KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG Oleh : FIRMAN SANTOSO C54104054 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : FIRMAN SANTOSO C54104054 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG adalah benar merupakan hasil karya sendiri berupa skripsi yang diarahkan dan dibimbing oleh dosen pembimbing serta belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Bogor, 27 Januari 2009 Firman Santoso C54104054 ABSTRAK FIRMAN SANTOSO C54104054. Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan dari Pangkalan Prndaratan Ikan Cituis Tangerang. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS. Pelabuhan merupakan penghubung bagi terlaksananya segala aktivitas pendaratan, perdagangan dan pendistribusian barang-barang ke daerah konsumen. Aktivitas pendistribusian merupakan salah satu fungsi pelabuhan untuk memasarkan hasil tangkapan dari produsen ke konsumen menurut UU No. 31 tahun 2004. Produk perikanan yang terdiri dari beberapa tipe, antara lain ikan hidup, ikan segar, dan beraneka ragam ikan olahan dihasilkan di pelabuhan. Dengan demikian pelabuhan perikanan harus dapat menjamin pemasaran dan pendistribusian produk perikanan, sehingga hasil tangkapan tetap dalam kualitas baik sampainya di konsumen. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008 di Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis, Tangerang. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang. Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan aspek penelitian yaitu distribusi hasil tangkapan ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang. Volume dan nilai produksi ikan segar masing-masing berjumlah 628.4 ton dan 2.835.9 juta pada tahun 2007. Jenis ikan hasil tangkapan yang di peroleh antara lain adalah alu-alu, biji nangka, cumi-cumi, kurisi, pari, sebelah, tiga waja, kembung, dan kuniran. Saluran pemasaran ikan segar di PPI Cituis terdiri dari 3 jalur yaitu saluran nol tingkat, saluran satu tingkat dan saluran tiga tingkat dengan tujuan distribusi ikan segar dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti Pasar Tanah tinggi, Cikokol, Sepatan, Kampung Melayu, Mauk, Pakuhaji, Tangerang, Karawaci, Kota Bumi. Pendistribusian hasil tangkapan segar dari PPI Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil pick up/colt dan motor. Volume dan nilai ikan olahan (ikan asin) 1.765.8 ton dan 1.959.5 juta. Asal bahan baku ikan asin di PPI Cituis berasal dari nelayan setempat. Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan asin adalah swanggi, peperek, kuniran, beloso, teri, selar, kurisi, mujaer, bilis, tembang, layur, dan tongkol. Saluran pemasaran industri pengolahan ikan asin terdiri dari 2 jalur yaitu saluran satu tingkat dan saluran dua tingkat dengan tujuan distribusi olahan dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti Pasar Cikokol, Pasar Kemis, Cikupa, Sepatan, Rangkas Bitung, Tanah Tinggi. Pendistribusian hasil tangkapan olahan dari PPI Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil pick up/colt dan motor. Kata kunci : Pendistribusian, ikan segar, ikan olahan, PPI Cituis Tangerang Judul Skripsi : Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cituis Tangerang. Nama Mahasiswa : Firman Santoso NRP : C54104054 Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA NIP. 131 123 999 Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799 Tanggal Lulus : 09 Januari 2009 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 08 Juli 1986. Penulis merupakan putra tunggal dari pasangan Bapak Paiman dan Ibu Djinem. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Kebon Pala 03 Pagi Jakarta pada tahun 1998, kemudian menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 268 Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2004 Penulis lulus dari SMUN 09 Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur. Penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Semasa kuliah, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain staf Kemirausahaan Himpunan Profesi Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2005/2006. Selain itu Penulis juga sebagai ketua pelaksana Field Trip m.k Pelabuhan Perikanan tahun 2006. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul: “Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ” di bawah bimbingan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA. i KATA PENGANTAR Skripsi yang berjudul “Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari Pangakalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku pembimbing atas arahan, motivasi, waktu serta kesabarannya selama penyusunan skripsi ini hingga selesai; 2. Kepada Bpk Sukma, Bpk Suryadi dan Bpk Alwani selaku pengurus KUD Mina Samudera PPI Cituis Tangerang yang membantu dalam kelancaran penelitian; 3. Kedua orang tuaku, Mba Pung dan keluarga serta teman-teman khususnya PSP’41 yang saya cintai atas do’a dan pengorbanannya sehingga skripsi ini dapat selesai; 4. Kepada Nurul Yuniyanti dan keluarga yang saya cintai yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat selesai. Penulis sangat senang sekali menerima saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan. Bogor, 27 Januari 2009 Firman Santoso ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. i DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii DAFTAR TABEL ……………………………………………………….……... iv DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….……….. v DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….… vii 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1.1 Latar Belakang …………………………………………………………… 1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 1 1 2 2 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) .............................. 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) .............................. 2.3 Distribusi .................................................................................................... 2.3.1 Penanganan (handling) ...................................................................... 2.3.2 Pengawasan pencatatan (inventory control) .................................. 2.4 Saluran dan Skema Pemasaran .................................................................... 2.5 Ikan Segar .................................................................................................. 2.6 Produk Ikan Olahan ………………......................……………………… 2.6.1 Penggaraman ikan ………………………………………………….. 2.6.2 Perebusan (pemindangan) ………………………………………….. 2.7 Kualitas Ikan .............................................................................................. 2.7.1 Pengertian kualitas ikan .................................................................... 3 3 4 5 6 9 9 11 12 13 14 16 16 3 METODOLOGI .............................................................................................. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 3.2 Metode Penelitian ……………………………………………………….. 3.3 Metode Pengumpulan Data …………………………………………….. 3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan …………………………………………… 3.5 Analisis Data …………………………………………………………….. 20 20 20 20 20 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN …………………………….. 4.1 Keadaan Umum Kota Tangerang ………………………………………… 4.1.1 Letak geografis dan topografi ..…………………….......…………… 4.1.2 Penduduk ………………………………………………………….. 4.1.3 Penyebaran PPI di Kota Tangerang …………………………….. 4.1.4 Daerah penangkapan ikan ………………………………………… 4.1.5 Unit penangkapan ………………………………………………….. 4.1.6 Produksi dan nilai produksi ……………………………………….. 23 23 23 24 24 25 26 31 iii Halaman 4.2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ………… 33 4.2.1 Lokasi PPI Cituis ………………………………………………….. 33 4.2.2 Unit penangkapan ………………………………………………….. 34 4.2.3 Fasilitas PPI Cituis ………………………………………………… 39 4.2.4 Kelembagaan terkait di PPI Cituis ……………………………….. 46 4.2.5 Proses pelelangan ikan …………………………………………….. 48 5 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN SEGAR ……………………….. 5.1 Ikan Segar .................................................................................................. 5.1.1 Volume dan nilai produksi ikan segar …………………………….. 5.1.2 Asal hasil tangkapan didaratkan ……………………....………… 5.1.3 Penyimpanan (warehousing) hasil tangkapan …………………….. 5.1.4 Pengangkutan hasil tangkapan ……………..……………………… 5.1.5 Informasi pasar …………………………………………………….. 5.1.6 Mutu ikan segar …………………………..………………………… 5.1.7 Daerah distribusi ikan segar dari PPI Cituis Tangerang..…..……….. 5.6.8 Jalur pemasaran dan skema ikan segar di PPI Cituis .............….…… 51 51 52 55 56 57 58 59 61 64 6 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN OLAHAN …………………….. 6.1 Ikan Olahan …………………………………………………………...…. 6.1.1 Volume dan nilai produksi ikan olahan …......……........………… 6.1.2 Mutu ikan olahan …………......……..…………………………… 6.1.3 Asal bahan baku ………………………………………………….. 6.1.4 Penyimpanan (warehousing) produk olahan ikan asin ………….. 6.1.5 Pengangkutan ikan olahan ………..……………......……………… 6.1.6 Daerah distribusi ikan olahan dari PPI Cituis Tangerang ..........….. 6.1.7 Jalur pemasaran dan skema ikan olahan di PPI Cituis ..….............… 66 66 67 69 71 73 74 75 78 7 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….. 80 8.1 Kesimpulan ……………………………………………………………… 80 8.2 Saran …………………………………………………………………….. 81 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 82 LAMPIRAN …………………………………………………………………….. 85 iv DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel pengaruh pendinginan terhadap mutu .................................................... 11 2. Kriteria mutu ikan segar …………………………………………………….. 18 3. Jumlah penduduk bekerja terkait dengan perikanan ………………………… 24 4. Penyebaran daerah PPI di Tangerang ……………………………………….. 25 5. Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 ……………………………………………………….. 26 6. Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 …………………………………………………………………….. 28 7. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang …………………….. 30 8. Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi di Kabupaten Tangerang, 2001-2007 ……………………………………………………….. 31 9. Perkembangan jumlah kapal/perahu di PPI Cituis, 2003-2007 ……………… 34 10. Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007 ……………… 36 11. Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007 …………………… 38 12. Perkembangan volume dan nilai produksi ikan segar di PPI Cituis, 2004-2007 …………………………………………………………………….. 52 13. Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPI Cituis, 2007 .......………….. 54 14. Perkembangan harga ikan laut di PPI Cituis Tangerang, 2007…..........…..….. 59 15. Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi ikan hasil tangkapan dari PPI Cituis Tangerang, 2007 .......………………….…… 61 16. Perkembangan volume dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2005-2007 …………………………………………………………………… 67 17. Volume ikan dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2007 ……........….. 68 18. Jumlah bahan baku ikan asin, 2007 …..............................................……….. 72 19. Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi produk olahan ikan asin dari PPI Cituis Tangerang, 2007 .........……………………..……… 76 20. Karakteristik distribusi ikan segar dan ikan olahan ………………………….. 79 v DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram saluran pemasaran barang-barang konsumsi ...................................... 10 2. Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kabupaten Tangerang 2003-2007 ……………………………………………………….. 27 3. Perkembangan alat tangkap dominan di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 …………………………………………………………………….. 29 4. Perkembangan nelayan di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 ...........……….. 30 5. Perkembangan jumlah volume produksi di Kabupaten Tangerang, 2001-2007 …………………………………………………………………….. 32 6. Perkembangan jumlah nilai produksi di Kabupaten Tangerang, 2001-2007 …………………………………………………………………….. 33 7. Perkembangan jumlah kapal/perahu di PPI Cituis, 2003-2007 ...……..……… 35 8. Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007 ……...……….. 37 9. Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007 ……...…………… 38 10. Kolam Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis …………………………………… 39 11. Dermaga PPI Cituis ……………………………………….………………….. 40 12. Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) …………………...………………….. 41 13. Instalasi penampung air minum ………………………….…………………… 42 14. Station Package Dealer Nelayan (SPDN) …………………………………… 43 15. Bengkel mesin kapal/perahu ………………………………………………… 44 16. Masjid ………………………………………………………………………… 45 17. Kantor kesyahbandaran PPI Cituis ………………………………………….... 47 18. Suasana saat pelelangan di TPI PPI Cituis …………………………….....…... 49 19. Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2004-2007 ……...………........… 53 20. Perkembangan nilai produksi PPI Cituis, 2004-2007 …………………...…..... 53 21. Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2007 ……….……...………....… 55 22. Box penyimpanan ikan di PPI Cituis ……………......….…………………….. 57 23. Daerah distribusi ikan segar dari PPI Cituis Tangerang ..................................... 63 24. Jalur pemasaran ikan segar di PPI Cituis ........................…………………….. 64 25. Skema proses pembuatan ikan asin belahan ..........……………,.....………… 67 vi Halaman 26. Perkembangan volume ikan asin di PPI Cituis, 2007 ...................………….. 69 27. Produk ikan asin yang dihasilkan di PPI Cituis ……………………………… 71 28. Perkembangan jumlah bahan baku ikan asin, 2007 ..................…………….. 73 29. Mobil pick up yang digunakan untuk pengangkutan ikan asin di PPI Cituis Tangerang ..........................……………………………………………..…... 75 30. Daerah distribusi ikan asin dari PPI Cituis Tangerang …………………………………………………………………… 77 31. Jalur pemasaran produk olahan ikan asin di PPI Cituis ……………………… 78 vii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta penyebaran PPI di Tangerang .................................................................. 86 2. Lokasi penelitian Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ...................... 87 3. Foto aktivitas ikan segar ..…......................................................…………….. 88 4. Foto aktivitas pengolahan ikan asin ................................................................... 89 5. Tabel spesifikasi dan hasil Pengujian nilai organoleptik ikan segar ................ 90 6. Data produksi ikan segar, 2007 .........……....................……………………… 92 7. Data harga rata-rata/kg ikan segar, 2007 .......................................................... 93 8. Data nilai produksi ikan segar, 2007 ................................................................ 94 9. Data produksi ikan asin, 2007 ......................................................................... 95 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan merupakan penghubung bagi terlaksananya segala aktivitas pendaratan, perdagangan dan pendistribusian barang-barang ke daerah konsumen. Pelabuhan perikanan juga merupakan pusat perpaduan aktivitas penangkapan ikan di laut dan akivitas pendistribusian ke daerah konsumen, sehingga pelabuhan harus dapat menjamin hasil tangkapan yang didaratkan agar tetap dalam kualitas baik. Kebutuhan akan ikan dengan kualitas baik merupakan tuntutan konsumen dunia. Indonesia yang merupakan salah satu negara pengekspor produk perikanan harus dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan merupakan salah satu fungsi pelabuhan perikanan menurut UU No. 31 tahun 2004. Dengan demikian pelabuhan perikanan harus dapat menjamin pemasaran dan pendistribusian, sehingga hasil tangkapan tetap dalam kualitas baik sampai di konsumen. Pelabuhan merupakan penghasil produk perikanan yang terdiri dari beberapa tipe, antara lain ikan hidup, ikan segar, dan beraneka ragam ikan olahan. Distribusi atau penyaluran produk perikanan dengan kualitas baik sesampainya di konsumen membutuhkan penanganan yang baik mulai dari pembongkaran hingga pengangkutan. PPI Cituis merupakan salah satu diantara tujuh PPI yang ada di Kabupaten Tangerang yang memiliki prospek perkembangan terbaik. PPI Cituis juga terkenal sebagai tempat penjualan ikan laut segar dan ikan asin di Tangerang. Ikan segar merupakan komoditi utama dalam industri penangkapan ikan karena ikan segar adalah ikan yang belum atau tidak diawet dengan apa pun kecuali semata-mata didinginkan dengan es. Selain ikan segar yang merupakan komoditi utama, di PPI Cituis juga terdapat pusat kegiatan pengolahan ikan diantaranya adalah ikan asin. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang bahwa operasional PPI Cituis sangat aktif yang hampir setiap hari melaksanakan kegiatan pelelangan. Berdasarkan statistik PPI Cituis Tangerang tahun 2007, perkembangan produksi 2 perikanan pada periode 2004-2007 mengalami peningkatan rata-rata 5,37% per tahun. Produksi perikanan tahun 2007 berjumlah 628.465 kg dengan nilai 2.835,9 juta. Mengingat cukup tingginya jumlah ikan yang dihasilkan setiap hari dan juga kelengkapan fasilitas yang ada, menjadikan PPI Cituis ini sebagai salah satu pusat pemasaran dan distribusi ikan di daerah Tangerang. Dalam proses pendistribusian ikan sering ditemukan kekurangan yang dapat mempengaruhi kelancarannya. Kekurangan yang terjadi dalam proses menyalurkan produksi hasil tangkapan kepada konsumen baik secara langsung maupun melalui perantara antara lain adalah dalam hal aktivitas pengangkutan hasil tangkapan. Mengingat produk perikanan merupakan produk yang cepat membusuk maka perlu perhatian dalam pendistribusiannya agar kualitasnya tetap baik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai “Studi Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan dari Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang”. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai informasi atau bahan pertimbangan bagi : (1) Pihak swasta dalam hal pendistribusian ikan segar dan olahan. (2) Pengelola PPI Cituis untuk memperbaiki distribusi hasil tangkapan ikan yang didaratkan. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pelabuhan perikanan tipe D dikatakan pula dengan istilah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). PPI ini dilihat dari segi konstruksi bangunannya yang sebagian besar termasuk dalam pelabuhan alam atau semi alam, artinya tipe pelabuhan ini umumnya terdapat di muara atau di tepi sungai, di daerah yang menjorok ke dalam atau terletak di suatu teluk bukan bentukan manusia atau sebagian hasil bentukan manusia (Lubis, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa PPI tipe D memiliki beberapa kriteria yaitu tersedianya lahan seluas 10 Ha, ditujukan untuk tempat berlabuh atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan tradisional < 30 gross tonage (GT), melayani bongkar muat kapal-kapal perikanan 15 unit/hari, jumlah ikan yang didaratkan > 10 ton/hari, tersedianya fasilitas pembinaan mutu dilengkapi dengan sarana pemasaran serta lahan kawasan industri perikanan dan dekat dengan pemukiman nelayan. Direktorat Jenderal Perikanan (1991) mendefinisikan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah suatu tempat bagi para nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya atau pelabuhan perikanan dalam skala yang lebih kecil (tipe-D). PPI pada dasarnya tidak berbeda dengan pelabuhan perikanan (PP), hanya kualitas bobot kerja, produktivitas, kapasitas fasilitas pokok, fungsional dan penunjangnya yang lebih kecil dibandingkan dengan pelabuhan perikanan, baik tipe-A, B maupun C. Adapun kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan adalah : 1) PPI merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan kegiatan perikanan yang dilakukan masih bersifat tradisional; 2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan dibawah 5 GT; 3) Jumlah produksi ikan yang didaratkan mencapai 5 ton per hari; 4) Mampu menampung 20 kapal sekaligus; dan 5) Memiliki lahan seluas sekitar 1 ha. 4 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pada umumnya, PPI ditujukan untuk tempat berlabuhnya atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan teradisional yang berukuran lebih kecil dari 5 GT dan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan (Lubis, 2006). Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991), PPI berfungsi sebagai penunjang untuk meningkatkan kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Fungsi PPI meliputi berbagai aspek, sebagai berikut : 1) Pusat pengembangan masyarakat nelayan; 2) Tempat berlabuh kapal perikanan; 3) Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan; 4) Tempat untuk memperlancar kegiatan bongkar muat kapal-kapal perikanan; 5) Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan; 6) Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil tangkapan; dan 7) Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data. Selanjutnya dikatakan bahwa PPI selain berfungsi seperti yang disebutkan diatas juga mempunyai peranan sebagai pusat pengembangan yang mempunyai efek meluas terhadap daerah sekitarnya. Peranan PPI sebagai pusat pengembangan tersebut terutama akan mencangkup tiga aspek pokok, yaitu : 1) Aspek pengembangan ekonomi perikanan, baik yang berskala nasional maupun regional; 2) Aspek pengembangan industri penunjang usaha perikanan, baik hulu maupun hilir; dan 3) Aspek pengembangan sumberdaya manusia, yakni masyarakat perikanan. Hutajulu (1997) mengatakan bahwa, sehubungan dengan luasnya fungsi pelabuhan/PPI dan menyangkut berbagai aspek kegiatan perikanan, maka dapat dikatakan bahwa pelabuhan perikanan/PPI merupakan ”barometer” tingkat kemajuan perikanan di daerah yang bersangkutan. 5 2.3 Distribusi Menurut McDonald (1993) dikutip oleh Darmawan (2006), distribusi merupakan elemen keempat dari traditional marketing atau pemasaran tradisional yang mengacu pada cara suatu produk atau layanan dirancang sedemikian rupa sehingga bisa didapatkan oleh pelanggan. Distribusi meliputi beberapa kegiatan seperti : pengawasan pencatatan (inventory control), proses pemesanan (order processing) dan penanganan (handling) yang terbagi dua yaitu penyimpanan (warehousing) dan transportasi (transportation). Sinaga (1988) menyatakan bahwa distribusi adalah manajemen pemindahan, pengendalian persediaan, perlindungan dan penyimpanan bahan mentah dan barang-barang yang sedang diproses atau barang jadi ke dan dari lini produksi. Definisi ini meliputi transportasi, penanganan bahan, pengemasan hasil produksi, pergudangan, pengendalian persediaan, pemrosesan pesanan, analisis lokasi, dan jaringan komunikasi yang diperlukan untuk manajemen yang efektif. Sistem distribusi yang baik dapat menentukan kelancaran transaksi hasil tangkapan yang sifatnya lekas busuk (perishable), jadi cepat lambatnya transaksi sangat menentukan kesegaran hasil tangkapan hingga ke tangan konsumen. Cepatnya transaksi dipengaruhi oleh besarnya permintaan (demand). Besar pemintaan (demand) sendiri tergantung pada banyaknya konsumen dan besarnya preferensi masyarakat terhadap jenis hasil tangkapan tertentu (Hanafiah dan Saefuddin, 1983). Pada aktivitas pendistribusian hasil tangkapan terdapat beberapa istilah yang sering digunakan yaitu : 1) Pasar (market) yaitu suatu tempat atau rangkaian kegiatan dari penjual dan pembeli, baik berhadapan satu sama lain secara langsung atau melalui suatu alat penghubung maupun dengan perantaraan agen atau pedagang perantara untuk melakukan pembelian, penjualan, tukar-menukar barang dan jasa; 2) Perdagangan besar (whole sale), cara penjualan barang komoditi perikanan secara besar-besaran atau dalam jumlah besar; 6 3) Pedagang besar (whole saler), pengusaha atau badan usaha yang melakukan penjualan barang dagangan atau komoditi perikanan secara langsung kepada pedagang eceran atau orang lain untuk dijual kembali; 4) Perdagangan eceran (retail), cara penjualan dalam jumlah yang kecil untuk konsumsi; dan 5) Pedagang eceran (retailer), pedagang kecil yang menjual langsung kepada konsumen akhir. 2.3.1 Penanganan (handling) Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), dalam melakukan kegiatan distribusi hasil tangkapan, hal yang pertama kali dilakukan adalah menangani hasil tangkapan untuk mencegah kebusukan. Kegiatan penanganan hasil tangkapan dalam proses distribusinya adalah sebagai berikut : 1) Transportasi (pengangkutan) Transportasi adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal, dari mana kegiatan transportasi dimulai dan kemana kegiatan transportasi diakhiri. Transportasi memberikan jasanya kepada masyarakat, yang disebut jasa angkutan. Transportasi dikatakan sebagai ”derived demand’, karena keperluan jasa angkutan bertambah dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan berkurang jika terjadi kelesuan ekonomi (Siregar, 1990). Salim (2000) mengemukakan bahwa transportasi secara umum adalah rangkaian kegiatan memindahkan atau mengangkut barang dari produsen sampai kepada konsumen dengan menggunakan salah satu moda transportasi, yang dapat meliputi moda transportasi darat, laut/sungai maupun udara. Rangkaian kegiatan yang dimulai dari produsen sampai kepada konsumen lazim disebut rantai transportasi (chain of transportation). Tiap sektor kegiatan disebut mata rantai (link) yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Kelancaran dan kecepatan arus transportasi ditentukan oleh mata rantai yang terlemah dari rangkaian kegiatan transportasi 7 tersebut sampai pada mata rantai yang terkuat. Transportasi mempunyai fungsi yaitu mengangkut barang dari produsen ke konsumen. Hanafiah dan Saefuddin (1983) membedakan fasilitas pengangkutan menjadi empat, yaitu : (1) Pengangkutan melalui darat Kereta api dan truk yang diperlengkapi dengan pendingin merupakan alat angkutan jarak jauh terpenting didarat. Keuntungan utama penggunaan kereta api dibandingkan dengan penggunaan alat angkut lainnya adalah bahwa perusahaan kereta api memberikan pelayanan pengangkutan lebih lengkap dan bervariasi. Lubis (2006) juga mengungkapkan terdapat beberapa tahapan pada sistem transportasi darat mulai ikan didaratkan sampai dipasarkan ke konsumen. Tahapan-tahapan tersebut adalah : a. Transportasi dari kolam ke darmaga dan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan; b. Transportasi dari tampat pelelangan ikan ke tempat perusahaan olahan atau grosir; dan c. Transportasi dari tempat pelelangan ikan atau perusahaan olahan atau penangkapan di dan sekitar pelabuhan ke hinterland baik lokal, nasional maupun ekspor. (2) Pengangkutan melalui perairan pantai dan melalui terusan atau sungai. Pengangkutan ini diselenggarakan dengan menggunakan kapal air (water carries). Biaya pengangkutan melalui perairan lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan kereta api atau truk. Faktor ini dianggap sebagai keuntungan dan alasan mengapa pengangkutan melalui perairan ini lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan penggunaan kereta api dan truk. Kerugian pokok dari pengangkutan melalui perairan adalah lebih lamban. (3) Pengangkutan melalui laut Pengangkutan ini diselenggarakan dengan menggunakan kapal (pelayaran tetap dan pelayaran tramp). Pelayaran tetap (dinas) adalah pelayaran antar tempat pada waktu-waktu yang telah ditetapkan pemerintah, yang harus diadakan secara 8 kontinu dengan tidak bergantung pada ada atau tidak adanya muatan. Pelayaran tramp (kapal tambang) adalah pelayaran yang jurusan dan waktunya tidak tetap, pelayaran ini dilakukan bila ada muatan (Hanafiah dan Saefuddin, 1983). Keuntungan yang diperoleh dari pelayaran tramp jika dibandingkan dengan penggunaan pelayaran tetap adalah : a. Ongkos angkutan lebih rendah; b. Dapat mengangkut barang dalam jumlah besar; dan c. Dapat mengangkut dengan cepat (langsung) ke pelabuhan yang dituju. (4) Pengangkutan melalui udara Merupakan pengangkutan paling cepat dengan menggunakan pesawat udara. Tetapi kerugian pokok adalah tingginya biaya, disamping terbatasnya ruangan (pembatasan fisik) sehingga pengangkutan dalam volume besar tidak dapat dilakukan. 2) Penyimpanan (warehousing) Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyebutkan bahwa penyimpanan merupakan kegiatan menahan produk dalam jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dengan dijual. Terdapat empat alasan untuk melakukan penyimpanan yaitu : (1) Sifat musiman dari kebanyakan produksi; (2) Permintaan untuk berbagai produk berlangsung sepanjang tahun; (3) Alasan-alasan yang terdapat pada waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan berbagai pelayanan distribusi; dan (4) Mendapatkan harga yang lebih baik. Irzal dan Wawan (2006) mengatakan bahwa pengumpulan (holding) merupakan kegiatan mengumpulkan produk dari produsen, sebelum dijual ke konsumen, sehingga kegiatan ini tidak terlepas dari kegiatan penyimpanan. Beberapa pertimbangan pengumpulan dan penyimpanan produk perikanan, antara lain menstabilkan pasokan produk perikanan ke pasar, lokasi produsen dan konsumen, serta skala ekonomis pengangkutan. Pedagang pengumpul berkomitmen untuk menyediakan produk yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu, dan tepat harga (4T) 9 kepada pasar, baik domestik maupun ekspor. Oleh karena itu, pedagang pengumpul harus memiliki jaminan ketersediaan (stok) produk dengan cara mengumpulkan dan menyimpan (menimbun). 2.3.2 Pengawasan pencatatan (inventory control) Jeannet dan Hennessey (2000) dikutip oleh Darmawan (2006) menyatakan bahwa pengawasan pencatatan berguna dalam mengurangi jumlah pemasok, meningkatkan quality control dan mendapatkan sistem logistik yang lebih efisien. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang menempati urutan yang paling bawah, tetapi bukan berarti bahwa fungsi ini kalah penting artinya dari fungsi-fungsi yang lain karena pangawasan justru sudah ada sejak penetapan struktur organisasi itu sendiri. Pengawasan berarti mendeterminasikan apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakantindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Pengawasan dalam suatu perusahaan merupakan suatu rangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk meyakinkan atau mengukur apakah pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan apa yang telah digariskan semula dimana manajemen rnenginginkan agar rencana organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dengan baik. Akhirnya apabila pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan, harus diambil suatu tindakan. (http://www.library.usu.ac.id/manajemen syahyunan5.pdf). 2.4 Saluran dan Skema Pemasaran Dalam perekonomian dewasa ini, sebagian besar produsen tidak menjual barang-barang mereka kepada pembeli akhir. Antara produsen dan pemakai akhir terdapat sekelompok perantara pemasaran yang memerankan bermacam-macam fungsi dan memakai berbagai macam nama. Perantara tersebut membentuk sebuah saluran pemasaran. Saluran pemasaran terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produksi ke konsumsi. Pengguna perantara ini akan sangat mengurangi pekerjaan perusahaan sehingga bisa mencapai efisiensi sangat tinggi 10 dalam membuat barang hingga banyak tersedia dan bisa memenuhi pasar sasaran (Kotler, 1993). Ada dua jenis strategi struktur saluran distribusi, yaitu (Jain, 1994) : 1) Strategi saluran distribusi langsung Strategi saluran distribusi langsung berarti strategi penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen tanpa memiliki perantara (middleman). 2) Strategi saluran tidak langsung Strategi saluran distribusi tidak langsung berarti strategi penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen memakai perantara. Berdasarkan jenis barang atau produk yang ditawarkan oleh produsen, maka secara umum dapat dilihat bahwa saluran pemasaran untuk barang-barang konsumsi (consumer goods) tidak sama dengan saluran pemasaran untuk barang-barang industri (industrial goods). Saluran pemasaran barang dilihat pada Gambar 1. Pabrik/Produsen Agen Pedagang besar Pengecer Pengecer Agen Pedagang besar Pengecer Pengecer Konsumen Akhir/Pengguna Barang Konsumsi Gambar 1 Diagram saluran pemasaran barang-barang konsumsi (Pieter, 1982). Saluran -nol- tingkat disebut pula saluran pemasaran langsung terdiri dari seorang produsen yang menjual langsung kepada konsumen. Tiga cara penting dalam penjualan langsung adalah penjualan dari rumah ke rumah, penjualan lewat pos, dan 11 penjualan lewat toko perusahaan (Kotler, 1993). Selanjutnya dikatakan bahwa saluran -satu- tingkat mempunyai satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan pengecer. Dalam pasar industri sering kali ia bertindak sebagai agen penjualan atau makelar. Saluran -dua- tingkat mempunyai dua perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, mereka merupakan grosir atau pedagang besar dan sekaligus pengecer. Dalam pasar industri mereka mungkin merupakan sebuah penyalur tunggal dan penyalur industri. Saluran -tiga- tingkat mempunyai tiga perantara penjualan. Dari kacamata produsen, masalah pengawasan semakin meningkat sesuai dengan angka tingkat saluran, walaupun biasanya produsen tersebut hanya berhubungan dengan saluran yang berdekatan dengannya. 2.5 Ikan Segar Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawet dengan apa pun kecuali semata-mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkap sampai saat diterima oleh pemakainya (Muljanto, 1982). Selanjutnya dikatakan bahwa dengan mendinginkan ikan sampai sekitar 0ºC kita dapat memperpanjang masa kesegaran (daya simpan, shelf life) ikan sampai 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan mati, tergantung pada jenis ikan, cara penanganan dan keadaan pendinginannya. Pengaruh pendinginan terhadap mutu dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tabel pengaruh pendinginan terhadap mutu Suhu Penyimpanan Ikan Cod Tidak Layak Lagi Setelah 16º C 1-2 hari 11º C 3 hari 5º C 5 hari 0º C 14-15 hari Pendinginan dapat menghambat kegiatan bakteri. Bakteri itu masih hidup dan melakukan perusakan terhadap ikan, tetapi lebih lambat. Kegiatannya akan normal jika suhu -12º C. suhu ini dapat dicapai dengan cara membekukan ikan. 12 Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sesaat sebelum didinginkan. Pendinginan yang dilakukan sebelum rigor mortis berlalu merupakan cara yang paling efektif jika disertai dengan teknik yang benar, sedangkan pendinginan yang dilakukan setelah autolysis berjalan tidak akan banyak berguna. Muljanto (1982), pendinginan dapat dilakukan dengan salah satu atau kombinasi dari cara-cara berikut : 1) Pendinginan dengan es; 2) Pendinginan dengan es kering; 3) Pendinginan dengan air dingin yang dapat berwujud. a. Air tawar bercampur dengan air dingin yang didinginkan dengan mesin pendingin; b. Air laut dingin bercampur es (chilled seawater, CSW); dan c. Air laut yang didinginkan dengan mesin pendingin (refrigerated seawater, RSW). 4) Pendinginan dengan udara dingin. Menurut Hadiwiyoto (1993) bahwa kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologik, dan fisikawi yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Selanjutnya dikatakan juga berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang kesegarannya baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya masih baik (advanced), ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang kesegarannya sudah tidak baik lagi (busuk). 2.6 Produk Ikan Olahan Pelabuhan perikanan merupakan pusat kegiatan perikanan yang dapat merangsang timbulnya industri perikanan didalamnya. Industri pengolahan ikan adalah suatu aktivitas penanganan dan pengolahan lebih lanjut dari hasil tangkapan yang didaratkan, sehingga memiliki nilai tambah dengan menjadikan bahan baku mentah menjadi produk olahan (Irzal dan Wawan, 2006). 13 2.6.1 Penggaraman ikan Penggaraman ikan merupakan cara pengawetan ikan yang banyak dilakukan diberbagai Negara. Ikan yang diawet dengan garam kita sebut ikan asin. Garam yang dipakai adalah garam dapur (NaCl), baik yang berupa kristal maupun yang berupa larutan. Fungsi pengawet yang dilakukan oleh garam berjalan melalui (Muljanto, 1982) : 1) Menunda autolisis; 2) Membunuh bakteri secara langsung. Penggaraman seringkali tidak dilakukan sebagai metode pengawetan tunggal, melainkan masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain, misalnya dengan perebusan, atau dengan pengeringan. Oleh karena itu, kita dapat menjumpai tiga macam ikan asin, yaitu : 1) Ikan asin basah (tidak dikeringkan setelah digarami); 2) Ikan asin kering (dikeringkan setelah digarami); dan 3) Ikan asin rebus (direbus setelah digarami). Pada dasarnya, metode-metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penggaraman kering dan penggaraman basah (Muljanto, 1982). 1) Penggaraman kering (dry salting) Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampur dengan ikan. Pada umumnya, ikan-ikan yang besar dibuang isi perutnya terlebih dahulu dan, bila perlu, dibelah agar dagingnya menjadi tipis sehingga lebih mudah untuk ditembus oleh garam. Dalam penggaraman, ikan ditempatkan dalam wadah yang kedap air, misalnya bak dari kayu atau dari bata yang disemen. Didalam wadah itu, ikan disusun selapis demi selapis, diselingi dengan lapisan garam. Jumlah garam yang dipakai umumnya 10%-35% dari berat ikan. 2) Penggaraman basah (wet salting) Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30%-50% (setiap 100 liter larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukkan ke dalam larutan itu dan 14 diberi pemberat agar ikan semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan direndam dalam jangka waktu tertentu tergantung pada : (1) Ukuran atau tebal ikan; (2) Derajat keasinan yang diinginkan. Dalam proses osmosa, kepekaan makin lama makin berkurang karena air dari dalam daging ikan secara berangsur masuk ke dalam larutan garam, sementara sebagian molekul garam masuk ke dalam daging ikan. Karena kecenderungan penurunan kepekatan larutan garam itu, maka proses osmosa semakin lambat dan pada akhirnya berhenti. Untuk memperlambat kecenderungan ini, digunakan larutan garam yang lewat jenuh, yaitu memberikan garam lebih banyak dari jumlah yang dapat dilarutkan. Menurut Soeseno (1978) bahwa penggaraman ikan sebetulnya pengeringan juga, tetapi masih dibantu lagi oleh garam. Garam memang bersifat menarik air. Oleh karena hasilnya terasa asin, maka cara pengawetan ini sering disebut pengasinan dan hasilnya disebut ikan asin. Selanjutnya dikatakan juga bahwa penggaraman biasanya dilakukan dengan 2 jenis, yaitu pengasinan kering, dan pengasinan dengan perebusan (pemindangan). Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Ada pun tujuan utama dari penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya, yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan ikan. (Afrianto dan Liviawaty, 1989). 2.6.2 Perebusan (pemindangan) Perebusan yang dilakukan bersama-sama dengan penggaraman disebut pemindangan. Ikan yang direbus dengan garam disebut ikan pindang (Muljanto, 1982). Bahan mentah yang dapat digunakan untuk pembuatan ikan pindang dapat berupa : 1) Ikan basah (ikan segar); 15 2) Ikan yang sudah digarami (ikan asin). Daya awet ikan pindang ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1) Panas dan garam mengurungi kadar air pada bagian daging ikan sehingga mengganggu kehidupan bakteri; 2) Panas membunuh bakteri secara langsung, dan mengurangi aktivitas enzim; dan 3) Wadah (pembungkus) yang digunakan, melindungi ikan terhadap pengotoran dari luar. Ada dua macam pemindangan yaitu: 1) Pemindangan tradisional Pemindangan tradisional dilakukan dengan menggunakan wadah yang terbuat dari tanah liat dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kini, telah dikenalkan beberapa teknik baru dengan menggunakan besek, periuk tanah liat yang dibuat steril dengan sistem penutupan yang rapat, dan kantung plastik yang tahan panas. 2) Pemindangan modern Salah satu cara pemindangan mengunakan wadah plastik yang tahan pada temperatur tinggi, misalnya laminasi poli-ester setebal 2 mm. Ikan biasanya diolah dalam bentuk fillet atau dressed (tanpa kepala dan ekor). Pemindangan dengan cara ini membutuhkan ikan-ikan berukuran sedang. Ikan dalam jumlah berat tertentu (1/4-2 kg) dimasukan ke dalam kantung dan diberi garam sebanyak 5%-25% dari berat ikan. Kemudian, ikan dipanaskan dengan uap 100º C-102º C selama ±1 jam perebusan, sejumlah drip (air yang keluar dari daging ikan) akan terkumpul dalam kantung. Drip dituangkan keluar, dan ikan dipanaskan lagi setelah ditambah garam. Garam yang diberikan pertama hanya sebagian, sedangkan sisanya digunakan untuk pemanasan kedua. Drip yang terbentuk pada pemanasan kedua juga dituang keluar. Kantung segera ditutup selama ikan pindang masih dalam keadaan panas. 16 2.7 Kualitas ikan 2.7.1 Pengertian kualitas ikan Pengertian kualitas ikan secara sederhana dapat diidentikkan dengan tingkat kesegaran. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain ikan segar adalah ikan yang baru saja ditangkap, belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum mengalami perubahan fisik maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap (Anita, 2003). Menurut Crosby (1979) dikutip oleh Aryadi (2007), kualitas adalah sesuatu yang memenuhi atau sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Komoditas ikan unggulan yang kurang sedikit saja dari persyaratan, maka dapat dikatakan tidak berkualitas dan tidak dapat ditolak oleh perusahaan yang menjadi tujuan distribusi. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan dan kebutuhan sebuah perusahaan. Kualitas biasanya tidak ditentukan oleh suatu atribut atau dimensi tunggal, melainkan oleh beberapa atribut atau dimensiyang menyatakan kualitas. Dimensi kualitas produk, menurut Gavin dikutip oleh Nurani (2007) adalah: (1) Kinerja (performance) merupakan karakteristik operasi utama dari produk yaitu seberapa baik suatu produk melakukan apa yang seharusnya dilakukan; (2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) merupakan karakteristik sekunder atau pelengkap, berupa pernak-pernik yang melengkapi atau meningkatkan fungsi dasar produk; (3) Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akn mengalami kerusakan atau gagal pakai; (4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) yaitu seberapa baik karakteristik desain dan opersi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya; (5) Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama produk dapat terus digunakan; 17 (6) Kemudahan perbaikan (service ability) meliputi kecepatan, kenyamanan, kompetensi, mudah direparasi dan penanganan keluahn yang memuaskan; (7) Keindahan (aesthetics) yaitu daya tarik produk terhadap panca indera; dan (8) Persepsi terhadap kualitas (perceived quality) tidak didasarkan pada produk tetapi pada citra atau reputasi. Kualitas ikan lebih menunjukan pada penampilan estetika dan kesegaran atau derajat pembusukan sampai dimana telah berlangsung, termasuk juga aspek keamanan seperti bebas dai bakteri, parasit, atau bahan kimia. Kualitas kesegaran ikan dapat dievaluasi dengan metode sensori maupun instrumen. Kualitas ikan yang baik adalah ikan yang telah ditangkap dengan cara yang baik, diolah dan ditangani secara benar dipabrik serta mempunyai karakteristik tertentu, bentuk, ukuran, penampakan, warna, bau, komposisi dan tekstur yang dimiliki ikan (Hardjito, 2006). Peningkatan kualitas tidak dapat dipisahkan dari usaha peningkatan produktivitas. Usaha yang berlebihan untuk mendorong produktivitas bisa mengorbankan kualitas dari output yang dihasilkan. Sebaliknya, fokus yang berlebihan pada peningkatan kualitas bisa mengurangi perhatian untuk memperbaiki produktivitas, bahkan mungkin akan mengorbankan produktivitas demi mengejar kualitas yang tinggi. Keduanya saling berhubungan dan saling melengkapi satu sama lain. Bila kualitas dari produktivitas dihubungkan dengan sungguh-sungguh maka akan menghasilkan laba yang besar (Nasution, 2004). Kisaran kriteria kesegaran ikan menurut uji organoleptik biasanya dibagi tiga, yaitu segar, agak segar dan tidak segar (Sukarsa, 2007). Hasil tangkapan/ikan dapat dikatakan: Segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 7-9 Agak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknua 5-6 Tidak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 1-4 Selanjutnya ikan secara organoleptik ditolak atau dianggap tidak segar bila memiliki nilai rata-rata pengujian dibawah lima. Batas mutu minimal kesegaran ikan berdasarkan SNI-01-2729-1992 adalah nilai tujuh. Batas ini biasanya digunakan oleh 18 eksportir ikan segar untuk memenuhi syarat mutu ekspor negara tujuan. Secara organoleptik, ikan segar mempunyai kriteria sebagai berikut (Sudarma, 2006). Tabel 2 Kriteria mutu ikan segar No Parameter 1 Penampakan fisik 2. Mata 3. Insang 4. Bau 5. Lendir 6. Tekstur dan daging Tanda-tanda Ikan cemerlang mengkilap sesuai jenisnya, badan ikan utuh, tidak patah, tidak rusak fisik, bagian perut masih utuh dan liat serta lubang anus tertutup. Cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol. Insang berwarna merah, cemerlang atau sedikit kecoklatan, tidak ada atau sedikit lendir. Bau segar spesifik jenis atau sedikit bau amis yang lembut. Selaput lendir dipermukaan tubuh tipis, encer, bening, mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis dan tidak berbau busuk. Ikan kaku atau masih lemas dengan daging elastis, jika ditekan dengan jari akan cepat kembali, sisik tidak mudah lepas, jika disayat tampak jaringan antar daging masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang dengan menampilkan warna daging asli. Sumber: FAO diacu dalam Sudarma, 2006 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008 di Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis, Tangerang. 3.2 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan aspek penelitian yaitu distribusi hasil tangkapan ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis. 3.3 Metode Pengumpulan Data 1) Pengambilan data primer dilakukan secara purposive sampling yang mewakili tujuan penelitian. Data primer dikumpulkan melalui pengisian kuesioner dan wawancara terhadap beberapa responden yaitu pihak KUD, nelayan, industri pengolah ikan asin, kepala TPI dan pedagang/bakul. Jumlah responden dari pengelola KUD 5 orang, pihak pengolah 10 orang, nelayan 5 orang, TPI 1 orang dan pedagang 5 orang. Pengambilan jumlah ikan untuk uji organoleptik dilakukan secara sampling. Data yang diambil berdasarkan 3 jenis ikan dominan yang bervolume tinggi yaitu ikan mata besar, kurisi merah dan kurisi bali. Pengambilan ikan dilakukan di TPI yaitu dengan cara mengambil ikan dari 8 tumpukan. Pada setiap tumpukan diambil masing-masing satu jenis ikan. 2) Data sekunder meliputi data unit alat tangkap, data produksi ikan segar dan ikan olahan dan organisasi KUD yang diperoleh dari KUD, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang dan TPI PPI Cituis. 3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan (1) KUD : Persentase jumlah produksi tiap daerah untuk ikan segar, daerah distribusi, jalur pemasaran ikan segar dan fasilitas yang digunakan dalam pendistribusian. 21 (2) Pengolah : Mutu ikan olahan, sarana dan prasarana yang digunakan, kebutuhan bahan baku, jenis produksi olahan dan distribusi atau pemasaran produk hasil perikanan. (3) Nelayan : Jenis alat tangkap, jenis kapal dan ukuran (GT), lama trip, jenis ikan yang didaratkan, fasilitas dan waktu pendaratan ikan dan daerah penangkpan ikan. (4) Pedagang : Jenis dan jumlah ikan yang diperjualbelikan, fasilitas yang digunakan dalam pendistribusian dan daerah atau tujuan distribusi. (5) Kepala TPI : Proses pelelangan dan prosedur pelelangan. 3.5 Analisis Data Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang. Penentuan karakteristik pendistribusian ikan segar dan olahan dilakukan berdasarkan asal bahan baku, pendaratan hasil tangkapan, volume dan nilai produksi, penyimpanan, pengangkutan hasil tangkapan, informasi pasar, mutu hasil tangkapan segar dan olahan, kuantitas, tujuan distribusi dan skema pendistribusian. Selanjutnya distribusi akan dipetakan berdasarkan kuantitas dan tujuannya. Pemetaan dilakukan dengan menggunakan Corel Draw. Mutu hasil tangkapan yang ada di PPI Cituis ditentukan dengan menggunakan uji organoleptik yaitu dengan mengukur, menganalisis spesifikasi mata, insang, daging, perut dan konsistensi, selanjutnya menginterpretasikan reaksi yang timbul ketika karakteristik bahan pangan diterima oleh indera pengelihatan dan peraba. Metode yang digunakan dalam penilaian mutu hasil tangkapan secara organoleptik ialah dengan metode scoring test (uji skoring) dengan skala yang digunakan antara 1 sampai 9. Skala 1 merupakan skala terendah dan skala 9 merupakan skala tertinggi. Setiap angka dapat memberikan spesifikasi tertentu kepada panelis atau peneliti mengenai keadaan produk yang diuji, misalnya kesegaran ikan. Spesifikasi angkaangka ini tercantum dalam score sheet (Lampiran 4). Selanjutnya hasil dari pengujian organoleptik tersebut dibandingkan dengan kriteria mutu ikan segar. Kisaran kriteria 22 kesegaran ikan menurut uji organoleptik biasanya dibagi tiga, yaitu segar, agak segar dan tidak segar (Sukarsa, 2007). Hasil tangkapan/ikan dapat dikatakan: Segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 7-9 Agak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknua 5-6 Tidak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 1-4 Selanjutnya ikan secara organoleptik ditolak atau dianggap tidak segar bila memiliki nilai rata-rata pengujian dibawah lima. Batas mutu minimal kesegaran ikan berdasarkan SNI-01-2729-1992 adalah nilai tujuh. Batas ini biasanya digunakan oleh eksportir ikan segar untuk memenuhi syarat mutu ekspor negara tujuan. Penggunaan organoleptik dalam penilaian mutu hasil tangkapan yang didaratkan selain sebagai informasi kepada calon konsumen juga diharapkan akan menghasilkan kemudahan dalam pengklasifikasian distribusi ikan, misalnya nilai 7-9 didistribusikan untuk keperluan ekspor dan supermarket, nilai 5-6 didistribusikan ke pasar tradisional, nilai 4 hanya didistribusikan untuk ikan asin dan pupuk, dan 1-3 didistribusikan untuk pupuk dan pakan ternak. 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan umum Kota Tangerang 4.1.1 Letak geografis dan keadaan topografi Kabupaten Tangerang adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Banten dengan ibukota Tigaraksa. Secara geografis Kabupaten Tangerang terletak pada posisi 6°00´- 6°20´ LS dan 106°20´-106°43´ BT tepat di sebelah barat Jakarta. Menurut Dinas Perikanan Kota Tangerang (2008), batas wilayah Kabupaten Tangerang meliputi : 1) Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa; 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak; 3) Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta; 4) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupeten Serang. Luas wilayah Kabupaten Tangerang sekitar ±1.110 km² dengan jumlah kecamatan 26 dan desa atau kelurahan 316. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Secara umum, Kabupaten Tangerang dapat dikelompokkan menjadi tiga wilayah pertumbuhan, yaitu : Pusat pertumbuhan wilayah Serpong, berada di bagian timur (berbatasan dengan Jakarta), difokuskan sebagai wilayah pemukiman dan komersial. Pusat pertumbuhan Balaraja dan Tigaraksa, berada di bagian barat difokuskan sebagai daerah sentra industri, pemukiman dan pusat pemerintahan. Pusat pertumbuhan Teluk Naga, berada di wilayah pesisir, mengedepankan industri pariwisata alam dan bahari, industri maritim, perikanan, pertambakan dan pelabuhan. Topografi daerah Kabupaten Tangerang sebagian besar merupakan dataran rendah. Sungai Cisadane, sungai terpanjang di Tangerang, mengalir dari selatan dan bermuara di Laut Jawa. Dilihat dari kemiringan tanahnya, sebagaian besar Kota Tangerang mempunyai tingkat kerniringan tahan 0 - 30 % dan sebagian kecil (yaitu di bagian Selatan kota) kemiringan tanahnya antara 3 - 8% berada di Kelurahan Parung Serab, Kelurahan Paninggalan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya. 24 4.1.2 Penduduk Kabupaten Tangerang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2003 sebanyak 3.187.000 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.870 jiwa/km². Sebagian besar penduduk Tangerang bekerja di Jakarta. Penduduk Tangerang yang berada di pesisir bekerja sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun hasil yang didapatnya kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penyebaran penduduk yang bekerja terkait dengan perikanan sangat beragam sesuai jenis pekerjaannya antara lain budidaya tambak, budidaya sawah, budidaya kolam, penangkapan laut, cilahan Tabel 3 Jumlah penduduk bekerja terkait dengan perikanan, 2003 No. 1 2 3 4 5 Jenis Rumah Tangga Perikanan Penangkapan Laut Cilahan Budidaya Tambak Budidaya Kolam Budidaya Sawah Total Jumlah 825 67 750 1497 223 3362 Sumber : http://www.Tangerangkab.go.id/, 2008 Tabel 3 menunjukan jumlah penduduk terbanyak bekerja sebagai budidaya kolam dengan jumlah 1.497 orang dan jumlah penduduk terendah bekerja sebagai cilahan (orang yang bekerja sebagai pengolah) dengan jumlah 67 orang. Total penyebaran jumlah penduduk di 5 rumah tangga perikanan berjumlah 3.362 orang. 4.1.3 Penyebaran PPI di Kota Tangerang Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah sebagai suatu tempat bagi para nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya atau pelabuhan perikanan dalam skala yang lebih kecil (tipe D) (Direktorat Jenderal Perikanan, 1991). PPI pada dasarnya tidak berbeda dengan pelabuhan perikanan (PP), hanya kualitas bobot kerja, produktifitas, kapasitas fasilitas yang lebih kecil dengan pelabuhan perikanan tipe A, B, C. Tangerang memiliki 7 PPI yang tersebar di berbagai kecamatan antara lain PPI Kronjo, Benyawakan, Ketapang, Karang Serang, Cituis, Tanjung Pasir dan Dadap 25 Tabel 4 dan Lampiran 1. Dari 7 PPI yang ada, sebanyak 3 PPI tergolong baik yaitu PPI Cituis, PPI Tanjung Pasir, dan PPI Kronjo. PPI tersebut mempunyai Tempat Pelelangan Ikan (TPI), yang setiap harinya sangat aktif melelang ikan jika dibandingkan dengan 4 PPI lainnya. Tabel 4 Penyebaran daerah PPI di Kab. Tangerang, 2008 No. Nama PPI Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 Kronjo Benyawakan Ketapang Karang Serang Cituis Tanjung Pasir Dadap Kronjo Kemiri Mauk Serang Sukadiri Pakuhaji Teluk Naga Kosambi Sumber : http://www.Tangerangkab.go.id/, 2008 4.1.4 Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan para nelayan di Kabupaten Tangerang meliputi: Pulau Seribu, Perairan Tanjung Priuk (Pulau Damar), Pulau Pari, Sumatra, Lampung (Maringge), dan Subang (Dinas Perikanan Tangerang, 2008). Jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan Kabupaten Tangerang dari berbagai daerah penangkapan diatas sangat beragam, diantaranya jenis ikan yang banyak tertangkap adalah peperek (Secutor ruconius), manyung (Arius thalassinus), biji nangka (Upeneus sulphureus) , bambangan (Lutjanus spp), kerapu (Ephinephelus spp), kakap (Lates calcarifer), kurisi (Nemipterus spp), ekor kuning (Caesio pisang), tigawaja (Johnius dussumieri), cucut (Sphyrhinidae), pari (Trigonidae), selar (Caranx bucculentus), kuwe (Caranx sexfasciatus), tetengkek (Megalapis cordyla), belanak (Mugil cephalus), japuh (Dussumieria acuta), tembang (Sardinella fimbrinata), kembung (Rastrelliger kanagurta), tenggiri (Scomberomorus comersonii), layur (Trichiurus savala), cumi-cumi (Loligo spp), dan udang (Penaeus). 26 4.1.5 Unit penangkapan Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk dengan kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan dan mengawetkan (UU No 31 Tahun 2004). Keberhasilan memperoleh ikan dalam suatu operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh unit penangkapan yang ada yang terdiri dari armada penangkapan (perahu/kapal perikanan), alat tangkap, dan nelayan. (1) Armada penangkapan ikan Kegiatan penangkapan ikan sangat tergantung oleh unit penangkapan ikan. Salah satu dari unit penangkapan adalah armada penangkapan ikan yang terdiri dari perahu atau kapal perikanan. Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten Tangerang dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel adalah perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard engine) dengan bahan bakar solar. Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin yang disimpan di dalam badan kapal (inboard engine) dengan bahan bakar solar. Kapal motor yang banyak digunakan di Kabupaten Tangerang berukuran <5 GT, 5-10 GT, dan 10-20 GT. Jumlah perahu atau kapal perikanan di Kabupaten Tangerang tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 3 Tabel 5 Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kab. Tangerang, 20032007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Pertumbuhan per tahun (%) Jumlah (unit) PMT KM 1.592 68 1.658 73 1.757 89 2.444 99 2.445 180 1967,2 101,8 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008 Jumlah Total (unit) 1.660 1.731 1.846 2.576 2.625 Pertumbuhan (%) 4,28 6,64 39,54 1,90 - 13,09 27 Tabel 5 jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Tangerang pada kurun waktu 2003-2007 mengalami perubahan dengan pertumbuhan total sebesar 13,09%. Jumlah kapal/perahu di Kabupaten Tangerang berasal dari 7 PPI yaitu Kronjo, Benyawakan, Ketapang, Karang Serang, Cituis, Tanjung Pasir dan Dadap. Jumlah kapal/perahu didominasi oleh perahu motor tempel (PMT) dikarenakan biaya operasional dan pembuatannya lebih murah dibandingkan dengan kapal motor (KM). Tiap tahunnya jumlah kapal atau perahu mengalami peningkatan. Peningkatan pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2005-2006 sebesar 39,54%. Peningkatan jumlah kapal atau perahu tersebut diakibatkan karena potensi perikanan Kabupaten Tangerang dinilai baik dan berbanding lurus dengan jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang dimana semakin banyak kapal/perahu beroperasi maka jumlah nelayan juga meningkat. 