BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian dan Asal Usul Perdagangan Internasional Ekonomi internasional mempelajari bagaimana sejumlah perbedaan ekonomi berinteraksi satu sama lain di dalam proses alokasi sumber-sumber yang langka untuk memuaskan keinginan manusia. Dalam penjabaran teori mikro dan makro ekonomi, membagi ekonomi internasional ke dalam dua kelompok utama : perdagangan internasional dan keuangan internasional. Perdagangan internasional merupakan pertukaran atau perdagangan antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Nopirin (1996 : 2) berpendapat, perdagangan internasional sebenarnya hanya merupakan sebagian aspek mikro dari ekonomi internasional yang luas. Lebih spesifik lagi, perdagangan atau pertukaran diartikan sebagai tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela untuk sama-sama memperoleh manfaat dari masingmasing pihak (Boediono, 1997 : 10). Dengan memberikan pengertian yang tidak berbeda jauh, Sobri (1994 : 10) juga menekankan perlunya para subyek ekonomi antar negara yang bertransaksi untuk memperhatikan tata aturan (commercial diplomacy) yang dibuat untuk memberikan dasar tata cara pelaksanaan perdagangan internasional. 14 Perdagangan terjadi karena adanya keuntungan tambahan (gain from trade) bagi pihak-pihak yang melakukannya. Keuntungan ini merupakan salah satu motivasi terjadinya perdagangan internasional. Para ekonom membagi keuntungan tersebut kedalam dua komponen berikut.: 1) Keuntungan konsumsi (keuntungan dari pertukaran internasional), adalah ketika komoditas yang sejenis diproduksi di dalam perdagangan bebas. 2) Keuntungan produksi (keuntungan dari adanya spesialisasi) , adalah keuntungan dengan adanya tambahan keuntungan konsumsi sebagai akibat pergeseran titik produksi dari keseimbangan swasembada menuju perdagangan bebas. Perdagangan internasional terjadi karena adanya kenyataan bahwa tidak semua negara memiliki faktor-faktor produksi dan skala ekonomis yang sama, perbedaan kualitas maupun kuantitas produksi, metode pengkombinasian faktorfaktor produksi tersebut dalam proses produksi, serta kemungkinan suatu negara memperoleh keuntungan dari pembelian barang dengan harga yang lebih rendahdan kemudian menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu perdagangan internasional akan mendorong suatu negara untuk dapat berspesialisasi pada produk yang lebih ekonomis. Tingkat spesialisasi yang tinggi merupakan cerminan dari meningkatnya standar hidup. Dari sisi permintaan, adanya perbedaan permintaan antar negara juga menjadi penyebab terjadinya perdagangan internasional, meskipun para ahli pada umumnya berpendapat bahwa perbedaan pola konsumsi (sisi permintaan) antar negara 15 bukan sebagai penyebab utamaterjadinya perdagangan internasional. Mereka berpendapat bahwa sisi penawaranlah (produksi) yang menjadi penyebab utama terjadinya perdagangan internasional, terutama karena suatu negara bisa memproduksi barang dengan cara yang lebih efisien dari yang bisa dilakukan negara lain (Boediono, 1997 : 19). Tambunan (2001 : 1), mendefinisikan perdagangan internasional sebagai perdagangan antara atau lintas negara yang meliputi legiatan ekspor dan impor. Perdagangan internasional dibagi menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain terdiri dari biaya transportasi, perjalanan (travel), asuransi, pembayaran bunga dan remittance seperti gaji dan tenaga kerja serta fee atau royalti teknologi (lisensi). Jadi, perdagangan internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang maupun jasa yang dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga. 2.1.2 Teori Perdagangan Internasional 1. Teori Pra Klasik (Merkantilisme) Menurut Hamdy, (2001 : 24), ide pokok merkantilisme adalah negara atau raja akan kaya atau makmur dan kuat apabila ekspor lebih besar daripada impor (X > M). Surplus dari X – M (ekspor netto) diselesaikan dengan pemasukan logam mulia terutama emas dan perak dari luar negeri, karena pada waktu itu logam mulia dipakai sebagai alat pembayaran. 