Rancang Bangun Sistem Integrasi Pengolahan dan Pengelolaan

advertisement
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
ORAL PRESENTATION
Rancang Bangun Sistem Integrasi Pengolahan dan Pengelolaan
Data Penginderaan Jauh Satelit Multimisi
Dinari Nikken Sulastrie Sirin1,*), Wismu Sunarmodo1, Ali Syahputra Nasution1,
Hidayat Gunawan1, dan Ayom Widipaminto1
1
Pusat Teknologi dan Data, LAPAN
*)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK-Dalam rangka menjaga kontinuitas ketersediaan data penginderaan jauh satelit untuk mendukung program
Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN), telah dilakukan rancang bangun sistem integrasi pengolahan dan
pengelolaan data penginderaan jauh satelit multimisi. Sistem integrasi meliputi berbagai data penginderaan jauh satelit
yang diakuisisi langsung oleh stasiun bumi LAPAN, di Parepare dan Rumpin, antara lain data satelit Terra, Aqua,
SPOT, Landsat 7, dan Landsat 8 (LDCM). Sistem pengolahan data satelit multimisi yang dikembangkan terbagi
menjadi 3 bagian utama, yakni data ingestion, data handling (meliputi sistem pengolahan Terra/Aqua, Landsat, dan
SPOT), dan product delivery. Sedangkan sistem pengelolaannya terdiri dari process manager, achive manager, dan
catalogue. Dari rancang bangun yang dilakukan, sistem ini memiliki pengolahan multimisi yang terintergasi yang dapat
melakukan pengolahan terhadap input data hasil akuisisi langsung ataupun yang eksisting, dapat melakukan manajemen
pengolahan data dan memantau proses pengolahan secara real-time, serta dapat melakukan pengarsipan, pencarian dan
pemesanan data secara online.
Kata kunci:sistem integrasi, pengolahan data, pengelolaan data, multimisi
ABSTRACT-To maintain the continuity of the availability of satellite remote sensing data in order to support National
Remote Sensing Data Bank, the integrated data processing and management systems of multimission satellite remote
sensing has been developed. System integration includes various satellite remote sensing data acquired directly by
LAPANground stations, in Parepare and Rumpin, they are Terra, Aqua, SPOT, Landsat 7, and Landsat 8 (LDCM)
satellite data. Multimission satellite data processing system that was developed is divided into 3 main parts, namely the
data ingestion, the data handling (includes Terra/Aqua, Landsat, and SPOT processing systems), and product delivery.
While the management system consists of a process manager, archive manager, and catalog. Of the design is done, the
system has the integrated multimission processing that can perform processing on the input data of the existing or
direct acquisition, can managethe process and monitor data processing real-time, and can perform archiving,
searching and ordering data online.
Keywords: integration system, data processing, data management, multimission
1.
PENDAHULUAN
Kontinuitas ketersediaan data penginderaan jauh satelit menjadi salah satu komponen penting dalam
operasionalisasi Bank Data Penginderaan Jauh (BDPJ) sebagai pusat data (data center) untuk perekaman,
pengolahan, penyimpanan, dan pengelolaan data penginderaan jauh satelit, yang saat ini sedang
dikembangkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Agar dapat menjaga
keberlangsungan ketersediaan data penginderaan jauh satelit tersebut, LAPAN khususnya Deputi Bidang
Penginderaan Jauh, yang merupakan penyedia data penginderaan jauh satelit, dituntut untuk selalu
memperbaharui serta meningkatkan kapasitas dan kemampuan sistem stasiun bumi penginderaan jauh yang
dimilikinya. Peningkatan kapasitas dan kemampuan ini tidak hanya meliputi sistem akuisisi (penerimaan)
saja, tetapi termasuk pula sistem pengolahan dan sistem penyimpanannya (UU No.21 Tahun 2013 tentang
Pengolahan Data, Penyimpanan dan Pendistribusian Data).
Saat ini LAPAN telah memiliki sistem stasiun bumi penginderaan jauh yang terletak di Parepare dan
Rumpin. Kedua stasiun bumi ini telah melakukan akuisisi langsung dan pengolahan berbagai data
penginderaan jauh satelit, di antaranya satelit Landsat, SPOT, Terra dan Aqua. Semua data satelit ini
memiliki sistem pengolahan dan sistem penyimpanan yang berbeda dan terpisah. Berdasarkan hal tersebut,
maka untuk menunjang operasionalisasi sistem BDPJ dibutuhkan suatu sistem terpusat yang dapat
melakukan pengolahan, penyimpanan dan pengelolaan data citra dalam jumlah yang besar.
Makalah ini akan membahas rancang bangun sistem integrasi pengelolaan dan pengolahan data
penginderaan jauh satelit dari beberapa satelit yang berbeda (multimisi), sensor yang berbeda, dan dari
stasiun bumi LAPAN yang berbeda pula. Rancang bangun sistem integrasi pengolahan dan pengelolaan data
- 173 -
Rancang Bangun Sistem Integrasi Pengolahan dan Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Satelit Multimisi (Sirin, D.N.S., et al.)
ini merupakan penggabungan/pengintegrasian sistem pengolahan dan penyimpanan berbagai data
penginderaan jauh satelit ke dalam satu sistem, yang melibatkan pengembangan infrastruktur baik dari
segiperangkat lunaknya maupun perangkat kerasnya, sehingga memungkinkan untuk mengolah atau
menyimpan/mengelola data satelit tersebut dalam satu sistem. Dengan terbangunnya sistem integrasi ini
diharapkan akan semakin mempermudah akses untuk mengendalikan dan memantau sistem pengolahan yang
ada di stasiun bumi LAPAN (Parepare, Rumpin, dan BDPJ). Sistem integrasi pengolahan dan sistem
pengelolaan ini beroperasi secara otomatis dan memiliki sistem pemantauan proses dan katalog yang
berbasis web.
2.
METODE
Metode yang dilakukan dalam penulisan makalah ini dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Pertama
sekali dilakukan kajian, baik dari literatur maupun dari hasil kajian dan rekomendasi yang sudah dilakukan
pada tahun-tahun sebelumnya. Kemudian dilakukan desain atau perancangan sistem dengan membuat
spesifikasi teknis perangkat lunak yang dibutuhkan berdasarkan kondisi yang ada saat ini.
Mulai
Kajian literatur, hasil
rekomendasi
Perancangan sistem
integrasi
Pembangunan sistem
integrasi
Uji coba sistem
integrasi
Analisis sistem
integrasi
Selesai
Gambar 1. Metodologi Rancang Bangun Sistem Pengelolaan dan Pegolahan Data Multimisi Penginderaan Jauh
Satelit
Tahap selanjutnya dilakukan pembangunan sistem integrasi. Setelah itu dilakukan pengujian dengan
melakukan pengolahan data masing-masing satelit yang diakuisisi LAPAN dari bentuk data awal/raw hingga
menghasilkan produk standar L1G dan L1T. Berdasarkan hasil pengujian dilakukan analisis terhadap
masalah-masalah yang terjadi selama pengolahan data, yang bertujuan untuk perbaikan dan pengembangan
sistem integrasi pengolahan dan pengelolaan data di kemudian hari.
3.
HASIL PEMBAHASAN
Perancangan sistem integrasi pengolahan dan pengelolaan data penginderaan jauh satelit multimisiini
melibatkan stasiun bumi penginderaan jauh di Parepare dan di Rumpin, serta BDPJ di Jakarta. Saat ini
stasiun bumi yang berada di Parepare telah beroperasi mengakuisisi dan mengolah data satelit Terra/Aqua,
NPP, SPOT-4, SPOT-5, Landsat 7, dan LDCM. Sedangkan sistem stasiun bumi yang berada di Rumpin telah
beroperasi mengakuisisi dan mengolah data satelit Terra/Aqua, dan LDCM. Seluruh data dan produk hasil
akuisisi dan pengolahan data satelit multimisi yang berasal dari stasiun bumi Parepare dan Rumpin dikirim
ke sistem pengelolaan data (BDPJ) yang ada di Jakarta.
- 174 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
3.1 Sistem pengolahan eksisting
Pada Gambar 2 berikut, terlihat sistem pengolahan data Terra dan Aqua, serta NPP yang terdapat di
LAPAN. Sistem pengolahannya didesain bekerja secara otomatis dan termasuk optional skrip untuk
melakukan ingest data input dari local disc, atau situs FTP dengan fitur IMAPP Virtual Appliance. Produk
data yang dihasilkan antara lain; produk MODIS L1B, MODIS Atmosphere L2, MODIS Land, MODIS
Ocean, dan tampilan quicklook citra L0, browse citra L1B, browse citra L2 Land, dan sebagainya. Data hasil
pengolahan mendekati real-time.
Gambar 2. Arsitektur Sistem Pengolahan Data Terra dan Aqua, serta NPP yang Terdapat di LAPAN
Demikian pula dengan pengolahan data Landsat, sistem pengolahannya didesain bekerja secara otomatis.
Data yang dihasilkan adalah produk Landsat L1G dan L1T, mendekati real-time. Arsitektur sistem
pengolahan data Landsat dan alur kerja sistsem pengolahan data Landsat ditampilkan pada Gambar 3 dan
Gambar 4.
Gambar 3. Arsitektur Sistem Pengolahan Data Satelit Landsat
- 175 -
Rancang Bangun Sistem Integrasi Pengolahan dan Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Satelit Multimisi (Sirin, D.N.S., et al.)
Gambar 4. Alur Kerja Sistem Pengolahan Data Landsat
Berbeda dengan dua sistem pengolahan di atas, pengolahan data SPOT memerlukan operator untuk
menjalankan software pengolahan SPOT. Setelah produk akhir diperoleh, yaitu produk data L1A dan L2A,
operator memindahkan data tersebut ke media CD dan mengirimkannya ke BDPJ Jakarta. Gambar 5 di
bawah ini menunjukkan arsitektur akuisisi dan pengolahan data SPOT,
Gambar 5. Arsitektur Akusisi dan Pengolahan Data SPOT-4
3.2 Sistem Pengolahan Integrasi
Dengan tujuan untuk memudahkan dalam mengendalikan dan memantau tiga sistem pengolahan berbeda
yang ada di stasiun bumi LAPAN dengan lokasi yang berbeda pula, maka dibangunlah suatu sistem yang
dapat mengintegrasikan ketiga sistem pengolahan tersebut. Sistem integrasi pengolahan data satelit multimisi
ini terbagi dalam 3 tahapan utama, meliputi: data ingestion, data handling dan produk delivery. Data
- 176 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
handling terdiri dari sistem pengolahan yang ada saat ini (MODIS Terra/Aqua, landsat/LDCM, dan SPOT),
dan 3 subsistem meliputi process manager, archive manager dan catalogue. Adapunkonsep integrasi sistem
pengelolaan data satelit multimisi di LAPAN dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 6. Konsep integrasi sistem pengelolaan data satelit multimisi di LAPAN
Sebelum pengolahan dilakukan,Process Manager mendelegasikan tugas pengolahan ke processing node
yang sesuai, mengontrol eksekusi prosesor dan menampilkan prosesnya pada antarmuka berbasis web,
sehingga memungkinkan operator atau pengguna memantau proses pengolahan yang sedang berjalan.
Process Managermengontrol alur pengolahan dan mengatur tahapan-tahapan yang diperlukan untuk
menghasilkan satu produk dari data raw. Setelah pengolahan selesai, citra raw beserta produk hasil
pengolahan disimpan ke Archive Manager. Selain sebagai pengaman citra yang disimpan dalam waktu lama,
Archive Managerjuga berfungsi mengontrol akses ke data, mencegah duplikasi data dan memastikan bahwa
data tersedia serta dapat diambil dan dikirimkan ke pengguna. Seluruh produk hasil pengolahan beserta
metadatanya dapat dicari dan ditelusuri pada Catalogue, yang memiliki antar muka berbasis web sehingga
memungkinkan pengguna untuk mencari produk hasil pengolahan berdasarkan pada misi (satelit), sensor,
cakupan daerah, waktu akuisisi dan tutupan awan.
Gambar 7a. Antar Muka Process Manager yang Berbasis Web Fungsi Director
Pada Gambar 7a di atas, terlihat tampilan antar muka berbasis web Process Manager. Pada gambar
tersebut, terdapat beberapa kotak persegi abu-abu dengan penamaan yang berbeda-beda. Kotak-kotak
tersebut merupakan ilustrasi dari prosesor pengolahan untuk masing-masin data satelit. Terlihat juga alur
proses pengolahan yang sedang terjadi, baik pengolahan secara pararel atau pun tunggal. Selain itu, pada
antar muka berbasis web Process Manager juga terdapat informasi mengenai jumlah produk data citra pada
archive (Archive Manager). Sedangkan pada Gambar 7b, terlihat urutan pengolahan yang telah atau sedang
terjadi beserta status pengolahannya. Diberikan warna yang berbeda-beda untuk tiap-tiap status pengolahan
sehingga semakin memudahkan operator atau pengguna dalam memantau proses pengolahan. Keterangan
untuk masing-masing warna tersebut adalah; merah untuk “FAILED”  pengolahan yang gagal, hijau untuk
- 177 -
Rancang Bangun Sistem Integrasi Pengolahan dan Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Satelit Multimisi (Sirin, D.N.S., et al.)
“SUCCEEDED”  pengolahan yang sukses, kuning untuk “HELP”  pengolahan yang bermasalah, serta
abu-abu untuk “BUSY”  pengolahan yang sedang berjalan.
Gambar 7b. Antar Muka Process Manager yang Berbasis Web Fungsi Order
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada antar muka Catalogue (Gambar 8) terdapat fitur-fitur
pencarian sebagai berikut: misi (satelit), sensor, cakupan daerah, serta pengguna dapat memasukkan sendiri
koordinat Latitude dan Longitude yang diinginkan atau langsung memilih daerah yang telah ditentukan,
waktu akuisisi dan persentase tutupan awan.
Gambar 8. Antar Muka Catalogue
4.
KESIMPULAN
Rancang bangun sistem integrasi pengolahan dan pengelolaan data penginderaan jauh satelit multimisi ini
telah diimplementasikan pada tahun 2013 untuk mengolah data satelit dari satelit penginderaan jauh yang
berbeda-beda (multimisi). Sistem integrasi ini memungkinkan operator untuk melakukan pengolahan
beberapa data satelit yang berbeda secara paralel. Sistem ini juga memudahkan operator dalam memantau
- 178 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
proses pengolahan yang sedang terjadi. Kendala yang dihadapi sistem ini adalah kebutuhan akan perangkat
penyimpanan data (storage) yang cukup besar dikarenakan banyaknya data yang diolah dan
disimpan/dikelola. Untuk pengembangan ke depannya, sistem ini mungkin dapat dibuat alat yang plugable
untuk memudahkan integrasi prosesor baru
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, H. (2013). Penguasaan Teknologi dan Rancang Bangun Sistem Stasiun Bumi: Integrasi Sistem Stasiun Bumi
LDCM Parepare dan Rumpin. Pustekdata LAPAN. Jakarta.
Nasution, A.S., Sirin, D.N.S., Gunawan, H., dan Widipaminto, A. (2013). Rancang Bangun Sistem Pengolahan Data
Penginderaan Jauh Satelit Landsat yang Dapat Ditingkatkan untuk Landsat Data Continuity Mission (LDCM).
Jakarta.
Pinkmatter, S. (2013). FarEarther Multi-Mission Management System: Integrator’s Guide.Pretoria, South Africa.
Pinkmatter, S. (2013). FarEarth Multi-Mission Management System: FarEarth as a process management, archiving and
catalogue system for LAPAN. Pretoria, South Africa.
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah
BERITA ACARA
PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2015
Moderator
Judul Makalah
Pemakalah
Jam
Tempat
Diskusi
: Muchammad Soleh, S.T., M.Eng
: Rancang Bangun Sistem Integrasi Pengolahan dan Pengelolaan Data Penginderaan Jauh
Satelit Multimisi.
: Dinari Nikken SulastrieSirin, S.T
: 11.00 – 12.00 WIB
: Meeting Room E-F
:
Fadilah (LAPAN).
Apakah jika terjadi gagal proses bisa di proses kembali?
Berapa porsentase keberhasilnya khususnya pada data Landsat?
Liputan awan hampir seluruh Indonesia untuk data Landsat 8?
Yusron (Teksista – LAPAN)
Apa persamaan katalog system ini dengan katalog pada BDPJN LAPAN?
Bagaimana pengolahan dan pengelolaan sehingga data-data yang ada di bank data tidak lagi terpisah-pisah?
Format data sepertiapa?
Jawaban:
Untuk porsentase keberhasilan proses ulang tergantung dari bagaimana proses tersebut gagal dan jika tidak ada
berhubungan data ( tidak ada distorsi) maka bisa di olah kembali. Liputanawan yang dibwah 20 % dan 50 % tidak dapat
mengcover seluruh indonesia
Sistem ini dapat mensupport BDPJN karena merupakan kumpulan data satelit yang di akusisi di stasiun bumi pare-pare
dan rumpin. Sehingga jika kekurangan data pada BDPJN bisa di tutupi dari data tersebut. Untuk pengolahan hanya
pengolahan standart seperti SPOT hanya sampai level 1b. untuk format penamaan data mungkin di pare-pare ada dki
yang mengindikasikan adanya modifikasi distasiun bumi pare-pare.
- 179 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
ORAL PRESENTATION
Analisis Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh
dari Pemerintah Daerah Periode Januari 2013–September 2015
Andie Setiyoko1,*), dan Yusron1
1
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN
*)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK - Kebutuhan data penginderaan jauh bagi instansi pemerintah di Indonesia mengalami peningkatan pada
tiga tahun belakang ini. Hal tersebut dipicu oleh kebijaksanaan distribusi data penginderaan jauh satu pintu bagi
pemerintah, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. LAPAN dalam hal ini
Pustekdata berusaha untuk dapat melayani permintaan data bagi seluruh instansi pemerintah, baik yang sudah pernah
menggunakan data penginderaan jauh dari LAPAN ataupun yang belum pernah menggunakan. Penelitian ini melakukan
identifikasi pemerintah daerah yang sudah pernah menggunakan data inderaja dari LAPAN dan daerah yang belum
pernah menggunakan data inderaja dari LAPAN dari periode 1 Januari 2013 sampai dengan 23 September 2015.
Berdasarkan data jumlah kabupaten dan kota 2002–2014 dengan sumber Badan Pusat Statistik, terdapat 31 provinsi
yang sudah menggunakan data inderaja dan terdapat 3 provinsi yang belum menggunakan, dan terdapat 146
kabupaten/kota yang sudah menggunakan dan 370 kabupaten/kota yang belum menggunakan. Provinsi dan
kabupaten/kota yang belum menggunakan merupakan sasaran bagi institusi LAPAN untuk sosialisasi terkait
ketersediaan data penginderaan jauh.
Kata kunci: pengguna, data inderaja, pemerintah daerah
ABSTRACT - Remote sensing data requirements for government agencies in Indonesia increased at three years back.
It was triggered by remote sensing data distribution policy for the government, in accordance with the mandate of Law
No. 21 of 2013 on Outer Space. LAPAN particularly Pustekdata seeks to serve requests for data for all government
agencies, both of which have been using remote sensing data from LAPAN or who have never used. This study identifies
local government agencies that have been using the data from the remote sensing LAPAN and others who have never
used the data from the remote sensing LAPAN of the period 1 January 2013 to 23 September 2015. Based on number of
provinces and districts/cities 2002-2014 data from Statistics Indonesia, there are 31 provinces that already use the data
and there are 3 provinces that has not been used it, and there are 146 districts/cities that has been used the data and
370 districts/cities hasn’t been use the data. Provinces and districts/cities who have not used the data are as target for
LAPAN institution for socialization related to remote sensing data availability for their region.
Keywords: user, remote sensing data, local government
1.
PENDAHULUAN
Berdasarkan amanat Undang-Undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, proses distribusi data
penginderaan jauh perlu dilakukan analisis sejauh mana data tersebut telah digunakan untuk seluruh wilayah
di Indonesia, dalam hal ini adalah pemerintah daerah. Pendekatan spasial dilakukan untuk dapat
memvisualisasikan sebaran distribusi data penginderaan jauh dari LAPAN periode Januari 2013 sampai
dengan September 2015 atau triwulan ke-3 tahun 2015, semenjak berlakunya Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 6 Tahun 2012 tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian kualitas, pengolahan dan distribusi
data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi. Setelah berlakunya Inpres tersebut diharapkan seluruh instansi
pemerintah terutama pemerintah daerah dapat memanfaatkan data penginderaan jauh khususnya data resolusi
tinggi.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis distribusi spasial dilakukan untuk melihat sejauh mana
data penginderaan jauh telah dimanfaatkan oleh pemerintah daerah, sesuai dengan analisis dari Kraak, M-J
dimana spatial data handling process diperlukan untuk visualisasi data spasial, mengungkapkan dan
memahami distribusi spasial dan relasinya. Berdasarkan teori Cartographic Visualisation (Taylor, 1994),
visualisasi interaktif merupakan kaitan dari 3 aspek yaitu: cognition (analysis and applications),
communication (new display techniques), dan formalism (new computer technologies), seperti terlihat pada
Gambar 1.
- 180 -
Analisis Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh dari Pemerintah Daerah Periode Januari 2013–September 2015 (Setiyoko,
A, Yusron)
Gambar 1. Skema Cartographic Visualisation
(Sumber: Taylor, 1994)
Perkembangan lebih jauh secara teoritis, peran visualisasi data dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Strategi Visualisasi oleh MacEachren’s (1994)
Pada dasarnya peran visualisasi dapat dijelaskan pada 3 tingkatan seseuai definisi dari MacEachren
(1994), yaitu:
1. Visualisasi dapat digunakan untuk mempresentasikan informasi spasial untuk mendapatkan informasi
tentang kejadian apa dan lokasinya di mana.
2. Visualisasi dapat digunakan untuk proses analisis, seperti melakukan manipulasi data yang diketahui
misalnya: proses overlay, proses combinasi dua atau lebih data untuk melihat relasi satu dengan yang lain.
Analisis ini untuk mengetahui dimana lokasi paling tepat, rute terpendek, wilayah yang belum terjangkau
informasi, dan lain-lain.