3000 J u m la h (u n it) 2500 2000 KM 1500 PMT 1000 500 0 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 2 Perkembangan jumlah kapal atau perahu perikanan di Kab. Tangerang, 2003-2007. Berdasarkan pada Gambar 2, jumlah kapal atau perahu perikanan di Kab. Tangerang selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut antara lain dikarenakan adanya pembangunan fasilitas dermaga bongkar dan TPI di berbagai PPI di Kab. Tangerang. Pada umumnya PPI dilengkapi dengan fasilitas pokok, fungsional dan 28 tambahan yang sangat penting bagi aktivitas kegiatan nelayan, terutama dalam hal bongkar muat kapal. Dengan adanya fasilitas yang semakin memadai maka jumlah kapal/perahu akan semakin bertambah. (2) Alat tangkap Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2003-2007 rata-rata berjumlah 2.311 unit (Tabel 6). Jenis alat tangkap yang digunakan adalah payang, dogol, purse seine, gillnet, bagan, rawai, pancing, sero, bubu, alat pengumpul kerang dan tombak. Dari berbagai jenis alat tangkap di atas yang dominan adalah gillnet, pancing, dogol, bubu dan alat pengumpul kerang. Tabel 6 Perkembangan jumlah alat tangkap di Kab. Tangerang, 2003-2007 PY 2003 110 2004 90 Tahun 2005 80 2 DG 256 145 119 445 445 282 3 PR - - 1 - 32 17 4 GT 1029 1041 1079 1280 1372 1161 5 BG 85 71 97 34 56 69 6 RW - 31 - 25 39 32 7 PC 439 450 401 468 468 445 8 SR - - 2 23 23 16 9 BU - - 39 156 156 117 10 APK 86 125 192 51 51 101 11 TBK 62 55 50 86 86 68 2067 2008 2060 2628 2788 2311 - -2,85 2,59 27,57 -6,09 5,30 No. Alat Tangkap 1 Jumlah (Unit) Perkembangan (%) 2006 60 2007 60 Rataan 80 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008 Keterangan: PY: Payang; DG: Dogol; PR: Purse seine; GT: Gillnet; BG: Bagan; RW: Rawai; PC: Pancing; SR: Sero; BU: Bubu; APK: Alat pengumpul kerang; TBK; Tombak Jumlah alat tangkap yang beroperasi berfluktuasi setiap tahunnya dan jumlahnya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5,30% setiap tahunnya selama kurun waktu 2003-2007 (Gambar 3). Jumlah alat tangkap terbanyak terjadi pada tahun 2007, sebanyak 2788 unit. Penurunan jumlah alat tangkap terjadi pada tahun 29 2003-2004 dan selanjutnya mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2006 dan turun kembali pada tahun 2007. Penurunan jumlah alat tangkap yang beroperasi dikarenakan naiknya harga BBM yang mengakibatkan kapal atau perahu tidak beroperasi. J u m la h A la t T a n g k a p ( U n it) 1600 Gillnet 1400 1200 Pancing 1000 800 Dogol 600 400 Bubu 200 0 2003 2004 2005 2006 2007 Alat pengumpul kerang Tahun Gambar 3 Perkembangan alat tangkap dominan di Kab. Tangerang, 2003-2007. (3) Nelayan Pelabuhan merupakan salah satu lahan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja melalui kegiatan industri perikanan dan industri penangkapan. Industri ini mendorong masyarakat khususnya nelayan agar dapat terlibat langsung. Nelayan adalah orang yang mengoperasikan unit penangkapan ikan atau sarana produksi. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang periode tahun 2003-2007 disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4. Tabel 7 Perkembangan jumlah nelayan di Kab. Tangerang, 2003-2007 30 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Nelayan (orang) Pertumbuhan (%) 8,58 1,06 24,37 0 8.50 Jumlah 8.854 9.614 9.716 12.084 12.084 Rata-Rata Pertumbuhan Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008 Jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2003-2007 setiap tahunnya meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan 8,50%. Kenaikan yang relatif besar terjadi pada periode 2005-2006 dengan pertumbuhan 24,37%. Meningkatnya jumlah nelayan setiap tahunnya di Kabupaten Tangerang disebabkan semakin berkembangnya industri perikanan di daerah tersebut yang sangat menjanjikan sebagai mata pencaharian. Mayoritas penduduk Tangerang yang bekerja sebagai nelayan merupakan penduduk yang tinggal di wilayah pesisir. Menurut data dari Dinas Kelautan Kabupaten Tangerang, nelayan yang bekerja di Kabupaten Tangerang diklasifikasikan sebagai nelayan penuh yang berarti bahwa nelayan tersebut menggantungkan hidup sepenuhnya untuk menangkap ikan karena tidak mempunyai pekerjaan lain. Jumlah Nelayan (Orang) 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 4 Perkembangan nelayan di Kab. Tangerang, 2003-2007. 4.1.6 Produksi dan nilai produksi 31 Produksi hasil tangkapan adalah banyaknya hasil tangkapan (satuan ton) yang didaratkan ditempat pendaratan ikan dalam hal ini PPI Cituis, sedangkan nilai produksi adalah nilai yang dihasilkan dari sejumlah hasil tangkapan yang didaratkan (satuan rupiah). Perkembangan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Tangerang pada periode 2001-2007 ditunjukan pada Tabel 8. Tabel 8 Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi di Kab. Tangerang, 20012007 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Volume (Ton) 16.895,0 18.971,1 15.731,0 16.045,5 16.532,7 16.597,6 17.426,0 Produksi Pertumbuhan (%) 12,29 -17,08 2,0 3,04 0,39 5,0 Nilai Produksi Nilai Pertumbuhan (Juta Rupiah) (%) 80.069.050 179.480.421 124.16 150.185.800 -16.32 153.187.300 2.0 157.838.132 3.04 167.022.743 5.82 175.367.828 5.0 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008 Jumlah produksi di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2001-2007 mengalami kenaikan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,94% dengan jumlah volume rata-rata sebesar 16.885,5 ton. Jumlah produksi mengalami penurunan pertumbuhan pada tahun 2002-2003 sebesar 17,08%. Penurunan tersebut disebabkan jumlah kapal yang melakukan operasi penangkapan sedikit sehingga hasil tangkapan yang diperoleh berkurang. Jumlah kapal yang beroperasi berbanding lurus dengan jumlah hasil tangkapan. Jumlah nilai produksi di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2001-2007 mengalami kenaikan rata-rata pertumbuhan sebesar 20,62% dengan rata-rata nilai produksi per tahun sebesar 151.878.753,4 juta rupiah. Pertumbuhan nilai produksi terbesar terjadi pada tahun 2001-2002 mencapai 124.16% dari Rp80.069.050,00 menjadi Rp179.480.421,00. Hal ini disebabkan harga ikan per kg pada tahun 2002 lebih besar dari pada tahun 2001. Dilihat dari data yang didapatkan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, harga ikan kerapu (Ephinephelus spp) pada tahun 2001 adalah Rp10.000,00, ikan kakap (Lates calcarifer) Rp9.000,00 dan ikan cucut 32 (Sphyrhinidae) Rp3.000,00 sedangkan pada tahun 2002 harga ikan kerapu adalah Rp30.000,00, ikan kakap Rp20.000,00, dan ikan cucut Rp12.000,00. Perbedaan harga yang terlalu tinggi ini menyebabkan pertumbuhan pada tahun 2001-2002 mencapai 124.16%. 20,000.0 18,000.0 Volume (ton) 16,000.0 14,000.0 12,000.0 10,000.0 8,000.0 6,000.0 4,000.0 2,000.0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 5 Perkembangan jumlah volume produksi di Kab. Tangerang, 2001-2007. Pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan periode 2003-2007 terus mengalami peningkatan sama halnya untuk pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan pada periode yang sama seperti terlihat pada Gambar 6 dibawah ini 200 180 160 Nilai (juta) 140 120 100 80 60 40 20 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 6 Perkembangan jumlah nilai produksi di Kab. Tangerang, 2001-2007. 4. 2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang 33 4.2.1 Lokasi PPI Cituis PPI Cituis terletak di Desa Surya Bahari, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang. Secara geografis PPI Cituis terletak pada posisi 61°58´ LS dan 106º34´33" BT. Menurut pemerintahan kabupaten Tangerang, batas wilayah PPI Cituis yang terletak di Desa Surya Bahari meliputi: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Laut Utara Jawa; 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Rawasaban; 3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Karang Serang; 4) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukawali. Luas wilayah PPI Cituis sekitar ± 5 ha dengan lebar sungai 20 m dan panjang 1000 m. PPI Cituis merupakan pelabuhan tipe D yang terbentuk secara alami. Berdasarkan surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kab. Tangerang Nomor 523/620Perk/1998 tanggal 17 Juli 1998, lokasi tersebut ditetapkan sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Tangerang. PPI Cituis dari tingkat operasionalnya sangat aktif di Kabupaten Tangerang dibandingkan dengan PPI yang ada. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas TPI yang melelang ikan setiap harinya dan fasilitas yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan kegiatan perikanan antara lain SPDN, dermaga dan PDAM. Aktivitas perikanan di daerah ini merupakan penghasilan utama penduduk di daerah Cituis. Namun demikian, tingkat kesejahteraan nelayan di PPI Cituis ini belum dapat dikatakan sejahtera karena rata-rata pendapatan nelayan setempat berkisar Rp. 20.000- 35.000 rupiah per hari dengan jumlah tanggungan keluarga rata-rata lebih dari 5 orang. Dalam memenuhi kebutuhan nelayan sebagai pengguna jasa pelabuhan, sarana dan prasarana yang ada belum dikatakan baik seperti akses jalan menuju pelabuhan dirasakan sangat jauh dari jalan utama dengan kondisi jalan rusak dan becek, maka perlu adanya perbaikan oleh pihak pengelola agar para pengguna jasa pelabuhan dapat memperoleh kepuasan dalam pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan tersebut. 4.2.2 Unit penangkapan 34 Unit penangkapan merupakan indikator perkembangan perikanan di PPI Cituis Tangerang. Keberhasilan operasi penangkapan ikan sangat tergantung oleh unit penangkapan yang ada. Umumnya unit penangkapan terdiri dari armada penangkapan (perahu atau kapal perikanan), alat tangkap dan nelayan. (1) Armada penangkapan ikan Salah satu dari unit penangkapan adalah armada penangkapan ikan yang terdiri dari perahu atau kapal perikanan. Armada penangkapan ikan yang beroperasi di PPI Cituis dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel adalah perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard engine) dengan bahan bakar solar. Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin yang disimpan didalam badan kapal (inboard engine) dengan bahan bakar solar. Kapal motor yang banyak digunakan di PPI Cituis berukuran <5 GT, 5-10 GT, dan 10-20 GT. Jumlah perahu atau kapal perikanan di PPI Cituis periode 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 7. Tabel 9 Perkembangan jumlah kapal/perahu di PPI Cituis, 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Pertumbuhan per tahun (%) PMT 398 425 419 430 419 Jumlah (unit) KM < 5 GT 5-10 GT 52 33 52 33 52 33 52 33 52 33 2,44 10-20 GT 1 1 1 1 1 Jumlah Total (unit) Pertumbuhan (%) 484 511 505 516 505 5,58 -1,74 2,18 -2,13 0,97 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008 Jumlah kapal/perahu di PPI Cituis selama kurun waktu 2003-2007 mengalami kenaikan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,97%. Jumlah perahu motor tempel (PMT) mengalami kenaikan pertumbuhan rata-rata 2,44% berbeda dengan kapal motor (KM) tidak mengalami pertumbuhan dikarenakan setiap tahun jumlahnya tetap yaitu 86 35 unit. Tidak berkembangnya kapal motor di PPI Cituis karena mayoritas nelayan disana lebih memilih perahu motor tempel karena biaya operasionalnya lebih murah. Kepemilikan kapal motor di PPI Cituis didominasi oleh agen ikan pengumpul bermodal besar yang memiliki usaha perikanan. Jenis kapal motor biasanya digunakan untuk pengoperasian jenis alat tangkap jaring gardan berukuran kapal 16 GT dengan biaya operasional rata-rata setiap harinya sebesar 10 juta dan jumlah awak kapal ±20 orang. Perahu motor tempel biasanya digunakan untuk pengoperasian jenis alat tangkap jaring rampus dan pancing ulur berukuran <10 GT dengan biaya operasional rata-rata tiap harinya sebesar ± Rp200.000,00 rupiah dan jumlah ABK 5 orang. Kapal yang tercatat di PPI Cituis adalah kapal yang digunakan untuk kegiatan perikanan saja. Kapal yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan tidak dicatat oleh syahbandar. Data jumlah kapal motor yang didapatkan di tempat penelitian jauh dari sempurna, seperti yang terjadi dari tahun 2003-2007 jumlahnya adalah tetap. 500 J u m la h (u n it ) 400 300 PMT 200 KM 100 0 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 7 Perkembangan jumlah kapal atau perahu di PPI Cituis, 2003-2007. (2) Alat Tangkap Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di PPI Cituis selama kurun waktu 2003-2007 rata-rata berjumlah 475 unit. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah payang, dogol, purse seine, gillnet, rawai, pancing, sero, bubu, dan alat pengumpul 36 lain. Jenis alat tangkap yang dominan dalam kurun waktu 2003-2007 oleh nelayan di PPI Cituis adalah gillnet, pancing ulur, dogol, bubu, dan alat pengumpul lain (Tabel 10). Tabel 10 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah (Unit) Perkembangan (%) Alat Tangkap PY DG PR GT RW PU SR BU APL 2003 7 100 163 152 15 8 445 - 2004 7 100 154 168 24 4 457 2,70 Tahun 2005 7 100 126 120 4 50 407 -10,94 2006 7 100 201 1 187 21 517 27,03 2007 7 100 6 220 1 187 2 21 5 549 6,19 Rataan 7 100 6 173 1 163 2 17 18 475 6,25 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008 Keterangan: PY: Payang; DG: Dogol; PR: Purse seine; GT: Gillnet; RW: Rawai; PU: Pancing ulur SR: Sero; BU: Bubu; APL: Alat pengumpul lain. Pada Tabel 10 dan Gambar 8 dibawah ini terlihat bahwa jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPI Cituis setiap tahunnya mengalami perubahan dan jumlahnya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 6,25% selama kurun waktu 2003-2007. Jumlah alat tangkap yang terbanyak beroperasi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 549 unit. Jumlah alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di PPI Cituis adalah alat tangkap gillnet. Penurunan alat tangkap terjadi pada tahun 2004-2005 dengan penurunan sebesar 10,94% dan selanjutnya meningkat setiap tahunnya. Sama halnya yang terjadi di Kabupaten Tangerang, penurunan jumlah alat tangkap yang beroperasi disebabkan oleh menurunnya jumlah kapal yang beroperasi periode 2004-2005. Penurunan jumlah kapal/perahu berbanding lurus dengan penurunan jumlah alat tangkap. Pertumbuhan jumlah 5 jenis alat tangkap dominan (gillnet, pancing ulur, dogol, bubu, dan alat pengumpul lain) hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan. 37 Peningkatan tertinggi terjadi pada alat tangkap gillnet pada periode 2005-2006 J u m la h A la t T a n g k a p ( U n it) sebesar 75 unit. gillnet 250 200 Pancing Ulur 150 100 Dogol 50 0 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Alat pengumpul lain Bubu Gambar 8 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007. (3) Nelayan Nelayan merupakan komponen terpenting dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan yang ada di PPI Cituis merupakan penduduk asli dari daerah Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang. Berdasarkan waktu kerjanya, nelayan di PPI Cituis diklasifikasikan menjadi tiga (Tabel 11), yaitu nelayan penuh yang berarti nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan, nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan, dan nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan. Tabel 11 Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007 Tahun Jumlah Nelayan Klasifikasi Nelayan Nelayan Nelayan Pertumbuhan (%) 38 Penuh 2003 2004 2005 2006 2007 2086 2018 2136 2758 2758 Sambilan Utama 1687 324 1592 337 1784 352 2183 466 2183 466 Rata-Rata Pertumbuhan Sambilan Tambahan 75 89 109 109 -3,26 5,85 29,12 0 7,93 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008 Tabel 11 dan Gambar 9 menunjukkan bahwa jumlah nelayan di PPI Cituis berdasarkan waktu kerjanya, sebagian besar adalah nelayan penuh yaitu 9.429 orang. Jumlah nelayan PPI Cituis setiap tahunnya mengalami kenaikan dengan rata-rata pertumbuhan 7,93% dalam kurun waktu 2003-2007. Jumlah nelayan dari tahun 20032004 mengalami penurunan mencapai 3,26% dan pada tahun selanjutnya kembali mengalami kenaikan. Menurut hasil wawancara, mahalnya harga BBM terutama solar subsidi yang disediakan oleh KUD di PPI Cituis menjadikan banyak kapal tidak beroperasi, sehingga nelayan tidak bekerja atau terjadi penurunan jumlah nelayan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar nelayan di PPI Cituis merupakan nelayan penuh, sehingga mereka akan menganggur kalau tidak melaut karena tidak ada pekerjaan lain. Jumlah Nelayan (Orang) 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 9 Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007. 4.2.3 Fasilitas PPI Cituis 39 Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis dalam melaksanakan segala aktivitas perikanan, memiliki fasilitas yang dikelompokkan ke dalam fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. (1) Fasilitas pokok Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Cituis Tangerang adalah: 1) Areal pelabuhan PPI Cituis memiliki areal seluas 5 ha dan status kepemilikan tanahnya adalah milik negara. Kemungkinan untuk pengembangan areal akan diperluas sampai 10 ha. Pemanfaatan lahan yang ada belum optimal karena masih belum dibangunnya fasilitas yang diperbaiki antara lain kantor UPT PPI Cituis. 2) Kolam pelabuhan Gambar 10 Kolam Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cituis. Kolam pelabuhan (Gambar 10) yang dimiliki PPI Cituis berukuran lebar 25 m dan panjang 1000 m. Kondisi kolam pelabuhan dirasakan cukup sempit dan kedalamannya hanya 1,5 m karena adanya pendangkalan sehingga kapal-kapal yang berlabuh menumpuk di perairan kolam pelabuhan untuk menambatkan kapal. Dengan 40 demikian kapal yang melakukan bongkar harus antri sehingga ruang gerak untuk kapal yang berlayar juga terganggu. Kondisi perairan kolam pelabuhan di PPI Cituis saat ini kotor karena dipenuhi oleh sampah. 3) Dermaga Gambar 11 Dermaga pendaratan PPI Cituis. Dermaga terbuat dari kayu dengan panjang 24 m dan lebar 8 m (Gambar 11). Dari hasil pengamatan di lapangan dan wawancara kepada pihak syahbandar bahwa dermaga PPI Cituis merupakan dermaga transportasi karena kapal yang bersandar di dermaga tersebut adalah kapal pengangkut penumpang. Kapal ikan yang melakukan bongkar muat kapal di lakukan di tepi kolam yang dangkal dekat dengan daratan. Kapal yang melakukan bongkar muat rata-rata hanya 2 kapal per hari. 4) Alat bantu navigasi Alat bantu navigasi di PPI Cituis adalah mercusuar (light ships) berjumlah 1 buah yang letaknya di ujung pantai berfungsi untuk memberitahu/membimbing kapal 41 ketika mendekati pelabuhan agar terhindar dari bahaya-bahaya, seperti karang dan pendangkalan. 