengetahuan maka bertambah pula keterampilannya.
Tujuan utama kajian pembelajaran bahasa adalah untuk mengetahui
hasil pembelajaran itu, mengetahui kekurangan-kekurangan dalam metode
dan teknik pembelajaran, untuk kemudian mengatasinya, demi tercapainya
hasil pembelajaran yang lebih baik. Oleh karena itu, objek atau materi yang
dikaji meliputi mulai dari metode yang digunakan dalam suatu kegiatan
belajar mengajar (KBM) terhadap hasil belajar, perbandingan hasil belajar
melalui dua metode belajar yang berbeda, pengaruh suatu aspek terhadap
hasil belajar, hubungan (korelasi) antara dua hasil kegiatan belajar, dan
sebagainya.26
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa
adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar
terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda,
hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan
belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses pemerolehan ilmu pengetahuan,
baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun tidak. Pembelajaran bahasa
24
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 199, hlm. 57
H. Douglas Brown, Prinsip Pembelajaran, dan Pengajaran Bahasa, Edisi Kelima,
(Jakarta: Pearson Education, 2008), hlm. 8
26
Abdul Chaer, Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran, (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 153
25
18
merupakan proses pemerolehan bahasa, diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam berkomunikasi antara satu dengan yang lain
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap positif terhadap bahasa
Indonesia.27
Banyak faktor yang menetukan keberhasilan dalam belajar (termasuk
belajar bahasa). Faktor-faktor itu antara lain:
1. Kualitas guru
2. Kurikulum
3. Bahan ajar
4. Minat dan motivasi siswa
5. Tingkat intelegensi siswa
6. Sarana dan fasilitas belajar
7. Lingkunga sekolah
8. Perhatian orang tua (keluarga)
9. Latar belakang sosial budaya, dan
10. Lingkungan tempat tinggal. 28
Pembelajaran merupakan suatu proses pemerolehan ilmu pengetahuan,
baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun tidak. Pembelajaran bahasa
merupakan proses pemerolehan bahasa, diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam berkomunikasi antara satu dengan yang lain sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
E. Penelitian yang Relevan.
Dalam jurnal yang berjudul “Sikap Bahasa Siswa Terhadap Bahasa
1.
Indonesia: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja” oleh K.Devi Kalfika
Anggria Wardani, M. Gosong, G. Artawan. Dalam jurnalnya, Penelitian
studi kasus ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap bahasa yang
ditunjukkan oleh siswa SMA Negeri 1 Singaraja terhadap bahasa
Indonesia dilihat dari (1) aspek konatif, (2) afektif, (3) kognitif, dan (4)
faktor yang menyebabkan kecenderungan sikap bahasa tersebut. Subjek
penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Singaraja tahun ajaran
27
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm.7
Ibid, hlm. 154
28
19
2012/2013. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, samaran
terbanding, angket, dan wawancara. Analisis data observasi dan
wawancara dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian
data,
dan penarikan
simpulan/verifikasi. Analisis
data samaran
terbanding dan kuesioner secara umum melalui empat tahap, yaitu
penggolongan, pengkonversian, penghitungan frekuensi, dan menentukan
kecenderungan sikap bahasa siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sikap bahasa siswa SMA Negeri 1 Singaraja terhadap bahasa Indonesia
dilihat dari (1) aspek konatifnya berada pada kategori negatif, (2) aspek
afektifnya berada pada kategori positif, dan (3) aspek kognitifnya berada
pada kategori netral. (4) Faktor-faktor yang menyebabkan kecenderungan
sikap bahasa tersebut adalah faktor internal dan eksternal. Berdasarkan
temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa SMAN 1 Singaraja
cenderung memiliki sikap bahasa yang bersifat menjadi tiga, yaitu sikap
positif, negatif, dan netral terhadap bahasa Indonesia, yang disebabkan
oleh faktor internal dan eksternal.29
Dalam jurnal yang berjudul “Sikap Bahasa Siswa Kelas VII SMP Darma
2.
Bangsa dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran” oleh Laili Apriana,
Karomani Karomani, dan Wini Tarmini Masalah dalam penelitian ini
adalah sikap bahasa siswa kelas VII SMP Darma Bangsa Tahun
Pelajaran 2012/2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia di SMP. Penelitian ini memiliki tujuan mendeskripsikan sikap
bahasa siswa kelas VII SMP Darma Bangsa dan implikasinya terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yakni penyelesaian
masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan
fakta-fakta yang tampil sebagaimana adanya. Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa kelas VII SMP Darma Bangsa tahun pelajaran
2012/2013 yang berjumlah 34 siswa yang tersebar dalam dua kelas. Hasil
29
K.Devi Kalfika Anggria Wardani, M. Gosong, G. Artawan. e-Journal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan bahasa dan Sastra
Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)
20
penelitian menunjukkan bahwa sikap bahasa siswa kelas VII SMP Darma
Bangsa Tahun Pelajaran 2012/2013 terhadap pemakaian bahasa
Indonesia masuk dalam kategori sangat baik atau positif.
3. Dalam jurnal Sikap Bahasa Siswa SMPN 2 Simanindo di Simarmata
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Terhadap Bahasa Indonesia,
metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Penulis mengacu pada faktor-faktor sikap bahasa yang ditulis oleh
Garvin dan Mathiot. Dalam tekhnik pengumpulan data ia menggunakan
amgket. Setelah data terkumpul dan semua jawaban telah dirangkum,
maka ia menarik kesimpulan. Ia menyimpulkan dari setiap faktor yang
diamati. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan skripsi yang saya buat,
mulai dari metode, juga pengumpulan data, tetapi dalam jurnal ini tidak
ada wawancara.30
Persamaan dari penelitian ini dengan ketiga jurnal diatas adalah
sama-sama mendeskripsikan sikap bahasa siswa. Jurnal yang pertama,
melakukan penelitian melalui aspek, sehingga positif atau negatifnya bahasa
siswa dilihat dari ketiga aspek tersebut. Tetapi, untuk metode penelitian di
SMA Singaraja ini, sama dengan penelitian yang saya buat. Karena
pengumpulan datanya melalui metode observasi, wawancara, dan kuisioner.
Untuk jurnal yang kedua yaitu hampir sama dengan penelitian yang saya
buat, dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, sehingga peneliti
langsung turun ke lapangan untuk meneliti melalui penyebaran kuisioner,
sehingga setelah itu bisa memastikan bahwa sikap bahasa siswa adalah
positif atau negatif. Untuk jurnal yang ketiga persamannya adalah metode
dan pengumpulan data. Setelah data terkumpul lalu dihitung dengan rumus
yang sudah ada, setelah itu penulis baru bisa menentukan apakah negatif atau
positif sikap bahasa siswa tersebut.
