MODUL 1

advertisement
Modul 1
Gerak dan Gaya
Drs.Mulyatno,M.Si .
P EN D A H UL UA N
D
alam modul ini akan kita pelajari beberapa pengertian dasar seperti
besaran, satuan dan dimensi, dan juga sifat kuantitatif dari gerak seperti
kecepatan, percepatan dan gaya.
Dalam ilmu fisika, keadaan suatu benda dideskripsikan secara
kuantitatif dalam bentuk persamaan-persamaan matematis. Karena itu sifatsifat benda didefinisikan secara kuantitatif sehingga dapat diukur. Dalam
mempelajari sifat kuantitatif dari benda tersebut kita akan mengenal besaran,
satuan dan dimensi, dan dengan pengenalan sifat kuantitatif ini kemudian
dapat kita kembangkan pengetahuan kita sampai kepada deskripsi keadaan
benda.
Dalam modul ini, selain akan dibahas bermacam-macam gerak benda
juga akan kita pelajari penyebab geraknya , yang dikenal sebagai gaya.
Dalam mempelajari gaya, kita akan mengenal hukum-hukum tentang gerak
yang dikenal sebagai Hukum Newton. Selanjutnya, Hukum Newton tentang
gerak kita kenal sebagai hukum dasar dalam mekanika. Setelah mempelajari
modul ini Anda diharapkan dapat :
1. menjelaskan besaran, sistem satuan dan dimensi dalam fisika.
2. menerapkan prinsip-prinsip hitung vektor.
3. menjelaskan konsep gerak, kecepatan dan percepatan.
4. menerapkan konsep gerak, kecepatan, dan percepatan dalam persoalan
kinematika.
5. menjelaskan konsep gaya dalam Hukum-Hukum Newton.
6. menerapkan konsep gaya dan Hukum-Hukum Newton dalam persoalan
dinamika.
1.2
Fisika Umum I 
Kegiatan Belajar 1
Besaran, Satuan, dan Dimensi
A. Besaran
Besaran adalah sifat kuantitatif yang dimiliki oleh benda. Sebagai
contoh, jumlah partikel yang terkandung di dalam suatu benda dinyatakan
dengan besaran massa, besarnya ruang yang dimiliki (ditempati) oleh massa
benda dinyatakan dengan besaran volume, dan sebagainya. Banyak sekali
macam besaran yang dimiliki oleh suatu benda, dan kita akan
mempelajarinya satu persatu di dalam setiap pokok bahasan di dalam
matakuliah Fisika Umum I ini.
Dalam mekanika kita kenal ada tiga besaran dasar atau besaran pokok
yaitu massa, panjang dan waktu. Besaran-besaran ini sudah biasa kita kenali
dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat kita menimbang suatu benda, kita
sebetulnya sedang mngukur massa benda tersebut. Demikian pula pada saat
kita mengukur sesuatu dengan menggunakan mistar (penggaris), kita sedang
mengukur panjang dari sesuatu yang kita ukur itu. Dalam mengukur waktu,
kita dapat menggunakan arloji (jam) atau stopwatch. Besaran-besaran dasar
biasanya dituliskan dengan simbol huruf latin atau huruf Yunani dengan
huruf miring (italic). Massa dituliskan dengan simbol m, panjang dengan
simbol l dan waktu dengan simbol t. Besaran-besaran lain dapat diturunkan
dari besaran dasar sehingga disebut besaran turunan. Masing-masing besaran
turunan juga dituliskan dengan satu simbol. Contoh dari besaran turunan
adalah kecepatan (v), percepatan (a), gaya (F), energi (E), luas (A), volume
(V), dan sebagainya.
B. Dimensi
Hubungan antara besaran dasar dan besaran turunan dapat diketahui dari
definisi yang diberikan pada besaran turunan. Untuk menyatakan hubungan
ini dipergunakan analisis dimensi, yaitu suatu cara untuk melihat asal dari
suatu besaran turunan. Ada beberapa cara untuk menuliskan simbol dimensi,
salah satunya yang akan kita pergunakan dalam modul ini adalah dengan
memberi tanda kurung tegak di antara simbol besaran. Sebagai contoh,
dimensi dari besaran-besaran dasar kita tuliskan sebagai [m], [l] dan [t].
Setiap besaran turunan dalam mekanika dapat dinyatakan ke dalam dimensi
besaran dasar. Sebagai contoh, kita ambil besaran kecepatan, yang
1.3
 BIOL4119/MODUL 1
didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh persatuan waktu, dimensinya
dapat dituliskan sebagai.
v 
l 
t 
Demikian pula dengan dimensi luas misalnya, dimana kita ketahui untuk
bentuk yang sederhana, seperti empat persegi panjang, luas adalah panjang
dikali lebar. Karena panjang dan lebar mempunyai dimensi yang sama yaitu
[l], maka dimensi luas dapat dinyatakan sebagai ,
 A  l 
2
Dalam menuliskan dimensi, angka-angka tidak perlu dituliskan,
misalkan untuk luas suatu permukaan bola yang berjari-jari r, besarnya
dinyatakan dengan A = 4r , tetapi dimensinya cukup dituliskan sebagai
[A] = [l]2.
Konsep dimensi juga dipergunakan untuk mengecek suatu persamaan
keadaan. Sebagai contoh, misalkan suatu besaran P didefinisikan dalam
bentuk Persamaan matematis,
2
P  Q  Rt  St 2
dimana t adalah waktu. Dalam fisika, setiap suku dalam Persamaan tersebut
harus mempunyai dimensi yang sama. Jadi, dapat kita tuliskan,
 P  Q   Rt    S t 
2
Jika
P misalkan mempunyai dimensi kecepatan, yaitu
 l t  maka dimensi dari Q, R dan S adalah :
1
[Q]  [ P]  [l ][t ]1
 P   l  / t 
1.4
Fisika Umum I 
[ R] 
[ P] [l ][t ]1

 [l ][t ]2
[t ]
[t ]
[S ] 
[ P] [l ][t ]1

 [l ][t ]3
[t ]2
[t ]2
Kegunaan lain dari konsep dimensi adalah untuk menurunkan satuan.
C. Satuan
Setiap besaran fisika mempunyai satuan yang merupakan ukuran dari
besaran. Dengan adanya satuan maka besaran-besaran fisika dapat diukur,
sehingga dapat dinyatakan secara kuantitatif. Satuan-satuan itu ditetapkan
dengan perjanjian oleh sekelompok masyarakat. Karena itu, setiap bangsa
atau suku bangsa mempunyai sistem satuan masing-masing. Karena
banyaknya sistem satuan di dunia ini, maka diperlukan suatu sistem satuan
standar yang berlaku secara internasional. Pada tahun 1960, berdasarkan hasil
konferensi internasional tentang satuan, ditetapkan sistem satuan standar
yang dikenal sebagai Sistem Internasional (SI). Dalam sistem ini ditetapkan
satuan standar dari besaran dasar mekanika adalah :
meter (m) untuk satuan panjang,
kilogram (kg) untuk satuan massa,
detik (s) untuk satuan waktu.
Sistem satuan ini diadopsi dari sistem MKS (kependekan dari meter,
kilogram, dan second/ detik), yaitu sistem satuan yang sebelumnya sudah
dipergunakan di banyak negara.
Definisi dari satuan standar sampai saat
ini sudah mengalami beberapa kali
perubahan. Satu
meter
mula-mula
didefinisikan sebagai panjang yang sama
dengan sepersepuluh juta panjang ekuator
(garis lintang terbesar pada permukaan
bumi). Kemudian, definisi satuan meter
Gambar 1-1.
mengalami perubahan dan didefinisikan
Meter standar, berbentuk batang
sebagai panjang yang sama dengan
dengan penampang berbentuk
huruf x ,tersimpan di Sevres,
1.650.763,73 kali panjang gelombang
Perancis.
cahaya cerah merah jingga yang
(Dari Online Conversion.com)
1.5
 BIOL4119/MODUL 1
dipancarkan oleh atom kripton. Definisi yang terbaru dari satu meter adalah
panjang yang sama dengan jarak yang ditempuh cahaya di dalam ruang
vakum dalam interval waktu 1/299.792.458 detik. Ukuran dari satu meter
standar dibuat dari bahan platina-iridium yang salah satunya tersimpan di
Biro Pengukuran Internasional di dekat kota Paris, sedangkan beberapa yang
lainnya tersimpan di laboratorium-laboratorium yang tersebar di seluruh
dunia.
Definisi dari satu kilogram mulamula adalah massa yang sama dengan
massa satu liter air murni pada
o
temperatur 20 C dan tekanan 1 atm.
Kemudian sesuai dengan perkembangan
sains dan teknologi, definisinya berubah
menjadi massa yang sama dengan
5,978716 × 1026
kali massa atom
hidrogen.
Gambar 1-2.
Kilogram standar, terbuat dari
Definisi dari satu detik mula-mula
paltina-iridium, tersimpan di Sevres,
adalah interval waktu yang sama dengan
Perancis.
(Dari Online Conversion.com)
1/86.400 rata-rata satu hari matahari (a
mean solar day). Saat ini definisi dari
satu detik adalah interval waktu yang sama dengan waktu yang dibutuhkan
oleh radiasi dari atom caesium untuk bergetar sebanyak 9.192.637.770 kali.
Dalam praktik pengukuran, skala MKS kadang-kadang terlalu kecil atau
terlalu besar. Karena itu, diperlukan satuan-satuan lain yang skalanya lebih
kecil atau lebih besar. Dalam sistem MKS atau dikenal sebagai Sistem
Metrik, penulisan satuan biasanya menggunakan awalan yang menunjukkan
3
kelipatan 10. Sebagai contoh, satu kilogram menunjukkan 10 gram, satu
2
centimeter menunjukkan 10
meter, dan sebagainya. Kata-kata awalan
yang biasa dipergunakan dalam sistem metrik diberikan pada Tabel 1.1.
Kata-kata awalan itu mengikuti kata meter, gram atau detik sesuai dengan
jenis besaran yang diukur. Contohnya adalah kilo-gram, centi-meter, milidetik, dan sebagainya.
1.6
Fisika Umum I 
Tabel 1.1
Awalan pada Sistem Metrik
Awalan
Arti
Simbol Faktor Awalan Arti Awalan Simbol Faktor
Awalan
konvensi
konvensi
Tera
Giga
Mega
Kilo
setrilyun
semilyar
Sejuta
Seribu
T
G
M
k
Hekto
Seratus
h
Deka
sepuluh
da
10 12
10 9
10 6
10 3
2
10
10
Desi
Centi
Mili
Mikro
sepersepuluh
seperseratus
sepersribu
sepersejuta
d
c
m

10 -1
10 -2
10 -3
10 -6
Nano
sepersemilyar
n
10 -9
Piko
sepersetrilyun
p
10 -12
Meter, gram, dan detik (second) sebagai satuan diberi simbol m, g dan s.
Simbol satuan ditulis dengan huruf tegak. Jadi, simbol satuan standar (SI)
3
adalah m, kg dan s, dimana 1 kg = 10 g (lihat Tabel 1.1). Dari Tabel 1.1
kita ketahui besarnya,
1 m = 10-3 km = 103 mm = … dan seterusnya
6
1 kg = 103 g
= 10-6 Gg = 10 mg = ... dan seterusnya
1 s = 10-3 ms = 10-6 s = 10-9 ns = … dan seterusnya.
Untuk satuan waktu yang lebih besar dari 60 s biasanya dikonversi
terhadap satuan menit, jam, hari, tahun, dan seterusnya, dengan faktor
konversi sebagai berikut :
1 tahun = 365,25 hari
1 hari = 24 jam
1 jam = 60 menit
1 menit = 60 detik
Penulisan satuan dari besaran turunan dapat ditentukan berdasar-kan
analisis dimensi. Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan satuan dari
besaran turunan,
1.7
 BIOL4119/MODUL 1
Besaran
Luas
Volume
Kecepatan
Dimensi
2
Satuan (SI)
[A] = [l]
[V] = [l]3
[v] = [l]/[t] =[l][t] -1
m2
m3
m/s = ms-1
Beberapa satuan dari besaran turunan diberi nama sendiri, biasanya
sebagai penghargaan terhadap orang-orang yang telah berjasa besar di bidang
fisika. Berikut ini adalah beberapa satuan dari besaran turunan dalam
mekanika dengan faktor konversinya,
Besaran
Gaya
Satuan
newton
dyne
Simbol
N
dyne
Konversi ke-SI
1N = 1 kg.m/s2
1 dyne = 105 N
Energi
joule
erg
J
erg
1 J = 1 Nm
1 erg = 107 J
Daya
watt
W
1 W = 1 J/s
Penulisan satuan lain yang tidak mempunyai nama khusus dituliskan
berdasarkan analisis dimensinya. Sebagai contoh, besaran momentum (p)
didefinisikan sebagai hasil kali antara massa dan kecepatan
maka
dimensinya adalah :
[ p]  [m][v]  [m][l ][t ]1
sehingga satuannya dalam SI adalah kg.ms-1 .
Beberapa besaran turunan dinyatakan dalam besaran spesifik, yaitu
dinyatakan persatuan volume atau persatuan massa. Berikut ini adalah
beberapa contoh besaran spesifik :
Besaran
Kerapatan massa
Kerapatan energi
Simbol
 = m/V
 = E/V
Satuan
kg/m3
J/m3
1.8
Fisika Umum I 
Kerapatan massa adalah massa persatuan volume, sering disebut massa jenis.
Kerapatan energi adalah energi persatuan volume, juga sering disebut energi
jenis.
Penggunaan satuan harus konsisten, khususnya dalam menyelesaikan
masalah fisika. Jika satu besaran kita nyatakan dalam SI maka besaran
lainnya harus kita konversi ke satuan SI. Sebagai contoh, misalkan kita akan
menghitung besarnya gaya yang menyebabkan sebuah benda yang massanya
m = 100 gram dapat bergerak dengan percepatan a = 5 m/s2 , dengan
menggunakan rumus F = ma. Jika kita akan menggunakan satuan SI, maka
satuan massa harus diubah ke dalam kg, atau m = 100 g = 0,1 kg. Dengan
2
2
demikian, kita dapatkan, F = (0,1 kg)(5 m/s ) = 0,5 kg m/s = 0,5 N.
Selain SI ada beberapa sistem satuan lain yang sering dipergunakan,
misalkan sistem cgs, yaitu kependekan dari centimeter, gram, dan second,
dimana besaran-besaran dasar dinyatakan dalam satuan-satuan ini sebagai
satuan standarnya. Sistem satuan yang lain adalah sistem Inggris (British
Unit) yang menggunakan satuan standar feet (ft), pound (lb) dan second (s),
masing-masing untuk satuan panjang, gaya dan waktu. Kita lihat pada sistem
Inggris, gaya yang merupakan besaran turunan, dipakai sebagai standar. Pada
sistem ini, massa yang merupakan besaran dasar, satuannya diturunkan dari
satuan gaya. Satuan massa pada sistem ini adalah slug. Konversi satuan
sistem Inggris terhadap SI adalah sebagai berikut :
1 ft = 0,305 m
1 lb = 4,45 N
1 slug = 14,6 kg
Dalam BMP Fisika Umum I ini kita lebih banyak menggunakan satuan
SI dalam menyelesaikan masalah-masalah fisika. Karena itu, jika ada
penggunaan sistem satuan lain di dalam soal-soal, baik pada Contoh Soal,
Latihan maupun Tes Formatif, maka dalam penyelesaian soal akan lebih
mudah jika kita konversikan dahulu sistem satuannya ke dalam SI.
1.9
 BIOL4119/MODUL 1
D. Ukuran Benda-Benda
Ukuran panjang satu meter
dalam kehidupan sehari-hari kirakira sama dengan rata-rata tinggi
badan anak Sekolah Dasar kelas3. Kelipatan sepuluhnya, yaitu
dalam orde puluhan meter kirakira sama dengan rata-rata tinggi
pepohonan
(tanaman keras).
Kemudian, dalam orde ratusan
meter kira-kira sama dengan
tinggi gedung-gedung pencakar
langit. Ukuran jarak atau panjang
lainnya dalam skala 10-18 m –
1027 m di alam semesta ini dapat
dilihat pada Tabel 1.2.
Ukuran waktu yang biasa kita
alami adalah detik, menit, jam,
hari, bulan dan tahun. Ukuranukuran
lainnya,
misalkan
mikrodetik, satu tahun cahaya,
dan sebagainya hanya kita jumpai
di laboratorium atau secara
teoritis saja. Interval waktu dari
beberapa peristiwa di alam
semesta ini, dalam skala 10-24 s –
1018 s , dapat dilihat pada Tabel
1.3.
Ukuran massa satu kilogram
adalah massa dari satu liter air.
Kelipatan
sepuluhnya,
yaitu
dalam orde puluhan kilogram
adalah massa dari anak-anak
sampai orang dewasa. Selanjutnya, dalam orde ratusan kilogram
adalah berat hewan-hewan seperti
Tabel 1.2
Ukuran Jarak/panjang di alam semesta
Meter
1027
Batas pandangan alam semesta
1024
Galaksi terdekat
1021
Radius galaksi kita
1018
Bintang terdekat (alpha centauri)
1 tahun cahaya
1015
Radius orbit Pluto
1012
Jarak Bumi-Matahari
109
Jarak Bumi-Bulan
106
Jarak Anyer-Panarukan
103
Tinggi gunung-gunung di dunia
Tinggi manusia
1
1 cm
103
Ukuran kristal garam
6
10
Ukuran virus
Radius atom hidrogen
109
12
10
Radius nuklir (inti atom)
1015
Tabel 1.3
Ukuran interval waktu di alam semesta
Detik (s)
1018
15
10
1012
9
Umur alam semesta
Umur Bumi
Manusia pertama
Umur piramida
10
Umur hidup manusia
106
1 tahun = 3,156 ´107 s
1 hari = 8,64 ´104 s
103
1
Waktu tempuh cahaya
Matahari sampai ke Bumi
Interval detak jantung
10-3
-6
Perioda gelombang bunyi
10
Perioda gelombang radio
10-9
Cahaya merambat
sejauh 1 ft
10-12
Perioda vibrasi molekul
10-15
Perioda vibrasi atom
-18
10
10-21
-24
10
Cahaya merambat
sejauh diameter atom
Perioda vibrasi nuklir
Cahaya merambat sejauh
diameter nuklir
1.10
Fisika Umum I 
kerbau, sapi, kuda,dan sebagainya.
Ukuran massa lainnya dalam skala 1030
kg – 1050 kg di alam semesta ini
dapat dilihat pada Tabel 1.4.
kilogram
1050
1040
E. Ketelitian dan Angka Berarti
(Significant Number)
30
Dalam menyajikan angka-angka
hasil pengukuran biasanya dituliskan
dalam bentuk angka berarti (angka
signifikan). Jika mengukur suatu
besaran, misalkan panjang suatu benda,
dengan menggunakan suatu alat ukur
secara berulang-ulang, maka kita
dapatkan hasil pengukuran yang tidak
tepat sama, atau berbeda-beda,
disebabkan oleh ketidak-telitian kita
membaca hasil pengukuran. Hasil yang
kita sajikan biasanya berupa angka
rata-rata diikuti dengan kesalahannya.
Misalkan x adalah rata-rata hasil
pengukuran dan x adalah kesalahan
pengukuran, maka hasil pengukuran
dinyatakan dengan x  x . Harga
x dan x dinyatakan dalam
bentuk angka berarti (angka
signifikan), atau angka yang dapat
dipercaya tingkat ketelitiannya.
Dalam mengukur panjang suatu
benda
dengan
menggunakan
mistar biasa, tingkat ketelitian
yang tertera pada alat adalah
mencapai 1 mm. Misalkan dari
hasil pengukuran kita dapatkan
Tabel 1.4
Ukuran massa di alam semesta
Alam semesta
Galaksi kita
10
Matahari
1020
Bumi
Bulan
1010
Kapal penumpang
terbesar
1
1 gram
10-10
10-20
10-30
Tetes air
Atom uranium
Proton
Elektron
Gambar 1-3
Model tata surya kita. (Diambil dari
http://billchair.wordpress.com)
Gambar 1-4
Mikro organisme.
(Diambil dari http://educorolla2.blogspot.com)
 BIOL4119/MODUL 1
1.11
x  217 mm  21,7 cm
x  1 mm  0,1 cm ,
dan
maka
hasil
pengukurannya kita tuliskan sebagai  21,7  0,1 cm , artinya hasil
pengukurannya berkisar antara 21,6 cm s.d. 21,8 cm.
Hasil perkalian dari dua angka signifikan dituliskan dalam angka
signifikan yang paling rendah ketelitiannya. Misalkan kita akan mengalikan
dua angka signifikan 21,7 ´ 5,65 maka kita dapatkan hasilnya 122,605 dan
kita tuliskan 122,6 sesuai dengan angka signifikan dengan ketelitian yang
terendah.
F. Panjang Karakteristik dan Kekuatan Organisme
Sifat-sifat biologis dari suatu organisme tergantung pada sifat
geometrinya seperti panjang, luas, dan volume dari tubuhnya. Untuk bendabenda yang bentuk geometrinya teratur, lebih mudah menghubungkan sifatsifat ini. Untuk melakukan hal itu, kita pergunakan istilah panjang
karakteristik (L) dari setiap benda. Untuk benda berbentuk kubus, panjang
karakteristiknya adalah panjang rusuknya. Untuk benda berbentuk lingkaran,
panjang karakteristiknya adalah jari-jari lingkaran. Selanjutnya, kita ketahui
bahwa luas bidang/permukaan benda sebanding dengan L2 dan volume benda
sebanding dengan L3. Lebih jauh lagi, jika benda mempunyai kerapatan
massa yang homogen maka massanya sebanding dengan L3.
Panjang karakteristik dari organisme lebih sulit ditentukan karena
bentuknya yang tidak persis seperti kubus atau lingkaran, namun masih dapat
ditentukan secara pendekatan. Sebagai contoh, panjang karakteristik untuk
manusia dianggap sama dengan tingginya dan untuk seekor anjing kira-kira
sama dengan panjang tubuhnya.
Salah satu sifat biologis yang berhubungan dengan panjang karakteristik
organisme adalah kekuatannya. Seorang manusia dewasa (massanya ≅ 60
kg) hanya mampu mengangkat beban yang beratnya kira-kira sama dengan
berat tubuhnya, tetapi seekor belalang (massanya ≅ 1 g) mampu mengangkat
beban yang beratnya sampai 15 kali berat tubuhnya. Kunci dari kekuatan ini
adalah pada otot-ototnya. Semua otot tersusun dari sekumpulan serat-serat
otot. Serat-serat otot ini besarnya hampir sama dan termuat dengan kerapatan
yang hampir sama pada otot-otot dari organisme yang berbeda. Kekuatan otot
secara pendekatan sebanding dengan banyaknya serat otot yang terkandung
di dalamnya. Luas otot pada suatu organisme secara pendekatan sebanding
1.12
Fisika Umum I 
dengan luas penampang karakteristiknya, sehingga dapat kita katakan bahwa
kekuatan organisme ∝ L2 (∝ artinya sebanding).
Untuk membandingkan kekuatan dari dua organisme yang berbeda kita
bandingkan kekuatan spesifiknya, yaitu kekuatan persatuan massa. Dari
pembahasan di atas, kekuatan spesifik dapat dinyatakan dengan,
kekuatan
L2 1
Kekuatan spesifik =