3. Visualisasi dapat digunakan untuk proses eksplorasi untuk mengetahui pola terkait studi yang dilakukan.
Pada tulisan ini akan dilakukan visualisasi pemerintah daerah mana saja yang sudah menggunakan data
penginderaan jauh ke LAPAN sesuai Inpres Nomor 6 Tahun 2012. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat
mempermudah pengambil kebijakan untuk meningkatkan distribusi data penginderaan jauh yang bisa
dilakukan dengan sosialisasi atau penyebaran informasi ke bagian wilayah yang belum menggunakan data
penginderaan jauh.
2.
METODE
Dalam rangka melakukan analisis distribusi spasial dilakukan proses inputing data dari basis data
pelayanan data Pustekdata LAPAN dari tahun 2013, 2014, dan 2015 (hingga triwulan 3). Proses inputing
data dan pengolahan berupa proses sort dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel Worksheet. Data
- 181 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
lain yang digunakan adalah data spasial batas wilayah provinsi dan kabupaten/kota dengan sumber Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, dimana update batas wilayah provinsi sudah diolah menjadi 34 provinsi,
sedangkan batas kabupaten/kota sejumlah 497 kabupaten/kota.
Data tabular pelayanan data kemudian dilakukan penyamaan id dengan data spasial batas wilayah.
Setelah kedua data sesuai id-nya, kemudian dilakukan proses join table dengan menggunakan perangkat
lunak ArcMap. Variasi kelas data diaplikasikan sesuai atribut sudah menggunakan data atau belum
menggunakan data penginderaan jauh. Setelah itu dilakukan visualisasi dan analisis lanjut.
3.
HASIL PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengolahan, terdapat 31 instansi provinsi yang sudah menerima data penginderaan jauh
dari 34 pemerintah provinsi di Indonesia. Sehingga dapat disampaikan 91% pemerintah daerah setingkat
provinsi sudah menggunakan data penginderaan jauh dari Pustekdata LAPAN pada tahun 2013 sampai
dengan triwulan 3 tahun 2015. Sedangkan untuk pemerintah daerah kabupaten/kota pada rentang waktu
tersebut, terdapat 146 instansi pada pemerintah daerah kabupaten/kota yang telah menggunakan dan
menerima data penginderaan jauh dari 516 pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Dengan
demikian dapat disampaikan baru terdapat 28% pemerintah kabupaten/kota yang sudah menggunakan data
penginderaan jauh dari Pustekdata LAPAN pada rentang waktu tersebut.
Visualisasi distribusi spasial penggunaan data penginderaan jauh provinsi seperti pada Gambar 3.
120°0'0"E
130°0'0"E
110°0'0"E
120°0'0"E
130°0'0"E
140°0'0"E
0°0'0"
5°0'0"S
5°0'0"S
0°0'0"
5°0'0"N
110°0'0"E
5°0'0"N
100°0'0"E
Belum akses data
10°0'0"S
10°0'0"S
Legenda
Legenda
Belum akses data
1 kali akses data
1 kali akses data
kali
atau
22
kali
atau
lebihlebih
aksesakses
data
100°0'0"E
data
Sources: Esri, USGS, NOAA
140°0'0"E
Gambar 3. Distribusi Provinsi yang Menggunakan Data Penginderaan Jauh Pustekdata LAPAN
(Januari 2013–September 2015)
Sesuai data yang diolah, hampir seluruh pemerintah provinsi sudah pernah menggunakan data penginderaan
jauh dari Pustekdata LAPAN. Pada rentang waktu tersebut, hanya ada 3 provinsi yang belum menggunakan
data tersebut, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Bali dan Provinsi Maluku.
Visualisasi distribusi spasial penggunaan data penginderaan jauh pada level kabupaten/kota seperti pada
Gambar 4.
- 182 -
Analisis Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh dari Pemerintah Daerah Periode Januari 2013–September 2015 (Setiyoko,
A, Yusron)
120°0'0"E
130°0'0"E
100°0'0"E
110°0'0"E
120°0'0"E
130°0'0"E
140°0'0"E
0°0'0"
5°0'0"S
10°0'0"S
10°0'0"S
5°0'0"S
0°0'0"
5°0'0"N
110°0'0"E
5°0'0"N
100°0'0"E
Sources: Esri, USGS, NOAA
140°0'0"E
Gambar 4. Distribusi Kabupaten/Kota yang Menggunakan Data Penginderaan Jauh Pustekdata LAPAN
(Januari 2013 – September 2015)
Sesuai data yang diolah, terdapat 370 pemerintah kabupaten/kota yang belum melakukan permintaan
data penginderaan jauh dari Pustekdata LAPAN pada rentang waktu Januari 2013 hingga September
2015. Sesuai dengan visualisasi distribusi spasial pada Gambar 4, pada Tabel 1 dapat dilihat
persentase instansi pemerintah kabupaten/kota per provinsi yang telah melakukan permintaan dan
menerima data penginderan jauh dari Pustekdata LAPAN.
Tabel 1.Persentase Pemerintah Kabupaten/Kota Per Provinsi yang Menggunakan
Data Penginderan Jauh Pustekdata LAPAN
Legenda
Belum akses data
1 kali akses data
2 kali atau lebih akses data
No
Provinsi
Pemerintah kabupaten/kota
yang menggunakandata inderaja
(%)
26
1
Aceh
2
Bali
44
3
Banten
38
4
Bengkulu
20
5
DI Yogyakarta
40
6
DKI Jakarta
7
Gorontalo
83
8
Jambi
45
0
9
Jawa Barat
65
10
Jawa Tengah
29
11
Jawa Timur
16
12
Kalimantan Barat
36
13
Kalimantan Selatan
46
- 183 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
No
Provinsi
Pemerintah kabupaten/kota
yang menggunakandata inderaja
(%)
57
14
Kalimantan Tengah
15
Kalimantan Timur
50
16
Kalimantan Utara
50
17
Kepulauan Bangka Belitung
71
18
Kepulauan Riau
29
19
Lampung
20
Maluku
21
Maluku Utara
33
22
Nusa Tenggara Barat
10
23
Nusa Tenggara Timur
14
24
Papua
17
25
Papua Barat
18
26
Riau
67
27
Sulawesi Barat
80
28
Sulawesi Selatan
58
29
Sulawesi Tengah
27
30
Sulawesi Tenggara
33
31
Sulawesi Utara
13
32
Sumatera Barat
16
33
Sumatera Selatan
27
34
Sumatera Utara
0
18
6
Provinsi dengan persentase pemerintah kabupaten/kota yang menggunakan data penginderaan jauh 3
tertinggi adalah Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan provinsi, yang
pemerintah kabupaten/kota-nya yang belum melakukan menggunakan data penginderaan jauh ada 2, yaitu
Lampung dan DKI Jakarta meskipun pemerintah provinsi keduanya sudah menggunakan data penginderaan
jauh dari Pustekdata LAPAN.
4.
KESIMPULAN
Sesuai hasil analisis yang dilakukan maka, persentase pemerintah provinsi yang menggunakan data
penginderaan jauh dari Pustekdata LAPAN pada rentang waktu Januari 2013 hingga September 2015 sangat
tinggi, dengan hanya terdapat 3 provinsi yang belum melakukan permintaan data pada rentang waktu
tersebut. Sedangkan persentasi pengguna dari pemerintah kabupaten/kota masih sedikit, hanya 28%
pemerintah kabupaten/kota yang menggunakan data penginderaan jauh dari Pustekdata LAPAN pada rentang
waktu tersebut. Ke depan diharapkan Pustekdata LAPAN dapat meningkatkan sosialisasi ketersediaan data
penginderaan jauh kepada seluruh pemerintah daerah baik setingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Hal
tersebut dapat dilaksanakan melalui media atau menjadikan pemerintah provinsi sebagai simpul data
penginderaan jauh bagi pemerintah kabupaten/kota di wilayah masing-masing.
Pada penelitian lebih lanjut diharapkan terdapat kajian dengan melibatkan informasi ketersediaan data
penginderaan jauh untuk wilayah Indonesia pada beberapa resolusi serta area citra yang sudah
terdistribusikan pada rentang waktu tertentu.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Kapustekdata, Kabid Bank Data dan Tim Pelayanan Bidang Bank
Data yang memfasilitasi kegiatan dan pengumpulan data terkait pelayan data.
- 184 -
Analisis Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh dari Pemerintah Daerah Periode Januari 2013–September 2015 (Setiyoko,
A, Yusron)
DAFTAR PUSTAKA
Barceló, J.A., dan Maximiano, A. (2008). Some Notes Regarding Distributional Analysis of Spatial Data. Cited in
http://archiv.ub.uni-heidelberg.de. [21 Oktober 2015]
Katy, B., William, H., Miaw, R., dan Sy, L. (2015). Visualizing the Spatial and Temporal Distribution of User
Interaction Data Collected in Three-Dimensional Virtual Worlds.
Gilberto, C., Miguel, M.A., Druck, F.S., dan Sá, C.M. (2015). Spatial Analysis and GIS: A Primer. Cited in
http://www.dpi.inpe.br.
Gatrell, A.C., Bailey, T.C., Diggle, P.J., dan Rowlingson, B.S. (1996). Spatial Point Pattern Analysis and Its
Application in Geographical Epidemiology. Trans Inst Br Geogr NS 21 256–274 1996.ISSN 0020-2754 © Royal
Geographical Society (with the Institute of British Geographers).
Sheryl, K. (2007). The geospatial Distribution of Employment: A New Visual Asset. Monthly Labor Review. Cited in
http://www.bls.gov. [23 Oktober 2015]
Naresh, K. (2003). Mapping Spatial and Statistical Distributions in a Choropleth. Arcuser. Cited in www.esri.com. [21
Oktober 2015]
Kraak, M.J. (1999). Visualising spatial distributions. Cited in http://www.geos.ed.ac.uk. [21 Oktober 2015]
Rob, M.A. (2003). Applications of Geographical Information Systems in Understanding Spatial Distribution of Asthma.
Informing Science Journal Case Studies. Section Editor: John Paynter.
Hanan, S. (1995). Spatial Data Structures. Ap-pears in Modern Database Systems: The Object Model, Interoperability,
and Beyond, W. Kim, ed., Addison Wesley/ACM Press, Reading, MA.
Topraka, D., dan Erdoğan, S. (2007). Spatial Analysis of The Distribution of Typhoid Fever in Turkey. Cited in
http://www.isprs.org/proceedings/XXXVII.
Vrecar, S. (2002). Distribution of Spatial Data. Cited in http://www.ec-gis.org. [21 Oktober 2015]
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah
BERITA ACARA
PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2015
Moderator
Judul Makalah
Pemakalah
Jam
Tempat
Diskusi
: Ayom Widipaminto, S.T., M.T.
: Analisis Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh dari Pemerintah Daerah Periode 1
Januari 2013 - 23 September 2015
: Andie Setiyoko
: 15.30 – 16.30 WIB
: Meeting Room E-F
:
Budhi Gustiandi (Pustekdata– LAPAN).
Apakah yang dimaksudkan dengan kata “akses” pada presentasi Anda? Apakah artinya pemerintah daerah mengakses
situs web BDPJN LAPAN atau melakukan pemesanan data? Atau memang dari tim Anda yang menerima masukan atau
feedback dari pemerintah daerah tersebut?
Gusti Darma Yuda (Pustekdata– LAPAN)
Apa yang menyebabkan pengguna dari pemerintah kabupaten kota masih sedikit? Apakah karena masalah teknis atau
pemanfaatan katalog BDPJN yang masih rendah atau sosialisasi LAPAN yang kurang, sehingga 72% pemerintah
kabupaten kota tidak/kurang mengetahui LAPAN sebagai penyedia data penginderaan jauh?
Jawaban:
Yang dimaksud dengan “akses data” di sini adalah sesuai dengan Inpres No. 6 yaitu ketika user mengirim surat
meminta data, kemudian data diberikan beserta tanda terimanya yang menandakan proses sudah selesai. Penulis
menyadari adanya kesalahan penggunaan kata “akses” dalam presentasi ini sehingga menimbulkan kerancuan
pemahaman.
Menurut penulis hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi, khususnya kepada pemerintah kabupatenkota. Sehingga
kedepannya diharapkan hal ini dapat menjadi bahan bagi para pengambil kebijakan untuk lebih meningkatkan
sosialisasi.
Kesimpulan Moderator:
Pada intinya, Pustekdata berkomitmen menyediakan data penginderaan jauh baik dari sisi stasiun bumi, pengolahan,
pelayanan, dan lain sebagainya. Untuk itu sesuai dengan Inpres No. 6 dan UU No. 21, Pustekdata akan terus melakukan
kegiatan riset dalam rangka mendukung amanat tersebut.
- 185 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
ORAL PRESENTATION
Percepatan Proses Publikasi Data di Katalog Bank Data
Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) dengan Parallel Programming
Anis Kamilah Hayati1,*), dan Riyan Mahendra Saputra1
1
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN
*)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK - Sistem Katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) adalah suatu sistem yang dibangun
untuk memenuhi tugas Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam hal pendistribusian data citra.
Sistem tersebut mencakup proses produksi data citra penginderaan jauh hingga bisa dimunculkan dalam tampilan
katalog BDPJN. Saat ini Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh (Pustekdata) LAPAN memiliki target agar setiap
data citra penginderaan jauh yang telah berhasil diakuisisi oleh LAPAN dapat terpublikasikan dalam sistem katalog
BDPJN dalam jangka waktu dua hari. Pada sistem yang telah dibangun, proses produksi data citra yaitu proses prepare
berlangsung secara serial. Untuk jenis data tertentu, proses prepare yang berjalan secara serial tersebut memakan waktu
yang cukup lama hingga tidak bisa memenuhi target publikasi dua hari setelah waktu akuisisi. Tulisan ini mencoba
mengkaji proses prepare dalam sistem katalog BDPJN dengan mengubah proses yang sebelumnya berjalan secara serial
menjadi paralel dengan tujuan memenuhi target publikasi dua hari setelah waktu akuisisi. Pada tulisan ini digunakan
data SPOT 6 Pankromatik sebagai data percobaan.Hasil percobaan menunjukkan bahwa secara umum penggunaan
parallel programming mampu mempercepat pengolahan dalam proses prepare. Namun demikian masih terdapat hal-hal
yang perlu diperhatikan dan dapat ditingkatkan untuk semakin meningkatkan performansi dari proses produksi sistem
katalog BDPJN ini.
Kata kunci: katalog, data citra, parallel programming
ABSTRACT - National Bank of Remote Sensing Data (BDPJN) catalog system is a system that have been built to fulfill
National Aeronautics and Space (LAPAN) responsibilities to distribute satellite image data. The catalog system
coverthe production process of satellite imagery data so that the data could published and showed up on BDPJN
interface. Currently LAPAN’s Technology and Data Center (Pustekdata) targeting two days for every satellite imagery
data that has been succesfully saved by LAPAN’s acqusition process to be published on BDPJN system catalog. The
satellite imagery production process or so called ‘prepare’ process on BDPJN system held on serial manner, so that
every data processed after the other data has processed completely. For particular imagery data, the prepare process
take too many time so the target to publish imagery data on two days after acquisition cannot becomplied. This paper
try to review satellite imagery data production process with changing the prepare process from serial to parallel to
aims the publication target on two days after acquisition process. This paper used SPOT 6 Panchromatic data as data
experiment. Generally, the experiment shows that parallel programming used in prepare process could accelerate data
production. However there is still lay some issues that need to be concerned to even more enhance the performance
from production process in BDPJN system catalog.
Keywords: catalog, satellite imagery data, parallel programming
1.
PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2013 Pasal 20 ayat (1), LAPAN memiliki kewajiban
menyelenggarakan penyimpanan dan pendistribusian data melalui Bank Data Penginderaan Jauh Nasional
(BDPJN). Untuk itu diperlukan suatu sistem yang mengatur penyimpanan dan pendistribusian data tersebut
dalam suatu mekanisme yang teratur.Pada tahun 2012 LAPAN telah memulai membangun sistem katalog
BDPJN untuk implementasi masterplan IT sehingga memperkuat pemenuhan kewajiban LAPAN pada
Undang-Undang tersebut. Sistem katalog tersebut masih terus dikembangkan untuk semakin meningkatkan
fungsinya.
Data citra pada sistem katalog BDPJN berasal dari beberapa sumber yaitu hasil akuisisi, proses file
transfer, hasil pengadaan, dan data yang berasal dari server penyimpanan lain. Khusus untuk data yang
bersumber dari hasil akuisisi stasiun bumi milik LAPAN, saat ini Pusat Teknologi dan Data Penginderaan
Jauh (Pustekdata) LAPAN memiliki target untuk operasional BDPJN. Target yang ingin dicapai adalah
untuk mempublikasikan data dalam jangka waktu dua hari setelah akuisisi. Untuk memenuhi target tersebut
setiap proses dari katalog BDPJN perlu dikaji untuk mengetahui proses yang bisa ditingkatkan
performansinya.
- 186 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
1.1 Sistem Katalog BDPJN
Proses penyimpanan ke dalam sistem katalog BDPJN dimulai dari akuisisi data citra di stasiun bumi
milik LAPAN. Stasiun bumi tersebut beroperasi setiap hari dengan jumlah data yang diakuisisi berkisar
antara 10-20 data. Data citra tersebut terdiri dari data Landsat 8 level 1, SPOT 6 dan SPOT 7 level ortho.
Data citra tersebut kemudian akan melalui beberapa proses dengan tujuan akhir dipublikasikan ke dalam
katalog BDPJN.
Secara garis besar proses dalam katalog BDPJN dapat dibagi ke dalam beberapa sub bagian seperti
digambarkan pada Gambar 1. Setelah data citra diakuisisi, data citra dari stasiun bumi kemudian dipindahkan
ke dalam storage BDPJN. Kemudian dengan membaca metadata, informasi mengenai data citra dimasukkan
ke dalam basis data. Proses pemindahan ke dalam storage dan memasukkan informasi ke dalam basis data
disebut sebagai proses migrasi dan registrasi.
Informasi mengenai data citra yang masuk ke dalam basis data kemudian diambil untuk proses prepare.
Proses prepare merupakan proses persiapan sebelum data citra dipublikasikan. Inti dari proses ini adalah
membentuk tampilan dari data citra sebelum data citra melalui proses pembuatan footprint dan thumbnail.
Proses selanjutnya adalah proses publishing. Pada proses ini data citra yang telah melalui proses prepare
akan dibuat thumbnail dan footprint-nya. Thumbnail dan footprint inilah yang akan ditampilkan dalam
sistem katalog BDPJN. Selain itu proses ini juga meliputi pendaftaran data citra ke dalam geodatabase
(GDB) sebagai persiapan data citra untuk dipublikasikan sebagai service.
Gambar 1. Proses Produksi Data pada Sistem Katalog BDPJN
Untuk dapat melakukan percepatan pada proses publikasi, setiap proses harus dikaji. Dalam makalah ini
pengkajian lebih dalam dilakukan pada proses prepare. Hal ini dikarenakan proses preparecukup memakan
waktu untuk jenis data citra tertentu yang ukurannya besar.
1.2 Proses Prepare pada Sistem Katalog BDPJN
Ada tiga jenis pekerjaan yang dilakukan pada proses prepare ini. Untuk data-data berbentuk tile, proses
prepare meliputi proses mosaicing. Proses compositing dilakukan agar thumbnail yang akan ditampilkan
dalam katalog BDPJN memiliki komposisi natural colour. Sementara untuk data yang tidak memerlukan
proses mosaicing atau compositing, proses prepare ini hanya melakukan penyalinan dari folder sumber
kefolder tempat data akan diolah.
Proses preparedikerjakan oleh sebuah perangkat lunak. Perangkat lunak tersebut membagi proses prepare
sehingga dilakukan secara terpisah untuk setiap jenis data. Data yang belum diproses prepare dicari dari
basis data hingga terbentuk suatu list kumpulan data. Dari list tersebut kemudian data diambil dari storage
untuk diproses (mosaicing/compositing/copying). Setelah proses mosaicing/compositing/copying selesai hasil
mosaicing/compositing/copying akan disimpan kembali pada storage. Proses selanjutnya, data ditandai pada
basis data bahwa data tersebut telah melalui proses prepare. Hal tersebut dilakukansatu per satu hingga
seluruh data pada list selesai diproses. Gambar 2 menunjukkan algoritma dari perangkat lunak yang
menjalankan proses preparesaat ini.
- 187 -
Judul Tulisan : Percepatan Proses Publikasi Data di Katalog Bank Data PenginderaanJauhNasional (BDPJN) dengan Parallel
Programming (Hayati AK, Saputra RM)
Perangkat lunak proses prepare ini dibuat menggunakan bahasa pemrograman Python dengan interpreter
Python 2.7. Seluruh segmen proses dari perangkat lunak ini dapat dikostumisasi kecuali proses mosaicing
dan compositing. Hal ini disebabkan proses mosaicing dan compositing menggunakan library dari ArcGIS
yaitu ArcPy, sehingga berjalannya proses bergantung pada library tersebut.
Gambar 2. Alur Algoritma Perangkat Lunak dari Proses Prepare
1.3 Tujuan Penulisan
Adanya target Pustekdata untuk mempublikasikan data citra dalam dua hari setelah akuisisi berhasil
membuat setiap proses produksi data pada sistem katalog BDPJN perlu ditingkatkan performansinya,
termasuk proses prepare. Dengan mempelajari perangkat lunak yang menjalankan proses prepare saat ini,
diketahui bahwa setiap segmenpada perangkat lunakberjalan secara berurutan. Dengan demikian setiap data
citra diolah setelah data citra yang lain selesai. Karena setiap task pada perangkat lunak proses prepare
berjalan secara sekuen, maka ada kemungkinanperangkat lunak proses prepare tersebut dapat direkayasa
sehingga berjalan secara paralel. Tulisan ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan percepatan yang bisa
dilakukan pada perangkat lunak proses prepare dengan mengubah proses yang sedianya berjalan secara
sekuen menjadi berjalan secara paralel.
2.
METODE
Untuk mengkaji percepatan yang dapat dilakukan pada perangkat lunak proses prepare, dilakukan
beberapa tahapan. Pertamaadalah mempelajari perangkat lunak proses prepare yang telah ada, kemudian
melakukan percobaan pengaplikasian parallel programming pada perangkat lunak proses prepare dengan
modifikasi agar tidak menggangu operasional produksi data, dan terakhir melakukan pengujian
pengaplikasian parallel programming pada perangkat lunak proses prepare langsung di server operasional.
