A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menegah Atas Katolik (SMAK) St. Albertus Kota Malang (DEMPO) Oleh : A. Jauhar Fuad1 Kata kunci: Pelaksanaan, Pengembangan, Kurikulum, Pendidikan Agama Islam Abstrak: Kondisi siswa di SMAK St Albertus sangat beragam dari segi etnis, suku dan agama. Segi agama meliputi: agama Kotolik, Protestan, Islam, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Agama Kotolik sebagai agama mayoritas dan Islam sebagai agama minoritas, yang beragama Islam pada tahun 2004 berjumlah 39 (4,3%), pada tahun 2005 berjumlah 39 (4,6%), pada tahun 2006 berjumlah 34 (4,3%). Dengan satu guru bantu dari Departemen Agama Kota Malang. Jam belajar dilaksanakan pada siang hari dengan alokasi waktu 44 jam pertahun. Pelaksanaan dan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam, dilakukan sepenuhnya oleh guru dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa. Proses pembelajaran dilakukan dengan cerama, praktek dan kegiatan keagamaan. Materi yang disampaikan menyangkut masalah keimanan, ubudiayah, muamalah, dan aspek lain yang berkenaan tentang nilai-nilai kebersamaan, toleransi, egaliter. A. Pendahuluan Pendidikan berisikan interaksi antara pendidik dengan terdidik dalam upaya membantu terdidik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun masyarakat. Lingkungan keluarga, interaksi terjadi antara anak dengan orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik, interaksi ini berlangsung tanpa direncanakan.2 1 Alumni Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) kediri tahun 2004 dan (S2) Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM) 2007 2 Sumantri, M, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Depdikbud dan P2LPTK, 1988), hlm. 3 1 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang Pendidikan dalam lingkup sekolah lebih bersifat formal, guru sebagai pendidik di sekolah telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru, yang telah belajar; kecakapan, keterampilan dan seni sebagai guru. Guru menjalankan tugas sebagai pendidik dengan rencana dan rancangan yang matang, dalam sekolah telah ada kurikulum formal, dan tertulis3 Sekolah dirancang secara khusus melalui kurikulumnya untuk mentrasfer butir-butir pengetahuan yang telah diketahui oleh generasi sebelumnya, implikasi dari pernyataan ini ialah sekolah adalah alat untuk mentrasfer ilmu pengetahuan yang telah ada.4 Sekolah didirikan agar anak-anak dapat mewariskan ilmu pengetahuan, sikap, nilai-nilai, serta teknik-teknik yang diperlukan anak untuk dapat hidup layak di masyarakat. Pada gilirannya mereka dapat meneruskan dan bertanggungjawab terhadap pengembangan kebudayaan masyarakat.5 Ada dua pandangan terhadap peran sekolah sebagai pemelihara dan penerus kebudayaan dengan pendapat yang menyatakan sekolah sebagai tempat pengembangan individu anak yang terlepas dari kebudayaan yang ada. Pandangan pertama pendidikan menginginkan status quo kebudayan yang ada, menurut pandangan terakhir pendidikan harus berperan sebagai perubah (agent of change). Dengan demikian peran sekolah sangat besar dalam membentuk karakteristik maupun watak individu, dan juga berperan dalam membentuk pribadi-pribadi religius. Sesuai dengan peran itu pula maka kurikulum pendidikan dasar dan 3 Sukmadinata, N.S, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktis. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 1 4 Ibid., hlm. 3 5 Taba, 1962:17 dalam Sukmadinata, 1997. 2 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang menengah wajib memuat Pendidikan agama sesuai dengan ketentuan UU Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003. Ketentuan UU Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 12 ayat 1 setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Secara logis bagi setiap sekolah yang menyelenggarakan pendidikan dalam lembaga yang terdapat heterogenitas keberagamaan, maka setiap lembaga harus menyediakan guru agama sesuai dengan agama siswanya. Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik St. Albertus Kota Malang atau lebih dikenal dengan Dempo. Agama Katolik sebagai mayoritas, sedangkan Protestan, Islam, Budha serta Hindu sebagai minoritas. Sekolah Dempo menyediakan guru dan melaksanakan Pendidikan Agama Protestan, Agama Islam dan Agama Budha, yang telah berjalan selama empat tahun yakni semenjak UU tersebut ditetapkan dan diberlakukan. Kondisi dan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkaitan dengan “pelaksanaan dan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang. Sejak ditetepkannya UU no. 20 tahun 2003. pasal 12 ayat 1”. B. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Dengan instrumen wawancara, observasi dan dokumentasi. Subjek penelitian adalah siswa, guru agama Islam, seksi kurikulum dan kepala sekolah. 3 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang C. Konsep Dasar Pendidikan Agama Islam dan Pengembangan Kurikulum 1. Hubungan Islam dengan Pendidikan Berdasarkan keyakinan muslim, Islam adalah agama yang diridhai Allah dan diperintahkan kepada umat manusia untuk memeluknya. Tapi dengan segala kelemahan yang dimiliki (manusia) tidak dapat dengan mudah begitu saja beragama Islam tanpa melalui pendidikan; tanpa bantuan bimbingan pihak lain untuk selanjutnya membimbing diri sendiri. Islam sebagai agama yang universal memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju kehidupan bahagia. Kebahagiaan itulah yang menjadi sasaran untuk dicapai, syarat untuk mencapai itu bergantung pada pendidikan. Pendidikan merupakan kunci pembuka kehidupan yang dialami manusia.6 Oleh karenanya, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan yang erat. Hubungan itu bersifat organisfungsional; di mana pendidikan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan ke Islam.7 2. Pondasi Pendidikan Agama Islam Pendidikan sebagai proses timbal balik antara pendidik dan anak didik dalam pelaksanaan melibatkan faktor-faktor pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan dengan didasar oleh nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai yang mendalam itulah yang kemudian disebut sebagai pondasi Pendidikan Agama Islam. Istilah pondasi 6 Soelaiman, M.I., Suatu Telaah Tentang Manusia-Religi-Pendidikan (Jakarta: Depdikbud dan P2LPTK, 1988), hlm. 37 dan Rahman, M, Pendidikan Islam Prspektif Al Qur’an dalam Paradigma Pendidikan Islam. Ismail. SSM. Ed., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2001), hlm. 56 7 Aly, N.H., Ilmu Pendidkan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.2 4 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang pendidikan bermakna landasan tempat berpijak atau dasar berdirinya suatu bidang studi. Setiap bidang studi memiliki pondasi tertentu yang merupakan cermin filsafat hidup dari sebuah disiplin ilmu tertentu. Islam memliki pondasi Al Qur’an dan Al Hadits. Dengan demikian maka pondasi Pendidikan Agama Islam adalah Al Qur’an dan Al Hadits menjadi rujukan untuk mencari, membuat dan mengembangkan konsep, prinsip, teori dan teknik pendidikan agama Islam. Al Qur’an dan Al Hadits sebagai rujukan Pendidikan, artinya rasa dan pikiran manusia yang bergerak dalam kegiatan pendidikan tersebut bertopang dari keyakinan tentang benarnya Al Qur’an dan Hadits Nabi. Pondasi Pendidikan Agama Islam identik dengan dasar Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu Al Qur’an dan Hadits. Kedua sumber inilah, kemudian muncul pemikiran-pemikiran mengenai masalah ke-Islaman dalam berbagai aspek, termasuk pendidikan Islam.8 Oleh karena itu secara garis besar, pondasi Pendidikan Agama Islam dapat diindentifikasi dalam tiga corpus, yaitu Al Qur’an, Al Hadits dan pendapat para ahli Agama. 3. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di mana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, media, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan mewujudkan bentu kurikulum nyata dan hidup. Pewujudkan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya 8 Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Oprasinalisasinya (Bandung. Trigenda Karya1,993), hlm. 145 dan Jalaluddin, dkk.. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan Pemikiran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 19. 