LAPORAN AKHIR Analisis Implementasi Peraturan Terkait Laporan

advertisement
 LAPORAN AKHIR
Analisis Implementasi Peraturan Terkait
Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP)
PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI
BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2016
RINGKASAN EKSEKUTIF
Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.64 tahun 1999
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang
Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (“PP IKTP”) mewajibkan
perusahaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dalam
rangka meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan yang tercatat di dalam
database pemerintah. Laporan Keuangan Tahunan yang disajikan dan
disampaikan kepada pemerintah ini juga perlu ditingkatkan daya guna
informasinya sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
Kewajiban untuk melakukan penyampaian laporan berdasarkan PP
IKTP tersebut ditujukan kepada perusahaan, dimana definisi perusahaan
dalam peraturan dimaksud, yaitu setiap bentuk usaha yang melakukan
kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang
perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau
bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia. Setiap perusahaan yang termasuk dalam
lingkup kategori PP IKTP tersebut wajib menyampaikan Laporan
Keuangan Tahunan kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam
bidang perdagangan.
Bagi
pemerintah,
Laporan
Keuangan
Tahunan
Perusahaan
(“LKTP”) merupakan sumber informasi dalam membina pelaku usaha di
dalam
negeri.
Lebih
lanjut
bagi
dunia
swasta/para
pelaku
usaha/perusahaan, informasi mengenai LKTP tersebut salah satunya
adalah dapat dipergunakan dalam rangka untuk mencari dan menemukan
perusahaan yang dapat dijadikan sebagai mitra bisnis yang berada di
seluruh Indonesia atau bahkan negara lain yang memiliki perusahaan di
Indonesia,
sehingga
diharapkan
bisa
mendorong
peningkatan
pertumbuhan investasi maupun perekonomian di dalam negeri.
Meskipun sudah berjalan Otonomi Daerah sesuai dengan amanat
dari Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
ii Perkembangan LKTP dari tahun ke tahun tetap berjalan stabil. Pelaku
usaha tetap melakukan pelaporan LKTP kepada Direktorat Bina Usaha
dan Pelaku Distribusi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri,
Kementerian Perdagangan.
Pemerintah
pusat
pada
tahun
2000
mengeluarkan
Kepmenperindag No.121 tahun 2002 tentang Ketentuan Penyampaian
LKTP. Didalamnya diaur tentang definisi LKTP, yaitu laporan keuangan
perusahaan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik atau Instansi
Pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara yang memiliki kewenangan
menerbitkan
undangan
laporan
yang
akuntan
berlaku.
berdasarkan
Akuntan
publik
peraturan
yang
perundang-
ditunjuk
dalam
Kepmenperindag No.121 tahun 2001 adalah akuntan yang memiliki izin
dari Menteri Keuangan untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan
publik.
Setelah pelaku usaha mengirimkan LKTP ke Kemendag, maka
mereka menerima Surat Tanda Penerimaan Laporan Keuangan Tahunan
Perusahaan
(“STP-LKTP”),
yang
merupakan
tanda
bukti
bahwa
perusahaan yang bersangkutan telah menyampaikan LKTP secara
lengkap dan benar. Biasanya STP-LKTP ini diterima pelaku usaha 1 (satu)
bulan setelah LKTP diterima oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri Kementerian Perdagangan.
Permasalahan muncul karena ternyata pada saat yang bersamaan
para pelaku usaha/perusahaan juga harus menyampaikan Laporan
Keuangannya kepada pihak lain/pemerintah selain Direktorat Bina Usaha
dan Pelaku Distribusi Ditjen Dagri Kementerian Perdagangan antara lain:
(a) Kementerian Hukum dan HAM, (b) Kementerian Keuangan, (c) OJK,
(d) BKPM dan (e) Bappebti. Selain itu ternyata Kementerian/Lembaga lain
sudah menerapkan sistem pelaporan Laporan Keuangan secara online
seperti
Ditjen Pajak Kemenkeu dengan e-SPT atau e-filling, BKPM
dengan NSWi dan OJK dengan SPE-OJK. Sedangkan di Direktorat Bina
Usaha dan Pelaku Distribusi Ditjen Dagri masih menggunakan metode
iii pelaporan dalam bentuk penyerahan dokumen-dokumen fisik (hardcopy)
dan belum bisa secara online.
Tujuan Penelitian
a. Menganalisis hubungan peraturan terkait LKTP dengan peraturan
perundangan lainnya.
b. Menganalisis efektivitas peraturan terkait LKTP
c. Merumuskan usulan kebijakan terkait LKTP
Metodologi Penelitian
Analisis yang digunakan dalam melihat hubungan antara UndangUndang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Peraturan
Pemerintah No.64 tahun 1999 tentang IKTP dan Kepmenperindag No.121
tahun 2002 tentang ketentuan Penyampaian LKTP dengan peraturan
perundangan-undangan terkait lainnya yang bersifat evaluasi deskriptif
dengan
menggunakan
analisis
ketentuan
hukum
formal.
Dalam
melakukan analisis implementasi terkait LKTP digunakan metode analisis
Yuridis Normatif. Yuridis Normatif ini dipergunakan untuk melakukan
penelusuran
peraturan
terhadap
norma-norma
perundang-undangan
penyampaian
Laporan
hukum
yang
Keuangan
yang
mengatur
Tahunan
terdapat
tentang
dalam
kewajiban
Perusahaan
(LKTP),
penelusuran terhadap sistematika hukum, dan penelusuran terhadap
penyesuaian peraturan-peraturan hukum serta untuk memperoleh data
maupun
keterangan
yang
terdapat
dalam
berbagai
literatur
di
perpustakaan, jurnal serta hasil penelitian, koran, majalah, situs internet
dan sebagainya (Sugono, 1996). Ada tiga (3) alat pengumpulan data yaitu
(a) studi dokumen atau bahan pustaka, (b) pengamatan atau observasi
dan (c) diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD).
Ketiga alat tersebut ini dipergunakan secara bersama-sama atau
tersendiri (Soekanto, 1984).
iv Hubungan Peraturan LKTP dengan Peraturan Perundangan Lainnya
serta Permasalahannya.
PP IKTP mewajibkan perusahaan untuk menyampaikan Laporan
Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP). PP IKTP tersebut mewajibkan
perusahaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dalam
rangka menjalankan amanat pemerintah dan suatu wujud kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana sasaran
dari penyampaian LKPT tersebut adalah untuk meningkatkan kelompok
jenis bidang usaha dan jumlah perusahaan yang tercatat dalam database
pemerintah. Penyajian Laporan Keuangan Tahunan ini juga perlu
ditingkatkan daya guna informasinya sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku. Perusahaan1 berdasarkan PP IKTP ini wajib
menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Direktorat Bina
Usaha dan Pelaku Distribusi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri, Kementerian Perdagangan.
Namun, hingga saat ini terdapat keluhan dari para stakeholder,
bahwa kerap kali terjadi duplikasi regulasi terkait penyampaian Laporan
Keuangan Tahunan Perusahaan, yaitu ke Ditjen PDN, Ditjen Pajak
Kemenkeu, Kemenhukham, BKPM, OJK, dan Bappebti2. Selain daripada
itu, mencuat pertanyaan yang sangat mendasar tentang manfaat yang
diperoleh para stakeholder setelah melaksanakan kewajibannya untuk
menyampaikan LKTP.
1
Perusahaan yaitu setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
2
Sebenarnya terhadap penyampaian LKTP kepada beberapa instansi pemerintah yang berbeda tidak dapat dijadikan sebagai dasar keberatan dari perusahaan untuk tidak mengerjakan segala sesuatu yang merupakan kewajibannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-­‐undangan yang berlaku. Hanya saja perlu untuk dilakukan klarifikasi apakah permintaan yang diajukan oleh masing-­‐masing instansi pemerintah tersebut terdapat variabel-­‐variabel khusus yang merupakan faktor pembeda dan dalam penyusunannya memerlukan adanya waktu maupun keahlian khusus. Namun apabila ternyata format LKTP yang disampaikan tidak (jauh) berbeda antara instansi pemerintah yang satu dengan instansi pemerintah yang lain, maka yang perlu dilakukan oleh perusahaan hanya mempersiapkan set dokumen yang harus disampaikan sesuai dengan peruntukkannya. Terlebih hal ini merupakan sesuatu kegiatan tahunan yang secara rutin dilakukan. v Rekomendasi
Menyatukan pemahaman terhadap kewajiban penyampaian LKTP
terkait dengan adanya materi yang duplikatif antara Kementerian
Perdagangan, Kementerian Hukum dan HAM, BKPM, dan OJK, maka
perlu dilakukan antara lain:
a. Koordinasi antar Kementerian dan Lembaga tentang LKTP.
b. Sosialisasi
terhadap
pelaku
usaha
tentang
pentingnya
penyampaian LKTP selama ini telah dilakukan dan akan terus
dilakukan. Esensi dari sosialisasi ini adalah menjelaskan bahwa
meskipun ada duplikasi penyampaian LKTP tetapi ada perbedaan
tujuan dari pelaku usaha melaporkan LKTP tersebut dengan dasar
hukum yang berbeda-beda juga.
Membuat sistem penyampaian LKTP melalui media online agar
supaya bisa membuat para pelaku usaha lebih cepat dan efisien dalam
pelaporannya seperti yang telah diterapkan oleh Ditjen Pajak, BKPM dan
OJK.
Dibentuk suatu tim yang terlatih dan memiliki dasar keahlian dalam
rangka meningkatkan kualitas/mutu dan kemampuan dalam menganalisis
data LKTP dari aspek ekonomi dan hukum, sehingga keluaran analisisnya
dapat dijadikan sebagai gambaran perekonomian Indonesia dan relevan
untuk dipergunakan sebagai acuan dalam memprediksi bagaimana
perkembangan bisnis di sektor tertentu pada masa yang akan datang.
Selain itu Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi diperkenankan
untuk meminta bantuan pihak ketiga dalam menganalisis data LKTP
seperti kepada Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP) atau konsultan independen.
Menjalin kerja sama yang dituangkan dalam suatu Memorandum of
Understanding/Nota Kesepahaman atau bahkan dengan adanya suatu
perjanjian penunjukan dengan Kantor Akuntan Publik dan Ikatan Akuntan
Publik terkait sosialisasi kewajiban penyampaian LKTP kepada seluruh
vi perusahaan di Indonesia. Berdasarkan hasil temuan survey di lapangan,
didapati bahwa pelaku usaha patuh dalam menyampaikan LKTP.
Kecenderungan ini terjadi dikarenakan adanya masukan informasi yang
diberikan oleh Kantor Akuntan Publik yang secara khusus dipekerjakan
oleh perusahaan dimaksud.