Perbedannya dari ketiga jurnal tersebut adalah, tidak menggunakan
wawancara, teori yang digunakan juga berbeda. Dalam skripsi sikap bahasa
ini menggunakan teori Made Iwan Indrawan Jendra yaitu empat faktor yang
30
Afrita Sidabariba, Sikap Bahasa Siswa SMPN 2 Simanindo di Simarmata Kecamatan
Simanindo Kabupaten Samosir Terhadap Bahasa Indonesia, Volume 3.
21
mempengaruhi sikap bahasa. Meskipun hasilnya sama-sama positif tetapi isi
dan bahasan dari skripsi ini berbeda, skripsi ini juga tidak menggunakan
aspek apapun dalam pengkategorian positif atau negatifnya.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Bogdan
dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati.31
Sementara itu, menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri
dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan
peristiwanya.32
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai
instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap
melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.33
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA An-Najah Bogor yang beralamat di
Jalan Raya LAPAN Kampung Cikoleang RT. 01/04 Desa Sukamulya
Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Adapun waktu pelaksanaan penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2015 sampai dengan bulan
Januari tahun pelajaran 2016/2017.
C. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA An-Najah.
Peneliti akan menyebar angket ke seluruh siswa kelas XI IPA yang berjumlah
40 siswa. Terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.
31
S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 36
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitiam Sosial dan Pendidikan, teori aplikasi, (Jakarta:
Bumi Aksara), 2006, hlm. 92
33
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2009), hlm. 222
32
22
23
D. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan penelitian adalah menggunakan metode
deskripsi kualitatif. Penelitian kualitatif, dengan diperolehnya data (berupa
kata atau tindakan). Analisis isi pada penelitian kualitatif lebih penting
daripada simbol atau atribut seperti pada penelitian kuantitatif. Penelitian
kualitatif memerlukan ketajaman analisis, objektivitas, sistematik, dan
sistemik, sehingga diperoleh ketepatan dalam interpretasi.34
Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau
pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu
kondisi apa adanya.35
Penelitian kualitatif berlatar alamiah atau naturalistik. Oleh karena
makna, pemahaman, proses, dan pola yang hendak ditemukan merupakan
makna apa adanya sebagaimana yang dihayati oleh subjek atau komunitas
yang diteliti, maka konteks atau latar penelitian harus dibiarkan sebagaimana
adanya. Sebagaimana layaknya sebelum peneliti datang ke tempat penelitian
itu. Inilah makna latar yang alamiah, sewajarnya atau naturalistik.36
Metode ini digunakan oleh peneliti dengan tujuan untuk mengetahui
bagaimana sikap bahasa siswa kelas XI IPA baik di dalam maupun di luar
SMA An-Najah.
E. Instrumen Penelitian.
Dalam angket penelitian kualitatif instrumen penelitian ini adalah
peneliti sendiri. Namun, untuk mendukung dan memperkuat data, peneliti
menyebarkan angket dan melakukan wawancara.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, instrumen yang peneliti
gunakan dalam penelitian ini adalah pernyataan-pernyataan berupa angket,
yang kemudian diberikan kepada objek penelitian, yaitu siswa yang peneliti
pilih untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Selain angket, peneliti juga
34
S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 36
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya), hlm. 73
36
Nusa Putra, Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan, (Jakarta: Rajawali pers, 2013),
hlm. 65
35
24
menggunakan instrumen wawancara dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada guru Bahasa Indonesia untuk mendapatkan informasi yang
akurat tentang bagaimana sikap bahasa siswa di SMA An-Najah.
F. Teknik Pengumpulan Data
Adapaun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara dan angket.
1. Angket
Hadeli menyatakan angket adalah satu teknik pengumpulan data
yang berbentuk kumpulan pertanyaan.37 Menurut Burhan, angket tersebut
disebarkan kepada responden untuk diminta jawaban mereka. Setelah
angket itu terkumpul, biasanya dilanjutkan dengan proses editing, koding,
dan tabulasi. Dari hasil tabulasi tersebut antara lain bisa disajikan bentuk
tabel. Di tabel itulah tercermin berbagai gambaran tentang para responden
yang telah diteliti. Gambaran yang tertuang dalam tabel tersebut
merupakan cerminan dari keadaan nyata yang terbesar di tengah
masyarakat. Ia merupakan hasil “meringkas” kenyataan para responden
yang terbesar di masyarakat.38
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara
memberikan daftar pernyataan dan kemudian responden diminta untuk
memberikan tanggapan terhadap pernyataan tersebut, apakah ya atau tidak
dalam angket yang diberikan kepada seluruh siswa Kelas XI IPA SMA
An-Najah
2. Wawancara
Untuk mencapai tingkat pemahaman sedemikian itu tentunya
memerlukan cara penggalian data yang handal. Di sinilah letak relevansi
metode atau teknik wawancara mendalam.39
37
Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Jakarta: Quantum Teaching, 2006) hlm.75
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003), hlm. 64
39
Ibid, hlm. 67
38
25
Wawancara adalah semacam dialog atau tanya jawab antara
pewawancara dengan responden dengan tujuan memperoleh jawabanjawaban yang dikehendaki.40
Pewawancara dianjurkan agar bertindak sebagai seorang yang
netral, tidak memihak pada satu konflik pendapat. Walaupun netral,
pewawancara hendaknya senantiasa mendorong, tetapi jangan sampai
mempengaruhi yang diwawancarai.41
Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan guru
Bahasa Indonesia untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran
Bahasa Indonesia dan bagaimana sikap bahasa siswa SMA An-Najah.
1. Tabel Sebaran Kisi-kisi
Penyusunan Instrumen Skala Sikap Berbahasa
Indikator sikap bahasa
Deskriptor Sikap
Positif
Jumlah
1. Kebanggaan dan Kekuatan Bahasa
1,2,3,4,5
5
2. Latar Belakang Sejarah Bangsa
6,7,8,9,10
5
3. Faktor Sosial dan Tradisional
11,12,13,14,15
5
4. Sistem Internal Bahasa
16,17,18,19,20
5
Jumlah Soal
20
G. Teknik Analisis Data
Penulis melakukan teknik analisis data angket dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
P=
40
41
𝐹
𝑁
x 100%
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 141
Ibid, hlm. 141
26
Keterangan :
F = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu)
P = Angka persentase42
42
hlm.43
Anas Sudjino, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012),
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah SMA An-Najah
1. Profil sekolah
SMA An-Najah merupakan salah satu unit dari Yayasan Keluarga
Besar An-Najah Education Center yang dipimpin oleh Ustzh. Hj. Dra.
Maisaroh Madsuni. Sma An-Najah terletak di wilayah perbatasan antara
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang. Lokasinya strategis,
sehingga mudah dijangkau dengan transportasi umum maupun kendaraan
pribadi. Sarana-prasarana ditata secara menarik dan cukup reprsentatif
untuk kegiatan proses pembelajaran. System manajemen kependidikan
digarap secara serius sehingga mampu meningkatkan etos kerja yang lebih
peduli terhadap perkembangan peserta didik. Peserta didik yang berminat
belajar di SMA An-Najah juga kategori bernilai dan berakhlak baik. Inilah
yang menjadikan SMA An-Najah sebagai salah satu sekolah pilihan bagi
calon siswa dan orang tua di antara sekian sekolah di Kabupaten Bogor
dan Kabupaten Tangerang. Keberadaan seperti ini tidak datang dengan
sendirinya, melainkan melalui proses panjang dan penuh perjuangan.
