studi pendistribusian ikan segar dan olahan

advertisement
KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN
OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN
CITUIS TANGERANG
Oleh :
FIRMAN SANTOSO
C54104054
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN
OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN
CITUIS TANGERANG
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
FIRMAN SANTOSO
C54104054
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI
PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG
adalah benar merupakan hasil karya sendiri berupa skripsi yang diarahkan dan
dibimbing oleh dosen pembimbing serta belum pernah diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian
akhir skripsi ini.
Bogor, 27 Januari 2009
Firman Santoso
C54104054
ABSTRAK
FIRMAN SANTOSO C54104054. Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan
Olahan dari Pangkalan Prndaratan Ikan Cituis Tangerang. Dibimbing oleh ERNANI
LUBIS.
Pelabuhan merupakan penghubung bagi terlaksananya segala aktivitas
pendaratan, perdagangan dan pendistribusian barang-barang ke daerah konsumen.
Aktivitas pendistribusian merupakan salah satu fungsi pelabuhan untuk memasarkan
hasil tangkapan dari produsen ke konsumen menurut UU No. 31 tahun 2004. Produk
perikanan yang terdiri dari beberapa tipe, antara lain ikan hidup, ikan segar, dan
beraneka ragam ikan olahan dihasilkan di pelabuhan. Dengan demikian pelabuhan
perikanan harus dapat menjamin pemasaran dan pendistribusian produk perikanan,
sehingga hasil tangkapan tetap dalam kualitas baik sampainya di konsumen.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008 di Pangkalan Pendaratan
Ikan Cituis, Tangerang. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik
pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang.
Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan aspek penelitian yaitu
distribusi hasil tangkapan ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang.
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pendistribusian ikan
segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang.
Volume dan nilai produksi ikan segar masing-masing berjumlah 628.4 ton dan
2.835.9 juta pada tahun 2007. Jenis ikan hasil tangkapan yang di peroleh antara lain
adalah alu-alu, biji nangka, cumi-cumi, kurisi, pari, sebelah, tiga waja, kembung, dan
kuniran. Saluran pemasaran ikan segar di PPI Cituis terdiri dari 3 jalur yaitu saluran
nol tingkat, saluran satu tingkat dan saluran tiga tingkat dengan tujuan distribusi ikan
segar dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti
Pasar Tanah tinggi, Cikokol, Sepatan, Kampung Melayu, Mauk, Pakuhaji,
Tangerang, Karawaci, Kota Bumi. Pendistribusian hasil tangkapan segar dari PPI
Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil
pick up/colt dan motor.
Volume dan nilai ikan olahan (ikan asin) 1.765.8 ton dan 1.959.5 juta. Asal
bahan baku ikan asin di PPI Cituis berasal dari nelayan setempat. Jenis ikan yang
digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan asin adalah swanggi,
peperek, kuniran, beloso, teri, selar, kurisi, mujaer, bilis, tembang, layur, dan
tongkol. Saluran pemasaran industri pengolahan ikan asin terdiri dari 2 jalur yaitu
saluran satu tingkat dan saluran dua tingkat dengan tujuan distribusi olahan dijual
secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti Pasar
Cikokol, Pasar Kemis, Cikupa, Sepatan, Rangkas Bitung, Tanah Tinggi.
Pendistribusian hasil tangkapan olahan dari PPI Cituis Tangerang secara lokal
menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil pick up/colt dan motor.
Kata kunci : Pendistribusian, ikan segar, ikan olahan, PPI Cituis Tangerang
Judul Skripsi
: Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cituis Tangerang.
Nama Mahasiswa
: Firman Santoso
NRP
: C54104054
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA
NIP. 131 123 999
Diketahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus : 09 Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 08 Juli 1986.
Penulis merupakan putra tunggal dari pasangan Bapak Paiman
dan Ibu Djinem. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar
di SDN Kebon Pala 03 Pagi Jakarta pada tahun 1998, kemudian
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 268
Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001.
Tahun 2004 Penulis lulus dari SMUN 09 Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur.
Penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Semasa kuliah, penulis
aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain staf Kemirausahaan
Himpunan Profesi Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN)
periode 2005/2006. Selain itu Penulis juga sebagai ketua pelaksana Field Trip m.k
Pelabuhan Perikanan tahun 2006.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul:
“Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari Pangkalan
Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ” di bawah bimbingan Dr. Ir. Ernani Lubis,
DEA.
i
KATA PENGANTAR
Skripsi yang berjudul “Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari
Pangakalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang” ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku pembimbing atas arahan, motivasi, waktu
serta kesabarannya selama penyusunan skripsi ini hingga selesai;
2.
Kepada Bpk Sukma, Bpk Suryadi dan Bpk Alwani selaku pengurus KUD Mina
Samudera PPI Cituis Tangerang yang membantu dalam kelancaran penelitian;
3.
Kedua orang tuaku, Mba Pung dan keluarga serta teman-teman khususnya
PSP’41 yang saya cintai atas do’a dan pengorbanannya sehingga skripsi ini
dapat selesai;
4.
Kepada Nurul Yuniyanti dan keluarga yang saya cintai yang telah membantu
sehingga skripsi ini dapat selesai.
Penulis sangat senang sekali menerima saran dan kritik untuk kesempurnaan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang
memerlukan.
Bogor, 27 Januari 2009
Firman Santoso
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..
ii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….……...
iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….………..
v
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….… vii
1
PENDAHULUAN …………………………………………………………..
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………
1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................................
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................................
1
1
2
2
2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ..............................
2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ..............................
2.3 Distribusi ....................................................................................................
2.3.1 Penanganan (handling) ......................................................................
2.3.2 Pengawasan pencatatan (inventory control) ..................................
2.4 Saluran dan Skema Pemasaran ....................................................................
2.5 Ikan Segar ..................................................................................................
2.6 Produk Ikan Olahan ………………......................………………………
2.6.1 Penggaraman ikan …………………………………………………..
2.6.2 Perebusan (pemindangan) …………………………………………..
2.7 Kualitas Ikan ..............................................................................................
2.7.1 Pengertian kualitas ikan ....................................................................
3
3
4
5
6
9
9
11
12
13
14
16
16
3
METODOLOGI ..............................................................................................
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................
3.2 Metode Penelitian ………………………………………………………..
3.3 Metode Pengumpulan Data ……………………………………………..
3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan ……………………………………………
3.5 Analisis Data ……………………………………………………………..
20
20
20
20
20
21
4
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……………………………..
4.1 Keadaan Umum Kota Tangerang …………………………………………
4.1.1 Letak geografis dan topografi ..…………………….......……………
4.1.2 Penduduk …………………………………………………………..
4.1.3 Penyebaran PPI di Kota Tangerang
……………………………..
4.1.4 Daerah penangkapan ikan …………………………………………
4.1.5 Unit penangkapan …………………………………………………..
4.1.6 Produksi dan nilai produksi ………………………………………..
23
23
23
24
24
25
26
31
iii
Halaman
4.2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ………… 33
4.2.1 Lokasi PPI Cituis ………………………………………………….. 33
4.2.2 Unit penangkapan ………………………………………………….. 34
4.2.3 Fasilitas PPI Cituis ………………………………………………… 39
4.2.4 Kelembagaan terkait di PPI Cituis ……………………………….. 46
4.2.5 Proses pelelangan ikan …………………………………………….. 48
5 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN SEGAR ………………………..
5.1 Ikan Segar ..................................................................................................
5.1.1 Volume dan nilai produksi ikan segar ……………………………..
5.1.2 Asal hasil tangkapan didaratkan ……………………....…………
5.1.3 Penyimpanan (warehousing) hasil tangkapan ……………………..
5.1.4 Pengangkutan hasil tangkapan ……………..………………………
5.1.5 Informasi pasar ……………………………………………………..
5.1.6 Mutu ikan segar …………………………..…………………………
5.1.7 Daerah distribusi ikan segar dari PPI Cituis Tangerang..…..………..
5.6.8 Jalur pemasaran dan skema ikan segar di PPI Cituis .............….……
51
51
52
55
56
57
58
59
61
64
6 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN OLAHAN ……………………..
6.1 Ikan Olahan …………………………………………………………...….
6.1.1 Volume dan nilai produksi ikan olahan …......……........…………
6.1.2 Mutu ikan olahan …………......……..……………………………
6.1.3 Asal bahan baku …………………………………………………..
6.1.4 Penyimpanan (warehousing) produk olahan ikan asin …………..
6.1.5 Pengangkutan ikan olahan ………..……………......………………
6.1.6 Daerah distribusi ikan olahan dari PPI Cituis Tangerang ..........…..
6.1.7 Jalur pemasaran dan skema ikan olahan di PPI Cituis ..….............…
66
66
67
69
71
73
74
75
78
7 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….. 80
8.1 Kesimpulan ……………………………………………………………… 80
8.2 Saran …………………………………………………………………….. 81
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 82
LAMPIRAN …………………………………………………………………….. 85
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel pengaruh pendinginan terhadap mutu .................................................... 11
2. Kriteria mutu ikan segar …………………………………………………….. 18
3. Jumlah penduduk bekerja terkait dengan perikanan ………………………… 24
4. Penyebaran daerah PPI di Tangerang ……………………………………….. 25
5. Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kabupaten
Tangerang, 2003-2007 ……………………………………………………….. 26
6. Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Tangerang,
2003-2007 …………………………………………………………………….. 28
7. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang …………………….. 30
8. Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi di Kabupaten
Tangerang, 2001-2007 ……………………………………………………….. 31
9. Perkembangan jumlah kapal/perahu di PPI Cituis, 2003-2007 ……………… 34
10. Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007 ……………… 36
11. Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007 …………………… 38
12. Perkembangan volume dan nilai produksi ikan segar di PPI Cituis,
2004-2007 …………………………………………………………………….. 52
13. Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPI Cituis, 2007 .......………….. 54
14. Perkembangan harga ikan laut di PPI Cituis Tangerang, 2007…..........…..….. 59
15. Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi ikan
hasil tangkapan dari PPI Cituis Tangerang, 2007 .......………………….…… 61
16. Perkembangan volume dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis,
2005-2007 …………………………………………………………………… 67
17. Volume ikan dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2007
……........….. 68
18. Jumlah bahan baku ikan asin, 2007 …..............................................……….. 72
19. Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi produk olahan
ikan asin dari PPI Cituis Tangerang, 2007 .........……………………..……… 76
20. Karakteristik distribusi ikan segar dan ikan olahan ………………………….. 79
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram saluran pemasaran barang-barang konsumsi ...................................... 10
2. Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kabupaten
Tangerang 2003-2007 ……………………………………………………….. 27
3. Perkembangan alat tangkap dominan di Kabupaten Tangerang,
2003-2007 …………………………………………………………………….. 29
4. Perkembangan nelayan di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 ...........……….. 30
5. Perkembangan jumlah volume produksi di Kabupaten Tangerang,
2001-2007 …………………………………………………………………….. 32
6. Perkembangan jumlah nilai produksi di Kabupaten Tangerang,
2001-2007 …………………………………………………………………….. 33
7. Perkembangan jumlah kapal/perahu di PPI Cituis, 2003-2007 ...……..……… 35
8. Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007 ……...……….. 37
9. Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007 ……...…………… 38
10. Kolam Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis …………………………………… 39
11. Dermaga PPI Cituis ……………………………………….………………….. 40
12. Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) …………………...………………….. 41
13. Instalasi penampung air minum ………………………….…………………… 42
14. Station Package Dealer Nelayan (SPDN) …………………………………… 43
15. Bengkel mesin kapal/perahu ………………………………………………… 44
16. Masjid ………………………………………………………………………… 45
17. Kantor kesyahbandaran PPI Cituis ………………………………………….... 47
18. Suasana saat pelelangan di TPI PPI Cituis …………………………….....…... 49
19. Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2004-2007 ……...………........… 53
20. Perkembangan nilai produksi PPI Cituis, 2004-2007 …………………...…..... 53
21. Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2007 ……….……...………....… 55
22. Box penyimpanan ikan di PPI Cituis ……………......….…………………….. 57
23. Daerah distribusi ikan segar dari PPI Cituis Tangerang ..................................... 63
24. Jalur pemasaran ikan segar di PPI Cituis ........................…………………….. 64
25. Skema proses pembuatan ikan asin belahan ..........……………,.....………… 67
vi
Halaman
26. Perkembangan volume ikan asin di PPI Cituis, 2007 ...................………….. 69
27. Produk ikan asin yang dihasilkan di PPI Cituis ……………………………… 71
28. Perkembangan jumlah bahan baku ikan asin, 2007 ..................…………….. 73
29. Mobil pick up yang digunakan untuk pengangkutan ikan asin di PPI Cituis
Tangerang ..........................……………………………………………..…... 75
30. Daerah distribusi ikan asin dari PPI Cituis
Tangerang …………………………………………………………………… 77
31. Jalur pemasaran produk olahan ikan asin di PPI Cituis ……………………… 78
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta penyebaran PPI di Tangerang .................................................................. 86
2. Lokasi penelitian Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ...................... 87
3. Foto aktivitas ikan segar ..…......................................................…………….. 88
4. Foto aktivitas pengolahan ikan asin ................................................................... 89
5. Tabel spesifikasi dan hasil Pengujian nilai organoleptik ikan segar ................ 90
6. Data produksi ikan segar, 2007 .........……....................……………………… 92
7. Data harga rata-rata/kg ikan segar, 2007 .......................................................... 93
8. Data nilai produksi ikan segar, 2007 ................................................................ 94
9. Data produksi ikan asin, 2007 ......................................................................... 95
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelabuhan merupakan penghubung bagi terlaksananya segala aktivitas
pendaratan, perdagangan dan pendistribusian barang-barang ke daerah konsumen.
Pelabuhan perikanan juga merupakan pusat perpaduan aktivitas penangkapan ikan di
laut dan akivitas pendistribusian ke daerah konsumen, sehingga pelabuhan harus
dapat menjamin hasil tangkapan yang didaratkan agar tetap dalam kualitas baik.
Kebutuhan akan ikan dengan kualitas baik merupakan tuntutan konsumen
dunia. Indonesia yang merupakan salah satu negara pengekspor produk perikanan
harus dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pemasaran dan pendistribusian hasil
tangkapan merupakan salah satu fungsi pelabuhan perikanan menurut UU No. 31
tahun 2004. Dengan demikian pelabuhan perikanan harus dapat menjamin pemasaran
dan pendistribusian, sehingga hasil tangkapan tetap dalam kualitas baik sampai di
konsumen.
Pelabuhan merupakan penghasil produk perikanan yang terdiri dari beberapa
tipe, antara lain ikan hidup, ikan segar, dan beraneka ragam ikan olahan. Distribusi
atau penyaluran produk perikanan dengan kualitas baik sesampainya di konsumen
membutuhkan
penanganan
yang
baik
mulai
dari
pembongkaran
hingga
pengangkutan.
PPI Cituis merupakan salah satu diantara tujuh PPI yang ada di Kabupaten
Tangerang yang memiliki prospek perkembangan terbaik. PPI Cituis juga terkenal
sebagai tempat penjualan ikan laut segar dan ikan asin di Tangerang. Ikan segar
merupakan komoditi utama dalam industri penangkapan ikan karena ikan segar
adalah ikan yang belum atau tidak diawet dengan apa pun kecuali semata-mata
didinginkan dengan es. Selain ikan segar yang merupakan komoditi utama, di PPI
Cituis juga terdapat pusat kegiatan pengolahan ikan diantaranya adalah ikan asin.
Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang bahwa operasional PPI
Cituis sangat aktif yang hampir setiap hari melaksanakan kegiatan pelelangan.
Berdasarkan statistik PPI Cituis Tangerang tahun 2007, perkembangan produksi
2
perikanan pada periode 2004-2007 mengalami peningkatan rata-rata 5,37% per tahun.
Produksi perikanan tahun 2007 berjumlah 628.465 kg dengan nilai 2.835,9 juta.
Mengingat cukup tingginya jumlah ikan yang dihasilkan setiap hari dan juga
kelengkapan fasilitas yang ada, menjadikan PPI Cituis ini sebagai salah satu pusat
pemasaran dan distribusi ikan di daerah Tangerang.
Dalam proses pendistribusian ikan sering ditemukan kekurangan yang dapat
mempengaruhi kelancarannya. Kekurangan yang terjadi dalam proses menyalurkan
produksi hasil tangkapan kepada konsumen baik secara langsung maupun melalui
perantara antara lain adalah dalam hal aktivitas pengangkutan hasil tangkapan.
Mengingat produk perikanan merupakan produk yang cepat membusuk maka perlu
perhatian dalam pendistribusiannya agar kualitasnya tetap baik. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian mengenai “Studi Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan dari
Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang”.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik pendistribusian ikan
segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai informasi atau bahan
pertimbangan bagi :
(1) Pihak swasta dalam hal pendistribusian ikan segar dan olahan.
(2) Pengelola PPI Cituis untuk memperbaiki distribusi hasil tangkapan ikan yang
didaratkan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Pelabuhan perikanan tipe D dikatakan pula dengan istilah Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI). PPI ini dilihat dari segi konstruksi bangunannya yang
sebagian besar termasuk dalam pelabuhan alam atau semi alam, artinya tipe
pelabuhan ini umumnya terdapat di muara atau di tepi sungai, di daerah yang
menjorok ke dalam atau terletak di suatu teluk bukan bentukan manusia atau sebagian
hasil bentukan manusia (Lubis, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa PPI tipe D
memiliki beberapa kriteria yaitu tersedianya lahan seluas 10 Ha, ditujukan untuk
tempat berlabuh atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan tradisional < 30
gross tonage (GT), melayani bongkar muat kapal-kapal perikanan 15 unit/hari,
jumlah ikan yang didaratkan > 10 ton/hari, tersedianya fasilitas pembinaan mutu
dilengkapi dengan sarana pemasaran serta lahan kawasan industri perikanan dan
dekat dengan pemukiman nelayan.
Direktorat Jenderal Perikanan (1991) mendefinisikan Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI) adalah suatu tempat bagi para nelayan untuk mendaratkan hasil
tangkapannya atau pelabuhan perikanan dalam skala yang lebih kecil (tipe-D). PPI
pada dasarnya tidak berbeda dengan pelabuhan perikanan (PP), hanya kualitas bobot
kerja, produktivitas, kapasitas fasilitas pokok, fungsional dan penunjangnya yang
lebih kecil dibandingkan dengan pelabuhan perikanan, baik tipe-A, B maupun C.
Adapun kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan adalah :
1) PPI merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan kegiatan perikanan
yang dilakukan masih bersifat tradisional;
2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan dibawah 5 GT;
3) Jumlah produksi ikan yang didaratkan mencapai 5 ton per hari;
4) Mampu menampung 20 kapal sekaligus; dan
5) Memiliki lahan seluas sekitar 1 ha.
4
2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Pada umumnya, PPI ditujukan untuk tempat berlabuhnya atau bertambatnya
perahu-perahu penangkapan ikan teradisional yang berukuran lebih kecil dari 5 GT
dan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan yang dilengkapi dengan berbagai
fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan (Lubis, 2006).
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991), PPI berfungsi sebagai
penunjang untuk meningkatkan kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan. Fungsi PPI meliputi berbagai aspek, sebagai berikut :
1) Pusat pengembangan masyarakat nelayan;
2) Tempat berlabuh kapal perikanan;
3) Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan;
4) Tempat untuk memperlancar kegiatan bongkar muat kapal-kapal perikanan;
5) Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan;
6) Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil tangkapan; dan
7) Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data.
Selanjutnya dikatakan bahwa PPI selain berfungsi seperti yang disebutkan
diatas juga mempunyai peranan sebagai pusat pengembangan yang mempunyai efek
meluas terhadap daerah sekitarnya. Peranan PPI sebagai pusat pengembangan
tersebut terutama akan mencangkup tiga aspek pokok, yaitu :
1) Aspek pengembangan ekonomi perikanan, baik yang berskala nasional maupun
regional;
2) Aspek pengembangan industri penunjang usaha perikanan, baik hulu maupun
hilir; dan
3) Aspek pengembangan sumberdaya manusia, yakni masyarakat perikanan.
Hutajulu (1997) mengatakan bahwa, sehubungan dengan luasnya fungsi
pelabuhan/PPI dan menyangkut berbagai aspek kegiatan perikanan, maka dapat
dikatakan bahwa pelabuhan perikanan/PPI merupakan ”barometer” tingkat kemajuan
perikanan di daerah yang bersangkutan.
5
2.3 Distribusi
Menurut McDonald (1993) dikutip oleh Darmawan (2006), distribusi
merupakan elemen keempat dari traditional marketing atau pemasaran tradisional
yang mengacu pada cara suatu produk atau layanan dirancang sedemikian rupa
sehingga bisa didapatkan oleh pelanggan. Distribusi meliputi beberapa kegiatan
seperti : pengawasan pencatatan (inventory control), proses pemesanan (order
processing) dan penanganan (handling) yang terbagi dua yaitu penyimpanan
(warehousing) dan transportasi (transportation). Sinaga (1988) menyatakan bahwa
distribusi adalah manajemen pemindahan, pengendalian persediaan, perlindungan dan
penyimpanan bahan mentah dan barang-barang yang sedang diproses atau barang jadi
ke dan dari lini produksi. Definisi ini meliputi transportasi, penanganan bahan,
pengemasan hasil produksi, pergudangan, pengendalian persediaan, pemrosesan
pesanan, analisis lokasi, dan jaringan komunikasi yang diperlukan untuk manajemen
yang efektif.