Melakukan revisi terhadap Kepmenperindag No.121 Tahun 2002
tentang Ketentuan Penyampaian LKTP, terutama disebabkan oleh karena
adanya pemisahan kelembagaan antara Kementerian Perindustrian
dengan Kementerian Perdagangan. Selain daripada itu juga ada
perubahan
nomenklatur
Direktorat
Bina
Usaha
dan
Pendaftaran
Perusahaan menjadi Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi. Lebih
jauh lagi terkait dengan ketentuan Pasal 12 ayat (3)-nya, yang perlu lebih
disederhanakan dalam teknis pelaporan sehingga memudahkan para
pelaku usaha, terutama menghilangkan bentuk laporan yang ditentukan
berupa disket dan memaksimalkan sistem pelaporan secara online.
Mempercepat
pemberian
bukti
penyampaian
LKTP
dari
sebelumnya 1 (satu) bulan setelah diterima oleh Direktorat Bina Usaha
dan Pendaftaran Perusahaan menjadi 7 (tujuh) hari kerja sesuai dengan
Kepmenperindag
No.121/MPP/Kep/2/2002
tentang
Ketentuan
Penyampaian LKTP.
vii KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya,
laporan “ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN TERKAIT LAPORAN
KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN (LKTP)” dapat diselesaikan.
Kegiatan
ini
dilatarbelakangi
dengan
diberlakukannya
Peraturan
Pemerintah No.64 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan yang bertujuan meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan
yang wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan serta meningkatkan
daya guna informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan
maupun komponen laporan keuangan tahunan yang wajib disampaikan
perusahaan perlu diubah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) yang berlaku. Informasi tersebut bagi pemerintah dapat dijadikan
bahan masukan dalam rangka merumuskan kebijakan yang mengarah
kepada
iklim
usaha
yang
kondusif.
Bagi
swasta/para
pelaku
usaha/perusahaan, informasi tersebut dapat digunakan untuk melihat
prospek bisnis, investasi maupun potensi pesaing usaha.
Kegiatan ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat
Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari
Kumara Jati sebagai koordinator dan anggotanya terdiri dari
Firman
Mutakin, Bagus Wicaksena, Yudha Hadian Nur, Nasrun, Riffa Utama, dan
Selfi Menanti serta dibantu oleh tenaga ahli Ari Wahyudi.
Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan,
maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Dalam kesempatan ini tim menyampaikan terima kasih terhadap berbagai
pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata
semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pimpinan dalam
merumuskan kebijakan di bidang perdagangan efektivitas regulasi terkait
LKTP.
Jakarta,
April 2016
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri
viii ABSTRAK
Analisis Implementasi Peraturan Terkait Laporan Keuangan Tahunan
Perusahaan (LKTP)
Terdapat
kebijakan
yang
mewajibkan
pelaku
usaha
untuk
menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) kepada
Kementerian Perdagangan. Pada saat LKTP merupakan salah satu syarat
dalam perpanjangan TDP trend penyampaian LKTP meningkat sebesar
1,3%. Namun, sejak tahun 2007 dimana LKTP tidak menjadi persyaratan
dalam perpanjangan TDP, trend penyampaian LKTP menurun sebesar
2,4%. Pada tahun 2007 tercatat 2.517 LKTP dan tahun 2014 hanya 2.191
LKTP. Berdasarkan analisis yuridis normatif, terjadinya penurunan
penyampaian LKTP akibat adanya: peraturan perundangan lain yang
mengatur penyampaian LKTP, regulasi Kemendag yang membuat
penyampaian LKTP tidak optimal, pemahaman pelaku usaha terkait LKTP
masih rendah, serta sistem penyampaian LKTP di Kemendag masih
dilakukan secara manual. Beberapa rekomendasi yang bisa disampaikan
yaitu: (1) Menyatukan penyampaian LKTP menjadi satu pintu sebagai
kebijakan jangka panjang. (2) Mengusulkan LKTP kembali menjadi salah
satu syarat perpanjangan TDP untuk perusahaan dengan aset paling
sedikit Rp.25 miliar.(3) Menjalin kerja sama dengan Kantor Akuntan Publik
dalam
melakukan
sosialisasi
kewajiban
penyampaian
LKTP.
(4)
Menerapkan sistem penyampaian LKTP di Kemendag secara online. (5)
Melakukan analisis terhadap data LKTP sehingga dapat dijadikan
informasi yang bermanfaat bagi pelaku usaha.
Kata kunci: Implementasi Peraturan, Laporan Keuangan Tahunan
Perusahaan (LKTP), dan Yuridis Normatif
ix ABSTRACT
Analysis of Implementation of Regulations Related to the Company's
Annual Financial Statements (LKTP)
There is a policy which requires businesses for an Company's
Annual Financial Statements (LKTP) to the Ministry of Commerce. At the
time of LKTP is a prerequisite for the extension of the delivery LKTP TDP
trend increased by 1.3%. However, since 2007 where LKTP not be a
requirement in the extension of TDP, the trend of delivering LKTP
decreased by 2.4%. In 2007, there were 2,517 LKTP and in 2014 only
2,191 LKTP. Based on normative analysis, the decrease in delivery due to
their LKTP: other legislation governing the submission LKTP, the Ministry
of Trade regulations which make the delivery LKTP not optimal,
understanding LKTP related businesses is still low, as well as delivery
systems LKTP in the Ministry of Trade is still done manually.
Some of the recommendations can be submitted, namely: (1)
Putting LKTP delivery into the door as a long-term policy. (2) Propose
LKTP back to being one of the requirements for the extension TDP
company with assets of at least IDR 25 billion. (3) Establish cooperation
with the public accounting firm in socializing LKTP delivery obligations. (4)
Implement the delivery system in the Ministry of Trade LKTP online. (5)
Conduct an analysis of the data LKTP so it can be useful information for
businesses.
Keywords: Implementation Regulations, the Company's Annual Financial
Statements (LKTP), and normative juridical
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................i
RINGKASAN EKSEKUTIF.......................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................viii
ABSTRAK................................................................................................ix
DAFTAR ISI.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL......................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................xiv
BAB
I
BAB II
: PENDAHULUAN............................................................1
1.1.
Latar Belakang....................................................1
1.2.
Perumusan Masalah...........................................2
1.3.
Tujuan Penelitian................................................4
1.4.
Keluaran Penelitian.............................................4
1.5.
Manfaat Penelitian..............................................5
1.6.
Ruang Lingkup....................................................5
1.7.
Sistematika Laporan...........................................5
: TINJAUAN PUSTAKA..................................................7
2.1.
Dasar Hukum Laporan Keuangan Tahunan
Perusahaan (LKTP)............................................7
2.2.
Implementasi dan Efektivitas Dalam Perspektif
Hukum................................................................10
2.3.
Hasil Penelitian Terdahulu.................................11
xi BAB III
: METODE PENGKAJIAN...............................................14
3.1.
Metode Analisis..................................................14
3.2.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data.......16
3.2.1. Jenis dan Sumber Data....................................16
3.2.2. Metode Pengumpulan Data..............................16
3.3.
BAB IV
:
Kerangka Pemikiran...........................................17
ANALISIS EFEKTIVITAS PERATURAN LKTP...........19
4.1.
Hubungan Keputusan Menperindag No.121 Tahun
2002
dengan
Peraturan
Perundang-undangan
terkait lainnya.....................................................19
4.2
Efektifitas implementasi Keputusan Menperindag
No.121 Tahun 2002...........................................26
4.2.1. Ketentuan Mekanisme Penyampaian LKTP...26
4.2.2. Pelaksanaan Penyampaian Laporan Keuangan
Tahunan Perusahaan (LKTP).........................27
4.2.3. Keberadaan Undang-undang Nomor 3 Tahun
1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Setelah
Berlakunya Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas..................31
4.2.4. Kendala Dalam Penyampaian LKTP..............32
xii BAB V
:
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ..35
5.1.
Kesimpulan.........................................................35
5.2.
Rekomendasi Kebijakan.....................................37
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................39
LAMPIRAN.............................................................................................42
xiii DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Inventarisasi Masalah Peraturan LKTP..........................14
Tabel 4.1.
Jumlah Perusahaan Yang Melaporkan LKTP
Tahun 2014....................................................................28
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1.
Kerangka Pemikiran Analisis..............................17
Gambar 4.1.
Hubungan Peraturan LKTP dengan
Peraturan Perundang-undangan Lainnya...........25
Gambar 4.2.
Faktor Penyebab Belum Efektifnya Penyampaian
LKTP...................................................................34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner.......................................................................42
Lampiran 2. Surat Undangan.............................................................46
xiv BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pembangunan nasional merupakan tolok ukur bagi pemerintah
dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Salah satu
cara
dalam
mendatangkan
devisa
negara
guna
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah melalui pengembangan dan
peningkatan investasi dalam negeri, yang dilakukan dengan upaya
memotivasi dan mengajak investor, baik dari dalam maupun luar negeri.
Dengan begitu akan tercipta lowongan-lowongan pekerjaan baru bagi
masyarakat. Oleh karena itu penciptaan iklim investasi yang kondusif
sangat diperlukan, yang bukan hanya untuk menarik minat investor baru,
tetapi juga dalam rangka membangun industri yang berdaya saing tinggi
untuk meningkatkan produksi barang dalam pemenuhan konsumsi, bukan
hanya terbatas untuk konsumsi domestik melainkan juga diperuntukkan
dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk dalam perdagangan
dunia.
Pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh lembaga usaha
perdagangan menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah, yaitu dalam
rangka menciptakan tertib dan optimalisasi iklim usaha di Indonesia. Salah
satu langkah yang dilakukan pemerintah adalah melalui pemberlakuan
kebijakan wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
(LKTP) terhadap setiap perusahaan yang berdiri dan beroperasi di
Indonesia. Pemerintah berharap dengan diberlakukannya kebijakan LKTP
ini akan memberikan dampak yang positif, yaitu terciptanya iklim usaha
yang kondusif dan lebih bertanggung jawab, guna meningkatkan iklim
usaha di Indonesia. Selain itu, pemberlakuan LKTP juga sebagai upaya
pemerintah dalam melaksanakan program pelayanan prima kepada dunia
usaha.
Secara teknis, pemberlakuan LKTP bagi setiap perusahaan
memberikan manfaat kepada pemerintah dalam rangka pembinaan,
1 pengarahan, pengawasan dan penciptaan iklim usaha yang sehat.
Laporan Keuangan juga sangat bermanfaat bagi pemerintah dalam
mengikuti perkembangan dunia usaha di setiap daerah. Selain itu LKTP
juga dimanfaatkan sebagai informasi dan data bagi pemerintah untuk
memantau perkembangan dunia usaha di dalam negeri.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.64 tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang
Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (IKTP) mengamanatkan bahwa
semua perusahaan wajib memberikan Laporan Keuangan Tahunan
Perusahaan yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan catatan atas laporan
keuangan yang mengungkapkan utang piutang termasuk kredit bank dan
daftar penyertaan modal. Dalam tatanan teknis, kewajiban LKTP diatur
dalam
Kepmenperindag
Penyelenggaraan
Nomor
Pendaftaran
LKTP
234/MPP/Kep/6/2000
yang
esensinya
tentang
mengatur
mekanisme pelaporan dan isi/pokok subyek pelaporan.
