Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 85-92 Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 April 2007: 85 – 92 AKTA KIMIA INDONESIA Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat‡ Dwi Setyowati dan Ita Ulfin* Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih, Surabaya 60111 ABSTRAK Penelitian ini mempelajari penentuan kondisi optimum penyerapan aluminium oleh asam humat, desorpsi aluminium dari asam humat dengan aquademin dan HCl 4 N, serta pengaruh adanya fosfat dalam larutan terhadap penyerapan aluminium oleh asam humat. Penentuan kondisi optimum penyerapan aluminium oleh asam humat yang meliputi penentuan waktu kontak dengan variasi waktu kontak 15; 30; 45; 60; 75; 90; 105; 120; dan 135 menit, dengan variasi pH 4; 5; 6; 7; 8; dan 9, dan konsentrasi aluminium pada 100; 200; 300; 400; 500; 600; 700; 800; 900; dan 1000 ppm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi optimum penyerapan aluminium oleh asam humat terjadi dengan waktu kontak selama 105 menit, dengan pH 6, dan konsentrasi sebesar 300 ppm. Sedangkan desorpsi terhadap aluminium pada asam humat menunjukkan bahwa ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia dengan prosentase desorpsi lebih dari 80%. Adanya fosfat dalam larutan dapat menurunkan daya serap asam humat terhadap aluminium, sehingga daya serapnya turun dari 57,01 mg/g menjadi 17,35 mg/g. Kata kunci : Aluminium, Asam Humat, SSA. ABSTRACT This research determined optimum condition of aluminum adsorption using humic acid and studied desorption of aluminum from humic acid using demineralised water and HCl 4N, as well as studied the effect of phosphate on the adsorption of aluminum using humic acid. The optimum condition was determined by varying contact time at 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120 and 135 min at pH variation 4,5,6,7,8 and 9, and aluminum concentration 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900 and 1000 ppm. Results showed that optimum condition of aluminum adsorption using humic acid occurred at contact time 105 minutes at pH 6 and concentration 300 ppm. In addition, results showed that desorption of aluminum on humic acid were better using HCl 4N than demineralised water. Desorption using HCl 4N was 85.75%. As a result, chloride acid solution can be used for regeneration. Phosphate in solution affected performance of humic acid on aluminum adsorption, which decreased the aluminum concentration from 57.01 mg/g to 17.35 mg/g. Keywords : Aluminum, Humic Acid, AAS. PENDAHULUAN Aluminium terdapat di bumi dalam bentuk mineral, batuan, dan dalam tanah. Secara alamiah aluminium terdapat di dalam air dalam bentuk garam terlarut, koloidal, ataupun garam yang tidak terlarut. Selain itu ion aluminium juga dapat berasal dari buangan dan effluen dari pengolahan air yang menggunakan garam aluminium sebagai koagulan. ‡ Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia VIII, di Surabaya 8 Agustus 2006 author. Tel. : 031-5943353-; Fax : 0315928314 ; e-mail : [email protected] * Corresponding © Kimia ITS – HKI Jatim Berdasarkan penelitian diketahui bahwa air dari bangunan pengolahan air minum yang menggunakan sistem koagulasi dan saringan pasir mengandung kadar alumiunim tidak lebih dari 50 μg/L (APHA, AWWA, WPCF, 1989). Kelarutan aluminium sangat bergantung pada pH lingkungan. Pada kondisi pH yang netral, konsentrasi ion aluminium ditemukan cukup rendah dalam air sungai, danau, dan air laut. Sedangkan pada pH yang lebih tinggi atau lebih rendah, kelarutan aluminium meningkat cukup besar, hal ini sangat dipengaruhi oleh kehadiran senyawa-senyawa pengkompleks. Pada interval 85 Setyowati dan