5 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang terletak pada guru. Oleh karena itu, gurulah pemengang kunci pelaksanaan dan pengembangan kurikulum.9 a. Prinsip Pengembangan Kurikulum Prinsip umum 1. Relevan; ada dua relevan keluar maksudnya; tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, perkembangan dan kebutuhan masyarakat; relevan ke dalam maksudnya ada kesesuaian dan konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. 2. Fleksibelitas; kurikulum yang baik adalah kurikulum yang bersifat hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadi penyesuaianpenyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak. 3. Kontinuitas; perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau terhenti. Oleh Karena itu pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan pendidikan lainnya. 4. Praktis; mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat yang sederhana dan biaya yang murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efektif. 9 Sukmadinata, N.S., Pengembangan Kurikulum, hlm. 150. 6 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang 5. Efisien; keberhasilan kurikulm ini baik secara kuantitas maupun kualitatif. Keberhasilan suatu kurikulm akan mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan10 Prinsip khusus Tujuan Pendidikan Bila kita pandang pendidikan sebagai suatu proses maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan.11 Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi manusia dan mewarnai kepribadian manusia, sehingga menggejala dalam prilaku lahiriahnya. Dengan kata lain, prilaku lahiriah adalah cermin yang memproyeksikan nilai-nilai ideal yang telah mengacu di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses pendidikan.12 Jika kita berbicara tentang tujuan Pendidikan Agama Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan idealitas Islami. Sedangkan idealitas Islam sendiri pada hakekatnya adalah mengandung nilai prilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati. 10 Ibid., hlm. 151. Arifin, M., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 108 12 Ibid., hlm. 109. 11 7 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang Isi (materi) Materi-materi yang diuraikan dalam al Qur’an menjadi bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam Pendidikan Agama Islam, formal maupun non formal. Oleh karena itu materi Pendidikan Agama Islam yang bersumber dari Al Qur’an harus dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan umat manusia. Dengan demikian materi yang terkandung dalam Al Qur’an sangat banyak sekali mulai yang berkenaan dengan keimanan, keislaman, ihsan dan ilmu pengetahuan lainnya. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Dengan kata lain caracara yang dipakai untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa, dan sekaligus untuk menerima serta merespon masukan-masukan dari siswa.13 Keberhasilan pembelajaran terkait dengan metode mengajar yang ditetapkan oleh guru. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat diharapkan dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Ada tiga variabel utama dalam pembelajaran yaitu: kondisi pembelajaran, metode pembelajaran dan hasil pembelajaran.14 Kondisi pembelajaran sebagai faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Metode pembelajaran sebagai caracara yang berbeda-beda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Sedangkan hasil pembelajaran mencakup semua 13 Degeng I.N.S., Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variabel (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK, 1989), hlm. 35. 14 Reigeluth, M.C., Instructonal-design Theores and Models, Volume II, (London: Lawewnce Erlbaum Associaties, Publishers, 1999) hlm. 37. 