2. MENCARI DAN MENGENALI KEHENDAK ALLAH I. RENCANA ALLAH Selama hidupNya Yesus selalu berpegang kepada kehendak Allah BapaNya. Kehendak Bapa, itulah pedoman hidupNya. Segala sesuatu dilakukanNya sesuai dan selaras dengan kehendak Bapa. “MakananKu ialah rnelakukan kehendak Dia yang mengutus Aku” (Yoh 4:34). KeclatanganNya di dunia justru hanya punya satu tujuan, yaitu melakukan kehendak Bapa: “Kurban dan persembahan tidak Engkau kehendaki... Lalu Aku berkata: Sungguh Aku datang... untuk melakukan kehendakMu, ya AllahKu” (Ibr 10:5-7). Ia telah turun dari surga hanya dengan tujuan satu itu: kehendak Bapa. “Aku telah turun dari surga bukan untuk rnelakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku” (Yoh 6:38). Karena itu Ia dapat melakukan segala pekerjaan besar yang dipercayakan Bapa kepadaNya. Bapa sendiripun amat berkenan kepadaNya: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia” (Mrk 9:7). Dan sebelum itu, kelika Ia dibaptis di sungai Yordan. Bapa memberi kesaksian ini: “Enqkalah Anak yang Kukasihi kepadaMulah Aku berkenan” (Mrk 1:11). Karena itu bagi kitapun kehendak Allah adalah norma tertinggi hidup kita. Tak ada sesuatu yang lebih suci, tak ada sesuatu yang lebih luhur dan lebih benar daripada kehendak Allah. Kehendak Allah adalah pangkal keselamatan kita, pangkal kebahagiaan kita. Kehendak Allah adalah juga pangkal keberhasilan kita. Kehendak Allah adalah kebijaksanaan dan hikmat tertinggi. Apa yang dikehendaki Allah adalah yang terbaik bagi kita karena Allah hanya menghendaki yang terbaik saja bagi kita. Sejak semula Allah telah mempunyai rencana yang indah bagi kita. Karena Ia mengasihi kita, segala sesuatu yang direncanakanNya bagi kita adalah baik. Seperti dikatakanNya dalam Yeremia, Ia hanya mempunyai rancangan yang indah bagi kita: “Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu. Demikianlah firman Tuhan. yaitu rancanqan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan penuh harapan.” (Yer 29:11). Itulah sebabnya ketika Allah menciptakan alam semesta ini, semuanya diciptakan dalam keadaan baik. Setiap kali setelah selesai menciptakan satu bagian, Allah memandang karya ciptaanNya dan melihat bahwa “semuanya baik” (Kej 1: 10). Dan ketika Ia selesai menciptakan manusia. Kitab Suci bahkan mengatakan “bahwa semuanya amat baik” (Kej 1:3 1). Karena itu sejak semula rencana Allah bagi kita semuanya indah dan baik. Ia menciptakan firdaus untuk manusia. supaya manusia hidup di dalamnya dengan bahagia (Kej 2:8-15). Hubungan antara Allah dan 35 manusiapun amat mesra waktu itu. Hal itu digambarkan dengan lukisan ini: “Sore hari Allah berjalan-jalan di taman itu” (Kej 3:8). Itulah rencana Tuhan bagi kita, yaltu supaya kita bahagia: baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang. II. MENGENALI KEHENDAK ALLAH Karena itu supaya hidup kita penuh kebahagiaan, kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah. Bila hidup kita serasi dengan kehendakNya, kita akan bahagia. Bila bertentangan dengan kehendak itu hldup kita akan merana. Karena itu betapa pentingnya hidup menurut kehendak Allah. Kehendak Allah ini dapat dikenal melalui beberapa sumber: 11.1. Firman Tuhan Sumber pertama dan terutama untuk mengenali kehendak Allah ialah firman Tuhan sendiri. Melalui firmanNya itu Allah menyatakan apa yang menjadi rencana, apa yang menjadi kehendakNya, sehingga dengan mengikuti firman Tuhan, kita akan sampai pada pengenalan yang sempurna akan kehendak Allah. Misalnya bila Tuhan bersabda: Aku menqasihi engkau dengan kasih abadi’, kita harus sungguh-sungguh percaya, bahwa itu benar, bahwa Tuhan mengasihi kita. Bila Ia menyuruh menyerahkan segala kckuatiran kita kepadaNya. itu berarti bahwa bila demikian Ia sendiri akan melindungi kita dan membebaskan kita. Firman Tuhan menyatakan kepada kita segala kehendak dan reneanaNya serta pikiranNya sendiri. Jadi dengan mempelajari firrnan Tuhan kita akan mengetahui kehendak Allah sendiri. Firman Tuhan itu kita jumpai dalam Kitab Suci. Karena manusia sering mengabaikan firman Tuhan, hidupnya juga dipenuhi segala macam kekacauan. 11.2.Ajaran Gereja Ajaran Gereja juga menyatakan kehendak Allah, karena Gereja didirikan oleh Tuhan Yesus sendiri dan dijiwai oleh Roh Kudus. Ia didirikan justru untuk mengajar dan membimbing para murid serta untuk menafsirkan firman Tuhan secara otentik, artinya secara tepat dan benar. Karena itu dengan menerima ajaran Gereja kita menerima ajaran Tuhan sendiri. Dengan mengikuti petunjuknya, kita mengikuti petunjuk Allah sendiri: “Siapa yang mendengarkan kamu, Ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ía menolak Aku.” (Luk 10:16). 36 11.3. Status Hidup Status hidup Anda serta kewajiban yang mengalir daripadanya merupakan pancaran kehendak Allah. Allah menghendaki agar supaya suami dan isteri saling mengasihi dengan segenap hati dan dengan setia. Ia menghendaki agar supaya anak-anak mencintai dan rnenghormati orang tuanya dan agar supaya orang tua mendidik anak-anaknva secara Kristiani. Allah menghendaki, agar supaya seorang kepala keluarga bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarganya dan hidup sebagai seorang kepala keluarga dan bukan sebagai seorang biarawan. Misalnya ia tidak dapat melalaikan keluarganva dengan dalih melayani Tuhan, atau seorang istri tidak mau melayani suami dan anak-anaknva karena mau melayani Tuhan. Kalau begitu apakah mereka tidak boleh melayani Tuhan? Boleh, dan bahkan wajib. namun caranya sesuai dengan status dan situasi hidupnya. Karena itu bila Anda punya tanggung jawab yang macam-macam, semuanya itu bisa saling bertabrakan. Misalnya bila Anda ikut pelbagai macam kegiatan sekaligus, sehingga akhirnya bingung sendiri bagaimana caranya mengatur waktu. Karena itu Anda harus berani mengadakan prioritas dalam hidup Anda. Anda harus mendahulukan apa yang harus didahulukan dan dengan demikian Anda sendiri tidak akan bingung. Jangan mencari jam yang ke 25, melainkan adakanlah prioritas dalam hidup Anda. 11.4. Tanda-tanda Lahiriah Peristiwa atau kejadian yang Anda hadapi dan alami dapat menjadi petunjuk akan kehendak Allah bagi Anda. Perhatikan apa yang terjadi di sekitar Anda dan berdoalah, agar supaya diberi hikmat untuk mengerti apa pesan Tuhan lewat segala peristiwa itu. Kita tahu, bahwa tidak ada peristiwa yang terjadi tanpa diketahui oleh Allah. Kita juga yakin, bahwa Allah dapat mengatur segala peristiwa atau kejadian sedemikian rupa. sehingga dari situ tampak jelas kehendakNya. Misalnya di tempat Anda atau di paroki Anda ada persekutuan doa atau pertemuan komunitas, atau kegiatan rohani lainnya yang dapat membangun iman umat, itu berarti bahwa Anda dipanggil Tuhan untuk ikut mendukung dan bukannya untuk melawan inisiatif serupa itu. Bila tetangga Anda dalam kesukaran besar, bila sahabat Anda dalam krisis. Itu berarti bahwa Allah meminta Anda melakukan sesuatu bagi mereka. Bila Anda merasa terkuras tenaga Anda, bingung dan mudah jengkel dalam kegiatan yang baru Anda masuki, mungkin itu tanda, bahwa Anda harus harus memikirkan kembali pendekatan Anda atau meninjau kembali keputusan Anda. 37 ltulah tanda-tanda lahiriah yang dapat dipakai Allah untuk berbicara kepada Anda. Kadangkadang kehendak Allah begitu jelasnya, baik lewat tanda dan peristiwa lahiriah yang disertai pengertian batin sehingga tidak ada keragu-raguan lagi. Namun seringkali tidak jelas, sehingga hanya dapat Anda ketahui bila Anda mengikuti bimbingan batin Allah sendiri yang dilakukanNya lewat dorongan dan gerak batin Anda. 11.5. Tanda-tanda Batin Tanda-tanda batin ini tertulis dalam batin kita sendiri oleh Roh Kudus. Tanda tanda itu dapat berupa sabda batin, penglihatan, rasa batin, kecenderungan hati atau pengertian batin yang datang dan Roh Kudus yang hadir dalam diri kita. Melalui semua itu Roh mau menunjukkan kepada kita arah mana yang harus kita ambil dalam perjalanan hidup kita ini. Sabda batin dan penglihatan memang merupakan suatu bimbingan yang khusus, jarang terjadi. Untuk uraian lebih lanjut silahkan membaca buku saya: Cita-cita Rohani Yohanes dari Salib. Pada kesempatan ini sava hanya akan membahas bimbingan yang lebih umum lewat rasa batin, kecenderungan hati atau pengertian batin. Mengenali tanda-tanda batin tersebut serta sekaligus menafsirkan tanda-tanda lahiriah adalah proses yang lebih lazim dan yang memang seringkali harus kita lakukan. Hal itu khususnya akan kita perlukan bila kita menghadapi situasi-situasi tertentu seperti 1. Bila Anda menghadapi suatu pilihan antara dua hal yang baik atau lebih, seperti umpamanya: apakah aku harus mengikuti kegiatan rutin tertentu ataukah harus tinggal di rumah bersama keluarga; apakah aku harus menerima tawaran untuk ikut seminar atau pelayanan tertentu; apakah aku harus berkeluarga ataukah masuk seminari atau biara, ataukah harus tinggal single untuk Tuhan di tengah dunia? 2. Bila Anda menghadapi suatu situasi baru, kesempatan baru, atau pilihan, seperti misalnya ada tawaran pekerjaan baru, diminta untuk menikah, diminta untuk pelayanan di tempat tertentu, dll. 38 III. PROSES UNTUK MENGENALI KEHENDAK ALLAH Proses untuk mengenal kehendak Allah ini kadang-kadang juga disebut dengan istilah “penegasan rohani”. Supaya dapat mengenali kehendak Allah lewat tanda-tanda batin tersebut, di bawah ini dapat Anda jumpai beberapa pedoman praktis 1. Pertama-tama siapkanlah batin Anda dalam doa, sehingga Anda mencapai suatu kerelaan untuk mengikuti kehendak Allah. apapun itu, karena yakin bahwa itulah yang terbaik bagi Anda. Bila Anda telah rela dan siap mengambil keputusan sesuai dengan kehendak Allah, maka Anda dapat mengambil langkah berikutnya. 2. Carilah informasi yang memadai tentang situasi. peristiwa, perkara dan orang-orang yang terlibat dalam pilihan Anda. Pelajari dan pertimbangkan segala pro dan kontranya. Carilah juga tanda-tanda lahiriah bimbingan Allah. Waktu mempelajari semua itu perhatikan pula ketiga sumber bimbingan Allah yang telah disebutkan di atas. Segala sesuatu yang berlawanan dengan Kitab Suci. ajaran Gereja dan status hidup Anda haruslah dianggap sebagai suatu godaan. 3. Bawalah persoalan Anda dengan segala pro dan kontranya kepada Yesus dalam doa. Berbicaralah kepada Yesus sebagai kepada seorang sahabat yang mengasihi Anda. Ceriterakanlah kepadaNya segala aspirasi dan kekuatiran Anda. Bertanyalah kepadaNya bagaimana pandanganNya tentang hal itu dan mohonlah kepadaNya, agar membantu Anda mengambil keputusan yang tepat. Setelah berdoa sejenak kepada Tuhan secara itu. cobalah tinggal tenang di hadiratNya. Anda dapat memuji Dia, atau berdoa dalam bahasa roh atau hanva tinggal diam saja di hadapanNya. 4. Bacalah tanda-tanda batinnya. Ketika Ancla berbicara dengan Tuhan dan lebih-lebih lagi ketika Anda diam di hadapanNya. Roh Allah berkarya di dalam diri Anda. Bila keputusan atau tindakan yang akan Anda ambil itu sesuai dengan kehendak Allah. maka Roh Kudus akan menimbulkan damai, terang, kasih, ketertarikan batin dan hiburan. Melalui tanda-tanda positif itu Roh berkata: ‘Ya, itulah yang saya kehendaki.’ Bila keputusan atau tindakan yang akan Anda ambil itu tidak sesuai dengan rencana Allah, maka Anda akan mengalami tanda-tanda yang negatif seperti ketidaktenangan, ketakutan, kegelapan. keseganan dan rasa kehadiran Allah melenyap. Melalui tanda-tanda itu Roh mau berkata: ‘Bukan, itu bukan yang Kukehendaki.’ 39 Dalam mengambil keputusan penting, seperti misalnya menentukan panggilan hidup, perubahan besar dalam hidup, Anda dapat melihat dari kedua sisinya secara bergantian. Misalnya untuk menentukan panggilan hidup, doakan lebih dahulu seandainya Anda masuk biara, reaksinya bagaimana. Kemudian doakan seandainya Anda mau berkeluarga, reaksinya bagaimana. Kedua hal itu akan memperkuat kesimpulannya. Misalnya bila waktu Anda mendoakan masuk biara Anda mengalami tanda-tanda yang positif, sedangkan waktu mendoakan berkeluarga Anda mengalami tanda-tanda negatif, jelaslah kiranya bahwa Tuhan mernanggil Anda untuk hidup membiara. Kalau sebaliknya waktu mendoakan masuk biara Anda gelisah dan mengalami tandatanda negatif, sedangkan waktu berdoa tenlang hal berkeluarga Anda mengalami tanda-tanda positif, jelaslah bahwa Ancla dipanggil untuk berkeluarga. Dengan cara yang sama Anda dapat berdoa dan mohon bimbingan Tuhan, apakah misalnya Anda harus pindah ke kota lain atau tidak. serta keputusan-keputusan lainnya. 