1.2 Perumusan Masalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.64 tahun 1999
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang
Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (“PP IKTP”) mewajibkan
perusahaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dalam
rangka meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan yang tercatat di dalam
database pemerintah. Laporan Keuangan Tahunan yang disajikan dan
disampaikan kepada pemerintah ini juga perlu ditingkatkan daya guna
informasinya sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
Kewajiban untuk melakukan penyampaian laporan berdasarkan PP
IKTP tersebut ditujukan kepada perusahaan, dimana definisi perusahaan
dalam peraturan dimaksud, yaitu setiap bentuk usaha yang melakukan
kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang
perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau
2 bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia. Setiap perusahaan yang termasuk dalam
lingkup kategori PP IKTP tersebut wajib menyampaikan Laporan
Keuangan Tahunan kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam
bidang perdagangan.
Bagi
pemerintah,
Laporan
Keuangan
Tahunan
Perusahaan
(“LKTP”) merupakan sumber informasi dalam membina pelaku usaha di
dalam
negeri.
Lebih
lanjut
bagi
dunia
swasta/para
pelaku
usaha/perusahaan, informasi mengenai LKTP tersebut salah satunya
adalah dapat dipergunakan dalam rangka untuk mencari dan menemukan
perusahaan yang dapat dijadikan sebagai mitra bisnis yang berada di
seluruh Indonesia atau bahkan negara lain yang memiliki perusahaan di
Indonesia,
sehingga
diharapkan
bisa
mendorong
peningkatan
pertumbuhan investasi maupun perekonomian di dalam negeri.
Meskipun sudah berjalan Otonomi Daerah sesuai dengan amanat
dari Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Perkembangan LKTP dari tahun ke tahun tetap berjalan stabil. Pelaku
usaha tetap melakukan pelaporan LKTP kepada Direktorat Bina Usaha
dan Pelaku Distribusi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri,
Kementerian Perdagangan.
Pemerintah
pusat
pada
tahun
2000
mengeluarkan
Kepmenperindag No.121 tahun 2002 tentang Ketentuan Penyampaian
LKTP. Didalamnya diaur tentang definisi LKTP, yaitu laporan keuangan
perusahaan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik atau Instansi
Pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara yang memiliki kewenangan
menerbitkan
undangan
laporan
yang
akuntan
berlaku.
berdasarkan
Akuntan
publik
peraturan
yang
perundang-
ditunjuk
dalam
Kepmenperindag No.121 tahun 2001 adalah akuntan yang memiliki izin
dari Menteri Keuangan untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan
publik.
Setelah pelaku usaha mengirimkan LKTP ke Kemendag, maka
mereka menerima Surat Tanda Penerimaan Laporan Keuangan Tahunan
3 Perusahaan
(“STP-LKTP”),
yang
merupakan
tanda
bukti
bahwa
perusahaan yang bersangkutan telah menyampaikan LKTP secara
lengkap dan benar. Biasanya STP-LKTP ini diterima pelaku usaha 1 (satu)
bulan setelah LKTP diterima oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri Kementerian Perdagangan.
Selain itu, UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
(WDP) merupakan dasar pembentukan regulasi terkait LKTP dalam hal
pengenaan sanksi dan pembinaan. Permasalahan muncul karena ternyata
pada saat yang bersamaan para pelaku usaha/perusahaan juga harus
menyampaikan Laporan Keuangannya kepada pihak lain/pemerintah
selain Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Ditjen Dagri
Kementerian Perdagangan antara lain: (a) Kementerian Hukum dan HAM,
(b) Kementerian Keuangan, (c) OJK, (d) BKPM dan (e) Bappebti. Selain
itu, sejak tahun 2007, trend penyampaian LKTP menurun sebesar 2,4%
dimana pada tahun 2007 tercatat 2.517 LKTP dan tahun 2014 hanya
2.191 LKTP. Berdasarkan hal tersebut, maka pertanyaan penelitiannya
adalah: “Bagaimana efektivitas implementasi peraturan terkait LKTP?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan di atas, tujuan dari
analisis ini adalah:
a.
Menganalisis hubungan peraturan terkait LKTP dengan peraturan
perundangan lainnya.
b.
Menganalisis efektivitas peraturan terkait LKTP.
c.
Merumuskan usulan kebijakan terkait LKTP.
1.4 Keluaran Penelitian
Berdasarkan tujuan di atas, maka keluaran yang diharapkan dari
analisis ini adalah:
a. Hubungan peraturan terkait LKTP dengan peraturan perundangan
lainnya.
b. Peraturan pelaksana terkait LKTP yang efektif.
4 c. Rumusan usulan kebijakan dalam rangka peningkatan efektivitas
regulasi terkait LKTP.
1.5 Manfaat Penelitian
Analisis ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Referensi bagi unit teknis di Kementerian Perdagangan dan
kementerian terkait lainnya, akademisi dan peneliti;
b. Pelaksanaan peraturan terkait LKPT yang efisien, implementatif, serta
memberikan timbal balik bagi para stakeholder.
1.6 Ruang Lingkup
Analisis ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut:
a. Peraturan terkait LKTP yang terdiri dari Kepmenperindag, Peraturan
Pemerintah, Undang-Undang Penanaman Modal, Undang-Undang
Pasar
Modal,
Undang-Undang
Peraturan
Berjangka
Komoditi,
Undang-undang Perseroan Terbatas, dan Undang-Undang Pajak
Penghasilan (PPh).
b. Faktor regulasi dan non regulasi terkait kepatuhan perusahaan
menyampaikan LKTP.
1.7 Sistematika Laporan
Laporan analisis terdiri dari 5 Bab dengan rincian sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan. Pada Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang
meliputi permasalahan tujuan penelitian, keluaran penelitian, manfaat
penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II. Tinjauan Pustaka. Pada Bab ini dibahas tinjauan literatur
mengenai telaah kebijakan yang terkait LKTP dari sisi yuridis. Pada
bagian ini juga akan ditelaah hasil penelitian terdahulu mengenai
metodologi yang terkait dengan analisis.
5 Bab III. Metodologi. Pada Bab ini dipaparkan kerangka penelitian serta
metode analisis dengan pendekatan hukum normatif dan deskriptif sesuai
dengan realita.
Bab IV. Analisis Efektivitas Peraturan LKTP. Pada Bab ini dibahas
hubungan Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002 dengan Peraturan
Perundang-undangan
terkait
lainnya
serta
efektifitas
implementasi
Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002 oleh pelaku usaha.
Bab V. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan. Bab ini menyajikan
efektivitas
pelaksanaan
peraturan
terkait
LKTP
dan
selanjutnya
berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, disampaikan rekomendasi
kebijakan yang diharapkan menghasilkan kebijakan terkait LKTP yang
efektif.
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Hukum Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24
tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan, dalam
rangka lebih meningkatkan efisiensi dan daya saing perekonomian
nasional, maka pemerintah menilai perlu untuk disediakan kemudahan
untuk memperoleh informasi keuangan tahunan perusahaan. Oleh karena
itu pemerintah menetapkan ketentuan tentang informasi Keuangan
Tahunan Perusahaan dalam suatu bentuk Peraturan Pemerintah.
Keadaan ini juga didukung peristiwa yang terjadi pada
tahun 1998
dimana terjadi krisis moneter yang menimpa Indonesia, sehingga
diperlukan data yang valid untuk melihat bagaimana perkembangan
ekonomi di Indonesia yang salah satunya diwakili oleh kebijakan tentang
laporan keuangan tahunan perusahaan.
Selanjutnya,
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia Nomor 64 tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan, dalam rangka meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan
yang wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dipandang perlu
memperluas ruang lingkup pelaksanaan Peraturan Pemerintan Nomor 24
Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan.
Perusahaan
yang
wajib
menyampaikan
Laporan
Keuangan
Tahunan Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan
kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang
perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau
bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia. Laporan keuangan ini dianggap dokumen
7 umum yang dapat diketahui oleh masyarakat. Keadaan ini sesuai dengan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan
Informasi
Publik,
yang
mengatur
bahwa
informasi
merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi
dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan
nasional.
Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan
keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara
demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik. Keterbukaan informasi publik juga
merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu
yang berakibat pada kepentingan publik. Selain itu Pengelolaan informasi
publik merupakaan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat
informasi. Dalam hal ini Kementerian Perdagangan merupakan pengelola
informasi publik berupa Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
(berdasarkan pasal 7 Kepmenperindag No.121/MPP/Kep/2/2002).
Wajib
penyampaian
Laporan
Keuangan
Tahunan
Perusahaan bertujuan mencatat dan mendokumentasi bahan-bahan
keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan
merupakan
sumber
informasi
resmi
untuk
semua
pihak
yang
berkepentingan meliputi Neraca, Laporan Laba-Rugi, Laporan Perubahan
Ekuitas, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan yang
mengungkapkan utang piutang termasuk kredit bank dan daftar
penyertaan
modal
(berdasarkan
pasal
4
Kepmenperindag
No.121/MPP/Kep/2/2002).
Sifat LKTP adalah terbuka untuk semua pihak dimana setiap pihak
yang berkepentingan berhak memperoleh keterangan yang diperlukan
dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan
yang tercantum dalam LKTP yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
dalam hal ini oleh Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi (d/h
8 Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan). Informasi yang
dapat diberikan dalam bentuk dokumen (hardcopy), CD-Rom atau
informasi melalui internet. Untuk mendapatkan informasi LKTP dapat
diperoleh dengan berlangganan atau atas dasar permintaan dan
dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku
(berdasarkan
pasal
12
Kepmenperindag
No.121/MPP/Kep/2/2002).
Penyampaian wajib LKTP dilakukan dengan cara mengisi formulir
LKTP yang ditetapkan oleh menteri dalam bidang perdagangan pada
Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi (d/h Direktorat Bina Usaha
dan Pendaftaran Perusahaan). Penyampaian LKTP ini wajib bagi setiap
perusahaan yang berstatus kantor pusat, berkedudukan dan menjalankan
kegiatan usahanya di wilayan negara Republik Indonesia. Kewajiban
perusahaan berlaku bagi perusahaan yang berbentuk:
a. Perseroan yang memenuhi salah satu kriteria:
1) Merupakan Perseroan Terbuka (PT. Tbk).
2) Memiliki bidang usaha yang berkaitan dengan pengerahan dana
masyarakat.
3) Mengeluarkan surat pengakuan utang.
4) Memiliki jumlah aktiva atau kekayaan paling sedikit Rp.25 miliar.
5) Merupakan
debitur
yang
laporan
keuangan
tahunannya
diwajibkan oleh bank untuk diaudit.
b. Perusahaan asing yang melakukan kegiatan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta berwenang untuk mengadakan perjanjian.
c. Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM)
dan Perusahaan Daerah.
