1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan luar negeri

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kebijakan luar negeri dan kepentingan nasional adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan tujuan dari kebijakan luar negeri ialah untuk
memperoleh keuntungan dari luar agar dapat memenuhi kepentingan dalam negeri.
Dengan kata lain, kebijakan luar negeri adalah perwujudan dari kepentingan nasional
suatu Negara, yang mana tujuan dan sasaran yang ingin dicapai akan selalu
berpatokan pada apa yang menjadi kebutuhan dalam negerinya. Kebutuhan tersebut
misalnya kebutuhan politik dan keamanan, sosial budaya juga ekonomi.
Secara umum, arah kebijakan luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), terdiri dari beberapa program dimana salah
satunya yaitu meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN dan
pembentukan Komunitas ASEAN 2015, yang menempati posisi teratas atau nomor
satu.1 Oleh karena itu, Indonesia kemudian berkomitmen untuk menjadikan ASEAN
sebagai pilar utama pelaksanaan kebijakan luar negerinya. Salah satu wujud
komitmen Indonesia ialah dengan selalu memastikan kesiapannya dalam menuju
Komunitas ASEAN 2015.2
Komitmen Indonesia di atas lantas mendapat dukungan penuh oleh
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) selaku pelaksana
Kebijakan Luar Negeri dengan mensosialisasikan Komunitas ASEAN 2015 melalui
laman resminya juga kepada Pemangku kepentingan di dalam negeri3. Di samping
itu, upaya lain yang dilakukan oleh Kemlu RI ialah dengan selalu berpartisipasi aktif
1
Arah kebijakan luar negeri Indonesia secara menyeluruh dapat dilihat pada situs resmi Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia, 6 September 2009, Arah Kebijakan Luar Negeri,
http://www.kemlu.go.id/Pages/Polugri.aspx?IDP=21&l=id, diakses pada 27 oktober 2014.
2
Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT ke-68 Proklamasi Kemerdekaan RI, 16 Agustus 2013,
http://www.presidenri.go.id/index.php/pidato/2013/08/16/2172.html, diakses pada 10 Maret 2014.
3
Pemangku kepentingan yang dimaksud mencakup Pemerintah Daerah, masyarakat sipil, pengusaha,
pemuda, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum.
1
dalam setiap forum ASEAN, terutama yang berhubungan dengan pembentukan
Komunitas ASEAN 2015.
Semua langkah atau strategi yang dilakukan oleh Kemlu RI di atas menjadi
bukti bahwa kebijakan luar negeri Indonesia terhadap ASEAN menjadi prioritas
utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia terhadap ASEAN memiliki kesan
eksklusif dibandingkan dengan kebijakan luar negeri Indonesia di tempat lainnya. Hal
ini dibuktikan oleh Pemerintahan SBY dengan menjadikan ASEAN sebagai fokus
kebijakan luar negerinya. Salah satu wujudnya ialah peran serta Indonesia dalam
proses perealisasian Komunitas ASEAN 2015.
Bagaimanapun, di dalam proses menuju Komunitas ASEAN 2015, yang perlu
untuk diperhatikan dan dijadikan bahan pertimbangan ialah hadirnya berbagai
tantangan yang dihadapi oleh komunitas itu sendiri, baik secara internal maupun
eksternal. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan peran dan fungsi dari Komunitas
ASEAN nantinya, maka langkah awal yang perlu untuk dilakukan oleh negara
anggota ASEAN, termasuk Indonesia, ialah menyusun sejumlah strategi untuk
menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Komunitas ASEAN yakni dalam
bidang politik dan keamanan. Untuk itu, ASEAN telah membentuk satu pilar yang
memiliki tujuan untuk menjamin seluruh Negara anggota ASEAN beserta
masyarakatnya agar dapat hidup dengan damai satu sama lain juga dengan dunia pada
umumnya, berdemokrasi dan berada dalam lingkungan yang harmonis, yang diberi
nama Komunitas Politik Keamanan ASEAN. Dalam mencapai Komunitas Politik
Keamanan ASEAN, disusun langkah-langkah yang tertuang dalam Cetak Biru
Komunitas Politik Keamanan ASEAN sebagai kelanjutan dari Rencana Aksi
Komunitas Keamanan ASEAN dan Vientiane Action Programme (VAP), yang
disusun berdasarkan kesepakatan KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura.