Kerja keras dan kerja sama dari semua elemen menjadikan SMA AnNajah dapat survive hingga saat ini.
2. Tujuan sekolah
a. Terbentuknya struktur organisasi dan mekanisme kerja yang jelas.
b. Terwujudnya pengelolaan administrasi sekolah yang trasnparan
dan akuntabel berbasis IT.
c. Meningkatnya prestasi akademik maupun non akademik di tingkat
Kabupaten, Provinsi dan Nasional.
d. Bertambahnya
jumlah
lulusan
SMA
An-Najah
diberbagai
perguruan tinggi berkualitas.
e. Terciptanya kehidupan warga SMA An-Najah yang religious
melalui perilaku yang tawadhu dan bersahaja.
27
28
3. Visi
Sebagai mediator untuk menyampaikan wahyu Allah SWT, serta
ajaran Rasulullah SAW. Guna mendidik dan membentuk khalifah yang
intelek dan bertaqwa dimuka bumi.
4. Misi
a. Menjadikan SMAIT An-Najah sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Modern guna menghasilkan kader-kader muslim terdidik dan potenial
dimasa depan.
b. Menempatkan Lembaga Pendidikan Islam An-Najah sebagai
mediator untuk pengabdian dan ilmu yang bermanfaat.
5. Program Pembiasaan.
a. Tadarus dan shalat Dhuha bersama.
b. Shlata Dzuhur berjamaah.
c. Shalat Jum‟at.
d. Keputrian dan keputraan.
e. Imam shalat Dzuhur berjamaah.
6. Kegiatan Ekstrakurikuler
a. Pramuka.
b. Qiroah.
c. Teater.
d. Futsal.
e. Basket.
f. Volley.
g. Pencak Silat.
7. Fasilitas
a. Ruang kelas dilengkapi dengan LCD,
b. Lab bahasa,
c. Lab Komputer,
d. Perpustakaan,
e. Masjid,
f. Aula,
g. Lapangan futsal,
29
h. Lapangan volley,
i. Lapangan basket.
STRUKTUR ORGANISASI
SMA AN-NAJAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Pendiri
: Dra. Hj. Maisraoh Madsuni
Ketua Yayasan
: H. Arief Budiman, S.H., L.Lm.
Kepala Sekolah
: Nok Siti Maesaroh, M.Si.
Wk. Kurikulum dan Humas
: Jaenuddin, S.H.I.
Wk. Kesiswaan
: Hj. Ida Paridah, S.Pd.
Operator Sekolah
: Syahrial, S.E.
Bendahara Sekolah
: Siti Muspiroh dan Septi Pridayanti
BP/Biro Konsultasi Studi
: Kholifa Damaya, S.Pd.
Pembina OSIS
: Imam Fauzi, S,Pd.
Pembina Rohis
: Arif Maulana
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan menyebarkan angket. Angket terdiri dari
20 butir pernyataan yang penulis berikan kepada responden yaitu siswa
kelas XI IPA SMA AN-Najah. Adapun pertanyaan yang termuat dalam
angket tersebut menjadi data yang dapat diolah sehingga dapat diketahui
jumlah responden yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan penulis di
setiap masing-masing butir pertanyaan.
Penulis juga melakukan wawancara dengan guru bahasa Indonesia
SMA An-Najah. Temuan penelitian melalui wawancara dengan tujuan
untuk mengetahui proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
tersebut. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dapat diketahui
informasi yang berkaitan dengan sikap bahasa siswa. Adapun temuan
penelitian tersebut yang telah penulis uraikan sebagai berikut:
30
1. Angket
Pada BAB III telah penulis kemukakan bahwa teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam laporan penelitian ini adalah dengan angket
dan wawancara. Angket disusun berdasarkan pokok penelitian yang
diteliti. Angket dibuat terdiri atas dari 20 pernyataan yang keseluruhannya
merupakan pernyataan positif.
Dalam
pengolahan data, penulis mengambil pola perhitungan
statistik dalam bentuk persentase, artinya setiap data dipersentasekan
setelah ditabulasikan dalam bentuk frekuensi untuk setiap jawaban.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyeleksi data. Data yang
disebarkan kepada siswa berjumlah 40 angket.
Langkah selanjutnya adalah mengolah data dan menggunakan
tabulasi frekuensi. Frekuensi tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase,
sehingga
kecenderungan setiap jawaban
dapat
diketahui
dengan
kemungkinan yang telah disediakan. Dengan begitu berarti setiap
pernyataan menggunakan satu tabel yang langsung dibuat frekuensi dan
persentasenya.
Data yang terkumpul diolah menjadi tabel distribusi frekuensi
dengan menggunakan rumus:
P=
x 100 %
Keterangan
:
P
: Persentase untuk setiap kategori jawaban
F
: Frekuensi jawaban
N
: Jumlah seluruh sampel atau objek penelitian
Data tersebut dapat dilihat dalam bentuk tabel masing-masing
pertanyaan berikut ini:
31
Data Persentase Item tentang Sikap bahasa Siswa kelas XI IPA
di SMA An-Najah
Tabel 4.1
Saat membuat status di sosial media lebih suka menulis dengan bahasa
Indonesia dibandingkan bahasa asing.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
Jumlah
F
36
4
P%
90%
10%
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.1, sebanyak 90% siswa lebih suka membuat status di sosial media
dengan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa asing, hasil persentase
tersebut diperoleh dari
x 100% = 90%. Siswa yang lebih suka menulis
dengan bahasa asing sebanyak 10% yang berarti hanya empat siswa.
Empat siswa lebih suka menggunakan bahasa asing ketika membuat
status di sosial media menurut mereka, mereka bisa mempraktikkan apa
yang sudah mereka dapat ketika belajar bahasa asing contohnya seperti
bahasa Inggris. Alasan mereka lebih suka menggunakan bahasa asing
adalah hanya untuk memanfaatkan sarana yang ada, seperti adanya
google translate, dan juga mereka memanfaatkan apa yang sudah mereka
pelajari di sekolah, contohnya mereka belajar bahasa asing seperti bahasa
Arab dan Inggris.
Siswa di SMA An-Najah menggunakan bahasa asing ketika update di
sosial media bukan berarti mereka bangga menggunakan bahasa asing,
tetapi hanya senang, dan juga memanfaatkan apa yang sudah dipelajari di
sekolah, juga agar orang asing tau bahwa orang Indonesia bisa dan mahir
berbahasa asing.