massa
L3 L
Jika kita misalkan L (manusia) ≅ 160 cm dan L (belalang) ≅ 2 cm maka
dapat kita tuliskan
Kekuatan spesifik belalang 1 L (belalang)

Kekuatan spesifik manusia 1 L (manusia)
1 2 (cm)
1 160 (cm)
160 (cm)

2 (cm)
 80
Perkiraan di atas ternyata terlalu besar karena kenyataannya
perbandingan kekuatan spesifik antara belalang dan manusia hanya 15. Ini
berarti ada faktor lain yang ikut menentukan kekuatan organisme, salah
satunya adalah bagaimana organisme dapat memanfaatkan kapasitas ototnya
seefisien mungkin.

Contoh 1.1 :
Besaran percepatan (a) didefinisikan sebagai perubahan kecepatan persatuan
waktu. Tuliskan dimensi dan satuan dari percepatan.
Penyelesaian :
Dari definisi dapat kita tuliskan,
a
perubahan kecepatan v

perubahan waktu
t
1.13
 BIOL4119/MODUL 1
dengan  (delta) menyatakan simbol perubahan. Dimensi dari v adalah
dimensi kecepatan dan dimensi dari t adalah dimensi waktu sehingga dapat
kita tuliskan
[v ]
[a] 
 [v][t ]1
[t ]
Dari uraian sebelumnya diketahui,
[v]  [l ][t ]1
sehingga,
[a]  [l ][t ]1[t ]1  [l ][t ]2
dan berdasarkan dimensinya maka satuan percepatan dalam SI adalah ms-2.
Contoh 1.2 :
Berdasarkan definisi dari meter standar, perkirakanlah besarnya jejari bumi.
Penyelesaian :
Kita misalkan bumi berbentuk bola dengan jejari R. Panjang ekuator bumi
adalah keliling lingkaran dengan jejari R,
L  2R
Berdasarkan definisi meter standar, kita dapatkan,
1m 
L
2R

6
40 ´10
40 ´106

R
4 ´ 107
 6,37 ´ 106 m
2
Contoh 1.3 :
Diketahui massa jenis air murni (air) besarnya 1 g/cm3. Nyatakan besarnya
massa jenis air dalam SI.
1.14
Fisika Umum I 
Penyelesaian :
Kita ketahui,
1 kg = 10 3 g
1 cm = 10 -2 m


1 g = 10 -3 kg
1 cm3 = (10 -2)3 m3 = 10 -6 m3 .
Jadi kita dapatkan,
air  1 g/cm3 
103
kg/m3  103 kg/m3
106
Contoh 1.4 :
Berapakah besarnya 1 km jika dinyatakan dalam satuan ft ?
Penyelesaian :
1 ft  0,305 m

1 km  103 m  103 ´
1m
1
ft
0,305
1
ft  3278, 689 ft
0,305
G. Besaran Skalar dan Besaran Vektor
Dalam fisika dikenal ada besaran-besaran yang hanya dicirikan oleh
besar atau nilainya saja dan ada juga besaran-besaran yang dicirikan dengan
besar dan arahnya. Besaran yang hanya mempunyai besar saja dan tidak
mempunyai arah dikenal sebagai besaran skalar. Contohnya adalah massa,
volume, massa jenis, waktu dan seterusnya. Besaran yang mempunyai besar
dan arah dikenal sebagai besaran vektor. Contohnya adalah kecepatan,
percepatan, gaya dan seterusnya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, setiap besaran dapat dinyatakan
dengan simbol besaran. Untuk membedakan besaran vektor dengan besaran
skalar, biasanya besaran vektor dituliskan dengan cetak tebal atau dengan
tanda garis diatasnya. Sebagai Contoh, vektor gaya dituliskan dengan simbol

F (huruf dengan cetak tebal) atau F (huruf F miring dengan tanda panah di
atasnya).
Ada kalanya suatu besaran vektor hanya ditinjau besarnya saja sehingga
dituliskan seperti simbol besaran skalar. Sebagai Contoh, jika vektor gaya
1.15
 BIOL4119/MODUL 1
hanya kita tinjau besarnya saja maka
(a)
dituliskan dengan simbol F saja (tanpa cetak
tebal atau tanda garis di atasnya). Besaran
vektor biasanya direpresentasikan dengan
(c)
(b)
gambar, yaitu dengan gambar anak panah
Gambar 1.5.
seperti pada Gambar 1.5, dimana Gambar 1.5a
Representasi vektor dengan
menunjukkan vektor tampak dari samping,
gambar.
Gambar 1.5b menunjukkan vektor tampak
dari belakang dengan arah vektor tegak lurus
v1
bidang gambar menjauhi kita, dan Gambar
v 2 = 2v1
1.5c menunjukkan vektor tampak dari depan
(a)
dengan arah vektor tegak lurus bidang gambar
menuju kita. Dengan menampilkan gambar ini
(b)
panjang vektor menunjukkan perbandingan
v3 = - v1
besar vektor, dan arah panah (ujung vektor)
menunjukkan arah vektor.
Gambar 1.6.
Perbandingan vektor
Gambar 1.6 menunjukkan perbandingan
dua vektor yang sejenis, masing-masing
dengan arah yang sama dan dengan arah yang berlawanan. Vektor yang
sejenis maksudnya adalah vektor yang menunjukkan besaran fisika yang
sama.
H. Vektor Satuan
Setiap vektor dapat dituliskan ke dalam vektor
satuan-nya. Sebagai contoh, misalkan û adalah
vektor satuan yang searah dengan vektor v , dan
besar vektor v adalah v maka vektor v dapat
dituliskan dalam bentuk.
v  v uˆ
û
v = 2uˆ
Gambar 1.7.
Vektor satuan
(1.1)
dengan besar vektor satuan u =1. Gambar 1.7 menyatakan vektor satuan û
yang searah dengan v . Jadi, vektor satuan dapat dikatakan sebagai vektor
yang besarnya (harganya) satu. Vektor satuan dituliskan dengan simbol yang
bertanda ‘payung’ di atasnya atau dituliskan dengan huruf tebal. Vektor
1.16
Fisika Umum I 
satuan pada arah sumbu x, y dan z, biasanya dinyatakan dengan simbol
i , j dan k .
I. Penjumlahan Vektor
Beberapa vektor (sejenis) dapat dijumlahkan sehingga menghasilkan
sebuah vektor baru yang dikenal sebagai vektor resultan. Ada beberapa cara
penjumlahan vektor, diantaranya adalah dengan metode jajaran genjang dan
metode uraian. Di sini kita akan mempelajari kedua metode ini.
1.
Metode Jajaran Genjang
Menjumlahkan vektor dengan metode ini
pada prinsipnya adalah membentuk jajaran
genjang dari setiap dua vektor yang akan
dijumlahkan,
dan
diagonal
panjangnya
menyatakan vektor resultannya. Sebagai contoh,
misalkan kita akan menjumlahkan dua buah
vektor v1 dan v 2 seperti pada Gambar 1.8.
vr
v1
O
v2
Gambar 1.8.
Metode jajaran genjang.
Cara menjumlahkan adalah sebagai berikut :
1. Letakkan titik pangkal kedua vektor pada satu titik pangkal (berhimpit)
2. Bentuklah jajaran genjang dengan sisi-sisi sejajarnya adalah vektor v1
dan v 2
3.
Tariklah diagonal jajaran genjang melalui titik pangkalnya, dan diagonal
ini menunjukkan vektor resultan v r . Vektor resultan tersebut
menyatakan hasil penjumlahan antara vektor v1
dan v 2 , atau kita
tuliskan,
vr  v1  v2
(1.2)
Besar vektor resultan dinyatakan dengan,
vr  v12  v2 2  2v1v2 cos 
(1.3)
1.17
 BIOL4119/MODUL 1
dengan v1 dan v2 menyatakan besar vektor v1 dan v 2 , dan  adalah sudut
yang dibentuk oleh vektor v1 dan v 2 .
Jika kita ingin menjumlahkan lebih
dari dua vektor maka kita harus membuat
jajaran genjang kedua, ketiga, dan
seterusnya, dengan vektor-vektor resultan
menjadi salah satu sisi jajaran genjang.
Sebagai contoh, misalkan kita akan
menjumlahkan tiga buah vektor v1 , v 2 , v3
seperti pada Gambar 1.9. Dengan metode
jajaran genjang untuk penjumlahan vektor
v1 dan v 2 kita dapatkan vektor resultan
v r1
v1
v2
vr 2
O
v3
Gambar 1.9.
Penjumlahan 3 buah vektor dengan
metode jajaran genjang.
v r1 . Selanjutnya, dengan cara yang sama
kita jumlahkan vektor v r1 dengan v3 menghasilkan vektor resultan vr 2 . Jadi
dapat kita tuliskan,
vr1  v1  v2
(1.4)
vr 2  vr1  v3  v1  v2  v3
(1.5)
dengan besar vektornya,
vr1  v12  v22  2v1v2 cos 1
(1.6)
vr 2  vr21  v32  2vr1v3 cos 2
(1.7)
dengan 1 adalah sudut antara v1 dan v2 , dan  2 adalah sudut antara
vr1 dan v3 .
Dengan cara yang sama kita dapat menjumlahkan banyak vektor dengan
metode jajaran genjang. Penjumlahan vektor dapat pula berupa pengurangan
vektor. Jika vektor v r merupakan hasil pengurangan vektor v1 dengan v 2
maka dapat kita tuliskan,
1.18
Fisika Umum I 
vr  v1  v2  v1  (v2 )
vr  v1  v 2
(1.8)
dengan vektor v2 adalah vektor yang
besarnya sama dengan v2 tetapi arahnya
o
berlawanan (berbeda 180 ) dengan
vektor v 2 . Gambar 1.10 menunjukkan
v1
-v2
Gambar 1.10.
Pengurangan vektor.
dinyatakan dengan,
v2
vr = v1  v2
Gambar1.11.
Dua vektor sejajar
Dari Persamaan (1.9) kita dapatkan
bentuk khusus jika  besarnya 0o, 90o,
180o, dan seterusnya. Untuk  = 0o,
artinya vektor v1 dan v2 sejajar atau
berhimpit, maka cos  = 1 sehingga
besar vektor resultannya
 v1  v2
(1.10)
Untuk  = 90o , artinya vektor v1 dan v2
saling tegak lurus, maka cos  = 0,
sehingga besar vektor resultannya,
vr  v12  v22
v1
(1.9)
dengan  adalah sudut antara vektor
v1 dan v2 .
vr  v12  v22  2v1v2
v2
O
pengurangan vektor yang dinyatakan
oleh Persamaan (1.8). Dari Gambar
tersebut besar vektor
v r dapat
vr  v12  v22  2v1v2 cos 