Ulfin - Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat pH 4-5, kelarutan aluminium dapat berubah dengan sangat cepat sehingga sejumlah besar aluminium dapat terlarut pada range tersebut (Stoeppler, 1992). Adanya pelarutan aluminium mengakibatkan peningkatan konsentrasi dalam sistem perairan, sehingga diperlukan pengurangan kadar aluminium. Penurunan kadar aluminium dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penyerapan. Metode ini dilakukan dengan menggunakan asam humat sebagai adsorben. Pemilihan asam humat sebagai adsorben karena sifat dari asam humat yang sangat mudah untuk berikatan dengan logam dan asam humat mudah terdegradasi. Zatzat humat (asam humat) merupakan unsur organik utama yang banyak terdapat di tanah dan gambut. Asam humat juga terdapat di dalam lingkungan perairan yang merupakan hasil dekomposisi zat organik dan tumbuhan mati. Asam humat diketahui berkemampuan untuk berinteraksi sangat kuat dengan berbagai logam membentuk kompleks logam humat, dimana hal ini berpengaruh terhadap sifat adsorpsi-desorpsi dari logam. Ikatannya dengan ion logam adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan yang paling penting. Asam humat mempengaruhi kualitas air dengan jalan menukar spesies, berupa kation dari bahan-bahan organik dengan air (Manahan, 1994). Asam humat adalah zat organik yang terdapat di dalam tanah dan gambut. Asam humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, –OH fenolat maupun –OH alkoholat, sehingga asam humat memiliki peluang untuk berikatan dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Deprotonasi gugus-gugus fungsional asam humat akan menurunkan kemampuan pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul maupun sesama molekul dan meningkatkan jumlah muatan negatif gugus fungsional asam humat, sehingga akan meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus dalam molekul asam humat. Pengaruh tersebut akan menyebabkan permukaan partikel-partikel koloid asam humat bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka dengan meningkatnya pH. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan asam humat adalah pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi disosiasi gugus yang bersifat asam pada asam humat. Sehingga pada proses penyerapan logam berat ini dipengaruhi oleh pH larutan yang merupakan salah satu faktor fisiko kimia lingkungan. Spark, dkk (1997) juga telah mengamati kelarutan asam humat yang menunjukkan bahwa kelarutan maksimum asam humat terjadi pada pH 3 – 6, dan sisa padatan mulai larut pada pH 8,5 yang dapat dinyatakan bahwa pada pH yang relatif 86 tinggi (konsentrasi H+ rendah) akan meningkatkan konsentrasi -COO- yang dapat berfungsi sebagai ligan pada asam humat. Pembentukan kompleks dan pengkelatan secara alami juga memegang peranan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah. Pengkelatan dapat meningkatkan mobilitas banyak kation dan akibatnya juga ketersediaannya untuk tanaman. Pelepasan hara tanaman oleh pelapukan mineral-mineral tanah biasanya merupakan suatu proses yang lambat. Namun pembentukan kompleks cenderung mempercepat proses dekomposisi mineralmineral tanah dan dengan demikian mempercepat pelepasan hara-hara terlarut. Kelompok yang paling penting dari agen pengompleks yang terjadi secara alami adalah zat-zat humat, yaitu bahan-bahan yang tahan degradasi yang dihasilkan selama dekomposisi dari tumbuhan yang terjadi sebagai endapan dalam tanah, sedimen rawa, tanah humat, batu bara, atau hampir di beberapa lokasi dimana banyak terdapat vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang telah hancur (Alimin, 2005). Asam humat merupakan makromolekul organik yang