2.1 Data dan Peralatan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra SPOT 6 Pankromatik yang telah melalui
proses orthorektifikasi. Data tersebut diakuisisi oleh LAPAN sejak tahun 2013 hingga saat ini.Data SPOT 6
Pankromatik yang diakuisisi oleh stasiun bumi LAPAN berformat JPEG2000, adapun ukuran satu data
SPOT 6 Pankromatik bervariasi dari 500MB hingga sekitar 4GB. Data SPOT 6 yang melebihi batas ukuran
tertentu dipecah menjadi beberapa bagian kecil yang disebut “tile”. Setiap tile bisa dibuka secara terpisah
(Astrium, 2013). Untuk menyatukan tile tersebut maka diperlukan mosaicing pada proses prepare.
Bahasa pemrograman yang digunakan adalah Python dengan interpreter Python 2.7. Bahasa tersebut
digunakan karena merupakan bahasa native dari ArcGIS yang digunakan pada pengolahan data sistem
katalog BDPJN. Library Python yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah Parallel Python
(PP).). Processor yang digunakan dalam pengembangan dan pengujian modul adalah AMD Opteron
Processor 6274 dengan RAM 128 GB dan operating system Windows Server 2012 R2 Standard.
Proses prepareyang saat ini berjalan dilakukan pada suatu server dengan AMD Opteron Processor 6274.
Processor tersebut memiliki 16 core dan 16 thread, sehingga bisa beroperasi seolah-olah memiliki 32 core.
- 188 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Ketika perangkat lunak dari proses prepare dijalankan, operating systemmengenalinya sebagai satu proses
dan cukup menjalankannya dengan satu core, hal ini sangat disayangkan karena processor tersebut termasuk
kategori multicore processor. Multicore processor adalah integrated circuit yang padanya disisipkan dua
atau lebih processors untuk meningkatkan performa, mengurangi konsumsi daya, dan untuk
mengefisiensikan beberapa pekerjaan yang diproses secara simultan (Rouse, 2013). Dengan demikian
multicore processor merupakan perangkat keras yang mendukung proses paralel.
2.2 Parallel Programming
Secara sederhana parallel computing adalah penggunaan multi sumber daya komputasi untuk
menyelesaikan masalah komputasional di mana setelah suatu masalah dibagi menjadi beberapa bagian,
bagian-bagian tersebut bisa diselesaikan secara bersamaan dengan instruksi dari setiap bagian dieksekusi
secara simultan di processor yang berbeda dan terdapat mekanisme kontrol (Barney, 2015). Adapun parallel
programming adalah suatu bentuk parallel computing yang diejawantahkan dalam bentuk penulisan
program.
2.2.1 Ketergantungan Data
Untuk mengimplementasikan parallel programming, memahami ketergantungan data adalah hal yang
penting. Misalkan terdapat dua segmen dari perangkat lunakPi dan Pj yang memiliki masukan (input) Ii dan
Ij serta keluaran (output) Oi dan Oj, maka (Bernstein, 1966) menjelaskan bahwa kedua segmen tersebut tidak
saling bergantung dan dapat dijalankan secara paralel jika memenuhi kondisi sebagai berikut:
Ij ∩ Oi = Ø,
Ii ∩ Oj = Ø,
Oi ∩ Oj = Ø.
Gambar 2 menunjukkan perangkat lunak proses prepare sepenuhnya berjalan secara sekuensial. Setiap
keluaran dari suatu segmen menjadi masukan bagi segmen setelahnya. Namun pada loop antara satu data
dengan data lain dalamlist, pengolahan yang dilakukan antara satu dengan data lainnya tidak saling
bergantung sehingga dapat diparalelkan. Dengan memanfaatkan multicore processor pada server, perangkat
lunak dapat dijalankan untuk mengolah banyak data menggunakan processor yang ada.
2.2.2 Amdahl’s Law
Proses yang berjalan secara paralel bernilai optimal jika waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
suatu masalah berbanding lurus dengan jumlah pemrosesnya. Dengan demikian secara sederhana, jika
jumlah core digandakan, waktu yang diperlukan akan berkurang setengahnya. Namun sangat jarang suatu
proses yang berjalan secara paralel mencapai nilai optimal tersebut.
Upaya yang dilakukan untuk mencapai tingkat optimal pada pemrosesan secara paralel adalah sia-sia
kecuali dibarengi oleh pencapaian pada proses sekuensial yang hampir sama besarnya (Amdahl, 1967).
Dengan demikian menurut Amdahl, waktu eksekusi dari suatu perangkat lunak terbagi ke dalam dua kategori
yaitu waktu untuk menyelesaikan segmen proses yang tidak bisa diparalelkan dan waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan segmen proses yang bisa diparalelkan. Dengan demikian berlaku persamaan:
≤
/
………………………………………………………………………………………….(1)
Dimana Wser adalah waktu untuk proses yang berjalan secara sekuen, Wpar adalah waktu untuk proses yang
berjalan secara paralel, P adalah processor yang tersedia untuk mengerjakan proses dan Sp adalah percepatan
yang bisa dicapai untuk jumlah P tertentu. Jika waktu total untuk mengerjakan proses sekuen dan proses
paralel adalah T, dan misalkan f adalah segmen dari proses yang tidak bisa diparalelkan, maka:
= ,
= (1 − ) ……………………………………………………………………..…………………….(2)
Dengan mensubtitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (1) kita dapatkan:
≤
(
)/
……………………………………………………………………………………………..(3)
Seandainya P tidak terbatas, maka:
- 189 -
Judul Tulisan : Percepatan Proses Publikasi Data di Katalog Bank Data PenginderaanJauhNasional (BDPJN) dengan Parallel
Programming (Hayati AK, Saputra RM)
∞ ≤
……………………………………………………………………………………………………(4)
Dengan demikian merujuk pada Amdahl’s Law diketahui bahwa percepatan proses yang berjalan pada
perangkat lunak terbatas pada segmen proses yang tidak bisa diparalelkan meskipun menggunakan
processors dalam jumlah yang tidak terbatas (McCool, 2012).
2.3 Tahap Percobaan
Percobaan dilakukan di lingkungan server namun tidak mengganggu operasional yang sedang
berlangsung. Perangkat lunak proses prepare yang dilakukan saat percobaan mirip dengan perangkat lunak
proses prepare yang digunakan saat operasional dengan tambahan algoritma untuk mengubah beberapa
segmen proses dari sekuensial menjadi paralel. Agar percobaan tidak mengganggu proses operasional,
perangkat lunak proses prepare yang dijalankan saat percobaan hanya melakukan pembacaan pada basis data
tanpa melakukan update atau penulisan. Selain itu, agar tidak mengganggu storage operasional, proses
percobaan ini hanya mengakses data dari storage tanpa melakukan penyimpanan hasil mosaicing kembali ke
dalam storage, hasil mosaicing disimpan dalam disklokal milik server.
Percobaan pertama dilakukan untuk mengetahui hubungan antara ukuran data citra dengan waktu yang
diperlukan untuk proses pengolahan. Untuk itu digunakan data lima buah SPOT 6 Pankromatik dengan
beberapa ukuran. Ukuran yang berbeda diproses satu persatu untuk mengetahui perbedaan waktu yang
digunakan.
Kemudian percobaan dilakukan untuk membandingkan waktu antara segmen proses yang berjalan secara
sekuen dengan segmen proses yang berjalan secara paralel.Untuk itu digunakan data SPOT 6 Pankromatik
dengan ukuran yang relatif sama antara 1.8GB-2.1GB. Jumlah data diubah-ubah dari satu hingga 32 buah
data untuk mengetahui percepatan yang terjadi pada jumlah data yang berbeda. Percobaan juga dilakukan
untuk mengetahui waktu yang diperlukan pada proses yang berjalan secara paralel namun dengan ukuran
data yang berbeda-beda.
Gambar 3. Proses Prepare Secara Sekuensial
Pada perangkat lunak dengan proses yang berjalan secara sekuensial, operating system hanya
membacanya sebagai satu proses hingga hanya satu core CPU yang digunakan. Sementara pada perangkat
lunak dengan proses yang berjalan secara paralel, diharapkan ketika pengolahan pada masing-masing data,
operating system akan membacanya dan membaginya menjadi beberapa proses yang dapat dijalankan dalam
beberapa core secara sekaligus. Perbedaan segmen proses percobaan yang berjalan secara sekuen dengan
paralel secara sederhana digambarkan dalam Gambar 3 dan Gambar 4.
- 190 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Gambar 4. Proses Prepare Secara Paralel
3.
HASIL PEMBAHASAN
Pada percobaan dengan data citra yang memiliki ukuran berbeda, data citradiolah satu persatu untuk
mengetahui perbedaan waktu yang digunakan. Tabel 1 menunjukkan ukuran data citra dan waktu yang
diperlukan untuk pengolahannya. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin besar ukuran data citra,
semakin lama waktu yang diperlukan oleh proses prepare. Hubungan antara ukuran data citra dan waktu
yang diperlukan berbanding lurus ditunjukkan oleh Gambar 5.
Tabel 1. Hubungan Ukuran Data Citra dan Waktu yang Diperlukan untuk Proses Prepare
No
Nama Data Citra
Ukuran Data (MB)
Waktu Proses (Menit)
1
LPN_SP6_P_201310240333567_ORT
545
12
2
LPN_SP6_P_201310240334099_ORT
1048
29.25
3
LPN_SP6_P_201307200237435_ORT
1814
77.3
4
LPN_SP6_P_201310170201157_ORT
3097
128
5
LPN_SP6_P_201309240226375_ORT
4835
232
- 191 -
Judul Tulisan : Percepatan Proses Publikasi Data di Katalog Bank Data PenginderaanJauhNasional (BDPJN) dengan Parallel
Programming (Hayati AK, Saputra RM)
Gambar 5. Hubungan Antara Ukuran Data Citra dan Waktu yang Diperlukan untuk Proses Prepare
(a) Satu Data Citra
(b) Delapan Data Citra
(c) 16 Data Citra
Gambar 6. Jumlah Data Citra yang Diproses dan Perbedaan Performansi yang Ditunjukkan Windows Task
Manager
Pada perangkat lunak dengan segmen proses yang berjalan secara sekuen, operating system membacanya
sebagai satu proses sehingga hanya dialokasikan untuk diolah dalam satu core CPU. Sementara perangkat
lunak yang segmennya berjalan secara paralel, operating system akan membacanya dan mengalokasikan
pengolahannya dalam beberapa core sesuai jumlah data yang akan diproses. Penggunaan beberapa core
secara sekaligus menyebabkan peningkatan performansi dari CPU. Perbedaan performansi CPU yang
ditunjukkan oleh Windows Task Manager digambarkan dalam Gambar 6. Performansi CPU pada perangkat
lunak dengan segmen proses yang berjalan secara sekuen digambarkan Gambar 6 (a).
Tabel 2. Hubungan Jumlah Data Citra dan Waktu yang Diperlukan untuk Proses Prepare
No
Jumlah
Data
Waktu Proses
Secara Sekuen (menit)
Waktu Proses
Secara Paralel (menit)
1
1
75,3
77,3
2
2
153,5
88,1
3
4
324
93,5
4
8
723
103
5
16
1333,4
133,5
6
32
2746,3
291,5
Secara umum percobaan penggunaan perangkat lunakdengan parallel programming menunjukkan
percepatan waktu dibanding perangkat lunak yang segmen prosesnya berjalan secara sekuen. Data yang
digunakan dalam percobaan ini adalah satu hingga 32 data citra SPOT 6 Pankromatik dengan ukuran yang
relatif sama, yaitu antara 1.8GB-2.1GB. Percepatan tersebut berlaku jika data citra yang diolah dalam jumlah
lebih dari satu. Semakin banyak data citra yang diolah, maka semakin banyak waktu yang dihemat oleh
perangkat lunak dengan parallel programming. Tabel 2 dan Gambar 7 menunjukkan perbedaan waktu yang
- 192 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
diperlukan oleh perangkat lunak dengan proses sekuen dan perangkat lunak dengan proses paralel dalam
menyelesaikan pengolahan data citra.
Gambar 7. Hubungan Jumlah Data Citra dan Waktu Pengolahannya
Percobaan lain yaitu menggunakan data citra dengan ukuran yang berbeda-beda. Percobaan menggunakan
perangkat lunak dengan proses sekuen menunjukkan jumlah waktu yang diperlukan adalah waktu total dari
masing-masing waktu pengolahan data citra. Sementara pada percobaan menggunakan perangkat lunak
dengan proses paralel, jumlah waktu yang diperlukan sama dengan waktu pengolahan pada data citra yang
memiliki ukuran paling besar.
Setiap segmen proses pada proses prepare berjalan secara sekuen. Hal tersebut menyebabkan waktu yang
diperlukan baik oleh perangkat lunak dengan proses sekuen maupun paralel hampir sama untuk mengolah
satu data citra. Dengan demikian sesuai dengan Amdahl’s Law, percepatan yang bisa dicapai oleh percobaan
penggunaan parallel programming ini hanya sampai mendekati waktu untuk memproses satu buah data
meski processor yang digunakan memiliki jumlah core yang tidak terbatas.
4.
KESIMPULAN
Percobaan yang dilakukan membuktikan bahwa untuk data citra dengan jumlah lebih dari satu, parallel
programming yang diimplementasikan dalam perangkat lunak proses prepare akan menghemat waktu
pengolahan. Meski demikian jika hanya satu data citra yang diolah maka pemrosesan secara paralel tidak
berpengaruh. Hal tersebut disebabkan alur segmen proses preparepada perangkat lunak percobaan bersifat
tergantung satu sama lain, sehingga output dari satu segmen menjadi input bagi segmen setelahnya. Sehingga
alur algoritma perangkat lunak menjadi sekuensial dan hanya diparalelkan pada saat loop data citra yang
berjumlah lebih dari satu.
Beberapa hal yang bisa dikaji ulang terkait percepatan proses prepare adalah benar-benar mengkaji setiap
segmen proses prepare. Ada kemungkinan beberapa segmen proses pada perangkat lunak proses prepare
dapat diparalelkan, misalnya proses mosaicing yang dilakukan menggunakan library dari ArcGIS. Selain itu,
jika diperhatikan percepatan pada percobaan ini sangat mempengaruhi performansi CPU namun belum
memanfaatkan memory secara maksimal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Rubini Jusuf, M.Sc. atas bimbingannya. Terima kasih
juga penulis tujukan pada tim pengolah data sistem katalog BDPJN, mulai dari akuisisi, migrasi dan
registrasi, sampai publikasi yang telah menyediakan data sebagai sumber penulisan makalah ini.
- 193 -
Judul Tulisan : Percepatan Proses Publikasi Data di Katalog Bank Data PenginderaanJauhNasional (BDPJN) dengan Parallel
Programming (Hayati AK, Saputra RM)
DAFTAR PUSTAKA
Amdahl, G.M. (1967). Validity of the Single Processor Approach to Achieving Large Scale Computing Capabilities.
American Federation of Information Processing Societies (AFIPS) Conference Proceedings (30): 483–485.
Bernstein, A.J. (1966). Analysis of Programs for Parallel Processing. IEEE Transactions on Electronic Computers. EC15 (5): 757–763.
McCool, M., Robinson, A.D., dan Reinders, J. (2012). Structured Parallel Programming: Patterns for Efficient
Computation. Elsevier.
Astrium (2013). SPOT 6 & SPOT 7 Imagery - User Guide. Astrium.
Barney, B. (2015). Introduction to Parallel Computing. Lawrence Livermore National Laboratory. Cited in
https://computing.llnl.gov/tutorials/parallel_comp [7 Oktober 2015]
Rouse, M. (2013). Multi-core Processor Definition. TechTarget. Cited in http://searchdatacenter.techtarget.com/
definition/multi-core-processor [9 Oktober 2015]
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah
BERITA ACARA
PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2015
Moderator
Judul Makalah
Pemakalah
Jam
Tempat
Diskusi
:
: Ir. Rubini Jusuf, M.Si.
: Percepatan Publikasi Data Di Katalog Inderaja dengan Paralel Programing
: Anis Kamilah Hayati
: 13.00 – 15.00 WIB
: Meeting Room E-F (Lt.1)
Wahyu Purwoko (TNI-AL)
Apa kelebihan bahasa pemrograman Python ini dibandingkan dengan bahasa pemrograman lain? Dan mengapa Anda
menggunakan bahasa Python?
Jawaban:
Bahasa Python digunakan karena program yang telah dibuat pada system BDPJN sebelumnya menggunakan bahasa
Python, adapun bahasa Python digunakan karena merupakan bahasa native yang digunakan oleh ArcGIS dan ArcGIS
adalah perangkat yang digunakan pada sistem katalog BDPJN. Kelebihan bahasa Phyton dibandingkan bahasa
pemrograman level tinggi yang lain adalah cukup sederhana dan mudah dipelajari. Selain itu banyak library pemrosesan
GIS yang didukung bahasa Python.
Budhi Gustiandi (Pustekdata, LAPAN)
Dari Tabel hasil dan pembahasan terlihat percepatan itu hanya berlaku pada untuk data > 1 data, mengapa demikian?
Jawaban:
Karena subproses untuk mengolah satu data bersifat sekuen dan tidak bisa dipecah, sehingga waktu untuk mengolah
satu data baik menggunakan proses paralel maupun sekuen memakan waktu yang sama. Paralel pada program yang
dibuat ada pada level proses bukan pada level thread.
Yayat Hidayat (Pustekdata, LAPAN)
Pada proses yang ditampilkan apakah hanya untuk data yang behasil diproses, bagaimana dengan data yang gagal
diproses?
Jawaban:
Perlu digarisbawahi bahwa percobaan dilakukan terpisah dari proses operasional. Data dipilih dan untuk setiap proses
digunakan data yang sama. Pada percobaan pun ada data yang gagal diproses, namun kegagalannya bukan karena
network, namun memang karena datanya error. Sehingga perbandingan waktu antara proses paralel dan sekuen
melibatkan baik data yang berhasil maupun yang gagal diproses.
- 194 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
ORAL PRESENTATION
Otomatisasi Sistem Transfer dan Publikasi Data Citra
Penginderaan Jauh dari Stasiun Bumi ke Katalog Bank Data
Penginderaan Jauh Nasional
Destri Yanti Hutapea1,*), dan Rahmat Rizkiyanto1
1
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN
*)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK - Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh (Pustekdata) LAPAN mempunyai kewajiban untuk
melakukan publikasi data citra penginderaan jauh (inderaja) kepada pengguna sebagaimana disebutkan dalam
Undang-Undang No.21 Tahun 2013 pasal 20 ayat 2 tentang keantariksaan. Untuk memenuhi amanat tersebut,
dibangun sistem katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) yang dapat menampilkan data citra
inderaja. Seiring dengan perkembangan teknologi, dibangun sistem pendukung BDPJN yang dapat
mengoptimalkan waktu publikasi data inderaja. Sistem yang dibuat terdiri dari sistem transfer data dan sistem
publikasi data. Dalam sistem transfer data terdapat proses migrasi dan registrasi data inderaja. Sedangkan dalam
sistem publikasi data terdapat proses pre-processing data dan publikasi data inderaja. Pada sistem yang dibuat,
diterapkan juga proses otomatisasi sehingga keseluruhan proses yang terdapat di masing-masing sistem dapat
berjalan secara otomatis dan terjadwal. Data citra inderaja yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
SPOT 6, SPOT 7 dan Landsat 8 hasil perekaman stasiun bumi Parepare. Dari sistem tersebut, diharapkan data
yang direkam stasiun bumi dapat terpublikasi ke dalam katalog BDPJN dalam waktu 2 hari setelah perekaman
sehingga dapat mendukung kebutuhan pengguna akan data citra inderaja khususnya SPOT 6, SPOT 7 dan
Landsat 8.
Kata kunci: otomatisasi, transfer data, publikasi data, data citra, katalog, SPOT, Landsat
ABSTRACT - Data Center and Remote Sensing Technology (Pustekdata) LAPAN have an obligation to perform
remote sensing image data publication (sensing) to users as mentioned in statute 21 from year 2013 Article 20,
paragraph 2 about Outer Space. To fill the mandate, Pustekdata has built catalog of the National Remote
Sensing Data Bank (BDPJN) that can display remote sensing data. Along with the development of technology,
BDPJN has built supporting system that can optimize the publication time of data on remote sensing. The
system consists of a system made up of data transfer and the data publication system. In the data transfer system
there are migration process and the registration of remote sensing data. While the publication system there are
pre-processing and publication of data on remote sensing process. In the created system, also applied process
automation so that the whole process contained in the respective system can be run automatically and
scheduled. Remote sensing image data used in this research is data SPOT 6, SPOT 7 and Landsat 8 result
acquisition from Parepare ground station. From the system, it is hoped the data acquired ground station can be
published to the catalog BDPJN within 2 days after the acquisition so that it can support the needs of users
particularly remote sensing image data SPOT 6, SPOT 7 and Landsat 8.
Keyword: automation, data transfer, data publication, images, catalog, SPOT, Landsat
1. PENDAHULUAN
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh (Pustekdata) mempunyai beberapa tugas yang
diamanatkan, salah satu diantaranya adalah menjamin kontinuitas ketersediaan data penginderaan jauh
untuk memenuhi kebutuhan strategis nasional. Sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional
(BDPJN) dibutuhkan untuk dapat mengintegrasikan fungsi dari masing-masing unit kerja di
Pustekdata meliputi bagian penerimaan, penyimpanan, pengolahan dan pelayanan/diseminasi data
penginderaan jauh. Dalam menjalankan fungsinya, BDPJN dilaksanakan oleh Bidang Pengembangan
Bank Data, Bidang Teknologi Pengolahan Data, Bidang Teknologi Perekaman dan Stasiun Bumi,
serta Balai Penginderaan Jauh Parepare.