32
Tabel 4.2
Siswa selalu menggunakan bahasa Indonesia di dalam kelas
dengan teman sebaya daripada bahasa daerah/asing.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
39
1
P%
97,5%
2,5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.2, sebanyak 97,5% siswa selalu menggunakan bahasa Indonesia
di dalam kelas denga teman sebaya daripada bahasa daerah/asing, hasil
persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 97,5%. Siswa hanya 1
yang tidak selalu menggunakan bahasa indoenesia di dalam kelas dengan
teman sebaya daripada bahasa daerah/asing.
1 siswa memilih tidak karena dia lebih sering menggunakan bahasa
daerah di dalam kelas. Tiga puluh Sembilan anak lebih memilih
menggunakan bahasa
menganjurkan
Indonesia, karena guru bahasa Indonesia
anak-anaknya
untuk
selalu
menggunakan
bahasa
Indonesia. 1 siswa yang menggunakan bahasa daerah karena dia ada
lawan bicaranya, atau juga ketika meminjam alat tulis dia lebih memilih
menggunakan bahasa daerah karena dianggapnya komunikasi dengan
bahasa daerah tersebut lebih cepat dan lebih mudah. Tetapi untuk
keseluruhan siswa kelas XI IPA SMA An-Najah lebih dominan
menggunakan bahasa Indonesia.
Tabel 4.3
Di masyarakat umum siswa lebih suka berbicara bahasa Indonesia
daripada bahasa asing.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
Jumlah
F
39
1
P%
97,5%
2,5%
40
100%
33
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.3, sebanyak 97,5% siswa lebih suka berbicara bahasa Indonesia
daripada bahasa asing ketika di masyarakat umum, hasil persentase
tersebut diperoleh dari
x 100% = 97,5%. Siswa yang lebih suka
berbahasa asing di masyarakat umum sebanyak 2,5% atau sebanyak 1
orang.
Rata-rata siswa yang memilih menggunakan bahasa daerah karena
faktor lingkungan. Anak yang lebih banyak menggunakan bahasa
Indonesia di rumahnya menunjukkan bahwa mereka lebih terbiasa
menggunakan bahasa Indonesia ketika berada dalam rumah maupun di
luar rumah, menandakan juga lawan bicara yang lebih banyak
menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi anak yang menggunakan bahasa
daerah, dia selalu menggunakan bahasa daerah ketika komunikasi dengan
temannya di rumah, meskipun di dalam rumah juga menggunakan bahasa
Indonesia. bahasa daerah digunakan menandakan komunikasi yang akrab
dengan sesama di luar rumah.
Tabel 4.4
Siswa selalu menggunakan bahasa Indonesia ketika berdiskusi di dalam
kelas
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
40
-
P%
100%
-
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa
siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan
pada tabel 4.4, sebanyak 100% siswa selalu menggunakan bahasa
Indonesia ketika berdiskusi di dalam kelas, hasil persentase tersebut
diperoleh dari
x 100% = 100%. Siswa yang menggunakan bahasa
daerah/asing saat berdiskusi 0% atau tidak ada.
Menurut seorang siswa, menggunakan bahasa Indonesia ketika
pelajaran bahasa Indonesia berlangsung itu wajib, apalagi ketika
34
berdiskusi. Jadi, seluruh siswa setuju dan semuanya menjawab “Ya”.
Kalaupun ada yang menggunakan bahasa daerah itu bukan ketika
berdiskusi di dalam kelas.
Tabel 4.5
Siswa lebih suka membaca buku bacaan yang berbahasa
Indonesia.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
40
-
P%
100%
-
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.5, sebanyak 100% siswa lebih suka membaca buku bacaan yang
berbahasa indonesia, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% =
100%. Siswa yang menyukai bacaan bahasa asing 0% atau tidak ada.
Semua siswa lebih suka membaca buku bacaan yang berbahasa
Indonesia karena membaca buku bacaan bahasa Indonesia lebih cepat
paham dibandingkan menggunakan buku bacaan bahasa asing. Ketika
membaca buku bacaan asing mereka merasa sulit karena harus mengerti
kosakata bahasa Inggris dibandingkan membaca buku bahasa Indonesia.
Tabel 4.6
Siswa tidak tertarik belajar bahasa Belanda
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
28
12
P%
70%
30%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.6, sebanyak 70% siswa tidak tertarik belajar bahasa Belanda, hasil
persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 70%. Siswa yang tertarik
belajar bahasa Belanda sebanyak 30% atau dua belas siswa.
35
Mereka beralasan bahwa belajar bahasa Inggris saja yang lumayan
mudah masih sulit untuk dimengerti, apalagi jika harus ditambah dengan
bahasa Belanda yang mereka saja masih asing mendengar bahasa
Belanda. Dan beberapa anak tidak tertarik dengan bahasa Belanda karena
memang mereka tidak pernah mendengar bahasa Belanda itu sendiri juga
rasa tidak tertarik yang amat besar sehingga mereka menjawab tidak.
Tetapi jika ada kartun atau film yang berbahasa Belanda kemungkinan
besar mereka bisa tertarik karena adanya translate bahasa Indonesia.
Tabel 4.7
Siswa tidak setuju bahasa Jepang menjadi salah satu mata
pelajaran bahasa yang wajib dipelajari.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
24
16
P%
60%
40%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.7, sebanyak 60% siswa tidak setuju bahasa jepang menjadi salah
satu mata pelajaran bahasa yang wajib dipelajari, hasil persentase
tersebut diperoleh dari
x 100% = 60%. Siswa yang setuju sebanyak
40% atau sebanyak enam belas siswa.
Ada yang beralasan bahwa anak itu memang benar-benar tidak suka
dengan bahasa Jepang. Ada juga anak yang beralasan bahwa untuk mata
pelajaran dia tidak terlalu suka dan tidak setuju, tetapi kalau untuk
ekstrakurikuler dia setuju. Ada juga siswa yang beranggapan bahwa dia
tidak setuju, dan juga bahasa Jepang itu sulit, lebih baik belajar bahasa
Arab daripada bahasa asing.
36
Tabel 4.8
Siswa lebih suka belajar bahasa Rusia daripada bahasa Jepang
karena Jepang pernah menjajah Indonesia.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
4
36
P%
10%
90%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.8, sebanyak 90% siswa lebih suka belajar bahasa Jepang daripada
bahasa Rusia, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 90%.
Siswa yang lebih suka belajar bahasa Rusia sebanyak 10% atau sebanyak
empat siswa.
Dari tiga belas siswa yang diwawancarai, semuanya menjawab tidak,
mereka ikut merasakan bagaimana masyarakat Indonesia ketika dijajah
oleh Jepang, bagaimana kejamnya Jepang terhadap Indonesia, mereka
lebih memilih belajar bahasa Rusia, meskipun ada juga yang bingung
karena bahasa Rusia dan Jepang masih sama-sama asing. Meskipun
Jepang menjajah atau tidak, jika memang mereka tidak tertarik dengan
bahasa Jepang mereka tidak mau belajar bahasa Jepang. Sebagai rakyat
Indonesia ikut merasakan penderitaan rakyat Indonesia zaman dulu. Bukan
berarti mereka benci terhadap Jepang, tetapi karena ikut merasakan saja
ketika zaman dulu bagaimana Jepang menjajah Indonesia.