Sistem distribusi yang baik dapat menentukan kelancaran transaksi hasil
tangkapan yang sifatnya lekas busuk (perishable), jadi cepat lambatnya transaksi
sangat menentukan kesegaran hasil tangkapan hingga ke tangan konsumen. Cepatnya
transaksi dipengaruhi oleh besarnya permintaan (demand). Besar pemintaan (demand)
sendiri tergantung pada banyaknya konsumen dan besarnya preferensi masyarakat
terhadap jenis hasil tangkapan tertentu (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).
Pada aktivitas pendistribusian hasil tangkapan terdapat beberapa istilah yang
sering digunakan yaitu :
1) Pasar (market) yaitu suatu tempat atau rangkaian kegiatan dari penjual dan
pembeli, baik berhadapan satu sama lain secara langsung atau melalui suatu alat
penghubung maupun dengan perantaraan agen atau pedagang perantara untuk
melakukan pembelian, penjualan, tukar-menukar barang dan jasa;
2) Perdagangan besar (whole sale), cara penjualan barang komoditi perikanan secara
besar-besaran atau dalam jumlah besar;
6
3) Pedagang besar (whole saler), pengusaha atau badan usaha yang melakukan
penjualan barang dagangan atau komoditi perikanan secara langsung kepada
pedagang eceran atau orang lain untuk dijual kembali;
4) Perdagangan eceran (retail), cara penjualan dalam jumlah yang kecil untuk
konsumsi; dan
5) Pedagang eceran (retailer), pedagang kecil yang menjual langsung kepada
konsumen akhir.
2.3.1 Penanganan (handling)
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), dalam melakukan kegiatan distribusi
hasil tangkapan, hal yang pertama kali dilakukan adalah menangani hasil tangkapan
untuk mencegah kebusukan. Kegiatan penanganan hasil tangkapan dalam proses
distribusinya adalah sebagai berikut :
1) Transportasi (pengangkutan)
Transportasi adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke
tempat tujuan. Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal, dari mana
kegiatan transportasi dimulai dan kemana kegiatan transportasi diakhiri. Transportasi
memberikan jasanya kepada masyarakat, yang disebut jasa angkutan. Transportasi
dikatakan sebagai ”derived demand’, karena keperluan jasa angkutan bertambah
dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan berkurang jika terjadi kelesuan ekonomi
(Siregar, 1990).
Salim (2000) mengemukakan bahwa transportasi secara umum adalah
rangkaian kegiatan memindahkan atau mengangkut barang dari produsen sampai
kepada konsumen dengan menggunakan salah satu moda transportasi, yang dapat
meliputi moda transportasi darat, laut/sungai maupun udara. Rangkaian kegiatan yang
dimulai dari produsen sampai kepada konsumen lazim disebut rantai transportasi
(chain of transportation). Tiap sektor kegiatan disebut mata rantai (link) yang saling
berkaitan dan saling mempengaruhi. Kelancaran dan kecepatan arus transportasi
ditentukan oleh mata rantai yang terlemah dari rangkaian kegiatan transportasi
7
tersebut sampai pada mata rantai yang terkuat. Transportasi mempunyai fungsi yaitu
mengangkut barang dari produsen ke konsumen.
Hanafiah dan Saefuddin (1983) membedakan fasilitas pengangkutan menjadi
empat, yaitu :
(1) Pengangkutan melalui darat
Kereta api dan truk yang diperlengkapi dengan pendingin merupakan alat
angkutan jarak jauh terpenting didarat. Keuntungan utama penggunaan kereta api
dibandingkan dengan penggunaan alat angkut lainnya adalah bahwa perusahaan
kereta api memberikan pelayanan pengangkutan lebih lengkap dan bervariasi.
Lubis (2006) juga mengungkapkan terdapat beberapa tahapan pada sistem
transportasi darat mulai ikan didaratkan sampai dipasarkan ke konsumen.
Tahapan-tahapan tersebut adalah :
a. Transportasi dari kolam ke darmaga dan dari dermaga ke tempat pelelangan
ikan;
b. Transportasi dari tampat pelelangan ikan ke tempat perusahaan olahan atau
grosir; dan
c. Transportasi dari tempat pelelangan ikan atau perusahaan olahan atau
penangkapan di dan sekitar pelabuhan ke hinterland baik lokal, nasional
maupun ekspor.
(2) Pengangkutan melalui perairan pantai dan melalui terusan atau sungai.
Pengangkutan ini diselenggarakan dengan menggunakan kapal air (water carries).
Biaya pengangkutan melalui perairan lebih rendah dibandingkan dengan
menggunakan kereta api atau truk. Faktor ini dianggap sebagai keuntungan dan
alasan mengapa pengangkutan melalui perairan ini lebih banyak dilakukan
dibandingkan dengan penggunaan kereta api dan truk. Kerugian pokok dari
pengangkutan melalui perairan adalah lebih lamban.
(3) Pengangkutan melalui laut
Pengangkutan ini diselenggarakan dengan menggunakan kapal (pelayaran tetap
dan pelayaran tramp). Pelayaran tetap (dinas) adalah pelayaran antar tempat pada
waktu-waktu yang telah ditetapkan pemerintah, yang harus diadakan secara
8
kontinu dengan tidak bergantung pada ada atau tidak adanya muatan. Pelayaran
tramp (kapal tambang) adalah pelayaran yang jurusan dan waktunya tidak tetap,
pelayaran ini dilakukan bila ada muatan (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).
Keuntungan yang diperoleh dari pelayaran tramp jika dibandingkan dengan
penggunaan pelayaran tetap adalah :
a. Ongkos angkutan lebih rendah;
b. Dapat mengangkut barang dalam jumlah besar; dan
c. Dapat mengangkut dengan cepat (langsung) ke pelabuhan yang dituju.
(4) Pengangkutan melalui udara
Merupakan pengangkutan paling cepat dengan menggunakan pesawat udara.
Tetapi kerugian pokok adalah tingginya biaya, disamping terbatasnya ruangan
(pembatasan fisik) sehingga pengangkutan dalam volume besar tidak dapat
dilakukan.
2) Penyimpanan (warehousing)
Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyebutkan bahwa penyimpanan merupakan
kegiatan menahan produk dalam jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai
dengan dijual. Terdapat empat alasan untuk melakukan penyimpanan yaitu :
(1) Sifat musiman dari kebanyakan produksi;
(2) Permintaan untuk berbagai produk berlangsung sepanjang tahun;
(3) Alasan-alasan yang terdapat pada waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan
berbagai pelayanan distribusi; dan
(4) Mendapatkan harga yang lebih baik.
Irzal dan Wawan (2006) mengatakan bahwa pengumpulan (holding)
merupakan kegiatan mengumpulkan produk dari produsen, sebelum dijual ke
konsumen, sehingga kegiatan ini tidak terlepas dari kegiatan penyimpanan. Beberapa
pertimbangan pengumpulan dan penyimpanan produk perikanan, antara lain
menstabilkan pasokan produk perikanan ke pasar, lokasi produsen dan konsumen,
serta skala ekonomis pengangkutan. Pedagang pengumpul berkomitmen untuk
menyediakan produk yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu, dan tepat harga (4T)
9
kepada pasar, baik domestik maupun ekspor. Oleh karena itu, pedagang pengumpul
harus memiliki jaminan ketersediaan (stok) produk dengan cara mengumpulkan dan
menyimpan (menimbun).
2.3.2 Pengawasan pencatatan (inventory control)
Jeannet dan Hennessey (2000) dikutip oleh Darmawan (2006) menyatakan
bahwa pengawasan pencatatan berguna dalam mengurangi jumlah pemasok,
meningkatkan quality control dan mendapatkan sistem logistik yang lebih efisien.
Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang menempati urutan yang paling
bawah, tetapi bukan berarti bahwa fungsi ini kalah penting artinya dari fungsi-fungsi
yang lain karena pangawasan justru sudah ada sejak penetapan struktur organisasi itu
sendiri. Pengawasan berarti mendeterminasikan apa yang telah dilaksanakan,
maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakantindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Pengawasan dalam
suatu perusahaan merupakan suatu rangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk
meyakinkan atau mengukur apakah pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan apa
yang telah digariskan semula dimana manajemen rnenginginkan agar rencana
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dengan baik. Akhirnya
apabila pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan, harus
diambil suatu tindakan. (http://www.library.usu.ac.id/manajemen syahyunan5.pdf).
2.4 Saluran dan Skema Pemasaran
Dalam perekonomian dewasa ini, sebagian besar produsen tidak menjual
barang-barang mereka kepada pembeli akhir. Antara produsen dan pemakai akhir
terdapat sekelompok perantara pemasaran yang memerankan bermacam-macam
fungsi dan memakai berbagai macam nama. Perantara tersebut membentuk sebuah
saluran pemasaran. Saluran pemasaran terdiri dari seperangkat lembaga yang
melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dan
status kepemilikannya dari produksi ke konsumsi. Pengguna perantara ini akan sangat
mengurangi pekerjaan perusahaan sehingga bisa mencapai efisiensi sangat tinggi
10
dalam membuat barang hingga banyak tersedia dan bisa memenuhi pasar sasaran
(Kotler, 1993).
Ada dua jenis strategi struktur saluran distribusi, yaitu (Jain, 1994) :
1) Strategi saluran distribusi langsung
Strategi saluran distribusi langsung berarti strategi penyampaian barang dan jasa
dari produsen ke konsumen tanpa memiliki perantara (middleman).
2) Strategi saluran tidak langsung
Strategi saluran distribusi tidak langsung berarti strategi penyampaian barang dan
jasa dari produsen ke konsumen memakai perantara.
Berdasarkan jenis barang atau produk yang ditawarkan oleh produsen, maka
secara umum dapat dilihat bahwa saluran pemasaran untuk barang-barang konsumsi
(consumer goods) tidak sama dengan saluran pemasaran untuk barang-barang industri
(industrial goods). Saluran pemasaran barang dilihat pada Gambar 1.
Pabrik/Produsen
Agen
Pedagang
besar
Pengecer
Pengecer
Agen
Pedagang
besar
Pengecer
Pengecer
Konsumen Akhir/Pengguna Barang Konsumsi
Gambar 1 Diagram saluran pemasaran barang-barang konsumsi (Pieter, 1982).
Saluran -nol- tingkat disebut pula saluran pemasaran langsung terdiri dari
seorang produsen yang menjual langsung kepada konsumen. Tiga cara penting dalam
penjualan langsung adalah penjualan dari rumah ke rumah, penjualan lewat pos, dan
11
penjualan lewat toko perusahaan (Kotler, 1993). Selanjutnya dikatakan bahwa saluran
-satu- tingkat mempunyai satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, perantara
itu sekaligus merupakan pengecer. Dalam pasar industri sering kali ia bertindak
sebagai agen penjualan atau makelar. Saluran -dua- tingkat mempunyai dua perantara
penjualan. Dalam pasar konsumen, mereka merupakan grosir atau pedagang besar
dan sekaligus pengecer. Dalam pasar industri mereka mungkin merupakan sebuah
penyalur tunggal dan penyalur industri. Saluran -tiga- tingkat mempunyai tiga
perantara penjualan. Dari kacamata produsen, masalah pengawasan semakin
meningkat sesuai dengan angka tingkat saluran, walaupun biasanya produsen tersebut
hanya berhubungan dengan saluran yang berdekatan dengannya.
2.5 Ikan Segar
Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawet dengan
apa pun kecuali semata-mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar
dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak
ditangkap sampai saat diterima oleh pemakainya (Muljanto, 1982). Selanjutnya
dikatakan bahwa dengan mendinginkan ikan sampai sekitar 0ºC kita dapat
memperpanjang masa kesegaran (daya simpan, shelf life) ikan sampai 12-18 hari
sejak saat ikan ditangkap dan mati, tergantung pada jenis ikan, cara penanganan dan
keadaan pendinginannya. Pengaruh pendinginan terhadap mutu dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Tabel pengaruh pendinginan terhadap mutu
Suhu Penyimpanan Ikan Cod
Tidak Layak Lagi Setelah
16º C
1-2 hari
11º C
3 hari
5º C
5 hari
0º C
14-15 hari
Pendinginan dapat menghambat kegiatan bakteri. Bakteri itu masih hidup dan
melakukan perusakan terhadap ikan, tetapi lebih lambat. Kegiatannya akan normal
jika suhu -12º C. suhu ini dapat dicapai dengan cara membekukan ikan.
12
Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat
kesegaran ikan sesaat sebelum didinginkan. Pendinginan yang dilakukan sebelum
rigor mortis berlalu merupakan cara yang paling efektif jika disertai dengan teknik
yang benar, sedangkan pendinginan yang dilakukan setelah autolysis berjalan tidak
akan banyak berguna. Muljanto (1982), pendinginan dapat dilakukan dengan salah
satu atau kombinasi dari cara-cara berikut :
1) Pendinginan dengan es;
2) Pendinginan dengan es kering;
3) Pendinginan dengan air dingin yang dapat berwujud.
a. Air tawar bercampur dengan air dingin yang didinginkan dengan mesin
pendingin;
b. Air laut dingin bercampur es (chilled seawater, CSW); dan
c. Air laut yang didinginkan dengan mesin pendingin (refrigerated seawater,
RSW).
4) Pendinginan dengan udara dingin.
Menurut Hadiwiyoto (1993) bahwa kesegaran adalah tolak ukur untuk
membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikatakan masih
segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologik, dan fisikawi yang terjadi
belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Selanjutnya dikatakan juga
berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu
ikan yang kesegarannya baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya masih baik
(advanced), ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang
kesegarannya sudah tidak baik lagi (busuk).
2.6 Produk Ikan Olahan
Pelabuhan perikanan merupakan pusat kegiatan perikanan yang dapat
merangsang timbulnya industri perikanan didalamnya. Industri pengolahan ikan
adalah suatu aktivitas penanganan dan pengolahan lebih lanjut dari hasil tangkapan
yang didaratkan, sehingga memiliki nilai tambah dengan menjadikan bahan baku
mentah menjadi produk olahan (Irzal dan Wawan, 2006).
13
2.6.1 Penggaraman ikan
Penggaraman ikan merupakan cara pengawetan ikan yang banyak dilakukan
diberbagai Negara. Ikan yang diawet dengan garam kita sebut ikan asin. Garam yang
dipakai adalah garam dapur (NaCl), baik yang berupa kristal maupun yang berupa
larutan. Fungsi pengawet yang dilakukan oleh garam berjalan melalui (Muljanto,
1982) :
1) Menunda autolisis;
2) Membunuh bakteri secara langsung.
Penggaraman seringkali tidak dilakukan sebagai metode pengawetan tunggal,
melainkan masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain, misalnya dengan
perebusan, atau dengan pengeringan. Oleh karena itu, kita dapat menjumpai tiga
macam ikan asin, yaitu :
1) Ikan asin basah (tidak dikeringkan setelah digarami);
2) Ikan asin kering (dikeringkan setelah digarami); dan
3) Ikan asin rebus (direbus setelah digarami).
Pada dasarnya, metode-metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu penggaraman kering dan penggaraman basah (Muljanto, 1982).
1) Penggaraman kering (dry salting)
Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampur
dengan ikan. Pada umumnya, ikan-ikan yang besar dibuang isi perutnya terlebih
dahulu dan, bila perlu, dibelah agar dagingnya menjadi tipis sehingga lebih mudah
untuk ditembus oleh garam. Dalam penggaraman, ikan ditempatkan dalam wadah
yang kedap air, misalnya bak dari kayu atau dari bata yang disemen. Didalam wadah
itu, ikan disusun selapis demi selapis, diselingi dengan lapisan garam. Jumlah garam
yang dipakai umumnya 10%-35% dari berat ikan.
2) Penggaraman basah (wet salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30%-50% (setiap 100 liter
larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukkan ke dalam larutan itu dan
14
diberi pemberat agar ikan semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan
direndam dalam jangka waktu tertentu tergantung pada :
(1) Ukuran atau tebal ikan;
(2) Derajat keasinan yang diinginkan.
Dalam proses osmosa, kepekaan makin lama makin berkurang karena air dari
dalam daging ikan secara berangsur masuk ke dalam larutan garam, sementara
sebagian molekul garam masuk ke dalam daging ikan. Karena kecenderungan
penurunan kepekatan larutan garam itu, maka proses osmosa semakin lambat dan
pada akhirnya berhenti. Untuk memperlambat kecenderungan ini, digunakan larutan
garam yang lewat jenuh, yaitu memberikan garam lebih banyak dari jumlah yang
dapat dilarutkan.
Menurut Soeseno (1978) bahwa penggaraman ikan sebetulnya pengeringan
juga, tetapi masih dibantu lagi oleh garam. Garam memang bersifat menarik air. Oleh
karena hasilnya terasa asin, maka cara pengawetan ini sering disebut pengasinan dan
hasilnya disebut ikan asin. Selanjutnya dikatakan juga bahwa penggaraman biasanya
dilakukan dengan 2 jenis, yaitu pengasinan kering, dan pengasinan dengan perebusan
(pemindangan).
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses,
yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Ada pun tujuan utama dari
penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya, yaitu
untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses
penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri
penyebab pembusukan ikan. (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
2.6.2 Perebusan (pemindangan)
Perebusan yang dilakukan bersama-sama dengan penggaraman disebut
pemindangan. Ikan yang direbus dengan garam disebut ikan pindang (Muljanto,
1982). Bahan mentah yang dapat digunakan untuk pembuatan ikan pindang dapat
berupa :
1) Ikan basah (ikan segar);
15
2) Ikan yang sudah digarami (ikan asin).
Daya awet ikan pindang ditentukan oleh faktor-faktor berikut :
1) Panas dan garam mengurungi kadar air pada bagian daging ikan sehingga
mengganggu kehidupan bakteri;
2) Panas membunuh bakteri secara langsung, dan mengurangi aktivitas enzim; dan
3) Wadah (pembungkus) yang digunakan, melindungi ikan terhadap pengotoran dari
luar.
Ada dua macam pemindangan yaitu:
1) Pemindangan tradisional
Pemindangan tradisional dilakukan dengan menggunakan wadah yang terbuat
dari tanah liat dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kini, telah dikenalkan beberapa
teknik baru dengan menggunakan besek, periuk tanah liat yang dibuat steril dengan
sistem penutupan yang rapat, dan kantung plastik yang tahan panas.
2) Pemindangan modern
Salah satu cara pemindangan mengunakan wadah plastik yang tahan pada
temperatur tinggi, misalnya laminasi poli-ester setebal 2 mm. Ikan biasanya diolah
dalam bentuk fillet atau dressed (tanpa kepala dan ekor). Pemindangan dengan cara
ini membutuhkan ikan-ikan berukuran sedang.
Ikan dalam jumlah berat tertentu (1/4-2 kg) dimasukan ke dalam kantung dan
diberi garam sebanyak 5%-25% dari berat ikan. Kemudian, ikan dipanaskan dengan
uap 100º C-102º C selama ±1 jam perebusan, sejumlah drip (air yang keluar dari
daging ikan) akan terkumpul dalam kantung. Drip dituangkan keluar, dan ikan
dipanaskan lagi setelah ditambah garam. Garam yang diberikan pertama hanya
sebagian, sedangkan sisanya digunakan untuk pemanasan kedua. Drip yang terbentuk
pada pemanasan kedua juga dituang keluar. Kantung segera ditutup selama ikan
pindang masih dalam keadaan panas.
16
2.7 Kualitas ikan
2.7.1 Pengertian kualitas ikan
Pengertian kualitas ikan secara sederhana dapat diidentikkan dengan tingkat
kesegaran. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan
hidup baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain ikan segar adalah
ikan yang baru saja ditangkap, belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum
mengalami perubahan fisik maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama
ketika ditangkap (Anita, 2003).
Menurut Crosby (1979) dikutip oleh Aryadi (2007), kualitas adalah sesuatu
yang memenuhi atau sama dengan persyaratan (conformance to requirements).
Komoditas ikan unggulan yang kurang sedikit saja dari persyaratan, maka dapat
dikatakan tidak berkualitas dan tidak dapat ditolak oleh perusahaan yang menjadi
tujuan distribusi. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan
pelanggan dan kebutuhan sebuah perusahaan.
