1 MENINGKATKAN SIKAP TOLERANSI SISWA MELALUI

advertisement
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
MENINGKATKAN SIKAP TOLERANSI SISWA
MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK
(Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar
di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
RADJIMAN ISMAIL
Institut Agama Islam Negeri Ternate
ABSTRACT
This research is an action research through thematic learning to increase students tolerance
attitudes. It was conducted in the third grade elementary school in the Wilayah Kota Ternate
Utara. Steps of this research using research measures developed by Ernest Stringer. It also
was conducted during a single theme. The research was conducted during two cycles. Based
on the final results of the second cycle of the data obtained 2,31 t
count>
t-table. 2.02. It can be
concluded that there is an increased tolerance attitudes of students through thematic learning.
It can be concluded that the thematic learning is effective to increase tolerance attitude. To
Suggested each elementary school should use this thematic learning to increase tolerance
attitude.
Keywords: Action Research, Thematic Learning, Tolerans Attitudes
Pendahuluan
Sikap toleransi merupakan hal sangat berharga pada saat sekarang ini. Peristiwa demi
peristiwa yang terjadi di berbagai daerah dengan alasan faktor perbedaan suku, agama, dan
golongan menunjukkan semakin terkikis sikap toleransi di masyarakat. Sikap toleransi dapat
terkikis disebabkan ada sikap saling curiga diantara anggota masyarakat. Sikap intoleransi
dapat juga terjadi di ruang-ruang kelas. Sikap intoleransi di kelas dapat ditandai dengan tidak
adanya saling menghargai perbedaan diantara teman sebaya.
Pembelajaran
sikap toleransi perlu ditanamkan sejak pendidikan anak usia dini
dimulai. Ini disebabkan sering terjadi pada tata hubungan sesama siswa tidak mencerminkan
sikap toleransi. Indikator tersebut ditandai dengan ucapan saling ejek, kata-kata mengancam,
sering dijumpai dalam percakapan pergaulan siswa sehari-hari. Ucapan-ucapan ini sepintas
biasa saja tetapi dapat menjadi akar masalah setelah kelak dewasa. Jadi pada anak-anak perlu
diajarkan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan terhadap sesama teman
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
1
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
sebaya. Hubungan antara teman sebaya di sekolah haruslah dilandasai saling menghargai satu
dengan lainnya. Hubungan pertemanan haruslah mencerminkan kesetaraan antara anak lakilaki dengan anak perempuan sehingga mampu menerima perbedaan yang ada.
Untuk dapat menanamkan sikap toleransi maka perlu desain pembelajaran yang
holistik atau menyeluruh. Pembelajaran yang holistik atau menyeluruh dapat dilakukan
dengan pendekatan tematik. Pembelajaran tematik memberikan keluasan kepada guru untuk
mengembangkan materi sesuai dengan kebutuhan peserta didik atau siswa. Tema
pembelajaran dapat dikembangkan berdasarkan kekayaan kearifan lokal sehingga siswa lebih
mengenal lingkungan tempat tinggalnya. Pembelajaran tematik juga memberikan kesempatan
kepada siswa dan guru untuk belajar secara menyeluruh dan saling berkaitan antara topik satu
dengan topik lainnya baik dalam mata pelajaran maupun antar mata pelajaran.
Pembelajaran tematik untuk meningkatkan toleransi diharapkan menjadi salah satu
sarana membangun sikap toleransi dan pengetahuan pada siswa sejak usia dini. Berdasarkan
alasan tersebut maka perlu dilakukan penelitian tindakan untuk meningkatkan sikap toleransi
siswa. Penelitian ini menekankan pada pembelajaran tematik untuk meningkatkan sikap
toleransi siswa baik secara kontekstual bukan tekstual. Hal ini berarti anak sejak dini
diajarkan untuk mengamalkan keilmuan sesuai dengan pengetahuan yang telah diterima.
Pembelajaran tematik untuk meningkatkan sikap toleransi tidak hanya menekankan pada
pengetahuan keberagaman yang ada di masyarakat tetapi juga diharapkan mampu
menumbuhkan sikap toleransi dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Penelitian tindakan ini fokus pada; (1) Peningkatkan toleransi pada siswa kelas III
Sekolah Dasar di wilayah kecamatan kota Ternate Utara; (2) Efektivitas pembelajaran
tematik untuk meningkatkan sikap toleransi siswa kelas III Sekolah Dasar di wilayah
kecamatan kota Ternate Utara.