berperan dalam transport, bioavailabilitas, dan dapat mengikat beberapa logam berat. Asam humat dapat terikat dengan ion logam, seperti Al3+ dan Fe3+ membentuk ikatan logam-HA yang larut atau tidak larut (Manahan, 1994). Aluminium memiliki pengaruh toksisitas pada tanaman pangan, akar pohon, biota air tawar serta terhadap manusia. Hal ini dikarenakan kondisi asam dalam lingkungan sekitarnya. Karena kelebihan aluminium, mengakibatkan logam ini bersifat toksik pada akar tanaman. Pengaruh utama aluminium adalah kemampuannya dalam menurunkan daya absorpsi tanaman terhadap mineral-mineral tertentu. Sehingga dalam penelitian ini digunakan asam humat untuk menyerap aluminium dalam larutan (Darmono, 1995). Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian Cheng, Chi, Yu (2003) tentang pengaruh ion fosfat terhadap penurunan konsentrasi asam humat dengan koagulan aluminium sulfat, dimana pengikatan ion aluminium oleh asam humat akan dapat berfungsi sebagai jembatan untuk pengikatan ion fosfat. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi optimum penyerapan ion aluminium oleh asam humat dan mempelajari pengaruh adanya ion fosfat dalam larutan terhadap penyerapan ion aluminium oleh asam humat. Untuk mencapai maksud dari penelitin ini, maka dilakukan variasi terhadap waktu kontak, variasi pH, dan variasi konsentrasi ion aluminium. © Kimia ITS – HKI Jatim Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 85-92 ALAT DAN BAHAN Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), Spektrofotometer UV-Vis, pH-meter digital Nel, labu volumetri 100 mL dan 1000 mL, gelas ukur, beker gelas, kertas saring whatman no. 42, hot plate, dan neraca analitis. Bahan Bahan-bahan yang digunakan antara lain AlK(SO4)2.12H2O, asam humat (Fluka, FK53680AG), NaH2PO4.H2O, H2SO4 98%, HNO3 65%, (NH4)6MO7O24.4H2O, SnCl2.2H2O, gliserol, etanol 95%, phenolphtalein, HCl 37%, padatan NaOH, dan aquademineralisasi. PROSEDUR PENELITIAN Optimasi Penyerapan ion Al3+ oleh Asam Humat a. Penentuan Waktu Kontak Optimum Larutan Al3+ 1000 ppm diambil sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan kemudian diencerkan dengan aquademin sampai tanda batas dan dipindahkan ke dalam beker gelas 400 mL. Kemudian larutan ditambah dengan asam humat 0,1 gram dan diaduk dengan variasi waktu kontak 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120 dan 135 menit. Campuran disaring dengan kertas saring whatman No. 42. Filtrat yang diperoleh didestruksi dengan HNO3 65 % sampai larutan jernih, lalu didinginkan. Larutan dimasukkan labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan HNO3 1 % sampai tanda batas. Larutan dianalisa kandungan Al3+ yang tidak terserap oleh asam humat dengan SSA. Langkah ini dilakukan replikasi sebanyak 2 kali. b. Penentuan pH Optimum Larutan Al3+ 1000 ppm diambil sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan kemudian diencerkan dengan aquademin sampai tanda batas dan dipindahkan ke dalam beker gelas 400 mL. Kemudian larutan diatur pHnya pada 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 dengan penambahan NaOH atau HCl. Larutan ditambah dengan asam humat sebanyak 0,1 gram. Kemudian campuran diaduk dengan waktu optimum. Campuran disaring dengan kertas saring whatman No. 42. Filtrat yang diperoleh didestruksi dengan HNO3 65 % sampai larutan jernih, lalu didinginkan. Larutan dimasukkan labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan HNO3 1 % sampai tanda batas. Larutan dianalisa kandungan Al3+ yang tidak terserap oleh asam humat dengan SSA. Langkah ini dilakukan replikasi sebanyak 2 kali. © Kimia ITS – HKI Jatim c. Penentuan Konsentrasi Ion Al3+ Optimum Larutan Al3+ 1000 ppm