Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat‡

advertisement
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 85-92
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 April 2007: 85 – 92
AKTA KIMIA
INDONESIA
Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat‡
Dwi Setyowati dan Ita Ulfin*
Laboratorium Kimia Analitik
Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Kampus ITS Keputih, Surabaya 60111
ABSTRAK
Penelitian ini mempelajari penentuan kondisi optimum penyerapan aluminium oleh asam humat,
desorpsi aluminium dari asam humat dengan aquademin dan HCl 4 N, serta pengaruh adanya fosfat dalam
larutan terhadap penyerapan aluminium oleh asam humat. Penentuan kondisi optimum penyerapan
aluminium oleh asam humat yang meliputi penentuan waktu kontak dengan variasi waktu kontak 15; 30;
45; 60; 75; 90; 105; 120; dan 135 menit, dengan variasi pH 4; 5; 6; 7; 8; dan 9, dan konsentrasi
aluminium pada 100; 200; 300; 400; 500; 600; 700; 800; 900; dan 1000 ppm. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kondisi optimum penyerapan aluminium oleh asam humat terjadi dengan waktu
kontak selama 105 menit, dengan pH 6, dan konsentrasi sebesar 300 ppm. Sedangkan desorpsi terhadap
aluminium pada asam humat menunjukkan bahwa ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia dengan
prosentase desorpsi lebih dari 80%. Adanya fosfat dalam larutan dapat menurunkan daya serap asam
humat terhadap aluminium, sehingga daya serapnya turun dari 57,01 mg/g menjadi 17,35 mg/g.
Kata kunci : Aluminium, Asam Humat, SSA.
ABSTRACT
This research determined optimum condition of aluminum adsorption using humic acid and studied
desorption of aluminum from humic acid using demineralised water and HCl 4N, as well as studied the
effect of phosphate on the adsorption of aluminum using humic acid. The optimum condition was
determined by varying contact time at 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120 and 135 min at pH variation
4,5,6,7,8 and 9, and aluminum concentration 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900 and 1000
ppm. Results showed that optimum condition of aluminum adsorption using humic acid occurred at contact
time 105 minutes at pH 6 and concentration 300 ppm. In addition, results showed that desorption of
aluminum on humic acid were better using HCl 4N than demineralised water. Desorption using HCl 4N was
85.75%. As a result, chloride acid solution can be used for regeneration. Phosphate in solution affected
performance of humic acid on aluminum adsorption, which decreased the aluminum concentration from
57.01 mg/g to 17.35 mg/g.
Keywords : Aluminum, Humic Acid, AAS.
PENDAHULUAN
Aluminium terdapat di bumi dalam bentuk
mineral, batuan, dan dalam tanah. Secara
alamiah aluminium terdapat di dalam air dalam
bentuk garam terlarut, koloidal, ataupun garam
yang tidak terlarut. Selain itu ion aluminium juga
dapat berasal dari buangan dan effluen dari
pengolahan air yang menggunakan garam
aluminium sebagai koagulan.
‡ Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia VIII,
di Surabaya 8 Agustus 2006
author. Tel. : 031-5943353-; Fax : 0315928314 ; e-mail : [email protected]
* Corresponding
© Kimia ITS – HKI Jatim
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa air
dari bangunan pengolahan air minum yang
menggunakan sistem koagulasi dan saringan
pasir mengandung kadar alumiunim tidak lebih
dari 50 μg/L (APHA, AWWA, WPCF, 1989).
Kelarutan aluminium sangat bergantung
pada pH lingkungan. Pada kondisi pH yang netral,
konsentrasi ion aluminium ditemukan cukup
rendah dalam air sungai, danau, dan air laut.
Sedangkan pada pH yang lebih tinggi atau lebih
rendah, kelarutan aluminium meningkat cukup
besar, hal ini sangat dipengaruhi oleh kehadiran
senyawa-senyawa pengkompleks. Pada interval
85
Setyowati dan Ulfin - Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat
pH 4-5, kelarutan aluminium dapat berubah
dengan sangat cepat sehingga sejumlah besar
aluminium dapat terlarut pada range tersebut
(Stoeppler, 1992).