8 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai penggunan metode pembelajaran di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda.15 Dengan demikian jelas kepada kita bahwa metode pendidikan yang harus dipergunakan oleh para pendidik adalah yang berprinsip child centered yang lebih mementingkan anak didik dari pada pendidik sendiri. Metode demikian dapat diwujudkan dalam berbagai macam metode antara lain: matode contoh teladan, metode guidance end counseling (bimbingan dan penyuluhan), metode cerita, metode motivasi, metode reinforcement (mendorong semangat) dan lainnya.16 Evaluasi Evaluasi merupakan bagian integral dari pengajaran. Rumusan tujuan pendidikan umum, dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Uraikan kedalam bentuk tingkah laku murid yang dapat diamati.17 Tujuan merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai dalam program dan diproses dalam produk kependidikan agama Islam atau output kependidikan agama Islam. Dengan memperhatikan kekhususan Pendidikan Agama Islam yang meletakkan faktor pengembangan fitrah manusia (anak didik), nilai-nilai agama dijadikan landasan kepribadian anak didik yang dibentuk melalui proses, maka idealitas Islam yang telah terbentuk dan dijiwai kepribadian anak didik tidak dapat diketahui oleh pendidik muslim, tanpa melalui proses evaluasi. Evaluasi dalam proses Pendidikan Agama Islam merupakan cara atau teknik penilaian terakhir tingkah laku 15 Degeng I.N.S., Ilmu Pengajaran, hlm. 54. Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 95. 17 Sukmadinata, N.S., Pengembangan Kurikulum, hlm. 152 16 9 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensip dari seluruh aspek-aspek kehiduapan mental psikologis dan spiritual religius, karena manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersifat religius, melainkan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya. Sasaran evaluasi Pendidikan Agama Islam secara garis besar meliputi empat kemampuan dasar anak didik, yaitu: pertama, sikap dan amalan pribadi hubungan dengan Allah. Kedua, sikap dan amalan dirinya, hubungannya dengan masyarakat. Ketiga, sikap dan pengamalan kehidupan, hubunganya dengan alam sekitar. Keempat, sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat, serta selaku khalifah di muka bumi.18 b. Pengembang Kurikulum Banyak pihak yang turut berpartisipasi dalam pengembangkan kurikulum Pendidikan Agama Islam, yaitu; administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid serta tokoh masyarakat.19 Pengembangan kurikulum bukan hanya sekedar memilih dan menyusun bahan pelajaran dan metode mengajar, tetapi menyangkut penentuan arah baik model maupun konsep, model desain, model pembelajaran, model media, model 18 Arifin, M, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 163. 19 Sukmadinata, N.S., Pengembangan Kurikulum, hlm. 155 10 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang pengolahan, maupun model evaluasi, serta berbagai perangkat dan pedoman pengajaran serta pedoman implemetasi model-model tersebut.20 Guru sebagai pelaksana kurikulum dan guru pulalah yang menciptakan kegiatan belajar mengajar bagi murid-muridnya. Berkat keahlian dan keterampilan dan kemampuan seninya dalam mengajar, guru mampu menciptakan situasi belajar yang aktif menggairahkan penuh kesungguhan dan mampu mendorong kreativitas anak.21 Pelaksanaan kurikulum diperlukan kerjasama yang sangat erat antara guru dan sekolah dengan para orang tua murid. Sebagaimana kegiatan belajar yang dituntut kurikulum dilaksanakan di rumah, dan sewajarnya orang tua mengikuti dan mengamati kegiatan belajar anaknya di rumah. D. Deskripsi SMAK St. Albertus Kota Malang (Dempo) 1. Sejarah Sekolah ini merupakan sekolah Katolik pertama yang didirikan di Kota Malang. Pendiri dan pengelolanya Yayasan Sancta Maria, milik serikat para imam dan biarawan Karmelik. Pada tahun 1936, ketika para Karmelik yang berkarya di Indonesia masih merupakan Provinsialat Belanda, sekolah ini didirikan untuk mendidik generasi muda bangsa Indonesia. Pater Titus Brandsma, Martin yang oleh Paus Yohanes Paulus II Telah digelari “Beato” adalah salah seorang pendukung prakarsa pendirian sekolah yang semula bernama “Rooms Katholiek Algemene 20 21 Ibid., hlm. 156. Ibid., hlm. 157. 