diambil sebanyak 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 90; dan 100 mL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Masing-masing larutan kemudian diencerkan dengan aquademin sampai tanda batas dan dipindahkan ke dalam beker gelas 400 mL. Kemudian diatur pada pH optimum dengan penambahan NaOH atau HCl. Larutan ditambah dengan asam humat sebanyak 0,1 gram ke dalam masing-masing labu. Kemudian diaduk dengan waktu optimum. Campuran disaring dengan kertas saring whatman No. 42. Filtrat yang diperoleh didestruksi dengan HNO3 65 % sampai larutan jernih, lalu didinginkan. Larutan dimasukkan labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan HNO3 1 % sampai tanda batas. Larutan dianalisa kandungan Al3+ yang tidak terserap oleh asam humat dengan SSA. Langkah ini dilakukan replikasi sebanyak 2 kali. Desorpsi Ion Al3+ dengan Aquademin dan HCl Residu asam humat, hasil penyaringan prosedur 3.2.3.3 untuk konsentrasi Al3+ awal sebesar 300 ppm, ditambahkan ke dalam 100 mL aquademin. Kemudian diaduk dengan waktu optimum dan disaring dengan kertas saring whatman No. 42. Filtrat yang diperoleh didestruksi dengan HNO3 65 % sampai larutan jernih, lalu didinginkan. Larutan dimasukkan labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan HNO3 1 % sampai batas. Larutan dianalisa dengan SSA untuk menentukan banyaknya Al3+ yang terdesorpsi. Langkah ini dilakukan replikasi sebanyak 2 kali. Langkah yang sama dilakukan dengan cara mengganti aquademin dengan HCl 4 N sebagai pelarut desorpsi. Pengaruh adanya Ion Fosfat terhadap Penyerapan Ion Al3+ oleh Asam Humat Larutan Al3+ 1000 ppm diambil sebanyak 30 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan 30 mL larutan fosfat 1000 ppm dan diencerkan dengan aquademin sampai tanda batas. Kemudian campuran dipindahkan ke dalam beker gelas dan diatur pada pH optimum dengan penambahan NaOH atau HCl. Campuran ditambah dengan asam humat sebanyak 0,1 gram. Kemudian diaduk dengan waktu optimum dan disaring dengan kertas saring whatman No. 42. Filtrat yang diperoleh dianalisa dengan SSA pada panjang gelombang 309,6 nm (sebelumnya didestruksi dengan HNO3 65% sampai larutan jernih). Filtrat sisa dianalisa dengan spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 690 nm. Langkah ini dilakukan replikasi sebanyak 2 kali. 87 Setyowati dan Ulfin - Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penentuan Kondisi Optimum Penyerapan Al3+ oleh Asam Humat Hasil Analisa Penentuan Waktu Kontak Optimum Waktu kontak merupakan waktu yang dibutuhkan oleh asam humat untuk menyerap ion Al3+. Hasil penelitian digambarkan sebagai kurva prosentase ion Al3+ yang terserap dari larutan uji ditunjukkan pada Gambar 1. 40 35 terserap (%) 30 25 15 Al 3+ 20 pada menit-menit berikutnya terjadi penurunan yang sangat kecil terhadap penyerapan ion Al3+ dalam larutan. Sehingga dapat dikatakan bahwa diperoleh hasil penyerapan yang konstan, ini mulai terjadi pada menit ke-120 dengan hasil penyerapan sebanyak 72,41 %. Pada keadaan ini, kapasitas penyerapan permukaan asam humat konstan dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi ion Al3+ dalam asam humat dengan lingkungannya sehingga penyerapan pada waktu kontak diatas 120 menit menjadi konstan. Jika permukaan tertutup oleh lapisan molekuler, maka kapasitas adsorpsi telah konstan (Masduqi, 2000). Fenomena ini dapat ditunjukkan dari pola grafik pada Gambar 1, dimana setelah mencapai waktu kontak optimum prosentase ion Al3+ yang terserap cenderung konstan. 