Permasalahan dirumuskan sebagai berikut; (1) bagaimanakah meningkatkan sikap
toleransi melalui pembelajaran tematik pada siswa kelas III Sekolah Dasar di wilayah
kecamatan kota Ternate Utara?; (2) apakah pembelajaran tematik efektif meningkatkan sikap
toleransi siswa kelas III Sekolah Dasar di wilayah kecamatan kota Ternate Utara?
Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk; (1) meningkatkan sikap toleransi siswa
di kelas III Sekolah Dasar melalui pembelajaran tematik di kecamatan kota Ternate Utara; (2)
mengetahui efektivitas pembelajaran tematik untuk meningkatkan sikap toleransi pada siswa
kelas III Sekolah Dasar di kecamatan kota Ternate Utara.
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
2
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
Kajian Teori
Pembelajaran sikap toleransi di Indonesia sudah lama di gagas oleh Ki Hajar
Dewantara. Hal ini ditandai dengan kebudayaan sebagai unsur dan sumber utama dalam
pendidikan dan pembelajaran. Dewantara (1994:24) menyatakan setidaknya ada tiga jenis
kultur dalam masyarakat. Ketiga jenis kultur tersebut antara lain; 1) yang mengenai hidup
kebatinannya manusia, yaitu yang menimbulkan tertib damainya hidup masyarakat dengan
adat istiadatnya yang halus dan indah; tertib damainya pemerintahan negeri; tertib damainya
agama dan ilmu kebatinan dan kesusilaan; 2) yang mengenai angan-angannya manusia yang
dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan, dan pendidikan; 3) yang mengenai
kepandaiannya manusia, yaitu yang menimbulkan macam-macam kepandaian tentang
perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu lintas, kesenian yang
berjenis-jenis, semuanya bersifat indah.
Ki Hajar Dewantara telah meletakkan pondasi kuat bagi pendidikan toleransi dengan
mengangkat kultur yang ada di masyarakat. Kultur yang berbeda bukan merupakan hambatan
dan halangan dalam membangun harmoni tetapi sebagai modal pendidikan toleransi bangsa.
Kultur yang berbeda merupakan kekuatan untuk saling mengisi satu dengan lainnya.
Keindahan dan kedamaian dibangun oleh kultur yang berbeda bukan oleh kultur yang sama.
Ketiga jenis kultur inilah sebagai salah satu sarana untuk menuju masyarakat madani.
Nieto seperti dikutip oleh Santrock (2007:185) menyatakan bahwa ada tiga syarat
pendidikan toleransi di sekolah akan berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Ketiga syarat tersebut antara lain; 1)
silabus sekolah harus jelas antirasis dan
antidriskriminatif. Siswa harus bebas mendiskusikan isu etnis dan diskriminasi; 2)
pendidikan toleransi harus menjadi bagian dari setiap pendidikan siswa. Setiap siswa harus
menjadi bilingual dan mempelajari perspektif kultural yang berbeda-beda. Pembelajaran
sikap toleransi harus direfleksikan di mana saja, termasuk di majalah dinding sekolah, ruang
makan siang dan pertemuan-pertemuan, dan 3) siswa harus dilatih untuk lebih sadar budaya
(kultur). Ini berarti mengajak siswa untuk lebih terampil dalam menganalisis dan lebih
menyadari faktor historis, sosial, dan politik yang membentuk pandangan mereka tentang
kultur dan etnis. Harapannya adalah agar kajian kritis itu akan memotivasi siswa untuk
mengupayakan keadilan politik dan ekonomi.
Pembelajaran sikap toleransi akan berhasil dengan baik jika dilakukan pada setiap lini
pembelajaran. Pendidikan toleransi dilakukan secara integratif dengan setiap mata pelajaran.
Dengan demikian pendidikan toleransi menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap cabang
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
3
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
ilmu. Pendidikan toleransi akan mencapai tujuan jika dilakukan secara komprehensif.
Memberikan kesadaran kepada setiap siswa tentang kesadaran budayanya. Siswa saat
sekarang ini telah banyak yang kehilangan kesadaran budaya disebabkan oleh serbuah
budaya produk negara lain secara masif. Siswa lebih mengenal budaya negara lain
dibandingkan negara sendiri. Kehilangan kesadaran budaya tempat berpijak akan
menyebabkan gegar budaya.