11 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang Middelbare School” (RKAMS) St. Albertus. Hanya menerima siswa laki-laki, baru pada tahun 1947 menerima siswa perempuan.22 Pada tahun (1942-1946) sekolah ini pernah ditutup karan gedung yang berda di Jl. Talang Malang dirampas oleh Angkatan Udara Jepang dan digunakan sebagai Markas. Pada tahun 1946 sekolah ini dibuka lagi di gedung yang sekarang di tempati oleh para Suster Ursulin (OSU), pengelola SMAK Cor Jesu. Pada tahun yang sama sekolah ini dipindah lagi kegedung yang kini lebih dikenal dengan Panti Asuhan St. Theresia. Tidak lama di situ, sekolah pindah lagi ke gedung antik sekarang dikenal sebagai SMA Frateran.23 Kurun waktu itu, gedung di Jl. Talang dibangun kembali setelah ditinggalkan sebagai timbunan reruntuhan akibat perang. Pembangunan diselesaikan pada tahun 1949, dan sekolah pindah kelokasi semula yang telah diperbaiki. Sejak tahun 1950 sekolah ini bernama SMA Katolik St. Albertus, tetapi lebih kondang dengan sebutan “SMA Dempo”. 2. Kondisi Sekolah SMAK St. Albertus merupakan salah satu sekolah yang didirikan oleh salah satu dari sekian banyak lembaga agama yang ada di Indonesia. SMAK St. Albertus di dirikan Yayasan Sancta Maria Malang, yang menyelenggarakan sistem pendidikan umum di dalamnya. Sepertihalnya pendidikan umum, SMAK St. Albertus menggunakan kurikulum yang diberlakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Namun di samping mengunakan Sistem Pendidikan Nasional, SMAK St. Albertus 22 23 Martin, Pasang Surut SMAK St Albertus (Malang: Yayasan Sancta Maria, 1965), hlm. 2-3 Ibid., hlm. 6 12 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang juga mempunyai kekhususan atau ciri tersendiri sebagai lembaga keagamaan dengan tetap meletakan simbol agama sebagai identistas dari sebuah lembaga keagamaan.24 Fasilitas SMAK St Albertus cukup memadai sebagai sarana untuk belajar. Disamping itu terdapat tempat belajaran lainnya berupa Laboraturium dari tiap jurusan, Perpustakaan, Komputer, Internet dan fasilitas lain berupa; lapangan (Basket, Voly dan Badminton), Band, Cafetaria, Aula dan disamping itu juga ada Kapel.25 Proses kegiatan belajar mengajar di SMAK St. Albertus berlangsung dipagi hari jam 07.00-13.30, berlaku hari Senin-Kamis, hari Jum’at dan Sabtu belajar dimulai jam 07.00-11.45. Setiap hari setelah jam belajar dilakukan kegiatan ekstrakulikuler antara lain: Bina Iman, Aksi Sosial Dempo, KIR Komputer, Dempo Science Club, Dempi Electronic Club, We Are the Biology Scientits of St Albert’s Senior High School, Pencinta Alam St. Albertus, Teater Dempo, Bimbingan Belajar Dempo, Dempo Scientists of Physics Club, Paduan Suara St. Albertus, Yauwana Dempo, Live-In Dempo, dan kegaitan lain seperti OSIS, Tekwondo dan Kompetisi Olahraga. Kegiatan-kegiatan tersebut sebagai nilai tambah bagai SMA Dempo.26 Bagi pemeluk agama minoritas seperti agama Islam, Protestan dan Budha disedikan waktu belajar secara khusus di luar jam belajar yakni siang hari atau sore hari. Di samping itu ada mata pelaran tambahan yang diberikan kepada semua siswa tanpa melihat agama mereka yakni pelajaran Budi Pekerti.27 24 Wawancara dengan Seksi Kurikulum, pada tanggal 25 April 2006. Tempat beribadah bagi penganut Katolik (dalam kontek Islam Mushalah atau Shuraw) 26 Jadwal kegiatan Belajar Mengajar dan kegiatan ekstrakulikuler SMAK St Albertus Kota 25 Malang 27 Wawancara dengan kepala sekolah, pada tanggal 25 April 2006 13 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang Adapun jumlah siswa di SMAK St Albertus yang beragama Islam sebanyak 34 siswa dari kelas satu, dua dan tiga. Guru pengajarnya mengambil dari luar yakni meminta bantuan guru Bantu dari Departemen Agama Kota Malang. Tabel 1. Jumlah Siswa Beragama Islam Tahun Ajaran 2004 - 200628 No Kelas 1 2 3 Kelas X Kelas XI Kelas XII Jumlah Angkatan 2004/2005 10 Siswa 13 Siswa 16 Siswa 39 Siswa Angkatan 2005/2006 13 Siswa 9 Siswa 12 Siswa 34 Siswa 3. Kondisi Siswa Pada umumya siswa di SMAK St Albertus beragama Kristen Katolik, dan di dalamnya terdapat berbagai macam etnis: Cina, Jawa, etnis NTB, etnis NTB, etnis Kalimantan, keturunan dan lainnya. Di samping itu ada juga siswa yang menganut agama lain yakni Protestan, Islam, Budha, Kong Hu Cu dan Hindu namun jumlah dari