9 2.2. Implementasi dan Efektivitas Dalam Perspektif Hukum
Pengertian implementasi hukum menurut Winarno (2002), yaitu alat
administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan
teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna
meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Sedangkan definisi
implementasi dari Gaffar (2009), yaitu suatu rangkaian aktifitas dalam
rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan
tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Dari dua
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa definisi implementasi yaitu
aktifitas
untuk
menerapkan
kebijakan/hukum
kepada
masyarakat
sehingga dapat membawa hasil yang memberikan manfaat bagi para
stakeholder.
Sementara untuk efektivitas menurut Kurniawan (2005) yaitu
kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau
misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya
tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Lebih lanjut, definisi
efektivitas menurut Hidayat (1986), yaitu suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target kuantitas, kualitas dan waktu telah tercapai.
Berdasarkan kedua definisi efektivitas diatas, maka efektifitas dapat
didefinisikan sebagai suatu besaran yang menjelaskan seberapa jauh
target kuantitas, kualitas dan waktu dapat dicapai tanpa adanya tekanan
pada saat pelaksanaannya.
Konsep efektivitas ini sangat penting dalam rangka melihat
seberapa besar peraturan LKTP dapat bermanfaat bagi pemerintah
sebagai pembinaan, pengarahan, pengawasan dan penciptaan iklim
usaha yang sehat serta memantau perkembangan bisnis di dalam negeri
(berdasarkan bagian menimbang pada UU No.3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan / WDP). Selain itu pelaku usaha juga bisa
10 mensosialisasikan keadaan perusahaannya untuk promosi atau mencari
investor serta mendapatkan informasi kondisi perusahaan lain.
Apabila peraturan wajib lapor LKTP ini dianggap efektif, maka
pemerintah dianggap sudah berhasil dalam melakukan pelayanan publik
terutama terkait Undang-undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (KIP). Sedangkan, definisi pelayanan publik menurut
Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi No.25 tahun 2004, yaitu segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2.3. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang penyampaian laporan keuangan secara berkala
memiliki dampak positif bagi perusahaan dalam hal trasparansi. Oleh
karena itu, kepatuhan suatu perusahaan terhadap kewajiban pelaporan
keuangan merupakan aspek penting dalam membangun citra positif
kinerja perusahaan, selama peraturan tersebut efektif dan efisien.
Pengaruh kepatuhan suatu perusahaan dapat disebabkan oleh faktor
finansial dan non-finansial.
Ksa (2003) menganalisis tentang faktor-faktor yang menentukan
kepatuhan perusahaan publik terhadap regulasi informasi. Metode yang
digunakan yaitu dengan menggunakan model persamaan regresi logistik
untuk melihat perbedaan antara kepatuhan perusahaan publik sebelum
dan sesudah diterapkan peraturan tentang kewajiban penyampaian
laporan berkala. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan
menurun
dengan
diterapkan
regulasi
baru
dengan
faktor
yang
menentukan yaitu pergantian auditor, keterlambatan laporan audit dan
opini auditor.
Astuti (2007) dan Permana (2012) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi
ketepatan
waktu
penyampaian
laporan
keuangan
11 perusahaan
di
Bursa
Efek
Indonesia.
Penelitian
Astuti
(2007)
menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan dan kepemilikan perusahaan
berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan
perusahaan, sedangkan penelitian Permana (2012) menemukan bahwa
profitabilitas, opini audit dan ukuran perusahaan yang berpengaruh
terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan perusahaan.
Dalam perspektif lain, kepatuhan penyampaian laporan dapat juga
dilihat dari sisi hukum. Dhesinta (2015) meneliti tentang mekanisme
pengelolaan keuangan desa dari metode analis yuridis. Metode yang
digunakan yaitu yuridis normatif dimana penelitian difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
Analisis bahan hukum dikumpulkan dengan metode penafsiran hukum
dengan tahapan: (1) identifikasi fakta hukum, (2) pemeriksaan bahan
hukum, dan (3) penerapan hukum. Penelitian ini menyimpulan bahwa
pengelolaan keuangan bergantung pada regulasi/kelembagaan, tata
laksana, pengawasan dan SDM. Terkait dengan aspek-aspek tersebut di
tingkat pengelolaan keuangan desa masih mendapat catatan khusus yang
perlu diperhatikan. Terdapat juga penelitian dari Laksmono (2012) dan
Mansyur (2013) yang mengkaji dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatif tentang notaris berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM,
tetapi penelitian ini lebih terkait tentang kasus di pengadilan.
Sementara itu, penelitian dengan pendekatan yuridis normatif
umum digunakan untuk melihat keberadaan suatu regulasi secara utuh
sehingga dapat diambil kesimpulan apakah suatu regulasi sudah sesuai
dengan tujuannya, seperti dalam hal pengendalian atau pembinaan. di
Putra (2013) juga menganalisis tentang perundang-undangan terkait
tindak pidana jual beli organ tubuh dengan metodologi yuridis normatif
yang memiliki implikasi pada peraturan kesehatan. Serta Utama (2007)
menganalisis tentang mekanisme pembentukan akta pendirian koperasi
dengan pendekatan yuridis normatif yang mengacu pada peraturan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan
12 kesimpulan secara umum bahwa keberadaan peraturan yang dibutuhkan
untuk pengawasan.
Dalam
kaitannya
dengan
penerapan
LKTP,
dasar
hukum
pembinaan dan pengenaan sanksi bagi pihak yang tidak mematuhi
ketentuan diatur dalam Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan
(UU WDP). Pelaksanaan Undang-Undang dimaksud secara langsung
atau tidak langsung akan berdampak pada efektivitas pelaksanaan LKTP.
Terkait pelaksanaan UU WDP, Puska PDN (2013) yang melakukan
analisis tentang pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan (WDP) di Era
Otonomi Daerah. Metode yang digunakan yaitu Descriptive evaluative
dengan menggunakan dasar analisis ketentuan hukum normatif. Selain itu
juga digunakan metode analisis Regulatory Impact Assessment (RIA).
Hasil analisis menunjukkan bahwa efektivitas UU WDP berkaitan dengan
implementasi Undang-Undang Perseroan terbatas dalam hal kewajiban
daftar perusahaan. Dalam hal ini, UU WDP mengatur sanksi tindak pidana
kejahatan sedangkan UU PT tidak mengatur adanya sanksi serta
mengefektifkan pengelolaan WDP di daerah. Jika dikaitkan dengan LKTP,
perusahaan yang telah mendaftarkan badan usahanya pada kembaga
pemerintah sebagai pelaksanaan UU WDP seharusnya juga menunjukkan
kepatuhan dalam menyampaikan LKTP.
13 BAB III
METODE PENGKAJIAN
3.1 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama
adalah analisis deskriptif dengan membandingkan beberapa peraturan
terkait LKTP. Analisis deskriptif peraturan disampaikan dalam bentuk
tabulasi data kualitatif yang terdiri dari substansi peraturan, keselarasan
antar peraturan, dan relevansinya dengan program penyederhanaan
seperti yang dijelaskan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Inventarisasi Masalah Peraturan LKTP
Pasal Dalam Peraturan
terkait LKTP (PP No.64
tahun 1999 dan
Kepmenperindag No.121
tahun 2002)
Selaras/Tidak Dengan
Peraturan PerundangUndangan Yang Lain
Relevan/Tidak
Dengan Semangat
Debirokratisasi dan
Deregulasi
Pasal 1
Selaras/tidak ? Peraturan
perundang-udangan
apa?
Relevan/tidak
Pasal 2
.
.
Pasal 3
.
.
.
.
.
.
.
.
. dan seterusnya
dan seterusnya
dan seterusnya
Pasal 14
Selaras/tidak ? Peraturan
perundang-udangan
apa?
Relevan/Tidak
Sumber: Puska PDN (2013), diolah
14 Untuk menjawab tujuan kedua penelitian, digunakan analisis
ketentuan hukum normatif seperti yang dijelaskan oleh Soekanto dan
Mamudji (2009). Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah
analisis yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma
hukum), yaitu dengan mengadakan analisis terhadap masalah hukum.
Dalam penelitian ini, permasalahan yang diangkat adalah adanya tren
penurunan penyampaian LKTP kepada Kementerian Perdagangan.
Tahapan kedua analisis hukum normatif adalah analisis yang
ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).
Analisis yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejalagejala di lingkungan masyarakat terhadap pelaksanaan peraturan terkait
LKTP dimasyarakat, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan
kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif. Dalam penelitian ini, terdapat 3 macam bahan pustaka yang
dipergunakan yaitu :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau
yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang–
undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum primer yang digunakan
di dalam analisis: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, UU PT, PP No.64
tahun 1999 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (IKTP)
dan
Kepmenperindag
No.121
tahun
2002
tentang
Ketentuan
Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP),
Permendag, dll
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak
mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang
merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli
yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan
memberikan petunjuk ke mana peneliti akan mengarah. Bahan hukum
15 sekunder dalam penelitian ini adalah hasil wawancara mendalam
yang dilakukan di daerah survey.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier itu diartikan sebagai bahan hukum lainnya yang
dianggap penting dan terkait dengan analisis. Dalam penelitian ini,
bahan hukum tersier dapat berupa hasil studi suatu kebijakan,
termasuk regulasi terkait pelaporan keuangan, yang menggunakan
pendekatan hukum.
Analisis hukum normatif yang dilakukan lebih ditujukan kepada
pendekatan
undang-undang
(statute
approach)
dan
pendekatan
implementasi. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan LKTP.
Pendekatan implementasi dilakukan dengan cara melakukan telaah
terhadap cara implementasi dari peraturan terkait LKTP di daerah survey.
3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam analisis ini adalah data primer dan
skunder. Data primer diperoleh dari pelaku usaha, pemerintah melalui
instansi yang memiliki kebijakan kewajiban penyampaian LKTP bagi
pelaku usaha, dan akuntan publik. Data skunder diperoleh dari instansi
terkait, buku, jurnal, artikel, internet dan literatur lain yang memiliki
hubungan dengan topik analisis.
3.2.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam
di Jawa Barat dan Jawa Timur dengan panduan kuesioner. Pemilihan
responden dilakukan secara purposive dengan ketentuan minimal pelaku
usaha
pernah
melakukan
penyampaian
LKTP
ke
Kementerian
16 Perdagangan. Hasil pengumpulan data primer kemudian dikonfirmasi
dengan kelompok ahli (expert judgement) dalam format diskusi.
