ISOLASI DAN UJI SEROLOGI TERHADAP Mycobacterium

advertisement
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
ISOLASI DAN UJI SEROLOGI TERHADAP Mycobacterium
paratuberculosis PADA SAPI PERAH
(Isolation and Serology Test to Mycobacterium paratuberculosis in Dairy
Cattle)
RAHMAT SETYA ADJI
Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114
ABSTRACT
Paratuberculosis (Johne’s Disease) is a chronic granulomatous enteritis disease of ruminants caused by
Mycobacterium paratuberculosis. The disease spreads through feed contaminated by faeces of sick animals,
with clinical signs of progressive diarrhoae and weight losses. Isolation and identification have been done to
obtain Mycobacterium paratuberculosis bacteria from Indonesia by medium of Herrold’s Egg Yolk Agar
with Mycobactin J (BBL, USA). Mycobacterium paratuberculosis were isolated from faecal samples
obtained from suspected dairy cattle. Serological test was conducted by using ELISA Kit (IDEXX, USA) to
investigate of prevalence paratuberculosis in Indonesia. The result of ELISA from 180 serum sample of dairy
cattle, showed 3 positives of paratuberculosis (1.67%).
Kata kunci: Mycobacterium paratuberculosis, isolasi dan identifikasi, ELISA
ABSTRAK
Paratuberkulosis (Johne’s Disease) adalah penyakit enteritis granulomatik kronik pada ruminansia yang
disebabkan oleh Mycobacterium paratuberculosis. Penyakit ini menular melalui pakan yang terkontaminasi
feses hewan sakit dengan gejala klinik diare progesif dan penurunan berat badan. Isolasi dan identifikasi
dilakukan untuk mendapatkan bakteri Mycobacterium paratuberculosis isolat Indonesia dengan
menggunakan media Herrold Egg Yolk Agar with Mycobactin J (BBL, USA). Mycobacterium
paratuberculosis telah dapat diisolasi dari sampel feses sapi perah yang dicurigai sakit. Uji serologi dengan
menggunakan ELISA Kit (IDEXX, USA) dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan prevalensi penyakit
paratuberkulosis di Indonesia. Hasil uji ELISA dari 180 sampel serum sapi perah, terdapat 3 sampel positif
paratuberkulosis (1,67%).
Key words: Mycobacterium paratuberculosis, isolasi dan identifikasi, ELISA
PENDAHULUAN
Paratuberkulosis atau Johne’s disease
adalah penyakit enteritis granulomatik kronik
pada ternak ruminansia terutama sapi, kambing
dan
domba
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium paratuberkulosis (OIE, 2000).
Penyakit ini dapat mengakibatkan kerugian
ekonomi yang sangat besar karena terjadi
penurunan produksi, penurunan berat badan,
meningkatnya hewan yang diafkir dan
menyebabkan kematian (PHILIP, 2000).
Penyakit ini dapat ditularkan melalui feses
yang
mengandung
Mycobacterium
paratuberculosis dari lingkungan yang
tercemar. Sumber infeksi pada anak sapi
adalah susu dari sapi yang terinfeksi atau dari
susu yang tercemar oleh feses dari sapi sakit
(OIE, 2000). Paratuberkulosis ini dilaporkan
sangat populer dan banyak terjadi pada sapi di
Australia, New Zaeland, Belanda, Jerman,
Denmark, Inggris, Austria, Belgia dan Amerika
Serikat. Di Amerikat Serikat, kerugian akibat
penyakit ini diperkirakan mencapai US $ 1,5
billion setiap tahunnya (COLLIN et al., 1994;
FLORON et al., 1999; MILNER, 1990).
Mycobacterium
paratuberculosis
merupakan bakteri gram positif, berbentuk
batang, berukuran kecil dan bersifat tahan
asam. Pertumbuhan koloni pada Herrold’s Egg
Yolk Agar dengan Mycobactin awalnya sangat
kecil, tidak berwarna, bulat, convek dengan
281
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
permukaan halus, berkilauan dan akan berubah
menjadi agak kasar, convek dan berwarna
putih sampai krem atau kekuning–kuningan.