BDPJN merupakan kristalisasi dari bank data penginderaan jauh existing ke yang baru berdasarkan
diskusi dan masukan dari berbagai narasumber. Secara umum, BDPJN didefinisikan sebagai suatu
sistem di bawah Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh yang mempunyai fungsi:
a. Mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan dan mendistribusikan metadata dan data
penginderaan jauh wilayah Indonesia;
- 195 -
Otomatisasi Sistem Transfer dan Publikasi Data Citra Penginderaan Jauh dari StasiunBumi ke Katalog Bank Data
Penginderaan Jauh Nasional (Hutapea, D.Y., Rizkiyanto)
b. Menyediakan data penginderaan jauh (resolusi spasial rendah-tinggi) dengan tutupan awan
minimal/bebas awan setiap tahun untuk seluruh wilayah Indonesia;
c. Menyediakan informasi mengenai kualitas data penginderaan jauh dalam bentuk metadata
dan/atau riwayat data, seperti sistem proyeksi dan sistem koordinat, level koreksi geometri,
level koreksi radiometri, waktu pemotretan, lokasi pemotretan, cakupan pemotretan,
persentase tutupan awan, dan hak cipta;
d. Memberi supervisi terkait pemanfaatan data penginderaan jauh;
e. Memberi masukan kepada Pemerintah terkait kebijakan pengadaan, pemanfaatan, dan
penguasaan teknologi dan data penginderaan jauh satelit;
f. Membangun sistem akses data spasial yang terintegrasi dengan sistem akses Jaringan Data
Spasial Nasional (JDSN) dan menyediakan akses data spasial kepada masyarakat sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku;
g. Menyediakan fasilitas pengolahan data penginderaan jauh bagi para pengguna diluar LAPAN.
Untuk mendukung fungsi BDPJN dan keinginan user akan informasi data citra penginderaan jauh
terbaru, dilakukan pengembangan dari berbagai sisi agar proses pemutakhiran ketersediaan data
penginderaan jauh di katalog BDPJN dapat berjalan optimal. Salah satu pengembangan yang
dilakukan adalah merubah sistem transfer dan publikasi data citra penginderaan jauh yang awalnya
dilakukan secara manual, diubah menjadi otomatis dan terjadwal. Dengan begitu, user dapat
mengetahui ketersediaan data terbaru pada katalog Bank Data Penginderaan Jauh dua hari setelah
waktu perekaman.
2. METODE
2.1 Sistem Bank Data Pengideraan Jauh Nasional (BDPJN)
Sistem BDPJN adalah sistem yang terintegrasi berupa kumpulan software yaitu perangkat lunak
Database Management System (DBMS), perangkat lunak spasial database, perangkat lunak content
management, perangkat lunak geo portal, perangkat lunak operating system, perangkat lunak
VMWare dan perangkat lunak security. Perangkat lunak operating system, VMWare dan security
adalah perangkat lunak pendukung untuk beroperasinya sistem ini secara optimal. Seluruh perangkat
lunak telah diinstalasi dan dikonfigurasi pada perangkat keras BDPJN dengan menggunakan konsep
virtualisasi agar dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada
2.2 Data Citra Penginderaan Jauh
Data citra penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra hasil
perekaman stasiun bumi Parepare yaitu SPOT 6, SPOT 7 dan Landsat 8.
2.2.1 Spesifikasi Data Citra Penginderaan Jauh SPOT 6
Berikut tersaji tabel spesifikasi dari data citra penginderaan jauh SPOT 6:
Tabel 1. Spesifikasi Data Citra SPOT 6
Spesifikasi Teknis Satelit SPOT 6
Resolusi Spasial
Band Pankromatik
Band Multispektral
Akurasi
Kapasitas Perekaman Data
1.5 meter (pankromatik)
6 meter (multispektral)
1 Band (Pankromatik : 450 – 745 nm)
4 Band :
 Band Biru (450 – 525 nm)
 Band Hijau (530 – 590 nm)
 Band Merah (625 – 695 nm)
 Band Inframerah dekat (760 – 890 nm)
< 10 meter
Sampai Dengan 3 Juta Km2 / hari
- 196 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
2.2.2 Spesifikasi Data Citra Penginderaan Jauh SPOT 7
Berikut tersaji tabel spesifikasi dari data citra penginderaan jauh SPOT 7:
Tabel 2. Spesifikasi Data Citra SPOT 7
Spesifikasi Teknis Satelit SPOT 7
Resolusi Spasial
1.5 meter (pankromatik)
6 meter (multispektral)
1 Band (Pankromatik : 450 – 745 nm)
4 Band :
 Band Biru (450 – 525 nm)
 Band Hijau (530 – 590 nm)
 Band Merah (625 – 695 nm)
 Band Inframerah dekat (760 – 890 nm)
< 10 meter
Sampai Dengan 3 Juta Km2 / hari
Band Pankromatik
Band Multispektral
Akurasi
Kapasitas Perekaman Data
2.2.3 Spesifikasi Data Citra Penginderaan Jauh Landsat 8
Citra satelit Landsat 8 dilengkapi dua sensor yang merupakan hasil pengembangan dari sensor
yang terdapat pada satelit-satelit pada program Landsat sebelumnya. Kedua sensor tersebut adalah
sensor Operational Land Manager (OLI) yang terdiri dari 9 band dan Thermal Infrared Sensors
(TIRS) yang terdiri dari 2 band. Berikut adalah spesifikasi 9 band yang terdapat pada sensor OLI :
Tabel 3. Spesifikasi Band Spektral Sensor OLI Citra Landsat 8
Band Spektral
Band 1 – Coastal / Aerosol
Band 2 – Blue
Band 3 – Green
Band 4 – Red
Band 5 – Near InfraRed
Band 6 – Short Wavelength InfraRed
Band 7 – Short Wavelength InfraRed
Band 8 – Panchromatic
Band 9 – Cirrus
Panjang Gelombang
0.433 – 0.453 mikrometer
0.450 – 0.515 mikrometer
0.525 – 0.600 mikrometer
0.630 – 0.680 mikrometer
0.845 – 0.885 mikrometer
1.560 – 1.660 mikrometer
2.100 – 2.300 mikrometer
0.500 – 0.680 mikrometer
1.360 – 1.390 mikrometer
Resolusi Spasial
30 meter
30 meter
30 meter
30 meter
30 meter
30 meter
30 meter
15 meter
30 meter
Berikut adalah spesifikasi 2 band yang terdapat pada sensor TIRS :
Tabel 4. Spesifikasi Band Spektral TIRS Citra Landsat 8
Band Spektral
Band 10 – Long Wavelength Infrared
Band 11 – Long Wavelength Infrared
Panjang Gelombang
10.30 – 11.30 mikrometer
11.50 – 12.50 mikrometer
Resolusi Spasial
100 meter
100 meter
2.3 Spesifikasi Sistem
Peralatan hardware dan software yang digunakanpada sistem transfer dan publikasi data BDPJN
adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Spesifikasi Sistem
No.
1.
Nama Proses
Transfer Data
Komponen
Hardware
Server tipe 1
Spesifikasi
Fungsi
Prosesor : Intel Xeon E52609 @ 2.40 GHz,
Memori : 32 GB,
Server ini berfungsi
sebagai server transfer
data yang di dalamnya di-
- 197 -
Otomatisasi Sistem Transfer dan Publikasi Data Citra Penginderaan Jauh dari StasiunBumi ke Katalog Bank Data
Penginderaan Jauh Nasional (Hutapea, D.Y., Rizkiyanto)
Jenis Sistem : 64 bit,
Sistem Operasi : Windows
Server 2008 R2 Enterprise
2.
Migrasi dan
Registrasi data
Software
Aspera Enterprise
Server
Hardware
Server tipe 2
Software transfer data
dengan protocol UDP
Prosesor : AMD Opteron
6274 @ 2.19 GHz,
Memori : 128 GB,
Jenis Sistem : 64 bit,
Sistem Operasi : Windows
Server 2012 R2 Standard
Software
Migration Manager Kit
3.
Publikasi Data
Hardware
Server tipe 3
Server ini berfungsi
sebagai server migrasi dan
registrasi data yang
didalamnya di-instal
aplikasi Migration
Manager Kit (MMK)
Aplikasi migrasi dan
registrasi data ke katalog
BDPJN
Prosesor : Intel Xeon E5504
@ 2 GHz
Memori : 8 GB,
Jenis sistem : 64 bit,
Sistem operasi : Windows
Server 2003 SP 2
Software
MySQL
Python 2.7
instal perangkat lunak
Aspera
Programming Language
ArcGIS Desktop 10.1
Arcgis Server 10.1
Server ini berfungsi
sebagai server publikasi
data yang di dalamnya terinstal aplikasi publikasi
data.
Object Relational
Database Management
System (ORDBMS)
Bahasa pemrograman
untuk aplikasi publikasi
data
Aplikasi GIS
Server GIS
2.4 Alur Proses
Proses yang terlibat dalam proses transfer dan publikasi data citra penginderaan jauh terdiri
dariproses transfer data, migrasi data, registrasi data hingga publikasi data penginderaan jauh ke
katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN). Proses transfer dan publikasi dapat dilihat
pada diagram alur berikut :
- 198 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Flow chart Transfer dan Publikasi Data Inderaja
Kepala BPJ
Parepare
Transfer, Migrasi & Registrasi Data Inderaja
Informasi transfer
data yang sudah
diakuisisi Parepare
Kabid
Pengembangan
Bank Data
Tim Transfer Data
Tim Publikasi Data
Mulai
Cek sumber
data
Yes
No
Migrasi dan
registrasi data
transfer
Cek kualitas data
hasil
migrasi&registrasi
No
Migrasi&registrasi
data arsip
Yes
Preprocessing
Data
Publikasi data
No
Publikasi Data Inderaja
Cek hasil
publikasi
Yes
Data ditampilkan
di katalog BDPJN
Selesai
Gambar 1. Diagram Alur
2.4.1 Transfer Data
Pada proses ini, dilakukan transfer data antara stasiun bumi Parepare dan Bidang Pengembangan
Bank Data Penginderaan Jauh Jakarta. Proses komunikasi transfer data terjadi antara media
penyimpanan yang ada di Parepare dan media penyimpanan yang ada di data center Bidang
Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh Jakarta dengan menggunakan teknologi Virtual Private
Network (VPN).
- 199 -
Otomatisasi Sistem Transfer dan Publikasi Data Citra Penginderaan Jauh dari StasiunBumi ke Katalog Bank Data
Penginderaan Jauh Nasional (Hutapea, D.Y., Rizkiyanto)
2.4.2 Migrasi Data
Proses migrasi data merupakan kelanjutan dari proses transfer data. Data yang sudah di-transfer
dari Parepare kemudian akan dilakukan proses migrasi. Proses migrasi dilakukan dengan tujuan
memindahkan data hasil transfer yang disimpan di media penyimpanan sementara ke media
penyimpanan utama yang ada di data center Bidang Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh
Jakarta.
2.4.3 Registrasi Data
Setelah data berhasil di migrasi ke primary storage BDPJN maka data sudah siap untuk di-register
ke katalog BDPJN. Proses registrasi yaitu proses pendaftaran data citra ke dalam database agar dapat
dipublikasi ke katalog BDPJN.
2.4.4 Publikasi Data
Publikasi data merupakan proses terakhir yang bertujuan untuk memperbaharui ketersediaan data
citra pada katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut adalah alur proses secara keseluruhan mulai dari proses transfer data, migrasi data,
registrasi data, sampai publikasi data yang telah dilakukan secara otomatis.
Gambar 2. Sistem Otomatisasi Sistem Transfer dan Publikasi Data Citra Inderaja
Perekaman data penginderaan jauh dilakukan setiap hari di Balai Penginderaan Jauh Parepare.
Data hasil perekaman akan disimpan di media penyimpanan yang ada di stasiun bumi Parepare. Satu
hari setelah perekaman, data pengideraan jauh khususnya data SPOT 6. SPOT 7, dan Landsat 8 yang
digunakan dalam penelitian ini dikirim ke Bidang Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh
melalui proses transfer data dengan teknologi Virtual Private Network. Proses transfer data dilakukan
menggunakan sistem transfer data IBM Aspera yang menghubungkan server transfer di Parepare
dengan server transfer dengan koneksi Virtual Private Network sebesar 30 Mbps.
- 200 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Gambar 3. Proses Transfer Data dari Stasiun Bumi Parepare ke Bank Data Inderaja
Dengan adanya sistem tersebut, pengiriman data sudah tidak lagi dilakukan dengan metode
konvensional dimana data dikirim menggunakan media penyimpanan eksternal/tape yang dikirim
setelah data pada periode waktu tertentu (bulanan) direkam. Dengan adanya sistem tersebut,
pengiriman data dapat dilakukan setiap hari dengan proses pengiriman yang bisa dijadwal pada waktu
tertentu. Data penginderaan jauh yang di-transfer akan disimpan di media penyimpanan sementara
sampai data tersebut dipindahkan ke media penyimpanan utama yang dilakukan melalui proses
migrasi.
Gambar 4. Proses Migrasi Data Citra Inderaja
- 201 -
Otomatisasi Sistem Transfer dan Publikasi Data Citra Penginderaan Jauh dari StasiunBumi ke Katalog Bank Data
Penginderaan Jauh Nasional (Hutapea, D.Y., Rizkiyanto)
Pada proses migrasi, digunakan sebuah sistem yang berfungsi untuk memindahkan data hasil
transfer ke media penyimpana utama. Migration Manager Kit (MMK) yang digunakan sebagai sistem
migrasi dapat melakukan pemindahan data secara terjadwal dan otomatis pada saat terdapat data baru
yang masuk ke media penyimpanan sementara melalui proses transfer data. Dengan adanya sistem
migrasi ini, tidak perlu lagi dikhawatirkan terjadi duplikasi data yang sebelumnya sering terjadi.
Sama halnya dengan proses migrasi, pada proses registrasi juga menggunkan Migration Manager
Kit sebagai sistem untuk registrasi data. Proses registrasi merupakan proses pendaftaran data citra
penginderaan jauh ke dalam database. Registrasi dilakukan agar data citra penginderaan jauh dapat
dipublikasi ke katalog BDPJN.
Gambar 5. Sistem Registrasi Data Citra Inderaja
Publikasi merupakan proses menampilkan data citra penginderaan jauh ke katalog BDPJN. Dalam
proses publikasi dilakukan dua proses yaitu proses pre-processing dan publish. Preprocessing
merupakan proses persiapan data citra penginderaan jauh sebelum dipublikasikan. Untuk data citra
penginderaan jauh tertentu, proses preprocessing adalah mosaicking dan/atau compositing data.
Setelah dilakukan preprocessing, data citra kemudian diproses publish untuk menghasilkan footprint
dan thumbnail yang nantinya akan ditampilkan dalam katalog Bank Data Penginderaan Jauh
Nasional.Untuk mempercepat proses, dalam sistem publikasi ditambahkan tiga server untuk
membantu proses preprocessing maupun proses publish. Penambahan tiga server publikasi
diharapkan dapat menangani proses publikasi data citra lebih banyak lagi sehingga akan lebih
menghemat waktu pada proses publikasi.
- 202 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Gambar 6. Proses Preprocessing dan Publish Data Citra Inderaja
Dari hasil otomatisasi yang dibuat, maka data citra dapat terpublikasi ke katalog BDPJN dalam
waktu 2 hari setelah perekaman. Tingkat keberhasilan otomatisasi tersebut dapat dilihat pada contoh
beberapa data berikut yang diambil dari database BDPJN. Data hasil perekaman tanggal 16 November
2015 dapat terpublikasi ke katalog BDPJN pada tanggal 18 November 2015 atau H+2 setelah
perekaman.
Gambar 7. Hasil Otomatisasi
4. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan sistem otomatisasi yang dilakukan dapat
mempercepat proses data hasil perekaman ditampilkan dalam katalog Bank Data Penginderaan Jauh
Nasional. Proses transfer berjalan secara otomatis dan terjadwal setiap harinya. Dengan berjalannya
proses secara otomatis, akan memicu setiap proses selanjutnya untuk melakukan fungsinya masingmasing dan data citra akan terpublikasi ke katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional dalam
- 203 -
Otomatisasi Sistem Transfer dan Publikasi Data Citra Penginderaan Jauh dari StasiunBumi ke Katalog Bank Data
Penginderaan Jauh Nasional (Hutapea, D.Y., Rizkiyanto)
waktu 2 hari setelah perekaman. Dengan begitu, sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional dapat
menjalani fungsi pemutakhiran ketersediaan data citra penginderaan jauh dengan baik dan dapat
memenuhi kebutuhan user akan data citra penginderaan jauh terbaru.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pengembangan sistem BDPJN dalam otomatisasi transfer dan publikasi data citra ke katalog
BDPJN dapat terselesaikan dan tertuang di dalam makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ir. Rubini Jusuf, M.Sc. atas bimbingan dan arahannya.
DAFTAR PUSTAKA
eoPortal Direktory (2014). Spot-6 and Spot-7 Commercial Imaging Constellation. Cited in
https://directory.eoportal.org/web/eoportal/satellite-missions/s/spot-6-7. [1 Oktober 2015]
PUSTEKDATA (2013). Dokumen Pengembangan Katalog BDPJN v. 2.0. Laporan KegiatanPengembangan.
Katalog BDPJN. PUSTEKDATA. Jakarta
Python (2001). Work With ZIP Archives. Documentation Python Standard Library. Cited in
https://docs.python.org/2/library/zipfile.html. [11 Mei 2015]
Python (2001). Generate Temporary Files And Directories. Documentation Python Standard Library. Cited in
https://docs.python.org/2/library/tempfile.html. [20 Mei 2015]
Saputra, R.M. (2014). Pengembangan Modul Otomatisasi Produksi Data pada Aplikasi Browse Katalog BDPJN.
An Article in Seminar Nasional Penginderaan Jauh, IPB International Convention Center, BogorIndonesia.
Thomas, J. (2014). User Datagram Protocol. Cited in http://www.omnisecu.com/tcpip/udp-user-datagramprotocol.php. [15 Mei 2015]
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah
BERITA ACARA
PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2015
Moderator
Judul Makalah
Pemakalah
Jam
Tempat
Diskusi
: Ir. Rubini Jusuf, M.Si.
: Otomatisasi Sistem Transfer dan Publikasi Data Citra Penginderaan Jauh dari
StasiunBumi ke Katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional
: Destri Yanti Hutapea
: 13.00 – 15.00 WIB
: Meeting Room E-F
:
Fadila Muchsin (Pustekdata, LAPAN)
Mungkin ini masukan aja....proses ini dikembangkan apa proses manual terkendala dimana sampai harus ada
otomatisasi, sebaiknya ditampilkan proses manualnya sehingga otomatisasi digunakan, istilah preprocessing di
Bank Data apa tahap-tahapnya?
Jawaban:
Proses dilakukan manual dahulu yang tergantung pada jam kerja 8 sampai 4. Setelah otomatisasi proses berjalan
sampai 24 jam karena berjalan by sistem. Idealnya mempercepat dari proses sebelumnya. Preprosesing disini
komposit data dan mosaiking. Jika citra per tailing maka dilakukan mosaiking data terlebih dahulu baru
dipublish dan jika data tidak tailing hanya dilakukan hanya copy data baru dipublish.
Yayat Hidayat (Pustekdata, LAPAN)
Dari paparan yang sudah disampaikan ini kan otomatisasi sistem transfer dan publikasi ada targetnya 2 hari
sejak H....tidak terlihat berapa lama? Keberhasilannya sejak sistem dijalankan belum disampaikan sudah
tercapai target atau belum?
Jawaban:
Sejauh ini target H+2 terpenuhi. Yang terpublish itu saat ini H+2 perekaman sehari sebelumnya. Koreksi untuk
paper saya untuk menampilkan data dari tingkat keberhasilan.
Anwar Annas (Pusfatja, LAPAN)
- 204 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Sistemnya saling berebut dengan yang lain otomatisasinya...pertama jika tadi disebutkan jika satu off gagal yang
lain berhenti...apa klu berhenti lalu ada data baru tatap bisa memproses......... ambil contoh, jika lg proses spot 6
lalu ada spot 7 apa proses spot 6 lebih dulu lalu proses spot 7 secara paralel?
Jawaban:
Jika satu proses gagal di satu data lalu datang data baru, data baru tetap diproses. Data yang gagal saja yang
tidak terproses. Data SPOT 6 dan SPOT 7 diproses barengan.
- 205 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
ORAL PRESENTATION
Penambahan Utilitas Sistem Katalog Bank Data
Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) Berbasis WebGIS
untuk Penyajian Data Satelit Resolusi Rendah
Riyan Mahendra Saputra1,*), Destri Yanti Hutapea1, dan Anis Kamilah Hayati1
1
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN
*)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK - Pusat Teknologi dan Data (Pustekdata) LAPAN memiliki tugas dan fungsi untuk penelitian dan
pengembangan terkait data penginderaan jauh (Inderaja) mulai dari akuisisi, pengolahan, pengelolaan hingga
diseminasinya. Pada saat ini Pustekdata telah mengelola beberapa data Inderaja mulai dari resolusi rendah, menengah
hingga resolusi tinggi. Pustekdata mempunyai kewajiban untuk mendiseminasikan data Inderaja kepada pengguna.
Untuk melaksanakan kewajiban tersebut telah dibuat sistem browse katalog data berbasis WebGIS sejak tahun 2012
yang dikembangkan sampai saat ini. Data yang terdapat pada sistem katalog tersebut baru berisi data resolusi menengah
dan tinggi. Dengan demikian perlu dikembangkan agar dapat menampilkan data resolusi rendah. Tulisan ini bertujuan
untuk melakukan kajian terhadap data resolusi rendah, proses produksi katalog dan membuat modul aplikasi agar data
resolusi rendah dapat ditampilkan pada sistem katalog. Data yang digunakan adalah 764 data Modis Aqua dan 124 data
Modis Terra. Modul aplikasi telah dibangun untuk produksi data dan data yang dihasilkan telah ditampilkan di dalam
sistem browse katalog yang dimiliki Pustekdata LAPAN.
Kata kunci: sistem katalog, resolusi rendah, Modis, Aqua, Terra
ABSTRACT - LAPAN’s Technology and Data Center (Pustekdata) business core is to research and develop remote
sensing data, starting from acquisition, processing, management until dissemination the data.
Currently, Pustekdata has been managing some remote sensing data from low, medium to high resolution. Pustekdata
has an obligation to disseminate the data to the user. To fulfill this obligation, Pustekdata has develop a browse catalog
system with WebGIS base since 2012 and still being improved until today. The catalog system contains medium and
high resolution. Therefore the catalog system needs to be developed further in order to display the low resolution data.