Tabel 4.9
Siswa percaya lama-kelamaan bahasa Indonesia dapat
menggantikan bahasa asing.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
25
15
P%
62,5%
37,5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
37
tabel 4.9, sebanyak 62,5% siswa percaya lama kelamaan bahasa
Indonesia dapat menggantikan bahasa asing, hasil persentase tersebut
diperoleh dari
x 100% = 62,5%. Siswa yang tidak percaya bahasa
Indonesia dapat menggantikan bahasa asing sebanyak 37,5% atau
sebanyak lima belas siswa.
Ada anak yang tidak percaya bahwa bahasa Indonesia bisa
menggantikan bahasa asing, mereka melihat keadaan warga Indonesia
masih banyak yang suka malas-malasan, ada anak yang di dalam kelas
tidak selalu menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara, karena asalusul anak tersebut berasal dari sunda yang rumahnya tidak terlalu jauh dari
sekolah, tetapi jika dengan guru ia selalu menggunakan bahasa Indonesia.
Dikarenakan anak itu ada teman sebaya nya yang rumahnya tidak terlalu
jauh juga, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berbicara dengan
bahasa daerah.
Tabel 4.10
Siswa tidak suka bahasa Belanda menjadi salah satu
ekstrakurikuler di sekolah.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
26
14
P%
65%
35%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.10, sebanyak 65% siswa tidak suka bahasa Belanda menjadi salah
satu ekstrakulikuler di sekolah, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 65%. Siswa yang suka bahasa Belanda menjadi
ekstrakurikuler di sekolah sebanyak 35% atau sebanyak empat belas
siswa.
Bahasa Belanda dan Jepang masih terlalu asing untuk siswa, maka dari
itu mereka sangat tidak tertarik untuk belajar bahasa Jepang maupun
Belanda, ada anak yang benar-benar tidak tertarik dengan Jepang, dari
segi film, anime nya pun mereka tidak tertarik. Mereka bilang adalah
38
belajar bahasa Inggris saja susah apalagi ditambah dengan belajar bahasa
Belanda dan Jepang.
Tabel 4.11
Siswa lebih suka film berbahasa Indonesia daripada bahasa
Korea.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
38
2
P%
95%
5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.11, sebanyak 95% siswa lebih suka film berbahasa Indonesia
daripada bahasa korea, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100%
= 95%. Siswa yang lebih menyukai film berbahasa korea dibandingkan
dengan bahasa Indonesia sebanyak 5% atau sebanyak dua siswa.
Siswa yang lebih menyukai Film berbahasa Korea karena dia memang
sudah menyukai bahasa Korea dan juga budayanya, untuk film berbahasa
Korea dikarenakan ada translate di dalamnya maka dua siswa ini tertarik
dengan film berbahasa Korea.
Tabel 4.12
Siswa lebih suka film berbahasa Indonesia daripada bahasa India.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
36
4
P%
90%
10%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.12, sebanyak 90% siswa lebih suka film berbahasa Indonesia
daripada bahasa india, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100%
= 90%. Siswa yang lebih menyukai film berbahasa india dibandingkan
dengan bahasa Indonesia sebanyak 10% atau sebanyak empat siswa.
39
4 anak menjawab tidak, karena mereka menyukai film berbahasa India,
dengan alasan ada translate di dalam filmnya. Jadi ia suka dengan film
berbahasa India.
Tabel 4.13
Siswa lebih suka belajar bahasa Indonesia daripada bahasa
Korea, meskipun budaya Korea sudah berkembang di Indonesia.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
37
3
P%
92,5%
7,5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.13, sebanyak 92,5% siswa lebih suka belajar bahasa Indonesia
daripada bahasa korea, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100%
= 92,5%. Siswa yang lebih menyukai film bahasa korea dibandingkan
dengan bahasa Indonesia sebanyak 7,5% atau sebanyak 3 siswa.
Anak yang menjawab tidak dengan alasan, bahwa kita harus tetap
mencintai dan melestarikan budaya Indonesia agar lebih banyak dikenal di
luar negeri, jangan sampai harus ada negara yang mengaku karya seni
Indonesia. Intinya adalah, boleh menikmati budaya-budaya negara luar
tetapi selaku warga Indonesia harus tetap mencintai dan menjaga Budaya
Bangsa Indonesia.
Tabel 4.14
Siswa marah jika bahasa Indonesia diakui oleh bangsa asing
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
39
1
P%
97,5%
2,5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.14, sebanyak 97,5% siswa marah jika bahasa Indonesia diakui
40
oleh Bangsa asing, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% =
97,5%. Siswa yang tidak marah jika bahasa Indonesia diakui oleh bangsa
asing sebanyak 2,5% atau sebanyak 1 siswa.
Satu siswa yang menjawab tidak karena dia merasa bangsa Indonesia
masih banyak yang malas-malasan dan tidak serius ketika belajar bahasa
Indonesia. Sehingga anak tersebut pesimis jika harus marah ketika
bahasa Indonesia diakui oleh bahasa asing.
Tabel 4.15
Siswa senang bahasa Indonesia dijadikan bahasa yang wajib
dipelajari di sekolah Australia
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
40
-
P%
100%
-
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.15, sebanyak 100% siswa senang bahasa Indonesia dijadikan
bahasa yang wajib dipelajari di sekolah Australia, hasil persentase
tersebut diperoleh dari
x 100% = 100%. Siswa yang tidak senang
bahasa yang wajib dipelajari di sekolah Australia sebanyak 0% atau tidak
ada.
Empat puluh siswa mengakui senang jika bahasa Indonesia dijadikan
bahasa yang wajib dipelajari di sekolah Australia, sehingga mereka
bangga, merasa bahwa bahasa Indonesia menjadi universal dikenal oleh
bangsa asing. Mereka merasa adil karena bahasa Inggris di Indonesia
dipelajari dan di luar negeri bahasa Indonesia diperkenalkan juga.
41
Tabel 4.16
Siswa senang belajar bahasa Indonesia karena mudah dipelajari
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
39
1
P%
97,5%
2,5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.16, sebanyak 97,5% siswa senang belajar bahasa Indonesia karena
mudah dipahami, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% =
97,5%. Siswa yang tidak suka belajar bahasa Indonesia sebanyak 2,5%
atau sebanyak 1 siswa.
Satu anak beranggapan bahwa bahasa Indonesia itu susah untuk
dipelajari, tetapi karena bahasa Indonesia adalah bahasa negaranya, maka
ia bertekad untuk selalu membanggakan bahasa Indonesia. Karena terlalu
banyak struktur-struktur kalimat sehingga ia beranggapan bahwa bahasa
Indonesia itu susah.