Sikap toleransi dapat tumbuh sejak usia dini jika siswa memiliki toleransi baik.
Toleransi dapat diajarkan lebur di dalam pembelajaran mata pelajaran. Pendidikan toleransi
dapat dikatakan sebagai silabus tersembunyi. Mustari (2011:41) memberikan bermacammacam toleransi yang dapat dikembangkan pada pembelajaran. Ada lima pendidikan
toleransi yang dapat menjadi landasan meningkatkan sikap yaitu bertanggung jawab, disiplin,
kerja keras, berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, mandiri, dan ras ingin tahu.
Azwar (2010:5) menyatakan bahwa sikap merupakan konstelasi komponenkomponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami,
merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Jadi sikap tidak berdiri sendiri tetapi
merupakan sekumpulan pengetahuan atau kognitif dan konatif yang kemudian menimbulkan
sikap. Sikap terbentuk karena adanya pengetahuan dan pemahaman. Pengetahuan dan
pemahaman ini kemudian menjelma menjadi konatif. Pembelajaran sikap toleransi akan
menjelma menjadi tindakan dalam kehidupan sehari-hari jika guru memberikan pengetahuan
memadai arti penting sikap toleransi terhadap sesama.
Petty dan Cacioppo (2002:33) menyatakan bahwa sikap setidaknya memiliki dua
aspek dalam perubahan tingkah laku seseorang. Ini artinya sikap muncul sebagai jawaban
atas stimulan yang terjadi. Jika stimulan yang diberikan baik, maka sikap yang dihasilkan
akan baik pula. Sedangkan jika stimulan yang diberikan jelek, maka sikap yang akan
diberikan buruk. Sebagai hasil reaksi sikap akan bergantung bagaimana sebuah stimulan
dilakukan. Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan akan berdampak pada sikap siswa.
Calhoun dan Acocella (2003:359) seperti dikutip oleh Sobur menyatakan bahwa sikap
adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan
kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu. Berdasarkan
pengertian sikap ini maka sikap setidaknya mengandung komponen kognitif (keyakinan),
afektif (emosi dan perasaan) dan perilaku (tindakan). Dengan demikian seseorang
menunjukkan reaksi atas stimulan yang diberikan tingkatan yang paling tinggi adalah dalam
bentuk perilaku. Perilaku inilah yang disebut dengan sikap aktif. Dapat juga dikatakan
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
4
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
perubahan sikap atas stimulan yang diberikan merupakan bentuk apresiasi terhadap stimulan
tersebut.
Pembelajaran sikap merupakan matra ranah afektif Bloom. Ranah afektif adalah
sikap, perasaan, emosi, dan karakteristik moral, yang merupakan aspek-aspek penting
perkembangan siswa. Kratwohl dan Masia (2007:81) seperti dikutip oleh Hamalik
mengembangkan hierarki matra ini yang terdiri dari; 1) penerimaan; suatu keadaan sadar,
kemauan untuk menerima, perhatian terpilih; 2) sambutan, suatu sikap terbuka ke arah
sambutan; kemauan untuk merespon; kepuasan yang ditimbulkan karena sambutan; 3)
menilai, penerimaan nilai-nilai, preferensi terhadap suatu nilai, membuat kesepakatan
sehubungan dengan nilai; 4) organisasi, suatu konseptual tentang suatu nilai, suatu organisasi
dari suatu sistem nilai; 5) karakteristik dengan suatu kompleksitas nilai; suatu formasi
mengenai perangkat umum, suatu manifestasi daripada kompleks nilai. Sikap
toleransi
terbentuk jika pengetahuan tentang toleransi diberikan dengan baik melalui pembelajaran.
Sikap toleransi siswa menjadi variabel keberhasilan dari pengembangan model pembelajaran
berbasis toleransi.