(1.11)
vr = v12  v22
v2
O
v1
Gambar1.12.
Dua vektor saling tegak lurus.
1.19
 BIOL4119/MODUL 1
Untuk  = 180o , artinya vektor
v1 dan v2 saling tegak lurus, maka cos  = 1, sehingga besar vektor resultannya,
vr  v12  v22  2v1v2
v2
(1.12)
 v1  v2
vr = v1 - v2
O
v1
Gambar1.13.
Dua vektor berlawanan arah.
dengan tanda harga mutlak menunjukkan bahwa besar vektor selalu berharga
positif.
2.
Metode Uraian
Kita ketahui bahwa dua buah vektor dapat dijumlahkan dan
menghasilkan sebuah vektor baru yang disebut vektor resultan. Secara logika
kita dapat menganggap setiap vektor sebagai vektor resultan yang dapat
diuraikan ke dalam komponen-komponennya. Gambar 1.14 menunjukkan
penguraian sebuah vektor ke dalam komponen-komponennya. Gambar 1.14a
menunjukkan uraian vektor v ke dalam komponen-komponennya pada arah
sembarang. Vektor v1 dan v 2 adalah komponen dari vektor v .
v
v2
O
v1
(a)
y
v
vy
O
vx x
(b)
Gambar 1.14.
Uraian vektor :
(a) pada sembarang arah
(b) pada arah sumbu - x dan y
Gambar 1.14b menunjukkan uraian vektor v pada sistem koordinat
Cartesian dengan v x dan v y masing-masing adalah vektor komponen pada
arah sumbu - x dan y. Vektor v dapat dinyatakan sebagai,
1.20
Fisika Umum I 
v  vx  v y
(1.13)
Jika i dan j menyatakan vektor-vektor satuan pada arah sumbu x dan y,
maka komponen vektor v dapat kita tuliskan sebagai
vx  vx i
dengan vx
dan v y
dan
v y  vy j
(1.14)
masing-masing menyatakan besar vektor v x dan v y .
Jadi, dengan menggunakan vektor satuan dapat kita tuliskan
v  vx i  vy j
(1.15)
Jika vektor v arahnya membentuk sudut  terhadap sumbu x positif maka
besarnya vektor komponen dapat dinyatakan dengan
vx  v cos 
(1.16)
vy  v sin 
(1.17)
dengan v adalah besar vektor v .
Dengan metode uraian kita
dapat menjumlahkan beberapa
vektor dengan terlebih dahulu
menguraikan
masing-masing
vektor ke dalam komponennya
pada arah sumbu – x dan y. Sebagai
contoh, misalkan kita akan
menjumlahkan dua buah vektor
v1 dan v2 seperti pada Gambar
1.15.
Cara
menjumlahkannya
adalah sebagai berikut :
y
vr
vry
v2 y
v2
v1
v1 y
O
v2 x
v1x
vrx x
Gambar 1.15.
Penjumlahan dua buah vektor dengan
metode uraian
1) Uraikan vektor v1 dan v2 ke
dalam komponennya pada arah sumbu - x dan y, sehingga kita dapatkan
vektor komponen v1x , v1 y , v2 x dan v2 y . Jika 1 dan 2 adalah sudut-sudut
1.21
 BIOL4119/MODUL 1
v1 dan v2 terhadap sumbu – x, maka besar komponen vektor
v1 dan v2 adalah :
antara
v1x  v1 cos 1
, v1 y  v1 sin 1
v2 x  v2 cos  2
, v2 y  v2 sin  2
2) Jumlahkan vektor-vektor komponen pada arah sumbu x sehingga
dihasilkan vektor resultan pada arah sumbu – x,
vrx  v1x  v2 x
(1.18)
dengan besar vektor
vrx  v1x  v2 x
(1.19)
3) Jumlahkan vektor-vektor komponen pada arah sumbu - y sehingga
dihasilkan vektor resultan pada arah sumbu – y,
vry  v1 y  v2 y
(1.20)
dengan besar vektor,
vry  v1 y  v2 y
(1.21)
4) Vektor resultan v r didapat dengan menjumlahkan vektor resultan
vrx dan vry dengan metode jajaran genjang,
vr  vrx  vry
(1.22)
dengan besar vektor,
vr  vrx2  vry2
Arah vektor resultan terhadap sumbu - x positif adalah,
(1.23)
1.22
Fisika Umum I 
tan  r 
vry
(1.24)
vrx
atau,
 vry 

 vrx 
 r  tan 1 
(1.25)
Secara umum, jika kita akan menjumlahkan n buah vektor, misalkan
v1 , v2 , v3 , . . . , vn maka besar vektor resultan pada arah sumbu - x dan y dapat
dinyatakan dengan,
n
vrx  v1x  v2 x  . . .  vnx   vix
(1.26)
i 1
atau,
n
vry  v1 y  v2 y  . . .  vny   viy
(1.27)
i 1
Contoh 1.5 :
Dua buah vektor yaitu v1 dan v2 membentuk sudut , dan besar masingmasing vektor adalah v1  4 satuan dan v2  6 satuan . Gambarkan dengan
metode jajaran genjang dan tentukan besarnya :
o
a.
v1  v2 untuk  = 60
b.
v1  v2 untuk  = 120
c.
v1  v2 untuk  = 60
d.
v1  v2 untuk  = 120
o
o
o
Penyelesaian :
Dengan metode jajaran genjang dapat kita tentukan resultannya sebagai
berikut:
1.23
 BIOL4119/MODUL 1
a) vr  v12  v22  2v1v2 cos 
 4  6  2(4)(6) cos 60
2
.
2
v2
vr
o
 8, 72 satuan
60o
v1
b) vr  v12  v22  2v1v2 cos 
vr
v2
 42  62  2(4)(6) cos120o
 5, 29 satuan
60o
v1
v2
c) vr  v12  v22  2v1v2 cos 
 42  62  2(4)(6) cos 60o
 5, 29 satuan
60o
v1
-v2
d) vr  v12  v22  2v1v2 cos 
 42  62  2(4)(6) cos120o
 8, 72 satuan
vr
v2
120o
v1
vr
-v2
Gambar 1.16.
Contoh penerapan metode jajaran
genjang.
Contoh 1.6 :
o
Tiga buah vektor v1 , v2 dan v3 , masing-masing membentuk sudut 30 , 120
o
o
dan 210 terhadap sumbu - x positif, dan besarnya adalah v1  4 satuan ,
1.24
Fisika Umum I 
v2  2 satuan dan v3  3 satuan . Tentukan besar dan arah vektor resultan
dengan metode uraian.
Penyelesaian :
Dengan metode uraian kita dapatkan,
y
v2
v1
v1 y
v2 y
120o
v3x
210
30o
o
vrx
v2 x
v1x
v ry
vr
v3 y
v3
Gambar 1.17
Contoh penerapan metode uraian.
v1x  v1 cos30o  (4)(0,87)
v1 y  v1 sin 30  (4)(0,5)
o
 3, 46 satuan
 2 satuan
v2 x  v2 cos120  (2)(0,5)

v2 y  v2 sin120  (2)(0,87)
 1, 73 satuan
o
o
 1 satuan
v3 x  v3 cos 210  (3)(0,87)   2,59satuan
o
v3 y  v3 sin 210o  (3)(0,5)   1,5 satuan
Besar vektor resultan pada arah sumbu - x dan y adalah :
vrx  v1x  v2 x  v3 x  3, 46  1  3,85   1,39 satuan
vry  v1 y  v2 y  v3 y  2  1, 73  1, 75  1,98 satuan
x
1.25
 BIOL4119/MODUL 1
Besar vektor resultannya adalah :
vr  vrx2  vry2  (0,13)2  (2, 23)2  2, 23 satuan
Arah vektor resultan (terhadap sumbu - x positif) adalah
tan  
vry
vrx

2, 23
-0,13

- 17,15
  tan 1  -17,15   8, 66o   273,33o
Contoh 1.7 :
Dua buah vektor pada sistem koordinat kartesian dinyatakan dengan,
v1  3i  4 j dan v2  i  2 j . Tentukan vektor resultan dari v1  v2 dalam
vektor satuan i dan j .
Penyelesaian :
y
v1
j
i
x
v2
Gambar 1.18
Contoh penerapan metode uraian
dengan vector satuan.
v1  3 i  4 j  v1x  3 , v1 y  4
v2  i  2 j
 v2 x  1 , v2 y  2
1.26
Fisika Umum I 
vrx  v1x  v2 x  3  1  4
vry  v1 y  v2 y  4  2  2
vr  v1  v2  vrx i  vry j  4 i  2 j
J. Perkalian Vektor
Perkalian vektor yang sudah kita kenal dari
pembahasan sebelumnya adalah perkalian vektor
dengan skalar. Suatu vektor v1 jika dikalikan
dengan skalar k akan menghasilkan vektor baru,
misalkan v 2 , yang panjangnya (besarnya) k kali
panjang vektor v1 , dan arahnya sama dengan arah
v1 jika k positif, atau berlawanan dengan arah v1
v1
v2 = 3v1
v3 = - 2v1
Gambar 1-19.
Perkalian vektor dengan
skalar.
jika k negatif. Gambar 1.19 menunjukkan contoh
perkalian vektor dengan skalar.
Selain perkalian vektor dengan skalar, dalam perkalian vektor juga
dikenal perkalian antara vektor dan vektor. Ada dua macam perkalian vektor
dengan vektor yaitu perkalian titik (dot product) dan perkalian silang (cross
product). Perkalian titik menghasilkan suatu skalar, dan karena itu perkalian
ini disebut juga produk skalar (scalar product). Perkalian silang
menghasilkan vektor baru dan karenanya perkalain ini disebut juga produk
vektor (vektor product).
Perkalian titik antara dua buah vektor A dan B didefinisikan sebagai :
A  B  AB cos 
(1.28)
dengan A dan B adalah besar masing-masing vektor, dan  adalah sudut yang
dibentuk oleh kedua vektor. Jika kita perhatikan, A cos  adalah panjang
proyeksi vektor A pada vektor B . Jadi, A  B dapat kita katakan sebagai
hasil perkalian antara panjang proyeksi vektor A pada vektor B , dengan
panjang vektor B .
Besaran fisika yang dihasilkan dari hasil perkalian titik dari dua besaran
vektor contohnya adalah kerja (usaha), yang diberi symbol W. Kerja adalah
1.27
 BIOL4119/MODUL 1
hasil perkalian titik antara vektor gaya (F) dan vektor perpindahan/lintasan
(s). Jadi, dapat dituliskan
W = F  s  Fs cos
dengan W adalah besaran scalar.
F
A


A cos 
B
(a)
F cos 
s
(b)
Gambar 1-20.
(a) Perkalian titik menghasilkan scalar.
(b) Kerja adalah hasil perkalian titik antara gaya
dengan lintasan.
Perkalian silang antara vektor A dan B didefinisikan sebagai :
A ´ B  AB sin  . u
(1.29)
dengan u adalah vektor satuan yang arahnya tegak lurus vektor A dan B .
Besar vektor A ´ B adalah :
A ´ B  AB sin 
(1.30)
Gambar 1.21a menunjukkan hasil perkalian silang antara dua vektor A dan
B.
Besaran fisika yang dihasilkan dari hasil perkalian silang dari dua
besaran vektor contohnya adalah momen gaya (). Momen gaya adalah hasil
perkalian silang antara vektor jarak (r) dan vektor gaya (F). Jadi, dapat
dituliskan,
τ = r ´ F  rF sin  .u
dengan  adalah besaran vektor yang searah dengan vektor satuan u , yaitu
tegak lurus vektor r dan F.
1.28
Fisika Umum I 
=rxF
C = Ax B
B
F
r sin 

A

r
(b)
-C = B x A
(a)
Gambar 1-21.
(a) Perkalian silang menghasilkan vektor yang  vector A dan B.
(b) Momen gaya merupakan hasil perkalian silang antara vektor
jarak dengan gaya.
Dalam menentukan arah A ´ B atau B ´ A dipergunakan aturan
sekrup kanan atau aturan tangan kanan. Dengan aturan sekrup kanan
perkalian silang diandaikan dengan pemasangan sekrup. Jika sekrup kita
putar kekanan maka sekrup akan bergerak maju. Perkalian silang A ´ B
diandaikan sebagai perputaran kekanan vektor A ke vektor B sehingga
A ´ B seperti arah gerak sekrup jika diputar kekanan. Analogi ini
digambarkan seperti pada Gambar 1.22a. Aturan tangan kanan pada
prinsipnya sama dengan aturan sekrup kanan. Dengan posisi tangan kanan
seperti pada Gambar 1.22b, dimana perkalian silang digambarkan sebagai
gerak mengepal jari-jari tangan (kecuali ibu jari) sedangkan arah ibu jari
menunjukkan arah vektor hasil perkalian silangnya. Dari gambar 1.22a kita
ketahui bahwa arah vektor A ´ B berlawanan dengan arah B ´ A , atau kita
tuliskan,
A ´ B = -B ´ A
(1.31)
sedangkan besar vektornya sama yaitu AB sin , dimana  adalah sudut
antara vektor A dan B .
1.29
 BIOL4119/MODUL 1
(a)
(b)
Gambar 1-22.
(a) Sekrup kanan
(b) Aturan tangan kanan.
Contoh 1.8 :
Dua buah vektor, yaitu v1 dan v2 masing-masing besarnya 2 satuan dan 3
satuan, dan keduanya membentuk sudut 60o.
a. Tentukan besarnya v1  v2
b.
Tentukan besar dan arah dari v1 ´ v2
Penyelesaian :
Dari soal diketahui v1  2 satuan, v2  3 satuan dan   60o.
a.
Kita pergunakan Persamaan (1.28) :
v1  v2  v1v2 cos 
  2  3 cos 60o
 3 satuan
v1
60o
v2
(a)
b.
Kita pergunakan Persamaan (1.30)
v1 ´ v2  v1v2 sin 
  2  3 sin 60o
 3 3 satuan
Arah v1 ´ v2 adalah seperti pada gambar.
v1 x v2
v2
60 o
(b)
v1
1.30
Fisika Umum I 
Contoh 1.9 :
Besar vektor hasil perkalian titik dan perkalian silang antara dua vektor
v1 dan v2 adalah sebagai berikut :
v1  v2
= 3 satuan
v1 ´ v2 = 2 satuan
Tentukan besarnya sudut antara kedua vektor tersebut.
Penyelesaian :
Dari persamaan (1.28) dan (1.30) dapat kita tuliskan,
v1  v2  v1v2 cos   3
v1 ´ v2  v1v2 sin   2
Dengan membagi kedua persamaan ini kita dapatkan,
v1 ´ v2
v1 • v2

sin 
2
 tan  
cos 
3

  tan 1  32   33, 69o
Catatan :
Dalam
operasi
penjumlahan
vektor,
dimana
vektor-vektornya
merepresentasikan besaran fisika, maka hanya vektor-vektor yang sejenis
yang dapat dijumlahkan, misalkan antara sesama vektor kecepatan, sesama
vektor gaya, dst. Dalam operasi perkalian vektor kita dapat mengalikan dua
buah vektor yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Sebagai contoh kita
dapat mengalikan dua buah vektor panjang sehingga menghasilkan vektor
luas, atau kita dapat mengalikan vektor panjang/jarak ( r ) dengan vektor
gaya ( F ) dengan perkalian silang sehingga menghasilkan vektor momen
gaya (  ), atau dengan perkalian titik sehingga menghasilkan besaran skalar
yaitu kerja (W).
 BIOL4119/MODUL 1
1.31
L AT IH A N 1
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Berapakah faktor konversi dari cm3 ke in3 (inchi kubik) jika diketahui
1cm = 0,3937 in. Berapakah faktor konversinya jika kita akan
mengkonversi dari in3 ke cm3?
2) Besaran gaya didefinisikan sebagai perkalian antara massa dan
percepatan. Tentukan dimensi gaya.
3) Sebuah balok mempunyai ukuran panjang 16 cm, lebar 4 cm, dan tebal 1
cm, dan massanya 200 g. Tentukan massa jenis balok dalam sistem cgs
dan SI.
4) Diketahui dua vektor A dan B dengan besar vektor A = 3 satuan dan B
= 5 satuan. Kedua vektor membentuk sudut 30o.
5) Tentukan :
a. A  B
b. A  B
c. B  A
d. B  A
dengan metode jajaran genjang, dan tentukan besar vektornya.
6) Dua buah vektor v1 dan v2 membentuk sudut 45o dan besar masingmasing vektor v1  3 satuan dan v2  4 satuan .
a. Tentukan besarnya v1  v2
b. Tentukan besar dan arah dari v1 ´ v2
Petunjuk Penyelesaian Latihan
1) Jika 1 cm = 0,3937 in, maka 1 cm3 = (0,3937)3 in3  0,061 in3
Jadi faktor konversinya 0,061.
Dengan cara yang sama dapat ditentukan faktor konversi dari in3
cm3.