This paper aims to review the low resolution data, catalog production process and create application modules so that
low resolution data can be displayed on the catalog system. The data used are 764 data from Modis Aqua and 124 data
from Modis Terra. The module has been developed for data production and the data itself has been displayed in the
catalog system which belong to Pustekdata LAPAN.
Keywords: catalog system, low resolution, Modis, Aqua, Terra
1.
PENDAHULUAN
Pusat Teknologi dan Data (Pustekdata) adalah salah satu pusat di bawah Kedeputian Penginderaan Jauh
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang melaksanakan beberapa kegiatan
penginderaan jauh (inderaja). UU No. 21 Tahun 2013 tentang keantariksaan menjelaskan kegiatan
penginderaan jauh yang meliputi perolehan data, pengolahan data, penyimpanan dan pendistribusian data
serta pemanfaatan data dan diseminasi informasi. Untuk melaksanakan amanat tersebut, Lembaga melalui
Pustekdata melaksanakan fungsi untuk penelitian dan pengembangan mengenai data penginderaan jauh
(inderaja) dari akuisisi, pengolahan, pengelolaan dan diseminasi data inderaja. Pengelolaan data yang
dilakukan di Pustekdata pada saat ini, telah mengelola beberapa jenis data inderaja, antara lain: resolusi
rendah (Modis, NOAA dan NPP-POES), resolusi menengah (Landsat 5,7 dan 8; SPOT 2,4; ALOS), dan data
resolusi tinggi (SPOT 5, SPOT 6, Quickbird, IKONOS, dll.). Untuk dapat melaksanakan proses diseminasi
dan distribusi data ke pengguna, diperlukan sistem browse katalog yang online sehingga dapat memudahkan
pengguna dalam melakukan pencarian, akses dan proses mendapatkan data penginderaan jauh.
Pada tahun 2012, Pustekdata telah memiliki sistem browse katalog data yang siap operasional dalam dua
format, pertama adalah sistem browse katalog data berbasis quicklook(image) data penginderaan jauh, dan
yang kedua adalah sistem browse katalog data berbasis webGIS. Sistem browse katalog data berbasis
quicklook dikembangkan berdasarkan jenis satelit, sehingga sistem tersebut berbeda-beda untuk tiap jenis
data. Untuk sistem browse katalog data berbasis webGIS mencoba mengintegrasikan semua jenis data dalam
satu browse katalog. Data yang baru digunakan dalam sistem browse katalog data berbasis WebGIS adalah
data Landsat 5,7 dan SPOT 2,4, namun dalam operasionalnya masih terdapat beberapa permasalahan. Pada
- 206 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Saputra (2014) telah dilakukan peningkatan utilitas sistem katalog untuk meningkatkan proses produksi
untuk data SPOT 5 dan sampai saat ini masih terus dilanjutkan untuk menampilkan semua jenis data di
dalam katalog. Sistem katalog pada saat ini telah berisi informasi data resolusi menengah dan tinggi, namun
untuk data resolusi rendah belum bisa ditampilkan di browse katalog.
Sistem browse katalog berbasis webGIS existing perlu diperkaya dengan menambahkan data-data resolusi
rendah. Untuk memasukkan data resolusi rendah seperti Modis Aqua, Terra dan NOAA di browse katalog
diperlukan kajian dan tambahan modul untuk memproses data tersebut agar bisa ditampilkan pada browse
katalog, karena data resolusi rendah mempunyai karakteristik data yang berbeda dengan data lainnya.
1.1 Data Citra Inderaja
Data citra yang dimiliki oleh Pustekdata beraneka ragam (ditunjukkan pada Tabel 1). Masing-masing data
mempunyai karakteristik yang berbeda. Pada kegiatan ini akan membahas data citra resolusi rendah (1-4)
yang akan diproses untuk ditampilkan kedalam katalog. Sebagai batasan akan menggunakan data Modis
Aqua dan Terra.
Tabel 1. Data citra
(Sumber: Pustekdata, 2013)
No
Resolusi
Satelit
Raster Format
Metadata format
(extention)
NOAA
Modis Terra
Modis Aqua
NPP-NPOESS
LANDSAT 5
LANDSAT 7
LANDSAT 8
ALOS(AVNIR, PRISM)
SPOT 2
SPOT 4
JPEG
HDS-EOS
HDS-EOS
HDF
GeoTIFF
GeoTIFF
GeoTIFF
CEOS
GeoTIFF
GeoTIFF
PVL(*_MTL.txt)
PVL(*_MTL.txt)
PVL(*_MTL.txt)*
PVL((*.txt)
DIMAP (*.DIM)
DIMAP (*.DIM)
11 High Resolution
SPOT 5
GeoTIFF
DIMAP (*.DIM)
12 High Resolution
SPOT 6
JP2000
DIMAP2 (*.DIM)
13 High Resolution
IKONOS
GeoTIFF
ASCII
14 High Resolution
QUICKBIRD
GeoTIFF
XML
15 High Resolution
PLEIADES
GeoTIFF, JP2000
DIMAP2 (*.DIM)
16 High Resolution
WORLDVIEW
GeoTIFF
XML
17 High Resolution
GEO EYE
GeoTIFF
ASCII
18 High Resolution
RAPID EYE
GeoTIFF
XML
19 Radar
RADARSAT
GeoTIFF
PVL, XML
20 Radar
TERRASAR
GeoTIFF
XML
21 Radar
ALOS PALSAR
CEOS
PVL((*.txt)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Low Resolution
Low Resolution
Low Resolution
Low Resolution
Medium Resolution
Medium Resolution
Medium Resolution
Medium Resolution
Medium Resolution
Medium Resolution
1.1.1 Modis Terra
Satelit ini diluncurkan pada 18 Desember 1999 untuk melakukan monitoring secara global terhadap
atmosfer, lautan dan ekosistem di bumi (Savtchenko et.al., 2004). Data Modis Terra memiliki format
Hierarchical Data Format (HDF) yaitu, format data yang berisi informasi data dan metadata yang tersimpan
dalam file tersebut. Memiliki 3 resolusi spasial yaitu 2 kanal (band) dengan resolusi 250 m, 5 kanal (band)
dengan resolusi 500 m dan 29 kanal (band) dengan resolusi 1000 m (Wikipedia, 2015). Data ini disimpan
dalam beberapa level data yaitu Raw, Level 1 dan level 2.
- 207 -
Penambahan Utilitas Sistem Katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) Berbasis WebGIS untuk Penyajian Data
Satelit Resolusi Rendah (Saputra, R.M., et al.)
1.1.2 Modis Aqua
Satelit ini diluncurkan pada 4 Mei 2002. Data Modis Terra memiliki karakter yang mirip dengan Modis
Terra. Data Modis Aqua dan Terra telah diakuisisi oleh stasiun bumi di Parepare, Sulawesi Selatan. Data
yang terdapat di bagian penyimpanan data di Jakarta merupakan hasil akuisisi dari stasiun bumi yang
dikirimkan. Jumlah besaran data citra resolusi rendah sebesar 1,59 GB.
Data Modis level 1 baik Aqua dan Terra dengan format HDF dapat dibuka menggunakan aplikasi GIS
seperti ArcGIS Desktop, QGIS. Namun terdapat permasalahan proyeksi data yang ditampilkan tersebut
sehingga memerlukan proses perubahan proyeksi (preprocessing). Untuk melakukan perubahan proyeksi,
sudah terdapat tools untuk melakukan itu, seperti Modis Reprojection Tool Swath (Gambar 1). Tool tersebut
memiliki beberapa fitur seperti proyeksi peta, spektral subsetting, spatial subsetting, resampling, konversi
datum, ukuran piksel keluaran, ukuran bit data (8/16), format file, multi platform dan memungkinkan untuk
interfacing (LP DAAC, 2010). Hasil kajian terhadap data, menjadi acuan dalam melakukan proses produksi
pada data tersebut.
Gambar 1. Modis Reprojection Tool Swath
(Sumber: LPDAAC, 2010)
1.2 Proses Produksi Katalog BDPJN Existing
Kajian proses dilakukan untuk menganalisa proses yang berjalan didalam produksi data untuk
menampilkan data di katalog. Kajian ini bertujuan untuk melihat proses yang terjadi dalam produksi data dan
menganalisa proses yang kemudian dicoba untuk membuatkan proses produksi untuk data citra resolusi
rendah. Proses produksi yang sudah berjalan ditunjukkan pada gambar dibawah ini (Pustekdata, 2013).
Gambar 2. Proses Produksi Data
Sistem produksi data mempunyai 2 masukan yaitu dari proses file transfer stasiun bumi Parepare dan
proses penyimpanan data arsip. Proses file transfer dari stasiun bumi Parepare mengirimkan data terbaru
hasil akuisisi stasiun bumi pare-pare terdiri dari data SPOT 5 (sampai dengan bulan Maret 2015), 6, 7 dan
Landsat 8, namun jika muncul permasalahan dalam proses transfer, maka data akan dikirimkan melalui
eksternal harddisk ke Bidang Pengembangan Bank Data. Proses penyimpanan data arsip dimulai dari
diterimanya data hasil pengiriman data fisik dan proses pengadaan data serta data dari server penyimpanan
- 208 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
data lainnya. Data yang terdapat di penyimpanan data menjadi input dalam proses produksi data. Untuk data
Modis Aqua dan Terra, data diperoleh dari server penyimpanan data Bidang Teknologi Akuisisi Data.
Data masukkan dari kedua sumber tersebut kemudian dimigrasi dan registrasi menggunakan modul
migrasi. setelah proses migrasi dan registrasi tersebut dilanjutkan dengan proses prepare data secara
otomatis menggunakan penjadwalan tertentu kemudian dilanjutkan proses publish data secara otomatis
menggunakan penjadwalan yang telah ditentukan.
 Proses Migrasi dan Register
Proses migrasi dilakukan untuk memindahkan data dari folder awal ke folder di dalam storage server.
Kemudian dilanjutkan dengan register data ke dalam database BDPJN. Fungsi yang berjalan pada saat
register diantaranya adalah, cek metadata, cek kelengkapan data, cek image (meliputi image bisa dibaca atau
tidak, jumlah kanal yang terdapat pada image) dan cek duplikasi data serta merubah penamaan folder sesuai
standar penamaan folder yang telah disepakati. Informasi yang didapatkan adalah data valid dan tidak valid.
Jika terdapat data yang tidak valid, akan dilakukan pengecekkan terhadap data tersebut untuk menelusuri
penyebab data tersebut.
Data resolusi rendah memiliki format data yang berbeda, seperti Hierarchical Data Format (HDF) dan
belum bisa dikenali oleh aplikasi migrasi dan register yang dimiliki saat ini. Perlu dibuatkan script/modul
terlebih dahulu agar bisa mengenali data tersebut, agar bisa dilakukan pengecekkan terhadap data tersebut
dan meregisternya kedalam database. Script/modul yang akan dibuat untuk melakukan ekstraksi metadata
dan konversi format image ke geotiff sebelum menjalankan aplikasi migrasi. Saputra (2014) telah
mengembangkan modul ekstraksi metadata untuk data Modis sesuai dengan SNI ISO metadata.
 Proses Prepare
Proses prepare adalah menyiapkan data sebelum dipublikasi/ditampilkan kedalam katalog. Proses
prepare yang dilakukan berbeda-beda untuk masing-masing data, terdapat 3 proses yaitu, copy data,
composite data dan mosaic data. Permasalahan yang dihadapi dalam proses prepare adalah untuk data
resolusi rendah belum tersedia modul untuk proses prepare. Sedangkan untuk proses prepare data Modis
Aqua dan Terra akan dilakukan proses composite, hal ini dilakukan karena hasil ekstrak kanal (band) data
menjadi beberapa file image.
 Proses Publikasi (Publish)
Proses publikasi adalah mempublikasikan data tersebut sehingga bisa diakses oleh katalog yang berbasis
GIS. Permasalahan yang dihadapi dalam proses publikasi adalah untuk data resolusi rendah belum tersedia
modul untuk proses publikasi. Proses publikasi data Modis Aqua dan Terra dilakukan dengan membuatkan
file geodatabase dengan tipe file mosaic dataset, untuk referensi image yang nantinya akan dipublikasikan
menjadi image service dalam lingkungan ArcGIS Server 10.1.
Secara umum kegiatan yang akan dilakukan adalah melakukan preprocessing data Modis Aqua dan Terra
untuk membuat metadata dan ekstrak file image, kemudian membuat modul untuk registrasi data tersebut
kedalam database data, dilanjutkan dengan membuat modul untuk proses prepare dan publikasi data
(ditunjukkan pada Gambar 3).
preproces
sing
Gambar 3. Proses Kegiatan Peningkatan Utilitas Data Resolusi Rendah
Pembuatan modul menggunakan metode perekayasaan perangkat lunak menggunakan model prototyping
(Pressman, 2001). Aktivitas dari model prototyping terdiri dari, mengidentifikasi kebutuhan, melakukan
perancangan secara cepat sebagai dasar untuk membuat prototype, menguji coba dan evaluasi prototype,
kemudian melakukan penambahan dan perbaikan-perbaikan terhadap prototype yang sudah dibuat. Secara
- 209 -
Penambahan Utilitas Sistem Katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) Berbasis WebGIS untuk Penyajian Data
Satelit Resolusi Rendah (Saputra, R.M., et al.)
ideal prototype berfungsi sebagai sebuah mekanisme untuk mengidentifikasi kebutuhan perangkat lunak.
Adapun kelemahan model prototyping adalah, prototype yang dibuat terburu-buru sehingga rancangan tidak
tersusun dengan baik dan implementasi kurang baik, karena ingin bekerja dengan cepat.
2.
METODE
2.1 Data dan Peralatan
Data yang digunakan adalah data Modis Aqua dan Terra berjumlah 764 dan 124. Sedangkan peralatan
yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Peralatan
No
Komponen
1
2
3
4
5
6
7
8
Komputer server
Komputer
desktop
MYSQL
MMK
MRT SWath
python 2.7
ArcGIS Desktop
10.1
Arcgis Server
10.1
Spesifikasi
Procesor : Intel Xeon E5504 @ 2 GHz,Memori : 8 GB, Jenis sistem : 64 bit,
Sistem operasi : Windows Server 2003 SP 2
Prosesor : Intel® CoreTM i5-2400 CPU @ 3.10 GHz, Memori : 8 GB, Jenis
sistem : 32-bit, Sistem operasi : Windows 8
Object Relational Database Management System (ORDBMS)
MIGRATION MANAGER KIT
MODIS REPROJECTION TOOLS
Programming Language
Aplikasi GIS
Server GIS
Studi Literatur
Analisa dan Desain
Pembuatan Modul
Pengujian Aplikasi
Hasil Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 4. Diagram Alur Pengembangan Modul Produksi Data.
2.2 Studi Literatur
Dalam kegiatan ini diperlukan kajian untuk memberikan gambaran serta penjelasan yang berkaitan
dengan karakteristik data citra yang di gunakan sebagai bahan kajian, pemrosesan data, dan tipe publikasi,
serta informasi lainnya yang berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan.
2.3 Analisis dan Desain Modul
Kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis ini ada dua bagian, yaitu tahap survei pengumpulan data dan
analisis data yang secara garis besar untuk memperoleh pengertian dari permasalahan - permasalahan tentang
data, efisiensi dan pertimbangan-pertimbangan yang mengarah ke proses produksi yang ada saat ini serta
mencari kendala-kendala yang dihadapi dalam sistem sedang berjalan tersebut dan menentukan solusi-solusi
alternatif yang akan dilakukan.
2.4 Pengembangan Aplikasi/Pembuatan Modul Aplikasi
Pada tahap ini dilakukan proses pengembangan aplikasi yang mencakup proses konfigurasi struktur data,
arsitektur prosedur detail dan karakteristik antarmuka program aplikasi yang dibuat sampai dengan
pembuatan aplikasi, yaitu pembuatan modul-modul proses aplikasi.
- 210 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
2.5 Pengujian Aplikasi dan Evaluasi
Setelah proses implementasi selesai, selanjutnya menguji modul apakah sudah sesuai tujuan dan memberi
solusi untuk permasalahan yang ada. Proses ini dilakukan untuk melakukan uji coba penerapan sistem yang
dibangun. Dalam kegiatan pengujian, dilihat dan dicatat kekurangan yang ada dari sistem yang telah
didesain. Dari hasil pengujian, bila didapatkan kelemahan dan kekurangan sistem yang ada, kemudian
dilakukan revisi.
2.6 Hasil dan Pembahasan
Hasil dan pembahasan menjelaskan hasil yang diperoleh dalam pengembangan modul.
2.7 Kesimpulan
Menjelaskan hal-hal penting yang didapatkan dari hasil pengujian.
3.
HASIL PEMBAHASAN
Data Modis level 1 terdiri dari 4 file data (*250m.HDF, *500m.HDF, *100m.HDF dan *geo.HDF).
Sebelum data Modis level 1 baik Aqua dan Terra dalam format HDF dapat diproses, perlu dilakukan
preprocessing awal yang bertujuan untuk mendapatkan citra RGB dalam format geotiff dari data tersebut
yang nantinya akan digunakan untuk proses input data ke katalog dan ekstraksi metadata dari file tersebut.
Preprocessing dilakukan dengan mengekstrak band citra yang akan digunakan untuk membentuk citra RGB
dan mengekstrak informasi metadata dari header file. Preprocessing data Modis menggunakan tools
MRTSwath untuk mengubah dari format data HDF dalam bentuk swath ke bentuk grid dengan format
geotiff dan tools konversi metadata yang sudah dibuat sebelumnya. Tools ini memangil aplikasi swathtogrid
untuk melakukan perubahan format data. Beberapa parameter perlu ditentukan secara manual untuk masingmasing data, seperti file input, bands yang akan diekstrak, format data keluaran, proyeksi yang digunakan,
dll. Dengan aplikasi ini akan dilakukan konversi dari format swath ke format grid dan melakukan seleksi
jumlah band yang akan digunakan untuk menampilkan data dengan resolusi spasial 500 M.
Untuk melakukan preprocessing secara manual membutuhkan waktu dalam menentukan parameter yang
akan digunakan. Untuk itu perlu dilakukan interfacing terhadap aplikasi tersebut agar bisa dilakukan secara
semi otomatis. Proses semi otomatis yang dilakukan adalah dengan menentukan lokasi data dan parameter
lainnya diawal (template) dan proses selanjutnya dilakukan oleh program. Diagram alur preprocessing
ditunjukkan Gambar 5 dan hasil preprocessing ditunjukkan pada Gambar 6. Proses preprocessing
membutuhkan waktu rata-rata ± 2 menit per data dan rata-rata file yang dihasilkan mempunyai ukuran ±100
MB.
Gambar 5. Diagram Alur Preprocessing Data Modis Aqua dan Terra dan Running Modul
- 211 -
Penambahan Utilitas Sistem Katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) Berbasis WebGIS untuk Penyajian Data
Satelit Resolusi Rendah (Saputra, R.M., et al.)
Gambar 6. Hasil Preprocessing Data Modis Aqua dan Terra
Setelah informasi metadata dan citra RGB didapatkan, selanjutnya dilakukan proses registrasi ke
database BDPJN.
Proses registrasi dimulai dengan menambahkan modul pada aplikasi Migration Manager Kit (MMK)
untuk registrasi data Modis Aqua dan Terra menggunakan python script. Proses registrasi terdiri dari
beberapa subproses, yaitu :
1. Proses unpacking file
Proses unpacking file berfungsi melakukan kompresi file citra agar informasi di dalam metadata
dapat terbaca. Hasil kompresi file disimpan pada temporary folder.
2. Proses updating database
Menambahkan informasi-informasi yang ada di metadata Modis ke database BDPJN. Pada proses
ini juga dilakukan pengecekan apakah data sudah ada dalam database atau belum, jika sudah ada
maka proses dihentikan. Pengecekan ini berfungsi agar tidakterjadi duplikasi data.
Registrasi data Modis ke database BDPJN berfungsi untuk pengecekan kelengkapan informasi pada
metadata, seperti jenis data, jumlah band, level data, tanggal akuisisi, nama sensor, dan nilai untuk xmin,
ymin, xmax dan ymax. Dari data-data tersebut akan di dapat kesimpulan apakah data tersebut valid atau
tidak valid untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya, yaitu proses prepare dan publish. Berikut adalah gambar
untuk registrasi data Modis Aqua dan Terra :
Gambar 7a. Registrasi Data Modis Aqua Menggunakan Aplikasi MMK-modified
- 212 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Gambar 7b. Registrasi Data Modis Terra Menggunakan Aplikasi MMK-modified
Hasil proses registrasi, terdapat 3 data modis Aqua yang invalid, ketika ditelusuri data tersebut tidak
lengkap (tidak memiliki file geo). Selanjutnya yang dilakukan adalah membuat modul untuk proses prepare
data. Proses prepare bertujuan menyiapkan data citra agar bisa dipublikasi. Proses persiapan data bertujuan
menghasilkan citra RGB yang siap publikasi. Adapun proses yang tersedia adalah proses copy, composite
dan mosaic. Proses copy data dilakukan jika file kanal data citra dalam satu file, jika file data citra memiliki
kanal dalam file terpisah maka akan dilakukan proses composite, jika file kanal data citra dalam satu file dan
terbentuk dari beberapa file data citra maka akan dilakukan proses mosaic data citra. Diagram alir proses
prepare ditunjukkan Gambar 8.
Gambar 8. Proses Prepare Data
Data Modis Aqua dan Terra, pada proses preprocessing telah dihasilkan tiga file kanal citra, pada tahap
ini, file tersebut akan diproses untuk menghasilkan file citra composite. Waktu proses prepare per data
membutuhkan waktu rata-rata ±3 menit.
- 213 -
Penambahan Utilitas Sistem Katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) Berbasis WebGIS untuk Penyajian Data
Satelit Resolusi Rendah (Saputra, R.M., et al.)