Tantangan dalam bidang tersebut sangat perlu untuk dituntaskan sebelum
komunitas ini terealisasi pada 31 Desember 2015. Hal ini disebabkan oleh keberadaan
dari tantangan itu sendiri yang berpotensi menghambat perealisasian Komunitas
2
ASEAN. Jika tidak, hadirnya berbagai tantangan tersebut akan membuat tujuan
pembentukan Komunitas ASEAN akan menjadi kurang optimal.
1.2.Rumusan Masalah
Lantas, tantangan-tantangan apa sajakah yang dihadapi oleh Komunitas
Politik Keamanan ASEAN dalam proses menuju Komunitas ASEAN 2015?
Bagaimana pula upaya yang dilakukan oleh negara anggota ASEAN, termasuk
Indonesia dalam menyelesaikan berbagai tantangan tersebut? Hal inilah yang menjadi
fokus penulis dalam tesis ini dengan pertanyaan penelitian, yakni:
“Apa dan bagaimana kontribusi Kebijakan Luar Negeri Indonesia di bawah
Pemerintahan SBY terhadap Komunitas Politik Keamanan ASEAN 2015?”
1.3.Studi Literatur
Dari beberapa literatur seperti buku, jurnal dan artikel yang mengulas
mengenai Kebijakan Luar Negeri RI yang dikaitkan dengan ASEAN termasuk yang
membahas isu Komunitas ASEAN, penulis menyimpulkan bahwa kerja sama
ASEAN tetap ditempatkan sebagai prioritas Kebijakan Luar Negeri RI. Hal tersebut
terutama dalam upaya mendorong proses integrasi dan mewujudkan Komunitas
ASEAN 2015. Tetapi di sisi lain, terdapat pula akademisi yang memiliki pendapat
yang berbeda. Mereka berpendapat bahwa prioritas Kebijakan Luar Negeri RI sudah
seharusnya tidak pada takaran ASEAN lagi, melainkan lebih ke tingkat global.
Di sisi lain, para akademisi juga masih ramai memperdebatkan mengenai
kesiapan Indonesia untuk menghadapi Komunitas ASEAN nantinya. Mereka lebih
banyak mempertanyakan mengenai prospek Komunitas ASEAN bagi Indonesia. Hal
tersebut disebabkan oleh adanya sejumlah tantangan yang harus dihadapi dan
dituntaskan oleh Indonesia agar dapat menjadi negara yang paling diuntungkan dari
Komunitas ASEAN.
3
1.3.1. Prioritas Kebijakan Luar Negeri RI di ASEAN, Komunitas ASEAN atau
lainnya?
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional telah menekankan bahwa
ASEAN akan tetap menjadi sokoguru pelaksanaan diplomasi Indonesia dalam
upayanya untuk meningkatkan ketahanan regional di Asia Tenggara. Untuk itu,
Indonesia akan tetap memperjuangkan terwujudnya Komunitas ASEAN yang telah
dicanangkan sejak Bali Concord II pada 2003. Dengan terlaksananya komunitas
tersebut, diharap dapat menciptakan stabilitas dan kesejahteraan masyarakat Asia
Tenggara di masa akan datang, juga pada saat yang bersamaan memiliki dampak
positif bagi pembinaan stabilitas di kawasan yang berdekatan. Di antara tiga pilarnya,
kerja sama politik dan keamanan ASEAN masih merupakan prioritas utama
Indonesia, selain kerja sama di bidang lainnya.4 Hal tersebut mengingat kerja sama
ini memiliki kaitan yang erat dengan kerja sama ekonomi, karena bagaimana pun juga
ia tak dapat berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pembangunan ekonomi.