kelima agama itu sangat minoritas dari keseluruhan jumlah siswanya.29 Meskipun dikelola oleh Yayasan Sancta Maria dan bernuansa Katolik, namun SMAK St. Albertus cukup inklusif dalam merekrut siswa. SMAK St. Albertus, terbuka menerima siswa dari kelompok, golongan, etnis, dan ras manapun. Dengan catatan bisa mengikuti “aturan main” yang berlaku. Pluralitas siswa ini berlangsung dari tahun ke tahun.30 Tabel 2 Jumlah keselutuhan siswa SMAK Dempo dari 2004, 2005, dan 200631 No 1 Agama Katolik 2004 Σ 470 2005 % 51,76 28 Σ 410 % 48,99 2006 Σ 393 Buku kesiswaan SMAK St Albertus Kota Malang tahun 2004-2006. Wawancara dengan bapak Johanes Copong, pada tanggal 25 April 2006 30 Wawancara dengan bapak Johanes Copong, pada tanggal 25 April 2006 31 Buku kesiswaan SMAK St Albertus Kota Malang tahun 2004-2006 29 14 % 50,45 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang 2 3 4 5 6 7 (Pra) Katekumen32 Protestan Islam Hindu Budha Kong Hu Cu Jumlah 24 326 39 3 45 1 908 2,64 35,90 4,30 0,33 4,96 0,11 100 30 317 39 4 36 1 837 3,58 37,87 4,66 0,48 4,30 0,12 100 32 284 34 4 31 1 779 4,11 36,46 4,36 0,51 3,98 0,13 100 Siswa yang beragama Islam pada umumnya, kedua orang tuanya menganut agama yang berbeda, salah satu di antaranya ada yang Muslim dan non-Muslim dan siswa tersebut tinggal dalam lingkungan non Muslim.33 Latar belakang semacam itu, membawa dampak psikologis pada diri siswa, kurang respon terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam, ditambah lagi kurang dukungan dari pihak keluarga untuk mempelajari agama Islam. Walaupun tidak menafikan banyak pula orang tua siswa yang antusias dan mendukung anaknya untuk belajar agama Islam.34 Kondisi semacam itu menjadi kendala tersendiri bagi guru Pendidikan Agama Islam yang secara khusus didatangakan dari Departeman Agama Kota Malang. Kondisi psikologis semacam itu dapat dirasakan dalam proses pembelajaran. Ada juga kendala lain dalam proses pembelajaran yaitu: pertama, kesulitnya dalam mengkoordinasi siswa untuk belajar dan juga kesulitan di dalam menentukan materi pelajaran karena kesiapan belajar atau prasyarat belajar para siswa tidak merata dan kurang cukup memenuhi prasyarat untuk belajar, hal ini disebabkan adanya penggabungan antara kelas satu, dua dan tiga. Kedua, waktu yang kurang memungkinkan dilangsungkannya pembelajaran di siang hari, dan keterbatasan 32 Calon penganut agama Katolik, yang belum dibabtis. Pada umumnya mereka semula beragama Islam, Budha, Hindu, Kong Hu Cu. 33 Wawancara dengan bapak Alawi, selaku guru Pendidikan Agama Islam, pada tanggal 30 April 2006 34 Wawancara dengan ibu Wiwi, Wakil Seksi Kurikulum yang menangani jam belajar pebelajar yang beragama non Katolik, pada tanggal 27 April 2006 15 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang waktu. Secara keseluruhan waktu untuk Pendidikan Agama Islam dalam jangka waktu satu tahun sebanyak 44 jam.35 4. Perencanan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan sendiri sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Pengembangan ini dilakukan oleh pihak sekolah dan berkerja-sama dengan pihak lain. Buku paket yang digunakan dalam Pendidikan Agama Islam mengambil dari kurikulum yang diberlakukan di Departemen Agama, tetapi dalam pengembangan kurikulumnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan yakni: Peningkatan keimanana, budi pekerti luhur dan penghayatan nilai-nilai budaya demi mewujudkan karakter dan martabat bangsa; rancangan belajar dengan tetap memperhatikan keseimbangan etika, logika, estetika dan kinestetik; penguatan integritas nasional; pengembangan kecakapan hidup; komprehensip dan berkesinambungan; belajar sepanjang hayat; dan kurikulum dikembangkan dengan prinsip deverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.36 Guru merancang pembelajaran dalam jangka waktu satu tahun dengan penentuan dan memilah topik atau tema yang sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Dengan demikian buku paket tidak menjadi acuan mutlak yang harus diikuti sesuai kurikulum yang berlaku, jika buku paket itu untuk kelas satu maka harus diajarkan di