16 Kebijakan perdagangan dilakukan oleh merkantilis dalam melaksanakan ide pokok tersebut dengan cara melaksanakan ekspor sebesar-besarnya kecuali logam mulia dan melarang atau membatasi impor dengan ketat kecuali logam mulia. 2. Teori klasik a. Keunggulan Absolut (Absolute Adantage : Adam Smith) Teori keunggulan absolut dari Adam Smith sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan suatu barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Nopirin, 1999 : 8). Teori nilai kerja ini sifatnya sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Teori absolute advantage Adam Smith yang secara sederhana menggunakan teori nilai kerja dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut : misalnya hanya ada dua negara yaitu Amerika dan Inggris yang memiliki faktor tenaga kerja yang homogen, menghasilkan 2 barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian, Amerika masing-masing membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit. Ilustrasi keunggulan absolut dari Adam Smith tersaji pada Tabel 2.1 17 Tabel 2.1 Ilustrasi Keunggulan Absolut Dari Adam Smith (Jumlah Tenaga Kerja Dalam Memproduksi Barang) Komoditi Gandum Pakaian Sumber : Nopirin (1999 : 10) Amerika 8 4 Inggris 10 2 Dari Tabel 2.1, tampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedangkan Inggris dalam produksi pakaian. Satu unit gandum di Inggris diperlukan 10 unit tenaga kerja sedangkan di Amerika hanya 8 unit tenaga kerja (10 > 8), satu unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedangkan di Inggris hanya 2 unit (4>2). Jadi dapat dikatakan Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum, dan Inggris memiliki absolute advantage pada produksi gandum Jadi teori keunggulan absolut (absolute advantage) menekankan bahwa efisiensi dalam penggunaan input (misalnya tenaga kerja) di dalam proses produksi sangat menentukan keunggulan atau tingkat daya saing. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara menghasilkan satu macam barang dengan biaya (diukur dengan unit tenaga kerja) yang secara absolut lebih rendah dari negara lain. Spesialisasi atas dasar absolute advantage yang kemudian diikuti dengan pertukaran kedua negara dapat memperoleh keuntungan. 18 b. Keunggulan Relatif (Comparative Advantage : JS Mill) Teori ini mengatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage. Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. JS Mill memberikan contoh sebagai berikut. Tabel 2.2 Ilustrasi Keunggulan Relatif Dari JS Mill (Produksi 10 Orang Dalam 1 Minggu) Komoditi Gandum Pakaian Sumber : Nopirin (1999 : 12) Amerika 6 bakul 10 yards Inggris 2 bakul 6 yards Menurut teori absolute advantage maka tidak akan timbul perdagangan karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua. Bagi JS Mill yang terpenting bukanlah absolute adavantage, namun comparative advantage. Besarnya comparative advantage untuk: Amerika : - dalam produksi gandum 6 bakul : 2 bakul di Inggris = 3 : 1 - dalam produksi pakaian 10 yards : 6 yards di Inggris = 5/3 : 1 Disini Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum, yakni (3 : 1) lebih besar dari (5/3 : 1) Inggris : - dalam produksi gandum 2 bakul : 6 bakul di Amerika = 1/3 : 1 19 - dalam produksi pakaian 6 yards:10 yards dari Amerika = 3/5:1 Disini Inggris memiliki comparative advantage pada produksi pakaian yakni (3/5 : 1) lebih besar dari (1/3 : 1). Jadi teori comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan timbul antara Amerika dengan Inggris yakni Amerika berspesialisasi pada produk gandum dan menukarkan sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Teori ini dapat menerangkan beberapa pertukaran yang tidak dapat dijelaskan oleh teori absolut. c. Teori Biaya Relatif (Comparative Cost : David Ricardo) Titik pangkal dari teori David Ricardo tentang perdagangan internasional