23 BAB 4 KONSEP 4.1 Landasan Teori 4.1.1. Teori Desain

advertisement
23
BAB 4
KONSEP
4.1 Landasan Teori
4.1.1. Teori Desain Komunikasi Visual
Desain Komunikasi Visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan
ungkapan kreatif, teknik dan media untuk menyampaikan pesan dan gagasan secara
visual, termasuk audio dengan mengolah elemen desain grafis berupa bentuk dan
gambar, huruf dan warna, serta tata letaknya, sehingga pesan dan gagasan dapat diterima
oleh sasarannya.
Elemen Desain
Dalam teori Desain Komunikasi Visual terdapat 5 elemen desain yaitu garis, bentuk,
huruf, warna dan tekstur.
Prinsip Desain
Desain Komunikasi Visual harus mengikuti prinsip desain yaitu :
• Keseimbangan
• Kesatuan
• Harmoni
• Aksen
24
• Kedalaman
• Irama
• Alur pergerakan
• Kontras
4.1.2. Teori Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak
kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya,
komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti
oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh
keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan,
menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat
bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal atau bahasa isyarat.
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum
komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gesture, dan broadcasting.
Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan, atau tak bertujuan.
Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat
dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan
yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.
25
Komponen komunikasi
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung
dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain sebagai berikut.
•
Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengurumkan pesan
kepada pihak lain.
•
Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari
pihak lain
•
Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak
kepada pihak lain.
•
Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan
yang disampaikannya.
Proses komunikasi
Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut.
1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang
lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang
disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat
simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran
baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung
melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya.
3. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan
isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti kedua pihak.
26
4. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas
pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan
yang dimaksud oleh si pengirim.
4.1.3. Teori Pendekatan Psikologi
Tingkah laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi
sedikitnya ada 5 cara pendekatan, yaitu :
Pendekatan Neurobiological
Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem
syaraf. Pendekatan neurobiological berupaya mengaitkan prilaku yang terlihat
dengan implus listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh serta menentukan
proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan proses mental.
Pendekatan Perilaku
Menurut pendekatan ini tingkah laku pada dasarnya adalah respon atas stimulus
yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S – R atau suatu
kaitan Stimulus – Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja
mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson kemudian
dikembangkan oleh banyak ahli, seperti Skinner, dan melahirkan banyak subaliran.
27
Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana
individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan
menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Jika dibuatkan model adalah
sebagai berikut S – O – R. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses
mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang.
Pendekatan Psikoanalisa
Pendekatan ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa
kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga
tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan,
impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup
dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
Pendekatan Fenomenologi
Pendekatan ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena
itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan
dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut
kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang
selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
Pendekatan yang diterapkan pada perancangan desain buku ”Kenali Emosimu” adalah
pendekatan kognitif.
28
4.1.4. Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh
Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of
Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan
kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi
doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapantahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis,
mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti
perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget,
yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan
konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa
proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan
perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang
mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Kohlberg menggunakan cerita-cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia
tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila
mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi
dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda.
Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional,
konvensional, dan pasca-konvensional. Teorinya didasarkan pada tahapan
29
perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih
adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.
Tahapan-tahapan
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga
tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Mengikuti
persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif, adalah
sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini. Walaupun demikian, tidak
ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak
dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang
baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap
sebelumnya.
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
( Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
( Sikap anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
30
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika universal
( Principled conscience)
Pra-Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun
orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang
berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan
berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua
tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk
egosentris.
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung
dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap
salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman
diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa
sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat
sebagai sejenis otoriterisme.
Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar
didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang
menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan
itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku,
dan akan kugaruk juga punggungmu.” Dalam tahap dua perhatian kepada orang lain
tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif
31
tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial
(tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja.
Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif
secara moral.
Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di
tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan
pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan
keempat dalam perkembangan moral.
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu
mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal
tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka
mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah
mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas
dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan
interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan
golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu
peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih
signifikan dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik…'.
Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi
sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam
tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam
32
tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama
sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus
fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan
begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila
seseorang melanggar hukum, maka secara ia salah secara moral, sehingga celaan
menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari
yang baik.
Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap
lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah
entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang
harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang
lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku prakonvensional.
Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat
dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai
tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan
pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti
benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'?
Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku.
Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu
demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal tersebut
33
diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan
yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.
Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan
prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen
terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak
adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral
deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya
secara hipotetis secara kondisional (imperatif kategoris dari Immanuel Kant). Hal ini
bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi
orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama (veil of
ignorance dari John Rawls). Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan
cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang
bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan,
legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia
merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara konsisten.
Tampaknya orang sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam dari model
Kohlberg ini.
Tahapan yang sesuai dengan target dari buku “Kenali Emosimu” adalah tahapan prakonvensional.
34
4.1.5. Teori Perkembangan Kognitif
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog
Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam
lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep
kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat
merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang
berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—
skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapantahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan
informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti,
tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai
pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita
membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan
sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh
Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya
melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring
pertambahan usia:
•
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
•
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
•
Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
•
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
35
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan
tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget
berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman
spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.
36
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang
secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam
teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek.
Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.
Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan
gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk
melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek
menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya
berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan katakata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan
logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat
memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain.
Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi
seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik.
Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda
yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
37
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Prosesproses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk,
atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda
lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan
logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir
kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat
menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah
sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau
benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran
38
dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang
ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir
lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang
salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan
boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang
memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan.
Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap
menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka
itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi
yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti
logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih,
namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini
muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai
masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai
39
perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir
sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional
konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
•
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya
selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang
mundur.
•
Universal (tidak terkait budaya)
•
Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
•
Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
•
Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari
tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
•
Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir,
bukan hanya perbedaan kuantitatif
Tahapan yang sesuai dengan target buku “Kenali Emosimu” adalah tahapan praoperasional.
40
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan
berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori
pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga
menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam
memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema
mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut.
Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru
didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang
sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis
binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung
kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna
kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan
perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk
memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada.
Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi
pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang
sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya
label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
41
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang
sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung
sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada
skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan
berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses
penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan
equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan
pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang
tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan
dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
4.2 Strategi Kreatif
4.2.1 Strategi Komunikasi
Fakta Kunci
• Masalah perkembangan anak telah menjadi perhatian para orang tua saat ini
42
• Perkembangan kepribadian anak ternyata dimulai sejak usia dini yaitu 3 tahun, anak
mulai belajar bagaimana harus bersikap dan mulai mengenal berbagai macam perasaan
yang ada
• Saat ini, masalah stres pada anak ataupun remaja (yang tentunya kepribadiannya
terbentuk sejak usia kanak-kanak) semakin meningkat. Dapat kita lihat semakin
banyaknya kasus kriminalitas baik terhadap orang lain ataupun diri sendiri yang
diakibatkan oleh stres dan depresi
Masalah yang Akan Dikomunikasikan
• Pengenalan bermacam-macam emosi yang ada
• Bimbingan bagaimana mengatasi emosi tersebut
Tujuan Komunikasi
• Anak memahami bermacam emosi dan perasaan yang ada dalam dirinya dan yang
dirasakannya sepanjang hari
• Anak dapat memperlihatkan dan membagi perasaannya dengan baik kepada
lingkungan sekitarnya
• Anak dapat mengendalikan emosinya dengan baik
Profil Target
Target Primer
Demografi
: - Anak usia 4-6 tahun
- Jenis kelamin laki-laki dan perempuan
43
- Ses B-A
- Anak telah atau sedang mengikuti pendidikan Pre School
Geografi
: - Berdomisili di daerah maju yang berkembang
- Berasal dari daerah perkotaan / sudah lama tinggal di daerah
perkotaan
Psikografi
: - Anak gemar membaca
- Anak dan orang tua sering menghabiskan waktu bersama
- Anak telah mengenal konsep perpustakaan (baik di sekolah ataupun
tempat lain)
Target sekunder
Demografi
: - Orang tua dari anak usia 4-6 tahun
- Jenis kelamin laki-laki dan perempuan
- Usia 25 – 40 tahun
- Ses B-A
- Diutamakan keluarga muda
- Pendidikan minimal lulus SMA
Geografi
: - Berdomisili di daerah maju yang berkembang
- Berasal dari daerah perkotaan / sudah lama tinggal di daerah
perkotaan
44
Psikografi
: - Orang tua memperhatikan perkembangan fisik dan mental anak
- Orang tua meluangkan waktunya untuk bersantai bersama anak
- Berpikiran maju dan kritis terhadap masalah anak
- Senang mengajak anak ke toko buku
Positioning / USP
Buku anak-anak pengenalan emosi ini jarang ditemui di toko-toko buku, padahal buku
anak-anak mengenai cerita ataupun pelajaran edukatif sangat banyak ditemui. Harus
disadari bahwa pendidikan mental tidak kalah penting dari pendidikan formal.