Kualitas biasanya tidak ditentukan oleh suatu atribut atau dimensi tunggal,
melainkan oleh beberapa atribut atau dimensiyang menyatakan kualitas. Dimensi
kualitas produk, menurut Gavin dikutip oleh Nurani (2007) adalah:
(1) Kinerja (performance) merupakan karakteristik operasi utama dari produk yaitu
seberapa baik suatu produk melakukan apa yang seharusnya dilakukan;
(2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) merupakan karakteristik sekunder
atau pelengkap, berupa pernak-pernik yang melengkapi atau meningkatkan fungsi
dasar produk;
(3) Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akn mengalami kerusakan atau
gagal pakai;
(4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) yaitu seberapa baik
karakteristik desain dan opersi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya;
(5) Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama produk dapat terus
digunakan;
17
(6) Kemudahan perbaikan (service ability) meliputi kecepatan, kenyamanan,
kompetensi, mudah direparasi dan penanganan keluahn yang memuaskan;
(7) Keindahan (aesthetics) yaitu daya tarik produk terhadap panca indera; dan
(8) Persepsi terhadap kualitas (perceived quality) tidak didasarkan pada produk tetapi
pada citra atau reputasi.
Kualitas ikan lebih menunjukan pada penampilan estetika dan kesegaran atau
derajat pembusukan sampai dimana telah berlangsung, termasuk juga aspek
keamanan seperti bebas dai bakteri, parasit, atau bahan kimia. Kualitas kesegaran
ikan dapat dievaluasi dengan metode sensori maupun instrumen. Kualitas ikan yang
baik adalah ikan yang telah ditangkap dengan cara yang baik, diolah dan ditangani
secara benar dipabrik serta mempunyai karakteristik tertentu, bentuk, ukuran,
penampakan, warna, bau, komposisi dan tekstur yang dimiliki ikan (Hardjito, 2006).
Peningkatan kualitas tidak dapat dipisahkan dari usaha peningkatan
produktivitas. Usaha yang berlebihan untuk mendorong produktivitas bisa
mengorbankan kualitas dari output yang dihasilkan. Sebaliknya, fokus yang
berlebihan pada peningkatan kualitas bisa mengurangi perhatian untuk memperbaiki
produktivitas, bahkan mungkin akan mengorbankan produktivitas demi mengejar
kualitas yang tinggi. Keduanya saling berhubungan dan saling melengkapi satu sama
lain. Bila kualitas dari produktivitas dihubungkan dengan sungguh-sungguh maka
akan menghasilkan laba yang besar (Nasution, 2004).
Kisaran kriteria kesegaran ikan menurut uji organoleptik biasanya dibagi tiga,
yaitu segar, agak segar dan tidak segar (Sukarsa, 2007). Hasil tangkapan/ikan dapat
dikatakan:
Segar
: Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 7-9
Agak segar
: Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknua 5-6
Tidak segar
: Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 1-4
Selanjutnya ikan secara organoleptik ditolak atau dianggap tidak segar bila
memiliki nilai rata-rata pengujian dibawah lima. Batas mutu minimal kesegaran ikan
berdasarkan SNI-01-2729-1992 adalah nilai tujuh. Batas ini biasanya digunakan oleh
18
eksportir ikan segar untuk memenuhi syarat mutu ekspor negara tujuan. Secara
organoleptik, ikan segar mempunyai kriteria sebagai berikut (Sudarma, 2006).
Tabel 2 Kriteria mutu ikan segar
No
Parameter
1
Penampakan fisik
2.
Mata
3.
Insang
4.
Bau
5.
Lendir
6.
Tekstur dan daging
Tanda-tanda
Ikan cemerlang mengkilap sesuai jenisnya, badan ikan utuh,
tidak patah, tidak rusak fisik, bagian perut masih utuh dan liat
serta lubang anus tertutup.
Cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol.
Insang berwarna merah, cemerlang atau sedikit kecoklatan,
tidak ada atau sedikit lendir.
Bau segar spesifik jenis atau sedikit bau amis yang lembut.
Selaput lendir
dipermukaan tubuh tipis, encer, bening,
mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis dan tidak
berbau busuk.
Ikan kaku atau masih lemas dengan daging elastis, jika ditekan
dengan jari akan cepat kembali, sisik tidak mudah lepas, jika
disayat tampak jaringan antar daging masih kuat dan kompak,
sayatan cemerlang dengan menampilkan warna daging asli.
Sumber: FAO diacu dalam Sudarma, 2006
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008 di Pangkalan Pendaratan
Ikan Cituis, Tangerang.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan aspek penelitian yaitu
distribusi hasil tangkapan ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis.
3.3 Metode Pengumpulan Data
1) Pengambilan data primer dilakukan secara purposive sampling yang mewakili
tujuan penelitian. Data primer dikumpulkan melalui pengisian kuesioner dan
wawancara terhadap beberapa responden yaitu pihak KUD, nelayan, industri
pengolah ikan asin, kepala TPI dan pedagang/bakul. Jumlah responden dari
pengelola KUD 5 orang, pihak pengolah 10 orang, nelayan 5 orang, TPI 1
orang dan pedagang 5 orang. Pengambilan jumlah ikan untuk uji organoleptik
dilakukan secara sampling. Data yang diambil berdasarkan 3 jenis ikan
dominan yang bervolume tinggi yaitu ikan mata besar, kurisi merah dan kurisi
bali. Pengambilan ikan dilakukan di TPI yaitu dengan cara mengambil ikan
dari 8 tumpukan. Pada setiap tumpukan diambil masing-masing satu jenis ikan.
2) Data sekunder meliputi data unit alat tangkap, data produksi ikan segar dan
ikan olahan dan organisasi KUD yang diperoleh dari KUD, Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Tangerang dan TPI PPI Cituis.
3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan
(1) KUD : Persentase jumlah produksi tiap daerah untuk ikan segar, daerah
distribusi, jalur pemasaran ikan segar dan fasilitas yang digunakan dalam
pendistribusian.
21
(2) Pengolah : Mutu ikan olahan, sarana dan prasarana yang digunakan,
kebutuhan bahan baku, jenis produksi olahan dan distribusi atau pemasaran
produk hasil perikanan.
(3) Nelayan : Jenis alat tangkap, jenis kapal dan ukuran (GT), lama trip, jenis
ikan yang didaratkan, fasilitas dan waktu pendaratan ikan dan daerah
penangkpan ikan.
(4) Pedagang : Jenis dan jumlah ikan yang diperjualbelikan, fasilitas yang
digunakan dalam pendistribusian dan daerah atau tujuan distribusi.
(5) Kepala TPI : Proses pelelangan dan prosedur pelelangan.
3.5 Analisis Data
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pendistribusian
ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang. Penentuan karakteristik
pendistribusian ikan segar dan olahan dilakukan berdasarkan asal bahan baku,
pendaratan hasil tangkapan, volume dan nilai produksi, penyimpanan, pengangkutan
hasil tangkapan, informasi pasar, mutu hasil tangkapan segar dan olahan, kuantitas,
tujuan distribusi dan skema pendistribusian. Selanjutnya distribusi akan dipetakan
berdasarkan kuantitas dan tujuannya. Pemetaan dilakukan dengan menggunakan
Corel Draw.
Mutu hasil tangkapan yang ada di PPI Cituis ditentukan dengan menggunakan
uji organoleptik yaitu dengan mengukur, menganalisis spesifikasi mata, insang,
daging, perut dan konsistensi, selanjutnya menginterpretasikan reaksi yang timbul
ketika karakteristik bahan pangan diterima oleh indera pengelihatan dan peraba.
Metode yang digunakan dalam penilaian mutu hasil tangkapan secara organoleptik
ialah dengan metode scoring test (uji skoring) dengan skala yang digunakan antara 1
sampai 9. Skala 1 merupakan skala terendah dan skala 9 merupakan skala tertinggi.
Setiap angka dapat memberikan spesifikasi tertentu kepada panelis atau peneliti
mengenai keadaan produk yang diuji, misalnya kesegaran ikan. Spesifikasi angkaangka ini tercantum dalam score sheet (Lampiran 4). Selanjutnya hasil dari pengujian
organoleptik tersebut dibandingkan dengan kriteria mutu ikan segar. Kisaran kriteria
22
kesegaran ikan menurut uji organoleptik biasanya dibagi tiga, yaitu segar, agak segar
dan tidak segar (Sukarsa, 2007). Hasil tangkapan/ikan dapat dikatakan:
Segar
: Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 7-9
Agak segar
: Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknua 5-6
Tidak segar
: Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 1-4
Selanjutnya ikan secara organoleptik ditolak atau dianggap tidak segar bila
memiliki nilai rata-rata pengujian dibawah lima. Batas mutu minimal kesegaran ikan
berdasarkan SNI-01-2729-1992 adalah nilai tujuh. Batas ini biasanya digunakan oleh
eksportir ikan segar untuk memenuhi syarat mutu ekspor negara tujuan.
Penggunaan organoleptik dalam penilaian mutu hasil tangkapan yang
didaratkan selain sebagai informasi kepada calon konsumen juga diharapkan akan
menghasilkan kemudahan dalam pengklasifikasian distribusi ikan, misalnya nilai 7-9
didistribusikan untuk keperluan ekspor dan supermarket, nilai 5-6 didistribusikan ke
pasar tradisional, nilai 4 hanya didistribusikan untuk ikan asin dan pupuk, dan 1-3
didistribusikan untuk pupuk dan pakan ternak.
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan umum Kota Tangerang
4.1.1 Letak geografis dan keadaan topografi
Kabupaten Tangerang adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi
Banten dengan ibukota Tigaraksa. Secara geografis Kabupaten Tangerang terletak
pada posisi 6°00´- 6°20´ LS dan 106°20´-106°43´ BT tepat di sebelah barat Jakarta.
Menurut Dinas Perikanan Kota Tangerang (2008), batas wilayah Kabupaten
Tangerang meliputi :
1) Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa;
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak;
3) Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta;
4) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupeten Serang.
Luas wilayah Kabupaten Tangerang sekitar ±1.110 km² dengan jumlah
kecamatan 26 dan desa atau kelurahan 316. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan
Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Secara umum, Kabupaten Tangerang dapat
dikelompokkan menjadi tiga wilayah pertumbuhan, yaitu : Pusat pertumbuhan
wilayah Serpong, berada di bagian timur (berbatasan dengan Jakarta), difokuskan
sebagai wilayah pemukiman dan komersial. Pusat pertumbuhan Balaraja dan
Tigaraksa, berada di bagian barat difokuskan sebagai daerah sentra industri,
pemukiman dan pusat pemerintahan. Pusat pertumbuhan Teluk Naga, berada di
wilayah pesisir, mengedepankan industri pariwisata alam dan bahari, industri
maritim, perikanan, pertambakan dan pelabuhan.
Topografi daerah Kabupaten Tangerang sebagian besar merupakan dataran
rendah. Sungai Cisadane, sungai terpanjang di Tangerang, mengalir dari selatan dan
bermuara di Laut Jawa. Dilihat dari kemiringan tanahnya, sebagaian besar Kota
Tangerang mempunyai tingkat kerniringan tahan 0 - 30 % dan sebagian kecil (yaitu di
bagian Selatan kota) kemiringan tanahnya antara 3 - 8% berada di Kelurahan Parung
Serab, Kelurahan Paninggalan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya.
24
4.1.2 Penduduk
Kabupaten Tangerang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2003 sebanyak
3.187.000 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.870 jiwa/km². Sebagian besar
penduduk Tangerang bekerja di Jakarta. Penduduk Tangerang yang berada di pesisir
bekerja sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun hasil yang
didapatnya kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penyebaran penduduk yang
bekerja terkait dengan perikanan sangat beragam sesuai jenis pekerjaannya antara lain
budidaya tambak, budidaya sawah, budidaya kolam, penangkapan laut, cilahan
Tabel 3 Jumlah penduduk bekerja terkait dengan perikanan, 2003
No.
1
2
3
4
5
Jenis Rumah Tangga Perikanan
Penangkapan Laut
Cilahan
Budidaya Tambak
Budidaya Kolam
Budidaya Sawah
Total
Jumlah
825
67
750
1497
223
3362
Sumber : http://www.Tangerangkab.go.id/, 2008
Tabel 3 menunjukan jumlah penduduk terbanyak bekerja sebagai budidaya
kolam dengan jumlah 1.497 orang dan jumlah penduduk terendah bekerja sebagai
cilahan (orang yang bekerja sebagai pengolah) dengan jumlah 67 orang. Total
penyebaran jumlah penduduk di 5 rumah tangga perikanan berjumlah 3.362 orang.
4.1.3 Penyebaran PPI di Kota Tangerang
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah sebagai suatu tempat bagi para
nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya atau pelabuhan perikanan dalam skala
yang lebih kecil (tipe D) (Direktorat Jenderal Perikanan, 1991). PPI pada dasarnya
tidak berbeda dengan pelabuhan perikanan (PP), hanya kualitas bobot kerja,
produktifitas, kapasitas fasilitas yang lebih kecil dengan pelabuhan perikanan tipe A,
B, C. Tangerang memiliki 7 PPI yang tersebar di berbagai kecamatan antara lain PPI
Kronjo, Benyawakan, Ketapang, Karang Serang, Cituis, Tanjung Pasir dan Dadap
25
Tabel 4 dan Lampiran 1. Dari 7 PPI yang ada, sebanyak 3 PPI tergolong baik yaitu
PPI Cituis, PPI Tanjung Pasir, dan PPI Kronjo. PPI tersebut mempunyai Tempat
Pelelangan Ikan (TPI), yang setiap harinya sangat aktif melelang ikan jika dibandingkan dengan 4 PPI lainnya.
Tabel 4 Penyebaran daerah PPI di Kab. Tangerang, 2008
No.
Nama PPI
Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
Kronjo
Benyawakan
Ketapang
Karang Serang
Cituis
Tanjung Pasir
Dadap
Kronjo
Kemiri
Mauk
Serang Sukadiri
Pakuhaji
Teluk Naga
Kosambi
Sumber : http://www.Tangerangkab.go.id/, 2008
4.1.4 Daerah penangkapan ikan
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan para
nelayan di Kabupaten Tangerang meliputi: Pulau Seribu, Perairan Tanjung Priuk
(Pulau Damar), Pulau Pari, Sumatra, Lampung (Maringge), dan Subang (Dinas
Perikanan Tangerang, 2008).
Jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan Kabupaten Tangerang dari
berbagai daerah penangkapan diatas sangat beragam, diantaranya jenis ikan yang
banyak tertangkap adalah peperek (Secutor ruconius), manyung (Arius thalassinus),
biji nangka (Upeneus sulphureus) , bambangan (Lutjanus spp), kerapu (Ephinephelus
spp), kakap (Lates calcarifer), kurisi (Nemipterus spp), ekor kuning (Caesio pisang),
tigawaja (Johnius dussumieri), cucut (Sphyrhinidae), pari (Trigonidae), selar (Caranx
bucculentus), kuwe (Caranx sexfasciatus), tetengkek (Megalapis cordyla), belanak
(Mugil cephalus), japuh (Dussumieria acuta), tembang (Sardinella fimbrinata),
kembung (Rastrelliger kanagurta), tenggiri (Scomberomorus comersonii), layur
(Trichiurus savala), cumi-cumi (Loligo spp), dan udang (Penaeus).
26
4.1.5 Unit penangkapan
Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang
tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk dengan kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan dan
mengawetkan (UU No 31 Tahun 2004). Keberhasilan memperoleh ikan dalam suatu
operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh unit penangkapan yang ada yang
terdiri dari armada penangkapan (perahu/kapal perikanan), alat tangkap, dan nelayan.
(1) Armada penangkapan ikan
Kegiatan penangkapan ikan sangat tergantung oleh unit penangkapan ikan.
Salah satu dari unit penangkapan adalah armada penangkapan ikan yang terdiri dari
perahu atau kapal perikanan. Armada penangkapan ikan yang beroperasi di
Kabupaten Tangerang dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu perahu motor
tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel adalah perahu yang
pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard engine) dengan
bahan bakar solar. Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya menggunakan
mesin yang disimpan di dalam badan kapal (inboard engine) dengan bahan bakar
solar. Kapal motor yang banyak digunakan di Kabupaten Tangerang berukuran <5
GT, 5-10 GT, dan 10-20 GT. Jumlah perahu atau kapal perikanan di Kabupaten
Tangerang tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 3
Tabel 5 Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kab. Tangerang, 20032007
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan per tahun
(%)
Jumlah (unit)
PMT
KM
1.592
68
1.658
73
1.757
89
2.444
99
2.445
180
1967,2
101,8
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008
Jumlah Total
(unit)
1.660
1.731
1.846
2.576
2.625
Pertumbuhan
(%)
4,28
6,64
39,54
1,90
-
13,09
27
Tabel 5 jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Tangerang pada kurun
waktu 2003-2007 mengalami perubahan dengan pertumbuhan total sebesar 13,09%.
Jumlah kapal/perahu di Kabupaten Tangerang berasal dari 7 PPI yaitu Kronjo,
Benyawakan, Ketapang, Karang Serang, Cituis, Tanjung Pasir dan Dadap. Jumlah
kapal/perahu didominasi oleh perahu motor tempel (PMT) dikarenakan biaya
operasional dan pembuatannya lebih murah dibandingkan dengan kapal motor (KM).
Tiap tahunnya jumlah kapal atau perahu mengalami peningkatan. Peningkatan
pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2005-2006 sebesar 39,54%. Peningkatan
jumlah kapal atau perahu tersebut diakibatkan karena potensi perikanan Kabupaten
Tangerang dinilai baik dan berbanding lurus dengan jumlah nelayan di Kabupaten
Tangerang dimana semakin banyak kapal/perahu beroperasi maka jumlah nelayan
juga meningkat.
3000
J u m la h (u n it)
2500
2000
KM
1500
PMT
1000
500
0
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 2 Perkembangan jumlah kapal atau perahu perikanan di Kab. Tangerang,
2003-2007.
Berdasarkan pada Gambar 2, jumlah kapal atau perahu perikanan di Kab.
Tangerang selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut antara lain dikarenakan
adanya pembangunan fasilitas dermaga bongkar dan TPI di berbagai PPI di Kab.
Tangerang. Pada umumnya PPI dilengkapi dengan fasilitas pokok, fungsional dan
28
tambahan yang sangat penting bagi aktivitas kegiatan nelayan, terutama dalam hal
bongkar muat kapal. Dengan adanya fasilitas yang semakin memadai maka jumlah
kapal/perahu akan semakin bertambah.
(2) Alat tangkap
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Tangerang selama
kurun waktu 2003-2007 rata-rata berjumlah 2.311 unit (Tabel 6). Jenis alat tangkap
yang digunakan adalah payang, dogol, purse seine, gillnet, bagan, rawai, pancing,
sero, bubu, alat pengumpul kerang dan tombak. Dari berbagai jenis alat tangkap di
atas yang dominan adalah gillnet, pancing, dogol, bubu dan alat pengumpul kerang.
Tabel 6 Perkembangan jumlah alat tangkap di Kab. Tangerang, 2003-2007
PY
2003
110
2004
90
Tahun
2005
80
2
DG
256
145
119
445
445
282
3
PR
-
-
1
-
32
17
4
GT
1029
1041
1079
1280
1372
1161
5
BG
85
71
97
34
56
69
6
RW
-
31
-
25
39
32
7
PC
439
450
401
468
468
445
8
SR
-
-
2
23
23
16
9
BU
-
-
39
156
156
117
10
APK
86
125
192
51
51
101
11
TBK
62
55
50
86
86
68
2067
2008
2060
2628
2788
2311
-
-2,85
2,59
27,57
-6,09
5,30
No.
Alat Tangkap
1
Jumlah (Unit)
Perkembangan (%)
2006
60
2007
60
Rataan
80
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008
Keterangan:
PY: Payang; DG: Dogol; PR: Purse seine; GT: Gillnet; BG: Bagan; RW: Rawai; PC:
Pancing; SR: Sero; BU: Bubu; APK: Alat pengumpul kerang; TBK; Tombak
Jumlah alat tangkap yang beroperasi berfluktuasi setiap tahunnya dan
jumlahnya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5,30% setiap tahunnya selama
kurun waktu 2003-2007 (Gambar 3). Jumlah alat tangkap terbanyak terjadi pada
tahun 2007, sebanyak 2788 unit. Penurunan jumlah alat tangkap terjadi pada tahun
29
2003-2004 dan selanjutnya mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2006 dan
turun kembali pada tahun 2007. Penurunan jumlah alat tangkap yang beroperasi
dikarenakan naiknya harga BBM yang mengakibatkan kapal atau perahu tidak
beroperasi.
J u m la h A la t T a n g k a p ( U n it)
1600
Gillnet
1400
1200
Pancing
1000
800
Dogol
600
400
Bubu
200
0
2003 2004 2005 2006 2007
Alat pengumpul
kerang
Tahun
Gambar 3 Perkembangan alat tangkap dominan di Kab. Tangerang, 2003-2007.
(3) Nelayan
Pelabuhan merupakan salah satu lahan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga
kerja melalui kegiatan industri perikanan dan industri penangkapan. Industri ini
mendorong masyarakat khususnya nelayan agar dapat terlibat langsung. Nelayan
adalah orang yang mengoperasikan unit penangkapan ikan atau sarana produksi.
Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang periode tahun 2003-2007
disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.