1.32
Fisika Umum I 
2) Berdasarkan definisinya, dimensi gaya dapat dituliskan sebagai,
 F   ma
  ml t 
2
, karena
a
 l t  .
2
3) Massa jenis () adalah,

m
V
untuk balok, volumenya adalah V = panjang ´ lebar ´ tebal
Jadi, massa jenis dapat ditentukan.
4) Untuk pertanyaan a) dan b)  lihat Contoh 1.5.
Untuk pertanyaan c) dan d), misalkan vektor A  2 A (vektor yang
searah dengan A dan panjangnya 2A), maka 2 A  B  A  B , demikian
pula 2 A  B  A  B , kemudian kerjakan seperti Contoh 1.5.
5) Lihat Contoh 1.8.
R A NG K UM A N
Besaran adalah sifat kuantitatif dari suatu benda/sistem. Dalam
mekanika dikenal tiga besaran dasar yaitu panjang, massa, dan waktu.
Besaran lainnya merupakan turunan dari besaran-besaran dasar tersebut.
Dimensi adalah cara menyatakan besaran ke dalam besaran
dasarnya.
Satuan adalah ukuran dari besaran. Satuan besaran dasar menurut SI
adalah kilogram (kg) untuk satuan massa, meter (m) untuk satuan
panjang dan detik (s) untuk satuan waktu.
Besaran skalar adalah besaran yang hanya mempunyai besar dan
tidak mempunyai arah.
Besaran vektor adalah besaran yang mempunyai besar dan arah.
Besaran-besaran vektor dapat dijumlahkan dengan menggunakan metode
jajaran genjang maupun dengan metode uraian. Dua buah vektor dapat
dikalikan dengan perkalian titik (dot product) dan perkalian silang (cross
product). Perkalian titik menghasilkan sebuah besaran skalar, dan
1.33
 BIOL4119/MODUL 1
perkalian silang menghasilkan sebuah vektor baru dengan arah  kedua
vektor asal.
T E S F OR MA TIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Massa jenis adalah massa persatuan volume. Dimensi dari massa jenis
adalah :
A.
B.
 ml 
3
 ml 
2
C.
D
 ml 
3
 ml 
2
2) Sebuah papan mempunyai ukuran panjang 4 m, lebar 30 cm, dan tebal
25 mm. Volume papan tersebut adalah :
A. 3 m3
C. 0,03 m3
3
B. 0,3 m
D. 0,003 m3
3) Dua buah vektor besarnya masing-masing 2 satuan dan 3 satuan. Jika
kedua vektor dijumlahkan dihasilkan vektor resultan yang besarnya 4
satuan. Besarnya sudut antara kedua vektor adalah :
A. 75,5o
C. 15,5o
o
B. 65,5
D. 45,5o
4) Dua buah vektor besarnya masing-masing 4 satuan dan 6 satuan, dan
masing-masing membentuk sudut 30o dan 60o terhadap sumbu - x positif
pada sistem koordinat Cartesian. Jika kedua vektor dijumlahkan dengan
cara uraian maka komponen resultan pada arah sumbu - x besarnya . . .
A. 2  3 3 satuan
C. 3  2 3 satuan
B.
2  3 2 satuan
D. 3  2 2 satuan
5) Dari soal No.4), komponen resultan pada arah sumbu - y besarnya . . .
A. 2  3 3 satuan
C. 3  2 3 satuan
B.
2  3 2 satuan
D. 3  2 2 satuan
6) Dari soal No.4), besarnya vektor resultan adalah:
A. 9,72 satuan
C. 5,28 satuan
B. 7,93 satuan
D. 3,92 satuan
1.34
Fisika Umum I 
7) Dua buah vektor besarnya masing-masing 4 satuan dan 5 satuan, dan
keduanya mem-bentuk sudut 60o. Hasil perkalian titik kedua vektor
tersebut adalah :
A. 20 satuan
C. 10 satuan
B. 20 3 satuan
D. 10 3 satuan
8) Dari soal No.7), hasil perkalian silang kedua vektor besarnya . . .
A. 20 satuan
C. 10 satuan
B. 20 3 satuan
D. 10 3 satuan
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
Tingkat penguasaan =
Jumlah Jawaban yang Benar
´ 100%
Jumlah Soal
Arti tingkat penguasaan : 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.
1.35
 BIOL4119/MODUL 1
Kegiatan Belajar 2
Kinematika
Gerak Satu dan Dua Dimensi
P
ada Kegiatan Belajar 2 ini kita akan mempelajari tentang gerak benda
tanpa memandang penyebab geraknya. Pembahasan ini dikenal sebagai
kinematika. Pembahasan tentang gerak dengan memperhitungkan penyebab
geraknya dikenal sebagai dinamika, yang akan kita pelajari pada kegiatan
belajar berikutnya. Dalam pembahasan kinematika dan dinamika, khususnya
untuk Modul 1 dan 2, bentuk dan ukuran benda (yang kita bahas) diabaikan,
dan setiap benda dianggap sebagai benda titik sampai nanti kita mempelajari
mekanika benda tegar pada Modul 3, dimana kita akan mempelajari bentuk
dan ukuran benda berpengaruh pada sifat gerak benda. Pembahasan tentang
gerak dalam mekanika pada pokok bahasan ini kita batasi hanya pada gerak
satu dan dua dimensi. Pada pembahasan tentang gerak dua dimensi kita akan
mempelajari gerak lengkung pada bidang datar, diantaranya, adalah gerak
peluru dan gerak melingkar. Di samping itu, sebagai penerapan dari apa yang
telah kita pelajari pada kegiatan belajar sebelumnya, yaitu tentang vektor,
kita juga akan mempelajari tentang gerak relatif.
A. Gerak dan Kerangka Acuan
Gerak adalah perubahan posisi
pada suatu kerangka acuan. Pada
dasarnya kita bebas menentukan
kerangka
acuan,
tetapi
untuk
memudahkan menganalisa sebaiknya
kita memilih kerangka acuan yang
sederhana. Sistem koordinat Cartesian
dapat kita pilih sebagai kerangka acuan.
Dalam sistem koordinat ini, posisi
suatu benda dinyatakan sebagai satu
titik koordinat, dan perubahan posisi
benda adalah perubahan koordinatnya.
Gambar
1.23
merepresentasikan
perubahan posisi benda dari titik
y
(x1 , y1 )
y1
(x2 , y2 )
y2
x1
x2
Gambar 1-23.
Perubahan posisi pada sistem koordinat kartesian.
x
1.36
 x1 , y1 
Fisika Umum I 
ke titik  x2 , y2  pada sistem koordinat Cartesian.
B. Kecepatan dan Percepatan
Marilah kita pandang gerak benda pada satu lintasan lurus, misalkan
gerak sepanjang sumbu-x seperti pada Gambar 1.24. Titik-O merupakan titik
acuan. Misalkan benda bergerak melalui titik A dan B. Ketika benda melalui
titik A, yang berjarak x1 dari titik-O, kita catat waktu tempuhnya t1 .
Kemudian ketika melalui titik B, yang berjarak x2 dari titik-O, kita catat
waktu tempuhnya t2 . Jadi dalam selang waktu t  t2  t1 benda menempuh
jarak x  x2  x1 . Kecepatan rata-rata benda  v  dalam selang waktu t
didefinisikan sebagai,
v
x
t
(1.32)
O
x1
B
A
x
x2
Gambar 1-24.
Gerak sepanjang sumbu - x
Jika selang waktu t sangat kecil, atau t  0, maka benda dapat
dianggap belum beranjak dari tempatnya sehingga kecepatan rata-ratanya
dapat dianggap sebagai kecepatan sesaat, yaitu kecepatan pada saat benda
mulai diamati. Karena itu, kecepatan sesaat  v  dapat didefinisikan sebagai,
v  lim
t  0
x
t
(1.33)
Persamaan (1.33) dapat dinyatakan dalam bentuk diferensial,
v
dx
dt
(1.34)
1.37
 BIOL4119/MODUL 1
dan Persamaan (1.34) menyatakan bahwa kecepatan (sesaat) merupakan
turunan pertama dari lintasan (perpindahan/perubahan posisi) terhadap
waktu. Satuan dari kecepatan adalah satuan panjang (jarak) persatuan waktu.
Dalam SI satuannya adalah meter perdetik (m/s).
Secara umum perubahan lintasan dinyatakan dengan s, dan kecepatan
rata-rata serta kecepatan sesaat dinyatakan dengan :
v
s
t
v  lim
t 0
(1.35)
s
ds

t
dt
(1.36)
Jadi, secara matematis dapat kita katakan bahwa kecepatan adalah
turunan pertama lintasan terhadap waktu. Satuan kecepatan menurut SI
adalah meter per second (m/s).
v1
O
v2
A
B
x
t
Gambar 1-25.
Gerak sepanjang sumbu – x dengan perubahan kecepatan.
Apabila kecepatan suatu benda tidak konstan artinya berubah terhadap
perubahan waktu maka dikatakan benda mengalami percepatan. Gambar 1-25
menunjukkan gerak sepanjang sumbu-x dengan perubahan kecepatan. Pada
saat t1 benda berada di titik A dengan kecepatan v1 dan pada saat t2 benda
berada di titik B dengan kecepatan v2 , maka dalam selang waktu t  t2  t1
besarnya perubahan kecepatan adalah v  v2  v1 . Percepatan rata-rata  a 
dalam selang waktu t didefinisikan sebagai :
a
v
t
(1.37)
1.38
Fisika Umum I 
dan jika t sangat kecil, atau
percepatan sesaat,
t  0, maka percepatan rata-rata menjadi
v
t 0 t
a  lim
(1.38)
atau dalam bentuk diferensial,
a
dv
dt
(1.39)
Jadi, dapat kita katakan bahwa percepatan adalah turunan pertama
kecepatan terhadap waktu. Satuan percepatan menurut SI adalah meter
persecond kuadrat (m/s2).
Dari pembahasan di atas kita ketahui bahwa jika lintasan gerak suatu
benda diketahui maka dapat ditentukan kecepatan dan percepatannya dengan
menggunakan Persamaan (1.36) dan (1.39). Sebaliknya, kita juga dapat
menentukan kecepatan atau lintasan suatu benda jika diketahui percepatan
atau kecepatannya, yaitu dengan cara mengintegrasi percepatan atau
kecepatan terhadap t.
v   a dt
(1.40)
s   v dt
(1.41)
Contoh 1.10 :
Seorang pengendara mobil mengamati perubahan penunjukan kilometer pada
speedometer terhadap waktu sebagai berikut :
Pk.
Km
a.
b.
c.
d.
01.30
120
01.50
140
02.40
150
03.40
200
03.45
200
03.55
205
04.05
215
Buatlah grafik jarak tempuh terhadap waktu dari data-data tersebut.
Tentukan besarnya kecepatan rata-rata pada setiap subinterval waktu
Apa yang terjadi pada pk. 03.42 ?
Tentukan kecepatan rata-rata untuk seluruh selang waktu
1.39
 BIOL4119/MODUL 1
Penyelesaian :
a. Untuk lebih memudahkan menggambar grafiknya maka data waktu
kita ubah dahulu, yaitu dari ‘pk. Berapa’ ke ‘menit ke berapa’
dengan mengambil pk 1.30 sebagai menit ke nol, dan kita dapatkan :
mnt
Km
0
120
20
140
70
150
130
200
135
200
145
205
155
215
Grafik x terhadap t adalah sebagai berikut :
220
200
x
180
160
140
120
0
50
100
150
200
Gambar 1.26
Grafik perubahan gerak suatu benda.
b.
Untuk menghitung kecepatan rata-rata pada setiap subinterval kita buat
tabel sebagai berikut:
i
1
2
3
4
5
6
7
xi
(km)
120
140
150
200
200
205
215
t
(jam)
1.30
1.50
2.40
3.40
3.45
3.55
4.05
x
(km)
20
10
50
0
5
10
t
(jam)
1/3
5/6
1
1/12
1/6
1/6
v  x t
(km/jam)
60
12
50
0
30
60
1.40
c.
Fisika Umum I 
Dari grafik terlihat jarak tempuh mobil antara Pk. 03.40 sampai dengan
Pk. 03.45 tetap, dan dari tabel terlihat pada interval tersebut kecepatan
rata-ratanya nol, artinya mobil berhenti pada interval waktu tersebut. Jadi
pada Pk.03.42 mobil berhenti.
d. Selang waktu total  t  2 jam  35menit  2 127 jam
Jarak tempuh total  x = 95 km
Kecepatan rata-rata total
v
x
95
 7  36, 77 km/jam
t
2 12
Contoh 1.11 :
Seseorang mengukur kecepatan suatu benda dalam selang waktu 10 s. Pada
t  0 kecepatan benda 20 cm/s dan pada t = 10 s kecepatan benda 100 cm/s.
Berapa besar percepatan rata-rata benda dalam selang waktu tersebut?
Penyelesaian:
Dari soal diketahui,
t1 = 0 , v1 = 20 cm/s
t2 = 10 s , v2 = 100 cm/s
Percepatan rata-rata,
a
v
(100  20)

cm/s 2  8 cm/s 2
t
(10  0)
Contoh 1.12 :
Seorang anak mampu mengayuh sepeda dengan percepatan rata-rata 12
m/menit2. Jika ia mula-mula diam, berapakah kecepatannya bersepeda setelah
10 menit?
Penyelesaian :
Dari soal diketahui,
 BIOL4119/MODUL 1
t1 = 0
t2 = 10 menit
a
1.41
, v1 = 0
, a = 12 m/menit 2
v v2  v1

t
t
atau,
v2  v1  a.t  0  (12)(10) m/menit  120 m/menit
C. Gerak Satu Dimensi
Gerak satu dimensi adalah
vt
v0
gerak dengan lintasan berupa
garis lurus. Karena itu gerak satu
x
B
A
O
dimensi sering digambarkan
sebagai gerak sepanjang sumbu
s0
st
koordinat, yaitu sumbu-x atau
sumbu-y. Selanjutnya, gerak satu
Gambar 1.27.
Gerak lurus berubah beraturan
dimensi dikenal sebagai gerak
lurus. Ditinjau dari percepatan-nya, gerak lurus dibedakan menjadi :
1) Gerak lurus beraturan (GLB), yaitu jika percepatannya nol (a = 0).
2) Gerak lurus berubah beraturan (GLBB), yaitu jika percepatannya
konstan (a = konstan, a  0).
3) Gerak lurus berubah tidak beraturan, yaitu jika percepatannya tidak
konstan, atau merupakan fungsi dari waktu (a = a(t))
Gerak lurus berubah beraturan dicirikan dengan percepatan yang
konstan. Dengan menggunakan Persamaan (1.40) dan (1.41) dapat
diturunkan Persamaan-persamaan geraknya,
a = konstan
vt  v0  at
(1.42)
dengan vt menyatakan kecepatan pada saat t , v0 adalah kecepatan awal, yaitu
kecepatan pada saat t = 0, dan t adalah waktu tempuh. Dengan cara yang
sama dapat juga kita turunkan persamaan untuk lintasan :
1.42
Fisika Umum I 
st  s0  v0t  12 at 2
(1.43)
dengan st menyatakan lintasan gerak, atau jauh jalan yang ditempuh, pada
saat t dan s0 adalah lintasan awal, yaitu lintasan benda pada saat t = 0. Pada
umumnya jika di dalam soal-soal tidak disebutkan harga s0, maka kita
anggap s0 = 0. Percepatan (a) dapat berharga (+) atau ( ). Jika a berharga ()
dikatakan gerak diperlambat, dan a disebut sebagai perlambatan.
Gerak lurus beraturan adalah keadaan khusus dari gerak lurus berubah
beraturan, yaitu jika a = 0, sehingga kita dapatkan Persamaan geraknya,
vt  v0  konstan
(1.44)
st  v0t
(1.45)
Jadi, gerak lurus beraturan adalah gerak dengan kecepatan yang selalu
konstan.
Contoh 1.13 :
Sebuah benda bergerak lurus dengan kecepatan awal 12 m/s dan dengan
percepatan konstan 3 m/s2. Tentukan kecepatan dan lintasannya setelah
bergerak selama 8 s.
Penyelesaian :
Dari soal diketahui v0  12 m/s , a  3 m/s2 dan karena tidak disebutkan
maka s0  0 .
Untuk t = 8 s , kita dapatkan,
vt  v0  at  12  (3)(8) m/s  36 m/s
dan,
st  s0  v0t  12 at 2  0  (12)(8)  12 (3)(82 ) m 192 m
1.43
 BIOL4119/MODUL 1
Contoh 1.14 :
Sebuah mobil mula-mula bergerak dengan kecepatan konstan 60 km/jam.
Kemudian mobil direm dan berhenti 20 s setelah direm. Tentukan besarnya
perlambatan selama 20 s tersebut, dan tentukan pula setelah berapa jauh sejak
direm mobil tersebut berhenti?
Penyelesaian :
Dari soal diketahui v0  60 km/j , vt  0 , t = 20 s =
20
3600
j =
1
180
j , dan
s0  0 .
Untuk menentukan a kita pergunakan persamaan,
vt  v0  at

a
vt  v0 0  60
 1
  1, 08 ´104 km/j
t
180
Jarak berhentinya dihitung dengan persamaan,
st  s0  v0t  12 at 2
1
1 2
 0  (60)( 180
)  12 (1, 08 ´104 )( 180
)  km  0,1667 km  166, 7 m
Contoh 1.15 :
Sebuah benda mula-mula diam, kemudian bergerak lurus dipercepat selama
5 s dengan percepatan 2 m/s2, kemudian bergerak lurus beraturan selama 5 s,
dan akhirnya bergerak diperlambat selama 10 s lalu berhenti.
a. Tentukan kecepatan benda pada t = 5 s
b. Tentukan perlambatan benda antara t = 10 s sampai dengan t = 20 s
c. Buatlah grafik kecepatan terhadap waktu dari gerakan benda ini
d. Tentukan jarak total yang ditempuh benda selama 20 s
Penyelesaian:
2
a. Antara detik ke-0 s.d detik ke-5, a = 2 m/s , v0 = 0 , dan t = 5 s ,
maka :
vt  v0  at  0   2  5 m/s  10 m/s
1.44
b.
Fisika Umum I 
Antara detik ke-5 s.d. detik ke-10 kecepatannya konstan, vt = 10 m/s.
Antara detik ke-10 s.d. detik ke-20, kecepatannya awalnya adalah
v0 = 10 m/s , dan kecepatan akhirnya, vt = 0 dan t = (20 - 10) s = 10 s.
Besarnya perlambatan a dapat ditentukan dari Persamaan,
vt  v0  at
c.