10 5 0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 waktu kontak (menit) Gambar 1. Grafik penentuan waktu kontak optimum terhadap penyerapan ionAl3+ oleh asam humat Berdasarkan Gambar 1 dapat dinyatakan bahwa waktu kontak berpengaruh terhadap banyaknya ion Al3+ dalam larutan yang terserap oleh asam humat. Dari kurva yang diperoleh tampak bahwa dengan bertambahnya waktu kontak maka diperoleh prosentase ion Al3+ yang terserap semakin besar dan pada waktu kontak yang lebih lama diperoleh kenaikan prosentase ion Al3+ yang terserap semakin kecil (penyerapan menjadi konstan). Kecepatan kenaikan prosentase ion Al3+ yang terserap paling besar adalah pada waktu awal penyerapan yaitu pada menit ke-15 hingga menit ke-60, dimana pada menit ke-15 prosentase ion Al3+ yang terserap sebesar 23,74 % dan pada menit ke-60 sebesar 61,48 %. Besarnya kecepatan kenaikan prosentase ion Al3+ yang terserap ini terjadi karena pada awal penyerapan, permukaan asam humat masih belum terlalu banyak yang berikatan dengan ion Al3+ sehingga proses penyerapan masih dapat berlangsung efektif. Tetapi pada menit ke-60 sampai menit ke75 diperoleh prosentase penyerapan yang hampir sama dengan prosentase penyerapan pada menit ke-60 (kenaikannya relatif lambat). Pada menit ke-75 sampai menit ke-90 terjadi peningkatan prosentase penyerapan ion Al3+. Sedangkan prosentase ion Al3+ yang terserap paling besar terjadi pada menit ke-105 dengan prosentase penyerapan sebesar 72,47 %. Sehingga dapat dikatakan bahwa asam humat membutuhkan waktu kontak selama 105 menit agar dapat menyerap ion Al3+ secara maksimal. Kemudian 88 Hasil Analisa Penentuan pH Optimum Asam humat merupakan senyawa makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, –OH fenolat maupun – OH alkoholat, sehingga asam humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan asam humat adalah pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi disosiasi gugus yang bersifat asam pada asam humat (Alimin, 2005). Sehingga pada proses penyerapan logam berat ini dipengaruhi oleh pH larutan yang merupakan salah satu faktor fisiko kimia lingkungan. Selain itu pH larutan juga berpengaruh pada kelarutan dari ion logam dalam larutan, sehingga pH merupakan parameter yang penting dalam biosorpsi ion logam dalam larutan (Volensky, 1990). Pada penelitian ini, analisa penentuan pH optimum larutan terhadap penyerapan ion Al3+ oleh asam humat dilakukan dengan variasi pH sebesar 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Pemilihan range pH tersebut dilakukan berdasarkan sifat asam humat sendiri. Dimana dalam larutan dengan pH 3,5-9, asam humat membentuk sistem koloid polielektrolit linier yang bersifat fleksibel, dimana asam humat cenderung mengalami deprotonasi sehingga gugus fungsional utamanya cenderung berada dalam bentuk –COO- yang dapat bertindak sebagai ligan dalam pembentukan kompleks. Sedangkan pada pH yang lebih rendah asam humat akan cenderung berada dalam bentuk terprotonasi dengan gugus fungsional yang tidak bersifat sebagai ligan (–COOH2+) dan berbentuk kaku (rigid) serta cenderung teragregasi membentuk suatu padatan makromolekul melalui pembentukan ikatan hidrogen. Sedangkan pada pH yang lebih tinggi akan menyebabkan ikatan hidrogen semakin lemah sehingga agregat akan terpisah satu sama lain (Alimin, 2005). © Kimia ITS – HKI Jatim Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 85-92 Data dari hasil analisa penentuan pH optimum ini dapat digambarkan dengan grafik prosentase ion Al3+ yang terserap dari larutan uji ditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 dapat diamati bahwa pH larutan sangat berpengaruh terhadap prosentase ion Al3+ yang dapat terserap oleh asam humat dalam larutan, hal ini terjadi dikarenakan terjadinya perubahan struktur dan muatan dari ion aluminium. Dari pola grafik yang diperoleh, terlihat bahwa pada range pH 4-7 terjadi penyerapan ion aluminium yang cukup banyak, dengan prosentase diatas 70 %. Penyerapan optimum terjadi pada pH 6 dengan prosentase ion Al3+ yang terserap sebesar 72,90 %. Sedangkan pada pH yang lebih tinggi terjadi penurunan jumlah ion Al3+ yang terserap dan penyerapan ion Al3+ paling rendah terjadi pada pH 9 dengan prosentase sebesar 56,81%. 