Fawsia (2007:188) seperti dikutip oleh Shinta Rahmawati menyatakan bahwa anak
sejak dini perlu dilatih untuk memecahkan masalah,
hal ini bisa dicapai dengan
membiasakan anak mengambil keputusan sendiri, brainstroming dan sebagainya. Karena
sifatnya mengajarkan upaya meningkatkan kemampuan berpikir, maka dalam kegiatan itu
sekaligus juga bisa diraih kemampuan mengelola emosi. Jadi pembelajaran emosi merupakan
salah satu dari pembelajaran sikap ini disebabkan pengelolaan emosi yang baik akan
berdampak pada sikap yang baik pula. Sikap toleransi siswa terpupuk dengan baik jika siswa
mampu mengelola emosi dengan baik pula. Guru memiliki peran penting dalam pembelajaran
emosi. Guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambila keputusan
sendiri. Guru dalam hal ini hanya memberikan dampak terhadap keputusan yang diambil.
Semakin dini anak diajarkan berani mengambil keputusan semakin dini pula anak untuk
belajar bersikap.
Lickona (2008:225) seperti dikutip Borba menyatakan bahwa toleransi sebagai
kebajikan etis mempunyai dua aspek. Kedua aspek tersebut yaitu sikap rasa hormat terhadap
martabat manusia dan hak asasi setiap orang termasuk kebebasan hati nurani menentukan
pilihan selama tidak mengganggu hak orang lain dan sikap menghargai keragaman manusia,
berbagai nilai positif, serta bermacam peran manusia yang memiliki latar belakang, suku,
agama, negara, dan budaya yang berbeda. Sikap toleransi tersebut perlu diajarkan kepada
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
5
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
setiap siswa sejak dini sehingga ketika dewasa kelak akan menjadi pribadi yang toleran
terhadap keragaman budaya, agama, suku, ras, golongan serta gender di sekeliling tempat
tinggal. Guru perlu melakukan intervensi sehingga sikap toleran ini dapat menjadi bagian
kehidupan siswa sejak usia dini.
Pengembangan sikap toleransi berhubungan erat dengan sikap sosial. Untuk
menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat dikaji sebagai sesuatu proses yang (1) instinktif,
(2) karena kebiasaan, dan (3) juga yang bersumber dari proses mental. Mereka semua tertarik,
dan dengan cara sebaik mungkin lalu menguraikan hubungan antara masyarakat dengan
individu. James dan Dewey seperti dikutip oleh Boerree (2000:215) menyatakan bahwa
menekankan pada penjelasan kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa
kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok - yaitu adat-istiadat masyarakat - atau
strutur sosial. Struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar manusia dengan cara yang
relatif stabil. Kita mewarisi struktur sosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu
generasi ke generasi berikutnya, melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur sosial,
kita mengalami kehidupan sosial yang telah terpolakan. James menguraikan pentingnya
dampak struktur sosial atas "diri" (self) - perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Masyarakat
mempengaruhi diri - self.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan pengembangan kurikulum secara
tematik. Lake (2006:1) menyatakan bahwa kurikulum tematik merupakan pembelajaran yang
interdisipliner, pembelajaran tematik, pembelajaran yang sinergis, dan melihat relasi antar
subjek. Ini berarti di dalam pengembangan kurikulum tematik pembelajaran dilakukan secara
satu kesatuan tidak terlepas antara konten materi mata pelajaran satu dengan mata pelajaran
lainnya. Setiap konten mata pelajaran seperti dua sisi mata uang yang saling melengkapi.
Maclver (2006:10) menyatakan bahwa program tematik dalam pembelajaran dapat
membangun dan mengembangkan semangat dan keingintahuan serta sikap dan kebiasaan
dalam bekerja. Ini berarti kurikulum tematik dengan model pembelajaran tematik memiliki
keuntungan yang signifikan dengan pengembangan potensi siswa secara optimal. Sikap dan
pengetahuan siswa akan dapat berkembang dengan baik jika dilakukan dengan model
pembelajaran dan kurikulum tematik. Ini disebabkan siswa dilatih untuk menggunakan
analisisnya dalam memecahkan masalah.