3.3 Kerangka Pemikiran
Dalam analisis ini ditekankan pada hubungan peraturan serta
efektivitas peraturan terkait LKTP dengan peraturan lainnya dengan
kerangka pemikiran sebagai berikut
Terkait LKTP
Analisis Yuridis Normatif
(Dhesinta dan Andini, 2015)
Efektivitas
•
•
•
Rekomendasi
Kebijakan
Tidak duplikatif
Selaras
•
Implementatif karena
stakeholder menerima
manfaat
Diketahui dan diterima
Masyarakat
Hubungan Peraturan
Dit.Binus
KEMENDAG
K/L Lain
UU,PP dan
Kepmenperindag
UU, Kep. K/L lain
Studi pustaka dan Analisis Yuridis Normatif
(Puska PDN, 2013)
Sumber: konsep penulis
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Analisis
Pelaksanaan peraturan terkait LKTP diharapkan dapat efektif
dalam mencapai tujuan pemerintah dan memberikan manfaat bagi pelaku
usaha. Dalam praktiknya, efektivitas peraturan LKTP dapat dipengaruhi
oleh keberadaan peraturan lain, baik yang bersifat peraturan pelaksana
setingkat
menteri
ataupun
undang-undang.
Hal
ini
dikarenakan
kompleksitas dan tumpang tindih peraturan terkait penyampaian laporan
17 keuangan
dapat
berdampak
pada
kepatuhan
perusahaan
atas
penyampaian LKPT kepada Kementerian Perdagangan.
Dari sisi hubungan peraturan LKTP dengan peraturan perundangundangan yang lain, duplikasi dan keselarasan antar peraturan terkait
LKTP menjadi aspek penting. Sedangkan dari sisi efektivitas peraturan
terkait LKTP akan dilihat implementasi dari peraturan ini oleh pemangku
kepentingan yang diindikasikan dengan persepdi seberapa besar para
stakeholder terutama pelaku usaha bisa menerima manfaat dari regulasi
LKTP serta seberapa jauh masyarakat mengetahui dan menerima regulasi
LKTP yang ada.
18 BAB IV
ANALISIS EFEKTIVITAS PERATURAN LKTP
Ada beberapa peraturan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
(LKTP) yang dibuat pemerintah pusat. Beberapa kementerian / lembaga
membuat regulasi terkait kewajiban penyampaian laporan keuangan dari
pelaku usaha yang terkait dengan tugas dan fungsi instansi tersebut.
Perlu dilihat bagaimana hubungan antara regulasi-regulasi yang masih
berlaku dan apakah regulasi tersebut tumpang tindih.
4.1. Hubungan Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002 dengan
Peraturan Perundang-undangan terkait lainnya
Peraturan yang pertama yaitu Undang-undang Republik Indonesia
No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal beserta peraturan
turunannya. Undang-undang ini dibuat sesuai dengan amanat yang
tercantum
dalam
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
No.XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi
Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari
ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi. Selain itu tujuan Undang-undang ini dibuat
untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan
kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia. Lalu, peningkatan penanaman
modal juga dapat meningkatkan potensi ekonomi menjadi kekuatan
ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam negeri
maupun dari luar negeri. Lebih lanjut, regulasi ini juga dibuat untuk
menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia
dalam berbagai kerja sama internasional maka perlu diciptakan iklim
penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian
hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan
ekonomi nasional.
19 Pada tahun 2010, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
membuat Peraturan Kepala BKPM no.7 tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Penanaman Modal yang merupakan turunan dari UU No.25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Regulasi ini mengatur tentang kewajiban
penyampaian Laporan Kegiatan Penanaman Modal yang diantaranya
berisi tentang:
a. Keterangan perusahaan yang melakukan penanaman modal
b. Investasi (modal tetap dan modal kerja) dan sumber pembiayaan
(laba ditanam kembali).
Selain itu juga diatur tentang sanki administratif yaitu: peringatan
tertulis, pembatasan pembekuan dan pencabutan kegiatan usaha.
Peraturan yang kedua yaitu Undang-undang Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan (WDP) beserta peraturan turunannya. Undangundang ini dibuat dengan menimbang bahwa kemajuan dan peningkatan
pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan
ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia
usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang
merupakan
sumber
informasi
resmi
untuk
semua
pihak
yang
berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia
usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di
Indonesia. Adanya Daftar Perusahaan ini diharapkan bisa digunakan
pemerintah untuk melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan
menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan
mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap
kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjami perkembangan dan
kepastian berusaha bagi dunia usaha.
Turunan dari UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan yaitu PP No.64 tahun 1999 tentang Informasi Keuangan
Tahunan Perusahaan (IKTP) dan Kepmenperindag No.121 tahun 2002
tentang
Ketentuan
Penyampaian
Laporan
Keuangan
Tahunan
20 Perusahaan (LKTP). PP No.64 tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan
Tahunan Perusahaan dibuat dalam rangka meningkatkan jenis dan jumlah
perusahaan yang wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan
sehingga dipandang perlu untuk memperluas ruang lingkup pelaksanaan
PP No.24 tahun 1998 dari sebelumnya perusahaan yang harus
melaporkan LKTP asetnya paling sedikit Rp. 50 miliar menjadi asetnya
paling sedikit Rp.25 miliar. Dengan direvisinya regulasi tersebut maka
jumlah pelaku usaha yang diwajibkan melapor LKTP menjadi bertambah.
Turunan yang lain dari UU No.3 tahun 1982 tentang WDP yaitu
Keputusan
Menteri
No.121/MPP/Kep/2/2002
Perindustrian
tentang
Ketentuan
dan
Perdagangan
Penyampaian
Laporan
Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP). Regulasi ini dibuat dalam rangka
mengoptimalkan pelaksanaan PP no.64 tahun 1999 tentang perubahan
atas PP No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan.Dalam peraturan ini dijabarkan secara lebih detail mengenai
jenis perusahaan apa saja yang harus menyampaikan LKTP serta format
laporannya.
Peraturan yang ketiga yaitu Undang-undang No.8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal beserta peraturan turunnuya. Undang-undang ini
dibuat karena pasar modal mempunya peran yang strategis dalam
pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi
dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Selain itu pasar
modal diharapkan dapat berkembang karena dibutuhkan adanya landasan
hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak
yang melakukan kegiatan di pasar modal serta melindungi kepentingan
masyarakat pemodal dari praktek yang merugikan.
Turunan dari UU No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal ini yaitu
Keputusan Ketua Bapepam Lembaga Keuangan No.KEP-346/BL/2011
tahun 2011 tentang Penyampaian Laporan Keuangan Perusahaan Publik.
Pertimbangan dibuatnya regulasi ini yaitu sejalan dengan perubahan
21 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sehubungan dengan
adanya program konvergensi PSAK ke International Financial Reporting
Standard
(IFRS)
maka
dipandang
perlu
untuk
menyempurnakan
Peraturan Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor
KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan
Berkala. Dalam peraturan ini juga diatur bahwa perusahaan publik wajib
menyampaikan laporan keuangan (neraca, laba-rugi, arus kas, laporan
posisi keuangan, dan catatan laporan keuangan) yang diaudit Akuntan
Publik. Sampai saat ini tercatat terdapat 523 perusahaan yang sudah go
public dan sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sanksi yang bisa
terapkan yaitu: peringatan tertulis, denda, pembatasan, pembekuan, dan
pencabutan izin usaha.
Peraturan yang keempat yaitu Undang-Undang No.10 tahun 2011
tentang Perdagangan Berjangka Komoditi beserta peraturan turunannya.
Undang-undang ini dibuat dalam upaya untuk lebih menjamin kepastian
hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, untuk
mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian
nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, serta agar
Perdagangan Berjangka Komoditi dapat terselenggara secara teratur,
wajar, efisien, efektif, dan terlindunginya masyarakat dari tindakan yang
merugikan serta memberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang
melakukan kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi. Lembaga / pelaku
usaha yang wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan yaitu:
bursa berjangka, lembaga kliring berjangka, pialang berjangka, penasehat
berjangka, dan pengelola sentra dana berjangka.
Sanksi yang bisa
diberikan kepada pelanggar yaitu denda maskimal Rp.1 miliar untuk bursa
berjangka dan denda Rp. 200 juta untuk yang lainnya.
Peraturan yang kelima yaitu Undang-undang No.40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas beserta peraturan turunannya. Undangundang ini dibuat dengan menimbang bahwa perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
22 kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan,
berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan
perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Selain itu dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan
perekonomian nasional yang sekaligus memberikan landasan yang kokok
bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian di era
globalisasi pada masa mendatang, maka dipandang perlu untuk didukung
oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas
yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.
Lebih lanjut, perseroan terbatas seabgai salah satu pilar pembangunan
perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih
memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama
atas dasar kekeluargaan.
Turunan peraturan dari UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH03.AH.01.01 tahun 2009 tentang Daftar Perseroan. Peraturan ini dibuat
karena peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM
No. M-01.HT.01.01 tahun 2008 tentang Daftar Perseroan belum optimal
dalam mendukung peningkatan pelayanan administrasi Perseroan yang
akurat, cepat, efisien, dan efektif sehingga perlu diganti. Bagian dalam
Laporan Keuangan yang perlu dilaporkan terkait dengan peraturan ini
yaitu: neraca, laporan laba-rugi, arus kas, perubahan ekuitas dan catatan
lainnya. Wajib diaudit oleh akuntan publik bila menghimpun dana dari
masyarakat, persero, perusahaan terbuka, dan asetnya diatas Rp. 50
miliar. Berdasarkan data dari BPS (2014), diprediksi jumlah perusahaan
skala sedang dan besar yang wajib menyampaikan LKTP berjumlah
sekitar 23.941 perusahaan.
Peraturan yang keenam yaitu Undang-undang No.36 tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No.7 tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan beserta peraturan turunannya. Undang23 undang ini dibuat dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang
semakin
meningkat,
sederhana,
stabil,
mewujudkan
lebih
sistem
memberikan
perpajakan
keadilan,
dan
yang
netral,
lebih
dapat
menciptakan kepastian hukum serta transparansi.
Turunan dari UU No.36 Tahun 2008 ini yaitu Peraturan Menteri
Keuangan No.208/PMK.03/2009 tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Perhitungan
Menteri
Keuangan
Nomor
255/PMK.03/2008
Tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak
Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, dan Wajib Pajak Lainnya yang
berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala
Termasuk Wajib Pajak Pribadi Pengusaha Tertentu. Regulasi ini dibuat
dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan
penghitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak
berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu perlu mengatur kembali batasan mengenai Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Regulasi ini mengatur bahwa
setiap SPT Pajak Badan dengan penerimaan bruto Rp.60 juta atau lebih
harus dilampiri laporan keuangan. Adapun penjelasan tentang hubungan
dan keterkaitan antar peraturan tentang LKTP dijelaskan dalam Gambar
4.1 berikut.
24 (1) UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Peraturan Kepala BKPM No.7 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Penanaman Modal
Wajib menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM):(1)Keterangan Perusahaan.(2)Invest
asi (modal tetap dan modal kerja) dan sumber pembiayaan (laba ditanam kembali). Sanksi administratif: peringatan tertulis; pembatasan, pembekuan dan pencabutan kegiatan usaha (2) UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
PP No.64 Tahun 1999 tentang IKTP
Kepmenperindag
No. 121 Tahun 2002 tentang
Ketentuan Penyampaian
LKTP
(3) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(4) UU No.10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi Keputusan Ketua BappepamLK No. 346
tahun 2011 tentang Penyampaian LK Perusahaan Publik
PP No.49 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi
Perusahaan publik wajib menyampaikan laporan keuangan (neraca, laba-­‐rugi, arus kas, laporan posisi keuangan, dan catatan laporan keuangan) yang diaudit Akuntan Publik.