5) Turab/talud Panjang turab sungai yang dimiliki PPI Cituis adalah 400 m. Pemanfaatannya sebagai menahan tekanan air dan menahan tanah agar tidak longsor. Tinggi turab yang ada di PPI Cituis adalah 1.5 m dengan kondisi baik di sepanjang dermaga. (2) Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional yang ada di PPI Cituis adalah: 1) Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Gambar 12 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Gedung TPI PPI Cituis memiliki luas 266 m² (Gambar 12). Gedung TPI tersebut dilengkapi dengan kantor seluas 66 m², ruang packing 56 m² dan ruang lelang 144 m². Sarana yang ada di TPI adalah timbangan, basket dan sound system. Sampai saat ini kegiatan pelelangan yang dilaksanakan di PPI Cituis sangat aktif. Kegiatan tersebut dimulai dari jam 07.00 WIB pagi sampai jumlah ikan yang ada di TPI habis terjual, biasanya sampai jam 15.00 WIB. Dalam proses pengembangan di 42 PPI Cituis, gedung TPI akan dipindahkan ke dekat pantai agar letaknya tidak jauh dari dermaga sehingga mempermudah proses pengangkutan pada saat pembongkaran. 2) Instalasi air tawar Gambar 13 Instalasi penampung air minum. PPI Cituis memiliki fasilitas air bersih berupa 1 instalasi tanki dengan sumber air tawar berasal dari sumur dengan kapasitas 20 liter/drum yang berada dekat gedung TPI (Gambar 13). Air sumur tersebut digunakan untuk kegiatan perbekalan, pencucian ikan, pencucian TPI, mandi dan mencuci. Tetapi untuk air minum mereka membelinya dari perusahaan daerah air minum (PDAM). Untuk kegiatan masyarakat dalam meningkatkan pelayanan air bersih, penetapan harga penjualan air ditentukan berdasarkan harga dasar perusahaan daerah air minum. 3) Stasiun Pengisian Bahan Bakar PPI Cituis memiliki Station Package Dealer Nelayan (SPDN) yang terletak disebelah KUD Mina Samudera yang dikelola oleh KUD Mina Samudera (Gambar 14). SPDN 3915501 diresmikan dan aktif beroperasi sejak tanggal 21 Februari 2003. Tangki BBM yang dimiliki berjumlah 2 unit dan ±25 drum yang digunakan untuk menampung bahan bakar solar bagi kebutuhan nelayan. Kapasitas tangki BBM ini 43 adalah 8000 liter/tangki dan 20 liter/drum. Solar dipasok dari Pertamina Cilegon dengan frekuensi pengiriman tiga kali sehari. Dalam sehari pengiriman, volume solar yang dikirim yaitu 16.000 liter atau 2 tangki. Gambar 14 Station Package Dealer Nelayan (SPDN). Pengelola dari SPDN di PPI Cituis adalah Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Samudera. Koperasi ini diresmikan langsung oleh Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI) pada tanggal 16 Juli 2002 dengan NPWP 01.528.616.4-418.000. SPDN yang merupakan tempat penjualan solar untuk kebutuhan operasi kapal penangkapan ikan, dijual sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yaitu sebesar Rp 4.300,00 rupiah (harga sebelum BBM naik). Sistem pembayaran yang diterapkan oleh pihak koperasi kepada nelayan adalah pembayaran tunai sejumlah liter solar yang diperlukan. 4) Listrik dan instalasi Listrik di PPI Cituis bersumber dari perusahaan listrik Negara (PLN) dengan kapasitas daya 1.300 Watt. PPI Cituis melalui KUD Mina Samudera menyediakan 2 unit genset dengan kapasitas daya masing-masing 500 Watt untuk mengantisipasi apabila terjadi pemadaman listrik. 44 5) Areal penjemuran jaring PPI Cituis mempunyai areal penjemuran jaring dengan luas areal 4000 m². Areal ini sering dimanfaatkan bagi nelayan jaring gardan dan jaring rampus untuk menjemur jaring. Areal penjemuran tersebut sudah mencukupi untuk menampung nelayan yang akan memperbaiki jaringnya, namun rata-rata nelayan lebih banyak mengerjakan perbaikan jaring di atas kapal. 6) Balai Pertemuan Nelayan (BPN) Balai pertemuan nelayan PPI Cituis memiliki luas 110 m², dimanfaatkan untuk pertemuan nelayan, rapat dan pelatihan-pelatihan mengenai perikanan. Balai pertemuan nelayan terletak di dekat pantai sebelah utara berdampingan dengan gedung TPI yang baru. 7) Docking/slipway PPI Cituis memiliki satu fasilitas untuk memperbaiki bagian lunas kapal yang disebut slipways. Slipways ini dapat memperbaiki kapal berkapasitas >10 GT. Saat ini kondisinya sangat baik dengan dilengkapi mesin, runway dan gedung. 8) Bengkel Gambar 15 Bengkel mesin kapal/perahu. 45 PPI Cituis memiliki bengkel dengan luas 20 m² (Gambar 15). bengkel tersebut terletak di pinggir jalan utama PPI Cituis. Bengkel tersebut saat ini berfungsi sangat baik, bangunannya masih kokoh dan peralatannya cukup lengkap untuk memperbaiki mesin kapal. Bengkel tersebut rata-rata memperbaiki mesin kapal motor tempel berukuran <20 GT. (3) Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Cituis adalah: 1) Perumahan nelayan Perumahan nelayan yang ada di PPI Cituis memiliki luas 385 m² menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara, jumlah rumah nelayan yang ada di PPI Cituis >100 unit rumah karena mayoritas penduduknya adalah nelayan. 2) Masjid Gambar 16 Masjid. PPI Cituis mempunyai sarana ibadah berupa masjid 1 unit untuk dimanfaatkan bagi pengguna jasa pelabuhan dan penduduk setempat (Gambar 46 16). Masjid ini terletak tepat disamping tempat penjemuran ikan asin. Luas tanah yang dibangun untuk masjid sekitar 300 m² mampu menampung ± 100 orang. 3) Mandi Cuci Kakus (MCK) PPI Cituis memiliki MCK seluas 20 m² dilengkapi dengan tempat mandi, mencuci dan kakus. Kondisi MCK tergolong bersih dengan lantainya yang dilengkapi keramik dan setiap harinya dibersihkan. 4) Areal parkir Tempat parkir yang ada di PPI Cituis terletak di depan gedung TPI dengan luas lahan 1000 m². Tempat parkir tersebut dilengkapi dengan pos penjaga yang berfungsi untuk menjaga kendaraan yang sedang parkir. Kondisi areal parkir di PPI Cituis kotor dan berlumpur karena tidak berlantai. 4.2.4 Kelembagaan terkait di PPI Cituis (1) KUD (Koperasi Unit Desa) Mina Samudera KUD Mina Samudera didirikan pada tahun 1979. Awal mula berdirinya KUD Mina Samudera adalah karena program pemerintah yang saat itu sedang menggalakkan pembangunan koperasi di berbagai wilayah Indonesia. Pada saat itu, karena sudah merupakan program maka koperasi selalu difasilitasi sehingga koperasi dapat berjalan. Pada tahun 1990, KUD Mina Samudera dipercaya untuk mengelola TPI Cituis, namun karena SDM yang belum memadai dan ketidak cakapan pengurus dalam mengelola, akhirnya pada tahun 1992 TPI Cituis dikembalikan pengelolaannya kepada Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Selanjutnya sejak bulan Agustus 1998, TPI dikelola oleh KUD Mina Samudera menurut SK Gubernur Jawa Barat. KUD Mina Samudera memiliki jumlah anggota sekitar 312 orang. Unit usahanya meliputi unit simpan pinjam, unit pengadaan BBM, unit listrik dan Tempat Pelelangan Ikan. 47 (2) Kantor Syahbandar Gambar 17 Kantor kesyahbandaran PPI Cituis. Syahbandar merupakan pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan Laut. Syahbandar memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam melaksanakan pengawasan yang berkaitan dengan keselamatan bagi kapal perikanan yang menggunakan jasa PPI Cituis. Kantor syahbandar mempunyai tugas memberikan jasa administrasi angkutan laut, kepelabuhanan, keamanan, dan keselamatan untuk memperlancar angkutan laut. Berdasarkan kenyataan di lapangan peran syahbandar di PPI Cituis tidak bekerja dengan baik. Kapal perikanan yang ingin melakukan operasi penangkapan dibiarkan melakukan operasi tanpa memiliki surat izin penangkapan yang syah dari syahbandar. Dilihat dari fasilitas yang ada, kantor syahbandar di PPI Cituis tidak layak digunakan karena fasilitasnya dalam keadaan rusak. Dibawah ini tampak kondisi kantor syahbandar perikanan yang ada di PPI Cituis (Gambar 17). (3) Sentra pengolah ikan asin Fajar Pantura Masyarakat pesisir Kabupaten Tangerang tidak semuanya bermata pencaharian sebagai nelayan perikanan tangkap, namun ada juga berprofesi sebagai pengolah. Para pengolah secara penuh kesadaran telah membentuk suatu wadah untuk menjaga 48 eksistensi usahanya yang sekarang bernama “Kelompok pengolah Fajar Pantura”. Fajar Pantura didirikan pada tanggal 18 juli 2005 dibawah kepengurusan KUD Mina Samudera. Fajar Pantura merupakan suatu unit pengolahan ikan asin yang ada di PPI Cituis. Jumlah anggota pengolah ikan asin sampai sekarang ±10 yang semuanya berasal dari Kecamatan Pakuhaji Desa Surya Bahari. 4.2.5 Proses pelelangan ikan Hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan dijual di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kegiatan pelelangan ikan merupakan awal pemasaran dari hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Cituis. Hasil tangkapan harus memiliki kualitas baik agar mendapatkan harga jual yang tinggi pada saat proses pelelangan. Dengan tingginya harga jual maka nelayan akan mendapatkan pendapatan yang layak. Proses pelelangan ikan di PPI Cituis dapat diuraikan pelaksanaannya sebagai berikut : 1) Nelayan pemilik melaporkan jumlah hasil tangkapannya kepada KUD Mina Samudra. KUD inilah yang mempertemukan antara nelayan pemilik dengan bakul sebagai peserta lelang pada proses pelelangan ikan. Bakul ini merupakan anggota koperasi yang aktif, selain anggota koperasi tidak bisa mengikuti pelelangan. Secara keseluruhan proses lelang dihadiri oleh juru lelang, juru bakul dan nelayan pemilik. Juru lelang mengumumkan dan memimpin proses lelang dengan terlebih dahulu menyebutkan jenis ikan, ukuran, berat dan nama pemilik ikan. Pelelangan ikan diakhiri apabila juru lelang tersebut telah menyebutkan nama pemenang lelang atas harga penawaran tertinggi. 2) Setelah ada bakul yang ditetapkan sebagai pemenang lelang, maka bakul tersebut dan nelayan pemilik harus mempunyai karcis lelang yang disediakan oleh KUD. Pencatatan transaksi tercantum pada karcis lelang yang meliputi: nama nelayan, nama bakul, berat dan jenis ikan, harga satuan, jumlah harga. Setelah proses pelelangan selesai dan harga telah disepakati maka pembayaran hasil lelang dilakukan di kantor TPI oleh pihak KUD. 49 3) Peserta pemenang lelang umumnya melakukan pencatatan atas hasil transaksi. Jumlah ikan yang telah dimenangkan ditumpuk di gedung TPI dan menunggu konsumen untuk membeli ikan-ikan tersebut. Proses pembayaran oleh oleh pemenang lelang dan pemilik kapal dilakukan sebagai berikut.: (1). Setelah mengisi form pelelangan, pemenang lelang dan pemilik kapal kemudian melakukan pembayaran di kantor TPI. Pemerintah daerah sesuai Perda No. 1819 Tahun 2002 menetapkan besarnya biaya retribusi jasa pelelangan yaitu 2% kepada nelayan pemilik sebesar dan 3% kepada pemenang lelang. Namun, di PPI Cituis, KUD menambahkan biaya retribusi untuk nelayan pemilik menjadi 5% yang 3% tujuannya sebagai tabungan nelayan pemilik kapal apaabila kapalkapal penangkapan ikan mendaratkan hasil tangkapan di PPI Cituis. Penambahan 5% juga diterima kepada pemenang lelang (bakul) dimana yang 2% tujuannya sebagai tabungan, biaya pengobatan nelayan bila mengalami kecelakaan dan pesta rakyat tahunan. (2). Pembayaran dilakukan di kasir sesuai dengan jumlah yang telah disepakati. (3). Selanjutnya uang hasil pelelangan diserahkan kepada bendahara KUD Mina Samudera. Gambar 18 Suasana saat pelelangan ikan di TPI PPI Cituis. 50 Proses pelelangan di PPI Cituis dari sisi teknis pelaksanaan secara umum sudah terselenggara dengan lancar, kekurangan yang ada yaitu dalam hal penempatan ikan dan kebersihan lantai. Ikan diletakkan begitu saja di lantai TPI tanpa memperhatikan kebersihan lantai TPI. Seharusnya digunakan alas untuk meletakkan ikan-ikan tersebut. Pemberian es yang kurang untuk penanganan ikan dan lantai yang kotor adalah merupakan suatu kekurangan dari PPI Cituis dalam memfasilitasi kegiatan pelelangan ikan, sehingga kualitas ikan menurun. Gambar keadaan proses pelelangan yang ada di PPI Cituis ditunjukkan pada Gambar 18. 5 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN SEGAR PPI CITUIS 5.1 Ikan segar Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang cepat membusuk. Penanganan ikan merupakan hal terpenting untuk menjaga ikan agar tetap segar. Didinginkan dengan menggunakan es adalah penanganan yang tepat untuk memperpanjang masa kesegaran ikan. Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawet dengan apa pun kecuali semata-mata didinginkan dengan es (Muljanto, 1982). Ikan yang baru ditangkap, apabila dalam beberapa jam saja tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat, maka ikan tersebut akan menurun kualitas kesegarannya. Pengertian kualitas ikan secara sederhana dapat diidentikkan dengan tingkat kesegaran. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain ikan segar adalah ikan yang baru saja ditangkap, belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum mengalami perubahan fisik maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap (Anita, 2003). Menurut hasil wawancara dengan nelayan, kondisi hasil tangkapan ikan di PPI Cituis pada saat pembongkaran sampai ke TPI, umumnya masih dalam kondisi baik karena ikan-ikan tersebut berasal dari hasil tangkapan nelayan harian dan langsung dilelang di TPI pada hari itu juga. Jenis ikan yang dominan didapatkan nelayan di PPI Cituis antara lain: alu-alu (Sphyraena spp), biji nangka (Upeneus sulphureus), cumi-cumi (Loligo spp), kurisi (Nemipterus spp), pari (Trigonidae), sebelah (Bothidae), tiga waja (Johnius dussumieri), kembung (Rastrelliger kanagurta), dan kuniran (Upeneus sulphureus). Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan adalah jaring gardan (Dogol), jaring rampus (Gillnet) , dan pancing ulur. 52 5.1.1 Volume dan nilai produksi ikan segar Perkembangan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Cituis pada periode 2004-2007 ditunjukkan pada Tabel 12. Pada Tabel 12 menunjukkan rata-rata volume produksi ikan segar di PPI Cituis sebesar 554,2 ton dalam kurun waktu 2004-2007 atau mengalami pertumbuhan rata-rata 5,37 % dan jumlah volume produksi sebesar 628,4 ton pada tahun 2007. Kenaikan volume produksi antara lain disebabkan jumlah kapal di PPI Cituis yang melakukan operasi penangkapan semakin bertambah dan oleh satu kapal ikan yang dioperasikan lebih dari satu alat tangkap. Seiring dengan bertambahnya jumlah kapal dan jumlah alat tangkap maka volume produksi hasil tangkapan juga bertambah. Tabel 12 Perkembangan volume dan nilai produksi ikan segar di PPI Cituis, 20042007 Produksi Tahun 2004 2005 2006 2007 Volume (ton) 544,8 498,8 545,6 628,4 Pertumbuhan per tahun (%) -8,45 9,39 15,17 Nilai Produksi Nilai (juta rupiah) 1.596,5 1.854,6 2.173,9 2.835,9 Pertumbuhan per Tahun (%) 16,17 17,21 30,45 Sumber :TPI PPI Cituis, 2008 Nilai produksi di PPI Cituis pun mengalami pertumbuhan sebesar 21,28 % dengan jumlah rata-rata nilai produksi 21,28 juta rupiah dalam kurun waktu 20042007. Pada tahun 2004, volume produksi 544,8 ton dengan nilai produksi 1.596,5 juta rupiah, sedangkan pada tahun 2005 jumlah volume produksi 498,8 dengan nilai produksi 1.854,6 juta rupiah. Pada tahun 2005, volume produksi lebih sedikit dibandingkan tahun 2004, tetapi sebaliknya nilai produksi lebih besar pada tahun yang sama. Hal ini antara lain karena jumlah ikan ekonomis penting yang diperoleh pada tahun 2005 seperti biji nangka, kurisi dan tiga waja lebih banyak dari pada tahun 2004. Pada tahun berikutnya jumlah nilai produksi semakin bertambah berbanding lurus dengan harga/kg ikan karena meningkatnya biaya operasional dengan naiknya harga BBM terutama solar. 53 700 Volume (ton) 600 500 400 300 200 100 0 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 19 Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2004-2007. Selanjutnya sesuai pada Gambar 19 setelah tahun 2005 volume produksi ikan segar terus meningkat. Adapun grafik nilai produksi hasil tangkapan yaitu terus meningkat periode 2004-2007 seperti yang terlihat pada Gambar 20 dibawah ini. 3000 Nilai (juta) 2500 2000 1500 1000 500 0 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 20 Perkembangan nilai produksi PPI Cituis, 2004-2007. Meningkatnya nilai produksi hasil tangkapan ikan segar antara lain disebabkan mulai diperhatikannya mutu hasil tangkapan yaitu dengan penanganan ikan pada saat operasi penangkapan dengan menggunakan es dan tidak menggunakan alat-alat tajam 54 pada saat pembongkaran sehingga ikan yang dihasilkan kualitasnya terjaga sehingga mengakibatkan peningkatan nilai harga jual hasil tangkapan. Perkembangan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Cituis setiap bulan pada tahun 2007 ditunjukkan oleh Tabel 13 dan Gambar 21. Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah produksi di PPI Cituis pada tahun 2007 sebesar 628.465 kg dengan nilai produksi 2.835,9 juta rupiah. Jumlah produksi tertinggi terdapat pada bulan November sebesar 76.385 kg dengan nilai produksi sebesar 349,1 juta rupiah dan jumlah produksi terendah terdapat pada bulan Oktober sebesar 21.470 kg dengan nilai produksi 100,4 juta rupiah. Tabel 13 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPI Cituis, 2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Produksi (kg) Nilai Produksi (juta rupiah) 57.863 40.779 52.752 50.677 53.056 51.351 52.704 50.803 50.311 21.470 76.385 70.314 628.465 231,0 175,2 228,2 221,1 237,0 239,9 244,6 242,2 237,9 100,4 349,1 328,7 2.835,9 Sumber :TPI PPI Cituis, 2008 Selanjutnya sesuai pada Gambar 21 perkembangan volume produksi ikan segar berfluktuasi pada bulan Februari sampai September.. Peningkatan volume produksi ikan segar terbesar terjadi pada bulan Oktober-November. Penurunan terbesar terjadi pada bulan September-Oktober. Menurut hasil wawancara nelayan, penurunan produksi hasil tangkapan di PPI Cituis Agustus - Oktober disebabkan oleh musim hujan sehingga jumlah hasil tangkapan nelayan menjadi berkurang. 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 Ja nu F e a ri br ua r M i ar et Ap ril M ei Ju ni J A g ul i u S e s tu s pt em b O er kt o N o b er ve De m be se r m be r V olum e (kg) 55 Tahun Gambar 21 Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2007. 