Tabel 7 Perkembangan jumlah nelayan di Kab. Tangerang, 2003-2007
30
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
Nelayan (orang)
Pertumbuhan (%)
8,58
1,06
24,37
0
8.50
Jumlah
8.854
9.614
9.716
12.084
12.084
Rata-Rata Pertumbuhan
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008
Jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2003-2007 setiap
tahunnya meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan 8,50%. Kenaikan yang relatif
besar terjadi pada periode 2005-2006 dengan pertumbuhan 24,37%. Meningkatnya
jumlah nelayan setiap tahunnya di Kabupaten Tangerang disebabkan semakin
berkembangnya industri perikanan di daerah tersebut yang sangat menjanjikan
sebagai mata pencaharian. Mayoritas penduduk Tangerang yang bekerja sebagai
nelayan merupakan penduduk yang tinggal di wilayah pesisir. Menurut data dari
Dinas Kelautan Kabupaten Tangerang, nelayan yang bekerja di Kabupaten Tangerang
diklasifikasikan sebagai nelayan penuh yang berarti bahwa nelayan tersebut
menggantungkan hidup sepenuhnya untuk menangkap ikan karena tidak mempunyai
pekerjaan lain.
Jumlah Nelayan (Orang)
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 4 Perkembangan nelayan di Kab. Tangerang, 2003-2007.
4.1.6 Produksi dan nilai produksi
31
Produksi hasil tangkapan adalah banyaknya hasil tangkapan (satuan ton) yang
didaratkan ditempat pendaratan ikan dalam hal ini PPI Cituis, sedangkan nilai
produksi adalah nilai yang dihasilkan dari sejumlah hasil tangkapan yang didaratkan
(satuan rupiah). Perkembangan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di
Kabupaten Tangerang pada periode 2001-2007 ditunjukan pada Tabel 8.
Tabel 8 Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi di Kab. Tangerang, 20012007
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Volume
(Ton)
16.895,0
18.971,1
15.731,0
16.045,5
16.532,7
16.597,6
17.426,0
Produksi
Pertumbuhan
(%)
12,29
-17,08
2,0
3,04
0,39
5,0
Nilai Produksi
Nilai
Pertumbuhan
(Juta Rupiah)
(%)
80.069.050
179.480.421
124.16
150.185.800
-16.32
153.187.300
2.0
157.838.132
3.04
167.022.743
5.82
175.367.828
5.0
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008
Jumlah produksi di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2001-2007
mengalami kenaikan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,94% dengan jumlah volume
rata-rata sebesar 16.885,5 ton. Jumlah produksi mengalami penurunan pertumbuhan
pada tahun 2002-2003 sebesar 17,08%. Penurunan tersebut disebabkan jumlah kapal
yang melakukan operasi penangkapan sedikit sehingga hasil tangkapan yang
diperoleh berkurang. Jumlah kapal yang beroperasi berbanding lurus dengan jumlah
hasil tangkapan.
Jumlah nilai produksi di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2001-2007
mengalami kenaikan rata-rata pertumbuhan sebesar 20,62% dengan rata-rata nilai
produksi per tahun sebesar 151.878.753,4 juta rupiah. Pertumbuhan nilai produksi
terbesar terjadi pada tahun 2001-2002 mencapai 124.16% dari Rp80.069.050,00
menjadi Rp179.480.421,00. Hal ini disebabkan harga ikan per kg pada tahun 2002
lebih besar dari pada tahun 2001. Dilihat dari data yang didapatkan dari Dinas
Perikanan dan Kelautan Tangerang, harga ikan kerapu (Ephinephelus spp) pada tahun
2001 adalah Rp10.000,00, ikan kakap (Lates calcarifer) Rp9.000,00 dan ikan cucut
32
(Sphyrhinidae) Rp3.000,00 sedangkan pada tahun 2002 harga ikan kerapu adalah
Rp30.000,00, ikan kakap Rp20.000,00, dan ikan cucut Rp12.000,00. Perbedaan harga
yang terlalu tinggi ini menyebabkan pertumbuhan pada tahun 2001-2002 mencapai
124.16%.
20,000.0
18,000.0
Volume (ton)
16,000.0
14,000.0
12,000.0
10,000.0
8,000.0
6,000.0
4,000.0
2,000.0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 5 Perkembangan jumlah volume produksi di Kab. Tangerang,
2001-2007.
Pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan periode 2003-2007 terus
mengalami peningkatan sama halnya untuk pertumbuhan nilai produksi hasil
tangkapan pada periode yang sama seperti terlihat pada Gambar 6 dibawah ini
200
180
160
Nilai (juta)
140
120
100
80
60
40
20
0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 6 Perkembangan jumlah nilai produksi di Kab. Tangerang, 2001-2007.
4. 2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang
33
4.2.1 Lokasi PPI Cituis
PPI Cituis terletak di Desa Surya Bahari, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang.
Secara geografis PPI Cituis terletak pada posisi 61°58´ LS dan 106º34´33" BT.
Menurut pemerintahan kabupaten Tangerang, batas wilayah PPI Cituis yang terletak
di Desa Surya Bahari meliputi:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Laut Utara Jawa;
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Rawasaban;
3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Karang Serang;
4) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukawali.
Luas wilayah PPI Cituis sekitar ± 5 ha dengan lebar sungai 20 m dan panjang
1000 m. PPI Cituis merupakan pelabuhan tipe D yang terbentuk secara alami.
Berdasarkan surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kab. Tangerang Nomor 523/620Perk/1998 tanggal 17 Juli 1998, lokasi tersebut ditetapkan sebagai Pangkalan
Pendaratan Ikan di Kabupaten Tangerang. PPI Cituis dari tingkat operasionalnya
sangat aktif di Kabupaten Tangerang dibandingkan dengan PPI yang ada. Hal ini
dapat dilihat dari aktivitas TPI yang melelang ikan setiap harinya dan fasilitas yang
tersedia dapat memenuhi kebutuhan kegiatan perikanan antara lain SPDN, dermaga
dan PDAM.
Aktivitas perikanan di daerah ini merupakan penghasilan utama penduduk di
daerah Cituis. Namun demikian, tingkat kesejahteraan nelayan di PPI Cituis ini belum
dapat dikatakan sejahtera karena rata-rata pendapatan nelayan setempat berkisar Rp.
20.000- 35.000 rupiah per hari dengan jumlah tanggungan keluarga rata-rata lebih
dari 5 orang. Dalam memenuhi kebutuhan nelayan sebagai pengguna jasa pelabuhan,
sarana dan prasarana yang ada belum dikatakan baik seperti akses jalan menuju
pelabuhan dirasakan sangat jauh dari jalan utama dengan kondisi jalan rusak dan
becek, maka perlu adanya perbaikan oleh pihak pengelola agar para pengguna jasa
pelabuhan dapat memperoleh kepuasan dalam pelayanan yang diberikan oleh
pelabuhan tersebut.
4.2.2 Unit penangkapan
34
Unit penangkapan merupakan indikator perkembangan perikanan di PPI Cituis
Tangerang. Keberhasilan operasi penangkapan ikan sangat tergantung oleh unit
penangkapan yang ada. Umumnya unit penangkapan terdiri dari armada penangkapan
(perahu atau kapal perikanan), alat tangkap dan nelayan.
(1) Armada penangkapan ikan
Salah satu dari unit penangkapan adalah armada penangkapan ikan yang terdiri
dari perahu atau kapal perikanan. Armada penangkapan ikan yang beroperasi di PPI
Cituis dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu perahu motor tempel (PMT)
dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel adalah perahu yang pengoperasiannya
menggunakan mesin motor tempel (outboard engine) dengan bahan bakar solar.
Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin yang
disimpan didalam badan kapal (inboard engine) dengan bahan bakar solar. Kapal
motor yang banyak digunakan di PPI Cituis berukuran <5 GT, 5-10 GT, dan 10-20
GT. Jumlah perahu atau kapal perikanan di PPI Cituis periode 2003-2007 dapat
dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 7.
Tabel 9 Perkembangan jumlah kapal/perahu di PPI Cituis, 2003-2007
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan
per tahun (%)
PMT
398
425
419
430
419
Jumlah (unit)
KM
< 5 GT 5-10 GT
52
33
52
33
52
33
52
33
52
33
2,44
10-20 GT
1
1
1
1
1
Jumlah
Total
(unit)
Pertumbuhan
(%)
484
511
505
516
505
5,58
-1,74
2,18
-2,13
0,97
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008
Jumlah kapal/perahu di PPI Cituis selama kurun waktu 2003-2007 mengalami
kenaikan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,97%. Jumlah perahu motor tempel (PMT)
mengalami kenaikan pertumbuhan rata-rata 2,44% berbeda dengan kapal motor (KM)
tidak mengalami pertumbuhan dikarenakan setiap tahun jumlahnya tetap yaitu 86
35
unit. Tidak berkembangnya kapal motor di PPI Cituis karena mayoritas nelayan
disana lebih memilih perahu motor tempel karena biaya operasionalnya lebih murah.
Kepemilikan kapal motor di PPI Cituis didominasi oleh agen ikan pengumpul
bermodal besar yang memiliki usaha perikanan. Jenis kapal motor biasanya
digunakan untuk pengoperasian jenis alat tangkap jaring gardan berukuran kapal 16
GT dengan biaya operasional rata-rata setiap harinya sebesar 10 juta dan jumlah awak
kapal ±20 orang. Perahu motor tempel biasanya digunakan untuk pengoperasian jenis
alat tangkap jaring rampus dan pancing ulur berukuran <10 GT dengan biaya
operasional rata-rata tiap harinya sebesar ± Rp200.000,00 rupiah dan jumlah ABK 5
orang. Kapal yang tercatat di PPI Cituis adalah kapal yang digunakan untuk kegiatan
perikanan saja. Kapal yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan tidak dicatat oleh
syahbandar. Data jumlah kapal motor yang didapatkan di tempat penelitian jauh dari
sempurna, seperti yang terjadi dari tahun 2003-2007 jumlahnya adalah tetap.
500
J u m la h (u n it )
400
300
PMT
200
KM
100
0
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 7 Perkembangan jumlah kapal atau perahu di PPI Cituis, 2003-2007.
(2) Alat Tangkap
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di PPI Cituis selama kurun waktu
2003-2007 rata-rata berjumlah 475 unit. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah
payang, dogol, purse seine, gillnet, rawai, pancing, sero, bubu, dan alat pengumpul
36
lain. Jenis alat tangkap yang dominan dalam kurun waktu 2003-2007 oleh nelayan di
PPI Cituis adalah gillnet, pancing ulur, dogol, bubu, dan alat pengumpul lain (Tabel
10).
Tabel 10 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jumlah (Unit)
Perkembangan (%)
Alat
Tangkap
PY
DG
PR
GT
RW
PU
SR
BU
APL
2003
7
100
163
152
15
8
445
-
2004
7
100
154
168
24
4
457
2,70
Tahun
2005
7
100
126
120
4
50
407
-10,94
2006
7
100
201
1
187
21
517
27,03
2007
7
100
6
220
1
187
2
21
5
549
6,19
Rataan
7
100
6
173
1
163
2
17
18
475
6,25
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008
Keterangan:
PY: Payang; DG: Dogol; PR: Purse seine; GT: Gillnet; RW: Rawai; PU: Pancing ulur
SR: Sero; BU: Bubu; APL: Alat pengumpul lain.
Pada Tabel 10 dan Gambar 8 dibawah ini terlihat bahwa jumlah alat tangkap
yang beroperasi di PPI Cituis setiap tahunnya mengalami perubahan dan jumlahnya
mengalami kenaikan rata-rata sebesar 6,25% selama kurun waktu 2003-2007. Jumlah
alat tangkap yang terbanyak beroperasi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 549
unit. Jumlah alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di PPI Cituis adalah
alat tangkap gillnet. Penurunan alat tangkap terjadi pada tahun 2004-2005 dengan
penurunan sebesar 10,94% dan selanjutnya meningkat setiap tahunnya. Sama halnya
yang terjadi di Kabupaten Tangerang, penurunan jumlah alat tangkap yang beroperasi
disebabkan oleh menurunnya jumlah kapal yang beroperasi periode 2004-2005.
Penurunan jumlah kapal/perahu berbanding lurus dengan penurunan jumlah alat
tangkap.
Pertumbuhan jumlah 5 jenis alat tangkap dominan (gillnet, pancing ulur, dogol,
bubu, dan alat pengumpul lain) hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan.
37
Peningkatan tertinggi terjadi pada alat tangkap gillnet pada periode 2005-2006
J u m la h A la t T a n g k a p ( U n it)
sebesar 75 unit.
gillnet
250
200
Pancing Ulur
150
100
Dogol
50
0
2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Alat pengumpul
lain
Bubu
Gambar 8 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007.
(3) Nelayan
Nelayan merupakan komponen terpenting dalam operasi penangkapan ikan.
Nelayan yang ada di PPI Cituis merupakan penduduk asli dari daerah Kecamatan
Pakuhaji Kabupaten Tangerang. Berdasarkan waktu kerjanya, nelayan di PPI Cituis
diklasifikasikan menjadi tiga (Tabel 11), yaitu nelayan penuh yang berarti nelayan
yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan,
nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan
untuk melakukan operasi penangkapan, dan nelayan sambilan tambahan adalah
nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan operasi
penangkapan.
Tabel 11 Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007
Tahun
Jumlah
Nelayan
Klasifikasi Nelayan
Nelayan
Nelayan
Pertumbuhan
(%)
38
Penuh
2003
2004
2005
2006
2007
2086
2018
2136
2758
2758
Sambilan Utama
1687
324
1592
337
1784
352
2183
466
2183
466
Rata-Rata Pertumbuhan
Sambilan
Tambahan
75
89
109
109
-3,26
5,85
29,12
0
7,93
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008
Tabel 11 dan Gambar 9 menunjukkan bahwa jumlah nelayan di PPI Cituis
berdasarkan waktu kerjanya, sebagian besar adalah nelayan penuh yaitu 9.429 orang.
Jumlah nelayan PPI Cituis setiap tahunnya mengalami kenaikan dengan rata-rata
pertumbuhan 7,93% dalam kurun waktu 2003-2007. Jumlah nelayan dari tahun 20032004 mengalami penurunan mencapai 3,26% dan pada tahun selanjutnya kembali
mengalami kenaikan. Menurut hasil wawancara, mahalnya harga BBM terutama solar
subsidi yang disediakan oleh KUD di PPI Cituis menjadikan banyak kapal tidak
beroperasi, sehingga nelayan tidak bekerja atau terjadi penurunan jumlah nelayan.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar nelayan di PPI Cituis
merupakan nelayan penuh, sehingga mereka akan menganggur kalau tidak melaut
karena tidak ada pekerjaan lain.
Jumlah Nelayan (Orang)
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 9 Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007.
4.2.3 Fasilitas PPI Cituis
39
Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis dalam melaksanakan segala aktivitas
perikanan, memiliki fasilitas yang dikelompokkan ke dalam fasilitas pokok, fasilitas
fungsional dan fasilitas penunjang.
(1) Fasilitas pokok
Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Cituis Tangerang adalah:
1) Areal pelabuhan
PPI Cituis memiliki areal seluas 5 ha dan status kepemilikan tanahnya adalah
milik negara. Kemungkinan untuk pengembangan areal akan diperluas sampai 10 ha.
Pemanfaatan lahan yang ada belum optimal karena masih belum dibangunnya
fasilitas yang diperbaiki antara lain kantor UPT PPI Cituis.
2) Kolam pelabuhan
Gambar 10 Kolam Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cituis.
Kolam pelabuhan (Gambar 10) yang dimiliki PPI Cituis berukuran lebar 25 m
dan panjang 1000 m. Kondisi kolam pelabuhan dirasakan cukup sempit dan
kedalamannya hanya 1,5 m karena adanya pendangkalan sehingga kapal-kapal yang
berlabuh menumpuk di perairan kolam pelabuhan untuk menambatkan kapal. Dengan
40
demikian kapal yang melakukan bongkar harus antri sehingga ruang gerak untuk
kapal yang berlayar juga terganggu. Kondisi perairan kolam pelabuhan di PPI Cituis
saat ini kotor karena dipenuhi oleh sampah.
3) Dermaga
Gambar 11 Dermaga pendaratan PPI Cituis.
Dermaga terbuat dari kayu dengan panjang 24 m dan lebar 8 m (Gambar 11).
Dari hasil pengamatan di lapangan dan wawancara kepada pihak syahbandar bahwa
dermaga PPI Cituis merupakan dermaga transportasi karena kapal yang bersandar di
dermaga tersebut adalah kapal pengangkut penumpang. Kapal ikan yang melakukan
bongkar muat kapal di lakukan di tepi kolam yang dangkal dekat dengan daratan.
Kapal yang melakukan bongkar muat rata-rata hanya 2 kapal per hari.
4) Alat bantu navigasi
Alat bantu navigasi di PPI Cituis adalah mercusuar (light ships) berjumlah 1
buah yang letaknya di ujung pantai berfungsi untuk memberitahu/membimbing kapal
41
ketika mendekati pelabuhan agar terhindar dari bahaya-bahaya, seperti karang dan
pendangkalan.
5) Turab/talud
Panjang turab sungai yang dimiliki PPI Cituis adalah 400 m. Pemanfaatannya
sebagai menahan tekanan air dan menahan tanah agar tidak longsor. Tinggi turab
yang ada di PPI Cituis adalah 1.5 m dengan kondisi baik di sepanjang dermaga.
(2) Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional yang ada di PPI Cituis adalah:
1) Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Gambar 12 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Gedung TPI PPI Cituis memiliki luas 266 m² (Gambar 12). Gedung TPI
tersebut dilengkapi dengan kantor seluas 66 m², ruang packing 56 m² dan ruang
lelang 144 m². Sarana yang ada di TPI adalah timbangan, basket dan sound system.
Sampai saat ini kegiatan pelelangan yang dilaksanakan di PPI Cituis sangat aktif.
Kegiatan tersebut dimulai dari jam 07.00 WIB pagi sampai jumlah ikan yang ada di
TPI habis terjual, biasanya sampai jam 15.00 WIB. Dalam proses pengembangan di
42
PPI Cituis, gedung TPI akan dipindahkan ke dekat pantai agar letaknya tidak jauh
dari dermaga sehingga mempermudah proses pengangkutan pada saat pembongkaran.
2) Instalasi air tawar
Gambar 13 Instalasi penampung air minum.
PPI Cituis memiliki fasilitas air bersih berupa 1 instalasi tanki dengan sumber
air tawar berasal dari sumur dengan kapasitas 20 liter/drum yang berada dekat gedung
TPI (Gambar 13). Air sumur tersebut digunakan untuk kegiatan perbekalan,
pencucian ikan, pencucian TPI, mandi dan mencuci. Tetapi untuk air minum mereka
membelinya dari perusahaan daerah air minum (PDAM). Untuk kegiatan masyarakat
dalam meningkatkan pelayanan air bersih, penetapan harga penjualan air ditentukan
berdasarkan harga dasar perusahaan daerah air minum.
3) Stasiun Pengisian Bahan Bakar
PPI Cituis memiliki Station Package Dealer Nelayan (SPDN) yang terletak
disebelah KUD Mina Samudera yang dikelola oleh KUD Mina Samudera (Gambar
14). SPDN 3915501 diresmikan dan aktif beroperasi sejak tanggal 21 Februari 2003.
Tangki BBM yang dimiliki berjumlah 2 unit dan ±25 drum yang digunakan untuk
menampung bahan bakar solar bagi kebutuhan nelayan. Kapasitas tangki BBM ini
43
adalah 8000 liter/tangki dan 20 liter/drum. Solar dipasok dari Pertamina Cilegon
dengan frekuensi pengiriman tiga kali sehari. Dalam sehari pengiriman, volume solar
yang dikirim yaitu 16.000 liter atau 2 tangki.
Gambar 14 Station Package Dealer Nelayan (SPDN).
Pengelola dari SPDN di PPI Cituis adalah Koperasi Unit Desa (KUD) Mina
Samudera. Koperasi ini diresmikan langsung oleh Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri
(mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI) pada tanggal 16 Juli 2002 dengan
NPWP 01.528.616.4-418.000. SPDN yang merupakan tempat penjualan solar untuk
kebutuhan operasi kapal penangkapan ikan, dijual sesuai dengan Harga Eceran
Tertinggi (HET)
yaitu sebesar Rp 4.300,00 rupiah (harga sebelum BBM naik).
Sistem pembayaran yang diterapkan oleh pihak koperasi kepada nelayan adalah
pembayaran tunai sejumlah liter solar yang diperlukan.
4) Listrik dan instalasi
Listrik di PPI Cituis bersumber dari perusahaan listrik Negara (PLN) dengan
kapasitas daya 1.300 Watt. PPI Cituis melalui KUD Mina Samudera menyediakan 2
unit genset dengan kapasitas daya masing-masing 500 Watt untuk mengantisipasi
apabila terjadi pemadaman listrik.
44
5) Areal penjemuran jaring
PPI Cituis mempunyai areal penjemuran jaring dengan luas areal 4000 m².