Tabel 4.17
Mempelajari bahasa Indonesia lebih mudah daripada bahasa
asing
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
38
2
P%
95%
5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.17, sebanyak 95% siswa beranggapan bahwa mempelajari bahasa
Indonesia lebih mudah daripada bahasa asing, hasil persentase tersebut
diperoleh dari
x 100% = 95%. Siswa yang beranggapan bahasa asing
lebih mudah dibandingkan bahasa Indonesia sebanyak 5% atau sebanyak
dua siswa.
42
Anak yang sama menjawab bahwa lebih mudah belajar bahasa asing
(Inggris) daripada bahasa Indonesia. Beberapa anak masih beranggapan
bahwa bahasa Indonesia itu sulit tidak seperti bahasa asing. Sulitnya
adalah didalam pola kalimat dan terlalu banyak struktur yang membuat
merka sedikit bingung. Untuk bahasa asing mereka hanya tertarik pada
bahasa Arab dan bahasa Inggris saja.
Tabel 4.18
Pola kalimat bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari daripada
bahasa asing.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
38
2
P%
95%
5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.18, sebanyak 95% siswa beranggapan pola kalimat bahasa
Indonesia lebih mudah dipelajari daripada bahasa asing, hasil persentase
tersebut diperoleh dari
x 100% = 95%. Siswa yang beranggapan pola
kalimat bahasa asing lebih mudah dibandingkan bahasa Indonesia
sebanyak 5% atau sebanyak dua siswa.
Rata-rata anak yang menjawab ya, adalah anak-anak yang menyukai
pelajaran bahasa Indonesia, sedangkan yang menjawab tidak dikarenakan
mereka lebih suka belajar bahasa Inggris karena dianggap lebih mudah.
Tabel 4.19
Penulisan kosakata dalam bahasa Indonesia lebih mudah
daripada bahasa asing lainnya
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
Jumlah
F
38
2
P%
95%
5%
40
100%
43
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.19, sebanyak 95% siswa beranggapan penulisan kosakata dalam
bahasa Indonesia lebih mudah daripada bahasa asing. Hasil persentase
tersebut diperoleh dari
x 100% = 95%. Siswa yang beranggapan
penulisan kosakata dalam bahasa asing lebih mudah daripada bahasa
Indonesia sebanyak 5% atau sebanyak dua siswa.
Siswa yang menjawab ya adalah orang-orang yang biasa berbicara
menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan temantemannya, menurut salah satu siswa dengan sering berbicara bahasa
Indonesia, maka mudah juga penulisan kosakata bahasa Indonesia. Siswa
yang menjawab tidak adalah anak-anak yang lebih sering berkomunikasi
dengan bahasa asing atau bahasa daerah.
Tabel 4.20
Kosakata bahasa Indonesia lebih mudah dihafal dibandingkan
kosakata bahasa asing.
No
1
Alternatif Jawaban
a. Ya
b. Tidak
F
38
2
P%
95%
5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa
positif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
tabel 4.20, sebanyak 95% siswa beranggapan kosakata bahasa Indonesia
lebih mudah dihafal dibandingkan kosakata bahasa asing, hasil
persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 95%. Siswa yang
beranggapan kosakata bahasa asing lebih mudah dihafal sebanyak 5%
atau sebanyak 2 siswa.
Sama seperti soal sebelumnya, ketika wawancara dengan salah satu
siswa, jawabannya adalah karena lebih sering berkomunikasi dengan
bahasa Indonesia sehingga merek berpendapat lebih mudah menghafal
kosakata bahasa Indonesia. Siswa anak-anak yang menyukai bahasa
44
asing meskipun nilai bahasa asingnya tidak terlalu bagus tetapi mereka
beranggapan kosakata bahasa asing lebih mudah dihafal.
C. Analisis Hasil Penelitian
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap bahasa siswa SMA AnNajah kelas XI IPA
a. Kebanggan dan kekuatan bahasa
Orang Indonesia, akan dikatakan bangga menggunakan bahasa
Indonesia ketika mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia
dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahasa Indonesia itu wajib bagi
masyarakat Indonesia, bahasa daerah pun penting untung dipelajari, dan
bahasa asing itu tentu perlu dipelajari. Pada 40 siswa, 36 siswa bangga
menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan belajar mengajar, juga
kehidupan sehari-hari. Mereka juga lebih senang menggunakan bahasa
Indonesia ketika update status di sosial media. Tetapi, terdapat 4 siswa
yang lebih memilih untuk update status dengan bahasa asing, alasan
mereka lebih suka menggunakan bahasa asing adalah hanya untuk
memanfaatkan sarana yang ada, seperti adanya google translate, dan juga
mereka memanfaatkan apa yang sudah mereka pelajari di sekolah,
contohnya mereka belajar bahasa asing seperti bahasa Arab dan Inggris.
Ketika saya bertanya kepada mereka dalam wawancara singkat, ketika
kalian menggunakan bahasa asing apakah kalian bangga karena dianggap
bisa menggunakan bahasa asing. Mereka menjawab tidak bangga
menggunakan bahasa asing, tujuan mereka menggunakan bahasa asing itu
hanya memanfaatkan apa yang mereka pelajari di sekolah dan adanya alat
untuk menerjemahkan. Ada juga yang berargumen bahwa masih banyak
yang kurang menggunakan bahasa asing ketika update di sosial media,
alasannya adalah karena senang menggunakan bahasa asing, bukan berarti
bangga. Ada juga yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia untuk
update di sosial media, ketika mereka update kata-kata nasihat, dia lebih
memilih bahasa Indonesia yang digunakan, tetapi ketika mengutip dari
quotes dia lebih memilih menggunakan bahasa asing. Ada pula yang
45
update status di sosial media menggunakan bahasa asing karena berfungsi
untuk memorizing, karena anak itu mempunyai tipe menghafal melalui
tulisan. Alasan lain juga adalah agar orang luar mengetahui bahwa orang
Indonesia itu pintar berbahasa Inggris, dan juga mempunyai tujuan untuk
kampanye budaya Indonesia melalui media sosial, ketika menggunakan
bahasa Indonesia, otomatis yang mengerti hanya orang Indonesia saja,
tetapi jika menggunakan bahasa asing, tidak hanya orang Indonesia yang
mengetahui, tetapi orang asing pun mengerti.
