Perpustakaan Nasional RI: Data Katalog Dalam Terbitan Prosiding Seminar Nasional: Pendekatan Keperilakuan Dalam Penelitian Di Bidang Manajemen, Surakarta, di Ruang Seminar FEB UMS, Kamis, 19 Mei 2016/ Editor; Ihwan Susila [et.al.] vii, 411 hal, 28 cm ISBN: 978-602-361-041-9 1. Ekonomi Manajemen I. Judul Reviewer Farid Wajdi, Ph.D Dr. Anton Agus Setyawan Ihwan Susila, Ph.D Dr. Syamsudin, MM Wiyadi, Ph.D Soepatini Ph.D Ahmad Mardalis, SE, MBA Jati Waskito SE., MSi Kussudyarsana, SE., MSi Zulfa Irawati, SE., MSi Penyunting Ketua Anggota : Ihwan Susila, Ph.D : Kussudyarsana, SE, MSi Sajiwo Tri Prakoso, SE Muzakar Isa, SE, M.Si Hak cipta 2016 pada penulis dan dilindungi undang-undang Diterbitkan oleh: Muhammadiyah University Press (MUP) Universitas Muhammadiyah Telp: (0271) 717417 Eks. 280 Email: [email protected] Artikel pada prosiding ini dapat digunakan, dimodifikasi, dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersil (non profit), dengan syarat tidak menghapus atau mengubah atribut penulis. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang kecuali mendapatkan izin terlebih dahulu dari penulis. ii KATA PENGANTAR Assalaamu'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuhu Salam Sejahtera bagi kita semua Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper (Riset Manajemen dan Bisnis) yang mengangkat tema “Pendekatan Keperilakuan Dalam Penelitian di Bidang Manajemen” dapat diterbitkan. Seminar Nasional dan Call For Paper (Riset Manajemen dan Bisnis) ini telah diselenggarakan atas kerjasama Program Studi S1 Manajemen UMS, S2 Magister Manajemen UMS, PPMB UMS. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai media sosialisasi hasil penelitian di bidang manajemen. Selama ini penelitian keperilakukan banyak dilakukan di bidang psikologi, namun demikian perkembangan teori dan praktik bisnis menuntut peneliti di bidang manajemen untuk melakukan terobosan dengan menggunakan pendekatan keperilakuan untuk menjelaskan fenomena di bidang bisnis. Riset di bidang manajemen pemasaran dan manajemen sumber daya manusia dan organisasi sudah lazim menggunakan pendekatan keperilakuan. Dalam perkembangannya, riset di bidang manajemen keuangan dan strategi juga mulai menggunakan pendekatan keperilakuan. Kami berharap bahwa melalui Seminar Nasional dan Call For Paper (Riset Manajemen dan Bisnis) ini menjadi media tukar menukar informasi dan pengalaman, ajang diskusi ilmiah, peningkatan kemitraan di antara para peneliti. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung terlaksanya acara Seminar Nasional dan Call For Paper (Riset Manajemen dan Bisnis). Kami juga mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam pelaksanaan acara ini masih banyak kekurangan. Wassalaamu'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuhu Surakarta, 19 Mei 2016 Hormat Kami, Ketua Panitia Dr. Edy Purwo Saputro, SE., M.Si iii DAFTAR ISI Halaman DEWAN REDAKSI .......................................................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................................ DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii iii iv 1. PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU TERHADAP EKUITAS MEREK ALFAMART Jehuda Ghrahito Hutomo Krussell dan Eristia Lidia Paramita ........................... 1 2. PENGARUH PELAYANAN, HARGA, KEMASAN, INOVASI DAN KEKUATAN MEREK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN RM. GUDEG ADEM AYEM DI SOLO Sri Murwanti, Yudha Anggun Setyo Muldiantoro, dan Rizka Arditya Putri ...... 20 3. PENGELOLAAN PEMASARAN WISATA PULAU KECIL DALAM RANGKA PENINGKATAN WISATAWAN DOMESTI DAN INTERNASIONAL DI PULAU BAWEAN GRESIK Asat Rizal, Wiwit Hariyanto, Boy Isma Putra, Djohan Mashudi ........................ 26 4. PERSEPSI MASYARAKAT ATAS MEREK LOKAL DAN ASING PADA KATEGORI PRODUK HEDONIK DAN UTILITARIAN Kussudiyarsana ............................................................................................................ 40 5. PENGARUH PERILAKU KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN MEMILIH KULIAH DI UNIVERSITAS WISNUWARDHANA MALANG Limgiani ...................................................................................................................... 51 6. KEPUTUSAN PEMBELIAN JASA ASURANSI DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA ALAM Muzakar Isa................................................................................................................ 65 7. PENGUKURAN INDEKS KEPUASAN PENGGUNA DATA TERHADAP PELAYANAN PADA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SURAKARTA Sidiq Permono Nugroho ............................................................................................ 72 8. MEMBANGUN LOYALITAS MELALUI HARGA Titin Hargyatni dan Heni Susilowati ....................................................................... 85 9. EFEKTIFITAS KATALOG SEBAGAI MEDIA PROMOSI BAGI PENGEMBANGAN UMKM DI KABUPATEN SRAGEN Liana Mangifera, Aflit Nuryulia P, dan Syahrina Noormala Dewi ...................... 95 iv 10. KARAKTERISTIK STRES KERJA DAN MODEL PENANGANANNYA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KINERJA KARYAWAN (Studi Empirik Di Industri Batik Laweyan Surakarta Jawa Tengah) Lukman Hakim dan Eko Sugiyono .......................................................................... 101 11. STRESSOR KERJA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA PEGAWAI Ahmad Mardalis dan Ririn Widya Putri Mayang Sari ......................................... 117 12. TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP, PSYCHOLOGICAL SAFETY AND TEAM OUTCOMES: A RESEARCH AGENDA Winarto dan Ari Agung Nugroho ............................................................................ 128 13. AGENDA PENELITIAN MENGENAI KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIORS Winarto, Hosianna Ayu Hidayati, dan Saur M. Sipayung ............................................ 134 14. ANALISIS KEPUASAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA KARYAWAN TETAP DAN TIDAK TETAP (STUDI KASUS PADA PT. TMSI JAWA TENGAH) Dimas Indrajaya dan Rosaly Franksiska .................................................................. 142 15. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN KERJA KARYAWAN (KASUS USAHA KECIL MENENGAH Sri Padmantyo dan Mulyaningsih ............................................................................ 158 16. INDIVIDUAL DAN ORGANIZATIONAL UNLEARNING: PROPOSISI HUBUNGAN MODERASI CROSS-LEVEL Henri Dwi Wahyudi ................................................................................................... 171 17. PERILAKU SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP NILAI INFORMASI PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DAERAH ( Studi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Semarang ) Via Agustina, Ika Kristianti, Like Soegiono, dan Aprina Nugrahesthy ............... 177 18. MINAT PEMILIHAN PEKERJAAN (STUDI KASUS MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA) Aflit Nuryulia Praswati dan Abimanyu ................................................................... 188 19. PENGARUH PROFITABILITAS KEBIJAKAN DIVIDEN DAN KEBIJAKAN UTANG TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2010-2013 Syamsudin dan Tika Pranindyastuti ............................................................................. 193 20. ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEUNTUNGAN, BELANJA MODAL DAN PERUBAHAN MODAL TERHADAP INSTRUMEN HUTANG JANGKA PANJANG Wida Purwaidianti dan Purnadi .............................................................................. 200 v 21. PENGARUH PENGUNGKAPAN INFORMASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP EARNING RESPONSE COEFFICIENT PADA PERUSAHAAN HIGH PROFILE DAN LOW PROFILE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Yosefin Dessy Septianingrum dan MI Mitha Dwi Restuti ..................................... 213 22. LIQUIDITY DAN PROFITABILITY PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2012-2014 M. Rudianto dan Rini Kuswati .................................................................................. 228 23. PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2014) Rahayu Dwi Oktaviami dan Paskah Ika Nugroho ................................................... 235 24. INTELLECTUAL CAPITAL DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR HIGH IC INTENSIVE Sigit Hermawan dan Ummy Imaniar Mardiyanti .................................................. 247 25. PERBEDAAN KINERJA PERUSAHAAN BERDASARKAN TINGKAT INTELLECTUAL CAPITAL Maria Sri Rahayu dan Yeterina Widi Nugrahanti ................................................. 257 26. PERUBAHAN BID ASK SPREAD DI SEPUTAR PENGUMAAN LABA UNTUK SAHAM PERUSAHAAN MANUFAKTURE DI BURSA EFEK INDONESIA Bayu Wijayantini danMaheni Ika Sari.................................................................... 273 27. ANALISIS KARAKTERISTIK PERUSAHAAN YANG MEMPENGARUHI NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) TAHUN 2010-2014 Budi Wahyu Mahardhika dan Anita Roosmawarni .............................................. 284 28. PENGARUH DIVERSITAS KEBANGSAAN BOARD OF DIRECTOR TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Pauline Jayalaksmi Winato dan Supatmi ................................................................ 301 29. ANALISIS KINERJA PADA BANK UMUM SYARIAH DEVISA DI INDONESIA DITINJAU DARI MAQAIS SYARI’AH (PENDEKATAN SYARI’AH MAQASID INDEX /SMI Putri Dwi Cahyani dan Restu Frida Utami ............................................................. 314 30. ANALISIS KINERJA PEMBENTUKAN PORTOFOLIO YANG EFISIENSI DENGAN MODEL MARKOWITZ PADA PERUSAHAAN ASURANSI DI INDONESIA Andika Setiawan dan Wafiatun Mukharomah ....................................................... 323 vi 31. APLIKASI SISTEM INFORMASI VIRTUAL ACCOUNT PADA BUKOPIN CASH MANAGEMENT SYSTEM DALAM IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT Ardi Bayu Herlambang, Joko Santoso, Mariyah Al Ghozih, Edy PS .................. 331 32. PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE TOPSIS PADA PERUSAHAAN FURNITURE Ma’ruf ......................................................................................................................... 345 33. DAMPAK PRODUK RECALL TERHADAP REPUTASI PERUSAHAAN Civi Erikawati, Nur Hidayah, Rendy Nichoyosep Rusade, dan Edy PS .............. 358 34. DESAIN PRODUK DAN JASA PADA PT. ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA Hapsari Dyah H., Purwaningsri, Desi Nur Aini, Edy PS ...................................... 366 35. ANALISIS KEPUTUSAN PEMBELIAN DENGAN MENGGUNAKAN RERANGKA THEORY OF PLANNED BEHAVIOR Yohan Aris Mulyono dan Maria Rio Rita .............................................................. 375 36. PERILAKU DPRD DALAM PELAKSANAAN PENYUSUNAN APBD PEMERINTAHAN KOTA SALATIGA Olys Eka Yulina I.C.A, Ika Kristianti, Aprina Nugraesty Sulistya Hapsari ....... 394 37. PENGARUH PENEMPATAN PRODUK DAN KESESUAIAN IKLAN PADA MINAT BELI YANG DIMODERASI SIKAP MEREK DI ADVERGAMES Theresia Mannuela Gultom dan Albert Kriestian NAN ........................................ 402 vii Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU TERHADAP EKUITAS MEREK ALFAMART Jehuda Ghrahito Hutomo Krussell dan Eristia Lidia Paramita Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Jl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah (0298) 311881 Email: [email protected] [email protected] Abstract In past few years, retail business has significantly improved. Therefore, company needs marketing strategy to raise their competitiveness and make a good brand equity. One of these strategy that can be used is Integrated Marketing Communication. This study aimed to examine the influence of integrated marketing communication toward brand equity. This study was a quantitative study. The sample of 150 respondents were taken by using purposive sampling. The data analysis used multiple linear regression. Thie findings showed that dimension of integrated marketing communication consists of Advertising, Sales Promotion, Personal Selling, Public Relation, Direct Marketing, Interactive Marketing, and Corporate Design together influence Alfamart Brand Equity. While partially, only Sales Promotion, Personal Selling, and Corporate Design has significantly influence Alfamart Brand Equity. Keywords: Integrated Marketing Communication, Brand Equity, Retail Business, Alfamart 1. Pendahuluan Persaingan bisnis di Indonesia saat ini sudah semakin pesat. Salah satu bisnis yang semakin berkembang di Indonesia adalah dari sektor perdagangan. Pertumbuhan ini tidak lepas dari berkembangnya bisnis ritel yang ada di Indonesia. Berdasarkan survey yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) pada tahun 2015, perkembangan bisnis ritel di tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 12%, dibandingkan pada tahun 2014. Menurut data Indeks Pembangunan Ritel Global (GRDI) yang diunggah At Kearney pada tahun 2015, posisi perkembangan ritel Indonesia berada di peringkat 12 dunia. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dialami oleh Indonesia sejak 2001 lalu (www.radarpena.com). Terdapat tiga ritel yang ada di Indonesia, ketiga ritel itu adalah Alfamart, Indomaret, dan Seven Eleven (Bachdar, 2015). Dari ketiga ritel tersebut, persaingan yang paling ketat adalah persaingan antara Alfamart dan Indomaret. Kedua ritel tersebut berencana akan terus memperluas ekspansi gerai mereka. Di tahun 2015, Indomaret berencana mencapai pertumbuhan gerai sebesar 20%-25% dari total 10.816 gerai yang sudah mereka miliki. Selain itu, Indomaret juga berencana memfokuskan pertumbuhan tersebut di pulau Jawa. Di lain sisi, Alfamart juga terus berupaya untuk bersaing dengan pesaing utamanya tersebut. Alfamart selama tahun 2015 berencana membuka 1200 gerai baru, dan 50% gerai tersebut mereka fokuskan di luar pulau Jawa (Bachdar, 2015). Untuk meningkatkan daya saing tersebut, dibutuhkan strategi pemasaran untuk meningkatkan penjualan dan menarik konsumen sebanyak mungkin. Strategi yang populer digunakan dalam rencana pemasaran untuk mengatasi persaingan pasar adalah komunikasi pemasaran terpadu atau Integrated Marketing Communication 1 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 (IMC) (Suwantara dan Taechamaneesatit, 2012). Terdapat alasan yang melatar belakangi mengapa menggunakan komunikasi pemasaran terpadu, yaitu munculnya pemahaman mengenai pentingnya upaya untuk memadukan berbagai fungsi komunikasi yang tersedia, daripada membiarkan berbagai fungsi komunikasi itu bekerja sendiri-sendiri. Dengan mengoordinasikan segala upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan masing-masing bagian, maka perusahaan dapat menghindari terjadinya duplikasi pekerjaan (Morissan, 2010). Komunikasi pemasaran yang diintegrasikan ini terdiri dari iklan, promosi penjualan, penjualan personal, hubungan masyarakat, pemasaran langsung, dan interaktif marketing (Kotler & Keller, 2009). Kemudian untuk pemasaran di sektor jasa terdapat elemen tambahan yaitu corporate design. Konsep komunikasi pemasaran terpadu yang berkembang di tahun 1980an ini didefinisikan oleh Shimp (2010) sebagai sebuah proses komunikasi yang terdiri dari perencanaan, penciptaan, pengintegrasian dan penerapan berbagai bentuk komunikasi pemasaran. Berdasarkan konsep Komunikasi Pemasaran Terpadu, perusahaan akan memadukan dan mengkoordinasikan semua bauran pemasaran untuk menyampaikan pesan yang jelas, konsisten, dan juga memiliki pengaruh yang kuat. Hal ini didukung oleh penjelasan Kotler & Keller (2014) bahwa kegiatan komunikasi pemasaran perlu diintegrasikan untuk menghantarkan pesan yang konsisten dan mencapai positioning yang strategis. Selama ini Alfamart sudah menerapkan dimensi-dimensi Komunikasi Pemasaran Terpadu terhadap produk-produk mereka. Sebagai contoh seperti melakukan pemasangan iklan di website, pemberian bantuan pembangunan sekolah, product bundling, pemasaran melalui media sosial, dll. Komunikasi pemasaran terpadu ini akan membentuk identitas merek dan citra yang kuat, dimana hal ini akan lebih mendukung pesan yang ingin disampaikan perusahaan melalui merek tertentu. Merek menjadi hal yang penting di dalam persaingan bisnis. Ketika merek sudah tidak asing lagi di pikiran konsumen, maka konsumen tidak akan lama berpikir untuk memutuskan pembelian ulang. Oleh karena itu, sebuah merek harus memiliki kualitas yang baik dan keunikan tersendiri supaya merek tersebut mendapatkan persepsi baik bagi konsumen. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fathoni (2013) menyatakan bahwa variabel dalam komunikasi pemasaran terpadu, yang terdiri dari Iklan, Promosi Penjualan, Penjualan Personal, Hubungan Masyarakat, Pemasaran Langsung, Pemasaran Interaktif dan Corporate design berpengaruh terhadap ekuitas merek Hotel Pelangi di Malang. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Kartikasari (2014), hasilnya variabel promosi penjualan, penjualan personal, dan hubungan masyarakat secara bersama-sama berpengaruh terhadap ekuitas merek hotel di Semarang. Selain itu, Danibrata (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa variabel iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, dan Corporate design berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek Bank Pemerintah di Jakarta. Prayitno (2010) juga menyimpulkan bahwa iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, dan pemasaran interaktif berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek Bank BUMN di Jakarta, Medan dan Surabaya. Penelitian terdahulu melakukan penelitian dengan mengambil obyek di sektor jasa, seperti Fathoni (2013) dan Kartikasari (2014) meneliti tentang hotel, sedangkan Danibrata (2011) dan Prayitno (2010) meneliti tentang bank. Kemudian untuk penelitian ini, peneliti ingin melakukan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2013) dengan mengganti obyek penelitian menjadi ekuitas merek Alfamart. Hal ini dikarenakan di dalam penelitian Fathoni memiliki variabel komunikasi pemasaran terpadu yang lengkap, dan juga masih minimnya penelitian yang membahas tentang komunikasi pemasaran terpadu terhadap ekuitas merek dalam bisnis ritel. 2 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Dari penjabaran di atas, masalah penelitian yang dirumuskan adalah pengaruh komunikasi pemasaran terpadu terhadap ekuitas merek Alfamart. Berdasarkan latar belakang yang ada, persoalan penelitiannya adalah apakah dimensi dari komunikasi pemasaran terpadu yang terdiri dari iklan, promosi penjualan, penjualan personal, hubungan masyarakat, pemasaran langsung, pemasaran interaktif, dan Corporate design berpengaruh terhadap ekuitas merek Alfamart? Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dimensi dari komunikasi pemasaran terpadu yang terdiri dari iklan, promosi penjualan, penjualan personal, hubungan masyarakat, pemasaran langsung, pemasaran interaktif, dan Corporate design yang berpengaruh terhadap ekuitas merek Alfamart. 2. Tinjauan Literatur 2.1 Komunikasi Pemasaran Terpadu / Integrated Marketing Communication (IMC) Komunikasi Pemasaran Terpadu mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai saluran komunikasi perusahaan untuk menghantarkan pesan yang jelas, konsisten, dan menarik tentang organisasi dan produknya (Kotler & Amstrong, 2008). Belch & Belch (2009) menjelaskan bahwa pengertian komunikasi pemasaran terpadu merupakan sebuah konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang menyadari nilai tambah dari suatu rencana komprehensif yang mengevaluasi peran strategis dari berbagai disiplin komunikasi. Contoh dari hal ini adalah komunikasi umum, tanggapan langsung, promosi penjualan dan hubungan masyarakat serta menggabungkan berbagai hal ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi, dan pengaruh komunikasi yang maksimum melalui integrasi menyeluruh dari pesan-pesan yang berlainan. Komunikasi Pemasaran Terpadu juga merupakan sebuah konsep pemasaran yang menerapkan 6 (enam) strategi pemasaran secara bersama, yaitu Iklan (Advertising), Promosi Penjualan (Sales Promotion), Penjualan Personal (Personal Selling), Hubungan Masyarakat (Public Relations), Pemasaran Langsung (Direct marketing), dan Pemasaran Interaktif (Interactive Marketing). Untuk pemasaran di sektor jasa terdapat elemen tambahan yaitu corporate design. 2.1.1 Iklan (Advertising) Advertising adalah bentuk pembayaran dari komunikasi nonpersonal tentang sebuah organisasi, produk, pelayanan atau ide melalui sponsor yang teridentifikasi (Belch & Belch, 2009). Secara umum iklan membantu menjelaskan akan suatu produk, sedangkan bagi perusahaan itu sendiri iklan merupakan suatu alat pemasar yang sangat penting bagi perusahaan. Kotler & Keller (2014) menyatakan bahwa iklan adalah segala bentuk presentasi non-pribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus dibayar. Banyak perusahaan melakukan advertising untuk membuat customer dari unaware menjadi aware akan suatu produk yang diluncurkan oleh perusahaan tersebut. Iklan dapat berupa iklan tayangan (tv), iklan di media cetak atau ulasan di media cetak seperti surat kabar dan majalah, kemasan, radio, brosur, poster dan selebaran, stiker, papan iklan, dan internet. Iklan ini bertujuan untuk lebih mengenalkan suatu produk atau merek kepada masyarakat. Seseorang cenderung membeli sebuah barang ketika merek tersebut tidak asing lagi bagi masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Danibrata (2011) menunjukkan adanya pengaruh iklan terhadap ekuitas merek Bank Pemerintah di Jakarta. Berdasarkan penjabaran diatas, diajukan hipotesa pertama sebagai berikut: Hipotesa 1 : Iklan berpengaruh terhadap ekuitas merek Alfamart 2.1.2 Promosi Penjualan (Sales Promotion) Morissan (2010) menjelaskan bahwa promosi penjualan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu promosi penjualan yang berorientasi kepada konsumen (consumer-oriented sales promotion) dan promosi 3 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 penjualan yang berorientasi pada perdagangan (trade-oriented sales promotion). Pada dasarnya sales promotion dibuat untuk lebih mempercepat respons dari konsumen dengan pemberian nilai tambah kepada suatu barang. Konsep sales promotion seperti ini digunakan untuk memotivasi konsumen agar melakukan pembelian produk yang dipicu dengan adanya penawaran produk selama jangka waktu terbatas. Hal ini didukung dengan pendapat Peter & Donelly (2009) bahwa sales promotion merupakan sebuah kegiatan atau materi yang menawarkan pelanggan, tenaga penjualan, dan reseller sebuah bujukan langsung untuk membeli produk. Berbagai perusahaan mencoba melakukan beberapa macam promosi dengan maksud untuk lebih menarik konsumen untuk datang berbelanja. Promosi penjualan adalah berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong percobaan atau pembelian produk atau jasa. Promosi penjualan dapat berupa sampel, kupon, premi (hadiah) berupa bonus atau potongan harga, penurunan harga, bazaar dan pameran dagang dan pameran demonstrasi (Kotler & Keller, 2009). Dengan adanya promosi, konsumen akan lebih tertarik untuk memutuskan membeli suatu barang dan juga akan mengingat merek yang memberikan promosi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari (2014) menunjukkan adanya pengaruh promosi penjualan terhadap ekuitas merek Hotel di Semarang. Berdasarkan penjabaran di atas, diajukan hipotesa kedua sebagai berikut: Hipotesa 2 : Promosi Penjualan berpengaruh terhadap ekuitas merek Alfamart 2.1.3 Penjualan Personal (Personal Selling) Personal selling adalah suatu bentuk komunikasi langsung antara seorang penjual dengan calon pembelinya (Morissan, 2010). Personal seling merupakan komunikasi personal yang dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk membuat penjualan dan membangun hubungan dengan konsumen (Kotler & Keller, 2014). Personal selling sendiri merupakan bagian dari direct marketing, hanya saja dalam personal selling, perusahaan dijembatani oleh seorang sales person yang berinteraksi secara tatap muka dengan customer. Penjualan personal dilakukan oleh perusahaan supaya ada interaksi dua arah yang terjadi antara konsumen dan perusahaan. Dalam hal ini, penjualan personal bisa dilakukan melalui wiraniaga yang memberikan tawaran secara langsung kepada konsumen. Tidak hanya tawaran, tetapi sikap ramah wiraniaga juga akan membuat konsumen merasa lebih terlayani, sehingga hal ini akan melekat di benak konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2013) menunjukkan adanya pengaruh penjualan personal terhadap ekuitas merek Hotel Pelangi Malang. Berdasarkan penjabaran di atas, diajukan hipotesa ketiga sebagai berikut: Hipotesa 3 : Penjualan Personal berpengaruh terhadap ekuitas merek Alfamart. 2.1.4 Hubungan Masyarakat (Public Relations) Public relation adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang memengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutler, 2006). Ketika suatu organisasi merencanakan dan mendistribusikan informasi secara sistematis dalam upaya untuk mengontrol dan mengelola citra serta publisitas yang diterimanya, maka perusahaan itu sedang menjalankan tugas hubungan masyarakat (Belch & Belch, 2009). Hubungan masyarakat dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk kepedulian perusahaan akan lingkungan sekitar. Hubungan masyarakat bisa diwujudkan melalui beragam program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau produk individunya. Hubungan masyarakat dan publisitas dapat berupa pidato, seminar, laporan tahunan, donasi amal, publikasi, hubungan komunitas, lobi, dan kegiatan layanan masyarakat (Kotler & Keller, 2009). Dengan berjalannya hubungan masyarakat yang baik akan berdampak pada kelangsungan perusahaan ke depannya. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prayitno 4 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 (2010) menunjukkan adanya pengaruh hubungan masyarakat terhadap penciptaan ekuitas merek. Berdasarkan penjabaran di atas, diajukan hipotesa keempat sebagai berikut: Hipotesa 4 : Hubungan Masyarakat berpengaruh terhadap Ekuitas Merek Alfamart 2.1.5 Pemasaran Langsung (Direct marketing) Direct marketing merupakan salah satu fungsi IMC yang terdiri dari front-end dan back end operations. Front-end ini mencakup sebuah penawaran yang diberikan kepada konsumen, misalnya saja dengan menawarkan harga khusus dan juga pemberian garansi. Di bagian front-end juga menawarkan the database, yaitu mendapatkan dan menggunakan data konsumen untuk penawaran yang selanjutnya, dan juga the response, yaitu memberikan respon terhadap konsumen melalui layanan customer service bebas pulsa. Kemudian back end merupakan usaha untuk memenuhi ekspektasi konsumen dengan membuat produk atau informasi yang sesuai seperti yang ada di benak konsumen. Morrisan (2010) menjelaskan pemasaran langsung atau direct marketing adalah upaya perusahaan atau organisasi untuk berkomunikasi secara langsung dengan calon pelanggan sasaran dengan maksud untuk menimbulkan tanggapan dan/atau transaksi penjualan. Dengan kata lain, pemasaran langsung disini tidak hanya mengirim surat (direct mail) dan mengirim katalog perusahaan (mail-order catalogs), tetapi juga mencakup pengelolaan database (database management) dan juga penjualan langsung (direct selling). Direct marketing ini merupakan sistem pemasaran yang menggunakan saluran langsung untuk mencapai konsumen dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen tanpa melalui perantara pemasaran (Suyanto, 2007). Pemasaran langsung dilakukan oleh perusahaan dengan harapan bisa langsung mendapatkan feedback dari konsumen. Pemasaran langsung yang saat ini kerap digunakan adalah pemasaran dengan menggunakan penggunaan surat, telepon atau telemarketing, faksimile, katalog, e-mail dan telepon untuk berkomunikasi secara langsung dengan meminta respons atau dialog dari pelanggan dan prospek tertentu (Kotler & Keller, 2009). Dalam bisnis ritel, yang kerap dilakukan adalah dengan menggunakan katalog. Katalog ini akan membantu memberi informasi kepada konsumen akan program-program yang sedang berjalan, ketika wiraniaga belum mampu menyampaikannya dengan maksimal. Berdasarkan penjabaran di atas, diajukan hipotesa kelima sebagai berikut: Hipotesa 5 : Pemasaran langsung berpengaruh terhadap ekuitas merek Alfamart 2.1.6 Pemasaran Interaktif Pemasaran Interaktif adalah aktivitas online dan program yang didesain untuk meningkatkan kesadaran konsumen, memperbaiki citra, dan membuat penjualan akan suatu barang dan jasa (Kotler & Keller, 2009). Sedangkan menurut Reedy (2000), pemasaran interaktif adalah keseluruhan aktivitas dengan menggunakan media Online yang bertujuan memfasilitasi proses produksi barang dan jasa dari produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Pemasaran interaktif merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk menjangkau konsumen secara lebih luas. Hampir semua perusahaan memiliki website yang berisi segala hal mengenai perusahaan mereka. Dengan cara seperti ini, konsumen akan lebih leluasa untuk mencari informasi akan suatu merek. Karena di era digital seperti sekarang ini, masyarakat bisa dengan mudah terkoneksi dengan internet dan mencari informasi apapun yang mereka inginkan. Penelitian yang dilakukan Prayitno (2010) menunjukkan adanya pengaruh pemasaran interaktif terhadap penciptaan ekuitas merek. Berdasarkan penjabaran di atas, diajukan hipotesa kelima sebagai berikut: 5 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Hipotesa 6 : Pemasaran Interaktif berpengaruh terhadap ekuitas merek Alfamart 2.1.7 Corporate Design Corporate design atau rancangan korporat adalah kunci dalam menjamin konsistensi gaya dan pesan yang disampaikan melalui saluran bauran komunikasi perusahaan (Lovelock, 2010). Corporate design menggambarkan outlet jasa, baik pesan yang direncanakan maupun tidak direncanakan akan menjangkau pelanggan melalui media lingkungan penghantaran jasa. Outlet jasa yang di dalamnya terdapat diantaranya spanduk, poster, papan nama, brosur, layar video, dan audio. Komponen corporate design lainnya adalah termasuk tenaga penjual (wiraniaga) yang dapat melayani pelanggan melalui tatap muka langsung, melalui telepon atau email. Corporate design penting bagi perusahaan yang bergerak dalam pasar kompetitif guna menonjolkan identitas perusahaan supaya dapat dikenali dengan mudah dimanapun. Kondisi ruangan yang baik akan membuat konsumen merasa nyaman berada di dalamnya. Tidak hanya kondisi ruangan, tetapi juga orang yang bertugas melayani yang berada di dalam ruangan tersebut juga berpengaruh kepada kenyamanan konsumen. Dalam hal ini adalah wiraniaga. Ketika wiraniaga mampu memberikan pelayanan yang baik, hal ini akan melekat di benak konsumen, sehingga di lain waktu konsumen akan mengingat apa yang dialami oleh mereka. Corporate design atau rancangan korporat adalah kunci dalam menjamin konsistensi gaya dan pesan yang disampaikan melalui saluran bauran komunikasi perusahaan (Lovelock, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Danibrata (2011) menunjukkan adanya pengaruh Corporate design terhadap ekuitas merek Bank Pemerintah di Jakarta. Berdasarkan penjabaran diatas, diajukan hipotesa ketujuh sebagai berikut: Hipotesa 7 : Corporate Design berpengaruh terhadap ekuitas merek Alfamart 2.2 Ekuitas Merek Ekuitas merek merupakan efek diferensial dimana nama dari sebuah merek berada dalam pikiran konsumen akan sebuah produk dan pemasaran tertentu (Kotler & Keller, 2014). Merek memungkinkan bagi perusahaan untuk berkompetisi dalam pasar produk dan jasa serta menunjukkan proposisi nilai dari strategi bisnis. Dengan kata lain, sangat penting untuk mengembangkan, menyaring, dan mendongkrak aset merek. 6 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2.3 Model Penelitian IMC Iklan (X1) H1 Promosi Penjualan (X2) Penjualan Personal (X3) Hubungan Masyarakat (X4) H2 H3 Ekuitas Merek (Y) H4 H5 Pemasaran Langsung (X5) H6 H7 Pemasaran Interaktif (X6) Corporate Design (X7) Sumber : Fathoni (2013) 3. Metode Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Alfamart Salatiga. Teknik pengumpulan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria responden yang sudah pernah berbelanja di Alfamart Salatiga. Sebagai sampel dari penelitian ini adalah 150 orang responden konsumen Alfamart Salatiga. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Karakteristik Responden Pada bagian ini akan diuraikan karakteristik responden yang sudah diklasifikasikan oleh peneliti menjadi beberapa bagian, seperti Usia, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Penghasilan yang diterima responden setiap bulan, Frekuensi responden berkunjung ke Alfamart setiap Minggu, dan alasan responden berbelanja di Alfamart. Karakteristik responden dalam penelitian ini akan dijelaskan pada tabel berikut : 7 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” No Kategori 1 Usia ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 1. Karakteristik Responden Sub Kategori Frekuensi Prosentase 16-18 tahun 72 48.00% 19-21 tahun 47 31.30% 22-24 tahun 12 8.00% 2 Jenis Kelamin 25-27 tahun Laki-laki 19 68 12.70% 45.30% 3 Pekerjaan Perempuan Pelajar 82 6 54.70% 4.00% Mahasiswa 116 77.30% Pegawai Swasta < Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00 28 64 58 18.70% 42.70% 38.70% Rp 2.000.000,00 - Rp 3.000.000,00 > Rp 3.000.000,00 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali Harga Lebih Murah Nama Sudah Terkenal Gerai Mudah Dijangkau Fasilitas Memadai 14 14 25 33 67 25 22 37 63 28 9.30% 9.30% 16.70% 22.00% 44.70% 16.70% 14.70% 24.70% 42.00% 18.70% 4 Penghasilan Per Bulan 5 Frekuensi Belanja Per Minggu 6 Alasan Sumber : data primer yang diolah (2016) Berdasarkan data di atas, responden yang berusia 16-18 tahun berjumlah paling banyak dengan prosentase 48%, kemudian responden berusia 19-21 tahun sebesar 31.3%, sehingga responden berusia 16-21 tahun memiliki jumlah sebesar 70%. Hal ini dikarenakan ketika peneliti membagikan kuesioner, responden pada interval inilah yang lebih sering dijumpai oleh peneliti. Berdasarkan jenis kelamin, lebih didominasi oleh responden yang berjenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 54.7%. Kemudian dari kategori pekerjaan, mayoritas responden berstatus sebagai mahasiswa, yaitu sebesar 77.3%. Hal ini dikarenakan peneliti juga masih berstatus mahasiswa sehingga peneliti lebih memiliki banyak relasi dengan mahasiswa dibanding dengan kategori pekerjaan yang lainnya. Penghasilan per bulan yang paling banyak yaitu di kategori < Rp 1.000.000,00 sebesar 42.7%, dikarenakan mayoritas responden adalah mahasiswa. Kemudian frekuensi berbelanja di gerai Alfamart per Minggu paling besar dilakukan oleh responden yang berbelanja sebanyak 3 kali per Minggu, yaitu sebesar 44.7%. Dari kategori alasan berbelanja, mayoritas responden memilih berbelanja di Alfamart karena lokasi gerai yang mudah dijangkau, yaitu sebesar 42% responden memilih berbelanja di Alfamart dengan alasan ini. 4.2 Uji Asumsi Klasik Dari hasil pengujian normalitas dengan Kolmogorov Smirnov, didapatkan hasil Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.380. Nilai ini lebih besar dari signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 5% atau 0.05, sehingga dapat disimpulkan data berdistribusi normal. Kemudian peneliti melakukan uji multikolinearitas, dimana uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas. Dari hasil uji multikolinearitas didapatkan hasil Tolerance > 0.10 dan VIF < 10.00, sehingga dapat disimpulkan bahwa data 8 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 tidak terjadi multikolinearitas. Selanjutnya dilakukan uji heterokedastisitas untuk melihat terjadinya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Uji heterokedastisitas ini dilakukan dengan melihat grafik scatterplot. Hasil dari grafik tersebut terlihat bahwa titik-titik tidak membentuk pola tertentu dan menyebar secara tidak beraturan, sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas. Hasil dari ketiga uji diatas membuktikan bahwa data penelitian ini sudah lolos uji asumsi klasik. Gambar 1. Scatterplot Uji Hetereskedastisitas Sumber: Data Primer Yang Diolah (2016) 4.3 Analisis Regresi Linier Berganda Setelah data terbukti lolos uji asumsi klasik, peneliti akan melanjutkan dengan uji regresi linier berganda. Model analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dimensi Komunikasi Pemasaran Terpadu (X) yang terdiri dari Iklan (X1), Promosi Penjualan (X2), Penjualan Personal (X3), Hubungan Masyarakat (X4), Pemasaran Langsung (X5), Pemasaran Interaktif (X6), dan Corporate design (X7) dengan Ekuitas Merek Alfamart (Y). Tabel 2. Koefisien Regresi Berganda Model Summaryb Model R .687a 1 R Square Adjusted R Square .472 Std. Error of the Estimate .446 DurbinWatson 1.382 2.046 a. Predictors: (Constant), x7, x5, x3, x4, x2, x6, x1 b. Dependent Variable: y ANOVAa Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 242.385 7 34.626 Residual 271.358 142 1.911 Total 513.743 149 F 18.120 a. Dependent Variable: y b. Predictors: (Constant), x7, x5, x3, x4, x2, x6, x1 Sumber : Data primer diolah (2016) Dari hasil analisis regresi dapat diketahui persamaan regresi berganda sebagai berikut: 9 Sig. .000b Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Y = 1.590 + 0.095X1 + 0.235X2 + 0.125X3 + 0.066X4 – 0.051X5 + 0.065X6 + 0.297X7 Y : Ekuitas Merek Alfamart X1 : Iklan X2 : Promosi Penjualan X3 : Penjualan Personal X4 : Hubungan Masyarakat X5 : Pemasaran Langsung X6 : Pemasaran Interaktif X7 : Corporate design Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Nilai konstanta sebesar 1.590. Artinya jika Iklan, Promosi Penjualan, Penjualan Personal, Hubungan Masyarakat, Pemasaran Langsung, Pemasaran Interaktif, Corporate design tetap atau tidak mengalami penambahan atau pengurangan, maka nilai Ekuitas Merek Alfamart akan sebesar nilai konstanta, yaitu 1.590. 2. Nilai Koefisien Iklan untuk dimensi X1 sebesar 0.095. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara Iklan dan Ekuitas Merek Alfamart (Y). Jika Iklan mengalami kenaikan, maka variabel Ekuitas Merek Alfamart (Y) akan ikut naik. 3. Nilai Koefisien Promosi Penjualan untuk dimensi X2 sebesar 0.235. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara Promosi Penjualan dan Ekuitas Merek Alfamart (Y). Jika Promosi Penjualan mengalami kenaikan, maka variabel Ekuitas Merek Alfamart (Y) akan ikut naik. 4. Nilai Koefisien Penjualan Personal untuk dimensi X3 sebesar 0.125. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara Penjualan Personal dan Ekuitas Merek Alfamart (Y). Jika Penjualan Personal mengalami kenaikan, maka variabel Ekuitas Merek Alfamart (Y) akan ikut naik. 5. Nilai Koefisien Hubungan Masyarakat untuk dimensi X4 sebesar 0.066. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara Hubungan Masyarakat dan Ekuitas Merek Alfamart (Y). Jika Hubungan Masyarakat mengalami kenaikan, maka variabel Ekuitas Merek Alfamart (Y) akan ikut naik. 6. Nilai Koefisien Pemasaran Langsung untuk dimensi X5 sebesar -0.051. Koefisien bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara Pemasaran Langsung dan Ekuitas Merek Alfamart (Y). Jika Pemasaran Langsung mengalami kenaikan, maka variabel Ekuitas Merek Alfamart (Y) akan turun. 7. Nilai Koefisien Pemasaran Interaktif untuk dimensi X6 sebesar 0.065. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara Pemasaran Interaktif dan Ekuitas Merek Alfamart (Y). Jika Pemasaran Interaktif mengalami kenaikan, maka variabel Ekuitas Merek Alfamart (Y) akan ikut naik. 8. Nilai Koefisien Corporate design untuk dimensi X7 sebesar 0.297. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara Corporate design dan Ekuitas Merek Alfamart (Y). Jika Corporate design mengalami kenaikan, maka variabel Ekuitas Merek Alfamart (Y) akan ikut naik. Kemudian untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima atau ditolak, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F. Hasil pengujian hipotesis dijelaskan sebagai berikut: 10 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Uji t Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial dan untuk mengetahui variabel manakah yang memiliki pengaruh dominan, maka digunakan uji t. Apabila signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka variabel tersebut memiliki pengaruh signifikan secara parsial. Secara parsial penjelasannya dapat dijelaskan sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Uji t Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients B (Constant) 1 Standardized Coefficients Std. Error 1.590 1.068 x1 .095 .060 x2 .235 x3 t Sig. Beta 1.489 .139 .123 1.579 .117 .075 .232 3.132 .002 .125 .058 .147 2.172 .032 x4 .066 .075 .063 .880 .380 x5 -.051 .063 -.057 -.804 .423 x6 .065 .046 .109 1.393 .166 x7 .297 .056 .361 5.293 .000 a. Dependent Variable: y Sumber : Data primer diolah (2016) 1. Pengaruh Iklan (X1) Terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) Hasil dari analisis regresi secara parsial yang dilakukan, besarnya pengaruh Iklan (X1) terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) dapat dilihat dari koefisien regresi b yaitu sebesar 0.095 dengan signifikansi 0.117 (p>0,05), menunjukkan bahwa dimensi Iklan (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y). 2. Pengaruh Promosi Penjualan (X2) Terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) Hasil dari analisis regresi secara parsial yang dilakukan, besarnya pengaruh Promosi Penjualan (X2) terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) dapat dilihat dari koefisien regresi b yaitu sebesar 0.235 dengan signifikansi 0.002 (p<0,05), menunjukkan bahwa dimensi Promosi Penjualan (X2) berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y). 3. Pengaruh Penjualan Personal (X3) Terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) Hasil dari analisis regresi secara parsial yang dilakukan, besarnya pengaruh Penjualan Personal (X3) terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) dapat dilihat dari koefisien regresi b yaitu sebesar 0.125 dengan signifikansi 0.032 (p<0,05), menunjukkan bahwa dimensi Penjualan Personal (X3) berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y). 4. Pengaruh Hubungan Masyarakat (X4) Terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) Hasil dari analisis regresi secara parsial yang dilakukan, besarnya pengaruh Hubungan Masyarakat (X4) terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) dapat dilihat dari koefisien regresi b yaitu sebesar 0.066 dengan 11 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 signifikansi 0.380 (p>0,05), menunjukkan bahwa dimensi Hubungan Masyarakat (X4) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y). 5. Pengaruh Pemasaran Langsung (X5) Terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) Hasil dari analisis regresi secara parsial yang dilakukan, besarnya pengaruh Pemasaran Langsung (X5) terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) dapat dilihat dari koefisien regresi b yaitu sebesar -0.051 dengan signifikansi 0.423 (p>0,05), menunjukkan bahwa dimensi Pemasaran Langsung (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y). 6. Pengaruh Pemasaran Interaktif (X6) Terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) Hasil dari analisis regresi secara parsial yang dilakukan, besarnya pengaruh Pemasaran Interaktif (X6) terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) dapat dilihat dari koefisien regresi b yaitu sebesar 0.065 dengan signifikansi 0.166 (p>0,05), menunjukkan bahwa dimensi Pemasaran Interaktif (X6) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y). 7. Pengaruh Corporate design (X7) Terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) Hasil dari analisis regresi secara parsial yang dilakukan, besarnya pengaruh Corporate design (X7) terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) dapat dilihat dari koefisien regresi b yaitu sebesar 0.297 dengan signifikansi 0.000 (p<0,05), menunjukkan bahwa dimensi Corporate design (X7) berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y). Uji F Analisis regresi berganda dengan menggunakan uji F bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama. Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka model regresi signifikan. Hasil dan penjelasan uji F dijelaskan sebagai berikut : Tabel 4. Hasil Uji F Model Summaryb Model R 1 .687a R Square Adjusted R Square .472 Std. Error of the Estimate .446 DurbinWatson 1.382 2.046 a. Predictors: (Constant), x7, x5, x3, x4, x2, x6, x1 b. Dependent Variable: y ANOVAa Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 242.385 7 34.626 Residual 271.358 142 1.911 Total 513.743 149 F 18.120 Sig. .000b a. Dependent Variable: y b. Predictors: (Constant), x7, x5, x3, x4, x2, x6, x1 Sumber : Data primer diolah (2016) Berdasarkan Tabel 4, diketahui nilai hitung F sebesar 18.120, dan F tabel sebesar 2.075 dengan signifikansi sebesar 0.000. Karena F hitung > F tabel dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi Komunikasi Pemasaran Terpadu (X) yang terdiri dari Iklan (X1), Promosi 12 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Penjualan (X2), Penjualan Personal (X3), Hubungan Masyarakat (X4), Pemasaran Langsung (X5), Pemasaran Interaktif (X6), dan Corporate design (X7) berpengaruh bersama-sama terhadap variabel terikat yaitu Ekuitas Merek Alfamart (Y). Besarnya kontribusi dimensi Komunikasi Pemasaran Terpadu (X) terhadap Ekuitas Merek Alfamart (Y) dapat dilihat dari nilai adjusted R Square sebesar 0.446 atau sebesar 44.6%, sedangkan 53.4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 4.3 Pembahasan 4.3.1 Iklan Tidak Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Hal ini bisa disebabkan karena iklan yang dibuat oleh Alfamart di dalam gerai ataupun luar gerai, belum mampu dipahami oleh konsumen, sehingga iklan ini tidak mampu menarik minat untuk berbelanja di Alfamart. Menurut Fill (2009) konsumen memerlukan keterlibatan aktif dengan media iklan yang dilakukan oleh perusahaan. Keterlibatan aktif ini mampu berjalan dengan baik ketika Alfamart juga secara rutin mengeluarkan iklan-iklan mengenai produk yang dijual. Indikator “Alfamart membuat iklan secara rutin” memperoleh scoring rata-rata sebesar 3.10. Artinya konsumen menilai bahwa Alfamart tidak rutin mengeluarkan iklan, sehingga keterlibatan aktif dengan konsumen tidak berjalan. Scoring rata-rata sebesar 2.78 didapatkan oleh indikator “Iklan Alfamart membuat saya tertarik untuk berbelanja”. Hal ini membuktikan bahwa Iklan yang selama ini sudah dibuat oleh Alfamart hanya dipandang biasa saja oleh konsumen, sehingga iklan tersebut belum bisa dikatakan menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen untuk berbelanja di Alfamart. Menurut hasil wawancara dengan salah satu responden menyatakan “Kalau aku malah gak tau iklannya Alfamart yang kaya gimana, tapi aku tau kalau Alfamart itu jualan barang yang aku butuhin sehari-hari. Jadi kalau aku belanja ya tinggal belanja aja, gak perlu liat iklannya dulu” (wawancara, 13/02/2016). Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa konsumen berbelanja di Alfamart karena barang yang dicari konsumen memang dijual di Alfamart. Sehingga di sini iklan tidak terlalu berpengaruh kepada konsumen tersebut. Hal ini menguatkan teori Habitual Buying yang diungkapkan (Kotler & Keller, 2009) bahwa konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Kemudian sebesar 42% konsumen memilih berbelanja di Alfamart dengan alasan gerai mudah dijangkau. Dari hasil tersebut, bisa dilihat bahwa sebagian besar konsumen memilih berbelanja di Alfamart tidak terpatok pada iklan yang dibuat oleh Alfamart, tetapi karena letak gerai yang memudahkan konsumen, sehingga mereka memutuskan untuk berbelanja di Alfamart. Hasil ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fathoni (2013) yang menyebutkan bahwa Iklan tidak berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek. Tetapi hasil ini bertolak belakang dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prayitno (2010) dan Danibrata (2011), dimana di dalam penelitian yang mereka lakukan, variabel iklan berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek. Perbedaan ini bisa terjadi dikarenakan obyek penelitian atau iklan yang berbeda. 4.3.2 Promosi Penjualan Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Menurut Peter & Donelly (2009) sales promotion merupakan sebuah kegiatan atau materi yang menawarkan pelanggan, tenaga penjualan, dan reseller sebuah bujukan langsung untuk membeli produk. Salah satu usaha bujukan langsung yang dilakukan Alfamart untuk promosi penjualan adalah dengan menjual beberapa produk menjadi satu paket penjualan, atau biasa disebut dengan product bundling. Hal ini terbukti efektif untuk menarik minat konsumen. Terbukti dengan indikator “Saya tertarik dengan Product Bundling yang diberikan Alfamart” memperoleh rata-rata scoring sebesar 3.16. Tidak hanya dengan Product bundling, 13 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Alfamart juga menetapkan diskon pada beberapa produknya. Dan keputusan diskon ini berhasil membuat konsumen tertarik untuk berbelanja di Alfamart daripada di toko/gerai lain. Scoring rata-rata sebesar 3.41 untuk indikator “Diskon Alfamart bisa bersaing dengan toko/gerai lain” membuktikan bahwa konsumen tertarik dengan diskon yang selama ini diberlakukan oleh Alfamart. Berdasarkan wawancara dengan salah satu responden, menghasilkan pernyataan sebagai berikut “aku ga begitu perhatian sama diskonnya, cuma menurutku ya ga jauh beda ya diskon Alfamart sama Indomaret. Ya mirip-miriplah” (wawancara, 13/02/2016) Dari wawancara tersebut bisa disimpulkan bahwa diskon yang ada di Alfamart bisa bersaing dengan pesaingnya. Kemudian Sebesar 42.7% konsumen Alfamart dalam penelitian ini memiliki penghasilan per bulan di bawah Rp 1.000.000,00. Jadi dengan adanya product bundling dan diskon ini sesuai dengan harapan konsumen dan terbukti mampu membuat konsumen lebih tertarik untuk melakukan pembelian dengan lebih cepat dan memicu terjadinya pembelian ulang. Hasil ini didukung oleh 4 penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prayitno (2010), Danibrata (2011), Fathoni (2013), dan Kartikasari (2014). Keempat penelitian tersebut samasama menyatakan bahwa variabel promosi penjualan berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek. 4.3.3 Penjualan Personal Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Personal selling adalah suatu bentuk komunikasi langsung antara seorang penjual dengan calon pembelinya (Morissan, 2010). Penjualan Personal Alfamart ini memang sering dilakukan oleh wiraniaga atau tenaga penjual di setiap gerai Alfamart. Tidak jarang para wiraniaga ini memberikan sapaan-sapaan kepada setiap konsumen yang memasuki gerai Alfamart. Indikator “Wiraniaga Alfamart menyapa saya saat masuk dan keluar dari toko/gerai Alfamart” mendapat scoring rata-rata sebesar 3.93 dan membuktikan bahwa wiraniaga Alfamart memberikan sapaan-sapaan kepada setiap konsumen yang masuk ke gerai Alfamart. Kemudian indikator “Wiraniaga Alfamart bersikap ramah kepada saya” memperoleh scoring rata-rata sebesar 3.94. Sapaan-sapaan dan sikap ramah wiraniaga inilah yang membuat konsumen merasa lebih diterima dan dilayani ketika berbelanja di Alfamart. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2013), dimana penelitian tersebut menyebutkan bahwa variabel penjualan personal berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek. Tetapi hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari (2014) yang menyebutkan bahwa penjualan personal tidak berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek. Perbedaan ini bisa disebabkan karena berbedanya penjualan personal yang dilakukan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. 4.3.4 Hubungan Masyarakat Tidak Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Hubungan Masyarakat adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutler, 2006). Di dalam website resmi Alfamart sudah tercantum program kemasyarakatan yang bernama Alfamart for All, dimana program ini melibatkan masyarakat di sekitar gerai. Program ini mencakup berbagai aktivitas kegiatan sosial dalam kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) terpadu “Alfamart Sahabat Indonesia” dengan 6 jenis kegiatan, yaitu Alfamart Care, Alfamart Smart, Alfamart Vaganza, Alfamart Sport, Alfamart SMEs, Alfamart Clean & Green. Hanya saja program-program tersebut tidak terlalu digencarkan di Alfamart Kota Salatiga, sehingga konsumen di Salatiga belum begitu mengetahui program 14 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Alfamart for All ini. Hal ini dibuktikan dengan indikator “Alfamart sering melaksanakan tanggung jawab sosialnya” hanya memperoleh rata-rata scoring sebesar 3.19. Hasil wawancara dengan salah satu responden menyatakan sebagai berikut “Aku malah gak pernah tau dan gak pernah lihat Alfamart ngadain acara sosial, cuma aku tau kalau kembalian dari Alfamart dalam receh sering diminta untuk didonasikan. Tapi aku juga gak tau hasil donasi jadi kegiatan kaya apa” (wawancara, 13/02/2016). Dari wawancara tersebut bisa disimpulkan bahwa responden tidak begitu mengetahui seperti apa wujud nyata dari hubungan masyarakat yang dilakukan Alfamart, hanya saja responden mengetahui bahwa Alfamart mengadakan hubungan masyarakat melalui donasi. Kemudian untuk penilaian konsumen pada indikator “Tanggung jawab sosial yang dilakukan Alfamart pada masyarakat sekitar sudah baik” rata-rata scoring yang didapat yaitu sebesar 3.31. Artinya konsumen masih berpikir bahwa tanggung jawab sosial yang dilakukan Alfamart belum begitu maksimal. Dari 150 responden, 116 responden merupakan mahasiswa, sehingga mereka tidak begitu memperhatikan apakah tempat mereka berbelanja melakukan program kemasyarakatan dengan efektif atau tidak. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Fathoni (2013) dan Kartikasari (2014) yang menyatakan bahwa variabel hubungan masyarakat tidak berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek. Tetapi hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2010) dan Danibrata (2011) yang menyatakan variabel hubungan masyarakat berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek. Perbedaan ini disebabkan karena antara penelitian yang satu dengan penelitian yang lain berbeda implementasi hubungan masyarakat yang dilakukan. 4.3.5 Pemasaran Langsung Tidak Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Menurut Morrisan (2010) pemasaran langsung atau direct marketing adalah upaya perusahaan atau organisasi untuk berkomunikasi secara langsung dengan calon pelanggan sasaran dengan maksud untuk menimbulkan tanggapan dan/atau transaksi penjualan. Tujuannya yaitu untuk menawarkan produk dan untuk membangun hubungan dengan pelanggan. Alfamart melakukan pemasaran langsung melalui sosial media dan juga katalog belanja. Indikator “Alfamart secara rutin mengeluarkan katalog belanja” mendapat scoring rata-rata sebesar 3.39, sedangkan indikator “Alfamart secara rutin membagikan katalog belanja (ke setiap rumah, di toko/gerai Alfamart, dll)” mendapat scoring rata-rata sebesar 2.86. Artinya konsumen menilai Alfamart sudah cukup rutin untuk mengeluarkan katalog belanja, tetapi tidak rutin dalam membagikan katalog belanjanya, sehingga penyaluran informasi mengenai produk dalam katalog belanja masih belum efektif. Menurut hasil wawancara dengan salah satu responden, menghasilkan pernyataan sebagai berikut “Aku tau sih Alfamart punya katalog belanja, tapi ya memang jarang dibagiin sama mbaknya (Wiraniaga), palingan ditaruh di deket kasir. Tapi kalau minta ya nanti dikasih. Aku pernah dapet katalog malah dari Indomaret, bukan dari Alfamart” (wawancara, 13/02/2016). Dari hasil tersebut bisa dikatakan bahwa Alfamart jarang membagikan katalog belanjanya ke luar gerai, tetapi hanya meletakkan katalog belanjanya di sekitar kasir. Baru ketika konsumen meminta, wiraniaga akan memberikan katalog belanja tersebut. Untuk sosial media, Alfamart memiliki akun Facebook dalam bentuk Page (Alfamart), Twitter (@alfamart & @sahabatalfamart), dan juga Line (@alfamart). Responden di dalam penelitian ini didominasi 15 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 oleh responden dalam rentang umur 16-21 tahun, dimana dalam rentang umur ini, responden sangat fasih dalam menggunakan sosial media. Tetapi hal ini belum cukup mampu memaksimalkan Ekuitas Merek Alfamart. Menurut hasil wawancara dengan salah satu responden, menghasilkan pernyataan sebagai berikut “Aku pernah iseng coba-coba follow Line Officialnya Alfamart, awalnya pengen tau promo waktu lebaran dulu, tapi lama-kelamaan kok ngerasa keganggu juga sama chat Linenya. Tiap hari pasti ada chat dari Alfamart, apalagi Linenya ga bisa di delete, cuma bisa di blok, tapi kan blok pun masih masuk itu chatnya” (wawancara, 13/02/2016) Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran langsung yang dilakukan Alfamart hanya menarik minat konsumen pada waktu-waktu tertentu(lebaran, akhir tahun, dll), tetapi selama pada hari-hari biasa, tiap chat yang masuk malah dirasa mengganggu bagi konsumen. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2013) yang menyatakan variabel pemasaran langsung berpengaruh negatif terhadap ekuitas merek. Pengaruh negatif ini bisa sama-sama terjadi dalam penelitian yang berbeda, karena efek pemasaran langsung ini sama-sama membuat konsumen merasa tidak nyaman. 4.3.6 Pemasaran Interaktif Tidak Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Pemasaran interaktif yang dilakukan Alfamart yaitu melalui website resmi mereka di www.alfamartku.com. Adanya website tersebut bertujuan untuk membantu konsumen yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang produk dan promosi apa saja yang ada di gerai Alfamart, karena konsumen sekarang memerlukan keterlibatan aktif dengan media yang berisikan informasi produk dari perusahaan (Fill, 2009). Tetapi dalam penelitian ini, dimensi pemasaran interaktif tidak berpengaruh terhadap ekuitas merek Alfamart. Hal ini terlihat dari indikator “Saya sering mencari informasi mengenai promosi di website www.alfamartku.com” yang hanya mendapatkan rata-rata scoring 1.97. Menurut wawancara dengan salah satu responden menghasilkan pernyataan sebagai berikut “Selama ini kalau aku belanja di Alfamart ya tinggal belanja aja, ga perlu liat websitenya dulu. Kelamaan juga sih ya kalau harus liat websitenya dulu. Nama websitenya apa aja aku gak tau” (wawancara, 13/02/2016). Dari hasil wawancara tersebut, terlihat bahwa konsumen tidak memperhatikan website Alfamart saat hendak berbelanja. Konsumen berpikir bahwa barang-barang yang dijual di Alfamart adalah barang-barang kebutuhan umum, sehingga ketika ingin berbelanja, konsumen tidak perlu memastikan ke websitenya dahulu apakah barang yang dicari ada di Alfamart. Kemudian indikator “Informasi produk Alfamart melalui website sudah jelas” memperoleh rata-rata scoring sebesar 2.93 dan indikator “Informasi promosi Alfamart melalui website sudah jelas” memperoleh ratarata scoring sebesar 3.03. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsumen tidak terlalu memperhatikan dan belum cukup terbantu dengan adanya website Alfamart ini. 77.3% responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa, dimana mereka lebih tertarik untuk berbelanja dan langsung merasakan manfaatnya saja, daripada mengeluarkan waktu lebih banyak untuk mengakses website resminya terlebih dahulu hanya untuk melihat harga dan detail produk yang ada. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2010) dan Fathoni (2013) yang menyebutkan bahwa pemasaran interaktif berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek. Hal ini bisa disebabkan karena perbedaan obyek penelitian dan konten dalam pemasaran interaktif tersebut. 16 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 4.3.7 Corporate Design Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Corporate design atau rancangan korporat adalah kunci dalam menjamin konsistensi gaya dan pesan yang disampaikan melalui saluran bauran komunikasi perusahaan (Lovelock, 2010). Komponen corporate design termasuk tenaga penjual (wiraniaga) yang dapat melayani pelanggan melalui tatap muka langsung, melalui telepon atau email. Terdapat 2 indikator yang terlihat menonjol dalam dimensi Corporate design ini, yaitu indikator “Karyawan Alfamart memberikan pelayanan dengan baik” yang mendapatkan scoring rata-rata sebesar 3.67 dan indikator “Karyawan Alfamart mampu berkomunikasi dengan baik” mendapatkan scoring ratarata 3.73. Dari hasil 2 indikator tersebut bisa terlihat bahwa karyawan Alfamart bisa memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen dan membuat variabel Corporate design menjadi variabel yang paling dominan di dalam penelitian ini. Komponen lain dari Corporate design adalah desain interior yang salah satunya meliputi tata letak rak di dalam gerai. Indikator “Saya tertarik dengan desain interior gerai Alfamart (pencahayaan, tata letak rak, dll)” mendapatkan scoring rata-rata sebesar 3.49. Tata letak rak yang mampu membantu konsumen dalam menemukan barang yang dicari merupakan nilai lebih yang dimiliki oleh gerai Alfamart ini. Sebagian responden berbelanja di Alfamart sebanyak 2-3 kali dalam seminggu, sehingga penataan rak yang baik akan memudahkan konsumen dalam menemukan barang yang mereka cari. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2013) yang menyebutkan bahwa corporate design berpengaruh dominan terhadap ekuitas merek. Hasil penelitian Danibrata (2011) juga menyebutkan bahwa corporate design berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek, hanya saja hasilnya tidak dominan. 5. Kesimpulan Penelitian ini memiliki tujuh dimensi, dimana ada tiga dimensi yang berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek Alfamart dan empat dimensi yang tidak berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek Alfamart. Dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1. Iklan Tidak Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart 2. 3. 4. 5. 6. 7. Promosi Penjualan Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Penjualan Personal Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Hubungan Masyarakat Tidak Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Pemasaran Langsung Tidak Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Pemasaran Interaktif Tidak Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart Corporate Design Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek Alfamart 5.1 Implikasi Teoritis Implikasi teoritis berisi tentang kontribusi yang diperoleh dari penelitian terhadap teori yang ada. Implikasi yang diharapkan pada peneliitan ini adalah sebagai berikut: Dimensi Corporate design menjadi dimensi yang paling dominan dalam penelitian ini dengan nilai koefisien regresi b 0.297. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Fathoni (2013), dimana dalam penelitian tersebut Corporate design merupakan variabel yang berpengaruh secara dominan. Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2013). Hanya saja, di dalam penelitian ini dimensi yang berpengaruh terhadap ekuitas merek adalah dimensi promosi penjualan, penjualan personal, dan Corporate design. Sedangkan di dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2013), 17 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 variabel yang berpengaruh terhadap ekuitas merek adalah promosi penjualan, penjualan personal, Corporate design, dan pemasaran interaktif. 5.2 Implikasi Terapan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka implikasi terapan yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Alfamart perlu meningkatkan lagi mengenai iklan yang dibuat, karena selama ini iklan Alfamart belum begitu menarik perhatian bagi konsumen dan juga indikator “iklan Alfamart membuat saya tertarik untuk berbelanja” memperoleh skor rata-rata paling rendah. Alfamart harus mengevaluasi pemasangan iklan di website public, karena pembaca merasa terganggu dengan hal tersebut. Alfamart sudah memiliki beberapa event CSR yang sudah dibuat, tetapi event-event tersebut belum merata di tiap gerai yang mereka miliki. Sehingga akan lebih baik jika di setiap gerai juga melakukan programprogram CSR secara kecil-kecilan, atau bisa dilakukan di setiap kota dimana terdapat gerai Alfamart. Alfamart perlu lebih gencar lagi membagikan katalog belanja yang mereka punya, sehingga informasi mengenai Alfamart bisa lebih tersebar tidak hanya di dalam gerai. Hal ini terlihat pada indikator “Alfamart secara rutin membagikan katalog belanja” memperoleh skor rata-rata yang paling rendah. Alfamart perlu lebih mengiklankan website yang mereka miliki kepada konsumen, sehingga konsumen bisa lebih lagi memanfaatkan website Alfamart. Hal ini terlihat pada indikator “saya sering mencari informasi mengenai promosi di website” yang memperoleh nilai rata-rata paling rendah. Daftar Pustaka Belch, George E., Belch, Michael A. (2009). Advertising and Promotion : An Integrated Marketing Communication Perpective. 8th Edition. New York : McGraw-Hill. Belch, George E., Belch, Michael A. (2009). Advertising and Promotion : An Integrated Marketing Communication Perpective. 8th Edition. New York : McGraw-Hill Cutlip-Center-Broom. (2006). Effective public Relations, edisi kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Danibrata, Aulia. (2011). Pengaruh Integrated Marketing Communication Terhadap Brand Equity Pada Sebuah Bank Pemerintah di Jakarta. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 13, No 1. Jakarta: STIE Trisakti Durianto, Darmadi. Sugiarto & Tony Simanjuntak. (2004). Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Fathoni, Fathir, dkk. (2013). Pengaruh Komunikasi Pemasaran Terpadu Terhadap Ekuitas Merek. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 4, No 2. Malang: Universitas Brawijaya. Fill, Chris. (2009). Marketing Communication : Interactivity, Communities, and Content 5th ed. New Jersey: Prentice Hall Hair et al. (2010). Multivariate Data Analysis, Seventh Edition. Pearson Prentice Hall http://ekbis.sindonews.com/read/1007773/34/pertumbuhanritel-indonesia-peringkat-12-dunia-1433163799. Diunduh tanggal 25 Juni 2015. http://radarpena.com/read/2015/03/31/17425/18/1/%20Aprindo-Perkirakan-Pertumbuhan-Industri-Retail-12. Diunduh tanggal 9 Juli 2015. 18 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 http://marketeers.com/article/siapa-penguasa-ritel-di-indonesia.html. Diunduh tanggal 12 Februari 2016. Kartikasari, N.P. (2014). Pengaruh Komunikasi Pemasaran Terpadu Terhadap Ekuitas Merek. Jurnal Interaksi Vol. 3, No 2. Semarang: Universitas Diponegoro. Kotler P. dan G. Amstrong. (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi 12 Jilid 2. Jakarta: Erlangga Kotler dan Keller, (2009).Marketing Management Edisi 13, Global Edition.Pearson Prentice Hall. Kotler dan Keller, (2014).Marketing Management Edisi 15, Global Edition.Pearson Prentice Hall. Lovelock, Christopher, dkk. (2010). Pemasaran Jasa, Manusia, Teknologi, Strategi. Jakarta: Penerbit Erlangga Morissan. (2010). Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Edisi 1. Jakarta. Kencana Prenadamedia Group. Peter, J.Paul, James H.Donnelly, Jr. (2011). A Preface To Marketing Management. Twelfth Edition. New York: Mc Graw Hill. Prayitno, Sunarto. (2010). Analisis Dampak Implementasi Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu dalam Penciptaan Ekuitas Merek. Journal of Strategic Communication Vol. 1, No 1. Jakarta: Universitas Pancasila Reedy, Joel, Shauna Schullo, Kenneth Zimmerman. (2000). Electronic Marketing-Integrating Electronic Resourdes into the Marketing Process. Orlando: The Dryden Press Shimp, T.A. (2010), Advertising, promotion , & other aspects of Integrated Marketing Communication, 8th Edition, South-Western, Cengage Learning. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. (2008). Metode Penelitian Survai. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta. Sumarwan, Ujang, dkk. (2011). Riset Pemasaran dan Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia Suwantara N, Taechamaneesatit T. (2012). The Forms of Integrated Marketing Communication that Effect the Brand Equity Perception in Direct Sale System Comparing Thai and Foreign Cosmetics Brand. International Proceedings of Economics Development & Research. Suyanto. (2007). Marketing Strategy Top Brand Indonesia. Andi, Yogyakarta. www.bps.go.id. Diunduh tanggal 5 Februari 2016 19 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PENGARUH PELAYANAN, HARGA, KEMASAN, INOVASI DAN KEKUATAN MEREK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN RM. GUDEG ADEM AYEM DI SOLO Sri Murwanti1 dan Yudha Anggun Setyo Muldiantoro2, Universiyas Muhammadiyah Surakarta Jln. Ahmad Yani Tromol Pos 1Pabelan Surakarta 57102 Email:[email protected] [email protected] Rizka Ardistya Putri3 Universiyas Muhammadiyah Surakarta Jln. Ahmad Yani Tromol Pos 1Pabelan Surakarta 57102 Abstract The purpose of this research is to know the influence of collectively or partially variable pricing, packaging, service, innovation and brand strength giving influence on consumer satisfaction RM Gudeg Adem Ayem in Solo. This research is a descriptive quantitative research using questionnaires as a means of collecting data were analyzed using the software SPSS data though for Windows version 10. Determination of samples is done using non-probability sampling method through accidental sampling, with the number of respondents who used is 100 people respondents. research results obtained either simultaneously or individually in a variable price, packaging, service, innovation and brand strength giving influence on consumer satisfaction. From the results of the research note that the variable is a variable that provides innovation influences on consumer satisfaction. Keywords: service, Price, packaging, innovation, brand strength and consumer satisfaction 1. Pendahuluan Pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya memajukan pariwisata, salah satu diantaranya adalah pengembangan wisata kuliner, dimana kekayaan budaya berupa makanan tradisional Indonesia menjadi aset atraksi wisata yang berharga. Wisata kuliner Indonesia merupakan industri pariwisata yang sekarang sedang mengalami perkembangan pesat (Wibowo, 2013: 43). Beragam sajian ditawarkan mulai dari makanan khas daerah yang sifatnya tradisional sampai makananmakanan cepat saji yang bersifat modern. Kota Surakarta atau biasa disebut kota Solo dikenal sebagai kota budaya dan pariwisata dengan mengusung slogan “Solo The Spirit of Java” mampu menjadi trend setter bagi kota/kabupaten lainnya utamanya dalam sosial budaya dan ekonomi. Saat ini bisnis rumah makan yang menawarkan makanan atau jajanan ciri khas kota Solo salah satunya adalah rumah makan Gudeg Adem Ayem. Gudeg Adem Ayem di buka pada tahun 1969, Lies Rosmiyati. Gudeg Adem Ayem juga menawarkan menu makanan lain jajan khas solo diantaranya yaitu timlo. Salah satu keunngulan Gudeg Adem Ayem yang sangat di sukai oleh konsumen yaitu gudeg yang mampu bertahan hingga 24 jam. Saat ini kepuasan pelanggan merupakan bagian dari pemasaran dan memainkan peran penting di pasar, Menurut Oliver (2007:31) . Kepuasan pelanggan merupakan hal terpenting yang digunakan untuk menarik konsumen di masa sekarang ini.Dimana untuk menarik pelanggan diperlukan kualitas pelayanan yang baik sehingga dapat menimbulkan kepuasan dari konsumen. Secara umum pelayanan dapat dirtikan melakukan perbuatan yang hasilnya ditunjukan untuk kepentingan orang lain, baik perorangan, maupun kelompok atau 20 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 masyarakat. Menurut Gronroos (Ratminto, 2005:2). Harga merupakan salah satu faktor penting dalam penjualan. Banyak perusahaan bangkrut karena mematok harga yang tidak cocok dipasar. Kemasan yang bagus serta berbeda juga di tampilkan rumah makan Gudeg Adem Ayem untuk menarik minat konsumen sehingga konsumen tersebut menjadi tertarik dan merasa puas. Inovasi merupakan sebuah ide, praktek, atau obyek yang dipahami sebagai sesuatu yang baru oleh masing-masing individu atau unit pengguna lainnya. Merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendeferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing (Kotler dan Keller, 2012: 332). Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin meneliti apakah ada hubungan positif terhadap kepuasan konsumen terhadap RM. Gudeg Adem Ayem. Selanjutnya, untuk mengakomodasi itu semua di lakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PELAYAAN, HARGA, KEMASAN, INOVASI DAN KEKUATAN MEREK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN RM. GUDEG ADEM AYEM DI SOLO” 2. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah disampaikan maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3. 1) Apakah variabel pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen? 2) Apakah variabel harga berpengaruh terhadap kepuasan konsumen? 3) Apakah variabel kemasan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen? 4) Apakah variabel inovasi berpengaruh terhadap kepuasan konsumen? 5) Apakah variabel kekuatan merek berpengaruh terhadap kepuasan konsumen? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih spesifik tentang pengaruh antar variabel yaitu: 1) Pengaruh pelayanan terhadap kepuasan konsumen. 2) Pengaruh harga terhadap kepuasan konsumen. 3) Pengaruh kemasan terhadap kepuasan konsumen. 4) Pengaruh inovasi terhadap kepuasan konsumen. 5) Pengaruh kekuatan merek terhadap kepuasan konsumen. 4. Tinjauan Pustaka Pelayanan merupakan faktor yang sangat penting khususnya bagi perusahaan yang bergerak dibidang jasa. Dimana hal ini fisik produk biasanya ditunjang dengan berbagai macam inisial produk. Adapun inti produk yang dimaksud biasanya merupakan jasa tertentu. Harga menurut Kotler dan Amstrong (2007:344) adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa. Dari teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa harga adalah jumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa sebagai manfaat konsumen itu sendiri Menurut Kotler (1999:227) kemasan adalah kegiatan-kegiatan umum dalam perencanaan barang yang melibatkan penentuan desain dan pembuatan bungkus atau kemasan bagi suatu barang. Nelly dkk (2001) berpendapat bahwa inovasi produk menunjukkan pada pengembangan dan pengenalan produk baru atau dikembangkan yang berhasil dipemasaran. Inovasi produk dapat berupa perubahan desain, komponen dan arsitektur produk. Drucker (1954, dalam Berthon dkk 1999) menyatakan bahwa inovasi produk 21 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 merupakan satu hal yang potensial untuk menciptakan pemikiran dan imajiinasi orang yang pada akhirnya menciptakan pelanggan. Kekuatan merek atau yang sering di sebut juga ekuitas merek (brand equity) menurut Kotler dan Keller (2007) adalah nilai tambah yang diberikan pada pruduk dan jasa. Sedangkan menurut Lamb, et al. (2001) ekuitas merek (brand equity) menunjukan nilai dari perusahaan dan nama merek. Selanjutnya Lamb, et al. (2001) menjelaskan bahwa merek yang mempunyai kesadaran yang tinggi, kualitas yang dirasakan dan kesetiaan merek di antara konsumen mempunyai nilai merek yang tinggi juga. Kepuasan konsumen telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis. Kepuasan pelanggan berkontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatnya reputasi perusahaan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efisiensi dan produksinya (Anderson, et al., 1994; Anderson, et al., 1997; Edvardsson, et al., 2000). Menurut Kotler dan Armstrong (2001), kepuasan pelanggan tergantung pada perkiraan kinerja produk dalam memberikan nilai relatif terhadap harapan pembeli. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2010) dengan judul “ Pengaruh Brand Equity Sepeda Motor Terhadap kepuasan Konsumen” (Studi kasus pengguna sepeda motor Honda pada Universitas Muhammadiyah Purworejo). Hasil Penelitian menyatakan bahwa kekuatan merek (brand equity) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Judul penelitian kolaborasi tentang “ Pengaruh Harga, Kualitas Pelayanan, Dan Nilai Pelanggan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Rumah Makan Di Kota Purwokerto ” yang diteliti oleh Wibowo (2013) Referensi yang saya dapatkan dari penelitian yang di lakukan oleh Akrom (2013) dengan judul “Pengaruh Kemasan, Harga Dan Promosi Terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen Kripik Paru UMKM Sukorejo Kendal”. Bahwa temuan dari penelitian kolaborasi ini menyatakan harga dan kemasan berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian. Penelitian yang dilakukan fernanda (2013) dengan judul “Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas pelayanan, Harga Dan Inovasi Terhadap Kepuasan Konsumen”. Peneliti ini menggunakan jumlah 200 responden menggunakan metode pengambilan sampel non probability, dengan teknik convenience sampling. 5. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 96,6 atau dibulatkan seratus. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang didapatkan langsung dari responden yauti pelanggan RM Adem Ayem Solo. 5.1 Definisi operasional variabelnya adalah: Variabel Kualitas Layanan (X1). Kualitas Layanan adalah sebuah kata yang dibagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik (Supranto 2006: 226). Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur variabel pelayanan adalah: 1) Reliabilitas 2) Responsivitas 3) Jaminan 4) Empati 5) Bukti Fisik 22 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” - ISBN: 978-602-361-041-9 Variable Harga (X2). Harga adalah suatu bagian dalam suatu transaksi jual-beli. Harga pula dihubungkan dengan nilai yang diperoleh dari barang yang dibeli. Menurut Fandy Tjiptono(2007 : 468) harga itu bersifat fleksibel, artinya disesuaikan dengan cepat. Dalam penelitian ini untuk mengukur variable harga dapat menggunakan indikator sebagai berikut: 1) Penetapan Harga Jual 2) Daftar Harga - Variabel Kemasan (X3). Menurut Kotler (1999:227) kemasan adalah kegiatan-kegiatan umum dalam perencanaan barang yang melibatkan penentuan desain dan pembuatan bungkus atau kemasan bagi suatu barang. Indikator yang digunakan untuk mengukur penelitian ini adalah: bahan, logo, warna, ukuran. - Variabel Inovasi (X4). Inovasi produk diartikan sebagai suatu terobosan yang berkaitan dengan penciptaan produk-produk baru (Wahyono, 2002, p. 28-29). - Variabel Kekuatan Merek (X5). Kekuatan merek atau yang sering di sebut juga ekuitas merek (brand equity) menurut Kotler dan Keller (2007) adalah nilai tambah yang diberikan pada pruduk dan jasa. Adapun indikator kekuatan merek pada penelitian ini,yaitu: kesadaran merek, asosiasi merek, mutu yang dirasakan, loyalitas merek. - Variabel Dependen Variabel merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat kartena adanya variabel independen. Dalam penelitian ini yang di jadikan variabel dependen adalah Variabel Kepuasan (Y). Kepuasan adalah fungsi perbedaan antara kinerja yang dirasakan (perceived performance) dengan harapan (expeciations). Indikatornya sebagai berikut : pelayanan yang baik, harga yang cukup terjangkau, kemasan yang menarik, inovasi akan produk yang baru dan kekuatan merek yang dikenal banyak konsumen. 6. Pengujian Hipotesis 6.1 Uji Ketepatan Model (Uji F/ Overall Test). Uji ketepatan model (uji F/ overall test) digunakan untuk melakukan pengujian signifikasi semua variabel bebas secara serentak atau bersama-sama terhadap variabel terikat. Jika hasil yang didapat dari pengujian tersebut nilai Fhitung> Ftabel, maka variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. Sebaliknya jika hasil yang didapat Fhitung < dari Ftabel, maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Duwi Priyatno, 2009 : 53). Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai Fhitung (13,408) > Ftabel (2,70) Ho ditolak dan Ha yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara variabel bebas dengan variabel terikat. 6.2 Uji Ketepatan Parameter (Uji t / t test). Uji ketepatan parameter (uji t/ t test) dipergunakan untuk menentukan seberapa signifikan variabel- variabel kepuasan (pelayanan), X2 (harga), X3 (kemasan), X4 (inovasi) dan X5 (kekuatan merek) berpengaruh terhadap kepuasan Konsumen . Jika t hitung < dari t tabel hitung > dari t tabel maka variabel tersebut tidak signifikan (Duwi Priyatno, 2009 : 55). 23 maka variabel tersebut signifikan. Sebaliknya jika t Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Dari hasil analisis,Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara pelayanan dengan kepuasan Konsumen . Selain itu dilihat dari nilai sig maka nilai sig untuk variabel pelayanan adalah < 0,05 (0,009<0,05). Pada variabel harga, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara harga dengan kepuasan Konsumen . Dari nilai sig didapat bahwa nilai sig untuk variabel citra adalah < 0,05 (0,037<0,05). Untuk variabel kemasan, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara kemasan dengan kepuasan Konsumen . Dari nilai sig didapat bahwa nilai sig untuk variabel kemasan adalah < 0,05 (0,017<0,05). Pada variabel inovasi, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara inovasi dengan kepuasan Konsumen . Dari nilai sig didapat bahwa nilai sig untuk variabel inovasi adalah < 0,05 (0,000<0,05). Variabel bebas kekuatan merek Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara fasilitas dengan kepuasan Konsumen . Selain itu dilihat dari nilai sig maka nilai sig untuk variabel kekuatan merek adalah < 0,05 (0,032<0,05). 6.3 Uji Koefisien Determinasi (R2) Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa model yang dipergunakan variabel-variabel bebasnya memberikan sumbangan positif yaitu sebesar 85,6% terhadap variabel terikat. Sedangkan variabel lain yang memberikan pengaruh terhadap kepuasan Konsumen namun tidak diikut sertakan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah sejumlah 14,4%. 7. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Ada pengaruh pelayanan terhadap kepuasan konsumen, hal ini dapat dibuktikan dari nilai thtung (1,914) > ttabel (1,660). Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh pelayanan terhadap kepuasan konsumen terbukti kebenarannya. 2) Terdapat pengaruh harga terhadap kepuasan konsumen, hal ini dapat dibuktikan dari nilai thtung (1,885) > ttabel (1,660). Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh harga terhadap kepuasan konsumen terbukti kebenaranya. 3) Ada pengaruh kemasan terhadap kepuasan konsumen, hal ini dapat dibuktikan dari nilai thtung (1,707) > ttabel (1,660). Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh kemasan terhadap kepuasan konsumen terbukti kebenarannya. 4) Terdapat pengaruh inovasi terhadap kepuasan konsumen, hal ini dapat dibuktikan dari nilai thtung (4,762) > ttabel (1,660). Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh inovasi terhadap kepuasan konsumen terbukti kebenarannya. 5) Terdapat pengaruh kekuatan merek terhadap kepuasan konsumen, hal ini dapat dibuktikan dari nilai thtung (2,975) > ttabel (1,660). Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh kekuatan merek terhadap kepuasan konsumen terbukti kebenarannya. Daftar Pustaka Anderson, E.W., C. Fornell and R.R Lehman., 1994,” Customer satisfaction, markrt share, and profitability”, Findings from Sweden,” journal of marketing, Vol. 58 (1) : pp. 53-66. Anderson, E.W., C. Fornell and R.T. Rust. 1997,” Customer satisfaction,productivity and profitability : between goods and services”, Marketing Science, Vol.16 (2) : pp. 129-145 24 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Andreassen ,T. W. dan B. Lindestad. 1997. Customer Loyalty and Complex Services: The impact of Corporate Image on Quality, Customer Satisfaction and Loyalty for Customers with Varying Degrees of Service Expertise. International Journal of Service Industry Managerment. 9 (1):7-23 Boone, L. E. dan D. Kurtz. 2007. Pengantar Bisnis Kontemporer. Edisi 11. Jakarta : Salemba Empat . Caruana, Robert, Arthur H. Money dan Pierre R. Berthon. 2000. Service quality andsatisfaction-the moderating role of value, Europen Journal of Marketing. Crespell dan Hansen, 2008 dalam Santoso Renata,” Proses Inovasi Batik Semarangan di Batik 16”. 2011. Hal. 21-22. Duwi Priyatno, 2009. Analisis Kuantitatif Dengan SPSS. Elex Komindo, Jakarta. Hartanto, juzan tri. 2010.” Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa Perbankan Terhadap Kepuasan Nasabah”, Program magistar Manajemen, Universitas Gunadarrma. Ivancevich, Lorenzi Skinner, dan Crosby. 2000. Manajemen Kualitas dan Kompetitif. Terjemahan Mohamad Musa. Jakarta : Fajar Agung. Kotler, Philip, 2000. Manajemen Pemasaran Edisi Milinieum , Edisi Kesepuluh, Edisi Bahasa Indonesia, PT. Prenhalindo, Jakarta. Kotler, Philip dan G. Amstrong . 2001. Prinsip – Prinsip Pemasaran, Erlangga. Jakarta Kotler, Philip, 2010 Manajemen pemasaran, Edisi Millenium, benyamin Molan (Terjemahan), Prehalindo, Jakarta. Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 1997. Prinsip-prinsip pemasaran Jilid I. Erlangga, Jakarta. Lupiyoadi, Rambat , dan Hamdani, A. 2008. Manajemen Pemasaran Jasa . Jakarta: Salemba Empat. Manoppo, F. 2013,” Kualitas Pelayanan , dan SERVICESCAPE Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Konsumen pada HOTEL GRAN PURI MANADO”, Jurnal EMBA, Vol. 1 (4), Th. 2013: Hal.1341-1. Mongkaren, S. 2013,” Fasilitas dan Kualitas Pelayanan Pengaruhnya terhadap Pengguna Jasa Rumah Sakit Advent Manado”, Jurnal EMBA, Vol.1 (4), th. 2013: Hal. 493-503. Ratmiko dan Atik Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Ridwan, Anggraeini. ” Pengaruh Brand Equity Sepeda Motor Terhadap Kepuasan Konsumen”. Jurnal 2010 Tjiptono, Fandy dan G. Chandra. 2005. Service, Quality, & Satisfaction. Penerbit Andi. Yogyakarta Tjiptono, Fandy. 2006, Manajemen Pelayanan Jasa, Penerbit Andi, Yogyakarta. Tjiptono, Fandy. 2009, Manajemen Jasa, Andi Offset, Yogyakarta. Tse. D.K. dan P. C Wilson (1998), “ Models of Consumer Satisfaction Formantion: anExtension”. Journal of Marketing Research. Wahyono, 2002, Orientasi Pasar dan Inovasi: Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pemasaran, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Vol.1, No.1, Mei. Westbrook, R.A, and M.D. Reilly., 1983, “Value-value disparity: An alternative to the disconfirmation of expectation theory of consumer satisfaction”, In Bagozzi, R.P and A.M. Tybout (eds), Advances in consumer Research 10. Ann Arbour,M1: Association for Consummer Research, pp, 84-91. Yamit,Z. (2004). Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Ekonesia, Yogyakarta. Zeithaml, V. A and Bitner, M.J., 2000,” Service Marketing, Integrating Customer Focus Across The firm, International Edition, Second Edition. McGrow-Hill Higher Education, USA. Zimmer. 2008 dalam Santoso , Renata.” Proses Inovasi Batik Semarangan di Batik 16”. 2011, Hal: 20-21. 25 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PENGELOLAAN PEMASARAN WISATA PULAU KECIL DALAM RANGKA PENINGKATAN WISATAWAN DOMESTI DAN INTERNASIONAL DI PULAU BAWEAN GRESIK Asat Rizal1 dan Wiwit Hariyanto2 Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA) Jl. Raya Gelam No. 250 Candi Sidoarjo, Telp (031) 8921938, ext 18, Fax (031)8949333 E-mail : [email protected] Boy Isma Putra Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA) Jl. Raya Gelam No. 250 Candi Sidoarjo, Telp (031) 8921938, ext 18, Fax (031)8949333 Djohan Mashudi Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya - Gunung Anyar Surabaya, Telp. 031 8706369 Faks.8706372 ABSTRACT The purpose of this study is to formulate a management study of the small island tourism marketing in order to increase domestic and international travelers. The method used is to use a qualitative approach, and use data collection techniques with in-depth interviews, documentation and observation. The results of this study indicate that the management of tourism marketing to increase domestic and international tourists through Intangibility, perishability and inseparability. Tourism marketing management requires a special treatment in order to increase the number of domestic and international tourists, which is associated with the tourism industry on the island of Baleen is focused on the role of government that is still very low in order to be able to better manage simultaneously develop tourismmarketingBawean Keywords: Marketing, Tourism, Domestic and International 1. Pendahuluan Era globalisasi yang ditandai oleh kemajuan teknologi komunikasi dan infomasi ternyata tidak hanya berimplikasi pada perubahan tata kehidupan sosial budaya, politik dan ekonomi namun juga terhadap dunia pariwisata. Teknologi tersebut telah, sedang dan akan merubah kehidupan manusia dengan menjanjikan cara kerja dan cara hidup lebih efektif dan efesien, bermanfaat dan kreatif sehingga pelaku bisnis dituntut memiliki kwalifikasi lebih, tidak hanya mampu memproduk atau menghasilkan barang dan jasa, akan tetapi harus mampu mencari peluang dan kreatif membuat inovasi baru dalam rangka menghadapi persaingan yang sangat kompetitif, sehingga perlu pemaknaan ulang terhadap kebijakan yang telah dilaksanakan mengingat pertumbuhan dan perkembangan destinsi pariwisata tumbuh dan berkembang sangat pesat dan kompetitif baik bentuk maupun jumlah Para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam bidang pariwisata mulai menaruh perhatian terhadap arti pentingnya pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development). Data dari World Tourism Organization menunjukkan bahwa dalam satu dekade belakangan ini telah terjadi pergeseran yang sangat signifikan dalam peta perjalanan wisata dunia maupun regional. Perubahan ini dapat dilihat dari segi 26 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 jumlah kedatangan wisatawan ke berbagai negara atau daerah tujuan wisata, negara-negara yang menjadi sumber wisatawan, jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan, pola perjalanan, serta perilaku dari wisatawan itu sendiri, perubahan ini tidak terlepas dari dinamika yang terjadi, baik dilihat dari sisi permintaan (deman ) maupun dari sisi pasokan (supply ) produk-produk wisata dari berbagai negara atau daerah tujuan wisata. Ross (2005) mendefinisikan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand) dan sisi pasokan (supply). keberhasilan dalam pemasaran pariwisata di suatu daerah sangat tergantung kepada kemampuan perencanaan dalam mengintegrasikan kedua sisi tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana pemasaran pariwisata. Indonesia merupakan salah satu negara yang menandatangi perjanjian WTO (World Tourism Organization) atau organisasi turis dunia pada tahun 1994. Pariwisata di Indonesia dewasa ini semakin mendapat perhatian pemerintah mengingat akan manfaat yang besar dari sektor ini sebagai penghasil devisa diluar minyak dan migas, disamping itu pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU. nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai landasan pelaksanaan Otonomi Daerah yang di implimentasi secara penuh pada tahun 2001, sehingga Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih mandiri dan kreatif menggali potensi atau kekayaan alam yang ada di daerah masing masing, baik berupa sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dengan tujuan agar daerah memiliki tingkat kemandirian yang lebih besar. Visit Indonesia 2008 yang telah dicanangkan Pemerintah Indonesia merupakan tahun kunjungan wisata dalam rangka menarik minat wisatawan manca negara mapun domestik berkunjung ke destinasi wisata di Indonesia. Potensi pulau pulau kecil (PPK) di Indonesia yang tersebar begitu banyak dari sabang sampai meraoke belum mendapatkan perhatian yang maksimal oleh pemerintah pusat dan daerah, sehingga banyak sumberdaya alam di pulau pulau kecil (PPK) kalau dikelola secara maksimal dengan pendekatan kearifan local dapat meningkatkan pendapatan penduduk, membuka lapangan kerja dan kesempatan berwirausaha disamping secara tidak langsung dapat memberikan sumbangsih terhadap pendatan asli daerah (PAD) dan pertumbuhan ekonomi negara di luar minyak dan migas. Fokus pemerintah dewasa ini masih pada tataran pada obyek wisata yang sudah maju dan berkembang yang menjadi perhatian dan kurang berinovasi terhadap bentuk pengembangan wisata yang lain Pulau Bawean merupakan gugusan kepulauan masuk wilayah Kabupaten Gresik yang terletak di Laut Jawa, sekitar 80 Mil atau 120 kilometer sebelah utara Gresik. Secara geografis Pulau Bawean terletak antara 112 45’ Bujur Timur dan 5 45’ Lintang Selatan. Luas wilayah sebesar 196,27 Km, yang terdiri dua Kecamatan Sangkapura dengan luas 118.72 Km meliputi 17 Desa dan Kecamatan Tambak luasnya 77.55 Km meliputi Desa 13. Jumlah Penduduk 112.532 jiwa, yang terdiri dari pengunungan dan dikelilingi lautan memiliki panorama alam yang indah dan udara yang bersih dan segar dikala malam hari udara sangat dingin. Pulau Bawean memiliki beberapa obyek wisata yang indah seperti, Danau Kastoba, Air Terjun, Pantai Tajung Ga’ang, Pasir putih, Air panas, Selayar dan pulau Noko, pulau Nosa, pulau China, penangkaran Rusa, terumbuh karang, wisata gunung atau alam dan relegim, semua obyek wisata yang ada masih terlihat keasliannya. Pulau Bawean belum banyak dikenal oleh para wisatawan baik domestik atau manca Negara hal ini tidak lepas dari kurangnya informasi tentang obyek wisata yang ada, sehingga wisatawan berkunjung ke pulau Bawean sangat minim, disamping tidak lepas pengelolaan dan pemasaran pariwisata yang kurang profesional 27 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dan masih berjalan apa adanya, karena kurangnya dukungan pemerintah kabupaten Gersik, investor dan masyarakat setempat, dapat dilihat dari infrastruktur di area obyek wisata yang belum memadai, yang mencakup akses jalan menuju obyek wisata yang masih alami (rusak), saluran listrik, komunikasi dan tempat duduk atau gazebo yang merupakan tempat peristirahatan dalam menikmati parorama wisata belum tersedia, disamping itu belum tidak adanya standart keselamatan dan keamanan pada obyek bahari, dan tidak kalah pentingnya akses tranportasi Gresik menuju Pulau Bawean yang kurang memadai dari sisi jadwal keberangkatan, keamanan dalam pelayaran dan kelayakan kapal itu sendiri. Pemerintah provensi Jawa Timur sejak tahun 2005 pulau Bawean sudah diwacakan akan dijadikan bagian ikon wisata Jawa Timur sampai saat ini belum terealisasi (media Bawean 2005), dalam bentuk nyata telah dilakukannya pembangunan Lapangan Terbang (Lapter) perintis dalam rangka memberikan solusi mendukung sarana tranportasi, persoalannya sampai saat ini belum terselesaikan. Kurangnya dukungan Pemerintah Kabupaten Gresik terhadap pariwisata pulau Bawean diakui oleh Bupati, pemerintah daerah Gresik akan menata pulau Bawean lebih maju, dan kami sudah menyusun tata ruangnya sesuai dengan perencanaan yang matang dengan mengedepankan perencanaan pariwisata, dan sampai saat ini obyek wisata pulau Bawean yang ditawarkan hanya kulitnya saja sehingga perlu digali lebih dalam. Oleh karena itu, pemkab Gresik akan berupaya memprogramkan Bawean sebagai kepulaun destinasi wisata dan sebagai ikon kabupaten Gresik.(Antara News Jatim 13 Juli 2012), menjadi persolan tujuan wisata ke Bawean salah satunya dikarenakan tranportasi selama ini kurang memadai sehingga perlu adanya kerjasa sama atau menggandeng investor.(Media Bawean 14 Juli 2012) Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1). Bagaimana rumusan indikator ideal pemasaran pariwisata untuk meningkatkan wisatawan domestik maupun internasional berkunjung ke Pulau Bawean ?, (2). Bagaimana pengelolaan pemasaran pariwisata untuk meningkatkan wisatawan domestik maupun internasional berkunjung ke Pulau Bawean ?. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah (1). Untuk merumuskan indikator ideal pemasaran pariwisata untuk meningkatkan wisatawan domestik maupun internasional berkunjung ke Pulau Bawean ?, (2). Untuk mengetahui pengelolaan pemasaran pariwisata untuk meningkatkan wisatawan domestik maupun internasional berkunjung ke Pulau Bawean ? 2. Tinjauan Teoritis 2.1 Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosisal dan manajemerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang diinginkan dan dibutuhkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan pproduk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler P. Dalam Teguh 1997.8) Kebanyakan diantara kita masih beranggapan bila berbicara masalah pemasaran umumnya yang dimaksud adalah permintaan atau pembelian dan harga. Mereka menganggap pemasaran sama dengan penjualan, atau hanya kegiatan pengeceran (retailing) atau perdagangan, pembelian, transaksi atau pendistribusian. Dari pengertian lama tersebut lalu timbul anggapan bahwa pemasaran hanya dilakukan pada suatu bagian dari suatu perusahaan. Pandangan yang sempit dalam pengertian pemasaran juga menyebabkan banyak pengusaha atau dunia usaha masih berorientasi pada produksi, atau berpikir dari segi produksi. Mereka menekankan produk apa yang dapat dihasilkan, bukan produk apa yang dapat dipasarkan. Keterbatasan pengertian pemasaran ini menyebabkan banyak perusahaan yang mengalami kesulitan dalam kelangsungan hidupnya pada akhir-akhir ini. Hal ini karena persaingan yang semakin meningkat dalam 28 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 pemasaran produk yang ada. Melihat makin ketatnya persaingan, makin besarnya tuntutan kepuasan pelanggan, maka tidak boleh tidak pengertian marketing telah mengalami redefinisi menjadi pengertian yang lebih luas. Pemasaran merupakan proses kegiatan yang mulai jauh sebelum barang-barang atau bahan baku masuk ke dalam proses produksi. Keputusan pemasaran harus sudah dibuat jauh sebelum produk dihasilkan, seperti membuat keputusan mengenai desain, mutu, pasar sasaran, harga kemasan dan promosinya. Jadi keputusan tenntang suatu produk harus dikaitkan dengan sasaran pasar yang dituju.(Tjipto.F.1999.6) Kebutuhan manusia akan menimbulkan keinginan yaitu merupakan pola kebutuhan yang dibentuk oleh kebudayaan dan kepribadian individu. Akibatnya keinginan akan berbeda dan tergantung dari budaya dan kepribadian individu. Manusia memiliki keinginan yang tidak terbatas, tetapi sumberdayanya terbatas, akibatnya mereka memilih produk-produk yang member kepuasan tertinggi untuk sumberdaya yang terbatas. Keinginan didukung oleh daya beli menjadi permintaan. Adanya permintaan akan direspon oleh perusahaan untuk menyediakan produk produk yang diperlukan oleh manusia untuk memuaskannya. Produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar sebagai pemuas, sebagai tawaran untuk dimiliki, digunakan untuk konsumsi, yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Pemasaran terjadi apabila orang memutuskan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya melalui pertukaran. Jadi pertukaran adalah tindakan untuk memperoleh obyek yang diinginkan oleh seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya. Pertukaran merupakan bagian inti dari pemasaran dan bila terjadi persepsi, nilai-nilai antara dua pihak sampailah pada apa yang disebut trasnsaksi. Dengan adanya transaksi akan membuahkan suatu interaksi antara pembeli dan penjual melalui suatu media yang disebut pasar. Dengan adanya pasar, untuk mewujudkan pertukaran demi memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia maka terjadilah kegiatan pemasaran. 2.2 Manajemen Pemasaran Penanganan proses pertukaran memerlukan banyak waktu dan keahlian, Manajemen pemasaran terjadi apabila sekurang-kurangnya satu pihak dari pertukaran potensial memikirkan cara untuk mendapatkan tanggapan pihak lain sesuai dengan yang dikehendaki. Definisi manajemen pemasaran yang disetujui oleh Asosiasi Pemasaran Amerika (AMA) yaitu mempunyai pengertian sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan tujuan individu dan organisasi. ( Kotler, 1997) Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang dan jasa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan kelompok sasaran yang memenuhi tujuan pelanggan dan organisasi (Kotler,Susanto 2000). Secara ringkas, manajemen pemasaran ialah proses untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu atau oleh perusahaan. Logika dari definisi di atas, ialah apabila seseorang atau perusahaan ingin memperbaiki pemasarannya maka ia harus melakukan kegiatan pemasaran itu sebaik mungkin. Pengertian ini mempunyai implikasi yaitu manajemen pemasaran ini merupakan suatu proses. Penekanan pada efisiensi dan efektivitas erat hubungannnya dengan produktivitas. 2.3 Pemasaran Pariwisata Pariwisata, sebagai salah satu produk pelayanan khusus, mencakup beberapa hal spesifik yang harus dipahami dengan baik jika suatu usaha pariwisata mau memaksimalisasi potensinya untuk sukses. Harus dipahami bahwa jika kita membahas soal produk pariwisata maka kita juga membahas produk yang 29 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 berhubungan erat dengan hospitality dan leisure. Hal ini juga berarti penyediaan layanan produk umumnya yang bisa temui dipasaran. Pemahaman akan kompleksitas layanan produk pariwisata merupakan prasyarat esensial untuk mencapai pemasaran yang berhasil. Sebagai salah satu produk layanan atau jasa, pariwisata mempunyai beberapa dimensi yang sangat berbeda dengan dimensi produk umum yang kita temui di pasaran sehari-hari, yaitu sebagai berikut : 1. Intangibility Produk jasa atau layanan berarti produk yang ditawarkan tidak berbentuk seperti barang nyata yang bisa kita temui dalam pengertian produk yang bisa dilihat dan dipajang di pasar, toko, atau tempat penjualan lainnya. Konsekuensinya, produk yang intagible ini tidak bisa di evaluasi atau didemontrasikan sebelum dipakai atau dibeli. Umunya produk pariwisata berkaitan dengan jaminan keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karenanya pemasaran produk pariwisata akan menghadapi tantangan yang besar karena tempat dan waktu selalu berubah dan mempengaruhi kualitas produk. Salah satu solusi untuk membantu pemasar produk jasa pariwisata adalah dengan membuat brosur, video, dan berbagai sarana informasi mengenai jenis produk pariwisata yang ditawarkan guna meningkatkan tangibility produk tersebut. Pemasaran pariwisata harus mampu menyediakan branding yang jelas dan terkelola dengan baik atas produk pariwisata. Wujud dari produk pariwisata umumnya ada dalam benak calon konsumen. 2. Perishability Produk jasa atau layanan pariwisata tidak seperti barang-barang pabrik, tidak dapat disimpan untuk dijual di kemudian hari, Hal ini menyebabkan industri pariwisata memiliki risiko yang cukup tinggi. Pemasar dalam industri pariwisata harus mengombinasikan beragam kebijakan harga dan promosi dalam usaha menjual produk dalam masa sepi dan membuat sinkronisasi yang lebih baik antara penawaran dengan permintaan pasar. Sebaliknya sering terjadi pada saat waktu tertentu, industri pariwisata kesulitan memenuhi permintaan pasar dan mengenakan harga yang jauh lebih tinggi atau menggunakan sistem antri sebagai mekanisme kontrol. Namun untuk di saat sepi diperlukan kreativitas pemasaran yang lebih baik. Untuk mengantisipasi sifat produk yang perishability ini diperlukan usaha pemasaran untuk membuat pemasaran produk dan mengelola permintaan pasar dengan melakukan bauran pemasaran (marketing mix). Perlu juga menggunakan sistem reservasi terkomputerisasi untuk meramalkan dan menyusun strategi pemasaran jika permintaan ada dibawah rata-rata. 3. Inseparability Produk jasa atau pelayan seperti pariwisata biasanya merupakan produk yang dibentuk dari berbagai produk pendukung yang terpisah-pisah. Misalnya, mulai dari tour dan trave, airlines, hotel, restoran dan sebagainya. Hal yang demikian mengandung risiko sebab tiap produk pendukung digerakkan oleh organisasi yang berbeda dan juga memiliki standar kualitas pelayanan yang berbeda. Variasi muncul karena sifat produk pariwisata yang terpisah-pisah. Proses konsumsi dan produksi yang berlangsung simultan dan terpisah menyebabakan sulitnya memastikan tingkat kepuasan konsumen secara keseluruhan. 30 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membuat program penjamin mutu mengingat sifat produk jasa pariwisata menyangkut hubungan interpersonal di mana kinerja karyawan atau penyedia layanan secara langsung berhubungan dan menentukan tingkat kepuasan dan pengalaman konsumen. Penjaminan mutu menjadi sangat penting sebagai dasar perencanaan keunggulan kompetitif dengan pesaing dengan pesaing dan mengontrol standar pelayanan dari karyawan saat melayani konsumen. Untuk menekan masalah yang timbul akibat sifat produk yang terpisah-pisah ini adalah dengan melakukan pelatihan yang insentif terhadap semua karyawan perusahaan di semua lini. 3. Metode Penelitian 3.1 Obyek Penelitian Lokasi yang akan diteliti sebagai tempat penelitian adalah pulau Bawean Kabupaten Gresik yang letaknya sekitar 80 Mil atau 120 kilometer sebelah utara Gresik jarak ditempuh perjalanan selama 3 (tiga) jam dengan menggunkan kapal cepat (jett foil) dan 8-10 jam kapal feri. dua batasan wilayah studi secara geografis meliputi dua wilayah Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak, yang meliputi beberapa obyek wisata yaitu Air panas, Danau Kastoba, Air Terjun, Pantai Tajung Ga’ang, Pasir putih, Selayar dan pulau Noko, pulau Nosa, pulau China, penangkaran Rusa dan Terumbuh karang. Obyek wisata ini belum dikelola secara professional masih tradisional sehingga kedatangan wisnu dan wisman dengan perjalanan sendiri 3.2 Metode dan Prosedur Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan cara survey yaitu in depth interview, dokumentasi, dan observasi. a. In Depth Interview In depth interview akan dilakukan sebagai bagian dari penelitian dengan pendekatan kualitatif. In depth interview dilakukan dengan cara wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur terhadap key informant yang telah ditetapkan sebelumnya (Moleong, 2000). In depth interview dilakukan untuk memahami pariwisata di Pulau Bawean ini, seluk beluk dan persaingan dengan pulau kecil yang lain, dan indikator-indikator ideal yang menarik wisatawan domestic maupun internasional berkunjung ke Pulau Bawean. b. Dokumentasi Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data-data terkait dengan pariwisata Pulau Bawean selama ini dan data lain yang terkait. Data bisa berasal dari data primer maupun data sekunder seperti jumlah kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun dari luar. Data ini bisa diperoleh dari searching di internet, atau dari media massa lainnya. c. Observasi Observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke obyek penelitian. Observasi dilakukan guna memahami obyek penelitian dan aktivitas yang ada di dalamnya. Misalnya aktivitas pemasaran yang terkait dengan pengelolaan pariwisata baik dari dalam maupun dari luar. Dengan melakukan observasi ini akan melengkapi data in depth interview dan data dokumentasi. d. Focus Group Disscussion (FGD) Focus Group Discussion (FGD) digunakan untuk mengumpulkan data terkait dengan rumusan dimensi ideal pemasaran pariwisata yang dapat menarik wisatawan domestic maupun internasional berkunjung ke Pulau Bawean. FGD dimaksudkan untuk mengungkapkan pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu (Bungin, 2003). FGD 31 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dilakukan dalam sebuah forum yang mengundang pihak yang terlibat di Pulau Bawean, pakar pemasaran dari akademisi maupun praktisi, dan pihak lain yang banyak terlibat dan konsen dalam bidang pariwisata. 3.3 Teknik Analisis Data Ada dua tahap analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif ini yakni a. Triangulasi Data Triangulasi data digunakan untuk menguji realibilitas dan validitas data penelitian kualitatif (Moleong, 2000:127). Cara yang dapat dilakukan adalah cross check dengan membandingkan data dokumentasi dengan data in depth interview dan data observasi. Pemeriksaaan keabsahan data dapat pula dilakukan dengan pengecekan anggota (Moleong, 2000:181) yakni hasil interview dengan satu orang dimintakan tanggapan dengan orang yang berbeda. b. Domain dan Taksonomi Analisis domain dan taksonomi digunakan untuk merumuskan dimensi ideal pemasaran pariwisata yang dapat menarik wisatawan domestic maupun internasional berkunjung ke Pulau Bawean. Pada tahapan ini akan digunakan keseluruhan data yang diperoleh baik dari data in depth interview, dokumentasi, observasi, dan FGD. Analisis domain akan dibuat oleh peneliti dengan membuat lembar kerja domain indikator ideal pemasaran pariwisata. Juga akan dibuat lembar kerja domain berikutnya tentang pengelolaan pemasaran pariwisata yang dapat menarik wisatawan domestic maupun internasional berkunjung ke Pulau Bawean. Selanjutnya akan dibuat analisis taksonomi pada tahap eksplorasi terfokus. Analisis domain dan analisis taksonomis dilakukan secara simultan saat pengumpulan data di lapangan. 4. Analisis dan Pembahasan 4.1 Indikator Ideal Intangibility, Perishability dan Inseparability Dari Pemasaran Pariwisata Komponen atau variabel dari pemasaran pariwisata terdiri dari Intangibility, Perishability dan Inseparability. NO 1 2 3 Tabel 1 Daftar Indikator Penelitian Berdasarkan Tinjauan Teoritis Intangibility, Perishability dan Inseparability VARIABEL INDIKATOR Intangibility 1. Objek Wisata 2. Sarana dan Prasarana 3. Keramahan Penduduk 4. Keamanan Perishability 1. Produk 2. Harga 3. Distribusi 4. Promosi 5. Sumber Daya Manusia 6. Pelayanan 7. Proses Inseparability 1. Biro Perjalanan 2. Hotel 3. Rumah Makan 4. Keamanan 32 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 2 Daftar Indikator Ideal Intangibility, Perishability dan Inseparability NO 1 VARIABEL Intangibility 1. 2. 3. 2 Perishability 1. 2. 3. 4. 5. 3 Inseparability 1. 2. 3. Sumber : Diskusi terbatas tanggal 18 Juni 2014 INDIKATOR Objek Wisata Sarana dan Prasarana Keramahan Penduduk Produk Harga Distribusi Promosi Sumber Daya Manusia Biro Perjalanan Hotel Rumah Makan 4.2 Pengelolaan Pemasaran Pariwisata Guna Peningkatan Wisatawan Domestik dan Internasional Berkunjung Ke Pulau Bawean 1. Pengelolaan Intangibility : Bentuk Intangibility dalam sebuah pemasaran pariwisata merupakan sebuah produk jasa atau layanan berarti produk yang ditawarkan tidak berbentuk seperti barang nyata yang bisa kita temui dalam pengertian produk yang bisa dilihat dan dipajang di pasar, toko, atau tempat penjualan lainnya. Karena produk tersebut tidak berbentuk barang nyata maka Intangibility lebih identik dengan sebuah atraksi atau daya tarik apabila dikaitkan dengan sebuah pariwisata. Berdasarkan hasil diskusi terbatas sebelumnya dapat diketahui bahwa indikator ideal dalam pengelolaan Intangibility ada 3 indikator ideal diantaranya adalah objek wisata, sarana dan prasarana serta keramah-tamahan penduduk. Apabila dikaitkan dengan dunia pariwisata yang ada dilapangan maka ketiga indicator tersebut adalah yang paling dominan dari pada indicator yang lain dalam menciptakan Intangibility dari sebuah pemasaran pariwisata. a. Objek Wisata Pulau Bawean merupakan gugusan kepulauan masuk wilayah Kabupaten Gresik yang terletak di Laut Jawa, sekitar 80 Mil atau 120 kilometer sebelah utara Gresik. Secara geografis Pulau Bawean terletak antara 112 45’ Bujur Timur dan 5 45’ Lintang Selatan. Luas wilayah sebesar 196,27 Km, yang terdiri dua Kecamatan Sangkapura dengan luas 118.72 Km meliputi 17 Desa dan Kecamatan Tambak luasnya 77.55 Km meliputi Desa 13. Jumlah Penduduk 112.532 jiwa, yang terdiri dari pengunungan dan dikelilingi lautan serta beberapa pulau kecil yang ada di sekelilingnya. Dari letak geografis tersebut maka wisatawan yang akan berkunjung ke Pulau Bawean sudah dapat memprediksi daya tarik atau atraksi apa yang ada dan ditawarkan oleh Pulau Bawean untuk bisa meningkatkan kunjungan wisata baik domestic maupun internasional. Sebagai daya tarik atau atraksi, objek wisata yang ada di Pulau Bawean banyak didominasi oleh objek wisata marintim atau dalam bentuk keindahan pantai serta pulau kecil yang ada disekelilingnya. Dari penjelasan atau tanggapan diatas bisa disimpulkan bahwa objek wisata yang ada di Pulau Bawean memang belum dikelola dengan baik dan professional, meskipun objek yang ditawarkan sangan indah. Dari keadaan 33 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 ini bisa dipastikan bahwa wisatawan yang akan datang ke Pulau Bawean akan mengalami penurunan. Apabila objek wisata ini dapat dikelola dengan baik maka wisatawan akan datang dengan sendirinya karena berdasarkan atraksi atau daya tarik yang diberikan oleh objek-objek wisata tersebut tidak diragukan lagi keindahannya. Terdapat beberapa cara dari kondisi tersebut untuk menciptakan sebuah pengelolaan pariwisata yang berhubungan dengan objek wisata dengan atraksinya atau daya tariknya yaitu menggandeng pihak swasta untuk mengelola berbagai objek wisata yang ada di Pulau bawean, terus mengupayakan campur tangan pemerintah untuk mengelola berbagai objek wisata yang ada dan yang tidak kalah pentingnya adalah menurunkan status dari konservasi alam atau alam yang dilindungi dari Dinas Sumber Daya Alam ke status pengelolaan oleh Departemen Pariwisata. b. Sarana dan Prasarana Selain daya tarik / atraksi dari sebuah objek wisata maka untuk meningkatkan pemasaran pariwisata ada satu indicator lainnya yang juga mempunyai pengaruh atau indicator ideal dalam pemasaran pariwisata yaitu sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana memang juga memegang peranan penting dalam peningkatan wisatawan, ini bisa dibuktikan betapa pentingnya akses untuk menuju ke tempat atau objek wisata yang dituju. Di Pulau Bawean Sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang wisatawan juga sangat minim diantaranya adalah dari segi transportasi penyebrangan dari Gresik ke Bawean armada kapal laut yang tersedia hanya pada hari tertentu saja, jalan raya di Pulau Bawean juga masih sempit lebih-lebih jalan untuk bisa masuk atau akses ke dalam objek wisata juga masih minim sekali. c. Keramah-tamahan Penduduk Sekitar Keramah-tamahan dari penduduk suatu wilayah mencerminkan pribadi dari masyarakat wilayah tersebut, ini menandakan bahwa suatu keramah-tamahan itu mencerminkan bagaimana kita menjadi tuan rumah yang baik. Di Pulau Bawean hal ini tidak diragukan ragi, bahwa masyarakat disana begitu menerima siapa saja yang datang untuk berkunjung didaerahnya. Jadi pengelolan pemasaran pariwisata di Pulau Bawean menyangkut keramah-tamahan memang sudah terkelola dengan baik. Ini bisa dibuktikan dengan banyaknya orang-orang pendatang yang tinggal agak lama disana atau bahkan kehadiran turis disana disambut dengan tangan terbuka. Kepribadian yang ada sekarang ini menjadi modal penting untuk pengelolaan sebuah keramah-tamahan dalam menunjang pemasaran pariwisata. Tinggal bagaimana menambhkan adanya paguyupan untuk menyambut para wisatawan yang datang baik domestic maupun internasional. 2. Pengelolaan Perishability : Bentuk perishability adalah mengombinasikan beragam kebijakan harga dan promosi dalam usaha menjual produk dalam masa sepi dan membuat sinkronisasi yang lebih baik antara penawaran dengan permintaan pasar. Disamping tidak bisa melupakan produk maupun saluran distribusinya. Untuk mengantisipasi sifat produk yang perishability ini diperlukan usaha pemasaran untuk membuat pemasaran produk dan mengelola permintaan pasar dengan melakukan bauran pemasaran (marketing mix). Berdasarkan hasil diskusi terbatas sebelumnya dapat diketahui bahwa indikator ideal dalam pengelolaan perishability ada 5 indikator ideal diantaranya adalah produk, harga, distribusi, promosi dan sumber daya manusia. Berbicara bauran pemasaran (marketing mix) pasti 34 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 faktor 4P adalah factor utama yang paling dominan dalam sebuah pemasaran, tetapi berkenaan dengan jasa maka ada beberapa yang perlu ditambahakan untuk memperkuat 4P tadi diantaran yang paling dominan dalam penelitian ini adalah sumber daya manusia. Apabila dikaitkan dengan dunia pariwisata yang ada dilapangan maka ke-lima indicator tersebut adalah yang paling dominan dari pada indicator yang lain dalam menciptakan perishability dari sebuah pemasaran pariwisata. a. Produk Didalam sebuah pemasaran secara keseluruhan yang dilihat pertama kali adalah produk yang ditawarkan. Kalau produk yang ditawarkan kepada konsumen tersebut memiliki daya tarik yang bagus maka konsumen akan bersedia untuk membeli produk tersebut. Berkenaan dengan produk yang berhubungan dengan sebuah pariwisata maka produk yang akan ditawarkan adalah keindahan dan panorama objek atau tempat wisata tersebut. Pulau Bawean memiliki banyak objek atau tempat wisata yang mempunyai keindahan yang masih alami serta panorama yang bagus diantaranya adalah Danau Kastoba, Air Terjun, Pantai Tajung Ga’ang, Air panas, Pulau Selayar dan Pulau Noko, Pulau Nosa, Pulau China, penangkaran Rusa, terumbuh karang Pulau Noko, wisata gunung atau alam. Objek atau tempat wisata tersebut memerlukan sebuah pengelolaan yang baik dan serius diantaranya dengan mempercantik tempat atau objek wisata tersebut, membuat akses yang baik sehingga pengunjung dalam hal ini konsumen dapat mudah menuju ke tempat wisata tersebut serta beberapa sarana lainnya yang memerlukan penanganan yang serius diantaranya tempat parker yang luas dan lain-lain. Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa berkenaan dengan sebuah produk Pulau Bawean secara alami sudah memiliki sebuah produk yang layak jual tinggal bagaiman kedepan pengelolaan yang dilakukan bisa menambah kunjungan wisatawan baik domestic maupun internasional dengan mempercantik tempat wisata tersebut sekaligus menambah beberapa fasilitas penunjang, serta memperbaiki akses menuju ke tempat atau objek wisata b. Harga Disamping produk yang telah dijelaskan diatas maka P yang ke-dua yang tidak kalah penting dan dominannya dalam mempengaruhi sebuah bauran pemasaran adalah harga. Apabila produk yang ditawarkan tersebut bagus pasti harga juga akan menyesuaikan. Terkait dengan sebuah pemasaran wisata di Pulau Bawean kebijakan penetapan harga memang belum maksimal. Hal ini bisa dibuktikan bahwa belum adanya harga yang kompetitif mulai dari penyeberangan Gresik sampai dengan sarana dan prasarana yang ada di Pulau Bawean termasuk HTM pada beberapa objek wisata masih bersifat gratis dan tidak dipungut biaya apapun. Didalam pengelolaan harga disini dibutuhkan kebijakan tentang penetapan harga yang sesuai dengan iklim maupun harga yang pas agar tidak memberatkan pengelolaa dan konsumen yang akan berkunjung ke Pulau Bawean. Serta juga diperlukan keterlibatan pemerintah daerah dalam mengawal penetapan harga tersebut supaya sesuai dengan iklim regional yang berlaku di Kabupaten Gresik. Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa berkenaan dengan sebuah penetapan harga, harga yang berlaku sekarang ini adalah harga yang belum kompetitif karena penetapan harganya juga masih berdasarkan pada beberapa asumsi individu dan belum ada penetapan baku dari perintah daerah setempat dan pelaku bisnis yang ada di Pulau Bawean. Hal ini terbukti dengan masih minimnya atau murahnya beberapa biaya yang ada mulai dari penyeberangan sampai dengan biaya sarana dan prasarana yang ada di 35 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Pulau bawean. Maka kedepannya harus ada pengelolaan yang bisa dijadikan acuan untuk menetapkan harga dengan bersinergi antara penduduk, pemerintah serta pelaku bisnis agar harga yang disepakati bisa kompetitif. c. Distribusi Dari 4P yang lain maka distribusi ini memang agak dipandang sebelah mata dalam sebuah pemasaran. Berbicara saluran distribusi khusunya industri pariwisata agaknya berhubungan dengan saluran atau agen wisata. Pariwisata Pulau Bawean sangat sedikit agen-agen wisata yang memberikan paket wisata ke daerah bawean tersebut. Hal ini terbukti dengan sangat minimnya beberapa biro wisata yang memberikan atau menjual paket wisata Pulau Bawean. Hal ini dikarena selain potensi yang kurang mendukung juga peran serta perintah dalam memasarkan pulau Bawean juga kurang optimal terutama ke biro-biro wisata. Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa saluran distribusi maka pengelolaan kedepannya supaya bisa meningkatkan wisatawan domestic maupun internasional adalah memberikan keyakinan kepada para agen wisata untuk memasarkan paket wisata Pulau Bawean. Selain pro aktifnya para agen-agen wisata tersebut maka pemerintah juga mempunyai tugas yang serupa untuk lebih bisa memasarkan beberapa paket wisata untuk para wisatawan baik domestic maupun internasional. d. Promosi Sebuah proses marketing merupakan satu kesatuan dengan linieritas promosi. Karena dengan promosi yang baik maka pemasaran suatu organisasi juga akan berhasil. Berkenaan dengan industri pariwisata, promosi memegang peran yang amat penting, karena dari situlah maka wisatawan akan datang untuk berkunjung bai wisatawan domestic dan internasional. Berkaitan dengan promosi wisata Pulau Bawean maka pemasaran yang satu ini masih sangat minim dan masih bersifat duta wisata, misalnya mempopulerkan lewat seni atau tari di luar negeri. Untuk yang bersifat social maupun elektronik masih sangat minim sekali meskipun sudah mempunyai beberapa surat kabar regional maupun web-side tetapi masih saja belum bisa mendongkrak sector pariwisata. Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa promosi wisata pulau Bawean selama ini masih bersifat tradional melalui duta wisata baik pameran maupun dalam bentuk seni tari diluar negeri. Selain itu ada beberapa media yang juga masih bersifat local. Kedepannya promosi yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk bisa mendongkrak wisatawan adalah dengan lebih mempergencar promosi baik lewat media cetak maupun media elektronika disamping media social yang sekarang ini lagi marak dengan lebih mempertahankan dan menggiatkan promosi yang sederhana tadi. e. Sumber Daya Manusia Disamping bauran pemasaran atau marketing mix tersebut diatas, apabila berbicara sektor jasa dalam hal ini adalah industri pariwisata maka terdapat variable lain yang dapat mendukung bauran pemasaran tersebut salah satu diantaranya adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia disini cenderung mengarah pada personal yang terlibat dalam industri pariwisata di pulau bawean mulai dari pejabat pemerintahan daerah sampai pejabat yang ada dibeberapa tempat wisata, yang kesemuannya ini nanti merupakan motor utama penggerak pada sebuah industri pariwisata. Terkait dengan hal tersebut maka sumber daya manusia di Pulau Bawean sudah semaksimal mungkin untuk memberikan informasi sekaligus memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan. Namun 36 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 karena sumber daya tersebut yang terbatas baik jumlah maupun kualitasnya maka sampai sekarang belum bisa memaksimalkan perannya di industri pariwisata di Pulau Bawean. Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa SDM yang ada sekarang perlu adanya peningkatan dengan adanya sebuah pengelolaan yang baik maka SDM akan bisa memberikan informasi yang nyata kepada masyarakat dan juga dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap wisatawan yang berkunjung ke Bawean, yaitu dengan dibekali beberapa pelatihan serpa pendidikan informal yang berhubungan dengan dunia wisata. Maka kalau hal tersebut bisa terlaksana maka niscaya SDM yang ada akan segera meningkat baik jumlah maupun kualitasnya. 3. Pengelolaan Inseparability : Bentuk Inseparability pada sebuah pariwisata biasanya merupakan produk yang dibentuk dari berbagai produk pendukung yang terpisah-pisah. Misalnya, mulai dari tour dan trave, airlines, hotel, restoran dan sebagainya. Hal yang demikian mengandung risiko sebab tiap produk pendukung digerakkan oleh organisasi yang berbeda dan juga memiliki standar kualitas pelayanan yang berbeda. Variasi muncul karena sifat produk pariwisata yang terpisah-pisah. Proses konsumsi dan produksi yang berlangsung simultan dan terpisah menyebabakan sulitnya memastikan tingkat kepuasan konsumen secara keseluruhan. Pulau Bawean merupakan sebuah pulau kecil yang didalamnya menawarkan pesona wisata yang tidak kalah dibandingkan dengan pulau atau daerah lain. Kendala utama sarana dan prasarana yang ada di Pulau Bawean adalah infrastruktur untuk menunjang industri pariwisata yang ada didalamnya. Salah satu bentuk Inseparability dalam penelitian ini adalah biro perjalanan, hotel dan rumah makan. Ke-tiga Inseparability tersebut adalah factor penunjang dari sebuah industri pariwisata, namun apabila pengelolaan tidak baik maka meskipun bertindak sebagai factor penunjang maka juga akan menjadi penentu ketidakberhasilan industri pariwisata. a. Biro Perjalanan Biro perjalanan merupakan pintu gerbang utama masuknya wisatawan dari jalur trevel. Dimana biro perjalanan tersebut banyak menawarkan berbagai paket wisata yang menarik. Biro wisata yang ada di Pulau Bawean hamper semuanya tidak memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan industri pariwisata. Hal ini bisa dibuktikan dengan masih jarangnya biro perjalanan yang menawarkan paket wisata ke Pulau Bawean. Hal ini disebabkan oleh banyak factor diantaranya adalah akses ke Pulau Bawean dan beberapa akses maupun sarana yang kurang mendukung pariwisata di Pulau Bawean. Hal ini memerlukan sebuah penangan yang serius dan harus dikelola dengan baik misalnya meminta peran aktif pengusaha warga bawean asli untuk mendorong travel melakukan paket wisata serta peran aktif pemerintah daerah untuk memperbaiki infra struktur maupun sarana dan prasarana sehingga tidak terdapat kendala mulai dari penyeberangan di Gresik sampai di Pulau Bawean. b. Hotel Selain biro perjalanan diatas maka penginapan atau hotel perlu dipersiapkan dalam menunjang industri pariwisata. Hal ini juga akan membawa nama Indonesia ke dunia internasional tentang kerahmatahan maupun kesopanan budaya timur ang selama ini dijunjung tinggi di Indonesia. Terkait dengan hotel maka hotel di Pulau Bawean sangat minim sekalai mungkin dari kualitas 37 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 maupun kuantitasnya bisa dibilang sangat sederhana. Hal ini bisa membuktikan bahwa Pulau Bawean mungkin masih harus lebih berbena dengan pengelolaan hotel secara professional yaitu dengan mengundang para pengusaha hotel untuk berinvestasi di Bawean namun lagi-lagi sarana dan infra struktur yang harus disiapkan oleh pemerintah c. Rumah Makan Rumah makan juga sama dengan hotel memiliki factor penting dalam dunia pariwisata. Dan bahkan hamper sama dengan hotel maka rumah makan didaerah Bawean masih minim baik dari skala maupun kuantitasnya serta kualitas makanan yang disajikan. Hal ini diakibatkan oleh karena pasokan makan tergantung dari suplay dari Gresik apabila di Gresik macet maka imbasnya juga akan melanda Pulau Bawean. Oleh karenanya maka memerlukan sebuah pengelolaan yang baik yaitu diantaran dengan mengundang pengusaha rumah makan untuk berinvestasi. Namun lagi-lagi peran aktif pemerintah daerah sangat diharapkan supaya sarana maupun infra struktur harus diperbaiki untuk bisa meningkatkan industri pariwisata di Pulau Bawean. 5. Kesimpulan Berdasarkan uraia-uaraian diatas maka dapat kita simpulkan sebagai berikut : a. Pemasaran pariwisata dibagi menjadi tiga dimensi yaitu Intangibility, Perishability dan Inseparability b. Indikator-indikator ideal dalam pengelolaan pemasaran pariwisata guna meningkatkan wisatawan domestic dan internasional adalah sebagai berikut : 1. Intangibility terdiri dari objek wisata, sarana dan prasarana dan keramahan penduduk, 2. Perishability terdiri dari produk, harga, saluran distribusi, promosi dan sumber daya manusia, dan 3 Inseparability terdiri dari biro perjalanan, hotel dan rumah makan. c. Pengelolaan pemasaran pariwisata memerlukan sebuah penanganan khusus untuk bisa meningkatkan jumlah wisatawan domestic maupun internasional, yang terkait dengan industri pariwisata di Pulau Bawean adalah menitik beratkan pada peran pemerintah yang masih sangat minim supaya bisa untuk lebih mengelola sekaligus mengembangkan pemasaran pariwisata di Pulau Bawean Daftar Pustaka Alma, Buchari, 2000 Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa. Alfabeta, Bandung _____________,2002 Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa Edisi Revisi Alfabeta, Bandung. Anonim, 2000a. Summary of Internastional Tourism Arrival and Recept for 2000. World Aronson, 2000. The Developmentof Sustainable Tourism. London Contium Briguglio, L and Marie Briguglio, 2002. Sustainable Tourism in Small Islands: the Case of Malta in eds.di Castri and Balaji Tourism, Biodiversity and Information, Backhyus Publishers, Leiden, pp. 169-184 Cooper, Chirstoper, John Flether,Stehen Wanhill,Davia Gilbert and Rebecca Ahepherd.1999, Tourism Princiaples and Practice Second Edition New York Craven David W, 2000. Pemasaran Strategi, Jakarta Penerbit Erlangga. Damanik dan Wiber, 2007 Dalam . Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi, Yogyakarta ANDI Davidof, Philip G & Doris,S 1994 Sales and Marketing For Travel and Tourism.New jersey: Prantice hall Career & Teknology 38 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Damanik, J. dan Weber, H.F. 2006. Perencanaan Ekowisata – Dari Teori ke Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta. Fandeli.C. 2000. Pengembangan Ekowisata Dengan Paradigma Alam Penguwasaan Ekowisata . Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta Hadi, S.P.2007. Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism). Makalah Seminar Sosialisasi Sadar Wisata ”Edukasi Sadar Wisata bagi Masyarakat di Semarang. Kotler Philips.Susanto AB 2000, Mananjemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta Salemba Empat Kotler, P. & Amstrong.G; 2001; Prinsip-Prinsip Pemasaran Jilid1; Terjemahan Damos Sihombing; Erlangga; Jakarta. Kotler Philips, 2000 Manajemen Pemasara, Jilid I : Penerbit Erlangga Jakarta. Karyono,A.Hari 1997. Kepariwisataan. Gramedia Widrasarana. Indonesia Jakarta Lovelock Christopher,2005. Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta Indeks Gramedia Oliver, RL. And K.Giel 1995. Dalam Fandy T. 2001. Respon determints in Statisfaction. Judgments” journal of Consumer Resseach, Vol 14 March Oka A. Yoeti. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Pradnya Paramita. Jakarta Peterson, RA. And W.R Wilson,1992. Measuring Customer Satisfaction: Fact and artifact. “Jounal of the academy of marketing Science . Vol (winter), pp.61-71 Parawira, Teddy, 1993 Pemasan: Demensi Falsafah, disiplin, dan keahlian. Jakarta Penerbit Sekolah Tinggi Manajemen Prasetya Mulya Polonsky,M.J, and Rosenberger.P.J, 2001. An exploratory examination of inviromentatally responsible straight rebuy purchases in large Australian organization “ journal of business & industrial marketing Vol.13.1pp.54-69 Rangkuti, F. 2004 Analisis SWOT Tehnik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Richard Sharpley, 2000: “Tourism and Sustainable Development: Exploring the Theoretical Divice, Journal Of Sustainable Tourism, VIII Tjiptono, Fandy. 2006. Strategi Pemasaran. Yogyakarta Penerbit ANDI Soekadijo,RG.2000.Anatomi Prawisata, memahami pariwisata sebagai system linkge .Gramedia Pustaka Utama Jakarta Suwantoro,Gamal 1997. Dasar dasar Pariwisata , Penerbit Andi Yogyakarta Spillane. James. 1997. Ekonomi Pariwisata,. Tranpforasi Budaya Indonesia. PT Gramedia Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan UU. nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Derah Zeithami, VA. And M. J Bitner 1996 Servis Marketing .New York The Mc.GrawHall Companes .Icn (WTO) World Tourism Organization . Danish Tourist Board’s Autumn Conference. Nybrong, Denmark. Regional Repiesentative For Eropa. World Tourism Organization. Denmark. www.World.Tourism.Org Yaman, Amat Ramsa & A. Mohd, 2004. Community based Ecotourism: New Proposition for Sustainable Development and Environment Conservation in Malaysia,” dalam Journal of Applied Sciences IV. 39 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PERSEPSI MASYARAKAT ATAS MEREK LOKAL DAN ASING PADA KATEGORI PRODUK HEDONIK DAN UTILITARIAN Kussudiyarsana, SE, Msi Universiyas Muhammadiyah Surakarta Jln. Ahmad Yani Tromol Pos 1Pabelan Surakarta 57102 Email: Abstract This research to examine relationship between perception of local and foreign brand toward product in quality and price dimension. To look after the relationship, researcher using hedonic and utilitarian product. The result, foreign brand more have higher perception in quality and price in hedonic product, and local brand poor perception but in utilitarian product, there are same quality and price perception between local and foreign brand Key Word: Price, Quality, Utilitarian, Hedonic, Local Brand, Foreign Brand A. Pendahuluan Pasar domestik Indonesia, merupakan pasar potensial yang sangat besar dengan jumlah penduduk diperkirakan di atas 200 juta orang. Pasar domestik yang demikian besar mendorong terjadinya persaingan yang keras antara produk asing dan produk lokal. Besarnya pasar domestic, akan mendorong pengusaha dan pemasar lokal untuk mengangkat produk merek local. Fenomena pemasaran di Indonesia memperlihatkan bahwa produk dari luar negeri masih mendominasi pasar Indonesia di hampir semua lini produk. Upaya mengangkat merek lokal, merupakan satu langkah yang strategis guna mengenalkan produk buatan Indonesia ke dalam pasar dalam negeri bahkan pasar global. Membangun merek local tampaknya tidak mudah untuk dilakukan. Terdapat hambatan internal maupun eksternal yang menghambat pembangunan merek. Dari sisi eksternal , munculnya merek global dengan kekuatan pemasaran global. Di sisi internal, pada umumnya pemasar lebih menyukai merek-merek yang sudah terkenal untuk dipasarkan, ataupun menggunakan merek asing guna memikat konsumen. Bagi pengusaha atau pemasar, penggunaan merek asing dimaksudkan untuk lebih menarik konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena dengan menggunakan merek asing, image suatu produk diharapkan akan meningkat sehingga produk tersebut akan lebih mempunyai daya tarik, dibandingkan dengan penggunaan merek lokal. Dalam pemasaran, merek mempunyai arti sangat penting. Merek bukan saja identitas suatu produk, namun memberikan image dan daya jual suatu produk. Untuk bisa mengangkat citra produk, diperlukan kebijakan branding yang tepat. Branding adalah penggunaan nama, istilah atau desain atau kombinasi untuk mengidentifikasikan suatu produk. Merek merupakan kombinasi dari feature (what is product), customer benefit, (what need and want the product meet) dan value ( what customer assocites with the product). Merek diciptakan ketika pemasar akan menambah nilai terhadap produk dan untuk membedakan dengan produk lain yang memiliki feature yang sama. 40 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Perusahaan Indonesia, seringkali menggunakan kebijakan merek asing guna meningkatkan citra merek produk yang bersangkutan. Diharapkan merek tersebut dapat memberikan persepsi positif yang sejalan dengan karakteristik nama tersebut. Menurut Assael (1998) peran persepsi dalam pemasaran sangatlah penting. Persepsi suatu produk , adalah pemilihan, pengorganisasian, dan interpretasi dari stimuli pemasaran dan lingkungan ke dalam suatu gambaran bagi individu. Persepsi terhadap suatu produk akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap produk tersebut. Kebijakan menggunakan produk lokal dengan merek asing dinamakan foreign branding. Tujuan utama dari strategi ini adalah untuk mempengaruhi image seorang konsumen. Strategi foreign branding ini digunakan untuk menghindari persepsi yang negatif terhadap suatu produk, atau meningkatkan citra suatu produk. Persepsi yang negatif terhadap suatu produk biasanya dipengaruhi oleh persepsi yang buruk seseorang terhadap suatu produk, yang diasosiasikan dengan negara atau budaya tertentu (peabody dalam lecrec, Schmitt dan Dube, 1994). Menurut Schiffman dan Kanuk (1995), merek yang menarik akan berdampak terhadap persepsi kualitas (perception of quality). Berbeda dengan persepsi umum yang terbentuk tentang merek Indonesia, sebagaimana diungkapkan oleh Temporal, (2000) dimana memiliki citra atau persepsi yang poor dan cheap, Khasali (2003) menemukan bahwa ternyata eksistensi merek lokal semakin kuat. Namun demikian Menurut Khasali (2003), pada Negara berkembang termasuk Indonesia merek lokal (local brand) biasanya diidentikan dengan harga murah. Pada beberapa jenis produk misalnya rokok, kosmetika, kopi, deterjen, dan obat-obatan dimana penggunaan produk dengan merek lokal ternyata mampu menandingi merek asing yang dihasilkan perusahaan global. Mereka bukan saja mampu bersaing bukan saja dalam pangsa pasar, namun juga dalam harga. Banyaknya produk buatan Indonesia dengan merek lokal ternyata mampu menunjukkan kinerja pemasaran yang bagus seperti Kapal Api, Gudang Garam, Teh Sosro, Sari Wangi, Sarimi mampu menunjukkan kinerja pemasaran yang bagus dengan brand image yang positif, sekalipun menggunakan merek lokal, disisi lain terdapat kecenderungan banyak pemasar menggunakan merek asing untuk produk lokalnya untuk meningkatkan citra produknya. Benarkah penggunaan merek asing dapat meningkatkan citra merek apabila dibandingkan dengan penggunaan merek lokal? Benarkah adanya pandangan tentang rendahnya persepsi kualitas dan harga pada produk dengan merek lokal, dibandingkan merek asing? Dalam kategori produk yang mana suatu merek asing memberikan citra merek yang lebih positif dibandingkan dengan produk buatan Indonesia dengan merek lokal? Benarkah merek lokal mempunyai persepsi harga murah? B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan di atas, perumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan persepsi kualitas antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk utilitarian? 2. Apakah terdapat perbedaan persepsi kualitas antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk hedonik? 3. Apakah terdapat perbedaan persepsi harga antara merek asing dan merek lokal Pada kategori produk utilitarian? 4. Apakah terdapat perbedaan persepsi harga antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk hedonik? 41 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk menguji ada tidaknya perbedaan persepsi persepsi kualitas antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk utilitarian. 2. Untuk menguji ada tidaknya perbedaan persepsi kualitas antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk hedonik 3. Untuk menguji ada tidaknya perbedaan persepsi harga antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk utilitarian. 4. Untuk menguji ada tidaknya perbedaan persepsi harga antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk hedonik. D. Tinjuan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis 1. Merek dan Persepsi Merek Dalam pemasaran, peranan merek (brand) sangatlah penting. Secara definisi merek adalah nama, istilah (term), tanda (sign), simbol atau kombinasinya yang menjadi identitas dari suatu produk (Kotler, 2000). Dalam merek terkandung janji dari perusahaan untuk selalu konsiten memberikan features, benefit, dan services kepada pelanggan suatu produk. Merek, selain memberikan identitas kepada suatu produk, juga terkandung image dan asosiasi tertentu yang bisa meningkatkan nilai jual suatu produk atau juga bisa menurunkan nilai jual. Merek merupakan suatu stimuli yang mendorong konsumen dalam mengambil keputusan pembelian terhadap suatu produk. Stimuli menggambarkan informasi yang akan dipersepsikan oleh konsumen. Nama merek merupakan stimuli ekstrinsik mempengaruhi persepsi konsumen terhadap suatu produk (Assael, 1998). Merek yang sukses, dapat mengikat konsumen sehingga konsumen loyal terhadap suatu produk (brand loyalty). Adanya stimuli berupa informasi tentang suatu merek akan mempengaruhi perspepsi konsumen terhadap produk atau merek tersebut. Persepsi terhadap produk adalah pemilihan, pengorganisasian, dan interprestasi dari stimuli pemasaran dan lingkungan ke dalam suatu gambaran bagi individu. Persepsi terhadap suatu produk akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap produk tersebut. Stimuli Information processing The consumer Decision making response Consumer thougt variable Persception Attitude Benefit Consumer Characteristic Demographics Personality Lifestyle Gambar 1. Model Pengambilan Keputusan Konsumen (Assael, 1998). 42 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” Pemasar menggunakan ISBN: 978-602-361-041-9 asosiasi merek (brand association), dan brand image guna mencitrakan produknya sedemikian rupa sehingga konsumen mengidentifikasi merek produk tersebut bernilai sama dengan yang pemasar citrakan.Penelitian mengasosiasikan Lecrec suatu merek produk et al (1994), memperlihatkan bahwa konsumen dengan suatu kualitas tertentu yang mencerminkan akan nama tersebut.sebagai contoh es krim merek Haagenz daaz, dipersepsikan oleh konsumen sebagai es krim yang sangat lezat, yang berasal dari Negara Eropa Timur yang terkenal dengan kelezatan es krimnya atau tas merek Giorgio St Angelo sebagai merek tas yang mempunyai kualitas desain yang sangat baik. 2. Foreign Branding Munculnya asosiasi merek dan foreign branding merupakan hasil dari pembangunan merek yang dilakukan oleh suatu Negara selama bertahun-tahun. Jepang dengan merek Toyota, Honda, Sanyo misalnya yang dipersepsikan dengan produk yang berkualitas, dengan harga yang terjangkau merupakan hasil dari sekian lama perusahaan-perusahaan Jepang memasarkan merek tersebut. Sehingga pada akhirnya persepsi atas teknologi yang canggih melekat pada produk-produk buatan Jepang. Setidaknya ada dua pendapat yang berkembang tentang foreign branding, pendapat pertama, menyatakan foreign branding adalah penamaan suatu produk dengan ejaan asing. Hal ini dikemukakan oleh Lecrec et al. (1994). Pernyataan tersebut mengandung dua kemungkinan. Pertama, merek tersebut betul-betul buatan negara lain dengan ejaan sesuai dengan ejaan negara tersebut, sehingga bagi negara lain, merek tersebut dianggap nama asing. Kemungkinan kedua, adalah penggunaan merek asing namun sesungguhnya produk dalam negeri dengan ejaan asing. Pendapat lain tentang foreign branding adalah semua produk buatan dari luar negeri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Batra dan Ciptono. Terdapat dua dimensi budaya yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk yaitu hedonism dan utilitarian. Produk yang dipersepsikan sebagai produk hedonik merupakan produk yang biasanya dinyatakan dalam seberapa besar kesenangan mengkonsumsi produk tersebut, sedangkan yang dapat diperoleh konsumen apabila mereka produk yang dipersepsikan sebagai produk utilitarian akan dinyatakan seberapa baik produk tersebut akan berfungsi. Penelitian Lecrec et al. (1994), memperlihatkan bahwa suatu mereka berkorelasi dengan Negara asal pembuat produk tersebut (country of origin) , dan suatu nama merek dari suatu Negara tertentu akan dipersepsikan dengan features produc hedonic Negara asal tersebut ataupun utilitarian sejalan dengan image yang melekat pada produk dari Negara asal tersebut. Produk yang berasal dari Perancis, misalnya di asosiasikan dengan estetika, rasa enak, elegan dan kecanggihan (sopihiscated). Implikasinya, penggunaan merek yang memperlihatkan merek tersebut dari Perancis, misalnya akan diasosiasikan dengan sentuhan estestika, dan elegan. Merek global biasanya diidentikan dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini ditopang dengan teknologi, modal, sumberdaya manusia yang bagus dan manajemen yang modern sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas. Selain itu, menurut Khasali (2003), merek global masuk ke Negara berkembang dengan global image yang didukung oleh classical marketing methods yang dijalankan oleh kalangan berpendidikan yang dilatih khusus, dengan pengetahuan dan pengetahuan pemasaran dan anggaran yang besar. Menurut Khasali (2003), pada Negara berkembang termasuk Indonesia merek lokal (local brand) biasanya diidentikan dengan harga murah. Dengan daya beli yang tidak sekuat negara maju, pemasar di negara 43 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 berkembang mempunyai kecenderungan untuk memainkan variabel harga sebagai komponen utama. Akibatnya merek lokal ditempatkan dimasyarakat Negara tersebut sebagai produk kelas dua. Dalam studinya mengenai pengaruh asal lokal dan non lokal merek terhadap preferensi merek dan pilihan merek di India, Batra et al. (2000) dalam Tjiptono (2003), mengukur brand locallness/nonlocalness, mereka menemukan bahwa disebagian besar negara berkembang, hampir semua local original brands dijual hanya di pasar domestik dan dinegara lain dapat diklasifikasikan sebagai nonlocal origin brands. Berdasarkan hal tersebut, Batra et al (2000) membagi merek ke dalam merek lokal (Limca, Taaza), nonlocal (Philip, Rolex dst) dan hybrid origin brand (Televisi BPL, Sanyo, Whirpool). Kategori ini mengandung kelemahan mendasar (Tjiptono, 2003). Merek-merek lokal yang diekspor ke banyak negara (contohnya mie instan indomie yang diekspor hampir di 30 negara) bakal dikelompokkan ke dalam nonlocal origin brand. Hal ini tentu saja menyesatkan karena karena bagaimanapun Indomie adalah merek lokal Indonesia. Tjiptono mengklasifikasikan merek lokal berdasarkan empat kategori, berdasarkan dua dimensi utama: asal (origin) dan kepemilikan (ownership) . Kategorisasi adalah sebagai berikut: 1. Original local brand. Kategori ini mencakup merek-merek yang berasal dari negara setempat/lokal dan dimiliki oleh orang/ perusahaan lokal. Contohnya antara lain rokok Jarum Kudus, Jamu Nyonya Meneer, Kopi Kapal Api, Kompas, KR dll. 2. Quasi Local Brand. Kategori ini terdiri dari merek-merek yang berasal dari negara lokal, namun dimiliki oleh perusahaan asing. Kategori ini terdiri atas dua bentuk. Pertama original local brands yang dibeli oleh perusahaan multinasional. Contohnya Ades dibeli oleh Coca-Cola, dan Sari Wangi oleh Unilever. 3. Acquired Local Brands. Kategori ini meliputi merek-merek yang berasal dari negara lain, namun dimiliki oleh beberapa orang/ perusahaan lokal. 4. foreign branding. Kategori ini merupakan kebalikan dari original local brands. Foreign brands berasal dari luarnegeri dan dimiliki oleh perusahaan asing. Contohnya adalah Levi’s, McDonal, Pepsi, Adidas, Marlboro, Coca-Cola dan seterusnya. Sejumlah riset empiris melaporkan bahwa merek-merek global lebih disukai dibandingkan merekmerek lokal, setidaknya dikalangan segmen-segmen konsumen tertentu (Batra et al, 2001, Steenkamp et al, 2003). Secara umum preferensi terhadap merek global dikarenakan kualitas aktual dan perseptual yang lebih unggul, kekaguman atas gaya hidup dinegara maju, preferensi terhadap status simbolik, kosmopolitanisme, dan worlmindedness. Dari sudut pandang perusahaan, sejumlah faktor diyakini menjadi penyebab mengapa merek global lebih disukai: skala eknomi yang tinggi, telah terbentuknya global village, konvergensi perilaku konsumen, persepsi kualitas lebih unggul, dan jaringan distribusi lebih luas (Kapferer,2002). Walaupun demikian, sebenarnya juga berkembang trend ke arah brand localization yang dipicu oleh desentralisasi pemerintah, individualisasi, pengakuan atas keanekaragaman budaya, dan pemberdayaan konsumen. Konsumen di Australia dan Italia misalnya mulai mengutamakan membeli dan mengkonsumsi produk-produk buatan dalam 44 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 negeri. Beberapa faktor yang berkontribusi pada preferensi terhadap merek lokal dari sudut pandang perusahaan antara lain: faktor struktural, ekuitas merek, strategi korporat, faktor organisasional, dan faktor lingkungan. Penelitian dari Lecrec, Schmitt dan Dube (1994), memperlihatkan bahwa suatu produk Amerika Serikat yang menggunakan merek asing, yaitu nama merek dengan aksen bahasa Perancis dipersepsikan lebih hedonic, dibandingkan merek dengan dengan aksen bahasa Inggris (termasuk merek Amerika). Konsep Frenchness, yang mencitrakan sensivitas estetika, rasa, dan kesenangan, dan kecanggihan, merupakan citra hedonic yang melekat pada Negara Perancis, dapat terwakili pada merek dengan aksen Perancis. Sehingga yang terjadi merek dengan aksen Perancis dipersepsikan lebih hedonic dibandingkan merek Amerika. Produsen menggunakan foreign branding tentunya tidak hanya mengacu pada ekspolitasi nilai-nilai emosional dari pelanggan, yang dapat terwakili dari merek yang mereka gunakan. Namun juga aspek rasionalitas dari konsumen dimana konsumen juga membutuhkan fungsi utama, selain prestis yaitu kualitas, yaitu seberapa baik suatu produk dapat bekerja sesuai dengan fungsinya (utilitarian). Merek tertentu pada suatu produk, dikenal karena kualitas atau fungsi utama dari suatu produk. Merek-merek Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat mampu menggambarkan kualitas tinggi. Penelitian Lecrerc, Schmitt dan Dube (1994) memperlihatkan bahwa merek beraksen Inggris lebih bercirikan utilitarian dibandingkan merek Perancis, bagi konsumen di Amerika Serikat. Itu artinya merek lokal di Amerika Serikat lebih cenderung dipersepsikan utilitarian oleh konsumen di sana. Merek Asing buatan Indonesia (foreign branding) mengacu pada proses asosiasi kesuksesan merek global, dimana pada umumnya merek global dengan aksen bahasa Inggrsi ataupun bahasa Jepang mewakili suatu kualitas tertentu. Penggunaan merek asing pada produk dalam negeri diharapkan akan memberikan brand image yang positif, pada produk yang mereka buat dibandingkan merek lokal. 3. Hubungan Harga dan Kualitas Sejumlah riset mendukung pandangan dimana konsumen mendasarkan kualitas pada harga. Dengan kata lain, harga adalah indikator dari kualitas (Schiffman & Kanuk, 1995). Assael menyatakan bahwa ketika konsumen tidak cukup mengetahui tentang kualitas produk, maka mereka akan menggunakan harga sebagai indikator kualitas. Rao dan Moroe dalam Assael (1998) menemukan bahwa hubungan antara kualitas dan harga semakin kuat ketika konsumen kurang cukup informasi atas suatu produk. Selanjutnya Monroe menemukan bahwa ketika responden cukup mempunyai pengalaman dengan merek tersebut, pengalaman merekalah yang menjadi petunjuk dominan atas kualitas, bukan lagi harga. Beberapa studi memperlihatkan adanya kebijakan perbedaan harga untuk kualitas yang berbeda. Karena harga seringkali seringkali digunakan sebagai indikator dari kualitas, beberapa produk di sampaikan ke pasar dengan harga tinggi sebagai klaim atas kualitas yang mereka punyai. Menurut Schifman dan Kanuk , harga adalah extrinsic cues (petunjuk ekstrinsik), disamping nama merek (brand name) dan imej toko (store image).Brand name, store name, dan price berpengaruh terhadap perceived quality (Dodds, Kent.B dan Dhruv Grewel, 1991). 5. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat perbedaan persepsi kualitas antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk utilitarian. 2. Terdapat perbedaan persepsi kualitas antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk hedonik. 45 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 3. ISBN: 978-602-361-041-9 Terdapat perbedaan persepsi harga antara merek asing dan merek lokal Pada kategori produk utilitarian. 4. Terdapat perbedaan persepsi harga antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk hedonik. E. Metode Penelitian 1. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel Sampel adalah sekelompok obyek yang mewakili populasi yang akan diteliti. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah convienience sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang didasarkan pada pemilihan anggota populasi yang mudah diakses untuk memperoleh informasi (Cooper dan Emory, 1995). Peneliti tidak menetapkan kriteria secara spesifik terhadap sampel yang digunakan. Dalam hal ini lebih mendasarkan pada kemudahan mendapatkan sampel. Sejumlah 100 sampel diambil dengan convience sampling. 2. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang dibutuhkan adalah data primer berupa data tentang persepsi responden masyarakat akan suatu merek produk. Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti membagikan kuesioner kepada responden. Peneliti menyebarkan sejumlah 100 kuesioner. Dari 100 kuesioner yang dibagikan, sebanyak 2 kuesioner tidak dapat digunakan, karena tidak memenuhi syarat data. 3. Obyek Penelitian: Dalam penelitian ini obyek penelitian berupa produk dengan kategori produk hedonik dan utilitarian. Produk utilitarian di wakili oleh minuman berenergi, sedangkan produk hedonik diwakili oleh kosmetik. Produk utilitarian adalah produk yang dinilai oleh konsumen berdasarkan fungsi kegunaan, dan manfaat tersebut. Peneliti menggunakan produk minuman berenergi mewakili produk utilitarian didasarkan temuan peneliti sebelumnya (Lestari, 2002), dimana Lestari menemukan bahwa air mineral adalah termasuk kategori produk utilatarian. Peneliti mengganggap terdapat kesamaan sifat antara mimuman berenergi dengan minuman air mineral, sehingga minuman berenergi dianggap layak sebagai proksi dari produk utilitarian. Adapun merek minuman berenergi yang diteliti adalah Gali Bugar, Kuku Bima JRG, Fit-up, dan Berroca. Gali Bugar dan Hemaviton Jrengg mewakili produk merek lokal. Adapun Fit-Up dan Berroca mewakili merek asing. Adapun produk hedonik diwakili oleh kosmetik. Kosmetik dianggap mempunyai sifatsifat hedonik (prestise, kesenangan, dan status). Penelitian Lestari memperlihatkan bahwa lipstik dan parfum tergolong produk hedonik. Adapun merek yang diteliti meliputi: Sari Ayu , Cempaka , Mirabella dan Avon. 4. Instrumen Penelitian Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang disusun dengan tipe pilihan majemuk yang setiap item pertanyaannya berupa pernyataan dengan tujuh pilihan jawaban menggunakan Semantic Differential dengan 7 skala. Untuk variabel persepsi kualitas, rentang pertanyaan mulai dari sangat buruk sampai sangat baik. Untuk variabel persepsi harga, rentang pertanyaan mulai dari sangat murah hingga sangat mahal. 5. Teknik Analisis Data Uji hipotesis dilakukan dengan t-tes untuk sampel berpasangan, Uji Chi-Square Crosstab, dan uji korelasi. Uji t digunakan untuk mengetahui apakah merek asing memberikan brand attitude yang berbeda dengan merek lokal jika diterapkan pada kategori produk tertentu, serta digunakan untuk menguji terdapat tidaknya perbedaan persepsi konsumen atas merek asing dan merek lokal. Sampel berpasangan dipilih karena 46 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 satu orang responden menjawab dua macam pertanyaan tentang nama merek asing dan merek lokal, untuk satu kategori produk, sehingga dapat diketahui apakah merek asing memberikan brand attitude yang yang berbeda. Uji chi-square digunakan untuk menguji hubungan antara merek asing dan lokal terhadap kualitas dan harga. 6. Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas suatu alat ukur memperlihatkan sejauhmana alat ukur dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (cooper dan Emory, 1995). Uji validitas dapat digunakan dengan mengacu pada konsepkonsep pengukuran yang telah dilakukan oleh peneliti lain. Instrumen yang digunakan mengacu pada instrumen penelitian dari Lecrect et al. Sebuah instrumen memiliki validitas isi apabila item-item yang digunakan itu sesuai dengan konsep yang diukur. Uji seperti ini memberikan bukti bahwa butir-butir pengukuran yang digunakan untuk memenuhi kriteria validitas isi atau content validity. Reliabilitas instrumen diukur dengan item to total corelation dan cronbach Alpha yang mencerminkan konsistensi alat ukur. Item to total corellation digunakan untuk menetapkan pengukuran dan mengeliminasi butir-butir yang keberadaanya akan memperkecil koefisien Cronbach Alpha. Suatu alat ukur dinamakan reliabel apabila nilai Cronbcah Alpha adalah lebih besar atau sama dengan 0,70. Pada penelitian ini, ketiga variabel (KH,HU, dan HH) mempunyai nilai Cronbach Alpha di atas 0,7. Hanya variabel kualitas utilitarian yang mempunyai Alpha di atas 0,6. Dengan demikian secara umum alat ukur cukup reliabel. F. Hasil dan Pembahasan a. Deskripsi Responden Sebanyak 90 respoden berjenis kelamin perempuan, dan sisanya 8 orang responden berjenis kelamin laki-laki. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, terdapat tiga jenis jenjang pendidikan dari responden yaitu SLTP (2 orang), sma (19 orang ) dan perguruan tinggi sebanyak 77 orang. Dalam hal ini perguruan tinggi tidak dibedakan status D3 atau S1, dan tidak dibedakan antara sedang kuliah atauah sudah lulus.Apabila dilihat dari umur responden, mayoritas responden mempunyai umur 19 tahun (27 orang), dan paling muda berumur 15 tahun (1 orang) dan paling tua berumur 40 tahun (1 orang). b. Analisis Data Pengolahan data dengan pendekatan chi-square dan uji t- sampel berpasangan, menghasilkan output yang berbeda. Pada kasus pengujian hubungan persepsi kualitas dan harga pada kategori produk utilitarian, dengan menggunakan chi-square tidak terdapat hubungan antara merek lokal dan asing terhadap kualitas dan harga. Adapun ketika memakai uji t sampel berpasangan, terlihat perbedaan yang signifikan antara merek lokal dan asing dalam persepsi kualitas dan persepsi harga. 1. Persepsi Kualitas Merek lokal dan Asing Pada kategori produk utilitarian, merek lokal dipersepsikan mempunyai kualitas yang tidak jauh berbeda dengan merek asing. Sebanyak 37,24% responden memberikan jawaban kualitas baik, 23,466% responden menjawab buruk dan sisanya menjawab netral. Sedangkan pada merek asing persepsi kualitas baik dan buruk lebih berimbang, dimana 37,74 responden memberikan pendapat kualitas baik dan 37,2 memberikan pendapat kualitas buruk. Pada produk hedonik, persepsi kualitas antara merek asing dan merek lokal terlihat berbeda. Apabila responden, memberikan jawaban yang relatif seimbang antara kualitas buruk (31,19%) dan baik (29,52) pada merek lokal namun pada merek asing, kualitas baik prosentasenya jauh lebih tinggi 66,66% dibandingkan 47 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 15,4%. Hal ini memperlihatkan bahwa perbedaan kualitas antara merek asing dan lokal terletak pada produk hedonik, sedangkan pada produk utilitarian tidak terdapat perbedaan. Pada produk utilitarian dengan uji t sampel berpasangan, persepsi kualitas pada merek asing dikategori produk utilitarian lebih tinggi dibandingkan persepsi kualitas pada merek lokal. Hal ini ditunjukkan oleh skor mean KUF yang lebih tinggi (4,29) dibandingkan KUL (3,826) dan nilai signifikansi,dibawah 0.05, menunjukkan bahwa kedua sampel mempunyai perbedaan yang nilai rata-rata yang signifikan. Namun demikian dengan uji hubungan antara merek lokal dan asing pada produk utilitarian dengan kualitas, dengan chi-square test memperlihatkan tidak terdapat hubungan antara merek lokal dan asing terhadap kualitas. Hal ini terlihat dari nilai asymp sig pearson chi-square 0,056 yang lebih besar dari 0,05. Pada produk hedonik, persepsi kualitas pada merek asing lebih tinggi dibandingkan persepsi kualitas pada merek lokal. Hal ini ditunjukkan oleh skor mean KHF yang lebih tinggi (4,8) dibandingkan KHL (2,6) dan nilai signifikansi,dibawah 0.05, menunjukkan bahwa kedua sampel mempunyai perbedaan yang nilai rata-rata yang signifikan. Uji hubungan antara merek lokal dan asing pada produk hedonik dengan kualitas, memperlihatkan terdapat hubungan antara merek lokal dan asing. Hal ini terlihat dari nilai asymp sig chisquare 0,00 yang lebih kecil dari 0.05. 2. Persepsi harga merek lokal dan merek asing Dalam perspektif harga, perbedaan nyata terletak pada apakah produk tersebut tergolong hedonik ataukah utilitarian. Pada produk utilitarian, responden mempersepsikan harga yang tidak jauh berbeda antara merek lokal dan merek asing. Sebagai contoh pada merek lokal sebanyak 58,67 sebagai produk dengan hara murah dan 13,771 dengan harga mahal. Pada merek asing 50,5% produk utilitarian dipersepsikan sebagai produk dengan harga murah, dan 19,89 persen dipersepsikan sebagai produk dengan harga mahal. Sekalipun nilai mean dari harga pada merek asing lebih tinggi (HUF,3,36) dibandingkan HUL (3,29) namun nilai signifikansi,di atas 0.05, yaitu 0,584 menunjukkan bahwa kedua sampel tidak mempunyai perbedaan yang nilai rata-rata yang signifikan.Uji hubungan antara merek lokal dan asing pada produk utilitarian dengan harga, memperlihatkan tidak terdapat hubungan antara merek lokal dan asing dengan harga. Hal ini terlihat dari nilai asymp sig chi-square 0,00 yang lebih kecil dari 0.05. Pada produk hedonik, terdapat kecenderungan respoden mempersepsikan harga yang berbeda antara merek asing dan merek lokal. Responden cenderung mempersepsikan merek lokal dengan harga murah, dan merek asing dengan harga mahal. Sebagai contoh pada merek lokal, responden mempersepsikan harga murah sebanyak 39,67%, dan harga mahal sebanyak 19,04%. Pada merek asing, sebanyak 17,67% responden mempersepsikan harga murah dan sebanyak 66,33% harga mahal. Melalui uji t-sampel berpasangan, nilai mean persepsi harga pada merek asing kategori hedonik (HHF) lebih tinggi (4,782) dibandingkan HHL (3.510) dan nilai signifikansi,dibawah 0.05, menunjukkan bahwa kedua sampel mempunyai perbedaan yang nilai rata-rata yang signifikan. Pada uji hubungan dengan ChiSquare memperlihatkan terdapat hubungan antara merek lokal dan asing dengan harga. Hal ini terlihat dari nilai asymp sig chi-square yang lebih kecil dari 0.05. 3. Korelasi Harga dan Kualitas Pada produk utilitarian, terlihat korelasi yang tidak terlalu kuat antara kualitas dan harga, dimana koefisien korelasi kualitas (KUR) dan harga (HUR), sebesar 0,477. 48 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Pada produk hedonik, korelasi antara kualitas (KHR) dan harga (HHR) menunjukkan korelasi yang cukup kuat dimana koefisien korelasi di atas 0,5 yaitu 0,515. Dari sisi persepsi harga, temuan di atas tidaklah mengherankan karena produk kosmetik memang mempunyai harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga produk minuman berenergi. Berdasarkan teori pemasaran, secara umum terdapat kesesuaian persepsi antara harga dan kualitas. Harga seringkali digunakan sebagai penanda (sinyal) kualitas yang baik dari suatu produk. Konsumen bersedia membeli barang dengan harga mahal karena menginginkan kualitas yang baik. Profil Produk Hedonik Merek Asing Merek Lokal Kualitas R Kualitas T R T T Harga R Profil Produk Utilitarian Merek Asing Merek Lokal Kualitas R Kualitas T R T T Harga R Gambar 2 Profil Produk Utilitarian dan Hedonik I. Simpulan Berdasarkan hasil temuan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.Tidak ada perbedaan persepsi persepsi kualitas antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk utilitarian. 2.Terdapat perbedaan persepsi kualitas antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk hedonik 3.Tidak ada perbedaan persepsi harga antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk utilitarian. 49 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 4. Terdapat perbedaan persepsi harga antara merek asing dan merek lokal pada kategori produk hedonik. J. Persantunan Kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyusunan, penelitian sampai terselesaikannya laporan. Ucapan terima kasih kami terutama kami tujukan kepada: Didik sang Asisten, Bp Anton, BP Ikhwan, Bp Imronuddin, Bp Fatkurohman, Ibu Soepatini, Bp Jati Waskito, Bp Edi Purwo atas masukan dan saran dan diskusi selama proses penelitian dan semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak kami sebutkan satu per satu. Daftar Pustaka Aaker, David A, Kumar, V. And Day, George S (2001), Marketing Research, Seventh Edition, New York, USA: John Wiley and Son. Inc. Assael, Henry (1998), Consumer Behavior & Marketing Action, 6th, Ed. Cincinati, Ohio,: South-Wetern College Publishing. Cooper, D.R., and Emory, C.W. Business Research Methods, Irwin, USA, 1995. Ciptono, Fandy, (2005), Manajemen Pemasaran Global, Andi Offset, Jogjakarta. Czinkota, M.R., & Rainkannen, LA(1996), Global Marketing, International Edition, Orlando, Dryden Press. Khasali, Rheinald (2003), “ Fenomena Pop Marketing dalam konteks Pemasaran di Indonesia,” Usahawan & Manajemen, No 9, Vol XXXII (September):3:14. Lestari, Ika , Windy (2002), Penggunaan Asing Pada Produk Hedonik, Utilitarian, dan Hybrid, Skripsi UGM, tidak dipublikasikan. Lecrec, Peabody and Smith, (1994), “ Foreign Branding in Utilitarian and Hedonic Product”, Journal of Marketing. Kotler, Philips (2000), Marketing Management, Millenium Edition, New Jersey, USA; Prentice Hall. Schifman, Leon & Kanuk (1995), consumer Behavior, International Edition, Prentice Hall, Singapore. Sekaran, U., (1992), Research Method for Business, Second edition, New York, John Wiley and Sons. Temporal, Paul (2000), Branding in Asia, New York, John Wiley and Sons, Inc 50 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PENGARUH PERILAKU KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN MEMILIH KULIAH DI UNIVERSITAS WISNUWARDHANA MALANG Limgiani Universitas Wisnuwardhana Malang Email: [email protected] Abstract This research aims to analyze the influence of consumer behavior that consists of a group of reference, family, social class, motivations and simultaneous and partial perception against the decision of selecting the University of Malang Wisnuwardhana, and analyze consumer behavior among comprising of references, family, social class, motivation and perceptions that influence dominant against the decision of choosing Wisnuwardhana attended the University of Malang. This research included in the research description (explanatory research). The number of samples in the study as many as 125 students. Technique of data analysis used i.e. multiple linear regression analysis. The results of the analysis showed that consumer behavior that consists of a group of reference, family, social class, motivations and simultaneous perception of significant tterhadap influential decision choosing Wisnuwardhana attended the University of Malang. The results of the analysis showed that consumer behavior that consists of a group of reference, family, social class, motivation and perception of partially tterhadap significant influential decision choosing Wisnuwardhana attended the University of Malang. Effect of dominant motivation against the decision of selecting the University of Malang Wisnuwardhana. Keywords: Reference Groups, family, social classes, motivation and perception of decision Choosing 1. Pendahuluan Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi modal dasar suatu negara dalam menghasilkan tunastunas yang dapat mengharumkan nama bangsa. Berbagai prestasi dan inovasi yang diciptakan oleh para peserta didik berkontribusi secara positif dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berguna bagi orang banyak. Ketatnya tingkat persaingan antar perusahaan atau organisasi mendorong setiap perusahaan / organisasi untuk terus berusaha memperkenalkan dan memperluas market share dengan berbagai macam strategi pemasaran yang ada. Strategi pemasaran ini diperlukan agar perusahaan dapat tetap bertahan hidup dan bisa memperoleh keuntungan dalam jangka panjang dan memperoleh loyalitas dari konsumen. Menurut Tjiptono (2008:283), strategi pemasaran merupakan rencana yang menjabarkan ekspekstasi perusahaan akan dampak dan berbagai aktivitas atau program pemasaran terhadap permintaan produk atau lini produknya di pasar sasaran tertentu. Kondisi serupa juga terjadi pada Universitas Wisnuwardhana Malang. Ketatnya persaingan antar perguruan tinggi baik itu negeri maupun swasta, mendorong Universitas Wisnuwardhana Malang untuk banyak melakukan variasi strategi di dalam menjaring konsumen dalam hal ini mahasiswa yang hendak kuliah di lembaga pendidikan tinggi tersebut. Banyaknya tawaran kemudahan kuliah dan berbagai fasilitas lainnya membuat calon mahasiswa terkadang bingung untuk menentukan perguruan tinggi mana yang hendak konsumen (calon mahasiswa) pilih. Universitas Wisnuwardhana Malang sebagai lembaga pendidikan swasta harus memberikan ciri khusus atau identitas khusus yang dapat memotivasi calon mahasiswa untuk kuliah di lembaga tersebut. Selain itu, lembaga juga harus memberikan pengetahuan dan informasi yang cukup mengenai proses belajar mengajar dan keunggulan lulusannya, agar dapat mempengaruhi keputusan calon mahasiswa. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh calon mahasiswa dalam memilih Perguruan Tinggi dipengaruhi oleh stimulus bauran pemasaran, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti keluarga dan kelompok 51 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 referensi, dan faktor-faktor psikologis, seperti motivasi dan persepsi seseorang. Dengan demikian kedua faktor tersebut yaitu faktor sosial dan faktor psikologis harus diperhatikan Universitas Wisnuwardhana Malang untuk memotivasi mahasiswa dalam mengambil keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. Juniarti (2011) membuktikan bahwa motivasi dan pembelajaran konsumen berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih kuliah. Hasil penelitian Sawaji et al. (2012) menunjukkan bahwa kelompok rujukan dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang, dan menganalisis di antara perilaku konsumen yang terdiri dari dari referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi yang berpengaruh dominan terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Perilaku Konsumen Swastha dan Handoko (2012:10) menyatakan “Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tertentu.” Mangkunegara (2012:3) menyatakan “Perilaku konsumen adalah adalah sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini.” Di dalam memahami perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda diantaranya faktor kebudayaan (kultur), faktor sosial, faktor kepribadian dan faktor kejiwaan (psikologis). Gambar 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Budaya Sosial Pribadi Psikologi Budaya Kelompok Subbudaya referensi Kelas Sosial Keluarga Usia dan tahap daur hidup Pekerjaan Kondisi ekonomi Gaya-hidup Kepribadian dan konsep diri Motivasi Persepsi Mempelajari Kepercayaan dan Sikap Peran dan Status Pembeli Sumber : Kotler dan Armstrong (2007:154). 2.2. Kelompok Referensi Menurut Nurmawan (2007:161) “kelompok referensi adalah kelompok-kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau pengaruh tidak langsung pada sikap dan perilaku seseorang.“ Adapun kelompok panutan menurut Kotler dan Armstrong dialihbahasakan Nurmawan (2007:165) dapat dibagi menjadi tiga : a) Primary group, yaitu kelompok teman dekat, teman sekerja, pimpinan informal. 52 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 b) Secondary group, yaitu terdiri dari kelompok professional, kelompok sosial dan kelompok sejenis. c) Aspirational group, yaitu terdiri dari pahlawan olah raga, artis film, tokoh-tokoh kesukaan pada saat itu. 2.3. Keluarga Keluarga merupakan peranan yang paling besar dalam membina sikap perilaku dan mental dasar seseorang, selain itu dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk atau jasa sangat di pengaruhi oleh adanya keluarga. Menurut kotler yang diterjemahkan Sindoro (2009:188) : Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi obyek penelitian paling luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. 2.4. Kelas Sosial Kelas sosial merupakan susunan yang secara relatif dan permanen dan tersusun dalam masyarakat yang anggotanya memiliki nilai, kepentingan atau minat dan perilaku yang sama. Menurut Kotler dan Armstrong terjemahan dari Imam Nurmawan (2007 :163), mendefinisikan bahwa kelas sosial : Merupakan susunan yang relatif permanen dalam suatu masyarakat yang anggotanya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang sama. Namun sejalan dengan perkembangan zaman kelas sosial kadang ditentukan berdasarkan kombinasi pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan faktor lainnya. 2.5. Motivasi Motivasi sebagai suatu rantai reaksi yang diawali dengan adanya kebutuhan yang menimbulkan keinginan atau upaya mencapai tujuan yang menimbulkan tensi (ketegangan) yaitu keinginan yang belim terpenuhi, yang kemudian menyebabkan timbulnya tindakan yang mengarah pada tujuan dan akhirnya memuaskan keinginan. Menurut Kotler diterjemahkan oleh Teguh dan Rusli (2007:161) motivasi adalah : Suatu kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak, dengan memuaskan kebutuhan tersebut ketegangan akan berkurang. Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia, guna mencapai tujuan yaitu kepuasan dirinya. Sedangkan menurut Handoko (2011:252), motivasi adalah sebagai Keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. 2.6. Persepsi Setiap orang itu memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu hal sehingga menyebabkan keadaan tingkah laku yang berbeda dan persepsi itu merupakan suatu proses dimana konsumen menyadari dan menginterpretasikan lingkungannya, baik intern maupun ekstern. Menurut Kotler dan Armstrong yang diterjemahkan oleh Nurmawan (2007:169) : “persepsi adalah proses yang dengan proses itu orang-orang memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi untuk membentuk gambaran dunia yang penuh arti.” 2.7. Keputusan Memilih Menurut Peter dan Olson (2006:177), pengambilan keputusan adalah: “proses mengidentifikasi Mengevaluasi dan memilih alternatif pada saat pemecahan masalah menghasilkan suatu rencana keputusan yang terdiri dari satu atau lebih keinginan berperilaku.” Pengambilan keputusan biasanya melibatkan sejumlah besar perilaku pencarian yang di butuhkan untuk mengidentifikasi alternatif pilihan yang digunakan untuk mengevaluasi. Pengambilan keputusan juga melibatkan keputusan multi pilihan dan perilaku yang cukup besar. 53 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2.8. Hipotesis Penelitian H1 : Perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. H2 : Perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. H3 : Motivasi berpengaruh dominan terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. 3. Metode Penelitian 3.1. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan masalah terhadap fenomena-fenomena tertentu. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok, (Singarimbun dan Efendi, 2008:35). Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian penjelasan (explanatory research) yaitu untuk mengetahui apakah suatu variabel berasosiasi ataukah tidak dengan variabel lainnya, ataukah suatu variabel disebabkan atau dipengaruhi ataukah tidak oleh variabel lainnya (Faisal, 2009:42). 3.2. Variabel Penelitian 1) Kelompok Referensi (X1) Kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Adapun indikatornya adalah: a. Usaha memperoleh informasi tentang Universitas Wisnuwardhana Malang. b. Perbandingan kualitas dengan perguruan tinggi swasta. c. Pengambilan keputusan memilih Universitas Wisnuwardhana Malang dipengaruhi oleh masyarakat sekitar (tetangga, teman, dan lain-lain). 2) Keluarga (X2) Merupakan kelompok yang dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. Dari variabel ini indikatornya adalah : a. Peranan keluarga dalam keputusan memilih perguruan tinggi. b. Pemprakarsa dalam kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. c. Pertimbangan pengalaman keluarga memilih Universitas Wisnuwardhana Malang. 3) Kelas Sosial (X3) Kelas sosial merupakan bagian yang relatif homogen dan selalu ada dalam suatu masyarakat yang tersusun secara hirarkis yang para anggotanya memiliki nilai-nilai kepentingan dan minat, serta perilaku yang sama. Dari variabel ini indikatornya adalah : a. Jumlah anggota keluarga yang masih memerlukan biaya pendidikan. b. Kemampuan ekonomi (keuangan) keluarga. c. Tingkat pengetahuan tentang Universitas Wisnuwardhana Malang yang dimiliki. 54 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 4) Motivasi (X4) Segala sesuatu tindakan yang menjadikan seseorang melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan yang disadari atau tidak disadari dalam mewujudkan tujuan. Dari variabel ini indikatornya adalah : a. Melakukan pemilihan berdasarkan kualitas yang diinginkan. b. Keyakinan akan kemampuan untuk membayar dalam jangka waktu yang ditentukan. c. Keinginan untuk mengembangkan pengetahuan. 5) Persepsi (X5) Pandangan atau pendapat seseorang terhadap perguruan tinggi Universitas Wisnuwardhana Malang. Dari variabel ini indikatornya adalah : a. Fasilitas dan sarana b. Pelayanan memuaskan c. Keunggulan perguruan tinggi sesuai dengan keinginan. 6) Keputusan Memilih (Y) Keputusan memilih adalah proses merumuskan berbagai alternatif tindakan guna menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu dalam melakukan pembelian. Dari variabel ini dapat ditentukan indikatornya adalah : a. Pencarian informasi b. Mengevaluasi penawaran c. Ketepatan dalam memutuskan d. Dampak psikologis dalam memutuskan. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2010:44). Adapun isntrumen dalam penelitian adalah kuisioner yaitu untuk mengungkap variabelvariabel penelitian. Sedangkan pengukuran instrumen menggunakan skala interval berdasarkan skala Likert yaitu skor yang digunakan 1 – 5 yang diterapkan secara bervariasi menurut masing-masing kategori pernyataan. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subyek/obyek penelitian sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini populasi adalah semua mahasiswa Universitas Wisnuwardhana Malang. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 125 mahasiswa Universitas Wisnuwardhana Malang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik accidental sampling. Menurut Sugiyono (2010:83) teknik accidental sampling adalah teknik penarikan sampel secara kebetulan yaitu siapa saja yang kebetulan ditemui peneliti di lokasi penelitian yaitu mahasiswa Universitas Wisnuwardhana Malang. 3.4. Teknik Analisis Data Adapun metode analisis yang akan digunakan adalah : 1) Analisis Deskriptif Metode ini digunakan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi karakteristik variabel terikat serta untuk mengidentifikasikan karakteristik masing-masing variabel dalam bentuk frekuensi dan prosentase. Analisis ini diperlukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan data hasil pengumpulan kuisioner. Teknik yang digunakan untuk menggambarkan data lapangan secara deskriptif 55 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dengan cara menginterprestasikan hasil pengolahan data lewat tabulasi. Teknik ini diharapkan dapat mendukung interprestasi hasil analisis yang digunakan. 2) Uji Asumsi Klasik Pengujian statistik dengan analisis regresi dapat dilakukan dengan pertimbangan tidak adanya pelanggaran terhadap asumsi klasik. Adapun asumsi-asumsi yang harus dipenuhi adalah : multikolinieritas, heteroskedastisitas dan normalitas. 3) Analisis Regresi Berganda Metode ini digunakan dengan tujuan untuk menguji pengaruh sebab akibat antara variabel bebas (X) dalam hal ini motivasi belajar, status sosial ekonomi orang tua dan kecerdasan intelektual terhadap variabel terikat (Y) dalam hal ini keputusan memilih. Statistik inferensial yang digunakan dalam analisis data adalah dengan menggunakan analisis regresi. Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + Dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5 α b1 .. b5 ε = = = = = = = = = Keputusan memilih Kelompok referensi Keluarga Kelas Sosial Motivasi Perrsepsi Konstanta Intercept/ koefisien regresi Error 4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1. Uji Asumsi Klasik Guna memperoleh nilai penduga yang tidak bias dan efisien dari suatu persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square), maka dalam pelaksanaan analisis data harus memenuhi asumsi klasik sebagai berikut : 4.1.1. Multikolinieritas Suatu model regresi terbebas dari multikolinieritas jika nilai VIF (Variance Inflation Factors) dari masing-masing variabel independen kurang dari 5 dan nilai toleransi mendekati 1. Adapun hasil VIF disajikan pada tabel berikut : Tabel1 HasilUjiMultikolinieritas Coefficients Model 1 a Collinearity Statistics Tolerance VIF ,509 1,964 ,394 2,538 ,469 2,130 ,444 2,254 ,611 1,636 Kelompok Referensi Keluarga Kelas Sosial Motivasi Persepsi a. Dependent Variable: Keputusan Memilih Sumber : Data diolah. 56 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Berdasarkan hasil perhitungan VIF terlihat bahwa variabel kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi mempunyai nilai VIF < 5, dengan demikian dapat disimpulkan model regresi tersebut tidak terdapat problem multikolinieritas. 4.1.2. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas berarti adanya variasi residual yang tidak sama untuk semua pengamatan, atau terdapatnya variasi residual yang semakin besar pada jumlah pengamatan yang semakin besar. Pengujian gejala heterokedastisitas menggunakan scatterplot, hasil uji heteroskedastisitas disajikan pada Gambar 2 berikut. Gambar 2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot Dependent Variable: Keputusan Memilih Regression Studentized Residual 3 2 1 0 -1 -2 -3 -3 -2 -1 0 1 2 3 Regression Standardized Predicted Value Sumber : Data diolah, 2016. Berdasarkan Gambar 2, terlihat titik‐titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah polatertentuyangjelas,sertatersebarbaikdiatasmaupundibawahangka0padasumbuY.Halini berartitidakterjadiheteroskedastisitaspadamodelregresi. 4.1.3. Normalitas Asumsi data telah berdistribusi normal adalah salah satu asumsi yang penting dalam melakukan penelitian dengan regresi. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel independen, dependen dan moderasi terdistribusi secara normal atau tidak. Ghozali (2006) untuk mendeteksi normalitas data dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik-titik pada sumbu diagonal dari grafik, yaitu jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garsi diagonal tersebut, maka hal ini menunjukkan data yang telah terdistribusi normal. Gambar 3 Normalitas Data Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Keputusan Memilih Expected Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 Observed Cum Prob Sumber : Data diolah, 2016. 57 1.0 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Gambar 3 menunjukkan bahwa data (titik) menyebar di sekitar dan mendekati garis diagonal. Ini menunjukkan bahwa data penelitian yang mencakup variabel kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi dan keputusan memilih menunjukkan distribusi data normal yang diperlukan sebelum melakukan pengujian hipotesis 4.2. Analisis Regresi Berganda Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 15 for windows diperoleh hasil analisis seperti dalam tabel berikut : Tabel2 RekapitulasiHasilAnalisisRegresiLinierBerganda Variabel KoefisienRegresi thitung Sig. Kelompokreferensi(X1) 0,243 2,950 0,004 Keluarga(X2) 0,171 2,158 0,033 Kelassosial(X3) 0,147 2,262 0,026 Motivasi(X4) 0,253 3,568 0,001 Persepsi(X5) 0,135 2,213 0,029 Konstanta 0,136 R 0,816 AdjustedRsquare 0,652 Fhitung 47,488 Sig.F 0,000 n 125 Variabelterikat=Keputusanmemilih(Y) Ftabel= 2,29 ttabel=1,980 Sumber : Data primer diolah, 2016. Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Berdasarkan tabel rekapitulasi tersebut, maka diperoleh persamaan regresi berganda sebagai berikut: Y = 0,136+0,243X1+0,171X2+0,147X3+0,253X4+0,135X5 Berdasarkanpersamaantersebutdapatdijelaskansebagaiberikut: 1) Konstanta sebesar 0,136 artinya bahwa apabila variabel bebas kelompok referensi (X1), keluarga (X2), kelas sosial (X3), motivasi (X4) dan persepsi (X5) adalah 0, maka besarnya variabel keputusan memilih sebesar 0,136. 2) Koefisien regresi X1 (kelompok referensi) sebesar 0,243 (b1), menunjukkan besarnya pengaruh X1 (kelompok referensi) terhadap keputusan memilih (Y), koefisien regresi bertanda positif menunjukkan kelompok referensi berpengaruh searah terhadap keputusan memilih, artinya semakin baik kelompok referensi akan menyebabkan keputusan memilih mengalami peningkatan, dengan anggapan variabel keluarga (X2), kelas sosial (X3), motivasi (X4) dan persepsi (X5) besarnya tetap. Sedangkan pengaruh kelompok referensi terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malangsebesar 0,243. 3) Koefisien regresi X2 (keluarga) sebesar 0,171 (b2), menunjukkan besarnya pengaruh X2 (keluarga) terhadap keputusan memilih (Y), koefisien regresi bertanda positif menunjukkan keluarga berpengaruh searah terhadap keputusan memilih, artinya semakin baik keluarga akan menyebabkan keputusan memilih semakin meningkat dengan anggapan variabel kelompok referensi (X1), kelas sosial (X3), motivasi (X4) dan persepsi (X5) besarnya tetap. Sedangkan pengaruh keluarga terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malangsebesar 0,171. 58 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 4) Koefisien regresi X3 (kelas sosial) sebesar 0,147 (b2), menunjukkan besarnya pengaruh X3 (kelas sosial) terhadap keputusan memilih (Y), koefisien regresi bertanda positif menunjukkan kelas sosial berpengaruh searah terhadap keputusan memilih, artinya semakin baik kelas sosial akan menyebabkan keputusan memilih mengalami peningkatan, dengan anggapan variabel kelompok referensi (X1), keluarga (X2), motivasi (X4) dan persepsi (X5) besarnya tetap. Sedangkan pengaruh kelas sosial terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malangsebesar 0,147. 5) Koefisien regresi X4 (motivasi) sebesar 0,253 (b2), menunjukkan besarnya pengaruh X4 (motivasi) terhadap keputusan memilih (Y), koefisien regresi bertanda positif menunjukkan motivasi berpengaruh searah terhadap keputusan memilih, artinya semakin baik motivasi akan menyebabkan keputusan memilih mengalami peningkatan, dengan anggapan variabel kelompok referensi (X1), keluarga (X2), kelas sosial (X3) dan persepsi (X5) besarnya tetap. Sedangkan pengaruh motivasi terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malangsebesar 0,253. 6) Koefisien regresi X5 (persepsi) sebesar 0,135 (b2), menunjukkan besarnya pengaruh X5 (persepsi) terhadap keputusan memilih (Y), koefisien regresi bertanda positif menunjukkan persepsi berpengaruh searah terhadap keputusan memilih, artinya semakin baik persepsi akan menyebabkan keputusan memilih mengalami peningkatan, dengan anggapan variabel kelompok referensi (X1), keluarga (X2), kelas sosial (X3) dan motivasi (X4) besarnya tetap. Sedangkan pengaruh persepsi terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malangsebesar 0,135. Nilai koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0,816 menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara kelompok referensi (X1), keluarga (X2), kelas sosial (X3), motivasi (X4) dan persepsi (X5) secara bersama‐sama dengan keputusan memilih (Y). Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda, dapat diketahui nilai koefisien determinasi (Adjusted R square) sebesar 0,652. Koefisien determinasi ini mempunyai arti bahwa kelompok referensi (X1), keluarga (X2), kelas sosial (X3), motivasi (X4) dan persepsi(X5)secarabersama‐samamampumemberikankontribusiterhadapkeputusanmemilihsebesar 65,2%, sedangkan sisanya sebesar 34,8% disebabkan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian. 4.3 Uji Hipotesis 4.3.1 Uji Hipotesis 1 Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang, dengan menggunakan uji F. Uji F digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas Perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi secara bersama-sama atau simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan memilih (Y). Apabila besarnya Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dari hasil perhitungan analisa regresi berganda dengan SPSS diperoleh Fhitung sebesar 47,488, sedangkan Ftabel pada = 5%, df1 = 5, dan df2 = 120 sebesar 2,29; hal ini berarti Fhitung > Ftabel (47,488 > 2,29) sedangkan nilai probabilitasnya lebih kecil dari = 0,05 (0,000 < 0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel bebas: Perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, 59 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 motivasi dan persepsi secara simultan atau bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih. Dengan demikian hipotesis pertama secara statistik diterima atau teruji. 4.3.2 Uji Hipotesis 2 Untuk menguji hipotesis kedua yang menyatakan bahwa Perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang, menggunakan uji t. Uji t digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas yaitu Perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel keputusan memilih (Y), dengan cara membandingkan antara thitung dengan ttabel. Berikut disajikan hasil perbandingan thitung dengan ttabel masing-masing variabel bebas Perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi terhadap keputusan memilih. Tabel3 Perbandinganthitungdanttabel thitung ttabel Sig.t Variabel Kelompokreferensi(X1) 2,950 1,980 0,004 Keluarga(X2) 2,158 1,980 0,033 Kelassosial(X3) 2,262 Motivasi(X4) 3,568 Persepsi(X5) 2,213 Sumber:Dataprimerdiolah. 1,980 1,980 1,980 0,000 0,001 0,029 Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Variabel Kelompok referensi Hasil analisis regresi diperoleh nilai thitung = 2,950 sedangkan nilai ttabel = 1,980 sehingga thitung > ttabel atau nilai signifikansi 0,004 < 0,05 jadi Ho diterima atau Ha ditolak, sehingga terbukti variabel X1 (kelompok referensi) berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih (Y). 2) Variabel Keluarga Hasil analisis regresi diperoleh nilai thitung = 2,158 sedangkan nilai ttabel = 1,980 sehingga thitung > ttabel atau nilai signifikansi 0,033 < 0,05 jadi Ho ditolak atau Ha diterima, sehingga terbukti variabel X2 (keluarga) berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih (Y). 3) Variabel kelas sosial Hasil analisis regresi diperoleh nilai thitung = 2,262 sedangkan nilai ttabel = 1,980 sehingga thitung > ttabel atau nilai signifikansi 0,026 < 0,05 jadi Ho ditolak atau Ha diterima, sehingga terbukti variabel X3 (kelas sosial) berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih. 4) Variabel Motivasi Hasil analisis regresi diperoleh nilai thitung = 3,568 sedangkan nilai ttabel = 1,980 sehingga thitung > ttabel atau nilai signifikansi 0,001 < 0,05 jadi Ho ditolak atau Ha diterima, sehingga terbukti variabel X5 (motivasi) berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih. 5) Variabel Persepsi Hasil analisis regresi diperoleh nilai thitung = 2,213 sedangkan nilai ttabel = 1,980 sehingga thitung > ttabel atau nilai signifikansi 0,029 < 0,05 jadi Ho ditolak atau Ha diterima, sehingga terbukti variabel X5 (persepsi) berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih. 60 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda tersebut di atas, maka dapat dibuktikan bahwa Perilaku konsumen yang terdiri dari dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih. Dengan demikian hipotesis kedua secara statistik diterima. 4.3.3. Uji Hipotesis 3 Untukmengujihipotesisketigayangmenyatakanbahwamotivasiberpengaruhdominanterhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang, yaitu dengan melihat besar koefisien regresiyangberpengaruhsignifikanterhadapkeputusanmemilihkuliahdiUniversitasWisnuwardhana Malang. Variabel bebas yang memiliki koefisien paling besar dan signifikan merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap keputusan memilih. Adapun besarnya koefisien regresi masing‐masing variabelbebasdisajikanpadatabelberikut: Tabel 4 Koefisien Regresi Masing-masing Variabel Bebas Variabel KoefisienRegresi Sig.t Keterangan Kelompokreferensi(X1) 0,243 0,004 Signifikan Keluarga(X2) 0,171 0,033 Signifikan Kelassosial(X3) 0,147 0,026 Signifikan Motivasi(X4) 0,253 0,001 Signifikan Persepsi(X5) 0,135 0,029 Signifikan Sumber : Data diolah, 2016. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai koefisien terbesar yaitu motivasi yaitu sebesar 0,253, hal ini berarti motivasi merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap keputusan memilih, kemudian diikuti dengan kelompok referensi dengan koefisien regresi sebesar 0,243, keluarga sebesar 0,171, selanjutnya kelas sosial sebesar 0,147, kemudian yang memberikan kontribusi terkecil terhadap keputusan memilih adalah persepsi dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,135. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan motivasi berpengaruh dominan terhadap keputusan memilih secara statistik dapat diterima atau teruji. 4.4. Pembahasan Hasil Penelitian 4.4.1 Pengaruh Kelompok Referensi Terhadap Keputusan memilih Adanya pengaruh yang signifikan dari variabel kelompok referensi merupakan keputusanmemilih, menunjukkan bahwa kelompok referensi merupakan faktor yang memberikan pengaruh langsung/tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sawaji et al. (2012). Jadi dalam kenyataannya bahwa kelompok referensi tersebut sangat menentukan perilaku manusia untuk membeli sesuatu dan pengaruhnya akan selalu berubah setiap waktu sesuai dengan kemajuan atau perkembangan jaman dari masyarakat tersebut (Swastha dan Handoko, 2012:68). 4.4.2 Pengaruh Keluarga Terhadap Keputusan memilih Variabel keluarga berpengaruh signifikan terhadap Keputusan memilih, hal ini menunjukkan bahwa sebelum melakukan memutuskan memilih kuliah, konsumen melakukan pembicaraan dulu dengan anggota keluarga. Jadi dalam kenyataannya bahwa keluarga merupakan organisasi pemberian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi obyek penelitian yang luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh (Kotler, 2010:188). 61 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 4.4.3 Pengaruh Kelas Sosial Terhadap Keputusan memilih Variabel kelas sosial berpengaruh signifikan terhadap keputusanmemilih, hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat atau lemah kelas sosial maka akan meningkatkan keputusanmemilih dan dalam kenyataannya di masyarakat terdapat perbedaan ekonomi/kelas sosial yang secara umum menggambarkan status ekonomi masing-masing anggota-anggotanya di mana setiap anggota berusaha untuk menunjukkan status dan kedudukannya tersebut melalui kuliah di lembaga pendidikan terbaik. Hal inid seuai dengan pendapat Simamora (2012:7) yang menyatakan bahwa kelas sosial adalah susunan yang relatif permanen dan teratur dalam suatu masyarakat yang anggotanya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang sama, kelas sosial memperlihatkan preferensi produk dan merek yang berbeda. 4.4.4 Pengaruh Motivasi Terhadap Keputusan memilih Variabel motivasi adalah variabel yang mempengaruhi keputusanmemilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang, di mana motivasi ini timbul dari diri seseorang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan untuk menempuh pendidikan tinggi, di mana motivasi tersebut dapat dirangsang melalui promosi yang dilakukan oleh lembaga pendidikan, kepercayaan konsumen akan kualitas pendidikan yang diterimanya dapat membawa kebanggaan terhadap mahasiswa yang menggunakannya, yang kesemuanya akan dapat memotivasi atau rangsangan konsumen untuk memilih lembaga pendidikan yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Irawan dan Wijaya (1996:44) yang menyatakan bahwa motif adalah suatu keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. 4.4.5 Pengaruh Persepsi Terhadap Keputusan memilih Adanya pengaruh yang signifikan dari variabel persepsi terhadap keputusan memilih, menunjukkan bahwa persepsi merupakan faktor yang mempengaruhi sikap, serta kepercayaan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa sangat menentukan perilaku manusia untuk menggunakan sesuatu dan pengaruhnya akan selalu berubah setiap waktu sesuai dengan kemajuan atau perkembangan jaman dari masyarakat tersebut, karena persepsi adalah proses seseorang individu memilih, mengorganisasi, menaksirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia, persepsi merupakan suatu proses di mana konsumen menyadari dan mengintepretasikan aspek lingkungannya, baik intern maupun ekstern (Kotler, 2010:248). 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa dalam memutuskan untuk memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang berkaitan dengan seberapa besar usaha konsumen tersebut untuk mencari informasi yang berkaitan dengan kualitas lulusan, fasilitas dari kelompok referensi, keluarga, dan dengan melihat kelas sosial keluarga, didukung dengan motivasi serta persepsi pada lembaga pendidikan. 62 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 1) Kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, motivasi dan persepsi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. 2) Motivasi berpengaruh dominan terhadap keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang, hal ini menunjukkan bahwa motivasi lebih berperan dibandingkan keempat variabel lainnya dalam mengambil keputusan memilih kuliah di Universitas Wisnuwardhana Malang. 5.2. Saran 1) Hendaknya hasil penelitian ini dimanfaatkan oleh pihak manajemen Universitas Wisnuwardhana Malang sebagai dasar untuk membangun image Universitas Wisnuwardhana Malang. 2) Perilaku konsumen terus berubah seiring dengan berkembangnya waktu, karena itu lembaga pendidikan hendaknya lebih tanggap dan cepat menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga konsumen tidak beralih ke perguruan tinggi lain. 3) Universitas Wisnuwardhana Malang harus terus berinovasi dalam menciptakan motivasi tertentu dalam bentuk iklan misalnya di benak konsumen misalnya dengan kuliah di lembaga tersebut akan memudahkan lulusan di dalam memperoleh pekerjaan yang diinginkan sesuai dengan bidangnya. 4) Hendaknya penelitian lebih lanjut perlu diteliti lagi variabel-variabel lain yang diperkirakan berpengaruh nyata terhadap keputusan pembelian sepeda motor Matic. DAFTAR PUSTAKA Faisal, Sanafiah. 2009. Desain Penelitian Sosial (format kualitatif dan Kuantitatif), Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Tegal: Universitas Diponegoro. Handoko, T. Hani. 2011. Manajemen. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE. Irawan dan Faried Wijaya M. 2006. Perilaku Konsumen. Jakarta: Erlangga. Juniarti, Anita Dyah. 2011. Pengaruh Motivasi Dan Pembelajaran Konsumen Terhadap Keputusan Memilih Kuliah Mahasiswa STP Aviasi Jakarta. Jurnal Ilmiah Niagara. Vol. 2 No. 1: 12-22. Kotler, Philip dan Amstrong. 2007. Dasar-dasar Pemasaran Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Prehallindo Kotler, Philip. 2010. Marketing. Penerjemah: Herujati Purwoko, Jilid 1, Cetakan Ketiga. Jakarta: Erlangga Mangkunegara, AA. Anwar Prabu. 2012. Perilaku Konsumen. Edisi Revisi. Refika Aditama. Bandung Nurmawan, Imam. 2007. Manajemen Pemasaran : Suatu Pendekatan Strategi Dengan Orientasi Global, Jilid Satu, Edisi Kedua. Bandung : Penerbit Erlangga. Peter, J. Paul and Jerry C. Olson. 2006. Consumer Behavior and Marketing Strategy. 4th ed. The McGraw-Hill Companies, Inc. Sawaji, Jamaluddin, Djabir Hamzah dan Idrus Taba. 2012. Pengambilan Keputusan Mahasiswa Dalam Memilih Perguruan Tinggi Swasta Di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Dunia Ilmu. Vol. 2 No. 1: 25-34. Simamora, Bilson. 2012. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Surabaya: Pustaka. Utama. Sindoro. 2009. Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta: Erlangga Singarimbun dan Efendi, 2008. Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES. Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Swastha, Dharmmesta Basu dan Handoko, T. Hani. 2012. Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Tjiptono, Fandy, Gregorius Chandra dan Dadi Adriana. 2008. Pemasaran Strategik. Yogyakarta: Andi. 63 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 BIOGRAFI PENULIS Penulis adalah dosen di Pascasarjana Universitas Wisnuwardhana Malang. Beliau mendapatkan gelar Doktor Ilmu Ekonomi, dari Universitas Merdeka Malang, pada tahun 2013. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada manajemen sumber daya manusia, manajemen pemasaran. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melalui [email protected]. 64 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 KEPUTUSAN PEMBELIAN JASA ASURANSI DAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA ALAM MUZAKAR ISA Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Surakarta Email: [email protected] Abstract This study aims to describe people characteristic in making decision and analyze factors that affect them in participating insurance. This study uses quantitative approach. The population are people in the north coast of Central Java Province who have experienced flooding. The sampling technique of this research is multi-stages sampling method with the number 378 respondents. This study uses primary data, where the data was obtained directly from respondents through in-depth interviews. This study uses logistic regression analysis. The conclusion shows the level of education, family members and the prices positively impact on purchasing insurance significantly, otherwise income gives negative and insignificant impact on insurance purchasing decisions. Keywords: Disaster, Risk, Insurance, 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara rawan bencana. Isa (2016) menjelaskan Indonesia merupakan negara paling rawan tsunami dan tanah longsor di dunia. Indonesia juga berada pada peringkat ketiga sebagai Negara yang rawan gempa bumi, dan berada urutan keenam sebagai Negara rawan untuk banjir. Dalam kurun waktu antara tahun 1815 dan 2015 Indonesia mengalami 15.982 kali bencana alam. Frekuensi bencana alam paling banyak terjadi adalah banjir, yaitu sebesar 36,94%, diikuti oleh puting beliung 23,66%, tanah longsor 19,08%, kekeringan 9,62%, banjir dan tanah longsor 2,93%, gempa bumi 2,78%, kebakaran 2,05%, abrasi 1,64, letusan gunung api 0,93%, gempa bumi dan tsunami 0,27%, serta tsunami 0,09% (BNPB, 2016). Dalam kurun waktu 2011-2015, Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi yang paling rawan bencana alam di Indonesia, dan banjir merupakan bencala alam yang paling sering terjadi. Banjir tersebut banyak terjadi di wilayah pesisir bagian utara. Banjir memiliki risiko yang tidak sedikit, dimana pada tahun 2011-2015 risiko banjir sebanyak 58 orang korban jiwa, 199 orang terluka, 191,422 orang mengungsi, 31.012 Ha kerusakan lahan, dan 1.104 buah rumah rusak berat. Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang rawan bencana (banjir), dengan ini asuransi menjadi hal yang penting bagi perorangan maupun dunia usaha. Asuransi merupakan salah satu upaya penting dari menejemen risiko bencana. Asuransi juga merupakan metode yang efektif digunakan karena menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung kepada resiko yang akan dihadapi. Resiko merupakan kondisi ketidakpastian yang diakibatkan oleh ketidaksempurnaan peramalan seperti bencana, sakit, kegagalan pendidikan dan lain-lain yang sifatnya menimbulkan kerugian. Faktor pendapatan sering kali menghambat keinginan seseorang untuk berasuransi. Selama ini orang yang berpenghasilan tinggi yang ikut asuransi, padahal buat kalangan bawah pun telah ada premi yang disediakan. Disisi lain jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, harga, tingkat suku bunga tabungan, dan uang pertanggungan juga dapat mempengaruhi permintaan seseorang akan asuransi. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan 65 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 suatu barang dan jasa. Faktor-faktor tersebut adalah harga, pendapatan, harga barang lain, harga barang subsitusi, selera, faktor-faktor khusus, musim, harapan mengenai kondisi ekonomi di masa yang akan datang (Samuelson 2006). Masyarakat Indonesia, baik individu atau perusahaan, yang hidup di wilayah dengan risiko bencana kategori tinggi perlu ikut asuransi. Berbagai kejadian bencana alam yang terjadi selama ini banyak menimbulkan korban, baik korban jiwa, kerusakan dan kerugian. Dengan ini, perlu dilakukan penelitian terkait karakteristik dan factor factor yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk ikut asurasi di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan karakteristik masyarakat dalam mengambil keputusan ikut asuransi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam ikut asurasi di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keputusan Pembelian Keputusan didefinisikan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif (Schiffman dan Kanuk, 1994). Seorang konsumen yang hendak melakukan pemilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Mowen dan Minor, (1998) mendefinisikan pengambilan keputusan konsumen sebagai suatu proses yang melibatkan pengenalan produk, pencarian solusi, pengevaluasian alternatif, pemilihan, dan pengevaluasian hasil pilihan. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994), terdapat lima tahap proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan hasil. Pada Gambar 1 dapat dilihat dengan jelas tahap-tahap proses pengambilan keputusan pembelian konsumen. Gambar 1. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian 2.2. Asuransi Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dijelaskan asuransi atau pertanggungan merupakan perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Disisi lain, Samuelson (2006) menjelaskan asuransi sebagai upaya memindahkan resiko dari mereka yang lebih menentang resiko atau yang terbuka terhadap resiko-resiko yang berat yang tidak seimbang kepada mereka yang kurang mementang terhadap resiko atau yang dapat lebih mudah menanggung resiko. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan bencana, asuransi dapat membantu masyarakat untuk mengurangi resiko. 66 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Menurut Arthesa dan Handiman (2006) asuransi konvensional dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) asuransi Kerugian (Asuransi Umum). Asuransi ini merupakan jenis usaha yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, seperti asuransi kebakaran, asuransi pengangkutan, dan lain sebagainya. (2) Asuransi Jiwa. Asuransi ini merupakan jenis usaha asuransi berupa jasa yang diberikan oleh pihak penanggung dalam mengatasi risiko yang dikaitkan dengan jiwa seseorang, seperti meninggal dunia, cacat akibat kecelakaan atau sebab lainnya. (3). Reasuransi. Reasuransi merupakan jenis usaha yang menggunakan sistem penyebaran risiko, yakni penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian risiko dari jumlah pertanggungan kepada pihak penanggung lainnya. Tujuan reasuransi adalah mengatasi kemungkinan kegagalan menanggung klaim dari tertanggung. Usaha jasa reasuransi merupakan industri asuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa. 2.3. Permintaan akan Asuransi Teori permintaan menjelaskan bahwa permintaan akan jasa asuransi merupakan faktor faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengguakan jasa asuransi. Factor tersebut adakah harga, selera konsumen, pendapatan, ekpektasi kemungkinan kejadian sakit. Permintaan asuransi menitikberatkan untuk mengalihkan resiko yang nanti bisa mereka alami. Hal ini didasarkan karena kerugian yang besar sewaktu-waktu dapat menimpa mereka (Salvator, 1997). 2.4. Hubungan Antar Variabel 1). Hubungan Antara Pendapatan dan Permintaan Asuransi Permintaan akan asuransi dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Pendapatan yang tinggi akan mendorong seseorang untuk berasuransi. Seseorang yang memiliki pendapatan yang besar mampu untuk membiayai pengeluaran selain untuk kebutuhan pokok sehari hari. Tingkat pendapatan secara signifikan mempengaruhi permintaan asuransi (Subir Sen, 2007). 2). Hubungan antara Jumlah Angota Keluarga dan Permintaan Asuransi Permintaan akan asuransi tidak lepas dari jumlah anggota rumah tangga. Jumlah anggota rumah tangga tentu mempengaruhi besar kecilnya biaya yang akan dikeluarkan. Rumah Tangga yang memiliki anak lebih banyak, maka permintaan akan asuransi akan berkurang, hal ini karena dalam Rumah Tangga tersebut tentu mewaspadai mengenai biaya meskipun hal ini tidak selamanya benar karena ada orang yang berfikir bahwa anggota keluarganya banyak maka dia ikut asuransi. Ukuran anggota rumah tangga memiliki dapat memiliki efek positif dalam permintaan asuransi (Juetting, 2004). 3) Hubungan antara Pendidikan dan Permintaan Asuransi Pendidikan merupakan proses pembentukan perilaku manusia secara intelektual untuk menguasai ilmu pengetahuan, secara emosional untuk menguasai diri dan secara moral sebagai pendalaman dan penghayatan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidian seseorang, mereka akan lebih memhami akan maksud dan tujuan dari perusahaan asuransi dan dengan berasuransi akan mengalihkan resiko yang nantinya terjadi kepada perusahaan asuransi. Pendidikan yang semakin tinggi menyebabkan pola pikir akan keinginan terhadap asuransi meningkat. Pendidikan merupakan salah satu variabel signifikan terhadap permintaan asuransi (Eisenhauser dan Halek,1999). 67 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 4) Hubungan antara harga terhadap Permintaan Asuransi Jiang et al. (2005) menjelaskan persepsi harga asuransi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk. Hal serupa juga diungkapkan oleh Hasslinger et al. (2007) yang menyatakan bahwa harga sebagai faktor penting dalam keputusan pembelian seseorang. Harga merupakan faktor yang paling penting bagi sebagian besar masyarakat. Dengan ini persepsi harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan asuransi. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yaitu keputusan pembelian asuransi. Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah, dengan lokasi penelitian di Kota Semarang, Kabupaten Pati dan Kabupaten Pekalongan karena wilayah tersebut merupakan daerah yang paling rawan bencana banjir. Populasi peneliltian ini adalah masyarakat di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah yang pernah mengalami banjir. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode multistages sampling dengan jumlah sampel yang direncanakan sebanyak 378 orang. Penelitian ini menggunakan data primer, dimana data diperoleh langsung dari responden melalui in-depth interview. Penelitian ini menggunakan analisis analisis regresi logistic, dimana variable dependennya adalah keputusan pembelian asuransi. Variable independen yang digunakan adalah harga, pendapatan, pendidikan, dan jumlah anggota keluarga. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Responden Hubungan tingkat Pendidikan dan Asuransi Resonden penelitian ini berjumlah 378 orang. Dari jumlah tersebut 281 tidak ikut asuransi dan 97 orang ikut asuransi. Secara umum, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kemungkinan orang tersebut ikut asuransi semakin besar. Table Responden Hubungan tingkat Pendidikan dan Asuransi Asuransi Total Tidak Asuransi Ikut Asuransi Pendidikan SD 147 25 172 SMP 40 13 53 SMA 84 29 113 Diploma 3 5 8 S1-S2-S3 7 25 32 Total 281 97 378 Sumber: Data Primer Diolah (2016) 4.2. Profil Responden Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dan Asuransi Jumlah keluarga memiliki hubungan terkait keikutsertaa mereka dengan asurani. Rumah tangga yang memiliki anggota keluarga lebih dari 3, memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk ikut asuransi dari pada rumah tangga yang memiliki anggota keluarga 2 ke bawah. 68 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Table Responden Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dan Asuransi Asuransi Total Tidak Asuransi Ikut Asuransi Jumlah Anggota ≤2 24 3 27 Keluarga 3-4 154 54 206 ≥5 103 42 145 Total Sumber: Data Primer Diolah (2016) 281 97 378 4.3. Profil Responden pendapatan dan Asuransi Tingkat pendapatan tidak selamanya berpengaruh positif terhadap keikut sertaan masyarakat dalam asuransi. Dalam penelitian ini, responden yang memiliki pendapatan 2-3 juta yang banyak ikut asuransi, disbanding tingkat pendapatan dibawah dan diatasnya. Table Responden Hubungan Pendapatan dan Asuransi Asuransi Tidak Asuransi Pendapatan kurang 1 Juta 112 1-2 juta 2-3 Ikut Asuransi 32 144 148 39 187 15 24 39 6 2 8 281 97 378 lebih dari 3 juta Total Total Sumber: Data Primer Diolah (2016) 4.4. Profil Responden Hubungan harga dan Asuransi Persepsi harga asuransi memiliki hubungan positif dengan keikutsertaan asuransi. Bagi masyarakat yang memiliki persepsi harga asurasi tidak mahal, mereka cenderung akan mengikuti asuransi. Table Responden harga dan Asuransi Asuransi Harga Total Tidak Asuransi Ikut Asuransi 16 5 Sangat mahal 21 Mahal 69 21 90 Murah 126 29 155 sangat murah Total 70 42 112 281 97 378 Sumber: Data Primer Diolah (2016) 4.5. Analisis Logit Hosmer and Lemeshow Test digunakan untuk menguji kesesuaian model (goodness of fit), yaitu untuk menguji apakah model yang digunakan dengan 4 variabel independen sudah sesuai dengan data empiris atau tidak. Berdasarkan analisis diperoleh nilai Chi-square sebesar 10,667, dengan nilai probabilitas sebesar 0,221. Karena 0,221 > 0,05, maka dijelaskan bahwa model penelitian ini adalah baik. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai Iteration History atau -2(L0–L1) =431.125 – 408.317 = 22,808. Dengan α = 0,05 dan degree of freedom (df) = k = 4, dimana k adalah jumlah variabel prediktor, didapat nilai χ²(p) dari tabel distribusi chi-kuadrat sebesar 7,815. Dikarenakan 22,808 > 7, 815 atau -2(L0– 69 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 L1) > χ²(p), maka dijelaskan secara simultan keempat variabel prediktor berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel keputusan pembelian asuransi. Ghozali, (2011) menjelaskan Nagelkerke’s R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox & Snell’s R Square dengan nilai maksimumnya. Berdasarkan tabel Model Summary diperoleh nilai Nagelkerke’s R Square sebesar 0,219. Hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas variabel keputusan pembelian asuransi dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen adalah sebesar 21,9%, sedangkan sisanya sebesar 78,1% dijelaskan oleh variabilitas variabel lain diluar ketiga variabel independen yang diteliti tersebut. Pengujian secara individu dilakukan untuk mengetahui signifikansi parameter variabel prediktor dengan menggunakan uji wald. Uji statistik yang digunakan adalah uji wald dengan hasil pengujian adalah sebagai berikut: Variable Pendidikan Jumlah Anggota keluarga Perdapatan Persepsi harga Constant Table Uji Wald B Wald .720 .186 -.044 .452 -4.859 63.334 4.597 0.046 8.200 37.695 Sig. .000 .032 .830 .004 .000 Exp(B) 2.055 1.205 .957 1.527 .008 Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa beberapa hal sebagai berikut. a. Variabel pendidikan berpengaruh positif dan signifikan pada α=5% dalam membeli asuransi. b. Variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan signifikan pada α=5% dalam membeli asuransi c. Variabel pendapatan berpengaruh negative dan tidak signifikan pada α=5% dalam membeli asuransi d. Variabel harga berpengaruh positif dan signifikan pada α=5% dalam membeli asuransi Berdasarkan keputusan pada uji wald sebagaimana tabel di atas maka diperoleh model regresi logistik sebagai berikut: log1[π(χ)] = -4.859 + 0.720X1 + 0,186X2 - 0,044 X3 + 0,452X4 Permintaan akan jasa asuransi di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah dipengaruhi oleh (1) jumlah angota keluarga. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Juetting (2004) yang menjelaskan bahwa jumlah anggota rumah tangga memiliki efek positif dalam permintaan asuransi (Juetting, 2004). (2) tingkat pendidikan. Hasil penelitian ini didukung oleh Eisenhauser dan Halek (1999) yang menjelaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang yang semakin tinggi akan menyebabkan pola keinginan terhadap jasa asuransi juga meningkat. (3) Persepsi harga. Hasil penelitian ini diperkuat oleh pendapatan Jiang et al. (2005) dan Hasslinger et al. (2007) yang menjelaskan persepsi harga asuransi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian jasa asuransi. Tingkat pendapatan masyarakat tidak berpengaruh positif terhadap pembelian jasa asuransi di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah. Mereka yang tinggal di wilayah ini, ketika pendapatannya meningkat maka 70 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 mereka akan memillih untuk pindah tempat tinggal dari pada membeli asuransi karena daerah mereka rawan bencana alam 5. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan harga berpengaruh positif dan sinifikan terhadap keputusan pembelian asuransi di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah, pendapatan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan pembelian asuransi. Implikasi hasil penelitian ini adalah perlunya adanya upaya pengurangan risiko bencana melalui keikutsertaan dalam asuransi dengan memperhatikan aspek tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan harga. DAFTAR PUSTAKA Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2016. Data Informasi Bencana Indonesia, Jakarta: BNPB, Diagne, K. 2007. Governance and natural disasters: addressing flooding in Saint Louis, Senegal. Environment and Urbanization 19(2): 552-562 Dlugolecki, A.F. 1993. The role of commercial insurance in alleviating natural disaster, in Merriman, P.A. and Browitt, S.W.A. (Eds), Natural Disasters: Protecting Vulnerable Communities, Thomas Telford, London, pp. 421-31. Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Isa, M. 2013. Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder Dalam Adaptasi Dan Mitigasi Banjir Di Kota Surakarta, BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis, Volume 17, Nomor 2, Desember 2013 Isa, M. 2015. Adaptation and Mitigation Model for People to Restore Their Ecosystem from Flood in Semarang, Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 16, No 2, Tahun 2015 Isa, M. 2016. Bencana Alam: Berdampak Positif Atau Negatif Terhadap Pertumbuhan Ekonomi?, The 3rd University Research Colloquium 2016, Kudus Jiang, Pingjun dan Rosenbloom, Bert. 2005. Customer Intention to Return Online: Price Perception, Attribute-level Performance, and Satisfaction Unfolding Over Time. International Journal of Marketing. 4(1) pp: 20-30 Leeraphong, A and A. Mardjo. 2013, Trust and Risk in Purchase Intention through Online Social Network: A Focus Group Study of Facebook in Thailand”. Journal of Economics, Business and Management. 1(4) pp.321-342 Neuman, W Lawrence. 2000, Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Methods 4th ed, Allyn and Bacon, Boston. Samuelson, dkk, 2006. Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta: PT Media Global Edukasi Schiffman & Kanuk. 2004. Perilaku Konsumen (edisi 7). Jakarta: Prentice Hall Setywan, A.A., Muzakar Isa, dan Farid Wajdi, 2012 Model Pengembangan Manajemen Resiko Bencana dan Potensi Pembiayaan Mikro Pasca Bencana bagi UMKM Di Kota Surakarta, Laporan Penelitian PPMB FE UMS – AIFDR AUSAID Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Webb, G.R., Tierney, K.J. and Dahlhamer, J.M. 2000, Businesses and disasters: empirical patterns and unanswered questions, Natural Hazards Review, Vol. 1 No. 2, pp. 83-90. Juetting, J., 2003. “Health Insurance for the Poor? Determinants of Participation inCommunity-Based Health Insurance Schemes in Rural Senegal”, Centre forDevelopmentResearch, University of Bonn. Salvator, Dominick. 1997.”Teori Mikro Ekonomi Edisi Kedua”.Jakarta : Erlangga 71 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PENGUKURAN INDEKS KEPUASAN PENGGUNA DATA TERHADAP PELAYANAN PADA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SURAKARTA Sidiq Permono Nugroho Pusat Studi Penelitian Pengembangan Manajemen Dan Bisnis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta [email protected] Abstract Bureaucracy reform becomes a first movement to rearrange a good, effective, and efficient implementation of state administration system, then it gives a prompt, proper, and professional services. The Central Bureau of Statistics, a non-ministry government institution implements the bureaucracy reform, and provides comprehensive, accurate, and sophisticated statistics in order to create a System of National Statistics. The Constitution No. 16, 1997 on Statistic, and Government Regulation No. 51, 1999 are set to regulate the presence of Central Bureau of Statistics. The two that legalize The Central Bureau of Statistics are now supporting the institution itself to provide convenient services related to people request on statistic information and data. This is a research which utilizes quantitative descriptive method, involving totally 120 user of The Central Bureau of Statistic in Surakarta to be respondent of the research. This research aims to figure out user’s satisfaction index towards this public service. The data analysis technique for this research is Users (people who once used The Central Bureau of Statistic Service) Satisfaction Index, counted through weighted average values of some service elements based on Number 63/KEP/M.PAN/7/2003. Among the 120 users of The Central Bureau of Statistics, this research shows that The Satisfaction Index reaches 75.31 (good), but it still need to be improved remember there are some indicators showing a not quite good Performance Index. Totally 20 out of 24 indicators are categorized into ‘good service’, while the other fours indicator need to be enhanced and improved. Keywords : Satisfaction Index , The Central Bureau of Statistic in Surakarta, the bureaucracy reform 1. PENDAHULUAN Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan menimbulkan citra yang masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Asosiasi dan perusahaan mengkritisi data BPS kurang detail dan manfaatnya tidak bisa langsung dirasakan pelaku usaha, akademisi mengkritisi beberapa data spesifik dan sektoral yang sulit diakses. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satu caranya dengan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien, sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan professional. Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai salah satu Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang melaksanakan program reformasi birokrasi, mempunyai tugas untuk menyediakan data statistik yang lengkap, akurat, dan mutakhir dalam mewujudkan Sistem Statistik Nasional. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik. Dengan demikian, BPS sebagai lembaga publik memiliki peran dalam memberikan pelayanan terhadap permintaan data dan informasi statistik. 72 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Terkait dengan road map Reformasi Birokrasi di lingkungan BPS terdapat 8 (delapan) area perubahan dimana pelayanan publik merupakan salah satunya. Konsep pelayanan yang diberikan oleh BPS merujuk pada konsep pelayanan prima, hal ini selaras dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh BPS perlu dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan agar BPS dapat melaksanakan tugas dan perannya dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan statistik. Kualitas layanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service) (Kotler, 2000). 2. KAJIAN LITERATUR Kualitas Pelayanan Publik Kualitas jasa adalah evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa atau perusahaan.” Menurut Wykof yang dikutip dari Tjiptono (2008) menyatakan bahwa: “Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.” Kualitas jasa (service quality) dibangun atas adanya perbandingan 2 faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas pelayanan yang nyata mereka terima Layanan layanan industri Kebersihan keuangan restoran (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan (expected service), maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang di terima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Zeithaml (1990) mengemukakan dalam mendukung hal tersebut, ada 10 (sepuluh) dimensi yang harus diperhatikan dalam melihat tolok ukur kualitas pelayanan publik, yaitu sebagai berikut : 1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi; 2. Realiable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat; 3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan; 4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan; 5. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi; 6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat; 7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan resiko; 8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan; 9. Communication, kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat; 10. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan. 73 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Kepuasan Pelanggan Pelayanan Publik Berikut definisi beberapa ahli tentang kepuasan pelanggan Menurut Kotler-Keller yang dialih bahasakan oleh Bob Sabran (2009:177) menyatakan bahwa : “Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan.” Menurut Wilkie dikutip dari Tjiptono (2008:24) Kepuasan adalah sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.”Menurut Engel, et al (1990) yang di kutip oleh Tjiptono (2008:24) Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Menurut pendapat Kotler-Keller dalam Buchari Alma (2005:117) yang meliputi kinerja yang diharapan konsumen dan harapan konsumen, jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas, jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan amat puas atau senang. Atribut-atribut Pembentuk Kepuasan Atribut-atribut pembentuk kepuasan pelanggan adalah kesesuaian harapan yang merupakan gabungan dari kemampuan suatu produk dari produsen yang diandalkan, sehingga suatu produk yang dihasilkan dapat sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh perusahaan. Menurut Tjiptono (2008:45) atribut- atribut pembentuk kepuasan yaitu : a. Kemudahan dalam Memperoleh,yaitu Produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen tersedia di outletoutlet dan toko yang dekat pembeli potensial. b. Kesediaan untuk Merekomendasikan, Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama, kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalis dan ditindak. Reformasi Birokrasi BPS Reformasi birokasi merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap system penyelenggaraan pemerintah terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process) dan sumber daya manusia aparatur. Saat ini BPS juga telah melakukan reformasi birokrasi dengan tujuan membangun profil dan perilaku aparatur BPS yang professional, berintegritas tinggi dan amanah dalam memberikan pelayanan prima atas hasil data statistic yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pengguna data. Sasaran dari reformasi BPS adalah efektif dan efesien dalam penyelenggaraan pemerintahan, melayani public dengan prima serta bersih dan bebas KKN. BPS memiliki nilai inti pelayanan yaitu: 1. Integritas yaitu dedikasi, konsisten, akuntabel, disiplin dan terbuka 2. Professional yaitu kompeten, efektif, efisien, inovatif, dan sistemik 3. Amanah, yaitu terpercaya, jujur, tulus, dan adil. Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan Menurut Martilla dan James, 1977 yang di kutip oleh Tjiptono (2008:35) menyatakan bahwa Metode survei kepuasan pelanggan dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut : a. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti “Ungkapkan seberapa puas Saudara terhadap pelayanan: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas b. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan (derived dissatisfaction). 74 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 c. Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen (importance/performance ratings). Teknik ini dikenal pula dengan istilah importance-performance analysis. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods. Mixed methods research fokus pada pengumpulan dan analisis data yang memadukan antara pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan kuantitatif, pengambilan data menggunakan wawancara terstuktur menggunakan kuesioner dan studi pustaka, serta analisis data menggunakan deskriptif, indeks, Important Performance Analysis dan radar diagram. 3.2 Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah konsumen data BPS dan perusahaan yang pernah menjadi responden salah satu salah satu survei yang dilakukan BPS. Konsumen data adalah para pengguna data BPS dan pernah datang langsung ke BPS Kota Surakarta atau pernah menghubungi BPS Kota Surakarta melalui telepon/ email/ website dan lainnya. Pengambilan sampel menggunakan metode sampling kuota. Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Metode pengambilan sampel ini menggunakan beberapa kriteria tertentu, kriteria adalah konsumen yang mempunyai tujuan mencari data, meliputi Kementerian/ lembaga/ dinas/ instansi/ institusi, unit kerja, terutama yang berdomisili di Kota Surakarta dan lembaga asing yang berdomisili di Kota Surakarta. Konsumen data tersebut menggunakan data BPS tidak untuk keperluan individu. Persebaran sampel pada instansi pemerintah sekurang-kurangnya 60%, swasta sebanyak-banyaknya 10%, lembaga pendidikan dan penelitian sekitar 10% dan lainnya sebanyak-banyaknya 20%. 3.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data survey ini dilakukan dengan 2 metode, yaitu: 1. Wawancara terstruktur. Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan data melalui kuisioner yang terstuktur 2. Studi Pustaka/ Dokumen. Memperkuat hasil temuan survei yang di komparasikan dengan data yang sudah ada. 3.4 Analisis Data Analisis data menggunakan 3 pendekatan, yaitu: 1. Analisis Deskriptif. Mendiagramkan atau mendeskripsikan data untuk mengidentifikasi konsumen data BPS di Kota Surakarta. 2. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat. Sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. 75 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat dihitung dengan menggunakan "nilai rata-rata tertimbang" masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap 24 unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut: Bobot nilai rata – rata tertimbang = Jumlah Bobot/ jumlah unsure = 1/24 Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata -rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut IKM = Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25 - 100 maka hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar 25, dengan rumus sebagai berikut: IKM Unit pelayanan x 25 Untuk survey kepuasan konsumen kualitas layanan BPS diukur dengan 24 unsur, maka nilai tertimbang yang didapatkan adalah: Tabel 1. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan Nilai Nilai Nilai Interval Mutu Kinerja Unit Persepsi Interval Konversi Pelayanan Pelayanan 1 2 3 4 3. 1,00 – 1,75 1,76 – 2,50 2,51 – 3,25 3,26 – 4,00 25 – 43,75 43,76 – 62,50 62,51 – 81,25 81,26 – 100,00 D C B A Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik Important Performance Analysis Penelitian ini menggunakan Importance-Performance Analysis yang digunakan untuk mengetahui kesenjangan antara kinerja dengan harapan dari produk layanan dan Customer Satisfaction Index yang digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Salah satu metode IPA adalah analisis kuadran. Melalui analisis kuadran dapat diketahui respon konsumen terhadap produk layanan yang diplotkan berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja dari produk layanan tersebut. Langkah pertama untuk analisis kuadran adalah menghitung rata-rata penilaian kepentingan dan kinerja setiap produk layanan dengan rumus: Di mana: 76 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” n ISBN: 978-602-361-041-9 = Bobot rata-rata tingkat penilaian kinerja produk layanan ke-i = Bobot rata-rata tingkat penilaian kepentingan produk layanan ke-i = Jumlah responden Langkah selanjutnya adalah menghitung rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja untuk keseluruhan produk layanan dengan rumus: Di mana: = Nilai rata-rata kinerja produk layanan = Nilai rata-rata kepentingan produk layanan n = Jumlah produk layanan Nilai ini memotong tegak lurus pada sumbu horizontal, yakni sumbu yang mencerminkan kinerja produk layanan (X) sedangkan nilai memotong tegak lurus pada sumbu vertikal, yakni sumbu yang mencerminkan kepentingan produk layanan (Y). setelah diperoleh bobot kinerja dan kepentingan produk layanan serta nilai rata-rata kinerja dan kepentingan produk layanan, kemudian nilai-nilai tersebut diplotkan ke Kepentingan (Y) dalam diagram kartesius. Kuadran I Kuadran II (Prioritas Utama) (Pertahankan Prestasi) Kuadran III Kuadran IV (Prioritas Rendah) (Berlebihan) Tingkat Kepuasan (X) Diagram ini terdiri atas empat kuadran (Supranto, 2001): Kuadran I (Prioritas Utama). Kuadran ini memuat produk layanan internet yang dianggap penting oleh mahasiswa tetapi pada kenyataannya produk-produk layanan tersebut belum sesuai dengan harapan pengguna data. 77 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Kuadran II (Pertahankan Prestasi). Produk-produk layanan yang terdapat dalam kuadran ini menunjukkan bahwa produk layanan tersebut penting dan memiliki kinerja yang tinggi. Produk layanan ini perlu dipertahankan untuk waktu selanjutnya. Kuadran III (Prioritas Rendah). Produk layanan yang terdapat dalam kuadran ini dianggap kurang penting oleh mahasiswa dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Kuadran IV (Berlebihan). Kuadran ini memuat produk-produk layanan yang dianggap kurang penting oleh pengguna data dan dirasakan terlalu berlebihan. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengguna data BPS dikelompokkan berdasarkan tempat beraktifitas responden (Kementerian/ Lembaga Pemerintah, Pemerintah Daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah), Lembaga Pendidikan dan Penelitian, Media Massa, Perbankan, Perusahaan Swasta, lainnya semisal Lembaga Internasional, LSM, Freelance, Wiraswasta). Segmentasi responden berdasarkan tempat beraktifitas dapat dilihat pada diagram berikut ini; Diagram.1 Responden Berdasarkan tempat beraktifitas (2015) Sebagian besar tempat beraktifitas konsumen data BPS Kota Surakarta adalah Pemerintah Daerah/ Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar 54 %, lainnya 18%, kementerian 13%, lembaga pendidikan dan penelitian serta perusahaan swasta masing-masing 8%. Konsumen data BPS diklasifikasi berdasarkan pendidikan terakhir yang ditamatkan yaitu SLTA ke bawah, D1/D2/D3, D4/S1 dan S2/S3. Persentase konsumen data BPS berdasarkan pendidikan tertera pada diagram berikut ini: Diagram 2 Segmentasi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir (2015) Terdapat 46 % dari keseluruhan responden berpendidikan D4/ S1. Sebanyak 32 % telah menempuh pendidikan S2 atau S3. Lulusan SLTA sebesar 10 % dan 5 % lulusan D1/ D2/ D3. Pengklasifikasian responden berdasarkan jenis layanan yang pernah diakses / digunakan dalam 1 tahun terakhir dapat dilihat pada diagram berikut ini. 78 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Layanan Perpustakaan Cetak 2% 12% Layanan Perpustakaan Digital 29% 21% 31% Layanan Penjualan Buku 6% Layanan Data Mikro/Peta Digital/Softcopy Publikasi Diagram 3. Segmentasi Responden Berdasarkan Jenis Layanan (2015) Sebanyak 31% responden adalah pengguna layanan perpustakaan digital. 29 % menggunakan layanan perpustakaan cetak. 11 % responden adalah pengguna layanan data mikro/ peta digital/ softcopy publikasi. 6% responden merupakan pengguna layanan konsultasi penggunaan data. 3 % menggunakan layanan penjualan buku dan hanya 1 % yang menggunakan konsultasi dan rekomendasi kegiatan statistic. Responden mengakses layanan BPS dapat dideskripsikan melalui media komunikasi yang digunakan. Lihat diagram dibawah ini. Diagram 4. Segmentasi Responden Berdasarkan Tempat Beraktifitas (2015) Media komunikasi yang paling sering digunakan oleh responden SKK BPS adalah website BPS / akses online sebesar 45%. Responden yang datang langsung ke BPS Kota Surakarta sebanyak 27%. 11% responden menghubungi BPS melalui email pusat maupun daerah. Tujuan responden mengakses layanan BPS yaitu untuk memenuhi tugas sekolah atau kuliah, penyusunan skripsi/ tesis atau disertasi, pengumpulan data penelitian, membuat perencanaan, proses monitoring dan evaluasi serta penyebaran informasi atau jurnalistik. Sebaran responden berdasarkan tujuan mengakses layanan BPS dapat dilihat pada diagram berikut ini. 79 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tugas sekolah/ kuliah 9% 2% 9% Skripsi/ Tesis/ 21% Disertasi Penelitian 26% Perencanaan 33% Monitoring dan evaluasi Penyebaran informasi/ jurnalistik Diagram 5. Segmentasi Responden Berdasarkan Tujuan Mengakses (2015) Responden yang mengakses layanan BPS untuk tujuan perencanaan memiliki jumlah terbanyak yaitu 33%. Tujuan monitoring dan evaluasi sebanyak 26%. 21% responden mengakses layanan BPS untuk penelitian.9% untuk penyusunan skripsi/ tesis / disertasi dan penyebaran informasi jurnalistik. 2% untuk tugas sekolah atau kuliah. Tujuan utama mengakses layanan BPS dapat dilihat pada diagram berikut ini. Diagram 6.. Segmentasi Responden Berdasarkan Tujuan Utama Mengakses (2015) Tujuan utama mengakses layanan BPS tertinggi adalah untuk perencanaan yaitu 38%. 28% untuk pengumpulan data penelitian. 7% untuk monitoring dan evaluasi. Penyebaran informasi/ jurnalistik 4%, penyusunan skripsi/ tesis/ disertasi 3%. 80 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 2. Rata-Rata Kepuasan dan Harapan Serta Indeks Kepuasan Konsumen Terhadap Kualitas Layanan BPS Hal yang dinilai Persyaratan pelayanan terpublikasi atau terpampang pada tempat yang mudah terlihat dengan bahasa yang mudah dipahami sesuai dengan jenis pelayanan Persyaratan untuk mendapatkan pelayanan mudah dipenuhi Informasi mengenai prosedur pelayanan terpublikasi atau terpampang pada tempat yang mudah terlihat dapat diketahui oleh seluruh pengguna layanan Alur dari prosedur pelayanan jelas Waktu pelaksanaan layanan terpublikasi atau terpampang pada tempat yang mudah terlihat Waktu pelaksanaan layanan sesuai dengan waktu layanan Target waktu penyelesaian layanan terpublikasi atau terpampang pada tempat yang mudah terlihat Pelayanan selesai sesuai dengan target waktu penyelesaian layanan Biaya atau tarif pelayanan diinformasikan dengan jelas dan dapat diakses dengan mudah oleh pengguna layanan Petugas pelayanan tersedia dalam jumlah yang memadai/seimbang dengan jumlah konsumen Mudah bertemu dan berkomunikasi dengan petugas pelayanan Petugas pelayanan menunjukkan sikap siap, cepat, dan cekatan dalam melayani Petugas pelayanan mampu memberikan solusi pada setiap permasalahan konsumen Pelaksanaan layanan sesuai dengan maklumat/janji pelayanan yang ditetapkan Ruang pelayanan nyaman bagi konsumen Ketersediaan fasilitas pendukung di ruang pelayanan BPS seperti sarana internet (wifi) Kemasan produk layanan rapi dan formal Sarana pengaduan disediakan bagi konsumen untuk memberikan pengaduan/keluhan terhadap layanan yang dirasakan Pengaduan/saran/masukan konsumen ditindaklanjuti dengan baik Halaman website BPS mudah diakses Data BPS mudah ditemukan melalui website BPS Fitur website BPS lengkap dan mudah dipahami (tabel, grafik, peta ) Mudah dan cepat untuk mendapatkan (download) data BPS Bahasa website BPS mudah dipahami Rata-rata Total Nilai Tertimbang Total Indeks Kepuasan Konsumen 81 Rata-rata Kepuasan Rata-rata Harapan Indeks Kepuasan 2.84 3.47 2.84 2.95 3.42 2.95 2.92 3.55 2.92 2.87 3.50 2.87 2.97 3.47 2.97 2.76 3.39 2.76 2.84 3.42 2.84 2.87 3.45 2.87 2.95 3.47 2.95 2.71 3.37 2.71 2.84 3.47 2.84 2.89 3.47 2.89 2.82 3.47 2.82 2.87 3.47 2.87 2.89 3.47 2.89 2.66 3.45 2.66 2.82 3.42 2.82 2.71 3.53 2.71 2.76 3.54 2.76 3.03 3.06 3.53 3.49 3.03 3.06 2.94 3.50 2.94 2.86 3.03 68.85 3.58 3.46 83.38 2.89 75.31 2.86 3.03 68.85 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Diagram 7. Diagram Important Performance Analysis Kualitas Layanan BPS Hasil dari analisis Important Performance Analysis terhadap kualitas layanan: Layanan BPS yang perlu dipertahankan karena penting dan sudah memuaskan pelanggan: 1. Informasi tentang produk pelayanan mudah diakses 2. Halaman website mudah diakses 3. Data bps mudah diakses di website 4. Fitur website lengkap mudah dipahami 5. Petugas memberi solusi permasalahan administrasi dan teknis 6. Ruang nyaman 7. Petugas layanan mampu memberi solusi 8. Biaya diketahui dengan jelas 9. Waktu pelaksanaan layanan mudah terlihat Layanan BPS yang mendesak segera ditingkatkan karena penting dan belum memuaskan pelanggan: 1. Data mudah didownload 2. Pengaduan / saran ditindaklanjuti dengan baik 3. Sarana pengaduan 82 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 4. Alur prosedur jelas 5. Publikasi ISBN: 978-602-361-041-9 Layanan yang ditingkatkan untuk jangka panjang belum memuaskan pelanggan walaupun tidak merupakan layanan penting: 1. Kesesuaian waktu layanan 2. Target waktu mudah diketahui 3. Sesuai target waktu 4. Pelaksanaan pelayanan sesuai janji 5. Fasilitas internet memadai 6. Jumlah petugas pelayanan memadai 7. Mudah berkomunikasi dengan petugas layananan 8. Kerapian Layanan yang dapat dikurangi intensitasnya untuk mendapatkan efisiensi adalah: 1. Syarat pelayanan mudah dipenuhi 2. Bahasa website mudah dipahami SIMPULAN Berdasarkan hasil survey maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Sebagian besar responden beraktifitas pada Pemerintah Daerah / Satuan Kerja Perangkat Daerah dan menjadikan BPS sebagai rujukan utama pencarian data. 2. Responden survey kepuasan konsumen BPS sebagian besar berpendidikan D4/S1. Responden dengan pendidikan D4/S1 menyatakan BPS merupakan rujukan utama dalam pencarian data. 3. Jenis layanan yang paling banyak dipakai oleh konsumen BPS adalah layanan perpustakaan digital. 4. Media komunikasi yang paling sering digunakan untuk mengakses data BPS adalah melalui website BPS/ akses online. 5. Tujuan utama penggunaan data BPS terbanyak yaitu untuk mendukung proses perencanaan. 6. Dari 24 indikator yang diukur sebanyak 19 indikator dalam kondisi baik (informasi tentang produk pelayanan mudah diakses, halaman website mudah diakses, data BPS mudah diakses di website, fitur website lengkap mudah dipahami, petugas memberi solusi permasalahan administrasi dan teknis, ruang nyaman, petugas layanan mampu memberi solusi, biaya diketahui dengan jelas, waktu pelaksanaan layanan mudah terlihat, kesesuaian waktu layanan, target waktu mudah diketahui, sesuai target waktu, pelaksanaan pelayanan sesuai janji, fasilitas internet memadai, jumlah petugas pelayanan memadai, mudah berkomunikasi dengan petugas layanan, kerapian, ) 7. Sementara 5 indikator lainnya tidak termasuk dalam kategori baik (data mudah didownload, pengaduan/saran ditindaklanjuti dengan baik, sarana pengaduan, alur prosedur jelas, publikasi). 8. Kata Kunci: Kepuasan Masyarakat Indeks, Layanan, Publik 9. Berdasarkan Important Performance Analysis terhadap kualitas layanan dapat disimpulkan bahwa: a. Layanan BPS yang perlu dipertahankan karena karena penting dan sudah memuaskan pelanggan: informasi tentang produk pelayanan mudah diakses, halaman website mudah diakses, data bps mudah diakses di website, fitur website lengkap mudah dipahami, petugas memberi solusi permasalahan administrasi dan 83 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 teknis, ruang nyaman, petugas layanan mampu memberi solusi, biaya diketahui dengan jelas, waktu pelaksanaan layanan mudah terlihat b. Layanan BPS yang mendesak segera ditingkatkan karena penting dan belum memuaskan pelanggan: data mudah didownload, pengaduan / saran ditindaklanjuti dengan baik, sarana pengaduan, alur prosedur jelas, publikasi c. Layanan yang ditingkatkan untuk jangka panjang belum memuaskan pelanggan walaupun tidak merupakan layanan penting: kesesuaian waktu layanan, target waktu mudah diketahui, sesuai target waktu, pelaksanaan pelayanan sesuai janji, fasilitas internet memadai, jumlah petugas pelayanan memadai, mudah berkomunikasi dengan petugas layanan, kerapian d. Layanan yang dapat dikurangi intensitasnya untuk mendapatkan efisiensi adalah: syarat pelayanan mudah dipenuhi, bahasa website mudah dipahami DAFTAR PUSTAKA Kotler, Philip (2003). Marketing Management, 11th Ed., New Jersey. Prentice Hall International.KA Fandy Tjiptono. 2004. Pemasaran Jasa. Malang: Bayu Media Publishing. Hlm 51 Fandy Tjiptono. Dan Gregorius candra. 2005. Service, Citra Wisata dan satisfaction. Yogyakarta:Andi. Hlm 35 Gross (1991) lima komponen nilai dalam Rangkuti (2006). Hlm 27 Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) No.4/M.PANRB/03/2012 J. Supranto. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi. Ed 6. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hlm 72 Kotler, Philip. 1997, Marketing Management, Edisi Indonesia oleh Hendra Teguh, Ronny dan Benjamin Molan. PT Ineks : Jakarta.Hlm 49 84 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 MEMBANGUN LOYALITAS MELALUI HARGA Titin Hargyatni1 dan Heni Susilowati2 STIE Trianandra Komplek Prawira Marta,Kranggan,Wirogunan,Kartasura,Sukoharjo Email: [email protected] [email protected] Abstract This Study Aims To Build Loyalty Through Pricing Strategies With Satisfaction As Pemediasi. This Research Was A Causal Data Collection Techniques Are Guided By A Questionnaire Survey, Visitor Population Is A Restaurant In Solo With A Sample Of 300 Respondents Using Metodekonvenien Sampling. Test Hypotheses Structural Model Shows The Price Effect On Satisfaction With The Results Obtained Value Of Cr = 3.400, Β = 0.330 And Probability <0.05 Received At A Significance Level Of 5%. Test The Effect Of Satisfaction On Customer Loyalty, Showed The Value Of Cr = 10 633, Β = 1.008 And The Probability <0.05, The H4 Is Accepted At A Significance Level Of 5%. Keyword : Prices, Satisfaction, Loyalty A. LATAR BELAKANG MASALAH Konsep pemasaran modern mengalami perkembangan dengan menempatkan konsumen sebagai perhatian utama. Produsen berlomba-lomba untuk dapat bersaing dengan kompetitor. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa dengan jenis dan kegunaan yang sama akan tetapi berbeda harga, fitur produk, dan layanan. Konsumen pun bersikap lebih selektif dan kritis dalam memilih produk yang akan dibeli. Konsumen tidak lagi membeli produk sekedar berdasarkan pertimbangan wujud fisik saja, namun juga termasuk segala aspek pelayanan yang melekat pada produk, mulai dari tahap pembelian sampai pada tahap pasca pembelian. Penelitian ini mencoba membangun loyalitas konsumen melalui strategi harga yang diterapkan oleh sebuah restoran di Solo. Bukan hal yang baru jika saat ini bisnis kuliner sedang booming dimana-mana tak terkecuali di kota Solo. Karena persaingan yang ketat mengakibatkan para pengusaha kuliner berusaha mencari strategi agar dapat memenangkan hati para konsumen. Para manajer perlu untuk menemukan keunggulan kompetitifnya masing masing selain sebagai cara memenangkan persangian juga sebagai identitas pembeda dengan perusahaan lain. Strategi pemasaran yang dapat diterapkan cukup beragam namun penelitian ini hanya membatasi pada strategi harga yang mampu membangun loyalitas pelanggan melalui kepuasan sebagai variable mediasi. Penelitian - penelitian terdahulu telah banyak mengungkapkan faktor - faktor pembentuk loyalitas pelanggan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat dijelaskan diantaranya melalui studi yang dilakukan oleh Mohammad Haghighi, Ali Dorosti, Afshin Rahnama dan Ali Hoseinpour (2012) yang meneliti tentang pengaruh kualitas makanan, harga, kualitas layanan, lokasi restoran dan atmosfer restoran terhadap loyalitas melalui kepuasan dan trust. Consuegra et al. (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada hubungan antara kewajaran harga dengan kepuasan dan loyalitas pada perusahaan jasa.Penelitian oleh Ryu et al. (2012) menggunakan harga sebagai indikator untuk mengukur perceived value, diantaranya restoran menawarkan nilai yang baik untuk harga yang ditetapkan, pengalaman restoran yang dinilai dengan uang, dan nilai yang diberikan restoran kepada pelanggan. 85 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 B. KAJIAN LITERATUR 1. HARGA Literatur pemasaran menekankan harga sebagai faktor penting dari kepuasan konsumen, karena setiap kali konsumen mengevaluasi nilai suatu produk atau jasa yang diperoleh, mereka biasanya berpikir dari harga (Zeithaml, 1988; Fornell, 1992; Anderson & Sullivan, 1993; Anderson et al.1994; Cronin et al. 2000). Adapun hubungan harga terhadap kepuasan, Zeithaml & Bitner (1996) menunjukkan bahwa tingkat kepuasan adalah tunduk pada faktor kualitas pelayanan, kualitas produk, harga, situasi dan faktor personal.Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan Andreas et al. (2007), Suwarni & Septina (2009), Ni Putu (2011)dan Haghighi et al. (2012). Harga di definisikan sebagai jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa, atau sejumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa.Penentuan harga produk maupun jasa yang dilakukan perusahaan sangat berpengaruh pada keputusan konsumen. Virvilaite et.al.(2009) menyatakan bahwa harga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang paling fleksibel yang dapat dengan cepat berubah, setelah mengubah karakteristik produk tertentu dan layanan. Keputusan untuk harga paling efektif bila diselaraskan dengan unsur – unsur bauran pemasaran yang lain, yaitu produk, tempat dan promosi. Virvilaite et al. (2009) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara kewajaran harga dengan loyalitas pelanggan. Consuegra et al. (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada hubungan antara kewajaran harga dengan kepuasan dan loyalitas pada perusahaan jasa.Penelitian oleh Ryu et al. (2012) menggunakan harga sebagai indikator untuk mengukur perceived value, diantaranya restoran menawarkan nilai yang baik untuk harga yang ditetapkan, pengalaman restoran yang dinilai dengan uang, dan nilai yang diberikan restoran kepada pelanggan. Oliver & Swan (1989a, b) menemukan bahwa persepsi kewajaran harga tergantung pada komitmen pemasokdan kualitas barang dan jasa relatif terhadap harga yang dibayar. Harga sebagai atribut dapat diartikan bahwa hargamerupakan konsep keanekaragaman yang memiliki arti berbeda bagi konsumen tergantung karakteristik konsumen, situasi dan produk. Menurut perspektif konsumen, harga adalah apa yang pelanggan bayar atau berikan untuk memperoleh produk atau jasa. Kewajaran harga merupakan faktor psikologis yang memainkan peran penting dalam reaksi pelanggan terhadap harga yang harus dibayar (Kim et al,2006).Tingkat penerimaan dapat didefinisikan sebagai harga maksimum dimana pembeli bersedia membayar untuk suatu produk (Monroe, 1990).Secara metodologis dan praktis terdapat dua pendekatan yaitu pengamatan pasar dan harga percobaan sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang valid, terpercaya dan relevan dengan masalah yang dihadapi. Dalam situasi pembelian atau konsumsi riil, pembeli tidak memutuskan hanya berdasarkan satu kriteria harga saja, tetapi juga mempertimbangkan tingkat kinerja yang berbeda, proses pengolahan informasi yang komplek dan survei langsung untuk tujuan mengukur penerimaan harga. Pengukuran penerimaan harga oleh pembeli potensial secara umum (Green dan Srinivasan, 1990)muncul karena memperhitungkan kinerja, proses pengolahan informasi dan survei untuk menetukan suatu produk atau jasa berkualitas baik. Para responden tidak menilai terbatas pada produk, melainkan bersama-sama sebagai sebuah bundel atribut. Penerimaan harga oleh konsumen dapat diwakili dengan cara profil utilitas (Kohli dan Mahajan, 1991). Fakta yang terjadi, harga sering diabaikan ketika menganalisis kepuasan pelanggan, realita sesungguhnya persaingan harga berperan dalam mengatur kondisi pasar di banyak cabang dan sektor, terlebih bahwa efektivitas biaya merupakan salah satu kriteria penting yang dipertimbangkan pelanggan ketika memilih produk 86 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 atau layanan. Hukum ketidakadilan menyebabkan ketidakpuasan (Oliver dan Swan, 1989), dan kesadaran yang lebih pada harga (Sinha dan Batra, 1999). Hal ini juga dapat menyebabkan orang untuk mengeluh atau meminta pengembalian (Xia et al, 2004). Dalam kasus yang lebih ekstrim, orang bahkan mungkin mencoba untuk membalas dendam dengan tidak datang kembali, dengan menyebarkan negatif word of mouth atau bahkan dengan menggunakan kekerasan (Bougie et al, 2003). Penelitian oleh Kahneman et al, (1986) menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus orang bahkan bersedia untuk merugikan diri mereka dengan menghukum penjual yang dianggap bertindak tidak adil. Perhatianperusahaan dominan pada konsep kinerja produk atau layanan dan kepuasan pelanggan sementara harga tidak dianggap sebagai faktor yang menentukan.Beberapa perusahaan memberikan perhatian relatif banyak pada dimensi efisiensi dan mengabaikan dimensi harga ketika berpikir tentang efisiensi biaya. Penekanan utama pada pertanyaan tentang sejauh mana pengaruh harga pada peningkatan kepuasan terhadap komoditas yang dikonsumsi oleh konsumen. Hubungan antara kebijakan harga dan evaluasi kepuasan tampaknya menjadi topik yang sangat relevan, literatur tentang kepuasan menawarkan sedikit hubungan dengan harga (Voss et al, 1998), dan hanya ada beberapa studi yang mengintegrasikan harga secara eksplisit sebagai komponen dalam modelnya (Lemmink et al, 1998). Ketika dihadapkan dengan ketidakpastian kinerja, konsumen cenderung menyelidiki sendiri, seperti menggunakan harga sebagai isyarat dalam membentuk ekspektasi kinerja (Rao dan Monroe, 1989). 2. KEPUASAN KONSUMEN Kepuasan konsumen didefinisikan sebagai evaluasi global atau keadaan perasaan terhadap suatu produk atau jasa (Olsen et al, 2005). Giese dan Cote (2000) mengidentifikasi tiga komponen umum dalam konsep kepuasan: 1). Kepuasan konsumen adalah respon (emosional atau kognitif). 2). Tanggapan dikaitkan dengan fokus tertentu (ekspektasi, produk dan pengalaman konsumsi). 3). respon terjadi dalam waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pilihan dan berdasarkan pengalaman akumulasi). Penulis lain berpendapat adanya ketidaksepakatan pada sifat dari konsep global (Babin dan Griffin, 1998; Giese dan Cote, 2000). Dengan demikian, kepuasan dapat digambarkan sebagai respon kognitif (Howard dan Sheth, 1969; Tse dan Wilton, 1988; Bolton dan Drew, 1991) atau afektif (Westbrook dan Reilly, 1983; Cadotte et al, 1987, Halstead et al, 1994). Perspektif yang terakhir memiliki bobot besar dalam literatur sebelumnya, di mana kasih sayang memainkan peran utama dalam penilaian kepuasan (Westbrook dan Oliver, 1991; Erevelles, 1998). Teori diskonfirmasi (Oliver, 1977) adalah salah satu model yang paling banyak dipelajari dalam literatur. Model ini berangkat dari teori tingkat penyesuaian (Helson, 1948) dan menunjukkan bahwa kepuasan konsumen tergantung pada perbandingan antara harapan awal dan hasil yang nyata. Bahkan, kepuasan muncul ketika dikonfirmasi harapan, sedangkan ketidakpuasan muncul ketika harapan tersebut tidak terpenuhi (Oliver, 1980; Day, 1984). Dengan demikian, kepuasan konsumen akan tergantung pada perbedaan antara kualitas yang diharapkan dan berpengalaman yang nyata (Claver et al, 1999). Singkatnya, kepuasan konsumen adalah variabel yang dianalisis dalam literatur pemasaran, yang telah diperiksa sebagai respon kognitif dan afektif konsumen terhadap suatu konsumsi produk atau jasa konsumsi 87 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dalam konteks pembelian. Pada dasarnya tujuan suatu bisnis adalah untuk menciptakan kepuasan kepada para pelanggannya. 3. LOYALITAS Secara tradisional, konsep loyalitas dipahami sebagai harapan konsumen atau kecenderungan untuk membeli kembali suatu produk atau jasa (Auh dan Johnson, 2005). Menurut Gounaris dan Stathakopoulos (2004) konsep loyalitas dilihat dari tiga perspektif yang berbeda yaitu perilaku, sikap dan teori tindakan yang beralasan (the theory of reasoned action): 1). Menurut perspektif perilaku, Dick dan Basu (1994) mendefinisikan loyalitas sebagai hubungan antara sikap relativeterhadap entitas dan perilaku mengulang. 2). Berdasarkan perspektif sikap, Oliver (1997, 1999) mengusulkan empat tahap yang berbeda dalam pengembangan loyalitas pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yaitu kognitif, afektif, konatif dan tindakan. 3). Akhirnya, TRA menunjukkan bahwa perilaku konsumen dapat dipengaruhi oleh tekanan sosial. Dalam hal ini, dijelaskan bagaimana konsumen mengulang pembelian merek tertentu meskipun sikap terhadap merek tidak menguntungkan (Fishbein dan Ajzen, 1975; Gounaris dan Stathakopoulos, 2004). De Ruyter et al. (1998) menjelaskan bahwa studi awal loyalitas pelanggan berpusat pada perspektif perilaku (Dick danBasu, 1994), sementara baru-baru ini, penelitian sebagian besar telah difokuskan pada perspektif sikap (Oliver, 1997, 1999). Namun demikian, beberapa penelitian telah mengadopsi dua dimensi sikap dan perilaku untuk konsep loyalitas pelanggan (Dick dan Basu, 1994; Zeithaml etal, 1996; Oliver, 1997; de Ruyter et al, 1998; Ganesh et al, 2000; Bowen dan Chen, 2001; Rundle-Thiele dan Bennett, 2001; Caruana, 2002; RundleThiele, 2005). Singkatnya, penelitian terdahulu telah menemukan sudut pandang yang berbeda dalam menganalisis konsep loyalitas konsumen melalui perspektif sikap dan perilaku. Loyalitas pelanggan merupakan kekuatan dalam menciptakan barrier to new entrans. Dalam rangka menciptakan loyalitas konsumen maka perusaaan harus dapat menciptakan kepuasan konsumen terlebih dahulu. Salah satunya melalui konsep relationship marketing yang tidak hanya mengutamakan bagaimana menciptakan penjualan tetapi bagaimana mempertahankan pelanggan dengan dasar hubungan kerjasama dan kepercayaan agar tercipta kepuasan pelanggan yang maksimal dan sustainibility marketing ( Cristopher et al, 1991). Jika dihubungkan dengan tahapan loyalitas pelanggan maka konsep relationship marketing ini relevan.Tahapan loyalitas meliputi transaction, relationship, partnership dan ownership. Artinya ketika pelanggan loyal, maka pelanggan tidak hanya berkeinginan bertransaksi saja tetapi juga membangun hubungan relasi, menjalin kerjasama bahkan mungkin ingin memiliki. Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa citra perusahaan dapat mempengaruhi antusiasme pelanggan tentang nilai, kesenangan dan loyalitas (Bhote, 1996). Konsumen yang loyal merupakan aset yang tak ternilai bagi perusahaan, menurut Griffin (2002) dalam Foster ( 2008 : 167 ) ada empat karakteristik konsumen dikatakan loyal : a. melakukan pembelian ulang secara teratur; b. membeli diluar lini produk atau jasa c. mereferensikan kepada orang lain d. menunjukkan kekebalan dari tarikan persaingan 88 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Loyalitas konsumen merupakan invisible advocate bagi perusahaan. Konsumen yang loyal akan berupaya membela produk perusahaan dan secara sukarela merekomendasikan kepada orang lain. Secara otomatis word of mouth akan bekerja.Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan,serta membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang (Olson, 1993: 45). Selanjutnya Griffin (1995: 39) berpendapat bahwa seseorang pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing pelanggan mempunyai dasar loyalitas yang berbeda, hal ini tergantung dari objektivitas masing-masing pelanggan. C. METODE PENELITIAN Target populasi adalah pengunjung restoran yang mempunyai kecenderungan untuk loyal. Pengunjung yang loyal mempunyai beberapa karakteristik diantaranya merekomendasikan pengalaman pada orang lain, melakukan pembelian ulang, imunitas dari tarikan pesaing dan kesediaan membayar harga premium. Penentuan target populasi ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu membangun loyalitas pelanggan direstoran. Sampel yang diambil berjumlah 300 responden dengan menggunakan teknik konvenien sampling yaitu sampel non probabilitas dengan kriteria yang ditentukan. Penentuan jumlah sampel diharapkan memenuhi kriteria metode statistik yang dipilih yaitu Structural Equation Model (SEM). Analisis SEM membutuhkan sample sebanyak 5-10 kali jumlah variabel indikator yang digunakan. Pertimbangan waktu efektif pengisian kuesioner oleh responden juga menjadi dasar pengambilan jumlah sampel. Dengan demikian pertimbangan pada aspek kualitas responden tetap diutamakan dan aspek kriteria minimal kelayakan dalam penganalisaan data sesuai dengan metode statistik dapat terpenuhi. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Harga Harga didefinisikan sebagai persepsi terhadap kewajaran harga dengan produk yang dikonsumsi. Indikator yang digunakan : 1) wajar (Consuegra et al.,2007); 2) kesesuaian harga dengan kualitas (Stanton,1998); 3) rasional (Stanton,1998); dan 4) logis (masuk akal). Indikator harga poin 4 merupakan breakdown dari teori harga oleh Fandi Tjiptono (2001 )tentang peranan harga sebagai sumber informasi dalam menilai faktor produk atau manfaatnya. Adapun skala pengukuran menggunakan metode skala pengukuran Likert 5 poin (1= sangat tidak setuju; 3 = netral dan5 = sangat setuju). 2. Kepuasan Pelanggan Kepuasan didefinisikan sebagai perasaan senang dan puas seseorang setelah merasakan pengalaman mengkonsumsi produk dan atau jasa. Kepuasan diukur menggunakan enam indikator, yaitu : 1) puas; 2) suka; 3) senang; 4) gembira; 5) bahagia dan 6) sesuai harapan.Indikator kepuasan pelanggan diturunkan dari definisi 89 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 kepuasan menurut Kotler dan Armstrong (2001:9) bahwa kepuasan konsumen adalah sejauh mana anggapan kinerja produk memenuhi harapan pembeli. Bila kinerja produk lebih rendah ketimbang harapan pelanggan, maka pembelinya merasa puas atau amat gembira.Lovelock (1998) yang menyatakan bahwa kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pasca pembelian yang dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, kegembiraan atau kesenangan. Indikator tersebut akan diukur dengan skala likert 1 = sangat tidak setuju,3 = netral dan 5= sangat setuju. 3. Loyalitas Pelanggan Loyalitas diartikan sebagai kesediaan seseorang untuk tetap pada restoran dan kecenderungan untuk kembali serta merekomendasi pada orang lain. Oliver(1996) menyatakan loyalitas konsumen sebagai komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk baik barang atau jasa secara konsisten di masa yang akan datang meskipun pengaruh situasi usaha pemasaran berpotensi merubah perilaku. Dari definisi tersebut diturunkan indikator loyalitas yang digunakan yaitu: 1) niat untuk kembali; 2) akan kembali; 3) cenderung kembali; 4) mungkin kembali; 5) pasti kembali dan 6) komitmen untuk kembali. Skala pengukuran menggunakan metode pengukuran Likert 5 poin (1= sangat tidak setuju; 3 = netral dan5 = sangat setuju). Pengujian Instrumen Penelitian Pengujian instrumen diawali dengan pengujian validitas dan reliabilitas data penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan keandalan instrumen, sehingga data tersebut dapat diuji dengan menggunakan metode statistik jenis apapun. Dengan demikian, hasil yang diperoleh mampu menggambarkan fenomena yang diukur. 1. Uji Validitas Konstruk Uji validitas bertujuan mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini akan digunakan uji validitas dengan Confirmatory Factor Analysis di mana kriteri yang harus terpenuhi adalah nilai KMO > 0,50 dan setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading> 0,50 serta terekstrak mengelompok.Menurut Ghozali (2008:49), CFA harus dilakukan pada analisis model yang menggunakan SEM, dimana setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading diatas 0,5. Ferdinand (2006: 352) menjelaskan bahwa analisis konfirmatori dalam SEM digunakan untuk mengukur faktorfaktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel. 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan prosedur pengujian statistik yang dianggap relevan untuk mengukur sejauh mana kehandalan atau konsistensi internal dari suatu instrumen penelitian. Reliabilitas merupakan syarat dari tercapainya validitas kuisioner dengan tujuan tertentu. Menurut Ferdinand (2006), sebuah scale atau instrumen pengukur data dan data yang dihasilkan disebut reliable atau terpercaya apabila instrumen itu secara konsisten memunculkan hasil yang sama setiap kali dilakukan pengukuran. Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000: 312) yang membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria, 0.8 – 1.0 maka reliabilitas dianggap baik, 0.6 – 0.799 maka reliabilitas diterima, dan kurang dari 0.6 maka reliabilitas dianggap kurang baik. Untuk menguji reliabilitas digunakan Cronbach Alpha dengan bantuan SPSS for windows 15. Ghozali (2006:42) mengatakan bahwa nilai Cronbach Alpha dapat dikatakan reliabel apabila nilainya > 0,60. Dengan demikian, prosedur pengujian ini dapat memberikan jaminan bahwa datanya memenuhi kriteria kelayakan untuk dianalisis dengan menggunakan metode-metode statistik yang lain. 90 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 3. Analisis Structural Equation Model (SEM) Analisis Stuctural Equation Model (SEM) bertujuan untuk mengestimasi beberapa persamaan regresi terpisah akan tetapi masing masing mempunyai hubungan simultan atau bersamaan. Dalam analisis ini dimungkinkan terdapat beberapa variabel dependen, dan variabel ini dimungkinkan menjadi variabel independen bagi variabel dependen yang lainnya. Pada prinsipnya, model struktural bertujuan untuk menguji hubungan sebab akibat antar variabel sehingga jika salah satu variabel diubah, maka terjadi perubahan pada variabel yang lain. Kriteria Goodness of Fit Tabel 1 Goodness-of-Fit Indeks Goodness-of-Fit Cut-off Value Indicies 2 x - Chi Square Probabilitas CMIN/df GFI AGFI TLI CFI RMSEA Diharapkan kecil > 0,05 < 2,00 atau 3,00 > 0,90 ≥ 0,90 ≥ 0,95 ≥ 0,95 ≤ 0,08 Sumber: Ferdinand, 2005 D. HASIL ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 1. Uji Instrumen Penelitian a. Uji Validitas Konvergen Pengujian validitas dan reliabilitas first order tidak jauh berbeda dengan pengujian pada model second order. Adapun hasil pengujian validitas konvergen first order menunjukkan bahwa secara umum semua indikator signifikan secara statistik dan mempunyai nilai loading faktor yang lebih besar dari 0.05, hanya indikator h4 ( pertanyaan harga poin 4) yang tidak signifikan dan loading factor kurang dari 0.05 yaitu sebesar 0.034 sehingga indikator h4 tersebut harus dibuang dari analisis. b. Reliabilitas Konstruk Reliabilitas konstruk dinilai dengan menghitung indeks reliabilitas instrumen yang digunakan (composite reliability) dari model SEM yang dianalisis. Hasil penghitungan untuk pengujian reliabilitas bahwa hasil perhitungan reliabilitas konstruk menunjukkan bahwa nilai Cronbach alpha pada masing-masing variabel, harga, kepuasan dan loyalitas secara berturut-turut adalah 0.82, 0.89 dan 0.88 memiliki nilai yang lebih besar dari batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yaitu 0,70 sehingga variabelvariabel yang ada dianggap reliabel atau handal. 2. Analisis Structural Equation Model (SEM) Hasil analisa dengan metode SEM telah menunjukkan lolos uji kecukupan sampel, uji normalitas dan uji outlier. Sedangkan untuk pengujian Kriteria Goodness Of Fit hasil dari olah data diperoleh sebagai berikut: 91 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 2. Goodness of Fit Indeks Model goodness of fit Cut-off Value Hasil Model Awal Model Setelah Modifika si Chi Square Diharapka n kecil 1516,38 5 814,949 > 0,05 0,000 0,174 < 2,003,00 1,698 1,047 > 0,90 0,738 0,839 > 0,90 0,764 0,873 > 0,95 0,322 0,960 > 0,95 0,282 0,951 < 0,08 0,049 0,013 Probabilitas Chi Square (p) CMIN/DF Adjusted goodness of fit index (AGFI) Goodness of Fit Index (GFI) Comparative fit index (CFI) Tucker-Lewis Index (TLI) Root mean square error approximation (RMSEA) 2. Analisis Kausalitas Antar Konstruk 2.1. Hubungan Harga dengan Kepuasan Berdasarkan hasil pengujian kausalitas diperoleh hasil bahwa harga berpengaruh signifikan terhadap kepuasan (β = 0.330, C.R = 3.400, dan p < 0,05). Sehingga yang didugaan yang dibangun, bahwa harga berpengaruh pada kepuasan, didukung oleh studi ini. Fenomena yang dapat dijelaskan adalah semakin tinggi harga, maka dapat berpengaruh pada tingkat kepuasan konsumen. Hal ini berarti bahwa harga merupakan variabel yang dipertimbangkan penting oleh konsumen dalam membentuk kepuasan konsumen direstoran BogaBogi 2. Hasil studi ini berimplikasi bagi pihak managerial Boga-Bogi 2 bahwa salah satu cara menciptakan kepuasan adalah dengan strategi penetapan harga, artinya berapapun harga yang harus dibayar oleh konsumen harus berbanding lurus dengan kinerja keseluruhan yang diterima. Pengujian yang signifikan ini memberikan dukungan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Haghighi et al (2012) yang menyatakan bahwa kesesuaian harga berpengaruh terhadap kepuasan dan kepercayaan pelanggan restoran di Iran. Consuegra et al. (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada hubungan antara kewajaran harga dengan kepuasan dan loyalitas pada perusahaan jasa. Sedangkan Chiao dan Bei (2001) juga menemukan hasil yang sama dimana persepsi kewajaran harga memiliki hubungan positif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap loyalitas pelanggan. 2.2. Hubungan Kepuasan dengan Loyalitas Selanjutnya diperoleh hasil bahwa kepuasan berpengaruh terhadap loyalitas (β = 1.008, CR = 10.633 dan nilai p< 0,05). Sehingga dugaan yang menyatakan bahwa kepuasan berpengaruh pada loyalitas didukung pada studi ini. Hal ini berarti bahwa kepuasan merupakan variabel yang dipertimbangkan penting oleh konsumen untuk kembali ke restoran boga-Bogi 2. Lebih lanjut bahwa konsumen yang merasa puas akan cenderung untuk loyal. Syarat konsumen yang puas adalah terpenuhinya kinerja restoran dengan harga yang wajar, maka menjadi 92 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 pekerjaan bagi pihak manajerial Boga-Bogi 2 untuk mempertahankan penetapan harga yang sesuai dengan kinerja. E. PENUTUP Loyalitas konsumen restoran di Solo berdasarkan hasil analisis studi ini dipengaruhi oleh kepuasan konsumen. Konsumen yang puas mempunyai kecenderungan untuk kembali menggunakan produk atau jasa. Kepuasan konsumen direstoran dipengaruhi harga.yang wajar dan sesuai degan kinerja yang diharapkan oleh konsumen. Variabel harga juga terbukti berpengaruh membentuk kepuasan, maka untuk memenangkan persaingan strategi harga yang harus ditetapkan adalah harga yang wajar, sesuai dengan kualitas, rasional dan logis F. DAFTAR PUSTAKA Assael, Henry. 2001. Consumer Behavior and Marketing action.6th Edition. Thomson Learning. Babin. J. Barry, Lee Y. K, Kim E. J and Griffin Mitch. 2005. Modeling Consumer Satisfaction and word of mouth: restaurant patronage in Korea. Journal of Services Marketing volume 19 no. 3 pp 133-139. Bowen T. John dan Chen Shiang-Lih. 2001. The relationship between customer loyalty and customer satisfaction. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol: 13, No. 5, Hal. 213 Chaniotakis E Ioannis. 2009. Service quality effect on satisfaction and word of mouth in the health care industry. Managing Service Quality. Vol. 19 No. 2, hal. 229-242 Espejel Joel, Fandos. C dan Flavia´n Carlos. 2008. Consumer satisfaction: A key factor of consumer loyalty and buying intention of a PDO food product. British Food Journal. Vol. 110 No: 9, hal.865 – 881 Espejel Joel dan Fandos C. 2009. Wine marketing strategies in Spain A structural equation approach to consumer response to protected designations of origin (PDOs). International Journal of Wine Business Research. Vol. 21 No. 3, hal. 267-288 Fandos Carmina , dan Flavián C.2006 . Intrinsic and extrinsic quality attributes, loyalty and buying intention: an analysis for a PDO product. British Food Journal.Vol. 108 No: 8, hal.646 – 662 Ferdinand, 2006. Augusty. Metode Penelitian Manajemen. AGF Books. Jakarta. Ferguson .J Ronald dan Paulin Miche`le. 2010. Customer sociability and the total service experience Antecedents of positive word-of-mouth intentions. Journal of Service Management . Vol. 21 No. 1, hal. 25-4 Ghozali, Imam.2008. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan Program Amos 16 . Badan penerbit UNDIP. Haghighi Mohammad, Dorosti Ali, Rahnama Afshin and Ali Hoseinpour.2012. Evaluation of Factors affecting customer Loyalty in the restaurant industry. African Juornal of Bussiness Management Volume 6 No. 14 pp 5039-5046. Ha Jooyeon, SooCheong (Shawn) Jang, (2012). The effects of dining atmospherics on behavioral intentions through quality perception. Journal of Services Marketing, Vol. 26 Iss: 3 pp. 204 – 215. Hallowel, Roger. 1996. The relationship of customer satisfaction, loyalty and profitability. International journal of service Industry management. Vol 7 No 4, hal. 27-42. Jiang Ying and Wang C. L. 2006. The impact of affect on service quality and satisfaction : the moderation of service contexts. Journal of Services Marketing. Volume 20 No. 4 pp 211-218. 93 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis.BPFE. Yogyakarta. Kassim Norizan , dan Abdullah ,Nor Asiah.2010. The effect of perceived service quality dimensions on customer satisfaction, trust, and loyalty in e-commerce settings A cross cultural analysis. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics. Vol. 22 No. 3, Hal. 351-371 Longart Pedro.2010. What drives word of mouth in restaurant. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol 22. No.1 pp 121-128. Macintosh Gerrad.2005. Customer orientation, relations Titin Hargyatni adalah dosen di Program Studi Manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trianandra di Kartasura Sukoharjo. Beliau mendapatkan gelar Magister Manajemen, dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia, pada tahun 2013. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada manajemen pemasaran dan perilaku konsumen. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melalui mailto:[email protected]. Heny Susilowati adalah dosen dosen di Program Studi Manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trianandra di Kartasura, Sukoharjo. Beliau mendapatkan gelar Magister Manajemen, dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia, pada tahun 2011. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada manajemen keuangan dan pemasaran. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melalui mailto:[email protected] 94 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 EFEKTIFITAS KATALOG SEBAGAI MEDIA PROMOSI BAGI PENGEMBANGAN UMKM DI KABUPATEN SRAGEN Liana Mangifera1, Aflit Nuryulia P, 2 Universitas Muhammadiyah Surakarta1,2 email: [email protected] Syahrina Noormala Dewi3 Universitas Patimurra Ambon3 Abstract This research aims to identify the promotional mix used bamboo craftsmen and formulate an effective promotional strategy for the development of bamboo handicrafts. This research was conducted in the village of Cluster bamboo craft Bendo Sukodono Subdistrict in Sragen. This research used the qualitative approach with key person as a source of information. The data used are the primary data that are taken using the indepth interview. Analysis tool used is content analysis, that perform analysis driskripsi of words that often appear in the indepth interview. This research concluded that the promotion of bamboo craftsmen do is word of mouth and exhibitions. Such promotional efforts is part of this type of direct marketing (direct marketing). The promotion will be optimized if the catalog that contains the task force created the products and pricing that is clear and complete. Keywords: catalog, bamboo, handicraft, promotion A. PENDAHULUAN Kabupaten Sragen memiliki 5 (lima) klaster UMKM unggulan. Salah satu klaster tersebut adalah klaster kerajinan bambu. Klaster ini terletak di Desa Bendo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen. Daerah tersebut memiliki banyak tanaman bambu dengan beragam jenisnya. Jenis bambu yang dapat digunakan sebagai bahan kerajinan yaitu bambu pethung, bambu hitam, dan bambu putih karena bamboo tersebut memiliki kualitas yang bagus. Ketersediaan bahan baku yang melimpah di Desa Bendo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk optimalisasi kinerja kerajinan bambu. Fredicksson, Wadstrom, Medbo (2014) menyatakan bahwa ketersediaan bahan baku berperan penting pada kelancaran proses produksi. Kelancaran proses produksi akan menunjang kinerja usaha kerajinan bamboo sehingga keberlangsung usaha ini akan terjaga. Kerajinan bambu selain membutuhkan tanaman bambu sebagai bahan utama, namun perlu bahan baku penunjang lain seperti sabut kelapa, rotan, kayu, tempurung kelapa, dan bahan pembantu lainnya seperti pelapis anti hama dan jamur. Untuk memenuhi stok bahan baku selain mengambil dari Desa Bendo, para pengrajin juga mengambil bambu dari temanggung karena jenis bambu dari temanggung tidak kalah kualitasnya. Untuk menjaga kualitas bahan baku biasanya bambu dilapisi anti rayap dan anti jamur terutama untuk jenis bambu pethung sehingga kualitas produk bambu ini bisa memiliki umur manfaat mencapai limahingga delapan tahun. Produk kerajinan bamboo berupa mebel dan gazebo, serta produk kerajinan yang lain berupa tudung saji, tirai, souvenir dan pernak pernik, seperti kap lampu, gelas, dan tutup gelas dengan dikombinasikan dengan tempurung kelapa dan bahan lain. Prospek industri bambu ini sangat menjanjikan, pemanfaatannya tidak lagi terbatas pada kerajinan tangan dan industri kecil, melainkan meluas sampai perabot rumah tangga lainnya yang 95 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 digunakan oleh hotel mewah. Modifikasi desain dan bahan baku akan memberikan nilai lebih suatu produk serta keunggulan kompetitif pada kerajinan bambu. Fang-Wu Tung (2012) menyatakan hal serupa, yaitu kerajinan tangan yang dikemas secara kreatif dengan desain inovatif akan lebih komersil. Potensi kerajinan bambu merupakan produk kerajinan ramah lingkungan, multi-fungsi, dan menguntungkan. Usaha kerajinan ini sangatlah besar potensinya apabila diperhatikan secara serius oleh seluruh pemangku kepentingan industri bambu. Berdasarkan keterangan pengusaha dan investor bambu, antara lain Oprins NV dan Fiberstrength USA, nilai bisnis bambu di dunia saat ini mencapai US$ 7 miliar dan permintaannya dari waktu ke waktu terus meningkat. Pemerintah Kabupaten Sragen saat ini telah berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong terbentuknya klaster dan atau sentra industri di wilayahnya. Klaster kerajinan bamboo merupakan salah satu klaster yang dikembangkan. Hal ini dituangkan dalam RPJMD Kabupaten Sragen 20112016 yang mengamanatkan program pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah Kabupaten Sragen. Klaster kerajinan bamboo di Desa Bendo Kecamatan Sukodono di Kabupaten Sragen ini memiliki 16 pengrajin aktif dalam pembuatan kerajinan bambu. Saat ini, industri kerajinan bambu sedang dalam masa pertumbuhan dan menghadapi berbagai permasalahan. Permasalahan utama yang dihadapi adalah promosi produk. Selama ini para pengrajin hanya memproduksi kerajinan sesuai pesanan yang datang. Calon pelanggan datang melihat produk yang ada dan langsung membeli, kurang adanya pilihan jenis produk karena setiap produksi langsung terjual, tidak ada dokumentasi jenis produk, dan belum ada katalog yang menarik. Kotler (2005) menjelaskan ada 5 unsur bauran promosi (promotion mix) yang dapat dilakukan pelaku usaha untuk promosi produknya. 5 bauran promosi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Advertising: merupakan semua penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi produk atau jasa yang dilakukan sponsor tertentu yang dibayar. 2. Sales Promotion: berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk. 3. Public relation and publicity: berbagai program untuk mempromosikan dan/atau melindungi citera perusahaan atau produk individualnya. 4. Personal Selling: Interaksi langsung dengan calon pembeli atau lebih untuk melakukan suatu presentasi, menjawab langsung dan menerima pesanan. 5. Direct marketing: penggunaan surat, telepon, faksimil, e-mail, katalog dan alat penghubung nonpersonal lain untuk berkomunikasi secara dengan atau mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan tertentu dan calon pelanggan. Promosi yang dilakukan pengrajin baru sebatas word of mouth dan mengikuti pameran yang di fasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Sragen. Produk yang dihasilkan para pengrajin bambu biasanya hanya di letakan dan di pajang di showroom di Desa Bendo atau dijual langsung ke masyarakat sekitar. Sampai saat ini belum ada katalog yang baik sebaiknya dilengkapi dengan foto produk, kriteria produk (ukuran, harga, lama pemesanan, nama produk, alamat tempat produksi dan pemesanan dll.). Frances (1998) media promosi katalog digunakan sebagai alat pemasaran sejak 1997. Para produsen melakukan pemasaran secara langsung “door to door”. Katalog sebagai penggambaran mengenai perusahaan dan produk-produk yang ditawarkan dirancang sedemikian rupa, dari penggunaan kertas, warna, tata letak perlu difikirkan dengan baik. Untuk meningkatkan penjualan, pelaku usaha perlu aktif dalam melakukan direct 96 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 marketing. Pengrajin Bambu perlu melakukan direct marketing menggunakan katalog yang sebagai media promosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bauran promosi yang digunakan pengrajin bamboo dan merumuskan strategi promosi yang efektif untuk pengembangan usaha kejinan bambu di Desa Bendo Kecamatan Sukodono di Kabupaten Sragen. B. KAJIAN PUSTAKA Kotler dan Keller (2009) menjelaskan pemasaran merupakan upaya mengidentifikasikan dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Untuk dapat memenuhi kebutuhan maka muncullah proses menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki komoditas. Dengan ini strategi pemasaran menajdi penting dilakukan. Tjiptono (2004) menjelaskan strategi pemasaran merupakan alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasukinya dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Promosi merupakan salah satu bauran pemasaran yang harus dilakukan oleh elaku usaha untuk meningkatkan penjualannya. Salah bauran promosi yang sering dilakukan adalah pemasaran lanngsung. Menurut Direct Marketing Association, pemasaran langsung merupakan adalah sistem pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau lebih media untuk menghasilkan tanggapan dan / atau transaksi yang dapat diukur pada suatu lokasi. Di dalam pemasaran langsung biasanya menggunakan saluran – saluran langsung ke konsumen (Consumer direct) untuk menjangkau dan menyerahkan barang dan jasa kepada pelanggan tanpa menggunakan perantara pemasaran. Saluran – saluran ini mencakup surat langsung, catalog, telemarketing, tv interaktif, situs internet, dan lain-lain. Para pemasar melakukan pemasaran langsung untuk meningkatkan produktivitas satuan penjualan. Bambu dapat dijadikan untuk berbagai kerajinan yang bernilai estetis dan ekonomi tinggi. Bambu sudah digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sejak jamam dulu, misal alat jemuran, tikar dan anyaman. Bahkan sekarang bambu dapat dibuat dengan tampilan yang lebih menarik dan artistik, saat ini banyak digunakan sebagai pendukung desain interior di hotel-hotel berbintang, spa, butik, dan perbankan. Anyaman Indonesia terkenal dimancanegara sebagai kerajinan dengan berbagai motif dan bentuk yang menarik. Setiap daerah memiliki ciri khas kerajinan bambu. Media promosi yang dikelola dengan baik akan sangat membantu bagi kelangsungan usaha para pengrajin. Titin Agustina (2015), menyatakan bahwa kerajinan diminati oleh negara Jepang, terbukti pada pameran Inacraft di Jakarta, terdapat 50% pengunjung adalah orang jepang. Tujuan ekspor kerajinan Indonesai selain Amerika dan Eropa adalah jepang. Hal ini memerlukan media promosi yang tepat. Misalnya katalog promosi di Garuda Indonesia, media promosi katalog harus ada pembaruhan mulai dari kerajinan apa saja yang terbaru, kemudian ada pemberitahuan secara jelas cara mendapatkan produk kerajinan tersebut,” ucapnya. Hal tersebut membantu kita para pelaku industri kerajinan, bisa mencapai target pasar secara tepat dan efisien. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Klaster kerajinan bamboo Desa Bendo Kecamatan Sukodono di Kabupaten Sragen. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan key person sebagai sumber informasi. Data yang diguakan adalah data primer yang diambil mengunakan indepth interview. Responden penelitan ini adalah 97 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 pengrajin bambu yang secara aktif melakukan proses produksi, yaitu sebanyak 16 orang. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis dreskriptif. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Profil Pengrajin Bamboo dan Produk Pengrajin bambu di Desa Bendo Kecamatan Sukodono di Kabupaten Sragen ini umumnya para petani yang memanfaatkan waktu luang untuk menambah pendapatan keluarga. Para pengrajin tidak menjadikan kerajinan bamboo ini sebagai pekerjaan utama mereka tetapi mereka membuat kerajinan bamboo ketika ada waktu luang dari masa tanam. Keahlian pengrajin diperoleh secara turun temurun dan melalui proses coba-coba. Pada saat produk mereka banyak, masalah utama yang muncul adalah memasarkan produknya. Kerajinan bambu Sukodono Sragen selama ini hanya mengandalkan pesanan sebagai proses pemasaran produknya. Menurut para pengrajin, selama ini para pengrajin bekerja hanya tergantung ketika ada pesanan dari pembeli saja. Lokasi pemasaran terbatas pada daerah sekitar Sragen saja. Show room hanya digunakan sebagai tempat produksi dan tempat mengambil barang pesanan. “Tidak banyak produk yang dipamerkan karena barang jadi langsung diambil oleh pemesan”. Bahkan tidak terdapat dokumentasi dari produk yang pernah dibuat sebelumnya. Hal ini menyulitkan calon pembeli untuk dapat memilih kerajinan bambu yang diinginkan. Produk kerajinan bamboo dapat diklasifikasikan dengan jenis bahan, fungsi, bentuk produk, warna dan bentuk hiasan. Beberapa contoh Produk kerajinan bambu yang selama ini dihasilkan oleh para pengrajin di Sukodono Sragen diantaranya adalah: 2. Promosi Kerajinan Bambu Berdasarkan hasil indepth interview dengan key person di klaster kerajinan bamboo di Desa Bendo Kecamatan Sukodono di Kabupaten Sragen disimpulkan bahwa promosi yang sudah dilakukan adalah melalui word of mouth dan pamaren. Word of mouth merupakan pembicaraan yang secara alami terjadi antar orang orang. Word of mouth merupakan saluran informasi dari komunikasi seperti teman, tetangga, rekan kerja atau 98 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 anggota keluarga (Sernovitz, 2006). Sedangkan pameran merupakan suatu kegiatan untuk menampilkan produk sehingga pembeli dapat melihatnya dan memutuskan untuk membelinya (Collin dan Ivanivic, 2004). Word of mouth terkait produk kerajinan bamboo ini karena produk merupakan usaha turun temurun sehingga sudah lama dikenal masyarakat di Kabupaten Sragen. Adapun pameran difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Sragen melalui Disperindag. Pameran dilakukan di berbagai kota di Indonesia, seperti Semarang, Jakarta dan Bali. Word of mouth dan pameran merupakan upaya promosi langsung yang bagus. Kegiatan promosi ini terus berlangsung menskipun hasilnya belum optimal. Berdasarkan hasil analisis, upaya promosi ini akan lebih optimal jika dikelola dengan lebih baik, salah satu diantaranya melalui pembuatan katalog yang lengkap dan jelas. Dengan ini konsumen akan lebih tahu secara jelas. Tujuan pembuatan katalog bagi pengrajin bambu ini adalah untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan menjaring calon pelanggan baru. Katalog terdiri dari informasi mengenai produsen kerajinan seperti nama, alamat dan nomer telepon yang bisa dihubungi serta tidak kalah penting adalah kuantitas dan kualitas produk yang akan ditawarkan. E. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan bahwa upaya promosi yang dilakukan pengrajin bamboo di Kabupaten Sragen adalah word of mouth dan pameran. Upaya promosi tersebut merupakan bagian dari jenis pemasaran langsung (direct marketing). Berdasarkan simpulan, disampaikan rekomendeasi agar pengrajin melakukan promosi dengan membuat katalog yang jelas dan lengkap. Katalog harus dapat menjawab semua pertanyaan dari pelanggan mengenai produk atau dengan kata lain dapat mewakili produk kerajinan bambu yang akan ditawarkan. Selain katalog sebagai media promosi, adapun saran yang bisa diajukan bagi pengrajin bambu antara lain (1) melakukan strategi penetrasi pasar. Optimalisasi penjualan produk pada wilayah yang sudah ada. Hal ini dilakukan dengan 99 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 cara “jemput bola” kepada calon konsumen, yaitu dengan menawarkan produk secara langsung. penggunaan katalog yang menarik dan lengkap, sehingga memudahkan calon pelanggan untuk memilih produk, (2) melakukan perluasan pasar. Cara yang dapat ditempuh dalam perluasan pasar produk kerajinan bambu adalah 1) membentuk jaringan pemasaran dengan pemilik kios furniture ataupun kerajinan bambu di daerah lain. 2) menjalin kerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen untuk dapat mengikuti pameran, (3) membuat katalog on line. Penggunaan internet saat ini merupakan senjata yang ampuh bagi para pelaku promosi. Kemudahan untuk mengakses internet, memilih produk sampai kemudahan pada proses pemesanan menjadi daya tarik tersendiri bagi calon pelanggan. Hal ini juga berguna untuk menghilangkan kelemahan paperless dari katalog konvensional dan memberikan nilai tambah pada produk yang ditawarkan melalui tat kelola komunikasi visual berbasis desain grafis. Daftar Pustaka Wijaya et al, 2004, Identifikasi jenis-jenis bambu di Pulau Sumba Kecil. Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI. Cibinong Fredicksson, Wadstrom, Medbo., 2014. Assuring materials avaibility during the prediction transfer process, DOI. 10.1108/JMTM-02-2012-0016. Journal of manufacturing Technology Management, Vol. 25 No. 3. Pp 310.333. Emerald Group Publishing Limited Fang-Wu Tung., 2012. Weaving with rush: Exploring Craft-Design Collaborations in Revitalizing a Local Craft. International Journal of Design Vol. 6 No. 3 Frances., 1998, The Challenges in changing catalog business: Selling Promotional Products Through the Mail. Direct Marketing. April. 60.12. Proquest Research Library. Pg 23 Titin Agustina., 2015http://www.jurnalasia.com/2015/04/11/produk-kerajinan-indonesia-digandrungi-buyerjepang/. Kotler dan Keller., 2009. Manajemen Pemasaran. PT. Indeks. Jakarta Tjiptono., 2004. Strategi Pemasaran, edisi kedua, Andi, Yogyakarta Yin R. K., 2002. Case Study Research-Design and Methods, Sage, Thousand Oaks, C 100 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 KARAKTERISTIK STRES KERJA DAN MODEL PENANGANANNYA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KINERJA KARYAWAN (Studi Empirik Di Industri Batik Laweyan Surakarta Jawa Tengah) Lukman Hakim1 dan Eko Sugiyanto2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail : [email protected] [email protected] Abstract This study aims to: (1) Identified the causes (stressor) that occurred in the batik industry Laweyan Surakarta Central Java. (2) Identified the effect or impact of job stress both individually and organizationally in the batik industry Laweyan Surakarta, Central Java. (3) Arrange a model of handling the work stress in the batik industry Laweyan Surakarta, Central Java. This study used a qualitative descriptive method. Descriptive qualitative that attempt to through the data as accurately as possible through various techniques such as interviews, questionnaires, exploratory observation. The analysis tool using causal analysis of job stress and job stress management theory study and eventually stacking handling work stress models in Laweyan Surakarta batik industry. The study concluded handling work stress from causation through handling organizational work stress, individual work stress, group work stress, and environment work stresss. While handling work stress from analysis of development, namely: (1) role analysis, (2) create the strong corporate cultur, (3) founding the change consultation center, (4) institutional program and (5) spiritual program. Keywords: Organizational work stress, Individual work stress, Group work stress, Environment work stress an Management work stress. 1. Pendahuluan Dalam menjalankan setiap usaha perusahaan tidak akan terlepas dari berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi-fungsi kegiatan usahanya, baik itu masalah produksi, keuangan, sumber daya manusia, pemasaran maupun usahanya. Masalah diatas tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, permasalahan diatas harus ditangani secara komprehensif, dengan cara mengkoordinasikan antara fungsi-fungsi dalam satu kesatuan. Masalah yang berkaitan dengan fungsi sumber daya manusia merupakan satu hal yang dianggap penting dalam perusahaan. Salah satu permasalahan di organisasi adalah stres kerja. Stres kerja adalah menurut Robbins (2007), sebagai suatu tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan) kerja, situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang”. Para peneliti AS melaporkan bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat pekerja mengalami stres ini mencapai antara US $100 milyar dan $300 milyar pertahun bagi ekonomi Amerika Serikat dalam bentuk hari kerja yang hilang biaya perawatan kesehatan untuk sakit yang berkaitan seperti kelelahan, depresi dan serangan jantung. Beberapa studi epidemiologis telah menunjukkan bahwa stres terutama sekali merusak selama berlangsung resesi. Harvey Brener dari John Hopkins Universitiy memperkirakan bahwa untuk setiap kenaikan satu persen dalam tingkat pengangguran, ada peningkatan sebesar lima persen dalam jumlah pasien rumah sakit jiwa, enam persen dalam jumlah tahanan dan sebanyak delapan persen dalam jumlah penderita serangan jantung fatal (Gibson, Ivancevich dan Donelly, 2005). 101 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Penyebab stres (stressor) bisa dari berbagai hal, antara lain lingkungan, konflik peran, beban kerja lebih dan lain-lainya. Pada tingkat individual telah, penyebabnya bisa karena suhu udara yang panas, ruangan kerja yang kotor dan lainnya. Penyebab konflik peran, dimana seorang individu merasakan konflik peran ketika memenuhi satu deretan harapan tentang konflik pekerjaan dengan memenuhi kepada deretan harapan lainnya. Sebagai contoh, adanya tekanan untuk bergaul dengan baik bersama orang-orang yang anda tidak cocok. Tanpa memperhatikan apakah hasil konflik peran daripada kebijakan organisasional atau dari pribadi-pribadi lainnya, hal ini dapat menjadi suatu penyebab (stressor) bagi beberapa individu. Beban berlebih, dimana setiap orang telah mengalami kerja berlebihan pada suatu waktu atau lainnya. Satu studi dari C. Weiman (2007) dimana menguji hubungan antara beban berlebih, beban kerja yang kurang dan stres diantara 1.540 eksekutif di satu perusahaan besar di USA. Para eksekutif yang berada pada deretan rendah dan tinggi dari rentang stres dilaporkan memilki masalah kesehatan yang lebih nyata. Studi ini menyarankan bahwa hubungan antara penyebab, stres dan penyakit mungkin bersifat kurva linier. Mereka yang kurang beban kerja dan mereka yang memilki beban belebih mewakili dua ujung dari satu rangkaian kesatuan, masing-masing dengan jumlah masalah-masalah kesehatan yang tinggi secara berarti. Tingkat stres optimal memberikan keseimbangan terbaik dari tantangan tanggung jawab dan imbalan. Penelitian Ismar, Amri dan Sostrosumiharjo (2011) yang meneliti 73 orang pekerja sebuah perusahaan Call center di Jakarta menghasilkan temuan prevalensi stres kerja berkaitan dengan faktor-faktor stresor kerja antara lain pengembangan karir, beban kerja berlebih, konflik peranan, keterpaksaan peran dan tanggung jawab pekerjaan. Stresor-stresor lainnya, struktur organisasi, jarang dipelajari. Satu studi tentang tenaga penjual di bidang perdagangan menguji akibat dari organisasi yang strukturnya panjang (struktur birokratis), medium dan pendek/flat (struktur kurang rigid) terhadap kepusan kerja, stres dan penampilan. Para peneliti mendapatkan bahwa tenaga penjual di dalam organisasi yang strukturnya paling kurang birokratis mengalami stres yang kecil dan kepuasan kerja lebih besar dan berperan lebih efektif daripada tenaga penjual di dalam organisasi struktur medium dan panjang (Ivanchevich and Donelly, 2005). Stres kerja disamping memiliki sebab juga akibat, akibat dari stress banyak dan bervariasi, diantaranya ada yang positif dan negatif. Namun demikian lebih banyak lagi efek negatifnya yang secara potensial berbahaya. Akibat-akibat tersebut antara lain kelelahan fisik, perasaan kesal-marah (burnout) bahkan depresi kerja. Tingkat stres kerja berlebihan dapat berdampak negatif terhadap prestasi kerja karyawannya yang akhirnya merugikan perusahaan. Dampak negatif tersebut dapat berupa rendahnya tingkat produktivitas, minimnya kreativitas, kurangnya motivasi, pengambilan keputusan yang tidak efektif, kualitas komunikasi antar karyawan yang rendah, tingkat absensi yang tinggi, bahkan munculnya tindakan-tindakan kekerasan dalam lingkungan kerja (Quick et.al., 2002). Akibat stres juga menjadikan para pekerja banyak mengkonsumsi minuman beralkohol (alkoholisme) berlebihan dan secara berulang-ulang yang mengganggu kesehatan individu dan perilaku kerja. Efek negatif dari ketergantungan obat dan alkohol adalah masalah absen (absentisme), produktivitas rendah, dan kecelakaan kerja. Para ahli memperkirakan bahwa sekitar 9% pria di Amerika dan 5% wanitanya memiliki risiko untuk alkoholisme atau minuman serius. Jadi diperkirakan 10,5 juta orang Amerika pecandu alkohol. Mungkin tidak ada satu faktor dapat menyebabkan alkoholisme yang merupakan suatu kesatuan yang kompleks. Efek negatif lain adalah angka bunuh diri diantara pecandu alkohol adalah 58 kali dibandingkan dari masyarakat umum. 102 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Penelitian tentang stress kerja antara lain penelitian Setiawan (2009) yang meneliti dampak stress di Internal Auditor di PT BNI Tbk. Penelitian ini secara khusus mengidentifikasi stresor organisasi, pekerjaan dan social serta menguji hungan antara berbagai stressor tersebut dengan stress kerja. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini menyatakan bahwa stresor organisasi, pekerjaan dan social mempengaruhi langsung terhadap stress kerja. Hasil temuan lainnya bahwa stresor pekerjaan (kelebihan beban kerja kualitatif, kemajuan karir, ruang lingkup pekerjaan, tanggung jawab kepada orang lain dan tekanan waktu memiliki pengaruh positif terhadap stress kerja. Penelitian Ismar, Amri Amri dan Sostrosumiharjo (2011) yang meneliti 73 orang pekerja sebuah perusahaan Call center di Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan pengumpulan data dilakukan melalui pengisisan kusioner dan pemeriksaan lingkungan kerja. Hasil temuannya bahwa prevalensi stres kerja berkaitan dengan faktor-faktor stresor kerja antara lain pengembangan karir, beban kerja berlebih, konflik peranan, keterpaksaan peran dan tanggung jawab pekerjaan. Stresor-stresor lainnya, struktur organisasi, jarang dipelajari. Penelitian Jumaini dan Hafsah (2013) meneliti hubungan stress kerja dengan kinerja Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Kesimpulan penelitian ini, stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja antara lain tuntutan fisik, tuntutan peran dan tuntutan interpersonal. Penelitian Andi Franata (2009) yang dilakukan pada PT. Lasallefood Indonesia Bagian Departemen Produksi dari bulan Februari sampai dengan Juni 2009, pemilihan lokasi secara sengaja (purposive). Hasil penelitian dari sumber stres kerja diperoleh kondisi stres kerja karyawan sedang, dari faktor-faktor kinerja diperoleh kondisi kinerja karyawan Departemen Produksi tergolong tinggi. Dari hasil analisis hubungan antara karakteristik karyawan dengan stres kerja dan kinerja karyawan diperoleh hasil bahwa stres kerja dan faktorfaktor kinerja tidak memiliki hubungan dengan karakteristik karyawan. Dari penjelasan-penjelasan diatas stress kerja dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif, oleh karena itu yang harus dilakukan bukanlah menghilangkan seluruh stres tetapi membatasi dampak negatif dari stres tersebut. Upaya untuk tidak menghilangkan stres adalah melalui manajemen stres (Greenberg dalam Cary, 1993). Manajemen stres adalah teknik untuk mengontrol dan mengurangi stres. Manajemen stres merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan perubahan dari stress yang berdampak negatif menjadi stres kerja yang berdampak positif bagi diri karyawan dan akhirnya akan menampilkan hasil kerja yang optimal (Quick dkk, 1997). Batik saat ini menjadi bagian penting dalam tren busana nasional. Pemanfaatan kain bermotif batik dalam rancangan busana modern membuat batik semakin banyak disukai berbagai kalangan. Batik tak lagi lekat dengan kesan tua dan kuno. Tren busana masa kini berhasil mengangkat kain batik menjadi lebih trendi dan disukai kalangan muda (Kompas, 6 Oktober 2015). Kini, pakaian batik tak lagi identik dengan acara-acara tradisional di daerah. Perhelatan nontradisional pun kini kerap diwarnai berbagai busana dan aksesori bercorak batik. Batik tak hanya menjadi tren busana untuk acara pernikahan ataupun acara formal lainnya. Berbagai kalangan mulai dari pekerja kantoran, wirausaha, pekerja seni, hingga pelajar dan mahasiswa mulai bangga mengenakan pakaian batik. 103 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Seiring adanya peningkatan minat dan permintaan pasar batik dari berbagai kalangan tersebut, meningkat pula geliat produksi batik dari industri batik di dalam negeri. Distribusi batik juga mengalami peningkatan terutama ekspor ke luar negeri. Terbukti peningkatan pasar batik terutama diluar negeri pun meningkat cukup tinggi setelah pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya asli Indonesia pada 2 Oktober 2009. Berdasarkan data Kemenperin, ekspor batik dalam lima tahun terakhir meningkat pesat. Ekspor batik yang pada tahun 2011 senilai 2.287.668,04 Dolar AS dengan volume 93.559,29 kg meningkat menjadi 48,97 juta dollar AS pada tahun 2014. Ekspor batik tersebut terutama ke Amerika Serikat, Jerman dan Korea Selatan (Kompas, 6 Oktober 2015). Salah satu industri batik terkenal di kota Surakarta adalah kampung batik Laweyan. Masyarakat Laweyan dari zaman kerjaan Pajang sampai sekarang merupakan daerah penghasil batik. Meskipun dalam perkembangannya mengalami pasang surut dalam usahanya tetapi masyarakatnya masih tetap eksis dalam bidang perbatikan. Sejak dicanangkannya Laweyan sebagai kampong wisata batik dengan SK Walikota Surakarta Nomor 534.05/136-B/1/2004, maka perkembangan industri batik dikampung Laweyan mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya wisatawan yang berkunjung untuk berbelanja batik sekaligus belajar membatik serta menikmati bangunan-bangunan peninggalan yang bersejarah (Setiawati dan Nursiam, 2013). Hal ini secara tidak langsung membawa pengaruh positif pada industry batik Laweyan yang ditandai dengan meningkatnya omset penjualan. Namun dibalik meningkatnya penjualan tersebut terdapat sejumlah permsalahan di manajemen batik yang masih bersifat tradisional. Masalah tersebut diantaranya penanganan SDM yang kerap terjadi pada masalah keluar masuknya tenaga kerja/ karyawan pembatik. Apalagi permasalahan kurangnya tenaga pembatik pengganti dari kalngan tenaga muda di Laweyan sekitarnya. Pada umumnya tenaga pembatik berasal dari desa sekitar pinggiran kota Surakarta sekitarnya (Setiawati dan Nursiam, 2013). 2. Tujuan Penelitian a. Mengidentifikasi secara mendalam penyebab (stressor) yang terjadi di industri batik Laweyan Surakarta Jawa Tengah. b. Mengidentifikasi secara mendalam akibat atau dampak stres kerja baik secara lingkungan, individu maupun organisasional di industri batik Laweyan Surakarta Jawa Tengah. c. Menyusun model penanganan stres kerja (dari analisis pengaruh, sebab-akibat stres kerja karyawan) di industri batik Laweyan Surakarta Jawa Tengah. 3. Metode Penelitian 3. 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada industri batik yang besar di Laweyan Surakarta, Jawa Tengah yaitu Batik Putra Laweyan, Batik Mahkota, Batik Merak Manis, Batik Puspa Kencana dan Batik Gres Tenan. Alasan menggunakan lokasi penelitian di lima perusahaan batik tersebut, oleh karena di perusahaan batik tersebut berdasarkan observasi dan analisis data dalam penelitian tahun pertama adalah perusahaan batik yang mengalami masalah stres tenaga kerja. 3. 2. Jenis Penelitian dan Metode Analisis Jenis penelitian pada tahun ini menggunakan metode deskriptip kualitatif. Deskriftif kualitatif yaitu berupaya menggali data seteliti mungkin melalui melalui berbagai teknik seperti wawancara, kuisioner, 104 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 observasi eksploratif. Dalam penelitian ini, akan diadakan penelusuran secara mendalam penyebab stres kerja serta akibat stres kerja terhadap keberadaan individu karyawan tersebut di dapatkan dari wawancara, kuisioner, persepsi responden, serta observasi mendalam. Pada tahun kedua ini, metode analisis menggunakan metode analisis sebab-akibat stres kerja dan kajian teori penanganan stres kerja sehingga akhirnya di susun model penanganan stres kerja di Industri Batik Laweyan Surakarta. 4. Hasil dan Pembahasan 4. 1. Karakteristik Stres Kerja Dari hasil analisis data dilapangan baik melalui wawancara, observasi atau pengamatan di industri batik Laweyan Surakarta, terdapat empat karakteristik stres kerja akibat dampak perubahan, antara lain stres kerja organisasional, stres kerja kelompok dan stres kerja lingkungan. Karakteristik stress kerja yang pertama adalah stres kerja organisasional, stres kerja ini disebabkan oleh dinamika organisasional dan perilaku manajerial para manajer atau pengusaha. Penyebab stres kerja dinamika organisasional pertama adalah proses regenerasi yang sulit. Sebagaima hasil wawancara dengan bapak Ahmad Sulaiman: “Para pekerja batik disini mayoritas sudah berusia lanjut, sehingga dalam melakukan inovasi-inovasi baru memerlukan waktu yang lebih lama ketimbang pekerja yang masih muda mas, terus proses regenerasinya itu lumayan susah mas”. (wawancara dengan bapak Ahmad Sulaiman 22 Maret 2015). Penyebab stres kerja dinamika organisasional kedua karena para pengusaha belum bisa menerapkan profesionalisme, sebagaimana jawaban bapak Alpha Febela: “Di industri batik Laweyan tidak ada organisasi perusahaan yang resmi, jadi kami tidak bisa menerapkan profesionalisme selain itu kebanyakan pekerja adalah tetangga sendiri yang mayoritas tingkat pendidikannya rendah. Kalau kami melakukan teguran apalagi sampai pemecatan terhadap pekerja yang tidak komitmen ataupun tidak bekerja sesuai yang diharapkan maka kami enggak akan punya tetangga dong”. (wawancara dengan bapak Alpha F. 15 April 2015). Penyebab stres kerja dinamika organisasional yang ketiga adalah karena kondisi keuangannya tidak terlalu mendukung perubahan organisasi. Sebagaimana hasil wawancara bapak Alfa F: “Perusahaan yang berani melakukan inovasi-inovasi baru itu biasanya memiliki beberapa sumber pemasukan, sehinnga banyaik perusahaan batik yang kondisi keuangannya tidak terlalu mendukung mereka cenderung sedikit melakukan inovasi dan hanya mengikuti proses pembatikan sebagaimana yang telah diajarkan”. “Pemerintah itu terlalu lamban mencairkan program kerja yang kami ajukan, kadang itu proposal yang kami ajukan belum dikasih tanggapan, sampai-sampai kami itu lupa dengan program yang kami ajukan tersebut”. (wawancara dengan bapak Alpha 15 April 2015). Penyebab stres kerja dinamika organisasional yang keempat adalah karena ketakutan pada proses perubahan, sebagaimana hasil jawaban wawancara dengan bapak JK: “Pabrik ini kan produksinya tetap mas, jadi seumpama ada karyawan yang sakit sakit dalam posisi tertentu kita kadang-kadang disuruh menggantikannya. Kadang muncul perasaan takut mas, karena perusahaan ini kan terkenal dengan kualitasnya, nanti kalo ada kesalahan takut kalo mengurangi kulitas produk. Namun manajemen mengantisipasinya dengan pengkaderan mas, sehingga kami lebih mempunyai keterampilan yang beragam”. (Wawancara dengan bapak JK 9 Juni 2015). Penyebab stres stres kerja dinamika organisasional yang kelima adalah karena prilaku pengusaha yang sulit menerima pada proses perubahan, sebagaimana hasil jawaban wawancara dengan bapak Widhiarso:“Masyarakat sini itu mas selalu memandang acara yang dilakukan oleh forum identik dengan uang, kan juga lucu mas, masak mau ngasih pengetahuan yang baru buat mereka harus tombok terus”. (wawancara dengan bapak Widhiarso 19 Mei 2015). 105 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Penyebab stres stres kerja dinamika organisasional yang keenam di dapatkan dari kusioner yang disebarkan dalam tahun pertama, bahwa penyebab stres kerja secara organisasional di industri batik Laweyan Surakarta Jawa Tengah, karena tidak adanya organisasi yang dapat menyampaikan aspirasi karyawan, adanya struktur organisasi yang kurang jelas, budaya organisasi yang lemah, kepemimpinan yang tidak memotivasi. Akibat stres organisasional dari pengamatan dan wawancara di lapangan, terdapat sisi kekhawatiran akan ketatnya persaingan di pengusaha batik karena dampak perubahan. Meskipun aakhirnya dari ketakutan akan ketatnya persaingan menjadi sebab perkembangan perusahaan. Sebagaimana hasil jawaban wawancara dengan bapak Ahmad Sulaiman : “Dulu ketika awal pencanangan forum pengembangan ini sempat ada penolakan dari 3 industri batik mas, mungkin mereka takut adanya persaingan yang sangat ketat. Selain itu para pengusaha batik sebelum tahun 2008 itu hanya fokus pada industri atau pembuatan batik saja, ketika mereka diajak untuk membuka show room yang hanya bermodal lemari dan hanger saja banyak yang enggak gubris. Seiring berjalannya waktu dengan banyaknya para pejabat seperti bupati, walikota dan bahkan menteri yang datang ke show room saya dan show room yang ada di Laweyan, akhirnya baru pada percaya mas”. (Wawancara dengan bapak Ahmad Sulaiman, 22 Maret 2015) Akibat lain dari stres jenis ini bahwa para pengusaha batik justru mendapatkan sisi positif dari perubahan organisasi yaitu merubah arah strategi perusahaan menjadi fokus bisnis dan cara kerja. Seperti hasil wawancara bapak Ahmad Sulaiman (pemilik batik Gress Tenan): “Pada tahun 1994 saya bekerjasama dengan salah satu perusahaan tekstil dari Malaysia, awalnya hanya sebagai penyuplai bahan baku namun setelah PT ARR kewalahan memenuhi permintaan, mereka memberikan bantuan 4 tenaga ahli untuk mengajari motif, teknik pewarnaan dan mode fashion dari Malaysia serta peralatannya. Teknik pewarnaan yang diajarkan tenaga ahli tersebut kini hampir digunakan oleh keseluruhan industri batik yang ada disini” (wawancara dengan bapak Ahmad 22 Maret 2015). Senada dengan pemilik Batik Gress Tenan, di Batik Merak Manis pun melakukan perubahan berdampak pada pengembangan pemasaran, sebagaimana diungkapkan oleh bagian humas dari Batik Merak Manis berikut ini: “Usaha batik ini berusaha menerapkan perkembangan teknonologi yang ada, menambah gerai di luar kota, menyediakan ruangan untuk tamu yang berkunjung seperti kunjungan dari pemerintah daerah ataupun kota yang ingin melihat-lihat maupun melakukan transaksi pembelian. Karena dengan hal demikian secara tidak langsung telah melakukan promosi secara gethok tular yang terbukti sangat efektif dan tidak memakan biaya, selain itu kami melakukan pengkaderan kepada pekerja supaya setiap bagian ada yang membawahi” (wawancara dengan bapak Heri 29 Maret 2015). Karakteristik stres kerja yang kedua adalah stres kerja individual. Stres kerja individual adalah stres kerja yang disebabkan faktor-faktor individual karyawan. Dari hasil kuisioner yang disebarkan di lokasi penelitian bahwa stres kerja individu hanya terjadi karena adanya konflik peran ambiguitas, egoisme, beban kerja yang berlebihan yang dirasakan oleh seorang karyawan. Adanya konflik peran ambiguitas, egoisme, beban kerja yang berlebihan dari hasil analisis data kuantitatif tahun pertama menghasilkan kesimpulan bahwa variabel tersebut dapat meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini bisa dipahami mengingat dengan konflik peran, egoisme dan beban kerja yang lebih menjadikan mereka bekerja penuh semangat dan motivasi tinggi sehingga kinerja meningkat. Namun dalam prosesnya harus di kontrol, sebab kalau tidak dikontrol jenis stres kerja ini akan menurunkan kinerja perusahaan. Dari hasil pengamatan lanjutan penyebab stres individual industri batik Laweyan Surakarta yang berkaitan faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri tidak terbukti pada karyawan. Hasil ini tidak sesuai hasil survei nasional di 106 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 USA yang secara konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan anakanak, sehingga hal ini yang menyebabkan stres kerja karyawan. Bisa di asumsikan dalam sebuah perusahaan pada bidang industri yang menuntut hasil sebesar-besarnya, adapun yang menjadi korban dari tuntutan produksi yang berlebih itu adalah karyawan, sehingga yang dirasakan karyawan adalah adanya beban kerja yang berlebihan. Adanya beban berlebih yang diberikan kepada karyawan akan berakibat timbulnya stres yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Namun tidak dalam beberapa kasus stres kerja individu yang dirasakan karyawan dapat memberikan dampak positif, yaitu sebagai motivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Karakteristik stres kerja yang ketiga adalah stres kerja kelompok. Stres kerja kelompok adalah stres kerja dikarenakan berbagai macam peristiwa karena masalah kelompok dalam organisasi. Penyebab stres kerja ini dikarenakan berbagai macam hal. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian stres organisasi disebabkan oleh diantaranya adalah karena terjadinya beberapa kelompok pengusaha yang tidak memotivasi terjadinya perubahan. Hal ini dibuktikan adanya resistensi atau penolakan terhadap perubahan. Seringnya dampak utama dari kesalahan yang dilakukan dalam mengelola perubahan adalah munculnya resistensi dari para manajer atau para karyawan terhadap perubahan yang dilakukan oleh perusahaan. Terjadinya resistensi terhadap perubahan di Industri Batik Laweyan terbukti dari hasil wawancara pada responden di dapatkan bahwa pengusaha merasa ketakutan adanya persaingan yang ketat. Sebagaimana jawaban bapak Ahmad Sulaiman: “Dulu ketika awal pencanangan forum pengembangan ini sempat ada penolakan dari 3 industri batik mas, mungkin mereka takut adanya persaingan yang sangat ketat. Selain itu para pengusaha batik sebelum tahun 2008 itu hanya fokus pada industri atau pembuatan batik saja, ketika mereka diajak untuk membuka show room yang hanya bermodal lemari dan hanger saja banyak yang enggak gubris. Seiring berjalannya waktu dengan banyaknya para pejabat seperti bupati, walikota dan bahkan menteri yang datang ke show room saya dan show room yang ada di Laweyan, akhirnya baru pada percaya mas”.(Wawancara dengan bapak Ahmad Sulaiman 22 Maret 2015) Demikian juga resistensi terhadap perubahan oleh karena beragamnya gagasan, pemikiran para pengusa batik. Sebagaimana jawaban bapak Alpha Febela (Ketua FPKBL): “Kan masyarakat di Laweyan ini sangat beragam, ada yang punya gagasan kami terima, ada yang hanya punya uang kami terima, ada yang hanya punya waktu atau istilahnya daftar absen ya kita terima dan yang terakhir itu modalnya adalah cukup berbesar hati dengan artian ada industri yang sudah mapan itu cukup berbesar hati”. (wawancara dengan bapak Alpha 15 April 2015). Resistensi terhadap perubahan juga dikarenakan pengusaha batik di Laweyan punya hak secara masing-masing untuk berkembang, tidak bisa memaksa untuk melakukan perubahan. Sebagaimana jawaban bapak Widhiarso: “Semua pengusaha batik atau warga di Laweyan kan juga berhak untuk berkembang, kalo mereka yang menolak perubahan satu visi dengan forum ya kita rangkul, tapi kalau tidak ya enggak. Karena bahaya, nanti mereka hanya mempengaruhi kepada masyarakat yang tidak tidak, seharusnya mereka itu menawarkan kepada masyarakat apa yang bisa diajarkan bukan malah menyetir kita. Cara kami kalo bisa ya dirangkul kalo enggak ya disingkiri, tetapi kami tetap berkomunikasi baik dengan mereka”. (wawancara dengan bapak Widhiarso 19 Mei 2015). Akibat stres jenis ini terjadi ketidaksatuan langkah dalam visi dan misi perubahan. Ketidaksatuan langkah diantara pengusaha batik terutama bagi pengusaha yang tidak menjadi anggota forum pengusah batik Laweyan. Bahkan dari wawancara diatas maka tekanan-tekanan seperti ini akan berakibat konflik kerja antar pengusaha. 107 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Karakteristik stres kerja keempat yang dialami perusahaan batik Laweyan adalah stres kerja lingkungan. Stres kerja lingkungan adalah stres kerja yang disebabkan oleh karena faktor lingkungan disekitar perusahaan. Penyebab stres kerja jenis ini oleh karena adanya proses perubahan adalah stres kerja lingkungan. Stres kerja lingkungan dari hasil observasi terjadi karena lingkungan fisik tidak nyaman dan tidak kondusif disekitar tempat kerja mereka, antara lain, suhu udara yang panas (istilah jawa “sumuk”), tempat kerja berdebu, fasilitas kerja yang kurang aman, dan polusi karena zat kimia atau larutan kimia pada batik. Akibatnya para pekerja pembatik menjadi gelisah dan stres oleh konsekuensi-konsekuensi yang diduga dari jenis pekerjaan yang berkait lingkungan fisik tersebut. Demikian juga dari sebab eksternal perusahaan terjadi ketidak pastian ekonomi, keamanan, fasilitas kerja dalam perusahaan. Penyebab stres keadaan ini akan sangat kuat pengaruhnya terhadap kinerja karyawan terutama pada tingkatan manajer dan pemimpin di industri batik. Secara umum adanya stres pada lingkungan fisik ini mudah sekali menyebar di kalangan karyawan perusahaan, karena sifatnya yang luas dan tidak terbatas. Sehingga semakin tinggi stres pada lingkungan kerja, maka akan semakin menurunkan kinerja karyawan. 4.2. Penanganan Stres Kerja Dalam menangani stres kerja di Industri Batik Laweyan, maka penanganannya dengan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama berdasarkan analisis penyebab stres kerja, pendekatan kedua melalui pendekatan pengembangan. 4.2.1 Pendekatan Analisis Penyebab Stres Kerja Penyebab stres kerja pertama adalah penyebab dinamika organisasional. Penyebab dinamika organisasional pertama dan kedua adalah proses regenerasi yang sulit dan para pengusaha belum bisa menerapkan profesionalisme. Dari penyebab-penyebab ini maka penyelesainnya adalah dengan pendidikan dan pelatihan kerja. Melihat kondisi perusaaan batik di Kampong Batik Laweyan, dimana kebanyakan perusahaan pribadi atau milik perseorangan, maka penciptaan bisa dengan melatih dan mendidik anaknya atau karyawannya agar bisa memahami dan mencintai industri batik sehingga akan bisa melanjutkan usaha batik yang telah di geluti orang tuanya. Juga dengan pendidikan dan pelatihan akan bisa menciptakan profesionalisme dalam bekerja. Dalam mengadakan pelatihan dan pendidikan maka bisa menggandeng banyak pihak antara lain perguruan tinggi, dan pemerintah melalui DEKRANASDA. Penyebab stres kerja dinamika organisasional ketiga adalah karena kondisi keuangannya tidak terlalu mendukung perubahan organisasi. Dari penyebab ini maka langkah penyelesainnya dengan menggandeng Lembaga perantara keuangan baik dari kalangan perbankan maupun lembaga perkreditan. Melihat kondisi latarbelakang pengusaha batik di Laweyan yang rata-rata mempunyai sifat keagamaan yang kuat, maka patner usaha bisa dari kalangan perbankan syariah. Penyebab stres kerja dinamika organisasional yang keempat dan kelima yaitu karena prilaku pengusaha yang sulit menerima pada proses perubahan karena ketakutan pada proses perubahan. Dari sebab ini penyelesainnya dengan cara sosialisasi pengurus FKPBL yang menjelaskan banyak tentang hakekat perubahan strategi industri batik dan manfaat serta pelaksanaannya. Demikian juga manajemen perusahaan batik dapat mengantisipasinya dengan pengkaderan, sehingga pengusaha lebih mempunyai keterampilan yang beragam. Penyebab stres kerja dinamika organisasional yang keenam di industri batik Laweyan Surakarta Jawa Tengah, karena tidak adanya organisasi yang dapat menyampaikan aspirasi karyawan, adanya struktur organisasi yang kurang jelas, budaya organisasi yang lemah, kepemimpinan yang tidak memotivasi. Dari sebab 108 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 ini penyelesainnya dengan cara menyediakan tempat atau organisasi yang dapat menyampaikan aspirasi karyawan, misalnya dibentuk serikat pekerja/karyawan. Demikian juga perlu mewujudkan struktur organisasi yang jelas termasuk didalamnya jenjang karir karyawan. Di Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) perlu di telusuri budaya organisasi yang kuat secara bersama dan juga di ciptakan model kepemimpinan yang transformasional yang dapat memotivasi karyawannya. Penyebab stres stres kerja yang kedua adalah sebab individual. Penyebab stres kerja individual adalah karena masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, konflik peran ambiguitas, dan adanya beban kerja yang berlebihan yang dirasakan oleh seorang karyawan. Adanya konflik peran ambiguitas, dan beban kerja yang berlebihan justru dapat meningkatkan kinerja karyawan. Sehingga dari kondisi ini, sebaiknya pengusaha batik mempertahankan suasana ini, mengingat adanya konflik peran ambiguitas, adanya beban kerja yang berlebihan justru dapat meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini bisa dipahami mengingat dengan egoisme dan beban kerja yang lebih menjadikan mereka bekerja penuh semangat dan motivasi tinggi sehingga kinerja meningkat. Tapi yang harus diingat adanya konflik peran dan beban kerja berlebih harus di awasi supaya tidak berlebihan sehingga berefek negatif. Penyebab stres kerja yang ketiga adalah stres kerja kelompok. Stres kerja kelompok adalah stres kerja dikarenakan berbagai macam peristiwa karena masalah kelompok dalam organisasi. Penyebab stres kerja ini dikarenakan adanya resistensi atau penolakan terhadap perubahan. Padahal menurut Lewin (1951) perubahan yang efektif dimulai dari kekuatan kelompok, bahwa perilaku kelompok merupakan rangkaian rumit interaksi simbolik dan daya–daya kekuatan yang tidak hanya mempengaruhi struktur kelompok, namun juga mampu mengubah perilaku individu. Karenanya individu merupakan fungsi dari lingkungan kelompok atau medan (field) darimana tercipta keuatan dan ketegangan yang bersumber dari tekanan kelompok setiap anggotanya. Dari sebab ini, maka penyelesainnya bisa dengan cara pendekatan Kotter (1996), dimana ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan, antara lain: (1) Pendidikan dan komunikasi, yaitu dengan memberikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk seperti ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya. (2) Partisipasi, yaitu dengan cara mengajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan. (3) Memberikan kemudahan dan dukungan, yaitu jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Demikian juga memberi pelatihan-pelatihan, meskipun memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan. (4) Negosiasi, yaitu dengan cara melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka. (5) Manipulasi dan Kooptasi, manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya menggandakan fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Sedangkan kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan. (6) Paksaan, hal ini merupakan taktik terakhir berupa paksaan, yaitu dengan cara memberikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan. Sebagai upaya lain untuk mengatasi penolakan perubahan di sini juga perlu adanya peranan dan dukungan pihak-pihak ‘stakeholders’ lembaga atau perusahaan terhadap program perubahan tersebut. 109 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Sebagaimana hasil penelitian Djoemad Tjiptowardojo (2010) yang meneliti secara kualitatif terhadap Strategi Peningkatan Mutu Universitas Widyatama di Kota Bandung, berkesimpulan bahwa untuk peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi dalam kerangka otonomi pendidikan tinggi dan globalisasi, dapat dilakukan dengan menerapkan manajemen stratejik melalui penerapan strategi-strategi peningkatan mutu dosen dan staf, mutu layanan administrasi/manajemen, dan peningkatan mutu sarana dan prasarana kelembagaan. Temuan penelitian ini berimplikasi pada penyelesaian stres kerja di Kampung Batik Laweyan dengan peningkatan peranan dan dukungan pihak-pihak ‘stakeholders’ lembaga terhadap program peningkatan strategi perusahaan melalui upaya-upaya peningkatan mutu produk, administrasi/manajemen lembaga dan sarana-prasarana produksi batik. Penyebab stres kerja keempat adalah stres kerja lingkungan. Penyebab stres kerja lingkungan di sini terjadi karena lingkungan fisik tidak nyaman dan tidak kondusif disekitar tempat kerja mereka, antara lain, suhu udara yang panas (istilah jawa “sumuk”), tempat kerja berdebu, dan polusi karena zat kimia atau larutan kimia pada batik. Maka penyelesaiannya dengan cara menyediakan lingkungan kerja yang nyaman, bersih dan kondusif. Ketersediaan lingkungan kerja nyaman, bersih dan kondusif ini akan meningkatkan produktivitas kerja dalam arti tercipta proses produksi yang optimal, sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Lingkungan kerja yang baik dan memenuhi syarat adalah lingkungan atau kondisi fisik tempat kerja (Physical Working Environment) yang dapat mempengaruhi atau meningkatkan efisiensi kerja ialah: 1) Tata ruang kerja yang tepat, Perencanaan tata ruang kerja harus diperhatikan, sebab dengan penataan ruang kerja yang baik karyawan tidak akan merasa terganggu geraknya saat menjalankan pekerjaan yang perlu diperhatikan dalam tata ruang kerja adalah: cukupnya ruang kerja, cukup jalan untuk keluar masuk, dan penanganan bahan baku (Material handling). 2) Cahaya dalam ruang yang tepat/cukup Yang dimaksud dengan cahaya dalam ruang tidak terbatas pada cahaya lampu saja, melainkan juga cahaya matahari. Dalam bekerja untuk memperoleh hasil kerja yang memuaskan, diperlukan cahaya yang terang tapi tidak menyilaukan mata. Perusahaan juga perlu memperhitungkan jenis-jenis lampu apa saja yang dibutuhkan, dan juga memperhitungkan kuat lemahnya cahaya yang dihasilkan oleh tiap-tiap jenis alat penerangan dengan biaya yang sehemat mungkin, sebab kesalahan dalam pengaturan masalah penerangan akan menyebabkan turunnya konsentrasi kerja para karyawan akibat rasa panas yang dapat menyebabkan timbulnya kelelahan. 3) Suhu dan kelembaban udara yang tepat Sirkulasi udara yang baik sangat dibutuhkan dalam suatu ruang kerja, terutama dengan ruang yang penuh dengan karyawan. Pertukaran udara yang kurang baik akan menimbulkan rasa pengap yang mengakibatkan kelelahan pada diri karyawan. Untuk menciptakan ruang kerja dengan pertukaran udara yang baik di lakukan dengan memasang fentilasi. Di samping itu perlu diperhatikan pula perbandingan pula antar luas suatu ruang kerja dengan jumlah karyawan yang bekerja dalam ruang tersebut. 4) Suara yang tidak mengganggu konsentrasi kerja Suara-suara yang timbul saat melaksanakan pekerjaan dapat pula mengganggu konsentrasi kerja. Kebisingan yang ditimbulkan oleh peralatan atau perlengkapan kerja saat proses produksi berlangsung menyebabkan karyawan merasa terganggu dan tidak dapat bekerja dengan tenang, sehingga produktivitas 110 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 kerja para karyawan menurun. Karena itu, seorang pengusaha batik, lebih khusunya manajer SDM tidak boleh mengabaikan faktor perencanaan lingkungan kerja perusahaan sebab meskipun perencanaan sistem produksi perusahaan dapat terlaksana dengan baik tetapi tanpa didukung oleh perencanaan yang baik dalam aspek lingkungan kerja maka kemungkinan besar akan mengakibatkan kegagalan dalam pelaksanaan proses produksinya. 5) Keamanan Keamanan yang dimaksud disini adalah keamanan yang dapat dimaksudkan dalam lingkungan kerja. Dalam hal ini keamanan yang paling utama adalah keamanan terhadap pribadi karyawan. Untuk keamanan terhadap keselamatan diri sendiri bagi setiap karyawan adalah sangat penting, sebab bekerja dalam keadaan tempat yang tidak aman akan dapat menimbulkan stres kerja, yang mana dapat mempengaruhi pekerjaannya dan akhirnya produktivitas kerja menurun. 4.2.2 Pendekatan Pengembangan Dalam penanganan stres kerja pengusaha batik di Laweyan dengan pendekatan pengembangan, dapat dilakukan antara lain: 4.2.2.1 Analisis Peran Penyelesain dalam kasus ini, para pengusaha harus mempunyai pengertian yang jelas tentang peran mereka dalam proses perubahan, mereka harus tahu apa yang perusahaan (kelompok industri batik) harapkan dan menjadi yakin bahwa mereka dapat mewujudkan harapan-harapan tersebut. Stres kerja bisa terjadi jika pengusaha merasa bingung tentang peran kerja mereka atau khawatir mereka tidak melaksanakan perubahan tersebut. Ketika stres kerja berlebihan ada di dalam satu peran, maka pimpinan kelompok industri (FPKBL) dapat memulai tanggapan penyesuaian seperti berikut ini : menentukan kembali peran pribadi, mengurangi peran berlebihan dengan mendistribusikan kembali kerja, dan melaksanakan prosedur untuk mengurangi stres jika terjadi (misalnya, mengizinkan pengusaha yang belum bergabung untuk mengadakan pertemuan dengan mereka yang menyebabkan masalah sehingga suatu penyelesaian dapat dilakukan/ diselesaikan). 4.2.2.2 Menciptakan Budaya Perusahaan Unggul Bersama (The strong corporate culture) Budaya dari sebuah organisasi menentukan perilaku yang tepat dan memotivasi individu jika ambiguitas dan konflik ada. Budaya dari sebuah perusahaan berasal dari para anggota secara individual. Jika secara individual stres, sangat perasa, tertekan dan bermusuhan, hal ini akan tercermin di dalam budaya. Jika ada pemimpin yang cerdik, mereka akan bekerja ntuk membentuk suatu budaya yang sensitif, terbuka, belajar dan tanggap kepada kebutuhan pekerja. Sehingga dari sini penanganan stres kerja dengan menciptakan budaya organisasi yang kondusif, hiegenis serta agamis (sarat dengan nilai-nilai agama) mengingat latarbelakang pengusaha batik Laweyan adalah pengusaha “agamis”. 4.2.2.3 Pendirian Rumah atau Pusat Konsultasi Perubahan (Change Consultan Center) Di dalam pusat ini di wujudkan program-program itu didasarkan pada pendekatan partisipatif dan kekeluargaan dalam mewujudkan perubahan. Bagian-bagian di dalam program ini termasuk konsultasi atau terapi dukungan, hal ini diberikan jika anggota kelompok pengusaha batik belum memahami strategi perubahan dan kelebihannya. Bahkan di pusat ini pengelola kelompok pengusaha batik (FPKBL) bisa melibatkan atau menunjuk para praktisi/profesional perubahan dan perguruan tinggi di kota Surakarta bisa UMS atau UNS. Di dalam program ini juga bisa mengadakan pendidikan dan pelatihan terutama dibidang strategi perusahaan, 111 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 analisis bisnis, studi kelayakan dan lain-lainnya yang bisa meyakinkan pekerja, memotivasi kerja sehingga lebih optimis dan produktif dalam bekerja. 4.2.2.4 Program Organisasional Program tersebut bertujuan lebih luas pada seluruh masyarakat pekerja. Program ini bisa merupakan perluasan program konsultasi. Berdasarkan analisis penyebab stres kerja pengusaha batik di Laweyan, maka bermacam-macam program dapat digunakan untuk mengendalikan stres kerja secara organisasional. Programprogram organisasional seperti ini, antara lain: a) Manajemen berdasarkan sasaran (management by objectives) Manajemen Berdasarkan Sasaran atau ”Managemen By Objective (MBO)” dipopulerkan sebagai pendekatan pada perencanaan oleh Peter Drucker pada th 1954 di dalam bukunya yang berjudul “The Practice of Management”. MBO ini mengacu pada seperangkat prosedur yang formal atau agak formal dimulai dengan penetapan sasaran dan dilanjutkan sampai peninjauan kembali hasil pelaksanaannya. Aplikasinya di Industri Batik Laweyan yaitu bahwa MBO merupakan proses partisipasi atau peran serta, yaitu secara aktif melibatkan para pimpinan dan anggota staf pada setiap tingkat organisasi pengusaha batik. MBO disini adalah metode yang digunakan pengusaha batik (manajer) dan karyawan untuk menjelaskan tujuan dari setiap tahap perubahan, proyek dan orang serta menggunakan untuk mengawasi kinerja perubahan yang berkelanjutan. Program dimulai dengan penetapan sasaran perubahan dan dilanjutkan sampai peninjauan kembali hasil pelaksanaan perubahan. b) Program pengembangan organisasi, Pengembangan organisasi di industri Batik Laweyan dapat diwujudkan dengan tujuanmembuat perubahan sikap atau nilai pengusaha batik, memodifikasi perilaku dan menginduksi perubahan organisasi dalam struktur dan kebijakan. Berdasarkan observasi dan data dokumentasi Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), bahwa struktur dari organisasi dianggap optimal dalam pandangan manajemen, proses pengembangan organisasi bisa mencoba mendidik pengusaha batik untuk mengadopsi perilaku yang konsisten dengan struktur tersebut. Hal ini akan menjadi suatu kasus pelatihan kepemimpinan di dalam manajemen partisipatif organisasi yang telah mempunyai struktur organik. c) Menerapkan konsep perubahan terpadu berkesinambungan Dalam hal ini bisa diterapkan perubahan Model Beer dkk.(1999). Model ini dikembangkan dengan istilah “managerial school thought”. Beer dkk. (1999) lewat studinya menemukan pentingnya melibatkan sedemikian banyak orang dalam perubahan. Itulah tugas utama seorang general manager yang intinya adalah bagaimana memperoleh dorongan (support), consensus, dan komitmen. Dalam managerial school thought, peneliti juga menggunakan body of knowledge dari ilmu-ilmu lain, khusunya psikologi dan sosiologi. Itulah sebabnya teori ini mengadopsi tentang pentingnya upaya-upaya mengurangi stress dalam perubahan dan desain pekerjaan yang memuaskan. 5) Program Spiritual Program ini sangat penting, mengingat pemahaman spiritual (agama) bagi pengusaha dan karyawan yang baik akan membantu terciptanya optimisme dalam proses perubahan organisasi. Penanganan stres kerja secara spiritual dari segi individual, dapat mengambil pelajaran dari pemahaman surat al Jum’ah ayat 2: “Dialah yang menghantarkan kepada masyarakat yang ummi, seorang rasul (utusan) dari golongan sendiri yang menyampaikan ayat-ayat kami, membersihkan mereka, mengajarkan mereka kitab (al Qur’an) dan hikmah. Dan adalah mereka sebelumnya dalam kesestan yang nyata.” (QS. Al Jum’ah: 2) 112 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Dari ayat tersebut, maka penanganan terhadap stres kerja: pertama dengan dipahamkan masalah “keimanan” dan kegiatan dakwah Islamiah. Keimanan adalah konsep yang paling penting dan mendasar bagi kehidupan manusia termasuk pengusaha atau pekerja. Kalau imannya benar, maka akan melahirkan aktivitas amal yang benar. Penanganan yang selanjutnya dari ayat tersebut adalah harus dipahamkan kepada anggota organisasi akan kata: “yuzakkihim” yang artinya dipahamkan kepada karyawan tentang “ubudiah” yang benar yang menyangkut ibadah mahdah (berkait sholat, zikir, shiam, tilawat-al Qur’an dsb). Berkaitan ibadah yang benar adalah diperkenalkan syariah (aturan-aturannya) juga dipahamkan hakekatnyaPenanganan yang ketiga dipahamkan kata: “yu’allimuhumul kitab” yang bermakna diperintahkan untuk memahami akan kitab, yaitu kitab suci Al Qur’an. Berkaitan memahami Al Qur’an yakni dengan membacanya, mempelajarinya, dan menyebarkannya. Membaca Al Qur’an akan menjadi seseorang atau pribadi yang berjiwa tenang (sakinah), tidak mudah stres, hati akan teguh menjalani kehidupan. 5. Kesimpulan dan Saran Karakteristik stres kerja dan penangananya Industri Batik Laweyan: a. Stres kerja organisasional, stres kerja ini disebabkan oleh dinamika organisasional dan perilaku manajerial para manajer atau pengusaha. Penyebab stres kerja dinamika organisasional: (1) regenerasi yang sulit, (2) pengusaha belum bisa menerapkan profesionalisme, (3) kondisi keuangannya tidak terlalu mendukung perubahan, (4) ketakutan pada proses perubahan, (5) beberapa prilaku pengusaha yang sulit menerima pada proses perubahan, (6) tidak adanya organisasi yang dapat menyampaikan aspirasi karyawan, (7) adanya struktur organisasi yang kurang jelas, (8) budaya organisasi yang lemah, (9) kepemimpinan yang tidak memotivasi. b. Stres kerja individual, stres kerja yang terjadi karena sebab individual baik karyawan dan pengusaha, antara lain: (1) adanya konflik peran ambiguitas, (2) egoisme, dan (3) beban kerja yang berlebihan, (4) masalah keluarga, (5) masalah ekonomi pribadi, serta (6) kepribadian. c. Stres kerja kelompok, stres kerja yang terjadi karena sebab kelompok dalam perusahaan atau kelompok perusahaan, yaitu terjadinya resistensi atau penolakan terhadap perubahan. d. Stres kerja lingkungan adalah stres kerja yang disebabkan oleh karena faktor lingkungan disekitar perusahaan. Penyebab stres kerja lingkungan dari hasil observasi terjadi karena lingkungan fisik tidak nyaman dan tidak kondusif disekitar tempat kerja mereka, antara lain, suhu udara yang panas (istilah jawa “sumuk”), tempat kerja berdebu, fasilitas kerja yang kurang aman, dan polusi karena zat kimia atau larutan kimia pada batik. e. Penanganan stres kerja organisasional: (1) Pendidikan dan pelatihan kerja, (2) Mitra Lembaga Keuangan, (3) Sosialisasi pengurus dan anggota FKPBL, (4) Pengkaderan, (5) Penyediaan organisasi Serikat pekerja. f. Penanganan stres kerja individual : (1) membuka ruang dialog, (2) musyawarah, (3) berempathi pada anggota organisasi, (4) menciptakan suasana kompetitif yang terkendali. g. Penanganan stres kerja kelompok, yaitu : (1) Pendidikan dan komunikasi, (2) Partisipasi, (3) Pemberian kemudahan dan dukungan, (4) Negosiasi, (5) Manipulasi dan Kooptasi, (6) Paksaan dan (7) Dukungan pihak-pihak ‘stakeholders’ perusahaan terhadap program perubahan. h. Penanganan stres kerja lingkungan, yaitu : (1) Mewujudkan tata ruang kerja yang tepat, (2) Mengatur cahaya dalam ruang yang tepat/cukup, (3) Mengatur suhu dan kelembaban udara yang tepat, (4) 113 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Menghilangkan suara yang mengganggu konsentrasi kerja serta (5) Menciptakan keamanan dan keselamatan kerja. i. Penanganan stres kerja dengan analisis pengembangan, yaitu : (1) Analisis peran dan klarifikasi jabatan, (2) Menciptakan Budaya Perusahaan Unggul Bersama, (3) pendirian Rumah atau Pusat Konsultasi Perubahan, (4) Program Organisasional serta (5) Program spiritual. Dari analisis penyebab dan model penangananya, maka peneliti menyarankan baik kepada pengelola Industri Batik Laweyan, Pemkot Surakarta dan peneliti lain: 1. Bagi pengusaha batik di Industri Batik Laweyan dalam menangani stres kerja, maka memfokuskan pada upaya dikelompok pengusaha batik yang tergabung dalam FPKBL baik penanganan stres kerja secara organisasional, dan stres kerja kelompok. Selanjutnya penanganan di usahakan pada masing-masing perusahaan, yaitu penanganan stres kerja secara individual dan stres kerja lingkungan. 2. Bagi Pemerintah Kota Surakarta siap diajak bermitra bahkan mendukung sepenuhnya program kemitraan seperti mengadakan pendidikan dan pelatihan kerja, dalam hal ini Balai Latihan Kerja, Lembaga pelatihan atau Dewan Kesenian dan Kerajinan Nasional Daerah (DEKRANASDA). Pemkot Surakarta juga menyerukan pada Lembaga Keuangan baik konvensional maupun Lembaga Keuangan Syariah untuk mendukung perubahan tersebut dari sisi penambahan modal usaha. 3. Bagi peneliti lain, obyek penelitian bisa diperluas dengan menggunakan industri batik lainnya di seluruh Surakarta. Hal ini dikarenakan karakteristik stres kerja lebih bervariatif dan lebih kompleks dan akan menghasilkan temuan penelitian yang lebih fenomena dan berguna untuk meningkatkan kinerja karyawan perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Alberto., 1995, A Comparison of Organizatioal Structure job stress, and satisfaction in audit and management. All business Arezes, P. M, & Miguel, A. S. 2005. Individual Perception of Noise Exposure and Hearing Protection in Industry.Human Factors, 47 , 683-692 Avery, G & Baker, E. 1990. Psychology at Work. Australia: Prentice Hall Incorporation Arikunto, Suharsiwi, 1996, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Binarupa Aksara, Jakarta Bass, B.M. 1985, Leadership and performance beyond Expections. NewYork : Free Press Bukhari, M. 2003. Hubungan antara Persepsi Terhadap Kebisingan dengan Stres Kerja pada Karyawan. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok: Universitas Gunadarma Cary, A., 1993, Manajemen Stres yang Sukses, Alih bahasa T. Hermajaya, Pustaka Jaya Jakarta Cartwright, Jeff, 1999, Cultural Tranformation : Nine Factor for Continous business Improvement, Prentice Hall Incorporation, USA Cooper, C.L., Dewe P.J. & O’ Driscoll MP., 1991, Organizational Stress A review and Critique of Theory, Research, and Applications, California; Sage Publications Inc. Dhania, Dhini Rama, 2010, Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Pada Medical Representatif di Kota Kudus), Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus, Volume 1 No.1, Desember 2010 114 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Etsem, M. B, Sugiyanto, Pudjono, M. 1994. Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Memori Jangka Pendek . Jurnal Psikologi XXI Juni No.1. Jogjakarta: UGM Fenlanson, K. J, & Beehr, T. A. 1994. Social support and occupational stress: Effects of talking to others. Journal of Organizational Behavior, 15, 157 – 175 Gibson. L & Ivancevich, 2001, Organizations (Behavior, structure and Process), Richard D. Irwin, Inc. terjemah PT. Binarupa aksara, Jakarta Greenberg J and Baron, 2000, Behavior in Organizations, Prentice Hall Inc, Seventh edition Hadjam, M.N.R. 1999. Stres dan Pengelolaannya. Seminar Nasional Manajemen Stres dan Relaksasi. Depok: Fakultas Psikologi Gunadarma Hersey, P & Blanchard, K. H, 1981, The Management of Organizational Behavior, 4 th ed. Englewood Cliffs, NJ : Prentice Hall Ismar, Rinda; Amri zarni; Sastrosumiharjo, Danardi., 2011, Stres kerja dan Berbagai Factor yang Berhubungan pada Pekerja Call Center PT X di Jakarta, majalah Kedokteran Indonesia, Volume 61 nomor 1, Januarai 2011 Kartono, K. 1994. Psikologi Sosial untuk Manajemen Perusahaan dan Industri. Jakarta: Raja Grafindo Persada Kast, Freeman and Rosenzweig, 1985, Organizations and Management, A System and Contingency Approach, Mc Graw Hill Book company, New York, USA Kompas 21 September 2011, Ekspor Batik Indonesia meningkat, PT. Gramedia, Jakarta Kreitner R & Kinicki A, 2001, Organizational Behavior, Mc Graw Hill Companies, Inc. New York Luce S. & Juravich T., 2002, Stres in the Call Center, a Report on the Work life of Call Center Refresentatif in the Utility Industry, Utility Workers Union of America, Massachussetts University Matteson, MT. and Ivancevich, J.M., Managing Job Stress and Health: The Intelegent Person’s Guide, New The Free Press, York , NY Miner, J. B. 1992. Industrial Organizational Psychology. Singapore: McGraw- Hill Book Incorporation Moleong, L.J., 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung PT. Remaja Rosdakarya Morgan, C.T, King, R. A & Robinson, N.M. 1979. Introduction To Psychology Sixth Edition. Tokyo: McGrawHill Kogakusha, Ltd. Mowday, Porter, Steers, 1999, “ Employee- Organization Lingkages : The Psychology of Commitment, Abseentiisme, and Turnover, Acedemic Press, New York. Muljono, P. 2002. Hubungan antara Kepuasan Kerja Dan Sikap Kerja terhadap Profesi dengan Motivasi Kerja Karyawan. Jurnal Perpustakaan Pertanian Volum XI no 1. http://pustaka bogor.net/publ/jpp/jp11101 Munandar, A.S. 1994. Psikologi Industri. Jakarta: Karunika Newstorm, J. M., & Davis, K. 1997. Organizational behavior: Human behavior at work New York: McGrawHills Companies, inc Nila Kirana, 2015, Batik Semakin Diminati, Kompas, 6 Oktober 2015 Praptini., 2000, Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Tenaga Edukatif Tetap Fakultas Ilmu Sosial, Airlangga University Library UNAIR, Surabaya Quick, James C., Jonathan D., dkk (2002), Preventive Stress management in Organizations, Washington DC, APA Order Departement 115 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Robbins, Stephen P., 2003, Organizational Behavior, Concept Contropversies and Applications, Prentice Hall Inc. USA. Terjemahan. Jakarta: P.T. Indeks Kelompok Gramedia. Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A., 2007. Perilaku Organisasi Buku 2, Jakarta: Salemba Empat Jakarta Saina Nur, 2013, Konflik Stres Kerja dan Kepuasan kerja Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pegawai Pada Universitas Khairun Ternate, Jurnal Emba, vol 1 No.3. September 2013 Setiawan, ZY., 2006, Hubungan antara Stres kerja Dengan Kecenderungan gejala Gangguan Mental emosional pada Pekerja Redaksi Harian PT.RMM Jakarta, (Tesis) Program Studi Magister Kedokteran , Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Setiawati, Erma dan Nursiam, 2013, Pengegembangan Komoditas Batik: Determinan Budaya Ekonomi Terhadap Perkembangan Usaha Ekonomi Lokal, (Studi Tentang Pengusaha Batik Laweyan Surakarta), Prosiding Seminar Islam dan Peradaban Umat, Universitas Muhammadiyah Surakarta Sugiyono,1999, Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, Bandung Winardi, 2009, Manajemen Perilaku Organisasi, Kencana, Prenada Media Group, Jakarta Winardi, 2009, Teori Organisasi dan Pengorganisasian, PT. Raja Grafindo Rajawali Press, Jakarta Yin, K.R., 2006, Studi Kasus: Desain dan metode, PT Raja Grafindo Persada Jakarta. 116 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 STRESSOR KERJA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA PEGAWAI Ahmad Mardalis1 dan Ririn Wedya Putri Mayang Sari2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: [email protected] [email protected] Abstract. This research aims to identify a work stressor facing officers and the performance. In addition, the study also aims to find out the influence of stressor on performance clerk. This research is quantitative research with primary data collected through kueisioner are distributed directly to the respondents. The subject is a police woman in Polresta of Surakarta totaled 122 members. The technique of sampling method using convenience sampling. The number of samples is as much as 63 respondents. For the purposes of the first descriptive analysis is used, whereas to know work stressor's influence on performance used simple regression analysis. The results showed that the stressor significant positive effect work against the performance of the police woman. To that end, to improve the performance of the police woman, then is seen to be given the workload and targets that need to be achieved. Keywords: Job Stressor and the performance of the employee, the police woman 1. Pendahuluan Polisi dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang stressful, karena tugas polisi tidak memiliki kontrol atas penugasan yang diberikan dan sulitnya menghadapi pelaku kejahatan (Howard, dkk, 2004). Pemicu stres (stressor) yang diasosiasikan dengan pekerjaan polisi adalah bahaya dalam pekerjaan, sebagai contoh kematian rekan kerja saat bertugas, situasi kerja yang mengacam dimana polisi terpaksa mengambil nyawa seseorang, situasi penangkapan pelaku kejahatan yang mengancam nyawa polisi, serta adegan- adegan krimilitas yang membahayakan (He, dkk, 2002). Tugas dan ancaman ini tidak hanya dialami oleh anggota polisi laki- laki saja, tetapi juga dialami anggota polisi wanita. Karena tugas dan wewenang polisi laki- laki dan wanita adalah sama. Selye (dalam Nasurdin dan Kumaresan , 1976, p. 64) mengartikan stres kerja sebagai tanggapan atau respon yang tidak spesifik dari fisik manusia terhadap tuntutan (demand) yang timbul. Stres merupakan hal yang wajar dialami oleh individu karena terbentuk pada diri manusia sebagai respon dan merupakan bagian dari kehidupan sehari - hari. Stres kerja dapat merusak kinerja karyawan (Handoko, 2001: 201). Ketika polisi wanita memiliki kinerja yang baik maka akan menghasilkan suatu kepuasan dalam bekerja, tetapi ketika tidak mendapatkan dalam kepuasan kerja maka polisi wanita akan lebih sering izin meninggalkan tugas, cuti bahkan membolos saat bekerja sehingga dalam hal ini akan mempengaruhi kinerja organisasi kepolisian (Gitoyo, 2012). Moorhead dan griffin 2013; 182 juga menjelaskan bahwa terlalu banyak stress tentu tidak diinginkan, tetapi tanpa ada tekanan (stress) dan beban kerja dapat mengakibatkan kebosanan dan masalah yang tidak terduga yang disertai dengan kinerja yang rendah. Sebaliknya stress yang tinggi akan mengaibatkan ketegangan, kegelisahan yang juga berujung pada kinerja yang rendah. Oleh sebab itu bagi sebagian besar 117 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 pekerja, terdapat tingkat stress optimal yang menghasilkan motivasi, energy, dan kinerja tinggi (lihat gambar 1). Makalah ini mengkaji secara komprehensif mengenai stres kerja dan dampaknya terhadap kinerja polisi wanita. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan, informasi dan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang sumber daya manusia kaitannya dengan pengaruh stres kerja terhadap kinerja polisi wanita. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 STRES KERJA Menurut Handoko (2012: 200) stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang mana mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar akan mengancam kemampuan individu dalam menghadapi lingkungan. Gejala yang akan ditimbulkan dalam hal ini yaitu dapat mengganggu kesehatan mental dan kesehatan phisik individu. Menurut Moorhead dan Griffin (2013; 175) stres kerja adalah suatu respon adaptif seseorang terhadap rangsangan yang menempatkan tuntutan psikologis atau fisik secara berlebihan kepada orang tersebut. Sedangkan Kreitner dan Kinicki (2014; 289) mendefinisikan stress sebagai respon adaptif yang dipengaruhi karakteristik individu atau proses psikologi, yang merupakan akibat dari tindakan eksternal, situasi, atau kejadian yang membebankan tuntutan fisik dan psikologis pada diri seseorang. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang bersifat respon adaptif, yang dihubungkan dengan karakteristik atau proses psikologi individu sehingga dapat mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan eksternal atau situasi yang menempatkan tuntutan psikologis atau fisik individu. 2.2 PEMICU STRES (STRESSOR) KERJA Kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressors. Stres dapat menghampiri setiap karyawan, karena stres merupakan hal yang wajar dihadapi oleh setiap individu. Kreitner dan Kinicki, 2014; 291 mengelompokkan stressor ke pada level individu, kelompok, organisasi, dan ektra organisasi. Pemicu stress pada level individu adalah tuntutan kerja, kelebihan pekerjaan, kekurangan pekerjaan dan monoton, konflik peran, ambiguitas peran, dan keamanan kerja. Pada level kelompok, peicu stress adalah dinamika kelompok, perilaku manajer, dan kekerasan. Pemicu stress pada tingkat organisasi adalah budaya, struktur, teknologi, perubahan organisasi. Sedangkan pemicu stress pada ekstraornasisasi adalah keluarga, status sosial ekonomi, waktu perjalanan, kebisingan, panas, kesibukan dan polusi udara. Moorhead dan griffin 2013; 179 mengelompokkan stressor kedalam dua kelompok; 1) stressor organisasi yang terdiri dari a) tuntutan tugas (seperti pekerjan, keamanan, kelebihan beban), b) tuntutan fisik (seperti temperatur, desain kantor), c) tuntutan peran (seperti ambigiutas, konflik) dan d) tuntutan antar personal (seperti tekanan kelompok, gaya kepemimpinan, kepribadian. 2) stressor kehidupan (seperti perubahan kehidupan, trauma). 118 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 kinerja tinggi Bosan Apatis Energi tinggi Motivasi tinggi Tegang Gelisah Rendah Rendah Beban Kerja Tinggi Gambar 1. Beban kerja, stress kerja, dan kinerja (Moorhead dan Griffin; 2013. 182) Dari uraian diatas menunjukkan bahwa gejala stres merupakan gejala yang sangat kompleks, yaitu dapat berupa gejala fisik, emosional, intelektual dan interpersonal. Stres merupakan hal yang wajar dialami oleh setiap individu, tetapi jika stres yang berlebihan akan berdampak fatal bagi individu ataupun perusahaan. Setiap individu juga berbeda- beda dalam menyikapi kondisi seperti ini. Ada individu yang mudah dan cepat pulih, tetapi ada pula yang sulit untuk melupakan dan melepaskan dari situasi yang dialami. Sehingga hal seperti ini perlu diperhatikan oleh pihak personalia demi kepentingan bersama, yaitu meningkatkan mutu sumber daya manusia sehingga menghasilkan kinerja yang baik. 2.2 KINERJA KARYAWAN Pengertian Kinerja Menurut Wirawan (2009; 5), kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indicatorindikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Kinerja merupakan gabungan kemampuan dan usaha yang dilakukan individu. Hasil kinerja yang baik bukan hanya menyangkut karakteristik individu yang ditujukan oleh individu lain, tetapi dilihat dari hasil kerja yang telah atau akan dilakukan oleh individu dalam jangka tertentu. Sedangkan menurut Robins (2006) kinerja karyawan secara umum merupakan hasil akhir yang dicapai oleh karyawan dalam suatu pekerjaan tertentu. Kinerja yang baik dapat kita lihat dengan apa yang sudah dilakukan karyawan dan apa yang tidak dilakukan oleh karyawan. Sehingga kinerja karyawan dapat mempengaruhi seberapa besar karyawan memberikan kontribusi terhadap perusahaan yang dia tempati. Penilaian Kinerja Untuk mengetahui kinerja karyawan, perusahaan memerlukan penilaian kinerja terhadap karyawan yang sudah melaksanakan tugasnya. Dengan penilaian ini perusahaan dapat mengetahui apakah kinerja yang dihasilkan sudah memenuhi standar atau belum. 119 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Wirawan 2009 (83) mengelompokkan dimensi dan indikator kinerja menjadi tiga. 1) Dimensi hasil kerja, dengan indicator: kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja, efisiensi dalam melaksanakan tugas. 2) Dimensi perilaku kerja dengan indikator; disiplin kerja, inisiatif, dan ketelitian. 3) Dimensi sifat pribadi dengan indikator: kepemimpinan, kejujuran, dan kreatifitas. 3. Hipotesis Sari, Azis dan Amri (2014) melaporkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa stres kerja terdapat hubungan dengan kinerja pemeriksa. Wisnu Bimantoro Chimajah Noor 2012 menyimpulkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara faktor lingkungan, faktor organisasi, dan fator individu terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini mendapati bahawa faktor individu lebih dominan mempengaruhi kinerja. Hasil penelitian Zainuddinn Abdullah, Darwanis, Basri Zein, 2012, juga menunjukkan adanya pengaruh positif stress kerja terhadap kinerja, baik secara langsung ataupun melaui mediasi variable motivasi. Berdasarka teori dan penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : stres kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja polisi wanita di Polresta Surakarta. 4. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian dan Sumber Data Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber data primer. Data primer diperoleh dari kuesioner dengan menggunakan skala Likert. Data primer yang didapat berupa identitas responden (nama, usia, status, masa kerja, penempatan bidang) dan persepsi responden tentang pengaruh stres kerja terhadap kinerja polisi wanita. 4.2 Populasi dan Sampel, dan sampling Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh polisi wanita di Polresta Surakarta yang berjumlah 122 anggota. Sampel yang digunakan sebanyak 63 polisi wanita. Adapun teknik pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling. 4.3 Data dan Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data primer yang diperlukan meliputi data mengenai latar belakang responden, persepsi responden tentang pemicu stress kerja, dan kinera mereka. Penentuan nilai atau skor dari alternatif jawaban dengan menggunakan skala likert. Peneliti menggunakan skala likert dikarenakan metode tersebut mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap subyek dan obyek tertentu. 4.4 Teknik Analisis Data Untuk mengetahui tingkat stres kerja dapat diketahui dengan menjumlahkan skor (summation score) dari skala Spielberger, yang kemudian dimasukkan kedalam JSI (job stress index). Sedangkan ukuran kinerja dapat diperoleh dengan penilaian kinerja (performance appraisal) perusahaan dan kuesioner berisi pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan kinerja. (Suroso dan Siahaan; 2006). Dalam penelitian ini, untuk melakukan tabulasi digunakan metode Weighted Means Score, metode ini digunakan penilaian terhadap tanggapan responden masing- masing item yang diajukan. Skor maksimum tiap item adalah 5 atau 100% dan skor minimum 1 atau 20%. Dengan klasifikasi sebagai berikut: 120 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 1. Pengkategorian Variabel Penelitian Skor Interval Skor Kategori 1 20% - 35,9% Sangat Rendah 2 36% - 51,9% Rendah 3 52% - 67,9% Sedang 4 68% - 83,9% Tinggi 5 84% - 100% Sangat Tinggi Adapun untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh stressor kerja terhdap kinerja maka dilakukan dengan uji Regresi. Rumusan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = a+ b1X1+e Dimana: Y X1 a b 1b 2 = kinerja pegawai = Stres kerja = konstanta = koefisien regresi 5. Hasil dan Pembahasan Analisis Deskriptif Dalam penelitian ini akan mendeskripsikan data responden berdasarkan status, jenis kelamin, usia dan lama bekerja. Analisis deskriptif akan ditunjukkan melalui data presentase. 1. Latar belakang responden Tabel 2. Latar belakang responden Variabel Status pernikahan KETERANGAN Menikah Pernah Menikah Usia 20 - 30 (tahun) 31 - 40 41 - 50 > 51 Lama bekerja 1 - 10 (tahun) 11 - 20 21 - 30 > 31 Sumber: Data primer diolah, 2015 JUMLAH 60 3 8 20 26 9 10 20 22 11 Prosentase 95% 5% 13% 32% 41% 14% 16% 32% 35% 17% Dari tabel 2 diatas menunjukkan responden adalah kebanyakannya adalah polisi wanita yang sudah menikah atau berkeluarga, berusia 41-50 tahun, lama bekerja 21-30 tahun. 2. Tingkat Stressor kerja dan Kinerja Responden Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Yang Dicapai Masing- masing Variabel No 1. Variabel Penelitian Stres Kerja 2. Kinerja Polisi Wanita Sumber: Data primer diolah, 2015 Skor yang Dicapai 2346 Skor Maksimal 2835 Presentase (%) 82,75% 2608 3150 82,79% 121 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Dari tabel 2 diatas menunjukkan skor yang dicapai untuk masing- masing variabel. Variabel stres kerja menunjukkan skor pada 2346 atau 82,75% dengan skor maksimal sebesar 2835. Berdasarkan metode weight mean score hasil tersebut berada pada skor 4. Hal ini menggambarkan bahwa stressor kerja polisi wanita di Polresta Surakarta tergolong tinggi. Variabel kinerja polisi wanita menunjukkan skor 2608 atau 82,79% dengan skor maksimal sebesar 3150. Berdasarkan metode weight mean score hasil tersebut berada pada skor 4. Hal ini menggambarkan bahwa kinerja polisi wanita di Polresta Surakarta tergolong tinggi. Uji Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan software program computer SPSS versi 11.5 for windows. Uji validitas digunakan untuk mengukur kesahihan atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaannya mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur dalam kuesioner tersebut (Ghozali, 2011). Item pertanyaan dikatakan valid apabila nilai rxy (nilai pearson corelation) lebih besar dari rtabel Product Moment. Sedangkan rtabel dalam penelitian dapat dilihat dilampiran bahwa level of significant 5% dan df= 63-2 maka didapat rtabel sebesar 0,244. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa corrected item total correlation setiap instrumen pertanyaan menunjukkan lebih besar dari Rtabel= 0,244. Ini menunjukkan bahwa dari keseluruhan instrumen ini dinyatakan valid. 2. Uji Reliabilitas Instrumen dikatakan reliabilitas jika suatu instrumen tersebut cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut dianggap sudah baik. Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas dengan teknik Cronbach Alpha. Item pertanyaan dikatakan reliabilitas jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,70 (Ghozali, 2011). Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan software program computer SPSS versi 11.5 for windows. Berikut adalah hasil dari uji reliabilitas: Tabel 3. Hasil Pengujian Reliabilitas Cronbach Alpha Keterangan Variabel (> 0,70) Stres Kerja 0,8349 Reliabel Kinerja Polisi Wanita 0,8376 Reliabel Sumber: Data primer diolah, 2015 Dari tabel 3 diatas, hasil dari pengujian reliabilitas dapat kita lihat bahwa cronbach alpha yang dihasilkan lebih besar dari 0,70, ini menunjukkan bahwa dari keseluruhan variabel dinyatakan reliabel. Analisis Data Regresi Sederhana Berikut adalah perhitungan yang diperoleh: 122 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 4 Hasil Regresi Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 10.164 3.774 kinerja .607 .100 .613 a. Dependent Variable: stress t 2.693 6.052 Sig. .009 .000 Dari output SPSS table 4 di atas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y= 10,164+ 0,607X+ e Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a = 10,164, artinya bahwa pada saat stres kerja nilainya adalah 0, maka kinerja polisi wanita adalah 10,164. b1 = 0,607, Koefisien bernilai positif, maka terjadi hubungan positif antara stres kerja dengan kinerja pegawai, semakin tinggi stres kerja maka semakin tinggi juga kinerja polisi wanita. Koefisien Determinasi (R²) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen terbatas, sedangkan nilai yang mendekati satu artinya bahwa variabel independen menjelaskan hampir semua yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2011). Berikut adalah perhitungan yang diperoleh: Tabel 5 Hasil Koefisien Determinasi (R2) Model Summary Model 1 R .613a Adjusted R Square R Square .375 a. Predictors: (Constant), kinerja 123 .365 Std. Error of the Estimate 2.778 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Dari hasil tabel 5 diatas menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,375 atau 37,5%. Hal ini artinya bahwa kinerja polisi wanita dapat dijelaskan oleh faktor stres kerja sebesar 37,5%, sedangkan sisanya yaitu 62,5% dijelaskan oleh faktor yang lain diluar model penelitian ini. Uji t Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen (X) secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Y), mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing- masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji, serta uji t digunakan untuk membandingkan signifikansi thitung dengan ttabel.. Untuk menentukan t tabel dapat dilihat di tabel t dengan derajat df= n- k (63- 3) sehingga didapat hasil sebesar 2,00. Hasil dari uji t untuk stres kerja terhadap kinerja menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,000 dan t hitung sebesar menunjukkan nilai sebesar 6,052. Ini artinya bahwa nilai signifikan lebih kecil dibandingkan dengan nilai probabilitas (0,000<0,05) dan t hitung sebesar 6,694 lebih besar dari t tabel (6,052>2,00), dengan arah yang positif maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa stressor kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja polisi wanita di Polresta Surakarta. Pembahasan Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa strssor kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja polisi wanita di Polresta Surakarta. Hasil ini memperkuat apa yang disampaikan Moorhead dan griffin (2013; 182) yang menyatakan terdapat tingkat stress optimal yang menghasilkan motivasi, energi, dan kinerja tinggi. Temuan ini sejalan dengan Handoko (2012) yang menyatakan bahwa akibat dari stres kerja dapat berupa membantu atau juga merusak prestasi kerja. Bila tidak ada stres secara otomatis tantangan yang dihadapi karyawan tidak ada sehingga mengakibatkan kinerja menurun, tetapi ketika semakin meningkatnya stres maka kinerja juga terpacu sehingga mengalami peningkatan, akan tetapi ketika stres yang sudah terlalu tinggi atau mencapai puncak maka kinerja akan mulai menurun karena karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikan sehingga stres dapat mengganggu pekerjaan. Hal ini juga sejalan dengan Luthan (2006) yang menyatakan bahwa stres kerja tidak secara otomatis bersifat buruk bagi karyawan perseorangan atau kinerja organisasi mereka. Menurut Howard dkk (dalam Magdalena 2009) menyatakan bahwa pekerjaan sebagai polisi merupakan pekerjaan yang dapat dikatakan sebagai pekerjaan stressful, karena tugas dari seorang polisi tidak memiliki kontrol atas penugasan yang diberikan kepadanya dan sulitnya menghadapi pelaku kejahatan yang dihadapi. Hal ini diperkuat dengan penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Lutfiyah (2011) mengenai analisis faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas yang menunjukkan bahwa beban kerja, pengembangan karir dan sub divisi adalah faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas dengan korelasi yang positif. Diperkuat pula penelitian dari Jane Y. Roboth (2015) mengenai analisis work family, stres kerja dan kinerja wanita berperan ganda pada Yayasan Compassion East Indonesia, yang menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja wanita berperan ganda di Yayasan Compassion East Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja tidak berarti negatif. Hal ini dapat kita lihat pada polisi wanita di Polresta Surakarta. Dengan tugas, peran dan tanggung jawab yang harus 124 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dipenuhi oleh seorang polisi wanita, terkadang setiap individu mengalami stres kerja karena beban yang terlalu berat. Stres kerja dapat berasal dari individu, lingkungan ataupun organisasi. Akan tetapi stres kerja yang dialami oleh polisi wanita disini justru bersifat positif yaitu menimbulkan dorongan untuk menampilkan perfoma kinerja yang baik. 6. Kesimpulan dan Saran Stressor kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja polisi wanita di Polresta Surakarta, artinya bahwa semakin meningkatnya stres kerja maka akan diimbangi pula dengan kinerja yang meningkat. Ini menunjukkan bahwa polisi wanita perlu diberi beban dan target untuk dapat memacu kinerja mereka. Pimpinan kepolisian, diharapkan lebih memperhatikan stress kerja walaupun pada penelitian ini stress kerja berpengaruh positif tetapi perlu perhatian juga kalau polwan mempunyai stress kerja yang terus menerus maka pada akhirnya akan berdampak negatif yang akibatnya menurunkan kinerja karyawati polwan di Polres Surakarta. Sehingga perlu menciptakan kondisi kerja dimana polwan di polres Surakarta dapat nyaman melakukan tugasnya. DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Astuti, Amelberga Vita. 2014. “Tantangan dan Keunikan Polisi Wanita.” http://fisip.uajy.ac.id/2014/09/30/tantangan-dan-keunikan-polisi-wanita/ diakses tgl 1 Oktober 2015. Bernardin, John. 1993. Human Resource Management: An Expperimental Approach. New York: Prentice-Hall. Davis, K dan Newstrom. 1995. Perilaku dalam Organisasi. Erlangga: Jakarta. Frone, M R; Russell, M; Cooper, M L. 1992. “Antecedents and Outcomes of WorkFamily Conflict : Testing a Model of The Work-Family Interface”, Journal of Applied Psychology, Vol.77, No.1, pp 65-78. Gaffar, Hulaifah. 2012. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Kantor Wilayah X Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Gamankz, Onco. 2012. “Peran Polwan Dalam Membangun Polri Yang Profesional.” http://satbrimobdantb.blogspot.co.id/2012/05/peran-polwan-dalam-membangun-polri-yang.html diakses tgl 27 September 2015. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gibson, dkk. 1987. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses, Edisi Kelima, Jilid 1, Alih Bahasa Djarkasih. Erlangga: Jakarta. Gibson, James L., John M. Ivancevich., James H. Donnelly Jr. 2000. Organizations: Behaviour, Structure and Process. McGraw-Hill Companies Inc: Boston. Gitoyo, Yohanes. 2012. “Mengenal Sejarah Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia”. http://www.http://pustaka digital indonesia. blogspot. com/2012/09/ mengenal-sejarah-polisi-wanita-polwan.html diaskes tgl 1 Oktober 2015. Greenhaus, J. H & Beutell, N. J. 1985. Source of Conflict Between Work and Family Roles, The Academy of Management Review, Vol 10 No 1 (76)-(88). Greenhaus, Jeffrey H. 2002. “Work-Family Conflict”, Journal of The Academy of Management Review, 45: 1-9. Handoko, T. Hani. 2012. Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. BPFE- Yogyakarta. Irwanto, dkk. 1991. Psikologi Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 125 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Lilly, J.D & Duffy, J.A. 2006. “A gender-sensitive study of McClelland’s needs, stress , and turnover intent with work-family conflict”, Women in Management Review, 21 (8), 662- 680. Lutfiyah. 2011. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Luthans, Fred. 2006. Organizational Behavior. Ninth edition. New York: McGraw Hill. Magdalena, Helena. 2009. Hubungan Antara Stres dan Kepuasan Kerja Pada Polisi Wanita. Jakarta: Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia. Martin, Luis L., Eddleston, Kimberly., and Veiga, John F.2002. “Moderators of the Relationship Between Work-Family Conflict and Career Satisfaction”, Academy of Management Journal, Vol 45, No 2, pp 399-409. Moorhead dan griffin 2013, Perilaku Organisasi, Salemba Empat Edisi 9, Jakarta Nasrudin, A.M. dan S. Kumaresan. 2005.“Organisational Stressor”, Singapore Management Review, 27 (2): pp. 63-79. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor. Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi, Jilid Dua. Prenhallindo: Jakarta. Robbins, Stephen P. 2006 . Perilaku Organisasi. PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Kreitner R. dan Kinicki A., 2014, Perilaku Organisasi, Salemba empat edisi 9, Jakarta Roboth, Jane Y. 2015. “Work Family Conflict, Stres Kerja dan Kineja Wanita Beran Ganda Pada Yayasan Compassion East Indonesia”, Jurnal Riset Bisnis dan Manajemen, Vol.3, No.1, hal 33- 46. Rosita, Sry. 2012 . “Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Dosen Wanita di Fakultas Ekonomi Universitas Jambi”, dalam Jurnal Manajemen Bisnis Volume 2 Nomor 02 Oktober. S, Chritine W., Megawati, Oktorina., Indah, Mula. 2010. Pengaruh Konflik Pekerjaan dan Konflik Keluarga Terhadap Kinerja dengan Konflik Pekerjaan Keluarga Sebagai Intervening Variabel (Studi pada Dual Career Couple di Jabotabek) dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol 12, No 2, hal 121-132. Sanusi, Anwar. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Sari, Ratna Kartika., Nasir, Aziz., Amri. 2014. Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Pemeriksa BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh dalam Jurnal Manajemen, Vol 3, No 2, pp 29- 34. Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Siagian, P. Sondang. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Stoner, G., Albright, T., & Ramachandran, V. 1990. Transparency and coherence in human motion perception. Nature, 344, 153- 155. Sugiyono. 1997. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2009. Statitiska Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Cetakan ke-17. Bandung: Alfabeta. Suroso A.I. dan Siahaann R., 2006. Pengaruh stres dalam pekerjaan terhadap kinerja karyawan: studi kasus di perusahaan Agribisnis PT NIC, Jurnal Manajemen Agribisnis, Vol. 3 No.1 Maret, 19-30 Susanto. 2009. “Analisis Pengaruh Konflik Kerja-keluarga terhadap Kepuasan Kerja Pengusaha Wanita di Kota Semarang”, Jurnal Aset, Vol 12, No.1, Februari hal 75-85. Sutanto. 2004. Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Bintara POLRI di Lapangan. Jakarta: Mabes Polri (tidak diterbitkan). Triaryati, Nyoman. 2003. ”Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai Work Family Issue Terhadap Absen dan Turnover”. Vol 5, No.1. Undang- Undang Kepolisian Tahun 2002 Tentang Kepolisisan Negara Republik Indonesia. 126 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Winardi. 1996. Perilaku Konsumen. Bandung. Winardi. 2007. Manajemen Konflik: Konflik Perubahan & Pengembangan. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Wisnu Bimantoro dan Chimajah Noor, 2012, Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di Pt Tonga Tiur Putra, Widya, Tahun 29 Nomor 321 Juli - Agustus 2012 Wulandari. 2012. Hubungan Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Karyawan Wanita Dipusat Administrasi Universitas Indonesia. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok. Yavas, U & Babakus, E. 2008. “Attitudinal And Behavioral Consequences of Work- Family Conflict And Family-Work Conflict: Does Gender Matter?”, International Journal of Service Industry Management. Vol 19, No.1. Yuliana, Evy Siska & Reny, Yuniasanti. 2013. Hubungan Antara Konflik Pekerjaan- Keluarga Dengan Kepuasan Kerja Pada Polisi Wanita Di Polres Kulon Progo dalam Jurnal Sosio Humaniora, Vol 4, No 5. Zainuddinn Abdullah, Darwanis, Basri Zein, 2012, Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Auditor Melalui Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening Studi Pada Auditor Intern Di Pemerintah Provinsi Aceh, Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Volume 2, No. 1, November 127 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP, PSYCHOLOGICAL SAFETY AND TEAM OUTCOMES: A RESEARCH AGENDA Winarto1 dan Ari Agung Nugroho2 Universitas Methodist Indonesia dan Universitas Bangka Belitung Jalan Hang Tuah No. 8, Medan, Sumatera Utara, 20152 dan Kampus Terpadu Universitas Bangka Belitung, Desa Balunijuk, Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka. Email: [email protected] dan [email protected] Abstract Following hitherto published research on the positive outcomes of transformational leadership both in individual level and team level; this paper proposes that transformational leadership leads to team positive job satisfaction. However, as suggested by Bass (1999), the mechanisms underlying the relationships between transformational leadership and the outcomes are still worthy of further examination. Thus, this paper argues that psychological safety plays as a mediating variable on the relationship between team perceptions of supervisors' transformational leadership and team satisfaction. After offering the propositions, the proposed research methods are discussed. Keywords: Transformational leadership, psychological safety, team performance, team satisfaction. 1. Pendahuluan Transformational leadership has become a focus of research and astonishingly popular research topic after it has been introduced more than three decades ago (Aryee, Walumbwa, Zhou, & Hartnell, 2012; Bass, 1999). The general attention on transformational leadership inquiry seems to result in favorable outcomes on employees’ task performance (e.g. Tsai, Chen, & Cheng, 2009; Aryee, Walumbwa, Zhou, & Hartnell, 2012), employees’ engagement (Tims, Bakker, & Xanthopoulou, 2011), employees’ organizational organizational commitment and job satisfaction (Walumbwa, Lawyer, Avolio, Wang, & Shi, 2005). Although the aforementioned positive associations have been demonstrated by past research, the mechanisms underlying the relationships between transformational leadership and task performance are still worthy of further examination (Bass, 1999; Yukl, 2012). As proposed by Bass (1999, p. 24), “much more explanation is needed about the workings of transformational leadership”, particularly on finding mediating mechanisms linking transformational leadership and the work outcomes. Research direction then particularly focused on the influence of transformational leadership on work outcomes on team level (Braun, Peus, Weisweiler, & Frey, 2013; Dionne, Yammarino, Atwater, & Spangler, 2004; Bass, Avolio, Jung, & Berson, 2003). Similar to the underlying processes how transformational leadership works; further inquiry is needed to reveal the psychological linkages and mechanisms through which the teams are motivated to achieve high level of performance (Aryee et. al., 2012; Avolio, Walumbwa, & Weber, 2009). In other words, those scholars called for future research to examine the mechanism on how transformational leadership works and to find the mediator variables in which facilitate the relationship between transformational leadership and its outcomes on the team level. It is basically because “a variety of different influence processes are involved in transformational leadership” (Yukl, 2012, p. 325). Thus, facing the challenge and call from previous research, understanding transformational leadership, its processes and its outcomes on the team level might be a potential area for further examination. 128 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 This research proposed mechanisms and processes in teams that facilitate the relationship between transformational leadership and team satisfaction. Previous research has linked transformational leadership with several aspects of team performance and work outcomes (e.g. Dionne, et al., 2004; Schaubroeck, Lam, & Cha, 2007). Detert and Burris (2007) have examined the facilitating role of psychological safety, the belief that engaging in risky behaviors like voice will not lead to personal harm, on the relationship between transformational leadership and employee voice. However, the outcomes of transformational leadership, particularly on the team satisfaction is still missing and waiting for further investigation. Thus, one question that needs to be asked, however, is whether psychological safety facilitates the link between transformational leadership and team satisfaction. Drawing from that reasoning, the aim of this paper is to examine whether psychological safety facilitates the linkage of transformational leadership and team satisfaction. Thus, the research question for the present study is, “Does psychological safety mediate the relationship between transformational leadership and team satisfaction? We began by reviewing existing finding and theory relevant to the relationship between transformational leadership and team satisfaction and followed by developing research propositions. We will also explain the proposed research at the end of the paper. 2. Transformational Leadership and the Favorable Outcomes When leaders move the follower beyond immediate self-interests through idealized influence (charisma), inspiration, intellectual stimulation, or individualized consideration, they are called transformational leadership (Bass, 1999). The essential focus of transformational leader is that the leader transforms the norms and values of the employees through motivate the employees to perform beyond their own expectations, enhance the employees’ involvement with the organization goals and inspire the employees to the vision of leaders (Tims, Bakker, & Xanthopoulou, 2011). Then, following those ideas, leadership literature has established four components of the leader behavior in transformational leadership (Yukl, 2012; Bass, 1999; Tims et al., 2011; Braun et al., 2013): First, inspirational motivation when the leaders display the communication of an appealing vision of the future and the use of symbols to articulate this vision. Secondly, idealized influence when leaders show behaviors like showing that benefits of the group are more important than benefits of the individual, demonstrating high ethical norms, and being a role model for the subordinates. Third, individual consideration when leaders show behaviors like coaching, supporting and stimulating subordinates, and finally intellectual stimulation when the leaders challenges the subordinate to see problems from a different perspective. Transformational leadership has been an astonishingly popular research topic during the past decades. Leadership researchers in recent years have accumulated a large body of evidence in support of transformational leadership and the outcomes of that leadership style. Further, Judge and Piccolo (2004) explained that transformational leadership behavior has positive relationships with follower job satisfaction, follower leader satisfaction, follower motivation, leader job performance, group or organization performance, and rated leader effectiveness. Other outcomes of transformational leadership are employees will be more engaged in their work (Tims, Bakker, & Xanthopoulou, 2011) and they will have high organizational commitment and job satisfaction (Walumbwa, Lawyer, Avolio, Wang, & Shi, 2005). Finally, transformational leadership is associated with employee voice (Detert & Burris, 2007) and learning culture (Nemanich & Vera, 2009). 129 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 The role of leaders in organization’s team-based structure is essential. They are required to lead and motivate both individuals and the team as a whole (Chen, Kirkman, Kanfer, & Allen, 2007). Prior empirical research showed that transformational leadership is closely related to positive outcome on the team performance (e.g. Bass, Avolio, Jung, & Berson, 2003; Schaubroeck, Lam, & Cha, 2007. In addition, a meta-analytic also suggested that transformational leadership contributes to high team satisfaction (Wang, Oh, Courtright, & Colbert, 2011). Thus, I arrive with two propositions below: Proportion 1: Team perceptions of supervisors' transformational leadership are positively related to team satisfaction. 3. Psychological safety as Mediating Variable Team psychological safety means as a shared belief that the team is safe for interpersonal risk taking (Edmondson, 1999). In team level, team member must have similar perception about the psychological safety and it must be characterized by overall team members instead of individual members. Furthermore, Detert and Burris (2007) defined psychological safety as the belief that engaging in risky behaviors like voice will not lead to personal harm. Their paper assumed that employees estimate perceived costs prior to speaking up. For instance, employees who feel significant risks and losses are likely to be silent. Ultimately, as suggested by Ashford, Rothbard, Piderit, and Dutton (1998), the performance of an employee might be associated with the willingness to speak up. This concept also is linked to intragroup safety which means as a non threatening psychological atmosphere within a team in which enhance the team members to express and convey their new ideas and foster communication within team members since there is no negative judgement by other team members (Hulsheger, Anderson, & Salgado, 2009; Kahn, 1990). In addition, Edmondson (1999) suggested that psychological safety enhances team learning because team members are encouraged to discuss errors, seek feedback and information from others. This process is essential in team process that leads to a higher level of team outcomes (Kessel, Kratzer, & Schultz, 2012), for instance team performance and team satisfaction. This research proposes that transformational leadership leads to high team satisfaction. Transformational leaders provide intellectual stimulation and individual consideration, which open the team members to express their ideas. Therefore, through this processes, team members could enhance their taskrelated performance as well as satisfaction. Thus, I come up with a set of proportions: Proportion 2a: Team perceptions of supervisors' transformational leadership are related to psychological safety in a team. Proportion 2b: Psychological safety in a team is related to team satisfaction. Proportion 2c: Psychological safety in a team mediates the positive relationship between team perceptions of supervisors' transformational leadership and team satisfaction. 4. Proposed Research Methods 4.1. Transformational leadership Participants are required to answer the scale measuring the extent to which the statements corresponded to their perception on transformational leadership on the team. This scale has been adapted from (Podsakoff, Mackenzie, Moorman, and Fetter (1990) with a 7-point Likert-type scale (from 1, ‘strongly disagree’, to 5, ‘strongly agree’) and consisted of 22 statements. Following are sample items from the transformational 130 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 leadership scale: “always looking for new opportunities”, “my leader is a good role model for me” and “my leader develops team spirit among the team members” 4.2. Psychological safety To measure psychological safety, the scale from Edmondson (1999) will be used. This scale consists of 7 items with a seven-point scale, ranging from ‘strongly disagree’ to ‘strongly agree’. Participants are required to indicate the degree to which they possess confidence in their skills and abilities. Sample items from this scale include: “Nobody in this team would deliberately undermine my efforts” and “It is difficult to tell other members of the team to ask for help”. 4.3. Team satisfaction Job satisfaction was measured by using the following four-item scale: I enjoy my work, my job does not make me bored, I am very satisfied with my work, I would like to continue to do this work. 4.4. Aggregation and Data Analysis The level of analysis in this research is in team level. Therefore, the level analysis of the scale and the data of transformational leadership, psychological safety and job satisfaction must be in the team level. Therefore, these items will be aggregated to create a single score in team level analysis. In addition, the mediating analysis will be tested using a SPSS macro developed by Preacher and Hayes (2008). The SPSS macro will be used to measure the mediating role of psychological safety in the relationship between transformational leadership and job satisfaction. Traditionally, mediation is analyzed by running four series of regression analyses, recommended by Baron and Kenny (1986). However, some errors have been found in this stepwise procedure. References Aryee, S., Walumbwa, F. O., Zhou, Q., & Hartnell, C. A. (2012). Transformational leadership, innovative behavior, and task performance: Test of mediation and moderation processes. Human Performance , 25, 1–25. Ashford, S. J., Rothbard, N. P., Piderit, S. K., & Dutton, J. E. (1998). Out on a limb: The role of context and impression management in selling gender-equity issues. Administrative Science Quarterly , 43, 23-57. Avolio, B. J., Walumbwa, F. O., & Weber, T. J. (2009). Leadership: Current theories, research, and the future directions. Annual Review of Psychology , 60, 421-449. Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The moderator-mediator variable distinction in social psychology research: Conceptual, strategic, and statistical consideration. Journal of Personality and Social Psychology, 51 (6), 1173-1182. Bass, B. M. (1999). Two decades of research and development in transformational leadership. European Journal of Work and Organization Psychology , 8 (1), 9-32. Bass, B. M., Avolio, B. J., Jung, D. I., & Berson, Y. (2003). Predicting unit performance by assessing Bettencourt transformational and transactional leadership. Journal of Applied Psychology , 88 (2), 207-218. Braun, S., Peus, C., Weisweiler, S., & Frey, D. (2013). Transformational leadership, job satisfaction, and team performance: A multilevel mediation model of trust. The Leadership Quarterly , 24, 270-283. Chen, G., Kirkman, B. L., Kanfer, R., & Allen, D. (2007). Multilevel study of leadership, empowerment, and performance in teams. Journal of Applied Psychology , 92 (2), 331–346. 131 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Crant, J. M. (2000). Proactive behavior in organizations. Journal of Management , 26 (3), 435–462. Detert, J. R., & Burris, E. R. (2007). Leadership behavior and employee voice: Is the door really open? Academy of Management Journal , 50 (4), 869–884. Dionne, S. D., Yammarino, F. J., Atwater, L. E., & Spangler, W. D. (2004). Transformational leadership and team performance. Journal of Organizational Change Management , 17 (2), 177-193. Edmondson, A. (1999). Psychological safety and learning behavior in work teams. Administrative Science Quarterly , 44, 350-383. Hulsheger, U. R., Anderson, N., & Salgado, J. F. (2009). Team-level predictors of innovation at work: A comprehensive meta-analysis spanning three decades of research. Journal of Applied Psychology , 94 (5), 1128-1145. Judge, T. A., & Piccolo, R. F. (2004). Transformational and transactional leadership: A meta-analytic test of their relative validity. Journal of Applied Psychology , 89 (5), 755–768. Kahn, W. A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work. Academy of Management Journal , 33 (4), 692-724. Kessel, M., Kratzer, J., & Schultz, C. (2012). Psychological safety, knowledge sharing, and creative performance in healthcare teams. Creativity and Innovation Management , 21 (2), 147-157. Nemanich, L. A., & Vera, D. (2009). Transformational leadership and ambidexterity in the context of an acquisition. The Leadership Quarterly , 20, 19–33. Podsakoff, P. M., Mackenzie, S. B., Moorman, R. H., & Fetter, R. (1990). Transformational leader behaviors and their effects on followers' trust in leader, satisfaction, and organizational citizenship behavior. Leadership Quarterly , 1 (2), 107-142. Preacher, K. J., & Hayes, A. F. (2004). SPSS and SAS procedures for estimating indirect effects in simple mediation models. Behavior Research Methods, Instruments, & Computers, 36 (4), 717-731. Schaubroeck, J., Lam, S. S., & Cha, S. È. (2007). Embracing transformational leadership: Team values and the impact of leader behavior on team performance. Journal of Applied Psychology , 92 (4), 1020-1030. Tims, M., Bakker, A. B., & Xanthopoulou, D. (2011). Do transformational leaders enhance their followers' daily work engagement? The Leadership Quarterly , 22, 121-131. Tsai, W.-C., Chen, H.-W., & Cheng, J.-W. (2009). Employee positive moods as a mediator linking transformational leadership and employee work outcomes. The International Journal of Human Resource Management , 20 (1), 206–219. Walumbwa, F. O., & Hartnell, C. A. (2011). Understanding transformational leadership–employee performance links: The role of relational identification and self-efficacy. Journal of Occupational and Organizational Psychology , 84, 153-172. Walumbwa, F. O., Lawler, J. J., Avolio, B. J., Wang, P., & Shi, K. (2005). Transformational leadership and work-related attitudes: The moderating effects of collective and self-efficacy across cultures. Journal of Leadership & Organizational Studies , 11 (3), 2-16. Wang, G., Oh, I.-S., Courtright, S. H., & Colbert, A. E. (2011). Transformational Leadership and performance across criteria levels: A meta-analytic review of 25 years of research. Group & Organization Management , 36 (2), 223-270. Yukl, G. (2012). Leadership in Organizations (Vol. 8th). Pearson Higher Ed USA. 132 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Biografi Penulis 1 Penulis Pertama adalah dosen di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Methodist Indonesia, Medan Sumatra Utara. Mendapatkan gelar Master of Science di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia dan Perilaku Organisasi dari Rijksuniversiteit Groningen pada tahun 2015. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada manajemen sumber daya manusia, perilaku organisasi dan manajemen pemasaran. Untuk informasi lebih lanjut, dapat dihubungi melalui email [email protected]. 1 Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung. Mendapatkan gelar MBA dari Universitas Gajah Mada, Yogjakarta. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada manajemen strategik, dan manajemen keuangan. Untuk informasi lebih lanjut, dapat dihubungi melalui email [email protected]. 133 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 AGENDA PENELITIAN MENGENAI KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIORS Winarto1 dan Hosianna Ayu Hidayati2, Fakultas Ekonomi – Universitas Methodist Indonesia Jalan Hang Tuah No. 8, Medan, Sumatera Utara, 20152 Email: [email protected] dan [email protected] Saur M. Sipayung3 Fakultas Ekonomi – Universitas Methodist Indonesia Jalan Hang Tuah No. 8, Medan, Sumatera Utara, 20152 [email protected] Abstract This paper proposes a mediating test of job satisfaction on the relationship between transformational leadership and organizational citizenship behavior. Prior research has found that transformational leadership style appears to play key role in determining organizational citizenship behaviors. However, the mechanisms through which the transformational leadership style influences citizenship behaviors are not always clear. This paper argues that job satisfactions plays important role on the transformational leadership – organizational citizenship behaviors link. After theoretical underpinning and highlight the relationship between transformational leadership, job satisfaction and organizational citizenship behaviors, four propositions are offered that can be useful for the field research. Finally, the proposed research methodology will be explained at the end of this paper. Keywords: Transformational leadership, job satisfaction, organizational citizenship behavio 1. Pendahuluan Konsep organizational citizenship behaviors (selanjutnya disebut OCBs) sudah lebih dari tiga mendapat perhatian dari para peneliti di bidang manajemen dan perilaku organisasi (Bateman and Organ, 1983; Foote & Tang, 2008). Konsep OCBs merupakan sebuah faktor penting yang dapat berkontribusi pada kelangsungan hidup organisasi. Lebih lanjut, Menurut Organ (1988), OCBs didefinisikan sebagai perilaku individu untuk membantu secara sukarela (voluntary), secara eksplisit atau implisit tidak diakui/tidak terdapat dalam sistem formal atau kontrak kerja, dan secara aggregate (apabila dikerjakan dalam satu tim/departmen/organisasi) dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi organisasi. Oleh sebab itu, banyak peneliti yang melakukan investigasi untuk memahami variabel-variabel yang secara signifikan dan berpengaruh positif dalam membantu menciptakan perilaku yang menguntungkan bagi kinerja. Penelitian sebelumnya telah banyak mencoba mengindentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada pembentukan OCBs, yang dipercaya sebagai perilaku seorang individu yang memberi dampak positif bagi organisasinya. Lian dan Tui (2012) meneliti tentang pengaruh gaya kepemimpinan yang dimiliki seorang pemimpin terhadap OCBs anggota timnya. Dengan membandingkan dua gaya kepemimpinan; kepemimpinan transformational dan kepemimpinan transaksional; penelitian tersebut berkesimpulan bahwa gaya kepemimpinan transformational berpengaruh positif terhadap OCBs anggota tim, sementara gaya kepemimpinan 134 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 transaksional berpengaruh negatif. Meskipun penelitian terdahulu telah banyak menginvestigasi pengaruh langsung (direct effect) antara gaya kepemimpinan terhadap OCBs, masih sedikit penelitian yang mencoba mengindentifikasi prosesnya (Bambale, Shamsudin, Subramaniam, 2011; Lian & Tui, 2012). Mengacu pada model input-proses-output (Ilgen, Hollenbeck, Johnson, & Jundt, 2005), gaya kepemimpinan berpengaruh pada OCBs, namun perlu diinvestigasi dan diteliti mengapa gaya kepemimpinan dapat memengaruhi OCBs. Hal ini berarti peneliti perlu mencari variabel antara/intervening yang menjelaskan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap OCBs. Lebih lanjut, penelitian ini akan berfokus pada sebuah gaya kepemimpinan yang menurut literature berpengaruh positif terhadap kinerja individu dan organisasi, yaitu gaya kepemimpinan transformational. Gaya kepemimpinan ini didasarkan pada penelitian Burns yang melakukan investigasi pada perilaku yang ditunjukkan pada pemimpin politik. Temuan Burns tersebut kemudian menginspirasi peneliti lain (misalnya Bass, 1999) untuk mengidentifikasi dan mengembangkan konstruk kepemimpinan transformational. Dengan empat dimensi yang dimiliki oleh gaya kepemimpinan transformational; idealized influence, motivational inspiration, intellectual stimulation dan individual consideration, kepemimpinan transformational dikaitkan output yang positif, misalnya ketika dikaitkan dengan kepuasan kerja, dan kinerja. Penelitian yang dilakukan oleh Doherty dan Danylchuk (1996) menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformational membantu anggota tim untuk meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi dikarenakan pemimpin memompa dan mendorong visi dan memberikan motivasi kepada anggota tim. Temuan tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hanasya et al (2012), yang melakukan penelitian pada 4 dimensi gaya kepemimpinan transformational dan pengaruhnya terhadap kepuasan kerja. Pada penelitian lain, Foote dan Tang (2008) berkesimpulan bahwa kepuasan kerja berhubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap OCBs, yang ditunjukan melalui perilaku membantu orang lain secara sukarela yang terdiri dari dimensi altruism, generalized compliance, courtesy, sportmanship, dan civic virtue (Podsakoff, MacKenzie, Paine, Bachrach, 2000). Dengan berlandaskan pada hasil penelitian di atas, penelitian ini mengembangkan direct effect pengaruh gaya kepemimpinan transformational terhadap OCBs dengan menambahkan kepuasan kerja sebagai variabel intervening (indirect effect model). Adapun persoalan penelitian yang hendak diteliti adalah: a. Apakah gaya kepemimpinan transformational berhubungan dan pengaruh terhadap OCBs? b. Apakah gaya kepemimpinan transformational berhubungan dan berpengaruh terhadap kepuasan kerja? c. Apakah kepuasan kerja berhubungan dan berpengaruh terhadap OCBs? d. Apakah gaya kepemimpinan transformational berpengaruh terhadap OCBs melalui variabel kepuasan kerja? 2. Tinjauan Pustaka 2.1.Kepemimpinan Transformational Sudah lebih dari 30 tahun semenjak Burns (1978) mendiseminasikan hasil penelitian terhadap para pemimpin politik sehingga melahirkan cikal bakal konsep gaya kepemimpinan transformational, para peneliti di bidang manajemen dan perilaku organisasi hingga sekarang masih banyak yang tertarik meneliti konsep gaya kepemimpinan tersebut (Aryee, Walumbwa, Zhou, & Hartnell, 2012; Bass, 1999). Jika dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional, gaya kepemimpinan transformational lebih berpengaruh pada pembangunan motivasi intrinsik dan pengembangan individu pada anggota tim (Omar & Husin, 2013). Pemimpin yang 135 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 menunjukkan perilaku gaya kepemimpinan transformational memberikan visi dan misi organisasi secara tepat, dan mendorong para anggota tim untuk saling percaya dan respek satu dengan yang lain (Sivanathan & Fekken, 2002). Penelitian tentang gaya kepemimpinan transformational mengidentifikasi tentang konsep “transformational” itu sendiri beserta dengan output dari gaya kepemimpinan tersebut. Temuan dari penelitianpenelitian yang dilakukan atas gaya kepemimpinan transformational adalah bahwa secara garis besar kepemimpinan transformational berpengaruh positif terhadap kinerja (e.g. Tsai, Chen, & Cheng, 2009; Aryee, Walumbwa, Zhou, & Hartnell, 2012), komitmen organisasional dan kepuasan kerja (Walumbwa, Lawler, Avolio, Wang, & Shi, 2005). Para peneliti juga mengidentifikasi dan mengembangkan dimensi-dimensi yang menjadi ciri gaya kepemimpinan transformational. Dimensi pertama adalah inspirational motivational, yaitu pemimpin yang memiliki visi, misi dan nilai-nilai yang kuat yang ditunjukkan dan ditanamkan kepada anggota timnya (Bono & Judge, 2004). Dimensi kedua adalah idealized influence, yaitu ketika pemimpin memiliki standar moral dan etika serta menunjukkan loyalitas kepada tim dan organisasi (Bass et.al, 2003). Dimensi yang ketiga, individual consideration, adalah pemimpin yang memberi perhatian pada kebutuhan individual untuk pencapaian tujuan dan pengembangan diri, melalui proses mentoring dan coaching (Bass, Avolio, Jung, & Berson, 2003). Dimensi terakhir dari gaya kepemimpinan transformation adalah intellectual stimulation, yaitu pemimpin yang menantang dan mengajak anggota timnya untuk melihat sebuah masalah dari berbagai perspektif/sudut pandang, sehingga membantu mereka untuk lebih produktif dan inovatif (Bass, 1999; Bass, Avolio, Jung, & Berson, 2003). 2.2.Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction), adalah sebuah bentuk dari sikap (attitudes) karyawan terhadap pekerjaannya. Robbins dan Judge (2013) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah sebuah pernyataan evaluasi atas perasaan (feeling) yang dimiliki oleh karyawan terhadap pekerjaannya, yang dihasilkan melalui evaluasi atas karakteristik dan ciri-ciri kepuasan kerja. Artinya, ketika karyawan memiliki kepuasan kerja yang tinggi maka karyawan tersebut memiliki persepsi dan perasan yang positif mengenai pekerjaannya. Demikian sebaliknya, jika karyawan memiliki kepuasan kerja yang rendah, maka karyawan tersebut memiliki perasaan dan persepsi yang negatif terhadap pekerjaannya. Konsep kepuasan kerja telah lama mendapat perhatian dari para peneliti manajemen dan perilaku organisasi. Dalam kaitannya dengan gaya kepemimpinan, kepuasan kerja adalah konsep yang kompleks dan multi-dimensi yang mencakup aspek kognitif, afektif dan perilaku; sebagai hasil (output) dan pengaruh dari aspek individu (e.g. kepribadian, motivasi, nilai-nilai, persepsi), dan aspek proses dan dinamika team/group (e.g. komunikasi, konflik, gaya kepemimpinan) dalam organisasi (Robbin & Judge, 2013; Omar & Hussin, 2013). Dalam hal pengukuran konsep kepuasan kerja, literature terdahulu telah mendapatkan kesimpulan yang kuat, bahwa kepuasan konsumen dapat diukur dengan pengukuran tunggal secara global (single global rating) dan penjumlahan atas rincian pekerjaan (summation of job facets) (Robbins & Judge, 2013). Pengukuran tunggal secara global berarti peneliti hanya bertanya satu pertanyaan, yaitu apakah secara karyawan puas dengan pekerjaannya. Pada pengukuran kepuasan kerja dengan penjumlahan rincian pekerjaan, peneliti akan mengidentifikasi aspek-aspek pekerjaan yang akan diukur kepuasannya. Misalnya, Okpara (2004) 136 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 mengidentifikasi 5 dimensi kepuasan kerja, yaitu terkait gaji, promosi, supervisi, pekerjaan itu sendiri, dan rekan kerja. 2.3.Organizational Citizenship Behavior (OCBs) Konsep ketiga yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah organizational citizenship behaviors. Konsep ini dipercaya sebagai perilaku yang bisa memberikan dampak positif bagi kinerja organisasi. OCBs adalah sebuah perilaku individu, yang apabila dilakukan secara aggregate/bersama-sama oleh seluruh individu dalam sebuah organisasi, akan meningkatkan fungsi dan efektivitas organisasi, yang oleh Podsakoff et al (2000) menggambarkan OCBs sebagai “pelumas mesin” organisasi yang mampu mengurangi friksi dan meningkatkan efisiensi. Ada dua hal utama yang menjadi perhatian peneliti pada konsep OCBs. Pertama terkait dengan substantive validity, dan yang kedua adalah construct validity. Substantive validity membahas tentang hubungan OCBs dengan konstruk-konstruk lainnya, misalnya faktor-faktor yang memengaruhi OCBs; sementara construct validity membahas tentang dimensi dan operasionalisasi konsep OCBs. Sebagai contoh, penelitian terdahulu telah menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformational berhubungan positif dengan OCBs (Organ, 2005), sementara itu Podsakoff et al (2000), melakukan investigasi terhadap paper dan jurnal hingga akhirnya menyimpulkan bahwa operasionalisasi OCBs bisa dilihat berdasarkan 7 dimensi, yaitu Helping Behavior, Sportsmanship, Organizational Loyalty, Organizational Compliance, Individual Initiative, Civic Virtue, dan Self Development. Helping behavior berarti perilaku individu yang mau membantu rekan kerjanya dalam menyelesaikan tugas secara sukarela. Dimensi ini oleh penelitian terdahulu dianggap sebagai dimensi yang penting dalam OCBs. Dimensi kedua adalah sportmanship. Dimensi ini diartikan sebagai kesediaan untuk mentolerir ketidaknyamanan yang tak terelakkan dan melakukan pekerjaan tanpa mengeluh. Dimensi ketiga, organizational loyalty, berarti mempromosikan organisasi ke pihak eksternal, melindungi dan membela organisasi terhadap ancaman eksternal, dan tetap berkomitmen dan loyal sekalipun dalam kondisi yang sulit. Dimensi keempat, organizational compliance, berarti internalisasi, kepatuhan dan penerimaan terhadap aturan dan prosedur organisasi, bahkan ketika tidak ada yang mengamati atau memonitor kepatuhan tersebut. Dimensi kelima, individual initiative berarti perilaku sukarela individu yang berkaitan dengan antusiasme untuk berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif yang dirancang untuk meningkatkan tugas seseorang dan kinerja organisasi, serta mengajak dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang serupa. Dimensi keenam, civic virtue, berarti minat dan ketertarikan kepada organisasi secara keseluruhan, yang ditunjukkan dengan kesediaan untuk berpartisipasi aktif dalam tata kelola organisasi, memantau ancaman dan peluang dari perubahan lingkungan eksternal, yang semuanya itu demi kepentingan terbaik organisasi, bahkan tetap bersedia melakukan semua itu meskipun dengan biaya pribadi. Dimensi terakhir, self development, berarti kesediaan secara sukarela untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan. 3. Pengembangan Proposisi 3.1. Kepemimpinan Transformational dan OCBs Gaya kepemimpinan transformational menanamkan visi, misi dan norma-norma organisasi kepada anggota timnya sehingga mereka menjadi patuh terhadap aturan organisasi dan merasa memiliki dan menjadi bagian organisasi. Selain itu, pemimpin juga mendorong dan menstimulasi anggota tim untuk berpikir dan bertindak kreatif yang “out of the box” dalam melakukan pekerjaan dan memecahkan masalah guna mencapai 137 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 tujuan organisasi (Yukl, 2012). Tidak terkecuali, melalui dimensi individual consideration, pemimpin yang transformational akan berkomunikasi dengan anggotanya dan memotivasi mereka untuk terus meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan. Dengan demikian, penerapan gaya kepemimpinan transformational akan mendorong akan tim untuk terus mengembangkan dirinya (self development). Jadi, berdasarkan uraian dan analisa di atas, penelitian ini sampai kepada sebuah proposisi bahwa gaya kepemimpinan transformational akan berhubungan dan berpengaruh terhadap OCBs. Proposisi1: Kepemimpinan transformational berhubungan positif dan berpengaruh terhadap OCBs. 3.2. Kepemimpinan Transformational dan Kepuasan Kerja Gaya kepemimpinan memainkan peranan penting dalam pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Salah satu tujuan yang ingin diraih adalah karyawan puas dengan pekerjaan mereka. Karyawan dikatakan puas dengan pekerjaan mereka apabila mereka memiliki penilaian yang positif terhadap pekerjaannya. Gaya kepemimpinan transformational berupaya untuk mengadopsi sikap dan perilaku yang mendukung kepuasan kerja karyawan dengan cara mendorong karyawan untuk berpikir kreatif dan inovatif, mendorong karyawan sesuai dengan visi dan misi organisasi, memerhatikan kebutuhan individu melalui mentoring dan coaching serta terus melakukan komunikasi yang efektif dan efisien (Bass, 1999; Tims et al., 2011; Braun, Peus, Weisweiler, & Frey, 2013). Gaya kepemimpinan ini berdasarkan penelitian terdahulu merupakan faktor yang penting dalam persepsi karyawan terhadap kepuasan kerja di sebuah organisasi (Bass, Jung, Avolio, & Berson, 2003). Dengan demikian, penelitian ini memiliki proposisi bahwa gaya kepemimpinan transformational berhubungan positif dan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Proposisi2: Kepemimpinan transformational berhubungan positif dan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 3.2. Kepuasan Kerja dan OCBs Kepuasan kerja adalah pernyataan evaluatif dan sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Karyawan yang memiliki penilaian yang positif atas pekerjaannya dikatakan sebagai karyawan yang puas, sebaliknya karyawan yang memiliki penilaian negatif atas pekerjaannya, akan memiliki kepuasan kerja yang rendah (Robbins & Judge, 2013). Karyawan yang puas akan cenderung untuk berbicara yang positif mengenai organisasinya, membantu rekan kerjanya, dan akan melakukan sesuatu yang melebihi keadaan normal (Mohammad et al., 2011). Dengan demikian, penelitian ini memiliki kesimpulan sementara bahwa kepuasan kerja akan berhubungan dan pengaruh terhadap OCBs. Proposisi3: Kepuasan kerja berhubungan positif dan berpengaruh terhadap OCBs 3.3. Kepuasan Kerja sebagai Variable Intervening antara pengaruh kepemimpinan transformational terhadap OCBs Seperti yang sudah dijelaskan di atas, gaya kepemimpinan transformational memiliki hubungan dan pengaruh langsung terhadap OCBs (Organ, 2005). Yukl (2012) menyatakan bahwa meskipun banyak penelitian yang mendukung kesimpulan tersebut, perlu ada investigasi lebih lanjut bagaimana proses gaya kepemimpinan transformational mampu memengaruhi OCBs. Dengan kata lain, dimungkinkan ada variabel antara/intervening yang bisa menjelaskan hubungan kedua 138 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 variabel tersebut. Pada penelitian ini, kepuasan kerja dimasukkan sebagai variabel intervening dalam model. Jadi, gaya kepemimpinan transformational akan berhubungan dan berpengaruh terhadap kepuasan kerja, dan apabila karyawan puas, maka mereka akan mau untuk melakukan sesuatu yang melebihi pekerjaan yang dimilikinya. Dengan demikian, penelitian ini berproposisi bahwa kepemimpinan transformational memiliki hubungan dan pengaruh tidak langsung (indirect effect) terhadap OCBs, melalui kepuasan kerja. Proposisi4: Kepemimpinan transformational berhubungan dan berpengaruh tidak langsung (indirect effect) terhadap OCBS, melalui kepuasan kerja. 4. Pengukuran Variabel Penelitian 4.1.Transformational Leadership Responden penelitian akan diminta untuk menjawab pertanyaan dan pernyataan mengenai persepsi mereka terhadap 4 dimensi kepemimpinan transformational beserta dengan indikator-indikatornya. Item pertanyaan diadopsi berdasarkan penelitian dari Podsakoff et al. (1990) and Doucet et al. (2009) dengan menggunakan skala Likert, dari 1, ‘strongly disagree’, sampai 5, ‘strongly agree’). Contoh pertanyaannya adalah menantang saya untuk berpikir dari perspektif lain ketika menyelesaikan masalah, memberikan pertanyaan yang membuat saya untuk berpikir, memimpin dengan cara bertindak/melakukan ketimbang hanya mengatakan. 4.2.Kepuasan Kerja Responden akan ditanya seberapa puas mereka dengan pekerjaan dimiliki saat ini. Adapun item pertanyaan diadopsi dari penelitian Braun et al (2013) serta Foote dan Tang (2008). Contoh dari item pertanyaannya adalah: saya menikmati pekerjaan saya, pekerjaan saya tidak membuat saya bosan, saya puas dengan pekerjaan saya, saya akan tetap melanjutkan pekerjaan saya. 4.3.OCBs Konsep OCBs akan diukur berdasarkan 7 dimensi yang dikemukakan oleh Podsakoff, yaitu helping behavior, sportsmanship, organizational loyalty, organizational compliance, individual initiative, civic virtue, dan self development. Adapun contoh pertanyaannya adalah: saya akan berkata pada orang lain bahwa perusahaan saya adalah tempat yang baik dan layak untuk bekerja, selalu berkata yang baik tentang perusahaan/organisasi, secara sukarela membantu rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan. 5. Analisa Data Analisa pertama yang akan dilakukan adalah analisa validitas dan realibilitas atas ketiga variabel utama penelitian; gaya kepemimpinan transformational, kepuasan kerja dan OCBs. Analisa validitas dengan menggunakan item-total correlation, sedangkan reliabilitas akan menggunakan Cronbach Alpha. Selanjutnya, untuk melakukan analisa mediasi digunakan stepwise-regession yang mengikuti prosedur yang dikenalkan oleh Baron dan Kenny (1986). Mengikuti analisa tersebut, penelitian ini akan menggunakan analisa Sobel test dan bootstrapping dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Preacher dan Hayes (Preacher & Hayes, 2004) untuk menguji signifikansi atas efek mediasi. Daftar Pustaka Aryee, S., Walumbwa, F. O., Zhou, Q., & Hartnell, C. A. (2012). Transformational leadership, innovative behavior, and task performance: Test of mediation and moderation processes. Human Performance, 25, 1–25. 139 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Bambale, A. J., Shamsudin, F. M., & Subramaniam, C. (2011). Stimulating oranizational citizenship behavior (OCBS) research for theory development: Exploration of leadership paradigms. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 1(Special Issue), 48-69. Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The moderator-mediator variable distinction in social psychology research: Conceptual, strategic, and statistical consideration. Journal of Personality and Social Psychology, 51 (6), 1173-1182. Bass, B. M., Avolio, B. J., Jung, D. I., & Berson, Y. (2003). Predicting unit performance by assessing transformational and transactional leadership. Journal of Applied Psychology, 88(2), 207-218. Bass, B. M. (1999). Two decades of research and development in transformational leadership. European Journal of Work and Organization Psychology, 8(1), 9-32. Bateman, T. S., & Organ, D. W. (1983). Job satisfaction and the good soldier: the relationship between affect and employee citizenship. Academy of Management Journal, 587-595. Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row Bushra, F., Usman, A., & Naveed, A. (2011). Effect of transformational leadership on employees's job satisfaction and organizational commitment in banking sector of Lahore (Pakistan). International Journal of Business and Social Science, 2(18), 261-267. Doherty, A. J., & Danylchuk, K. E. (1996). Transformational and transactional leadership in interuniversity athletics management. Journal of Sport Management, 10(3), 292-309. Foote, D. A., & Tang, T. L.-P. (2008). Job satisfaction and organizational citizenship behavior (OCBS): Does team commitment make a difference in self-directed teams? Management Decision, 46(6), 933-947. Hanasya, J. R., Khalid, K., Mat, K. N., & Sarassina, F. (2012). Transformational leadership and job satisfaction. American Journal of Economics, 145-148. Ilgen, D. R., Hollenbeck, J. R., Johnson, M., & Jundt, D. (2005). Team in Organization: From Input-ProcessOutput Models to IMOI Models. Annual Review of Psychology, 56, 517–543. Lian, L. K., & Tui, L. G. (2012). Leadership styles and organizational citizenship behavior: The mediating effect of subordinates' competence and downward influence tactics. Journal of Applied Business and Economics, 13(2), 59-96. Mohammad, J., Habib, F. Q., & Alias, M. A. (2011). Job satisfaction and organisational citizenship behavior: An empirical study at higher learning institution. Asian Academy of Management Journal, 16(2), 149165. Omar, W. W., & Hussin, F. (2013). Transformational leadership style and job satisfaction relationship: A study of Structural Equation Modeling (SEM). International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 3(2), 346-365. Organ, D. W. (1988). Organizational citizenship behavior: the "Good Soldier" syndrome. MA: Lexington Books. Organ, D. W., Podsakoff, P. M., & Mackenzie, S. B. (2006). Organizational citizenship behavior: Its nature, antecedents, and consequences. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. Podsakoff, P. M., Mackenzie, S. B., Paine, J. B., & Bachrach, D. G. (2000). Organizational citizenship behaviors: A critical review of the theoretical and empirical literature and suggestions for future research. Journal of Management, 26(3), 513-563. 140 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Preacher, K. J., & Hayes, A. F. (2004). SPSS and SAS procedures for estimating indirect effects in simple mediation models. Behavior Research Methods, Instruments, & Computers, 36 (4), 717-731. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior. Pearson. Sivanathan, N., & Fekken, G. C. (2002). Emotional Intelligence, Moral Reasioning and Transformational Leadership. Leadership and Organizational Development Journal, 23(3/4), 198-204. Tsai, W.-C., Chen, H.-W., & Cheng, J.-W. (2009, January). Employee positive moods as a mediator linking transformational leadership and employee work outcomes. The International Journal of Human Resource Management, 20(1), 206–219. Walumbwa, F. O., Lawler, J. J., Avolio, B. J., Wang, P., & Shi, K. (2005). Transformational leadership and work-related attitudes: The moderating effects of collective and self-efficacy across cultures. Journal of Leadership & Organizational Studies, 11(3), 2-16. Yukl, G. A. (2012). Leadership in Organizations. Prentice Hall. 141 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 ANALISIS KEPUASAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA KARYAWAN TETAP DAN TIDAK TETAP (STUDI KASUS PADA PT. TMSI JAWA TENGAH) Dimas Indrajaya1 dan Rosaly Franksiska2 Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga – Indonesia 50711 Email: [email protected] [email protected] Abstract Occupational Safety And Health Program Is A Program Applied In A Company For Employees Working In Industrial Companies. This Program Is Of A Significance Matter Because The Risk Of Work Accidents Will Always Be There And Are Unavoidable For The Workers, Especially For Production Workers In Particular. The Aims Of This Study Were Firstly To Describe Occupational Safety And Health Program At Pt Tmsi And Secondly To Analyse And Compare Employees’ Satisfication Index Of Permanent And Casual Employees. This Study Was A Case Study Of Pt Tmsi A Garment Industry. The Methodology Used In This Study Was Quantitative Method. The Population In This Study Are 750 Employees. The Sample In This Study Consisted Of 250 Permanent Employees And 70 Casual Employees. Questionnaire Was Used As Data Collecting Method. Analysis Techniques Used In This Study Were Descriptive Statistics And Employee Satisfaction Index (Esi) Analysis With 100% As The Highest Score. The Findings Indicated That Occupational Safety And Health Program Were Done And That Company Takes This Matter As An Important Matter And In Practice The Company Did Not Differentiate Between Full Time Employees And Casual Employees. Employees Satisfaction Index Of Permanent Employees Are Lower Than Casual Employees, With The Score 61,57% From Permanent Employees And 65,52% For Casual Employees. This Results Indicated That Employees Quite Satisfied With The Occupational Health And Safety Program At Pt Tmsi And It Cannot Be Said That There Are Differences Between Permanent And Casual Workers. Keywords: Occupational Health And Safety, Employees Satisfaction Index, Permanent And Casual Employees. 1. Pendahuluan Masalah keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh oleh setiap perusahaan. Masalah ini terutama sangat diperlukan bagi perusahaan yang berpotensi menyebabkan kecelakaan dan tingkat polusi yang tinggi (Widodo, 2014). Menurut Mangkunegara (2002) keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja, hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan yang sehat serta sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Suma’mur, 2001). Widodo (2014) menyatakan program K3 merupakan studi praktis yang berkaitan dengan implementasi sistem manajemen suatu perusahaan. Di dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga diatur tentang jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluruh karyawan yang bekerja. Namun pada kenyataanya masih banyak dijumpai perusahaan-perusahaan yang kurang memperhatikan tentang faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut data yang dituliskan oleh media online(Suara Merdeka 2014), angka kecelakaan kerja Jawa Tengah terhitung tinggi. Berdasarkan data statistik selama tahun 2014 terjadi kasus 7.992 kecelakaan kerja di tempat kerja. Melihat angka tersebut sebanyak2198 atau 27,5% merupakan kecelakaan saat 142 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 berkendara, sedangkan sisanya terjadi di dalam perusahaan. Faktor human error menjadi masalah utama dalam kasus kecelakaan kerja di tempat kerja sedangkan presentase kecilnya di luar tempat kerja. Banyaknya kasus kecelakaan kerja serta penyakit akibat kerja sangat merugikan banyak pihak terutama tenaga kerja yang bersangkutan (Ervianto, 2005). Ilfani (2013) mengatakan terjadinya kecelakaan serta sakit saat bekerja dapat berakhir kematian, mengalami cacat, lumpuh dan untuk sementara waktu tidak bisa melanjutkan bekerja, untuk itu karyawan yang bersangkutan tidak mampu lagi bekerja dengan baik atau tingkat produktivitas kerjanya mengalami penurunan dibandingkan ketika karyawan sehat. Para Karyawan umumnya menginginkan kerja yang aman, sehat serta lingkungan kerja yang aman. Keselamatan dan kesehatan kerja merujuk pada perlidungan atas keamanan kerja yang dialami setiap pekerja. Wilson (2012) menyatakan perlidungan mengarah pada kondisi fisik dan mental para pekerja yang diakibatkan lingkungan kerja yang ada pada perusahaan. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. Penyebab dan timbulnya kecelakaan kerja dan kesehatan dalam bekerja harus dihindari, supaya karyawan dapat terus beraktifitas melakukan pekerjaan tanpa mengalami gangguan yang disebakan masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Hariandja (2007), program K3 merupakan aspek yang penting dalam usaha meningkatakan kesejahteraan serta produktivitas karyawan. Mempertahankan karyawan yang berproduktif dalam bekerja adalah upaya perusahaan dalam menjaga proses produksi, maka untuk itu program K3 tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan, yang menghabiskan banya biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang (Prasetyo, 2009). Pentingnya program K3 diharapkan mampu mencegah karyawan agar terhindar dari kecelakaan kerja yang tidak diinginkan, sebab masalah tersebut sangat sering terjadi pada perusahaan industri yang rentan terhadap risiko kecelakaan kerja. PT. TMSI industri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang tekstil. Jenis produk yang dihasilkan adalah kain sebagai produk utama, presentase target penjualan ialah sebesar ekspor 95% dipasarkan ke negara Timur tengah, Jepang, Afrika, dan Vietnam sedangkan sisanya di pasar domestik 5 %. Perusahaan tersebut memiliki 785 karyawan yang bertugas melakukan proses produksi. Tentunya rasa aman dalam bekerja dibutuhkan oleh pekerja produksi, hal ini sesuai dengan teori Maslow Hierarcy theory, yaitu manusia membutuhkan rasa aman, maka diperlukan pengaturan tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan dalam bekerja. Kepuasan karyawan menjadi alat ukur untuk menilai apakah dengan adanya program keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaan dapat mempertahankan karyawannya serta mengurangi biaya rekrutmen dan seleksi karyawan baru serta untuk dapat menciptakan kondisi lingkungan kerja sehat maka karyawan berguna dalam proses penerapan program K3, karena sebagai evaluasi pertimbangan perusahaan dalam menjaga dan memelihara sumber daya manusia, maka untuk itu kepuasan karyawan berguna bagi rencana jangka panjang bagi perusahaan. Karyawan tetap dan tidak tetap dipilih sebagai responden penelitian karena terkadang karyawan tetap merasa bahwa dia tidak perlu memikirkan K3 karena sudah menjadi karyawan tetap, sedangkan karyawan tidak tetap sering merasa diperlakukan berbeda dibandingkan karyawan tetap. Penelitian ini diharapkan mampu menjawab apakah benar terdapat perbedaan kepuasan dalam K3 bagi karyawan tetap maupun tidak tetap. Hasil 143 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dari perhitungan IKK antara karyawan tetap dan tidak tetap menjadi perbandingan atas penilaian K3 di perusahaan. Berkenaan dengan hal-hal yang telah dibahas di atas maka persoalan penelitian ini adalah Bagaimana program K3 di PT TMSI danBagaimana kepuasan karyawan program K3 yang diterapkan di PT. TMSI dengan menghitung melalui IKK (Indeks Kepusan Karyawan) untuk karyawan tetap dan tidak tetap? 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja Menurut Ardana (2012) pengertian kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dapat ditinjau dari dua aspek filsofis dan teknis. Secara filosofis K3 adalah konsep berpikir dan upaya nyata untuk menjamin kelestarian tenaga kerja pada khusunya dan setiap insan pada umumnya, beserta hasil-hasil karya dan budaya dalam upaya membayar masyarakat adil dan makmur. Secara teknis K3 adalah upaya perlindungan yang ditunjukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan. Mangkunegara (2012) menyatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khusunya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri, yang berarti bahwa kemungkinan terjadinya kecelakaan akan terjadi. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan satu upaya perlindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Suma’mur, 2006). Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu (Widodo, 2014). Praktik K3 (Kesehatan dan keselamatan kerja) meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit. Sesuai dengan dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 menjelaskan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu upaya praktis untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan dan cuti sakit. Berdasarkan pembahasan mengenai pengertian kesehatan dan keselamatan kerja di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan program kesehatan dan keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan kerja sebagai akibat kecelakaan kerja dalam lingkungan kerja serta untuk memperoleh derajat kesehatan yang setingi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. Kesehatan kerja dan keselamatan kerja para pekerja menjadi perhatian utama dan sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keutungan yang berlimpah pada masa yang akan datang (Prasetyo, 2009). 144 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Maka menurut Mangkunegara (2012) tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja sebagai berikut: a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya seselektif mungkin. c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamananya. d. Agar jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan parisipasi kerja. f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. Dari uraian penjelasan tersebut menjelaskan bahwa program K3 adalah wujud pencapaian perlindungan tenaga kerja yang diharapakan mampu menciptakan situasi dan kondisi kerja yang bebas dari ancaman tindakan atau kecelakaan yang berbahaya. Menurut Widodo (2014:237) program K3 merupakan studi praktis yang berkaitan dengan implementasi sistem manajemen suatu perusahaan. Di dala UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga diatur tentang jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluruh karyawan. Dengan adanya tujuan keselamatan dan kesehatan kerja ini tentunya merupakan rencana yang wajib diterapkan dalam sebuaah organisasi, terutama di bidang industri. Tujuan utama dari program K3 supaya para pekerja diharapkan dapat memenuhi peraturan serta disiplin dalam melaksanakan kewajibanya, karena keselamatan dan kesehatan kerja hal yang penting diutamakan oleh perusahaan. Jika tujuan ini berhasil dilakukan oleh perusahaan terutama di bidang industri makan penurunan angka kecelakaan akan berkurang bahkan akan terjadi zerro accident. 2.3 Keselamatan Kerja Menurut Syaaf (2007) Keselamatan adalah suatau pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil risiko terjadinya kecelakaan. Slamet (2012) juga mendefinisikan tentang keselamatan kerja sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja, karena tidak ada yang menginginkan terjadinya kecelakaan di dunia ini. Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan di mana pekerjaan itu dilaksanakan. Menurut Widodo (2014) unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut : a) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja. b) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja. c) Teliti dalam bekerja. d) Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja. Dari pengertian di atas keselamatan kerja adalah suatu bentuk keadaan yang bertujuan untuk menghindari kesalahan dan kerusakan kerja yang dilakukan oleh para karyawan. Faktor tersebut sangat penting karena berkaitan dengan kinerja karyawan dan kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan kecelakaan kerja. 145 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2.4 Kesehatan Kerja Menurut Budiono (2003) kesehatan kerja adalah kondisi fisik dan mental seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan pekerjaanya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai” suatu keadaan fisik, mental dan sosial kesejahteraan bukanya penyakit atau kelemahan. Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan jiwa, sosial dan mental yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain: 1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secar objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan. 2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup tiga komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual. a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut,gembira, khawatir, sedih dan sebagainya. c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebaginya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spritual adalah keadaan dimana sesorang menjalankan ibadah dan semua aturan agama yang dianutnya. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB 1 pasal 2, kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derjat kesehatan yang setingi-tinginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum. Kondisi kesehatan pekerja haruslah menjadi perhatian karena pekerja adalah pengerak aset perusahaan konstruksi (Widodo, 2014). Jadi kondisi fisik harus maksimal dan sehat agar tidak menganggu proses kerja seperti peryataan ILO/WHO (1995) bahwa kesehatan kerja adalah suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtraan fisik, mental dan soial yang setingi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpanan kesehatan di antara pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaanya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kebutuhan psikologi karyawan. 2.5 Penelitian Terdahulu Lestari (2007) melakukan penelitian tentang hubungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan Produktivitas kerja karyawan di bagian pengolahan PTPN VIII Gunung Mas Bogor. Analisa data dengan mengunakan analalis Rank Spearmanmenujukan bahwa semua faktor K3 memiliki hubungan yang positif dengan produktivitas karyawan. Hasil penelitian Mulyawati (2008) mengenai Analisis Tingkat Karyawan terhadap program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT Aneka Tambang TBK UBPP LM Jakarta. Mengunakan analisis Indeks Kepuasan Karyawan dan Importance performance analisis. Hasil pengujian validitas pertanyaan dengan product momen 146 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 pearson menyatakan bahwa 40 pertanyaan dalam kuesioner baik untk kepentingan dan kepuasan adalah valid. Hal ini dapat diihat dari nilai korelasi dengan totalnya yag ditunjukan oleh p-valuecukup signifikan. Hasil penelitian Fathoni (2008) mengenai Hubungan antara Persepsi Karyawan terhadap Program Keselamatan dan Kesehatan kerja dengan kepuasan kerja, berdasarkan hasil hitungan diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,635; p=0,000 (p<0,001). Hasil tersebut menujukan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi karyawan terhadap program kesehatan dan keselamatan kerja dengan kepuasan kerja. Hal ini berati variabel persepsi karyawan terhadap program kesehatan dan keselamatan kerja dapat digunakan sebagai prediktor (variabel bebas) untuk mengukur variabel kepuasan kerja. Semakin tinggi (baik) persepsi karyawan terhadap program kesehatan dan keselamatan kerja semakin rendah kepuasan kerja. Dari penelitian sebelumnya dikatakan bahwa keterkaitan kepuasan kerja karyawan dengan program keselamatan dan kesehatan kerja diukur melalui alat dan metode masing-masing. Karakteristik responden dalam penelitian tersebut diambil secara umum. Untuk melihat kesenjangan tersebut penelitian ini membedakan dari status karyawan tetap dan tidak tetap karena dengan membedakan statustersebut dapat dilihat bagaimana kepuasan karyawan berdasarkan status yang mereka dapatkan ketika bekerja dengan acuan teori kepuasan kerja yaitu teori keadilan. Teori keadilan dipilih sebagai acuan agar tidak ada perbedaan antara karyawan terhadap program keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh terhadap hasil pencapaian kerja karyawan. Kepuasan karyawan terhadap program K3 akan bermanfaat bagi perusahaan sebab dengan mengukur dan membedakan dari status karyawan dapat dilihat tingkat kepuasan mereka setelah bekerja. Hal ini berati kepuasan karyawan menjadi indikator dalam sebuah peniliaan kinerja karyawan terkhusus perusahaan industri. Pada bagian produksi tentunya karyawan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini sebab rasa aman dan nyaman dalam bekerja merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi karyawan. Untuk itu pemilahan antara karyawan tetap dan tidak tetap dipilih supaya dapat mengetahui kinerja karyawan berdasarkan status yang mereka peroleh. PT. TMSIbergerak di bidang tekstil, perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas. PT TMSI salah satu perusahaan yang telah menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3), dapat dilihat bahwa PT. TMSI memperhatikan K3 karyawanya Penerapan program K3 di PT. TMSI dapat diketahui melalui wawancara langsung, pengamatan, beberapa dokumen perusahaan dan kuesioner. Adapun faktor-faktor K3 yang menjadi dasar pencarian data penelitian yaitu, (1) Pendidikan dan Pelatihan K3, (2) Publikasi dan Kontes K3, (3) Kontrol Lingkungan kerja, (4) Pengawasan dan disiplin, (5) Peningkatan dan kesadaran K3. Penelitian ini dipilih berdasarkan status karyawan antara karyawan tetap dan tidak tetap yang bekerja di dalam produksi pabrik. Data yang diperoleh dari hasil penelitian diananlisis dengan dengan mengunakan Indeks Kepuasan Karyawan (IKK). IKK digunakan untuk mengetahui seberapa puas karyawan terhadap adanya program K3 yang diterapkan oleh perusahaan. Melalui alat analisis IKK dapat diketahui bagaimana perbandingan tingkat kepuasan karyawan tetap dan tidak tetap di PT. TMSI terhadap program K3 di PT. TMSI. Dengan diketahuinya tingkat kepuasan tersebut, maka perusahaan dapat menentukan apa saja yang dapat dilakukan guna menjaga dan meningkatan kepuasan karyawan berdasarakan status karyawan antara karyawan tetap dan tidak tetap. 3. Metode Penelitian Penelitian ini mengunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi jumlah karyawan tetap sebesar 705 sedangkan jumlah karyawan tidak tetap sebesar 80. Maka dari mengunakan rumus 147 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 slovin atas besaran populasi yang akan diambil sampelnya adalah sebanyak 260 karyawan tetap, dan 67 karyawan tidak tetap. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan secara menyeluruh dengan memperhatikan tingkat kepentingan faktor-faktor K3 yang menjadi dasar penyusunan kuesioner dikembangkan dari penelitian Mulyawati (2008). Analisis menggunakan Indeks Kepuasan Karyawan. Rumus Indeks Kepuasan Karyawan IKK, yaitu: IKK= X100 % Keterangan: T = Skor total nilai kepentingan (importance=I) dikali nilai kepuasan (performance) Y = Nilai kepentingan total (Σ importance =ΣI) Nilai maksimum Indeks Kepuasan adalah 100%. Menurut Bhote (1996), nilai IKK 50% atau lebih rendah mendakan kinerja perusahaan kurang bagus di mata karyawan. Nilai IKK antara 50% sampai 80% atau lebih tinggi mengindikasikan karyawan cukup puas terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan 80% atau lebih tinggi mengindikasikan karyawan merasa puas terhadap kinerja perusahaan dalam melaksanakan progaram K3. 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan PT. TMSI bergerak di bidang tekstil, perusahaan ini berdiri pada de facto tahun 1975 dan de yure pada tanggal 7 Agustus 1976. Perusahaan ini dibangun di atas tanah seluas 5,6 Ha serta diresmikan oleh Presiden Soeharto dan Menteri Perindustrian M. Yusuf yang menjabat saat itu. PT. TMSI merupakan perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan merupakan kelompok perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan Jepang. Program K3 yang diterapkan di lingkungan kerja PT. TMSI adalah: a. Menjamin pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dan peraturan-peraturan K3 di tempat kerja. b. Melakukan pengawasan di tempat kerja. c. Melakukan pembinaan K3 kepada pekerja d. Melakukan inspeksi terhadap perlatan kerja maupun kelengkapan pabrik/perusahaan. e. Mengadakan pelatihan kebakaran. f. Prosedur dan tata cara evakuasi. g. Menjamin tersedianya alat Pelindung Diri (APD) bagi karyawan yang sesuai dengan bahaya di tempat kerja. 4.1 Dimensi-dimensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. TMSI Pada PT TMSI terdapat 3 bagian produksi utama, yaitu twisting, weaving, dan finishing.Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan (K3) pada karyawan di departemen twisting I, II dan III. 1. Pendengaran, karyawan wajib memakai alat pelindung diri air plug headset tetapi sekarang karyawan lebih memilih memakai kapas yang disumpal ke telinga karena lebih praktis. 2. Karyawan wanita yang berambut panjang wajib mengikatkan rambutnya agar menghindari risiko kecelakaan pada saat mengoperasikan alat mesin kerja. Alat pelindung diri yang harus digunakan pada departemen twisting dan finishing adalah: Kapas untuk melindungi pekerja dari kebisingan, masker untuk menutupi hidung dari bau zat-zat bahan kimia. Potensi bahaya keselamatan dan kesahatan pada karyawan di departemen weaving: 1. Karyawan wajib memakai masker karena bau bahan-bahan kimia 2. Kebisingan memakai kapas untuk melindungi indera pendengaran karyawan. 148 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 3. Tertimpa bahan-bahan muatan. Alat pelindung diri yang harus digunakan di departemen weaving dan finishing adalah: Kapas untuk melindungi pekerja dari kebisingan, masker untuk menutupi hidung dari bau zat-zat bahan kimia, helm untuk melindungi pekerja atas muatan barang. 4.1.1 Pendidikan dan Pelatihan K3 Departemen twisting adalah bagian proses pemintalan dari bahan baku menjadi gulungan dalam skala kecil, oleh karena itu karyawan yang bekerja pada bagian ini wajib memakai alat pelindung diri dalam bekerja seperti masker, kapas untuk melindungi dari kebisingan. Bagi karyawan baru diberikan pelatihan tentang risiko K3.Langkah itu wajib dipenuhi agar karyawan di departemen twisting mendapakan informasi tentang cara operasional mesin yang sedang bekerja sehingga terhindar dari kecelakaan. Pendidikan dan Pelatihan K3 bagi karyawan adalah langkah awal dalam melakukan aktifitas kerja dan berguna untuk melindungi mereka dalam berproses, karena jika tidak diberikan pendidikan dan pelatihan K3 maka hal-hal seperti kecelakaan dan kesehatan pekerja akan terjadi. SOP menjadi pedoman bagi perusahaan dalam melindungi pekerjanya. Pelatihan pengunaan mesin pada departemen ini harus diawasi P2K3 (Panitia Pembina K3) yang mempuyai kewenangan dan bertugas memantau aktifitas pekerjanya bila tidak diawasi maka kecelakaan akan terjadi. Sifat pekerjaan yang berbeda dan penggunaan mesin yang berbeda untuk setiap departemen, maka pada bagian twisting, weaving, dan finishing membutuhkan pendidikan dan pelatihan K3-nya juga berbeda disesuaikan dengan sifat pekerjaannya. 4.1.2 Publikasi dan kontes K3 Pada setiap sudut departemen ini terpasang spanduk yang berisi tentang budaya K3 pada tempat kerja hal ini bertujuan agar setiap pekerja dalam bekerja tidak menyepelekan tentang pengunaan alat pelidung diri sikap pekerja dalam bekerja, tetapi masih ada beberapa spanduk atau poster yang sudah lama serta usang.Tentunya hal tersebut haruslah mendapatkan perhatian juga oleh perusahaan sebab bila usang kurang mendapatkan perhatian dari karyawan karena huruf-huruf poster K3 yang sudah tidak terlihat masih terdapat di departemen ini. Tidak hanya spanduk tentang K3, SOP juga terpasang di tiap dinding-dinding di seluruh bagian area twisting yang berisi tentang standar-standar aturan dalam proses produksi. SOP merupakan pencegah dan sebagai rambu-rambu perigatan agar pekerja menaati dan tidak melakukan kesalahan keteledoran dalam bekerja. Publikasi dan kontes K3 pada departemen ini sudah tertata dengan baik tetapi masih ada poster-poster K3 yang harus diganti dengan baru, tentunya hal tersebut dapat mendorong pekerja dalam tertib dan berbudaya K3. Peraturan kerja dan data materi tentang standar pengunaan mesin kerja terpajang pada setiap dinding unit ini. Terdapat juga papan-papan yang terpanjang di dinding yang berkenaan dengan budaya K3. Standar nilai ambang batas kebisingan juga terdapat pada seluruh bagian. Pembuatan desain untuk Safety Sign dan Safety poster di PT TMSI dengan tujuan agar setiap pekerjaan atau tempat kerja tentu memiliki potensi bahaya yang berbeda-beda. Sehingga diperlukan suatu safety sign atausafety poster sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Ruang lingkup atau sasaran penerapan prosedur tersebut pada area proses produksi yaitu twisting, weaving dan finishing. Prosedur yang ditentukan sebagai berikut: a. Pemasangan safety sign disesuiakan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja. 149 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” b. ISBN: 978-602-361-041-9 Pemasangan safety sign berdasrkan bentuk dan warna menurut American National Institute (ANSI), sebagai berikut: 1) Warna merah: Menandakan bahaya yang dapat menyebabkan cedera atau kematian, seperti tanda “DANGER”. 2) Warna Oranye : Menandakan bahaya berupa unsafe condition, seperti tanda “WARNING”. 3) Warna Kuning : Menandakan bahaya kecil atau sedang yang dapat timbul akibat unsafe act, seperti tanda “CAUTION”. 4) Warna Hijau: Menandakan tanda pintu darurat atau jalan darurat, kotak P2K3 dan peralatan safety lainya. 5) Warna Biru: Menandakan informasi mengenai safety. Di PT TMSI sebenarnya sudah terdapat safety sign dan safety poster, namun sebagian besar safety sign dan safety poster yang sudah lama terpasang terlihat usang. Safety sign dan safety poster yang ada juga kurang lengkap dan kurang tegas. Maka dari itu perlu membuat safety sign dan safety poster yang baru agar karyawan lebih waspada dan termotivasi untuk bekerja dengan aman. 4.1.3 Kontrol Lingkungan Kerja Twisting terbagi atas tiga unit produksi twisting I, twisting II dan twisting III alat pelindung diri seperti alat pemadam kebakaran kotak P3K mudah dijangkau bila terjadi kecelakaan. Ketersediaan alat pelindung diri pada tiap departemen sudah ditetapkan oleh perusahaan hal ini menjadi pencegah bila tejadi kecelaakaan kerja dan sakit akibat kerja, maka alat pemadam kebakaran dan kotak P3K sudah ditepatkan secara efektif dan tepat oleh perusahaan. Alat pemadam kebakaran pada unit ini tertata dengan baik mudah dijangkau oleh pekerja kondisi cahaya di dalam ruangan kerja juga terang. Sirkulasi asap dan limbah dikelola dengan dengan benar agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Kondisi ventilasi dan pencahayaan ruangan di tempat kerja tidak gelap dan cahaya dapat masuk ke dalam ruangan.Kebersihan dan penataan di seluruh unit weaving sudah tertata dengan baik tidak ada sampah di ruang kerja serta perlatan kerja tertata dengan rapi dan tidak berserakan.Mesin kerja selalu diservis secara rutin agar tidak membahayakan bagi pekerja dan proses produksi tidak terhambat. 4.1.4 Pengawasan dan displin CCTV dan P2K3 selalu mengkontrol dan mengawasi bila mesin sedang berjalan karena bila hal tersebut lengah dalam pengawasan maka kecelakaan dan kesehatan karyawan akan terjadi. Apabila sedang maintance (perbaikan) mesin kerja selalu diperiksa secara rutin.Hal ini adalah salah satu upaya menjaga mesin dalam keadaan baik. 4.1.5 Peningkatan Kesadaran K3 P2K3 selalu mengawasi atas tindakan dan keselamatan dan kerja pada bagian twisting hal tersebut juga tidak terlepas SOP yang terpasang pada setiap dinding departemen twisting hal ini membawa dampak penting bagi pekerja karena mereka selalu melihat SOP di area kerja mereka, hal tersebut merupakan pencegah aturan yang sudah dibuat dan diawasi oleh pemerintah. Perusahaan sangat memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja, hal ini dapat dilihat karyawan pada departemen weaving tertib dalam mengunakan alat pelindung diri. Serta mereka terampil dalam mengoperasikan 150 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 mesin yang berpotensi berbahaya. K3 untuk unit weaving dari segi tata letak ruang sudah tersusun dengan baik alat pemadam kebakaran, poster K3, P3K, SOP pada setiap bagian ada. 4.2Karakteristik Responden Penelitian ini mengunakan kuesioner sebagai metode pengumpulan data sebelum itu perlu diuji kelayakan untuk melihat keabsahan kuesioner, layak atau tidak layak data kuesioner yang di diberikan kepada karyawan PT. TMSIyang terbagi atas karyawan tetap dan tidak tetap, maka diperlukan uji validitas dan reabilitas data. Data diambil sebanyak 60 angket yang terbagi dari 30 karyawan tetap dan 30 karyawan tidak tetap berdasarkan lima aspek K3 (pendidikan dan pelatihan K3, publikasi dan kontes K3, kontrol lingkungan kerja, pengawasan dan disiplin, serta peningkatan kesadaran K3). Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh melalui kuesioner yang diberikan kepada karyawan PT. TMSI sebagai responden yang berjumlah 320 karyawan yang terbagi atas karyawan tetap dan tidak tetap. Karakteristik/responden ini berdasarkan jenis kelamin, usia, lama bekerja dan status perkawinan. Tabel 1.Karakteristik Responden Deskripsi Kriteria Jml Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tetap Tidak Tetap < 16 th 16 ≤ 25 th 25 ≤ 35 th 35 ≤ 45 th 45 ≤ 55 th ≥ 55 th < 1 th 1 ≤ 6 th 6 ≤ 11 th 11 ≤ 16 th 16 ≤ 21 th ≥ 21 th Menikah Belum Menikah 120 200 250 70 0 38 61 111 107 3 3 39 41 48 74 115 272 48 Status Karyawan Usia Lama Bekerja Status Perkawinan Perse n (%) 37,5 62,5 78,1 21,8 0 11,8 19,0 34,6 33,4 1,2 1,1 12,1 12,8 15 23,1 35,9 85 15 Sumber: Data Olahan Dari tabel 1dapat dilihat bahwa sebagian besar,karakteristik responden karyawan PT. TMSI, paling banyak berjenis kelamin perempuan berjumlah 200 (62,5%) dan berjenis kelamin laki-laki berjumlah 120 (37,5%). Status karyawan tetap lebih banyak dibandingkan karyawan tidak tetap yang berjumlah 250 (78,1%) untuk karyawan tetap dan karyawan tidak tetap berjumlah 70(21,8%). Usia karyawan paling banyak berkisar di usia 35 sampai kurang dari 45 tahun berjumlah 111(34,6%) dan usia 45 sampai kurang dari 55 tahun berjumlah 107(33,4%). Karyawan yang bekeja di PT. TMSI paling lama lebih dari 21 tahun yang berjumlah 115 (35,9 %) status perkawinan karyawan lebih banyak sudah menikah berjumlah 272 (85%). 151 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 2.Tabulasi Silang Karakteristik Responden dan Rata-rata Kepuasan Responden 1 Wanita 3,17 Pria 3,02 Tetap 3,07 Tidak tetap 3,27 < 16 th 0 16 ≤ 25 th 3,28 25 ≤ 35 th 3,23 35 ≤ 45 th 3,00 45 ≤ 55 th 3,09 ≥ 55 th 3,79 < 1 th 3,29 1 ≤6 th 3,26 6 ≤11 th 3,23 16 ≤ 21 th 3,27 ≥ 21 th 3,01 Menikah 3,09 Belum Menikah 3,25 Sumber : Data Olahan 2 3,09 3,08 3,04 3,20 0 3,27 3,11 3,06 3,02 3,20 3,22 3,21 3,07 3,26 3,00 3,07 3,21 3 3,01 2,94 2,96 3,04 0 3,08 2,99 2,95 2,99 3,53 2,43 3,09 2,98 3,15 2,92 2,99 3,02 4 3,19 3,14 3,14 3,32 0 3,34 3,29 3,09 3,12 3,92 3,22 3,32 3,31 3,47 2,98 3,15 3,26 5 3,20 3,19 3,20 3,48 0 3,53 3,32 3,09 3,12 3,85 3,11 3,46 3,38 3,35 3,07 3,17 3,39 Tabel di atas adalah hasil rata-rata 5 dimensi K3 yaitu pendidikan dan pelatihan K3, publikasi dan kontes K3, kontrol lingkungan kerja, pengawasan dan disiplin, dan peningkatan kesadaran K3. Dengan adanya hasil tersebut dapat dilihat karakteristik hubungan responden berdasarkan jenis kelamin, status karyawan, usia, lama bekerja dan status perkawinan. Pada jenis kelamin wanita memperoleh skor tertinggi untuk elemen peningkatan kesadaran K3 sebesar 3,20 dan yang paling rendah adalah faktor kontrol lingkungan kerja 3,01, sedangkan jenis kelamin pria faktor yang paling tinggi peningkatan dan kesadaran K3 3,19, yang paling rendah adalah faktor kontrol lingkungan kerja 2,94. Usia responden karyawan PT TMSI yang berusia 16 sampai kurang dari 25 tahun yang paling tinggi adalah faktor pendidikan dan pelatihan K3 3,28 sedangkan yang paling rendah kontrol lingkungan kerja 3,08. Usia 25 tahun sampai kurang dari 35 tahun yang paling tinggi peningkatan dan kesadaran K3 3,32 paling rendah kontrol lingkungan kerja 2,99. Usia 35 tahun sampai kurang dari 45 tahun yang paling tinggi peningkatan dan kesadaran K3 dan pengawasan disiplin dengan nilai sama 3,09 serta terendah kontrol lingkungan kerja 2,95. Usia 45 tahun sampai kurang dari 55 tahun paling tinggi peningkatan dan kesadaran K3 3,12 terendah kontrol lingkungan kerja 2,99. Usia lebih dari 55 tahun tertinggi pengawasan dan disiplin 3,92 terendah publikasi dan kontes 3,20. Lama bekerja karyawan PT TMSI yang bekerja berdasarkan lama bekerja kurang dari 1 tahun paling tinggi adalah faktor pendidikan dan pelatihan K3 3,29 terendah publikasi danj kontes K3 2,43. Lama bekerja 1 sampai kurang dari 6 tahun paling tinggi faktor peningkatan kesadaran K3 3,46 terendah kontrol lingkungan kerja 3,09. Lama bekerja 6 sampai kurang dari 11 tahu tertinggi faktor peningkatan kesadaran K3 3,38 terendah kontrol lingkungan kerja 2,98. Lama bekerja 16 sampai kurang dari 21 tahun tertinggi peningkatan kesadaran K3 3,35 terendah publikasi dan kontes K3 3,15. Lama bekerja lebih dari 21 tahun tertinggi peningkatan kesadaran K3 3,07 terendah publikasi dan kontes K3. 152 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Status perkawinan karyawan PT TMSI menikah paling tinggi faktor peningkatan kesadaran K3 3,17 terendah faktor publikasi dan kontes K3 2,99. Sedangkan yang belum menikah faktor tertinggi peningkatan kesadaran K3 terendah publikasi dan kontes K3 3,02. Hubungan karakteristik responden menujukan bahwa dengan nilai rata-rata atas jenis kelamin pria, wanita, status karyawan, usia , lama bekerja dan status perkawinan nilai dengan hasil tertinggi dan terendah menujukan bahwa peningkatan kesadaran K3 tertinggi sedangkan kontrol lingkungan kerja terendah. 4.3 Indeks Kepuasan Karyawan Indeks kepuasan karyawan digunakan mengetahui nilai kepentingan (I) dan kepuasan (P) terhadap faktor program K3. Tingkat kepuasan ini yang kemudian ini untuk memperbandingkan nilai kepuasan total karyawan tetap dan tidak tetap di perusahaan. Dan untuk menentukan rentang skala likert kategori dari rata-rata jawaban responden maka dapat menggunakan rumus Santosa (2012) sebagai berikut: Tabel 3.Perhitungan Indeks Karyawan untuk Karyawan Tetap No. 1 2 3 4 5 Dimensi K3 Pendidikan dan pelatihan K3 Publikasi dan kontes K3 Kontrol lingkungan kerja Pengawasan dan disiplin Peningkatan kesadaran K3 Total Sumber: Data Olahan IKK= ∑ , . (P) 3,07 3,06 2,97 3,14 3,13 15,37 (T) 10,29 7,44 8,61 9,55 10,33 46,21 100% , = (I) 3,35 2,43 2,90 3,04 3,30 15,01 , 100% , =61,57% Keterangan: T= Skor total nilai kepentingan (importance=I) dikali nilai kepuasan (performance) Y= Nilai kepentingan total (Σ importance =ΣI) Dari data di atas menujukan bahwa nilai kepentingan tertinggi importance (I) pendidikan dan pelatihan K3 3,35 serta nila tertinggi kepuasan performance (P) pengawasan displin 3,14. Tabel 4.Perhitungan Indeks Karyawan untuk Karyawan Tidak Tetap No. 1 2 3 4 5 Dimensi K3 Pendidikan dan pelatihan K3 Publikasi dan kontes K3 Kontrol lingkungan kerja Pengawasan dan disiplin Peningkatan kesadaran K3 Total Sumber : Data olahan IKK= ∑ , 100% , . = , , (I) 3,24 2,83 2,56 3,16 3,20 14,99 100% =65,52% 153 (P) 3,27 3,20 3,06 3,32 3,48 16,33 (T) 10,59 9,06 7,83 10,49 11,14 49,11 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Keterangan: T= Skor total nilai kepentingan (importance=I) dikali nilai kepuasan (performance) Y= Nilai kepentingan total (Σ importance =ΣI) Dari data di atas menunjukkan bahwa nilai kepentingan tertinggi importancependidikan dan pelatihan K3 3,24, serta nila tertinggi kepuasan performance (P) 3,48.Dengan demikian setelah dihitung IKK karyawan PT TMSI karyawan tetap memperoleh nilai 61,57 % dan karyawan tidak tetap memperoleh nilai 65,52%, nilai angka tersebut menurut Bhote (1996), menujukan bahwa IKK karyawan tetap dan tidak tetap terhadap program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) cukup atau sedang. Tabel 5.Standar Indeks Kepuasan 100% menurut Bhote (1996) Presentase 50 % 50%-80% 80%-100% Keterangan Rendah Sedang Tinggi 4.3.1 Indeks Kepuasan Karyawan terhadap Program K3 Pada Karyawan TetapIndeks Kepuasan Karyawan terhadap program K3 sebagai berikut: 1. Pengawasan dan displin. Berdasarkan IKK yang telah dibahas pada tabel no, untuk kepuasan performance faktor pengawasan dan dispilin memiliki nilai maksimum sebesar 3,14. 2. Peningkatan kesadaran K3. Peningkatan kesadaran K3 memiliki nilai kepuasan performance 3,13. 3. Pendidikan dan pelatihan K3. Pendidikan dan pelatihan K3 memiliki nilai kepuasan performance 3,07. 4. Publikasi dan Kontes K3. Publikasi dan Kontes K3 memiliki nilai kepuasan performance 3,06. 5. Kontrol lingkungan kerja. Kontrol lingkungan kerja memiliik nilai kepuasan performance minimum2,97. Setelah dihitung dengan Indeks kepuasan karyawan terhadap program K3 di PT.TMSI untuk karyawan tetap memperoleh nilai IKK 61,57% yang berarti program K3 sudah cukup puas terhadap penilaian di perusahaan. Pada Karyawan Tidak Tetap Indeks Kepuasan Karyawan terhadap program K3 sebagai berikut: 1. Peningkatan dan Kesadaran K3. Berdasarkan IKK yang telah dibahas pada tabel no, untuk kepuasan performance faktor peningkatan dan kesadaran K3 memiliki nilai maksimum sebesar 3,48. 2. Pengawasan dan disiplin.Pengawasan dan disiplin memiliki kepuasan perforamance3,32. 3. Pendidikan dan pelatihan K3. Pendidikan dan pelatihan K3 memiliki kepuasan performance3,27. 4. Publikasi dan Kontes K3. Publikasi dan Kontes K3 memiliki kepuasan performance 3,20. 5. Kontrol lingkungan kerja. Kontrol lingkungan kerja memiliki kepuasan performanceminimum3,06. Setelah dihitung dengan Indeks kepuasan karyawan terhadap program K3 di PT TMSI untuk karyawan tidak tetap memperoleh nilai IKK 65,52% yang berarti program K3 sudah cukup puas terhadap penilaian di perusahaan. 154 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 6.Perbandingan Tingkat KepentinganKaryawan Tetap dan Tidak Tetap No. Karyawan Tetap 1. Pendidikan dan pelatihan K3 2. Peningkatan kesadaran K3 3. Pengawasan dan displin 4. Kontrol lingkungan kerja 5. Publikasi dan kontes K3 Sumber: Data olahan Karyawan Tidak Tetap Pendidikan dan pelatihan K3 Peningkatan kesadran K3 Pengawasan dan disiplin Publikasi dan kontes K3 Kontrol lingkungan kerja Pada tingkat kepentingan untuk karyawan tetap serta karyawan tidak tetap pendidikan dan pelatihan K3 meraih tingkatan paling penting atau utama hal ini sejalan dengan peryataan Syaaf (2007) keselamatan adalah suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil risiko terjadinya kecelakaan. PT TMSI telah mempraktekan secara nyata kepada karyawan nya karena dengan adanya pendidikan dan pelatihan K3 di perusahaan, pemahamaan akan pentingnya K3 wajib dan harus dipraktikan dalam proses industri untuk menekan, meminimalkan angka kecelakaan kerja. Tabel 9.Perbandingan Tingkat Kepuasan Karyawan Tetap dan Tidak Tetap No. Karyawan Tetap 1. Pengawasan dan disiplin 2. Peningkatan dan kesadaran K3 3. Pendidikan dan pelatihan K3 4. Publikasi dan kontes K3 5. Kontrol lingkungan kerja Sumber: Data Olahan Karyawan Tidak Tetap Peningkatan kesadaran K3 Pengawasan dan disiplin Pendidikan dan pelatihan K3 Kontrol lingkungan kerja Publikasi dan Kontes K3 Pada tingkat kepuasan yang telah di hitung melalui IKK(Indeks Kepuasan Karyawan) diperoleh hasil nilai 61,57% serta untuk karyawan tidak tetap 65,52% yang berati bahwa kepuasan program K3 di PT TMSI cukup memuaskan hal ini dapat dilihat pada tabel no 8 pada karyawan tetap faktor pengawasan disiplin sangat tinggi hal ini sejalan dengan unsur-unsur penunjang K3. Widodo (2014) menyatakan bahwa melaksanankan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja adalah suatu kewajiban para pekerja hal tersebut sudah dilaksanakan oleh karyawan di PT TMSI. Karyawan tidak tetap merasa bahwa pada tingkat kepuasan peningkatan kesadaran K3 paling utama hal ini sejalan dengan Widodo(2014) adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dapat diambil kesimpulan bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di PT TMSI yaitu sebagai berikut: 1). Praktek-praktek Program K3 dilaksanakan sesuai dengan ketetapan yang berlaku dan perhatian PT TMSI terhadap hal ini cukup besar. 2). Nilai IKK untuk karyawan tetap lebih rendah daripada karyawan tidak tetap dengan hasil 61,57% untuk karyawan tetap dan 65,52% untuk karyawan tidak tetap. Hasil ini menunjukkan bahwa kepuasan karyawan terhadap program K3 cukup atau sedang dan tidak berbeda antara karyawan tetap dan tidak tetap. Perbedaan hanya pada tingkat kepentingan dari dimensi K3-nya saja. 155 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Implikasi Teoritis Menurut Saksono (2008:19) karyawan dengan status tidak tetap secara yuridis umumnya mempunyai kedudukan yang paling lemah di dalam suatu perusahaan, dibandingkan dengan karyawan tetap yang mempunyai kedudukan yang kuat tetapi sebaliknya jika karyawan tidak tetap terdorong untuk melakukan perubahan dan termotivasi maka mereka dapat penilaian yang lebih oleh manajemen perusahaan maka mereka akan mendapatkan perhatian oleh perusahaan. Implikasi terapan Untuk PT TMSI terlebih pada karyawan tetap yang jumlah karyawannya lebih banyak nilai IKK lebih sedikit dibanding karyawan tidak tetap, maka perlu aspek seperti peningkatan kesadaran K3,pengawasan dan displin, kontrol lingkungan kerja,pendidikan dan pelatihan K3 dan publikasi dan kontes K3 perlu ditingkatkan dan mengajak karyawan tetap dan tidak tetap aktif dalam program K3 di perusahaan seperti salah satu faktor kontrol lingkungan kerja seperti senam olah raga ringan dirasa perlu diterapakan rutin kepada karyawan. Saran dan penelitian yang akan datang Keseluruhan faktor K3 seperti pendidikan dan pelatihan K3, publikasi dan Kontes K3, kontrol lingkungan kerja, pengawasan dan disiplin dan peningkatan kesadaran perlu ditambah tiap indikatornya dan diperjelas dan diberi keterangan dalam menyebarkan atau memperoleh data yang akan disebar. DAFTAR PUSTAKA Ardana, Mujiati, Mudhiartha.2012. Manajemen Sumber daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Bhothe, Keki R. 1996. Beyond Customer Satisfaction to Customer Loyalty:The Key Greater Profitablity. New York: AMACOM. Budiono.2005. Bunga Rampai Higene Perusahaan Ergonomi (HIPERKES) dan Kesehatan dan Keselamatan kerja. Semarang: Universitas Diponegoro. Ervianto dan Wulfram.2005. Manajemen Proyek konstruksi. Yogyakarta:Andi. Fathoni. 2008. Hubungan Antara Persepsi Karyawan Terhadap Program Keselamatan dan Kesehatan kerja dengan keputusan kerja. http//journal.uad/index.php/empathy/article/... (diakses 19 Oktober 2015). Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisi Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hariandja, M.2007. Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta: PT Grasindo Lestari, T. 2007. Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Produktivitas Karyawan (Studi kasus Bagian Pengolahan PTPN VIII Gunung emas Bogor. http//journal.ipb.ac.id (diakses 19 Oktober 2015). Ilfani, G.2013. Analisis Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT. APAC inti Corpora Bawen Jawa Tengah Unit Spanning 2). http//ejournal.indip.ac.id) (diakses 29 Oktober 2015). Mangkunegara, P.2012. Manajemen Sumber daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Mulyawati, Sylvia.2008. Analisis Tingkat Kepuasan Karyawan Terhadap Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Aneka Tambang TBK UBPP LM Jakarta. http//repository.ipb.ac.id.(diakses 29 Oktober 2015) WHO.1948. Pengertian Kesehatan.//http.academia.edu. (diakses 29 Oktober). 156 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 UU.1995.Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.http//jdih.esdm.go.id. (diakses 19 Oktober. Prasetyo, TA.2009. Pengaruh Biaya Promosi terhadap pendapatan. http//repository.upi.edu. (diakses 19 Oktober 2015). Syaaf, R.2007. Aspek Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Depok:FKM UI. Santosa, Singgih. 2012 Analisia SPSS pada Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Saksono, Slamet.2008. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta:Kanisius. Suma”mur.2001. Keselamatan kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV Haji Masagung. Sugiyono.2005. Memahami Penelitian Kuantitatif. Bandung:Alfabet. Suara Merdeka.2014.Angka kecelakaan kerja.http.berita.suaramerdeka.com/mediaonline.(diakses 19 Oktober). Setiawan, N. 2007. Penentuan Ukuran sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejcie-Morgan. http//205.196.121.134/ivp7/pxpbheg/gox7sugmlb0o/rumus_slovin.pdf.(diakses19Oktober 2015). Widodo, E, S. 2014. Manajemen Pengembangan Sumber daya Manusia. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Wilson, B.2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga. 157 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN KERJA KARYAWAN (Kasus Usaha Kecil Menengah) Sri Padmantyo1 dan Mulyaningsih2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: [email protected] Abstract The purpose of this research is to find out whether a variable is a transformational leadership, motivation, work environment, work ethic and competence has an impact on employee commitment. The population in this study are all employees of a small and medium enterprises. The technique of sampling in this study i.e., random sampling with a respondent as much as 90 samples. The results of the analysis of the data showed that transformational leadership, motivation, work environment and work ethic effect significantly to employee commitment. Meanwhile, transformational leadership, motivation, work environment and work ethic are jointly significant effect significantly to employee commitment. Keywords: transformational leadership, Commitment, motivation, work environment, work ethic and competence 1. Pendahuluan Organisasi terdiri dari beberapa elemen salah satunya adalah sumberdaya manusia. Berkenaan dengan sumberdaya organisasi tidaklah tersedia secara melimpah. Ada keterbatasan yang mengakibatkan pemanfaatannya dilakukan secara cermat. Proses manajemen yang baik harus bisa memanfaatkan keterbatasan tersebut demi mencapai tujuan organisasi. Efisien pelaksanaan organisasi tergantung pada pengelolaan dan pendayagunaan manusia, itulah sebabnya setiap organisasi harus mampu bekerja secara efektif dengan manusia dan harus mampu memecahkan bermacam-macam persoalan sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya manusia untuk mencapai komitmen organisasi (Melia dan Anggraini, 2011). Di dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi atau perusahaan sangat penting terutama pada kinerja seseorang ketika bekerja. Setiap perusahaan menginginkan karyawannya memiliki komitmen tinggi. Komitmen yang tinggi dapat mendorong karyawan untuk bekerja dengan baik. Komitmen organisasi menunjukkan keyakinan dan dukungan serta loyalitas seseorang terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai organisasi. Komitmen organisasi yang kuat akan menyebabkan individu berusaha mencapai tujuan organisasi, berpikiran positif dan berusaha untuk berbuat yang terbaik bagi organisasinya. Hal ini terjadi karena individu dalam organisasi akan merasa ikut memiliki organisasinya. Sedangkan komitmen organisasi yang rendah akan menyebabkan individu tersebut hanya mementingkan dirinya sendiri atau kelompoknya sehingga pada akhirnya kinerja individu tersebut akan rendah pada organisasinya. Rendahnya kinerja individu terhadap organisasinya karena pengaruh rendahnya komitmen, secara tidak langsung akan mengakibatkan sulit dicapainya keberhasilan pada kinerja karyawan. Komitmen terbagi menjadi dua bagian yaitu komitmen internal dan komitmen eksternal. Komitmen internal berasal dari dalam diri seseorang untuk menyelesaikan berbagai tugas, tanggung jawab dan wewenang berdasarkan pada alasan dan komitmen yang dimilikinya. Timbulnya komitmen internal ini sangat ditentukan oleh kemampuan pimpinan dan lingkungan organisasi/perusahaan dalam menumbuhkan sikap dan perilaku profesional dalam menyelesaikan tugas/tanggung jawab organisasi. Akan tetapi pada 158 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 kenyataannya, tidak semua karyawan memiliki komitmen tinggi, sehingga kinerja karyawannya kurang maksimal (Fitria et.al., 2013 dan Faustyana 2014). Semua permasalahan yang ditimbulkan akibat rendahnya komitmen karyawan suatu perusahaan tidak terlepas dari adanya peran seorang pemimpin dalam perusahaan. Kepemimpinan mendapat perhatian dari para ahli untuk memberi hidup baru dalam organisasi dan kepemimpinan tersebut adalah kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan ini dapat menciptakan sesuatu baru dari sesuatu lama. Praktik kepemimpinan transformasional mampu membawa perubahan-perubahan yang lebih mendasar, seperti perubahan nilai-nilai, tujuan, dan kebutuhan karyawan. Faktor lain yang diduga mempengaruhi tinggi rendahnya komitmen karyawan adalah motivasi. Keberhasilan perusahaan erat kaitannya dengan motivasi kerja karyawan. Mereka yang memiliki motivasi kerja yang tinggi akan memiliki semangat kerja, hasrat, keinginan dan energi yang besar dalam dirinya untuk melaksanakan tugas seoptimal mungkin. Motivasi kerja karyawan yang tinggi akan membawa dampak yang positif bagi perusahaan dan akan mempengaruhi terciptanya komitmen organisasi. Lingkungan kerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen kerja karyawan karena salah satu peran penting yang harus ditekankan oleh suatu perusahaan agar dapat mencapai tujuannya adalah dengan menciptakan lingkungan kerja, baik lingkungan kerja secara fisik maupun lingkungan kerja non fisik. Seperti persepsi dari para karyawan mengenai lingkungan kerja yang mereka dapatkan sehingga karyawan dapat memberikan penilaian yang berbeda atas segala aspek dari lingkungan kerja. Apabila persepsi yang ditunjukkan karyawan itu baik maka akan mempengaruhi kinerja karyawan itu baik pula karena dapat membuat para karyawan merasa lebih nyaman dan menyenangkan dengan keadaan lingkungan kerja yang baik sedangkan apabila persepsi yang ditunjukkan karyawan buruk maka kinerja dari karyawan tersebut juga akan berkurang maka keadaan tersebut akan mempengaruhi komitmen kerja karyawan (Wang et al 2014; Suseno dan Sugiyanto 2010; Rahmawanti et al., 2014). Etika kerja dan kompetensi diduga menjadi faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan. Organisasi yang berkaitan dengan etika kerja akan melatih manusia menjadi sumber daya manajemen yang profesional, seperti memperhatikan kepuasan kerja, sehingga menciptakan kebijakan yang akan menyebabkan komitmen organisasi antara karyawan dan memotivasi karyawan untuk memiliki prestasi kerja yang tinggi. Karyawan dengan kompetensi yang baik dan sesuai akan dapat memahami apa yang harus dikerjakan dan apa fungsi dirinya dalam pekerjaan tersebut. Pemahaman yang baik akan fungsi dan kompetensi yang memadai dari seorang karyawan akan menumbuhkan komitmen tinggi terhadap organisasi. Seorang karyawan dengan kompetensi intelektual yang tinggi, dengan tingkat pendidikan sarjana akuntansi misalnya (kompetensi yang sesuai dengan pekerjaan sebagai auditor), akan memahami dengan baik apa tugas dan fungsi seorang auditor internal. Dengan adanya pemahaman yang baik akan tugas dan fungsi sebagai seorang pegawai yang bertugas melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan keuangan perusahaan, maka akan menumbuhkan idealisme terhadap tugas dan tanggungjawab, yang akhirnya akan bermuara pada munculnya komitmen diri untuk membantu perusahaan mencegah penyelewengan keuangan perusahaan. Sehingga secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa kompetensi akan berpengaruh terhadap munculnya komitmen terhadap organisasi (Djafar dan Nurul 2013; Faustyana 2014; Sujana 2012). 159 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Kepemimpinan transformasional, motivasi, lingkungan kerja, etika kerja dan kompentensi merupakan sebagian faktor yang mempengaruhi komitmen kerja karyawan dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan profesionalitas karyawan dalam pekerjaannya dan menyesuaikan diri dengan perubahan dan pengembangan yang berlangsung sekarang ini. Mengingat pentingnya faktor-faktor tersebut mempengaruhi komitmen kerja karyawan, kami tertarik untuk meneliti Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Kerja Karyawan (Kasus sebuah usaha kecil dan menengah). 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang melampaui ekspektasi-ekspektasi biasa dengan cara menanamkan sense of mission, menstimulasi pengalaman pembelajaran, dan mengilhami pola pikir baru (Griffin, 2004). Bass (1990) menyatakan bahwa pemimpin transformasional dalam konteks pengaruh atasan terhadap bawahan, bawahan merasa percaya, kagum, bangga, loyal, dan respek terhadap atasan, serta mereka termotivasi untuk mengerjakan suatu melebihi dari yang diharapkan. Bass (1990) merumuskan empat ciri yang dimiliki oleh seorang pemimpin sehingga memiliki kualitas sebagai pemimpin transformasional dengan karakteristik (1) Karismatik yaitu memberi visi dan misi, menumbuhkan kebanggaan, dan mampu mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari bawahannya; (2) Inspirasional yaitu mampu mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan kerja keras, mengekspresikan tujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana; (3) Stimulasi intelektual yaitu menghargai kecerdasan, mengembangkan rasionalitas dan pengambilan keputusan secara hati-hati. Pemimpin merangsang kreativitas bawahan dan mendorong untuk menemukan pendekatan-pendekatan baru terhadap masalah-masalah lama; (4) Perhatian secara individual yaitu memberikan perhatian secara personal, memperlakukan setiap bawahan secara individual, memberi saran, dan memberi bimbingan. 2.2. Motivasi Motivasi adalah suatu model dalam menggerakkan dan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan tugas masing-masing dalam mencapai tujuan dengan penuh kesadaran, kegairahan, dan bertanggungjawab. Oleh karena itu, motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Dalam psikologi, motivasi kerja sering disebut sebagai pendorong semangat kerja. Motivasi kerja adalah suatu usaha yang dapat menimbulkan suatu perilaku, mengarahkan perilaku, dan memelihara atau mempertahankan perilaku yang sesuai dengan lingkungan kerja dalam organisasi (Suseno dan Sugiyanto, 2010). Motivasi kerja merupakan kebutuhan pokok manusia dan sebagai insentif yang diharapkan memenuhi kebutuhan pokok yang diinginkan, sehingga jika kebutuhan itu ada akan berakibat pada kesuksesan terhadap suatu kegiatan. Karyawan yang mempunyai motivasi kerja tinggi akan berusaha agar pekerjaannya dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya (Tjalla, 2002). Suseno dan Sugiyanto (2010) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya komitmen organisasi menjadi empat bagian berikut: (1) Karakteristik pribadi, yaitu kondisi potensi, kapasitas kemampuan,dan kemauan seorang karyawan sesuai kebutuhan dunia kerja. Karakteristik pribadi ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, motivasi dan nilai-nilai personal; (2) Karakteristik pekerjaan, yaitu kondisi nyata berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri, hal ini meliputi tantangan pekerjaan, kesempatan untuk berinteraksi sosial, identitas tugas, dan umpan balik; (3) 160 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Karakteristik organisasi, yaitu desentralisasi dan otonomi tanggungjawab, partisipasi aktif karyawan, hubungan atasan dan bawahan, dan sifat dan karakteristik pimpinan serta cara-cara dalam pengambilan keputusan dan kebijakan; (4) Sifat dan kualitas pengalaman kerja seorang karyawan dengan berbagai aspek di dalamnya dapat mempengaruhi komitmen karyawan. Motivasi kerja karyawan mempengaruhi terbentuknya komitmen organisasi. Semakin tinggi motivasi kerja karyawan maka semakin tinggi komitmen organisasi. Karyawan yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi akan menilai pekerjaannya sebagai hal yang menarik, penuh tantangan untuk mengembangkan potensi dirinya, merasa senang dan mendapatkan kepuasan dalam melakukan pekerjaan, mereka akan lebih berusaha untuk mencapai hasil yang optimal dengan semangat yang tinggi, serta selalu berusaha untuk mengembangkan tugas dan dirinya. 2.3. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan salah satu komponen terpenting dalam karyawan menyelesaikan pekerjaannya. Disini yang dimaksud dengan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Saydam (2000) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai keseluruhan sarana prasarana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang melaksanakan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pekerjaan itu sendiri. Walaupun lingkungan kerja merupakan faktor penting serta dapat mempengaruhi kinerja karyawan, tetapi saat ini masih banyak perusahaan yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan kerja disekitar perusahaannya. Suatu kondisi lingkungan kerja dapat dikatakan baik apabila lingkungan kerja tersebut sehat, nyaman, aman dan menyenangkan bagi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana sesorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun kelompok. 2.4. Etika Kerja Dalam rumusan Sinamo (2005), etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral. Jika seseorang, suatu organisasi, atau suatu komunitas menganut paradigma kerja, mempercayai dan berkomitmen pada paradigma kerja tersebut, semua itu akan melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka yang khas. Itulah yang akan menjadi etos kerja dan budaya. Etos kerja merupakan fondasi dari sukses yang sejati dan otentik. Januarti dan Ashari (2006) menjelaskan bahwa hal-hal penting tentang etika kerja Islam yang harus diperhatikan adalah: adanya keterikatan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi tanggungjawabnya, berusaha dengan cara halal dalam seluruh jenis pekerjaan, dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam kerja, Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah SWT, diantara sifat pekerja adalah kuat dan dapat dipercaya dan profesionalisme. Organisasi yang berkaitan dengan etika kerja akan melatih manusia menjadi sumber daya manajemen yang profesional, seperti memperhatikan kepuasan kerja, sehingga menciptakan kebijakan yang akan menyebabkan komitmen organisasi antara karyawan dan memotivasi karyawan untuk memiliki prestasi kerja yang tinggi (Yousef, 2001). Etika kerja mungkin memiliki efek positif atau efek negatif pada komitmen organisasi. Cullen et al., (2003), dalam studi mereka di antara 411 karyawan di perusahaanperusahaan multinasional di Amerika Serikat, menemukan pengaruh positif dari kebijakan iklim etika dan 161 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 pengaruh negatif dari iklim etika egois terhadap komitmen organisasi. Prinsip iklim etika memiliki pengaruh positif pada karyawan profesional tapi tidak berpengaruh pada karyawan non-profesional. Sebuah studi antara 204 pengecer furnitur di Amerika Serikat, melaporkan bahwa keadilan adalah penting untuk menciptakan komitmen organisasi antara karyawan. Karyawan yang tetap bekerja dengan organisasi mungkin memiliki berbagai jenis komitmen. Ada tiga jenis komitmen afektif komitmen organisasi, komitmen kontinyu dan komitmen normatif. Komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan untuk dan keterlibatan dengan organisasi. Komitmen kelanjutan berkaitan dengan karyawan yang berharap untuk melanjutkan untuk bekerja atau meninggalkan organisasi berdasarkan laporan laba rugi pertimbangan. Terakhir, kekhawatiran komitmen normatif karyawan yang terus bekerja dalam organisasi karena kewajiban moral (Allen & Meyer, 1990). 2.5. Kompetensi Kompetensi pada umumnya diartikan sebagai kecakapan, ketrampilan, kemampuan. Kata dasarnya sendiri, yaitu kompeten, tentu saja berarti cakap, mampu, atau terampil. Pada konteks manajemen sumber daya manusia, istilah kompetensi mengacu kepada karakteristik seseorang yang membuatnya berhasil dalam pekerjaannya. Menurut Fustyana (2014) setidaknya terdapat dua pengguna istilah kompeten/kompetensi, yang menurutnya dianggap dapat dipertukarkan satu sama lain, yakni (1) Kompetensi digunakan untuk merujuk pada area pekerjaan atau peranan yang mampu dilakukan oleh seorang dengan kompeten (training design, manajemen proyek, manajemen keuangan dll). Makna ini bertumpu pada pemahaman yang lebih umum menurut kamus bahasa dan berkaitan dengan jabatan. Istilah ini biasanya berisi tentang deskripsi tugas-tugas pekerjaan dan output jabatan; (2) Kompetensi digunakan untuk merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak di balik kinerja yang kompeten (efficiency, customer orientation, human relationship, dll). Makna ini bertumpu pada upaya-upaya untuk meningkatkan efektivitas manajerial. Istilah ini biasanya berisi tentang deskripsi prilaku, sikap dan karakteristik seseorang dalam melakukan berbagai tugas pekerjaan untuk menghasilkan output jabatan yang efektif, outstanding atau superior. Kompetensi merupakan hal yang paling sulit ditiru, karena karakteristiknya yang memang berbeda dan spesifik bagi masing-masing individu. Sejalan dengan pendapat tersebut, di era hiper kompetitif berbasis pengetahuan seperti yang terjadi sekarang ini, kompetensi merupakan aset utama perusahaan sebagai sumber untuk membangun dan meraih keunggulan bersaing secara berkelanjutan. 2.6. Komitmen Menurut Faustyan (2014) komitmen terbagi menjadi dua bagian yaitu komitmen internal dan komitmen eksternal. Komitmen internal berasal dari dalam diri seseorang untuk menyelesaikan berbagai tugas, tanggung jawab dan wewenang berdasarkan pada alasan dan komitmen yang dimilikinya. Timbulnya komitmen internal ini sangat ditentukan oleh kemampuan pimpinan dan lingkungan organisasi/perusahaan dalam menumbuhkan sikap dan prilaku profesional dalam menyelesaikan tugas/tanggung jawab organisasi. Sedangkan komitmen eksternal timbul karena tuntutan lingkungan kerja terhadap penyelesaian tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh para karyawan. Menurut Robbins (2008) komitmen pada tugas adalah tingkat sampai mana seseorang karyawan yang memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. 162 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 3. Hipotesis 3.1. Hubungan Komitmen dengan Kepemimpinan Transformasional Hasil penelitian yang dilakukan Suseno dan Sugiyanto (2010) memperoleh beberapa kesimpulan bahwa kepimpinan transformasional berpengaruh terhadap komitmen afektif dan kontinuitas tetapi tidak berpengaruh terhadap komitmen normatif. Diduga bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Fitria et.al., (2013) menunjukkan bahwa secara simultan variabel kepemimpinan, komitmen organisasi, kualitas sumber daya, reward dan punishmen berpengaruh terhadap anggaran berbasis kinerja. Wang et.al., (2014) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap komitmen karyawan melalui mediasi pengaruh keadilan dan karakteristik pekerjaan, H1: Diduga kepemimpinan transformasionan berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. 3.2. Hubungan Komitmen dengan Motivasi Kerja Penelitian Tania dan Eddy (2013) mengenai pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional karyawan salah satu PT di Surabaya menunjukkan bahwa Ha-1 diterima dan Ho-1 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja (X1) berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisional karyawan (Y). Adanya motivasi kerja pada karyawan akan membuat karyawan tersebut bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan sehingga dapat menimbulkan komitmen organisasional karyawan. Hasil penelitian Suseno dan Sugiyanto (2010) menunjukkan bahwa motivasi kerja merupakan faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi. H2: Diduga bahwa motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. 3.3. Hubungan Komitmen dengan Lingkungan Kerja Rahmawanti et al., (2014) mengemukakan bahwa secara simultan lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan yang berpengaruh terhadap komitmen kerja karyawan. Kurniasari dan Abdul (2013) melalui penelitian yang pada Dinas Pasar di kota Jember menyimpulkan bahwa Lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap Komitmen organisasi. Lingkungan kerja yang diukur melalui indikator rancangan ruang kerja, rancangan peralatan pekerjaan, penerangan, pengaturan suhu dan udara, kebisingan, gaya kepemimpinan atasan merupakan faktor yang menentukan tercapainya komitmen organisasi. H3: Diduga bahwa lingkungan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. 3.4. Hubungan Komitmen dengan Etika Kerja Hasil penelitian Djafar dan Nurul (2013) menunjukan bahwa etika kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Penelitian yang dilakukan Aji dan Arifin (2003) pada internal auditor yang bekerja di Perbankan di wilayah Jawa Tengah mengemukakan bahwa Etika kerja islam berpengaruh signifkan terhadap komitmen organisasi melalui komitmen profesi. Semakin tinggi pelaksanaan kode etik dan pemahaman tentang dimensi pertanggungjawaban dalam etika kerja islam secara menyeluruh mencerminkan adanya komitmen terhadap internal auditor yang semakin tinggi pula. H4: Diduga bahwa etika kerja berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. 163 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 3.5. Hubungan Komitmen dengan Kompetensi Penelitian sebelumnnya Faustyana (2014) menunjukkan kompetensi dan komitmen secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kompensasi, kompetensi dan komitmen berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan pada KSP di Tuban. Apabila kompetensi dan komitmen tinggi maka akan meningkatkan kepuasan kerja. H5: Diduga bahwa kompetensi berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. 4. Metodologi Penelitian 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang menggunakan metode survei untuk menjelaskan pengaruh kepemimpinan transformasional, motivasi, lingkungan kerja, etika kerja dan kompetensi terhadap komitmen kerja karyawan, survey pada karyawan Batik Brotoseno. Metode survei merupakan metode pengambilan data primer yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (Indriantoro, 2002). Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yang mana data pokok dari sampel suatu populasi dikumpulkan dengan menggunakan instrument kuesioner di lapangan. 4.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian (Arikunto, 1998). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan sebuah usaha kecil dan menengah yang berjumlah 300 orang. 4.2.2 Sampel dan Teknik Sampling Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti. Apabila populasi kurang dari 100, lebih baik diambil semua hingga penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 1998). Sedangkan teknik penelitian ini menggunakan teknik random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak. 4.3. Data dan Sumber Data Dalam hal ini data primer yang diperlukan meliputi data mengenai asas kepemimpinan transformasional, asas motivasi, asas lingkungan kerja, asas etika kerja dan asas kompentensi dimana data tersebut diperoleh dengan menyebarkan kuisioner pada karyawan sebuah usaha kecil dan menengah, selanjutnya dilakukan penentuan nilai atau skor dari alternatif jawaban dengan menggunakan skala likert. Peneliti menggunakan skala likert dikarenakan metode tersebut mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap subyek dan obyek tertentu. 4.4. Definisi Operasional Variabel 4.4.1. Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh tiap pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa agar bawahannya tersebut dapat bekerja lebih semangat, bersedia bekerja sama dan mampu bekerja dengan disiplin tinggi terhadap tugas yang telah diberikan. Kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai penilaian kemampuan pemimpin mempengaruhi bawahan untuk membangkitkan kesadarannya akan pentingnya hasil kerja, mendahului kepentingan kelompok dan meningkatkan kebutuhan-kebutuhan bawahan pada tingkatan yang lebih tinggi sehingga tercapai kualitas hidup yang lebih baik. 164 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 4.4.2. Motivasi Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi yang tinggi untuk menjadi seorang auditor, akan menimbulkan komitmen yang tinggi terhadap organisasi auditor itu sendiri. Motivasi kerja adalah dorongan kerja yang timbul pada diri karyawan untuk berperilaku sehingga karyawan mau dan rela untuk mengerahkan kemampuannya yaitu keahlian, ketrampilan, tenaga dan waktu untuk melakukan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya sesuai tujuan yang ditentukan. 4.4.3. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat penting di dalam karyawan melakukan aktivitas bekerja. Dengan memperhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi karyawan untuk bekerja, maka dapat membawa pengaruh terhadap semangat kerja karyawan. 4.4.4. Etika kerja Etika kerja yang baik dapat membuat organisasi yang tinggi komitmen di antara karyawan, yang mendorong mereka untuk tetap bekerja dengan baik meskipun mereka kurang puas dengan pekerjaan mereka. 4.4.5. Kompetensi Kompetensi pegawai berpengaruh tehadap kinerja pegawai. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh pegawai dan sesuai dengan tuntutan pekerjaan maka kinerja pegawai akan semakin meningkat karena pegawai yang kompeten biasanya memiliki kemampuan dan kemauan yang cepat untuk mengatasi permasalahan kerja yang dihadapi, melakukan pekerjaan dengan tenang dan penuh dengan rasa percaya diri, memandang pekerjaan sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan secara ikhlas, dan secara terbuka meningkatkan kualitas diri melalui proses pembelajaran. 4.4.6. Komitmen Komitmen kerja atau komitmen organisasi merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh karyawan yang dapat menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi kerja yang dimilikinya. Komitmen organisasi bukan hanya kesetiaan pada organisasi, tetapi suatu proses yang berjalan dimana karyawan mengekspresikan kepedulian mereka terhadap organisasi dan prestasi kerja yang tinggi. Komitmen organisasi dalam penelitian ini adalah keinginan pegawai untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan organisasi. 4.5. Metode Analisis Data Dalam metode analisis data ini diuraikan mengenai teknik pengujian kuesioner dan teknik analisis data sebagai berikut: 4.5.1 Teknik pengujian kuesioner Berikut dikemukakan cara pengujian instrument yang digunakan: 4.5.1.1 Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur 165 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 oleh kuesioner tersebut (Ghozali,2001). Taraf signifikasi ditentukan 5%. Jika diperoleh hasil korelasi yang lebih besar dari r tabel pada taraf signifikansi 0,05 berarti butir pertanyaan tersebut valid. 4.5.1.2 Uji Reliabilitas Realiabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertannyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali,2001). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi Spearman Brown. Instrumen dikatakan valid jika t0> ttabel. Perhitungan koefisien korelasi dapat menggunakan alat bantu program computer yaitu SPSS versi 20. 4.5.1.3 Teknik Analisa Data Analisis untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional, motivasi, lingkungan kerja, etika kerja dan kompentensi terhadap komitmen kerja karyawan perusahaan. Analisis Regresi Linier Berganda untuk mengetahui pengaruh suatu variabel komitmen dihubungkan dengan variabel kepemimpinan transformasional, motivasi, lingkungan kerja, etika kerja dan kompetensi (Djarwanto dan Subagyo, 1996). 5. Hasil dan Pembahasan Komitmen organisasi mempunyai peranan penting bagi perusahaan dalam proses operasional. Demikian juga komitmen organisasi mempunyai peranan penting bagi individu anggota suatu perusahaan untuk membangun kerjasama, memupuk semangat kerja, dan menciptakan loyalitas pada perusahaan. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen kerja karyawan pada Sebuah usaha kecil dan menengah diperoleh hasil sebagai berikut : Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel motivasi mempunyai nilai koefisien paling besar, sehingga variabel motivasi merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi komitmen kerja karyawan dibandingkan dengan variabel lain. Berdasarkan hasil analisis penelitian secara terpisah diperoleh hasil bahwa kepemimpinan transformasional di sebuah usaha kecil dan menengah memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis regresi yang telah dilakukan yaitu nilai signifikan pada uji t sebesar 0,000 (kurang dari 0,05) artinya dengan adanya kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan komitmen kerja karyawan. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis pertama yang menyatakan kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suseno dan Sugiyanto (2010) bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Semakin tinggi karyawan menilai bahwa atasannya melakukan kepemimpinan transformasional maka akan meningkatkan motivasi kerjanya, dan hal ini akan mempengaruhi komitmen organisasinya terutama komitmen afektif dan komitmen kontinutias. Penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Fitria et.al., (2013) dan Wang et.al., (2014) bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Hasil penelitian variabel motivasi di sebuah usaha kecil dan menengah memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa regresi yang telah dilakukan yaitu nilai signifikansi pada uji t sebesar 0,006 (kurang dari 0,05) artinya adanya motivasi dapat meningkatkan komitmen kerja karyawan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis kedua yang menyatakan bahwa motivasi 166 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Dengan demikian penelitian ini sesuai dengan penelitian Tania dan Eddy (2013) mengenai motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap komitmen karyawan. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Suseno dan Sugiyanto (2010) menunjukkan bahwa motivasi kerja merupakan faktor yang mempengaruhi komitmen kerja. Hasil penelitian variabel lingkungan kerja di sebuah usaha kecil dan menengah memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari analisa regresi yang dilakukan yaitu nilai signifikansi uji t 0,002 (kurang dari 0,05) artinya adanya lingkungan kerja dapat meningkatkan komitmen kerja karyawan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis ketiga yang menyatakan lingkungan kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmawanti et.al., (2014) bahwa secara simultan lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Penelitian ini mendukung hasil Kurniasari dan Abdul (2013) bahwa ada pengaruh signifikan lingkungan kerja terhadap komitmen kerja. Hasil penelitian variabel etika kerja di sebuah usaha kecil dan menengah memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari analisa regresi yang dilakukan yaitu nilai signifikansi uji t 0,002 (kurang dari 0,05) artinya adanya etika kerja dapat meningkatkan komitmen kerja karyawan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis keempat yang menyatakan etika kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Djafar dan Nurul (2013); Aji dan Arifin (2003) bahwa etika kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Mendukung penelitian yang dilakukan Januarti dan Ashari (2006) bahwa etika kerja islam berengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Hasil penelitian variabel kompetensi di sebuah usaha kecil dan menengah tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Karena kompetensi pengetahuan karyawan di Sebuah usaha kecil dan menengah masih kurang dan tidak memiliki sistem kenaikan karir sehingga membuat karyawan tidak memiliki motivasi kerja. Hal ini dapat dilihat dari analisa regresi yang dilakukan yaitu nilai signifikansi uji t 0,137 (lebih dari 0,05) artinya adanya kompetensi tidak berpengaruh dalam meningkatkan komitmen kerja karyawan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Faustyana (2014) yang menyatakan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Didukung hasil penelitian Sujana (2012) yang menyatakan adanya pengaruh signifikan kompetensi dengan komitmen organisasi, semakin tinggi kompetensi auditor internal/pegawai inspektorat, maka semakin tinggi pula komitmennya terhadap organisasi. Sebaliknya semakin rendah kompetensi auditor internal/pegawai inspektorat, maka semakin rendah komitmennya terhadap organisasi. Hasil analisis berdasarkan uji F diperoleh nilai Fhitung > Ftabel yaitu 4,740 > 2,37 dengan nilai signifikan kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,001. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan kepemimpinan transformasional, motivasi, lingkungan kerja dan etika kerja terhadap komitmen kerja karyawan. Kompetensi tidak berpengaruh signifkan terhadap komitmen kerja karyawan. 6. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen kerja karyawan yang terdiri dari kepemimpinan transformasional, motivasi, lingungan kerja, etika kerja dan kompetensi terhadap komitmen kerja karyawan di sebuah usaha kecil dan menengah. Responden dalam penelitian ini berjumlah 90 karyawan. Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang 167 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 mempengaruhi komitmen kerja karyawan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel motivasi mempunyai nilai koefisien paling besar, sehingga variabel motivasi merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi komitmen kerja karyawan dibandingkan variabel lain; (2) Secara bersama-sama variabel kepemimpinan transformasional, motivasi, lingungan kerja dan etika kerja mempunyai pengaruh terhadap komitmen kerja karyawan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi hasil pengujian uji F sebesar 0,001; (3) Hasil uji t menunjukan bahwa kepemimpinan transformasional, motivasi, lingungan kerja dan etika kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan, hal ini ditunjukan oleh nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05. 6.1. Keterbatasan penulisan Keterbatasan pada penelitian ini antara lain adalah penelitian hanya terhadap lima variabel yang terdiri dari variabel kepemimpinan transformasional, motivasi, lingkungan kerja, etika kerja dan kompetensi dengan tujuan mengembangkan dan meningkatkan profesionalitas karyawan dalam pekerjaanya dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Sedangkan variabel analisis faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen kerja karyawan lebih dari lima variabel. 6.2. Saran Beberapa hal yang dapat dikemukakan sebagai pertimbangan antara lain: (1) Variabel kepemimpinan transformasional, motivasi, lingungan kerja dan etika kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan, oleh karena itu pihak pengambilan keputusan perlu melakukan upaya untuk memperkuat dan mempertahankan empat variabel yang berpengaruh signifikan; (2) Variabel kompetensi merupakan variabel yang tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja karyawan di sebuah usaha kecil dan menengah oleh karena itu pihak pengambilan keputusan (Pimpinan Perusahaan) hendaknya melakukan peningkatan kompetensi yang ada agar lebih baik lagi seiring dengan perkembangan zaman; (3) Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan untuk menambah variabel komunikasi dan kinerja karyawan yang dapat dijadikan indikator dalam penelitian lanjutan. Daftar Pustaka Ahyari, A. (2001). Manajemen Produksi, Yogyakarta: BPFE. Aji, Gunawan dan Arifin Sabeni. (2003), “Pengaruh Etika Kerja Islam Terhadap Komitmen Organisasi dengan Komitmen Profesi Sebagai Variabel INTERVENING (Studi Empiris Terhadap Internal Auditor Bank di Jawa Tengah),” Simposiuml Nasional Akuntansi VI, Surabaya 16-17. Allen, N. J., & Meyer, J. P. (1990), “The Measurement and Antecedents of Affective, continuance and Normative Commitment,” Journal of Occupational Pshychology, 63, 1, pp.1-18. Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rhineka Cipta. Bass, B. M. (1990). “From transactional to transformasional leadership: learning to share the vision,” Organizational Dynamics,Vol.18, No.2, pp. 9‐31. Cullen, J. B., Parboteeah, K. P., dan B. Victor. (2003), ”Efek dari iklim etika organisasi Komitmen: analisis dua studi,”. Jurnal Etika Bisnis, Vol.46, No.2, pp. 127-141. Dessler, Gary. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke10, PT. Indeks, Jakarta. 168 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Djafar, Fariastuti dan Nurul Komari. (2013). ”Etika kerja, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi di Bank Syariah Indonesia,” International Business Research,Vol.6, No.12. Djarwanto dan Pangestu Subagyo. (1988). Statistik Induktif, Yogyakarta : BPFE. Faustyana. (2014). ”Pengaruh Kompetensi dan Komitmen Pada Tugas Terhadap Kinerja Karyawan pada Hotel Dharma Deli Medan,” Jurnal Manajemen dan Bisnis,Vol.14, No.01. Fitria, Syarifah Massuki, Unti Ludigdo dan Ali Djamhuri. (2013). “Pengaruh Gaya Kepeimpinan, Komitmen, Organisasi, Kualitas Sumber Daya, Reward, dan Punishment terhadap Anggaran Berbasis Kinerja (Studi Empirik Pada Pemerintahan Kabupaten Lobok Barat),” Jurnal Dinamika Akuntansi, Vol.5, No.2, pp. 157-171. Ghozali. (2001). Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Griffin, Ricky. (2004). Management, Jakarta:Erlangga. Hariandja, M. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Hidayat, Muchtar. (2013), “Analisis Komitmen (Affective, Continuance dan Normative) Terhadap Kualitas Pelayanan Pengesahan STNK Kendaraan Bermotor (Studi Empiris pada Kantor Bersama Samsat di Propinsi Kalimantan Timur),” Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.12, No.1, pp. 11-23. Indriantoro, Nur. (2000). “Pengaruh Komputer Anxiety terhadap Keahlian Dosen dalam Pengembangan Komputer”. Jurnal Akuntasi dan Auditing Indonesia, Vol. 4, No.2, pp.191-210. Januarti, Indira dan Ashari Bunyaanudin. (2006). “Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Kerja Terhadap Hubungan Antara Etika Kerja Islam Dengan Sikap Tehadap Perubahan Organisasi,” JAAI, Vol 10, No.1. Kurniasari, Devi dan Abdul Halim. (2013), “Pengaruh Lingkungan Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Pada Dinas Pasar Unit Pasar Tanjung Kabupaten Jember,” Jurnal Ilmu Ekonomi, Vol. 8, No.2. Melia, I dan Anggraini sukmawati. (2011). ”Analisis Komitmen Organisasi Melalui Faktor Quality Of Work Life”(studi kasus fakultas ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor),” Jurnal Manajemen dan organisasi, Vol.2, No.3. Nitisemito, Alex S. (2000). Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rahmawanti, N A, Bambang S & Arik P. (2014). ”Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karywan (Studi pada karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara),” Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.2, No.2. Robbin, Stephen P. & Judge Timothy A. (2008). Prilaku Oganisasi Edisi ke-12,Jakarta: Salemba Empat. Saydam, G. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management), Jakarta: Djambatan. Sedarmayanti. (2009). Pengembangan Kepribadian Pegawai. Bandung: Mandar Maju. Sinamo, Jansen. (2005). Delapan Etos Kerja Profesional, Navigator Anda Menuju Sukses, Bogor: Grafika Mardi Yuana Sugiyono, (1999). “Statistik Nonparametris Untuk Penelitian”, Cetakan Pertama, Bandung : CV. Alfabeta. 169 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Sujana, Edy. (2012). “Pengaruh Kompetensi, Motivasi, Kesesuaian Peran dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Auditor Internal Inspektorat Pemerintah Kabupaten (Studi pada Kantor Inspektorat Kabupaten Badung dan Buleleng)”. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika, Vol.2, No.1. Supriyanto, Yudi.(2015). “Pengaruh Kompensasi, Kompetensi dan Komitmen Organisasional Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan Koperasi”. Prosiding Seminar Nasional, 9 Mei. Suseno, M A dan Sugiyanto. (2010). ”Pengaruh Dukungan Sosial dan Kepemimpinan Transformasional terhadap Komitmen Organisasi dengan Mediator Motivasi Kerja,” Jurnal Psikologi, Volume 37, No.1, 94-109. Tania, Anastasia dan Eddy M. Sutanto.(2013). “Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Karyawan PT. DAI KNIFE Surabaya,” AGORA, Volume 1,No.3. Tjalla, A. (2002). “Beberapa Faktor Penentu Produktivitas Kerja Karyawan (Studi kasus usaha service elektronika di Kotamadya Makasar),” Jurnal Phronesis,Vol.5,No.7, pp. 1‐23. Wang, Xueli , Lin Ma dan Mian Z. (2014). ”Leadership and Agency Worker’s Organizational Commitment : The Mediating Effect of Organizational Justice and Job Characteristics,”Social Behavior and Personality, Vo.42, No.1, pp. 25-36. Winanti, Marliana Budhiningtias. (2011). Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Karyawan (Survei Pada PT. Frisian Flag Indonesia Wilayah Jawa Barat), Program Studi Manajemen Informatika:Universitas Komputer Indonesia. Yousef, D. A. (2001). “Etika-karya Islam moderator antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja dalam konteks lintas budaya,”Personil Review, Vol.30, No.2, pp. 152-169. Zohar, Danah dan Ian Marshal. (2000). Spiritual Capital, Penerbit Bloomsbury: London. BIOGRAFI PENULIS Sri Padmantyo adalah dosen di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dia Memperoleh gelar Master of Business Adminstration dari University of Missouri, Kansas City. Fokus penelitiannya pada manajemen sumber daya manusia. Alamat email: [email protected]. Mulyaningsih adalah mahasiswa Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 170 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 INDIVIDUAL DAN ORGANIZATIONAL UNLEARNING: PROPOSISI HUBUNGAN MODERASI CROSS-LEVEL Henri Dwi Wahyudi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: [email protected] Abstract Unlearning stripped result old learning to give space for new information and new attitude. Unlearning is undoubtedly for individu or organization to receive new knowledge (herdberg,1981), increase innovation performance (pighin &Marzona,2011) and increase the company abbility to facing crisis (Starbuck, 1995), this article give six preposision that connect the literature from micro level and macro level use the mediation variable, multi level moderation to explain the fenomena in organizational behavior that don’t have enough support in empirical, individual and organizational unlearning. Key words: individual unlearning, organizational unlearning, person-organizational fit 1. Pendahuluan Kompleksitas persaingan bisnis menuntut organisasi untuk selalu belajar dari setiap perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya. Organisasi tidak hanya dituntut untuk menjadi adaptif, akan tetapi lebih dari itu, organisasi yang berkinerja baik memiliki karakteristik sebagai organisasi pembelajar atau learning organization (Huber, 1981). Pada proses pembelajaran tersebut, organisasi akan membentuk kurva pembelajaran yang menjadi dasar bagi interaksi antara individu, organisasi dan lingkungannya. Lebih lanjut, guna membangun kapabilitas inovasi, manajer harus menyadari hambatan dalam belajar selain memiliki pemahaman yang luas tentang interaksi antara pembelajaran pada level individu (mikro) dan level organisasi (makro)- dimana kedua level pembelajaran tersebut memiliki anteseden dan konsekuensi yang berbeda namun saling melengkapi. Pada level individu, pembelajaran terkait dengan aspek explicit knowledge dan tacit knowledge (Nonaka & Takeuchi, 1995). Tacit knowledge sangat melekat pada individu dan hanya dapat dibagikan melalui experience sharing, bersifat simultan dan berlawanan karakteristiknya dengan explicit knowledge. Bagaimana keduanya dikelola, disimpan dan dipertahankan, akan menjadi modal strategis bagi organisasi untuk masuk ke fase perekonomian terkini, yaitu knowledge based economy. Literatur lain dalam kajian learning organization adalah konsep individual unlearning organizational unlearning. dan Bahwasanya, kedua konsep ini bukan merupakan konsep yang saling bertentangan akan tetapi konsep yang berlangsung secara simultan dalam organisasi pembelajar. Unlearning, lahir dari serangkaian studi yang panjang mengenai bagaimana organisasi dapat gagal, berhasil atau bertahan menghadapi krisis (Hedberg, 1981; Nystrom, Hedberg, and Starbuck, 1976; Starbuck and Hedberg, 1977; Starbuck and Nystrom, 1981; Starbuck, Greve, and Hedberg, 1978). Unlearning muncul sebagai elemen penting akibat terjadinya perubahan dan inovasi dalam organisasi. Topik unlearning cukup banyak dikaji dalam literatur pembelajaran orang dewasa, literatur pembelajaran organisasional dan literatur manajemen pengetahuan. Meski demikian, dari sejumlah besar penelitian tentang organizational learning, sangat sedikit yang diketahui tentang konseptualisasi dan operasionalisasi dari organizational unlearning. Apakah individual unlearning dan organizational unlearning merupakan konsep yang sama ? jika tidak, dimanakah batas keduanya? 171 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tujuan penulisan artikel ini adalah melakukan telaah literatur unlearning guna menyusun proposisi yang dapat menjelaskan anteseden, faktor pemoderasi/ pemediasi dan konsekuensi unlearning. Artikel terbagi menjadi empat bagian, yaitu pendahuluan, telaah literatur dan penyusunan proposisi, saran bagi penyusunan disain penelitian, dan kesimpulan. Artikel ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis bagi kajian dalam perilaku organisasional yang berkaitan dengan ketidakpastian dan perubahan (seperti kreativitas dan inovasi), dan perilaku organisasi pada situasi krisis. 2. Telaah Literatur dan Penyusunan Proposisi 2.1 Pengertian Unlearning Dari berbagai literatur yang berkaitan dengan unlearning, sejumlah definisi telah disusun. Menurut Hedberg (1981) dalam Becker (2005), pengetahuan tumbuh, dan sekaligus menjadi usang karena terjadinya perubahan. Proses memahami melibatkan, belajar dari pengetahuan baru dan membuang pengetahuan yang usang dan menyesatkan. Proses “membuang” inilah yang disebut Hedberg (1981) sebagai unlearning. Newstrom (1983) dalam Becker (2005) mendefinisikan unlearning sebagai proses mengurangi atau menghilangkan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya atau kebiasaan yang akan menjadi penghalang besar untuk belajar pengetahuan baru. Pada pengertian yang serupa, Prahalad dan Bettis (1986) dalam Becker (2005) mendefinisikan unlearning sebagai proses dimana perusahaan menghilangkan logika dan perilaku yang lama, dan meyediakan ruang bagi yang baru. Akhirnya, Starbuck (1996) menyatakan unlearning sebagai proses yang menunjukkan bahwa seseorang dalam situasi tertentu (misal: dalam situasi krisis) seharusnya tidak lagi bergantung pada keyakinan dan metode mereka saat ini. Semua definisi di atas mengakui potensi pengetahuan yang ada berikut perilaku yang dapat mengganggu belajar. Oleh karena itu, unlearning nampaknya sangat berperan dalam proses memperoleh pengetahuan dan perilaku baru. Lebih lanjut, pada rentang definisi, terkadang definisi dibuat untuk unlearning dihadapi oleh individu, dan lainnya mengacu khusus untuk organisasi. Definisi ini adalah serupa, bahwa mereka umumnya mengakui unlearning sebagai proses bukan peristiwa diskrit dan, kedua, mereka juga mengakui keterkaitan yang erat antara belajar atau memperoleh pengetahuan baru, dan unlearning. Dapat dikatakan bahwa membuat perbedaan antara belajar dan unlearning tidak diperlukan. Namun, setidaknya beberapa literatur di bidang pembelajaran khusus, tidak mengakui keberadaan dari pengetahuan yang telah ada sebelumnya dan potensi dampak pada proses pembelajaran. Kurangnya pengakuan atas hasil pembelajaran sebelumnya disebut oleh Newstrom (1983) sebagai clean slate fallacy yang berasumsi bahwa peserta didik adalah kain yang bersih atau kapal kosong yang menunggu untuk memperoleh pengetahuan baru tanpa gangguan belajar sebelumnya. Oleh karena itu, harus diakui bahwa ada perbedaan jelas antara proses unlearning dan belajar, meskipun mereka mungkin terjadi secara bersamaan. Hal ini juga menekankan bahwa unlearning tidak harus dilihat sebagai tujuan itu sendiri. Alasan utama untuk mendorong atau terlibat dalam unlearning adalah untuk memungkinkan masuknya pengetahuan atau perilaku baru, dan sebagai sarana untuk membantu pembelajaran, inovasi dan perubahan. Secara umum, unlearning didefinisikan sebagai proses dimana individu dan organisasi mengakui dan melepaskan pengetahuan lama sebelum belajar untuk mengakomodasi informasi dan perilaku yang baru. Pandangan alternatif mengenai unlearning diajukan oleh Klein (1989) dalam Becker (2005) yang mengajukan a parenthetic model of unlearning. Klein berargumen bahwa pengetahuan lama tidak dihapus, tetapi disimpan untuk situasi di mana diyakini bahwa pengetahuan baru tidak berlaku. Oleh 172 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 karena itu, disarankan bahwa keputusan yang dibuat oleh individu berdasarkan konteks situasi. Klein percaya bahwa individu selalu mempelajari cara-cara baru dalam merespon situasi tertentu daripada unlearning untuk respon tertentu. Untuk dapat terus tumbuh dan berkembang maka penting untuk mempelajari metode baru sebagai bentuk respon atas situasi tertentu. Jika bertindak demikian, maka individu harus fokus pada perubahan referensi, pola pikir atau tindakan. Sementara itu, Klein juga berargumen bahwa fokus hanya pada unlearning juga tidak diperlukan; pada proses perbaikan, peningkatan dan pertumbuhan, penting bagi individu dan organisasi untuk mengenali kebiasaan, pengetahuan dan /atau perilaku sebelumnya yang tidak lagi optimal dan kemudian melepaskan mereka agar dapat memperoleh pandangan yang baru (Nystrom & Starbuck 1984). 2.2 Emotional Intellegence dan Individual Unlearning Mayer and Salovey (1997) mendefinisikan emotional intelligence (EQ) sebagai kemampuan untuk mengelola emosi dan menggunakannya untuk meningkatkan kinerja yang berkaitan dengan kognitif, dan secara efektif mengatur emosi. Individu yang memiliki EQ adalah individu yang efektif dalam hubungan interpersonal dan selanjutnya mereka akan memperoleh psychological safety (Carmeli, Yitzhak-Halevy, and Weisberg, 2009; Mayer, Caruso, and Salovey, 1999 dalam Lee, 2013). Lebih lanjut, Gardner (1993) mendefenisikan EQ sebagai kemampuan (ability) untuk menyelesaikan masalah atau menemukan hal-hal yang memiliki nilai pada lingkungan dengan setting kultur yang berbeda. EQ juga berfungsi sebagai katalis dalam proses pembelajaran karena EQ memampukan individu untuk memahami, mengelola dan menggunakan emosinya untuk memutuskan perilaku tertentu. Argumen tersebut menjadi dasar bagi penyusunan proposi, sebagai berikut: Proposisi 1: kecerdasan emosional atau emotional intelligence (EQ) berpengaruh positif pada individual unlearning. 2.3 Organizational Memory dan Organizational Unlearning Stein (1995) mendefinisikan organizational memory (OM) sebagai kemampauan organisasi untuk mempertahankan dan mentransmisikan informasi dari masa lalu kepada anggota organisasi di masa depan. Stein juga menekankan bahwa OM memiliki implikasi dan hubungan langsung dengan learning dan unlearning. Kekuatan OM terletak pada ketersediaan tangible (misal: Standar Operating and Procedure) dan intangible asset (misal: organizational climate), sebagaimana dinyatakan oleh Levit dan March (1988) dalam Becker (2005): ...how organizations encode, store, and retrieve the lessons of history despite the turnover of personnel and the passage of time. Berdasar penjelasan tersebut, maka justifikasi bahwa explicit knowledge dan tacit knowledge telah dikelola dengan baik dalam organisasi turut menentukan pembentukan OM dan kemampuan organisasi melakukan unlearn. Argumen tersebut menjadi dasar bagi penyusunan proposi, sebagai berikut: Proposisi 2: organizational memory berpengaruh positif pada organizational unlearning. 2.4 Person – Organization Fit sebagai Variabel Moderasi Kristoff (1996) mendefinisikan person-environment fit (PE FIT) sebagai kompatibilitas antara individu dan organisasi, yang dapat terjadi manakala: (a) setidaknya salah satu pihak memenuhi kebutuhan pihak yang lain; (b) kedua belah pihak saling berbagi karakteristik fundamental yang serupa; (c) keduanya. Lebih lanjut, menurut Kristof-Brown, et al (2005), melakukan meta analisis dan meringkas temuan empiris, menyimpulkan bahwa kesesuaian atau fit antara person – environment adalah konsep yang bersifat 173 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 multi dimensi, meliputi: person-vocation fit (PV fit), person-organization fit (PO fit), person-job fit (PJ fit), person-group fit (PG fit), dan person-supervisor fit (PS fit). Dimensi fit yang berbeda dapat menjadi pemediasi bagi variabel yang berbeda pula. Beberapa teori menghubungkan PE Fit dengan sikap dan perilaku di tempat kerja, antara lain Theory of Work Adjustment (Dawis & Lofquist, 1984) yang menyatakan bahwa PE Fit mencerminkan tingkat penyesuaian antara pemenuhan kebutuhan biologi dan psikologi pekerja oleh organisasi dan pemenuhan kebutuhan organisasi oleh kemampuan pekerja. Pemenuhan ini menghasilkan kepuasan kerja yang selanjutnya dapat mempengaruhi turnover. The Fit Model (Schneider, 1975, 2001 dalam Miron, Erez, & Naveh, 2004) juga menyatakan bahwa individu dapat mengaktualisasikan potensinya ketika budaya organisasi kongruen dengan nilai, minat dan kapabilitas kerja mereka. Contohnya, budaya organisasi yang dapat menumbuhkan inovasi adalah budaya yang memungkinkan karyawan yang kreatif untuk mewujudkan kreativitas tersebut pada kinerjanya. Ketika individu berada dalam lingkungan kerja yang sesuai dengan tipe kepribadian, kemampuan maupun belief maka individu tersebut dapat mengembangkan potensi dirinya. Tingkat kesesuaian yang tinggi antara individu dengan organisasi akan memperkuat hubungan EQ dengan individual unlearning. Proposisi 3: person- organization fit memoderasi hubungan kecerdasan emosional atau emotional intelligence (EQ) dan individual unlearning Ketika organisasi memiliki anggota dengan tipe kepribadian, kemampuan maupun belief yang dibutuhkan, maka organisasi dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Tingkat kesesuaian yang tinggi antara organisasi dengan individu akan memperkuat hubungan organizational memory dan organizational unlearning. Proposisi 4: person- organization fit memoderasi hubungan organizational memory dan organizational unlearning 2.5 Individual Unlearning dan Creative Performance Telah banyak dinyatakan dalam literatur perilaku organisasional, bahwa meningkatkan performa kreatif individu adalah sebuah langkah penting jika organisasi ingin memperoleh keunggulan kompetitif (Amabile, 1988; Devanna & Tichy, 1990; Kanter, 1983; Shalley, 1995 dalam Oldham dan Cumming, 1996). Ketika individu dapat menunjukkan performa kreatifnya, maka mereka akan menghasilkan produkyang memiliki keterbaruan dan manfaat, ide, atau prosedur yang membuat organisasi dapat terus menginisiasi dan mengimplementasikannya (Amabile, 1988; Staw, 1990; Woodman, Sawyer, & Griffin, 1993 dalam Oldham dan Cumming, 1996). Inisiasi dan implementasi produk ini, memampukan organisasi untuk merespon setiap kesempatan, sehingga mereka dapat beradaptasi, tumbuh dan bersaing (Kanter, 1983, 1988; March & Simon, 1958; Van de Ven, 1986; Van de Ven & Angle, 1989 dalam Oldham dan Cumming, 1996). Proposisi 5: individual unlearning memediasi hubungan Emotional Intelligence dan creativity 2.6 Organizational Unlearning dan Innovative Performance Berdasar Fit Model, innovative performance adalah produk cultural dan karakteristik individu (Scott & Bruce, 1994). Hal yang serupa, kualitas adalah produk dari karakteristik individu yang kongruen dengan budaya yang beorientasi kualitas dan efisiensi adalah produk dari budaya yanng berorientasi hasil atau outcome yang juga dikombinasikan dengan karakteristik individu. Kurang kongruennya individu yang kreatif dengan lingkungannya dapat menghambat innovative performance. 174 Cultural atau budaya Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 organisasi, adalah karakter kuat yang melekat pada organisasi yang dibangun secara filosofis dan historis sebagai pembeda dengan organisasi lainnya. Sebagai produk kognitif, budaya juga merupakan hasil dari pembelajaran organisasi Proposisi 6: organizational unlearning memediasi hubungan organizational memory dan organizational unlearning P1 P5 Emotional Individual Creative Intelligence Unlearning Performance Organizational Innovative P3 Person – Organization Fit P4 Organizational Memory P2 Unlearning P6 Performance Gambar 1. Kerangka Berpikir Teoritis 3. Saran Bagi Penyusunan Disain Penelitian 3.1 Variabel Mediasi/ Moderasi Multi Level Analisis hubungan mediasi adalah metode yang dapat membantu para peneliti memahami mekanisme yang mendasari fenomena yang mereka pelajari. Dasar kerangka hubungan mediasi melibatkan tiga variabel sistem di mana sebuah awal variabel bebas mempengaruhi variabel mediatsi, yang pada gilirannya, mempengaruhi suatu variabel hasil (Baron & Kenny, 1986). Tujuan dari analisis mediasi adalah untuk menentukan apakah hubungan antara variabel awal dan hasil ini disebabkan, seluruhnya atau sebagian, oleh variabel mediator. Analisis mediasi dapat diterapkan di berbagai macam situasi penelitian eksperimen dan non-experimen, termasuk penelitian laboratorium dan studi lapangan. Lebih lanjut, analisis mediasi sangat berguna dalam penelitian yang bertujuan melakukan pencegahan, di mana memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi intervensi yang diinginkan. Analsis mediasi dan moderasi dapat diterapkan pada level analisis yang berbeda yang disebut sebagai multilevel mediational/ moderational modeling. Kelebihan model ini terletak pada fleksibilitasnya yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan mediasi/ moderasi pada kelompok sampel berjenjang dengan memperhatikan pengaruh variabel secara individu maupun secara agregat. Proposisi di atas dapat diuji menggunakan multi level random coefficient modeling yang diajukan oleh Hofman, Griffin, Gavin (2000) dalam Zohar dan Luria (2005). Pada studinya tentang safety climate, Zohar dan Luria (2005) 175 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 mengacu prosedur Blise (2002) dan Singer (1998) menggunakan SAS Proc Mixed (Littell, Millken, Stroup, Wolfinger, 1996) yang dapat menguji efek mediasi atau moderasi pada hubungan multi level. 3.2 Penyusunan Konstruk Keterbatasan hasil studi empiris, kurang memungkinkan peneliti untuk mereplikasi konstruk yang tersedia. Guna mensiasati hal tersebut, pengujian proposisi dalam artikel ini dapat mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Lankau & Scandura (2002) yaitu melakukan studi pendahuluan yang bersifat kualitatif dengan cara interview dan telaah literatur. Untuk menguji validitas konstruknya, peneliti dapat melakukan serangkaian uji validitas untuk menentukan validitas isi, validitas konvergen dan validitas diskriminan, antara lain menggunakan multi trait multi method (MTMM). 4. Kesimpulan Meski pengertian unlearning telah banyak ditulis, studi empiris pada topik ini belum terlalu banyak. Artikel yang lebih baru ditulis oleh para praktisi dan konsultan yang didasarkan pada pendapat dan pengalaman mereka dalam organisasi, penelitian lebih kuat di daerah ini akan membantu baik dukungan atau disconfirming banyak asumsi, rekomendasi, dan teori-teori ditawarkan berkaitan dengan unlearning Pengetahuan tumbuh, dan sekaligus menjadi usang karena perubahan realitas. Memahami melibatkan kedua belajar pengetahuan baru dan membuang usang dan pengetahuan menyesatkan Referensi Amabile T M. (1988). A Model of Creativity and Innovatioon in Organizations. Research in Organizational Behavior, 10. Baron, R.M., Kenny, D.A., 1986. The moderator–mediator variable distinction in social psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of personality and social psychology, 51 (6) Becker, K. L. (2005). Individual and organisational unlearning: directions for future research. International Journal of Organisational Behaviour, 9(7), 659-670. Lankau, M. J., & Scandura, T. A. (2002). An investigation of personal learning in mentoring relationships: Content, antecedents, and consequences. Academy of Management Journal, 45(4), 779-790. Lee , Li-Yueh. (2013). The Antecedents Of Innovation Climate: Cross-Level Mediation Perspectives. Proceeding Of 2013 International Conference In Technology Innovation And Industrial Management. Miron, Ella, Miriam Erez, And Eitan Naveh. (2004). Do Personal Characteristics And Cultural Values That Promote Innovation, Quality, And Efficiency Compete Or Complement Each Other?. Journal Of Organizational Behavior. 25, 175–199. Nystorm, PC & Starbuck, WH. (1984). To avoid crisis, Unlearn. Organizational Dynamics, 12(4), 53. Pighin, & Maurizio Anna Marzona. (2011), Unlearning/Relearning In Processes Of Business Information Systems Innovation. Journal Of Information And Organizational Sciences. 35 (1), 59-72 Oldham, Greg R. & Anne Cumming. (1996). Employee Creativity: Personal And Contextual Factors At Work. Academy Of Management Journal. Vol. 39. No. 3. 607-634. Schein E.H., (2006), From Brainwashing to Organizational Therapy: a Conceptual and Empirical Journey in Search of ‘Systemic’ and a General Model of Change Dynamics”, in Organization Studies 27/2, SAGE Publications, London, UK Zohar, Dov., & Gil Luria. (2005). Multilevel model on safety climate: Cross-level Relationship between organization and group-level climates. Journal of Applied Psychology, 90(4), 616-628. 176 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PERILAKU SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP NILAI INFORMASI PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DAERAH ( Studi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Semarang ) Via Agustina1 dan Ika Kristianti2 Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro no. 52-60 salatiga 50711 Email: [email protected] 1 [email protected] 2 Like Soegiono3 Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro no. 52-60 salatiga 50711 Email: [email protected] 3 Aprina Nugrahesthy SH4 Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro no. 52-60 salatiga 50711 Email: [email protected] 3 Abstract The purpose of this research is to evaluate the behavior of human resources (within the perspective of relationship between human resources quality and information technology utilization), and internal control, with value of financial reporting information from district government’s financial report. This research is quantitative research. The population of this research is accountancy/ clerical of financial in SKPD kabupaten Semarang that are amounted to 12 SKPD. This research use total sampling method to take the sample. The method of collecting the data is using questionaire. The methods of analysis are using divide regression with testing t. The results of this study demonstrate that the quality human resources, use of information technology, and controlling intern accountancy significantly influence the reliability and the timeliness. Government agency can improve the financial credibility with utilization of optimum information technology and controlling intern accountancy. Keywords : Human resources behavior, internal control, value of financial reporting information 1. Pendahuluan Akuntabilitas dan transparansi menjadi salah satu tuntutan masyarakat untuk menjadikan Indonesia bersih. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006). Laporan keuangan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dengan demikian, informasi yang dipublikasikan tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pemakai. Informasi akan bermanfaat apabila informasi tersebut dapat dipahami, dipercaya dan digunakan oleh pemakai informasi tersebut (Andriani, 2010). 177 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Dalam menghasilkan laporan keuangan yang digunakan sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi, sumber daya manusia berperan dalam menyiapkan dan menyajikan laporan keuangan yang dapat diandalkan dan tepat waktu. Peran sumber daya manusia dalam berperilaku dapat dilihat dari kapasitas sumber daya manusia tersebut dan pemanfaatan teknologi informasi. Selain itu, persiapan dan penyajian laporan keuangan tidak lepas dari pengendalian internal yang terkait dengan proses penyusunan laporan keuangan. Rahadi (2007) menyatakan bahwa Teknologi Informasi (TI) mempunyai manfaat atau kemudahan bagi seseorang dalam menghemat waktu maupun tenaga. Kewajiban pemanfaatan teknologi informasi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah yang merupakan pengganti dari PP No. 11 Tahun 2001 tentang Informasi Keuangan Daerah. Hal lain yang mungkin mempengaruhi kualitas informasi akuntansi adalah pengendalian intern akuntansi. Pengendalian intern pemerintah daerah diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Kawedar (2009) menyatakan, bahwa untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi terhadap laporan keuangan maka diperlukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyelenggara pemerintah selalu berharap dapat menujukkan akuntabilitas dan transparansi dalam mempertanggungjawabkan segala upaya yang telah dilakukan. Penelitian ini akan dilakukan pada SKPD SeKabupaten Semarang. Penelitian ini memfokuskan pada perilaku sumber daya manusia yang dilihat dari kapasitas, kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan pengendalian diri terhadap nilai informasi pelaporan keuangan dilihat dari aspek keterandalan dan ketepatwaktuan. 2. Kajian Pustaka 2.1. Perilaku Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu elemen oragnisasi yang sangat penting, oleh karena itu harus dipastikan bahwa pengelolaan sumber daya manusia dilakukan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Perilaku sumber daya manusia merupakan tindakan yang dilakukan oleh manusia dalam melakukan berbagai hal. Perilaku sumber daya manusia dalam rangka menunjukkan upaya yang telah dilakukan dalam hal ini adalah penyajian pelaporan keuangan, dapat dilihat dari kapasitas sumber daya manusia tersebut dan pemanfaatan teknologi informasi. Kapasitas Sumber Daya manusia. Kapasitas sumber daya manusia sebagai salah satu wujud perilaku sumber daya manusia yang dapat dilhat dari pihak luar. Kapasitasnya harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (output) dan hasil-hasil (outcomes). Menurut Wiley (2002) dalam Azhar (2007) mendefinisikan bahwa “Sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan organisasi tersebut”. Pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan. Sehingga untuk menerapkan sistem akuntansi, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno, 2008). 178 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Pemanfaatan Teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi menjadi salah satu bentuk tindakan manusia dalam menggunakan alat bantu untuk melipatgandakan kemampuan yang dimiliki manusia dan teknologi informasi juga bisa mengerjakan sesuatu yang manusia mungkin tidak mampu melakukannya. Pengolahan data menjadi suatu informasi dengan bantuan komputer jelas akan lebih meningkatkan nilai dari nilai informasi yang dihasilkan. Peningkatan nilai informasi tersebut seperti berikut: Informasi yang memiliki nilai tinggi adalah informasi yang disajikan dalam waktu yang cepat dan tepat. Untuk pemrosesan data manual biasanya berlaku bahwa semakin cepat waktu yang diinginkan untuk pemrosesan, maka biaya yang dibutuhkan akan semakin besar. Dengan bantuan komputer pengolahan data bisa diatur sedemikian rupa sehingga informasi dapat disajikan tepat waktu dan dengan biaya yang masih dibawah manfaat itu sendiri. Dengan kata lain, kita bisa mengatur pengolahan data sehingga manfaat ekonomis sebuah informasi dapat diperoleh secara maksimal (Wahana Komputer, 2003). Teknologi informasi meliputi komputer (mainframe, mini, micro), perangkat lunak (software), database, jaringan (internet, intranet), electronic commerce, dan jenis lainnya yang berhubungan dengan teknologi (Wilkinson et al., 2000). Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup adanya : (a) pengolahan data, pengolahan informasi, sistem manajemen, dan proses kerja secara elektronik dan (b) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negeri ini (Hamzah, 2009). 2.2. Pengendalian Internal Pengendalian internal didefinisikan sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi, serta berperan penting dalam pencegahan dan pendeteksian penggelapan (fraud). Pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam mencapai sasaran dan menjamin atau menyediakan informasi keuangan yang andal, serta menjamin ditaatinya hukum dan peraturan yang berlaku. Pada tingkatan organisasi, tujuan pengendalian intern berkaitan dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu terhadap pencapaian tujuan-tujuan operasional dan strategis, serta kepatuhan pada hukum dan regulasi. Dilihat dari tujuan tersebut, maka sistem pengendalian intern dapat dibagi menjadi dua, yaitu : (a) pengendalian intern akuntansi, dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga kekayaan organisasi dan memeriksa keakuratan dan akuntansi. Sebagai contoh, adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antar unit organisasi. (b) Pengendalian administratif, dibuat untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Contohnya adalah adanya pemeriksaan laporan untuk mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan. Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja, sehingga menjamin tercapinya tujuan organisasi dan mencegah atau mendeteksi terjadinya kesalahan. Adapun prosedur pengendalian tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Personel yang kompeten b. Pelimpahan tanggung jawab c. Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait d. Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpangan aset dan operasioanal 179 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Menurut Wilkinson et al., (2000) dalam Indriasari (2008), sub komponen dari aktivitas pengendalian yang berhubungan dengan pelaporan keuangan dalah (a) perancangan yang memadai dan penggunaan dokumendokumen dan catatan-catatan bernomor, (b) pemisahan tugas, (c) otorisasi yang memadai atas transaksitransaksi, (d) pemeriksaan independen atas kinerja, dan (e) penilaian yang tepat atas jumlah yang dicatat. 2.3. Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Ada perbedaan antara pengertian pelaporan keuangan (financial reporting) dan laporan keuangan (financial reports). Pelaporan keuangan yang meliputi segala aspek yang berkaitan dengan penyediaan dan penyampaian informasi keuangan. Aspek-aspek tersebut antara lain lembaga yang terlibat, peraturan yang berlaku termasuk PABU, dan mekanisme penyampaian informasi. Sedangkan laporan keuangan merupakan medium dalam penyampaian informasi. Berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, laporan keuangan terdiri dari : a. Laporan Realisasi Anggaran; b. Neraca; c. Laporan Arus Kas; d. Catatan Atas Laporan Keuangan. Karakteristik kualitatif sebuah laporan keuangan adalah uuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan daerah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki (PP No 24 Tahun 2005), yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, keterandalan pelaporan keuangan merupakan informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik sebagai berikut penyajian jujur, dapat diverifikasi, dan netral. Dalam penyusunan informasi yang perlu diperhatikan adalah informasi tersebut dapat mendukung suatu keputusan, sehingga informasi yang disajikan benar-benar dapat diandalkan dan bebas dari kesalahan. Akurasinya informasi keuangan dapat diidentifikasikan dari rendahnya tingkat kesalahan yang akan digunakan oleh manajemen untuk pengambilan keputusan. Dalam kamus akuntansi menurut Syahrul dan Alfali (2000 : 6) menyatakan pengertian akurasi (accuracy) adalah sebagai berikut : “Akurasi (accuracy) merupakan keakuratan suatu pos akuntansi (Misalnya saldo perkiraan, faktur, laporan keuangan) disebut juga accurate resentation. Konsep ini menunjukkan pada suatu tujuan akuntansi dimana pos tersebut benar-benar merefleksikan dan menilai sekumpulan fakta yang ada didalamnya, termasuk seluruh implikasi ekonomi dari transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa penting”. Menurut Widjayanto (1992 : 206) “Akurasi informasi adalah kecermatan, informasi yang bebas dari kesalahan adalah informasi yang tinggi akurasinya”. Pengertian diatas menjelaskan bahwa akurasi informasi akuntansi adalah meminiman tingkat kesalahan informasi tersebut, sehingga setiap input akuntansi diperlukan bukti-bukti yang benar dan tepat serta dapat dipertanggungjawabkan oleh semua lini manajemen. 180 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2.4. Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Informasi yang bermanfaat bagi para pemakai adalah informasi yang mempunyai nilai. Agar informasi tersebut dapat mendukung dalam pengambilan keputusan dan dapat dipahami oleh para pemakai, maka informasi akuntansi harus meempunyai beberapa karakteristik kualitatif yang disyaratkan. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Pelaporan keuangan meliputi segala aspek yang berkaitan dengan penyediaan dan penyampaian informasi keuangan. Aspek-aspek tersebut antara lain lembaga yang terlibat (Misalnya penyusunan standar, badan pengawas dari pemerintah atau pasar modal, organisasi profesi, dan entitas pelapor), peraturan yang berlaku termasuk PABU (Prinsip Akuntansi Berterima Umum). Laporan keuangan hanyalah salah satu medium dalam penyampaian informasi. Laporan keuangan pada dasarnya adalah asersi dari pihak manajemen pemerintah yang menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilititas entitas peaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan keuangan digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menetukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan akuntabilitas, transparansi, manajemen, dan kesaimbangan antar generasi. Adapun laporan keuangan pokok yang harus disusun oleh pemerintah sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah meliputi : (1) Laporan Realisasi Anggaran, (2) Neraca, (3) Laporan Arus Kas, dan (4) Catatan Atas Laporan Kuangan. 2.5. Kerangka Pemikiran 2.5.1. Hubungan Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Nilai Infomasi Laporan Keuangan. Apabila sumber daya manusia yang melaksanakan sistem akuntansi tidak memiliki kapasitas dan kualitas yang disyaratkan, maka akan menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan fungsi akuntansi, dan akhirnya informasi akuntansi sebagai produk dari sistem akuntansi, kualitasnya menjadi buruk. Pegawai yang memiliki pemahaman yang rendah terhadap tugas dan fungsinya, serta hambatan yang ditemukan dalam pengolahan data akan berdampak pada penyajian laporan keuangan. Informasi yang dihasilkan menjadi informasi yang kurang atau tidak memiliki nilai, diantaranya adalah keterandalan dan ketepatwaktuan. Berdasarkan uraian tersebut, diduga terdapat hubungan positif antara kapasitas sumber daya manusia terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah sehingga hubungan tersebut dihipotesiskan H1: Kapasitas sumber daya manusia memiliki hubungan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah 2.5.2. Hubungan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Niai Infomasi Laporan Keuangan. Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan Informasi Keuangan Daerah kepada pelayanan publik. Dengan kemajuan teknologi informasi yang pesat serta 181 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 potensi pemanfaatannya secara luas, maka dapat membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola, dan mendayagunakan informasi keuangan daerah secara cepat dan akurat. Penelitian yang berhubungan dengan pemanfaatan sistem informasi dan teknologi informasi pada organisasi sektor publik menunjukkan bahwa pengolahan data dengan memanfaatkan teknologi informasi (komputer dan jaringan) akan memberikan banyak keunggulan baik dari sisi keakuratan/ketepatan hasil operasi maupun predikatnya sebagai mesin multiguna, multi-processing (Indriasari, 2008). Pemanfaatan teknologi informasi juga akan mengurangi kesalahan yang terjadi. Berdasarkan uraian tersebut diduga terdapat hubungan positif antara pemanfaatan teknologi informasi dengan keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah, sehingga hubungan tersebut dihipotesiskan : H2:Pemanfaatan teknologi informasi memiliki hubungan positif terhadap niai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. 2.5.3. Hubungan Pengendalian Internal dan Nilai Infomasi Laporan Keuangan. Masih ditemukannya penyimpangan dan kebocoran di dalam laporan keuangan oleh BPK, menunjukan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah belum memenuhi karakteristik/ nilai informasi yang disyaratkan, yaitu keterandalan. Hasil evaluasi pemeriksaan oleh BPK menunjukkan bahwa masih terdapat LKPD yang memperoleh opini Tidak Wajar dan memerlukan perbaikan pengendalian intern dalam hal keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, diduga terdapat hubungan positif antara pengendalian intern akuntansi dengan nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah, sehingga hubungan tersebut dihipotesiskan : H3: Pengendalian internal memiliki hubungan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. 2.5.4. Hubungan Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, Pengendalian Internal dan Nilai Informasi Laporan Keuangan. Apabila sumber daya manusia yang melaksanakan sistem akuntansi tidak memiliki kapasitas dan kualitas yang disyaratkan, tidak memanfaatkan teknologi informasi yang ada, dan masih ditemukannya penyimpangan dan kebocoran di dalam laporan keuangan. Sehingga memerlukan sumber daya manusia yang menguasai bidang akuntansi, memanfaatkan teknologi informasi dengan prosedur yang benar dan memerlukan perbaikan pengendalian intern dalam hal keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, diduga memiliki hubungan positif antara kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengendalian internal dengan nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah, sehingga hubungan tersebut dihipotesiskan : H4:Kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, pengendalian internal memiliki hubungan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. 182 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Kapasitas Sumber Daya Manusia Pemanfaatan Teknologi Informasi H1 Nilai Informasi H2 Pengendalian Internal H3 H4 Gambar 1: Model Penelitian 3. Metode Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survei. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai bagian akuntansi / penatausahaan keuangan SKPD Se-Kabupaten Semarang. Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling method. Purposive sampling method digunakan karena informasi yang akan diambil berasal dari sumber yang sengaja dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan peneliti. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah : a. Para pegawai yang melaksanakan fungsi akuntansi / penatausahaan keuangan pada SKPD Se-Kabupaten Semarang. b. Responden dalam penelitian ini adalah kepala dan staff subbagian akuntansi / penatausahaan keuangan SKPD Se-Kabupaten Semarang c. Responden ditetapkan pada kepala bagian, staff pencatatan keuangan / akuntansi dan staff pemegang kas pada SKPD Se-Kabupaten Semarang. Penentuan kriteria sampel didasarkan pada alasan bahwa kepala bagian dan staff bagian keuangan / akuntansi merupakan pihak yang terlibat langsung secara teknis dalam pencatatan transaksi keuangan pada SKPD Se-Kabupaten Semarang, dan penyusunan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Untuk pengujian kualitas data dilakukan uji validitas dan uji realibilitas. Selanjutnya untuk uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, multikolonieritas, hesteroskedastisitas, serta Uji F. 4. Analisis dan Pembahasan 4.1. Hasil Pengujian Hasil uji kualitas data menunjukkan seluruh data valid (r-hitung > r-tabel (0,3338)) dan reliabel (Cronbach ‘s Alpha > 0,6). Selain itu, dalam uji asumsi klasik menunjukkan bahwa data terdistribusi normal (uji Kolmogorof-Smirnov menghasilkan probabilitas > 0,05), dan tidak terdapat gejala multikolinieritas (nilai tolerance angka > 0,10 dan nilai VIF menunjukkan < 10). Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat dilihat tingkat signifikansi > α 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas. Akan tetapi pada variabel pengendalian intern α 0,05 > 0,001, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terbebas dari 183 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 heteroskedastisitas. Berdasarkan nilai sig 0,002 dalam uji F, menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen, berarti model fix digunakan untuk uji t statistik yang menguji variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Hubungan kapasitas sumber daya manusia dan nilai informasi ditunjukkan dari tabel berikut: Tabel 1. Uji t: Hubungan Kapasitas Sumber Daya manusia dengan Nilai Informasi Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) 51,084 10,920 4,678 ,000 1 SDM ,531 ,281 ,337 1,892 ,069 a. Dependent Variable: NilaiInformasi Untuk variabel Kapasitas Sumber Daya Manusia nilai thitung adalah 1,892 dan nilai sig adalah 0,069. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel yaitu 1,892 > 1,672 atau nilai signifikansi 0,069 < α 0,05. Nilai koefisien β dari variabel kapasitas sumber daya manusia bernilai positif yaitu 0,531. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini membuktikan bahwa kualitas sumber daya manusia berhubungan signifikan dan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah, sehingga hipotesis pertama dari penelitian ini diterima. Tabel 2. Uji t: Hubungan Pemanfaatan Teknologi Informasi dengan Nilai Informasi Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) 53,984 12,317 4,383 ,000 1 TI ,521 ,362 ,263 1,440 ,161 a. Dependent Variable: NilaiInformasi Untuk variabel Pemanfaatan Teknologi Informasi nilai thitung adalah 1,440 dan nilai sig adalah 0,161. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ttabel > thitung yaitu 1,672 > 1,440 atau nilai signifikansi 0,161< α 0,05. Nilai koefisien β dari variabel pemanfaatan teknologi informasi bernilai positif yaitu 0,521. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini membuktikan bahwa pemanfaatan teknologi informasi tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah, sehingga hipotesis kedua dari penelitian ini tidak diterima. Tabel 3. Uji t: Hubungan Pengendalian Internal dengan Nilai Informasi Model 1 (Constant) PENGENDALIINTERN Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error 23,533 10,726 ,943 ,210 a. Dependent Variable: NilaiInformasi 184 Standardized Coefficients Beta t Sig. 2,194 ,037 ,648 4,501 ,000 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Untuk variabel Pengendalian Intern Akuntansi nilai thitung adalah 4,501 dan nilai sig adalah 0,000. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel yaitu 4,501 > 1,672 atau nilai signifikansi α 0,05 <0,000. Nilai koefisien β dari variabel pengendalian intern akuntansi bernilai positif yaitu 0,943. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini membuktikan bahwa pengendalian intern akuntansi tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah, sehingga hipotesis ketiga dari penelitian ini tidak diterima. Tabel 4. Uji t: Hubungan Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, dan Pengendalian Internal dengan Nilai Informasi Model (Constant) SDM 1 TI PENGENDALIINTERN Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error 21,192 13,049 ,138 ,279 -,016 ,345 ,895 ,243 Standardized Coefficients Beta t 1,624 ,088 ,495 -,008 -,048 ,615 3,681 Sig. ,116 ,625 ,962 ,001 a. Dependent Variable: NilaiInformasi Pengujian hipotesis 4 dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dan ttabel. Hipotesis diterima jika thitung > ttabel atau nilai sig < α 0,05. Nilai ttabel pada α 0,05 adalah 1,672. Untuk variabel Pengendalian Intern Akuntansi nilai thitung adalah 1,624 dan nilai sig adalah 0,116. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ttabel > thitung yaitu 1,672 > 1,624 atau nilai signifikansi α 0,05 < 0,116. Nilai koefisien β dari variabel pengendalian intern akuntansi bernilai positif yaitu 21,192. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini membuktikan bahwa kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian internal memiliki hubungan signifikan dan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah, sehingga hipotesis keempat dari penelitian ini diterima. 4.2. Pembahasan Hasil penelitian menunjukan bahwa kapasitas sumber daya manusia dan nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah mempunyai hubungan positif, semakin baik kapasitas sumber daya manusia, semakin baik pula nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Sedangkan pemanfaatan teknologi informasi mempunyai hubungan yang tidak signifikan dan positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah, serta pengendalian internal mempunyai hubungan yang tidak signifikan dan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hubungan kualitas sumber daya manusia terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah, sama dengan teori yang dinyatakan oleh Wiley (2002) dalam Azhar (2007) mendefinisikan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan organisasi tersebut. Dalam menghasilkan nilai informasi pelaporan keuangan yang bernilai keterandalan dan ketepatwaktuan adalah dengan adanya sumber daya manusia yang terampil dan mempunyai keahlian di bidang akuntansi. Keahlian ini dapat dicapai dengan adanya kemauan untuk terus belajar dan mengasah kemampuan dibidang akuntansi. Hubungan pemanfaatan teknologi informasi dengan nilai informasi dalam penelitian ini tidak konsisten dengan Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah yang merupakan 185 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 pengganti Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan keuangan daerah dan menyalurkan informasi keuangan daerah kepada pelayanan publik salah satunya adalah dengan menghasilkan laporan keuangan yang berbasis teknologi informasi. Dari hasil penelitian ini SKPD yang ada di Kabupaten Semarang masih menggunakan cara manual untuk mengolah data akuntansi dan belum memaksimalkan manfaat teknologi informasi. Demikian juga untuk hubungan pengendalian internal dengan nilai informasi dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Wilkinson et al. ,(2000) dalam indriasari (2008), sub komponen dari aktivitas pengendalian yang berhubungan dengan pelaporan keuangan adalah (a) perancangan yang memadai dan penggunaan dokumen-dokumen dan catatan-catatan bernomor, (b) pemisahan tugas, (c) otorisasi yang memadai atas transaksi-transaksi, (d) pemeriksaan independen atas kinerja, dan (e) penilaian yang tepat atas jumlah yang dicatat. Komponen kontrol atau pengendalian akan menjaga sistem informasi dari kesalahankesalahan yang disengaja atau tidak disengaja. Dengan adanya komponen kontrol dapat menunjang informasi dan menghasilkan informasi yang bernilai. Sehingga dapat di simpulkan bahwa kriteria nilai informasi keterandalan dan ketepatwaktuan tidak dapat dipisahkan dari aspek atau lingkungan pengendalian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengendalian intern belum bisa mengkontrol kinerja disetiap tugasnya karena masih ada yang ada di SKPD yang ada di Kabupaten Semarang yang masih double jobs atau mempunyai tugas rangkap sehingga masih belum bisa menempatkan posisi pekerjaan sesuai tugas dan keahlian masing-masing. Berdasarkan hasil analisis statistik dalam penelitian ini ditemukan bahwa hipotesis keempat (H4) disimpulkan bahwa kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengendalian internal mempunyai hubungan yang signifikan dan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini konsisten dengan PP No. 24 Tahun 2005, keterandalan pelaporan keuangan merupakan informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan sehingga kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengaruh pengendalian internal memiliki hubungan terhadap kualitas nilai informasi pelaporan keungan pemerintah daerah. 5. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai hubungan kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengendalian internal terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah kapasitas sumber daya manusia memiliki hubungan yang signifikan terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini menunjukan bahwa semakin baik kualitas sumber daya manusia maka semakin andal dan tepat waktu pelaporan keuangan pemerintah daerah. Pemanfaatan teknologi informasi tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pemanfaatan teknologi informasi karena masih menggunakan sistem secara manual. Jika pemanfaatan teknologi informasi lebih ditingkatkan maka nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah akan semakin baik dan sumber yang dihasilkan sangat valid. 186 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Pengendalian intern akuntansi tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini menunjukan bahwa adanya perangkapan atau tugas ganda dan tidak ada penempatan pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Jika pengendalian internal ditempatkan sesuai dengan tugas dan maka nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah akan semakin baik. Secara bersama-sama, kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengendalian internal memiliki hubungan yang signifikan terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini menunjukan bahwa semakin baik kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengendalian intern akuntansi maka semakin baik pula kualitas nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Daftar Pustaka Arfianti, Dita. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi NilaiInformasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah. Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang. Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik. 2006. Standar Akuntansi Pemerintahan: Telaah kritis PP Nomor 24 Tahun 2004. BPFE, Yogyakarta Harifan, Handriko. 2009. Pengaruh Kapasitas Sumberdaya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, Dan Pengendalian Intern Akuntansi Terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah, Padang. Skripsi Program S1, Universitas Negeri Padang. Indriasari, Desi. 2008. “Pengaruh Kapasitas Sumberdaya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, dan Pengendalian Intern Akuntansi Terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Daerah”. Pontianak : jurnal SNA. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007 Tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2001 Tentang Informasi Keuangan Daerah. Republik Indonesia, Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan tangguangjawab Keuangan Negara. Republik Indonesia, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara. Republik Indonesia, Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Keuangan Negara. 187 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 MINAT PEMILIHAN PEKERJAAN (STUDI KASUS MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA) Aflit N Praswati1 dan Abimanyu2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta email: [email protected] Abstract: Competition workforce in Indonesia is very tight. Inventory jobs are not comparable with the number of job seekers. The phenomenon of the election work is influenced by the image attached to any type of work. Image became servants have more value than others. Fixed monthly income and retirement security are strong reasons choose to work as civil servants. But the job of civil servants are not comparable with the demand. Data from Kemenpan-RB, the number of applicants CPNS 2014 reached 2.60378 million people. While the number of overall formation CPNS 2014 only 67 652 vacancies. So that it appears self-employment as an alternative employment options. But entrepreneurship is not very good image among the public. The percentage of college graduates who work very little only about 8%. Thus this study aims to look deeper into the selection of work on student interest. This research method is qualitative descriptive through interviews to 21 students. The result is the family background, the work of parents, education is taken, the image or the social status of a job has also been taken into consideration in choosing a job in the future. Socialization of successful entrepreneurs need to be upgraded to the parents or children of the elementary school level or college. Enhancing the role of formal educational institutions and non-formal to provide supplies entrepreneurship. Keywords: Entrepreneurial, Civil servants, Interests jobs 1. Pendahuluan Persaingan tenaga kerja di Indonesia saat ini sangat ketat. Berdasakan data BPS jumlah angkatan kerja Indonesia pada Agustus 2015 sebanyak 122,4 juta orang, berkurang sebanyak 5,9 juta orang dibanding Februari 2015 dan bertambah sebanyak 510 ribu orang dibanding Agustus 2014. Penduduk bekerja pada Agustus 2015 sebanyak 114,8 juta orang, berkurang 6,0 juta orang dibanding keadaan Februari 2015 dan bertambah 190 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2014. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2015 sebesar 6,18 persen meningkat dibanding TPT Februari 2015 (5,81 persen) dan TPT Agustus 2014 (5,94 persen). Selama setahun terakhir (Agustus 2014–Agustus 2015) kenaikan penyerapan tenaga kerja terjadi terutama di Sektor Konstruksi sebanyak 930 ribu orang (12,77 persen), Sektor Perdagangan sebanyak 850 ribu orang (3,42 persen), dan Sektor Keuangan sebanyak 240 ribu orang (7,92 persen). Pada Agustus 2015, penduduk bekerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah sebesar 44,27 persen, sementara penduduk bekerja dengan pendidikan Sarjana ke atas hanya sebesar 8,33 persen. Hal ini hendaknya menjadi perhatian mengapa persentase lulusan sarjana yang bekerja jauh lebih sedikit dibandingkan lulusan SD. Pemilihan pekerjaan bagi seorang lulusan sarjana menjadi menarik untuk diteliti. Pada masyarakat di Indonesia terdapat fenomena yang menarik mengenai minat pemilihan pekerjaan. Pencitraan bagi seorang pegawai negeri sipil masih sangat kuat dibenak masyarakat. Penggunaan seragam PNS, gaji tetap tiap bulan dan jaminan hari tua adalah alasan memilih PNS sebagai pekerjaan. Namun kondisi persaingan menjadi seorang PNS saatlah ketat. Data dari KemenPan-RB, jumlah pelamar CPNS tahun 2014 mencapai 2.603.780 orang. Sedangkan jumlah formasi keseluruhan CPNS tahun 2014 hanya 67.652 lowongan. 188 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Lowongan pegawai negeri tidak sebanding dengan jumlah peminatnya. Saat ini mulai muncul adanya pilihan berwirausaha. Meskipun jumlah peminat wirausaha masih sedikit. Menteri Koperasi dan UKM menyatakan, bahwa jumlah pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,65 persen dari jumlah penduduk saat ini. "Kita kalah jauh dibandingkan dengan negara tetangga. Misalnya Singapura sebesar tujuh persen, Malaysia lima persen, dan Thailand empat persen,". Image seorang wirausaha yang masih dipandang sebelah mata, sekarang ini mulai diperhatikan. Wirausaha yang bekerja secara lebih fleksibel namun tidak mengenal waktu. Kurangnya jaminan penghasilan yang didapat dari wirausaha, terkadang banyak atau bahkan merugi. Pemerintah mulai menggalakkan upaya penumbuhan jumlah wirausaha sebagai langkah peningkatan taraf hidup masyarakat. Upaya sosialisasi terlihat dari mulai masuknya ketrampilan wirausaha dalam kurikulum pendidikan sejak tingkat SD sampai dengan Perguruan tinggi. Pemerintah dan perbankan juga telah memberikan fasilitas modal untuk mendukung modal wirausaha. Jumlah pekerjaan yang sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja. Keterbatasan lowongan PNS. Lulusan perguruan tinggi yang terserap dunia kerja juga masih sangat sedikit, menjadikan alasan yang tepat untuk melihat lebih dalam mengenai minat pemilihan pekerjaan bagi seorang mahasiswa. 2. Landasan Pustaka Menurut hasil penelitian Bradberry (2007) teridentifikasi pilihan karir seseorang tergantung pada sifat- sifat kepribadian seseorang dan bagaimana seseorang mempersepsikan suatu pekerjaan tertentu. Chell (2008) menunjukkan bahwa ciri-ciri kepribadian pengusaha mungkin penting untuk kewirausahaan. Shepherd dan Wiklund (2006) berpendapat bahwa ciri-ciri kepribadian dari pengusaha dapat menjelaskan kegagalan kewirausahaan. Kuatnya kepribadian akan membuat seseorang lebih cenderung memilih kewirausahaan sebagai karier. Kursus yang diikuti juga memiliki pengaruh pada keputusannya untuk menjadi seorang pengusaha Sharma dan Madan (2015). Pemilihan karir seseorang untuk menjadi wirausaha banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang berupa fasilitas dan infrastruktur yaitu sosialisasi , pendidikan, dan pengalaman tentang wirausaha. Keluarga, sistem pendidikan baik formal maupun nonformal yang memberikan pelatihan, mentoring dan konsultasi akan membentuk jiwa kewirausahaan seseorang (Paakaanen, 2011). 189 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Gambar 1. Pertumbuhan kewirausahaan: triangulasi sosialisasi, pengalaman dan pendidikan Paakanen (2011) Westerholm (2007), mengatakan bahwa orang-orang tumbuh menjadi wirausaha melalui proses pembelajaran yang panjang dimulai sejak kecil. Kewirausahaan didefinisikan sebagai proses menciptakan sesuatu yang baru dengan nilai dengan mencurahkan waktu yang diperlukan dan usaha, dengan asumsi risiko keuangan, corespondents psikologis dan sosial, dan konsekuensi dari mendapatkan kepuasan dan kemandirian (Hisrich et al 2009, Laspita et al 2012, Xavier, Vieira, & Rodrigues, 2009). Gurel et al (2010), mempelajari pengaruh karakteristik personal untuk menciptakan bisnis baru serta pengaruh dari keluarga individu dan efek moderasi pendidikan. Laspita et al 2012 menganalisis mekanisme implisit untuk transmisi niat kewirausahaan dalam keluarga. Transmisi niat kewirausahaan di kalangan generasi keluarga adalah kompleks dan melibatkan lebih dari satu generasi, tidak terbatas hanya pada pengaruh orang tua, tetapi juga kakek-nenek. Durasi pengaruh keluarga akan tergantung pada jenis kelamin anak-anak (anak laki-laki memiliki tekanan yang lebih besar untuk mengikuti jejak orang tua mereka). Gaya pengasuhan dalam keluarga, Scmittt Rodermamund (2004) berpendapat bahwa pola asuh otoriter mempromosikan efikasi diri dan harapan yang tinggi untuk memiliki keterampilan kewirausahaan. Hal ini karena perilaku pola asuh otoriter dikaitkan dengan otonomi, kepemimpinan, kepercayaan diri dan locus of control, dan ini akan membantu orang muda mengembangkan rasa peduli dan kemandirian, dimana hal tersebut adalah kualitas yang sangat penting bagi pengusaha masa depan. Yang penting keluarga tidak hanya kerangka bagi pengusaha, tetapi juga “bantuan beton” pada bisnis baru yang ingin dibuka. Raijman (2011) mendefinisikan keluarga sebagai jaringan dukungan untuk pengusaha yang diwujudkan dalam setidaknya dua cara. Yang pertama keluarga menjadi karyawan tanpa dibayar hal ini akan mengurangi biaya awal saat membuka sebuah bisnis. Cara kedua yaitu berbagi sumber daya di antara anggota keluarga, itu akan memfasilitasi kelangsungan usaha dalam tahap awal dalam Vieira (2009). 3. Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan studi kasus atau fokus dan intensif terhadap obyek tertentu sebagai suatu kasus. Yin (2002) menjelaskan bahwa pendekatan studi kasus memerlukan eksplorasi terhadap permasalahan yang ingin dijawab dan kontrol terhadap perilaku yang akan diteli. Penelitian ini menggunakan observasi, wawancara (rekaman, transkrip/ catatan hasil wawancara) kepada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. 4. Hasil Dan Pembahasan Penelitian ini mendapatkan beberapa hal yang dapat mempengaruhi seorang mahasiwa dalam menentukan pekerjaan setelah lulus dari perguruan tinggi. Jumlah responden yang dapat ditemui yaitu 21 orang dari berbagai fakultas di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Beberapa alasan seorang mahasiswa berminat untuk menjadi wirausaha yaitu: “Tidak ingin terikat dan rasa bosan dengan rutinitas pegawai” Keterikatan status kepegawaian membuat pekerjaan rutin yang membosankan. Wirausaha memiliki waktu yang lebih fleksibel sehingga pada saat bekerja dapat mengurus keluarga dengan baik juga. Adanya keinginan untuk merubah pemikiran orang tua dan keluarga bahwa menjadi wirausaha seseorang bisa lebih sukses dibanding pegawai. Pendapatan akan sejalan dengan tingkat kerja keras. “Potensi akan mendapat uang yang haram lebih sedikit daripada menjadi seorang pegawai negeri atau pegawai biasa”. 190 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Dalam sebuah hadist juga Rasulullah pernah berkata bahwa : 9 dari 10 pintu rezeki ada di perniagaan maka dari itu saya berniat menjadi wirausahawan seperti di contohkan oleh Rasulullah SAW. “Bisnis memiliki banyak tantangan untuk bisa mengembangkan dan mempertahankan usaha supaya tetap berjalan dengan baik dan ingin memperkerjakan banyak orang agar mengurangi pengangguran di indonesia. Sebelum bisnis menjadi besar semua berawal dari kecil sehingga kita mengetahui tantangan kedepan yang harus dihadapi,dan ingin mengangkat derajat orang lain dengan memperkerjakan mereka”. Banyak peluang usaha yang ada disekitar namun belum dimanfaatkan. Seperti hasil pertanian, perkebunan, perikanan, lingkungan yang asri saat ini juga menjadi lahan usaha wisata yang menarik jika dikelola dengan baik. Menjadi orang yang bermanfaat merupakan hal yang diinginkan oleh seorang muslim. Adapun beberapa pendapat responden yang cenderung memilih pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil yaitu: “Lebih nyaman, gaji tetap, jaminan hari tua dan jenis pekerjaan yang relatif rutin dengan resiko yang kecil” “Ingin menjadi pegawai yang sesuai dengan bidang keilmuan yang sudah ditempuh di perguruan tinggi” “Menjadi pegawai negara adalah hal yang keren” Pendapat yang telah disebutkan diatas telah menjadi image bahwa menjadi pegawai negeri lebih memiliki kebanggaan dibandingkan berwirausaha. Adapula yang menginginkan menjadi pegawa negeri untuk mencari modal membuka usaha. Hal ini berkaitan dengan pemikiran bahwa menjadi wirausaha harus memiliki modal dana yang cukup besar. Pemilihan pekerjaan juga dipengaruhi oleh orang tua. Beberapa orang tua dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri akan menganjurkan anak-anaknya untuk memilih pekerjaan yang sama. Sedangkan orang tua yang berwirausaha dan sukses akan mendidik anaknya menjadi seorang wirausaha yang handal. Dengan cara mengajak anak untuk ikut serta dalam berwirausaha, kemandirian dan kedisiplinan menjadi poin pembelajaran yang penting. Orang tua tersebut akan memberikan pendidikan dan bahkan modal untuk membuka usaha atapun meneruskan usaha yang telah dirintis sebelumnya. Pengalaman orang tua dijadikan contoh nyata bagi anak untuk dapat sukses dalam usahanya. Ketika anak mengalami kegagalan orang tua mendukung dan memotivasi untuk segera bangkit kembali. Hal ini membuat wirausaha semakin kuat menghadapi resiko yang ada didepan. Salah satu responden menyatakan bahwa: “Orang tua memberikan dukungan modal usaha pertama saya yang berhasil balik modal. Meski saat ini telah tutup, orang tua memberikan dukungan untuk bisa membuka usaha lainnya”. Motivasi dari orang tua baik semangat ataupun modal dana menjadi sumber kekuatan dan keyakinan untuk menjadi wirausaha sukses. Fasilitas pendidikan melalui kursus yang diberikan oleh orang tua juga menjadi bekal berwirausaha. Gender juga memiliki andil dalam pemilihan pekerjaan, seorang anak laki-laki lebih diharapkan untuk dapat meneruskan usaha orang tuanya. “Saya harus meneruskan usaha orang tua saya, meski saya kurang berminat pada bidang itu” kata responden laki-laki. Sedangkan perempuan memilih menjadi wirausaha karena ingin dapat mengurus rumah tangga tanpa disibukkan dengan rutinitas kepegawaian yang menyita banyak waktu. “Karena nantinya saya akan menjadi seorang ibu, saya lebih memilih untuk menjadi wirausaha sehingga bisa mengurus rumah tangga dan menemani anak-anak dirumah”. 191 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 5. ISBN: 978-602-361-041-9 Simpulan Dan Saran Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemilihan pekerjaan bagi seorang mahasiswa dipengaruhi oleh banyak hal. Latar belakang keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan yang ditempuh, image atau status sosial suatu pekerjaan juga telah menjadi bahan pertimbangan. Pengaruh orang tua yang memaksa untuk memilih menjadi pegawai negeri karena status sosial yang dianggap lebih tinggi membuat anak akan bimbang dalam menentukan jalan hidupnya didepan. Dimana kondisi persaingan tenaga kerja yang semakin ketat, jika tidak membuka lapangan pekerjaan sendiri, maka akan semakin tinggi pula pengangguran dari lulusan perguruan tinggi. Peningkatan jumlah wirausaha membutuhkan dukungan dari semua pihak. Sosialisasi tentang wirausaha sukses perlu ditingkatkan. Untuk menggeser pemikiran bahwa wirausaha itu pekerjaan yang tidak pasti, resiko tinggi, modal besar, penghasilan tidak rutin dan sulit untuk dilakukan. Sosialisasi ini perlu diberikan kepada orang tua ataupun anak-anak dari tingkat sekolah dasar ataupun perguruan tinggi. Meningkatkan peran lembaga pendidikan formal dan non formal dalam memberikan bekal berwirausaha. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah jumlah responden yang relatif masih sedikit. Perlu ada pengembangan penelitian mengenai pemilihan pekerjaan, misalkan dengan mencari informasi dari sudut pandang orang tua, lembaga pendidikan, pemerintah bahkan perbankan kaitannya dengan peningkatan jumlah wirausaha. Sehingga pada akhirnya dapat menopang perekonomian Indonesia. Daftar Pustaka Chell (2008), The entrepreneurial personality. Oxford. The Psychologi Press Bradberry (2007), The personality code. New York: Putnam Laspita et al (2012), intergenerational transmission of entrepreneurial intentions. Journal of business fenturing Vol. 27 pp 414-435 Paakkanen (2011), Get a life-project- holistic carrer and entrepreneurship counselling for university students, Interdisciplinary studies journal Vol. 1 No.3 Raijman (2001), Determinants of entrepreneurial intention: mexican immigrants in Chicago. Journal of socioeconomics. Vol. 30 pp 393-411 Sharma dan Madan (2015), Affect of individual factors on youth entrepreneurship – a study of uttarakhand state, india. , Romanian Economic and Business Review 8(2), pp.131–144. Shepherd , Wiklund and Haynie (2009), Moving forward balancing the financial and emotional cost of business failure. Journal of business fenturing. Vol 24 pp 134-148 192 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PENGARUH PROFITABILITAS KEBIJAKAN DIVIDEN DAN KEBIJAKAN UTANG TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2010-2013 Syamsudin 1 dan Tika Pranindyastuti 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: [email protected] Abstract This study aims to determine the effect of variable Profitability, Dividend Policy and Debt Policy on Corporate Value. The research sample totaled 10 in companies listed on the Indonesian Stock Exchange (BEI) by the amount of data as much as 40 to the period 2010-2013. The sampling technique using purposive sampling techniques or retrieval of data in accordance with the criteria used in this study. The method of analysis used in this study with descriptive analysis, multiple linear regression analysis, the classical assumption test including normality test, multicollinearity test, autocorrelation test, and test heterokesdatisitas. In addition there is also a hypothesis test using t test, F test at the significant level of 0.05 and a coefficient of determination. ROE profitability proxy variables have positive and significant impact on the value of the company proxy PBV. Dividend policy variables that proxy DPR no significant effect on the value of the company PBV). Policy variables that proxy DER debt has a significant negative effect on firm value (PBV) The results of testing the F-test analysis has been done, the variable profitability (Retrun on Equity), dividend policy (Dividend Payout Ratio), and debt policy (Debt to Equity Ratio) jointly affect the value of the company (Price to Book Value) obtained that Fhitung 17.523 with a significance value (0.000), this indicates that the calculated value is much less significant than the standards that have significant value ditentukan. Hasil of the coefficient of determination, Rsquare obtained 0.594 means that 59.4% variable price to book value can be explained by the ROE, DPR, and DER remaining 40.6% is explained by factors beyond the researchmodel. Keywords: Return On Equity, Dividend Payout Ratio, Debt to Equity Ratio, Price to Book Value 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalisasikan kesejahteraan pemilik perusahaan dengan cara meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang sudah go public di pasar modal tercermin dalam harga saham perusahaan sedangkan pengertian nilai perusahaan yang belum go public nilainya terealisasi apabila perusahaan akan dijual.(Margaretha (2004:1). Dalam penelitian ini, nilai perusahaan diukur dengan PBV. PBVdapat dihitung dengan membandingkan harga pasar dari suatu saham dengan nilai bukunya. Rasio profitabilitas menunjukan efektifitas perusahaan dalam menghasilkan tingkat keuntungan dengan menggunakan asset yang dimilikinya. Pengambilan variabel ROE sebagai sampel dari indikator profitabilitas dikarenakan atas dasar ROE mempunyai keterkaitan yang paling kuat untuk dihubungkan dengan variabel PBV. Kebijakan pembayaran dividen merupakan hal yang penting yang menyangkut apakah harus kas akan dibayarkan kepada investor atau akan ditahan untuk diinvestasikan kembali oleh perusahaan (Brigham,2001:65). Kebijakan hutang merupakan kebijakan perusahaan tentang seberapa jauh sebuah perusahaan 193 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 menggunakan pendanaan hutang. Dengan adanya hutang,semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi harga saham perusahaan tersebut (Mardiyati, 2012). Mardiyati (2012), untuk menguji pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Dividen dan Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan, menunjukkan bahwa ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV, DPR berpengaruh negatif terhadap PBV dan DER berpengaruh negatif terhadap PBV. Sedangkan, Andinata (2010) menunjukkan bahwa ROE dan DPR mempunyai pengaruh negatif terhadapPBV. Dari hasil penelitian diatas terdapat perbedaan hasil terhadap PBV. Maka, dalam penelitian ini akan diuji pada perusahaan manufaktur dengan mengkaji tentang pengaruh profitabilitas, kebijakan dividen dan kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010-2013, sedangkan profitabilitas diproksikan dengan Retrun On Equity, kebijakan dividen diproksikan dengan Dividen Payout Ratio, kebijakan hutang diproksikan dengan Debt Equity Ratio dan nilai perusahaan diproksikan dengan Price to Book Value. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010-2013. 2. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010-2013. 3. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010-2013. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh investor. Kemakmuran pemegang saham atau investor tersebut tercermin dari nilai perusahaan. Hal yang hampir sama juga dinyatakan oleh Suad (2008:7) bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual.Nilai perusahaan sering diproksikan dengan Price to Book Value (Ahmed dan Nanda, 2000). 2.2 Price to Book Value Price to Book Value merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar saham terhadap nilai bukunya (Ang, 1997). Perusahaan yang baik umumnya mempunyai rasio PBV diatas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar daripada nilai buku perusahaan. Rasio PBV ini didefinisikan sebagai perbandingan nilai pasar suatu saham (stock’s market value) terhadap nilai bukunya sendiri (perusahaan) sehingga kita dapat mengukur tingkat harga saham apakah over valued atau under valued. 2.3 Profitabilitas Menurut Sartono (2001) menjelaskan bahwa, profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Di dalam penelitian ini, alat ukur dalam mengukur rasio profitabilitas adalah dengan menggunakan Return On Equity (ROE). 2.4 Retrun On Equity Return On Equity adalah rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, mengukur tingkat 194 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 pengembalian atas investasi pemegang saham biasa (Brigham & Houston, 2010). Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. 2.5 Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham, pada dasarnya laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan, 2010:381). 2.6 Dividend Payout Ratio Menurut Ningsih (2007) Dividend Payout Ratio yaitu prosentase dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dari laba bersih setelah pajak. Semakin tinggi Dividend Payout Ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan dan sebaliknya. 2.7 Kebijakan Hutang Kebijakan hutang merupakan kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan (Riyanto, 2004). 2.8 Debt to Equity Ratio Rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara debts terhadap total equity. Debt ratio yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan, karena tingkat hutang semakin tinggi, yang berarti beban bunga akan semakin besar sehingga dapat mengurangi keuntungan dan sebaliknya (Robert Ang dalam Hidayati, 2010). 2.9 Penelitian Terdahulu Mardiyati, Ahmad, dan Putri (2012) meneliti dengan judul Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2010. Hasil menunjukkan Kebijakan dividen yang diproksikan dengan variabel DPR secara parsial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan manufaktur yang diproksikan dengan PBV, Kebijakan hutang yang diproksikan dengan variabel DER berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan PBV dan Profitabilitas yang diproksikan dengan variabel ROE memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap nilai perusahaan PBV. Nasehah dan Widyarti, (2012) meneliti judul Analsis Pengaruh ROE, DER, DPR, Growth dan Firm Size Terhadap PBV (Studi kasus pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Periode Tahun 2007-2010). Hasil dari penelitian tersebut, menunjukkan bahwa ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV, DPR berpengaruh berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PBV. 195 positif dan signifikan terhadap PBV dan DER Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2.10 Kerangka Pemikiran Profitabilitas ROE (X1) Nilai Perusahaan Kebijakan Dividen PBV (Y) DPR (X2) Kebijakan Hutang DER (X3) Gambar 1. Kerangka pemikiran 2.11 Hipotesis H1 : Profitabilitas (Retrun On Equity) berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan (Price to Book Value). H2 : Kebijakan Dividen (Dividend Payout Ratio) berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan (Price to Book Value). H3: Kebijakan Utang (Debt to Equity Ratio) berpengaruh positif terhadap Nilai perusahaan (Price to Book Value). 3. Metode Penelitian 3.1 Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam BEI. Sampel data yang digunakan tahun 2010-2013. Dalam penelitian ini sebanyak 10 perusahaan dengan jumlah 40 data. Teknik yang digunakan untuk penelitian ini dengan metode purposive sampling yaitu teknik penetuan sampel dengan kriteria tertentu (Sugiyono, 2008:85). 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data : Penelitian ini dengan menggunakan data sekunder. Sumber data : Data yang diperoleh berasal dari data ICMD 3.3 Variabel dan Pengukuran Variabel penelitian menggunakan rasio yang mana untuk variabel dependent yaitu Nilai Perusahaan (PBV) dan untuk variabel independent yaitu profitabilitas (ROE), kebijakan dividen (DPR), kebijakan hutang (DER). 3.4 Analisis Data Analisis data menggunakan Regresi : Y = β0+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + e Keterangan : Y = Price to Book Value β0 = Konstanta β1,β2,β3 = Koefisien Regresi X1 = Retrun On Equity 196 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” X2 X3 e 4. ISBN: 978-602-361-041-9 = Dividend Payout Ratio = Debt to Equity Ratio = Standard error Hasil Analisis 4.1 Regresi Berganda Tabel 1. Uji Analisis Regresi Linier Berganda Variabel B Konstanta Return On Equity(X1) Deviden Pay Out Ratio (X2) Debt to Equity ratio (X3) Std. Error 0,912 0,135 -0,003 -0,959 t hitung 1,076 0,030 0,012 0,339 Sign. 0,848 4,418 -0,205 -2,832 R 0,770 F hitung 17,523 R Square 0,594 Probabilitas F 0,000 0,402 0,000 0,838 0,008 Adjusted R² 0,560 Berdasarkan tabel tersebut dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 0,912 + 0,135 (X1) –0,003 (X2)– 0,959 (X3) + e Maka 1. Konstanta adalah 0,912, menunjukkan apabila ROE, DPR, dan DER konstanta atau 0 maka PBV sebesar 0,912. 2. Koefisien regresi X1 bernilai positif sebesar 0,135, hal ini menunjukan bahwa variable ROE memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PBV. Artinya jika nilai ROE meningkat 1% maka, dapat meningkatkan PBV sebesar 0,135. 3. Koefisien regresi X2 bernilai negative sebesar 0,003, hal ini menunjukan bahwa variable DPR memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PBV. Artinya jika nilai DPR meningkat 1% maka, dapat menurunkan PBV sebesar 0,003. 4. Koefisien regresi X3 bernilai negatif sebesar 0,959, hal ini menunjukan bahwa variabel DER memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap PBV. Artinya jika nilai DER meningkat 1% maka,dapat menurunkan PBV sebesar 0,959. 4.2 Hasil Uji T 4.2.1 Pengujian Hipotesi Pertama Variabel ROE diperoleh nilai thitung sebesar 4,418 dan ttabel sebesar 2,026 dengan mendapat nilai signifikan sebesar 0,000 dan p-α sebesar 0,05. Oleh karena itu hasil analisis menyatakan uji thitung lebih besar dari nilai ttabel (4,418 >2,026) dan nilai signifikan 0,000<0,05 maka Ho ditolak pada taraf signifikansi 0,05. Artinya bahwa variable ROE memiliki pengaruh positif terhadap PBV. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan labadan dengan makin meningkatnya kepercayaan investor maka nilai PBV juga akan meningkat. 197 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 4.2.2 ISBN: 978-602-361-041-9 Pengujian Hipotesis Kedua Variabel DPR diperoleh nilai thitung sebesar -0,205 dan nilai ttabel -2,026 dengan mendapat nilai signifikan 0,838 dan p-α sebesar 0,05. Oleh karena itu hasil uji thitung lebih besar dari nilai ttabel (0,205<-2,026) dan nilai signifikan (0,838 > 0,05) maka Ho diterima pada taraf signifikansi 0,05. Artinya bahwa variabel DPR terhadap PBV. Miller dan Modligiani mengatakan bahwa kebijakan dividen merupakan sesuatu yang bersifat irelevan, artinya tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan, sebab meningkatnya nilai dividen tidak selalu diikuti dengan meningkatnya nilai perusahaan. 4.2.3 Pengujian Hipotesis Ketiga Variabel DER diperoleh thitung sebesar-2,832 dan ttabel -2,026 dengan nilai signifikan 0,008 dan pαsebesar 0,05. Oleh karena itu hasil uji thitung lebih kecil dari nilai ttabel (-2,832 <-2,026) dan nilai signifikan (0,008< 0,05) maka Ho ditolak pada taraf signifikansi 0,05. Artinya bahwa variabel DERmemiliki pengaruh yang signifikan terhadap PBV. Berdasarkan hasil analisis tersebut variabel DER menunjukkan adanya pengaruh negatif dan signifikan terhadap PBV. Dengan alasan bahwa semakin tinggi hutang yang dipakai oleh perusahaan maka, menurunkan nilai PBV karena dengan tingkat hutang yang tinggi maka beban yang ditanggung perusahaan juga semakin besar. 4.3 Hasil Uji F Berdasarkan hasil analisis uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 17,523 (17,523> 3,23) dengan probabilitas lebih kecil dari 0,05 (0,000< 0,05), hal ini berarti variabel ROE, DPR, dan DER secara bersama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PBV. 4.4 Pengujian Asumsi klasik Hasil pengujian dengan menggunakan uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedasitas menunjukkan data yang dipakai memenuhi uji normalitas ( nilai > 0,05) dan bebas dari uji multikolineritas (Nilai VIF < 10 dan Nilai Tolerance < 1), uji autokorelasi (Nilai berkisar 1,5 <d < 2,5), dan heteroskedasitas (Nilai > 0,05). 5. Simpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh bahwa variabel ROE berpengaruh signifikan terhadap PBVyang telah dibuktikan melalui hasil regresi dengan nilai signifikan sebesar 0,000. Jauh lebih kecil dari nilai standar yang telah ditentukan sebesar 0,05. 2. Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh DPR tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PBV yang telah dibuktikan pada hasil regresi dengan nilai signifikan sebesar 0,838 yang artinya nilai signifikan hitung lebih besar dari nilai signifikan standar yang telah ditentukan sebesar 0,05. 3. Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh DER berpengaruh signifikan terhadap PBV yang dibuktikan pada hasil regresi dengan nilai signifikan sebesar 0,008 yang artinya nilai signifikan hitung lebih kecil dari nilai standar yang sudah ditentukan sebesar 0,05. 5.2 Saran Bagi investor yang menginvestasikan dananya pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, ROE merupakan hal paling utama yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan 198 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 investasi karena dimana semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba dan dengan makin meningkatnya kepercayaan investor maka nilai PBV juga akan meningkat dan tidak semua perusahaan mengeluarkan dividen, dividen berguna bagi investor karena untuk mengetahui perkembangan perusahaan. Daftar Pustaka Ang, Robert, 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to Indonesian Capital Market), Mediasoft Indonesia, Jakarta. Andinata, W. 2010. “Analisis Pengaruh Profitabilitas dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi.Semarang: Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Brigham, Eugene F. dan Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi 8. Erlangga: Jakarta. Hartono, Jogianto, 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Keenam.Yogyakarta : BPFE.Brigham & Houston. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat, 2010. Husnan, Suad dan Pudjiastuti, Enny. 2012. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi keenam. Cetakan Pertama. Yogyakarta; UPP STIM YKPN. Madiyati, Umi; Ahmad,Gatot Nazir dan Putri, Ria. 2012. “Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2005- 2010”. Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia. Vol. 3, No. 1. Margaretha, Farah. (2004). Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan. Jakarta: PT Gramedia Widisarana Indonesia.. Nasehah, Durrotun dan Widyarti, Endang Tri. 2012. “Analisis Pengaruh ROE DER DPR Growth dan Frim Size Terhadap Price to Book Value (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEI Periode Tahun 2007-2010)”. Jurnal Manajemen Universitas Diponegoro. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-9. Sukirini, Dwi. 2012. Kebijakan “Kepemilikan Hutang Ekonomi Universitas Analisis Manajerial Kepemilikan Institusional Kebijakan Terhadap Nilai Perusahaan”. Jurnal Dividen Akutansi dan Fakultas Negeri Semarang 50229 Indonesia. Sulistiono. 2010. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Struktur Modal dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 2006- 2008”.Skripsi. Semarang:Universitas Negeri Semarang (UNNES). Sutrisno. 2001. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio”. TEMA Vol. II No. 01 Maret 2001. Weston, J. Fred dan Brigham, Eugene F. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta :Erlangga. 199 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEUNTUNGAN, BELANJA MODAL DAN PERUBAHAN MODAL TERHADAP INSTRUMEN HUTANG JANGKA PANJANG Wida Purwidianti1 dan Purnadi2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jalan Raya Dukuhwaluh Purwokerto 53182 Telp 0281-636751 ext 223 Email: [email protected] [email protected] Abstract This Study Entitled "Effect Of Profitability Analysis, Capital Expenditure And Capital Changes To Long-Term Debt Instruments". The Purpose Of This Study Was To Examine The Effect Of Fiscal Deficits On Long-Term Debt Instruments. The Fiscal Deficit In This Study Is Proxied By The Rate Of Profit, Changes In Capital Expenditures And Changes In Working Capital. The Samples Studied Are Companies That Enter Into The Jakarta Islamic Index (Jii) For Three Consecutive Years, Namely In 2012-2014. The Analytical Method Used To Test The Hypothesis Is Multiple Linear Regression Analysis. The Results Showed No Significant Effect The Rate Of Profit And Change In Working Capital Variables On Long-Term Debt Instruments. While Capital Expenditure Variables Have A Significant Positive Effect On Long-Term Debt Instruments. Keywords: The Rate Of Profit, Changes In Capital Expenditures, Changes In Working Capital, Long-Term Debt Instrumen 1. Pendahuluan Permodalan sebuah perusahaan adalah hal yang sangat vital karena tanpa adanya modal yang memadai maka kelangsungan hidup perusahaan akan sulit dipertahankan. Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh pemilik perusahaan atau manajer keuangan adalah keputusan tentang struktur modal atau struktur pendanaan perusahaan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keputusan manajer dalam menentukan struktur modal perusahaan. Faktor-faktor tersebut adalah risiko bisnis, posisi pajak, fleksibilitas keuangan dan konservatisme atau agretivitas manajemen . Secara lebih umum factor-faktor yang berpengaruh terhadap struktur modal adalah stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, penngendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan. Myers dan Majluf (1984) dan Myers(1984) merumuskan teori struktur modal yang disebut pecking order theory. Disebut pecking order karena teori ini menentukan hirarki sumber dana yang paling disukai. Teori ini mendasarkan pada asimetri informasi yang menunjukkan bahwa manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak (tentang prospek, resiko dan nilai perusahaan) daripada pemodal publik.. Asimetri informasi ini mempengaruhi pilihan antara sumber dana internal ataukah eksternal dan antara penerbitan hutang baru atau ekuitas baru. Teori Pecking order menyatakan Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal, perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian dividen dengan kesempatan investasi yang dihadapi dan berupaya tidak melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar, pembayaran dividen cenderung konstan dan fluktuasi laba yang diperoleh mengakibatkan dana internal kadang-kadang berlebihan atau kurang untuk investasi, apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Dimulai dari obligasi, convertible obligasi, saham baru. 200 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Penelitian ini mengacu pada teori pecking order karena berdasarkan Liesz dalam Sembiring, Pecking Order Theory mampu menjelaskan perilaku manajer keuangan dalam hal pendanaan keuangan perusahaan di situasi yang dinamis akibat situasi ekonomi dan pasar yang berubah-ubah dan karena Pecking Order Theory dapat menjelaskan kemampuan pasar untuk menyerap instrumen hutang ketika sebuah perusahaan melepas saham atau menjual instrument hutangnya kepada para investor. Berdasarkan Pecking Order Theory, kerugian perusahaan (negative net earnings after interest and tax) menyebabkan defisit keuangan sehingga terjadi keputusan pendanaan dan naiknya instrumen hutang jangka panjang, atau, untuk memudahkan peneliti di dalam analisa, dapat dikatakan juga bahwa keuntungan perusahaan (positif net earnings after interest and tax) berbanding terbalik dengan jumlah instrumen hutang jangka panjang perusahaan. Adanya pembayaran dividen secara kas (cash dividend) dan belanja modal (cash expenditure) serta perubahan modal berjalan (change of working capital) menyebabkan defisit keuangan dan keputusan pendanaan keuangan untuk menaikkan jumlah instrumen hutang jangka panjang. Hasil penelitian dari Sembiring menyimpulkan bahwa defisit pendanaan keuangan berdampak pada perubahan instrumen hutang jangka panjang. Hanya dua faktor yang menjadi penyebab utama defisit keuangan perusahaan LQ45 di Indonesia yaitu belanja modal dan perubahan modal berjalan. Sedangkan laba perusahaan dan pembayaran dividen tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena adanya multikolinieritas. Penelitian ini akan menguji kembali variabel-varaiabel yang digunakan oleh Sembiring dengan menghilangkan satu variabel bebas yaitu pembayaran dividen karena mempunyai multikolinieritas yang paling tinggi. Penelitian tersebut menarik untuk diuji kembali karena kondisi ekonomi Indonesia pada saat krisis global menyebabkan perusahaan harus melakukan restrukturisasi pendanaan. Masalah penelitian ini secara spesifik dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Apakah keuntungan perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap instrumen hutang jangka panjang? 2) Apakah belanja modal perusahaan mempunyai pengaruh yang positif terhadap instrumen hutang jangka panjang? 3) Apakah perubahan modal berjalan perusahaan mempunyai pengaruh yang positif terhadap instrumen hutang jangka panjang? 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Modal Struktur finansiil mencerminkan cara bagaimana aktiva-akativa perusahaan dibelanjai dengan demikian struktur finansiil tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca. Struktur finansiil mencerminkan pula perimbangan baik dalam artian absolute maupun relative antara keseluruhan modal asig (baik jangka panjang maupun jangka pendek) dengan jumlah modal sendiri. Struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Apabila struktur finansiil tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca maka struktur modal hanya tercermin pada utang jangka panjang dan unsure-unsur modal sendiri, dimana unsure-unsur tersebut merupakan dana permanent atau jangka panjang. (Riyanto, 2001) Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan. Dengan kata lain , seandainya 201 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang atau sebaliknya apakah harga saham akan berubah, apabila perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya (Husnan, 2004). Modal yang dipergunakan perusahaan selalu mempunyai biaya. Biaya tersebut bisa bersifat eksplisit (nampak dan dibayar oleh perusahaan) dan bisa bersifat implicit (tidak tampak, bersifat opportunistic, atau disyaratkan oleh pemodal). Bagi dana yang berbentuk hutang maka biaya dana mudah diidentifikasikan yaitu biaya bunganya. Dengan demikian perimbangan risk and return trade off akan mendasari pemilihan sumber dana tersebut. Sedangkan bagi dana yang berbentuk modal sendiri biaya dananya tidak akan nampak. Meskipun demikian tidak berarti biaya dananya lebih murah dalambentuk hutang. Biaya dana (cost of capital) untuk dana dalam bentuk modal sendiri merupakan tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik dana tersebut sebelum mereka menyerahkan dananya ke perusahaan (Husnan, 2004). Berdasarkan teori pecking order menyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), apabila pendanaan dari luar diperlukan maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman dahulu. Menurut Myers (1996) perusahaan lebih menyukai penggunaan modal internal yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Dana internal lebih disukai karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tiak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Salah satu tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana. Di dalam melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan adanya suatu variasi dalam pembelanjaan dalam arti kadang-kadang perusahaan lebih baik menggunakan dana yang bersumber dari hutang (debt) kadang perusahaan lebih baik menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri (equity). Oleh karena itu manajer keuangan perusahaan di dalam operasinya perlu berusaha memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang dan modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan, perlu diperhatikan berbagai faktorfaktor yang mempengaruhi struktur modal, antara lain : a. Besarnya suatu perusahaan Suatu perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas , setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atu tergesernya control dari pihak dominant terhadap perusahaan yang bersangkutan dan sebaliknya. Oleh karena itu pada perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan perusahaan yang kecil. b. Risiko Bisnis Apabila perusahaan dihadapkan pada meningkatnya tingkat bunga pinjaman sewaktu perusahaan akan menggunakan hutang yang makin besar , maka hal ini berarti bahwa calon pembeli obligasi mulai memasukkan risiko kebangkrutan dalam analisis mereka (Husnan, 2004). c. Struktur aktiva Kebanyakan perusahaan industri di mana sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed asset) akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal permanent yaitu modal sendiri sedangkan modal asing sifatnya sebagai pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansiil konservatif yang horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutupi jumlah aktiva tetap plus aktiva lain yang sifatnya permanent. Dan perusahaan 202 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 yang sebagian besar dari aktivanya sendiri dari aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan utang jangka pendek (Riyanto, 2001). d. Profitabilitas Stabilitas penjualan yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas keuntungan juga merupakan faktor mempengaruhi rasio hutang yang dipergunakan perusahaan . Semakin stabil keuntungan semakin besar kemungkinan perusahaan mampu memenuhi kewajiban finansialnya. Dengan demikian perusahaan akan semakin berani menggunakan hutang (Husnan, 2004). Sembiring menyatakan bahwa defisit pendanaan keuangan terjadi ketika sumber pendanaan internal perusahaan, yaitu laba ditahan (retained earnings) sudah tidak bisa mendanai kegiatan operasional perusahaan sehingga perusahaan memutuskan untuk menggunakan instrumen hutang jangka panjang sebagai hirarki pendanaan keuangan perusahaan yang kedua. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hutang jangka panjang bertambah besar jika terjadi defisit pendanaan keuangan atau defisit pendanaan keuangan bertambah besar. Jika dikaitkan dengan 4 faktor pemicu defisit pendanaan, yaitu kerugian perusahaan (negative net earnings after interest and tax), pembayaran dividen secara kas (cash dividend), belanja modal (cash expenditure), dan perubahan modal berjalan (change of working capital), maka berdasarkan Pecking Order Theory dapat disimpulkan sementara bahwa: 1) semakin besar defisit pendanaan keuangan maka semakin besar pula instrumen hutang jangka panjang perusahaan, begitu pula sebaliknya 2) jika terdapat kerugian perusahaan (negative net earnings after interest and tax) maka hutang jangka panjang perusahaan bertambah, atau dapat dikatakan kenaikan keuntungan perusahaan (net earnings after interest and tax) dapat memicu penurunan hutang jangka panjang 3) semakin besar pembayaran dividen secara kas (cash dividend) maka semakin besar pula instrumen hutang jangka panjang perusahaan, begitu pula sebaliknya 4) semakin besar belanja modal (cash expenditure) perusahaan maka semakin besar pula instrumen hutang jangka panjang perusahaan, begitu pula sebaliknya 5) semakin besar perubahan modal berjalan (change of working capital) perusahaan maka semakin besar pula instrumen hutang jangka panjang perusahaan, begitu pula sebaliknya. 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian dari Dewi tentang Model Restrukturisasi Utang sebagai dampak dari Karakteristik Keuangan Perusahaan dan Kondisi Industri menyimpulkan bahwa: 1) Likuiditas berpengaruh positif terhadap model penyerahan Aset (signifikan) dan model Penyertaan Modal berpengaruh negatif terhadap model penjadualan ulang, penebusan dengan obligasi (signifikan), dan pemotongan utang pokok. 2) Struktur Modal berpengaruh positif terhadap debt to bond swap, dan write-off tetapi berpengaruh negatif terhadap model restrukturisasi debt to asset swap, penyertaan modal (signifikan), dan penjadualan kembali. 3) Kemampuan Aset untuk menjamin utang berpengaruh positif terhadap penyerahan Aset, penyertaan modal dan potongan pokok. dan karenanya menjadi berpengaruh negatif terhadap penjadualan ulang dan penebusan dengan obligasi. 4) Profitabilitas yang semula diduga akan berpengaruh positif terhadap penjadualan ulang dan Potongan Pokok, ternyata adalah berpengaruh negatif terhadap penjadualan ulang dan penyertaan modal (signifikan) pengaruh 203 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 positif adalah terhadap Potongan pokok (signifikan) , model penyerahan Aset, dan penukaran dengan obligasi . 5) Kondisi Industri berpengaruh negatif terhadap Penjadualan Kembali dan lebih memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap penyertaan modal. 6) Pengaruh Kondisi industri dalam bentuk daya saing perusahaan dalam industri dapat menjelaskan lebih baik pengaruh positifnya terhadap penjadualan ulang Hasil penelitian dari Sembiring menyimpulkan bahwa defisit pendanaan keuangan berdampak pada perubahan instrumen hutang jangka panjang. Hanya dua faktor yang menjadi penyebab utama defisit keuangan perusahaan LQ45 di Indonesia yaitu belanja modal dan perubahan modal berjalan. Sedangkan laba perusahaan dan pembayaran dividen tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena adanya multikolinieritas. 3. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1) Keuntungan perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap instrumen hutang jangka panjang 2) Belanja modal perusahaan mempunyai pengaruh yang positif terhadap instrumen hutang jangka panjang 3) Perubahan modal berjalan perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap instrumen hutang jangka panjang 4. Metode Penelitian 4.1 . Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kausal 4.2. Populasi penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang masuk ke Jakarta Islamic Indeks. Dalam rencana penelitian ini, pengambilan sampel akan dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Kriteria penggunaan metode purposive sampling didasarkan pada hal-hal berikut: a. Perusahaan yang tiga tahun berturut-turut masuk dalam Jakarta Islamic Index dari tahun 2012-2014. b. Perusahaan yang mempunyai laporan keuangan lengkap dalam bentuk annual report, laporan laba rugi perusahaan dan neraca 4.3. Sumber Data Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder bersumber dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia , dokumen-dokumen resmi, buku pustaka dan arikel-artikel yang berhubungan dengan penelitian. 4.4. Definisi Operasional Variabel Pengukuran variabel dependen dan independen dalam penelitian ini merupakan rumus pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian Sembiring. a. Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah instrumen hutang jangka panjang yang dapat dirumuskan sebagai berikut: LTDC = LTD1 – LTD0 / LTD0.................(1) LTDC :Perubahan instrument hutang jangka panjang dalam satu tahun periode akuntansi LTD1 : Saldo akhir tahun instrument hutang jangka panjang dalam satu tahun periode akuntansi LTD0 :Saldo awal tahun instrument hutang jangka panjang dalam satu tahun periode akuntansi 204 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 b. Variabel Independen 1). Keuntungan Perusahaan (Net Earning After Tax) Keuntungan perusahaan dapat dilihat dari besarnya logaritma natural keuntungan yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akuntansi 2). Belanja modal (capital expenditure) dihitung dengan rumusan: CE = (NFA1 – NFA0 )/ NFA0 ........... (2) CE : Belanja modal (capital expenditure) dalam satu tahun periode akuntansi NFA1 : Saldo akhir aktiva tetap bersih (ending balance of net fixed assets) dalam satu tahun periode akuntansi NFA0 : Saldo awal aktiva tetap bersih (ending balance of net fixed assets) dalam satu tahun periode akuntansi Pada umumnya, perusahaan JII menyajikan perhitungan aktiva tetap bersih pada laporan keuangannya. Jika tidak ada, maka peneliti akan melakukan perhitungan aktiva tetap bersih dengan rumusan: NFA = TA – Acc. Dep ............(3) NFA: Aktiva tetap bersih (net fixed assets) TA: Nilai historis pada saat pembelian (historical cost) aktiva tetap Acc. Dep.: Akumulasi penyusutan (accumulated depreciation) aktiva tetap 3). Perubahan Modal Berjalan Perhitungan perubahan modal berjalan (working capital change) dilakukan dengan menggunakan formula: WCC = (WC1 – WC0) / WC0.....................(4) WCC :Perubahan modal berjalan (working capital change) dalam 1 tahun periode akuntansi WC1 :Saldo awal tahun modal berjalan (working capital change) dalam 1 tahun periode akuntansi WC0 : Saldo akhir tahun modal berjalan (working capital change) dalam 1 tahun periode akuntansi Modal berjalan (working capital) dapat dicari dengan rumus: WC = CA – CL................................(5) WC :Modal berjalan (working capital) CA :Aktiva lancar (current asset) CL :Kewajiban lancar (current liabilities) 5. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut : (1). Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan persamaan regresi linear berganda Yi = b0 + b1X1+ b2.X2.+ b3X.3 +ε...........(6) Yi : Instrumen Hutang Jangka Panjang X1 : Keuntungan X2 : Belanja Modal X3 : Perubahan Modal Berjalan b0 : Konstanta b1; b2 ; b3 : Koefisien regresi ε : error 205 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 (2). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda pada program SPSS. Dari model ini akan diperoleh nilai t sebagai parameter estimasi, koefisien determinasi (R), koefisien 2 determinasi berganda (R ) yang menunjukkan kemampuan variabel independen secara bersama-sama menjelaskan variasi naik turunnya variabel dependen, serta juga diperoleh koefisien regresi untuk masing-masing variabel independen. Nilai koefisien regresi b2 positif dan signifikan untuk variabel X2 maka hipotesis 2 terdukung. Apabila nilai koefisien regresi b1 dan b3 negatif dan signifikan maka hipotesis 1 dan 3 terdukung. (3). Untuk mengetahui apakah regresi yang digunakan memberikan hasil yang Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) maka dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. 6. Hasil Dan Pembahasan 6.1. Statistik Deskriptif Penelitian ini akan menguji pengaruh defisit keuangan (tingkat keuntungan, perubahan belanja modal dan perubahan modal berjalan) terhadap instrumen hutang jangka panjang. Perusahaan yang akan diteliti adalah perusahaan yang tergabung dalam dalam Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek Indonesia. Sampel penelitian ini perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam Jakarta Islamic Indeks (JII) dari tahun 2012-2014. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini telah dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan yaitu perusahaan yang tiga tahun berturut-turut masuk dalam Jakarta Islamic Index dari tahun 2012-2014, perusahaan yang mempunyai laporan keuangan lengkap dalam bentuk annual report, laporan laba rugi perusahaan dan neraca. Hasil identifikasi pada laporan keuangan yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia diperoleh data seperti yang tercantum pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1: Data Penelitian Keterangan Data perusahaan yang masuk ke dalam JII di BEI selama tahun 2012-2014 Data perusahaan yang tidak tiga tahun berturut-turut masuk ke JII Data perusahaan yang tidak menggunakan satuan Rupiah dalam laporan keuangannya Data outlier dari casewise diagnostics Jumlah data akhir yang dapat dianalisis Sumber : ICMD dan www. BEI. co.id Jumlah data 180 (123) (9) (3) 45 Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan deviasi standar dari setiap variabel yang digunakan. Tabel 2 dibawah ini menunjukkan hasil uji statistik deskriptif setiap variabel penelitian. Tabel 2 Descriptive Statistics N Min Max Laba 45 2.83 30.76 24.76 9.5245 Belanja 45 -.07 .63 .2029 .17334 Modal 45 -5.15 .66 -.2058 .99582 Hutang 45 -.24 .76 .2594 Valid N (listwise) Mean Standar deviasi .26082 45 206 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Berdasarkan tabel di atas terlihat nilai rata-rata logaritma natural tingkat keuntungan sebesar 24,769 atau rata-rata tingkat keuantungan setelah pajak dari sampel sebesar Rp. 5.715.313.035,-. Nilai rata-rata perubahan belanja modal perusahaan sampel sebesar 0,2029 atau 20,29%. Ini artinya bahwa terjadi rata-rata peningkatan belanja modal (saldo aktiva tetap) dari tahun sekarang dengan tahun sebelumnya sebesar 20,29%. Nilai rata-rata perubahan modal berjalan perusahaan sampel sebesar -0,2058 atau -20,58%. Ini artinya bahwa terjadi penurunan modal berjalan dari tahun sekarang dengan tahun sebelumnya sebesar 20,58%. Sedangkan perubahan nilai rata-rata instrumen hutang jangka panjang sebesar 0.2594 atau 25,94% artinya terjadi peningkatan jumlah hutang jangka panjang dari tahun sekarang dengan tahun sebelumnya. 6.2. Hasil Regresi Hasil analisis regresi dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini: Tabel 3 Hasil Regresi Model 1 Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients t Sig. .449 .656 B Std. Error Beta (Constant) .042 .094 LABA .001 .003 .041 .332 .742 BELANJA .900 .186 .598 4.846 .000 MODAL -.030 .032 -.116 -.937 .354 Dependent Variable : hutang Tabel di atas menunujukkan hasil uji regresi pengaruh variabel keuntungan perusahaan (X1), perubahan belanja modal (X2) dan perubahan modal berjalan (X3) terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang (Y). Hasil tersebut memperlihatkan bahwa hanya variabel perubahan belanja modal yang berpengaruh positif signifikan terhadap instrumen hutang jangka panjang. 6.3. Uji Kecocokan Model Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of fitnya yaitu dari koefisien determinasi, nilai satistik F dan nilai statistik t. Berdasarkan hasil analisi diperoleh nilai koefisien determinasi adjusted R2 sebesar 0.334 atau 33,4% yang artinya kemampuan variabel independen (tingkat keuntungan, perubahan belanja modal dan perubahan modal berjalan) dalam menjelaskan naik turunnya variabel dependen (perubahan instrumen hutang jangka panjang) sebesar 33,4% sedangkan sisanya sebesar 67,6% dijelaskan variabel lain yang tidak diteliti. Hasil analisis menunjukkan nilai F hitung atau uji F sebesar 8,363 signifikan pada tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti secara bersama-sama ketiga variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. 6.4. Hasil Uji Asumsi Klasik 6.4.1. Uji Normalitas Hasil uji normalitas tersebut di atas menunjukkan nilai Kolmogorow-Smirnov sebesar 0,926 signifikan pada tingkat 0,358. Hasil uji tersebut mempunyai nilai p > 0,05 yang berarti error terdistribusi secara normal 207 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 6.4.2. Uji Heteroskedastisitas Pengujian dapat dilakukan dengan dengan uji Glejser dengan cara meregresikan nilai absolut residual dengan variabel independen. Apabila nilai p dari koefisien regresi < 0,05 maka terjadi heteroskedastisitas. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan hasil uji heteroskedastisitas Tabel 4 : Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 1 Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t B Std. Error Beta (Constant) .100 .060 LABA .002 .002 BELANJA .041 MODAL -.017 Sig. 1.658 .105 .124 .797 .430 .118 .053 .343 .733 .021 -.126 -.815 .420 a. Dependent Variable: ABRES Tabel 4 menunjukkan nilai p dari koefisien regresi > 0,05 untuk semua variabel independen hal ini berarti model bebas dari heteroskedastisitas. 6.4.3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan uji durbin watson. Hasil uji menunjukkan nilai durbin watson sebesar 1,642 . Pada n=45 dan k =3 diperoleh nilai dL = 1,383 dan dU = 1,666. Nilai durbin watson berada pada dL ≤ d ≤ du terdapat keraguan menyatakan adanya autokorelasi baik positif maupun negatif. 6.4.4 Uji Multikolinearitas Tabel 5 dibawah ini menunjukkan hasil uji multikoliniertias untuk persamaan Tabel 5: Hasil Uji Multikolinieritas Variabel Tolerance VIF Laba 0,976 1,025 Belanja Modal 0,992 1,008 Modal Berjalan 0,984 1,017 Hasil uji ini menunjukkan nilai VIF mendekati 1 untuk semua variabel independen ini berarti tidak ada multikolinearitas antar variabel. Hal ini juga diperkuat dengan nilai tolerance variabel independen >0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%6.5 Pengujian Hipotesis Tabel 6 di bawah ini merupakan ringkasan hasil pengujian hipotesis sebagai berikut: Tabel 6: Ringkasan Pengujian Hipotesis Variabel Laba (X1) Belanja (X2) Modal (X3) Koefisien .001 .900 -.030 t hitung .332 4.846 -.937 Signifikan .742 .000 .354 208 Kesimpulan Ditolak Diterima Ditolak Pembahasan Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari tiga variabel yaitu keuntungan perusahaan (X1), perubahan belanja modal (X2) dan perubahan modal berjalan (X3) hanya satu variabel yang berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang (Y) yaitu variabel perubahan belanja modal (X2) 6.5.1.Tingkat Keuntungan Dan Instrumen Hutang Jangka Panjang Hipotesis pertama dibangun untuk menjawab pertanyaan apakah tingkat keuntungan berpengaruh negatif terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel tingkat keuntungan tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Seftianne dan Handayani (2011) yang menemukan bahwa profitabilitas (ROA) mempunyai tidak memiliki pengaruh terhadap stuktur modal dengan arah koefisien yang positif. Hasil penelitian ini sejalan penelitian Sembiring yang menyimpulkan bahwa adanya hubungan negatif antara laba perusahaan (net earnings after interest and tax) dan pembayaran dividen secara kas (cash dividend) pada analisa model regresi awal menyebabkan studi pada perusahaan LQ45 di Indonesia ini tidak dapat menyimpulkan bahwa kedua variabel independen tersebut merupakan faktor determinan dalam Pecking Order Theory dan kedua faktor tersebut memiliki dampak pada kebijakan hutang jangka panjang perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Nugroho (2006) yang menemukan bahwa ROA berpengaruh signifikan negatif terhadap DER maka perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas asset (ROA) sebaiknya menggunakan utang yang kecil, Karena dengan tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagaian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Dengan hutang yang relatif kecil maka beban tetap perusahaan berupa bunga menjadi rendah dan keuangan perusahaan menjadi lebih sehat. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian Yusrianti (2013) yang menemukan bahwa adanya hubungan negatif antar profitabilitas dengan struktur modal perusahaan. Penelitian dari Sari (2015) menemukan bukti secara parsial profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal (DER) Hasil penelitian ini menemukan bahwa tingkat keuntungan mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap instrumen hutang jangka panjang. Hasil ini tidak sesuai dengan teori pecking order yang menyatakan bahwa perusahaan lebih menyukai pendanaan internal dan perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian dividen dengan kesempatan investasi yang dihadapi dan berupaya tidak melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar Tetapi hal ini sesuai dengan teori Modligiani Miller (MM) yang menyatakan dalam keadaan ada pajak, keputusan pendanaan menjadi relevan karena bunga yang dibayarkan bisa dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak. Penghematan pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan oleh karena itu, nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak menggunakan hutang. 6.5. 2. Belanja Modal dan Instrumen Hutang Jangka Panjang Hipotesis kedua dibangun untuk menjawab pertanyaan apakah perubahan belanja modal berpengaruh positif terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel belanja modal berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang. Hal ini berarti ketika terjadi kenaikan belanja modal akan mengakibatkan kenaikan instrumen hutang jangka panjang. Penelitian ini mendukung penelitian Sembiring yang menemukan dua faktor yang menjadi penyebab utama defisit keuangan perusahaan LQ45 di Indonesia yaitu belanja modal dan perubahan modal berjalan. 