Kurikulum tematik merupakan sarana untuk membangun dan merevitalisasi
pendidikan dan keterampilan. Fogarty (1999:1-3) menyatakan bahwa ada sepuluh pandangan
terhadap kurikulum terpadu. Kesepuluh pandangan itu antara lain; (1) membagi mata
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
6
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
pelajaran menjadi kepingan-kepingan seperti matematika, sains, dan pelajaran sosial; (2)
menghubungkan dalam satu area, yaitu menghubungan antara topik satu dengan topik
lainnya, antara konsep satu dengan konsep lainnya; (3) mengumpulkan beberapa keahlian
menjadi satu kesatuan; (4) merangkai antara satu unit dengan unit lainnya; (5) bagian
perbagian dalam pembelajaran; (6) membuat jaringan topik dalam satu subjek area; (7)
menggunakan pendekatan dalam metakurikulum; (8) mengintegrasikan pendekatan untuk
beberapa mata pelajaran; (9) meleburkan dalam pembelajaran; (10) membuat jaringan kerja
baik ke dalam maupun keluar sesuai dengan bahan ajar atau mata pelajaran yang
disampaikan.
Jaringan topik atau tema inilah yang akan dikembangkan berbasis toleransi. Konsepkonsep toleransi akan dijadikan sebagai tema pembelajaran. Melalui tema berbasis toleransi
inilah guru mengelola pembelajaran sehingga konsep-konsep toleransi lebur di setiap
pembelajaran mata pelajaran. Guru merupakan fasilitator dan media pembelajaran dengan
menggunakan jaringan tema berbasis toleransi.
Pembelajaran tematik ini menuntut siswa untuk dapat menghubungkan antara topik
satu dengan topik lainnya, antara satu topik dengan realita di masyarakat, antara topik dengan
integritas siswa itu sendiri. Semuanya saling berhubungan dan kebergantungan satu sama
lain. Saling keterhubungan, saling melengkapi dan memberi jiwa. Hal inilah yang menjadikan
pembelajaran tematik sesuai untuk anak usia dini karena dilakukan secara holistik atau
menyeluruh.
Susan Japfferies Kovalik dan Jane Rasp McGeehan yang dikutip oleh Reigeluth
(1999:377-380) menyatakan setidaknya ada enam dasar konsep body mind sebagai landasan
utama dalam pengembangan model tematik tematik. Padmonodewo (2003:70) menyatakan
bahwa pembelajaran tematik memiliki setidaknya tujuh kelebihan. Ketujuh kelebihan tersebut
yaitu : 1) menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik; 2)
memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik; 3) hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih
berkesan dan bermakna; 4) mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan
persoalan yang dihadapi; 5) menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama; 6)
memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain; 7) menyajikan
kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta
didik.
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
7
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
Pembelajaran tematik memberi keuntungan kepada siswa pada taraf usia dini karena
dilakukan secara menyeluruh. Padmonodewo (2003:70)
menyatakan bahwa Pendekatan
tematik adalah organisasi dari kurikulum dan pengalaman belajar melalui pemilihan topik.
Apabila pemilihan topik dalam pendekatan tema dilakukan dengan baik, akan memberi
kesempatan kepada anak untuk mempelajari fakta dalam konteks yang berarti/bermakna
dalam pengembangan keterampilan dan pengetahuan anak akan berkembang sesuai dengan
tujuan kegiatan.
Jadi pada pembelajaran setiap komponen merupakan satu kesatun utuh tidak
terpisahkan. Guru perlu memahami pembelajaran tematik secara baik dan benar sehingga
tidak terjadi kesalahan ketika melakukan pembelajaran kepada siswa anak usia dini.
Pengintegrasian antara tema dengan aspek setiap mata pelajaran tentu lebih memudahkan
siswa untuk menerima dan menyerap tidak hanya tentang pengetahuan konsep membaca,
menulis, dan berhitung tetapi juga pengembangan sika terutama toleransi.
Pembelajaran tematik sesuai dengan perkembangan psikologis pada anak usia dini. Ini
disebabkan pembelajaran tematik berbasis pada pengembangan keterampilan berpikir, sikap
dan keterampilan motorik yang harus dikuasai sesuai dengan tingkat perkembangan sosial
dan emosional anak. Pembelajaran tematik juga sesuai dengan teori perkembangan anak usia
dini karena berdasarkan bahan pembelajaran diambil dari sekeliling lingkungan anak tumbuh
dan kembang. Tema merupakan sarana atau jembatan untuk penguasaan konsep-konsep ilmu
pada anak usia dini.