Berbeda dengan anggapan sebelumnya, Leonard C. Sebastian justru
menyangsikan apakah ASEAN masih tetap menjadi landasan kebijakan luar negeri
Indonesia atau hanya sekedar formalitas diplomatik yang hampa. Hal tersebut
dikarenakan respon Indonesia yang cenderung diam dalam menanggapi isu-isu
tertentu di ASEAN dalam beberapa tahun terakhir, misalnya pada konflik Laut
Tiongkok Selatan dimana Indonesia berupaya untuk tidak memihak pada Amerika
Serikat ataupun Republik Rakyat Tiongkok dengan dasar politik luar negeri yang
bebas-aktif. Ia juga menambahkan bahwa prioritas Kebijakan Luar Negeri RI di
ASEAN telah menjadi hambatan bagi pelaksanaan Kebijakan Luar Negeri RI di
tempat lainnya, meskipun sentralitas ASEAN telah dianggap sebagai “obat mujarab”
4
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2005, “BAB 8: Pemantapan Politik Luar Negeri
dan Peningkatan Kerja Sama Internasional” Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun
2004-2009, http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8902/1739/, diakses pada 27
Mei 2014.
4
untuk perpecahan yang mungkin akan terjadi di kawasan.5 Sebastian juga
menambahkan bahwa seiring dengan meningkatnya profil ekonomi Indonesia,
ASEAN tidak harus menjadi landasan dalam kebijakan luar negeri Indonesia.
Sebaliknya, Indonesia harus mencari kebijakan luar negeri pasca-ASEAN. Akademisi
yang mendukung gagasan tersebut menyarankan bahwa Indonesia harus memperluas
prioritasnya ke dalam wilayah yang lebih global seperti Bali Democracy Forum
(BDF) dan G20.6
Selain itu, D.E. Weatherbee dalam salah satu tulisannya berjudul „Indonesian
Foreign Policy: A Wounded Phoenix‟, mengilustrasikan politik luar negeri Indonesia
layaknya burung Phoenix yang terluka. Weatherbee beranggapan bahwa Indonesia
pada saat itu sedang berupaya untuk bangkit kembali pasca krisis finansial dan politik
yang melanda Indonesia di tahun 1998. Hal tersebut juga meliputi upaya Indonesia
untuk meredefinisi fokus kebijakan luar negerinya di lingkup ASEAN. Weatherbee
menambahkan bahwa yang semestinya menjadi prioritas utama Indonesia di ASEAN
bukanlah investasi politik dari ASEAN Security Community atau ASEAN itu sendiri,
melainkan bagaimana membangun hubungan yang baik dengan negara tetangga
terdekatnya, seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, dan Australia. Untuk itu,
kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas-aktif harus dapat mengembalikan
kemampuannya yang telah habis terkuras pasca jatuhnya rezim Soeharto, agar dapat
menjamin kepentingan nasionalnya.7
Pendapat Weatherbee di atas senada dengan apa yang diungkapkan oleh
komite redaksi Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), yang memperkirakan
Indonesia akan berlanjut memainkan peran yang tidak signifikan di luar posisinya
sebagai „central power’ di Asia Tenggara. Beberapa pengamat dari ISEAS
5
L.C. Sebastian, 2013, Indonesia’s Dynamic Equilibrium and ASEAN Centrality, Tokyo, Jepang, The
National Institute for Defense Studies, http://www.nids.go.jp/english/event/symposium/pdf/2013/E01.pdf, diakses pada 15 Juli 2014.
6
R. Sukma, 5 Oktober 2009, A post-ASEAN Foreign Policy for a Post-G8 World, The Jakarta Post,
dalam L.C. Sebastian, Indonesia’s Dynamic Equilibrium and ASEAN Centrality, p.6.
7
D.E. Weatherbee, 2005, “Indonesian Foreign Policy: A Wounded Phoenix”, Southeast Asian Affairs,
Singapore, Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), p. 166.