Kuman ini umumnya menempati saluran usus,
terutama pada pangkal ileum, ileocaecal, batas
caecum dan limfoglandula mesenterika
(YOKOMIZO, 1997). Gejala klinik penyakit
paratuberkulosis adalah diare dan kurus dengan
feed comsumption rate (FCR) tinggi.
Gambaran patologi anatomi yang menciri
adalah adanya penebalan dan perlipatan usus
terutama pada pangkal ileum. Diagnosa
penyakit ini berdasarkan gejala klinik dan
diteguhkan dengan pemeriksaan laboratorium.
Metode isolasi dan identifikasi ini bagus
untuk diagnosa paratuberkulosis pada hewan
hidup dan digunakan untuk mendapatkan isolat
Mycobacterium paratuberculosis. Sampel yang
digunakan untuk isolasi dan identifikasi adalah
feses dan usus (ileocaecal dan limfoglandula
mesenterika). Media yang digunakan adalah
Herrold’s Egg Yolk Agar dengan Mycobactin
dan diinkubasikan selama 15–20 minggu (OIE,
2000). Intradermal test dengan PPD Johnin
atau PPD Avium juga dapat digunakan untuk
diagnosa terhadap penyakit paratuberkulosis,
terutama pada kasus subklinik (OIE, 2000).
Uji serologi yang biasa digunakan untuk
diagnosa paratuberkulosis adalah Complement
Fixation Test (CFT), Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA) dan Agar Gel
immunodiffusion (AGID) untuk mengukur
imunitas humoral serta Gamma Interferon
untuk mengukur imunitas seluler. ELISA
adalah metode yang paling spesifik dan sensitif
untuk mengukur titer antibodi paratuberkulosis
(OIE, 2000).
Di
Indonesia
keberadaan
penyakit
paratuberkulosis pernah dilaporkan oleh Balai
Penelitian Veteriner (1951) pada sapi perah di
Bogor dan secara serologi pernah dilaporkan
oleh Balai Penyidikan Penyakit Hewan
(BPPH) Medan, Sumatera Utara pada tahun
1998 oleh Nisikhawa. Perlu dicatat, bahwa
Indonesia pernah mengimpor ternak sapi dari
negara–negara yang disebutkan di atas selama
beberapa dekade. Hal ini memungkinkan
bahwa penyakit paratuberkulosis telah terbawa
masuk ke negara kita. Akan tetapi keberadaan
penyakit tersebut sampai saat ini masih belum
diketahui secara jelas, sehingga perlu
melakukan penelitian untuk mendapatkan
isolat Mycobacterium paratuberculosis dan
282
melaksanakan uji serologi (ELISA, IDEXX)
untuk mengetahui prevalensi penyakit ini di
Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mendapatkan kuman Mycobacterium
paratuberkulosis isolat Indonesia, mengetahui
prevalensi penyakit ini di Indonesia, sehingga
mempermudah pengawasan dan pengendalian.
MATERI DAN METODE
Isolasi dan identifikasi
Isolasi dan identifikasi Mycobacterium
paratuberculosis dilakukan dari sampel feses
dari peternakan sapi perah. Teknik isolasi
kuman ini berdasarkan standar dari OIE
(WHO, 2000). Mencampurkan 1 g sampel
feses dalam 20 ml aquadest dan dishaking
selama 30 menit dalam temperatur kamar.
Kemudian ambil 5 ml supernatan dan
dicampurkan
dengan
20
ml
larutan
hexadecylpyridinium chloride (HPC) 0,75%
dan diinkubasikan 18 jam dalam suhu ruangan.
Setelah itu ambil 0,1 ml pelet dan ditanam
pada media Herrold’s Egg Yolk Agar (HEYM)
dengan Mycobactin kemudian diinkubasikan
selama 15–20 minggu dengan pengamatan
pertumbuhan dilakukan setiap minggu.