75 Al3+ terserap (%) 70 65 60 55 50 2 3 4 5 6 7 8 9 10 pH Gambar 2. Grafik penentuan pH optimum larutan pada penyerapan ion Al3+ dalam larutan oleh asam humat Pengaruh pH larutan terhadap besar kecilnya kemampuan asam humat untuk menyerap ion logam berat memiliki kaitan yang erat dengan kedudukan ionik gugus-gugus fungsinya. Karena gugus-gugus fungsi dari asam humat dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Deprotonasi gugus-gugus fungsional asam humat akan menurunkan kemampuan pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul maupun sesama molekul dan meningkatkan jumlah muatan negatif gugus fungsional asam humat, sehingga akan meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus dalam molekul asam humat. Pengaruh tersebut akan menyebabkan permukaan partikel-partikel koloid asam humat bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka serta berbentuk linier dengan meningkatnya pH (Alimin, 2005). Pada range pH 4-7 terjadi penyerapan ion Al3+ yang cukup banyak, dengan prosentase diatas 70 %. Hal ini terjadi karena dalam range pH tersebut, asam humat berbentuk sistem koloid polielektrolit yang fleksibel, dimana asam humat cenderung mengalami deprotonasi sehingga © Kimia ITS – HKI Jatim gugus fungsional utamanya cenderung berada dalam bentuk –COO- yang dapat bertindak sebagai ligan dalam pembentukan kompleks. Dengan adanya deprotonasi gugus fungsional tersebut mengakibatkan asam humat bermuatan negatif sehingga kemampuannya untuk berikatan dengan ion logam semakin meningkat. Pada range pH tersebut ion aluminium berada dalam bentuk ion Al3+ (pada range pH 4-5), sedangkan pada range pH 5-7 ion aluminium cenderung berada dalam bentuk ion Al(OH)2+ (Marion, 1976). Pada pH 6 terjadi penyerapan optimum dengan prosentase ion Al3+ yang terserap sebesar 72,90 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada pH 6, semua gugus-gugus fungsi asam humat mengalami deprotonasi dan menjadikan asam humat bermuatan negatif sehingga memiliki kemampuan pengikatan ion logam yang maksimum. Ion aluminium yang berikatan dengan asam humat pada kondisi pH ini berada dalam bentuk ion Al(OH)2+. Ion aluminium yang paling banyak diserap oleh humat adalah dalam bentuk ion Al(OH)2+, dimana bentuk ini berada pada pH 6 (Alimin dkk,2005). Sedangkan pada pH yang lebih tinggi (pH ≥ 7) terjadi penurunan jumlah ion Al3+ yang terserap dan penyerapan ion Al3+ paling rendah terjadi pada pH 9 dengan prosentase sebesar 56,81 %. Hal ini terjadi karena pada pH yang tinggi menyebabkan tingginya konsentrasi ion OHdalam larutan sehingga memberikan peluang untuk terbentuknya endapan hidroksida logam yang sukar larut dalam air. Terjadinya reaksi antara OH- dengan ion Al3+ membentuk Al(OH)3 sangat mungkin terjadi sehingga sebelum berikatan dengan asam humat, ion Al3+ telah berikatan lebih dulu dengan ion OH-. Selain itu, pada pH yang lebih tinggi akan menyebabkan semakin lemahnya ikatan hidrogen pada asam humat sehingga agregat akan terpisah antara satu dengan yang lain. Hasil Analisa Optimasi Konsentrasi Al3+ Optimasi konsentrasi aluminium pada penyerapan logam aluminium dalam larutan oleh asam humat dilakukan pada pH 6, sehingga ion aluminium yang terserap berada dalam bentuk Al(OH)2+. Data yang diperoleh dari analisa optimasi konsentrasi ion