a
vt  v0
0  10

  1 m/s 2
t
10
Grafik v terhadap t adalah sebagai berikut :
15
v
10
5
t
0
0
d.
5
10
15
20
25
Untuk interval waktu t  5 s  0 s  5 s , s0 = 0 , v0 = 0 ,
st  s0  v0t  12 at 2  0  (0)(5)  12 (2)(5)2  m  25m
Untuk interval waktu t  10 s  5 s  5 s , s0 = 0 , v0 = v5 = 10 m/s (dari
penyelesaian soal di atas) ,
st  v0t  10 5 m  50 m
Untuk interval waktu t  20 s  10 s  10 s , v0 = v10 = 10 m/s (dari
penyelesaian soal 1.14.b di atas) , dan a = -1 m/s2,

st  s0  v0t  12 at 2  0  10 10   12  110 
Jadi jarak total yang ditempuh benda,
stotal = 25 m + 50 m + 50 m = 125 m
2
 m  50 m
1.45
 BIOL4119/MODUL 1
D. Kecepatan Pelari
12
12
10
10
Kecepatan rata-rata (m/s)
Kecepatan rata-rata (m/s)
Jika kita amati kecepatan pelari
pada berbagai nomor lomba,
misalkan pada nomor 50 m, 100 m,
200 m, 400 m dan seterusnya, kita
dapatkan bahwa kecepatan pelari
ternyata tegantung pada jarak yang
ditempuhnya. Kecepatan terbesar
dimiliki oleh pelari-pelari jarak
pendek, yaitu untuk nomor 100 m
Gambar 1.28.
dan 200 m, dan kecepatan yang lebih
Beberapa sprinter dunia pada kejuaraan
kecil didapatkan untuk jarak di
atletik.
bawah 100 m dan di atas 200 m.
(Dari www.empowered athlete.com)
Semakin jauh jarak yang ditempuh
semakin kecil kecepatannya. Kecepatan pelari sebagai fungsi dari jarak yang
ditempuh ditunjukkan oleh grafik v terhadap s pada Gambar 1.29.
8
6
4
8
6
4
2
2
0
0
500
1000
1500
5
10
15
20
Waktu (s)
Jarak (m)
Gambar 1.29.
Grafik
v terhadap s untuk pelari.
Gambar 1.30.
Grafik
v terhadap t untuk sprinter.
Berdasarkan penelitian, pada nomor-nomor sprinter, yaitu untuk jarak
pendek, pelari bergerak dipercepat hanya pada dua detik pertama, setelah itu
pelari bergerak lurus beraturan pada kecepatan puncaknya. Kecepatan ratarata pada periode dua detik pertama ini besarnya kira-kira setengah kali
1.46
Fisika Umum I 
kecepatan puncaknya, dan kecepatan puncaknya rata-rata 10,5 m/s. Grafik v
terhadap t untuk pelari jarak pendek ditunjukkan oleh Gambar 1.30.
Kita ketahui bahwa pelari mempunyai energi yang terbatas. Kecepatan
puncak hanya dapat dihasilkan oleh pelari-pelari jarak pendek. Pelari-pelari
jarak jauh berlari dengan kecepatan yang lebih rendah agar tetap dapat
bertahan dan dapat menyelesaikan lomba.
Contoh 1.16 :
Misalkan seorang sprinter dapat memacu kecepatannya dari mula-mula diam
sampai mencapai kecepatan puncaknya 10,2 m/s dalam waktu 1,8 s. Jika ia
berlomba pada nomor 200 m, berapa lama ia menempuh jarak tersebut?
Penyelesaian :
Dari soal diketahui selama 1,8 s pertama sprinter bergerak dipercepat dengan
v0  0 dan vt  10, 2 m/s . Dalam selang waktu ini dapat dihitung besarnya
percepatan,
vt  v0  at

a
vt  v0 10, 2  0

 5, 67 m/s2
t
1,8
dan jarak yang ditempuh dalam selang waktu ini adalah,
st  v0t  12 at 2  0  12 (5,67)(1,8)2  m  9,19 m
st  200  st  190,81 m ,
pelari bergerak lurus beraturan dengan kecepatan konstan v0  vt  10, 2 m/s
Pada sisa jarak yang harus ditempuhnya, yaitu
, sehingga dapat kita tuliskan persamaan,
st  v0 .t 

t 
st  190,81 

 s  18, 71 s
v0  10, 2 
dengan t  menyatakan waktu yang diperlukan untuk menempuh sisa jarak
tersebut.
Jadi, total waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 200 m adalah :
t = (1,8 + 18,71) s = 20,51 s
1.47
 BIOL4119/MODUL 1
E. Gerak Jatuh Bebas
Gerak jatuh bebas adalah gerak lurus vertikal
ke bawah tanpa kecepatan awal karena pengaruh
percepatan gravitasi bumi (g). Arah g adalah
vertikal ke bawah (menuju ke pusat bumi) dan
besarnya kira-kira , g  9,8 m/s 2 , dan di dalam
v0  0
g
yt
soal-soal sering dibulatkan menjadi g = 10 m/s .
Persamaan gerak jatuh analog dengan
persamaan gerak lurus berubah beraturan tanpa
kecepatan awal, dan dapat kita tuliskan sebagai,
vt  gt
yt  gt
1
2
ht
Gambar 1.31.
Gerak jatuh bebas
(1.46)
2
h0
vt
2
(1.47)
ht  h0  yt  h0  gt
1
2
2
(1.48)
dengan vt adalah kecepatan benda pada waktu
t, yt adalah jarak vertikal yang ditempuh benda
dalam waktu t, h0 adalah ketinggian awal benda
dan ht adalah ketinggian benda pada waktu t.
Kebalikan dari gerak jatuh adalah gerak
naik vertikal. Pada gerakan ini g merupakan
perlambatan karena arahnya berlawanan
dengan arah gerak. Untuk gerak naik vertikal
persamaan geraknya dapat dinyatakan dengan,
v0
g
vt
hmax
v0
yt
ht
h0
Gambar 1.32.
Gerak naik vertikal.
vt  v0  gt
(1.49)
yt  v0t  12 gt 2
ht  h0  yt  h0  v0t  12 gt
(1.50)
2
dengan hmax adalah ketinggian maksimum yang dicapai benda.
(1.51)
1.48
Fisika Umum I 
Contoh 1.17 :
Sebuah benda dijatuhkan bebas dari ketinggian 19,6 m.
a. Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk sampai di tanah
b. Tentukan kecepatannya sesaat sampai di tanah
Penyelesaian :
a. Pada saat mencapai tanah jarak vertikalnya adalah ht = 0.
Dari persamaan (1.48) kita dapatkan
0  h0  21 gt 2  t 
2h0
g
2
Dari soal diketahui h0 = 19,6 m dan g = 9,8 m/s sehingga kita
dapatkan :
t
b.
2(19, 6)
s  2s
9,8
Kecepatan saat mencapai tanah
menggunakan persamaan (1.46) :
dapat
kita
tentukan
dengan
vt  gt  (9,8)(2) m/s  19,6 m/s
Contoh 1.18 :
Sebuah benda dilontarkan ke atas dari permukaan tanah dengan kecepatan
awal 49 m/s.
a. Tentukan waktu yang diperlukan untuk mencapai ketinggian maksimum
b. Tentukan ketinggian maksimumnya.
Penyelesaian :
a. Mencapai ketinggian maksimum, vt  0 . Untuk gerak naik vertikal,
0  v0  gt  t 
v0
g
1.49
 BIOL4119/MODUL 1
Dari soal diketahui v0 = 49 m/s dan g = 9,8 m/s2 sehingga kita
dapatkan,
t
b.
49
s 5s
9,8
Ketinggian maksimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan
(1.51),
ht  h0  v0t  12 gt 2
Dengan ht = hmax dan h0 = 0 kita dapatkan,

hmax  h0  v0t  12 gt 2  0   49  5  12  9,8 5
2
 m  122,5 m
F. Gerak Dua Dimensi
Gerak dua dimensi adalah gerak pada bidang datar. Pada pembahasan ini
kita akan mempelajari dua macam gerak pada bidang, yaitu gerak peluru dan
gerak melingkar. Gerak peluru adalah gerak dengan lintasan seperti lintasan
peluru, yaitu gerak lengkung pada bidang vertikal, seperti lintasan peluru
meriam. Gerak melingkar adalah gerak dengan lintasan berupa lingkaran.
Berikut ini akan kita pelajari satu persatu dari kedua macam gerak dua
dimensi tersebut.
1.
Gerak Peluru
Jika kita melemparkan sebuah bola ke atas dengan sudut elevasi (sudut
kemiringan terhadap horizontal) tertentu maka akan kita lihat bola bergerak
dengan lintasan yang lengkung sampai jatuh di tanah. Bentuk lintasan ini
dikenal sebagai lintasan peluru karena menyerupai lintasan peluru yang
ditembakkan dari sebuah meriam.
Gerak peluru dipengaruhi oleh percepatan gravitasi bumi (g) yang
arahnya vertikal ke bawah. Karena pengaruh percepatan gravitasi bumi ini
lintasan benda menjadi melengkung, dan untuk ketinggian benda yang tidak
terlalu jauh dari permukaan bumi, dimana g dianggap konstan, dapat
dibuktikan bahwa lintasan peluru berbentuk parabola.
1.50
Fisika Umum I 
y
vy = 0
v0 x
vt
vy
v0 x
v0
v0 y
yt
ymax
g

O
v0 x
xt
xmax
2
x
xmax
Gambar 1.33.
Gerak Peluru
Gerak peluru pada umumnya dideskripsikan pada sistem koordinat dua
dimensi, dengan sumbu-x dan y sebagai sumbu-sumbu koordinatnya. Pada
sistem koordinat ini gerak benda dapat diuraikan ke dalam komponen
geraknya pada arah x dan y. Komponen gerak pada arah x merupakan gerak
lurus beraturan (kecepatan konstan), dan komponen gerak pada arah y
merupakan gerak lurus berubah beraturan dengan percepatan / perlambatan
g.
Untuk mendeskripsikan gerak peluru, marilah kita bayangkan sebuah
peluru ditembakkan dari suatu tempat (di permukaan tanah) dengan
kecepatan awal v0 dan sudut elevasi (sudut kemiringan) . Tempat peluru
ditembakkan kita anggap sebagai pusat koordinat. Gambar 1.31
merepresentasikan gerak peluru secara grafis. Komponen kecepatan gerak
peluru setiap saat dapat kita nyatakan dengan vx dan vy sedangkan komponen
kecepatan awalnya kita nyatakan degan v0x dan v0y. Posisi benda setiap saat
kita nyatakan dengan (x,y). Secara vektoris kecepatan awal dan kecepatan
pada saat t dapat dituliskan sebagai,
dengan,
v0  v0 x i  v0 y j
(1.52)
vt  vx i  vy j
(1.53)
v0 x  v0 cos
(1.54)
 BIOL4119/MODUL 1
v0 y  v0 sin 
1.51
(1.55)
Komponen gerak pada arah sumbu-x merupakan gerak lurus beraturan,
dimana untuk waktu t tertentu dapat dituliskan persamaan-persamaan
geraknya,
vx  v0 x
xt  v0 x .t
(1.56)
(1.57)
Komponen gerak pada arah sumbu-y merupakan gerak lurus berubah
beraturan dengan percepatan adalah percepatan gravitasi bumi (g). Untuk
waktu t tertentu persamaan geraknya adalah :
vy  v0 y  gt
(1.58)
y  v0 y t  12 gt 2
(1.59)
Ada dua keadaan yang menarik untuk dipelajari pada gerak peluru ini.
Pertama adalah keadaan pada saat peluru mencapai ketinggian maksimum,
dan yang kedua saat peluru jatuh di tanah, atau peluru mencapai jarak
horizontal maksimum, karena keduanya berhubungan dengan kecepatan
awal  v0  dan sudut kemiringan    pada saat peluru pertama kali
ditembakkan.
1.1. Peluru Mencapai Ketinggian Maksimum
Pada saat peluru mencapai ketinggian maksimum kecepatan arah
vertikalnya v y  0 . Jika tm menyatakan waktu untuk mencapai ketinggian
maksimum, maka dari Persamaan (1.58) dapat kita tuliskan,
tm 
v0 y
g

v0 sin 
g
(1.60)
dan jika ym menyatakan ketinggian maksimum, maka dari Persamaan (1.59)
kita dapatkan,
1.52
Fisika Umum I 
ym 
v02y
(1.61)
2g
1.2. Peluru Jatuh di Tanah
Waktu yang dibutuhkan peluru sejak mulai ditembakkan sampai jatuh
kembali di tanah sama dengan waktu yang dibutuhkan oleh komponen gerak
vertikalnya untuk bergerak naik - turun. Jika tb menyatakan waktu yang
dibutuhkan peluru untuk kembali ke tanah, maka dapat dibuktikan bahwa :
tb  2tm 
2voy
g

2vo sin 
g
(1.62)
Selanjutnya, dengan mensubstitusikan Persamaan (1.62) ke dalam
Persamaan (1.57) dan dengan manipulasi trigonometri kita dapatkan jarak
maksimum yang dicapai peluru,
xm 
vo2 sin 2
g
(1.63)
Contoh 1.19 :
Sebuah peluru ditembakkan dari permukaan tanah dengan kecepatan awal
100 m/s dan sudut elevasi 30o. Jika g = 10 m/s2 , tentukan:
a. Kecepatan vertikal dan horisontal pada 4 detik pertama
b. Ketinggian peluru pada 4 detik pertama
c. Waktu untuk mencapai ketinggian maksimum
d. Ketinggian maksimum
e. Jarak maksimum sampai jatuh di tanah
Penyelesaian:
Dari soal diketahui,
v0  100 m/s
v0 x  v0 cos   100   cos 30o  m/s  86, 6 m/s
v0 y  v0 sin   100   sin 30o  m/s  50 m/s
 BIOL4119/MODUL 1
a.
1.53
Kecepatan vertikal dan horisontal pada t = 4 s
vx  v0 x  86, 6 m/s
v y  v0 y  gt  50  10  4  m/s  10 m/s
b.
Ketinggian peluru pada t = 4 s
y  v0 y t  12 gt 2
  50  4   12 10   42  m
120 m
c.
Waktu mencapai ketinggian maksimum
tm 
d.
g

50
s5s
10
Ketinggian maksimum
ym 
e.
v0 y
voy2
2g

502
m  125 m
 2 10 
Jarak maksimum lontaran peluru,
xm 
2
o
v02 sin 2 100  sin 60 

m  866 m
g
10
Contoh 1.20 :
Sebuah bola dilemparkan ke atas dengan sudut kemiringan 45 o dan mencapai
ketinggian maksimum dalam waktu 1 s. Jika g = 10 m/s2 tentukanlah :
a. Kecepatan awal bola
b. Ketinggian maksimum bola
Penyelesaian :
a. Mencapai ketinggian maksimum,
1.54
Fisika Umum I 
tm 
b.
v0 y

g
v0 sin 
g
 v0 
gtm
101

m/s  14,1 m/s
sin  sin 45o
Ketinggian maksimum,
o
v 2 sin 2  14,1  sin 45 
ym 
 0

m5m
2g
2g
(2)(10)
v02y
2
2
1.3. Lompat Jauh
Seberapa jauh seseorang dapat
melakukan lompat jauh dengan awalan
lari dapat kita perkirakan dengan
menggunakan teori gerak peluru. Kita
misalkan gerak pelompat sebagai gerak
pusat massanya (yaitu suatu titik yang
dianggap merepresentasikan seluruh
massa pelompat) yang bergerak peluru.
Kecepatan awalan pelompat kita
misalkan sama dengan kecepatan
puncak seorang pelari, yang sudah kita
bahas sebelumnya, yaitu 10,5 m/s.
Gambar 1.35.
Gerakan seorang pelompat jauh.
(Dari www.grandmall10.wordpress.
com)
Berdasarkan
penelitian,
daya
melam-bung maksimum seorang atlet
adalah sekitar 0,6 m, sehingga dapat kita tentukan komponen kecepatan
awal arah vertikal (v0y) dengan menggunakan persamaan (1.61).
ym 
v02y
2g
atau,
v0 y  2 gym 
(2)(9,8)(0,6) m  3, 43 m
1.55
 BIOL4119/MODUL 1
Gambar 1.35.
Gerakan seorang pelompat jauh.
(Gambar diambil dari www.grandmall10.wordpress.com)
Dengan metode penjumlahan vektor dapat ditentukan besarnya kecepatan
awal (v0),
v0  v02x  v02y  (10,5)2  (3, 43)2 m/s  11,05 m/s
dan juga dapat ditentukan besarnya sudut kemiringan  dari persamaan,
v0 y  v0 sin 
atau,
sin  
v0 y
v0

3, 43
 0,31
11.05
  sin 1 (0,31)  18, 06o
Besarnya sudut kemiringan  di atas adalah prediksi teoritis. Dalam
kenyataannya, misalkan dalam suatu kompetisi, harga  pada umumnya lebih
besar dibandingkan dengan prediksi teoritis.
y
v0
ymax