5.1.2 Asal hasil tangkapan didaratkan Sebagian besar ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Cituis berasal dari nelayan setempat yang didatangkan melalui laut. Ikan-ikan yang didatangkan melalui laut umumnya berbentuk produk ikan segar. Daerah Penangkapan Ikan para nelayan meliputi di daerah Pulau Seribu, Perairan Tanjung Priuk, Lampung (Maringge) dan Subang. Jenis ikan yang dihasilkan di daerah tersebut mayoritas adalah peperek, kurisi, selar, tembang, layur dan ekor kuning. Ikan yang didatangkan melalui darat biasanya untuk memenuhi kebutuhan nelayan pengumpul atau “nelayan box” yang ada di PPI Cituis dimana ikan-ikan tersebut berasal dari PPI Muara Angke. Ikan-ikan yang didapatkan oleh nelayan pengumpul biasanya untuk dijual ke warung makan atau restaurant. Jenis ikan-ikan ekonomis penting yang didaratkan melalui jalur darat antara lain ikan kerapu, pari, bawal, udang dan cumi-cumi. Ikan-ikan tersebut diangkut dengan menggunakan mobil pick up dan box berpendingin ukuran 40 kg. Kapal penangkapan ikan mendaratkan hasil tangkapannya ke dermaga. Aktivitas pendaratan hasil tangkapan dimulai dengan membongkarnya dari palkah. Sebelum diangkut ke TPI, ikan disortir terlebih dahulu menurut ukuran dan jenisnya. Cara pendaratan berbeda untuk beberapa jenis kapal. Jenis kapal jaring gardan menggunakan papan luncur untuk mendaratkan hasil tangkapanya karena ukuran 56 kapalnya besar, berbeda dengan kapal jaring rampus dan pancing ulur yang memindahkan hasil tangkapannya hanya dengan mengangkut secara manual. Pembongkaran hasil tangkapan untuk nelayan babangan dilakukan secara mingguan dan dalam sehari hanya ada 2 kapal yang dapat melakukan bongkar muat sedangkan kapal lainnya harus mengantri dihari berikutnya. Sarana yang digunakan untuk pendaratan hasil tangkapan di PPI Cituis yaitu keranjang (trays), gerobak, ember plastik, dan papan luncur. Tenaga kerja yang melakukan kegiatan pendaratan adalah ABK dari kapal yang melakukan pembongkaran. Lama pembongkaran dipengaruhi oleh jumlah ABK, jenis dan jumlah ikan hasil tangkapan. Aktivitas pembongkaran di PPI Cituis berlangsung selama ±2 jam untuk 2 kapal dimulai dari jam 03.00 WIB sampai jam 07.00 WIB. Semakin banyak jumlah ABK yang melakukan pembongkaran, maka waktu yang gunakan semakin sedikit atau proses pembongkaran semakin cepat. Jumlah orang yang melakukan pembongkaran biasanya antara 3 sampai dengan 6 orang. Penanganan ikan hasil tangkapan pada saat di kapal dan saat pembongkaran di PPI Cituis selalu diberi es sehingga kualitas ikan selama penangkapan sampai pembongkaran masih terjaga. Begitu juga dengan semakin banyak jumlah dan jenis hasil tangkapan yang didaratkan, maka proses penyortiran ikan juga semakin lama. 5.1.3 Penyimpanan (warehousing) hasil tangkapan Hasil tangkapan yang telah dilelang sebelumnya dibeli oleh bakul-bakul di TPI. Selanjutnya bakul-bakul tersebut menjualnya kembali di TPI yang selanjutnya berfungsi sebagai pasar, kepada pembeli yang merupakan pelanggan dari bakul tersebut. Para pembeli di TPI merupakan pelanggan bakul yang tersebar di beberapa pasar di daerah Tangerang mau pun di luar Tangerang. Oleh karena itu, semua ikan biasanya sudah habis terjual dalam sehari. Berbeda dengan ikan yang dijual oleh bakul di TPI harus menunggu orang untuk membeli ikan. Ikan yang dijual bakul di TPI biasanya untuk dikonsumsi masyarakat setempat atau dijual di warung-warung sekitar. PPI Cituis tidak mempunyai fasilitas khusus untuk menyimpan hasil tangkapan misalnya cold storage 57 karena ikan yang dihasilkan di TPI jumlahnya tidak terlalu banyak dan tiap bakul memiliki langganan sendiri untuk membeli ikan yang dijualnya sehingga ikan habis terjual setiap harinya (Lubis, 2006). Ikan yang tidak habis terjual di TPI, biasanya disimpan di dalam box yang diberi es lalu diikat dengan menggunakan tali/rantai yang telah diberi nama pemilik ikan selanjutnya box tersebut diletakkan dipinggir TPI (Gambar 22). Gambar 22 Box penyimpanan ikan di PPI Cituis. 5.1.4 Pengangkutan hasil tangkapan Pengangkutan hasil tangkapan di PPI Cituis Tangerang menggunakan jalur darat. Sistem pengangkutan dikelola sendiri oleh pihak pengelola. Alat transportasi yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan segar adalah mobil pick up/colt dan motor. Mobil pick up/colt rata-rata mampu membawa muatan hasil tangkapan mencapai 500 kg. Tiap pengelola di PPI Cituis minimal memiliki 1 buah mobil pick up/colt. Pengangkutan dengan menggunakan mobil apabila jarak yang ditempuh cukup jauh dan jumlah hasil tangkapan yang diangkut lebih dari 200 kg. Sebelum didistribusikan, hasil tangkapan diberi penanganan dengan menggunakan es curah yang diletakkan didalam box/styrofoam berukuran 40 kg. Biaya pengangkutan 58 dengan menggunakan mobil rata-rata sebesar Rp60.000,00 per trip dengan tujuan Pasar Sepatan yang berjarak ± 20 km dari PPI Cituis. Selain dengan menggunakan mobil, ada juga alat transportasi lain yang digunakan di PPI Cituis untuk mengangkut ikan yaitu motor. Satu motor mampu membawa hasil tangkapan kurang atau sampai 200 kg. Pengangkutan dengan menggunakan motor apabila jarak yang di tempuh relatif dekat. Biaya pengangkutan menggunakan motor rata-rata sebesar Rp30.000,00 per trip dengan tujuan Pasar Sepatan. 5.1.5 Informasi pasar Pemasaran/pendistribusian hasil perikanan dituntut untuk menyediakan produk olahan dan hasil tangkapan yang sesuai dengan selera kebutuhan konsumen. Para produsen yang mengekspor produk perikanan juga sudah harus memperhatikan berbagai isu lingkungan (eco-labelling) dan isu pekerja (Irzal dan Wawan, 2006) Pengumpulan informasi pasar dilakukan, terutama untuk mengetahui tipe produk (ikan hidup, ikan segar, atau ikan olahan), ukuran, jumlah, dan harga. Produk perikanan laut dipengaruhi oleh penawaran. Penawaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain musim, jenis ikan, serta lokasi pendaratan dan penangkapan ikan. Kegunaan informasi pasar bagi nelayan adalah sebagai pertimbangan dalam melakukuan operasi penangkapan ikan tentang jenis dan jumlah ikan yang dibutuhkan dan harga jual di pasar. Informasi pasar di PPI Cituis diperoleh melalui harga hasil tangkapan yang dilelang. Tabel 14 menunjukkan harga ikan per kg periode Maret-April yang merupakan musim timur ketika ombak di laut relatif kecil. Pada bulan-bulan tersebut umumnya hasil tangkapan relatif lebih banyak karena banyak kapal yang melaut. Keadaan ini mengakibatkan harga cenderung turun karena pada satu sisi volume hasil tangkapan bertambah dan pada sisi lain permintaan relatif tetap dan meningkat. Ikan biji nangka memiliki harga terendah (Rp2.000,00 per kg pada Maret-Mei 2007) yang berbeda dengan bulan-bulan berikutnya mencapai Rp2.500,00 per kgnya. Jika terjadi harga rendah di PPI Cituis maka nelayan mendaratkan hasil tangkapannya di luar PPI Cituis 59 yang memiliki harga lebih tinggi. Pada waktu tertentu harga ikan melonjak tajam karena peningkatan permintaan dan pasokan tetap sehingga terjadi kelangkaan ikan di pasaran. Peningkatan permintaan tersebut berkaitan dengan hari raya keagamaan dan tahun baru. Sebagai contoh, pada saat tahun baru Masehi dan tahun baru Cina (Imlek) permintaan ikan kerapu dan komoditas perikanan tangkap laut meningkat tajam. Hal ini dikarenakan banyak orang yang menyambut kedua momen tersebut secara istimewa, termasuk pengaturan menu makan (Irzal dan Wawan, 2006). Menurut hasil wawancara kepada nelayan, biasanya nelayan PPI Cituis selain mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Cituis mereka mendaratkan hasil tangkapannya juga di daerah subang dan PPI Kronjo Tangerang. Tabel 14 Perkembangan harga ikan laut di PPI Cituis Tangerang, 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Biji Nangka 2.500 2.500 2.000 2.000 2.000 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 Harga Ikan (Rp/kg) Betetan Kurisi Pari 2.000 3.500 3.500 3.000 4.000 4.000 3.000 4.000 4.500 2.500 3.500 4.500 2.500 3.500 5.000 3.000 4.000 5.000 3.000 4.000 5.000 3.000 4.000 5.000 3.000 4.000 5.500 3.000 4.000 5.500 3.000 4.000 5.000 3.000 4.000 5.000 Tiga Waja 2.500 3.000 3.000 3.000 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500 Sumber :TPI PPI Cituis, 2008 5.1.6 Mutu ikan segar Pada ikan segar basah, mutu ikan sangat identik dengan kesegaran. Ikan yang baru saja ditangkap, mutunya sangat tinggi karena masih segar. Sebaliknya, ikan yang sudah agak lama ditangkap, tidak segar lagi dan mutunya rendah apabila tidak diberi penanganan dengan baik. PPI Cituis memproduksi hasil tangkapan laut yang berasal dari nelayan setempat dengan mendaratkan hasil tangkapannya di dermaga bongkar. 60 Penanganan yang baik selama diatas kapal dan pembongkaran merupakan kunci utama bagi kualitas mutu hasil tangkapan yang dihasilkan. Penanganan ikan di PPI Cituis, ketika diatas kapal dan selama pembongkaran tergolong baik karena penanganan ikan yang dilakukan menggunakan es curah dan alat yang digunakan untuk pembongkaran hasil tangkapan tidak ada yang dapat merusak karena hanya menggunakan basket/keranjang dan papan luncur. Mutu hasil tangkapan yang ada di PPI Cituis ditentukan dengan menggunakan uji organoleptik yaitu dengan mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan reaksi yang timbul ketika karakteristik bahan pangan diterima oleh indera pengelihatan, penciuman, pengecap, peraba, dan pendengaran. Metode yang digunakan dalam penilaian mutu hasil tangkapan secara organoleptik ialah dengan metode scoring test (uji skoring) dengan skala yang digunakan antara 1 sampai 9. skala 1 merupakan skala terendah dan skala 9 merupakan skala tertinggi. Setiap angka dapat memberikan spesifikasi tertentu kepada peneliti mengenai keadaan produk yang diuji, misalnya kesegaran ikan dilihat dari kondisi mata, insang, daging dan perut, dan konsistensi. Spesifikasi angka-angka ini tercantum dalam score sheet . Pengujian organoleptik dilakukan dengan menyediakan produk/ikan yang diambil secara acak yang berasal dari TPI. Kondisi ikan yang berada di TPI adalah ikan yang sudah 3 hari di kapal dengan waktu pembongkaran pukul 06.00 pagi. Pengujian dilakukan pada pukul 10.00 pagi, ikan dibeli dengan harga Rp 8.000,00 rupiah per kg dengan pemilihan secara acak. Jenis ikan yang dipilih adalah satu ikan mata goyang, dua kurisi merah, dan dua kurisi bali yang merupakan mayoritas ikan yang ada di TPI saat penelitian berlangsung. Hasil pengujian didapatkan bahwa ratarata nilai dari setiap spesifikasi uji organoleptik adalah 5,55 yang berarti tingkat kesegaran hasil tangkapan di PPI Cituis dapat dikatakan agak segar dengan kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya antara 5-6. (SNI 01-2729-1992 diacu dalam M.k Penanganan Hasil Perikanan, Dadi R. Sukarsa). Penyebab kesegaran ikan atau hasil tangkapan lainnya menurun adalah antara lain karena penanganan di atas kapal tidak baik. Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam handling di atas kapal, yaitu suhu, waktu dan kebersihan (sanitasi dan higiene). Suhu penyimpanan ikan selama 61 bekerja harus diusahakan tetap rendah misalnya dengan cara memberikan es sehingga dapat memperlambat proses kemunduran mutu hasil tangkapan. Menurunnya kualitas ikan segar akan berpengaruh terhadap harga atau harga cenderung turun. Pada umumnya ikan-ikan berkualitas agak segar didistribusikan ke pasar-pasar tradisional. 5.1.7 Daerah distribusi ikan segar dari PPI Cituis Tangerang Daerah pemasaran hasil tangkapan ikan segar dari PPI Cituis Tangerang ditunjukkan oleh Tabel 15. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil tangkapan ikan segar di PPI Cituis dipasarkan secara lokal di Tangerang . Sistem pembelian yang terjadi di PPI Cituis adalah sistem langgan dimana penjual/bakul sudah memiliki pembeli yang merupakan langganan mereka untuk membeli hasil tangkapan di TPI setiap hari. Pengecer yang berasal dari PPI Cituis yang berjumlah ± 200 orang. Tabel 15 Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi ikan hasil tangkapan dari PPI Cituis Tangerang, 2007 Daerah Distribusi Tanah Tinggi Cikokol Sepatan Kampung Melayu Mauk Pakuhaji Tangerang Karawaci Kota Bumi Total Volume (kg) 23.567 14.141 18.068 18.068 18.854 54.991 160.259 215.249 105.268 628.465 Persentase (%) 3.75 2.25 2.875 2.875 3 8.75 25.5 34.25 16.75 100 Sumber : KUD Mina Samudera dan Wawancara PPI Cituis, 2008 (data diolah kembali) Daerah pemasaran hasil tangkapan ikan segar meliputi daerah-daerah yang berada di Kabupaten Tangerang yaitu : Pasar Pakuhaji, Pasar Baru Tangerang, Karawaci, Pasar Mauk, Pasar Cikokol, Pasar Sepatan, Pasar Tanah Tinggi, Pasar Kota Bumi dan Pasar Kampung Melayu. Pendistribusian melalui jalur darat, digunakan mobil pick up/cold dan motor sebagai alat pengangkut. Kegiatan 62 memindahkan atau mengangkut barang dari produsen sampai kepada konsumen, digunakan moda transportasi darat seperti truk dan mobil pengangkut diperlengkapi dengan pendingin yang merupakan alat angkutan jarak jauh terpenting didarat (Hanafiah dan Saefuddin, 1983). Volume ikan segar terbanyak didistribusikan ke daerah Karawaci yang merupakan tujuan distribusi utama dengan total volume ikan sebesar 215,2 ton berikutnya Pasar Baru Tangerang dengan volume ikan sebesar 160,2 ton pada tahun 2007. Volume ikan segar terendah didistribusikan ke daerah Pasar Paku Haji dengan total volume ikan sebesar 54,9 ton selama setahun. Sementara jenis ikan segar dominan yang didistribusikan ke daerah tujuan beragam seperti : ikan biji nangka (Upeneus sulphureus), ikan tiga waja (Johnius dussumieri), ikan kurisi (Nemipterus), ikan pari (Trigonidae), ikan pepetek (Leiognathidae), ikan kuwe (Caranx sexfasciatus), ikan selar (Caranx bucculentus), dan cumi-cumi (Loligo spp). Peta tujuan distibusi ikan segar lebih jelas seperti terlihat pada Gambar 23. 63 64 5.1.8 Jalur pemasaran dan skema ikan segar di PPI Cituis Pemasaran ikan segar di PPI Cituis Tangerang terdiri atas 3 saluran. Pertama adalah saluran nol tingkat. Dimana ikan hasil tangkapan nelayan langsung dijual ke konsumen. Hasil tangkapan ini dijual ke nelayan pengolah yang merupakan pelanggan dari nelayan tangkap tersebut. Kedua adalah saluran satu tingkat. Dimana ikan hasil tangkapan dijual ke bakul melalui TPI, kemudian langsung dijual ke konsumen. Selanjutnya yang ketiga adalah saluran tiga tingkat. Dimana ikan hasil tangkapan dijual ke agen. Agen sendiri memperoleh ikannya dari TPI dan ada yang langsung dari nelayan. Biasanya hasil tangkapan yang dibeli dari nelayan merupakan ikan-ikan yang dipesan terlebih dahulu dan jumlahnya sedikit. Agen kemudian menjual ikannya ke pedagang besar lalu dari pedagang besar dijual lagi ke pedagang kecil dan akhirnya ke konsumen. Nelayan TPI/Bakul Agen Konsumen Pedagang besar Keterangan : Jalur nol tingkat Jalur satu tingkat Jalur tiga tingkat Sumber : Hasil wawancara, 2008 Gambar 24 Jalur pemasaran ikan segar di PPI Cituis. Pedagang kecil 65 Pada Gambar 24 terdapat pola jalur pemasaran yang panjang yaitu berawal dari nelayan yang menjual hasil tangkapannya melalui TPI dengan cara dilelang. Setelah itu, ikan dijual ke agen dan dijual kembali melalui pedagang besar. Selanjutnya, dari pedagang besar ikan-ikan disalurkan melalui pedagang kecil dan langsung dipasarkan ke konsumen. Pola jalur pemasaran tersebut disebut panjang karena strategi penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen memiliki tiga perantara atau lebih (Kotler, 1993). Jalur pemasaran yang ada di PPI Cituis sama halnya dengan jalur pemasaran di PPI Muara Angke, yang memiliki 3 jalur pemasaran yaitu saluran nol tingkat, saluran dua tingkat dan tiga tingkat (Malik, 2006). Ikan yang dijual melalui pelelangan ikan selanjutnya didistribusikan ke daerah tujuan pemasaran. Daerah tujuan pemasaran ikan di PPI Cituis meliputi wilayah Tangerang dan Banten. Sebagian hasil tangkapan juga dipasarkan ke agen-agen yang lokasinya dekat dengan Tempat Pelelangan Ikan. Saluran distribusi atau saluran pemasaran merupakan rangkaian pedagang yang menyalurkan barang-barangnya dari produsen ke konsumen melalui jual beli. Jalur pemasaran yang terbentuk akan mempengaruhi harga sesuai dengan banyaknya perantara yang dilewati. Saluran pemasaran ikan segar yang terjadi di PPI Cituis terdiri dari saluran nol tingkat, dua tingkat dan tiga tingkat. Harga jual rata-rata ikan kurisi pada tahun 2008 ditingkat nelayan Rp6.000,00 per kg, pada tingkat bakul Rp8.000,00 per kg, pada tingkat pengumpul/agen Rp8.500,00 per kg, pada tingkat pedagang besar Rp8.700,00 per kg, dan pada tingkat pengecer Rp10.700,00 per kg. Berdasarkan keuntungan yang diterima, tertinggi terdapat pada tingkat pedagang pengecer dan terendah pada tingkat pedagang besar. Secara keseluruhan harga jual ikan kurisi tertinggi terjadi pada pedagang pengecer yang berada pada saluran tingkat tiga dan terendah pada saluran tingkat nol. 66 6 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN OLAHAN PPI CITUIS 6.1 Ikan olahan Pelabuhan perikanan merupakan pusat kegiatan perikanan yang dapat merangsang timbulnya industri perikanan didalamnya. Industri pengolahan ikan adalah suatu aktivitas penanganan dan pengolahan lebih lanjut dari hasil tangkapan yang didaratkan, sehingga memiliki nilai tambah dengan menjadikan bahan baku mentah menjadi produk olahan (Irzal dan Wawan, 2006) . Banyak jenis ikan olahan yang dipasarkan antara lain pembekuan, pengasinan dan pemindangan. Cituis merupakan salah satu PPI yang memproduksi ikan olahan namun jenis produk olahan hanya merupakan ikan asin. Ikan asin adalah ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Ketersediaan garam berpengaruh langsung kepada industri pengolahan ikan asin. Hal ini dikarenakan garam adalah sebagai salah satu bahan utama untuk proses pengolahan ikan asin dan yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), garam merupakan bahan pengawet pokok yang digunakan dalam pengolahan pengasinan, sehingga penyediaan garam untuk pengolah ikan merupakan suatu keharusan. Dengan metode pengawetan ini, ikan dapat disimpan pada suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Ada pun tujuan utama dari penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya, yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Proses produksi ikan asin di PPI Cituis yang dilakukan oleh perajin masih dilakukan secara tradisional mulai dari proses pengolahan sampai pengeringannya. Sampai saat ini proses produksi ikan asin masih tergantung pada alam. Hasil produksi ikan asin didistribusikan ke konsumen baik ke Tangerang maupun ke luar Tangerang. Proses pembuatan ikan asin belahan dapat dilihat pada Gambar 25. 67 Pembelahan (Ikan dibelah dan dibersihkan jeroannya) Pencucian Perendaman (Larutan air garam+es) sekitar satu setengah hari Penjemuran Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 Gambar 25 Skema proses pembuatan ikan asin belahan di PPI Cituis. 6.1.1 Volume dan nilai produksi ikan olahan Perkembangan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Cituis pada periode 2004-2007 ditunjukkan pada Tabel 16. Pada Tabel 16 menunjukkan kenaikan pertumbuhan volume ikan asin rata-rata per tahun sebesar 0,44% dengan jumlah rata-rata sebesar 1.749,5 ton. Kenaikan jumlah volume produksi disebabkan karena jumlah kapal yang beroperasi untuk menghasilkan bahan baku ikan olahan terutama kapal dengan alat tangkap pancing ulur sangat banyak dan kebutuhan bahan baku untuk pembuatan ikan asin meningkat. Tabel 16 Perkembangan volume dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 20052007 Produksi Tahun Volume (ton) 2005 2006 2007 1.750,7 1.732,0 1.765,8 Sumber :TPI PPI Cituis, 2008 Pertumbuhan per tahun (%) -1,07 1,95 Nilai Produksi Nilai (juta Pertumbuhan per rupiah) tahun (%) 1.955,3 1.936,6 -0.96 1.959,5 1,18 68 Nilai produksi ikan asin mengalami kenaikan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,11% per tahun. Kenaikan nilai produksi disebabkan biaya produksi pembuatan semakin besar terutama harga bahan baku. Nilai produksi terendah terdapat pada tahun 2006 sebesar 1.936,6 juta rupiah dan nilai produksi tertinggi terdapat pada tahun 2007 yaitu sebesar 1.959,5 juta rupiah. Penurunan nilai produksi periode 2005-2006 sebesar 0,96% yang disebabkan oleh penurunan volume produksi yang dihasilkan oleh para pengolah pada tahun 2006. Selanjutnya kenaikan nilai produksi pada tahun berikutnya disebabkan naiknya harga per/kg bahan baku hal ini dikarenakan naiknya biaya operasional terutama bahan bakar solar dan sebanding dengan naiknya volume produksi pada tahun berikutnya. Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis tahun 2007 ditunjukkan pada Tabel 17 dan Gambar 26. Tabel 17 Volume dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Produksi (kg) 129.400 164.000 104.400 163.000 207.000 105.000 110.000 131.500 158.000 164.500 183.500 145.500 1.765.800 Nilai Produksi (juta rupiah) 123,2 130,3 92,3 152,5 172,5 112,2 162,7 172,7 199,4 213,5 236,1 192,0 1.959,5 Sumber :TPI PPI Cituis, 2008 Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah produksi di PPI Cituis pada tahun 2007 sebesar 1765,8 ton dengan nilai produksi 1959,5 juta rupiah. Jumlah produksi berfluktuasi setiap bulannya dan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 207.000 kg dengan nilai produksi sebesar 172,5 juta rupiah dan jumlah produksi terendah 69 terdapat pada bulan Juli sebesar 110.000 kg dengan nilai produksi 162,7 juta rupiah. Menurut hasil wawancara nelayan, pengolah di PPI Cituis produksi ikan asin dipengaruhi oleh hasil tangkapan nelayan setempat dan cuaca. Hasil tangkapan yang dihasilkan nelayan tinggi maka produksi ikan asin juga banyak dan jika hasil tangkapan nelayan sedikit maka produksi ikan asin juga seadanya atau sedikit. Cuaca juga berpengaruh terhadap produksi ikan asin terutama pada proses penjemuran ikan bergantung pada sinar matahari. Tingkat kekeringan ikan sangat berpengaruh terhadap harga jual ikan dan nilai produksi ikan asin. Volum e (kg) 250000 200000 150000 100000 50000 Ja nu Fe a ri br ua r M i ar et Ap ril M ei Ju ni J A g ul i u S e s tu s pt em b O er kt o N o be r ve De m be se r m be r 0 Bulan Gambar 26 Perkembangan volume ikan asin di PPI Cituis, 2007. 6.1.2 Mutu ikan olahan Mutu produksi olahan sangat penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi harga. Mutu yang baik pada produk olahan yang dihasilkan akan berdampak pada harga ikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai harga hasil olahan yang lebih tinggi, harus disertai dengan hasil olahan yang bermutu tinggi, yang disediakan oleh para pengolah. Ikan asin yang bermutu baik adalah jika memenuhi syarat Standar Industri Indonesia (SII) (Margono, 2000), yaitu : a. Mempunyai bau, rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik; b. Berkadar air paling tinggi 25 %; 70 c. Berkadar garam (NaCl) antara 10 % - 20 %; d. Tidak mengandung logam jamur, juga tidak terjadi pemerahan bakteri. Mutu ikan asin yang diproduksi oleh para pengolah di PPI Cituis apabila dibandingkan dengan Standar Industri Indonesia (SII) memiliki kualitas baik. Hal ini diidentifikasi menurut hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, ikan asin yang dihasilkan dilihat dari tekstur ikan bagus tidak ada yang rusak, bening, mudah patah (ikan tidak lentur) dan tahan hanya sampai 2 minggu. Proses pembuatan ikan asin di PPI Cituis tidak menggunakan obat pengawet oleh karena itu kualitas ikan asin yang diproduksi sangat baik (Gambar 27). Banyak PPI lain yang memproduksi ikan asin dengan menggunakan obat pengawet formalin. Penggunaan formalin pada pengolahan ikan asin, dapat meningkatkan jumlah rendemen pada produk, sehingga produk akhir ikan asin yang dihasilkan dapat lebih berat bobotnya dibandingkan dengan penggunaan garam (DKP Banten, 2008). Menurut penuturan pengolah yang sering menggunakan formalin, bahwa dengan menggunakan garam, bahan baku ikan seberat 100 kg setelah diproses menjadi produk akhir ikan asin, akan terjadi penyusutan sebesar 60% atau tersisa 40 kilogram. Apabila digunakan formalin sebanyak 1 liter, maka penyusutan hanya sebesar 25% atau akan menghasilkan produk akhir sebanyak 75 kilogram. Menurut Dinas Kelautan Perikanan Banten, ciriciri ikan asin yang menggunakan formalin dan obat pengawet lain adalah tekstur keras seperti karet dan tidak beraroma, warna bagus cerah bening, cepat kering dan bila digoreng keras, lalat tidak mau hinggap, tidak ada jamur atau belatung, tahan hingga berbulan-bulan, susut < 60% dari berat awal dan harga lebih mahal. Kualitas ikan asin yang diproduksi sangat baik tetapi dalam penanganan ikan asin terutama dalam proses pengangkutan kurang diperhatikan sehingga dapat menurunkan mutu ikan. Ikan asin yang dimasukkan ke dalam pick up/colt terinjakinjak oleh petugas pengangkut mengakibatkan ikan akan berubah bentuk atau patah. 71 Gambar 27 Produk ikan asin yang dihasilkan di PPI Cituis. 6.1.3 Asal bahan baku Industri pengolahan dapat meningkatkan nilai tambah dengan menjadikan bahan baku mentah menjadi produk olahan. Bahan baku yang diperoleh oleh nelayan pengolah ikan asin di PPI Cituis hanya berasal dari hasil tangkapan nelayan KUD Mina Samudera karena hasil tangkapannya cukup untuk memenuhi dan mudah didapat bagi pengelola. Begitu juga dengan bahan baku seperti garam, di PPI Cituis semua kebutuhan dapat didapat dengan mudah karena ada penyalur semua kebutuhan yang diperlukan. Hasil tangkapan ikan merupakan komoditas penting untuk bahan baku mentah produk olahan ikan asin. Jenis ikan yang dibuat untuk bahan baku olahan ikan asin di PPI Cituis antara lain: swanggi (Priacanthus spp), peperek (Secutor ruconius), kuniran (Upeneus sulphureus), beloso (Saurida tumbil), teri (Setipinna tenuifilis), selar (Carangoides chrysophrys), kurisi (Nemipterus spp), mujaer (Oreochromis mozambiccus), bilis (Thryssa hamiltonii), tembang (Sardinella fimbriata), layur (Trichiurus savala), dan tongkol (Auxis spp). Jenis ikan-ikan tersebut berasal dari nelayan KUD Mina Samudera yang ditangkap dengan alat tangkap jaring gardan, jaring rampus dan pancing ulur. Bahan baku yang diperoleh dari nelayan tersebut 72 umumnya mempunyai kualitas baik karena hasil tangkapan yang didaratkan langsung dijual kepada pengolah dengan sistem langgan (sistem dimana pembeli sebelumnya sudah memesan ikan terlebih dahulu) tetapi ada juga pengolah yang membeli bahan baku di TPI. Tabel 18 Jumlah bahan baku ikan asin, 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Bahan Baku (Kg) 314.500 357.000 218.000 375.000 445.000 213.000 201.000 261.000 315.000 365.000 364.000 248.000 3.676.500 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 Berdasarkan Tabel 18 dan Gambar 28, jumlah total bahan baku ikan asin selama satu tahun pada tahun 2007 adalah 3.676,5 ton. Jumlah bahan baku terbesar yang diproduksi terdapat pada bulan Mei yaitu 445.000 kg. Jumlah bahan baku di atas merupakan gabungan dari 10 orang pengolah yang ada di PPI Cituis. Dalam satu bulan masing-masing pengolah memproduksi rata-rata bahan baku sebesar 30,64 ton. Pengolahan ikan asin di PPI Cituis sangat bergantung pada musim. Menurut hasil wawancara kepada nelayan, musim peceklik di PPI Cituis terjadi antara bulan September-Februari dan musim banyak ikan terjadi antara bulan Maret-Agustus. Pada saat musim peceklik, para pengolah ikan asin memproduksi seadanya ikan yang diperoleh dari nelayan. Apabila tidak ada ikan yang diproduksi, para pengolah tidak melakukan kegiatan pengolahan. 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 ja n ua f e ri bu ar m i ar et ap ri l m ei jun i j a g uli us se t pt us em b ok er to no ber ve m de be se r m be r J u m la h b a h a n b a k u (T o n ) 73 Bulan Gambar 28 Perkembangan jumlah bahan baku ikan asin, 2007. 6.1.4 Penyimpanan (warehousing) produk olahan ikan asin Penyimpanan produk olahan ikan asin melalui tiga proses kegiatan yaitu : perendaman, penjemuran, dan pengangkutan. Pada proses perendaman, ikan yang pertama kali dipilih, kemudian dicuci dan dibelah untuk selanjutnya ikan dimasukkan ke dalam bak/kolam penampungan dengan ukuran 50 cm x 50 cm dan ada juga yang berukuran 100 cm x 100 cm, hal ini tergantung pada jumlah ikan yang diproduksi. Didalam bak/kolam tersebut ikan direndam dengan perbandingan antara jumlah ikan dan garam adalah 2 kwintal ikan basah dan 50 kg garam. Ikan mengalami perendaman selama 1 hari, mulai dari jam 6 sore hingga 6 pagi dan pada saat itu ikan disimpan di bak/kolam penampungan. Pada pagi hari biasanya sekitar jam 7.00 pagi setelah proses perendaman, ikan tersebut djemur ditempat penjemuran ikan dengan menggunakan alat penjemur ikan. Ikan diatur dan dijemur secara rapi sesuai dengan jenis ikan. Penjemuran ikan sangat tergantung pada cahaya matahari untuk mengeringkan ikan. Jika cuaca kurang mendukung dan cahaya matahari kurang bersinar maka ikan asin masih terlihat basah. Pada keadaan normal penjemuran ikan biasanya dilakukan pada jam 7.00 pagi hingga 74 jam 3.00 sore, setelah itu ikan sudah bisa diangkat dan siap untuk didistribusikan. Apabila ikan masih dalam keadaan kurang kering atau masih basah maka ikan tetap disimpan di tempat penjemuran ikan dengan ditutupi terpal untuk dijemur kembali pada hari berikutnya. Ikan asin yang siap dipasarkan dikemas dengan baik agar kualitas ikan tidak berkurang. Penyimpanan ikan asin yang siap dipasarkan di PPI Cituis antara lain menggunakan karung yang berukuran 50 kg, kardus berukuran 10 kg dan kantong plastik berukuran 10-20 kg. Hal ini tergantung pada jenis alat pengangkutan dan jumlah ikan yang dipasarkan. Karung, kardus ataupun kantong plastik yang berisi ikan tersebut kemudian disusun rapi lalu diikat dengan menggunakan tali. Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyebutkan bahwa penyimpanan merupakan kegiatan menahan produk dalam jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dengan dijual. 6.1.5 Pengangkutan ikan olahan Pengangkutan produk olahan ikan asin sama dengan pengangkutan ikan segar. Jenis alat angkutnya yaitu mobil dan motor. Sistem pengangkutan dikelola sendiri oleh pihak pengelola. Mobil jenis pick up/colt biasanya rata-rata mampu membawa muatan ikan asin ±800 kg (Gambar 29). Tempat penyimpanan ikan asin untuk pendistribusikan yaitu: kardus, kantong plastik ukuran 10 kg dan karung yang berukuran 50 kg. Sebelum diangkut, ikan yang sudah dikemas di tempat penyimpanan ditimbang terlebih dahulu. Biaya pengangkutan dengan menggunakan mobil rata-rata sebesar Rp150.000,00 sudah termasuk uang makan, bensin dan ongkos angkut untuk 2 orang dengan tujuan Pasar Kemis yang berjarak ± 25 km dari PPI Cituis. Alat pengangkut berupa motor digunakan untuk menggangkut muatan rata-rata sebesar 100 kg. Tempat penyimpanan yang digunakan biasanya kantong plastik dan karung. Biaya pengangkutan menggunakan motor dengan tujuan Pasar Kemis lebih murah dibandingkan dengan mobil yaitu sebesar Rp50.000,00. 75 Penanganan dalam proses pengangkutan ikan asin yang terjadi di PPI Cituis dinilai kurang baik. Ikan asin yang disimpan didalam karung dipindahkan ke dalam mobil dengan cara dilempar dan diinjak-injak oleh pengangkut hal ini menyebabkan kualitas ikan yang didistribusikan menjadi turun karena ikan asin terbelah dari bentuk asalnya. Penanganan tersebut perlu mendapat perhatian dari pihak pengelola untuk menjaga agar kualitas ikan menjadi lebih baik. Gambar 29 Mobil pick up yang digunakan untuk pengangkutan ikan asin di PPI Cituis Tangerang. 6.1.6 Daerah distribusi ikan olahan dari PPI Cituis Tangerang Ikan olahan yang dihasilkan di PPI Cituis didistribusikan ke daerah tujuan melalui jalur darat terutama daerah Kabupaten Tangerang. Daerah pemasaran produk ikan olahan dari PPI Cituis Tangerang ditunjukan oleh Tabel 19. Hasil produksi produk olahan ikan asin di PPI Cituis dipasarkan secara lokal di Tangerang dan sebagian ke daerah Rangkas Bitung. Sistem pembelian yang terjadi di PPI Cituis adalah sistem langgan dimana penjual sudah memiliki pembeli yang merupakan langganan mereka untuk membeli produk olahan ikan asinnya setiap hari. Daerah pemasaran produk olahan ikan asin meliputi daerah-daerah yang berada di 76 Kabupaten Tangerang yaitu: Pasar Cikokol, Pasar Kemis. Pasar Cikupa, Pasar Sepatan, Pasar Tanah Tinggi dan Rangkas Bitung. Pendistribusian yang dilakukan melalui jalur darat dengan menggunakan mobil pick up/colt dan motor sebagai alat pengangkut. Tabel 19 Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi produk olahan ikan asin dari PPI Cituis Tangerang, 2007 Daerah Distribusi Cikokol Pasar Kemis Cikupa Sepatan Rangkas Bitung Tanah Tinggi Total Volume ikan (kg) 409.077 499.133 420.849 190.706 194.827 51.208 1.765.800 Persentase (%) 23,2 28,3 23,8 10,8 11,0 2,9 100 Sumber : KUD Mina Samudera dan Wawancara PPI Cituis, 2008 (data diolah kembali) Volume ikan asin terbanyak didistribusikan ke daerah Pasar Kemis dengan total volume ikan sebesar 499,1 ton selama setahun dan 1,4 ton dalam sehari pada tahun 2007. Volume ikan terendah didistribusikan ke daerah Pasar Tanah Tinggi dengan total volume ikan sebesar 51,2 ton selama setahun. Sementara jenis ikan asin yang didistribusikan ke daerah tujuan beragam seperti : ikan swanggi, ikan peperek, ikan kuniran, ikan bilis, ikan kurisi, dan ikan layur. Peta tujuan distibusi produk olahan ikan asin terlihat pada Gambar 30. 77 78 6.1.7 Jalur pemasaran dan skema ikan olahan di PPI Cituis Pemasaran produk olahan ikan asin yang berada di PPI Cituis terdiri 2 saluran (Gambar 31) yaitu: saluran satu tingkat yaitu saluran pemasaran yang mempunyai satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan pengecer. Dalam pasar industri sering kali ia bertindak sebagai agen penjualan atau makelar (Kotler, 1993). Selanjutnya, ikan asin yang diproduksi oleh pengolah tradisional Fajar Pantura dijual kepada pengumpul setelah itu dari pengumpul ikan asin langsung dijual kepada konsumen. Saluran dua tingkat mempunyai dua perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, mereka merupakan grosir atau pedagang besar dan sekaligus pengecer. Dalam pasar industri mereka mungkin merupakan sebuah penyalur tunggal dan penyalur industri (Kotler, 1993). Ikan asin yang diproduksi oleh pengolah tradisional dijual ke agen ikan olahan setelah itu dari agen ikan yang berasal dari luar Tangerang dijual ke pengecer kemudian langsung ke konsumen. Pengolah Tradisional Pengumpul/ bakul Konsumen Agen Pengecer Keterangan: Jalur satu tingkat Jalur dua tingkat Sumber : Hasil wawancara, 2008 Gambar 31 Jalur pemasaran produk olahan ikan asin di PPI Cituis. Ikan olahan yang diproduksi oleh para pengolah yaitu ikan asin sudah memiliki langganan sendiri dari setiap daerah. Biasanya pembeli sudah memesan ikan olahan sehari sebelumnya dari para pengolah. Pembeli ini sebagian besar berasal dari 79 Tangerang, Bogor dan Banten. Ikan-ikan yang diproduksi terdiri dari jenis ikan swanggi, kuniran, bilis, beloso, kurisi, dan tongkol. Dibawah ini disajikan secara ringkas tabel karakteristik distribusi ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Kabupaten Tangerang. Tabel 20 Karakteristik distribusi ikan segar dan ikan olahan No 1 2 3 4 5 6 7 Komponen Volume Ikan Asal Bahan Baku Penyimpanan Pengangkutan Mutu Ikan Tujuan Distribusi Saluran Pemasaran Distribusi Ikan segar 628,4 ton (2007) Nelayan PPI Cituis Box pendingin mobil pick up dan motor Agak segar Tangerang dan luar kota 3 jalur Ikan olahan 1.765,8 ton (2007) Nelayan PPI Cituis 3 tempat penyimpanan Mobil pick up dan motor baik Tangerang dan luar kota 2 jalur 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1) Karakteristik pendistribusian ikan segar di PPI Cituis Tangerang (1) Asal hasil tangkapan didaratkan di PPI Cituis berasal dari nelayan setempat. Jenis ikan hasil tangkapan yang diperoleh antara lain adalah alu-alu, biji nangka, cumi-cumi, kurisi, pari, sebelah, tiga waja, kembung, dan kuniran. Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan adalah jaring gardan, jaring rampus, dan pancing ulur. (2) Mutu ikan segar yang ada di PPI Cituis adalah agak segar ditentukan dengan menggunakan uji organoleptik. (3) Tujuan distribusi ikan segar dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti Pasar Tanah tinggi, Cikokol, Sepatan, Kampung Melayu, Mauk, Pakuhaji, Tangerang, Karawaci, Kota Bumi. Pendistribusian hasil tangkapan segar dari PPI Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil pick up/colt dan motor. (4) Saluran pemasaran ikan segar di PPI Cituis terdiri dari 3 jalur yaitu saluran nol tingkat, saluran satu tingkat dan saluran tiga tingkat. 2) Karakteristik pendistribusian ikan olahan di PPI Cituis Tangerang (1) Asal bahan baku ikan asin di PPI Cituis berasal dari nelayan setempat. Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan asin adalah swanggi, peperek, kuniran, beloso, teri, selar, kurisi, mujaer, bilis, tembang, layur, dan tongkol. Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan adalah jaring gardan, jaring rampus, dan pancing ulur. (2) Mutu ikan asin yang diproduksi oleh para pengolah di PPI Cituis memiliki kualitas baik dilihat dari tekstur ikan bagus tidak ada yang rusak, bening, mudah patah (ikan tidak lentur) dan tahan hanya sampai 2 minggu. (3) Tujuan distribusi olahan dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti Pasar Cikokol, Pasar Kemis, Cikupa, Sepatan, 81 Rangkas Bitung, Tanah Tinggi. Pendistribusian hasil tangkapan olahan dari PPI Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil pick up/colt dan motor. (4) Saluran pemasaran industri pengolahan ikan asin terdiri dari 2 jalur yaitu saluran satu tingkat dan saluran dua tingkat. 7.2 Saran 1) Perlu diperhatikan penanganan pada saat pengangkutan terhadap ikan-ikan yang ingin didistribusikan agar kualitas ikan tetap terjaga sampai ke tujuan. 2) Pemerintah Daerah Tingkat II Kab. Tangerang perlu meninjau kembali mengenai data kapal. DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta : Kanasius. Anita. 2003. Pengendalian Mutu Produksi Layur (Trichiurus. sp) di PPN Palabuhanratu untuk Tujuan Ekspor [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Aryadi, O. 2007. Pengendalian Kualitas Ikan pada Distribusi Hasil Tangkapan di PPP Cilauteureun Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Garut [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Departemen Perdagangan. 1977. Buku 1 Analisis Pemasaran Konsepsi Dasar Pembinaan Efisiensi Pemasaran Hasil Pertanian Rakyat. Jakarta: Departemen Perdagangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Hal 12-24. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. 1998. Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tangerang. Nomor : KEP.523/620Perk/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan peningkatan fungsi PPI. Tangerang. _________. 2004. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2003. Tangerang. _________. 2005. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2004. Tangerang. _________. 2006. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2005. Tangerang. _________. 2007. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2006. Tangerang. _________. 2008. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2007. Tangerang. Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Kriteria Klasifikasi Pelabuhan Perikanan. Jakarta: Departemen Pertanian. Effendi, I dan O, Wawan. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya. Hadiwiyoto, S. 1993. Teknik Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty. 83 Hardjito, L. 2006. Diktat Kuliah Pengantar Teknologi Hasil Perikanan. Bogor: Departemen Teknologi Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hanafiah, A.M dan A.M. Saefuddin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta : Lembaga Penerbit UI. Hendrawan. 1997. Proses Pendaratan dan Pemasaran Ikan Serta Pendataannya di Pangkalan Pendaratan Ikan Manggar, Kabupaten Belitung [Laporan Praktek Lapang]. Bogor: Fakultas IPB. 51 hal. http://www. Library.usu.ac.id/manajemen syahyunan5.pdf. 2008. http://www.Tangerangkab.go.id/. 2008. Hutajulu, J. 1997. Studi tentang Keberadaan Pelabuhan Perikanan Pantai Karang antu-Serang Dituju Dari Potensi Perikanan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan IPB. 106 hal. Iqbal, HM. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Cetakan 1. Jakarta: Ghalia Indonesia. 260 hal. Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Hernawan AA, Penerjemah. Jakarta: Salemba Empat. 348 hal. Lubis, E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. [Bahan Kuliah m.a. Pelabuhan Perikanan]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Margono, T. 2000. Pembuatan Ikan asin. Jakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian. McDonald, Malcolm H.B. 1993. Marketing Plans. Butterworth-Heinemann Ltd. Linacre House, Jordan Hill, Oxford, England. Hal : 190-206. Muljanto, R. 1982. Pengolahan Ikan Untuk Indonesia. Jakarta: DPP Nelayan Pancasila. 220 hal. Nasution, MN. 2004. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Control). Bogor: Ghalia Indonesia. Nurani, TW. 2007. Manajemen Mutu. Laboratorium Sistem dan Optimasi Perikanan Tangkap. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ruhimat, E. 1994. Evaluasi dan Pengembangan Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Bojomulyo Kec Juwana, Kab Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan IPB. 84 Salim, H.A.A. 2000. Manajemen Transportasi. Edisi I, Cetakan 5. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 226 hal. Sinaga, M. 1988. Manajemen Transportasi dan Distribusi Fisis. Terjemahan. Jilid I Edisi ke 7. Jakarta: Erlangga. 226 hal. Siregar, M. 1990. Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 187 hal. Soeseno, S. 1978. Teknik Penangkapan dan Pengolahan Ikan. Jakarta: CV Yasaguna. Sudarma, D. 2006. Diktat Kuliah Penanganan Hasil Perikanan. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sukarsa, DR. 2007. Diktat Kuliah Penanganan Hasil Perikanan. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wibowo, H. 2006. Pengaruh Penggunaan Coolbox Diatas Kapal Penangkap Ikan Terhadap Mutu Kesegaran Ikan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor. Lampiran 1 Peta penyebaran PPI di Tangerang. PPI Tanjung Pasir PPI Karang Serang PPI Kronjo PPI Cituis Kronjo PPI Ketapang U B T S Kemiri PPI Dadap PPI Benyawakan Skala : 1 : 630.000 Sumber : http://www.tangerangkab.go.id Lampiran 2 Lokasi penelitian Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang. U B T S Skala : 1 : 630.000 Sumber : http://www.tangerangkab.go.id Lampiran 3 Foto aktivitas ikan segar. a. Proses pelelangan di TPI b. Penyimpanan ikan segar c. Pengangkutan hasil tangkapan ke TPI d. Pengangkutan ikan dengan pick up e. Pengangkutan ikan dengan motor f. Penimbangan ikan segar Lampiran 4 Foto aktivitas pengolahan ikan asin. a. Pembelahan ikan b. Tempat perendaman ikan asin c. Tempat penimbangan ikan asin d. Penjemuran ikan asin e. Pengangkutan ikan asin f. Alat penjemuran ikan asin Lampiran 5 Tabel spesifikasi dan hasil pengujian nilai organoleptik ikan segar. Spesifikasi 1. Mata Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih Cerah, bola mata rata, kornea jernih Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan kornea agak keruh Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh Bola mata tenggelam, ditutupi lender kuning yang tebal 2. Insang Warna merah cemerlang, tanpa lendir Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir Warna merah agak kusam, tanpa lendir Merah agak kusam, sedikit lendir Mulai ada diskolorasi merah muda, merah cokelat, sedikit lendir Mulai ada diskolorasi, sedikit lendir Warna merah cokelat, lendir tebal Warna merah cokelat atau kelabu, lendir tebal Warna putih kelabu, lendir tebal sekali 3. Daging dan Perut Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh, bau isi perut segar Sayatan daging cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perutnya utuh, bau isi perut netral Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut agak lembak, ginjal mulai merah pudar, dinding perut dagingnya utuh, bau netral Sayatan daging masih cemerlang, didua perut agak lembek, agak kemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu Sayatan daging mulai pudar, didua perut lembek, banyak pemerahan pada tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam Sayatan daging tidak cemerlang, didua perut lunak, pemerahan sepanjang tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas pada sepanjang tulang belakang, dinding perut membubar, bau busuk Nilai 9 8 7 6 5 4 3 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 9 8 7 6 5 4 2 1 Lampiran 5 (Lanjutan). 4. Konsistensi Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya Agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, mudah menyobek daging dari tulang belakang Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan dan mudah menyobek daging dari tulang belakang Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Sumber : M.k Penanganan Hasil Perikanan, Dadi R Sukarsa, 2007 Data hasil uji organoleptik No Spesifikasi 1 2 Mata Insang Daging dan Perut Konsistensi 3 4 Mata Kurisi besar bali 6 6 5 6 5 5 5 Jenis Ikan Kurisi Kurisi bali merah 5 6 6 6 Kurisi merah 5 5 Jumlah 5.6 5.6 6 5 6 5.4 5 6 Rata-rata 6 6 5.6 5.55 Sumber : Kuesioner, 2008 Kisaran kriteria kesegaran ikan menurut uji organoleptik: 1. Segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 7-9 (Ekspor); 2. Agak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknua 5-6 (Layak konsumsi); 3. Tidak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 1-4 (Untuk diolah). Lampiran 6 Data produksi ikan segar tahun 2007. No Jenis Ikan 1 Alu-alu 2 Balak Jan Feb Mar 235 339 304 1.073 1.116 2.357 Apr 2.599 Mei Juni Produksi (Kg) Juli Agus 2.608 2.353 1.854 1.687 Sep 1.513 Okt 686 Nov 2.020 Des 1.975 3 Biji nangka 9.598 7.067 9.088 8.049 9.301 8.338 8.688 8.569 8.409 3.962 10.339 9.028 4 Betetan 5.881 5.310 7.011 6.204 6.856 6.476 6.690 6.500 6.914 3.339 13.044 11.501 5 Cumi-cumi 1.413 1.153 1.682 1.652 1.759 1.550 1.411 1.493 1.445 632 1.447 1.357 6 Corak 1.756 1.448 2.001 2.034 2.201 1.898 1.807 1.864 1.771 798 2.654 2.426 7 Demang 2.482 965 1.096 1.170 1.457 1.610 1.578 1.726 1.582 421 3.059 3.820 840 664 875 993 1.011 953 933 940 8 Kakap merah 9 Kerapu 10 Kurisi 8.286 4.795 6.168 6.174 6.402 5.435 5.709 5.050 5.488 2.656 10.533 8.968 11 Kuwe 1.207 871 1.083 1.173 1.171 1.120 1.055 1.017 1.094 457 1.497 1.534 12 Layur 459 353 572 13 Pepetek 2.190 2.665 3.227 4.215 3.675 3.492 2.955 2.622 2.160 694 1.830 1.538 14 Pari 3.983 3.042 2.995 3.803 3.348 3.030 3.050 2.979 3.032 1.037 3.947 5.032 15 Sebelah 1.339 1.021 1.326 1.626 1.860 1.625 1.542 1.494 3.151 345 2.019 2.168 16 Selar 858 449 411 17 Tengkek 817 278 520 3.076 1.452 18 Teri 226 1.380 1.926 1.567 1.703 19 Tiga waja 8.181 20 Kembung 1.035 21 Utik 896 22 Kuro 23 Kuniran 24 Gerit 25 Berasan 26 Kapasan 27 Gurita 5.373 7.219 5.526 4.933 5.640 6.385 6.045 6.906 4.022 14.074 12.652 247 955 1.567 1.644 1.225 1.364 1.685 2.204 806 2.828 3.587 538 471 730 767 571 784 826 883 245 1.095 1.047 689 396 779 739 3.167 974 2.054 1.490 537 246 308 399 593 433 601 796 1.012 752 873 968 1.093 1.095 1.063 1.019 1.795 2.377 2.774 2.737 2.924 754 467 475 1.038 1.582 485 820 Jumlah 57.863 Sumber: TPI PPI Cituis, 2008 450 40.77 725 52.75 50.677 53.056 51.351 52.704 50.803 50.311 21.470 76.385 70.314 Lampiran 7 Data harga rata-rata/kg ikan segar tahun 2007. No Jenis Ikan Jan Feb Mar Apr Mei Harga Rata-rata/Kg Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des 1 Alu-alu 9.000 9.000 8.000 2 Balak 2.500 3.000 2.500 2.500 2.500 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3 Biji nangka 2.500 2.500 2.000 2.000 2.000 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 4 Betetan 5 Cumi-cumi 2.000 3.000 3.000 2.500 2.500 3.000 3.000 3.000 300 3.000 3.000 3.000 18.000 19.500 19.500 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 18.000 6 Corak 7.500 9.000 9.000 9.500 9.500 10.500 10,500 10.000 10.500 10.500 10.500 9.500 7 Demang 3.500 3.500 3.500 3.000 3.500 4.000 4000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 8 Kakap merah 9 Kerapu 8.000 8.500 8.500 8.500 8.500 8.500 8.500 8.500 10 Kurisi 3.500 4.000 4.000 3.500 3.500 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 11 Kuwe 11.000 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 11.500 12 Layur 3.500 4.000 4.000 13 Pepetek 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 14 Pari 3.500 4.000 4.500 4.500 5.000 5.000 5.000 5.000 5.500 5.500 5.000 5.000 15 Sebelah 5.000 5.500 6.000 6.000 6.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 6.500 6.500 16 Selar 5.000 5.000 5.500 17 Tengkek 3.500 3.000 4.000 5.000 5.000 18 Teri 4.000 4.500 4.500 4.500 4.500 19 Tiga waja 2.500 3.000 3.000 3.000 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500 3.500 20 Kembung 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.500 11.000 11.000 11.000 21 22 Utik Kuro 4.000 10.000 4.500 11.000 4.500 11.000 4.500 11.000 4.500 11.000 4.500 11.000 4.500 11.000 4.500 11.000 4.500 11000 4.500 11000 4.500 10.000 4.500 11.500 23 Kuniran 6.000 5.000 5.000 5.000 5.000 6.000 6.000 6.000 24 Gerit 7.000 6.000 6.000 25 Berasan 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 26 Kapasan 27 Gurita 1.500 4.500 Sumber: TPI PPI Cituis, 2008 4.500 3.000 Lampiran 8 Data nilai produksi ikan segar tahun 2007. No Jenis Ikan Jan Feb Mar Apr Mei Nilai Produksi (Juta) Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des 1 Alu-alu 2,277 3,051 2,432 2 Balak 2,682 3,348 5,892 3 Biji nangka 23,995 17,667 18,176 16,098 18,602 20,845 21,720 21,422 4 Betetan 11,762 15,930 21,033 15,510 17,140 19,428 20,070 19,500 5 Cumi-cumi 25,434 22,438 32,799 33,040 35,180 31,000 28,220 29,860 28,900 12,640 28,940 24,426 6 Corak 13,237 13,032 18,009 19,323 20,909 19,929 18,937 19,572 18,595 8,379 27,867 23,047 8,687 3,377 3,836 3,510 5,099 6,440 6,312 6,904 6,328 1,684 12,236 15,280 6,497 6,520 7,059 5,562 5,061 4,539 2,058 6,060 5,295 21,022 9,905 25,847 22,570 20,742 10,017 39,132 34,503 7 Demang 8 Kakap merah 9 Kerapu 6,720 5,644 0,743 8,440 8,593 8,100 7,930 7,990 10 Kurisi 29,001 19,180 24,672 21,609 22,407 21,740 22,836 20,200 21,952 10,624 42,132 35,872 11 Kuwe 13,277 10,016 12,454 13,489 13,466 12,880 12,132 11,695 12,581 5,255 17,215 17,641 12 Layur 1,606 1,412 2,288 13 Pepetek 4,380 5,330 6,454 8,430 7,350 6,984 5,910 5,244 4,320 1,388 3,660 3,076 13,940 12,168 13,477 17,113 16,740 15,150 15,250 14,985 16,676 5,703 19,735 25,160 6,695 5,615 7,956 9,756 11,160 11,375 10,794 10,458 9,457 2,415 13,708 14,092 15,380 7,260 14,077 49,259 44,282 14 Pari 15 Sebelah 16 Selar 4,290 2,245 2,260 17 Tengkek 2,859 0,834 2,080 18 Teri 6,210 8,667 7,051 7,663 19 Tiga waja 20,452 16,119 21,657 16,578 17,265 19,740 22,347 21,157 24,171 20 Kembung 10,350 2,470 9,550 15,670 16,440 12,250 13,640 16,850 23,142 8,866 31,108 39,457 21 Utik 3,584 2,421 2,119 3,285 3,451 2,569 3,528 3,717 3,973 11,205 4,927 4,711 7,579 4,356 7,790 8,498 1,948 4,108 0,298 0,904 22 Kuro 5,370 2,706 3,388 4,389 6,523 4,763 6,611 8,756 23 Kuniran 6,072 3,760 4,365 4,840 5,465 6,570 6,378 6,114 24 Gerit 5,278 2,802 2,850 25 Berasan 2,076 3,164 0,359 4,754 5,548 5,474 5,848 6,334 26 Kapasan 0,727 27 Gurita 242,29 237,97 3,690 231,029 Jumlah Sumber: TPI PPI Cituis, 2008 2,250 2,175 175,25 228,23 221,16 237,06 239,99 244,64 100,41 349,10 328,78 Lampiran 9 Data produksi ikan asin tahun 2007. Bulan : Januari Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek, k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 3.000 4.200 9.000 1.800 80.000 1.500 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 2.200 10.000 4.200 4.500 32.000 4.500 Laba 9.400.000 18.860.000 24.000.000 80.000 7.500 3.000 3.500 32.000 4.000 8.000 8.200 16.000.000 7.750.000 95.000 40.000 1.400 2.000 40.000 16.000 3.800 6.800 19.000.000 28.205.000 314.500 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 129.400 123.215.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : Februari Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek, k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 45.000 4.000 65.000 1.800 40.000 1.700 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 22.500 9.000 32.500 4.000 16.000 5.000 Laba 22.500.000 13.000.000 12.000.000 15.000 10.000 3.500 3.500 6.000 5.000 9.000 8.000 1.500.000 5.000.000 70.000 20.000 1.500 2.000 28.000 8.000 4.800 5.500 29.400.000 4.000.000 90.000 1.300 45.000 3.500 40.500.000 2.000 1.700 1.000 6.000 2.400.000 357.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 164.000 130.300.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : Maret Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek, k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 20.000 4.000 130.000 1.500 15.000 1.700 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 10.000 9.500 65.000 3.500 6.500 6.000 Laba 15.000.000 32.500.000 13.500.000 3.000 3.500 1.500 9.000 3.000.000 30.000 1.500 15.000 4.500 22.300.000 20.000 1.200 10.000 3.000 6.000.000 218.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 104.400 92.300.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : April Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek. k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 50.000 3.500 90,000 1,500 60,000 1,500 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 25.000 7.600 38,000 4,000 24,000 5,500 Laba 15.000.000 17,000,000 42,000,000 30,000 3,500 15,000 7,500 7,000,000 70,000 35,000 1,500 2,000 35,000 14,000 4,300 6,000 45,500,000 14,000,000 40.000 1.200 20.000 3.000 12.000.000 375.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis. 2008 163.000 152.500.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : Mei Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek. k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Laba 240.000 1.500 120.000 3.700 60.000.000 20.000 35.000 3.000 3.000 10.000 18.000 8.500 7.500 25.000.000 30.000.000 80.000 40.000 1.500 2.000 32.000 16.000 5.000 6.000 40.000.000 16.000.000 30.000 1.000 15.000 2.100 1.500.000 445.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 207.000 172.500.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : Juni Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Laba 30.000 1.800 15.000 4.300 10.500.000 40.000 7.000 60.000 3.000 4.000 1.500 20.000 3.500 32.000 7.000 7.500 4.000 20.000.000 1.600.000 38.000.000 30.000 20.000 5.000 3.800 2.300 1.000 15.000 10.000 2.500 8.300 6.700 3.000 10.500.000 21.000.000 2.500.000 9.000 12.000 3.000 3.000 3.000 6.000 6.500 5.500 6.750.000 1.400.000 213.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 105.000 112.250.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : Juli Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek, k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 20.000 3.500 35.000 1.800 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 11.000 9.500 17.500 4.300 Laba 34.500.000 12.250.000 15.000 5.000 60.000 3.000 4.000 1.500 8.500 2.500 32.000 7.000 7.500 4.000 14.500.000 1.250.000 38.000.000 25.000 12.000 8.000 3.800 2.300 1.000 15.500 7.000 4.500 8.300 6.700 3.000 33.650.000 19.300.000 5.500.000 7.000 14.000 3.000 3.000 3.500 8.000 6.500 5.500 1.750.000 2.000.000 201.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 110.000 162.700.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : Agustus Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek, k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 60.000 3.500 75.000 1.800 35.000 2.000 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 30.000 9.500 37.500 4.300 17.500 6.000 Laba 75.000.000 26.250.000 35.000.000 55.000 1.500 27.500 4.000 27.500.000 30.000 6.000 3.000 3.000 15.000 3.000 6.500 6.500 7.500.000 1.500.000 261.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 131.500 172.750.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : September Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek, k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 30.000 3.500 60.000 1.800 55.000 2.000 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 15.000 9.500 30.500 4.300 27.500 6.000 Laba 37.500.000 23.150.000 55.000.000 45.000 35.000 1.500 2.000 22.500 17.500 4.000 5.500 22.500.000 26.250.000 50.000 1.000 25.000 3.000 25.000.000 40.000 3.000 20.000 6.500 10.000.000 315.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 158.000 199.400.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : Oktober Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek, k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 45.000 3.500 80.000 1.800 60.000 2.000 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 22.500 9.500 40.000 4.200 30.000 6.000 Laba 56.750.000 24.000.000 60.000.000 35.000 3.700 17.500 8.500 18.250.000 50.000 65.000 1.500 2.000 25.000 32.500 3.200 5.500 12.500.000 39.000.000 30.000 3.000 15.000 6.300 3.000.000 365.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 182.500 213.500.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : November Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek, k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 35.000 3.500 150.000 1.800 50.000 2.000 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 17.500 9.500 75.000 4.300 26.000 6.000 Laba 43.750.000 52.500.000 56.000.000 30.000 22.000 3.500 3.700 15.000 12.000 8.500 8.500 22.500.000 20.600.000 55.000 10.000 5.000 1.500 2.000 4.000 27.500 5.500 2.500 4.000 5.500 8.500 27.500.000 10.250.000 1.250.000 7.000 1.500 3.500 3.500 1.750.000 364.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 183.500 236.100.000 Keterangan Lampiran 9 (Lanjutan). Bulan : Desember Jenis ikan Samge Perek Kuniran Kapasan Utik Bloso Teri Selar Kurisi bali Kurisi merah Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru Kembung Layur Jambal roti Tongkol Perek, k Jumlah Bahan baku (ikan basah) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 40.000 3.500 30.000 1.800 80.000 2.000 Hasil olahan (kering) Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg 20.000 9.500 16.000 4.300 40.000 6.000 Laba 50.000.000 14.800.000 80.000.000 60.000 2.000 1.500 2.000 30.000 1.500 4.000 5.500 4.250.000 5.000 6.000 25.000 2.500 1.000 1.500 2.500 3.000 12.500 6.500 3.000 3.500 3.750.000 3.000.000 6.250.000 248.000 Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008 145.500 192.050.000 Keterangan