adalah teorinya tentang nilai atau value. Menurutnya nilai suatu barang tergantung dari banyaknya hari kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut (labour cost value theory). Perdagangan akan timbul jika masing-masing negara memiliki comparative cost yang terkecil. Sebagai contoh dikemukakan sebagai berikut Tabel 2.3 Ilustrasi Biaya Relatif Dari David Ricardo (Banyaknya Hari Kerja Untuk Memproduksi Barang) Negara Portugis Inggris Sumber : Nopirin (1999 : 14) Anggur 3 hari 6 hari Besarnya comparative cost : 20 Pakaian 4 hari 5 hari Portugis untuk anggur 3/6 < 4/5 atau 3/4 < 6/5 Inggris untuk pakaian 5/4 < 6/3 atau 5/6 < 4/5 Dalam hal ini Portugis akan berspesialisasi pada produksi anggur sedangkan Inggris pada produksi pakaian. 3. Teori Moderen : Teori Heckscher – Ohlin (Teori H-O) Teori modern yang dikemukakan oleh Hecksher-Ohlin dikenal dengan teori faktor proporsi yang menyatakan bahwa perbedaan dalam opportunity cost suatu negara dengan negara yang lain disebabkan karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang dimilikinya. Suatu negara misalnya A, memiliki tenaga kerja yang besar dan relatif sedikit kapital, maka untuk sejumlah pengeluaran tertentu memperoleh jumlah tenaga kerja lebih banyak dari pada kapital. Misalnya uang Rp. 100,00 dapat dibeli 20 unit tenaga kerja atau 5 unit mesin. Jadi 20 unit tenaga kerja sama dengan 5 unit mesin. Negara B, lebih banyak memiliki kapital atau mesin dan relatif sedikit tenaga kerja. Konsekuensinya di negara B pengeluaran Rp. 100,00 akan memperoleh tenaga 10 unit atau 20 unit mesin. Harga 1 unit tenaga kerja sama dengan 2 unit mesin. Negara A akan lebih murah apabila memproduksi barang yang relatif menggunakan banyak tenaga kerja dan sedikit kapital, sedangkan negara B lebih murah apabila menggunakan banyak kapital dan sedikit tenaga kerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh suatu negara berbeda-beda, sehingga menimbulkan perbedaan relatif harga-harga 21 diberbagai negara. Suatu negara cenderung memproduksi barang yang menggunakan faktor produksi yang dimiliki negara itu dalam jumlah besar. 4. Paradigma Baru Perdagangan Internasional Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh factor- faktor keunggulan komparatif tetapi juga oleh factor-faktor keunggulan kompetitif. Inti dari paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atas bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahanperubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001 : 130). 2.1.3 Teori Ekspor Menurut Amir (1992 : 2) kegiatan ekspor diartikan dengan pengeluaran barang-barang dari peredaran masyarakat dan mengirimkan keluar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing. Menurut Collins (1994 : 218), pengertian ekspor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 22 1) Suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkut dan dijual di pasar luar negeri, kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing. Ekspor seperti ini disebut ekspor yang dapat dilihat (visible export). 2) Suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik di dalam negeri (sebagai contoh, kunjungan wisatawan mancanegara) maupun di luar negeri (sebagai contoh, perbankan dan asuransi) yang keduanya menghasilkan mata uang asing. Ekspor seperti ini disebut ekspor yang tidak dapat dilihat (invisible export). 3) Modal yang ditempatkan di luar negeri dalam bentuk investasi portofolio, investasi langsung luar negeri dalam bentuk aset fisik dan deposito bank disebut ekspor modal. Menurut Winardi (1986 : 98), ekspor adalah barang-barang yang termasuk dijual kepada penduduk negara lain ditambah dengan jasa-jasa yang diselenggarakan kepada penduduk negara tersebut berupa pengangkutan dengan kapal, permodalan, dan lain-lain yang memantau ekspor tersebut. Ekspor terjadi terutama karena kebutuhan akan barang dan jasa suatu negara bisa kompetitif, baik harga maupun mutu dengan produksi sejenis di pasar internasional. Ekspor dengan sendirinya memberikan pemasukan devisa bagi negara bersangkutan yang nantinya dipergunakan untuk membiayai kebutuhan impor maupun pembangunan dalam negerinya. Menurut Sukirno (2000 : 109), faktor-faktor yang menentukan ekspor adalah sebagai berikut: 23 1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain. Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual barang keluar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang diluar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.Proteksi di negara-negara lain Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. 2) Kurs valuta asing Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat. Ekspor adalah penting dalam hal utama, yaitu bersama-sama dengan impor menghasilkan neraca pembayaran dari suatu negara (suatu negara harus mengekspor untuk dapat membiayai impornya yang dibayar dengan mata uang asing) dan ekspor menggambarkan suntikan dana dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional. 24 Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 10/MPP/SK/5/1996 dan Nomor 228/MPP/SK/7/1997, barang-barang yang diekspor digolongkan dalam empat kelompok, yaitu : 1) Barang yang Diatur Ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), kayu dan produk kayu (kayu lapis), barang hasil industri dan kerajinan dari kayu cendana dan kopi. 2) Barang yang Diawasi Ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk, seperti kacang kedelai, padi, beras, ternak hidup, pupuk urea, perak yang ditempa, minyak dan gas bumi, timah dan inti kelapa sawit. 3) Barang yang Dilarang Ekspornya adalah barang yang tidak boleh diekspor, seperti jenis perikanan dalam keadaan hidup (arwana, benih ikan sidat), binatang liar dan tumbuhan alam yang dilindungi secara mutlak, kulit mentah (pickled dan kulit binatang melata), karet, bongkah serta barang-barang kuno bernilai kebudayaan. 4) Barang yang Bebas Ekspornya adalah barang yang tidak termasuk dalam barang yang Diatur Ekspornya, barang yang Diawasi Ekspornya, maupun barang yang Dilarang Ekspornya, seperti kerajinan perak, ikan tuna beku, vanili, kerajinan bamboo, dan lainlain. 25 Kebijaksanaan dalam bidang ekspor diarahkan pada peningkatan daya saing dan perluasan pasar luar negeri, yang ditempuh dengan upaya-upaya peningkatan efisiensi produksi, perbaikan mutu komoditas, jaminan kesinambungan dan ketepatan waktu penyerahan serta penganekaragaman produksi di pasar. Untuk mendukung semua itu dilakukan penyempurnaan sarana dan prasarana perdagangan termasuk informasi pasar, peningkatan promosi, peningkatan akses pasar, serta pemantapan sarana dan prasarana penunjang ekspor, seperti : perkebunan, asuransi, lalu lintas keuangan dan perangkat hokum. 2.1.4 Teori Tingkat Daya Saing Menurut Amir (1992 : 13) yang dimaksud dengan daya saing ekspor adalah kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar itu. Daya saing suatu komoditi dapat diukur atas dasar perbandingan pangsa pasar komoditi itu pada kondisi pasar yang tetap. Tingkat daya saing suatu negara dalam perdagangan internasional pada prinsipnya ditentukan oleh dua faktor utama : faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) yang mempunyai sifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan atau diciptakan (Tambunan, 2001 : 48-50). Amir (1992 : 17) menjelaskan bahwa daya saing ekspor dapat ditingkatkan dengan cara, yang pertama : melakukan evaluasi dan perbaikan dari semua faktor daya saing secara berkesinambungan baik faktor langsung maupun faktor tidak 26 langsung; yang kedua : melakukan penelitian dan pengembangan teknologi sendiri, disamping mengeksploitasi intensifikasi alih-teknologi keunggulan-keunggulan dan nasional membeli dengan teknologi, menggunakan teknologi ciptaan sendiri. Hamdy (2001 : 54-56) menjelaskan bahwa penentuan keunggulan komparatif pola perdagangan suatu negara bermula pada harga suatu produk yang