(523 perusahan)
Bursa Berjangka, Lembaga Kliring Berjangka, Pialang Berjangka, Penasehat Berjangka dan Pengelola Sentra Dana Berjangka Wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan
Sanksi administrasi: peringatan tertulis; denda; pembatasan, pembekuan, pencabutan izin usaha.
Sanksi denda
maksimal Rp.1 miliar utk Bursa Berjangka dan Rp.200 juta utk lainnya.
(5) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Permen Hukum dan HAM No.3 tahun 2009 tentang Daftar Perseroan
Laporan keuangan : neraca, laporan laba rugi, arus kas, perubahan ekuitas dan catatan lainnya. Wajib diaudit oleh akuntan publik bila: menghimpun dana masyarakat, persero, tbk, aset diatas Rp.50 miliar.
(23.941 perusahaan sedang dan besar)
(6) UU No.36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan
PermenKeu No.208 Tahun 2009 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran PPh dalam tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak baru diwajibkan membuat LK berkala.
Setiap SPT Pajak Badan dengan penerimaan bruto Rp.60 juta atau lebih harus dilampiri Laporan Keuangan
Sumber: BKPM, Kemendag,Kemenkeu, Kemenhukham (diolah)
Gambar 4.1 Hubungan Peraturan LKTP dengan Peraturan
Perundang-undangan Lainnya
25 4.2 Efektivitas Implementasi Keputusan Menperindag No.121 Tahun
2002
Efektivitas peraturan terkait LKTP dapat dilihat dari 2 (dua) hal yaitu
keselarasan dengan peraturan lain yang berpotensi tumpang tindih dan
infrastruktur yang mendukung efektivitas penyampaian laporan. Efektivitas
dari sisi regulasi dianalisis dari keberadaan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan sebagai dasar pembinaan
dan
pengenaan
sanksi
pelaksanaan
penyampaian
LKTP
kepada
Kementerian Perdagangan serta keberadaan regulasi lain terkait LKTP
yang diatur dalam ketentuan pelaksana seperti Peraturan Menteri atau
Undang-Undang (UU) yang dijadikan landasan kebijakan instansi lain.
4.2.1 Ketentuan Mekanisme Penyampaian LKTP
Sesuai dengan Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002, LKTP
diwajibkan bagi perusahaan yang berbentuk:
a. Perseroan yang memenuhi salah satu kriteria:
1) Merupakan Perseroan Terbuka (PT. Tbk);
2) Memilik i bidang usaha yang berkaitan dengan pengerahan dana
masyarakat;
3) Mengeluarkan surat pengakuan utang;
4) Memiliki
jumlah
aktiva
atau
kekayaan
paling
sedikit
Rp
25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah); atau
5) Merupakan debitur yang laporan keuangan tahunannya diwajibkan
oleh Bank untuk diaudit
b. Perusahaan asing yang melakukan kegiatan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta berwenang untuk mengadakan perjanjian;
c. Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM)
dan Perusahaan Daerah.
26 d. LKTP yang disampaikan kepada Kementerian Perdagangan wajib
diaudit oleh Akuntan Publik atau Instansi Pemerintah atau Lembaga
Tinggi Negara yang memiliki kewenangan menerbitkan laporan
akuntan khusus untuk PERSERO, PERUM dan Perusahaan Daerah.
e. Dalam LKTP, harus menyampaikan Neraca, Laporan Rugi-Laba,
Laporan Perubahan Equitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
laporan keuangan yang antara lain mengungkapkan utang piutang
termasuk kredit bank dan investasi perusahaan.
f. Informasi dalam LKTP bersifat terbuka, dan bagi yang berkepentingan
dapat diperoleh dengan biaya sebesar Rp 5.000 per lembar yang
merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
g. Perusahaan yang tidak menyampaikan LKTP dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun
1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
4.2.2
Pelaksanaan
Penyampaian
Laporan
Keuangan
Tahunan
Perusahaan (LKTP)
Secara umum, terlihat jumlah perusahaan yang melaporkan
Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan di tahun 2014. Perusahaan di
sektor perdagangan dan perindustrian merupakan dua sektor terbanyak
yang patuh dalam menyampaikan LKTP. Hal ini dimungkinkan terjadi
karena nuansa regulasi LKTP yang diatur dalam Keputusan Menperindag
No.121 Tahun 2002 seolah-olah hanya untuk perusahaan yang bergerak
di bidang perindustrian dan perdagangan.
Sementara sektor lain seperti properti, perkebunan, pembiayaan,
perbankan dan asuransi juga relatif baik dalam penyampaian LKTP.
Kelima sektor ini terindikasi memiliki keuangan yang cukup baik sehingga
memiliki
tingkat
kepatuhan
yang
baik
dalam
melaporkan
LKTP.
Perusahaan di sekor peternakan memiliki jumlah paling kecil dalam hal
kepatuhan penyampaian LKTP karena masih banyak perusahaan kecil
dan menengah di sektor peternakan sehingga mereka belum memiliki
sistem akuntansi dan pembuatan laporan keuangan yang baik.
27 Tabel 4.1 Jumlah Perusahaan Yang Melaporkan LKTP Tahun 2014
No Sektor Industri Jumlah Perusahaan Yang Melaporkan LKTP 1 Peternakan 10 2 Hotel dan turisme 31 3 Konstruksi 43 4 Investasi 59 5 Pertambangan 68 6 Asuransi 74 7 Perbankan 81 8 Pembiayaan 92 9 Perkebunan 196 10 Properti 257 11 Industri 497 12 Perdagangan 582 Sumber: Direktorat pendaftaran perusahaan dan pelaku distribusi, 2016
4.2.2.1 Pelaksanaan Penyampaian LKTP di Jawa Timur
Jumlah pelaku usaha di Jawa Timur yang melakukan pelaporan
Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) berjumlah sekitar 36
perusahaan yang tersebar di sektor industri, perdagangan, energi, dan
jasa perbankan dengan bentuk usaha Perusahaan Terbatas (PT) terbuka
atau tertutup (Kemendag, 2016) dimana beberapa di antaranya
merupakan satu grup usaha. Dalam survey ini, dilakukan pengambilan
sampel yang diharapkan sudah mewakili sektor tersebut.
Hasil analisis menunjukkan bahwa 75% responden mengetahui
informasi terkait kewajiban LKTP dari Kantor Akuntan Publik (KAP) dan
25% responden dari Kementerian Perdagangan. Penyampaian LKTP
dilakukan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu dokumen fisik (hard copy) dan
28 dokumen elektronik (soft copy) yang disampaikan pada bulan Juni setiap
tahunnya. Terkait dengan institusi pelaporan keuangan selain LKTP, 25%
dari responden juga melaporkan laporan keuangan kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), 50% kepada Bank Indonesia
dan/atau Bank
Kreditur, 25% kepada Otoritas Jasa Keuangan, 25%
kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), dan 25% kepada Kementerian
BUMN. Kewajiban lapor kepada institusi tersebut didasarkan pada
ketentuan dan perundangan yang berlaku. Lebih lanjut, terdapat beberapa
persepsi dari responden terhadap pelaksanaan kewajiban penyampaian
LKTP, antara lain:
a. Kepmenperindag Nomor 234/MPP/Kep/6/2000 memiliki sanksi yang
berat atas ketidak-patuhan pelaku usaha.
b. Mekanisme penyampaian LKTP belum efektif karena dilakukan secara
manual dan belum terintegrasi dengan instansi lain yang juga mengatur
kewajiban penyampaian laporan keuangan.
c. Kewajiban penyampaian LKTP belum diikuti dengan pemberian
manfaat bagi pelaku usaha sehingga fungsi pembinaan dan/atau
pengawasan dari kebijakan tersebut belum optimal.
d. Kepmenperindag Nomor 234/MPP/Kep/6/2000 menjamin kerahasiaan
data yang dilaporkan dengan pemberlakuan pembatasan bagi akses
publik.
Kebijakan terkait kewajiban penyampaian LKTP dinilai responden
masih diperlukan dan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi pelaku
usaha. Oleh karena itu diperlukan beberapa perbaikan, diantaranya:
a. Mekanisme pelaporan LKTP dapat dilakukan terintegrasi dengan
instansi lain yang memiliki kewenangan serupa.
b. Penyampaian LKTP dapat dilakukan secara online dan bekerja sama
dengan Kantor Akuntan Publik (KAP). Dengan demikian, pelaksanaan
LKTP dapat dilakukan secara terkoordinir dan satu pintu.
29 c. Kewajiban penyampaian LKTP dapat memberikan manfaat bagi
pelaku usaha, seperti pemanfaatan informasi sektoral, kemudahan
perizinan, hingga dukungan publikasi oleh pemerintah terhadap
corporate branding dalam rangka Good Corporate Governance
(GCG).
4.2.2.2 Pelaksanaan Penyampaian LKTP di Jawa Barat
Pada umumnya perusahaan yang melakukan LKTP di Jawa Barat
mengetahui informasi terkait LKTP berasal dari 2 (dua) sumber yaitu
Kantor
Akuntan
Publik
(KAP)
yang
melakukan
audit
keuangan
diperusahaan dan perusahaan induk. Perusahaan yang melakukan LKTP
di Jawa Barat berasal dari berbagai sektor seperti: perbankan, industri,
perdagangan, konstruksi, properti, telekomunikasi dan listrik.
Untuk Sektor perbankan pada umumnya melakukan LKTP
dikarenakan adanya ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk
melampirkan bukti bahwa perusahaan telah memenuhi kewajiban
penyampaian LKTP kepada Kementerian Perdagangan sebagai salah
satu syarat laporan tahunan kepada OJK. Sementara untuk sektor
lainnya, kepatuhan perusahaan dalam menyampaikan LKTP lebih
didorong oleh kesadaran hukum pelaku usaha yang disampaikan oleh
KAP.
Sementara jika dilihat dai kepemilikan modal, perusahaan dengan
Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) juga melakukan LKTP ke
Kementerian Perdagangan karena didorong oleh kesadaran hukum.
Perusahaan
dengan
PMA
juga
mempersepsikan
kewajiban
menyampaikan LKTP kepada Kementerian Perdagangan merupakan
bagian dari transparansi, berbeda dengan laporan keuangan yang
disampaikan kepada BKPM yang merupakan salah satu ketentuan dalam
investasi. Oleh karena itu, LKTP yang dilaporkan ke Kementerian
Perdagangan sifatnya lebih sederhana dibanding laporan keuangan
tahunan yang di laporkan ke BKPM.