5
berpendapat bahwa ketika Indonesia ikut serta dalam suatu isu kawasan (termasuk
Komunitas ASEAN) dan internasional, ia akan mengadopsi sikap defensif dan agresif
seperti pada kasus sengketa dengan Malaysia pada 2011.8
1.3.2. Peluang dan Tantangan Komunitas ASEAN bagi Indonesia
Dari tiga pilar Komunitas ASEAN, selain memprioritaskan kerja sama politik
dan keamanan Pemerintah Indonesia juga saat ini mengedepankan pembangunan
ASEAN Economic Community (AEC).9 Hal tersebut dilakukan mengingat banyaknya
peluang yang akan diperoleh Indonesia dari bidang tersebut. Dari data yang dirilis
oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia, setidaknya ada lima potensi Indonesia
untuk bersaing di bidang ini, yakni:
a. Dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN (sekitar 40% dari total penduduk
ASEAN), menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial di kawasan. Hal inilah
yang dapat menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi yang produktif dan
dinamis yang diharapkan dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan dengan
kesempatan penguasaan pasar dan investasi.
b. Indonesia merupakan negara tujuan investor ASEAN dengan proporsi mencapai
43% atau hampir tiga kali lebih tinggi dari rata-rata proporsi investasi negaranegara ASEAN lain di ASEAN yang hanya sebesar 15%.
c. Indonesia berpeluang untuk meningkatkan nilai ekspornya ke intra-ASEAN,
dimana nilai ekspor saat ini hanya 18-19% sedangkan ke luar ASEAN berkisar
80-82% dari total ekspornya.
d. Liberalisasi perdagangan barang ASEAN membuat Indonesia sebagai salah satu
negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan
8
Institute of Southeast Asian Studies, 2012, Regional Outlook Southeast Asia 2012-2013, Singapore,
ISEAS Publishing, p.58.
9
Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2014, Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN
Economic
Community
2015,
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7911, diakses pada 15 Juli
2014, p. 2.
6
keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar
untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri.
e. Indonesia juga diuntungkan dari segi demografi. Perbandingan jumlah penduduk
produktif Indonesia dengan negara-negara ASEAN lain adalah 38:100, yang
artinya bahwa setiap 100 penduduk ASEAN, 38 adalah warga negara Indonesia,
yang diharapkan dengan jumlah tersebut akan mampu menopang pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan pendapatan per kapita penduduk Indonesia.10
Di samping itu, antara tahun 2005 dan 2011, Indonesia tercatat mampu untuk
mempertahankan laju pertumbuhan tahunan lebih dari 5%. Bahkan pada akhir tahun
2011, Gross Domestic Product (GDP) Indonesia mencapai US$ 1,124 milyar. Dari
data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Indonesia sebagai negara dengan
jumlah ekonomi yang cukup besar di lingkup ASEAN, berperan penting dalam usaha
untuk mengintegrasi kawasan melalui partisipasinya di AEC.11 Akan tetapi, yang
perlu untuk diperhatikan ialah dengan adanya mekanisme atau sistem perdagangan
bebas, hal ini berarti peluang ekonomi akan terbuka luas bagi semua negara anggota
tanpa adanya diskriminasi. Maka yang perlu untuk ditelaah lebih lanjut yakni
mengenai kesiapan Indonesia dalam menghadapi situasi tersebut, apakah produkproduk Indonesia sudah siap untuk bersaing dengan produk dari negara lain? Hal
tersebut penting untuk dijadikan pertimbangan bagi pembuat kebijakan agar
konsumen Indonesia tidak menjadi target pasar utama oleh para eksportir regional,
melainkan sebaliknya.
Untuk itu, diperlukan perhatian khusus pada kebijakan investasi dan
perdagangan khususnya mengenai pembatasan aliran barang, agar Indonesia dapat
memperoleh keuntungan yang maksimal dari AEC. Misalnya, meningkatkan aliran
barang menengah yang dibutuhkan untuk aktivitas produksi di Indonesia melalui
10
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic
Community 2015, p. 3.
11
J.J. Losari dan J.W. Koesnaidi, 2014, Indonesia and the Establishment of the ASEAN Economic
Community 2015: Are We There Yet?, OREI Policy Briefs, No. 10, Maret, p. 1.
7
pemulihan ukuran non tarif.12 Dengan mempertimbangkan hal tersebut ditambah
dengan keuntungan demografi, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi
negara yang paling diuntungkan dari AEC.