5. Seringkali tanda-tanda batin itu digelapkan dan dikaburkan oleh perasaan-perasaan senang dan tidak senang, prasangka, ketakutan, ambisi, keinginan yang belum terpenuhi, tekanan sosial dan godaan-godaan. Karena itu di atas saya katakan. bahwa Anda harus lebih dahulu berdoa untuk menyerah kepada kehendak Allah, sehingga mampu mengenali tanda-tanda tersebut. Lagipula kita harus bertekun dalam doa, supaya tanda-tanda tadi menjadi semakin jelas. Roh Kudus akan berkarya secara konsisten, sedangkan pikiran dan perasaan kita akan berubah, sesuai dengan situasi. Semakin Anda bertekun dalam doa, Roh Kudus akan membantu Anda melihat semuanya dengan jelas. 6. Dalam menghadapi keputusan-keputusan penting, misalnya waktu harus menentukan panggilan hidup, ulangilah doa itu berkali-kali selama beberapa hari, bahkan selama beberapa minggu kalau perlu. Dalam hal itu penting sekali menuliskan dan mencatat apa yang Anda alami dan rasakan waktu itu, baik yang positif maupun yang negatif, supaya sesudah itu Anda dapat memakainya untuk mengenali petunjuk Allah. Kalau pengalaman Anda terlihat menuju suatu arah secara konsisten, Anda dapat menarik kesimpulan dengan hati penuh damai ke mana arah yang dikehendaki Allah bagi Anda. Sebaliknya kalau pengalaman Anda agak kacau, tidak konsisten, itu tandanya Anda belum siap melakukan penegasan rohani tersebut, karena barangkali hati Anda belum siap melakukan apa yang dikehendaki Allah. Kalau demikian, berdoalah terus sampai Anda menemukan kesiapan dan kerelaan melakukan kehendak Allah, apapun itu. 40 7. Sebelum mengambil keputusan penting baiklah Anda berkonsultasi dengan pimpinan Anda, dengan pembimbing atau orang lain yang lebih berpengalaman. Dalam kasus-kasus tertentu, bila ada dorongan batin, Anda dapat berdoa minta tanda sebagai penguat dari tanda-tanda batin tersebut, dan bukannya untuk menggantikan proses penegasan tersebut, misalnya Anda dapat berdoa: ‘Tuhan, bila memang kehendakMu saya pindah pekerjaan. singkirkanlah halangan yang menghadang itu.’ IV. MENGENALI KEHENDAK ALLAH SECARA KOMUNITER Ini adalah usaha bersama sebagai anak-anak Allah untuk mengenali kehendak dan rencana Allah bagi mereka sebagai pribadi atau sebagai komunitas. Komunitas berkumpul dalam nama Tuhan dan dalam Roh Tuhan, dalam semangat cinta kasih timbal balik dan keserasian, dalam kerendahan hati dan kerelaan hati untuk melakukan kehendak Tuhan, apapun itu, karena yakin, bahwa Allah hanya dapat menghendaki yang terbaik bagi kita yang percaya kepadaNya. Dalam proses penegasan komuniter ini perlu disadari adanya bahaya-bahaya tertentu, yaitu: 1. memihak kelompoknya atau gengnya, perpecahan, persaingan, kecurigaan. 2. keterpusatan pada diri sendiri, sehingga menjadikan kelompok itu buta terhadap kepentingan Gereja atau kepentingan umum yang lebih besar. 3. ambisi manusiawi, rekayasa dan rencana sendiri, yang menjadikan orang tidak peka terhadap bisikan Roh. Supaya dapat mengadakan penegasan rohani yang obyektif dan baik, masing-masing harus menyingkirkan halangan-halangan di atas. Mereka harus sungguh-sungguh jujur dan rela mencari kehendak Allah. Kehendak Allah harus sungguh menjadi prioritas masing-masing. Karena itu penegasan komuniter seperti itu hanya rnungkin bila ada persaudaraan sejati dan sikap saling menghargai dan saling mempercayai dalam komunitas tersebut. Langkah-langkah yang harus diikuti kelompok/ komunitas itu pacla dasarnya sama seperti di atas, yaitu: 1. Berdoalah sampai masing-masing benar-benar rela menerima kehendak Allah, apapun itu. 2. Carilah informasi yang penting dan tepat tentang persoalan tersebut. Uraikan dan diskusikan semuanya dan kalau perlu tanya pendapat seorang ahli dalam bidang tersebut. 41 3. Dengarkan Allah dalam doa yang hening dan kenalilah tanda-tanda batin yang menunjukkan kehendak Allah. 4. Sesudah itu berkumpullah kembali dan berbicaralah secara bergiliran, masing-masing mengungkapkan apa yang menurut pendapatnya adalah kehendak Allah. Bila semua anggota atau sebagian besar dari kelompok itu sudah cukup dewasa rohaninya, maka akan terdapat kesepakatan atau kuasi kesepakatan (=kesepakatan yang hampir bulat). Bila tidak terdapat kesepakatan, itu dapat berarti bahwa kelompok memerlukan informasi lebih lengkap serta diskusi lebih matang, karena mungkin sekali ada unsur penting yang dilupakan. Mungkin juga bahwa kelompok membutuhkan pertobatan yang lebih mendalam, atau butuh waktu lebih banyak untuk doa dan mendengarkan Roh. Proses tersebut dapat diulangi sampai terdapat kesepakatan. 42 3. KARISMA DI DALAM HIDUP GEREJA I. KARISMA DALAM GEREJA Sepanjang sejarahnya Gereja selalu dijiwai oleh Roh Kudus. Dengan sebenar-benarnya Roh Kudus tidak pernah absen dari Gereja, sebab tanpa Roh Kudus Gereja menjadi tidak berdaya dan akan mati. Bahwa hingga hari ini Gereja mampu memperbaharui diri dan selalu mempunyai vitalitas untuk memperbaharui diri, merupakan bukti, bahwa Roh Kudus sungguh-sungguh berkarya di dalamnya. Mernang benar, bahwa masa-masa tertentu kehadiranNya lebih tampak dan terasa daripada masa-masa lain, namun Dia selalu hadir. Kehadiran itu sangat nyata sekali dalam abad-abad pertama Gereja. Kehadiran Roh Kudus yang disertai dengan berkembangnya pelbagai macam karunia Roh yang biasanya disebut dengan istilah karisma memang mengagumkan sekali dalam masa-masa itu. Dewasa ini Gereja menemukan kembali karunia-karunia Roh Kudus yang dahulu disebut sebagai sesuatu yang luar biasa, yang hanya diperuntukkan bagi Gereja Awali, atau orang-orang kudus tertentu. Sekarang ini karunia-karunia tersebut terbuka bagi umat biasa, sebagaimana halnya pada zaman Gereja Awali. Pada dasarnya Gereja memang amat memerlukan karunia-karunia tersebut, sebab tanpa karunia-karunia itu Gereja tidak dapat hidup, tumbuh dan memberi kesaksian tentang Yesus Kristus dengan baik. Lebih-lebih dalam masa elekironik ini, di mana tantangan kuasa kegelapan dan kejahatan semakin merebak. mutlak diperlukan kuasa Allah yang lebih besar lewat karunia-karunia tersebut, Kalau tidak, jangankan berkembang, bertahanpun Gereja tidak akan mampu, khususnya dalam era elektronika ini, di mana kuasa kejahatan merajalela. Justeru dalam situasi yang demikian itu, Tuhan menganugerahkan rahmatNya secara berlimpah- limpah. II. APAKAH YANG DISEBUT KARISMA ITU? Pertama-tarna tentang jumlahnya. Jumlah kanisma tidak terbatas hanya pada 1 Kor 12:7-11 saja. melainkan lebih dari itu. Teks-teks utama tentang karunia Roh Kudus itu ialah 1 Kor 12:7-11.28; Rrn 12:4-8; Ef 4:11-12. Karunia-karunia itu antara lain ialah nubuat, berbicara dalam bahasa roh, tafsiran, iman, penyembuhan, mujizat, sabda pengetahuan, sabda kebijaksanaan, membedabedakan roh, rasul, penolong, penginjil, pastor. Karisma merupakan karunia Roh Kudus yang diberikan secara cuma-cuma, artinya tanpa jasa 43 dari seorangpun juga. Roh Kudus membantu roh kita, tidak menggantikan aktivitas roh kita melainkan supaya bekerja sama dengan Dia. Karunia Roh tersebut diberikan demi pelayanan. “Kepada tiap-tiap orang dikaruiakan pemyataan Roh untuk kepentingan bersama.” (1Kor 12:7). Roh Kudus membangkitkan dalam Tubuh Gereja panggilan, pelayanan dan karisma yang berlimpah-limpah dan masing-masing menerimanya untuk membantu hidup serta perkembangan seluruh Gereja. Karunia-karunia rohani seluruhnya bersifat gratuit, cuma-cuma, artinya diberikan tidak tergantung dari kesucian seseorang dan tidak secara mutlak merupakan tanda kesucian seseorang. Namun benar pula, bahwa karunia-karunia ini sering menunjukkan kesucian seseorang dan dapat membantunya tumbuh dalam kesucian. Karisma merupakan kelimpahan rahmat dan dengan itu Allah ingin menjadikan manusia-manusia pembantu-pembantuNya yang handal dalam karya keselamatan. Dalam hal ini kiranya perlu dibedakan antara rahmat pengudus dan karisma. Rahmat pengudus menjadikan manusia anak-anak Allah dan mengambil bagian dalam hidup Allah sendiri, sedangkan karisma dimaksudkan untuk membantu orang lain berpaling atau kembali kepada Allah serta diselamatkan. Namun si penerima karuniapun, kalau ia mempergunakannya dengan baik, dapat dibantu untuk tumbuh dan berkembang dalam kesucian. III. TUJUAN KARISMA Karisma bertujuan membantu orang untuk rahmat pengudus serta tumbuh dalam iman dan cinta kasih. Misalnya, mendengar sebuah nubuat atau pengajaran yang diurapi membawa orang kepada pertobatan serta pertumbuhan dalam iman dan kasih. Melihat penyembuhan menyadarkan orang akan kasih Allah yang besar yang tidak meninggalkan umatNya. Karena itu arti karisma yang terdalam tidak terdapat dalam manifestasi lahiriahnya, melainkan dalam kemampuannya menyentuh hati orang dan membukanya bagi Allah. Karisma diarahkan pada cinta kasih serta membantu perkembangannya. Karena itu harus dihargai semestinya. Sikap meremehkan karisma dari pihak-pihak tertentu seringkali disebabkan karena menyamakannya dengan rahmat pengudus. sehingga manifestasi karismatik disamakan dengan manifestasi kesucian. Pada hakekatnya karisma adalah gerakan atau dorongan Roh yang tidak tetap, selalu baru. selalu gratuit, cuma-cuma. Sebaliknya rahmat pengudus menjadikan manusia suatu makhluk baru, anak Allah, serta memungkinkan hidup ilahi terus berkembang dalam dirinya. Namun kedua aspek tersebut tidak asing yang satu terhadap yang lain dan harus 44 disadari, bahwa keduanya adalah pemberian Roh Kudus. Dalam pelaksanaan karisma tersebut hidup cinta kasih penting sekali, sebab karisma-karisma itu merupakan pancaran lahiriahnya, merupakan manifestasinya yang dapat diraba. Itulah sebabnya mengapa para kudus merupakan tokoh-tokoh karismatik yang besar, karena keterbukaannya yang total terhadap Allah, serta karena hidup iman dan cinta kasihnya yang mendalam. Karena itu ada hubungan yang erat antara apa yang disebut ketujuh karunia Roh Kudus (= the gifts of the Holy Spirit) dan karisma (=charism). ItuIah pula mengapa karunia-karunia itu, supaya dapat dinyatakan secara tetap, mengandaikan dalam hidup orang beriman suatu batas rohani tertentu yang harus dilampaui, suatu perkembangan rahrnat yang merupakan suatu tugas perutusan. Karena itu karisma-karisma yang diberikan itu dimaksudkan sebagai pelayanan kepada umat. Jadi dalam hidup orang Kristen yang terutama ialah iman, harapan dan cinta kasih. Namun karisma-karisma merupakan pelayan dari ketiga kebajikan tersebut dan merupakan sarana pertumbuhannya. Maka berkurangnya karisma dalam Gereja berarti berkurangnya sarana pertumbuhan Tubuh Kristus. Karisma-karisma itu memainkan peranan penting dalam rencana cinta kasih Allah. Karenanya karisma-karisma itu juga harus dihayati dalam cinta kasih, sebab tanpa cinta kasih semuanya menjadi sia-sia, tidak ada artinya (1 Kor 13:1-3). IV. MANIFESTASI ROH KUDUS Seperti yang sudah kita lihat. karisma adalah manifeslasi Roh Kudus. Dengan perantaraan karisma-karisma, Roh Kuclus menyatakan suatu rahmat dan sekaligus juga menyatakan diri sendiri. Roh Kudus menyatakan diri sendiri dalam apa yang diterangi dan dikerjakan. Namun Roh Kudus pertama-tama memberikan kesaksian tentang Kristus dan memuliakanNya. Karena itu karisma-karisma itu mengungkapkan kemuliaan Kristus. Manifestasi Roh Kudus ini adalah manifestasi rahmat dan pada dasarnya adalah manifestasi Kristus. Roh Kudus menyatakan dan memuliakan Kristus. “Jikalau Perighibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Rohi Keberiaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu.”