Adanya
pelarutan
aluminium
mengakibatkan peningkatan konsentrasi dalam
sistem
perairan,
sehingga
diperlukan
pengurangan kadar aluminium. Penurunan kadar
aluminium dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penyerapan. Metode ini
dilakukan dengan menggunakan asam humat
sebagai adsorben. Pemilihan asam humat
sebagai adsorben karena sifat dari asam humat
yang sangat mudah untuk berikatan dengan
logam dan asam humat mudah terdegradasi. Zatzat humat (asam humat) merupakan unsur
organik utama yang banyak terdapat di tanah dan
gambut. Asam humat juga terdapat di dalam
lingkungan perairan yang merupakan hasil
dekomposisi zat organik dan tumbuhan mati.
Asam humat diketahui berkemampuan untuk
berinteraksi sangat kuat dengan berbagai logam
membentuk kompleks logam humat, dimana hal
ini berpengaruh terhadap sifat adsorpsi-desorpsi
dari logam. Ikatannya dengan ion logam adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas
lingkungan yang paling penting. Asam humat
mempengaruhi kualitas air dengan jalan menukar
spesies, berupa kation dari bahan-bahan organik
dengan air (Manahan, 1994).
Asam humat adalah zat organik yang
terdapat di dalam tanah dan gambut. Asam
humat
merupakan
bahan
makromolekul
polielektrolit yang memiliki gugus fungsional
seperti –COOH, –OH fenolat maupun –OH
alkoholat, sehingga asam humat memiliki peluang
untuk berikatan dengan ion logam karena gugus
ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang
relatif tinggi.
Deprotonasi gugus-gugus fungsional asam
humat
akan
menurunkan
kemampuan
pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul
maupun sesama molekul dan meningkatkan
jumlah muatan negatif gugus fungsional asam
humat, sehingga akan meningkatkan gaya tolak
menolak antar gugus dalam molekul asam humat.
Pengaruh
tersebut
akan
menyebabkan
permukaan partikel-partikel koloid asam humat
bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka
dengan meningkatnya pH. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kelarutan asam humat adalah pH,
yang lebih lanjut akan mempengaruhi disosiasi
gugus yang bersifat asam pada asam humat.
Sehingga pada proses penyerapan logam berat ini
dipengaruhi oleh pH larutan yang merupakan
salah satu faktor fisiko kimia lingkungan. Spark,
dkk (1997) juga telah mengamati kelarutan asam
humat yang menunjukkan bahwa kelarutan
maksimum asam humat terjadi pada pH 3 – 6,
dan sisa padatan mulai larut pada pH 8,5 yang
dapat dinyatakan bahwa pada pH yang relatif
86
tinggi (konsentrasi H+ rendah) akan meningkatkan
konsentrasi -COO- yang dapat berfungsi sebagai
ligan pada asam humat. Pembentukan kompleks
dan pengkelatan secara alami juga memegang
peranan penting dalam meningkatkan kesuburan
tanah.
Pengkelatan
dapat
meningkatkan
mobilitas banyak kation dan akibatnya juga
ketersediaannya untuk tanaman. Pelepasan hara
tanaman oleh pelapukan mineral-mineral tanah
biasanya merupakan suatu proses yang lambat.
Namun pembentukan kompleks cenderung
mempercepat proses dekomposisi mineralmineral
tanah
dan
dengan
demikian
mempercepat pelepasan hara-hara terlarut.
Kelompok yang paling penting dari agen
pengompleks yang terjadi secara alami adalah
zat-zat humat, yaitu bahan-bahan yang tahan
degradasi yang dihasilkan selama dekomposisi
dari tumbuhan yang terjadi sebagai endapan
dalam tanah, sedimen rawa, tanah humat, batu
bara, atau hampir di beberapa lokasi dimana
banyak terdapat vegetasi atau tumbuh-tumbuhan
yang telah hancur (Alimin, 2005).
Asam humat merupakan makromolekul
organik yang berperan dalam transport,
bioavailabilitas, dan dapat mengikat beberapa
logam berat. Asam humat dapat terikat dengan
ion logam, seperti Al3+ dan Fe3+ membentuk
ikatan logam-HA yang larut atau tidak larut
(Manahan, 1994).
Aluminium memiliki pengaruh toksisitas
pada tanaman pangan, akar pohon, biota air
tawar serta terhadap manusia. Hal ini
dikarenakan kondisi asam dalam lingkungan
sekitarnya.
Karena
kelebihan
aluminium,
mengakibatkan logam ini bersifat toksik pada
akar tanaman. Pengaruh utama aluminium
adalah kemampuannya dalam menurunkan daya
absorpsi tanaman terhadap mineral-mineral
tertentu. Sehingga dalam penelitian ini digunakan
asam humat untuk menyerap aluminium dalam
larutan (Darmono, 1995).