Di samping peluang-peluang yang telah diuraikan sebelumnya, untuk
mewujudkan AEC dengan prinsip pasar tunggalnya, ada beberapa tantangan yang
harus diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia. Tantangan-tantangan tersebut ialah:
a. Dari segi infrastruktur, Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara
inti ASEAN lainnya13. Untuk itu, Indonesia perlu untuk mempersiapkan beberapa
infrastruktur menjelang AEC 2015, antara lain: darat, laut, udara, teknologi
informasi dan keamanan energi.
b. Biaya Logistik yang semakin mahal akibat rendahnya infrastruktur yang membuat
perdagangan menjadi kurang efisien mengingat biaya logistik yang mahal
dibandingkan
negara
anggota
ASEAN
lainnya.
Untuk
itu,
diperlukan
pengurangan biaya logistik, sehingga dapat menaikkan daya saing Indonesia.
c. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang memerlukan perbaikan
kualitas. Masalah ini disebabkan oleh ketidakmerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan di seluruh Indonesia yang berakibat pada rendahnya
kesadaran untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini
mengakibatkan tenaga kerja Indonesia hanya dilirik sebagai buruh atau tenaga
kerja kasar di pasar tenaga kerja internasional.
d. UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) yang kurang mendapatkan
perhatian oleh pemerintah. Padahal, keanekaragaman yang dimiliki UMKM
Indonesia berpeluang untuk membentuk pasar ASEAN, contohnya adalah
kerajinan tangan, furniture, makanan daerah, dan industri lainnya.
e. Pertanian yang merupakan salah satu jantung perekonomian Indonesia yang
pembangunannya dirasa perlu untuk terus dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
12
J.J. Losari dan J.W. Koesnaidi, Indonesia and the Establishment of the ASEAN Economic Community
2015: Are We There Yet?, p. 3.
13
Peringkat ke-5 berdasarkan The Global Competitiveness Report 2013/2014 yang dibuat oleh World
Economic Forum (WEF), berdasarkan data dari Sekretariat Negara Republik Indonesia.
8
luas daratan yang dimiliki Indonesia lebih besar dan tingkat konsumsi yang tinggi
terhadap hasil pertanian.14
Selain itu, Losari dan Koesnaidi menambahkan ada empat tantangan yang
harus diselesaikan agar memperoleh keuntungan penuh dari AEC. Pertama, subsidi
modal yang rendah yang membatasi usaha Indonesia untuk mengembangkan
kapasitas produksinya dan menjadi pusat produksi di kawasan. Kedua, infrastruktur
yang terbatas, baik soft (kebijakan) maupun hard (rel kereta api, Bandar udara,
pelabuhan dan jalan raya), untuk memfasilitasi aliran perdagangan yang besar.
Ketiga, korupsi dan desentralisasi, dimana desentralisasi telah berkontribusi pada
terbukanya kesempatan baru untuk aktivitas korupsi. Keempat, peraturan investasi
kontra-produktif ditambah dengan sarana prasarana yang kurang memadai, yang
dapat mempengaruhi aktivitas para investor sehingga dikhawatirkan mereka akan
termotivasi untuk berinvestasi di tempat (negara) lain.15
Di samping itu, satu hal yang patut untuk menjadi bahan pertimbangan
Pemerintah dalam upaya untuk mewujudkan Komunitas ASEAN ialah partisipasi
masyarakat umum dalam proses pembentukannya. Guido Benny and Kamarulnizam
Abdullah dalam tulisannya yang berjudul „Indonesian Perceptions and Attitudes
toward the ASEAN Community, berpendapat bahwa hal itulah yang telah menjadi
bahan kritik utama yang ditujukan kepada gagasan Komunitas ASEAN. Padahal,
komponen tersebut berperan penting dalam keberhasilan organisasi regional serupa
lainnya seperti Uni Eropa.16
Dari beberapa literatur yang telah dijabarkan di atas, maka yang membedakan
antara bahasan literatur-literatur sebelumnya dan riset ini yaitu bahwa riset ini
berusaha untuk mendeskripsikan juga menganalisis apa dan bagaimana Kebijakan
14
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic
Community 2015, pp. 4-7.