(Yoh 15:26; 16:14). Misteri yang tersembunyi dalam Allah sejak semula sekarang dinyatakan, yaitu misteri keselamatan dalam Kristus dan itu dilakukan oleh Roh Kudus. Manifestasi rahmat ini terjadi lewat pewartaan, yang pada dasarnya adalah pernyataan Roh dan kuasaNya (1 Tes 1:5: 1 Kor 45 2:4). Para Rasul dan murid dipenuhi Roh Kudus supaya dapat memberi kesaksian tentang Tuhan Yesus Kristus (Kis 1:8: 3:15-16; 1 Kor 14:25). Karisrna-karisma diberikan justeru untuk memperkuat kesaksian Injil ini. V. KARISMA DALAM EVANGELISASI BARU Mengingat situasi zaman yang jahat ini, pewartaan menjadi urgen sekali. Khususnya Paus Yohanes Paulus II menyerukan, supaya Gereja seluruhnya mengadakan Evangelisasi Baru. Disebut Evangelisasi Baru karena Paus menghendaki, agar supaya orang-orang Katolik benarbenar mewartakan Kristus secara langsung. Dekade terakhir abad 20 oleh Paus Yohanes Paulus II dijadikan dekade evangelisasi dan semangat evangelisasi dilanjutkan dalam Millenium 3. Dan apa yang telah diuraikan kiranya jelas, betapa pentingnya peranan karisma dalam evangelisasi ini. Kalau kita membaca Penjanjian Barn dengan teliti, akan jelas. bahwa mulai dari Tuhan Yesus sendiri dan kemudian para Rasul serta para murid lain, pewartaan Injil selalu disertai manifèstasi karisma-karisma Roh Kudus, khususnya penyembuhan dan pengusiran rohroh jahat, tetapi juga pewartaan yang penuh kuasa. Karena penyembuhan-penyembuhan yang dilakukan Tuhan Yesus. orang datang berduyun-duyun kepadaNya: ‘Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahatpun diperintahNya dan mereka taat kepadaNya.’ Lalu tersebarlah dengan cepat kabar tentanq Dia ke segala penjuru di seluruh Galilea …Maka berkerumunlah seluruh penduduk kota itu di depan pintu. Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macarn penyakit dan menqusir banyak setan.” (Mrk 1:27-28.33-34). Secara eksplisit Injil Lukas menyatakan, hahwa Yesus berkarya dalam kuasa Roh serta akibatnya: “Dliam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar teritang Dia di seluruh daerah itu.” (Luk 4:14). Kehadiran Roh Kudus tidak hanya memungkinkan Dia melakukan penyembuhan-penyembuhan, tetapi juga memberikan kewibawaan dan kuasa dalam pengajaranNya: “Mereka takjub mendengar pengajaranNya, sebab perkataannya penuh kuasa.” (Luk 4:32). Rasul Paulus penginjil dan misionaris besar itu dalarn pewartaannya selalu memakai kuasa dan tanda, sehingga banyak orang dibawa kepada pertobatan dan iman akan Tuhan Yesus Kristus. Kepada orang-orang di Rorna dikatakannya, bahwa ia “tidak akan berani berkata-kata tentang sesuatu yang lain, kecuali tentang apa yang telah dikerjakan Kristus olehku, yaitu untuk memimpin bangsa-bangsa lain kepada ketaatan, oleh perkataan dan perbuatan, oieh kuasa 46 tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan oleh kuasa Roh” (Rm 15:18-19). Demikian pula kepada umat di Korintus Paulus mengatakan, bahwa la tidak mengajar dengan hikrnat manusia, melainkan dengan keyakinan akan kekuatan Roh (1 Kor 2:4), oleh tanda-tanda, mujizat dan kuasa-kuasa (2 Kor 12:12). Suatu contoh jelas kita jumpai dalam pertobatan umat di Samaria setelah mendengar pewartaan Filipus yang disertai dengan banyak tanda dan mujizat: “Ketika orang banyak itu mendengar pemberitaan Filipus dan melihat landa-tanda yang diadakannya, mereka semua dengan bulat hati menerima apa yang diberitakannya itu. Sebab dari banyak orang yang kerasukan roh jahat keluarlah roh-roh itu sambil berseru dengan suara keras, dan banyak juga orang lumpuh dan oranq timpang yang disembuhkan.” (Kis 8:6-7). Dari contoh-contoh itu menjadi jelas, bahwa karisma-karisma itu membuka hati orang untuk melihat kehadiran Allah serta percaya kepada pewartaan Injil. Dewasa ini hal itupun banyak terjadi di pelbagai tempat di dunia ini. 47 48 4. PENYANGKALAN DIRI I. PENTINGNYA PENYANGKALAN DIRI Dari pengalaman nyata, mengikuti Yesus tidaklah semudah yang dibayangkan. Tekad dan keputusan saja tidaklah memadai. Motivasi kuat lebih merupakan permulaan dari suatu perjalanan yang masih amat panjang daripada menjadi akhir dan tujuan. Perjalanan menuju Tuhan menuntut penyangkalan diri, artinya, berani berkata: ‘Tidak!’ kepada kecenderungan untuk memeluk keinginan diri sendiri, yang bertentangan dengan kehendak Allah. Untuk ini kita perlu mengetahui Sabda Tuhan dalam Injil dan apa yang diteladankan oleh para kudus pendahulu kita. Para kuduslah yang dapat dikatakan sebagai penafsir-penafsir ulung atas Sabda Tuhan. Yesus datang bukan untuk karya kemanusiaan (filantropi) belaka, melainkan terlebih-lebih untuk karya cinta kasih ilahi dan keselamatan jiwa-jiwa. Karena itu, Yesus lebih menekankan kewajiban-kewajiban menyangkal diri, mati terhadap dosa untuk memperoleh hidup yang berlimpah-limpah. Yesus telah memilih jalan salib. Di sisi lain, tekanan paling dominan dari ajaran-ajaranNya adalah cinta kasih kepada Bapa. Berdasarkan dua unsur ini, sangat perlu dan pentinglah penyangkalan diri. Tidak mungkin kita dapat sampai pada Bapa kalau tidak melalui Yesus (bdk. Yoh 14:6-7), dan jalan yang dipilih Yesus tidak lain adalah jalan penyangkalan diri dan salib (bdk. Luk 9:23; 14:27). Hidup rahmat dalam Allah sebenarnya lebih luhur daripada kodrat hidup para malaikat. Tujuannya adalah supaya Allah boleh menuntun manusia kepada persatuan cinta kasih dengan diriNya. Manusia dipanggil untuk mengenal dan mencintai Allah seperti Dia telah mengenal dan mencintai diriNya sendiri. Hal ini menuntut penyangkalan diri dari segala sesuatu yang tidak teratur dari diri kita: keinginan, kemarahan, kebencian, kesombongan, kemunafikan, dan sebagainya. Gerakan-gerakan yang menggambarkan ketidakteraturan ini perlu sedikit demi sedikit dilenyapkan dalam proses perjalanan hidup rohani ke arah kesempurnaan. Menurut Santo Paulus, penyangkalan diri itu di satu pihak perlu sebagai konsekuensi dosa asal dan akibat dosa-dosa pribadi. Di lain pihak, ia juga diperlukan karena luhurnya tujuan Kristiani yang hanya dapat dicapai dengan mengikuti Yesus Kristus. 49 II. CONCUPISCENTIA Apabila Adam merupakan sumber kehancuran, Kristuslah sumber keselamatan (bdk. Rm 5:12). Kejatuhan Adam membawa konsekuensi-konsekuensi yang berat bagi keturunan-keturunannya: penyakit. kelemahan, dan kematian. Semuanya itu masih ditambah dengan concupiscentia (=keinginan-keinginan yang tidak teratur). Inilah kondisi manusia lama sejauh lahir dari Adam dengan kodrat yang sudah jatuh dan terluka (bdk. Ef 4:2 1-24: Kol 3:9 dst.: Rm 7:22-24). Jika sebelumnya semua napsu manusia tunduk pada hukum kodrat yang mengalir dari hukum ilahi sekarang manusia kehilangan keseimbangan untuk menundukkan secara total nafsu-nafsu dalam dirinya. Kodrat manusia terluka sehingga ia lebih cenderung untuk menjauhi Allah dan merangkul ciptaan (aversio a Deo conversio ad creaturas). Pikirannya cenderung kepada kesesatan dan panca indranya cenderung kepada kesenangan-kesenangan dan kenikmatankenikmatan yang tidak teratur Segala cacat cela seperti kesombongan, melupakan Allah. egoisme dalam segala bentuknya, mengakar dan bersumber pada cinta diri yang tidak teratur. Benarlah kata Santo Thomas dari Aquinas bahwa ‘cinta diri yang tidak teratur adalah akar dan sumber dari segala dosa’. Dan menurut Santo Yohanes segala kecenderungan yang tidak teratur itu timbul dari “keinginan daqinq. keinginan mata, dan keanqkuhan hidup” (1 Yoh 2:16). Hanya karena cinta kasih Allah dan rahmat Nya manusia dapat disembuhkan dan disempurnakan. Melalui kebajikan iman oleh pembaptisan manusia diterangi oleh pengertian adikodrati. Kemudian melalui cinta kasih dan pengharapan kita diarahkan kepada Allah. Namun, meskipun dosa asal telah dihapus melalui pembaptisan, akibatnya. yakni concuspiscentia tidak lenyap begitu saja, tetapi hanya dilemahkan. Untuk itu, kita juga memperoleh kebajikankebajikan yang dicurahkan sebagai sarana untuk melawan dan mengatasi kelemahan-kelemahan atau kecenclerungan-kecenderungan yang tidak teratur tersebut. Dengan kebajikan-kebajikan ini manusia memperoleh kesempatan untuk terus berkembang dalam keterbukaan terhadap rahmat serta untuk bertumbuh dalam iman, harapan, dan cinta kasih. Apabila seseorang tidak menemukan perjuangan ini lagi dalam dirinya, ia tidak hidup dalam rahmat lagi. Dari dirinya sendiri kenikmatan tidaklah keliru, bahkan baik apabila ia ditundukkan kepada tujuan yang telah ditentukan oleh Tuhan. Misalnya, kenikmatan dalam makan, minum, dan sebagainya. Kepuasan yang diperoleh dari suatu keberhasilan juga baik unluk meringankan beban serta memberikan motivasi lebih lanjut dalam karya manusia. Namun. menjadi tidak baik apabila keduanya dijadikan tujuan dan bukan sarana. Tujuan manusia haruslah diarahkan kepada Allah. Upaya mencari kenikmatan tanpa memperhatikan tujuan sebenarnya dan 50 kenikmatan tersebut merupakan penyimpangan dari rencana Allah sendiri. Karena itu, ia merupakan dosa. Mortifikasi merupakan usaha untuk meninggalkan kenikmatan Pertama-tama kenikmatan di sini harus diartikan sebagai kenikmatan sebagai tujuan, padahal Allahlah yang harus menjadi satusatunya tujuan. Kedua, mortifikasi juga berarti menanggalkan kesenangan-kesenangan yang berbahaya, yang mudah sekali membawa kepada dosa. Ketiga, mortifikasi bahkan juga perlu atas kenikmatan-kenikmatan yang halal, yang mungkin dapat mempengaruhi jiwa dan perasaan dalam kadar yang besar. Semuanya inipun belumlah cukup. Perlu pula dilakukan tindakantindakan positif dalam mortifikasi: kecenderungan mencari kenikmatan dikalahkan dengan melakukan sesuatu yang sukar dan menuntut pengorbanan. Penyangkalan diri dalam keempat arti ini merupakan sarana efektif untuk mengalahkan kecenderungan-kecenderungan yang tidak sehat. Tidak semua mortifikasi bernilai sama. Mortifikasi batiniah jelas lebih berharga daripada yang lahiriah karena ia secara langsung mencabut akar dari kejahatan itu. Namun, di lain pihak, tidak boleh dilupakan pula bahwa manusia merupakan kesatuan antara badan dan jiwa. Penyangkalan diri lahiriah, dengan demikian, membantu penyangkalan diri batiniah. Sebaliknya, tidak mungkin misalnya, seseorang dapat mengarahkan hatinya kepada Tuhan dengan terus mengumbar matanya. III. BAGAIMANA MELAKUKAN PENYANGKALAN DIRI Khotbah di Bukit sebagai inti moral Kristiani (Mat 5-7) menyodorkan penyangkalan diri lahiriah dan batiniah yang harus dilakukan orang Kristen untuk mencapai tujuan mereka. Misalnya, membuang segala bentuk permusuhan dan kebencian (Mat 5:23-24) dan juga penyangkalan terhadap keinginan-keinginan tidak teratur yang ditimbulkan oleh panca indra (Mat 5:29-30). Dengan mengekang dan menyangkal segala ‘kecenderungan yang tidak teratur’, manusia dihindarkan dari keterikatan badaniah menuju kebebasan rohani (bdk. Mat 5:38-42). Lebih daripada itu, orang Kristen harus menjauhkan diri dari segala sumber godaan serta menanggung segala ketidakadilan dengan sabar dan rendah hati. Ada beberapa petunjuk praktis dalam penyangkalan diri: 1. Jagalah keseimbangan dalam makan dan minum. Menurut Santo Fransiskus dari Sales, kita menjadi terbuka terhadap godaan dalam dua keadaan: kalau tubuh terlalu dimanjakan dan kalau tubuh kurang diperhatikan sehingga menjadi lemah. 51 Puasa yang terlalu keras sehingga melemahkan tubuh jelas bukanlah suatu tindakan matiraga yang bijaksana. ‘Keseimbangan’ menjadi kata kunci di sini. 2. Jagalah kekuatan jiwa kita secara seimbang pula. Pada orang-orang yang baru bertobat seringkali dijumpai keinginan matiraga yang menggebugebu. Namun, perlahan-lahan keinginan ini melemah sampai akhirnya padam sama sekali. Pentinglah di sini untuk ‘mengontrol’ keinginan untuk matiraga. Lebih baik kita berupaya melakukan matiraga wajar yang rutin sehingga menjadi kebajikan daripada matiraga berlebihlebihan yang tidak tahan lama. 3. Jangan melakukan matiraga yang tidak sesuai dengan status hidup. Kewajiban-kewajiban harus didahulukan daripada segala ‘kebaikan’ yang lain. Misalnya: tindakan puasa tidak membebaskan seseorang dari tugas hariannya. 4. Matiraga harus selalu ditundukkan di bawah ketaatan. Carilah nasihat kepada mereka yang lebih berpengalaman. Bodohlah orang yang percaya pada dirinya sendiri (bdk. Ams 28:26). IV. MATIRAGA JASMANI DAN PANCA INDRA Kita perlu melakukan matiraga jasmaniah karena Kristus sendiri berpuasa dan mengajar muridmuridNya untuk melakukan hal yang sama. Selain itu, apabila sungguh-sungguh dapat dikekang, tubuh akan menjadi hamba yang sangat berguna bagi jiwa. Sebenarnya, akibat dosa, tubuh telah terpisah dari jiwa dan mencari kepuasan sendiri. Dalam arti ini, tubuh menjadi musuh jiwa yang perlu ditundukkan sebelurn mengakibatkan kehancuran jiwa. 4.1. Kesopanan Badan Berkaitan dengan ini, pertama-tama pentinglah untuk menjaga kesopanan tubuh/ badan. Dengan memperhatikan norma-norma kesopanan sikap badan, kita akan memiliki banyak kesempatan untuk matiraga dan penyangkalan diri. Badan kita memang harus dihormati sebagai Kenisah Allah (1 Kor 6:19) dan anggota dari Tubuh Kristus (1 Kor 6:15). Karena itu, kita harus menghormati badan kita dengan pakaian yang sopan dan pantas. Keadaan jiwa seseorang seringkali dapat dilihat dari pakaiannya: kumal atau bersih, rapi atau berantakan, sopan atau tidak sopan, sederhana atau suka pamer. Mengenai ini, Santo Fransiskus dari Sales menasihatkan, ‘Hendaklah berpakaian selalu rapi, bersih, dan tidak sembarangan. Jauhkan segata kesia-siaan yang dibuat-buat. berlebih-lebihan. Dan sejauh 52 mungkin, tetaplah bersahaja dan sopan. Di sinilah letak kebesaran dan keindahan sejati’. Sikap baik dan sopan sekaligus merupakan penyangkalan diri dari sesuatu yang bisa dilakukan oleh setiap orang. 