Penelitian ini juga didasarkan pada
penelitian Cheng, Chi, Yu (2003) tentang
pengaruh ion fosfat terhadap penurunan
konsentrasi asam humat dengan koagulan
aluminium sulfat, dimana pengikatan ion
aluminium oleh asam humat akan dapat
berfungsi sebagai jembatan untuk pengikatan ion
fosfat.
Penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
mengetahui kondisi optimum penyerapan ion
aluminium oleh asam humat dan mempelajari
pengaruh adanya ion fosfat dalam larutan
terhadap penyerapan ion aluminium oleh asam
humat. Untuk mencapai maksud dari penelitin ini,
maka dilakukan variasi terhadap waktu kontak,
variasi pH, dan variasi konsentrasi ion aluminium.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 85-92
ALAT DAN BAHAN
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA), Spektrofotometer UV-Vis, pH-meter digital
Nel, labu volumetri 100 mL dan 1000 mL, gelas
ukur, beker gelas, kertas saring whatman no. 42,
hot plate, dan neraca analitis.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain
AlK(SO4)2.12H2O, asam humat (Fluka, FK53680AG), NaH2PO4.H2O, H2SO4 98%, HNO3 65%,
(NH4)6MO7O24.4H2O, SnCl2.2H2O, gliserol, etanol
95%, phenolphtalein, HCl 37%, padatan NaOH,
dan aquademineralisasi.
PROSEDUR PENELITIAN
Optimasi Penyerapan ion Al3+ oleh Asam Humat
a. Penentuan Waktu Kontak Optimum
Larutan Al3+ 1000 ppm diambil sebanyak 5
mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Larutan kemudian diencerkan dengan aquademin
sampai tanda batas dan dipindahkan ke dalam
beker gelas 400 mL. Kemudian larutan ditambah
dengan asam humat 0,1 gram dan diaduk dengan
variasi waktu kontak 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105,
120 dan 135 menit. Campuran disaring dengan
kertas saring whatman No. 42. Filtrat yang
diperoleh didestruksi dengan HNO3 65 % sampai
larutan jernih, lalu didinginkan. Larutan
dimasukkan labu ukur 100 ml dan diencerkan
dengan HNO3 1 % sampai tanda batas. Larutan
dianalisa kandungan Al3+ yang tidak terserap oleh
asam humat dengan SSA. Langkah ini dilakukan
replikasi sebanyak 2 kali.
b. Penentuan pH Optimum
Larutan Al3+ 1000 ppm diambil sebanyak 5
mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Larutan kemudian diencerkan dengan aquademin
sampai tanda batas dan dipindahkan ke dalam
beker gelas 400 mL. Kemudian larutan diatur pHnya pada 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 dengan
penambahan NaOH atau HCl. Larutan ditambah
dengan asam humat sebanyak 0,1 gram.
Kemudian campuran diaduk dengan waktu
optimum. Campuran disaring dengan kertas
saring whatman No. 42. Filtrat yang diperoleh
didestruksi dengan HNO3 65 % sampai larutan
jernih, lalu didinginkan. Larutan dimasukkan labu
ukur 100 ml dan diencerkan dengan HNO3 1 %
sampai tanda batas. Larutan dianalisa kandungan
Al3+ yang tidak terserap oleh asam humat dengan
SSA. Langkah ini dilakukan replikasi sebanyak 2
kali.
© Kimia ITS – HKI Jatim
c. Penentuan Konsentrasi Ion Al3+ Optimum
Larutan Al3+ 1000 ppm diambil sebanyak
10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 90; dan 100 mL
dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL. Masing-masing larutan kemudian
diencerkan dengan aquademin sampai tanda
batas dan dipindahkan ke dalam beker gelas 400
mL. Kemudian diatur pada pH optimum dengan
penambahan NaOH atau HCl. Larutan ditambah
dengan asam humat sebanyak 0,1 gram ke
dalam masing-masing labu. Kemudian diaduk
dengan waktu optimum. Campuran disaring
dengan kertas saring whatman No. 42. Filtrat
yang diperoleh didestruksi dengan HNO3 65 %
sampai larutan jernih, lalu didinginkan. Larutan
dimasukkan labu ukur 100 ml dan diencerkan
dengan HNO3 1 % sampai tanda batas. Larutan
dianalisa kandungan Al3+ yang tidak terserap oleh
asam humat dengan SSA. Langkah ini dilakukan
replikasi sebanyak 2 kali.