15
J.J. Losari dan J.W. Koesnaidi, Indonesia and the Establishment of the ASEAN Economic Community
2015: Are We There Yet?, pp. 4-5.
16
G. Benny dan K. Abdullah, 2011, Indonesian Perceptions and Attitudes toward the ASEAN
Community, Journal of Current Southeast Asian Affairs no.1, p.40.
9
Luar Negeri RI di bawah Pemerintahan SBY berkontribusi terhadap perealisasian
Komunitas Politik Keamanan ASEAN 2015. Maka yang ingin ditunjukkan oleh riset
ini ialah bahwa Kebijakan Luar Negeri RI di bawah Pemerintahan SBY memiliki
kontribusi yang signifikan terhadap perealisasian Komunitas Politik Keamanan
ASEAN 2015. Hal itu diwujudkan dalam strategi-strategi yang dilaksanakan oleh
Kemlu RI termasuk di dalamnya pencapaian Indonesia selama menjadi Ketua
ASEAN 2011. Hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia memegang komitmennya
untuk terus mendukung upaya mewujudkan komunitas tersebut.
1.4.Kerangka Teoritis
Kebijakan Luar Negeri
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pola hubungan internasional antara
negara satu dengan yang lainnya, pada hakikatnya didasari oleh kepentingankepentingan di berbagai aspek kehidupan yang tentunya ingin dicapai oleh masingmasing negara. Kepentingan-kepentingan semacam itulah yang dikenal dengan istilah
kepentingan nasional. Kepentingan nasional ini erat kaitannya dengan kebijakan luar
negeri. Hal ini dikarenakan kebijakan luar negeri ialah salah satu cara atau alat untuk
mewujudkannya, selain kebijakan dalam negeri.
Salah satu wujud kebijakan luar negeri ialah kerjasama internasional.
Kerjasama ini misalnya kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial budaya dan politik
yang juga terdapat dalam kerangka Komunitas ASEAN. Kerjasama itulah yang
merupakan bentuk dari kerjasama internasional yang menjadi elemen penting dalam
pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia. Hal ini karena melalui kerjasama
internasional, Indonesia dapat memanfaatkan peluang-peluang untuk menunjang dan
melaksanakan pembangunan nasionalnya.17
17
D.T. Djani, 2008, “Kata Pengantar” ASEAN Selayang Pandang, Jakarta, Kementerian Luar Negeri RI.
10
Kerjasama juga merupakan agenda utama dari para liberalis. Mereka
meyakini bahwa dengan bekerjasama, maka kepentingan dapat terpenuhi, dimana
kepentingan ini juga termasuk kepentingan nasional. Liberalis juga mengatakan
bahwa dalam sistem yang anarki, keteraturan atau order dapat tercapai ketika negaranegara saling bekerja sama untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Pemikiran
tersebut didasari oleh keyakinan bahwa sifat dasar manusia yang sebenarnya ialah
baik, meski terkadang kepentingan negara dapat menyebabkan adanya perang. Akan
tetapi, perang ini masih dapat dihindari dengan membentuk suatu International
Society, dimana Komunitas ASEAN merupakan salah satu perwujudannya.18
Lalu, kebijakan luar negeri menurut pemikiran liberalisme dapat dipahami
dengan cara memfokuskan bagaimana individu beserta ide-ide dan cita-cita yang
mereka dukung (seperti hak asasi manusia, kebebasan, dan demokrasi), kekuatan
sosial (kapitalisme, pasar), dan lembaga-lembaga politik (demokrasi, perwakilan)
dapat memiliki pengaruh langsung pada hubungan luar negeri.19 Maka secara tidak
langsung dapat dipahami bahwa dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri, negara
harus melibatkan para individu dalam hal ini aktor non-negara. Pemikiran inilah yang
turut melatarbelakangi pemerintah Indonesia melalui Kemlu RI untuk menggunakan
jalur diplomasi total (diplomasi multijalur) dalam pelaksanaan kebijakan luar
negerinya, demi mencapai kepentingan nasional negara Indonesia.