merupakan refleksi dari teknologi yang digunakan dengan permintaan dan penawaran faktor-faktor produksi. Menurut Michael Porter dalam Tambunan (2001 : 48-50) ada beberapa faktor yang harus dimiliki dan dikuasai oleh setiap perusahaan atau negara untuk dapat meningkatkan keunggulan kompetitifnya adalah terutama teknologi, tingkat entrepreneurship yang tinggi, tingkat efisiensi atau produktivitas yang tinggi dalam proses produksi, kualitas tinggi dari barang yang diproduksi, promosi yang luas dan agresif, pelayanan purna jual yang memuaskan, tenaga kerja terdidik dan terampil, etos kerja, kreativitas dan motivasi yang tinggi, skala ekonomis, inovasi, diferensiasi produk, modal serta sarana dan prasarana yang memadai, jaringan distribusi di dalam dan di luar negeri yang baik, serta keteraturan dan terencananya proses produksi yang dilakukan dengan sistem just-in-time (JIT). Lebih lanjut menurut Porter (Tambunan, 2001 : 49-50), keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat determinan utama sebagai berikut: a. Kondisi sumber daya Adalah sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara dan terdiri atas lima kategori yakni, sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber 27 daya ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya kapital, dan sumber daya infrastruktur. b. Permintaan di pasar domestik Faktor ini dapat dirinci menjadi komposisi pasar domestik, ukuran dan pertumbuhan pasar domestik, pertumbuhan pasar domestik yang cepat dan trend permintaan di kancah internasional. c. Struktur industri dalam negeri yang kuat, terutama industri terkait dan industri pendukung Faktor ini diperlukan untuk menjaga dan memelihara keunggulan daya saing, terjadi melalui kontak dan koordinasi yang baik dengan pemasok, dan keterkaitan produksi antar industri, serta spesialisasi berdasarkan distribusi kerja internasional. d. Struktur pasar dengan persaingan bebas sepenuhnya Meliputi strategi perusahaan, struktur organisasi dan modal perusahaan, serta kondisi persaingan, dimana kondisi persaingan yang berat biasanya justru mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi, peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas, serta peningkatan kualitas produk dan pelayanan. 2.1.5 Teori Komoditas Produk Ekspor Menurut Kotler (dalam http://www.google.co.id) mengatakan “A product as anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use or 28 consumption and that might satisfy a want or need”. Artinya produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Salah satu elemen yang terkandung dalam komoditas unggulan adalah atribut produk. Proses memperluas konsep produk yang dapat meliputi pendefinisian manfaat produk yang ditawarkan. Manfaat yang diperoleh dan terjalin selalu memiliki atribut produk, misalnya mutu, ciri maupun model. Setelah produk-produk tersebut diperkenalkan kepada pasar, maka atribut-atribut ini harus dimodifikasi agar bisa bertahan dalam menghadapi tantangan dalam setiap tahap daur hidup produk (Philip Kotler, 1994 : 72). Untuk membuat suatu produk agar menjadi komoditas, mutu produk harus ditingkatkan, ciri produk mungkin perlu ditambah atau dihapuskan, sementara modelnya barangkali ada yang perlu diubah. Perangkat yang perlu dalam masingmasing atribut tersebut adalah sebagai berikut : a. Mutu Produk Mutu saat ini menjadi sangat penting apalagi dalam bisnis internasional seperti ekspor karena mutu salah satu cerminan dari suatu produk. Konsumen akan merasa puas apabila mutu dari suatu produk tersebut terjamin. Mutu sendiri dapat dipakai untuk menyatakan tingkat kemampuan kerja. Jika suatu produk ekspor ingin menjadi komoditas, maka ada dua hal yang dapat dilakukan dalam mengembangkan produk. Yang pertama ialah memutuskan seberapa tinggi tingkat mutu produk yang diinginkan, yaitu seberapa 29 tinggi kriteria kerja (misalnya : manfaat, kecepatan, realibilitas dan lain sebagainya) yang harus dipenuhi oleh