Gambar 9. Proses Publikasi Data
Proses selanjutnya adalah proses publikasi data (ditunjukkan pada Gambar 9). Sebelum pembuatan modul
publikasi, ada beberapa hal yang perlu disiapkan yaitu, pembuatan file geodatabase untuk data Modis Aqua
dan Terra level 1, tipe file mosaic dataset di geodatabase dan image service serta beberapa konfigurasi di
dalam database katalog. Alur modul dimulai dengan mencari informasi dari database mengenai data yang
sudah diregistrasi dan valid serta belum dipublikasi, kemudian dilanjutkan melakukan penambahan data
tersebut ke dalam mosaic dataset dan melakukan update/restart image service yang sudah dipersiapkan.
Hasil proses publikasi bisa dilihat pada katalog BDPJN. Data yang sudah teregistrasi di katalog BDPJN dan
berhasil dipublikasi ditunjukkan pada gambar 10.
Gambar 10. Hasil Proses Produksi Data
Hasil publikasi data Modis Aqua dan Terra sebanyak 761 dan 124 data. Waktu proses publikasi per data
membutuhkan waktu rata-rata ±3 menit. Untuk data Modis Aqua terdapat 761 data valid namun masih
terdapat error yang dihasilkan berupa blank image sebanyak 7 file, sedangkan untuk data Modis Terra
terdapat 124 data valid namun terdapat 5 data blank image. Ketika ditelusuri terhadap data yang error
tersebut sejak dari proses preprocessing, registrasi, prepare dan publikasi tidak menunjukkan adanya
kesalahan berupa blank image. Kesalahan ini muncul setelah proses publikasi image service menggunakan
arcgis server 10.1. Isu tersebut sudah terdapat pada situs resmi ESRI dan untuk mengatasinya perlu
dilakukan update patch terhadap software ArcGIS tersebut.
Data yang telah dipublikasi dapat dilihat langsung di browse katalog (Gambar 11). Untuk menampilkan
data Modis Aqua dan Terra telah dilakukan beberapa perubahan di katalog. Perubahan yang dimaksud adalah
- 214 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
batasan area Indonesia dan filter untuk pencarian data. Hal ini dilakukan karena data Modis Aqua dan Terra
memiliki cakupan yang luas, sehingga perlu ada perubahan batas area pencarian data.
Gambar 11. Hasil Pencarian Data Modis
4.
KESIMPULAN
Beberapa simpulan yang dapat diambil setelah melakukan kajian dan implementasi dalam penambahan
modul utilitas sistem katalog bank data penginderaan jauh nasional (BDPJN) berbasis WebGIS untuk
penyajian data resolusi rendah yaitu:
 Modul penambahan utilitas terdiri dari modul preprocessing, registrasi, prepare dan publikasi
 Waktu proses secara keseluruhan untuk memproses data hingga bisa ditampilkan di katalog
BDPJN membutuhkan waktu ± 12 menit/data.
 Perlu dilakukan untuk membuat otomatisasi modul yang sudah dibangun ke depannya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Rubini Jusuf, M.Sc. atas bimbingan dan arahannya
sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Savtchenko, A., Ouzounov, D., Ahmad, S., Acker, J., Leptoukh, G., Koziana, J., dan Nickless, D. (2004). Terra and
Aqua Modis Products Available from NASA GES DAAC, Advances in Space Research, 34(4):710-714.
NASA-USGS (2010) Modis Reprojection Tool Swath. Cited in https://lpdaac.usgs.gov/sites/default/files/public/
MRTSwath_22_ReleaseNotes.pdf. [28-03-2015]
Pressman, R.F. (2001). Software Engineering: a Practitioner's Approach. Fifth edition. McGraw-Hill
Science/Engineering/Math. ISBN-10: 0072496681 | ISBN-13: 978-0073655789. pp 26-42
Pustekdata (2013) Dokumen Pengembangan Katalog BDPJN v. 2.0. Laporan Kegiatan Pengembangan Katalog BDPJN.
Pustekdata. Jakarta
Saputra, R.M. (2014). Pengembangan Modul Otomatisasi Produksi Data pada Aplikasi Browse Katalog BDPJN. An
Article in Seminar Nasional Penginderaan Jauh, April 2014, At IPB International Convention Center, BogorIndonesia.
Saputra, R.M. (2014). Pengembangan Modul Konversi Metadata Citra Satelit Modis Sesuai dengan SNI ISO Metadata.
An Article in Prosiding Conference on Geospatial Information Science and Engineering. September 2014, at Hotel
Santika, Yogyakarta-Indonesia.
Wikipedia (2015) Moderate-Resolution Imaging Spectroradiometer. Cited in https://en.wikipedia.org/wiki/ModerateResolution_Imaging_Spectroradiometer
- 215 -
Penambahan Utilitas Sistem Katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) Berbasis WebGIS untuk Penyajian Data
Satelit Resolusi Rendah (Saputra, R.M., et al.)
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah
BERITA ACARA
PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2015
Moderator
Judul Makalah
Pemakalah
Jam
Tempat
Diskusi
: Ir. Rubini Jusuf, M.Si.
: Penambahan Utilitas Sistem Katalog Bank Data Inderaja Nasional BDPJN untuk Penyajian
Data Satelit Resolusi Rendah
: Riyan Mahendra S
: 13.00 – 15.00 WIB
: Meeting Room E-F
:
Daniel Sande Bona (LAPAN Biak)
Apa ada pertimbangan tertentu untuk menjamin MYSQL? Apa Interface webGIS BDPJN ada perkembangan
berikutnya?
Jawaban:
MYSQL lebih cepat dan lebih mudah. Akan ada perubahan kedepannya dengan feedback dari user apakah cukup
friendly dengan data login ini.
Budhi Gustiandi (Pustekdata, LAPAN)
Kedepannya akan dikembangkan otomatisasi, Apa otomatisasi akan dipadukan dengan task scheduler yang sudah ada?
Jawaban:
Akan dipadukan otomatisasi dan task scheduller.
- 216 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
ORAL PRESENTATION
Optimalisasi Layanan Informasi Data Terbaru Citra Penginderaan Jauh
dengan Memanfaatkan Nilai Image dan Administrative Boundary
pada BDPJN
Gusti Darma Yudha1,*), dan Citra Kusumawati2
1
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer, Bina Sarana Informatika
2
*)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK - Kebutuhan akan sebuah informasi sekarang ini sangat tinggi sejalan dengan perkembangan zaman dan
kemajuan teknologi informasi. Oleh karena itu, hal ini merupakan tantangan bagi penyedia dan pengelola informasi
dalam menyampaikan informasi dengan cepat dan akurat. Penginderaan jauh mempunyai tujuan merekam objek untuk
mengumpulkan data sumber daya alam dan lingkungan. Ini mengakibatkan pemanfaatan data citra penginderaan jauh
menjadi tinggi untuk kepentingan berbagai sektor terutama di Indonesia. Dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 6
Tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan, dan Distribusi Data Satelit
Penginderaan Jauh, bahwa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memiliki tugas dan fungsi sebagai
penyedia data dan informasi citra penginderaan jauh satelit. Untuk merealisasikan hal tersebut LAPAN, khususnya
Pusat Teknologi dan Data penginderaan Jauh telah menyediakan sebuah katalog data citra penginderaan jauh yaitu
katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) yang dapat diakses semua pengguna melalui jaringan internet.
Seiring dengan berjalannya waktu kebutuhan akan informasi data terbaru citra penginderaan jauh semakin meningkat
dan dituntut dapat diakses dengan cepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi layanan informasi tersebut untuk
mendukung katalog BDPJN dalam melakukan tugasnya mendistribusikan data dan informasi penginderaan jauh di
Indonesia. Optimalisasi ini dilakukan dengan memanfaatkan nilai image dan administrative boundary dengan
menerapkan konsep diagram kartesius dan mengaplikasikannya ke dalam fungsi PHP mail(). Hal ini diharapkan
pengguna akan mendapatkan informasi data citra penginderaan jauh secara cepat dan tepat untuk mendukung kegiatan
mereka dalam memanfaakan data citra tersebut.
Kata kunci: informasi, distribusi, image boundary, administrative boundary, PHP mail
ABSTRACT - Recently the need for an information is very high in line with information technology evolution. Because
of that, this is a challenge for providers and managers of information in delivering information quickly and accurately.
Remote sensing purpose is to record objects to collect data of natural resources and environment. This resulted in
utilization of remote sensing data become high for the interests of various sectors in Indonesia. With the Presidential
Directive number 6, 2012 about Provision, Use, Quality Control, Processing, and Distribution of Remote Sensing
Satellite Data, it’s means that the LAPAN duties and functions as space agency is providing remote sensing satellite
data and information. To reliaze that, LAPAN especially Remote Sensing Technology and Data Center has provided
remote sensing data catalog it called National Remote Sensing Data Center which is accessible to all users via the
Internet. In line with catalog use, the need for the latest remote sensing data and information is increasing and required
can be accessed quickly. Because of that we need to optimization the information services to support catalog doing his
job distributing data and information. This optimization done by using the image and administrative boundary value by
applying the cartesian diagram concept and apply it to PHP mail() function. It is expected the user will get information
about remote sensing image data quickly and accurately in support their activities in utilizing the remote sensing data.
Keywords: information, distribution, image boundary, administrative boundary, PHP mail
1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi saat ini sangat pesat dan mempengaruhi kebutuhan informasi itu
sendiri. Perkembangan teknologi informasi berbanding lurus dengan kebutuhan informasi yang dibutuhkan
oleh manusia. Tuntutan terhadap sebuah informasi menjadi hal yang utama dalam sebuah siklus proses
bisnis. Semakin pendek siklus barang atau jasa tersebut, semakin besar penggunaan teknologi informasi
dalam membantu proses bisnis tersebut. Pemanfaatan teknologi inilah yang sangat diharapkan dapat menjadi
fasilitator dalam penyampaian informasi. Ini menjadi sebuah tantangan bagi penyedia dan pengelola data dan
informasi dalam menyampaikan informasi yang cepat dan akurat.
- 217 -
Optimalisasi Layanan Informasi Data Terbaru Citra Penginderaan Jauh dengan Memanfaatkan Nilai Image dan Administrative
Boundary pada BDPJN (Yudha, G.D., Kusumawati, C.)
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sebagaimana yang disebutkan di dalam
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas,
Pengolahan, dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh bahwa Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN) memiliki tugas dan fungsi menyediakan data dan informasi citra penginderaan jauh
satelit. Dengan kata lain LAPAN diberi tugas sebagai penyedia dan pengelola data dan informasi data
penginderaan jauh untuk Indonesia. Tantangan ini sudah dijawab oleh LAPAN, khususnya Pusat Teknologi
dan Data Penginderaan Jauh (Pustekdata) dengan menyediakan katalog Bank Data Penginderaan Jauh
Nasional (BDPJN) yang difungsikan sebagai media dalam mendistribusikan data dan informasi penginderaan
jauh kepada semua pengguna melalui jaringan internet. Pengguna dapat mengakses 24 jam katalog tersebut
dan dapat melakukan pencarian data yang diinginkan dan pencarian ini tergantung kepada ketersedian data
yang Pustekdata miliki. Tantangan ini tidak berhenti di sini saja, seiring dengan penggunaan sistem tersebut
oleh pengguna, muncul sebuah kebutuhan informasi yang secara pasif yang dapat mereka terima tanpa harus
mereka secara aktif untuk mencari informasi data citra penginderaan jauh. Kepuasan kebutuhan akan
informasi inilah menjadi tantangan baru bagi Pustekdata dalam menjaga siklus proses bisnis distribusi data
penginderaan jauh. Kepuasan kebutuhan ini nantinya akan berdampak langsung kepada kepuasan pengguna
yang direpresentasikan kedalam Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM).
Untuk menjawab tantangan tersebut perlu dilakukan optimalisasi layanan informasi untuk mendukung
BDPJN dalam menjalankan tugasnya mendistribusikan data dan informasi penginderaan jauh. Optimalisasi
ini nantinya diharapkan akan memudahkan pengguna data dalam menerima informasi dengan cepat dan
akurat tanpa harus aktif mencari sendiri informasi tersebut. Mengingat pentingnya data citra penginderaan
jauh sekarang untuk dimanfaatkan oleh instansi pemerintahan pusat maupun daerah.
1.1 Langganan Email (Email Subscribe)
Metode ini biasanya digunakan oleh para tele-marketer dalam menyampaikan informasi produk-produk
yang mereka miliki baik yang terbaru ataupun yang sedang dilakukan promo diskon dan lainnya melalui
email. Kadang metode ini dianggap menggangu customer karena mereka akan menerima banyak email
promosi bahkan beberapa customer menganggapnya sebuah spam. Metode ini akan dilakukan dalam
penelitian ini tetapi diberikan beberapa parameter untuk menjaga kenyamanan pengguna data penginderaan
jauh. Hanya data-data wilayah provinsi atau kabupaten yang mereka inginkan akan dikirimkan informasi
data terbarunya melalui email.
1.2 Diagram Kartesius
Diagram kartesius adalah sistem koordinat yang digunakan untuk meletakan titik pada penggambaran
objek berdasarkan nilai tuas sumbu x dan nilai tuas sumbu y dimana titik pertemuan ini nilai sumbu x dan
sumbu y titik kordinat dibentuk. Sumbu diagram terdiri dari dua garis yang berpotongan tegak lurus. Garis
yang mendatar disebut sumbu x dan yang tegak disebut sumbu y. Perpotonganantara sumbu-x dan sumbu-y
di titik 0 (nol) disebut pusat koordinat. Pada sumbu x dan sumbu y terletak titik yang berjarak sama. Dan
menurut (Kaihatu, 2008) diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang
dibatasi oleh dua buah baris yang berpotongan pada titik-titik (X,Y).
Pada sumbu x dari titik nol ke kanan dan seterusnya merupakan bilangan positif, sedangkan dari titik nol
ke kiri dan seterusnya merupakan bilangan negatif. Pada sumbu y, dari titik nol ke atas merupakan bilangan
positif, dan dari titik nol ke bawah merupakan bilangan negatif.
Garis tegak lurus pada bidang cartesius, membagi bidang menjadi empat bagian, yang dinamakan
kuadran, yaitu kuadran 1, kuadran 2, kuadran 3, dan kuadran 4. Pada kuadran 1 nilai x dan y positif, pada
kuadran 2 nilai x negatif dan nilai y positif, pada kuadran 3 nilai x negatif dan nilai y negatif, dan pada
kuadran 4 nilai x positif dan nilai y negatif.
- 218 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Gambar 1. Diagram Kartesius
1.3 Program Linear
Program linear adalah suatu teknik dalam riset operasi untuk memecahkan masalah optimisasi
(memaksimumkan atau meminimumkan) dengan menggunakan persamaan pertidaksamaanlinear dalam
mencari pemecahan yang optimum dengan memperhatikan batasan-batasan yang ada (Supranto, 2006).
Menurut (Ferguson et al., 1958) program linear adalah masalah dalam memaksimalkan atau meminimalkan
fungsi subjek linear menjadi kendala-kendala linear. Agar persoalan dapat dipecahkan menggunakan
program linear maka persoalan harus dapat dirumuskan secara matematis, fungsi objektif harus dibuat
optimum, fungsi objektif dan kendala atau batasan harus linear, semua batasan harus dinyatakan dalam
persamaan atau pertidaksamaan linear dan semua variabelnya harus tidak negatif (Parmadi, 2010). Dalam
penelitian ini menggunakan pertidaksamaan linear dalam menentukan nilai batas bawah dan batas atas untuk
nilai image boundary penginderaan jauh terhadap administrative boundary.
1.4 Pertidaksamaan Linear
Pertidaksamaan linear merupakan kalimat terbuka dalam matematika yang terdiri dari variabel berderajat
satu dan dihubungkan dengan tanda pertidaksamaan. Pertidaksamaan linear satu variabel menggunakan
tanda (Miller, 1986):
1.
2.
3.
4.
5.
< (kurang dari),
> (lebih dari),
≤ (kurang dari sama dengan),
≥ (lebih dari sama dengan),
≠ (Tidak sama dengan).
1.5 Fungsi PHP Mail()
PHP: Hypertext Preprocessing (PHP) adalah sebuah skrip berjenis server side yang disisipkan ke dalam
baris kode HTML yang berguna agar website tersebut dapat bersifat dinamis (Anhar, 2010). Sedangkan
Menurut (Arief, 2011) PHP adalah Bahasa server-side-scripting yang menyatu dengan HTML untuk
membuat halaman web yang dinamis. Karena PHP merupakan server-side-scripting maka sintaks dan
perintah-perintah PHP akan diesksekusi diserver kemudian hasilnya akan dikirimkan ke browser dengan
format HTML.
Banyak sekali fungsi-fungsi yang disediakan oleh PHP, salah satunya fungsi PHP Mail(). Fungsi ini
berguna untuk mengirim email dengan memanfaatkan sistem sendmail berada di dalam sistem hosting yang
berbasis linux dan windows. Fungsi ini dimanfaatkan oleh tele-marketer untuk memberikan informasi-
- 219 -
Optimalisasi Layanan Informasi Data Terbaru Citra Penginderaan Jauh dengan Memanfaatkan Nilai Image dan Administrative
Boundary pada BDPJN (Yudha, G.D., Kusumawati, C.)
informasi produk yang mereka miliki karena penggunaan fungsi ini sangat sederhana yaitu (Widigdo,
2003):
mail($to,$subject,$message,$header)........................................................................................................(1)
Di mana:
$to = Parameter menentukan penerima email.
$subject = Parameter menentukan subjek email. Catatan: Parameter ini tidak boleh berisi karakter baris baru.
$message = Parameter mendefinisikan pesan yang akan dikirim. Setiap baris harus dipisahkan dengan LF (\
n). Garis tidak boleh melebihi 70 karakter.
$headers = Parameter menentukan header tambahan, seperti Dari, Cc, dan Bcc. Header tambahan harus
dipisahkan dengan CRLF (\ r \ n).
Email keluar dikirim menggunakan SimpleMailTransferProtocol (SMTP). Sebuah keuntungan bahwa PHP
sudah miliki built-in fungsi mail() untuk menangani semua socketlevel pada SMTP (Schrenk, 2012).
2.
METODE
2.1 Tahap Identifikasi Masalah
Kemajuan teknologi informasi saat ini terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan kebutuhan
manusia. Pada masa sekarang manusia lebih menginginkan kemudahan, kecepatan, dan keakuratan dalam
memperoleh informasi, tak terkecuali informasi data citra penginderaan jauh.
Seiring dengan berjalannya waktu kebutuhan akan informasi data citra penginderaan jauh terbaru semakin
meningkat dan dituntut dapat diakses dengan cepat. Untuk merealisasikan hal tersebut LAPAN, khususnya
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh telah menyediakan sebuah katalog data citra penginderaan jauh
yaitu katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) yang dapat diakses semua pengguna melalui
jaringan internet.
Namun, masih perlu dilakukan optimalisasi layanan informasi tersebut untuk mendukung katalog BDPJN
dalam melakukan tugasnya mendistribusikan data dan informasi penginderaan jauh di Indonesia.
Optimalisasi ini dilakukan dengan memanfaatkan nilai image dan administrative boundary dengan
menerapkan konsep diagram kartesius dan mengaplikasikannya ke dalam fungsi PHP mail(), yang nantinya
diharapkan akan memudahkan pengguna data dalam menerima informasi dengan cepat dan akurat tanpa
harus aktif mencari sendiri informasi tersebut.
2.2 Tahap Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer yaitu data operasional BDPJN yang tersimpan
di dalam database BDPJN yang disebut nilai image boundary yang berupa nilai xmin, xmax, ymin, dan
ymax pada setiap data citra penginderaan jauh dan untuk data sekundernya adalah administrative boundary
yang berupa nilai xmin, xmax, ymin, dan ymax yang menentukan koordinat terluar wilayah tingkat provinsi
dan kabupaten.
Nilai image boundary dihasilkan pada saat registrasi data citra penginderaan jauh sebelum di-publish
pada katalog BDPJN. Nilai xmin, xmax, ymin dan ymax merupakan konversi dari nilai Latitude dan
Longitude pada metadata citra tersebut yang mana nilai Latitude dan Longitute diberikan ke dalam metadata
pada saat koreksi geometrik sistematik yang dilakukan setelah akuisisi pada stasiun bumi. Berikut tabel 10
data image boundary citra yang masing-masing data memiliki nilai xmin, ymin, xmax dan ymax di dalam
database BDPJN:
- 220 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Tabel 1. Nilai Xmin, Ymin, Xmax dan Ymax pada Data Citra
(Sumber: Database BDPJN)
Jenis Data
Akuisisi
xmin
ymin
xmax
ymax
Landsat7
2009-04-10
122.80514487
-0.932305381
124.909983896
0.943060832
Landsat7
2009-02-12
121.309930772
-0.93268742
123.413747158
0.941937714
Landsat7
2009-03-16
121.281756973
-0.932656299
123.38307577
0.941914735
Landsat7
2009-04-01
121.267461445
-0.926440701
123.368251349
0.940923276
Landsat7
2009-01-18
120.064239132
0.520045134
122.168782974
2.387231168
Landsat7
2009-04-08
120.025153754
0.51210359
122.128511854
2.387144773
Landsat7
2009-01-18
119.756119564
-0.928011569
121.859395523
0.937366072
Landsat7
2009-03-07
119.745354046
-0.9243217
121.847400181
0.941908361
Landsat7
2009-02-19
118.831520764
-5.263884724
120.943316192
-3.396216541
Landsat7
2009-03-07
118.81652567
-5.263177706
120.92732504
-3.397151554
Nilai administrative boundary adalah batas terluar wilayah provinsi dan kabupaten yang merupakan
konversi dari SHP batas administratif wilayah yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional). Berikut tabel 10 data administrative boundary baik wilayah provinsi dan
kabupaten/kota yang ada di dalam database BDPJN:
Tabel 2. Nilai Xmin, Ymin, Xmax dan Ymax pada Batas Wilayah Provinsi
(Sumber: Database BDPJN)
Kode
11
xmin
95.0596542298
ymin
2.00323175459
xmax
98.2860719992
ymax
5.90688375786
12
Provinsi
Nanggroe Aceh
Darussalam
Sumatera Utara
97.0448002304
-0.63657924801
100.455269
4.30418400009
13
Sumatera Barat
98.5912252323
-3.34638775048
101.886123999
0.90852100043
14
Riau
100.053657
-1.1204130006
103.807175236
2.49965675484
15
Jambi
101.122695849
-2.76949574978
104.513785852
-0.65700524888
16
Sumatera Selatan
102.062668
-4.92016099954
106.087120001
-1.62990424971
17
Bengkulu
101.028084
-5.50671075296
103.781296001
-2.27725900015
18
Lampung
103.593361
-5.9721307539
105.911293
-3.72724699933
19
Kepulauan
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
105.111359
-3.55281275114
108.307030241
-1.49830024914
103.28061685
-0.78752924733
109.118553241
4.79464475599
21
- 221 -
Optimalisasi Layanan Informasi Data Terbaru Citra Penginderaan Jauh dengan Memanfaatkan Nilai Image dan Administrative
Boundary pada BDPJN (Yudha, G.D., Kusumawati, C.)