30 Secara umum, persepsi pelaku usaha di Jawa Barat terhadap
peraturan terkait LKTP adalah sebagai berikut:
a. Informasi
terkait
penyampaian
LKTP
kepada
Kementerian
Perdagangan tidak disosialisasikan secara detil. Adapun kepatuhan
pelaku usaha dalam menyampaikan LKTP dikarenakan kesadaran
hukum setelah menerima informasi dari KAP. Dalam hal ini, KAP juga
memberikan jasa pelayanan penyampaian LKTP bagi pelaku usaha
sebagai bagian dari paket audit keuangan perusahaan.
b. Perusahaan yang melakukan LKTP pada umumnya tidak mengetahui
fungsi dari LKTP dan tidak merasakan manfaat dari LKTP.
4.2.3 Keberadaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pelaksanaan LKTP tidak terlepas dari keberadaan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UU WDP)
mengingat UU dimaksud merupakan dasar hukum pengenaan sanksi dan
pembinaan penyampaian LKTP. Secara konsep, UU WDP mewajibkan
seluruh badan usaha untuk mendaftarkan statusnya kepada Kementerian
Perdagangan secara periodik dalam waktu tertentu. Asumsinya, jika
pelaku
usaha
melakukan
pendaftaran,
maka
akan
diikuti
oleh
penyampaian LKTP. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa jumlah
penyampaian LKTP akan mendekati jumlah pendaftaran perusahaan.
Namun demikian, kondisi tersebut menjadi berbeda setelah
berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UU PT). Puska PDN (2013) menjelaskan bahwa terhadap
perusahaan-perusahaan lain, selain dari perusahaan yang berbentuk
perseroan terbatas ditentukan mutlak untuk tetap tunduk pada ketentuan
UU WDP. Sedangkan terhadap perusahan berbentuk perseroan terbatas
oleh mayoritas kalangan ditafsirkan untuk tidak tunduk pada ketentuan UU
31 WDP, melainkan hanya tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal
29 UU PT dan atas penundukan terhadap pasal tersebut sudah dianggap
sebagai bentuk ketaatan terhadap perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia.
Puska PDN (2013) juga menjelaskan bahwa terjadi penurunan
pendaftaran perusahaan kedalam database Kementerian Perdagangan
secara umum dikarenakan 2 faktor, yaitu (a) berlakunya UUPT; dan (b)
otonomi
daerah.
UUPT
memberikan
kontribusi
yang
signifikan
dikarenakan pola pendaftaran yang dilakukannya telah sedemikian rupa
tersistematisir dan bentuk perusahaan yang pertumbuhannya sangat
pesat adalah perusahaan berbentuk perseroan terbatas, khususnya jika
dibandingkan dengan jenis-jenis perusahaan lainnya yang ada dan diatur
dalam UUPT. Apabila diperhatikan secara seksama penurunan yang
terjadi secara drastis tersebut asumsi dasarnya adalah pada perusahaanperusahaan berbentuk perseroan terbatas yang berhenti melakukan
pendaftaran perusahaan kepada Kementerian Perdagangan (Puska PDN,
2013).
Meskipun demikian ada hal yang substansi di dalam pasal 29
UUPT dibandingkan pasal 9 UUWDP. Definisi Daftar Perseroan relatif
lebih kecil ruang lingkupnya dibandingkan dengan definisi Daftar
Perusahaan. Oleh karena itu sebenarnya kedua undang-undang ini masih
dapat berjalan bersama-sama karena jenis perusahaan di dalam UUWDP
relatif lebih luas kriterianya seperti seperti Badan Hukum seperti Koperasi,
Persekutuan, Perseorangan serta perusahaan bentuk lainnya harus
melakukan pendaftaran perusahaan.
4.2.4 Kendala Dalam Penyampaian LKTP
Selama periode 2004-2007, tren penyampaian LKTP meningkat
sebesar 1,3%. Hal ini disebabkan LKTP merupakan salah satu syarat
dalam perpanjangan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dimana ketentuan
TDP diatur dalam Kepmenperindag Nomor 596/MPP/Kep/2004 tentang
32 Standar Penyelenggaraan WDP, khususnya dalam Bagian Kedua tentang
Perubahan, Pembaharuan, Pembatalan dan Penghapusan. Namun pada
periode 2007-2014, tren penyampaian LKTP menurun sebesar 2,4%
karena Permendag No.37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan
Pendaftaran Perusahaan sebagai revisi dari Kepmenperindag Nomor
596/MPP/Kep/2004, tidak lagi mensyaratkan LKTP dalam pendaftaran
perusahaan baru dan pembaharuan TDP.
Sebagai informasi, TDP diperlukan sebagai salah satu syarat
diterbitkannya Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Kondisi ini
menyebabkan pelaku usaha tidak merasa penting menyampaikan LKTP
karena tidak berdampak terhadap SIUP yang perlu dimilikinya. Selain itu,
pemahaman hukum dari pelaku usaha terhadap regulasi terkait kewajiban
penyampaian LKTP masih rendah akibat kurangnya sosialisasi. Faktor
lain yang dianggap sebagai kendala dalam penyampaian LKTP kepada
Kementerian Perdagangan adalah sistem penyampaian yang masih
dilakukan secara manual. Hal ini relatif berbeda dengan beberapa instansi
lain yang telah membangun sistem penyampaian LKTP melalui aplikasi
online seperti:
a. Ditjen Pajak Kementerian Keuangan dengan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Badan dengan transkrip kutipan elemen-elemen dari
Laporan Keuangan menggunakan e-SPT atau e-filling.
b. BKPM dengan NSWi (National Single Window for Investment) atau
Laporan Kegiatan Penanaman Modal.
c. OJK dengan Sistem Pelaporan Emiten atau Perusahaan Publik OJK
(SPE-OJK) dengan aplikasi E-Reporting.
Secara umum, pelaksanaan LKTP dinilai belum efektif yang
disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor regulasi yang masih menunjukkan
adanya potensi tumpang tindih dan lemahnya law enforcement.
Sementara aspek non regulasi yang merupakan tatanan teknis yang
meliputi aplikasi pelaporan yang belum optimal, pelaporan yang belum
online, belum dirasakannya manfaat kepatuhan pelaku usaha terhadap
33 peraturan LKTP, dan masih minimnya sosialisasi. Berkaitan dengan hal
tersebut, 72,7% responden mempersepsikan bahwa regulasi terkait LKTP
diperlukan oleh Kementerian Perdagangan sebagai salah satu basis data
pembinaan namun masih memerlukan revisi agar pelaksanaannya lebih
efektif.
Gambar 4.2 Faktor Penyebab Belum Efektifnya Penyampaian LKTP
34 BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
5.1. Kesimpulan
1. Peraturan
LKTP
selain
diatur
dalam
Kepmenperindag
No.121/MPP/Kep/2/2002 tentang Ketentuan Penyampaian LKTP juga
diatur dalam peraturan lain dengan format yang relatif serupa.
Beberapa peraturan diantaranya:
a. UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terutama
pasal 66-69 terkait Laporan Tahunan, yang secara teknis diatur
dalam Permen Hukum dan HAM Nomor M.HH-03.AH.01.01
tahun 2009 tentang Daftar Perseroan dimana pelaku usaha wajib
menyampaikan Laporan Keuangan pada saat awal pembentukan
perusahaan dan saat terjadi perubahan organisasi perusahaan.
b. UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal terutama pasal
15 terkait kewajiban membuat laporan kegiatan penanaman
modal, yang secara teknis diatur dalam Peraturan Kepala BKPM
No.7 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal No.13 Tahun 2009 tentang
Pedoman
dan
Penanaman
Tata
Modal
Cara
terutama
Pengendalian
terkait
Pelaksanaan
Laporan
Kegiatan
Penanaman Modal (LKPM) yang disampaikan secara tahunan
dan pada saat terjadi perubahan investasi.
c. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal terutama pasal 8589 terkait Pelaporan dan Keterbukaan Informasi, yang secara
teknis diatur dalam Keputusan Ketua Bappepam LK Nomor:KEP346/BL/2011
tentang
Penyampaian
Laporan
Keuangan
Perusahaan Publik yang saat ini menjadi kewenangan OJK.
Penyampaian Laporan Keuangan dilakukan secara rutin setiap
tahun untuk perusahaan yang sudah go public.
35 d. UU No.10 Tahun 2011 Perubahan Atas UU No.32 Tahun 1997
tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, terutama pasal 6,
huruf k mengenai penetapan persyaratan keuangan minimum
dan kewajiban pelaporan bagi pihak yang memiliki ijin usaha
terkait perdagangan berjangka komoditi; yang secara teknis
diatur
PP
No.49
tahun
2014
tentang
Penyelenggaraan
Perdagangan Berjangka Komoditi terkait Bursa Berjangka,
Lembaga Kliring Berjangka, Pialang Berjangka, Penasehat
Berjangka dan Pengelola Sentra Dana Berjangka Wajib
menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan.
e. UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang secara
teknis diatur Permenkeu No.208/PMK.03/2009 tahun 2009
tentang
perubahan
atas
Permenkeu
No.255/PMK.03/2008
tentang Penghitungan Besarnya Angsuran PPh. Peraturan ini
mengatur kewajiban bagi wajib pajak perusahaan/badan untuk
melampirkan LKTP didalam laporan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) pajak. Dalam ketentuan ini, LKTP yang
dilampirkan bersifat rahasia dan tidak terbuka untuk publik.
2. Peraturan terkait LKTP dipersepsikan belum efektif karena beberapa
kendala antara lain:
a. Adanya
peraturan
perundangan
lain
yang
mengatur
penyampaian Laporan Keuangan yang formatnya menyerupai
LKTP yaitu:
1) UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terutama
pasal 66-69 terkait Laporan Tahunan
2) UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal terutama
pasal 15
3) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal terutama pasal
85-89
36 4) UU No.10 Tahun 2011 Perubahan Atas UU No.32 Tahun
1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, terutama
pasal 6, huruf k
5) UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang
secara teknis diatur Permenkeu No.208/PMK.03/2009 tahun
2009
tentang
perubahan
No.255/PMK.03/2008
tentang
atas
Permenkeu
Penghitungan
Besarnya
Angsuran PPh.
b. Pemahaman hukum dari pelaku usaha terhadap regulasi terkait
kewajiban penyampaian LKTP masih rendah akibat kurangnya
sosialisasi.
c. Sistem penyampaian LKTP di Kemendag masih dilakukan
secara manual. Berdasarkan diskusi terbatas seyogyanya
dibangun sistem penyampaian LKTP melalui aplikasi online
seperti pada:
1) Ditjen Pajak Kementerian Keuangan dengan SPT Tahunan
Pajak Penghasilan Badan dengan transkrip kutipan elemenelemen dari Laporan Keuangan menggunakan e-SPT atau efilling.
2) BKPM
dengan
NSWi
(National
Single
Window
for
Investment) atau Laporan Kegiatan Penanaman Modal
3) OJK dengan Sistem Pelaporan Emiten atau Perusahaan
Publik OJK (SPE-OJK) dengan aplikasi E-Reporting.