Desorpsi Ion Al3+ dengan Aquademin dan HCl
Residu asam humat, hasil penyaringan
prosedur 3.2.3.3 untuk konsentrasi Al3+ awal
sebesar 300 ppm, ditambahkan ke dalam 100
mL aquademin. Kemudian diaduk dengan waktu
optimum dan disaring dengan kertas saring
whatman No. 42. Filtrat yang diperoleh
didestruksi dengan HNO3 65 % sampai larutan
jernih, lalu didinginkan. Larutan dimasukkan labu
ukur 100 ml dan diencerkan dengan HNO3 1 %
sampai batas. Larutan dianalisa dengan SSA
untuk menentukan banyaknya Al3+ yang
terdesorpsi. Langkah ini dilakukan replikasi
sebanyak 2 kali. Langkah yang sama dilakukan
dengan cara mengganti aquademin dengan HCl 4
N sebagai pelarut desorpsi.
Pengaruh adanya Ion Fosfat terhadap Penyerapan
Ion Al3+ oleh Asam Humat
Larutan Al3+ 1000 ppm diambil sebanyak
30 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100
mL. Kemudian ditambahkan 30 mL larutan fosfat
1000 ppm dan diencerkan dengan aquademin
sampai tanda batas. Kemudian campuran
dipindahkan ke dalam beker gelas dan diatur
pada pH optimum dengan penambahan NaOH
atau HCl. Campuran ditambah dengan asam
humat sebanyak 0,1 gram. Kemudian diaduk
dengan waktu optimum dan disaring dengan
kertas saring whatman No. 42. Filtrat yang
diperoleh dianalisa dengan SSA pada panjang
gelombang 309,6 nm (sebelumnya didestruksi
dengan HNO3 65% sampai larutan jernih). Filtrat
sisa dianalisa dengan spektofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 690 nm. Langkah ini
dilakukan replikasi sebanyak 2 kali.
87
Setyowati dan Ulfin - Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penentuan Kondisi Optimum Penyerapan
Al3+ oleh Asam Humat
Hasil Analisa Penentuan Waktu Kontak Optimum
Waktu kontak merupakan waktu yang
dibutuhkan oleh asam humat untuk menyerap ion
Al3+. Hasil penelitian digambarkan sebagai kurva
prosentase ion Al3+ yang terserap dari larutan uji
ditunjukkan pada Gambar 1.
40
35
terserap (%)
30
25
15
Al
3+
20
pada menit-menit berikutnya terjadi penurunan
yang sangat kecil terhadap penyerapan ion Al3+
dalam larutan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
diperoleh hasil penyerapan yang konstan, ini
mulai terjadi pada menit ke-120 dengan hasil
penyerapan sebanyak 72,41 %. Pada keadaan ini,
kapasitas penyerapan permukaan asam humat
konstan dan telah tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi ion Al3+ dalam asam humat dengan
lingkungannya sehingga penyerapan pada waktu
kontak diatas 120 menit menjadi konstan. Jika
permukaan tertutup oleh lapisan molekuler, maka
kapasitas adsorpsi telah konstan (Masduqi,
2000). Fenomena ini dapat ditunjukkan dari pola
grafik pada Gambar 1, dimana setelah mencapai
waktu kontak optimum prosentase ion Al3+ yang
terserap cenderung konstan.
10
5
0
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
waktu kontak (menit)
Gambar 1. Grafik penentuan waktu kontak
optimum terhadap penyerapan ionAl3+ oleh asam
humat
Berdasarkan Gambar 1 dapat dinyatakan
bahwa waktu kontak berpengaruh terhadap
banyaknya ion Al3+ dalam larutan yang terserap
oleh asam humat. Dari kurva yang diperoleh
tampak bahwa dengan bertambahnya waktu
kontak maka diperoleh prosentase ion Al3+ yang
terserap semakin besar dan pada waktu kontak
yang lebih lama diperoleh kenaikan prosentase
ion Al3+ yang terserap semakin kecil (penyerapan
menjadi
konstan).