Sementara itu, kepentingan nasional Indonesia sendiri diterjemahkan ke dalam
visi Kementerian Luar Negeri yang disebut sebagai “Sapta Dharma Caraka”, yang
salah satu diantaranya yaitu meningkatkan peranan dan kepemimpinan Indonesia
dalam proses integrasi ASEAN.20 Hal ini ditunjukkan oleh pemerintah dengan
18
Berdasarkan pemikiran S. Burchill, 2005, Theories of International Relations (3rd Edition), New York,
St.Martin Press.Inc.
19
Kutipan tulisan M.W. Doyle, “Chapter 3: Liberalism and Foreign Policy” Introduction to
Liberalism,http://instructional1.calstatela.edu/tclim/F11_Courses/lecture_notes/425f11_liberalism.p
df, California State University, diakses pada 01 Nopember 2014, p. 5.
20
M.A.
Soenanda,
Kepentingan
Nasional
Indonesia
di
Dunia
http://ditpolkom.bappenas.go.id/?page=news&id=31, diakses pada 8 Juni 2014.
Internasional,
11
senantiasa berkomitmen untuk
memastikan
kesiapan
menuju pembentukan
Komunitas ASEAN 2015, yang didukung penuh oleh Kemlu RI sebagai pelaksana
Kebijakan Luar Negeri.
Konsep tersebutlah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian
dalam riset ini. Konsep kebijakan luar negeri yang dihubungkan dengan kepentingan
nasional digunakan untuk menjelaskan apa yang menjadi dasar dalam pembuatan dan
pelaksanaan Kebijakan Luar Negeri RI terhadap ASEAN khususnya dalam
merealisasikan Komunitas Politik Keamanan ASEAN 2015. Hal ini didasari oleh
posisi kebijakan luar negeri yang merupakan perwujudan dari kepentingan nasional
suatu negara, dimana tujuan dan sasaran yang ingin dicapai tercantum pada apa yang
menjadi tujuan nasionalnya, yang kemudian diperjuangkan dalam pelaksanaan
kebijakan luar negerinya.
1.5.Argumentasi Utama
Sejauh ini, Indonesia telah banyak memberikan kontribusi dalam perealisasian
APSC yang mengacu pada Cetak Birunya. Kontribusi tersebut terutama
dimaksimalkan oleh Pemerintah Indonesia pada masa keketuaannya di ASEAN tahun
2011. Meskipun demikian, di luar tahun tersebut Indonesia juga giat menunjukkan
bahwa ia memiliki peran yang signifikan dalam pembentukan APSC yang sekaligus
memberikan bukti adanya bentuk kepemimpinan Indonesia di ASEAN.
Kebijakan-kebijakan
inilah
yang
berupaya
untuk
dimaksimalkan
pelaksanaannya sebagai wujud dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk
mewujudkan Komunitas ASEAN. Bagaimanapun juga, Indonesia sebagai salah satu
negara anggota ASEAN memiliki kepentingan nasional yang perlu untuk dicapai.
Kepentingan-kepentingan ini kemudian diperjuangkan oleh Pemerintah melalui
pelaksanaan Kebijakan Luar Negerinya.
Dalam kasus kebijakan luar negeri terhadap APSC, yang ingin diraih oleh
Indonesia ialah meningkatkan peran dan kepemimpinannya dalam pembentukan
12
Komunitas tersebut. Hal ini dikarenakan adanya bentuk kerjasama dalam bidang
politik dan keamanan, yang apabila dimaksimalkan pelaksanaannya dapat membuat
Indonesia menjadi negara yang paling diuntungkan di ASEAN sehingga dapat
memenuhi kepentingan nasionalnya sekaligus memberikan kontribusi terhadap
perealisasian APSC. Untuk itu, Pemerintah Indonesia perlu untuk mempersiapkan
diri dalam rangka menghadapi Komunitas ASEAN 2015.