Al3+ disajikan pada lampiran. Dari data tersebut dapat diketahui pengaruh konsentrasi awal ion Al(OH)2+ dalam proses penurunan kadar ion Al(OH)2+ dalam larutan oleh asam humat yang digambarkan sebagai hubungan antara konsentrasi ion Al(OH)2+ awal dengan daya serap asam humat terhadap ion Al(OH)2+. Penentuan daya serap asam humat terhadap ion Al(OH)2+ dilakukan menggunakan persamaan : Daya serap = − C akhir ) (mg L ) x volume larut berat asam humat ( gr ) ( C awal 89 Setyowati dan Ulfin - Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat Sehingga diperoleh daya serap asam humat terhadap ion Al(OH)2+ dalam satuan mg/g. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3 (a), sedangkan banyaknya ion Al(OH)2+ yang terserap ditunjukkan pada Gambar 3 (b). 70 daya serap asam humat terhadap ion Al3+ (mg/g) 60 50 40 30 20 10 0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 800 900 1000 1100 konsentrasi Al3+ awal (mg/L) (a) konsentrasi Al3+ terserap (mg/L) 70 60 50 40 30 20 10 0 0 100 200 300 400 500 600 700 konsentrasi awal Al3+ (mg/L) (b) Gambar 3. Grafik optimasi konsentrasi ion Al3+ yang dinyatakan dengan : (a) daya serap asam humat dalam mg/g (b) Ion Al3+ terserap dalam mg/L Berdasarkan pola grafik pada Gambar 3 dapat diamati bahwa secara umum semakin besar konsentrasi awal larutan Al(OH)2+ sebagai adsorbat yang ditambahkan dalam larutan dengan berat asam humat yang tetap akan meningkatkan daya serap asam humat terhadap ion Al(OH)2+. Apabila konsentrasi ion Al(OH)2+ bertambah maka beban asam humat sebagai adsorben untuk mengikat ion Al(OH)2+ juga bertambah sehingga semakin banyak ion Al(OH)2+ yang terikat. Pada konsentrasi ion Al(OH)2+ 100 ppm sampai 300 ppm, terjadi peningkatan kecepatan daya serap yang paling besar yaitu dari 42,65 mg/g menjadi 57,01 mg/g dengan konsentrasi ion Al3+ terserap dari 42,76 mg/L menjadi 57,09 mg/L. Hal ini terjadi karena pada awal penyerapan, permukaan asam humat masih belum terlalu banyak berikatan dengan ion Al(OH)2+ sehingga proses penyerapan dapat 90 berlangsung efektif. Untuk konsentrasi ion Al(OH)2+ yang lebih tinggi (≥400 ppm) penyerapan yang terjadi cenderung konstan hingga pada konsentrasi 1000 ppm. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyerapan optimum terjadi pada konsentrasi 300 ppm dengan daya serap terhadap ion Al3+ rata-rata sebesar 57,01 mg/g berat asam humat. Pada konsentrasi 400 ppm hingga 1000 ppm daya serap asam humat cenderung konstan yaitu dengan daya serap ratarata 57 mg/g. Pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi permukaan asam humat telah konstan dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi ion Al(OH)2+ dalam asam humat dengan lingkungannya sehingga penyerapan yang terjadi pada konsentrasi diatas 300 ppm menjadi konstan. Hasil Analisa Desorpsi Ion Al3+ dari Asam Humat dengan Aquademin dan HCl 4 N Desorpsi ion Al3+ dari asam humat dilakukan dengan menggunakan dua buah pelarut yang berbeda, yaitu aquademin dan HCl 4 N. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan pelarut mana yang lebih baik digunakan dalam meregenerasi asam humat dari ion Al3+. Hal ini dapat diketahui dengan melihat prosentase ion Al3+ hasil desorpsi, dimana pelarut yang baik akan memberikan prosentase desorpsi yang lebih besar yang menunjukkan bahwa ion Al3+ yang dapat larut kembali cukup banyak. Dari hasil penelitian diketahui bahwa prosentase desorpsi dengan menggunakan aquademin jauh lebih kecil daripada prosentase yang diperoleh dengan menggunakan HCl 4 N. Dimana desorpsi dengan aquademin diperoleh prosentase rata-rata sekitar 18,75 %, sedangkan dengan HCl diperoleh prosentase desorpsi 85,75 %. Maka dapat dikatakan