O
yA
v0 x
A
x1
B
x2
x
Gambar 1.36.
Gerakan pusat massa
pelompat jauh.
1.56
Fisika Umum I 
Jika kita perhatikan gerak pelompat jauh, pada saat awal melompat ia
dalam posisi jongkok. Gambar 1.36 menggambarkan gerak titik pusat massa
dari seorang pelompat jauh. Dalam keadaan tegak pusat massa ini letaknya
kira-kira 0,6 m di atas tanah, dan dalam posisi jongkok posisi pusat dianggap
sama dengan permukaan tanah. Dari gambar 1.36 kita dapat menentukan
jarak lompatan, yaitu x  x1  x2 . Pertama-tama kita tinjau komponen gerak
horisontal OA dan AB. Pada gerakan OA, dimana posisi awal dan akhir
adalah dalam posisi horisontal, maka jarak OA  x1 dapat dihitung dengan
menggunakan
x1 
Persamaan (1.63).
v02 sin 2
(11, 05)2 sin 36,12o

 7,34 m
g
9,8
Selanjutnya, dapat dibuktikan bahwa vA  v0 hanya arahnya yang
berbeda, dimana vektor kecepatan membentuk sudut sebesar 341,94 o
terhadap horisontal. Untuk menentukan besarnya jarak tempuh AB  x2 ,
terlebih dahulu kita tentukan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak
x2 . Waktu ini sama dengan waktu yang diperlukan untuk gerak jatuh vertikal
dari ketinggian yA  0,6 m dengan kecepatan awal vAy  3, 43 m ,
yA  vAy t  12 gt 2
atau,
1
2
gt 2  vAy t  yA  0
4,9 t 2  3, 43 t  0, 6  0
Kita dapatkan Persamaan kuadrat dalam t, dan salah satu penyelesaiannya
adalah t  0,14 s. Selanjutnya, jarak x2 dapat kita tentukan dengan
menggunakan Persamaan,
x2  vAx t
Karena kecepatan pada arah horisontal tidak berubah, vAx  v0 x  10,5 m/s
dan kita dapatkan,
1.57
 BIOL4119/MODUL 1
x2  10,5 0,14  m  1, 47 m
Jadi, jarak total lompatan,
x  x1  x2   7,34  1, 47  m  8,81 m
Jarak lompatan ini adalah jarak rata-rata yang didapatkan dari prediksi
teoritis.
2.
Gerak Melingkar
Gerak melingkar adalah
gerak pada bidang datar dengan
lintasan berbentuk lingkaran.
Pada gerak melingkar lintasan
yang ditempuh untuk interval
waktu tertentu merupakan busur
lingkaran.
Dalam
interval
waktu
tersebut kita juga dapat menguGambar 1.37.
Gerak orbit melingkar dari satelit.
kur sudut yang ditempuh oleh
(Dari www.aerospaceweb.org)
gerakan benda, seperti yang
ditunjukkan oleh gambar 1.38.
Hubungan antara busur yang ditempuh  s  dan sudut yang ditempuh  
dalam waktu yang sama  t  dinyatakan dengan persamaan :

s
R
(1.64)
dengan R adalah jejari lingkaran. Sudut  biasanya dinyatakan dalam satuan
radian (rad), dimana   360o 2 dengan 

3,14. Dari besaran 
kemudian dapat diturunkan besaran-besaran lain seperti kecepatan angular
( ) dan percepatan angular ().
1.58
Fisika Umum I 
2.1. Kecepatan dan Percepatan Angular
Benda yang bergerak melingkar mempunyai kecepatan angular
(kecepatan sudut,  ) yang didefinisikan sebagai besarnya sudut yang
ditempuh persatuan waktu,
  lim
t 0

d

t
dt
(1.65)
dengan satuan  adalah radian perdetik (rad/s).
Selain kecepatan angular, benda yang
bergerak melingkar juga mempunyai
percepatan angular (), yang didefinisikan
sebagai perubahan kecepatan angular
persatuan waktu :
 d
  lim

t 0 t
dt
t  0t   t
vt
R

s
v0
x
(1.66)
dengan satuan  adalah rad/s2. Untuk 
konstan, hubungan antara  ,  dan  pada
gerak melingkar dinyatakan dengan
persamaan-persamaan :
t  0   t
1
2
y
2
Gambar 1.38.
Gerak melingkar
(1.67)
(1.68)
dengan 0 adalah kecepatan angular awal, t adalah waktu tempuh, t adalah
besarnya kecepatan angular pada saat t , dan  t adalah sudut yang ditempuh
setelah waktu t.
Contoh 1.21 :
Sebuah benda, yang mula-mula diam, bergerak melingkar dengan percepatan
angular yang konstan  = 0,5 rad/s2. Tentukan besarnya kecepatan angular
 BIOL4119/MODUL 1
1.59
dan sudut yang ditempuh setelah bergerak selama 2 s, jika jejari lingkarannya
1 m.
Penyelesaian :
Dari soal diketahui  = 0,5 rad/s2, kecepatan angular awal 0 = 0, R = 1 m
dan t = 2 s.
Kecepatan angular dan sudut yang ditempuh dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan (1.67) dan (1.68),
t  0   t  0   0,5 2 rad/s  1 rad/s
t  0t  12  t 2  0  12  0,5  22  rad  1 rad
Contoh 1.22 :
Sebuah benda bergerak melingkar dengan percepatan angular 2 rad/s2.
Setelah 1 s kecepatan angular benda besarnya 3 rad/s.
a. Tentukan kecepatan angular awal benda.
b. Tentukan sudut yang ditempuh setelah 1 s.
Penyelesaian :
a. Untuk menentukan kecepatan angular awal kita pergunakan Persamaan
(1.67)
t  0   t  0  t   t  3   21 rad/s  1 rad/s
b.
Untuk menentukan sudut yang ditempuh kita pergunakan Persamaan
(1.68),
t  0t  12  t 2  11  12  2 12  rad  2 rad
2.2. Gerak Melingkar Beraturan
Sifat gerak melingkar ditentukan oleh percepatan angularnya. Jika 
konstan maka  berubah terhadap waktu (fungsi waktu), dan geraknya
disebut gerak melingkar berubah beraturan. Jika  = 0, maka  konstan,
maka geraknya disebut gerak melingkar beraturan. Pada pembahasan
1.60
Fisika Umum I 
berikutnya kita lebih banyak terfokus pada gerak melingkar beraturan, yang
mempunyai persamaan gerak sebagai berikut :
  konstan
(1.69)
 t  t
(1.70)
Pada gerak melingkar beraturan, waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan satu kali putaran selalu konstan dan disebut perioda T  . Kita
ketahui sudut yang ditempuh untuk satu putaran adalah 2 rad. Jika benda
bergerak melingkar beraturan dengan kecepatan angular  maka untuk satu
putaran berlaku :
2  T
atau,
T
2

(1.71)
Persamaan (1.71) menunjukkan hubungan antara perioda dan kecepatan
angular.
Benda yang bergerak melingkar mempunyai kecepatan linear (v) yang
arahnya setiap saat menyinggung lintasan (busur lingkaran). Untuk gerak
melingkar beraturan besarnya kecepatan linear selalu konstan, hanya arahnya
yang setiap saat berubah. Hubungan antara lintasan dan kecepatan dapat
dinyatakan dengan,
s  vt
dan untuk gerak satu putaran s = 2R
dapatkan hubungan,
2 r  v
atau,
2

dan
t T 
2

sehingga kita
1.61
 BIOL4119/MODUL 1
v  R
(1.72)
yang menyatakan hubungan antara kecepatan linear dengan kecepatan
angular.
2.3. Percepatan Centripetal
Pada gerak peluru, percepatan gravitasi bumi yang mempengaruhi gerak
benda arahnya selalu vertikal ke bawah, atau tegak lurus pada arah kecepatan
horisontal, sehingga membentuk lintasan yang melengkung (parabola). Gerak
melingkar juga dipengaruhi oleh percepatan yang arahnya selalu tegak lurus
pada kecepatan linearnya, atau arahnya selalu menuju ke pusat lingkaran.
Percepatan ini dikenal sebagai percepatan centripetal (ac).
Arah percepatan ini berarti berlawanan
dengan arah radial (arah jari-jari). Pada
gerak melingkar beraturan, percepatan
centripetal
dihasilkan
dari
adanya
perubahan vektor kecepatan linear. Kita
ketahui bahwa besar kecepatan tidak
berubah, hanya arahnya yang berubah.
Perubahan vektor ini diGambarkan seperti
pada Gambar 1.39. Percepatan centripetal
didefinisikan sebagai,
v
v
v
ac
s
v

R
Gambar 1.39.
Perubahan arah kecepatan linear
menyebabkan timbulnya percepatan centripetal.
v
(1.73)
t
Dapat dibuktikan bahwa besarnya percepatan centripetal dapat dituliskan
sebagai,
ac  lim
t  0
ac 
v2
R
(1.74)
Jika kita substitusikan harga v seperti pada persamaan (1.72) , maka
percepatan centripetal juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :
ac  2 r
(1.75)
1.62
Fisika Umum I 
Contoh 1.23 :
Sebuah benda dapat melakukan dua putaran setiap sepuluh detik.
Tentukanlah :
a. Perioda gerak melingkarnya.
b. Kecepatan angularnya.
c. Kecepatan linearnya.
d. Percepatan centripetalnya.
Penyelesaian :
a. Jika benda dapat melakukan dua putaran per-10 detik maka periodanya,
10
 5s
2
Kecepatan angular dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
(1.71),
T
b.
T
2

atau,

2 2

rad/s  1, 26 rad/s
T
5
c.
Kecepatan linear dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
(1.72),
v   R   25  (2) m/s  2,52 m/s
d.
Percepatan centripetal kita tentukan dengan menggunakan persamaan
(1.74),
ac 
v2
R

(2,52)2
m/s2  3,18 m/s 2
2
1.63
 BIOL4119/MODUL 1
Contoh 1.24 :
Sebuah satelit mengorbit bumi dengan lintasan berbentuk lingkaran pada
ketinggian 1,6 ´105 m dari muka bumi. Jika jejari bumi R  6, 4 ´106 m ,
dan g = 10 m/s2, berapa kali satelit tersebut mengorbit bumi dalam sehari ?
Penyelesaian :
Misalkan ketinggian satelit kita nyatakan dengan
h, berarti jejari orbitnya diukur dari pusat bumi
adalah,
Satelit
r  R  h  6, 4 ´106 m  1, 6 ´105 m
Bumi
 6,56 ´106 m
Pada waktu mempelajari gerak peluru,
Gambar 1.40.
percepatan gravitasi kita anggap arahnya vertikal
Satelit mengorbit Bumi.
ke bawah. Sebenarnya ini adalah suatu
pendekatan. Arah percepatan gravitasi bumi sebenarnya adalah menuju ke
pusat bumi, tetapi untuk ketinggian yang rendah dari permukaan bumi arah
percepatan gravitasi bumi dianggap vertikal ke bawah. Untuk gerak satelit
dimana ketinggannya mencapai 160 km di atas permukaan bumi, arah
percepatan gravitasi bumi harus dipandang menuju ke pusat bumi, dan
percepatan ini menjadi percepatan centripetal untuk gerak melingkar satelit.
Jadi, kita dapatkan hubungan :
g  ac   2 r
atau,

g
r
dan periode satelit adalah,
T
2


2
g r

2
10 /  6,56 ´10
6

 5,1´103 s  84,8 menit
1.64
Fisika Umum I 
Jadi, untuk sekali mengorbit bumi satelit membutuhkan waktu 84,8
menit, atau dalam sehari satelit dapat mengorbit sebanyak sekitar 17
kali.
L AT IH A N 2
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Sebuah benda mula-mula bergerak lurus beraturan dengan kecepatan 12
m/s, kemudian dipercepat dengan percepatan 3 m/s2 selama 8 s. Berapa
besar kecepatan akhirnya? dan berapa jauh jalan yang ditempuh benda
selama bergerak dipercepat?
2) Seorang penerjun payung mulai membuka payung pada saat
kecepatannya 100 km/jam, dan dua detik kemudian kecepatannya turun
menjadi 30 km/jam. Selanjutnya, ia bergerak turun dengan kecepatan
konstan. Berapa besar perlambatan yang dialaminya selama dua detik
tersebut.
3) Sebuah peluru ditembakkan dengan kecepatan awal v0 dan sudut
kemiringan  dari permukaan tanah. Jika jarak horisontal maksimum
empat kali ketinggian maksimumnya, berapa besarnya  ?
4) Seorang anak yang sedang bermain di pantai melemparkan sebuah batu
dengan arah horisontal dari atas sebuah batu karang. Jika batu
dilontarkan dengan kecepatan 20 m/s dan empat detik sejak dilemparkan
batu menyentuh permukaan air laut, berapa ketinggian anak dari
permukaan laut?
5) Berapa besar kecepatan angular bumi mengorbit matahari?
6) Berapa besar kecepatan angular ujung jarum jam yang penunjuk detik?
1.65
 BIOL4119/MODUL 1
7) Sebuah benda yang bergerak melingkar beraturan mendapat percepatan
centripetal 10 m/s2. Jika jejari lingkaran 5 m, tentukan besarnya
kecepatan linear, kecepatan angular, dan periodanya.
Petunjuk Penyelesaian Latihan
1) Karena mula-mula bergerak lurus beraturan maka
v0 = 12 m/s.
2
Kemudian diketahui a = 3 m/s dan t = 8 s. Kecepatan akhir dan jauh
jalan yang ditempuh dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
vt  v0  at
st  v0t  12 at 2
2) Pergunakan persamaan :
vt  v0  at

a
vt  v0
t
3) Dari soal diketahui,
xm = 4 ym
dengan,
xm 
v02 sin 2
g
dan
ym 
v02y
2g

v02 sin 2 
2g
maka  dapat dicari.
4)
yt  y0   v0t  12 gt 2 
Jatuh di permukaan laut
dengan g = 9,8 m/s
2
 yt = 0.
maka y0 dapat dicari.
5) Periode bumi mengelilingi matahari adalah T = 1 tahun  365,25 hari.
1.66
Fisika Umum I 
Kecepatan angular
 
2
T
(nyatakan dalam SI)
6) Jarum detik mempunyai periode, T = 60 s.
2
Kecepatan angular   
T
7) Percepatan centripetal,
ac 
v2
 2 R
R
dengan R = 5 m dapat ditentukan v dan .
Perioda dicari dengan cara seperti soal No.2.6.
R A NG K UM A N
Kecepatan dan percepatan adalah besaran-besaran yang
menggambarkan sifat kuantitatif dari gerak benda. Kecepatan
didefinisikan sebagai perubahan posisi/jarak persatuan waktu, sedangkan
percepatan didefinisikan sebagai perubahan kecepatan persatuan waktu.
Gerak satu dimensi dengan percepatan konstan dinyatakan dalam
persamaan gerak,
vt  v0  at
st  s0  v0t  12 at 2
Gerak jatuh adalah gerak lurus pada arah vertikal karena pengaruh
percepatan gravitasi bumi (g) dengan persamaan gerak :
vt  vo  gt
yt  yo  vo t  12 gt 2
Gerak jatuh bebas adalah gerak jatuh dengan v0 = 0. Gerak peluru
dan gerak melingkar adalah contoh dari gerak dua dimensi. Gerak peluru
dinyatakan dengan persamaan gerak :
1.67
 BIOL4119/MODUL 1
v0 x  v0 cos 
vx  v0 x
v0 y  v0 sin 
v y  v0 y  gt
x  v0 x t
y  y0  v0 x t  12 gt 2
dengan  adalah sudut elevasi.
Ketinggian maksimum peluru dinyatakan dengan persamaan :
ym 
v02y
2g
dan jarak horizontal maksimum yang dicapai peluru dinyatakan
dengan persamaan :
xm 
vo2 sin 2
g
Gerak melingkar dinyatakan dengan persamaan gerak :
  konstan
  0   t
  0 t  12  t 2
Gerak melingkar beraturan adalah gerak melingkar dengan 
konstan.
Periode gerak melingkar beraturan dinyatakan dengan :
T
2