Uji serologi
Uji serologi terhadap sampel serum sapi
menggunakan kit komersial Johne’s Adsorbed
EIA (IDEXX, USA). Kegiatan ini dilakukan
untuk
mengetahui
prevalensi
penyakit
paratuberkulosis di Indonesia berdasarkan titer
antibodi dari serum sapi yang diperiksa.
Metode pengujian adalah sebagai berikut:
1. Masukan serum sampel ke dalam pelarut
dengan perbandingan 1 : 20 dan
inkubasikan selama 30 menit pada suhu
kamar.
2. Masukan 100 µl kontrol negatif ke dalam
lubang mikroplat A1 dan A2.
3. Masukan 100 µl kontrol positif ke dalam
lubang mikroplat A3 dan A4.
4. Masukan 100 µl serum sampel ke dalam
lubang mikroplat dan inkubasikan selama
30 menit pada suhu kamar.
5. Cuci mikroplat dan keringkan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
6. Masukan 100 µl konjugate ke dalam tiap
lubang mikroplat dan inkubasikan selama
30 menit pada suhu kamar.
7. Cuci mikroplat dan keringkan.
8. Masukan 100 µl substrat ke dalam tiap
lubang mikroplat dan inkubasikan selama
15 menit pada suhu kamar.
9. Masukan 100 µl stop solution ke dalam tiap
lubang mikroplat untuk menghentikan
reaksi.
10. Ukur dengan Elisa reader dengan filter 650
nm dan kalkulasi hasil dengan S/P ratio.
11. Intepretasi hasil : S/P ratio kurang dari 0,25
adalah negatif dan S/P ratio sama atau lebih
dari 0,25 adalah positif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan identifikasi
Isolasi dan identifikasi menggunakan media
Herrold’s Egg Yolk Agar dengan Mycobactin
(BBL, USA) dengan sampel feses dari
peternakan sapi perah sebanyak 180 sampel.
Bentuk isolat yang tumbuh pada media
tersebut adalah: isolat kecil, konvek, agak
kasar dan berwarna krem atau keputih–putihan
dan pengecatan dengan metode Ziehl–Neelsen
(bentuk kuman batang dan berwarna merah).
Dari bentuk isolat dan gambaran mikroskopik,
bahwa isolat tersebut merupakan isolat
Mycobacterium paratuberculosis, hal ini
dibuktikan dengan ketergantungan terhadap
Mycobactin (hasil subkultur).
Uji serologi (ELISA)
ELISA dilakukan dengan menggunakan kit
komersial Johne’s Adsorbed EIA (IDEXX,
USA) dengan sampel serum sapi perah
sebanyak 180 buah. Hasil uji ELISA dari
serum–serum tersebut terdapat 177 negatif
paratuberkulosis dan 3 positif paratuberkulosis
(Tabel 1).
Hasil isolasi dan identifikasi dari sampel
feses telah didapatkan kuman Mycobacterium
paratuberculosis, hal ini didasarkan dari
bentuk isolat dan gambaran mikroskopik serta
sangat tergantung dengan Mycobactin (hasil
subkultur).
Hasil uji serologi (ELISA) terdapat 177
sampel dengan S/P ratio kurang dari 0,25 dan 3
sampel dengan S/P ratio lebih dari 0,25, hal ini
berarti 177 serum negatif terhadap antibodi
paratuberkulosis dan 3 serum positif terhadap
antibodi paratuberkulosis (1,67%). Dari hasil
uji serologi dan isolasi terhadap kuman
penyebab penyakit tersebut, menunjukan
bahwa di Indonesia (khususnya Jawa Barat)
telah
masuk
dan
terdapat
penyakit
paratuberkulosis dengan tingkat kejadian
1,67%. Diagnosa terhadap Johne’s disease
dibedakan menjadi 2 yaitu diagnosa untuk
kasus klinik dan subklinik. Pada kasus klinik
biasanya menggunakan metode isolasi dan
identifikasi. Sedangkan pada kasus subklinik
dapat menggunakan test serologi untuk
mendeteksi antibodi spesifik atau dengan
metode isolasi dan identifikasi. Metode ELISA
merupakan uji serologi yang sensitif dan
spesifik dibandingkan dengan uji serologi yang
lain. ELISA dapat dilakukan dengan cepat dan
lebih murah dibandingkan dengan isolasi dan
identifikasi, tetapi sensitifitas dan spesifitas uji
ini sering ditentukan dengan dasar dari hasil
isolasi dan identifikasi dari feses. Pengobatan
terhadap penyakit ini kurang efektif dan
memerlukan biaya yang mahal dan sapi yang
sudah terkena sebaiknya diafkir, karena itu
pencegahan dengan vaksinasi dapat dilakukan
sebagai salah satu pilihan.