Areal ini sering dimanfaatkan bagi nelayan jaring gardan dan jaring rampus untuk
menjemur jaring. Areal penjemuran tersebut sudah mencukupi untuk menampung
nelayan yang akan memperbaiki jaringnya, namun rata-rata nelayan lebih banyak
mengerjakan perbaikan jaring di atas kapal.
6) Balai Pertemuan Nelayan (BPN)
Balai pertemuan nelayan PPI Cituis memiliki luas 110 m², dimanfaatkan untuk
pertemuan nelayan, rapat dan pelatihan-pelatihan mengenai perikanan. Balai
pertemuan nelayan terletak di dekat pantai sebelah utara berdampingan dengan
gedung TPI yang baru.
7) Docking/slipway
PPI Cituis memiliki satu fasilitas untuk memperbaiki bagian lunas kapal yang
disebut slipways. Slipways ini dapat memperbaiki kapal berkapasitas >10 GT. Saat ini
kondisinya sangat baik dengan dilengkapi mesin, runway dan gedung.
8) Bengkel
Gambar 15 Bengkel mesin kapal/perahu.
45
PPI Cituis memiliki bengkel dengan luas 20 m² (Gambar 15). bengkel tersebut
terletak di pinggir jalan utama PPI Cituis. Bengkel tersebut saat ini berfungsi sangat
baik, bangunannya masih kokoh dan peralatannya cukup lengkap untuk memperbaiki
mesin kapal. Bengkel tersebut rata-rata memperbaiki mesin kapal motor tempel
berukuran <20 GT.
(3) Fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Cituis adalah:
1) Perumahan nelayan
Perumahan nelayan yang ada di PPI Cituis memiliki luas 385 m² menurut
data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. Berdasarkan
pengamatan di lapangan dan wawancara, jumlah rumah nelayan yang ada di
PPI Cituis >100 unit rumah karena mayoritas penduduknya adalah nelayan.
2) Masjid
Gambar 16 Masjid.
PPI Cituis mempunyai sarana ibadah berupa masjid 1 unit untuk
dimanfaatkan bagi pengguna jasa pelabuhan dan penduduk setempat (Gambar
46
16). Masjid ini terletak tepat disamping tempat penjemuran ikan asin. Luas
tanah yang dibangun untuk masjid sekitar 300 m² mampu menampung ± 100
orang.
3) Mandi Cuci Kakus (MCK)
PPI Cituis memiliki MCK seluas 20 m² dilengkapi dengan tempat mandi,
mencuci dan kakus. Kondisi MCK tergolong bersih dengan lantainya yang
dilengkapi keramik dan setiap harinya dibersihkan.
4) Areal parkir
Tempat parkir yang ada di PPI Cituis terletak di depan gedung TPI dengan
luas lahan 1000 m². Tempat parkir tersebut dilengkapi dengan pos penjaga
yang berfungsi untuk menjaga kendaraan yang sedang parkir. Kondisi areal
parkir di PPI Cituis kotor dan berlumpur karena tidak berlantai.
4.2.4 Kelembagaan terkait di PPI Cituis
(1) KUD (Koperasi Unit Desa) Mina Samudera
KUD Mina Samudera didirikan pada tahun 1979. Awal mula berdirinya KUD
Mina Samudera adalah karena program pemerintah yang saat itu sedang
menggalakkan pembangunan koperasi di berbagai wilayah Indonesia. Pada saat itu,
karena sudah merupakan program maka koperasi selalu difasilitasi sehingga koperasi
dapat berjalan. Pada tahun 1990, KUD Mina Samudera dipercaya untuk mengelola
TPI Cituis, namun karena SDM yang belum memadai dan ketidak cakapan pengurus
dalam mengelola, akhirnya pada tahun 1992 TPI Cituis dikembalikan pengelolaannya
kepada Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Selanjutnya sejak bulan Agustus
1998, TPI dikelola oleh KUD Mina Samudera menurut SK Gubernur Jawa Barat.
KUD Mina Samudera memiliki jumlah anggota sekitar 312 orang. Unit
usahanya meliputi unit simpan pinjam, unit pengadaan BBM, unit listrik dan Tempat
Pelelangan Ikan.
47
(2) Kantor Syahbandar
Gambar 17 Kantor kesyahbandaran PPI Cituis.
Syahbandar merupakan pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
Departemen Perhubungan Laut. Syahbandar memiliki wewenang dan tanggung jawab
dalam melaksanakan pengawasan yang berkaitan dengan keselamatan bagi kapal
perikanan yang menggunakan jasa PPI Cituis. Kantor syahbandar mempunyai tugas
memberikan jasa administrasi angkutan laut, kepelabuhanan, keamanan, dan
keselamatan untuk memperlancar angkutan laut.
Berdasarkan kenyataan di lapangan peran syahbandar di PPI Cituis tidak
bekerja dengan baik. Kapal perikanan yang ingin melakukan operasi penangkapan
dibiarkan melakukan operasi tanpa memiliki surat izin penangkapan yang syah dari
syahbandar. Dilihat dari fasilitas yang ada, kantor syahbandar di PPI Cituis tidak
layak digunakan karena fasilitasnya dalam keadaan rusak. Dibawah ini tampak
kondisi kantor syahbandar perikanan yang ada di PPI Cituis (Gambar 17).
(3) Sentra pengolah ikan asin Fajar Pantura
Masyarakat pesisir Kabupaten Tangerang tidak semuanya bermata pencaharian
sebagai nelayan perikanan tangkap, namun ada juga berprofesi sebagai pengolah.
Para pengolah secara penuh kesadaran telah membentuk suatu wadah untuk menjaga
48
eksistensi usahanya yang sekarang bernama “Kelompok pengolah Fajar Pantura”.
Fajar Pantura didirikan pada tanggal 18 juli 2005 dibawah kepengurusan KUD Mina
Samudera. Fajar Pantura merupakan suatu unit pengolahan ikan asin yang ada di PPI
Cituis. Jumlah anggota pengolah ikan asin sampai sekarang ±10 yang semuanya
berasal dari Kecamatan Pakuhaji Desa Surya Bahari.
4.2.5 Proses pelelangan ikan
Hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan dijual di Tempat Pelelangan Ikan
(TPI). Kegiatan pelelangan ikan merupakan awal pemasaran dari hasil tangkapan
yang didaratkan di PPI Cituis. Hasil tangkapan harus memiliki kualitas baik agar
mendapatkan harga jual yang tinggi pada saat proses pelelangan. Dengan tingginya
harga jual maka nelayan akan mendapatkan pendapatan yang layak. Proses
pelelangan ikan di PPI Cituis dapat diuraikan pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Nelayan pemilik melaporkan jumlah hasil tangkapannya kepada KUD Mina
Samudra. KUD inilah yang mempertemukan antara nelayan pemilik dengan bakul
sebagai peserta lelang pada proses pelelangan ikan. Bakul ini merupakan anggota
koperasi yang aktif, selain anggota koperasi tidak bisa mengikuti pelelangan.
Secara keseluruhan proses lelang dihadiri oleh juru lelang, juru bakul dan nelayan
pemilik. Juru lelang mengumumkan dan memimpin proses lelang dengan terlebih
dahulu menyebutkan jenis ikan, ukuran, berat dan nama pemilik ikan. Pelelangan
ikan diakhiri apabila juru lelang tersebut telah menyebutkan nama pemenang
lelang atas harga penawaran tertinggi.
2) Setelah ada bakul yang ditetapkan sebagai pemenang lelang, maka bakul tersebut
dan nelayan pemilik harus mempunyai karcis lelang yang disediakan oleh KUD.
Pencatatan transaksi tercantum pada karcis lelang yang meliputi: nama nelayan,
nama bakul, berat dan jenis ikan, harga satuan, jumlah harga. Setelah proses
pelelangan selesai dan harga telah disepakati maka pembayaran hasil lelang
dilakukan di kantor TPI oleh pihak KUD.
49
3) Peserta pemenang lelang umumnya melakukan pencatatan atas hasil transaksi.
Jumlah ikan yang telah dimenangkan ditumpuk di gedung TPI dan menunggu
konsumen untuk membeli ikan-ikan tersebut.
Proses pembayaran oleh oleh pemenang lelang dan pemilik kapal dilakukan
sebagai berikut.:
(1). Setelah mengisi form pelelangan, pemenang lelang dan pemilik kapal kemudian
melakukan pembayaran di kantor TPI. Pemerintah daerah sesuai Perda No. 1819 Tahun 2002 menetapkan besarnya biaya retribusi jasa pelelangan yaitu 2%
kepada nelayan pemilik sebesar dan 3% kepada pemenang lelang. Namun, di
PPI Cituis, KUD menambahkan biaya retribusi untuk nelayan pemilik menjadi
5% yang 3% tujuannya sebagai tabungan nelayan pemilik kapal apaabila kapalkapal penangkapan ikan mendaratkan hasil tangkapan di PPI Cituis.
Penambahan 5% juga diterima kepada pemenang lelang (bakul) dimana yang
2% tujuannya sebagai tabungan, biaya pengobatan nelayan bila mengalami
kecelakaan dan pesta rakyat tahunan.
(2). Pembayaran dilakukan di kasir sesuai dengan jumlah yang telah disepakati.
(3). Selanjutnya uang hasil pelelangan diserahkan kepada bendahara KUD Mina
Samudera.
Gambar 18 Suasana saat pelelangan ikan di TPI PPI Cituis.
50
Proses pelelangan di PPI Cituis dari sisi teknis pelaksanaan secara umum sudah
terselenggara dengan lancar, kekurangan yang ada yaitu dalam hal penempatan ikan
dan kebersihan lantai. Ikan diletakkan begitu saja di lantai TPI tanpa memperhatikan
kebersihan lantai TPI. Seharusnya digunakan alas untuk meletakkan ikan-ikan
tersebut. Pemberian es yang kurang untuk penanganan ikan dan lantai yang kotor
adalah merupakan suatu kekurangan dari PPI Cituis dalam memfasilitasi kegiatan
pelelangan ikan, sehingga kualitas ikan menurun. Gambar keadaan proses pelelangan
yang ada di PPI Cituis ditunjukkan pada Gambar 18.
5 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN
SEGAR PPI CITUIS
5.1 Ikan segar
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang cepat membusuk. Penanganan
ikan merupakan hal terpenting untuk menjaga ikan agar tetap segar. Didinginkan
dengan menggunakan es adalah penanganan yang tepat untuk memperpanjang masa
kesegaran ikan. Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawet
dengan apa pun kecuali semata-mata didinginkan dengan es (Muljanto, 1982). Ikan
yang baru ditangkap, apabila dalam beberapa jam saja tidak diberi perlakuan atau
penanganan yang tepat, maka ikan tersebut akan menurun kualitas kesegarannya.
Pengertian kualitas ikan secara sederhana dapat diidentikkan dengan tingkat
kesegaran. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan
hidup baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain ikan segar adalah
ikan yang baru saja ditangkap, belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum
mengalami perubahan fisik maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama
ketika ditangkap (Anita, 2003). Menurut hasil wawancara dengan nelayan, kondisi
hasil tangkapan ikan di PPI Cituis pada saat pembongkaran sampai ke TPI, umumnya
masih dalam kondisi baik karena ikan-ikan tersebut berasal dari hasil tangkapan
nelayan harian dan langsung dilelang di TPI pada hari itu juga.
Jenis ikan yang dominan didapatkan nelayan di PPI Cituis antara lain: alu-alu
(Sphyraena spp), biji nangka (Upeneus sulphureus), cumi-cumi (Loligo spp), kurisi
(Nemipterus spp), pari (Trigonidae), sebelah (Bothidae), tiga waja (Johnius
dussumieri), kembung (Rastrelliger kanagurta), dan kuniran (Upeneus sulphureus).
Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan adalah jaring gardan
(Dogol), jaring rampus (Gillnet) , dan pancing ulur.
52
5.1.1 Volume dan nilai produksi ikan segar
Perkembangan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPI
Cituis pada periode 2004-2007 ditunjukkan pada Tabel 12. Pada Tabel 12
menunjukkan rata-rata volume produksi ikan segar di PPI Cituis sebesar 554,2 ton
dalam kurun waktu 2004-2007 atau mengalami pertumbuhan rata-rata 5,37 % dan
jumlah volume produksi sebesar 628,4 ton pada tahun 2007. Kenaikan volume
produksi antara lain disebabkan jumlah kapal di PPI Cituis yang melakukan operasi
penangkapan semakin bertambah dan oleh satu kapal ikan yang dioperasikan lebih
dari satu alat tangkap. Seiring dengan bertambahnya jumlah kapal dan jumlah alat
tangkap maka volume produksi hasil tangkapan juga bertambah.
Tabel 12 Perkembangan volume dan nilai produksi ikan segar di PPI Cituis, 20042007
Produksi
Tahun
2004
2005
2006
2007
Volume
(ton)
544,8
498,8
545,6
628,4
Pertumbuhan per
tahun (%)
-8,45
9,39
15,17
Nilai Produksi
Nilai
(juta rupiah)
1.596,5
1.854,6
2.173,9
2.835,9
Pertumbuhan
per Tahun (%)
16,17
17,21
30,45
Sumber :TPI PPI Cituis, 2008
Nilai produksi di PPI Cituis pun mengalami pertumbuhan sebesar 21,28 %
dengan jumlah rata-rata nilai produksi 21,28 juta rupiah dalam kurun waktu 20042007. Pada tahun 2004, volume produksi 544,8 ton dengan nilai produksi 1.596,5 juta
rupiah, sedangkan pada tahun 2005 jumlah volume produksi 498,8 dengan nilai
produksi 1.854,6 juta rupiah. Pada tahun 2005, volume produksi lebih sedikit
dibandingkan tahun 2004, tetapi sebaliknya nilai produksi lebih besar pada tahun
yang sama. Hal ini antara lain karena jumlah ikan ekonomis penting yang diperoleh
pada tahun 2005 seperti biji nangka, kurisi dan tiga waja lebih banyak dari pada tahun
2004. Pada tahun berikutnya jumlah nilai produksi semakin bertambah berbanding
lurus dengan harga/kg ikan karena meningkatnya biaya operasional dengan naiknya
harga BBM terutama solar.
53
700
Volume (ton)
600
500
400
300
200
100
0
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 19 Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2004-2007.
Selanjutnya sesuai pada Gambar 19 setelah tahun 2005 volume produksi ikan
segar terus meningkat. Adapun grafik nilai produksi hasil tangkapan yaitu terus
meningkat periode 2004-2007 seperti yang terlihat pada Gambar 20 dibawah ini.
3000
Nilai (juta)
2500
2000
1500
1000
500
0
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 20 Perkembangan nilai produksi PPI Cituis, 2004-2007.
Meningkatnya nilai produksi hasil tangkapan ikan segar antara lain disebabkan
mulai diperhatikannya mutu hasil tangkapan yaitu dengan penanganan ikan pada saat
operasi penangkapan dengan menggunakan es dan tidak menggunakan alat-alat tajam
54
pada saat pembongkaran sehingga ikan yang dihasilkan kualitasnya terjaga sehingga
mengakibatkan peningkatan nilai harga jual hasil tangkapan.
Perkembangan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPI
Cituis setiap bulan pada tahun 2007 ditunjukkan oleh Tabel 13 dan Gambar 21. Pada
Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah produksi di PPI Cituis pada tahun 2007 sebesar
628.465 kg dengan nilai produksi 2.835,9 juta rupiah. Jumlah produksi tertinggi
terdapat pada bulan November sebesar 76.385 kg dengan nilai produksi sebesar 349,1
juta rupiah dan jumlah produksi terendah terdapat pada bulan Oktober sebesar 21.470
kg dengan nilai produksi 100,4 juta rupiah.
Tabel 13 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPI Cituis, 2007
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
Produksi (kg)
Nilai Produksi (juta rupiah)
57.863
40.779
52.752
50.677
53.056
51.351
52.704
50.803
50.311
21.470
76.385
70.314
628.465
231,0
175,2
228,2
221,1
237,0
239,9
244,6
242,2
237,9
100,4
349,1
328,7
2.835,9
Sumber :TPI PPI Cituis, 2008
Selanjutnya sesuai pada Gambar 21 perkembangan volume produksi ikan segar
berfluktuasi pada bulan Februari sampai September.. Peningkatan volume produksi
ikan segar terbesar terjadi pada bulan Oktober-November. Penurunan terbesar terjadi
pada bulan September-Oktober. Menurut hasil wawancara nelayan, penurunan
produksi hasil tangkapan di PPI Cituis Agustus - Oktober disebabkan oleh musim
hujan sehingga jumlah hasil tangkapan nelayan menjadi berkurang.
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
Ja
nu
F e a ri
br
ua
r
M i
ar
et
Ap
ril
M
ei
Ju
ni
J
A g ul i
u
S e s tu
s
pt
em
b
O er
kt
o
N o b er
ve
De m be
se r
m
be
r
V olum e (kg)
55
Tahun
Gambar 21 Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2007.
5.1.2 Asal hasil tangkapan didaratkan
Sebagian besar ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Cituis berasal dari
nelayan setempat yang didatangkan melalui laut. Ikan-ikan yang didatangkan melalui
laut umumnya berbentuk produk ikan segar. Daerah Penangkapan Ikan para nelayan
meliputi di daerah Pulau Seribu, Perairan Tanjung Priuk, Lampung (Maringge) dan
Subang. Jenis ikan yang dihasilkan di daerah tersebut mayoritas adalah peperek,
kurisi, selar, tembang, layur dan ekor kuning. Ikan yang didatangkan melalui darat
biasanya untuk memenuhi kebutuhan nelayan pengumpul atau “nelayan box” yang
ada di PPI Cituis dimana ikan-ikan tersebut berasal dari PPI Muara Angke. Ikan-ikan
yang didapatkan oleh nelayan pengumpul biasanya untuk dijual ke warung makan
atau restaurant. Jenis ikan-ikan ekonomis penting yang didaratkan melalui jalur darat
antara lain ikan kerapu, pari, bawal, udang dan cumi-cumi. Ikan-ikan tersebut
diangkut dengan menggunakan mobil pick up dan box berpendingin ukuran 40 kg.
Kapal penangkapan ikan mendaratkan hasil tangkapannya ke dermaga.
Aktivitas pendaratan hasil tangkapan dimulai dengan membongkarnya dari palkah.
Sebelum diangkut ke TPI, ikan disortir terlebih dahulu menurut ukuran dan jenisnya.
Cara pendaratan berbeda untuk beberapa jenis kapal. Jenis kapal jaring gardan
menggunakan papan luncur untuk mendaratkan hasil tangkapanya karena ukuran
56
kapalnya besar, berbeda dengan kapal jaring rampus dan pancing ulur yang
memindahkan hasil tangkapannya hanya dengan mengangkut secara manual.
Pembongkaran hasil tangkapan untuk nelayan babangan dilakukan secara mingguan
dan dalam sehari hanya ada 2 kapal yang dapat melakukan bongkar muat sedangkan
kapal lainnya harus mengantri dihari berikutnya. Sarana yang digunakan untuk
pendaratan hasil tangkapan di PPI Cituis yaitu keranjang (trays), gerobak, ember
plastik, dan papan luncur. Tenaga kerja yang melakukan kegiatan pendaratan adalah
ABK dari kapal yang melakukan pembongkaran.
Lama pembongkaran dipengaruhi oleh jumlah ABK, jenis dan jumlah ikan
hasil tangkapan. Aktivitas pembongkaran di PPI Cituis berlangsung selama ±2 jam
untuk 2 kapal dimulai dari jam 03.00 WIB sampai jam 07.00 WIB. Semakin banyak
jumlah ABK yang melakukan pembongkaran, maka waktu yang gunakan semakin
sedikit atau proses pembongkaran semakin cepat. Jumlah orang yang melakukan
pembongkaran biasanya antara 3 sampai dengan 6 orang. Penanganan ikan hasil
tangkapan pada saat di kapal dan saat pembongkaran di PPI Cituis selalu diberi es
sehingga kualitas ikan selama penangkapan sampai pembongkaran masih terjaga.
Begitu juga dengan semakin banyak jumlah dan jenis hasil tangkapan yang
didaratkan, maka proses penyortiran ikan juga semakin lama.
5.1.3 Penyimpanan (warehousing) hasil tangkapan
Hasil tangkapan yang telah dilelang sebelumnya dibeli oleh bakul-bakul di TPI.
Selanjutnya bakul-bakul tersebut menjualnya kembali di TPI yang selanjutnya
berfungsi sebagai pasar, kepada pembeli yang merupakan pelanggan dari bakul
tersebut. Para pembeli di TPI merupakan pelanggan bakul yang tersebar di beberapa
pasar di daerah Tangerang mau pun di luar Tangerang. Oleh karena itu, semua ikan
biasanya sudah habis terjual dalam sehari.