sedangkan percepatan centripetalnya dinyatakan dengan Persamaan,
ac 
v2
 2R
R
1.68
Fisika Umum I 
T E S F OR MA TIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Sebuah benda bergerak dengan persamaan gerak st  2t 2  3t  10 , st
dinyatakan dalam meter (m). Besarnya percepatan benda (a) adalah . ..
A. 2 m/s2
C. 4 m/s2
2
B. 3 m/s
D. 10 m/s2
2) Dari soal No.1, besarnya kecepatan awal benda (v0) adalah . . .
A. A. 2 m/s
C. 4 m/s
B. B. 3 m/s
D. 10 m/s
3) Dari soal No.1, besarnya kecepatan benda pada
A. 2 m/s
C. 5 m/s
B. 3 m/s
D. 7 m/s
t = 2 s adalah . . .
4) Sebuah benda yang mula-mula diam kemudian bergerak lurus dengan
percepatan 2 m/s2. Kecepatan benda setelah 5 detik adalah . . .
A. 5 m/s
C. 25 m/s
B. 10 m/s
D. 50 m/s
5) Dari soal No.4, jauh jalan yang ditempuh setelah 5 s adalah . . .
A. 5 m
C. 25 m
B. 10 m
D. 50 m
6) Sebuah benda dijatuhkan bebas dari ketinggian 100 m. Jika g = 9,8
m/s2, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tanah adalah . . .
A. 4,51 s
C. 11,3 s
B. 5,70 s
D. 15,6 s
7) Dalam kejuaraan atletik pada nomor 200 m. Seorang pelari dapat
mempercepat larinya pada 2 detik pertama. Selanjutnya, ia berlari
dengan kecepatan konstan 10,5 m/s sampai garis finish. Besarnya
percepatan pelari pada 2 detik pertama adalah . . .
A. 1,6 m/s2
C. 3,2 m/s2
2
B. 2,6 m/s
D. 5,3 m/s2
1.69
 BIOL4119/MODUL 1
8) Sebuah peluru ditembakkan dengan kecepatan awal 100 m/s dari
permukaan tanah. Peluru jatuh kembali di tanah pada jarak horizontal
500 m dari tempat semula. Jika g = 9,8 m/s2, maka besarnya sudut
elevasi . . .
o
o
A. 14,7
C. 44
o
o
B. 29,3
D, 58,7
9) Sebuah peluru ditembakkan dengan sudut elevasi 45 o dan kecepatan
awal 50 m/s. Ketinggian maksimum peluru adalah . . .
A. 31,9 m
C. 95,7 m
B. 63,8 m
D. 127,6 m
10) Sebuah benda mula-mula diam kemudian bergerak melingkar dengan
percepatan angular 2 rad/s2. Banyaknya putaran yang telah ditempuh
benda setelah bergerak selama 10 s adalah . . .
A. 7 putaran
C. 17 putaran
B. 10 putaran
D. 20 putaran
11) Sebuah benda yang bergerak melingkar beraturan dengan periode 10 s
mempunyai kecepatan angular sebesar . . .
A. 5 rad/s
C. 0,5 rad/s
B. 2 rad/s
D. 0,2 rad/s
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.
Tingkat penguasaan =
Jumlah Jawaban yang Benar
´ 100%
Jumlah Soal
Arti tingkat penguasaan : 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
1.70
Fisika Umum I 
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.
1.71
 BIOL4119/MODUL 1
Kegiatan Belajar 3
Dinamika
Gaya dan Hukum Newton
P
ada pokok bahasan sebelumnya kita telah mempelajari gerak benda, baik
satu atau dua dimensi, tanpa memandang penyebab geraknya. Deskripsi
semacam itu dikenal sebagai kinematika. Pada pokok bahasan ini kita mulai
mempelajari keadaan gerak benda dengan memandang penyebab geraknya,
yaitu gaya. Pembahasan tentang ini dikenal sebagai dinamika. Sebelum
mempelajari tentang dinamika, terlebih dahulu kita akan mempelajari besaran
gaya sebagai besaran vektor, khususnya dalam hal penjumlahan gaya.
Selanjutnya kita akan mempelajari hukum alam yang menjadi hukum dasar
dari gerak benda. Hukum dasar ini pertama kali dikemukakan oleh Sir Isaac
Newton (1642  1727) dan dikenal sebagai hukum-hukum Newton tentang
gerak. Dinamika pada dasarnya adalah pembahasan hukum-hukum Newton
dan penerapannya.
A. Gaya Sebagai Besaran Vektor
Gaya dapat dikatakan sebagai penyebab
perubahan gerak. Gaya adalah besaran vektor. Jika
pada suatu benda bekerja lebih dari sebuah gaya, maka
gaya-gaya tersebut dapat dijumlahkan dengan cara
F
F
penjumlahan vektor sehingga menghasilkan sebuah
Gambar 1.41.
Representasi
resultan gaya. Dalam menjumlahkan beberapa vektor
gambar dari sebuah
gaya dapat dipergunakan metode penjumlahan vektor
gaya.
seperti metode jajaran genjang atau metode uraian.
Gambar 1.41 adalah representasi gambar dari sebuah gaya F. Pada gambar
tersebut panjang anak panah merepresentasikan besarnya gaya dan arah
panah mereprentasikan arah gaya.
Satuan gaya dalam sistem internasional (SI) adalah newton (N) dan
5
dalam satuan cgs adalah dyne, dimana 1 N = 10 dyne. Penurunan satuan
gaya secara dimensional akan kita pelajari pada pembahasan selanjutnya.
Pemberian nama satuan newton adalah sebagai penghargaan terhadap Sir
Isaac Newton, penemu hukum-hukum alam tentang gerak.
1.72
Fisika Umum I 
Contoh 1.25 :
Dua buah gaya bekerja pada titik pangkal yang sama. Besar masing-masing
gaya adalah 5 N dan 10 N, dan keduanya membentuk sudut 60o. Tentukan
besar dan arah resultan gayanya.
Penyelesaian :
Misalkan kedua buah gaya tersebut adalah
dengan F1  5 N dan F2  10 N .
F1 dan F2
Fr
F2
Dengan metode jajaran genjang kita dapatkan
vektor resultan gayanya seperti pada gambar.
Besarnya resultan gaya dapat dicari dengan
menggunakan Persamaan (1.3) :
60o
F1
Fr  F  F  2 F1 F2 cos 60
2
1
2
2
o
Gambar 1.42.
Penjumlahan gaya.
 5  10  2(5)(10)(0,5)
2
2
 13, 21 N
arah Fr seperti pada gambar.
Contoh 1.26 :
Tiga buah gaya yang sama besarnya bekerja
sebidang dengan titik pangkalnya adalah
pusat koordinat kartesian xy. Sudut yang
dibentuk oleh masing-masing gaya terhadap
o
o
y
F1
F1 y
Fr
F2 y
F2
o
sumbu-x positif adalah 60 , 150 dan 225 ,
dan besarnya masing-masing gaya adalah
10 N. Tentukan besar dan arah dari resultan
gayanya.
Penyelesaian :
Misalkan gaya-gaya tersebut adalah dengan
F1 = F2 = F3 = 10 N dan masing-masing
F2 x
F1x
F3x
x
F3 y
F3
Gambar 1.43.
Tiga buah gaya bekerja koordinat
kartesian.
membentuk sudut 1 = 60 , 2 = 150 dan 3 = 225 . Dengan metode
uraian kita dapatkan besarnya komponen-komponen gaya pada arah sumbu-x
dan y,
o
o
o
 BIOL4119/MODUL 1
1.73
F1x  F1 cos 60o  10  0,5  N  5 N
F2 x  F2 cos150o  10  0,87  N  8, 7 N
F3 x  F3 cos 225o  10  0, 71 N  7,1 N
Frx  F1x  F2 x  F3 x  5 N  8, 7 N  7,1 N  10,8 N
F1 y  F1 sin 60o  10  0,87  N  8, 7 N
F2 y  F2 sin150o  10  0,5  N  5 N
F3 y  F3 sin 225o  10  0, 71 N  7,1 N
Fry  F1 y  F2 y  F3 y  8, 7 N  5 N  7,1 N  6, 6 N
Besarnya resultan gaya kita cari dengan menggunakan Persamaan (1.23) :
Fr  Frx2  Fry2  10,82  6,62  12,7 N
Sudut yang dibentuk oleh Fr dengan sumbu x positif adalah,
tan  r 
Fry
Frx

6, 6
  0, 6
10,8
  tan 1 (0, 6)  149o
B. Hukum-Hukum Newton Tentang Gerak
Hubungan antara gaya dan perubahan kecepatan telah diselediki oleh
seorang fisikawan besar yang berasal dari Inggris yaitu Sir Isaac Newton
(1642  1727). Penyelidikan Newton didasarkan pada hasil eksperimen
Galileo Galilei (1564  1642) yang menghasilkan konsep percepatan.
Newton mendapatkan hubungan antara percepatan dengan pengaruh luar
yang dikenal sebagai gaya, dan menemukan adanya empat hukum alam yang
mendasari gerak benda. Keempat hukum tersebut kemudian oleh para
fisikawan diberi nama Hukum-Hukum Newton. Pernyataan dari hukumhukum Newton dapat dituliskan sebagai berikut:
1.74
Fisika Umum I 
Hukum Newton I :
Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada suatu benda maka benda akan
diam atau bergerak lurus beraturan.
Hukum Newton II :
Percepatan yang ditimbulkan oleh suatu gaya
besarnya sebanding dengan besarnya gaya tersebut,
dan arahnya searah dengan arah gaya.
Secara matematis hukum Newton II dinyatakan
dalam persamaan:
F
m
a
Gambar 1.44.
Gaya menyebabkan
timbulnya percepatan.
F  ma
(1.76)
dengan m adalah massa benda yang merupakan sifat inersial (lembam) dari
benda.
Hukum Newton I dapat diturunkan dari Hukum Newton II, yaitu jika
F  0 maka a  0 , artinya benda dalam keadaan tetap diam atau bergerak
lurus beraturan. Dalam keadaan ini benda dikatakan setimbang.
Hukum Newton III :
Jika sebuah benda mengerjakan gaya pada
benda lain maka benda kedua juga akan
melakukan gaya terhadap benda pertama.
Dalam keadaan setimbang gaya aksireaksi ini sama besar, hanya arahnya
berlawanan.
Hukum Newton III dapat dinyatakan dalam
bentuk persamaan,
Faksi  Freaksi
Gambar 1.45.
Gaya aksi-reaksi.
(Dari muse.tau.ac.il)
(1.77)
Hukum Newton IV :
Pada dua benda yang berjarak tertentu akan timbul gaya tarik-menarik
(gaya gravitasi) yang arahnya pada garis hubung kedua benda, dan
1.75
 BIOL4119/MODUL 1
besarnya sebanding dengan massa kedua benda dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jaraknya.
Untuk dua benda yang massanya
r,
m1 dan m2 dan keduanya berjarak
m1
menurut hukum Newton IV pada keduanya
akan terjadi gaya gravitasi sebesar.
-F
F
m2
r
Gambar 1.46.
Gaya gravitasi antara dua benda.
m1m2
(1.78)
r2
G adalah konstanta gravitasi universal yang besarnya G  6,67 ´1011
F G
Nm2 kg 2
Gaya gavitasi adalah salah satu dari gaya-gaya alam.
Gaya-gaya alam lainnya adalah gaya elektromagnetik,
gaya interaksi kuat dan gaya interaksi lemah. Gaya
elektromanetik adalah gaya yang dihasilkan oleh medan
elektromagnetik. Gaya interaksi kuat dan interaksi lemah
adalah gaya-gaya yang mengikat partikel-partikel di
dalam inti atom.
Pada pembahasan sebelumnya kita telah mengenal
percepatan gravitasi bumi yang besarnya g  9,8 m/s2.
Dengan adanya percepatan gravitasi bumi ini maka setiap
benda di permukaan bumi akan menderita gaya gravitasi
bumi sebesar,
F  mg
m
F
r
mB
Gambar 1.47.
Gaya gravitasi
bumi.
(1.79)
dengan m adalah massa benda. Kita ketahui dari hukum Newton IV bahwa
gaya gravitasi bumi yang bekerja pada suatu benda dapat dinyatakan sebagai,
mmB
(1.80)
r2
adalah massa bumi dan r adalah jarak benda dengan pusat
F G
dengan mB
bumi.
1.76
Fisika Umum I 
Gaya gravitasi bumi yang dinyatakan oleh Persamaan (1.79) dan (1.80)
adalah identik, sehingga percepatan gravitasi bumi dapat dinyatakan sebagai,
m
(1.81)
g  G 2B
r
Persamaan (1.81) menunjukkan bahwa g sebenarnya adalah fungsi dari
r. Harga g  9,8 m/s 2 adalah harga pendekatan untuk tempat-tempat yang
dekat dengan permukaan bumi, dengan anggapan r  RB dimana RB adalah
jejari bumi, RB = 6,378 ´ 10 m.
6
C. Gaya-gaya mekanik
Gaya-gaya mekanik, atau gayagaya kontak adalah gaya-gaya reaksi
dari suatu benda terhadap gaya luar.
Gaya-gaya mekanik antara lain
adalah gaya normal, gaya gesek, dan
gaya tegangan tali.
Gaya normal  N  adalah gaya
N
F
f
w
(a)
N
f
pada suatu bidang yang arahnya
wx
tegak lurus bidang, dan merupakan
wy
reaksi dari gaya tekan. Gaya tekan
w
adalah gaya luar yang bekerja pada
(b)
bidang pada arah tegak lurus
bidang.
Gambar 1.48.
Jika kita meletakkan sebuah
Gaya normal dan gaya gesek, pada bidang
datar pada bidang miring
benda di atas meja maka berat benda
(gaya gravitasi bumi terhadap benda,
w ) menjadi gaya tekan terhadap permukaan meja, dan sebagai reaksinya
pada permukaan meja akan timbul gaya normal bidang yang besarnya sama
dengan berat benda dan arahnya tegak lurus bidang ke atas (berlawanan
dengan arah gaya tekan). Jika benda kita letakkan pada suatu bidang miring
maka yang menjadi gaya tekan adalah komponen gaya berat yang arahnya 
bidang miring. Pada Gambar 1.48b, gaya tekan pada bidang miring adalah
w y , dimana besarnya wy  w cos  , dimana  adalah sudut kemiringan
bidang, dan gaya normal bidangnya adalah seperti pada gambar, N  w y .
1.77
 BIOL4119/MODUL 1
Gaya gesek adalah gaya pada suatu bidang yang arahnya sejajar bidang
dan merupakan reaksi dari gaya luar yang arahnya sejajar bidang.
Gaya gesek arahnya berlawanan dengan arah gerak benda. Terjadinya
gaya gesek disebabkan oleh keadaan permukaan yang pada umumnya kasar,
sehingga terjadi hambatan pada gerak benda. Jika kita letakkan sebuah benda
di atas meja, dan kemudian benda kita beri gaya F yang arahnya sejajar
dengan bidang (Gambar 1.48a), maka menyebabkan reaksi gaya oleh
permukaan meja berupa gaya gesekan f. Jika benda dalam keadaan tetap
diam maka berlaku Hukum Newton I, f  F . Jika benda bergerak maka
berlaku hukum Newton II, F - f = ma . Demikian pula jika kita meletakkan
sebuah benda pada sebuah bidang miring (Gambar 1.47b). Pada benda
bekerja gaya berat w , maka komponen gaya berat yang arahnya sejajar
bidang, yaitu w x , yang besarnya wx  w sin  menyebabkan timbulkan gaya
gesek f yang berlawanan dengan w x . Jika benda tetap diam maka f  wx
, dan jika benda bergerak meluncur ke bawah maka wx  f  ma .
Pada umumnya untuk gaya luar tidak terlalu besar didapatkan hubungan
linear antara gaya gesek dan gaya normal. Pada keadaaan tepat akan bergerak
atau bergerak besar gaya gesek dapat dinyatakan sebagai,
f  N
(1.82)
dengan  adalah koefisien gesekan yang harganya
0 <  < 1. Jika  = 0 maka f = 0, artinya tidak ada
gesekan, dan permukaannya dikatakan permukaan licin.
Harga koefisien gesekan untuk keadaan diam pada
umumnya lebih besar dari harga koefisien gesekan untuk
benda yang bergerak. Koefisien gesekan untuk benda
yang diam disebut koefisien gesekan statis (  s ) dan
untuk benda yang bergerak disebut koefisien gesekan
kinetis (  k ), dan  s   s .
T
w
Gambar 1.49.
Gaya tegang tali.
Gaya tegangan tali T  adalah reaksi terhadap gaya luar pada tali dan
bekerja sepanjang tali. Jika kita menarik seutas tali, atau kita gantungkan
sebuah beban pada seutas tali, maka pada ujung tali terjadi gaya reaksi, dan
gaya aksi-reaksi ini diteruskan pada setiap titik pada tali sehingga terjadi
1.78
Fisika Umum I 
tegangan tali. Pada Gambar 1.49, gaya tegangan tali dapat dinyatakan sebagai
T = -w.
Contoh 1.27 :
Sebuah benda dengan massa 2 kg
digantung dengan dua utas tali seperti
pada Gambar 1.50. Masing-masing
o
o
30o
A 60
o
T3
tali membentuk sudut 60 dan 30
terhadap atap dinding. Jika g = 10
2
m/s , tentukan besarnya gaya
tegangan pada masing-masing tali.
C
T2
y
T3 T
2y
T3 y
T2
T3 x B
x
T2 x
T1
T1
Penyelesaian :
Pada benda terjadi kesetimbangan
gaya, sehingga berlaku :
m
w  mg
F  0
T1  w  0  T1  w  mg (1)
Gambar 1.50
Sistem tegangan tali
Pada titik B, gaya-gaya T2 dan T3 dapat diuraikan ke dalam komponenkomponennya pada arah x dan y , dimana :
T2 x  T2 cos 30o  0,87 T2
T3 x  T3 cos 60o  0,5 T3
T2 y  T2 sin 30o  0,5 T2
T3 y  T3 sin 60o  0,87 T3
Dalam keadaan setimbang pada titik B berlaku,
F
x
0
T2 x  T3 x  0
F
y

0,87 T2  0,5 T3  0
(2)
0
T1  T2 y  T3 y  0

T1  0,5T2  0,87T3  0
(3)
1.79
 BIOL4119/MODUL 1
Dari Persamaan (1) kita ketahui,
T1  mg   210 N  20 N
Sehingga persamaan (3) menjadi,
0,5T2  0,87T3  20
(4)
Selanjutnya, dengan mengalikan Persamaan (2) dengan 0,5 dan Persamaan
(4) dengan 0,87 dan kemudian kedua Persamaan kita kurangkan, kita
dapatkan :
0, 435 T2  0, 25T3  0
0, 435 T2  0, 7569 T3  17, 4

 1, 019T3  17, 4
T3 
17, 4
N  17 N
1, 019
Selanjutnya dari Persamaan (2) dapat kita tentukan besarnya T3 ,
0,87 T2  0,5 T3  0
0,87 T2  0,5 T3
T2 
0,5 T3  0,517 