4.2.Pengekangan Mata, Telinqa dan Lidah (bdk. Rm 6:1-14) Mata adalah ungkapan jiwa yang bisa melukai atau menggoda, terutama dalam hal-hal yang berhubungan dengan kemurnian. Bersama telinga dan lidah, Ia membentuk trio yang mengerikan apabila disalahgunakan. Dan penggunaan trio ini secara tidak teratur mengalirlah kuriositas (keinginan tahu yang tidak teratur), tindakan menjelek-jelekkan orang lain, membicarakan orang lain di belakang, gosip yang jahat, lelucon-lelucon yang tidak senonoh, dan sebagainya. Semuanya ini merupakan tindakan melawan cinta kasih sekaligus sangat melemahkan jiwa. Untuk pengekangan trio indra ini, tidak cukup hanya dengan cara yang negatif (tidak melakukan). Ketiganya perlu digunakan secara positif sebagai sarana penyangkalan diri, misalnya: dengan membicarakan hal-hal yang positif tentang seseorang atau sesuatu, sharing, khotbah, nasihat, pengajaran, kata-kata penghiburan, pujian yang tulus (bukan dibuat-buat), dan sebagainya, yang berguna untuk membangun orang lain. V. PENGEKANGAN INDRA BATIN Indra batin yang dimaksudkan di sini adalah imajinasi, fantasi, dan ingatan. Biasanya, ketiga indra ini bekerjasama. Pertama-tama harus dikatakan bahwa imajinasi, fantasi, dan ingatan adalah kemampuan-kemampuan yang sangat berharga. Dengan ketiganya kita dapat mengungkapkan kebenaran melalui gambaran atau ilustrasi yang menjadikan kebenaran itu sendini menjadi lebih menarik. Tanpa gambaran, biasanya suatu pembicaraan menjadi kurang menarik. Mortifikasi indra batin di sini bukan berarti menghilangkan atau mengurangi kemampuan indraindra batin tersebut, melainkan berarti menundukkan mereka di bawah akal budi dan kehendak kita serta mengarahkan mereka kepada kebaikan. Caranya: a. dengan mencari kesibukan, khususnya yang memang menjadi tugas kita. Sebaliknya, dengan menganggur kita menjadi ‘bantal’nya setan. b. dengan memakai ketiga kemampuan tersebut untuk membangkitkan cinta dan kerelaan kepada Tuhan, misalnya saat membaca Kitab Suci, buku rohani, dan sebagainya. 53 VI. PENGEKANGAN AKAL BUDI, INGATAN DAN KEHENDAK Akal budi kita cenderung memikirkan hal-hal duniawi yang berlangsung sesaat namun merasa malas mencari hal-hal ilahi yang abadi. Akibatnya, akal budi kita dengan mudah bisa ‘buta rohani’. Bahkan bila kita sudah mencari hal-hal rohani, akal budi kita tidak diarahkan kepada Tuhan, dengan mudah kita menjadi ‘sombong rohani’, di mana kita tidak mau menerima pendapat orang lain dalam hal-hal rohani. Ingatan kita cenderung menyimpan kesalahan dan kekurangan sesama kita dan bukannya kebaikannya; terlebih lagi kita cenderung melupakan Tuhan dan segala kebaikanNya. Kita dilahirkan dengan kehendak yang dijiwai oleh egoisme, cinta diri yang berlebihan. Egoisme ini menjiwai segala perbuatan kita. Kita melupakan cinta kepada Allah dan kepada sesama kita. Egoisme menjadi sumber dosa-dosa kita. Dan egoisme lahirlah keinginan daging, keinginan mata dan kesombongan. Kita bisa mengekang akal budi, ingatan dan kehendak kita lewat cara-cara sebagai berikut 1. hidup berdasarkan iman. Iman menerangi akal budi kita dan iman menjiwai apa yang kita pikirkan, katakan dan lakukan. 2. mengarahkan ingatan kita kepada Tuhan dengan mengingat-ingat kebaikanNya dan janjijanjiNya. 3. mencintai Tuhan dan sesama. Bila kita mencintai Tuhan dan sesama, kita mentaati firman Tuhan dan tidak bertindak berdasarkan kehendak sendiri. Sebagai anggota KTM kita belajar mentaati peraturan-peraturan KTM dan kebijakan para pemimpinnya. VII.PENUTUP Gejala materialisme dan hedonisme yang merebak dalam zaman ini menciptakan suatu gelombang cinta-diri yang seringkali ekstrim. Dengan demikian, penyangkalan diri menjadi sangat tidak populer. Arus zaman ini adalah arus mencari kesenangan dan kenikmatan secepat dan sebanyak mungkin. Penyangkalan diri adalah gerakan melawan arus yang sangat deras ini. Menjadi pilihan dan keputusan pribadi bagi kita masing-masing untuk tunduk pada hawa nafsu atau membuka diri kepada kebenaran Tuhan yang memerdekakan (bdk. Rm 6:20-23; Gal 5:1.13). 54 5. SAKRAMEN EKARISTI I. PENGANTAR Sernua sakramen terarah pada Sakramen Ekaristi. Sakramen Baptis memberikan kehidupan yang adikodrati dan ilahi sementara Sakramen Ekaristi merupakan makanan hariannya, di mana Yesus sendiri adalah rotinya. Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma merupakan persiapan yang memampukan kita untuk ikut ambil bagian dalam Sakramen Ekaristi. Seandainya kita kehilangan hidup adikodrati ini karena dosa berat, Sakramen Tobat akan memulihkan kehidupan dalam rahmat ini sebelum kita dapat menerima komuni dengan pantas. Sakramen Imamat memberi kuasa kepada imam untuk menghadirkan Yesus Kristus di altar sementara Sakramen Perkawinan merupakan simbol kesatuan cinta antara Kristus - Mempelai Pria - dan jiwa kita dalam komuni. Sedangkan Sakramen Perminyakan mempersiapkan orang sakit untuk perjamuan Ekaristi surgawi. Sakramen Ekaristi merupakan sakramen dari sakramen-sakramen (the sacrament of sacraments), artinya perwujudan paling istimewa/ unggul dari sakramen-sakramen lainnya, di mana kita disatukan dengan seluruh Kristus. Bila sakramen-sakramen lain mengandung karunia-karunia Allah, Sakramen Ekaristi mengandung Allah itu sendiri. Sakrarnen-sakramen lain telah ditetapkan oleh Yesus Kristus untuk mempersiapkan orang kepada Sakramen Ekaristi. Sakramen Ekaristi sesungguhnya merupakan makanan bagi hidup rohani sebab dari sakramen inilah mengalir segenap kesempurnaan jiwa. Karena semua kesempurnaan berisikan suatu persatuan dengan Allah, dan semua sarana yang bisa dipakai untuk persatuan dengan Allah, tiada yang lebih baik selain Sakramen Ekaristi. Oleh Sakramen Ekaristilah orang benar-benar disatukan dengan Kristus, seperti yang dikatakanNya sendiri, “Barangsiapa makan daqinqKu dan minum darahKu, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” (Yoh 6:56). Yesus telah memberikan tubuhNya bagi kita dalam rupa roti supaya kita bisa menjadi satu tubuh dengan Dia. Maka dari itu, semakin intim hubungan kita dengan Yesus Kristus dalam Ekaristi, semakin besar dan semakin sejati iman kita. Sakramen Ekaristi merupakan sumber kehidupan rahmat kita: Yesus Kristus, sebagai Allah dan sebagai manusia. Ia hadir dalam Sakramen Ekaristi dengan karya penebusanNya yang utuh: Yesus bersama kita (lewat kehadiranNya dalam tabernakel), untuk kita (mempersembahkan diriNya sebagai kurban dalam Ekaristi), di dalam kita (dalam komuni). 55 II. DASAR BIBLIS EKARISTI Secara historis dan teologis Ekaristi dan ajaran-ajaran pokoknya bersumber dari apa yang dikatakan dan dilakukan Yesus pada perjamuan malam terakhir bersama para muridNya. Penafsiran khusus yang dikatakan oleh Yesus pada makan malam tersebut membedakan perjamuan malam itu dengan makan malam lainnya. 11.1. Konteks Perjamuan Malam Terakhir Ekaristi sebenarnya berasal dari doa sebelum dan sesudah makan pada perjamuan Yahudi. Bapa keluarga mengucapkan doa ini atas roti bulat pipih besar, yang kemudian dipecahkan dan dibagikan kepada semua hadirin sebagai tanda bahwa penjamuan telah dimulai. Sesudah itu diadakan penjamuan biasa. Bapa keluarga mengambil piala anggur, mengucapkan doa syukur atas cawan itu dan membagikan piala itu kepada semua yang hadir atau masing-masing minum dari pialanya sendiri. Dengan demikian dengan doa syukur ini dinyatakan kesatuan para hadirin, yang dijawab dengan ‘Amin’. Roti dan anggur mempersatukan para hadirin dengan pemimpin dan lewat doa pemimpin mereka dipersatukan dengan Allah dan mendapat berkat. Yesus merayakan perjamuan dengan cara tersebut. Menurut ketiga Injil Sinoptik, perjamuan malam terakhir terjadi dalam konteks Paskah Yahudi atau Hari Raya Roti Tak Beragi (Mat 26:17; Mrk 14:12; Luk 22:7). Hari Raya Paskah Yahudi memperingati perjanjian Yahweh dengan Musa dan orang Yahudi yang mewarisi Israel. Paskah diperingati setiap tahun untuk mengingatkan setiap generasi akan perbuatan besar yang telah dilakukan Allah bagi orang Yahudi (bdk. Kel 12). Perjanjian itu berarti bahwa Allah akan selalu menjadi Allah yang mengasihi dan selalu setia kepada umatNya. Paskah Yahudi ini merayakan secara baru keluaran orang Yahudi dari Mesir dan juga berkat tak terbilang dari Allah yang dilimpahkan kepada bangsa Yahudi yang diselamatkan dari perbudakan. Ikut merayakan pesta ini berarti menghadirkan kembali kasih Allah yang amat besar kepada orang Yahudi. 11.2. Kisah Perjamuan Malam Terakhir Dalam Perjanjian Baru ditemukan 4 kisah tentang perjamuan malam terakhir, yaitu: * Mat 26:20-21.26-29 * Mrk 14:17-18.22-25 * Luk 22:14-20 * l Kor 11:23-26 56 Dari kisah-kisah tersebut muncul 3 saat penting, yaitu: 1. Tindakan profetis Yesus dan kata-kata penafsiran Beberapa jam sebelum pengorbanan diriNya di Kalvari, Yesus melakukan beberapa tindakan dan mengucapkan kata-kata, yaitu mengambil roti, mengucap syukur, memecah roti dan membagikannya, kemudian mengambil cawan anggur dan dituangkanNya cawan itu untuk diminum. Tindakan-tindakan serupa, menurut tradisi biblis, bermaksucl mengantisipasi dan menghadirkan sebuah peristiwa yang masih akan terjadi, serta membangun suatu kaitan antara tindakan simbolis ini dengan kenyataan atau peristiwa yang dirujuk tersebut, yaitu pemberian diriNya secara sukarela pada kematian di salib di Kalvari. Dengan kata lain, karena sadar akan kenyataan yang akan terjadi, Yesus melakukan tindakan profetis, mengantisipasi dan mengungkapkan diri dengan tindakan dan kata dalam kenyaiaan (sengsara dan wafat) yang akan dihadapiNya. Kata-kata penafsiran yang diucapkan Yesus atas roti dan anggur menyatakan kehadiran Yesus dalam roti dan anggur yang diberikan kepada para rasul. Maka, roti yang dipecah berarti tubuhNya yang dikurbankan. dan cawan, di mana ditumpahkan anggur, adalah penumpahan darahNya. lnilah penyerahan diri Yesus. Kematian ini mempunyai arti tertentn yang pasti, yaitu Dia secara sukarela akan mati untuk murid-muridNya dan untuk semua manusia. Maka jika peristiwa itu dihadirkan kembali, roti akan berarti dan adalah tubuhNya (“Inilah tubuhku yang diserahkan bagi kamu”- Luk 22:19) dan cawan adalah Perjanjian Baru dan abadi dalam darahNya (“Cawan ini adalali perjanjian baru oleh darahKu”- Luk 22:20). 2. Undangan untuk mengambil bagian dalam perjamuan Undangan ini terungkap dalam kata-kata “ambillah dan makanlah” dan “ambillah dan minumlah”. Undangan untuk makan tubuhNya dan minum darahNya berarti undangan kepada peserta perjamuan itu untuk menyatukan diri dengan kematianNya dan membuat mereka masuk dalam Perjanjian Baru. Dengan menghuhungkan para murid dengan tindakan profetis yang menghadirkan kematianNya dan mendasari perjanjian, Yesus mengawali sebnah komunitas persekutuan. Dengan mengambil bagian dalam perjamuan itu, orang-orang Kristiani menyatukan diri dengan Kristus secara pribadi dan diselamatkan, dibebaskan dari penbudakan dosa dan membangun perjanjian dengan Allah. Persatuan dengan Yesus ini tidak lepas dari iman. Hanya dengan menghayati Ekaristi dalam semangat iman, maka menyantap tubuh dan darah Kristus mempunyai arti. Kesatuan fisik dengan Kristus dalam rupa roti dan anggur tidak menjamin keselamatan. Hanya sebagai ungkapan iman, Ekaristi mempunyai arti. 57 3. Perintah untuk mengulangi Perintah ini diungkapkan sekali dalam Lukas dan dua kali dalam Korintus, yaitu “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku”. Kata-kata Yesus ini merupakan pelembagaan (artinya, ritus tertentu menghasilkan rahmat yang ditandakan), suatu penyembahan kepada Allah yang dihadirkan kembali di masa mendatang oleh para Rasul dan oleh Gereja. Penghadiran kembali ini harus dilakukan sebagai ‘kenangan akan Dia’ atau merupakan cara terbaik untuk menghadirkan kembali Yesus. Kenangan di sini bukanlah dalam arti psikologis, tetapi lebih dalam arti menghadirkan kembali secara riil. Jika para murid melakukan apa yang telah dilakukan Yesus di dunia ini, yaitu saling mencintai sampai saling memberikan diri satu sama lain, maka Yesus hadir kembali secara konkrit, riil, sungguh-sungguh. Semua yang dilakukan Yesus itu dihadirkan kembali dalam tindakan liturgis supaya semua bisa mengambil bagian dalam kepenuhan di masa mendatang, dalam penantian akan kedatanganNya kembali. 