Berbeda dengan ikan yang dijual oleh bakul di TPI harus menunggu orang
untuk membeli ikan. Ikan yang dijual bakul di TPI biasanya untuk dikonsumsi
masyarakat setempat atau dijual di warung-warung sekitar. PPI Cituis tidak
mempunyai fasilitas khusus untuk menyimpan hasil tangkapan misalnya cold storage
57
karena ikan yang dihasilkan di TPI jumlahnya tidak terlalu banyak dan tiap bakul
memiliki langganan sendiri untuk membeli ikan yang dijualnya sehingga ikan habis
terjual setiap harinya (Lubis, 2006). Ikan yang tidak habis terjual di TPI, biasanya
disimpan di dalam box yang diberi es lalu diikat dengan menggunakan tali/rantai
yang telah diberi nama pemilik ikan selanjutnya box tersebut diletakkan dipinggir
TPI (Gambar 22).
Gambar 22 Box penyimpanan ikan di PPI Cituis.
5.1.4 Pengangkutan hasil tangkapan
Pengangkutan hasil tangkapan di PPI Cituis Tangerang menggunakan jalur
darat. Sistem pengangkutan dikelola sendiri oleh pihak pengelola. Alat transportasi
yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan segar adalah mobil pick
up/colt dan motor. Mobil pick up/colt rata-rata mampu membawa muatan hasil
tangkapan mencapai 500 kg. Tiap pengelola di PPI Cituis minimal memiliki 1 buah
mobil pick up/colt. Pengangkutan dengan menggunakan mobil apabila jarak yang
ditempuh cukup jauh dan jumlah hasil tangkapan yang diangkut lebih dari 200 kg.
Sebelum didistribusikan, hasil tangkapan diberi penanganan dengan menggunakan es
curah yang diletakkan didalam box/styrofoam berukuran 40 kg. Biaya pengangkutan
58
dengan menggunakan mobil rata-rata sebesar Rp60.000,00 per trip dengan tujuan
Pasar Sepatan yang berjarak ± 20 km dari PPI Cituis.
Selain dengan menggunakan mobil, ada juga alat transportasi lain yang
digunakan di PPI Cituis untuk mengangkut ikan yaitu motor. Satu motor mampu
membawa hasil tangkapan kurang atau sampai 200 kg. Pengangkutan dengan
menggunakan motor apabila jarak yang di tempuh relatif dekat. Biaya pengangkutan
menggunakan motor rata-rata sebesar Rp30.000,00 per trip dengan tujuan Pasar
Sepatan.
5.1.5 Informasi pasar
Pemasaran/pendistribusian hasil perikanan dituntut untuk menyediakan produk
olahan dan hasil tangkapan yang sesuai dengan selera kebutuhan konsumen. Para
produsen yang mengekspor produk perikanan juga sudah harus memperhatikan
berbagai isu lingkungan (eco-labelling) dan isu pekerja (Irzal dan Wawan, 2006)
Pengumpulan informasi pasar dilakukan, terutama untuk mengetahui tipe produk
(ikan hidup, ikan segar, atau ikan olahan), ukuran, jumlah, dan harga. Produk
perikanan laut dipengaruhi oleh penawaran. Penawaran tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain musim, jenis ikan, serta lokasi pendaratan dan
penangkapan ikan. Kegunaan informasi pasar bagi nelayan adalah sebagai
pertimbangan dalam melakukuan operasi penangkapan ikan tentang jenis dan jumlah
ikan yang dibutuhkan dan harga jual di pasar. Informasi pasar di PPI Cituis diperoleh
melalui harga hasil tangkapan yang dilelang.
Tabel 14 menunjukkan harga ikan per kg periode Maret-April yang merupakan
musim timur ketika ombak di laut relatif kecil. Pada bulan-bulan tersebut umumnya
hasil tangkapan relatif lebih banyak karena banyak kapal yang melaut. Keadaan ini
mengakibatkan harga cenderung turun karena pada satu sisi volume hasil tangkapan
bertambah dan pada sisi lain permintaan relatif tetap dan meningkat. Ikan biji nangka
memiliki harga terendah (Rp2.000,00 per kg pada Maret-Mei 2007) yang berbeda
dengan bulan-bulan berikutnya mencapai Rp2.500,00 per kgnya. Jika terjadi harga
rendah di PPI Cituis maka nelayan mendaratkan hasil tangkapannya di luar PPI Cituis
59
yang memiliki harga lebih tinggi. Pada waktu tertentu harga ikan melonjak tajam
karena peningkatan permintaan dan pasokan tetap sehingga terjadi kelangkaan ikan di
pasaran. Peningkatan permintaan tersebut berkaitan dengan hari raya keagamaan dan
tahun baru. Sebagai contoh, pada saat tahun baru Masehi dan tahun baru Cina (Imlek)
permintaan ikan kerapu dan komoditas perikanan tangkap laut meningkat tajam. Hal
ini dikarenakan banyak orang yang menyambut kedua momen tersebut secara
istimewa, termasuk pengaturan menu makan (Irzal dan Wawan, 2006). Menurut hasil
wawancara kepada nelayan, biasanya nelayan PPI Cituis selain mendaratkan hasil
tangkapannya di PPI Cituis mereka mendaratkan hasil tangkapannya juga di daerah
subang dan PPI Kronjo Tangerang.
Tabel 14 Perkembangan harga ikan laut di PPI Cituis Tangerang, 2007
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Biji Nangka
2.500
2.500
2.000
2.000
2.000
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
Harga Ikan (Rp/kg)
Betetan
Kurisi
Pari
2.000
3.500
3.500
3.000
4.000
4.000
3.000
4.000
4.500
2.500
3.500
4.500
2.500
3.500
5.000
3.000
4.000
5.000
3.000
4.000
5.000
3.000
4.000
5.000
3.000
4.000
5.500
3.000
4.000
5.500
3.000
4.000
5.000
3.000
4.000
5.000
Tiga Waja
2.500
3.000
3.000
3.000
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
Sumber :TPI PPI Cituis, 2008
5.1.6 Mutu ikan segar
Pada ikan segar basah, mutu ikan sangat identik dengan kesegaran. Ikan yang
baru saja ditangkap, mutunya sangat tinggi karena masih segar. Sebaliknya, ikan yang
sudah agak lama ditangkap, tidak segar lagi dan mutunya rendah apabila tidak diberi
penanganan dengan baik. PPI Cituis memproduksi hasil tangkapan laut yang berasal
dari nelayan setempat dengan mendaratkan hasil tangkapannya di dermaga bongkar.
60
Penanganan yang baik selama diatas kapal dan pembongkaran merupakan kunci
utama bagi kualitas mutu hasil tangkapan yang dihasilkan. Penanganan ikan di PPI
Cituis, ketika diatas kapal dan selama pembongkaran tergolong baik karena
penanganan ikan yang dilakukan menggunakan es curah dan alat yang digunakan
untuk pembongkaran hasil tangkapan tidak ada yang dapat merusak karena hanya
menggunakan basket/keranjang dan papan luncur.
Mutu hasil tangkapan yang ada di PPI Cituis ditentukan dengan menggunakan
uji organoleptik yaitu dengan mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan
reaksi yang timbul ketika karakteristik bahan pangan diterima oleh indera
pengelihatan, penciuman, pengecap, peraba, dan pendengaran. Metode yang
digunakan dalam penilaian mutu hasil tangkapan secara organoleptik ialah dengan
metode scoring test (uji skoring) dengan skala yang digunakan antara 1 sampai 9.
skala 1 merupakan skala terendah dan skala 9 merupakan skala tertinggi. Setiap
angka dapat memberikan spesifikasi tertentu kepada peneliti mengenai keadaan
produk yang diuji, misalnya kesegaran ikan dilihat dari kondisi mata, insang, daging
dan perut, dan konsistensi. Spesifikasi angka-angka ini tercantum dalam score sheet .
Pengujian organoleptik dilakukan dengan menyediakan produk/ikan yang
diambil secara acak yang berasal dari TPI. Kondisi ikan yang berada di TPI adalah
ikan yang sudah 3 hari di kapal dengan waktu pembongkaran pukul 06.00 pagi.
Pengujian dilakukan pada pukul 10.00 pagi, ikan dibeli dengan harga Rp 8.000,00
rupiah per kg dengan pemilihan secara acak. Jenis ikan yang dipilih adalah satu ikan
mata goyang, dua kurisi merah, dan dua kurisi bali yang merupakan mayoritas ikan
yang ada di TPI saat penelitian berlangsung. Hasil pengujian didapatkan bahwa ratarata nilai dari setiap spesifikasi uji organoleptik adalah 5,55 yang berarti tingkat
kesegaran hasil tangkapan di PPI Cituis dapat dikatakan agak segar dengan kisaran
nilai rata-rata uji organoleptiknya antara 5-6. (SNI 01-2729-1992 diacu dalam M.k
Penanganan Hasil Perikanan, Dadi R. Sukarsa). Penyebab kesegaran ikan atau hasil
tangkapan lainnya menurun adalah antara lain karena penanganan di atas kapal tidak
baik. Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam handling di atas kapal, yaitu
suhu, waktu dan kebersihan (sanitasi dan higiene). Suhu penyimpanan ikan selama
61
bekerja harus diusahakan tetap rendah misalnya dengan cara memberikan es sehingga
dapat memperlambat proses kemunduran mutu hasil tangkapan. Menurunnya kualitas
ikan segar akan berpengaruh terhadap harga atau harga cenderung turun. Pada
umumnya ikan-ikan berkualitas agak segar didistribusikan ke pasar-pasar tradisional.
5.1.7 Daerah distribusi ikan segar dari PPI Cituis Tangerang
Daerah pemasaran hasil tangkapan ikan segar dari PPI Cituis Tangerang
ditunjukkan oleh Tabel 15. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil
tangkapan ikan segar di PPI Cituis dipasarkan secara lokal di Tangerang . Sistem
pembelian yang terjadi di PPI Cituis adalah sistem langgan dimana penjual/bakul
sudah memiliki pembeli yang merupakan langganan mereka untuk membeli hasil
tangkapan di TPI setiap hari. Pengecer yang berasal dari PPI Cituis yang berjumlah ±
200 orang.
Tabel 15 Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi ikan hasil tangkapan
dari PPI Cituis Tangerang, 2007
Daerah Distribusi
Tanah Tinggi
Cikokol
Sepatan
Kampung Melayu
Mauk
Pakuhaji
Tangerang
Karawaci
Kota Bumi
Total
Volume (kg)
23.567
14.141
18.068
18.068
18.854
54.991
160.259
215.249
105.268
628.465
Persentase (%)
3.75
2.25
2.875
2.875
3
8.75
25.5
34.25
16.75
100
Sumber : KUD Mina Samudera dan Wawancara PPI Cituis, 2008 (data diolah kembali)
Daerah pemasaran hasil tangkapan ikan segar meliputi daerah-daerah yang
berada di Kabupaten Tangerang yaitu : Pasar Pakuhaji, Pasar Baru Tangerang,
Karawaci, Pasar Mauk, Pasar Cikokol, Pasar Sepatan, Pasar Tanah Tinggi, Pasar
Kota Bumi dan Pasar Kampung Melayu. Pendistribusian melalui jalur darat,
digunakan mobil pick up/cold dan motor sebagai alat pengangkut. Kegiatan
62
memindahkan atau mengangkut barang dari produsen sampai kepada konsumen,
digunakan moda transportasi darat seperti truk dan mobil pengangkut diperlengkapi
dengan pendingin yang merupakan alat angkutan jarak jauh terpenting didarat
(Hanafiah dan Saefuddin, 1983).
Volume ikan segar terbanyak didistribusikan ke daerah Karawaci yang
merupakan tujuan distribusi utama dengan
total volume ikan sebesar 215,2 ton
berikutnya Pasar Baru Tangerang dengan volume ikan sebesar 160,2 ton pada tahun
2007. Volume ikan segar terendah didistribusikan ke daerah Pasar Paku Haji dengan
total volume ikan sebesar 54,9 ton selama setahun. Sementara jenis ikan segar
dominan yang didistribusikan ke daerah tujuan beragam seperti : ikan biji nangka
(Upeneus
sulphureus),
ikan
tiga
waja
(Johnius
dussumieri),
ikan
kurisi
(Nemipterus), ikan pari (Trigonidae), ikan pepetek (Leiognathidae), ikan kuwe
(Caranx sexfasciatus), ikan selar (Caranx bucculentus), dan cumi-cumi (Loligo spp).
Peta tujuan distibusi ikan segar lebih jelas seperti terlihat pada Gambar 23.
63
64
5.1.8 Jalur pemasaran dan skema ikan segar di PPI Cituis
Pemasaran ikan segar di PPI Cituis Tangerang terdiri atas 3 saluran. Pertama
adalah saluran nol tingkat. Dimana ikan hasil tangkapan nelayan langsung dijual ke
konsumen. Hasil tangkapan ini dijual ke nelayan pengolah yang merupakan
pelanggan dari nelayan tangkap tersebut. Kedua adalah saluran satu tingkat. Dimana
ikan hasil tangkapan dijual ke bakul melalui TPI, kemudian langsung dijual ke
konsumen. Selanjutnya yang ketiga adalah saluran tiga tingkat. Dimana ikan hasil
tangkapan dijual ke agen. Agen sendiri memperoleh ikannya dari TPI dan ada yang
langsung dari nelayan. Biasanya hasil tangkapan yang dibeli dari nelayan merupakan
ikan-ikan yang dipesan terlebih dahulu dan jumlahnya sedikit. Agen kemudian
menjual ikannya ke pedagang besar lalu dari pedagang besar dijual lagi ke pedagang
kecil dan akhirnya ke konsumen.
Nelayan
TPI/Bakul
Agen
Konsumen
Pedagang
besar
Keterangan :
Jalur nol tingkat
Jalur satu tingkat
Jalur tiga tingkat
Sumber : Hasil wawancara, 2008
Gambar 24 Jalur pemasaran ikan segar di PPI Cituis.
Pedagang
kecil
65
Pada Gambar 24 terdapat pola jalur pemasaran yang panjang yaitu berawal dari
nelayan yang menjual hasil tangkapannya melalui TPI dengan cara dilelang. Setelah
itu, ikan dijual ke agen dan dijual kembali melalui pedagang besar. Selanjutnya, dari
pedagang besar ikan-ikan disalurkan melalui pedagang kecil dan langsung dipasarkan
ke konsumen. Pola jalur pemasaran tersebut disebut panjang karena strategi
penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen memiliki tiga perantara
atau lebih (Kotler, 1993). Jalur pemasaran yang ada di PPI Cituis sama halnya
dengan jalur pemasaran di PPI Muara Angke, yang memiliki 3 jalur pemasaran yaitu
saluran nol tingkat, saluran dua tingkat dan tiga tingkat (Malik, 2006).
Ikan yang dijual melalui pelelangan ikan selanjutnya didistribusikan ke daerah
tujuan pemasaran. Daerah tujuan pemasaran ikan di PPI Cituis meliputi wilayah
Tangerang dan Banten. Sebagian hasil tangkapan juga dipasarkan ke agen-agen yang
lokasinya dekat dengan Tempat Pelelangan Ikan.
Saluran distribusi atau saluran pemasaran merupakan rangkaian pedagang yang
menyalurkan barang-barangnya dari produsen ke konsumen melalui jual beli. Jalur
pemasaran yang terbentuk akan mempengaruhi harga sesuai dengan banyaknya
perantara yang dilewati. Saluran pemasaran ikan segar yang terjadi di PPI Cituis
terdiri dari saluran nol tingkat, dua tingkat dan tiga tingkat. Harga jual rata-rata ikan
kurisi pada tahun 2008 ditingkat nelayan Rp6.000,00 per kg, pada tingkat bakul
Rp8.000,00 per kg, pada tingkat pengumpul/agen Rp8.500,00 per kg, pada tingkat
pedagang besar Rp8.700,00 per kg, dan pada tingkat pengecer Rp10.700,00 per kg.
Berdasarkan keuntungan yang diterima, tertinggi terdapat pada tingkat pedagang
pengecer dan terendah pada tingkat pedagang besar. Secara keseluruhan harga jual
ikan kurisi tertinggi terjadi pada pedagang pengecer yang berada pada saluran tingkat
tiga dan terendah pada saluran tingkat nol.
66
6 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN
OLAHAN PPI CITUIS
6.1 Ikan olahan
Pelabuhan perikanan merupakan pusat kegiatan perikanan yang dapat
merangsang timbulnya industri perikanan didalamnya. Industri pengolahan ikan
adalah suatu aktivitas penanganan dan pengolahan lebih lanjut dari hasil tangkapan
yang didaratkan, sehingga memiliki nilai tambah dengan menjadikan bahan baku
mentah menjadi produk olahan (Irzal dan Wawan, 2006) . Banyak jenis ikan olahan
yang dipasarkan antara lain pembekuan, pengasinan dan pemindangan. Cituis
merupakan salah satu PPI yang memproduksi ikan olahan namun jenis produk olahan
hanya merupakan ikan asin. Ikan asin adalah ikan yang diawetkan dengan
menambahkan banyak garam. Ketersediaan garam berpengaruh langsung kepada
industri pengolahan ikan asin. Hal ini dikarenakan garam adalah sebagai salah satu
bahan utama untuk proses pengolahan ikan asin dan yang dibutuhkan dalam jumlah
besar. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), garam merupakan bahan pengawet
pokok yang digunakan dalam pengolahan pengasinan, sehingga penyediaan garam
untuk pengolah ikan merupakan suatu keharusan.
Dengan metode pengawetan ini, ikan dapat disimpan pada suhu kamar untuk
jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Ada pun tujuan
utama dari penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan
lainnya, yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang
mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau
membunuh bakteri penyebab pembusukan ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Proses produksi ikan asin di PPI Cituis yang dilakukan oleh perajin masih
dilakukan secara tradisional mulai dari proses pengolahan sampai pengeringannya.
Sampai saat ini proses produksi ikan asin masih tergantung pada alam. Hasil produksi
ikan asin didistribusikan ke konsumen baik ke Tangerang maupun ke luar Tangerang.
Proses pembuatan ikan asin belahan dapat dilihat pada Gambar 25.
67
Pembelahan
(Ikan dibelah dan dibersihkan jeroannya)
Pencucian
Perendaman
(Larutan air garam+es) sekitar satu setengah hari
Penjemuran
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
Gambar 25 Skema proses pembuatan ikan asin belahan di PPI Cituis.
6.1.1 Volume dan nilai produksi ikan olahan
Perkembangan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPI
Cituis pada periode 2004-2007 ditunjukkan pada Tabel 16. Pada Tabel 16
menunjukkan kenaikan pertumbuhan volume ikan asin rata-rata per tahun sebesar
0,44% dengan jumlah rata-rata sebesar 1.749,5 ton. Kenaikan jumlah volume
produksi disebabkan karena jumlah kapal yang beroperasi untuk menghasilkan bahan
baku ikan olahan terutama kapal dengan alat tangkap pancing ulur sangat banyak dan
kebutuhan bahan baku untuk pembuatan ikan asin meningkat.
Tabel 16 Perkembangan volume dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 20052007
Produksi
Tahun
Volume
(ton)
2005
2006
2007
1.750,7
1.732,0
1.765,8
Sumber :TPI PPI Cituis, 2008
Pertumbuhan per
tahun (%)
-1,07
1,95
Nilai Produksi
Nilai (juta
Pertumbuhan per
rupiah)
tahun (%)
1.955,3
1.936,6
-0.96
1.959,5
1,18
68
Nilai produksi ikan asin mengalami kenaikan dengan pertumbuhan rata-rata
sebesar 0,11% per tahun. Kenaikan nilai produksi disebabkan biaya produksi
pembuatan semakin besar terutama harga bahan baku. Nilai produksi terendah
terdapat pada tahun 2006 sebesar 1.936,6 juta rupiah dan nilai produksi tertinggi
terdapat pada tahun 2007 yaitu sebesar 1.959,5 juta rupiah. Penurunan nilai produksi
periode 2005-2006 sebesar 0,96% yang disebabkan oleh penurunan volume produksi
yang dihasilkan oleh para pengolah pada tahun 2006. Selanjutnya kenaikan nilai
produksi pada tahun berikutnya disebabkan naiknya harga per/kg bahan baku hal ini
dikarenakan naiknya biaya operasional terutama bahan bakar solar dan sebanding
dengan naiknya volume produksi pada tahun berikutnya. Perkembangan jumlah
produksi dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis tahun 2007 ditunjukkan pada
Tabel 17 dan Gambar 26.
Tabel 17 Volume dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2007
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
Produksi (kg)
129.400
164.000
104.400
163.000
207.000
105.000
110.000
131.500
158.000
164.500
183.500
145.500
1.765.800
Nilai Produksi (juta
rupiah)
123,2
130,3
92,3
152,5
172,5
112,2
162,7
172,7
199,4
213,5
236,1
192,0
1.959,5
Sumber :TPI PPI Cituis, 2008
Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah produksi di PPI Cituis pada tahun 2007
sebesar 1765,8 ton dengan nilai produksi 1959,5 juta rupiah. Jumlah produksi
berfluktuasi setiap bulannya dan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 207.000 kg
dengan nilai produksi sebesar 172,5 juta rupiah dan jumlah produksi terendah
69
terdapat pada bulan Juli sebesar 110.000 kg dengan nilai produksi 162,7 juta rupiah.