Masa usia dini merupakan usia keemasan. Pada masa inilah pertumbuhan dan
perkembangan baik intelektual, emosional, maupun sosial merupakan puncaknya. Pada masa
ini akan menentukan perkembangan dan pertumbuhan tahun-tahun berikutnya. Untuk itu
pada masa keemasan ini diperlukan berbagai bentuk pembelajaran yang mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Potensi itu tidak hanya yang bersifat akademis,
tetapi juga non akademis. Kedua potensi ini harus dikembangkan secara simultan atau secara
menyeluruh dan saling berkaitan sehingga memberi dampak cukup berarti pada anak usia
dini.
Pembelajaran berarti harus mengembangkan dua sisi, yaitu dimensi akademis dan
budi pekerti secara seimbang. Keseimbangan ini akan memberi kontribusi pada kemampuan
anak secara optimal sejak usia dini. Ini disebabkan tujuan pendidikan tidak hanya mencetak
anak dengan intelektual tinggi semata, tetapi juga budi pekerti luhur. Ada keseimbangan
antara pendidikan intelektual dengan emosional. Kedua sisi inilah yang harus berjalan secara
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
8
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
seimbang dalam kehidupan anak.
Ini disebabkan anak usia dini masih ingin mencoba
berbagai hal dan ingin mengetahui berbagai macam jenis kegiatan. Orang tua atau guru lebih
baik memberi kegiatan yang merangsang perkembangan intelektual dan emosional anak.
Dengan demikian kelak anak akan mempunyai wawasan luas tetapi tetap menjunjung tinggi
etika dalam kehidupan sehari-hari.
Guru perlu mendesain pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran pada
anak usia dini. Desain pembelajaan yang digunakan oleh guru dapat dikembangkan dengan
melibatkan siswa secara intensif untuk saling berinteraksi. Menurut Santrock (2007:64)
ada tujuh langkah yang dapat digunakan oleh guru dalam menerapkan teori belajar Vygotsky.
Ketujuh langkah penerapan pembelajaran yaitu;
Pertama, gunakan Zone of Proximal Development (ZPD). Pembelajaran dimulai dari
batas atas zona, dimana siswa mampu untuk mencapai tujuan dengan cara kerjasama erat
dengan guru. Pembelajaran berlangsung dengan secara perlahan dan bertahap guru
mengurangi penjelasan, petunjuk dan demontrasi, sampai siswa menemukan dan melakukan
keahlian sendiri.
Kedua, gunakan teknik scaffolding, yaitu memberikan dorongan dan membantu siswa
naik ke level pengetahuan dan keahlian yang lebih tinggi. Melalui pemberian dorongan siswa
akan melatih keahlian tersebut. Pada tahapan ini dorongan dilakukan secara tahap demi tahap
sehingga siswa mampu mencapai pengetahuan secara optimal.
Ketiga, gunakan teman sesama siswa yang lebih ahli sebagai guru. Untuk
memperoleh pengetahuan tidak hanya dapat dilakukan oleh guru, tetapi dapat juga dilakukan
oleh siswa. Teman tutor sebaya akan lebih efektif digunakan karena siswa yang lebih ahli
dapat membantu temannya yang belum menguasai materi tertentu.
Keempat, gunakan strategi pembelajaran kolaboratif, yaitu pembelajaran yang
melibatkan semua pihak, seperti guru, orang tua, dan teman sebaya. Melalui pembelajaran ini
akan menemukan pengetahuan yang diinginkannya. Kelima. pertimbangkan konteks kultural
dalam pembelajaran. Pembelajaran tidak hanya mempertimbangkan kecerdasan siswa saja
tetapi juga perlu dilandasi kultur. Landasan pembelajaran kultur memiliki peran penting agar
siswa tidak tercerabut dari konteks asal dan lingkungannya.
Keenam, pantau dan berikan motivasi pada siswa untuk menggunakan bahasa dalam
internalisasi diri. Kemampuan berbahasa siswa memiliki peran penting untuk mencapai hasil
belajar yang optimal. Apalagi jika belajar matematika yang merupakan bahasa simbol.
Melalui bahasa simbol ini siswa diharapkan mampu menjelaskan makna simbol tersebut. Dan
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
9
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
ketujuh, nilai Zone of Proximal Development (ZPD)-nya, bukan IQ. Dalam pembelajaran
menurut Vygotsky jangan menilai IQ siswa tetapi menilai perkembangan pengetahuan
siswa. Untuk menilai perkembangan ini guru dapat melakukan dengan memberikan materi
dari yang mudah ke sulit. Tahapan-tahapan inilah yang disebut dengan menilai ZPD.