Tabel 3. Nilai Xmin, Ymin, Xmax dan Ymax pada Batas Wilayah Kabupaten/Kota
(Sumber: Database BDPJN)
Kode
1101
Kabupaten/Kota
Simeulue
xmin
95.38568115
ymin
2.056935549
xmax
96.68921661
ymax
3.016643047
1102
Aceh Singkil
97.07720947
1.9767977
98.19711304
2.64347744
1103
Aceh Selatan
96.93840027
2.394800186
97.90811157
3.745586395
1104
Aceh Tenggara
97.20616913
2.926531076
98.02852631
3.749526024
1105
Aceh Timur
97.25431061
4.155832291
98.02011108
5.249559879
1106
Aceh Tengah
96.26028442
4.15983057
97.36956024
4.97135973
1107
Aceh Barat
95.87749481
4.114634037
96.49445343
4.797066689
1108
Aceh Besar
94.97324371
5.052557945
95.84114838
5.793741703
1109
Pidie
95.72397614
4.657481194
96.4786911
5.56911993
1110
Bireuen
96.32963562
4.890999317
96.92455292
5.277908325
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara tidak terstruktur untuk mengetahui metode
atau cara yang digunakan untuk menghasilkan nilai image boundary berupa nilai xmin, xmax, ymin, dan
ymax pada database BDPJN. Kemudian dilakukan studi literatur yang dimaksudkan sebagai landasan teori
dalam merancang model yang dibuat. Pengumpulan data dengan studi literatur adalah dengan cara
mengumpulkan literatur, jurnal, browsing internet, atau sumber lainnya yang berkaitan dengan topik untuk
menghasilkan data yang relevan.
2.3 Tahap Pengujian Data
Sebelum melakukan perancangan model, administrative boundary merupakan data sekunder yang
diimplementasikan ke dalam diagram kartesius menjadi sebuah bangun datar diberi nama bangun datar P
gunanya agar mempermudah dalam merancang pemodelan. Nilai-nilai yang digunakan adalah nilai xmin,
xmax, ymin dan ymax yang mana (xmin, ymin) merupakan titik pojok kiri bawah dan (xmax, ymax)
merupakan titik pojok kanan atas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Bangun P pada Diagram Kartesius
(Mengunakan Microsoft Mathematics)
- 222 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Kemudian dilakukan contoh pemodelan dengan memberikan sebuah titik A(x, y). Pemodelan ini
menggunakan konsep pertidaksamaan linear untuk menentukan aturan batas bawah nilai x dan y serta batas
atas nilai x dan y. Titik A tersebut jika memenuhi aturan batas atas dan batas bawah ini mengartikan bahwa
titik A tersebut berada di dalam atau bersinggungan dengan bangun data pada diagram kartesius yang sudah
dibuat sebelumnya. Setelah itu berikan sebuah bangun datar, misalnya bangun datar Q yang memiliki 4 buah
titik yang masing-masing memiliki nilai x dan y. Setiap titik tersebut akan diberi tindakan yang sama dengan
titik A dan diberikan aturan baru yaitu jika 1 titik dan 4 titik saja sudah berada di dalam atau bersinggungan
bangun datar P berarti bangun datar Q merupakan anggota dari bangun datar P. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3. Bangun Q Terhadap Bangun P pada Diagram Kartesius
(Mengunakan Microsoft Mathematics)
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa bangun Q berada di area bangun P. Jika bangun
datar P merupakan representasi dari administrative boundary dan bangun datar Q merupakan
representasi dari image boundary, maka data Q merupakan data wilayah P. Hal ini lah yang akan
digunakan sebagai metode untuk pengecekan apakah data yang sudah di-publish merupakan data
wilayah yang didaftarkan untuk berlangganan oleh pengguna.
2.4 Tahap Analisis dan Pembahasan
Dari percobaan di atas menghasilkan sebuah model batas atas dan batas bawah mengunakan
pertidaksamaan linear untuk setiap titik yaitu:
xminAB≤ xIB≤ xmaxAB...................................................................................................................................(2)
yminAB≤yIB≤ymaxAB.....................................................................................................................................(3)
Dimana:
xminAB= nilai xmin pada administrative boundary
xmaxAB= nilai xmax pada administrative boundary
yminAB= nilai ymin pada administrative boundary
ymaxAB= nilai ymax pada administrative boundary
xIB= nilai x pada titik image boundary
yIB= nilai y pada titik image boundary
- 223 -
Optimalisasi Layanan Informasi Data Terbaru Citra Penginderaan Jauh dengan Memanfaatkan Nilai Image dan Administrative
Boundary pada BDPJN (Yudha, G.D., Kusumawati, C.)
Jadi sebuah titik pada image boundary jika nilai x nya lebih besar sama dengan dari nilai xmin
dari administrative boundary dan nilai x nya lebih kecil sama dengan xmax dari administrative
boundary nilai x titik tersebut dikatakan didalam range nilai x dari administrative boundary tetapi
kondisi ini belum bisa mengartikan bahwa titik tersebut berada didalam administrative boundary.
Untuk menentukan apakah titik tersebut berada dalam administrative boundary, nilai y nya harus
benar juga. Dengan kata lain dengan menggunakan operator matematika bahwa nilai (xAND y)
harus benar dan titik tersebut baru bisa dikatakan berada di dalam atau bersinggungan dengan
bidang administrative boundary.
2.5 Tahap Kesimpulan dan Saran
Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan terhadap penelitian yang telah dilakukan mengenai hasil
implementasi model pada PHP dan dieksekusi oleh PHP mail() serta penyampaian saran-saran yang akan
bisa digunakan untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya sehingga hasil yang diharapkan dapat menjadi
optimal.
3.
HASIL PEMBAHASAN
Dari hasil analisis yang menghasilkan model batas atas dan bawah akan dilakukan implementasi
menggunakan PHP untuk menjalankan Sistem Langganan Informasi Data Terbaru (Silang Indaru) pada
katalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional. Hasil tersebut diuraikan dengan menggunakan algoritma
pemograman sebelum diimplementasi ke dalam PHP. Algoritma adalah langkah-langkah dalam
menyelesaikan suatu masalah atau merupakan urutan pekerjaan dari setiap program yang merupakan jalan
pikiran dari program itu sendiri (Andriyani, 2009). Berikut algoritma untuk mendefinisikan model yang ada:
1. Mulai
2. Cek wilayah dan jenis data yang dilanggani.
3. Cek nilai xmin, ymin, xmin, xmax (misalnya xminP, yminP, xminP, xmaxP) dari wilayah
tersebut pada database BDPJN.
4. Cek nilai xmin, ymin, xmin, xmax (misalnya xminQ, yminQ, xminQ, xmaxQ) dan jenis data dari
data yang di-publish hari kemarin.
5. Jika jenis data yang dilanggani ada yang termasuk dengan jenis data yang di-publish kemarin,
maka lanjut ke no.6. Jika tidak ada, langsung ke langkah no.7b.
6. Jika:
a. Nilai xminP ≤xminQ dan xminQ ≤xmaxP dan yminP ≤yminQ dan yminQ ≤ymaxP maka
langsung ke langkah no.7a , Jika tidak lanjut ke no.6b.
b. Nilai xminP ≤xminQ dan xminQ ≤xmaxP dan yminP ≤ymaxQ dan ymaxQ ≤ymaxP maka
langsung ke langkah no.7a , Jika tidak lanjut ke no.6c.
c. Nilai xminP ≤xmaxQ dan xmaxQ ≤xmaxP dan yminP ≤yminQ dan yminQ ≤ymaxP maka
langsung ke langkah no.7a , Jika tidak lanjut ke no.6d.
d. Nilai xminP ≤xminQ dan xminQ ≤xmaxP dan yminP ≤ymaxQ dan ymaxQ ≤ymaxP maka
langsung ke langkah no.7a , Jika tidak lanjut ke no.7b.
7. Apakah kirim email ?
a. Ya
b. Email tidak dikirim karena data yang di-publish kemarin tidak sesuai dengan data yang
dilanggani.
8. Selesai.
Setelah mendefinisikan algoritma dari model, dapat langsung diimplementasikan kedalam bahasa PHP.
Berikut scriptnya untuk model batas atas dan bawah:
while ($row=mysql_fetch_array($result)){
$xmin=$row['xminP'];
$xmax=$row['xmaxP'];
- 224 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
$ymin=$row['yminP'];
$ymax=$row['ymaxP'];
if ($xminQ>= $xminP and $xminQ<= $xmaxP and $yminQ>= $yminP and $yminQ<=
$ymaxP)
}else{
if ($xminQ>= $xminP and $xminQ<= $xmaxP and $ymaxQ<= $ymaxP and $ymaxQ>=
$yminP )
}else{
if ($xmaxQ<= $xmaxP and $xmaxQ>= $xminP and $yminQ>= $yminP and $yminQ<=
$ymaxP)
}else{
if ($xmaxQ<= $xmaxP and $xmaxQ>= $xminP and $ymaxQ<= $ymaxP and $ymaxQ>=
$yminP)
}else{
$pesanempty= “Email tidak dikirim karena data yang di-publish kemarin tidak sesuai
dengan data yang dilanggani ";}
Algoritma di atas merupakan satu-kesatuan dalam alur proses Silang Indaru. Alur proses Silang Indaru
dapat dijelaskan pada gambar berikut:
DB Silang Indaru
Isi email
PHP Mail()
Attachment
Silang Indaru
DB BDPJN
Terima email
Mail server
Gambar 4. Alur Proses Sistem Langganan Informasi Data Terbaru (Silang Indaru)
Misalkan pemerintah daerah Blora mendaftarkan email-nya untuk berlangganan data citra penginderaan
jauh wilayah Blora dengan nilai
 xmin= 111.1065444946
 ymin= -7.3749608994
 xmax= 111.6298751831
 ymax= -6.8488669395
Jika digambarkan pada diagram kartesius dapat dilihat pada gambar berikut:
- 225 -
Optimalisasi Layanan Informasi Data Terbaru Citra Penginderaan Jauh dengan Memanfaatkan Nilai Image dan Administrative
Boundary pada BDPJN (Yudha, G.D., Kusumawati, C.)
Gambar 5. Administrative boundary kota Blora pada diagram kartesius
(Mengunakan microsoft mathematics)
Kemudian pada tanggal 8 Oktober 2015 ada proses publikasi data citra penginderaan jauh pada BDPJN
sebanyak 32 data seperti pada gambar berikut:
Tabel 4. Nilai Xmin, Ymin, Xmax dan Ymax pada Batas Wilayah Kabupaten/Kota
(Sumber: Database Bdpjn)
Jenis Data
SPOT7
LANDSAT8
Akuisisi
2015-10-05
02:28:22.4
2015-10-05
02:28:05.1
2015-10-06
02:23:07.5
2015-10-06
02:23:07.5
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-07
SPOT7
SPOT6
SPOT6
xmin
111.1909166
67
112.5245833
33
112.5248055
56
112.0248333
33
128.1711536
46
127.5561367
68
127.2478725
04
126.9390292
09
126.6286206
29
126.3164628
8
126.0040159
98
125.6868071
63
125.3691432
55
125.0479310
64
124.7243600
29
104.6788205
ymin
-7.444027778
xmax
111.757861111
Ymax
-6.900805556
-7.524583333
113.104638889
-7.057694444
-7.517861111
113.097083333
-7.057527778
-10000
10000
-6.55755555556
1.923262792
130.186392841
3.905426772
-0.968862029
129.570575044
1.013090897
-2.416501372
129.263224807
-0.433254013
-3.862286541
128.956462261
-1.880170878
-5.307577826
128.650485761
-3.325568994
-6.754425277
128.343952314
-4.772005578
-8.200503707
128.03628456
-6.217611589
-9.646128993
127.729357765
-7.66419972
-11.09072626
127.421172119
-9.108709171
-12.53654543
127.111135918
-10.552930056
-13.98052163
126.80077746
-11.997198154
7.706524841
106.716081485
9.689637733
- 226 -
Publish
2015-10-08
07:38:06
2015-10-08
07:38:06
2015-10-08
09:09:15
2015-10-08
03:00:15
2015-10-08
15:30:31
2015-10-08
15:30:31
2015-10-08
15:30:32
2015-10-08
15:30:32
2015-10-08
15:45:21
2015-10-08
15:45:22
2015-10-08
16:01:19
2015-10-08
16:01:20
2015-10-08
15:45:23
2015-10-08
15:45:23
2015-10-08
15:45:24
2015-10-08
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Jenis Data
Akuisisi
xmin
ymin
xmax
Ymax
76
LANDSAT8
2015-10-07
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
LANDSAT8
2015-10-06
104.6443747
16
138.3797709
95
138.0618920
88
136.8170077
23
136.5016808
45
136.1836174
9
135.8625950
29
138.0618920
88
112.0971347
3
114.8776591
28
114.5713503
4
114.2645792
64
112.4099815
45
112.0971347
3
111.7806869
12
7.547570825
106.391331302
8.196263903
-0.921972058
140.105739947
-0.299252896
-2.41492973
140.077546079
-0.43293797
-8.200166595
138.851337117
-6.218069695
-9.645903403
138.544191687
-7.663257045
-11.09040343
138.23593956
-9.108376685
-12.53522102
137.926010329
-10.552802094
-2.41492973
140.077546079
-0.43293797
-8.200378256
114.130803089
-6.217823973
4.815566706
116.900282984
6.798085936
3.368828303
116.589320065
5.351299567
1.923137786
116.279470163
3.90584185
-6.754501974
114.437268566
-4.772010267
-8.200378256
114.130803089
-6.217823973
-9.645444774
113.822770752
-7.663040018
Publish
16:01:20
2015-10-08
15:45:24
2015-10-08
15:45:25
2015-10-08
16:01:21
2015-10-08
15:45:25
2015-10-08
15:45:26
2015-10-08
15:45:26
2015-10-08
16:01:21
2015-10-08
16:01:22
2015-10-08
16:01:22
2015-10-08
16:01:23
2015-10-08
16:01:23
2015-10-08
16:01:24
2015-10-08
15:45:27
2015-10-08
16:01:24
2015-10-08
16:01:25
Silang Indaru akan mengecek database pelanggan untuk mengambil nilai xmin, ymin, xmin, xmax wilayah
yang dilanggani yang kemudian dilakukan pengecekan nilai xmin, ymin, xmin, xmax data citra yang dipublish apakah berlaku atau tidak aturan model batas atas dan bawah. Pada contoh ini hanya data no 1
dengan judul data LPN_SP7_MS_201510050228554_ORT yang mengikuti aturan batas atas dan bawah
yaitu pada titik (xmin, ymax) yang berada di dalam administrative boundary kota Blora. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 6. Image Boundary Data Citra Terhadap Administrativeboundary Kota Blora pada Diagram Kartesius
(Mengunakan Microsoft Mathematics)
- 227 -
Optimalisasi Layanan Informasi Data Terbaru Citra Penginderaan Jauh dengan Memanfaatkan Nilai Image dan Administrative
Boundary pada BDPJN (Yudha, G.D., Kusumawati, C.)
Dengan kata lain data tersebut adalah data wilayah Blora yang selanjutnya Silang Indaru akan mengirimkan
email kepada pelangganpada tanggal 9 oktober 2015 sesuai dengan email yang didaftarkan. Informasi yang
diberikan kepada pelanggan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 7. Format Email yang Diterima User
Isi email yang pelanggan terima nantinya berisi tentang informasi data dan dilampirkan footprint dari data
citra tersebut untuk memudahkan pelanggan melihat data tersebut tanpa harus membuka lagi lewat katalog
BDPJN.
4.
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya Sistem Langganan
Informasi Data Terbaru (Silang Indaru) dapat mempermudah user dalam menerima informasi data citra
terbaru tanpa harus secara aktif mencari di katalog BDPJN. Namun, Silang Indaru masih memiliki
kekurangan yaitu jika image boundary bersinggungan dengan bidang administrative boundary maka data
tersebut seharusnya masih belum dapat dikatakan berada di wilayah administrative tersebut, karena jika data
tersebut hanya bersinggungan antara garis pinggir image dan administrative boundary maka informasi yang
didapat oleh user adalah data wilayah perbatasan administrasi dan data didominasi oleh wilayah di
sebelahnya pada garis yang bersinggungan tadi. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
pada model sehingga dapat dipastikan jika image boundary bersinggungan dengan bidang administrative
boundary tidak dapat dikatakan bahwa image boundary tersebut berada di wilayah bidang administrative
boundary. Selain itu, model juga perlu diperbaiki dengan aturan selisih nilai garis pinggir antara image
boundary dan administrative boundary harus ditentukan agar image boundary tersebut menjadi lebih akurat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Riyan Mahendra Saputra, S.T., M.Kom., Indra Yudha,
S.E., dan Wismu Sunarmodo, S.T. dalam membantu memberikan waktu untuk dilakukan wawancara dan
juga dalam memberikan informasi data untuk mendukung penelitian ini.
- 228 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, L. (2009). Sistem Informasi Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit dengan Menggunakan Program
Komputer. Skripsi Universitas Sumatra Utara.
Anhar. (2010). Panduan Menguasai PHP & MySQL Secara Otodidak. Mediakita.
Arief, R.M. (2011). Pemrograman Web Dinamis Menggunakan Php dan Mysql. ANDI.
Descartes, R. (2001). Discourse on Method, Optics, Geometry, and Meteorology. Hackett Publishing.
Ferguson, Robert, O., Lauren, F., dan Sargent. (1958). Linear Programming. McGraw-Hill.
Kaihatu, S.T. (2008). Analisa Kesenjangan Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen Pengunjung Plaza Tunjungan
Surabaya.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan (Journal of Management and Entrepreneurship) 10.1: pp-66.
Miller, Charles, D., Heeren, dan Vern, E. (1986). Mathematical Ideas (5th ed.). Scott, Foresman. ISBN 0-673-18276-2.
Parmadi, H.E. (2010). Penerapan Program Linear Berkendala Fuzzy untuk Optimisasi Produksi Gerabah. Seminar
Nasional Informatika 2010 (semnasIF 2010). ISSN: 1979-2328
Schrenk, M. (2012). Webbots, spiders, and Screen Scrapers: A Guide to Developing Internet Agents with PHP/CURL.
No Starch Press.
Supranto, J. (2006). Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan Edisi Revisi. UI-Press.
Widigdo, K.A. (2003). Dasar Pemrograman PHP dan MySQL. Ilmu Komputer.
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah
BERITA ACARA
PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2015
Moderator
Judul Makalah
Pemakalah
Jam
Tempat
Diskusi
: Ir. Rubini Jusuf, M.Si.
: Optimalisasi Layanan Informasi Data Terbaru Citra Inderaja Dengan Memanfaatkan Nilai Image
Admisnitratif Boundary Raster BDPJN
: Gusti Darma Yudha
: 13.00 – 15.00 WIB
: Meeting Room E-F
:
Daniel Sande Bona (LAPAN Biak)
Intersection masih manual karena menggunakan PHP, kalau tidak salah sudah ada fiture patern di post GIS...ada
kerancuan kalau boundarynya touch jadi kalau ada hastagh intersect ama hashtag... kalau nanti ada perbaikan ajak saya
karena saya belajar.
Jawaban:
Memang butuh pengembangan lebih lanjut karena bukan hanya layanan untuk provinsi tetapi juga data lain yang
terupdate.
Galdita A. Chulafak (Pusfatja, LAPAN)
Data administrasi dari BIG apakah data terbaru?....Sudah sampai ukuran administrasi apa...kecamatan atau apa?
Jawaban:
Batas administrasi yang digunakan pada database BDPJN bukan dari BIG. Dari hasil wawancara dengan admin BDPJN,
Saat dulu pengembangan BDPJN mencakup sampai adminitratif boundary tingkat kabupaten.
Yayat Hidayat (Pustekdata, LAPAN)
Dari layar image administrasi boundary apakah menambah atau mengganti sistem BDPJN yang ada?
Jawaban:
BDPJN dimana orientasi user lebih aktif, menambah layanan dengan user pasif jadi ini mendampingi BDPJN untuk
memaksimalkan pelayanan kita... layanan kita sampai user tanpa harus aktif melayani dirinya....untuk mendapatkan data
update katalog terbaru.
- 229 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
ORAL PRESENTATION
Rancang Bangun Sistem Pemetaan Web
Informasi Sebaran Titik Panas dalam Mendukung Tanggap Darurat
Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia
Sarno1,*)
1
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN
*)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK-Ketersediaan informasi pemantauan sebaran titik panas terkini yang cepat, tepat dan akurat dapat
meningkatkan pemanfaatan penginderaan jauh untuk mendukung pengelolaan sumber daya kehutanan dan membangun
sistem pemantauan yang akuntabel dan dapat menjadi acuan dalam penyelengaraan kegiatan pengendalian kebakaran
hutan dan lahan sekaligus ikut serta dalam pengelolaan, menjaga keselamatan serta kelestarian sumber daya alam
Indonesia yang berkelanjutan. Mengingat pentingnya informasi dan komunikasi dalam penanggulangan krisis akibat
bencana, maka upaya pemantapan dan pengembangannya merupakan suatu langkah yang perlu diwujudkan. Salah satu
pengaplikasiannya adalah dengan mengembangkan aplikasi pemetaan web untuk diseminasi informasi pemantauan
sebaran titik panas yang akan berfungsi dalam mendukung kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana kebakaran hutan
dan lahan di Indonesia.