11.3. Perayaan Ekaristi dalam Komunitas Kristiani Pertama Kisah Para Rasul beberapa kali mencatat suatu tindakan, yang dilakukan komunitas awali sejak saat paling awali dan yang dianggap sebagai pusat hidup Gereja itu sendiri, yaitu ‘pemecahan roti’. Tindakan ini pada mulanya adalah perjamuan Yahudi yang diawali dengan doa ucapan syukur dan diikuti oleh pembagian potongan roti kepada masing-masing peserta penjamuan. Perbuatan ini secara mendasar berarti ‘persekutuan meja’ dan partisipasi pada berkat Allah, Sang Pemberi, yang hadir dalam perjamuan bersama. Pemecahan roti itu juga ditandai oleh kesederhanaan, suasana gembira dan persaudaraan (Kis 2:42-46). III. APA ITU SAKRAMEN EKARISTI Konsili Vatikan II mengatakan bahwa Ekaristi adalah ‘sumber dari puncak seluruh hidup Kristiani’ (Lumen Gentium 11). ‘Sakramen-sakramen lainnya. Begitu juga semua pelayanan gereja serta karya kerasulan, berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi tercakuplah seluruh kekayaan Gereja, yakni Kristus sendiri ...’ (Presbyterorum Ordinis 5) Catatan: Konsili Vatikan II tidak membuat suatu pernyataan dogmatis baru tentang Ekaristi. Dogma tentang Ekaristi yang terakhir ialah ajaran Konsili Trente (1545-1563). 58 III.1. Berbagai Nama Perayaan Ekaristi dikenal dengan berbagai nama. Masing-masing nama menekankan salah satu kekayaan Ekaristi, misalnya: * Perjamuan Tuhan (1 Kor 11:20) * Pemecahan Roti (Mat 26:26: Mat 14:19; 15:36: Mrk 8:6. 19) * Perhimpunan Ekaristi (1 Kor 11: 17-34) * Kurban Syukur (lbr 13: 15) * Misa Kudus Berikut ini dijelaskan arti dua nama yang paling banyak digunakan 1. Arti kata ‘Ekaristi’ Ekaristi berarti ucapan syukur (=thanksgiving). Kata ini berasal dari kata-kata Yesus sendiri pada Perjamuan Terakhir ketika Ia mengucap syukur kepada Bapa sebelurn membagi-bagikan cawan kepada para rasul (Mat 26:27). 2. Arti kata ‘Misa’ Dalam abat pertama sebagian dari pengajaran untuk katekumen diberikan pada saat perayaan Ekaristi. Karena katekumen belum dibaptis, mereka tidak diperkenankan tinggal untuk kurban Ekaristi. Maka mereka dipersilahkan keluar dari jemaat. Kata Latin untuk ‘dipersilahkan keluar’ adalah ‘missa’. Di kemudian hari dalam sejarah Misa, liturgi berakhir dengan perintah ‘Ite missa est’ yang berarti ‘Pergilah, engkau diutus’ (ke dunia untuk mencintai dan melayani sesamamu). 111.2. Unsur-unsur Sakramen Ekaristi Menurut Konsili Trentc, unsur-unsurnya adalah 1. materia (=sarana yang digunakan) : roti dan anggur 2. forma (=rumusan doa yang diucapkan): doa konsekrasi (‘Terimalah dan makanlah ...’ 3. pelayan (=pelaksana sakramen) : uskup dan imam 4. penerima (=orang yang menerima) : setiap orang yang sudah dibaptis 111.3. Roti dan Anggur Tanda roti dan anggur digunakan Melkisedek. raja dan imam, yang membawa “roti dan anqgur” (Kej 14:18) sebagai tanda persembahannya sendiri. Dalam PL, roti dan anggur termasuk persembahan sulung. Roti mengingatkan pada pembebasan dari Mesir ketika Israel hidup dan roti Sabda Allah (bdk. Ul 8:3). Pesta anggur mempunyai arti eskatologis, yaitu penantian mesianis akan pembangunan kembali Yerusalem. Mujizat penggandaan roti menunjukkan kelimpahan roti istimewa Ekaristi. Mujizat di Kana juga menandakan penyempurnaan perjamuan 59 nikah dalam Kerajaan Bapa, di mana umat beriman akan minum anggur baru (bdk. Mrk 14:25) Identifikasi roti dengan tubuhNya dan anggur dengan darahNya menunjukkan kehendak Yesus untuk hadir secara nyata dalam roti dan anggur. Oleh Konsili Trente, perubahan dalam perayaan Ekaristi ini dijelaskan dengan istilah transubstansiasi, artinya oleh konsekrasi, substansi roti (substansi=sesuatu yang mendasari) diubah ke dalam substansi tubuh Kristus dan substansi anggur diubah ke dalam substansi darahNya. Perubahan ini terjadi karena kekuatan SabdaNya dan karena kekuatan Roh Kudus. Yang tidak berubah ialah accidentia dari roti dan anggur tersebut (rupa, warna, berat, rasa, bentuk, dll). Kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi ini mulai dan saat konsekrasi (Inilah tubuhKu, Inilah darahKu”) dan berlangsung selama rupa Ekaristi ada. Dalam setiap rupa (roti dan anggur) dan dalam setiap bagiannya tercakup seluruh Kristus. sehingga pemecahan roti tidak membagi Kristus. Barangsiapa menerima roti atau anggur berarti menerima Kristus yang utuh. 111.4. Arti Perayaan Ekaristi 1 Ekaristi menunjukkan cinta Allah yang tak berkesudahan bagi kita. Dari semua sakramen, Ekaristi melambangkan peristiwa cinta antara Allah dan umatNya secara paling dramatis. Melalui Sakramen Ekaristi, PuteraNya Yesus Kristus diberikan kepada kita dalam rupa roti dan anggur yang dikonsakrir. Ekaristi mengingatkan kita terus-menerus hahwa Allah mencintai kita, mempedulikan kita dan datang kepada kita secara intim. Ia menyatukan diriNya dengan kita agar supaya kita bisa menjalani kehidupan dalam kasih. 2. Ekaristi mengingat dan menqhadirkan kembali kurban Kristus yang berpuncak di salib. Kurban Kristus dan kurban Ekaristi hanyalah satu kurban, yang dilakukan Kristus sekali untuk semuanya (once for all). Pengertian kurban ini tidak dibatasi pada sengsara dan wafat Yesus di salib, tetapi menyangkut seluruh proses hidup Yesus. yaitu penyerahan hidupNya kepada Bapa yang berpuncak di salib. Karena itu, kurban Kristus itu merupakan ungkapan kasih Allah. Dalam perayaan Ekarisli, Gereja (seluruh umat) diundang untuk ikut serta dalam kurban Kristus, yaitu dengan mempersembahkan kurban rohani (bdk. LG 34). Karena itu, Ekaristi adalah juga kurban Gereja. lnilah salah satu bentuk partisipasi aktif umat. yang diminta dalam perayaan Ekaristi. Dengan mempersatukan diri dengan kurban Kristus, maka Gereja disucikan sebagai TubuhNya. 3. Ekaristi menciptakan dan merayakan kesatuan di antara umat Kalolik. Kita makan dari roti yang sama dan minum dari anggur yang sama pula. Karena kita ambil bagian dalam Tuhan yang sama, kita dipersatukan sebagai satu jemaat. Ekaristi merupakan 60 simbol kesatuan kita. Ekaristi menciptakan kesatuan itu dan Ekaristi adalah perayaan kesatuan itu. Doa Yesus untuk kesaluan umatNya dalam Yoh 15:5 tercapai dalam sakramen ini. 4. Ekaristi mengingatkan kita akun perjanjian cinta kasih antara Allah dan manusia serta perintahNya untuk mencintai dan melayani sesama. Yesus memecah roti sebagai simbol kehidupan abadi yang akan Dia berikan kepada kita dan Ia menuangkan anggur sehagai simbol penyelamatan kita oleh darahNya yang tercurah. Suatu perjanjian meminta tanggapan. Maka Ekaristi mengingatkan kita agar kila ‘memecah-mecah diri kila’ dan ‘mencurahkan hidup kita, artinya kita harus mengatasi egoisme kita dan melayani sesama sebagaimana Yesus melayani kita. Pada akhir Misa kita diutus sebagaimana Yesus diutus Bapa untuk mewartakan kabar gembira. 111.5. Manfaat Ekaristi 1 . Ekaristi memelihara hidup kita di dalam rahmat Allah. Tuhan Yesus telah menetapkan sakramen ini dalam rupa makanan untuk memperlihatkan, bahwa sebagaimana makanan jasmani diubah ke dalam tubuh kita, begitu juga roti surgawi menyatu dengan tubuh kita. Bila makanan duniawi diubah menjadi zat-zat bagi tubuh kita. roti ilahi mengubah siapapun yang memakanNya menjadi serupa dengan Yesus Kristus. Seperti halnya roti duniawi menopang hidup jasmani, roti surgawipun memelihara hidup bagi jiwa, yakni kehidupan dalam rahmat Allah. 2. Ekartsti adalah obat ilahi yang menyembuhkan dan melindunqi kita. Menurut Konsili Trente, Ekaristi merupakan obat ilahi yang menyucikan jiwa dari dosa ringan dan sekaligus melindunginya dari dosa berat. Seperti aliran air, Sakramen ini mematikan api hawa nafsu yang menguasai kita. Bila kita memiliki nyala hawa nafsu seperti itu, hendaknya kita menyambut ekaristi, agar kita bisa mengalami suatu gelora yang sama, yang menghancurkan nafsu- nafsu itu. Ekaristi memberikan kekuatan kepada kita untuk menolak semua serangan iblis. Pada saat kita menerima ekaristi, iblis menyingkir dari kita dan para malaikat segera datang membantu kita. Terlebih lagi, ekaristi mengalirkan ke dalam jiwa kita kedamaian batin yang luar biasa dan dorongan kuat untuk berbuat kebajikan serta kerelaan besar untuk melakukannya. Akibatnya, kitapun menjadi lebih mudah melangkah pada jalan kesempurnaan. 3. Ekaristi mengalirkan cinta kasih ilahi ke dalam hati kita. Ekaristi merupakan sumber cinta kasih ilahi. Tidak ada misteri penebusan yang lebih tepat untuk menyalakan hati kita dengan cinta Kristus, selain daripada Sakramen Ekaristi, di mana di 61 dalamnya Dia memberikan direi sepenuhnya bagi kita dan menyerahkan seluruh cintaNya dengan berlimpah. Konsili Trente menyatakan bahwa dalam sakramen ini Yesus telah ‘mencurahkan dengan berlimpah segenap kekayaan cinta ilahiNya untuk manusia. IV. BAGAIMANA MENGHAYATI MISA Bila kita tidak menyadari apa yang seharusnya kita doakan dalam Misa, kita akan kehilangan banyak rahmat. Kita seharusnya bisa berdoa untuk diri kita sendiri sesuai dengan nnsur-unsur perayaan Ekaristi dan memiliki sikap yang benar selama liturgi berlangsung. Berikut ini beberapa petunjuk praktis yang bisa kita lakukan * Ketika memasuki gereja, kita membuat tanda salib dengan air suci dan berdoa ‘Bersihkan aku, ya Allahku, dari dosa-dosaku.’ * Kemudian kita berlutut di depan tabernakel dengan penuh rasa hormat sambil berdoa : Terpujilah Sakramen Mahakudus di altar.’ * Selama Misa, bila kita tidak sakit, kita berusaha benlutut dan berdiri bersama dengan jemaat lainnya sebagai suatu kurban. * Ketika imam hadir di altar kita kemukakan niat kita dalam doa Bapa di surga, aku ingin ambil bagian dalam Misa untuk menghormatiMu, untuk berkat yang akan kuterima dan untuk penghiburan jiwa-jiwa yang menderita. Bantulah aku agar mampu ikut ambil bagian dengan khidmat.’ * Pada ‘Doa Tobal’ kita memeriksa hati nurani kita. menyesali dosa-dosa kita dan berniat untuk rnengakukannya secepat mungkin bila kita berdosa berat. * Pada ‘Tuhan Kasihanilah Kami’ kita berdoa kepada Allah Tritunggal untuk mohon belas kasihanNya dengan segenap jiwa kita. * Pacla ‘Kemuliaan kepada Allah kita berdoa : ‘Kemuliaan kepada Allah: kami memujiMu. kami menyembahMu kami memuliakan Engkau. KepadaMu, Bapa. Putera dan Roh Kudus, aku membaktikan hidupku. 62 * Ketika Sabda Tuhan dlbacakan, kita mendengarkan dengan penuh perhatian karena hanya orang yang mendengarkan SabdaNya serta melakukannya akan selamat. * Ketika imam menyiapkan kurban Ekaristi. kita harus menyadari bahwa roti dan anggur akan segera berubah menjadi tubuh dan darah Yesus. * Setelah prefasi, bersarna dengan para malaikat di altar kita berdoa: ‘Kudus, kudus, kuduslah Tuhan’. * Ketika imam menaikkan hosti suci. kita melihat pada hosti itu dan menyembahnya. Sambil menundukkan kepala kita berdoa: ‘Kami memuja Engkau. Tubuh Kristus.’ Ketika piala dinaikkan. kita melihat pada piala itu dan menyembahnya. Sambil menundukkan kepala, kita berdoa: ‘Kami menyembah Engkau, Darah Yesus.’ -* Setelah konsekrasi, bersama-sama dengan para imam kita berdoa untuk jiwa-jiwa yang menderita di api penyucian, khususnya keluarga dan teman-teman kita dalam Kristus. * Pada ‘Anak Domba Allah’ kita memohon belas kasihan Tuhan untuk rnenghapus dosadosa kita serta memberikan damai di hati kita. * Pada ‘Ya Tuhan, saya tidak pantas...’, dengan penuh kerendahan hati walaupun merasa tak pantas menyambut tubuh dan darah Yesus, kita memohon kehadiran Yesus untuk menyembuhkan tubuh, jiwa dan roh kita. Dalam hati kita bisa mengulang dan meresapkan ‘Ya Tuhan saya tidak pantas....’ * Setelah komuni, dalam iman kita menerima berkat Tuhan untuk sepanjang hari itu. V. PENUTUP Kadang-kadang kita berpikir bahwa kita bisa menyembah Tuhan lewat alam atau secara pribadi, tetapi Yesus meminta agar kita datang kepada Bapa dalam jemaat untuk memujiNya dan berterima kasih kepada Nya. Kadang-kadang kita tidak suka pada kemunafikan orangorang yang menghadiri Misa, tetapi kita tak pernah boleh lupa bahwa Yesus Kristus datang untuk menyelamatkan para pendosa dan kitapun sering munafik, tidak menjalankan apa yang 63 telah kita tetapkan. Mungkin pula kita merasa tidak mendapatkan apa-apa dalam Misa, tetapi kita harus sadar bahwa kita pergi ke Misa tidak untuk dihibur tetapi untuk memuji dan menyembah Tuhan dan pahala yang akan kita terima adalah Yesus Kristus sendiri. Alangkah indahnya bila kita merayakan Ekaristi bersama-sama dengan saudara-saudari kita yang lain bahkan bila kita tidak menginginkannya. Mengikuti Yesus berarti mengikuti Dia bersamasama dengan yang lain. Kekristenan kita bukanlah hal pribadi, melainkan hal saling berbagi dan saling mencintai. 64 6. SAKRAMEN TOBAT I. SEJARAH Yesus menggegerkan banyak orang dengan mengatakan bahwa Ia mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa. “Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah sendiri?” (Mrk 2:7; Luk 7:49). Sebagai Putera Allah, Yesus mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa-dosa dan Ia memberikan kuasa yang sama kepada para rasul. Kepada Petrus Ia berkata: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan surga. Apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” (Mat 16:18-19). Secara lebih nyata Yesus menampakkan diriNya kepada para rasul pada Hari Paskah dan mengatakan: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20:22-23). Yesus mendapatkan kuasa dari Allah Bapa untuk mendirikan kerajaan Allah di bumi dan Yesus memberikan kuasa ini kepada para rasul agar, setelah kenaikanNya ke surga, mereka dapat melanjutkan misi dan pelayananNya, yang berintikan pendamaian antara manusia dengan Allah dan dengan sesama. Dia memberikan Roh Kudus sebagai sumber kuasa mereka untuk mengampuni dosa-dosa dalam nama Yesus. Memang benar bahwa Yesus memerintahkan semua pengikutNya untuk saling mengampuni bila berdosa yang seorang kepada yang lain (Mat 6:14; 18:21-23; Luk 17:3-4), tetapi Ia juga memberikan kepada para rasul kuasa untuk mengikat dan melepaskan, atau untuk mengampuni dosa-dosa dalam nama Yesus. Pada Gereja purba, orang Kristen diharapkan menghayati kehidupan Kristen yang kuat dan menjadi saksi hidup Kristus, sekaligus menghindari dosa-dosa berat. Pengampunan dosa yang resmi (=absolusi) diberikan kepada orang yang telah melakukan dosa-dosa yang sangat berat, seperti pembunuhan, perzinahan, dan kemurtadan. Denda dosa yang berat dan ditebus di depan umum dilakukan setelah upacara rekonsiliasi (=pendamaian). Absolusi diberikan hanya sekali seumur hidup dan bila orang itu berdosa berat lagi, dia bisa diterima kembali oleh Gereja sebagai pendosa yang mengakukan dan menebus dosanya di depan umum. Karena pengampunan resmi untuk dosa-dosa berat dibatasi dan denda dosa dirasakan berat. banyak orang yang ingin menjadi Kristen tetapi tidak mau dibaptis sampai lanjut usia. Mereka takut jatuh ke dalam dosa setelah dibaptis dan merasa ngeri dengan denda dosa yang berat itu. 65 Mulai abad ke 5, Sakramen Pengakuan Dosa bisa diterima lebih dan satu kali. Kemudian pengakuan dosa-dosa yang tidak begitu serius dilakukan. Baru sekitar tahun 1000, absolusi diberikan sebelum denda dosa dilakukan. Pada tahun 1215, pengakuan tahunan diwajibkan hanya untuk mereka yang ingin diperdamaikan kembali dengan jemaat sehingga mereka bisa menyambut komuni. Konsili Trente (1551) menyajikan ajaran agama Katolik dasar, bahwa pengakuan dosa adalah suatu sakramen yang melibatkan tindakan orang yang mengaku dosa (pemeriksaan suara hati, penyesalan, pengakuan, perubahan sikap), dan bapa pengakuan (pemberi ampun/absolusi). Selama puluhan tahun terakhir ini, pengakuan dosa diupayakan agar menjadi pertemuan pribadi dengan Kristus, sehingga dengan demikian lebih bermanfaat. II. DOSA 11.1. Arti Dosa Biasanya dosa diartikan pikiran, perkataan, atau perbuatan yang berlawanan dengan hukum Allah sehingga yang berdosa bisa ditangkap dan dihukum, Dosa sebenarnya harus dipandang dalam hubungannya dengan Tuhan. Dengan demikian berdosa berarti berpaling dari Allah dan tidak rnengarah kepadaNya. Bagi orang Kristen, dosa merupakan suatu penolakan tawaran cinta Tuhan, sekaligus suatu penolakan untuk mengikuti jejak Kristus. Selain itu dosa merupakan suatu perusakan cinta kasih terhadap sesama. Aspek sosial dosa ini terjadi karena cinta kepada Tuhan dan sesama tidak dapat dipisahkan. Dosa juga merupakan perusakan keselamatan dan kebahagiaan bagi diri sendiri. Aspek sosial dosa mempunyai arti yang dalam bagi orang Kristen. Seorang Kristen, karena permandiannya, adalah anggota umat Allah (Gereja). Sebagai warga umat Allah, ia telah berjanji ikut serta melaksanakan rencana penyelamatan Allah bersama dengan Kristus dan orang-orang Kristen lainnya. Santo Paulus mengandaikan kesatuan umat Allah sebagai Tubuh Kristus. Jadi dosa seorang Kristen merupakan perlawanan dan ketidaksetiaan terhadap Gereja, Tubuh Mistik Kristus, umat Allah, dengan tidak mau mengusahakan kelanjutan karya penyelamatan Kristus, bahkan menghalanginya (aspek eklesiologis/ gerejani). Sangat penting untuk memperhatikan aspek gerejani ini, supaya kita dapat mengerti dengan baik alasan Kristus menyerahkan kuasa mengampuni dosa kepada GerejaNya. Dengan berbuat dosa, seorang Kristen tidak saja memisahkan diri dari Tuhan, tetapi juga dari Gereja, dan apabila ia bertobat, ia perlu diterima kembali ke dalam Gereja oleh wakil Gereja yang resmi, yaitu imam. 66 11.2. Macam-macam Dosa Sejak permulaan sejarah Gereja, telah ada kesadaran bahwa tidak semua dosa sama bobotnya. Dosa yang harus diampuni melalui Sakramen Pengampunan Dosa ialah dosa berat (mortal sin), yaitu dosa yang karenanya orang dikeluarkan dari kerajaan Allah, misalnya: perzinahan, pembunuhan, kemurtadan, penghujatan, perlawanan kepada Allah secara sadar dan serius. Dosa yang tidak sampai membuat orang dikeluarkan dari kerajaan Allah disebut dosa ringan (venial sin). Menurut Santo Yohanes dalam 1 Yoh 5:16-17, ada dua macam dosa berat: yang tidak sampai mematikan, artinya yang masih dapat ditolong dengan doa-doa kita; dan yang membawa maut (dosa maut), artinya yang tidak dapat ditolong dengan doa-doa kita. Tidak semua dosa berat sama bobotnya. Dengan dosa berat, manusia berpaling dari Tuhan, tetapi ia tidak kehilangan seluruh imannya. Malahan imannya itu yang menjadi dasar baginya untuk menyesali dosanya dan kembali kepada Tuhan. Dalam dosa maut, manusia dipisahkan sedemikan jauhnya dari Tuhan sehingga hampir tidak ada harapan lagi untuk dipersatukan kembali. Contoh: melawan Tuhan pada saat kematian. Yang termasuk dosa ringan adalah tujuh cacat rohani atau tujuh dosa yang ‘mematikan’: kesombongan (pride), ketamakan (greed), hawa nafsu (lust), kemarahan (anqer), kerakusan (gluttony), kemalasan (sloth), iri hati (envy). Ketujuh dosa ini disebut ‘mematikan’ karena merupakan akar banyak dosa lainnya dan karena dosa-dosa ini dengan cepat mematikan hati nurani kita. Jadi, menurut intensitas dosa, dibedakan tiga macam dosa: dosa ringan, dosa berat, dan dosa maut. Untuk menerangkan perbedaan itu, kita dapat memakai perumpamaan pohon anggur (Yoh 15:1-8). Dalam dosa ringan, ranting tetap hijau warnanya, akan tetapi tidak dapat berkembang sepenuhnya; hidup ilahi tetap mengalir tetapi tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Dalam dosa berat, ranting itu menjadi kering, tetapi masih bersatu dengan pokok anggur (masih ada iman), walaupun hidup ilahi tidak mengalir di dalamnya lagi. Dalam dosa maut, ranting itu diputuskan sama sekali dari pokok anggur dan dilemparkan ke dalam api dan dibakar. Ada hubungan kausal (=sebab-akibat) yang erat antara ketiga golongan dosa itu. Dosa ringan benar-benar melemahkan cinta kasih kita kepada Tuhan dan kalau dibiarkan lambat laun dapat membawa kita kepada dosa maut. Sepanjang hidupnya, perbuatan-perbuatan manusia (baik dan jahat) secara bertingkat menyiapkan manusia untuk mengambil keputusan terakhir pada saat 67 kematian. Suatu dosa berat tak pernah terjadi tiba-tiba, tetapi memerlukan suatu proses persiapan, sama dengan persiapan seseorang menjadi suci. Setiap dosa berat merupakan suatu loncatan dan ancang-ancangnya adalah dosa-dosa ringan. 11.3. Peranan Suara Hati dalam Menimbang Dosa Yang menentukan dosa berat atau ringan atau tiadanya dosa ialah suara hati. Suara hati ialah kesadaran manusia mengenai baik tidaknya perbuatan yang telah atau akan dilakukan. Suara hati merupakan suatu keputusan, bukan perasaan, mengenai perbuatan seseorang. Putusan menurut suara hati selalu konkrit. Suara hati bisa kurang tepat, bimbang, bahkan sesat karena pendidikan dan anggapan yang keliru, lingkungan dan situasi hidup tertentu dan lain-lain. Oleh karena itu, suara hati harus dibina supaya semakin sempurna dan tepat, dengan cara mempelajari ajaran agama. minta nasihat kepada pembimbing rohani, membaca buku-buku rohani dan pengetahuan moral serta majalah-majalah Katolik. Walaupun bisa keliru, suara hati bersifat mutlak. Artinya orang harus selalu menuruti suara hatinya. Dalam Rm 14:22-23, Santo Paulus mengatakan: “Berpeganglah pada keyakinan yang engkau miliki itu, bagi dirimu sendiri di hadapan Allah. Berbahagialah dia, yang tidak menghukum dirinya sendiri, dalam apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan... Dan segala sesuatu yang tak berdasarkan iman adalah dosa.” Konsili Vatikan II menyatakan dalam Dekrit tentang kebebasan agama no.3: “Dalam semua aktivitas, manusia harus mengikuti suara hatinya dengan setia.” Suatu perbuatan yang tidak diketahui pasti sebagai perbuatan dosa herat karena suara hati bimbang, tidaklah wajib diakukan, tetapi amat dianjurkan agar perbuatan itu diterangkan kepada pembimbing rohani atau bapa pengakuan. Ini merupakan jalan terbaik untuk mencapai ketentraman hati dan untuk mendapat pengertian tepat tentang perbuatan serupa di kemudian hari. Kalau hal ini tidak dibicarakan, orang akan terus-menerus bimbang. Dengan cara itu suara hati kita dididik. 68 III. SESAL HATI / TOBAT Sesal hati merupakan syarat mutlak untuk memperoleh pengampunan dosa. Sesal hati bukanlah rasa sesal. Sesal hati tidak mutlak terdiri dan perasaan-perasaan (kapok, putus-asa, bosan, tidak enak) maupun air mata. Sesal atas dosa selalu ada hubungannya dengan Tuhan. Sesal tak sempurna terjadi apabila manusia menyesali dosa-dosanya karena takut kepada Tuhan yang menjatuhkan hukuman. Sedangkan sesal sempurna timbul bila manusia sadar telah mengecewakan cinta kasih Allah atau karena cintanya kepada Allah. Sesal tak sempurna sudah cukup untuk pengakuan dosa. Dalam pengakuan dosa, sesal tak sempurna itu menjadi sempurna karena dengan diberi absolusi manusia menerima kembali cinta Tuhan. Sedangkan sesal sempurna begitu kuat sehingga dalam pengakuan dosa segala dosa diampuni termasuk dosa berat. Kedua macam sesal itu disebut dalam doa tobat: Tuhan yang Maharahim, aku menyesal atas dosa-dosaku, sebab patut aku Engkau hukum (=sesal tak sempuma), terutama sebab aku telah menghina Engkau, yang Mahamurah dan Mahabaik baitku (=sesal sempurna).’ Sesal yang sungguh-sungguh selalu harus disertai tobat yang benar. Artinya si pendosa harus berpaling dari perbuatannya yang jahat dan mempunyai niat teguh untuk menjauhi dosa. Ini disebut ‘metanoia’ (bahasa Yunani), yang artinya memutar-balikkan diri, yaitu kembali kepada Allah. Metanoia lebih daripada tobat karena mengungkapkan suatu perubahan menyeluruh, suatu perubahan yang mengarahkan manusia secara total kepada Tuhan. Metanoia menuntut suatu perbaikan mentalitas, suatu perubahan pemikiran dan kehendak. Oleh karena itu, niat teguh untuk tidak berbuat dosa lagi menjadi ujian nyata (testing point) terhadap kesungguhan tobat kita. Penting sekali bagi kita untuk menggunakan sarana-sarana untuk menghindari dosa, yaitu dengan berdoa, dengan bersikap menjauhi kesempatan-kesempatan yang merupakan bahaya besar untuk jatuh ke dalam dosa. Bila kita tidak mau menggunakan sarana-sarana itu, maka sebetulnya tobat tidak ada artinya sama sekali. Yesus dengan jelas mengatakan: “Jika tangan kanan atau kakimu menggoda engkau untuk berbuat dosa, potonglah dan buanglah dia, karena lebth baik bagimu... daripada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.” (Mat 5:30). Maksudnya kita harus berani mengambil tindakan tegas untuk menyelamatkan jiwa kita, walaupun itu mungkin berarti memutuskan hubungan dengan atau meninggalkan kenikmatan. 