5.2. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil survey, 72,7% responden pelaku usaha wajib
LKTP mendukung adanya peraturan LKTP namun perlu penyempurnaan
yang meliputi: kemudahan penyampaian, tidak duplikasi dengan peraturan
lainnya, dan memberikan manfaat bagi pelaku usaha.
37 Rekomendasi kebijakan yang bisa diajukan oleh Pusat Pengkajian
Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan
Perdagangan yaitu:
1. Melakukan analisis terhadap data LKTP sehingga dapat dijadikan
informasi yang bermanfaat bagi pelaku usaha.
2. Menyatukan penyampaian LKTP menjadi satu pintu sebagai
kebijakan jangka panjang. Kondisi ini berimplikasi terhadap
keberadaan peraturan-peraturan terkait kewajiban penyampaian
Laporan Keuangan/LKTP. Perlu diusulkan institusi yang akan
menjadi pengelola LKTP. Untuk Kementerian/Lembaga lainnya
yang memerlukan informasi LKTP dapat melakukan Memorandum
of Understanding (Nota Kesepahaman) dengan institusi pengelola
LKTP.
3. Mengusulkan
LKTP
kembali
menjadi
salah
satu
syarat
perpanjangan TDP untuk perusahaan dengan aset paling sedikit
Rp.25 miliar.
4. Menjalin kerja sama dengan Kantor Akuntan Publik terkait
sosialisasi kewajiban penyampaian LKTP oleh pelaku usaha
mengingat kepatuhan pelaku usaha dalam menyampaikan LKTP
akibat adanya informasi dari Kantor Akuntan Publik. Esensi dari
sosialisasi antara lain menjelaskan bahwa meskipun ada duplikasi
penyampaian LKTP tetapi terdapat perbedaan tujuan regulasi
terkait LKTP.
5. Menerapkan sistem penyampaian LKTP di Kemendag secara
online. Untuk itu perlu melakukan revisi terhadap Kepmenperindag
No.121/MPP/Kep/2/2002 tentang Ketentuan Penyampaian Laporan
Keuangan Tahunan Perusahaan terutama terkait dengan Pasal 12
ayat 3, dimana perlu penyederhanaan teknis pelaporan dengan
menghilangkan bentuk laporan disket dan mengganti dengan
sistem pelaporan online.
38 DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Christina Dwi. (2007). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan. Jurnal Informasi,
Perpajakan, Akuntansi dan Keuangan Publik, Vol.2, No.1, Januari
2007.
Bapepam dan LK. (2011). Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan No.Kep-346/BL/2011 tentang
Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan
Publik. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Dhesinta, W.S. dan Andini, A.P. (2015). Analisis Yuridis Mekanisme
Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan undang-undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa Guna Terwujudnya Pembangunan
Desa. Makalah Penelitian, Fakultas Hukum UGM.
Djalil, Sofyan. (2000). Good Corporate Governance. Seminar Corporate
Governance di Universitas Sumatera Utara tanggal 26 Juni 2000.
Gaffar, Afan. (1999). Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hidayat. (1986). Definisi Efektifitas. Angkasa. Bandung.
Ksa,
Agrianti. (2003). Faktor-faktor yang Menentukan Kepatuhan
Perusahaan Publik Terhadap Regulasi Informasi di Indonesia.
Makalah penelitian di Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya
16-17 Oktober 2003.
Kurniawan,
Agung.
(2005).
PEMBARUAN, Yogyakarta.
Transformasi
Pelayanan
Publik.
Laksmono, Yan Andriyanto. (2012). Analisis Yuridis Terhadap
Pemberhentian Sementara Notaris Berdasarkan Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.02.PR.08.10 Tahun 2004.
Mansyur. Andi Ahmad. (2013). Analisis Yuridis Normatif Terhadap
Pemalsuan Akta Otentik Yang Dilakukan Oleh Notaris. Jurnal Karya
Ilmiah, Kemendikbud, Universitas Brawijaya.
39 Permana, A. E.V. (2012). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan. Skripsi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung.
Puska PDN. (2013). Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era
Otonomi Daerah. Kajian Penelitian BPPKP, Kemendag.
Putra, Frengky Andri. (2013). Analisis Yuridis Perundang-undangan
Terkait Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh untuk Kepentingan
Transplantasi Organ Ginjal. Jurnal Ilmiah, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, Universitas Brawijaya.
Republik Indonesia. (1982). Undang-undang No.3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (1995). Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan
No.121/MPP/Kep/2/2002
tentang
Ketentuan
Penyampaian
Laporan
Keuangan
Tahunan
Perusahaan.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.
Republik Indonesia. (2007a). Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2007b). Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2008). Undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2011). Undang-undang No.10 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-undang No.32 Tahun 1997 tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi. Sekretariat Negara. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. (1984). Pengantar Penelitian Hukum. UI-Press.
Jakarta.
Soekanto, S. dan Mamudji, S. (2009). Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Cetakan ke – 11. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Sugono, Bambang. (1996). Metodologi Penelitian Hukum. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
40 Utami,
Dewi Ratnaning. (2007). Tinjauan Yuridis Mekanisme
Pembentukan Akta Pendirian Koperasi Berdasarkan Peraturan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor:01/Per/M.KUKM/I/2006. Skripsi Universitas
Jember Fakultas Hukum.
Winarno, Budi. (2008). Kebijakan Publik Teori dan Proses. PT Buku Kita.
Jakarta.
41 LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
KUESIONER Kegiatan : Analisis Implementasi Peraturan terkait Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) PETUNJUK PENGISIAN DATA Kami berharap Bapak/Ibu dapat memberikan informasi yang sebenarnya, Semua informasi yang didapat dari hasil survey ini, akan dianalisis dan ditabulasi secara gabungan sehingga informasi yang diperoleh akan bersifat RAHASIA dan hanya akan digunakan untuk penelitian semata. Atas bantuan dan partisipasinya, kami mengucapkan terima kasih. LEMBAGA PELAKSANA SURVEY Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Gedung Utama Lantai 15 Jakarta Pusat Telp. 021-­‐23528692, Fax. 021-­‐23528692 Tim Survey Nama Kumara Jati Firman Mutakin Bagus Wicaksena Yudha Hadian Nur Riffa Utama Selvi Menanti Ari Wahyudi Hertanto e-­‐mail address No. Telp [email protected] 08128512283 [email protected] 085781118823 [email protected] 08161862527 [email protected] 08122173471 [email protected] 0818186354 [email protected] 081310351379 [email protected] 0858801 23180 42 I. WILAYAH RESPONDEN 1 Propinsi : 2 Kabupaten/ Kota : II. IDENTITAS RESPONDEN 3 Nama Instansi/ Perusahaan : 4 Alamat : 5 No. Telp : 6 Email : 7 Bidang Usaha : PT/KOPERASI/CV/FA/PO/BPL/LAINNYA ..................................... 8 Nama Responden : ………………………,………………… 2016 (……………………………………………) 43 II. PERTANYAAN No Pertanyaan Tertutup Ya 9. Apakah perusahaan ini membuat Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan rutin tiap tahun? 10. Apakah Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan ini dilaporkan ke instansi pemerintah tertentu? Alasan 11. Apakah saudara/i mengetahui adanya ketentuan tentang wajib penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan? 12. Apakah perusahaan ini membuat Laporan Keuangan Tahunan yang diaudit oleh Akuntan Publik? 13. Apakah pernah ada pihak lain yang menanyakan perizinan usaha/ laporan keuangan seperti petugas pajak atau calon investor? 14. Apakah menurut saudara/i Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan memiliki manfaat bagi bisnis saudara/i? 15. Apakah selama ini pemerintah melalui Kementerian terkait telah memberikan sosialisasi tentang peraturan wajib penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan? Tidak Keterangan 44 No Pertanyaan Terbuka Penjelasan 16. Apa saran saudara/i mengenai peraturan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan ini? Tetap ada/direvisi/dihapus? Mengapa? 17. Apa benefit/keuntungan yang diinginkan apabila peraturan wajib penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan ini tetap ada? (Misalnya: dipermudah membuat/memperpanjang Tanda Daftar Perusahaan, sosialisasi, promosi, keringanan pajak, dll) 45 Lampiran 2. Surat Undangan
Nomor : April 2016 /BPPP.2/UND/04/2016 Jakarta, Lampiran : 1 (Satu) Berkas Hal : Undangan Diskusi Terbatas Analisis Implementasi Peraturan Terkait Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) Yth. Sdr. (mohon lihat lampiran) Di JAKARTA Pada tahun 2016, Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri (Puska Dagri), Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan sedang melakukan Analisis Implementasi Peraturan Terkait Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) yang bertujuan menganalisis efektivitas peraturan. Sampai dengan saat ini kegiatan analisis sudah pada tahap penyempurnaan laporan akhir khususnya pada bab Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan (terlampir). Dalam rangka mendapatkan masukan dari para stakeholders, maka kami bermaksud menyelenggarakan diskusi terbatas tersebut pada: Hari/tanggal : Selasa, 28 April 2016 Waktu : Pukul 14.00 WIB s.d. 17.00. Tempat : Ruang Rapat Puska Dagri , Gedung Utama lantai 15 Jalan M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Demikian, atas perhatian dan kehadiran Bapak/Ibu, kami menyampaikan terima kasih. Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Ninuk Rahayuningrum 46 Lampiran Surat Nomor : /BPPP.2/UND/04/2016 Tanggal : April 2016 DAFTAR UNDANGAN 1.
Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan 2.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 3.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Otoritas Jasa Keuangan 4.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. 5.
Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia 6.
Pimpinan PT. Mitsui Indonesia 47 Lampiran Surat Nomor : /BPPP.2/UND/04/2016 Tanggal : April 2016 FORMULIR KESEDIAAN HADIR Bersama ini kami sampaikan bahwa: Nama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Nama Instansi : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Alamat : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Telepon : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . HP : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Email : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Berminat dan bersedia untuk mengikuti Diskusi secara penuh pada hari Selasa, tanggal 28 April 2016. Konfirmasi kehadiran mohon dapat disampaikan melalui Sdri. Reli atau Sdri. Try Asrini Telp/Fax : 021-­‐23528692. Demikian kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih Hormat kami Nama Peserta 48 Lampiran Surat Nomor : /BPPP.2/UND/04/2016 Tanggal : April 2016 SUSUNAN ACARA DISKUSI TERBATAS ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN TERKAIT LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN (LKTP) Kamis, 28 April 2016, Ruang Rapat Puska Dagri -­‐ Kemendag No. Waktu Acara Pembicara/Fasilitator 1. 14:00 – 14:30 Pendaftaran Panitia 2. 14:30 –15:00 Pembukaan Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri 3. 15:00 – 16:15 Pemaparan Hasil Sementara Analisis Implementasi Peraturan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) 4. 16:15 – 16:45 Diskusi Tim Analisis 5. 16:45 – 17:00 Penutupan Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Tim Analisis 49 
Download