Metodologi Penelitian
Penelitian dengan menggunakan pendekatan penelitian tindakan yang dikembangkan
oleh Ernest Stringer.. Populasi penelitian siswa kelas III di wilayah kecamatan kota Ternate
Utara sedangkan sampel penelitian dilakukan pada Sekolah Dasar Dufa-dufa 1 dan Sekolah
Dasar Makassar.
Penelitian dilakukan pada satu tema dengan dua siklus. Satu siklus dilakukan selama
dua minggu atau 10 tatap muka. Pre-test dilakukan sebelum memasuki siklus pertama dan
pada akhir siklus dilakukan post-test. Demikian juga pada akhir siklus kedua dilakukan posttest dengan menggunakan kuesioner yang sama.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian tindakan dilaksanakan selama dua siklus. Berdasarkan hasil perhitungan
pada akhir siklus kedua diperoleh data t-hitung 2,31> dari F-tabel. 2,02. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan ada peningkatan sikap toleransi siswa melalui pembelajaran
tematik dan ada efektivitas pembelajaran tematik untuk meningkatkan sikap toleransi siswa.
Pembelajaran sikap toleransi pada anak usia dini tidak hanya mencakup aspek tujuan
ranah afektif semata tetapi berhubungan dengan aspek lain. Pembelajaran sikap toleransi
lebih efektif dilakukan dengan melibatkan bidang ilmu lain seperti budaya, bahasa, serta
sosiologi. Dimensi ini kemudian diramu menjadi satu kesatuan dalam pembelajaran. Pada
ranah budaya misalnya, anak sejak dini dikenalkan nilai-nilai kearifan lokal, permainan
tradisional, seni serta adat istiadat yang berlaku. Pada ranah bahasa anak sejak usia dini
diperkenalkan dengan bahasa daerahnya dan memahami penggunaan bahasa tersebut. Ranah
sosiologi mengajarkan kepada anak sejak usia dini melakukan interaksi sosial sehingga akan
tumbuh rasa saling empati, simpati, tanggung jawab serta saling menghormati satu dengan
lain tanpa membedaka jenis kelamin, agama, suku, serta adat istiadatnya.
Pembelajaran pada sikap toleransi pada anak usia dini juga memiliki makna untuk
tetap merawat perbedaan yang ada di masyarakat atas dasar saling percaya dan saling
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
10
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
menghargai. Sejak dini anak-anak telah diperkenalkan bahwa perbedaan merupakan suatu
keniscayaan. Perbedaan merupakan kekayaan. Perbedaan merupakan kehendak pencipta.
Pembelajaran sikap toleransi ini pada akhirnya akan memberi dampak pada kelangsungan
hidup sebuah bangsa yang majemuk seperti Indonesia.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan sekolah dasar di wilayah kecamatan
kota Ternate Utara dapat menggunakan pembelajaran tematik tersebut untuk meningkatkan
sikap toleransi siswa.
Daftar Pustaka
Ahmad, Nur, Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman, Jakarta: Kompas, 2001
Ainul Yaqin, M., Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media, 2005.
Alhumami, Almich, “Pendidikan Sebagai Medium Inkulturasi”, Media Indonesia, 11 Januari
2009.
Anderson, Orin W. dan David R. Krathwohl, A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessin, New York: Longman, 2001.
Arends, Richard I., Learning To Teach, terjemahan Helly Prajitno dan Sri Mulyantini
Soetjipto, Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2007.
Baidhawy, Zakiyuddin, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta, Erlangga,
2002.
Bank, Cherry A. McGee, James A. Bank, Multicultur in Education: Issued and Prespective,
Boston, 1997.
Bennet, Neville, Liz Wood, Sue Rogers, Mengajar Lewat Permainan, terjemahan Frans
Kowa, Jakarta, Gramedia, 2005.
Budiningsih, C. Asri, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 2005.
Dewantara, Ki Hajar, Kebudayaan Bagian II, Jogjakarta, Majelis Luhur Persatuan Taman
Siswa, 1994.
Drake, Susan M., Standards Based Integrated Curriculum, California, Corwin Press, 2007.
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
11
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
Fogarty. Robin, Stoehr J., Integrating Curricula with Multiple Intellegences: Teams,
Themes,
and
Threads,
pp.