69 Tobat Kristiani tidak pernah dapat dilepaskan dan Kristus. Manusia tidak mampu kembali kepada Tuhan dengan kekuatannya sendiri. Ini merupakan hasil amal penebusan Kristus. “Anakanakku, aku menulis hal ini kepadamu supaya kamu tidak berbuat dosa. Tetapi andaikata seorang berbuat dosa, maka kita mempunyai seorang penqantara kepada Bapa, ialah Yesus Kristus yang adil. Dialah silih bagi dosa-dosa kita.” (lYoh 2:1). IV. PENGAKUAN DOSA IV. 1. Pemeriksaan Batin Sakramen Pengakuan Dosa bukan saja diadakan Kristus supaya dosa kita diampuni, melainkan juga supaya kita memperbaiki hidup kita sebagai orang Kristen. Maka kita perlu mengadakan pemeriksaan batin yang mendalam untuk mengetahui dosa apa yang telah kita lakukan dan perlu diperbaiki. Bila kita herulang-ulang melakukan dosa yang sama, kita harus mencari akarnya dengan mencari sikap hati yang melahirkan dosa-dosa itu, misalnya kesombongan, kelalaian. sikap acuh tak acuh, keras hati, terlalu ingat diri, materialisme, dan lain-lain. Bila kita sudah mengetahui salah satu akar dari kesalahan-kesalahan tadi, dengan pertolongan rahmat Tuhan, kita akan dengan lebih mudah memperbaikinya. Pemeriksaan batin seperti ini penting untuk lebih mengenal diri kita sendiri. Sebaliknya, mengenal diri mempermudah pemeriksaan batin dan mempersiapkan kita untuk dengan tulus ikhlas dan rendah hati menghadap Kristus dalam Sakramen Tobat. Baik sekali bila kita melatih memeriksa batin kita secara tetap setiap hari. Dalam pemeriksaan batin untuk menerima Sakramen Pengakuan Dosa, kitabdapat mengikuti suatu skema seperti: * Bagaimana tingkah laku saya terhadap Tuhan (perintah Allah 1,2,3)? * Bagaimana tingkah laku saya terhadap orang tua dan orang-orang yang mewakili Tuhan (perintah 4)? * Bagaimana tingkah laku saya terhadap sesama manusia (perintah 5,6,7,8)? * Bagaimana tingkah laku saya terhadap diri sendiri dengan keinginan yang tak teratur (perintah 9,10)? Pada dasarnya kesepuluh perintah Allah ini berlaku bagi setiap orang Kristen. Kita melihat tingkah laku kita sebagai murid Yesus yang dipanggil pada kesempurnaan hidup. Sebagai anggota umat Katolik, kita wajib memenuhi hukum-hukum Gereja. 70 IV.2. Pengakuan Dosa-dosa Berat dan Ringan Semua dosa berat yang dilakukan setelah permandian harus diakukan dengan terang dan lengkap. Dosa berat yang terlupakan tanpa disengaja sungguh-sungguh diampuni, namun jika kemudian teringat kembali pada kesempatan lain perlu diakukan lagi. Sedangkan dosa berat yang sengaja disembunyikan menyebabkan seluruh pengakuan tidak sah, malahan ditambah dengan dosa sakrllegi (=penghinaan terhadap sakramen, dalam hal ini Sakramen Tobat), yang membuat pengakuan itu harus diulang. Dosa-dosa ringan pada umumnya tidak wajib diakukan (Dalam hal ini perlu sekali diperhatikan. bahwa kita tidak prnah bisa tahu secara pasti apakah dosa yang telah kita lakukan tergolong dosa berat atau ringan. Sebagai perbandingan: para kudus secara paradoksal dalam tingkat kesucian yang tinggi sering mengalami keadaan dirinya sebagai orang yang paling berdosa.) Akan tetapi akan sangat berguna bagi si pendosa untuk mengakukan dosa-dosa ringan ini. Walaupun dosa-dosa ini dapat diampuni melalui doa-doa, derma, matiraga, permintaan maaf kepada sesama, “Hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan supaya kamu sembuh.” (Yak 5:16), atau bisa juga lewat perayaan Ekaristi dan sakramentali (berkat imam, air suci, salib, abu di dahi), namun dosa-dosa ringan baik juga diakukan dalam Sakramen Pengakuan Dosa agar kita bisa memperoleh belas kasih dan rahmatNya sebagal sarana untuk menghindari dosa. Kebiasaan mengakukan dosa-dosa ringan secara teratur merupakan dorongan Roh Kudus dan sangat penting bagi orang yang mau menjalani kehidupan kudus. IV.3. Absolusi. Absolusi adalah pengampunan resmi Gereja, yang biasanya diberikan setelah pengakuan pribadi dosa-dosa seseorang kepada imam atau Uskup. Dalam keadaan khusus, misalnya jumlah besar umat yang mau bertobat menjelang Natal atau Paskah, absolusi untuk kelompok bisa diberikan oleh Uskup kepada sekelompok orang yang menerima Sakramen Pengakuan Dosa bersamasama. IV.4. Penitensi Penitensi berarti hukuman atau denda. Setelah berbuat dosa, kita patut dihukum atau menanggung denda. Bapa pengakuan diwajibkan memberikan penitensi. Penitensi bisa berupa doa-doa (misal: 5 kali Bapa Kami, dan lain-lain), atau semacam mati raga, atau bisa juga dirundingkan dengan orang yang bertobat atas usulannya. IV.5. Kapan Mengakukan Dosa Kita dianjurkan untuk menerima Sakramen Pengakuan Dosa sebelum perayaan-perayaan besar, seperti Paskah dan Natal, sebelum menerima Sakramen Perkawinan, sebelum memulai suatu 71 tugas penting dan berat. Juga pada saat kita mengalami pencobaan atau kelemahan, Sakramen Pengakuan Dosa merupakan sarana istimewa untuk memperoleh kekuatan khusus dari Tuhan. Bagi mereka yang bersungguh-sungguh mau menghayati kehidupan kudus, Sakramen Pengakuan Dosa sangat baik dilakukan secara teratur dengan lebih sering lagi (misalnya sebulan sampai tiga bulan sekali tergantung kebutuhan) dengan seorang bapa pengakuan, sekaligus seorang pembimbing rohani yang tetap. IV.6. Imam sebagai Wakil Kristus dalam Sakramen Pengakuan Dosa Sakramen Pengakuan Dosa merupakan tanda nyata cinta kasih Penyelamat kita, Yesus Kristus. Sakramen ini merupakan suatu pertemuan pribadi dengan Yesus. Ia mendengarkan pengakuan dan keluh-kesah kita. Dialah yang dengan perantaraan para imam mengampuni dosa-dosa kita. Yesuslah yang mengampuni dan memberikan kepada kita kepastian bahwa hubungan kita dengan Tuhan dieratkan kembali. Imam bertindak sebagai wakil Kristus lewat pentahbisan dan menggunakan kuasa Kristus untuk mengampuni dosa dan memperdamaikan pendosa dengan Tuhan. Ada beberapa alasan mengapa Yesus melimpahkan kuasa mengampuni kepada para imam: 1. Memakai manusia untuk melanjutkan karyaNya di dunia merupakan cara Tuhan bekerja. Bila dosa kita diampuni oleh seorang wakil Kristus, kita dapat mengalami belas-kasihan Yesus sendiri melalui orang itu. 2. Karena dosa mempunyai dirnensi sosial, imam tidak hanya mewakili Yesus Kristus, tetapi juga Gereja atau komunitas Kristen seluruhnya. 3. Kuasa mengampuni tidak hanya sampai pada para rasul, tetapi diteruskan pada para imam karena pengampunan dosa terus berlangsung selarna dosa ada di dunia. Selama dosa selalu ada di dunia, obat untuk dosa selalu juga ditemukan di Gereja. 4. Kuasa mengampuni hanya diberikan kepada para rasul dan imam, sama halnya dengan pembaptisan diberikan kepada manusia lewat mereka (kecuali baptis darurat). 5. Imam diberi kuasa memberikan pengampunan kepada mereka yang benar-benar bertobat dan menolak mereka yang tidak sungguh-sungguh menyesali dosa. Imam tidak bisa tahu dosa-dosa mana yang bisa diampuni dan mana yang tidak apabila dosa itu tidak diakukan kepada mereka. 6. Imam bisa menghibur dan menyemangati mereka yang menyesali dosa-dosa, atau bahkan berdoa bersama mereka untuk penyembuhan daerah-daerah dosa tertentu atau kegagalankegagalan dalam hidup mereka. 72 7. SPIRITUALITAS KARMEL I Latar Belakang I. SEJARAH KARMEL Dalam Kitab Suci nama Karmel dikaitkan dengan beberapa peristiwa besar yang terjadi dalam sejarah keselamatan, khususnya dengan pribadi nabi besar E1ia dan E1isa. Sejak dahulu kala Gunung Karmel di Palestina merupakan tanah yang suci, bukan hanya bagi para Karmelit, melainkan juga bagi banyak orang lain. Kata ‘Karmel’ adalah singkatan dari Karem El, artinya Kebun Anggur Allah, merupakan lambang kesuburan dan rupanya dulu memang tempat yang amat subur dan indah. Bagi para Karmelit, nama Gunung Karmel khususnya dikaitkan dengan nabi E1ia, yang dalam kuasa Allah seorang diri menghadapi para nabi palsu yang menyesatkan umat Allah (1 Raj 18:19-39). Di sana itu pula, menurut tradisi, nabi Elia, dan juga muridnya, nabi Elisa, hidup di hadirat Tuhan. Di kemudian hari, karena kenangan itu, banyak orang Kristen memilih Gunung Karmel menjadi tempat kediaman mereka untuk bertapa. Gunung Karmel merupakan tempat yang disenangi para pertapa, karena kesunyiannya yang penuh damai dan pemandangan alamnya yang indah merupakan tempat ideal bagi mereka yang merindukan perjumpaan yang mesra dengan Allah dalam keheningan dan kesunyian. Pada akhir abad ke 12 dan permulaan abad ke 13 di suatu bagian Gunung Karmel hiduplah sekelompok pertapa, yang kemudian hari dikenal dengan nama para Saudara Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel. Antara tahun 1206 dan 1214 mereka menerima suatu Pedoman Hidup, suatu Regula, dari Santo Albertus, Patriarka Yerusalem (Patriarka=gelar untuk uskup agung dalam Gereja Timur). Pedoman hidup itu mengungkapkan cita-cita mereka (yang telah lama mereka hayati dalam hidup sehari-hari sebelum dituliskan) dan kemudian menjadi pegangan mereka dalam menghayati cita-citanya. Mereka inilah yang menjadi pendahulu para Karmelit dewasa ini. Karena semua serikat yang ada memiliki pendiri, mereka menjadikan E1ia pendirinya. Walaupun Ia memang memberikan inspirasi khusus bagi para Karmelit, sesungguhnya Elia merupakan teladan dan model para pertapa secara umum. Umumnya para Karmelit awali hidup dalam keheningan dan kesunyian, mengalami kehadiran Allah yang mesra dan melampaui segala pengertian. Para rahib ini juga kadang-kadang turun gunung untuk mewartakan sabda. Mereka merasakan dahaga yang besar akan kontemplasi dan 73 hidup menurut semangat Elia, yaitu berdiri di hadirat Allah yang hidup, atau dalam bahasa latinnya Vivit Dominus in cuius conspectus sto. Sebagaimana Elia, para Karmelit merasakan sukacita dengan hidup dalam ketersembunyian di hadirat Allah. Tujuan hidup bertapa yang diungkapkan dalam Regula ialah pengenalan dan persatuan dengan Allah dalam Yesus Kristus yang diungkapkan dengan istilah ‘Mengikuti Yesus Kristus’. Untuk persatuan dengan Allah itu dibutuhkan kemurnian hati serta kebersihan suara hati yang besar. Sebaliknya kemurnian hati bukanlah tujuan melainkan syarat untuk terarah kepada keterbukaan akan Allah. Keterbukaan ini mengundang Allah untuk berkarya dalam dirinya, mengubahnya, serta mempersatukan dia dengan diriNya sendiri. Untuk memperoleh kemurnian hati ini, Regula memberi sarana yang efektif sekali: hidup dihadirat Allah. ‘Hendaknya masing-masing tinggal dalam pondoknya, siang malam merenungkan hukum Tuhan dan berjaga-jaga dalam doa.’ Dalam Kitab Suci diceritakan bagaimana Elia dituntun oleh Allah ke Gunung Horeb (Sinai), gunung yang bersejarah karena beberapa abad sebelumnya telah terjadi peristiwa penting di sana, yaitu Allah menyatakan diri kepada Musa lewat semak duri yang menyala tanpa membakar (bdk. Kel 3:2). Dalam kesunyian dan keheningan yang besar di Gunung Horeb, Elia berjumpa dengan Allah lewat angin sepoi-sepoi basa (lRaj 19:12). Demikianlah para Karmelit dipanggil untuk dapat menciptakan dalam jiwa mereka suasana padang gurun lewat keheningan dan kesunyian rohani. Dan pada saatnya mereka didorong untuk terus bertekun menuju Gunung Allah tempat api menyala tanpa membakar. Untuk itu para Karmelit hidup dalam suasana silentium (=keheningan, bebas dan keributan, hiruk pikuk, dan suara-suara yang mengganggu) yang dijaga dengan sungguh-sungguh. Mereka hidup dalam pondok-pondok yang terpisah, yang dapat memudahkan mereka untuk menghayati silentium, keheningan, dan kesunyian, yang sangat membantu untuk mengarahkan hati kepada Allah dalam doa dan kontemplasi, serta pergaulan yang mesra dengan Allah yang hadir dalam jiwanya yang terdalam. Dari persatuan yang mendalam ini akan mengalir keluar semangat kerasulan serta kesuburan rohani yang besar bagi Gereja dan dunia. Tak dapat disangkal lagi bahwa kerinduan para Karmelit yang terutama adalah persatuan dengan Allah. Bagi para Karmelit, kerinduan ini adalah hal yang mendesak dan sekaligus juga menjadi sebab keberadaan Karmel. Para Karmelit hidup dengan kesadaran akan kehadiran Allah baik pada alam semesta, sesamanya, dan di dalam hatinya. 