Tabel 1. Hasil Elisa dan kultur
Sampel
Asal sampel
Serum
ELISA
Kultur M. paratuberculosis
Feses
KPS – BU – Lembang
65
65
1 Positif
1 positif
Baru Ajak - Lembang
60
60
2 Positif
-
Cisarua - Bogor
55
55
-
-
Jumlah
180
180
3 positif
1 positif
283
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil uji serologi (ELISA), penyakit
paratuberkulosis telah masuk dan ada di
Indonesia dengan kejadian penyakit 1,67%.
Hasil kultur dari sampel feses dengan media
Herrold’s Egg Yolk Agar dengan Mycobactin
telah dapat diisolasi kuman Mycobacterium
paratuberculosis. Hal ini menunjukkan bahwa
di Indonesia ada penyakit paratuberkulosis,
karena itu perlu pengawasan dan pengendalian
dengan baik agar peternakan sapi perah di
Indonesia berkembang dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
OIE.
2000. Paratuberculosis. In: Manual of
Standards Diagnostic Test and Vaccines.
office International des Epizooties, 292–303.
FLORON, C., J.R. FARRIES, J.R. ALLEN, J. ELLEN, R.S.
SANDRA and D.M. DERRY. 1999. Bovine
Paratuberculosis of Dairy Cattle, Texas
Agricultural Extension Service, The Texas A
& M University System. pp. 1–4.
MILNER, A.R., W.N. MACK, K.J. COATES, J. HILL, I.
GILL and P. SHELDRICK. 1990. The sensitivity
and specitivity of a modified Elisa for the
diagnosis of Johne’s disease from a field Trial
in cattle. Vet. Microbiol. 25: 193-198.
PHILIP H. JONES. 2000. Update on Bovine
Paratuberculosis (Johne’s Disease), University
of Liverpool, Department of Veterinary
Clinical Science and Animal Husbandry,
Faculty of Veterinary Sciene, Leahurst,
Neston, South Wirral. pp. 1–20.
YOKOMIZO, Y. 1997. Isolation and Identification of
Mycobacterium paratuberculosis, National
Institute of Animal Health, Japan.
COLLINS, M.T., D.C. SOCKET, W.J. GOODER, T.A.
CONRAD, C.B. THOMAS and CARR. 1994. Herd
prevalence and geographic distribution of, and
risk factors for bovine paratuberculosis in
Wisconsin. J. Am. Vet. Med. Assoc. 204: 636–
641.
DISKUSI
Pertanyaan:
Sesudah didapat hasil pengamatan ini, tindakan pengendalian apa yang sebaiknya dilakukan?
Jawab:
Pengendalian dan pencegahan penyakit paratuberkulosis:
1. Pemetaan daerah endemik dan pengawasan lalu lintas ternak.
2. Penerapan manajemen kesehatan ternak dan kebersihan kandang yang baik.
3. Vaksinasi.
4. Pengujian rutin terhadap paratuberkulosis (serologi atau isolasi dan identifikasi):
• Positif: hewan harus diafkir dan lingkungan (kandang dan sekitarnya) harus dibersihkan.
Pengobatan tidak efektif sebab lama dan mahal.
284
Download