1.6.Metode Penelitian
Metode pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif analitik, yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena secara mendalam
melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Metode ini tidak mengutamakan pada
banyaknya (kuantitas) data, melainkan lebih menekankan pada kualitas data. Untuk
memperoleh data sebagai penunjang utama dalam penelitian ini, maka teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi pustaka dan wawancara.
Studi pustaka yakni teknik yang dilakukan melalui kegiatan mengumpulkan data dari
dokumen-dokumen, artikel-artikel, serta literatur-literatur yang relevan dan memiliki
keterkaitan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan wawancara merupakan
pelengkap yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 13 April 2015 di Direktorat
Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI, tepatnya pada bidang
Kerjasama Politik Keamanan Komunitas ASEAN.
1.7.Jangkauan Penelitian
Sesuai dengan jenis metode penelitiannya, untuk memaksimalkan data yang
dikumpulkan maka analisis tesis ini hanya dibatasi pada Periode Pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono. Selain itu, dengan tidak menafikan kebijakan yang dilakukan
Indonesia pada tahun-tahun lainnya, tesis ini lebih banyak membahas mengenai
13
kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Komunitas ASEAN selama tahun 2011
disaat Indonesia menjabat sebagai Ketua ASEAN.
1.8.Organisasi Penulisan
Tesis ini terdiri dari lima bab. Bab pertama berisi pendahuluan yang terdiri
dari apa yang melatarbelakangi penulis untuk menulis riset mengenai Komunitas
Politik Keamanan ASEAN 2015, termasuk di dalamnya ialah pertanyaan penelitian
yang diajukan, pembahasan beberapa literatur yang relevan dengan riset, konsep yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian, argumen atau hipotesis atas
pertanyaan penelitian yang diajukan, batasan serta metode penelitian yang digunakan
dalam pelaksanaan riset.
Bab kedua membahas mengenai gambaran umum ASEAN menuju Komunitas
ASEAN 2015, yakni apa yang dimaksud dengan Komunitas ASEAN yang mencakup
tujuan pembentukan serta perjalanannya menuju 2015 yang dideskripsikan penulis
dengan mengelaborasi ketiga pilarnya. Di samping itu, pada bab ini penulis juga
menjabarkan pencapaian apa saja yang telah diraih oleh ASEAN dalam menuju
Komunitas ASEAN 2015, beberapa tantangan yang dihadapi oleh Komunitas Politik
Keamanan ASEAN dalam menuju perealisasiannya di 2015, dan signifikansi Cetak
Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN bagi Komunitas ASEAN.
Bab ketiga menjelaskan mengenai persiapan yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia untuk menghadapi Komunitas ASEAN 2015. Hal tersebut meliputi
strategi-strategi apa saja yang dibuat lalu dilaksanakan oleh Pemerintah di dalam
negeri dalam rangka mempersiapkan diri menuju Komunitas ASEAN. Selain itu, bab
ini juga menjelaskan mengenai prioritas-prioritas Indonesia selama menjadi Ketua
ASEAN pada 2011 disertai dengan alasan yang mendorongnya.
Bab keempat kemudian menganalisis apa saja yang menjadi Kebijakan Luar
Negeri RI pada masa Pemerintahan SBY terhadap Komunitas Politik Keamanan
14
ASEAN, termasuk bagaimana kemudian kebijakan-kebijakan tersebut dilaksanakan.
Kebijakan-kebijakan yang dimaksud ialah tindakan apa saja yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Indonesia dalam upaya mewujudkan Komunitas Politik Keamanan
ASEAN 2015. Hal ini dihubungkan dengan peranan Indonesia untuk menyelesaikan
tantangan-tantangan yang dihadapi oleh ASEAN dalam bidang politik keamanan
dalam menuju Komunitas ASEAN 2015.
Terakhir, bab kelima yang menutup tesis ini menyajikan kesimpulan dari riset
yang telah dijalankan bahwa Indonesia dengan sejumlah kebijakan luar negerinya
telah memberikan kontribusi positif terhadap perealisasian Komunitas Politik
Keamanan ASEAN 2015.
15
Download