Kesimpulannya adalah, siswa di SMA An-Najah menggunakan bahasa
asing ketika update di sosial media bukan berarti mereka bangga
menggunakan bahasa asing, tetapi hanya senang, dan juga memanfaatkan
apa yang sudah dipelajari di sekolah, juga agar orang asing tau bahwa
orang Indonesia bisa dan mahir berbahasa asing.
b. Latar Belakang Sejarah Bangsa
Pada faktor ini, terdapat 29 anak menjawab ya dan 11 anak menjawab
tidak. Pada soal a. siswa tidak tertarik belajar bahasa Belanda. Mereka
beralasan bahwa belajar bahasa Inggris saja yang lumayan mudah masih
sulit untuk dimengerti, apalagi jika harus ditambah dengan bahasa Belanda
yang mereka saja masih asing mendengar bahasa Belanda. Dan beberapa
anak tidak tertarik dengan bahasa Belanda karena memang mereka tidak
pernah mendengar bahasa Belanda itu sendiri juga rasa tidak tertarik yang
amat besar sehingga mereka menjawab tidak. Tetapi jika ada kartun atau
film yang berbahasa Belanda kemungkinan besar mereka bisa tertarik
karena adanya translate bahasa Indonesia. Untuk soal yang b. siswa tidak
setuju bahasa Jepang menjadi salah satu mata pelajaran bahasa yang wajib
dipelajari. Ada yang beralasan bahwa anak itu memang benar-benar tidak
suka dengan bahasa Jepang. Ada juga anak yang beralasan bahwa untuk
mata pelajaran dia tidak terlalu suka dan tidak setuju, tetapi kalau untuk
ekstrakurikuler dia setuju. Ada juga siswa yang beranggapan bahwa dia
tidak setuju, dan juga bahasa Jepang itu sulit, lebih baik belajar bahasa
Arab daripada bahasa asing. Meskipun bahasa Arab jug acara
penulisannya beda dengan bahasa Indonesia dan sulitnya hamper sama
46
dengan bahasa Jepang, mereka lebih memilih belajar bahasa Arab
ketimbang belajar bahasa Jepang. Untuk soal c. siswa lebih suka belajar
bahasa Rusia daripada bahasa Jepang karena Jepang pernah menjajah
Indonesia.
Dari tiga belas siswa yang saya wawancara, semuanya menjawab
tidak, mereka ikut merasakan bagaimana masyarakat Indonesia ketika
dijajah oleh Jepang, bagaimana kejamnya Jepang terhadap Indonesia,
mereka lebih memilih belajar bahasa Rusia, meskipun ada juga yang
bingung karena bahasa Rusia dan Jepang masih sama-sama asing.
Meskipun Jepang menjajah atau tidak, jika memang mereka tidak tertarik
dengan bahasa Jepang mereka tidak mau belajar bahasa Jepang. Sebagai
rakyat Indonesia ikut merasakan penderitaan rakyat Indonesia zaman dulu.
Bukan berarti mereka benci terhadap Jepang, tetapi karena ikut merasakan
saja ketika zaman dulu bagaimana Jepang menjajah Indonesia.
Ada juga anak yang tidak percaya bahwa bahasa Indonesia bisa
menggantikan bahasa asing, mereka melihat keadaan warga Indonesia
masih banyak yang suka malas-malasan, ada anak yang di dalam kelas
tidak selalu menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara, karena asalusul anak tersebut berasal dari sunda yang rumahnya tidak terlalu jauh dari
sekolah, tetapi jika dengan guru ia selalu menggunakan bahasa Indonesia.
Dikarenakan anak itu ada teman sebaya nya yang rumahnya tidak terlalu
jauh juga, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berbicara dengan
bahasa daerah.
Kesimpulan dari faktor latar belakang sejarah bangsa ini adalah,
bahasa Belanda dan Jepang masih terlalu asing untuk siswa, maka dari itu
mereka sangat tidak tertarik untuk belajar bahasa Jepang maupun Belanda,
ada anak yang benar-benar tidak tertarik dengan Jepang, dari segi film,
anime nya pun mereka tidak tertarik. Mereka mengucapkan bahwa belajar
bahasa Inggris saja susah apalagi ditambah dengan belajar bahasa Belanda
dan Jepang. Bukan berarti mereka benci dengan Jepang karena sudah
pernah menjajah, tetapi mereka hanya bisa merasakan bagaimana
47
penderitaan zaman dulu warga Indonesia diperlakukan oleh Jepang, siswa
hanya menjadi tidak tertarik, bukan berrati membenci bahasa Jepang.
Mereka lebih memilih belajar bahasa Arab daripada harus belajar bahasa
Jepang maupun Belanda.
c. Faktor-faktor Sosial dan Tradisional
Soal b. saya lebih suka film berbahasa Indonesia daripada bahasa
India. Dua anak menjawab tidak, karena mereka menyukai film berbahasa
India, dengan alasan ada translate di dalam filmnya. Jadi ia suka dengan
film berbahasa India. Pada soal c. saya lebih suka belajar bahasa Indonesia
daripada bahasa korea, meskipun budaya Korea sudah berkembang di
Indonesia. Ada anak yang menjawab tidak dengan alasan, bahwa kita
harus tetap mencintai dan melestarikan budaya Indonesia agar lebih
banyak dikenal di luar sana, jangan sampai harus ada negara yang
mengaku karya seni Indonesia.
Kesimpulannya adalah, untuk faktor tradisional dan sosial ini,
beberapa siswa masih mau mengikuti film-film yang sedang berkembang
di Indonesia, meskipun bahasa asing tetapi jika ada translate nya mereka
masih mau menontonnya.
d. Sistem Internal bahasa
Pada soal a. saya senang belajar bahasa Indonesia karena mudah
dipelajari. Satu anak beranggapan bahwa bahasa Indonesia itu susah untuk
dipelajari, tetapi karena bahasa Indonesia adalah bahasa negaranya, maka
ia bertekad untuk selalu membanggakan bahasa Indonesia. Karena terlalu
banyak struktur-struktur kalimat sehingga ia beranggapan bahwa bahasa
Indonesia itu susah. Pada soal b. mempelajari bahasa Indonesia lebih
mudah daripada bahasa asing. Anak yang sama menjawab bahwa lebih
mudah belajar bahasa asing (Inggris) daripada bahasa Indonesia.
Beberapa anak masih beranggapan bahwa bahasa Indonesia itu sulit
tidak seperti bahasa asing. Sulitnya adalah did alam pola kalimat dan
terlalu banyak struktur yang membuat merka sedikit bingung. Untuk
48
bahasa asing mereka hanya tertarik pada bahasa Arab dan bahasa Inggris
saja.
2. Wawancara
Pada hari Sabtu tanggal 23 Januari 2016 dilakukan wawancara dengan
guru bahasa Indonesia yaitu Ibu Hj. Ida Paridah, S.Pd. menurut beliau
respon/ antusias siswa terhadap bahasa Indonesia itu baik dan sangat
antusias mengikuti pelajaran bahasa Indonesia, karena di dalam pelajaran
bahasa Indonesia banyak keterampilan-keterampilan seperti menulis,
membaca, berbicara, apresiasi sastra jadi mereka senang karena bervariasi.
Penggunaan bahasa Sunda juga di dalam kelas terjadi, tetapi sedikit,
itupun dengan teman sebayanya saja. Ketika mereka tidak membawa
pulpen/pensil mereka bertanya pada temannya dengan bahasa Sunda.