kelas satu, namun lain halnya dengan SMAK St. Albertus, bahwa 35 36 Ibid., Copong, J., Pengembangan Buku Ajar di SMAK St Albertu (Malang: Dempo, 2005) 16 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang terkadang buku paket kelas tiga dapat diajarkan pada kelas satu karena memang disesuikan dengan kebutuhan peserta didik. Guru melakukan pengaturan tersendiri agar tidak terjadi tumpang tindih antara materi pelajaran yang diajarkan tahun lalu dengan tahun ini oleh siswa yang sama. Sehingga dalam hal ini diperlukan kejelihan di dalam mengembangkan kurikulum, khususnya bagi guru yang bersangkutan.37 Adapun tema yang diberikan adalah tema-tema yang menycakup keimanan, ubudiah dan muamalah, dan lebih menitik beratkan dalam menciptakan hubungan baik dengan penganut agama lain. Yakni dengan menerapkan nilai inklusifisme, kemajemukan, egaliter, toleransi dan lainnya. 5. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pelaksanaan belajar yang dilakukan di dalam kelas meliputi kegiatan ceramah, diskusi dan praktek yang dapat dilakukan sesuai dengan materi pelajaran. Siswa melakukan kegiatan keagamaan lainnya semisal mengadakan shalat Jum’at, buka puasa bersama, dan penyembelihan hewan kurban, dengan melakukan kegiatan semacam ini akan dapat memberikan kemantapan keimanan para siswa. Di samping itu siswa diperkenankan membaur dengan siswa lain dalam rangka meningkatkan toleransi dan saling menghargai dalam lingkungan yang multikultural tersebut.38 6. Evaluasi Bentuk evaluasi Pendidikan agama Islam disesuaikan dengan materi pelajaran yang ada. Pada dasarnya bentuk evaluasi Pendidikan agama Islam mencakup pada 37 38 Wawancara dengan bapak Alwi, pada tanggal 30 April 2006. Ibid 17 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang ranak kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga sekali waktu bentuk evaluasi dalam bentuk verbal, dalam bentuk sikap (prilaku) dan praktek. Evaluasi pembelajaran sama dilakukan dengan mata pelajaran lainnya yakni UTS dan UAS. Sebagai tindak lanjut dari evaluasi tersebut dilakukan perbaikan dan pengembangan kurikulum. sesuai dengan kebutuhan siswa dan tuntutan orang tua.39 E. Penutup Pelaksanaan dan pengembangan kurikulum Pendidikan agama Islam di SMAK St Albertus cukup baik, dengan memperhatikan kebutuhan siswa. Namun ada kekurangan yakni belajar yang dijadikan satu antara kelas satu, dua dan tiga, dengan tidak meperhatikan kemampuan tiap individu. Waktu belajar kurang medukung pada siang hari dan dengan alokasi waktu yang minim. 39 Wawancara dengan kepala sekolah. 18 A. Jauhar Fuad: Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMAK St. Albertus Kota Malang Daftar Pustaka Aly, N.H., Ilmu Pendidkan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) Arifin, M.,. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003) Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teori dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisispliner, (Jakarta: Bumi Aksara 2003) Degeng I.N.S., Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variabel, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK,1989) Jalaluddin, dkk. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada1994) Martin, Pasang Surut SMAK St Albertus (Malang: Yayasan Sancta Maria, 1965) Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Oprasinalisasinya, (Bandung. Trigenda Karya, 1993) Rahman, M, Pendidikan Islam Prspektif Al Qur’an dalam Paradigma Pendidikan Islam. Ismail. SSM. Ed., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2001) Reigeluth, M.C., Instructonal-design Theores and Models, Volume II. (London: Lawewnce Erlbaum Associaties, Publishers, 1999) Soelaiman, M.I., Suatu Telaah Tentang Manusia-Religi-Pendidikan, (Jakarta: Depdikbud dan P2LPTK,1988) Sukmadinata, N.S., Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya,1997) Sumantri, M., Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Depdikbud dan P2LPTK, 1988) Tafsir, A., Cakrawala Pemikiran Pendidkan Islam, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2004) UU Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003. 19