Kecepatan
kenaikan
prosentase ion Al3+ yang terserap paling besar
adalah pada waktu awal penyerapan yaitu pada
menit ke-15 hingga menit ke-60, dimana pada
menit ke-15 prosentase ion Al3+ yang terserap
sebesar 23,74 % dan pada menit ke-60 sebesar
61,48 %. Besarnya kecepatan kenaikan
prosentase ion Al3+ yang terserap ini terjadi
karena pada awal penyerapan, permukaan asam
humat masih belum terlalu banyak yang berikatan
dengan ion Al3+ sehingga proses penyerapan
masih dapat berlangsung efektif.
Tetapi pada menit ke-60 sampai menit ke75 diperoleh prosentase penyerapan yang hampir
sama dengan prosentase penyerapan pada menit
ke-60 (kenaikannya relatif lambat). Pada menit
ke-75 sampai menit ke-90 terjadi peningkatan
prosentase penyerapan ion Al3+. Sedangkan
prosentase ion Al3+ yang terserap paling besar
terjadi pada menit ke-105 dengan prosentase
penyerapan sebesar 72,47 %. Sehingga dapat
dikatakan bahwa asam humat membutuhkan
waktu kontak selama 105 menit agar dapat
menyerap ion Al3+ secara maksimal. Kemudian
88
Hasil Analisa Penentuan pH Optimum
Asam
humat
merupakan
senyawa
makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus
fungsional seperti –COOH, –OH fenolat maupun –
OH alkoholat, sehingga asam humat memiliki
peluang untuk membentuk kompleks dengan ion
logam karena gugus ini dapat mengalami
deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Salah
satu faktor yang mempengaruhi kelarutan asam
humat adalah pH, yang lebih lanjut akan
mempengaruhi disosiasi gugus yang bersifat
asam pada asam humat (Alimin, 2005). Sehingga
pada proses penyerapan logam berat ini
dipengaruhi oleh pH larutan yang merupakan
salah satu faktor fisiko kimia lingkungan. Selain
itu pH larutan juga berpengaruh pada kelarutan
dari ion logam dalam larutan, sehingga pH
merupakan parameter yang penting dalam
biosorpsi ion logam dalam larutan (Volensky,
1990).
Pada penelitian ini, analisa penentuan pH
optimum larutan terhadap penyerapan ion Al3+
oleh asam humat dilakukan dengan variasi pH
sebesar 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Pemilihan range pH
tersebut dilakukan berdasarkan sifat asam humat
sendiri. Dimana dalam larutan dengan pH 3,5-9,
asam humat membentuk sistem koloid
polielektrolit linier yang bersifat fleksibel, dimana
asam humat cenderung mengalami deprotonasi
sehingga gugus fungsional utamanya cenderung
berada dalam bentuk –COO- yang dapat bertindak
sebagai ligan dalam pembentukan kompleks.
Sedangkan pada pH yang lebih rendah asam
humat akan cenderung berada dalam bentuk
terprotonasi dengan gugus fungsional yang tidak
bersifat sebagai ligan (–COOH2+) dan berbentuk
kaku (rigid) serta cenderung teragregasi
membentuk suatu padatan makromolekul melalui
pembentukan ikatan hidrogen. Sedangkan pada
pH yang lebih tinggi akan menyebabkan ikatan
hidrogen semakin lemah sehingga agregat akan
terpisah satu sama lain (Alimin, 2005).
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 85-92
Data dari hasil analisa penentuan pH
optimum ini dapat digambarkan dengan grafik
prosentase ion Al3+ yang terserap dari larutan uji
ditunjukkan pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2 dapat diamati
bahwa pH larutan sangat berpengaruh terhadap
prosentase ion Al3+ yang dapat terserap oleh
asam humat dalam larutan, hal ini terjadi
dikarenakan terjadinya perubahan struktur dan
muatan dari ion aluminium. Dari pola grafik yang
diperoleh, terlihat bahwa pada range pH 4-7
terjadi penyerapan ion aluminium yang cukup
banyak, dengan prosentase diatas 70 %.
Penyerapan optimum terjadi pada pH 6 dengan
prosentase ion Al3+ yang terserap sebesar 72,90
%. Sedangkan pada pH yang lebih tinggi terjadi
penurunan jumlah ion Al3+ yang terserap dan
penyerapan ion Al3+ paling rendah terjadi pada pH
9 dengan prosentase sebesar 56,81%.