Ketika belajar di dalam kelas menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan
bahasa campuran (Indonesia-Sunda) juga terjadi di dalam kelas, tetapi
hanya sedikit, dan yang dominan itu bahasa Indonesia. Anak-anak di kelas
menggunakan bahasa Sunda ketika situasi tertentu saja, dan tidak sering.
Untuk penggunaan bahasa baku, tidak terlalu sering, tetapi jika sedang
diskusi, penyampaian materinya mereka menggunakan bahasa yang baku,
tetapi ketika sedang bertanya mereka menggunakan bahasa campur
maksudnya tidak menggunakan bahasa yang baku seperti ketika sedang
diskusi.
Maka kesimpulan dari hasil wawancara dengan guru bahasa Indonesia
adalah, sikap bahasa siswa kelas XII IPA SMA An-Najah adalah positif,
karena ketika pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung mereka semua
lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia, ketika berbicara bahasa
daerah/bahasa asing adalah ketika berkomunikasi
dengan teman
sebayanya, contohnya adalah ketika hendak meminjam pulpen, penghapus,
atau keperluan lainnya.
Hasil angket sikap bahasa siswa SMA An-Najah terhadap bahasa
Indonesia di dalam kelas yaitu positif, karena di dalam kelas memang
harus menggunakan bahasa Indonesia, maka siswa mematuhi peraturan
49
untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia, baik berbicara dengan teman
sebaya maupun dengan guru.
Ketika di luar kelas, sikap bahasa siswa
SMA An-Najah menjadi negatif karena pengaruh lingkungan dan temanteman sebayanya yang masih banyak menggunakan bahasa daerah ketika
berkomunikasi. Di dalam angket pun masih banyak yang memilih untuk
menggunakan bahasa Asing/ bahasa daerah ketika di luar kelas, seperti
update status di sosial media, lalu lebih menyukai film berbahasa Asing,
dan sebagainya.
50
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sikap bahasa siswa kelas XI
IPA di SMA An-Najah Rumpin Bogor terhadap bahasa Indonesia.
Berdasarkan latar belakang masalah sikap bahasa siswa SMA An-Najah
adalah salah satu contoh masyarakat yang hidup di tengah-tengah
masyarakat yang menggunakan dua bahasa sekaligus sebagai alat untuk
berkomunikasi atau sering disebut sebagai dwibahasawan yang biasanya
menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia
sebagai bahasa kedua. Meskipun ada kecenderungan siswa menggunakan
dua bahasa dalam kehidupan sehari-hari, namun bahasa Indonesia juga
dipakai dalam lingkungan formal. Mengingat siswa SMA An-Najah terdiri
dari beragam suku (Jawa dan Betawi) ternyata mereka masih menghargai
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh siswa
dan guru diperoleh data bahwa siswa menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik. Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa menggunakan
bahasa Indonesia untuk bertanya kepada guru, untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh guru, untuk berdiskusi dengan teman, khususnya
dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Hasil wawancara terhadap guru menunjukkan bahwa siswa menyukai
dan bangga menggunakan bahasa Indonesia dalam pembelajaran bahasa
Indonesia karena bahasa Indonesia dianggap lebih sopan dan mudah
dipahami untuk digunakan. Siswa menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik untuk bertanya kepada guru, menjawab pertanyaan dari guru,
berdiskusi dengan teman dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil penyebaran angket, observasi, dan wawancara
dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa siswa kelas XI IPA SMA AnNajah positif.
50
51
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan sebagai berikut:
1. Penggunaan bahasa Indonesia di sekolah lebih ditingkatkan lagi,
khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia mengingat bahwa bahasa
Indonesia adalah bahasa persatuan republik Indonesia.
2. Sebaiknya guru lebih mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia dalam
proses pembelajaran agar siswa semakin termotivasi untuk lebih
meningkatakan penguasaan terhadap bahasa Indonesia.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai sikap bahasa Indonesia siswa
secara mendalam.
4. Peneliti selanjutnya kemungkinan dapat memanfaatkan instrumen dalam
penelitian
ini
untuk
melakukan
penelitian
yang terkait
dengan
memperbaiki atau menyesuaikannya dengan tujuan dari penelitian yang
dikehendaki.
C. Implikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap bahasa siwa saat
pembelajaran bahasa Indonesia baik. Hal tersebut dapat digunakan sebagai
salah satu penanda keberhasilan pembelajaran keterampilan bahasa
Indonesia. Peningkatan kemampuan berbahasa siswa mendapat pengaruh
dari guru sehingga disarankan guru lebih memperhatikan aspek-aspek
penggunaan bahasa Indonesia dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
52
DAFTAR PUSTAKA
Aslinda dan Leni Syafyahya. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika
Aditama, 2007
Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
PustakaPelajar, 2011.
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
Brown, H. Douglas. Prinsip Pembelajaran, dan Pengajaran Bahasa, Edisi
Kelima.
Jakarta: Pearson Education, 2008
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003.
Chaer Abdul. Kajian Bahasa Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
--------------- dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Gerungan. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco. 1988.
Hadeli. Metode Penelitian Kependidikan. Jakarta: Quantum Teaching, 2006.
HP, Achmad dan Alex Abdullah. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga, 2012.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2009.
Jendra, Made Iwan Indrawan. Sociolinguistics: The Study of Societies’ Language.
Yogyakarta: Graha llmu, 2010.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2009.
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet. VI. Jakarta: Rineka Cipta,
2004.
Syah, Muhibbin. Psikologis Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Nababan, P.W.J. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993.
Parera, Jos Daniel. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi
Struktural. Jakarta: Erlangga, 1991.
Sumarsono dan Partana Pataina. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda, 2002.
Pateda, Mansoer. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa, 1994.
Putra, Nusa. Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers,
2013.
52
53
Santoso, Kusno Budi. Problematika Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktis
Bahasa Baku. Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Sudjino, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012.
Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009.
Sukmadinata, Nana S. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012.
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Teori aplikasi.
Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
baik dimanapun berada. E-mail [email protected].
RIWAYAT HIDUP
Nurul Rahmadini lahir di Jakarta pada tanggal 13
Desember 1993. Anak pertama dari tiga bersaudara ini
lahir dari pasangan Bapak Iriyanto dan Ibu Hj. Ida
Paridah, S.Pd. Ibu dari Hizbiyah Haya Maulidah ini
sekarang bertempat tinggal di Jln. Raya Lapan
Cikoleang Rt 10/04 Sukamulya Rumpin Bogor.
Ibu
satu
orang anak
ini
menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar di SDN Rahayu Suradita
lulus pada tahun 2005, MTs An-Najah lulus pada tahun 2008, SMA An-Najah lulus
pada tahun 2011, kemudian pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan di Universitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Motto hidupnya adalah jadilah manusia yang bermanfaat bagi orang lain
tidak peduli bagaimana keadaan hari esok, yang terpenting adalah selalu berbuat baik
dimanapun berada. E-mail [email protected].
Download