N  9,8 N
0,87
0,87
Jadi kita dapatkan :
T1  20 N, T2  9,8 N dan T3  17 N .
Contoh 1.28 :
Sebuah balok yang massanya 2 kg mula-mula ditahan diam dipuncak suatu
bidang miring. Benda kemudian dilepas dan meluncur pada bidang miring
dan sampai di dasar bidang miring dalam waktu 1,5 s. Jika panjang bidang
o
miring 5 m, sudut kemiringannya 30 , dan g = 10 m/s2 , tentukanlah :
1.80
a.
b.
Fisika Umum I 
Percepatan benda
Koefisien gesekan benda dengan bidang miring
Penyelesaian :
a. Gerak benda sepanjang bidang
miring adalah gerak lurus dipercepat beraturan.
Percepatan benda dapat dihitung
dengan Persamaan :
f
a
N
wx
m
wy
30O
w
Gambar 1.51.
Gerak balok pada bidang miring.
st  v0t  12 at 2
atau,
a
2( st  v0t )
t2
Dari soal diketahui st  5 m , v0  0 , t = 1,5 s, sehingga kita dapatkan,
a
2(5  0)
 4, 44 m/s 2
(1,5)2
b. Karena benda bergerak sepanjang miring maka berlaku hukum Newton
II :
F
x
 ma
w sin 30o  f  ma  f  w sin 30o  ma
 mg sin 30o  ma
 (2)(10)(0,5)  (2)(4, 44) N
 1,12 N
Kita ketahui bahwa,
f  N


f
N
1.81
 BIOL4119/MODUL 1
dengan N adalah gaya normal yang merupakan reaksi dari gaya tekan
N  w cos30o  mg cos30o   210 0,87  N  17, 4 N
Jadi, kita dapatkan,

1,12
 0, 06
17, 4
Jadi, koefisien gesekan bidang miring adalah  = 0,06.
Contoh 1.29 :
Sebuah benda
massa
m1 =
2
kg
diletakkan pada bidang horisontal dan
dihubungkan dengan benda lain yang
massanya m2 = 1 kg dengan seutas tali,
dan benda kedua menggantung melalui
sebuah katrol. Jika koefisien gesekan
antara benda dan bidang  = 0,4 , dan
a
N
T
f
w1
T
w2
2
g = 10 m/s , berapa besar percepatannya
gerak benda?
Gambar 1.52.
Gerak sistem dua benda yang dihubungkan dengan tali.
Penyelesaian :
Uraian gaya-gaya pada masing-masing
benda adalah seperti pada gambar.
Untuk benda m1 yang hanya bergerak pada arah horizontal berlaku
Persamaan gaya,
N  w1  0  N  w1  m1 g   210 N  20 N
f   N   0, 4 20 N  8 N
T  f  m1a
T  8  2a
 2a  T  8
(1)
Untuk benda m2 berlaku persamaan gaya,
1.82
Fisika Umum I 
w2  T  m2 a
m2 g  T  m2 a
110   T  1 a
 a  10  T
(2)
Jika kita jumlahkan persamaan (1) dan (2) kita dapatkan,
2
m/s 2  0,67 m/s 2
3
Jadi percepatan dari sistem ini besarnya a  0,67 m/s2 .
3a  2  a 
D. Gaya-gaya pada Tubuh Manusia
Setiap sel pada tubuh kita menderita
gaya gravitasi. Gaya-gaya gravitasi tersebut
menghasilkan suatu resultan gaya yang
N2
N1
arahnya ke bawah (ke pusat bumi). Titik
M
tangkap gaya resultan tersebut di dalam
tubuh kita dikenal sebagai titik berat.
w
N2
N1
Selain gravitasi, atau sering disebut
w
gaya berat, tubuh kita juga menderita gaya
(a)
(b)
lain sebagai reaksi dari gaya berat, yaitu
gaya normal bidang yang bekerja pada
Gambar 1.53.
Gaya-gaya total pada tubuh
kedua kaki kita dan arahnya ke atas. Dalam
manusia.
keadaan setimbang, jumlah gaya aksi-reaksi
ini sama dengan nol. Gambar 1.53 menunjukkan gaya-gaya total yang
bekerja pada tubuh kita dengan w menyatakan gaya berat, dan N1 dan N 2
adalah gaya-gaya normal yang bekerja pada kedua kaki kita. Dalam
keadaan setimbang besarnya gaya-gaya dapat kita tuliskan sebagai,
F  0

w  N1  N2
Keadaan setimbang juga dapat terjadi pada bagian-bagian tubuh lain
seperti tangan, badan, kaki, dan bagian lainnya, yaitu pada saat bagian tubuh
itu dalam keadaan diam atau bergerak beraturan. Jika keadaan setimbang
terjadi pada salah satu kaki misalnya, maka jumlah gaya-gaya yang bekerja
pada kaki tersebut jumlahnya sama dengan nol. Gambar 1.54.
1.83
 BIOL4119/MODUL 1
menggambarkan gaya-gaya yang bekerja pada
salah satu kaki yang berada dalam keadaan
setimbang.
Pada kaki tersebut bekerja dua buah gaya
yang arahnya condong ke bawah, yaitu gaya
yang bekerja pada tulang kaki, dan sebuah
gaya yang arahnya condong ke atas, yang
merupakan gaya normal bidang. Jumlah gayagaya ini besarnya sama dengan nol, atau dapat
kita tuliskan,
 F  0  N  F1  F2
N
F2
N
F1
F2
F1
(b)
(a)
Gambar 1.54.
Gaya-gaya pada kaki manusia.
Ada dua macam kesetimbangan gaya, yaitu kesetimbangan translasi dan
kesetimbangan rotasi. Kesetimbangan yang dibahas di atas adalah jenis
kesetimbangan translasi. Jenis kesetimbangan yang lain adalah
kesetimbangan rotasi. Jenis kesetimbangan ini akan kita jumpai pada saat kita
mempelajari momen gaya.
E. Kekuatan Tulang Kering (tibia)
Pada saat seseorang terjatuh atau melompat dari suatu ketinggian dan
mendarat dengan kakinya terlebih dahulu maka ia menderita stress tekan
(gaya tekan persatuan luas penampang) sepanjang tulang kakinya. Daerah
yang terkena stress yang terbesar adalah tibia (tulang kering), khususnya
pada bagian yang luas penampangnya kecil, yaitu sedikit di atas tulang
engkel (mata kaki). Tibia dapat menahan gaya tekan sampai kira-kira
5 ´104 N , atau jika seseorang jatuh dengan bertumpu pada dua kakinya
5
maka tulang tibianya dapat menahan gaya tekan kira-kira 10 N. Gaya
sebesar ini kira-kira sama dengan 167 kali berat badan manusia jika kita
misalkan rata-rata massa manusia 60 kg. Gaya sebesar ini hanya dapat
dihasilkan dari tumbukan dan disebut gaya impulsif. Pada modul berikutnya
kita akan mempelajari sifat gaya impulsif ini. Pada saat seseorang jatuh
dalam keadaan tegak, terjadi gaya tekan yang sangat besar pada kedua
kakinya, dan tulang kakinya akan mengalami perubahan panjang
(pemendekan). Ketinggian maksimumnya dari jatuhnya seseorang yang tidak
mengakibatkan patah tulang kaki dapat dinyatakan dengan,
1.84
Fisika Umum I 
h
Fx
w
(1.83)
dimana:
h = ketinggian maksimum
w = mg
= berat badan manusia
F = 10 N  167 w
= gaya tekan maksimum
x = perubahan panjang tulang kering
5
Jika seseorang jatuh dalam keadaan tegak, maka gaya tekan
maksimumnya akan menyebabkan panjang tulang keringnya berkurang
2
(terkompresi) kira-kira 1 cm, atau kira-kira 10 m. Dengan demikian dapat
diperkirakan ketinggian maksimum seseorang untuk jatuh atau terjun dalam
keadaan selamat adalah,
h
(167 w)(102 )
 1, 67 m
w
Jadi jika seseorang jatuh atau terjun bebas dari ketinggian h > 1,67 m,
dan jatuhnya dalam keadaan tegak, akan menyebabkan patah tulang
keringnya.
Stress tekan yang dialami seseorang pada tulang keringnya pada saat
dia jatuh dapat dikurangi dengan cara menekuk lututnya, dengan menekuk
lutut pada saat jatuh seseorang membuat perlambatan, dan sampai ia
mencapai posisi jongkok seolah-olah ia mengalami perlambatan sejauh 0,6
m. Ini berarti memperbesar x pada persamaan di atas sebesar kira-kira 60
kalinya sehingga ketinggian maksimum (h) yang tidak menyebabkan patah
tulang kering menjadi kira-kira 60 ´ 1,67 m = 100,2 m. Namun demikian,
jatuh dari ketinggian ini bukan berarti akan selamat karena tulang telapak
kaki ternyata hanya mampu menahan kira-kira seperduapuluh kali stress
maksimum. Jika ini diperhitungkan maka ketinggian maksimum untuk jatuh
dengan selamat hanya tinggal kira-kira 5 m. Namun demikian, ketinggian 5
m masih dianggap beresiko, sehingga tidak dianjurkan bagi seseorang untuk
terjun bebas dari ketinggian 5 m !
1.85
 BIOL4119/MODUL 1
L AT IH A N 3
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Dua buah gaya bekerja pada bidang - xy pada koordinat Cartesian. Gayagaya tersebut adalah F1 = 10 N dan F2 = 12 N masing-masing
o
o
membentuk sudut 30 dan 135 terhadap sumbu - x positif. Tentukan
besarnya resultan gaya yang dihasilkan
2) Dua buah benda dalam keadaan setimbang
pada sistem bidang
miring seperti pada
Gambar 1.55. Diketahui m1 = 4 kg, m2 = 2
kg,  = 30o dan g = 10
m/s2. Jika katrol licin,
berapakah besarnya koefisien gesekan bidang
miring ?
N
T
T
m1
w 1x
m2
f
30
O
w 1y
w1
w2
Gambar 1.55.
Sistem dua benda pada bidang miring.
3) Sebuah balok mula-mula ditahan diam dipuncak sebuah bidang miring
yang sudut kemiringannya 45o. Ketika dilepas, balok meluncur pada
bidang miring dengan percepatan 2 m/s2. Jika g = 10 m/s2 , berapa
besarnya koefisien gesekan balok dengan bidang miring ?
4) Jika seseorang jatuh bebas dari ketinggian 1,67 m, berapa besar
kecepatannya pada saat mendarat di tanah dan berapa lama proses
perlambatannya ?
1.86
Fisika Umum I 
Petunjuk Penyelesaian Latihan
1) Uraian gaya-gaya pada bidang-xy,
y
F2
F2 y
F1
F1 y
135o
F2 x
30o
F1 x
O
x
F1x  F1 cos30o
F2 x  F2 cos135o
F1 y  F1 cos30o
F2 y  F2 sin135o
Rx   Fx  F1x  F2 x
Ry   Fy  F1 y  F2 y
R  Rx2  Ry2
Catatan : Gunakan Kalkulator
2) Benda m2 setimbang,
T  w2  m2 g
N
T
m1
w 1x
Benda m1 setimbang,
T  w1 sin   f
T
(1)
m2
f
(2)
30
O
w 1y
w1
Dari (1) dan (2) dapat ditentukan f, dan  dicari dari hubungan,
f  N   
f
N
w2
1.87
 BIOL4119/MODUL 1
dengan, N  w1 y  w1 cos  m1 g cos .
3)
 F  w sin   f
N
f
a
 w sin    N
 w sin    w cos 
 w (sin  -  cos  )
wx
m
wy

w
dengan w = mg.
Hukum Newton II,
F  ma
 w (sin  -  cos  )  m a
mg (sin  -  cos  )  m a
Dari persamaan di atas dapat dicari besarnya koefisien gesekan  .
4) Dari persamaan gerak jatuh bebas,
ht  h0   v0t  12 gt 2 
dengan v0 = 0 (jatuh bebas) dan ht = 0 (jatuh di tanah) didapat,
t2 
2h0
g
t
2h0
g
atau,
Kecepatan pada saat jatuh,
vt  v0  gt
, v0  0
dengan h0 = 1,67 dan g = 9,8 m/s2 maka vt dapat dicari.
1.88
Fisika Umum I 
R A NG K UM A N
Gaya adalah penyebab perubahan gerak dan merupakan besaran
vektor. Dengan konsep gaya, Newton memformulasikan hukum-hukum
tentang gerak benda dan gravitasi sebagai berikut:
F  0 
 F  ma
setimbang (diam atau bergerak lurus beraturan)
Faksi  Freaksi
Fg  G
m1m2
r2
Diantara gaya-gaya mekanik yang kita kenal adalah gaya tegangan
tali, gaya gesekan dan gaya normal. Hubungan antara gaya gesekan dan
gaya normal dinyatakan dengan :
f  N

dengan
adalah koefisien gesekan.
Hukum-hukum Newton dapat diterapkan untuk memecahkan
persoalan sistem tegangan tali, sistem bidang miring dan sistem
ketahanan tulang manusia.
T E S F OR MA TIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Dua buah gaya sama besarnya, yaitu masing-masing 10 N, bekerja pada
titik pangkal yang sama. Perpaduan dua gaya tersebut menghasilkan
resultan gaya sebesar 15 N. Besarnya sudut apit kedua gaya tersebut
adalah …
A. 60 o
C. 75,5 o
o
B. 68
D. 82,8 o
1.89
 BIOL4119/MODUL 1
2) Dua buah gaya masing-masing besanya 4 N dan 6 N bekerja pada bidang
- xy pada sistem koordinat Cartesian. Gaya yang besarnya 4 N
membentuk sudut 60o terhadap sumbu-x positif dan yang lain
membentuk sudut 150o. Besarnya resultan gaya pada arah - x adalah…


 2  3 3 N


 3  2 3  N
A.
Rx  2  3 3 N
C.
Rx  3  2 3 N
B.
Rx
D.
Rx
3) Dari soal No.2, besarnya resultan gaya pada arah - y adalah . . . .


 2  3 3 N


 3  2 3  N
A.
Ry  2  3 3 N
C.
Ry  3  2 3 N
B.
Ry
D.
Ry
4) Dari soal No.2, besarnya resultan gaya pada bidang - xy adalah . . . .
A. R  13 N
C. R  10 N
B.
R  2 13 N
D.
R  2 10 N
5) Sebuah benda dengan massa 5 kg diletakkan pada sebuah bidang
miring yang sudut kemiringannya  . Jika koefisien gesekan bidang
miring  = 0,6 dan g = 10 m/s2, dan benda dalam keadaan diam, maka
besarnya sudut  = . . . .
A. 23o
C. 31o
o
B. 28
D. 36o
6) Jika pada soal No.5 sudut kemiringan diperbesar sampai  = 45o dan
g = 10 m/s2 maka benda bergerak dengan percepatan . . . .
A. 2 2 m/s 2
C. 12 2 m/s2
B.
2 m/s2
D.
1
4
2 m/s2
7) Dua buah benda berada pada sistem
bidang miring seperti pada Gambar
1.56. Diketahui m1 = 3 kg, m2 = 2 kg, 
2
= 30o dan g = 10 m/s . Jika sistem
dalam keadaan setimbang, maka
besarnya koefisien gesekan antara
benda dan bidang adalah . . . .
N
T
T
1
w 1x m
f
30
O
m2
w 1y
w1
w2
Gambar 1.56.
Sistem dua benda pada bidang
miring.
1.90
Fisika Umum I 
A. 0,2
B. 0,3
C. 0,4
D. 0,5
8) Pada soal No.7, besarnya tegangan tali T  adalah,
A. 10 N
B. 20 N
C. 30 N
D. 40 N
9) Jika seorang dengan massa 60 kg menjatuhkan diri dari ketinggian
0,75 m dengan posisi jatuh tegak pada kedua kakinya, maka tulang
keringnya akan mengalami kompresi (pengurangan panjang) sebesar,
A. 4,5 ´102 m
C. 4,5 ´103 m
B. 2, 2 ´102 m
D. 2, 2 ´103 m
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.
Tingkat penguasaan =
Jumlah jawaban yang benar
´ 100%
Jumlah soal
Arti tingkat penguasaan : 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang
belum dikuasai.
1.91
 BIOL4119/MODUL 1
Kunci Jawaban Tes Formatif
Tes Formatif 1
Tes Formatif 2
Tes Formatif 3
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
D
C
A
C
C
B
C
D
C
B
D
B
C
A
D
A
B
C
D
D
B
C
B
C
A
A
B
C
1.92
Fisika Umum I 
Daftar Pustaka
Cromer, A.H. (1981). Physics for The Life Science, Second Edition.
International Student Edition.
Giancoli, D.C. (1995). Physics, Fourth Edition. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Hobbie, R.K. and Roth, B.J. (2007). Intermediate Physics for Medicine and
Biology. Fourth Edition. Springer.
Marion, J.B. (1979). General Physics with Bioscience Essays. New York:
John Willey & Sons, Inc.
Marion, J.B. & Hornyak, W.F. (1984). Principles of Physics. Student
College Publishing.
O’Dwyer, J.J. (1984). College physics. Second Edition. Wadsworth
Publishing Company.
Serway, R.A. (1982). Physics for Scientist and Engineers. Second Edition.
Sounders College Publishing.
Download