75
Al3+ terserap (%)
70
65
60
55
50
2
3
4
5
6
7
8
9
10
pH
Gambar 2. Grafik penentuan pH optimum larutan
pada penyerapan ion Al3+ dalam larutan oleh
asam humat
Pengaruh pH larutan terhadap besar
kecilnya kemampuan asam humat untuk
menyerap ion logam berat memiliki kaitan yang
erat dengan kedudukan ionik gugus-gugus
fungsinya. Karena gugus-gugus fungsi dari asam
humat dapat mengalami deprotonasi pada pH
yang relatif tinggi. Deprotonasi gugus-gugus
fungsional asam humat akan menurunkan
kemampuan pembentukan ikatan hidrogen, baik
antar molekul maupun sesama molekul dan
meningkatkan jumlah muatan negatif gugus
fungsional asam humat, sehingga akan
meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus
dalam molekul asam humat. Pengaruh tersebut
akan menyebabkan permukaan partikel-partikel
koloid asam humat bermuatan negatif dan
menjadi lebih terbuka serta berbentuk linier
dengan meningkatnya pH (Alimin, 2005).
Pada range pH 4-7 terjadi penyerapan ion
Al3+ yang cukup banyak, dengan prosentase
diatas 70 %. Hal ini terjadi karena dalam range pH
tersebut, asam humat berbentuk sistem koloid
polielektrolit yang fleksibel, dimana asam humat
cenderung mengalami deprotonasi sehingga
© Kimia ITS – HKI Jatim
gugus fungsional utamanya cenderung berada
dalam bentuk –COO- yang dapat bertindak
sebagai ligan dalam pembentukan kompleks.
Dengan adanya deprotonasi gugus fungsional
tersebut mengakibatkan asam humat bermuatan
negatif sehingga kemampuannya untuk berikatan
dengan ion logam semakin meningkat. Pada
range pH tersebut ion aluminium berada dalam
bentuk ion Al3+ (pada range pH 4-5), sedangkan
pada range pH 5-7 ion aluminium cenderung
berada dalam bentuk ion Al(OH)2+ (Marion, 1976).
Pada pH 6 terjadi penyerapan optimum
dengan prosentase ion Al3+ yang terserap sebesar
72,90 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada pH 6,
semua gugus-gugus fungsi asam humat
mengalami deprotonasi dan menjadikan asam
humat bermuatan negatif sehingga memiliki
kemampuan pengikatan ion logam yang
maksimum. Ion aluminium yang berikatan dengan
asam humat pada kondisi pH ini berada dalam
bentuk ion Al(OH)2+. Ion aluminium yang paling
banyak diserap oleh humat adalah dalam bentuk
ion Al(OH)2+, dimana bentuk ini berada pada pH 6
(Alimin dkk,2005).
Sedangkan pada pH yang lebih tinggi (pH ≥
7) terjadi penurunan jumlah ion Al3+ yang terserap
dan penyerapan ion Al3+ paling rendah terjadi
pada pH 9 dengan prosentase sebesar 56,81 %.
Hal ini terjadi karena pada pH yang tinggi
menyebabkan tingginya konsentrasi ion OHdalam larutan sehingga memberikan peluang
untuk terbentuknya endapan hidroksida logam
yang sukar larut dalam air. Terjadinya reaksi
antara OH- dengan ion Al3+ membentuk Al(OH)3
sangat mungkin terjadi sehingga sebelum
berikatan dengan asam humat, ion Al3+ telah
berikatan lebih dulu dengan ion OH-. Selain itu,
pada pH yang lebih tinggi akan menyebabkan
semakin lemahnya ikatan hidrogen pada asam
humat sehingga agregat akan terpisah antara
satu dengan yang lain.
Hasil Analisa Optimasi Konsentrasi Al3+
Optimasi konsentrasi aluminium pada
penyerapan logam aluminium dalam larutan oleh
asam humat dilakukan pada pH 6, sehingga ion
aluminium yang terserap berada dalam bentuk
Al(OH)2+. Data yang diperoleh dari analisa
optimasi konsentrasi ion Al3+ disajikan pada
lampiran. Dari data tersebut dapat diketahui
pengaruh konsentrasi awal ion Al(OH)2+ dalam
proses penurunan kadar ion Al(OH)2+ dalam
larutan oleh asam humat yang digambarkan
sebagai hubungan antara konsentrasi ion Al(OH)2+
awal dengan daya serap asam humat terhadap
ion Al(OH)2+. Penentuan daya serap asam humat
terhadap ion Al(OH)2+ dilakukan menggunakan
persamaan :
Daya serap =
− C akhir ) (mg L )
x volume larut
berat asam humat ( gr )
( C awal
89
Setyowati dan Ulfin - Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat
Sehingga diperoleh daya serap asam
humat terhadap ion Al(OH)2+ dalam satuan mg/g.
Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3 (a),
sedangkan banyaknya ion Al(OH)2+ yang terserap
ditunjukkan pada Gambar 3 (b).
70
daya serap asam humat
terhadap ion Al3+ (mg/g)
60
50
40
30
20
10
0
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000 1100
800
900
1000 1100
konsentrasi Al3+ awal (mg/L)
(a)
konsentrasi Al3+ terserap
(mg/L)
70
60
50
40
30
20
10
0
0
100
200
300
400
500
600
700
konsentrasi awal Al3+ (mg/L)
(b)
Gambar 3. Grafik optimasi konsentrasi ion Al3+
yang dinyatakan dengan :
(a) daya serap asam humat dalam mg/g
(b) Ion Al3+ terserap dalam mg/L
Berdasarkan pola grafik pada Gambar 3
dapat diamati bahwa secara umum semakin
besar konsentrasi awal larutan Al(OH)2+ sebagai
adsorbat yang ditambahkan dalam larutan
dengan berat asam humat yang tetap akan
meningkatkan daya serap asam humat terhadap
ion Al(OH)2+. Apabila konsentrasi ion Al(OH)2+
bertambah maka beban asam humat sebagai
adsorben untuk mengikat ion Al(OH)2+ juga
bertambah sehingga semakin banyak ion Al(OH)2+
yang terikat.
Pada konsentrasi ion Al(OH)2+ 100 ppm
sampai 300 ppm, terjadi peningkatan kecepatan
daya serap yang paling besar yaitu dari 42,65
mg/g menjadi 57,01 mg/g dengan konsentrasi
ion Al3+ terserap dari 42,76 mg/L menjadi 57,09
mg/L. Hal ini terjadi karena pada awal
penyerapan, permukaan asam humat masih
belum terlalu banyak berikatan dengan ion
Al(OH)2+ sehingga proses penyerapan dapat
90
berlangsung efektif. Untuk konsentrasi ion
Al(OH)2+ yang lebih tinggi (≥400 ppm) penyerapan
yang terjadi cenderung konstan hingga pada
konsentrasi 1000 ppm. Sehingga dapat dikatakan
bahwa penyerapan optimum terjadi pada
konsentrasi 300 ppm dengan daya serap
terhadap ion Al3+ rata-rata sebesar 57,01 mg/g
berat asam humat. Pada konsentrasi 400 ppm
hingga 1000 ppm daya serap asam humat
cenderung konstan yaitu dengan daya serap ratarata 57 mg/g. Pada keadaan ini, kapasitas
adsorpsi permukaan asam humat telah konstan
dan telah tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi ion Al(OH)2+ dalam asam humat
dengan lingkungannya sehingga penyerapan yang
terjadi pada konsentrasi diatas 300 ppm menjadi
konstan.
Hasil Analisa Desorpsi Ion Al3+ dari Asam Humat
dengan Aquademin dan HCl 4 N
Desorpsi ion Al3+ dari asam humat
dilakukan dengan menggunakan dua buah
pelarut yang berbeda, yaitu aquademin dan HCl 4
N. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan
pelarut mana yang lebih baik digunakan dalam
meregenerasi asam humat dari ion Al3+. Hal ini
dapat diketahui dengan melihat prosentase ion
Al3+ hasil desorpsi, dimana pelarut yang baik akan
memberikan prosentase desorpsi yang lebih
besar yang menunjukkan bahwa ion Al3+ yang
dapat larut kembali cukup banyak.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
prosentase desorpsi dengan menggunakan
aquademin jauh lebih kecil daripada prosentase
yang diperoleh dengan menggunakan HCl 4 N.
Dimana desorpsi dengan aquademin diperoleh
prosentase rata-rata sekitar 18,75 %, sedangkan
dengan HCl diperoleh prosentase desorpsi 85,75
%. Maka dapat dikatakan bahwa desorpsi lebih
berhasil dengan menggunakan asam (HCl 4 N)
daripada dengan aquademin, sehingga proses
regenerasi
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan HCl 4 N. Hal ini terjadi karena
secara umum logam dapat larut dengan baik
dalam larutan yang bersifat asam.