Menurut hasil wawancara nelayan, pengolah di PPI Cituis produksi ikan asin
dipengaruhi oleh hasil tangkapan nelayan setempat dan cuaca. Hasil tangkapan yang
dihasilkan nelayan tinggi maka produksi ikan asin juga banyak dan jika hasil
tangkapan nelayan sedikit maka produksi ikan asin juga seadanya atau sedikit. Cuaca
juga berpengaruh terhadap produksi ikan asin terutama pada proses penjemuran ikan
bergantung pada sinar matahari. Tingkat kekeringan ikan sangat berpengaruh
terhadap harga jual ikan dan nilai produksi ikan asin.
Volum e (kg)
250000
200000
150000
100000
50000
Ja
nu
Fe a ri
br
ua
r
M i
ar
et
Ap
ril
M
ei
Ju
ni
J
A g ul i
u
S e s tu
s
pt
em
b
O er
kt
o
N o be r
ve
De m be
se r
m
be
r
0
Bulan
Gambar 26 Perkembangan volume ikan asin di PPI Cituis, 2007.
6.1.2 Mutu ikan olahan
Mutu produksi olahan sangat penting untuk diperhatikan karena dapat
mempengaruhi harga. Mutu yang baik pada produk olahan yang dihasilkan akan
berdampak pada harga ikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai harga hasil olahan
yang lebih tinggi, harus disertai dengan hasil olahan yang bermutu tinggi, yang
disediakan oleh para pengolah. Ikan asin yang bermutu baik adalah jika memenuhi
syarat Standar Industri Indonesia (SII) (Margono, 2000), yaitu :
a. Mempunyai bau, rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik;
b. Berkadar air paling tinggi 25 %;
70
c. Berkadar garam (NaCl) antara 10 % - 20 %;
d. Tidak mengandung logam jamur, juga tidak terjadi pemerahan bakteri.
Mutu ikan asin yang diproduksi oleh para pengolah di PPI Cituis apabila
dibandingkan dengan Standar Industri Indonesia (SII) memiliki kualitas baik. Hal ini
diidentifikasi menurut hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, ikan asin yang
dihasilkan dilihat dari tekstur ikan bagus tidak ada yang rusak, bening, mudah patah
(ikan tidak lentur) dan tahan hanya sampai 2 minggu. Proses pembuatan ikan asin di
PPI Cituis tidak menggunakan obat pengawet oleh karena itu kualitas ikan asin yang
diproduksi sangat baik (Gambar 27). Banyak PPI lain yang memproduksi ikan asin
dengan menggunakan obat pengawet formalin. Penggunaan formalin pada
pengolahan ikan asin, dapat meningkatkan jumlah rendemen pada produk, sehingga
produk akhir ikan asin yang dihasilkan dapat lebih berat bobotnya dibandingkan
dengan penggunaan garam (DKP Banten, 2008). Menurut penuturan pengolah yang
sering menggunakan formalin, bahwa dengan menggunakan garam, bahan baku ikan
seberat 100 kg setelah diproses menjadi produk akhir ikan asin, akan terjadi
penyusutan sebesar 60% atau tersisa 40 kilogram. Apabila digunakan formalin
sebanyak 1 liter, maka penyusutan hanya sebesar 25% atau akan menghasilkan
produk akhir sebanyak 75 kilogram. Menurut Dinas Kelautan Perikanan Banten, ciriciri ikan asin yang menggunakan formalin dan obat pengawet lain adalah tekstur
keras seperti karet dan tidak beraroma, warna bagus cerah bening, cepat kering dan
bila digoreng keras, lalat tidak mau hinggap, tidak ada jamur atau belatung, tahan
hingga berbulan-bulan, susut < 60% dari berat awal dan harga lebih mahal.
Kualitas ikan asin yang diproduksi sangat baik tetapi dalam penanganan ikan
asin terutama dalam proses pengangkutan kurang diperhatikan sehingga dapat
menurunkan mutu ikan. Ikan asin yang dimasukkan ke dalam pick up/colt terinjakinjak oleh petugas pengangkut mengakibatkan ikan akan berubah bentuk atau patah.
71
Gambar 27 Produk ikan asin yang dihasilkan di PPI Cituis.
6.1.3 Asal bahan baku
Industri pengolahan dapat meningkatkan nilai tambah dengan menjadikan
bahan baku mentah menjadi produk olahan. Bahan baku yang diperoleh oleh nelayan
pengolah ikan asin di PPI Cituis hanya berasal dari hasil tangkapan nelayan KUD
Mina Samudera karena hasil tangkapannya cukup untuk memenuhi dan mudah
didapat bagi pengelola. Begitu juga dengan bahan baku seperti garam, di PPI Cituis
semua kebutuhan dapat didapat dengan mudah karena ada penyalur semua kebutuhan
yang diperlukan.
Hasil tangkapan ikan merupakan komoditas penting untuk bahan baku mentah
produk olahan ikan asin. Jenis ikan yang dibuat untuk bahan baku olahan ikan asin di
PPI Cituis antara lain: swanggi (Priacanthus spp), peperek (Secutor ruconius),
kuniran (Upeneus sulphureus), beloso (Saurida tumbil), teri (Setipinna tenuifilis),
selar (Carangoides chrysophrys), kurisi (Nemipterus spp), mujaer (Oreochromis
mozambiccus), bilis (Thryssa hamiltonii), tembang (Sardinella fimbriata), layur
(Trichiurus savala), dan tongkol (Auxis spp). Jenis ikan-ikan tersebut berasal dari
nelayan KUD Mina Samudera yang ditangkap dengan alat tangkap jaring gardan,
jaring rampus dan pancing ulur. Bahan baku yang diperoleh dari nelayan tersebut
72
umumnya mempunyai kualitas baik karena hasil tangkapan yang didaratkan langsung
dijual kepada pengolah dengan sistem langgan (sistem dimana pembeli sebelumnya
sudah memesan ikan terlebih dahulu) tetapi ada juga pengolah yang membeli bahan
baku di TPI.
Tabel 18 Jumlah bahan baku ikan asin, 2007
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
Bahan Baku (Kg)
314.500
357.000
218.000
375.000
445.000
213.000
201.000
261.000
315.000
365.000
364.000
248.000
3.676.500
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
Berdasarkan Tabel 18 dan Gambar 28, jumlah total bahan baku ikan asin
selama satu tahun pada tahun 2007 adalah 3.676,5 ton. Jumlah bahan baku terbesar
yang diproduksi terdapat pada bulan Mei yaitu 445.000 kg. Jumlah bahan baku di atas
merupakan gabungan dari 10 orang pengolah yang ada di PPI Cituis. Dalam satu
bulan masing-masing pengolah memproduksi rata-rata bahan baku sebesar 30,64 ton.
Pengolahan ikan asin di PPI Cituis sangat bergantung pada musim. Menurut
hasil wawancara kepada nelayan, musim peceklik di PPI Cituis terjadi antara bulan
September-Februari dan musim banyak ikan terjadi antara bulan Maret-Agustus. Pada
saat musim peceklik, para pengolah ikan asin memproduksi seadanya ikan yang
diperoleh dari nelayan. Apabila tidak ada ikan yang diproduksi, para pengolah tidak
melakukan kegiatan pengolahan.
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
ja n
ua
f e ri
bu
ar
m i
ar
et
ap
ri l
m
ei
jun
i
j
a g uli
us
se
t
pt us
em
b
ok er
to
no ber
ve
m
de be
se r
m
be
r
J u m la h b a h a n b a k u (T o n )
73
Bulan
Gambar 28 Perkembangan jumlah bahan baku ikan asin, 2007.
6.1.4 Penyimpanan (warehousing) produk olahan ikan asin
Penyimpanan produk olahan ikan asin melalui tiga proses kegiatan yaitu :
perendaman, penjemuran, dan pengangkutan. Pada proses perendaman, ikan yang
pertama kali dipilih, kemudian dicuci dan dibelah untuk selanjutnya ikan dimasukkan
ke dalam bak/kolam penampungan dengan ukuran 50 cm x 50 cm dan ada juga yang
berukuran 100 cm x 100 cm, hal ini tergantung pada jumlah ikan yang diproduksi.
Didalam bak/kolam tersebut ikan direndam dengan perbandingan antara jumlah ikan
dan garam adalah 2 kwintal ikan basah dan 50 kg garam. Ikan mengalami
perendaman selama 1 hari, mulai dari jam 6 sore hingga 6 pagi dan pada saat itu ikan
disimpan di bak/kolam penampungan.
Pada pagi hari biasanya sekitar jam 7.00 pagi setelah proses perendaman, ikan
tersebut djemur ditempat penjemuran ikan dengan menggunakan alat penjemur ikan.
Ikan diatur dan dijemur secara rapi sesuai dengan jenis ikan. Penjemuran ikan sangat
tergantung pada cahaya matahari untuk mengeringkan ikan. Jika cuaca kurang
mendukung dan cahaya matahari kurang bersinar maka ikan asin masih terlihat basah.
Pada keadaan normal penjemuran ikan biasanya dilakukan pada jam 7.00 pagi hingga
74
jam 3.00 sore, setelah itu ikan sudah bisa diangkat dan siap untuk didistribusikan.
Apabila ikan masih dalam keadaan kurang kering atau masih basah maka ikan tetap
disimpan di tempat penjemuran ikan dengan ditutupi terpal untuk dijemur kembali
pada hari berikutnya.
Ikan asin yang siap dipasarkan dikemas dengan baik agar kualitas ikan tidak
berkurang. Penyimpanan ikan asin yang siap dipasarkan di PPI Cituis antara lain
menggunakan karung yang berukuran 50 kg, kardus berukuran 10 kg dan kantong
plastik berukuran 10-20 kg. Hal ini tergantung pada jenis alat pengangkutan dan
jumlah ikan yang dipasarkan. Karung, kardus ataupun kantong plastik yang berisi
ikan tersebut kemudian disusun rapi lalu diikat dengan menggunakan tali. Hanafiah
dan Saefuddin (1983) menyebutkan bahwa penyimpanan merupakan kegiatan
menahan produk dalam jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dengan
dijual.
6.1.5 Pengangkutan ikan olahan
Pengangkutan produk olahan ikan asin sama dengan pengangkutan ikan segar.
Jenis alat angkutnya yaitu mobil dan motor. Sistem pengangkutan dikelola sendiri
oleh pihak pengelola. Mobil jenis pick up/colt biasanya rata-rata mampu membawa
muatan ikan asin ±800 kg (Gambar 29). Tempat penyimpanan ikan asin untuk
pendistribusikan yaitu: kardus, kantong plastik ukuran 10 kg dan karung yang
berukuran 50 kg. Sebelum diangkut, ikan yang sudah dikemas di tempat
penyimpanan ditimbang terlebih dahulu. Biaya pengangkutan dengan menggunakan
mobil rata-rata sebesar Rp150.000,00 sudah termasuk uang makan, bensin dan
ongkos angkut untuk 2 orang dengan tujuan Pasar Kemis yang berjarak ± 25 km dari
PPI Cituis.
Alat pengangkut berupa motor digunakan untuk menggangkut muatan rata-rata
sebesar 100 kg. Tempat penyimpanan yang digunakan biasanya kantong plastik dan
karung. Biaya pengangkutan menggunakan motor dengan tujuan Pasar Kemis lebih
murah dibandingkan dengan mobil yaitu sebesar Rp50.000,00.
75
Penanganan dalam proses pengangkutan ikan asin yang terjadi di PPI Cituis
dinilai kurang baik. Ikan asin yang disimpan didalam karung dipindahkan ke dalam
mobil dengan cara dilempar dan diinjak-injak oleh pengangkut hal ini menyebabkan
kualitas ikan yang didistribusikan menjadi turun karena ikan asin terbelah dari bentuk
asalnya. Penanganan tersebut perlu mendapat perhatian dari pihak pengelola untuk
menjaga agar kualitas ikan menjadi lebih baik.
Gambar 29 Mobil pick up yang digunakan untuk pengangkutan ikan asin di PPI
Cituis Tangerang.
6.1.6 Daerah distribusi ikan olahan dari PPI Cituis Tangerang
Ikan olahan yang dihasilkan di PPI Cituis didistribusikan ke daerah tujuan
melalui jalur darat terutama daerah Kabupaten Tangerang. Daerah pemasaran produk
ikan olahan dari PPI Cituis Tangerang ditunjukan oleh Tabel 19.
Hasil produksi produk olahan ikan asin di PPI Cituis dipasarkan secara lokal di
Tangerang dan sebagian ke daerah Rangkas Bitung. Sistem pembelian yang terjadi di
PPI Cituis adalah sistem langgan dimana penjual sudah memiliki pembeli yang
merupakan langganan mereka untuk membeli produk olahan ikan asinnya setiap hari.
Daerah pemasaran produk olahan ikan asin meliputi daerah-daerah yang berada di
76
Kabupaten Tangerang yaitu: Pasar Cikokol, Pasar Kemis. Pasar Cikupa, Pasar
Sepatan, Pasar Tanah Tinggi dan Rangkas Bitung. Pendistribusian yang dilakukan
melalui jalur darat dengan menggunakan mobil pick up/colt dan motor sebagai alat
pengangkut.
Tabel 19 Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi produk olahan ikan
asin dari PPI Cituis Tangerang, 2007
Daerah Distribusi
Cikokol
Pasar Kemis
Cikupa
Sepatan
Rangkas Bitung
Tanah Tinggi
Total
Volume ikan (kg)
409.077
499.133
420.849
190.706
194.827
51.208
1.765.800
Persentase (%)
23,2
28,3
23,8
10,8
11,0
2,9
100
Sumber : KUD Mina Samudera dan Wawancara PPI Cituis, 2008 (data diolah kembali)
Volume ikan asin terbanyak didistribusikan ke daerah Pasar Kemis dengan
total volume ikan sebesar 499,1 ton selama setahun dan 1,4 ton dalam sehari pada
tahun 2007. Volume ikan terendah didistribusikan ke daerah Pasar Tanah Tinggi
dengan total volume ikan sebesar 51,2 ton selama setahun. Sementara jenis ikan asin
yang didistribusikan ke daerah tujuan beragam seperti : ikan swanggi, ikan peperek,
ikan kuniran, ikan bilis, ikan kurisi, dan ikan layur. Peta tujuan distibusi produk
olahan ikan asin terlihat pada Gambar 30.
77
78
6.1.7 Jalur pemasaran dan skema ikan olahan di PPI Cituis
Pemasaran produk olahan ikan asin yang berada di PPI Cituis terdiri 2 saluran
(Gambar 31) yaitu: saluran satu tingkat yaitu saluran pemasaran yang mempunyai
satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan
pengecer. Dalam pasar industri sering kali ia bertindak sebagai agen penjualan atau
makelar (Kotler, 1993). Selanjutnya, ikan asin yang diproduksi oleh pengolah
tradisional Fajar Pantura dijual kepada pengumpul setelah itu dari pengumpul ikan
asin langsung dijual kepada konsumen. Saluran dua tingkat mempunyai dua perantara
penjualan. Dalam pasar konsumen, mereka merupakan grosir atau pedagang besar
dan sekaligus pengecer. Dalam pasar industri mereka mungkin merupakan sebuah
penyalur tunggal dan penyalur industri (Kotler, 1993). Ikan asin yang diproduksi oleh
pengolah tradisional dijual ke agen ikan olahan setelah itu dari agen ikan yang berasal
dari luar Tangerang dijual ke pengecer kemudian langsung ke konsumen.
Pengolah
Tradisional
Pengumpul/
bakul
Konsumen
Agen
Pengecer
Keterangan:
Jalur satu tingkat
Jalur dua tingkat
Sumber : Hasil wawancara, 2008
Gambar 31 Jalur pemasaran produk olahan ikan asin di PPI Cituis.
Ikan olahan yang diproduksi oleh para pengolah yaitu ikan asin sudah memiliki
langganan sendiri dari setiap daerah. Biasanya pembeli sudah memesan ikan olahan
sehari sebelumnya dari para pengolah. Pembeli ini sebagian besar berasal dari
79
Tangerang, Bogor dan Banten. Ikan-ikan yang diproduksi terdiri dari jenis ikan
swanggi, kuniran, bilis, beloso, kurisi, dan tongkol. Dibawah ini disajikan secara
ringkas tabel karakteristik distribusi ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis
Kabupaten Tangerang.
Tabel 20 Karakteristik distribusi ikan segar dan ikan olahan
No
1
2
3
4
5
6
7
Komponen
Volume Ikan
Asal Bahan Baku
Penyimpanan
Pengangkutan
Mutu Ikan
Tujuan Distribusi
Saluran Pemasaran
Distribusi
Ikan segar
628,4 ton (2007)
Nelayan PPI Cituis
Box pendingin
mobil pick up dan motor
Agak segar
Tangerang dan luar kota
3 jalur
Ikan olahan
1.765,8 ton (2007)
Nelayan PPI Cituis
3 tempat penyimpanan
Mobil pick up dan motor
baik
Tangerang dan luar kota
2 jalur
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1) Karakteristik pendistribusian ikan segar di PPI Cituis Tangerang
(1) Asal hasil tangkapan didaratkan di PPI Cituis berasal dari nelayan setempat.
Jenis ikan hasil tangkapan yang diperoleh antara lain adalah alu-alu, biji
nangka, cumi-cumi, kurisi, pari, sebelah, tiga waja, kembung, dan kuniran.
Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan adalah jaring
gardan, jaring rampus, dan pancing ulur.
(2) Mutu ikan segar yang ada di PPI Cituis adalah agak segar ditentukan dengan
menggunakan uji organoleptik.
(3) Tujuan distribusi ikan segar dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di
Tangerang dan luar kota seperti Pasar Tanah tinggi, Cikokol, Sepatan,
Kampung Melayu, Mauk, Pakuhaji, Tangerang, Karawaci, Kota Bumi.
Pendistribusian hasil tangkapan segar dari PPI Cituis Tangerang secara lokal
menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil pick up/colt dan motor.
(4) Saluran pemasaran ikan segar di PPI Cituis terdiri dari 3 jalur yaitu saluran nol
tingkat, saluran satu tingkat dan saluran tiga tingkat.
2) Karakteristik pendistribusian ikan olahan di PPI Cituis Tangerang
(1) Asal bahan baku ikan asin di PPI Cituis berasal dari nelayan setempat. Jenis
ikan yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan asin adalah
swanggi, peperek, kuniran, beloso, teri, selar, kurisi, mujaer, bilis, tembang,
layur, dan tongkol. Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan
adalah jaring gardan, jaring rampus, dan pancing ulur.
(2) Mutu ikan asin yang diproduksi oleh para pengolah di PPI Cituis memiliki
kualitas baik dilihat dari tekstur ikan bagus tidak ada yang rusak, bening,
mudah patah (ikan tidak lentur) dan tahan hanya sampai 2 minggu.
(3) Tujuan distribusi olahan dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di
Tangerang dan luar kota seperti Pasar Cikokol, Pasar Kemis, Cikupa, Sepatan,
81
Rangkas Bitung, Tanah Tinggi. Pendistribusian hasil tangkapan olahan dari
PPI Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat
berupa mobil pick up/colt dan motor.
(4) Saluran pemasaran industri pengolahan ikan asin terdiri dari 2 jalur yaitu
saluran satu tingkat dan saluran dua tingkat.
7.2 Saran
1) Perlu diperhatikan penanganan pada saat pengangkutan terhadap ikan-ikan yang
ingin didistribusikan agar kualitas ikan tetap terjaga sampai ke tujuan.
2) Pemerintah Daerah Tingkat II Kab. Tangerang perlu meninjau kembali mengenai
data kapal.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Yogyakarta : Kanasius.
Anita. 2003. Pengendalian Mutu Produksi Layur (Trichiurus. sp) di PPN
Palabuhanratu untuk Tujuan Ekspor [Skripsi]. Bogor: Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Aryadi, O. 2007. Pengendalian Kualitas Ikan pada Distribusi Hasil Tangkapan di
PPP Cilauteureun Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Garut [Skripsi].
Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Departemen Perdagangan. 1977. Buku 1 Analisis Pemasaran Konsepsi Dasar
Pembinaan Efisiensi Pemasaran Hasil Pertanian Rakyat. Jakarta:
Departemen Perdagangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
Hal 12-24.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. 1998. Surat Keputusan
Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tangerang. Nomor : KEP.523/620Perk/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan peningkatan fungsi
PPI. Tangerang.
_________. 2004. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2003.
Tangerang.
_________. 2005. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2004.
Tangerang.
_________. 2006. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2005.
Tangerang.
_________. 2007. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2006.
Tangerang.
_________. 2008. Statistik Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2007.
Tangerang.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Kriteria Klasifikasi Pelabuhan Perikanan.
Jakarta: Departemen Pertanian.
Effendi, I dan O, Wawan. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknik Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty.
83
Hardjito, L. 2006. Diktat Kuliah Pengantar Teknologi Hasil Perikanan. Bogor:
Departemen Teknologi Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Hanafiah, A.M dan A.M. Saefuddin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta :
Lembaga Penerbit UI.