1-3,
1991
(http://www.vocserve.berkeley.edu.ST2.1/Towardintegrated.html)
Goleman Daniel, Kecerdasan Emosional, terjemahan Agus T Hermaya, Jakarta, Gramedia,
2000.
Hainstock, Elizabet G., Motessori untuk Sekolah Dasar, Semarang, Delaprasta, 2002.
Hamalik, Oemar, Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Bumi Akasara, 2007.
Hurlock, Elizabeth, Psikologi Perkembangan, Jakarta, Erlangga, 2002.
Johnson, Elaine B., Contextual Teaching & Learning, terjemahan Ibnu Setiawan, Bandung,
MCL, 2007.
.
Lake, Kathy, IntegratedCurriculum,http://www.nwrel.org/sepkgirs/8/co16.html
Leirissa, RZ., Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, Jakarta, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1999.
Mahfud, Choirul, Pendidikan Multikultural, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Mills, Geoffrey E., Action Research :A Guide for the Teacher Researcher NewJersey,
Colombus Ohio: Merril Pretice Hall, 2002.
Monk, Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan, Jogjakarta, Gadjah Mada
University Press, 2004.
Nasution, S., Pengembangan Kurikulum, Jakarta, Bumi Aksara, 2007.
Parekh, B., Rethingking Multiculturalisme: Keragaman Budaya dan Teori Politik,
Jogjakarta, Kanisius, 2008.
Petty, Richard E. dan John C. Caciaoppo, “The Effects of Involvement on Responses to
Argument Quantity and Quality: Central and Peripheral Routers to Persuasion”,
dalam Alaya M. Pines dan Christina Maslach, Experiencing Social Psychology:
Readings and Project, New York McGraw Hill, 2002.
Reigeluth, Charles M., Cynthia B. Leshin, Joellyn Pollock, Instructional Design Strategies
and Tactics, Englewood Cliffs, New Jersey, Educational Technology Publication,
1992.
Ragan, Tillman, Patricia L Smith, Instructional Design, New York, John Wiley & Son Inc,
2005.
Rex, John, Monserrat Guibernau, “Multicultural and Prural Societies”, dalam The Ectnicity
Reader, Great Britain, Polity Press, 1997.
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
12
DARUL ILMI
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Volume 2 No 1 Juni 2017
ISSN 2086-6909
Rohani, Ahmad, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 2004
Santrock, Life-Span Development, New York: McGrawHill, 2002.
Silberman, Mel, Active Learning, New York, Allyn & Bacon, 1996.
Semiawan, Conny R., Jeniah Halim, Petunjuk Layanan dan Pembinaan Kecerdasan Anak,
Bandung, Remaja Rosda Karya, 2002
Sparingga, Daniel T., Multikulturalisme dari Pembiaran dan Ko-eksistensi Menuju Proeksistensi Dalam Diskriminasi, Jogjakarta, Interfidei, 2008.
Slavin, Robert E., Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek, Jakarta, Index, 2010.
Sumartana, dkk., Pluralisme, Konflik, dan Pendidikan Agama di Indonesia, Jogjakarta,
Pustaka Pelajar, 2001.
Sroufe, L. Alan, Robert G. Cooper, Ganie B. DeHart, Child Development, Toronto, McGraw
Hill, Inc., 1996.
Santrock, John W., Life Span Development, Toronto, McGraw Hill, 2002.
______________, Psikologi Pendidikan, terjemahan Tri Wibowo, Jakarta, Kencana, 2004.
Sobur, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003
Sudjana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru, 1989
Suparno, Paul, Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997
Suparno, Paul, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Suparman, Atwi, Desain Instruksional, Jakarta: PAU-UT, 2001.
Sumartana, et all, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Jojakarta: Pustaka Pelajar,
2001.
Sternberg, Robert J., Cognitive Psycology, Singapore, Thomson Wadsworth, 2006.
Thomson, Mel, Philosophy of Mind, Hodder Headline: London, 2001.
Thousand, Jaqueline S., Richard A. Villa, Ann I. Nevin, Differentiating Instructional,
California, Corwin Press, 2007.
Tilaar, H.A.R., Multikulturalisme, Jakarta, Grasindo, 200
Meningkatkan Sikap Toleransi Siswa Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas Iii Sekolah
Dasar Di Wilayah Kecamatan Kota Ternate Utara)
13
Download