Tagline
Judul seri buku ”Kenali emosimu”
Dibuat dalam 4 seri yaitu :
1. Gembira
2. Sedih
3. Marah
4. Takut
Pendekatan Emosional / Rasional
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan emosional. Memberikan pengetahuan
kepada anak melalui visualisasi yang menggambarkan keadaan emosi yang bermacammacam. Visual digambarkan sedemikian rupa agar dapat menyentuh perasaan anak-anak
45
tersebut sehingga mereka dapat ikut merasakan dan memahami arti dari cerita yang
disampaikan.
Keyword
• Informatif
• Emosi
• Ceria
• Anak-anak
• Simple
4.2.2 Strategi Desain
Tone and Manner
Desain buku anak-anak ini akan menampilkan nuansa warna yang cerah dan simple.
Warna yang digunakan adalah warna-warna terang dan tidak banyak menggunakan
tekstur, motif dan dull color. Pada tiap seri buku akan digunakan warna yang
mendukung secara kuat mood yang harus dirasakan oleh sang anak. Pewarnaan dibuat
secara manual menggunakan pensil warna. Tone dibuat agak klasik untuk menampilkan
kesan elegan yang sesuai dengan ses B-A.
Strategi Verbal
Bahasa yang digunakan adalah bahasa formal, sesuai dengan tata bahasa Indonesia yang
baik dan benar namun digunakan sesederhana mungkin. Bahasa formal digunakan agar
46
anak belajar menggunakan bahasa yang baik sedari dini. Kalimat dibuat sesederhana
mungkin karena anak usia 4-6 tahun belum dapat berkonsentrasi membaca tulisan yang
panjang, mereka lebih fokus pada gambar yang ada.
Strategi Visual
Buku ”Kenali Emosimu” akan menggunakan ilustrasi sebagai sumber daya tarik utama
karena anak usia 4-6 tahun tidak memperhatikan teks yang ada (teks akan dibacakan
oleh orang lain). Namun mereka telah mempunyai kepekaan terhadap gambar dan visual.
Mereka dapat mengerti ilustrasi yang ada. Ilustrasi (tidak menggunakan fotografi) yang
digunakan bergaya hand drawing dan menggunakan teknik pewarnaan manual
menggunakan pensil warna dan diselesaikan dengan brush untuk mendapatkan kesan
natural, asli, simple namun tetap artistik dan elegan. Tipografi yang digunakan
menggunakan huruf dekoratif yang menampilkan nuansa anak-anak (dapat berupa sans
serif dan hand writing juga). Font yang digunakan sebagai namestyle dan headline
adalah font Cookies yang telah dimodifikasi di beberapa bagian huruf. Sementara untuk
bodytext digunakan font SF Cartoonist Hand.
4.2.3 Pemilihan Item
1. Buku : - 2 seri buku, Gembira dan Marah (isi lengkap sebanyak 11 lembar spread)
- 2 set buku dummy (Sedih, Takut)
- 4 set cover (Gembira, Sedih, Marah, Takut)
- 1 packaging untuk pembelian 1 paket buku (4 seri lengkap)
47
- Namestyle
- Logo serial Sam & Lisa
- Color Palette mood warna dalam tiap seri buku
- Tipografi buku
2. Item promosi : - Poster A2
- Mini X-Banner
- Iklan majalah (wanita dan anak-anak)
- Brosur
3. Merchandise : - Pin (4 seri)
- Pembatas Buku (4 seri)
- Postcard (4 seri)
Download