209 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 semakin besar belanja modal (cash expenditure) perusahaan maka semakin besar pula instrumen hutang jangka panjang perusahaan, begitu pula sebaliknya. Kemampuan Aset untuk menjamin utang berpengaruh positif terhadap penyerahan Aset, penyertaan modal dan potongan pokok. dan karenanya menjadi berpengaruh negatif terhadap penjadualan ulang dan penebusan dengan obligasi. 6.5.3. Modal Berjalan dan Instrumen Hutang Jangka Panjang Hipotesis ketiga dibangun untuk menjawab pertanyaan apakah perubahan modal berjalan berpengaruh positif terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel modal bejalan tidak berpengaruh terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang dengan nilai koefisien yang negatif. Hal ini berarti ketika terjadi kenaikan modal berjalan akan mengakibatkan penurunan instrumen hutang jangka panjang. Perusahaan selalu menuntut agar dalam perolehan dan penggunaan dana perusahaan harus didasarkan dalam pertimbangan efisiensi dan efektivitas. Hal ini berarti setiap kegiatan perusahaan yang menggunakan modal kerja harus dapat digunakan seefektif mungkin untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal. Efektifititas dalam mengelola modal kerja meliputi kegiatan fungsional manajemen, dalam hal keuangan seperti pengelolaan sumber modal kerja, pemasaran, diversivikasi produk, sumber daya manusia dan operasional (Sugiyarso dan Winarni dalam Santoso, 2015). Jadi banyak sekali faktor - faktor yang mempengaruhi efektivitas penggunaan modal kerja yang kemudian meningkatkan atau menurunkan laba. Jika perusahaan menggunakan modal kerjanya secara efektif maka kemampuan perusahaan menciptakan efisiensi penggunaan modal kerja dan menghasilkan laba juga akan meningkat. Sesuai teori pecking order bahwa perusahaan lebih menyukai modal dari sumber internal. Oleh sebab itu meningkatnya laba dalam perusahaan akan mengakibatkan perusahaan banyak menggunkan laba sebagai modalnya dan mengurangi penggunaan modal dari sumber hutang. Hasil penelitian tidak mendukung hasil penelitian Sembiring yang menemukan bukti bahwa perubahan modal berjalan berpengaruh positif signifikan terhadap instrumen hutang jangka panjang. Hal ini biasanya dilakukan perusahaan untuk menjaga likuiditas jangka pendek dan stabiltas operasional 7. Kesimpulan Dan Saran 7.1. Kesimpulan Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hipotesis pertama yang menyatakan tingkat keuntungan berpengaruh negatif terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang ditolak. 2. Hipotesis kedua menyatakan bahwa perubahan belanja modal berpengaruh positif terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang diterima 3. Hipotesis ketiga menyatakan bahwa perubahan modal berjalan berpengaruh positif terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang 7.2. KETERBATASAN DAN SARAN Beberapa keterbatasan dan saran yang dapat pertimbangkan untuk penelitian selanjutnya yaitu: 1. Dalam penelitian ini hanya satu hipotesis yang terbukti yaitu perubahan belanja modal berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan instrumen hutang jangka panjang. Penelitian selanjutnya perlu menambahkan tingkat profitabilitas sebagai variabel mediasi antara belanja modal dan modal berjalan terhadap instrumen hutang jangka panjang. 210 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 2. ISBN: 978-602-361-041-9 Faktor-faktor yang mempengaruhi hutang (struktur modal) perusahaan banyak dan kompleks, sedikitnya variabel yang diteliti menyebabkan hasil penelitian yang tidak sempurna. Oleh karena itu peneliti selanjutnya dapat menambah variabel lain missal kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, free cash flow dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Dewi, Nanny. Model Restrukturisasi Utang sebagai dampak dari Karakteristik Keuangan Perusahaan dan Kondisi Industri. Didownload di Google.com pada tanggal 15 September 2015 Ghazali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi. Semarang: Badan Peneliti Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics Fourth Edition. Mc Graw Hill. New York. Husnan, Suad. 2005. Dasar-dasar Analisis Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP AMP YKPN. Yogyakarta _________ dan Enny Pudjiastuti. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. UPP AMP YKPN. Yogyakarta Indriantoro, Nur., dan B. Supomo 2013. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen.Edisi pertama. BPFE-YOGYAKARTA. Muhammmad. 2004. Dasar-dasar Keuangan Islam. Ekonsia.Fakultas Ekonomi UII.Yogyakarta. Nugroho, Asih Suko (2006). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Properti yang Go Public di Bursa Efek Jakarta untuk Periode Tahun 1994-2004. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta Santoso, Gustafyanto. 2015. Analisis Modal Kerja INDF dengan SMAR dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Finesta. Vol 3 No 11 hal 103-107. Sari, Dian Novita. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2009 – 2013). Skripsi. UNDIP. Semarang. Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. BPFE. Yogyakarta Sembiring, Semerdanta Pusaka. Analisis Dampak Defisit Keuangan Perusahaan terhadap Instrumen Hutang Jangka Panjang pada Perusahaan LQ45 di Indonesia. www. Google. Com .Didownload pada tanggal 15 September 2015 Seftianne dan Handayani, Ratih. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol 13 No 1. Hal 39-56. Suliyanto, 2012. Ekonometrika Terapan – teori dan aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta : Andi Yogyakarta. 211 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Yusrianti, Hasni. 2013. Pengaruh Tingkat Profitabilitas, Struktur Aset, dan Growth Opportunity Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur yang Sudah Go Public di Bursa Efek Indonesia. Laporan Penelitian. UNSRI. Palembang Yusuf, Muri. 2013. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan penelitian gabungan. Jakarta : Prenadamedia Group. 212 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PENGARUH PENGUNGKAPAN INFORMASI SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP EARNING RESPONSE COEFFICIENT PADA PERUSAHAAN HIGH PROFILE DAN LOW PROFILE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Yosefin Dessy Septianingrum1 dan MI Mitha Dwi Restuti2 Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro no. 52-60 salatiga 50711 Email: [email protected] Abstract The Purpose Of This Study Was To Test The Impact Of Corporate Social Responsibility (Csr) Disclosure Toward Earning Response Coefficient (Erc) In High Profile And Low Profile Companies Listed On The Indonesian Stock Exchange. Due To Different Characteristics Between High And Low Profile Company, Investor Could Have Different Reaction Through Csr Disclosures. Multiple Linear Regression Used On Data Analysis.The Sampleswere 318 High Profile Companies And 325 Low Profile Companies. The Results Were Csr Disclosure Has No Effect On Erc In High And Low Profile Companies.Investor Did Not Respond To The Csr Disclosure In High And Low Companies, Investors Did Not Consider Social Information In The Annual Report. Investors Were More Focuse On Short Term Company’s Performance And Used Profit Information For Their Investment Decision. Keyword : Corporate Social Responsibility, Earning Response Coefficient, High Profile Company, Low Profile Company. 1. PENDAHULUAN Pengungkapan Corporate Social Respnsibility (CSR) merupakan bentuk pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan. Pada tiga dasawarsa terakhir menunjukkan bahwa kalangan usaha khususnya di negara maju semakin menyadari bahwa keberlangsungan usahanya tidak hanya bergantung pada efisiensi pemanfaatan sumber daya untuk memaksimalkan profit jangka pendek, tanpa diikuti oleh upaya peningkatan kualitas sosial, ekonomi, budaya masyarakat serta pengelolaan lingkungan dengan baik, pada akhirnya akan memunculkan masalah bagi perusahaan yang tidak hanya akan mengurangi profit karena adanya penambahan biaya, tetapi juga berpotensi menghancurkan perusahaan akibat kebangkrutan (Supriyono &Vita, 2011). Dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangan dalam jangka panjang (Kiroyan, 2006 dalam Sayekti & Wondabio, 2007). CSR dipahami sebagai perwujudan komitmen kepada keberlanjutan perusahaan yang dicerminkan dalam triple bottom line yaitu profit, planet dan people. Perusahaan sebaiknya tidak hanya mengungkapkan informasi keuangan saja namun juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan. Keberlangsungan hidup perusahaan akan terjadi apabila perusahaan memberi kepedulian terhadap pertumbuhan ekonomi, pengembangan lingkungan dan pengembangan sosial. Sebuah pandangan menyebutkan CSR sebagai enligtened shareholder approach, yang menyatakan bahwa apabila pembuat keputusan perusahaan ingin memaksimalkan keuntungan jangka panjang maka mereka harus mempertimbangkan berbagai hal mengenai sosial dan lingkungan (Permatasiwi, 2010 dalam Sudaryanto, 2011). Earning Response Coefficient (ERC) merupakan estimasi perubahan harga saham perusahaan akibat dari informasi laba perusahaan yang diumumkan ke pasar (Cheng dan Nasir, 2010). Rendahnya ERC menunjukkan bahwa laba kurang informatif bagi investor untuk membuat keputusan ekonomi sehingga 213 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dibutuhkan informasi- informasi lain selain informasi mengenai laba yang dapat menjadi pertimbangan bagi investor dalam membuat keputusan investasi. Informasi lainnya ini diantaranya adalah informasi CSR perusahaan. Profile perusahaan telah diidentifikasi sebagai faktor potensial yang mempengaruhi praktik pengungkapan sosial perusahaan. Perusahaan high profile umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasi perusahaan memiliki potensi dan kemungkinan berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas. Menurut Anggraini (2006) perusahaan yang termasuk dalam tipe industri high profile adalah perusahaan yang memiliki tingkat sensitifitas tinggi terhadap lingkungan, tingkat risiko politik yang tinggi, atau tingkat kompensasi yang ketat. Perusahaan ini pada umumnya memiliki karakteristik memilki jumlah tenaga kerja yang besar dan proses produksinya mengeluarkan residu, seperti limbah dan polusi (Zuhroh dan Sukmawati, 2003). Perusahaan low profile adalah perusahaan yang tidak terlalu memperoleh sorotan luas dari masyarakat ketika operasi yang mereka lakukan mengalami kegagalan atau kesalahan. Perusahaan yang termasuk dalam industri high profile diyakini akan memberikan informasi sosial lebih banyak dibandingkan perusahaan low profile. Oleh karena adanya perbedaan karakteristik dan juga pengungkapan yang dilakukan, pengaruhnya terhadap ERC juga kemungkinan besar akan berbeda. Jayanti (2012) menguji pengaruh pengungkapan tanggung jawab sosial terhadap ERCpada sektor pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap ERC.Restuti dan Nathaniel (2012) meneliti mengenai pengaruh pengungkapan CSR terhadap ERC dan hasil penelitian ini yaitu bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap ERC. Hal ini dapat dikatakan bahwa investor belum memperhatikan informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan sebagai informasi yang dapat mempengaruhi investor dalam melakukan keputusan investasi. Penelitian ini akan menguji pengaruh pengungkapan CSR terhadap ERC pada perusahaan high profile dan low profile. Pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan high profile akan mendapatkan lebih banyak perhatian dari investor, karena kegiatan usahanya yang memiliki pengaruh besar terhadap kondisi lingkungan dan sosial maka program pertanggungjawaban sosial yang diungkapkan akan mampu meningkatkan citra dari perusahaan tersebut yang akan berpengaruh pada peningkatan penjualan. Informasi dari CSR tersebut menjadi signifikan untuk digunakan oleh investor dalam pembuatan keputusan investasinya karena informasi yang terdapat dalam laporan CSR perusahaan high profile mampu mengurangi ketidakpastian perusahaan di masa mendatang. Sedangkan perusahaan low profile memiliki karakteristik yaitu kegiatan usahanya tidak mempengaruhi kondisi lingkungan dan sosial secara signifikan. Dengan karakteristik perusahaan low profile yang tidak berdampak secara signifikan terhadap kondisi lingkungan namun perusahaan ini tetap mampu melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial nya dengan baik maka akan memungkinkan timbulnya respon yang baik dari pihak investor karena dengan adanya pengungkapan ini mampu menunjukkan adanya kualitas dan tanggung jawab yang tinggi dari perusahaan ini. Perbedaan karakteristik yang terdapat pada kedua perusahaan ini berpotensi besar memunculkan respon investor yang berbeda pula. 2. KERANGKA TEORITIS 2.1 Teori Sinyal Menurut Jama’an (2008) teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini dapat berupa informasi apa yang sudah 214 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Teori sinyal merupakan sinyal informasi yang dibutuhkan oleh investor untuk mempertimbangkan dan menentukan apakah investor akan menanamkan sahamnya atau tidak pada perusahaan yang bersangkutan (Suwardjono, 2005). Teori sinyal menekankan pada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Menurut Jogiyanto (2000: 392) informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengadung nilai positif, maka diharapkan pasar akan memberikan reaksi positif. Teori ini mengindikasikan bahwa laporan keuangan perusahaan merupakan suatu sinyal yang dapat mempengaruhi nilai saham mereka. Apabila sinyal perusahaan menginformasikan kabar yang baik pada pasar, maka akan dapat meningkatkan harga saham sebaliknya jika sinyal perusahaan menginformasikan kabar buruk maka harga saham perusahaan akan mengalami penurunan. Perusahaan pastinya ingin menyampaikan informasi yang baik mengenai perusahaannya kepada pihak di luar perusahaan. Informasi tentang pengungkapan CSR ini menjadi suatu sinyal dari perusahaan untuk mengkomunikasikan kinerja perusahaan yang berorientasi jangka panjang. Laporan CSR ini mampu menjelaskan tanggung jawab perusahaan terhadap kondisi lingkungan dan sosial yang dakibatkan oleh aktivitas operasi perusahaan. Penjelasan dari laporan CSR ini mampu mengurangi ketidakpastian perusahaan di masa mendatang. 2.1 Corporate Social Responsibility Disclosure Menurut Chariri dan Ghozali (2007), praktik pengungkapan sosial perusahaan memainkan peranan penting bagi perusahaan karena perusahaan hidup di lingkungan masyarakat dan kemungkinan aktivitasnya memiliki dampak sosial lingkungan. Definisi Pengungkapantanggungjawabsosialperusahaanmenurut Gray et al. (1987) dalamRosmasita (2007) adalah proses pengkomunikasianefek-efeksosialdanlingkunganatastindakantindakanekonomiperusahaanpadakelompokkelompoktertentudalammasyarakatdanpadamasyarakatsecarakeseluruhan. Pengertian lainnya menurut Hackston dan Milne (1996) yaitu bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Tujuan dari pengungkapan sosial perusahaan yang diungkapkan oleh Darwin (2007) yaitu untuk menjalin komunikasi yang baik dan efektif antara perusahan dengan publik dan stakeholders lainnya tentang bagaimana telah mengintegrasikan kepedulian dan tanggung jawab sosial dalam setiap aspek kegiatan operasinya. Pengungkapan informasi tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan secara terbuka dan jujur memiliki banyak manfaat bagi kelangsungan kegiatan operasi perusahaan terutama manfaat jangka panjang yang akan dirasakan oleh perusahaan. Dengan adanya peningkatan mutu pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan maka akan memberikan manfaat sosial bagi perusahaan dimana hal ini dapat meminimalkan biayabiaya yang mungkin timbul di masa depan akibat adanya kerusakan kondisi sosial maupun lingkungan sebagai dampak aktivitas operasi perusahaan. Informasi CSR menjadi informasi bagi masyarakat sehingga mereka mengetahui sejauh mana perusahaan telah melaksanakan aktivitas sosial sehingga kehidupan masyarakat sekitar sejahtera. Menurut Global Reporting Initiative (GRI), definisi dari pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu praktik dalam mengukur, mengungkapkan, dan menjadi bertanggung jawab kepada para stakeholder baik internal maupun eksternal untuk kinerja organisasi yang mengarah kepada perkembangan yang berkelanjutan untuk menggambarkan pelaporan ekonomi, lingkungan, dan dampak sosial. 215 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2.3 Earning Response Coefficient (ERC) Earning Response Coefficient (ERC) digunakan untuk mengukur besaran reaksi pasar terhadap informasi yang disajikan dalam laporan tahunan perusahaan terutama informasi mengenai laba. Pengertian ERC menurut Cho dan Jung (1991) adalah efek dari setiap dolar unexpected earnings terhadap return saham, dan biasanya diukur dengan slopa koefisien dalam regresi abnormal return saham dan unexpected earnings. Respon pasar terhadap laba dapat berbeda-beda karena adanya hal-hal yaitu persistensi laba, beta, struktur permodalan perusahaan, kualitas laba, peluang pertumbuhan perusahaan (Scott, 2009). Nilai ERC diprediksi akan tinggi apabila laba perusahaan lebih persisten di masa yang akan datang, kualitas laba semakin baik dan memiliki peluang untuk bertumbuh. ERC merupakan koefisien yang mengukur respon abnormal return sekuritas terhadap unexpected earning perusahaan yang menerbitkan sekuritas (Naimah dan Utama, 2006). Widiastuti (2002) mendefinisikan ERC sebagai sensitifitas perubahan harga saham terhadap perubahan laba akuntansi. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dengan tingginya ERC, menunjukkan informasi laba yang dilaporkan berkualitas. Sebaliknya lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari rendahnya ERC menunjukkan informasi laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas. ERC merupakan salah satu bentuk pengujian terhadap kandungan informasi laba. Pada saat diumumkan, pasar telah mempunyai harapan tentang berapa besarnya laba perusahaan atas dasar informasi yang tersedia secara publik (Soewardjono, 2005 dalam Delvira dan Nelvirita, 2011). Jika investor mempunyai persepsi bahwa informasi keuangan itu memiliki kredibilitas tinggi, maka ia akan bereaksi terhadap laporan keuangan tersebut secara kuat (Novanti dan Erni, 2008) 2.4 Penelitian Terdahulu Sayekti dan Wondabio (2007) menguji pengaruh tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan terhadap ERC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan antara pengungkapan CSR dan ERC. Hal ini menunjukkan bahwa investor turut memperhatikan informasi CSR yang diungkapkan oleh perusahaan dalam mengambil keputusan investasi. Adisusilo (2011) menguji pengaruh pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan terhadap ERC (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dan negatif antara CSR terhadap ERC secara parsial.Jayanti (2012) menguji pengaruh pengungkapan tanggung jawab sosial terhadap ERC pada sektor pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan variabel pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap ERC. Restuti dan Nathaniel (2012) meneliti mengenai pengaruh pengungkapan CSR terhadap ERC dan hasil penelitian ini yaitu bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap ERC. Hal ini dapat dikatakan bahwa investor belum memperhatikan informasi-informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan sebagai informasi yang dapat mempengaruhi investor dalam melakukan keputusan investasi.Wulandari dan Wirajaya (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh pengungkapan CSR terhadap ERC dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap ERC. Hal ini disebabkan oleh rendahnya keyakinan investor terhadap informasi CSR yang diungkapkan dan sedikitnya jumlah informasi CSR yang diungkapkan oleh perusahaan.Fabita (2014) menguji pengaruh pengungkapan informasi CSR terhadap ERC pada perusahaan high profile dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengungkapan informasi CSR tidak 216 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 berpengaruh terhadap ERC. Hasil ini mengindikasikan bahwa pengungkapan CSR tidak mampu membantu investor dalam menginterpretasikan laba dengan lebih baik sehingga investor tidak akan mempertimbangkan pengungkapan CSR dalam pengambilan keputusan investasi. 2.5 Pengembangan Hipotesis 2.5.1 Pengaruh Pengungkapan CSR Terhadap ERC Perusahaan High Profile Perusahaan high profile adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam. Perusahaan ini memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap lingkungan, tingkat risiko politik atau tingkat kompetisi yang ketat dan pada umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan dengan kepentingan masyarakat secara luas. Masyarakat umumnya lebih sensitif terhadap tipe industri ini karena kelalaian perusahaan dalam pengamannan proses produksi dan hasil produksi dapat membawa dampak yang besar bagi masyarakat. Industrihigh profile diyakini melakukan pengungkapan sosial yang lebih banyak daripada industri yang low profile. Selama periode 2011 industri high profile mengimplementasikan kegiatan CSR-nya secara detail dan menyeluruh ke dalam semua aspek kehidupan agar limbah industrinya tidak membahayakan bagi alam,lingkungan, serta dapat menyejahterakan masyarakat sekitar (Rachman, 2012). Hackston dan Milne (1996) dalam Rahardjo (2009) menjelaskan bahwa perusahaan yang berorientasi pada konsumen diperkirakan akan memberikan informasi mengenai pertanggungjawaban sosial karena hal ini akan meningkatkan image perusahaan dan mempengaruhi penjualan. Dengan adanya pengungkapan sosial yang lebih tinggi pada laporan keuangan tahunan pada perusahaan high profile maka potensi dari informasi CSR disclosure untuk dapat mempengaruhi keputusan investor dalam mengambil keputusan investasi akan lebih tinggi pula. Hasil penelitian Anggraini (2006) menunjukkan bahwa perusahaan dengan kepemilikan manajemen yang besar dan termasuk dalam industri yang memiliki risiko politis tinggi (high profile) cenderung mengungkapkan informasi sosial yang lebih banyak dibandingkan perusahaan lain. Hasil penelitian Hidayati dan Murni (2009) menunjukkan bahwa pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan high profile berpengaruh secara negatif terhadap ERC. Hasil ini menunjukkan bahwa informasi CSR dapat digunakan oleh investor sebagai salah satu masukan dalam mengambil keputusan investasi. Investor tidak hanya menggunakan informasi mengenai laba saja dalam membuat keputusan investasi tetapi juga menggunakan informasi yang terkandung dalam laporan CSR sehingga pertimbangan investor ini akan mempengaruhi respon pasar terhadap laba perusahaan. Pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan high profile lebih mendapatkan perhatian investor, terkait karakteristik perusahaan ini yang memiliki risiko dan sensitifitas lebih tinggi membuat investor asing maupun lokal akan concern pada operasi perusahaan. Pengungkapan Corporate Social Responsibility juga akan meningkatkan citra dari perusahaan tersebut yang dapat berpengaruh pada peningkatan penjualan perusahaan. Selain itupengungkapan informasi CSR yang dilakukan mampu menjadi informasi tambahan bagi investor serta mampu mengurangi ketidakpastian perusahaan di masa yang akan datang. Informasi tersebut akan menjadidasar bagi penilaian dan pertimbangan investor dalam mengambil keputusan investasinya. Karena dengan melihat kinerja keuangan perusahaan saja tidak akan cukup memberikan penilaian mengenai baik buruknya kinerja perusahaan. Laba merupakan salah satu informasi yang sering dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi oleh investor. Namun kegunaan informasi mengenai laba ini sangat terbatas dan hanya beorientasi pada kinerja jangka pendek perusahaan saja sedangkan investor 217 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 juga harus memperhatikan informasi yang berorientasi pada kinerja jangka panjang perusahaan seperti informasi CSR sehingga investor mampu mempertimbangkan kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Dengan semakin tingginya pengungkapan informasi CSR memungkinkan informasi mengenai laba tidak lagi menjadi perhatian utama investor, investor bisa menggunakan informasi CSR sebagai salah satu faktor dalam pengambilan keputusan investasi, sehingga perhatian terhadap laba akan menurun secara tidak langsung. Ketika pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang dilakukan lebih tinggi maka respon pasar terhadap laba akan semakin rendah karena investor akan menggunakan informasi dalam CSR. Berdasarkan hal ini, maka hipotesis yang penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: H1: Pengungkapan informasi CSR berpengaruh negatif terhadap ERC pada perusahaan high profile. 2.5.2 Pengaruh Pengungkapan CSR Terhadap ERC Perusahaan Low Profile Menurut Hackston dan Milne (1996: 81) dalam Rahardjo (2009) perusahaan low profile didefinisikan sebagai perusahaan yang memiliki tingkat consumer visibility dan political visibility yang rendah. Perusahaan kategori ini dikarakteristikkan sebagai industri yang kurang sensitif terhadap terjadinya kerusakan lingkungan, memiliki tingkat risiko kerja yang lebih rendah, serta tidak memiliki sisa residu (limbah). Dengan begitu praktik social diclosure akan lebih ekstensif dilakukan oleh perusahaan bertipe high profile dibandingkan dengan perusahaan bertipe low profile. Indrawati (2009) dalam penelitian pengungkapan CSR dalam annual report serta pengaruh political visibility dan economic performance menunjukkan bahwa pengungkapan lebih banyak dilakukan pada perusahaan yang termasuk high profile dibandingkan dengan perusahaan low profile. Dengan adanya perbedaan pengungkapan sosial pada perusahaan low profile yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan high profile ini maka potensi dari informasi social disclosure perusahaan low profile untuk dapat mempengaruhi ERC juga akan lebih rendah karena keterbatasan informasi yang ada. Pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan low profile mungkin tidak akan mempengaruhi keputusan investor. Hal ini dikarenakan pada dasarnya perusahaan low profile tidak memiliki dampak terhadap lingkungan dan sosial secara signifikan. Perusahaan low profile yang pada dasarnya kegiatan operasinya tidak mempengaruhi dampak lingkungan dan sosial secara signifikan, pengungkapan pertanggungjawaban sosialnya tidak akan dijadikan sebagai dasar informasi dalam pengambilan keputusan investor. Karena investor yang akan menanamkan modalnya dalam perusahaan low profile tidak mengutamakan faktor pengungkapan sosial namun menggunakan informasi lain seperti informasi terkait laba perusahaan. Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan low profile akan mendapatkan respon yang baik dari investor karena akan menunjukkan perusahaan memiliki kredibilitas, tanggung jawab dan pengelolaan yang baik sehingga investor akan memberikan kepercayaan serta respon yang baik atas pengungkapan yang dilakukan perusahaan low profile. Sehingga ketika pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang dilakukan semakin tinggi maka respon pasar terhadap laba akan semakin tinggi juga. Dengan demikian, maka hipotesis penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: H2: Pengungkapan informasi CSR berpengaruh positif terhadap ERC pada perusahaan low profile. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Sampel Sampel dari penelitian ini yaitu perusahaan high profile dan perusahaan low profile yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2013 dan 2014. Pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan secara 218 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 purposive sampling. Dengan kriteria sampel perusahaan high profile dan low profile di Bursa Efek Indonesia yang secara continue melaporkan laporan keuangan dengan lengkap, perusahaan yang mengungkapkan pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) dalam laporan tahunannya selama tahun 2013 dan 2014.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Robert (1992); Hackston & Milne (1996); Patten (1991) perusahaan yang terklasifikasi dalam perusahaan high profile antara lain perusahaan perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif, penerbangan, agribisnis, tembakau dan rokok, produk makanan dan minuman, media dan komunikasi, kesehatan, energi (listrik), transportasi dan pariwisata. Sedangkan yang termasuk perusahaan low profile antara lain perusahaan bangunan, keuangan dan perbankan, supplier peralatan medis, property, retailer, tekstil, produk rumah tangga. Berikut hasil perhitungan sampel Tabel 1: Hasil Perhitungan Sampel Keterangan High Profile Low Profile 2013 2014 2013 2014 Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI 254 255 236 (239) Jumlah perusahaan yang tidak melaporkan laporan tahunan ke BEI (2) (6) (3) (8) (21) (13) (15) (14) Jumlah perusahaan yang baru melakukan IPO (30) (19) (22) (10) Jumlah perusahaan yang mengalami delisting (4) (1) (3) (0) Jumlah perusahaan yang tidak memiliki data yang lengkap (28) (67) (59) (31) Jumlah sampel per tahun 169 149 134 191 Jumlah perusahaan yang tidak mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan Jumlah sampel akhir 318 325 3.2 Variabel Penelitian Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada laporan tahunan perusahaan yang diukur dengan Corporate Social Responsibility Disclosure Index (CSRI). Instrumen pengukuran CSRI yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan pada instrumen yang digunakan pada GRI Indicators (G3), yang mengelompokkan informasi CSR ke dalam kategori: Ekonomi (9 Item), Lingkungan (30 Item), Tenaga Kerja (13 Item), HAM (9 Item), Sosial (8 Item), dan Produk (9 Item). GRI (Global Reporting Initiative) adalah institusi resmi yang mengeluarkan standard tentang sustainability reporting. Pendekatan untuk menghitung CSRI pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 apabila diungkapkan, dan nilai 0 apabila tidak diungkapkan (Haniffa et al., 2005). Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Rumus perhitungan CSRI adalah sebagai berikut (Haniffa et al, 2005): CSRIj = Keterangan: CSRIj : Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j Nj : Jumlah item perusahaan j, nj ≤ 78 ΣXij :Dummy variable: 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan 219 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Dengan demikian, 0 ≤ CSRIj ≤ 1 Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Earning Response Coefficient (ERC). Untuk mengetahui kualitas laba yang baik dapat diukur dengan menggunakan ERC, yang merupakan bentuk pengukuran kandungan informasi dalam laba. Estimat ERC dalam penelitian ini merupakan koefisien yang diperoleh dari regresi cross sectional antara Cumulative Abnormal Return (CAR) sebagai proksi harga saham dengan Unexpected Earning (UE). Penelitian Collins et al (1989) dalam Sayekti dan Wondabio (2007) menemukan bahwa perhitungan return yang paling optimal adalah selama 15 bulan. Pada penelitian ini CAR diperoleh dengan menggunakan window (time interval) yang mengacu pada penelitian Sayekti dan Wondabio (2007) yaitu CAR dihitung secara harian untuk periode 15 bulan, yaitu dari tanggal 1 januari sampai 31 maret. Hal ini dikarenakan jika periode waktu yang digunakan terlalu pendek maka tidak mampu menunjukkan reaksi pasar yang mungkin terjadi di luar time interval misalnya karena reaksi investor yang lambat sebaliknya jika periode yang digunakan terlalu panjang maka dapat memberikan pengukuran yang bias mengenai kontribusi informasi yang diungkapan oleh perusahaan (Lev, 1989 dalam Sayekti dan Wondabio, 2007). Pada penelitian ini untuk menghitung abnormal return tahun 2013 menggunakan harga saham perusahaan dan indeks harga saham gabungan selama periode 1 januari 2013 sampai 31 maret 2014 sedangkan untuk menghitung abnormal return tahun 2014 menggunakan harga saham perusahaan dan indeks harga saham gabungan selama periode 1 januari 2014 sampai 31 maret 2015. Pengukuran abnormal return dalam penelitian ini menggunakan market adjusted models yang mengasumsikan bahwa pengukuran yang terbaik adalah return indeks pasar (Pincus, 1993 dalam Widiastuti, 2002) sehingga tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar pada periode yang sama. Dalam hal ini return indeks pasar menggunakan return dari indeks harga saham gabungan (IHSG). Berikut adalah rumus untuk menghitung abnormal return: CAR = ΣARit Rit = Rmt= ARit = Rit – Rmt Keterangan : : Abnormal return untuk perusahaan i pada hari ke-t ARit Rit :Return harian perusahaan i pada hari ke-t Rmt :Return indeks pasar pada hari ke-t Pit : Harga saham perusahaan i pada hari ke-t Pit-1 : Harga saham perusahaan i pada hari ke-t-1 IHSGt : Indeks Harga Saham Gabungan pada waktu t IHSGt-1 : Indeks Harga Saham Gabungan pada waktu t-1 Sementara Unexpected Earning (UE) dihitung sebagai perubahan dari laba per saham perusahaan sebelum pos luar biasa tahun sekarang dikurangi dengan laba per lembar saham perusahaan sebelum pos luar biasa tahun sebelumnya dan diskalakan dengan harga per lembar pada akhir periode sebelumnya (Kothari &Zimmerman, 1995; Billings, 1999 dalam akuntansi yang direalisasikan terhadap laba akuntansi (Widiastuti, 2002). Laba akuntansi per saham menunjukkan kinerja internal dan harga saham menunjukkan kinerja pasar. UE dihitung dengan rumus sebagai berikut: UEit = | | 220 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Keterangan: UEit : Unexpected Earning perusahaan i pada periode t Eit : laba per lembar saham perusahaan i pada periode t Eit-1 : laba per lembar saham perusahaan i pada periode t- 1 Dalam penelitian ini untuk menghitung variabel UE tahun 2013 dihitung dari laba per lembar saham (sebelum pos luar biasa) tahun 2013 dikurangi dengan laba per saham perusahaan (sebelum pos luar biasa) tahun 2012, dan dibagi dengan harga per lembar saham pada 31 desember 2012, sedangkan untuk menghitung variabel UE tahun 2014 dihitung dari laba per saham tahun 2014 dikurangi laba per saham tahun 2013 dan dibagi dengan harga per lembar saham pada 31 desember 2013. Dalam penelitian yang dilakukan pada laporan tahunan 2013 dan tahun 2014 ini, besarnya pengungkapan informasi CSR yang terdapat pada laporan tahunan perusahaan tahun 2013 dibandingkan dengan nilai ERC tahun 2013 yang diperoleh dari regresi antara CAR dengan UE tahun 2013. Nilai CAR pada tahun 2013 ini dihitung selama 15 bulan karena periode ini dikatakan periode yang paling optimal (Lev, 1989 dalam Sayekti dan Wondabio, 2007), yaitu dari 1 januari 2013 sampai 31 maret 2014. Diperkirakan reaksi pasar atas informasi laba dapat tergambar dengan baik selama periode waktu tersebut. Sedangkan besarnya pengungkapan informasi CSR yang terdapat pada laporan tahunan perusahaan tahun 2014 dibandingkan dengan nilai ERC tahun 2014 yang diperoleh dari regresi antara CAR dengan UE tahun 2014. Nilai CAR pada tahun 2013 ini dihitung selama 15 bulan karena periode ini, yaitu dari 1 januari 2014 sampai 31 maret 2015. Penelitian ini menggunakan tiga variabel kontrol yang diprediksi berpengaruh terhadap ERC yaitu Return on Equity (ROE) yang digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan, Price to Book Value (PBV) yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan perusahaan, dan leverage (LEV) yang digunakan untuk mengukur struktur modal. 3.3 Pengujian Hipotesis Untuk menguji pengaruh pengungkapan CSR terhadap ERC, digunakan analisis regresi linear berganda. Model analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah: Pada perusahaan high profile CAR= α + β1UE + β2CSRIh+ β3ROE + β4PBV + β5LEV + β6UE*CSRIh + β7UE*ROE + β8UE*PBV + β 9UE*LEV + ε.......................................................................................(1) Pada perusahaan low profile CAR= α + β1UE + β2CSRIl+ β3ROE + β4PBV + β5LEV + β6UE*CSRIl + β7UE*ROE + β8UE*PBV + β 9UE*LEV + ε.......................................................................................(2) Keterangan CAR = Cummulative Abnormal Return harian perusahaan selama periode 15 bulan mulai 1 Januari sampai 31 maret UE = Unexpected Earnings perusahaan CSRIh = Corporate Social Disclosure Index pada perusahaan high profile, yang dihitung dengan menggunakan dummy variable CSRIl = Corporate Social Disclosure Index pada perusahaan low profile, yang dihitung dengan menggunakan dummy variable ROE = Return on Equity yang digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan PBV = Price to Book Value yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan perusahaan. LEV = Leverage yang digunakan untuk mengukur struktur modal. 221 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 ε = error term UE*CSRIh : Interaksi dari variabel UE dan CSRI perusahaan high profile UE*CSRIl : Interaksi dari variabel UE dan CSRI perusahaan low profile UE*ROE : Interaksi dari variabel UE dan ROE UE*PBV : Interaksi dari variabel UE dan PBV UE*LEV : Interaksi dari variabel UE dan LEV 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tabel 2 dan tabel 3 menyajikan statistik deskriptif. Tabel 2. Statistik Deskriptif Perusahaan High Profile CAR N 318 Minimum .00 Maximum .01 Mean -.0002 Std. Deviation .00167 UE 318 -1.51 .88 -.0094 .18422 CSRI 318 .03 .35 .1591 .07335 ROE 318 -233.71 196.69 70.735 2.800.000 PBV 318 -1.29 21.29 22.350 281.085 LEV 318 -8.99 70.83 13.512 437.758 UE*CSRI 318 -.19 .16 -.0007 .02823 UE*ROE 318 -39.53 353.84 19.283 2.090.000 UE*PBV 318 -1.67 2.96 -.0018 .27744 UE*LEV 318 -17.03 3.43 -.0699 108.715 Valid N (listwise) 318 Tabel 3. Statistik Deskriptif Perusahaan Low Profile CAR N 325 Minimum .00 Maximum .01 Mean .0000 Std. Deviation .00137 UE 325 -.86 1.07 .0068 .12450 CSRI 325 .01 .27 .1135 .04424 ROE 325 -88.67 33.21 94.775 1.150.000 PBV 325 .08 10.60 17.170 153.569 LEV 325 .00 10.59 18.153 208.058 UE*CSRI 325 -.07 .11 .0005 .01351 UE*ROE 325 -5.45 75.87 .6031 457.261 UE*PBV 325 -1.99 .49 .0009 .15283 UE*LEV 325 -1.37 4.75 .0033 .33221 Valid N (listwise) 325 Sebelum diakukan regresi berganda, sudah dilakukan uji asumsi klasik dan sudah lolos uji asumsi klasik. Tabel 4 memperlihatkan hasil pengujian regresi berganda Tabel 4. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Model 1 (Constant) Perusahaan High Profile B t Sig. B t Sig. -.016 -.068 .945 .000 -2.603 .010 222 Perusahaan Low Profile Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 UE .002 1.243 .215 .000 .235 .815 CSRI -.002 -2.043 .042 .000 -.598 .550 ROE -.005 -1.066 .287 .030 3.813 .000 PBV .000 4.025 .000 .000 3.000 .003 LEV -.033 -1.338 .182 .064 1.850 .065 UE*CSRI .007 .969 .333 .002 .141 .888 UE*ROE -.003 -.388 .699 .054 2.790 .006 UE*PBV .001 1.694 .091 .001 1.077 .282 UE*LEV .000 -1.476 .141 .000 .347 .729 R2 .148 .154 Sig. F .000 .000 4.1 Hasil Pengujian H1 Nilai signifikansi variabel UE*CSRI pada perusahaan high profile adalah 0,333, menunjukkan variabel informasi CSR tidak memiliki pengaruh terhadap ERC, sehingga hipotesis pertama (H1) tidak didukung. Hasil ini mengindikasikan bahwa pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial pada perusahaan high profile belum mendapatkan perhatian dari investor dalam pengambilan keputusan investasinya. Kegiatan operasi pada perusahaan high profile yang memiliki tingkat risiko signifikan terhadap kondisi lingkungan dan sosial sekitar perusahaan belum membuat pihak manajemen perusahaan terdorong untuk lebih memperhatikan pengungkapan informasi CSR. Hal ini dapat terlihat dari hasil statistik deskriptif bahwa pengungkapan informasi CSR pada perusahaan high profile lebih besar dibandingkan pengungkapan yang dilakukan pada perusahaan low profile.Namun pengungkapan yang dilakukan terbilang masih rendah yaitu dengan nilai rata- rata 0,1591. Nilai ini masih sangat jauh dari nilai 1 sehingga hal ini memberikan indikasi bahwa perusahaan belum cukup serius dalam mengungkapkan aktivitas CSR nya sehingga berdampak padatidak adanya kepercayaan dari investor, sehingga investor tidak mempertimbangkan informasi CSR sebagai dasar pengambilan keputusan. Hal tersebut terjadi karenainformasi yang tersedia belum mampu menggambarkan prospek perusahaan di masa yang akan datang dan tidak signifikan untuk dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasi. Karena informasi mengenai pertanggungjawaban sosial perusahaan tidak mampu menurunkan angka ketidakpastian perusahaan di masa yang akan datang dan tidak signifikan untuk keputusan investasi maka investor akan menggunakan informasi lain sebagai dasar informasi dalam pengambilan keputusan investasinya seperti informasi terkait dengan laba perusahaan. Hasil penelitian mendukung Fabita (2014), bahwa pengungkapan informasi Corporate Social Responsibilitytidak berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficient pada perusahaan high profile. Pada variabel lainnya yaitu UE dengan nilai signifikansi sebesar 0,215, ROE dengan signifikansi sebesar 0,287, LEV dengan signifikansi sebesar 0,182, UE*ROE dengan signifikansi sebesar 0,699, UE*PBV dengan signifikansi sebesar 0,091, UE*LEV dengan signifikansi sebesar 0,141. Nilai signifikansi dari UE, ROE, LEV, UE*ROE, UE*PBV, dan UE*LEV > α (0,05) menunjukkan hasil yang sama dengan variabel UE*CSRI 223 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 yaitu bahwa ketujuh variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap CAR. Sedangkan pada dua variabel lainnya yaitu CSRI dengan nilai signifikansi sebesar 0,042 dan PBV dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 menunjukkan pengaruh yang berbeda, dengan nilai signifikansi< α (0,05) maka menjelaskan bahwa variabel CSRI dan PBV berpengaruh terhadap ERC. 4.2 Hasil Pengujian H2 Nilai signifikansi variabel informasi UE*CSRI pada perusahaan low profile adalah sebesar 0,888, berarti bahwa tidak ada pengaruh antara variabel independen CSRI dengan ERC. Sehingga hipotesis kedua (H2) tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa pada perusahaan low profile, pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan tidak berpengaruh terhadap ERC.Hal ini mengindikasikan bahwa investor tidak memberikan perhatian pada informasi CSR dari perusahaan tipe ini. Pengungkapan yang diharapkan akan memberikan respon yang baik dari pihak investor ini ternyata tidak sesuai dengan yang diprekdisikan. Hal ini selain dikarenakan masih rendahnya tingkat pengungkapan informasi CSR juga didukung oleh faktor karakteristik perusahaan dimana kegiatan operasi perusahaan yang tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap lingkungan serta sosial sehingga dianggap bahwa informasi CSR yang diungkapkan tidak bisadigunakan untuk pengambilan keputusan oleh investor. Karakteristik dari perusahaan low profile yang kurang sensitif terhadap terjadinya kerusakan lingkungan, memiliki tingkat risiko kerja yang rendah, serta tidak memiliki nilai residu juga turut mendukung bahwa informasi CSR perusahaan low profiletidak digunakan untuk pengambilan keputusan investasi. Pengungkapan CSRI pada perusahaan low profile tidak cukup memberikan informasi mengenai expected future earnings, oleh karena itu investor mungkin menggunakan informasi lain seperti informasi laba sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. Pengaruh yang sama ditunjukkan oleh lima variabel lainnya yaitu UE dengan nilai signifikansi 0, 815, CSRI dengan nilai signifikansi 0,550, LEV dengan nilai signifikansi 0,065, UE*PBV dengan nilai signifikansi 0,282, UE*LEV dengan nilai signifikansi 0,729. Nilai signifikansi kelima variabel ini lebih besar dari 0,05 sehingga UE, CSRI, LEV, UE*PBV, UE*LEV tidak memberikan pengaruh terhadap CAR. Sedangkan nilai signifikansi dari ROE dalah 0,000, PBV adalah 0,003, UE*ROE adalah 0,006. Nilai signifikansi dari ROE, PBV, UE*ROE < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara ketiga variabel tersebut dengan CAR. 5. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil adalah pengungkapan informasi CSR pada perusahaan high profilemaupun low profiletidak berpengaruh terhadap ERC. Hal ini menjelaskan bahwa pengungkapan CSR tidak mempengaruhi perubahan koefisien respon labapada karakteristik perusahaan yang berbeda. Investor belum cukup memperhatikan informasi yang terkandung dalam laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan baik pada perusahaan high profile maupun pada perusahaan low profile dan lebih berorientasi pada kinerja jangka pendek perusahaan yaitu dengan lebih banyak menggunakan informasi terkait laba. DAFTAR PUSTAKA Adisusilo, Pramudito. 2011. Pengaruh Pengungkapan Informasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Laporan Tahunan Terhadap Earning Response Coefficients (ERC) (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2009). Skripsi. UNDIP. Semarang. Tidak Dipublikasikan. 224 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Anggraini, R. R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan Studi Empiris pada Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. 23-26 Agustus. Bogdan, Robert C. Dan Steven J. Taylor. 1992. Introduction to Qualitative Research Methotds : A Phenomenological Approach in the Social Sciences, alih bahasa Arief Furchan, John Wiley dan Sons, Surabaya, Usaha Nasional. Cheng F. F., and A. Nasir. 2010. Earning Response Coefficient and The Financial Risk of China Commercial Banks. International Review of Business Research Papers. Vol. 6, No.3, Agustus: 178- 188. Cho, Jang Youn dan Kooyul Jung, 1991. Earnings Response Coefficient : A Synthesis of Theory and Empirical Evidence. Journal of Accounting Literatur. Vol. 10, pp. 85-116. Darwin, Ali. 2007. The 2nd Sustainability Enterprise Performance Conference (SEPC). ISRA, September 2007. Delvira, M. & Nelvirita. 2013. Pengaruh Risiko Sistematik, Leverage dan Persistensi Laba Terhadap Earnings Response Coefficient (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEI). Jurnal WRA. Vol.1 No. 1. Ghozali dan Chariri, 2007.Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Undip Hadi, Nor. 2011. Corporate Social Responsibility. Graha Ilmu. Yogyakarta. Haniffa, R.M., dan T.E. Cooke. 2005. The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting, Journal of Accounting and Public Policy 24, pp. 391-430. Helena dan Therese. 2005. Stewardship theory. Harkes Ingvild. Hidayati, N. N., Murni, S. 2009. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Earnings Response Coefficient pada Perusahaan High Profile.Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 11 (1): h. 1-18. Holme, Richards & Watts, Phil. 2004. Corporate Social Responsibility: Making Good Business Sense. Geneva: World Business Council For Sustainable Development Jama’an. 2008. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Dan Kualitas Kantor Akuntan Publik Terhadap Integritas Informasi Laporan Keuangan (Studi Pada Perusahaan Publik Di BEJ). Tesis Strata-2. Program Studi Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro. Semarang. Tidak Dipublikasikan. Jayanti, Erny Dwi. 2012. Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Earning Response Coefficient (ERC) (Studi pada sektor pertambangan yang terdaftar di BEI tahun 2010-2011). Jurnal Ilmiah Mahawisiwa Fakultas Ekonomi Brawijaya. Vol. 1, No. 2.Semester Genap 2012/2013. Jogiyanto, 2000.Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Kedua. BPFE. Yogyakarta. Kartadjumena, E. 2010. Pengaruh Voluntary Disclossure Of Financial Information dan CSR Disclossure terhadap Earning Response Coefficient (Survey pada Perusahaan Manufaktur di BEI). PPM National Conference on Management Research. Kotler, P. and Nancy, L. 2005. Corporate Social Responsibility : Doing The Most Good For Your Company and Your Cause. Best Practices From Hewlett Packard, Ben & Jerry’s, and Other Leading Companies. Jhon Wiley & Sons, Inc. United States of America. Lako, andreas. 2011. Dekonstruksi CSR dan Reformasi Paradigma Bisnis dan Akuntansi. Erlangga. Jakarta. Naimah, Zahroh dan Siddharta Utama, 2006. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan, dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Koefisien Respon Laba dan Koefisien Respon Nilai Buku Ekuitas: Studi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX. Padang. 225 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Novianti, Tiolemba dan Erni Ekawati. 2008. Analisis faktor- faktor yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba Pada Perusahan Manufaktur yang terdaftar di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan Vol. 4 No. 2, Agustus. Hal- 100- 115. Novita Indrawati. 2009. Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Annual Report serta Pengaruh Political Visibility dan Economic Performance.Pekbis Jurnal, Vol.1, No.1, Maret 2009: 1-11. Universitas Riau. Patton, Sawicki. 1991. Basic Methods of Policy Analysis and Planning. Prentice Hall. Pranowo, E. B., & Pasaribu, H. 2013. Corporate Social Responsibility Disclosure, Karakteristik Perusahaan dan Pengaruhnya Terhadap Earnings Response Coefficient. Jurnal Telaah &Riset Akuntansi.Vol.6 No.2: 175- 185. Rahardjo, Handri. 2009. Hukum Perusahaan. Pustaka Yustisia. Yogjakarta. Restuti, MI. M. D., & Nathaniel, C. 2012. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris pasa Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Dinamika Manajemen. Vol. 3 No. 1. Rosmasita, Hardhina. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) Dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan. Saputro, T. D. 2013. Pengaruh Profitabilitas, Umur Perusahaan, Tipe Perusahaan dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Sosial Perusahaan Berdasar ISO 26000 (Studi pada Perusahaan Pertambangan dan Keuangan di BEI). Skripsi. UNDIP. Semarang. Tidak Dipublikasikan. Sayekti, Y., & Wondabio, L. S. 2007. Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Earnings Response Coefficient (Studi Empiris pada Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi IX Makasar. Scott, William R, 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Canada Prentice Hall. Sri Mulyani dan Nur Fadrijih. 2007. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. JAAI Vol 11 NO. 1, hal: 35–45 Sudaryanto. 2011.a Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Kinerja Finansial Perusahaan dengan Corporate Social Disclosure sebagai Variabel Intervening.Skripsi. UNDIP. Semarang. Tidak Dipublikasikan. Supriyono & Vita. 2011. Hubungan Antara Persepsi dan Sikap Terhadap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility. Jurnal Dinamika Manajemen. Vol. 2 No. 2. Susilawati, Ely Dwi. 2010. Pengaruh Corporate Social Responcibility (CSR) Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Moderating (Study Empiris pada Perusahaan Pertambangan dan Otomotif yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2008). Skripsi. Universitas Muhammadiayah. Surakarta. Tidak Dipublikasikan. Syahnaz, Melisa. 2013. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Vol 1 No. 2 226 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Triastuti, F. 2014. Pengaruh Pengungkapan Informasi Corporate Social Responsibility Terhadap Earnings Response Coefficient pada Perusahaan High Profile yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 3 No. 1. Untari, M.D.A.,& Budiasih, I. G. 2012. Pengaruh Konservatisme Laba dan Voluntary Disclosure Terhadap Earnings Response Coefficient. Skripsi. UNUD. Bali. Tidak Dipublikasikan. Utama, Shidharta. 2007. Evaluasi Infrastruktur Pelaporan Tanggung Jawab Sosial di Lingkungan di Indonesia. Diakses tanggal 21 September 2014 melalui http://www.i.edu. Wardhana, S. W. 2009. Corporate Social Responsibility, Sebuah Kepedulian Perusahaan terhadap Lingkungan Disekitarnya. Diakses tanggal 3 Oktober 2014 melalui http://wisnu.blog.uns.ac.id. Wibisono. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility. Surabaya: Media Grapka. Widiastuti, Harjanti. 2002. Pengaruh Luas Ungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan Terhadap Earning Response Coefficient (ERC). Simposium Nasional Akuntansi 5. Semarang. 5- 6 September. Wulandari, Kadek Trisna. dan Wirajaya, I Gede Ary. 2014. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Earnings Response Coefficient. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.3., 355-369. 227 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 LIQUIDITY DAN PROFITABILITY PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2012-2014 M. Rudianto1 dan Rini Kuswati2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta Jawa Tengah 57162 Telp. +62271717417 Email: [email protected] [email protected] Abstract This Study Aims To Determine The Effect Of Partially Between The Variables Of Liquidity To The Profitability Of Islamic Banking In Indonesia. Based On The Research Results Expected To Be Material Knowledge Determinants Of Bank Profitability In Terms Of Liquidity. The Data Used In This Research Is Secondary Data That Is Accessed From Www.Bi.Go.Id. The Samples Using 5 Samples Of Islamic Banking In Indonesia, And Doing The Analysis Of Financial Ratios Covering Ldr Ratio And Roa. Classic Assumption Testing, The Test Results Showed That The Regression Equation Is Free From The Problems Multikolinearitas, Heteroskedstisitas, And Autocorrelation. Normality Test Shows That The Residuals Are Normally Distributed. This Study Obtained Results That Varabel Likuidity Partially Have Significant Positive Effect On Profitability. This Means That The Higher The Value The Higher The Value Ldr Roa. The Value Of Statistical Coefficient Of Determination That Has Been Customized Shows The Adjusted R-Squared Of 0.26, This Means 26% Of Profitability Can Be Explained By Variations In Two Independent Variables Likuidity. Key Words: Influence Of Partial, Liquidity, Profitability 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Pemahaman likuiditas adalah kemampuan memenuhi kewajiban, dalam konteks likuiditas perbankan dapat diartikan sebagai kemampuan memenuhi kewajiban utama berupa simpanan masyarakat atau nasabah dan kewajiban likuid lain. Bentuk kepercayaan masyarakat pada perbankan sebagai lembaga kepercayaan adalah dana masyarakat yang berada di bank setiap saat dapat ditarik atau dicairkan, dengan demikian pihak perbankan harus dapat meme-nuhinya. Kebutuhan likuiditas perbankan harus bisa dipenuhi dari kemampuan internal dan secara fundamental diyakini akan selalu terjaga baik. Sebagian besar bank yang bermasalah adalah bank yang telah melakukan mismanagemen. Persoalan likuiditas bank adalah permasalahan dilematis, artinya kalau bank menghendaki untuk memelihara likuiditas yang tinggi maka profit akan turun atau rendah, sebaliknya kalau likuiditas rendah maka profit menjadi tinggi (Taswan, 2006:95). Bank syariah berorientasi dengan prinsip bagi hasil. Bagi hasil adalah prinsip muamalah berdasarkan syariah dalam melakukan kegiatan usaha bank. Adanya Bank Islam diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-pembiayaan yang dikelurkan oleh bank Islam. Melalui pembiayaan ini bank Islam dapat menjadi mitra dengan nasabah, sehingga hubungan bank Islam dengan nasabah tidak lagi sebagai kreditur dan debitur tetapi menjadi hubungan kemitraan (Muhammad, 2011:17). Untuk dapat bersaing, bank harus bekerja pada tingkat efisiensi yang tinggi dan selalu berusaha menekan risiko, mencip-takan pengembangan sistem dan prosedur pelayanan serta sistem informasi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan operasional bank semakin lancar, dan juga bank harus memiliki modal yang cukup dan sehat sebagai penggerak 228 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 operasi bank (Taswan, 2006:71). Dengan demikian, diperlukan pemahaman mengenai faktor yang dapat mempengaruhi perbankan syariah di Indonesia dengan mengambil sampel penelitian pada sisi faktor liquidity. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disusun sebelumnya, maka rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah liquidity berpengaruh secara parsial terhadap profitability perbankan syariah di Indonesia? 2. Seberapa besar pengaruh liquidity dalam mempengaruhi profitability perbankan syariah di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menguji dan menganalisis pengaruh liquidity secara parsial terhadap profitability perbankan syariah Indonesia. 2. Menguji dan menganalisis pengaruh besarnya pengaruh liquidity terhadap profitability perbankan syariah di Indonesia.. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini yang diharapkan dapat berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bahan pertimbangan bagi manajemen perbankan dalam mengelola dan menganalisis risiko yang akan timbul pada masa yang akan datang. Bagi pengguna jasa perbankan syariah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan sumber informasi dalam menggunakan produk dan jasa perbankan syariah, khususnya melihat dari likuiditas perbankan syariah yang dipilih. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi sebagai referensi dan literatur dalam dunia pendidikan dan pengembangan teori-teori ilmu ekonomi yang berfokus pada hal perbankan. Mampu memberi pemahaman kepada masyarakat umum untuk memahami liquidity perbankan syariah serta pengaruhnya terhadap profitability perbankan syariah. 2. Kerangka Pemikiran Teoritis Dan Perumusan Hipotesis 2.1. Profitability Profitabilitas, dalam bentuk laba disimpan, biasanya merupakan salah satu sumber utama penghasilan modal. Profitabilitas adalah indikator pengungkap posisi kompetitif sebuah bank di pasar perbankan dan kualitas manajemennya. Profitabilitas memungkinkan bank untuk mem-pertahankan profil risiko tertentu dan menyediakan landasan terhadap masalah jangaka pendek perbankan. Laporan laba rugi, sumber utama informasi tentang profitabilitas sebuah bank, mengungkap sumber pendapatan bank, kuantitas maupun kualitasnya, serta kualitas portofolio kredit bank dan fokus pada pengeluaran tersebut. sebagai contoh, akun-akun usaha perdagangan, investasi, dan pendapatan berbasis biaya untuk presentase pendapatan yang makin tinggi di bank-bank modern. Tren ini menunjukkan volatilitas pendapatan dan profitabilitas. Hal ini juga menyiratkan profil risiko yang berbeda dari profil risiko sebuah bank tradisional (Greuning, 2011:87). 229 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Rasio yang digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profiabilitas bank adalah ROE (Retun on Equity) dan ROA (Return on Assets). ROE menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan net income. ROA menunjukan kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan income dari pengelolaan aset yang dimiliki (Kuncoro, 2002:550). 2.2. Liquidity Likuiditas dapat diartikan sebagai kemampuan perbankan dalam memenuhi kewajiban yang harus segera dibayar. Kewajiban tersebut sering diartikan hutang. Likuiditas dipandang dari dua sisi pada neraca bank. Sebagai lembaga kepercayaan, bank harus sanggup menjalankan fungsinya sebagai peghimpun dana dan sebagai penyalur dana untuk memperoleh profit yang wajar. Pada sisi pasiva bank, bank harus mampu memenuhi kewajiban kepada nasabah setiap simpanan mereka yang ada di bank ditarik, pada sisi aktiva bank harus menyanggupi pencairan kredit yang telah diperjanjikan.Bila kedua aspek atau salah satu aspek ini tidak dapat dipenuhi, maka bank tersebut akan kehilangan kepercayaan masyarakat (Taswan,2006:96). Liquidity Risk Ratio merupakan rasio untuk mengukur risiko yang akan dihadai bank apabila gagal untu memenuhi kewajiban terhadap deposannya dengan harta liquid yang dimilikinya (Kasmir, 2012:320). Liquidity Risk dalam penelitian ini diwakili oleh Loan to Deposit Ratio(LDR). LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank (Dendawijaya dalam Rahmi, 2014:5). Liquidity Ratio adalah persentase jumlah dana baru yang harus disediakan terhadap besarnya total assets. 2.3. Penjelasan Hipotesis Pengaruh Liquidity Risk terhadap Profitability Sesuai dengan penelitian Prasetyo 2015 yang menyatakan likuiditas secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas pada PT Bank Pembangunan Daerah Bali periode 20092013. Dan penelitian Dewi tahun 2015 yang menyatakan Secara parsial dapat diketahui bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh signifikan positif terhadap ROA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika kemampuan bank dalam menyalurkan kredit terhadap dana pihak ketiga yang terkumpul adalah tinggi, maka semakin tinggi pula kredit yang diberikan pihak bank dan akan meningkatkan laba bank yang bersangkutan, dengan kata lain kenaikan Loan to Deposit Ratioakan meningkatkan Return on Asset, sehingga kinerja keuangan bank akan semakin baik dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil. Penelitian Artarina tahun 2013 menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA pada BPR di Kabupaten Blora. Semakin tinggi nilai LDR maka semakin tinggi pula nilai ROA. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi (Kasmir, 2004). Berdasarkan uraian, maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut: Ha: Liquidity Risk berpengaruh signifikan positif terhadap profitabilitas perbankan syariah di Indonesia. 230 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 3. Metode Penelitian 3.1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perbankan syariah Indonesia yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan kualitas aktiva produktif dan catatan atas laporan keuangan yang disusun dalam bentuk triwulan. Sampel yang digunakan peneliti adalah laporan keuangan periode 2012 – 2014 perbankan syariah yang terdiri dari Bank Mega Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, BCA Syariah, dan Bank Muamalat Indonesia. 3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder (yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara, diolah dan dicatat oleh pihak lain) yang diperoleh melalui www.bi.go.id berupa laporan keuangan tahunan yang diterbitkan oleh perbankan syariah Indonesia periode 2012 – 2014. 3.3. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel liquidity (LDR) sebagai variabel independen. Serta menggunakan variabel profitability (ROA) sebagai variabel dependen. 4. Metode Analisis 4.1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel peng-gangguatau residual mem-punyai distribusi normal, seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan nilai residual mengikuti distribusi normal. 4.2. Uji Asumsi Klasik 4.2.1. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi (Setyawan, 2005:61). 4.2.1. Uji Heteroskedastisitas Masalah heteroskedastisitas umum terjadi pada data silang (crossection) daripada pada data runtut waktu (time series). Pada data silang waktu (crossection), biasanya berhu-bungan dengan anggota populasi pada satu waktu tertentu. 4.2.2. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). 4.3. Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (explanatory) (X1, X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y). Model penelitian dirumuskan sebagai berikut: Y=α+ +е Dimana: Y = variabel ROA X = variabel LDR α = konstanta 231 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 β = koefisien regresi е = eror term 4.4. Analisis Statistik 4.4.1. Uji-t Uji-t merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari variabel independen LDR terhadap variabel dependen ROA secara parsial (sendiri-sendiri). 4.4.2. Uji Koefisien determinan pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. 5. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 5.1. Uji Normalitas Besarnya nilai Kolomogrov-Smirnov adalah 0,506 dan signifikasi pada 0,960 lebih besar dari 0,05. Disimpulkan bahwa residu terdistribusi secara normal. 5.2. Uji Asumsi Klasik 5.2.1. Multikolinearitas Berdasarkan pada nilai Tolerance dan VIF terlihat bahwa tidak ada nilai tolerance di bawah 0.10 (nilai tolereance berkisar antara 0.997), begitu juga dengan nilai VIF tidak ada yang di atas 10 (nilai VIF berkisar anara 1,003. Maka dapat disimpulkan tidak ada multikolinearitas yang serius dalam penelitian ini. 5.2.2. Heteroskedastisitas Terlihat pada tampilan grafik scaptterplots bahwa titik-titik menyebar secara acak baik di atas maupun di bawa angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam data penelitian. 5.2.3. Autokorelasi Hasil output SPSS menunjukkan nilai tes 0,35 dengan probabilitas 0,068 signifikan pada 0,05, yang berarti 0,068 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi. 5.3. Analisi Regresi Linear Berganda Tabel 1 Uji Regresi Unstandardized Coefficients Model 1 B Standardized Coefficients (Constant) ,270 Std. Error ,175 X1 ,568 ,262 Sumber: Data sekunder diolah tahun 2015 Diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: + +е Y=α+ Y = 0,270 - 0,568X1 + е Dimana: Y = Profitability (ROA) X = Liquidity Risk (LDR) α = konstanta 232 Beta ,266 t Sig. B 1,543 Std. Error ,128 2,173 ,034 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 β = koefisien regresi е = residu Dijelaskan sebagai berikut: 1. Konstata sebesar 0,270 menunjukkan jika variabel independen NPL dan LDR dianggap konstan, maka rata-rata ROA sebesar 0,270. 2. Koefisien regresi X1 LDR sebesar 0,568 menunjukkan bahwa setiap kenaikan LDR 1 satuan, maka ROA akan meningkat sebesar 0,568. 5.4 Analisis Statistik 5.4.1 Uji-t Pengujian Hipotesis Variabel Liquidity Risk (LDR) Menggunakan kriteria pengujian dua sisi dan pada taraf signifikasi 0,05 didapatkan nilai t hitung (2,173) lebih besar dari t tabel (1,673), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulannya varabel likuidity mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap profitability. Uji R2 5.4.2 Besarnya nilai statistik koefisien determinasi yang telah disesuaikan menunjuk-kan besarnya Adjusted R-squared sebesar 0,26, hal ini berarti 26% Profitability dapat dijelaskan oleh variasi dua variabel independen Credit Risk dan Likuidity Risk, sedangkan sisanya (100%-26% = 74%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model dalam penelitian. 6 Pembahasan Pengaruh liquidity risk terhadap profitability Menggunakan kriteria pengujian dua sisi dan pada taraf signifikasi 0,05 didapatkan nilai t hitung (2,173)) lebih besar dari t tabel (1,673), maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima. Kesimpulannya varabel likuidity mempunyai pengaruh secara signifikan positif terhadap profitability. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Artarina pada tahun 2013 penelitian pada BPR di Kabupaten Blora, bahwa Koefisien regresi variabel LDR bernilai 0,328 (positif). Hal ini berarti variabel LDR memberikan pengaruh yang positif terhadap ROA. Semakin tinggi nilai LDR maka semakin tinggi nilai ROA. Besarnya pengaruh variabel liquidity terhadap profitability perbankan syariah di Indonesia, periode 2012-2014 dijelaskan dengan nilai statistik koefisien determinasi yang telah disesuaikan menunjuk-kan besarnya Adjusted R-squared sebesar 0,26. Hal ini berarti 26% Profitability dapat dijelaskan oleh variabel independen Likuidity, sedangkan sisanya (100%-26% = 74%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model dalam penelitian. 7 Penutup 7.1 Kesimpulan Berdasarkan olah data dengan menggunakan program SPSS 15.0, disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan uji-t maka diperoleh sebagai berikut: Varabel likuidity risk secara parsial mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap profitability, se-makin tinggi nilai LDR maka semakin tinggi nilai ROA. Hal ini menun-jukkan bahwa semakin besar dana yang disalur-kan bank syariah kepada nasabah, maka profitability yang diperoleh bank akan meningkat. 2. Besarnya pengaruh variabel liquidity terhadap profitability perbankan syariah di Indonesia, periode 2012-2014 sebesar 26% Profitability dapat dijelaskan oleh variabel independen Likuidity. 233 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 7.2 Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini hanya menggunakan satu variabel yang mempengaruhi tingkan profitability perbankan syariah di Indonesia, sehingga memperoleh nilai R2 yang relatif kecil. 2. Sampel yang digunakan hanya sebanyak 5 perbankan syariah di Indonesia dengan periode penelitian 3 tahun. 7.3 Saran 1. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat me-nambahkan variabel-variabel lain yang tidak dican-tumkan didalam penelitian ini, agar mampu memaparkan faktor lain yang mempengaruhi tingkat profitability perbankan syariah di Indonesia, misalnya variabel reantabilitas, solfabilitas, market risk, operational risk, strategic risk, dan berbagai variabel lain yang dapat mempengaruhi profitability perbankan syariah di Indonesia. 2. Diharapkan peneliti selanjutnya, dengan penelitian ini dapat melakukan penelitian yang lebih lanjut berkaitan dengan profitability perbankan dengan menambah jumlah sampel dan periode penelitian sehingga dapat mewakili kondisi perbankan syariah di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Artarina, Octa dan Masdjojo, Gregorius N. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rentabilitas pada BPR di Kabupaten Blora. Vol. 2, No. 1. 44-51. Greuning, Hennie van dan Bratanovic, Sonja Bracovic. 2011. Analisis Risiko Perbankan. Jakarta: Salemba Empat. Kasmir. 2012. Manajemen Perbankan Edisi Revisi. Depok: PT RajaGrafindo Persada. Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFEYogyakarta. Muhammad. 2011. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPPN STIM YKPN. Prasetyo, Dwi Agung dan Darmayanti, Ayu. 2015. Pengaruh Risiko Kredit, Likuiditas, Kecukupan Modal, Dan Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas Pada PT BPD Bali. E-Jurnal Manajemen Unud. Vol. 4, No. 9: 2590- 2617. Rahmi, Ceria Lisa. 2014. Pengaruh Risiko Kredit, Risiko Likuiditas Dan Risiko Tingkat Bunga Terhadap Profitabilitas (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Setyawan, Anton Agus. 2005. Buku Ajar: Ekonometrika Dasar dan Beberapa Contoh Aplikasi. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiya Surakarta. Taswan. 2006. Manajemen Perbankan Konsep, Teknik, dan Aplikasi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. ________.2015. Laporan Keuangan Publikasi Bank. www.bi.go.id. Diakses 2 November, jam 09.00. BIODATA PENULIS M. Rudianto, S.E., sebagai penulis pertama. Kelahiran Blora, 5 Oktober 1994. Merupakan alumni mahasiswa program studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta, lulus pada tahun 2016. Memiliki ketertarikan dalam bidang ekonomi keuangan yang khususnya dalam perbankan syariah. Email: [email protected] Rini Kuswati, S.E., M.Si., sebagai penulis kedua. Merupakan dosen tetap program studi manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kelahiran Kudus, 5 Februari 1975. Alumni program magister sains Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Saat ini sedang menempuh program Doktoral di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Fokus penelitian dibidang marketing dan perbankan syariah. Email: [email protected] 234 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2014) Rahayu Dwi Oktaviami1 dan Paskah Ika Nugroho2 Universitas Kristen Satya Wacana Jl Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 Email: [email protected] [email protected] Abstract The purpose of this study is to examine the relationship between CSR, financial performance, and firm value. The research took 62 manufacturing companies listed on Indonesia Stock Exchange on 2014 with purposive sampling methode. Tool hypothesis testing using multiple regression analysis and to analyze financial performance as intervening variable, path analyze is used to confirm the relationship betweem variables. The results showed that CSR directly affect the firm value, while the financial performance is not able to influence the relationship between CSR and the firm value as an intervening variable. Keywords: CSR, Firm Value, Financial Performance 1. Pendahuluan Tujuan setiap perusahaan yang didirikan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kesejahteraan pemilik dan para pemegang sahamnya. Peningkatan nilai yang tinggi tersebut merupakan tujuan jangka panjang yang seharusnya dicapai oleh perusahaan. Tetapi dalam memaksimalkan nilai perusahaan muncul adanya konflik kepentingan antara manajer dengan para pemegang saham. Hal ini terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Permanasari, 2010). Dalam Undang-Undang R.I. No. 40 tahun 2007 pasal 74 tentang “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”, dijelaskan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Peraturan di atas menunjukkan manifestasi akan kepedulian pemerintah terhadap masalah-masalah sosial, yang dalam hal ini adalah pertanggungjawaban sosial perusahaan. Adanya peraturan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perusahaan terhadap lingkungan dan sekitar. Tanggung jawab sosial merupakan suatu komitmen berkelanjutan dari perusahaan untuk bertanggung jawab secara ekonomi, sosial, dan lingkungan atau ekologis kepada masyarakat, pegawai, lingkungan, pemerintah, supplier, serta para pemangku kepentingan (stakeholder). Global Compact Initiative (2002) menyebut pemahaman ini dengan 3P (profit, people, planet), yaitu tujuan bisnis tidak hanya mencari laba (profit), tetapi juga mensejahterakan orang (people), dan menjamin keberlanjutan hidup planet ini (Nugroho 2007). Dengan melaksanakan CSR secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan rasa keberterimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan (Cheng dan Christiawan 2011). Semakin banyak bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya, image perusahaan menjadi meningkat. Investor lebih berminat pada perusahaan yang memiliki citra yang baik di masyarakat karena semakin baiknya citra perusahaan, loyalitas konsumen semakin tinggi sehingga dalam waktu lama penjualan perusahaan akan membaik 235 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dan profitabilitas perusahaan juga meningkat. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat (Retno dan Priantinah 2012). Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh CSR (Corporate Social Responsibility) terhadap nilai perusahaan juga telah dilakukan oleh Retno dan Priantinah (2012) yang mengemukakan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan dengan variabel kontrol ukuran perusahaan, jenis industri, profitabilitas, dan leverage pada perusahaan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) periode 2007-2010. Penelitian oleh Kusumadilaga (2010) menyatakan bahwa variabel CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan variabel profitabilitas sebagai variabel moderating tidak dapat mempengaruhi hubungan CSR dengan nilai perusahaan. Sedangkan hasil penelitian oleh Nurlela dan Islahuddin (2008) menunjukkan bahwa CSR, prosentase kepemilikan manajemen, serta interaksi antara CSR dengan prosentase kepemilikan manajemen secara simultan bepengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kusumadilaga (2010). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah peneliti menggunakan variabel kinerja keuangan perusahaan sebagai variabel intervening. Alasan peneliti menggunakan variabel intervening karena secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, tetapi tidak dapat dilihat, diukur dan dimanipulasi (Wardhani 2013). Kinerja keuangan dipilih sebagai variabel intervening karena kinerja keuangan merupakan prestasi manajemen yang diukur dari sudut keuangan. Informasi utama yang dapat menggambarkan kinerja keuangan melalui laporan keuangan adalah laba. Apabila perolehan laba dari tahun ke tahun meningkat akan mempengaruhi pembagian deviden serta kepercayaan investor akan kelangsungan hidup perusahaan yang melakukan CSR. Sehingga akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada suatu perusahaan. Perbedaan kedua, jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini hanya mengkhususkan pada perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI tahun 2014 saja. Pemilihan tahun 2014 sebagai periode penelitian dilakukan dengan harapan agar hasil dari penelitian ini dapat merepresentasikan keadaan perusahaan terkini karena menggunakan data-data dari laporan tahunan terbaru. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris ada tidaknya pengaruh CSR dan kinerja keuangan perusahaan terhadap nilai perusahaan. Manfaat dari penelitian ini diharapkan bagi perusahaan, dapat menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijaksanaan perusahaan untuk lebih meningkatkan kepeduliannya pada lingkungan sosial. Bagi investor, dapat memberikan gambaran untuk mempertimbangkan dalam melakukan investasi pada perusahaan. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang sama. 2. Telaah Literatur 2.1 Teori Stakeholder Asumsi teori stakeholder dibangun atas dasar pernyataan bahwa perusahaan berkembang menjadi sangat besar dan menyebabkan masyarakat menjadi sangat terkait dan memerhatikan perusahaan, sehingga perusahaan perlu menunjukkan akuntabilitas maupun responsibilitas secara lebih luas dan tidak terbatas hanya kepada pemegang saham. Hal ini berarti, perusahaan dan stakeholder membentuk hubungan yang saling mempengaruhi (Laksono 2014). Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya (shareholders, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan 236 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 tersebut (Chariri dan Ghozali 2007). Mengacu pada pengertian stakeholders di atas, maka dapat ditarik suatu penjelasan bahwa dalam suatu aktivitas perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar dan dari dalam, yang kesemuanya dapat disebut sebagai stakeholders. Kelangsungan hidup perusahaan bergantung pada dukungan stakeholders dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful stakeholders, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakehodersnya (Chariri dan Ghozali 2007). 2.2 CSR atau Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat, serta komunitas setempat (lokal) (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antara stakeholders. Hal ini didukung oleh definisi Suharto (2006) yang menyatakan bahwa CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk membangun sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Dari definisi tersebut, dapat kita lihat bahwa salah satu aspek dalam pelaksanaan CSR adalah komitmen berkelanjutan dalam mensejahterakan komunitas lokal masyarakat sekitar. Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan informasi jika informasi tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan (Basalamah dan Jermiah 2005). Dengan penerapan CSR diharapkan adanya respon positif dari pelaku pasar atau investor. Investor akan menggunakan informasi CSR tersebut sebagai informasi tambahan dalam pengambilan keputusan, sehingga pengambilan keputusan tersebut bukan berdasarkan laba saja. Pengungkapan informasi dalam laporan tahunan yang dilakukan perusahaan diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi dan juga mengurangi agency problems (Sayekti dan Wondabio 2007). Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudit (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu). Pengungkapan pertanggungjawaban perusahaan terdapat di dalam laporan yang disebut sustainability reporting, yaitu pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (Kusumadilaga 2010). Dalam penelitian ini mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan berdasarkan standar GRI (Global Reporting Initiative) G3. GRI adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia (www.globalreporting.org). Dalam penelitian ini indikator yang dipakai mengacu pada penelitian Kusumadilaga (2010) dengan menggunakan 3 kategori, yaitu indikator kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial. Indikator kinerja sosial mencakup empat indikator yang terdiri dari: indikator kinerja tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial/ kemasyarakatan, dan produk. 2.3 Pengembangan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh CSR terhadap Kinerja Keuangan Kegiatan CSR merupakan bagian dari tata kelola perusahaan yang baik. Dengan adanya pengungkapan yang semakin luas akan memberikan sinyal positif kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (stakeholder) maupun para pemegang saham perusahaan (shareholder). Semakin luas informasi yang disampaikan perusahaan mampu meningkatkan kepercayaan bagi stakeholder dan shareholder (Kurnianto, 237 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2011). Kepercayaan ini ditunjukkan stakeholder dengan diterimanya produk-produk perusahaan sehingga akan meningkatkan laba dan ROE perusahaan.. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maryanti dan Tjahjadi (2013) menyatakan bahwa CSR berpengaruh terhadap kinerja keuangan dengan menggunakan ROA sebagai proksi kinerja keuangan. Puwaningsih (2014) juga menyimpulkan bahwa CSR berpengaruh terhadap ROE. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : CSR berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan 2.3.2 Pengaruh CSR dan Kinerja keuangan terhadap Nilai Perusahaan Suatu perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan. Kegiatan CSR merupakan bagian dari tata kelola perusahaan yang baik. Pada saat masyarakat memiliki penilaian positif terhadap perusahaan maka akan meningkatkan loyalitas mereka terhadap produk sehingga mampu menaikkan citra perusahaan yang direfleksikan melalui harga saham yang akan meningkat (Agustina, 2012). Sehingga diharapkan dengan pengungkapan CSR dapat meningkatkan harga saham yang nantinya meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian yang telah dilakukan Permanasari (2010) menemukan bahwa CSR memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan adanya pengungkapan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) yang tinggi maka akan berakibat meningkatnya nilai perusahaan karena investor tertarik untuk berinvestasi pada perusahaaan yang tingkat pengungkapan tanggung jawab sosialnya tinggi. Selain itu, Kusumadilaga (2010) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Salah satu pertimbangan investor dalam mengambil keputusan investasi perlu adanya overview suatu perusahaan dengan melihat rasio keuangan sebagai alat evaluasi. Jika investor ingin melihat seberapa besar perusahaan menghasilkan return atas investasi yang akan mereka tanamkan, yang akan dilihat pertama kali adalah rasio profitabilitas, terutama ROE, karena rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan menghasilkan return bagi para investor (Rahayu, 2010). ROE digunakan oleh investor untuk melihat sejauh mana perusahaan memberikan return di masa yang akan datang. Semakin tinggi ROE, perusahaan memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi para pemegang saham yang nantinya akan berdampak pada peningkatan harga saham. Semakin tinggi harga saham yang diperoleh makan semakin baik pula nilai perusahaan di mata investor (Gamalasari, 2012). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pertiwi dan Pratama (2012) menyatakan bahwa secara parsial kinerja keuangan berpengaruh signifikan positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi dan Pratama (2012) tersebut menggunakan ROA sebagai proksi dari kinerja keuangan. Sedangkan Yendrawati dan Pratidina (2013) menemukan bahwa kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan EPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan proksi lain untuk mengukur kinerja keuangan yaitu ROE. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : CSR dan kinerja keuangan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan 2.3.3 Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan sebagai Variabel Intervening dalam Hubungan antara CSR dan Nilai Perusahaan Pengungkapan CSR dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan legitimasi dan penilaian yang positif dari masyarakat (Maryanti dan Tjahjadi 2013). Masyarakat akan menilai perusahaan sebagai suatu 238 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 entitas yang baik karena tidak hanya berorientasi pada laba saja tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan sekitar perusahaan (Haryati dan Rahardjo, 2013). Dengan adanya hal ini akan memberikan respon positif bagi perusahaan sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik akan mendorong ketertarikan investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Salah satu pertimbangan yang digunakan investor dalam melakukan investasi adalah tingkat return yang akan diberikan perusahaan dengan melihat tingkat ROE. Semakin tinggi rasio ini, maka akan memotivasi para investor untuk menanamkan modalnya pada saham, sehingga harga saham dan permintaan akan saham pun akan meningkat. Harga saham dan jumlah saham yang beredar akan mempengaruhi nilai Tobins Q sebagai proksi dari nilai perusahaan, jika harga saham dan jumlah saham yang beredar naik, maka nilai Tobins Q juga akan naik (Rahayu, 2010). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maryanti dan Tjahjadi (2013) menemukan bahwa CSR berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan dan kinerja keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan dengan ROA sebagai proksi kinerja keuangan. Hal ini berarti CSR mampu mempengaruhi nilai perusahaan melalui kinerja keuangan. Sedangkan Wardhani (2013) menemukan bahwa pengaruh tidak langsung CSR terhadap nilai perusahaan melalui kinerja keuangan dengan proksi ROA tidak signifikan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : Kinerja keuangan perusahaan memiliki pengaruh sebagai variabel intervening dalam hubungan antara CSR dan nilai perusahaan 3. Metode Penelitian 3.1 Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, dengan alasan bahwa perusahaan-perusahaan manufaktur lebih banyak mempunyai pengaruh/dampak terhadap lingkungan di sekitarnya sebagai akibat dari aktivitas yang dilakukan perusahaan (Kusumadilaga 2010). Penelitian ini menggunakan periode penelitian tahun 2014 saja. Sampel penelitian ini ditentukan dengan purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang ditetapkan atau ditentukan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu (Sugiyono, 2007:78). Kriteria tersebut adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan manufaktur yang menyediakan laporan tahunan lengkap selama tahun 2014. 2. Perusahaan manufaktur yang memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. 3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2014. Data tersebut diperoleh dari situs www.idx.co.id 3.3 Pengukuran Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah CSR dengan simbol (X1), yang diukur berdasarkan GRI. Sedangkan pengungkapan CSR dilakukan dengan CSRI (Corporate Social Responsibility Indeks). Perhitungan CSRI dilakukan dengan menggunakan pendekatan dikotomi (Haniffa et al, 2005) yaitu: Score 0 : Jika perusahaan tidak mengungkapkan item pada daftar pertanyaan. 239 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Score 1 : Jika perusahaan mengungkapkan item pada daftar pertanyaan. Selanjutnya skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Rumus perhitungan CSRI adalah sebagai berikut : = ∑ ’ Dimana : CSRIj : Corporate Social Responsibility Indeks perusahaan j nj : jumlah item yang disyaratkan GRI G3 (total 79 item) Xij : jumlah item yang diungkapkan oleh perusahaan 3.3.2 Variabel Intervening Variabel intervening dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan (X2) yang dihitung menggunakan ROE dengan cara: ROE = x 100% 3.3.3 Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan (Y). Nilai perusahaan dibentuk melalui indikator nilai pasar saham dimana sangat dipengaruhi oleh peluang investasi yang berdampak pada pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga saham dan juga nilai saham perusahaan tersebut. Untuk mencari nilai perusahaan dapat diperoleh dengan menggunakan model Tobin’s Q. Q= Dimana : Q EMV D EBV = nilai perusahaan = nilai pasar ekuitas (EMV = closing price x jumlah saham yang beredar) = nilai buku dari total hutang = nilai buku dari total aset 4. Analisis Dan Pembahasan Penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014. Berikut proses penentuan sampel dalam penelitian: Tabel 1. Sampel Penelitian No Kriteria Jumlah 1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2012 142 2 Perusahaan manufaktur yang tidak menerbitkan laporan tahunan pada (6) tahun 2012 3 Perusahaan manufaktur yang tidak mengungkapkan CSR (5) 4 Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dalam satuan mata (32) uang asing 5 Perusahaan manufaktur yang tidak terdapat harga penutupan saham (4) 6 Data outlier (33) Sampel yang digunakan 62 Sumber: data sekunder yang dioleh, 2015. Berikut deskripsi data masing-masing variabel yang telah diolah dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel. 240 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi Nilai Perusahaan 0,31 5,88 1,1811 1,01738 CSR 0,09 0,37 0,1935 0,06228 32,77 10,5516 7,93562 Kinerja Keuangan 0,02 Sumber : Data sekunder yang diolah, 2016 4.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan hasil dari pengujian dapat diketahui bahwa nilai adjusted R2 untuk substruktural 1 adalah 0,050. Hal ini berarti 5% dapat dijelaskan oleh CSR terhadap kinerja keuangan dan sisanya 95% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Sedangkan untuk substruktural 2 nilai adjusted R2 adalah 0.065. Hal ini berarti 6,5% dapat dijelaskan oleh CSR dan kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dan sisanya 93,5% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. 4.2 Uji Simultan (Uji-F) Berdasarkan hasil dari uji simultan untuk substruktural 1, diketahui bahwa nilai signifikansi (0,044) < alfa (0.05) dan F-hitung 4,239 > F-tabel 4,00. Hal ini berarti variabel CSR (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan (X2). Sedangkan hasil dari uji simultan untuk substruktural 2, diketahui bahwa nilai signifikansi (0,051) > alfa (0.05) dan F-hitung 3,137 < F-tabel 3,15. Hal ini berarti variabel CSR (X1) dan kinerja keuangan (X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan (Y). 4.3 Uji Parameter Individual (Uji t) Berikut adalah tabel dari hasil pengujian hipotesis : Tabel 3 Hasil Uji Regresi Substruktural 1 Variabel CSR Koefisien Regresi t Sign. 0,257 2,059 0,044 Sumber : Data sekunder yang diolah, 2016 Berdasarkan hasil dari uji di atas, secara langsung CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan < alfa (0,05). Yang berarti bahwa setiap satu persen kenaikan CSRI akan menyebabkan kinerja keuangan yang diukur dengan ROE naik sebesar 0,257 Tabel 4 Hasil Uji Regresi Substruktural 2 Variabel Koefisien Regresi t Sign. CSR 0,311 2,431 0,018 Kinerja Keuangan -0,155 -1,208 0,232 Sumber : Data sekunder yang diolah, 2016 Berdasarkan hasil dari uji di atas, secara langsung CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan < alfa (0,05). Yang berarti setiap satu persen kenaikan CSRI akan menyebabkan kenaikan nilai perusahaan sebesar 0,311. Sedangkan kinerja keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan > alfa (0,05). Gambar 1. Hasil Analisis Jalur 241 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 0,257 Corporate Social Responsibility (X1) ISBN: 978-602-361-041-9 Kinerja Keuangan (X2) -0,155 0,311 Nilai Perusahaan (Y) Sumber : Data sekunder yang diolah, 2016 Dari hasil analisis jalur di atas menunjukkan bahwa CSR dapat berpengaruh langsung ke nilai perusahaan dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari melalui kinerja keuangan. Besarnnya pengaruh langsung adalah 0,311 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung sebesar 0,0240 yaitu hasil pengkuadratan dari 0,155. Pengkuadratan ini disebabkan pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan menunjukkan nilai yang tidak signifikan. Dari hasil analisis tersebut dapat menunjukkan bahwa nilai koefisien pengaruh langsung lebih besar dibanding dengan pengaruh tidak langsung tetapi pengaruh langsung tidak signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh langsung CSR terhadap nilai perusahaan menunjukkan nilai yang signifikan sedangkan pengaruh tidak langsung CSR terhadap nilai perusahaan melalui kinerja keuangan menunjukkan nilai yang tidak signifikan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa hubungan yang sebenarnya adalah langsung. 4.3.1 Pengaruh CSR terhadap Kinerja Keuangan Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui proses pengujian, dapat disimpulkan bahwa CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROE. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Maryanti dan Tjahjadi (2013). Hal ini sesuai dengan yang telah diungkapkan oleh Retno dan Priantinah (2012) bahwa semakin banyak bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya, image perusahaan menjadi meningkat. Sedangkan investor lebih berminat pada perusahaan yang memiliki citra yang baik di masyarakat karena semakin baiknya citra perusahaan, loyalitas konsumen semakin tinggi sehingga dalam waktu lama penjualan perusahaan akan membaik dan profitabilitas perusahaan juga meningkat sehingga ROE akan meningkat. Dari pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan sampel, terbukti sebagian besar perusahaan lebih memfokuskan pada aspek sosial dan lingkungan seperti pemberian beasiswa, pengembangan sarana, fasilitas kesehatan, bantuan kepada korban bencana, penanaman pohon, pengolahan limbah, dan lainnya. Namun berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosiliana, dkk (2014) yang menyatakan bahwa CSR berpengaruh negatif atau memiliki arah hubungan yang terbalik dan tidak signifikan terhadap ROE. Yang berarti semakin banyak perusahaan melakukan CSR, laba yang dihasilkan menjadi semakin menurun sehingga nilai ROE juga otomatis menurun. 4.3.2 Pengaruh CSR dan Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Wardhani (2013) dan Rahayu (2010). Artinya apabila kinerja semakin baik tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Meskipun ROE yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih 242 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 mengalami penurunan, ternyata investor tetap mau melakukan investasi pada perusahaan tersebut (Gamalasari, 2012). Sedangkan output dari pengujian CSR terhadap nilai perusahaan menunjukkan bahwa secara langsung CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya (Chariri dan Ghozali 2007). Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan Kusumadilaga (2010), Agustina (2012) dan Permanasari (2010). Hasil ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan maka nilai perusahaan akan meningkat. Hal ini diakibatkan karena dengan adanya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan maka akan direspon positif oleh investor sehingga banyak investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut yang menyebabkan meningkatnya nilai perusahaan. 4.3.3 Pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan dengan kinerja keuangan perusahaan sebagai variabel intervening Dari pengujian ini menemukan bahwa pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan melalui kinerja keuangan yang diukur dengan ROE berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Hasil ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Wijaya dan Linawati (2015). Hal ini berarti kinerja keuangan yang diukur dengan ROE tidak mampu mempengaruhi hubungan tidak langsung CSR terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2013) yang menyatakan bahwa CSR berpengaruh positif dan signifikan melalui kinerja keuangan. Perbedaan ini dikarenakan investor dalam menanamkan modalnya tidak selalu mempertimbangkan tingkat pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan. 5. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1. CSR berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan. Dengan demikian, kinerja keuangan perusahaan akan semakin tinggi jika pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan semakin luas. 2. Kinerja keuangan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Artinya apabila kinerja semakin baik tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. 3. Secara langsung CSR berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Jadi, nilai perusahaan akan semakin tinggi apabila pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan semakin luas. 4. Dengan menggunakan koefisien jalur, menunjukkan bahwa kinerja keuangan tidak mampu beroperasi sebagai variabel intervening dalam hubungan antara CSR dan nilai perusahaan. 5.1 Implikasi Teori Berikut ini akan disajikan beberapa implikasi toeritis terhadap hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya yang diharapkan dapat berguna bagi pengembangan teori yang ada: 1. Penelitian ini menemukan bukti bahwa CSR berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryanti dan Tjahjadi (2013). 2. Hasil pengujian CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Kusumadilaga (2010), Agustina (2012) dan Permanasari (2010). 243 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Sedangkan pengujian kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2013) dan Rahayu (2010). Dengan demikian hasil dari penelitian ini menambah dukungan terhadap teori bahwa CSR berpengaruh terhadap nilai perusahaan namun hasil penelitian untuk kinerja keuangan tidak mampu mendukung teori yang menyatakan bahwa kinerja keuangan mempengaruhi nilai perusahaan. 5.2 Implikasi terapan Berikut ini akan disajikan beberapa implikasi terapan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan: 1. Bagi perusahaan sebaiknya perusahaan harus berusaha melakukan pengungkapan sosial yang lebih luas melalui program-program CSR supaya kepercayaan dari semua pemangku kepentingan tinggi sehingga citra perusahaan semakin baik yang nantinya akan berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Citra perusahaan yang semakin baik juga akan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap produk sehingga laba dan ROE juga meningkat. 2. Bagi investor sebaiknya selain menggunakan informasi laba dalam pengambilan keputusan investasi juga menggunakan perusahaan yang melakukan pengungkapan CSR lebih banyak sebagai pertimbangannya. 5.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yaitu: 1. Terdapat unsur subjektifitas dalam menentukan indeks pengungkapan karena tidak adanya suatu ketentuan baku yang dapat dijadikan standard dan acuan, sehingga dalam penentuan indeks GRI yang sama, hasilnya berbeda antar peneliti. 2. Perusahaan yang menjadi sampel penelitian hanya dari perusahaan manufaktur yang berjumlah 62 perusahaan dengan tahun pengamatan pada tahun 2014 saja. 3. Masih banyak perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi yang lengkap dalam laporan tahunan sehingga tidak dapat dijadikan sebagai sampel penelitian. 4. Masih banyak perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi CSR secara rinci dalam laporan tahunan sehingga nilai indeks CSR yang diperoleh kecil. 5.4 Saran Penelitian 1. Sebaiknya pembobotan CSR dalam GRI perlu disamakan persepsi antar peneliti agar tidak terjadi subjektifitas dalam pembobotan CSR. 2. Penelitian berikutnya sebaiknya menggunakan perusahaan selain manufaktur, misalnya pertambangan dengan periode penelitian yang lebih panjang untuk mengetahui pengaruh pengungkapan CSR, karena CSR merupakan program jangka menengah/panjang 3. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan proksi EPS, leverage atau kriteria lain yang telah ditetapkan sebagai proksi kinerja keuangan. Daftar Pustaka Agustina, S. 2012. Pengaruh profitabilitas dan pengungkapan corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Basalamah, A. S. dan Jermiah. 2005. Social and environmental reporting and auditing in Indonesia. Journal of Business. Gadjah Mada International, Vol.7,pp. 109-27. 244 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Chariri, A. dan Ghozali, I. 2007. Teori Akuntansi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang. Cheng, M. dan Christiawan, Y. J. 2011. Pengaruh pengungkapan corporate social responsibility terhadap abnormal return. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Kristen Petra Surabaya. Vol.13, NO.1, 24-36 Gamalasari, D. M. I. 2012. Pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan pengungkapan corporate social responsibility sebagai variabel pemoderasi. Kertas kerja. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Haniffa, R.M. dan Cooke T. E. 2005. The Impact of culture and governance on corporate social reporting. Journal of Accounting and Public Policy 24, pp. 391-430. Haryati, R. dan Rahardjo, S. N. 2013. Pengaruh corporate social responsibility, kinerja lingkungan, dan struktur corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Diponegoro journal of accounting Volume 2, Nomor 2. Jensen, M. dan Meckling, W. 1976. Theory of the firm: managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, Vol. 3, pp. 305-60. Kurnianto, E. A. 2011. Pengaruh corporate social responsibility terhadap kinerja keuangan perusahaan (studi empiris pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005 - 2008). Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang. Kusumadilaga, R. 2010. Pengaruh Corpotate social Responsibility terhadap nilai perusahaan dengan profitabilitas sebagai variabel moderating pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006 dan 2008. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Laksono, F. D. 2014. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay dan ketepatan waktu publikasi laporan keuangan (Studi Empiris Pada Perusahaan manufaktur sektor consumer good yang terdaftar di BEI tahun 2010-2012). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Maryanti, E. dan Tjahjadi, B. 2013. Analisis corporate social responsibility dan good corporate governance terhadap kinerja keuangan yang mempengaruhi nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Tahun XXIII, No. 1 April 2013 Nugroho, Y. 2007. Dilema tanggung jawab korporasi. diakses pada tanggal 27 Juni 2015. www.unisosdem.org Nurlela, R. dan Islahuddin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan dengan prosentase kepemilikan manajemen sebagai variabel moderating (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XI, 23-24 Juli. Pontianak. Permanasari, W. I. 2010. Pengaruh kepemilikan manajemen, kepemilikan institudional, dan corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Pertiwi, T. K. dan Pratama, F. M. I. 2012. Pengaruh kinerja keuangan, good corporate governance terhadap nilai perusahaan food and beverage. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.14, No.2, September, hal 118-127. Purwaningsih, S. 2014. Pengaruh corporate social responsibility terhadap kinerja keuangan perusahaan (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010-2012). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rahayu, S. 2010. Pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan pengungkapan corporate social respocibility dan good corporate governance sebagai variabel pemoderasi. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang. Retno, R. D. dan Priantinah, D. 2012. Pengaruh good corporate governance dan pengungkapan corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek 245 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Indonesia Periode 2007-2010). Jurnal Nominal / Volume I Nomor I / Tahun 2012. Rosiliana, K. Yuniarta, G. A. dan Darmawan, N. A. S. 2014. Pengaruh corporate social responsibility terhadap kinerja keuangan perusahaan (studi empiris pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012). E-Journal S1 Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 02. No.1) Sayekti, Y. dan Wondabio L. S. 2007. Pengaruh CSR disclosure terhadap earning response coefficient. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar: 26-28 Juli. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharto, E. 2006. Membangun masyarakat memberdayakan rakyat: Kajian stategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. Bandung: Refika Aditama (cetakan kedua) Wahidawati. 2002. Pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional pada kebijakan hutang perusahaan: sebuah perspektif theory agency. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5, No. 1, h. 1-16 Wahyudi, U. dan Pawestri, H. P. 2005. Implikasi struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan : dengan keputusan keuangan sebagai variabel intervening. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang: 23-26 Agustus. Wardhani, R. S. 2013. Pengaruh CSR disclosure terhadap nilai perusahaan Dengan kinerja keuangan sebagai variabel intervening (studi kasus perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI). JEAM Vol XII No. 1/2013 Widyanti, S. 2014. Analisis pengaruh kinerja keuangan, pengungkapan corporate social responsibility, dan good corporate governance terhadap nilai perusahaan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Wijaya, A. dan Linawati, N. 2015. Pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan. FINESTA Vol. 3, No. 1, 46-51 Yendrawati, R. dan Pratidina, D. 2013. Pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan corporate social responsibility dan kepemilikan institusional sebagai variabel pemoderasi (studi empiris pada perusahaan manufaktur dl Bursa Efek Indonesia). UNISIA, Vol. XXXV No. 78 Januari 2013. Referensi website Global Reporting. 2015. About GRI. http://www.globalreporting.org/ (diakses tanggal 10 Juli 2015) http://blogtutorialspss.blogspot.co.id/2012/06/analisis-regresi-dengan-variabel_27.html diakses hari Kamis, 7 Januari 2016 https://junaidichaniago.files.wordpress.com/2010/04/tabel-f-0-05.pdf diakses hari Kamis, 7 Januari 2016 http://www.nahumarury.com/penjelasan-uji-f-pada-analisis-spss/ diakses hari Kamis, 7 Januari 2016 http://ledhyane.lecture.ub.ac.id/files/2013/04/tabel-t.pdf diakses hari Sabtu, 23 Januari 2016 repository.uksw.edu/handle/123456789/2316 diakses hari Kamis, 23 januari 2016 BIOGRAFI PENULIS Penulis Pertama adalah alumnus Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melalui [email protected] Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Indonesia. Beliau mendapatkan gelar Magister Sains ilmu Akuntansi, dari Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia, pada tahun 2007. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada akuntansi manajemen. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melalui [email protected]. 246 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 INTELLECTUAL CAPITAL DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR HIGH IC INTENSIVE Sigit Hermawan1 dan Ummy Imaniar Mardiyanti2 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jln. Raya Gelam No. 250 Candi Sidoarjo Jawa Timur. Telp. (031) 8921938 Email : [email protected] Email : [email protected] Abstract This study aims to examine and analyse the effect of intellectual capital on firm financial performance (ROA, ROE, EPS). The company studied is the manufacturing High IC Intensive companies listed in Indonesia Stock Exchange. sample obtained with as many as 76 companies with research period is 2010-2013. Independent variables used are the intellectual capital measured using VAICTM, while the dependent variable is Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earnings per Share (EPS). The data analysis technique used is a simple linear regression. The results showed that the Intellectual Capital (VAIC) effect the company's financial performance Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earnings per Share (EPS). Keywords: Intellectual Capital (VAIC), financial performance (ROA, ROE, EPS) 1. Pendahuluan Basis pertumbuhan perusahaan yang berubah ke basis pertumbuhan perusahaan berdasarkan pengetahuan (knowledge) dalam menciptakan nilai (value creation) (Artinah, 2011). Kesadaran ini antara lain ditandai dengan semakin seringnya istilah knowledge based company muncul dalam wacana bisnis. Knowledge based company adalah perusahaan yang diisi oleh komunitas yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan. Oleh karena itu, organisasi bisnis semakin menitikberatkan akan pentingnya knowledge asset (aset pengetahuan). Pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran knowledge aset adalah Intellectual Capital (IC) yang telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi, maupun akuntansi (Ulum, 2007). IC adalah sumber daya perusahaan yang memegang peranan penting. Bontis et al. (2000) melakukan penelitian IC di Malaysia dengan menguji tiga elemen IC, yaitu modal manusia, modal struktural, modal customer, dan antar hubungan ketiga elemen tersebut serta kinerja bisnis bagi industri jasa dan bukan jasa dengan menggunakan kuesioner yang berlaku secara psikometris. Hasilnya menunjukkan bahwa modal manusia dan modal customer merupakan faktor yang signifikan dalam operasional perusahaan, sedangkan modal struktural memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Hermawan dan Wahyuaji (2013) melakukan penelitian menggunakan 3 perusahaan manufaktur consumer good yang terdaftar di BEI periode tahun 2007-2009. Hasilnya IC yang diukur dengan Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) tidak ada pengaruh signifikan terhadap Gross Profit Margin (GPM) dan Net Profit Margin (NPM), Intellectual Capital yang diukur dengan Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) terdapat pengaruh signifikan negatif terhadap ROA dan ROE. Upaya untuk meningkatkan nilai guna IC dilakukan dengan cara melakukan pengukuran pengukuran IC. Didalam penelitian ini, pengukuran IC menggunakan Value Added Intellectual CoefficientTM yang dikembangkan oleh Pulic (1998:19). Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur High IC Intensive. Pengambilan sampel criteria tersebut didasarkan pemikiran bahwa perusahaan tersebut termasuk 247 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 perusahaan yang memiliki karakteristik perusahaan padat IC (High IC Intensive industries). Pengukuran ini kemudian akan dikaitkan dengan kinerja keuangan perusahaan. Demikian pula dengan tujuan penelitian ini, yakni untuk mengetahui pengaruh IC (VAIC) terhadap Return On Asset, Return On Equity, Earning per Share pada dua kelompok perusahaan manufaktur High IC Intensive di Bursa Efek Indonesia tahun 20102013. 2. Tinjauan Pustaka Stewart (1994), mendefinisikan IC secara operasional sebagai bahan intelektual yang diformalkan, diperoleh, dan dikelola untuk menghasilkan aset yang bernilai tinggi. Ulum (2007) menyatakan bahwa Human capital (HC) merupakan kombinasi dari genetic inheritance, education, experience dan attitude tentang kehidupan dan bisnis, direpresentasikan oleh karyawannya. Stuctural Capital (SC) meliputi nonhuman storehouses of knowledge dalam organisasi, termasuk database, organizational charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya. Customer capital merupakan pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship dimana suatu organisasi mengembangkannya melalui jalan bisnis. Pengukuran IC menurut Pulic (1998) pengukuran secara tidak langsung terhadap IC untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (Value Added Intellectual Coefficient-VAICTM). Menggunakan VAIC dikarenakan untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan Value Added (VA). VA dihitung dari selisih output dan input. VAIC merupakan penjumlahan nilai tambah dari Value Added Capital Employeed (VACA) , Value Added Human Capital (VAHU), dan Structural Capital Value Added (STVA). 2.1 Kinerja Keuangan Menurut Wijaya (2012) kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Pengukuran kinerja keuangan pada penelitian ini menggunakan ROA untuk untuk mengetahui dampak Intellectual Capital terhadap penggunaan aset, ROE karena ekuitas merupakan salah satu modal yang dipakai perusahaan untuk mendapatkan aset perusahaan, sehingga apakah perusahaan dapat meningkatkan pengembalian pada investor (Putranto, 2011), sedangkan EPS karena investor ingin melihat apakah dengan penanaman modal berupa Intellectual Capital dapat memberikan hasil yang baik (Wijaya, 2012). 2.2 Rerangka Konseptual Penelitian ini menguji pengaruh IC(VAIC) terhadap Return On Asset, Return On Equity, dan Earning per Share sehingga model analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk menguji pengaruh tersebut, seperti nampak pada gambar berikut : 248 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 H1 ROA H2 IC(VAIC) ROE H3 EPS Gambar 1 : Rerangka Konseptual 3. Metode Penelitian 3.1 Identifikasi Variabel, Definisi Operasional, dan Pengukuran Variabel 1) Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut : a. Variabel independen dalam penelitian ini adalah IC yang dinotasikan X. Intellectual Capital yang diukur berdasarkan Value Added yang diciptakan oleh physical capital (VACA), Human Capital (VAHU), dan Structural Capital (STVA). Kombinasi dari ketiga Value Added tersebut disimbolkan dengan nama VAIC yang dikembangkan oleh Pulic (1998). b. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan yang dinotasikan dengan Y. Kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROA, ROE, dan EPS (Chen et. al., 2005; Tan et al., 2007). 2) Pengukuran Variabel Pengukuran variabel baik variabel independen maupun variabel dependen untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Menentukan tingkat IC perusahaan yang dilakukan dengan menggunakan rumus Value Added Intellectual Coefficient, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut : 1. Output (OUT) : total penjulan dan pendapatan lain 2. Input (IN) : beban dan biaya-biaya (selain beban karyawan) 3. Value Added : selisih antara Output dan Input (VA = OUT - IN) 4. Human Capital (HC) : beban karyawan 5. Structural Capital (SC) : modal struktural (VA-HC) 6. Capital Employeed (CE) : dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih) 7. Value Added Capital Employeed : rasio dari VA terhadap CE. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap Value Added organisasi. (VACA = VA/CE). 249 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 8. Value Added Human Capital ISBN: 978-602-361-041-9 : rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap Value Added organisasi . (VAHU = VA/HC). 9. Structural Capital Value Added : rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. (STVA=SC/VA). 10. Value Added Intellectual Coefficient : mengindikasikan kemampuan intellectual organisasi. VAIC = VACA+VAHU+STVA b. Menghitung kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Return On Asset (Y1), Return On Equity (Y2), dan Earning per Share (Y3). Formula untuk memperoleh ketiga rasio tersebut adalah sebagai berikut : 1. ROA = Laba bersih Total Aset 2. ROE = Laba bersih Total Ekuitas 3. EPS = Laba Pemegang Saham Rata-rata tertimbang jumlah saham 3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi penelitian ini adalah perusahaan high IC intensive sebagaimana rekomendasi dari Woodcock dan Whiting (2009). Menurut rekomendasi tersebut perusahaan kategori high IC intensive sebanyak 15 kategori perusahaan. Berdasarkan 15 kategori perusahaan ini dipilih dua kelompok perusahaan high IC intensive dengan kategori perusahaan manufaktur di BEI. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling (Sugiyono 2010:122), yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Dalam penelitian ini, kriteria yang ditetapkan : a. Perusahaan terdaftar di BEI periode 2010-2013 dengan kategori perusahaan manufaktur high IC intensive. b. Perusahaan yang tidak menyajikan laporan keuangan dalam bentuk mata uang rupiah tidak dimasukkan kedalam sampel. c. Laporan keuangan yang telah diaudit dan dipublikasikan pada tahun 2010-2013. d. Perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian dan tidak memiliki ROE yang negatif selama periode pengamatan yaitu pada tahun 2010-2013. e. Bila ada ketidaktersediaan data dari salah satu variabel pada perusahaan tertentu maka emiten tersebut tidak digunakan sebagai sampel. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan perusahaan yang dijadikan sampel penelitian adalah perusahaan Automobile and Components, dan Pharmaceutical and Biotechnology. 3.3 Analisis Data 3.3.1 Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Pengujian normalitas residual dilakukan dengan menggunakan normal probability plot yang diperkuat dengan uji Kolmogorov Smirnov. Pada uji normal probability plot, jika hasil penyebaran 250 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 data mendekati garis diagonal, berarti seluruh data pada setiap variabel terdistribusi normal. Hasil ini juga diperkuat dengan uji Kolmogorov Smirnov, dimana jika P > 0,05 maka data terdistribusi normal, demikian sebaliknya. Berdasarkan hasil uji uji normal probability plot diketahui bahwa sebaran data mendekati garis diagonal dan didukung oleh uji Kolmogorov Smirnov yang menunjukkan nilai probabilitas > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa sebaran data seluruhnya terdistribusi normal. 2. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson. Berdasarkan uji autokorelasi dapat dilihat bahwa nilai DW untuk masing-masing variabel adalah lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari (4-du), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif, atau dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi. 3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Untuk menguji asumsi ini digunakan Scatterplot. Berdasarkan hasil Grafik Scatterplot menunjukkan tidak ada pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. 3.3.2 Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi linier sederhana, yaitu uji t atau uji parsial. Uji t bertujuan untuk menguji apakah variabel independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Deskripsi Data a. Intellectual Capital (X) Hasil perhitungan IC dengan menggunakan rumus VAICTM adalah VAIC tertinggi terdapat pada perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk dengan nilai sebesar 10,53. Sedangkan yang terendah adalah PT Prima Alloy Steel Universal Tbk dengan nilai sebesar 1,29. b. Kinerja Keuangan (Y) Berdasarkan data mengenai kinerja keuangan perusahaan dapat dijelaskan, yakni untuk ROA yang tertinggi terdapat pada PT Merck Tbk dengan nilai sebesar 0,3956, sedangkan yang terendah terdapat pada PT Prima Alloy Steel Universal Tbk dengan nilai sebesar 0,0007. Untuk ROE yang tertinggi terdapat pada PT Indospring Tbk dengan nilai sebesar 0,4754, sedangkan yang terendah adalah PT Prima Alloy Steel Universal Tbk dengan nilai sebesar 0,0023. Untuk EPS yang tertinggi terdapat pada PT Thaiso Pharmaceutical Indonesia Tbk dengan nilai sebesar 14822,09, sedangkan yang terendah adalah PT Prima Alloy Steel Universal Tbk dengan nilai sebesar 0,52. 251 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 4.2 Pengujian Hipotesis Tabel 1 Hasil Regresi Linier Sederhana Unstandardized Standardized Coefficients Model Coefficients B Std. Error (constant) .054 .019 VAIC dan ROA .016 .004 .440 (constant) .108 .023 VAIC dan ROE .017 .004 .397 (constant) 1.574 .192 VAIC dan EPS .147 .037 .422 Sumber : data sekunder diolah a. t 2.812 4.215 4.595 3.720 8.201 4.008 Sig. .006 .000 .000 .000 .000 .000 Berdasarkan tabel 1 nilai Sig. ROA menunjukkan nilai 0,000 (0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa IC (VAIC) berpengaruh signifikan terhadap ROA. b. Berdasarkan tabel 1 nilai Sig. ROE menunjukkan nilai 0,000 (0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan H0 ditolak dan H2 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa IC (VAIC) berpengaruh signifikan terhadap ROE. c. Berdasarkan tabel 1 nilai Sig. EPS menunjukkan nilai 0,000 (0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan H0 ditolak dan H3 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa IC (VAIC) berpengaruh signifikan terhadap EPS. 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil analisis di atas, maka pembahasan pengaruh IC (VAIC) terhadap masing-masing variabel sebagai berikut : 4.3.1 Pengaruh IC (VAIC) terhadap ROA IC (VAIC) mempunyai pengaruh dengan variabel ROA. Hal ini tampak seperti pada Tabel 1, yang menunjukkan nilai signifikansi 0,000. Adanya pengaruh antara IC (VAIC) dengan ROA dikarenakan ROA merupakan indikator yang digunakan untuk melihat bagaimana tingkat kinerja dari suatu perusahaan jika dikaitkan dengan total asetnya. Sehingga dapat menjelaskan mengenai seberapa efisien pihak manajemen perusahaan menggunakan aset perusahaan, untuk mendorong kualitas karyawan yang dimiliki guna menghasilkan pendapatan dan meningkatkan laba yang dihasilkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hermawan dan Wahyuaji (2013) yang menyatakan bahwa IC memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Sementara itu, penelitian ini memperoleh hasil yang berbeda dengan penelitian Wahdikorin (2010), dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IC tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan hasil uji hipotesis pertama, yaitu IC (VAIC) berpengaruh terhadap ROA. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perusahaan manufaktur High IC Intensive telah menggunakan IC yang dimilikinya secara efisien untuk menciptakan Value Added sehingga berdampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROA. Hasil tersebut mendukung Resource Based Theory, dimana IC yang merupakan aset tidak berwujud perusahaan yang diinternalisasi dan digunakan secara efektif dan efisien (Eliza, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perusahaan 252 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 manufaktur High IC Intensive berhasil mengimplementasikan strategi yang menguntungkan dan kompetitif bagi perusahaan yang dianggap sebagai pemicu utama persaingan dan kinerja perusahaan. Disamping Resource Based Theory, hasil tersebut juga mendukung teori stakeholder, perusahaan memiliki stakeholders bukan sekedar shareholder. Kelompok-kelompok ‘stake’ tersebut meliputi pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditor, pemerintah, dan masyarakat (Belkaoui, 2003). Dalam konteks ini, karyawan telah berhasil ditempatkan dan menempatkan diri dalam posisi sebagai stakeholders perusahaan, sehingga mereka memaksimalkan intellectual ability-nya untuk menciptakan nilai bagi perusahaan (Ulum, dkk, 2008). Kontribusi komponen IC yang terdiri dari HC, SC, dan RC baik secara individual tiap komponen maupun secara utuh sebagai IC telah mampu digunakan secara efektif dan efisien (Hermawan, 2013). HC berperan sebagai tempat bersumbernya pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi. SC berperan untuk memenuhi proses rutinitas perusahaan yang didukung dengan pengelolaan sistem, prosedur, dan database yang mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam menghasilkan Value Added. RC berperan dalam berbagai bentuk kerja sama, relasi, dan promosi. Berdasarkan peran-peran yang telah dilakukan oleh komponen IC, berguna untuk mendukung proses IC dalam berkontribusi pada operasional, inovasi, kinerja, daya saing, dan kesejahteraan. 4.3.2 Pengaruh IC (VAIC) terhadap ROE IC (VAIC) mempunyai pengaruh dengan variabel ROE. Hal ini tampak seperti pada Table 1, yang menunjukkan nilai signifikansi 0,000. Adanya pengaruh antara IC (VAIC) dan ROE dikarenakan ROE merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kinerja suatu perusahaan dalam mengungkapkan bagaimana perusahaan dapat menghasilkan keuntungan dengan menggunakan dana yang diinvestasikan oleh investor. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Chen et. al. (2005) yang menyatakan bahwa IC mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Taiwan. Sementara itu, penelitian ini memperoleh hasil yang berbeda dengan penelitian Pramelasari (2010), dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IC tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan . Berdasarkan hasil uji hipotesis kedua, yaitu IC (VAIC) berpengaruh terhadap ROE. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perusahaan manufaktur High IC Intensive mengandalkan dana yang tersedia seperti ekuitas dan laba bersih yang dapat meningkatkan Value Added yang akhirnya meningkatkan profitabilitas. Hasil tersebut mendukung Stakeholder Theory. Dimana dalam teori tersebut dinyatakan bahwa seluruh pemangku kepentingan dalam perusahaan berusaha memaksimalkan kesejahteraan mereka dengan memainkan perannya sebagai kontrol atas pengelolaan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan. Pengaruh IC terhadap kinerja keuangan perusahaan tersebut sesuai dengan Resource Based Theory yang menyatakan bahwa ukuran efisiensi Value Added dapat digunakan untuk memprediksi ukuran keuangan tradisional (Firer dan Williams, 2003). Pemanfaatan IC secara efektif dan efisien akan berkontribusi signifikan terhadap pencapaian keunggulan kompetitif dan selanjutnya akan tercermin dalam kinerja perusahaan yang baik. 253 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Kontribusi komponen IC yang terdiri dari HC, SC, dan RC baik secara individual tiap komponen maupun secara utuh sebagai IC telah mampu digunakan secara efektif dan efisien (Hermawan, 2013). HC berperan sebagai tempat untuk menghasilkan innovation dan improvement serta solusi terbaik berdasarkan pengetahuan, pengalaman, yang dimiliki oleh karyawan dalam perusahaan tersebut. SC berperan untuk memenuhi proses rutinitas perusahaan dalam menghasilkan kinerja yang optimal, yang didukung dengan pengelolaan sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, dan budaya organisasi yang mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam menghasilkan Value Added. RC berperan dalam berbagai bentuk kerja sama, relasi, dan promosi dengan menciptakan hubungan yang harmonis dengan pihak-pihak eksternal seperti pelanggan, para suplier, masyarakat, pemerintah, dan shareholder. Berdasarkan peran-peran yang telah dilakukan oleh komponen IC, berguna untuk mendukung proses IC dalam berkontribusi pada operasional, inovasi, kinerja, daya saing, dan kesejahteraan. 4.3.3 Pengaruh IC (VAIC) terhadap EPS IC (VAIC) mempunyai pengaruh dengan variabel EPS. Hal ini tampak seperti pada Tabel 1, yang menunjukkan nilai signifikansi 0,000. EPS diperoleh dari perbandingan antara laba pemegang saham dengan rata-rata tertimbang jumlah saham yang beredar. Adanya pengaruh antara IC (VAIC) dengan EPS, dikarenakan EPS merupakan indikator yang digunakan oleh investor untuk melihat apakah dengan penanaman modal berupa Intellectual Capital dapat memberikan hasil yang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Tan et. al. (2007) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara IC dengan kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Singapura. Sementara itu, penelitian ini memperoleh hasil yang berbeda dengan penelitian Kuryanto dan Syafruddin (2008), dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IC tidak memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari kelompok industri sektor manufaktur, sektor jasa, dan sektor properti. Berdasarkan hasil uji hipotesis ketiga, yaitu IC (VAIC) berpengaruh terhadap EPS. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perusahaan manufaktur High IC Intensive mampu memanfaatkan dan mengelola IC yang dimiliki dengan baik dan secara maksimal, sehingga dapat memberikan Value Added terhadap laba per lembar sahamnya. Hasil tersebut mendukung Stakeholder Theory. Dimana dalam teori tersebut dijelaskan bahwa seluruh aktivitas perusahaan bermuara pada penciptaan nilai (value creation). Senada dengan pendapat tersebut, kepemilikan serta pemanfaatan sumber daya intelektual memungkinkan perusahaan mencapai keunggulan bersaing dan nilai tambah. Investor akan memberikan penghargaan lebih kepada perusahaan yang mampu menciptakan nilai tambah yang berkesinambungan. Dimana hal tersebut sesuai dengan pandangan Resource Based Theory. Kontribusi komponen IC yang terdiri dari HC, SC, dan RC baik secara individual tiap komponen maupun secara utuh sebagai IC telah mampu digunakan secara efektif dan efisien (Hermawan, 2013). HC berperan dalam memaksimalkan keahlian, pengetahuan, jaringan dan olah pikir karyawannya untuk menciptakan nilai bagi perusahaan. SC berperan dalam menyediakan perangkat organisasi dan teknologi yang mampu menciptakan budaya untuk memotivasi karyawan dalam meningkatkan kinerja. RC berperan dalam bentuk kerja sama, relasi, dan promosi serta didukung dengan teknologi yang memadai seperti penggunaan media sosial, televisi, radio, berita on line, dan 254 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 web site. Berdasarkan peran-peran yang telah dilakukan oleh komponen IC, berguna untuk mendukung proses IC dalam berkontribusi pada operasional, inovasi, kinerja, daya saing, dan kesejahteraan. 5. Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa IC yang diukur dengan VAICTM terdapat pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Hal ini disebabkan karena perusahaan lebih memaksimalkan pemanfaatan asetnya untuk mendorong kualitas karyawan yang dimiliki guna meningkatkan laba yang dihasilkan. IC (VAIC) berpengaruh signifikan terhadap ROE, dikarenakan perusahaan mengandalkan dana yang tersedia seperti ekuitas dan laba bersih yang dapat memberikan Value Added yang akhirnya meningkatkan ptofitabilitas. IC (VAIC) berpengaruh signifikan terhadap EPS. Hal ini disebabkan perusahaan mampu memanfaatkan dan mengelola IC yang dimiliki dengan baik dan secara maksimal, sehingga dapat memberikan Value Added terhadap laba per lembar sahamnya. Hasil Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yakni penelitian ini hanya mengukur pengaruh IC terhadap kinerja keuangan perusahaan pada tahun yang sama dan tidak melihat dampak pada tahun berikutnya, objek penelitian fokus pada dua kelompok perusahaan manufaktur high IC intensive yang terdaftar di BEI, jangka waktu penelitian relatif pendek sehingga konsistensi dari penelitian ini masih perlu diuji lagi. Berdasarkan hasil penelitian, saran untuk perbaikan penelitian serupa di masa yang akan datang, adalah penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk meneliti pengaruh IC terhadap kinerja perusahaan pada tahun berikutnya. penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan meneliti seluruh sektor industri dengan kategori high IC intensive yang terdaftar di BEI, dan pada penelitian selanjutnya dapat memperluas periode penelitian. Daftar Pustaka Artinah, Budi. 2011. “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan)”. Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah XI Kalimantan Vol. 3 No. 1. Belkaoui, Ahmed Riahi. 2003. “Intellectual Capital and Firm Performance US Firm. A Study of The Resource Based and Stakeholders View”. Journal of Intellectual Capital. Vol 4 No 2. pp 215-226. Bontis, N., and William, C. C. K., and Stanley, R., 2000, Intellectual Capital and Business Performance in Malaysian Industries, Journal of Intellectual Capital, Volume 1 No 1: 85-100. Chen, Ming-Chin., Shu Ju Cheng, Yuhchang Hwang. 2005. “An Empirical Investigation of The Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Market Value and Financial Performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6, No. 2: 159-176. Eliza, Any. 2011. “Efisiensi Intellectual Capital dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Keuangan : Studi Empiris pada Bank Yang Terdaftar di BEI Tahun 2004-2008”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan ISSN: 1410-1831 Vol.16 No. 2, Juli-Desember 2011 Pp 56-75. Firer, S. and Williams, S.M. (2003).“Intellectual capital and traditional measures of corporate performance”, Journal of Intellectual Capital, Vol. 4 No. 3, p. 348. Hermawan, Sigit. 2013.”Makna Intellectual Capital Perspektif The Role Theory dan The Resource Based Theory”. Ekuitas : Jurnal Akuntansi dan Keuangan ISSN: 1411-0393. Vol. 17 No. 2, Juni 2013 Pp. 275. 255 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Hermawan, Sigit dan Maharis Budi Wahyuaji. 2013. “Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kemampulabaan Perusahaan Manufaktur Consumer Goods di Bursa Efek Indonesia”. Seminar Nasional dan Call For Paper 2013. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Kuryanto, Benny dan Muhammad Syafruddin. 2008. “Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan”. Proceeding SNA XI. Pontianak. Pramelasari, Yosi Metta. 2010. ”Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan Perusahaan”. Skripsi, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Pulic, Ante., 1998, Measuring The Performance of Intellectual Potential in Knowledge Economy, diakses 1 Maret, 2011, http://www.measuring- ip.at/OPapers/Pulic/Vaictxt/vaictxt.html Putranto, S.A. 2011. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Jasa Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2009, Skripsi, Jurusan Akuntansi Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Bisnis”, Cetakan 15, Bandung: ALFABETA CV. Stewart, Thomas A. 1994. “Your company’s Most Valuable Assets Intellectual Capital”, Fotune, (October): page 68-74. Tan, Hong Pew, David Plowman and Phil Hancock. 2007. “Intellectual Capital and Financial Returns of Companies”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 8, No. 1: 76-95. Ulum, Ihyaul. 2007. “Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan di Indonesia”. Tesis, Pascasarjana Universitas Diponegor Semarang. Ulum, Ihyaul, Imam Ghozali dan Anis Chariri. 2008. “Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan; Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial Least Squares”. SNA Ke XI Pontianak, 23 – 24 Juli 2008. Wahdikorin, Ayu. 2010. “Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Wijaya, Shearly Putri. 2012. ”Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Farmasi di BEI”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi– Vol. 1, No. 3, Mei 2012. Woodcock, James dan Rosalind H. Whiting. 2009. “Intellectual Capital Disclosure by Australian Companies”. Paper accepted for presentation at the AFAANZ Conference, Adelaide, Australia. Juli 2009. 256 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PERBEDAAN KINERJA PERUSAHAAN BERDASARKAN TINGKAT INTELLECTUAL CAPITAL Maria Sri Rahayu1 dan Yeterina Widi Nugrahanti2 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Krsiten Satya Wacana) Email: [email protected] Abstract The purpose of this study was to determine whether there are differences in the performance of companies based on the level of intellectual capital. Intellectual capital is classified based on the high intellectual capital and intellectual capital is low. Performance of the company consists of financial performance, demonstrated by Return on Assets and market performance, demonstrated by Price to Book Value. These samples included 168 manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in 2012-2013. To test the hypothesis, this study using the Mann-Whitney U test results indicate that there are differences in financial performance based on intellectual capital, and there are differences in market performance based on intellectual capital. Keywords: financial performance, market performance, intellectual capital, Value Added Intellectual Capital PENDAHULUAN Perkembangan dalam bidang ekonomi dari tahun ke tahun membawa dampak perubahan yang cukup signifikan terhadap pengelolaan suatu bisnis. Kemampuan perusahaan untuk bersaing saat ini tidak hanya dilihat dari aktiva berwujud, tetapi juga pada inovasi, sistem informasi, teknologi, dan sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan (Widarjo, 2011). Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan mulai menerapkan strategi knowledge based business (bisnis berdasarkan pengetahuan) dalam perusahaannya, hal ini dilakukan agar perusahaan dapat terus bertahan dan berkembang dalam dunia bisnis. Pengetahuan diakui sebagai elemen yang sangat dibutuhkan dalam bisnis dan menjadi sumber daya yang strategis untuk memperoleh dan mempertahankan keunggulan kompetitif (Efandiana, 2011). Salah satu pendekatan yang digunakan dalam menilai dan mengukur knowledge based business tersebut adalah dengan Intellectual Capital (IC). Pramestiningrum (2013) mendefinisikan Intellectual Capital (IC)sebagai aset yang tak berwujud yang merupakan sumber daya yang berisi pengetahuan, yang dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan baik dalam pembuatan keputusan untuk saat ini maupun manfaat di masa depan. Intellectual capitaldihasilkan dari tiga elemen yaituhuman capital, structural capital, customer capital. Human capital (HC) merupakan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan, seperti pengetahuan, pengalaman, keterampilan, komitmen, hubungan kerja yang baik di dalam dan di luar perusahaan. Structural capital (SC) meliputi teknologi, sistem operasi perusahaan, paten, merek dagang, dan kursus pelatihan. Customer capital (CC) adalah hubungan yang baik dan berkelanjutan antara perusahaan dengan mitranya, seperti distributor, pemasok, pelanggan, karyawan, masyarakat, pemerintah, dan sebagainya. Intellectual Capital telah menjadi faktor penting untuk mendapatkan kinerja keuangan yang bagus bagi perusahaan (Yuniasih et al, 2010). Perusahaan yang saat ini memiliki kinerja keuangan yang kurang bagus belum tentu di masa mendatang perusahaan tersebut memiliki kinerja yang tidak bagus, bahkan bukan tidak mungkin perusahaan tersebut lebih unggul dari perusahaan lainnya dikarenakan memiliki dukungan intellectual capital yang baik. Peningkatan keahlian dan pengetahuan karyawan sebagai sumber daya manusia yang 257 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 merupakan komponen intellectual capital dalam perusahaan tidak dapat diukur dari sudut keuangan dalam jangka waktu pendek, tetapi bisa dirasakan manfaatnya dalam jangka waktu panjang (Efandiana, 2011). Di Indonesia, fenomena intellectual capital (IC) mulai berkembang terutama setelah munculnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud (Yuniasih et al., 2010). Menurut PSAK No.19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007). Dari definisi tersebut mengandung penjelasan bahwa sumber daya yang tidak berwujud dapat berupa ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar serta merek dagang. Menurut Appuhami (2007), semakin besar nilai intellectual capital semakin efisien penggunaan modal perusahaan, sehingga menciptakan value added bagi perusahaan. Value added suatu perusahaan terletak pada kepemilikan dan pemanfaatan secara efektif sumber daya perusahaan yang mampu menambah nilai (valueable), bersifat jarang dimiliki (unique), sulit ditiru dan tidak tergantikan oleh sumber daya yang lain. Selain itu, jika modal intelektual merupakan sumber daya yang terukur untuk meningkatkan competitive advantage, maka modal intelektual akan memberikan kontribusi terhadap kinerja perusahaan (Abdolmohammadi, 2005). Modal intelektual diyakini dapat berperan penting dalam peningkatan nilai perusahaan maupun kinerja keuangan. Healy et al. (1999) menyatakan bahwa pengungkapan modal intelektual yang semakin tinggi dalam laporan keuangan akan memberikan informasi yang kredibel atau dapat dipercaya, dan akan mengurangi kesalahan investor dalam mengevaluasi harga saham perusahaan, sekaligus meningkatkan kapitalisasi pasar. Hubungan antara intellectual capital dengan kinerja keuangan telah di buktikan secara empiris oleh Ulum et al.(2008), Salim dan Karyawati (2013), Sudibya dan Restuti (2014) yang menemukan bahwa intellectual capital berpengaruh positif pada kinerja keuangan. Penelitian diluar negeri antara lain Chen et al. (2005), Tan et al. (2007), Belkaoui (2003), Firer dan Stainbank (2003) membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif intellectual capital terhadap kinerja keuangan dan kinerja pasar.Sedangkan hasil berbeda diperoleh Firer dan Williams (2003) yang menunjukkan ICtidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Selain penelitian mengenaiintellectual capital terhadap kinerja keuangan, penelitian mengenai intellectual capital terhadap kinerja pasar juga telah dibuktikan olehWijaya (2012), dan Bollen (2005) menemukan bahwa intellectual capital (IC) berpengaruh positif terhadap kinerja pasar. Yuniasih et al. (2010)menyatakan IC tidakberpengaruh terhadap kinerja pasar. Serta penelitian Kuryanto dan Syafruddin (2008) menunjukan IC tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan dan kinerja pasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja perusahaan denganintellectual capitalyang tinggi dan yang rendah. Penelitian ini tidak menggunakan analisis pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan seperti penelitian-penelitian sebelumnya. Peneliti menguji apakah terdapat perbedaan kinerja perusahaan dengan intellectual capital yang tinggi dan yang rendah. Penguji menggunakan uji beda dikarenakan ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan dan tidak semua faktor diteliti sehingga memungkinkan penelitian terdahulu tidak konsisten. Penelitian ini secara khusus meneliti perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Peneliti memilih menggunakan data dari perusahaan manufaktur karena pada penelitian sebelumnya banyak 258 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 menggunakan perusahaan perbankan dimana IC terpusat pada kinerja karyawan sedangkan perusahaan manufaktur lebih terpusat pada sarana dan prasarana, sehingga ada kemungkinan karakteristiknya berbeda. Menurut Ifada dan Hapsari (2012) Human capital pada perusahaan manufaktur tercermin dari karyawan yang memiliki pengetahuan, pengalaman, komitmen dan bekerja pada berbagai divisi sesuai dengan keahliannya masing-masing, structural capital pada perusahaan manufaktur tercermin dari sarana dan prasarana yang disediakan perusahaan baik berupa mesin produksi, sistem produksi perusahaan, merek dagang, serta transportasi untuk distribusi barang, sedangkan customer capital pada perusahaan manufaktur tercermin dari hubungan baik yang dijalin perusahaan terhadap mitranya baik itu distributor, konsumen, pemasok, dan pemerintah. Pada penelitian ini intellectual capital sendiri diukur dengan the Value Added IntellectualCoefficient™ yang dikembangkan oleh Pulic (1998) dalam Yuniasih et al, (2010). Sedangkan ukuran kinerja keuangan diukur dengan Return on Assets (ROA), alasan dipilihnya ROA karena ROA mencerminkan keuntungan bisnis dan efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan assets (Chen et al., 2005). Dan untuk mengukur kinerja pasar menggunakan Price to Book Value (PBV), alasan dipilih Price to Book Value (PBV) sebagai ukuran kinerja pasar karena menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan (Sunarsih dan Mendra, 2011). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel yang digunakan, dimana pada penelitian sebelumnya para peneliti hanya menggunakan kinerja keuangan atau kinerja pasar saja sebagai variabel penelitiannya. Disini peneliti mencoba meneliti keduanya yaitu kinerja keuangan dan kinerja pasar. Kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan faktor yang menunjukan efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam mencapai tujuannya (Pratata, 2007), tetapi dalam mencapai tujuannya perusahaan tidak hanya diukur dari kinerja keuangan yang baik tetapi juga dilihat dari kinerja pasarnya. Hal inilah yang menyebabkan peneliti meneliti keduanya yaitu kinerja keuangan dan kinerja pasar Kontribusi penelitian ini, bagi investor dan calon investor, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada investor dalam menanamkan modalnya dengan mempertimbangkan intellectual capitalyang dimiliki perusahaan. Bagi perusahaan, supaya dapat lebih meningkatkan proporsi informasi mengenai intellectual capital-nya pada laporan tahunan perusahaan dalam rangka meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan dan kualitas dari laporan keuangan perusahaan itu sendri. TELAAH TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Resource Based Theory Wernerfelt (1984) dalam Widarjo (2011) menjelaskan bahwa menurut pandangan Resource Based Theory perusahaan akan unggul dalam persaingan usaha dan mendapatkan kinerja keuangan yang baik dengan cara memiliki, menguasai dan memanfaatkan asset-aset strategis yang penting (aset berwujud dan aset tak berwujud). Belkaoui (2003) menyatakan strategi yang potensial untuk meningkatkan kinerja perusahaan adalah dengan menyatukan aset berwujud dan aset tidak berwujud. Aset tidak berwujud perusahaan yang memegang peran penting dalam perusahaan adalah intellectual capital. Intellectual capital pada perusahaan tercermin dalam sumber daya yang dimiliki perusahaan. Sumber daya yang dimiliki perusahaan antaralain dapat berupa sumber daya alam yang memadai, advertising yang menarik, serta karyawan dan manajer yang dapat bekerja secara professional. Apabila perusahaan dapat memanfaatkan sumber dayanya secara maksimal, maka perusahaan tersebut memiliki 259 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 keunggulan kompetitif dan mampu untuk bersaing dengan perusahaan lain, dengan kata lain semakin baik intellectual capital yang dimiliki perusahaan maka semakin baik kinerja perusahaan. Intellectual Capital Intellectual capital adalah informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai (Williams, 2001). Intellectual capital dapat dipandang sebagai pengetahuan, informasi, kekayaan intelektual, dan pengalamanyang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan (Stewart,1997). Intellectual capital mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah dan keunggulan kompetitif. Intellectual capital merupakan aset tak berwujud yang memegang peran penting dalam meningkatkan daya saing perusahaan dan juga dimanfaatkan secara efektif untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Bontis et al.(2000) mengemukakan elemen-elemen Intellectual capital yang terdiri dari human capital (HC), structural capital (SC) dan customer capital (CC). 1. Human Capital Human capital didefinisikan sebagai kombinasi pengetahuan, keahlian, inovasi dan kompetensi yang dimiliki karyawan dalam memproduksi barang dan jasa serta kemampuannya untuk dapat berhubungan baik dengan pelanggan. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yg dimiliki oleh karyawannya. 2. Structural Capital Structural capital adalah infrastruktur yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk dalam structural capital yaitu sistem teknologi, sistem operasi perusahaan, paten, merek dagang, dan kursus pelatihan. Structural capital merupakan pendukung dari human capital sebagai sarana dan prasarana pendukung kinerja karyawan. Sehingga walaupun karyawan memiliki pengetahuan yang tinggi namun tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, maka kemampuan karyawan tersebut tidak akan menghasilkan modal intelektual. 3. Customer Capital Customer capital merupakan hubungan yang harmonis atau association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari konsumen yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar. Jadi, secara umum IC dibagi menjadi tiga elemen, yaitu: human capital (HC) yang mencakup pengetahuan dan keterampilan pegawai, structural capital (SC) yang mencakup teknologi, infrastruktur, dan informasi yang mendukungnya, customer capital (CC) dengan membangun hubungan yang baik dengan konsumen. Ketiga elemen ini akan berinteraksi secara dinamis, serta terus menerus dan meluas sehingga akan menghasilkan nilai bagi perusahaan (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) Pengukuran intellectual capital telah dilakukan oleh para peneliti untuk dapat melakukan penelitian terhadap intellectual capital. Salah satunya yaitu dengan menggunakan metode pengukuran monetary yang dikembangkan oleh Pulic (1998)dalam Yuniasih et al, (2010) yang disebut Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM). VAICTM didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari asset berwujud 260 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Pendekatan ini relatif mudah dan sangat mungkin dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan keuangan perusahaan. Keunggulan metode Pulic (1998)adalah karena data yang dibutuhkan relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angka-angka keuangan yang standar yang umumnya tersedia dalam laporan keuangan perusahaan. Model VAICTM dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan perusahaan dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai (value creation). Value added (VA) dihitung sebagai selesih antara output dan input (Pulic(1999) dalam Yuniasih et al, (2010)). Tan et al. (2007) menyatakan output (OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual dipasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Perlu diperhatikan juga bahwa beban karyawan (labor expense) tidak termasuk dalam IN. Pulic (1999) dalam Yuniasih et al, (2010), dan Ulum (2008) mengemukakan bahwa value added (VA) dipengaruhi oleh efisiensi dari tiga jenis input yang dimiliki perusahaan, antara lain: human capital (HC), structural capital (SC) dan capital employed (CE). 1. Value Added Human Capital (VAHU) Value Added Human Capital mengindikasikan kemampuan tenaga kerja untuk menghasilkan nilai bagi perusahaan dari dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tersebut. Semakin banyak Value Added dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan telah mengelolah sumber daya manusia secara maksimal sehingga menghasilkan tenaga kerja berkualitas yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. 2. Value Added Capital Employed (VACA) Value Added Capital Employed (VACA) mencerminkan seberapa banyak Value Added yang dihasilkan dari modal fisik yang digunakan. Perusahaan akan terlihat baik menggunakan capital employed (CE) jika 1 unit dari capital employed (CE) menghasilkan return lebih besar dari pada perusahaan lain. 3. Structural Capital Value Added (STVA) Structural Capital Value Added (STVA) mengukur jumlah structural capital (SC) yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari value added (VA) dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. Structural capital (SC) bukanlah ukuran independen sebagaimana human capital (HC), Structural capital (SC) merupakan ukurandependen terhadap value creation, maka akan semakin kecil kontribusi structural capital (SC) dalam hal tersebut. Keunggulan metode Pulic adalah karena data yang dibutuhkan relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angkaangka keuangan yang standar yang umumnya tersedia dalam laporan keuangan perusahaan. Alternatif pengukuran IC lainnya terbatas hanya menghasilkan indikator keuangan dan non-keuangan yang unik yang hanya untuk melengkapi profit suatu perusahaan secara individu. Indikator-indikator tersebut, khususnya indikator non-keuangan, tidak tersedia atau tidak tercatat oleh perusahaan yang lainnya. Konsekuensinya, 261 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 kemampuan untuk menerapkan alternatif pengukuran IC tersebut secara konsisten terhadap sampel yang besar dan terdiversifikasi menjadi terbatas (Firer dan Williams, 2003 dalam Wijaya, 2012) Kinerja Keuangan Menurut Pranata (2007) kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisien suatu perusahaan dalam rangka mencapai tujuanya. Dalam penelitian ini kinerja keuangan diukur menggunakan Return on Asset (ROA). Return on Asset (ROA) mencerminkan keuntungan perusahaan dan efisiensi perusahaan dalam pemanfaatan total aset (Chen et al, 2005). Rasio ini mewakili rasio profitabilitas, yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi ROA, semakin efisien perusahaan dalam menggunakan asetnya, baik aset fisik maupun aset non-fisik (intellectual capital) akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Menurut Anthony dan Govindarajan (2002) kelebihan yang dimiliki ROA dibandingkan dengan rasio lainnya adalah : pertama, ROA mudah dihitung dan dipahami; kedua, ROA merupakan alat pengukur prestasi manajemen yang sensitif terhadap setiap pengaruh keadaan keuangan perusahaan; ketiga, ROA sebagai tolak ukur prestasi manajemen dalam memanfaatkan aset yang dimiliki perusahaan untuk memperoleh laba; keempat, ROA sebagai alat evaluasi atas penerapan kebijakan-kebijakan manajemen. Kinerja Pasar Tujuan jangka panjang perusahaan adalah memaksimumkan kinerja pasar. Menurut Husnan (2000) yang dimaksud dengan nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayarkan oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sehingga apabila suatu perusahaan dianggap memiliki kinerja pasar yang baik maka perusahaan itu memiliki prospek masa depan.Kinerja pasar pada penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio Price to book value (PBV). Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi sebagai perusahaan yang terus bertumbuh. Price to book value (PBV) dipilih sebagai ukuran kinerja karena menggambarkan tingkat perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Menurut Damodaran (2001) dalam Sudibya dan Restuti (2014) rasio Price to book value (PBV) mempunyai beberapa keunggulan sebagai berikut: pertama, nilai buku mempunyai ukuran nilai yang relatif setabil yang dapat diperbandingkan dengan harga pasar. Kedua, nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk semua perusahaan. Price to book value (PBV) dapat diperbandingkan antara perusahaanperusahaan yang sama sebagai petunjuk adanya under atau overvaluation. Ketiga, perusahaan-perusahaan dengan earnings negatif, yang tidak bisa dinilai dengan menggunakan price earning ratio (PER) dapat dievaluasi menggunakan PBV. Pengembangan Hipotesis Perbedaan Kinerja Keuangan berdasarkan tingkat Intellectual Capital Berdasarkan resource based theory, perusahaan akan unggul dalam persaingan usaha dan mendapatkan kinerja keuangan yang baik dengan cara memiliki, menguasai dan memanfaatkan aset-aset strategis yang penting (aset berwujud dan aset tak berwujud) (Wernerfelt (1984) dalam Widarjo (2011)). Aset tidak berwujud perusahaan yang memegang peran penting dalam perusahaan adalah intellectual capital. Perusahaan yang memiliki intellectual capital yang tinggi pada umumnya akan menghasilkan kinerja keuangan yang tinggi pula. Ketika perusahaan memiliki intellectual capital dengan memperhatikan dan memanfaatkan human capital, structural capital, dan customer capital, maka akan menghasilkan kinerja perusahaan yang baik. 262 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Human capitaladalah keahlian dan kompetensi yang dimiliki karyawan dalam memproduksi barang dan jasa serta kemampuannya untuk dapat berhubungan baik dengan pelanggan.Perusahaan yang berhasil mengembangkan keahlian yang dimiliki karyawannya akan berdampak positif terhadap peningkatan kinerja karyawan. Structural capital tercermin dari sarana dan prasarana yang disediakan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Sarana dan prasarana yang disediakan perusahaan berupa mesin produksi untuk membantu dalam proses produksi, sistem produksi perusahaan, merek dagang, teknologi, serta transportasi untuk membantu distribusi barang. Structural capital merupakan pendukung dari human capital sebagai sarana dan prasarana pendukung kinerja karyawan untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang optimal. Sehingga walaupun karyawan memiliki pengetahuan dan kompetensi yang tinggi namun bila tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, maka kemampuan karyawan tersebut tidak akan menghasilkan kinerja yang baik. Customer capital pada perusahaan tercermin dari hubungan baik yang dijalin dengan mitranya. Pemasok yang hubungan kerjasamanya berjalan dengan baik akan memberikan bahan baku yang baik bagi perusahaan, dan konsumen juga akan loyal kepada perusahaan tersebut karena kualitas produk yang bagus dan pelayanan customer service yang baik. Kinerja yang baik yang diberikan karyawan serta loyalitas yang diberikan pemasok dan konsumen akan menggerakkan roda bisnis perusahaan sehingga laba perusahaan akan meningkat. Meningkatnya laba perusahaan akan mengakibatkan peningkatan terhadap ROA yang mengindikasi kinerja keuangan perusahaan dapat berjalan dengan baik. Oleh sebab itu perusahaan yang memiliki intellectual capital yang tinggi maka kinerja keuangannya tinggi.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulum et al (2008), Salim dan Karyawati (2013), Sudibya dan Restuti (2014), Chen et al (2005), Tan et al. (2007) dari penelitian tersebut menyatakan bahwa intellectual capitalyang tinggi maka kinerja keuangannya tinggi. Akan tetapi sebaliknya jika perusahaan tidak mengembangkan keahlian yang dimiliki karyawan, perusahaan tidak menyediakan sarana-prasarana dan karyawan tidak memanfaatkan sarana-prasarana dengan baik, serta hubungan kerjasama perusahaan dengan mitranya tidak berjalan dengan baik maka hal ini dapat menurunkan laba perusahaan, yang akhirnya ROA perusahaan akan mengalami penurunan dan mengindikasi kinerja keuangannya rendah. Dengan hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan yang memiliki intellectual capital yang rendah maka kinerja keuangan yang diperoleh rendah. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H1 : Perusahaan dengan Intellectual capital yang tinggi memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan Intellectual capital -nya rendah. Pengembangan Hipotesis Perbedaan Kinerja Pasar berdasarkan tingkat Intellectual Capital Menurut resource based theory, perusahaan akan unggul dalam persaingan usaha dan mendapatkan kinerja perusahaan yang baik dengan cara memiliki, menguasai dan memanfaatkan aset-aset strategis yang penting (aset berwujud dan aset tak berwujud). Dengan demikian, perusahaan yang memiliki dan dapat menguasai aset tak berwujud dalam hal ini adalah intellectual capital dengan baik akan membuat investor memberikan nilai yang tinggi pada perusahaan. Investor memberikan nilai yang tinggi kepada perusahaan dengan harapan bahwa perusahaan dapat memanfaatkan ketiga elemen intellectual capital yang dimiliki, baik memanfaatkan keahlian yang dimiliki karyawan, sarana dan prasarana yang disediakan serta hubungan yang 263 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dijalin dengan mitranya. Perusahaan diharapkan dapat memanfaatkannya dengan lebih efisien dan efektif lagi, sehingga kinerja perusahaan di masa mendatang lebih baik. Perusahaan yang dapat mengelola pengetahuan karyawannya dengan baik akan membuat karyawan bekerja lebih baik lagi untuk kepentingan perusahaan. Ditambah dengan sarana dan prasarana yang disediakan perusahaan untuk mendukung kinerja karyawan untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang optimal.Hal ini akan memberikan sinyal kepada calon investor bahwa perusahaan dapat mengelola karyawan dengan baik, sehingga calon investor akan memberikan penilaian yang tinggi terhadap perusahaan. Ketika perusahaan dapat menjalin hubungan yang baik dengan pemasok, konsumen, serta pemerintah akan menggerakkan roda bisnis perusahaan sehinggainvestor memiliki harapan mengenai kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang dan menyebabkan investor tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut, hal iniakan menyebabkan naiknya nilai harga saham perusahaan. Kenaikan harga saham perusahaan disertai juga dengan naiknya nilai PBV perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan yang memiliki intellectual capital yang tinggi maka kinerja pasarnya tinggi.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012), dan Bollen (2005) dari penelitian tersebut menyatakan bahwa intellectual capitalyang tinggi maka kinerja pasarnya tinggi. Akan tetapi sebaliknya jika perusahaan tidak mengelola pengetahuan yang dimiliki karyawan, sarana dan prasarana tidak disediakan, serta perusahaan tidak menjalin hubungan kerja yang baik dengan mitranya, hal ini dapat menyebabkan menurunnya nilai harga saham yang disertai juga dengan menurunnya PBV sehingga mengakibatkan penurunan pada kinerja pasar perusahaan. Haltersebut mengindikasikan bahwa perusahaan yang memiliki intellectual capital yang rendah maka kinerja pasar yang diperoleh rendah.Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H2 : Perusahaan dengan Intellectual capital yang tinggi memiliki kinerja pasar yang lebih baik dibandingkan dengan Intellectual capital -nya rendah. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2012-2013. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut : 1. Perusahaan mempublikasi laporan tahunan secara berturut-turut dari tahun 2012 sampai dengan 2013 dalam mata uang rupiah. 2. Perusahaan berada pada kondisi laba selama dua tahun berturut-turut dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013.Kriteria ini ditetapkan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menjaga agar value added perusahaan, laba negatif akan menyebabkan value added perusahaan menjadi negatif. 3. Perusahaan berada pada kondisi nilai buku ekuitasnya positif. Jenis dan Sumber Data Sumber data penelitian berasal dari data sekunder. Data tersebut berupa data laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI yang dimulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 yang diperoleh dari situs www.idx.co.id. Sedangkan data mengenai harga saham penutupan diperoleh dari situs finance.yahoo.com. 264 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah : Intellectual Capital 1. Intellectual Capitaldiukur dengan VAICTM yang dikembangkan oleh Pulic (1998; 1999; 2000)dalam Yuniasih et al, (2010). VAICTMyang diukur berdasarkan value added yangdihasilkan olehValue Added Human Capital (VAHU), Value Added Capital Employed (VACA), dan Structural Capital Value Added (STVA). Formula perhitungan VAICTM adalah sebagai berikut: a) Value Added Human Capital (VAHU) VA = Output – Input Dimana : Value Added (VA) = selisih antara output dan input Output (OUT) = total penjualan dan pendapatan lain-lain Input (IN) = beban dan biaya-biaya selain beban karyawan Human Capital (HC) = beban karyawan (total gaji, upah dan pendapatan karyawan) b) Value Added Capital Employed (VACA) VACA = Dimana : Capital Employed (CE) = Dana yang tersedia (total ekuitas) c) Structural Capital Value Added (STVA) STVA = Dimana : Structural Capital (SC) = VA – HC Sehingga formulasi perhitungan VAICTM adalah: VAICTM = VAHU + VACA + STVA Kinerja Keuangan Variabel penelitian yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah Return on Assets (ROA). Return on Assets (ROA) memperlihatkan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan dalam melakukan efisiensi penggunaan total aset untuk operasional perusahaan. Adapun rumus yang digunakan menurut Ghozali dan Chariri (2008) untuk menghitung ROA adalah sebagai berikut : 265 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Kinerja Pasar Variabel penelitian yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah Price to book value (PBV). Dalam penelitian ini Price to Book value (PBV) dihitung berdasarkan perbandingan antara harga pasar saham dengan nilai buku saham. Harga pasar saham yang digunakan adalah harga yang berdasarkan closing price pada akhir tahun laporan perusahaan.Adapun rumus yang digunakan menurut Sudibya dan Restuti (2014) untuk menghitung PBV adalah sebagai berikut: Teknik Analisis Data Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data dalam penelitan ini adalah : 1. Menghitung ROA, PBV dan IC yang diungkapkan pada tiap laporan tahunan perusahaan yang dijadikan sampel. 2. Mengelompokkan ROA, PBV dan IC menjadi tinggi dan rendah berdasarkan rata-rata keseluruhan sampel. 3. Melakukan uji normalitas terhadap data yang dijadikan sampel. Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Data berdistribusi normal apabila tingkat signifikasinya lebih besar dari 0,05. 4. Setelah data berdistribusi normal maka pengujian hipotesis akan dilanjutkan dengan melakukan Uji TTest. Jika data menunjukan tidak berdistribusi normal, pengujian hipotesis dilakukan dengan MannWhitney U. dalam penelitian ini pengelolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 20. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Objek Penelitian Pada tabel 1 berikut ini menunjukan proses pengambilan sampel perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012 dan 2013 dengan menggunakan metode purposive sampling: Tabel 1 Tabel pengambilan sampel penelitian Kriteria Sampel Jumlah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 20122013. 280 Jumlah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang tidak mempublikasi di BEI maupun web perusahaan 2012-2013. (0) Laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur 2012-2013 dalam mata uang selain rupiah (34) Laporan keuangan perusahaan manufaktur yang mengalami kerugian selama tahun 2012-2013 Laporan keuangan perusahaan manufaktur yang nilai buku ekuitasnya negatif selama tahun 2012-2013 (78) (0) (8) 160 Outlier data Total sampel yang digunakan Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016 266 Jumlah perusahaan Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Analisis Statistik Deskriptif Berikut ini adalah tabel yang berisi hasil analisis deskriptif yang terdiri dari mean, nilai minimum, dan nilai maksimum. Tabel 2 Tabel Statistik Deskriptif Variabel Penelitian N Minimum Maximum Intellectual Capital (IC) 160 2,28 94,34 Value Added Human Capital (VAHU) 160 1,24 90,99 Value Added Capital Employed (VACA) 160 0,33 9,45 Structrual Capital Value added (STVA) 160 0,20 0,99 Kinerja Keuaagan (ROA) 160 0,01 0,66 Kinerja Pasar (PBV) 160 0,23 46,95 Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016 Mean 34,98 31,93 2,12 0,92 0,10 2,96 Pada tabel 2 menunjukkan Intellectual Capital (IC) memiliki nilai terendah 2,28; nilai tertinggi 94,34 dan nilai rata-rata 34,98. Nilai rata-rata IC dari perusahaan yang dijadikan sampel adalah sebesar 34,98. Hal ini berarti bahwa perusahaan yang memanfaatkan IC masih rendah. Tingkat IC tertinggi sebesar 94,34 dimiliki oleh PT. AKR Corporindo Tbk. Variabel kinerja keuangan, memiliki rata-rata sebesar 0,10. Hal ini berarti perusahaan sampel secara rata-rata dapat memperoleh laba bersih sebesar Rp. 0,10,- untuk setiap Rp 1,- aset perusahaan. Variabel kinerja pasar, memiliki rata-rata sebesar 2,96. Hal ini berarti bahwa perusahaan sampel memiliki nilai pasar saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bukunya.Nilai rata-rata PBV diatas satu (1) menunjukan perusahaan berhasil dalam menggelolah aset perusahaan, dan memiliki potensi pertumbuhan investasi yang tinggi. Tabel 3 Tabel Rata-rata Tinggi Rendahnya Intellectual Capital ROA PBV IC N Mean Max Min Mean Max Min Tinggi 63 0.102 0.394 0.007 2.974 46.950 0.281 Rendah 97 0.100 0.657 0.006 2.964 25.603 0.232 Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016 Tabel 4 Tabel Rata-rata Tinggi Rendahnya Value Added Human Capital ROA PBV VAHU N Mean Max Min Mean Max Min Tinggi 63 0.102 0.394 0.007 2.974 46.950 0.281 Rendah 97 0.100 0.657 0.006 2.964 25.603 0.232 Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016 Tabel 5 Tabel Rata-rata Tinggi Rendahnya Value Added Capital Employed ROA PBV VACA N Mean Max Min Mean Max Min Tinggi 58 0.100 0.657 0.007 3.666 46.950 0.232 Rendah 102 0.101 0.355 0.006 2.571 15.012 0.236 Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016 267 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 6 Tabel Rata-rata Tinggi Rendahnya Structural Capital Value Added ROA PBV Max Min Mean Max Min STVA N Mean Tinggi 114 0.100 0.657 0.007 2.864 46.950 0.236 Rendah 46 0.103 0.261 0.006 3.225 15.012 0.232 Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016 Tabel 3 menunjukkan jumlah rata-rata IC yang tinggi memiliki ROA sebesar 0,102, sedangkan perusahaan dengan IC yang rendah memiliki ROA sebesar 0,100. Kemudian untuk perusahaan yang IC tinggi memiliki rata-rata PBV sebesar 2,974, sedangkan perusahaan dengan IC rendah memiliki PBV sebesar 2,964. Uji Hipotesis Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data penelitian berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semua data memiliki nilai signifikasi < 0,05 maka dapat disimpulkan data tidak terdistribusi normal, sehingga pengujian hipotesis untuk variabel ROA dan PBV dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney U. Hasil pengujian hipotesis untuk variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini: Tabel 7 Tabel Hasil Pengujian Hipotesis Variabel Asymp. Sig. (2-tailed) Kinerja Keuangan (ROA) 0,000 Kinerja Pasar (PBV) 0,000 Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016 Kesimpulan H₁ Diterima H₂ Diterima Tabel 8 Tabel Hasil Uji Beda pada Tiap Komponen Variabel Asymp.Sig.(2-tailed) Kesimpulan Value Added Human Capital 0,00 Ada Perbedaan Value Added Capital Employed 0,00 Ada Perbedaan Structural Capital Value Added 0,00 Ada Perbedaan Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016 Pembahasan Perbedaan Kinerja Keuangan berdasarkan tingkat Intellectual Capital Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada tabel 7, diketahui bahwa signifikasi uji beda sebesar 0,000, lebih rendah dari tingkat alpha sebesar 0,05. Hal ini berarti H1 diterima dan dapat disimpulkan terdapat perbedaan kinerja keuangan (ROA) berdasarkan tingkat intellectual capital. Tabel 3 menunjukkan jumlah rata-rata intellectual capitalperusahaan dengan kategori tinggi memiliki nilai rata-rata ROA sebesar 0,102. Sedangkan perusahaan yang intellectual capital dengan kategori rendah memiliki nilai rata-rata ROA sebesar 0,100. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan intellectual capital yang tinggi akan menghasilkan ROA yang lebih tinggi. Ketika perusahaan berhasil mengelola pengetahuan karyawannya dengan baik akan berdampak positif terhadap peningkatan kinerja karyawan. 268 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Sarana dan prasarana yang disediakan perusahaan berupa mesin produksi untuk membantu dalam proses produksi, sistem produksi perusahaan, merek dagang, teknologi, serta transportasi untuk membantu distribusi barang jika digunakan dengan baik akan mendukung kinerja karyawan untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang optimal. Hubungan baik yang dijalin perusahaan dengan pemasok akan membuat pemasok memberikan bahan baku yang baik bagi perusahaan, dan konsumen juga akan loyal kepada perusahaan tersebut karena kualitas produk yang bagus dan pelayanan customer service yang baik.Kinerja yang baik yang diberikan karyawan serta loyalitas yang diberikan pemasok dan konsumen akan menggerakkan roda bisnis perusahaan sehingga laba perusahaan akan meningkat. Meningkatnya laba perusahaan akan mengakibatkan peningkatan terhadap ROA yang mengindikasi kinerja keuangan perusahaan dapat berjalan dengan baik. Oleh sebab itu perusahaan yang memiliki intellectual capital yang tinggi maka kinerja keuangannya tinggi.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulum et al (2008), Salim dan Karyawati (2013), Sudibya dan Restuti (2014), Chen et al (2005), Tan et al. (2007) dari penelitian tersebut menyatakan bahwa intellectual capitalyang tinggi maka kinerja keuangannya tinggi. Akan tetapi sebaliknya jika perusahaan tidak mengembangkan keahlian yang dimiliki karyawan, perusahaan tidak menyediakan sarana-prasarana dan karyawan tidak memanfaatkan sarana-prasarana dengan baik, serta hubungan kerjasama perusahaan dengan mitranya tidak berjalan dengan baik maka hal ini dapat menurunkan kinerja keuangan. Dengan hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan yang memiliki intellectual capital yang rendah maka kinerja keuangan yang diperoleh rendah. Sebagai contoh adanya perbedaan kinerja keuangan antara perusahaan dengan IC tinggi dan rendah terlihat pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbkyang memiliki intellectual capital-nya sebesar 49,25, menghasilkanROA yaitu sebesar 0,39, Sedangkan perusahaan dengan tingkat intellectual capital rendah seperti PT. Pioneerindo Gourment Internasional Tbk yang memiliki intellectual capital sebesar 5,99, menghasilkan ROA hanya sebesar 0,18. Dari hasil penelitian dilihat dari keseluruhan intellectual capital, perusahaan yang intellectual capitalnya tinggi menghasilkan ROA yang tinggi. Tetapi jika dilihat dari komponen intellectual capital terdapat hasil yang berbeda. Pada tabel 4 terdapat perbedaan kinerja keuangan berdasarkan tingkat Value Added Human Capital. Dimana pada Value Added Human Capital yang tinggi menghasilkan ROA yang tinggi. Sedangkan pada Value Added Human Capital rendah menghasilkan ROA sebesar rendah. Pada tabel 5 didapatkan hasil dimana Value Added Capital Employed yang tinggi menghasilkan ROA yang rendah, sedangkan pada Value Added Capital Employed yang rendah menghasilkan ROA yang tinggi. Sedangkan pada tabel 6 dijelaskan bahwa Structural Capital Value Adedd yang tinggi menghasilkan ROA yang rendah, sedangkan pada Structural Capital Value Adedd yang rendah menghasilkan ROA yang tinggi. Perbedaan Kinerja Pasar berdasarkan tingkat Intellectual Capital Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada tabel 7, diketahui bahwa signifikasi uji beda sebesar 0,000, lebih rendah dari tingkat alpha sebesar 0,05. Sehingga H2 diterima dan dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan kinerja pasar (PBV) berdasarkan tingkat intellectual capital. Besarnya PBV antara perusahaan dengan IC kategori tinggi dan rendah dapat dilihat pada tabel 3. Perusahaan yang memiliki rata-rata intellectual capitaldengan kategori tinggi memiliki nilai rata-rata PBV sebesar 2,974. Sedangkan perusahaan yang intellectual capital dengan kategori rendah memiliki nilai rata-rata 269 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PBV sebesar 2,964. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki dan dapat menguasai aset tak berwujud dalam hal ini adalah intellectual capital dengan baik akan membuat investor memberikan nilai yang tinggi pada perusahaan. Investor memberikan nilai yang tinggi kepada perusahaan dengan harapan bahwa perusahaan dapat memanfaatkan ketiga elemen intellectual capital yang dimiliki, baik memanfaatkan keahlian yang dimiliki karyawan, sarana dan prasarana yang disediakan serta hubungan yang dijalin dengan mitranya. Perusahaan diharapkan dapat memanfaatkannya dengan lebih efisien dan efektif lagi, sehingga kinerja perusahaan di masa mendatang lebih baik. Perusahaan yang dapat mengelola pengetahuan karyawannya dengan baik akan membuat karyawan bekerja lebih baik lagi untuk kepentingan perusahaan. Ditambah dengan sarana dan prasarana yang disediakan perusahaan untuk mendukung kinerja karyawan untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang optimal.Hal ini akan memberikan sinyal kepada calon investor bahwa perusahaan dapat mengelola karyawan dengan baik, sehingga calon investor akan memberikan penilaian yang tinggi terhadap perusahaan. Ketika perusahaan dapat menjalin hubungan yang baik dengan pemasok, konsumen, serta pemerintah akan menggerakkan roda bisnis perusahaan sehinggainvestor memiliki harapan mengenai kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang dan menyebabkan investor tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut, hal ini akan menyebabkan naiknya nilai harga saham perusahaan. Kenaikan harga saham perusahaan disertai juga dengan naiknya nilai PBV perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan yang memiliki intellectual capital yang tinggi maka kinerja pasarnya tinggi.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012), dan Bollen (2005) dari penelitian tersebut menyatakan bahwa intellectual capitalyang tinggi maka kinerja pasarnya tinggi. Akan tetapi sebaliknya jika perusahaan tidak mengelola pengetahuan yang dimiliki karyawan, sarana dan prasarana tidak disediakan, serta perusahaan tidak menjalin hubungan kerja yang baik dengan mitranya, hal ini dapat menyebabkan menurunnya kinerja pasar perusahaan. Haltersebut mengindikasikan bahwa perusahaan yang memiliki intellectual capital yang rendah maka kinerja pasar yang diperoleh rendah. Sebagai contoh adanya perbedaan kinerja pasar antara perusahaan dengan IC tinggi dan rendah terlihat pada PT. Multi Bintang Indonesia Tbkyang memiliki intellectual capital nya sebesar 49,25, menghasilkanPBV yaitu sebesar 46,95, Sedangkan perusahaan dengan tingkat intellectual capital rendah seperti PT. Duta Pertiwi Nusantara Tbk yang memiliki intellectual capital sebesar 7,97, menghasilkan PBV hanya sebesar 0,70. Dari hasil penelitian dilihat dari keseluruhan intellectual capital, perusahaan yang intellectual capitalnya tinggi menghasilkan PBV yang tinggi. Tetapi jika dilihat dari komponen intellectual capital terdapat hasil yang berbeda. Berdasarkan Tabel 4 terdapat perbedaan kinerja keuangan berdasarkan tingkat Value Added Human Capital. Dimana pada Value Added Human Capital yang tinggi menghasilkan PBV yang tinggi. Sedangkan pada Value Added Human Capital rendah menghasilkan ROA yang rendah. Pada tabel 5 didapatkan hasil dimana Value Added Capital Employed yang tinggi menghasilkan ROA yang tinggi, sedangkan pada Value Added Capital Employed yang rendah menghasilkan ROA yang rendah. Sedangkan pada tabel 6 dijelaskan bahwa Structural Capital Value Adedd yang tinggi menghasilkan ROA sebesar rendah, sedangkan pada Structural Capital Value Adedd yang rendah menghasilkan ROA yang tinggi. 270 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI TERAPAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji non-parametrik Mann-whitneyU seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini menunjukkan beberapa hal, yaitu : 1. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan perusahaan dengan intellectual capital yang tinggi memiliki kinerja keuangan yang lebih baik di bandingkan dengan perusahaan yangintellectual capital rendah. 2. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan perusahaan dengan intellectual capital yang tinggi memiliki kinerja pasar yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan dengan intellectual capital rendah. Implikasi Terapan Implikasi terapan dalam penelitian ini ditujukan kepada perusahaan. Bagi perusahaan, hendaknya mengoptimalkan 3 elemenintellectual capital yaitu human capital, structural capital, dan customer capital dengan baik sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan dan juga kinerja pasar. Bagi investor untuk lebih memilih perusahaan yang IC nya baik dalam menanamkan investasinya sehingga harapan investor untuk mendapat keuntungan lebih bisa terjamin. Referensi Abdolmohammadi, M.J. 2005. Intellectual Capital Disclosure and Market Capitalization. Journal of Intellectual Capital Vol.6 No.3.pp.397-416. Appuhami, B.A. Ranjith. 2007. The Impact of Intellectual Capital on Investors Capital Gains on Share: An Empirical Investigation of Thai Banking, Finance & Insurance sector. International Management Riview. Vol.3 No.2. Bontis, N., W.C.C. Keow, and S. Richardson. 2000. “Intellectual Capital and Business Performance in Malaysia Industries”. Journal of Intellectual Capital. Vol.1. No.1. 85-100. Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang. 2005. “An Empirical Investigation of the Relationship Between Intellectual Capital and firms’ Market Value and Financial Performances”. Journal of Intellectual Capital. Vol.6 No.2.pp.159-176. Efandiana, Ludita. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Intellectual Capital pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tesis Universitas Diponegoro Semarang. Firer, Steven, and L Stainbank. 2003. “Testing the Relationship between Intellectual Capital and a Company’s Performance: Evidence from South Africa”. Meditari Accountancy Research. Vol. 11: 25-44. Ghozali, Iman. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IMB SPSS 19. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Healy, P. M., dan K. G. Palepu, (1993), The Effect of Firms’ Financial Disclosure Strategies on Stock Prices. Accounting Horizons 7 (1): 1-11. Ifada, Luluk Muhimatul dan Hapsari, Hairida. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Publik (Non Keuangan) di Indonesia. Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan. Vol.2 No.1. April. Pp 181-194. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. No.19. Jakarta: Salemba Empat. 271 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Kuryanto, Benny dan Syafruddin, Muchamad. 2009. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Auditing. Vol.5, No.2. Pramestiningrum. 2013. “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan Sektor Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2009-2011”. Universitas Diponegoro, Semarang. Salim, Selvi Meliza dan Karyawati, Golrida. 2013. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan. Journal of Business Enterpreneurship. Vol.1 No.2. Mei. Sawarjuwono, Tjiptohadi dan Agustine Prihatin Kadir. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.5No.1. 31-51. Sudibya, D. C. Nunki Arun dan Restuti, MI. Mitha Dewi. 2014. Pengaruh Modal Intelektual terhadap Nilai Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening. Makalah Disampaikan dalam Seminar Nasional dan Call for Paper. 154-166. Sunarsih, Ni Made dan Mendra, Ni Putu Yuria. 2012. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kinerja Keuangan Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XV. Banjarmasin: 20-23 September. Suwarjuwono, W dan Kadir, A. P. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (sebuah library research). Jurnal Akuntansi Keuangan 5 (1): 35-37. Ulum, Ihyaul, Imam Ghozali & Anis Chairi. 2008. Intellectual Capital dan Kinerja Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Squares. Makalah Diampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak: 23-24 Juli. Wernerfelt, B. 1984. A Resource- Based View of The Firm, Strategic Management Journal. Vol.5. No.2.pp.171180. Widarjo, Wahyu. 2011. Pengaruh Modal Intelektual dan Pengungkapan Modal Intelektual pada Nilai Perusahaan. Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XIV. Banda Aceh: 21-22 Juli. Wijaya, Novi. 2012. Pengaruh Intelektual Capital Terhadap Kinerja Keuangan dan Nilai Pasar Perusahaan Perbankan dengan Metode Value Added Intelectual coefficient. Journal Bisnis dan Akuntansi. Vol.14. No.3.157-180. Desember. Yuniasih, Ni Wayan, Dewa G. Wirama, dan Dewa N. Badera. 2010. Eksplorasi Kinerja Pasar Perusahaan: Kajian Berdasarkan Modal Intellectual. Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto: 13-15 Oktober. 272 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PERUBAHAN BID ASK SPREAD DI SEPUTAR PENGUMUMAN LABA UNTUK SAHAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Bayu Wijayantini1 danMaheni Ika Sari2 Universitas Muhammadiyah Jember Jl. Karimata 49 Jember Email: [email protected] [email protected] This study aimed to test whether there are significant non-financial variable to the bid ask spread around each earnings announcement on Manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange. The population of 118 listed company, selected 32 companies that meet the criteria. Analysis of the results showed that the analysis shows the variation change bid ask spread of 0.05. Where the average bid ask spread five days before the earnings announcement rat higher than the average bid-ask spread five days after the earnings announcement. So there are differences in the bid-ask spread significantly between the time before and the time after the earnings announcement. This indicates that most investors still regard the stock as a trade commodity. The analysis shows the variation change bid ask spread of 0.05. Where the average bid ask spread five days before the earnings announcement rat higher than the average bid-ask spread five days after the earnings announcement. So there are differences in the bid-ask spread significantly between the time before and the time after the earnings announcement. This indicates that most investors still regard the stock as a trade commodity. Keywords: bid ask spread 1. Pendahuluan Dalam berinvestasi di pasar modal, sering kali investor mengalami kesenjangan informasi (information asymmetry). Kesenjangan informasi akan terjadi apabila seorang investor memiliki informasi lebih banyak daripada investor lain. Kondisi ini memicu terjadinya perilaku adverse selection, sehingga dapat menimbulkan biaya informasi. Biaya informasi merupakan salah satu komponen pembentuk bid ask spread. Adanya kesenjangan informasi akan menyebabkan para dealer berusaha lebih untuk mendapatkan sinyal tertentu yang dapat dijadikan sebagai informasi dalam rangka mengurangi ketidakpastian yang dihadapinya, sehingga biaya informasi yang dibutuhkan cenderung tinggi, akibatnya tingkat spread juga cenderung tinggi. Sedangkan tidak adanya kesenjangan informasi akan menyebabkan para dealer kurang berusaha untuk mendapatkan sinyal tertentu yang dapat dijadikan sebagai informasi yang dibutuhkan cenderung rendah, akibatnya tingkat spread juga rendah. Bid-ask spreads merupakan selisih bid price dengan ask price. Bid price adalah harga tertinggi yang ditawarkan oleh dealer atau harga dimana spesialis atau dealer menawar untuk membeli saham tersebut. Sedangkan ask price adalah harga terendah dimana dealer bersedia untuk menjual atau harga spesialis atau dealer menawar untuk menjual saham tersebut (Jones, 1996). Penentuan besarnya spread oleh market maker adalah sebagai kompensasi untuk menutupi adanya tiga jenis biaya, yaitu inventory holding cost (biaya pemilikan), order processing cost (biaya order/biaya pemrosesan), dan adverse information cost (Stoll, 1978). Diawali oleh Beaver (1968), penelitian tentang reaksi pasar terhadap pengumuman laba telah menjadi salah satu main stream penelitian keuangan. Kebanyakan dari penelitian tersebut memfokuskan pada 273 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 reaksi return pasar terhadap informasi keuangan. Meskipun demikian, informasi keuangan bisa berguna bagi investor tanpa mempengaruhi return pasar, Lev (1989) dalam Callahan et. al. (1997) menyatakan bahwa manfaat potensial dari pengumuman laba adalah mengurangi asimetri informasi di pasar saham. Riset tentang bid ask spread yang ada menyatakan bahwa pengurangan dalam asimetri informasi bisa mengurangi biaya transaksi (Callahan et.al 1997). Venkatesh dan Chiang (1986) menemukan perubahan yang signifikan dalam spread setelah pengumuman laba hanya pada kasus di mana tidak ada informasi material lain yang berhubungan dengan perusahaan yang diumumkan dalam 30 hari sebelum pengumuman laba. Industri manufaktur merupakan subsektor industri yang paling dominan dan merupakan subsektor industri yang memberi kontribusi nilai tambah sangat besar terhadap sektor industri di Indonesia dan merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatiaan berkenaan dengan dimensi lokasi dan keuntungan komparatifnya. Industri manufaktur mampu memberikan nilai tambah yang paling besar terhadap PDB Indonesia. (Beracim dan Bustani: 2008). Di Bursa Efek Indonesia (BEI) perkembangan perusahaan kelompok Sektor industri manufaktur menunjukkan tren yang sangat menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari jumlahnya yang meningkat dari tahun ke tahun. Dari hal tersebut penelitian dengan menggunakan variabel non keuangan dan keuangan untuk mengukur bid ask spread pada perusahaan industri manufaktur perlu dilakukan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa dealer akan menghadapi ketidakpastian yang disebabkan oleh adanya asimetri informasi antar partisipan pasar. Oleh karena itu dealer perlu memperhatikan sinyal-sinyal tertentu seperti pengumuman laba untuk mengurangi asimetri informasi yang dihadapinya. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bermaksud untuk menguji sejauh mana pengaruh laporan keuangan terhadap bid ask spread pada bid ask spread sebelum dan sesudah pengumuman laba untuk perusahaan industri manufactur. Penelitian ini merupakan multifikasi dari berbagai penelitian di luar negeri, yakni penelitian yang dilakukan oleh Stoll (1978), yang meneliti determinan-determinan bid ask spread, dan penelitian yang dilakukan oleh Venkatesh dan Chiang (1986), yang meneliti pengaruh pengumuman laba terhadap bid ask spread. 2. Tinjauan Pustaka Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas yang bersangkutan. Pengumuman laba dikatakan memiliki kandungan informasi apabila mampu mendorong perubahan taksiran investor terhadap distribusi return di masa mendatang, sehingga akan mengakibatkan perubahan nilai keseimbangan harga saham saat itu. Pada saat pengumuman laba diharapkan variabilitas perubahan harga akan lebih besar dibandingkan dengan pada periode di luar pengumuman laba meskipun arah dan besar perubahan tersebut tidak diketahui tanpa mengetahui model ekspektasi investor (Beaver,1968). Selain menyebabkan perubahan ekspektasi investor, pengumuman laba akan dikatakan memiliki nilai informasi apabila mampu mempengaruhi perilaku para pengambil keputusan. Dalam hal ini, informasi tersebut akan mendorong kepemilikan portfolio saham yang optimal. Investor akan melakukan pembelian dan penjualan saham sehingga pada saat pengumuman laba volume perdagangan diharapkan meningkat (Beaver, 1968:218). Bid ask spread merupakan selisih bid price dengan ask price. Bid price adalah harga tertinggi yang ditawarkan oleh dealer atau harga dimana spesialis atau dealer menawar untuk membeli saham tersebut. Sedangkan ask price adalah harga terendah di mana dealer bersedia untuk menjual atau harga di mana 274 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 spesialis atau dealer menawar untuk menjual saham tersebut (Jones:1996, dalam Rani:2006). Literatur-literatur teoritis tentang bid ask spread yang ada menunjukkan bahwa bid ask spread yang ditetapkan terdiri dari tiga komponen biaya, yaitu : (1) biaya pemilikan saham (inventory holding cost); (2) biaya pemrosesan pesanan (order processing cost); dan (3) biaya adverse selection (Stoll (1989)). Biaya pemilikan saham merupakan biaya oportunitas dan resiko saham yang berkaitan dengan pemilikan saham. Biaya pemrosesan pesanan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengatur transansaksi, mencatat transaksi serta melakukan kegiatan pembukuan. Biaya adverse selection terjadi karena informasi terdistribusi secara asimetris diantara partisipan pasar modal; oleh karenanya dealer menghadapi masalah adverse selection karena ia melakukan transaksi dengan investor yang memiliki informasi yang superior. Bid ask spread dapat dioperasionalkan sebagai berikut (How and Lin 1999) : SPREAD ={(harga ask –harga bid )/(harga ask + harga bid)/2)} x 100% Keterangan: - Ask adalah harga ask tertinggi yang terjadi pada hari-t. - Bid adalah harga bid terendah yang terjadi pada hari-t. Cohen et. al (1986) menyatakan bahwa spread terdiri dari dua komponen, yaitu : (1) dealer spread; dan (2) market spread. Dealer spread adalah perbedaan antara harga bid dan ask yang ditentukan oleh dealer secara individual yang menyebabkan ia menjual atau membeli suatu sekuritas. Sedangkan market spread adalah perbedaan antara bid yang tertinggi dan ask yang terendah diantara beberapa dealer yang samasama melakukan transaksi atas suatu saham. Berdasarkan perbedaan tersebut. Market spreads dapat lebih kecil daripada dealer spread. Biaya kesegeraan bagi investor merupakan ukuran market spread, sedangkan persaingan antara dealer dan biaya membuat pasar berhubungan dengan ukuran dealer spread. Venkatesh dan Chiang (1986) menguji apakah pemilikan saham oleh pihak-pihak di dalam perusahaan dan investor institusi sebagai ukuran Biaya perdagangan bagi dealer. Pemilikan saham oleh pihakpihak di dalam perusahaan merupakan proksi asimetri informasi. Penelitian ini menggunakan 251 data harian. Spread dihitung dengan menggunakan harga penutupan perdagangan sejak 1Januari 1973 sampai 31 Desember 1973. Data diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu data pemilikan saham oleh pihak di dalam perusahaan dan pemilikan saham oleh pihak diluar perusahaan. Penelitian ini menguji: (1) hubungan antara spread dengan pemilikan saham oleh pihak dalam perusahaan, (2) apakah ukuran perusahaan mempengaruhi keefektifan insider holding sebagai proksi asimetri informasi dan (3) hubungan antara spread dengan pemilikan saham oleh institusi. Variabel yang digunakan adalah volume perdagangan dan variabilitas harga. Metode statistik yang digunakan adalah model regresi berganda. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemilikan saham oleh pihak di dalam perusahaan berhubungan signifikan dan positif dengan spread, sedangkan pemilikan saham oleh institusi menghasilkan koefisien yang tidak signifikan yang berarti institusi dianggap sebagai pedagang tidak berinformasi. Berdasarkan kajian teoritis yang telah dikemukakan dan dari beberapa hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis alternatif yang diajukan dan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Ada perbedaan antara spread sebelum pengumuman laba dengan spread sesudah pengumuman laba untuk saham perusahaan industri manufaktur. 275 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 3. ISBN: 978-602-361-041-9 Metode Penelitian 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan explanatory research dari studi empiris melalui hypotesis testing (pengujian hipotesis) pada bursa efek tentang pengujian terhadap bid ask spread diseputar pengumuman laba perusahaan manufactur. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berisi data-data laporan keuangan perusahaan dari perusahaan industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI), Indonesian Capital Market Directory (ICMD), Indonesian Security Market Directory (ISMD) serta data lain terkait dengan penelitian untuk kemudian diolah dan dianalisis. Data ini diolah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. 3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah data sekunder (archival) berupa data aktivitas perdagangan harian perusahaan Manufactur yang melakukan mengumumkan dividen yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2015. Data tersebut di unduh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu www.idx.co.id. 3.3 Populasi dan Penentuan Sampel Populasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah perusahaan industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Tahun 2013-2015. Teknik pengumpulan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Kriteria yang ditetapkan dalam pemilihan sampel adalah : (1) termasuk klasifikasi perusahaan jenis usaha manufaktur yang tercatat sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2013 hingga tahun 2015 secara terus menerus (tidak pernah melakukan delisting); (2) menerbitkan laporan keuangan tahun 2014 dan laporan telah diaudit oleh auditor independen; (3) perusahaan melaporkan adanya laba perusahaan; (4) saham perusahaan masih tercatat dan aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga tahun 2015; dan (5) tidak ada pengumuman lain atau corporate action yang dilakukan perusahaan yang menjadi sampel baik sebelum maupun sesudah pengumuman laba akuntansi untuk menghindari bias karena adanya informasi lain. Berikut ini perusahaan Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia: Tabel .1 Proses Seleksi Perusahaan Sampel Keterangan No. Jumlah 1 Perusahaan industri manufaktur yang listed di BEI sampai dengan 31 Desember 2015. 118 2 Perusahaan yang didelist dalam periode penelitian 11 3 Perusahaan yang listed secara kontinyu selama periode penelitian 107 4 Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan keuangan secara kontinu (2013-2014) Perusahaan yang melaporkan laporan keuangan dua tahun terus menerus selama periode penelitian dengan periode akhir laporan keuangan per 31Desember 2014. Perusahaan yang sahamnya tidak aktif diperdagangkan selama periode penelitian 54 5 6 7 Jumlah perusahaan yang emenuhi kriteria dalam pengambilan sampel Sumber : Data BEI 53 21 32 3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah - Bid ask spread Bid ask spread ditentukan dalam bentuk proporsi harga tawaran jual dan harga permintaan beli selama periode penelitian. Adapun persentase bid ask spread ditentukan sebagai berikut (Stoll,1978): 276 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Keterangan: - Ask adalah harga ask tertinggi yang terjadi pada hari-t. - Bid adalah harga bid terendah yang terjadi pada hari-t. 3.5 Tehnik Analisis Data Untuk menguji hipotesis digunakan Uji Beda-Z. Hal ini dilakukan untuk akan menguji apakah terdapat perbedaan atau perubahan spread yang terjadi selama 11 hari disekitar pengumuman laba, yaitu 5 hari sebelum pengumuman, 5 hari sesudah pengumuman dan 1 hari peristiwa pengumuman laba. Dalam uji ini variabel spread dikelompokkan menjadi dua, spread sebelum pengumuman laba dan spread sesudah pengumuman laba. Dengan menggunakan uji Z maka akan diketahui ada tidaknya perubahan spread yang terjadi di sekitar pengumuman laba. Untuk sampel besar (n > 30), maka formula ujinya adalah:: Dengan daerah kritis Uji Z sebagi berikut : No. 1 2 Ha 1 - 2 < Tolak H0 jika : Z < - z Z < - z/2 atau Z > z/2 Z > z . 4. Hasil Dan Pembahasan Industri manufaktur merupakan subsektor industri yang paling dominan dan merupakan subsektor industri yang memberi kontribusi nilai tambah sangat besar terhadap sektor industri di Indonesia dan merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatiaan berkenaan dengan dimensi lokasi dan keuntungan komparatifnya. Industri manufaktur mampu memberikan nilai tambah yang paling besar terhadap PDB Indonesia. (Beracim dan Bustani: 2008). 4.1 Analisis Deskriptif Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga bid saham dan harga ask saham baik sebelum Pengumuman laba maupun sesudah Pengumuman laba. Berdasar tabel 1 di atas, maka ada sejumlah 32 perusahaan manufaktur yang terkelompokkan dalam tiga sub sektor : (1) Industri Dasar dan Kimia; (2) Aneka Industri; dan (3) Aneka Barang Konsumsi; yang dapat terpilih sebagai sampel. Daftar Bid ask spread ke-32 perusahaan sampel dan tersebut disarikan pada tabel berikut: 277 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 2. Nama Perusahaan Sampel Bid ask spread Sebelum Pengumuman laba No Kode A. Industri Dasar dan Kimia 1 ARNA 2 ALMI 3 INAI 4 LION 5 PICO 6 DPNS 7 EKAD 8 INCI 9 AKKU 10 MAIN 11 TIRT 12 FASW B. Aneka Industri Nama Perusahaan Arwana Citramulia Tbk Alumindo Light Metal Industry Tbk Indal Aluminium Industry Tbk Lion Metal Works Tbk Pelangi Indah Canindo Tb Duta Pertiwi Nusantara Tbk Ekadharma International Tbk 0,03121 0,00742 0,03233 0,01749 0,03480 0,07979 0,07042 Tirta Mahakam Resources Tbk 0,02830 0,01379 0,01215 0,01143 Fajar Surya Wisesa Tbk, 0,01662 Intanwijaya Internasional Tbk Aneka Kemasindo Utama Tbk Malindo Feedmill Tbk Astra Otoparts Tbk 13 AUTO Goodyear Indonesia Tbk, 14 GDYR Selamat Sempurna Tbk 15 SMSM Allbond Makmur Usaha Tbk 16 SQMI Hanson International Tbk 17 MYRX Indorama Syntetics Tbk 18 INDR Panasia Indosyntec Tbk 19 HDTX Polysindo Eka Perkasa Tbk 20 POLY C. Aneka Barang Konsumsi Cahaya Kalbar Tbk 21 CEKA Delta Djakarta Tbk 22 DLTA Mayora Indah Tbk 23 MYOR Siantar TOP Tbk 24 STTP Ultra Jaya Milk Tbk 25 ULTJ 26 BATI 27 HMSP 28 DVLA 29 INAF 30 MRAT 31 LMPI 32 KDSI Sumber : Data diolah BAS BAT Indonesia Tbk, H M Sampoerna Tbk Darya-Varia Laboratoria Tbk Indofarma Tbk Mustika Ratu Tbk Langgeng Makmur Plastic Industri Tbk Kedawung Setia Industrial Tbk 0,02427 0,03856 0,00231 0,06268 0,05845 0,06691 0,05020 0,03817 0,02264 0,00635 0,00299 0,04790 0,02315 0,07000 0,00984 0,00870 0,02057 0,00367 0,00635 0,06034 Data pada tabel tersebut di atas adalah data Bid ask spread yang dianalisis pada lima hari sebelum perusahaan melakukan pengumuman laba. Sedangkan data Bid ask spread pada lima hari setelah perusahaan melakukan pengumuman laba adalah : 278 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 3. Nama Perusahaan Sampel Bid ask spread Setelah Pengumuman laba No Kode A. Industri Dasar dan Kimia 1 ARNA 2 ALMI 3 INAI 4 LION 5 PICO 6 DPNS 7 EKAD 8 INCI 9 AKKU 10 MAIN 11 TIRT 12 FASW B. Aneka Industri Nama Perusahaan Arwana Citramulia Tbk Alumindo Light Metal Industry Tbk Indal Aluminium Industry Tbk Lion Metal Works Tbk Pelangi Indah Canindo Tb Duta Pertiwi Nusantara Tbk Ekadharma International Tbk Intanwijaya Internasional Tbk Aneka Kemasindo Utama Tbk Malindo Feedmill Tbk Tirta Mahakam Resources Tbk Fajar Surya Wisesa Tbk, Astra Otoparts Tbk 13 AUTO Goodyear Indonesia Tbk, 14 GDYR Selamat Sempurna Tbk 15 SMSM Allbond Makmur Usaha Tbk 16 SQMI Hanson International Tbk 17 MYRX Indorama Syntetics Tbk 18 INDR Panasia Indosyntec Tbk 19 HDTX Polysindo Eka Perkasa Tbk 20 POLY C. Aneka Barang Konsumsi Cahaya Kalbar Tbk 21 CEKA Delta Djakarta Tbk 22 DLTA 23 MYOR 24 STTP 25 ULTJ 26 BATI 27 HMSP 28 DVLA 29 INAF 30 MRAT 31 LMPI 32 KDSI Sumber : Data diolah Mayora Indah Tbk Siantar TOP Tbk Ultra Jaya Milk Tbk BAT Indonesia Tbk, H M Sampoerna Tbk Darya-Varia Laboratoria Tbk Indofarma Tbk Mustika Ratu Tbk Langgeng Makmur Plastic Industri Tbk Kedawung Setia Industrial Tbk BAS 0,02857 0,00736 0,03469 0,02451 0,00000 0,12451 0,00000 0,02829 0,07840 0,01942 0,06833 0,00551 0,03744 0,06315 0,00833 0,04428 0,06549 0,00625 0,02353 0,02693 0,01702 0,01739 0,00451 0,00645 0,06193 0,02600 0,01542 0,01313 0,03383 0,01129 0,03789 0,01722 Tabel 2 dan Tabel 3 di atas merupakan data input yang digunakan dalam analisis selanjutnya, yaitu : uji signifikansi perbedaan bid ask spread antara sebelum dengan sesudah melakukan pengumuman laba. 4.2 Uji Hipotesis Pengujian Uji beda-Z dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat perbedaan atau perubahan bid-ask spread antara sebelum dan sesudah pengumuman laba. Untuk sampel besar (n > 30), formula ujinya adalah : 279 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Dengan daerah kritis Uji Z sebagi berikut : No. 1 2 Ha 1 - 2 < Z < - z Tolak H0 jika : Z > z Z < - z/2 atau Z > z/2 H0 : rata-rata bid-ask spread antara sebelum dan sesudah pengumuman laba tidak berbeda signifikan. Ha : rata-rata bid-ask spread antara sebelum dan sesudah pengumuman laba berbeda signifikan. Hasil uji bid-ask spread dapat ditunjukkan sebagai berikut : Tabel 4. Hasil uji-Z Perbedaan Rata-rata Bid-Ask Spread Sumber : Data diolah Nilai Z = 2,129 dengan probabilitas signifikansi pada = 0,05 sebesar =0,038. Ini menunjukkan bahwa perbedaan bid-ask spread antara sebelum dan sesudah pengumuman laba, signifikan pada = 0,05. Rata-rata bid-ask spread perusahaan pada lima hari sebelum melakukan pengumuman laba lebih tinggi daripada rata-rata bid ask spread perusahaan pada lima hari setelah melakukan pengumuman laba. Hasil temuan ini menerima hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa ada perbedaan antara spread sebelum dan sesudah pengumuman laba untuk saham perusahaan industri manufaktur. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya Mubarak (2002), yang menyatakan bahwa bid ask spread menyempit setelah pengumuman laba, hal ini berarti bahwa bahwa pengumuman laba mempunyai kandungan informasi sehingga mengakibatkan adanya reaksi para partisipan pasar. 4.3 Pembahasan Ada perbedaan bid ask spread antara sebelum pengumuman laba dan setelah pengumuman laba. Rata-rata bid-ask spread pada lima hari sebelum perusahaan melakukan pengumuman laba lebih tinggi daripada rata-rata bid ask spread pada lima hari setelah pengumuman laba. Perbedaan ini lebih disebabkan karena mekanisme pasar semata, yaitu rata-rata volume perdagangan saham yang menurun pada saat lima hari setelah pengumuman laba (= 221.684,38 lembar) dibanding dengan rata-rata volume perdagangan saham pada lima hari sebelum pengumuman laba (= 228.448,75 lembar). Perlu diperhatikan bahwa variabel VOL (volume 280 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 perdagangan saham merupakan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap variabel bid ask spread pada kedua fungsi yang diperbandingkan). Terjadi fenomena hukum supply - demand pada perdagangan saham, artinya dalam hal ini tampaknya saham masih lebih dianggap sebagai komoditi perdagangan seperti komoditi perdagangan lainnya. Jika permintaan menurun, maka harga permintaan beli saham (ask) juga menurun lebih cepat dibanding harga tawaran jualnya (bid). Penurunan harga permintaan beli saham (ask) tidak dapat diartikan dalam nilai absolutnya, tetapi harus dipandang sebagai selisih relatifnya terhadap harga tawaran jualnya (bid). Makin kecil selisih bid-ask, itu lebih diartikan sebagai ask yang tidak dapat melampaui bid-nya secara signifikan, bahkan sedikit lebih rendah. Dengan demikian, secara operasional, bid ask spread-nya juga lebih rendah. Hasil penelitian ini konsisten dengan teori dan cenderung mendukung argumen Demsetz (1968) menyatakan bahwa dealer memperoleh kompensasi dengan membeli saham pada harga bid yang umumnya lebih rendah dari true price dan menjual pada harga ask yang umumnya lebih tinggi dari true price. Stoll (1978) menyatakan bahwa dealer membatasi harga yang menyebabkan ia ingin membeli pada harga bid dan ingin menjual pada harga ask, tanpa harus mengetahui apakah di masa yang akan datang akan terjadi pembelian atau penjualan. Dan senada dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kim dan Verrecchia (1994), Penelitian Brooks (1996) dan Mubarak (2002) pada sampel dan periode data observasi yang berbeda selisih relatifnya terhadap harga tawaran jualnya (bid). Makin kecil selisih bid-ask, itu lebih diartikan sebagai ask yang tidak dapat melampaui bid-nya secara signifikan, bahkan sedikit lebih rendah. Dengan demikian, secara operasional, bid ask spread-nya juga lebih rendah. 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data tentang Bid ask spread Sebelum dan sesudah pengumuman Laba pada perusahaan manufactur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : Pengumuman laba perusahaan ternyata mempengaruhi bid ask spread. Ini terbukti dari uji beda ratarata bid ask spread pada lima hari sebelum dan lima hari setelah pengumuman laba dipublikasikan. Rata-rata bid ask spread dalam lima hari sebelum pengumuman laba ternyata lebih tinggi (= 0,0306188 atau3,06%) dibanding rata-rata bid ask spread pada lima hari setelah pengumuman laba (= 0,0299090 atau 2,99%). Perbedaan ini signifikan pada = 0,05. Dapat dinyatakan bahwa pengumuman laba menurunkan bid ask spread. Penurunan ini disebabkan karena harga permintaan beli (ask) mendekati harga penawaran jual (bid). Setelah pengumuman laba para investor saham lebih mempercayai pada penawaran harga jual saham yang diemisi perusahaan emiten. Hal ini mendukung hasil penelitian sebelumnya. yaitu penelitian Mubarak (2002) yang menyatakan bahwa bid ask spread menyempit setelah pengumuman laba, hal ini berarti bahwa pengumuman laba mempunyai kandungan informasi sehingga mengakibatkan adanya reaksi para partisipan pasar. Penelitian Brooks (1996) yang menyatakan bahwa asimetri informasi menurun pada saat pengumuman laba. Di lain sisi, dari segi kemantapannya, bid-ask spread sebelum pengumuman laba lebih stabil (standard deviasi BAS = 2,33%) dibanding setelah pengumuman laba (standard deviasi BAS = 2,73%). Ini mengindikasikan walaupun rata-rata BAS menurun pada saat setelah pengumuman laba, namun ada beberapa saham perusahaan yang mengalami penurunan BAS yang cukup signifikan (perusahaan-perusahaan dengan kode PICO, EKAD, FASW dan BATI); dan di lain pihak beberapa perusahaan mengalami peningkatan BAS yang juga signifikan (perusahaan-perusahaan dengan kode DPNS, AKKU, EKAD dan MRAT). Proporsi 281 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 perusahaan yang mengalami perubahan BAS signifikan relatif sedikit terhadap total sampelnya, tetapi telah cukup menurunkan normalitas BAS. Daftar Pustaka Alex Frino and Stewart Jones, 2005 “ The Impact of Mandated Cash Flow Disclosure on Bid-Ask Spread” Journal of Bussiness Finance and Accounting, 32(7)&(8), September /October , 0306-686X Andros Gregoriou, Christos Ionidis and Len Skerratt, 2005 “ Information Asymmetry and the Bid-Ask Spread : Evidence From UK “ Journal of Bussiness Finance and Accounting, 32(9)&(10), November /Desember ,0306-686X Beaver W., 1968, “The Information Content of Annual Earnings Announcements”. Journal of Accounting Research (Supplement), 67-92. Branch, B. dan W. Freed (1977) “Bid ask spreads on the AMEX and big board”.Journal of Finance 32 (March): 159-163 Brigham, James F, The Emphasis of Finance Management, Prentice Hall Inc., New Jersey, Illionis, 2000. Brook, Raymond M, 1996, “Changes in Asymmetric Information at Earning andDividend Announcements”, Journal of Finance. Callahan, M. Carolyn, Charles M. Lee, dan Teri Lombardi Yohn, 1997, “Accounting Information and Bid-ask spread”, Accounting Horizons 11, Desember, 50-60. Chiang, R. dan P. Venkatesh (1988) “Insider holdings and perceptions of information asymmetry: A note”. Journal of Finance 43 (September):1041-1048. Copeland, T. and D. Galai, 1983. “Information Effects on Bid-ask spread”.Journal of Finance, (December) Vol. 38, pp. 1457-1469 Demsetz, H. (1968) “The cost of transacting”. Quarterly Journal of Economics(February): 33-35 Demski, J. Dan G. Feltham. (1994). “Market response to financial reports”. Journal of Accounting & Economics (January): 3-40 Dar-Hsin Chen and Lloyd P. Blenman (2003) “An Extended Model of Serial Covariance Bid-Ask Spreads” International Journal of Business and Economics, vol.2, No.1,75 -83. Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics. Third Edition. Singapore: Mc.Graw- Hill, Corporation Ghozali, 2005. Analisis Multivariate. Edisi ketiga. Universitas Diponegoro Jang,Hasung ; Lee, Jae Ha. 1995 “Window Dressing of Daily Closing Bid-Ask Spread : Evidence from NYSE Stocks.” Financial Analysts Journal : Sept/Oct ; 51,5. Jarrad Harford, 2003 “ Takeover bids and target directors’ incentives: the impact of a bid on directors’ wealth and board seats” Journal of Financial Economics 69; 51-83 Kim, O. dan R.E. Verrecchia, 1994, “Market liquidity and volume around earnings announcements”, Journal of Accounting and Economics 17, 41-67 Krinsky, I. dan J. Lee, 1996, “Earning Announcement and the Components of the Bid-ask spread”, Journal of Finance, 51, 1523-1534 Mubarak,Zaki.2002 “Perubahan Bid ask spread dan Analisis Faktor- Faktor yang mempengaruhinya di sekitar pengumuman laba (Studi Empiris saham LQ 45 di BEJ) Tesis tidak dipublikasi. Semarang : Program Pasca Sarjana Undip Nicolas P.B Bollen, Tom Smith, Robert E. Whalley, 2004 “ Modelling the bid/ask spread : Measurring the 282 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 inventory-holding premium” Journal of Financial Economics 72; 97-141 Santoso, Singgih. 2001. “Buku Latihan SPSS : Statistik Parametrik “. Penerbit PT. Elek Media Komputindo, Jakarta. Tandelilin, Eduardus, 2001 “Teori Porftofolio dan Investasi”. Penerbit BPFE Yogyakarta Weston. J. Fred dan Thomas E. Copeland, 1992 “ Manajemen Keuangan “. JilidPertama. Edisi kedelapan. Penerbit Erlangga. Jakarta.www.bi.go. www.idx.co.id BIOGRAFI PENULIS Bayu Wijayantini adalah dosen di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Jember Indonesia. Beliau mendapatkan gelar Magister Manajemen dari Universitas Jember, pada tahun 2010. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada Manajemen keuangan dan pasar modal. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melalui [email protected] Maheni Ika Sari adalah dosen di Muhammadiyah Jember Indonesia. Jurusan Manajemen Fakultas Beliau mendapatkan gelar Ekonomi, Universitas Magister Manajemen dari Universitas Jember, pada tahun 2012. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada Manajemen keuangan. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melalui [email protected] 283 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 ANALISIS KARAKTERISTIK PERUSAHAAN YANG MEMPENGARUHI NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) TAHUN 2010-2014 Budi Wahyu Mahardhika1 dan Anita Roosmawarni2 Universitas Muhammadiyah Surabaya E-mail : [email protected], [email protected] Abstract The purpose of this study is to analyze the impact of the variables: leverage (DAR), firm size (SIZE), market growth (GROWTH), profitability (ROE), firm age (AGE), managerial ownership (KM), Deviden policy (DPR) and liquidity (CR) on firm value (PBV) on manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange 2010-2014 period. Research using purposive sampling method for taking samples. Data obtained on the basis of the publication of Indonesian Capital Market Directory (ICMD), obtained 29 samples of manufacturing firms. The analysis technique used is multiple regression analysis. The F statistic test shows the model meets the criteria of fit because it has a significance value of less than 5% significance level. The result of t-test indicates that firm size and profitability significantly affect to the value of the firm because of it has a significance value of less than 5% significance level. While variable leverage, growth, age, liquidity, deviden policy and managerial ownership do not affect the value of the firm because they have a significance value of more than 5%. The result shows that predictive ability of the eight independent variables (leverage, firm size, growth, profitability, age, managerial ownership, deviden policy and liquidity) is 14,9%. Key Words: Characteristics Of The Firm, Leverage (DAR), Firm size (SIZE), Market Growth (GROWTH), Profitability (ROE), Firm Age (AGE), Managerial Ownwership (KM), Liquidity (CR), Deviden Policy (DPR), Price book value (PBV) and Manufacturing Companies. 1. Pendahuluan Industri manufaktur merupakan industri yang mendominasi perusahaan – perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sekitar 130 perusahaan dalam industri manufaktur tersebut dikelompokkan menjadi beberapa sub kategori industri. Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur. Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap perusahaan semakin meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tetap tercapai. Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Salvatore, 2005). Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. Nilai perusahaan sering dikaitkan dengan harga saham, dimana semakin tinggi harga saham maka nilai perusahaan dan kemakmuran para pemegang saham pun juga meningkat. Nilai perusahaan dapat dilihat dari price book value (PBV) yang merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per lembar saham (Ang, 1997). Berdasarkan perbandingan tersebut, harga saham perusahaan dapat diketahui berada di atas atau di bawah nilai bukunya. Oleh karena itu, keberadaan PBV sangat penting bagi para investor untuk menentukan strateginya. Ahmed dan Nanda (2004), menunjukkan bahwa hampir semua keputusan investasi di pasar modal didasarkan perkembangan pada PBV. PBV yang tinggi akan membuat investor percaya atas prospek perusahaan ke depan. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat investor tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut, karena investor percaya pada kinerja perusahaan dalam mengelola perusahaan serta prospek 284 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 perusahaan tersebut di masa yang akan datang. Sebaliknya nilai perusahaan yang rendah akan membuat investor tidak tertarik untuk membeli saham, karena resiko yang akan ditimbulkan. Karakteristik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu (http://www.kbbi.online.com, 2010). Menurut beberapa penelitian, karakteristik perusahaan dibagi dalam tiga kelompok (Alsaeed, 2006; Camffereman dan Cooke, 2002): a. Berdasarkan struktural, yang meliputi ukuran perusahaan, kepemilikan saham manajerial, dan umur perusahaan. b. Berdasarkan kinerja perusahaan meliputi profititabilitas, pertumbuhan pasar, likuiditas dan leverage. c. Berdasarkan karakteristik yang berhubungan dengan pasar meliputi tipe industri, listing status, dan ukuran KAP. Karakteristik yang berhubungan dengan struktur perusahaan dinilai akan lebih stabil dan konstan sepanjang waktu (Wallace et al., 1994). Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan berdasarkan strukturnya diproksi kedalam ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial dan umur perusahaan. Alasan peneliti menggunakan ukuran perusahaan karena ukuran perusahaan merupakan hal yang relevan untuk mencerminkan nilai perusahaan. Proksi yang kedua adalah kepemilikan manajerial. Alasan peneliti menggunakan kepemilikan manajerial dikarenakan semakin banyak saham perusahaan yang dimiliki oleh manajerial, maka manajerial perusahaan akan berusaha meningkatkan nilai perusahaan. Proksi yang ketiga adalah umur perusahaan. Alasan peneliti menggunakan umur perusahaan dikarenakan semakin lama perusahaan dapat bertahan, maka perusahaan semakin mengungkapkan informasi sosialnya sebagai bentuk tanggung jawab agar diterima di masyarakat (Prastiti dan Utami, 2011). Karakteristik yang berhubungan dengan kinerja perusahaan merupakan informasi yang tidak stabil sepanjang waktu dan mungkin paling menarik bagi pengguna informasi akuntansi (Walace et al., 1994). Dalam penelitian ini diproksikan kedalam profitabilitas, pertumbuhan, likuiditas, kebijakan deviden dan leverage. Alasan peneliti menggunakan profitabilitas, pertumbuhan, kebijakan deviden dan likuiditas karena semakin tinggi profit, pertumbuhan dan likuid sebuah perusahaan, maka semakin lengkap informasi terkait pengungkapan lingkungan yang disampaikan terhadap pihak luar (Pahuja, 2009). Leverage digunakan karena dengan tingkat DAR yang tinggi harusnya perusahaan menggungkapkan lebih banyak informasi untuk meyakinkan kreditur dan mengurangi klaim atas atas perjanjian (Esa, 2012). Karakteristik yang berkaitan dengan pasar merupakan karakteristik yang berada dibawah atau diluar kendali perusahaan.Hal ini menyebabkan karakteristik ini menjadi karakteristik yang bersifat stabil maupun tidak stabil sepanjang waktu (Wallace et al., 1994). Dalam penelitian ini karakteristik perusahaan diindikasikan sebagai faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Karakteristik perusahaan sendiri diproksikan dengan ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, umur perusahaan, kepemilikan manajerial, pertumbuhan, kebijakan deviden dan likuiditas. Leverage termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Sebagian perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa lebih aman daripada menerbitkan saham baru. Besarnya nilai perusahaan tidak terlepas dari beberapa kebijakan yang diambil perusahaan. Salah satu kebijakan yang sangat sensitif terhadap nilai perusahaan adalah leverage (Euis dan Taswan, 2002). Menurut Brigham dan Gapenski (1996), nilai perusahaan dapat ditingkatkan melalui Leverage. Besarnya 285 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 hutang yang digunakan oleh perusahaan adalah suatu kebijakan yang berhubungan dengan struktur modal. Leverage merupakan penentuan berapa besarnya hutang akan digunakan perusahaan dalam mendanai aktivanya yang ditunjukkan oleh rasio antara total hutang dengan total aktiva (DAR). Mogdiliani dan Miller (1963), menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini berkaitan dengan adanya keuntungan dari pengurangan pajak karena adanya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang tersebut mengurangi penghasilan yang terkena pajak. Nilai perusahaan akan maksimum, apabila perusahaan semakin banyak menggunakan hutang yang disebut dengan corner optimum keputusan hutang (Mutamimah, 2003). Pada kenyataannya, penggunaan hutang 100 persen sekarang ini sulit dijumpai dan menurut trade off theory semakin tinggi hutang maka semakin tinggi beban kebangkrutan yang ditanggung perusahaan. Penambahan hutang akan meningkatkan tingkat risiko atas arus pendapatan perusahaan. Semakin besar hutang, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perusahaan tidak mampu membayar kewajiban tetap berupa bunga dan pokoknya. Risiko kebangkrutan akan semakin tinggi karena bunga akan meningkat lebih tinggi daripada penghematan pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus sangat hati-hati dalam menentukan leveragenya karena peningkatan penggunaan hutang akan menurunkan nilai perusahaannya (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Ukuran Perusahaan (Size) merupakan karakteristik perusahaan yang menentukan nilai perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan perusahaan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan besar memiliki keuntungan aktivitas serta lebih dikenal oleh publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total aktiva. Perusahaan yang berskala besar akan lebih mudah memperoleh pinjaman dibandingkan dengan perusahaan kecil. Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan total aktiva. Perusahaan yang lebih besar memiliki pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil. Suatu perusahaan besar yang sudah maupun akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Penelitian mengenai hubungan ukuran perusahan dengan nilai perusahaan menunjukkan hasil yang hampir sama. Sujoko dan Soebiantoro (2007), menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Temuan ini konsisten dengan temuan peneliti Soliha dan Taswan (2002) dan Sudarma (2003), bahwa variabel size berpengaruh positif dan signifkan terhadap nilai perusahaan. Temuan ini menunjukkan bahwa investor mempertimbangkan ukuran perusahaan dalam membeli saham. Ukuran perusahaan dijadikan patokan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kinerja bagus. Ukuran perusahan diukur dengan logaritma natural (Ln) dari total asset. Profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan manajemen. Oleh karena itu, rasio ini menggambarkan hasil akhir dari kebijakan dan keputusan-keputusan operasional perusahaan. Salah satu cara untuk mengukur rasio profitabilitas dengan tingkat hasil seluruh modal (Return On Equity/ROE). Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal sendiri tertentu merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang modal sendiri. Kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan faktor acuan investor dalam membeli saham. Para investor 286 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 melakukan analisis pada suatu perusahaan dengan melihat rasio keuangan sebagai alat evaluasi investasi. Apabila investor ingin melihat seberapa besar perusahaan menghasilkan return atas investasi yang mereka tanamkan, rasio yang dilihat adalah rasio profitabilitas, terutama Return On Equity (ROE), karena rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan menghasilkan return bagi para investor. Menurut Brigham dan Houston (2001), ROE merupakan rasio yang berperan penting bagi para investor untuk mengambil keputusan dalam menentukan penanaman investasinya, karena rasio ini menunjukkan tingkat keuntungan atas modal yang mereka investasikan. Kepemilikan manajerial (Manajerial ownership) adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan (Christiawan dan Tarigan, 2007). Konflik keagenan bisa dikurangi bila manajer mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan. Kebijakan manajer yang memiliki saham perusahaan tentu akan berbeda dengan manajer yang murni sebagai manajer. Manajer yang sekaligus pemegang saham akan berusaha meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai pemegang saham akan meningkat pula. Dengan kepemilikan manajerial, seorang manajer yang sekaligus pemegang saham tidak ingin perusahaan mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan usaha akan merugikan manajer karena kehilangan insentif dan pemegang saham akan kehilangan return bahkan dana yang diinvestasikan. Alasan peneliti menggunakan umur perusahaan (Age) dikarenakan semakin lama perusahaan dapat bertahan, maka perusahaan semakin mengungkapkan informasi sosialnya sebagai bentuk tanggung jawab agar diterima di masyarakat (Prastiti dan Utami, 2011). Selain itu, faktor umur perusahaan digambarkan dalam penelitian ini karena dengan mengetahui umur perusahaaan, maka akan diketahui sejauh mana perusahaan dapat survive. Semakin panjang umur perusahaan akan memberikan pengungkapan nilai perusahaan yang lebih tinggi pula. Pertumbuhan pasar (Growth) adalah persepsi tentang peluang bisnis yang tersedia di pasar yang harus direbut oleh perusahaan. Pertumbuhan pasar diukur dari nilai rasio selisih volume penjualan perusahaan tahun t dengan volume penjualan tahun sebelumnya dibagi dengan volume penjualan perusahaan tahun sebelumnya (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Pertumbuhan pasar menunjukkan kinerja perusahaan yang baik sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Kebijakan deviden (DPR) adalah kebijakan yang dikaitkan dengan penentuan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai deviden atau akan ditahan dalam bentuk laba. Menurut Hardiningsih (2009) kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagikan sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan dan Pudjiastuti, 2002: 333). Laba tersebut kemudian dapat direinvestasikan dalam aktiva operasi, digunakan untuk membeli sekuritas, digunakan untuk melunasi hutang perusahaan, dan atau dibagikan kepada para pemegang saham (Brigham dan Houston, 2001: 66). Kenaikan dividen seringkali menyebabkan kenaikan harga saham yang berarti bahwa nilai perusahaan meningkat, sementara pemotongan dividen umumnya menyebabkan penurunan harga saham yang berarti penurunan nilai perusahaan. hal ini menunjukkan bahwa investor secara keseluruhan lebih menyukai dividen daripada keuntungan modal. Dalam penelitian ini dividen digambarkan oleh Dividen 287 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Payout Ratio (DPR) yaitu presentase laba yang dibagikan dalam bentuk dividen, atau rasio laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham. Semakin besar Dividen Payout Ratio (DPR) menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik dan para investor juga akan memberikan nilai yang baik juga terhadap perusahaan sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas (Syamsuddin, 2007: 41). “Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya, sehingga mampu memenuhi segala kewajibannya yang harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kekuatan membayar adalah ilikuid” (Riyanto, 2010: 26). Penelitian yang dilakukan Rompas (2013), menyatakan bahwa likuiditas dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dalam penelitiannya menyatakan bahwa likuditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan yang berjangka pendek tepat pada waktunya. Tingkat likuiditas yang tinggi memperkecil kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendek kepada kreditur dan berlaku pula sebaliknya. Tinggi rendahnya rasio ini mempengaruhi minat investor untuk menginvestasikan dananya. Semakin besar rasio ini maka semakin efisien perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Nilai perusahaan juga berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam mengembalikan hutangnya. Kemampuan perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan para kreditur untuk meminjamkan dana kepada perusahaan. Kemampuan perusahaan tersebut, sering diukur dengan current ratio (CR) yaitu perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancarnya yang biasa disebut dengan likuiditas perusahaan. Perusahaan yang memiliki current ratio tinggi berarti memiliki aktiva lancar yang cukup untuk mengembalikan hutang lancarnya sehingga memberikan peluang untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh hutang dari investor untuk melakukan kegiatan investasi dan memperbesar kuantitas produksi (Ozkan, 2001). Menurut penelitian yang dilakukan Anzlin dan Winda (2011), likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimilikinya. Perusahaan yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi mengindikasikan kesempatan bertumbuh perusahaan cenderung tinggi. Semakin likuid perusahaan, maka semakin tinggi tingkat kepercayaan kreditur dalam memberikan dananya. Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio lancar (current ratio). Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio lancar (current ratio). Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa terdapat dua permasalahan. Permasalahan pertama adanya fenomena gap yang dapat ditunjukkan bahwa peningkatan ukuran, umur, dan kepemilikan manajerial tidak selalu mengakibatkan peningkatan nilai perusahaan. Fenomena gap juga terdapat pada pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan, kecenderungan meningkat likuiditas pada perusahaan manufaktur tahun 2013 tidak diikuti dengan peningkatan nilai perusahaannya. Hasil fenomena tidak menunjukkan adanya hubungan searah antara ukuran perusahaan, umur perusahaan, kepemilikan manajerial dan likuiditas dengan nilai perusahaan. 288 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Permasalahan kedua adalah adanya research gap dari penelitian terdahulu yang menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Dalam penelitian Hansen dan Juniarti (2014) yang menyimpulkan bahwa leverage berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyorini (2013) bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Artinya, perusahaan dalam mendanai aktivanya cenderung menggunakan modal sendiri (internal financing) yang berasal dari laba ditahan dan modal saham daripada menggunakan hutang. Dalam penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007), menyatakan juga adanya pengaruh positif signifikan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan, tetapi dinyatakan tidak signifikan oleh Kumala Sari (2005). Dalam penelitian tentang likuiditas, Rompas (2013) yang menyimpulkan bahwa likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian tersebut sesuai dengan Setiafanne dan Handayani (2011) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya mengindikasikan perusahaan dalam keadaan sehat dan perusahaan yang mempunyai likuiditas yang tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga perusahaan tersebut akan lebih menggunakan dana internalnya terlebih dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan pembiayaan ekstenal melalui hutang. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustia (2012) bahwa likuiditas berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. 2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dilakukan peneliti adalah untuk menguji perbedaan indikatorindikator dari karakteristik perusahaan terhadap nilai perusahaan (Firm Value) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Disisi lain penelitian ini digunakan untuk mengetahui karakteristik perusahaan yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dalam penelitian ini karakteristik perusahaan diindikasikan sebagai faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Karakteristik perusahaan sendiri diproksikan dengan ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, umur perusahaan, kepemilikan manajerial, pertumbuhan, kebijakan deviden dan likuiditas. 3. Metode Variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini ada sembilan yang terdiri dari satu variabel dependen yaitu nilai perusahaan (PBV) serta delapan variabel independen yaitu kebijakan hutang (Leverage), pertumbuhan (GROWTH), ukuran perusahaan (SIZE), profitabilitas (ROE), umur perusahaan (AGE), kepemilikan manajerial (KM), likuiditas (CR), dan kebijakan deviden (DPR). Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama kurun waktu penelitian (2010-2014). Jumlah populasi perusahaan manufaktur yang go public sampai dengan tahun 2014 adalah sebanyak 130 perusahaan manufaktur. Sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling, dimana sampel digunakan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: Perusahaan manufaktur yang berturut-turut terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 20102014. Data laporan keuangan yang diperlukan untuk penelitian tersedia berturut-turut untuk tahun 20102014. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini sejumlah 29 perusahaan manufaktur. Sampel penelitian dapat dilihat seperti tabel 1 di bawah ini (Indonesian Capital Market Directory) 289 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 TABEL 1 Sampel Penelitian No KODE 1 AMFG NAMA PERUSAHAAN Asahimas Flat Glass Tbk 2 IKAI Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk 3 ALMI Alumindo Light Metal Industri Tbk 4 BTON Beton Jaya Manunggal Tbk 5 CTBN Citra Turbindo Tbk 6 INAI Indal Aluminium Industri Tbk 7 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 8 NIKL Pelat Timah Nusantara Tbk 9 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 10 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 11 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk 12 INCI Intan Wijaya Inernational Tbk 13 SRSN Indo Acitama Tbk 14 BRNA Berlina Tbk 15 SIAP Sekawan Intipratama Tbk 16 TRST Trias Sentosa Tbk 17 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 18 NIPS Nipress Tbk 19 PRAS Prima Alloy Steel Universal Tbk 20 ARGO Argo Pantes Tbk 21 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 22 KBLM Kabelindo Murni Tbk 23 VOKS Voksel Electric Tbk 24 PSDN Prashida Aneka Niaga Tbk 25 KAEF PT Kimia Farma ( Persero )Tbk 26 TCID PT Mandom Indonesia Tbk 27 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk 28 KICI PT Kedaung Indah Can Tbk 29 LMPI PT Langgeng Makmur Industry Tbk Sumber : ICMD 2014 Metode pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi dari perusahaan manufaktur yang go public periode 2010-2014 Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder berupa laporan keuangan yang terdaftar di ICMD 2014. Analisis data menggunakan software IBM SPSS 20 sebagai alat untuk regresi berganda. Untuk menghasilkan suatu model yang baik, hasil analisis regresi berganda memerlukan pengujian Asumsi Klasik. Sebelum melakukan interpretasi terhadap hasil regresi, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap asumsi – asumsi klasik model OLS sehingga hasil tersebut layak digunakan. Pada prakteknya ada tiga uji asumsi klasik yang paling sering digunakan, yaitu pengujian multikolinearitas, heterokedastisitas, dan autokorelasi. Untuk mengetahui normalitas populasi suatu data dapat dilakukan dengan menggunakan analisis grafik. Pada analisis regresi ini, metode yang digunakan adalah grafik histogram dan normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal (Ghozali 2005). Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik dengan melihat histogram dari residualnya (Ghozali 2005). Dasar untuk mengambil keputusan adalah : Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tersebut memenuhi asumsi normalitas. 290 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Jika data menyebar menjauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas. Selain menggunakan uji normalitas, untuk menguji normalitas data dapat juga menggunakan uji statistik Kolmogorov Smirnov (K-S) yang dilakukan dengan membuat hipotesis nol (Ho) untuk data berdistribusi normal dan hipotesis alternatif (Ha) untuk data tidak berdistribusi normal. Multicolinierity adalah situasi adanya korelasi atau hubungan yang sempurna diantara variabel bebas. Cara yang paling sederhana adalah dengan melihat nilai R-squarenya. Bila nilai R-squarenya tinggi (0,7 – 1,0) sedangkan secara partial sedikit yang signifikan dapat disimpulkan adanya Multicolinierity di antara variabel bebas. Dapat juga dilihat dari nilai VIF ( Variance Inflation Factor) jika lebih besar dari 10 maka dapat disimpulkan terjadi multicolinierity, selain itu juga bisa dilihat dari nilai CI (Condition Index). Jika nilai CI ≥ 30 maka dalam model terdapat penyimpangan Asumsi Klasik Multicolinierity. Gujarati 2003 Menurut Ghozali 2005, pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ini terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah terjadi homokesdastisitas. Untuk mendeteksi adanya heterokesdastisitas dari tingkat signifikansi dapat digunakan Uji Glejser. Jika tingkat signifikansi berada di atas 5 persen berarti tidak terjadi heterokesdastisitas tetapi jika berada di bawah 5 persen berarti terjadi gejala heterokesdastisitas. Grafik Scatterplot juga dapat digunakan untuk menentukan heterokesdastisitas. Jika titik-titik yang terbentuk menyebar secara acak baik di atas atau di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokesdastisitas pada model yang digunakan. Autokorelasi adalah keadaan dimana disturbance term pada periode/observasi tertentu berkorelasi dengan disturbance term pada periode/observasi lain yang berurutan, dengan kata lain disturbance term tidak random. Akibat dari autokorelasi adalah parameter yang diamati menjadi bias dan variannya tidak minimum, sehingga tidak efisien. Salah satu cara untuk menguji autokorelasi adalah dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW test) hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel independen (bebas). Gujarati 2003. Ghozali 2005 menyatakan bahwa uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya Autokorelasi dapat dilihat dari nilai uji D-W dengan ketentuan sebagai berikut: Hipotesis Nol Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada korelasi negative Tidak ada korelasi negative Tidak ada autokorelasi, positif atau negative Keputusan Tolak No Decision Tolak No Decision Jika 0<d<dl dl≤d≤du 4-dl<d<4 4-du≤d≤4-dl Tidak ditolak du<d<4-du 291 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 3.1 Analisis Regresi Berganda Sulaiman 2004 Jika suatu variabel dependen bergantung pada lebih dari suatu variabel independen, hubungan antara kedua variabel disebut analisis berganda. Model analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan persamaan kuadrat terkecil (OLS), yang persamaannya dapat dituliskan dengan sebagai berikut : Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e Dimana : Y a b1 sd b8 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 e = PBV = Konstanta = Koefisien regresi = Leverage (DAR) = Sales (Growth) = Asset (Size) = Profitabilitas (ROE) = Umur Perusahaan (Age) = Kepemilikan Manajerial (KM) = Current Ratio (CR) = Dividend Payout Ratio (DPR) = error term Nadjibah 2008 menyatakan bahwa nilai koefisien regresi sangat menentukan. Hal ini berarti jika koefisien b bernilai positif (+) maka dapat dikatakan terjadi pengaruh searah antara variabel independen dengan variabel dependen, setiap kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan kenaikan variabel dependen. Demikian pula sebaliknya, bila koefisien b bernilai negative, maka setiap kenaikan variabel independen akan mengakibatkan penurunan nilai variabel dependen. 3.2 Pengujian Dapat dilakukan dengan pengujian secara parsial (uji statistik t), pengujian secara simultan (uji statistik F), dan secara analisis koefisien Determinasi ( R2). Pengujian hipotesis tersebut sebagai berikut : 3.2.1 Koefisien Determinasi ( R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel bebas (dependent). Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Satu hal yang perlu dicatat adalah masalah regresi lancung (spurious regression). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai R2 yang mendekati sati berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang ditubuhkan untuk memprediksi variabel terikat (Ghozali, 2005) 3.2.2 Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F) Algifari (2000: p. 72) Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai kritis dalam distribusi F dengan tingkat signifikansi (α) 5 % dan degree of freedom (D.F.) adalah F(2,3,0.05) = 9.55. Nilai Fhitung = 55.400 (lihat tabel ANOVA pada kolom F RATIO dari print out komputer). Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F table atau nilai probabilitas signifikansi dengan tingkat kepercayaan yang dipilih (t araf nyata= ). 292 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 3.2.3 ISBN: 978-602-361-041-9 Pengujian parsial (uji statistik t) Sulaiman 2004 menyatakan bahwa untuk menguji ada tidaknya hubungan linier antara variabel independen terhadap variabel dependen, perlu dirumuskan terlebih dahulu. Sebab hal ini merupakan bagian terpenting dalam analisis regresi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Normalitas Merupakan pengujian tentang kenormalan distribusi data. Maksud data terdistribusi secara normal adalah data tersebut akan mengikuti bentuk distribusi normal. Untuk mengetahui bentuk distribusi data kita bisa menggunakan grafik distribusi dan analisis statistik. (Santosa dan Ashari: 2005 p. 231). Analisis statistik dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). dimana dengan melihat nilai signifikasinya pada tabel, jika nilai signifikasinya di atas 0.05 maka data terdistribusi secara normal, namun sebaliknya jika nilai signifikasinya kurang dari 0.05 maka data tidak terdistribusi secara normal. Begitu juga dengan grafik histogram dan grafik plot, jika grafik menjauhi garis diagonal, serta penyebarannya agak menjauh dari garis normal maka menunjukkan bahwa model regresi menyalahi asumsi normalitas. Berikut dibawah ini yang menunjukkan tabel Kolmogorov-Smirnov: TABEL 2. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 145 Normal P t Most E t Mean ,0000000 Std. D i ti Absolute ,54791204 ,055 Positive ,055 Negative -,043 ,663 Kolmogoro S i Asymp. ,772 Sia Test (2 distribution is N l from b Calculated d t Data sekunder yang diolah Sumber: Menunjukkan bahwa data telah terdistribusi normal. Hal ini terlihat dari signifikansi sebesar 0,772 yang lebih besar dari 0,05, artinya data telah terdistribusi normal. Hasil ini juga didukung dengan grafik histogram dan Normal Probability Plot seperti pada Gambar 1 dan Gambar 2 sebagai berikut: 293 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 GAMBAR 1 Sumber : Data Sekunder yang diolah Pada gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa tampilan grafik histogram simetris dan grafik normal plot terlihat titik-titik mendekati garis diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Namun hanya dengan melihat histogram, hal ini dapat memberikan hasil meragukan khususnya untuk jumlah sampel kecil. Metode yang lebih handal adalah melihat Normal Probability Plot yang membandingkan distribusi kumulatif dengan distribusi normal. Grafik Normal Probability Plot terlihat dalam Gambar 2 sebagai berikut: GAMBAR 2 Sumber : Data sekunder yang diolah Dari gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa plot data (digambarkan oleh titik-titik) mengikuti dan tersebar disekitar garis diagonalnya. 294 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 4.2 Hasil Analisis Regresi Berganda Dari data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode regresi dan dihitung dengan menggunakan program SPSS. Berdasar output SPSS tersebut secara parsial pengaruh dari kedelapan variabel independent yaitu DAR, Growth, Size, ROE, Age, KM, Current Ratio, dan DPR terhadap PBV, ditunjukkan sebagai berikut: Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients B 1 Standardized Coefficients Std. Error t Sig. Beta (Constant) -4,466 ,852 -5,244 ,000 LEVERAGE -,255 ,215 -,100 -1,190 ,236 GROWTH -,020 ,110 -,014 -,182 ,856 ,281 ,060 ,437 4,660 ,000 -,013 ,006 -,156 -2,013 ,046 ,153 ,149 ,085 1,030 ,305 SIZE PROFITABILITAS AGE KM ,008 ,010 ,072 ,799 ,426 CR -1,006E-05 ,000 -,063 -,798 ,426 DPR -2,572E-05 ,003 -,001 -,010 ,992 Dari hasil output SPSS tersebut diatas dapat dilihat nilai konstanta sebesar -4.466, hal ini mengindikasikan bahwa PBV mempunyai nilai sebesar -4.466 dengan tidak dipengaruhi oleh variabelvariabel independen (DAR, Growth, Size, ROE, Age, KM, Current Ratio, dan DPR), untuk melihat besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya dapat dilihat dari nilai beta standardized coefficient. Dapat disusun persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: PBV= -4.466 – 0.255 DAR – 0.020 GROWTH + 0.281 SIZE – 0.013 ROE + 0.153 AGE + 0.008 KM – 0.0001 CR + 0.00025 DPR Persamaan regresi diatas mempunyai arti sebagai berikut: 4.2.1 Pengaruh Leverage (DAR) terhadap Nilai Perusahaan (PBV) Hasil pengujian hipotesis 1 (H1) menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hasil pembuktian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Said (2001); serta Sujoko dan Soebiantoro (2007). Penambahan leverage akan meningkatkan tingkat risiko atas arus pendapatan perusahaan dimana pendapatan perusahaan dipengaruhi faktor eksternal sedangkan hutang menimbulkan beban tetap tanpa memperdulikan besarnya pendapatan. Dengan demikian, semakin besar hutang semakin tinggi probabilitas kebangkrutan yang berkaitan dengan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar bunga dan pokoknya. Selain itu, semakin tinggi hutang maka bunga hutang akan meningkat lebih tinggi daripada penghematan pajak sehingga leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Wongso (2013) bahwa Struktur kepemilikan baik kepemilikan manajerial dan institusional, dan leverage tidak mempengaruhi nilai perusahaan. 4.2.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan (SIZE) terhadap Nilai Perusahaan (PBV) Hasil pengujian hipotesis 2 (H2) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (SIZE) terbukti mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 295 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Hasil pembuktian hipotesis ini diperkuat dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Soliha dan Taswan (2002) menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Temuan ini konsisten dengan temuan peneliti Sudarma (2003) bahwa variabel size berpengaruh positif dan signifkan terhadap nilai perusahaan. Temuan ini menunjukkan bahwa investor mempertimbangkan ukuran perusahaan dalam membeli saham. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan kondisi ukuran perusahaan yang besar maka kebutuhan akan dana juga akan semakin besar. Salah satu alternatif pemenuhan dana tersebut berasal dari pendanaan eksternal yaitu hutang. Dengan demikian semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar dana investasi yang dapat diperoleh dari hutang. Perusahaan besar memiliki keuntungan aktivitas serta lebih dikenal oleh publik dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga kebutuhan hutang perusahaan yang besar akan lebih tinggi dari perusahaan kecil. Selain itu, semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan semakin transparan dalam mengungkapkan kinerja perusahaan kepada pihak luar, dengan demikian perusahaan semakin mudah mendapatkan pinjaman untuk memperbesar kuantitas produksi dan ekspansi pabrik sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. 