74 Semua ini dihayati dalam suatu hidup persaudaraan dengan orang lain yang secita-cita. Hubungan yang satu dengan yang lain ditandai dengan kasih persaudaraan: saling membantu, meneguhkan, dan juga saling memperbaiki dalam mencapai cita-cita bersama. Para Karmelit menemukan panggilannya dengan tak henti-hentinya kembali ke dalam keheningan dan mendengarkan suara Allah yang merindukannya, “Aku akan membujuk dia, dan membawa dia ke padang gurun, dan berbicara menenangkan hatinya.” (Hos 2:13) Untuk itu mereka berusaha untuk selalu menyadari suasana padang gurun hatinya, dan sesudah menarik diri dalam keheningan batin ini, menempatkan diri di hadirat Allah yang hidup. Maka cahaya kebenaran akan menerangi dan memurnikan jiwa yang setia tinggal di padang gurun hatinya. II. KEKHASAN SPIRITUALITAS KARMEL Dasar spiritualitas Karmel adalah pengalaman akan Allah yang langsung dan mendalam. Oleh karena itu, mereka yang ingin menghayati kehidupan Karmel membutuhkan kerinduan yang besar akan kontemplasi. Kerinduan akan kontemplasi tidak diperoleh lewat usaha manusia semata, tetapi Allah sendirilah yang menanamkan kerinduan itu dalam lubuk terdalam jiwa manusia dan memeliharanya dengan rahmat Roh Kudus. Didorong oleh kerinduan yang besar maka para Karmelit mencari Allah dan mendambakan kelepasan dan segala sesuatu yang dapat menghalanginya untuk bersatu dengan A1lah; semakin hari semakin dibebaskan dari kedagingan, dan menjadi semakin rohani dengan dibawa pada kehidupan dalam roh. Hal ini menghantar jiwanya kepada kesederhanaan dan kemiskinan rohani, sebagaimana yang diungkapkan seorang kudus Karmel, St. Yohanes dari Samson, ‘cita-cita Karmel adalah hidup dalam tingkat kemurnian yang besar, dan untuk masuk ke dalam Allah dengan segala kekuatannya.’ Dengan bantuan rahmat Allah, para Karmelit mempunyai tujuan untuk mempersembahkan kepada Allah hati yang suci murni tanpa noda dosa aktual (=dosa yang berasal dad diri kita sendiri, bukan dosa asal). Tujuan ini hanya dapat dicapai jika kita sempurna dalam cinta kasih, ‘sebab cinta kasih menutupi banyak dosa’, lagipula cinta kasih adalah ‘pengikat segala kesempumaan’ serta ‘tujuan segala perintah Allah’. Semua ini hanya bisa kita peroleh dengan bantuan Roh Kudus. “Dan pengharapan tidak mengecewakan. karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang tetah dikaruniakan kepada kita.” (Rm 5:5). 75 Tujuan kedua para Karmelit ialah mengenyam dalam hati dan mengalami dalam roh, kekuatan kehadiran Allah serta kemanisan kemuliaan yang dari atas, bukan hanya dalam hidup yang akan datang, melainkan sudah dalam hidup ini, sehingga walau masih di dalam hidup ini sudah dapat menikmati prarasa surgawi, mereguk kebahagiaan kemuliaan Allah. Sesungguhnya inilah surga di dunia, permulaan hidup abadi yang sudah boleh kita alami sejak sekarang ini, yang bukan lain daripada mengenal Bapa dan PuteraNya dalam kuasa Roh Kudus dengan cara yang melampaui segala pengertian. Mengenal Allah berarti dibawa masuk ke dalam aliran hidup yang keluar dari Bapa menuju ke Putera di dalam Roh Kudus dan kembali lagi kepada Bapa. Inilah pengenalan yang hidup, yang berasal dari persatuan cinta kasih yang amat mesra dengan Allah. Segala sesuatu yang ada dalam diri kita akan diubah oleh api kasih, sehingga segalanya menjadi ilahi, laksana kayu yang telah membara oleh api yang membakarnya. III. MARIA BUNDA KARMEL Bagi para Karmelit, Maria adalah tokoh yang sangat istimewa dan menjadi kecintaan semua Karmelit. Bahkan sejak zaman dahulu, para Karmelit di gunung Karrnel telah mengangkat Bunda Maria sebagai pelindung dan saudari mereka, sehingga mereka dikenal dengan sebutan ‘Saudara-saudara Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel.’ Sejak semula dalam tradisi Karmel tiada henti-hentinya dilambungkan madah pujian sebagai tanda cinta dan hormat kepada Sang Perawan. Menurut tradisi, pada tahun 1251 Bunda Maria menampakkan diri kepada Simon Stock, seorang tokoh Karmel. Dalam penampakannya itu, Bunda Maria memberikan skapulir sebagai tanda kasihnya yang istimewa dan ikrar perlindungan keibuannya. Kepada Simon Stock Bunda Maria mengatakan, ‘Benda ini akan menjadi bagimu dan semua Karmelit suatu hak istimewa, yaitu tidak akan menderita api abadi dan akan diselamatkan, bagi mereka yang mengenakannya saat meninggal.’ Skapulir bukanlah sakramen Gereja melainkan tanda lahiriah dari komitmen batin untuk berusaha dalam kebajikan dan kesucian di bawah perlindungan Bunda Maria. Paus Pius XII dengan gembira mengakui, ‘Aku belajar mencintai skapulir Maria dalam pelukan ibuku.’ 76 Di antaranya, kami harus mengingat dengan baik rosario Maria dan Skapulir Gunung Karmel yang merupakan suatu bentuk kesalehan yang djalankan dengan kesederhanaan. dalam semangat yang setiap orang diharapkan memiliki dan telah disebarluaskan di kalangan umat beriman demi makin banyaknya buah-buah rohaniahnya. (Paus Paulus VI) Menurut kebaikan dan kebijaksanaanNya yang tidak terperikan, Allah telah mengikutsertakan Santa Perawan Maria secara istimewa dalam rencana keselamatanNya. Oleh sebab itu, patutlah dia kita hormati dan cintai secara istimewa pula. Maria telah diselamatkan secara istimewa dan dipersatukan dalam ikatan yang sangat dalam dan mesra dengan Puteranya. Dia telah menjadi Bunda Putera Allah dan karenanya juga menjadi puteri yang paling dikasihi Allah Bapa, serta kenisah istimewa Roh Kudus. Oleh karunia Roh Kudus yang luar biasa, ia telah diangkat jauh mengatasi segala mahkluk di surga dan di dunia. Oleh iman dan cintanya ia telah ikut serta melahirkan di dalam Gereja orang-orang beriman yang merupakan anggota Tubuh Kristus. Maria adalah Bunda Gereja dan tentunya juga Bunda para Karmelit. Oleh sebab itu, patutlah kita bersama seluruh Gereja Katolik, yang diterangi oleh Roh Kudus, menghormatinya dengan cinta kebaktian yang mendalam, sebagaimana patutnya bagi seorang ibu yang patut dicintai. Sejak semula Maria telah dikandung tanpa noda dosa. Dalam dirinya segala sesuatu secara murni dan utuh terarah kepada Allah. Karena sejak semula diangkat dalam suatu tingkat persatuan dan kontemplasi yang amat luhur, tak pernah ada pengaruh makhluk dalam dirinya, serta tidak pernah pula segala sesuatu digerakkan sendiri oleh keinginan pribadinya, tetapi seluruhnya digerakkan oleh Roh Kudus. Dialah yang penuh rahmat sejak semula. Oleh karena itu, tidaklah rnengherankan bahwa Allah dalam rencanaNya sejak semula menghendaki agar kitapun mempunyal hubungan yang mesra dengan dia, bahwa dia juga karena Yesus Kristus - menjadi saluran rahmat Allah bagi kita, Dialah ibu yang diberikan Tuhan kepada kita, dialah teladan kita, dialah kepenuhan keselamatan yang dapat diperoleh manusia. ltulah sebabnya dia menjadi lambang pengharapan kita. Dibentuk oleh Roh Kudus sendiri, Maria merupakan teladan iman yang mendalam, kerendahan hati yang besar, dalam roh dan hatinya Ia seluruhnya terarah kepada kehendak Allah, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu.” (Luk 1:38) Maria Perawan termulia itu, dengan segenap hatinya mengiyakan kehendak Allah yang 77 menyelamatkan, membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan kepada pribadi dan karya PuteraNya. Dengan demikian ia membantu pelaksanaan karya penyelamatan Allah dan dalam semangat keibuannya mengambil bagian dalam kurban salib Puteranya. Bunda Maria juga merupakan teladan bagi para pertapa. Secara istimewa Maria adalah teladan orang yang hidup dari Sabda Tuhan, yang selalu meresapkan Sabda Tuhan dalam hatinya. Segala sesuatu dihayatinya berdasarkan sabda tersebut, juga bila kadang-kadang semua tampak gelap dan tidak dimengertinya. Namun, seluruh hidupnya dibimbing oleh Sabda Allah dengan terang Roh Kudus yang senantiasa menjiwainya. Karenanya kita pun patut meneladaninya serta memasuki hubungan yang lebih dalam dengannya. Hubungan yang mendalam dan mesra dengan Maria bukanlah pertama-tama soal perasaan melainkan buah dari suatu kontemplasi iman yang penuh cinta. Semakin dalam hidup doa kita, semakin terbukalah bagi jiwa peranan Maria Perawan termulia dalam karya keselamatan Allah: kepenuhannya dalam rahmat dan kesucian, dan misteri yang mendalam dalam hidupnya. Karena peresapan terus menerus dari Sabda Allah, karena kemurnian tubuh dan jiwanya, serta kepekaannya terhadap dorongan Roh Kudus, Maria menjadi teladan dan cita-cita dari semua yang orang yang mencari kemesraan Allah. Dengan setia dalam doa dan kontemplasi. sedikit demi sedikit, akan timbul dan berkembanglah dalam diri kita suatu hubungan yang mesra dengan Maria, yang akhirnya membawa kita masuk lehih jauh lagi ke dalam misteri persatuan dengan Kristus dan BapaNya. Biarpun Maria melampaui semua rasul, ia membiarkan mereka tampil dan memimpin. Ia hanya mendampingi mereka dari belakang dengan doa dan berkatnya. Bersama mereka ia berdoa menantikan kedatangan Roh Kudus. Sesudah itu Ia tersembunyi dalam tubuh Gereja yang baru lahir itu dan tak akan pernah tampil lagi. Namun kemudian, Allah meninggikannya di atas segala makhluk. Singkatnya, Bunda Maria menjadi prototipe/ model para Karmelit karena Ia tipe orang beriman, pelaksana kehendak Allah, tipe orang kontemplatif dan orang yang peka dan tanggap terhadap bimbingan Roh Kudus. IV. ELlA, BAPA DAN PEMIMPIN KITA Di balik tebing yang tinggi dan berselimutkan hutan lebat Pegunungan Efraim, mengalirlah mata 78 air yang menjadi sumber Sungai Kerit. Dalam keheningan dan kesunyian yang besar itulah, Elia tinggal untuk sementara waktu, sesual dengan yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Dengan meminum air Sungai Kerit untuk melepaskan dahaganya, di sanalah Eliapun mereguk air kehidupan ilahi dalam kontemplasi. Hari-harinya diisi dengan doa, menjalin persatuan yang mesra dengan Allah, dan hidup dihadirat Allah siang dan malam. Dalam tradisi para Bapa Gereja, nabi Ella selalu dipandang sebagai tokoh dan teladan para pertapa. Demikian pula dalam tradisi Karmel sejak semula, nabi Ella dipandang sebagai penggerak dan penjiwanya dan karenanya dia dipandang sebagai ’bapa dan pemimpin’ para Karmelit. Ella pertama-tama adalah insan Allah. Hidupnya diresapi oleh Allah dan segala kegiatannya didorong oleh kehendak Allah serta kemuliaanNya. Elia adalah tokoh pertapa yang melewatkan hampir seluruh hidupnya dalam kesunyian di hadirat Allah. ini dilakukannya karena dorongan Allah sendiri, yang menariknya ke dalam kesunyian. Di situ Ia mengalami kemesraan cinta Allah dan di situ pula ia tumbuh dalam hubungannya dengan Tuhan. Hidupnya seluruhnya tergantung dari Tuhan dan tiada henti-hentinya ia mengalami penyelenggaraan ilahi yang mengagumkan, yang tidak membiarkannya seorang diri. Oleh karena persatuannya yang mesra dengan Allah, segala doanya dikabulkan Tuhan, sehingga ia membangkitkan anak janda yang memberi tumpangan kepadanya. Hatinya selalu siap sedia melakukan kehendak Tuhan serta menjalankan perintahNya. Karena perintah Tuhan, Ia rnenghadapi raja yang murtad serta nabi-nabi Baal yang rnenyesatkan umat, serta mengembalikan umat kepada Allah yang benar. Khususnya Elia adalah insan Allah yang senantiasa hidup dalam hadirat Allah di tempat yang sunyi. Di dalam kesunyian itulah Tuhan mengajarkan kepadanya rahasia hidupNya dan membawa dia kepada pengenalan yang sangat dalam dan mesra tentang diriNya sendiri, Allah menyatakan rahasiaNya yang terdalam bukan dalam keributan angin, gempa, atau api, melainkan dalam keheningan yang mendalam. Kehidupan Ella yang eremitik (=tapa) namun juga sekaligus kenabian (=pewartaan) menjadi sumber inspirasi dan mengungkapkan cita-cita Karmel yang terdalam. Elia menjadi teladan kita para Karmelit, yang senantiasa hidup di hadirat Allah dan bila Tuhan menghendaki tak segansegan turun gunung melaksanakan kehendakNya. Semangat kerasulannya yang murni ini timbul dari persatuannya yang mesra dengan Allah. 79 80