suatu produk. Yang kedua adalah dengan mewujudkan mutu produk tersebut. Dalam memutuskan seberapa tinggi mutu produk, produk juga harus bertitik tolak pada sudut pandang pemasaran untuk mempertimbangkannya. Dalam hal mutu ini, eksportir harus menyelidiki beragamnya keinginan konsumen terhadap berbagai atribut kemempuan kerja dan bagaimana posisi produk pesaing dalam atribut yang bermacammacam. Penyelidikan semacam ini memungkinkan eksportir mengidentifikasi posisinya dalam spektrum mutu yang ada yang kelak bias dimanfaatkan untuk menarik pembeli dalam jumlah besar yang dapat membuat suatu produk menjadi unggulan. b. Ciri-ciri Produk Seperti yang kita ketahui, produk apapun dapat dipasarkan dengan cirri-ciri yang beragam. Seiring model yang sederhana tanpa keistimewaan apapun menjadi langkah awal pelemparan produk di pasar. Memiliki suatu ciri bagi produk ekspor merupakan suatu cara memenangkan persaingan, karena hal ini adalah alat untuk membedakan produk perusahaan dengan produk pesaing. Kenyataan membuktikan bahwa beberapa eksportir benar-benar sangat inovatif dalam menemukan ciri tambahan bagi produknya. 30 c. Desain Produk Cara lainnya untuk memperjelas kekhasan produk adalah melalui desain. Sejumlah produk memperoleh reputasi menonjol berkat kekhasan desainnya. Desain yang bagus berkontribusi kepada manfaat dan sekaligus menjadi daya tarik produk. Sesungguhnya seorang eksportir yang baik pasti mempertimbangkan produknya dari segi fungsi, segi keindahan, faktor-faktor manusia, kemudahan service dan reparasi kemudian manufaktur dan biaya-biaya bahan serta peralatan. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Priharnowo (2004), dengan judul “Analisis Perbandingan Intensitas Perdagangan dan Tingkat Daya Saing Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia dengan Beberapa Negara ASEAN Periode Tahun 1995-2000”, menjadi salah satu acuan dalam penelitian ini. Dalam penelitian tersebut, Priharnowo menggunakan alat analisis indeks intensitas perdagangan, komplementer, bias negara dan indeks RCA. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang paling tidak intensif ketiga dalam perdagangan TPT di pasar ASEAN. Nur Kiblat (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Tingkat Keunggulan Komparatif Produk Industri Manufaktur dan Intensitas Perdagangan Indonesia Periode Tahun 1997-2001”, meneliti tentang tingkat keunggulan komparatif produk industri manufaktur Indonesia diperbandingkan dengan 31 negara-negara anggota ASEAN. Penelitian ini menggunakan alat analisis indeks intensitas perdagangan dan indeks RCA. Dari hasil penelitian ini dihasilkan bahwa dari 15 kelompok produk manufaktur, Indonesia memiliki 10 komoditas industri manufaktur yang unggul secara komparatif di atas rata-rata kawasan ASEAN terbanyak diantara 8 negara ASEAN yang diteliti (Indonesia, Singapura, Malaysia, Philipina, Thailand, Brunei Darussalam, Myanmar dan Cambodia). 10 komoditas tersebut adalah kimia dan produk kimia, logam dasar dan barangbarang logam, alas kaki, kelompok barang manufaktur lain, bubur kayu (pulp) dan kertas, batu, semen dan keramik, permata dan senjata. Selain itu negara yang paling intensif dalam melakukan perdagangan di kawasan ASEAN adalah Myanmar. Diikuti oleh Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Indonesia, Philipina dan yang terakhir Cambodia. Indonesia menempati posisi keenam serta menjadi negara dengan intensitas terendah ketiga. Persamaan pada penelitian ini dengan dua penelitian sebelumnya tersebut terletak pada pokok permasalahan yang diteliti dimana pada intinya sama-sama meneliti tentang dinamika tingkat daya saing suatu komoditas dengan menggunakan alat analisis indeks Revealed Comparative Advantage (RCA). Namun pada penelitian ini dengan dua penelitian sebelumnya juga terdapat perbedaan dimana perbedaan tersebut terletak pada lokasi penelitian, periode penelitian serta jenis komoditas yang akan diteliti. 32