4.2.3 Pengaruh Pertumbuhan (GROWTH) terhadap Nilai Perusahaan (PBV) Hasil pengujian hipotesis 3 (H3) menunjukkan bahwa pertubuhan (GROWTH) terbukti tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV). Hasil pembuktian ini memperlemah hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007). Pertumbuhan pasar yang meningkat tidak selalu menunjukkan kinerja perusahaan yang baik sehingga investor tidak selalu merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. 4.2.4 Pengaruh Profitabilitas (ROE) terhadap Nilai Perusahaan (PBV) Hasil pengujian hipotesis 4 (H4) menunjukkan bahwa profitabilitas (ROE) terbukti mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan (PBV). Hasil pembuktian ini memperlemah hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sumiati, Aisjah dan Rizqia (2013) dan Dhoru Senda (2013) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukan bahwa semakin menurun tingkat perolehan laba atau meningkatnya kerugian perusahaan maka berpengaruh semakin besarnya nilai perusahaan. Hal diatas sangat dimungkinkan bahwa menurunnya perolehan laba atau meningkatnya kerugian disebabkan perusahaan masih kekurangan modal, sehingga manajemen perusahaan terpaksa menambah modal dari jenis hutang jangka panjang karena perolehannya relatif lebih mudah dan cepat dibanding harus mengeluarkan saham baru yang dapat berakibat terjadinya penurunan nilai perusahaan. 4.2.5 Pengaruh Umur Perusahaan (AGE) terhadap Nilai Perusahaan (PBV) Hasil pengujian hipotesis 5 (H5) menunjukkan bahwa umur perusahaan (AGE) terbukti tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV). Hasil pembuktian ini memperlemah hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yuaka (2014), menemukan bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. 4.2.6 Pengaruh Kepemilikan Manajerial (KM) terhadap Nilai Perusahaan (PBV) Hasil pengujian hipotesis 6 (H6) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial (KM) terbukti tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV). Hasil pembuktian ini memperlemah hasil penelitian 296 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 yang telah dilakukan oleh Christiawan dan Tarigan (2007). Manajer yang sekaligus pemegang saham akan tidak selalu meningkatkan nilai perusahaan. 4.2.7 Pengaruh Likuiditas (CR) Terhadap Nilai Perusahaan (PBV) Hasil pengujian hipotesis 7 (H7) menunjukkan bahwa likuiditas (CR) terbukti tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV). Hasil ini memperlemah hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Septiono, Suhadak dan Darminto (2013), likuiditas merupakan gambaran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin baik perusahaan tersebut dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan likuidnya suatu perusahaan, maka para investor tidak akan takut perusahaan mengalami gagal bayar sehingga hal ini akan berdampak pada meningkatnya kepercayaan dari investor yang ingin menanamkan dananya di perusahaan, efeknya akan meningkatkan harga saham sehingga meningkatkan nilai perusahaan. 4.2.8 Pengaruh Likuiditas (DPR) Terhadap Nilai Perusahaan (PBV) Hasil pengujian hipotesis 8 (H8) menunjukkan bahwa likuiditas (DPR) terbukti tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV). Hasil ini memperlemah hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2013) yang menunjukkan bahwa kebijakan deviden berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murekefu dan Ouma (2012) yang menunjukkan bahwa kebijakan deviden berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. 4.3 Pengujian Hipotesis 4.3.1 Analisis Koefisien Determinasi ( R2 ) Koefisien determinasi ( R2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-variabel independentnya memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. (Ghozali 2006). Hasil perhitungan koefisien determinasi dalam penelitian ini dapat terlihat berikut: Koefisien Determinasi ( R2 ) Model Summaryb Model 1 R Adjusted R Square R Square ,443a ,196 Std. Error of the Estimate ,149 ,56380 DurbinWatson 1,993 a. Predictors: (Constant), DPR, GROWTH, PROFITABILITAS, CR, SIZE, AGE, LEVERAGE, KM b. Dependent Variable: Y Sumber: Data sekunder yang diolah Berdasar output SPSS tampak bahwa dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (Adjusted R2) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 sebesar 0.149. Hal ini menunjukkan bahwa besar pengaruh variabel independen yaitu DAR, Growth, Size, ROE, Age, KM, Current Ratio, dan DPR terhadap variabel dependen yaitu Price Booked Value ( PBV ) yang dapat diterangkan Oleh model persamaan ini adalah sebesar 14.90% sedangkan sisanya sebesar 85.10 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi. 297 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 4.3.2 ISBN: 978-602-361-041-9 Uji Statistik F Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atu bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependent/terikat (Ghozali 2006). Hasil perhitungan Uji F ini dapat dilihat berikut : Uji Statistik F ANOVAa Sum of Squares Model 1 Mean Square df Regression 10,546 8 1,318 Residual 43,230 136 ,318 Total 53,776 144 F Sig. 4,147 ,000b a. Dependent Variable: Y b. Predictors: (Constant), DPR, GROWTH, PROFITABILITAS, CR, SIZE, AGE, LEVERAGE KM Sumber: Data Sekunder yang diolah Dari hasil analisis regresi dapat diketahui pula bahwa secara bersama-sama variabel independen memiliki pengaruh yang signifikant terhadap variabel dependen. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 4.147 dengan probabilitas 0.000. karena probabilitas jauh lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 5 %, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi DAR, Growth, Size, ROE, Age, KM, Current Ratio, dan DPR bersama-sama berpengaruh terhadap Price Booked Value (PBV). 5. KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Leverage (DAR) manufaktur yang terdaftar di BEI tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV) dengan koefisien regresi sebesar -0,255 (H1 ditolak). 2. Ukuran perusahaan (SIZE) manufaktur yang terdaftar di BEI mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV) dengan koefisien regresi sebesar 0,281 (H2 diterima). 3. Pertumbuhan (GROWTH) manufaktur yang terdaftar di BEI tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV) dengan koefisien regresi sebesar -0,020 (H3 ditolak). 4. Profitabilitas (ROE) manufaktur yang terdaftar di BEI tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV) dengan koefisien regresi sebesar -0,013 (H4 diterima). 5. Umur perusahaan (AGE) manufaktur yang terdaftar di BEI tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV) dengan koefisien regresi sebesar 0,153 (H5 ditolak). 6. Kepemilikan manajerial (KM) manufaktur yang terdaftar di BEI tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV) dengan koefisien regresi sebesar 0,008 (H6 ditolak). 7. Likuiditas (CR) perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV) dengan koefisien regresi sebesar -0,0001 (H7 ditolak). 8. Kebijakan Deviden (DPR) perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV) dengan koefisien regresi sebesar -0,00025 (H8 ditolak). Hasil penelitian ini juga menjelaskan tentang hasil uji dan perhitungan sebagai berikut: 298 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 1. ISBN: 978-602-361-041-9 Hasil uji Goodness of fit menunjukkan model regresi yang dibangun memenuhi kriteria fit model. Hal ini ditandai dengan nilai signifikansi lebih kecil dari α (0,000<0,05). 2. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0,149. Hal ini berarti besar variasi variabel kebijakan hutang (Leverage), pertumbuhan (GROWTH), ukuran perusahaan (SIZE), profitabilitas (ROE), umur perusahaan (AGE), kepemilikan manajerial (KM), likuiditas (CR) dan Kebijakan Deviden (DPR) adalah sebesar 14,9 persen sedang sisanya 85,1 persen dipengaruhi variabel lain di luar model penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ahmed, Parvez dan Sudhir Nanda. 2000. “Style Investing : Incorporating Growth Characteristics in Value Stocks” Pennsylvania State University at Harrisburg: pp. 1-27. Algifari. 2000. Analisis Regresi (Teori, kasus, dan solusi). BPFE: Yogyakarta Ang, Robbert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Mediasoft: Indonesia Brigham, E.F and Gapenski. 1996. Intermediate Financial Management, Fifth Edition-International Edition. The Dryden Press. Chamfferman, Kees; Cooke & Terence E. 2002.An analysis of disclosure in the annual reports of U.K. and Dutch companies. Journal of International Accounting Research: pp. 3. Christiawan, Yulius Jogi dan Josua Tarigan. Kepemilikan Manajerial: Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan. http://www.petra.ac.id. (23 Juni.2009). Esa, E & Mohd.Ghazali. 2012. Corporate social responsibility and corporate governance in Malaysian government‐linked companies. The International journal of business in society, Vol. 12 Iss 3: pp. 292305. Euis dan Taswan. 2002. “Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Serta Beberapa Faktor Yang Mempengaruhinya”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit UNDIP: Semarang. Hansen, Shilvia dan SungSuk, Kim. 2013. Influence of Stock Liqudity to Firm Value in Indonesian Stock Market. Journal The 2013 IBEA, International Conference Business, Economics and Accounting. Husnan, Suad. 1996. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang), Buku 1 dan 2 Edisi Keempat. Yokyakarta: BPFE UGM. ICMD. 2014. Indonesian Capital Market Directory. Jakarta, Indonesia. ICMD. 2014. Indonesian Capital Market Directory. Jakarta, Indonesia. ICMD. 2013. Indonesian Capital Market Directory. Jakarta, Indonesia. ICMD. 2012. Indonesian Capital Market Directory. Jakarta, Indonesia. Modigliani, F. and M. Miller. 1963. “Corporate Income Taxes and The Cost of Capital : A Correction”. The American Economic Review. Vol. 53 No. 3, Juni: pp. 433-443. Mutamimah. 2003. “Analisis Struktur Modal Pada Perusahaan-Perusahaan Non Finansial Yang Go Public Di Pasar Modal Indonesia”. Jurnal Bisnis Strategi. Vol. 11 Juli: pp. 71-60. Ozkan, Aydin. 2001. “Determinants of Capital Structure and Adjusment to Long Run Target : Evidence from UK Company Panel Data”. Journal of Business Finance & Accounting 28 (1) & (2), January/ March. Prastiti & Utami.2011. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Social Disclosure.Jurnal Ekonomi Bisnis, Th.16: pp. 1. Pahuja, Shuchi. 2009. Relationship between environmental disclosures and corporate characteristics: a study of large manufacturing companies in India. Social Responsibility Journal, Vol. 5 Iss 2: pp. 227 - 244 Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. Rompas, Gisela Prisilia.2013. Likuiditas, Solvabilitas dan Rentabilitas Terhadap Nilai Perusahaan BUMN Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal EMBA,Vol.1, No.3: pp.252-262. Santosa, Purbayu dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. ANDI: Yogyakarta Salvatore, Dominick. 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global. Jakarta: Salemba Empat. Sekaran, Uma & Bougie, R. 2013.Research Methods for Business: A Skill Building Approach, 8th edition. Eight UK: Jhon Wiley & Son Inc. Sujoko dan Ugy Soebiantoro. 2007. “Pengaruh Struktur Kepemilikan, Leverage, Faktor Intern, dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empirik pada Perusahaan Manufaktur dan Non Manufaktur di Bursa Efek Jakarta)”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 9. No. 1. Maret: pp. 41-48. Sulaiman, Wahid. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS (Contoh kasus dan pemecahannya). Andi: Yogyakarta 299 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Wallace, R.S.O., Naser , K. &Mora, A. 1994. The Relationship Between the Comprehensive of Corporate Annual Reports and Firm Characteristics in Spain. Accounting and Business Research, 25(97): pp.4153. Wongso, Amanda. 2013. Pengaruh kebijakan dividen, struktur kepemilikan, dan kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan dalam perspektif teori agensi dan teori signaling, Portalgaruda.org. Yuaka, Christyawan (2014) “ Studi Empiris Terhadap Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia “. Skripsi,Fakultas Ekonomi & Bisnis. 300 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 PENGARUH DIVERSITAS KEBANGSAAN BOARD OF DIRECTORTERHADAP NILAI PERUSAHAAN Pauline Jayalaksmi Winoto1 dan Supatmi2 Fakultas Ekonomika & Bisnis, UKSW Jl. Diponegoro 50-62, Salatiga [email protected] Abstract This paper examines the effect of board diversity based nation towards firm value. This paper presume that board of commissioner, board of director, and CEO or CFO which has foreign nation will give the increasing value on company. This research employs 89 firm as samples, which cover manufacturing companies listed in Indonesian Stock Exchange during 2014. Samples are sorted out by purposive sampling method. Hypothesis testing is performed by using multiple linier regression.The results showedthata lot ofcommissionersof foreignnationals, the valueof the company will be the increasing. While the board of director and CEO or CFO have no impact towards firm value. Keywords: corporate governance, nation diversity, firm value 1. Pendahuluan Perkembangan perekonomian di Indonesia berkembang begitu pesat. Persaingan antar individu ataupun perusahaan juga semakin ketat. Hal ini dibuktikan dengan akan dilakukan pengesahan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015 oleh pihak pemerintah Indonesia. Pengesahan MEA 2015 akan membuka kesempatan bagi seluruh pekerja dibidang ekonomi untuk dapat lebih mudah melakukan akses ke luar negeri. Begitu pula sebaliknya, para pekerja ekonomi dari luar negeri akan lebih mudah melakukan akses masuk ke Indonesia. Pemerintah Indonesia memberikan signal kepada para generasi muda bangsa Indonesia khususnya dalam bidang ekonomi untuk dapat lebih meningkatkan kualitas pribadi. Mulai dari kemampuan berbahasa asing, berwawasan luas, serta pola pikir yang lebih positif untuk berani mengambil resiko dan menentukan suatu keputusan dengan lebih bijaksana. Dalam beberapa tahun terakhir pergerakan Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia terlihat berkembang pesat. Di dunia perbankan, misalnya, terdapat sejumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang menjabat sebagai CEO. Diantaranya di bank Danamon, Ho Hon Cheong (Henry Ho) yang berkewarganegaraan Malaysia, saat ini menduduki posisi direktur utama. David Martin Fletcher yang merupakan warga negara Inggris, saat ini menduduki posisi direktur utama bank Permata(http://www.jaringnews.com). Dari sektor manufaktur diantaranya adaBentoel International Investama Tbk dengan Jason Fitzgerald Murphy yang berkewarganegaraan Australia sebagai CEO, PT Lotte Chemical Titan Tbk dengan Yoon Sungku yang merupakan warga negara Korea sebagai CEO. Menurut penelitian yang dilakukan pada perusahaan Norwegia/Swedia oleh Randoy dan Oxelheim (2001) ditemukan bahwa sistem tata kelola perusahaan Anglo-Amerika (one-tier system) dinilai dapat membuat perusahaan lebih meningkatkan reputasinya dipasar global. Sistem tata kelola perusahaan yang digunakan di Indonesia yaitu two-tier system, dimana terlihat bahwa dewan komisaris merupakan dewan yang bertugas mengawasi dan dewan direksi merupakan dewan yang diawasi. Dengan adanya tugas dan fungsi tersebut akan mengurangi agencyproblem dalam perusahaan, salah satunya yaitu manajemen laba. 301 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Keberadaan anggota dewan komisaris dan direksi dengan kebangsaan asing menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan proses globalisasi dan pertukaran informasi dalam jejaring internasional.Menurut Wardani (2008) struktur dewan dalam perusahaan di Indonesia menganut sistem two-tier, yakni terdiri dari dewan direksi sebagai pengelola dan dewan komisaris sebagai pihak yang melakukan pengawasan.Pemilihan dewan dalam suatu perusahaan sebaiknya tidak dilakukan secara sembarangan atau hanya sekadar melihat latar belakang pendidikannya saja.Dalam penelitian yang dilakukan oleh Meier (2005) dikatakan bahwaNational Association of Corporate Directors Blue Ribbon Commission merekomendasikan diversitas gender, ras, umur, dan kebangsaan harus dipertimbangkan dalam pemilihan dewan. Adanya anggota dewan komisaris dan direksi dengan kebangsaan asing juga merupakan salah satu ukuran diversitas dewan yang sering digunakan dalam penelitian. Randoy dan Oxelheim (2001), Marimuthu (2008), Ararat et al.(2010), Ruigrok dan Kaczmarek (2008) dalamDarmadi (2010), Choi et al.(2007)menemukan pengaruh positif keberadaan anggota dewan asing atau etnis minoritas pada nilai perusahaan. Keberadaan mereka dinilai membawa opini, perspektif, bahasa, keyakinan, latar belakang keluarga, dan pengalaman profesional yang beragam, sehingga memperkaya pengetahuan bisnis dan alternatif penyelesaian masalah kompleks. Keberadaan anggota dewan direksi asing mampu meyakinkan investor asing bahwa perusahaan dikelola secara professional. Kinerja yang baik cenderung memicu perusahaan melakukan pengungkapan yang lebih luas. Keberadaan anggota dewan asing juga dapat memicu keterbukaan informasi dengan harapan kredibilitas perusahaan akan meningkat (Randoy et al., 2006). Dewan komisaris dan direksiyang memiliki akses secara langsung kepada para investor, secara tidak langsung memberikan keyakinan dalam penanaman modal saham dalam perusahaan. Terlebih apabila anggota dewan berkebangsaan asing akan memperlihatkan bahwa perusahaan telah dikelola secara professional, sehingga para investor asing tidak ragu untuk menanam modal dalam perusahaan. Penanaman modal saham yang tinggi akan menyebabkan nilai perusahaan yang tinggi. Dalam struktur tata kelola perusahaan, terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam pelaporan keuangan. Pihak-pihak tersebut antara lain Chief Executife Officer (CEO), Chief Financial Officer (CFO), dewan komisaris, dan komite audit. CEO dan CFO merupakan pihak yang terlibat secara langsung dalam pelaporan keuangan karena keduanya adalah pihak yang menandatangani laporan keuangan dan bertanggung jawab atas informasi yang disajikan. Sedangkan dewan komisaris dan komite audit terlibat secara tidak langsung, yaitu keduanya berperan dalam fungsi pengawasan serta review atas informasi yang disajikan (Khakim dan Puji, 2014). Karena tugas CEO dan CFO yang berhubungan langsung dengan pelaporan keuangan serta jalannya operasional perusahaan, posisi ini memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, salah satunya yaitu nilai perusahaan.Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2013), dan Trisnantari (2012) yang menunjukkan adanya pengaruh seorang CEO atau CFO perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Apalagi dengan keberadaan CEO atau CFO berkebangsaan asing yang dianggap lebih profesional dalam menjalankan bisnis, diduga akan berdampak positif bagi kinerja perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris pengaruh diversitas kebangsaan anggota dewan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Randoy dan Oxelheim (2001), dengan perbedaan yaitu menambahkan variabel keberadaan CEO atau CFO asing apakah berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kebangsaan anggota dewan dilihat dari kebangsaan anggota dewan 302 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 komisaris, dewan direksi, dan CEO atau CFO perusahaan.Diversitas kebangsaan anggota dewan akan diuji dimana keberadaan anggota dewanberkebangsaan asing diduga akan memberikan pengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan untuk nilai perusahaan diukur dari rasio Tobin’s Q. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)tahun 2014. Manfaat penelitian bagi perusahaan yaitu diharapkan dapat memberi kontribusi dalam hal pemberdayaan dan pemilihan sumberdaya manusia secara efektif, khususnya dewan direksi, komisaris, dan CEO atau CFO, serta diharapkan dapat memperbaiki proses pembuatan keputusan pada tingkat CEO atau CFO perusahaan. Bagi investor, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat keputusan investasi. 2. Landasan Teori dan Perumusan Hipotesis 2.1 Teori Agensi Teori agensi adalah kontrak antara prinsipal (pemegang saham) dan agen (manajer). Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian, otorisasi, pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen (Anthony dan Govindarajan 2005). Agen bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan prinsipal dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masingmasing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali 2002). Menurut Watts dan Zimmerman (1990) dalam Kusumaningtyas (2012) menyatakan bahwa teori agensi disebabkan adanya informasi yang tidak seimbang yang disebut asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri informasi ini muncul karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Agen mempunyai informasi tentang perusahaan yang lebih berkualitas dari pada informasi yang didapat oleh prinsipal karena agen berada di dalam perusahaan. Informasi itu biasanya dalam bentuk laporan keuangan yang di dalamnya menggambarkan kinerja perusahaan. Laporan keuangan dijadikan dasar evaluasi apakah agen telah memenuhi kewajibannya dan layak mendapatkan haknya. Terkait dengan nilai perusahaan, teori ini mengatakan adanya keterkaitan antara pemegang saham dengan agen atau dalam penelitian ini yaitu anggota dewan komisaris dan direksi perusahaan. Dewan direksi perusahaan bertanggungjawab penuh atas keberlangsungan hidup perusahaan, sehingga akan berusaha menunjukkan nilai perusahaan yang tinggi agar para pemegang saham tidak melepaskan investasinya dalam perusahaan. 2.1.1 Good Corporate Governance Tata kelola perusahaan yang baik menggabungkan kombinasi antara hukum, aturan-aturan, dan praktikpraktik sukarela sektor swasta yang menyebabkan perusahaan dapat menarik modal, berkinerja efisien, menghasilkan laba, memenuhi kewajiban hukum, dan memenuhi ekspektasi sosial umum. Meier (2005) menyatakan, tata kelola perusahaan yang baik bertujuan untuk memberikan dorongan kepada dewan (board) dan manajemen untuk mencapai tujuan tersebut, yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya. Wardani (2008), menyatakan bahwa kebanyakan definisi board of director (BOD) yang dimaksudkan dalam penelitian di luar negeri mengacu kepada one-tier system. Pada sistem ini BOD memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja manajemen. Di Indonesia menganut two-tier system, yang memisahkan peranan direksi sebagai pengelola dan komisaris sebagai pengawas. Meier (2005), menyatakan untuk sistem two-tier, dewan didefinisikan sebagai kombinasi antara pengawas dan manajemen. Berdasarkan UU PT Nomor 40 Tahun 2007 dikatakan bahwa 303 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dewan komisaris bertugas untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada dewan direksi. Dalam menjalankan tugasnya dewan komisaris dibantu oleh komite audit yang biasanya berlatar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan. Sehingga dalam pelaporan keuangan oleh direksi akan berjalan dengan lebih baik. 2.2 Diversitas Kebangsaan Diversitas dewan didefinisikan sebagai distribusi perbedaan antara anggota dewan komisaris dan direksi yang berkaitan dengan karakteristik-karakteristik mengenai perbedaan dalam sikap dan opini (Ararat et al., 2010). Karakteristik dewan dilihat dari kewarganegaraan atau kebangsaan selain negara dimana perusahaan itu berada itulah yang dimaksud dengan diversitas kebangsaan asing. Ponnu (2008) menyebutkan bahwa seorang anggota dewan perusahaan harus memiliki kredibilitas dan skill serta pengalaman yang diperlukan, sehingga mampu memberikan judgment independen dalam isu yang berkaitan dengan strategi, kinerja, dan sumber daya perusahaan. Anggota dewan komisaris dan direksi dengan kebangsaan asing membawa opini dan perspektif yang beragam, bahasa, keyakinan, latar belakang keluarga, dan pengalaman profesional yang berbeda antar satu negara dengan negara lain. Keberadaan dewan komisaris dan direksi asing mencerminkan gagasan yang berbeda mengenai peranan dewan perusahaan berkaitan dengan peranan pengendalian terutama jika mereka berasal dari negara-negara dengan hak pemegang saham yang lebih kuat (Ararat et al.2010). Keuntungan dari keberadaan direksi asing, diantaranya: (1) tersedia kandidat anggota dewan yang berkualifikasi secara lebih luas (dengan pengalaman industri yang lebih luas), (2) dengan latar belakang yang berbeda, dewan direksi asing bisa menambah pengalaman yang lebih beragam dan berharga, yang tidak dimiliki oleh dewan direksi domestik, dan (3) anggota dewan direksi asing bisa membantu meyakinkan investor asing bahwa perusahaan dikelola secara professional (Randoy dan Oxelheim, 2001). 2.3 Nilai Perusahaan Da Silveira dan Barros (2007) mendefinisikan nilai perusahaan sebagai apresiasi/penghargaan investor terhadap sebuah perusahaan. Nilai tersebut tercermin pada harga saham perusahaan. Investor yang menilai perusahaan memiliki prospek yang baik di masa depan akan cenderung membeli saham perusahaan tersebut. Akibatnya permintaan saham yang tinggi menyebabkan harga saham meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga saham yang meningkat menunjukan bahwa investor memberikan nilai yang tinggi terhadap perusahaan. Aspek utama yang menyebabkan investor memberikan nilai lebih terhadap perusahaan adalah kinerja perusahan yang tercermin dalam angka laba. Laba yang tinggi menunjukan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan perusahaan. Wahyudi dan Pawestri (2006) mengatakan nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan, karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki. Dalam penelitian ini nilai perusahaan diukur menggunakan rasio Tobin’s Q. Rasio Tobin’s Q didefinisikan sebagai nilai pasar dari ekuitas ditambah dengan total kewajiban dan kemudian dibagi dengan total aktivanya (Chong dan López-de-Silanes dalam Kusumastuti, 2008). Semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004). 304 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Penelitian-penelitian oleh Randoy dan Oxelheim (2001), Ararat et al (2010), Da Silveira dan Barros (2007) yang mengkaitkan nilai perusahaan dengan diversitas kebangsaan, menggunakan rasio Tobin’s Q sebagai proporsi nilai perusahaan. 2.4 Perumusan Hipotesis 2.4.1 Dewan Komisaris Asing dan Nilai Perusahaan Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) dewan komisaris adalah organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan Good Corporate Governance. Berdasarkan UU PT Nomor 40 Tahun 2007, tujuan keberadaan dewan komisaris adalah melakukan pengawasan atas jalannya usaha dan memberikan nasihat kepada direksi. Secara tidak langsung tugas tersebut akan memberikan pengaruh terhadap kualitas laba yang dilaporkan oleh perusahaan karena dewan komisaris dapat mengarahkan kebijakan dan tindakan CEO dan CFO terkait dengan pelaporan keuangan.Keunggulan perusahaan apabila memiliki anggota dewan berkebangsaan asing adalah adanya pengalaman industri yang lebih luas, serta pencitraan oleh pasar yang menilai bahwa perusahaan dengan anggota dewan asing bekerja secara professional (Randoy dan Oxelheim, 2001). Pengalaman dan pencitraan tersebut membuat para investor akan memberikan pengorbanan lebih melalui penanaman saham pada perusahaan. Semakin tinggi harga saham perusahaan berarti semakin besar kerelaan investor untuk berkorban bagi perusahaan dan nilai perusahaan juga akan ikut meningkat. Dengan tugas dan wewenang yang dimiliki oleh seorang dewan komisaris, serta kelebihan seorang anggota dewan asing maka dikatakan diversitas kebangsaan anggota dewan perusahaan memberikan pengaruh terhadap nilai perusahaan. Semakin banyak anggota dewan komisaris yang berkebangsaan asing maka dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan juga akan semakin tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan di Netherlands dan Switzerland oleh Ruigrok dan Kaczmarek (2008) dalamDarmadi (2010), ditemukan pengaruh positif diversitas kebangsaan anggota dewan komisaris terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dalam penelitian Randoy dan Oxelheim (2001) di Swedia dan Norwegia juga ditemukan pengaruh positif diversitas kebangsaan komisaris terhadap nilai perusahaan. Ararat et al., (2010) melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan di Turkish dan menemukan pengaruh positif diversitas kebangsaan anggota dewan terhadap nilai perusahaan.Sehingga diajukan hipotesis sebagai berikut: H1: Semakin banyak anggota dewan komisaris asing dalam perusahaan akan menghasilkan nilai perusahaan yang semakin tinggi 2.4.2 Dewan Direksi Asing dan Nilai Perusahaan Penelitian yang dilakukan pada sistem tata kelola perusahaan di Eropa olehGhezzi dan Malberti (2007), mengatakan bahwa model two-tier system menganut dasar tradisi Jerman, di mana pertemuan pemegang saham menunjuk dewan pengawas (komisaris), yang kemudian menunjuk dewan manajemen (direksi). Sebaliknya, model one-tier system berasal dari tradisi Anglo-Amerika. Dalam sistem ini pertemuan pemegang saham menunjuk dewan direksi, yang kemudian menunjuk sejumlah direksi untuk komite audit yang dipercayakan untuk fungsi pemantauan. Perusahaan di Indonesia kebanyakan menganut sistem tata kelola Jerman (two-tier system) yang memisahkan peranan antara dewan direksi dengan dewan komisaris. Dewan direksi bertanggungjawab atas jalannya perusahaan, pencapaian tujuan perusahaan, pelaporan keuangan perusahaan, dan menerima nasihat yang diberikan oleh anggota dewan komisaris. Dengan perbedaan latar belakang dan wewenang yang dimiliki, dewan direksi asing bisa menambah pengalaman yang lebih 305 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 beragam dan berharga, yang tidak dimiliki oleh dewan direksi domestik. Serta adanya pencitraan oleh pasar akan perusahaan dengan anggota dewan asing yang dikatakan bekerja secara professional, akan mempengaruhi para investor dalam penanaman modal saham pada perusahaan.Semakin tinggi harga saham perusahaan berarti semakin besar kerelaan investor untuk berkorban bagi perusahaan dan nilai perusahaan juga akan ikut meningkat. Dengan tugas dan wewenang yang dimiliki oleh seorang dewan direksi, serta kelebihan seorang anggota dewan asing maka dikatakan diversitas kebangsaan anggota dewan perusahaan memberikan pengaruh terhadap nilai perusahaan. Semakin banyak anggota dewan direksi yang berkebangsaan asing maka dikatakan bahwa nilai perusahaan juga akan semakin tinggi. Randoy dan Oxelheim (2001) menyatakan adanya pengaruh positif diversitas kebangsaan anggota dewan direksi pada perusahaan di Norwegia dan Swedia terhadap nilai perusahaan. Ararat et al. (2010) melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan di Turkish dan menemukan pengaruh positif diversitas kebangsaan anggota dewan terhadap nilai perusahaan.Choi et al. (2007) mengatakan adanya pengaruh positif diversitas anggota dewan terhadap kinerja keuangan pada perusahaan-perusahaan di Korea. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut : H2: Semakin banyak anggota dewan direksi asing dalam perusahaan akan menghasilkan nilai perusahaan yang semakin tinggi 2.4.3 CEO atau CFO Asing dan Nilai Perusahaan CEO (Chief Executive Officer) adalah jabatan tertinggi dalam perusahaan yang memiliki tanggung jawab untuk mengatur seluruh kegiatan perusahaan. CEO bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan jalannya perusahaan.CEO merupakan eksekutif yang berada dipuncak perusahaan dan yang bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan (Dewi 2013). CFO (Chief Financial Officer) adalah jabatan di suatu perusahaan yang memiliki tanggung jawab utama untuk mengelola risiko keuangan perusahaan. Pejabat ini juga bertanggung jawab untuk perencanaan keuangan dan pencatatan, serta pelaporan keuangan untuk manajemen yang lebih tinggi.CFO biasanya memiliki tanggung jawab dalam mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan. Oleh karena itu, CFO dimungkinkan memiliki dampak langsung pada keputusan akuntansi terkait dengan perusahaan, seperti memilih metode akuntansi dan membuat penyesuaian akuntansi (Ge Weili et al.2011). Dengan tugas dan wewenang yang dimiliki, seorang CEO ataupun CFO memiliki kebebasan untuk menentukan kegiatan operasional yang akan dijalankan oleh perusahaan. Seorang dewan direksi berkebangsaan asing dinilai dapat lebih meyakinkan pihak investor untuk dapat menanamkan modal saham di perusahaan (Randoy dan Oxelheim 2001). Pengalaman industri yang lebih luas serta pencitraan yang mengatakan perusahaan dengan anggota dewan asing lebih professional, kelebihan tersebut akan menarik minat para investor untuk menanamkan saham pada perusahaan. Semakin tinggi saham yang ditanamkan dalam perusahaan, maka nilai perusahaannya juga akan semakin tinggi. Secara tidak langsung, hal tersebut memperkuat dugaan bahwa seorang CEO yang merupakan jabatan tertinggi dalam perusahaan dan pemilik wewenang penuh atas perusahaan, apabila berkebangsaan asing dimungkinkan akan mempengaruhi pertumbuhan nilai perusahaan. Dalam penelitian ini, melihat apakah adanya CEO atau CFO perusahaan yang berkebangsaan asing akan memberikan pengaruh terhadap nilai perusahaan. Dalam penelitiannya, Dewi (2013) menemukan adanya pengaruh peran CEO terhadap kinerja perusahaan. Trisnantari (2012) dalam penelitiannya menemukan adanya 306 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 pengaruh positif dan signifikan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. Dengan demikian, diajukan hipotesis sebagai berikut : H3: Keberadaan CEO atau CFO asing dalam perusahaan akan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan 3. Metoda Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014, di mana sampel dipilih menggunakan purposive sampling dengan kriteria: perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014,mempublikasikan annual report tahun 201, dan menyediakan kelengkapan data penelitian.Berdasarkan kriteria tersebut jumlah perusahaan yang dijadikan sampel penelitian adalah sebanyak 89 perusahaan dengan proses pengambilan sampel diringkas dalam Tabel 1. Tabel 1. Proses Pengambilan Sampel Kriteria Pengambilan Sampel 1. 2. 3. Jumlah perusahaan manufaktur tercatat di BEI tahun 2014 Jumlah perusahaan tidak mempublikasikan annual report Jumlah perusahaan tidak mempunyai kelengkapan data dan outlier Total sampel penelitian Jumlah Perusahaan 141 (7) (45) 89 Berdasarkan Tabel 1 sampel yang digunakan sejumlah 89 perusahaan, karena ada 7 perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan tahunan dikarenakan sudah delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI), 45 perusahaan yang tidak menyediakan kelengkapan data penelitian (tidak ada informasi kewarganegaraan anggota dewan, tidak ada informasi jumlah saham beredar, dan outlier). Data penelitian adalah data sekunder berupa laporan tahunan perusahaan yang diperoleh dari situs www.idx.co.id.Variabel terikat dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan yang diukur denganTobin’s Q ratio, yang mengacu pada penelitian Chong dan López-de-Silanes dalam Kusumastuti (2008). Pengukurannya ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut : TOBIN = (MVE + DEBT)/TA MVE = P x Qshares DEBT = (CL – CA) + INV + LTL Dimana : MVE : Nilai pasar dari jumlah lembar saham beredar DEBT : Nilai total kewajiban perusahaan TA : Nilai buku dari total aktiva perusahaan P : Harga saham penutupan akhir tahun Qshares : Jumlah saham beredar akhir tahun CL : Kewajiban jangka pendek CA : Aktiva lancar INV : Nilai buku persediaan LTL : Kewajiban jangka panjang 307 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Pengukuran variabel independen menggunakan metode proporsi anggota dewan dalam perusahaan, dengan perhitungan sebagai berikut : 1) Kebangsaan Dewan Komisaris dihitung dengan cara jumlah komisaris asing dalam perusahaan dibagi dengan total komisaris yang ada dalam perusahaan. 2) Kebangsaan Dewan Direksi dihitung dengan cara jumlah direksi asing dalam perusahaan dibagi dengan total direksi yang ada dalam perusahaan. 3) Kebangsaan CEO atau CFO dihitung dengan menggunakan variabel dummy, apabila terdapat CEO dan CFO asing ataupun salah satunya maka diberi nilai 1 (satu), apabila tidak terdapat CEO atau CFO asing dalam perusahaan maka diberi nilai 0 (nol). Teknik analisisuntuk pengujian hipotesis menggunakan regresi linear berganda dengan persamaan sebagai berikut : Y = α +β1PKA + β2PDA + β3DCA+ ε Keterangan : Y = Nilai Perusahaan α =Konstanta β1,β2, β3 = Koefisien Regresi PKA = Proporsi komisaris asing PDA = Proporsi direksi asing DCA = Keberadaan CEO atau CFO asing Ε = Error 4. Analisis dan Pembahasan 4.1 Statistik Deskriptif Tabel 2 dan Tabel 3 menyajikan distribusi sampel berdasarkan kebangsaan anggota dewan dan statistik deskriptif data penelitian. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa posisi dewan komisaris memiliki rata-rata sebesar 15,17 persen, dewan direksi sebesar 14,57 persen, CEO atau CFO sebesar 23,56 persen. Dari ketiga variabel ditemukan bahwa tingkat diversitas kebangsaan pada kursi anggota dewan masih rendah. Rata-rata tertinggi ada pada kursi CEO atau CFO, namun itu juga masih jauh dibawah 100 persen hanya 23,56 persen. Berdasarkan rasio Tobin’s Q yang menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,6826, berarti bahwa nilai pasar lebih kecil dibandingkan dengan nilai buku sehingga dapat dikatakan perusahaan dalam prospek yang tidak baik. Pasar menilai perusahaan lebih rendah dari yang tercatat. Dapat dilihat pula nilai maximum 1 yang menunjukkan ada perusahaan yang memiliki anggota dewan komisaris seluruhnya asing yaitu Keramika Indonesia Assosiasi Tbk, yang memiliki anggota dewan direksi seluruhnya asing yaitu Indorama Synthetics Tbk. Minimum 0 menunjukkan ada perusahaan yang tidak memiliki anggota dewan berkebangsaan asing baik dalam posisi komisaris, direksi, ataupun CEO atau CFO. Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Variabel Minimum Maximum Mean Penelitian TOBIN 0.021 1.535 0.6826 KOM 0 1 0.1517 DIR 0 1 0.1457 CEOCFO 0 1 0.2356 Sumber : Data diolah (2015) 308 Std. Deviation 0.345041 0.244191 0.232134 0.427000 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perusahaan dengan warga negara asing didominasi oleh kedudukan dewan direksi sebesar 39,33 persen. Terlihat masih sedikit perusahaan dengan anggota dewan asing, terutama pada kursi CEO atau CFO yang hanya sebesar 23,59 persen. Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Kebangsaan Anggota Dewan Deskripsi Jumlah Sampel Perusahaan yang memiliki dewan komisaris berkebangsaan asing Perusahaan yang tidakmemiliki dewan komisaris berkebangsaan asing Jumlah Sampel Perusahaan yang memiliki dewan direksi berkebangsaan asing Perusahaan yang tidak memiliki dewan direksi berkebangsaan asing Jumlah Sampel Perusahaan yang memiliki CEO atau CFO berkebangsaan asing Perusahaan yang tidak memiliki CEO atau CFO berkebangsaan asing Jumlah Sampel Sumber : Data diolah, 2016 Persentase 30 59 89 35 54 89 21 68 89 33.71% 66.29% 100% 39.33% 60.67% 100% 23.59% 76.41% 100% 4.2 Uji Hipotesis Analisis Regresi Linier Berganda digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat. Berdasarkan perhitungan menggunakan program eviews diperoleh tabel regresi sebagai berikut: Variabel penelitian Konstanta KOM DIR CEOCFO R2=0.095Adjusted R2=0.063 Sumber : Data diolah (2015) Tabel 4. Hasil Pengujian Regresi Koefisien Regresi T 0.6215 14.528 0.4573 2.1372 0.1390 0.4881 -0.1211 -0.8643 F=2.967 Sig.F=0.037 Sig. 0.0000 0.0355 0.6267 0.3898 Berdasarkan hasil penelitian dalam tabel 4, ditemutkan nilai Adjusted R-square sebesar 0,063 yang artinya variabel independen terbukti mempengaruhi variabel dependen hanya sebesar 6,3 persen. Hal ini berarti masih ada 93,7 persen variabel lain yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Signifikansi F sebesar 0,037 yang berarti ketiga variabel independen, yaitu dewan komisaris, direksi, dan CEO atau CFO asing secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai perusahaan, namun secara terpisah menghasilkan hasil temuan sebagai berikut : Hipotesis 1 : Semakin banyak anggota dewan komisaris asing dalam perusahaan akan menghasilkan nilai perusahaan yang semakin tinggi Pada hasil uji diatas, menunjukkan bahwa dewan komisaris berkebangsaan asing berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,0355lebih kecil dari α(0,05) dan nilai koefisien regresi sebesar 0,4573. Artinya, semakin banyak anggota dewan komisaris yang berkebangsaan asing di dalam perusahaan akan menghasilkan nilai perusahaan yang semakin tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis 1 yang menyatakan bahwa dewan komisaris berkebangsaan asing berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sehingga hipotesis 1 diterima. 309 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Hipotesis 2 : Semakin banyak anggota dewan direksi asing dalam perusahaan akan menghasilkan nilai perusahaan yang semakin tinggi Hasil uji menunjukkan bahwa dewan direksi berkebangsaan asing tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dapat dilihat dari signifikansi sebesar 0,6267 serta koefisien regresi sebesar 0,1390. Artinya, anggota dewan direksi yang berkebangsaan asing tidak mempengaruhi nilai perusahaan, sehingga hipotesis 2 tidak dapat diterima. Hipotesis 3 : Keberadaan CEO atau CFO asing dalam perusahaan akan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan Hasil uji menunjukkan bahwa CEO atau CFO berkebangsaan asing tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dapat dilihat dari signifikansi 0,3898 serta koefisien regresi sebesar -0,1211. Artinya, dengan adanya CEO atau CFO perusahaan yang berkebangsaan asing tidak memberikan nilai perusahaan yang lebih baik, sehingga hipotesis 3 tidak dapat diterima. Selain dari hasil pengujian regresi, berikut ini ditambahkan hasil analisis tambahan dengan membedakan antara ada dan tidak adanya kebangsaan didalam proporsi dewan direksi dan CEO atau CFO: Tabel 5. Rata-rata Nilai Perusahaan dengan Direksi dan CEO/CFO Asing Deskripsi Jumlah Sampel Rata-rata Tobin’s Q Perusahaan dengan dewan direksi asing 35 0.798 Perusahaan tanpa dewan direksi asing 54 Jumlah Sampel 0.607 89 Perusahaan dengan CEO atau CFO asing 21 0.765 Perusahaan tanpa CEO atau CFO asing 68 0.657 Jumlah Sampel 89 Sumber : Data diolah (2016) Dari tabel 5 diatas, dilihat bahwa rata-rata nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q ketika perusahaan itu memiliki anggota dewan direksi yang asing dan CEO atau CFO asing ternyata lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang tanpa anggota dewan direksi asing dan CEO atau CFO asing. Pembahasan Pengaruh DewanKomisaris Berkebangsaan Asing terhadap NilaiPerusahaan Menurut analisis data yang dilakukan, terbukti bahwa dewan komisaris berkebangsaan asing berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Berarti semakin banyak anggota dewan komisaris asing, maka nilai perusahaan akan semakin tinggi. Seorang komisaris memiliki tanggung jawab melakukan pengawasan terhadap perusahaan dan memberikan nasihat kepada direksi, serta apabila berkebangsaan asing dengan pengalaman industri yang lebih luas, terbukti memberikan dampak positif bagi perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Ararat et al., (2010) yang mengatakan bahwa ada pengaruh diversitas kebangsaan anggota dewan terhadap nilai perusahaan di Turkish. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Randoy dan Oxelheim (2006) yang menemukan adanya pengaruh anggota dewan berkebangsaan asing terhadap nilai perusahaan di Norwegia dan Swedia. Pengaruh Dewan Direksi Berkebangsaan Asing terhadap Nilai Perusahaan Menurut analisis data yang dilakukan, tidak terbukti bahwa dewan direksi berkebangsaan asing berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Ini berarti jabatan dewan direksi yang diemban oleh orang asing tidak mempengaruhi 310 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 nilai perusahaan.Indonesia yang menggunakan two-tier systemmemungkinkan adanya perbedaan hasil penelitian dengan negara lain yang menggunakan one-tier system dikarenakan di Indonesia ada pemisahan tugas fungsi antara dewan komisaris dan direksi. Sehingga dalam penelitian yang dilakukan ditemukan tidak ada pengaruh seorang anggota dewan direksi apabila berkebangsaan asing terhadap nilai perusahaan. Darmadi (2010) mengatakan perbedaan sistem corporate governance yang ada di Indonesia dan di negara asing dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan hasil penelitian di tiap negara. Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai perusahaan yang memiliki dewan direksi asing terbukti lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki dewan direksi asing.Artinya bahwa keberadaan dewan direksi asing dalam konteks ini terbukti memberikan dampak berbeda terhadap nilai perusahaan dibandingkan dengan yang tanpa dewan direksi asing. Pengaruh Keberadaan CEO atau CFO Berkebangsaan Asing terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkanhasil pengujian, tidak terbukti bahwa CEO atau CFO berkebangsaan asing berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Ini berarti jabatan CEO atau CFO yang diemban oleh orang asing belum tentu memberikan dampak positif bagi nilai perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Darmadi(2010) yang mengatakan bahwa belum ditemukan adanya pengaruh anggota dewan terhadap perusahaan. Penelitian Darmadi ini dijabarkan lebih lanjut dalam konteks CEO atau CFO asing. CEO atau CFO memiliki kewenangan tertinggi dalam pengambilan keputusan di perusahaan. Namun untuk menentukan keputusan akhir tidak hanya diambil oleh CEO atau CFO saja, diperlukan pertimbangan oleh seluruh jajaran dewan direksi. Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai perusahaan yang memiliki CEO atau CFO asing terbukti lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki CEO atau CFO asing.Artinya bahwa keberadaan CEO atau CFO asing dalam konteks ini terbukti memberikan dampak berbeda terhadap nilai perusahaan dibandingkan dengan yang tanpa CEO atau CFO asing. 5. Kesimpulan Penelitian ini menguji pengaruh dewan komisaris, dewan direksi, CEO atau CFO berkebangsaan asing terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014. Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa dewan komisaris berkebangsaan asing memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan, artinya semakin banyak anggota dewan komisaris yang berkebangsaan asing akan membuat nilai perusahaan semakin tinggi. Sedangkan dewan direksi dan keberadaaan CEO atau CFO berkebangsaan asing tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Implikasi terapan bagi perusahaan hendaknya memperhatikan aspek kebangsaandalam merekrut anggota dewan komisaris perusahaan, karena hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin banyak anggota dewan komisaris asing semakin tinggi nilai perusahaan.Namun perusahaan hendaknya tidak mengesampingkan para tenaga kerja domestik yang juga memiliki kemampuan. Di sisi lain para tenaga kerja domestik dituntut untuk lebih mempersiapkan diri dengan baik agar dapat bersaing dengan para tenaga kerja asing yang semakin banyak masuk ke Indonesia. Terlebih dengan adanya pengesahan MEA yang akan semakin memperketat persaingan antara tenaga kerja asing dan domestik.Bagi investor,keberadaan dewan komisaris asing dapat menjadi dasar pertimbangan untuk menilai kinerja perusahaan. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan, yaitu adanya subjektifitas dalam menentukan keberadaan anggota dewan asing yang ditentukan melalui nama dan foto profil anggota dewan. Keterbatasan lainnya yaitu 311 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 bisa jadi pengaruh diversitas kebangsaan anggota dewan komisaris, direksi, CEO atau CFO terhadap nilai perusahaan tidak secara langsung, seperti adanya keterkaitan antara dewan direksi, dan CEO atau CFO asing. Saran untuk penelitian yang akan datang yaitu untuk mengurangi subjektifitas dapat ditelusuri tentang profil anggota dewan melalui situs pribadi atau situs lainnya yang memungkinkan. Selain itu dengan adanya hasil penelitian ini dengan adjusted r-square yang rendah, maka untuk penelitian yang akan datang dapat menambahkan variabel selain kebangsaan misalnya kompetensi bidang ilmutertentu misalnya hukum atau akuntansi dan keuangan, atau pengalaman kerja anggota dewan perusahaan. Daftar Pustaka Ali, I. 2002. Pelaporan keuangan dan asimetri informasi dalam hubungan agensi. Lintasan Ekonomi 15(2). Anthony, R. N., dan V. Govindarajan. 2005. Management Control System.Sistem Pengendalian Manajemen. Diterjemahkan Oleh Kurniawan Tjakrawala,Edisi Sebelas. Jakarta: Salemba Empat. Ararat, Melsa., Mine Aksu, and Ayse T. Cetin. 2010. Impact of Board Diversity on Boards Monitoring Intensity and Firm Performance: Evidence from the Istambul Stock Exchange. Available at: http://ssrn.com/abstract=1572283. Choi, J.J., Park, S.W. and Yoo, S.S. 2007.The value of outside directors: evidence from corporate governance reform in Korea.Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol. 42 No. 4, pp. 941-962. Da Silveira, Alexandre Di Miceli and Lucas Ayres B. de C. Barros. 2007. Corporate Governance Quality and Firm Value in Brazil. Available at : http://ssrn.com/abstract=923310 Darmadi, Salim. 2010. Board diversity and firm performance: the Indonesian evidence. In: MPRA Paper. repec:pra:mprapa:38721. Dewi, Karunia C. 2013. Pengaruh Pergantian CEO terhadap Kinerja Perusahaan dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Intervening. Available at : http://eprints.ums.ac.id/26975/24/02._Jurnal_Publikasi.docx.pdf. Ge, Weili,Dawn Matsumoto, and Jenny Li Zhang. 2011. Do CFOs Have Style? An Empirical Investigation of the Effect of Individual CFOs on Accounting Practices. Contemporary Accounting Research, Vol. 28 No. 4 Ghezzi, Federico Cesare Guido and Malberti, Corrado. 2007. Corporate Law Reforms in Europe: The Two-Tier Model and the One-Tier Model of Corporate Governance in the Italian Reform of Corporate Law. Bocconi Legal Studies ResearchPaper No. 15. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=960133 Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta : Erlangga. http://www.jaringnews.com/ekonomi/umum/11404/dilarang-jadi-ceo-inilah-sejumlah-bankir-asing-diperbankan-indonesia, 9 Juni 2015. http://www.jaringnews.com/ekonomi/umum/11391/mulai-tahun-ini-orang-asing-dilarang-pimpin-perusahaandi-indonesia, 9 Juni 2015 Khakim, Imron. 2014. Analisis Pengaruh Board Diversity Berbasis Gender TerhadapManajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia. Skripsi. FEB http://eprints.undip.ac.id/43785/ 312 Universitas Diponegoro. Available at : Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Komite Nasional Kebijakan Corporate governance(KNKCG). 2001. Pedoman Good Gorporate governance: Ref. 4. 0. Kusumaningtyas, M. 2012. Pengaruh Independensi Komite Audit dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba. Prestasi Vol. 9No. 1 (Juni 2012): 41-60. Kusumastuti, Sari, Supatmi, dan Perdana Sastra. 2006. Pengaruh Board Diversity terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance. Jurnal Ekonomi Akuntansi-Universitas Kristen Petra. Available at: http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting. Marimuthu, M. 2008. Ethnic Diversity on Board of Director and Its implication on Firm financial Performance. The Journal of International Social Research. Volume 1/4 2008. Hal 432-445. Meier, S. 2005. How Global is Good Corporate Governance. Ethical Investment Research Services. Available at : http://www.eiris.org/files/research publication/howglobaliscorpgov05.pdf. Ponnu, C.H. 2008. Academic Qualifications of Board of Directors and Company Performance. The Business Review Cambridge. Vol. 10. No.1: 177-181. Randoy, T., and Oxelheim, L. 2001. The impact of foreign board membership on Paper, Research Institute of Industrial Economics (IUI), Sweden. firm value. Working Available at : http://www.ifn.se/wfiles/wp/WP567.pdf. Randoy, T., Oxelheim, L., and Thomsen, S. 2006. A Nordic Perspective on Board University. Nordic Inovation Centre. Available at : http://www.nordicinovation.net/img/a_nordic_perspective_on_board_diversity_final_web.pdf. Sukamulja, Sukmawati. 2004. Good Corporate Governance di Sektor Keuangan: Dampak GCG Terhadap Kinerja Perusahaan (Kasus di Bursa Efek Jakarta).Benefit Jurnal Manajemen dan Bisnis 8.1 : 1-25. Trisnantari, Ayu Novi. 2012. Pengaruh Corporate Governancepada Hubungan Pergantian Chief Executive Officerdengan Kinerja Perusahaan. Available at : http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJA/article/download/315/270. Wahyudi, Untung, dan Hartini Prasetyaning Pawestri. 2006. Implikasi struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan: dengan keputusan keuangan sebagai variabel intervening.Simposium Nasional Akuntansi 9 : 1-25. Wardani, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Pemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba. Makalah. Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi ke XI di Pontianak 23-24 Juli. Wicaksana, K.A.B. dan Astawa, I.P. 2011. Pengaruh Kebangsaan Anggota Dewan pada Kinerja Pasar. Jurnal Analisis Manajemen, Vol.5 No.2 Desember 2011. Hal 37-48 313 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 ANALISIS KINERJA PADA BANK UMUM SYARIAH DEVISA DI INDONESIA DITINJAU DARI MAQASID SYARI’AH (PENDEKATAN SYARI’AH MAQASID INDEX /SMI) Putri Dwi Cahyani1 dan Restu Frida Utami2 Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya DukuhWaluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182, Telp. (0281) 636751 Email: [email protected] [email protected] Abstract Measuring Tool Used By Islamic Banks Are Applying The Conventional Benchmark. However, For Islamic Banks Are Unique In Terms Of Its Operations Are Based On The Quran And Sunnah Are Fulfillment Of Islamic Law Which Can’t Be Equated With The Same Measurement Of Conventional Banks. Islamic Banking Performance Measurement Can Be Done With Shari'ah Maqasid Index/Smi. Maqasid Shari'ah Will Know The Performance Of Each Banks Obey The Islamic Principles Or Not. This Paper Uses Smi Approach On Four Islamic Bank Devisa In Indonesia, They Are Bank Syariah Mandiri, Bni Syariah, Bank Muamalat Indonesia, And Bank Mega Syariah. Source Data Used Are Secondary Data, That The Financial Statements For The Period 2011-2014. Four Banks Are Calculated With Smi And Graded According To The Magnitude Of The Ratio Of Smi. Smi Has Three Concepts: 1) Educating Individual, 2) Establishing Justice And 3) Public Interest (Maslahah) And It’s Have Ten Element Ratio. The Conclusion With Maqasid Syariah Ratio The First Rank Is Bmi With A Percentage Of 30%, Second Bsm With 29,2% , Third 29,1% Is Bnis And The Last Mega Syariah 28%. That The Islamic Banks In Indonesia Are Expected To Improve The Performance Of Maqasid Syariah Better. Keyword : Maqasid Syariah Indexes (Smi), Maqasid Al-Shari’ah, Performance Measurement 1. Pendahuluan Perkembangan di dunia perbankan syariah mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam kurun waktu beberapa dekade ini. Dimulai awal tahun 1990 telah terealisasi ide tentang pendirian bank Syariah di Indonesia yang merupakan bentuk penolakan terhadap sistem riba yang bertentangan dengan hukum Islam. Keunikan bank syariah dalam hal compliance yaitu pemenuhan hukum Islam dalam operasionalnya tidak bisa disama ratakan dengan pengukuran yang sama dengan bank konvensional. Pengukuran kinerja perbankan syariah dapat dilakukan dengan maqasid syari’ah. Dalam maqasid syari’ah akan diketahui kinerja perbankan atau aktifitas muamalah yang dijalankan bank syariah tersebut sudah memenuhi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang disyariatkan Islam atau belum. Menurut Abu Hamid Al Gazali dalam Umer Chapra (2011) tujuan utama syariah adalah “untuk mendorong kesejahteraan manusia, yang terletak pada perlindungan kepada keimanan (din), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (mal) mereka. Apa saja yang menjamin terlindungnya lima perkara ini adalah memenuhi kepentingan public dan diajurkan, dan apa saja yang menciderai lima perkara ini adalah melawan kepentingan publik dan harus dibuang” Kelima aspek di atas telah disepakati oleh para Ulama, sehingga bagi perusahaan kesejahteraan shareholder, stakeholder dan lingkungan sosial merupakan tujuan yang harus dicapai. Maqasid syariah menjadi acuan dan panduan dalam melakukan semua aktifitas kehidupan. Sebagai entitas bisnis yang berorientasi pada profit, bank syariah dituntut untuk tidak hanya mencari keuntungan semata (profit oriented) tanpa mempertimbangkan fungsi dan tujuannya sebagai sebuah entitas bisnis syariah yang berlandaskan pada konsep Al Quran dan Al sunnah (maqasid syari’ah). Sebagai lembaga intermediasi bank syariah ikut berperan 314 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 dalam penyaluran dana masyarakat dan menyalurkannya pada sektor riil dengan kombinasi produk yang ditawarkan sesuai dengan syariah. Pelaksanaan maqasid syari’ah dalam bank syariah telah menjadi perhatian beberapa penelitimuslim. Seperti Mustafa Omar (2008) yang merumuskan pengukuran kinerja keuangan syariah yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip maqasid syari;ah yang disebut dengan syari’ah maqasid index (SMI). Pengukuran SMI diadaptasi dari pemikiran Muhammad Abu Zahrah (1997) dalam kitabnya “Usul Al Fiqh” dimana tujuan dari maqasid syari’ah ada tiga yaitu: tahzib al fard (mendidik manusia), iqamah al ‘adl (menegakkan keadilan), dan jalb al maslahah (kebaikan untuk umat) yang diukur melalui beberapa parameter berdasarkan aspek tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas maka sangat penting suatu perbankan syariah diukur kinerjanya dengan alat ukur yang sesuai dengan keunikan operasionalnya yang berdasarkan prinsip syariah. Penelitian ini akan menganalisis kinerja ke empat bank syariah devisa di Indonesia yang terdiri dari BNI Syariah, Mega Syariah, Muamalat Indonesia dan Mandiri syariah jika ditinjau dari syari’ah maqasid index (SMI) dan dari ke empat bank syariah tersebut bank mana yang sudah mengaplikasikan maqasid syariah dengan baik/pemeringkatannya. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pengerian Maqasid Syari’ah Syariah dalam bahasa Arab secara harfiah berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mesti dilakui. Syaikh Mahmud Syalthut dalam Adiwarman Karim (2009) menyatakan bahwa syariah secara terminologi, adalah peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang Islam sebagai penghubung di antaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia”. Syariah terbagi menjadi dua, yakni ibadah dan muamalah. Hukum asal ibadah adalah segala sesuatunya dilarang dikerjakan kecuali yang ada petunjuknya dalam Quran dan Sunah, cakupan ibadah seperti rukun iman (iman kepada Allah, malaikat, kitab Allah, Rasulullah, kiamat dan Qadha Qadar) dan rukun Islam (syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji). Sedangkan hukum asal muamalat adalah segala sesuatunya diperbolehkan kecuali ada larangan dalam Quran. Bidang muamalah seperti masalah dalam semua sektor kehidupan tak terkecuali seluruh aspek ekonomi. 2.2 Falah sebagai tujuan hidup Ekonomi merupakan bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup seorang muslim adalah mencapai falah. Falah berasal dari bahasa Arab dari kata kerja aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan, kemuliaan atau kemenangan dalam hidup. Untuk kehidupan dunia, falah mencakup tiga hal kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan dan kehormatan. Islam mendefinisikan kesejahteraan didasarkan pandangan yang komprehensif yaitu (Munrokhim Misanam:2009): a. Kesejahteraan holistik dan seimbang meliputi kecukupan materi yang didukung oleh terpenuhinya kebutuhan spiritual serta mencakup individu dan sosial. b. Kesejahteraan di dunia dan akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup di dunia saja, tetapi juga alam setelah kematian. 315 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2.3 Maslahah sebagai paradigma mencapai falah Maslahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Menurut As Shatibi, maslahah merupakan dasar kehidupan manusia terdiri dari lima hal, yaitu agama (dien), jiwa (nafs), intelektual (‘aql), keluarga dan keturunan (nasl) serta material (wealth). Kelima kebutuhan dasar tersebut mutlak harus dipenuhi agar manusia dapat hidup bahagia, jika satu dari kelima kebutuhan tersebut tidak dipenuhi atau tidak seimbang maka kehidupan tidak tercapai dengan sempurna. 2.4 Syari’ah Maqasid Indeks (SMI) Berbeda dengan bank konvensional yang pengukuran kinerja hanya membahaas masalah profitabilitas, solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas yang keseluruhannya berhubungan dengan aspek profit, maka bank syariah yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan bank konvensional. Bank syariah dengan sistem operasional non riba dengan prinsip syariah maka diperlukan suatu alat ukur kinerja yang dapat menghitung unsur syariah bank. Penilaian kinerja perbankan syariah ini dengan mengunakan metode syari’ah maqasid indeks. Metode ini dikemukakan oleh Oemar Mustafa dan Taib (2009) mengembangkan metode SMI dengan mengadaptasi literature syariah dari pemikiran Abu Zaharah (1997). Zahara mengklasifikasikan maqasid syari’ah menjadi tiga tujuan : a. Tahdhib al-Fard (Educating the individual) Makna tahdhib di atas merupakan menyebarkan ilmu pengetahuan dan mengembangkan keahlian untuk meningkatkan nilai spiritual seseorang. Seperti dalam bank syariah harus memberikan pembelajaran dan program pelatihan kepada karyawan agar lebih kompeten dalam memberikan pelayanan jasa. b. Iqamah al-`Adl (Establishing justice) Arti dari adl adalah keadilan. Suatu bank syariah harus mampu berbuat adil dalam aktivitas bisnisnya. Bank syariah harus mampu memastikan bahwa semua modal yang diterima dan dana yang disalurkan terbebas dari unsur riba, penipuan, gharar, maysir, korupsi, dan lain-lain. c. Jalb al-Maslahah (Promotion of public interest) Maksud dari Jalb al-Maslahah adalah pendidikan dimana dapat menjadikan manusia untuk meningkatkan pemahamannya agar bisa bahagia dunia dan akhirat. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, penelitian ini dilakukan dengan mancari data untuk dapat menggambarkan atau mencandra secara faktual suatu peristiwa atau suatu gejala secara apa adanya (Supardi : 2005). Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu laporan keuangan bank syariah devisa selama empat tahun yang dipublikasi dari PT. Bank BNI Syariah, PT Bank Mega Syariah, PT Bank Muamalat Indonesia dan PT Bank Syariah Mandiri. Perusahaan jasa yang diteliti ini harus mempublikasikan laporan keuangan perusahaan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. . Data diperoleh di website resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id). 3.1 Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu melakukan analisis rasio keuangan berdasarkan pada aspek maqasid syari’ah indeks (SMI). Oemar Mustafa et.al merumuskan metode SMI dibagi menjadi beberapa tahapan, tahapan pertama menerjemahkan karakteristik atau dimensi dari maqasid syari’ah dan kemudian melakukan pengukuran dengan melihat pada annual report bank syariah. 316 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Mustafa mengidentifikasi metode SMI ini dalam tiga variabel utama yaitu pendidikan/ pelatihan, menegakkan keadilan, dan maslahah. Dari ketiga variabel tersebut dihasilkan sembilan (9) dimensi dan sepuluh (10) rasio dari maqasid syari’ah. Ke sepuluh rasio tersebut digambarkan dari perhitungan rasio yang dapat diperoleh dari annual report bank syariah. Tabel 1 di bawah ini akan menjelaskan bagaimana cara menguji ketiga variabel maqasid syari’ah menjadi rasio keuangan dalam perbankan syariah. Tabel 1: Dimensi maqasid syari’ah dalam perbankan syariah No 1. 2. 3. Konsep Maqasid Pendidikan dan Pelatihan Menegakkan Keadilan Maslahah Dimensi Elemen D1. Kemajuan Ilmu Pengetahuan Perhitungan Rasio E 1. Dana Pendidikan Dan Pelatihan R 1 . Dana Pendidikan Atau Beasiswa / Total Biaya E 2. Riset/Penelitian R 2. Biaya Penelitian Dan Riset / Total Biaya R 3. Biaya Training / Total Biaya R 4. Biaya Publisitas / Total Biaya D 2. Menanamkan Ketrampilan Baru Dan Memperbaiki Skill D 3. Menciptakan Kesadaran Tentang Perbankan Syariah E 3. Training D 4. Laba Dan Keuntungan Yang Adil E 5. Laba dan Keuntungan Yang adil R 5. Laba (PER) / Pendapatan Bersih Investasi D 5. Produk Yang Murah Dan Layanan Yang Optimal E 6. Bagi Hasil Yang Adil D 6. Menghapuskan Unsur Negatif Yang Berasal Dari Ketidakadilan D 7. Profitabilitas Bank E 7. Produk Bebas Bunga R 6. Pembiayaan Mudharabah Dan Musyarakah / Total Pembiayaan Investasi R 7. Pendapatan Bagi Hasil / Total Pendapatan E4. Publisitas E 8. Rasio Keuntungan D 8. Pembagian Kembali Dari Pendapatan Dan Kekayaan Bank D 9. Melakukan Pembiayaan Di Sektor Riil E 9. Pendapatan Personal 10. Rasio Pembiyaan Di Sektor Rill R 8. Pendapatan Bersih / Total Asset E 9. Pembayaran Zakat / Total Asset E 10. Investasi Di Sektor Ekonomi Riil / Total Investasi 4. Hasil Dan Pembahasan Hasil perhitungan kinerja ke empat bank devuisa syariah tersebut dapat dilihat ke sepuluh dimensi tiap dalam syari’ah maqasid index. SMI akan dibagi menjadi tiga konsep yaitu pendidikan, keadilan dan maslahah. 4.1 Perhitungan Rasio Pertama (Pendidikan) Dalam rasio pendidikan ini terdapat tiga dimensi dan empat elemen. Pada perhitungan dimensi ini akan terlihat masing masing elemen tentang pendidikan masyarakat (beasiswa), penelitian pengembangan bank, training/pelatihan karyawan dan alokasi publisitas atau promosi bank syariah. 317 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 2: Perhitungan rasio pada dimensi kedua syari’ah maqasid index (SMI) BSM BNI Syariah BMI BMS Dana Pendidikan Dan Pelatihan 0.005056 0.02595 0.01618 0 E2 Riset/Penelitian 0.001125 0 0.002481 0 E3 Training dan pelatihan 0.015188 0.061523 0.036788 0.00486 0.03035 0.065125 0.044675 0.008616 E1 E4 Publisitas/promosi Sumber: data diolah 4.1.1. Rasio Dana Pendidikan Dan Pelatihan (E1) Rasio dana pendidikan dan pelatihan ini adalah seberapa besar bank syariah memberikan dana kepada para masyarakat untuk yang dikhususkan untuk pada dunia pendidikan. Rasio ini dapat diukur dengan perbandingan dana untuk pendidikan dengan total biaya yang dikeluarkan perusahaan. Dapat dilihat dari tabel 2 di atas bahwa yang memiliki prosentase terbesar yaitu BNI Syariah dengan 2,5%. BNI syariah memiliki misi memanjukan pendidikan dengan slogan “dari BNI syariah untuk indonesia yang lebih cerdas”. Posisi kedua BMI yaitu 1,6% dan BSM 0,5%. Untuk bank mega syariah dalam laporan keuangan tidak menyebutkan dana yang dialokasikan untuk kependidikan untuk masyarakat sehingga memiliki prosentase 0%. 4.1.2. Rasio Riset/Penelitian (E2) Biaya riset atau penelitian ini memperlihatkan apakah bank syariah tersebut peduli untuk mengembangkan suatu sistem yang lebih baik dengan riset dan teknologi. Dalam data laporan keuangan masing-masing bank diketahui BMI memiliki kepedulian terhadap riset pengembangan tertinggi dengan rasio sebesar 0,2% kemudian bank syariah mandiri sebesar 0,1%. Untuk bank BNI syariah dan mega syariah dalam laporan keuangannya tidak menyebutkan secara spesifik jumlah dana yang dialokasikan untuk pengembangan riset penelitian untuk islamic banking system. 4.1.3. Rasio Training (E3) Program training dan pelatihan dialokasikan juga untuk meningkatkan pendidikan seluruh staff dari bank syariah. Pendidikan atau training yang baik akan terefleksi dari performa layanan dan kinerja yang lebih baik dari para karyawan bank syariah. Dari tabel di atas terlihat bahwa yang memiliki rasio terbesar untuk kegiatan training karyawan adalah bank BNI syariah sebesar 6,2% dari total beban perusahaan dialokasikan untuk kegiatan training. Dan alokasi terendah adalah BSM sebesar 1,5%. 4.1.4. Rasio Publisitas (E4) Publisitas atau promosi merupakan faktor terpenting suatu perusahaan jasa untuk dapat mengedukasi masyarakat akan produk syariah yang ditawarkan, dengan publisitas yang maksimal akan menambah market share perusahaan. Dalam tabel 2 di atas yang memiliki proporsi publisitas atau promosi paling besar adalah bank BNI syariah sebesar 6,5 % dari total beban bank dikeluarkan untuk promosi. BNI syariah telah melaksanakan transparansi informasi produk melalui media cetak seperti leaflet/brosur/spanduk promosi dan 318 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 media elektronik seperti iklan di stasiun tv, radio dan internet, dan didukung dengan kemudahan akses website BNI syariah. Dan proporsi terkecil untuk alokasi promosi adalah BMS yaitu sebesar 0,8% dari beban bank. 4.2. Rasio pada Perhitungan Rasio Untuk Dimensi Kedua Dimensi kedua dari Syari’ah Maqasid Index ini akan mengukur sejauh mana kegiatan investasi yang dijalankan oleh masing-masing bank syariah telah memenuhi unsur keadilan. Penerapan keadilan di sini meliputi tiga elemen yaitu laba keuntungan yang proporsional, bagi hasil yang adil dan produk yang ditawarkan bebas bunga. Tabel 3: Perhitungan rasio dimensi kedua syari’ah maqasid index (SMI) BSM BNI Syariah BMI BMS E5 Laba dan Keuntungan Yang adil 0.124856 0.121499 0.096859 0.112101 E6 Bagi Hasil Yang Adil 0.17788 0.118469 0.337727 0.372427 E7 Produk Bebas Bunga 0.989124 0.982696 1.036757 0.999998 Sumber: data diolah 4.2.1. Rasio Laba Dan Keuntungan Yang Adil (E5) Dalam perhitungan tabel 3 di atas sangat jelas bahwa BSM memberikan kontribusi laba dan keuntungan yang adil terbesar yaitu sebesar 12,5%. Begitujuga dengan BNI Syariah dengan rasio yang hampir sama dengan BMI yaitu sebesar 12,1% dari pendapatan investasi. Dan yang mendapatkan rasio terkecil adalah Bank Muamalat Indonesia sebesar 9,7%. 4.2.2. Rasio Bagi Hasil Yang Adil (E6) Dalam rasio ini memperlihatkan bahwa bank syariah meningkatkan kemampuannya dalam keadilan di bidang sosial dan ekonomi. Hal ini berarti bank syariah berusaha memberikan “fair price” atau jumlah bagi hasil yang adil untuk para nasabah. Rasio terbesar pada rasio bagi hasil yang adil ini adalah bank Mega syariah yaitu sebesar 37%, posisi kedua BMI sebesar 33,7%, posisi ketiga BSM 17,7% dan terakhir BNI syariah sebesar 11,8%. 4.2.3. Rasio Produk Bebas Bunga (E7) Rasio ini mengindikasikan berapa besar bank syariah mengalokasikan dananya untuk investasi bebas bunga dan riba. Dapat dilihat di tabel bahwa ke empat bank syariah sudah mengalokasikan dananya ke investasi halal karena masing masing sudah menyentuh 100%. Namun terlihat dalam data bahwa bank mualamat indonesia memiliki rasio terbesar yaitu 100%,bank syariah mandiri 99%, kemudian bank mega syariah 99%,dan terakhir BNI syariah sebesar 98%. Dapat diasumsikan bank syariah sudah berhati hati terhadap dana yang akan disalurkan ke dalam investasi yang halal. 4.3. Perhitungan Rasio Untuk Dimensi Ketiga Perhitungan rasio terakhir adalah dimensi ketiga yaitu mengukur ke empat bank syariah tersebut dalam menerapkan prinsip maslahah atau kepentingan umum. Dimensi maslahah ini terdiri dari tiga elemen yaitu : 319 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Tabel 4: Perhitungan rasio dimensi ketiga syari’ah maqasid index (SMI) BSM BNIS BMI BMS Profitabilitas Bank 0.073797 0.072412 0.040852 0.06548 E8 0.000327 0.000473 0.000279 0.000438 Pembagian Kembali Dari E9 Pendapatan Dan Kekayaan Bank 0.718724 0.662343 0.697406 0.693929 E 10 Melakukan Pembiayaan Di Sektor Riil Sumber: data diolah 4.3.1. Rasio Pada E8 Keuntungan Bank/ Profitabilitas Bank Dalam rasio ini merupakan prosentase pendapatan bersih bank dengan total asset bank yang menunjukkan kemampuan bank ikut serta dalam memberikan kontribusi kepada proyek pemerintah. Hal ini merupakan kontribusi maslahah bank dalam mengembangkan proyek untuk kesejahteraan umum dan diperuntukkan sektor public. Dari data di atas dapat dilihat bank yang memiliki rasio terbesar adalah BSM yaitu sebesar 7,3%, kemudian bank BNI syariah 7,2%, BMS sebesar 6,4% dan posisi terakhir BMI sebessar 4,1% . 4.3.2. Rasio Pada E 9 Pembagian Kembali Dari Pendapatan Dan Kekayaan Bank Rasio ini merupakan perhitungan jumlah dana sosial yang dibayarkan oleh bank syariah untuk keperluan zakat, infaq dan shodaqoh yang diperuntukkan bagi umat. Rasio ini dimanfaatkan untuk masyarakat yang membutuhkan dan berkekurangan. Dana ini diambil dari perbandingan jumlah zakat yang dibayarkan dengan total asset yang dimiliki bank syariah. Dapat dilihat dari tabel di atas terlihat semua bank syariah masih berada di bawah 1% dalam pembayaran zakatnya. Rasio tertinggi oleh bank BNI syariah sebesar 0,48%. 4.3.3. Rasio Pada E10 Melakukan Pembiayaan Di Sektor Riil Elemen terakhir adalah melakukan pembiayaan di sektor riil, ini merupakan selisih dari investasi yang dilakukan bank yang dikhususkan untuk sektor riil dengan total investasi yang telah dibiayai oleh bank syariah. Ciri khas dari ekonomi syariah yang diusung oleh bank syariah adalah pembiayaan sektor riil dimana bank syariah secara langsung bergerak di bidang pembiayaan perdagangan dan investasi. Yang memiliki prosentase terbesar adalah BSM yaitu sebesar 72%, BMS dan BMI memiliki prosentase yang tidak terlalu jauh yaitu 70% dan yang memiliki proporsi terendah adalah bank BNI syariah sebesar 66%. 4.4. Pemeringkatan maqasid syariah (SMI) pada ke empat bank syariah Setelah didapat rasio dari kesepuluh elemen maqasid syariah index (SMI) maka dapat dijumlahakn dari ketiga dimensi, yatitu D1 (Rasio Pendidikan dan Pelatihan), D2 (rasio keadilan), dan D3 (maslahah). Kesimpulan perhitungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5: Pemeringkatan maqasid syariah index (SMI) Bank BSM BNI Syariah BMI D1 0.051719 0.152598 0.100124 D2 0.322965 0.275291 0.367836 D3 0.792848 0.735228 0.738537 Total 0.291883 0.290779 0.301624 Rangking 2 3 1 BMS 0.013476 0.371132 0.759847 0.286114 4 Sumber: data diolah Dalam tabel 5 terlihat bank yang telah melakukan maqasid syariah tertinggi adalah Bank Muamalat Indonesia dengan prosentase 30%, peringkat kedua adalah Bank Syariah Mandiri (BSM) yaitu 29,2% dan peringkat ketiga Bank BNI syariah 29,1% dan terakhir bank Mega syariah 28%. 320 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 5. Kesimpulan Dan Saran 5.1. Kesimpulan Berdasarkan perhitungan dan pembahasan data-data dari sepuluh dimensi syari’ah maqasid index (SMI) yang terdiri dari tiga dimensi yaitu pendidikan, keadilan dan maslahah yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya adalah sebagai berikut: Perhitungan rasio pertama adalah pendidikan. Dari ke empat bank syariah yang terdiri dari Bank Mandiri syariah, BNI Syariah, Bank Muamalat dan Bank Mega syariah, yang memiliki rasio tertinggi adalah bank BNI syariah dengan rasio 15,3%. BNI syariah memiliki proporsi terbesar dalam memberikan bantuan pendidikan kepada masyarakat (beasiswa), penelitian/riset untuk pengembangan bank, dan pelatihan karyawan tertinggi. Posisi kedua adalah bank Muamalat Indonesia dengan rasio 10%, posisi ketiga bank syariah mandiri sebesar 5,2% dan posisi terakhir adalah bank Mega syariah sebesar 1,3%. Perhitungan rasio kedua adalah keadilan yang meliputi tiga elemen yaitu laba keuntungan yang adil proporsional, bagi hasil yang adil dan produk yang ditawarkan bebas bunga. Posisi pertama adalah bank BMS sebesar 37,1%, posisi kedua BMI sebesar 36,1%, posisi ketiga BSM sebesar 32% dan terakhir adalah BNI syariah 27,5%. Perhitungan rasio ketiga adalah mengukur rasio penerapan prinsip maslahah. prinsip maslahah ini terdiri dari tiga rasio yaitu rasio keuntungan bank dalam kontribusinya mengembangkan proyek pemerintah, proporsi ZIS, dan kontribusi bank syariah dalam memberikan pembiayaan di sektor riil. Dari perhitungan rasio maslahah ini yang berada di posisi pertama adalah BSM sebesar 79,3 %, disusul oleh BMS sebesar 76% serta BNI syariah dan BSM memiliki rasio hampir sama 74%. Kesimpulan dari pemeringkatan perhitungan kesepuluh rasio maqasid syariah adalah peringkat pertama Bank Muamalat Indonesia dengan prosentase 30%, peringkat kedua adalah bank syariah Mandiri yaitu 29,2% dan peringkat ketiga Bank BNI syariah 29,1% dan terakhir bank Mega syariah 28%. 5.2. Saran Untuk mengetahui performa dan daya saing bank syariah secara global, maka penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan variabel rasio keuangan lainnya untuk membandingkan antara kinerja keunagan (kesehatan bank) dengan rasio kinerja keuangan dengan rasio maqashid syariah. Daftar Pustaka Bank Indonesia. 2007. Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Jakarta: Bank Indonesia. Chapra, Umer. 2011. Visi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi: Menurut Maqasid Asy Syariah. Penerjemah : Ikhwan Abidin Basri. Solo Karim, Adiwarman. 2009. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Edisi Ketiga. , Jakarta: RajaGrafindo Persada Lestari, Maharani Ika et al. 2007. Kinerja Bank Devisa Dan Bank Non Devisa Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Proceeding PESAT Auditorium Kampus Gunadarma 21-22 Agustus 2007. Jakarta: Universitas Gunadarma. Muhammad 2005. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press. 321 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Munawir, 1990, Analisis Laporan Keuangan, edisi Kelima, Liberty, Yogyakarta. Mohamed, Mustafa Omar, and Taib, Fauziah. 2010. Testing the Performance Measures Based on Maqasid al-Shari’ah (PMMS) Model on 24 Selected Islamic and Conventional Banks. 2nd Langkawi INSANIAH-IRTI International Conference (LIFE) 2010. Langkawi Pantai Chenang, Kedah, 13-15 December 2010. Mohamed, Mustafa Omar and Syahidawati Shahwan. 2013. The Objective Of Islamic Economic And Islamic Banking In Light Of Maqasid Al-Shariah: A Critical Review. Middle-East Journal of Scientific Research 13. ISSN 1990-9233. IDOSI Publications Mohamed, Mustafa Omar,et al. 2008. The Performance Measures of Islamic Banking Based on the Maqasid Framework. IIUM International Accounting Conference (INTAC IV) held at Putra Jaya Marriott, 25 June. Siegel Joel G. dan Joek Shim. 1994. Kamus Istilah Akuntansi. (Jakarta: PT Elex Media Komputindo). Supardi. 2005. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UII Press. Thuba Jazil and Syahruddin. 2013 The Perfomance Measures Of Selected Malaysian And Indonesian Islamic Banks Based On The Maqasid Al-Shari’ah Approach, jurnal Volume 7 Nomor 2. www.bi.go.id BIOGRAFI PENULIS Penulis Pertama adalah dosen di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Aktif mengajar di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen dengan konsentrasi ilmu Keuangan dan Perbankan Syariah. Beliau mendapatkan gelar Magister Ekonomi Islam (MEI) dari Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2011 dan gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2009. Fokus pengajaran dan penelitian adalah manajemen operasi, manajemen perbankan syariah dan ekonomi Islam. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melalui [email protected]. 322 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 ANALISIS PEMBENTUKAN PORTOFOLIO YANG EFISIEN DENGAN MODEL MARKOWITZ PADA PERUSAHAAN ASURANSI DI INDONESIA Andika Setiawan dan Wafiatun Mukharomah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail: [email protected] Abstract The purpose of this study was to determine how the level of profit expected from each portfolio composition and risk of the each composition and determines the composition of the portfolio which can form an efficient portfolio. The formation of the portfolio by Markowitz model is one model that can be used to form an efficient portfolio. The sampling technique in this study using purposive sampling so that the sample used in this study is AMAG, AHAP, ASRM and ASJT. Data analysis techniques used in this study is the return (profit rate), expected return (expected profit rate), standard deviation and variance (level of risk, correlation coefficient (degree of closeness of the relationship between variables), the expected return on the portfolio and the portfolio risk. Based on calculations that have been done, it can be concluded that an efficient portfolio is a portfolio of stocks between ASRM ASJT 60% and 40% can be selected as an efficient portfolio amounted to 2.54% with a risk of 18.24%. Because it has the advantage of 1.14 time to 1.03 time the risk level of the portfolio between AHAP combination of shares and ASJT. Keywords: Portfolio, Return, Risk,Markowitz Model Pendahuluan Perusahaan asuransi adalah salah satu jenis perusahaan yang ada dipasar modal dan asuransi akan memiliki peran penting dalam pengembangan pasar keuangan di Asean, yaitu menyediakan perlindungan bagi masyarakat, bisnis, dan pemerintah, serta menjadi sumber pendanaan jangka panjang. Pada masa memasuki MEA, maka prsaingan perusahaan semakin berat. Masyarakat harus lebih cerdas berinvestasi, apakah tetap diasuransi atau investasi portfolio dengan bidang lain, isal: manufacture. Berdasarkan riset yang dikeluarkan oleh EU-ABC, penetrasi asuransi di Asean mencapai 3,2% pada 2013 dan berpeluang untuk terus tumbuh di atas penentrasi rata-rata negara berkembang pada saat yang sama sebesar 2,7%. Tidak hanya itu, EU-ABC menilai industri perasuransian memainkan peran penting, yaitu menyediakan perlindungan bagi masyarakat, bisnis, dan pemerintah, serta menjadi sumber pendanaan bagi jangka panjang. Oleh karena itu, pemerintah dinilai harus turut serta dalam mengenjot perkembangan industri asuransi di Asean. Dengan demikian bahwa asuransi semakin penting dalam kehidupan kita, akan tetapi pemilihan asuransi yang kurang tepat, dapat menjadikan masalah baru. Memilih perusahaan asuransi yang salah akan menyita banyak energi untuk menyelesaikan konflik. Kalau yang demikan terjadi, berarti misi pengelolaan risiko gagal. Karena itulah memilih produk asuransi dan perusahaan jasa asuransi yang dapat dipercaya, menjadi sangat penting. Masyarakat pasti akan tertarik berinvestasi pada bidang asuraansi ni, karena kedepannya akan lebih banyak yang membutuhkan. Banyaknya perusahaan asuransi di Indonesia, maka masyarakat harus bisa memilih perusahaan assuransi mana yang credible. Karena investasi adalah penenaman modal jangka panjang yang 323 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 mengandung unsur ketidak pastian, oleh karena itu perlunya analisa yang matang. Menanamkan uang sekarang, berarti uang tersebut dialihkan untuk ditanamkan bagi keuntungan masa depan. Dengan demikan maka pengertian dari investasi dapat dirumuskan sebagai mengkorbankan peluang konsumsi saat ini, untuk mendapatkan manfaat di masa mendatang (Noor, 2009). Manusia pada dasarnya tidak menyukai resiko, padahal investasi apapun tidak akan lepas dari resiko, maka dalam investasi perlunya melakukan portfolio. Dengan membentuk portfolio dalam berinvestasi bertujuan meminimkan resiko yang mungkin ditanggung. Untuk membentuk portofolio yang optimal, investor harus menentukan portofolio yang efisien terlebih dahulu. Portofolio efisien adalah portofolio yang menghasilkan tingkat keuntungan tertentu dengan risiko terendah, atau risiko tertentu dengan tingkat keuntungan tertinggi. Sehingga pemodal harus berusaha memaksimalkan tingkat pengembalian yang diharapkan dari investasi dan risiko yang diterima. Sedangkan portofolio optimal merupakan portofolio yang dipilih seorang investor dari sekian banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio yang efisien. Dengan melakukan analisis portofolio, akan membantu investor dalam mengambil keputasan untuk menentukan portofolio yang lebih efesien dan optimal, dengan tingkat keuntungan yang diharapkan besar dan risiko tertentu, atau dengan risiko terkecil dengan tingkat keuntungan yang diharapkan tertentu. Model Markowitz menekankan pada hubungan return dan risiko investasi, model ini dapat mengatasi kelemahan dari diversifikasi random. Model ini menyakini bahwa penambahan saham secara terus menerus pada satu portofolio, pada suatu titik tertentu akan semakin mengurangi manfaat diversifikasi dan justru akan memperbesar tingakat risiko (Tandelilin, 2010). Penentuan portofolio yang efisien merupakan hal terpenting dalam menentukan portofolio yang optimal. Tinjauan Pustaka Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan atas uang atau dana tersebut (Suhartono dan Qudsi, 2009). Menurut Sunariyah (2003), investasi langsung diartikan sebagai suatu pemilikan surat-surat berharga secara langsung dalam suatu entitas (berwujud) yang secara resmi telah go public dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan deviden dan capital gains. Investasi tidak langsung (Inderect Investment) adalah investasi bukan pada aset atau faktor produksi, tetapi pada aset keuangan, seperti deposito, investasi pada surat berharga (sekuritas), seperti saham obligasi, reksadana dan sebagainya. Manfaat masa depan dari investasi ini lebih dikenal dengan istilah balas jasa investasi, berupa deviden atau capital gain untuk menyederhanakan disebut istilah bunga. Menurut Sembiring (2007), pada jenis investasi tidak langsung, investornya tidak perlu hadir secara fisik, sebab pada umumnya tujuan utama dari investor bukanlah mendirikan perusahaan, melainkan hanya membeli saham dengan tujuan untuk dijual kembali. Tujauan investor disini adalah bagaimana memperoleh hasil maksimal dengan rentan waktu yang tidak terlalu lama sudah bisa meikmati keuntungan. Dengan kata lain jenis investasi seperti ini, yang diharapkan oleh investor adalah capital gains, artinya adanya penghasilan dari selisih antara jual dan beli saham di bursa efek. Menurut Susilo (2000), saham adalah sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Investor dalam berinvestasi mengaharapkan 324 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 adanya pengembalian (Expected Return), besarnya pengembalian yang diharapkan akan diperhitungkan dengan besarnya resiko yang mungkin akan ditanggung. Tingkat pengembalian yang diinginkan investor dapat didefinisikan sebagai tingkat pengembalian minimum yang dibutuhkan yang dapat menarik para investor untuk membeli atau memiliki investasi (Keown, 1999). Sedangkan Menurut Tandelilin (2001), bahwa tingkat pengembalian merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinteraksi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor dalam menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Resiko (Keown ,1999) adalah penyimpangan arus kas yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Semakin besar rentang penyimpangan yang mungkin terjadi, maka akan semakin besar risikonya. Risiko investasi menganalisis kemungkinan tidak tercapainya hasil (keuntungan) yang diharapkan. Tidak tercapainya hasil yang diharapkan tersebut berarti terjadinya penyimpangan atas hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil yang direncanakan (diharapkan). Meskipun investasi selalu ada resikonya, tetapi resiko suatu investasi haruslah yang minimum, maka perlunya melakukan inestasi secara portofolio (investasi pada lebih dari satu asset). Investasi secara portofolio adalah salah satu cara investasi untuk menekan resiko yang ditanggung investor, sehingga tidak bembarangan dalam menentukan portofolio, tetapi portfolio yang effisien. Menurut Jogiyanto (2000), portofolio yang efisien (efficient portofolio) didefinisikan sebagai pertofolio yang memberikan return ekspektasi terbesar dengan resiko yang sudah tertentu atau memberikan risiko yang terkecil dengan return ekspektasi yang sudah tertentu. Sedangkan untuk membentuk portofolio yang efisien, kita harus berpegang pada asumsi tentang bagaimana perilaku investor dalam pembuatan keputusan investasi yang akan diambilnya (Tandelilin, 2001). Salah satu asumsi yang paling penting adalah bahwa semua investor tidak menyukai risiko (risk averse). Investor seperti ini jika dihadapkan pada dua pilihan investasi yang menawarkan return yang sama dengan risiko yang berbeda, akan cenderung memilih investasi dengan risiko rendah Menurut Markowitz (1959), risiko portofolio dipengaruhi oleh rata-rata tertimbang setiap risiko aset individual dan kovarians antara aset yang membentuk portofolio. Varians dan standar deviasi dari return merupakan ukuran umum risiko. Risiko portofolio juga dapat diukur dengan besarnya standar deviasi atau varian dari nilai-nilai return sekuritas-sekuritas tunggal yang ada di dalamnya. Risiko portofolio mungkin akan menurun sesuai dengan banyaknya saham yang berbeda ditambahkan, dapat dikurangi dengan menggabungkan beberapa sekuritas tunggal ke dalam bentuk portofolio (Jogiyanto: 2003). Penelitian Terdahulu 1. Cristian (2013), melakukan penelitian mengenai “Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Pada Tiga Saham Perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia Berdasarkan Metode Markowitz Terhadap Keputusan Investasi”. Penelitian ini menggunakan tiga sampel yang dimulai dari periode Maret 2010-2012. Hasilnya yaitu: investor yang menyukai risiko (risk seeker) dapat memilih portofolio ke-4 sebagai portofolio yang efisien, dengan proporsi dana saham Zebra Nusantara 50%, saham Panorama Transportasi 15%, saham Steady Safe 35% karena mempunyai return ekspektasi terbesar yaitu 0,0662 dengan risiko sebesar 0,5597. Sedangkan untuk investor yang tidak menyukai risiko (risk averse) dapat memilih portofolio ke-5 sebagai portofolio yang efisien, dengan proporsi saham ZBRA 20%, WEHA 50%, dan SAFE 30% menghasilkan expected return 3,82% dan risiko sebesar 36,73%. Karena mempunyai risiko terkecil dengan return ekspektasi sebesar 0,0382 dan risiko sebesar 0,3674. 325 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 2. Widodo (2015), melakukan penelitian mengenai “Analisis Portofolio Sekuritas Sektor Industri Perbankan Dengan Menggunakan Model Markowitz di Bursa Efek Indonesia (Periode 2010-2014)”. Hasil dari penelitian ini yaitu bagi investor yang menyukai risiko atau investor yang mementingkan tingkat risikonya, maka investor tersebut akan memilih portofolio yang ke-11 sebagai portofolio yang efisien. Sedangkan bagi investor yang tidak menyukai risiko atau investor yang bersifat menghindari risiko, maka investor akan memilih portofolio yang ke- 9 sebagai portofolio yang efisien, karena investor ini memilih portofolio dengan risiko terendah dan menerima tingkat keuntungan terendah pula. Metode Penelitian Berdasarkan data sekunder dari perusahaan asuransi yang terdaftar di BEI periode 2012 – 2014 dan dianalisis dengan menggunakan Metode Markowitz. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menghitung Return (tingkat keuntungan) tiap perusahaan. Menurut Husnan (2003:51) Persamaan yang digunakan adalah dengan rumus sebagai berkut: = ( ‐ ) / atau = ( / ) Keterangan: = Return pada waktu yang diharapkan = Natural logaritm = Harga saham pada akhir periode = Harga saham pada awal periode 2. Menghitung Expect Return (nilai yang diharapkan) saham tiap perusahaan. Menurut Husnan (2003:46) perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ∑ E Keterangan: E = Tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi i = Tingkat keuntungan dari investasi i N 3. = Banyaknya data yang dimiliki Menghitung Risiko (varians dan standar deviasi) investasi tiap perusahaan. Ukuran penyebaran ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kemungkinan nilai yang akan kita peroleh menyimpang dari nilai yang akan diharapkan. Menurut Husnan (2003: 49) perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ∑ atau Keterangan: = Varians = Standar deviasi = Tingkat keuntungan yang telah diperoleh = Tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi i N = Banyaknya peristiwa yang mungkin terjadi 326 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” 4. ISBN: 978-602-361-041-9 Menghitung Koefisien Korelasi harga saham antar perusahaan. Besar kecilnya koefisien akan berpengaruh terhadap risiko portofolio. Menurut (Husnan, 2006: 66) Rumus yang digunakan untuk menghitung korelasi adalah sebagai berikut: ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan: = Koefisien korelasi n = Jumlah observasi X = tingkat keuntungan yang diharapkan dari saham X Y = tingkat keuntungan yang diharapkan dari saham Y 5. Menentukan Proporsi masing-masing saham Proporsi akan dibentuk dengan melihat dari covariannya. Menurut Brigham dan Houston (2001) dimana semakin tinggi covarian maka akan semakin besar pula risiko yang didapatkan. Hasil dari covarian akan dijumlah dan disamakan dengan seratus persen maka akan terbentuk proporsi dari empat sekuritas tersebut. 6. Menghitung Expect Return (tingkat keuntungan yang diharapkan) dari portofolio. Tingkat keuntungan yang diharapkan (expect return) dari portofolio. Menurut Husnan (2003: 56), dapat dihtung menggunakan persamaan sebagai berikut: E ∑ Keterangan: =Tingkat keuntungan yang diharapkan dari portofolio E = Proporsi dana yang diinvestasikan pada saham i =Tingkat keuntungan saham yang diharapkan dari saham i 7. Menghitung Resiko (varians dan standar deviasi) dari portofolio. Menurut (Hartono, 2013: 254) Varians dan standar deviasi dari portofolio dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut: 2 Keterangan: = Varians portofolio = Varian saham 1 = Varians saham 2 = Koefisien korelasi antar tingkat keuntungan saham 1 dan 2 , = Proporsi dana yang di investasikan pada saham 1 dan 2 327 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Hasil Penelitian 1. Perhitungan Return Investasi tiap Sekuritas Berdasarkan hasil perhitungan diatas tingkat keuntungan pada sekuritas PT. Asuransi Jasa Tania Tbk sebesar 1,0976 dan memiliki return tertinggi dari pada sekuritas lain, selama periode 20122014. Hal ini menunjukkan bahwa return yang diterima oleh investor setiap bulan sebesar 1,0976. 2. Perhitungan Tingkat Keuntungan yang Diharapkan (Expected Return) tiap Perusahaan Berdasarkan hasil perhitungan tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) tertinggi pada perusahaan PT. Asuransi Jasa Tania Tbk sebesar 3,05%, sedangkan tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) terendah adalah perusahaan PT. Asuransi Multhi Artha Guna Tbk sebesar 1,38%. 3. Perhitungan Risiko Investasi (varians dan standar deviasi) tiap Perusahaan Berdasarkan hasil perhitungan tingkat risiko tertinggi pada perusahaan PT. Asuransi Ramayana Tbk sebesar 20,06%, sedangkan tingkat risiko terendah adalah perusahaan PT. Asuransi Multhi Artha Guna Tbk sebesar 18,86%. 4. Hasil perhitungan Koefisien Korelasi Berdasarkan pengujian yang dilakukan maka hasil koefisien korelasi sebagai berikut: a. Saham AMAG (Asuransi Multhi Artha Guna Tbk dan Saham ASRM (Asuransi Ramayana Tbk) Koefisien korelasi antara kedua saham ini adalah 0,698 dengan signifikan 0,000 yang menunjukkan hubungan antara keduanya kuat dan searah, karena tingkat signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka ada hubungan yang nyata antara kedua saham tersebut. Hal ini menyebabkan timbulnya hubungan yang kuat antara saham AMAG dan saham ASRM. b. Saham AMAG (Asuransi Multhi Artha Guna Tbk) Saham AHAP (Asuransi Harta Aman Pratama Tbk) Koefisien korelasi antara kedua saham ini adalah 0,799 dengan signifikan 0,000 yang menunukkan hubungan antara keduanya kuat dan searah, karena tingkat signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka ada hubungan yang nyata antara kedua saham tersebut. Hal ini menyebabkan timbulnya hubungan yang kuat antara saham AMAG dan saham AHAP. c. Saham AMAG (Asuransi Multhi Artha Guna Tbk) dan saham ASJT (Asuransi Jasa Tania Tbk) Koefisien korelasi antara kedua saham ini adalah 0,781 dengan signifikan 0,000 yang menunukkan hubungan antara keduanya kuat dan searah, karena tingkat signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka ada hubungan yang nyata antara kedua saham tersebut. Hal ini menyebabkan timbulnya hubungan yang kuat antara saham AMAG dan saham ASJT. d. Saham ASRM (Asuransi Jasa Tania Tbk) dan Saham AHAP (Asuransi Harta Aman Pratama Tbk) Koefisien korelasi antara kedua saham ini adalah 0,795 dengan signifikan 0,000 yang menunukkan hubungan antara keduanya kuat dan searah, karena tingkat signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka ada hubungan yang nyata antara kedua saham tersebut. Hal ini menyebabkan timbulnya hubungan yang kuat antara saham ASRM dan saham AHAP. 328 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 e. Saham ASRM (Asuransi Jasa Tania Tbk) dan ASJT (Asuransi Jasa Tania Tbk) Koefisien korelasi antara kedua saham ini adalah 0,686 dengan signifikan 0,000 yang menunukkan hubungan antara keduanya kuat dan searah, karena tingkat signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka ada hubungan yang nyata antara kedua saham tersebut. Hal ini menyebabkan timbulnya hubungan yang kuat antara saham ASRM dan saham ASJT. f. Saham AHAP (Asuransi Harta Aman Pratama Tbk) dan ASJT (Asuransi Jasa Tania Tbk) Koefisien korelasi antara kedua saham ini adalah 0,691 dengan signifikan 0,000 yang menunukkan hubungan antara keduanya kuat dan searah, karena tingkat signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka ada hubungan yang nyata antara kedua saham tersebut. Hal ini menyebabkan timbulnya hubungan yang kuat antara saham AHAP dan saham ASJT. Penentuan Portofolio Efisien Berdasarkan hasil dari perhitungan expected return portofolio dan standar deviasi dapat diketahui bahwa: a. Kombinasi saham portofolio antara AMAG dan ASRM dengan komposisi proporsi AMAG 60,87% dan ASRM 39,13% diperoleh hasil tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) dari portofolio sebesar 1,7% dan risiko (standar deviasi) portofolio sebesar 17,9%. b. Kombinasi saham portofolio antara AMAG dan AHAP dengan komposisi proporsi AMAG 56% dan AHAP 44% diperoleh hasil tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) dari portofolio sebesar 1,55% dan risiko (standar deviasi) portofolio sebesar 19,14%. c. Kombinasi saham portofolio antara AMAG dan ASJT dengan komposisi proporsi AMAG 70% dan ASJT 30% diperoleh hasil tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) dari portofolio sebesar 1,88% dan risiko (standar deviasi) portofolio sebesar 18,11%. d. Kombinasi saham portofolio antara ASRM dan AHAP dengan komposisi proporsi ASRM 45% dan AHAP 55% diperoleh hasil tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) dari portofolio sebesar 1,97% dan risiko (standar deviasi) portofolio sebesar 18,43%. e. Kombinasi saham portofolio antara ASRM dan ASJT dengan komposisi proporsi ASRM 60% dan ASJT 40% diperoleh hasil tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) dari portofolio sebesar 2,54% dan risiko (standar deviasi) portofolio sebesar 18,24%. f. Kombinasi saham portofolio antara AHAP dan ASJT dengan komposisi proporsi AHAP 64,7% dan ASJT 35,3% diperoleh hasil tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) dari portofolio sebesar 2,23% dan risiko (standar deviasi) portofolio sebesar 17,69%. Simpulan Berdasarkan dari hasil perhitungan keempat portofolio dengan proporsi dana yang berbeda, maka ada dua proporsi dana yang dapat dibandingkan untuk dipilih oleh investor sebagai portofolio yang efisien. Portofolio dana yang akan dibandingkan antara portofolio ASRM dan ASJT dengan portofolio AHAP dan ASJT. Dengan hasil perbandingan yaitu memberikan tingkat keuntungan portofolio ASRM dan ASJT adalah sebesar 1,14 kali dari tingkat keuntungan portofolio AHAP dan ASJT. Dengan tingkat risiko portofolio ASRM dan ASJT adalah sebesar 1,03 kali dari tingkat risiko portofolio AHAP dan ASJT. Sehingga investasi yang dapat dipilih investor sebagai portofolio yang efisien merupakan portofolio antara ASRM dan ASJT, karena tingkat keuntungan portofolio yang diharapkan adalah sebesar 1,14 kalinya dari 329 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 tingkat keuntungan yang diharapkan portotofolio antara AHAP dan ASJT. Dengan tingkat risiko sebesar 1,03 kalinya dari portofolio antara AHAP dan ASJT. Saran Kepada pihak investor diharapkan dapat bermanfaat dalam memilih investasi pada saham perusahan asuransi, saran yang dapat diberikan antara lain: 1. Apabila investor ingin menginvestasikan pada salah satu perusahaan saja maka lebih baik menginvestasikan pada PT. Asuransi Jasa Tania Tbk (ASJT) yang akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan AMAG, ASRM, dan AHAP dan tingkat risikonya tidak terlalu jauh dengan ketiga perusahaan tersebut. 2. Apabila investor ingin menginvestasi jangka panjang, sebaiknya melakukan pemilihan terhadap kinerja portofolio secara terus-menerus terutama risiko dan tingkat keuntungan saham yang akan diperoleh. Daftar Pustaka Brigham, Eugene F dan Houston, Joel F. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga. Husnan, Saud. 2003. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Husnan, Saud dan Eny Pudjiastuti. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Tiga. Cetakan Tujuh. Yogyakarta: BPFE. ________. 2003. Analisis Investasi dan Teori Portofolio. Yogyakarta: Gajah Mada Press. Keown, Arhur J, dkk. 1999. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan terj. Chaerul D. Djakman. Jakarta: Salemba Empat. Noor, Henry Faizal. 2009. Investasi,Pengelolaan Keuangan Bisnis dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat. Jakarta: PT Malta Printindo. Sugiyono. 2007. MetodePenelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Suhartono dan Qudsi, Fadlillah. 2009. Portofolio Investasi dan Bursa Efek. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Susilo, Sri Y, dkk. 2000. Bank dan Keuangan Lain-Lain. Jakarta: Salemba Empat. Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFEYOGYAKARTA. _________________. 2010. Portofolio dan Investasi. Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Kanisius. 330 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 APLIKASI SISTEM INFORMASI VIRTUAL ACCOUNT PADA BUKOPIN CASH MANAGEMENT SYSTEM DALAM IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT Ardi Bayu Herlambang1 dan Joko Santosa2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Pabelan Tromol Pos I Surakarta [email protected] [email protected] Mariyah Al Ghozih3 Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Pabelan Tromol Pos I Surakarta [email protected] Edy Purwo Saputro4 Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Pabelan Tromol Pos I Surakarta [email protected] Abstract In the face of challenges and competition increasingly complex business and competitive required speed and accuracy in managing financial activities. Bank area required to be able to implement total quality management functions in the financial management information system so that customers can perform financial transactions with an easy, safe, fast, accurate, and optimized without having to queue at the bank office. Based integrated services with modern technology and are able to present information and financial performance of real time online much needed customers according to their business profile. Virtual account information system application developed in Bukopin cash management services provide solutions to the banking services that focus on customers by constantly for continous improvement. Many benefits that can be gained by utilizing virtual account application in bukopin cash management, an electronic banking technology that provides a variety of operating convenience and flexibility for users to perform the banking transactions, anytime and anywhere without being bound by space and time. Keywords : Total quality management; continous improvement; customer focus; cash management; virtual account 1. Pendahuluan Sistem informasi memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Sistem informasi memiliki peran dalam menunjang kegiatan bisnis operasional, menunjang manajemen dalam pengambilan keputusan, dan menunjang keunggulan strategi kompetetif organisasi. Dimana sistem adalah satu kesatuan komponen yang saling terhubung dengan batasan yang jelas bekerja bersama-sama untuk mencapai seperangkat tujuan (O’Brien dan Maracas 2010). Sistem informasi adalah kombinasi dari people, hardware, software, jaringan komunikasi, sumber-sumber data, prosedur dan kebijakan yang terorganisasi dengan baik yang dapat menyimpan, mengadakan lagi, menyimpan, dan menyebarluaskan informasi dalam suatu organisasi. Perkembangan produk seiring dengan kebutuhan Customer, namun dalam prakteknya tingkat perkembangan kebutuhan nasabah terkadang lebih cepat dibanding layanan bank. Dalam artian setelah nasabah merasa ada kebutuhan terhadap produk atau layanan baru pihak bank baru menyediakan sehingga layanan atau 331 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 produk tersebut memang benar-benar sesuai dengan kehendak pasar. Bukan semata-mata kehendak bank, apalagi bagi industri perbankan yang tingkat persaingannya sangat ketat. Menyadari kebutuhan nasabah yang semakin beragam, lembaga keuangan menyediakan produk dan layanan untuk memenuhi kebutuhan nasabah salah satunya adalah Cash Management. Cash Management merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan keuangan perusahaan, yaitu dengan jalan mengoptimalisasi pengelolaan dana dan memaksimalkan return dari dana yang dimiliki. Cash Management merupakan solusi layanan perbankan berbasis internet yang memungkinkan nasabah perusahaan melakukan monitoring transaksi keuangan melalui fasilitas online setiap saat. Salah satu contohnya yaitu Bank Bukopin memperkenalkan Bukopin Cash Management (BCM). adalah salah satu produk layanan yang dikeluarkan oleh Bank Bukopin kepada nasabah perusahaan maupun lembaga. Falisitas ini merupakan layanan sistem pengelolaan keuangan perusahaan atau lembaga bersangkutan. Dengan fasilitas tersebut, nasabah dapat melakukan pengelolaan keuangannya secara langsung melalui jaringan online. Banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh dengan memanfaatkan BCM. Sebuah teknologi e-banking yang memberikan berbagai kemudahan dan keleluasaan operasi bagi pengguna untuk melakukan transaksi perbankan, kapanpun dan di manapun, tanpa terikat oleh ruang dan waktu. Transaksi yang dapat diakomodasi bisa meliputi transfer uang (fund transfer), kliring (RTGS), overbooking, blokir, transaksi SWIFT, pembayaran tagihan, pembayaran gaji karyawan, sweep, dan bentuk-bentuk transaksi pelayanan lainnya yang dimiliki oleh Bank Bukopin. Selain itu, BCM juga memungkinkan pengguna untuk melakukan mutasi dari dan antar rekening dalam hitungan waktu hari. 2. Peranan Sistem Informasi O’Brien (2005) menyebutkan bahwa sistem informasi memiliki tiga peranan penting untuk sebuah perusahaan, yaitu mendukung proses operasi bisnis, mendukung pengambilan keputusan para pegawai dan manajernya, dan mendukung berbagai strategi untuk keunggulan kompetitif. Selain itu, menurut O’Brien (2005) fungsi dari sebuah sistem informasi adalah: a) Area fungsional utama yang mendukung keberhasilan bisnis, seperti fungsi akuntansi, keuangan, manajemen opeasional, pemasaran, dan manajemen sumber daya manusia. b) Kontributor penting dalam efisiensi operasional, produktifitas, dan moral pegawai, serta layanan dan kepuasan pelanggan. c) Sumber utama informasi dan dukungan yang dibutuhkan untuk menyebarluaskan pengambilan keputusan yang efektif oleh para manajer dan praktisi bisnis. d) Bahan yang sangat penting dalam mengembangkan produk dan jasa yang kompetitif, yang memberikan organisasi kelebihan strategis dalam pasar global. Peluang berkarier yang dinamis, memuaskan, serta menantang bagi jutaan pria dan wanita. e) Komponen penting dari sumber daya, infrastruktur, dan kemampuan perusahaan bisnis yang membentuk jaringan. Menurut O’brien (1991) tipe sistem informasi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu Operational Support Sistem (OSS) dan Management Support Sistem (MSS). Berikut merupakan penjelasan dari kedua tipe sistem informasi tersebut : 332 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 1) Sistem Pendukung Operasional (Operations Support Systems). Sistem informasi selalu dibutuhkan untuk memproses data yang dihasilkan dan digunakan dalam operasi bisnis. Contohnya sistem pendukung operasional menghasilkan berbagai produk informasi untuk pengguna internal dan eksternal yang tidak menekankan produk informasi spesifik sehingga dapat digunakan oleh manajer. Pengolahan lebih lanjut oleh sistem informasi manajemen biasanya dibutuhkan. Peran sistem pendukung operasional adalah memproses transaksi bisnis, mengontrol proses industri, mendukung komunikasi dan kolaborasi perusahaan, serta mengupdate database perusahaan secara efisien. Sistem pendukung operasional terdiri dari : a) Sistem Proses Transaksi (Transaction Processing Systems). Proses data yang dihasilkan dari transaksi bisnis, mengupdate database operasional, dan menghasilkan dokumen bisnis. Contohnya : proses inventori dan penjualan, sistem accounting. b) Proses Sistem Kontrol (Process Control Systems). Proses monitor dan kontrol industri. Contohnya : penyulingan minyak bumi, pembangkit listrik, sistem produksi baja. c) Sistem Kolaborasi Perusahaan (Enterprise Collaboration Systems) Tim pendukung, kelompok kerja, dan kolaborasi serta komunikasi perusahaan. Contohnya : sistem e-mail, chat, dan video conference. 2) Sistem Pendukung Manajemen (Management Support Systems). Saat aplikasi sistem informasi fokus pada penyediaan informasi dan dukungan untuk keefektifan pembuat keputusan oleh manajer, disebutnya sistem pendukung manajemen. Secara konsep, beberapa tipe major dari sistem informasi mendukung berbagai tanggung jawab pembuat keputusan, yaitu : a) Sistem Informasi Manajemen (Management Information Systems – MIS) Menyediakan informasi dalam bentuk laporan spesifik dan display untuk mendukung pembuat keputusan bisnis. Contohnya : analisis penjualan, performance produksi, dan sistem laporan tren biaya b) Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support Systems – DSS) Menyediakan dukungan interaktif ad hoc untuk proses pembuat keputusan manajer dan profesional bisnis lainnya. Contohnya : pelabelan harga produk, estimasi keuntungan, dan sistem analisis resiko. c) Sistem Informasi Eksekutif (Executive Information Systems – EIS) Menyediakan informasi kritis dari MIS, DIS, dan sumber daya lainnya yang disesuaikan terhadap kebutuhan informasi eksekutif. Selain itu, terdapat 5 aktivitas dasar pengolahan informasi dalam sistem informasi, yaitu sumber daya input data (Input), Pemrosesan Data kedalam Informasi (Processing), Output Produk Informasi (Output), Penyimpanan Data, Model, dan Pengetahuan Sumber Daya (Storage), Kontrol Kinerja Sistem (Control). Sumber daya input data (Input) mencakup data mengenai transaksi bisnis dan transaksi lainnya harus diambil dan disiapkan untuk diproses dengan kegiatan dasar entri data merekam dan mengedit. Pengguna akhir biasanya merekam data tentang transaksi pada beberapa jenis medium fisik, seperti paper, atau memasukkan secara langsung ke dalam sistem komputer. Hal ini biasanya termasuk berbagai kegiatan mengedit untuk memastikan bahwa data yang telah dicatat benar. Saat data dimasukkan harus ditransfer kedalam machinereadable media, seperti disket atau tape hingga saat pemrosesan. 333 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 Penyimpanan Data, Model, dan Pengetahuan Sumber Daya (Storage) adalah sistem komponen utama dari sistem informasi. Penyimpanan merupakan kegiatan sistem informasi yang mana sumber daya data dan informasi disimpan dalam sebuah cara pengorganisasian untuk selanjutnya dipergunakan. Sumber daya data dan informasi yang penting dari sebuah organisasi biasanya disimpan oleh sistem informasi dalam bentuk berikut : a) Database, yaitu proses penyimpanan dan organisasi data yang dibutuhkan oleh perusahaan dan pengguna akhir. b) Basis Model, yaitu menyimpan model konseptual, matematik, dan logika yang menyatakan hubungan bisnis, perhitungan rutin, atau teknik analisis. c) Basis Pengetahuan, yaitu menyimpan pengetahuan berupa subjek dalam berbagai bentuk seperti fakta atau peraturan. Sebuah sistem informasi seharusnya menghasilkan umpan balik mengenai kegiatan input, processing, output, dan storage. Ini merupakan kegiatan kontrol kinerja sistem (Control). Umpan balik ini harus diawasi dan dievaluasi untuk menentukan jika sistem memperlihatkan hasil standar. Aktivitas sistem harus disesuaikan sehingga produk informasinya tepat diproduksi bagi pengguna akhir. 3. Sumber Daya Sistem Informasi Sebuah sistem informasi terdiri dari 5 jenis sumber daya utama yaitu, : 1) Sumber Daya Manusia (Brain Ware) a) Penggunaan akhir (pengguna atau klien). Pengguna akhir adalah orang yang menggunakan produk sistem informasi atau informasi. Pada kenyataannya, sebagian besar dari kita adalah pengguna akhir sistem informasi. b) Spesialis Sistem Informasi. Spesialis adalah orang yang mengembangkan dan mengoperaasikan sistem informasi. Mereka adalah sistem analis, pengembang software, operator sistem, teknikal, dan manajerial lainnya 2) Sumber Daya Hardware Konsep sumber daya hardware termasuk semua peralatan fisik dan material yang digunakan dalam proses informasi. Secara khusus, tidak hanya mesin dan komputer serta peralatan lainnya, tetapi juga semua media data berupa objek berwujud yang dicatat dari lembar kertas ke disket optik atau magnetik. Contoh hardware komputer berdasarkan sistem informasi adalah sistem komputer dan perangkat komputer. 3) Sumber Daya Software Sumber daya software termasuk semua kelompok intruksi pengolahan informasi. Konsep umum perangkat lunak tidak hanya mencakup intruksi pengoperasian yang disebut program, yang secara langsung mengontrol hardware computer, tetapi juga intruksi pengolahan informasi yang disebut prosedur. Berikut contoh sumber daya software : a) Software sistem, seperti program sistem operasi yang mengontrol dan mendukung operasi sistem komputer. Microsoft Windows dan Unix adalah dua contoh dari sistem operasi komputer yang terkenal. 334 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 b) Software aplikasi, merupakan program yang langsung memproses penggunaan komputer oleh pengguna akhir. Contohnya, analisis sales, upah, dan program pengolahan kata. c) Prosedur, merupakan intruksi operasi bagi orang yang akan menggunakan sebuah sistem informasi. 4) Sumber Daya Data Pengertian data lebih dari pada raw material pada sistem informasi. Konsep sumber daya data diperluas oleh manajer dan para professional sistem informasi. Mereka menyadari bahwa data merupakan sumber daya organisasi yang berharga. Konsep data sebagai sumber daya organisasi dihasilkan dalam berbagai perubahan di organisasi modern. Sebelumnya data diambil hasil dari hasil transaksi umum, namun saat ini data disimpan, diproses, dan dianalisis menggunakan aplikasi software canggih yang mengaitkan hubungan kompleks antara penjualan, pelanggan, kompetitor, dan pasar. Data bisa berbagai bentuk, termasuk data alfa numerik yang terdiri dari angka, kata, dan karakter lainnya yang menjelaskan transaksi bisnis dan peristiwa lainnya; data teks yang terdiri dari kalimat dan paragraph dan ditulis dalam komunikasi tertulis; data gambar seperti grafik, fotografi, dan gambar video, data audio, termasuk suara manusia dan suara lainnya. Sumber daya data pada sistem informasi biasanya diorganisir, disimpan, dan diakses oleh berbagai teknologi manajemen sumber daya data kedalam : a) Database yang menyimpan pengolahan dan pengorganisasian data b) Basis pengetahuan yang menyimpan pengetahuan dalam berbagai bentuk seperti fakta, aturan, dan contoh kasus mengenai praktik bisnis yang sukses. 5) Sumber Daya Jaringan Teknologi komunikasi dan jaringan seperti internet, intranet, dan extranet merupakan hal yang penting terhadap kesuksesan bisnis dan perdagangan komersial dari seluruh jenis organisasi dan komputer organisasi berdasarkan sistem informasi. Jaringan telekomunikasi terdiri dari komputer, prosesor komunikasi, dan alat lainnya yang dihubungkan oleh media komunikasi dan dikontrol oleh software komunikasi. Konsep sumber daya jaringan menekankan bahwa teknologi komunikasi dan jaringan merupakan komponen sumber daya yang mendasar dari semua sistem informasi. Sumber daya jaringan termasuk : a) Media Komunikasi. Contohnya kabel fiber optik, microwave, selular, teknologi wireless satelite. b) Infrastruktur Jaringan. Kategori umum ini menekankan bahwa banyak hardware, software, dan teknologi data dibutuhkan mendukung operasi dan penggunaan jaringan komunikasi. Contoh prosesor komunikasi adalah modem dan prosesor internetwork, dan software kontrol komunikasi, seperti sistem operasi jaringan, dan paket browsing internet. 4. Profil PT. Bank Bukopin, Tbk. Bank Bukopin yang sejak berdirinya tanggal 10 Juli 1970 menfokuskan diri pada segmen UMKMK, saat ini telah tumbuh dan berkembang menjadi bank yang masuk ke kelompok bank menengah di Indonesia dari sisi aset. Seiring dengan terbukanya kesempatan dan peningkatan kemampuan melayani kebutuhan masyarakat yang lebih luas, Bank Bukopin telah mengembangkan usahanya ke segmen komersial dan konsumer. Ketiga segmen ini merupakan pilar bisnis Bank Bukopin, dengan pelayanan secara konvensional maupun syariah, yang didukung oleh sistem pengelolaan dana yang optimal, kehandalan teknologi informasi, kompetensi sumber daya 335 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 manusia dan praktek tata kelola perusahaan yang baik. Landasan ini memungkinkan Bank Bukopin melangkah maju dan menempatkannya sebagai suatu bank yang kredibel. Operasional Bank Bukopin kini didukung oleh lebih dari 280 kantor yang tersebar di 22 provinsi di seluruh Indonesia yang terhubung secara real time on-line. Bank Bukopin juga telah membangun jaringan micro-banking yang diberi nama “Swamitra”, yang kini berjumlah 543 outlet, sebagai wujud program kemitraan dengan koperasi dan lembaga keuangan mikro. Dengan struktur permodalan yang semakin kokoh sebagai hasil pelaksanaan Initial Public Offering (IPO) pada bulan Juli 2006, Bank Bukopin terus mengembangkan program operasionalnya dengan menerapkan skala prioritas sesuai strategi jangka pendek yang telah disusun dengan matang. Penerapan strategi tersebut ditujukan untuk menjamin dipenuhinya layanan perbankan yang komprehensif kepada nasabah melalui jaringan yang terhubung secara nasional maupun internasional, produk yang beragam serta mutu pelayanan dengan standar yang tinggi. Keseluruhan kegiatan dan program yang dilaksanakan pada akhirnya berujung pada sasaran terciptanya citra Bank Bukopin sebagai lembaga perbankan yang terpercaya dengan struktur keuangan yang kokoh, sehat dan efisien. Keberhasilan membangun kepercayaan tersebut akan mampu membuat Bank Bukopin tetap tumbuh memberi hasil terbaik secara berkelanjutan. 4.1 Visi Bank Bukopin Menjadi lembaga keuangan terkemuka dalam pelayanan jasa keuangan yang terintegrasi. 4.2 Misi Bank Bukopin 1. Memberikan solusi jasa keuangan yang unggul dan komprehensif yang memenuhi kebutuhan nasabah dalam dunia usaha, individu, dan keluarga. 2. Berperan aktif dalam mengembangkan Usaha Menengah, Kecil dan Mikro yang berdaya saing. 3. Membangun keterlibatan (engangement) karyawan dalam meningkatkan produktivitas untuk kesejahteraan karyawan. 4. Meningkatkan nilai tambah investasi bagi pemegang saham melalui pengelolaan usaha yang pruden. 4.3 Penghargaan dan Pengakuan Tingkat Nasional dan Internasional Tahun 2015 : a) Banking Service Excellence 2015 Penghargaan 7th Best Overall Performance 2015 dari Majalah InfoBank b) Service Quality Award Penghargaan Peringkat ke-2 kategori Banking Service Quality in 2014 dari Institute of Management Studies c) 2015 Banking Service Excelence Penghargaan untuk kategori 7th Best Overall Performance for Commercial Bank dari InfoBank & MRI d) Indonesia WOW Service Excellence Award 2015 Indonesia WOW Service Excellence Award 2015 kategori bank konvensional (BUKU III) area Sumatera dari Markplus Inc. e) Indonesia’s Top 100 Most Valuable Brand 2015 Penghargaan untuk Peringkat ke-47 kategori Most Valuable Indonesian 2015 & awarded for US$ 67 Mil Brand Value & A+ dari Brand Finance, SWA & WIR Global f) Infobank Awards 2015 Penghargaan untuk kategori Best of the best Financial Performance 2000-2015 dari Infobank. 336 Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2016 “Pendekatan Keperilakuan Dalam Riset Manajemen & Bisnis” ISBN: 978-602-361-041-9 g) BSI Certificate of IT Service Management System Penghargaan untuk kategori “Electric Utility Collection System, the Core Banking – Saving System, & the National Clearing System” dari Technical & Organizational Boundaries h) Indonesian Banking Awards 2015 Penghargaan peringkat ke-1 sebagai Best Corporate Communication Performance pada kategori bank BUKU III i) Indonesian Banking Awards 2015 Penghargaan untuk peringkat kedua pada BUKU III dengan Aset mencapai Rp50 – Rp100 Triliun j) Indonesian Banking Awards 2015 Penghargaan Peringkat ke-1 Best Marketing Performance untuk kategori bank BUKU III k) Indonesian Banking Awards 2015 Penghargaan peringkat pertama Best CSR Performance untuk kategori bank BUKU III 5. Bukopin Cash Management System Layanan perbankan elektronis yang memudahkan nasabah dalam melakukan akses inquiry saldo dan transaksi secara Real Time On-Line. Layanan ini dilakukan melalui terminal komputer dari lokasi usaha masingmasing sehingga pengelolaan keuangan menjadi lebih efektif, efisien dan tersentralisasi. Penggunaan BCM aman dan sangat fleksibel karena dapat disesuaikan dengan kebutuhan transaksi perusahaan, penyajian informasi keuangan terkini (Real Time On-Line). Tingkat keamanan yang berlapis (Multi-Level Security), serta dipadu dengan pemeriksaan transaksi secara berjenjang (Multi-User Authentication). BCM dilengkapi dengan User Id, Password dan Finger Print Reader untuk menjalankan transaksi keuangan. Berikut merupakan beberapa keunggulan Bukopin Cash management system. a) Efisiensi waktu, biaya, administrasi, dan tenaga kerja. b) User friendly dan lengkap. c) Akurasi data / laporan keuangan dan monitoring kinerja keuangan. d) Kecepatan proses transaksi keuangan. e) Pengelolaan arus kas lebih mudah, cepat dan akurat. f) Costumized, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan keuangan nasabah. g) Online – real time 24 jam per hari, 7 hari dalam seminggu, dan 365 hari dalam setahun. h) Jumlah user dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan. i) 6. Akses atau kewenangan atas fitur dan rekening dapat ditentukan sendiri oleh nasabah. Total Quality Management, Continou