Kata kunci:diseminasi, informasi, kebakaran hutan, pemantauan, pemetaan web, tanggap darurat, titik panas
ABSTRACT-Availability of information monitoring the distribution of hotspots latest rapid, precise and accurate can
improve the remote sensing applications to support the management of forest resources and establish a monitoring
system that is accountable and can be a reference in the organization of activities of forest fire control and land at the
same time participate in managing, maintaining safety as well as the preservation of Indonesia's natural resources is
sustainable. Given the importance of information and communication in response to the crisis caused by the disaster,
the stabilization and development effort is a step that needs to be realized. One of its application is to develop a web
mapping application for the dissemination of information distribution monitoring hotspots that will serve to support
preparedness and emergency response, land and forest fires in Indonesia.
Keywords: dissemination, emergency response, forest fires, hotspots, information, monitoring, web mapping
1.
PENDAHULUAN
Negara Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan
terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana,
mulai dari tahap pra bencana, saat bencana sampai dengan pasca bencana (BNPB, 2012).
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah berlangsung selama 50 tahun. Kerugian ekonomi dan
dampak kesehatan sudah besar (Yunanto, 2015). Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK) menyebutkan, indikasi areal kebakaran hutan dan lahan hingga 9 September 2015 di Kalimantan dan
Sumatera seluas 190.993 hektar. Luasan tersebut terdiri dari 103.953 hektar di lahan pemanfaatan, 29.437
hektar di lahan perkebunan dari pelepasan, dan 58.603 hektar di lahan bidang tanah Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi, kerugian ekonomi akibat
bencana kabut asap yang terjadi karena kebakaran hutan dan lahan di beberapa provinsi di Indonesia pada
2015 bisa melebihi angka Rp 20 triliun. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, yang kemudian
menimbulkan bencana kabut asap, bukan yang pertama kali. Dalam 20 tahun terakhir, bencana serupa
hampir setiap tahun terjadi (Marison, 2015).
Sebaran kejadian titik panas indikasi bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, baik frekuensi maupun intensitasnya. Sumatera dan Kalimantan didera oleh
kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan polusi asap yang luar biasa. Pada tahun 2015, kejadian tetap
berulang dan lebih panjang. Banyak pakar memprediksi bahwa dalam periode El Nino (iklim kering yang
berkepanjangan), kebakaran hutan dan lahan akan semakin panjang mendera kedua pulau ini termasuk
dampak asap bagi masyarakatnya. Pada bulan September 2015 di beberapa tempat misalnya di Riau, indeks
- 230 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
kualitas udara akibat kebakaran lahan dan hutan adalah antara 400 – 950, di Palangkaraya mencapai 2.550
pada akhir bulan September 2015. Angka 300 ke atas adalah angka berbahaya bagi kesehatan manusia, dan
layak untuk dijadikan status darurat (Wishnu, 2015).
Penanganan dan penanggulangan bencana perlu didukung oleh ketersediaan data dan informasi. Salah
satu kunci keberhasilan dalam penanggulangan krisis akibat bencana adalah pengelolaan informasi dan
komunikasi yang mudah dijangkau termasuk ketersediaan data terkini yang cepat, tepat dan akurat. Hal ini
dibutuhkan oleh semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait untuk menetapkan keputusan dan
langkah-langkah dalam penanggulangan bencana baik dalam situasi sedang tidak terjadi bencana (pra
bencana), tanggap darurat (saat bencana) maupun pasca bencana (pasca bencana). Untuk kegiatan pra
bencana, sistem informasi yang terangkai dengan sistem peringatan dini multihazard berbasis masyarakat,
penting peranannya dalam mewujudkan pengurangan risiko bencana (PPK DEPKES, 2011).
Program kegiatan pengembangan Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN) di Pusat Pemanfaataan
Penginderaan Jauh (Pusfatja), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menghasilkan dan
mendukung penyediaan informasi pemanfaatan penginderaan jauh dalam sektor kehutanan, antara lain
berupa pemantauan sebaran titik panas (hotspots) harian,berbasis pada data utama satelit MODIS Terra/Aqua
(LAPAN, 2013).Informasi tersebut memiliki peran penting dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana, terutama dalam mendukung dan mewujudkan kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana
kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Program SPBN telah mengintegrasikan informasi tersebut dalam
layer-layer sistem pemetaan web yang mampu untuk menyajikan dan mevisualisasikan spasial dinamis
secara interaktif dan terhubung ke jaringan informasi elektronik berupa media web atau internet.
Ketersediaan produk informasi pemantauan sebaran titik panas terkini yang cepat, tepat dan akurat dapat
meningkatkan pemanfaatan penginderaan jauh untuk mendukung pengelolaan sumber daya kehutanan dan
membangun sistem pemantauan yang akuntabel (LAPAN, 2014) dan dapat menjadi acuan dalam
penyelengaraan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Mel, 2015) sekaligus ikut serta dalam
pengelolaan, menjaga keselamatan serta kelestarian sumber daya alam Indonesia yang berkelanjutan.
Mengingat pentingnya informasi dan komunikasi dalam penanggulangan krisis akibat bencana, maka
upaya pemantapan dan pengembangannya merupakan suatu langkah yang perlu diwujudkan (PPK DEPKES,
2011). Salah satu pengaplikasiannya adalah dengan mengembangkan aplikasi pemetaan web untuk
diseminasi informasi pemantauan sebaran titik panas yang akan berfungsi dalam mendukung kesiapsiagaan
dan tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Makalah ini mendiskusikan proses dalam tahapan kegiatan pengaturan pengintegrasian, penyajian dan
visualisasi spasial dinamis produk informasi pemantauan sebaran titik panas indikasi kebakaran hutan dan
lahan ke dalam SPBN di Pusfatja, LAPAN. Sistem operasional mampu memberikan kemudahan akses secara
on line dan berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan para pengguna. Sistem dapat diakses dan
mudah dijangkau melalui situs web resmi Pusfatja, LAPAN yaitu http://pusfatja.lapan.go.id.
2.
METODE
Metode penginderaan jauh dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Spasial (TIK-Spasial)
menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pemecahan suatu masalah dengan memanfaatkan data dan
informasi spasial pemanfaatan penginderaan jauh. TIK-Spasial khususnya model penyajian informasi spasial
atau pemetaan web (web mapping) adalah sebuah sistem yang digunakan untuk menyajikan informasi spasial
secara digital berbasis teknologi Internet dan media web.
Pemanfaatan TIK-Spasial, penginderaan jauh dan sistem informasi geografis atau pemetaan berbasis web
dalam ekstraksi informasi spasial, pengelolaan sumber daya alam dan penyediaan informasi spasial
pemanfaatan penginderaan jauh tematik lainnya, termasuk pemantuan lingkungan dan mitigasi bencana,
khususnya informasi pemantauan sebaran titik panas, mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, terutama dalam mendukung dan mewujudkan kesiapsiagaan dan tanggap darurat
bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
2.1 Wilayah Penelitian
Sesuai dengan judul, wilayah rancang bangun sistempemetaan web untuk diseminasi informasi
pemantauan sebaran titik panas dalam mendukung kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana kebakaran
hutan dan lahan adalah seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia.
Aktivitas kegiatan pengrancang bangun sistem dilaksanakan di lingkungan LAPAN, Deputi Bidang
Penginderaan Jauh, Pusfatja, Bidang Produksi Informasi, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
- 231 -
Rancang Bangun Sistem Pemetaan Web Informasi Sebaran Titik Panas dalam Mendukung Tanggap Darurat Bencana Kebakaran
Hutan dan Lahan di Indonesia (Sarno)
2.2 Data dan Informasi
Rancang bangun sistem pemetaan web untuk diseminasi informasi pemantauan sebaran titik panas dalam
mendukung kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia
menggunakan informasi spasial, antara lain:
 Informasi utama berupa informasi pemantauan sebaran titik panas harian tahun 2015 berbasis pada
data satelit MODIS Terra/Aqua, hasil program pengembangan SPBN di Pusfatja LAPAN.
 Peta Dasar berupa Peta Batas Administrasi Indonesia (sumber: Badan Informasi Geospasial), Sebaran
Gambut (sumber: BBSDLP, Kementrian Pertanian).
 Grid peta berupa grid mulai dari 1 – 5 degree
 Informasi backgrounds berupa Google (Streets, Physical, Hybrid, Satellite), MapQuest (OSM, Satellite
Tiles), ESRI (Ocean Base Map, World Imagery)
2.3 Arsitektur Sistem
Rancang bangun sistem ini dilakukan dengan perangkat lunak open source dan merupakan implementasi
tahapan operasi dan dukungan’prototyping development metodology with open source software’ (Brian,
2013). Implementasi dititikberatkan pada keterpaduan dan kepraktisan bagi kebutuhan pengguna berupa
multi aplikasi GeoFOSS (Geospasial Free and Open Source Software) melalui proses pembenahan berbagai
komponen pembentuk agar diperoleh sistem yang sederhana dan mudah dipahami. Metode tersebut biasa
dikenal dengan istilah re-engineering, yaitu proses analisis teknologi untuk mengidentifikasi komponenkomponen dan hubungannya serta mengembangkan sistem dalam bentuk baru.
Gambar 1. Arsitektur Sistem Pemetaan Web (Ticheler, 2007)
Rancang bangun sistem pemetaan web untuk diseminasi informasi pemantauan sebaran titik panas dalam
mendukung kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia menerapkan
3-Tiers Architecture, ditunjukkan seperti Gambar 1, dengan legenda seperti Gambar 2 (Ticheler, 2007).
- 232 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Pada lapisan atas (client) berada pengguna dan aplikasi. Akses ke muatan informasi dimungkinkan baik
melalui Desktop, berupa paket perangkat lunak dengan kemampuan geovisualisasi dan fungsi Desktop GIS,
seperti paket perangkat lunak Quantum GIS atau melalui Thin Web Map Client untuk antarmuka penyajian
dan visualisasi informasi spasial dinamis.
Pada lapisan tengah (middleware): disusun, disesuaikan dan diintegrasikan semua layanan yang
membantu aksesibilitas ke repositori informasi. Lapisan tengah juga menyediakan Layanan Akses langsung
ke Basis Data informasi untuk query dan analisis informasi.
Pada lapisan paling bawah: disusun, disesuaikan dan diintegrasikan tempat penyimpanan berupa server
basis data informasi dan sistem file dalam rangka mencapai manajemen data yang lebih efisien.
Gambar 2. Legenda Arsitektur Sistem Pemetaan Web (Ticheler, 2007).
2.4 File Konfigurasi Web Map Server
Konfigurasi web map server merupakan proses untuk pengaturan menggambar dan berinteraksi dengan
map. File konfigurasi web map server atau lebih dikenal dengan istilah file map merupakan komponen utama
dan jantung dari Minesota MapServer. File map digunakan oleh MapServer untuk pengaturan dan akses
data. Pengaturan mencakup data layer yang akan digambarkan, memfokuskan letak geografis dalam map,
sistem proyeksi dan format keluaran image yang akan digunakan, serta mengatur legenda dan skala.
File map merupakan file teks sederhana yang menggunakan struktur hirarki objek, terdiri dari objekobjek. Setiap objek memiliki kata kunci untuk memulai dan kata END untuk mengakhiri. Objek dapat
memiliki subobjek lain di dalam objek tersebut (Tyler, 2005). Representasi grafis struktur hirarki model
- 233 -
Rancang Bangun Sistem Pemetaan Web Informasi Sebaran Titik Panas dalam Mendukung Tanggap Darurat Bencana Kebakaran
Hutan dan Lahan di Indonesia (Sarno)
objek file map, ditunjukkan seperti pada Gambar 2-3, model objek map seperti pada Gambar 4 dan model
objek layer seperti pada Gambar 5 (Yewondwossen, 2004).
Gambar 3. Representasi Model Objek Map (Yewondwossen, 2007)
- 234 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Gambar 4. Representasi Model Objek Layer (Yewondwossen, A., 2007)
3.
HASIL PEMBAHASAN
Sistem pemetaan web informasi pemantauan sebaran titik panas dalam mendukung tanggap darurat
bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, dapat diakses melalui situs web resmi Pusfatja, LAPAN
yaitu http://pusfatja.lapan.go.id.
Berikut ini adalah perangkat lunak sistem, peta dasar, grid dan informasi backgrounds, serta informasi
utama sistem pemetaan web hasil rancang bangun tersebut.
3.1 Perangkat Lunak Sistem
Rancang bangun sistem pemetaan web informasi sebaran titik panas dalam mendukung tanggap darurat
bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia menerapkan 3-Tiers Architecture:
 Framework perangkat lunak Geomoose (Geomoose, 2013), digunakan sebagai aplikasi web map
client/viewer, disusun dan disesuaikan sebagai antarmuka sistem untuk penyajian dan visualisasi spasial
dinamisinformasi pemantauan sebaran titik panas.
 Perangkat lunak UMN (University of Minnesota) MapServer (Kropla, 2005; MapServer, 2013)
digunakan sebagai web map server, disusun dan disesuaikan untuk mempublikasikan informasi dan
sebagai server pemetaan yang menyediakan fungsi-fungsi operasi sistem pemetaan web, memfasilitasi
akses dan penggunaan informasi spasial online.
 Perangkat lunak PostgreSql/PostGis (Obe, 2011; PostGis, 2013) digunakan sebagai geospatial
Database Management System Server disusun dan disesuaikan untuk manajemen basis data informasi
spasial dan sistem tata kelola file atau berkas raster citra satelit penginderaan jauh dalam format
GeoTiff.
3.2 Peta Dasar,Grid dan Backgrounds
Dalam sistem pemetaan web tersebut telah diintegrasikan: Peta Dasar berupa Peta Batas Administrasi dan
Sebaran gambut di Indonesia; Grid peta berupa grid mulai dari 1, 2, 3, 4 dan 5 derajat (degree); dan
Informasi backgrounds berupa Google (Streets, Physical, Hybrid, Satellite), MapQuest (Open Street Map,
Satellite Tiles), ESRI (Ocean Base Map, World Imagery), seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Sistem Pemetaan Web: Peta Dasar, Grid dan Background.
- 235 -
Rancang Bangun Sistem Pemetaan Web Informasi Sebaran Titik Panas dalam Mendukung Tanggap Darurat Bencana Kebakaran
Hutan dan Lahan di Indonesia (Sarno)
Pada Gambar 3 tersebut nampak bahwa layer informasi yang dalam keadaan aktif adalah semua layer
Peta Dasar yaitu Peta Batas Administrasi dan Sebaran Gambut, Grid 5 degree dan backgrounds Google
Satellite. Layer informasi yang lain pada grid dan backgrounds dalam keadaan tidak aktif.
3.3 Informasi Utama dan Operasi Sistem Pemetaan Web
Informasi utama sistem pemetaan web berupa informasi pemantauan sebaran titik panas harian berbasis
pada data satelit MODIS Terra/Aqua. Informasi yang telah diintegrasikan merupakan hasil kegiatan program
pengembangan SPBN di Pusfatja LAPAN yang disusun dan disajikan sesuai tanggal dan seperti Gambar 4.
Gambar 4. Informasi Utama Sistem Pemetaan Web.
Gambar 5. Informasi Rinci Sistem Pemetaan Web: Operasi Identifikasi Titik Panas
- 236 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Pada Gambar 4 tersebut nampak bahwa telah dipersiapkan wadah layer informasi mulai dari Bulan
Januari sampai dengan Bulan Desember Tahun 2015 dan informasi hasil pemantauan sebaran titik panas
harian (2015-10-18 dan 2015-10-19), dalam keadaan aktif dan yang lainnya tidak aktif.
Melalui tombol pilihan atau navigasi pada layar browser memungkinkan pengguna dapat secara dinamis
berinteraksi dengan menampilkan peta dan menemukan hubungan informasi dalam peta.
Gambar 6. Layout Peta Informasi Titik Panas
Gambar 7. Hasil Print Peta Informasi Titik Panas ke File PDF
- 237 -
Rancang Bangun Sistem Pemetaan Web Informasi Sebaran Titik Panas dalam Mendukung Tanggap Darurat Bencana Kebakaran
Hutan dan Lahan di Indonesia (Sarno)
Pengguna juga dapat menjalankan beberapa operasi pada informasi sebaran titik panas, seperti zoom-in
dan zoom-out, memperoleh informasi rinci tertentu seperti identifikasi titik panas, seperti ditunjukkan pada
Gambar 5 atau melakukan pencetakan (print) ke dalam file pdf, seperti ditunjukkan pada Gambar 6 dan
Gambar 7.
4.
KESIMPULAN
Telah berhasil dilaksanakan rancang bangun sistem pemetaan web informasi sebaran titik panas dalam
mendukung tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Sistem mempunyai antarmuka
pengguna, berupa tombol pilihan atau navigasi untuk menjalankan operasi fungsi-fungsi sistem pemetaan
web. Antarmuka tersebut memungkinkan pengguna dapat secara mudah melakukan pengelolaan penyajian
informasi spasial sebaran titik panas dalam mendukung tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan.
Sistem operasional memberikan kemudahan akses melalui situs web http://pusfatja.lapan.go.id.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada: Bpk Winanto atas dukungan administrasi; Mba Esti
kerja sama team; dan para kolega lainnya atas kebersamaan dalam pelaksanaan kegiatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
BNPB. (2012). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 07 Tahun 2012Tentang Pedoman
Pengelolaan Data dan Informasi Bencana Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Kropla, B. (2005). Beginning Mapserver : Open Source GIS Development., USA., Appres..
LAPAN. (2014). Program Penginderaan Jauh INCAS: Metodologi dan Hasil, Versi 1., LAPAN-IAFCP., Jakarta.
Obe, R. (2011) PostGIS in Action. Manning, USA..
PPK DEPKES. (2011). Pedoman Pos Informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Pusat
Penangggulangan Krisis (PPK) - Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Brian, N.H. (2013). Open Source Software, Web Services, and Internet-Based Geographic Information System
Development,
School
of
Information
Science,
Claremont,
CA
91711.
Cited
in:
http://www.cartogis.org/docs/proceedings/2005/hilton.pdf. [Agustus 2013].
Geomoose. (2013). Documentation. Cited in: http://geomoose.org. [29 September 2013].
LAPAN. (2013). Dukungan Teknologi Penginderaan Jauhdalam Penilaian Sumberdaya Hutan (Forest Resource
Assessment) Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya. Cited in: http://www.fordamof.org//files/Dukungan_Teknologi_Penginderaan_Jauh_LAPAN.pdf. [09 September 2015].
MapServer. (2013). MapServer Documentation. Cited in: http://www.mapserver.org/MapServer.pdf. [Agustus 2013].
Marison, G. (2015). Kebakaran Hutan dan Kejahatan Korporasi. Cited in: http://nasional.kompas.com/read/
2015/10/03/16191531/Kebakaran.Hutan.dan.Kejahatan.Korporasi. [29 September 2015].
Mel.
(2015).
SiPongi
Deteksi
Dini
Kebakaran
Hutan
dan
Lahan.
Cited
in:
http://bpphp13.web.id/index.php/menuartikel/42-sipongi. [19 September 2015]
Ticheler, J. (2007). SDI-Architecture. Cited in: http://geonetwork-opensource.org/download/SDI-Architecture.ppt
[2007].
Wishnu, S. (2015). Asap Lagi, Asap Lagi. Cited in: http://www.kompasiana.com/wishnubio/asap-lagi-asaplagi_5609995463 afbd400ca7d8ac [29 September 2015].
Yunanto, W.U. (2015). Cerita Ultimatum Hingga Satgas Doa, di Balik Rapat Pejabat tentang Kebakaran Hutan. Cited
in:
http://sains.kompas.com/read/2015/09/16/07000091/Cerita.Ultimatum.hingga.Satgas.Doa.di.Balik.Rapat.Pejabat.ten
tang.Kebakaran.Hutan.
Yewondwossen, A. dan Daniel, M. (2007). PHP Mapscript DM Solutions Group Inc. Cited in: http://dl.maptools.org/dl/
omsug/osgis2004
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah
BERITA ACARA
PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2015
Moderator
Judul Makalah
Pemakalah
Jam
: Ir. Rubini Jusuf, M.Si.
: Rancang Bangun Sistem Penataan Web Informasi Sebaran Titik Panas Dalam Mendukung
Tanggap Darurat Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia
: Sarno
: 13.00 – 15.00 WIB
- 238 -
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015
Tempat
Diskusi
: Meeting Room E-F
:
Hidayat Gunawan (Pustekdata, LAPAN)
Bagaimana sinergis dengan sistem tampilan hotspot di LAPAN yang dikembangkan oleh Andi di
Teksista.............Bagaimana otomatisasi real time data spot yang diambil agar kerancuan user saat membaca data kalau
misalnya ada perbedaan hotspot atau perbedaan waktu untuk akses data?
Jawaban:
Sinergi tampilannya diserahkan kepada pengambil keputusan. Otomatisasinya memang ingin dilakukan otomatisasi
sehingga begitu selesai diproduksi dari suatu tim akan akan langsung ter upload ke basis data dan tampil tervisualisasi
terpublikasi. Sistemnya sudah saya siapkan seperti itu karena ini merupakan optimasi dari sistem sebelumnya. Sistem
sebelumnya kami pake V mapper web clientnya dan sekarang pake GEOMOS.
Daniel Sande Bona (LAPAN Biak)
Tadi dibilang pake post GIS untuk DBMSnya, Apakah kedepan ada rencana perkembangan ditambah fiture misalnya
karena post GIS bisa detect per propinsi misalnya dengan library yang ada jadi bisa ada informasi statistiknya per
propinsi mungkin? Interface dibangun dengan open layer atau PHP manuscript?
Jawaban:
Kita tahu GEOMOS basisnya open layer dan servisis ...kedepannya kenapa kita pake post CRIPT dan post GIS memang
ingin mengakomodir bahwa visualisasi akhir data apapun juga termasuk data inderaja harusnya bisa dalam bentuk
statitik bisa chart, tabel, dan laporan.
Ratih Dewanti (Pustekdata, LAPAN)
Kalau bisa ditayangkan contohnya semacam demonya saat ini kalau bisa.............apakah lebihnya dibandingkan dengan
SIMBA dan sebagainya?
Jawaban:
SIMBA lebih dominan ke world map statis...tapi yang ini dinamis interaktif. Demo bisa diakses ke internet
[email protected] atau /karbutla.php
- 239 -
Download