Hendrawan. 1997. Proses Pendaratan dan Pemasaran Ikan Serta Pendataannya di
Pangkalan Pendaratan Ikan Manggar, Kabupaten Belitung [Laporan Praktek
Lapang]. Bogor: Fakultas IPB. 51 hal.
http://www. Library.usu.ac.id/manajemen syahyunan5.pdf. 2008.
http://www.Tangerangkab.go.id/. 2008.
Hutajulu, J. 1997. Studi tentang Keberadaan Pelabuhan Perikanan Pantai Karang
antu-Serang Dituju Dari Potensi Perikanan [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan IPB. 106 hal.
Iqbal, HM. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Cetakan 1. Jakarta:
Ghalia Indonesia. 260 hal.
Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Hernawan AA, Penerjemah.
Jakarta: Salemba Empat. 348 hal.
Lubis, E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. [Bahan Kuliah m.a. Pelabuhan
Perikanan]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Margono, T. 2000. Pembuatan Ikan asin. Jakarta: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian.
McDonald, Malcolm H.B. 1993. Marketing Plans. Butterworth-Heinemann Ltd.
Linacre House, Jordan Hill, Oxford, England. Hal : 190-206.
Muljanto, R. 1982. Pengolahan Ikan Untuk Indonesia. Jakarta: DPP Nelayan
Pancasila. 220 hal.
Nasution, MN. 2004. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Control). Bogor:
Ghalia Indonesia.
Nurani, TW. 2007. Manajemen Mutu. Laboratorium Sistem dan Optimasi
Perikanan Tangkap. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ruhimat, E. 1994. Evaluasi dan Pengembangan Fasilitas Pangkalan Pendaratan
Ikan Bojomulyo Kec Juwana, Kab Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan IPB.
84
Salim, H.A.A. 2000. Manajemen Transportasi. Edisi I, Cetakan 5. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 226 hal.
Sinaga, M. 1988. Manajemen Transportasi dan Distribusi Fisis. Terjemahan. Jilid
I Edisi ke 7. Jakarta: Erlangga. 226 hal.
Siregar, M. 1990. Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 187 hal.
Soeseno, S. 1978. Teknik Penangkapan dan Pengolahan Ikan. Jakarta: CV
Yasaguna.
Sudarma, D. 2006. Diktat Kuliah Penanganan Hasil Perikanan. Bogor:
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sukarsa, DR. 2007. Diktat Kuliah Penanganan Hasil Perikanan. Bogor:
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Wibowo, H. 2006. Pengaruh Penggunaan Coolbox Diatas Kapal Penangkap Ikan
Terhadap Mutu Kesegaran Ikan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Intitut
Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Peta penyebaran PPI di Tangerang.
PPI Tanjung Pasir
PPI Karang
Serang
PPI Kronjo
PPI Cituis
Kronjo
PPI Ketapang
U
B
T
S
Kemiri
PPI Dadap
PPI Benyawakan
Skala :
1 : 630.000
Sumber : http://www.tangerangkab.go.id
Lampiran 2 Lokasi penelitian Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang.
U
B
T
S
Skala :
1 : 630.000
Sumber : http://www.tangerangkab.go.id
Lampiran 3 Foto aktivitas ikan segar.
a. Proses pelelangan di TPI
b. Penyimpanan ikan segar
c. Pengangkutan hasil tangkapan ke TPI
d. Pengangkutan ikan dengan pick up
e. Pengangkutan ikan dengan motor
f. Penimbangan ikan segar
Lampiran 4 Foto aktivitas pengolahan ikan asin.
a. Pembelahan ikan
b. Tempat perendaman ikan asin
c. Tempat penimbangan ikan asin
d. Penjemuran ikan asin
e. Pengangkutan ikan asin
f. Alat penjemuran ikan asin
Lampiran 5 Tabel spesifikasi dan hasil pengujian nilai organoleptik ikan segar.
Spesifikasi
1. Mata
Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih
Cerah, bola mata rata, kornea jernih
Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan kornea agak keruh
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh
Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh
Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh
Bola mata tenggelam, ditutupi lender kuning yang tebal
2. Insang
Warna merah cemerlang, tanpa lendir
Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir
Warna merah agak kusam, tanpa lendir
Merah agak kusam, sedikit lendir
Mulai ada diskolorasi merah muda, merah cokelat, sedikit lendir
Mulai ada diskolorasi, sedikit lendir
Warna merah cokelat, lendir tebal
Warna merah cokelat atau kelabu, lendir tebal
Warna putih kelabu, lendir tebal sekali
3. Daging dan Perut
Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan
sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut
dagingnya utuh, bau isi perut segar
Sayatan daging cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang
tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perutnya utuh, bau
isi perut netral
Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan
sepanjang tulang belakang, perut agak lembak, ginjal mulai merah pudar,
dinding perut dagingnya utuh, bau netral
Sayatan daging masih cemerlang, didua perut agak lembek, agak kemerahan
pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu
Sayatan daging mulai pudar, didua perut lembek, banyak pemerahan pada
tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam
Sayatan daging tidak cemerlang, didua perut lunak, pemerahan sepanjang
tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam
Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada sepanjang tulang
belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak
Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas pada sepanjang tulang
belakang, dinding perut membubar, bau busuk
Nilai
9
8
7
6
5
4
3
1
9
8
7
6
5
4
3
2
1
9
8
7
6
5
4
2
1
Lampiran 5 (Lanjutan).
4. Konsistensi
Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang
belakang
Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari
tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya
Agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari
tulang belakang
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek
daging dari tulang belakang
Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah menyobek daging
dari tulang belakang
Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, mudah menyobek
daging dari tulang belakang
Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan dan mudah menyobek daging
dari tulang belakang
Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah menyobek daging dari
tulang belakang
Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah sekali
menyobek daging dari tulang belakang
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Sumber : M.k Penanganan Hasil Perikanan, Dadi R Sukarsa, 2007
Data hasil uji organoleptik
No
Spesifikasi
1
2
Mata
Insang
Daging dan
Perut
Konsistensi
3
4
Mata Kurisi
besar
bali
6
6
5
6
5
5
5
Jenis Ikan
Kurisi Kurisi
bali
merah
5
6
6
6
Kurisi
merah
5
5
Jumlah
5.6
5.6
6
5
6
5.4
5
6
Rata-rata
6
6
5.6
5.55
Sumber : Kuesioner, 2008
Kisaran kriteria kesegaran ikan menurut uji organoleptik:
1. Segar
: Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 7-9 (Ekspor);
2. Agak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknua 5-6 (Layak konsumsi);
3. Tidak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 1-4 (Untuk diolah).
Lampiran 6 Data produksi ikan segar tahun 2007.
No
Jenis Ikan
1
Alu-alu
2
Balak
Jan
Feb
Mar
235
339
304
1.073
1.116
2.357
Apr
2.599
Mei
Juni
Produksi (Kg)
Juli
Agus
2.608
2.353
1.854
1.687
Sep
1.513
Okt
686
Nov
2.020
Des
1.975
3
Biji nangka
9.598
7.067
9.088
8.049
9.301
8.338
8.688
8.569
8.409
3.962
10.339
9.028
4
Betetan
5.881
5.310
7.011
6.204
6.856
6.476
6.690
6.500
6.914
3.339
13.044
11.501
5
Cumi-cumi
1.413
1.153
1.682
1.652
1.759
1.550
1.411
1.493
1.445
632
1.447
1.357
6
Corak
1.756
1.448
2.001
2.034
2.201
1.898
1.807
1.864
1.771
798
2.654
2.426
7
Demang
2.482
965
1.096
1.170
1.457
1.610
1.578
1.726
1.582
421
3.059
3.820
840
664
875
993
1.011
953
933
940
8
Kakap merah
9
Kerapu
10
Kurisi
8.286
4.795
6.168
6.174
6.402
5.435
5.709
5.050
5.488
2.656
10.533
8.968
11
Kuwe
1.207
871
1.083
1.173
1.171
1.120
1.055
1.017
1.094
457
1.497
1.534
12
Layur
459
353
572
13
Pepetek
2.190
2.665
3.227
4.215
3.675
3.492
2.955
2.622
2.160
694
1.830
1.538
14
Pari
3.983
3.042
2.995
3.803
3.348
3.030
3.050
2.979
3.032
1.037
3.947
5.032
15
Sebelah
1.339
1.021
1.326
1.626
1.860
1.625
1.542
1.494
3.151
345
2.019
2.168
16
Selar
858
449
411
17
Tengkek
817
278
520
3.076
1.452
18
Teri
226
1.380
1.926
1.567
1.703
19
Tiga waja
8.181
20
Kembung
1.035
21
Utik
896
22
Kuro
23
Kuniran
24
Gerit
25
Berasan
26
Kapasan
27
Gurita
5.373
7.219
5.526
4.933
5.640
6.385
6.045
6.906
4.022
14.074
12.652
247
955
1.567
1.644
1.225
1.364
1.685
2.204
806
2.828
3.587
538
471
730
767
571
784
826
883
245
1.095
1.047
689
396
779
739
3.167
974
2.054
1.490
537
246
308
399
593
433
601
796
1.012
752
873
968
1.093
1.095
1.063
1.019
1.795
2.377
2.774
2.737
2.924
754
467
475
1.038
1.582
485
820
Jumlah
57.863
Sumber: TPI PPI Cituis, 2008
450
40.77
725
52.75
50.677
53.056
51.351
52.704
50.803
50.311
21.470
76.385
70.314
Lampiran 7 Data harga rata-rata/kg ikan segar tahun 2007.
No
Jenis Ikan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Harga Rata-rata/Kg
Juni
Juli
Agus
Sep
Okt
Nov
Des
1
Alu-alu
9.000
9.000
8.000
2
Balak
2.500
3.000
2.500
2.500
2.500
3.000
3.000
3.000
3.000
3.000
3.000
3.000
3
Biji nangka
2.500
2.500
2.000
2.000
2.000
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
4
Betetan
5
Cumi-cumi
2.000
3.000
3.000
2.500
2.500
3.000
3.000
3.000
300
3.000
3.000
3.000
18.000
19.500
19.500
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
18.000
6
Corak
7.500
9.000
9.000
9.500
9.500
10.500
10,500
10.000
10.500
10.500
10.500
9.500
7
Demang
3.500
3.500
3.500
3.000
3.500
4.000
4000
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
8
Kakap merah
9
Kerapu
8.000
8.500
8.500
8.500
8.500
8.500
8.500
8.500
10
Kurisi
3.500
4.000
4.000
3.500
3.500
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
11
Kuwe
11.000
11.500
11.500
11.500
11.500
11.500
11.500
11.500
11.500
11.500
11.500
11.500
12
Layur
3.500
4.000
4.000
13
Pepetek
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
14
Pari
3.500
4.000
4.500
4.500
5.000
5.000
5.000
5.000
5.500
5.500
5.000
5.000
15
Sebelah
5.000
5.500
6.000
6.000
6.000
7.000
7.000
7.000
7.000
7.000
6.500
6.500
16
Selar
5.000
5.000
5.500
17
Tengkek
3.500
3.000
4.000
5.000
5.000
18
Teri
4.000
4.500
4.500
4.500
4.500
19
Tiga waja
2.500
3.000
3.000
3.000
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
20
Kembung
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.500
11.000
11.000
11.000
21
22
Utik
Kuro
4.000
10.000
4.500
11.000
4.500
11.000
4.500
11.000
4.500
11.000
4.500
11.000
4.500
11.000
4.500
11.000
4.500
11000
4.500
11000
4.500
10.000
4.500
11.500
23
Kuniran
6.000
5.000
5.000
5.000
5.000
6.000
6.000
6.000
24
Gerit
7.000
6.000
6.000
25
Berasan
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
26
Kapasan
27
Gurita
1.500
4.500
Sumber: TPI PPI Cituis, 2008
4.500
3.000
Lampiran 8 Data nilai produksi ikan segar tahun 2007.
No
Jenis Ikan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Nilai Produksi (Juta)
Juni
Juli
Agus
Sep
Okt
Nov
Des
1
Alu-alu
2,277
3,051
2,432
2
Balak
2,682
3,348
5,892
3
Biji nangka
23,995
17,667
18,176
16,098
18,602
20,845
21,720
21,422
4
Betetan
11,762
15,930
21,033
15,510
17,140
19,428
20,070
19,500
5
Cumi-cumi
25,434
22,438
32,799
33,040
35,180
31,000
28,220
29,860
28,900
12,640
28,940
24,426
6
Corak
13,237
13,032
18,009
19,323
20,909
19,929
18,937
19,572
18,595
8,379
27,867
23,047
8,687
3,377
3,836
3,510
5,099
6,440
6,312
6,904
6,328
1,684
12,236
15,280
6,497
6,520
7,059
5,562
5,061
4,539
2,058
6,060
5,295
21,022
9,905
25,847
22,570
20,742
10,017
39,132
34,503
7
Demang
8
Kakap merah
9
Kerapu
6,720
5,644
0,743
8,440
8,593
8,100
7,930
7,990
10
Kurisi
29,001
19,180
24,672
21,609
22,407
21,740
22,836
20,200
21,952
10,624
42,132
35,872
11
Kuwe
13,277
10,016
12,454
13,489
13,466
12,880
12,132
11,695
12,581
5,255
17,215
17,641
12
Layur
1,606
1,412
2,288
13
Pepetek
4,380
5,330
6,454
8,430
7,350
6,984
5,910
5,244
4,320
1,388
3,660
3,076
13,940
12,168
13,477
17,113
16,740
15,150
15,250
14,985
16,676
5,703
19,735
25,160
6,695
5,615
7,956
9,756
11,160
11,375
10,794
10,458
9,457
2,415
13,708
14,092
15,380
7,260
14,077
49,259
44,282
14
Pari
15
Sebelah
16
Selar
4,290
2,245
2,260
17
Tengkek
2,859
0,834
2,080
18
Teri
6,210
8,667
7,051
7,663
19
Tiga waja
20,452
16,119
21,657
16,578
17,265
19,740
22,347
21,157
24,171
20
Kembung
10,350
2,470
9,550
15,670
16,440
12,250
13,640
16,850
23,142
8,866
31,108
39,457
21
Utik
3,584
2,421
2,119
3,285
3,451
2,569
3,528
3,717
3,973
11,205
4,927
4,711
7,579
4,356
7,790
8,498
1,948
4,108
0,298
0,904
22
Kuro
5,370
2,706
3,388
4,389
6,523
4,763
6,611
8,756
23
Kuniran
6,072
3,760
4,365
4,840
5,465
6,570
6,378
6,114
24
Gerit
5,278
2,802
2,850
25
Berasan
2,076
3,164
0,359
4,754
5,548
5,474
5,848
6,334
26
Kapasan
0,727
27
Gurita
242,29
237,97
3,690
231,029
Jumlah
Sumber: TPI PPI Cituis, 2008
2,250
2,175
175,25
228,23
221,16
237,06
239,99
244,64
100,41
349,10
328,78
Lampiran 9 Data produksi ikan asin tahun 2007.
Bulan : Januari
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek, k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
3.000
4.200
9.000
1.800
80.000
1.500
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
2.200
10.000
4.200
4.500
32.000
4.500
Laba
9.400.000
18.860.000
24.000.000
80.000
7.500
3.000
3.500
32.000
4.000
8.000
8.200
16.000.000
7.750.000
95.000
40.000
1.400
2.000
40.000
16.000
3.800
6.800
19.000.000
28.205.000
314.500
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
129.400
123.215.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : Februari
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek, k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
45.000
4.000
65.000
1.800
40.000
1.700
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
22.500
9.000
32.500
4.000
16.000
5.000
Laba
22.500.000
13.000.000
12.000.000
15.000
10.000
3.500
3.500
6.000
5.000
9.000
8.000
1.500.000
5.000.000
70.000
20.000
1.500
2.000
28.000
8.000
4.800
5.500
29.400.000
4.000.000
90.000
1.300
45.000
3.500
40.500.000
2.000
1.700
1.000
6.000
2.400.000
357.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
164.000
130.300.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : Maret
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek, k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
20.000
4.000
130.000
1.500
15.000
1.700
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
10.000
9.500
65.000
3.500
6.500
6.000
Laba
15.000.000
32.500.000
13.500.000
3.000
3.500
1.500
9.000
3.000.000
30.000
1.500
15.000
4.500
22.300.000
20.000
1.200
10.000
3.000
6.000.000
218.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
104.400
92.300.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : April
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek. k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
50.000
3.500
90,000
1,500
60,000
1,500
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
25.000
7.600
38,000
4,000
24,000
5,500
Laba
15.000.000
17,000,000
42,000,000
30,000
3,500
15,000
7,500
7,000,000
70,000
35,000
1,500
2,000
35,000
14,000
4,300
6,000
45,500,000
14,000,000
40.000
1.200
20.000
3.000
12.000.000
375.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis. 2008
163.000
152.500.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : Mei
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek. k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
Laba
240.000
1.500
120.000
3.700
60.000.000
20.000
35.000
3.000
3.000
10.000
18.000
8.500
7.500
25.000.000
30.000.000
80.000
40.000
1.500
2.000
32.000
16.000
5.000
6.000
40.000.000
16.000.000
30.000
1.000
15.000
2.100
1.500.000
445.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
207.000
172.500.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : Juni
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
Laba
30.000
1.800
15.000
4.300
10.500.000
40.000
7.000
60.000
3.000
4.000
1.500
20.000
3.500
32.000
7.000
7.500
4.000
20.000.000
1.600.000
38.000.000
30.000
20.000
5.000
3.800
2.300
1.000
15.000
10.000
2.500
8.300
6.700
3.000
10.500.000
21.000.000
2.500.000
9.000
12.000
3.000
3.000
3.000
6.000
6.500
5.500
6.750.000
1.400.000
213.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
105.000
112.250.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : Juli
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek, k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
20.000
3.500
35.000
1.800
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
11.000
9.500
17.500
4.300
Laba
34.500.000
12.250.000
15.000
5.000
60.000
3.000
4.000
1.500
8.500
2.500
32.000
7.000
7.500
4.000
14.500.000
1.250.000
38.000.000
25.000
12.000
8.000
3.800
2.300
1.000
15.500
7.000
4.500
8.300
6.700
3.000
33.650.000
19.300.000
5.500.000
7.000
14.000
3.000
3.000
3.500
8.000
6.500
5.500
1.750.000
2.000.000
201.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
110.000
162.700.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : Agustus
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek, k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
60.000
3.500
75.000
1.800
35.000
2.000
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
30.000
9.500
37.500
4.300
17.500
6.000
Laba
75.000.000
26.250.000
35.000.000
55.000
1.500
27.500
4.000
27.500.000
30.000
6.000
3.000
3.000
15.000
3.000
6.500
6.500
7.500.000
1.500.000
261.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
131.500
172.750.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : September
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek, k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
30.000
3.500
60.000
1.800
55.000
2.000
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
15.000
9.500
30.500
4.300
27.500
6.000
Laba
37.500.000
23.150.000
55.000.000
45.000
35.000
1.500
2.000
22.500
17.500
4.000
5.500
22.500.000
26.250.000
50.000
1.000
25.000
3.000
25.000.000
40.000
3.000
20.000
6.500
10.000.000
315.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
158.000
199.400.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : Oktober
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek, k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
45.000
3.500
80.000
1.800
60.000
2.000
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
22.500
9.500
40.000
4.200
30.000
6.000
Laba
56.750.000
24.000.000
60.000.000
35.000
3.700
17.500
8.500
18.250.000
50.000
65.000
1.500
2.000
25.000
32.500
3.200
5.500
12.500.000
39.000.000
30.000
3.000
15.000
6.300
3.000.000
365.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
182.500
213.500.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : November
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek, k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
35.000
3.500
150.000
1.800
50.000
2.000
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
17.500
9.500
75.000
4.300
26.000
6.000
Laba
43.750.000
52.500.000
56.000.000
30.000
22.000
3.500
3.700
15.000
12.000
8.500
8.500
22.500.000
20.600.000
55.000
10.000
5.000
1.500
2.000
4.000
27.500
5.500
2.500
4.000
5.500
8.500
27.500.000
10.250.000
1.250.000
7.000
1.500
3.500
3.500
1.750.000
364.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
183.500
236.100.000
Keterangan
Lampiran 9 (Lanjutan).
Bulan : Desember
Jenis ikan
Samge
Perek
Kuniran
Kapasan
Utik
Bloso
Teri
Selar
Kurisi bali
Kurisi merah
Bandeng
Mujaer
Bilis
Tembang
Lemuru
Kembung
Layur
Jambal roti
Tongkol
Perek, k
Jumlah
Bahan baku (ikan basah)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
40.000
3.500
30.000
1.800
80.000
2.000
Hasil olahan (kering)
Jumlah (kg)
Harga (Rp)/kg
20.000
9.500
16.000
4.300
40.000
6.000
Laba
50.000.000
14.800.000
80.000.000
60.000
2.000
1.500
2.000
30.000
1.500
4.000
5.500
4.250.000
5.000
6.000
25.000
2.500
1.000
1.500
2.500
3.000
12.500
6.500
3.000
3.500
3.750.000
3.000.000
6.250.000
248.000
Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008
145.500
192.050.000
Keterangan
Download