Hasil Analisa Pengaruh Adanya Ion Fosfat
Terhadap Penyerapan Ion Al3+ Oleh Asam Humat
Analisa pengaruh adanya ion fosfat
terhadap penyerapan ion Al3+ oleh asam humat
dilakukan dengan menggunakan 100 mL larutan
campuran ion Al3+ 300 ppm dan ion fosfat 300
ppm. Penggunaan konsentrasi ion Al3+ sebesar
300 ppm didasarkan pada nilai konsentrasi
optimum yang diperoleh dari perlakuan analisa
optimasi konsentrasi ion Al3+ pada penyerapan
ion Al3+ dalam larutan oleh asam humat.
Konsentrasi ion Al3+ rata-rata yang terserap
sebesar 17,44 mg/L dengan daya serap rata-rata
sebesar 17,39 mg/L, sedangkan konsentrasi ion
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 85-92
fosfat rata-rata yang terserap sebesar 12,03
mg/L dengan daya serap sebesar 12,00 mg/L.
Berdasarkan
data
tersebut
dapat
dikatakan bahwa dengan adanya ion fosfat
mengakibatkan terjadi penurunan daya serap
asam humat terhadap ion Al3+ dan diperoleh daya
serap rata-ratanya menjadi sebesar 17,35 mg/g.
Hal ini dimungkinkan terjadi karena ion Al3+ yang
ada dalam larutan bereaksi terlebih dahulu
dengan ion fosfat membentuk AlPO4. Hal ini
mengakibatkan jumlah ion Al3+ bebas yang ada
dalam larutan (jumlah ion Al3+ yang dapat
terserap oleh asam humat) menjadi berkurang
sehingga daya serap asam humat cenderung
mengalami penurunan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan
penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Penyerapan ion aluminium oleh asam humat
dengan kondisi optimum, yaitu :
♦ Waktu kontak optimum adalah 105
menit dengan prosentase rata-rata ion
aluminium yang terserap sebesar 72,47 %.
♦ Kondisi pH optimum adalah pH 6, dengan
prosentase rata-rata ion aluminium yang
terserap sebesar 72,90 %
♦ Konsentrasi optimum adalah 300 mg/L
dengan daya serap rata-rata sebesar
57,01 mg/g asam humat.
2. Adanya
ion
fosfat
dalam
larutan
mengakibatkan terjadi penurunan daya serap
asam humat terhadap ion aluminium sehingga
daya serapnya turun dari 57,01 mg/g menjadi
17,35 mg/g.
© Kimia ITS – HKI Jatim
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Allhamdulillah, pada kesempatan
ini kami ucapkan terimakasih kepada :
Analis di Laboratorium Kesehatan Daerah
Surabaya yang telah membantu dalam analisis
dengan AAS.
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, dkk., (2005), ”Fraksinasi Asam Humat dan
Pengaruhnya pada Kelarutan Ion Logam
Seng (II) dan Kadmium (II)”, Jurnal Ilmu
Dasar, 6, no. 1
APHA, AWWA, WPCF, (1989), “Standard Methods
For The Examination of Water and
Wastewater”, 17th edition, American Public
Health Association, Washington
Cheng Po Wen, Chi Hwa Fung,Yu Fang Ruey,
(2003),” Effect of Phospate on Removal of
Humic Substances by Aluminium Sulfate
Coagulant’’, Journal Of Colloid and Interface
Science, 272, 153- 157
Darmono, (1995), ”Logam dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup”, UI-Press, Jakarta
Manahan, S.E., (1994), Environmental Chemistry,
6th edition, CRC Press, Inc., USA, 80.
Marion, G., (1976), ” Effect of Aluminum
Hydrolysis on Soil”, Soil Science, 121, 76-82
Masduqi, A dan Slamet A (2000), Satuan Proses:
Modul Ajar, Jurusan Teknik Lingkungan
FTSP – ITS, Surabaya
Spark K. M, Wells, J. D., (1997) ’’ The Interaction
Of Humic Acid with Heavy Metals’’, Aust. J.
Soil. Resc, 35, 89 -101
Stoeppler, M., (1992), “Hazardous Metals in the
Environment”, Elsevier Science Publishers
B.V., 2, London
Volesky, B., (1999), Biosorption of Heavy Metals,
CRC Press, Boston
91
Download