bahwa desorpsi lebih berhasil dengan menggunakan asam (HCl 4 N) daripada dengan aquademin, sehingga proses regenerasi dapat dilakukan dengan menggunakan HCl 4 N. Hal ini terjadi karena secara umum logam dapat larut dengan baik dalam larutan yang bersifat asam. Hasil Analisa Pengaruh Adanya Ion Fosfat Terhadap Penyerapan Ion Al3+ Oleh Asam Humat Analisa pengaruh adanya ion fosfat terhadap penyerapan ion Al3+ oleh asam humat dilakukan dengan menggunakan 100 mL larutan campuran ion Al3+ 300 ppm dan ion fosfat 300 ppm. Penggunaan konsentrasi ion Al3+ sebesar 300 ppm didasarkan pada nilai konsentrasi optimum yang diperoleh dari perlakuan analisa optimasi konsentrasi ion Al3+ pada penyerapan ion Al3+ dalam larutan oleh asam humat. Konsentrasi ion Al3+ rata-rata yang terserap sebesar 17,44 mg/L dengan daya serap rata-rata sebesar 17,39 mg/L, sedangkan konsentrasi ion © Kimia ITS – HKI Jatim Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 85-92 fosfat rata-rata yang terserap sebesar 12,03 mg/L dengan daya serap sebesar 12,00 mg/L. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa dengan adanya ion fosfat mengakibatkan terjadi penurunan daya serap asam humat terhadap ion Al3+ dan diperoleh daya serap rata-ratanya menjadi sebesar 17,35 mg/g. Hal ini dimungkinkan terjadi karena ion Al3+ yang ada dalam larutan bereaksi terlebih dahulu dengan ion fosfat membentuk AlPO4. Hal ini mengakibatkan jumlah ion Al3+ bebas yang ada dalam larutan (jumlah ion Al3+ yang dapat terserap oleh asam humat) menjadi berkurang sehingga daya serap asam humat cenderung mengalami penurunan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyerapan ion aluminium oleh asam humat dengan kondisi optimum, yaitu : ♦ Waktu kontak optimum adalah 105 menit dengan prosentase rata-rata ion aluminium yang terserap sebesar 72,47 %. ♦ Kondisi pH optimum adalah pH 6, dengan prosentase rata-rata ion aluminium yang terserap sebesar 72,90 % ♦ Konsentrasi optimum adalah 300 mg/L dengan daya serap rata-rata sebesar 57,01 mg/g asam humat. 2. Adanya ion fosfat dalam larutan mengakibatkan terjadi penurunan daya serap asam humat terhadap ion aluminium sehingga daya serapnya turun dari 57,01 mg/g menjadi 17,35 mg/g. © Kimia ITS – HKI Jatim UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Allhamdulillah, pada kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada : Analis di Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya yang telah membantu dalam analisis dengan AAS. DAFTAR PUSTAKA Alimin, dkk., (2005), ”Fraksinasi Asam Humat dan Pengaruhnya pada Kelarutan Ion Logam Seng (II) dan Kadmium (II)”, Jurnal Ilmu Dasar, 6, no. 1 APHA, AWWA, WPCF, (1989), “Standard Methods For The Examination of Water and Wastewater”, 17th edition, American Public Health Association, Washington Cheng Po Wen, Chi Hwa Fung,Yu Fang Ruey, (2003),” Effect of Phospate on Removal of Humic Substances by Aluminium Sulfate Coagulant’’, Journal Of Colloid and Interface Science, 272, 153- 157 Darmono, (1995), ”Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup”, UI-Press, Jakarta Manahan, S.E., (1994), Environmental Chemistry, 6th edition, CRC Press, Inc., USA, 80. Marion, G., (1976), ” Effect of Aluminum Hydrolysis on Soil”, Soil Science, 121, 76-82 Masduqi, A dan Slamet A (2000), Satuan Proses: Modul Ajar, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP – ITS, Surabaya Spark K. M, Wells, J. D., (1997) ’’ The Interaction Of Humic Acid with Heavy Metals’’, Aust. J. Soil. Resc, 35, 89 -101 Stoeppler, M., (1992), “Hazardous Metals in the Environment”, Elsevier Science Publishers B.V., 2, London Volesky, B., (1999), Biosorption of Heavy Metals, CRC Press, Boston 91